MANAGEMENT PATIENT VENTILATION.2019.Ns - Nurma New

You might also like

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 93

Ns. Nurmayanti.

SKep
WORKSHOP VENTILASI MEKANIK
HIPERCCI DKI 2019
MENGAPA INI
PENTING ??

Dimana peran
perawat
Ciritcal Care??
12-Dec- 05 7

Monitoring Hemodinamik Oral care

SUCTIONING

OBSERVASI

DRUGS MAINTENANCE
POSTURAL DRAINAGE

WEANING KESELAMTAN
PENCEGAHAN
BRATHING EXERCISE VENTILATOR PASIEN INFEKSI
Indication mechanical ventilation
 66 % Respiratory failure
 15 % Comatous
 13 % COPD
 5 % Neuromuscular desease
(acute respiratory distress syndrome, heart
failure, pneumonia, sepsis, complications of
surgery, and trauma )

Journal of Respiratory Disease, vol 171.pp. 388-461;


1. Memperbaiki pertukaran gas
Mengatasi hipoksemia
Menurunkan hiperkarbia
Memperbaiki asidosis respiratorik akut
2. Mengatasi distress nafas
Menurunkan konsumsi oksigen
Menurunkan beban kerja otot nafas
3. Memperbaiki ketidakseimbangan paru
Membuka atelektase
Memperbaiki compliance
Mencegah cedera paru lebih lanjut
4. Kontrol eliminasi CO2
Penderita dengan TIK meningkat
5. Menurunkan kerja jantung
 Gagal jantung
6. Profilaksis Pasca operasi bedah besar
1. Akibat intubasi & ekstubasi :
 laserasi,
 perforasi faring-laring,
 suara serak,
 spasme laring,
 edema laring

2. Berhubungan dgn pipa endotrakea &


trakeostomi :
 stenosis trakea,
 trakeomalasi
3. Karena kerja ventilator :
 kegagalan mesin,
 nebulisasi & humidifikasi tidak adekuat,
 pemanasan udara inspirasi berlebihan,
 ventilator terkontaminasi bakteri : Ventilator
Associated Pneumonia (VAP).
4. Komplikasi medik selama ventilasi mekanik:
 hipo- & hiperventilasi,
 displasi bronkhopulmoner,
 hipotensi, curah jantung turun, rentensi air krn ADH
meningkat,
 VILI barotrauma : pneumotorak,
pneumomediastaum, emfisema interstisial paru,
emfisema kutis)
VENTILATOR INDUCED
LUNG INJURY (VILI)

ATELECTRAUMA

BAROTRAUMA

BIOTRAUMA

VOLUTRAUMA
EBN: Penelitian Carraso Loza R, et al. Open Respir
Med J. 2015: Injured lungs can be partially
protected by optimal settings and ventilation
modes, using low tidal volume (VT) value and
high positive end expiratory pressure (PEEP)
5. Pengunaan muscle relaxsan/ pain killer
 Skeletal Muscle Dysfunction - SMD

 Deep Vein Thrombosis (DVT)

 Stress Ulcer
 Monitoring respon pasien terhadap ventilator
 Mengkaji adanya kegagalan sistem ventilasi
 Mengkaji komplikasi jalan nafas pada saat
intubasi
 Oral Care
 Menjaga kebersihan jalan nafas (aseptic
suctioning )
 Monitoring hemodinamik : cardiac output,
renal perfusi, cerebral perfusi
 Positioning
 Postural drainage
 NYERI
 TIDAK NYAMAN
 TAKUT
 RASA SENDIRI
 PENOLAKAN
 MARAH

