Pendidikan Karakter Pada Cerita: Bhagawan Domya

You might also like

Download as doc, pdf, or txt
Download as doc, pdf, or txt
You are on page 1of 9

PENDIDIKAN KARAKTER PADA CERITA

BHAGAWAN DOMYA
I Made Suweta
Sekolah Tinggi Agama Hindu Negeri Mpu Kuturan Singaraja

ABSTRACT
Character values when associated with the teachings of Hinduism contain a lot of
education about ethics, morals and character. Such a system or method of education can be seen,
among others, in the story of Adi Parwa who is one of the subItihasa in the Mahabarata epic, one
of which tells how the teachings of a teacher named Bhagawan Dhomya in educating students or
students, namely Sang Arunika, the Sang Utamanyu, and the Sang Weda. The writing method in
question is related to data discovery and data analysis. In the discovery of the data, the literature
study method is used, which is done by searching the literature which contains the Bhagawan
Domya story. Especially on the story of Adiparwa, there is a part that is fascinating about the
Bahagwan Domya story. Through this literature study, a narrative of a story about Bhagawan
Domya was obtained, which then made a short story in the form of a story synopsis. Based on this
search also found the story settings that include the setting of the time and place where the story
occurred. Also through this literature search, the character and character in Bhagawan Domya
story are obtained. Based on the studies conducted, in this study found the thirteen values of
character education reflected in the story which tells the students (Sang Arunika, Sang Utamanyu,
and Sang Weda) who diligently carry out the task given by the teacher (Bhagawan Dhomya). the
thirteenth character education is as follows: religious, honest, tolerance, discipline, hard work,
creative, independent, democratic, love the country, respect achievement, care for the
environment, social care, and responsibility.

Keywords: Character Value, Adiparwa, Bhagawan Domya

I. PENDAHULUAN
Pendidikan karakter adalah pendidikan pergaulan dunia. Pendidikan karakter
untuk membentuk kepribadian seseorang merupakan suatu upaya yang harus melibatkan
melalui pendidikan budi pekerti yang hasilnya semua pihak, baik dalam lingkungan rumah
terlihat dalam tindakan nyata seseorang, yaitu tangga atau keluarga, sekolah atau lingkungan
tingkah laku yang baik, jujur, bertanggung sekolah dan masyarakat luas. Keluarga sebagai
jawab, menghormati hak orang lain, kerja lingkungan pertama tentu memiliki peran
keras, dan sebagainya. Sriasih (2012:374) penting dalam membentuk pola prilaku seorang
memaparkan bahwa fungsi pendidikan karakter anak, diantaranya melalui komunikasi yang
dapat dikatakan untuk mengembangkan potensi terarah, kasih sayang, perhatian dan penerapan
dasar peserta didik agar berpikiran baik, berhati budi pekerti yang efektif dari orang tua kepada
baik, dan berperilaku baik; memperkuat dan anak. Selain orang tua dalam lingkungan
membangun prilaku bangsa yang multikultur keluarga, peran sekolah sebagai wahana dalam
dan saling menghormati; dan meningkatkan mentransfer ilmu pengetahuan turut
peradaban bangsa yang kopentitif dalam

