Arig Al Fath Ode - F1D218013

You might also like

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 14

PENGARUH TEGAKAN AKASIA (Acacia nilotica) (L.) Willd. ex. Del.

TERHADAP
KOMPOSISI DAN KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN BAWAH DI SAVANA
BALANAN TAMAN NASIONAL BALURAN JAWA TIMUR

(The impact of Acacia Distribution (Acacia nilotica) (L.) Willd. ex. towards the Composition
and Diversity of Plants below it at Savana Balanan National Park, East Java)

Djufri
Dosen Program Studi Pendidikan Biologi FKIP Unsyiah, Darussalam, Banda Aceh
E-mail: djufri_bio@yahoo.com

Abstract

The research was done in Baluran National Park, Banyuwangi East Java in April to June
2004. The objectives of this research were: to determine of species composition, importance value
of species, diversity index and evenness index, similarity index, distribution pattern of species, and
species association. This research used the quadrat method. The determination of the species
distribution was calculated using Poisson distribution formula and the determination of association
was calculated using contingency table. The results of this research indicated that, there were 20
species of plant belong to 8 familiy. The importance value was between 0,42-59,54, and species
with high importance value is Oplismenus burmanii, Axonopus compressus, and Synedrella
nudiflora. The diversity index was between 1,3329-2,5271, and evenness index was between
1,5364-1,9848. The distribution pattern of species indicated that 12 species were clumped, 6
species reguler, and 2 species were at random. The multi-plants tend to have a clumped
distribution pattern, and single plant tend to have a reguler or random distribution pattern. The of
association indicated that 2 species assosiation which the highest index..

Key Words : Acacia nilotica, Pola Distribusi, Association, Indeks Keanekaragaman, Kesamaan,
Kemerataan,, Savana, Taman Nasional Baluran

PENDAHULUAN sangat toleran terhadap kondisi salin.


Akasia berduri (Acacia nilotica) (L.) Tumbuhan ini dapat tumbuh pada area yang
Willd. ex. Del. diperkirakan berasal dari menerima curah hujan kurang dari 350-1500
India, Pakistan, dan juga banyak ditemukan mm per tahun. Spesies ini dilaporkan sangat
di Afrika. Sekarang ini telah dikenal beberapa sensitif terhadap kebekuan/dingin, namun
spesies Acacia lainnya seperti A. nilotica sub dapat tumbuh pada area dimana rata-rata
spesies indica, A. leucoploea Willd., A. temperatur bulanan sangat dingin yaitu 16 0C
farnesiana Willd., A. ferruginea DC., A. (Gupta, 1970). Menurut Duke (1983) Acacia
catechu Willd., A. horrida (l.f) Willd., A. nilotica berasal dari Mesir Selatan lalu
sinuata (Lour.) Merr., A. pennata Willd., dan tersebar ke Mozambique dan Natal,
A. senegal Willd. (Brenan, 1983). Akasia kemudian di introduksi ke Zanzibar, Pemba,
tersebar luas di Afrika tropika dan subtropika India dan Arab. Saat ini Acacia nilotica
dari Mesir dan Mauritania sampai Afrika merupakan gulma yang menimbulkan
Selatan. Beberapa spesies tersebar luas di masalah serius di Afrika Selatan. Hal yang
Asia Timur seperti Birma. Acacia nilotica sama terjadi di Taman Nasional Baluran,
sub spesies indica juga tumbuh di Ethiopia, Banyuwangi Jawa Timur.
Somalia, Yaman, Oman, Pakistan, India, dan Di Taman Nasional Baluran
Birma. Kemudian juga berhasil di tanam di dijumpai beberapa spesies flora eksotik, yang
Iran, Vietnam (Ho Chi Min City), Australia berasal dari luar ekosistem asli, yang
(Sydney dan Queensland) dan di Carribean keberadaannya cukup mengganggu keutuhan
(Brenan, 1983). Sub spesies ini umum ekosistem asli kawasan tersebut. Salah satu
dijumpai pada tanah dengan kandungan liat spesies flora eksotik tersebut adalah Acacia
yang tinggi, tetapi dapat juga tumbuh pada nilotica. Spesies yang di introduksi ke
tanah lempung berpasir yang dalam dan di Indonesia merupakan sub spesies indica,
area dengan curah hujan yang tinggi. yang dilakukan pada tahun 1850, melalui
Umumnya tumbuh di dekat jalur air terutama Kebun Botani di Calcuta (India) untuk
di daerah yang sering mengalami banjir dan menjadikan tumbuhan ini sebagai salah satu
Jurnal Ilmiah Pendidikan Biologi, Biologi Edukasi Volume 3, Nomor 2, Desember 2011, hlm 38-50

tumbuhan yang memiliki nilai komersial distribusi spesies, dan (d) asosiasi di antara
sebagai penghasil getah (gum) yang spesies yang hidup di bawah tegakan pohon
berkualitas tinggi. Namun setelah tumbuhan Acacia nilotica.
ini di tanam di Kebun Raya Bogor, ternyata
produksi getahnya sangat rendah sehingga METODE
pohon-pohon tersebut ditebang 40 tahun Penelitian dilakukan pada bulan
kemudian. Introduksi tumbuhan ini ke Taman April sampai dengan Juni 2004 di Taman
Nasional Baluran di Banyuwangi Jawa Timur Nasional Baluran Jawa Timur (TNB).
pada tahun 1969 bertujuan sebagai sekat Sebelum dilakukan pengambilan sampel,
bakar untuk menghindari menjalarnya api terlebih dahulu dilakukan observasi dan
dari savana ke kawasan hutan jati (Anonim, pembuatan stasiun pengamatan (segmentasi).
1999; Mutaqin, 2002). Namun invasi Acacia Luas seluruh kawasan savana Balanan adalah
nilotica di Taman Nasional Baluran telah 1250 ha, dan sampel yang diambil adalah
menyebabkan terdesaknya berbagai spesies 10% dari luas tersebut. Penetapan ini
rumput sebagai komponen utama penyusun berdasarkan pertimbangan bahwa masing-
savana Baluran. masing stasiun pengamatan adalah homogen.
Invasi Acacia nilotica menyebabkan Dengan demikian, unit sampel penelitian ini
pertumbuhan rumput terdesak, sehingga adalah 120 ha. Dari 120 ha dibedakan atas 3
dipandang dari aspek ketersedian makanan stasiun pengamatan berdasarkan karakter
bagi herbivora sudah tidak memadai, oleh kerapatan tegakan Acacia nilotica yaitu (a).
karenanya satwa mencari makanan alternatif Savana Balanan tanpa tegakan pohon Acacia
lain, yang salah satunya adalah daun dan biji nilotica, selanjutnya disebut SBL0 (kontrol),
Acacia nilotica. Namun sebagai sumber (b). Savana Balanan dengan tingkat kerapatan
makanan utama, rumput tetap tidak dapat tegakan pohon Acacia nilotica 1500-2500
tergantikan (Sabarno, 2002). Fenomena ini pohon/ha, selanjutnya disebut SBL1, dan
tentunya dapat mengakibatkan terganggunya Savana Balanan dengan kerapatan tegakan
keseimbangan ekosistem Taman Nasional pohon Acacia nilotica > 2500 pohon/ha,
Baluran, misalnya berkurang dan selanjutnya disebut SBL2. Penelitian ini
menyusutnya makanan utama bagi herbivora. menggunakan metode kuadrat, pada unit
Kondisi ini pada gilirannya dapat mengancam sampel yang luasnya 120 ha ditetapkan
keberadaan satwa herbivora di kawasan ini. sebanyak 15 stasiun pengamatan dengan luas
Kondisi savana Baluran saat ini sedang setiap stasiun 8 ha. Selanjutnya pada setiap
mengalami proses perubahan dari ekosistem stasiun pengamatan dicuplik sampel
terbuka yang didominasi suku Poaceae sebanyak 10 kuadrat seluas 2 m2, dengan
(rumput-rumputan) menjadi areal yang demikian diperoleh kuadrat sampel (ulangan)
ditumbuhi Acacia nilotica. Pada tempat- sebanyak 150 kuadrat. Penentuan jumlah
tempat tertentu pertumbuhan Acacia nilotica kuadrat dengan teknik seri tiga (Syafei,
ini sangat rapat sehingga membentuk kanopi 1994), dan penentuan luas kuadrat sampel
tertutup, akibatnya beberapa rumput tidak berdasarkan teknik kurva minimum area
mampu hidup di bawahnya. Kejadian ini (Barbour et al., 1987; Setiadi dan
kemungkinan disebabkan karena kompetisi Muhadiono, 2001) dan penentuan jumlah
kebutuhan cahaya atau adanya faktor kuadrat sampel menggunakan teknik seri tiga
alelopati. Untuk memperoleh jawaban atas (Syafei, 1994).
fenomena tersebut perlu dilakukan kajian Variabel yang diamati mencakup
mengenai Acacia nilotica ini (Djufri, 2004; jumlah spesies, nilai Kerapatan Mutlak (KM),
Mutaqin, 2002). Frekuensi Mutlak (FM) dan Dominansi
Sejauh ini belum diperoleh Mutlak (DM). Pengenalan spesies di
informasi tentang pengaruh kerapatan lapangan mengacu pada buku Backer &
tegakan Acacia nilotica terhadap komposisi Bakhuizen (1963, 1965, 1968); Steenis
dan keanekaragaman tumbuhan bawah, oleh (1978); dan Soerjani, dkk. (1987). Bila
karena itu sangat menarik untuk dilakukan dengan menggunakan buku tersebut masih
suatu penelitian. Penelitian yang dilakukan di ada spesies yang belum teridentifikasi, maka
savana Balanan ini bertujuan untuk dibuat spesimen herbarium untuk
mengetahui : (a) komposisi spesies yang diidentifikasi lebih lanjut di Herbarium
mampu hidup di bawah tegakan Acacia Bogoriense Bogor.
nilotica, (b). Nilai Penting (NP), Indeks Untuk menghitung Nilai Penting
Keanekaragaman (H’), Indeks Kemerataan (NP) setiap spesies digunakan rumus menurut
(e) dan Indeks Similaritas (IS), (c) pola Cox (1978); Shukla & Chandell (1982)
Djufri, Pengaruh Tegakan Akasia (Acacia nilotica) (L.) Willd. ex. Del. Terhadap Komposisi dan
Keanekaragaman Tumbuhan Bawah di Savana Balanan Taman Nasional Baluran Jawa Timur

