Professional Documents
Culture Documents
Jurnal SDGs
Jurnal SDGs
Abd Hannan
(Magister Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Airlangga, Surabaya,
Jl. Raya Dharmawangsa Dalam, Surabaya 60286, e-mail: hannan.taufiqi@gmail.com )
Abd Hannan
(Master of Sociology, Faculty of Social And Political Science, Airlangga University, Surabaya,
Dharmawangsa Dalam Surabaya street, 60286,email: Hannan.taufiqi@gmail.com)
ABSTRACT
All this time, Madura Island is known as a rich area of social nature. Nature ecosystem which
lies on many islands such as Gili Labak and Gili Yang, the various local cultures such as Karapan
Sapi and Sapeh Sono‟, all of them have special values which can be useful for development strategy
and increasing of local economic.
This paper entitled The Populist Empowerment Strategy in Madura Public Environment
through Local Sustainable Development Based Local Wisdom. Several issues which become crucial
focus of this paper are; populist economic concept, Madura development dynamic, and local wisdom
development concept. The above three crucial issues will be elaborated based on three research
problems; 1) what are definition of populist economic and local sustainable development based local
wisdom? 2) how is the Madura development dynamic? 3) how are the participation and strategy
function of local sustainable development based local wisdom, in an effort to toughen up the populist
economic in the environment of Madura society? In general, the three research problems are to
analyze focus on participation strategy function of local wisdom development, in an effort to toughen
up the populist economic in the environment of Madura society.
This study is the library study. The data of this paper is secondary data. The theory of this
paper is local area marketing theory of Richard Florida and functional structural theory of Talcot
Parson. In general, this paper is to elaborate how Madura development dynamic is; the urgency of
economic strengthening of Madura society through local sustainable development based local
wisdom. This study really contributes to offer the idea of Madura development, especially in
promoting the local wisdom value of Madura to the construction of local economy.
ABSTRAK
Selama ini, Pulau Madura dikenal sebagai daerah yang kaya akan potensi alam sosial.
Eksotisme alam yang terbentang di banyak kepulauan seperti Pulau Gili Labak dan Gili Yang,
keanekaragaman budaya lokal seperti Kerapan Sapi dan Sapeh Sono‟, kesemuanya menyimpan nilai
khas yang dapat berfungsi sebagai strategi pembangunan dan peningkatan ekonomi daerah.
Paper ini berjudul, Strategi Penguatan Ekonomi Kerakyatan Di Lingkungan Masyarakat
Madura Melalui Pebangunan Daerah Berkelanjutan Berbasis Kearifan Lokal. Beberapa issu krusial
yang menjadi fokus kajian ini meliputi; konsep ekonomi kerakyatan, dinamika Pembangunan Madura,
dan konsep pembangunan berkearifan lokal. Ketiga isu krusial di atas akan dijabarkan berdasarkan
1
tiga (3) pertanyaan penelitian; 1) Apa yang dimaksud dengan ekonomi kerakyatan dan pembangunan
berkelanjutan yang berkearifan lokal? 2) Bagaimana dinamika pembangunan Madura? 3) Bagaimana
peran dan fungsi stretagis pembangunan daerah berkelanjutan berbasisi kearifan lokal, dalam upaya
menguatkan ekonomi kerakyatan di lingkungan masyarakat Madura? Secara umum, tiga pertanyaan
tersebut bertujuan melakukan kajian terfokus perihal peran dan fungsi strategis pembangunan
berkelanjutan berbasis kearifan lokal, dalam upaya menguatkan ekonomi kerakyatan di lingkungan
masyarakat Madura.
Studi ini ini merupakan studi kepustakaan. Data penulisan paper ini menggunakan data
sekunder. Adapun perspektif teori dalam kajian ini menggunakan teori Pemasaran Kawasan Daerah
Richard Florida dan teori Struktural Fungsional Talcot Parson. Secara keseluruhan, paper ini memiliki
tujuan mendeskripsikan bagaimana dinamika pembangunan Madura; Urgensi penguatan ekonomi
kerakyatan masyarakat Madura melalui pembangunan daerah berkelanjutan berbasis kearifan lokal.