9
MAHA WIDYA BHUWANA VOLUME 1, No.2, SEPTEMBER 2018 ISSN : 2621-1025

mempengaruhi tingkat perkembangan budi akhlak mulia remaja atau peseta didik dalam
pekerti seorang anak. Masyarakat dalam hal proses pembelajaran dapat ditingkatkan.
ini juga memegang hal peran penting dalam Sehingga dengan adanya peningkatan
membentuk budi pekerti dan ahklak mulia karakter religius tersebut, generasi muda
anak, yang tergantung dari pergaulan dan Hindu dapat lebih dewasa secara rohani dan
pengaruh lingkungan setempat. Oleh karena spiritual serta berakhlak mulia.
itu, pentingnya hubungan dan educational
networks diantara ketiga komponen di atas 2.2.2 Jujur
memiliki peran yang sangat penting dalam Karakter jujur adalah karakter yang tidak
pembentukan karakter peserta didik dan suka berbohong dan berbuat curang, berkata-
generasi muda. kata apa adanya dan berani mengakui
kesalahan, serta rela berkorban untuk
II. PEMBAHASAN kebenaran. Karakter jujur hendaknya dimiliki
2. 2 Pendidikian Karakter pada Cerita oleh semua orang tak terkecuali para peserta
Bhagawan Domya didik dalam menuntut ilmu pengetahuan dan
2.2.1 Religius mengisi diri serta wawasannya. Pentingnya
Dalam dunia pendidikan, karakter karakter jujur dinyatakan dalam Dharma Sastra
religius perlu dikembangkan dalam diri sebagai berikut:
remaja atau peserta didik. Berkaitan dengan Satyena savam apnoti Satye
hal tersebut, dalam cerita Bhagawan Dhomya sarvam pratisthitam
karakter religius dapat ditemukan dalam Yatharthakathanacarah
penggalan berikut: Satyam proktam dvijatibhih.
...yapwan wang manuntun kuda, Sang Terjemahannya:
Pañcajanya ika, nikang kuda Sang Hyang “Dengan kejujuran (kebenaran) seorang
Âgni ike, ya tika tinunggangan matang yan mendapat segalanya (yang dikehendakinya).
kita teka usên. Sangksepanya masih ikang Semu bertumpu pada kebenaran. Dimana
sarwa Dewata de ning kagurususrusasanta terdapat kata-kata atau perbuatan bertujuan
(Adi Parwa. III. 27). (luhur), para arif bijaksana yang telah
ditasbihkan (Dvijati) menyebut Satya
Terjemahannya: (kebenaran, kejujuran, ketulusan)”
“...penuntun kuda itu adalah Sang Pancajanya. (Punyatmadja, 1992:30).
Sedangkan kuda itu adalah Sang Hyang Agni,
itulah yang kau tunggangi sehingga kau dapat Dalam proses pendidikan, karakter jujur
tiba dengan segera. Singkatnya, karena merupakan salah satu nilai yang harus
bhaktimu kepada guru, maka para dewata diajarkan oleh seorang pendidik kepada peserta
menjadi sangat kasihan kepadamu” didik. Cerita Bhagawan Dhomya berisikan
karakter jujur yang patut dilakukan seorang
Mencermati kutipan di atas, sangat jelas murid guna menuntut ilmu pengetahuan.
terlihat karakter religius yang ditanamkan oleh Karakter jujur mutlak dimiliki oleh seorang
seorang guru kepada muridnya. Jika seorang peserta didik. Berani mengakui perbuatan
murid tulus berbhakti kepada gurunya maka adalah salah satu bentuk karakter jujur. Tidak
para dewata sebagai sinar suci Ida Sang Hyang menipu, mencuri dan berlaku curang adalah
Widdhi Wasa akan melimpahkan anugrah dan cara mendasar untuk menghormati orang lain.
keselamatan padanya. Maka dari itu, melalui Jika karakter jujur sudah dapat ditanamkan dari
karakter religius yang terdapat dalam cerita dalam diri, maka kebahagiaan dan ketenangan
Bhagawan Dhomya, pembinaan keimanan dan bathin akan selalu mengikuti.

