Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 251

Project Preparation Consultant (PPC) for

Development of Regional Water Supply System in


Polewali Mandar and Majene Regencies, West
Sulawesi Province, Sulawesi Island, Indonesia
Draft Final Report

Directorate Water Supply System Development


Directorate General of Human Settlement
Ministry of Public Works and Housing

28 January 2020
Project Project Preparation Consultant (PPC) for Development of Regional Water Supply
System in Polewali Mandar and Majene Regencies, West Sulawesi Province, Sulawesi
Island, Indonesia
Client Directorate Water Supply System Development
Directorate General of Human Settlement
Ministry of Public Works and Housing

Document Draft Final Report


Status Draft version 01
Date 28 January 2020
Reference 110079/agui/070

Project code 110079


Project Leader Dedi Waryono
Project Director Robertus Maria van den Boomen

Author(s) Tim PPC


Checked by -
Approved by -

Initials

Address PT Witteveen Bos Indonesia is part of the Witteveen+Bos-group


Park View Plaza, 6th floor
Jl. Taman Kemang no. 27
Kemang - Jakarta Selatan 12730
Indonesia
t +62 21 719 12 82
f +62 21 719 12 83
www.witteveenbos.com
MLHR no. AHU-0132340.AH.01.11.Year 2018
NIB no. 8120018190819
NPWP no. 73.665.774.3-014.000

The Quality management system of PT Witteveen Bos Indonesia has been approved based on ISO 9001.
© PT Witteveen Bos Indonesia

No part of this document may be reproduced and/or published in any form, without prior written permission of PT Witteveen Bos Indonesia, nor may
it be used for any work other than that for which it was manufactured without such permission, unless otherwise agreed in writing. PT Witteveen Bos
Indonesia does not accept liability for any damage arising out of or related to changing the content of the document provided by PT Witteveen Bos
Indonesia.
TABLE OF CONTENTS

1 PENDAHULUAN 9

1.1 Latar belakang 9

1.2 Tujuan dan sasaran 9

1.3 Organisasi 9

1.4 Ruang lingkup 10


1.4.1 Lingkup wilayah 10
1.4.2 Lingkup kegiatan 11

1.5 Landasan hukum 11

2 GAMBARAN UMUM DAERAH STUDI 14

2.1 Kabupaten Majene 14


2.1.1 Geografis 14
2.1.2 Morfologi 15
2.1.3 Klimatologi 16
2.1.4 Hidrologi 17
2.1.5 Kependudukan 18
2.1.6 Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Majene 2011 - 2031 19
2.1.7 Kondisi Eksisting SPAM 23
2.1.8 Profil Keuangan Daerah 25
2.1.9 Analisis Kapasitas Keuangan Pemerintah Daerah 25
2.1.10 Provinsi Sulawesi Barat 26
2.1.11 Profil Keuangan Kabupaten Majene 27

2.2 Kabupaten Polewali Mandar 29


2.2.1 Geografis 29
2.2.2 Morfologi 31
2.2.3 Klimatologi 32
2.2.4 Hidrologi 33
2.2.5 Kependudukan 34
2.2.6 Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Polewali Mandar 2012 - 2032 35
2.2.7 Kondisi Eksisting SPAM 36
2.2.8 Profil Keuangan kabupaten Polewali Mandar 39
2.2.9 Pemulihan Biaya Berdasarkan Tarif Air 42

2.3 Review Dokumen Eksisting SPAM 43

3 REVIEW DOKUMEN PERENCANAAN 46

3.1 PROVINSI SULAWESI BARAT 46


3.1.1 Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Sulawesi Barat 46
3.1.1.1 Visi dan misi 46
3.1.1.2 Program Prioritas 46
Arah Pembangunan Daerah 46
3.1.2 Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Sulawesi Barat 47
3.1.2.1 Kebijakan dan Strategi 47
3.1.3 Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Majene 2011 - 2031 48
3.1.4 Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Sulawesi Barat 53
3.1.4.1 Visi, Misi dan Sasaran 53

3.2 Kabupaten Polewali Mandar 54


3.2.1 Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) 54
3.2.1.1 Visi dan Misi 54
3.2.2 Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) 55
3.2.2.1 Kebijakan dan Strategi 55
3.2.2.2 Struktur Tata Ruang 58
3.2.2.3 Kawasan Strategis 58
3.2.3 Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Mandar 58
3.2.3.1 Tujuan dan Sasaran RPJMD Kabupaten Mandar (2014-2019) 58
3.2.3.2 Program Prioritas 59
3.2.4 Rencana Induk Sistem Penyediaan Air Minum (RISPAM) Kabupaten Polewali
Mandar 59
3.2.4.1 Wilayah Pelayanan SPAM PDAM Kabupaten Polewali Mandar 59
3.2.4.2 Kebutuhan Air 61
3.2.4.3 Kebocoran dan Air Baku 65

3.3 Kabupaten Majene 68


3.3.1 Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) tahun 2006 -2025 68
3.3.2 Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) 68
3.3.2.1 Kebijakan Penataan Ruang Wilayah Kabupaten Majene 68
3.3.2.2 Strategi Penataan Ruang Wilayah Kabupaten Majene 68
3.3.2.3 Kawasan Strategis 71
3.3.2.4 Pola Ruang 72
3.3.3 Rencana Pembangunan Jangka Menengah Pembangunan (RPJMD) Tahun
2016-2021 73
3.3.3.1 Visi 73
3.3.3.2 Misi 73
3.3.3.3 Tujuan dan Sasaran 73
3.3.3.4 Strategi Pembangunan 75
3.3.3.5 Arah Kebijakan Pembangunan 77
3.3.3.6 Program Prioritas 78
3.3.4 Rencana Induk Sistem Penyediaan Air Minum (RISPAM) 80
3.3.4.1 Wilayah Pelayanan dan Tingkat Pelayanan 80
3.3.4.2 Kebutuhan Air 81
3.3.4.3 Potensi Air Baku 83
3.3.4.4 Kehilangan Air 84
3.3.5 Kebijakan Strategi Daerah (Jakstrada) Tahun 2016 85
3.3.5.1 Visi Pembangunan Air Minum 85
3.3.5.2 Misi Pembangunan Air Minum 85
3.3.5.3 Sasaran 85
3.3.5.4 Kebijakan dan Strategi Pengembangan SPAM 86
3.3.5.5 Rencana Aksi Percepatan Investasi Bidang Air Minum 92

4 KONDISI EKSISTING SPAM 93


4.1 Kabupaten Polewali Mandar 93
4.1.1 Lembaga Pengelola 93
4.1.2 Cakupan Layanan 95
4.1.3 Data Teknis 97
4.1.3.1 SPAM PDAM Kabupaten Polewali Mandar 97
4.1.3.2 Jaringan Perpipaan (JP) (1) Unit Air Baku 97
4.1.3.3 Skematik Zona 102
4.1.3.4 Jaringan Non Perpipaan 102
4.1.3.5 SPAM IKK 104
4.1.3.6 Kendala & Permasalahan 105
4.1.4 Keuangan dan Tarif 106

4.2 Kabupaten Majene 109


4.2.1 Lembaga Pengelola 109
4.2.2 Cakupan layanan 111
4.2.3 Data Teknis 112
4.2.3.1 SPAM PDAM Kabupaten Majene 113
4.2.3.2 Jaringan Perpipaan (JP) 115
4.2.3.2.1 Skematik Zona 115
4.2.3.2.2 Jaringan Non Perpipaan 116
4.2.3.3 SPAM IKK 117
4.2.3.4 Kendala Permasalahan 119
4.2.4 Aspek Keuangan 121

5 ANALISIS KEBUTUHAN AIR MINUM 122

5.1 Tujuan Pelayanan Air Minum 122


5.1.1 Tujuan Yang Ditetapkan Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat 122
5.1.2 Tujuan Yang Ditetapkan Pemerintah Kabupaten Polewali Mandar 122
5.1.3 Tujuan Yang Ditetapkan Pemerintah Kabupaten Majene 122

5.2 Rencana Area Pelayanan 123


5.2.1 Rencana Area Pelayanan Kabupaten Polewali Mandar 123
5.2.2 Rencana Area Pelayanan Kabupaten Majene 124

5.3 Proyeksi Penduduk 124


5.3.1 Proyeksi Penduduk Kabupaten Polewali Mandar 126
5.3.2 Proyeksi Penduduk Kabupaten Majene 128

5.4 Real Demand Survey 130


5.4.1 Hasil RDS Kabupaten Polewali Mandar 132
5.4.2 Hasil RDS Kabupaten Majene 133

5.5 Rencana Penurunan Kebocoran 135


5.5.1 Rencana Penurunan Kebocoran Kabupaten Polewali Mandar 135
5.5.2 Rencana Penurunan Kebocoran Kabupaten Polewali Mandar 135

5.6 Proyeksi Kebutuhan Air Minum 136


5.6.1 Proyeksi Kebutuhan Air Minum Kabupaten Polewali Mandar 136
5.6.2 Proyeksi Kebutuhan Air Minum Kabupaten Majene 137

6 ANALISIS PENYEDIAAN AIR BAKU 138


6.1 Identifikasi Air Baku 138
6.1.1 Sungai Matama 140
6.1.2 Sungai Masuni 144
6.1.3 Sungai Maloso 148
6.1.4 Sungai Mombi 151
6.1.5 Analisa Potensi Air baku 154

6.2 Perhitungan Neraca Ketersediaan Air 155


6.2.1 Neraca Ketersediaan air Sungai Matama 155
6.2.2 Perhitungan Neraca Ketersediaan air sungai Masuni 164

6.3 Analisa Eksisting Embung Matama. 173


6.3.1 Hasil Pengamatan 173
6.3.2 Rekomendasi Rekonstruksi/Pembangunan Embung Matama. 174

7 RENCANA PENGEMBANGAN SPAM REGIONAL 176

7.1 Alternatif SPAM 176


7.1.1 Unit Air Baku 179
7.1.2 Unit produksi 186
7.1.3 Unit Distribusi 192

7.2 Rencana Pentahapan 195

7.3 Besaran biaya konstruksi (CAPEX) dan biaya operasi (OPEX) 196

8 RENCANA KELEMBAGAAN SPAM REGIONAL 200

8.1 Lembaga Penyelenggara 200


8.1.1 Lembaga Penyelenggara Provinsi Sulawesi Barat 200
8.1.1.1 Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Biasa 200
8.1.1.2 UPTD dengan PK-BLUD 202
8.1.1.3 Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) 202
8.1.1.4 Pemilihan Bentuk Lembaga 203
8.1.2 Lembaga Penyelenggara Kabupaten 204

8.2 Rencana Lembaga Penyelenggara Provinsi Sulawesi Barat 205


8.2.1 Tahap Pembentukan UPTD 205
8.2.2 Tahap Operasi dan Pemeliharaan 208
8.2.3 Tahap Peningkatan Kapasitas UPTD menjadi UPTD dengan PPK-BLUD 208

9 KEBUTUHAN BIAYA DAN ALTERNATIF SKEMA PEMBIAYAAN 210

9.1 Biaya Proyek 210


9.1.1 Biaya Investasi 210
9.1.2 Biaya Operasi Dan Pemeliharaan 212

9.2 Rencana Keuangan 213

10 KAJIAN KELAYAKAN PROYEK 215


10.1 Kajian Kelayakan Teknis Teknologis 215
10.1.1 Ketersediaan Air Baku 215
10.1.2 Demografi 216
10.1.3 Permintaan Air 218
10.1.4 Konsep Perencanaan 219

10.2 Kajian Kelayakan Lingkungan 221


10.2.1 Kelayakan Lingkungan Pembangunan SPAM Polman Majene 223
10.2.2 Pelaksanaan AMDAL 226

10.3 Kajian Kelayakan Sosial-Ekonomi dan Budaya 229


10.3.1 Ketersediaan Fasilitas Sosial 229
10.3.2 Kondisi Sosial 230

10.4 Kajian Kelayakan Hukum dan Kelembagaan 230


10.4.1 Bentuk Lembaga Pengelola SPAM Saat ini 230
10.4.2 Flatform Kerjasama SPAM Regional Polman-Mejene 231
10.4.2.1 Landasan Hukum 231
10.4.2.2 Pemetaan Pemangku Kepentingan Kerjasama SPAM Regional Polman-Mejene 234
10.4.2.3 Skema Kerjasama SPAM Regional Polman-Mejene 235
10.4.2.4 Objek dan Lingkup Kerjasama SPAM Regional Polman-Mejene 237
10.4.2.5 Muatan Materi Perjanjian Kerjasama SPAM Regional Polman-Mejene 237

10.5 Kajian Kelayakan Ekonomi 238


10.5.1 Methodology 238
10.5.2 Assumptions 238
10.5.3 Economic Benefits 239
10.5.4 Economic Costs 239
10.5.5 Economic Internal Rate of Return 239
10.5.6 Sensitivity Analysis 239

11 RENCANA PELAKSANAAN PROYEK SPAM REGIONAL 243

11.1 Jadwal Pelaksanaan 243

11.2 Metode Pelaksanaan Konstruksi 243

12 ANALISIS RISIKO DAN MITIGASI 245

12.1 Penilaian Risiko 245

12.2 Tindakan Mitigasi 247

13 PENUTUP 249

13.1 Kesimpulan 249

13.2 Rekomendasi 249

Last page 249


APPENDICES Number of
pages
1
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Air minum merupakan kebutuhan dasar manusia dan menjadi hak dasar seluruh masyarakat, oleh karenanya
Negara memiliki tanggung jawab untuk menjamin pemenuhan hak seluruh rakyat atas air minum dan akses
terhadap air minum. Dalam rangka menjalankan tanggung jawab tersebut, maka Pemerintah Indonesia
melalui Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) 2015 – 2019 menetapkan target cakupan
pelayanan akses aman air minum 100 % di tahun 2019. Akses aman air minum meliputi air minum yang
disalurkan melalui perpipaan dan sumber-sumber air minum terlindungi milik masyarakat.

Adapun dalam pelaksanaan pembangunan infrastruktur bidang air minum, Direktorat Pengembangan Sistem
Penyediaan Air Minum Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
(DitPSPAM-DJCK) sesuai dengan Rencana Strategis 2015-2019 menggunakan tiga strategi pendekatan yaitu
(1) membangun sistem penyediaan air minum dengan memprioritaskan sistem infrastruktur
provinsi/kabupaten/kota seperti SPAM Regional1, SPAM Perkotaan, dan SPAM Kawasan Khusus2; (2)
memfasilitasi Pemerintah Provinsi/Kota/Kabupaten; serta (3) memberdayakan masyarakat melalui
pembangunan SPAM berbasis masyarakat. Dalam pembangunan sistem penyediaan air minum,

Dalam rangka percepatan pencapaian tujuan Rencana Strategis 2015-2019, maka DitPSPAM-DJCK
melakukan program Accelerating Infrastructure Delivery through Better Engineering Services Project (ESP)-ADB
Loan. Salahsatu program prioritas DitPSAM-DJCK yang dimasukan dalam ESP adalah pengembangan SPAM
Regional Polewali Mandar-Manjene yang terletak di Provinsi Sulawesi Barat.

Dalam pelaksanaan ESP SPAM Regional Polewali Mandar-Manjene, DitPSPAM-DJCK menugaskan Project
Preparation Consultant (PPC) untuk menyusun: (i) studi kelayakan; (ii) AMDAL; (iii) DED; dan (iv) Dokumen
lelang pelaksanaan konstruksi. Konsorsium PT Witteveen Bos Indonesia (WBI) selaku PPC ESP SPAM Regional
Polewal Mandar – Majene, pada tahap awal akan menyiapkan laporan studi kelayakan.

1.2 Tujuan dan sasaran

Tujuan: mempercepat persiapan proyek dalam rangka pencapaian akses 100% air minum melalui
pengembangan SPAM Regional di Indonesia, khususnya di Kabupaten Polewali Mandar dan Kabupaten
Majene di Provinsi Sulawesi Barat.

Sasaran: tersusunnya dokumen perencanaan Studi Kelayakan (FS) SPAM Regional Kabupaten Polewali
Mandar dan Kabupaten Majene di Provinsi Sulawesi Barat.

1.3 Organisasi

1
SPAM Regional merupakan penyediaan kebutuhan air minum pada daerah yang tidak memiliki sumber air
baku melalui kerjasama antar kabupaten/kota terdekat yang memiliki sumber air baku, dengan membangun
SPAM antar kabupaten/kota. Untuk SPAM Regional antar kabupaten/kota dalam wilayah administrasi
Provinsi yang sama dikelola oleh Provinsi, sedangkan untuk antar wilayah Provinsi dikelola oleh Pemerintah
2
Pengembangan SPAM pada kawasan perbatasan, pulaupulau kecil terluar, pasca bencana, dan kawasan
tertentu yang ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan.

9 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


Dalam penyusunan dokumen perencanaan Studi Kelayakan (FS) SPAM Regional Kabupaten Polewali Mandar
dan Kabupaten Majene di Provinsi Sulawesi Barat, Organisasi PPC sebagai berikut:

Figure 1.1 Organisasi PPC dalam penyusunan FS

Join Venture:
• PT Witteveen Bos Indonesia (Lead)
• PT Gafa Multi Consultants
• PT Duta Cipta Mandiri Engineering Consultants
Govt. Govt. Polman
MoPWH (EA)
• Dohwa Engineenging, Co. Ltd SulBar & Majene
• PT Reka Desindo Mandiri
• PT Prospera Consulting Engineering
WBI’s Director Contractual
DGHS, PIU
( Authorized)

Tech. Team

Team Leader Koordinasi dan Konsultasi


( Senior Water Supply Specialist)

Int’l Economic & Financial Senior Water Resources Social Development


Water Supply Specialist
Specialist Specialist Specialist

Environmental Safeguard Senior Water Distribution


Geodetic Specialist Structural Engineer
Specialist Specialist - 1

Senior Water Distribution


Geotechnical Engineer
Specialist - 2

Sub Professional Staff

Supporting Staff

1.4 Ruang lingkup

1.4.1 Lingkup wilayah

Lingkup kegiatan dalam penyusunan dokumen perencanaan Studi Kelayakan (FS) SPAM Regional Kabupaten
Polewali Mandar dan Kabupaten Majene di Provinsi Sulawesi Barat, sebagai berikut:

10 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


Figure 1.2 Wilayah perencanaan

1.4.2 Lingkup kegiatan

Lingkup kegiatan dalam penyusunan dokumen perencanaan Studi Kelayakan (FS) SPAM Regional Kabupaten
Polewali Mandar dan Kabupaten Majene di Provinsi Sulawesi Barat, sebagai berikut:
1 Tinjauan Literatur yang meliputi: (i) peraturan perundang-undangan, kebijakan dan strategi nasional
bidang air minum; (ii) Norma, Standar Prosedur dan Kriteria (NSPK) bidang air minum dan SPAM Regional;
(iii) peraturan daerah, kebijakan dan strategi terkait bidang air minum di Provinsi Sulawesi Barat/Kabupaten
Polewali Mandar/Kabupaten Majene; (iv) Rencana Induk SPAM Provinsi Sulawesi Barat/Kabupaten Polewali
Mandar/Kabupaten Majene; dan (v) laporan dan informasi terkait SPAM Regional Polewali Mandar –
Majene.
2 Tinjauan status dan progress pengembangan SPAM Regional Polewali Mandar – Majene, termasuk status
kesepakatan bersama (KSB).
3 Melakukan berbagai pengumpulan data, survei, dan investigasi lapangan.
4 Malakukan Real Demand Survey (RDS) pada wilayah pelayanan SPAM Regional Polewali Mandar – Majene.
5 Membuat perhitungan estimasi kebutuhan air di wilayah pelayanan, termasuk tahap penyerapan.
6 Desain Awal SPAM Regional Kabupaten Polewali Mandar dan Majene
7 Menyusun analisis kelayakan teknis teknologi, keuangan, lingkungan, sosial ekonomi, hukum-institusional,
ketersediaan lahan, dan mitigasi risiko
8 Menyusun analisis skema investasi / pendanaan dan dukungan pemerintah
9 Menyusun rencana pelaksanaan pembangunan SPAM Regional Polewali Mandar – Majene..

1.5 Landasan hukum

Penyusunan dokumen perencanaan Studi Kelayakan (FS) SPAM Regional Kabupaten Polewali Mandar dan
Kabupaten Majene di Provinsi Sulawesi Barat, mengacu pada:

11 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


Table 1.1 Acuan landasan hukum

1 Peraturan - Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 Tentang Pengairan;


Perundang- - Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang
undangan Nasional 2005 – 2025;
- Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah;
- Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 Tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara
Pemerintah, Pemerintahan Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota;
- Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2010 Tentang Penggunaan Kawasan Hutan
- Peraturan Pemerintah Nomor 121 Tahun 2015 Tentang Pengusahaan Sumber Daya Air;
- Peraturan Pemerintah Nomor 122 Tahun 2015 Tentang Sistem Penyediaan Air Minum;
- Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2018 Tentang Standar Pelayanan Minimal
- Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2015 Tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha
Dalam Penyediaan Infrastruktur;
- Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 23 Tahun 2006 tentang Pedoman Teknis & Tata Cara
Pengaturan Tarif Air Minum pada Perusahaan Daerah Air Minum;
- Peraturan Menteri Kesehatan No.492 Tahun 2010 Tentang Persyaratan Kualitas Air Minum;
- Peraturan Menteri PUPR Nomor 26/PRT/M/2014 Tentang Prosedur Operasional Standar
Pengelolaan Sistem Penyediaan Air Minum;
- Peraturan Menteri PUPR Nomor 09/PRT/M/2015 Tentang Penggunaan Sumberdaya Air;
- Peraturan Menteri PUPR Nomor 10/PRT/M/2015 Tentang Rencana dan Rencana Teknis Tata
Pengaturan Air dan Tata Pengairan;
- PermenPUPR Nomor 37/PRT/M/2015 Tentang Izin Penggunaan Air dan/atau Sumber air
- Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 70 Tahun 2016 tentang Pedoman Pemberian Subsidi Dari
Pemerintah Daerah Kepada Badan Usaha Milik Daerah Penyelenggara Sistem Penyediaan Air
Minum;
- Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 71 Tahun 2016 tentang Perhitungan dan Penetapan Tarif
Air Minum;
- Peraturan Menteri PUPR Nomor 01/PRT/M/2016 tentang Tata Cara Perizinan Penguasahaan
Sumber Daya Air dan Penggunaan Sumber Daya Air;
- Peraturan Menteri PUPR Nomor 19/PRT/M/2016 tentang Pemberian Dukungan Oleh Pemerintah
Pusat dan/atau Pemerintah Daerah Dalam Kerjasama Sistem Penyediaan Air Minum;
- Peraturan Menteri PUPR Nomor 27/PRT/M/2016 Tentang Penyelenggaraan Sistem Penyediaan
Air Minum.

2 Standar - SNI 19-6786-2002 Spesifikasi Simbol Gambar Sistem Penyediaan Air & Sistem Drainase di dalam
Perencanaan SPAM Tanah;
- SNI 7508-2011 Tata cara penentuan jenis unit instalasi pengolahan air berdasarkan sumber air
baku;
- SNI 6774-2008 Perencanaan unit paket instalasi pengolahan air (Revisi SNI 19-6774-2002);
- SNI 6773-2008 Spesifikasi unit paket instalasi pengolahan air;
- SNI 7829-2012 bangunan pengambilan air baku untuk instalasi pengolahan air minum;
- SNI 7507-2011 Spesifikasi bangunan pelengkap unit instalasi pengolahan air;
- SNI 7509-2011 Tata cara perencanaan teknik jaringan distribusi dan unit pelayanan SPAM;
- SNI 03-7065-2005 Tata Cara Perencanaan Plambing.

3 Kebijakan - Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Barat Nomor 5 Tahun 2010 Tentang Rencana Pembangunan Jangka
Pengembangan Panjang Daerah Provinsi Sulawesi Barat 2005 - 2025
Wilayah dan SPAM - Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Barat Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Kota/Kabupaten Provinsi Sulawesi Barat 2014 - 2024
- Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Barat Nomor 8 Tahun 2017 Tentang Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah Provinsi Sulawesi Barat 2017 - 2022
- Peraturan Daerah Kabupaten Polewali Mandar Nomor 4 Tahun 2010 Tentang Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Daerah Kabupaten Polewali Mandar 2005 - 2025
- Peraturan Daerah Kabupaten Majene Nomor 9 Tahun 2012 Tentang Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Daerah Kabupaten Majene 2005 - 2025
- Peraturan Daerah Kabupaten Majene Nomor 12 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten Majene Tahun 2011-2031

12 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


- Peraturan Daerah Kabupaten Polewali Mandar Nomor 2 Tahun 2013 Tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Kabupaten Polewali Mandar Tahun 2012 - 2032
- Peraturan Daerah Kabupaten Polewali Mandar Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Daerah Kabupaten Polewali Mandar 2014 - 2019
- Peraturan Daerah Kabupaten Majene Nomor 13 Tahun 2016 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Menengah daerah Kabupaten Majene Tahun 2016-2021
- Rencana Induk Sistem Penyediaan Air Minum Provinsi Sulawesi Barat, Kabupaten Polewali Mandar dan
Kabupaten Majene.

13 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


2
GAMBARAN UMUM DAERAH STUDI

2.1 Kabupaten Majene

2.1.1 Geografis

Wilayah administrasi Kabupaten Majene terletak di pesisir barat bagian selatan Provinsi Sulawesi Barat, yang
secara geografis berada pada posisi 2o 38' 45” sampai dengan 3o 38' 15” Lintang Selatan dan 118o45' 00”
sampai 119o4'45” Bujur Timur, dengan batas-batas administrasi sebagai berikut :(sumber: BPS Kabupaten
Majene,Kabupaten Majene Dalam Angka 2019):
- sebelah utara : Kabupaten Mamaju;
- sebelah timur : Kabupaten Polewali Mandar dan Kabupaten Mamasa;
- sebelah selatan : Teluk Mandar; dan
- sebelah barat : Selat Makassar.

Kabupaten Majene memiliki luas 947,84 Km2 terdiri dari 8 Kecamatan dan 82 desa dan kelurahan. Ibukota
Kabupaten di Kecamatan Banggae yang terletak pada bagian selatan wilayah Kabupaten Majene. Kecamatan
Ulumanda merupakan kecamatan yang memiliki wilayah terluas yakni 456,84 Km2, sedangkan kecamatan yang
memiliki luas wilayah terkecil yakni Kecamatan Banggae dengan luas wilayah 25,15 Km2.

Table 2.1 Luas Wilayah Administrasi Kabupaten Majene

Prosentase Terhadap Luas


No Kecamatan Luas Wilayah (km2) Jumlah Kelurahan/Desa
Wilayah Kabupaten (%)

1 Banggae 25.15 2.65% 8

2 Banggae Timur 30.04 3.17% 9

3 Pamboang 70.19 7.41% 15

4 Sendana 82.24 8.68% 16

5 Tammerodo 55.40 5.84% 7

6 Tubo 41.17 4.34% 7

7 Malunda 187.65 19.80% 12

8 Ulumanda 456.84 48.20% 8

TOTAL 947.84 100,00% 82

Sumber: BPS Kabupaten Majene, Kabupaten Majene dalam Angka 2018

14 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


Figure 2.1 Wilayah Kabupaten Majene

Sumber: https://petatematikindo.wordpress.com/2013/06/06/administrasi-kabupaten-majene/

2.1.2 Morfologi

Kabupaten Majene sebagian besar terbentuk dari satuan morfologi:


- Group marin yang merupakan dataran yang berpasir, dataran pasang surut dan rawa pasang surut,
dengan bentuk wilayah yang relative datar (lereng 0 – 1 %). Pada umumnya tanah lapisan atas berupa
bahan yang diendapkan butiran halus (liat dan organik) dan tanah dilapisan bawah kaya bahan sulfidik.
Satuan morfologi ini menyebar pada pesisir pantai bagian selatan lokasi perencanaan yang meliputi
kecamatan Banggae, Banggae Timur, Tinambung, Balanipa dan Campalagian.
- Grup volkan menyebar dibagian utara lokasi perencanaan, yang berupa dataran volkanik tua dengan
bentuk wilayah yang berbukit. Bentuk wilayah terdiri dari wilayah agak datar (1-3%), berombak (3-8%)
dan bergelombang (8-15%). Elevasi grup volkan ini berada pada ketinggian 50 – 1400 m dpl.

Klasifikasi ketinggian wilayah Kabupaten Majene dari permukaan air laut bervariasi mulai dari 0 meter dari
permukaan laut (mdpl) sampai diatas 1.000 mdpl. Wilayah Kecamatan Malunda dan Kecamatan Ulumuda
memiliki ketinggian diatas 1.000 mdpl.

15 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


Figure 2.2 Ketinggian

Sumber: Materi Teknis Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Majene 2010 - 2030

2.1.3 Klimatologi

Kondisi iklim wilayah Kabupaten Majene dan sekitarnya secara umum ditandai dengan hari hujan dan curah
hujan yang relatif tinggi. Kondisi ini dikarenakan letaknya yang merupakan daerah pesisir yang dipengaruhi
oleh angin musim. Curah hujan di Kabupaten Majene tahun 2018 tertinggi pada bulan desember sebesar 529,9
mm dengan hari hujan 23. Sedangkan curah hujan terendah terjadi pada bulan Septmber sebesar 92,5 mm
dengan jumlah hari hujan 13. Hari hujan terbanyak terjadi pada bulan November sebanyak 25 hari dengan
curah hujan sebesar 235,4 mm.

16 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


Table 2.2 Curah hujan Kabupaten Majene tahun 2017

Curah Hujan Hari Hujan


No Bulan
(mm3) (Hari)

1 Januari 115.2 18

2 Februari 107.6 13

3 Maret 87.8 15

4 April 109.3 9

5 Mei 158.1 23

6 Juni 45.6 18

7 Juli 74.7 14

8 Agustus 38.9 11

9 September 92.5 13

10 Oktober 202.5 18

11 November 235.4 25

12 Desember 529.9 23

Total 1,797.5 200

Sumber: BPS Kabupaten Majene, Kabupaten Majene

Iklim di Kabupaten Majene tergolong kering, yang menurut Peta Iklim Sulawesi Selatan, yang dipetakan
berdasarkan klasifikasi iklim Oldeman (Oldeman dan Sjarifuddin, 1977), digolongkan kedalam kelas iklim E2,
E1, D3, D2, dan D1 (mayoritas) yang artinya kering. Variasi jumlah bulan basah dari nol sampai hanya dua
sampai tiga bulan per tahun. Jumlah curah hujan tahunan hanya sekitar 1.000 mm (rata-rata di bawah 1.000
mm), seperti di daerah Pamboang sampai ke Banggae. Wilayah yang agak basah Kabupaten Majene hanya
ditemukan disekitar Malunda dan daerah perbatasan dengan Mamuju dan Mamasa.

2.1.4 Hidrologi

Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 04/PRT/M/2015 Tahun 2015
Tentang Kriteria dan Penetapan Wilayah Sungai, maka wilayah Kabupaten Majene termasuk dalam Wilayah
Sungai Kaluku Karama yang miliki 8 Daerah Aliran Sungai. Dari total 8 Daerah Aliran Sungai tersebut, 3
diantaranya terdapat di Kabupaten Majene.

17 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


Figure 2.3 Daerah Aliran Sungai di Kabupaten Majene

Sumber: Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 04/PRT/M/2015

Kabupaten Majene termasuk daerah yang memiliki banyak sungai-sungai kecil yang tersebar di seluruh
kecamatannya. Jumlah sungai yang terdapat di Kabupaten Majene, teridentifikasi sebanyak 73 sungai. Sungai-
sungai yang debit relative besar meliputi:
1. Sungai Tubo di Kecamatan Sendana;
2. Sungai Malunda di Kecamatan Malunda

Sungai-sungai yang menjadi sumber air bagi masyarakatnya dalam memenuhi kebutuhan air bersihnya.
Pada saat ini air baku yang digunakan adalah air permukaan/sungai, berasal dari Sungai Abaga, Sungai
Mangge, Sungai Belia, Sungai Karaka, Sungai Mangarabombang, Sungai Malunda dan Sungai Tammeroddo.

2.1.5 Kependudukan

Berdasarkan data BPS tahun 2019, jumlah penduduk di Kabupaten Majene pada tahun 2018 berjumlah 171,272
jiwa, dengan jumlah penduduk terbesar di Kecamatan Banggae yang merupakan Ibukota Kabupaten Majene
yaitu 42,777 jiwa. Bila ditinjau dari laju pertumbuhan penduduk tahun 2010 - 2018, Kecamatan Sendana dan
Kecamatan Banggae memiliki laju pertumbuhan penduduk lebih tinggi dibandingan laju pertumbuhan
penduduk Kabupaten Majene.

18 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


Table 2.3 Penduduk Kabupaten Majene Tahun 2014 - 2018

Tahun Laju
No Kecamatan Pertumbuhan
2014 2015 2016 2017 2018 2010-2018 (%)

1 Banggae 39,865 40,646 41,370 42,134 42,777 1.70

2 Banggae Timur 30,341 30,886 31,384 31,919 32,362 1.56

3 Pamboang 21,862 22,134 22,369 22,626 22,816 1.15

4 Sendana 22,151 22,577 22,966 23,383 23,734 1.91

5 Tammerodo 11,218 11,383 11,525 11,678 11,803 1.36

6 Tubo Sendana 8,738 8,878 9,003 9,138 9,249 1.48

7 Malunda 18,149 18,464 18,749 19,051 19,301 1.59

8 Ulumanda 8,808 8,928 9,031 9,143 9,230 1.37

Kab. Majene 161,132 163,896 166,397 169,072 171,272 1.56

Sumber: BPS Kabupaten Majene, Kabupaten Mejene Dalam Angka 2015 - 2019

Bila dilihat dari kepadatan penduduk, maka kepadatan tertinggi terdapat di Kecamatan Banggae sebesar
1.1701 jiwa/km2, dan disusul oleh Kecamatan Banggae Timur sebesar 1.077 jiwa/km2. Kepadatan penduduk di
2 (dua) kecamatan tersebut sangat jauh melampaui kepadatan penduduk kecamatan lain yang hanya memiliki
kepadatan dibawah 350 jiwa/km2,

Table 2.4 Kepadatan Penduduk Kabupaten Majene Tahun 2018

Luas Wilayah Penduduk 2018 Kepadatan Penduduk


No Kecamatan
(km2) (Jiwa) (Jiwa/Km2)

1 Banggae 25.15 42,777 1,701

2 Banggae Timur 30.04 32,362 1,077

3 Pamboang 70.19 22,816 325

4 Sendana 82.24 23,734 289

5 Tammerodo 55.40 11,803 213

6 Tubo 41.17 9,249 225

7 Malunda 187.65 19,301 103

8 Ulumanda 456.00 9,230 20

Kabupaten Majene 947.84 171,272 181

Sumber: BPS Kabupaten Majene, Kabupaten Mejene Dalam Angka 2019

2.1.6 Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Majene 2011 - 2031

Pengembangan wilayah Kabupaten Majene tidak hanya diarahkan pada kawasan perkotaan melainkan
mencakup pula kawasan bukan perkotaan. Sistem kota – kota merupakan arahan untuk menetapkan sistem
perwilayahan dengan hirarki pusat – pusat pelayanan jasa dan produksi sesuai dengan fungsi, kecenderungan
perkembangan dan orioentasi perkembangannya.

Sistem kota – kota dilakukan melalui pengembangan pusat – pusat permukiman sebagai pusat pelayanan jasa
ekonomi, jasa pemerintahan dan jasa sosial lainnya, bagi kawasan permukiman perkotaan dan perdesaan serta

19 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


kawasan nelayan, maupun dalam hubungan interaksi antar pusat-pusat permukiman dengan wilayah-wilayah
yang dilayaninya secara hirarkis.
Dengan demikian, pusat-pusat permukiman sebagaimana dimaksud diatas meliputi pusatpusat permukiman
perkotaan dan perdesaan. Rencana Pengembangan Kawasan Prioritas dalam sistem kota-kota didasarkan
pada potensi wilayah serta kelengkapan fasilitas, prosentase luas lahan terbangun, kepadatan bersih penduduk
dan kepadatan bangunan, terdapat 4 (empat) orde pelayanan di Kabupaten Majene sebagai berikut :
- PKW (Pusat Kegiatan Wilayah) meliputi Kecamatan Banggae dan Banggae Timur, dengan fungsi utama
pengembangan wilayah sebagai berikut:
· Sub Pusat Pengembangan Sulbar (Pusat Kegiatan Lokal, PKL)
· Pusat Pendidikan Sulbar
· Pusat Pemerintahan Regional
· Pusat Pelayanan Sosial dan Ekonomi
· Pusat Pelayanan Kepelabuhanan
· Pusat Industri Perikanan
- PKLp (Pusat Kegiatan Lokal Promosi) meliputi Kecamatan Malunda, Kecamatan Pamboang, dan Somba
Kecamatan Sendana, dengan fungsi utama pengembangan wilayah sebagai berikut:
· Pusat Pemerintahan Kecamatan
· Pusat Pelayanan Sosial dan Ekonomi kecamatan
· Pusat Pelayanan Kepelabuhan
· Pusat pengembangan industri perahu Sandeq serta pengembangan seni.
· Pusat pengembangan wisata agro (pertanian dan perkebunan) dan religi.
- PPK (Pusat Pelayanan Kawasan) meliputi Kecamatan Tammerodo, Tubo Sendana dan Kecamatan
Ulumanda, dengan fungsi utama pengembangan wilayah sebagai pusat pemerintahan kecamatan, pusat
pelayanan sosial dan ekonomi kecamatan, dan pusat Industri rakyat.

PPL (Pusat Pelayanan Lingkungan) meliputi Kelurahan Baruga di Kecamatan Banggae Timur, Kelurahan
Sirindu di Kecamatan Pamboang, Kelurahan Tallubanua di Kecamatan Sendana, Desa Ulidang di Kecamatan
Tammero’do Sendana; dan Desa Maliaya di Kecamatan Malunda, dengan fungsi utama pengembangan
sebagai pusat perdesaan, pusat industri rakyat dan penghasil pertanian dan perkebunan.

20 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


Figure 2.4 Rencana Struktur Ruang Kabupaten Majene 2010 - 2030

Sumber: Materi Teknis Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Majene 2010 – 2030

21 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


Figure 2.5 Rencana Kawasan Strategis Kabupaten Majene 2010 - 2030

Sumber: Materi Teknis Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Majene 2010 – 2030

22 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


2.1.7 Kondisi Eksisting SPAM

Pengelolaan air minum di Kabupaten Majene dilakukan oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM)
Kabupaten Majene yang didirikan tahun 1975 berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Majene Nomor
5/PD/1976 tanggal 11 juni 1975 tentang pendirian Perusahaan Daerah Air Minum Kabupaten Majene.

Hingga tahun 2018 PDAM Kabupaten Majene telah memiliki kapasitas terpasang mencapai 200 liter/detik
dengan daerah pelayanan mencakup 6 (enam) kecamatan dari 8 kecamatan yang ada di Kabupaten Majene.
Kecamatan yang belum dilayani oleh pelayanan PDAM Kabupaten Majene adalah Kecamatan Tubo Sendana
dan Ulumanda.

Table 2.5 SPAM Kabupaten Majene

Kapasitas Kapasitas
Water Treatment Daerah
No Terpasang Produksi Air Terjual 1) Keterangan
Plan (WTP Pelayanan2)
(ltr/dtk)1) (ltr/dtk)1)

1 WTP Abaga 40 25 15 Banggae Kualitas air keruh pada


saat musim hujan
Musim kemarau
menurun menjadi 15
lt/dt

2 Broncaptering 5 0 0 Tidak Berfungsi


Mangge

3 WTP Manggae 30 15 11

4 WTP Puawang 20 10 5 Banggae


Timur
5 WTP Galung 60 15 12 Pipa hanya untuk
Lombok kapasitas 20 ltr/dtk dan
terdapat Kerusakan
pompa

6 WTP Pamboang 10 5 1 Pamboang Kualitas air keruh pada


saat musim hujan

7 WTP Somba 10 5 3 Sendana Air Baku dari Sungai


Karaka pada musim
hujan hanya mencapai 2
lt/dt

8 WTP Palipi 5 0 0 Sendana Pelayanan utama untuk


Pelabuhan Palipi

9 WTP Malunda 10 10 6 Malunda

10 WTP Tamerodoo 10 0 0 Tamerodoo Tidak Berfungsi

TOTAL 200 85 49

Sumber: 1) BPKP, Laporan Evaluasi Kinerja PDAM Kabupaten Majene Tahun Buku 2018
2) PDAM Kabupaten Majene 2019

Berdasarkan hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) tahun buku 2018 bahwa
PDAM Kabupaten Majene memiliki cakupan pelayanan 20,25 % lebih rendah 5,85 % dibandingkan tahun buku
2017 yang sebesar 26,10 %. Kondisi ini disebabkan terjadinya penurunan sambungan langsung dari 7,010 SL
menjadi 6,188 SL atau menurunan pelangganan -11.73 %. Walaupun terjadinya penurunan pelanggan pada
periode 2017 – 2018, tetapi air terjual mengalami kenaikan 12,8 %.

23 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


Tingkat kebocoran PDAM Kabupaten Majene tahun 2018 sebesar 46.45 % masih sangat tinggi dibandingkan
standard Badan Peningkatan Penyelenggaraan Sistem Penyediaan Air Minum (PPSPAM) yaitu 20 %. Sejak
tahun 2016 tingkat kebocoran mengalami kenaikan setiap tahunnya rata-rata diatas 10 %.
Konsumsi domestik setiap sambungan rumah mengalami kenaikan dari tahun 2015 hingga tahun 2018 yaitu
dari 10.29 m3/sambungan/bulan menjadi 13.9 m3/sambungan/bulan atau 67.68 liter/orang/hari menjadi
91.38 liter/orang/hari.

Table 2.6 Kinerja SPAM Kabupaten Majene

No Deskripsi 2015 2016 2017 2018

1 Penduduk Administrasi (Jiwa) 163,896 166,397 169,072 171,272

2 Penduduk Daerah Pelayanan (Jiwa) 93,440 134,707 148,363 161,132

3 Penduduk Terlayani (Jiwa) 42,910 44,398 37,656 42,060

4 Cakupan Pelayanan (%) 32.96 25.38 26.10 20.25

5 Sambungan Domestik (Unit) 5,927 6,066 6,801 6,019

6 Sambungan Non Domestik (Unit) 206 210 209 169

7 Total Sambungan (Unit) 6,133 6,276 7,010 6,188

8 Pertumbuhan Pelanggan (%) 3.46 2.30 11.70 -11.73

9 Kapasitas Terpasang (ltr/dtk) 145 175 200 200

10- Kapasitas Produksi (ltr/dtk) 85 39 85 111

11 Air Terjual Domestik (m3/tahun) 732,071 732,279 890,196 1,003,821

12 Air Terjual Non Domestik (m3/tahun) 51,327 69,866 51,268 58,665

13 Total Air Terjual (m3/tahun) 783,398 802,145 941,464 1,062,486

14 Kebocoran (%) 35.95 26.06 36.77 46.45

15 Konsumsi Domestik (m3/Sambungan/bulan) 10.29 10.1 10.91 13.9

16 Konsumsi Domestik (m3/Orang/hari) 67.68 66.15 71.72 91.38

Sumber: BPKP, Laporan Evaluasi Kinerja PDAM Kabupaten Majene Tahun Buku 2015 - 2018

SPAM Kabupaten Majene terdiri dari SPAM Perkotaan dan SPAM IKK, untuk SPAM Perkotaan memiliki daerah
pelayanan di Kecamatan Banggae yang merupakan Ibukota Kabupaten Majene dan Kecamatan Banggae
Timur. Adapun kondisi SPAM Perkotaan Kabupaten Majene sebagai berikut:
1. Instalasi Abaga berupa pengolahan lengkap yang dibangun pada tahun 1979-1980 dari dana APBN
melalui Proyek Air Bersih Sulawesi Selatan dengan kapasitas terpasang 40 Lt/dt. Saat ini instalasi ini
sudah tidak mampu berproduksi sesuai dengan kapasitas terpasang, disebabkan oleh penurunan
debit sumber air sungai Abaga yang rata-rata antara 25 - 20 lt/dt dan musim kemarau bisa mencapai
hanya 10 lt/dt. Kualitas air pengolahan mengalami penurunan yang diakibat komponen instalasi
sudah relatif tua dan mengalami pengecilan dimensi pipa dan banyak yang mengalami penyumbatan
dan sebagian katup – katup mengalami kerusakan, pada media filtrasi pasir kuarsa yang merupakan
material penyaringan sudah tidak layak pakai sehingga diperlukan penggantian.
2. Unit Bronkaptering Mangge, berasal dari sungai Mangge yang digunakan oleh PDAM Majene
sebanyak 10 Lt/dt. Sistim pengolahan masih menggunakan saringan lambat sederhana berupa
bronkaptering 5 liter/detik sehingga pada musim hujan kondisi air baku mengalami kekeruhan tinggi.
3. Instalasi Galung lombok mengambil sumber air baku dari sungai tinambung dengan kapasitas
intake 1.060 lt/dtk pada musim hujan dan 600 lt/dtk pada musim kemarau. Total kapasitas terpasang
mencapai 60 lt/dtk yang terdiri dari IPA 20 lit/dtk (bangunan baru) dan IPA 40 ltr/dtk (uprating dari
IPA lama 20 l/dt menjadi 40 l/dt).

24 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


SPAM IKK Kabupaten Majene sebagai berikut:
1. IKK Pamboang yang ada di Ibukota Kecamatan Pamboang, dibangun pada tahun 2005 oleh P2SP
Sulawesi Selatan dengan kapasitas 5 l/dt. Sistim pengolahan yang digunakan masih menggunakan
sistim pengolahan pasir lambat (saringan sederhana Bronkaptering) sehingga pada saat musim hujan
dan air baku mengalami kekeruhan hasilnya yang disalurkan ke pelanggan juga akan mengalami
kekeruhan.
2. IKK Somba yang ada di Ibukota Kecamatan Sendana, dengan kapasitas terpasang 5 lt/dt yang
dibangun pada tahun 1986 oleh Proyek Air Bersih Sulawesi Selatan dalam perkembangannya saat ini
tidak mampu memenuhi kebutuhan masyarakat ibu kota kecamatan akibat kurangnya penyediaan
Air Baku Sungai Karaka yang pada musim hujan hanya mencapai sampai 2 lt/dt.
3. Unit Pelayanan Palipi yang ada di Ibukota Desa Sendana Kecamatan Sendana, dengan sistim paket
pengolahan lengkap dengan kapasitas terpasang 5 lt/dt. Khusus untuk menuju pelabuhan Palipi.
4. IKK Kecamatan Malunda, dibangun tahun 2007 dengan kapasitas 10 lt/dt dengan sistim pengolahan
lengkap yang merupakan produk dari PT. Wijaya Kusuma Emindo, dengan memanfaatkan sumber air
Riruwana Malunda dengan sistim Grafitasi dari Intake Ke pengolahan yang berjarak 1.800 meter dan
dengan Penyaluran ke daerah pelayanan IPA juga dengan sistem grafitasi.
5. IKK Kecamatan Tammero’do Sendana, dibangun tahun 2009 dengan kapasitas IPA 10 lt/dt.

2.1.8 Profil Keuangan Daerah

Proyek SPAM Regional yang diusulkan1 (Sistem Penyediaan Air Minum Daerah) akan membantu
mencapai sasaran pemerintah nasional dalam menyediakan cakupan 100% akses yang aman untuk air
minum untuk penduduk pada 20192. Alasan pembentukan SPAM Regional didasarkan pada hal-hal
berikut: ( i ) ketersediaan air baku di Indonesia secara geografis tidak setara; (ii) muncul pemerintah daerah
baru ( Pemda ) karena otonomi daerah; (iii) kesediaan antara Pemda untuk memanfaatkan penyediaan
sumber air baku yang sama bersama-sama; (iv) kebutuhan untuk meningkatkan kinerja PDAM (Perusahaan
Daerah Air Minum ) ; (v) kebutuhan untuk meningkatkan efisiensi dalam investasi dan
operasi ; dan (vi) kebutuhan untuk meningkatkan skala operasi ekonomi untuk menarik investor swasta.
Analisis keuangan meliputi tinjauan kinerja keuangan dari tiga pemerintah daerah dan dua PDAM. Tiga
pemerintah daerah Provinsi Sulawesi Barat,
pemerintah Kabupaten (Pemkab) Majene dan Kabupaten Polewali Mandar sementara dua PDAM,
PDAM Majene dan PDAM Polewali Mandar. Penilaian kapasitas keuangan dilakukan untuk ketiganya3 Pemda
dan keduanya4 PDAM menggunakan data keuangan historis masing-masing sebagai dasar. Hasil penilaian
akan menunjukkan apakah Pemda dan PDAM dapat berkontribusi dalam membiayai investasi dan / atau
mengoperasikan dan memelihara komponen yang berbeda dari proyek yang diusulkan menggunakan
sumber daya mereka sendiri. Selain itu, evaluasi keuangan PDAM juga dilakukan dengan fokus pada
indikator-indikator berikut: likuiditas , leverage keuangan, efisiensi, dan
profitabilitas. Laporan Keuangan PDAM dan Laporan Evaluasi Kinerja digunakan sebagai dasar evaluasi
keuangan sedangkan untuk Pemda, realisasi tahunan dan laporan anggaran digunakan.

2.1.9 Analisis Kapasitas Keuangan Pemerintah Daerah

Penilaian keuangan meliputi tinjauan laporan keuangan pemerintah provinsi dan kabupaten dari 2015
hingga 2018. Data keuangan 2015-2017 adalah jumlah yang direalisasikan sedangkan data 2018 adalah
jumlah yang dianggarkan.

Laporan keuangan pemerintah daerah mencakup pendapatan dan pengeluaran


tahunan. Pendapatan meliputi: dana milik pemerintah; menyeimbangkan dana dan pendapatan legal
lainnya. Pengeluaran meliputi: pengeluaran tidak langsung dan langsung.
Dana pemerintah sendiri yang terdiri dari pajak daerah ( yaitu , hotel , restoran, hiburan dan
billboard), layanan biaya , pangsa pendapatan dari perusahaan milik pemerintah, penjualan aset pemerintah,
pendapatan bunga , dan komisi. Dana perimbangan berasal dari anggaran negara yang dialokasikan
untuk pemerintah daerah untuk membiayai kebutuhan mereka karena desentralisasi layanan pemerintah. Ini
terdiri dari bagian pajak (yaitu, tanah dan bangunan, pajak penghasilan) , bagian non-pajak/ sumber daya
alam, dana alokasi umum dan dana alokasi khusus. Dana legal lainnya termasuk hibah dan dana untuk
keperluan darurat. Alokasi umum dan dana alokasi khusus mewakili 98% hingga 99% dari total dana
perimbangan dari pemerintah pusat. Dana alokasi umum diarahkan untuk pengeluaran pegawai sementara

25 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


dana alokasi khusus untuk kegiatan darurat. Penggunaan dana alokasi khusus membutuhkan 10% dana
pendamping dari pemerintah daerah.

Pengeluaran tidak langsung adalah untuk item yang tidak terkait langsung dengan pelaksanaan program
dan kegiatan sementara belanja langsung adalah untuk item langsung terkait dengan pelaksanaan program
dan kegiatan pemerintah. Pengeluaran meliputi personil, bunga, hibah, bantuan sosial, bantuan keuangan,
barang dan jasa, dan modal.

2.1.10 Provinsi Sulawesi Barat

Total pendapatan provinsi sendiri meningkat rata-rata 4% dari 2015 hingga 2017 terutama karena
kenaikan pajak daerah dan biaya layanan yang dikumpulkan selama periode tersebut sementara anggaran
perimbangan dari pemerintah negara bagian meningkat 25 %, rata-rata, untuk hal yang sama. Titik.
Pengeluaran langsung untuk proyek-proyek tertentu (5 5 % dari total pengeluaran) meningkat 4 % dari 2015
hingga 2017. Total pengeluaran personel (langsung dan tidak langsung) rata-rata 1 9% dari total pengeluaran
untuk periode yang sama.

Provinsi ini sangat tergantung pada dana pemerintah negara yang merupakan 78 % dari total anggaran
provinsi dari 2015 hingga 2017. Pendapatan asli daerah hanya sekitar 16 % hingga 19% dari total anggaran
provinsi. Dana yang dianggarkan untuk tahun 2018 mencakup kontribusi pemerintah negara bagian
hampir 82 % dari total anggaran provinsi (Table 2.7 - Table 2.9).

Table 2.7 Pendapatan - Provinsi Sulawesi Barat (Rp Juta)

Sumber: Statistik Keuangan, Pemerintah Kabupaten/Kota. Badan Pusat Statistik. 2015-2018

26 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


Table 2.8 Pengeluaran - Provinsi Sulawesi Barat (Rp Juta)

Sumber: Statistik Keuangan, Pemerintah Kabupaten/Kota. Badan Pusat Statistik. 2015-2018

Table 2.9 Rasio Keuangan - Provinsi Sulawesi Barat

2015 2016 2017 2018


FINANCIAL RATIO Actual Budget
Local Gov Own Revenue/ Total Local Revenue 18.6% 16.4% 16.2% 17.9%
Balancing Budget/Total Local Revenue 67.3% 83.4% 83.6% 82.1%
Other Legal Revenue/Total Local Revenue 14.2% 0.1% 0.1% 0.0%
Sumber: Project Preparation Consultant

2.1.11 Profil Keuangan Kabupaten Majene

Total pendapatan daerah Kabupaten Majene meningkat rata-rata 38% dari 2015 hingga 2017 terutama
disebabkan oleh peningkatan tinggi dalam pendapatan daerah lainnya (penjualan aset pemerintah, bunga dan
diskon) yang dikumpulkan selama periode tersebut (rata-rata 60%) sementara anggaran perimbangan dari
pemerintah negara bagian meningkat rata-rata 9% untuk periode yang sama.
Pengeluaran langsung untuk proyek tertentu (42% dari total pengeluaran) meningkat 13% dari 2015 hingga
2017. Pengeluaran personel rata-rata 50% dari total pengeluaran untuk periode yang sama.
Kabupaten sangat bergantung pada dana pemerintah negara bagian yang menyumbang 82% dari total
anggaran dari 2015 hingga 2017. Pendapatan asli daerah hanya mewakili antara 6% hingga 9% dari total
anggaran. Total dana yang dianggarkan untuk tahun 2018 mencakup kontribusi pemerintah negara bagian
sebesar 77% dari total anggaran (

27 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


Table 2.10 - Table 2.12).

28 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


Table 2.10 Pendapatan - Kabupaten Majene (Rp Juta)

2015 2016 2017 2018


REVENUES Actual Budget
A. LOCAL GOVERNMENT REVENUES 782,530 800,856 918,545 871,848
1. Local Government Own Revenues 45,232 50,942 83,238 88,457
Local Taxes 5,635 6,066 6,763 8,920
Local Retributions 12,086 12,192 13,490 16,433
Income Share from Government Owned Company 2,666 3,127 3,346 3,346
Other Local Government Revenues 24,846 29,557 59,639 59,758
2. Balancing Budget 616,673 690,087 732,544 672,167
Tax Share 13,814 14,836 12,020 9,491
Non-Tax Share/Natural Resources 929 542 532 952
General Allocation Funds 504,388 518,260 509,400 512,162
Special Allocation Funds 97,542 156,449 210,592 149,562
3. Other Legal Revenues 120,626 59,827 102,763 111,224
B. LOCAL GOVERNMENT FINANCING 5,121 3,430 1,976 200
TOTAL 787,651 804,286 920,521 872,048
Sumber: Statistik Keuangan, Pemerintah Kabupaten/Kota. Badan Pusat Statistik. 2015-2018

Table 2.11 Pengeluaran Kabupaten Majene (Rp Juta)

2015 2016 2017 2018


EXPENDITURES Actual Budget
A. INDIRECT EXPENDITURES 461,453 478,360 483,044 497,111
Personnel 367,194 385,997 370,121 365,589
Grant 53,663 4,112 892 3,257
Social Aids 3,008 1,936 6,433 5,322
Fund Sharing 806 553 932 1,378
Financial Aids 35,623 85,367 104,578 120,564
Unpredicted 1,159 396 89 1,000
B. DIRECT EXPENDITURES 321,255 322,301 405,098 373,437
Personnel 36,854 39,693 43,371 56,540
Goods and Services 116,704 133,223 163,104 180,467
Capital 167,697 149,384 198,624 136,430
C. LOCAL GOVERNMENT FINANCING 4,943 3,625 32,379 1,500
TOTAL 787,651 804,286 920,521 872,048
Sumber: Statistik Keuangan, Pemerintah Kabupaten/Kota. Badan Pusat Statistik. 2015-2018

Table 2.12 Rasio Keuangan - Kabupaten Majene

2015 2016 2017 2018


FINANCIAL RATIO Actual Budget
Local Gov Own Revenue/ Total Local Revenu 5.8% 6.4% 9.1% 10.1%
Balancing Budget/Total Local Revenue 78.8% 86.2% 79.8% 77.1%
Other Legal Revenue/Total Local Revenue 15.4% 7.5% 11.2% 12.8%
Sumber: Project Preparation Consultant

2.2 Kabupaten Polewali Mandar

2.2.1 Geografis

Kabupaten Polewali Mandar terletak pada bagian pesisir selatan Provinsi Sulawesi Barat, yang secara geografis
berada pada posisi 118o53’58,2” – 119o29’35,8” Bujur Timur dan 03o40’00” – 3o32’5,28” Lintang Selatan, dengan
batas-batas sebagai berikut:
• Sebelah Utara : Kabupaten Mamasa.

29 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


• Sebelah Timur : Kabupaten Pinrang Provinsi Sulawesi Selatan.
• Sebelah Selatan : Selat Makassar.
• Sebelah Barat : Kabupaten Majene.

Kabupaten Polewali Mandar memiliki luas 2.022,30 Km2 terdiri dari 16 Kecamatan dan 167 desa dan
kelurahan. Ibukota Kabupaten terletak di Kecamatan Polewwali yang terletak pada bagian selatan
Kabupaten Polewali Mandar. Kecamatan Tubbi Taramanu merupakan kecamatan yang memiliki wilayah
terluas yakni 356,95 Km2, sedangkan kecamatan yang memiliki luas wilayah terkecil yakni Kecamatan
Tinambung dengan luas wilayah 21,34 Km2.

Table 2.13 Luas Wilayah Administrasi Kabupaten Polewali Mandar

Luas Wilayah Prosentase Terhadap Luas


No Kecamatan Jumlah Kelurahan/Desa
(km2) Wilayah Kabupaten (%)

1 Tinambung 21.34 1.1% 8

2 Balanipa 37.42 1.9% 11

3 Limboro 47.55 2.4% 11

4 Tubbi Taramanu 356.95 17.7% 13

5 Alu 228.30 11.3% 8

6 Campalagian 87.84 4.3% 18

7 Luyo 156.60 7.7% 11

8 Wonomulyo 72.82 3.6% 14

9 Mapili 91.75 4.5% 12

10 Tapango 125.81 6.2% 14

11 Matakali 57.62 2.8% 7

12 Polewali 26.27 1.3% 9

13 Binuang 123.34 6.1% 10

14 Anreapi 124.62 6.2% 5

15 Matangnga 234.92 11.6% 7

16 Bulo 229.50 11.3% 9

TOTAL 2,022.30 100.0 % 167

Sumber: BPS Kabupaten Polewali Mandar, Kabupaten Polewali Mandar Dalam Angka 2019

30 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


Figure 2.6 Wilayah Administrasi Kabupaten Polewali Mandar

Sumber: https://petatematikindo.wordpress.com/tag/kab-polewali-mandar/

2.2.2 Morfologi

Kabupaten Polewali Mandar dibedakan ke dalam lima grup besar, yaitu Grup Aluvial (A), Marin (M), Volkan (V),
dan Struktural (T). Grup Aluvial (A) Grup Aluvial terdiri dari tanggul sungai meandering (Afq 1.1.2.1) tersebar
di sepanjang sungai-sungai besar, teras sungai (Afq 12, dataran aluvial (Af 1.3), jalur aliran sempit (Au 15),
lahan koluvial (Au 22), dan dataran antar perbukitan (Au 23). Bentuk wilayah datar sampai agak datar/melandai
dengan lereng 0-3% sampai berombak (3-8%).

Satuan morfologi yang terdapat di Kabupaten Polewali Mandar sebagai berikut:


 Grup marin berupa pesisir pasir (Mq 12), dataran pasang surut (Mf 22) dan rawa belakang pasang
surut. Bahan yang diendapkan umumnya halus (liat dan organik) dan umumnya tanah dilapisan
bawah kaya bahan sulfidik. Bentuk wilayah datar dengan lereng 0-1%. Grup landform ini digunakan
untuk tambak dan sebagian masih tetap berupa hutan bakau.
 Grup volkan sebagian menutupi sebelah Selatan Kabupaten Polewali Mandar, terdiri dari dataran
volkanik tua (Vab31) dengan bentuk wilayah agak datar (1-3%), berombak (3-8%) dan bergelombang
(8-15%); Perbukitan volkanik tua (Vab 3.2) dengan bentuk wilayah berbukit (lereng 15-45%); dan
Pegunungan volkanik tua (Vab 3.3) dengan bentuk wilayah bergunung (lereng >45%), intrusi (Vg 4)
dan batolit (Vg 44). Elevasi grup volkan ini berada pada ketinggian 50 – 1400 m dpl digunakan untuk
sawah tadah hujan, tegalan, kebun campuran, belukar, dan hutan. Grup volkan di Kabupaten Polewali
Mandar terbentuk dari bahan volkan tua yang terdiri dari breksi, lava, granit dan tufa.
 Grup struktural menutupi Kabupaten Polewali Mandar secara terpencar, terdiri dari perbukitan
structural (Tc 121) dengan bentuk wilayah berbukit (lereng 15-40%), dataran tektonik (Tk 11) relief
bergelombang (8-15%), perbukitan dan puncak perbukitan struktural (Tq 121) bertuk wilayah
berbukit (15-40%), pegunungan struktural (Tq 131) relief bergunung (>40%), teras angkatan (Tq 4)
relief bergelombang (8-15%), dan perbukitan paralel (Tq 91) relief berbukit (15-40%). Gup struktural
terbentuk dari bahan batuan sedimen dan volkanik. Selain itu dijumpai grup landform aneka (X)
berupa permukiman, lereng terjal, dan pulau karang.

31 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


Figure 2.7 Topografi Kabupaten Polewali Mandar

Sumber: Materi Teknis Rencana Induk SPAM Kabupaten Polewali Mandar 2013 – 2033

2.2.3 Klimatologi

Curah hujan tertinggi di Kabupaten Polewali mandar tahun 2018 terjadi pada bulan oktober sebesar 251,3
mm dengan hari hujan 14. Sedangkan curah hujan terendah terjadi pada bulan agustus sebesar 48,9 mm
dengan jumlah hari hujan 6. Hari hujan terbanyak terjadi pada bulan desember sebanyak 19 hari dengan
curah hujan sebesar 201,4 mm.

32 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


Table 2.14 Curah Hujan Kabupaten Polewali Mandar Tahun 2018

Curah Hujan Hari Hujan


No Bulan
(mm3) (Hari)

1 Januari 172.6 16

2 Februari 155.7 14

3 Maret 193.2 16

4 April 214.2 15

5 Mei 98.0 12

6 Juni 153.9 13

7 Juli 70.9 9

8 Agustus 48.9 6

9 September 55.2 7

10 Oktober 251.3 14

11 November 245.4 16

12 Desember 201.4 19

Total 1,860.7 157

Sumber: BPS Kabupaten Majene, Kabupaten Majene

2.2.4 Hidrologi

Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 04/PRT/M/2015 Tahun 2015
Tentang Kriteria dan Penetapan Wilayah Sungai, maka wilayah Kabupaten Polewali Mandar termasuk dalam
Wilayah Sungai Kaluku Karama yang miliki 8 Daerah Aliran Sungai. Dari total 8 Daerah Aliran Sungai tersebut,
6 diantaranya terdapat di Kabupaten Polewali Mandar.

Wilayah Kabupaten Polewali Mandar dialiri oleh 2 sungai besar, yaitu Sungai Mandar dan Sungai Maloso, serta
beberapa sungai kecil yang bermuara ke dua sungai tersebut. Sungai-sungai besar lainnya yaitu:
1. Sungai Paku;
2. Sungai Matakali;
3. Sungai Labasang;
4. Sungai Puppole; dan
5. Sungai Rea.

Di Sungai Maloso pada daerah Sekaseka telah dibangun bendung untuk keperluan irigasi pertanian di
Kecamatan Luyo, Mapili, Wonomulyo, Campalagian dan Matakali.

Sungai-sungai yang dimanfaatkan sebagai sumber air baku untuk keperluan air minum oleh PDAM Kabupaten
Polewali Mandar adalah Sungai Mandar, Sungai Maloso, Sungai Riso, Sungai Kunyi, dan Sungai Paku.
Pemanfaatan Sungai Paku selain untuk sumber air baku PDAM, juga digunakan sebagai pembangkit listrik
tenaga air (PLTA) Bakaru yang melayani Kabupaten Pinrang Provinsi Sulawesi Selatan.

33 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


Figure 2.8 Daerah Aliran Sungai di Kabupaten Polewali Mandar

Sumber: Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 04/PRT/M/2015

2.2.5 Kependudukan

Jumlah penduduk di Kabupaten Polewali Mandar pada tahun 2018 berjumlah 437,662 jiwa, dengan jumlah
penduduk terbesar di Kecamatan Polewali yang merupakan Ibukota Kabupaten Majene yaitu 61,914 jiwa. Bila
ditinjau dari laju pertumbuhan penduduk tahun 2010 - 2018, Kecamatan Polewali, Kecamatan Bulo dan
Kecamatan Luyo memiliki laju pertumbuhan penduduk tertinggi sebesar 1,51 %. Sedangkan Kecamatan
Tinambung, Balanipa, Limboro, Alu, Campalagian, Wonomulyo, Mapilli, dan Binuang memiliki laju
pertumbuhan penduduk lebih kecil dibandingkan laju pertumbuhan penduduk Kabupaten Polewali Mandar.

Bila dilihat dari kepadatan penduduk, maka kepadatan tertinggi terdapat di Kecamatan Polewali sebesar 2,357
jiwa/km2, dan disusul oleh Kecamatan Tinambung sebesar 1.154 jiwa/km2. Kepadatan penduduk di 2 (dua)
kecamatan tersebut sangat jauh melampaui kepadatan penduduk kecamatan lain yang hanya memiliki
kepadatan dibawah 700 jiwa/km2,

Table 2.15 Penduduk Kabupaten Polewali Mandar Tahun 2014-2018

Tahun Laju Pertumbuhan


No Kecamatan
2014 2015 2016 2017 2018 2010 – 2018 (%)

1 Tinambung 23,597 23,867 24,099 24,362 24,622 1.22


2 Balanipa 24,809 25,139 25,430 25,763 25,912 0.94
3 Limboro 17,416 17,604 17,765 17,949 18,133 0.82
4 Tubbi Taramanu 19,465 19,747 19,997 20,270 20,543 1.46
5 Alu 12,502 12,672 12,824 12,993 13,160 1.17
6 Campalagian 54,626 55,320 55,935 56,605 57,271 1.13

34 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


Tahun Laju Pertumbuhan
No Kecamatan
2014 2015 2016 2017 2018 2010 – 2018 (%)

7 Luyo 28,549 28,960 29,325 29,732 30,133 1.51


8 Wonomulyo 47,631 48,228 48,764 49,348 49,929 1.22
9 Mapilli 28,199 28,543 28,840 29,175 29,504 1.00
10 Tapango 22,904 23,217 23,495 23,804 24,107 1.43
11 Matakali 22,533 22,818 23,071 23,354 23,628 1.29
12 BULO 9,304 9,418 9,517 9,630 9,746 1.51
13 Polewali 58,561 59,434 60,222 61,072 61,914 1.51
14 Binuang 32,104 32,366 32,575 32,823 33,065 1.00
15 Anreapi 9,889 10,014 10,127 10,253 10,376 1.40
16 Matangnga 5,383 5,446 5,498 5,559 5,619 1.44
Total 417,472 422,793 427,484 432,692 437,662 1.24
Sumber: BPS Kabupaten Majene, Kabupaten Mejene Dalam Angka 2015 - 2019

Table 2.16 Kepadatan Penduduk Kabupaten Majene tahun 2018

Penduduk 2018 Kepadatan Penduduk


No. Kecamatan Luas Wilayah (km2) (Jiwa) (Jiwa/Km2)

1 Tinambung 21.34 24,622 1,154


2 Balanipa 37.42 25,912 692
3 Limboro 47.55 18,133 381
4 Tubbi Taramanu 356.95 20,543 58
5 Alu 228.30 13,160 58
6 Campalagian 87.84 57,271 652
7 Luyo 156.60 30,133 192
8 Wonomulyo 72.82 49,929 686
9 Mapilli 91.75 29,504 322
10 Tapango 125.81 24,107 192
11 Matakali 57.62 23,628 410
12 BULO 229.15 9,746 43
13 Polewali 26.27 61,914 2,357
14 Binuang 123.34 33,065 268
15 Anreapi 124.62 10,376 83
16 Matangnga 234.92 5,619 24
Kabupaten Polewali Mandar 2,022.30 437,662 216
Sumber: BPS Kabupaten Majene, Kabupaten Mejene Dalam Angka 2019

2.2.6 Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Polewali Mandar 2012 - 2032

Dalam rencana tata ruang wilayah Kabupaten Polewali Mandar 2012 – 2032, ditetapkan pusat-pusat kegiatan
terdiri dari:
- Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) yaitu Polewali di Kecamatan Polewali.
- Pusat Kegiatan Lokal (PKL) yaitu Sidodadi di Kecamatan Wonomulyo
- Pusat Kegiatan Lokal Promosi (PKLp) terdiri atas:
a. Pappang di Kecamatan Campalagian; dan
b. Tinambung di Kecamatan Tinambung.
- Pusat Pelayanan Kawasan (PPK) terdiri atas:
a. Batupanga di Kecamatan Luyo; dan
b. Pelitakan di Kecamatan Tapango.
- Pusat Pelayanan Lingkungan (PPL) terdiri atas:
a. Petoosang di Kecamatan Alu;
b. Limboro di Kecamatan Limboro;

35 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


c. Balanipa di Kecamatan Balanipa;
d. Taramanu di Kecamatan Tubbi Taramanu;
e. Anreapi di Kecamatan Anreapi;
f. Amassangan di Kecamatan Binuang;
g. Mapilli di Kecamatan Mapilli;
h. Matakali di Kecamatan Matakali;
i. Bulo di Kecamatan Bulo; dan
j. Matangnga di Kecamatan Matangnga

Arahan pengembangan permukiman ditetapkan sebagai berkut:


- Kawasan peruntukan permukiman perkotaan dikembangkan di daerah peisisir meliputi Kecamatan:
Binuang, Polewali, Matakali, Wonomulyo, Mapilli, Campalagian, Balanipa dan Tinambung.
- Kawasan permukiman perdesaan dikembangkan di pusat-pusat kegiatan perdesaan berupa kawasan
permukiman yang didominasi oleh kegiatan agraris dengan kondisi kepadatan bangunan, penduduk
serta prasarana dan sarana perkotaan yang rendah dan kurang intensif dalam pemanfaatan lahan untuk
keperluan non agraris.

Arahan pengembangan kawasan strategis untuk pengembangan ekonomi sebagai berkut:


- Kawasan strategis perkotaan Polewali sebagai pusat pelayanan pemerintahan, kesehatan, dan
pendidikan;
- Kawasan strategis perkotaan Wonomulyo sebagai pusat kegiatan perdagangan.
- Kawasan strategis minapolitan terletak di Kecamatan: Wonomulyo, Polewali, dan Binuang; dan
- Kawasan strategis agropolitan terletak di Kecamatan: Matakali, Anreapi, dan Binuang.

2.2.7 Kondisi Eksisting SPAM

Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Polewali Mandar Kabupaten Polewali Mandar didirikan pada tahun
1990 melalui Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Polewali Mamasa No. 2 Tahun 1990 tentang Pendirian
Perusahaan Daerah Air Minum Kabupaten Polewali Mamasa. Dengan terdapatnya pemekaran Kabupaten
Polewali Mamasa menjadi Kabupaten Polewali Mandar dan Kabupaten Mamasa, maka PDAM Kabupaten
Polewali Mamasa berubah nama menjadi PDAM Kabupaten Polewali Mandar.

Dalam rangka efektifitas pelayanan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Kabupaten Polewali Mandar,
membagi menjadi 7 (tujuh) zona pelayanan (Figure 2.9). Dari 7 zona yang ada, baru 4 zona yang terlayani
oleh PDAM Kabupaten Polewali Mandar.

36 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


Figure 2.9 Zona Pelayanan SPAM Kabupaten Polewali Mandar

Sumber: Rencana Induk SPAM Kabupaten Polewali Mandar 2013-3033

PDAM Kabupaten Polewali Mandar hingga tahun 2018 telah memiliki kapasitas terpasang mencapai 255
liter/detik dengan daerah pelayanan mencakup 13 (tigabelas) kecamatan dari total 16 kecamatan yang ada di
Kabupaten Polewali Mandar.

Table 2.17 SPAM Kabupaten Polewali Mandar

Daerah
Kapasitas Kapasitas
Intake Air Pelayanan
Zona WTP Terpasang Produksi Keterangan
(ltr/dtk) 2) Terjual 1) (Kecamatan)
(ltr/dtk) 1) (ltr/dtk) 1) 2)

Unit Polewali 1.050 155 78.2 68.2

1. WTP Pulele 1 10 7 6 • Kualitas air keruh pada


saat musim hujan

2. WTP Pulele 2 20 0 0 • IPA Pulele 2 (20 ltr/dtk)


1
belum dapat
250 Polewali
dimanfaatkan karena
3. WTP Pulele 3 20 15 13
listrik belum terpasang

4. WTP Conggo 10 10 0.2

37 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


Daerah
Kapasitas Kapasitas
Intake Air Pelayanan
Zona WTP Terpasang Produksi Keterangan
(ltr/dtk) 2) Terjual 1) (Kecamatan)
(ltr/dtk) 1) (ltr/dtk) 1) 2)

5. WTP Kunyi 1 10 10 9
100 Debit air baku menurun
6. WTP Kunyi 2 20 20 18
Anreapi
7. SPL Lemo 5 0 0 Tidak difungsikan

8. WTP Amola 50 30 13 11 Binuang Debit air baku menurun

9. WTP Matakali 650 30 22 11 Matakali Pompa tidak maksimal

Unit Wonomulyo 200 40 35 35

2 1. WTP Kalimbua I 30 30 Wonomulyo;


200 35 Mapili; &
2. WTP Kalimbua II 10 10 Tapango

Unit Campalagian 50 20 8 5

3
Campalagian
Summarrang 50 20 8 5 Debit air baku menurun
& Balapina

Unit Tinambung 500 40 30 13

Tinambung Sendimentasi pada


1. WTP Alu 500 30 30 13
& Limboro sumber air baku
4
2. SPC Saragian 10 0 0 Alu Insidentil

Total Polman 255 173 121

Sumber 1) BPKP, Laporan Evaluasi Kinerja PDAM Kabupaten Polewali Mandar Tahun Buku 2018
2) PDAM Kabupaten Polewali Mandar 2019

Berdasarkan hasil audit BPKP tahun buku 2018 bahwa PDAM Kabupaten Polewali Mandar memiliki cakupan
pelayanan 34,01 % lebih rendah 4,75 % dibandingkan tahun buku 2017 yang sebesar 38,76 %. Kondisi ini
disebabkan terjadinya peningkatan penduduk pada daerah pelayanan dari 238,510 jiwa di tahun 2017 menjadi
251,558 jiwa di tahun 2018, walaupun penambahan pelangganan domestic mengalami kenaikan sebesar 1,075
sambungan baru.

Tingkat kebocoran PDAM Kabupaten Polewali tahun 2018 sebesar 19.79 % berada dibawah standard
kebocoran yang BPPSPAM yaitu 20 %. Sejak tahun 2016 tingkat kebocoran mengalami penurunan setiap
tahunnya dari 39.85 % di tahun 2016.
Konsumsi domestik setiap sambungan rumah mengalami penurunan dari tahun 2015 hingga tahun 2018
yaitu dari 13.82 m3/sambungan/bulan menjadi 12.8 m3/sambungan/bulan atau 90.68 liter/orang/hari
menjadi 83.61 liter/orang/hari.