Studi ini mempunyai sumbangsih besar dalam menawarkan gagasan pembangunan Madura,
khususnya dalam mempromosikan nilai kearifan lokal Madura, menuju pembangunan ekonomi lokal
yang berkerakyatan.
PENDAHULUAN
Dalam beberapa tahun terakhir, term pembangunan berkelanjutan (SDGs) menjadi salah satu
isu pembangunan yang berhasil mengundang perhatian besar banyak kalangan (Rahadian, 2016)
Negara-negara dunia yang tergabung dalam organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) berusaha
semaksimal mungkin menyelaraskan visi pembangunan negara mareka dengan rancangan
pembangunan SDGs. Nampakanya, ada keyakinan dalam diri mereka, bahwa era pembangunan SDGs
yang dewasa ini tengah bergulir adalah momentum tepat untuk menguatkan laju pertumbuhan dan
pembangunan negara mereka.
Jika menengok aktivitas pembangunan era sebelumnya, yakni era milenium, Millennium
Development Goals (MDGs), ada kekhawatiran cukup mendalam perihal nasib pembangunan dunia ke
depan (Sulistyo, Budi, 2010). Kekhawatiran tersebut muncul ketika orientasi pembangunan MDGs, di
satu sisi sekadar mengejar kepentingan ekonomis, dan di sisi lain cenderung mengabaikan nilai-nilai
emansipatif, universalitas, dan ekosistem lingkungan. Sebagai akibatnya, kita menyaksikan
pembangunan pada era MDGs berjalan tidak sehat, sehingga menyisakan banyak krisis sosial
(Sulistyastuti, 2007) Mulai dari eksploitasi alam, kemiskinan, dan ketimpangan sosial yang cukup
melebar.
Di Indonesia sendiri, problem sosial pembangunan era milenium, sempat mengundang
kerisauan banyak kalangan. Pasalnya, tiga dari delapan program sasaran pembangunan milenium,
sebagaimana telah dirumuskan oleh negara-negara dunia, terancam mengalami kegagalan.
Kemungkinan kegagalan tersebut ditunjukkan oleh indikator angka kematian ibu yang masih tinggi,
pencegahan HIV/AIDS dan indikator tutupan lahan pada sektor kehutanan yang belum optimal
(Sulistyo, Budi, 2010)
Kini, pasca diresmikannya pembangunan SDGs sebagai kelanjutan dari pembangunan MDGs,
problem pembangunan Indonesia masih berkutat pada sektor permasalahan yang sama. Bahkan,
berdasarkan data world bank, Indonesia saat ini tengah mengalami persoalan besar menyangkut
disparitas dan distribusi kesejahteraan dan ekonomi yang tidak merata. Instrument pembangunan
ekonomi kita sejauh ini lebih berkepihakan pada kepentingan kelas sosial atas, atau kaum pemodal.
Sebaliknya, masyarakat dengan status kelas sosial ekonomi menenagah ke bawah tidak cukup mampu
untuk menjangkaunya. Bahwa, 1 persen orang terkaya di Indonesia menguasai 45,5 persen kekayaan
nasional dan 10 persen orang terkaya menguasai 75 persen kekayaan nasional (Subarkah, 2018).
Dengan demikian, jika mengacu pada sejumlah data di atas, dapat dipastikan proses distribusi
kekyaaan Indonesia sejauh ini tengah dihadapkan pada persoalan yang serius, utamanya menyangkut
pemerataan distribusi kekayaan alam-sosial negara yang tidak berorientasi pada semangat kedaulatan
kerakyatan.
Jika problem pembangunan ekonomi skala nasional tersebut kita turunkan pada level yang
lebih rendah, katakanlah level daerah, baik itu daerah provinsi, kota, atau kabupaten, maka di sini kita
juga akan menemukan permasalahan yang relatif seragam. Bahwa tidak sedikit daerah yang proses
pembangunannya mengalami masalah (Surtikanti, 2013) , karena dalam banyak hal agenda
pembangunan mereka harus berbenturan dengan politik kebijakan yang tidak mengusung semangat
universal. Dalam arti yang lain, tidak berkesesuaian dengan kebutuhan riil masyarakat secara umum,
sehingga proses partisipasi masyarakat tidak berjalan baik.
