Professional Documents
Culture Documents
Arig Al Fath Ode - F1D218013
Arig Al Fath Ode - F1D218013
Arig Al Fath Ode - F1D218013
TERHADAP
KOMPOSISI DAN KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN BAWAH DI SAVANA
BALANAN TAMAN NASIONAL BALURAN JAWA TIMUR
(The impact of Acacia Distribution (Acacia nilotica) (L.) Willd. ex. towards the Composition
and Diversity of Plants below it at Savana Balanan National Park, East Java)
Djufri
Dosen Program Studi Pendidikan Biologi FKIP Unsyiah, Darussalam, Banda Aceh
E-mail: djufri_bio@yahoo.com
Abstract
The research was done in Baluran National Park, Banyuwangi East Java in April to June
2004. The objectives of this research were: to determine of species composition, importance value
of species, diversity index and evenness index, similarity index, distribution pattern of species, and
species association. This research used the quadrat method. The determination of the species
distribution was calculated using Poisson distribution formula and the determination of association
was calculated using contingency table. The results of this research indicated that, there were 20
species of plant belong to 8 familiy. The importance value was between 0,42-59,54, and species
with high importance value is Oplismenus burmanii, Axonopus compressus, and Synedrella
nudiflora. The diversity index was between 1,3329-2,5271, and evenness index was between
1,5364-1,9848. The distribution pattern of species indicated that 12 species were clumped, 6
species reguler, and 2 species were at random. The multi-plants tend to have a clumped
distribution pattern, and single plant tend to have a reguler or random distribution pattern. The of
association indicated that 2 species assosiation which the highest index..
Key Words : Acacia nilotica, Pola Distribusi, Association, Indeks Keanekaragaman, Kesamaan,
Kemerataan,, Savana, Taman Nasional Baluran
tumbuhan yang memiliki nilai komersial distribusi spesies, dan (d) asosiasi di antara
sebagai penghasil getah (gum) yang spesies yang hidup di bawah tegakan pohon
berkualitas tinggi. Namun setelah tumbuhan Acacia nilotica.
ini di tanam di Kebun Raya Bogor, ternyata
produksi getahnya sangat rendah sehingga METODE
pohon-pohon tersebut ditebang 40 tahun Penelitian dilakukan pada bulan
kemudian. Introduksi tumbuhan ini ke Taman April sampai dengan Juni 2004 di Taman
Nasional Baluran di Banyuwangi Jawa Timur Nasional Baluran Jawa Timur (TNB).
pada tahun 1969 bertujuan sebagai sekat Sebelum dilakukan pengambilan sampel,
bakar untuk menghindari menjalarnya api terlebih dahulu dilakukan observasi dan
dari savana ke kawasan hutan jati (Anonim, pembuatan stasiun pengamatan (segmentasi).
1999; Mutaqin, 2002). Namun invasi Acacia Luas seluruh kawasan savana Balanan adalah
nilotica di Taman Nasional Baluran telah 1250 ha, dan sampel yang diambil adalah
menyebabkan terdesaknya berbagai spesies 10% dari luas tersebut. Penetapan ini
rumput sebagai komponen utama penyusun berdasarkan pertimbangan bahwa masing-
savana Baluran. masing stasiun pengamatan adalah homogen.
Invasi Acacia nilotica menyebabkan Dengan demikian, unit sampel penelitian ini
pertumbuhan rumput terdesak, sehingga adalah 120 ha. Dari 120 ha dibedakan atas 3
dipandang dari aspek ketersedian makanan stasiun pengamatan berdasarkan karakter
bagi herbivora sudah tidak memadai, oleh kerapatan tegakan Acacia nilotica yaitu (a).