10
PENDIDIKAN KARAKTER PADA CERITA BHAGAWAN ....(I Made Suweta, 9-17)

2.2.3 Toleransi karena Bhagawan Weda telah berjanji untuk


Dalam proses pendidikan yang terdapat tidak meminta upah dari muridnya dan karena
pada cerita Bhagawan Dhomya, sikap hormat Sang Uttangka sangat memaksa memberikan
ditujukan dari seorang murid kepada gurunya, daksinaguru sebagai tanda bhaktinya, maka
seorang raja kepada pendeta dan kepada orang disuruhlah Sang Uttangka untuk meminta pada
lain yang belum dikenal. Hal tersebut dapat gurupatni dan mengikuti segala yang
ditemukan dalam beberapa penggalan berikut: dikehendakinya sebagai bentuk persembahan
ta, pinangguhta Âiravata ike. Kunang sang guruyaga. Gurupatni meminta agar Sang
manunggangi wåcabha, Sang Hyang Indra Uttangka mempersembahkan anting-anting
ike, prasiddha mitrangku sira. matahari milik Dewi Sawitri dalam kurun
Awêlasmanahku tumon I kita (Adi Parwa. waktu empat hari empat malam, berkat
III. 27). bhaktinya kepada guru, maka para dewata
kasihan dan membantu Sang Uttangka sampai
Terjemahannya:
tepat waktu di pesraman, peristiwa tersebut
“...demikianlah kata beliau mpu.
Menyembah dan menghormatlah Sang dapat ditemukan dalam penggalan berikut:
Utamanyu kepada sang guru. Pada keesokan Tinunggangan irikang kuda, ksanika sira
harinya kembalilah iya mengembalakan sapi tekang acrama sang gurūpatni. Kala nira
sang guru tanpa makan sedikitpun” telah madyus, mangunakên payas. Katon
“Setelah Dewi Sawitri memberikan anting- sang Umtangka mawatakên ikang kundala
anting matahari tersebut, maka kembalilah ri sira sanyasāmbêk niragālāng, sumapa
Sang Uttangka ketempat Maharaja Posya sang Umtangka ri wyārthan nikang diwasa
hendak mohon pamit. Namun, karena samaya. Amênangi pwa kala, harsa tang
maharaja hendak menjamu Sang Uttangka gurūpatni, pinalaku nira ikang kundala (Adi
dalam suguhan makanan, maka dicegatlah ia” Parwa. III. 26).
“Aduh anaku Sang Uttangka, sangat susah
Terjemahannya:
engkau mempersembahkan guruyaga kepada
istriku. Itu merupakan rasa hormat bhaktimu “Kuda itu kemudian dinaikinya, dalam
padaku, bahwa lembu yang engkau dapati itu sekejap mata ia sudah tiba di pasraman
adalah gajah surgawi bernama Airavata,
gurunya dengan segera. Tibanya Sang
Uttangka di pasraman bertepatan saat
sedangkan yang menungganginya adalah
gurpatni tengah melakukan pasucian.
sahabat karibku Sang Hyang Indra”
Dilihatlah sang gurupatni tengah selesai
Berkaitan dengan cerita Bhagawan mandi dan mengenakan pakaian yang indah.
Disanalah Sang Uttangka melihat sang
Dhomya di atas, dapat diketahui bahwa toleransi
gurupatni dan kemudian mempersembahkan
adalah sikap yang adil dan objektif terhadap anting-anting matahari tersebut. Sangat
semua orang yang memiliki perbedaan gagasan, senanglah hati sang gurupatni karena Sang
ras, ataupun keyakinan. Karakter toleransi dalam Uttangka tepat waktu dalam
proses pendidikan bertujuan agar para peserta mempersembahkan anting-anting tersebut”
didik dapat menghormati dan menghargai guru
serta sesamanya. Karakter disiplin yang ditampilkan oleh
sosok Sang Uttangka adalah bentuk disiplin
2.2.4 Disiplin waktu dan ucapan. Disiplin jika dilaksanakan dan
Karakter disiplin dalam cerita Bhagawan diterapkan dengan sepenuh hati maka akan
Dhomya dapat dilihat saat Sang Uttangka mendapatkan kesuksesan. Sebab, disiplin
berkeinginan untuk memberikan guruyaga atau merupakan substansi esensial yang harus dimiliki
gurudaksina kepada Bhagawan Weda. Namun oleh semua orang dan juga oleh peserta

