Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 16

Jurnal

HAM Volume 9, Nomor 2, Desember 2018

PELAYANAN TRANSPORTASI PUBLIK YANG MUDAH DIAKSES OLEH


PENYANDANG DISABILITAS DALAM PERSPEKTIF HAM
(Public Transportation Services Easily Accessed by People with Disability
in Human Rights Perspective )

Marwandianto
Pusat Penelitian dan Pengembangan Hak Asasi Manusia
Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia
Jalan H.R Rasuna Said Kav 4-5 Kuningan Jakarta Selatan 12940
Email: marwandianto6@gmail.com

Tulisan Diterima: 09-10-2018: Direvisi: 16-11-2018: Disetujui Diterbitkan: 16-11-2018

DOI: http://dx.doi.org/10.30641/ham.2018.9.175-190

ABSTRACT

This research is aimed to review the substance of the Law No. 8 of 2016 regarding People with
Disabilities. Article 105 to 108 of this Law provides for the public services easily accessed by People with
Disability. This research focuses to the forms of public services in transportation easily accessed by People
with Disability. This research employs qualitative method that generates discreet data. Not all
transportation mode has accommodated the needs of the deafs and blinds. Not all public services have
provided easy access to the people with physical disabilities in particulars those who wear wheelchairs or
crutches. Provision of public transportation services easily accessed by People with Disability are series of
activities within the scope of fulfilling the needed services pursuant to the laws and regulations applicable
to each citizens and residents that should be provided by the public services provider. While the public
transportation services include also information and instruction to obtain services, information on
available facilities, and information on available officers. The types and forms of the public transportation
services easily accessed by People with Disability include land, air and railways transportation.
Keywords: Public Transportation Services

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk meninjau kembali substansi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang
Penyandang Disabilitas. Pasal 105 s.d 108 Undang-Undang ini berisi mengenai Pelayanan Publik yang
mudah diakses oleh Penyandang Disabilitas. Penelitian ini memusatkan perhatiannya pada bentuk pelayanan
publik di bidang transportasi yang mudah diakses oleh penyandang disabilitas. Penelitian ini menggunakan
metode kualitatif yang mengasilkan data diskriftif. Belum semua moda transpotrasi mengakomodir kebutuhan
bagi tuna rungu dan tuna netra. Masih belum meratanya pelaksanaan pelayanan publik khususnya untuk
Penyandang Disabiltas fisik yang memakai kursi roda atau tongkat penyangga. Pelayanan publik sektor
transporasi yang mudah diakses oleh Penyandang Disabilitas merupakan rangkaian kegiatan dalam rangka
pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara
dan penduduk yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik sektor transportasi. Sedangkan bentuk
pelayanan publik di bidang transportasi meliputi informasi dan petunjuk untuk memperoleh pelayanan,
informasi ketersediaan fasilitas, serta informasi ketersediaan petugas. Jenis dan bentuk pelayanan publik
khususnya di bidang transportasi yang mudah diakses oleh penyandang disabilitas yaitu moda angkutan
darat, moda angkutan udara, moda angkutan perkeretaapian.
Kata Kunci: Pelayanan Transportasi Publik

Jurnal HAM Vol. 9 No. 2, Desember 2018: 175-190 175


Jurnal

HAM Volume 9, Nomor 2, Desember 2018

PENDAHULUAN Bahwa untuk mewujudkan kesamaan hak dan


kesempatan bagi penyandang disabilitas menuju
Lahirnya Undang-Undang Nomor 8 kehidupan yang sejahtera, mandiri, dan tanpa
Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas1 diskriminasi diperlukan peraturan perundang-
dilatarbelakangi bahwa Negara menjamin undangan yang dapat menjamin pelaksanaannya.
kelangsungan hidup setiap warga negara, termasuk Undang-undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang
para penyandang disabilitas. Mereka memiliki Penyandang Disabilitas menggantikan Undang-
kedudukan hukum dan hak asasi manusia yang Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang penyandang
sama sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari cacat, sudah tidak sesuai lagi dengan paradigma
masyarakat Indonesia. Hal tersebut merupakan kebutuhan penyandang disabilitas.4
amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, untuk Penyandang disabilitas5 adalah setiap
hidup maju dan berkembang secara adil dan orang yang mengalami keterbatasan fisik,
bermartabat. intelektual, mental, dan/atau sensorik dalam
Survei yang dilakukan oleh Badan Pusat jangka waktu lama yang dalam berinteraksi
Statistik (BPS) menyebutkan jumlah penyandang dengan lingkungan dapat mengalami hambatan
disabilitas di Indonesia hingga saat ini mencapai dan kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh
12,15 persen yang terbagi di dalam beberapa dan efektif dengan warga negara lainnya
katagori baik dari jenis kelamin, dan tingkat berdasarkan kesamaan hak. Terdapat 4 ragam
disabilitas (berat dan sedang)2. Sebagian besar penyandang disabilitas meliputi: a. Penyandang
penyandang disabilitas masih hidup dalam disabilitas Fisik;6 b. Penyandang disabilitas
kondisi rentan masih jauh dari kata adil (fair) Intelektual;7 c. penyandang disabilitas Mental;8
masih terdapat diskriminasi terhadap pemenuhan dan/atau d. penyandang disabilitas sensorik.9
hak terutama dalam mengakses fasilitas publik, Oleh karena itu pelaksanaan dan pemenuhan
padahal fasilitas publik merupakan hak setiap hak penyandang disabilitas ditujukan untuk:10
warga Negara yang seharusnya dapat diakses a. mewujudkan penghormatan, pemajuan,
oleh siapapun, tidak terkecuali kelompok difabel. pelindungan, dan pemenuhan hak asasi manusia
Temuan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta serta kebebasan dasar penyandang disabilitas
menunjukan bahwa moda transportasi serta secara penuh dan setara; b. menjamin upaya
fasilitas gedung baik pemerintah maupun swasta Penghormatan, pemajuan, Pelindungan, dan
belum memberikan aksesibilitas kepada kelompok
disabilitas, kelompok disabilitas selalu terhambat
Penilaian terhadap halte Transjakarta, KA Commuter Line,
untuk mendapatkan haknya akibat fasilitas publik Gedung Instansi Pemerintah, serta gedung Non Instansi
yang tidak inklusi3 Pemerintah dikutip dalam https://www.bantuanhukum.
or.id/web/fasilitas-pelayanan-publik-dki-jakarta-kurang-
aksesibel/
1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 Tentang Penyandang 4 Vide Konsiderans Menimbang huruf d UU Penyandang
Disabilitas (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun Disabilitas 2016.
2016 Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara Republik
5 UU Penyandang Disabilitas 2016, Pasal 1 angka 1.
Indonesia Nomor 5871).
6 Yang dimaksud dengan “Penyandang Disabilitas fisik”
2 BPS tahun 2016 menerbitkan survey ketenagakerjaan
adalah terganggunya fungsi gerak, antara lain amputasi,
nasional (sakernas ) terdapat 12,7 persen, 10,29 persen
lumpuh layuh atau kaku, paraplegi, celebral palsy (CP),
termasuk didalam katagori sedang dan 1,87 termasuk
akibat stroke, akibat kusta, dan orang kecil.
didalam katagori berat. Adapun tingkat prevalensi
disabilitas di Indonesia antara 6,41 persen sampai 18,75 7 Yang dimaksud dengan ”Penyandang Disabilitas
dan prevalensi tertinggi di provinsi Sumatera Barat, Nusa intelektual” adalah terganggunya fungsi pikir karena
Tenggara Timur, dan Sulawesi Selatan. Tingkat pendidikan tingkat kecerdasan di bawah rata-rata, antara lain lambat
penyandang disabilitas masih sangat rendah dibandikan belajar, disabilitas grahita dan down syndrom.
dengan non disabilitas berdasarkan survey Badan 8 Yang dimaksud dengan “Penyandang Disabilitas mental”
Pusat Statistik (BPS) tahun 2016 sebagaimana dikutip adalah terganggunya fungsi pikir, emosi, dan perilaku,
dalam https://www.republika.co.id/berita/nasional/ antara lain: a. psikososial di antaranya skizofrenia,
umum/16/12/16/oi9ruf384-indonesia-miliki-12-persen- bipolar, depresi, anxietas, dan gangguan kepribadian;
penyandang-disabilitas dan b. disabilitas perkembangan yang berpengaruh
3 Hasil pengolahan data menunjukan bahwa moda pada kemampuan interaksi sosial di antaranya autis dan
transportasi transjakarta, commuter line, gedung hiperaktif.
pemerintah maupun non pemerintah belum akses 9 Yang dimaksud dengan “Penyandang Disabilitas sensorik”
terhadap kelompok disabilitas. Penelitian LBH Jakarta adalah terganggunya salah satu fungsi dari panca indera,
Menggunakan nilai indeks aksesibel dengan nilai tertinggi antara lain disabilitas netra, disabilitas rungu, dan/atau
4 (empat) sebagai fasilitas publik aksesibel, hingga nilai disabilitas wicara.
terendah 0 (Nol) sebagai fasilitas publik tidak aksesibel. 10 Vide UU Penyandang Disabilitas 2017, Pasal 3