Table 2.18 Kinerja SPAM Kabupaten Polewali Mandar

No Deskripsi 2015 2016 2017 2018

1 Penduduk Administrasi (Jiwa) 14,934 17,042 18,452 19,567

2 Penduduk Daerah Pelayanan (Jiwa) 313,256 209,929 238,510 251,558

38 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


No Deskripsi 2015 2016 2017 2018

3 Penduduk Terlayani (Jiwa) 88,588 89,528 93,216 97,504

4 Cakupan Pelayanan (%) 42.65 39.08 38.76 34.01

5 Sambungan Domestik (Unit) 12,519 14,146 14,893 15,968

6 Sambungan Non Domestik (Unit) 961 990 1,013 1,038

7 Total Sambungan (Unit) 13,480 15,136 15,906 17,006

8 Pertumbuhan Pelanggan (%) 12.56 12.28 5.09 6.92

9 Kapasitas Terpasang (ltr/dtk) 255 245 255 255

10- Kapasitas Produksi (ltr/dtk) 225 182 173 140

11 Air Terjual Domestik (m3/tahun) 2,071,765 2,038,919 2,326,169 2,436,568

12 Air Terjual Non Domestik (m3/tahun) 265,506 273,289 288,959 281,331


3
13 Total Air Terjual (m /tahun) 2,337,271 2,312,208 2,615,128 2,717,899

14 Kebocoran (%) 33.84 39.85 23.97 19.79

15 Konsumsi Domestik (m3/Sambungan/bulan) 13.82 12.01 13.02 12.8

16 Konsumsi Domestik (m3/Orang/hari) 90.68 78.98 85.58 83.61

Sumber: BPKP, Laporan Evaluasi Kinerja PDAM Kabupaten Polewali Mandar Tahun Buku 2015 - 2018

2.2.8 Profil Keuangan kabupaten Polewali Mandar

Kinerja keuangan dan operasional aktual PDAM dari 2015 hingga 2018 ditinjau berdasarkan laporan keuangan
yang diaudit, laporan evaluasi kinerja dan wawancara dengan petugas keuangan dan staf.
PDAM Polewali Mandar didirikan pada tahun 1990. Setelah pemekaran Kabupaten Polewali Mamasa menjadi
Kabupaten Polewali Mandar dan Kabupaten Mamasa, PDAM Polewali Mamasa diubah namanya menjadi
PDAM Polewali Mandar.

Total pelanggan pada Desember 2018 adalah 19567, di mana 17006 aktif (87%) dan 2561 (13%) pelanggan
tidak aktif atau terputus. Non-pendapatan air (NRW) rendah pada 19,8% dari air yang didistribusikan pada
tahun 2018.

Pendapatan air PDAM Polewali Mandar meningkat 2% dari 2015 hingga 2016, 12% dari 2016 hingga 2017
dan 4% dari 2017 hingga 2018 sementara biaya operasional (tidak termasuk tunjangan depresiasi) turun
masing-masing 0,4%, meningkat 9% dan 7% untuk periode yang sama.

39 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


Table 2.19 Pendapatan Operasi – Pdam Polewali Mandar (Rp Juta)

Sumber: Laporan Keuangan. PDAM Polewali Mandar. 2015 sampai 2018


Catatan: Data pendapatan penjualan air terperinci untuk 2017 dan 2018 tidak tersedia.

Penghasilan bersih sebesar RP 213 juta direalisasikan pada tahun 2015. Pada tahun 2016, laba bersih
meningkat menjadi Rp696 juta, menjadi Rp775 juta pada tahun 2017 dan menjadi Rp890 juta pada tahun
2018.

Dari tahun 2015 hingga 2018 pendapatan tahunan dapat menutupi semua biaya operasi termasuk penyusutan.
Namun, sebelum tahun 2015, akumulasi kerugian sebesar RP 26159 juta menunjukkan bahwa operasi
keuangan dapat menjadi kurang menguntungkan selama tahun-tahun sebelumnya. Pada tahun 2018, biaya
personil adalah 32% dari total biaya operasi, listrik 11% dan penyusutan 20%.

Table 2.20 Biaya Dan Penghasilan Operasi – Pdam Polewali Mandar (Rp Juta)

Sumber: Laporan Keuangan. PDAM Polewali Mandar. 2015 sampai 2018

40 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


Table 2.21 Arus Kas – PDAM Polewali Mandar (Rp Juta)

Sumber: Laporan Keuangan. PDAM Polewali Mandar. 2015 sampai 2018

Saldo kas tinggi pada akhir 2018 (RP 9548 juta), tetapi itu mencakup dana yang dimaksudkan untuk
menggantikan aset (akumulasi cadangan penyusutan adalah RP 28405 juta pada akhir 2018). Ini berarti bahwa
PDAM tidak memiliki pendapatan yang cukup untuk mengganti aset yang ada ketika umur layanan mereka
berakhir. Berdasarkan akumulasi jumlah cadangan penyusutan, sisa umur rata-rata semua aset pada Desember
2018 adalah 33%. Bergantung pada tingkat rezim pemeliharaan yang diterapkan oleh PDAM, sisa masa pakai
fisik aktual bisa kurang dari 33%. Tingkat piutang usaha PDAM tinggi. Pada Desember 2018, akumulasi piutang
bruto adalah RP 17303 juta (atau RP 10766 juta setelah dikurangi penyisihan RP 6537 juta) atau setara dengan
1,7 kali pendapatan air tahunan 2018 (RP 10030 juta). PDAM tidak memiliki pinjaman pada akhir Desember
2018 (Table 2.22 - Table 2.23).

Table 2.22 Aset – Pdam Polewali Mandar (Rp Juta)


Balance Sheet 2015 2016 2017 2018
ASSETS
Current Assets 13,968 17,637 19,233 20,686
Cash and bank 6,158 8,915 9,250 9,548
Cash/ bank 6,158 8,915
Petty cash 1 -
Accounts receivable-net 7,212 8,333 9,566 10,766
Water bill 9,625 12,314 15,073 17,303
Non-water bill 94 -
Allowance for AR (2,507) (3,981) (5,507) (6,537)
Inventory 193 138 175 122
Accounts receivable-employees 344 247 239 235
Advance payment 61 5 3 15
Net Fixed Assets 15,371 15,398 14,578 14,015
Acquisition value 37,625 39,572 40,906 42,420
Accumulated depreciation (22,254) (24,174) (26,328) (28,405)
TOTAL ASSETS 29,339 33,035 33,810 34,700
Sumber: Laporan Keuangan. PDAM Polewali Mandar. 2015 sampai 2018

41 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


Table 2.23 Kewajiban Dan Ekuitas – Pdam Polewali Mandar (Rp Juta)

.
Sumber: Laporan Keuangan. PDAM Polewali Mandar. 2015 sampai 2018

PDAM sangat likuid seperti yang ditunjukkan oleh rasio likuiditas. Namun, harus dicatat bahwa tingginya
likuiditas terutama disebabkan oleh tunjangan depresiasi yang termasuk dalam saldo kas. Efisiensi penagihan
rendah dari 2015 hingga 2018, mulai dari 69% hingga 78% dari tagihan tahunan.

Table 2.24 Rasio Keuangan – Pdam Polewali Mandar


FINANCIAL RATIOS 2015 2016 2017 2018

Liquidity ratio

Current ratio 0.7 75.3 82.1 88.3

Acid-test ratio 0.7 74.7 81.4 87.8

Cash ratio 0.3 38.1 39.5 40.8

Operating cash flow ratio 0.1 (75.7) 7.1 7.7

Financial Leverage ratio

Debt ratio 0.7 0.0 0.0 0.0

Debt to equity ratio 2.0 0.0 0.0 0.0

Interest coverage ratio 0.0 - - -

Debt service coverage ratio 0.0 - - -

Efficiency ratio

Asset turnover ratio 0.21 0.18 0.20 0.22

Collection ratio 0.73 0.69 0.71 0.78

Profitability ratio

Operating margin ratio 0.02 0.07 0.06 0.06

Return on assets ratio 0.01 0.02 0.02 0.03

Return on equity ratio 0.02 0.02 0.02 0.03


Sumber: Project Preparation Consultant

2.2.9 Pemulihan Biaya Berdasarkan Tarif Air

Pendapatan unit dan biaya per meter kubik air yang didistribusikan dihitung untuk menentukan tingkat
pemulihan biaya hanya berdasarkan pada pendapatan tarif air. Pendapatan termasuk penjualan air, biaya
administrasi dan meteran. Pendapatan non-air dikecualikan karena pendapatan ini tidak secara langsung
terkait dengan volume air yang dikonsumsi oleh pelanggan. Biaya operasi termasuk tenaga, listrik, bahan bakar

42 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


dan minyak, penelitian dan pelatihan, bahan kimia, perlengkapan kantor, pemeliharaan, perjalanan resmi,
penyisihan piutang dan penyusutan.

Pemulihan biaya berbasis tarif digunakan karena pendapatan non-air (mewakili 6% hingga 10% dari total
pendapatan operasional; contohnya adalah pendapatan sambungan air baru) akan menjadi sangat minimal
setelah area layanan dilayani penuh dan / atau ketika air PDAM kapasitas pasokan maksimum tercapai. Desain
tarif, oleh karena itu, berdasarkan total pendapatan dan total biaya akan mengakibatkan tingkat tarif yang
terlalu rendah dalam jangka panjang. Volume air yang didistribusikan digunakan dalam perhitungan karena
secara langsung berkaitan dengan harga air curah yang akan didistribusikan ke PDAM dari SPAM Regional.
Tarif saat ini dapat mencakup semua biaya operasi kecuali penyusutan dari 2015 hingga 2018 (tidak
berdasarkan biaya pemulihan-tarif). Ini berarti bahwa tarif PDAM yang ada tidak cukup untuk meningkatkan
pendapatan yang diperlukan untuk menggantikan aset yang ada ketika masa layanan mereka berakhir.
Kesenjangan pendanaan (untuk investasi dalam aset baru / penggantian aset yang ada) saat ini disediakan
oleh pemerintah pusat dan Kabupaten Polewali Mandar dalam bentuk hibah kepada PDAM. Penurunan
pendapatan unit pada tahun 2016 disebabkan oleh peningkatan NRW menjadi 40% pada 2016 dari level 2015
sebesar 34%. Peningkatan pendapatan unit pada 2017 dan 2018 disebabkan oleh penurunan NRW masing-
masing menjadi 24% dan 20%.

Table 2.25 Pendapatan Dan Biaya – Pdam Polewali Mandar (Rp / M3)

Item 2015 2016 2017 2018


Water revenue/ water distributed 2,153 1,853 2,342 2,657
Operating cost/ water distributed 2,429 1,912 2,363 2,701
Revenue - Cost (276) (59) (20) (44)
Sumber: Project Preparation Consultant
Catatan: Pendapatan air hanya mencakup penjualan air. Biaya operasi tidak termasuk biaya sambungan air baru dan penyisihan
piutang.

2.3 Review Dokumen Eksisting SPAM

Dari Rencana Induk SPAM (RISPAM) Provinsi Sulawesi Barat, Kabupaten Polewali Mandar, dan Kabupaten
Majene yang akan menjadi acuan penyusunan Studi Kelayakan SPAM Regional Polewali Mandar - Majene,
hanya RISPAM Kabupaten Polewali Mandar yang telah dilegalkan melalui Peraturan Daerah Bupati Polewali
Mandar Nomor 40 Tahun 2013 Tentang Rencana Induk Sistem Penyediaan Air Minum Kabupaten Polewali
Mandar. Adapun jangka waktu berlakunya masing-masing RISPAM tersebut, sebagai berikut:
1 RISPAM Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2012 – 2032
2 RISPAM Kabupaten Polewali Mandar Tahun 2012 – 2032
3 RISPAM Kabupaten Majene Tahun 2012 – 2032

Mempertimbangkan bahwa penyusunan ketiga RISPAM tersebut telah disusun selama 5 tahun yang lalu,
sehingga data-data dan hasil perencanaan perlu dievaluasi kembali menyesuaikan perkembangan
pembangunan yang ada. Oleh karenanya pada tahap awal konsultan akan melakukan pemuktahiran terhadap
data-data terbaru dan mereview RISPAM yang ada sesuai dengan perkembangan pembangunan.
Dalam RISPAM Kabupaten Polewali Mandar dan Kabupaten Majene, tidak terdapat rencana pengembangan
untuk SPAM Regional. Rencana pemenuhan kebutuhan air minum, dengan mengoptimalkan kapasitas
terpasang yang sudah ada dan pengembangan IPA baru.

Hasil kajian awal yang dilakukan oleh konsultan terhadap RISPAM Kabupaten Polewali Mandar, dan Kabupaten
Majene, sebagai berikut:

1) Data kapasitas terpasang.


Potensi supply air minum berdasarkan kapasitas terpasang sangat mempengaruhi rencana
kebutuhan air minum pada lokasi perencanaan, oleh karenanya konsultan akan melakukan updating
terhadap data SPAM yang ada untuk mengevaluasi kebutuhan tiap wilayah perlayanan.

43 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


Table 2.26 Kapasitas Terpasang

Data Kinerja PDAM Tahun


Data RISPAM Tahun 2012 Data PDAM 2019
2017 (BPPSPAM)
No. Kabupaten
Terpasang Produksi Terpasang Produksi Terpasang Produksi
(ltr/dtk) (ltr/dtk) (ltr/dtk) (ltr/dtk) (ltr/dtk) (ltr/dtk)

1 Polewali Mandar 140 100 220 121 255 169

2 Majene 145 78 200 49 200 111

2) Rencana kebutuhan air minum.


Dalam RISPAM Kabupaten Polewali Mandar, rencana daerah pelayanan terbagi atas 7 zona. Lokasi
perencanaan merupakan zona 3 dan zona 4, dengan estimasi kebutuhan air tahun 2030 pada zona 3
sebesar 162.94 ltr/dtk, dan pada zona 4 sebesar 155.16 ltr/dtk.

Table 2.27 Rencana Kebutuhan Air Minum Kabupaten Polewali Mandar

Kapasitas 2019 Kebutuhan (ltr/dtk) Keterangan


No. Zona Kecamatan
Terpasang Produksi
Tahun 2025 Tahun 2030
(ltr/dtk) (ltr/dtk)
1 Polewali 106.01 112.97
2 Binuang 58.97 62.84
3 1 Anreapi 155 101 17.95 19.14
4 Matakali 41.19 43.90
Total 224.12 238.85
5 Wonomulyo 91.31 97.31
6 Mapilli 52.62 56.07
2 40 40
7 Tapango 41.54 44.27
Total 185.47 197.65
8 Campalagian 101.25 107.95 Estimasi kebutuhan air
9 Luyo 51.60 54.98 minum terhadap Kapasitas
3 20 10 Terpasang:
Total 152.85 162.94 T 2025: 132.85 ltr/dtk
T 2030: 142.94 ltr/dtk
10 Alu 23.19 24.72 Estimasi kebutuhan air
11 Limboro 32.82 34.98 minum terhadap Kapasitas
12 4 Tinambung 40 18 43.14 45.97 Terpasang:
13 Balanipa 46.43 49.48 T 2025: 105.59 ltr/dtk
Total 145.59 155.16 T 2039: 115.16 ltr/dtk
14 5 Matangnga - - 9.67 10.31
15 6 Bulo - - 16.69 17.78
16 7 Tubbi Taramanu - - 33.83 36.07

TOTAL 255 768.22 818.76

Sumber: RISPAM Kabupaten Polewali Mandar 2012 – 2032 dan Data PDAM 2019

Dalam RISPAM Kabupaten Majene, rencana daerah pelayanan terbagi atas 7 (tujuh) zonasi/cabang,
tetapi dengan system jaringan mandiri tiap kecamatan. Lokasi perencanaan merupakan zona/cabang
1, dengan estimasi kebutuhan air tahun 2030 di Kecamatan Bangge Timur sebanyak 40.94 ltr/dtk
dan Kecamatan Banggae sebesar 53.66 ltr/dtk. Apabila dibandingkan dengan kapasitas terpasang
untuk pelayanan di Kecamatan Banggae Timur yaitu IPA Galung Lombok (40 ltr/dtk) dan IPA Mangge
(10 ltr/dtk), maka dengan mengoptimalkan kapasitas terpasang yang ada, kebutuhan air minum di
Kecamatan Banggae Timur sudah dapat terpenuhi.

44 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


Table 2.28 Rencana Kebutuhan Air Minum Kabupaten Majene

Kapasitas 2019 Kebutuhan (ltr/dtk)


No. Zona Kecamatan Keterangan
Terpasang Produksi
Tahun 2025 Tahun 2030
(ltr/dtk) (ltr/dtk)
1 Banggae Timur 60 16 32.16 40.94 Kapasitas Terpasang yang
2 Banggae 50 30 43.93 53.66 tersedia bila dioptimalkan dapat
1
memenuhi estimasi kebutuhan
Total 110 46 76.09 104.60
air minum hingga tahun 2030
3 2 Pamboang 5 5 8.85 12.41
4 3 Sendana 5 2 8.67 12.16
Tammerodo
5 4 10 10 3.91 5.16
Sendana
6 5 Tubo Sendana 2.33 3.43
7 6 Ulumanda 2.35 3.45
8 7 Malunda 10 10 7.22 10.13
TOTAL 255 109.42 141.34
Sumber: RISPAM Kabupaten Majene 2012 – 2032

45 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


3
REVIEW DOKUMEN PERENCANAAN

3.1 PROVINSI SULAWESI BARAT

3.1.1 Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Sulawesi Barat

3.1.1.1 Visi dan misi

a. Visi
Visi yang ingin diwujudkan oleh Provinsi Sulawesi Barat dalam 20 (dua puluh) tahun ke depan adalah:
“Terwujudnya Sulawesi Barat yang Sejahtera, Maju dan Malaqbi”
Visi di atas dapat dijabarkan sebagai berikut:
 Sulawesi Barat yang Sejahtera dapat dimaknakan sebagai pencapaian kondisi kehidupan yang lebih
baik, yang ditandai oleh terpenuhinya hak-hak dasar dan meningkatnya taraf hidup masyarakat secara
berkelanjutan.
 Sulawesi Barat yang Maju dapat diartikan sebagai kemampuan daerah ini untuk mampu sejajar dengan
provinsi lainnya di Indonesia. Visi ini penting mengingat bahwa Provinsi Sulawesi Barat merupakan
provinsi yang baru terbentuk (pemekaran Provinsi Sulawesi Selatan). Dukungan sumberdaya alam dan
akar budaya yang kuat, menjadi pondasi yang kuat untuk menuju Sulawesi Barat yang Maju.
 Sulawesi Barat yang Malaqbi lebih dimaknakan sebagai kemampuan manusia daerah ini untuk
mencapai derajat sebagai manusia mulia dan bermartabat. Manusia mulia dan bermartabat dimaksud
merupakan menifestasi dari nilai-nilai budaya dan agama masyarakat Sulawesi Barat. Visi ini sekaligus
ingin menegaskan bahwaa manusia merupakan muara dari seluruh aktivitas pembangunan.

b. Misi
Untuk mencapai Visi tersebut di atas maka ditempuh sejumlah Misi sebagai berikut:
 Mendorong pemenuhan hak-hak dasar melalui pertumbuhan ekonomi, perluasan lapangan kerja, dan
peningkatan akses penduduk terhadap sumberdaya.
 Mendorong kemajuan daerah secara merata melalui optimalisasi pengelolaan dan pemanfaatan
sumberdaya local serta pengembangan kerjasama antar daerah dan kemitraan antar pelaku dalam
pengelolaan sumberdaya.
 Meningkatkan kualitas manusia melalui peningkatan kehidupan beragama. Perbaikan kualitas
pendidikan dan kesehatan, pengembangan seni budaya dan olah raga.

3.1.1.2 Program Prioritas

Program prioritas yang akan menjadi dasar dalam mewujudkan Provinsi Sulawesi Barat yang maju, sejahtera
dan Malaqbi perlu didukung oleh:
 Komitmen kepemimpinan daerah untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih dan demokratis.
 Konsisten dan relevansi kebijakan pembangunan pemerintah daerah
 Keberpihakan pembangunan kepada masyarakat
 Peran serta masyarakat dan dunia usaha secara aktif dalam keseluruhan peoses pembangunan

Arah Pembangunan Daerah

Mengingat RPJP Daerah merupakan pedoman bagi rencana pembangunan terkait lainnya, maka penentuan
arah umum pembangunan jangka panjang, peran sub-wilayah, dan pentahapan pembangunan untuk periode
lima tahunan merupakan bagian penting dalam RPJP Provinsi Sulawesi Barat. Arah umum

46 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


pembangunan jangka panjang menunjukkan sasaran akhir yang ingin dicapai oleh setiap misi
pembangunan daerah yang telah ditetapkan.
Peran sub-wilayah memperlihatkan kontribusi masing-masing sub wilayah terhadap pencapaian
pembangunan Provinsi Sulawesi Barat sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).
Sedangkan pentahapan pembangunan merupakan skala prioritas atau tekanan pembangunan daerah yang
harus dilakukan untuk masing-masing periode lima tahunan dalam mencapai visi pembangunan jangka
panjang yang telah ditetapkan. Dengan adanya arah dan pentahapan pembangunan daerah ini diharapkan
RPJP Provinsi Sulawesi Barat akan dapat memberikan gambaran yang jelas dan kongkrit tentang peta
perjalanan (road map) pembangunan RPJP Provinsi Sulawesi Barat selama periode 20 tahun kedepan.

3.1.2 Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Sulawesi Barat

3.1.2.1 Kebijakan dan Strategi

Kebijakan dan strategi penataan ruang wilayah dilakukan dalam pengembangan struktur ruang, pola ruang
dan pengembangan kawasan strategis wilayah agar tujuan penataan ruang wilayah provinsi tercapai.

a. Kebijakan dan Strategi Pengembangan Struktur Ruang

Kebijakan pengembangan struktur ruang meliputi:


- Peningkataan akses pelayanan perkotaan dan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi wilayah berbasis
keunggulan lokal yang merata, hierarkis dan sinergis; serta
- Peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan jaringan prasarana transportasi, telekomunikasi, energi
dan sumberdaya air yang terpadu dan merata di seluruh wilayah Provinsi;

1) Strategi untuk peningkatan akses pelayanan perkotaan dan pusat pertumbuhan ekonomi
wilayah meliputi:

 Mempromosikan Pusat Kegiatan Nasional (PKNp) Mamuju (Ibukota Kabupaten Mamuju) –


Tampapadang – Belang-Belang (MATABE) yang potensil berfungsi sebagai pusat kegiatan
terpadu kepelabuhanan, kebandarudaraan, industri, perdagangan, pergudangan dan peti
kemas, Pusat-pusat Kegiatan Wilayah (PKW) Majene (Ibukota Kabupaten Majene) sebagai kota
pendidikan, Pasangkayu (Ibukota Kabupaten Mamuju Utara) dan mempromosikan Polewali
(Ibukota Kabupaten Polewali Mandar) sebagai PKWp yang potensil dikembangkan menjadi
agropolitan dan Mamasa (Ibukota Kabupaten Mamasa) sebagai pusat pariwisata budaya dan
alam, Pusat-pusat Kegiatan Lokal (PKL) meliputi, Tobadak (Ibukota Kabupaten Mamuju
Tengah dan pusat pengembangan Kota Terpadu Mandiri (KTM) Wonomulyo sebagai sentra
lumbung beras.
 Menjaga interkoneksi antar kawasan perkotaan, antara kawasan perkotaan dengan kawasan
perdesaan, serta antara kawasan perkotaan dengan wilayah sekitarnya;
 Meningkatkan sistem transportasi dan komunikasi antar kawasan perkotaan, antara PKNp,
PKW, PKWp dan PKL;
 meningkatkan sinergitas antar kawasan perkotaan baik PKNp MATABE, PKW meliputi Majene,
Pasangkayu, PKWp yang meliputi Polewali dan Mamasa, PKL yang meliputi Tobadak dan
Wonomulyo.
 Mengembangkan pusat pertumbuhan baru di kawasan yang potensil dan belum terlayani oleh
pusat pertumbuhan yang ada;
 Mengendalikan perkembangan kawasan perkotaan, khususnya daerah pantai dan daerah
irigasi teknis; dan
 Mendorong kawasan perkotaan dan pusat-pusat pertumbuhan agar lebih produktif,
kompetitif dan lebih livable untuk hidup dan berkehidupan secara berkelanjutan, serta lebih
efektif dalam mendorong pengembangan wilayah sekitarnya, termasuk PKNp, PKWp dan PKL.

2) Strategi untuk peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan jaringan prasarana meliputi:
 Meningkatkan kualitas jaringan prasarana transportasi dan mewujudkan keterpaduan
pelayanan transportasi inter moda, baik darat, laut maupun udara;
 Mendorong pengembangan prasarana telekomunikasi terutama di kawasan yang masih
terisolasi;

47 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


 Meningkatkan jaringan energi secara optimal serta mewujudkan keterpaduan sistem
penyediaan tenaga listrik ke seluruh pusat-pusat kegiatan dan kawasan permukiman;
 Meningkatkan sumber daya energi dengan lebih menumbuh kembangkan pemanfaatan
sumberdaya terbarukan;
 Meningkatkan kualitas dan daya jangkau jaringan prasarana serta mewujudkan keterpaduan
sistem jaringan sumberdaya air;
 Meningkatkan jaringan distribusi minyak dan gas bumi yang terpadu dengan jaringan dalam
tataran Nasional secara optimal.

3.1.3 Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Majene 2011 - 2031

Pengembangan wilayah Kabupaten Majene tidak hanya diarahkan pada kawasan perkotaan melainkan
mencakup pula kawasan bukan perkotaan. Sistem kota – kota merupakan arahan untuk menetapkan sistem
perwilayahan dengan hirarki pusat – pusat pelayanan jasa dan produksi sesuai dengan fungsi, kecenderungan
perkembangan dan orioentasi perkembangannya.
Sistem kota – kota dilakukan melalui pengembangan pusat – pusat permukiman sebagai pusat pelayanan jasa
ekonomi, jasa pemerintahan dan jasa sosial lainnya, bagi kawasan permukiman perkotaan dan perdesaan serta
kawasan nelayan, maupun dalam hubungan interaksi antar pusat-pusat permukiman dengan wilayah-wilayah
yang dilayaninya secara hirarkis.
Dengan demikian, pusat-pusat permukiman sebagaimana dimaksud diatas meliputi pusatpusat permukiman
perkotaan dan perdesaan. Rencana Pengembangan Kawasan Prioritas dalam sistem kota-kota didasarkan
pada potensi wilayah serta kelengkapan fasilitas, prosentase luas lahan terbangun, kepadatan bersih penduduk
dan kepadatan bangunan, terdapat 4 (empat) orde pelayanan di Kabupaten Majene sebagai berikut :
 PKW (Pusat Kegiatan Wilayah) meliputi Kecamatan Banggae dan Banggae Timur, dengan fungsi utama
pengembangan wilayah sebagai berikut:
• Sub Pusat Pengembangan Sulbar (Pusat Kegiatan Lokal, PKL)
• Pusat Pendidikan Sulbar
• Pusat Pemerintahan Regional
• Pusat Pelayanan Sosial dan Ekonomi
• Pusat Pelayanan Kepelabuhanan
• Pusat Industri Perikanan
 PKLP (Pusat Kegiatan Lokal Promosi) meliputi Kecamatan Malunda, Kecamatan Pamboang, dan Somba
Kecamatan Sendana, dengan fungsi utama pengembangan wilayah sebagai berikut:
• Pusat Pemerintahan Kecamatan
• Pusat Pelayanan Sosial dan Ekonomi kecamatan
• Pusat Pelayanan Kepelabuhan
• Pusat pengembangan industri perahu Sandeq serta pengembangan seni.
• Pusat pengembangan wisata agro (pertanian dan perkebunan) dan religi.

 PPK (Pusat Pelayanan Kawasan) meliputi Kecamatan Tammerodo, Tubo Sendana dan Kecamatan
Ulumanda, dengan fungsi utama pengembangan wilayah sebagai pusat pemerintahan kecamatan, pusat
pelayanan sosial dan ekonomi kecamatan, dan pusat Industri rakyat.
PPL (Pusat Pelayanan Lingkungan) meliputi Kelurahan Baruga di Kecamatan Banggae Timur, Kelurahan Sirindu
di Kecamatan Pamboang, Kelurahan Tallubanua di Kecamatan Sendana, Desa Ulidang di Kecamatan
Tammero’do Sendana; dan Desa Maliaya di Kecamatan Malunda, dengan fungsi utama pengembangan
sebagai pusat perdesaan, pusat industri rakyat dan penghasil pertanian dan perkebunan.

48 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


Figure 3.1 Rencana Struktur Ruang Kabupaten Majene 2010 - 2030

Sumber: Materi Teknis Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Majene 2010 – 2030

49 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


Figure 3.2 Rencana Kawasan Strategis Kabupaten Majene 2010 - 2030

Agriculture
Development Area

Fishing
Port

Tourism
Development
Area

Tourism Education
Development Development
Area Area

Sumber: Materi Teknis Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Majene 2010 – 2030

50 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


1) Kebijakan dan strategi pengembangan kawasan lindung di atas meliputi:

a) Pemeliharaan dan perwujudan kelestarian fungsi sistem ekologi wilayah (ecoregion) termasuk
ekohidrolika DAS; dan
b) Pencegahan dampak negatif kegiatan manusia yang dapat menimbulkan kerusakan lingkungan
hidup terutama sektor kehutanan, pertambangan dan kelautan.
 Strategi untuk pemeliharaan dan perwujudan kelestarian fungsi sistem ekologi wilayah
meliputi:
 Menetapkan kawasan lindung di ruang darat, laut maupun udara, termasuk di dalam
bumi;
 Mewujudkan kawasan berfungsi lindung dalam satu wilayah pulau dengan luas paling
sedikit 30 persen dari luas pulau. Luas dan sebaran kawasan berfungsi lindung perlu
disesuaikan dengan keberadaan, karakteristik dan kondisi ekosistem DAS di pulau
tersebut; dan
 Mengembalikan dan meningkatkan fungsi kawasan lindung yang telah menurun akibat
pengembangan kegiatan budidaya, dalam rangka mewujudkan dan memelihara
keseimbangan ekosistem wilayah khususnya DAS kritis.
 Strategi untuk pencegahan dampak negatif kegiatan manusia yang dapat menimbulkan
kerusakan sistem ekologi wilayah meliputi:
 Menyelenggarakan upaya terpadu untuk melestarikan fungsi sistem ekologi wilayah;
 Melindungi kemampuan lingkungan hidup dari tekanan perubahan dan/atau dampak
negatif yang ditimbulkan oleh suatu kegiatan agar tetap mampu mendukung
perikehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya;
 Melindungi kemampuan lingkungan hidup untuk menyerap zat, energi, dan/atau
komponen lain yang dibuang ke dalamnya;
 Mencegah terjadinya tindakan yang dapat secara langsung atau tidak langsung
menimbulkan perubahan sifat fisik lingkungan yang mengakibatkan lingkungan hidup
tidak berfungsi dalam menunjang pembangunan yang berkelanjutan;
 Mengendalikan pemanfaatan sumberdaya alam secara bijaksana untuk menjamin
kepentingan penerasi masa kini dan generasi masa depan;
 Mengelola sumberdaya alam tak terbarukan untuk menjamin pemanfaatannya secara
bijaksana, termasuk revitalisasi fungsi sistem ekologi lokal serta pembangunan
sumberdaya baru untuk penghasilan dan pelestarian lingkungan;
 Mengelola sumberdaya alam yang terbarukan untuk menjamin kesinambungan
ketersediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai serta
keanekaragamannya; dan
 Mengembangkan kegiatan budidaya yang mempunyai daya adaptasi bencana di
kawasan rawan bencana.

2) Kebijakan pengembangan kawasan strategis provinsi

Kebijakan dan strategi pengembangan kawasan strategis Provinsi Sulawesi Barat meliputi beberapa
sudut kepentingan sebagai berikut:
a) Strategi pengembangan kawasan strategis Provinsi Sulawesi Barat dari sudut pandang kepentingan
pertumbuhan ekonomi meliputi:
 mengembangkan produktifitas sentra-sentra produksi pertanian, perikanan, serta agro
industri dan agribisnis;
 Membangun prasarana wilayah pendukung kegiatan produktif;
 mengembangkan dan meningkatkan fungsi kawasan dalam pengembangan perekonomian
provinsi yang produktif, efisien, dan mampu bermitra sejajar dalam perekonomian nasional
atau internasional;
 mengembangkan pusat pertumbuhan berbasis potensi sumberdaya alam dan kegiatan
budidaya unggulan sebagai penggerak utama pengembangan wilayah;
 menciptakan iklim yang kondusif bagi investasi yang mendukung peningkatan kesejahteraan
masyarakat lokal dan pelestarian lingkungan;
 mengelola dampak negatif kegiatan budidaya agar tidak menurunkan kualitas sosial ekonomi
budaya masyarakat dan lingkungan hidup kawasan;

51 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


 meningkatkan pelayanan prasarana dan sarana penunjang kegiatan ekonomi.
b) Kebijakan pengembangan kawasan strategis Provinsi Sulawesi Barat dari sudut kepentingan sosial
dan budaya meliputi:
 mengembangkan kawasan pendidikan, pelestarian kearifan lokal, warisan sejarah dan budaya
 mengembangan prasarana wilayah pendukung kawasan strategis sosial budaya
c) Kebijakan pengembangan kawasan strategis Provinsi Sulawesi Barat dari sudut kepentingan
pendayagunaan sumber daya alam dan/atau teknologi tinggi meliputi:
 Budidaya pertambangan yang berwawasan lingkungan
 mengembangkan sumberdaya baru pengganti bahan tambang yang akan habis.
d) Kebijakan pengembangan kawasan strategis Provinsi Sulawesi Barat dari sudut kepentingan fungsi
dan daya dukung lingkungan hidup meliputi:
 melestarikan ekologi wilayah terutama di kawasan hutan konservasi seperti taman nasional
dan hutan lindung;
 menata ruang wilayah yang tidak mengganggu fungsi kawasan lindung.
e) strategis pengembangan kawasan kepentingan pertumbuhan ekonomi terkait peningkatan
produktifitas sentra-sentra produksi pertanian, perkebunan, agroindustri dan agrobisnis meliputi:
 mengembangkan dan meningkatkan fungsi kawasan dalam pengembangan perekonomian
provinsi yang produktif, efisien, dan mampu bersaing dalam perekonomian nasional atau
internasional;
 mengembangkan pusat pertumbuhan berbasis potensi sumberdaya alam dan kegiatan
budidaya unggulan sebagai penggerak utama pengembangan wilayah;
 menciptakan iklim yang kondusif bagi investasi yang mendukung peningkatan kesejahteraan
masyarakat lokal;
 mengelola dampak negatif kegiatan budidaya agar tidak menurunkan kualitas sosial ekonomi
budaya masyarakat dan lingkungan hidup kawasan
 mengembangkan kawasan pertanian berkelanjutan berupa sawah irigasi teknis di Kabupaten
Mamuju Utara, sawah irigasi teknis di Kabupaten Mamuju, Kabupaten Mamuju Tengah
terutama di KTM Tobadak, Kabupaten Polewali Mandar yang dipaduselaraskan dengan
perencanaan dan manajemen DAS terutama S. Kaluku, S. Karosa, S. Budong-Budong, S.
Karama, S. Babalang, S. Tomo dan S. Lariang untuk wilayah Kabupaten Mamuju Utara, Mamuju
Tengah, dan Mamuju, serta S. Sa’dang, S. Maloso, S. Mandar dan S. Mapili untuk wilayah
Kabupaten Polewali Mandar;
 Pengembangan kawasan-kawasan perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Mamuju Utara,
Mamuju Tengah, dan Mamuju, perkebunan kakao di seluruh wilayah Provinsi Sulawesi Barat,
perkebunan jeruk limau china di Kabupaten Mamuju Utara dan Mamuju Tengah, perkebunan
kelapa dalam di sepanjang pesisir Selat Makassar kecuali kawasan perkotaan, perkebunan
kopi, teh dan hortikulura di Kabupaten Mamasa;
 Mengembangkan kawasan terpadu pelabuhan, industri, pergudangan dan perdagangan
Belang-belang sebagai outlet dan pintu masuk komoditi dari dan ke seluruh wilayah Sulbar
serta wilayah perbatasan provinsi tetangga.
f) Strategi pengembangan kawasan strategis kepentingan pertumbuhan ekonomi terkait
pembangunan prasarana wilayah pendukung kegiatan produktif meliputi:
 mengembangkan prasarana wilayah lainnya seperti irigasi, jaringan listrik, telekomunikasi, air
bersih dan sebagainya, sebagai pendukung kegiatan usaha pertanian hulu – hilir.
g) Strategi pengembangan prasarana wilayah pendukung kawasan strategis sosial budaya, meliputi :
 mengembangkan prasarana wilayah pendukung kawasan strategis sosial budaya seperti: jalan,
drainase, air bersih, jaringan listrik dan telekomunikasi;
 mengembangkan kampus-kampus perguruan tinggi serta sekolah menengah atas dan
sekolah menengah pertama

h) Strategi pengembangan kawasan strategis kepentingan daya dukung lingkungan provinsi meliputi:
 menetapkan kawasan strategis provinsi berfungsi lindung;
 mencegah dan membatasi pemanfaatan ruang yang berpotensi mengurangi daya lindung
kawasan;
 mengembangkan kegiatan budidaya tidak terbangun di sekitar kawasan lindung yang berfungsi
sebagai zona penyangga yang memisahkan kawasan lindung dengan kawasan budidaya
terbangun; dan

52 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


 merehabilitasi fungsi lindung kawasan yang menurun akibat dampak pemanfaatan ruang yang
berkembang di dalam dan di sekitar kawasan strategis nasional maupun provinsi.

3.1.4 Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Sulawesi Barat

3.1.4.1 Visi, Misi dan Sasaran

a. Visi

Sistem Perencanaan pembangunan nasional menjadi suatu system perencanaan yang sistematis
menggambarkan pola hubungan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, sebagaimana tertuang
dalam Undang-Undang Nomor 25 tahun 2004 tentang system Perencanaan Pembangunan Nasional.
Kebijakan pembangunan nasional menjadi acuan bagi daerah dalam penyusunan pembangunan daerah,
sehingga tercipta sinergitas pembangunan nasional. Disamping itu, konsistensi antar kebijakan (dokumen)
perencanaan menjadi suatu hal yang penting dalam rangka mewujudkan tujuan pembangunan.
Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Barat Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan jangka
Panjang daerah Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2005-2025, telah ditetapkan bahwa pada periode RPJMD III
(2015-2020) pencapaian kesejahteraan ekonimi, kemajuan daerah serta keunggulan dan kemartabatan
manusia dan masyrakat Sulawesi Barat semakin dimantapkan melalui respons yang lebih kreatif oleh
Pemerintah Sulawesi Barat dengan menggunakan pondasi dan percepatan pembangunan yang telah dicapai
pada dua periode RPJMD sebelumnya, hal tersebut perlu ditanggapi sebagai akibat dari perubahan lingkungan
strategis yang semakin dinamis.
Perumusan perencanaan pembangunan daerah tentunya tidak terlepas dari keterkaitan antar dokumen
perencanaan, baik pada pemerintah pusat maupun pemerintah daerah itu sendiri agar dapat berjalan secara
efektif dan efisien untuk mencapai target dan sasaran pembangunan daerah, sebagimana dapat dilihat pada
tabel berikut ini.
Dengan memperhatikan keterkaitan visi pembangunann tersebut diatas, serta mempertimbangan potensi,
kondisi, permasalahan, tantangan dan peluang, dan isu-isu strategis yang terjadi di Sulawesi Barat maka
ditetapkan Visi RPJMD Provinsi Barat Tahun 2017-2022 yaitu:

“ Sulawesi Barat Maju dan Malaqbi”

Makna yang terkandung dalam visi tersebut dijabarkan sebagai berikut:


Sulawesi Barat Maju : Komitmen untuk menjadikan Provinsi Sulawesi Barat yang sejajar dengan provinsi
lainnya yang didukung oleh konektivitas wilayah dan daya saing yang tinggi serta beriorientasi pada
lingkungan.
Sulawesi Barat Malaqbi : Komitmen untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik berlandaskan
kearifan local dengan dukungan masyarakat yang berpengetahuan, berketerampilan, berbudaya dan religius.
Rumusan Visi tersebut menjadi tujuan akhir dari pelaksanaan periode RPJMD tahun 2017-2022 nantinya, yang
dilaksanakan melalui serangkaian tahapan dan rumusan kebijakan berupa misi, tujuan, sasaran, strategi, arah
kebijakan sampai kepada program dan kegiatan.

b. Misi
Dalam rangka pencapaian visi pembangunan daerah Tahun 2017-2022 yang telah ditetapkan dengan
memperhatikan kondisi dan permasalahan yang ada, tantangan kedepan, serta memperhitungkan peluang
yang dimiliki, maka ditetapkan 5 (lima) misi pembangunan sebagai berikut:
 Misi Pertama : Membangun Sumber Daya Manusia Berkualitas, Berkepribadian dan Berbudaya
 Misi Kedua :Mewujudkan Pemerintahan yang Bersih, Modern, Dan Terpercaya
 Misi Ketiga : Membangun dan Menguatkan Konektivitas Antar Wilayah Berbasis Unggulan
Strategis
 Misi keempat : Meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi yang Inovatif dan Berdaya Saing Tinggi
 Misi Kelima : Mendorong Pengarusutamaan Lingkungan Hidup untuk Pembangunan
Berkelanjutan

c. Sasaran
Dalam mewujudkan visi melalui pelaksanaan misi yang telah ditetapkan tersebut diatas, maka perlu adanya
kerangka yang jelas pada setiap misi menyangkut tujuan dan sasaran yang akan dicapai. Tujuan dan sasaran
pada setiap misi akan memberikan arahan bagi pelaksanaan setiap urusan pemerintahan daerah baik urusan

53 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


wajib maupun urusan pilihan dalam mendukung pelaksanaan misi dimaksud. Tujuan dan sasaran pada
pelaksanaan masing-masing misi diuraikan sebagai berikut:
 Misi Pertama : Membangun Sumber Daya Manusia Berkualitas, Berkepribadian dan Berbudaya
Tujuan : Meningkatkan kualitas SDM Yang terdidik, Sehat dan Berbudaya
Sasaran :1.Meningkatnya derajat pendidikan dalam mewujudkan kualitas manusia yang tinggi
2.Meningkatkannya derajat kesehatan dalam mewujudkan kualitas manusia yang
tinggi
3.Berkembangnya kehidupan masyarakat yang berbudaya, tertib dan tenteram.

3.2 Kabupaten Polewali Mandar

3.2.1 Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD)

3.2.1.1 Visi dan Misi

a. Visi

Dengan Memperhatikan kondisi, potensi, tantangan, peluang dan harapan masyarakat Kabupaten Polewali
Mandar saat ini, maka Visi kabupaten Polewali Mandar tahun 2005-2025 adalah:
“Polewali Mandar yang Maju, Mandiri dan Sejahtera”
Visi pembangunan daerah Kabupaten Polewali Mandar tersebut di atas memiliki kaitan erat dengan Visi
Pembangunan Daerah Provinsi Sulawesi Barat maupun Visi Pembangunan Nasional jangka panjang 2005-
2025. Selanjutnya, Visi pembangunan daerah Kabupaten Polewali Mandar tersebut harus dijabarkan ke dalam
Misi Pembangunan Daerah dan Sasaran.

Pembangunan Daerah yang terukur, agar dapat diketahui sejauh mana Visi Pembangunan Daerah tersebut
dapat dicapai. Berdasarkan sasaran tersebut kemudian dirumuskan Kebijakan Pembangunan Daerah untuk
memberikan gambaran mengenai tindakan-tindakan yang akan diimplementasikan untuk mencapai sasaran
yang telah ditetapkan.

Visi Pembangunan Daerah Kabupaten Polewali Mandar tahun 2005-2025 mengandung makna:
Maju dimaknakan sebagai keinginan untuk mencapai tingkat pembangunan daerah yang mampu sejajar
dengan daerah maju lainnya di Indonesia. Pada tahapan awal, Kabupaten Polewali Mandar harus sanggup
melepaskan diri dari status sebagai daerah tertinggal berdasarkan kriteria Kementerian Daerah Tertinggal.
Pada tahapan berikutnya, Kabupaten Polewali Mandar harus mampu mengkonsolidasikan seluruh potensi
sumberdayanya dan mengakselerasi kegiatan pembangunan daerah untuk mencapai posisi sebagai daerah
maju, baik secara regional maupun nasional. Mendorong daya saing daerah merupakan cara paling efektif
untuk mewujudkan Kabupaten Polewali Mandar yang maju.
Mandiri diartikan sebagai kemampuan Kabupaten Polewali Mandar untuk tumbuh dan berkembang kearah
yang lebih baik dengan mengandalkan potensi sumberdaya dan kekuatan lokal yang dimilikinya. Ketersediaan
sumberdaya manusia yang berkualitas dan inovatif menjadi sebuah keniscayaan untuk mendorong kemajuan
dan kemandirian daerah. Kemandirian daerah juga ditunjukkan oleh kesanggupan Kabupaten Polewali Mandar
untuk mengurus dirinya sendiri sesuai dengan kewenangan yang telah diberikan kepadanya, termasuk
kemandirian dalam pembiayaan pembangunan daerah.
Muara dan tujuan akhir dari seluruh kemajuan dan kemandirian adalah kesejahteraan masyarakat.
Sejahtera lebih dimaknakan sebagai keharusan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat secara lahir
(fisik-material) dan bathin (mental-spritual). Upaya pemenuhan hak-hak dasar masyarakat harus terus
diupayakan kearah yang lebih baik. Jumlah dan persentase penduduk miskin harus mampu ditekan ke level
yang paling rendah. Bersamaan dengan upaya itu, masyarakat yang lebih religius, menghargai perbedaan dan
pluralisme, serta menghormati hak-hak sesama, harus mampu diwujudkan sebagai bagian dari perwujudan
kehidupan masyarakat yang harmonis, aman, dan damai.

b. Misi
Untuk mencapai Visi tersebut maka dirumuskan sejumlah Misi sebagai berikut:
1. Meningkatkan daya saing daerah melalui pembangunan infrastruktur daerah, peningkatan aksessibilitas
wilayah, pengembangan perekonomian daerah, dan optimalisasi pengelolaan dan pemanfaatan
sumberdaya alam.

54 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


2. Mewujudkan kualitas sumberdaya manusia Kabupaten Polewali Mandar yang agamis, bermoral,
berbudaya, berpendidikan, inovatif, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki etos kerja yang tinggi.
3. Mewujudkan kehidupan masyarakat yang lebih sejahtera melalui pemenuhan hak-hak dasar masyarakat,
perbaikan taraf hidup masyarakat, peningkatan aktifitas ekonomi kerakyatan, dan peningkatan aktualisasi
nilai-nilai agama dan budaya dalam kehidupan sehari-hari.
4. Mewujudkan pembangunan daerah yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan melalui penerapan
prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan, peningkatan kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam
pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya alam.
5. Mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik melalui penguatan kelembagaan pemerintahan daerah,
peningkatan sumberdaya manusia aparatur yang profesional dan berdedikasi tinggi, peningkatan
kualitas pengelolaan keuangan daerah, dan penataan mekanisme kerja dan lingkungan kerja, guna
mewujudkan pelayanan publik yang berkualitas.

3.2.2 Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)

3.2.2.1 Kebijakan dan Strategi

a. Kebijakan Penataan Ruang Wilayah kabupaten

Kebijakan penataan ruang wilayah Kabupaten Polewali Mandar, dirumuskan untuk:


1. Peningkatan akses layanan perkotaan dan pusat pertumbuhan ekonomi wilayah yang merata dan
berhierarki;
2. Peningkatan kualitas dan jangkauan layanan jaringan prasarana utama dan jaringan prasarana
lainnya secara terpadu dan merata di seluruh wilayah;
3. Pemeliharaan dan perwujudan kelestarian fungsi lingkungan hidup;
4. Pengembangan kegiatan budidaya secara berkelanjutan agar tidak melampaui daya dukung dan
daya tampung lingkungan; dan
5. Peningkatan pengelolaan kawasan yang dapat memberi pengaruh positif terhadap kegiatan
ekonomi, sosial, budaya, pelestarian lingkungan hidup dan pengembangan ilmu pengetahuan.

b. Strategi Penataan Ruang Wilayah kabupaten

1. Strategi peningkatan akses layanan perkotaan dan pusat pertumbuhan ekonomi wilayah yang
merata dan berhierarki, terdiri atas:
a) menjaga koneksitas antar kawasan perkotaan, antar kawasan perkotaan dengan kawasan
perdesaan, serta antar kawasan perkotaan dengan wilayah sekitarnya;
b) Mengembangkan pusat pertumbuhan baru di kawasan yang potensial dan belum terlayani
oleh pusat pertumbuhan eksisting;
c) Mengembangkan infrastruktur permukiman yang dapat menunjang budidaya perdesaan
dalam rangka menjaga luas lahan pertanian dan peningkatan produksi pertanian;
d) Mendorong kawasan perkotaan dan pusat pertumbuhan agar lebih kompetitif dan lebih
efektif dalam mendorong pengembangan wilayah sekitarnya;
e) Mengembangkan permukiman perkotaan melalui pembangunan perumahan secara vertikal
dalam rangka efisiensi penggunaan lahan di wilayah permukiman yang berkembang pesat;
dan
f) mendorong pengembangan kawasan perdesaan untuk dapat berswasembada.

2. Strategi peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan jaringan prasarana utama dan prasarana
lainnya secara terpadu dan merata di seluruh wilayah, terdiri atas:
a) Meningkatkan kualitas dan jangkauan pelayanan jaringan prasarana transportasi, terutama ke
sentra-sentra produksi pertanian serta kawasan strategis;
b) Mendorong pengembangan jaringan prasarana telekomunikasi, terutama di kawasan terisolir;
c) Meningkatkan prasarana jaringan energi yang terbarukan dan tak terbarukan secara optimal;
d) Meningkatkan kualitas dan jangkauan layanan, serta mewujudkan keterpaduan sistem
jaringan prasarana sumberdaya air; dan
e) Meningkatkan kualitas pengelolaan air limbah dan sistem jaringan drainase di kawasan
perkotaan.

55 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


3. Strategi pemeliharaan dan perwujudan kelestarian fungsi lingkungan hidup , terdiri atas:
a) mewujudkan kawasan berfungsi lindung, dalam satu wilayah pulau dengan luas paling sedikit
30% dari luas pulau tersebut sesuai dengan kondisi ekosistemnya;
b) Mengembalikan serta meningkatkan fungsi kawasan lindung yang telah menurun akibat
kegiatan budidaya, dalam rangka mewujudkan dan memelihara keseimbangan ekosistem
wilayah.
c) Melindungi kemampuan lingkungan hidup untuk menyerap zat, energi, dan komponen lain
yang dibuang ke dalamnya;
d) Mencegah terjadinya tindakan yang dapat secara langsung atau tidak langsung menimbulkan
perubahan sifat fisik lingkungan;
e) Mengelola sumberdaya alam yang tak terbarukan untuk menjamin pemanfaatannya secara
bijaksana serta sumberdaya alam yang terbarukan untuk menjamin kesinambungan
ketersediaannya;
f) Menyelesaikan kegiatan budidaya yang terdapat di dalam kawasan lindung melalui konversi
atau rehabilitasi lahan, pembatasan kegiatan, serta pemindahan kegiatan permukiman
penduduk atau kegiatan budidaya terbangun yang mengganggu, secara bertahap ke luar
kawasan lindung;
g) Mengembalikan fungsi areal penggunaan lain untuk ditetapkan menjadi hutan rakyat dengan
fungsi kawasan konservasi, kawasan lindung dan kawasan produksi;
h) Mengembangkan ruang terbuka hijau, dengan luas paling sedikit 30% dari luas kawasan
perkotaan; dan
i) Menyediakan informasi yang bersifat terbuka kepada masyarakat mengenai batas-batas
kawasan lindung, kawasan budidaya, serta syarat-syarat pelaksanaan kegiatan budidaya
dalam kawasan lindung.

4. Strategi pengembangan kegiatan budidaya secara berkelanjutan agar tidak melampaui daya
dukung dan daya tampung lingkungan, terdiri atas:
a) Menetapkan kawasan budidaya yang memiliki nilai strategis kabupaten untuk memanfaatkan
sumberdaya secara sinergis demi mewujudkan keseimbangan pemanfaatan ruang wilayah;
b) Mengembangkan kegiatan budidaya unggulan secara sinergis dan berkelanjutan untuk
mendorong pengembangan ekonomi kawasan, termasuk laut, pesisir dan pulau-pulau kecil;
c) Mengembangkan kegiatan budidaya untuk menunjang aspek politik, keamanan, sosial
budaya, serta ilmu pengetahuan dan teknologi;
d) Mengembangkan dan melestarikan kawasan budidaya pertanian pangan organik untuk
mewujudkan ketahanan pangan kabupaten, sebagai daerah pendukung lahan pangan
berkelanjutan;
e) Membatasi perkembangan kegiatan budidaya terbangun di kawasan rawan bencana untuk
meminimalkan potensi kejadian bencana dan potensi kerugian akibat bencana;
f) Mengembangkan kegiatan budidaya laut secara lestari demi mempertahankan keberadaan
ekosistem di wilayah laut, pesisir, dan pulau-pulau kecil;
g) Mencegah terjadinya hak kepemilikan perorangan terhadap hutan lindung, hutan konservasi,
dan hutan produksi terbatas;
h) Menumbuhkembangkan fisik pusat kota dengan pemanfaatan ruang secara optimal, asri, dan
lestari seperti kota taman; dan
i) Mengembangkan kegiatan budidaya yang mempunyai daya adaptasi bencana di kawasan
rawan bencana.

5. Strategi pengembangan lahan pertanian dan sistem agropolitan yang produktif dan ramah
lingkungan, terdiri atas:
a) Mengembangkan sistem pemasaran hasil pertanian sesuai tingkat skala layanan sampai
ekspor;
b) Mengembangkan lumbung desa modern;
c) Memulihkan lahan yang rusak atau alih komoditas menjadi perkebunan;
d) Mengembangkan kemitraan dengan masyarakat;
e) Mengembangkan pusat ekonomi agropolitan dan pusat bisnis;
f) Mengembangkan sistem pemasaran hasil perkebunan sampai ekspor;
g) Mengembangkan prasarana dan sarana pengangkutan barang dari dan ke pusat pemasaran
dan wilayah pelayanannya;

56 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


h) Meningkatkan status fungsi sawah secara bertahap;
i) Mempertahankan kualitas lingkungan hidup;
j) Meningkatkan produktivitas, diversifikasi, dan pengolahan hasil pertanian; dan
k) Mengendalikan secara ketat fungsi lahan yang ditetapkan sebagai lahan pertanian pangan
berkelanjutan.

6. Strategi pengembangan dan peningkatan kawasan industri berbasis agro, yang ramah lingkungan
serta bernilai ekonomis, terdiri atas:
a) Mengembangkan dan memberdayakan industri kecil dan industri rumahtangga;
b) Mengembangkan industri agribisnis yang mendukung komoditas agribisnis unggulan
dengan teknologi ramah lingkungan;
c) Mengembangkan pusat promosi dan pemasaran hasil industri kecil;
d) Mengembangkan kawasan industri menengah–besar pada lokasi khusus yang strategis
dengan penggunaan teknologi yang efisien dan efektif;
e) Menangani dan mengelola limbah yang dihasilkan industri dengan penyediaan instalasi
pengolahan air limbah (IPAL), secara individual maupun komunal;
f) Menyediakan sarana dan prasarana pendukung pengelolaan kegiatan industri;
g) Mengembangkan zona industri polutif berjauhan dengan kawasan permukiman;
h) Menyediakan jalur hijau sebagai zona penyangga pada tepi luar kawasan industri; dan
i) Mengembangkan kawasan peruntukan industri yang saling bersinergi dan terpadu baik jenis
maupun tingkat keterkaitannya.

7. Strategi peningkatan pengelolaan kawasan yang dapat memberi pengaruh positif terhadap
kegiatan ekonomi, sosial, budaya, pelestarian lingkungan hidup, dan pengembangan ilmu
pengetahuan, terdiri atas:
a) Mencegah atau membatasi pemanfaatan ruang di kawasan strategis yang berpotensi
mengurangi daya lindung kawasan;
b) Mengendalikan pengembangan prasarana dan sarana, di dalam dan di sekitar kawasan
strategis yang dapat memicu perkembangan kegiatan budidaya;
c) Mengembangkan kegiatan budidaya tidak terbangun di sekitar kawasan strategis yang
berfungsi sebagai zona penyangga yang memisahkan kawasan lindung dengan kawasan
budidaya terbangun;
d) Merehabilitasi fungsi lindung kawasan yang menurun akibat dampak pemanfaatan ruang
yang berkembang di dalam dan di sekitar kawasan strategis;
e) Mengendalikan pemanfaatan sumberdaya alam dan energi secara bijaksana untuk
menjamin kepentingan generasi masa kini dan generasi masa depan;
f) Mendorong kegiatan pengelolaan kawasan hutan yang dimanfaatkan untuk koleksi jenis
tumbuhan dan satwa untuk pengembangan ilmu pengetahuan, kebudayaan, dan pariwisata;
g) Mengembangkan kegiatan agropolitan yang memadukan agroindustri, agribisnis,
agroedukasi, agrowisata, serta model rumah kebun di klaster sentra-sentra produksi
komoditas pertanian unggulan; dan
h) Menumbuhkembangkan kegiatan minapolitan sebagai sentra produksi, pengolahan,
pelayanan jasa, serta pemasaran komoditas perikanan pada klaster yang memiliki komoditas
perikanan unggulan

8. Strategi peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan negara, terdiri atas:
a) Mengembangkan kegiatan budidaya secara selektif di dalam dan di sekitar kawasan
pertahanan keamanan untuk menjaga fungsi dan peruntukannya;
b) Mengembangkan kawasan lindung dan / atau kawasan budidaya tidak terbangun di sekitar
kawasan pertahanan keamanan, sebagai zona penyangga yang memisahkan kawasan
tersebut dengan kawasan budidaya terbangun; dan
c) Turut serta memelihara dan menjaga aset-aset pertahanan dan keamanan.

57 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


3.2.2.2 Struktur Tata Ruang

Rencana Struktur Ruang Wilayah Kabupaten Polewali Mandar memuat 3 hal pokok, yaitu :
a. Rencana pusat-pusat kegiatan;
b. Rencana sistem jaringan prasarana utama; dan
c. Rencana sistem jaringan prasarana lainnya.
Muatan materi Rencana Struktur Ruang Wilayah Kabupaten Polewali Mandar yang terkait dengan
Pembangunan Permukiman dan Infrastruktur Perkotaan, antara lain adalah :
a. Rencana Pusat-pusat Kegiatan yang ditetapkan adalah Pusat Kegiatan Wilayah yang dipromosikan
(PKWp) Polewali di Kecamatan Polewali; Pusat Kegiatan Lokal (PKL) Sidodadi di Kecamatan Wonomulyo;
Pusat Kegiatan Lokal yang dipromosikan (PKLp) Pappang di Kecamatan Campalagian dan Tinambung di
Kecamatan Tinambung; dan Pusat Pelayanan Kawasan (PPK) Batupanga di Kecamatan Luyo dan Pelitakan
di Kecamatan Tapango.
b. Rencana Jaringan Jalan (Arteri Primer, Kolektor Primer dan Lokal Primer) yang akan berpengaruh
langsung terhadap pengembangan permukiman dan infrastruktur perkotaan.
c. Rencana Jaringan Prasarana Air Baku untuk air minum dengan pemanfaatan beberapa sungai sebagai
sumber air baku serta pembangunan sumber dan distribusi air bersih.
d. Rencana Jaringan Air Minum dengan sistem perpipaan air bersih ke berbagai wilayah kecamatan.
e. Rencana Sistem Pengendalian Erosi dan Longsor secara mekanik yang salah-satunya melalui
pembangunan saluran drainase.
f. Rencana Sistem Pengelolaan Persampahan.
g. Rencana Sistem Pengelolaan Limbah.
h. Rencana Sistem Jaringan Drainase.
i. Rencana Jalur Evakuasi Bencana.

3.2.2.3 Kawasan Strategis

Kawasan strategis wilayah kabupaten merupakan bagian wilayah kabupaten yang penataan ruangnya
diprioritaskan, karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup kabupaten terhadap ekonomi,
sosial budaya, dan/atau lingkungan. Penentuan kawasan strategis kabupaten lebih bersifat indikatif. Kawasan
strategis kabupaten berfungsi :

1. mengembangkan, melestarikan, melindungi, dan/atau mengkoordinasikan keterpaduan pembangunan


nilai strategis kawasan yang bersangkutan dalam mendukung penataan ruang wilayah kabupaten;
2. sebagai alokasi ruang untuk berbagai kegiatan sosial ekonomi masyarakat dan kegiatan pelestarian
lingkungan dalam wilayah kabupaten yang dinilai mempunyai pengaruh sangat penting terhadap
wilayah kabupaten bersangkutan;
3. untuk mewadahi penataan ruang kawasan yang tidak bisa terakomodasi di dalam rencana struktur ruang
dan rencana pola ruang;
4. sebagai pertimbangan dalam penyusunan indikasi program utama RTRW kabupaten; dan
5. sebagai dasar penyusunan rencana rinci tata ruang wilayah kabupaten.

Kawasan Strategis Kabupaten Polewali Mandar yang dinilai memiliki keterkaitan dengan pembangunan
permukiman dan infrastruktur perkotaan adalah :
1. Kawasan Strategis Perkotaan Polewali sebagai pusat pelayanan pemerintahan, kesehatan, dan
pendidikan; dan
2. Kawasan Strategis Perkotaan Wonomulyo sebagai pusat kegiatan perdagangan;

3.2.3 Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Mandar

3.2.3.1 Tujuan dan Sasaran RPJMD Kabupaten Mandar (2014-2019)

Dengan mengacu pada visi dan misi di atas, dirumuskan tujuan dan sasaran sebagai berikut:

58 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


Misi 3: Meningkatkan infrastruktur guna mendorong daya saing daerah.

Table 3.1 Tujuan, Strategi, dan Arah Kebijakan

Tujuan Strategi Arah Kebijakan


Meningkatkan ketersediaan meningkatkan kondisi jaringan Pengembangan jaringan jalan
infrastruktur pekerjaan umum, jalan dan jembatan dan jembatan
perhubungan, komunikasi dan Meningkatkan infrastruktur mewujudkan pengembangan
informatika irigasi dan sumber daya air dan pengelolaan system irigasi
lainnya partisipatif
Meningkatkan sarana dan Pengembangan sarana dan
prasarana transportasi prasarana transportasi darat,
laut dan penyebrangan
Meningkatkan layanan akses Peningkatan kapsitas media
informasi layanan akses informasi
Meningkatkan ketersedian Meningkatkan kualitas Peningkatan kualitas
infrastruktur perumahan dan lingkungan permukiman kumuh lingkungan permukiman kumuh
permukiman Meningktakn kualitas rumah Peningkatan kualitas rumah
tidak layak huni tidak layak huni
Meningkatkan cakupan layanan Peningkatan cakupan layanan
air minum perpipaan air minum perpiaan
Meningkatkan cakupan layanan Peningkatan cakupan layanan
persampahan persampahan
Membangun dan Penyediaan tenaga listrik di
mengembangkan infrastruktur wilayah-wilayah terpencil
ketenagalistrikan

3.2.3.2 Program Prioritas

Perumusan kebijakan umum dan program pembangunan daerah bertujuan untuk menggambarkan
keterkaitan antara bidang urusan pemerintahan daerah dengan rumusan indikator kinerja sasaran yang
menjadi acuan penyusunan program pembangunan jangka menengah daerah berdasarkan strategi dan arah
kebijakan yang ditetapkan.
Melalui rumusan kebijakan umum, diperoleh sarana untuk menghasilkan atau diperolehnya berbagai program
yang paling efektif untuk mencapai sasaran. Sedangkan dari perumusan program pembangunan daerah
menghasilkan rencana pembangunan yang konkrit dalam bentuk program prioritas yang secara khusus
berhubungan dengan capaian sasaran pembangunan daerah, dan merupakan pernyataan program kepala
daerah Kabupaten Polewali Mandar selama periode tahun 2014-2019.

3.2.4 Rencana Induk Sistem Penyediaan Air Minum (RISPAM) Kabupaten Polewali
Mandar

3.2.4.1 Wilayah Pelayanan SPAM PDAM Kabupaten Polewali Mandar

SPAM yang dikelola oleh PDAM KabupatenPolewali Mandar sampai 2011 melayani 4 wilayah, yaitu Polewali
(Pusat), Cabang Wonomulyo, Unit Campalagian, Unit Tinambung.
Cakupan wilayah kecamatan di Kabupaten Polewali Mandar yang telah memperoleh pelayananan air minum
PDAM adalah 11 kecamatan dari 16 kecamatan yang ada di Kabupaten Polewali Mandar, jumlah pelanggan
PDAM di Kab Polewali Mandar adalah 9.320 pelanggan dengan rincian sebagai berikut:

1. Polewali (Pusat) 5.059 SL dengan daerah pelayanan:


 Polewali : 4.075 SL
 Matakali : 536 SL
 Binuang : 444 SL
 Anreapi : 4 SL
2. Cabang Wonomulyo 2.982 SL dengan daerah pelayanan:
 Wonomulyo : 2.326 SL

59 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


 Mapilli : 579 SL
 Tapango : 77 SL
3. Unit Campalagian 560 SL
4. Unit Tinambung 719 SL dengan daerah pelayanan:
 Tinambung : 518 SL
 Limboro : 201 SL
 Alu :-

a. Sambungan langganan PDAM

Jumlah sambungan langganan PDAM Polewali Mandar memiliki 11 wilayah Kecamatan. Untuk Kecamatan
Polewali yang terlayani 4 wilayah antara lain melayani Polewali, Matakali, Binuang dan Anreapi. Cabang
Kecamatan Wonomulyo melayani 3 Wilayah yaitu Wonomulyo, Mapilli dan Tapango. Unit Kecamatan
Campalagian 1 unit, unit Kecamatan Tinambung melayani 3 wilayah yaitu Kecamatan Tinambung, Limboro dan
Alu. Uraian jumlah sambungan langganan tiap cabang beserta wilayah kecamatan yang belum terlayani
jaringan pipa PDAM dapat dilihat pada Tabel berikut.

Table 3.2 Jumlah sambungan langganan

Wilayah Kecamatan yang Dilayani Wilayah Kecamatan Yang Belum


Jumlah Sambungan
Jaringan Pipa PDAM Terlayani Jaringan Pipa PDAM

Polewali (Pusat) 5 kecamatan


1. Polewali 4.075 Balanipa, Tubbitaramanu, Luyo,
2. Binuang 444 Matangnga dan Bulo
3. Matakali 536
4. Anreapi 4
IKK Wonomulyo
1. Wonomulyo 2.326
2. Mapilli 579
3. Tapango 77
IKK Campalagian 560

IKK Tinambung
1. Tinambung 518
2. Limboro 201
3. Alu -
Sumber: PDAM Polewali Mandar, 2011

Memperhatikan data pada tabel di atas, tergambar bahwa dari 16 kecamatan di Kabupaten Polewali Mandar,
11 kecamatan sudah dilayani jaringan pipa PDAM, 5 kecamatan belum terlayani jaringan pipa PDAM, tetapi 2
kecamatan sudah termasuk kedalam zoning eksisting, sementara masih ada 3 kecamatan, yaitu Kecamatan
Bulo, Tubbitaramanu, Matangnga, yang tidak termasuk eksisting zoning serta tidak terlayani oleh jaringan pipa
PDAM.

PDAM Kabupaten Polewali Mandar memiliki persentase terhadap total penduduk terlayani sebesar 17,87%.
Jika besar persen ini diasumsikan tiap kecamatan terlayani memiliki 1,62% penduduk terlayani, maka jumlah
penduduk yang terlayani jaringan pipa PDAM di kecamatan yang terlayani dapat dilihat pada tabel berikut:

60 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


Table 3.3 Jumlah Penduduk Terlayani PDAM
Total Presentase
Wilayah Kecamatan yang Wilayah Kecamatan
Jumlah Penduduk Penduduk Layanan
Dilayani Jaringan Pipa Yang Belum Terlayani
Terlayani PDAM Cabang Percabang
PDAM Jaringan Pipa PDAM

Polewali (Pusat) 5 kecamatan


1. Polewali Balanipa, Tubbitaramanu, 24.724
2. Binuang Luyo, Matangnga dan 3.874 115.930 28,94%
3. Matakali Bulo 4.544
4. Anreapi 400

IKK Wonomulyo
1. Wonomulyo 16.588 93.981 24,84%
2. Mapilli 4.132
3. Tapango 744
IKK Campalagian 8.154
IKK Tinambung
1. Tinambung 4.706 103.585 30,43%
2. Limboro 2.898
3. Alu -

Dari table di atas dapat dilihat bahwa persen terlayani terhadap penduduk per-zona memiliki prosentase kecil.

3.2.4.2 Kebutuhan Air

1. Kebutuhan air domestik

Berdasarkan hasil perhitungan yang dilakukan, maka diperoleh kebutuhan air domestik untuk Kabupaten
Polewali Mandar dengan rincian sebagai berikut:
a. Zona 1

1) Tahun 2015, kebutuhan air domestik 171,60 l/det

- Kecamatan Polewali : 81,17 l/det


- Kecamatan Binuang : 45,15 l/det
- Kecamatan Anreapi : 13,73 l/det
- Kecamatan Matakali : 31,54 l/det
2) Tahun 2020, kebutuhan air domestik 182,87 l/det
- Kecamatan Polewali : 86,50 l/det
- Kecamatan Binuang : 48,12 l/det
- Kecamatan Anreapi : 14,64 l/det
- Kecamatan Matakali : 33,61 l/det
3) Tahun 2025, kebutuhan air domestik 194,89 l/det
- Kecamatan Polewali : 92,18 l/det
- Kecamatan Binuang : 51,27 l/det
- Kecamatan Anreapi : 15,61 I/det
- Kecamatan Matakali : 35,82 I/det
4) Tahun 2030, kebutuhan air domestik 207,69 l/det
- Kecamatan Polewali : 98,24 l/det
- Kecamatan Binuang : 54,64 l/det
- Kecamatan Anreapi : 16,64 l/det
- Kecamatan Matakali : 38,17 l/det

61 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


b. Zona 2

1) Tahun 2015, kebutuhan air domestik 139,10 l/det


- Kecamatan Wonomulyo : 67,00 l/det
- Kecamatan Mapilli : 40,29 l/det
- Kecamatan Tapango : 31,81 l/det
- Kecamatan Wonomulyo : 67,00 l/det
2) Tahun 2020, kebutuhan air domestik 148,24 l/det
- Kecamatan Wonomulyo : 71,40 l/det
- Kecamatan Mapilli : 42,93 l/det
- Kecamatan Tapango : 33,90 l/det
3) Tahun 2025, kebutuhan air domestik 157,97 l/det
- Kecamatan Wonomulyo : 76,09 l/det
- Kecamatan Mapilli : 45,75 l/det
- Kecamatan Tapango : 36,12 l/det
4) Tahun 2030, kebutuhan air domestik 168,34 l/det
- Kecamatan Wonomulyo : 81,09 l/det
- Kecamatan Mapilli : 48,76 l/det
- Kecamatan Tapango : 38,50 l/det

c. Zona 3

1) Tahun 2015, kebutuhan air domestik 116,96 l/det


- Kecamatan Campalagian : 77,45 l/det
- Kecamatan Luyo : 39,51 l/det
2) Tahun 2020, kebutuhan air domestik 124,68 l/det
- Kecamatan Campalagian : 82,58 l/det
- Kecamatan Luyo : 42,10 l/det
3) Tahun 2025, kebutuhan air domestik 132,91 l/det
- Kecamatan Campalagian : 88,05 l/det
- Kecamatan Luyo : 44,87 l/det
4) Tahun 2030, kebutuhan air domestik 141,68 l/det
- Kecamatan Campalagian : 93,87 l/det
- Kecamatan Luyo : 47,81 l/det

62 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


d. Zona 4

1) Tahun 2015, kebutuhan air domestik 111,46 l/det


- Kecamatan Alu : 17,74 l/det
- Kecamatan Limboro : 25,13 l/det
- Kecamatan Tinambung : 33,03 l/det
- Kecamatan Balanipa : 35,55 l/det
2) Tahun 2020, kebutuhan air domestik 118,79 l/det
- Kecamatan Alu : 18,91 l/det
- Kecamatan Limboro : 26,78 l/det
- Kecamatan Tinambung : 35,20 l/det
Kecamatan Balanipa : 37,89 l/det
3) Tahun 2025, kebutuhan air domestik 126,60 l/det
- Kecamatan Alu : 20,17 l/det
- Kecamatan Limboro : 28,54 l/det
- Kecamatan Tinambung : 37,51 l/det
Kecamatan Balanipa : 40,38 l/det
4) Tahun 2030, kebutuhan air domestik 134,942 l/det
- Kecamatan Alu : 21,50 l/det
- Kecamatan Limboro : 30,42 l/det
- Kecamatan Tinambung : 39,98 l/det
Kecamatan Balanipa : 43,03 l/det
e. Zona 5 Kecamatan Matangnga

1) Tahun 2015, kebutuhan air domestik 7,41 l/det


2) Tahun 2020, kebutuhan air domestik 7,89 l/det
3) Tahun 2025, kebutuhan air domestik 8,41 l/det
4) Tahun 2030, kebutuhan air domestik 8,97 l/det

f. Zona 6 Kecamatan Bulo


1) Tahun 2015, kebutuhan air domestik 12,78 l/det
2) Tahun 2020, kebutuhan air domestik 13,62 l/det
3) Tahun 2025, kebutuhan air domestik 14,51 l/det
4) Tahun 2030, kebutuhan air domestik 15,46 l/det

g. Zona 7 Kecamatan Tubbitaramanu


1) Tahun 2015, kebutuhan air domestik 27,06 l/det
2) Tahun 2020, kebutuhan air domestik 28,85 l/det
3) Tahun 2025, kebutuhan air domestik 30,76 l/det
4) Tahun 2030, kebutuhan air domestik 32,79 l/det

63 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


2. Kebutuhan air non domestik

Kebutuhan Air Non Domestik adalah kebutuhan air untuk kegiatan penunjang kota, yang terdiri dari kegiatan
komersial yang berupa industri, perkantoran dan lain-lain, maupun kegiatan sosial seperti sekolah, ruman sakit
dan tempat ibadah.
Berdasarkan hasil perhitungan yang dilakukan, maka diperoleh kebutuhan air non domestik untuk Kabupaten
Polewali Mandar dengan rincian sebagai berikut:
a. Zona 1

i. Tahun 2015, kebutuhan air non domestik 25,74 l/det


- Kecamatan Polewali : 12,18 l/det
- Kecamatan Binuang : 6,77 l/det
- Kecamatan Anreapi : 2,06 l/det
- Kecamatan Matakali : 4,73 l/det
ii. Tahun 2020, kebutuhan air non domestik 27,43 l/det
- Kecamatan Polewali : 12,98 l/det
- Kecamatan Binuang : 7,22 l/det
- Kecamatan Anreapi : 2,20 l/det
- Kecamatan Matakali : 5,04 l/det
iii. Tahun 2025, kebutuhan air non domestik 29,23 l/det
- Kecamatan Polewali : 13,83 l/det
- Kecamatan Binuang : 7,69 l/det
- Kecamatan Anreapi : 2,34 l/det
- Kecamatan Matakali : 5,37 l/det
iv. Tahun 2030, kebutuhan air non domestic 31,15 l/det
- Kecamatan Polewali : 14,74 l/det
- Kecamatan Binuang : 8,20 l/det
- Kecamatan Anreapi : 2,50 l/det
- Kecamatan Matakali : 5,73 l/det

b. Zona 2

i.Tahun 2015, kebutuhan air non domestik 24,22 l/det


- Kecamatan Wonomulyo : 13,40 l/det
- Kecamatan Mapilli : 6,04 l/det
- Kecamatan Tapango : 4,77 l/det
ii. Tahun 2020, kebutuhan air non domestik 25,81 l/det
- Kecamatan Wonomulyo : 14,28 l/det
- Kecamatan Mapilli : 6,44 l/det
- Kecamatan Tapango : 5,08 l/det
iii. Tahun 2025, kebutuhan air non domestik 27,50 l/det
- Kecamatan Wonomulyo : 15,22 l/det
- Kecamatan Mapilli : 6,86 l/det
- Kecamatan Tapango : 5,42 l/det
iv. Tahun 2030, kebutuhan air non domestic 29,31 l/det
- Kecamatan Wonomulyo : 16,22 l/det
- Kecamatan Mapilli : 7,31 l/det
- Kecamatan Tapango : 5,77 l/det

c. Zona 3

i.Tahun 2015, kebutuhan air non domestik 17,55 l/det


- Kecamatan Campalagian 11,26 l/det
- Kecamatan Loyu 5,93 l/det
ii. Tahun 2020, kebutuhan air non domestik 18,71 l/det
- Kecamatan Campalagian 12,39 l/det
- Kecamatan Loyu 6,73 l/det
iii. Tahun 2025, kebutuhan air non domestik 19,94 l/det

64 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


- Kecamatan Campalagian 13,21 l/det
- Kecamatan Loyu 6,72 l/det
iv. Tahun 2030, kebutuhan air non domestic 21,25 l/det
- Kecamatan Campalagian 14,08 l/det
- Kecamatan Loyu 7,17 l/det

d. Zona 4

i.
Tahun 2015, kebutuhan air non domestik 16,72 l/det
- Kecamatan Alu : 2,66 l/det
- Kecamatan Limboro : 3,77 l/det
- Kecamatan Tinambung : 4,95 l/det
- Kecamatan Balanipa : 5,33 l/det
ii. Tahun 2020, kebutuhan air non domestik 17,82 l/det
- Kecamatan Alu : 2,84 l/det
- Kecamatan Limboro : 4,02 l/det
- Kecamatan Tinambung : 5,28 l/det
- Kecamatan Balanipa : 5,68 l/det
iii. Tahun 2025, kebutuhan air non domestik 18,99 l/det
- Kecamatan Alu : 3,02 l/det
- Kecamatan Limboro : 4,28 l/det
- Kecamatan Tinambung : 5,63 l/det
- Kecamatan Balanipa : 6,06 l/det
iv. Tahun 2030, kebutuhan air non domestic 20,24 l/det
- Kecamatan Alu : 3,22 l/det
- Kecamatan Limboro : 4,56 l/det
- Kecamatan Tinambung : 6,00 l/det
- Kecamatan Balanipa : 6,45 l/det

e. Zona 5 Kecamatan Matangnga

i. Tahun 2015, kebutuhan air non domestik 1,11 l/det


ii. Tahun 2020, kebutuhan air non domestik 1,18 l/det
iii. Tahun 2025, kebutuhan air non domestik 1,26 l/det
iv. Tahun 2030, kebutuhan air non domestik 1,34 l/det

f. Zona 6 Kecamatan Bulo

i Tahun 2015, kebutuhan air non domestik 1,92 l/det


ii Tahun 2020, kebutuhan air non domestik 2,04 l/det
iii Tahun 2025, kebutuhan air non domestik 2,18 l/det
iv Tahun 2030, kebutuhan air non domestik 2,32 l/det

g. Zona 7 Kecamatan Tubbitaramanu

i Tahun 2015, kebutuhan air non domestik 2,71 l/det


ii Tahun 2020, kebutuhan air non domestik 2,88 l/det
iii Tahun 2025, kebutuhan air non domestik 3,08 l/det
iv Tahun 2030, kebutuhan air non domestik 3,28 l/det

3.2.4.3 Kebocoran dan Air Baku

1. Kebocoran / Kehilangan Air

Kebocoran atau kehilangan air didefinisikan sebagai air yang tidak memberikan pendapatan bagi PDAM.
Besarannya dinyatakan dalam presentase antara air yang hilang dengan air yang didistribusikan, dihitung
dengan formula sebagai berikut:

65 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


KA = (Ad – At) /Ad
Dimana:
KA = Kehilangan Air
Ad = Air Terdistribusi
At = Air Terjual (memberikan revenue)

Sesuai dengan definisi bahwa kehilangan air adalah air yang tidak memberikan pendapatan bagi PDAM.
Maka pada dasarnya terdapat kebocoran air yang sebenarnya tidak hilang secara fisik. Air tersebut tetap
dimanfaatkan oleh masyarakat tetapi tidak memberikan pendapatan bagi PDAM.

