Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 10

Jurnal Kelautan Tropis Maret 2020 Vol.

23(1):47-56 P-ISSN : 1410-8852 E-ISSN : 2528-3111

Biodiversitas Echinodermata pada Ekosistem Lamun di Perairan Pulau


Karimunjawa, Jepara

Reni Ria Yunita*, Suryanti Suryanti, dan Nurul Latifah

Departemen Sumberdaya Akuatik, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro
Jl. Prof. Soedarto, SH. Tembalang, Semarang 50275
Email : reniriayunita@gmail.com

Abstract

Biodiversity of Echinoderms in the Seagrass Ecosystem in Karimunjawa Island, Jepara

The seagrass ecosystem is an important ecosystem as the place of feeding ground, nursery
ground, and spawning ground. One of the biotas living in the seagrass was Echinoderms. This
research aims to determine the density of seagrass and biodiversity of Echinoderms and the
relationship between the seagrass density with the abundance of Echinoderms in the waters of
Karimunjawa Island. The sampling methods used in this research is purposive sampling with two
stations at a different location and each station there were three transect lines. The types of
seagrass found in the waters of Karimunjawa Island are eight species i.e.: Thalassia hemprichii,
Cymodocea rotundata, Enhalus acoroides, Syringodium isoetifolium, Cymodocea serrulata,
Halophila minor, Halophila ovalis and Halodule uninervis. The type of Echinoderms found consists of
three different classes i.e., Asteroidea, Echinoidea, and Holothuroidea. Class of Asteroidea, there is
1 type i.e., Archaster typicus. Class of Echinoidea, there are 3 types i.e., Diadema setosum,
Laganum central, and Laganum depressum. Class of Holothuroidea, there is 1 type i.e., Holothuria
atra. The value of the diversity index (H ') of Echinoderms ranged from 1.24 to 1.49. The range of
index values of diversity (H ') of Echinoderms in Karimunjawa Island has medium species diversity.
The results of this research show that the value of seagrass correlation with Echinodermata (r) is -
0.458, it means that the relationship between them is close enough and the higher density of
seagrass then the abundance of echinoderms is lower.

Keywords: Biodiversity; echinoderms; seagrass; Karimunjawa Island

Abstrak

Ekosistem lamun merupakan ekosistem penting sebagai tempat feeding ground, nursery
ground, dan spawning ground. Salah satu biota yang hidup di ekosistem lamun adalah
Echinodermata. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kerapatan lamun dan biodiversitas
Echinodermata serta hubungan antara kerapatan lamun dengan kelimpahan Echinodermata di
perairan Pulau Karimunjawa. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah
purposive sampling dengan dua stasiun pada lokasi yang berbeda dan masing-masing stasiun
terdapat 3 line transek. Line transek ditarik secara tegak lurus pantai sepanjang 50 meter dari
pertama kali ditemukan lamun. Pengamatan yang dilakukan meliputi jenis dan jumlah lamun, jenis
dan jumlah Echinodermata yang ditemukan pada setiap transek serta pengukuran parameter
lingkungan perairan . Jenis lamun yang ditemukan di perairan Pulau Karimunjawa terdapat 8 jenis
yaitu Thalassia hemprichii, Cymodocea rotundata, Enhalus acoroides, Syringodium isoetifolium,
Cymodocea serrulata, Halophila minor, Halophila ovalis dan Halodule uninervis. Jenis
Echinodermata yang ditemukan terdiri dari 3 kelas yang berbeda yaitu Asteroidea, Echinoidea,
dan Holothuroidea. Kelas Asteroidea terdapat 1 jenis yaitu Archaster typicus, kelas Echinoidea
terdiri dari 3 jenis yaitu Diadema setosum, Laganum central, dan Laganum depressum, sedangkan
kelas Holothuroidea dijumpai 1 jenis yaitu Holothuria atra. Nilai indeks keanekaragaman (H’)
Echinodermata berkisar 1,24 - 1,49. Kisaran nilai indeks keanekaragaman (H’) Echinodermata di
Pulau Karimunjawa memiliki keanekaragaman jenis sedang. Hasil penelitian menunjukkan nilai

*) Corresponding author Diterima/Received : 09-10-2018, Disetujui/Accepted : 23-05-2019


www.ejournal2.undip.ac.id/index.php/jkt DOI: https://doi.org/10.14710/jkt.v23i1.3384
Jurnal Kelautan Tropis Maret 2020 Vol. 23(1):47-56

korelasi lamun dengan Echinodermata (r) -0,458 yang berarti hubungan diantara keduanya cukup
erat dan semakin rapat lamun maka kelimpahan Echinodermata semakin rendah.