176 Pelayanan Transportasi Publik... (Marwandianto)


Jurnal

HAM Volume 9, Nomor 2, Desember 2018

Pemenuhan hak sebagai martabat yang melekat tidak diperkenankan untuk berada di dek kapal,
pada diri Penyandang Disabilitas; c. mewujudkan namun penyedia layanan transportasi (kapal)
taraf kehidupan Penyandang Disabilitas yang lebih belum memberikan fasilitas berupa tangga
berkualitas, adil, sejahtera lahir dan batin, mandiri, yang mudah digunakan oleh pemakai tongkat
serta bermartabat; d. melindungi Penyandang dan lift bagi pengguna kursi roda dan tidak ada
Disabilitas dari penelantaran dan eksploitasi, petugas yang membantu para penumpang untuk
pelecehan dan segala tindakan diskriminatif, meninggalkan dek kapal menuju tempat para
serta pelanggaran hak asasi manusia; dan e. penumpang lainnya.
memastikan pelaksanaan upaya Penghormatan, Pasal 9 Ayat 1 Konvensi tentang Hak
pemajuan, Pelindungan, dan Pemenuhan hak Penyandang Disabilitas Convention on the Right
Penyandang Disabilitas untuk mengembangkan of Person with Disability (CRPD) diratifikasi
diri serta mendayagunakan seluruh kemampuan oleh Indonesia pada tanggal 18 Oktober 2011
sesuai bakat dan minat yang dimilikinya untuk menyatakan agar penyandang disabilitas
menikmati, berperan serta berkontribusi secara dapat hidup mandiri dan berpartisipasi secara
optimal, aman, leluasa, dan bermartabat dalam penuh dalam semua aspek kehidupan, sama
segala aspek kehidupan berbangsa, bernegara, seperti warga lainnya, Negara wajib mengambil
dan bermasyarakat. langkah yang tepat untuk memastikan akses
Persoalan fasilitas layanan publik terutama bagi penyandang disabilitas kelingkungan fisik,
pelayanan transportasi masih sangat jauh transportasi, informasi dan komunikasi, serta
dari harapan penyandang disabilitas, sebuah akses ke fasilitas dan jasa pelayanan lain yang
permasalahan yang belum bisa diselesaikan. tersedia bagi publik, baik didaerah perkotaan
Walaupun sebagian telah dilengkapi berbagai maupun pedesaan. Langkah-langkah tersebut
kelengkapan yang ramah difabel seperti ramp kursi meliputi identifikasi dan penghapusan kendala
roda peron, jalur kusus tuna netra, petunjuk arah aksesibilitas, diberlakukan antara lain
kebanyakan akses menuju stasiun atau lokomotif a. Gedung-gedung, jalan-jalan, sarana
belum mendukung bagi pengguna akomadasi transportasi, dan fasilitas dalam dan luar
transportasi KRL, sebagaimana diungkapkan ruang lainnya, termasuk sekolah, perumahan,
oleh Sunarto yang berprofesi sebagai juru pijat
fasilitas medis dan tempat kerja;
dan transportasi Kereta Rel Listik (KRL) yang
menjadi andalannya selama bertahun-tahun. b. Informasi, Komunikasi, dan layanan lainnya,
“stasiun sekarang sudah lumayan sudah ada termasuk layanan elektronik dan layanan
jalur khusus tuna netra, namun jarak antara gawat darurat.
peron dengan gerbong terlalu tinggi buat saya. Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999
Jadi kadang saya dibantu penumpang atau tentang HAM mengatur 10 hak asasi, yaitu (i) Hak
polisi Kereta Api. Para difabel tidak berhenti untuk Hidup; (ii) Hak Berkeluarga dan Melanjutkan
pada akses dari dan menuju KRL namun akses ke Keturunan; (iii) Hak Mengembangkan Diri: (iv)
terminal bus juga tidak kalah sulit terutama bagi Bagian Keempat Hak Memperoleh Keadilan;
pengguna kursi roda mulai dari gerbang elektronik (v) Hak Atas Kebebasan Pribadi; (vi) Hak atas
(E-Gate) hingga ke toilet tidak mengakomodir Rasa Aman; (vii) Hak atas Kesejahteraan; (viii)
mobilitas bagi pengguna kursi roda, trotoar Hak Turut Serta dalam Pemerintahan; (ix) Hak
jalan yang tersedia selama ini walaupun ada Wanita; dan (x) Hak Anak. Secara spesifik hak
namun masih menyampingkan keselamatan asasi terhadap penyandang disabilitas, termasuk
karena jalur petunjuk tersebut disediakan hanya orang berusia lanjut, wanita hamil, anak-anak
sebatas menggugurkan kewajiban belaka, sarana (seharusnya termasuk orang yang sedang sakit)
transportasi penyebrangan yang ada saat ini masih ditentukan, bahwa: setiap warga negara berhak
belum sepenuhnya menjamin tersedianya fasilitas atas jaminan sosial yang dibutuhkan untuk hidup
yang akses, belum sepenuhnya menyediakan layak serta untuk perkembangan priadinya secara
kemudahan bagi para penumpang terlihat dari utuh. Setiap penyandang cacat, orang yang berusia
kapal-kapal penyebrangan selain tidak ramah, lanjut, wanita hamil, dan anak-anak, berhak
juga dapat membahayakan bagi penumpang memperoleh kemudahan dan perlakuan khusus.11
penyandang disabilitas semua penumpang kapal
11 UU 39-1999 Pasal 41.