11
MAHA WIDYA BHUWANA VOLUME 1, No.2, SEPTEMBER 2018 ISSN : 2621-1025

didik, agar senantiasa memiliki kontrol diri mendapatkan anting-anting tersebut. Kerja
untuk berperilaku yang senantiasa taat moral. keras dan ketekunan untuk pekerja
merupakan hal yang sangat penting dalam
2.2.5 Kerja Keras hidup dan kehidupan ini. Tanpa kerja keras,
Karakter kerja keras dalam cerita keberhasilan yang baik dan sempurna sulit
Bhagawan Dhomya dicerminkan oleh Sang untuk didapatkan. Dalam proses pendidikan
Uttangka dalam mencari anting-anting dan pembelajaran, kerja keras mutlak
matahari milik Dewi Sawitri. Kesungguhan diperlukan dan ditanamkan sejak dini kepada
dan kegigihan Sang Uttangka yang ingin peserta didik, agar tercipta motivasi dan aksi
mempersembahan anting-anting tersebut yang konkret dalam mewujudkan cita-cita.
diuji saat seekor naga bernama Naga Tatsaka
yang mencuri dan melarikan anting-anting 2.2.6 Kreatif
tersebut. Kerja keras Sang Uttangka untuk Sikap kreatif bertujuan untuk
mendapatkan anting-anting tersebut terdapat melangkah maju dan mengembangkan ide-ide
dalam penggalan berikut: baru, memanfaatkan segala media yang ada
An mangkana ling sang manuntun kuda, tan dan menciptakan sesuatu yang bermanfaat bagi
wihang Sang Umtangka, tinulup nira ta silit diri sendiri maupun orang lain.
nikang kuda, mijil âgni saking sarwe Mengembangkan dan mendapatkan hal yang
indriya saha dumanarawata humibêki naga belum dikembangkan oleh orang lain adalah
lokâ, hârohare kang naga Takcaka. Datêng cermin sikap kreativitas dalam menghasilkan
humahakên ikang kundala, ri Sang sebuah karya yang berguna. Dalam cerita
Umtangka tahêr angupasama: tinanggap
Bhagawan Dhomya, karakter kreatif tersirat
Sang Umtangka ikang kundala. Inangên-
angên ira tikang diwasa; tan dadi kawat dalam penggalan cerita berikut:
wênginya ta ya (Adi Parwa. III. 24). Yatna ta sang Àruóikàgulaha, sakramaning
masawah ginawayakên ira. Sêdêng ahayu
Terjemahnnya: tuwuh nikang wîja, têka tang wah saha
“Adapun demikian kata penuntun kuda wåûþipàta hudan adrês. Alah ta galêng
tersebut, maka Sang Uttangka segera meniup nikang sawah. Saka ri wêdi nira n
pantat kuda tersebut, maka keluarlah asap dari kahibêkana toya ikang pari, tinambak nira
wajahnya, maka hal tersebut membuat takut ta ya, tapwan asowe ikang wway. Alah teka
dan ribut Sang Hyang Taksaka di Naga Loka. tambak nikà, muwah tinambak nira. Tan
Maka keluarlah beliau membawakan anting- wring deya nira, i wêkasan tinambakakên
anting yang dicurinya itu. Kemudian anting- tàwak nireng wway manglêóðö, tarmolah
anting itu dilempar dan diambil oleh Sang irikang rahina wêngi (Adi Parwa. III. 1-2).
Uttangka. Akan tetapi kini ia teringat akan
Terjemahannya:
batas waktu yang telah diberikan oleh
“Berhati-hatilah Sang Arunika dalam
gurpatni akan segera habis”
melaksanakan tugas mengolah sawah yang
diberikan oleh gurunya tersebut. Ketika biji
Petikan di atas, memperlihatkan
yang ditanam sedang tumbuh dengan baiknya,
perjuangan dan kerja keras Sang Uttangka yang
terjadilah hujan dengan lebatnya disertai
tak kenal lelah untuk mendapatkan anting- dengan air bah yang menyebabkan pematang
anting yang diinginkan oleh gurupatni. Maka, sawah tersebut menjadi hancur berantakan.
dengan segala usaha sampai meniup pantat Khawatir akan padinya yang tergenang air bah
kuda yang misterius itupun ia lakukan agar maka Sang Arunika memperbaiki tanggul
segala perjuangannya tidak sia-sia. Sehingga tersebut, namun apadaya setiap diperbaiki
dengan demikian Sang Uttangka bisa tanggul tersebut jebol kembali dan kejadian

