2015robertsyarifah PDF

You might also like

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 16

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/333041185

THE ANALYSIS OF THE IMPLEMENTATION OF PSAK 19 REV. 2010:


INTANGIBLE ASSETS TO THE PRESENTATION AND DISCLOSURE OF
FINANCIAL STATEMENTS

Conference Paper · November 2015

CITATIONS READS

0 330

2 authors, including:

Robert Pius Pardede


Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Kesatuan, Bogor, Indonesia
18 PUBLICATIONS   0 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Accounting Research View project

All content following this page was uploaded by Robert Pius Pardede on 13 May 2019.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


THE ANALYSIS OF THE IMPLEMENTATION OF PSAK 19 REV. 2010:
INTANGIBLE ASSETS TO THE PRESENTATION AND DISCLOSURE OF
FINANCIAL STATEMENTS

SYARIFAH MURTHASHIDIANA
ROBERT PIUS PARDEDE
Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Kesatuan

ABSTRACT

The performance of a company can be measured by analyzing its financial statements; it can be
done by determining the ownership of intangible assets. Generally, assets are divided into three groups
those are current assets, fixed assets, and intangible assets. Intangible assets can be the rights of a
company of the ownership that is managed and regulated by the rule of undang-undang.
This research used the random sampling to collect the samples from the population of
manufacturing companies listed on Indonesia Stock Exchange. The data of this research is the financial
statements that will be analyzed. The objects of this research are: PT Ekhadharma Internatoinal Tbk. PT
Sumi Indo Kabel Tbk. PT Kimia Farma (persero) Tbk PT Kalbe Farma Tbk. PT Merck Tbk. PT Grand
Kartech Tbk. PT Astra Otoparts Tbk.
The analysis done to the intangible assets of the research objects, by analyzing the presentation
and disclosure of intangible assets.After comparing the suitability of the handling done by the companies
and the general requirement about the recognition, measurement, presentation and disclosure of
intangible assets based on PSAK 19.
The result of this research shows that all samples have presented the intangible assets in to PSAK
19. The disclosure of intangible assets meets PSAK 19, but there are some companies that don’t disclose
in details.

Key Words : PSAK 19, intangible assets, financial statements.

PENDAHULUAN
Suatu perusahaan tidak terlepas dari 3 (tiga) komponen utama yaitu Aset, Liabilitas, dan Ekuitas.
Aset merupakan kekayaan (sumber daya) yang dimiliki oleh entitas bisnis yang bisa diukur secara jelas
menggunakan satuan uang serta system pengurutannya berdasar pada seberapa cepat perubahannya
dikonversi menjadi satuan uang kas, ada beberapa cara untuk memperoleh aset bisa diperoleh dengan
cara diproduksi atau dibangun sendiri, bisa didapat dengan dibeli, juga dengan pertukaran aset maupun
sumbangan dari pihak lain, aset bisa berwujud dan tidak berwujud. Liabilitas merupakan kewajiban
membayar kepada pihak lain yang di sebabkan oleh tindakan/transaksi sebelumnya, dan Ekuitas
merupakan hak pemilik atas aset perusahaan yang merupakan kekayaan bersih, jumlah ekuitas terdiri
dari setoran pemilik dan sisa laba yang ditahan.
Ketiga komponen tersebut disajikan dalam laporan keuangan perusahaan pada akhir periode
akuntansi dan digunakan sebagai sumber informasi dan data keuangan yang hasilnya dapat digunakan
oleh para pemegang kepentingan untuk pengambilan keputusan. Oleh karena itu, pencatatan dalam
laporan keuangan harus disesuaikan dengan menerapkan standar yang diberlakukan secara umum dalam
suatu negara, dan harus melakukan panyajian yang wajar terakait laporan yaitu penyajian secara jujur.
Dampak dari transaksi, peristiwa dan kondisi lain sesuai dengan definisi kriteria pengakuan aset,
liabilitas, pendapatan, dan beban, dengan pegungkapan tambahan di catatan atas laporan keuangan jika
diperlukan.
Dari laporan keuangan kita dapat melihat baik atau tidaknya kinerja suatu perusahaan, salah
satunya adalah dengan melihat kepemilikan suatu aset perusahaan, aset dalam akuntansi umumnya
dikelompokan ke dalam 3 (tiga) bagian yaitu, Pertama adalah Aset lancar yang biasanya digunakan dan
bermanfaat dalam waktu yang relatif singkat, tidak lebih dari satu tahun buku dan bisa dikonversikan ke
bentuk uang kas, Kedua adalah Aset Tetap merupakan sumber daya/kekayaan yang dimiliki suatu entitas
bisnis yang sifatnya permanen dan bisa diukur dengan jelas, dan yang Ketiga adalah Aset Tak Berwujud
sesuai namanya, wujud aset ini tak tampak, tidak bisa disimpan, dipegang namun bisa dirasakan
manfaatnya. Aset tak berwujud ini bisa merupakan hak-hak perusahaan yang kepemilikannya diatur dan
dilindungi oleh peraturan perundang-undangan.
Menurut PSAK No. 19 (Revisi 2010), Aset tak berwujud adalah aset nonmoneter yang dapat
diidentifikasi tanpa wujud fisik. Aset tak berwujud dibedakan apakah masa manfaat suatu aset tak
berwujud terbatas atau tak terbatas. Aset tak berwujud dalam perusahaan dapat diklasifikasikan