Jurnal HAM Vol. 9 No. 2, Desember 2018: 175-190 177


Jurnal

HAM Volume 9, Nomor 2, Desember 2018

Setiap warga negara yang berusia lanjut, cacat reproduksi; b. menerima atau menolak penggunaan
fisik dan atau cacat mental berhak memperoleh alat kontrasepsi; c. mendapatkan pelindungan
perawatan, pendidikan, pelatihan, dan bantuan lebih dari perlakuan diskriminasi berlapis; dan d.
khusus atas biaya negara, untuk menjamin untuk mendapatkan pelindungan lebih dari tindak
kehidupan yang layak sesuai dengan martabat kekerasan, termasuk kekerasan dan eksploitasi
kemanusiaannya, meningkatkan rasa percaya diri, seksual. Terakhir anak penyandang disabilitas
dan kemampuan berpartisipasi dalam kehidupan memiliki hak: a. mendapatkan pelindungan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.12 Setiap khusus dari diskriminasi, penelantaran, pelecehan,
anak yang cacat fisik dan atau mental berhak eksploitasi, serta kekerasan dan kejahatan seksual;
memperoleh perawatan, pendidikan, pelatihan. b. mendapatkan perawatan dan pengasuhan
dan bantuan khusus atas biaya negara. untuk keluarga atau keluarga pengganti untuk
menjamin kehidupannya sesuai dengan martabat tumbuh kembang secara optimal; c. dilindungi
kemanusiaan, meningkatkan diri, dan kemampuan kepentingannya dalam pengambilan keputusan;
berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat d. perlakuan anak secara manusiawi sesuai
dan bernegara. Sedangkan pelaksanaan hak anak dengan martabat dan hak anak; e. pemenuhan
yang cacat fisik dan atau mental atas biaya Negara kebutuhan khusus; f. perlakuan yang sama dengan
diutamakan bagi kalangan yang tidak mampu.13 anak lain untuk mencapai integrasi sosial dan
Setiap orang yang termasuk kelompok pengembangan individu; dan g. mendapatkan
masyarakat yang rentan berhak memperoleh pendampingan sosial. Beberapa Permasalahan:
perlakuan dan perlindungan lebih berkenaan Sebagaimana telah disampaikan bahwa salah
dengan kekhususannya. Yang dimaksud dengan satu hak penyandang disabilitas adalah hak untuk
“kelompok masyarakat yang rentan” antara mendapatkan pelayanan publik.16 Pelayanan
lain adalah orang lanjut usia, anak-anak, fakir publik adalah rangkaian kegiatan dalam rangka
miskin, wanita hamil, dan penyandang cacat.14 pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan
UU penyandang disabilitas mengatur tentang peraturan perundang-undangan bagi setiap warga
Hak Penyandang Disabilitas Pertama, Hak Negara dan penduduk atas barang, jasa dan/
penyandang disabilitas Secara Umum; Kedua, ataupelayanan administratif yang disediakan oleh
perempuan penyandang disabilitas; dan Ketiga, penyelenggara pelayanan publik17. Oleh karenanya
Anak penyandang disabilitas. Hak penyandang mengacu pada ketentuan UUD 1945, Pasal 28I
disabilitas Secara Umum ini juga dimiliki oleh Ayat (4) tersebut18 Pemerintah dan pemerintah
Perempuan dan Anak penyandang disabilitas. daerah wajib menyediakan pelayanan publik
Adapun Hak penyandang disabilitas Secara yang mudah diakses oleh penyandang disabilitas
Umum, yaitu hak:15 a. hidup; b. bebas dari stigma; sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
c. privasi; d. keadilan dan perlindungan hukum; undangan. Pelayanan publik tersebut termasuk
e. pendidikan; f. pekerjaan, kewirausahaan, dan pelayanan jasa transportasi publik. Pelayanan
koperasi; g. kesehatan; h. politik; i. keagamaan; publik yang mudah diakses diselenggarakan
j. keolahragaan; k. kebudayaan dan pariwisata; oleh institusi penyelenggara negara, korporasi,
l. kesejahteraan sosial; m. aksesibilitas; n. lembaga independen yang dibentuk berdasarkan
Pelayanan Publik; o. perlindungan dari bencana; undang-undang untuk kegiatan Pelayanan Publik,
p. habilitasi dan rehabilitasi; q. Konsesi; r. dan badan hukum lain yang dibentuk untuk
pendataan; s. hidup secara mandiri dan dilibatkan Pelayanan Publik. Selanjutnya Pemerintah dan
dalam masyarakat; t. berekspresi, berkomunikasi, Pemerintah Daerah wajib menyebarluaskan
dan memperoleh informasi; u. berpindah tempat dan mensosialisasikan Pelayanan Publik yang
dan kewarganegaraan; dan v. bebas dari tindakan mudah diakses kepada Penyandang Disabilitas.
diskriminasi, penelantaran, penyiksaan, dan Penyelenggara Pelayanan Publik wajib
eksploitasi. Sedangkan perempuan penyandang
disabilitas memiliki hak: a. atas kesehatan 16 UU Penyandang Disabilitas 2017, Pasal 5 ayat (1) huruf n.
17 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 25 tahun 2009
tentang pelayanan publik Pasal 1 ayat (1).
12 UU 39-1999 Pasal 42.
18 UU Penyandang Disabilitas 2016, Bab IV Pelaksanaan
13 UU 39-1999 Pasal 54. Penghormatan, Pelindungan, dan Pemenuhan Hak
14 UU 39-1999 Pasal 5. Penyandang Disabilitas, Bagian Kedua Belas Pelayanan
15 UU Penyandang Disabilitas 2017, Pasal 5. Publik, Pasal 105 s.d Pasal 108.

178 Pelayanan Transportasi Publik... (Marwandianto)


Jurnal

HAM Volume 9, Nomor 2, Desember 2018

menyediakan Pelayanan Publik yang mudah jenis pelayanan publik dibidang transportasi bagi
diakses oleh Penyandang Disabilitas. penyandang disabilitas.
Penelitian ini mengacu kepada penelitian
sebelumnya yang dilakukan oleh Slamet Thohari METODE PENELITIAN
pada tahun 2013 terkait pandangan disabilitas dan
Aksesibilitas Publik Bagi penyandang disabilitas Penelitian ini menggunakan pendekatan
dikota Malang. Penelitian tersebut memiliki kualitatif. Pendekatan kualitatif sebenarnya
tujuan untuk mengetahui bagimana fasilitas- merupakan tata cara penelitian yang mengasilkan
fasilitas publik tersebut dapat dinikmati oleh data diskriftif yaitu apa yang dinyatakan oleh
penyadang disabilitas serta bagaimana pandangan responden (informan) secara tertulis atau lisan,
orang menilai penyadang disabilitas.19 Perbedaan dan perilaku nyata Data Primer dikumpulkan
peneliitian ini dengan yang dilakukan oleh Slamet berdasarkan hasil wawancara terhadap para
Thohari, penelitian ini lebih menekankan kepada narasumber. Data sekunder berupa peraturan
bentuk pelayanan publik khusunya dibidang perundang-undangan yang terkait dengan
transportasi yang mudah diakses oleh penyandang permasalahan yang dibahas, studi dokumen
disabilitas dan apa saja jenis bentuk pelayanan kebijakan lokal dan beberapa dokumen terkait.20
publik di bidang transportasi yang mudah diakses Adapun data utamanya adalah data hukum
oleh penyandang disabilitas. Mengenai pelayanan primer, berupa peraturan perundang-undangan
jasa transportasi yang terdiri dari: (i) pelayanan yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan.
jasa transportasi darat, (ii) transportasi kereta bahan hukum sekunder digunakan untuk
api, (iii) transportasi laut, dan (iv) transportasi memperjelas terhadap bahan hukum primer terdiri
udara, Pemerintah dan Pemerintah Daerah dapat dari wawancara dengan informan sebagai penjelas
bekerja sama dengan korporasi atau badan hukum dari bahan hukum primer dalam penelitian ini.
dalam menyediakan pelayanan jasa transportasi Wawancara dengan informan diperlukan
publik. Pelayanan Publik yang mudah diakses untuk memperjelas bahan hukum primer yang
oleh penyandang disabilitas diatur dengan menurut peneliti mungkin belum jelas.21 Dalam
Peraturan Pemerintah. Dari latar belakang beserta hal ini yang dijadikan informan penelitian ini
beberapa permasalahannya sebagaimana diatur adalah pihak yang terlibat langsung dalam
dalam UU Penyandang Disabilitas 2016 Pasal pelaksanaan penyediaan aksesibilitas bagi
105 s.d Pasal 108 tersebut dapat disimpulkan Penyadang Disabilitas antara lain, Kementerian
adanya beberapa permasalahan untuk ditulis, Perhubungan, Dinas Perhubungan DKI Jakarta,
yaitu: Subyek Pelaksana Pelayanan Publik, jenis serta responden penyandang disabilitas. Dengan
pelayanan publik, hak penyandang disabilitas, demikian dalam pendekatannya penelitian ini
serta Pelayanan publik yang mudah diakses oleh akan mempelajari pasal-pasal perundangan dan
Penyandang disabilitas. pandangan pendapat para ahli dan menguraikannya
Tulisan ini merumuskan dua fokus dalam karya penelitian ilmiah, serta menggunakan
permasalahan yaitu bagaimana bentuk pelayanan bahan-bahan yang sifatnya normatif itu dalam
publik khususnya bidang transportasi yang mudah rangka mengolah dan menganalisis data-data dari
diakses oleh penyandang disabilitas dan apa saja lapangan yang disajikan sebagai pembahasan.22
jenis dan bentuk pelayanan publik di bidang Analisis data yang digunakan dalam
transportasi yang mudah diakses oleh penyandang penelitian ini adalah analisis kualitatif.
disabilitas. Pendekatan kualitatif sebenarnya merupakan tata
Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui cara penelitian yang menghasilkan data deskriptif,
bagaimana bentuk pelayanan publik khususnya yaitu apa yang dinyatakan oleh responden secara
di bidang transportasi yang mudah diakses oleh tertulis atau lisan, dan perilaku nyata.23 Adapun
penyandang disabilitas dan untuk mengetahui
20 Sukanto, Soerjono, Pengantar Penelitian hukum, cetakan 3,
Jakarta: universitas Indonesia Press, 1986, Hal 32
21 Ibid Tata Wijayanta
19 Slamet Thohari. Pandangan Disabilitas Aksesibilitas Publik 22 Hilman Hadikusuma: “Metode Pembuatan Kertas Kerja
Bagi Penyandang Disabilitas di Kota Malang. Indonesian Atau Skripsi Ilmu Hukum”, Mandar Maju, Bandung, 1995
Journal Of Disability Studies (IJDS). Volume 1 Nomor 1 Juni hal. 63
2004 23 Soerjono Soekanto: “Pengantar Penelitian Hukum”,