sebagai berikut : NP = Frekuensi Relatif (FR) b = Jumlah spesies yang hanya ditemukan
+ Kerapatan Relatif (KR) + Dominansi pada stasiun II
Relatif (DR). Agar NP dapat ditafsirkan Untuk menentukan tingkat
maknanya maka digunakan kriteria berikut : kemiripan antar stasiun pengamatan
Nilai NP tertinggi dibagi tiga, sehingga NP digunakan kriteria sebagai berikut :
dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori Kemiripan sangat tinggi bila IS > 75%
yaitu Tinggi (T), Sedang (S), dan Rendah (R) Kemiripan tinggi bila IS > 50%-75%
(Djufri, 2003). Hasil perhitungan nilai Kemiripan rendah bila IS > 25-50%
penting selanjutnya digunakan sebagai nilai Kemiripan sangat rendah bila IS < 25%.
untuk mengetahui besarnya Indeks Penentuan pola penyebaran spesies
Keanekaragaman Spesies (H’) pada suatu menggunakan model distribusi Poisson,
komunitas dengan menggunakan rumus dengan menghitung nilai Chi-Kuadrat (2) .
berikut : (Barbour et al., 1987). Bila nilai 2 hitung < dari pada 2 tabel, maka
pola distribusi adalah acak (random). Jika
s
H'   ( pi) (ln pi)
terjadi sebaliknya maka pola distribusi adalah
non acak. Untuk kasus ini ada dua
i 1
kemungkinan pola distribusi spesies yaitu
dimana : pi = ni/N teratur (reguler) dan mengelompok
ni = Jumlah nilai penting satu spesies (clumped). Untuk menentukannya dengan
N = Jumlah nilai penting seluruh spesies menghitung nilai varian (V). Jika V = > 1
ln = Logaritme natural (bilangan alami) maka pola distribusi mengelompok, dan jika
V = < 1 maka pola distribusi teratur (Barbour
Agar nilai Indeks Keanekaragaman et al. 1987 dan Goldsmith et al. 1986).
Spesies (H’) Shanon-Wiever dapat Untuk mengetahui tingkat keyakinan
ditafsirkan maknanya maka digunakan pola distribusi yang dihasilkan setiap bentuk
kriteria sebagai berikut : (Barbour et al., hidup (life form) diuji dengan nilai
1987; Djufri, 2003). Nilai H’ biasanya probabilitas dengan rumus sebagai berikut :
berkisar dari 0-7. (Steel & Torrie, 1980; Supranto, 1987).
Jika H’ = < 1 kategori sangat rendah P A) = X/n
Jika H’ = > 1-2 kategori rendah P = Probabilitas
Jika H’ = > 2-3 kategori sedang (medium) P = Kejadian (event)
Jika H’ = > 3-4 kategori tinggi P = Jumlah spesies tumbuhan dengan pola
Jika H’ = > 4 kategori sangat tinggi distribusi mengelompok, teratur, dan acak
Selanjutnya untuk mengetahui Untuk menentukan asosiasi di antara
Indeks Kemerataan spesies pada seluruh spesies tumbuhan, menggunakan tabel
stasiun pengamatan digunakan rumus kontingensi 2 X 2 Tabel 1. Asosiasi negatif
menurut Barbour et al. (1987) sebagai berikut bila terdapat lebih banyak kuadrat yang
: hanya berisi spesies A atau B dari pada yang
diharapkan menurut kesempatan, dan terdapat
H'
e kuadrat yang berisi kedua spesies yang
Log S teramati (ta) lebih sedikit dari pada yang
diharapkan (dh) menurut kesempatan. Bila
H’ = Indeks Keanekaragaman Spesies terjadi sebaliknya, maka asosiasi positif.
S = Jumlah spesies Selanjutnya hasil tersebut diuji dengan
Untuk mengetahui tingkat kesamaan perhitungan indeks asosiasi yaitu Indeks
vegetasi pada seluruh unit sampel, maka Ochiai (IO), dengan ketentuan jika nilai
dihitung nilai Indeks Similaritas Sorensen indeks mendekati 1 maka asosiasi semakin
(ISs) (Mueller-Dombois & Ellenberg, 1974; maksimum. Rumusnya dikemukakan oleh
Krebs, 1978; Ludwig & Reynolds, 1988; Barbour et al. (1987), Ludwig & Reynold
Syafei, 1994) sebagai berikut : (1988), sebagai berikut :
2c Tabel 1. Tabel Contigensi 2x2 perhitungan
IS  x 100 % asosiasi
( a  b) Spesies B
Spesies A Jumlah
ISs = Indeks similaritas Sorensen Ada Tidak ada
c = Jumlah spesies yang sama terdapat pada Ada A b A+b
stasiun I dan II Tidak ada C d C+d
a = Jumlah spesies yang hanya ditemukan Jumlah A+c b+d A+b+c+d = n
pada stasiun I
Jurnal Ilmiah Pendidikan Biologi, Biologi Edukasi Volume 3, Nomor 2, Desember 2011, hlm 38-50