karenanya satwa mencari makanan alternatif Savana Balanan tanpa tegakan pohon Acacia
lain, yang salah satunya adalah daun dan biji nilotica, selanjutnya disebut SBL0 (kontrol),
Acacia nilotica. Namun sebagai sumber (b). Savana Balanan dengan tingkat kerapatan
makanan utama, rumput tetap tidak dapat tegakan pohon Acacia nilotica 1500-2500
tergantikan (Sabarno, 2002). Fenomena ini pohon/ha, selanjutnya disebut SBL1, dan
tentunya dapat mengakibatkan terganggunya Savana Balanan dengan kerapatan tegakan
keseimbangan ekosistem Taman Nasional pohon Acacia nilotica > 2500 pohon/ha,
Baluran, misalnya berkurang dan selanjutnya disebut SBL2. Penelitian ini
menyusutnya makanan utama bagi herbivora. menggunakan metode kuadrat, pada unit
Kondisi ini pada gilirannya dapat mengancam sampel yang luasnya 120 ha ditetapkan
keberadaan satwa herbivora di kawasan ini. sebanyak 15 stasiun pengamatan dengan luas
Kondisi savana Baluran saat ini sedang setiap stasiun 8 ha. Selanjutnya pada setiap
mengalami proses perubahan dari ekosistem stasiun pengamatan dicuplik sampel
terbuka yang didominasi suku Poaceae sebanyak 10 kuadrat seluas 2 m2, dengan
(rumput-rumputan) menjadi areal yang demikian diperoleh kuadrat sampel (ulangan)
ditumbuhi Acacia nilotica. Pada tempat- sebanyak 150 kuadrat. Penentuan jumlah
tempat tertentu pertumbuhan Acacia nilotica kuadrat dengan teknik seri tiga (Syafei,
ini sangat rapat sehingga membentuk kanopi 1994), dan penentuan luas kuadrat sampel
tertutup, akibatnya beberapa rumput tidak berdasarkan teknik kurva minimum area
mampu hidup di bawahnya. Kejadian ini (Barbour et al., 1987; Setiadi dan
kemungkinan disebabkan karena kompetisi Muhadiono, 2001) dan penentuan jumlah
kebutuhan cahaya atau adanya faktor kuadrat sampel menggunakan teknik seri tiga
alelopati. Untuk memperoleh jawaban atas (Syafei, 1994).
fenomena tersebut perlu dilakukan kajian Variabel yang diamati mencakup
mengenai Acacia nilotica ini (Djufri, 2004; jumlah spesies, nilai Kerapatan Mutlak (KM),
Mutaqin, 2002). Frekuensi Mutlak (FM) dan Dominansi
Sejauh ini belum diperoleh Mutlak (DM). Pengenalan spesies di
informasi tentang pengaruh kerapatan lapangan mengacu pada buku Backer &
tegakan Acacia nilotica terhadap komposisi Bakhuizen (1963, 1965, 1968); Steenis
dan keanekaragaman tumbuhan bawah, oleh (1978); dan Soerjani, dkk. (1987). Bila
karena itu sangat menarik untuk dilakukan dengan menggunakan buku tersebut masih
suatu penelitian. Penelitian yang dilakukan di ada spesies yang belum teridentifikasi, maka
savana Balanan ini bertujuan untuk dibuat spesimen herbarium untuk
mengetahui : (a) komposisi spesies yang diidentifikasi lebih lanjut di Herbarium
mampu hidup di bawah tegakan Acacia Bogoriense Bogor.
nilotica, (b). Nilai Penting (NP), Indeks Untuk menghitung Nilai Penting
Keanekaragaman (H’), Indeks Kemerataan (NP) setiap spesies digunakan rumus menurut
(e) dan Indeks Similaritas (IS), (c) pola Cox (1978); Shukla & Chandell (1982)
Djufri, Pengaruh Tegakan Akasia (Acacia nilotica) (L.) Willd. ex. Del. Terhadap Komposisi dan
Keanekaragaman Tumbuhan Bawah di Savana Balanan Taman Nasional Baluran Jawa Timur
sebagai berikut : NP = Frekuensi Relatif (FR) b = Jumlah spesies yang hanya ditemukan
+ Kerapatan Relatif (KR) + Dominansi pada stasiun II
Relatif (DR). Agar NP dapat ditafsirkan Untuk menentukan tingkat
maknanya maka digunakan kriteria berikut : kemiripan antar stasiun pengamatan
Nilai NP tertinggi dibagi tiga, sehingga NP digunakan kriteria sebagai berikut :
dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori Kemiripan sangat tinggi bila IS > 75%
yaitu Tinggi (T), Sedang (S), dan Rendah (R) Kemiripan tinggi bila IS > 50%-75%
(Djufri, 2003). Hasil perhitungan nilai Kemiripan rendah bila IS > 25-50%
penting selanjutnya digunakan sebagai nilai Kemiripan sangat rendah bila IS < 25%.