Dalam kerangka pemikiran inilah, berbagai sisi persoalan yang selama ini mengganjal
pembangunan dan pengembangan ekonomi Pulau Madura sesungguhnya dapat dikaji dalam perspektif
ini. Bahwa problem bangunan ekonomi setempat, selain karena faktor kultural yang bersentuhan
dengan mentalitas kebudayaan masyarakat, pun juga karena faktor struktural yang bermuara dari
politik kebijakan pembangunan ekonomi yang belum sepenuhnya berkesesuaian dengan semangat
kerakyatan. Yakni, sebuah realitas pembangunan yang tidak berpihak pada kepentingan dan kebutuhan
masyarakat Madura, pun juga tidak memiliki keselarasan dengan aspek sosiologis Kepulauan Madura
sebagai daerah kepulauan. Sebagai faktanya, kita menyaksikan pembangunan Madura seoalah berjalan
stagnan. Berdasarkan data pusat statistik Jawa Timur, empat daerah Madura, dari Bangkalan, Sampan,
Pamekasan, dan Sumenep, hingga detik ini tercatat sebagai daerah termiskin (Jawa Pos, 18/07/17).
Ironinya, meski Pulau Madura memiliki potensi alam-sosial yang cukup kaya, nyatanya daerah
Madura saat ini tercatat sebagai kantong kemiskinan Jawa Timur (Yamin, 2013).
A. Fokus Masalah
Studi ini secara khusus akan mengkaji tentang Strategi Penguatan Ekonomi Kerakyatan
Masyarakat Madura Melalui Pebangunan Daerah Berkelanjutan Berbasis Kearifan Lokal.
Terdapat tiga isu krusial yang menjadi fokus permasalahan dalam penulisan ini. Pertama, isu
pembanguan berkelanjutan; kedua, ekonomi kerakyatan; ketiga, nilai kearifan lokal (Madura).
Dalam upaya membuat poenulisan paper ini lebih terfokus, maka pembahasan dua permasalahan di
atas akan dijabarkan melalui pertanyaan seputar; apa yang dimaksud dengan pembangunan
berkelanjutan? Apa yang dimakasud dengan ekonomi kerakyata? bagaimana menguatkan ekonomi
kerakyatan Madura yang berkelanjutan melalui pembangunan berkelanjutan berbasis kearifan
lokal? Tiga pertanyaan seputar pembangunan Madura di atas ditujukan untuk mendeskripsikan
konsep pembangunan berkelanjutan; konsep ekonomi kerakyatan; analisis mendalam tentang
penguatan ekonomi kerakyatan melalui pembangunan daearah berkelanjutan berbasis kearifan
lokal.
590
nilai kearifan lokal Madura, selain direpresentasikan melalui seni, dan arsitektur perumahan, pun
juga direpresentasikan melalui tata kebahasaan dan kesusatraan masyarakat setempat. Misalnya,
pribahasa yang berbunyi, saporana bisaos, coma terro ngormadhâ ajunan bâdhâna sanaos
namong jhuko‟ bujâ cabbhi. Secara tekstual kalimat ini memiliki arti, mohon maaf sebesar-
besarnya, maksud hati ingin memberi penghormatan yang lebih, tapi adanya hanya Cabe dan
Garam saja (Abdullah, 2008). Dalam kanyataannya, hidangan yang mereka suguhkan lengkap,
bahkan cukup mewah. Ada daging, ikan, nasi, telur dan lainnya. Secara semiotik, ungkapan di atas
menggambarkan betapa besarnya keinginan mereka untuk menghormati tamu, dan juga sikap
kerendahan hati mereka pada lingkungan.
Penghormatan adalah salah satu nilai kearifan lokal yang mengidentitas dalam sistem dan
struktur sosial masyarakat Madura. Besarnya sikap penghormatan tersebut dalam dapat kita
identifikasi dari uangkapan, Bhuppa‟- Bhâbhu‟- Ghuru – Rato (Ayah, Ibu, Guru, dan
Pemimpin pemerintahan). Kepada figur-figur utama itulah kepatuhan hierarkis orang-orang Madura
menampakkan wujudnya dalam praksis kehidupan sosial mereka (Susanto, 2007) . Kapatuhan di
sini, khususnya pada Ayah, Ibu, dan Guru bagi masyarakat Madura adalah standar moral tinggi
yang menjelaskan posisi kpribadian dan perilaku etik seorang. Mereka yang tidak patuh terhadap
orang tua dan guru akan dianggap sebagai pribadi yang tidak berakhlak, sehingga akan
mendatangkan pandangan jelek dan buruk dari sekitar. Melawan, membangkang, atau berbuat tidak
sopan pada guru dan orang tua adalah perbuatan sangat tercela.