Jurnal HAM Vol. 9 No. 2, Desember 2018: 175-190 179


Jurnal

HAM Volume 9, Nomor 2, Desember 2018

analisis data dilakukan pada saat pengumpulan melihat amat rendah (low vision) disebut sebagai
data, aktivitas analisis data dimulai dari tahap data katagori buta jika seorang anak sama sekali tidak
reduction, data display dan conclusion drawing. mampu menerima rangsangan cahaya dari luar
Proses reduksi data memfokuskan pada topik dengan visus = 0 pada kategori low vision anak
disabilitas yang berhubungan dengan pelayanan masih mampu menerima rangsangan cahaya dari
transportasi yang ramah terhadap disabilitas, luar, ketajaman penglihatan kurang dari 6/21, atau
kemudian data dihubungkan dengan bagaimana anak hanya mampu membaca headline pada surat
peraturan perundang-undangan yang mengatur kabar.28 seseorang yang mengalami kesulitan atau
terhadap permasalahan sehingga terjadi dialektika gangguan penglihatan, dimana seseorang dengan
antara teori yaitu ukuran analisis dengan data gangguan penglihatan yang tidak awas/jelas ini
penelitian.24 sehingga objek/benda yang dilihat hanya terlihat
samar/ berbayang atau bahkan tidak terlihat sama
HASIL DAN PEMBAHASAN. sekali. Disabilitas Netra atau Tunanetra atau
Visual impairments dapat diklasifikasikan ke
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 dalam dua golongan yaitu: buta total (blind) dan
Tentang Penyandang Disabilitas dalam Penjelasan low vision.
Pasal 4 ditentukan sebagai berikut penyandang
disabilitas Fisik adalah terganggunya fungsi A. Pelayanan Publik yang Mudah Diakses
gerak, antara lain amputasi, lumpuh layuh atau oleh Penyandang Disabilitas
kaku, paraplegi, celebral palsy (CP),25 akibat Menurut responden, yang dimaksud
stroke, akibat kusta, dan orang kecil. Penyandang “Layanan publik yang mudah diakses oleh
disabilitas intelektual adalah terganggunya fungsi Penyandang Disabilitas” adalah rangkaian
pikir karena tingkat kecerdasan di bawah rata- kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan
rata, antara lain lambat belajar, disabilitas grahita pelayanan bagi Penyandang Disabilitas sesuai
dan down syndrome. Penyandang disabilitas dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
mental. Adalah terganggunya fungsi pikir, Sedangkan yang dimaksud dengan “pelayanan
emosi, dan perilaku,26 antara lain: a. psikososial publik khususnya di bidang transportasi yang
di antaranya skizofrenia, bipolar, depresi, mudah diakses oleh Penyandang Disabilitas”
anxietas, dan gangguan kepribadian; dan b. adalah pelayanan dalam rangka pemenuhan
disabilitas perkembangan yang berpengaruh pada kebutuhan sarana dan prasarana transportasi bagi
kemampuan interaksi sosial di antaranya autis dan Penyandang Disabilitas, seperti fasilitas pejalan
hiperaktif. kaki dan tempat penyeberangan yang mudah
Penyandang disabilitas Sensorik adalah diakses dan memadai.29
terganggunya salah satu fungsi dari panca indera, Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib
antara lain disabilitas netra, disabilitas rungu, menyediakan Pelayanan Publik yang mudah
dan/atau disabilitas wicara atau tidak dapat diakses oleh Penyandang Disabilitas sesuai
berbicara; bisu. Penyandang disabilitas Ganda dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
atau Multi adalah penyandang disabilitas yang Pelayanan Publik tersebut termasuk pelayanan
mempunyai dua atau lebih ragam disabilitas jasa transportasi publik. Pelayanan Publik yang
antara lain disabilitas rungu –wicara dan mudah diakses itu diselenggarakan oleh institusi
disabilitas netra tuli27. Disabilitas Netra individu penyelenggara negara, korporasi, lembaga
yang memiliki hambatan dalam penglihatan, dan independen yang dibentuk berdasarkan undang-
dapat diklasifikasikan kedalam dua golongan undang untuk kegiatan Pelayanan Publik, dan
yaitu buta total (totally blind) dan kemampuan badan hukum lain yang dibentuk untuk Pelayanan
Publik. Sedangkan mengenai pendanaan
Universitas Indonesia Press, Jakarta 1986 hal. 32.
Pelayanan Publik bagi penyandang disabilitas
24 Sugiyono, Metode Penelitian Kombinasi ( Mixed Methods),
Alfabeta, Bandung, 2017 hal 334-343 bersumber dari: a. Anggaran Pendapatan dan
25 Penjelasan Pasal 4 ayat (1) huruf a undang-Undang nomor
8 tahun 2016 tentang penyandang disabilitas. 28 Akhmad Soleh. Aksesibilitas Penyandang Disabilitas
26 Penjelasan Pasal 4 huruf c ayat 2 Undang-undang nomor 8 terhadap Perguruan Tinggi studi kasus di Empat Perguruan
tahun 2016 tentang penyandang disabilitas. Tinggi Negeri di Yogyakarta. LKiS Pelangi Aksara.
27 Penjelasan Pasal 4 ayat 2 Undang-undang nomor 8 tahun Yogyakarta.2016 hal 24-25
2016 tentang penyandang disabilitas. 29 Wawancara dengan pihak kemenhub.

180 Pelayanan Transportasi Publik... (Marwandianto)


Jurnal

HAM Volume 9, Nomor 2, Desember 2018

Belanja Negara; b. anggaran dan pendapatan menggunakan bus transjakarta sampai


belanja daerah; dan/atau c. anggaran korporasi ke halte tujuan;
atau badan hukum yang menyelenggarakan (5) Fasilitas pejalan kaki yang mudah
Pelayanan Publik.30 diakses oleh Penyandang Disabilitas,
B. Jenis Pelayanan Publik Khususnya di contohnya tersedianya beberapa trotoar
Bidang Transportasi Yang Mudah Diakses di DKI Jakarta yang telah dilengkapi
oleh Penyandang Disabilitas oleh guiding blocks atau blok penuntun
berwarna kuning. Guiding blocks
1. Moda Angkutan Darat
tersebut berfungsi sebagai penuntun
Betapa pentingnya akses khusus
bagi penyandang disabilitas untuk
untuk penyandang disabilitas dalam moda
berjalan di trotoar;
tranportasi publik. Standar yang baik bisa
dilihat mulai dari bus, halte khusus, tangga (6) Selain itu ada pula Ruang Publik
berjalan yang aman dan nyaman dan bahkan Terpadu Ramah Anak (RPTRA)
ada mobil yang khusus untuk antar jemput dilengkapi dengan toilet yang bisa
bagi para disabilitas. digunakan penyandang disabilitas
Moda transpotrasi, Transjakarta berkursi roda.
sebenarnya secara tidak langsung sudah Namun demikian seperti diketahui
mengakomodir kebutuhan bagi tunarungu bahwa rata-rata biaya hidup yang dikeluarkan
dan tunanetra. Contohnya adanya text oleh para penyandang disablilitas lebih
berjalan yang bisa dibaca oleh tunarungu tinggi di banding dengan orang biasa. Tidak
dan adanya pemberitahuan suara yang heran jika muncul harapan tentang adanya
menandakan halte berikutnya yang bisa konsesi bagi penyandang disabilitas dalam
didengar oleh penyandang tunanetra. Khusus hal pengupahan di bidang pekerjaan agar
untuk disabiltas fisik yang memakai kursi mencapai kuota yang seharusnya. Salah satu
roda atau tongkat penyanggah memang masih konsesi bagi penyandang disabilitas yang
minim dan belum merata pelaksanaannya. di Undang-Undang 8 Tahun 2016 adalah
Dalam hal pengawasan yang juga perlu diskon dalam memperoleh pelayanan publik
disasar adalah para pelaksana dilapangan, khususnya transportasi.
sering kali para Penyandang disabilitas Mengenai pelayanan publik di
mendapatkan perlakuaan yang tidak DKI sudah ada MoU antara Pemda DKI
menyenangkan dari pelaksana lapangan yang dengan Trans Jakarta yang salah satunya
bukan ditataran regulasinya. Hal semacam adalah diberlakukannya diskon bagi para
itu bisa diwujudkan secara nyata dan lebih Penyandang Disabilitas untuk naik Trans
luas lagi di Indonesia, misalnya: Jakarta, termasuk disediakannya akses
(1) Memberikan layanan transjakarta gratis yang mempermudah naik turunnya mereka.
bagi Penyandang Disabilitas; Bahkan khusus bagi Penyandang Disabilitas
ada yang dinamakan mobil akses khusus
(2) layanan mobil transjakarta cares; semacam taksi khusus.
(3) tersedianya kursi prioritas dan ruang Hal lain yang mesti diperhatikan dalam
khusus untuk kursi roda di setiap bus memenuhi kebutuhan disabilitas dibidang
transjakarta dan angkutan lainnya yang transporasi publik adalah pengadaan penanda
terintegrasi transjakarta; isyarat misalnya seperti di beberapa negara
(4) Tersedianya layanan transjakarta cares luar sebagai penandanya adalah lampu yang
yang mengantar pelanggan disabilitas berkedip yang merupakan bahasa isyarat
mencapai halte terdekat dari rumah bagi tunarungu serta bunyi atau suara bagi
mereka kemudian pelanggan disabilitas tunanetra. Khusus disabilitas fisik lebih
akan melanjutkan perjalanan dengan kepada aksesbelitas tingkat kelandaiaan
yang sesuai. Pengawasan juga harus
dilakukan pada para pelaksana kunstruksi
30 Vide Pasal 5 UU Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang
Disabilitas.