Kata Kunci : Biodiversitas; Echinodermata; lamun; Pulau Karimunjawa

PENDAHULUAN kelimpahan Echinodermatadi suatu lokasi


pada waktu yang berbeda perlu untuk
Ekosistem padang lamun merupakan dipelajari.
hamparan lamun yang terletak diantara
ekosistem mangrove dan terumbu karang. Penelitian tentang biodiversitas
Lamun merupakan satu-satunya tumbuhan Echinodermata banyak dilakukan di
berbunga (Angiospermae) yang mampu berbagai tempat (Yusron, 2010; Yusron, 2013;
hidup pada salinitas tinggi dan terendam air Yusron, 2016) dan penelitian hubungan
(Azkab, 2006). Biota yang berasosiasi dengan biodiversitas Echinodermata dengan lamun
ekosistem lamun beragam, mulai dari ikan, pernah dilakukan di Kepulauan Seribu
Mollusca, Arthropoda, Penyu, Dugong dan (Oktavianty et al., 2014), sedangkan
Echinodermata. Echinodermata merupakan penelitian biodiversitas Echinodermata di
biota asosiasi yang mempunyai peranan Kepulauan Karimunjawa belum diteliti.
penting dalam ekosistem padang lamun. Kepulauan Karimunjawa terdiri dari
Ekosistem padang lamun dan Echinodermata beberapa pulau diantaranya yaitu Pulau
memiliki hubungan timbal balik yang saling Karimunjawa, Pulau Kemujan, Pulau Parang,
menguntungkan. Keuntungan tersebut Pulau Nyamuk dan Pulau-pulau kecil lainya.
adalah padang lamun merupakan tempat Oleh karena itu pada penelitian ini penulis
tinggal dan mencari makan bagi membatasi wilayah penelitian hanya terfokus
Echinodermata dan sebaliknya di Pulau Karimunjawa dengan kajian
Echinodermata sebagai pendaur ulang mengenai biodiversitas Echinodermata pada
nutrient yaitu dengan memakan detritus ekosistem padang lamun.
yang pada akhirnya akan bermanfaat bagi
ekosistem padang lamun (Hadi, 2011) dan Penelitian ini bertujuan untuk
sebagai pembersih lingkungan. Oleh karena mengetahui kerapatan lamun dan
itu kelangsungan ekosistem padang lamun biodiversitas Echinodermata di perairan Pulau
akan berpengaruh terhadap biota yang Karimunjawa serta untuk mengetahui hungan
bergantung hidup di dalamnya. antara kerapatan lamun dan kelimpahan
Echinodermata di Pulau Karimunjawa yang
Echinodermata adalah bagian dari dilaksanakan pada bulan Maret 2018.
biodiersitas kelautan, (Supono et al., 2014).
Biodiversitas Echinodermata pada ekosistem MATERI DAN METODE
padang lamun perlu diketahui untuk
pengelolaan ekosistem lamun, mengingat Materi penelitian ini adalah jenis-jenis
telah terjadi kerusakan ekosistem lamun. Echinodermata dan lamun yang ditemukan
Menurut Kawaroe et al., (2016) bahwa sekitar di perairan Pulau Karimunjawa. Adapun
30-40 % kondisi ekosistem karena tekanan metode pengumpulan dilakukan dengan
dari manusia dalam berbagai aktivitas seperti metode purposive sampling. Lokasi penelitian
pariwisata, olahraga serta budidaya. Kajian adalah Pulau Karimunjawa, yang termasuk
biodiversitas oleh Iken et al., (2010) dikatakan dalam Kawasan Taman Nasional
penting untuk memahami pola ekologis dan Karimunjawa, Taman Nasional Karimunjawa
fungsi ekosistem, sebagai pengelolaan secara geografis terletak pada koordinat
pemanfaatan sumberdaya kelautan serta 5°40’39”- 5°55’00” LS dan 110°05’57”-110°31’
identifikasi prioritas konservasi. Lebih lanjut 15” BT (BTNKJ, 2016).
menurut Hadi (2011) Echinodermata
mempunyai cara dan kemampuan dalam Pengamatan objek penelitian
menentukan lokasi yang cocok untuk tempat menggunakan metode line transek
hidupnya, sehingga perbandingan jenis dan sepanjang 50 meter. Satu stasiun terdiri dari 3

48 Biodiversitas Echinodermata Pada Ekosistem Lamun (R.R. Yunita et al.)


Jurnal Kelautan Tropis Maret 2020 Vol. 23(1):47-56

line transek dengan jarak antara line transek transek pengalamatan, kemudian
adalah 25 meter. Line transek ditarik Echinodermata di foto untuk identifikasi dan
sepanjang 50 meter kearah laut dari pertama dokumentasi. Identifikasi spesies yang
kalinya ditemukan lamun dan pengamatan ditemukan di Pulau Karimunjawa dilakukan
dilakukan setiap 10 m sekali. Pengamatan dengan menggunakan metode cek list.
lamun dan Echinodermata dilakukan dengan Metode cek list adalah metode yang
kuadran transek ukuran 1 x 1 m (Hartati et al., digunakan untuk identifikasi spesies dengan
2012). Pengamatan lamun dilapangan mencocokkan gambar yang sudah ada
meliputi jenis lamun, jumlah individu dan beserta keterangannya (Ali et al., 2016).
tegakan. Kerapatan lamun dihitung dengan Selain data lamun dan Echinodermata juga
jumlah tegakan atau pucuk spesies lamun dilakukan pengambilan data parameter
yang ditemukan di dalam kotak. Lamun yang fisika kimia perairan, antara lain, suhu,
ditemukan di setiap kotak diidentifikasi salinitas, pH,, kecerahan, substrat, dan total
langsung di lokasi penelitian dari bentuk bahan organik sedimen.
daun, rimpang, bunga dan buah-buahan.
Kerapatan spesies lamun adalah total jumlah Data lapangan kemudian diolah untuk
spesies lamun individu dalam satu unit satuan mendapatkan data kerapatan lamun,
diukur (McKenzie and Yoshida, 2009). kelimpahan Echinodermata dan stuktur
Sedangkan pengamatan Echinodermata komunitas Echinodermata yang meliputi
meliputi jenis, dan jumlah individu. indeks keanekaragaman, keseragaman, dan
Echinodermata yang dihitung dan diamati dominasi serta mengetahui pola sebaran (Ali
adalah Echinodermata yang berada dalam et al., 2016)

