Professional Documents
Culture Documents
Jurnal Robekan Jalan Lahir
Jurnal Robekan Jalan Lahir
Abstract
For women, the perineum is very important stretching and lubricating the perineum
during labor can weaken the pelvic floor muscles in the vaginal wall, trauma to the
perineum also causes discomfort and pain during sexual intercourse and an estimated
85% of maternal mothers experience birth canal lacerations (Kettle and Tohil 2008). One
of the fears that are often felt by pregnant women, especially third timers, is fear of being
torn and afraid of sewing. Especially for mothers who have experienced it, this can make
their own trauma when facing the birth process later (USU, 2006). The purpose of this
study was to determine the relationship of parity to the degree of laceration of the birth
pathway in Jetis Lor Polindes, Nawangan District, Pacitan Regency.
The design or design in this study is correlation analysis, with the "retrospective"
approach. This study analyzed the relationship of parity with the degree of laceration of
the birth path in Jetis Lor Polindes, Nawangan District, Pacitan Regency. In this study,
the population was all mothers giving birth at Jetis Lor Polindes, Nawangan District,
Pacitan Regency. The samples in this study were all mothers giving birth at Jetis Lor
Polindes, Nawangan District, Pacitan Regency. In this study by looking at the last 1 year
data. In this study the independent variable is parity. In this study the dependent variable
is the degree of laceration of the birth canal. Based on the calculation results of SPSS
11.5 for Windows, it was found that there was no relationship between parity and
laceration degrees in the Jetis Lor Polindes, Nawangan Subdistrict, Pacitan Regency,
from the results of probability (sig. 2-tailed) 0.22 <0.05.
The researcher hopes that the mother will seek information and increase knowledge
about the labor process, so that with good knowledge will reduce lacerations on the birth
canal
lebih dari 25 tahun menunjukkan angka kejadian didapatkan 37 primi (52,85%), dan 33 multi
dilakukan episiotomi menurun, namun laserasi (47,14%). Sedangkan pada persalinan pada
obstetrik secara gradual meningkat. Menurunkan bulan April 2011, didapatkan pada 8 orang
trauma traktus genital pada waktu melahirkan (80%) ibu bersalin primipara dan dan
merupakan prioritas untuk seorang ibu. Trauma mengalami laserasi derajat II, sedangkan pada
seperti itu bisa menimbulkan masalah jangka pendek dan multi 2 orang (20%) mengalami laserasi derajat
jangka panjang untuk ibu baru. Masalah jangka II.
pendek meliputi hilangnya darah, USU (2006) menjelaskan beberapa hal
kebutuhan penjahitan, dan nyeri perineum. yang menjadi faktor terjadinya laserasi jalan
Sedangkan, masalah jangka panjang meliputi lahir adalah paritas, berat bayi lahir dan jarak
nyeri berkepanjangan dan gangguan fungsional kehamilan.
seperti masalah intestinal, urinarius, dan seksual Dampak laserasi antara lain pada
(USU, 2006). laserasi derajat I kadang kala bahkan tidak perlu
Berdasarkan data persalinan di untuk dijahit, laserasi derajat II biasanya dapat
Indonesia, dari 56.471 persalinan yang bantu dijahit dengan mudah dibawah pengaruh
oleh oleh bidan, insiden laserasi derajat tiga analgesia lokal dan biasanya sembuh tanpa
sebesar 0,4% jika episiotomi tidak dilakukan komplikasi. Laserasi derajat III dapat
dan presentasenya sama besar dengan episiotomi mempunyai akibat yang lebih serius dan dimana
mediolatral; insiden dengan episiotomi midline pun bila memungkinkan harus dijahit oleh ahli
sebesar 1,2% (Dulqueeny, 2011). Insidensi obstetri, dirumah sakit dengan peralatan yang
laserasi jalan lahir pada proses persalinan lengkap, dengan tujuan mencegah inkontinensia
spontan per vaginam yang pertama adalah tidak vekal dan fistula fekal (Dulqueeny, 2011).
ada laserasi jalan lahir (50,2%), laserasi derajat I Paritas adalah jumlah anak yang
(18,8%), laserasi derajat II (29%), laserasi dilahirkan oleh seorang ibu baik hidup maupun
derajat III (1,3%), laserasi derajat IV (0,7%) mati. Paritas mempunyai pengaruh terhadap
(USU, 2006). kejadian ruptur perineum. Pada ibu dengan paritas
Bagi wanita, perineum sangatlah satu atau ibu primipara memiliki resiko lebih besar untuk
penting peregangan dan LASERASI pada mengalami laserasi perineum daripada ibu dengan
perineum selama proses persalinan dapat paritaslebih dari satu. Hal ini dikarenakan jalan lahir yang
melemahkan otot-otot dasar panggul pada belum pernah dilalui olehkepala bayi sehingga otot-otot
dinding vagina, trauma pada perineum juga perineum belum meregang (USU, 2006). Penanganan
menimbulkan rasa tidak nyaman dan nyeri pada laserasi jalan lahir diantaranya dapat dilakukan
saat melakukan hubungan seksual dan dengan cara melakukan penjahitan luka lapis
diperkirakan 85% ibu bersalin mengalami demi lapis, dan memperhatikan jangan sampai
laserasi jalan lahir (Kettle and Tohil 2008). terjadi ruang kosong terbuka kearah vagina
Salah satu ketakutan yang sering dirasakan oleh yang biasanya dapat dimasuki bekuan-bekuan
ibu hamil terutama timester ketiga adalah takut darah yang akan menyebabkan tidak baiknya
robek dan takut di jahit. Terutama pada ibu yang penyembuhan luka. Selain itu dapat dilakukan
pernah mengalami-nya, hal ini bisa menjadikan dengan cara memberikan antibiotik yang cukup.