Oleh karena itu, sifat kehilangan air dalam suatu SPAM dapat dibedakan dalam dua kategori, yaitu kehilangan
air secara berupa air yang benar-benar hilang tidak termanfaatkan, serta kehilangan air secara non fisik
berupa kehilangan pendapatan PDAM akibat adanya pemakaian air yang tidak tertagih. Kehilangan jenis
kedua ini biasa juga disebut kehilangan air komersial. Ilustrasi kehilangan air dalam suatu SPAM disajikan
pada Gambar berikut.

Figure 3.3 Diagram kehilangan air dalam system penyediaan air minum

2. Air Baku

a. Potensi Air Permukaan

i. Sungai Kunyi

Salu (Sungai) Kunyi merupakan salahsatu sungai besar yang mempunyai mata air di Batupiak (+250
mdpl), merupakan bagian dari wilayah administratif Desa Kunyi Kecamatan Anreapi Kabupaten Polewali
Mandar.
Sungai Kunyi memiliki debit tertinggi 152.000 ltr/dtk di musim hujan dan terendah 800 ltr/dtk di musim
kemarau. Sistem pengaliran pompanisasi dan distribusi dengan system gravitasi. Instalasi ini memiliki 3
unit IPA (20 ltr/dtk, 2 unit dan 10 ltr/dtk, 1 unit) total 50 ltr/dtk, air agak keruh pada waktu musim hujan,
namun masih bisa memproduksi air bersih sampai kualitas 75%. Jarak ke daerah pelayanan terdekat 1
km dan terjauh +15 km.

ii. Sungai Lemo

Sungai Lemo dengan debit tertinggi 150 L/Dtk dan terendah 10 L/Dtk di musim kemarau, sistem
pengaliran gravitasi dengan menggunakan broncapetering, saat musim hujan air terkadang keruh.
Kapasitas terpasang 3 Ltr/detik. Belum dilengkapi pengolahan lengkap. Jarak ke daerah pelayanan
terdekat 2 km dan terjauh 8 km.

66 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


iii. Sungai Mandar

Debit tertinggi di musim hujan 450.000 ltr/dtk dan di musim kemarau 1500 ltr/dtk. Kondisi air baku
sangat memprihatinkan karena intake PDAM sering tertutup pasir yang menyebabkan air tidak mengalir
ke sumur/intake. Sistem produksi menggunakan IPA

iv. Sungai Matama

Sungai Matama merupakan potensi sumber air baku dengan debet tertinggi di musim hujan 2000 ltr/dtk
dan musim kemarau 500 ltr/dtk. Jarak pelayanan terdekat kurang lebih 20 km dan terjauh kurang lebih
35 km.

v. Sungai Riso

Sungai Riso dengan debet tertinggi di musim hujan 1000 ltr/dtk dan musim kemarau 100 ltr/dtk. Kondisi
air di musim hujan kadang berlumpur sehingga sulit dijernihkan dengan kapasitas IPA/Filter 30 ltr/dtk.
Jarak pelayanan terdekat kurang lebih 10 km dan terjauh kurang lebih 40 km. Pada jarak 18 km
menggunakan reservoar tower dengan ketinggian 30 m dan jarak 30 km menggunakan bosterpump
terutama di siang hari

vi. Sungai Maloso

Sungai Maloso memiliki debet tertinggi di musim hujan 640.000 ltr/dtk dan musim kemarau 3500 ltr/dtk.
Jarak pelayanan terdekat kurang lebih 25 km dan terjauh kurang lebih 40 km

vii. Sungai Binuang

Sungai Binuang memiliki debet tertinggi di musim hujan 1500 ltr/dtk dan musim kemarau 300 ltr/dtk.
Jarak pelayanan terdekat kurang lebih 3 km dan terjauh kurang lebih 15 km.

viii. Salu Ulu

Salu Ulu yang terletak di Sumarrang Campalagian memiliki debet tertinggi di musim hujan 200 ltr/dtk
dan musim kemarau 20 ltr/dtk. Dari sumber jarak pelayanan terdekat kurang lebih 4,5 km dan terjauh
kurang lebih 12 Km.

ix. Salu Matta

Salu Matta yang terletak di Kecamatan Bulo memiliki debet tertinggi di musim hujan 300 ltr/dtk dan
musim kemarau 50 ltr/dtk. Jarak pelayanan terdekat kurang lebih 4 km dan terjauh kurang lebih 20 km.

b. Potensi Air Tanah

1) Potensi Cekungan Air Tanah (CAT) Cekungan Polewali Mandar

Air tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau batuan di bawah permukaan tanah,
sedangkan yang dimaksud dengan cekungan air tanah (CAT) adalah suatu wilayah yang dibatasi oleh
batas hidrogeologis, tempat semua kejadian hidrogeolgis seperti proses pengimbuhan, pengaliran, dan
pelepasan air tanah berlangsung (PP Nomor 43 Tahun 2008 Tentang Air Tanah).
Berdasarkan pemahaman tentang sifat dan keberadaannya, cekungan air tanah tidak dibatasi oleh batas-
batas administrasi suatu daerah. Artinya cekungan air tanah dapat berada dalam suatu wilayah
kabupaten/kota, lintas batas kabupaten/kota, dalam suatu wilayah provinsi, lintas batas provinsi atau
bahkan lintas batas negara.
Berdasarkan Atlas Cekungan Air Tanah Indonesia yang dikeluarkan oleh Pusat Sumberdaya Air Tanah
dan Geologi Lingkungan, Badan Geologi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Republik
Indonesia Tahun 2011.

67 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


Komposisi litologi yang menyusun CAT Polewali adalah endapan aluvium yang terdiri dari lempung,
lanau, pasir dan kerikil, kelulusan umumnya rendah hingga sedang, kelulusan tinggi terutama pada
material kasar seperti pasir kasar dan kerikil. Keterdapatan air tanah dan produktivitas akuifer pada CAT
Polewali termasuk Akuifer Produktif Sedang dengan penyebaran luas: akuifer berlapis banyak dengan
keterusan rendah hingga sedang, muka air tanah umumnya dekat muka tanah, debit sumur umumnya 5
ltr/ dtk.

2) Kondisi Cekungan Air Tanah (CAT) di Cekungan Polewali

Akibat ketidakseimbangan antara recharge dan discharge, terjadi penurunan muka air tanah. Selain itu,
penurunan muka air tanah disebabkan oleh eksploitasi air tanah yang tidak terkendali. Sedangkan untuk
daerah pantai jika eksploitasi air tanah tidak terkendali berakibat pada masuknya air laut di bawah
permukaan tanah melalui akuifer di daerah pantai (intrusi air laut). Kondisi ini terjadi di bagian selatan
CAT Polewali memanjang dari Timur ke Barat yang merupakan daerah intrusi air laut namun untuk batas
pastinya belum diketahui (dibutuhkan penelitian lebih lanjut).

3.3 Kabupaten Majene

3.3.1 Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) tahun 2006 -2025

3.3.2 Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)

3.3.2.1 Kebijakan Penataan Ruang Wilayah Kabupaten Majene

Kebijakan penataan ruang wilayah kabupaten merupakan arah tindakan yang harus ditetapkan untuk mencapai
tujuan penataan ruang wilayah kabupaten. Mengacu pada tujuan penataan ruang wilayah Kabupaten Majene,
maka kebijakan penataan ruang Kabupaten Majene sebagai berikut :
a. Penetapan dan pemantapan peran dan fungsi perkotaan secara hirarkis dalam kerangka sistem wilayah
pengembangan ekonomi dan sistem pembangunan perkotaan;
b. Peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan jaringan prasarana permukiman, transportasi,
telekomunikasi, energi, sumberdaya air yang dapat mendukung peningkatan dan pemerataan pelayanan
masyarakat;
c. Pengembangan kawasan pertanian yang produktif untuk meningkatkan hasil produksi dan kesejahteraan
masyarakat;
d. Pengembangan potensi kelautan dan perikanan;
e. Pemantapan fungsi dan produktivitas hutan;
f. Pengembangan kawasan pertambangan yang ramah lingkungan;
g. Pengelolaan kualitas lingkungan;
h. Pengendalian, pelestarian dan rehabilitasi kawasan rawan bencana alam; dan
i. Peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan Negara

3.3.2.2 Strategi Penataan Ruang Wilayah Kabupaten Majene

Strategi penataan ruang wilayah kabupaten merupakan penjabaran kebijakan penataan ruang wilayah
kabupaten ke dalam langkah-langkah operasional untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Adapun
strategi penataan ruang wilayah Kabupaten Majene sebagai berikut :
a. Strategi Penetapan dan pemantapan peran dan fungsi perkotaan secara hirarkis dalam kerangka sistem
wilayah pengembangan ekonomi dan sistem pembangunan perkotaan, terdiri atas :
1. Mengembangkan Kecamatan Banggae sebagai pusat pemerintahan kabupaten melalui
peningkatan aksesibilitas dan atau interkoneksi dengan wilayah lain serta penyediaan sarana dan
prasarana pendukung yang memadai;
2. Mengembangkan Kecamatan Banggae dan Kecamatan Banggae Timur sebagai pusat pendidikan
di Provinsi Sulawesi Barat melalui penyediaan sarana dan prasarana utama dan pendukung
pendidikan yang memadai;
3. Mengembangkan Ibukota Kecamatan Malunda, Ibukota Kecamatan Pamboang, dan Ibukota
Kecamatan Sendana, melalui penyediaan/pembangunan sarana dan prasarana pendukung PKLp
(Pusat Kegiatan Lokal Promosi);

68 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


4. Mengembangkan Ibukota Kecamatan Tammerodo, Ibukota Tubo Sendana dan Ibukota Kecamatan
Ulumanda melalui penyediaan/pembangunan sarana dan prasarana pendukung PPK (Pusat
Pelayanan Kawasan);
5. Mengembangkan Kelurahan Baruga Kecamatan Banggae Timur, Kelurahan Sirindu Kecamatan
Pamboang, Kelurahan Tallubanua Kecamatan Sendana, Desa Ulidang Kecamatan Tammero’do, dan
Desa Maliaya Kecamatan Malunda melalui penyediaan/pembangunan sarana dan prasarana
pendukung PPL (Pusat Pengembangan Lingkungan).

b. Strategi Peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan jaringan prasarana permukiman, transportasi,
telekomunikasi, energi, sumberdaya air yang dapat mendukung peningkatan dan pemerataan pelayanan
masyarakat, terdiri atas :
1. Mengembangkan sistem jaringan jalan sesuai hirarki dan fungsinya yang diarahkan untuk menjamin
aksesibilitas wilayah-wilayah, kelancaran lalulintas, dan pengembangan wilayah secara lebih
terpadu;
2. Mengembangkan sistem angkutan umum berdasarkan hirarki wilayah yang ekonomis, aman dan
nyaman;
3. Mengembangkan sistem terminal terpadu dengan fasilitas perdagangan dan pertanian;
4. Mengembangkan jaringan listrik dan energi melalui pengembangan jaringan listrik dan energi yang
diarahkan untuk menjangkau daerah-daerah terpencil serta pengembangan energi alternatif;
5. Mengembangkan sistem telekomunikasi melalui pemanfaatan teknologi komunikasi dan informasi;
6. Mengembangkan sumber daya air secara terpadu dan menyeluruh dengan pendekatan Daerah
Aliran Sungai (DAS).
7. Menjalin kerjasama antar daerah, terutama dalam pengembangan jaringan prasarana/infrastruktur.

c. Strategi Pengembangan kawasan pertanian yang produktif untuk meningkatkan hasil produksi dan
kesejahteraan masyarakat, terdiri atas :
1. Menetapkan pusat-pusat pengumpul/akumulasi bagi hasil-hasil pertanian;
2. Mengembangkan pelabuhan rakyat dengan fungsi sub-akumulasi hasil-hasil produksi pertanian
khususnya di pusat pengembangan bagian utara;
3. Meningkatkan prasarana komunikasi antar sentra produksi pertanian;
4. Meningkatkan kerjasama dan jejaring antara masyarakat (kelompok), antara masyarakat dan
perusahaan perkebunan, untuk menciptakan sinergi usaha dan peningkatan produktivitas;
5. Mengembangkan sumberdaya manusia perkebunan, baik petani pekebun maupun pelaku usaha
lainnya untuk menumbuhkan inovasi dan adaptasi guna berkembangnya sistem usaha agribisnis
berbasis perkebunan;
6. Meningkatkan ketersediaan sarana dan prasarana yang menunjang efektivitas sistem agribisnis
tanaman tahunan dan perkebunan;
7. Meningkatkan pengelolaan dan pemantapan kawasan-kawasan konservasi sekitar kawasan
tanaman tahunan dan perkebunan, untuk menghindari meningkatnya risiko banjir terutama pada
wilayah-wilayah hulu daerah aliran sungai;
8. Meningkatkan ketersediaan informasi mengenai tanaman tahunan dan perkebunan, khususnya
kakao;
9. Mengendalikan kegiatan non-pertanian agar tidak mengganggu lahan pertanian yang
diklasifikasikan sebagai lahan subur kelas satu;
10. Melakukan penanggulangan banjir yang berpotensi melanda kawasan pertanian;
11. Menerapkan sistem usaha tani konservasi terutama pada lahan-lahan dengan potensi erosi tinggi
untuk menghindari degradasi lahan;
12. Meningkatkan produktivitas “lahan basah tidur”, baik melalui pompanisasi maupun melalui cekdam
baru;
13. Mengembangkan prasarana pengairan untuk mendukung pengembangan tanaman padi sawah;
14. Menyusun rencana pengembangan dan pemantapan kawasan-kawasan potensial tanaman lahan
basah untuk dijadikan ”Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan”.

d. Strategi Pemantapan Pengembangan potensi kelautan dan perikanan, terdiri atas :


1 Meningkatkan perikanan budidaya pertambakan dan air payau, perikanan budidaya laut dan
perikanan tangkap;
2 Meningkatkan ketersediaan sarana dan prasarana produksi bagi kawasan peruntukan perikanan;
3 Mengembangkan dan menata pelabuhan perikanan;

69 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


4 Mengembangkan kawasan budidaya perikanan pesisir berupa budidaya perairan pesisir pada zona
pemanfaatan yang dikembangkan di sepanjang pantai barat dengan tidak mengganggu dan
terganggu aktivitas pelayaran dan kepelabuhanan.

e. Strategi Pemantapan fungsi dan produktivitas hutan, terdiri atas :


1 Memanfaatkan hutan produksi berupa pemanfaatan kawasan, pemanfaatan jasa lingkungan,
pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu serta pemungutan hasil hutan kayu dan bukan kayu;
2 Memanfaatkan fungsi dan produktivitas hutan sehingga diperoleh manfaat lingkungan, manfaat
sosial dan manfaat ekonomi yang optimal;
3 Memanfaatkan jasa lingkungan dilakukan dalam bentuk usaha yang memanfaatkan potensi jasa
lingkungan dengan tidak merusak lingkungan dan tidak mengurangi fungsi pokoknya;
4 Memanfaatkan hasil hutan dilakukan dalam bentuk usaha pemanfaatan hutan alam dan usaha
pemanfaatan hutan tanaman. Usaha pemanfaatan hutan tanaman diutamakan dilaksanakan pada
hutan yang tidak produktif dalam rangka mempertahankan hutan alam.

f. Strategi Pengembangan kawasan pertambangan yang ramah lingkungan, terdiri atas :


1 Mengoptimalkan kegiatan pertambangan yang baik dan benar;
2 Meningkatan nilai tambah hasil pertambangan melalui pengolahan hasil tambang;
3 Melakukan reklamasi area penambangan baik selama maupun setelah kegiatan penambangan
berakhir;
4 Melakukan studi dan kajian kelayakan pengusahaan atau pengembangan kawasan pertambangan
secara ekonomi dan berwawasan lingkungan;
5 Kegiatan pertambangan tidak dilakukan pada wilayah yang telah ditetapkan sebagai hutan
konservasi;
6 Kegiatan pertambangan terbuka tidak dilakukan pada wilayah yang telah ditetapkan sebagai hutan
lindung;
7 Kegiatan pemanfaatan galian pasir dan batuan harus memperhatikan ekosistem sekitarnya serta
keselamatan dari berbagai bencana dan bahaya dengan dibatasi oleh garis sempadan yang sesuai
untuk difungsikan sebagai kawasan penyangga keselamatan;
8 Kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi dan eksploitasi bahan tambang di dalam kawasan hutan
dilakukan sesuai dengan ketentuan perundang- undangan.

g. Strategi pengelolaan kualitas lingkungan, terdiri atas :


1 Mengembangkan sistem pelayanan persampahan dengan pendekatan pengurangan, pemanfaatan
kembali, daur ulang dan pemulihan;
2 Mengembangkan sistem sanitasi lingkungan yang berbasis komunal;
3 Mengembangkan sistem IPAL terpadu/kolektif pada zone-zone industri yang direncanakan;
4 Mengarahkan zona-zona industri untuk menjadi kawasan industri dengan fasilitas pengelolaan
lingkungan yang terpadu;
5 Mengarahkan pembangunan industri ke dalam zona industri yang akan ditetapkan atau yang sudah
ada;
6 Mengatur secara ketat terhadap industri-industri polutif;
7 Mengendalikan pengambilan air tanah dalam secara ketat melalui kajian daya dukung air;
8 Mempertahankan kawasan lindung melalui upaya rehabilitasi lahan;
9 Mengendalikan secara ketat terhadap kegiatan budidaya yang berpotensi merusak atau
mengganggu kawasan lindung serta pembatasan atau pengalihan kegiatan-kegiatan budidaya
pada kawasan rawan bencana;
10 Pengembangan kegiatan-kegiatan budidaya yang berfungsi lindung melalui pengembangan
tanaman-tanaman yang berfungsi konservasi.

h. Strategi pengendalian, pelestarian dan rehabilitasi kawasan rawan bencana alam, terdiri atas :
1 Merencanakan lokasi untuk menghindari dataran berpotensi banjir dan rekayasa bangunan di
dataran banjir;
2 Merencanakan lokasi untuk mengurangi kepadatan penduduk di daerah zona gempa dan rekayasa
bangunan untuk menahan kekuatan getaran;
3 Merencanakan lokasi untuk menghindari daerah-daerah yang berbahaya yang digunakan untuk
lokasi bangunan penting dan rekayasa bangunan untuk menahan atau mengakomodir potensi
gerakan tanah;

70 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


4 Merencanakan lokasi untuk menghindari daerah-daerah yang berbahaya yang digunakan untuk
lokasi bangunan penting dan rekayasa bangunan untuk meminimasi dampak areal berpotensi
Tsunami;
5 Merencanakan rencana rinci termasuk pemetaan/deliniasi kawasan dan peraturan zonasi untuk
kawasan perkotaan atau permukiman yang merupakan kawasan rawan bencana;
6 Merencanakan lokasi untuk menghindari banjir pasang (rob) dan mengantisipasi kenaikan paras
muka laut.

i. Strategi peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan negara, terdiri atas :
1 mendukung penetapan kawasan peruntukan pertahanan dan keamanan
2 mengembangkan budidaya secara selektif di dalam dan di sekitar kawasan untuk menjaga fungsi
pertahanan dan keamanan;
3 mengembangkan kawasan lindung dan/atau kawasan budidaya tidak terbangun di sekitar kawasan
pertahanan dan keamanan Negara sebagai zona penyangga; dan
4 turut serta memelihara dan menjaga asset-aset pertahanan dan keamanan.

3.3.2.3 Kawasan Strategis

Kawasan Strategis Provinsi yang ada di Kabupaten Majene, terdiri atas:


a. Kawasan yang potensial untuk komoditas kakao yang terdapat di Sendana, Tubo Sendana, Tammero’do
Sendana, Malunda, dan Ulumanda yang merupakan kawasan strategis dari sudut kepentingan ekonomi;
b. Kawasan Pengelolaan sumber daya alam minyak Blok Mandar dengan luas 4196,25 Km2 yang
berwawasan lingkungan dan terpadu dengan pembangunan kompetensi dan kapasitas SDM Nasional
maupun lokal yang meliputi perairan Selat Makassar, Kecamatan Banggae Timur, Kecamatan Banggae,
Kecamatan Pamboang, Kecamatan Sendana, Kecamatan Tubo Sendana dan Kecamatan Tammero’do;
c. Kawasan Strategis Pusat Ibu Kota Pendidikan Sulawesi Barat yang dipusatkan di Kabupaten Majene yang
merupakan kawasan strategis dari sudut kepentingan sosial dan budaya yang terletak di Pusat Perkotaan
Majene, yaitu di Kecamatan Banggae dan Banggae Timur; dan
d. Kawasan wisata Budaya Mandar yang merupakan kawasan strategis dari sudut kepentingan sosial dan
budaya yang terdapat di seluruh Kecamatan.

1. Kawasan Strategis dari Sudut kepentingan Ekonomi

Berdasarkan kriteria kawasan strategis dan potensi wilayah, maka rencana kawasan strategis kabupaten
yang layak ditetapkan dalam RTRW Kabupaten diarahkan pada:
a. Kawasan Strategis Pelabuhan Perikanan Nusantara, terdapat di Kecamatan Sendana;
b. Kawasan Strategis Agropolitan, terdapat di Kecamatan Malunda; dan
c. Kawasan Strategis Pengembangan Pariwisata, meliputi Kecamatan Banggae Timur, Kecamatan
Banggae, Kecamatan Pamboang dan Kecamatan Sendana.
d. Kawasan Strategis Minapolitan, Meliputi Kecamatan Banggae, Kecamatan Pamboang dan
Kecamatan Sendana.

2. Kawasan Staregis dari Sudut Kepentingan Sosial Budaya

Kawasan strategis dari sudut kepentingan sosial budaya di Kabupaten Majene akan diarahkan pada
kawasan budaya yang terdapat di Kecamatan Banggae, Kecamatan Banggae Timur, Kecamatan
Pamboang, dan Kecamatan Malunda.

3. Kawasan Strategis dari Sudut Kepentingan Pendayagunaan Sumber daya Alam dan Teknologi
Tinggi

Kawasan yang memiliki nilai strategis dari sudut kepentingan pendayagunaan sumberdaya alam
dan/atau teknologi tinggi yang diarahkan di Kabupaten Majene, terdiri atas :
a. Kawasan Pengelolaan sumber daya alam minyak Blok South Mandar dengan luas 3882 Km2
meliputi perairan Selat Makassar Kecamatan Banggae dan Kecamatan Banggae Timur;
b. Kawasan Pengelolaan sumberdaya alam minyak Blok Malunda dengan luas 5148,68 Km2 meliputi
perairan Selat Makassar Kecamatan Malunda, Kecamatan Ulumanda dan Kecamatan Tubo
Sendana;

71 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


c. Kawasan Pengelolaan sumber daya alam minyak Blok Karama dengan luas 5389,68 Km2 meliputi
perairan Selat Makassar Kecamatan Malunda, Kecamatan Ulumanda, Tubo Sendana dan Kecamatan
Tammero’do Sendana;
d. Kawasan Pengelolaan Sumber daya alam pertambangan Batubara terdapat di Desa Seppong
Kecamatan Tammero’do Sendana dan Desa Talubanua Kecamatan Sendana;
e. Kecamatan Pamboang, Kecamatan Sendana, Kecamatan Banggae, Kecamatan Banggae Timur,
Kecamatan Tubo Sendana, Kecamatan Ulumanda dan Kecamatan Malunda berupa kawasan
pertambangan Batu Gamping;
f. Kecamatan Banggae, Kecamatan Pamboang, Kecamatan Sendana, Kecamatan Malunda, Kecamatan
Banggae Timur, Kecamatan Tammero’do Sendana, Kecamatan Ulumanda dan Kecamatan Tubo
Sendana berupa kawasan pertambangan Lempung;
g. Kelurahan Totoli Kecamatan Banggae berupa kawasan pertambangan Oker;
h. Desa Bambangan Kecamatan Malunda, Kelurahan Lalampanua – Desa Betteng Kecamatan
Pamboang, Desa Tubo Kecamatan Tubo Sendana, Desa Kabiraan Kecamatan Ulumanda berupa
kawasan pertambangan Dasit / Andesit;
i. Desa Seppong Kecamatan Tammero’do Sendana berupa kawasan pertambangan Zeolit;
j. Desa Bambangan Kecamatan Malunda berupa kawasan pertambangan Basal;
k. Sungai Deking Desa Lombang Kecamatan Malunda, Sungai Manyamba Kecamatan Tammero’do
Sendana, Sungai Tubo Kecamatan Tubo Sendana, Sungai Panawar Desa Andolang Kecamatan
Pamboang berupa kawasan pertambangan Kerakal Bongkah;
l. Dusun Sambabo Kecamatan Ulumanda berupa kawasan pertambangan Bijih Besi; dan Desa Betteng
Kecamatan Pamboang, Kecamatan Ulumanda dan Kecamatan Malunda berupa kawasan
pertambangan Emas.

4. Kawasan Strategis dari Sudut Kepentingan Pendayagunaan Sumber Daya Alam dan Teknologi
Tinggi

Kawasan yang memiliki nilai strategis dari sudut kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup
di Kabupaten Majene, terdiri atas :
a. Kawasan Pantai Berhutan Bakau meliputi Kecamatan Banggae Timur, Kecamatan Banggae,
Kecamatan Pamboang, Kecamatan Sendana, Kecamatan Tammero’do, Kecamatan Tubo Sendana
dan Kecamatan Malunda;
b. Kawasan Hutan Rakyat dan Hutan Lindung yang tersebar di Kabupaten Majene;
c. Daearh Aliran Sungai (DAS) yang ada di Kabupaten Majene; dan
d. Upaya penanganan/pengelolaan lahan kritis yang dapat dimanfaatkan untuk penanaman
komoditas kayu dan komoditas lainnya yang bermanfaat secara ekologis dan ekonomi.

3.3.2.4 Pola Ruang

Rencana Pola Ruang Wilayah Kabupaten meliputi rencana kawasan lindung dan kawasan budidaya yang
mempunyai nilai strategis kabupaten dan atau lintas kecamatan dan atau kota. Kebijakan pengembangan pola
ruang ditujukan untuk mewujudkan pola penggunaan ruang yang seimbang antara daya lindung kawasan
lindung dengan kapasitas produksi dan pemanfaatan kawasan budidaya secara asri dan lestari.
Kawasan lindung yang baik yang bersifat: (i) preservasi berupa hutan lindung baik di daerah ketinggian
pedalaman yang merupakan daerah hulu (upstream) Daerah Aliran Sungai (DAS), (ii) konservasi berupa taman
margasatwa. Selain daripada itu, untuk kepentingan pelestarian warisan sejarah dan budaya dapat ditetapkan
suatu kawasan konservasi seperti cagar budaya bangunan buatan manusia yang ditetapkan sebagai benda
purbakala. Dalam kawasan budi daya juga diusahakan sebisa mungkin menumbuhkembangkan dan
melestarikan kawasan lindung setempat baik ruang darat, maupun udara untuk menjaga keasrian dan
kelestarian ragam hayati, yang juga merupakan mata rantai sistem ekologi wilayah, seperti ruang terbuka hijau,
baik berupa hutan kota, jalur hijau di sempadan sungai, sempadan danau, dan sempadan jalan. Dalam skala
lingkungan mikro terutama di daerah perdesaan diarahkan tumbuh berkembangnya tatanan desa mandiri
pangan dan energi yang didukung alam yang asri dan lestari.

Pengembangan kawasan lindung bertujuan untuk mewujudkan kelestarian fungsi lingkungan hidup,
meningkatkan daya dukung lingkungan dan menjaga keseimbangan ekosistem antar wilayah guna
mendukung proses pembangunan berkelanjutan di Kabupaten Majene. Arahan kawasan lindung ditetapkan
dengan dasar sebagai berikut:

72 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


1. Menetapkan kawasan lindung sebesar minimal 30% dari luas seluruh wilayah Kabupaten Majene yang
dikelompokan dalam Daerah Aliran Sungai (DAS) atau biasa disebut juga Daerah Pengaliran Sungai
(DPS), yang meliputi kawasan yang berfungsi lindung di dalam kawasan hutan dan di luar kawasan hutan,
termasuk berbagai kawasan konservasi.
2. Mempertahankan kawasan-kawasan resapan air atau kawasan yang berfungsi hidrologis untuk menjamin
katersediaan sumber daya air.
3. Mengendalikan pemanfaatan ruang di luar kawasan hutan sehingga tetap berfungsi lindung.

3.3.3 Rencana Pembangunan Jangka Menengah Pembangunan (RPJMD) Tahun 2016-


2021

3.3.3.1 Visi

Kepala daerah terpilih telah merumuskan visi Kabupaten Majene tahun 2016 – 2021 berikut penjelasannya
adalah sebagai berikut:

“MAJENE PROFESIONAL, PRODUKTIF & PROAKTIF 2021”

Profesional; memiliki kompetensi dan mampu mengoptimalkannya dalam melaksanakan pekerjaannya.

- Tata kelola pemerintahan profesional diwujudkan melalui pengoptimalan penyelengaraan otonomi daerah
di berbagai bidang dalam rangka memberikan pelayanan yang optimal kepada masyarakat serta
meningkatkan akuntabilitas dan trasnparansi dalam penyelenggaraaan pemerintahan daerah;
- Aparat pemerintahan profesional diwujudkan melalui peningkatan kompetensi dan profesionalisme
aparatur pemerintahan daerah;
- Sumber daya manusia profesional diwujudkan melalui peningkatan derajat pendidikan, kesehatan, serta
meningkatkan keterampilan kerja masyarakat yang dilandasi nilai-nilai agama dan budaya lokal daerah.

3.3.3.2 Misi

Untuk mewujudkan visi di atas, perlu dipandu melalui misi. Hal ini tidak lepas dari pemaknaan misi adalah
perwujudan dari keinginan menyatukan langkah dan gerak dalam mencapai visi yang telah ditetapkan.
Sedangkan misi untuk mewujudkan visi tersebut ditetapkan sembilan butir sebagai berikut :

1. Mewujudkan sumber daya manusia dan masyarakat Kabupaten Majene yang berkualitas;
2. Mewujudkan kesejahteraan sosial masyarakat;
3. Mewujudkan optimalisasi pemanfaatan sumber daya alam bidang pertanian, perikanan kelautan dan
pariwisata;
4. Memperkuat dan meningkatkan pertumbuhan perekenomian kerakyatan dengan mengoptimalkan
potensi daerah yang didukung oleh kemandirian masyarakat;
5. Meningkatkan pembangunan infrastruktur bagi percepatan aspek-aspek pembangunan;
6. Supremasi hukum dalam menciptakan pemerintahan yang bersih dan profesional dengan peningkatan
kapasitas aparatur didasarkan pada nilai-nilai kebenaran dan berkeadilan.

3.3.3.3 Tujuan dan Sasaran

Tujuan dan sasaran pada pelaksanaan masing-masing misi, adalah sebagai berikut:

Misi 1: Mewujudkan Sumber Daya Manusia dan Masyarakat Kabupaten Majene yang berkualitas

1. Meningkatkan profesionalisme dan kompetensi aparatur, dengan sasaran pembangunan difokuskan


pada meningkatnya profesionalisme dan kompetensi aparatur yang diukur dengan meningkatnya
persentase pajabat yang lulus dengan kategori memuaskan pada diklat kepemimpinan dan persentase
pejabat struktural yang telah lulus diklatpim IV, III & II;
2. Meningkatkan taraf pendidikan dan derajat kesehatan masyarakat, dengan sasaran pembangunan
difokuskan pada:

73 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


a. Meningkatnya aksesibilitas pendidikan yang dapat ditandai dengan meningkatnya APM Pendidikan
Dasar, Rasio bangunan sekolah terhadap jumlah penduduk usia sekolah, rata-rata lama sekolah &
rasio pemenuhan guru;
b. Meningkatnya kualitas pendidikan yang diukur melalui angka kelulusan pendidikan dasar &
persentase sekolah berakreditasi minimal “B”;
c. Meningkatnya derajat kesehatan yang diukur melalui angka harapan hidup, angka kematian ibu,
angka kematian bayi dan rasio Dokter & Tenaga Kesehatan per satuan penduduk.
3. Meningkatkan keterampilan dan kemandirian masyarakat dengan sasaran pembangunan difokuskan
pada meningkatnya keterampilan kerja dan jiwa kewirausahaan masyarakat yang dapat diukur dengan
Angka Partisipasi Angkatan Kerja dan jumlah tenaga kerja berusaha sendiri (wirausaha/entrepenteur);
4. Meningkatkan kualitas kehidupan beragama dan berbudaya masyarakat dengan sasaran pembangunan
difokuskan pada meningkatnya kualitas kehidupan beragama dan berbudaya masyarakat yang diukur
dengan persentase konflik masyarakat bernuansa SARA yang diselesaikan.

Misi 2: Mewujudkan Kesejahteraan Sosial Masyarakat

Meningkatkan kesejahteraan sosial masyarakat dengan sasaran pembangunan difokuskan pada


meningkatnya taraf hidup masyarakat yang diukur melalui persentase penduduk miskin dan rata-rata
pengeluaran riil per kapita.

Misi 3: Mewujudkan optimalisasi pemanfaatan sumber daya alam bidang pertanian, perikanan,
kelautan dan pariwisata

1. Meningkatkan eksplorasi potensi dan produktivitas sumber daya alam daerah dengan sasaran
pembangunan difokuskan pada meningkatnya produksi sumber daya alam daerah yang ditandai dengan
ketersedian meningkatnya laju pertumbuhan produksi komoditi unggulan daerah;
2. Memenuhi kebutuhan pangan utama masyarakat dengan sasaran pembangunan difokuskan pada
meningkatnya ketersediaan bahan pangan utama dengan harga terjangkau (ketahanan pangan) yang
dapat ditandai dengan menurunnya persentase desa rawan pangan;
3. Meningkatkan daya saing pariwisata daerah dengan sasaran pembangunan difokuskan pada
meningkatnya daya saing pariwisata daerah yang dapat ditandai dengan meningkatnya persentase
kawasan wisata terhadap potensi wisata dan jumlah kunjungan wisatawan per tahun.

Misi 4: Memperkuat dan meningkatkan pertumbuhan perekonomian kerakyatan dengan


mengoptimalkan potensi daerah yang didukung oleh kemandirian masyarakat.

1. Mengoptimalkan potensi daerah melalui sektor perindustrian dan perdagangan dengan sasaran
pembangunan difokuskan pada optimalnya pengelolaan potensi daerah dari hulu ke hilir yang dapat
diukur perumbuhan agroindustri, minaindustri & industri kreatif;
2. Meningkatnya usaha ekonomi kerakyatan dengan sasaran pembangunan difokuskan pada
meningkatnya kontribusi desa terhadap perekonomian yang diukur melalui persentase desa yang
menerapkan OVOP;
3. Mengoptimalkan pemasaran produk-produk daerah dengan sasaran pembangunan difokuskan pada
meningkatnya hasil pemasaran produk-produk daerah yang dapat diukur melalui jumlah
penyelenggaraan pameran/expo.

Misi 5: Meningkatkan pembangunan infrastruktur bagi percepatan aspek-aspek pembangunan

1. Meningkatkan pembangunan infrastruktur wilayah yang berbasis tata ruang wilayah dan perubahan
lingkungan hidup dapat dicapai dengan sasaran pembangunan fokus pada:
a. Meningkatnya implementasi Rencana Tata Ruang Wilayah dapat ditandai dengan ketaatan pada
regulasi penataan wilayah yang berlandaskan pada Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW);
b. Meningkatnya pengendalian lingkungan hidup yang dapat diukur dengan rasio ruang terbuka hijau,
indeks kualitas lingkungan dan persentase penanganan sampah.
2. Meningkatkan kualitas infrastruktur dasar dengan arah pembangunan fokus kepada:

74 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


a. Meningkatnya kualitas infrastruktur kebinamargaan daerah diukur melalui persentase panjang
jaringan jalan kabupaten dalam kondisi baik, persentase pemenuhan penerangan jalan kabupaten
dan persentase panjang jembatan kabupaten dalam kondisi baik;
b. Meningkatnya kualitas perumahan dan pemukiman masyarakat dapat diukur melalui persentase
kawasan kumuh perkotaan dan persentase rumah tangga dengan sanitasi layak.
c. Meningkatnya kualitas pengelolaan air baku dan air bersih bagi masyarakat dapat ditandai dengan
tingginya persentase rumah tangga dengan akses air bersih.
3. Mengembangkan infrastruktur penunjang sektor perekonomian dengan sasaran pembangunan
difokuskan kepada :
a. Meningkatnya kualitas infrastruktur penunjang sektor pertanian yang dapat diukur melalui rasio
jaringan irigasi terhadap luasan sawah dan persentase irigasi kabupaten dalam kondisi baik.
b. Meningkatnya kualitas infrastruktur penunjang sektor kelautan & perikanan yang dapat diukur
melalui tingkat kecukupan dermaga/galangan kapal dan persentase jalan produksi perikanan dalam
kondisi baik.

Misi 6: Supremasi hukum dalam menciptakan pemerintahan yang bersih dan profesional dengan
peningkatan kapasitas aparatur didasarkan pada nilai-nilai kebenaran dan berkeadilan

1. Memperkuat kelembagaan pemerintahan derah dengan sasaran pembangunan difokuskan kepada:


a. Terwujudnya manajemen perencanaan yang efektif dan memperhatikan keinginan masyarakat
secara memadai dapat diukur berdasarkan pesentase usulan musrembang yang terakomodir dalam
APBD dan penjabaran program yang terdapat dalam RPJMD ke dokumen RKPD lebih selaras dan
lebih konsisten sesuai dengan tujuan akhir / target RPJMD.
c. Meningkatnya akuntabilitas penyelenggaraan pemerintahan daerah dapat diukur melalui Nilai
SAKIP, Nilai LPPD Pemda Kab. Majene serta Opini BPK terhadap pengelolaan keuangan daerah
Majene;
d. Terwujudnya tertib administrasi kependudukan dapat ditandai dengan peningkatan persentase
penduduk yang memiliki e-KTP & persentase penduduk yang memiliki dokumen akte kelahiran
yang tercatat dalam SIAK;
e. Meningkatnya kepuasan masyarakat terhadap kinerja pemerintah yang dapat diukur dengan
persentase kepuasan masyarakat berdasarkan survey IKM.
1. Menciptakan rasa aman dan nyaman pada masyarakat dan pelaku usaha untuk meningkatkan iklim
investasi dengan sasaran pembangunan difokuskan kepada:
a. Menurunnya pelanggaran ketertiban dan keamanan masyarakat dapat ditandai dengan penurunan
angka kriminalitas;
b. Penciptaan iklim investasi yang kondusif yang diukur melalui 3 indikator, yakni: persentase
penyelesaian perizinan sesuai SOP/ketentuan yang berlaku, nilai sumber pembiayaan di luar APBD
yang dapat disediakan dan persentase review Perda yang terkait dunia usaha.

3.3.3.4 Strategi Pembangunan

Berdasarkan rumusan visi, misi, tujuan dan sasaran yang telah dipaparkan dalam Bab V, selanjutnya disusun
strategi dari masing-masing misi, sebagai berikut :

1. Mewujudkan sumberdaya manusia dan masyarakat Kabupaten Majene yang berkualitas

Strategi untuk mencapai sasaran Misi Pertama sebagai berikut:


1) Peningkatan Profesionalisme Aparat Sipil Negara.
2) Peningkatan Daya Pendukung Kinerja Aparat Pemerintah yang tertib admunistrasi terhadap aset
3) Peningkatan kualitas pendidikan masyarakat Majene secara berkelanjutan
4) Peningkatan akses memperoleh pendidikan yang bermutu dan relevan disertai tata kelola
pendidikan yang baik
5) Peningkatan akses dan aktualisasi masyarakat dalam bidang olahraga
6) Peningkatan dan memudahkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan dasar dan lanjutan
7) Meningkatkan skill dan knowledge masyarakat
8) Meningkatkan kepedulian masyarakat dalam pelestarian nilai-nilai budaya masyarakat untuk
menciptakan ketahanan budaya daerah.

75 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


2. Mewujudkan Kesejahteraan Sosial Masyarakat.

Strategi untuk mencapai sasaran Misi Kedua sebagai berikut :


1). Optimalisasi program penanggulangan kemiskinan dan pemberdayaan masyarakat dan desa untuk
mengurangi penduduk miskin.
2). Peningkatan penanganan penyandang masalah kesejahteraan sosial.
3). Mengendalikan jumlah penduduk sesuai dengan daya dukung daya tampung lingkungan
4). Optimalisasi peran pemerintah dalam menanggulangi bencana alam
5). Peningkatan fasilitasi usaha masyarakat dan penyelenggaraan bursa kerja daerah untuk
mengurangi jumlah pengangguran.

3. Mewujudkan Optimalnya Pemanfaatan Sumber Daya Alam Bidang Pertanian, Perikanan Kelautan
dan Pariwisata

Strategi untuk mencapai sasaran Misi Ketiga sebagai berikut :


1) Meningkatkan produktifitas hasil pertanian (dalam arti luas) dan pengolahan produk-produk
pertanian;
2) Peningkatan produksi perikanan untuk mencukupi kebutuhan masyarakat.
3) Mengoptimalkan pemanfaatan Sumber Daya Alam dengan tetap memperhatikan kelestariannya.
4) Pemerataan Distribusi dan akses pangan masyarakat sampai tingkat rumah tangga
5) Pengembangan Kepariwisataan

4. Memperkuat dan meningkatkan pertumbuhan perekonomian kerakyatan dengan


mengoptimalkan potensi daerah yang didukung oleh kemandirian masyarakat

Strategi untuk mencapai sasaran Misi Keempat sebagai berikut :


1) Mengoptimalkan pemasaran produk-produk unggulan daerah
2) Peningkatan daya saing industri daerah melalui penerapan teknologi dan standar produk.
3) Peningkatan Hasil Produk dan kualitas produksi penunjang pemasaran
4) Mengembangkan kelembagaan koperasi dan usaha kecil menengah melalui peningkatan kualitas
SDM
5) Peningkatan kinerja ekonomi secara multisektor

5. Meningkatkan pembangunan infrastruktur bagi percepatan aspek-aspek pembangunan

Strategi untuk mencapai sasaran Misi Kelima sebagai berikut :


1) Peningkatan pengendalian pemanfaatan ruang
2) Peningkatan pengendalian lingkungan hidup
3) Peningkatan kualitas infrastruktur jaringan jalan dan jembatan kabupaten
4) Peningkatan kualitas rumah tidak layak huni
5) Mengkoordinasikan pemanfaatan energy alternative, Pembangunan dan mengembangkan
Infrastruktur ketenagalistrikan di pemukiman masyarakat.
6) Meningkatkan kuantitas air baku dan air bersih bagi masyarakat
7) Meningkatkan dan memperluas jangkauan jaringan irigasi teknis dan non teknis
8) Peningkatan sarana dan prasarana perikanan penangkapan dan pembudidayaan ikan
9) Peningkatan Akses menuju kawasan produksi.

6. Supremasi hukum dalam menciptakan Pemerintahan yang bersih dan profesional dengan
peningkatan kapasitas aparatur didasarkan pada nilai-nilai kebenaran dan berkeadilan

Strategi untuk mencapai sasaran Misi Keenam sebagai berikut :


1) Pelaksanaan penyusunan perencanaan pembangunan daerah dengan stakeholders kunci
2) Meningkatkan, akuntabilitas dan transparansi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah
3) Meningkatkan kualitas pelayanan publik di berbagai bidang dalam rangka memberikan pelayanan
kepada masyarakat yang optimal
4) Mengoptimalkan pelayanan administrasi asset untuk mendukung tertib administrasi
5) Mengoptimalkan pelayanan administrasi kependudukan kepada seluruh anggota masyarakat
6) Peninkatan Kepuasan Masyarakat akan pelayanan pemerintah

76 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


7) Penegakan hukum berbagai pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan.
8) Tersedianya SOP Pelayanan Perizinan terhadap Investasi yang kondusif
9) Penyediaan peraturan Investasi yang mendukung Iklim usaha didaerah.

3.3.3.5 Arah Kebijakan Pembangunan

Arah kebijakan pembangunan dimaksudkan untuk Mewujudkan Sumber Daya Manusia yang berkualitas,
Kesejahteraan social Masyarakat, Mengoptimalkan Sumber Daya Alam, Peningkatan pertumbuhan
perekonomian dengan kemandirian masyarakat, percepatan pembangunan merata dan supermasi hukum
dengan serangkaian arah kebijakan.
Berdasarkan rumusan visi, misi, tujuan, sasaran dan strategi yang telah dipaparkan diatas, selanjutnya disusun
arah kebijakan dari masing-masing misi, sebagai berikut :
1. Mewujudkan sumberdaya manusia dan masyarakat Kabupaten Majene yang berkualitas

Dengan Arah Kebijakan sebagai berikut :


1) Peningkatan kualitas, profesionalisme dan akuntabilitas Aparatur Pemerintah daerah.
2) Peningkatan Dokumen, penunjang penyediaan aset.
3) Meningkatkan pemanfaatan teknologi informasi di sektor pendidikan
4) Menjamin pemenuhan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun
5) Mengintensifkan pengembangan pendidikan kejuruan
6) Pemerataan dan perluasan akses memperoleh pendidikan yang bermutu dan relevan
7) Peningkatan tata kelola pendidikan yang baik dalam pengembangan Kota Majene sebagai pusat
pelayanan pendidikan berbasis unggulan
8) Pemerataan sarana dan prasarana pendidikan yang memadai di seluruh wilayah di kecamatan
9) Peningkatan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan
10) Peningkatan Kualitas pelayanan kesehatan masyarakat.

2. Mewujudkan Kesejahteraan Sosial Masyarakat.

Dengan Arah Kebijakan sebagai berikut :


1) Perluasan dan pemerataan kegiatan penanggulangan kemiskinan hingga ke pededesaan.
2) Mensinergikan kegiatan penanggulangan kemiskinan secara terpadu.
3) Peningkatkan ketersediaan dan keterjangkauan sarana dan prasarana penyandang kesejahteraan
sosial di berbagai aspek.
4) Memperluas sumber – sumber pendapatan masyarakat dengan memperluas kesempatan kerja dan
kesempatan berusaha
5) Peningkatan keterampilan penganekaragaman produk olahan berbasis komoditi unggulan lokal
khususnya daerah terpencil.

3. Mewujudkan Optimalnya Pemanfaatan Sumber Daya Alam Bidang Pertanian, Perikanan Kelautan dan
Pariwisata

Dengan Arah Kebijakan sebagai berikut :


1) Peningkatan pemasaran hasil pertanian
2) Peningkatan produktivitas hasil pertanian dan pengolahan produk pertanian
3) Meningkatkan ketersediaan dan keterjangkauan sarana dan prasarana produktivitas, mutu
produktivitas petani melalui pola pemberdayaan masyarakat petani.
4) Peningkatan kerjasama dengan para pelaku usaha yang bergerak di sektor pertanian.
5) Peningkatan produksi perikanan dan pengolahan produk perikanan
6) Meningkatkan ketersediaan dan keterjangkauan produk perikanan.
7) Peningkatan keterlibatan masyarakat dalam konservasi dan rehabilitasi hutan dan lahan kritis.
8) Pengendalian alih fungsi lahan hutan dengan tetap memerhatikan kelestariannya.
9) Peningkatan produksi diberbagai sektor potensi daerah
10) Peningkatan akses pangan masyarakat hingga kepelosok pedesaan

4. Memperkuat dan meningkatkan pertumbuhan perekonomian kerakyatan dengan mengoptimalkan


potensi daerah yang didukung oleh kemandirian masyarakat

77 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


Dengan Arah kebijakan sebagai berikut :
1) Peningkatan ketersediaan sarana dan prasarana pemasaran produk – produk unggulan daerah.
2) Peningkatan penggunaan teknologi tepat guna
3) Pengembangan sistem dan meningkatkan proses pelayanan perizinan.
4) Mengikuti pameran / Expo memperkenalkan potensi daerah
5) Mengembangkan lembaga keuangan mikro pedesaan melalui BUMDes
6) Pembentukan dan pengembangan Koperasi
7) Penciptaan Iklim usaha kecil menengah yang kondusif

5. Meningkatkan pembangunan infrastruktur bagi percepatan aspek-aspek pembangunan

Dengan Arah Kebijakan sebagai berikut :


1) Pembinaan dan pengawasan terhadap pemanfaatan ruang.
2) Peningkatan ketaatan terhadap Rencana Tata Ruang Wilayah
3) Peningkatan manfaat pengelolaan lingkungan hidup
4) Peningkatan pengelolaan terhadap pencemaran dan limbah (sampah)
5) Peningkatan panjang jaringan dan peningkatan kontruksi jalan dan jembatan.
6) Peningkatan kondisi jaringan jalan dan jembatan kabupaten
7) Ketersediaan drainase penunjang jaringan jalan dan jembatan kabupaten.
8) Peningkatan ketersediaan rumah yang layak huni bagi masyarakat
9) Penyediaan tenaga listrik dan energy ke seluruh wilayah kecamatan dan desa terpencil
10) Peningkatan kualitas rumah tangga dengan sanitasi layak
11) Peningkatan cakupan layanan air baku dan air bersih bagi masyarakat

6. Supremasi hukum dalam menciptakan Pemerintahan yang bersih dan profesional dengan
peningkatan kapasitas aparatur didasarkan pada nilai-nilai kebenaran dan berkeadilan

Dengan Arah Kebijakan sebagai berikut :


1) Peningkatan kualitas proses dan mekanisme penyusunan perencanaan pembangunan daerah
2) Peningkatan akuntabilitas dan transparansi pemerintahan daerah
3) Peningkatan kompetensi SDM pelayanan publik.
4) Optimalisasi proses administrasi asset terhadap tertib administrasi
5) Menata sistem administrasi kependudukan
6) Pengembangan perangkat keras dan lunak administrasi kependudukan.
7) Pengembangan Perangkat keras dan lunak administrasi kependudukan
8) Pengembangan saran dan prasaran Kependudukan berbasis aplikasi e- Kependudukan
9) Penerapan pelayanan prima terhadap masyarakat.
10) Pengembangan tindak lanjut terhadap pengaduan masyarakat
11) Penegakan supermasi hukum sesuai regulasi yang berlaku.
12) Tersedia kajian teknis terhadap kegiatan di berbagai sektor sesuai regulasi yang berlaku.
13) Pelayanan Perizinan yang cepat dan tepat
14) Tersedia regulasi pendukung Investasi daerah

3.3.3.6 Program Prioritas

Perumusan program prioritas bagi penyelenggaraan urusan pemerintahan dilakukan sejak tahap awal evaluasi
kinerja pembangunan daerah secara sistematis dilakukan berdasarkan identifikasi permasalahan
pembangunan baik pada urusan pemerintah yang wajib maupun urusan pemerintah yang sifatnya pilihan,
setelah menentukan program prioritas yang dirumuskan berdasarkan perumusan strategis maupun rumusan
permasalahan pembangunan daerah kemudian ditindaklanjuti dengan penentuan pagu indikatif yang
disesuaikan dengan program prioritas tersebut.
Pagu indikatif program merupakan jumlah dana yang akan digunakan untuk membiayai program prioritas
setiap tahun untuk mencapai sasaran pembangunan. Penentuan pagu indikatif ditentukan berdasarkan
standar satuan harga yang telah ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Indikasi rencana program didalam RPJMD Kabupaten Majene Tahun 2016-2021 berisi program-program baik
untuk mencapai visi dan misi pembangunan jangka menengah maupun untuk pemenuhan layanan Perangkat
Daerah dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan daerah. Pagu indikatif sebagai wujud kebutuhan

78 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


pendanaan adalah jumlah dana yang tersedia untuk mendukung terlaksananya program dan kegiatan setiap
tahunnya.

Program-program prioritas yang telah disertai dengan kebutuhan pendanaan (pagu indikatif) kemudian akan
dijadikan pedoman bagi Perangkat Daerah dalam menyusun dokumen perencanaan yang strategis dan
perencanaan operasional, termasuk menjabarkannya kedalam kegiatan prioritas beserta kebutuhan
pendanaannya. Penentuan pagu indikatif dalam mendukung operasionalisasi program prioritas yang telah
ditentukan berdasarkan rumusan strategis dan permasalahan pembangunan daerah pada dasarnya harus
memperhatikan kondisi kemampuan keuangan daerah. Besaran jumlah dana yang akan digunakan dalam
pencapaian target sasaran pembangunan sangat erat kaitannya dengan kondisi kapasitas fiskal riil masing-
masing daerah.

Berdasarkan gambaran umum kondisi keuangan Kabupaten Majene yang telah dijelaskan secara rinci pada
BAB III dalam dokumen ini, bahwa penyelenggaraan pemerintah kabupaten Majene dalam mengoptimalkan
pelaksanaan program dan kegiatan masih sangat bergantung kepada penerimaan dana Perimbangan
terutama Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus.

Sumber-sumber penerimaaan yang berasal dari hasil pajak daerah dan retribusi daerah merupakan bagian
dari komponen dari pendapatan asli daerah. Dengan kata lain bahwa penentuan besaran jumlah anggaran
dalam membiayai keseluruhan program prioritas pembangunan disesuaikan dengan kemampuan pendanaan
dari masing-masing daerah.

Pencapaian target kinerja program (outcome) di masing-masing urusan wajib/pilihan mempertimbangkan


kerangka pendanaan dan pagu indikatif yang bersumber dari APBD Kabupaten Majene, APBD Provinsi dan
APBN maupun sumnber-sumber lainnya yang ditempuh dengan mendrong partisipasi masyarakat secara
khusus diatur dalam pasal 99 ayat (2) Permendagri Nomor 54 Tahun 2010, yaitu Kebijakan, Program dan
Kegiatan Pemerintah daerah yang didanai APBD dalam pencapaian sasarannya, melibatkan peran serta
masyarakat baik dalam bentuk dana, material maupun SDM dan Teknologi.

Indikasi rencana program prioritas meliputi program unggulan dan program penyelenggaraan urusan
pemerintahan daerah, yang semuanya diarahkan untuk mewujudkan tercapainya visi dan misi Kabupaten
Majene 2016-2021.

1. Program Unggulan Kepala Daerah

Program unggulan ditetapkan sesuai dengan janji Bupati dan Wakil Bupati Majene selama kampanye
pemilihan Kepala Daerah yang menjadi prioritas pertama program pembangunan daerah tahun 2016-
2021. Program Unggulan meliputi :
a. Program Peningkatan Aksesbilitas Pendidikan
b. Program Peningkatan Aksesbilitas Kesehatan
c. Program Peningkatan Profesionalisme dan Kompetensi Aparat Sipil Negara
d. Program Peningkatan Keterampilan Kerja masyarakat
e. Program Pelestarian Nilai Agama dan Budaya Mandar
f. Program GEMA MAMMIS (Gerakan Masyarakat Majene Membangun Menanggulangi Kemiskinan)
g. Program Revolusi Biru
h. Program Revolusi Hijau
i. Program Revolusi Wisata Bahari
j. Program Agropolitan
k. Program Minapolitan
l. Program Industri Kerajinan Kreatif dan Pangan Khas Mandar
m. Program Pembangunan Infrastruktur penunjang Kawasan Perekonomian Produktif
n. Program Pembangunan Infrastruktur Penunjang Peningkatan Kualitas Hidup Masyarakat
o. Program Reformasi Birokrasi

79 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


3.3.4 Rencana Induk Sistem Penyediaan Air Minum (RISPAM)

3.3.4.1 Wilayah Pelayanan dan Tingkat Pelayanan

Sistim pelayanan mencakup semua kelurahan–kelurahan yang ada di Perkotaan Mejene kecuali sebagian
kelurahan di Kota Majene yaitu :
- Sebagian Kelurahan Totoli
- Sebagian Kelurahan Tande
- Sebagian Kelurahan Baurung
- Sebagian Wilayah Lembang
- Kelurahan Baruga yang belum terjangkau jaringan Distribusi perpipaan.

Tingkat pelayanan dan unit sambungan :


- Tingkat pelayanan saat ini mencakup 48 % dari jumlah penduduk yang ada di Kota Majene melalui sistim
perpipaan dan terminal air;
- Kapasitas produksi IPA Abaga 40 l/dt pada musim hujan dan menurun drastic pada musim kemarau
sampai 10 – 20 I/dt;
- Bronkaptering Mangge kapasitas produksinya 10 It/dt;
- IPA Galung Lombok kapasitas 20 lt/dt dengan kapasitas produksi 16 l/dt hanya bisa produksi 16 Jam /
Hari
- Tingkat kebocoran 29 %
- Unit Sambungan Rumah ( SR ) : 5 015 Unit
- HU / TA / KU : 84 Unit

Kapasitas produksi dan sumber air dari sistim perpipaan dapat dilihat dalam table dibawah ini :

Table 3.4 Kapasitas Terpasang dan Produksi PDAM Majene Tahun 2014

Keterangan
No Unit produksi Satuan Kapasitas
Jam Operasi

1 IPA ABAGA

- Kapasitas terpasang Lt/dt 40

- kapasitas produksi Lt/ dt 20 24

2 BRONCAPTERING MANGGE

- Kapasitas terpasang Lt/ dt 10


- Kapasitas produksi Lt/ dt 10 24

3 IPA GALUNG LOMBOK

- Kapasitas terpasang Lt/ dt 60

- Kapasitas produksi Lt/ dt 16 12

Jumlah kap. Terpasang Lt/ dt 110

Jumlah Kapasitas Produksi Lt/dt 46

Sumber : PDAM Kabupaten Majene Tahun 2014

1. Sistem Transmisi dan Distribusi

Sistem distribusi air bersih ke daerah pelayanan Kota Majene menggunakan sistim perpompaan dari instalasi
Galung Lombok 20 L/dt ke Reservous II Rusung-Rusung kemudian di dustribusikan secara grafitasi ke
Masysrakat pengguna air bersih dan grafitasi dari instalasi Abaga ke Reservous salabose 600 m3 dan
didistribusikan secara grafitasi pula ke masyarakat. Sistim pelayanan mencakup semua kelurahan perkotaan
majene kecuali sebagian kelurahan kota majene yaitu :
• Sebagian Kelurahan Totoli

80 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


• Sebagian Kelurahan Tande
• Sebagian Kelurahan Baurung
• Sebagian Wilayah Lembang
• Kelurahan Baruga yang belum terjangkau jaringan Distribusi perpipaan.
Sistim distribusi air bersih yang dilakukan PDAM Kabupaten Majene untuk pelayanan Kota Majene dilihat pada
Skema halaman berikut yang akan membahas mengenai kondisi SPAM di Kabupaten Majene.
Jaringan pipa distribusi yang terbangun saat ini dalam jangkauan pelayanannya banyak diperoleh beberapa
kendala, permasalahan terutama mengenai keterbatasan pasokan air Baku baik berupa air permukaan, air
tanah maupun keterbatasan sumber mata air serta keterbatasan diameter pipa pelayanan sambungan
langganan, sehingga ditemui di beberapa lokasi distribusi mengalami rendahnya tekanan air pada pipa.
Keadaan yang kedua ini dikarenakan pembangunan/pemasangan pipa distribusi terbatas untuk pelayanan
sebahagian kecil rumah yang pada saat itu membangun tanpa sarana jalan masuk/gang. Perkembangan
selanjutnya pada ruas jalan yang dibangun dilokasi rumah tersebut terjadi peningkatan, sehingga kapasitas
pipa semula terpasang dipaksakan untuk melayani 100 sambungan dengan diameter 50 mm.
Kehilangan air di SPAM Kabupaten Majene diperkirakan saat ini mencapai rata-rata 29 %, dihitung berdasarkan
jumlah air bersih yang diproduksikan terhadap jumlah air bersih yang terjual kepada masyarakat di Kabupaten
Majene. Adapun lokasi kebocoran terbesar belumlah dapat ditemukan, mengingat keterbatasan alat pantau
debit distribusi ( Meter zone ) sehingga perhitungan kebocoran air masih dianggap merata keseluruh jaringan.
2. Sistem Pelayanan

Air minum hasil olahan SPAM memenuhi semua standar baku air minum. Namun sulit melaksanakan
pengaliran air bersih yang memenuhi K3 (kualitas, kuantitas dan kontinuitas) yang disyaratkan sebagai bentuk
pelayanan prima kepada pelanggan karena keterbatasan sumber air baku yang dimanfaatkan saat ini.
Masih tingginya tingkat kehilangan air yang terutama disebabkan karena sebagian besar jaringan perpipaan
dan meter air yang telah melewati umur teknisnya, juga kurangnya meter air induk. Selain itu adanya
ketidaksesuaian antara potensi demand dan supply yang tersedia sehingga berakibat demand terhadap air
bersih di sejumlah wilayah pelayanan rendah, sedangkan jumlah kapasitas tersedia lebih dari cukup dan juga
sebaliknya untuk sejumlah daerah pelayanan.

3.3.4.2 Kebutuhan Air

1. Standar Kebutuhan Air

Air merupakan sumberdaya yang sangat diperlukan oleh makhluk hidup baik untuk memenui kebutuhannya
maupun menopang hidupnya secara alami. Kegunaan air yang bersifat universal atau menyeluruh dari setiap
aspek kehidupan menjadi semakin berharganya air baik jika dilihat dari segi kuantitas maupun kualitasnya. Air
dibumi sekitar 95,1% adalah air asin sedangkan 4,9% berupa airtawar, hal ini tentu saja menjadi perhatian yang
sangat penting mengingat keberadaan air yang bisa dimanfaatkan terbatas sedangkan kebutuhan manusia
tidak terbatas sehingga perlu suatu pengelolaan yang baik agar air dapat dimanfaatkan secara lestari.
Pemanfaatan air tentu akan sangat berkaitan dengan ketersediaan dan jenis pemanfaatan seperti pemanfaatan
air untuk irigasi, perikanan, peternakan, industry dan lainnya. Adanya berbagai kepentingan dalam
pemanfaatan air dapat menimbulkan terjadinya konflik baik dalam penggunaan airnya maupun cara
memperolehnya. Seiring dengan bertambahnya penduduk maka persaingan untuk mendapatlkan air untuk
berbagai macam kepentingan pun terus meningkat.
Konsep mengenai ketersediaan dan kebutuhan air perlu dipahami dengan baik agar pola penggunaan air atau
manajemen dapat baik pula sehingga hal-hal negative seperti krisis air, banjir, kekeringan maupun dampak-
dampak lainnya setidaknya dapat direduksi. Banyaknya kasus-kasus degradasi sumberdaya air seperti intrusi
air laut oleh pengambilan yang berlebihan melebihi batas aman, pencemaran airtanah maupun air permukaan
disebabkan oleh pemanfaatan air yang tidak berwawasan lingkungan yang cenderung mengedapankan
kebutuhan saja tanpa mempertimbangkan ketersediaannya. Untuk itu, evaluasi sumberdaya air sangat penting
dilakukan agar semua potensi air yang ada dapat diinventarisasi dan dihitung ketersediaannya dan juga
menghitung kebutuhan air sehingga dapat diupayakan sebuah rencana yang ideal agar kebutuhan manusia
terpenuhi dan ketersesiaan air tetap terjaga.
Tingkat pemakaian air per orang sangat bervariasi antara suatu daerah dengan daerah lainnya, sehingga
secara keseluruhan penggunaan air dalam suatu sistem penyediaan air minum juga akan bervariasi.
Bervariasinya pemakaian air ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain: iklim, standar hidup, aktivitas
masyarakat, tingkat sosial dan ekonomi, pola serta kebiasaan masyarakat dan hari libur. Berhubungan
dengan fluktuasi pemakaian air ini, terdapat tiga macam pengertian, yaitu:

81 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


a. Kebutuhan rata-rata

Pemakaian air rata-rata dalam satu hari adalah pemakaian air dalam setahun dibagi dengan 365 hari.

b. Kebutuhan maksimum (Qmax)

Fluktuasi pemakaian air dari hari ke hari dalam satu tahun sangat bervariasi dan terdapat satu hari dimana
pemakaian air lebih besar dibandingkan dengan hari lainnya. Kebutuhan air pada hari maksimum digunakan
sebagai dasar perencanaan untuk menghitung kapasitas bangunan penangkap air, perpipaan transmisi dan
Instalasi Pengolahan Air (IPA). Faktor hari maksimum (fm) berkisar antara 1,1 sampai 1,5 (Lampiran III Permen
PU NO. 18 Tahun 2007). Dalam penyusunan Rencana Induk SPAM Kabupaten Majene, faktor hari maksimum
(fm) yang digunakan sebagai kriteria desain adalah 1,2.

c. Kebutuhan Puncak (Qpeak)

Faktor jam puncak (fp) adalah suatu kondisi dimana pemakaian air pada jam tersebut mencapai maksimum.
Faktor jam puncak biasanya dipengaruhi oleh jumlah penduduk dan tingkat perkembangan kota, dimana
semakin besar jumlah penduduknya semakin beraneka ragam aktivitas penduduknya. Dengan bertambahnya
aktivitas penduduk, maka fluktuasi pemakian air semakin kecil. Berdasarkan standar yang tercantum dalam
Lampiran III Permen PU No.18 Tahun 2007, faktor jam puncak (fp) berkisar antara 1,15 – 3. Dalam penyusunan
Rencana Induk SPAM Kabupaten Majene, faktor jam puncak (fp) yang digunakan sebagai kriteria desain adalah
1,5.
Kebutuhan air ditentukan berdasarkan :
 Proyeksi penduduk
Proyeksi penduduk harus dilakukan untuk interval 5 tahun selama periode perencanaan kedepan.
 Pemakaian air (L/o/h)
Laju pemakaian air diproyeksikan setiap interval 5 tahun.
 Ketersediaan air
Perkiraan kebutuhan air hanya didasarkan pada data sekunder sosial ekonomi dan kebutuhan air
diklasifikasikan berdasarkan aktifitas perkotaan atau masyarakat.

2. Kebutuhan Domestik

Air akan sangat dibutuhkan untuk bertahan hidup dan aktivitas manusia (Jasrotia dkk, 2009). Kebutuhan air
domestik dihitung berdasarkan jumlah penduduk, tingkat pertumbuhan, kebutuhan air perkapita dan
proyeksi waktu air akan digunakan (Yulistiyanto dan Kironoto, 2008). Standar kebutuhan air domestik adalah
dari Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah tahun 2003 dan SNI tahun 2002.
Kebutuhan air merupakan kebutuhan yang berasal dari rumah tangga dan kegiatan sosial. Standar konsumsi
pemakaian domestik ditentukan berdasarkan rata-rata pemakaian air perhari yang diperlukan oleh setiap
orang. Standar konsumsi pemakaian air domestik dapat dilihat dari Tabel 3.6. dibawah ini.

Table 3.5 Tingkat Konsumsi/Pemakaian Air Rumah Tangga Sesuai Kategori Kota

No. Kategori Kota Jumlah Penduduk Sistem Tingkat Pemakaian Air

1. Kota Metropolitan >1.000.000 Non Standar 190


2. Kota Besar 500.000 – 1.000.000 Non Standar 170
3. Kota Sedang 100.000 – 500.000 Non Standar 150
4. Kota Kecil 20.000 – 100.000 Standar BNA 130
5. Kota kecamatan <20.000 Standar IKK 100
6. Kota Pusat Pertumbuhan
<3.000 Standar DPP 60

Sumber: Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah tahun 2003 dan SNI tahun 2002

Kebutuhan air untuk rumah tangga (domestik) dihitung berdasarkan jumlah penduduk tahun perencanaan.
Kebutuhan air minum untuk daerah domestic ini dilayani dengan sambungan rumah (SR) dan hidran umum
(HU). Kebutuhan air minum untuk daerah domestik ini dapat dihitung berdasarkan persamaan berikut :
Kebutuhan air = % pelayanan x a x b

82 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


Dimana:
a = jumlah pemakaian air (liter/orang/hari)
b = jumlah penduduk daerah pelayanan (jiwa)

3. Kebutuhan Non Domestik

Kegiatan non domestik adalah kegiatan penunjang kota terdiri dari kegiatan komersil berupa industri,
perkantoran, perniagaan dan kegiatan sosial seperti sekolah, rumah sakit dan tempat ibadah. Penentuan
kebutuhan air non domestic didasarkan pada faktor jumlah penduduk pendukng dan jumlah unit fasilitas yang
dimaksud. Fasilitas perkotaan tersebut antara lain adalah fasilitas umum, industri dan komersil. Perhitungan
kebutuhan air nnon domestik di Kabupaten Majene diasumsikan sebesar 15-20%.

3.3.4.3 Potensi Air Baku

1. Potensi Air Permukaan

Air permukaan merupakan air yang bersal dari sungai sehingga suatu kawasan sungai memiliki potensi yang
cukup potensial yang sampai saat ini belum termanfaatkan secara optimal baik oleh pemerintah maupun pihak
swasta serta masyarakat. Adapun potensi air permukaan yang termasuk dalam wilayah Kabupaten Majene
yakni :
a. Sungai Majene (Sungai Abaga)

Sungai Abaga merupakan salah satu anak sungai dari wilayah sungai sadang yang mempunyai mata air di
Majene dan Mamuju, merupakan wilayah administratif Kabupaten Majene dan Kabupaten Majene. Di Sungai
Abaga ini terdapat potensi untuk dibuat waduk dan bendungan dimana perencanaan waduk akan di buat di
Kelurahan Baruga sedangkan bendungan berpotensi yang berlokasi di wilayah Lingkungan Asing – Asing
Kelurahan Baruga. Lokasi waduk ABaga kurang lebih 8 km di hilir Binangan Kelurahan Banggae. Sungai Abaga
dengan kapasitas terpasang adalah 40 Lt/dt dan akan terjadi limpahan air jika musim penghujan datang dan
sebaliknya debit air akan menurun jika musim kemarau.

b. Sungai Camba (Sungai Mangge)

Begitupun sungai camba yang merupakan salah satu anak sungai dari wilayah sungai sadang yang
mempunyai mata air di Majene. Sungai Mangge ini terdapat potensi untuk dibuat embun dimana
embun yang terdapat di Lingkungan Mangge sudah tidak mampu beroperasi secara maksimal.
Sungai Mangge dengan kapasitas terpasang adalah 30 Lt/dt dan akan terjadi limpahan air jika musim
penghujan datang dan sebaliknya debit air akan menurun jika musim kemarau dan memiliki ketinggian sekitar
200 mdpl. Seperti yang terlihat pada gambar diatas bahwa kondisi Sungai Mangge di daerah muara pada saat
musim kemarau dimana hampir semua badan sungai mengalami pendangkalan akibat berkurangnya debit air.

c. Sungai Mandar (Sungai Tiambung)

DAS Sungai Mandar atau Sungai Tinambung memiliki Hulu didaerah Kabupaten Mamasa yang mengalir ke
wilayah Kecamatan Ulumanda Kabupaten Majene dan berhulu di daerah Kecamatan Tinambung Kabupaten
Polewali Mandar. Sumber air baku dari Sungai Tinambung atau Mandar cukup besar dengan kapasitas
andalan sebesar 1060 lt/det pada musim hujan dan 600 l/dt pada musim kemarau. Sungai Mandar akan
direncanakan untuk memenuhi kebutuhan air bersih, irigasi dan industri.

d. Sungai Karaka

Sungai Karaka berada di Kecamatan Sendana yang merupakan sumber air baku untuk wilayah IKK Somba
Kecamatan Sendana. Debit air baku Sungai Karaka yang pada musim hujan hanya mencapai sebesar 2 l/det.
Sungai Karaka termasuk dalam wilayah DAS Mandar sesuai dari data Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten
Majene yang pada saat ini air baku dari Sungai Karaka difungsikan untuk memenuhi kebutuhan air bersih
maupun irigasi.