Gambar 1. Lokasi penentuan titik samplig

Sampling dilakukan di dua stasiun namun tidak banyak wisatawan yang


berdasarkan tingkat aktivitas manusia, stasiun datang, karena akses menuju lokasi yang sulit
A merupakan lokasi dengan aktivitas dan terjal. Pemilihan 2 stasiun ini adalah untuk
manusia yang tinggi, dekat dengan mengetahui perbedaan kerapatan lamun
pemukiman penduduk dan alur pelayaran dan kelimpahan Echinodermata pada lokasi
yaitu di sekitar dermaga, sedangkan stasiun B dengan tingkat aktivitas manusia yang
merupakan lokasi dengan aktivitas manusia berbeda. Penentuan sampling dilakukan
yang rendah yaitu di pantai Pancuran pada saat pagi hari, dikarenakan
dimana lokasi ini digunakan untuk pariwisata Echinodermata bersifat nocturnal (aktif pada

Biodiversitas Echinodermata Pada Ekosistem Lamun (R.R. Yunita et al.) 49


Jurnal Kelautan Tropis Maret 2020 Vol. 23(1):47-56

malam hari), selain itu sampling dilakukan (1980) bahwa lamun daerah tropis umumnya
pada saat keadaan surut dengan tujuan tumbuh optimal pada suhu 28-30°C dengan
untuk memudahkan pengamatan. salinitas 20-35 ‰.
Hasil penelitian menunjukan bahwa
HASIL DAN PEMBAHASAN perbedaan kondisi perairan di kedua lokasi
tersebut juga berpengaruh terhadap lamun
Stasiun A terletak di dekat dermaga yang tumbuh. Pada stasiun A jenis lamun
penyeberangan dengan substrat dasar yang ditemukan terdapat 4 jenis meliputi
bepasir dan pecahan karang. Sedangkan Thalassia hemprichii, Cymodocea rotundata,
pada stasiun B substrat dasar tersusun oleh Enhalus acoroides dan Syringodium
pasir kasar, pasir halus, pasir berlumpur, dan isoetifolium sedangkan pada stasiun B
pecahan karang yang terletak di daerah ditemukan 7 jenis lamun yaitu Thalassia
sekitar pantai Pancuran. Kondisi arus perairan hemprichii, Cymodocea rotundata,
di stasiun B relative lebih tenang Cymodocea serrulata, Enhalus acoroides,
dibandingkan dengan stasun A, hal ini Syringodium isoetifolium, Halophila minor,
dikarenakan pada stasiun dekat dengan alur Halophila ovalis dan Halodule uninervis.
pelayaran sehingga arus lebih besar dari Adapun jenis dan kerapatan individu lamun
stasiun B. meskipun memiliki kondisi substrat di Pulau Karimunjawa tersaji pada Gambar 2.
dan arus yang berbeda, namun kedua lokasi
penelitian memiliki tingkat kecerahan yang Perbedaan jenis lamun yang ditemukan
sama. Kecerahan pada lokasi penelitian pada kedua stasiun dan perbedaan
adalah tak terhingga dimana cahaya kerapatan disebabkan karena karakteristik
matahari mampu menembus hingga ke dari masing-masing stasiun. Stasiun A
dasar perairan. Hal ini sangat penting bagi merupakan daerah dekat dermaga dimana
lamun untuk melakukan proses fotosintesis. dekat dengan aktivitas manusia dan aktivitas
Nybakken (1992) menyatakan bahwa dalam pelayaran, sehingga jenis lamun yang
melakukan proses fotosintesis lamun ditemukan lebih sedikit dengan kerapatan
membutuhkan suhu optimum antara 25°C - yang rendah. Hal tersebut didukung dari hasil
35°C dan saat cahaya penuh. Suhu perairan penelitian Feryatun et al.,(2014) menyatakan
di Pulau karimunjawa pada kedua stasiun bahwa daerah yang terganggu aktivitas
berkisar antara 28-30 ˚C. Hasil yang manusia memiliki penutupan lamun yang
didapatkan hasil sama dengan penelitian rendah dan akan semakin tinggi pada
terdahulu Ali et al., (2016) bahwa suhu daerah yang alami. Hal ini dikarenakan
perairan Pulau Karimunjawa berkisar 29°C- gangguan ekosistem yang diterima lamun
30°C. Hal serupa juga dikatan oleh Ziemen akibat pembuangan limbah rumah tangga

Gambar 2. Kerapatan jenis lamun pada stasiun yang berbeda di perairan Pulau Karimunjawa