Jurnal HAM Vol. 9 No. 2, Desember 2018: 175-190 181


Jurnal

HAM Volume 9, Nomor 2, Desember 2018

bangunan di mana dari disain awal harus bisa c. pembekuan izin; dan/atau d. pencabutan
mengakomodir para Penyandang Disabilitas. izin.32
Dengan demikian kelengkapan dari Adapun yang dimaksud dengan
akses ini perlu dipertimbangkan bahkan “fasilitas utama” adalah jalur keberangkatan,
dari segi agama dan pelayanan publik ada jalur kedatangan, ruang tunggu penumpang,
singkronisasinya misalnya dari segi agama tempat naik turun penumpang, tempat
penyandang disabilitas yang bukan mukhrim parkir kendaraan, papan informasi, kantor
mungkin akan merasa risih jika harus pengendali terminal, dan loket. Yang
diangkat yang pastinya ada kontak fisik dimaksud dengan “fasilitas penunjang”
dengan si penolong walaupun tujuannya antara lain adalah fasilitas untuk penyandang
untuk membantu atau mempermudah. cacat, fasilitas kesehatan, fasilitas umum,
Disamping itu perlu juga diperhatikan fasilitas peribadatan, pos kesehatan, pos
keberadaan Undang-Undang Nomor polisi, dan alat pemadam kebakaran. Adapun
22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan yang dimaksud dengan “perlakuan khusus”
Angkutan Jalan.31 Undang-Undang itu adalah pemberian kemudahan berupa sarana
menentukan dalam Bab XV Perlakuan dan prasarana fisik dan nonfisik yang bersifat
Khusus Bagi Penyandang Cacat, Manusia umum serta informasi yang diperlukan bagi
Usia Lanjut, Anak-Anak, Wanita Hamil, dan penyandang cacat, manusia usia lanjut,
Orang Sakit, Bagian Kesatu Ruang Lingkup anak-anak, wanita hamil, dan orang sakit
Perlakuan Khusus diatur: Pasal 242 Ayat (1) untuk memperoleh kesetaraan kesempatan.
ditentukan, bahwa: Pemerintah, Pemerintah Setiap jalan yang digunakan untuk
Daerah, dan/atau Perusahaan Angkutan Lalu Lintas umum wajib dilengkapi dengan
Umum wajib memberikan perlakuan perlengkapan Jalan berupa: a. Rambu Lalu
khusus di bidang Lalu Lintas dan Angkutan Lintas; b. Marka Jalan; c. Alat Pemberi
Jalan kepada penyandang cacat, manusia Isyarat Lalu Lintas; d. alat penerangan
usia lanjut, anak-anak, wanita hamil, dan Jalan; e. alat pengendali dan pengaman
orang sakit. Ayat (2)-nya menentukan, Pengguna Jalan; f. alat pengawasan dan
bahwa: Perlakuan khusus sebagaimana pengamanan Jalan; g. fasilitas untuk sepeda,
dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. Pejalan Kaki, dan penyandang cacat; dan h.
aksesibilitas; b. prioritas pelayanan; dan c. fasilitas pendukung kegiatan Lalu Lintas dan
fasilitas pelayanan. Sedangkan ayat (3) nya Angkutan Jalan yang berada di Jalan dan di
menentukan, bahwa: Ketentuan lebih lanjut luar badan Jalan.
mengenai pemberian perlakuan khusus di Sedangkan Fasilitas pendukung
bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan
kepada penyandang cacat, manusia usia Jalan meliputi: a. trotoar; b. lajur sepeda;
lanjut, anak-anak, wanita hamil, dan orang c. tempat penyeberangan Pejalan Kaki;
sakit diatur dengan peraturan pemerintah. d. Halte; dan/atau e. fasilitas khusus bagi
Perusahaan Angkutan Umum yang tidak penyandang cacat dan manusia usia lanjut.
memenuhi kewajiban menyediakan sarana Penyediaan fasilitas pendukung tersebut
dan prasarana pelayanan kepada penyandang diselenggarakan oleh: a. Pemerintah untuk
cacat, manusia usia lanjut, anak-anak, jalan nasional; b. pemerintah provinsi untuk
wanita hamil, dan orang sakit sebagaimana jalan provinsi; c. pemerintah kabupaten
dimaksud dalam Pasal 242 Ayat (1) dapat untuk jalan kabupaten dan jalan desa; d.
dikenai sanksi administratif berupa: a. pemerintah kota untuk jalan kota; dan e.
peringatan tertulis; b. denda administratif; badan usaha jalan tol untuk jalan tol.
2. Moda Angkutan Udara
Bagaimana untuk penumpang moda
31 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun angkutan udara memberi pelayanan kepada
2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan (Lembaran Penyandang Disabilitas. Menurut Undang-
Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 96,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5025) 32 Vide Pasal 242