untuk mengetahui besarnya Indeks Penentuan pola penyebaran spesies
Keanekaragaman Spesies (H’) pada suatu menggunakan model distribusi Poisson,
komunitas dengan menggunakan rumus dengan menghitung nilai Chi-Kuadrat (2) .
berikut : (Barbour et al., 1987). Bila nilai 2 hitung < dari pada 2 tabel, maka
pola distribusi adalah acak (random). Jika
s
H' ( pi) (ln pi)
terjadi sebaliknya maka pola distribusi adalah
non acak. Untuk kasus ini ada dua
i 1
kemungkinan pola distribusi spesies yaitu
dimana : pi = ni/N teratur (reguler) dan mengelompok
ni = Jumlah nilai penting satu spesies (clumped). Untuk menentukannya dengan
N = Jumlah nilai penting seluruh spesies menghitung nilai varian (V). Jika V = > 1
ln = Logaritme natural (bilangan alami) maka pola distribusi mengelompok, dan jika
V = < 1 maka pola distribusi teratur (Barbour
Agar nilai Indeks Keanekaragaman et al. 1987 dan Goldsmith et al. 1986).
Spesies (H’) Shanon-Wiever dapat Untuk mengetahui tingkat keyakinan
ditafsirkan maknanya maka digunakan pola distribusi yang dihasilkan setiap bentuk
kriteria sebagai berikut : (Barbour et al., hidup (life form) diuji dengan nilai
1987; Djufri, 2003). Nilai H’ biasanya probabilitas dengan rumus sebagai berikut :
berkisar dari 0-7. (Steel & Torrie, 1980; Supranto, 1987).
Jika H’ = < 1 kategori sangat rendah P A) = X/n
Jika H’ = > 1-2 kategori rendah P = Probabilitas
Jika H’ = > 2-3 kategori sedang (medium) P = Kejadian (event)
Jika H’ = > 3-4 kategori tinggi P = Jumlah spesies tumbuhan dengan pola
Jika H’ = > 4 kategori sangat tinggi distribusi mengelompok, teratur, dan acak
Selanjutnya untuk mengetahui Untuk menentukan asosiasi di antara
Indeks Kemerataan spesies pada seluruh spesies tumbuhan, menggunakan tabel
stasiun pengamatan digunakan rumus kontingensi 2 X 2 Tabel 1. Asosiasi negatif
menurut Barbour et al. (1987) sebagai berikut bila terdapat lebih banyak kuadrat yang
: hanya berisi spesies A atau B dari pada yang
diharapkan menurut kesempatan, dan terdapat
H'
e kuadrat yang berisi kedua spesies yang
Log S teramati (ta) lebih sedikit dari pada yang
diharapkan (dh) menurut kesempatan. Bila
H’ = Indeks Keanekaragaman Spesies terjadi sebaliknya, maka asosiasi positif.