50 Biodiversitas Echinodermata Pada Ekosistem Lamun (R.R. Yunita et al.)


Jurnal Kelautan Tropis Maret 2020 Vol. 23(1):47-56

serta aktivitas masyarakat. Stasiun B Echinodermata, sesuai dengan pernyataan


merupakan daerah di sekitar Pantai dari Hyman (1955) bahwa Echinodermata
Pancuran yang relatif jauh dari aktivitas mampu hidup pada kisaran salinitas antara
manusia sehingga terdapat lebih banyak 29-34 ‰. Kisaran pH pada lokasi penelitian
jenis lamun yang dijumpai dengan kerapatan yaitu 8.
yang tinggi.
Tipe substrat pada stasiun A yaitu pasir
Thalassia hemprichii merupakan jenis kasar dan pecahan karang sedangkan pada
lamun yang banyak ditemui pada stasiun A, stasiun B yaitu pasir halus dan pasir kasar.
sedangkan pada stasiun B disominasi oleh Substrat sangat berpengaruh terhadap
Cymodocea rotundata. Di stasiun A banyak Echinodermata. Perbedaan substrat pada
ditemukan jenis lamun Thalassia hemprichii kedua stasiun juga berpengaruh terhadap
dikarenakan pada stasiun A memiliki substrat kandungan bahan organik pada sedimen.
yang cocok untuk mendukung kehidupan Kandungan bahan pada stasiun B lebih tinggi
lamun jenis Thalassia hemprichii. Stasiun A dari stasiun A yaitu mencapai 8,8 %. Menurut
Riniatsih dan Kushartono (2009) ukuran butir
memiliki substrat pasir kasar hingga pecahan
sedimen turut mempengaruhi kandungan
karang. Menurut Alie (2010) bahwa Thalassia
bahan organik dalam sedimen atau dapat
hemprichii merupakan lamun yang paling
dikatakan semakin kecil ukuran partikel
melimpah dan dominan tumbuh pada
sedimen semakin besar kandungan bahan
substrat pasir hingga pecahan kasar.
organiknya. Meskipun kandungan bahan
Cymodocea rotundata merupakan lamun
organik pada stasiun B lebih tinggi dari stasiun
yang mudah beradaptasi dengan
A, namun hal ini berlawanan dengan
lingkungan. Berdasarkan penelitian Riniatsih
kelimpahan Echinodermata, dimana
dan Endrawati (2013) bahwa tingkat
Echinodermata pada stasiun A lebih tinggi
kehidupan transplantasi lamun jenis dari pada stasiun B. Hal ini disebabkan
Cymodocea rotundata sebesar 100% karena tidak semua Echinodermata mampu
menunjukan bahwa lamun jenis ini bertahan hidup pada kadar bahan organik
merupakan lamun yang mudah untuk sedimen yang tinggi, salah satunya adalah
beradaptasi dan dapat tumbuh pada bulu babi. Menurut Nybakken (1992)
berbagai kondisi lingkungan. kandungan bahan organik yang tinggi
dalam substrat tidak selamanya
Echinodermata yang ditemukan di menguntungkan bagi kehidupan bulu babi
lokasi penelitian terdiri dari 3 kelas yang walaupun bahan organik merupakan bahan
berbeda yaitu Asteroidea, Echinodea, dan makanannya, karena jika terlalu banyak
Holothuroidea. Kelas Asteroidea terdapat 1 akan menyumbat alat pernafasan.
jenis yaitu Archaster typicus, kelas Echinoidea
terdiri dari 3 jenis yaitu Diadema setosum, Echinodermata bersifat pemakan
laganum central, dan laganum depressum, detritus, sehingga peranannya dalam suatu
sedangkan kelas Holothuroidea dijumpai 1 ekosistem untuk merombak sisa-sisa bahan
jenis yaitu Holothuria atra. Kelimpahan organik yang tidak terpakai, adanya
Echinodermata tertinggi yaitu jenis Holothuria buangan sampah organik dari aktivitas
atra. Menurut Yusron (2009) bahwa Holothuria pemukiman menjadi makanan bagi
atra adalah spesies yamg umum ditemukan Echinodermata (Katili, 2011). Jenis dan jumlah
di perairan Indonesia. Kelimpahan Echinodermata (Tabel 1).
Echinodermata di suatu lokasi dipengaruhi
oleh lingkungan baik faktor biotik dan abiotik Pola sebaran dari jenis Echinodermata
yang saling terkait satu dengan yang lain diketahui dari nilai varian dan mean dari
serta interaksi antara berbagai spesies yang masing-masing jenis. Jenis Archaster typicus
membentuk sistem tersebut (Hadi, 2011). dan Diadema setosum memiliki nilai Varian
Salah satu faktor yang berpengaruh dan Mean yang sama, hal ini dikarenakan
terhadap kelimpahan Echinodermata jumlah individu yang ditemukan pada kedua
adalah salinitas. Salinitas pada pada lokasi jenis tersebut sama. Pola sebaran dari
penelitian menunjukan nilai 30 ‰. Nilai Archaster typicus dan Diadema setosum
tersebut sesuai untuk kehidupan adalah mengelompok. Hal ini sesuai dengan