PERLU SUPORT SISTEM


YANG ADEKUAT
COMPREHENSIVE
PAIN NURSING CARE OBSERVATION &
MANAJEMEN CONTROLING

EXPLORE &
DRUG CONTROL EMOTION
MAINTENANCE

POSITIONING

TARGET PATIENT ACCEPTABLE


Hemodynamic Effects of Lung
Inflation
Hemodynamic Effects of Lung Inflation

Pleural pressure

Arus balik vena (venous return)

pulmonary vaskular resistance

Kompresi pada vena cava inferior

Heart Rate

BLOOD PRESSURE
 Low Cardic Output Syndrome (LCOS)
 Metabolic Acidosis
 Decreased Oxygen Saturation
 Increased /decrease Heart Rate
 Decreased Oxygen Delivery
 Decrease renal perfusion (oligo-
anuria, AKI)
 Cold Extrimities
 Capillary Refill more than 3 seconds
• Is it working ?
– Look at the patient !!
– Listen to the patient !!
– Pulse Oximetri, ABG, EtCO2
– Chest X ray (ett position, Lung
capacity)
– Look at the ventilator (PIP; TVe;
Mve ; RR, other alarm parameter)
• Airway : is the tube still in? (may need
EtCO2 to confirm) Is it patent? Is it in the
right position?
• Breathing : is the chest movement? Breath
sounds present and equal? Changes in
exam? Atelectasis, bronchospasm,
pneumothorax, pneumonia?
• Circulation: shock?
• Infections : Sepsis ?
HIGH RISK INFECTION

ICRA
(INFECTION CONTROL RISK ASSESMENT )
Salah satu penyebab utama kematian pasien di ICU
terjadi setelah > 48 jam mengunakan
Ventilasi Mekanik
 VAP occur in 9-27% of all intubated patients
 VAP is the 1st most common HAIs
 Increased ICU stay by several days ,avg.
hospital 5 to 10 days more.
 Mortality = 30% to 70%
 Added costs of $40,000 -$50,000 per stay.

Journal of Respiratory Disease, vol 171.pp. 388-461;


Early Onset
Terjadi 48-96 jam setelah Ventilasi
mekanik

Late Onset
Terjadi > 96 jam setelah Ventilasi
mekanik
 Kejadian VAP meningkat
 Gangguan pembersihan mukus
 Hilangnya reflek batuk
 Kolonisasi mikroba pathogen di
oropharing
 Micro aspirasi sekret di
oropharing, karena kebocoran
sekret yang sudah
terkontaminasi mikroba
 Primary Route
Early onset after 48 hr
intubation and used
ventilation mechanic
Good cuft Bad cuft
sealed sealed
 Early onset:  Late onset:
 Hemophilus influenza  Pseudomonas
aeruginosa, P.Putida
 Streptococcus  Acinetobacter Baumannii
pneumoniae  Staphylococcus aureus
 Staphylococcus aureus (methicillin resistant)
(methicillin sensitive)
 Escherichia coli
 Klebsiella
 Sensitif antimikroba  Resisten antimikroba

Am J Resp Crit Care (1995)


Saat
Segera menggunaka
setelah n Ventilasi Ekstubasi Setelah
intubasi ekstubasi
Mekanik
PERAWATAN
DASAR ETT

Oral Hygiene

Pengisapan
Fiksasi Sekresi
(Suctioning)

Mengukur
Humidifikasi tekanan balon /
cuff

Chest
Phisiotheraphy
 Cek Kepatenan Tube
Segera setelah intubasi, cek kepatenan ETT
dengan auskultasi dan X-ray. Catat kedalaman
ETT ( tercatat di catatan medis terintegrasi)
 Gunakan plester yang baik untuk
menempelkan tube agar letaknya aman.Cegah
iritasi pada wajah tempat menempelnya tube.
 Oral Higiene teratur
 Suctioning
 Humidifikasi (HME, Chamber Humidifire)
 Positioning ( Head Up Position )
Cuff inflator

Tekanan arterial pd dinding trakea kira-


kira 20-25 mmHg. Jika tek cuff > 25
mmHg maka akan mengganggu sirkulasi
mukosa trakea dan terjadi nekrosis.