12
PENDIDIKAN KARAKTER PADA CERITA BHAGAWAN ....(I Made Suweta, 9-17)

itu terus terulang untuk kesekian kalinya gurunya dengan mandiri. Mandiri dalam hal
hingga akhirnya Sang Arunika kehabisan menyediakan hidangan yang terbaik bagi
daya, karena bhaktinya kepada guru serta gurunya, dan selalu dapat menyelesaikan
bertanggung jawab kepada tugas yang masalah melalui pengalaman yang telah
diembannya maka Sang Arunika menjadikan didapat. Walaupun baik maupun buruknya
dirinya sebagai pengganti dari pematang
pengalaman yang diperoleh dari ujian tersebut,
sawah yang jebol tersebut dan tidak bergerak
sehingga dari hal itu Sang Weda dapat mandiri
sedikitpun siang dan malam dari tempat itu”
dan lulus dalam melaksanakan ujian. Maka,
Beranjak dari kutipan cerita di atas, seharusnya manusia mampu untuk
tersirat sikap kreatif ditunjukan oleh Sang menyelesaikan masalah dan mencapai tujuan
Arunika. Dengan adanya ujian mengolah sawah hidup dengan upaya serta kemampuan sendiri.
dan menjaga padi agar tetap subur, menjadikan
2.2.8 Demokratis
Sang Arunika berusaha dengan segala
kreativitasnya untuk mempertahankan tanggul Terkait dengan karakter demokratis,
supaya tidak jebol dan dapat menghasilkan padi dalam cerita Bhagawan Dhomya terdapat
yang baik serta bertanggung jawab akan tugas ujian sebelum menerima ilmu pengetahuan.
yang diberikan gurunya tersebut.
Semua murid beliau mendapatkan ujian
sesuai karakter yang dimunculkan oleh para
2.2.7 Mandiri muridnya. Dalam ujian tersebut tidak ada
Mandiri merupakan suatu sikap yang pilih kasih atau tebang pilih dalam pemberian
diperlukan manusia agar tidak selalu ujian, sebab dengan sikap demokratis yang
bergantung kepada orang lain. Mandiri juga diberikan oleh seorang guru akan menjadi
bisa berarti dapat menyelesaikan masalah panutan bagi muridnya kelak. Persamaan
atau permasalahan hidup melalui kemampuan antara hak dan kewajiban dalam sistem
sendiri. Dengan mampu beridiri sendiri, aguronguron pada cerita Bhagawan Dhomya
tanpa tergantung pada kemampuan orang lain tersirat dalam kutipan berikut:
Kapwa pinarīkûa nira, yan tuhu
adalah sikap mulia yang dimiliki oleh
guruúuúrùûa gurubhakti. kramanya de nira
seseorang. Sikap mandiri tersirat dalam cerita
marīkûa: sang Àruóika kinon ira yàsawaha
Bhagawan Dhomya sebagai berikut: rumuhun, kamênà nira wehana ri sang
Tumùt sang Weda pinarikûa nira. Kinon ira
hyang Dharmaúàûtra (Adi Parwa.III. 1).
tamolaheng padangan, kumawwatakêna tadah
nira sarisari. Sakha ri bhakti nira sang Weda Terjemahannya:
ring guru, tumùtaken ike panês tīs nira mpu “Ketiga muridnya itu akan diuji ketaatan dan
dang hyang (Adi Parwa.III. 11). bhaktinya kepada sang guru, dengan cara
ujiannya berupa; kepada Sang Arunika
Terjemahannya:
disuruh untuk mengolah sawah sang guru
“Kemudian Sang Weda diuji dengan tinggal sebelum dianugrahi ilmu Dharma”
di dapur untuk menyediakan hidangan,
semua yang terbaik Ia persembahkan Kutipan cerita di atas merupakan bentuk
kepada gurunya itu, Ia selalu mengikuti
sikap demokratis dari seorang guru yaitu
jejak gurunya meski yang terburuk
Bhagawan Dhomya kepada murid-muridnya.
sekalipun dan segala perintah gurunya
dikerjakan dengan baik oleh Sang Weda” Kewajiban murid atau peserta didik adalah
hormat bhakti kepada guru (gurususrusa
Beranjak dari kutipan di atas, bahwa gurubhakti). Karena hanya dengan selalu
Sang Weda melaksanakan segala perintah memberikan pelayanan yang baik dan dengan

13
MAHA WIDYA BHUWANA VOLUME 1, No.2, SEPTEMBER 2018 ISSN : 2621-1025

ketulusan hati, maka guru dapat mengetahui para murid dari Bhagawan Dhomya telah
kesungguhan dari seorang murid dalam lulus ujian kesetiaan. Demikian pula dengan
menimba ilmu pengetahuan. Setelah lulus Sang Uttangka yang lulus memberikan
dalam bhakti dan kesungguhannya untuk guruyaga kepada istri guru atau gurupatni.
belajar, disanalah sang guru akan Adapun penghargaan atas prestasi yang telah
menganugerahkan Dharmasastra yaitu ilmu dicapai berupa anugrah
pengetahuan tentang kebenaran sejati. siddhimantra, sarwajnana dan wakbajra
sebagai berikut:
2.2.9 Cinta Tanah Air Sreyo’vasyanti yo siddhih
Karakater yang mencerminkan sikap Astwa anemwa kita sukha, siddhimantra
wakbajra kita (Adi Parwa. III. 3).
cinta tanah air dalam cerita Bhagawan Dhomya
Manganugrahani ta sira sastra siddhi
nampak dalam ujian yang diberikan oleh beliau
lawan tatan keneng tuhatah rupa ny anaku,
kepada para murid-muridnya. Salah satu nahan ta ling Bhagawan Dhomya
karakter cinta tanah air ditunjukan dalam ujian manganugrahe sire (Adi Parwa. III. 10).
SangArunika yang mengolah tanah sawah sang Sakha ri bhakti nira sang Weda ring guru,
guru. Berikut penggalan cerita Bhagawan tumùtaken ike panês tīs nira mpu dang
Dhomya yang memuat karakter cinta tanah air: hyang, yatna ri sapakon ira, inanugrahan ta
Sang Arunika kinon ira yasawaha rumuhun, sira sarwawidyà saha wedamantra mwang
kamena nira wehana ri sang hyang kasarwajñànan, muwah kasiddhyan ing
Dharmasastra. Yatna ta sang mantra paweh nira (Adi Parwa. III. 11).
Arunikagulaha, sakramaning masawah Tathā sūkham upālabhyate” matangyan ikang
ginawayaken ira (Adi Parwa. III. 1). suka kapanggih denta. Ulih tanakku, huwus
sīðdhimantra kita. Mangkana ling Bhagawān
Weda danugraha de Sang Umtangka
Terjemahannya: (Adi Parwa. III. 28).
“SangArunika disuruh untuk mengolah sawah
sang guru sebelum dianugrahi ilmu Dharma. Terjemahnnya:
Dengan bermacam cara dan sangat berhati-hati “Anaku Sang Arunika, semoga engkau
dalam melaksanakan tugas mengolah sawah mendapatkan kebahagiaan, berhasil; dalam
yang diberikan oleh gurunya tersebut” mantra dan kata-katamu berguna serta
bertuah”
Mengolah sawah merupakan karakter “Kepada Sang Utamanyu, sang guru
cinta tanah air, dikarenakan budaya agraris menganugrahi kesuksesan dalam sastra dan
sangat kental di masyarakat khususnya tidak pernah tua tau awet muda, demikianlah
anugrah Bhagawan Dhomya kepadanya”
Indonesia. Manusia bergantung kepada alam,
“Karena bhaktinya Sang Weda kepada
sebab semua kebutuhan manusia bersumber gurunya, maka ia selalu menuruti perintah
dari alam, dengan menjaga kelestarian alam gurunya, baik dan buruk pengalaman yang
melalui sikap cinta tanah air sama halnya didapatkan selalu ia syukuri. Sang Weda
dengan menjaga dan menghormati ibu selalu mengikuti jejak gurunya meski yang
sendiri. Jika sikap dan perbuatan tersebut terburuk sekalipun dan segala perintah
dapat dilaksanakan tentu kemakmuran gurunya dikerjakan dengan baik oleh Sang
senantiasa mengikuti. Weda, karenanya Ia dianugrahi segala macam
ilmu pengetahuan, mantra Weda dan
2.2.10 Menghargai Prestasi kecerdasan serta mantra yang sempurna”
Sikap menghargai prestasi dalam cerita “Karenanya sukalah yang akan engkau dapati
sekarang anaku, pulanglah engkau sekarang
Bhagawan Dhomya dapat ditemukan ketika