Keterangan : yaitu fotosintesis, dan (c). Efek morfogenik


a = Jumlah sampling kedua spesies hadir yang berperan dalam regulasi dan stimulan
b = Spesies A hadir dan B absen dalam berbagai proses pertumbuhan dan
c = Spesies A absen dan B hadir perkembangan. Pengaruh intensitas
d = Spesies A dan B absen penyinaran terhadap perkecambahan
n = Jumalh total sampel tumbuhan lebih besar dibandingkan pengaruh
perubahan mutu penyinaran (Pitono et al.,
[a - E(a)]2 [b - E(b)]2 [c - E(c)]2 [d - 1996; Januwati dan Muhammad, 1997).
E(d)]2
Berdasarkan data pada Tabel-2
Uji 2 = _____________
+___________ + ____________ + _____________
E(a) E(b) E(c) E(d) dapat ditunjukkan bahwa komposisi
penyusun savana Balanan terdiri atas 20
(a + b) x (a + c) (a + b) x (b + d) spesies dari 8 familia. Familia Poaceae
E(a) = …. E(b) = ____________________
___________________
diwakili 5 spesies (25%), Asteraceae 4
n n
spesies (20%), Mimosaceae 3 spesies (15%),
(a + c) x (c + d) (b + d) x (c + d) Euphorbiaceae 2 spesies (10%),
E(c) = ….. E(d) = ____________________
__________________
Amaranthaceae 2 spesies (10%), Lamiaceae 1
n n spesies (5%), Malvaceae 1 spesies (5%), dan
a Verbenaceae 1 spesies (5%). Berdasarkan
IO  atas prosentase kekayaan spesies maka
ab ac savana Balanan dapat digolongkan sebagai
savana alami berdasarkan kriteria yang
IO = Indeks Ochiai diajukan oleh Speeding dalam Djufri (1993)
a = Spesies A dan B hadir karena jumlah spesies terbanyak adalah
b = Spesies A hadir dan B absen kelompok rumput (Poaceae) mencapai 25 %.
c = Spesies B hadir dan A absen Demikian juga bila dihubungkan dengan
persyaratan curah hujan yang rendah yaitu
HASIL DAN PEMBAHASAN 900-1600 mm/tahun, dan temperatur relatif
Komposisi Spesies tinggi yaitu 320-370C, terutama pada musim
Berdasarkan data pada Tabel-1, kemarau pada bulan April-Oktober setiap
dapat dikemukakan bahwa komposisi spesies tahunnya.
yang hidup di savana Balanan Taman Bila dikaitkan dengan sejarah
Nasional Baluran Jawa Timur berjumlah 20 (waktu) pembentukan savana di kawasan ini
spesies, dari 8 familia baik yang dijumpai di juga dapat digolongkan sebagai savana alami,
daerah tanpa tegakan Acacia nilotica (SBL0) karena sejak dahulu komunitas savana sudah
maupun di daerah yang dijumpai tegakan ada di kawasan ini, jadi bukan merupakan
Acacia nilotica (SBL1 dan SBL2). Dengan savana yang terbentuk dari hutan yang
demikian, dapat dikemukakan bahwa hanya mengalami kerusakan (deforestasi), lalu tidak
spesies tersebut yang mampu hidup di tempat dapat lagi menjadi hutan kembali
tersebut. Jumlah rata-rata spesies yang sebagaimana lazimnya peristiwa suksesi
dijumpai di daerah terbuka lebih banyak sekunder. Savana Balanan juga tidak dapat
dibandingkan dengan daerah yang dinaungi dikelompokkan sebagai savana yang
oleh tegakan Acacia nilotica (Tabel 3). Pada dibudidayakan, sebab tidak pernah di tanam
daerah terbuka dijumpai sebanyak 20 spesies, secara sengaja spesies yang hidup sekarang
sedangkan di daerah ternaungi sebanyak 7-13 pada savana tersebut, sebelum Acacia
spesies. Fakta ini mengindikasikan bahwa nilotica.
ada pengaruh tingkat kerapatan tegakan Bila dikaitakan dengan penampakan
Acacia nilotica terhadap kehadiran tumbuhan luar (fisiognomi) vegetasi di savana Balanan,
bawah, yang sangat terkait dengan perbedaan maka secara teori sudah tidak layak
penetrasi sinar matahari pada ketiga karakter dikategorikan sebagai savana karena pada
lokasi yang diamati, menginagt radiasi seluruh kawasan seluas 1250 ha sudah
matahari merupakan faktor penting bagi didominasi oleh pohon Acacia nilotica,
tumbuhan. Energi matahari mempunyai tiga bahkan telah membentuk hutan Acacia
efek penting dalam proses fisiologi tumbuhan nilotica. Akibat adanya naungan dari tegakan
yaitu ; (a). Efek panas yang mempengaruhi Acacia nilotica dengan diamter batang
pertukaran panas jaringan tumbuhan dan mencapai 25-50 cm, dan tinggi rata-rata 7 m
lingkungan, proses transpirasi, respirasi, dengan kerapatan pohon berkisar 15-20
reaksi biokimia dalam fotosintesis dan pohon/400 m2, menyebabkan intensitas sinar
metabolisme lainnya, (b). Efek fotokimia yang masuk ke lantai hutan sangat terbatas,
Djufri, Pengaruh Tegakan Akasia (Acacia nilotica) (L.) Willd. ex. Del. Terhadap Komposisi dan
Keanekaragaman Tumbuhan Bawah di Savana Balanan Taman Nasional Baluran Jawa Timur

yang menghambat pertumbuhan tumbuhan (Azadirachta indica), widoro bekol (Zyziphus


bawah termasuk rumput. Hasil pengamatan rotundifolia), dan petai cina (Leucaena
lapangan selama April-Juni 2004 leucocepala). Namun dominasi spesies ini
menunjukkan bahwa hanya beberapa spesies sangat rendah, sehingga tidak berpengaruh
rumput saja yang dapat hidup di bawah terhadap tumbuhan bawah, tidak demikian
tegakan Acacia nilotica yaitu ; rumput halnya dengan tegakan pohon Acacia nilotica
gunung (Oplismenus burmanii), merakan yang sangat menekan pertumbuhan tumbuhan
(Themeda arguens), rumput pait (Axonopus bawah. Disamping faktor cahaya yang
compressus), lamuran merah (Dichantium berpengaruh terhadap rendahnya jumlah
coricosum), dan tuton (Dactyloctenium spesies yang hidup di bawah tegakan Acacia
aegyptium). Namun pertumbuhan rumput nilotica dibandingkan dengan daerah terbuka
tersebut sangat terbatas, sehingga kerapatan, (tanpa tegakan pohon Acacia nilotica)
frekuensi, dan dominansi sangat rendah. kemungkinan disebabkan adanya pengaruh
Dengan demikian, jika dikaitkan dengan zat alelopati yang dikeluarkan oleh Acacia
ketersedian makanan bagi herbivora maka nilotica yang menyebabkan lingkungan
savana Balanan sangat tidak layak sebagai sekitarnya mengalami perubahan dan bersifat
sumber makanan (feeding ground) bagi racun bagi tumbuhan lainnya. Senyawa
herbivora pada kawasan ini. Spesies yang tersebut dapat dilepaskan dari akar yang
dominan di bawah tegakan Acacia nilotica masih hidup atau organ-organ tumbuhan
adalah gletengan (Synedrella nudiflora), lainnya, seperti bunga, daun, buah, dan biji.
jarong (Achyrantes aspera) dan daun bolong Produksi senyawa yang bersifat racun
(Acalypha indica), yang mana spesies tersebut merupakan mekanisme penting,
tersebut tidak disukai oleh herbivora seperti sehingga suatu spesies dapat menekan
banteng (Bos javanicus), rusa (Cervus pertumbuhan spesies yang lainnya. Menurut
timorensis), kerbau liar (Bubalus bubalis), Eussen; Patrick dalam Djufri (1999)
dan kijang (Muntiacus muntjak), dan menyatakan bahwa senyawa alelopati pada
herbivora lainnya. konsentrasi tertentu dapat menurunkan
Ciri lain pada savana Balanan adalah kemampuan pertumbuhan tumbuhan, karena
dijumpai hanya beberapa spesies pohon yang transportasi asam amino dan pembentukan
tersebar di hampir semua kawasan, di protein terhambat.
antaranya pilang (Acacia leprusola), Nimba