1
bermacam-macam, semua jenis aset tak berwujud harus memenuhi defisi aset tak berwujud yakni
keteridentifikasian, pengendalian atas sumber daya dan adanya keuntungan ekonomis di masa depan.
Penulis memilih aset tak berwujud karena adanya manfaat yang diperoleh perusahaan dan
semakin pentingnya peran aset tak berwujud dalam perusahaan membuat praktik pengelolaan aset tak
berwujud meningkat dramatis. Konsekuensinya adalah nilai aset tak berwujud meningkat dan menjadi
perhatian penting, sedangkan nilai aset berwujud menurun secara substansial (Harrison dan Suliivan,
2000).
Dalam setiap perusahaan memiliki pola penyajian laporan keuangan yang berbeda-beda.
Perbedaan ini menunjukan karakteristik dalam bisnis. Untuk komparability dan standarisasi maka
disusun Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) sesuai
karakteristik bisnis tersebut. PSAK berlaku di Indonesia dan merupakan pedoman resmi yang digunakan
dalam penyajian dan pengungkapan laporan keuangan, salah satu PSAK adalah PSAK No. 19 tentang
aset tak berwujud yang bertujuan mengatur perlakuan akuntansi untuk aset tak berwujud suatu
perusahaan.
Perlakuan akuntansi untuk aset tak berwujud di atur oleh PSAK No. 19, menurut PSAK No 19
(Revisi 2010) paragraf 21 aset tak berwujud diakui sebagai aset jika kemungkinan besar entitas akan
memperoleh manfaat ekonomi masa depan dari aset tersebut, dan biaya perolehan aset tersebut dapat
diukur secara andal. Wahyu Wijanarko (2013) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Perlindungan
Aset Tak Berwujud Pada Perusahaan Rintisan di Bidang Teknologi Informasi di Indoesia” mengungkapkan
bahwa nilai dari aset tak berwujud menjadi bagian yang paling signifikan dalam nilai pasar dari berbagai
perusahaan yang diperdagangkan di bursa saham. Perusahaan di bidang teknologi dan jasa kebanyakan
memiliki aset tak berwujud seperti paten, ilmu pengetahuan, dan modal manusia.
Sebelumnya telah dilakukan penelitian oleh Letza Soraya (2013), Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Diponegoro dengan judul “Pengaruh Nilai Aset Tak Berwujud dan Penelitian dan
Pengembangan Terhadap Nilai Pasar Perusahaan” yang membahas tentang nilai aset tak berwujud dan
penelitian dan pengembangan (litbang) berpengaruh terhadap nilai pasar perusahaan dan Dumanika
Rizky Bimasakti (2014), Universitas Diponegoro dengan judul “Relevansi Nilai Aset Tak Berwujud pada
Perusaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia” yang membahas tentang relevansi nilai
aset tak berwujud dalam informasi laporan keuangan khususnya di perusahaan manufaktur. Dalam hal
ini Penelitian penerapan aset tak berwujud terhadap laporan keuangan penting dilakukan karena dengan
penelitian ini entitas dapat mengetahui perlakuan akuntansi atas pengeluaran yang terjadi.
Penelitian mengenai aset tak berwujud belum terlalu banyak jumlahnya karena informasi
mengenai aset tak berwujud masih belum mudah disajikan dalam laporan keuangan. Masih banyak
perusahaan yang belum menyajikan nilai asetnya secara wajar, Nurani (2012) dalam penelitiannya yang
berjudul “Kesesuaian Pengungkapan Aset Tak Berwujud Dalam Laporan Keuangan Perusahaan yang
Tercatat di Bursa Efek Indonesia dengan PSAK No. 19 revisi 2010”, disamping perlunya penyajian aset
perusahaan secara wajar agar para pemangku kepentingan tidak mengambil keputusan yang salah.