14
PENDIDIKAN KARAKTER PADA CERITA BHAGAWAN ....(I Made Suweta, 9-17)

karena sudah siddhi, dan mantramu “Kemudian ujian dilanjutkan kepada Sang
semourna. Demikianlah kata dan anugrah Utamanyu, sang Utamanyu disuruh untuk
BhagawanWeda pada Sang Uttangka” mengembalakan lembu atau sapi. Maka
dengan berhati-hatilah Sang Utamanyu
Karakater menghargai prestasi dalam mengerjakan perintah gurunya dalam
cerita Bhagawan Dhomya menunjukan mengembalakan lembu atau sapi itu”
pengertian bahwa seorang peserta didik harus “Ketika tiba saatnya Bhagawan Weda
meningkatkan kualitas diri dan prestasinya pulang, maka tampaklah olehnya pasraman
yang indah dan asri penuh dengan bunga
yang positif, sehingga dengan adanya
yang mekar. Ini semua karena pemeliharaan
peningkatan prestasinya tersebut layak Sang Uttangka yang dikerjakannya siang
mendapatkan penghargaan. Beranjak dari dan malam. Senanglah Bhagawan Weda,
kutipan cerita di atas, dapat diketahui jika maka dianugrahilah Sang Uttangka agar
karakter menghargai prestasi berlangsung sempurna dan berhasil dalam segala mantra”
disetiap proses pendidikan yang diberikan
oleh sang guru, baik oleh Bhagawan Berkaitan dengan kutipan cerita di atas,
Dhomya ataupun oleh Bhagawan Weda. tersirat pendidikan karakter peduli lingkungan
Penghargaan akan didapatkan oleh peserta yang diajarkan oleh Bhagawan Dhomya
didik jika mampu menjadi dan kepada Sang Arunika dengan mengolah dan
mempersembahkan yang terbaik bagi mejaga sawah sang guru agar tetap lestari dan
gurunya. menghasilkan hasil panen yang melimpah.
Demikian pula Sang Utamanyu yang diuji
2.2.11 Peduli Lingkungan dengan menjaga lembu milik sang guru agar
Dalam cerita Bhagawan Dhomya peserta didik memiliki empati dengan
mengenai pentingnya lingkungan dan sikap lingkungan sekitarnya. Termasuk pula saat
peduli terhadap lingkungan diperlihatkan Sang Uttangka yang menjaga kelestarian
dalam proses pembelajaran yang diberikan pasraman dengan pemeliharaan lingkungan
sang guru kepada para muridnya antara lain agar asri, indah serta harmonis. Dengan
sebagai berikut: menjaga alam dan lingkungan sekitar sama
Kramanya de nira marîkûa: sang Àruóika halnya dengan menjaga badan jasmani Tuhan,
kinon ira yàsawaha rumuhun, kamênà nira
wehana ri sang hyang Dharmaúàûtra (Adi 2.2.12 Peduli Sosial
Parwa. III. 1).
Adanya sikap peduli sosial yang
Tumùt sang Utamanyu pinarikûa nira. Ya ta
kinon ira mahwana ng lêmbu. Yatna tingkah
ditumbuh kembangkan melalui proses
nira n pahwan irikang goh pembelajaran dan pendidikan bertujuan untuk
(Adi Parwa. III. 4). menjadikan pribadi generasi muda Hindu
Datêng Bhagawân Weda, katon ta halêp khusunya untuk dapat menjadi manusia yang
nikang patapân, mwang wåðhi nikang puspa berempati dan mau menolong sesama serta
de sang Umtangka. Apan niwêkaswêkas, peduli kepada makhluk hidup lainnya. Sikap
harsa tâmbêk nira matang yan manganugrahe peduli sosial banyak dinyatakan dalam kitab
Sang Umtangka kaúîðdhiyan ing mântra (Adi suci Hindu, diantaranya seerti yang terdapat
Parwa. III. 13). dalam kitab Bhagavadgita V. 7 berikut:
Yogayukto viśuddhātmā vijitātmā
Terjemahannya:
jitendriyah,
“Caranya oleh Bhagawan Dhomya menguji: Sarvabhūtātmabhūtātma kurvann api na
Sang Arunika disuruh untuk menolah sawah lipyate.
sang guru, sebelum diberikan ilmu
pengetahuan Dharma”