Tabel-2. Komposisi spesies yang dijumpai di savana Balanan yang terbuka


Nama Nama Bentuk
No. Familia
Daerah Ilmiah Hidup
1. Nyawon Vernonia cinerea Asteraceae Semak
2. Temblek ayam Lantana camara Verbenaceae Semak
3. Tuton Bidens pilosa Asteraceae Herba
4. Nyawon putih Eupatorium odoraratum Asteracaeae Semak
5. Rumput gunung Oplismenus burmanii Poaceae Herba
6. Rumput pait Axonopus compressus Poaceae Herba
7. Tuton Dactyloctenium aegyptium Poaceae Herba
8. Lamuran merah Dichantium coricosum Poaceae Herba
9. Gletengan Synedrella nudiflora Asteraceae Herba
10. Merakan Themeda arguens Poaceae Herba
11. Jarong Stachytarpeta indica Amaranthaceae Herba
12. Kapasan Tespesia lanpas Malvaceae Herba
13. Jarong Achyrantes aspera Amaranthaceae Herba
14. Putri malu hijau Mimosa pudica Mimosaceae Herba
15. Babadotan Ageratum conyzoides Asteraceae Herba
16. Daun bolong Acalypha indica Euphorbiaceae Herba
17. Patikan kebo Euphorbia hirta Euphorbiaceae Herba
18. Kemangi gunung Ocimum basilicum Lamiaceae Herba
19. Akasia berduri Acacia nilotica Mimosaceae Anakan
20. Pilang Acacia leprosula Mimosaceae Anakan
Djufri, Pengaruh Tegakan Akasia (Acacia nilotica) (L.) Willd. ex. Del. Terhadap Komposisi dan
Keanekaragaman Tumbuhan Bawah di Savana Balanan Taman Nasional Baluran Jawa Timur

Selain itu, alelopati juga sangat spesies yang masuk dalam kategori NP
menghambat pertumbuhan akar semai, sangat tinggi (59,54 %) yaitu gletengan
perkecambahan biji, pertumbuhan, sistem (Synedrella nudiflora) dan rumput gunung
perakaran, dan tumbuhan menjadi layu (Oplismenus burmanii) (47,60 %). 2 spesies
bahkan dapat menyebabkan kematian. Rice dengan NP tinggi yaitu nyawon (Vernonia
(1974) memberi penjelasan lebih rinci bahwa cinerea) NP 16,75 %, dan daun bolong
alelopati dapat menghambat proses berikut (Acalypha indica) NP 19,90 %. Sedangkan
perbanyakan dan perpanjangan sel, aktivitas 16 spesies yang lainnya mempunyai NP
GA dan IAA, penyerapan hara mineral, laju dalam kategori rendah < 19,85 % (Tabel V-
fotosintesis, respirasi, pembukaan stomata, 3). Dengan demikian, dapat dikemukakan
sintesis protein dan aktivitas enzimatis. bahwa spesies yang mempunyai NP tinggi
Dengan demikian, spesies yang mampu hidup tersebut di atas merupakan spesies yang
di bawah tegakan Acacia nilotica merupakan mendominasi kawasan savana Balanan
spesies yang telah mampu mengembangkan Taman Nasional Baluran Jawa Timur.
mekanisme adaptasi dan toleransi terhadap Spesies yang mempunyai NP
alelopati yang dikeluarkan oleh Acacia tinggi dan sangat tinggi tersebut di atas dalam
nilotica, sehingga berhasil bertahan hidup ekologi tumbuhan dikenal sebagai spesies
(survive) di tempat tersebut. istimewa (exclusive) dalam hal nilai
Berdasarkan data pada Tabel-3 kuantitatif baik frekuensi, kerapatan, dan
dapat dikemukan bahwa jumlah spesies yang dominansi. Di samping itu, spesies tersebut
hidup di savana Balanan yang terbuka jauh dapat digunakan sebagai spesies indikator
lebih banyak dibandingkan dengan savana pada komunitas tegakan Acacia nilotica pada
yang ditumbuhi oleh pohon Acacia nilotica basis yang setara, baik topografi maupun
dengan kerapatan 1000-2500/ha, dan jauh kondisi habitat dan lingkungan mikronya.
lebih sedikit lagi spesies yang mampu hidup Sedangkan spesies yang lainnya memiliki NP
pada savana yang telah berubah menjadi yang rendah (< 19,90%). Gejala demikian
hutan Acacia nilotica. Bila gejala ini terus umum dijumpai pada tipe vegetasi yang
berlangsung pada seluruh savana yang ada di mengarah kepada kondisi klimaks dan stabil.
Taman Nasional Baluran, maka tidak Hal tersebut sangat relevan dengan
mustahil komunitas savana akan hilang. kesimpulan Mueller-Dombois & Ellenberg
Konsekuensinya adalah hilangnya spesies (1974) bahwa komposisi komunitas yang
rumput yang menjadi makanan utama bagi terinvasi terbentuk untuk jangka waktu yang
herbivora yang hidup di kawasan ini. lama akan memperlihatkan fisiognomi,
Disamping itu, savana yang menjadi salah fenologi, daya regenerasi yang relatif lambat
satu keunikan dan andalan kawasan ini akan dan mantap, sehingga dinamika floristik
menjadi terancam. Oleh karenanya, komunitas yang terinvasi tidak terlalu nyata
diharapkan adanya upaya yang serius dari dan mencolok. Pergantian dan regenerasi
semua pihak terutama pihak pengelola di spesies seolah-olah tidak tanpak nyata.
bawah naungan Departemen Kehutanan dan Sebagai konsekuensinya jarang dijumpai
Perkebunan (Dephutbun) sehingga kerusakan spesies tertentu yang mendominasi komunitas
yang meluas akibat invasi Acacia nilotica yang bersangkutan.
dapat dicegah sedini mungkin melalui
program yang kongkrit dan komprehensif Indeks Keanekaragaman (H’) dan Indeks
meskipun membutuhkan tenaga dan dana Kemerataan (e)
yang tidak sedikit, bila kita memang sepakat Indeks Keanekaragaman spesies
bahwa kelestarian savana di kawasan ini pada seluruh stasiun pengamatan berbeda,
harus tetap dilestarikan atau ada pemikiran pada SBL0 sebesar 2,5271 (kategori sedang),
lain yang beranggapan bahwa upaya pada SBL1 sebesar 2,0946 (kategori sedang),
penanggulangan cukup seperti dilakukan dan pada SBL2 sebesar 1,3329 (kategori
selama ini, sembari menunggu adanya rendah). Berdasarkan data pada Tabel-4 dapat
temuan baru bahwa Acacia nilotica akan dikemukakan bahwa ada kecenderungan
dapat dimanfaatkan secara lestari dimana semakin banyak spesies yang
(sustainable). dijumpai pada unit sampling maka semakin
besar nilai Indeks Keanekaragaman di
Nilai Penting (NP) daearah tersebut. Misalnya, pada SBL0-2
Berdasarkan data pada Tabel-3, dijumpai 19 spesies, nilai Indeks
dapat dikemukakan bahwa mengacu pada Keanekaragamannya sebesar 2,5413.
kriteria yang telah ditentukan, maka hanya 2 Sedangkan pada SBL2-5 dijumpai 8 spesies,
Jurnal Ilmiah Pendidikan Biologi, Biologi Edukasi Volume 3, Nomor 2, Desember 2011, hlm 38-50