IDENTIFIKASI MASALAH
Berdasarkan uraian latar belakang penelitian, mengenai dampak penerapan PSAK-38 tentang
kombinasi bisnis entitas sepengendali terhadap penyajian dan pengungkapan laporan keuangan, maka
dapat disusun rumusan masalah penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana penyajian dan pengungkapan aset tak berwujud pada laporan keuangan perusahaan
?
2. Bagaimana penerapan PSAK No. 19 tentang aset tak berwujud terhadap perusahan ?

MAKSUD DAN TUJUAN PENELITIAN


Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah maka dapat ditetapkan maksud dan tujuan dari
penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui bagaimana penyajian dan pengungkapan aset tak berwujud pada laporan
keuangan perusahaan.
2. Untuk menganalisis penerapan PSAK No. 19 tentang aset tak berwujud terhadap perusahaan.

TINJAUAN PUSTAKA
Aset Tak Berwujud
Aset tak berwujud adalah asset non moneter yang dapat diidentifikasi, yang tidak memiliki
substansi fisik. Nilai dari aset tak berwujud berasal dari hak atau keistimewaan yang di peroleh entitas
dari memiliki asset tersebut. Berikut adalah beberapa contoh dari dari aset tak berwujud: paten, hak
cipta, merk produk, piranti lunak komputer, waralaba, goodwill. Beberapa jenis aset tak berwujud dapat
mempunyai bentuk fisik, seperti compact disc (yang didalamnya terdapat piranti lunak komputer) atau
dokumentasi legal (yang membuat lisensi atau paten). Dalam kondisi suatu aset elemen berwujud dan
tak berwujud maka harus di tentukan apakah aset diperlukan menurut PSAK 16 (revisi 2007) Aset Tetap