15
MAHA WIDYA BHUWANA VOLUME 1, No.2, SEPTEMBER 2018 ISSN : 2621-1025
Terjemahannya: dilakukan. Ini diwujudkan dalam perilaku yang
“Orang yang bekerja dalam bhakti, yang konsekuen dan tuntas dalam melaksanakan
menjadi roh murni, yang mengendalikan sesuatu, konsisten, dan diharapkan
pikiran dan indriya-indriya, dicintai oleh penyelesaiannya dapat dilakukan sampai akhir.
semua orang, dan diapun mencintai semua Sikap tanggung jawab (responbility)
orang. Walaupun dia selalu bekerja, dia tidak maksudnya mampu mempertanggungjawabkan
pernah terikat” (Prabhupada, 2000:279). serta memiliki perasaan untuk memenuhi tugas
dengan dapat dipercaya, mandiri dan
Mencermati sloka di atas, sikap peduli
berkomitmen (Zubaedi, 2011:78). Sikap
sosial tersebut merupakan suatu jalan atau kerja
tanggung jawab juga ditekankan dalam kitab
sebagai jalan bhakti kepada Tuhan Yang Maha
suci RegWeda X. 53. 8 sebagai berikut:
Esa. Dengan selalu bekerja disertai dengan
Asmanvati riyate sam rabhadhvam
pengendalian pikiran dan indriya dalam diri,
uttisthata pra tarata sakhayah,
menjadikan seseorang akan tetap dicintai oleh Atra jahama ye asann asevah sivan vayam
semua orang dalam ruang lingkup sosialnya. uttaremabhi vajan.
Dalam cerita Bhagawan Dhomya, sikap peduli
sosial diperlihatkan oleh Bhagawan Weda Terjemahannya:
setelah beliau lulus menimba ilmu kepada sang “Wahai teman-teman, dunia yang penuh
guru yaitu Bhagwan Dhomya. Kepedulian dosa dan penuh duka ini berlalu bagaikan
sosial Bhagawan Weda yaitu beliau tidak akan sebuah sungah yang alirannya dirintangi
memberatkan muridnya dengan menghaturkan batu besar (yang dimakan oleh arus air)
guruyaga atau daksinaguru dan tidak akan yang berat. Tekunlah, bangkitlah dan
seberangilah ia. Tinggalkan persahabatan
memberlakukan ujian kesetiaan.
dengan orang-orang tercela dan tidak
Sikap peduli sosial merupakan bertanggung jawab. Seberangilah sungai
kerjasama sosial yang harus dilihat sebagai kehidupan untuk pencapaian kesejahteraan
upaya bersama dalam mewujudkan kebaikan dan kemakmuran” (Titib, 2004:54).
sosial. Sikap peduli sosial yang tersirat dari
petikan cerita tersebut menekankan agar Sesuai dengan petikan mantra di atas,
generasi muda Hindu sebagai organ-organ bahwa hendaknya manusia dapat melewati
sosial sangat perlu ditumbuhkan prinsip- ujian hidup ini yang diibaratkan seperti aliran
prinsip kerja sama yang dilandasi oleh cinta sungai yang penuh dengan batu sebagai
kasih untuk membantu sesama terlebih bagi rintangannya. Berani bertanggung jawab
yang membutuhkan. pada perbuatan atau tindakan yang telah
dilakukan, sebab orang-orang suci akan
2.2.13 Tanggung Jawab meninggalkan orang yang tidak bertanggung
Karakter tanggung jawab adalah sikap jawab dan lepas tangan dari segala persoalan.
dan perilaku seseorang untuk melaksanakan Menyimak cerita Bhagawan Dhomya
tugas dan kewajibannya, yang seharusnya sikap dan tindakan tanggung jawab
dilakukan terhadap diri sendiri, masyarakat, diperlihatkan oleh sang guru dalam mendidik
lingkungan (alam, sosial, dan budaya), negara, siswa atau peserta didiknya. Sang guru tidak
dan Tuhan Yang Maha Esa. Selain itu, menurut hanya mampu memberikan ujian, akan tetapi
Titib (2004:54) menyatakan bahwa tanggung mampu memberikan solusi dari
jawab atau bertanggung jawab adalah sikap dan permasalahan yang didapatkan oleh peserta
perilaku yang berani menanggung segala akibat didiknya ketika mendapatkan kendala.
dari perbuatan atau tindakan yang telah