nilai Indeks Keanekaragaman 1,4240. sangat heterogen, sehingga dapat


Selanjutnya data pada Tabel-4 juga menurunkan kekayaan spesies disertai
mengindikasikan bahwa tingkat kerapatan dengan peningkatan keanekaragaman spesies.
tegakan Acacia nilotica berpengaruh Hal tersebut dapat terjadi karena setiap
langsung terhadap nilai Indeks stasiun pengamatan mempunyai jumlah
Keanekaragaman Spesies di tempat tersebut. individu yang sangat bervariasi. Kemerataan
Jumlah rata-rata spesies pada daerah terbuka akan menjadi maksimum dan homogen, jika
(SBL0) sebanyak 19 spesies, pada daerah semua spesies mempunyai jumlah individu
SBL1 sebanyak 12 spesies, dan SBL2 yang sama pada setiap unit sampel. Gejala
sebanyak 8 spesies. Dengan demikian, tingkat demikian sangat jarang terjadi di alam,
kerapatan tegakan Acacia nilotica telah karena setiap spesies mempunyai daya
menyebabkan gangguan pada lingkungan adaptasi dan toleransi serta pola sejarah hidup
tumbuhan yang hidup di bawahnya, sehingga yang berbeda terhadap kondisi habitat yang
jumlah spesies yang dapat beradaptasi dan ada. Demikian juga bila dikaitkan dengan
toleran terhadap kondisi demikian jumlahnya stadia perkembangan mulai dari berkecambah
terbatas. Hal ini kemungkinan besar erat sampai mati. Selain itu kondisi lingkungan di
kaitannya dengan keterbatasan intensitas alam sangat kompleks dan bervariasi. Pada
sinar matahari akibat naungan, atau karena lingkungan level makro mungkin bersifat
ada pengaruh alelopati dan kompetisi dari homogen, tetapi pada lingkungan level mikro
Acacia nilotica terhadap tumbuhan yang dapat teridiri dari mikrositus- mikrositus yang
hidup di bawahnya. sangat heterogen. Mikrositus yang relatif
Hasil perhitungan Indeks Kemerataan sama akan ditempati oleh individu yang
spesies menunjukkan nilai relatif homogen sama, kondisi demikian akan mempengaruhi
berkisar dari 1,5364-1,9848 (Tabel-4). pola distribusi di alam secara alami (Djufri,
Perbedaan pada setiap stasiun pengamatan 1995). Pernyataan ini sangat relevan dengan
terlalu kecil. Mengacu pada Tabel 3, dapat data yang dihasilkan dalam penelitian ini
dikemukakan bahwa Indeks Keanekaragaman bahwa pada seluruh stasiun pengamatan nilai
dan Indeks Kemerataan merupakan dua hal kemerataannya relatif homogen. Dengan
yang berbeda, demikian juga halnya antara demikian, fakta ini memberi indikasi bahwa
kekayaan spesies dan keanekaragaman kondisi lingkungan pada seluruh kawasan
spesies. Menurut Barbour et al. (1987) relatif homogen. Menurut Clement dalam
adakalanya kekayaan spesies berkorelasi Weaver (1978) bahwa tumbuhan dapat
positif dengan keanekaragaman, tetapi digunakan sebagai indikator suatu
kondisi lingkungan di sepanjang areal kajian lingkungan.

Tabel-3. Nilai Penting (NP) Spesies dalam % pada seluruh stasiun pengamatan
Nilai Penting/Stasiun Rata-
No. Spesies Jumlah
I II III rata
1. Vernonia cinerea 42,40 7,84 - 50,24 16,75
2. Lantana camara 34,70 - - 34,70 11,57
3. Bidens pilosa 31,46 10,01 - 41,47 13,82
4. Eupatorium odoraratum 27,65 - - 27,65 9,22
5. Oplismenus burmanii 22,07 50,20 70,53 142,80 47,60
6. Axonopus compressus 22,21 40,50 59,96 122,67 40,89
7. Dactyloctenium aegyptium 21,72 15,05 7,34 44,11 14,70
8. Dichantium coricosum 17,20 11,62 - 28,82 9,60
9. Synedrella nudiflora 11,05 82,75 84,81 178,61 59,54
10. Themeda arguens 13,50 - - 13,50 4,50
11. Stachytarpeta indica 9,40 13,21 - 22,61 7,54
12. Tespesia lanpas 10,00 5,20 7,76 22,96 7,65
13. Achyrantes aspera 8,77 12,83 13,65 35,25 11,75
14. Mimosa pudica 4,41 - - 4,41 1,47
15. Ageratum conyzoides 6,78 14,43 22,65 43,86 14,62
16. Acalypha indica 5,45 20,94 33,30 59,69 19,90
17. Euphorbia hirta 5,37 6,21 - 11,58 3,86
18. Ocimum basilicum 3,32 - - 3,32 1,11
19. Acacia nilotica 1,27 9,21 - 11,58 3,86
20. Acacia leprosula 1,27 - - 1,27 0,42
Jumlah 300 300 300 900 300
Rata-rata 100 100 100 300 100
Djufri, Pengaruh Tegakan Akasia (Acacia nilotica) (L.) Willd. ex. Del. Terhadap Komposisi dan
Keanekaragaman Tumbuhan Bawah di Savana Balanan Taman Nasional Baluran Jawa Timur

Tabel-4. Nilai Indeks Keanekaragaman Komunitas tanpa tegakan Acacia nilotica


Spesies (H’) dan Indeks (SBL0) 20 spesies dengan penciri atau
Kemerataan Spesies (e) seluruh dominan Thespesia lanpas, Vernonia cinerea,
stasiun pengamatan dan Bidens pilosa. (b). Komunitas dengan
Lokasi
Stasiun Jumlah
H’ e
kerapatan tegakan Acacia nilotica 1500-2500
Pengamatan Spesies pohon/ha (SBL1) 12 spesies, dengan penciri
SBL0-1 20 2,5718 1,9768 Oplismenus burmanii, Synedrella nudiflora,
SBLO-2 19 2,5413 1,9873 dan Axonopus compressus dan (c).
SBLO-3 17 2,4367 1,9804 Komunitas dengan kerapatan tegakan Acacia
I SBLO-4 20 2,5718 1,9768
SBLo-5 18 2,5140 2,0027
nilotica > 2500 pohon/ha (SBL2) spesies 7
Total 94 12,6356 9,9240 spesies, dengan penciri Oplismenus
Rata-rata 18,80 2,5271 1,9848 burmanii, Synedrella nudiflora, dan
SBL1-1 14 2,1073 1,8387 Axonopus compressus masing-masing spesies
SBL1-2 13 2,0914 1,8775 yang dijumpai disajikan pada Tabel-3.
SBL1-3 12 2,0756 1,9232 Berdasarkan nilai Indeks Similaritas pada
II SBL1-4 14 2,1073 1,8387 matriks maka kita telah berhasil
SBL1-5 13 2,0914 1,8775 mengklasifikasikan komunitas yang diteliti.
Total 66 10,4730 9,3556
Rata-rata 13,20 2,0946 1,8711
SBL2-1 8 1,4240 1,5770 Pola Distribusi Spesies
SBL2-2 7 1,2130 1,4353 Melalui pendekatan distribusi
SBL2-3 6 1,1794 1,5155 Poisson dapat diketahui bahwa dari 20
III SBL2-4 8 1,4240 1,5770 spesies yang ditemukan di wilayah penelitian
SBL2-5 8 1,4240 1,5770 12 spesies di antaranya (60 %) pola distribusi
Total 37 6,6644 7,6818 mengelompok, 6 spesies (30 %) pola
Rata-rata 7,40 1,3329 1,5364 distribusi teratur, dan 2 spesies (10 %) pola
Keterangan : SBL0 = Savana Balanan tanpa distribusi acak (Tabel V-6). Dengan
tegakan pohon Acacia nilotica, BL1 = Savana demikian, dapat dikemukakan bahwa spesies
Balanan dengan kerapatan pohon Acacia nilotica
penyusun savana Balanan Taman Nasional
1500-2000/ha dan SBL2 = Savana Balanan dengan
kerapatan pohon Acacia nilotica > 2.500/ha.
Baluran Jawa Timur cenderung mempunyai
pola distribusi mengelompok. Terlepas dari
Indeks Similaritas (IS) pengaruh faktor lingkungan dan kompetisi,
Perhitungan Indeks Similaritas hasil tersebut relevan dengan kesimpulan
bertujuan untuk membandingkan komposisi Barbour et al. (1987) bahwa
dan variasi nilai kuantitatif spesies pada pola distribusi spesies di alam cenderung
seluruh stasiun pengamatan. Nilai ini mengelompok (clumped), sebab tumbuhan
selanjutnya akan mengindikasikan bahwa bereproduksi dengan biji yang jatuh dekat
unit sampling yang diperbandingkan jika induknya atau dengan rimpang yang
mempunyai nilai Indeks Similaritas yang menghasilkan anakan vegetatif masih dekat
besar berarti mempunyai kemiripan dengan induknya.
komposisi dan nilai kuantitatif spesies yang Pola distribusi spesies tumbuhan
sama, demikian juga sebaliknya. Dalam dipengaruhi oleh perbedaan kondisi tanah,
ekologi tumbuhan teknik ini dapat dipakai sumberdaya, dan kompetisi. Hasil
untuk mengklasifikasikan berbagai vegetasi pengukuran sampel tanah di lapangan
berdasarkan nilai kuantitatifnya. Hasil khususnya pH dan kelengasan tanah
perhitungan Indeks Similaritas pada seluruh menunjukkan perbedaan relatif kecil, pH
stasiun pengamatan disajikan pada Tabel-5. berkisar 6,924-7,223 dan kelengasan berkisar
Hasil perhitungan Indeks 14,08-16,36. Keadaan yang relatif homogen
Similaritas menunjukkan bahwa stasiun tersebut tidak berpengaruh terhadap pola
pengamatan yang mempunyai Indeks distribusi spesies, demikian juga terhadap
Similaritas kategori sangat tinggi (IS = > kehadiran spesies pada seluruh sampling
75%) adalah kombinasi antara stasiun yang diamati. Bila faktor yang
pengamatan 1-2; 1-3, 1-4, 2-3, 2-4, 2-5, 2-6, mempengaruhi kehadiran spesies pada suatu
3,5, 3-6, 4-6, 6-7, 6-8, 6-10, 7-8, 7-9, 10-11, tempat relatif kecil, maka ini merupakan
10-12, 10-13, 11-14, dan 11-15. Hasil ini kesempatan semata dan biasanya
memberikan indikasi bahwa komunitas menghasilkan pola distribusi spesies secara
tumbuhan bawah pada tegakan Acacia acak (Greig-smith dalam Djufri 2002). Hasil
nilotica dapat dibedakan atas tiga kelompok perhitungan pola distribusi spesies di wilayah
yang berbeda sangat tegas yaitu ; (a). penelitian menunjukkan kenyataan yang
Jurnal Ilmiah Pendidikan Biologi, Biologi Edukasi Volume 3, Nomor 2, Desember 2011, hlm 38-50