2
atau PSAK 19 (revisi 2009) Aset Takberwujud. Hal yang perlu diperhatikan adalah elemen mana yang
lebih signifikan.
Karena siftanya tak berjuwud, akuntansi untuk aset tersebut tidaklah semudah akuntansi untuk
aset berwujud. Pengakuan dan pengukuran aset takberwujud sering kali menimbulkan permasalahan,
yang diantaranya disebabkan karena banyak aset takberwujud yang dihasilkan dari internal (bukan beli
dari pihak eksteral) sehingga sulit untuk menentukan biaya historis yang akan digunakan sebagai dasar
pengukuran nilai aset takberwujud tersebut. Menurut dycman, dukes, davis (2001; 2) yang berjudul
Akuntansi Intermediate edisi ketiga jilid 2 (dua) menyatakan bahwa untuk tujuan akuntansi, aset tak
berwujud mempunyai 4 karakteristik penting, yaitu:
1. Tidak mempunyai bentuk fisik.
2. Menggambarkan manfaat ekonomis (hak kepemilikan) yang diharapkan dapat diberikannya
dalam periode berjalan.
3. Umur manfaatnya sering kali sulit ditentukan.
4. Biasanya digunakan untuk keperluan operasi.
Karakteristik pertama membedakan antara aset berwujud dan aset takberwujud. Sementara tiga
karakteristik lainnya dipunyai baik oleh aset berwujud maupun aset takberwujud, tetapi aset
takberwujud biasanya jauh lebih sulit untuk diidentifikasi, diukur, dan diestimasi manfaat ekonomisnya.
APB Opinion No.17 menggambarkan kesulitan dalam akuntansi untuk aset takberwujud:
Akuntansi untuk aset tak berwujud mempunyai masalah yang sama dengan akuntansi untuk aset
jangka panjang lainnya, yaitu menentukan nilai terbawa awalnya, akuntansi untuk jumlah setelah
akuisisi dalam kondisi bisnis normal (amortisasi), dan akuntansi untuk jumlah jika nilainya turun
secara substansial serta terus menerus. Pemecahan masalah ini dipersulit oleh karakteristik aset
takberwujud: yang tidak mempunyai bentuk fisik sehingga tidak ada bukti-bukti yang jelas,
nilainya sering susah diestimasi,dan umur manfaatnya bisa saja tidak dapat ditentukan.
Aset takberwujud dicantumkan pada neraca dengan nama-nama tertentu seperti: aset takberwujud, aset
operasional takberwujud, aset tetap takberwujud, dan aset lainnya. Biasanya aset takberwujud
berbentuk seperti paten, hak cipta, waralaba, merk dagang, biaya organisasi, beban yang ditangguhkan,
dan goodwill.
Aset takberwujud dapat diklasifikasikan menurut empat atributnya:
1. Cara akuisisi (manner of acquisition), Aset takberwujud dapat diperoleh dengan cara membelinya
dari entitas lain, seperti membeli waralaba atau paten dari orang lain. Cara lain untuk
memperoleh aset takberwujud adalah dengan membuatnya sendiri melalui operasi, contohnya
adalah paten dan merk dagang.
2. Dapat diidentifikasi (identifiability), Beberapa aset takberwujud dapat diidentifikasi secara
terpisah dari aset perusahaan lainnya. Contohnya mencakup paten, merk dagang, dan waralaba.
Aset takberwujud lainnya dapt dipisahkan tetapi nilainya dapat diturunkan dari nilai aset yang
berhubungan dengannya. Contohnya adalah goodwill, yang nilainya didasarkan atas beberapa
factor seperti loyalitas kosumen atau kualitas produk maupun sumber daya manusianya, dan
bukan dari hak kepemilikan khusus.
3. Dapat dipertukarkan (exchangeability), Beberapa aset takberwujud yang dapat diidentifikasi
dapat dijual maupun dibeli; atau dengan kata lain dapat dipertukarkan. Contohnya termasuk
paten, merk dagang, awarala. Aset takberwujud lainnya yang dapat diidentifikasi secara terpisah
tidak dapat dipertukarkan kecuali menjual perusahaan itu juga. Contohnya adalah biaya
organisasi. Tidak ada pihak yang mau membeli biaya organisasi ini secara terpisah (terlepas dari
perusahaannya). Goodwill adalah contoh aset tak berwujud yang tidak dapat diidentifikasi dan
tidak dapat dipertukarkan. Goodwill hanya akan mempunyai nilai jika ia dikombinasikan atau
dihubungkan dengan aset lainnya dan tidak dapat diperoleh kecuali dengan mengakuisisi aset
lainnya secara simulan.
4. Periode manfaat yang diharapkan (period of expected benefit), Beberpa aset takberwujud, seperti
biaya organisasi, diharapkan dapat memberikan manfaat kepada perusahaan dalam jangka waktu
yang tidak terbatas. Periode manfaat dari aset tak berwujud lainnya dapat dibatasi dengan faktor
ekonomis atau pembatasan hokum atau kontraktual. Sebagai contoh, paten memiliki umur
hukum selama 17 tahun, dan periode manfaat leasehold yang dicantumkan di kontrak lease.
Empat karakteristik ini mempengaruhi perlakuan akuntansi ysng diperlukan untuk berbagai
kategori aset takberwujud. Akuntansi untuk aset takberwujud melibatkan prinsip dan prosedur akuntansi
serupa yang diaplikasikan untuk aset takberwujud lainnya, seperti propeti, pabrik, dan peralatan, yaitu:
1. Pada akuisisi, menerapkan prinsip biaya.
2. Selama periode penggunaan, menerapkan prinsip penandingan.
3. Pada disposisi, menerapkan prinsip pendapan. Keuntungan atau kerugian yang diakui atas
pelepasan sama dengan selisih antara pertimbangan yang diterima dan nilai aset yang dibuang
tersebut.
Sebelum dikeluarkannya APB Opinion No.17, aset takberwujud dihitung berdasarkan harapan
umur manfaat. Aset takberwujud dengan umur terbatas diamotisasi selama periode estimasi
penggunaanya di masa datang. Sementara itu, aset takberwujud dengan umur yang tidak dapat
diidentifikasi tidak diamotisasi sampai penentuan umur manfaatnya yang realistis dapat dilakukan.
Seringkali penentuan ini tidak dapat dicapai jadi, biaya aset takbewujud seperti ini tidak diamotisasi.
3
Menurut Hans kartikahadi (2012; 368) dalam bukunya yang berjudul Akuntansi Keuangan
berdasarkan SAK berbasis IFRS menyatakan bahwa, akuntasi untuk aset tersebut tidaklah semudah
akuntansi untuk aset berwujud. Pengakuan dan pengukuran aset tak berwujud sering kali menimbulkan
permasalahan, yang diantaranya disebabkan karena banyak aset tak berwujud yang di hasilkan secara
internal (bukan dibeli dari pihak eksternal) sehingga sulit untuk menentukan biaya historis yang akan
digunakan sebagai dasar pengukuran nilai aset tak berwujud.
Menurut Dwi Martani dalam bukunya yang berjudul Akuntansi Menengah Berbasisi PSAK Buku 1
menyatkan bahwa, kriteria pengakuan aset tak berwujud pada dasarnya sama dengan kriteria pengakuan
aset tetap. Aset tak berwujud diakui sebagai aset jika:
1. Memenuhi definisi aset tak berwujud;
2. Memenuhi kriteria pengakuan, yaitu kemungkinan besar entitas akan memperoleh manfaat
ekonomis masa depan dari aset tersebut, dan biaya perolehan dapat diukur secara andal.
Aset tak berwujud pada awal pengakuannya harus diakui sebesar biaya perolehan. Pengukuran biaya
perolehan aset tak berwujud tergantung dari kondisi aset tak berwujud tersebut diakusisi.
Setelah pengakuan awal, entitas harus memilih salah satu dari 2 (dua) dasar pengukuran aset
tak berwujud , yaitu model biaya perolehan dan model biaya revaluasi. Jika entitas memilih
menggunakan model revaluasi maka semua aset dalam kelas yang sama harus diperlakukan sama,
kecuali apabila tidak ada pasar aktif untuk aset tersebut.