83 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


e. Sungai Tubo

Sungai Tubo merupakan sungai yang terletak di wilayah Kecamatan Tubo Sendana. Berdasarkan hasil
intrapretasi dari Peta Daerah Aliran Sungai (DAS) Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Majene Tahun
2012-2032 memperlihatkan bahwa Sungai Tubo termasuk dalam Daerah Aliran Sungai (DAS) Malunda yang
memiliki debit air baku yang cukup berpotensi untuk dikembangkan sebagai sumber air bersih.
Selain berpotensi sebagai sumber air bersih untuk masyarakat, Sungai Tubo juga difungsikan untuk memenuhi
kebutuhan irigasi bagi masyarakat petani. Sama halnya dengan sungai Malunda (Sungai Deking), pada musim
kemarau suplai air baku mengalami penurunan yang diakibatkan oleh penggundulan hutan dibantaran Sungai
Tubo, yang sebagian wilayahnya termasuk dalam kawasan hutan lindung.

f. Sungai Malunda (Sungai Deking)

Keputusan bersama antara Menteri Dalam Negeri, Menteri Kehutanan dan Menteri Pekerjaan Umum No. 19
tahun 1984, No. 059/Kpts-II/1985 dan No. 124/Kpts / 1984 yang dalam tinjauan pengelolaannya perlu
mendapat perhatian khusus. Daerah Aliran Sungai (DAS) ini merupakan daerah tangkapan air untuk memenuhi
kepentingan penyediaan air minum dan irigasi bagi penduduk Desa Bambangan pada khususnya dan
Kecamatan Malunda pada umumnya dan sekitarnya. Sungai Deking berdasarkan pengamatan dilapangan,
salah satunya disebabkan oleh penggundulan hutan di sekitar Daerah
Aliran Sungai (DAS) Sungai Deking (Sungai Malunda), yang termasuk dalam kawasan hutan lindung. Akibatnya
lahan sekitar DAS tak mampu menyerap air sehingga memasuki kemarau, debit air Sungai Deking sangat
minim. Untuk mengantisipasi kekurangan air, dibutuhkan pengelolaan air untuk mengatur kebutuhan air
dengan pembangunan intake sungai, pekerjaan instalasi pengolahan air dan transmisi di hulu Sungai Deking.

2. Potensi Air Tanah di Kota Majene

Air tanah merupakan sumber daya penting dalam penyediaan air diseluruh dunia. Penggunaannya dalam
pemakaian rumah tangga, irigasi, industri, air mineral dan air pendingin menyebabkan kebutuhan akan air
tanah semakin meningkat. Akibat kekurangan-kekurangan air tanah di berbagai kawasan, maka perlu
mengadakan penaksiran yang tepat, mengembangkan kearah yang benar, mengatur dan melindungi sumber-
sumber yang ada demi kelestarian sumber daya alam tersebut.
Didalam kajian Pendugaan Kondisi Air Tanah pada tahun 2003 dengan menggunakan Metode Geometrik
Tahanan Jenis Di Kota Majene atau dikenal sebagai metode resistivitas yang merupakan salah satu metode
Geofisika yang biasa digunakan untuk memetakan resistivitas bawah permukaan bumi. Metode ini cukup baik
dikaitkan dengan keberadaan saturasi air di bawah permukaan. Hal ini dimungkinkan karena lapisan dan
batuan yang terisi air sangat mudag mengalirkan arus listrik atau bersifat konduktif.
Lapisan tanah (konduktif) seperti ini biasanya memiliki harga resistivitas tertentu (berharga rendah). Lapisan-
lapisan tanah atau batuan yang tersaturasi dengan air diprediksi dengan mengetahui nilai resistivitas lapisan
bumi bawah permukaan.

3.3.4.4 Kehilangan Air

Kebocoran atau kehilangan air didefinisikan sebagai air yang tidak memberikan pendapatan bagi PDAM.
Besarannya dinyatakan dalam presentase antara air yang hilang dengan air yang didistribusikan, dihitung
dengna formula sebagai berikut :
KA = (Ad − At)/Ad

Dimana:
KA = Kehilangan Air
Ad = Air Terdistribusi
At = Air Terjual (memberikan revenue)

84 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


Figure 3.4 Diagram Kehilangan Air Dalam Sistem Penyediaan Air Minum
Air Bersih yang diproduksi
Kehilahan Air secara Air Bersih yang dikonsumsi Kehilahan Air secara
Fisik Komersial
Air Bersih yg Melalui Meteran

Air Bersih yg tercatat dalam


Meteran
Sambungan Air Bersih
Pendapatan dari air secara tidak sah / gelap
Bersih
Pemakaian Air Bersih oleh Publik yang
tidak melalui meteran
Pemakaian Air Bersih yang tidak tercatat
dalam meteran
Kebocoran Air Bersih yang tidak tertagih atau
tidak terbayar

Tercatat dalam Meteran, Tertagih dan terbayar


Sesuai dengan definisi bahwa kehilangan air adalah air yang tidak memberikan pendapatan bagi PDAM. Maka
pada dasarnya terdapat kebocoran air yang sebenarnya tidak hilang secara fisik. Air tersebut tetap
dimanfaatkan oleh masyarakat tetapi tidak memberikan pendapatan bagi PDAM. Oleh karena itu, sifat
kehilangan air dalam suatu SPAM dapat dibedakan dalam dua kategori, yaitu kehilangan air secara berupa air
yang benar-benar hilang tidak termanfaatkan, serta kehilangan air secara non fisik berupa kehilangan
pendapatan PDAM akibat adanya pemakaian air yang tidak tertagih. Kehilangan jenis kedua ini biasa juga
disebut kehilangan air komersial. Ilustrasi kehilangan air dalam suatu SPAM disajikan pada Gambar diatas.

3.3.5 Kebijakan Strategi Daerah (Jakstrada) Tahun 2016

3.3.5.1 Visi Pembangunan Air Minum

“TERWUJUDNYA MASYARAKAT MAJENE SEHAT MELALUI PENYEDIAAN AIR MINUM YANG


BERKUALITAS”
1. Kata terwujudnya masyarakat sehat mengandung makna terciptanya kondisi masyarakat yang bebas
gangguan kesehatan akibat akses air minum yang buruk.
2. Kata penyediaan air minum berkuantitas mengandung makna pencapaian penyediaan air minum
memenuhi kualitas, kuantitas, kontinyuitas dan keterjangkauan kebutuhan air bersih yang dibutuhkan oleh
setiap rumah tangga.

3.3.5.2 Misi Pembangunan Air Minum

Untuk mewujudkan visi tersebut di atas, maka misi yang akan dijalankan oleh pemerintah daerah adalah :
a. Peningkatan pembangunan sektor Air Minum yang kontinyu dan berkualitas.
b. Mewujudkan ketersediaan Air Baku yang berkualitas dan berkelanjutan bagi masyarakat
c. Meningkatkan kinerja kelembagaan pengelola Air Minum.
d. Mewujudkan kebijakan kepastian hukum yang mendukung pembangunan dan pengelolaan Air Minum

3.3.5.3 Sasaran

Untuk mewujudkan visi,misi dan nilai serta tujuan pembanguna sektor air minum ditetapkan sasaran jangka
panjang, jangka menengah dan jangka pendek dengan pencapaian target yang ditentukan per periode
tersebut.
a. Sasaran Pembangunan Jangka Panjang (2014-2024)

85 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


Sasaran pembangunan jangka panjang sektor air minum adalah terpenuhinya kebutuhan air minum
seluruh masyarakat Kabupaten Majene dan tersedianya sarana penyehatan lingkungan di seluruh wilayah
Kabupaten Majene secara berkelanjutan dan dikelola secara mandiri sesuai dengan standar nasional.
Sasaran jangka panjang dilaksanakan selama 10 tahun dimulai pada tahun 2014 sampai dengan tahun
2024

b. Sasaran Pembangunan Jangka Menengah (2014-2019)

Sasaran pembangunan jangka menengah sektor air minum adalah terpenuhinya cakupan kebutuhan air
minum dan sarana penyehatan bagi masyarakat majene sebanyak 100% dari sisa jumlah rumah tangga
yang belum memiliki akses Air Minum.

c. Sasaran Pembangunan Jangka Pendek/ Tahunan

Sasaran pembangunan jangka pendek sektor air minum adalah terpenuhinya cakupan kebutuhan air
minum bagi masyarakat Majene sebanyak ± 20% dari sisa jumlah rumah tangga yang belum memiliki
akses Air Minum setiap tahun anggaran.

3.3.5.4 Kebijakan dan Strategi Pengembangan SPAM

Kebijakan pengembangan SPAM dirumuskan untuk menjawab isu strategis dan permasalahan dalam
pengembangan SPAM. Berdasarkan kelompok kebijakan yang telah dirumuskan di atas, ditentukan arahan
kebijakan sebagai dasar dalam mencapai sasaran pengembangan SPAM yang diarah
1. Peningkatan akses aman air minum bagi seluruh masyarakat melalui jaringan perpipaan dan bukan
jaringan perpipaan terlindungi;
2. Peningkatan kemampuan pendanaan operator dan pengembangan alternative sumber pembiayaan;
3. Peningkatan kapasitas kelembagaan penyelenggaraan pengembangan SPAM;
4. Pengembangan dan penerapan NSPK di Pusat dan di Daerah;
5. Peningkatan penyediaan air baku untuk air minum secara berkelanjutan;
6. Peningkatan peran dan kemitraan badan usaha dan masyarakat;
7. Pengembangan inovasi teknologi SPAM.
Selanjutnya kebijakan dan Strategi pengembangan SPAM dirumuskan sbb:

Kebijakan 1 :

Peningkatan akses aman air minum bagi seluruh masyarakat diperkotaan dan perkampungan melalui Jaringan
Perpipaan dan Bukan Jaringan Perpipaan.

Strategi 1

Mengembangkan SPAM dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan minimal untuk memperluas
jangkauan pelayanan air minum terutama untuk masyarakat berpenghasilan rendah strategi ini dilaksanakan
melalui rencana tindak sebagai berikut :
1) Mengembangkan SPAM sesuai strategi serta arahan RTRW Kabupaten Majene 2011 - 2031
2) Mengembangkan SPAM baru di wilayah yang belum terjangkau jaringan PDAM
3) Penambahan jumlah pelanggan dan peningkatan kualitas pada wilayah pelayanan yang sudah ada → 5
Kecamatan
4) Mengembangkan SPAM untuk MBR terutama di pinggiran kota / kawasan kumuh dan kawasan RSH.

Strategi 2

Mengembangkan SPAM dalam rangka mendukung pertumbuhan ekonomi.


Strategi ini dilaksanakan melalui rencana tindak sebagai berikut :
1) Mengembangkan SPAM non rumah tangga a.l.: Industri, Niaga, Pariwisata.
2) Mengurangi disparitas cakupan pelayanan SPAM antar wilayah utara , tengah dan selatan Kabupaten
Majene

86 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


Strategi 3

Meningkatkan dan memperluas akses air minum yang aman melalui SPAM bukan jaringan perpipaan
terlindungi dan berkelanjutan, Strategi ini dilaksanakan melalui rencana tindak sebagai berukut :
1). Meningkatkan prasarana dan sarana SPAM bukan jaringan perpipaan tidak terlindungi menjadi
terlindungi program stimulan, percontohan dan dana bergulir.
2). Melakukan pembinaan dan pengawasan teknis prasarana dan sarana SPAM bukan jaringan perpipaan,
antara lain melalui pemanfaatan sanitarian dari Badan Lingkungan Hidup dan Dinas Kesehatan.
3). Meningkatkan pengembangan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat kerja sama lintas Instansi Pemerintah
Pusat dan Daerah.

Strategi 4

Meningkatkan kualitas air minum yang memenuhi persyaratan baku mutu yang berlaku Strategi ini
dilaksanakan melalui rencana tindak sebagai berikut :
1). Melaksanakan pengawasan uji laboratorium untuk memonitor kualitas air minum yang diterima
masyarakat secara rutin baik secara fisik, kimia dan biologi dari internal penyelenggara SPAM (PDAM),
DKK maupun dari BBTKL
2). Melaksanakan rencana pengamanan air minum ( Water Safety Plan ) oleh PDAM dan Swasta / Badan
Usaha penyelenggara SPAM

Strategi 5

Menurunkan tingkat kehilangan air


Strategi ini dilaksanakan melalui rencana tindak sebagai berikut :
1). Mengoptimalkan potensi dalam hal pendanaan pengembangan SPAM antara lain : Bantuan Teknik dan
Bantuan Program Penyehatan PDAM (APBN) seperti Program penuruan NRW dengan pemasangan
meter induk untuk keakurasian debit produksi dan distribusi
2). Memberikan Insentif kepada penyelenggara SPAM yang memiliki program Penurunan Tingkat
Kehilangan air.
3). Memfasilitasi penyelenggara SPAM untuk melakukan Kampanye Pencegahan Pencurian air.

Strategi 6

Mengembangkan sistem informasi dan pendataan dalam rangka pemantauan dan evaluasi kinerja pelayanan
air minum , Strategi ini dilaksanakan melalui rencana tindak sebagai berikut :
1). Menyusun dan memvalidasi database dan SIM-SPAM.
2). Membangun jejaring SIMPAM dan menetapkan institusi yang mengkoordinasikannya.
3). Melaksanakan bimbingan teknis untuk pemutakhiran data SPAM

Kebijakan 2 :

Peningkatan kemampuan pendanaan operator dan pengembangan alternative sumber pembiayaan.

Strategi 1

Meningkatkan kemampuan financial internal Penyelenggara SPAM.


Strategi ini dilaksanakan melalui rencana tindak sebagai berikut :
1). Memfasilitasi upaya peningkatan pendapatan.
2). Memfasilitasi peningkatan efisiensi biaya
3). Mempercepat penyelesaian restrukturisasi utang PDAM.

Strategi 2

Meningkatkan komitmen Pemerintah dalam pendanaan pengembangan SPAM, Strategi ini dilaksanakan
melalui rencana tindak sebagai berikut :
1). Mengalokasikan dana APBD ataupun sumber pembiayaan lainnya bagi pengembangan SPAM.

87 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


2). Memberi stimulant untuk mendorong pengembangan SPAM oleh masyarakat secara mandiri.
3). Mengembangkan penyertaan modal pemerintah (PMP) bagi pengembangan SPAM di daerah.

Strategi 3

Mengembangkan pola pembiayaan melalui Corporate Social Responsibility (CSR).


Strategi ini dilaksanakan melalui rencana tindak sebagai berikut :
1). Membangun forum komunikasi untuk sinkronisasi program antara perusahaan swasta dengan
pemerintah.
2). Memetakan kebutuhan pengembang SPAM yang dapat di danai oleh dana CSR.
3). Menetapkan mekanisme pelaksanaan program pengembangan SPAM dari dana CSR yang memberikan
manfaat bagi para pihak.
4). Melakukan promosi kerjasama pembangunan air minum berbasis masyarakat dengan lembaga
pengelola yang berkinerja baik melalui kegiatan CSR.
5). Melaksanakan sosialisasi dan pemantauan terhadap penyelenggaraan pengembangan SPAM yang
melalui dana CSR.

Strategi 4

Meningkatkan pendanaan melalui perolehan dana non pemerintah, seperti pinjaman dan hibah dalam dan
luar negeri, pinjaman perbankan dan pinjaman non-perbankan. Strategi ini dilaksanakan melalui rencana
tindak sebagai berikut :
1). Menyusun skenario SPAM dan penyelenggara yang di danai dari non pemerintah.
2). Memfasilitasi tersedianya pengaturan terkait pelakasanaannya.
3). Mempercepat proses pemberian jaminan untuk subsidi bunga sesuai perpres 29/2009
4). Meningkatkan dukungan pemerintah (government support) dan jaminan pemerintah (government
guarantee) untuk mendukung pelaksanaan investasi pendanaan non-pemerintah

Kebijakan 3 :

Peningkatan kapasitas kelembagaan penyelenggaraan pengembangan SPAM

Strategi 1

Memperkuat kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM) di dalam pengembangan SPAM, Strategi ini dilaksanakan
melalui rencana tindak sebagai berikut :
1). Melakukan pembinaan dalam rangka peningkatan kapasitas SDM yang terkait dengan penyelenggaraan
pengembangan SPAM, baik SDM dari kalangan pemerintah, Penyelenggara, pelaksana konstruksi, dan
penyedia jasa konsultasi, antara lain melalui pendidikan dan pelatihan.
2). Mendorong pengisian jabatan structural/fungsional oleh SDM yang memiliki sertifikat kompetensi yang
sesuai.

Strategi 2

Memperkuat peran dan Fungsi dinas/instansi di tingkat Provinsi dan Kabupaten dalam pengembangan SPAM
Strategi ini dilaksanakan melalui rencana tindak sebagai berikut:
1). Memberi pedoman pengaturan tugas fungsi SKPD dalam penyelenggaraanpengembangan SPAM.
2). Meningkatkan pelaksanaan tugas fungsi dalam :
a) Perencanaan,
b) Pelaksanaan
c) Pengawasan, dan
d) Penyediaan data dan informasi.
3). Meningkatkan komitmen penyelenggara untuk menyusun laporan kinerja pengembangan SPAM

Strategi 3

Menerapkan prinsip Good Corporate Governance untuk Penyelenggara/operator SPAM, Strategi ini
dilaksanakan melalui rencana tindak sebagai berikut :

88 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


1). Menerapkan tata kelola perusahaan secara transparan, akuntabel, kompetitif, berkeadilan dan
profesional.
2). Menerapkan Sistem Manajemen Mutu termasuk penyusunan dan penerapan Standar Operasional
Prosedur (SOP) untuk operasi dan pemeliharaan SPAM.
3). Menyusun pedoman dan pelaksanaan evaluasi kinerja pengelolaan SPAM secara periodik.
4). Memfasilitasi peningkatan kinerja lembaga Penyelenggara SPAM.
5). Menerapkan manajemen keuangan Penyelenggara SPAM secara efisien.

Strategi 4

Mengembangkan manajemen asset SPAM dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektifitas pengelolaan,
Strategi ini dilaksanakan melalui rencana tindak sebagai berikut :
1). Menyusun pedoman penerapan manajemen asset yang efisien optimalisasi asset Penyelenggara SPAM.
2). Melakukan pembinaan melalui sosialisasi dan pendampingan penerapan manajemen asset.
3). Meningkatkan manajemen dan optimalisasi aset Penyelenggara SPAM

Strategi 5

Mengembangkan kapasitas Pemerintah Daerah dalam pelaksanaan SPAM Regional, Strategi ini dilaksanakan
melalui rencana tindak sebagai berikut :
1). Memfasilitasi kerja sama antara kabupaten/kota dalam bentuk regionalisasi penyelenggaraan SPAM
terutama pada daerah yang memiliki layanan yang bersinggungan dengan daerah lain;
2). Melakukan pembinaan dalam pembentukan kelembagaan untuk SPAM Regional.
3). Melakukan pembinaan dalam penyusunan rencana induk, studi kelayakan, dan rencana bisnis (business
plan) SPAM Regional.
4). Melakukan pembinaan dalam pelaksanaan pengelolaan SPAM Regional.

Kebijakan 4;

Pengembangan dan penerapan Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria di Pusat dan di daerah.

Strategi 1

Melengkapi produk peraturan perundangan dalam penyelenggaraan pengembangan SPAM. Strategi ini
dilaksanakan melalui rencana tindak sebagai berikut :
1). Menyusun dan menetapkan NSPK yang terkait dengan penyelenggaraan Pengembangan SPAM ( amanat
PP 16/2005 dan PP 38/2007)
2). Melakukan pembinaan melalui sosialisasi, pelatihan dan pendampingan terhadap penerapan NSPK

Strategi 2

Menyelenggarakan pengembangan SPAM sesuai dengan kaidah teknis, Strategi ini dilaksanakan melalui
rencana tindak sebagai berikut :
1. Melaksanakan perencanaan SPAM baru sesuai dengan kaidah teknis yang benar dan lengkap serta sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.
2. Melakukan evaluasi dan melengkapi dokumen perencanaan pengembangan SPAM yang telah terbangun
(fisik/teknis) agar sesuai dengan kaidah teknis yang benar dan lengkap.
3. Melaksanakan kegiatan konstruksi dan rekonstruksi sesuai dengan kaidah teknis.
4. Melakukan pengawasan kualitas air minum secara berkala sesuai ketentuan yang berlaku (Permenkes).
5. Menyusun Rencana Induk Pengembangan SPAM sebagai alat control untuk setiap tahapan
pembangunan.
6. Memperkuat supervisi dalam pelaksanaan pengembangan SPAM.

Kebijakan 5 :

Peningkatan penyediaan air baku untuk air minum secara berkelanjutan.

89 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


Strategi 1

Meningkatkan konservasi wilayah sungai dan perlindungan sumber air baku.


Strategi ini dilaksanakan melalui rencana tindak sebagai berikut :
1). Menetapkan sumber air baku utama dalam Rencana Tata Ruang Provinsi dan Rencana Tata Ruang
Kabupaten Majene dalam rangka perlindungan dan pelestarian daerah tangkapan air.
2). Meningkatkan upaya perlindungan dan pelestarian sumber air, antara lain dengan perlindungan air baku
berbasis kearifan lokal, melaksanakan rehabilitasi hutan dan DAS kritis, perlindungan air baku dari
pencemaran, pengendalian laju kegiatan tambang inkonvensional, keterpaduan antara penyelenggaraan
SPAM dengan sanitasi.
3). Meningkatkan tampungan air dan mengendalikan alih fungsi lahan sesuai Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten Majene.
4). Meningkatkan upaya penghematan air serta pengendalian penggunaan air tanah.
5). Memfasilitasi Pemerintah Daerah untuk membangun sumur resapan, terutama di daerah pemukiman.

Strategi 2

Meningkatkan upaya penyediaan air baku untuk air minum. Strategi ini dilaksanakan melalui rencana tindak
sebagai berikut :
1). Menetapkan rencana alokasi dan hak guna air bagi pengguna yang sudah ada dan yang baru sesuai
dengan pola dan rencana pengelolaan sumber daya air pada setiap wilayah sungai.
2). Memastikan pengelolaan sumber air terpadu dalam rangka memenuhi kebutuhan air minum.
3). Meningkatkan upaya pengembangan sumber air baku dengan memadukan kepentingan antar wilayah
dan antar pemilik kepentingan.
4). Memprioritaskan penyediaan air baku bagi daerah rawan air.
5). Memfasilitasi pemerintah daerah yang memiliki fasilitas IPAL Domestik untuk melaksanakan upaya
penggunaan kembali (reuse) air olahannya bagi keperluan non-domestik.
6). Mengembangkan konsep pemanenan air terutama di kawasan permukiman skala besar dan kawasan
industri.

Strategi 3

Meningkatkan efisiensi dan efektifitas pengelolaan sumber daya air melalui pendekatan berbasis wilayah
sungai. Strategi ini dilaksanakan melalui rencana tindak sebagai berikut :
1). Menyediakan informasi neraca air (Water balance).
2). Menyediakan data kebutuhan air baku untuk air minum per Kabupaten/Kota sampai jangka waktu
tertentu.
3). Melakukan sosialisasi peraturan perizinan pemanfaatan air baku dan kewajiban Penyelenggara untuk
memiliki surat izin pemanfaatan air baku.
4). Menyelaraskan peraturan perizinan pemanfaatan air baku di daerah dengan peraturan yang lebih tinggi.

Strategi 4

Meningkatkan efisiensi dan efektifitas pemanfaatan air baku melalui sistem regional. Strategi ini dilaksanakan
melalui rencana tindak sebagai berikut :
1). Melakukan pemetaan kebutuhan regionalisasi pemanfaatan air baku.
2). Mengembangkan potensi pemanfaatan air baku secara regional.
3). Mengembangkan model regionalisasi yang mempertimbangkan model institusi kelembagaan regional,
model pengelolaan keuangan, dan sumber pembiayaan.
4). Meningkatkan peran pemerintah provinsi dalam pelaksanaan regionalisasi pemanfaatan air baku.
5). Memantapkan criteria kesiapan ususlan (readiness criteria) sebelum pelaksanaan regionalisasi
pemanfaatan air baku, termasuk sosialisasi kepada masyarakat.

Kebijakan 6 :

Peningkatan peran dan kemitraan badan usaha dan masyarakat.

90 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


Strategi 1

Meningkatkan kepedulian masyarakat dalam penyelenggaraan pengembangan SPAM, Strategi ini


dilaksanakan melalui rencana tindak sebagai berikut :
1). Melakukan kampanye menuju perilaku hidup bersih dan sehat sebagai penciptaan kebutuhan pelayanan
air minum yang layak dan berkelanjutan.
2). Meningkatkan partisipasi aktif masyarakat melalui penerapan penyelenggaraan SPAM berbasis
masyarakat di wilayah yang belum termasuk wilayah pelayanan BUMN/BUMD.
3). Memfasilitasi peningkatan kapasitas lembaga pengelola air minum berbasis masyarakat melalui
pelatihan, bimbingan, dan pemantauan kemajuan kinerja layanan air minum, meliputi aspek teknis,
administrasi/manajemen, dan keuangan.
4). Melakukan promosi peran kader pembangunan air minum sebagai fasilitator pemberdayaan masyarakat
dalam penyelenggaraan SPAM berbasis masyarakat.
5). Memberikan bantuan teknis pembentukan kelembagaan masyarakat pengelola air minum.
6). Menyebarluaskan contoh keberhasilan (best practice) kelompok masyarakat yang melakukan
penyelenggaraan pengembangan SPAM.
7). Mendorong pembentukan forum pelanggan air minum untuk setiap Penyelenggara SPAM yang berdiri
secara independen.
8). Melaksanakan sosialisasi peran, hak dan kewajiban masyarakat dalam penyelenggaraan pengembangan
SPAM.
9). Melaksanakan sosialisasi hemat penggunaan air.
10). Meningkatkan peran serta masyarakat dalam perlindungan daerah tangkapan air.

Kebijakan 7 :

Pengembangan inovasi teknologi SPAM

Strategi 1

Mendorong penelitian untuk mengembangkan teknologi bidang air minum. Strategi ini dilaksanakan melalui
rencana tindak sebagai berikut :
1). Melakukan kerjasama dengan lembaga penelitian/swasta/perguruan tinggi untuk mengembangkan :
a) Inovasi teknologi dalam pengembangan SPAM khususnya pada daerah dengan keterbatasan
kualitas air baku;
b) Inovasi teknologi pengelolaan air minum untuk mencapai efisiensi dan berwawasan lingkungan
khususnya dalam pemakaian energy dan penurunan kehilangan air fisik.

Strategi 2

Memasarkan hasil inovasi teknologi, Strategi ini dilaksanakan melalui rencana tindak sebagai berikut :
1). Melakukan sosialisasi hasil inovasi teknologi.
2). Melakukan uji coba hasil inovasi teknologi.
3). Melakukan kemitraan dengan lembaga/pabrikan/ahli teknologi dalam dan luar negeri terkait
penggunaan teknologi baru bidang air minum.
4). Mengembangkan pasar yang dapat memanfaatkan inovasi teknologi antara lain melalui pengembangan
kebijakan pemanfaatan inovasi teknologi.

Strategi 3

Menerapkan teknologi tepat guna dalam pengembangan SPAM pada daerah dengan keterbatasan kualitas
air baku, Strategi ini dilaksanakan melalui rencana tindak sebagai berikut :
1). Melakukan pembangunan SPAM baru yang menggunakan teknologi tepat guna, khususnya pada daerah
dengan keterbatasan air baku/belum terlayani PDAM.
2). Menerapkan inovasi SPAM yang bertumpu pada potensi lokal.
3). Melakukan pengelolaan SPAM yang efisien khususnya dalam pemakaian energy dan penurunan
kehilangan air fisik.
4). Mendorong pemanfaatan air hasil daur ulang dari IPAL untuk penggunaan nonkonsumsi.

91 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


Strategi 4

Menyusun rencana implementasi prinsip pembangunan berkelanjutan dalam pengelolaan SPAM, Srategi ini
dilaksanakan melalui rencana tindak sebagai berikut :
1). Memfasilitasi lembaga peneliti/swasta untuk melakukan mengembangkan life cycle assessment (analisa
dampak lingkungan ) dalam pengelolaan air minum.
2). Memfasilitasi lembaga peneliti/swasta untuk mengembangkan design for sustainability pada pengelolaan
air minum.

3.3.5.5 Rencana Aksi Percepatan Investasi Bidang Air Minum

Percepatan Investasi Pengembangan SPAM ditujukan untuk mendukung Kebijakan Strategi Pengembangan
SPAM, yang dirumuskan guna memenuhi Standar Pelayanan Minimal, pencapaian target pelayanan 100% di
tahun 2019.

Sampai dengan tahun 2015 cakupan pelayanan air minum Kabupaten Majene sebesar 83,47% untuk akses air
minum melalui jaringan perpipaan baik PDAM maupun non PDAM (DAK) Direncanakan melalui rencana SPAM
Galung Lombok akan ada penambahan kapasitas produksi sebesr 140 l/dt yang pembangunannya
dilaksanakan secara bertahap mulai tahun 2018 sebesar 100 l/dt. Diharapkan hingga tahun 2019 dengan
adanya program pengembangan SPAM Galung Lombok akan ada penambahan 3.000 sambungan rumah baru
hingga tahun 2017. Dengan demikian cakupan layanan perkotaan melalui perpipaan akan mencapai 100%.
Untuk mencapai target cakupan akses aman nasional sebesar 100% untuk perkotaan baik melalui jaringan
perpipaan mupun bukan jaringan perpipaan di tahun 2019 dibutuhkan penambahan sekitar 3.000 sambungan
rumah (SR) sejak tahun 2015 hingga 2019, diperlukan total investasi sekitar Rp. 134.708.250.000 (Seratus Tiga
Puluh Empat miliar Tujuh Ratus Delapan Juta Dua ratus Lima Puluh ribu rupiah ). Adapun sumber
pendanaannya terdiri dari APBN, APBD Kota,dan PDAM).

Untuk mencapai target cakupan akses aman nasional sebesar 100% untuk perkotaan melalui jaringan
perpipaan sampai dengan tahun 2019 dibutuhkan penambahan kapasitas produksi sebesar 140 l/dt melalui
SPAM Galung Lombok Program SPAM Regional ini memanfaatkan sumber air baku dari sungai Mandar yang
diharapkan dapat terealisasi di awal tahun 2018. Dengan program SPAM Regional ini akan ada penambahan
baru sambungan rumah untuk Kabupaten Majene sekitar 3.000 sambungan rumah (SR) hingga 2019 sumber
dana yang tersedia dialokasikan dari APBN, APBD Provinsi, APBD Kota dan PDAM Kabupaten Majene.

92 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


4
KONDISI EKSISTING SPAM

4.1 Kabupaten Polewali Mandar

4.1.1 Lembaga Pengelola

Secara administratif, wilayah pelayanan PDAM Kabupaten Polewali Mandar yang memiliki jumlah penduduk
396.120 jiwa (data BPS tahun 2011). Perusahaan Daerah Air Minum Polewali Mandar Kabupaten Polewali
Mandar adalah satu-satunya Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), yang bergerak dalam bidang pelayanan air
bersih untunk masyarakat Kabupaten Polewali Mandar, didirikan pada tahun 1990 dan disahkan dengan
Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Polewali Mamasa No. 2 Tahun 1990 tentang Pendirian Perusahaan
Daerah Air Minum Kabupaten Polewali Mamasa, namun dengan adanya pemekaran wilayah Kabupaten
Polewali Mamasa dengan berdirinya Kabupaten Mamasa, maka kabupaten induk berubah nama menjadi
Kabupaten Polewali Mandar berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 74 tahun 2005 Tanggal 30 Desember
2005 dan Keputusan DPRD Kabupaten Polewali Mamasa Nomor 38/KPTS/DPRD tanggal 24 juli 2004, maka
PDAM Kabupaten Polewali Mamasa berubah nama menjadi PDAM Kabupaten Polewali Mandar.

Secara kelembagaan Pengelolaan Air Minum di Kabupaten Polewali Mandar menjadi tanggungjawab PDAM
Polewali Mandar Kabupaten Polewali Mandar berdasarkan Perda No. 2 Tahun 1990 tentang
pembentukan Perusahaan Daerah Air Minum Kabupaten Polewali Mamasa. Sesuai perkembangannya, Perda
ini beberapa kali mengalami perubahan, terakhir dengan Perda No.74 Tahun 2005 tanggal 30 Desember 2005
dan Keputusan DPRD No. 38/KPTS/DPRD tanggal 24 Juli 2004. tentang Perusahaan Daerah Air Minum
Kabupaten Polewali Mandar. Struktur organisasi berdasarkan Surat Peraturan Bupati Nomor 20 Tahun 2005,
tanggal 15 September 2005 tentang Susunan Organisasi, Rincian Tugas Pokok, Fungsi dan Tata Kerja, PDAM
dipimpin oleh 3 orang direksi terdiri dari 1 Direktur Utama dan 2 orang Direktur dan membawahi
beberapa cabang dan unit IKK.

93 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


Figure 4.1 Struktur Organisasi PDAM Polewali Mandar

Table 4.1 Profil Karyawan PDAM Polewali Mandar berdasarkan Status Tahun 2011
Jumlah
Status Karyawan (orang)

Pegawai tetap Perusahaan 50

Calon Pegawai 0

Pegawai tidak tetap/kontrak 15

Jumlah 65

Sumber: laporan operasional 2011

Table 4.2 Profil Karyawan PDAM Polewali mandar berdasarkan Jenjang Pendidikan Tahun 2011

Kualifikasi Pendidikan Karyawan Jumlah Persentase (%)

SD 5 8,69
SMP 5 8,69
SLTA : 7 11,69
STM SMA/SMEA/SPP 28 43,77

D3 Non Teknik:
- Ekonomi 1 0,15

94 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


Kualifikasi Pendidikan
Jumlah Persentase (%)
Karyawan

S1 Teknik :
1 0,15
- Teknik Listrik
S1 Non Teknik:
5 8,69
- Ekonomi
11 17,92
- Sosial
1 0,15
- Hukum

S2 Non Teknik 1 0,15


Jumlah 65 100

Sumber: laporan operasional 2011

4.1.2 Cakupan Layanan

PDAM Kabupaten Polewali Mandar, di samping sebagai salah satu pemicu perkembangan ekonomi
masyarakat, juga diharapkan dapat dijadikan salahsatu parameter peningkatan indeks kesejahteraan
masyarakat di Kabupaten Polewali Mandar pada sektor kesehatan dan peningkatan taraf hidup masyarakat
melalui peningkatan pelayanan air minum.

95 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


Figure 4.2 Existing Cakupan Layanan

96 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


Table 4.3 Data Umum PDAM Polewali Mandar

Total Jumlah
Jumlah Sambungan %Terhadap total
Wilayah Total Jumlah Penduduk Jumlah Jiwa %Total Jiwa
Langganan penduduk terlayani
Penduduk Terlayani terlayani

Kabupaten 9.320 SL 396.120 70.764 58.864 14,86% 17,87%


Polewali mandar
Sumber: PDAM Polewali Mandar 2011

4.1.3 Data Teknis

4.1.3.1 SPAM PDAM Kabupaten Polewali Mandar

SPAM yang dikelola oleh PDAM KabupatenPolewali Mandar sampai 2011 melayani 4 wilayah, yaitu Polewali
(Pusat), Cabang Wonomulyo, Unit Campalagian, Unit Tinambung. Cakupan wilayah kecamatan di
Kabupaten Polewali Mandar yang telah memperoleh pelayananan air minum PDAM adalah 11 kecamatan
dari 16 kecamatan yang ada di Kabupaten Polewali Mandar, jumlah pelanggan PDAM di Kab Polewali Mandar
adalah 9.320 pelanggan dengan rincian sebagai berikut:
1. Polewali (Pusat) 5.059 SL dengan daerah pelayanan:
- Polewali : 4.075 SL
- Matakali : 536 SL
- Binuang : 444 SL
- Anreapi : 4 SL

2. Cabang Wonomulyo 2.982 SL dengan daerah pelayanan:


- Wonomulyo : 2.326 SL
- Mapilli : 579 SL
- Tapango : 77 SL

3. Unit Campalagian 560 SL

4. Unit Tinambung 719 SL dengan daerah pelayanan :


- Tinambung : 518 SL
- Limboro : 201 SL
- Alu :-

4.1.3.2 Jaringan Perpipaan (JP) (1) Unit Air Baku

Sumber air baku yang digunakan oleh PDAM Kab Polewali Mandar untuk melayani penduduk di Kabupaten
Polewali Mandar adalah air permukaan, mata air dan deep well, yaitu:

(1) AIR BAKU


1. Air Permukaan

- Sungai Kunyi Kecamatan Anreapi


- Sungai Dulang Kecamatan Anreapi
- Sungai Lemo Kecamatan Binuang
- Sungai Lokko Kecamatan Tapango
- Sungai Sarre Kecamatan Alu
- Sungai Palece Kecamatan Limboro

2. Air tanah (Tdk Berfungsi/Rusak) Kecamatan Campalagian

Kapasitas sumber air dalam hal ini air permukaan pada umumnya menurun terutama pada musim kemarau
juga disebabkan penebangan hutan/rusaknya hutan. Sedangkan kapasitas sumur bor, semakin lama semakin
menurun karena kondisi faktor usia sumur sebahagian peralatan sudah rusak.

97 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


Mengenai kualitas sumber air cukup baik sedangkan untuk sumber air tanah (sumur bor), kurang baik karena
mengandung zat besi (Fe). Kualitas air permukaan cukup baik hanya saja pada musim hujan, tingkat
kekeruhannya meningkat sehingga di unit pengolahan diperlukan bak prasedimentasi

(2) Unit Instalasi

Kapasitas terpasang PDAM Kabupaten Polewali Mandar untuk daerah pelayanan Kabupaten Polewali Mandar
adalah 140 l/det, sedangkan kapasitas produksi yang telah dimanfaatkan adalah 100 l/det. Masih terdapat
kapasitas yang belum termanfaatkan (idle capacity) sebesar 40 l/det (disebabkan kapasitas sumber air
berkurang dan peralatan IPA sudah rusak karena faktor usia). Dengan demikian kapasitas produksi yang telah
dimanfaatkan sebesar 71,43%.
Pada tabel di bawah ini dapat dilihat kapasitas terpasang dan kapasitas termanfaatkan sumber air baku PDAM
Kab Polewali Mandar untuk cabang PDAM di Kabupaten Polewali Mandar.
Table 4.4 Konsolidasi Kapasitas Produksi PDAM Polewali Mandar

SUMBER TERPASANG DIMANFAATKAN


KOTA / INSTALASI PRODUKSI
( l/d ) ( l/d ) ( l/d )

POLEWALI

IPA Pulele 200 50 35

IPA Anreapi 100 10 10

SPC Lemo 20 5 5

WONOMULYO

IPA Kalimbua I 150 30 30

IPA Kalimbua II 150 10 10

CAMPALAGIAN

AIR TANAH DALAM 10 -

TINAMBUNG

IPA Lembanglembang 300 5 -

IPA Salarri 5 10 5

SPC Saragian 5 10 5

Sumber: PDAM Polewali Mandar 2011

(3) Kinerja Unit Produksi

Pemenuhan pasokan air bersih bagi pielanggan di wilayah Kabupaten Polewali Mandar, PDAM Kabupaten
Polewali Mandar memproduksi air dengan standar kualitas air minum dengan 7 instalasi yang tersebar di
wilayah Kabupaten Polewali Mandar. Masing-masing memiliki kapasitas beragam, yaitu:
- IPA Pulele – 35 liter/detik
- IPA Anreapi – 10 liter/detik
- SPC Lemo – 5 liter/detik
- IPA Kalimbua I– 30 liter/detik
- IPA Kalimbua II – 10 liter/detik
- IPA Salarri – 5 liter/detik
- SPC Saragian – 5 liter/detik

Air yang diproduksi pada 7 instalasi pengolahan di atas telah memenuhi standar kualitas Air Minum seperti
yang tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 907/Menkes/SK/VII/2002 tentang standar Air Minum
pada IPA yang dimiliki.

Tingkat kehilangan air PDAM Kab Polewali Mandar pada tahun 2011 sebesar 36,42%.

98 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


Berdasarkan data PDAM Kabupaten Polewali Mandar, penjualan air sampai dengan bulan Desember tahun
2011 adalah 1.399.418 m3. jika dibandingkan dengan penjualan air tahun 2010, terjadi peningkatan penjualan
air sebesar 1.228.244 m3.

(4) Sambungan Langganan

Jumlah sambungan langganan PDAM Polewali Mandar memiliki 11 wilayah Kecamatan. Untuk Kecamatan
Polewali yang terlayani 4 wilayah antara lain melayani Polewali, Matakali, Binuang dan Anreapi. Cabang
Kecamatan Wonomulyo melayani 3 Wilayah yaitu Wonomulyo, Mapilli dan Tapango. Unit Kecamatan
Campalagian 1 unit, unit Kecamatan Tinambung melayani 3 wilayah yaitu Kecamatan Tinambung, Limboro
dan Alu. Peta wilayah zonasi dapat dilihat pada Figure 4.3 Peta Wilayah Zonasi

99 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


Figure 4.3 Peta Wilayah Zonasi

100 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


Uraian jumlah sambungan langganan tiap cabang beserta wilayah kecamatan yang belum terlayani jaringan
pipa PDAM dapat dilihat pada Tabel berikut:

Table 4.5 Jumlah sambungan langganan

Wilayah Kecamatan yang Dilayani Jumlah Wilayah Kecamatan Yang Belum


Jaringan Pipa PDAM Sambungan Terlayani Jaringan Pipa PDAM

Polewali (Pusat) 5 Kecamatan Balanipa,Tubbitaramanu,


1. Polewali Luyo, Matangnga dan Bulo
2. Binuang 4.075
3. Matakali 444
4. Anreapi 536
4

IKK Wonumlyo
1. Wonomulyo
2. Mapilli 2.326
3. Tapango 579
77
IKK Campalagian 560
IKK Tinambung
1.Tinambung
2. Limboro 518
3.Alu 201
-

Sumber: PDAM Polewali Mandar 2011

Memperhatikan data pada tabel di atas, tergambar bahwa dari 16 kecamatan di Kabupaten Polewali Mandar,
11 kecamatan sudah dilayani jaringan pipa PDAM, 5 kecamatan belum terlayani jaringan pipa PDAM, tetapi 2
kecamatan sudah termasuk kedalam zoning eksisting, sementara masih ada 3 kecamatan, yaitu Kecamatan
Bulo, Tubbitaramanu, Matangnga, yang tidak termasuk eksisting zoning serta tidak terlayani oleh jaringan pipa
PDAM.

PDAM Kabupaten Polewali Mandar memiliki persentase terhadap total penduduk terlayani sebesar 17,87%.
Jika besar persen ini diasumsikan tiap kecamatan terlayani memiliki 1,62% penduduk terlayani, maka
jumlah penduduk yang terlayani jaringan pipa PDAM di kecamatan yang terlayani dapat dilihat pada tabel
berikut:

101 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


Table 4.6 Jumlah Penduduk Terlayani PDAM

Jumlah
Wilayah Kecamatan yang Penduduk Total Persentase
Wilayah Kecamatan Yang Belum
Dilayani Jaringan Pipa Terlayani Penduduk layanan
Terlayani Jaringan Pipa PDAM
PDAM PDAM cabang percabang

Polewali (Pusat) 5 Kecamatan Balanipa,Tubbi


1. Polewali Taramanu,Luyo,Matangnga dan Bulo
2.Matakali 24.724
3.Binuang 3.874 115.930 28,94%
4. Anreapi 4.544
400

IKK Wonomulyo
1. Wonomulyo
2. Mapilli 16.588
3. Tapango 4.132 93.981 22,84%
744

IKK Campalagian 8.154


IKK Tinambung
1.Tinambung
2.Limboro 4.706 103.585 30,43%
3. Alu 2.898
-

Dari table di atas dapat dilihat bahwa persen terlayani terhadap penduduk per-zona memiliki prosentase kecil.

4.1.3.3 Skematik Zona

Dari 4 unit pelayanan jaringan pipa PDAM, 1 diantaranya berasal dari sumber yang sama yaitu sungai Lokko
Kecamatan Tapango. Ada 3 skematik sistem air bersih SPAM, yaitu SPAM Wonomulyo pelayanan Mapilli,
Matakali dan Campalagian.

a. SPAM Wonomulyo, Mapilli dan Matakali

Sumber air baku berasal dari Sungai Lokko (Salu Lokko) Kecamatan Tapango, menggunakan intake sadap.
Kemudian dialirkan menuju ke Instalasi Pengolahan Air (IPA) Desa Kalimbua dengan kapasitas sebesar 30
L/det. dan didistribusikan ke daerah pelayanan Kecamatan Wonomulyo, Mapilli, Matakali dan Campalagian,
3
ditampung s ebagian di reservoir (menara Air) di Wonomulyo dengan kapasitas sebesar 200m .

b. SPAM Campalagian

Sumber air bersih berasal dari Sumber SPAM Kecamatan Wonomulyo menggunakan boster PAM kapasitas 5
l/dtk. Kemudian dialirkan menuju Kecamatan Campalagian sejauh 7,5 km, mengantisipasi berkurangnya debit
air maka pemerintah pusat, Melalui satker PK PAM Provinsi Sulawesi Barat mengalokasikan dana pada
tahun anggaran 2012 untuk pembangunan IPA kapasitas 20 l/dtk yang kondisinya dalam tahap
pembangunan. Rencananya akan melayani 12 Desa/Kelurahan dari 18 Desa/Kel yang ada di Kecamatan
Campalagian dengan jumlah penduduk 52.307 jiwa (data BPS 2011) dengan sistem pelayan gravitasi.

4.1.3.4 Jaringan Non Perpipaan

Sistem layanan air bersih, selain dilayani oleh PDAM juga oleh saluran air bersih yang berasal dari:
1. Sumur gali (pribadi dan umum)
2. Sumur pompa tangan (dangkal dan dalam)
3. Sumur bor / pompa listrik

102 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


o
Di Kec. Luyo Desa. Tenggelang pada titik koordinat 119 6’ 7,022” BT

o
3 25’ 8,501”LS dilakukan kegiatan pemboran air tanah dalam dengan kedalaman 125 m dan pembangunan
sarana air bersih / minum warga di desa tersebut. Debit air yang diharapkan dijumpai pada pemboran dalam
yaitu berkisar 5000 ltr/ 30 menit atau 2,78 ltr/dtk.

4. Perlindungan Mata air (Keran umum, tandon air, hidran umum).

Perlindungan mata air adalah mata air yang terletak di pelosok atau di pegunungan dan dimanfaatkan oleh
masyarakat setempat sebagai sumber air bersih. Selain menggunakan air permukaan dan air tanah sebagai
sumber potensi air baku, harus dipertimbangkan juga keberadaan mata air yang tersebar di Kabupaten
Polewali Mandar. Meskipun mata air tersebut memiliki debit yang tidak terlalu besar, namun apabila
dikombinasikan dan dihubungkan dengan saluran perpipaan, debit yang dihasilkan bisa cukup memadai untuk
memfasilitasi sumber air baku masyarakat di beberapa kawasan. Sebaran beberapa Mata Air di Kabupaten
Polewali Mandar dapat dilihat pada Table 4.7.

103 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


Table 4.7 Data Sumber Mata Air Di Kabupaten Polewali Mandar

NAMA MATA AIR DESA KECAMATAN SAB


1 Paku Paku Binuang Perpipaan
2 Duampanua Duampanua Anreapi Perpipaan

3 Kunyi Kunyi Anreapi Perpipaan


4 Pappandangan Pappandangan Anreapi Perpipaan
5 Palatta Palatta Tapango Perpipaan
6 Kurra Kurra Tapango Perpipaan
7 Riso Riso Tapango Perpipaan
8 Patambanua Patambanua Mapilli Perpipaan
9 Karombang Karombang Mapilli Perpipaan
10 Beroangin Beroangin Mapilli Perpipaan
11 BTP Daala BTP Daala Luyo Perpipaan
12 Laliko Laliko Campalagian Perpipaan
13 Suruang Suruang Campalagian Perpipaan
14 Ongko Ongko Campalagian Perpipaan
15 Lego Lego Balanipa Perpipaan
16 Bala Bala Balanipa Perpipaan
17 Pambusuang Pambusuang Balanipa Perpipaan
18 Lambanan Lambanan Balanipa Perpipaan
19 Tamangalle Tamangalle Balanipa Perpipaan
20 Tammejarra Tammejarra Balanipa Perpipaan
21 Mosso Mosso Balanipa Perpipaan
22 Batulaya Batulaya Tinambung Perpipaan
23 Tangan Baru Tangan Baru Limboro Perpipaan

24 Samasundu Samasundu Limboro Perpipaan


25 Napo Napo Limboro Perpipaan
26 Kalumammang Kalumammang Alu Perpipaan
27 Alu Alu Alu Perpipaan
28 Puppuring Puppuring Alu Perpipaan
29 Mombi Mombi Alu Perpipaan
30 Salarri Salarri Alu Perpipaan
31 Ambopadang Ambopadang Tutar Perpipaan
32 Pirian Tapiko Pirian Tapiko Tutar Perpipaan
33 Taramanu Taramanu Tutar Perpipaan
34 Tubbi Tubbi Tutar Perpipaan
35 Tapua Tapua Matangnga Perpipaan
36 Lenggo Lenggo Bulo Perpipaan
37 Bulo Bulo Bulo Perpipaan

Sumber: Dinas Kesehatan Kab. Polman, 2011

4.1.3.5 SPAM IKK

PDAM Polewali Mandar memiliki 3 rencana SPAM IKK yang masih dalam tahap perencanaan, yaitu SPAM IKK
Alu Kecamatan Alu bersumber dari sungai Matama Desa Paopao Kecamatan Alu dengan debit sumber air 500
l/dtk posisi minimum diasumsikan mampu mengaliri 4 kecamatan yaitu Kecamatan Alu, Limboro, Tinambung
dan Balanipa dan diperkirakan mampu mengaliri Kabupaten Majene serta SPAM IKK Matakali, SPAM IKK Luyo
sebagai rencana pengembangan pelayanan PDAM ini sebagai lanjutan pengembangan jaringan PDAM
terhadap kecamatan yang belum terfasilitasi oleh saluran PDAM. Sebagai contoh SPAM IKK Luyo untuk
memfasilitasi kecamatan yang belum terlayani pada jaringan saluran PDAM.

104 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


Pendanaan SPAM IKK ini berasal dari PDAM, APBD Kabupaten, APBD Provinsi serta APBN. Pada Tabel berikut
akan diuraikan uraian pekerjaan SPAM IKK serta pendanaannya

Table 4.8 Uraian kegiatan SPAM IKK dan realisasi pendanaan


Realisasi Pendanaan Pendanaan
Uraian Pekerjaan TA 2012 TA. 2013
SPAM IKK Alu/Luyo

1. Intake/embung, prasedimentasi, transmisi - APBN

2. IPA, Reservoir APBN

3. JDU, distribusi, jembatan pipa APBN.

4. Retikulasi, SL APBN.

6. Biaya umum kegiatan APBD/ Dinas PU


Kabupaten Polewali
SPAM IKK Matakali
Mandar

4.1.3.6 Kendala & Permasalahan

Permasalahan aspek teknis yang dihadapi oleh PDAM Polewali Mandar Kabupaten Polewali Mandar
persistem adalah sebagai berikut:

a. Sistem Air Baku

Sistem penyediaan air minum PDAM Polewali Mandar, sejauh ini kapasitas kedua sumber air baku masih dapat
memenuhi kebutuhan, meskipun untuk SPAM Wonomulyo-Campalagian masih menggunakan sumber yang
sama dengan sumber air baku SPAM Wonomulyo. Selain itu, ketersediaan sumber air/penguasaannya yang
dapat dimanfaatkan dengan biaya investasi relatif murah semakin terbatas.

Untuk sumber air baku yang berasal dari Sungai Lokko, mengandung komposisi pasir yang cukup besar dan
memiliki nilai NTU >1200-1500.

b. Prasedimentasi

Karena sumber air baku yang berasal dari Sungai Lokko memiliki NTU >

1200-1500 dan komposisi pasirnya sangat besar, diperlukan prasedimentasi yang optimal untuk menyisihkan
pasir tersebut. Namun, karena keterbatasan lahan efisiensi prasedimentasi maksimal hanya
70% dan 80% pasir masih terbawa sampai ke IPA. Untuk menanggulangi ini, salahsatu alternative dengan
menggunakan tube settler (lamella). Sedangkan detention timenya hanya bisa 20 menit

c. Sistem transmisi

Pada sistem transmisi SPAM pelayanan cabang Wonomulyo, tercatat satu kali kejadian pipa transmisi pecah
diakibatkan oleh benturan batu. Pipa tersebut dipasang di bibir sungai sehingga pada saat banjir, langsung
terkena oleh luapan air sungai. Alternatif untuk pemecahan masalah ini adalah memengganti pipa yang pecah
sepanjang 500 m.

d. Instalasai Pengolahan Air Minum (IPA)

Pada IPA eksisting yang menggunakan sumber air baku sungai Dulang Kecamatan Anreapi, memiliki beban
berat untuk mengolah air bersih menjadi air minum yang memiliki kualitas air di bawah ambang baku mutu
air minum.

e. Sistem Pelayanan

105 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


Air minum hasil olahan kedua SPAM memenuhi semua standar baku air minum. Namun sulit melaksanakan
pengaliran air bersih yang memenuhi K3 (kualitas, kuantitas dan kontinuitas) yang disyaratkan sebagai bentuk
pelayanan prima kepada pelanggan karena keterbatasan sumber air yang dimanfaatkan saat ini.
Masih tingginya tingkat kehilangan air yang terutama disebabkan karena sebagian besar jaringan perpipaan
dan meter air yang telah melewati umur teknisnya, juga kurangnya meter air induk. Selain itu adanya
ketidaksesuaian antara potensi demand dan supply yang tersedia sehingga berakibat demand terhadap air
bersih di sejumlah kota pelayanan rendah, sedangkan jumlah kapasitas tersedia lebih dari cukup dan juga
sebaliknya untuk sejumlah kota pelayanan

4.1.4 Keuangan dan Tarif

A. Kondisi dan Kinerja Keuangan

Dari hasil evaluasi kinerja keuangan PDAM Polewali Mandar Kabupaten Polewali Mandar periode tahun 2011
yang diatur berdasarkan dengan SK. Mendagri No. 47 tahun 1999 tentang Pedoman Penilaian Kinerja
PDAM, secara singkat dapat dijelaskan hal- hal sebagai berikut:

B. Struktur Hutang

1. Ratio hutang jangka panjang terhadap permodalan (modal dan cadangan) menunjukkan bahwa
besarnya seluruh hutang yang ditanggung oleh PDAM Kabupaten Polewali Mandar Tahun 2011 yang
lalu adalah sebesar 0,0 atau di atas 0,5.Karena modal tidak dapat membayar seluruh hutang jangka
panjang.
2. Besarnya laba operasi sebelum penyusutan yang diperoleh pada tahun buku 2011 lalu yaitu
sebesar Rp 182.220.605,17,- yang berarti pinjaman pokok dan bunga yang jatuh tempo sebesar
Rp24.681.040.797,60,- atau ratio 0,0. Hal ini berarti tidak mampu untuk membayar pinjaman
pokok dan bunga yang jatuh.
3. Rasio Aktiva lancar terhadap utang lancar sebesar 0,18, Jumlah aktiva lancar sebesar Rp.
4.437.737.013,68,- tidak menutup hutang lancar sebesar Rp. 25.060.228.846,62,-

C. Efisiensi

1. Pengelolaan piutang pada PDAM Polewali Mandar Kabupaten Polewali Mandar tahun 2011
menunjukkan gambaran yang cukup baik, karena rata-rata jangka waktu penagihan piutang yaitu
272,04 hari. Kondisi ini mengakibatan PDAM Polewali Mandar belum dapat memenuhi kewajiaban
jangka pendek (hutang lancar).
2. Berdasarkan rasio biaya operasional dengan pendapatan operasional selama tahun 2011
menunjukkan angka 1,10. Kondisi ini memerlukan perhatian yang lebih karena tingkat rasio
demikian maka relatif berat bagi PDAM Kabupaten Polewali Mandar untuk menutup pengeluaran-
pengeluaran (cost recovery). Oleh karena itu maka PDAM perlu memperhatikan efisiensi kinerja
operasionalnya.

D. Tingkat Keuntungan

Selama tahun 2011 PDAM Kabupaten Polewali Mandar membukukan kerugian (sebelum
pajak) sebesar Rp 400.593.683,03,- atau sebesar 4,74%.

106 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


Table 4.9 Uraian Keuangan PDAM Polewali Mandar

Thn
Uraian 2011 Nilai Keterangan
Rasio
Struktur hutang

Ratio hutang jangka panjang terhadap


0,0 1 = tdk baik
permodalan
Ratio laba operasi sebelum penyusutan

terhadap angsuran pinjaman pokok dan bunga yang jatuh tempo 0 1 = tdk baik

Ratio aktiva lancar terhadap kewajiban jangka pendek 0.18 1 = tidak baik

Efisiensi Tdk Baik

Pengelolaan piutang 272,04hari 1 = Kurang

Rasio biaya operasional terhadap pendapatan


1,10 1 = kurang
operasional
Tingkat Keuntungan Kurang
Ratio keuntungan sebelum pajak terhadap nilai
-7,83 % 1 = kurang
penjualan air
Rasio laba sebelum pajak terhadap total aktiva
12,84% 5 = kurang
produktif
Sumber : Laporan Audit Kinerja PDAM Kabupaten Polewali Mandar, Tahun 2011

Secara umum, berdasarkan atas penilaian kinerja keuangan PDAM Kabupaten Polewali Mandar tahun 2011
seperti diuraikan di atas, maka nilai kinerja dapat diklasifikasikan Kurang Sehat.

Tarif - Retribusi
Untuk mendapatkan tingkat tarif yang full cost recovery maka perlu dilakukan stimulasi sehingga
didapatkan tingkat pengembalian (return) yang mampu menutup seluruh biaya investasi, biaya operasi, biaya
risiko usaha serta keuntungan yang wajar. Rata – rata harga jual (tarif) air PDAM Polewali Mandar Rp
3
3.042,72 per m

Pendapatan
Pendapatan air dalam meter (M3) tahun 2011 Rp. 1.399.418 M3, sektor rumah tangga dominan
memberikan konstribusi terhadap pendapatan air, selain sektor pemerintah/ABRI dan Industri besar yang
memberikan kontribusi pada pendapatan PDAM.

Pendapatan air dalam rupiah pun mengalami kenaikan dari tahun 2010 sampai 2011 sebagaimana
terlihat pada tabel di bawah ini.

107 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


Table 4.10 Pendapatan Air dalam Rupiah

Uraian 2011 2010

Pendapatan Air (Rp.000) 4.298.844.300 3.988.288.600

Sumber : Audit kinerja PDAM Polewali Mandar 2011

Pengeluaran
Pengeluaran PDAM Kabupaten Polewali Mandar Tahun 2010 – 2011 dapat dilihat pada Tabel 3.9 di bawah
ini.

Table 4.11 Pengeluaran PDAM Kabupaten Polewali Mandar

N Uraian Biaya Pengeluaran 2011 2010

1 Instalasi Sumber 198.978.032,- 321.865.046,-

2 Instalasi Pengolahan 33.833.000,- 194.497.332,-

3 Instalasi Transmisi & Distri 173.410.500,- 254.914.624,-

4 Umum & Administrasi 1.694.401.721,- 1.380.917.451,20

5 Biaya Air Limbah/ kotor

Jumlah Biaya 2.100.623.253 2.152.194.453,20

Sumber : Laporan Audit Kinerj a PDAM Polewali Mandar Yang diolah Kembali

Seiring dengan operasional perusahaan yang berkembang dari tahun ke tahun yang tergambar dari kenaikan
pendapatan air, kenaikan pengeluaran juga harus dihadapi dalam menunjang kegiatan operasionalnya PDAM
sebagaimana terlihat pada tabel di atas.

Permasalahan Keuangan
Sebagai perbandingan untuk tahun 2011, biaya operasional sebesar Rp 2.100.623.253,- dan volume air
terjual adalah Rp 1.399.418,/M3 sehingga harga pokok air adalah Rp 2.830,44/ m3.

Table 4.12 Ikhtisar Keuangan PDAM Polewali Mandar


Ikhtisar Keuangan
(Dalam Jutaan Rupiah)
Tahun 2011 Tahun 2010

LAPORAN RUGI/LABA

1. Total Pendapatan 5.114.840.381,-


4.375.683.900,-
2. Pendapatan Penjualan Air 4.298.844.300,-
3.988.228.600,-

3. Pendapatan Non Air + Lain-lain 815.996.081,-


387.455.300,-
4. Total Biaya 5.634.432.870,57
5.553.091.978,03
5. Biaya Langsung Usaha 1.257.558.405,47
1.297.751.280,82

6. Biaya Umum & Administrasi dan Lain-lain 4.376.874.465,10


4.255.340.697,21
7. Laba Rugi Sebelum Pajak (519.592.489,57)
(1.177.408.077,23)
8. Laba Rugi Setelah PPh Badan (400.593.683,03)
(1.168.320.894,72)

108 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


NERACA

1. Total Aktiva 8.520.267.011,11


6.781.590.187,35
2. Aktiva Tetap 4.005.578.447,43
3.611.449.206,21
3. Total Kewajiban 25.060.228.846,62
22.920.958.339,83
4. Modal dan Cadangan (16.537.598.835,51)
(16.139.368.152,48)
5. Total Kewajiban dan Modal 8.522.630.011,11
6.781.590.187,35
Sumber : PDAM Polewali Mandar 2011

Harga air rata-rata adalah Rp 2.830,44. Hal ini menyebabkan kinerja keuangan PDAM Polewali Mandar
mengalami permasalahan keuangan. Masalah utama adalah bagaimana meningkatkan kinerja keuangan
untuk menunjang pendapatan perusahaan atau PDAM sendiri.

Beberapa permasalahan non teknis PDAM Kabupaten Polewali Mandar meliputi:


i. Tingkat kebocoran mencapai 38,12%. Salahsatu penyebabnya adalah kebocoran yang diakibatkan non
teknik seperti akurasi pembacaan dan pencatatan meter, meter air yang sudah tua (diatas 5 tahun) dan
belum ditera sehingga tingkat akurasi berkurang dan masih adanya sambungan ilegal;
ii. Standar kompetensi pegawai belum diterapkan di semua jabatan dan belum semua pegawai memiliki
uraian kerja yang telah terdokumentasikan dan disahkan oleh pihak pimpinan PDAM;
iii. Sistem Informasi manajemen belum optimal, belum terintegrasi. Billing system belum mendukung
operasional pelayanan setiap waktu. Aplikasi GIS belum berfungsi sebagaimana mestinya dan koordinasi
pekerjaan belum didukung oleh aplikasi sistem informasi yang memadai.

4.2 Kabupaten Majene

4.2.1 Lembaga Pengelola

Perlu kita sadari bahwa masyarakat dari seluruh lapisan bahwa sampai atas ingin mendapatkan pelayanan air
bersih yang memenuhi syarat kesehatan, kualitas dan kwantitas.
Berdasarkan Perda No 5 / PD / 1976 tanggal 11 juni 1975 tentang pendirian Perusahaan Daerah Air
Minum Kabupaten Majene yang bertujuan untuk memberikan pelayanan air bersih kepada seluruh masyarakat
secara merata terus menerus dan memenuhi syarat kesehatan dengan demikian fungsi utama dari Perusahaan
Daerah Air Minum Kabupaten Majene adalah sebagai public servise yang berasas social, namun demikian
karena pelayanan harus dilaksanakan secara terus menerus dan berkembang sesuai dengan kebutuhan
masyarakat maka Perusahaan Daerah Air Minum Kabupaten Majene harus pula menganut asas ekonomi
Perusahaan yang sehat.
Beberapa permasalahan berat antara lain dengan bertambahnya jumlah penduduk perkotaan, terasa pada
penyediaan prasarana perkotaan usaha penyediaan prasarana perkotaan dirasakan berat bahkan hanya karena
jumlah penduduk yang harus dilayani semakin bertambah ( biasanya tak bias terkejar oleh sistim pelayanan
yang ada ), tetapi juga karena tuntutan kebutuhan nyata dari penduduk kota itu sendiri yang cenderung ingin
semakin baik kualitas pelayanan sarana perkotaan.
Visi PDAM Majene

“ PDAM Majene Penyedia Air Minum Berkualitas dan Professional ”


Dengan Visi tersebut bagi perusahaan akan digunakan dan disepakati oleh para Stakeholder sebagai arah,
perekat dan motifasi dalam pengembangan Perusahaan sehingga perubahan-perubahan yang dilakukan
perusahaan dalam mewujutkan misinya dapat terarah dengan baik dan tidak sekedar merespon isu-isu yang
bersifat sementara atau kepentingan sesaat.

Misi PDAM Majene


Misi PDAM Majene mengacu kepada Visi Perusahaan yang berdasarkan pada aspek Kesejahteraan, aspek
tehnis dan Aspek Sistem, sehingga dapat dirumuskan misi perusahaan adalah sebagai berikut :
1. Memberi Pelayanan yang terbaik kepada Masyarakat;
2. Memproduksi dan mendistribusikan air bersih berkualitas Tinggi;
3. Mengoptimalkan Profesionalisme Sumber Daya Manusia;

109 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


4. Meningkatkan Kinerja Perusahaan melalui pengelolaan efisien;
5. Menjadi salah satu alternative Sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) tanpa mengabaikan pengembangan
Perusahaan dan Tanpa membebani Masyarakat.

Tujuan Perusahaan :
1. Peningkatan kesejahteraan bagi keluarga besar PDAM Majene, Khususnya dan masyarakat luas pada
umumnya.
2. Peningkatan pendapatan dan efesiensi penerimaan rekening air untuk kelangsungan hidup seseorang
serta guna peningkatan pendapatan asli daerah (PAD) Kabupaten Majene.

Turut serta melaksanakan pembangunan daerah pada khusunya, dibidang penyediaan dan pelayanan air
bersih bagi kemanfaatan masyarakat umum disamping mendapatkan keuntungan.

Struktur organisasi PDAM Majene berpedoman kepada Surat Keputusan Bupati Kepala Daerah TK II Majene
No. 70/V/1991 tanggal 1 Mei 1991 tentang struktur Organisasi dan Tata Kerja PDAM Majene yang memuat 3
(tiga) direktur dan unsur pegewai tetap serta tenaga honorer. Untuk lebih jelasnya dapat diuraikan sebagai
berikut.
Direktur Utama :
Direktur Tehnik :
Direktur Umum :.
Unsur Staf
Pegawai Tetap : 32 Orang
Tenaga Honor : 10 Orang

Jumlah seluruh Karyawan PDAM Majene Tahun 2011 adalah 42 orang yang melayani 5.222 sambungan
langganan (SL), sehingga rasio karyawan dengan jumlah sambungan adalah 1 : 111,11. Angka ini cukup baik
karena telah melampaui dari rasio yang ditetapkan oleh Keputusan Menteri Dalam Negri Nomor 47 tahun
1999 tentang Pedoman Penilaian Kinerja. Di bawah ini diuraikan kelompok tenaga kerja/karyawan berdasarkan
beberapa kategori seperti profil karyawan berdasarkan status, berdasarkan tingkat dan kualifikasi pendidikan.

Table 4.13 Profil Karyawan PDAM Majene Berdasarkan Status Tahun 2012

No Status Karyawan Jumlah Karyawan

1 Pegawai tetap Perusahaan 32

2 Calon Pegawai 0

3 Pegawai tidak tetap/kontrak 10

Jumlah Karyawan 42

Sumber : Laporan Operasional PDAM Kabupaten Majene Tahun 2012

Table 4.14 Profil Karyawan PDAM Majene Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tahun 2012

No Kualifikasi Pendidikan Jumlah Persentase


Karyawan (%)
1 SD 2 4,76
2 SMP 5 11,90
3 SMA 33 78,57
4 S1 2 4,76
Jumlah 100,00
Sumber : Laporan Operasional PDAM Kabupaten Majene Tahun 2012

110 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


Dengan melihat tabel diatas, dapat dijabarkan bahwa karyawan PDAM majene berdasarkan tingkat pendidikan
pada Tahun 2012 yaitu kualifikasi tingkat Sekolah Dasar (SD) berjumlah 2 karyawan dengan tingkat persentase
sebanyak 4,76, untuk tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) berjumlah 5 karyawan dengan tingkat
persentase mencapai 11,90 sedangkan untuk tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMA) berjumlah 33
keryawan dan merupakan kualifikasi pendidikan yang paling banyak di karyawan PDAM Majene dengan
tingkat persentase 33 serta kualifikasi pendidikan karyawan tingkat Strata Satu (S1) hanya berjumlah 2
karyawan yang terdiri dari Direktur Utama dan Direktur Umum dengan tingkat Presentase hanya mencapai
4,76 %.

Figure 4.4 Grafik Kualifikasi Karyawan PDAM Majene Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tahun 2012

Sumber : Laporan Operasional PDAM Kabupaten Majene Tahun 2012

4.2.2 Cakupan layanan

Sistim pelayanan mencakup semua kelurahan–kelurahan yang ada di Perkotaan Mejene kecuali sebagian
kelurahan di Kota Majene yaitu :
- Sebagian Kelurahan Totoli
- Sebagian Kelurahan Tande
- Sebagian Kelurahan Baurung
- Sebagian Wilayah Lembang
- Kelurahan Baruga yang belum terjangkau jaringan Distribusi perpipaan.
Tingkat pelayanan dan unit sambungan :
- Tingkat pelayanan saat ini mencakup 48 % dari jumlah penduduk yang ada di Kota Majene melalui sistim
perpipaan dan terminal air;
- Kapasitas produksi IPA Abaga 40 l/dt pada musim hujan dan menurun drastic pada musim kemarau
sampai 10 – 20 I/dt;
- Bronkaptering Mangge kapasitas produksinya 10 It/dt;
- IPA Galung Lombok kapasitas 20 lt/dt dengan kapasitas produksi 16 l/dt hanya bisa produksi 16 Jam /
Hari
- Tingkat kebocoran 29 %
- Unit Sambungan Rumah ( SR ) : 5 015 Unit
- HU / TA / KU : 84 Unit
Kapasitas produksi dan sumber air dari sistim perpipaan dapat dilihat dalam table dibawah ini :

111 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


Table 4.15 Kapasitas Terpasang dan Produksi PDAM Majene Tahun 2011

Keterangan
No Unit produksi Satuan Kapasitas
Jam Operasi

1 IPA ABAGA

- Kapasitas terpasang Lt/dt 40


- kapasitas produksi Lt/ dt 20 24

2 BRONCAPTERING MANGGE

- Kapasitas terpasang Lt/ dt 10


- Kapasitas produksi Lt/ dt 10 24

3 IPA GALUNG LOMBOK

- Kapasitas terpasang Lt/ dt 60

- Kapasitas produksi Lt/ dt 16 12

Jumlah kap. Terpasang Lt/ dt 110

Jumlah Kapasitas Produksi Lt/dt 46

Sumber : PDAM Kabupaten Majene Tahun 2012

4.2.3 Data Teknis

Sub sistem bersumber dari air baku yang terdiri dari bangunan pengambilan (intake) dengan sistim grafitasi,
berlokasi di Sungai Abaga dengan pengolahan lengkap berkapasitas 40 I/dt dan dilokasi Mangge dengan
sistim pengolahan sederhana (bronkaptering) yang berkapasitas hanya mencapai 5 I/dt.
Sistim pengolahan air bersih instalasi (WTP) Galung Lombok yang berkapasitas 20 I/dt dengan type unit
pengolahan lengkap dengan sistim perpompaan mulai dari Intake dengan sistim perpompaan ke instalasi
(pengolahan lengkap sistim paket) yang berjarak 650 meter dan didistribusikan ke reservoir yang terletak di
daerah Rusung-Rusung (300 m3) dengan sistim perpompaan.
Sub sistim distribusi dari daerah pelayanan air bersih Kota Majene menggunakan sistim perpompaan
langsung dan grafitasi berasal dari reservoir Salabose (Kelurahan Pangali-Ali) yang bersumber dari IPA
Abaga dan sebagian reservoir Lembang yang bersumber dari WTP Galung Lombok dengan sistim
perpompaan.

1. Sistem Transmisi dan Distribusi


Sistim distribusi air bersih ke daerah pelayanan Kota Majene menggunakan sistim perpompaan dari instalasi
Galung Lombok 20 L/dt ke Reservous II Rusung-Rusung kemudian di dustribusikan secara grafitasi ke
Masysrakat pengguna air bersih dan grafitasi dari instalasi Abaga ke Reservous salabose 600 m3 dan
didistribusikan secara grafitasi pula ke masyarakat. Sistim pelayanan mencakup semua kelurahan perkotaan
Majene kecuali sebagian kelurahan kota majene yaitu :
- Sebagian Kelurahan Totoli
- Sebagian Kelurahan Tande
- Sebagian Kelurahan Baurung
- Sebagian Wilayah Lembang
- Kelurahan Baruga yang belum terjangkau jaringan Distribusi perpipaan.

Sistem distribusi air bersih yang dilakukan PDAM Kabupaten Majene untuk pelayanan Kota Majene dilihat
pada Skema halaman berikut yang akan membahas mengenai kondisi SPAM di Kabupaten Majene.
Jaringan pipa distribusi yang terbangun saat ini dalam jangkauan pelayanannya banyak diperoleh beberapa
kendala, permasalahan terutama mengenai keterbatasan pasokan air Baku baik berupa air permukaan, air
tanah maupun keterbatasan sumber mata air serta keterbatasan diameter pipa pelayanan sambungan
langganan, sehingga ditemui di beberapa lokasi distribusi mengalami rendahnya tekanan air pada pipa.
Keadaan yang kedua ini dikarenakan pembangunan/pemasangan pipa distribusi terbatas untuk pelayanan
sebahagian kecil rumah yang pada saat itu membangun tanpa sarana jalan masuk/gang. Perkembangan

112 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


selanjutnya pada ruas jalan yang dibangun dilokasi rumah tersebut terjadi peningkatan, sehingga kapasitas
pipa semula terpasang dipaksakan untuk melayani 100 sambungan dengan diameter 50 mm.
Kehilangan air di SPAM Kabupaten Majene diperkirakan saat ini mencapai rata-rata 29 %, dihitung
berdasarkan jumlah air bersih yang diproduksikan terhadap jumlah air bersih yang terjual kepada masyarakat
di Kabupaten Majene. Adapun lokasi kebocoran terbesar belumlah dapat ditemukan, mengingat
keterbatasan alat pantau debit distribusi ( Meter zone ) sehingga perhitungan kebocoran air masih dianggap
merata keseluruh jaringan.

4.2.3.1 SPAM PDAM Kabupaten Majene

Berdasarkan hasil studi potensi air baku yang bisa dimanfaatkan sebagai air minum untuk wilayah studi
sebagian besar berasal dari sumber air permukaan. Dalam hal ini adalah sumber air yang berasal dari sungai
dan selama ini telah dimanfaatkan oleh pemerintah setempat melalui Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM)
setempat.

Beberapa Permasalahan pada komponen Sistim Penyediaan Air Minum antara lain :
 Sistem Produksi
 Sistem Transmisi
Berikut dirinci komponen sistim yang perlu direhabilitasi atau pembangunan baru untuk menunjang
peningkatan kapasitas produksi air bersih, antara lain :

A. Sistem Produksi

1. Unit Instalasi Abaga


Instalasi Abaga (Pengolahan Lengkap) yang dibangun pada tahun 1979-1980 dari dana APBN yang
dilaksanakan oleh Proyek Air Bersih Sulawesi selatang dengan kapasitas terpasang 40 Lt/dt. Tidak mampu
lagi berproduksi sesuai dengan kapasitas terpasang yang disebabkan oleh penurunan Debit sumber air
sungai Abaga yang rata-rata antara 25 - 20 lt/dt malahan turun sampai 10 lt/dt pada musim kemarau.
Kualitas air pengolahan mengalami penurunan yang diakibat komponen instalasi sudah relative tua dan
mengalami pengecilan dimensi pipa serta banyak yang mengalami penyumbatan dan sebagian katup –
katup mengalami kerusakan, pada media filtrasi pasir kuarsa yang merupakan material penyaringan sudah
tidak layak pakai sehingga diperlukan penggantian.
Untuk menjaga kuantitas produksi diperlukan pembuatan Bendungan untuk menampung air baku yang akan
digunakan pada musim kemarau.