berbeda, karena sebagian besar spesies (52%) makanan bagi herbivora sudah tidak
menunjukkan pola distribusi mengelompok. memadai. Dalam kondisi demikian, biasanya
Dengan demikian, tentu ada faktor lain yang herbivora mencari makanan di tempat lain,
lebih berpengaruh terhadap pola distribusi di misalnya di kawasan hutan yang selalu hijau
wilayah penelitian, tetapi bukan faktor pH (evergreen forest) yang berbatasan dengan
dan kelengasan tanah yang diukur dalam komunitas savana, meskipun makanan yang
penelitian ini. Gejala demikian dapat tersedia tidak sebanyak di savana.
dipelajari dengan mengukur variabel
lingkungan lainnya, serta mempelajari Hubungan antara Life Form dengan Pola
pengaruh kompetisi terhadap kehadiran Distribusi
spesies. Setelah diketahui pola distribusi
Gejala yang menarik lainnya setiap spesies, maka selanjutnya melihat
bahwa spesies dengan pola distribusi kecenderungan yang diperlihatkan oleh life
mengelompok umumnya dari bentuk hidup form yang berbeda. Life form yang dimaksud
(life form) rumput yaitu rumput gunung terbatas pada spesies tumbuhan berbentuk
(Oplismenus burmanii), lamuran merah rumpun (multi plant) dan non-rumpun (single
(Dichantium coricosum), tuton plant). Besarnya rasio yang dieperoleh dari
(Dactyloctenium aegyptium), dan rumput pait kedua kelompok tersebut disajikan pada
(Axonopus compressus). Spesies ini secara Tabel-7.
fisiognomi mendominasi seluruh kawasan Keterangan : Jika 2hitung > 2tabel maka pola
dengan areal penutupan (cover ground) distribusi non-acak, jika terjadi sebaliknya
mencapai 70 %. Dengan demikian, jika maka pola distribusi acak. Pola distribusi
dikaitkan dengan fungsi savana di kawasan mengelompok bila V > 1, dan pola distribusi
ini sebagai sumber makanan (feeding ground) teratur bila V < 1.
bagi herbivora berupa mamalia besar, Berdasarkan data pada Tabel-7
misalnya banteng (Bos javanicus), rusa diperoleh fakta bahwa spesies kelompok
(Cervus timorensis), kerbau liar (Bubalus rumpun mempunyai kecenderungan pola
bubalis), dan kijang (Muntiacus muntjak) distribusi mengelompok lebih kescil
masih dapat diharapkan terutama pada musim dibandingkan dengan pola distribusi teratur
hujan yaitu Nopember-Maret. Sementara dan acak. Dengan demikian, dapat
pada musim kemarau April-Oktober kondisi dikemukakan bahwa kelompok rumpun
savana di kawasan ini kering kerontang, dan memiliki pola distribusi khas mengelompok.
puncaknya pada bulan Juli-Oktober.
Sehingga bila ditinjau dari aspek ketersedian

Tabel-6. Pola distribusi spesies tumbuhan bawah pada tegakan Acacia


nilotica di savana Balanan
Pola
No. Spesies X2-htg V
Distribusi
1. Vernonia cinerea 308,25 3,06 Mengelompok
2. Lantana camara 294,09 2,90 Mengelompok
3. Bidens pilosa 271,80 2,70 Mengelompok
4. Eupatorium odoraratum 238,54 2,36 Mengelompok
5. Oplismenus burmanii 210,64 2,09 Mengelompok
6. Axonopus compressus 178,11 1,69 Mengelompok
7. Dactyloctenium aegyptium 162,43 1,63 Mengelompok
8. Dichantium coricosum 160,74 1,61 Mengelompok
9. Synedrella nudiflora 157,40 1,54 Mengelompok
10. Themeda arguens 154,30 1,51 Mengelompok
11. Stachytarpeta indica 147,16 1,43 Mengelompok
12. Tespesia lanpas 135,94 1,32 Mengelompok
13. Achyrantes aspera 69,15 0,67 Teratur
14. Mimosa pudica 64,27 0,63 Teratur
15. Ageratum conyzoides 59,76 0,58 Teratur
16. Acalypha indica 44,26 0,43 Teratur
17. Euphorbia hirta 43,12 0,42 Teratur
18. Ocimum basilicum 41,76 0,41 Teratur
19. Acacia nilotica 9,62 - Acak
20. Acacia leprosula 8,73 - Acak
Djufri, Pengaruh Tegakan Akasia (Acacia nilotica) (L.) Willd. ex. Del. Terhadap Komposisi dan
Keanekaragaman Tumbuhan Bawah di Savana Balanan Taman Nasional Baluran Jawa Timur