PSAK No. 19: Aset Takberwujud


Menurut PSAK 19 paragraf 1 dan 2 (2012), Pernyataan ini menentukan perlakuan akuntansi
untuk aset tak berwujud yang tidak diatur secara khusus dalam PSAK lain. Pernyataan ini mensyaratkan
entitas untuk mengakui aset tak berwujud jika, dan hanya jika, kriteria tertentu dipenuhi. Pernyataan ini
juga mengatur cara mengukur jumlah tercatat dari aset tak berwujud dan menentukan pengungkapan
yang disyaratkan tentang aset tak berwujud. Pernyataan ini diterapkan dalam akuntansi untuk aset
takberwujud kecuali:
1. Aset takberwujud yang diatur oleh PSAK lain
2. Aset keuangan sebagaimana didefinisikan dalam PSAK 50: Instrumen Keuangan Penyajian
3. Pengakuan dan pengukuran set eksplorasi dan evaluasi (PSAK 64: Aktivitas Eksplorasi dan
Evaluasi pada Pertambangan Sumber Daya Mineral)
4. Pengeluaran atas pengembangan dan ekstraksi mineral, minyak, gas alam, dan sumber daya
yang tidak dapat diperbaharui lainnya.
Jika PSAK lain telah mengatur jenis aset tak berwujud tertentu, maka entitas menerapkan PSAK
tersebut daripada menerapkan pernyataan ini. Misalnya, pernyataan ini tidak diterapkan pada:
1. Aset tak berwujud yang dimiliki untuk dijual oleh entitas dalam kegiatan usaha normal (PSAK 14:
Persediaan dan PSAK 34: Kontrak Kontruksi)
2. Aset pajak tangguhan (PSAK 46: Pajak Penghasilan)
3. Sewa dalam ruang lingkup (PSAK 30: Sewa)
4. Aset yang timbul dari imbalan kerja (PSAK 24: Imbalan Kerja)
5. Aset keuangan sebagaimana didefinisikan dalam PSAK 50: Instrumen Keuangan Penyajian.
Pengakuan dan pengukuran dari beberapa aset keuangan tercakup dalam PSAK 4: Laporan
Keuangan Konsolidasian dan Laporan Keuangan Tersendiri, PSAK 12: Bagian Partisipasi dalam
Ventura Bersama, dan PSAK 15: Investasi pada Entitas Asosiasi
6. Goodwill yang timbul dari kombinasi bisnis (PSAK 22: Kombinasi Bisnis)
7. Biaya akuisisi yang ditangguhkan dan aset tak berwujud yang timbul dari hak kontraktual
asuradur berdasarkan kontrak asuransi yang tercakup dalam PSAK 62: Kontrak Asuransi. PSAK
62 menetapkan persyaratan pengungkapan yang spesifik untuk biaya akuisisi yang ditangguhkan
namun tidak untuk aset
8. takberwujud tersebut. oleh karena itu persyaratan pengungkapan dalam pernyataan ini
diterapkan pada aset takberwujud tersebut.
9. Aset tak berwujud tidak lancar yang diklasifikasikan sebagai dimiliki untuk dijual (atau termasuk
dalam kelompok aset lepasan yang diklasifikasikan sebagai dimiliki untuk dijual) sesuai dengan
PSAK 58: Aset Tidak Lancar yang Dimiliki Untuk Dijual dan Operasi yang Dihentikan.
Beberapa jenis aset tak berwujud dapat dimuat dalam atau pada sesuatu yang bersifat fisik,
seperti compact disc (yang memuat piranti lunak komputer), dokumentasi hukum (yang memuat lisensi
atau paten), atau film. Dalam menentukan apakah suatu aset yang memilik elemen berwujud dan tak
berwujud diperlakukan berdasarkan PSAK 16: Aset Tetap atau sebagai aset tak berwujud berdasarkan
pernyataan ini, entitas menggunakan pertimbangan untuk menilai elemen mana yang lebih signifikan.
Pernyataan ini diterapkan pada, pengeluaran iklan, pelatihan, perintisan usaha, penelitian dan
pengembangan.
Oleh karena itu, walawpun kegiatan ini mungkin menghasilkan produk dengan substansi fisik
(contohnya suatu purwarupa), elemen fisik aset tersebut bukan merupakan hal yang utama dari
komponen tak berwujudnya, misalnya pengetahuan yang terkandung dalam aset tersebut. Dalam hal
sewa pembiayaan, aset yang menjadi objek sewa dapat berupa aset berwujud atau aset tak berwujud.
Setelah pengakuan awal, lessee memperlakuan aset tak berwujud dari sewa pembiayaan tersebut sesuai
