Professional Documents
Culture Documents
HELDIANSYAH
HELDIANSYAH
Abstract. This research is concerned about the extinction of local wisdom in South Kalimantan. The goal is to conserve
of Banjar local wisdom contained in traditional architecture. It focuses to formulate the concept of conservation on the
wetlands heritage areas in order to preserve the architectural local wisdom of Rumah Bubungan Tinggi Telok Selong.
This formulation is critical due to an act of vandalism, destruction, trading, claims, natural disasters, and theft that
threatens architecture heritage. Rumah Bubungan Tinggi Telok Selong stands on wetlands environment, and is
surrounded by wetlands. Research that related to architecture and wetlands has been widely conducted. However, the
formulation of the concept of conservation in architecture and wetlands heritage areas has not been broadly
investigated. Therefore, preserving the wetlands heritage areas of Rumah Bubungan Tinggi Telok Selong is beneficial to
the development of science, especially in architecture. This is the type of field research, which is directly conducted in
the field to investigate phenomena and problems related to the research. Descriptive-qualitative method is used as this
research describes the state of the research object at the present time based on the facts and actual circumstances. It
begins by determining the delineation of wetlands heritage areas through the image of the city theory followed by the
assessment of wetlands heritage areas using the urban design process theory to formulate the conservation concept for
wetlands area of Rumah Bubungan Tinggi Telok Selong. The result of this research is guidelines to preserve the
wetlands heritage areas and the architecture of Rumah Bubungan Tinggi Telok Selong. It may be further formed a
normative policy which has practical benefit to preserve one of the learning resources of Banjar traditional architecture.
© 2017. Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Lambung Mangkurat
983
Prosiding Seminar Nasional Lahan Basah Tahun 2016 Jilid 3: 983-993 ISBN 978-602-6483-40-9
diwakili oleh Kota Banjarmasin, tidak termasuk Kota penelitian dengan menggambarkan keadaan objek
Martapura dengan banyak kawasan bersejarahnya, penelitian pada saat sekarang berdasarkan fakta-
termasuk Kawasan Pusaka RBT Telok Selong. fakta sebagaimana keadaan sebenarnya. Menurut
Setiap individu dan daerah memiliki tanggung Groat and Wang (2002) terdapat tujuh metode yang
jawab masing-masing dalam hal perlindungan, dapat digunakan sesuai kebutuhan penelitian
pengembangan, dan pelestarian pusaka daerah arsitektur, termasuk metode kualitatif.
dalam rangka melestarikan pengetahuan lokal
masyarakatnya. Berangkat dari kesadaran ini, 2.1 Lokasi Penelitian
peneliti berupaya merumuskan konsep konservasi
untuk beberapa warisan pusaka daerah. Salah Penelitian ini berlokasi di Kawasan sekitar
satunya adalah upaya pelestarian kawasan pusaka Desa Telok Selong Ulu, Kabupaten Banjar.
RBT Telok Selong untuk melindungi genius loci atau Penelitian dimulai dengan menentukan deliniasi
pengetahuan lokal yang terkandung dalam RBT kawasan pusaka RBT Telok Selong, dengan
Telok Selong. pendekatan teori image kawasan kemudian
Terkait upaya pelestarian RBT Telok Selong, dilanjutkan dengan field research, kemudian
sudah pernah dilakukan terutama setelah dilanjutkan dengan proses pengkajian kawasan
ditetapkan sebagai Benda Cagar Budaya. Namun, pusaka dengan menggunakan teori pembentuk
tindakan pelestarian ini hanya sebatas fisik karakter kawasan guna merumuskan konsep
bangunan. Tindakkan pelestarian dengan cakupan pelestarian kawasan pusaka RBT Telok Selong.
kawasan belum pernah dilakukan, sehingga
ancaman kepunahan datang dari lingkungan
terdekat RBT Telok Selong, seperti ketidakpedulian
masyarakat dan alih fungsi lahan. Untuk itu, yang
menjadi permasalahan penelitian ini adalah
bagaimana rumusan konsep konservasi kawasan
pusaka untuk melindungi ilmu pengetahuan lokal
yang terdapat pada RBT Telok Selong?