182 Pelayanan Transportasi Publik... (Marwandianto)


Jurnal

HAM Volume 9, Nomor 2, Desember 2018

Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang melalui tangga untuk menuju ke pesawat
Penerbangan33 bahwa pada Bagian Keenam: tanpa melalui garbarata, hal demikian sangat
Pengangkutan untuk Penyandang Cacat, menyusahkan para penumpang disabilitas36.
Lanjut Usia, Anak-Anak, dan/atau Orang Pemberian perlakuan dan fasilitas
Sakit (Pasal 134 s.d Pasal ditentukan: khusus sebagaimana dimaksud pada Ayat
Penyandang cacat,34 lanjut usia, anak-anak (2) tidak dipungut biaya tambahan. Namun
di bawah usia 12 (dua belas) tahun, dan/atau badan usaha angkutan udara niaga berjadwal
orang sakit berhak memperoleh pelayanan dapat menetapkan biaya tambahan dalam
berupa perlakuan dan fasilitas khusus dari hal orang sakit membutuhkan tempat duduk
badan usaha angkutan udara niaga. Pelayanan tambahan selama penerbangan. Pelayanan
yang berupa perlakuan dan fasilitas khusus35 berupa perlakuan dan fasilitas khusus bagi
tersebut paling sedikit meliputi: Pemberian penumpang yang menyandang cacat atau
prioritas tambahan tempat duduk; penyediaan orang sakit dimaksudkan agar mereka
fasilitas kemudahan untuk naik ke dan turun juga dapat menikmati pelayanan angkutan
dari pesawat udara; penyediaan fasilitas dengan layak. Namun tidak termasuk dalam
untuk penyandang cacat selama berada di pengertian “orang sakit” dalam ketentuan
pesawat udara; sarana bantu bagi orang ini adalah orang yang menderita penyakit
sakit; penyediaan fasilitas untuk anak-anak menular sesuai dengan peraturan perundang-
selama berada di pesawat udara; tersedianya undangan.
personel yang dapat berkomunikasi dengan
Disamping itu bahwa pada setiap
penyandang cacat, lanjut usia, anak-anak,
moda transportasi baik itu darat, laut
dan/atau orang sakit; dan tersedianya buku
maupun udara harus menyediakan fasilitas
petunjuk tentang keselamatan dan keamanan
khusus yang memudahkan akses bagi kaum
penerbangan bagi penumpang pesawat udara
disabilitas pengguna transportasi publik.
dan sarana lain yang dapat dimengerti oleh
Untuk angkutan udara sendiri sudah ada
penyandang cacat, lanjut usia, dan orang
pelaksanaannya. Hal itu dapat dilihat dari
sakit.
beberapa fasilitas yang disediakan pihak
Belum semua bandara menerapakan pengelola bandara namun (tidak semua
pelayanan seperti diatas, sekelas bandara bandara) telah ramah terhadap penyandang
internasionalpun seperti bandara soekarno disabilitas. Misalnya ruang tunggu, toilet,
hatta belum semua terminal memberikan ruang menyusui. Untuk moda transportasi
pelayanan yang aksesibilitas terhadap laut khususnya fasilitas penyeberangan
penyandang disabilitas masih belum belum terdapat yang mengkhususkan
sepenuhnya memberikan prioritas bagi untuk kaum disabilitas. Sehingga perlu
penyandang disabilitas untuk menuju ke ada perhatian serius dari Pemerintah Pusat
pesawat terlebih dahulu, melainkan secara agar dijadikan agenda utama dalam setiap
bersama dengan para penumpang lain program pembangunan. Sebagai contoh
menuju ke pesawat, selain itu belum semua di Singaraja, Bali Utara sudah ada rencana
maskapai penerbangan memanjakan para tentang perkeretaapian daerah. Penentuan
penumpangnya terbukti masih banyak para trase tergantung kepada pemerintah pusat.
penumpang yang harus menuruni terminal Terkadang kurangnya sinkronisasi antara
Pemda dengan Pemerintah Pusat mengenai
33 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Pengadaan Fasilitas khusus disabilitas
Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2009 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik khususnya transportasi menjadikan kendala.
Indonesia Nomor 4956). Apa yang diberikan Pemerintah Pusat
34 Yang dimaksud dengan “penyandang cacat”, antara lain, kadang berbeda dengan permintaan yang
penumpang yang menggunakan kursi roda karena lumpuh,
cacat kaki, dan tuna netra. diajukan Pemda setempat. Seperti kebutuhan
35 Yang dimaksud dengan “fasilitas khusus” dapat berupa pengadaan Low Deck di setiap Halte Bus,
penyediaan jalan khusus di bandar udara dan sarana dimana ketinggian antara pintu keluar
khusus untuk naik ke atau turun dari pesawat udara,
atau penyediaan ruang yang disediakan khusus bagi
penempatan kursi roda atau sarana bantu bagi orang sakit 36 Wawancara dengan ABS. Salah Satu Penyandang Disabilitas
yang pengangkutannya mengharuskan dalam posisi tidur. Daksa.

Jurnal HAM Vol. 9 No. 2, Desember 2018: 175-190 183


Jurnal

HAM Volume 9, Nomor 2, Desember 2018

masuk Bus sejajar dengan trotoar untuk (iii) penyediaan petugas yang membantu
lebih memudahkan akses bagi penyandang Penyandang Disabilitas dalam
disabilitas, atau pun ibu hamil, anak-anak mengakses pelayanan jasa transportasi.
dan orang lanjut usia. Mengenai (i) moda transportasi darat,
Responden lain berpendapat, bahwa (ii) moda transportasi kereta api, (iii) moda
pelayanan publik yang mudah diakses oleh transportasi laut, dan (iv) moda transportasi
penyandang disabilitas adalah kegiatan atau udara beserta sarana dan prasarananya telah
rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan disesuaikan dengan kebutuhan Penyandang
kebutuhan pelayanan bagi penyandang Disabilitas”, di mana:
disabilitas sesuai dengan ketentuan peraturan Sarana Moda Transportasi darat, kereta
perundang-undangan. api, laut dan udara yang disesuaikan dengan
Dengan demikian yang dimaksud kebutuhan Penyandang Disabilitas yaitu:
dengan pelayanan publik di bidang: (i) a) alat bantu untuk naik turun dari dan ke
transportasi darat, (ii) transportasi kereta api,
sarana transportasi;
(iii) transportasi laut, dan (iv) transportasi
udara yang mudah diakses oleh Penyandang b) pintu yang aman dan mudah diakses;
Disabilitas”, adalah “Pelayanan Publik c) informasi audio/visual tentang
sektor transporasi yang mudah diakses oleh perjalanan yang mudah diakses;
Penyandang Disabilitas merupakan panduan d) tanda/petunjuk khusus pada area
terhadap kegiatan atau rangkaian kegiatan pelayanan di sarana transportasi yang
dalam rangka pemenuhan kebutuhan
mudah diakses;
pelayanan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan bagi setiap warga e) tempat duduk prioritas dan toilet yang
negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/ mudah diakses;
atau pelayanan administratif yang disediakan f) penyediaan fasilitas bantu yang mudah
oleh penyelenggara pelayanan publik Sektor diakses, aman dan nyaman.
Transportasi yang memberikan kemudahan (ii) Prasarana Moda Transportasi darat,
berupa aksesibilitas bagi penyandang
kereta api, laut dan udara yang disesuaikan
disabilitas dalam mengakses sarana dan
dengan kebutuhan Penyandang Disabilitas
prasarana transportasi.
yaitu:
Sedangkan mengenai bentuk panduan
pelayanan publik di bidang: (i) transportasi a) Ubin tekstur pemandu (guiding block)
darat, (ii) transportasi kereta api, (iii) pada prasarana transportasi (pedestrian,
transportasi laut, dan (iv) transportasi udara loket, toilet, dll);
yang mudah diakses oleh penyandang b) Tanda/petunjuk khusus pada area
disabilitas, adalah Bentuk dari panduan pelayanan yang mudah diakses (parkir,
pelayanan publik di bidang transportasi yang loket, toilet dll);
mudah diakses oleh penyandang disabilitas
c) Informasi visual/audio terkait informasi
pada sarana dan prasarana transportasi darat,
perjalanan;
laut, udara dan perkeretaapian yang meliputi:
d) Pintu/gate aksesibel;
(i) informasi dan petunjuk untuk
memperoleh pelayanan jasa transportasi e) Area menaikkan dan menurunkan
yang mudah diakses Penyandang penumpang (drop zone);
Disabilitas; f) Ramp dengan kemiringan yang sesuai;
(ii) informasi dan petunjuk ketersediaan g) Akses untuk naik turun penumpang
fasilitas publik bagi Penyandang yang aksesibel pada bangunan
Disabilitas pada sarana dan prasarana bertingkat;
transportasi yang disediakan; dan h) Toilet yang aksesibel;
i) Loket tiket/counter khusus ticketing
yang mudah diakses;