S = Jumlah spesies Selanjutnya hasil tersebut diuji dengan
Untuk mengetahui tingkat kesamaan perhitungan indeks asosiasi yaitu Indeks
vegetasi pada seluruh unit sampel, maka Ochiai (IO), dengan ketentuan jika nilai
dihitung nilai Indeks Similaritas Sorensen indeks mendekati 1 maka asosiasi semakin
(ISs) (Mueller-Dombois & Ellenberg, 1974; maksimum. Rumusnya dikemukakan oleh
Krebs, 1978; Ludwig & Reynolds, 1988; Barbour et al. (1987), Ludwig & Reynold
Syafei, 1994) sebagai berikut : (1988), sebagai berikut :
2c Tabel 1. Tabel Contigensi 2x2 perhitungan
IS x 100 % asosiasi
( a b) Spesies B
Spesies A Jumlah
ISs = Indeks similaritas Sorensen Ada Tidak ada
c = Jumlah spesies yang sama terdapat pada Ada A b A+b
stasiun I dan II Tidak ada C d C+d
a = Jumlah spesies yang hanya ditemukan Jumlah A+c b+d A+b+c+d = n
pada stasiun I
Jurnal Ilmiah Pendidikan Biologi, Biologi Edukasi Volume 3, Nomor 2, Desember 2011, hlm 38-50
Selain itu, alelopati juga sangat spesies yang masuk dalam kategori NP
menghambat pertumbuhan akar semai, sangat tinggi (59,54 %) yaitu gletengan
perkecambahan biji, pertumbuhan, sistem (Synedrella nudiflora) dan rumput gunung
perakaran, dan tumbuhan menjadi layu (Oplismenus burmanii) (47,60 %). 2 spesies
bahkan dapat menyebabkan kematian. Rice dengan NP tinggi yaitu nyawon (Vernonia
(1974) memberi penjelasan lebih rinci bahwa cinerea) NP 16,75 %, dan daun bolong
alelopati dapat menghambat proses berikut (Acalypha indica) NP 19,90 %. Sedangkan
perbanyakan dan perpanjangan sel, aktivitas 16 spesies yang lainnya mempunyai NP
GA dan IAA, penyerapan hara mineral, laju dalam kategori rendah < 19,85 % (Tabel V-
fotosintesis, respirasi, pembukaan stomata, 3). Dengan demikian, dapat dikemukakan
sintesis protein dan aktivitas enzimatis. bahwa spesies yang mempunyai NP tinggi
Dengan demikian, spesies yang mampu hidup tersebut di atas merupakan spesies yang
di bawah tegakan Acacia nilotica merupakan mendominasi kawasan savana Balanan
spesies yang telah mampu mengembangkan Taman Nasional Baluran Jawa Timur.
mekanisme adaptasi dan toleransi terhadap Spesies yang mempunyai NP
alelopati yang dikeluarkan oleh Acacia tinggi dan sangat tinggi tersebut di atas dalam
nilotica, sehingga berhasil bertahan hidup ekologi tumbuhan dikenal sebagai spesies
(survive) di tempat tersebut. istimewa (exclusive) dalam hal nilai
Berdasarkan data pada Tabel-3 kuantitatif baik frekuensi, kerapatan, dan
dapat dikemukan bahwa jumlah spesies yang dominansi. Di samping itu, spesies tersebut
hidup di savana Balanan yang terbuka jauh dapat digunakan sebagai spesies indikator
lebih banyak dibandingkan dengan savana pada komunitas tegakan Acacia nilotica pada
yang ditumbuhi oleh pohon Acacia nilotica basis yang setara, baik topografi maupun
dengan kerapatan 1000-2500/ha, dan jauh kondisi habitat dan lingkungan mikronya.
lebih sedikit lagi spesies yang mampu hidup Sedangkan spesies yang lainnya memiliki NP
pada savana yang telah berubah menjadi yang rendah (< 19,90%). Gejala demikian
hutan Acacia nilotica. Bila gejala ini terus umum dijumpai pada tipe vegetasi yang
berlangsung pada seluruh savana yang ada di mengarah kepada kondisi klimaks dan stabil.
Taman Nasional Baluran, maka tidak Hal tersebut sangat relevan dengan
mustahil komunitas savana akan hilang. kesimpulan Mueller-Dombois & Ellenberg
Konsekuensinya adalah hilangnya spesies (1974) bahwa komposisi komunitas yang
rumput yang menjadi makanan utama bagi terinvasi terbentuk untuk jangka waktu yang
herbivora yang hidup di kawasan ini. lama akan memperlihatkan fisiognomi,
Disamping itu, savana yang menjadi salah fenologi, daya regenerasi yang relatif lambat
satu keunikan dan andalan kawasan ini akan dan mantap, sehingga dinamika floristik
menjadi terancam. Oleh karenanya, komunitas yang terinvasi tidak terlalu nyata
diharapkan adanya upaya yang serius dari dan mencolok. Pergantian dan regenerasi
semua pihak terutama pihak pengelola di spesies seolah-olah tidak tanpak nyata.
bawah naungan Departemen Kehutanan dan Sebagai konsekuensinya jarang dijumpai
Perkebunan (Dephutbun) sehingga kerusakan spesies tertentu yang mendominasi komunitas
yang meluas akibat invasi Acacia nilotica yang bersangkutan.