© 2017. Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Lambung Mangkurat
984
Prosiding Seminar Nasional Lahan Basah Tahun 2016 Jilid 3: 983-993 ISBN 978-602-6483-40-9
yang secara umum digunakan oleh masyarakat sebagai variabel analisis deskriftif-kualitatif dalam
sekitar RBT Telok Selong seperti jalan, titian, mengendalikan dan menentukan arah
dan gang-gang utama. pembangunan kawasan pusaka RBT Telok Selong,
3) Kawasan (District), merupakan upaya guna merumuskan konsep pelestarian kawasan
menentukan deliniasi dengan menganalisis pusaka RBT Telok Selong. Variabel penentunya
bentuk, pola dan wujud kawasan di dalam yaitu:
kawasan pusaka RBT Telok Selong, yang khas 1) Tata guna lahan (land use), merupakan upaya
terbentuk karena batasnya. Kawasan di dalam merumuskan aturan penggunaan lahan untuk
kawasan ini mempunyai identitas yang lebih menentukan arah pelestarian kawasan pusaka
baik jika batasnya dibentuk dengan jelas, berdiri RBT Telok Selong, sehingga secara umum
sendiri atau terkait dengan kawasan yang lain. dapat memberikan gambaran bagaimana
4) Simpul (Nodes), adalah upaya menentukan kawasan pusaka sekitar RBT Telok Selong
deliniasi dengan menganalisis simpul atau tersebut seharusnya berfungsi.
lingkaran daerah strategis yang terdapat pada 2) Bentuk dan kelompok bangunan (building
kawasan pusaka RBT Telok Selong. Contohnya form and massing), yaitu upaya merumuskan
persimpangan lalu lintas, dan jembatan. aturan aspek-aspek bentuk fisik yang meliputi
5) Batas atau tepian (Edge), merupakan elemen ketinggian, besaran, floor area ratio, koefisien
linier yang tidak dipakai atau dilihat sebagai dasar bangunan, setback bangunan, style
jalur. Menentukan batas adalah upaya bangunan, skala/proporsi, material, tekstur dan
menentukan deliniasi dengan merumuskan tipe warna agar menghasilkan kawasan pusaka
batas antar kawasan pusaka RBT Telok Selong RBT Telok Selong yang elemennya
dengan kawasan sekiratnya. Hal ini dapat berhubungan secara harmonis dalam sebuah
berupa pemutus linier antar kawasan misalnya kawasan.
petak sawah, garis sungai, tembok, dan 3) Ruang terbuka (open space), merupakan
topografi. Batas juga didefinisikan antara yang upaya merumuskan aturan tentang ruang
memisahkan atau menyatukan. terbuka (open space) sekitar kawasan pusaka
Hasil deliniasi kawasan berpa peta tematik RBT Telok Selong. Utamanya menyangkut
untuk digunakan pada tahap selanjutnya, yaitu lansekap hardscape (lapangan , sempadan
tahap field research. sungai, green belt, taman, jalan, trotoar, dan
sclupture), lansekap softscape (tanaman dan
2.3 Riset Lapangan air), serta street furniture (lampu, tempat
sampah, papan nama, bangku taman dan
Setelah kawasan dideliniasi, selanjutnya sebagainya).
penelitian lapangan dilakukan. Sebelum dilakukan 4) Parkir dan sirkulasi (parking and
field research, data yang sudah dikumpulkan circulation), merupakan upaya merumuskan
seperti: Dokumen (buku-buku, laporan, artikel) aturan tentang sirkulasi di dalam kawasan
terkait kawasan pusaka RBT Telok Selong, peta- pusaka RBT Telok Selong, karena merupakan
peta tematik hasil deliniasi kawasan, serta data salah satu variabel kuat dalam membentuk,
pengamatan data primer awal melalui kunjungan mengarahkan, dan mengendalikan karakter
lapangan, dipelajari sebagai background knowladge pola aktivitas di kawasan pusaka RBT Telok
sebelum melalukan field research. Variabel yang Selong. Selain sirkulasi, tempat parkir juga
diteliti dalam field research ini adalah variabel- dirumuskan aturannya, karena mempunyai
variabel pembentuk karakter kawasan, yaitu: Tata pengaruh (terutama pengaruh visual) langsung
guna lahan (land use), Bentuk dan kelompok pada kawasan ini.