Kepada seorang Guru, masyarakat Madura mempunyai pengakuan dan penghormatan yang
sangat besar. Terutama pada guru-guru agama yang telah membimbing dan mengajari mereka
masalah keagamaan (Taufiqurrahman, 2007) . Guru agama dalam pengakuan masyarakat Madura
bisa berupa ustadz/ustadzah, kiai langgar, kiai pesantren. Itulah sebabnya, dalam banyak
kesempatan, sikap dan perilaku hormat masyarakat Madura kepada seorang Kiai (sebagai salah
satu guru agama) sangat tingggi dan penuh totalitas. Karena dalam pandangan mereka, Kiai bukan
saja tentang agama, namun juga referensi utama dalam setiap aspek kehidupan.
Nilai kearifan lokal lain yang meingidentitas dalam sistem kebudayaan masyarakat Madura
adalah aspek solidaritas (Shodiq, 2017) . Solidaritas orang Madura sebagai masyarakat kepulauan
tidak dapat dipungkiri keberadaannya. Sifat ini sangat kental dalam kehidupan dan keseharian
mereka. Solidaritas menjadi sebuah sistem sosial yang khas dengan masyarakat Madura. Dalam
kaitan ini, kegiatan-kegiatan kemasyarakatan, seperti remoh, misalnya, adalah wujud kebudayaan
yang merepresentasikan ikatan solidaritas masyarakat Madura. Dalam uangkapan sehari-hari,
masyarakat Madura sering menyebut orang sekitarnya sebagai taretan thibi‟, yang memiliki
arti saudara sendiri, meski pada nyatanya di antara mereka tidak ada hubungan kekeluargaan.
Selain berupa aspek sosial seperti kebudayaan dan tradisi, konsep kearifan lokal dalam
realitas kehidupan masyarakat Madura juga berupa potensi alam. Dalam hal kekayaan alam,
kearifan lokal Madura terbentang luas dari ujung timur hingga ujung barat. Eksotisme alam
Madura, khususnya di Madura kutub timur seperti Pamekasan dan Sumenep, menawarkan sejuta
pemandangan dan panorama alam yang indah. Dalam hal kemaritiman, terdapat sejumlah pulau
yang saat ini tengah menjadi rujukan kalangan wisatawan. Baik wisatawan lokal maupun
mancanegara. Ada pulag Gili Labak yang dijuluki sebagai the hidden paradise. Kemudian ada
Pulau Gili Yang, dikenal sebagai pulau dengan oksigen terbaik nomor satu dunia. Adapun dalam
hal kreativitas dan seni, nilai kearifan lokal madura dapat dijumpai di berbagai seni dan
kebudayaan, seperti kerapan sapi, sapeh sono‟, tari pecut, dan lain sebagainya.
Dengan demikian, jika kita sederhanakan, keseluruhan nilai-nilai kearifan lokal masyarakat
Madura sesungguhnya bermuara pada dua hal; pertama, aspek sosial yang berpusat pada sistem
dan struktur kebudayaan seperti religiusitas, solidaritas, dan moral. Religiusitas adalah sekian
konstruksi nilai-nilai lokal yang mengandaikan pada penghormatan, pengagungan, pengakuan, dan
pemuliaan pada nilai dan simbol-simbol keagamaan (Islam). Sedangkan solidaritas merujuk pada
serangkaian nilai yang mengandaikan pada kuatnya hubungan, integrasi, dan kohesi sosial mereka.
Adapun moral sendiri adalah sikap totalitas mereka untuk menjunjung tinggi nilai etik dan nilai
kehormatan diri yang termuat dalam tradisi dan kebuayaan mereka. kedua, aspek alam kemaritiman
yang berpusat pada eksotisme alam seperti yang terhampar luas dalam banyak kepulauan ujung
timur Madura.