184 Pelayanan Transportasi Publik... (Marwandianto)


Jurnal

HAM Volume 9, Nomor 2, Desember 2018

j) Ruang tunggu dengan kursi prioritas; 5. Moda Angkutan Perkeretaapian


k) Ruang menyusui/nursery; Moda angkutan perkeretaapian diatur
l) Poliklinik; dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2007 tentang Perkeretaapian.40 Pada Bagian
m) Ruang bermain anak; Ketiga Stasiun Kereta Api diatur, Pasal 54:
n) Tempat parkir. (1) Stasiun kereta api untuk keperluan naik
Itu sebuah jawaban yang bagus untuk turun penumpang sebagaimana dimaksud
mewujudkan kesamaan hak dan kesempatan dalam Pasal 35 Ayat (3) huruf a paling rendah
bagi Penyandang Disabilitas menuju dilengkapi dengan fasilitas: a. keselamatan;
kehidupan yang sejahtera, mandiri, dan b. keamanan; c. kenyamanan; d. naik
tanpa diskriminasi. Namun hal itu belum turun penumpang; e. penyandang cacat; f.
semua diwujudkan oleh penyelenggara kesehatan; dan g. fasilitas umum. Selanjutnya
transportasi37 di Indonesia. dalam Pasal 13 Ayat (1) ditentukan, bahwa:
Oleh sebab itu diharapkan adanya Penyelenggara sarana perkeretaapian wajib
pergerakan menyeluruh dari beberapa memberikan fasilitas khusus dan kemudahan
kementerian dalam hal pemenuhan hak bagi penyandang cacat, wanita hamil, anak
bagi Penyandang Disabilitas khususnya hak di bawah lima tahun, orang sakit, dan orang
menggunakan sarana tranportasi yang layak, lanjut usia. Ayat (2) nya menentukan, bahwa:
karena di beberapa tempat masih terdapat Pemberian fasilitas khusus dan kemudahan
kendala tersendiri bagi kaum disabilitas. sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) tidak
dipungut biaya tambahan.
4. Moda Angkutan Laut
Tidak serta merta dengan adanya
Mengenai moda angkutan laut diatur aturan undang-undang tersebut semua
dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun pihak pelaksana pelayan publik khususnya
2008 tentang Pelayaran.38 Terkait dengan bidang transportasi perkeretaapian
Penyandang Disabilitas dalam Pasal 42 melaksanakannya bahkan memberikan
Ayat (1) ditentukan, bahwa: Perusahaan kemudahan, masih banyak penyandang
angkutan di perairan wajib memberikan disabilitas yang mengalami kesulitan dalam
fasilitas khusus dan kemudahan bagi mengakses penggunaan tolitet di stasiun
penyandang cacat, wanita hamil, anak di kereta, sebagaimana pernyataan responden
bawah usia 5 (lima) tahun, orang sakit, dan tersedianya toilet khusus bagi penyandang
orang lanjut usia. Selanjutnya pada Ayat (2) disabilitas merupakan sebuah langkah
nya ditentukan, bahwa: Pemberian fasilitas maju dalam memberikan pelayanan dan
khusus dan kemudahan sebagaimana kenyamanan bagi para penumpang terutama
dimaksud pada Ayat (1) tidak dipungut para penyandang disabilitas namun belum
biaya tambahan. Setiap orang yang tidak didukung oleh penumpang lain di dalam
memberikan fasilitas khusus dan kemudahan menjaga dan memeliharanya terlihat lantai
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 Ayat toilet yang licin sangat membahayakan bagi
(1) dipidana dengan pidana penjara paling penyandang disabilitas tuna daksa khususnya
lama 6 (enam) bulan dan denda paling pengguna tongkat, hal ini disebabkan oleh
banyak Rp.100.000.000,00 (seratus juta peruntukan toilet khusus bagi penyandang
rupiah).39 disabilitas yang peruntukannya bagi
penyandang disabilitas terkadang masih
37 Penyelenggara Transportasi menurut ketentuan Pasal 105
Undang-Undang Nomor 8 tahun 2016 adalah termasuk digunakan oleh para penumpang lain.41
Pelayanan Publik yang diselenggarakan oleh institusi
penyelenggara negara, korporasi, lembaga independen dengan: “Setiap orang”. Saya berpendapat yang dimaksud
yang dibentuk berdasarkan undang-undang untuk “Setiap orang” di sini adalah: “terhadap setiap Perusahaan
kegiatan Pelayanan Publik, dan badan hukum lain yang angkutan di perairan”.
dibentuk untuk Pelayanan Publik. 40 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 Tentang
38 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran Perkeretaapian (Lembaran Negara Republik Indonesia
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor Tahun 2007 Nomor 65, Tambahan Lembaran Negara
64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Republik Indonesia Nomor 4722).
Nomor 4849). 41 Wawancara dengan Bapak INC, Penyandang Disabilitas
39 Vide Pasal 293. Pasal ini tidak jelas apa yang dimaksud Tuna Daksa.

Jurnal HAM Vol. 9 No. 2, Desember 2018: 175-190 185


Jurnal

HAM Volume 9, Nomor 2, Desember 2018

D. Peraturan Perundang-Undangan yang 10. PM.48 Tahun 2015 tentang Standar


Sudah Ada. Pelayanan Minimum Angkutan Orang
Dibeberapa instansi dan daerah provinsi Dengan Kereta Api;
telah mengatur tentang penyandang disabilitas. 11. Peraturan Menteri Perhubungan Republik
Hal itu dapat disampaikan beberapa diantaranya, Indonesia Nomor: PM 178 tahun 2015
yaitu: Pemerintah Daerah Provinsi DKI Jakarta tentang Standar Pelayanan Pengguna Jasa
telah mengesahkan Peraturan Daerah Nomor 10 Bandar Udara.
Tahun 2011 tentang Perlindungan Penyandang
Disabiltas. Saat ini sedang disusun draft raperda E. Substansi Penyusunan Rancangan
baru sebagai pelaksanaan Undang-Undang Peraturan Pemerintah.
Nomor 8 Tahun 2016. Kementerian Perhubungan Dalam rangka pelaksanaan Undang-undang
sudah mengeluarkan peraturan tentang moda: Nomor 8 tahun 2016, maka hal-hal yang dianggap
(i) transportasi darat, (ii) transportasi kereta api, perlu sebagai substansi Penyusunan Rancangan
(iii) transportasi laut, dan (iv) transportasi udara Peraturan Pemerintah Tentang Panduan Pelayanan
beserta sarana dan prasarananya yang disesuaikan Publik Khususnya di Bidang Transportasi Yang
dengan kebutuhan penyandang disabilitas”, yaitu: Mudah Diakses Oleh Penyandang Disabilitas,
1. Keputusan Mentreri Perhubungan Nomor mengingat sangat pentingnya pengadaan ini maka
71 Tahun 1999 tentang Aksesibilitas Bagi harus segera disusun Peraturan Pemerintah yang
Penyandang Disabilitas dan Orang Sakit khusus untuk penyandang disabilitas. Namun
Pada Sarana dan Prasarana Perhubungan; tentunya perlu adanya payung hukum dalam
2. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM pelaksanaan Peraturan Gubernur atau Peraturan
Daerah, dan juga perlu adanya Sinkronisasi
39 Tahun 2015 tentang Standar Pelayanan
tentang Revisi ini dengan pihak Dinas Lalu Lintas
Penumpang Angkutan Penyeberangan;
dan Angkutan Jalan (DLLAJ. Juga sinkronisasi
3. Peraturan Pemerintah Nomor 74 tahun 2014 antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
tentang Angkutan Jalan; Hal yang terpenting adalah adanya sosialisasi
4. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM secara menyeluruh terhadap seluruh lapisan
39 Tahun 2015 tentang Standar Pelayanan masyarakat. Bali sebagai tempat tujuan wisata
Penumpang Angkutan Penyeberangan; paling dominan di Indonesia sudah seharusnya
lebih memperhatikan aspek infrastruktur,
5. PM 13 Tahun 2014 tentang Rambu Lalu
terutama bidang transportasi yang memperhatikan
Lintas;
kepentingan para penyandang disabilitas.
6. PM Nomor 40 Tahun 2015 tentang Standar Indikator kota yang bagus adalah kota yang
Pelayanan Penyelenggaraan Terminal memiliki transportasi publik yang bagus pula,
Penumpang Angkutan Jalan; dalam hal ini termasuk fasilitas yang memberikan
7. PM Nomor PM 119 Tahun 2015 tentang kemudahan bagi penyandang disabilitas.
Perubahan Atas Peraturan Menteri Substansi untuk mengatur Rancangan
Perhubungan Nomor PM 37 tahun 2015 Peraturan Pemerintah Tentang Pelayanan Publik
tentang Standar Pelayanan Penumpang Yang Mudah Diakses Oleh penyandang disabilitas
Angkutan Laut; yaitu:
8. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor: 1) Perlu ditekankan kembali adanya pengaturan
KM 31 Tahun 2005 tentang Pemberlakuan terhadap kewajiban penyelenggara pelayanan
Standar Nasional Indonesia (SNI) 03-7049- publik dalam memberikan aksesibilitas bagi
2004 Mengenai Perancangan Fasilitas Bagi Penyandang Disabilitas khususnya sektor
Pengguna Khusus diBandar Udara sebagai transportasi;
Standar Wajib; 2) Perlu adanya pengaturan terhadap peran-
9. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM. peran regulator dan operator transportasi
38 Tahun 2015 tentang Standar Pelayanan dalam hal pemenuhan dan pengawasan
Penumpang Angkutan Udara Dalam Negeri; terhadap kewajiban pemenuhan sarana dan