bangunan (building form and massing), Ruang 5) Tanda-tanda (signages), merupakan upaya
terbuka (open space), Parkir dan sirkulasi (parking merumuskan aturan tentang penanda pada
and circulation), Tanda-tanda (signages), Jalur bangunan dan kawasan sebagai elemen
pejalan kaki (pedestrian ways), Pendukung kegiatan dominan pembentuk karakter visual dan
(activity support), dan Preservasi (preservation). sebagai penentu identitas sebagai kawasan
pusaka RBT Telok Selong.
2.4 Analisis deskriftif-kualitatif 6) Jalur pejalan kaki (pedestrian ways),
merupakan upaya merumuskan aturan tentang
Teori tentang elemen pembentuk karakter sistem pedestrian yang baik bagi manusia dan
kawasan oleh Shirvani (1985) akan digunakan lingkungan, yang akan mengurangi keterikatan
© 2017. Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Lambung Mangkurat
985
Prosiding Seminar Nasional Lahan Basah Tahun 2016 Jilid 3: 983-993 ISBN 978-602-6483-40-9
kendaraan terhadap kawasan inti dari kawasan 2.5 Merumuskan Konsep Konservasi
pusaka RBT Telok Selong. Kawasan Pusaka RBT Telok Selong
7) Pendukung kegiatan (activity support),
merupakan upaya merumuskan aturan tentang Berdasarkan hasil analisis deskriftif-kualitatif
aktivitas pendukung semua fungsi bangunan terhadap 8 (delapan) pembentuk karakter kawasan
dan aktivitas yang mendukung pelestarian pusaka ini, dilakukan proses perumusan arahan
kawasan pusaka RBT Telok Selong. (guideline) pelestarian RBT Telok Selong.
8) Preservasi (preservation), merupakan upaya Selanjutnya dilakukan sintesa, untuk memperoleh
merumuskan aturan tentang preservasi RBT konsep pelestarian kawasan pusaka RBT Telok
Telok Selong dan arsitektur tradisional lainnya Selong. Berikut adalah diagram alir jalan penelitian.
pada kawasan pusaka ini.
© 2017. Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Lambung Mangkurat
986
Prosiding Seminar Nasional Lahan Basah Tahun 2016 Jilid 3: 983-993 ISBN 978-602-6483-40-9
dikawasan ini, dan secara visual kita langsung dapat masyarakat sekitar.
melihat hubungan langsung antara sungai dan
© 2017. Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Lambung Mangkurat
987
Prosiding Seminar Nasional Lahan Basah Tahun 2016 Jilid 3: 983-993 ISBN 978-602-6483-40-9
itu, peneliti memberi nama setiap distrik sesuai elemen yang tidak ditemukan tersebut, sehingga
dengan batas administrasi daerah: Distrik 1: Distrik yang menjadi pokok yang didiskusi selanjutnya
Telok Selong Ulu, Distrik 2: Distrik Telok Selong, hanya 6 (enam) elemen, yaitu:
Distrik 3: Distrik Keramat dan Distrik 4: Distrik
Keramat Baru.