Biodiversitas Echinodermata Pada Ekosistem Lamun (R.R. Yunita et al.) 51


Jurnal Kelautan Tropis Maret 2020 Vol. 23(1):47-56

pernyataan Laning et al., (2014) bahwa merupakan spesies yang mempunyai peran
Diadema setosum lebih sering ditemukan indikator dalam komunitas lamun.
pada area berpasir dan hidup
mengelompok. Pola sebaran Holothuria atra Bulu babi dikatakan sebagai spesies
berdasarkan perhitungan menunjukan pola kunci karena mampu mengontrol
sebaran yang mengelompok. Holothuria atra pertumbuhan makroalga. Bulu babi yang
mengelompok untuk memenuhi kebutuhan bersifat herbivor dapat melakukan grazing
pakan dan reproduksi. Menurut Ali et al., pada populasi makroalga agar tidak terjadi
(2016) pola sebaran dari kelas Holothroidea eutrofikasi. Menurut Suryanti et al., (2018)
mengelompok (clumped). Pola sebaran bahwa bulu babi merupakan spesies kunci
Echinodermata yang ditemukan tersaji pada yang mampu mengontrol populasi
tabel 2. makroalga, sehingga terjadi hubungan yang
saling menguntungkan (simbiosis
Diadema setosum adalah salah satu mutualisme). Kelimpahan individu Diadema
jenis dari kelas Echinoidea yang ditemukan di setosum pada Stasiun A lebih tinggi dari
stasiun A dan stasiun B. Diadema setosum pada stasiun B meskipun stasiun A
mampu hidup pada ekosistem lamun merupakan kawasan dekat dermaga yang
maupun ekosistem terumbu karang. dekat dengan pemukiman masyarakat dan
Keberadaan Diadema setosum dalam suatu aktivitas pelayaran. Hal ini mengindikasikan
ekosistem mempunyai peranan yang sangat bahwa Diadema setosum memiliki daya
penting. Menurut Suryanti et al., (2017) salah adaptasi yang tinggi karena mampu hidup
satu jenis bulu babi (Echinoidea) yang pada kondisi dengan tekanan yang tinggi.
banyak ditemukan di ekosistem terumbu Diadema setosum mampu bertahan hidup
karang dan ekosistem lamun adalah dengan paparan cadmium (Cd), semakin
Diadema setosum, sedangkan menurut tinggi paparan cadmium maka Diadema
Rumahlatu (2012) Diadema setosum setosum akan mengalami perubahan seperti

Tabel 1. Kelimpahan Echinodermata pada stasiun yang berbeda di Perairan Pulau Karimunjawa

Stasiun A Stasiun B
No. Jenis Echinodermata
I II III I II III
Kelas Asteroidea
1. Archaster typicus 1 2 - - - -
Kelas Echinoidea
2. Diadema setosum 1 - 1 - 1 -
3. Laganum central 1 - 1 1 1 -
4. Laganum depressum - 2 2 1 - 1
Kelas Holothuroidea
5. Holothuria atra 2 3 2 2 1 1
∑ individu (ind/5m2) 5 7 6 4 3 2
∑ seluruh individu (ind/15m2) 18 9

Tabel 2. Pola Sebaran Jenis Echinodermata di Perairan Pulau Karimunjawa

Spesies Nilai Varian Nilai Mean Pola Sebaran


Archaster typicus 1 0,111 Clumped
Diadema setosum 1 0,111 Clumped
Laganum central 0,816 0,148 Clumped
Laganum depressum 0,632 0,222 Clumped
Holothuria atra 0,447 0,407 Clumped

52 Biodiversitas Echinodermata Pada Ekosistem Lamun (R.R. Yunita et al.)


Jurnal Kelautan Tropis Maret 2020 Vol. 23(1):47-56

lepasnya duri dan penutupan duri (spine lingkungan. Pada saat kondisi air laut surut,
closure). Menurut Urriago et al., (2011) bahwa bintang laut melakukan penyesuaian
perilaku menutup dari bulu babi meniru dengan membenamkan diri di dalam pasir.
kebiasaan alaminya untuk menghindari diri Spesies Archaster typicus memiliki sisi aboral
dari predator dan stressor lingkungan oleh yang terdiri atas madreporit sebagai system
logam berat. sirkulasi air dan anus, pada bagian oral
ditemukan mulut, bukaan ambulakral dan
Holothuria atra dapat dijumpai pada kaki tabung berbentuk silinder. Spesies ini
berbagai habitat mulai dari lamun, pasir, memiliki duri putih, berbentuk tumpul dan
alga maupun substrat yang keras seperti pipih (Suwartimah et al., 2017). Spesies ini
karang dan batu. Hal tersebut yang
tersebar di selatan Samudra Hindia,
menyebabkan Holothuria atra memiliki
Mascarane, Timur Afrika(Madagaskan)
kelimpahan tertinggi. Holothuria atra
Maldive, Teluk Bengal, Timur India, Utara
merupakan jenis dengan jumlah individu
Australia, Filipina, china, Jepang, Selatan
tertinggi yang ditemukan di semua habitat,
Pasifik dan Hawaii (Clark dan Rowe, 1971)
antara lain, lamun, makroalga, terumbu
karang, karang mati, pasir serta bawah batu Struktur komunitas Echinodermata
dan pada kondisi surut Holothuria atra
terdiri dari indeks keanekaragaman, indeks
ditemukan dalam keadaan membenamkan
keseragaman dan indeks dominansi . Indeks
diri di pasir dan juga beberapa individu
keanekaragaman (H’) Echinodermata pada
ditemukan dengan butiran pasir halus yang
stasiun A sebesar 1,49 dan stasiun B sebesar
menempel di pada tubuhnya (Budiman et
1,27. Hal tersebut menandakan bahwa
al., 2014). Lambert (2010) menyatakan
keanekaragaman Echinodermata di Pulau
bahwa Holothuria atra mempunyai
Karimunjawa adalah keanekaragaman
mekanisme pertahanan diri yang tinggi,
dimana Holothuria atra menempeli tubuhnya sedang. Menurut Rahma dan Fitriana (2006)
dengan butiran-butiran pasir. Pasir yang nilai indeks keanekaragaman 1,0≤H≤3,322
menempel pada tubuh Holothuria atra adalah kaeanekaragaman sedang,
memantulkan cahaya dan memnuat suhu produktivitas cukup, kondisi ekosistem cukup
tubuhnya lebih rendah (Angreni et al., 2017). seimbang, tekanan ekologis sedang.
Holothuria atra merupakan jenis yang paling
Indeks keseragaman Echinodermata
banyak ditemukan dibandingkan dengan
jenis lain dikarenakan nilai ekonomisnya yang pada stasiun A sebesar 0,92 dan pada stasiun
rendah dibanding dengan jenis lain, B sebesar 0,91. Nilai indeks keseragaman
sehingga di alam masih banyak dijumpai. Hal antara dua stasiun tersebut hampir sama
ini sesuai dengan penilitian Yusron (2009) dikarenakan spesies yang ditemukan hampir
bahwa Holothuria atra adalah spesies yamg sama di kedua lokasi tersebut. Nilai indeks
umum ditemukan di perairan Indonesia. keseragaman yang di dapatkan pada kedua
stasiun tinggi dan menandakan bahwa
Archaster typicus adalah satu-satunya kondisi komunitas dalam suatu ekosistem
jenis dari kelas Asteroidea yang ditemukan tersebut stabil. Menurut Supono dan Arbi,
pada stasiun A yang di dominasi oleh lamun (2010) Suatu komunitas bisa dikatakan stabil
jenis Thalassia hemprichii dengan kerapatan bila mempunyai nilai indeks keseragaman
yang rendah dan substrat dominasi pasir. jenis mendekati angka 1, dan sebaliknya
Menurut Clark and Rowe (1971) populasi dikatakan tidak stabil jika mempunyai nilai
Archaster typicus ditemukan di daerah indeks keseragaman jenis yang mendekati
pasang surut (intertidal) dengan substrat angka 0.
pasir, karang, tersebar di wilayah indo-pasifik
barat. Jenis bintang laut Archaster typicus Nilai indeks dominansi pada stasiun A
memiliki sifat berpasangan antara jantan dan sebesar 0,25 dan pada stasiun B sebesar 0,31.
betina saat musim pemijahan. Nilai tersebut termasuk dominasi rendah,
pada dua stasiun memiliki indeks dominasi
Kelas Asteroidea mampu rendah yang menandakan bahwa tidak ada
menyesuaikan diri dengan kondisi spesies yang dominasi pada kedua stasiun