16
PENDIDIKAN KARAKTER PADA CERITA BHAGAWAN ....(I Made Suweta, 9-17)

Jadi dari cerita Bhagawan Dhomya Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur


tersebut dapat diketahui bahwa karakter Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.
tanggung jawab merupakan sikap dan Barnawi, & M. Arifin. 2012. Strategi &
tindakan yang mau mencoba dengan segala Kebijakan pembelajaran pendidikan
cara yang dapat dilakukan, menolong dan karakter. Jogjakarta. Ar-Ruzz Media.
saling mendukung, meringankan penderitaan, Elfindri, Dkk. 2012. Pendidikan Karakter
dapat diandalkan dan mampu menjaga Kerangka, Metode dan Aplikasi untuk
komitmen untuk melaksanakan kewajiban Pendidikan dan Profesional. Jakarta:
dengan bersungguh-sungguh serta tidak lari Badauose Media Jakarta.
dari masalah yang dihasilkan dari perbuatan Mulyana, Rohmat. 2011. Mengartikulasikan
tersebut. Pendidikan Nilai. Bandung: Alfabeta.
Salim, Moh. Haitami. 2013. Pendidikan
III. PENUTUP Agama Dalam Keluarga : Revitalisasi
Berdasarkan analisis cerita Bhagawan Peran Keluarga dalam Membangun
Domya sebagaimana dalam pembahasan bab Generasi Bangsa yang Berkarakter.
III di atas, ditemukan ada tiga belas pendidikan Jogjakarta: AR-Ruzz Media.
karakter yang patut diteladani yakni: (1) Zachdi, Damiyati dkk. 2013. Model
religius, (2) jujur, (3) toleransi, (4) disiplin, (5) Pendidikan
kerja keras, (6) kreatif, (7) mandiri, (8) Karakter Terintegrasi dalam
demokratis, (9) cinta tanah air, (10) Pembelajaran dan Pengembangan Kultur
menghargai prestasi, (11) peduli lingkungan, Sekolah. Yogyakarta: Perpustakaan
(12) peduli sosial, dan (13) tanggung jawab. Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT).
Berkaitan dengan simpulan dalam pembahasan Zoetmulder, P. J. 1958. Adi Parwa. Jogjakarta:
ini, maka dapat disampaikan beberapa saran Direktorat Jendral Kebudayaan
sebagai berikut: (1) pendidikan karakter Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan.
hendaknya secara terus-menerus digaungkan
dalam rangka untuk meningkatkan prilaku
generasi muda, khususnya para peserta didik
agar sesuai dengan tujuan pendidikan nasional,
(2) pendidikan karakter dapat digali dari lokal
jenius yang ada di daerah masing-masing,
khusus umat Hindu, pendidikan karakter dapat
digali dari cerita-cerita keagamaan, salah
satunya adalah cerita Bhagawan Domya
sebagaimana yang ada pada cerita Jarat Karu.

DAFTAR PUSTAKA

Adisusilo, Sutarjo. 2012. Pembelajaran


Nilai Karakter Konstruktivisme dan VCT
Sebagai Inovasi Pendekatan
Pembelajaran Afektif. Jakarta: Rajawali
Press.

17

You might also like