Tek cuff dikaji setiap 8 jam


teknik mengembangkan “cuff” :
- kembangkan “cuff” dengan udara sampai
tidak terdengar suara bocor.
- “cuff” dibuka tiap 2 jam selama 15 menit.
Stabilize the ETT

The depth of the tube for a male patient on average is


21-23 cm at teeth

The depth of the tube on average for a female


patient is 19-21 at teeth .
ETT HOLDER
Oral hygiene adalah suatu
perawatan mulut dengan
atau tanpa menggunakan
antiseptik untuk
memenuhi salah satu
kebutuhan personal
hygiene klien

1. Agar mulut tetap bersih / tidak berbau


2. Mencegah infeksi mulut, bibir dan lidah pecah-pecah
(stomatitis)
3. Membantu merangsang nafsu makan
4. Meningkatkan daya tahan tubuh
5. Melaksanakan kebersihan perorangan
6. Merupakan suatu usaha pengobatan
2. ORAL CARE
Frekuensi toothbrush? (2x?)

Frekuensi oral hygiene? (3x?)

Bagian? Bahan yang digunakan?

 Kebersihan mulut dengan


chlorhexidine 0,12 % (menyikat
dan bilas).
 Studi meta analisis Gnatta, Silveira,
Lacerda & Padoveze (2013) didapatkan
hasil bahwa chlorhexidine 0,12%
merupakan faktor protektif untuk
mencegah VAP
 Penelitian Roberts N, Moule P. (2011)
dengan judul Chlorhexidine and tooth-
brushing as prevention strategies in
reducing ventilator-associated
pneumonia rates. HASILNYA: Sikat
Gigi direkomendasikan untuk menjadi
Standar Yang Tinggi dalam Mencegah
VAP bila dilakukan dengan pemberian
Chlorhexidine 0,12 %
 Penelitian Liliana Noemí
Nicolosi, MD PhD (2014) :
HASILNYA: Sikat Gigi dan
Pemberian Chlorhexidine
0,12% bila dengan
pengawasan dokter gigi atau
perawat sangat signifikan
Mencegah Atau
Menurunkan Kejadian VAP
Trauma/ luka

Stomatitis

Karries gigi

Glosisitis
POSITIONING

 Vomitus
 Food
 Protein dissolving enzymes
 Hydrochloric Acid
 Aspiration damage :
 Alveolar Damage
 Increased mucosa damage
 Obstruction airway
 Aspiration Pneumonia HEAD UP POSITON 30 - 45 º
JIKA HEMODINAMIK STABIL
3. PROPHYLAXIS STRESS ULCER
Penggunaan penyekat H2/ PPI (Proton Pump
Inhibitor) memiliki resiko Pneumonia
(perdebatan), sehingga perlu dibarengi dengan
pemberian sucrafat (direkomendasikan karena
menjaga dan melindungi tukak lambung tanpa
mengganggu pH).
 Kebersihan Tangan (5 Moment)
 Posisi pasien (300-450)
 Kebersihan mulut (setiap 4 jam )
- Sikat gigi 2 kali sehari
- Mount moisturiser mukosa dan bibir
 Manajemen oropharingeal dan endotrakheal
 Selectif penggunaan Sedation
 Profilaksis Peptic ulcer disease (PUD)  (PPI)
 Profilaksis Deep venous thrombosis (DVT)
unless contraindicated) Heparin, LMWH, Early
ROM
1. Bangun Infrastruktur
2. Pendidikan staf
3. Invasive ventilation vs noninvasive
ventilation
4. Prinsip kewaspadaan standar
5. Teknik intubasi trakheal
6. Pengisapan lendir endotrakeal
7. Avoid routine saline instilation
8. Perawatan peralatan pernapasan
9. Cegah kondensasi sirkuit ventilator
10. Cegah kebocoran subglotic sekresi
11. Cegah aspirasi
12. Humidifikasi yang tepat (Konvensional :
Temp 35 – 36 , HME )
13. Oral Care
14. Selective Oropharyngeal Decontamination
15. Stres Ulcer Profilaxis
16. Prophylactic Antibiotics
17. Quality Improvement Programs
18. Posisi 30 – 45 derajat
19. Surveilans
PENGERTIAN