Biodiversitas Echinodermata Pada Ekosistem Lamun (R.R. Yunita et al.) 53


Jurnal Kelautan Tropis Maret 2020 Vol. 23(1):47-56

4,5

Kelimpahan Echinodermata 4 y = -0.0038x + 1.6347


3,5 R² = 0.2095
r = - 0.45773
3
(ind/m2 )

2,5
2
1,5
1
0,5
0
0 100 200 300 400 500
Kerapatan lamun (tegakan/m2 )

Gambar 3. Hubungan Kerapatan Lamun dengan Kelimpahan Echinodermata

tersebut. Menurut Leksono (2007), dominansi bernilai negatif karena semakin padat
terjadi karena adanya hasil dari proses kerapatan lamun maka semakin sedikit
kompetisi penggusuran individu satu kelimpahan Echinodermatabahkan hampir
terhadap yang lain. tidak ada. Nilai koefisien determinasi (R2)
sebesar 0,209 menunjukan seberapa besar
Hubungan antara kerapatan lamun pengaruh kerapatan lamun terhadap
dengan kelimpahan Echinodermata di Pulau kelimpahan Echinodermata. Nilai 0,209
Karimunjawa diolah menggunakan software menunjukan bahwa sebesar 20,90 %
Ms. Excel. Dari hasil pengolahan tersebut kelimpahan Echinodermata dipengaruhi oleh
didapatlah hasil yang tersaji pada Gambar 3. kerapatan lamun dan sisanya 79,10 %
Nilai koefisien korelasi antara variabel dipengaruhi oleh faktor lain seperti faktor
kelimpahan Echinodermata dan kerapatan lingkungan maupun Echinodermata itu
lamun diperoleh nilai (r) sebesar -0,458. sendiri. Hal ini berkaitan dengan fisiologi
Koefisien korelasi bernilai negatif dikarenakan Echinodermata serta pola pertumbuhan
nilai-nilai koefisien regresi (b) bernilai negatif Echinodermata itu sendiri. Menurut Hadi
juga. Hubungan antara dua variabel juga (2011) Keberadaan dan kelimpahan
ditandai dengan garis lurus yang bernilai Echinodermata di suatu lokasi dipengaruhi
negatif. Nilai korelasi yang didapat oleh lingkungan baik faktor biotik dan abiotik
menunjukan bahwa hubungan antara yang saling terkait satu dengan yang lain
kerapatan lamun dan kelimpahan serta interaksi antara berbagai spesies yang
Echinodermata cukup erat dan arah membentuk sistem tersebut.
hubungannya berbanding terbalik semankin
rapat lamun maka kelimpahan KESIMPULAN
Echinodermata semakin rendah. Hal ini
dikarenakan tidak semua Echinodermata Berdasarkan hasil penelitian dapat
menyukai kondisi lamun yang lebat, seperti disimpulkan bahwa terdapat 8 jenis lamun
Archaster typicus yang menyukai daerah yang di dominasi oleh Thalassia hemprichi
berpasir. Hasil korelasi yang didapatkan dan Cymodocea rotundata. Echinodermata
sesuai dengan hasil penelitian dari yang ditemukan terdiri dari 5 jenis yaitu
Oktavianty et al., (2014) bahwa hubungan Archaster typicus, Diadema setosum,
antara kerapatan lamun dan kelimpahan Laganum central, Laganum depressum dan
Echinodermata arah hubunganya Holothuria atra. Hubungan antara
berlawanan ditandai dengan garislurus yang kelimpahan Echinodermata dan kerapatan