dengan pernyataan ini. Hak yang timbul dari perjanjian lisensi untuk hal seperti film, rekaman video,
4
karya panggung, manuskrip, paten, dan hak cipta tidak termasuk dalam ruang lingkup PSAK 30: Sewa
melainkan termasuk dalam ruang lingkup pernyataan ini.
Pengeluaran atas aset tak berwujud diakui sebagai beban pada saat terjadinya, kecuali :
1. Pengeluaran itu merupakan bagian dari biaya perolehan aset tak berwujud yang memenuhi
kriteria pengakuan
2. Sesuatu yang tak berwujud tersebut diperoleh melalui suatu kombinasi bisnis dan tidak dapat
diakui sebagai aset tak berwujud. Jika demikian halnya maka pengeluaran tersebut merupakan
bagian dari goowill pada tanggal akuisisi
PSAK No. 19 paragraf 68 menyatakan bahwa dalam beberapa kasus, pengeluaran dilakukan
untuk memperoleh manfaat ekonomi masa depan bagi entitas, tetapi tidak ada aset tak berwujud
ataupun aset lain yang diperoleh atau dihasilkan yang dapat diakui. Dalam hal pembelian barang,
pengeluaran tersebut diakui sebagai beban pada saat entitas mempunyai hak atas barang tersebut.
Dalam hal pembelian jasa, pengeluaran tersebut diakui sebagai beban ketika entitas menerima jasa
tersebut.
Entitas menilai apakah umur manfaat aset tak berwujud terbatas atau tidak terbatas dan jika
terbatas, jangka waktu atau jumlah produksi atau jumlah unit serupa yang dihasilkan selama umur
manfaat. Aset tak berwujud dianggap oleh entutas memiliki umur manfaat tidak terbatas jika,
berdasarkan analisis dari seluruh factor relevan, tidak ada batas yang terlihat pada saat ini atas periode
aset diperkirakan menghasilkan arus kas neto untuk entitas. Akuntansi atas aset tak berwujud
didasarkan pada umur manfaatnya. Aset tak berwujud dengan umur manfaat terbatas diamortitasi, dan
aset tak berwujud dengan umur manfaat tidak terbatas tidak diamortisasi.
Sesuai dengan PSAK No. 48: Penurunan Nilai Aset, entitas disyaratkan untuk menguji aset tak
berwujud dengan umur manfaat tidak terbatas untuk penurunan nilai dengan membandingkan jumlah
dengan jumlah tercatatnya setiap tahun dan kapan pun terdapat indikasi bahwa aset tak berwujud
mengalami penurunan nilai.
Umur manfaat aset tak berwujud yang timbul dari hak kontraktual atau hak hukum lain tidak
lebih lama dari masa hak kontraktual atau hak hukum lain tersebut, tetapi dapat lebih singkat
bergantung pada periode kapan aset dapat digunakan entitas. Jika hak kontraktual atau hak hukum lain
memiliki batasan yang dapat diperbarui, maka umur manfaat dari aset tak berwujud termasuk periode
pembaruan hanya jika terdapat bukti yang mendukung pembaruan umur manfaat tidak menimbulkan
biaya yang signifikan. Umur manfaat hak yang diperoleh kembali yang diakui sebagai aset takberwujud
dalam kombinasi bisnis adalah sisa periode kontraktual hak tersebut diberikan dan tidak termasuk
periode pembaruan (PSAK No. 19 paragraf 94).
Dalam PSAK No. 19 paragraf 119 mensyaratkan entitas mengungkapkan hal berikut untuk setiap
kelompok aset tak berwujud, dipisahkan antara aset tak berwujud yang dihasilkan secara internal dan
aset tak berwujud lain :
1. Umur manfaat tidak terbatas atau terbatas dan, jika umur manfaat terbatas, umur manfaat atau
tarif amortisasi yang digunakan
2. Metode amortisasi yang digunakan untuk aset tak berwujud dengan umur manfaat terbatas
3. Jumlah tercatat bruto dan akumulasi amortisasi (secara agregat dengan akumulasi rugi penurunan
nilai) pada awal dan akhir periode
4. Pos dalam laporan laba rugi komprehensif yang mana amortisasi aset tak berwujud termasuk
didalamnya
5. Rekonsiliasi atas jumlah tercatat pada awal dan akhir periode.