Figure 4.5 Sumber air baku IPA Abaga 40 l/dt, kap. Sumber antara 10 s/d 25 l/dt

113 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


2. Unit Bronkaptering Mangge
Kapasitas Air baku pada sungai Mangge yang telah
dieksploitasi Oleh PDAM Majene sebanyak 10 Lt/dt.
Masih memungkinkan untuk dikembangkan untuk
memenuhi areal palayanan di wilayah 1 Daerah
palayanan PDAM Majene yang meliputi Kelurahan Baru,
Totoli, dan kelurahan pangali-ali.
Sistim pengolahan masih menggunakan saringan lambat
(Saringan sederhana) berupa Bronkaptering 5 liter/detik
sehingga pada musim hujan pada saat Air Baku yang
kekeruhan tinggi menjadikan air yang dihasilkan juga
tidak bagus sehingga sangat diharapkan adanya
pengolahan lengkap ( IPA ) untuk menghasilkan kualitas
air yang diproduksi sangat layak untuk di distribusikan ke
Bronkaptering Mangge pelanggan. Untuk pengembangan dan peningkatan kapasitas
pengolahan pasir lambat ) 5 lt/dt sangat mendukung dengan memanfaatkan Embun (reservoir
air baku) yang ada

3. Unit Instalasi Galung Lombok


Instalasi Galung lombok sangat diharapkan untuk menunjang pemenuhan kebutuhan air bersih pada
Wilayah IV Pelayanan
PDAM Majene, Sumber air baku dari sungai tinambung cukup besar 1060 l/dt pada musim hujan dan 600
l/dt pada musim kemarau sehingga sangat dimungkinkan sarana tersebut dikembangkan untuk memenuhi
kebutuhan air bersih perkotaan. dimana saat ini telah dibangun IPA 20 L/dt sebagai tambahan kapasitas
namun belum dapat dimaksimalkan disebabkan mesih menunggu penyelesaian jaringan pipa ke kota
majene, sedangkan IPA lama 20l/dt yang telah diadakan peningkatan kapasitas ( Apreting dari 20 l/dt
menjadi 40 l/dt ) belum juga dapat difungsikan akibat pompa2 lama semuanya mengalami kerusakan
sedangkan pekerjaan Apreting tidak di sertakan penggantian pompa atau pengadaan Pompa sesuai dengan
kapasitasnya saat ini.

Figure 4.6 Intake IPA IKK Banggae Timur 20l/dt (ki), IPA Galung Lombok 40lt/dt (ka)

Untuk mengantisipasi pemenuhan akan air bersih pada wilayah tersebut diharapkan adanya penambahan
Pompa Intake 2 X 40 l/dt dari jenis Summersible Pump. dan penambahan Pompa Distribusi 2 X 40 l/dt dari
jenis sentrifugal serta Peningkatan Volume Reservoar pada instalasi lama yang sudah tidak sesuai dengan
peruntukannya.

114 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


Figure 4.7 IPA Banggae Timur dan IPA Galung Lombok

4.2.3.2 Jaringan Perpipaan (JP)

Sistem jaringan Distribusi PDAM Majene telah mencapai + 80 % Daerah pelayanan Kota Majene, Pada
Daerah Wilayah IV pelayanan PDAM Majene kondisi pelayanan air bersih kepada Masyarakat sangat kurang
sehingga diadakan penggiliran aliran air bersih kepada daerah – daerah sekitarnya dimana tingkat kuantitas
tidak kurang dari 7 jam itupun digilir 5 hari sekali, serta 3 pemukiman pada wil IV tidak dpt dilayani lagi
dengan sistim perpipaan sebab keterbatasan debit yang diproduksi WTP Galung Lombok.
Sistim Jaringan Distribusi yang berasal dari IPA Abaga dialirkan secara grafitasi ke reservoir salabose dengan
Pipa Trasmisi berdiameter 350 mm dari jenis ACP dengan jarak 7000 meter, dari reservoir Salabose dialirkan
ke pusat kota Majene dengan Grafitasi pula dengan menggunakan Diameter yang berfariasi mulai pipa
diameter 200mm s/d 50 mm.
Sistim jaringan Distribusi yang berasal dari Bronkaptering Mangge di alirkan secara Grafitasi untuk melayani
daerah wilayah Kecamatan Banggae yang meliputi Kelurahan Pangali-ali, dan Kelurahan Totoli Kelurahan
Baru.
Jumlah pelanggan PDAM Majene menurut Klasifikasi sebagai berikut :
a. Rumah Tangga = 5.015
b. Kantor = 66
c. Niaga = 46
d. Sosial = 11
e. HU = 84
Jumlah total sambungan = 5.222

Jumlah jaringan pipa yang terpasang menurut diameter adalah sebagai berikut :
a. Pipa 350 mm = 5.806
b. Pipa 300 mm = 474
c. Pipa 250 mm = 10.332
d. Pipa 200 mm = 1.090
e. Pipa 150 mm = 14.168
f. Pipa 100mm = 38.182
g. Pipa 75mm = 16.764
h. Pipa 50mm = 42.282
Jumlah panjang jaringan terpasang sebesar 129.098 meter.

4.2.3.2.1 Skematik Zona

Sistim pelayanan pada BNA dibagi dalam 4 Zona wilayah pelayanan dimana zona 1 yang meliputi wilayan
Kecamatan Banggae atau wilayah Kelurahan Totoli Kelurahan Baru Kelurahan Pangali-ali dengan
memanfaatkan pengolahan IPA Mangge.
Sedangkan Zona wilayah 2 dan 3 yang meliputi Kecamatan Banggae dan Kecamatan Banggae Timur atau
Lingkungan Pangali-ali, Saleppa, Lipu dan Kampung Baru yang disuplai dari sistim pengolahan IPA Abaga.
Zona Wilayah 4 yang terdapat di Kecamatan Banggae Timur meliputi Kelurahan Baurung dan Kelurahan
Lembang yang disuplai dari IPA Galung Lombok.

115 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


4.2.3.2.2 Jaringan Non Perpipaan

Perlindungan mata air adalah mata air yang terletak di pelosok atau di pegunungan dan dimanfaatkan oleh
masyarakat setempat sebagai sumber air bersih. Sistem layanan air bersih, selain dilayani oleh PDAM juga
oleh saluran air bersih yang berasal dari :
1. Sumur gali (pribadi dan umum)
2. Sumur pompa tangan (dangkal dan dalam)
3. Sumur pompa listrik
4. Perlindungan Mata air (Keran umum, tandon air, hidran umum)
5.
Air bersih merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi rumah tangga dalam kehidupan sehari-hari.
Ketersediaan dalam jumlah yang cukup terutama untuk keperluan minum dan masak merupakan tujuan dari
program penyediaan air bersih yang terus menerus diupayakan pemerintah. Oleh karena itu, salah satu
indikator penting untuk mengukur derajat kesehatan adalah ketersediaan sumber air minum rumah tangga.
Sumber air minum yang digunakan rumah tangga dibedakan menurut air kemasan, ledeng, pompa, sumur
terlindung, sumur tidak terlindung, mata air terlindung, mata air tidak terlindung, air sungai, air hujan dan
lainnya.

Data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Majene menunjukkan bahwa rumah tangga di Kabupaten Majene
tahun 2007 rumah tangga yang memanfaatkan air minum dari ledeng sebesar 19,04%, SPT sebesar 5,40%,
SGL sebesar 44,69, PAH sebesar 1,50, Kemasan sebesar 0,80 dan sumber lainnya sebesar 28,56%. Pada tahun
2008 rumah tangga yang memanfaatkan air minum dari ledeng sebesar 19,34%, SPT sebesar 0%, SGL
sebesar 52,82, PAH sebesar 0%, Kemasan sebesar 0% dan sumber lainnya sebesar 27,84%. Pada tahun 2009
rumah tangga yang memanfaatkan air minum dari ledeng sebesar 18,91%, SPT sebesar 0%, SGL sebesar
47,78, PAH sebesar 0%, Kemasan sebesar 0% dan sumber lainnya sebesar 33,31%.

Untuk sumber air minum yang menggunakan air ledeng dan air kemasan terdapat di daerah perkotaan,
mata air terlindung dan tidak terlindung terdapat di daerah pegunungan sedangkan yang menggunakan
sumber air minum dari sumur pada umumnya terdapat di daerah pesisir pantai. Jaringan non perpipaan
dengan mengandalkan pelayanan Mobil tangki pada daerah-daerah diluar jangkauan jaringan distribusi
dengan mengandalkan 3 buah armada mobil tangki yang melayani terminal air pada daerah-daerah
ketinggian. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Table 4.16 Jumlah Rumah Tangga Menurut Sumber Air Minum Non Perpipaan di Kabupaten Majene Tahun 2010

Sumur Mata Air Air


No Kecamatan Sumur Bor
Terlindung Terlindung Hujan

1 Banggae 32 924 2 2
2 Banggae Timur 167 601 1 19
3 Pamboang 12 280 22 -
4 Sendana - 473 2 -
5 Tammero’do 54 188 20 -
6 Tubo - 64 128 -
7 Malunda 4 230 12 3
8 Ulumanda 8 19 11 -
Total 277 2.779 198 24
Sumber : Dinas Kesehatan Kabupaten Majene 2012

Berdasarkan tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa jumlah rumah tangga yang memanfaatkan sumber air
minum non perpipaan di Kabupaten Majene mencapai 3.278 Rumah Tangga atau kurang lebih 63,91 % dari
total rumah tangga di Kabupaten Majene.

116 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


Figure 4.8 Grafik Jumlah Rumah Tangga Menurut Sumber Air Minum Non Perpipaan di Kabupaten Majene Tahun 2010

Sumber : Dinas Kesehatan Kabupaten Majene 2012

4.2.3.3 SPAM IKK

Pendanaan SPAM IKK Kabupaten Majene ini berasal dari PDAM, APBD Kabupaten, APBD Provinsi serta APBN.
Sistim Penyediaan Air Bersih Skala IKK PDAM Majene meliputi IKK Pamboang yang berada di Kota
Kecamatan Pamboang, IKK Somba dan IKK Palipi yang terdapat di Kecamatan Sendana, IKK Kecamatan
Malunda serta IKK di Kecamatan Tammerodo Sendana.

A. IKK Pamboang yang ada di Ibukota Kecamatan Pamboang

Proyek IKK Pamboang yang dibangun pada tahun 2005 oleh P2SP Sulawesi Selatan dengan kapasitas 5 l/dt
sementara dalam penangan PDAM Majene untuk pengembangannya dan jumlah langganan saat ini baru 10
HU. Dan jumlah langganan 125 sambungan.

Intake (Pengambilan Air Baku)


IKK Pamboang

Sistim pengolahan yang digunakan masih menggunakan sistim pengolahan pasir lambat (saringan sederhana
Bronkaptering) sehingga pada saat musim hujan dan air baku mengalami kekeruhan hasilnya yang disalurkan
ke pelanggan juga akan mengalami kekeruhan.
Untuk menjamin kualitas air yang diproduksi diperlukan sistim pengolahan lengkap (IPA). Saat ini IKK
Pamboang belum mempunyai Kantor Pelayanan IKK sehingga pelayanan pada pelanggan secara manajemen
belum maksimal.

117 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


B. IKK Somba yang ada di Ibukota Kecamatan Sendana

Kantor Unit IKK Somba


Kecamatan Sendana

Sistem penyediaan air bersih IKK Somba dengan kapasitas terpasang 5 lt/dt yang dibangun pada tahun 1986
oleh Proyek Air Bersih Sulawesi Selatan dalam perkembangannya saat ini tidak mampu memenuhi kebutuhan
masyarakat ibu kota kecamatan akibat kurangnya penyediaan Air Baku Sungai Karaka yang pada musim hujan
hanya mencapai sampai 2 lt/dt.

Sedangkan jumlah langganan sampai saat ini hanya mencapai 295 sambungan. Sistim pengolahan masih
menggunakan saringan pasir lambat (Bronkaptering) sehingga kualitas air bersih yang diproduksi kurang
baik, apabila musim hujan kualitas air baku keruh juga akan keruh sampai ke pelanggan. Untuk menjamin
kualitas air yang diproduksi maka diperlukan sistem pengolahan lengkap (IPA).

C. Unit Pelayanan Palipi yang ada di Ibukota Desa Sendana Kecamatan Sendana

Intalasi Pengolahan Air IP )


5 lt / dt Unit Palipi

Unit pelayanan air bersih Palipi dengan sistim paket pengolahan lengkap dengan kapasitas terpasang 5 lt/dt.
Hingga saat ini baru mempunyai pelanggan sebanyak 84 sambungan, hambatan pada saat ini untuk
pengembangan adalah belum adanya pipa distribusi kepemukiman penduduk sehingga yang terpasang saat
ini hanya pelanggan yang di jalur pipa menuju pelabuhan Palipi. Saat ini secara Manajemen masih dibawahi
oleh IKK Somba, dan di Palipi belum mempunyai kantor pelayanan. Sehingga masih dibutuhkan kantor unit
pelayanan.

118 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


D. IKK Kecamatan Malunda

Tahun 2007 telah dibangun sarana dan prasarana air bersih IKK Malunda 10 lt/dt dengan sistim pengolahan
lengkap (IPA 10 lt/dt) yang merupakan produk dari PT. Wijaya Kusuma Emindo, dengan memanfaatkan sumber
air Riruwana Malunda dengan sistim Grafitasi dari Intake Ke pengolahan yang berjarak 1.800 meter dan
dengan Penyaluran ke daerah pelayanan IPA juga dengan sistem grafitasi. Hingga saat ini jumlah pelanggan
sebesar 225 sambungan. Wilayah pelayanan IKK Malunda hanya meliputi Kelurahan Malunda. (Baru terbatas
pusat kota kecamatan). IKK Malunda sampai saat ini belum mempunyai kantor Pelayanan sehingga untuk lebih
memberikan pelayanan maksimal kepada seluruh pelanggan diperlukan suatu pengadaan kantor untuk
pelayanan dan saat ini masih mempekerjakan 2 karyawan.

Intalasi pengolahan air ( IPA ) 10


l/dt IKK Malunda

Hasil dari filtrasi IPA 10 lt/d


IKK Malunda

E. IKK Kecamatan Tammero’do Sendana


Tahun 2009 telah dibangun IPA 10 lt/dt, namun saat ini belum dapat difungsikan, karena jaringan Distribusi
ke masyarakat baru dapat terealisasi pada anggaran tahun 2011 dan saat ini masih dalam tahap uji coba dan
perbaikan-perbaikan jaringan lama yang terpasang. Pada tahun 2012 PDAM Majene menyediakan kebutuhan
sambungan untuk IKK Tammerodo sebanyak 200 sambungan tahap pertama. Untuk memberikan pelayanan
kepada pelanggan dibutuhkan 1 (Satu) unit kantor pelayanan.

4.2.3.4 Kendala Permasalahan

Kendala permasalahan yang dihadapi di PDAM Majene merupakan permasalahan mendasar yang perlu
diperhatikan guna mampu memenuhi kebutuhan masyarakat baik itu dimasa ini maupun dimasa mendatang.
Kendala permasalahan dijabarkan kedalam dua aspek permasalahan yakni permasalahan aspek teknis dan
aspek non teknis yang kemudian dijabarkan persistem, untuk lebih jelasnya dapat dijabarkan sebagai berikut:
Permasalahan aspek teknis yang dihadapi oleh PDAM Majene Kabupaten Majene yang dibahas persistem
adalah sebagai berikut :

A. Sumber Air Baku


Sumber-sumber daya air di sebagian besar wilayah Kabupaten Majene dewasa ini menghadapi beragam
masalah. Jika ditinjau berdasarkan musim, maka pada musim penghujan jumlah air melimpah dan bahkan
memicu adanya musibah banjir. Kondisi sebaliknya terjadi di musim kemarau, kesulitan sumber air melanda

119 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


beberapa daerah di Kabupaten Majene, yang berakibat pada kekeringan. Selain dari segi kuantitas,
permasalahan sumber daya air juga terkait dengan parameter kualitas. Rusaknya sumber-sumber air sering
dikaitkan dengan kesalahan pengelolaan lingkungan hidup, perubahan tata guna lahan, pencemaran domestik
dan industri serta eksploitasi sumber daya air yang berlebihan akibat tekanan pertumbuhan penduduk dan
aktifitas ekonomi. Faktor-faktor tersebut diantaranya mengakibatkan perubahan siklus hidrologi yang pada
akhirnya mengganggu suplai sumber air baku.
Langkah-langkah yang dapat dilakukan dalam pengelolaan sumber air permukaan ini adalah : pengaturan
aliran, perlindungan daerah tangkapan air, pengaturan tata ruang, melakukan proteksi dan konservasi daerah
recharge dan lokasi sumber air baku potensial, dukungan regulasi/kebijakan pemerintah, menerapkan
teknologi daur pakai air dan manajemen pengelolaan dan pemanfaatan air, studi lebih detail identifikasi
potensi sumber air baku. Sedangkan untuk sumber air non permukaan : menampung dan menyalurkan air ke
dalam akifer melalui bangunan tertentu, menghambat air permukaan supaya meresap ke dalam tanah dan
mengatur penggunaan air secara optimal. Untuk menjamin ketersediaan air tanah untuk masa mendatang
maka pengaturan pemanfaatan air tanah harus dilakukan. Dalam hal ini sangat diperlukan peraturan yang
tegas, jelas dan mengikat terhadap pemanfaatan sumber air.

B. Prasedimentasi
Sedimentasi merupakan unit yang berfungsi memisahkan padatan dan cairan dengan menggunakan
pengendapan secara gravitasi untuk memisahkan partikel tersusupensi yang terdapat dalam cairan tersebut
(Reynols, 1982). Untuk kondisi air baku dengan kekeruhan yang tinggi (>1000 mg/l), sebelum unit sedimentasi
terdapat unit lain yaitu unit pra-sedimentasi yang berfungsi untuk mengendapkan partikel tersuspensi dalam
air, sehingga unit sedimentasi berfungsi untuk mengendapkan partikel-partikel yang tidak terendapkan dalam
unit prasedimentasi serta flok-flok yang terbentuk setelah melalui proses koagulasi dan flokulasi.
Karena sumber air baku PDAM Kabupaten Majene yang berasal dari Sungai Madanr, Sungai Abaga, dan Sungai
Mangge dan komposisi pasirnya cukup besar, diperlukan prasedimentasi yang optimal untuk menyisihkan
pasir tersebut. Agar aplikasi utama dari sedimentasi pada instalasi pengolahan air minum PDAM Majene
adalah pengendapan awal dari air permukaan sebelum pengolahan menggunakan saringan pasir cepat,
Pengendapan air yang telah melalui proses koagulasi dan flokulasi sebelum memasuki unit saringan pasir
cepat, Pengendapan air yang telah melalui proses koagulasi dan flokulasi pada instalasi yang menggunakan
sistem pelunakan air oleh kapur-soda dan Pengendapan air pada instalasi pemisahan besi dan mangan.

C. Sistem Transmisi
Sistem transmisi disebut juga adalah sistem saluran pembawa atau transmission works atau transportation
works. Sistem transportasi untuk air baku dari sistem pengumpulan sampai dengan bangunan pengolahan air
minum, open channel, pipe lines dan air bersih dari sumber yang sudah memenuhi syarat kualitas (atau dari
bangunan pengolahan air minum) sampai reservoir distribusi, pipe lines untuk menghindarkan kontaminasi.
Cara pengangkutan dengan memanfaatkan gaya gravitasi dan pemompaan.
Pada sistem transmisi SPAM pelayanan setiap cabang, tercatat bebrapa kejadian pipa transmisi pecah
diakibatkan oleh umur pipa yang uda mulai tua. Pipa tersebut dipasang searah dengan jalur jalan. Alternatif
untuk pemecahan masalah ini adalah mengganti pipa-pipa yang tua dan sistem penanamanya dan
penempatannya diletakkan agak jauh dari jalur jalan agar nantinya jika ada program pemerintah untuk
pelebaran jalan sistem perpipaan air minum PDAM Majene tidak terkena dampak dari proses pelebaran jalan
tersebut. Namun kendala yang dihadapi adalah kondisi permukiman masyarakat yang pada umumnya berada
di sepanjang jalur jalan yang rata-rata tidak memiliki sempadan jalan.

D. Instalasai Pengolahan Air Minum (IPA)


Pada IPA eksisting yang menggunakan sumber air baku PDAM Majene bersumber dari sungai Mandar, sungai
Abaga dan sungai mangge, memiliki beban berat untuk mengolah air bersih menjadi air minum yang memiliki
kualitas air yang tidak sesuai dengan ambang baku mutu air minum. Mada musim penghujan kondisi air sangat
dibawa standar, ini diakibatkan karena limpasan air dari gunung mengandung lumpur yang cukup pekat.
Sistem instalasi pengolahan air minum (IPA) PDAM Majene saat ini sudah banyak yang tidak berfungsi secara
optimal, ini disebabkan karena faktor usia yang sudah dimakan usia, mulai dari sistem perpipaan sampai pada
sistem pengolahan air bersih dan mengalami pengecilan dimensi pipa serta banyak yang mengalami
penyumbatan dan sebagian katup – katup mengalami kerusakan, pada media filtrasi pasir kuarsa yang
merupakan material penyaringan sudah tidak layak pakai sehingga diperlukan penggantian agar sistem
pengolahan dapat berjalan dengan maksimal.

120 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


E. Sistem Pelayanan
Air minum hasil olahan SPAM memenuhi semua standar baku air minum. Namun sulit melaksanakan
pengaliran air bersih yang memenuhi K3 (kualitas, kuantitas dan kontinuitas) yang disyaratkan sebagai bentuk
pelayanan prima kepada pelanggan karena keterbatasan sumber air baku yang dimanfaatkan saat ini.
Masih tingginya tingkat kehilangan air yang terutama disebabkan karena sebagian besar jaringan perpipaan
dan meter air yang telah melewati umur teknisnya, juga kurangnya meter air induk. Selain itu adanya
ketidaksesuaian antara potensi demand dan supply yang tersedia sehingga berakibat demand terhadap air
bersih di sejumlah wilayah pelayanan rendah, sedangkan jumlah kapasitas tersedia lebih dari cukup dan juga
sebaliknya untuk sejumlah daerah pelayanan.

4.2.4 Aspek Keuangan

Hasil Audit BPKP tahun Anggaran 2010 Opini Auditor atas Laporan Keuangan PDAM Majene tahun buku 2010
dan tahun 2009 adalah “Wajar Tanpa Pengecualian“ (WTP). Jumlah asset pada tanggal 31 Desember 2010
adalah Rp. 3.751.957.485,60 dengan rugi sebelum pajak penghasilan tahun 2010 sebesar (Rp.187.449.156,10,-
) jumlah ekuitas sebesar Rp. 1.779.418.084, serta kenaikan arus kas mencapai sebesar Rp. 42.926.423,00.
Menurut hasil kegiatan tahun 2011 mengenai tarif dasar bagi pelanggang PDAM Majene adalah senilai Rp.
1.800/m³, belum dapat menutupi harga secara penuh sehingga masih terjadi deviasi negatif antara
pendapatan dibandingkan biaya operasional.

121 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


5
ANALISIS KEBUTUHAN AIR MINUM

5.1 Tujuan Pelayanan Air Minum

5.1.1 Tujuan Yang Ditetapkan Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat

Pengembangan SPAM di Provinsi Sulawesi Barat, merupakan perwujudan dari VISI Provinsi Sulawesi Barat
yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) 2005 – 2025 yaitu “Terwujudnya
Sulawesi Barat yang Sejahtera, Maju dan Malaqbi”, yang salahsatu penjabarannya adalah Sulawesi Barat
yang Sejahtera dapat dimaknakan sebagai pencapaian kondisi kehidupan yang lebih baik, yang ditandai
oleh terpenuhinya hak-hak dasar dan meningkatnya taraf hidup masyarakat secara berkelanjutan. Salahsatu
hak dasar masyarakat adalah terpenuhinya kebutuhan pokok masyarakat atas air. Oleh karenanya tujuan
pengembangan SPAM di Provinsi Sulawesi Barat adalah untuk memenuhi hak-hak dasar masyarakatnya
untuk mendapatkan kondisi kehidupan yang baik.

5.1.2 Tujuan Yang Ditetapkan Pemerintah Kabupaten Polewali Mandar

Tujuan pengembangan SPAM di Kabupaten Polewali Mandar, tertuang dalam RPJMD tahun 2014 – 2019
yaitu meningkatkan ketersediaan infrastruktur perumahan dan permukiman melalui peningkatan cakupan
layanan air minum yang ditandai dengan meningkatnya cakupan layanan air minum perpipaan.

5.1.3 Tujuan Yang Ditetapkan Pemerintah Kabupaten Majene

Tujuan pengembanbgan SPAM di Kabupaten Majene, tertuang dalam Kebijakan Strategi Daerah (Jakstrada)
yaitu: terpenuhinya cakupan kebutuhan air minum bagi masyarakat Kabupaten Majene sebanyak 100% dari
sisa jumlah rumah tangga yang belum memiliki akses Air Minum. Untuk mencapai tujuan tersebut maka
ditetapkan kebijakan berupa peningkatan akses aman air minum bagi seluruh masyarakat diperkotaan dan
perkampungan melalui Jaringan Perpipaan dan Bukan Jaringan Perpipaan. Mengembangkan SPAM dalam
rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan minimal untuk memperluas jangkauan pelayanan air minum
terutama untuk masyarakat berpenghasilan rendah

122 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


5.2 Rencana Area Pelayanan

Rencana area pelayanan SPAM Regional Kabupaten Polewali Mandar dan Kabupaten Majene di Provinsi
Sulawesi Barat, berdasarkan hasil rapat koordinasi tanggal 09 September 2019 yang diselenggarakan oleh
Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat di Kota Mamaju, dan dilanjutkan pada rapat pembahasan laporan antara
tanggal 27-28 November 2019.

5.2.1 Rencana Area Pelayanan Kabupaten Polewali Mandar

Rencana area pelayanan SPAM Regional Kabupaten Polewali Mandar dan Kabupaten Majene di Kabupaten
Polewali Mandar terdiri dari 19 desa/kelurahan yang tersebar di 3 (tiga) kecamatan, sebagai berikut:

Table 5.1 Area Pelayanan Kabupaten Polewali Mandar

Kepadatan
Luas Wilayah Penduduk 2018
No. Desa/Kelurahan Rumah Tangga 2018 Penduduk
(km2) (Jiwa)
(Jiwa/Km2)
1 Kecamatan Balanipa 18.90 21,131 4,514 1,118
1.1 Balanipa 5.50 2,944 660 535
1.2 Tammangalle 2.46 2,108 459 857
1.3 Sabang Subik 1.50 3,152 662 2,101
1.4 Pambusuang 1.00 5,505 1,151 5,505
1.5 Bala 6.24 4,310 908 691
1.6 Galung Tulung 2.20 3,112 674 1,415

2 Kecamatan Campalagian 46.83 44,261 9,678 945


2.1 Laliko 4.55 3,310 749 727
2.2 Lapeo 2.39 3,603 800 1,508
2.3 Kenje 2.56 3,218 703 1,257
2.4 Pappang 1.25 3,690 796 2,952
2.5 Bonde 1.30 5,088 1,112 3,914
2.6 Parappe 3.00 4,646 955 1,549
2.7 Panyampa 6.25 2,788 578 446
2.8 Lemo 4.25 3,272 778 770
2.9 Katumbangan 5.00 4,325 1,013 865
2.10 Lampoko 6.55 4,705 966 718
2.11 Botto 5.73 3,350 753 585
2.12 Lagi agi 4.00 2,266 475 567

3 Kecamatan Mapilli 7.50 2,629 590 351


3.1 Buku 7.50 2,629 590 351
Kab. Polewali Mandar 152.62 107,858 23,650 707
Sumber: BPS Kabupaten Polewali Mandar, Kecamatan Dalam Angka 2019

123 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


5.2.2 Rencana Area Pelayanan Kabupaten Majene

Rencana area pelayanan SPAM Regional Kabupaten Polewali Mandar dan Kabupaten Majene di Kabupaten
Majene terdiri dari 15 desa/kelurahan yang tersebar di 2 (dua) kecamatan, sebagai berikut:

Table 5.2 Area Pelayanan Kabupaten Majene

Luas Wilayah Penduduk 2018 Kepadatan Penduduk


No. Desa/Kelurahan Rumah Tangga 2018
(km2) (Jiwa) (Jiwa/Km2)

1 Kecamatan Banggae 25.15 42,776 9,141 1,701


1.1 Totoli 4.33 4,379 867 1,011
1.2 Palipi Soreang 4.12 2,103 418 510
1.3 Rangas 2.23 7,837 1,552 3,514
1.4 Baru 2.46 5,589 1,355 2,272
1.5 Pamboborang 3.11 2,266 548 729
1.6 Pangali-Ali 4.49 11,179 2,299 2,490
1.7 Banggae 2.27 5,536 1,234 2,439
1.8 Galung 2.14 3,887 868 1,816

2 Kec. Banggae Timur 21.01 29,923 7,080 1,424


2.1 Labuang 0.26 6,219 1,502 23,919
2.2 Labuang Utara 1.15 6,947 1,675 6,041
2.3 Baurung 2.14 5,010 1,091 2,341
2.4 Lembang 2.71 5,705 1,242 2,105
2.5 Tande 4.82 1,721 470 357
2.6 Tande Timur 3.65 2,098 573 575
2.7 Baruga 6.28 2,223 527 354
Kabupaten Majene 46.16 72,699 16,221 1,575
Sumber: BPS Kabupaten Majene, Kecamatan Dalam Angka 2019

5.3 Proyeksi Penduduk

Proyeksi kebutuhan air ini didasarkan pada laju pertumbuhan penduduk, dengan mengacu pada tahapan
perencanaan pembangunan daerah/kota. Jangkauan ideal perencanaan adalah 20 tahun hingga tahun 2040.
Penentuan jumlah penduduk pada masa yang akan datang (proyeksi jumlah penduduk) menggunakan
metode-metode proyeksi berikut:

1. Metode Arithmatik
Pn  Po  K a  (Tn  To ) ............................( 1)
dengan:
P2  P1
Ka 
T2  T1 ............................( 1)
dimana:
Pn = jumlah penduduk pada tahun ke- n
Po = jumlah Penduduk pada tahun dasar
Tn = tahun ke- n
To = tahun dasar
Ka = konstanta arithmatik
P1 = jumlah penduduk yang diketahui pada tahun pertama
P2 = jumlah penduduk yang diketahui pada tahun kedua
T1 = tahun petama yang diketahui
T2 = tahun kedua yang diketahui.

124 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


2. Metode Geometrik
Pn  Po (1  r ) n ............................( 3)
dimana:
Pn = jumlah penduduk pada tahun ke- n
Po = jumlah Penduduk pada tahun dasar
r = laju pertumbuhan penduduk
n = jumlah interval tahun.

3. Metode Least Square


Yˆ  a  b  X ............................( 4)
dimana:
Yˆ = nilai variabel berdasarkan garis regresi
X = variabel independen
a = konstanta
b = koefisien arah regresi liniear.
Adapun persamaan a dan b, adalah:

a
 Y   X   X   XY 2

n   X   X  2 2

............................( 5)
n   XY   X   Y
b
n   X   X  2 2

............................( 6)
dimana Y adalah variabel independen
Bila koefisien b telah dihitung terlebih dahulu, maka konstanta a dapat dihitung dengan persamaan
lain, yaitu:
a Y b X ............................( 7)

dimana:
Y = rerata variabel Y
X = rerata variabel x.

Untuk menentukan pilihan rumus proyeksi jumlah penduduk yang akan digunakan dengan perhitungan
yang paling mendekatui kebenaraan, harus dilakukan analisa dengan menghitung standar deviasi atau
kofisien korelasinya berdasarkan persamaan berikut:

4. Standar Deviasi

s 2

X iX  2

n 1 untuk n>20 ............................( 8)

 X  2
i X
s2 
n untuk n≤20 ............................( 9)
dimana:
s2 = standar deviasi
X = variabel independen X (jumlah penduduk)
X = rerata X
n = jumlah data.

Metode perhitungan jumlah penduduk yang paling tepat adalah yang memberikan harga standar
deviasi terkecil.

125 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


5. Koefisien Korelasi
n   XY   X  Y
r
n   X 2 2

  X   nY 2  Y 
2
 ................( 10)

dimana:
r = kofisien korelasi.

Metode perhitungan proyeksi jumlah penduduk yang menghasilkan koefisien korelasi paling
mendekati 1 adalah yang terbaik.

5.3.1 Proyeksi Penduduk Kabupaten Polewali Mandar

Dengan menggunakan jumlah dan laju penduduk tahun 2010 – 2018 pada masing-masing desa/kelurahan
yang menjadi area pelayanan di Kabupaten Polewali Mandar, selanjutnya dihitung menggunakan ketiga
metoda diatas, maka diperoleh metode proyeksi berdasarkan yang memberikan harga standar deviasi
terkecil.

Table 5.3 Metode Proyeksi Penduduk Area Pelayanan Kabupaten Polewali Mandar

Standar Deviasi
No Kecamatan Metode yang dipilih
Arithmatik Geometrik Least Square

1 Kecamatan Balanipa

1.1.1 Balanipa 90 87 163 Geometrik

1.1.2 Tammangalle 65 63 117 Geometrik

1.1.3 Sabang Subik 96 93 174 Geometrik

1.1.4 Pambusuang 167 162 303 Geometrik

1.1.5 Bala 129 127 238 Geometrik

1.1.6 Galung Tulung 93 91 170 Geometrik

2 Kecamatan Campalagian

1.2.1 Laliko 104 103 196 Geometrik

1.2.2 Lapeo 116 113 216 Geometrik

1.2.3 Kenje 101 101 193 Least Square

1.2.4 Pappang 118 115 220 Geometrik

1.2.5 Bonde 162 159 306 Geometrik

1.2.6 Parappe 148 146 280 Geometrik

1.2.7 Panyampa 88 87 167 Geometrik

1.2.8 Lemo 105 102 195 Geometrik

1.2.9 Katumbangan 137 135 259 Geometrik

1.2.10 Lampoko 148 146 282 Geometrik

1.2.11 Botto 107 105 200 Geometrik

1.2.12 Lagi agi 71 71 136 Least Square

126 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


3 Kecamatan Mapilli

1.3.1 Buku 79 78 150 Geometrik

Sumber: Perhitungan Konsultan

Berdasarkan metode terpilih diatas maka diperoleh jumlah penduduk area pelayanan Kabupaten Polewali
Mandar hingga tahun 2040 sebagai berikut:

Table 5.4 Proyeksi Penduduk Area Pelayanan Kabupaten Polewali Mandar

Eksisting Proyeksi Jumlah Penduduk

No Kecamatan 2018 2020 2025 2030 2035 2040

(jiwa) (jiwa) (jiwa) (jiwa) (jiwa) (jiwa)

1 Kecamatan Balanipa 21,131 21,596 22,803 24,079 25,425 26,848

1.1.1 Balanipa 2,944 3,009 3,178 3,357 3,546 3,745

1.1.2 Tammangalle 2,108 2,155 2,277 2,406 2,543 2,687

1.1.3 Sabang Subik 3,152 3,221 3,401 3,591 3,791 4,003

1.1.4 Pambusuang 5,505 5,626 5,940 6,271 6,621 6,991

1.1.5 Bala 4,310 4,405 4,652 4,913 5,188 5,479

1.1.6 Galung Tulung 3,112 3,180 3,355 3,541 3,736 3,943

2 Kecamatan Campalagian 44,261 45,321 48,086 51,017 54,128 57,431

1.2.1 Laliko 3,310 3,389 3,594 3,811 4,042 4,287

1.2.2 Lapeo 3,603 3,690 3,915 4,154 4,408 4,678

1.2.3 Kenje 3,218 3,295 3,496 3,710 3,936 4,177

1.2.4 Pappang 3,690 3,778 4,008 4,251 4,509 4,783

1.2.5 Bonde 5,088 5,210 5,529 5,867 6,226 6,607

1.2.6 Parappe 4,646 4,758 5,050 5,359 5,688 6,037

1.2.7 Panyampa 2,788 2,855 3,029 3,214 3,410 3,618

1.2.8 Lemo 3,272 3,350 3,554 3,770 4,000 4,243

1.2.9 Katumbangan 4,325 4,429 4,699 4,985 5,289 5,612

1.2.10 Lampoko 4,705 4,817 5,110 5,421 5,751 6,100

1.2.11 Botto 3,350 3,430 3,640 3,862 4,097 4,347

1.2.12 Lagi agi 2,266 2,320 2,462 2,613 2,772 2,942

3 Kecamatan Mapilli 2,629 2,689 2,845 3,010 3,185 3,370

1.3.1 Buku 2,629 2,689 2,845 3,010 3,185 3,370

Area Pelayanan
68,021 69,606 73,734 78,106 82,738 87,649
Kab. Polewali Mandar
Sumber: Perhitungan Konsultan

127 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


5.3.2 Proyeksi Penduduk Kabupaten Majene

Dengan menggunakan jumlah dan laju penduduk tahun 2010 – 2018 pada masing-masing desa/kelurahan
yang menjadi area pelayanan di Kabupaten Majene, selanjutnya dihitung menggunakan ketiga metoda
diatas, maka diperoleh metode proyeksi berdasarkan yang memberikan harga standar deviasi terkecil.

Table 5.5 Metode Proyeksi Penduduk Area Pelayanan Kabupaten Polewali Mandar

Standar Deviasi
No Kecamatan Metode yang dipilih
Arithmatik Geometrik Least Square

1 Kecamatan Banggae

2.1.1Totoli 200 195 389 Geometrik

2.1.2 Palipi Soreang 888 894 1123 Arithmatik

2.1.3 Rangas 354 348 696 Geometrik

2.1.4 Pamboborang 244 382 125 Least Square

2.1.5 Baru 104 100 201 Geometrik

2.1.6 Pangali-Ali 506 497 994 Geometrik

2.1.7 Banggae 250 246 492 Geometrik

2.1.8 Galung 175 173 346 Geometrik

2 Kecamatan Banggae Timur

2.2.1 Labuang 268 263 507 Geometrik

2.2.2 Labuang Utara 299 293 565 Geometrik

2.2.3 Baurung 216 212 408 Geometrik

2.2.4 Lembang 247 242 466 Geometrik

2.2.5 Tande 75 73 140 Geometrik

2.2.6 Tande Timur 91 89 171 Geometrik

2.2.7 Baruga 97 94 181 Geometrik

Sumber: Perhitungan Konsultan

Berdasarkan metode terpilih diatas maka diperoleh jumlah penduduk area pelayanan Kabupaten Majene
hingga tahun 2040 sebagai berikut:

128 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


Table 5.6 Proyeksi Penduduk Area Pelayanan Kabupaten Polewali Mandar

Eksisting Proyeksi Jumlah Penduduk

No Kecamatan 2018 2020 2025 2030 2035 2040

(jiwa) (jiwa) (jiwa) (jiwa) (jiwa) (jiwa)

1 Kecamatan Banggae 42,776 44,924 50,603 56,763 63,466 70,774

2.1.1Totoli 4,379 4,537 4,957 5,415 5,916 6,464

2.1.2 Palipi Soreang 2,103 2,625 3,930 5,235 6,540 7,845

2.1.3 Rangas 7,837 8,119 8,870 9,690 10,587 11,566

2.1.4 Pamboborang 5,589 5,950 6,960 8,140 9,521 11,136

2.1.5 Baru 2,266 2,348 2,564 2,801 3,060 3,343

2.1.6 Pangali-Ali 11,179 11,582 12,654 13,826 15,106 16,504

2.1.7 Banggae 5,536 5,736 6,267 6,847 7,481 8,174

2.1.8 Galung 3,887 4,027 4,401 4,809 5,255 5,742

2 Kecamatan Banggae Timur 29,923 30,903 33,497 36,309 39,354 42,658

2.2.1 Labuang 6,219 6,423 6,961 7,545 8,178 8,864

2.2.2 Labuang Utara 6,947 7,174 7,775 8,427 9,133 9,898

2.2.3 Baurung 5,010 5,174 5,609 6,080 6,590 7,144

2.2.4 Lembang 5,705 5,892 6,388 6,926 7,508 8,140

2.2.5 Tande 1,721 1,777 1,926 2,087 2,261 2,450

2.2.6 Tande Timur 2,098 2,167 2,349 2,546 2,759 2,991

2.2.7 Baruga 2,223 2,296 2,489 2,698 2,925 3,171

Area Pelayanan
72,699 75,827 84,100 93,072 102,820 113,432
Kab. Majene
Sumber: Perhitungan Konsultan

129 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


5.4 Real Demand Survey

Penentuan jumlah sampel atau metode sampling ditentukan berdasarkan jumlah populasi dalam artian
semakin besar jumlah sampel atau semakin mendekati populasi, maka peluang kesalahan semakin kecil dan
sebaliknya.

Metode sampling yang biasa digunakan adalah Stratified Random Sampling dengan tabel Krecjie. Metode
pengambilan sampel ini dengan cara populasi disusun berdasarkan semua kelompok dilihat pada tabel
Krecjie, kemudian sampel dipilih dari masing-masing secara proposional.

Tabel Krecjie berdasarkan perhitungan ukuran sampel dengan kesalahan 5%. Jadi sampel yang diperoleh
tersebut mempunyai tingkat kepercayaan 95% terhadap populasi. Formula yang digunakan untuk
menentukan jumlah sampel adalah :

𝑥 𝑁𝑃(1 − 𝑃)
𝑠=
𝑑 (𝑁 − 1) + 𝑥 𝑃(1 − 𝑃)

Dimana :
s = Jumlah sample minimal
N = Jumlah populasi/pelanggan
d² = derajad akurasi yang diproporsikan 0,05
P = proporsi populasi yang diekspresikan 0,5
x² = nilai chi-square yang diekspresikan 3,841

Table 5.7 Tabel Krecjie

130 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


Table 5.8 Jumlah Responden di Kecamatan

JUMLAH JUMLAH JUMLAH


NO. KOTA/KABUPATEN KECAMATAN
PENDUDUK KK RESPONDEN

1. BANGGAE 34,397 7,850 274


1 KABUPATEN MAJENE
2. BANGGAE TIMUR 29,514 6,470 231
2 KABUPATEN 1. ALU 5,994 1,316 39
POLEWALI MANDAR 2. BALANIPA 20,942 4,454 134
3. CAMPALAGIAN 43,757 9,647 289
4. LIMBORO 12,070 2,916 87
5. TINAMBUNG 24,099 5,090 153
6. MAPILLI 2,570 574 17
JUMLAH 173,343 38,317 1,150

Figure 5.1 Dokumentasi RDS

131 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


5.4.1 Hasil RDS Kabupaten Polewali Mandar

Dari hasil pengisian kuesioner RDS di Kabupaten Polewali Mandar diperoleh bahwa penghasilan respoden
sebagian besar ( > 55%) berada diantara Rp 600,000 – Rp 1,000,000. Untuk sumber air yang digunakan di
Kecamatan Balanipa dan Kecamatan Campalagian sebagian besar memanfaatkan mata air, sedangkan di
Kecamatan Mapili mengambil dari sungai. Sedangkan konsumsi penduduk antara 4 m3/bulan hingga 10
m3/bulan atau rata-rata 73 liter/orang/hari. Untuk kemampuan membayar antara Rp 30,000 – Rp 100,000.
Untuk keinginan berlangganan PDAM, rata-rata diatas 90 % respoden memiliki kemauan untuk
berlangganan.

Figure 5.2 Penghasilan Responden di Area Pelayanan Kabupaten Polewali Mandar

Sumber: hasil RDS

Figure 5.3 Sumber Air di Area Pelayanan Kabupaten Polewali Mandar

Sumber: hasil RDS

132 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


Figure 5.4 Konsumsi Air di Area Pelayanan Kabupaten Polewali Mandar

Sumber: hasil RDS

Figure 5.5 Kemauan Berlanggan PDAM di Area Pelayanan Kabupaten Polewali Mandar

Sumber: hasil RDS

5.4.2 Hasil RDS Kabupaten Majene

Dari hasil pengisian kuesioner RDS di Kabupaten Majene diperoleh bahwa penghasilan respoden sebagian
besar ( > 37%) berada diantara Rp 600,000 – Rp 1,000,000, di Kecamatan Banggae penghasilan lebih
bervaritif Untuk sumber air yang digunakan relative berimbang antara PDAM dan penggunaan sumur.
Sedangkan konsumsi penduduk antara 7 m3/bulan hingga 15 m3/bulan atau rata-rata 112 liter/orang/hari.
Untuk kemampuan membayar antara Rp 50,000 – Rp 100,000. Untuk kemauan berlanggan PDAM, seluruh
respoden menjawab memiliki keinginan untuk berlangganan PDAM.

133 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


Figure 5.6 Penghasilan Responden di Area Pelayanan Kabupaten Majene

Sumber: hasil RDS

Figure 5.7 Sumber Air di Area Pelayanan Kabupaten Majene

Sumber: hasil RDS

Figure 5.8 Konsumsi Air di Area Pelayanan Kabupaten Majene

Sumber: hasil RDS

134 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


Figure 5.9 Konsumsi Air di Area Pelayanan Kabupaten Majene

Sumber: hasil RDS

5.5 Rencana Penurunan Kebocoran

5.5.1 Rencana Penurunan Kebocoran Kabupaten Polewali Mandar

Kondisi saat ini di area pelayanan Kabupaten Polewali Mandar, dilayani oleh IPA Summarang dengan
kapasitas terpasang sebesar 20 liter/detik. Berdasarkan hasil evaluasi kinerja PDAM oleh BPKP, menunjukan
bahwa dari kapasitas terpasang tersebut, yang dapat diproduksi sebesar hanya 8 liter/detik akibat
menurunnya debit air baku.

Besarnya kebocoran pada sistem Summarang tidak diketahui, sehubungan tidak terdapat data kebocoran
pada system ini atau minimal data air terjual. Berdasarkan hasil evaluasi kinerja PDAM tercatat bahwa
kebocoran pada seluruh sistem PDAM pada tahun 2018 sebesar 19.78 %, oleh karenanya untuk kebocoran di
area pelayanan Kabupaten Polewali Mandar akan digunakan sebesar 20 % sesuai dengan standard
BPPSPAM.

5.5.2 Rencana Penurunan Kebocoran Kabupaten Polewali Mandar

Pada area pelayanan di Kabupaten Majene dilayani oleh 5 (lima) unit produksi, tetapi yang berfungsi hanya 4
(empat) unit produksi yaitu IPA Abaga dan IPA Manggae yang melayani Kecamatan Banggae, serta IPA
Puawang dan IPA Galung Lombok yang melayani Kecamatan Banggae Timur. Berdasarkan data air produksi
dan air terjual tahun 2018 di sistem Kecamatan Banggae dan system Kecamatan Banggae Timur, diperoleh
kebocoran pada sistem Kecamatan Banggae sebesar 27.78 % dan di system Kecamatan Banggae Timur
sebesar 49.85%. Oleh karenanya untuk perhitungan kebutuhan air akan dilakukan penurunan kebocoran
hingga mencapai tingkat kebocoran 20 % sesuai standard BPPSPAM.

Adapun asumsi rencana penurunan kebocoran di system Kecamatan Banggae dan system Kecamatan
Banggae Timur, sebagai berikut:

Table 5.9 Rencana Penurunan Kebocoran Area Pelayanan di Kabupaten Majene

Sistem 2018 2019 2020 20225 2030 2035 2040

Kec. Banggae 27.78 % 25.28% 23.28% 20.00% 20.00% 20.00% 20.00%

Kec. Banggae Timur 49.85 % 40.85% 36.35% 22.85% 20.00% 20.00% 20.00%

Sumber: hasil Analisis Konsultan

135 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


5.6 Proyeksi Kebutuhan Air Minum

5.6.1 Proyeksi Kebutuhan Air Minum Kabupaten Polewali Mandar

Diasumsikan bahwa operasional SPAM Regional Kabupaten Polewali Mandar dan Kabupaten Majene pada
tahun 2022. Dengan kapasitas terpasang eksisting pada area pelayanan sebesar 20 liter/detik, maka hingga
tahun 2021 mengoptimalkan kapasitas terpasang tersebut. Pada tahun 2030 kebutuhan diperkirakan air
minum maksimum area pelayanan sebesar 120 liter/detik dan pada tahun 2040 sebesar 150 liter/detik. Dengan
terdapatnya kapasitas eksisting 20 liter/detik, maka kebutuhan penambahan kapasitas pada tahun 2030
menjadi 100 liter/detik dan tahun 2040 sebesar 130 liter/detik.

Table 5.10 Kebutuhan Air Minum Area Pelayanan di Kabupaten Polewali Mandar

EXISTING PROJECTION
2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025 2026 2027 2028 2029 2030 2035 2040
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 16 21
1 Penduduk Daerah Pelayanan People 68,021 68,808 69,606 70,413 71,227 72,053 72,889 73,734 74,589 75,452 76,327 77,210 78,106 82,738 87,649
1 Balanipa Jiwa 21,131 21,361 21,596 21,831 22,071 22,313 22,557 22,803 23,054 23,306 23,561 23,818 24,079 25,425 26,848
2 Campalagian Jiwa 44,261 44,788 45,321 45,862 46,406 46,958 47,519 48,086 48,658 49,236 49,823 50,416 51,017 54,128 57,431
3 Mappili (Buku) Jiwa 2,629 2,659 2,689 2,720 2,750 2,782 2,813 2,845 2,877 2,910 2,943 2,976 3,010 3,185 3,370
2 Sambungan Rumah Unit 1,887 2,353 2,723 3,001 4,278 6,095 7,713 9,127 10,570 12,047 13,516 14,509 15,522 15,179 16,079
1 Balanipa Unit 357 455 575 697 1,410 2,138 2,642 2,914 3,191 3,474 4,265 4,565 4,871 4,831 5,101
2 Campalagian Unit 1,344 1,660 1,878 2,000 2,530 3,584 4,663 5,768 6,897 8,053 8,692 9,346 10,013 9,743 10,338
3 Mappili (Buku) Unit 186 238 270 304 338 373 408 445 482 520 559 598 638 605 640
3 Penduduk Terlayani Jiwa 9,435 10,814 12,521 13,807 19,736 28,145 35,618 42,121 48,771 55,569 62,387 66,968 71,650 75,895 80,396
1 Balanipa Jiwa 1,785 2,136 2,700 3,275 6,621 10,041 12,406 13,682 14,985 16,314 20,027 21,436 22,875 24,154 25,506
2 Campalagian Jiwa 6,720 7,614 8,611 9,172 11,602 16,435 21,384 26,447 31,628 36,927 39,858 42,854 45,915 48,715 51,688
3 Mappili (Buku) Jiwa 930 1,064 1,210 1,360 1,513 1,669 1,828 1,992 2,158 2,328 2,502 2,678 2,860 3,026 3,202
4 Cakupan Pelayanan % 13.87 15.72 17.99 19.61 27.71 39.06 48.87 57.13 65.39 73.65 81.74 86.73 91.73 91.73 91.72
5 Kebutuhan Air
1 Konsumsi Domestik
Balanipa lt/org/hari 83.61 72.89 72.89 72.89 85.00 85.00 85.00 85.00 85.00 85.00 85.00 85.00 85.00 90.00 95.00
Campalagian lt/org/hari 83.61 71.21 71.21 71.21 85.00 85.00 85.00 85.00 85.00 85.00 85.00 85.00 85.00 90.00 95.00
Mappili (Buku) lt/org/hari 83.61 74.81 74.81 74.81 85.00 85.00 85.00 85.00 85.00 85.00 85.00 85.00 85.00 90.00 95.00
2 Domestik lpd 9.96 9.88 11.65 13.08 24.44 35.93 45.45 52.94 60.60 68.43 78.62 84.34 90.18 101.07 112.92
3 Non Domestik lpd 1.22 1.21 1.40 1.54 2.60 3.71 4.70 5.55 6.43 7.33 8.22 8.83 9.45 10.59 11.85
4 Domestik + Non Domestik lpd 11.18 11.08 13.05 14.63 27.04 39.64 50.14 58.49 67.03 75.75 86.84 93.17 99.63 111.66 124.77
6 Kebocoran
1 Prosentase % 19.79% 20.00% 20.00% 20.00% 20.00% 20.00% 20.00% 20.00% 20.00% 20.00% 20.00% 20.00% 20.00% 20.00% 20.00%
2 Volume lpd 2.55 2.55 2.95 3.26 5.50 7.85 9.93 11.75 13.60 15.50 17.40 18.68 19.98 22 25
7 Kebutuhan Air Rata-Rata (AR) lpd 13 13 15 16 28 39 50 59 68 77 87 93 100 112 125
1 Balanipa lpd 2 3 3 4 9 14 17 19 21 23 28 30 32 36 40
2 Campalagian lpd 9 9 10 11 16 23 30 37 44 51 56 60 64 72 81
3 Mappili (Buku) lpd 1 1 1 2 2 2 3 3 3 3 3 4 4 4 5
8 Kebutuhan Air Maksimum (1.2 x AR) lpd 15 15 18 20 33 47 60 70 82 93 104 112 120 134 150
1 Balanipa lpd 3 3 4 5 11 17 21 23 25 27 34 36 38 43 48
2 Campalagian lpd 11 11 12 13 19 28 36 44 53 62 67 72 77 86 97
3 Mappili (Buku) lpd 2 2 2 2 3 3 3 3 4 4 4 4 5 5 6
9 Kebutuhan Air Puncak (1.5 x AR) lpd 19 19 22 24 41 59 75 88 102 116 131 140 150 168 188
1 Balanipa lpd 4 4 5 6 14 21 26 29 31 34 42 45 48 53 60
2 Campalagian lpd 14 13 15 16 24 34 45 55 66 77 83 90 96 108 121
3 Mappili (Buku) lpd 2 2 2 3 3 3 4 4 5 5 5 6 6 7 7

Sumber: hasil Analisis Konsultan

136 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


5.6.2 Proyeksi Kebutuhan Air Minum Kabupaten Majene

Diasumsikan bahwa operasional SPAM Regional Kabupaten Polewali Mandar dan Kabupaten Majene pada
tahun 2022. Dengan kapasitas terpasang eksisting pada area pelayanan sebesar 85 liter/detik, maka hingga
tahun 2021 mengoptimalkan kapasitas terpasang tersebut. Pada tahun 2030 kebutuhan diperkirakan air
minum maksimum area pelayanan sebesar 202 liter/detik dan pada tahun 2040 sebesar 287 liter/detik.
Dengan terdapatnya kapasitas eksisting 85 liter/detik, maka kebutuhan penambahan kapasitas pada tahun
2030 menjadi 117 liter/detik dan tahun 2040 sebesar 202 liter/detik.

Table 5.11 Kebutuhan Air Minum Area Pelayanan di Kabupaten Majene

Sumber: hasil Analisis Konsultan

137 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


6
ANALISIS PENYEDIAAN AIR BAKU

6.1 Identifikasi Air Baku

Air minum merupakan kebutuhan dasar yang sangat diperlukan bagi kehidupan manusia secara berkelanjutan
dalam rangka peningkatan derajat kesehatan masyarakat.Untuk memenuhi kebutuhan dasar tersebut
diperlukan system penyediaan air minum yang berkualitas,sehat,efesien dan efektif,terintegrasi dengan sector-
sektor lainnya terutama sector air bersih dan snaitasi sehingga masyarakat hidup dan produktif.Dalam rangka
peningkatan penyediaan air minum,maka perlu dilakukan pengengbangan air minum yang bertujuan untuk
membangun,memperluas dan meningkatkan system fisik.

Ketersediaan air pada dasarnya terdiri atas tiga bentuk, yaitu air hujan, air permukaan, dan air tanah. Sumber
air utama dalam pemenuhan kebutuhan air baku di Kabupaten Polewali Mandar dan Kabupaten Majene adalah
sumber air permukaan dalam bentuk air di sungai, dan tampungan. Penggunaan air tanah kenyataannya
sangat membantu pemenuhan kebutuhan air baku dan air irigasi pada daerah yang sulit mendapatkan air
permukaan, akan tetapi keberlanjutannya perlu dijaga dengan pengambilan yang terkendali di bawah debit
aman (safe yield).

Ketersediaan air permukaan dapat didefinisikan dalam berbagai cara. Lokasi ketersediaan air dapat berlaku
pada suatu titik, misalnya pada suatu lokasi pos duga air, bendung tempat pengambilan air, dan sebagainya
dimana satuan yang kerap digunakan adalah berupa nilai debit aliran dalam m3/dtk atau liter/dtk. Banyaknya
air yang tersedia dapat pula dinyatakan untuk suatu area tertentu, misalnya pada suatu daerah aliran sungai
(DAS), dimana satuan yang digunakan adalah berupa banyaknya air yang tersedia pada satu satuan waktu,
misalnya juta m3/tahun atau mm/hari.

138 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


Figure 6.1 Alur Pengukuran Kecepatan Aliran Sungai Matama

MULAI

PENGUMPULAN DATA PRIMER PENGUMPULAN DATA SEKUNDER

Perhitungan:
 Karasteristik Sungai  Peta Wilayah yang diamati
 Luas Penampang basah (A)  Metode yang digunakan
 Kecapatan aliran (V)  Katalog Sungai Matama
 Debit sungai (Q)  Peraturan Daerah

 Kondisi sungai
Lurus
 Posisi Sungai Ya
Tidak

 Analisa kecapatan aliran


 Debit rata-rata
 Karakteristi sungai

SELESAI
Pengukuran Kecpatan aliran dengan Flow Probe atau Current Meter,pengukuran aliran dengan metode ini
dapat menghasilkan perkiraan kecepatan aliran yang memakai.prinsip pen mengukur kecepatan aliran tiap
kedalaman pengukuran pada titik interval tertentu ( 2 meter) dengan alat Curren Meter (Flowatch) langka
pengukuran adalah:
 Pilih lokasi pengukuran pada sungai yang relative lurus dan tidak banyak pusaran air,bilah sungai relative
lebar bias dilakukan dibawah jembatan atau menggunakan perahu untuk kedalaman yang relative dalam
 Bagilah penampang menjadi beberapa bagian dengan ukuran yang sama interval tertentu,ukur
kecepatan aliran pada kedalaluranaman tertentu sesui dengan kedalaman sungai pada interval yang
telah dibuat sebelunnya
 Hitung kecepatan aliran rata-rata setelah didapatkan luas penampang (A) dengan kecepatan (V) dapat
dihitung debit yang merupakan jumlah total debit aliran pada setiap penampang atau bias dihitung
dengan rumus

Q = A.V

139 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


Dimana:
Q = debit Aliran (m3/detik)
L = lebar interval bagian (m)
V = kecepatan rata-rata pada tiap (h) kedalaman pengkuran

Cara Pengujian perhitungan


Urutan proses dalam pengujian adalah sebagai berikut:
a. Mengukur demensi saluran seperti tinggi dinding saluran,mengukur lebar luas penampang horizontal (L)
setelah itu dibagi menjadi beberapa meter ( 2 meter) setelah itu ukur kedalaman (D) setiap bagian setelah
itu dapat dihitung.
b. Kecepatan aliran menggunakan alat Curren Meter dapat diukur setelah menngetahui cara mendapatkan
nilai yang benar

6.1.1 Sungai Matama

Sungai Matama berada di Kabupaten Polewali Mandar dengan titik koordinat S 03°19'56.7" E 118°58'13.4"
dan elevasi 207 m memiliki DAS seluas 237 km yang berhulu di Polewali Mandar bagian utara tepatnya di
desa Tibung dan Papuring,sungai mandar ada di kecamatan Tubbi Taramanu,Air dihulunya begitu bersih dan
segar,bisa diminum langsung, karena mata airnya yang langsung keluar dari bebatuan yang dikelilingi
pepehonan yang tumbuh dengan lebatnya, Sungai Matama memilik panjang 31,597 km berada di kabupaten
Polewali Mandar yang bermuara ke sungai Mandar.pada bagian hulu sungai memiliki mutu air yang masi
baik,jernih dan asri.Mutu air inilah yang memiliki potensi air baku yang baik untuk domestik maupun
kebutuhan lainya seperti irigasi dan perikanan. Sungai Matama memilik panjang 31,597 km berada di
kabupaten Polewali Mandar.

Figure 6.2 Foto Dokumentasi Pengukuran Kecepatan Aliran Saungai Matama

Untuk mendapatkan hasil maksimal maka pengukuran potensi air baku sungai digunakan 2 kali dengan
interval waktu 2 minggu, pengukuran pertama dilaksanakan pada tanggal 5 Oktober 2019 dan pengukuran
kedua tanggal 19 oktober.Pengukuran tahap pertama menggunakan alat current meter digital.

140 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


Table 6.1 Data Pengukuran Debit Sungai Matama Tahap 1

Debit
NO Jarak (m) Interval jarak (m) dalam (m) Keepatan (m/det) luas (m2) m3/det

1 0 0 0
2 6 8 0,63 0,7 11,34 0,794
3 12 8 0,9 0,54 16,20 0,875
4 18 8 0,30 0,62 5,40 0,335
5 0 0 0
Jumlah 0,668

Figure 6.3 Profil melintang Sungai Matama Tahap 1

141 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


Table 6.2 Data Pengukuran Debit Sungai Matama Section 1 Tahap 2

kedalaman Keepatan Debit


NO Jarak (m) lebar (m) dalam (m) klincir Jml Putaran Waktu (dt) Luas (m2) m3/det
Pada titik Rata-rata Dikoreksi
A. SECTION 1
1 0 0 0
2 2 2 0,24 0,6 0 50 0,011 0,480 0,005
3 4 2 0,77 0,2 2 50 0,029
0,043 1,540 0,066
0,8 5 50 0,056
4 6 2 0,80 0,2 18 50 0,174
0,8 13 50 0,128 0,151 1,600 0,242
5 8 2 0,58 0,6 18 0,174 1,160 0,202
6 10 2 0,35 0,6 4 50 0,047 1,100 0,052
7 12 2 0,13 0,6 0 50 0,011 0,260 0,003
8 14 2 0,06 0,6 0 50 0,011 0,120 0,001
9 16 0 0
Jumlah 6,260 0,571

Figure 6.4 Profil Melintang Sungai Matama Section 1 Tahap 2

142 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


Table 6.3 Data Pengukuran Debit Sungai Matama Section 2 Tahap 2

Dalamnya Keepatan Debit


NO Jarak (m) lebar (m) dalam (m) klincir Jml Putaran Waktu (dt) Luas (m2) m3/det
Pada titik Rata-rata Dikoreksi
B.SECTION 2
1 0 0
2 2 2 0 Delta
3 4 2 0,6 0,6 2 50 0,029 0,400 0,012
4 6 2 0,24 0,6 2 50 0,029 0,480 0,014
5 8 2 0,3 0,6 25 50 0,237 0,600 0,142
6 10 2 0,34 0,6 3 50 0,039 0,680 0,026
7 12 2 0,44 0,6 20 50 0,192 0,880 0,169
8 14 2 0,43 0,6 39 50 0,391 0,860 0,336
9 16 2 0,62 0,2 40 50 0,400
0,346 1,240 0,429
0 0 0,8 29 50 0,292
10 18 2 0,48 0,6 13 50 0,128 0,960 0,123
11 20 15 0,15 0,6 0 50 0,011 0,300 0,003
12 16 0 0
Jumlah 5,140 1,128

Figure 6.5 Profil Melintang Sungai Matama Section 2 Tahap 2

143 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


Table 6.4 Data Pengukuran Debit Section 3 Sungai Matama Tahap 2

Figure 6.6 Profil Melintang Sungai Matama Section 3 Tahap 2

Dari hasil pengukuran kecepatan aliran sungai Matama section 1 tahap dan dan tahap 2 section 1 sampai
dengan sectian 3 dengan menggunakan alat curren meter setelah diadakan perhitungan didapatkan debit
rata-rata sebesar 0.819 m3/det.
Debit tersebut cukup untuk melayani kebutuhan 5 kecamatan di Kabupaten Polman dan 2 Kecamatan di
Kabupaten Majene dengan asumsi konservasi hutan yang ada dilokasi Das Matama dapat direhabilitasi
/penghijauan (penanaman pohon)

6.1.2 Sungai Masuni

Untuk mencapai lokasi sungai Masuni dapat dtempuh dengan kenderaan roda 4 dan roda 2 dari jalan poros
Polewali mandar (Kota Wonomulyo) menuju kecamatan bulo sepanjang 25 km melalui jalan kabupaten (jalan
antar kecamatan).Dari perbatasan desa Ihing dan desa Bulo belok ke kiri sejauh lebih kurang 6 km
menggunakan jalan desa menuju desa lenggo dengan kondisi berupa jalan desa perkerasan semen,perkerasan
batu dan jalan tanpa perekerasan (tanah)sampai di jembatan gantung BM-0, sungai Masuni terletak berada
dikoordinat S 03 ° 15' 13.5",E 119°08'49.1".

144 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


Berdasarkan tipe ekosistim lokasi bending/intake di elevasi 107 m MDPL dan daerah tangkapan air (cathmant
area) merupakan bagian dari hutan dataran rendah,( hutan pamah).Kawasan lahan pamah mencakup
sebagian besar lahan darat pada elevasi kawasan pantai sampai elevasi kurang dari 1 m berupa hutan tanpa
lumut.Di Polewali Mandar dikenalhutan pamah non Dipterocarpaceae (low non-dipterocarprain forest)
Status lahan lokasi hutan tersebut merupakan kawasan hutan produksi yang yang dikuasi oleh Negara dengan
segalah bentuk kegiatan yang akan dilakukan dilokasi tersebut ijin dari Dinas Kehutanan Kabupaten Polwali
Mandar. Status lahan rencana pemasangan pipa transmisi sepanjang Sungai Masuni merupakan Kawasan
Hutan Produksi yang dikuasai Dinas Kehutanan. Sedangkan lokasi lahan tempat akan dipasang pipa sepanjang
Sungai Maloso merupakan kawasan sempadan sungai tetapi tegakan di lapangan pada lahan berlereng terjal
merupakan tanaman kehutanan sedangkan pada lahan yang landai telah dibudidayakan penduduk untuk
tanah pertanian dan kebun campuran
Figure 6.7 Dokumentasi Survey Sungai Masuni

145 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


Table 6.5 Data Pengukuran Debit Sungai Masuni

146 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


21 20 1 0,74 0,2 41 50 0,410
0,405 0,740 0,300
0,8 40 50 0,400
22 21 1 0,76 0,2 36 50 0,361
0,381 0,760 0,290
0,8 40 50 0,400
23 22 1 0,85 0,2 41 50 0,410 0,425
0,850 0,361
0,8 44 50 0,440
24 23 1 0,96 0,2 39 50 0,391 0,371
0,960 0,356
0,8 35 50 0,351
25 24 1 0,9 0,2 41 50 0,410 0,366
0,900 0,329
0,8 32 50 0,322
26 25 1 0,88 0,2 44 50 0,440
0,391 0,880 0,344
0,8 34 50 0,342
27 26 1 0,96 0,2 38 50 0,381
0,391 0,960 0,375
0,8 40 50 0,400
28 27 1 0,96 0,2 36 50 0,361
0,391 0,960 0,375
0,8 42 50 0,420
29 28 1 0,88 0,2 38 50 0,381
0,386 0,880 0,340
0,8 39 50 0,391
30 29 1 0,88 0,2 37 50 0,371
0,425 0,880 0,374
0,8 48 50 0,479
31 30 1 0,85 0,2 44 50 0,440
0,406 0,850 0,345
0,8 37 50 0,371
32 31 1 0,66 0,2 35 50 0,351
0,361 0,660 0,238
0,8 37 50 0,371
33 32 1 0,66 0,2 39 50 0,391
0,411 0,660 0,271
0,8 43 50 0,430
34 33 1 0,70 0,2 38 50 0,381
0,342 0,700 0,239
0,8 30 50 0,302
35 34 1 0,90 0,2 34 50 0,342
0,332 0,900 0,299
0,8 32 50 0,322
36 35 1 0,97 0,2 29 50 0,292 0,265
0,970 0,257
0,8 25 50 0,237
37 36 1 0,85 0,2 37 50 0,371 0,291
0,850 0,247
0,8 22 50 0,210
38 37 1 0,90 0,2 28 50 0,283 0,298
0,900 0,268
0,8 31 50 0,312
39 38 1 0,70 0,2 25 50 0,237
0,270 0,700 0,189
0,8 30 50 0,302
40 39 1 0,88 0,2 21 50 0,201 0,257
0,880 0,226
0,8 31 50 0,312
41 40 0,90 0,2 18 50 0,174
0,258 0,900 0,232
0,8 34 50 0,342
42 41 0 MA (Kiri)
Jumlah 31,850 10,721

147 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


Figure 6.8 Profil Melintang Sungai Masunni

Dari hasil Pengukuran kecepatan aliran sungai Masunni dengan menggunakan alat curren meter konvensional
setelah diadakan perhitungan maka debit pengukuraan sesaat adalah: 10.721 m3/det (Table 6.5).

6.1.3 Sungai Maloso

Sungai Maloso merupakan sungai yang terbesar dengan luas 99.299,51 hektar S = 03 ° 20' 39.58" E =
119°07'59.02" dan elevasi 24 m MDPL. Selain sungai Mandar, terdapat sungai yang juga tergolong besar dan
panjang. Jika sungai Mandar mengalir dari hulu Ulumanda Kabupaten Majene maka Sungai Mapilli/Maloso
justru mengalir dari Masunni Kecamatan Bulo/Matangnga ke Desa Buku Kec. Mapilli Kabupaten Polewali
Mandar. Masunni sendiri hanya sebatas titik pertemuan antara sungai atau Lembang Mapi yang hulunya dari
lereng gunung Aralle, Tabulahan dan Mambi dengan aliran sungai Lili yang merupakan aliran dari dari
Sumarorong dan Tondok Kalua dan lereng gunung dipelosok Tapango Anreapi. Hal ini pula yang melatari
sehingga dinamakan Maloso Mapilli yang tak lain adalah gabungan Mapi dengan Lilli sehungga disebut
Mapilli. Sungai Mapilli atau Maloso Mapilli ini juga mempunyai fungsi yang amat strategis karena Daerah
Aliran Sungai (DAS) ini cukup luas dan panjang.

Disamping itu, pasokan airnya menjadi sumber pengairan bagi ratusan ribu areal pesawahan di Kabupaten
Polewali Mandar. Bendungan Sekka-Sekka adalah satu-satunya bendungan terbesar di Sulbar yang air nya
dikonsentrasi ke Maloso kiri dan Maloso Kanan.

Kondisi sungai Mapilli dengan sungai Mandar secara kualitas air masih cenderung sama. Yang berbeda adalah
masalah penanganannya. Jika sungai Mandar punya masalah sampah yang indikator tingkat pencemaran air
termasuk tinggi akibat akumulasi limbah yang berasal dari hulu maupun tingkat intensitas aktivitas perkotaan.
Aktivitas masyarakat yang tidak memperhatikan faktor lingkungan menjadi masalah bagi sungai Mandar.
Sementara di sungai Mapilli, penurunan kualitas air tidak terlalu memprihatinkan, termasuk masalah sampah
juga bukan masalah serius di sungai Mapilli. Masalah seriusnya adalah keamanan sungai Mapilli dari
masyarakat yang berdiam di DAS Maloso.

148 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


Figure 6.9 Dokumentasi Pengukuran Debit Sungai Maloso

Table 6.6 Data Pengukuran Debit Sungai Maloso Section 1

Keepatan
NO Jarak (m) lebar (m) kedalama (m) Dalam klincir Jml Putaran Waktu (dt) Pada titik Rata-rata Dikoreksi Luas (m2) Debit(m3/det)

A. SECTION 1
1 0 MA (Kanan)
2 3 3 0,24 0,6 11 50 0,110 0,930 0,102
3 6 3 2,00 0,2 158 50 1,558
1,078 6,000 6,468
0,8 60 50 0,597
4 9 3 3,10 0,2 64 50 0,636
0,666 9,300 6,194
0,8 70 50 0,695
5 12 3 3,00 0,2 89 50 0,881
0,911 9,000 8,199
0,8 95 50 0,940
6 15 3 1,20 0,2 18 50 0,174
0,523 3,600 1,883
0,8 88 50 0,871
7 18 3 0,20 0,6 8 50 0,083 0,600 0,050
8 21 3 1,90 0,2 48 50 0,478
0,358 5,700 2,041
0,8 25 50 0,237
9 24 3 1,90 0,2 63 50 0,626
0,489 5,700 2,787
0,8 35 50 0,351
10 27 3 1,80 0,2 56 50 0,557
0,440 5,400 2,376
0,8 32 50 0,322
11 30 3 1,20 0,2 50 50 0,499 0,435 3,600 1,566
0,8 32 50 0,371
12 33 3 0,80 0,2 1 50 0,101
0,056 2,400 0,134
0,8 0 50 0,011
13 36 3
14 39 3
15 42 3
16 45 3
DELTA
17 48 3
18 51 3
19 54 3
20 57 3
21 60 0 0
Jumlah 52,230 31,8002

149 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


Figure 6.10 Profil Melintang Sungai Maloso Section 1

Table 6.7 Data Pengukuran Debit Sungai Maloso Section 2

Keepatan
NO Jarak (m) lebar (m) kedalama (m) Dalam klincir Jml Putaran Waktu (dt) Pada titik Rata-rata Dikoreksi Luas (m2) Debit(m3/det)

B.SECTION 2
1 0 MA (Kanan)
2 3
3 6
4 9 DELTA
5 12
6 15
7 18 3 1,8 0,2 31 50 0,312
0,298 5,400 1,609
0,8 28 50 0,283
8 21 3 2,8 0,2 33 50 0,332
0,322 8,700 2,801
0,8 31 50 0,312
9 24 3 2,7 0,2 39 50 0,391
0,314 8,100 2,543
0,8 25 50 0,237
10 27 3 3,2 0,2 37 50 0,371
0,317 9,600 3,043
0,8 26 50 0,263
11 30 3 3,0 0,2 56 50 0,557
0,435 9,000 3,915
0,8 31 50 0,312
12 33 3 3,1 0,2 58 50 0,577
0,389 9,300 3,618
0,8 21 50 0,201
13 36 3 3,2 0,2 53 50 0,528
0,378 9,600 3,629
0,8 24 50 0,228
14 39 3 3 0,2 58 50 0,577
0,435 9,000 3,915
0,8 29 50 0,292
15 42 3 2,6 0,2 65 50 0,646
0,622 7,800 4,852
0,8 60 50 0,597
16 45 3 2,2 0,2 123 50 1,215
0,911 6,600 6,013
0,8 61 50 0,606
18 48 3 2,7 0,2 111 50 1,097 0,798 8,100 6,464
0,8 50 50 0,499
19 51 3 1,2 0,2 17 50 0,165
0,183 3,600 0,659
0,8 21 50 0,201
20 54 3 0,53 0,2 0,2 50 0,011
0,02 1,590 0,032
0,8 0,8 50 0,029
21 16 0 MA (Kiri)
Jumlah 96,390 43,092

150 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


Figure 6.11 Profil Melintang Sungai Maloso Section 1

Dari hasil pengukuran kecepatan aliran sungai Malosa dibagi atas section 1 dan section 2 pengukuran debit
sungai dilaksanakan pada puncak kemarau dengan menggunakan Curren Meter adalah section 1 sebesar
31.800 m3/dt dan section 2 sebesar 37.446 m3/det dengan posisi pada elevasi 27 m MDPL hasil pengukran
mendekati data AWLR yang terpasang.Debit sungai Maloso tidak berpotensi sebagai air baku SPAM Regiaonal
Polaman dan Majene. Karena membutuhkan pompa air untuk didistribusikan ke elevasinya lebih tinggi
kemudian alirkan ke daerah pelayanan hal ini memerlukan biaya O&M lebih tingggi dan peruntukan untuk
persawahan dan tambak bagi masyarakat Polman.

6.1.4 Sungai Mombi

Sungai Mombi terletak di wilayah Administrasi Kabupaten Polewali Mandar Koordinat: S = 03 ° 26' 11.5",E =
118°57'23.3" dengan Elevasi 35 MDPL.