Fenomena ini dapat dijelaskan karena kelompok rumpun lebih besar daripada
kelompok rumpun mempunyai jumlah kelompok non-rumpun, namun berbanding
individu relatif banyak pada setiap kuadrat terbalik untuk pola distribusi teratur dan acak.
pengamatan, dan perkembangbiakannya Dengan demikian, data pada Tabel-6 sangat
secara rimpang atau stolon yang relevan dengan hasil uji probabilitas. Dengan
menghasilkan anakan vegetatif masih dekat kata lain, peningkatan jumlah spesies
dengan induknya. Spesies non-rumpun kelompok rumpun sebagai unit sampel diikuti
mempunyai kecenderungan pola distribusi dengan peningkatan probabilitas pola
acak sama dengan pola distribusi teratur. distribusi mengelompok dan memperkecil
Dengan demikian, dapat dikemukakan bahwa pola distribusi teratur dan acak. Untuk spesies
kelompok non-rumpun cenderung non-rumpun akan terjadi sebaliknya,
mempunyai pola distribusi khas reguler atau meskipun nilai probababilitas yang
acak. Fenomena ini dapat dijelaskan karena ditunjukkan tidak terlalu mencolok, hal ini
kelompok non-rumpun pada umumnya disebabkan karena terbatasnya unit sampel.
mempunyai nilai frekuensi sangat tinggi,
namun tidak didukung oleh jumlah individu Asosiasi Spesies
yang banyak pada setiap kuadrat pengamatan. Hasil perhitungan seluruh pola
Selain itu, propagul yang dihasilkan tidak asosiasi tegakan pohon Acacia nilotica
harus jatuh dan tumbuh dekat induknya, terhadap tumbuhan bawah disajikan pada
karena penyebarannya dipengaruhi oleh Tabel-8. Berdasarkan data pada Tabel-8
faktor luar, misalnya angin atau dibawa oleh menunjukkan bahwa 15 spesies (75 %)
hewan tertentu. Kemungkinan lainnya adalah berasosiasi positif dengan tegakan Acacia
terjadi kompetisi dengan kelompok rumpun, nilotica dan 5 spesies (25 %) berasosiasi
sehingga pertumbuhannya terhambat pada negatif. Fakta lapangan ini mengindikasikan
kisaran luas habitat tertentu. bahwa ada 5 spesies yang berasosiasi negatif
dengan Acacia nilotica artinya tidak dapat
Tabel-6. Rasio pola distribusi spesies beradaptasi dan toleran terhadap tegakan
kelompok rumpun dan non-rumpun di savana Acacia nilotica, spesies yang dimaksud
Balanan adalah nyawon (Vernonia cineria), temblek
ayam (Lantana camara), ketulan (Bidens
Life Form pilosa), merakan (Themeda arguens), dan
Pola Rumpun Non- Jumlah putri malu (Mimosa pudica).
No.
Distribusi (%) Rumpun (%) Menurut Barbour et al. (1987) bila
(%) spesies berasosiasi positif maka akan
1. Mengelompok 41,67 58,33 100 menghasilkan hubungan spasial positif
2. Teratur - 100 100
terhadap patnernya. Kalau satu patner
3. Acak - 100 100
didapatkan dalam sampling, maka
kemungkinan besar akan ditemukan patner
Tabel-7. Probabilitas pola distribusi spesies
lainnya tumbuh di dekatnya. Dua spesies
kelompok rumpun dan non-rumpun di savana
saling beradaptasi satu sama lain dan hadir
Balanan
dalam pola mengelompok. Hal yang berbeda
pada spesies yang berasosiasi negatif, mereka
Pola Rumpun Non-
No. Distribusi (%) rumpun saling mengusir (menjauh) satu sama lain dan
(%) hadir dalam pola teratur. Jika tidak ada
1. Mengelompok 100 53,42 interaksi di antara spesies, lokasi satu spesies
2. Teratur 0 29,14 tidak berpengaruh terhadap lokasi spesies
3. Acak 0 17,44 lain, dan dua spesies tersebut tersebar secara
Jumlah 100 100 acak.
Asosiasi positif di antara dua
Untuk mengetahui seberapa besar spesies dengan indikasi nilai frekuensi
tingkat keyakinan rasio yang ditunjukkan observasi (f0) lebih tinggi dibandingkan
pada Tabel 6, dapat diuji dengan menghitung dengan nilai frekuensi diharapkan (fh), ini
besarnya nilai probabilitas setiap life form memberikan indikasi interaksi yang baik
(Tabel-8). Berdasarkan data pada Tabel-8 untuk satu spesies atau bagi kedua spesies,
dapat ditunjukkan bahwa hubungan life form misalnya mutualisme, komensalisme, dan
dengan pola distribusi spesies sangat nyata. rantai makanan antara herbivora dengan
Besarnya probabilitas untuk memperoleh tumbuhan. Sedangkan asosiasi negatif di
pola distribusi mengelompok untuk antara dua spesies dengan indikasi nilai
Jurnal Ilmiah Pendidikan Biologi, Biologi Edukasi Volume 3, Nomor 2, Desember 2011, hlm 38-50

frekuensi observasi (fo) < dibandingkan nilai (Axonopus compressus), dengan nilai indeks
frekuensi yang diharapkan (fh), memberikan 0,82 dan rumput gunung (Oplismenus
indikasi asosiasi bersifat merugikan terhadap burmanii) dengan nilai indeks 0,78.
satu spesies, misalnya kompetisi, alelopati, Sedangkan yang lainnya mempunyai nilai
predator, dan pengembalaan (grazing). indeks asosiasi rendah (< 0,50). Dengan
Mengacu pada Tabel 6 di atas, dikaitkan demikian, dapat dikemukakan bahwa
dengan ketersedian makanan bagi satwa yang dominasi Axonopus compressus dan
hidup di savana Balanan Taman Nasional Oplismenus burmanii akan menentukan
Baluran dapat dikemukakan bahwa spesies perkembangan savana di kawasan ini untuk
rumput sebagai makanan utama bagi masa yang akan datang. Bila ditinjau dari
herbivora di kawasan ini misalnya banteng kepentingan ketersedian makanan bagi
(Bos javanicus), rusa (Cervus timorensis), herbivora, maka dominasi kedua spesies
kerbau liar (Bubalus bubalis), dan kijang tersebut sangat menguntungkan bagi satwa,
(Muntiacus muntjak), menunjukkan asosiasi karena spesies ini merupakan makanan yang
positif terhadap Acacia nilotica, misalnya sangat digemari oleh banteng, rusa. kerbau
rumput gunung (Oplismenus burmanii), liar, dan kijang. Namun, dominasi Thespesia
rumput pait (Axonopus compressus), lamuran lanpas dan Bidens pilosa di daerah terbuka
merah (Dichantium coricosum), dan tuton sangat merugikan, karena spesies ini tidak
(Dactyloctenium aegyptium). Dengan dimakan oleh banteng, kerbau liar, rusa, dan
demikian, ditinjau dari aspek ketersediaan kijang. Di samping itu, spesies ini juga
makanan, maka savana Kramat masih dapat bersifat gulma yang sangat agresif dalam
menyediakan kebutuhan makanan satwa di menguasai tempat, karena bentuk hidupnya
tempat tersebut, walaupun dari aspek kualitas berupa semak yang ukurannya lebih besar
dan kuantitas masih perlu dikaji lebih jauh dari kelompok rumput. Akibatnya rumput
terkait dengan konsep daya dukung (carryng yang hidup di bawahnya ternaungi, sehingga
capacity) suatu savana. mengganggu bahkan dapat mematikan
Hasil perhitungan tingkat asosiasi spesies rumput. Oleh karenanya, antisipasi
spesies tumbuhan bawah terhadap tegakan terhadap perkembangan kedua spesies
Acacia nilotica menunjukkan bahwa hanya 2 tersebut harus segera dilakukan, sehingga
spesies yang memperlihatkan nilai indeks fungsi savana di kawasan ini dapat
asosiasi yang maksimum yaitu rumput pait dipertahankan tetap optimal.

Tabel-8. Asosiasi Acacia nilotica terhadap tumbuhan bawah di savanna Balanan


Chi- Tipe Tingkat
Spesies Pasangan Spesies
square Asosiasi Asosiasi
Vernonia cinerea 32,97 - 0,21
Lantana camara 14,46 - 0,26
Bidens pilosa 21,74 - 0,30
Eupatorium odoraratum 7,43 + 0,67
Oplismenus burmanii 8,12 + 0,78
Axonopus compressus 6,47 + 0,82
Dactyloctenium aegyptium 2,50 + 0,54
Dichantium coricosum 5,60 + 0,49
Synedrella nudiflora 2,98 + 0,82
Acacia Themeda arguens 1,76 - 0,43
Nilotica Stachytarpeta indica 1,60 + 0,26
Tespesia lanpas 2,84 + 0,37
Achyrantes aspera 7,52 + 0,54
Mimosa pudica 4,15 - 0,21
Ageratum conyzoides 20,14 + 0,76
Acalypha indica 5,13 + 0,52
Euphorbia hirta 6,71 + 0,47
Ocimum basilicum 3,30 + 0,26
Acacia nilotica 2,60 + 0,21
Acacia leprosula 2,54 + 0,20
Keterangan : SBL0 = Savana Balanan tanpa tegakan pohon Acacia, SBL1 = Savana Balanan dengan
kerapatan pohon Acacia nilotica 1500-2500/ha dan SBL2 = Savana Balanan dengan kerapatan pohon Acacia
nilotica > 2.500/ha.
Djufri, Pengaruh Tegakan Akasia (Acacia nilotica) (L.) Willd. ex. Del. Terhadap Komposisi dan
Keanekaragaman Tumbuhan Bawah di Savana Balanan Taman Nasional Baluran Jawa Timur