DAFTAR PUSTAKA
(Hayati dan Muhammad Arif. (2016). No Title. Kebijakan Kependudukan Di Kabupaten Sleman Pasca
Berakhirnya MDGS. Natapraja; Jurnal Kajian Ilmu Administrasi Negara, Vol.4 (2), 131.
Abdullah. (2008). No Title. Agama Dan Kearifan Lokal Dalam Tantangan Global., 7.
Artha. (2016). No Title. 1.
Aulia, A. (2014). No Title. 346.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. (1999). No Title. Kamus Besar Bahasa Indonesia (Edisi Kedua).,
615.
Fitri. (2016). No Title. 9.
Hayati, N. (2016). No Title. Kebijakan Kependudukan Di Kabupaten Sleman Pasca Berakhirnya MDG, 40.
Hendriyani, C. (2016). No Title. Contradictions Economic Growth& Investor Exit, 1, 21.
Iwan dan r. Dahuri. (2004). No Title. Pembangunan Wilayah Perspektif Ekonomi Sosial Dan Lingkungan., 20.
Leksono, A. (2014). No Title. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pendapatan Industri Kreatif Di Indonesia,
2.
Lisbet. (2013). No Title. 151.
Malau. (2015). No Title. 450.
N, A. (2002). No Title. 231.
Nelti, E. (2017). No Title. Bandung.
Panuluh dan Meila Riskia Fitri. (2016). No Title. 6.
Pasaribu. (n.d.). No Title. Teori-Teori Pembangunan, 35.
Prasetya. (2016). No Title. Geopolitik Bantuan Luar Negeri Dari Perang Dingin Sampai Globalisasi. Jurnal
Sospol, Vol. II (1, 17.
Rahadian, A. . (2016). No Title. Strategi Pembangunan Berkelanjutan. Jurnal Stiami, Vol. III (, 47.
Sari, I. P. (2016). No Title. Implementasi Pembangunan Partisipatif, Studi Kasus Di Kelurahan Andowia
Kabupaten Konawe Utara, 1, 180.
Sartini. (2004). No Title. Menggali Kearifan Lokal Nusantara Sebuah Kajian Filsafati. Jurnal Filsafat, 127.
Shodiq. (2017). No Title. 115.
Subarkah. (2018). No Title. Konflik Sosial, Balkanisasi: Fiksi Negara Bubar?. Republika,. Retrieved from
http://www.republika.co.id/
Sulistyastuti. (2007). No Title. Pembangunan Pendidikan Dan MDGs Di Indonesia; Sebuah Refleksi. Kritis.,
41.
Sulistyo, Budi, dkk. (2010). No Title. MDGs Sebentar Lagi.
Surtikanti. (2013). No Title. Permasalahan Otonomi Daerah Ditinjau Dari Aspek Perimbangan Keuangan
Pemerintah Pusat Dan Daerah. Majalah Ilmiah Unikom, 20.
Susanto, E. (2007). No Title. Revitalisasi Nilai Luhur Tradisi Lokal Madura, 97.
Syafrawati. (2006). No Title. 17.
Taufiqurrahman. (2007). No Title. Identitas Budaya Madura, 3.
Tikson. (2005). No Title. Keterbelakangan & Ketergantungan: Teori Pembangunan Di Indonesia, Malaysia,
Dan Thailand, 135.
Utomo, B. (2007). No Title. Tantangan Pencapaian Millenium Development Goals (MDGS) Bidang Kesehatan
Di Indonesia. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional, Vol. 1 (5), 233.
Wahyuningsih. (2017). No Title. 393.
Wiratha, I. M. (2006). No Title. Metodologi Penetilian Sosial Ekonomi, 150.
Wirawan, Ricky, M. dan R. N. (2015). No Title. Partisipasi Masyarakat Dalam Perencanaan Pembangunan
Daerah. JISIP: Jurnal Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik, 308.
Yamin. (2013). No Title. Pendugaan Tingkat Kemiskinan Di Kabupaten Sumenep Dengan Pendekatan Sae,
226.
Koreksi
1. Issu = isu
2. Paper = paper
3. Problem = masalah / problem
4. Kekyaaan = Kekayaan
5. Kesemptan = kesempatan