Figure 6.12 Foto Dokumentasi Pengukuran Debit Sungai Mombi

151 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


Table 6.8 Data Pengukuran Debit Sungai Mombi Section 1

Keepatan
NO Jarak (m) lebar (m) kedalama (m) Dalamnya klincir Jml Putaran Waktu (dt) Pada titik Rata-rata Dikoreksi Luas (m2) Debit(m3/det)

A. SECTION 1
1 0 MA (Kanan)
2 2 2 0,29 0,6 0 50 0,011 0,580 0,006
3 4 2 0,3 0,6 43 50 0,43 0,600 0,258
4 6 2 0,41 0,6 46 50 0,459 0,820 0,376
5 8 2 0,4 0,6 65 50 0,646 0,800 0,517
6 10 2 0,42 0,6 50 50 0,499 0,840 0,419
7 12 2 0,4 0,6 58 50 0,577 0,800 0,462
8 14 2 0,41 0,6 60 50 0,597 0,820 0,490
10 16 2 0,41 0,6 18 50 0,174 0,820 0,143
11 18 2 0,2 0,6 0 50 0,011 0,400 0,004
12 20 0 MA (Kiri)
Jumlah 6,480 2,675

Figure 6.13 Profil Melintang Sungai Mombi Section 1

152 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


Table 6.9 Data Pengukuran Debit Sungai Mombi Section 2

Keepatan
NO Jarak (m) lebar (m) kedalama (m) Dalamnya klincir Jml Putaran Waktu (dt) Pada titik Rata-rata Dikoreksi Luas (m2) Debit(m3/det)

B.SECTION 2
1 0 MA (Kanan)
2 2 2 0,3 0,6 81 50 0,803 0,600 0,482
3 4 2 0,4 0,6 102 50 1,009 0,800 0,807
4 6 2 0,51 0,6 119 50 1,175 1,020 1,199
5 8 2 0,36 0,6 95 50 0,940 0,720 0,677
6 10 2 0,29 0,6 64 50 0,634 0,580 0,368
7 12 2 0,16 0,6 3 50 0,038 0,320 0,012
8 14 2 0,06 0,6 39 50 0,011 0,120 0,001
9 16 0 MA (Kiri)
Jumlah 4,160 3,546

Figure 6.14 Profil Melintang Sungai Mombi Section 1

Dari hasil pengukuran kecepatan aliran sungai Malosa dibagi atas section 1 dan section 2 pengukuran debit
sungai dilaksanakan pada puncak kemarau dengan menggunakan Curren Meter adalah section 1 sebesar
2,675 m3/dt dan section 2 sebesar 3.456 m3/det dengan posisi pada elevasi 35 m MDPL ,Potensi air disungai
sungai Mombi direncanakan untuk irigasi ,tambak dan direncakan oleh BWS Sulawesi 3 untuk membangun
bendung.

153 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


6.1.5 Analisa Potensi Air baku

Table 6.10 Analisa Potensi Air Baku

154 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


Setelah menganalisa kelebihan dan kekurangan masing-masing potensi air baku sesui (tabel 6.10) dari 6
kreteria tersebut diatas maka disimpulkan bahwa sumber air baku Matama dan Masuni menjadi prioritas
sumber air baku untuk SPAM Regional Polman Majene dan sesuai dengan hasil kepakan

6.2 Perhitungan Neraca Ketersediaan Air

6.2.1 Neraca Ketersediaan air Sungai Matama

Neraca air merupakan alat untuk mendekati nilai-nilai hidrologis proses yang terjadi di lapangan. Secara garis
besar neraca air merupakan penjelasan tentang hubungan antara aliran ke dalam (In flow) dan aliran ke luar
(out flow) di suatu daerah untuk suatu periode tertentu dari proses sirkulasi air. Neraca air juga dapat
didefinisikan sebagai selisih antara jumlah air yang diterima oleh tanaman dan kehilangan air dari tanaman
beserta tanah melalui proses evapotranspirasi.

a. Data Curah Hujan


Curah hujan yang diperlukan untuk penyusunan suatu rancangan pemanfaatan air dan rancangan
pengendalian banjir adalah curah hujan rata-rata diseluruh daerah yang bersangkutan atau curah hujan
regional, bukan curah hujan pada suatu titik tertentu.
Curah hujan ini disebut curah hujan wilayah/daerah dan dinyatakan dalam mm. Curah hujan daerah ini harus
diperkirakan dari beberapa titik pengamatan curah hujan. Masalah yang tersangkut dalam penetapan jaringan
stasiun hujan pada dasarnya adalah bahwa kedalaman hujan pada suatu titik tertentu dengan mudah dapat
diperoleh, namun luasan berlakunya kedalaman hujan itu tidak dapat diketahui secara pasti, demikian pula
perubahannya sesuai dengan waktu dan ruang.
Data curah hujan yang dipergunakan untuk analisis hidrologi ini adalah data curah hujan Stasiun Balai Benih
periode dan Stasiun Majene, dimana lamanya periode pencatatan data yang tersedia adalah selama 14 tahun
untuk Stasiun Balai Benih (2003 - 2016) dan 20 tahun untuk Stasiun Majene (1997 - 2016) .
Data curah hujan bulanan stasiun maksimum dari Stasiun Balai beneih Polman dapat dilihat pada Tabel 6.11.
Limpasan curah hujan memiliki hubungan langsung dengan besarnya debit di sungai. Data curah hujan dalam
periode yang lama diperlukan dalam analisa limpasan untuk peramalan debit aliran rendah (low flow) dan
penentuan banjir rancangan.
Selanjutnya untuk analisis debit aliran rendah akan mempergunakan data hujan bulanan dari Stasiun Balai
Benih karena keseluruhan DAS berada lebih dekat dengan stasiun ini, sedangkan untuk analisis debit banjir
rancangan akan mempergunakan data hujan maksimum dari Stasiun Majene, dikarenakan tidak
diperolehnya data hujan maksimum dari Stasiun Balai Benih.

155 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


Table 6.11 Data Curah Hujan Bulanan Stasion Balai Benih Polman

Tahun Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agus Sept Okt Nov Des CH Tahunan
2003 120 144 112 98 115 37 32 52 134 182 179 231 1436
2004 188 128 166 243 136 43 22 21 48 13 139 202 1349
2005 33 133 197 107 80 69 241 47 93 477 349 256 2082
2006 136 106 85 131 131 238 124 0 9 37 155 187 1339
2007 58 110 94 541 429 305 37 26 177 77 233 274 2361
2008 74 122 131 140 242 211 37 44 181 192 171 266 1811
2009 179 109 88 363 274 99 229 27 144 197 273 13 2047
2010 204 397 159 148 356 606 260 187 305 79 209 0 2985
2011 33 40 154 189 193 35 19 52 56 192 279 304 1597
2012 99 252 194 222 186 115 158 42 105 196 202 290 2119
2013 112 178 136 222 234 119 258 79 162 195 177 215 2141
2014 167 21 86 176 218 191 78 30 50 40 183 243 1529
2015 103 116 173 265 85 201 0 24 1 40 218 184 1464
2016 227 218 244 329 250 161 74 88 127 262 167 117 2318
Rata-rata 124 148 144 227 209 174 112 51 114 156 210 199 1903

Analisis ketersediaan air menghasilkan perkiraan ketersediaan air di suatu wilayah sungai, secara spasial dan
waktu. Analisis ini pada dasarnya terdiri atas langkah-langkah: (1) analisis data debit aliran, (2) analisis data
hujan dan iklim, (3) pengisian data debit yang kosong, (4) memperpanjang data debit runtut waktu, dan (5)
analisis frekuensi debit aliran rendah

Figure 6.15 CH Bulanan Stasion Balai Benih

b. Data Klimatologi

Data klimatologi stasion meteorologi disekitar lokasi proyek yang digunakan adalah Dtasion Meteorologi
Majene yang pengelolaannya dibawah pengawasan BMMG.data iklim yang diperlukan untuk perhitungan
meliputi data temperature udara,kecepatan angin,kelembaban relative dan kecerahan matahari,data
klimatologi stasion dapat dilihat di table.

156 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


Table 6.12 Krimatologi Stasion Meteorogi Majene

c. Analisis Evapotranspirasi Potensial

Evapotranspirasi merupakan gabungan antara proses penguapan dari permukaan tanah bebas (evaporasi) dan
penguapan yang berasal dari tanaman (transpirasi). Besarnya nillai evaporasi dipengaruhi oleh iklim,
sedangkan untuk transpirasi dipengaruhi oleh iklim, varietas, jenis tanaman, serta umur tanaman.
Evapotranspirasi Potensial (ETo) dihitung dengan menggunakan 4 unsur klimatologi (suhu, kecepatan angin,
kelembaban nisbi dan lama penyinaran matahari). Evapotranspiras Potensial dihitung dengan menggunakan
metode Penman Modifikasi secara bulanan, mengikuti metode yang direkomendasikan oleh NEDECO /
PROSIDA seperti diuraikan di dalam PSA-010: Crop Water Requirement, Bina Program, Dirjen Pengairan, 1985.
Adapun persamaan perhitungan Penman Modifikasi adalah sebagai berikut :
Etp = 8/(8 + c) * [1/58 (1 -r) R] – 8/ (8 + c) [1/58*117 * 10-9 [t (a) +273)4 [0.56-0.092 (e)25)]*[0.10+0.90*n/N] +
c/(8+c)*[0.35*[1+0.54 u] [e(s) - e (a)]]
dimana :
Etp = evapotranspirasi potensial (mm / hari)
8 = slope vapour pressure pada t°C
= C * ((v*t(a))+w)
c = physical coefficient, c = 0,485
V, W = koefisien kurva tekanan uap air
r = reflection coefficient, r 0,20
R = radiasi matahari
= R(top) * ((a + b*(n/N))
R(top)= radiasi matahari pada lapisan atmosfer teratas
a, b = koeflsien radiasi matahari
N = lamanya penyinaran matahari dalam sehari maksimum
t(a) = temperatur rata-rata (°C)
e(s) = tekanan uap air jenuh (mmHg)
= p * e^(1/q)
p, q = koefisien lurva tekarnan uap air (Tabel 5.1)
e(a) = tekanan uap air jenuh pada titik embun (mmHg)
= e(s) * RH
RH = kelembaban udara relatif (%)

Analisis perhitungan dilakukan dengan menggunakan persamaan diatas seperti ditunjukkan pada Tabel 6.12,
sedangkan tinggi besarnya evapotranspirasi potensial harian tiap-tiap bulan dapat dilihat pada Gambar 6.16.

157 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


Table 6.13 Perhitungan Evaportranspirasi Potensial - Motede Penman Modifikasi

158 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


d. Analisis Debit Aliran Rendah (Low Flow Analysis)

Untuk mendapatakan hasil yang memiliki akurasi tinggi,dibutuhkan ketersediaan data yang secara kualitas
dan kuantitas cukup memdai, dalam hal analissi hidrologi di sungai Matama digunakan data cura hujan yang
terdekat dengan lokasi DAS yaitu dari BMKG Majene.
Untuk menetukan besarnya dedbit andalan dari suatu sungai selain diperlukan data hujan dan krimatologi
juga perlu diketahui luas DAS dari sungai yang akan dihitung debit andalan, dibagi berdasrakan pola aliran
permukaan menuju salurannya.
Ketersediaan debit di surgai dilakukan melalui analisis debit aliran rendah dengan menggunakan rainfall-
runoff dengan metode F.J Mock ini mengasumsikan bahwa hujan yang jatuh pada daerah aliran sungai
sebagaian akan hilang sebagai evapotranspirasi, sebagian akan langsung dapat menjadi limpasan permukaan
(direct run off) dan sebagian lagi akan masuk ke dalam tanah (infiltrasi). Infiltrasi ini pertama-tama akan
menjenuhkan top-soil dulu baru kemudian menjadi perkolasi ke tampungan air tanah yang nntinya akan keluar
ke sungai sebagal base flow. Dalam hal ini harus ada keseimbangan antara hujan yang jatuh dengan
evapotranspirasi, direct run off dan infiltrasi sebagai soil moisture dan ground water discharge. Aliran di dalam
sungai adalah jumlah aliran yang langsung di permukaan tanah dan aliran dasar (base flow).
Keuntungan metode FJ Mock menurut Habibi (2010) adalah hasil analisisnya yang lebih akurat karena lebih
banyak mempertimbangkan kondisi alam yang mempengaruhi ketersediaan air.
Metode F.J Mock mempunyai dua prinsip pendekatan perhitungan aliran permukaan yang terjadi di sungai,
yaitu neraca air di atas permukaan tanah dan neraca air bawah tanah yang semua berdasarkan hujan, iklim
dan kondisi tanah.

Figure 6.16 Diagram Air Perhitungan Rainfall-Runoff Model F.J Mock

Persamaan untuk menghitung aliran permukaan Metode F.J Mock terdiri dari:
a. Hujan netto
R net = (R - Eta)
dimana:
Eta = Etp - E
E = Etp. Nd/30.m
Nd = 27 - 3/2. Nr

b. Neraca air di atas permukaan


WS = Rnet- SS
dimana:
SS = SMt + SMt-1

159 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


SMt = SMt-1 + Rnet

c. Neraca air di bawah permukaan


dVt = Vt - Vt-1
dimana:
I = C1 . WS
Vt = 1/2 (1 + k) .I + k. Vt-1

d. Aliran Permukaan
RO = BF + DRO
Dalam satuan debit
Q = 0,0116. RO. A/H
dimana :
BF = I – dvt
DRO = WS - I

e. Dimana notasi rumus di atas:


Rnet = hujan netto, mm
R = hujan, mm
Etp = evapotranspirasi potensial, mm
Eta = evapotranspirasi aktual, mm
Nd = jumlah hari kering (tidak hujan), hari
Nr = jumlah hari hujan, hari
WS = kelebihan air, mm
SS = daya serap tanah atas air, mm
SM = kelembaban tanah, mm
dV = perubahan kadar air tanah, mm
V = kandungan air tanah, mm
I = laju infiltrasi, mm
Ci = koefisien resapan (<1)
k = koefisien resesi aliran air tanah (<1)
DRO = aliran langsung, mm
BF = aliran air tanah (mm)
RO = aliran permukaan, mm
H = jumlah hari kalender dalam sebulan, hari
A = luas DAS, km2
Q = debit aliran permukaan, m3/det
t = waktu tinjau (periode sekarang t dan yang lalu t-1)

Adapun, data-data yang diperlukan dalam perhitungan FJ Mock adalah:


 Data hujan harian
 Data jumlah hari hujan
 Data evapotranspirasi potensi: dari perhitungan dengan Penman Modifikasi
 Data luas permukaan lahan terbuka
 Data kapasitas kelembaban tanah (SMC)
 Data koefisien infiltrasi (I)

Koefisien infiltrasi (I) ditaksir berdasarkan kondisi porositas tanah dan kemiringan daerah pengaliran. Besarnya
koefislen infiltrasi lebih kecil dari 1. Sebagai pendekatan dalam perhitungan debit bulanan digunakan koefisien
infiltrasi sebesar 0,65.
 Data faktor resesi aliran tanah (k)
Besarnya faktor resesi k lebih kecil dari 1, pada umumnya 0,4-0,7 yang dalam perhitungan akan digunakan
pendekatan sebesar 0,70
Dalam studi ini pemodelan debit sungai akan dilakukan untuk periode bulanan, jadi dalam 1 (satu) bulan ada
1 debit. Sedangkan data hujan yang dipergunakan adalah curah hujan bulanan dari Stasiun Balai Benih yang
dibutuhkan di Kabupaten Polewali Mandar.
Perhitungan lengkap debit aliran rendah dapat dilihat pada Laporan Penunjang Hidrologi.

160 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


e. Analisis Debit Andalan (Dependable Flow)

Perhitungan besarnya debit andalan dilakukan dengan cara plotting position, yaitu dilakukan dengan cara
mengurutkan data dari besar ke kecil, dengan urutan nomor 1 hingga dengan N. Selanjutnya masing-masing
urutan diberi nilai kemungkinan terlampaui (probability of exceedance).

Table 6.14 Debit Andalan Bulanan Sungai Matama di Bendung Matama (m3/dtk)

No Tahun Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agus Sep Okt Nop Des
1 2003 0,39 0,95 0,43 0,29 0,37 0,21 0,14 0,1 0,07 0,1 0,96 1,78
2 2004 1,67 1,36 1,08 1,92 0,9 0,65 0,44 0,31 0,22 0,15 0,11 0,47
3 2005 0,20 0,16 1,22 0,67 0,4 0,29 1,57 0,65 0,47 4,39 4,72 4,00
4 2006 2,56 1,98 1,24 0,9 0,61 0,97 0,64 0,4 0,29 0,19 0,14 0,52
5 2007 0,22 0,17 0,11 5,26 5,7 5,18 2,76 1,93 1,4 0,95 1,7 2,79
6 2008 1,31 1,01 0,64 0,46 0,6 1,14 0,52 0,37 0,27 0,95 1,29 2,45
7 2009 2,12 1,62 0,92 3,68 3,53 1,95 2,92 1,51 1,2 1,94 3,03 1,41
8 2010 1,01 4,5 2,07 1,57 3,55 7,19 4,56 3,47 4,69 2,4 2,74 1,54
9 2011 1,08 0,83 0,53 0,81 1,46 0,7 0,47 0,33 0,24 0,16 2,03 2,99
10 2012 1,36 2,84 1,82 2,06 1,61 0,99 0,87 0,54 0,39 0,64 1,47 2,75
11 2013 1,41 2,18 1,5 2,35 2,61 1,65 2,79 1,38 1,71 2,01 1,95 2,28
12 2014 1,80 1,13 0,74 0,54 0,4 0,89 0,41 0,29 0,21 0,14 0,1 1,37
13 2015 0,59 0,83 1,19 2,51 1,09 1,83 0,91 0,63 0,46 0,31 0,34 1,06
14 2016 1,79 2,38 2,15 3,39 2,73 1,84 1,17 0,82 0,59 1,56 1,44 0,89

Plotting position yang dipergunakan dalam analisis ini adalah rumus


Weibull (Anonim, 1989: 14).
P (m/n+1) * 100%
dengan:
m = nomor urut data,
n = jumlah peristiwa

161 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


Table 6.15 Probabilitas Debit Andalan Bulanan Sungai Matama di Bendung Matama (m3/dtk)

Debit (m3/detik)
No Probabilitas P (%)
Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli Agu Sep Okt Nop Des
1 1 2,5 4,3 2,1 5,1 5,4 6,9 4,3 3,3 4,3 4,1 4,5 3,9
2 5 2,3 3,4 2,1 4,2 4,3 5,9 3,5 2,5 2,8 3,1 3,6 3,3
3 10 2,0 2,7 2,0 3,6 3,5 4,2 2,9 1,8 1,6 2,3 2,9 2,9
4 15 1,8 2,4 1,8 3,4 3,5 2,1 2,8 1,4 1,3 2,0 2,3 2,8
5 20 1,8 2,3 1,6 2,9 3,0 1,9 2,8 1,4 1,3 2,0 2,3 2,8
6 25 1,8 2,1 1,4 2,5 2,7 1,8 2,5 1,2 1,0 1,8 2,0 2,7
7 30 1,7 2,0 1,3 2,4 2,6 1,8 1,7 0,9 0,7 1,6 2,0 2,5
8 35 1,5 1,8 1,2 2,2 2,1 1,7 1,3 0,7 0,5 1,2 1,8 2,4
9 40 1,4 1,6 1,2 2,0 1,6 1,5 1,1 0,6 0,5 1,0 1,7 2,2
10 45 1,4 1,4 1,2 1,9 1,5 1,2 0,9 0,6 0,5 0,9 1,5 1,9
11 50 1,3 1,2 1,1 1,7 1,3 1,1 0,9 0,6 0,4 0,8 1,5 1,7
12 55 1,3 1,1 1,1 1,5 1,1 1,0 0,8 0,5 0,4 0,6 1,4 1,5
13 60 1,1 1,0 1,0 1,0 0,9 1,0 0,7 0,4 0,3 0,4 1,3 1,4
14 65 1,0 1,0 0,8 0,9 0,8 0,9 0,6 0,4 0,3 0,3 1,1 1,4
15 70 1,0 0,9 0,7 0,8 0,7 0,9 0,5 0,4 0,3 0,2 0,9 1,3
16 75 0,7 0,9 0,7 0,7 0,6 0,7 0,5 0,3 0,2 0,2 0,5 1,1
17 80 0,5 0,8 0,6 0,6 0,5 0,7 0,5 0,3 0,2 0,2 0,3 1,0
18 85 0,4 0,8 0,5 0,5 0,4 0,6 0,4 0,3 0,2 0,2 0,1 0,9
19 90 0,30 0,40 0,50 0,50 0,40 0,40 0,40 0,30 0,20 0,10 0,10 0,60
20 95 0,2 0,2 0,3 0,4 0,4 0,3 0,3 0,2 0,2 0,1 0,1 0,5
21 100 0,2 0,2 0,1 0,3 0,4 0,2 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,5

Figure 6.17 Probabilitas sungai Matama

162 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


Table 6.16 Debit Andalan Q90

Probabilitas Debit
Keandalan (%) m3/dt
0.1 6,94
1 5,41
2 5,03
5 4,26
10 2,94
15 2,61
20 2,17
25 1,95
30 1,79
35 1,57
40 1,42
45 1,28
50 1,08
55 0,95
60 0,88
65 0,66
70 0,59
75 0,47
80 0,4
85 0,31
90 0,22
98 0,10
99 0,10
100 0,07

Figure 6.18 Flow Duration Curve

Dari hasil plotting position akan diperoleh kurva durasi aliran (Flow Duration Curve, FDC) untuk DAS Bendung
Matama seperti yang ditujunjukkan pada Gambar 6.18.
Dari hasil pemodelan rainfall-runoff dan plotting position tahunan (basic year), maka diperoleh debit andalan
periode bulanan untuk DAS Bendung Matama seperti yang ditunjukkan pada Tabel 6.14, Tabel 6.15Dari grafik,

163 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


FDC dapat diketahui besarnya debit dengan keandalan 90% adalah sebesar 0,22m3/dtk. Dengan
mempertimbangkan adanya pengambilan eksisting pada Embung Matama serta alokasi debit pemeliharaan
sungai, maka untuk alokasi SPAM 6 kecamatan sebesar 0,15 m3/dtk atau 150 ltr/dtk.
Dari Analisa Gambar 6.17 probabilitas Matama ,Untuk mengantispasi kekurangan debit air pada bulan
Oktober dan November ( 2 bulan musim kemarau panjang) akan merekonstruksi atau membangun embung
untuk menambah/meningkatkan kapsitas minimal 0,10 m3/det agar tercpat debit secara kontinyu rata-rata
150 lt/det,desain rekonstruksi bangunan embung akan dilaksanakan pada saat DED.

6.2.2 Perhitungan Neraca Ketersediaan air sungai Masuni

a. Data Curah Hujan

Data curah hujan yang dipergunakan untuk analisis hidrologi ini adalah data curah hujan Stasiun Balai Benih
periode dan Stasiun Majene, dimana lamanya periode pencatatan data yang tersedia adalah selama 10 tahun
(2006-2018) untuk Stasiun BPP Tonyaman /Polman.
Data curah hujan bulanan stasiun maksimum dari Stasiun BPP Tonyaman Polman dapat dilihat pada Tabel
6.17

Table 6.17 Data Curah Hujan Bulan Stasiun BPP Tonyaman/Polman

N0 Tahun Jan Feb Mrt Apr Mei Jun Jul Agst Sept Okt Nov Des CH.Tahunan
1 2009 179 109 88 363 363 99 260 27 144 197 209 13 2051
2 2010 204 397 155 148 148 606 19 187 305 79 279 0 2527
3 2011 161 70 177 190 202 15 9 33 43 244 320 269 1733
4 2012 120 382 146 222 116 79 169 50 167 156 199 566 2372
5 2013 123 272 256 261 284 180 246 120 144 144 200 298 2528
6 2014 201 25 167 221 272 186 77 6 60 57 223 161 1656
7 2015 75 110 251 269 52 161 1 19 6 62 462 156 1624
8 2016 361 316 228 358 277 184 78 172 153 295 110 102 2634
9 2017 137 96 149 182 354 122 170 44 95 319 356 216 2240
10 2018 132 183 231 248 73 252 92 16 107 347 434 173 2288
Rata-rata 146 162 178 217 181 131 94 51 86 180 256 216 1897

Figure 6.19 Curah Hujan Bulanan Stasiun BPP Tonyaman Polman.

164 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


Table 6.18 Data Curah Hujan Harian Stasiun BPP Tonyaman/Polman

No Tahun Jan Feb Mrc Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Jml
1 2009 12 15 11 13 4 8 13 14 10 12 10 6 128
2 2010 10 10 10 10 10 5 10 10 8 8 9 0 100
3 2011 25 13 20 19 14 0 5 11 21 22 23 173
4 2012 15 19 22 24 14 11 9 5 17 22 22 24 204
5 2013 15 19 15 16 22 16 23 10 12 12 22 182
6 2014 22 4 20 23 27 19 14 7 5 7 20 24 192
7 2015 19 18 22 27 15 22 5 7 2 9 26 21 193
8 2016 20 21 28 28 29 23 13 13 20 27 21 23 266
9 2017 21 20 18 22 27 25 11 13 11 28 26 22 244
10 2018 20 21 23 21 17 19 12 10 14 21 24 16 218
Jumlah 17 15 19 20 18 15 10 7 10 16 20 17 186

Figure 6.20 Curah Hujan Bulanan Stasiun BPP Tonyaman Polman.

b. Data Klimatologi

Data klimatologi stasion meteorologi disekitar lokasi proyek yang digunakan adalah Dtasion Meteorologi
Majene yang pengelolaannya dibawah pengawasan BMMG.data iklim yang diperlukan untuk perhitungan
meliputi data temperature udara,kecepatan angin,kelembaban relative dan kecerahan matahari,data
klimatologi stasion dapat dilihat di table 6.6.

165 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


c. Analisis Evapotranspirasi Potensial

Evapotranspirasi merupakan gabungan antara proses penguapan dari permukaan tanah bebas (evaporasi) dan
penguapan yang berasal dari tanaman (transpirasi). Besarnya nillai evaporasi dipengaruhi oleh iklim,
sedangkan untuk transpirasi dipengaruhi oleh iklim, varietas, jenis tanaman, serta umur tanaman.
Evapotranspirasi Potensial (ETo) dihitung dengan menggunakan 4 unsur klimatologi (suhu, kecepatan angin,
kelembaban nisbi dan lama penyinaran matahari). Evapotranspiras Potensial dihitung dengan menggunakan
metode Penman Modifikasi secara bulanan, mengikuti metode yang direkomendasikan oleh NEDECO /
PROSIDA seperti diuraikan di dalam PSA-010: Crop Water Requirement, Bina Program, Dirjen Pengairan, 1985.
Analisis perhitungan dilakukan dengan menggunakan persamaan methode yang sama dengan perhitungan
sungai Masuni maka didapatkan hasil seperti ditunjukkan pada Tabel 6.19.

166 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


Table 6.19 Data Perhitungan Evaportranspirasi Potensial -Motede Penman

167 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


d. Perhitungan Evapotranspirasi Aktual
Evapotranspirasi aktual adalah evapotranspirasi yang sebenarnya terjadi atau actual evapotranspiration,
dihitung sebagai berikut :
Eactual = Ep - ∆E
1. Perhitungan Water Surplus
Persamaan water surplus (SS) adalah sebagai berikut :

WS = (P - Ea) + SS

Dalam metoda Mock, tampungan kelembaban tanah dihitung sebagai berikut :

SMS = ISMS + (P - Ea)


dimana :
ISMS = initial soil moisture storage (tampungan kclembaban tanah awal), merupakan soil moisture
capacity (SMC) bulan sebelumnya
P – Ea = presipitasi yang telah mengalami evapotranispirasi
Ada dua keadaan untuk menentukan SMC, yaitu :
a. SMC = 200 mm/bulan, jika P Ea > 0
b. SMC = SMC bulan sebelumnya + (P - Ea), jika P - Ea < 0

2. Perhitungan Base Flow, Direct Off dan Storm Run Off


Menurut Mock, besarnya infiltrasi adalah water surplus (WS) dikalikan dengan koefisien infiltrası (it), atau
;

Infiltrasi (i) = WS x if
Zona tampungan air tanah (groundwater storage, disingkat GS) dirumuskan sebagai berikut : GS=
{0,5x(1+K)xi}+{KxGSom}
Perubahan groundwater storage (AGS) adalah selisih antara groundwater storage bulan yang ditinjau
dengan groundwater storage bulan sebelumnya. Pernitungan Base flow dihitung dalam bentuk
persamaan :

BF = i - ∆GS
Direct run off dihitung dengan persamaan:

DRO = WS - i
Setelah base flow dan direct run off, komponen pembentuk debit yang lain adalah storm run off. Mock
menetapkan bahwa :

a. Jika presipitasi (P) > maksimam sail maisture capacity maka nilai storm run off = 0
b. Jika P < maksimum soil muisture capacity maka storm run off adalah jumlah curah hujan dalam
satu bulan yang bersangkutan dikali percentage factor, atau :

SRO = P x PF
Total run off (TRO) merupakan komponen-komponen pembentuk debit sungai (sireum fluw) adalah
jumlah antara base fluw, direct run off dan storm run off, atau:

TRO = BF +DRO + SRO


Jika TRO mi dikalikan dengan catchment area dalam km2 dengan suatu angka konversi tertentu akan
didapatkan besaran debit dalam m3/det.
Untuk perhitungan debit andalan selama kurun waktu perencanaan yaitu 10 tahun dari tahun 2006 sampai
tahun 2018 dapat dilihat pada Tabel 6.21 dan 6.22. dan Gambar 6 22.

168 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


Table 6.20 Perhitungan Debit Andalan Sungai Masuni Tahun 2009

No Data Unit Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sept Okt Nov Des
A Data Metodologi
1 Curah Hujan P(mm) 179 109 88 363 274 99 229 27 144 197 273 13
2 Hari Hujan n(hr) 12 15 11 13 4 8 13 14 10 12 10 6
3 Jumlah Hari H (hr) 31 28 31 30 31 30 30 31 30 31 30 31
4 Temperatur T,C° 27,5 27,6 27,8 27,8 27,8 27,3 27,2 27,2 27,8 27,2 27,2 27,2
5 Penyinaran Matahari s,% 4,5 5,6 5,3 5,8 6,1 5,3 5,8 6,7 6,6 6,8 6 4,7
6 Kelembaban Relatif h,hr 79,9 80 79,8 80 80,5 79,5 79,9 75,9 74,1 75,6 78,9 78,8
7 Kecepatan angin w,m/s 0,9 1 0,9 1 1,1 1,6 1,9 2,2 1,7 1,2 0,8 0,9
B Evapotransfirasi Potensial
8 Radiasi Matahari R, mm/hr 15,4 15,5 15,2 12,2 15,9 12,2 12,4 13,4 14,5 15,2 15,3 15,2
9 A (slope Vapour presure curve pada temperatur rata2 ) mm hg/°F 0,85 0,85 0,85 0,85 0,85 0,85 0,85 0,85 0,85 0,85 0,85 0,85
10 B (radiasi benda hitam pada temperatur rata-rata) mm H2O/hr 16,33 16,33 16,33 16,33 16,33 16,33 16,33 16,33 16,33 16,33 16,33 16,33
11 ea (Tekanan uap air jenuh) mm hg 25,98 25,98 25,98 25,98 25,98 25,98 25,98 25,98 25,98 25,98 25,98 25,98
12 ed= h xea mm hg 20,76 20,78 20,73 20,78 20,91 20,65 20,76 19,72 19,25 19,64 20,50 20,47
13 F1=Ax(0.18+0.55xS))/(A+0.27 T,S 0,14 0,14 0,14 0,14 0,14 0,14 0,14 0,14 0,14 0,14 0,14 0,14
14 F2=AxB(0.56-(0.092x^0.5))/(A+0.27) T,H 1,75 1,74 1,75 1,74 1,73 1,76 1,75 1,88 1,94 1,89 1,78 1,78
15 F3 = (0.27)(0.35)ea-ed)/(A+0.27) T,h 0,44 0,44 0,44 0,44 0,43 0,45 0,44 0,53 0,57 0,53 0,46 0,46
16 Kofisien refleksi r 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1
17 E1=F1x(1-r)*R 1,89 1,91 1,87 1,50 1,95 1,50 1,52 1,65 1,78 1,87 1,88 1,87
18 E2=F2x(0.1+(0.9*S)) 0,17 0,17 0,17 0,17 0,17 0,18 0,17 0,19 0,19 0,19 0,18 0,18
19 E3=F3x(k+0.01w) k =100 0,44 0,44 0,45 0,44 0,43 0,46 0,45 0,54 0,58 0,54 0,47 0,47
20 Ep= E1-E2+E3 mm/hari 2,16 2,17 2,14 1,77 2,21 1,78 1,80 2,00 2,17 2,22 2,17 2,16
21 Epm =HrxEp mm/bln 67,07 60,88 66,36 53,06 68,65 53,42 53,97 61,99 64,99 68,86 65,08 66,95

169 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


C Evapotransfirasi terbatas
22 Exposed surface m ,% 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30
23 Jumlah hari hujan n 12 15 11 13 4 8 13 14 10 12 10 6
24 ΔE/Epm = (m/20)(18-n) % 9 4,5 10,5 7,5 21 15 7,5 6 12 9 12 18
25 ΔE mm/bulan 1,5 1,5 1,5 1,5 1,5 1,5 1,5 1,5 1,5 1,5 1,5 1,5
26 E=actual =Epm-ΔE mm/bulan 65,57 59,38 64,86 51,56 67,15 51,92 52,47 60,49 63,49 67,36 63,58 65,45
D Water Surplus
27 P-Ea mm/bulan 113,43 49,62 23,14 311,44 206,85 47,08 176,53 -33,49 80,51 129,64 209,42 -52,45
28 SMS =ISMS+P-Ea) mm/bulan 313,43 249,62 223,14 511,44 406,85 247,08 376,53 166,51 280,51 329,64 409,42 147,55
29 SMC ISMC =200 200 200 200 200 200 200 200 200 200 200 200 200 200
30 Soil Stronge (jika P-Ea> 0. SS = 0) mm/bulan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
31 Water Surplus [(27)+(30) mm/bulan 113,43 49,62 23,14 311,44 206,85 47,08 176,53 -33,49 80,51 129,64 209,42 -52,45
E Total Run Off
32 Kofisien infiltrasi if 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3
33 Infiltrasi {(31)xif] I,mm/bln 34,03 14,89 6,94 93,43 62,06 14,12 52,96 -10,05 24,15 38,89 62,82 -15,73
34 Konstanta reses aliran k 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9
35 Persentage faktor PF 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1
36 1/2x(1+K)x1 32,33 14,14 6,59 88,76 58,95 13,42 50,31 -9,54 22,95 36,95 59,68 -14,95
37 KxGsom 124,11 124,11 124,11 124,11 124,11 124,11 124,11 124,11 124,11 124,11 124,11 124,11
38 GS[(36)+(37) Gsom =137.9 137,9 156,44 138,25 130,70 212,87 183,06 137,53 174,42 114,57 147,06 161,06 183,79 109,16
39 ΔGS=GS-Gscm mm/bulan 18,54 -18,19 -7,55 82,17 -29,81 -45,54 36,89 -59,86 32,49 14,00 22,74 -74,63
40 Base Flow =1-ΔGS mm/bulan 15,49 33,07 14,49 11,27 91,86 59,66 16,07 49,81 -8,34 24,89 40,09 58,90
41 Direct run off -WS-1 mm/bulan 79,40 34,73 16,20 218,01 144,80 32,96 123,57 -23,44 56,36 90,75 146,59 -36,71
42 Storm run off mm/bulan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
43 Total Run Off=Bflow+DRO+storm mm/bulan 94,90 67,81 30,69 229,28 236,66 92,62 139,64 26,37 48,02 115,64 186,68 22,18
44 Catchment Area Km2 480 480 480 480 480 480 480 480 480 480 480 480
45 Stream Flow (Debit Andalan) m3/dtk 17,01 12,15 5,50 41,09 42,41 16,60 25,02 4,73 8,61 20,72 33,45 3,98

170 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


Table 6.21 Rekapitulasi Debit Andalan sungai Masuni

Table 6.22 Rekapitulasi Probabilitas Debit Andalan sungai Masuni

Probabilitas DEBIT (M3/dtk)


No
(%) Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agus Sept Okt Nov Des
1 10 40,33 50,33 35,35 46,65 85,68 54,77 27,87 38,20 17,12 38,04 61,75 71,06
2 20 20,21 47,97 34,01 42,67 44,51 28,23 25,26 17,51 14,43 33,83 51,21 39,18
3 30 19,83 44,12 28,79 41,09 43,63 28,23 25,02 15,59 13,34 33,72 50,32 36,77
4 40 17,01 30,18 27,60 36,42 42,41 26,52 18,64 8,82 13,31 22,74 41,88 34,23
5 50 14,70 19,23 26,87 35,65 39,57 24,21 16,31 6,27 8,61 20,72 33,45 32,70
6 60 11,62 12,15 24,13 32,71 35,99 16,60 15,28 4,73 5,57 18,92 21,88 31,95
7 70 10,98 8,34 14,91 25,98 25,44 16,60 9,99 2,12 5,11 16,63 21,39 20,39
8 80 9,83 7,08 13,15 22,52 11,87 12,81 10,02 1,29 0,40 13,91 20,57 7,05
9 90 9,45 6,24 13,15 20,07 11,06 7,57 5,58 0,23 0,40 0,52 17,57 3,98
10 100 3,68 1,19 5,50 5,57 8,29 6,55 0,10 0,12 0,09 0,41 7,23 3,98

171 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


Figure 6.21 Debit Andalan Rata-Rata Sungai Masuni

Table 6.23 Probabilitas Sungai Masuni

Probabilitas Debit
Keandalan (%) m3/dt
10 47,26
20 33,25
30 31,70
40 26,65
50 23,19
60 19,30
70 14,82
80 10,88
90 7,98
100 3,56

172 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


Figure 6.22 Debit Andalan Rata-Rata Sungai Masuni

Dari hasil pemodelan rainfall-runoff dan plotting position tahunan (basic year), maka diperoleh debit andalan
periode bulanan untuk DAS Bendung Matama seperti yang ditunjukkan pada Tabel 6.22, Tabel 6.23
Dari grafik, FDC dapat diketahui besarnya debit dengan keandalan 90% adalah sebesar 7.98 m3/dtk, potensi
debit andalan sungai Masuni sebagai alternatif pengembangan SPAM Regional Polman dan Majene kedepan.

6.3 Analisa Eksisting Embung Matama.

6.3.1 Hasil Pengamatan

Dampak kekeringan dan banjir kini dirasakan semakin besar dan risiko pertanian semakin meningkat dan sulit
diprediksi. Sementara itu, tekanan penduduk yang luar biasa menyebabkan kerusakan hutan dan daur
hidrologi tidak terelakkan lagi. Indikatornya, debit sungai merosot tajam di musim kemarau, sementara di
musim penghujan debit air meningkat tajam. Hal ini juga terjadi pada embung Matama kabupaten Polewali
Mandar Provinsi Sulawesi Barat.

Mengidentifikasi potensi air baku di Sungai Matama tidak terlepas dari ketersediaan data debit yang bisa
diambil dari tinggi air di mercu embung Sungai Matama. Tetapi karena embung tersebut baru berfungsi pada
tahun 2015, maka data pengamatan debit belum tersedia. Pengamatan tinggi air di embung akan diambil
secara langsung pada saat survey hidrometri.

Dari hasil pengamatan langsung ke lokasi embung Matama oleh Tim dari PPC Spam Regional Polman Majene,
kondisi eksisting.

173 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


Figure 6.23 Kondisi Eksisting Embung Matama

Dari hasil pengamatan langsung ke lokasi embung Matama oleh Tim dari PPC Spam Regional Polman Majene,
kondisi eksisting.
1. Terjadinya endapan lumpur lebih dari 1 meter;
2. Kondisi pipa yang terhambat sedimen;
3. Tidak Nampak kantong lumpur;
4. Pada saat musim hujan tertutup tanah;

6.3.2 Rekomendasi Rekonstruksi/Pembangunan Embung Matama.

Dengan kondisi seperti diatas direkomendasikan agar embung Matama direkonstruksi total atau dibangun
baru karena akan digunakan oleh SPAM Regional dan IKK Alu,Agar embung Matama berfungsi dengan baik
maka ada beberapa persyaratan pada saat pembuatan DED :

a. Berdasarkan fungsi embung seperti tersebut diatas, maka kolam embung akan menyimpan air di
musim hujan dan kemudian air dimanfaatkan bagi kebutuhan air baku selama musim kemarau.
Sehingga setiap akhir musim hujan maka kolam embung dapat mulai dimanfaatkan.
b. Untuk mencegah terjadinya limpasan diatas puncak tubuh embung, maka dalam mendesain ketinggian
puncak tubuh embung, tinggi jagaan harus didesain memenuhi standar sesudah terjadinya penurunan.
Tinggi jagaan tubuh embung harus cukup untuk menahan limpasan air banjir akibat gelombang.
c. Untuk merencanakan embung dibutuhkan data: a) Desk Study, Mengamati peta topografi dan foto
udara untuk memperkirakan calon lokasi, b) Field Study,mendatangi lokasi yg direkomendasi,hal yang
harus diperhatikan adalah keadaan geologi permukaan,keadaan topografi, keadaan vegetasi,dan jalan
darurat menuju lokasi, c) Penyelidikaan tanah, terdiri atas kegiatan lapangan dan
laboratorium.Kegiatan dilapangan meliputi test pit (sumur Uji) dan Pengambilan contoh untuk
penyelidikan laboratorium diantaranya grain size analisis,berat jenis,,sudut geser,angka kohesi, kadar
air,tujuannya adalah untuk mendapatkan bahan tubuh embung yaitu tanah lempung yang dapat
menahan air (impermeable),cukup kaku dan sifatnya terpengaruh oleh air, pemeriksaan parameter
tanah juga di lakukan dilokasi as embung yaitu untuk menngetahui daya dukung tanahnya, d)
Pengukuran situasi, biasanya digunanakan alat theodolit (Total station-TS ) dan penggabaran peta

174 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


dengan skalah 1: 500 dengan interpal 1 meter (Pedoman Menggunakan KP 07). e) Desain meliputi,
analisa hidrologi, perencanaan tanggul,,perhitungan kapasitas embung,perhitungan dan perencanaan
pelimpah.
d. Keamanan Bangunan Terhadap Bahaya Piping, Piping merupakan rembesan yang terjadi akibat
perbedaan muka air di hulu dengan di hilir sehingga menyebabkan tekanan air dan terangkutnya butir-
butir tanah halus. Bahaya dari piping adalah dapat mengakibatkan tergangunya stabilitas embung
(Hardiyatmo: 2002).Dengan adanya erosi bawah tanah, dapat mengakibatkan terjadinya rongga-
rongga di bawah pondasi sehingga dapat menyebabkan pondasi bangunan mengalami penurunan.
Untuk mempermudah pengecekan bangunan utama agar dapat mengetahui adanya piping bawah
tanah, metode Lane atau yang biasa disebut metode angka rembesan Lane dapat digunakan, agar
memberikan hasil yang aman dan mudah dipakai.
e. Jika tanah mengalami pembebanan, maka tanah tersebut akan mengalami setlement atau penurunan.
Apabila beban ini bertambah terus-menerus, maka penurunan pun bertambah. Akhirnya pada suatu
saat terjadi kondisi dimana pada beban tetap, pondasi mengalami penurunan yang sangat besar. Hal
seperti ini menunjukan bahwa keruntuhan kapasitas dukung telah terjadi. Kapasitas dukung tanah
didefinisikan sebagai beban maksimum tanah dapat mendukung beban tanpa mengalami keruntuhan.
(Hardiyatmo: 2002).

Terdapat 2 persyaratan yang harus dipenuhi dalam merancang pondasi,yaitu: 1. Faktor aman terhadap
keruntuhan akibat terlampauinya kapasitas dukung tanah yang harus dipenuhi. 2. Penurunan pondasi harus
masih dalam batas-batas toleransi. Untuk menghitung stabilitas bendung terdapat beberapa persamaan
kapasitas dukung tanah yang dapat digunakan, seperti persamaan-persamaan kapsitas dukung Terzagi,
Meyerhof dan Hansen.

175 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


7
RENCANA PENGEMBANGAN SPAM REGIONAL

7.1 Alternatif SPAM

Dalam pengembangan SPAM regional, dimulai dari pemilihan sumber-sumber air baku; pemilihan jalur
transmisi; lokasi dan sistem produksi/ pengolahan; sistem dan jalur distribusi; sistem Offtake dan koneksi ke
eksisting dan sistem pelayanannya ke pelanggan eksisting maupun pelanggan baru baik untuk Kabupaten
Polewali Mandar maupun Kabupaten Majene.

Secara skematik dapat dilihat pada gambar dibawah ini:

Figure 7.1 Skematik SPAM Regional Prov. Sulawesi Barat.

SPAM Regional secara garis besar, dibagi dalam dua tahap, dimana besar kapasitasnya berasal dari hasil
perhitungan dan prediksi kebutuhan air diwilayah pelayanan yang telah direncanakan. Besarnya kapasitas
tahap I adalah 150 lt/det yang sumber air bakunya berasal dari Sungai Matama, dan untuk tahap II dengan
kapasitas 150 lt/det yang sumber air bakunya berasal dari Sungai Masuni.

Untuk Rencana Tahap I, air baku yang memanfaatkan Sungai Matama sebagai sumbernya akan dialirkan dari
intake menuju IPA SPAM Regional yang berlokasi di desa …………, Kecamatan Alu. Setelah melalui reservoir
air terolah dari IPA SPAM Regional, kemudian melalui pipa transmisi (Jaringan Distribusi Utama) air dialirkan
menuju lokasi offtake, yakni di desa Palipi untuk Kabupaten Polewali Mandar, dan desa Parang-parang untuk
Kabupaten Majene.

176 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


Untuk mensuplai mulai dari air baku dan air bersih hingga lokasi offtake tersebut perlu dilakukan kegiatan
sebagai berikut :
A. Untuk suplai air baku kegiatan dan unit yang perlu ada adalah :
1. Pembangunan Intake berserta bendung intake, saluran pembawa, Sump Well yang mampu
mengalirkan air baku untuk kapasitas 300 Liter/detik.
2. Pengadaan dan pemasangan pipa transmisi air baku Pipa HDPE PE 100 SDR 17 atau PN 10 diameter
500 mm dengan total panjang : 12.300 meter.
3. Pekerjaan Perencanaan Rinci (DED).
4. Pekerjaan perijinan dan kontigensi.
B. Air baku dari intake kemudian dialirkan ke IPA, dan pekerjaan yang diperlukan adalah :
1. Pembebasan lahan IPA
2. Pemasangan 1 unit meter air baku
3. Pekerjaan Perencanaan Rinci (DED) untuk IPA
4. Pembangunan IPA Tahap I dengan kapasitas 150 lt/det, lengkap dengan reservoir air terolah
C. Pipa transmisi (JDU) dari IPA hingga offtake.
Perencanaan pipa JDU dari IPA hingga offtake ini terdiri atas 3 alternatif jalur pipa, dimana lokasi
offtake ditiap kabupaten sudah ditetapkan (tidak ada alternative). Adapun ketiga alternative itu
dijelaskan sebagai berikut :

Figure 7.2 Alternatif I, Jalur pipa JDU dari IPA ke offtake Palipi

177 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


Figure 7.3 alternative I, Jalur pipa JDU dari IPA ke offtake Parang2

Figure 7.4 alternative II, Jalur pipa JDU dari IPA ke offtake Parang2

178 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


Figure 7.5 alternative III, Jalur pipa JDU dari IPA ke offtake Parang2

Perbedaan2 dari ketiga alternative diatas, dapat dilihat pada uraian tabel 7.1. dibawah ini

Table 7.1 Perbedaan panjang pioa setiap alternative

No Alternatif Panjang pipa (km) Keterangan

1 Alternatif I 46,9 Jalur pipa JDU ketiga alternatif ini


melewati jalan kabupaten dengan
2 Alternatif II 43,7
jalur yang berbeda
3 Alternatif III 39,9

Dapat disimpulkan bahwa perbedaan panjang pipa yang menjadi penyebab berbedanya biaya pengadaan
dan pemasangan pipa. Dengan demikian alternative yang dipilih adalah alternative III.
Adapun pekerjaan yang perlu dilakukan untuk pipa JDU ini adalah sebagai berikut :
1. Pengadaan dan pemasangan pipa air bersih Pipa HDPE PE 100 SDR 21 atau PN 8 dengan diameter 500
mm dari IPA hingga titik persimpangan, sepanjang 12.100 m
2. ke lokasi offtake Parang-parang dengan total panjang : 18.700 meter.
3. Pengadaan dan pemasangan pipa diameter 500 mm dari titik persimpangan ke offtake Pallipi
sepanjang 8,8 km

7.1.1 Unit Air Baku

Secara Umum berbagai sumber air baku dapat berasal dari Air Laut, Air darat berupa Air Sungai, Air
Danau/Waduk, Air Hujan, Mata Air, Sumur Dalam dan Sumur Dangkal. Untuk pelayanan air minum publik
dengan berbagai pertimbangan dengan memperhatikan biaya dan kapasitas serta jumlah kebutuhannya, air
tawar dari daratan masih menjadi perhatian utama.
Dengan memperhatikan data eksisting dan hasil inverstigasi lapangan oleh Tim Konsultan, diperoleh beberapa
alternative sumber air baku, antara lain Sungai Matama, sungai Masumi, sungai Mombi, sungai Maloso,
dengan koordinat, elevasi dan kapasitas (debit)nya sebagaimana dibawah ini:

179 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


Figure 7.6 Beberapa Potensi Sumber Air Baku SPAM Regional

Beberapa analisis potensi pengembangan sumber air baku pada keempat air sungai tersebut dengan
memperhatikan kelebihan dan kekurangannya, dari segi Kuantitas, Kualitas, Kontinuitas, Keterjangkauan, azas
keberlanjutan dan fungsi utama/strategsi nya dapat dilihat pada Tabel dibawah ini:

180 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


Table 7.2 Analisa potensi Air Baku

Matama Masuni Mombi Maloso


No Kriteria
Kelebihan Kekurangan Kelebihan Kekurangan Kelebihan kekurangan Kelebihan kekurangan
Debit andalan hanya 220 lt/dt
Debit saat diukur
1 Kuantitas dan hanya dapat dialokasikan 3,857 m3/detik 37,446 m3/detik
10,721 m3/detik
150 lt/dt utk SPAM Regional

Memenuhi syarat Memenuhi syarat Memenuhi syarat se- Memenuhi syarat sesu-ai
sesuai standar PP 82 sesuai standar PP 82 suai stan-dar PP 82 standar PP 82 tahun
2 Kuatitas Tidak ada
tahun 2001 tahun 2001 (lampiran tahun 2001 (lampiran 2001 (lampiran hasil
(lampiran hasil test) hasil test) hasil test) test)
Debit air berkurang pada 3 Debit air berku-rang pada
bulan musim kemarau ( 3 bulan musim kemarau (
3 Kontiniutas Tersedia Tersedia Tersedia Tersedia
September, Oktober, September, Oktober,
November) November)
Dapat menjang-kau Tinggi elevasi 107 Mdpl Tinggi elevasi 35 Mdpl Tinggi elevasi 24 Mdpl
seluruh area rencana menggunakan pompa menggunakan pompa menggu-nakan pompa
Keterjangkauan wilayah pelayanan untuk dialirkan ke IPA untuk dialirkan ke IPA utk dialirkan ke IPA
(elevasi dari Intake- (elevasi 207 Mdpl rencana. Panjang pipa rencana, rencana. Panjang pipa
4 Tidak ada
off take, panjang jarak dari intake- rencana 56,5 km rencana 56,5 km
pipa) offtake 39,9 km)
dengan sistem
grafitasi.
Pungsi Rencana pembangu-nan
Persawahan dan
5 utama/strategis Air baku Air baku bendung untuk melayani
Tambak
Lahan persawahan dan tambak
BPDAS akan Pada saat musim kemarau Terpenuhi de-ngan BPDAS akan mela- Terpenuhi dengan tu-
melakukan debit air berkurang hal ini di- tutupan lahan dalam kukan kon-servasi di- tupan la-han dalam
6 Asas Berkelanjutan konservasi sebabkan karena kurangnya kondisi baik sepanjang DAS kondisi baik
disepanjang DAS tutupan lahan (kerusakan
hutan)

Setelah menganalisa kelebihan dan kekurangan dari 6 kreteria tersebut diatas maka disimpulkan bahwa sumber air baku Matama dan Masuni menjadi prioritas sumber air baku
Kesimpulan
untuk SPAM Regional Polman Majene

181 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


Berdasarkan analisis pengembangan potensi air baku tersebut diatas, juga sudah diuraikan didalam BAB VI
sungai yang berpotensi tinggi dan berpeluang besar untuk digunakan yaitu Sungai Matama sebagai prioritas
utama dan proisitas kedua Sungai Masumi, dan prioritas lainnya dari sungai atau sumber air lainya.
Disain kriteria dan spesifikasi teknis merupakan hal penting dalam perencanaan pelayanan air minum. Intake
merupakan unit penyadap air, dimana air yang disadap nantinya akan dialirkan ke unit pengolahan untuk
diolah lebih lanjutnya. Disain kriteria dan spesifikasi dari unit intake dapat dilihat pada Table 7.3.

Table 7.3 Kriteria Desain dan Spesifikasi Teknis Unit Intake

NO COMPONENT UNIT TARGET NOTE

1 System Capacity

a. Intake Structure l/s 150

b. WTP capacity l/s 120

b. Raw Water Pump l/s 144 1.2

c. Transmission Pipeline l/s 138 1.15

2 Performance

a. Flow
Continous 24 hours/day; 7 days/week

b. Allowable Shutt Down Average shut


1 hour in 24 hour
down

PUF 99%

Shut down
because PLN 0% Full 100% standby Genset
blackout
c. Construction Useful Life
Usefull Life ≥ 50 years

d. Equipment Useful
Pump ≥ 10 tahun

Electric Motor ≥ 5 years

Valves & Fittings ≥ 35 years

Sensor ≥ 5 years

Switchgear ≥ 10 years

Electrical ≥ 10 years

Tansformer ≥ 10 years

Generateor (set) 40.000 working hour

Measurement /
≥ 10 yeras
water meter

Dosing Pump 5 years

3 Technical Specification

A. Construction

182 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


NO COMPONENT UNIT TARGET NOTE

a. Concrete
Water Resistance
Reinforce SNI 2847-2013.
Concrete (RC)

b. Steel
Steel Structure SNI 03-6764-2002, SNI 03-6861.2 2002

Steel bar SNI2052-2014;

SNI 07-0242.1-2000, SNI 07-6402-2000,


Steel Weleded
SNI03-6763-2002

c. Foundation
Piling Soil Test from CFLD only for reference

d. Finishing
Steel SNI-07-6398-2000 or equal

Indonesian Porland Cement Regulation


Concrete
1972 (NI-8)

B. Pipe

a. HDPE Fabrication
Standard
ASTM F667, ASTM D3350, ASTM
D4976, ASTM F894, ASTM
F2306, ASTM F2562, SNI 7593-2010,
ISO 1167-1996, SNI
4829.2-012, Kelas PN 10 (SDR 17)

Material Grade PE100; Black compound

b. MS / GIP
AWWA C 200, SNI-
07-0822-1989, SII 2527- 90, ASTM A53,
ASTM A252

c. Useful Life year


≥ 50

d. Water Hammer protection


Will be added

e. Pipe Testing HDPE SNI 06-4829-2005 Pipa poli-etilena


untuk air minum; SNI 19-6778-2002
Metode pengu-jian tekanan internal
pada sambungan mekanik pipa PE; SNI
19-6778-2002 Metode pengujian
tekanan internal padasambungan
mekanik pipa PE;ISO 3126:1974, Pla stic
pipe-measurement of dimension;ISO
3607:19977/E, Tolerances on outside
diameters and wall thickness

183 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


NO COMPONENT UNIT TARGET NOTE

Stell Pipe (Spiral) SNI 07-0068-1987 Pipa baja karbon


untuk konstruksi umum;
mutu dan cara uji SNI 0039-1987 Mutu
dan cara uji pipa baja lapis seng; SNI
07-0242-1989 Mutu dan cara uji pipa
baja tanpa
kampuh; SNI 07-0822-1989 Baja karbon
strip canai panas untuk pipa; SNI 07-
1338-1989 Baja karbon tempa; SNI 07-
0949-1991 Pipa Baja coal-tar enamel
lapis lindung
bagian luar; ISO 1461 Metalic Coating
Hot-Dip Galvanized Coating on
Fabricated Ferrous Products
Requirements; ASTM A 283F, Flow and
Intermediate tensile Strength
Carbon Steel Plates, Shapes and Bars;
ASTM A 570, Steel, Sheet and Strip,
Carbon, Hot Rolled
Structural Quality; AWWA C 200, Steel
Water Pipe 6 Inches and Larger; AWWA
C 203, Coal-Tar Protective Coatings and
Linings for
Steel Water Pipelines Enamel and Tape
Hot Applied; AWWA C 205, Cement
Mortar Protective Lining and Coating
for Steel Water Pipe 4 Inches and
Larger Shop Applied; JIS G 3457, Arc
Welded Carbon Steel Pipe; JIS K 6353,
Rubber Goods Pipes for Water Works
f. Valves Butterfly
Dimensi: sesuai dengan stan-dar BS
558-1; Flange & drilling : ISO 7005-2;
Body dan disc : Ductile Iron , GGG-40
atau BS EN 1563; Shaft: Stainless steel
DIN W. no 1.4057; Seat ring : EPDM

Gate Valve
Dimensi: sesuai dengan stan-dar BS
5163:1986; Flange & drilling : ISO 7005-
2; Body dan bonnet : Ductile Iron ,
GGG-50 atau BS 2789; Stem: Stainless
steel BS 970; Bonnet gasket : EPDM

Swing Valve Dimensi: sesuai dengan standar EN BS


558-1; Flange & drilling : ISO 7005-2;
Body dan bonnet : Ductile Iron , EN
1563; Shaft: Stainless steel to DIN X 20
Cr 13; Bonnet gasket : EPDM
Fire Hydrant
SNI 03-1745-2000 tentang Ta-ta Cara
Perencanaan dan Pemasangan Sistem
Pipa Te-gak dan Selang untuk Pence-
gahan Bahaya Kebakaran pada
Bangunan Rumah dan Gedung; SNI 03-
6570-2001 tentang Instalasi Pompa
yang Dipasang Tetap untuk Pemadam
Kebakaran

184 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


NO COMPONENT UNIT TARGET NOTE

Air Valves
At high point and every 500 meter

Washout
At some pipe crossing

g. Construction Intake or WTP


Bangunan Intake & IPA dan reservoir
menggunakan beton bertulang
kedap air dengan kualitas K-300

Others

RC K-175 dan K-225; Semen: SNI NI-


8/1972, ASTM C-150, SNI 15-2049-1994
untuk semen portland; Agregat beton
dan batu bata: ASTM-C33, SNI 03-
1750-1990, diameter 2,5 cmAgregat
batu keras, tidak berpori, dengan
ketajaman tidak lebih dari 20%, bersih
dari bahan organik; Agregat batu keras
dengan keausan tidak lebih dari 50%,
sesuai dengan ASTM C-131-55 atau SNI
03- 2417-1991; Penggunaan pasir laut
tidak diizinkan
Karakteristik besi baja
- fy = 240 MPa (BJTP-24) < 12mm
- fy = 400 MPa (BJTD-40) > 12mm
- fy = 500 Mpa
Struktur baja SNI 03-6764-2002, SNI03-
6861.2 2002;Pengelasan baja SNI 07-
0242.1-2000, SNI 07- 6402-2000,
SNI03-6763-2002: Pengecatan SNI 03-
2408-1991

4 Pump

5 Electrical Standards or
Codes PUIL (Peraturan Umum Instalasi Listrik);
SPLN (Standar Perusahaan Listrik
Negara); NEMA (National Electrical
Manufacturers Association); IEC
(International Electrical Commissions);
BS (British Standard); ISO (International
Organization for Standardization) dll

6
Supporting Building & Facility Pump House

Genset House

Guard House

Drainage

Fences

185 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


NO COMPONENT UNIT TARGET NOTE

Water Supply

Sanitation

Landscape

Fire Protection

Ligtening

Hoist Crane for Pump repairing

7.1.2 Unit produksi

Dalam pemilihan Instalasi Pengolahan Air Minum, didasarkan karakteristik air baku yang akan diolah, yaitu
meliputi parameter Total Coliform, Fecal Coliform Total suspended solid (TSS), total Disolve solid (TDS),
Kekeruhan (turbidity, pH.
Adapun kualitas air baku yang diharapkan adalah :
 Kekeruhan (Turbidity) < 1 NTU (special requirement)
 Bacteriologi: E. Coli & Total Coli, memenuhi syarat Menteri Kesehatan nomor
no.492/Menkes/Per/IV/2010.
 Kimia anorganik ( keharusan dan parameter tambahan), memenuhi syarat Menteri Kesehatan nomor
no.492/Menkes/Per/IV/2010.
 Kimia Organic, memenuhi syarat Menteri Kesehatan nomor no.492/Menkes/Per/IV/2010.
 Parameter fisika (Odor, Color, TDS, Taste & special requirement Turbidity), memenuhi syarat Menteri
Kesehatan nomor no.492/Menkes/Per/IV/2010.
Adapun kinerja Instalasi Pengolahan Air Minum adalah sesuai kapasitas yang diperlukan dengan kapasitas
kelipatan 50 liter per detik, dengan varian 50 lps, 100 lps, 150 lps.
 Minimum cap 50 lps
 Maximum cap 150 lps
 Efisiensi (Plant Efficiency) 95%
 Faktor Penggunaan (Plant Utility factor) 97%
 Distribution pressure Gravitasi
Spesifikasi Instalasi ( design kriteria)
 Life time : 50 year operation.(good operation performance)
 Installation system for normal & emergency.
 Normal operation for normal input (standard QQC)
 Option system for emergency input (out of standard QQC)
 QQC output for periodic maintenance is equal for normal operation.
 Operation of WTP : 24 hours per day; 7 days per week.
 Receiving Well:
 detention time : 1.5 min or over
 Flocculation & Sedimentation :
 Number of basin: 2 basins or over.
 Detention time in floc. basin :20-40 min.
 Rapid Filter basin :
 Area per basin : 150m2 or below.
 Clear well :
 effective height: 3-6 m.
 QQC = Quality, Quantity, Continuity
Bangunan Pengolahan Air
 Kapasitas Produsi : sesuai pentahapan
 Design capacity : Maxday *kapasitas rata-rata
 Material : Concrete/ steel

186 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


Water Treatment Plant (WTP) merupakan unit pengolahan air minum setelah air diambil dari intake. Air minum
setelah diolah di WTP akan dipompakan melalui pipa menuju wilayah pelayanan. Disain Kriteria dan spesifikasi
teknis untuk WTP dapat dilihat pada Table 7.4. Sedangkan, Disain Kriteria dan spesifikasi teknis untuk pipa
penyaluran dapat dilihat pada Tabel VII-6.

Table 7.4 Disain Kriteria dan Spesifikasi Teknis WTP

NO COMPONENT UNIT TARGET NOTE

1 System

a. Plant Capacity l/s 50 or 100 or 150

b. Plant Loss % 5%

c. Train Number train 2 Minimal

Coagulation - Flocculation -
d. WTP Unit Process
Sedimentation – Filtration

Centrifuge, Belt Press Filter or


e. Sludge Dewatering
Screwpress filter

Above Ground (Glass


f. Reservoir m3 3500
to Steel or Circular RC)

Q Peak = 1.5 Q
g. Distribution l/s
Average

Chlorination as AWWA C651:


h. Desinfectant
Desinfectant Water Mains

2 Performance

a. Water Quality Product water


Permenkes 492/2010 turbidity ≤ 1 NTU
(actual)
a. Flow Continous 24 hours/day; 7
days/week
b. Allowable Shutt Down Average shut down 2 hour in 24 hour;
commulative 7x24 hour in 365
days
PUF
99%

Shut down because


Full 100% satndaby
PLN blackout 0%
Genset

c. Construction Useful Life Usefull Life


≥ 50 years

d. Equipment Useful Pump


≥ 10 tahun

Electric Motor
≥ 5 years

Valves & Fittings


≥ 35 years

Sensor
≥ 5 years

187 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


NO COMPONENT UNIT TARGET NOTE

Switchgear
≥ 10 years

Electrical
≥ 10 years

Tansformer
≥ 10 years

Generateor (set)
40.000 working hour

Measurement / water
meter ≥ 10 yeras

Dosing Pump
5 years

3 Technical Specification

A. Construction

a. Concrete Water Resistance


Reinforce Concrete
SNI 2847-2013.
(RC)

b. Steel Steel Structure SNI 03-6764-2002, SNI 03-


6861.2 2002
Steel bar SNI2052-2014;
Steel Weleded
SNI 07-0242.1-2000, SNI 07-
6402-2000, SNI03-6763-2002

c. Foundation Piling Soil Test from CFLD only for


reference
d. Finishing Steel
SNI-07-6398-2000 or equal

Concrete
Indonesian Porland Cement
Regulation 1972 (NI-8)

B. Pipe

a. HDPE Fabrication Standard ASTM F667, ASTM D3350,


ASTM D4976, ASTM F894,
ASTM
F2306, ASTM F2562, SNI
7593-2010, ISO 1167-1996,
SNI
4829.2-012, Kelas PN 10 (SDR
17)
Material Grade PE100; Black
compound
b. MS / GIP
AWWA C 200, SNI-
07-0822-1989, SII 2527- 90,
ASTM A53, ASTM A252

c. Useful Life
year ≥ 50

d. Water Hammer protection


Will be added

188 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


NO COMPONENT UNIT TARGET NOTE

e. Pipe Testing HDPE

SNI 06-4829-2005 Pipa


polietilena untuk air minum;
SNI 19-6778-2002 Metode
pengujian tekanan internal
pada sambungan mekanik pipa
PE; SNI 19-6778-2002 Metode
pengujian tekanan internal
padasambungan mekanik pipa
PE;ISO 3126:1974, Pla stic pipe-
measurement of dimension;ISO
3607:1 9977/E, Tolerances on
outside diameters and wall
thickness

Stell Pipe (Spiral) SNI 07-0068-1987 Pipa baja


karbon untuk konstruksi
umum;
mutu dan cara uji SNI 0039-
1987 Mutu dan cara uji pipa
baja lapis seng; SNI 07-0242-
1989 Mutu dan cara uji pipa
baja tanpa
kampuh; SNI 07-0822-1989
Baja karbon strip canai panas
untuk pipa; SNI 07-1338-1989
Baja karbon tempa; SNI 07-
0949-1991 Pipa Baja coal-tar
enamel lapis lindung
bagian luar; ISO 1461 Metalic
Coating Hot-Dip Galvanized
Coating on
Fabricated Ferrous Products
Requirements; ASTM A 283F,
Flow and Intermediate tensile
Strength
Carbon Steel Plates, Shapes
and Bars; ASTM A 570, Steel,
Sheet and Strip, Carbon, Hot
Rolled
Structural Quality; AWWA C
200, Steel Water Pipe 6 Inches
and Larger; AWWA C 203,
Coal-Tar Protective Coatings
and Linings for
Steel Water Pipelines Enamel
and Tape Hot Applied; AWWA
C 205, Cement Mortar
Protective Lining and Coating
for Steel Water Pipe 4 Inches
and Larger Shop Applied; JIS
G 3457, Arc Welded Carbon
Steel Pipe; JIS K 6353, Rubber
Goods Pipes for Water Works

189 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


NO COMPONENT UNIT TARGET NOTE

f. Valves Butterfly Dimensi: sesuai dengan


standar BS 558-1; Flange &
drilling : ISO 7005-2; Body
dan disc : Ductile Iron , GGG-
40 atau BS EN 1563; Shaft:
Stainless steel DIN W. no
1.4057; Seat ring : EPDM
Gate Valve
Dimensi: sesuai dengan
standar BS 5163:1986; Flange
& drilling : ISO 7005-2; Body
dan bonnet : Ductile Iron ,
GGG-50 atau BS 2789; Stem:
Stainless steel BS 970; Bonnet
gasket : EPDM

Swing Valve

Dimensi: sesuai dengan


standar EN BS 558-1; Flange
& drilling : ISO 7005-2; Body
dan bonnet : Ductile Iron , EN
1563; Shaft: Stainless steel to
DIN X 20 Cr 13; Bonnet
gasket : EPDM

Fire Hydrant
SNI 03-1745-2000 tentang
Tata Cara Perencanaan dan
Pemasangan Sistem Pipa
Tegak dan Selang untuk
Pencegahan
Bahaya Kebakaran pada
Bangunan Rumah dan
Gedung; SNI 03-6570-2001
tentang Instalasi Pompa yang
Dipasang
Tetap untuk Pemadam
Kebakaran

Air Valves At high point and every 500


meter
Washout
At some pipe crossing

Flow / Water meter


; tera certificate

g. Construction Intake or WTP Bangunan Intake & IPA dan


reservoir menggu-nakan
beton bertulang
kedap air dengan kualitas K-
300

190 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


NO COMPONENT UNIT TARGET NOTE

Others

RC K-175 dan K-225; Semen:


SNI NI-8/1972, ASTM C-150,
SNI 15-2049-1994 untuk
semen portland; Agregat
beton dan batu bata: ASTM-
C33, SNI 03- 1750-1990,
diame-ter 2,5 cm Agregat
batu keras, tidak berpori, de-
ngan ketajaman tidak lebih
dari 20%, bersih dari bahan
organik; Agregat batu keras
dengan keausan tidak lebih
dari 50%, sesuai dengan
ASTM C-131-55 atau SNI 03-
2417-1991; Penggunaan pasir
laut tidak diizinkan
Karakteristik besi baja
- fy = 240 MPa (BJTP-24) <
12mm
- fy = 400 MPa (BJTD-40) >
12mm
- fy = 500 Mpa
Struktur baja SNI 03-6764-
2002, SNI03-6861.2
2002 ;Pengelasan baja SNI 07-
0242.1-2000, SNI 07- 6402-
2000, SNI03-6763-2002:
Pengecatan SNI 03-2408-1991

4 Pump

5 Electrical Standards or Codes


PUIL (Peraturan Umum Instalasi
Listrik); SPLN (Standar
Perusahaan Listrik Negara);
NEMA (National Electrical
Manufacturers Association); IEC
(International Electrical
Commissions); BS (British
Standard); ISO (International
Organization for
Standardization) dll

6 Supporting Building & Facility


Pump House

Operation Room

Chemical Room

Warehouse

Genset House

Genset House

Guard House

191 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


NO COMPONENT UNIT TARGET NOTE

Drainage

Fences

Water Supply

Sanitation

Landscape

Fire Protection

Ligtening

Hoist Crane for Pump


repairing

7.1.3 Unit Distribusi

Telah diuraikan pada bagian 7.1 Alternatif SPAM, bahwa untuk tahap I, Rencana SPAM Regional yang akan
dipilih adalah rencana Alternatif III dengan pertimbangan panjang pipa yang terpendek. Sedangkan untuk
tahap II, tambahan kapasitas air baku akan diambil dari Sungai Masuni, sehingga rencana sistem secara
keseluruhan terlihat seperti pada Figure 7.7 Rencana Sistem SPAM Regional Polman-Majene tahap I dan tahap
IIdibawah ini

Figure 7.7 Rencana Sistem SPAM Regional Polman-Majene tahap I dan tahap II

192 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


Pemilihan Jenis Pipa
Pemilihan jenis pipa dalam distribusi air sangat berpengaruh bagi pertimbangan teknis dan biaya. Oleh karena
itu, penggunaan pipa perlu disesuaikan dengan kebutuhan dan anggaran yang ada. Berikut beberapa opsi
pilihan jenis pipa yang umum digunakan dalam distribusi air.

Table 7.5 Jenis pipa distribusi yang umum digunakan dalam SPAM

DCIP RCCP HDPE GRP

Menambah unsur Zinc kedalam Reinforced Concrete steel Cylinder Material HDPE P-100 Black Komposit resin, glass, dan
material baja, untuk Pipe. Steel cylinder di bagian tengah Compound silica sand (pengaku)
memperlambat proses korosi dengan penguatan, dan di casting
dengan concrete bagian luar dan
dalam (Komposit)

Angka kekasaran cement lining Angka Kekasaran dalam pipa: Angka Kekasaran dalam pipa: C Angka Kekasaran dalam
:C HW = 120 C HW berkisar antara 140 HW = 140 pipa: C HW = 140
Diameter ekonomis > 400 mm Diameter ekonomis >=1.000 mm Diameter ekonomis < 1.100 mm Diameter ekonomis > 400
mm

Tensile Strength: 43 kgf/mm2 Tensile Strength: bervariasi Tensile Strength: 2 ~ 2.5 kgf/mm2 Tensile Strength: 5 ~ 5.5
berdasarkan design, disesuaikan kgf/mm2
dengan kebutuhan spesific project

Push-In Joint Steel Welded Joint Butt or Electrofusion welded EPDM Coupling Joint
Flange Joint Flexible gasket joint
Flange Joint

Usia Pakai: 50 tahun Usia Pakai: 50 tahun (Design) Usia Pakai: 50 tahun Usia pakai: 50 tahun
Pipa paling lama yang masih
beroperasi: 120 tahun
Tahan terhadap korosi Sangat tahan terhadap korosi Sangat tahan terhadap korosi / Sangat tahan terhadap
Chemical Resistance korosi / Chemical
Resistance
Tekanan pipa: > 20 bar Tekanan pipa: 6 - 12 bar Tekanan pipa: 6 - 12 bar Tekanan pipa: 6 - 16 bar
Sangat tahan terhadap tekanan Sangat tahan terhadap tekanan Tahan terhadap tekanan eksternal Tahan terhadap tekanan
eksternal dan vaccum eksternal dan vaccum dan vaccum eksternal
Tingkat kebocoran rendah Tingkat kebocoran sangat rendah Angka kebocoran sangat rendah, Tingkat kebocoran rendah
terutama bila menggunakan
electrofusion clamp saddle

Free maintenance Free maintenance Free maintenance Free maintenance

Hanya sesuai untuk open trench Bisa open trench atau jacking Bisa open trench atau HDD Bisa open trench atau
jacking (menggunakan
casing)
Memerlukan Thrust Block Tidak memerlukan Thrust Block Tidak memerlukan Thrust Block Memerlukan Thrust Block
Impor Produksi dalam negeri Produksi dalam negeri Impor

193 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


Pipa yang dipertimbangkan digunakan untuk pipa transmisi dan distribusi air minum di Kabupaten Polewali
Mandar terkait SPAM Regional, adalah:
 Pipa berdiameter ≤ 1000 mm, menggunakan:
o Pipa DCIP (untuk open trench)
o Pipa HDPE (untuk HDD)
Selain itu, metoda pemasangan pipa yang akan diaplikasi adalah pemasangan pipa bawah tanah, sesuai
dengan Peraturan Gubernur (Pergub) Provinsi Sulawesi Barat Nomor…. Tahun…. tentang Petunjuk
Pelaksanaannya.

Distribution center (dc)


Pada rencana pembangunan unit distribusi SPAM Regional Sulawesi Barat selain WTP melalui jual-beli ‘Bulk
Water’ juga dibangun beberapa Reservoir Offtake (DCR=Distribution Center Reservoir), yaitu DCR (offtake)
Pallipiss untuk wilayah Polewali Mandar dan DCR… untuk wilayah Majene, untuk menampung air yang diambil
dari jaringan transmisi sebelum terkoneksi eksisting yang didistribusikan ke pelanggan, Concrete atau Glass
Fused to Steel Tank, dengan berbagai pertimbangan dibawah.