Membersihkan jalan
napas dengan
memasukan suction
kateter melalui oral,
nasal, ETT atau
tracheastomy tube (TT)
ke mulut saluran
pernapasan bagian atas
sampai Trachea.
 Tujuan
 Memindahkan atau mengeluarkan sekret
 Menjaga kepatenan jalan napas dan
meningkatkan pertukaran gas, menurunkan
resisten jalan napas, menurunkan risiko infeksi
dengan pengeluaran sekret dari trakea dan
bronkus.
 Mendapatkan sampel sekret trakea untuk
analisis laboratorium.
 Adanya sekret pada jalan napas
 Dicurigai adanya aspirasi dari lambung
 Peningkatan tekanan puncak jalan napas
ketika klien menggunakan ventilasi mekanik
 Peningkatan frekuensi pernapasan atau
batuk atau keduanya
 Penurunan oksigen darah arteri (PaO2),
Desaturasi oksigen darah arteri (SaO2),
Desaturasi arteri melalui pulse oximetry
(SpO2),
 Distress pernapasan secara tiba-tiba ketika
kepatenan jalan napas tidak adekuat
PENGKAJIAN PASIEN
1. Kardiovaskuler
Tanda-tanda vital, irama jantung, RPD penyakit jantung
2. Respirasi
 Bukti adanya hipoksia
 Perubahan frekuensi dan pola pernafasan
 Bunyi nafas
 Volume tidal, ventilasi semenit , kapasitas vital paru
 Upaya ventilasi spontan klien
 Faktor penyulit
3. Status neurologis
4. Status nutrisi
5. Status psikologis
1. Modus (Controlled, Assist Control, IMV,
Spontan dll)
2. Mandatory : volume tidal atau pressure dan
RR -- dinilai dari Outcome data Ventilator
3. FiO2 (Fraksi O2)
4. PIP/ Tekanan inspirasi
5. Sirkuit Ventilator : Kondensasi, Leakaged,
Obstruksi
6. Humidifikasi
7. Alarm limit
8. PEEP
 Auskultasi Dada
 Monitor Heart Rate
 Respiratory Rate
 Cardiac Rhytm
 Oxygen Saturation
 Warna kulit dan perfusi
 Perawat mengkaji batuk efektif pasien
 Oral ETT