© 2017. Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Lambung Mangkurat
988
Prosiding Seminar Nasional Lahan Basah Tahun 2016 Jilid 3: 983-993 ISBN 978-602-6483-40-9
Gambar 6. Analisis elemen-elemen pembentuk karakter kawasan (Sumber: Analisis Peneliti, 2016)
Kawasan Pusaka Rumah Bubungan Tinggi yang mendukung keberadaan pusaka budaya,
Telok Selong termasuk kategori permukiman sungai dan lingkungan rawa pasang surut agar
tradisional. Dilihat dari peruntukkan lahannya, dapat berfungsi secara baik dan berkelanjutan.
hunian menyebar disepanjang tepian Sungai Selanjutnya, dengan terlestarikannya sungai,
Martapura, dan berada pada area lahan yang budaya masyarakat beserta flora dan fauna
pasang surut. Hal ini mengindikasikan bahwa endemik bisa lestari.
masyarakatnya masih terikat dengan keberadaan
Sungai Martapura. Indikasi ini didukung oleh 3.2.2 Tata Bangunan Kawasan
aktivitas sehari-hari masyarakat yang masih
memanfaatkan sungai sebagai sumber Dapat dilihat pada gambar di atas (gambar 6),
berkehidupan, misal: aktivitas MCK, jual beli, bangunan tumbuh secara alami, tumbuh
menangkap ikan, transportasi dan bermain. Menurut berdampingan dan tanpa keteraturan. Peruntukkan
Sasongko (2005) permukiman tradisional lahannya didominasi oleh fungsi bangunan hunian.
direpresentasikan sebagai tempat yang masih Yang menyebabkan perkembangan hunian pada
memegang nilai-nilai adat dan budaya yang kawasan ini adalah pertambahan jumlah penduduk.
berhubungan dengan nilai kepercayaan atau agama Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan,
yang bersifat khusus atau unik pada suatu tata bangunan yang tanpa keteraturan ini
masyarakat tertentu. mengakibatkan bangunan-bangunan pusaka
Sejarah telah mencatat bahwa sungai adalah terkebelakang, tertutup secara visual dan yang
tempat berawalnya peradaban manusia paling berdampak pada pelestarian bangunan
(diantaranya: Sungai Nil, Sungai Eufrat dan Tigris, pusaka adalah terputusnya hubungan fisik antara
dan Sungai Huang Ho). Daerah tepi sungai bangunan pusaka dan sungai.
merupakan salah satu indikasi lokasi permukiman Untuk dapat melestarikan kawasan pusaka,
tradisional. Sejak dahulu sungai telah dimanfaatkan tata bangunan perlu ditata dengan regulasi,
untuk berbagai kepentingan manusia. Sungai juga terutama untuk sekitaran rumah-rumah yang ingin
merupakan pendukung utama kehidupan flora dan dilestarikan, agar terlindungi dari perkembangan
fauna endemik. hunian yang cenderung tidak teratur, agar hubungan
Untuk dapat melestarikan kawasan pusaka, antara bangunan tradisional dengan lingkungan
peruntukkan lahan yang alami dan berkarakter tradisionalnya (sungai dan rawa) tidak terputus
tradisional ini perlu di pertahankan dengan regulasi secara fisik dan visual.
© 2017. Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Lambung Mangkurat
989
Prosiding Seminar Nasional Lahan Basah Tahun 2016 Jilid 3: 983-993 ISBN 978-602-6483-40-9
© 2017. Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Lambung Mangkurat
990
Prosiding Seminar Nasional Lahan Basah Tahun 2016 Jilid 3: 983-993 ISBN 978-602-6483-40-9
budaya yang terkandung dalam kawasan pusaka sebagai “Kawasan Wisata Budaya Adat Banjar,
(cagar budaya). Oleh karena itu konsep konservasi tempat untuk mengkoleksi bangunan tradisional”.
Kawasan Pusaka Rumah Bubungan Tinggi Telok
Selong adalah “menghidupkan karakter kawasan
sebagai kawasan lingkungan dan budaya Suku
Banjar”.