54 Biodiversitas Echinodermata Pada Ekosistem Lamun (R.R. Yunita et al.)


Jurnal Kelautan Tropis Maret 2020 Vol. 23(1):47-56

lamun cukup erat dan arah hubungannya Hartati, R., Djunaedi, A., Haryadi, & Mujiyanto.
berlawanan yaitu semakin rapat lamun maka 2012. Struktur Komunitas Padang Lamun
Echinodermata yang ditemukan semakin di Perairan Pulau Kumbang, Kepulauan
sedikit. Kerapatan lamun hanya berpengaruh Karimunjawa. Ilmu Kelautan: Indonesian
sebesar 20,90 % terhadap kelimpahan Journal of Marine Sciences, 17(4):217-225.
Echinodermata. Heiri, O., Lotter, A.F. & Lemcke, G. 2001. Loss
on ignition as a method for estimating
DAFTAR PUSTAKA organic and carbonate content in
sediments: reproducibility and
Ali, A.I., Suryanti & B. Sulardiono. 2016. comparability of results. Journal of
Kelimpahan dan Pola Sebaran Paleolimnology. 25:101-110.
Echinodermatadi Pulau Karimunjawa Hyman, L. H. 1995. The Invertebrates
Jepara. Dalam : Prosiding Seminar Echinodermata The Coelomate Bilateris.
Tahunan Hasil Penelitian Perikanan dan Vol. 3 IV. Mc Graw-Hill Book Company.
Kelautan VI Tanggal 12 November 2016. Inc. New York- Toronto-London. 763.
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Iken, K., Konar, B., Benedetti-Cecchi, L., Cruz-
Universitas Diponegoro. Motta, J.J. & Knowlton, A. 2010. Large-
Alie, K. 2010. Pertumbuhan dan Biomassa Scale Spatial Distribution Patterns of
Lamun Thalassia hemprichii di Perairan Echinoderms in Nearshore Rocky
Pulau Bone Batang Kepulauan Habitats. PLoSONE 5(11): p.e13845.
Spermonde Sulawesi Selatan. Jurnal Sains Katili, A.S. 2011. Struktur Komunitas
MIPA Universitas Lampung. 16(1) : 105- Echinodermata pada Zona Intertidal di
110. Gorontalo di Gorontalo. Jurnal Penelitian
dan Pendidikan, 8(1):51-61.
Balai Taman Nasional Karimunjawa. 2008.
Kawaroe, M., Nugraha, A.H., Juraij &
Statistik Balai Taman Nasional
Tasabaramo, I.A. 2016. Seagrass
Karimunjawa Tahun 2007. Balai Taman
Biodiversity at Three Marine Ecoregions of
Nasional Karimunjawa, Semarang, 133
Indonesia: Sunda Self, Sulawesi Sea, and
hlm.
Banda Sea. Jurnal Biodiversitas, 17(2):585-
Clark, A.M. & Rowe, F.E.W.. 1971. Monograph
591.
of Shallow-water Indo West Pasific
Lambert, P. 2010. Sea Cucumbers of British
Echinoderms. Trustees od the British
Colombia, Southest Alaska and Puget
Museum. London. p. 238. Sound. British Colombia. UBC Press.
Azkab, H.M. 2006. Ada Apa dengan Lamun. Laning, T.H., Yusup, D.S. & Wiryanto, J. 2014.
Jurnal Oseana, 31 (3): 45-55. Sebaran Bulu Babi (Echinoidea) Di
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air bagi Kawasan Padang Lamun Pantai Merta
Pengelolaan Sumberdaya dan Segara, Sanur-Bali. Jurnal Biologi 18(2):41-
Lingkungan. Kanisius. Yogyakarta, 258 45.
hlm. Leksono, A.S. 2007. Ekologi: Pendekatan
Fachrul, F.M. 2006. Metode Sampling Deskriptif dan Kuantitatif. Bayumedia
Bioekologi. PT. Bumi Aksara, Jakarta, 198 Publishing . Malang.
hlm. McKenzie L.J., and R.L. Yoshida. 2009.
Feryatun, F., B. Hendrarto, & N. Widyorini. Seagrass-Watch: Proceeding of
2012. Kerapatan Dan Distribusi Lamun workshop for monitoring seagrass
(Seagrass) Berdasarkan Zona Kegiatan habitats in Indonesia. The Nature
Yang Berbeda Di Perairan Pulau Conservancy, Coral Triangle Center,
Pramuka, Kepulauan Seribu. Journal of Sanur, Bali. 9th May 2009. Seagrass-
Management Of Aquatic Resources, Watch HQ, CairnS.
1(1):44-50 Nybakken. J.W. 1992. Biologi Laut. Suatu
Hadi, A., Hartati, R. & Widianingsih. 2011. Pendekatan Ekologis. PT Gramedia.
Fauna Echinodermata di Indonoor Jakarta, 459 hlm.
Wreck, Pulau Kemujan, Kepulauan Odum, E.P. 1971. Fundamental Of Ecology.
Karimunjawa. Ilmu Kelautan: Indonesian 3rd Edition. W.B Saunders Company,
Journal of Marine Sciences, 16(4):236-242. Philadelphia.