 Nasal Tracheostomi
• Terbuat dari bahan yang tidak terjadi
trauma pada mukosa trakea
• Mudah dimasukkan ke jalan nafas
buatan dan panjangnya sampai ke
ujung ETT
• Ujung kateter harus lentur dan
lembut
• Berujung terbuka (open tipped):
efektif untuk mengangkat lendir yang Ukuran yang digunakan
mengental  Dewasa 12-18
• Berujung seperti pluit (wistle tipped):  Anak 8-10
mencegah trauma pada mukosa  Bayi 5-8
• Diameter keteter suction tidak
melebih ½ dari diameter ETT/TT
 Dewasa 100-120 mmhg 10-15 mBar
 Anak 95-110 5-10 mBar
 Bayi 50-95 2-5 mBar
 Disconect pasien -
ventilator
 2 penolong
 Change Disposible
catater every suction
 Tidak perlu disconect
pasien - ventilator
 1 penolong
 Change Cateter
disposible 24 -72 hr
EBN:
Penelitian Maggiore et al,
(2003) menyatakan
penggunaan suction
tertutup mengakibatkan
deoksigenisasi lebih sedikit
 Hand Hygiene
 Atur tekanan suction pump
 Oksigenasi 100 % selama 30 – 60 detik
 Gunakan APD : Steril gloves, Apront,
Goggles, Mask
 Open Packet suction dan tubing
 Asistant : Buka paket suction dan
koneksi ke tubing. Disconect Ventilator
(open Suction) or
 Masukan kateter suction sampai
Karina, kemudian tarik 1-2 cm,
 Tarik keluar kateter suction dengan
gerakan memutar di dalam ETT (< 15
detik)
 Bilas kateter dengan steril water
 Asisstant : Bantu pernafasan dengan Manual
bagging valve atau Pasang kembali ventilator
 Oksigenasi 100 % 30 – 60 detik
 Suction naso dan oropharing
 Auskultasi dada
 Hands Hygiene
 Dokomentasi
 Hand Hygiene
 Atur tekanan suction pump
 Oksigenasi 100 % selama 30 – 60 detik
 Gunakan handscoen bersih
 Putar treeway pengontrol kearah
suction ke ett
 Masukkan kateter suction s/d karima,
tarik 1-2 cm
 Tekan push botton untuk memulai
suction
 Keluarkan kateter suction perlahan
(<15 detik)
 Bilas kateter dengan steril water
 Putar kembali treeway pengontol kearah
ventilator - pasien
 Oksigenasi 100 % 30 – 60 detik
 Suction naso dan oropharing
 Auskultasi dada
 Hands Hygiene
 Dokumentasi
 Perbaikan bunyi napas
 Sekret berkurang
 Perbaikan hasil SaO2 atau SpO2
 Menurunnya WoB
 Hemodinamik (BP, HR, RR)
 Laringospasme
 Atur Posisi (semifowler/ Pront Position )
 Nyeri

Hindari memasukan saline selama melakukan suction.


EBN: Penelitian Rauen et al, 2008; Pederson et al, (2008)
menyatakan memasukkan saline sebelum suction mempunyai
efek samping pada saturasi oksigen.
1. Aseptik 2. Atraumatik 3. Acyanosis
1. Alat steril 1. Kateter masuk tidak kasar 1. Oksigenisasi
2. Cara steril 2. Kateter sampai ujung karina 100% sebelum
( standar precaution ) dan ditarik 1-2 cm. dan sesudah
3. Dikeluarkan dengan cara tindakan selama 30-60
memutar. dtk
4. Tekanan suction : 2. Dilakukan < 15
Bayi : 60-80 mmhg detik
Anak2 : 80-100mmhg 3. Diameter dari
Dewasa : 100 – 120 mmhg suction catheter
tidak boleh > ½
diameter artificial
airway(adults)
 Menurunnya compliance paru dan Kapasitas Residu
Fungsional.
 Atelektasis
 Hipoksia/hipoksemia
 Cardiac or respiratory arrest
 Cardiac dysrhythmias or bradycardia
 Trauma jarungan pada tracheal / bronchial mucosa
 Bronchoconstriction/bronchospasm
 Peningkatan kolonisasi mikroba pada lower airway
 Perubahan cerebral blood flow dan peningkatan
tekanan intracranial.
 Hipotensi / Hipertensi
 Disritmia
 Endotracheal Suction (ETS) bertujuan untuk menjaga jalan napas pasien tetap
bersih dengan menggunakan tekanan negatif (Restrepo et al., 2010) dan
merupakan prosedur rutin untuk pasien yang dirawat di ICU. AARC (2010)
menyebutkan bahwa shallow suction lebih direkomendasikan untuk meminimalkan
resiko invasif pada pasien. Namun, pada penelitian yang dilakukan oleh Abbasinia,
et al. (2014), jumlah tindakan suction pada kelompok yang dilakukan dengan
metode deep suction lebih sedikit karena mampu membersihkan sekret lebih
banyak, sehingga frekwensi tindakan ETS yang diterima pasien setiap harinya
lebih sedikit dibanding shallow suction.
 Hasil: Tidak terdapat perubahan hemodinamik pada depth suction. Namun,
terdapat perubahan tekanan darah sistolik dan MAP (p < 0,05) pada shallow
suction. Tidak menunjukkan perubahan hemodinamik yng bermakna pada kedua
kelompok.
 Simpulan: tehnik Depth dan shallow suction tidak mempengaruhi perubahan nilai
hemodinamik pasien dengan ETT. Saran: tindakan depth suction dapat dilakukan
pada pasien dengan ETT karena tidak merubah hemodinamik.
 Tujuan
1. Mencegah penimbunan sekret
2. Mencegah collapsnya alveolus karena tertutup sekret