Kerangka Pemikiran konseptual


Berdasarkan kerangka pemikiran teoritis yang sudah dijelaskan, gambar berikut merupakan
bagan alur kerangka pemikiran konseptual :

5
METODOLOGI PENELITIAN
Metodologi penelitian yang digunakan penulis dalam penulisan skripsi ini adalah metode deskriptif.
Dengan metode ini penulis bertujuan menggambarkan secara menyeluruh mengenai analisis penerapan
PSAK-19 tentang aset tak berwujud terhadap penyajian dan pengungkapan laporan keuangan pada tujuh
perusahaan go public yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

OPERASIONALISASI VARIABEL
Tabel 2
Operasionalisasi Variabel
No. Variabel/Sub Variabel Indikator
1. Penyajian dan Pengungkapan  Laporan Posisi Keuangan
Laporan Keuangan  Laporan Laba Rugi
 Catatan Atas Laporan Keuangan
2. Analisis Penerapan PSAK-19  Penyajian dan pengungkapan dalam
laporan keuangan perusahaan untuk
“Aset Tak Berwujud” sesuai dengan
PSAK No.19 (Revisi 2010).

PROSEDUR PENGUMPULAN DATA


Prosedur pengumpulan data yang dilakukan penulis dalam penulisan skripsi ini adalah dengan cara
: (1) Riset Kepustakaan, (2) Searching dari Internet.

METODE ANALISIS
Metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah penulisan yang bersifat deskriptif
kualitatif yaitu menguraikan identifikasi masalah secara rinci dan sistematis dengan menekankan pada
perbandingan antara hasil riset lapangan yaitu berupa penyajian dan pengungkapan pada setiap laporan
keuangan perusahaan dengan teori terkini dan relevan yang diperoleh dari hasil riset kepustakaan.
Tujuannya untuk memberikan gambaran yang mendetail tentang latar belakang, sifat-sifat serta
karakteristik-karakteristik dari subjek yang diteliti mengenai analisis penerapan PSAK-19 tentang aset
tak berwujud terhadap penyajian dan pengungkapan laporan keuangan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penyajian dan pengungkapan aset tak berwujud pada laporan keuangan perusahaan
Dari laporan keuangan perusahaan go public yang diteliti, perseroan telah melakukan penyajian
dan pengungkapan atas aset tak berwujud sebagai berikut:
1. PT Ekhadharma International Tbk.
Dalam Catatan Atas Laporan Keuangan (CALK) PT. Ekhadharma International Tbk per 31
Desember 2013 perseroan melakukan pengungkapan atas aset tak berwujudnya yaitu berupa jasa
waralaba (franchise fee) yang dicatat sebesar biaya perolehan dan diamortisasi dengan metode garis
lurus selama 30 tahun sesuai dengan jangka waktu perjanjian yang dibuat antara perseroan dengan
pemegang waralaba (franchisor) selain itu aset tak berwujud perseroan berupa Lisensi piranti lunak
komputer yang dikapitalisasi sebesar biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh dan membuat piranti