186 Pelayanan Transportasi Publik... (Marwandianto)


Jurnal

HAM Volume 9, Nomor 2, Desember 2018

prasarana transportasi bagi Penyandang Mengenai sarana dan prasarana: (i) moda
Disabilitas; transportasi darat, (ii) moda transportasi kereta
3) Perlu adanya definisi dan contoh fasilitas api, (iii) moda transportasi laut, dan (iv) moda
baik pada sarana maupun prasarana yang transportasi udara telah disesuaikan dengan
kebutuhan penyandang disabilitas”. Oleh sebab
dibutuhkan dalam rangka penyediaaan
itu diharapkan adanya pergerakan menyeluruh
aksesibilitas bagi Penyandang Disabilitas
dari beberapa kementerian dalam hal pemenuhan
yang wajib dipenuhi;
hak bagi penyandang disabilitas khususnya hak
4) Perlu adanya pengaturan terhadap tata cara menggunakan sarana tranportasi yang layak,
evaluasi pemenuhan aksesibilitas baik karena di beberapa tempat masih terdapat kendala
sarana dan prasarana transportasi dan target tersendiri bagi kaum disabilitas.
waktu pemenuhannya; Moda Angkutan Udara: Agar mereka juga
5) Bahwa Rancangan Peraturan Pemerintah dapat menikmati pelayanan angkutan dengan
yang saat ini disusun perlu dilakukan layak, maka Penyandang cacat, lanjut usia, anak-
harmonisasi terhadap peraturan yang saat anak di bawah usia 12 (dua belas) tahun, dan/atau
ini telah ditetapkan sehingga tidak tumpang orang sakit berhak memperoleh pelayanan berupa
tindih maupun kontradiktif; perlakuan dan fasilitas khusus dari badan usaha
angkutan udara niaga. Pelayanan yang berupa
6) Diperlukan adanya perangkat hukum, yaitu perlakuan dan fasilitas khusus tersebut paling
peraturan pemerintah, peraturan presiden sedikit meliputi: pemberian prioritas tambahan
dan lain lain yang mendukung hak akses. tempat duduk; penyediaan fasilitas kemudahan
Semua lembaga pemerintah dan swasta untuk naik ke dan turun dari pesawat udara;
sudah seharusnya memiliki komitmen untuk penyediaan fasilitas untuk penyandang cacat
bersama-sama mendukung terwujutnya selama berada di pesawat udara; tersedianya
fasilitas publik yang ramah bagi para personel yang dapat berkomunikasi dengan
Penyandang Disabilitas; penyandang cacat, lanjut usia, anak-anak, dan/
atau orang sakit; dan tersedianya buku petunjuk
KESIMPULAN tentang keselamatan dan keamanan penerbangan
bagi penumpang pesawat udara dan sarana lain
Pelayanan Publik sektor transportasi yang yang dapat dimengerti oleh penyandang cacat,
mudah diakses oleh penyandang disabilitas lanjut usia, dan orang sakit.
merupakan rangkaian kegiatan dalam rangka Moda Angkutan Laut: Perusahaan angkutan
pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan di perairan wajib memberikan fasilitas khusus
peraturan perundang-undangan bagi setiap warga dan kemudahan bagi penyandang cacat, wanita
negara yang disediakan oleh penyelenggara hamil, anak di bawah usia 5 (lima) tahun, orang
pelayanan publik Sektor Transportasi dalam sakit, dan orang lanjut usia. Pemberian fasilitas
memberikan kemudahan berupa aksesibilitas bagi khusus dan kemudahan tidak dipungut biaya
penyandang disabilitas. tambahan. Perusahaan angkutan di perairan
Bentuk pelayanan publik adalah bentuk yang tidak memberikan fasilitas khusus dan
dari pelayanan publik di bidang transportasi kemudahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
yang mudah diakses oleh penyandang disabilitas 42 Ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling
pada sarana dan prasarana transportasi darat, lama 6 (enam) bulan dan denda paling banyak
laut, udara dan perkeretaapian yang meliputi: Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
(i) informasi dan petunjuk untuk memperoleh ModaAngkutan Perkeretapian: Stasiun kereta
pelayanan jasa transportasi yang mudah diakses api untuk keperluan naik turun penumpang paling
Penyandang Disabilitas; (ii) informasi dan rendah dilengkapi dengan fasilitas penyandang
petunjuk ketersediaan fasilitas publik bagi cacat. Penyelenggara sarana perkeretaapian wajib
penyandang disabilitas pada sarana dan prasarana memberikan fasilitas khusus dan kemudahan
transportasi yang disediakan; dan penyediaan bagi penyandang cacat, wanita hamil, anak di
petugas yang membantu penyandang disabilitas bawah lima tahun, orang sakit, dan orang lanjut
dalam mengakses pelayanan jasa transportasi.

Jurnal HAM Vol. 9 No. 2, Desember 2018: 175-190 187


Jurnal

HAM Volume 9, Nomor 2, Desember 2018

usia. Pemberian fasilitas khusus dan kemudahan


tersebut tidak dipungut biaya tambahan.
Pemerintah dan Pemerintah Daerah
wajib menyediakan Pelayanan Publik yang
mudah diakses oleh Penyandang Disabilitas
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan. Pendanaan Pelayanan Publik bagi
Penyandang Disabilitas bersumber dari: a.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara; b.
anggaran dan pendapatan belanja daerah; dan/
atau c. anggaran korporasi atau badan hukum
yang menyelenggarakan Pelayanan Publik.

SARAN
Perlu ditekankan kembali adanya pengaturan
terhadap kewajiban penyelenggara pelayanan
publik dalam memberikan aksesibilitas bagi
penyandang disabilitas khususnya sektor
transportasi, perlu adanya pengaturan terhadap
peran-peran regulator dan operator transportasi
dalam hal pemenuhan dan pengawasan terhadap
kewajiban pemenuhan sarana dan prasarana
transportasi bagi penyandang disabilitas, adanya
definisi dan contoh fasilitas baik pada sarana
maupun prasarana yang dibutuhkan dalam rangka
penyediaaan aksesibilitas bagi Penyandang
Disabilitas yang wajib dipenuhi, serta perlunya
pengaturan terhadap tata cara evaluasi pemenuhan
aksesibilitas baik sarana dan prasarana transportasi
serta target waktu pemenuhannya.

188 Pelayanan Transportasi Publik... (Marwandianto)


Jurnal

HAM Volume 9, Nomor 2, Desember 2018

DAFTAR PUSTAKA Undang-Undang Republik Indonesia Nomor


22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan
Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik
Buku Indonesia Tahun 2009 Nomor 96, Tambahan
Hadikusuma, Hilman. 1995. Metode Pembuatan Lembaran Negara Republik Indonesia
Kertas Kerja Atau Skripsi Ilmu Hukum. Nomor 5025)
Bandung, Mandar Maju. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 Tentang
Sugiyono, 2017. Metode Penelitian Kombinasi Pelayaran (Lembaran Negara Republik
( Mixed Methods), Bandung, Alfabeta. Indonesia Tahun 2008 Nomor 64, Tambahan
Soemitro Hanitijo Ronny. 1990. Metodologi Lembaran Negara Republik Indonesia
Penelitian Hukum dan Jurimetri. Jakarta, Nomor 4849).
Ghalia Indonesia Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 Tentang
Soleh, Akhmad. 2016. Aksesibilitas Penyandang Perkeretaapian (Lembaran Negara Republik
Disabilitas terhadap Perguruan Tinggi studi Indonesia Tahun 2007 Nomor 65, Tambahan
kasus di Empat Perguruan Tinggi Negeri Lembaran Negara Republik Indonesia
di Yogyakarta. Yogyakarta LKiS Pelangi Nomor 4722).
Aksara. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang
Soekanto, Soerjono. 1986. Pengantar Penelitian Penerbangan (Lembaran Negara Republik
Hukum. Universitas Indonesia. Jakarta Pres. Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia
Thohari, Slamet. 2004. Pandangan Disabilitas
Nomor 4956).
dan Aksesibilitas Fasilitas Publik bagi
Penyandang Disabilitas di Kota Malang.
Indonesian Journal of Disability Studies.
Vol.1 No 1 (2014)
Wijayanta Tata. Metode Penelitian Hukum.
Makalah disampaikan dalam Pertemuan
Ilmiah/Focus Group Discussion (FGD)
pada Puslitbang HAM, Balitbangkumham
Kementerian Hukum dan HAM RI di Jakarta,
Rabu 14 Desember 2016. Tata Wijayanta
adalah Dosen Fakultas Hukum Universitas
Gadjah Mada Jl. Sosio Yustitia, Bulaksumur,
Yogyakarta (email: wijayanta@mail.ugm.
ac.id; alt. email: tata_wijayanta@yahoo.
com).

Peraturan Perundang-Udangan
Undang-Undang 39 Tahun 1999 Tentang Hak
Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1999 Nomor 165 Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3886)
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 Tentang
Penyandang disabilitas (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor
69 Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5871)

Jurnal HAM Vol. 9 No. 2, Desember 2018: 175-190 189

You might also like