Komparasi beberapa Jenis Reservoir


Berikut merupakan perbandingan dari jenis reservoir yang umum dipakai untuk air bersih

Table 7.6 Beberapa Jenis Reservoir

Ground Reservoir Tangki air

Terbuat dari beton bertulang K225 – K300 Terbuat dari plat baja: glass fused to steel
Boros lahan Hemat lahan 30-40% dibandingkan Ground
Reservoir
Pada umumnya memerlukan pemompaan untuk Pada umumnya memerlukan pemompaan untuk
mendistribusikan air bersih melalui pipa mendistribusikan air bersih melalui pipa distribusi
distribusi
Boros energi Penghematan energi sekitar 50%
Sisa tekan di offtakes (DCR) tak termanfaatkan Pemanfaatan sisa tekan di titik offtakes untuk
mendistribusikan air langsung ke pelanggan masih
dengan pompa, khusus untuk lokasi offtakers yang
jauh
Biaya sekitar Rp 3,5 - 4 juta/m3 air, sekitar 17% - Biaya lebih murah (Rp 2.75 juta/m3 air)
30% diatas standar PUPR (Ref: Rp 3 juta/m3 air) dibandingkan concrete ground reservoir
Umumnya menyumbang angka NRW pada Risiko kebocoran akibat rembesan lebih kecil
reservoir akibat rembesan/kebocoran dibandingkan ground reservoir
Standar desain normal Harus didesain khusus sesuai zona gempa
setempat

Profile topografi area pelayanan, jarak atau luas area pelayanan, ketersediaan lahan, dan sisa tekan di
distribution centre sebagai dasar pertimbangan pemilihan untuk menentukan tipe reservoir yang paling sesuai.
Sisa tekan yang relatif cukup tinggi di masing-masing lokasi Distribution Centre sebagai pertimbangan dalam
rangka efisiensi, hemat energi dan distribusi air yang ekonomis, maka tipe reservoir penampung yang
diterapkan pada system Regional Sulawesi Barat adalah Groun Reservoir/ tangki air.
Beberapa keuntungan dan kerugian dapat dilihat di bawah ini:

Table 7.7 Keuntungan dan Kerugian Glass Fused to Steel

Keuntungan Kerugian
 Cepat pemasangan  Tidak bisa di tanam di bawah tanah

194 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


Keuntungan Kerugian
 Free maintenance  Bukan merupakan solusi yang termurah, epoxy
 Tidak bisa berkarat karena glass coating coating lebih murah
 Bisa tinggi. (reservoir konkrit, tidak bisa terlalu tinggi)  Pada saat pengerjaan harus hati hati agar coating
 Bisa di relokasi dan material lama sebagian besar tidak rusak.
masih dapat digunakan
 Bisa di upgrade. Volume di tambah
 Ramah lingkungan karena tidak banyak
menggunakan alat berat
 Coating standard (seragam) untuk setiap panel antara
satu dengan lain nya karena proses di dalam ruangan
tertutup (di dalam pabrik). Tidak memerlukan Proteksi
Katodik karena sudah dilapisi oleh enamel
 NSF certified

Figure 7.8 Contoh Reservoir Steel Bolted (DCR)

7.2 Rencana Pentahapan

Sesuai dengan kebutuhan air yang sudah diprediksikan dan diuraikan pada bab sebelumnya, maka rencana
pembangunan SPAM Regional Polman – Majene dilakiukan berdasarkan proyeksi kebutuhan air minum
diwilayah pelayanannya adalah total sebesar 300 lt/det. Yang diperkirakan akan dicapai pada tahun 2037.

Untuk memenuhi kebutuhan air sebesar proyeksi kebutuhan air minum tersebut, maka pelaksanaan
pembangunan direncanakan akan dilakukan dua tahap, yaitu
Tahap I sebesar 150 lt/det
Tahap II sebesar 150 lt/det.

Rencana pembangunan Tahap I


Pelaksanaan pembangunan Tahap I dengan kapasitas 150 lt/det direncanakan memanfaatkan Sungai Matama
sebagai sumber air baku sesuai dengan debit rencana.
Air dari Sungai Matama setelah melalui intake, kemudian dialirkan ke IPA melalui pipa transmisi air baku
sepanjang 12.500 m. Setelah melalui proses pengolahan, air yang sudah diolah kemudian dialirkan ke masing2
offtake dengan rincian, untuk offtake Parang-parang sepanjang 18.700 m, sedangkan untuk yang menuju
offtake Palippi sepanjang 20.900 m.
Jadwal pembangunan SPAM Regional Tahap I ini pelaksanaannya direncanakan pada tahun 2021, yang
diharapkan sudah beroperasi pada tahun 2022.

195 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


Rencana pembangunan tahap II
Pelaksanaan pembangunan Tahap II dengan kapasitas 150 lt/dt direncanakan dengan memanfaatkan Sungai
Masunni sebagai sumber air baku sesuai dengan kebutuhan yang sudah diproyeksikan dan diuraikan pada
BAB sebelumnya.
Air dari Sungai Masunni setelah melalui intake, kemudian dialirkan ke IPA yang berlokasi di Kecamatan Alu,
dengan lokasi yang sama dengan IPA tahap I melalui pipa transmisi air baku sepanjang 28.300 m. Oleh karena
lokasi intake di Sungai Masunni mempunyai ketinggian 100 m diatas permukaan laut, sedangkan elevasi IPA
Matama mempunyai ketinggian 145 m, maka diperlukan pompa transmisi untuk mengalirkan air baku.
Selanjutnya untuk IPA tahap II, akan dibangun pada lokasi yang sama dengan IPA tahap I dengan kapasitas
130 lt/dt. IPA tahap II ini akan menampung air baku dari Sungai Masunni.
Jadwal pembangunan SPAM Regional Tahap II ini pelaksanaannya direncanakan pada tahun 2027, yang
diharapkan sudah beroperasi pada tahun 2028.

7.3 Besaran biaya konstruksi (CAPEX) dan biaya operasi (OPEX)

Total biaya investasi untuk Tahap 1 adalah Rp 266 miliar. Rp 181 miliar untuk infrastruktur, Rp 21 miliar untuk
dukungan teknis, Rp 3 miliar untuk pembebasan lahan, Rp 20,5 miliar untuk pajak, Rp 22,6 miliar untuk
kontinjensi fisik, dan kontinjensi harga Rp 17,4 miliar, sesuai dengan rincian pada tabel dibawah ini

Table 7.8 Rencana Anggaran Biaya Spam Regional Polman Majene (tahap 1)

No Uraian Pekerjaan RP (juta)

1. UNIT AIR BAKU DAN TRANSMISI 71,954

1.1. Intake Bendung Matama 414

1.2. Perpipaan Dan Bangunan Pendukung 71,540

2. UNIT PRODUKSI 25,418

2.1. Pembangunan IPA Beton 150 liter/detik 15,113

2.2. Pembangunan Reservoar (Produksi/Distribusi) 3000 m³ 6,554

2.3. Bangunan Pendukung 2,739

2.4. Pekerjaan Finishing 1,013

3. UNIT DISTRIBUSI 58,371

3.1. Pekerjaan Jaringan Distribusi Utama 50,405

3.2. Pembangunan Offtake - Palippis, Res. 1500 m³ 3,983

3.3. Pembangunan Offtake - Parang-Parang, Res. 1500 m³ 3,983

4. UNIT PELAYANAN 25,586

4.1. Jalur Distribusi Dari Offtake Palippis - Polman 649

4.2. Jalur Distribusi Dari Offtake Parang-parang - Majene 9,057

4.3 Pipa tertiary – Polman 5,000

4.4 Pipa tertiary – Majene 5,000

4.5 Water connection – Polman 3,150

196 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


No Uraian Pekerjaan RP (juta)

4.6 Water connection – Majene 2,730

5. BANTUAN TEKNIS 20,960

5.1. FS 8,000

5.2. DED 9,700

5.3. Supervisi, SOP Dan Comissioning 3,060

5.4. Dokumen Perizinan (SIPA, IMB, dll) 200

6. AKUISISI TANAH 3,150

Jumlah 205,438

PPN 10% 20,544

Kontingensi fisik (10%) 22,598

Kontingensi keuangan 17,417

Total 265,998

Dibulatkan (STAGE 1) 266,000

Sedangkan untuk pembangunan tahap II, Total biaya investasinya adalah Rp 124,6 miliar. Rp 77 miliar untuk
infrastruktur, Rp 7,7 miliar untuk pajak, Rp 8,5 miliar untuk kontinjensi fisik, dan kontinjensi harga Rp 31,6
miliar. Adapun rincian biaya tahap II ini disajikan ada di Tabel 2. Total biaya investasi untuk Tahapan 1 dan 2
adalah Rp 390,6 miliar.

Table 7.9 Rencana Anggaran Biaya Spam Regional Polman Majene (Tahap 2)

No Uraian Pekerjaan RP (juta)

1. Bangunan Utama 1,144

1.1. Embung 308

1.2. Intake Tanpa Saluran 106

1.3. Generator set 130

1.4. Pompa (2 units) 600

2. Jaringan Unit Air Baku 71,540

2.1. Jaringan Perpipaan 69,467

2.2. Bangunan Khusus Pelengkap 2,073

3. UNIT PELAYANAN 4,224

3.1 Pipa tertiary - Polman 1,026

3.2 Pipa tertiary - Majene 1,278

3.3 Water connection - Polman 855

3.4 Water connection - Majene 1,065

197 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


No Uraian Pekerjaan RP (juta)

Jumlah 76,908

PPN 10% 7,691

Kontingensi fisik (10%) 8,460

Kontingensi keuangan 31,582

Total 124,640

Dibulatkan (TAHAP 2) 124,640

Dibulatkan (TAHAP 1 dan 2) 390,640

Biaya operasi dan pemeliharaan (O&M), berdasarkan kondisi harga saat ini, didasarkan pada estimasi teknik.
Biaya O&P SPAM Regional mencakup sistem pasokan air dari intake hingga offtake. Biaya O&M PDAM
mencakup sistem pasokan air setelah pengambilan hingga meter air pelanggan. Biaya O&M PDAM adalah
biaya tambahan dari operasi yang ada dan hanya berkaitan dengan biaya distribusi air.

Table 7.10 Biaya Operasi dan Pemeliharaan Regional SPAM (Rp miliar)

Regional SPAM 2022 2025 2028 2031 2034 2037

Personil 335 981 1710 1983 2264 2496

Listrik 3 18 34 41 48 55

Bahan kimia 143 752 1423 1714 1988 2301

Kantor 0 1 2 2 3 3

Pemeliharaan 198 1038 1964 2365 2743 3176

Operasional Lainnya 44 229 433 521 604 700

Total OPEX 723 3,019 5,566 6,627 7,650 8,731

Biaya O&M PDAM didasarkan pada estimasi teknik dan data historis PDAM.

Table 7.11 Biaya Operasi dan Pemeliharaan PDAM Polewali Mandar (RP miliar)

PDAM Polewali Mandar 2022 2025 2028 2031 2034 2037

Personil 229 655 1052 1205 1381 1582

Bahan Bakar dan Minyak 5 26 47 53 61 70

Kantor 10 52 93 107 122 140

Penggunaan Inventaris 9 47 84 96 110 126

Pemeliharaan 15 78 140 160 184 210

Perjalanan dinas 5 26 47 53 61 70

Umum Lainnya 8 39 70 80 92 105

Operasional Lainnya 10 52 93 107 122 140

Total OPEX 291 977 1,625 1,862 2,133 2,444

Sumber: Project Preparation Consultant

198 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


Catatan: Biaya tambahan dari operasi yang ada.

Table 7.12 Biaya Operasi dan Pemeliharaan PDAM Majene (RP miliar)

PDAM Majene 2022 2025 2028 2031 2034 2037

Personnel 172 517 994 1167 1367 1594

Fuel and Oil 5 26 53 67 78 91

Office 10 53 106 133 156 182

Use of Inventory 9 48 95 120 140 164

Maintenance 15 79 159 200 234 273

Official Travel 5 26 53 67 78 91

Other General 7 40 80 100 117 137

Other Operational 10 53 106 133 156 182

199 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


8
RENCANA KELEMBAGAAN SPAM REGIONAL

8.1 Lembaga Penyelenggara

8.1.1 Lembaga Penyelenggara Provinsi Sulawesi Barat

Di Provinsi Sulawesi Barat belum ada lembaga yang secara khusus dibentuk untuk mengelola SPAM, namun
terdapat UPTD Pengelolaan Sumberdaya Air (PSDA), dan merupakan UPTD Dinas Pekerjaan Umum dan
Penataan Ruang yang dipimpin oleh seorang Kepala yang berkedudukan dibawah dan bertanggung jawab
kepada Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang.

Sehubungan dengan belum adanya lembaga pengelola, berikut ini adalah alternatif pembentukan
kelembagaan SPAM Regional Polman-Majene diprioritaskan pada lembaga pengelola tingkat provinsi atau
pengelola unit produksi dan distibusi, karena untuk lembaga pengelola tingkat pelayanan yang ada di
kabupaten Polewali Mandar dan Kabupaten Majene sudah terbentuk Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM).

Ada 2 (dua) alternatif bentuk lembaga pengelola yang dapat dipilih oleh pemerintah provinsi Sulawesi Barat
untuk mengelola unit produksi dan distribusi, yaitu:
- Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD);
- Badan Usaha Milik Daerah (BUMD)

8.1.1.1 Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Biasa

Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) SPAM tingkat Provinsi mengacu pada ketentuan peraturan tentang
organisasi perangkat daerah. Peraturan terkait organisasi perangkat daerah diatur dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah, dalam penjelasannya1 diuraikan bahwa
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah membawa perubahan yang signifikan
terhadap pembentukan Perangkat Daerah, yakni dengan prinsip tepat fungsi dan tepat ukuran (rightsizing)
berdasarkan beban kerja yang sesuai dengan kondisi nyata di masing-masing Daerah. Hal ini juga sejalan
dengan prinsip penataan organisasi Perangkat Daerah yang rasional, proporsional, efektif, dan efisien.

UPTD Provinsi mempunyai tugas melaksanakan kegiatan teknis operasional dan/atau kegiatan teknis
penunjang serta Urusan Pemerintahan yang bersifat pelaksanaan dari organisasi induknya yang pada
prinsipnya tidak bersifat pembinaan serta tidak berkaitan langsung dengan perumusan dan penetapan
kebijakan daerah.

1. Dasar Hukum
Ketentuan terkait dengan Pembentukan Unit Pelaksana Teknis Daerah terdapat dalam:
a. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana diubah
terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah;
b. Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah;
c. Peraturan Menteri Dalam Negeri No 12 Tahun 2017 tentang Pedoman Pembentukan dan
Klasifikasi Cabang Dinas dan UPT Daerah; dan
d. Surat Edaran Menteri Dalam Negeri No 061/4338/OTDA tanggal 12 Juni 2017 Perihal Pedoman
Konsultasi Pembentukan Cabang Dinas dan UPT Daerah.

1
Penjelasan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah

200 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


Pasal 49 ayat (4) dan ayat (5) PP No 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah menegaskan bahwa:
Ketentuan mengenai klasifikasi dan pembentukan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Dinas dan Badan
Daerah diatur dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri setelah mendapat pertimbangan tertulis
dari menteri terkait dan menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan di bidang aparatur
Negara.

Peraturan Menteri Dalam Negeri No 12 Tahun 2017 tentang Pedoman Pembentukan dan Klasifikasi
Cabang Dinas dan UPT Daerah, Pasal 20 dan Pasal 21 disebutkan bahwa: Dinas atau Badan Daerah
dapat dibentuk UPTD untuk melaksanakan kegiatan teknis operasional dan/atau kegiatan teknis
penunjang tertentu.

2. Kriteria
Kriteria pembentukan UPTD1 adalah:
a. melaksanakan kegiatan teknis operasional dan/atau kegiatan teknis penunjang tertentu dari
Urusan Pemerintahan yang bersifat pelaksanaan dan menjadi tanggung jawab dari dinas/badan
instansi induknya;
b. penyediaan barang dan/atau jasa yang diperlukan oleh masyarakat dan/atau oleh Perangkat
Daerah lain yang berlangsung secara terus menerus;
c. memberikan kontribusi dan manfaat langsung dan nyata kepada masyarakat dan/atau dalam
penyelenggaraan pemerintahan;
d. tersedianya sumber daya yang meliputi pegawai, pembiayaan, sarana dan prasarana;
e. tersedianya jabatan fungsional teknis sesuai dengan tugas dan fungsi UPTD yang bersangkutan;
f. memiliki Standar Operasional Prosedur (SOP) dalam melaksanakan Tugas Teknis Operasional
tertentu dan/atau Tugas Teknis Penunjang tertentu; dan
g. memperhatikan keserasian hubungan antara Pemerintah Provinsi dengan Pemerintah
Kabupaten/Kota.
3. Penetapan
Pembentukan UPTD ditetapkan dengan Peraturan Gubernur setelah dikonsultasikan secara tertulis
kepada Menteri Dalam Negeri, dilengkapi dengan dokumen meliputi:
a. kajian akademis perlunya pembentukan UPT; dan
b. analisis rasio belanja pegawai2.

4. Klasifikasi
UPTD SPAM provinsi klasifikasi UPTD provinsi adalah A, karena mewadahi beban kerja yang besar,
dan ditetapkan berdasarkan hasil analisis beban kerja dengan ketentuan:
a. lingkup tugas dan fungsinya meliputi 2 (dua) fungsi atau lebih pada Dinas/Badan atau wilayah
kerjanya lebih dari 1 (satu) kabupaten/kota; dan
b. jumlah jam kerja efektif 15.000 (lima belas ribu) jam atau lebih per tahun.

5. Kedudukan
a. UPTD provinsi berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Dinas atau Kepala Badan
sesuai dengan bidang Urusan Pemerintahan atau penunjang Urusan Pemerintahan yang
diselenggarakan.
b. UPTD provinsi merupakan bagian dari Perangkat Daerah provinsi.

6. Tugas
a. UPTD provinsi mempunyai tugas melaksanakan kegiatan teknis operasional dan/atau kegiatan
teknis penunjang serta Urusan Pemerintahan yang bersifat pelaksanaan dari organisasi induknya
yang pada prinsipnya tidak bersifat pembinaan, kordinasi atau sinkronisasi serta tidak berkaitan
langsung dengan perumusan dan penetapan kebijakan daerah.
b. Berdasarkan sifat tugas, wilayah kerja UPTD dapat melewati batas wilayah administrasi
pemerintahan kabupaten/kota diwilayahnya dan tidak membawahkan UPTD lainnya.

1 Pasal 11 ayat (2) Permendafri 12 Tahun 2017


2
Pasal 11 ayat (3) Permendafri 12 Tahun 2017

201 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


7. Susunan Organisasi
Susunan organisasi UPTD Provinsi kelas A, terdiri atas:
a. kepala;
b. subbagian tata usaha;
c. seksi paling banyak 2 (dua) seksi;dan
d. kelompok jabatan fungsional.

8.1.1.2 UPTD dengan PK-BLUD

Pembentukan UPTD dengan PK-BLUD harus memenuhi ketentuan syarat substantif, syarat teknis dan syarat
administratif:
a. Syarat substantif, meliputi:
 Penyediaan jasa dan atau barang layanan umum;
 Pengelolaan suatu wilayah dengan tujuan untuk meningkatkan perekonomian atau layanan
umum;
b. Syarat teknis, meliputi:
 Kinerja pelayanan di bidang tugas pokok dan fungsinya layak dikelola dan ditingkatkan
pencapaiannya melalui BLU sebagaimana direkomendasikan oleh kepala SKPD sesuai dengan
kewenangannya; dan
 Kinerja keuangan satuan kerja instansi yang bersangkutan adalah sehat sebagaimana
ditunjukkan dalam dokumen usulan penetapan BLUD.
c. Syarat Admistratif, meliputi:
 Pernyataan kesanggupan untuk meningkatkan kinerja pelayanan, keuangan, dan manfaat bagi
masyarakat;
 Pola tata kelola;
 Rencana strategis bisnis;
 Laporan keuangan pokok;
 Standar pelayanan minimum; dan
 Laporan audit terakhir atau pernyataan bersedia untuk diaudit secara independen.

8.1.1.3 Badan Usaha Milik Daerah (BUMD)

Pembentukan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) diatur dalam Peraturan Pemerintah 54 Tahun 2018
mengatur tentang Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). BUMD merupakan badan usaha yang seluruh atau
sebagian besar modalnya dimiliki oleh Daerah. BUMD didirikan dengan tujuan untuk memberikan manfaat
bagi perkembangan perekonomian Daerah pada umumnya, menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa
penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu bagi pemenuhan hajat hidup masyarakat sesuai kondisi,
karakteristik, dan potensi Daerah yang bersangkutan berdasarkan Tata Kelola Perusahaan Yang Baik.

Peraturan Pemerintah tersebut mengatur antara lain kewenangan kepala Daerah pada BUMD, pendirian,
modal, organ dan kepegawaian, satuan pengawas intern, komite audit dan komite lainnya, perencanaan,
operasional dan pelaporan, Tata Kelola Perusahaan Yang Baik, pengadaan barang dan jasa, kerjasama,
pinjaman, penggunaan laba, anak perusahaan, penugasan pemerintah kepada BUMD, evaluasi,
Restrukturisasi, perubahan bentuk hukum, dan Privatisasi, penggabungan, peleburan, pengambilalihan dan
pembubaran BUMD, kepailitan, pembinaan dan pengawasan, serta ketentuan lain-lain seperti pengaturan
mengenai asosiasi BUMD.

Pendirian BUMD diatur dalam Pasal 4, bahwa Daerah dapat mendirikan BUMD dan Pendiriannya ditetapkan
dengan Perda. BUMD terdiri atas:

202 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


a. Perusahaan Umum Daerah
Kedudukan perusahaan umum Daerah sebagai badan hukum diperoleh pada saat Perda yang
mengatur mengenai pendirian perusahaan umum Daerah mulai berlaku yang diperoleh sesuai
dengan ketentuan undang-undang yang mengatur mengenai perseroan terbatas, seluruh modalnya
dimiliki satu daerah dan tidak terbagi atas saham.

b. Perusahaan Perseroan Daerah


Perusahaan perseroan Daerah sebagai perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam saham
yang seluruhnya atau paling sedikit 51% (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh 1 (satu)
Daerah.1

8.1.1.4 Pemilihan Bentuk Lembaga

Untuk menentukan pilihan terhadap alternatif bentuk lembaga pengelola tersebut, maka perlu dilakukan
trade off kelebihan dan kekurangan masing-masing bentuk. Gambaran tentang analisis trade off dapat dilihat
tabel sebagai berikut:

Table 8.1 Trade Off Pemilihan Bentuk Lembaga Pengelola

ORGANISASI PERANGKAT DAERAH BADAN USAHA MILIK DAERAH


ASPEK
UPTD UPTD PPK BLUD PERUMDA PERUSDA

1. Pendapatan - Masuk Kas Umum - Masuk Rek Kas BLUD - Masuk Rek Kas - Masuk Rek Kas Perusda
Daerah Perumda

- Tidak boleh langsung - Boleh langsung - Boleh Langsung - Boleh Langsung digunakan
digunakan digunakan digunakan

- APBD bukan merupakan - APBD merupakan - APBD merupakan - APBD merupakan


pendapatan pendapatan “penyertaan modal” “penyertaan modal”

- APBD merupakan - Kewajiban Pemda masih - Tidak tergantung APBD - Tidak tergantung APBD
kewajiban Pemda ada

2. Penetapan - OPD ditetapkan melalui - Penetapan PPK –BLUD - PERDA - PERDA dan ketentuan
Kelembagaan PERDA melalui Keputusan - seluruh sahamnya tentang pendirian
- UPTD ditetapkan melalui Bupati/Walikota dimiliki oleh 1 (satu) perseroan terbatas
Peraturan Daerah - modalnya terbagi dalam
Bupati/Walikota saham yang seluruhnya
atau paling sedikit 51%
sahamnya dimiliki oleh 1
(satu) Daerah

3. Belanja - Tidak boleh melebihi - Boleh melebihi PAGU - Diatur sendiri. - Diatur sendiri.
PAGU (ada ambang batas),
tercantum dalam RBA
(Rencana Bisnis
Anggaran), dan DIPA

4. Hutang & Piutang - Tidak boleh melakukan - Boleh melakukan utang - Boleh melakukan utang - Boleh melakukan utang &
utang & piutang & piutang. & piutang piutang
- Pinjaman jangka panjang
dengan persetujuan
Bupati/Walikota

5. Investasi - Tidak boleh melakukan - Boleh melakukan - Boleh melakukan - Boleh melakukan Investasi
investasi Investasi. Investasi
- Investasi jangka panjang
dengan persetujuan
Bupati/Walikota

1
Pasal 5 PP 54 Tahun 2017

203 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


ORGANISASI PERANGKAT DAERAH BADAN USAHA MILIK DAERAH
ASPEK
UPTD UPTD PPK BLUD PERUMDA PERUSDA

6. Pengadaan Barang - Perpres 54/2010 dengan - Dapat tidak dengan - Diatur sendiri - Diatur sendiri
dan Jasa perubahannya Perpres 54/2010 , untuk
pendapatan non APBD

7. Pengelolaan Barang - Tidak boleh menghapus - Boleh menghapus aset - Diatur sendiri, dengan - Diatur sendiri, dengan
aset tidak tetap, penghapusan tetap mengikuti tetap mengikuti peraturan
- aset tetap mengikuti peraturan
peraturan yang berlaku

8. Pegawai - ASN - Boleh ASN dan Non-ASN, - Non ASN sesuai - Non ASN sesuai kebutuhan
Non ASN sesuai kebutuhan dan dan profesionalisme
kebutuhan dan profesionalisme
profesionalisme

9. Dewan Pengawas - Tidak ada Dewan - Dimungkinkan ada - Badan Pengawas - Badan Pengawas
Pengawas Dewan Pengawas,
tergatung aset/omset

10. Remunerasi - Mengikuti penggajian - Sesuai tanggung jawab & - Diatur tersendiri, - Diatur tersendiri,
ASN, bersumber APBD capaian kinerja, ASN bersumber dari jasa bersumber dari jasa
bersumber dari APBD dan layanan. layanan.
jasa layanan, Non ASN
bersumber dari jasa
layanan

11. Tarif/ retribusi - PERDA - Peraturan - Peraturan - Peraturan Bupati/Walikota


Bupati/Walikota Bupati/Walikota

12. Laporan Keuangan - Standar Akutansi - SAP dan SAK - Standar Akutansi - Standar Akutansi Keuangan
Pemerintahan (SAP) Keuangan

Disamping pertimbangan pemilihan bentuk lembaga pengelola sebagaimana diuraikan dalam tabel diatas,
pemerintah provinsi Sulawesi Barat juga perlu menselaraskannya dengan beberapa kondisi yang ada, antara
lain:
 Kondisi kemampuan keuangan pemerintah provinsi;
 Ketersediaan sumberdaya manusia;
 Pertimbangan lain yang dapat mempengaruhi efisiensi dan efektivitas pengelolaan.

Atas dasar pemilihan bentuk kelembagaan tersebut diatas, maka disarankan agar pemerintah provinsi
Sulawesi Barat memilih Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) sebagai lembaga pengelola SPAM Polman-
Majene.

8.1.2 Lembaga Penyelenggara Kabupaten

Lembaga penyelenggara pengelolaan SPAM di Kabupaten Polewali Mandar dan Kabupaten Majene adalah
Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM).

Pengelolaan air minum di Kabupaten Majene dilakukan oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM)
Kabupaten Majene yang didirikan tahun 1975 berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Majene Nomor
5/PD/1976 tanggal 11 juni 1975 tentang pendirian Perusahaan Daerah Air Minum Kabupaten Majene.

Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Polewali Mandar Kabupaten Polewali Mandar didirikan pada tahun
1990 melalui Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Polewali Mamasa No. 2 Tahun 1990 tentang Pendirian
Perusahaan Daerah Air Minum Kabupaten Polewali Mamasa. Dengan terdapatnya pemekaran Kabupaten
Polewali Mamasa menjadi Kabupaten Polewali Mandar dan Kabupaten Mamasa, maka PDAM Kabupaten
Polewali Mamasa berubah nama menjadi PDAM Kabupaten Polewali Mandar.

204 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


8.2 Rencana Lembaga Penyelenggara Provinsi Sulawesi Barat

Sebagaimana disarankan pada pemilihan bentuk lembaga pengelola sebelumnya yaitu Unit Pelaksana Teknis
Daerah (UPTD), dan diharapkan nantinya dapat dikembangkan menjadi UPTD dengan pola pengelolaan
keuangan Badan Layanan Umum Daerah (UPTD dengan PPK BLUD). Berikut ini telah disusun roadmap
pengembangan lembaga pengelola SPAM Regional Polman-Majene seperti dalam gambar berikut ini:

Figure 8.1 Roadmap Pengembangan Lembaga Pengelola SPAM Regional Polman-Majene

8.2.1 Tahap Pembentukan UPTD

Pembentukan UPTD Provinsi dilengkapi dengan dokumen yang meliputi:


a. Kajian akademis pembentukan unit pelaksana teknis; dan
b. Analisis rasio belanja pegawai.

Kelayakan pembentukan UPTD sangat ditentukan oleh pemenuhan 7 (tujuh) kriteria, yaitu:
1) melaksanakan kegiatan teknis operasional dan/atau kegiatan teknis penunjang tertentu dari Urusan
Pemerintahan yang bersifat pelaksanaan dan menjadi tanggung jawab dari dinas/badan instansi
induknya;
2) penyediaan barang dan/atau jasa yang diperlukan oleh masyarakat dan/atau oleh Perangkat Daerah
lain yang berlangsung secara terus menerus;
3) memberikan kontribusi dan manfaat langsung dan nyata kepada masyarakat dan/atau dalam
penyelenggaraan pemerintahan;
4) tersedianya sumber daya yang meliputi pegawai, pembiayaan, sarana dan prasarana;
5) tersedianya jabatan fungsional teknis sesuai dengan tugas dan fungsi UPTD yang bersangkutan;
6) memiliki Standar Operasional Prosedur (SOP) dalam melaksanakan Tugas Teknis Operasional tertentu
dan/atau Tugas Teknis Penunjang tertentu; dan
7) memperhatikan keserasian hubungan antara Pemerintah Provinsi dengan Pemerintah
Kabupaten/Kota.

205 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


Pelayanan yang diberikan oleh UPTD adalah fokus pada pelayanan yang menjadi tugas teknis operasional
tertentu dan/atau tugas teknis penunjang tertentu dan dalam operasionalnya UPTD dilengkapi dengan
Standar Operasional Prosedur (SOP) pelaksana tugas teknis operasional.

Dalam dokumen pembentukan UPTD perlu dihitung Analisis Beban Kerja yang digunakan untuk
mengetahui jumlah jam beban kerja efektif UPTD per tahun.

UPTD Provinsi Kelas A dibentuk apabila:


1. lingkup tugas dan fungsinya meliputi 2 (dua) fungsi atau lebih pada Dinas/Badan atau wilayah kerjanya
lebih dari 1 (satu) kabupaten/kota; dan
2. jumlah jam kerja efektif 15.000 (lima belas ribu) jam atau lebih per tahun.

UPTD Provinsi Kelas B dibentuk apabila:


1. lingkup tugas dan fungsinya hanya 1 (satu) fungsi pada dinas/badan atau wilayah kerjanya hanya
mencakup 1 (satu) kabupaten/kota; dan
2. jumlah jam kerja efektif antara 6.000 (enam ribu) jam sampai dengan kurang dari 15.000 (lima belas ribu)
jam per tahun.

Untuk mengetahui Beban Kerja UPTD diperlukan analisis beberapa komponen yang seluruhnya dirumuskan
untuk mendapatkan jumlah jam beban kerja efektif UPTD per tahun. Jumlah jam beban kerja efektif UPTD
per tahun untuk mengetahui jumlah pegawai yang dibutuhkan UPTD.

Selanjutnya adalah Analisis Rasio Belanja pegawai terhadap total belanja daerah/Organisasi Perangkat
Daerah adalah untuk mengetahui proporsi belanja pegawai terhadap total belanja daerah atau perangkat
daerah pemrakarsa pembentukan UPTD. Belanja pegawai yang digunakan dalam perhitungan rasio adalah
Belanja Pegawai Langsung Dan Belanja Pegawai Tidak Langsung. Rasio menggambarkan bahwa semakin
tinggi rasionya maka semakin besar APBD yang dialokasikan kepada belanja pegawai. Sebaliknya semakin
kecil rasionya maka, semakin kecil proporsi APBD yang dialokasikan untuk Belanja Pegawai APBD.

Sedangkan dokumen lain yang mesti ada adalah Standar Operasional Prosedur (SOP) yang merupakan
serangkaian instruksi tertulis yang dibakukan mengenai berbagai proses penyelenggaraan administrasi
pemerintahan, bagaimana dan kapan harus dilakukan, dimana dan oleh siapa dilakukan. SOP melingkup
seluruh proses penyelenggaraan administrasi pemerintahan termasuk pemberian pelayanan baik pelayanan
internal maupun eksternal organisasi pemerintah yang dilaksanakan oleh unit-unit organisasi pemerintahan.
Adapun yang dimaksud administrasi pemerintahan adalah pengelolaan proses pelaksanaan tugas dan fungsi
pemerintahan yang dijalankan oleh organisasi pemerintah.

Untuk mengetahui lebih lanjut tentang langkah-langkah melakukan Kajian Akademis termasuk di dalamnya
melakukan Analisis Beban Kerja dan Analisis Belanja Pegawai dapat merujuk Panduan Pembentukan Unit
Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Bidang PLP (Ditjen Ciptakarya, Kementerian PUPR, 2017) untuk dijadikan
sebagai contoh.

Adapun proses pembentukan UPTD SPAM Regional dapat dilakukan bilamana memenuhi 7 (tujuh) kriteria
yang dipersyaratkan oleh Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 12 Tahun 2017 tentang Pedoman
Pembentukan dan Klasifikasi Cabang Dinas dan Unit Pelaksana Teknis Daerah yang secara rinci sudah
dijelaskan:
1. Pembentukan UPTD SPAM Regional Provinsi ditetapkan dengan peraturan gubernur setelah
dikonsultasikan secara tertulis kepada Menteri Dalam Negeri yang disertai dengan Kajian Akademis
pembentukan UPTD; dan Analisis Rasio Belanja Pegawai.
2. Kedudukan UPTD Provinsi berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Dinas atau Kepala
Badan sesuai dengan bidang Urusan Pemerintahan atau penunjang Urusan Pemerintahan yang
diselenggarakan. UPTD Provinsi merupakan bagian dari Perangkat Daerah Provinsi.
3. UPTD Provinsi mempunyai tugas melaksanakan kegiatan teknis operasional dan/atau kegiatan teknis
penunjang serta Urusan Pemerintahan yang bersifat pelaksanaan dari organisasi induknya yang pada
prinsipnya tidak bersifat pembinaan, kordinasi atau sinkronisasi serta tidak berkaitan langsung dengan
perumusan dan penetapan kebijakan daerah. Wilayah kerja UPTD Provinsi dapat melewati batas wilayah
administrasi pemerintahan Kabupaten/Kota di wilayahnya dan tidak membawahi UPTD lainnya.
4. Susunan Organisasi

206 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


Susunan organisasi UPTD Provinsi kelas A, terdiri atas:
a. Kepala;
b. Subbagian tata usaha;
c. Seksi paling banyak 2 (dua) seksi; dan
d. Kelompok jabatan fungsional.

Figure 8.2 Struktur Organisasi UPTD Provinsi Klas A

UPTD Pengelolaan Air Minum memiliki tugas melaksanakan kegiatan teknis operasional dan/atau kegiatan
teknis penunjang serta Urusan Pemerintahan bidang pekerjaan umum dan penataan ruang yang bersifat
pelaksanaan dari Dinas dalam penyediaan air dan pengelolaan air minum.

UPTD Pengelolaan Air Minum dalam melaksanakan tugas memiliki fungsi meliputi :
a. pengoperasian Sistem Penyediaan Air Minum melalui unit-unit Sistem Penyediaan Air Minum yang
telah dibangun dan yang akan dibangun kemudian;
b. meningkatkan penguatan kelembagaan UPTD Pengelolaan Air Minum Dinas guna mendorong
meningkatkan profesionalisme Sumber Daya Manusia yang pada akhirnya Peningkatan Pelayanan
Kepada Masyarakat;
c. melaksanakan Pembinaan Teknis berupa fasilitasi penyusunan Norma Standar Pedoman Manual
Penyediaan Air Minum maupun fasilitasi bantuan fisik terutama untuk masyarakat yang bermukim di
daerah yang kesulitan mendapat air minum;
d. mengembangkan Sistem Penyediaan Air Minum secara berkelanjutan dalam rangka peningkatan
layanan air minum yang memenuhi syarat kualitas, kuantitas dan kontinuitas;
e. percepatan pembangunan dan optimalisasi pengelolaan pelayanan air minum di Provinsi;
f. perluasan jaringan pelayanan air minum; dan
g. meningkatkan efisiensi pelayanan air minum di Provinsi.

Dalam kajian ini dilampirkan dokumen Naskah Kajian Akademis Pembentukan Unit Pelaksana Teknis Daerah
(UPTD) Air Minum dari daerah lain, untuk dijadikan referensi dalam penyusunan Kajian Akademis
Pembentukan UPTD SPAM Polman-Majene.

207 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


8.2.2 Tahap Operasi dan Pemeliharaan

Tahap operasi dan pemeliharaan dilakukan paska pembangunan sistem fisik, dan disarankan Unit Pelaksana
Teknis Daerah (UPTD) SPAM Polman-Majene dilibatkan mulai tahap perencanaan dan pelaksanaan
pembangunan yang bertujuan agar dapat mengetahui dan memahami secara mendalam tentang
keberadaan sistem fisik terbangun, sehingga dalam proses operasi dan pemeliharaan nantinya dapat
mengindikasikan kendala/masalah yang akan timbul dan cara mengatasinya.

8.2.3 Tahap Peningkatan Kapasitas UPTD menjadi UPTD dengan PPK-BLUD

Tahapan dalam peningkatan kapasitas UPTD biasa menjadi UPTD dengan PPK-BLUD dilakukan sesuai
diagram alur sebagai berikut:

Figure 8.3 Proses Pembentukan UPTD PPK-BLUD

Proses penetapan penerapan PPK BLUD pada UPTD yang mengelola air minum melalui beberapa tahapan
sebagai berikut:
1. Permohonan Pada Kepala Daerah Untuk Penerapan PPK-BLUD
UPTD yang akan menerapkan PPK-BLUD mengirim surat permohonan kepada kepala daerah melalui
kepala SKPD yang dilampiri dengan dokumen persyaratan administratif (sesuai Pasal 18 ayat (2)
Permendagri Nomor 61 Tahun 2007).

2. Penilaian
Dokumen persyaratan administratif yang telah disusun oleh UPTD yang akan menerapkan PPK-BLUD
akan dinilai oleh tim penilai yang dibentuk dan ditetapkan oleh kepala daerah.
Anggota tim penilai paling sedikit terdiri dari :
a. Sekretaris daerah, sebagai ketua merangkap anggota;
b. Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD), sebagai sekretaris merangkap anggota;
c. Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA), sebagai anggota;

208 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


d. Kepala Inspektorat, sebagai anggota; dan
e. Tenaga ahli yang berkompeten di bidang persampahan dan/atau air limbah (apabila diperlukan),
sebagai anggota.
3. Penetapan
Berdasarkan hasil penilaian dari tim penilai, kepala daerah menetapkan status penerapan PPK-BLUD
pada UPTD Bidang PLP melalui keputusan kepala daerah. Penetapan persetujuan status PPK-BLUD
paling lambat 3 (tiga) bulan sejak usulan diterima kepala daerah secara lengkap.
Penetapan persetujuan penerapan PPK-BLUD, dapat berupa pemberian status BLUD penuh atau
status BLUD bertahap. Adapun kriteria penilaian dan status pengajuan BLUD dapat dilihat sebagai
berikut:

Pembentukan UPTD dengan PPK-BLUD SPAM Regional Polman-Majene dijadwalkan pada tahun ke 3 (tiga)
sejak SPAM Regional masuk pada tahap operasi dan komesial, dimana sebelumnya dikelola oleh UPTD biasa.
Proses pegusulan pembentukan dapat dilakukan satu tahun sebelumnya atau pada tahun ke 2 (dua) tahap
operasi dan komersial.

4. Struktur Organisasi UPTD dengan PPK-BLUD

209 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


9
KEBUTUHAN BIAYA DAN ALTERNATIF SKEMA PEMBIAYAAN

9.1 Biaya Proyek

Biaya proyek termasuk biaya investasi, dan biaya operasi dan pemeliharaan (O&M). Biaya
investasi adalah sebagai berikut: infrastruktur, pembebasan lahan, studi kelayakan, desain
teknik terperinci, pengawasan dan manajemen konstruksi, pajak dan bea, dan
kemungkinan fisik dan harga. Implementasi proyek dibagi menjadi dua tahap. Tahap 1
termasuk penyediaan air dari sungai Matama sementara Tahap 2 termasuk penyediaan air
dari sungai Massuni. Implementasi Tahap 1 adalah dari tahun 2021 hingga 2025 sedangkan
Tahap 2 adalah tahun 2028.

9.1.1 Biaya Investasi

Total biaya investasi untuk Tahap 1 adalah Rp 266 miliar. Rp 181 miliar untuk infrastruktur, Rp 21 miliar untuk
dukungan teknis, Rp 3 miliar untuk pembebasan lahan, Rp 20,5 miliar untuk pajak, Rp 22,6 miliar untuk
kontinjensi fisik, dan kontinjensi harga Rp 17,4 miliar. Rinciannya ada di Tabel 1.

Table 9.1 Rencana Anggaran Biaya Spam Regional Polman Majene (tahap 1)

No Uraian Pekerjaan RP (juta)

1. UNIT AIR BAKU DAN TRANSMISI 71,954

1.1. Intake Bendung Matama 414

1.2. Perpipaan Dan Bangunan Pendukung 71,540

2. UNIT PRODUKSI 25,418

2.1. Pembangunan IPA Beton 150 liter/detik 15,113

2.2. Pembangunan Reservoar (Produksi/Distribusi) 3000 m³ 6,554

2.3. Bangunan Pendukung 2,739

2.4. Pekerjaan Finishing 1,013

3. UNIT DISTRIBUSI 58,371

3.1. Pekerjaan Jaringan Distribusi Utama 50,405

3.2. Pembangunan Offtake - Palippis, Res. 1500 m³ 3,983

3.3. Pembangunan Offtake - Parang-Parang, Res. 1500 m³ 3,983

4. UNIT PELAYANAN 25,586

4.1. Jalur Distribusi Dari Offtake Palippis - Polman 649

210 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


No Uraian Pekerjaan RP (juta)

4.2. Jalur Distribusi Dari Offtake Parang-parang - Majene 9,057

4.3 Pipa tertiary – Polman 5,000

4.4 Pipa tertiary – Majene 5,000

4.5 Water connection – Polman 3,150

4.6 Water connection – Majene 2,730

5. BANTUAN TEKNIS 20,960

5.1. FS 8,000

5.2. DED 9,700

5.3. Supervisi, SOP Dan Comissioning 3,060

5.4. Dokumen Perizinan (SIPA, IMB, dll) 200

6. AKUISISI TANAH 3,150

Jumlah 205,438

PPN 10% 20,544

Kontingensi fisik (10%) 22,598

Kontingensi keuangan 17,417

Total 265,998

Dibulatkan (STAGE 1) 266,000

Sumber: Project Preparation Consultant

Total biaya investasi untuk Tahap 2 adalah Rp 124,6 miliar. Rp 77 miliar untuk infrastruktur, Rp 7,7 miliar untuk
pajak, Rp 8,5 miliar untuk kontinjensi fisik, dan kontinjensi harga Rp 31,6 miliar. Rinciannya ada di Tabel 2.
Total biaya investasi untuk Tahapan 1 dan 2 adalah Rp 390,6 miliar.

Table 9.2 Rencana Anggaran Biaya Spam Regional Polman Majene (Tahap 2)

No Uraian Pekerjaan RP (juta)

1. Bangunan Utama 1,144

1.1. Embung 308

1.2. Intake Tanpa Saluran 106

1.3. Generator set 130

1.4. Pompa (2 units) 600

2. Jaringan Unit Air Baku 71,540

2.1. Jaringan Perpipaan 69,467

2.2. Bangunan Khusus Pelengkap 2,073

3. UNIT PELAYANAN 4,224

211 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


No Uraian Pekerjaan RP (juta)

3.1 Pipa tertiary - Polman 1,026

3.2 Pipa tertiary - Majene 1,278

3.3 Water connection - Polman 855

3.4 Water connection - Majene 1,065

Jumlah 76,908

PPN 10% 7,691

Kontingensi fisik (10%) 8,460

Kontingensi keuangan 31,582

Total 124,640

Dibulatkan (TAHAP 2) 124,640

Dibulatkan (TAHAP 1 dan 2) 390,640

Sumber: Project Preparation Consultant

9.1.2 Biaya Operasi Dan Pemeliharaan

The operation and maintenance (O&M) cost, in current prices, are based on engineering estimates. The
Regional SPAM’s O&M cost covers the water supply system from the intake up to the offtakes. PDAMs’ O&M
cost covers the water supply system after the offtakes up to the water meters of the customers. O&M cost of
the PDAMs are incremental cost from their existing operations and pertains only to water distribution costs.

Table 9.3 Biaya Operasi dan Pemeliharaan Regional SPAM (Rp miliar)

Regional SPAM 2022 2025 2028 2031 2034 2037

Personil 335 981 1710 1983 2264 2496

Listrik 3 18 34 41 48 55

Bahan kimia 143 752 1423 1714 1988 2301

Kantor 0 1 2 2 3 3

Pemeliharaan 198 1038 1964 2365 2743 3176

Operasional Lainnya 44 229 433 521 604 700

Total OPEX 723 3,019 5,566 6,627 7,650 8,731

Sumber: Project Preparation Consultant

Biaya O&M PDAM didasarkan pada estimasi teknik dan data historis PDAM.

Table 9.4 Biaya Operasi dan Pemeliharaan PDAM Polewali Mandar (RP miliar)

PDAM Polewali Mandar 2022 2025 2028 2031 2034 2037

Personil 229 655 1052 1205 1381 1582

Bahan Bakar dan Minyak 5 26 47 53 61 70

212 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


PDAM Polewali Mandar 2022 2025 2028 2031 2034 2037

Kantor 10 52 93 107 122 140

Penggunaan Inventaris 9 47 84 96 110 126

Pemeliharaan 15 78 140 160 184 210

Perjalanan dinas 5 26 47 53 61 70

Umum Lainnya 8 39 70 80 92 105

Operasional Lainnya 10 52 93 107 122 140

Total OPEX 291 977 1,625 1,862 2,133 2,444

Sumber: Project Preparation Consultant


Catatan: Biaya tambahan dari operasi yang ada.

Table 9.5 Biaya Operasi dan Pemeliharaan PDAM Majene (RP miliar)

PDAM Majene 2022 2025 2028 2031 2034 2037

Personnel 172 517 994 1167 1367 1594

Fuel and Oil 5 26 53 67 78 91

Office 10 53 106 133 156 182

Use of Inventory 9 48 95 120 140 164

Maintenance 15 79 159 200 234 273

Official Travel 5 26 53 67 78 91

Other General 7 40 80 100 117 137

Other Operational 10 53 106 133 156 182

Total OPEX 232 843 1,646 1,986 2,326 2,714

Sumber: Project Preparation Consultant


Catatan: Biaya tambahan dari operasi yang ada.

9.2 Rencana Keuangan

Rencana pembiayaan mengasumsikan sumber dana berikut: Pinjaman ADB, pemerintah pusat, provinsi dan
kabupaten serta PDAM. Opsi 1 mengasumsikan semua biaya investasi akan dibiayai oleh pemerintah
sementara Opsi 2 mengasumsikan 70% dari biaya investasi akan dibiayai oleh pinjaman ADB. Direktorat
Jenderal Sumber Daya Air (DJ-SDA) akan membiayai pemasukan air, Direktorat Jenderal Cipta Karya (DJ-CK)
akan membiayai instalasi pengolahan air, Propinsi Sulawesi Barat akan membiayai pipa transmisi, Kabupaten
akan membiayai pipa tersier dan PDAM akan memperbaiki sambungan pipa dan sambungan rumah.

Table 9.6 Opsi 1 – Rencana Keuangan (Rp Miliar)

INSTANSI Tahap 1 Tahap 2 Total

DJ-SDA 93,160 1,854 95,014

DJ-CK 55,830 - 55,830

Propinsi Sulawesi Barat 83,880 115,941 199,821

Kabupaten Polman 7,310 1,663 8,973

213 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


INSTANSI Tahap 1 Tahap 2 Total

Kabupaten Majene 18,200 2,071 20,271

PDAM Polman 4,080 1,386 5,466

PDAM Majene 3,530 1,736 5,266

Total 265,990 124,650 390,640

Sumber: Project Preparation Consultant

Rencana pembiayaan untuk Opsi 2 mengasumsikan tingkat bunga pinjaman sebesar 2,70% dan periode
pengembalian 20 tahun.

Table 9.7 OPSI 2 – RENCANA KEUANGAN (RP miliar)

Tahap 1 Tahap 2 Total


INSTANSI
ADB Loan 186,193 87,255 273,448
DJ-SDA 27,948 556 28,504
DJ-CK 16,749 - 16,749
Propinsi Sulawesi Barat 25,164 34,782 59,946
Kabupaten Polman 2,193 499 2,692
Kabupaten Majene 5,460 621 6,081
PDAM Polman 1,224 416 1,640
PDAM Majene 1,059 521 1,580
Total 265,990 124,650 390,640
Sumber: Project Preparation Consultant

214 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


10
KAJIAN KELAYAKAN PROYEK

10.1 Kajian Kelayakan Teknis Teknologis

10.1.1 Ketersediaan Air Baku

Berdasarkan hasil analisis penyediaan air baku yang telah dibahas pada bab 6, bahwa terdapat 4 (empat)
lokasi potensi sumber air baku yang dapat dikembang yaitu (1) Sungai Matama; (2) Sungai Masunni; (3)
Sungai Maloso; dan (4) Sungai Mombi. Kuantitas masing-masing sungai tersebut sebagai sumber air baku
SPAM Regional Kabupaten Polewali Mandar dan Kabupaten Majene menunjukan bahwa seluruh sungai
memiliki ketercukupan debit air untuk memenuhi kebutuhan debit yang dibutuhkan dalam pengembangan
SPAM Regional yaitu diatas 300 liter/detik.

Figure 10.1 Lokasi Potensi Sumber Air Baku

Sumber: Hasil Analisis Konsultan

Berdasarkan jarak lokasi potensi sumber air baku terhadap rencana daerah pelayanan SPAM Regional
Kabupaten Polewali Mandar dan Kabupaten Majene, menunjukan bahwa Sungai Mombi memiliki jarak
terpendek ke rencana lokasi daerah pelayanan. Dengan pertimbangan bahwa dalam pengembangan SPAM
Regional, memprioritaskan pemanfaatan sumber air baku yang pengoperasiannya dengan sistem gravitasi
ke daerah pelayanan, maka Sungai Mombi tidak dapat digunakan sebab ketinggian Sungai Mombi berada
dibawah ketinggian daerah pelayanan.

215 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


Dari hasil asisensi dengan Balai Wilayah Sungai Sulawesi III selaku pengelola sungai-sungai tersebut,
diperoleh bahwa:
 Sungai maloso tidak dapat digunakan sehubungan rencana neraca air Sungai Maloso tidak teralokasi
untuk pemenuhan kebutuhan air baku;
 Potensi debit Sungai Matama berdasarkan hasil Studi Investigasi Desain (SID) dan UKL-UPL
Penyediaan Air Baku Sumber Air Sungai Matama Kabupaten Polewali Mandar yang dilakukan oleh
Balai Wilayah Sungai Sulawesi III pada tahun anggaran 2017 adalah 0.22 m3/detik. Dengan
pertimbangan pada kebutuhan air pemeliharaan sungai dan pemanfaatan sumber air baku eksisting
untuk IPA Alu sebesar 30 liter/detik, maka alokasi air Sungai Matama yang disetujui digunakan untuk
pengembangan SPAM Regional Kabupaten Polewali Mandar dan Kabupaten Majene adalah 150
liter/detik; dan
 Sisa kebutuhan air baku SPAM Regional Kabupaten Polewali Mandar dan Kabupaten Majene dapat
mengambil dari Sungai Masunni.

Berdasarkan pada analisis dan kondisi diatas, maka pemenuhan sumber air baku SPAM Regional Kabupaten
Polewali Mandar dan Kabupaten Majene hanya dapat dipenuhi dari Sungai Matama dan Sungai Masunni.
Dari hasil analisis kebutuhan air minum sebagaimana telah dibahas pada bab 5, diperoleh bahwa kebutuhan
air minum daerah pelayanan pelayanan sebesar 300 liter/detik. Dengan adanya keterbatasan pengambilan
air baku dari Sungai Matama yang diperbolehkan oleh Balai Wilayah Sungai Sulawesi III yaitu sebesar 150
liter/detik, maka sisa pemenuhan kebutuhan air baku pengambilannya di Sungai Masunni sebesar 150
liter/detik.

Figure 10.2 Rencana Sumber Air Baku

Sumber: Hasil Analisis Konsultan

10.1.2 Demografi

Daerah pelayanan SPAM Regional Kabupaten Polewali Mandar dan Kabupaten Majene, meliputi:
1. Kabupaten Polewali Mandar, yang terdiri dari kecamatan:
1.1. Kecamatan Balanipa (1 kelurahan dan 5 desa)
1.2. Kecamatan Campalagian (1 kelurahan dan 11 desa)
1.3. Kecamatan Mapilli (1 desa)
2. Kabupaten Majene
2.1 Kecamatan Banggae (6 kelurahan dan 2 desa)

216 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


2.2 Kecamatan Banggae Timur (4 kelurahan dan 3 desa)

Figure 10.3 Daerah Pelayanan

Sumber: Hasil Pembahasan Laporan Antara Desember,. 2019

Jumlah penduduk daerah pelayanan pada tahun 2018 sebesar 140,720 jiwa1, dengan distribusi sebesar
68,021 jiwa di Kabupaten Polewali Mandar (48.34% dari total penduduk daerah pelayanan) dan 72,699 jiwa
di Kabupaten Majene (51.66% dari total penduduk daerah pelayanan). Kosentrasi penduduk desa/kelurahan
terbesar di daerah pelayanan SPAM Regional terdapat di Kelurahan Pangali-Ali Kecamatan Banggae
Kabupaten Majene yaitu 7.94 %, sedangkan yang terkecil di Kelurahan Tande Kecamatan Banggae Timur
Kabupaten Majene yaitu 1.22 %.

1
BPS Kabupaten Polewali Mandar, Kabupaten Polewali Mandar Dalam Angka 2019 dan BPS Kabupaten Majene, Kabupaten
Majene Dalam Angka 2019

217 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


Table 10.1 Penduduk Daerah Pelayanan Tahun 2018

Kabupaten Polewali Mandar - 2018 Kabupaten Majene - 2018


Luas Penduduk Sebaran Kepadatan Luas Penduduk Sebaran Kepadatan
No Desa/Kelurahan No Desa/Kelurahan
(km2) (Jiwa) % (Jiwa/Km2) (km 2) (Jiwa) % (Jiwa/Km2)
1 Balanipa 18.90 21,131 15.02 1,118 4 Banggae 25.15 42,776 30.40 1,701
1.1 Balanipa 5.50 2,944 2.09 535 1.1 Totoli 4.33 4,379 3.11 1,011
1.2 Tammangalle 2.46 2,108 1.50 857 1.2 Palipi Soreang 4.12 2,103 1.49 510
1.3 Sabang Subik 1.50 3,152 2.24 2,101 1.3 Rangas 2.23 7,837 5.57 3,514
1.4 Pambusuang 1.00 5,505 3.91 5,505 1.4 Baru 2.46 5,589 3.97 2,272
1.5 Bala 6.24 4,310 3.06 691 1.5 Pamboborang 3.11 2,266 1.61 1,816
1.6 Galung Tulung 2.20 3,112 2.21 1,415 1.6 Pangali-Ali 4.49 11,179 7.94 2,490
2 Campalagian 46.83 44,261 31.45 945 1.7 Banggae 2.27 5,536 3.93 2,439
1.1 Laliko 4.55 3,310 2.35 727 1.8 Galung 2.14 3,887 2.76 729
2.2 Lapeo 2.39 3,603 2.56 1,508
2.3 Kenje 2.56 3,218 2.29 1,257 Banggae Timur 21.01 29,923 21.26 1,424
2.4 Pappang 1.25 3,690 2.62 2,952 2.1 Labuang 0.26 6,219 4.42 23,919
2.5 Bonde 1.30 5,088 3.62 3,914 2.2 Labuang Utara 1.15 6,947 4.94 6,041
2.6 Parappe 3.00 4,646 3.30 1,549 2.3 Baurung 2.14 5,010 3.56 2,341
2.7 Panyampa 6.25 2,788 1.98 446 2.4 Lembang 2.71 5,705 4.05 2,105
2.8 Lemo 4.25 3,272 2.33 770 2.5 Tande 4.82 1,721 1.22 357
2.9 Katumbangan 5.00 4,325 3.07 865 2.6 Tande Timur 3.65 2,098 1.49 575
2.10 Lampoko 6.55 4,705 3.34 718 2.7 Baruga 6.28 2,223 1.58 354
2.11 Botto 5.73 3,350 2.38 585
2.12 Lagi agi 4.00 2,266 1.61 567 Kab. Majene 46.16 72,699 51.66 1,575
3 Mapilli 7.50 2,629 1.87 351
3.1 Buku 7.50 2,629 1.87 351
SPAM Regional
Kab. Polewali Mandar 119.39 140,720 100.00 1,179
72.23 68,021 48,34 929 Polewali Mandar - Majene

Sumber: BPS Kabupaten Polewali Mandar, Kabupaten Polewali Mandar Dalam Angka 2019 dan BPS Kabupaten Majene, Kabupaten
Majene Dalam Angka 2019

Berdasarkan kepadatan penduduk, maka kepadatan tertinggi di Kelurahan Labuang Kecamatan Banggae
Timur Kabupaten Majene yaitu 23,919 jiwa/km2, kepadatan penduduk ini sangat tinggi perbedaannya
dibandingkan kepadatan penduduk kelurahan/desa lainnya, sebagai contoh kepadatan penduduk
desa/kelurahan terbesar kedua terletak di Kelurahan Labuang Utara Labuan Kecamatan Banggae Timur
Kabupaten Majene hanya sebesar 6,041 jiwa/km2.

Jumlah penduduk di daerah pelayanan Kabupaten Polewali Mandar sebesar 15.54% dari total penduduk
Kabupaten Polewali Mandar, sedangkan di Kabupaten Majene sebesar 42.45% dari total penduduk
Kabupaten Majene. Dengan mengacu pada rasio jumlah penduduk di daerah pelayanan terhadap jumlah
penduduk di wilayah kabupaten tersebut, maka pengembangan SPAM Regional Kabupaten Polewali Mandar
dan Kabupaten Majene akan memiliki dampak yang sangat signifikan di Kabupaten Majene dalam rangka
peningkatan cakupan pelayanan SPAM. Berdasarkan hasil audit kinerja PDAM tahun buku 2018 menyatakan
bahwa cakupan pelayanan SPAM Kabupaten Majene masih sangat rendah baru mencapai 20.25 % dari
jumlah penduduk wilayah pelayanan PDAM Kabupaten Majene (meliputi: Kecamatan Banggae, Kecamatan
Bangge Timur, Kecamatan Pamboang, Kecamatan Malunda, Kecamatan Sendana, dan Kecamatan
Tammerodo). Jumlah Penduduk Kecamatan Banggae dan Kecamaan Bangge Timur tahun 2018 mencapai
49.18% dari jumlah penduduk wilayah pelayanan PDAM Kabupaten Majene atau 36.19% dari total
pelanggan PDAM Kabupaten Majene. Dengan demikian maka dengan adanya pengembangan SPAM
Regional Kabupaten Polewali Mandar dan Kabupaten Majene, diperkirakan dapat meningkatkan cakupan
pelayanan SPAM Kabupaten Majene mencapai diatas 60 %.

10.1.3 Permintaan Air

Air merupakan kebutuhan pokok setiap manusia, sehingga dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2019
Tentang Sumber Daya Air Pasal 6 menyatakan : Negara menjamin hak rakyat atas Air guna memenuhi
kebutuhan pokok minimal sehari-hari bagi kehidupan yang sehat dan bersih dengan jumlah yang cukup,
kualitas yang baik, aman, terjaga keberlangsungannya, dan terjangkau. Pemenuhan kebutuhan air bagi
masyarakat dapat diperoleh melalui sistem perpipaan dan non perpipaan. Pengembangan SPAM merupakan
salahsatu sistem penyediaan air minum perpipaan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

218 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


Berdasarkan hasil survei kebutuhan nyata pada daerah pelayanan SPAM Regional Kabupaten Polewali
Mandar dan Kabupaten Majene, diperoleh bahwa sebagian besar masyarakat menginginkan penyediaan air
minum mereka dapat diperoleh melalui SPAM, bahkan di Kecamatan Banggae dan Banggae Timur seluruh
penduduknya menghendaki pemenuhan kebutuhan air minumnya melalui pelayanan SPAM (lihat sub bab
5.4). Dengan demikian, maka dari total jumlah penduduk di daerah pelayanan SPAM Regional Kabupaten
Polewali Mandar dan Kabupaten Majene tahun 2018 sebesar 140,720 jiwa, diperkirakan 96.01% atau 135,106
jiwa menginginkan pemenuhan kebutuhan air minumnya melalui SPAM. Sisanya 3.99 % melalui system
penyediaan non perpipaan atau sistem penyediaan air minum non PDAM.

Dengan menggunakan asumsi sesuai hasil survei kebutuhan nyata, maka diperoleh kebutuhan air seluruh
penduduk di daerah pelayanan SPAM Regional Kabupaten Polewali Mandar dan Kabupaten Majene pada
tahun 2018 sebesar 266 liter/detik. Berdasarkan hasil proyeksi penduduk hingga tahun 2040 di daerah
pelayanan diperkirakan kebutuhan air sebesar 451 liter/detik. Namun dari total kebutuhan tersebut,
berdasarkan prosentase keinginan berlangganan SPAM PDAM dari hasil survey kebutuhan nyata, maka
estimasi permintaan air yang akan di supply melalui SPAM sebesar 437 liter/detik atau 96.99%. Dalam
melayani kebutuhan air tersebut oleh lembaga pengelola SPAM, dilakukan secara bertahap dengan
mempertimbangkan kemampuan menyambung oleh lembaga pengelola SPAM dan besaran investasi yang
dibutuhkan untuk penambahan jaringan distribusi pada daerah pelayanan.

10.1.4 Konsep Perencanaan

Konsep SPAM Regional Kabupaten Polewali Mandar dan Kabupaten Majene, dengan mengambil sumber air
baku dari Sungai Matama dan Sungai Masunni untuk selanjutnya di alirkan ke instalasi pengolahan air
minum untuk diproses sebelum disalurkan ke masing-masing off take daerah pelayanan di Kabupaten
Polewali Mandar dan Kabupaten Majene. Agar memudahkan dalam mengontrol tekanan pada daerah
pelayanan, maka pada masing-masing off take akan menggunakan reservoir.

Pengembangan SPAM Regional Kabupaten Polewali Mandar dan Kabupaten Majene akan dilakukan dalam 2
(dua) tahap yaitu:

Table 10.2 Tahapan Pengembangan SPAM Regional

Tahap 1 Tahap 2
Sumber Air Baku Sungai Matama Sungai Masunni
Kapasitas Intake 150 liter/detik 150 liter/detik
Kapasitas IPA 130 liter/detik 130 liter/detik
1 Lokasi :
Lokasi IPA
Desa Lutang Kecamatan Alu Kabupaten Polewali Mandar
Pipa JDU 2 Pipa Pararel pada jalur yang sama
Alokasi Air Curah
60 liter/detik 40 liter/detik
Offtake Polewali Mandar
Alokasi Air Curah
60 liter/detik 80 liter/detik
Offtake Majene
Sumber: Analisis Konsultan

219 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


Figure 10.4 Skema Sistem

Figure 10.5 Skema Pentahapan Pengembangan

220 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


10.2 Kajian Kelayakan Lingkungan

Kementerian Lingkungan Hidup dalam buku Pedoman Penentuan Kelayakan Lingkungan oleh Hefni Effendi,
tahun 2016 telah membangun 10 kriteria penentuan kelayakan lingkungan. Namun demikian kriteria
tersebut perlu disertai dengan petunjuk yang lebih teknis yang pada intinya menjabarkan 10 kriteria
tersebut.

Penjabaran dari 10 kriteria kelayakan lingkungan inilah yang menjadi esensi dari naskah akademik ini yang
diejawantahkan dalam 21 tolok ukur berikut pemberikan nilai (skor) dari masing-masing tolok ukur tersebut.
Nilai agregat dari semua tolok yang menyatakan layak lingkungan berkisar 16 – 21 point.
Penetapan UU 32/2009 harus diikuti dengan pengembangan peraturan pelaksanaannya, peningkatan
kapasitas, dan penegakan hukum. Reformasi AMDAL telah mengubah sistem AMDAL secara signifikan. Salah
satu hasil dari reformasi AMDAL adalah Pemerintah telah menetapkan Peraturan Pemerintah (PP) 27/2012
tentang Izin Lingkungan yang mengintegrasikan antara proses izin lingkungan kedalam proses AMDAL atau
UKL-UPL.

Berdasarkan ketentuan pada PP No. 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan (Pasal 29 ayat 4), Peraturan
Menteri Negara Lingkungan Hidup (PerMenLH) No. 24 Tahun 2009 tentang Panduan Penilaian Dokumen
Amdal (Lampiran III huruf D), dan PerMenLH No 16 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan Dokumen
Lingkungan, maka kriteria kelayakan lingkungan pada intinya terdiri dari:
a. Rencana tata ruang sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
b. Kebijakan dibidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup serta sumberdaya alam yang diatur
dalam peraturan perundang-undangan.
c. Kepentingan pertahanan keamanan.
d. Prakiraan secara cermat mengenai besaran dan sifat penting dampak dari aspek biogeofisik kimia, sosial,
ekonomi, budaya, tata ruang, dan kesehatan masyarakat pada tahap pra konstruksi, konstruksi, operasi,
dan pasca operasi usaha dan/atau kegiatan.
e. Hasil evaluasi secara holistic terhadap seluruh dampak penting sebagai sebuah kesatuan yang saling
terkait dan saling mempengaruhi sehingga diketahui perimbangan dampak penting yang bersifat positif
dengan yang bersifat negatif.
f. Kemampuan pemrakarsa dan/atau pihak terkait yang bertanggungjawab dalam menanggulanggi dampak
penting negatif yang akan ditimbulkan dari usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan dengan
pendekatan teknologi, sosial, dan kelembagaan.
g. Rencana usaha dan/atau kegiatan tidak menganggu nilai-nilai sosial atau pandangan masyarakat (emic
view).
h. Rencana usaha dan/atau kegiatan tidak akan mempengaruhi dan/atau mengganggu entitas ekologis
yang merupakan:
1) Entitas dan/atau spesies kunci (key species).
2) Memiliki nilai penting secara ekologis (ecological importance).
3) Memiliki nilai penting secara ekonomi (economic importance).
4) Memiliki nilai penting secara ilmiah (scientific importance).
i. Rencana usaha dan/atau kegiatan tidak menimbulkan gangguan terhadap usaha dan/atau kegiatan yang
telah berada di sekitar rencana lokasi usaha dan/atau kegiatan.
j. Tidak dilampauinya daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup dari lokasi rencana usaha dan/atau
kegiatan, dalam hal terdapat perhitungan daya dukung dan daya tampung lingkungan dimaksud.

Dalam penentuan kelayakan lingkungan diterapkan 10 kriteria kelayakan lingkungan. Setiap kriteria
kelayakan lingkungan tersebut ditentukan tolok ukurnya berikut nilai dari tolok ukur tersebut, demi
memudahkan memberikan penilaian terhadap ketaatan (compliance) terhadap 10 kriteria tersebut, berikut
tolok ukurnya.

Tolok ukur dari masing-masing kriteria kelayakan lingkungan bisa berupa tunggal atau lebih dari satu tolok
ukur. Jumlah total tolok ukur untuk 10 buah kriteria kelayakan lingkungan adalah sebanyak 21 buah.
Masing-masing tolok ukur diberi penilaian (skor) 1 atau 0,5 atau 0. Pemberian nilai terhadap tolok
ukur tersebut didasarkan pada ada tidaknya pembahasan terkait dengan tolok ukur tersebut dalam
dokumen Amdal. Setiap tolok ukur memiliki bobot penilaian yang sama, artinya kepentingannya dianggap
setara. Tidak ada tolok ukur yang dianggap lebih penting daripada tolok ukur lainnya.

221 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


Jika ada pembahasan tentang tolok ukur dimaksud, maka diberi skor 1. Jika tidak ada pembahasan diberi
skor 0. Jika ada pembahasan, namun belum berkesesuaian dengan yang dimaksud pada tolok ukur tersebut
maka diberi skor 0,5. Pemberian skor pada tolok ukur, pada tahap ini semata-mata hanya berpatokan pada
ada tidaknya pembahasan tentang tolok ukur yang dimaksud.

Selain dibahas, narasi tentang tolok ukur tersebut terkadang diakhiri dengan kesimpulan tentang tolok
ukur tersebut. Sebagai contoh kesesuaian dengan rencana tata ruang, harus dinyatakan secara tertulis
kesesuaiannya berpatokan pada peraturan tentang RTRW yang sedang berlaku secara definitif. Contoh lain
berupa pernyataan kelayakan lingkungan yang merupakan kesimpulan dari tolok ukur kelayakan lingkungan,
harus tertuang secara eksplisit dalam dokumen Amdal.

Tahap ini belum memperhatikan aspek kedalaman dari studi Amdal yang dilakukan. Oleh karena itu pada
tahap ini, penilaian lebih bertitik berat pada kecukupan yang menggambarkan ketaatan pelaku
usaha/kegiatan terhadap pengelolaan lingkungan yang diatur dalam regulasi yang berlaku secara definitif
pada tataran nasional maupun tataran internasional.

Selain itu juga memperhatikan kearifan lokal (traditional wisdom) atau peraturan lokal yang tidak tertulis
tentang pengelolaan sumberdaya alam, namun ditaati secara bersama oleh masyarakat, karena telah
menjadi norma adat yang dipahami dan ditaati secara turun temurun.

Jumlah kriteria kelayakan lingkungan sebanyak 10 buah. Jumlah tolok ukur yang merupakan penjabaran dari
10 buah kriteria kelayakan lingkungan adalah 21 buah. Tidak semua rencana/usaha kegiatan yang akan
beroperasi di suatu daerah dapat dinilai dengan 10 buah kriteria kelayakan lingkungan. Demikian pula tidak
semua rencana usaha/kegiatan dapat dinilai dengan 21 tolok ukur kelayakan lingkungan. Sebagai contoh,
untuk kriteria No 10, jika pemerintah belum menetapkan daya dukung dan daya tampung dari hamparan
ekosistem dimana suatu rencana usaha/kegiatan akan beroperasi, maka kriteria ini boleh tidak
dijadikan sebagai acuan. Sebaliknya jika sudah ada ketetapan tentang daya dukung dan daya tampung,
maka nilai dari ketetapan tersebut wajib dijadikan acuan. Contoh lainnya, tolok ukur adanya alternatif
kegiatan, tidak sepenuhnya berlaku untuk semua rencana usaha/kegiatan. Jika rencana usaha/kegiatan tidak
memilik alternatif bahan baku, alternatif proses atau teknologi, dan alternatif lokasi, maka tolok ukur ini
boleh tidak diacu.

Oleh karena itu, terdapat beberapa kriteria kelayakan lingkungan dan tolok ukur kelayakan lingkungan yang
wajib dijadikan acuan dalam penilaian. Terdapat pula beberapa kriteria kelayakan lingkungan dan tolok ukur
kelayakan lingkungan yang boleh tidak diacu. Beberapa tolok ukur yang tidak wajib diacu adalah: 1)
Alternatif kegiatan, 2) Spesies kunci, 3) Nilai ekonomi, 4) Nilai ilmiah, serta 5) Daya dukung dan daya
tampung. Untuk No 1-4 tergantung kepada ada tidak hal tersebut dalam rencana kegiatan atau rona
lingkungan yang dikaji. Khusus untuk Daya dukung dan daya tamping lingkungan, jika pemerintah belum
menentukan daya dukung dan daya tamping ini, maka kriteria ini boleh tidak diacu.

Untuk mengetahui wajib tidaknya tolok ukur kelayakan lingkungan tersebut diacu, perlu dicermati dengan
jelas deskripsi kegiatan dan rona lingkungan. Dengan adanya kewajiban dan ketidakwajiban mengacu tolok
ukur tersebut maka terdapat 16 buah tolok ukur minimal yang harus diacu dalam penilaian kelayakan
lingkungan dari suatu rencana usaha/kegiatan. Jika terdapat salah satu dari 16 tolok ukur wajib tersebut
belum dipenuhi, maka dokumen Amdal yang diajukan oleh pemrakarsa usaha/kegiatan dianggap belum
layak lingkungan.

Berdasarkan kriteria dan tolok ukur kelayakan lingkungan, maka suatu rencana usaha/kegiatan yang dinilai
dokumen pengelolaan lingkungan-nya (AMDAL) dinyatakan layak jika memperoleh nilai (skor) agregat
dengan kisaran 16 – 21 point, dengan keharusan semua tolok ukur wajib terpenuhi.

Penilaian kelayakan lingkungan ini hendaknya dimaknai sebagai penilaian awal oleh komisi AMDAL terhadap
dokumen AMDAL yang diajukan oleh pemrakarsa. Dengan adanya penilaian awal ini dapat membantu
anggota tim teknis dan anggota komisi AMDAL untuk lebih mencermati titik lemah dari dokumen AMDAL
yang tercermin dari tolok ukur atau kriteria kelayakan lingkungan yang belum dipenuhi.

222 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


Titik lemah ini dapat dipertanyakan oleh oleh tim teknis atau komisi Amdal pada saat dilakukan presentasi
ANDAL, RKL-RPL. Pemrakarsa dan konsultan diharuskan mengklarifikasi kelemahan- kelemahan yang sudah
teridentifikasi dengan kriteria dan tolok ukur kelayakan lingkungan ini.

Setelah dokumen AMDAL diperbaiki oleh pemrakarsa dan konsultan sesuai masukan pada saat presentasi
dan kelemahan-kelemahan yang diidentifikasi dengan pemakaian tolok ukur kelayakan lingkungan, maka
dokumen kembali dinilai (diverifikasi) dengan tolok ukur kelayakan lingkungan. Jika sudah terpenuhi saran
perbaikan yang diminta,dan nilai agregatnya memenuhi maka dokumen Amdal yang berisi uraian
pengelolaan lingkungan dapat dinyatakan layak.

Mengacu pada 10 kriteria kelayakan lingkungan, maka telah berhasil ditentukan 21 tolok ukur kelayakan
lingkungan. Diantara 21 tolok ukur kelayakan lingkungan tersebut terdapat 16 tolok ukur wajib atau minimal
yang harus diacu dalam penentuan kelayakan lingkungan dari suatu rencana usaha/kegiatan. Terdapat 5
tolok ukur yang tidak wajib diacu dalam penentuan kelayakan lingkungan yakni 1) Alternatif kegiatan, 2)
Spesies kunci, 3) Nilai ekonomi, 4) Nilai ilmiah, serta 5) Daya dukung dan daya tampung.

Penentuan wajib tidaknya tolok ukur diacu manakala dilakukan penilaian terhadap kelayakan lingkungan dari
suatu rencana usaha/kegiatan didasarkan pada deskripsi kegiatan dan rona lingkungan hidup yang tertera
pada dokumen Amdal.

Suatu rencana usaha/kegiatan dinyatakan layak lingkungan jika nilai agregat dari tolok ukur adalah berkisar
16 – 21, dengan catatan tidak ada satupun dari tolok ukur wajib (16 buah) yang tidak dijadikan sebagai
bahan penilaian.

Pedoman penentuan kelayakan lingkungan ini hanya merupakan langkah awal untuk menilai dokumen
lingkungan dalam rangka mengarahkan tim teknis terhadap kelemahan dari dokumen yang dinilai. Untuk
melihat kelayakan dokumen AMDAL secara keseluruhan, diperlukan penilaian komprehensif berkaitan
dengan kedalaman studi yang dilakukan.