Gambar 7. Konsep melestarikan satu bangunan pusaka Gambar 8. Konsep pelestarian pada zona
pada kawasan (Sumber: Analisis Peneliti, penyangga (Sumber: Analisis Peneliti,
2016) 2016)
Menurut Nuryanti (2008) ruang pada kawasan Buffering Zone. Zona ini langsung
pelestarian disebut dengan zona, dalam zona berbatasan dengan zona inti. Pada zona ini segala
terdapat berbagai jenis bangunan beserta hal terkait pembangunan bangunan baru diatur,
aktivitasnya. Nuryanti (2008) kemudian membagi seperti:
zona pada kawasan pelestarian, terbagi menjadi a) Masing-masing bangunan adat/ tradisional/
tiga, yaitu zona inti (core), zona penyangga (buffer) pusaka yang pada zona ini, diberi ruang gerak
dan zona pengembangan (tranzition). Penggunaan agar dapat menjadi fokus utama. Sama halnya
ketiga zona ini, sudah sangat umum digunakan dengan Rumah Bubungan Tinggi dan Gajah
pada kawasan-kawasan pelestarian, menurut Baliku pada core zone, metode pemberian
Widianto (1996) pelestarian kawasan Sangiran ruang gerak ini menggunakan teknik pelestarian
(kawasan situs manusia purba) menggunakan zona bangunan pada umumnya, yaitu dengan
ini dalam upaya perlindungan situs dan membagi kawasan pelingkupnya (sekitar
kawasannya. Menurut Adinu (2010), pelestarian bangunannya) menjadi 3 (tiga) zona, yaitu zona
Kota Tua Jakarta juga menggunakan zonasi ini inti (core), zona penyangga (buffer) dan zona
dalam upaya pelestarian bangunan dan pengembangan (tranzition).
kawasannya, sehingga pada perancangan Kawasan b) Sirkulasi yang dikembangkan, terutama yang
Cagar Budaya Rumah Adat Telok Selong, menghubungkan bangunan dengan sungai
digunakan zonasi sebagai berikut: harus berupa titian kayu, minimal berupa
Core Zone (Zona Inti). Di dalam kawasan panggung.
pusaka secara keseluruhan, Area sekitar Rumah c) Pada area yang langsung berhubungan dengan
Bubungan Tinggi dan Rumah Gajah Baliku, menjadi sungai, dirancang sebagai openspace.
Area Inti (core). Pada kawasan ini dikonsepkan
© 2017. Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Lambung Mangkurat
991
Prosiding Seminar Nasional Lahan Basah Tahun 2016 Jilid 3: 983-993 ISBN 978-602-6483-40-9
d) KLB maksimal 300% agar skyline bangunan Banjar”. Langkah pelestraiannya adalah membagi
baru tidak mengganggu bangunan tradisional. Kawawan menjadi beberapa zona yaitu: zona inti
e) KDB maksimal 40% agar lingkungan lahan (core), zona penyangga (buffer) dan zona
basah terjaga. pengembangan (tranzition).
f) Fungsi pada kawasan yang ditoleransi adalah
fungsi hunian dan komersial kerakyatan. 5. UCAPAN TERIMA KASIH
g) Vegetasi yang disarankan adalah vegetasi
endemik kalimantan, agar ekosistem alaminya Peneliti mengucapkan terima kasih kepada
dapat lestari Fakultas Teknik Univerasitas Lambung Mangkrat
Transition Zone (zona pengembangan), melalui Hibah Penelitian Fakultas Teknik yang telah
Zona terluar yang diizinkan untuk pengembangan mendukung terlaksananya penelitian tentang
dengan konsep yang berbeda, agar terjadi kontras, Konsep Konservasi Kawasan Pusaka Lahan Basah
sehingga ada batas yang jelas antara Kawasan untuk Melestarikan Rumah Bubungan Tinggi Telok
Konservasi dengan area sekitarnya. Selong tahun 2016. Tulisan ini merupakan salah
a) Fungsi pada kawasan yang ditoleransi adalah satu bagian dari hasil penelitian tersebut.
fungsi hunian dan komersial kerakyatan.
b) Vegetasi yang disarankan adalah vegetasi 6. DAFTAR PUSTAKA
endemik kalimantan, agar ekosistem alaminya
dapat lestari. Adisakti, Laretna T. -------. PUSAKA: Keanekaragaman,
keunikan,dan kerangka dasar gerakan pelestarian.