 Indikasi
1. Post up dengan retensi sputum
2. Bronchopneumonia
3. Pasien tidak sadar, napas dangkal, reflex batuk tidak
adekuat
 Post Craniatomy
 Hypertensi
 Payah jantung
 AcuteAsthma
 Oedema otak
 Operasi jantung terbuka
 Trauma Thorax (Hematothorax)
 Post op lobectomie
Posisi drainase

Posisi lateral, nungging 10°-20° →drainage dari lobus bawah ke paru bagian atas

Posisi lateral dan sikap lurus →drainage paru bagian lateral

Posisi terlentang → drainage paru lobus medialis, segment anterior dan lobus
bawah

Posisi terlungkup → drainage paru segment posterior

Perhatian : Drainase dapat dilakukan, tergantung keadaan pasien


Bila kelihatan sesak napas , perubahan hemodinamik→ posisi segera
dikembalikan semula
Posisi Postural Drainage
CHEST PHISIOTHERAPI
Definisi

• Tindakan pengeluaran sekret agar tidak terjadi penumpukan


yang mengakibatkan tersumbatnya jalan nafas dan
komplikasi lain

Tujuan

• Mempertahankan ventilasi dan mencegah infeksi pada


pasien yang tidak dapat bergerak
• Merangsang batuk dan mempertahankan kelancaran
sirkulasi darah
• Mencegah collups paru karena sumbatan sekret
• Mencegah kontraktur pada pasien tak sadar atau tidak dapat
bergerak
•EB: Penelitian review study oleh Main, Prasad & Schans, (2005)
menyatakan salah satu keuntungan fisioterapi dada adalah
membersihkan jalan napas.
Tindakan-tindakan yang berhubungan dengan phisiotherapi
dada

Latihan Pernapasan (Breathing Exercise)

Penepukan (Perkusi/Clapping )

Menggetarkan /Fibrasi dan Postural


Drainage

Penghisapan (Suctioning)
Breathing Exercise

Tujuan
Membantu pengeluaran
sekret dan merangsang
batuk
Mengembangkan paru
yang terkena penyakit

Bentuk latihan
Pernapasan diafragma →
untuk mengaktifkan otot
diafragma dan perut
Pernapasan thorax → untuk
mengaktifkan otot dinding
dada
Penepukan/perkusi/clapping

Tujuan :
Melepaskan dan mendorong
sekret yang melekat pada alveoli
& merangsang batuk

Kontra indikasi :
. Patah tulang rusuk
. Infeksi paru acut
. Perdarahan
. Asthma acute
. Luka pada daerah penepukan
 Tujuan
Mendorong sekret yang tertimbun dengan menggetarkan
dinding thorax dan merangsang batuk

 Cara kerja
1. Pasien tidur miring perawat berdiri di belakang pasien
2. tangan I : diletakkan di dada anterior
3. tangan II : di dada posterior
4. Waktu expirasi, berikan tekanan yang besar sambil mendorong
dan menggetarkan
5. Perawat hanya menggunakan otot-otot bahu untuk mencegah
terjadinya kerusakan pada tulang iga dan organ-organ dalam
Posisi Supine

Posisi kelapa lebih tinggi 30-45 derajat


8:19
 Pengaturan posisi supine dengan kepala lebih tinggi 30-
45 derajat dapat mencegah Aspirasi Penumonia yang
diakibatkan oleh aspirasi cairan lambung dan aspirasi
sekret naso dan oropharing.
 Ekspansi paru lebih baik
 Kontraindikasi dari posisi Supine Head 30-45 derajat
adalah :
- Hypotensi
- Spinal cord Injury