dapat dicegah sedini mungkin melalui
program yang kongkrit dan komprehensif Indeks Keanekaragaman (H’) dan Indeks
meskipun membutuhkan tenaga dan dana Kemerataan (e)
yang tidak sedikit, bila kita memang sepakat Indeks Keanekaragaman spesies
bahwa kelestarian savana di kawasan ini pada seluruh stasiun pengamatan berbeda,
harus tetap dilestarikan atau ada pemikiran pada SBL0 sebesar 2,5271 (kategori sedang),
lain yang beranggapan bahwa upaya pada SBL1 sebesar 2,0946 (kategori sedang),
penanggulangan cukup seperti dilakukan dan pada SBL2 sebesar 1,3329 (kategori
selama ini, sembari menunggu adanya rendah). Berdasarkan data pada Tabel-4 dapat
temuan baru bahwa Acacia nilotica akan dikemukakan bahwa ada kecenderungan
dapat dimanfaatkan secara lestari dimana semakin banyak spesies yang
(sustainable). dijumpai pada unit sampling maka semakin
besar nilai Indeks Keanekaragaman di
Nilai Penting (NP) daearah tersebut. Misalnya, pada SBL0-2
Berdasarkan data pada Tabel-3, dijumpai 19 spesies, nilai Indeks
dapat dikemukakan bahwa mengacu pada Keanekaragamannya sebesar 2,5413.
kriteria yang telah ditentukan, maka hanya 2 Sedangkan pada SBL2-5 dijumpai 8 spesies,
Jurnal Ilmiah Pendidikan Biologi, Biologi Edukasi Volume 3, Nomor 2, Desember 2011, hlm 38-50
Tabel-3. Nilai Penting (NP) Spesies dalam % pada seluruh stasiun pengamatan
Nilai Penting/Stasiun Rata-
No. Spesies Jumlah
I II III rata
1. Vernonia cinerea 42,40 7,84 - 50,24 16,75
2. Lantana camara 34,70 - - 34,70 11,57
3. Bidens pilosa 31,46 10,01 - 41,47 13,82
4. Eupatorium odoraratum 27,65 - - 27,65 9,22
5. Oplismenus burmanii 22,07 50,20 70,53 142,80 47,60
6. Axonopus compressus 22,21 40,50 59,96 122,67 40,89
7. Dactyloctenium aegyptium 21,72 15,05 7,34 44,11 14,70
8. Dichantium coricosum 17,20 11,62 - 28,82 9,60
9. Synedrella nudiflora 11,05 82,75 84,81 178,61 59,54
10. Themeda arguens 13,50 - - 13,50 4,50
11. Stachytarpeta indica 9,40 13,21 - 22,61 7,54
12. Tespesia lanpas 10,00 5,20 7,76 22,96 7,65
13. Achyrantes aspera 8,77 12,83 13,65 35,25 11,75
14. Mimosa pudica 4,41 - - 4,41 1,47
15. Ageratum conyzoides 6,78 14,43 22,65 43,86 14,62
16. Acalypha indica 5,45 20,94 33,30 59,69 19,90
17. Euphorbia hirta 5,37 6,21 - 11,58 3,86
18. Ocimum basilicum 3,32 - - 3,32 1,11
19. Acacia nilotica 1,27 9,21 - 11,58 3,86
20. Acacia leprosula 1,27 - - 1,27 0,42
Jumlah 300 300 300 900 300
Rata-rata 100 100 100 300 100
Djufri, Pengaruh Tegakan Akasia (Acacia nilotica) (L.) Willd. ex. Del. Terhadap Komposisi dan
Keanekaragaman Tumbuhan Bawah di Savana Balanan Taman Nasional Baluran Jawa Timur
berbeda, karena sebagian besar spesies (52%) makanan bagi herbivora sudah tidak
menunjukkan pola distribusi mengelompok. memadai. Dalam kondisi demikian, biasanya
Dengan demikian, tentu ada faktor lain yang herbivora mencari makanan di tempat lain,
lebih berpengaruh terhadap pola distribusi di misalnya di kawasan hutan yang selalu hijau
wilayah penelitian, tetapi bukan faktor pH (evergreen forest) yang berbatasan dengan
dan kelengasan tanah yang diukur dalam komunitas savana, meskipun makanan yang
penelitian ini. Gejala demikian dapat tersedia tidak sebanyak di savana.