10.2.1 Kelayakan Lingkungan Pembangunan SPAM Polman Majene

Pembangunan Sistem Penyediaan Air Minum yang mengambil air baku dari S. Matama dan S. Masunni yang
berlokasi di Kabupaten Polewali Mandar, memiliki rincian kegiatan hasil studi kelayakan meliputi:
1. Pembangunan Intake Matama dan Masunni total luas 500 m2
2. Pembuatan Jalur Pipa; Intake Matama ke IPA Alu dan Intake Masunni ke IPA Alu,total panjang 43,8
km
3. Pembangunan IPA dan Reservoir Alu total luas 2 Ha
4. Pembuatan Jalur Pipa Alu ke Typing, panjang 12,1 km
5. Pembangunan Offtake dan Reservoir di Palippis dan Parang-Parang total luas 1000 m2
6. Pembuatan Jalur Pipa Typing ke Offtake Polman dan Offtake Majene, total panjang 15,4 km

Total panjang pembuatan jalur pipa direncanakan 71,3 km, dengan perkiraan lebar 2 m naka luas lahan
untuk jalur pipa seluas 142.600 m2 atau 14,26 Ha. Sedangkan luas lahan untuk bangunan IPA, Reservoir dan
offtake toal seluas 2,15 Ha. Pembangunan Sistem Penyediaan Air Minum Polman-Majene memerlukan lahan
seluas 16,41 Ha, dimana lokasi kegiatan meliputi: Desa Pupuring, Desa Pao-pao, Desa Kalumamang, Desa
Alu, Desa Mombi, Kecamatan Alu, Desa Tandassura, Desa Ranggeang, Desa Galunglombok, Kecamatan
Limboro, Desa Tandung, Desa Sepabatu, Kecamatan Tinambung, Desa Tanganga-tanganga, Desa Karama,
Desa Tammangale, Desa Galungtulu, Desa Sabangsubik, Desa Pambusuang Kecamatan balanipa Kabupaten
Polman, Desa Tande Timur, Desa Labuang Utara Kecamatan Banggae Timur Kabupaten Majene. Dan wilayah
studi termasuk area pelayanan air bersih yang direncanakan meliputi : 3 Kecamatan Kabupaten Polewali
Mandar; Kecamatan Balanipa (6 desa), Kecamatan Campalagian (12 desa), dan Kecamatan Mapili (1 desa), 2
Kecamatan Kabupaten Majene; Kecamatan Banggae (7 desa) dan Kecamatan Banggae Timur (7 desa).

223 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


Figure 10.6 Lokasi Pembangunan SPAM Polman Majene

Sebagai penilaian awal kelayakan lingkungan Pembangunan SPAM Polman Majene, digunakan panduan
berdasarkan 10 kriteria kelayakan lingkungan dengan nilai tolok ukur sebagaimana disajikan pada Table 10.3

Table 10.3 Kelayakan Lingkungan Pembangunan SPAM Polman Majene

Nilai
Kriteria Kelayakan Wajib/Tidak
No Tolok Ukur Tolok
Lingkungan Wajib Diacu
Ukur
1. Rencana tata ruang sesuai ketentuan Tidak melanggar tata ruang, namun perlu klarifikasi. Wajib 0,5
peraturan perundang-undangan
2. Kebijakan dibidang perlindungan dan Semua peraturan sektor terkait sudah terkini, diacu, Wajib 1
pengelolaan lingkungan hidup serta dan ditaati.
sumber daya alam yang diatur dalam
peraturan perundang- undangan.
3. Kepentingan pertahanan keamanan Tidak ada 0
4. Prakiraan secara cermat mengenai besaran Menggunakan metode pengumpulan dan analisis Wajib 1
dan sifat penting dampak dari aspek data, serta metode prakiraan besaran dampak, yang
biogeofisik kimia, sosial, ekonomi, budaya, lazim (umum) dipakai untuk setiap komponen
tata ruang, dan kesehatan masyarakat pada lingkungan yang menjadi dampak penting hipotetik.
tahap prakonstruksi, konstruksi, operasi, Menggunakan laboratorium terakreditasi KAN. Wajib 1
dan pasca operasi Usaha dan/atau Ada pembahasan besaran dampak dengan (with) Wajib 1
Kegiatan. dan tanpa (without) proyek.
Menggunakan kriteria sifat penting dampak Wajib 1
berdasarkan UU No 32 tahun 2009.
5. Hasil evaluasi secara holistik terhadap Ada pembahasan holistik keterkaitan antar dampak Wajib 1
seluruh dampak penting sebagai sebuah penting dan juga keterkaitan dampak penting
kesatuan yang saling terkait dan saling dengan deskripsi kegiatan.
mempengaruhi, sehingga diketahui Ada pembahasan holistik hierarki dampak penting Wajib 1
perimbangan dampak penting yang (primer, sekunder, dan tersier).
bersifat positif dengan yang bersifat Ada pembahasan dampak negatif/ positif penting (- Wajib 1
negatif. /+P) atau tidak penting (-/+TP) yang terjadi dalam
ruang dan waktu yang bersamaan pada setiap
tahapan proyek (pra konstruksi, konstruksi, operasi,
dan pasca operasi).

224 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


Nilai
Kriteria Kelayakan Wajib/Tidak
No Tolok Ukur Tolok
Lingkungan Wajib Diacu
Ukur
Ada pembahasan yang mem-bandingkan alternatif Tidak Wajib 1
bahan baku, alternatif proses atau teknologi, dan
alternatif lokasi, dari rencana usaha/kegiatan,
berikut rekomendasinya (jika ada)
Ada pembahasan tentang arahan pengelolaan dan Wajib 1
pemantauan
Ada kesimpulan kelayakan lingkungan Wajib 1
6. Kemampuan pemrakarsa dan/ atau pihak Pemrakarsa mampu melakukan pengelolaan secara Wajib 1
terkait yang bertanggungjawab dalam teknologi ,
menanggulanggi dampak penting negatif sosial, dan kelembagaan, serta finansial
yang akan ditimbulkan dari Usaha dan/atau
Kegiatan yang direncanakan dengan
pendekatan teknologi, sosial, dan
kelembagaan.
7. Rencana usaha dan/atau kegiatan tidak Ada pembahasan pengaruh rencana usaha/kegiatan Wajib 1
menganggu nilai- nilai sosial atau terhadap nilai-nilai dasar (intrinsic value) yang ada
pandangan masyarakat (emic view). di dalam masyarakat
dari segi sosial dan budaya.
8. Rencana usaha dan/atau Ada pembahasan status kelangkaan flora dan fauna Tidak Wajib 1
kegiatan tidak akan mempengaruhi
dan/atau mengganggu entitas ekologis
Ada pembahasan pengaruh rencana usaha/kegiatan Wajib 1
yang merupakan:
terhadap kawasan sensitif berdasarkan Keppres 32
1) Entitas dan/atau spesies kunci (key
tahun 1990 atau fungsi kawasan hutan
species).
2) Memiliki nilai penting secara ekologis
(ecological importance).
3) Memiliki nilai penting secara ekonomi Ada pembahasan pengaruh dari rencana Tidak Wajib 1
(economic importance). usaha/kegiatanterhadap sumberdaya alam yang
4) Memiliki nilai penting secara ilmiah memiliki nilai penting secara ekonomis (tangible
(scientific importance). dan intangible) dimana lokasi rencana
usaha/kegiatan akan dilaksanakan

9. Rencana usaha dan/atau kegiatan tidak Ada peta kegiatan lain sekitar berikut narasi tentang Wajib 1
menimbulkan gangguan terhadap usaha jenis usaha/ kegiatan, serta potensi dampak yang
dan/atau kegiatan yang telah berada di kemungkinan akan muncul terhadap komponen
sekitar rencana lokasi usaha dan/atau lingkungan.
kegiatan
10. Tidak dilampauinya daya dukung Ada pembahasan tentang daya dukung dan daya Tidak Wajib 1
dan daya tampung lingkungan hidup dari tampung berdasarkan data daya dukung dan daya
lokasi rencana usaha dan/atau kegiatan, tampung yang telah
dalam hal terdapat perhitungan daya ditentukan oleh pemerintah
dukung dan daya tampung lingkungan
dimaksud
Total 18,5

Kegiatan Pembangunan SPAM Polman Majene dinyatakan layak lingkungan dengan nilai agregat dari tolok
ukur adalah 18,5, dengan catatan tidak ada satupun dari tolok ukur wajib (16 buah) yang tidak dijadikan
sebagai bahan penilaian.

Pedoman penentuan kelayakan lingkungan Pembangunan SPAM Polman Majene merupakan langkah awal
untuk menilai dokumen lingkungan dalam rangka mengarahkan tim teknis terhadap kelemahan dari
dokumen yang dinilai. Untuk melihat kelayakan dokumen AMDAL secara keseluruhan, diperlukan penilaian
komprehensif berkaitan dengan kedalaman studi yang dilakukan.

225 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


Studi kelayakan ditinjau dari aspek lingkungan meliputi dampak negatif dan positif pada lingkungan, baik
pada saat pelaksanaan pembangunan maupun pada saat pengoperasian.
Pengkajian kelayakan lingkungan harus dilakukan pada tahap prakonstruksi, saat pelaksanaan konstruksi,
pasca konstruksi dan terhadap keterkaitan lainnya.

Pengkajian lingkungan dilakukan dengan menetapkan komponen-komponen lingkungan atau kegiatan-


kegiatan yang diperkirakan akan terkena dampak langsung atau tidak langsung akibat kegiatan proyek
pengembangan SPAM, serta meninjau dampak lanjutan terhadap komponen atau kegiatan tersebut.
Kelayakan lingkungan tidak terlepas dari kegiatan masyarakat dan kondisi daerah setempat, sehingga faktor-
faktor lingkungan dapat mempengaruhi suatu daerah layak atau tidaknya untuk mendapatkan air minum.
Kelayakan lingkungan dapat berupa:
- Kondisi sosial ekonomi dan budaya masyarakat
- Sumber air yang digunakan, baik kualitas maupun kuantitas
- Jarak sumber air terhadap daerah yang dilayani
- Jumlah penduduk yang terkena dampak

Obyek Studi kelayakan ini adalah Penyelenggaraan Sistem Penyediaan Air Minum yang terletak di Wilayah
Kabupaten Polewali Mandar dan Kabupaten Majene Provinsi Sulawesi Barat, masalah utama yang berkaitan
dengan lingkungan adalah pembebasan lahan dan relokasi penduduk. Selain itu, juga diantisipasi dampak
negatif sosio ekonomi yang cukup besar terhadap pelaku/stakeholders lokal serta dampak negatif terhadap
lingkungan alam yaitu spesies flora dan fauna yang terdapat di sekitar rute jalur pipa yang ditetapkan.
Aktivitas pengembangan SPAM dimana dilakukan studi kelayakan harus memperhatikan kelayakan
lingkungan, meliputi:
a. Identifikasi kegiatan yang akan dilakukan dan berpotensi dapat mempengaruhi rona lingkungan
b. Identifikasi dampak besar dan dampak penting dari kegiatan.
c. Perkiraan perubahan rona lingkungan sebagai dampak aktivitas pengembangan SPAM.
d. Merencanakan upaya pengelolaan dan pemantauan lingkungan.

Pengkajian kelayakan lingkungan tidak terlepas dari kegiatan masyarakat dan kondisi daerah setempat,
sehingga faktor-faktor lingkungan dapat dikatakan layak atau tidak untuk didistribusikan air minum.
Pengkajian kelayakan lingkungan dilaksanakan melalui penyusunan AMDAL atau RKL dan RPL sesuai
peraturan perundangan yang berlaku.

Pengkajian kelayakan lingkungan tidak terlepas dari kegiatan masyarakat dari kondisi daerah setempat,
sehingga faktor-faktor lingkungan dapat dikatakan layak atau tidak untuk didistribusikan air minum.
Pengkajian kelayakan lingkungan dilaksanakan dengan memperhatikan atau sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.

10.2.2 Pelaksanaan AMDAL

Untuk menjamin pelestarian fungsi lingkungan hidup, sesuai dengan ketentuan yang terdapat pada UU No.
32 Tahun 2009 serta PPU di bidang PPLH, setiap usaha dan/atau kegiatan :
1. Wajib memiliki analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL) dan UKL/UPL dan Izin Lingkungan
2. Dilarang melanggar baku mutu lingkungan (BML) dan kriteria baku kerusakan lingkungan hidup (KBKL)
3. Dilarang melakukan pembuangan limbah ke media lingkungan hidup (air, tanah dan udara) tanpa suatu
keputusan izin
4. Wajib melakukan pengolahan limbah hasil usaha dan/atau kegiatan (i.e. Air limbah dan LB3)
5. Wajib melakukan pengelolaan bahan berbahaya dan beracun
6. Wajib melakukan Perubahan Izin Lingkungan, jika pemrakarsan berencana melakukan perubahan usaha
dan/atau kegiatan

Dengan berlakunya UU No. 32 Tahun 2009 dan PP No. 27 Tahun 2012, persyaratan lingkungan yang
digunakan dalam penyaluran penyedian dana (Kredit) sesuai dengan UU 10/98, PB No. 14/15/PBI/2012 dan
SE BI 2011 dan 2013 untuk rencana usaha dan/atau kegiatan berdampak penting terhadap lingkungan
adalah Dokumen Amdal beserta persetujuannya yaitu keputusan kelayalan lingkungan (SKKL) dan Izin
Lingkungan.

226 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


Jennis dokumen lingkungan hidup yang akan disusun selain berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan
Hidup Dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor: P.38/MENLHK/SETJEN/KUM.1/7/ 2019 Tentang Jenis
Rencana Usaha Dan/Atau Kegiatan Yang Wajib Memiliki Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup, juga
pertimbangan lain dari tim teknis Dinas Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sulawesi Barat.
Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat melalui instansi teknis yaitu Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang
sebagai pemrakarsa menyurat kepada Dinas Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sulawesi Barat menjelaskan
rencana kegiatan Pembangunan SPAM Polman Majene dan memohon arahan tentang jenis dokumen
lingkungan apa yang harus disusun.

Berdasarkan surat dari pemrakarsa tersebut Dinas Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sulawesi Barat
membalas surat kepada pemrakarsa dengan arahan dokumen lingkungan yang harus disusun dan meminta
untuk melakukan penyusunan dokumen lingkungan sesuai aturan yang berlaku di Kementerian Lingkungan
Hidup. Secara ringkas gambaran proses penyusunan dan penilaian dokumen AMDAL sebagaimana
ditunjukkan dalam gambar berikut.

Figure 10.7 Proses Penyusunan dan Penilaian AMDAL serta Izin Lingkungan (PP 27/2012)

Dalam gambar tersebut memperlihatkan tahapan proses penyusunan dan penilaian AMDAL hingga terbit
izin lingkungan, dari nomor 1 hingga nomor 15 beserta informasi waktu yang dibutuhkan dalam
pelaksanaan tahapan kegiatan tersebut. Jumlah waktu yang dibutuhkan proses penyusunan dan penilaian
AMDAL selama 180 hari diluar waktu penentuan pembahasan, penerbitan SKKL dan Izin Lingkungan.
Berdasarkan gambaran tersebut diluar surat menyurat permohonan arahan Dinas Lingkungan Hidup Provinsi
Sulawesi Barat tentang arahan dokumen lingkungan yang harus disusun, maka jadwal penyusunan AMDAL
Pembangunan SPAM Polman Majene diuraikan dalam Table 10.4 berikut.

227 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


Table 10.4 Jadwal Pelaksanaan Studi AMDAL SPAM Polman - Majene

228 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


10.3 Kajian Kelayakan Sosial-Ekonomi dan Budaya

10.3.1 Ketersediaan Fasilitas Sosial

Fasilitas sosial adalah fasilitas yang diadakan oleh pemerintah atau pihak swasta yang dapat dimanfaatkan
oleh masyarakat umum dalam lingkungan pemukiman, yang terdiri fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan,
fasilitas peribadatan dsb.

Pada daerah pelayanan SPAM Regional Kabupaten Polewali Mandar dan Kabupaten Majene, sebaran fasilitas
social sebagai berikut:

1. Fasilitas Pendidikan
Jumlah fasilitas pendidikan sebanyak 260 unit, dengan jumlah terbanyak di Kecamatan Campalagian
sebanyak 76 unit. Dari seluruh fasilitas pendidkan yang ada, ketersediaan sekolah dasar (SD)
merupakan yang terbanyak yaitu 135 unit.

Table 10.5 Fasilitas Pendidikan Tahun 2018

Kecamatan TK SD SMP SLTA Total

1. Balanipa 9 22 2 1 34
2. Campalagian 20 43 10 3 76
3. Mapilli (Desa Buku) 0 2 0 0 2
4. Banggae 31 37 5 2 75
5. Banggae Timur 24 31 12 6 73
Total 84 135 29 12 260
Sumber: BPS Kabupaten Polewali Mandar dan BPS Kabupaten Majene

2. Fasilitas Kesehatan
Jumlah fasilitas Kesehatan di daerah pelayanan sebanyak 17 unit puskesmas/puskemas pembantu
dan 1 (satu) unit rumah sakit. Sebaran fasilitas kesehatan terbanyak di Kecamatan Banggae Timur
sebanyak 8 unit puskesmas/puskemas.

Table 10.6 Fasilitas Kesehatan Tahun 2018

Kecamatan
Puskesmas/Puskemas Pembantu Rumah Sakit Total

1. Balanipa 1 0 1
2. Campalagian 2 0 2
3. Mapilli (Desa Buku) 1 0 1
4. Banggae 5 1 6
5. Banggae Timur 8 0 8
Total 17 1 18
Sumber: BPS Kabupaten Polewali Mandar dan BPS Kabupaten Majene

3. Fasilitas Peribadatan
Jumlah fasilitas peribadatan yang terdapat di daerah perencanaan sebanyak 315 unit
masjid/mushallah dan 1 unit gereja. Kecamatan Campalagian tercatat memiliki jumlah fasilitas
peribatan terbanyak yaitu 116 unit.

Table 10.7 Fasilitas Peribadatan Tahun 2018

Kecamatan Masjid/Mushallah Gereja Vihara Klenteng Total

1. Balanipa 42 0 0 0 42
2. Campalagian 116 0 0 0 116
3. Mapilli (Desa Buku) 8 0 0 0 8

229 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


Kecamatan Masjid/Mushallah Gereja Vihara Klenteng Total
4. Banggae 70 0 0 0 70
5. Banggae Timur 79 1 0 0 79
Total 315 1 0 0 316
Sumber: BPS Kabupaten Polewali Mandar dan BPS Kabupaten Majene

10.3.2 Kondisi Sosial

Berdasarkan data BPS tahun 2019, tercatat bahwa keluarga pra sejahtera di daerah pelayanan SPAM
Regional Kabupaten Polewali Mandar dan Kabupaten Majene, masih cukup tinggi mencapai 36.9 % dari total
rumah tangga yang ada. Jumlah rumah tangga pra sejahtera tertinggi di kecamatan Banggae mencapai 44.2
% dari total rumah tangga yang ada. Besarnya jumlah rumah tangga pra sejahtera ini menjadi suatu
tantangan dalam mengukur kemampuan membayar masyarakat terhadap biaya penyambungan dan
pembayaran retribusi setiap bulannya.

Table 10.8 Fasilitas Peribadatan Tahun 2018

Rumah Tangga Pra % RT Prasejahtera Terhadap


Kecamatan Rumah Tangga
Sejahtera Jumlah Rumah Tangga

1. Balanipa 5,616 1,756 31.3%


2. Campalagian 12,708 1,287 10.1%
3. Mapilli (Desa Buku) 590 N/A
4. Banggae 9,139 4,037 44.2%
5. Banggae Timur 7,704 2,528 32.8%
Total 35,757 9,608 26.9%
Sumber: BPS Kabupaten Polewali Mandar dan BPS Kabupaten Majene

Berdasarkan hasil survey kebutuhan nyata di daerah pelayanan SPAM Regional Kabupaten Polewali Mandar
dan Kabupaten Majene sebagaimana telah dibahas dalam sub bab 5.4, menunjukan bahwa penghasilan
sebagian besar responden (>50 %) di daerah pelayanan Kabupaten Polewali Mandar masih sangat rendah
yaitu antara Rp. 600,000,- s/d Rp. 1,000,000,- per bulan. Angka ini masih sangat jauh dari Upah Minimum
Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2020 yang sebesar Rp. 2,571,328,-. Demikian juga dengan responden di
daerah pelayanan Kabupaten Majene yang sebagian besar respondennya (40 %) memiliki penghasilan antara
Rp. 600,000,- s/d Rp. 1,000,000,- per bulan.

10.4 Kajian Kelayakan Hukum dan Kelembagaan

10.4.1 Bentuk Lembaga Pengelola SPAM Saat ini

Di Provinsi Sulawesi Barat belum ada lembaga yang secara khusus dibentuk untuk mengelola SPAM, namun
terdapat UPTD Pengelolaan Sumberdaya Air (PSDA), dan merupakan UPTD Dinas Pekerjaan Umum dan
Penataan Ruang yang dipimpin oleh seorang Kepala yang berkedudukan dibawah dan bertanggung jawab
kepada Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang.
Tugas dari kepala UPTD adalah melaksanakan kegiatan teknis operasional program dan perencanaan, serta
pengendalian dan pelaksanaan pengelolaan Sumber Daya Air dalam rangka mendukung pelaksanaan tugas
Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang. Sedangkan fungsinya adalah:
- perumusan kebijakan teknis, pemberian bimbingan dalam hal operasional pemeliharaan pengelolaan
sumberdaya air;
- pelaksanaan pelayanan umum sesuai kebijakan yang ditetapkan Gubernur;
- pengendalian dan pelaksanaan operasional pemeliharaan dan pengawasan sesuai kebijakan yang
ditetapkan Gubernur;
- pelaksanaan penyusunan rencana dan program operasional pemeliharaan pengelolaan SumberDayaAir;
- pelaksanaan pengawasan dan pengendalian teknis sarana-prasarana PSDA; dan
- penyusunan laporan monitoring dan evaluasi kegiatan secara berkala dan tahunan.

230 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


Berdasarkan hasil diskusi dengan pemangku kepentingan provinsi Sulawesi Barat dapat ditangkap adanya
keinginan untuk memanfaatkan lembaga yang ada sebagai lembaga pengelola SPAM Regional Polman-
Majene. Namun berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 122 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan SPAM
Pasal 1 Angka 16: “Unit Pelaksana Teknis Dinas Penyelenggara SPAM yang selanjutnya disebut UPTD adalah
unit yang dibentuk khusus untuk melakukan sebagian kegiatan Penyelenggaraan SPAM oleh Pemerintah
Daerah untuk melaksanakan sebagian kegiatan teknis operasional dan/atau kegiatan teknis penunjang yang
mempunyai wilayah kerja satu atau beberapa daerah kabupaten/kota”. Oleh karena itu perlu dibentuk
lembaga baru yang khusus untuk mengelola sistem penyediaan air minum (SPAM) Polman-Majene.

10.4.2 Flatform Kerjasama SPAM Regional Polman-Mejene

10.4.2.1 Landasan Hukum

Secara umum regulasi pembentukan SPAM Regional diawali oleh Amanat Undang Undang Dasar 1945 pasal
33 ayat (3) menyebutkan bahwa “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai
oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”. Pasal tersebut bermakna bahwa
segala sesuatu mengenai sumber daya alam termasuk di dalamnya air beserta kekayaan alam lainnya yang
berada dalam wilayah teritorial NKRI, dikuasai dan dikelola oleh negara melalui pemerintah untuk
mensejahterakan rakyat Indonesia.
Pengelolaan (sumberdaya air) sebagaimana dimaksud diatas dalam pelaksanaannya dibatasi oleh 6 (enam)
prinsip pengelolaan sumberdaya air sesuai Putusan Mahkamah Konstitusi No. 85/PUU-XI/2013, sebagai
berikut :
1. [paragraf 3.20] Negara harus memenuhi hak rakyat atas air. Akses terhadap air adalah salah satu
hak asasi tersendiri maka Pasal 28.I ayat (4) menentukan, “Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan
pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah”;
2. [paragraf 3.21] Kelestarian lingkungan hidup, sebagai salah satu hak asasi manusia, sesuai dengan
pasal 28 H ayat (1) UUD 45;” setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal,
dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan
kesehatan”;
3. [paragraf 3.22] Pengawasan dan pengendalian oleh negara (vide pasal 33 ayat (2) UUD 1945) atas
air sifatnya mutlak; karena air merupakan cabang produksi dan mengusai hajat hidup orang banyak;
4. [paragraf 3.23] Prioritas utama yang diberikan pengusahaan atas air adalah BUMN atau BUMD;
5. [paragraf 3.19] Pengusahaan atas air tidak boleh menganggu, mengesampingkan apalagi
meniadakan hak rakyat atas air;
6. [paragraf 3.24] Pemerintah masih dimungkinkan untuk memberikan izin kepada usaha swasta untuk
melakukan pengusahaan atas air dengan syarat-syarat tertentu dan ketat.

Urusan pelayanan di bidang air minum secara langsung kepada publik diatur dalam Undang-Undang Nomor
23 tahun 2014. Pada pasal 11 ayat (2) disebutkan bahwa “Urusan Pemerintahan Wajib sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) terdiri atas Urusan Pemerintahan yang berkaitan dengan Pelayanan Dasar dan
Urusan Pemerintahan yang tidak berkaitan dengan Pelayanan Dasar”. Dan pada pasal 12 ayat (1) huruf c
disebutkan bahwa “Urusan Pemerintahan Wajib yang berkaitan dengan Pelayanan Dasar sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) meliputi : a. pendidikan, b. Kesehatan, c. pekerjaan umum dan penataan
ruang, d. perumahan rakyat dan kawasan permukiman, e. ketenteraman, ketertiban umum, dan pelindungan
masyarakat, dan f. Sosial”.
Pembagian urusan sebagaimana dimaksud Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014, adalah pembagian
urusan bidang ke-PU-an seperti dalam Table 10.9 sebagai berikut :

231 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


Table 10.9 Pembagian Urusan Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang

NO SUB URUSAN PEMERINTAH PUSAT DAERAH PROVINSI DAERAH KABUPATEN/KOTA

1. Sumber Daya Air a. Pengelolaan SDA dan a. Pengelolaan SDA dan a. Pengelolaan SDA dan
(SDA) bangunan pengaman bangunan pengaman bangunan pengaman pantai
pantaipada wilayah sungai pantai pada wilayah sungai pada wilayah sungaidalam 1
lintas Daerah provinsi, lintas Daerah kabupaten/ (satu) Daerah kabupaten/
wilayah sungai lintas kota. kota.
negara, dan wilayah sungai b. Pengembangan dan b. Pengembangan dan
strategis nasional. pengelolaan sistem irigasi pengelolaan sistem irigasi
b. Pengembangan dan primer dan sekunder pada primer dan sekunder pada
pengelolaan sistem irigasi daerah irigasi yang luasnya daerah irigasi yang luasnya
primer dan sekunder pada 1.000 ha - 3000 ha, dan kurang dari 1000 ha dalam 1
daerah irigasi yang luasnya daerah irigasi lintas (satu) Daerah kabupaten/
lebih dari 3000 ha, daerah Daerah kabupaten/kota. kota.
irigasi lintas Daerah
provinsi, daerah irigasi
lintas negara, dan daerah
irigasi strategis
2. Air Minum a. Penetapan pengembangan Pengelolaan dan Pengelolaan dan
Sistem Penyediaan Air pengembangan SPAM lintas pengembangan SPAM di
Minum (SPAM) secara Daerah kabupaten/kota Daerah kabupaten/kota
nasional.
b. Pengelolaan dan
pengembangan SPAM
lintas Daerah provinsi, dan
SPAM untuk kepentingan
strategis nasional.

Berdasarkan pembagian urusan sebagaimana disebut dalam tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa
pelayanan air minum bagi masyarakat di daerah kabupaten/kota merupakan kewenangan dan tanggung
pemerintah kabupaten/kota. Masalah yang dihadapi oleh pemerintah kabupaten/kota dalam
pengembangan SPAM adalah terbatasnya ketersediaan sumber air baku, dan besarnya biaya investasi untuk
membangun infrastruktur. Oleh karena itu, dibutuhkan intervensi pemerintah provinsi untuk mengambil alih
pengembangan SPAM lintas daerah kabupaten/kota sesuai kewenangan dan tanggung jawabnya. Namun di
sisi lain dalam proses pengambilalihan tersebut pemerintah provinsi juga dihadapkan pada persoalaan
terbatasnya alokasi pembiayaan untuk pembangunan infrastruktur, sehingga dibutuhkan dukungan
pemerintah pusat (government support) terutama pengembangan SPAM untuk kepentingan strategis
nasional.

Intervensi pemerintah pusat maupun provinsi terhadap permasalahan tersebut diatas dilakukan melalui
kerjasama sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah,
yang pelaksanaannya diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2018 tentang Kerjasama Daerah.
Pada Bagian Kesembilan Peraturan Pemerintah tersebut, diatur tentang Pengambilalihan Urusan
Pemerintahan yang Dikerjasamakan, dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 10 ayat (2): “Dalam
hal kerja sama wajib tidak dilaksanakan oleh daerah kabupaten/kota, gubernur sebagai wakil Pemerintah
Pusat mengambil alih pelaksanaan urusan pemerintahan yang dikerjasamakan”. Sedangkan bentuk intervensi
pemerintah pusat dalam kerjasama kerja sama antar daerah tersebut adalah berupa pemberian dana kepada
daerah sebagaimana diatur dalam Pasal 12 ayat (1): “Pemerintah Pusat dapat memberikan bantuan dana
kepada daerah untuk melaksanakan kerja sama wajib melalui anggaran pendapatan dan belanja negara
sesuai dengan kemampuan keuangan negara”.

Adapun pelaksanaan ketentuan sebagaimana tersebut diatas harus dilakukan berdasarkan kajian kebutuhan
dan kepatuhan seperti Figure 10.8, sebagai berikut:

232 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


Figure 10.8 Skema Kebutuhan dan Kepatuhan Kerjasama SPAM Regional Polman-Majene

Gambar diatas menjelaskan bahwa:


 RPJPN 2005-2025 dan RPJMN 2015-2019 mentargetkan 100% untuk capaian akses aman di bidang air
minum, yang kemudian dituangkan dalam kesepakatan Sudstainable Development Goals (SDG’s, dan
diikuti pula oleh Pemerintah Kabupaten Polewali Mandar dan Kabupaten Majene yang dituangkan dalam
RPJMD masing-masing;
 Kondisi pelayanan saat ini yang telah dicapai oleh Kabupaten Polewali Mandar sebesar …%, sedangakan
Kabupaten Majene sebesar …%;
 Terjadi gaps sebesar …% untuk Kabupaten Polewali Mandar, …% untuk Kabupaten Majene;
 Masalah yang dihadapi masing-masing kabupaten adalah:
- Keterbatasan sumber air baku untuk kabupaten Majene.
- Besarnya kebutuhan dana untuk investasi pengembangan SPAM di kabupaten Polewali Mandar.
- Rendahnya tren kebijakan anggaran di bidang air minum untuk masing-masing kabupaten.
 Potensi yang ada adalah:
- Terdapat potensi air baku di kabupaten Polewali Mandar
- Tingginya potensi menyambung dari masyarakat.
- Kuatnya dukungan pemangku kepantingan.
 Terhadap kondisi tersebut Pemprov. Sulbar berinisiatif untuk mengambilalih melalui kerjasama SPAM
Regional;
 Maka Pemprov Sulbar diharuskan memenuhi kriteria kesiapan yang persyaratkan oleh Pemerintah Pusat
untuk mendapatkan dukungan dari Pemerintah Pusat dalam rangka terlaksananya kerjasama SPAM
Regional Polman-Majene;
 Hasil dari kerjasama SPAM Regional tersebut diharapkan dapat memberikan solusi terhadap
permasalahan yang dihadapi dalam mencapai target 100% akses aman air minum di kabupaten Polewali
Mandar dan Kabupaten Majene.

233 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


10.4.2.2 Pemetaan Pemangku Kepentingan Kerjasama SPAM Regional Polman-Mejene

Untuk memfasilitasi dan menyelesaikan flatform kerjasama antar para pihak dalam penyelenggaraan SPAM
Regional Polman-Mejene, terlebih dahulu perlu dipetakan para pemangku kepentingan yang terlibat secara
langsung dan aktif dalam kerjasama. Para pemangku kepentingan sebagaimana dimaksud tersebut terdiri
dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah sesuai tugas dan fungsi masing-masing sebagaimana diatur
dalam peraturan tentang struktur organisasi dan tata kerja (SOTK).

Adapun para pemangku kepentingan tersebut terdiri dari:


1. Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
- Penentuan alokasi air baku untuk kebutuhan pengembangan SPAM.
- Fasilitasi peningkatan kapasitas teknis dan manajemen pelayanan air minum secara nasional.
- Fasilitasi pemenuhan kebutuhan air baku untuk kebutuhan pengembangan SPAM secara nasional.
- Fasilitasi penyelenggaraan bantuan teknis penyelenggaraan pengembangan SPAM secara nasional.
- Penyusunan rencana induk pengembangan SPAM wilayah pelayanan lintas provinsi.
- Fasilitasi penyediaan prasarana dan sarana air minum dalam rangka kepentingan strategis nasional.
- Pengawasan terhadap seluruh tahapan penyelenggaraan pengembangan SPAM secara nasional.
- Evaluasi kinerja pelayanan penyelenggaraan pengembangan SPAM secara nasional.
2. Direktorat Jenderal Sumberdaya Air Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
- Penetapan rencana pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas provinsi, wilayah sungai
lintas negara, dan wilayah sungai strategis nasional.
- Penetapan dan pengelolaan kawasan lindung sumber air pada wilayah sungai lintas provinsi, wilayah
sungai lintas negara, dan wilayah sungai strategis nasional.
- Penetapan wilayah sungai dalam satu kabupaten/kota, wilayah sungai lintas kabupaten/kota, wilayah
sungai lintas provinsi, wilayah sungai lintas negara, dan wilayah sungai strategis nasional.
- Penetapan dan pemberian izin atas penyediaan, peruntukan, penggunaan, dan pengusahaan sumber
daya air pada wilayah sungai lintas provinsi, wilayah sungai lintas negara, dan wilayah sungai strategis
nasional.
- Penetapan dan pemberian rekomendasi teknis atas penyediaan, peruntukan, penggunaan, dan
pengusahaan air tanah pada cekungan air tanah lintas provinsi dan cekungan air tanah lintas negara.
- Menjaga efektivitas, efisiensi, kualitas, dan ketertiban pelaksanaan pengelolaan sumber daya air pada
wilayah sungai lintas provinsi, wilayah sungai lintas negara, dan wilayah sungai strategis nasional.
- Pemberian bantuan teknis dalam pengelolaan sumber daya air kepada provinsi dan kabupaten/kota.
- Fasilitasi penyelesaian sengketa antar provinsi dalam pengelolaan sumber daya air.
- Pemberdayaan para pemilik kepentingan dalam pengelolaan sumber daya air tingkat pusat, provinsi,
dan kabupaten/kota.
- Pemberdayaan kelembagaan sumber daya air tingkat pusat, provinsi dan kabupaten/kota.
- Konservasi sumber daya air pada wilayah sungai lintas provinsi, wilayah sungai lintas negara, dan
wilayah sungai strategis nasional.
- Pendayagunaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas provinsi,wilayah sungai lintas negara, dan
wilayah sungai strategis nasional.
- Pembangunan dan peningkatan sistem irigasi primer dan sekunder pada daerah irigasi lintas provinsi,
daerah irigasi lintas negara, dan daerah irigasi strategis nasional.
- Operasi, pemeliharaan dan rehabilitasi pada sungai, danau, waduk dan pantai pada wilayah sungai
lintas provinsi, wilayah sungai lintas negara dan wilayah sungai strategis nasional.
- Pengawasan pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas provinsi, wilayah sungai lintas
negara, dan wilayah sungai strategis nasional.
3. Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi Barat
- Penetapan peraturan daerah provinsi mengenai kebijakan dan strategi pengembangan air minum
lintas kabupaten/kota di wilayahnya.
- Penetapan BUMD provinsi sebagai penyelenggara SPAM lintas kabupaten/kota.
- Penetapan peraturan daerah tentang NSPK pelayanan PS air minum berdasarkan SPM yang disusun
pemerintah.
- Memberikan izin penyelenggaraan untuk lintas kabupaten/kota.
- Penyelesaian masalah dan permasalahan yang bersifat lintas kabupaten/kota.
- Peningkatan kapasitas teknis dan manajemen pelayanan air minum di lingkungan wilayah provinsi.
- Penetapan kebutuhan air baku untuk kebutuhan pengembangan SPAM di lingkungan wilayah
provinsi.

234 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


- Fasilitasi penyelenggaraan (bantuan teknis) penyelenggaraan pengembangan SPAM di wilayah
provinsi.
- Penyusunan rencana induk pengembangan SPAM wilayah pelayanan lintas kabupaten/kota setelah
berkoordinasi dengan daerah kabupaten/kota.
- Penyediaan PS air minum untuk daerah bencana dan daerah rawan air skala provinsi.
- Penanganan bencana alam tingkat provinsi
- Pengawasan terhadap seluruh tahapan penyelenggaraan pengembangan SPAM yang berada di
wilayah provinsi.
- Evaluasi kinerja pelayanan air minum di lingkungan wilayah provinsi.
- Pengawasan dan pengendalian atas pelaksanaan NSPK.
4. Pemerintah Daerah Kabupaten Polewali Mandar dan Kabupaten Mejene
- menyusun kebijakan dan strategi di daerahnya berdasarkan kebijakan dan strategi nasional serta
kebijakan dan strategi provinsi;
- dapat membentuk BUMD penyelenggara pengembangan SPAM;
- memenuhi kebutuhan air minum masyarakat di wilayahnya sesuai dengan standar pelayanan
minimum yang ditetapkan;
- menjamin terselenggaranya keberlanjutan pengembangan SPAM di wilayahnya;
- melaksanakan pengadaan jasa konstruksi dan/atau pengusahaan penyelenggaraan pengembangan
SPAM di wilayah yang belum terjangkau pelayanan BUMD;
- memberi bantuan teknis kepada kecamatan, pemerintah desa serta kelompok masyarakat di
wilayahnya dalam penyelenggaraan pengembangan SPAM;
- melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap penyelenggaraan pengembangan SPAM yang utuh
berada di wilayahnya;
- menyampaikan laporan hasil pemantauan dan evaluasi penyelenggaraan kepada pemerintah
provinsi, Pemerintah, dan Badan Pendukung Pengembangan SPAM;
- melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan pengembangan SPAM yang berada di
wilayahnya;
- memberikan izin penyelenggaraan pengembangan SPAM di wilayahnya; dan
- memfasilitasi pemenuhan kebutuhan air baku untuk kebutuhan pengembangan SPAM sesuai dengan
kewenangannya.
Sedangkan pemangku kepantingan yang tidiak secara langsung terlibat dalam kerjasama SPAM Regional
Polman-Majene ini antara lain:
 Kementerian Dalam Negeri;
 Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sulawesi Barat;
 Balai terkait unit air baku dan unit produksi
 Dinas Teknis terkait perizinan;

10.4.2.3 Skema Kerjasama SPAM Regional Polman-Mejene

Skema kerjasama penyelenggaraan SPAM Regional Polman-Majene merujuk pada Kesepakatan Bersama
(KSB) yang telah ditandatangani Direktur Jenderal Sumberdaya Air, Direktur Jenderal Cipta Karya, Gubernur
Provinsi Sulawesi Barat, Bupati Kabu Polewali Mandar, dan Bupati Kabupaten Majene, kemudian
ditindaklanjuti dengan penandatangan perjanjian kerjasama (PKS) pengembangan, dan penandatanganan
PKS pengelolaan paska pembangunan fisik.

Gambaran tentang bentuk PKS pengembangan dan PKS pengelolaan tersebut dapat dililhat dalam Gambar
sebagai berikut:

235 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


Figure 10.9 Skema Kerjasama SPAM Regional Polman-Majene

Dari gambar diatas dapat dijelaskan bahwa Kerjasama dalam penyelenggaraan SPAM Regional Polman-
Majene dibedakan dalam 2 (dua) bentuk yaitu: 1).Kerjasama pengembangan; dan 2).Kerjasama pengelolaan.

1. Kerjasama Pengembangan
 Subjek hukum kerjasama pengembangan terdiri dari:
- Direktur Irigasi dan Rawa
- Direktur Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum
- Kepala Dinas terkait sektor air minum proovinsi Sulawesi Barat;
- Kepala Dinas terkait sektor air minum kabupaten Polewali Mandar; dan
- Kepala Dinas terkait sektor air minum kabupaten Majene
 Tanggung jawab masing-masing subjek adalah:
- Direktur Irigasi dan Rawa bertanggung jawab terhadap pembangunan unit air baku;
- Direktur Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum bertanggung jawab terhadap
pembangunan unit produksi dan sebagian unit distribusi;
- Kepala Dinas terkait sektor air minum proovinsi Sulawesi Barat bertanggung jawab terhadap
pembangunan sebagian unit distribusi;
- Kepala Dinas terkait sektor air minum kabupaten Polewali Mandar bertanggung jawab terhadap
pembangunan unit pelayanan; dan
- Kepala Dinas terkait sektor air minum kabupaten Majene bertanggung jawab terhadap
pembangunan unit pelayanan
2. Kerjasama Pengelolaan atau Jual Beli Air Curah.
 Subjek hukum kerjasama pengelolaan atau jual beli air curah terdiri dari:
- Kepala Lembaga Pengelola SPAM Provinsi Sulawesi Barat;
- Direktur PDAM Kabupaten Polewali Mandar; dan
- Direktur PDAM Kabupaten Majene.
 Lingkup tanggung jawab masing-masing para pihak adalah:
- Kepala Lembaga Pengelola SPAM Provinsi Sulawesi Barat bertanggung jawab terhadap
pengelolaan unit produksi dan unit distribusi untuk memenuhi kebutuhan pelayanan;
- Direktur PDAM Kabupaten Polewali Mandar bertanggung jawab terhadap unit pelayanan untuk

236 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


memenuhi kebutuhan masyarakat; dan
- Direktur PDAM Kabupaten Majene bertanggung jawab terhadap unit pelayanan untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat.

10.4.2.4 Objek dan Lingkup Kerjasama SPAM Regional Polman-Mejene

Mengacu pada skema kerjasama tersebut sebelumnya, maka objek kerjasama ini adalah Pelaksanaan
Pengembangan dan Pengelolaan SPAM Regional Polaman-Majene dengan lingkup kerjasama sebagai
berikut:
 Lingkup kerjasama pengembangan adalah pelaksanaan pembangunan sistem fisik SPAM sesuai
kesepakatan antar para pihak sebagaimana disebut:
 Pembangunan Unit Air Baku, meliputi:
1. bangunan penampungan air;
2. bangunan pengambilan/penyadapan;
3. alat pengukuran dan peralatan pemantauan;
4. sistem pemompaan; dan/atau
5. bangunan sarana pembawa serta perlengkapannya.
 Pembangunan Unit Produksi, meliputi:
1. bangunan pengolahan dan perlengkapannya;
2. perangkat operasional;
3. alat pengukuran dan peralatan pemantauan; dan d. bangunan
4. penampungan Air Minum.
 Pembangunan Unit Distribusi meliputi:
1. jaringan distribusi dan perlengkapannya;
2. bangunan penampungan; dan
3. alat pengukuran dan peralatan pemantauan.
 Pembangunan Unit Pelayanan meliputi:
1. sambungan langsung;
2. hidran umum; dan/atau
3. hidran kebakaran.
 Lingkup kerjasama Pengelolaan adalah pengelolaan SPAM terbangun, meliputi:
1. Operasi dan Pemeliharaan;
2. Perbaikan;
3. Pengembangan Sumber Daya Manusia; dan
4. Pengembangan Kelembagaan.

10.4.2.5 Muatan Materi Perjanjian Kerjasama SPAM Regional Polman-Mejene

Secara umum materi Perjanjian Kerja sama diatur dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan
Rakyat Nomor 29/PRT/M/2016 tentang Pembentukan Kesepakatan Bersama dan Perjanjian Kerjasama di
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. dalam Pasal 5 ayat (3) disebut bahwa materi PKS
paling sedikit terdiri atas substansi:
- Pernyataan kesepakatan para pihak;
- Pelaksanaan Perjanjian Kerja Sama;
- Pengertian;
- Maksud dan Tujuan;
- Ruang Lingkup;
- Hak dan Kewajiban;
- Pembiayaan;
- Jangka waktu;
- Keadaan Kahar;
- Penyelesaian Perselisihan;
- Perubahan perjanjian;
- Berakhirnya perjanjian; dan
- pemutusan perjanjian.

Khusus untuk SPAM Regional Polman-Majene, muatan materi kerjasama mengacu pada skema kerjasama
yang disepakati, dan dibedakan dalam 2 bentuk kerjasama sebagai berikut:

237 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


1. Materi Kerjasama Pengembangan
Yang dimaksud dengan kerjasama pengembangan SPAM Regional adalah pelaksanaan
pembangunan sistem fisik antara subjek hukum sebagaimana disebut sebelumnya, sebagai upaya
menindaklanjuti kesepakatan bersama (KSB) antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang
tergabung dalam SPAM Regional Polman-majene.
Muatan materi kerjasama pengembangan selain yang termaktub diatas, terdapat beberapa materi
lain sesuai kesepakatan para pihak, antara lain mengenai:
 Pelimpahan kewenangan penandatanganan perjanjian kerjasama pengelolaan SPAM Regional
Polman Majene kepada entitas bisinis;
 Pembentukan kelembagaan di tingkat provinsi;
 Dan klausule lain yang dianggap perlu

2. Materi Kerjasama Pengelolaan


Sama halnya dengan muatan materi kerjasama pengembangan, muatan materi kerjasama dalam
pengelolaan yang perlu disepakati antara lain:
 Kesepakatan tata cara jual beli air curah;
 Besaran tarif;
 Sistem pembayaran
 Penguatan kelembagaan;
 Manajemen sumber daya manusia; dan
 Materi lain terkait mekanisme teknis pengelolaan;

10.5 Kajian Kelayakan Ekonomi

10.5.1 Methodology

The economic costs are derived from the financial costs by excluding price contingencies, taxes and duties
and then converted to their economic cost equivalents using shadow prices. The economic benefits are
identified and quantified based on the results of the RDS. Economic benefits include: medical cost savings,
water treatment and storage cost savings, and time1 savings. Economic benefits are valued using the
domestic price. The parameter for the economic evaluation is the economic internal rate of return (EIRR).
Sensitivity analysis is undertaken to test the feasibility of the project if certain parameters are changed.

10.5.2 Assumptions

The following are the assumptions used in the economic analysis:


1. The economic opportunity cost of capital (EOCC) is 9%2.
2. Technical NRW (leaks in the system, water for flushing the system) is 40% of total NRW, while non-
technical NRW (pilferage, non-payment of bills) is 60% of total NRW.
3. Shadow wage rate for un-skilled labor is 70% of minimum wage rate3.
4. All current sources of water supply of the future customers will be replaced by the water from the
Regional SPAM.
5. Average number of persons per household is 5.
6. Average monthly household income4 is RP1,800,000.

1
Time spent for fetching water from sources away from the house.
2
Source: Guidelines for the Economic Analysis of Projects, 2017, ADB.
3
For Sulawesi Barat, RP2,571,000 per month.
4
Source: Real Demand Survey. December 2019.

238 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


10.5.3 Economic Benefits

The economic benefits identified include resource costs savings associated with the existing water supply.
About 42% of the respondents buy purified water from vendors for drinking and cooking needs. Price of
purified water is RP5,000 per 20-liter container or RP250,000 per cubic meter. The respondents also spend
on water containers, water pumps, electricity for pumping water, boiling of water before drinking and time
to fetch water from sources far from the house. Effective cost of water, therefore, from the current sources
are more expensive than that provided by the PDAMs.

The project will provide better quality water that will minimize if not stop the incidence of waterborne
diseases. When waterborne diseases are avoided, households can save on medical expenses and time lost
when a member of the family is sick and can not perform his/her regular activities.

10.5.4 Economic Costs

The economic cost of the project is derived from the financial cost by removing taxes, price contingencies
and the cost of land. Since the land identified is an idle land, no opportunity cost of land was included. Total
economic investment cost is about RP284 billion. Details in Annex 5.

10.5.5 Economic Internal Rate of Return

The economic internal rate of return (EIRR) for the whole project is 11% which is higher than the EOCC of 9%.
Details in Annex 6.

10.5.6 Sensitivity Analysis

Sensitivity analysis tested the following scenarios: (1) increase in investment cost by 15%; (2) increase in
O&M cost by 10%; and (3) decrease in benefit by 10%. The resulting EIRR are 9.2%, 10.9% and 9.4%
respectively.

Table 10.10 Existing Tariff since 1 March 2016 - PDAM Majene

Source: PDAM Majene

239 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


Table 10.11 Existing Tariff since 1 October 2009 - PDAM Polewali Mandar

Source: PDAM Polewali Mandar

Financial Ratio Formula


Liquidity
Current ratio Current asset / Current liabilities
Acid-test ratio Current asset-Inventory / Current liabilities
Cash ratio Cash and cash equivalent / Current liabilities
Operating cash flow ratio Operating cash flow / Current liabilities
Financial Leverage
Debt ratio Total liabilities / Total assets
Debt to equity ratio Total liabilities / Total equity
Interest coverage ratio Operating income / Interest expense
Debt service coverage ratio Operating income / Total debt service
Efficiency ratio
Asset turnover ratio Net sales/ Total assets
Collection efficiency ratio Total collection / Total bill
Profitability ratio
Operating margin ratio Operating income / Net sales
Return on assets ratio Net income / Total assets
Return on equity ratio Net income / Total equity

240 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


Table 10.12 Financial Internal Rate of Return (RP million)

Year Revenue Capital O&M Total Base case O&M +10% Capital +15% Revenue -10%
2020 - 3,465 - 3,465 (3,465) (3,465) (3,985) (3,465)
2021 - 221,547 - 221,547 (221,547) (221,547) (254,779) (221,547)
2022 3,091 - 1,131 1,131 1,959 1,846 1,959 1,650
2023 3,788 - 2,198 2,198 1,590 1,370 1,590 1,211
2024 4,876 - 3,073 3,073 1,803 1,496 1,803 1,316
2025 7,633 - 3,983 3,983 3,650 3,252 3,650 2,887
2026 8,835 - 4,928 4,928 3,907 3,414 3,907 3,024
2027 10,147 - 5,911 5,911 4,237 3,646 4,237 3,222
2028 13,440 - 6,458 6,458 6,982 6,336 6,982 5,638
2029 13,017 - 6,621 6,621 6,396 5,734 6,396 5,095
2030 12,845 - 6,740 6,740 6,105 5,431 6,105 4,820
2031 16,351 45,428 6,827 52,255 (35,904) (36,587) (42,718) (37,539)
2032 15,952 - 6,892 6,892 9,060 8,370 9,060 7,464
2033 15,565 - 6,955 6,955 8,610 7,915 8,610 7,054
2034 19,724 - 7,017 7,017 12,707 12,006 12,707 10,735
2035 19,220 - 7,065 7,065 12,155 11,448 12,155 10,233
2036 18,730 119,459 7,110 126,569 (107,839) (108,550) (125,758) (109,712)
2037 23,708 - 7,153 7,153 16,556 15,840 16,556 14,185
2038 23,074 - 7,193 7,193 15,881 15,161 15,881 13,573
2039 22,461 (128,797) 7,232 (121,564) 144,026 143,303 163,345 141,780
NPV 233,218 261,558
Discount Rate @ WACC FIRR -3.9% -4.3% -4.7% -4.9%
FNPV (140,353) (147,795) (176,616) (157,935)

Table 10.13 Economic Cost (RP billion)

Technical Physical
Item Civil Works Base Cost Total Cost
Support Contingency

Foreign Cost 51 - 51 5 56
Unskilled Labor 48 - 48 5 53
Other Local Cost 139 20 160 15 175
Total 238 20 259 25 284

Table 10.14 Economic Internal Rate of Return and Sensitivity Analysis (RP billion)

Capital +
Replacement
- Salvage O&M Benefit
Year Benefit Value O&M Total Base case Capital +15% +10% -10%
2020 0 3,237 0 3,237 (3,237) (3,722) (3,237) (3,237)
2021 0 206,955 0 206,955 (206,955) (237,998) (206,955) (206,955)
2022 6,887 0 1,071 1,071 5,816 5,816 5,709 5,127
2023 15,119 0 2,107 2,107 13,012 13,012 12,801 11,500
2024 21,369 0 2,948 2,948 18,422 18,422 18,127 16,285
2025 27,895 0 3,823 3,823 24,072 24,072 23,689 21,282
2026 34,664 0 4,733 4,733 29,932 29,932 29,458 26,465
2027 41,701 0 5,678 5,678 36,023 36,023 35,455 31,853
2028 46,122 0 6,212 6,212 39,910 39,910 39,289 35,298
2029 47,484 0 6,371 6,371 41,113 41,113 40,476 36,365
2030 48,307 0 6,486 6,486 41,822 41,822 41,173 36,991
2031 49,019 39,181 6,570 45,751 3,268 (2,610) 2,611 (1,634)

241 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


Capital +
Replacement
- Salvage O&M Benefit
Year Benefit Value O&M Total Base case Capital +15% +10% -10%
2032 49,477 0 6,633 6,633 42,844 42,844 42,181 37,896
2033 49,917 0 6,693 6,693 43,224 43,224 42,555 38,232
2034 50,396 0 6,752 6,752 43,644 43,644 42,968 38,604
2035 50,809 0 6,800 6,800 44,009 44,009 43,329 38,929
2036 51,204 103,033 6,843 109,876 (58,672) (74,127) (59,357) (63,793)
2037 51,640 0 6,885 6,885 44,755 44,755 44,066 39,591
2038 52,002 0 6,925 6,925 45,078 45,078 44,385 39,877
2039 52,358 (111,087) 6,963 (104,124) 156,482 173,145 155,786 151,246
2040 52,561 0 6,963 6,963 45,598 45,598 44,902 40,342
2041 52,566 393 6,963 7,356 45,210 45,151 44,514 39,954
2042 52,558 0 6,963 6,963 45,596 45,596 44,900 40,340
2043 52,551 0 6,963 6,963 45,589 45,589 44,892 40,334
2044 52,544 0 6,963 6,963 45,582 45,582 44,886 40,327
NPV 269,918 179,024 37,202 216,225
20-year > EIRR 11.08% 9.2% 10.9% 9.4%
Discounted @ 9.0% ENPV 59,283 32,429 55,563 31,732

242 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


11
RENCANA PELAKSANAAN PROYEK SPAM REGIONAL

11.1 Jadwal Pelaksanaan

Jadwal pelaksanaan Proyek SPAM Regional Kabupaten Polewali Mandar dan Kabupaten Majene, mulai dari
tahap studi hingga ke operasional sebagai berikut:

Table 11.1 Jadwal Pelaksanaan

Kegiatan 2019 2020 2021 2022

1. Kesepakatan Bersama

2. Studi Kelayakan

3. DED + Bidding Document

4. AMDAL

5. Perjanjian Kerjasama Sama

6. Perijinan

7. Pembebasan Lahan

8. Bidding + Pelaksanaan Konstruksi

9. Pembentukan Lembaga Penyelenggara Provinsi


Sulbar

10. Operasional

11.2 Metode Pelaksanaan Konstruksi

Dalam Pelaksanaan konstruksi pembangunan SPAM Regional Kabupaten Polewali Mandar dan Kabupaten
Majene diperlukan metoda pelaksanaan konstruksi agar pelaksanaan pekerjaan dapat selesai dengan baik
dan waktu yang tepat sesuai dengan rencana kerja.

Adapun metode yang digunakan yaitu sebagai berikut:


1) Pekerjaan Fisik, mengacu pada gambar kerja dan spesifikasi yang tertuang dalam detail engineering
desain masing-masing komponen dari SPAM Regional Kabupaten Polewali Mandar dan Kabupaten
Majene.
2) Pengawasan diperlukan agar prosedur pelaksanaan pekerjaan tercapai sesuai dengan rencana mutu
proyek. Adapun prosedur - prosedur sebagai berikut:
a. Pemeriksaan Mutu dan Pengujian
 Pelaksanaan sistem pengendalian kualitas dijelaskan secara lengkap pada Kontrak.
Manajemen Konstruksi dan Tim Teknis akan memeriksa setiap item pekerjaan untuk
dievaluasi pada setiap aspek.
 Standar yang akan digunakan pada pekerjaan tersebut sesuai Kontrak, sehingga Kontraktor
mengajukan ke Manajemen Konstruksi dan Tim Teknis, peralatan yang digunakan.
 Standar lain dapat juga digunakan yang terutama tertera didalam spesifikasi atau yang

243 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


disetujui secara tertulis oleh Manajemen Konstruksi dan Tim Teknis.
 Disetiap masalah dimana kualitas dari perencanaan atau material dan metode pengambilan
sampel dan pengujian yang tidak dijelaskan dalam spesifikasi, maka dibutuhkan tes standar
sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) atau Standar lain yang disetujui oleh
Manajemen Konstruksi dan Team Teknis.
b. Pemeriksaan Progres / Kemajuan Pekerjaan
Waktu dan target fisik pelaksanan konstruksi yang dicapai dikontrol melalui kurva S dan
Network Planning (CPM), sehingga bila terjadi penyimpangan kemajuan pekerjaan yang positif
atau a head dan negatif atau delay, maka dapat dilihat dimana penyimpangan tersebut terjadi,
sehingga dalam pembuatan target pelaksanaan harus memahami atau mengetahui masalah-
masalah yang akan mungkin terjadi.
Bila penyimpangan positif akan dipertahankan, tetapi bila negative perlu diadakan perbaikan-
perbaikan. Untuk meminimalkan permasalah diperlukan persiapan pekerjaan yang matang
dan solusi permasalahan yang cepat dan tepat serta perlu dibuat rencana kerja harian /
mingguan dan dievaluasi secepatnya.

244 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


12
ANALISIS RISIKO DAN MITIGASI

12.1 Penilaian Risiko

Tujuan alokasi risiko adalah untuk memberikan tanggung jawab penanganan risiko kepada pihak paling
mampu mengelola, mengendalikan atau mengurangi risiko tersebut. Alokasi risiko yang optimal akan
mengurangi profil risiko proyek secara keseluruhan. Hal ini akan membantu menurunkan biaya proyek dan
pada akhirnya, penurunan tarif bagi pelanggan.

Pengelolaan Risiko merupakan proses identifikasi dan kuantifikasi risiko yang sistematis yang diikuti oleh
penerapan strategi yang tepat untuk mengendalikan risiko dan jika mungkin untuk memperkecil akibat risiko
yang terjadi. Dalam proses pengelolaan risiko, yang mendasar adalah identifikasi yang jelas terhadap setiap
peristiwa yang mungkin dapat mengakibatkan suatu proyek gagal untuk memenuhi tingkat harapan semula.
Setelah diidentifikasi masing – masing risiko, dengan informasi ini maka strategi pengurangan risiko dan
pengelolaan yang tepat dapat dikembangkan.

Terjadinya suatu risiko akan mempunyai akibat yang berbeda terhadap masing-masing pihak. Walaupun
risiko sering kali dipertimbangkan pada tingkat makro, proses pengelolaan risiko mensyaratkan agar setiap
peristiwa risiko dirinci sampai sub-risiko terkecil yang dapat dikendalikan, yang pelaksanaannya
membutuhkan suatu strategi yang tepat.

Risiko dalam suatu proyek kerja sama dapat dikatagorikan sebagai berikut:

1. Risiko Lokasi adalah kelompok risiko dimana lahan proyek tidak tersedia atau tidak dapat digunakan
sesuai jadwal yang sudah ditentukan dan dalam biaya yang diperkirakan, atau bahwa lokasi dapat
menimbulkan suatu beban atau kewajiban bagi pihak tertentu. Dengan demikian, risiko-risiko yang
termasuk kategori ini adalah:
a. Risiko pembebasan lahan: risiko-risiko yang terkait proses pembebasan lahan yang dibutuhkan
proyek, yang dapat melibatkan potensi tambahan biaya dan keterlambatan;
b. Risiko ketidaksesuaian lokasi lahan: risiko bahwa lokasi lahan yang diusulkan tidak dapat
digunakan untuk proyek, biaya pembangunan dan operasional yang membutuhkan biaya
konstruksi yang sangat tinggi melebihi proyeksi perhitungan biaya proyek.
c. Risiko lingkungan: risiko kerugian terkait kerusakan lingkungan yang terjadi akibat kegiatan
konstruksi dan operasi selama masa proyek.

2. Risiko Desain, Konstruksi dan Uji Operasi adalah risiko desain, konstruksi atau uji operasi suatu
fasilitas proyek atau elemen dari prosesnya, dilakukan dengan cara yang menyebabkan dampak
negatif terhadap biaya dan pelayanan proyek. Dengan demikian, risiko yang termasuk dalam kategori
ini adalah:
a. Risiko perencanaan: risiko bahwa penggunaan lokasi proyek yang diusulkan dalam perjanjian
kerjasama dan, khususnya konstruksi fasilitas yang dibangun tidak sesuai dengan regulasi yang
berlaku terkait perencanaan, tata guna lahan atau bahwa perijinan terlambat (atau tidak dapat)
diperoleh atau, kalaupun diperoleh, hanya dapat dilaksanakan dengan biaya yang lebih besar
dari yang diperkirakan;
b. Risiko desain: risiko dimana desain dari yang telah dibuat tidak dapat memenuhi spesifikasi
output yang ditentukan;
c. Risiko penyelesaian: risiko dimana penyelesaian pekerjaan yang dibutuhkan suatu proyek dapat
(1) terlambat sehingga penyediaan layanan infrastruktur tidak dapat dimulai sesuai Commercial

245 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


Operation Date (COD) yang sudah ditetapkan, atau (2) terlambat, kecuali biaya lebih besar
harus dikeluarkan untuk mempertahankan COD yang sudah terjadwal, atau (3) terlambat
karena perubahan/variasi yang terjadi;
d. Risiko kenaikan biaya: risiko dimana pada tahap desain dan konstruksi, biaya realiasi proyek
melebihi proyeksi biaya proyek;
e. Risiko uji operasi: risiko dimana uji operasi terlambat atau hasilnya tidak memenuhi spesifikasi
yang direncanakan.

3. Risiko sponsor adalah apabila model investasi yang dipilih melibatkan swasta/badan usaha (BU)
dalam bentuk Kerjasama Pemerintah Swasta (KPS). Risiko BU dan/atau sub-kontraktornya tidak dapat
memenuhi kewajiban kontraktualnya kepada PJPK akibat tindakan pihak investor swasta sebagai
sponsor proyek.

4. Risiko finansial adalah risiko-risiko terkait aspek kelayakan finansial proyek. Risiko-risiko tersebut
dapat berupa:
a. Risiko ketidakpastian pembiayaan: risiko bahwa pihak penyedia dana (debt dan equity) tidak
akan atau tidak dapat melanjutkan komitmen untuk menyediakan pendanaan proyek;
b. Risiko parameter finansial: risiko yang disebabkan berubahnya parameter finansial (misalnya
tingkat inflasi, nilai tukar, kondisi pasar) sebelum kontraktor sepenuhnya berkomitmen untuk
proyek ini, berpotensi memberikan dampak buruk terhadap biaya proyek;
c. Risiko struktur finansial: risiko bahwa struktur keuangan tidak cukup baik untuk memberikan
hasil yang optimal sesuai porsi hutang dan ekuitas selama periode proyek dan karenanya
dapat mengganggu keberlanjutan kelayakan proyek;
d. Risiko asuransi: (i) bahwa risiko-risiko yang sebelumnya dapat diasuransikan (insurable) pada
tanggal penandatanganan sesuai dengan asuransi proyek yang telah disepakati tetapi
kemudian menjadi uninsurable atau (ii) tetap insurable tetapi dengan kenaikan premi asuransi
yang signifikan.

5. Risiko Operasional adalah risiko dimana proses penyediaan layanan infrastruktur sesuai kontrak - atau
suatu elemen dari proses tersebut (termasuk input yang digunakan atau sebagai bagian dari proses
itu) - akan terpengaruh dengan cara yang menghalangi badan usaha dalam menyediakan layanan
kontrak sesuai dengan spesifikasi yang disepakati dan/atau sesuai proyeksi biaya. Dengan demikian,
risiko termasuk dalam kategori ini adalah:
a. Risiko pemeliharaan: risiko dimana (i) realisasi biaya pemeliharaan aset proyek lebih
tinggi/berubah dari biaya pemeliharaan yang diproyeksikan, atau (ii) terdapat dampak negatif
akibat pemeliharaan tidak dilakukan dengan baik;
b. Risiko cacat tersembunyi (latent defect): risiko kehilangan atau kerusakan yang timbul akibat
cacat tersembunyi pada fasilitas yang termasuk sebagai aset proyek;
c. Risiko teknologi, dimana (i) teknologi yang digunakan berpotensi gagal menghasilkan
spesifikasi output yang diperlukan, atau (ii) perkembangan teknologi membuat teknologi yang
digunakan menjadi usang (risiko keusangan teknologi);
d. Risiko utilitas: risiko dimana (i) utilitas (misalnya air, listrik atau gas) yang diperlukan untuk
operasi proyek tidak tersedia, atau (ii) keterlambatan proyek karena keterlambatan
sehubungan dengan pemindahan atau relokasi utilitas yang terletak di lokasi proyek;
e. Risiko sumber daya atau input: risiko kegagalan atau kekurangan dalam penyediaan input atau
sumber daya (misalnya, sumber tenaga listrik) yang diperlukan untuk operasi proyek, termasuk
kekurangan dalam kualitas pasokan yang tersedia;
f. Risiko hubungan industri: risiko setiap bentuk aksi industri - termasuk demonstrasi, larangan
bekerja, pemblokiran, tindakan perlambatan dan pemogokan - yang terjadi dengan cara yang,
secara langsung atau tidak langsung, berdampak negative terhadap uji operasi, penyediaan
layanan atau kelayakan proyek.

6. Risiko pendapatan (revenue) adalah risiko bahwa pendapatan proyek tidak dapat memenuhi proyeksi
tingkat kelayakan finansial, karena perubahan yang tak terduga baik permintaan proyek atau tarif
yang disepakati atau kombinasi keduanya. Karenanya, risiko termasuk dalam kategori ini adalah:
a. Risiko permintaan: risiko bahwa realisasi permintaan penyediaan layanan secara tak terduga
lebih rendah dari proyeksi, karena: 1) faktor pemicu (tindakan, keputusan/kebijakan, regulasi)

246 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


dari pihak Pemerintah, atau 2) kesalahan yang dilakukan pihak swasta baik dalam estimasi
volume permintaan dan yang terkait penurunan kualitas layanan; dan
b. Risiko tarif: risiko bahwa tarif layanan lebih rendah dari proyeksi, karena: 1) penyesuaian tarif
secara periodik tidak dilakukan sesuai rencana atau tingkat tarif disesuaikan lebih rendah dari
proyeksi, atau 2) kesalahan estimasi tarif atau tidak terpenuhinya standar yang disyaratkan
untuk permintaan penyesuaian tarif.

7. Risiko konektivitas jaringan adalah risiko terjadinya dampak negatif terhadap ketersediaan layanan
dan kelayakan finansial proyek akibat perubahan dari kondisi jaringan saat ini atau rencana masa
depan. Risiko yang termasuk dalam kategori ini adalah:
a. Risiko konektivitas dengan jaringan eksisting: risiko bahwa akses ke jaringan eksisting tidak
(akan) dibangun sesuai rencana;
b. Risiko pengembangan jaringan: risiko bahwa jaringan tambahan yang dibutuhkan tidak (jadi)
dibangun sesuai rencana;
c. Risiko fasilitas pesaing: risiko bahwa dibangunnya fasilitas/infrastruktur serupa yang kemudian
menyaingi output penyediaanlayanan sesuai kontrak.

8. Risiko interface adalah risiko dimana metode atau standar penyediaan layanan akan menghalangi
atau mengganggu penyediaan layanan yang dilakukan sektor publik atau sebaliknya. Risiko ini
termasuk ketika kualitas pekerjaan yang dilakukan oleh pemerintah tidak sesuai/tidak cocok dengan
yang dilakukan oleh BU, atau sebaliknya.

9. Risiko politik adalah risiko yang dipicu tindakan/tiadanya tindakan PJPK yang tidak dapat diprediksi
sebelumnya yang merugikansecara material dan mempengaruhi pengembalian ekuitas dan pinjaman.

10. Risiko kahar (force majeure) adalah risiko terjadinya kejadian kahar yang sepenuhnya di luar kendali
kedua belah pihak (misalnya bencana alam atau akibat manusia) dan akan mengakibatkan penundaan
atau default oleh BU dalam pelaksanaan kewajiban kontraknya.

11. Risiko kepemilikan aset adalah risiko terjadinya peristiwa seperti kejadian kehilangan (misalnya
hilangnya kontrak, force majeure), perubahan teknologi, dan lainnya, yang menyebabkan nilai
ekonomi aset menurun, baik selama atau pada akhir masa kontrak.

12.2 Tindakan Mitigasi

Berdasarkan penilaian risiko diatas, maka tindakan mitigasi sebagai berikut:

Table 12.1 Tindakan Mitigasi

Pemerintah /
Jenis/Peristiwa Risiko Keterangan Pemprov Swasta Bersama Mitigasi
Sulbar

RISIKO LOKASI

Pembebasan lahan Keterlambatan dan proses X Pembebasan lahan harus dipersiapkan,


pembebasan lahan yang didanai dan dilaksanakan oleh Pemda
berkepanjangan Provinsi Sulawesi Barat sedini mungkin,
Biaya pembebasan lahan dapat sebelum proses pengadaan.
meningkat atau perhitungan Pemerintah Pusat harus memastikan
kompensasi dapat melebihi lahan pembangunan dalam kondisi
anggaran bebas, sebelum proses pengadaan

Kegagalan perolehan lokasi X Inventarisasi status hukum lahan dan


lahan proyek karena proses mitigasi proses pembebasan lahan
pembebasan lahan yang sulit sebelum proses pengadaan dan DED,
atau lahan tidak dapat sehingga kesulitan/ketidak mampuan
dibebaskan pembebasan lahan dapat diketahui, dan
dilakukan pemindahan lokasi proyek.

247 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


Pemerintah /
Jenis/Peristiwa Risiko Keterangan Pemprov Swasta Bersama Mitigasi
Sulbar

Proses pemukiman kembali X Pemda Provinsi Sulawesi Barat


yang rumit, dan adanya merencanakan, mendanai dan
gangguan atas penggunaan melaksanakan pemindahan atas
lahan pada saat pembangunan pemukiman yang terkena dampak,
yang tidak dapat dimitigasi sedini mungkin, sebelum proses
dengan baik. pengadaan

Ketidaksesuaian lokasi Lokasi pembangunan X Kajian kondisi lahan secara mendalam


pembangunan merupakan kawasan lindung sebelum proses pengadaan dan tahapan
atau kawasan rawan bencana DED, sehingga kesulitan/ketidak
yang tidak dapat dibangun mampuan pembangunan dapat
diketahui, dan dilakukan pemindahan
lokasi proyek.

Kondisi lokasi pembangunan X Melakukan investigasi yang diperlukan


membutuhkan biaya konstruksi atas lokasi selama masa perencanaan
dan atau biaya operasional untuk mendapatkan informasi/data
yang sangat tinggi, sehingga yang cukup mengenai kondisi lokasi.
sangat mempengaruhi
kelayakan finansial proyek

Isu lingkungan yang Pelaksanaan pembangunan X Kesesuaian dengan studi Amdal yang
mengancam menjadi terhambat/tertunda baik.
kelangsungan proyek atau tidak dapat dilaksanakan, Melakukan uji tuntas secara lengkap
sebab memberikan ancaman untuk mengkaji keadaan lingkungan
terhadap lingkungan fisik dan proyek saat ini dan potensi ancaman di
sosial disekitar lokasi proyek masa datang

Kondisi lingkungan buruk yang X Melakukan uji tuntas secara lengkap


mengakibatkan penurunan untuk mengkaji kondisi air baku
kualitas air baku. terhadap lingkungan saat ini dan
potensi ancaman

248 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


13
PENUTUP

13.1 Kesimpulan

Pembangunan SPAM Regional Polman – Majene tahap I memanfaatkan Sungai Matama sebagai sumber air
bakunya sesuai dengan rekomendasi BWS Wilayah III Sulawesi pada kesepakatan rapat pada tanggal 7
Desember 2019. Dalam rapat itu telah disepakati bahwa debit air andalan yang bisa dimanfaatkan oleh SPAM
Regional Polman – Majene adalah 150 lt/det.
Pengambilan air baku yang diambil dari Sungai Matama ini melalui bangunan intake, yang direncanakan
mampu hingga kapasitas 150 lt/det. Air kemudian dialirkan kelokasi IPA, didesa Lutang, Kecamatan Alu,
dengan pipa HDPE dengan diameter 500 mm sepanjang 12,3 km secara grafitasi.
Sesuai dengan karakteristik aliran sungai Matama, dimana pada bulan tertentu pada musim kering mengalami
debit dibawah rata2, maka untuk menjaga kapasitas pengambilan yang konstan yaitu 150 lt/det, maka
diupayakan agar diyang direncanakan buat embung, yaitu dengan dengan cara menggikan bangunan
bending, sedemikian rupa sehingga kelebihan air pada saat musim hujan dapat ditampung untuk memenuhi
kekurangan air baku pada saat musim kering.
Setelah melalui pengolahan dilokasi IPA, air terolah ditampung dalam reservoir 1300 m3 untuk kemudian
dialirkan kelokasi offtake dengan pipa HDPE dengan diameter 500 mm hingga persimpangan sepanjang 12,1
km untuk kemudian dibagi menjadi dua, dimana untuk lokasi offtake Kabupaten Majene di desa Parang –
parang sepanjang 6,6 km, sedangkan untuk offtake Kabupaten Polewali Mandar dilokasi desa Palippis dengan
jarak 8,8 km dari persimpangan.
Untuk pembangunan tahap II, kapasitas IPA ditingkatkan menjadi 300 lt/det, dimana tambahan air baku
dengan memanfaatkan aliran air dari Sungai Masunni dengan debit 150 lt/det. Mengingat elevasi intake di
Sungai Masunni (100 mdpl) yang lebih rendah daripada elevasi IPA (145 mdpl), maka air baku dari intake ini
dialirkan dengan menggunakan pompa. Air baku dialirkan dari intake Sungai Masunni kelokasi IPA sepanjang
28,3 km dengan pipa HDPE dengan diameter 500 mm.
Adapun biaya pembangunan SPAM Regional tahap I dibutuhkan sebesar 266 milyar rupiah sedangkan untuk
pembangunan tahap II dibutuhkan sebesar 124,640 milyar rupiah.
Dari hasil perhitungan tariff air curah, yang terdiri atas biaya investasi dan operasi dan pemeliharaan, dengan
memperhitungkan biaya depresiasi, antara tahun 2022 hingga 2037, sebesar mulai dari Rp.4000,-/m3 hingga
Rp.5590/m3. Sementara itu jika biaya depresiasi diabaikan, maka dari tahun 2022 hingga 2037, tariff air curah
menjadi Rp 1300/m3 hingga Rp 2090/m3.
Instansi pengelolaan SPAM Regional harus dibentuk baru, karena UPTD yang saat ini sudah ada, tidak
memenuhi syarat sebagai instansi pengelola SPAM Regional.

13.2 Rekomendasi

1. Untuk merencanakan embung, dengan cara mempertinggi bangunan bending yang sudah ada,
konsultan PPC harus berkoordinasi dengan BWS Wilayah III Sulawesi.
2. Untuk mendapatkan water balance dari Sungai Masunni, dengan kapasitas pengukuran pada Sungai
Masunni sebesar 10.721 m3/det yang telah dilakukan pada musim kemarau, masih harus dikoordinasikan
dengan BWS Wilayah III Sulawesi sebagai instansi yang berwenang dalam air baku.

249 | 249 PT Witteveen Bos Indonesia | 110079/agui/070 | Draft version 01


www.witteveenbos.com

You might also like