Biodiversitas Echinodermata Pada Ekosistem Lamun (R.R. Yunita et al.) 55


Jurnal Kelautan Tropis Maret 2020 Vol. 23(1):47-56

Oktavianti, R., Suryanti & Purwanti, F. 2014. Suryanti, Ain, C., Latifah, N. & Febrianto, S.
Kelimpahan Echinodermata Pada 2017. Mapping of Sea Urchin Abundance
Ekosistem Padang Lamun Di Pulau as Control of Expansion for the Balance
Panggang, Kepulauan Seribu, Jakarta. of Coral Reef Ecosystem in Karimunjawa
Diponegoro Journal of Maquares, 3(4): Island. Journal of Applied Environmental
243-249. and Biological Sciences, 7(12):120-127.
Rahma, Y. & Fitriana. 2006. Keanekaragaman Suryanti, M.R. Muskananfola dan K.E.
dan Kemelimpahan Makrozoobenthos di Simanjuntak. 2016. Sand Dollar
Hutan Mangrove Hasil Rehabilitasi Taman Distribution Pattern and Abundance at
Hutan Raya Ngurah Rai, Bali. the coast of Cemara Kecil Island,
Riniatsih, I. & Kushartono, E.W.. 2009. Substrat Karimunjawa, Jepara, Indonesia. Jurnal
Dasar dan Parameter Oseanografi Teknologi, 78 (4-2) : 239-244.
sebagai Penentu Keberadaan Suwartimah, K., D. S. Wati, H. Endrawati, dan
Gastropoda dan Bivalvia di Pantai Sluke R. Hartati. 2017. Komposisi
Kabupaten Rembang. Jurnal Ilmu Echinodermata di Rataan Litoral
Kelautan, 14(1):50-59. Terumbu Karang Pantai Krakal, Gunung
Riniatsih, I., & Endrawati, H. 2013. Kidul, Yogyakarta. Buletin Oseanografi
Pertumbuhan Lamun Hasil Transplantasi Marina, 6 (1) : 53-60.
Jenis Cymodocea rotundata di Padang Urriago, J.D., J.H. Himmelman, and C.F.
Lamun Teluk Awur Jepara. Buletin Gaymer. 2011. Responses of the Black
Oseanografi Marina, 2(1):34-40. Sea Urchin Tetrapygus niger to its Sea-star
Rumahlatu, D. 2011. Respon Perilaku Bulu Babi Predators Heliaster heliantus and
Deadema setosum terhadap Logam Meyenaster gelatinous under Field
Berat Kadmium. Jurnal Bumi Lestari, Conditions. Journal of Experimental
12(1):45-54. Marine Biology and Ecology, 399: 17-24.
Rumahlatu, D., 2012. Konsentrasi logam berat Yusron, E. 2009. Biodiversitas fauna
kadmium pada air, sedimen dan ekhinodermata di perairan Selat
Deadema setosum (Echinodermata, Lembeh, Bitung-Sulawesi Utara.
Echinoidea) di Perairan Pulau Ambon. Oseanologi dan Limnologi di Indonesia,
Ilmu Kelautan: Indonesian Journal of 35(2): 225-237.
Marine Sciences, 16(2):78-85. Yusron, E. 2010. Keanekaragaman
Budiman, C.C., Maabuat, P.V., Langoy, M.L. Echinodermata di Perairan Likupang,
and Katili, D.Y., 2014. Keanekaragaman Minahasa Utara, Sulawesi Utara. Ilmu
Echinodermata di Pantai Basaan Satu Kelautan: Indonesian Journal of Marine
Kecamatan Ratatotok Sulawesi Utara. Sciences, 15(2):85-90.
Jurnal MIPA, 3(2):97-101. Yusron, E. 2013. Biodiversitas Fauna
Supono and U.Y. Arbi. 2010. Struktur Ekhinodermata (Holothuroidea,
Komunitas Ekhinodermata Di Padang Echinoidea, Asteroidea Dan
Lamun Perairan Kema, Sulawesi Utara. Ophiuroidea) Di Perairan Pulau Lombok,
Oseanologi dan Limnologi di Indonesia, Nusa Tenggara Barat. Zoo Indonesia, 22
36(3):329–342. (1):1-10.
Supono, D. J. W. Lane and Susetiono. 2014. Yusron, E. 2016. Struktur Komunitas
Echinoderm Fauna in Lembeh Strait, Ekhinodermata(Asteroidea, Ophiuroidea,
North Sulawesi: Inventory and Distribution Echinoidea Dan Holothuroidea) Di
Review. Marine Research Indonesia, 39 Perairan Taman Nasional Wakatobi
(2):51-61. Sulawesi Tenggara. Jurnal Ilmu dan
Suryanti, Ain, C. & Latifah, N. 2018. Mapping Teknologi Kelautan Tropis, 8(1):357-366.
of Nitrate, Phospat and Zooxanthelae Ziemen, J.C. 1980. Produktivity in Ecology of
with Abundance of Sea Urchin on the Indonesia Seas. Part One. Periplus
Massive Coral Reef in Karimunjawa Edition (HK) Ltd., Singapore.
Island. IOP Conference Series: Earth and
Environmental science, 116(1):1-8.

56 Biodiversitas Echinodermata Pada Ekosistem Lamun (R.R. Yunita et al.)

You might also like