SIMPULAN Djufri. (1995). Inventarisasi Flora Sepanjang


Berdasarkan hasil analisis data, Proyek Krueng Aceh untuk Menunjang
maka dapat dikemukan beberapa kesimpulan Perkuliahan Ekologi dan Taksonomi
sebagai berikut ; (i). Spesies yang dijumpai di Tumbuhan. Banda Aceh : Puslit
savana Balanan Taman Nasional Baluran Unsyiah Darussalam.
Jawa Timur sebanyak 20 spesies yang terdiri Djufri. (1999). Pengaruh Konsentrasi
dari 8 familia. (ii). Spesies yang Alelopati Ekstrak Daun dan Akar
mendominasi dengan Nilai Penting (NP) Kayu Putih (Eucalyptus urophylla)
sangat tinggi dan tinggi adalah Oplismenus Terhadap Viabilitas Perkecambahan
burmanii, Axonopus compressus dan Beberapa Jenis Suku Fabaceae. Banda
Synedrella nudiflora. (iii). Indeks Aceh : Puslit Unsyiah Darussalam.
Keanekaragaman Sepesies (H’) di daerah Djufri. (2002). Penentuan Pola Distribusi,
terbuka lebih tinggi (2,5271) dibandingkan Asosiasi, dan Interaksi Spesies
dengan daerah yang ternaungi oleh tegakan Tumbuhan Khususnya Padang Rumput
Acacia nilotica (2,0946-1,3329). (iv). Pada di Taman Nasional Baluran Jawa
seluruh kombinasi stasiun pengamatan Timur. Biodiversitas. 3(1):181-188.
menghasilkan nilai Indeks Similaritas (IS) Djufri. (2003). Analisis Vegetasi
pada umumnya tinggi, (lihat matrik IS). (v). Spermatophyta di Taman Hutan Raya
Dari 20 spesies penyusun savana yang (TAHURA) Seulawah Aceh Besar.
diteliti, 12 di antaranya mempunyai pola Biodioversitas. 4(1):30-34.
distribusi mengelompok, 6 spesies dengan Djufri. (2004). REVIEW: Acacia nilotica (L.)
pola distribusi teratur, dan 2 spesies dengan Willd. ex Del. dan Permasalahannya di
pola distribusi acak. (vi). Pada umumnya Taman Nasional Baluran Jawa Timur.
spesies yang hidup di bawah tegakan Acacia Biodiversitas. 5(2):96-104.
nilotica berasosiasi positif dengan Acacia Brenan, J.P.M. (1983). Manual on taxonomy
nilotica, kecuali 5 spesies yang menunjukkan of Acacia species; present taxonomy of
asosiasi negatif yaitu ; four species of Acacia (A. albida, A.
nyawon (Vernonia cineria), temblek ayam senegal, A. nilotica, A. tortilis). FAO,
(Lantana camara), ketulan (Bidens pilosa), Rome. pp. 20-24.
merakan (Themeda arguens), dan putri malu Duke. 1983. Medicinal plants of the Bible.
(Mimosa pudica), dan 2 spesies dengan nilai Trado-Medic Books, Owerri, New
indeks kategori tinggi yaitu nyawon putih York.
(Eupatorium odoratum), dan daun bolong Gold-Smith. (1986). Discription and Analysis
(Achyrantes aspera). of Vegetation. In. Methods in Plant
Ecology (eds. Champman, S.B. & P.D.
DAFTAR PUSTAKA Moore). London : Blacwell Scientific
Anonim. (1999). Rancangan Pencabutan Publication, Oxford.
Seedling/Anakan Hasil Pembongkaran Gupta, R.K. 1970. Resource survey of
secara Mekanis, 150 ha di Savana gummiferous acacias in Western
Bekol. Taman Nasional Baluran. Rajasthan. Tropical Ecology 11. 148-
Reboisasi Taman Nasional Baluran. 161.
Backer, A.C. and R.C. Bakhuizen van den Junawati, M. dan H. Muhammad. (1997).
Brink, Jr. (1963, 1965, 1968). Flora of Peranan Lingkungan Fisik Terhadap
Java (Spermatophyte only). I, II, III. Produksi. Dalam D. Sitepu, Sudiarto,
The Netherlands : Groningen. Nurliani Bermawie, Supriadi,
Barbour , G.M., J.K. Burk and W.D. Pitts. Deciyanto Soetopo, Rosita S.M.D.,
Terrestrial Plant Ecology. New York. Hernani dan Amrizal, M. Rivai (eds).
: The Benyamin/Cummings Publishing Jahe. Monograf N0.3. Balai Penelitian
Company. dan Pengembangan Pertanian. Balai
Cox, G.W. (1978). Laboratory Manual of Penelitian Tanaman Rempah dan Obat,
General Ecology. USA : WM.C. Bogor.
Brown Company Publisher. Krebs, C.J. (1978). Ecology The
Djufri. (1993). Penentuan Pola Distribusi, Experimental Analysis of Distribution
Asosiasi dan Interaksi Jenis Tumbuhan and Abundance. New York,
Khususnya Padang Rumput di Taman Hagerstown, San Fransisco, New York
Nasional Baluran Banyuwangi Jawa : Harper and Row, Publisher.
Timur. Tesis. Yogyakarta : Universitas
Gadjah Mada.
Jurnal Ilmiah Pendidikan Biologi, Biologi Edukasi Volume 3, Nomor 2, Desember 2011, hlm 38-50

Ludwig, J.A. and Reynolds, J.F. (1988). Setiadi, D. Muhadiono, I. (2001). Penuntun
Statistical Ecology. United States of Praktikum Ekologi. Bogor :
America. Laboratorium Ekologi Jurusan
Mueller-Dombois, D. & H.H. Ellenberg. Biologi. Fakultas Matematika dan
(1974). Aims and Methods of Ilmu Pengetahuan Alam. Institut
Vegetation Ecology. New York : Pertanian Bogor.
Wiley and Sons. Shukla, R.S. & P.S. Chandel. (1982). Plant
Mutaqin, Ikin Zainal. 2002. Keanekaragaman Ecology. New Delhi : S. Chand &
Hayati dan Pengendalian Jenis Asing Company, Ltd. Ram Nagar.
Invasif. Upaya Penanggulangan Soerjani, M. Kosterman, A.J.G.H. dan
Tanaman Eksotik Acacia nilotica di Tjitrosoepomo, G. (1987). Weeds of
Kawasan Taman Nasional Baluran. Rice in Indonesia. Jakarta : Balai
Jakarta : Kantor Menteri Negara Pustaka.
Lingkungan Hidup. Supranto, J. (1987). Statistik Teori dan
Pitono, J. M. Januwati dan Ngadiman. Aplikasi. Jakarta : Erlangga.
(1996). Pengaruh Naungan Terhadap Steel, R.C.D. and J.M. Torrie. (1980).
Pertumbuhan dan Produksi Terna Principles and Procedurs of Statistics;
Tanaman Sambiloto. Warta Tumbuhan A Biometric Approach. Tokyo :
Obat Indonesia. Kelompok Kerja McGraw-Hill.
Nasional Tumbuhan Obat Indonesia. Syafei, E. (1994). Penuntun Praktikum
Vol. III (1):39-40. Ekologi Tumbuhan. Bandung :
Rice, E.L. (1974). Allelopathy. New York : Laboratorium Ekologi Institut
Academic Press. Teknologi Bandung.
Sabarno, M. Y. 2002. Savana Taman Weaver, J.E. and Frederic, E.C. 1978. Plant
Nasional Baluran. Biodiversitas. 3(1) : Ecology. Tata McGraw-Hill
207-212 Publishing Company Ltd. New Delhi.

You might also like