(yahoo search „pusaka‟, download 6 September
2008)
Ashworth, G.J. (1991). Heritage Planning. Groningen:
Geo Pers.
Aufa, N. & Anhar, P. (2012). Studi Tata Ruang Kota
Rancangan Van Der Pijl. Jurnal Tata Loka, 14(2):
74-149.
Aufa, N. & Widiastuty, P. (2010a). Pemanfaatan Sistem
Teknologi Informasi (Website) sebagai Alternative
Metode Pelestarian Bangunan Kuno di Kalimantan
Selatan. Studi Kasus: Masjid Tradisional.
Banjarbaru: Fakultas Teknik.
Aufa, N. & Widiastuty, P. (2010b). Aplikasi Web Sebagai
Media Konservasi Arsitektur Bangunan Cagar
Budaya, Studi Kasus: Arsitektur Kolonial di
Kalimantan Selatan. Jakarta: Proceedings Seminar
Nasional Multidisiplin Ilmu, Universitas Budi Luhur.
Aufa, N., dkk. (2011). Ruang dan Bentuk “Jukung
Baangkut Barang Tipe Hunian”, Juernal Tesa
Arsitektur, 9(2).
Aufa, N. (2009a). Karakteristik Masjid berbasis Budaya
Lokal di Kalimantan Selatan. Tesis (Tidak
Dipublikasikan). Yogyakarta: Universitas Gadjah
Mada.
Aufa, N. (2010c). Tipologi Ruang dan Wujud Masjid
Tradisional Kalimantan Selatan. Malang: UIN
Maulana Malik Ibrahim. Journal of Islamic
Gambar 9. Konsep konservasi kawasan keseluruhan Architecture. 1(2):, 53-59.
(Sumber: Analisis Peneliti, 2016) Aufa, N. (2012a). Pelestarian Arsitektur Tradisional
Kalimantan Selatan Berbasis Website. Jurnal
Ruang, 1(1).
4. SIMPULAN Cullen, G. (1961). The Concise Townscape. London: The
Architectural Press.
Untuk melindungi ilmu pengetahuan lokal yang Danisworo, M. (2004). Gerakan Pelestarian dan Isu
terdapat pada Rumah Bubungan Tinggi Telok Sentralnya. Jakarta: Tempo 26 April 2004:
Selong, maka rumusan konsep konservasi kawasan Groat, L. & Wang, D. (2002). Architectural Research
pusaka adalah “menghidupkan karakter kawasan Methods. New York: John Wiley & Sons, Inc.
sebagai kawasan lingkungan dan budaya Suku
© 2017. Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Lambung Mangkurat
992
Prosiding Seminar Nasional Lahan Basah Tahun 2016 Jilid 3: 983-993 ISBN 978-602-6483-40-9
Karmadi, A.D. (2007). Budaya Lokal Sebagai Warisan Marbun, J.. (2010). Catatan Pelestarian Warisan Budaya
Budaya dan Upaya Pelestariannya. Makalah Sepanjang 2009. http://joemarbun.wordpress.com.
disampaikan pada Dialog Budaya Daerah Jawa Download: 10 September 2010.
Tengah yang diselenggarakan oleh Balai Ranjabar, J. (2006). Sistem Sosial Budaya Indonesia.
Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Bogor :Ghalia Indonesia.
Yogyakarta bekerjasama dengan Dinas Pendidikan Shirvani, Hamid, (1985), The Urban Design Process. New
dan Kebudayaan Propinsi Jawa Tengah, di York: Van Nostrand Reinhold.
Semarang 8 - 9 Mei 2007. Sutrisno, H. (1997). Metodologi Research I. Yogyakarta:
Kompas. (2008). Kota Pusaka Menuju Kehancuran Yayasan Penerbit Fak. Psikologi UGM..
Sistematis. Jakarta: Koran Kompas.
Lynch, K. (1984). City Good Form, Cambridge: The MIT
Press.
-----
© 2017. Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Lambung Mangkurat
993