dipelajari dengan mengukur variabel
lingkungan lainnya, serta mempelajari Hubungan antara Life Form dengan Pola
pengaruh kompetisi terhadap kehadiran Distribusi
spesies. Setelah diketahui pola distribusi
Gejala yang menarik lainnya setiap spesies, maka selanjutnya melihat
bahwa spesies dengan pola distribusi kecenderungan yang diperlihatkan oleh life
mengelompok umumnya dari bentuk hidup form yang berbeda. Life form yang dimaksud
(life form) rumput yaitu rumput gunung terbatas pada spesies tumbuhan berbentuk
(Oplismenus burmanii), lamuran merah rumpun (multi plant) dan non-rumpun (single
(Dichantium coricosum), tuton plant). Besarnya rasio yang dieperoleh dari
(Dactyloctenium aegyptium), dan rumput pait kedua kelompok tersebut disajikan pada
(Axonopus compressus). Spesies ini secara Tabel-7.
fisiognomi mendominasi seluruh kawasan Keterangan : Jika 2hitung > 2tabel maka pola
dengan areal penutupan (cover ground) distribusi non-acak, jika terjadi sebaliknya
mencapai 70 %. Dengan demikian, jika maka pola distribusi acak. Pola distribusi
dikaitkan dengan fungsi savana di kawasan mengelompok bila V > 1, dan pola distribusi
ini sebagai sumber makanan (feeding ground) teratur bila V < 1.
bagi herbivora berupa mamalia besar, Berdasarkan data pada Tabel-7
misalnya banteng (Bos javanicus), rusa diperoleh fakta bahwa spesies kelompok
(Cervus timorensis), kerbau liar (Bubalus rumpun mempunyai kecenderungan pola
bubalis), dan kijang (Muntiacus muntjak) distribusi mengelompok lebih kescil
masih dapat diharapkan terutama pada musim dibandingkan dengan pola distribusi teratur
hujan yaitu Nopember-Maret. Sementara dan acak. Dengan demikian, dapat
pada musim kemarau April-Oktober kondisi dikemukakan bahwa kelompok rumpun
savana di kawasan ini kering kerontang, dan memiliki pola distribusi khas mengelompok.
puncaknya pada bulan Juli-Oktober.
Sehingga bila ditinjau dari aspek ketersedian
Fenomena ini dapat dijelaskan karena kelompok rumpun lebih besar daripada
kelompok rumpun mempunyai jumlah kelompok non-rumpun, namun berbanding
individu relatif banyak pada setiap kuadrat terbalik untuk pola distribusi teratur dan acak.
pengamatan, dan perkembangbiakannya Dengan demikian, data pada Tabel-6 sangat
secara rimpang atau stolon yang relevan dengan hasil uji probabilitas. Dengan
menghasilkan anakan vegetatif masih dekat kata lain, peningkatan jumlah spesies
dengan induknya. Spesies non-rumpun kelompok rumpun sebagai unit sampel diikuti
mempunyai kecenderungan pola distribusi dengan peningkatan probabilitas pola
acak sama dengan pola distribusi teratur. distribusi mengelompok dan memperkecil
Dengan demikian, dapat dikemukakan bahwa pola distribusi teratur dan acak. Untuk spesies
kelompok non-rumpun cenderung non-rumpun akan terjadi sebaliknya,
mempunyai pola distribusi khas reguler atau meskipun nilai probababilitas yang
acak. Fenomena ini dapat dijelaskan karena ditunjukkan tidak terlalu mencolok, hal ini
kelompok non-rumpun pada umumnya disebabkan karena terbatasnya unit sampel.