EB: Penelitian Seckel (2006), menyebutkan pemberian Posisi


Semifowler 45 derajat lebih efektif menurunkan angka kejadian
VAP dibandingkan Posisi Supine.
 Posisi duduk 75 – 90 derajat
dengan sandaran atau tanpa
sandaran
 Membuat usaha pernafasan
lebih baik
 Paling baik saat weaning
vetilator, SBT, T.Piece,
 Transpulmonary pressure
lebih positif
 Posisi miring kearah satu sisi,
 Perubahan posisi minimal tiap 2 jam
 Menghindari dekubitus pada prolong ventilator
 Drainage sekret upper airway
 Mencegah VAP
 EB: Penelitian Nielsen, Holte, & Kehlet, (2003) mengatakan
perubahan posisi dapat memperbaiki fungsi pernapsan dan
hasil yang optimal.
 Pleural presure lebih
positif
 Transpulmonary
pressure lebih positif
 Drainage sekeret lebih
baik
 Posisi telungkup
 Ekspasi posterior
 Posisi pronasi adalah
posisi dimana klien
paru lebih maksimal
berbaring diatas  VAP preventif
abdomen dengan  Preventif untuk
kepala menoleh dekubitus
kesamping.
 Sering pada
Neonatus, pediatric
 Afebril, bebas dari infeksi
Intervensi Keperawatan
OBSERVASI
HEMODINAMIK FUNGSI PARU BAIK KESADARAN
1. Stabel BP,HR,RR AGD, CHEST X-RAY
2. Tidak Demam
BAIK
3. SpO2 95-100%
(FiO2 40% )

TV > 6 -8 REFLEK
ml/KgBB BATUK
ADEKUAT

STATUS NUTRISI BAIK


BEBAS ISTIRAHAT 1. GULA DARAH
2. SERRUM ELEKTROLIT
INFEKSI CUKUP 3. ALBUMIN
Kondisi sulit weaning Ventiilator

 Napas spontan 15 – 30 menit atau semampunya


 Cek parameter vital & kriteria penyapihan
 Weaning bertahap mulai 2 jam, 4jam, 8 jam, dst…
 Istirahat dengan Mode A/C, FiO2 cukup
 Weaning 3 – 4 kali sehari,
 Mulai pagi – siang hari
 Malam hari diberikan ventilasi mekanis
 Bertahap lama latihan makin diperpanjang
KONDISI PENYAKIT, COMPLIANCE
GAGAL JANTUNG, CADIOMYOPATY

Stroke pada bartang oang dan cerebelum


Takut tidak berhasil. Post Ventilator sindrom
Doenges ME, Moorhouse MF, and Geissler AC. (1999). Nursing care plans.

Guidelines for planning and documenting patient care. (3rd ed). Philadelphia: F.A Davis Company.

Hudak CM. (1997). Critical Care Nursing: A Holistic Approach. Philadelphia:Lippincott.

LeMone P and Burke KM. (1996). Medical-surgical nursing : critical thinking in client care.
Canada: Cummings Publishing Company Inc.

Smeltzer SC, Bare BG. (1996). Brunner & Suddart’s textbook of medical-surgical nursing. (8th ed).
Philadelphia: Lippincott-Raven Publishers.

Rab T. (1998). Agenda Gawat Darurat. (ed 1). Bandung: Penerbit Alumni.

Wirjoatmodjo K. (2000). Anestesiologi dan Reanimasi: Modul dasar untuk Pendidikan S1


Kedokteran. Jakarta: DIKTI.

Panjaitan, Costi (2015). Materi Pelatiahan PPI Dasar. RS.Gading Pluit. Jakarta
Thanks for yours attention

You might also like