trauma tersendiri baginya saat menghadapi Prinsip yang harus diperhatikan dalam
proses persalinannya nanti (USU, 2006). menangani dengan membedakan berdasarkan
Berdasarkan data Dinas Kabupaten tingkat derajar laserasi jalan lahir (Moctar,
Pacitan AKB sejumlah 15, sedangkan AKI 1998).
sejumlah 10 (Dinkes Kab. Pacitan, 2007). Berdasarkan latar belakang masalah di
Sedangkan berdasarkan buku register di atas maka perlu dilakukan penelitian dengan
Polindes Jetis Lor Kecamatan Nawangan judul ” hubungan paritas dengan derajat laserasi
Kabupaten Pacitan, didapatkan jumlah jalan lahir di Polindes Jetis Lor Kecamatan
persalinan tahun 2010, 70 persalinan, Nawangan Kabupaten Pacitan”.
diantaranya jumlah persalinan normal 60 orang .
(85,71%), dan 10 orang (14,28%) dengan
rujukan. Pada pertolongan persalinan normal
Volume 6 Nomor 1 Page 49
Jurnal Delima Harapan 2019
Laserasi perineum terjadi pada paritas satu atau ibu primipara memiliki resiko lebih
hampir semua persalinan pertama dan tidak besar untuk mengalami LASERASI perineum
jarang juga pada persalinan berikutnya daripada ibu dengan paritaslebih dari satu. Hal
(Prawirohardjo, 1999). ini dikarenakan jalan lahir yang belum pernah dilalui
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh kepala bayi sehingga otot-otot perineum belum
dari 79 responden didapatkan hampir meregang.
setengahnya 42 responden (53,2%) dengan
derajat laserasi II dan 37 responden 3. Hubungan Paritas Dengan Derajat
(46,8%) dengan derajat laserasi II. Hal Laserasi Jalan Lahir
tersebut sesuai dengan pendapat Berdasarkan hasil perhitungan
Prawirohardjo, S (1999), luka perinium SPSS 11,5 for Windows menunjukkan
adalah perlukaan yang terjadi akibat bahwa tidak ada hubungan paritas dengan
persalinan pada bagian perinium dimana derajat laserasi jalan lahir di Polindes Jetis
muka janin menghadap (Prawirohardjo Lor Kecamatan Nawangan Kabupaten
S,1999). Luka perinium, dibagi atas 4 Pacitan, diketahui dari hasil probabilitas
tingkatan : tingkat I : LASERASI hanya (sig. 2-tailed) 0,22 < 0,05.
pada selaput lender vagina dengan atau Dari hasil penelitian yang telah
tanpa mengenai kulit perinium. Tingkat II : dilakukan didapat hasil bahwa faktor-faktor
LASERASI mengenai selaput lender yang mempengaruhi LASERASI perineum
vagina dan otot perinea transversalis, tetapi di BPS Dwi Yuliani untuk faktor elastisitas
tidak mengenai spingter ani. Tingkat III : perineum adalah dengan perineum kaku
LASERASI mengenai seluruh perinium (58,82%), untuk faktor berat badan bayi
dan otot spingter ani. Tingkat IV : lahir adalah dengan berat badan bayi lahir
LASERASI sampai mukosa rektum. 3000-4000 gr (79,41%), untuk faktor posisi
LASERASI perineum terjadi pada semua persalinan adalah dengan posisi
persalinan pertama dan tidak jarang juga berbaring/litotomi (100%), dan untuk faktor
pada persalinan berikutnya. LASERASI ini paritas adalah dengan paritas primipara
dapat dihindarkan atau dikurangi dengan (61,76%) (Dwi, 2010).
menjaga jangan sampai dasar panggul
dilalui oleh kepala janin dengan cepat, PENUTUP
sebaliknya kepala janin yang akan lahir Kesimpulan
jangan ditahan terlampau kuat dan lama, Dari hasil penelitian dan pembahasan Bab 5
karena akan menyebabkan asfiksia dan tentang karakteristik responden secara khusus
pendarahan dalam tengkorok janin, dan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
melemahkan otot-otot dan fasia pada dasar 1. Paritas sebagian besar 41 responden
panggul karena diregangkan terlalu lama. (51,9%) dengan paritas primi
LASERASI perineum umumnya terjadi 2. Laserasi jalan lahir hampir
digaris tengah dan bisa menjadi luas setengahnya 42 responden (53,2%)
apabila kepala janin lahir terlalu cepat, dengan derajat laserasi II
sudut arkus pubis lebih kecil daripada biasa 3. Tidak ada hubungan paritas dengan
sehingga kepala janin terpaksa lahir lebih derajat laserasi jalan lahir di Polindes
ke belakang daripada biasa, kepala janin Jetis Lor Kecamatan Nawangan
melewati pintu bawah panggul dengan Kabupaten Pacitan, diketahui dari
ukuran yang lebih besar daripada hasil probabilitas (sig. 2-tailed) 0,22
sirkumferensia suboksipito-bregmatika, < 0,05
atau anak dilahirkan dengan pembedahan
vaginial. SARAN
Dari hal hasil yang diperoleh jumlah 1. Bagi Ibu Bersalin Prmipara
anak yang dilahirkan oleh seorang ibu baik Diharapkan agar ibu bersalin
hidupmaupun mati. Paritas mempunyai pengaruh mencari informasi serta menambah
terhadap kejadian ruptur perineum. Pada ibu dengan
Volume 6 Nomor 1 Page 52
Jurnal Delima Harapan 2019