mempunyai nilai frekuensi sangat tinggi,
namun tidak didukung oleh jumlah individu Asosiasi Spesies
yang banyak pada setiap kuadrat pengamatan. Hasil perhitungan seluruh pola
Selain itu, propagul yang dihasilkan tidak asosiasi tegakan pohon Acacia nilotica
harus jatuh dan tumbuh dekat induknya, terhadap tumbuhan bawah disajikan pada
karena penyebarannya dipengaruhi oleh Tabel-8. Berdasarkan data pada Tabel-8
faktor luar, misalnya angin atau dibawa oleh menunjukkan bahwa 15 spesies (75 %)
hewan tertentu. Kemungkinan lainnya adalah berasosiasi positif dengan tegakan Acacia
terjadi kompetisi dengan kelompok rumpun, nilotica dan 5 spesies (25 %) berasosiasi
sehingga pertumbuhannya terhambat pada negatif. Fakta lapangan ini mengindikasikan
kisaran luas habitat tertentu. bahwa ada 5 spesies yang berasosiasi negatif
dengan Acacia nilotica artinya tidak dapat
Tabel-6. Rasio pola distribusi spesies beradaptasi dan toleran terhadap tegakan
kelompok rumpun dan non-rumpun di savana Acacia nilotica, spesies yang dimaksud
Balanan adalah nyawon (Vernonia cineria), temblek
ayam (Lantana camara), ketulan (Bidens
Life Form pilosa), merakan (Themeda arguens), dan
Pola Rumpun Non- Jumlah putri malu (Mimosa pudica).
No.
Distribusi (%) Rumpun (%) Menurut Barbour et al. (1987) bila
(%) spesies berasosiasi positif maka akan
1. Mengelompok 41,67 58,33 100 menghasilkan hubungan spasial positif
2. Teratur - 100 100
terhadap patnernya. Kalau satu patner
3. Acak - 100 100
didapatkan dalam sampling, maka
kemungkinan besar akan ditemukan patner
Tabel-7. Probabilitas pola distribusi spesies
lainnya tumbuh di dekatnya. Dua spesies
kelompok rumpun dan non-rumpun di savana
saling beradaptasi satu sama lain dan hadir
Balanan
dalam pola mengelompok. Hal yang berbeda
pada spesies yang berasosiasi negatif, mereka
Pola Rumpun Non-
No. Distribusi (%) rumpun saling mengusir (menjauh) satu sama lain dan
(%) hadir dalam pola teratur. Jika tidak ada
1. Mengelompok 100 53,42 interaksi di antara spesies, lokasi satu spesies
2. Teratur 0 29,14 tidak berpengaruh terhadap lokasi spesies
3. Acak 0 17,44 lain, dan dua spesies tersebut tersebar secara
Jumlah 100 100 acak.
Asosiasi positif di antara dua
Untuk mengetahui seberapa besar spesies dengan indikasi nilai frekuensi
tingkat keyakinan rasio yang ditunjukkan observasi (f0) lebih tinggi dibandingkan
pada Tabel 6, dapat diuji dengan menghitung dengan nilai frekuensi diharapkan (fh), ini
besarnya nilai probabilitas setiap life form memberikan indikasi interaksi yang baik
(Tabel-8). Berdasarkan data pada Tabel-8 untuk satu spesies atau bagi kedua spesies,
dapat ditunjukkan bahwa hubungan life form misalnya mutualisme, komensalisme, dan
dengan pola distribusi spesies sangat nyata. rantai makanan antara herbivora dengan
Besarnya probabilitas untuk memperoleh tumbuhan. Sedangkan asosiasi negatif di
pola distribusi mengelompok untuk antara dua spesies dengan indikasi nilai
Jurnal Ilmiah Pendidikan Biologi, Biologi Edukasi Volume 3, Nomor 2, Desember 2011, hlm 38-50
frekuensi observasi (fo) < dibandingkan nilai (Axonopus compressus), dengan nilai indeks
frekuensi yang diharapkan (fh), memberikan 0,82 dan rumput gunung (Oplismenus
indikasi asosiasi bersifat merugikan terhadap burmanii) dengan nilai indeks 0,78.
satu spesies, misalnya kompetisi, alelopati, Sedangkan yang lainnya mempunyai nilai
predator, dan pengembalaan (grazing). indeks asosiasi rendah (< 0,50). Dengan
Mengacu pada Tabel 6 di atas, dikaitkan demikian, dapat dikemukakan bahwa
dengan ketersedian makanan bagi satwa yang dominasi Axonopus compressus dan
hidup di savana Balanan Taman Nasional Oplismenus burmanii akan menentukan
Baluran dapat dikemukakan bahwa spesies perkembangan savana di kawasan ini untuk
rumput sebagai makanan utama bagi masa yang akan datang. Bila ditinjau dari
herbivora di kawasan ini misalnya banteng kepentingan ketersedian makanan bagi
(Bos javanicus), rusa (Cervus timorensis), herbivora, maka dominasi kedua spesies
kerbau liar (Bubalus bubalis), dan kijang tersebut sangat menguntungkan bagi satwa,
(Muntiacus muntjak), menunjukkan asosiasi karena spesies ini merupakan makanan yang
positif terhadap Acacia nilotica, misalnya sangat digemari oleh banteng, rusa. kerbau
rumput gunung (Oplismenus burmanii), liar, dan kijang. Namun, dominasi Thespesia
rumput pait (Axonopus compressus), lamuran lanpas dan Bidens pilosa di daerah terbuka
merah (Dichantium coricosum), dan tuton sangat merugikan, karena spesies ini tidak
(Dactyloctenium aegyptium). Dengan dimakan oleh banteng, kerbau liar, rusa, dan
demikian, ditinjau dari aspek ketersediaan kijang. Di samping itu, spesies ini juga
makanan, maka savana Kramat masih dapat bersifat gulma yang sangat agresif dalam
menyediakan kebutuhan makanan satwa di menguasai tempat, karena bentuk hidupnya
tempat tersebut, walaupun dari aspek kualitas berupa semak yang ukurannya lebih besar
dan kuantitas masih perlu dikaji lebih jauh dari kelompok rumput. Akibatnya rumput
terkait dengan konsep daya dukung (carryng yang hidup di bawahnya ternaungi, sehingga
capacity) suatu savana. mengganggu bahkan dapat mematikan
Hasil perhitungan tingkat asosiasi spesies rumput. Oleh karenanya, antisipasi
spesies tumbuhan bawah terhadap tegakan terhadap perkembangan kedua spesies
Acacia nilotica menunjukkan bahwa hanya 2 tersebut harus segera dilakukan, sehingga
spesies yang memperlihatkan nilai indeks fungsi savana di kawasan ini dapat
asosiasi yang maksimum yaitu rumput pait dipertahankan tetap optimal.
Ludwig, J.A. and Reynolds, J.F. (1988). Setiadi, D. Muhadiono, I. (2001). Penuntun
Statistical Ecology. United States of Praktikum Ekologi. Bogor :
America. Laboratorium Ekologi Jurusan
Mueller-Dombois, D. & H.H. Ellenberg. Biologi. Fakultas Matematika dan
(1974). Aims and Methods of Ilmu Pengetahuan Alam. Institut
Vegetation Ecology. New York : Pertanian Bogor.
Wiley and Sons. Shukla, R.S. & P.S. Chandel. (1982). Plant
Mutaqin, Ikin Zainal. 2002. Keanekaragaman Ecology. New Delhi : S. Chand &
Hayati dan Pengendalian Jenis Asing Company, Ltd. Ram Nagar.
Invasif. Upaya Penanggulangan Soerjani, M. Kosterman, A.J.G.H. dan
Tanaman Eksotik Acacia nilotica di Tjitrosoepomo, G. (1987). Weeds of
Kawasan Taman Nasional Baluran. Rice in Indonesia. Jakarta : Balai
Jakarta : Kantor Menteri Negara Pustaka.
Lingkungan Hidup. Supranto, J. (1987). Statistik Teori dan
Pitono, J. M. Januwati dan Ngadiman. Aplikasi. Jakarta : Erlangga.
(1996). Pengaruh Naungan Terhadap Steel, R.C.D. and J.M. Torrie. (1980).
Pertumbuhan dan Produksi Terna Principles and Procedurs of Statistics;
Tanaman Sambiloto. Warta Tumbuhan A Biometric Approach. Tokyo :
Obat Indonesia. Kelompok Kerja McGraw-Hill.
Nasional Tumbuhan Obat Indonesia. Syafei, E. (1994). Penuntun Praktikum
Vol. III (1):39-40. Ekologi Tumbuhan. Bandung :
Rice, E.L. (1974). Allelopathy. New York : Laboratorium Ekologi Institut
Academic Press. Teknologi Bandung.
Sabarno, M. Y. 2002. Savana Taman Weaver, J.E. and Frederic, E.C. 1978. Plant
Nasional Baluran. Biodiversitas. 3(1) : Ecology. Tata McGraw-Hill
207-212 Publishing Company Ltd. New Delhi.