6
lunak tersebut siap untuk digunakan dan di amortisasi dengan metode garis lurus selama estimasi masa
manfaatnya (4-5 tahun).
Aset tak berwujud yang miliki Perseroan adalah jasa waralaba dicatat berdasarkan nilai perolehan
perjanjian jasa waralaba antara PT Dunia Cartridge Indonesia (DCI), Entitas Anak, dan Cartridge World
Pty Ltd, tanggal 19 Desember 2005, dimana DCI setuju untuk membeli jasa waralaba tersebut dengan
nilai sebesar US$ 175.000 dengan jangka waktu 30 tahun. Pada tanggal 31 Desember 2013 dan 2012,
nilai perolehan lisensi piranti lunak telah di amortisasi penuh. Jumlah beban amortitasi pada tahun 2013
dan 2012 adalah sebesar Rp. 57.505.667, yang dibebankan pada laporan laba rugi komprehensif.
2. PT Sumi Indo Kabel Tbk.
Dalam Catatan Atas Laporan Keuangan (CALK) PT Sumi Indo Kabel Tbk. per 31 Desember 2013
mengungkapkan mengenai pengungkapan atas aset tak berwujudnya sesuai dengan PSAK 19 (Revisi
2010), aset tak berwujudnya adalah piranti lunak (sistem) komputer yang mempunyai masa manfaat
lebih dari 1 (satu) tahun, di kapitalisasi dan diamortisasi menggunakan metode garis lurus dengan
estimasi masa manfaat 4 tahun. Keuntungan atau kerugian yang muncul dari penghentian pengakuan
aset tak berwujud merupakan selisih antara hasil pelepasan neto dan jumlah tercatatnya, dan diakui
dalam laporan laba rugi.
Aset tak berwujud yang dimiliki perseroan adalah piranti lunak, nilai perolehan dicatat berdasarkan
pembelian dan biaya-biaya yang timbul sehubungan dengan piranti lunak komputer yang memiliki masa
manfaat lebih dari 1 tahun. Pada tanggal 31 Desember 2014 dan 2013, nilai perolehan piranti lunak telah
di amortisasi seperti pada gambar 4.5. Jumlah beban amortitasi pada tahun 2014 dan 2013 dibebankan
pada laporan laba rugi komprehensif.
3. PT Kimia Farma (Persero) Tbk.
Dalam Catatan Atas Laporan Keuangan (CALK) PT Kimia Farma (Persero) Tbk. per 31 Desember
2013 mengungkapkan mengenai pengungkapan atas aset tak berwujudnya diakui jika entitas dan entitas
anak kemungkinan besar akan memperoleh manfaat ekonomis masa depan dari aset tak berwujud
tersebut dan biaya aset tersebut dapat diukur dengan andal. Aset tak berwujud dicatat berdasarkan
harga perolehan dikurangi akumulasi amortisasi dan penurunan nilai, jika ada. Aset tak berwujud
diamortisasi berdasarkan estimasi masa manfaat. Entitas dan entitas anak mengestimasi nilai yang dapat
diperoleh kembali dari aset tak berwujud. Apabila nilai tercatat aset tak berwujud melebihi estimasi nilai
yang dapat diperoleh kembali, maka nilai tercatat aset tersebut diturunkan menjadi sebesar nilai yang
dapat diperoleh kembali. Aset tak berwujud, diamortisasi dengan menggunakan metode garis lurus
berdasarkan estimasi masa manfaat aset tak berwujud.
4. PT Kalbe Farma Tbk.
Dalam Catatan Atas Laporan Keuangan (CALK) PT Kalbe Farma Tbk. per 31 Desember 2013
mengungkapkan mengenai pengungkapan atas aset tak berwujudnya adalah sebagai berikut:
a. Beban yang terjadi sehubungan dengan adanya akuisi/perolehan atas merk dagang, hak
paten, dan formula diamortisasi dengan menggunakan metode garis lurus selama umur
merk dagang, hak paten, dan formula tersebut. Merk dagang, hak paten, dan formula
disajikan sebagai bagaian dari “Aset Tak Berwujud, Neto” pada laporan posisi keuangan
konsolidasian.
b. Biaya perolehan piranti lunak komputer meliputi seluruh biaya yang dapat dikaitkan
langsung dalam mempersiapkan aset tersebut hingga siap digunakan dan di amortisasi
selama 5 tahun dengan menggunakan metode garis lurus.
Aset tak berwujud yang dimiliki perseroan adalah hak paten, merk dagang, formula, dan piranti
lunak komputer, nilai perolehan untuk merk dagang, hak paten, dan formula, serta piranti lunak
komputer dicatat berdasarkan pembelian dan biaya-biaya yang timbul sehubungan dengan transaksi-
transaksi yang tekait atas unsur-unsur tersebut yang memiliki masa manfaat lebih dari 1 tahun.
5. PT Merck Tbk
Dalam Catatan Atas Laporan Keuangan (CALK) PT Merck Tbk. per 31 Desember 2013
mengungkapkan mengenai pengakuan pembelian aset tak berwujudnya, yang berupa lisensi piranti lunak
komputer, memiliki masa umur manfaat terbatas, dan pada pengakuan awal diukur sebesar harga
perolehan dan selanjutnya di kurangi akumulasi amortisasi dan akumulasi kerugian penurunan nilai.
Amortisasi diakui dalam laba rugi menggunakan metode garis lurus selama tarksiran masa manfaat dari
aset tak berwujud, sejak aset yang bersangkutan siap untuk di gunakan. Estimasi umur manfaat dari
lisensi piranti lunak komputer perseroan adalah 3-6 tahun. Aset Tak Berwujud yang dimiliki perusahaan
adalah lisensi piranti lunak komputer, nilai perolehan untuk piranti lunak dicatat berdasarkan pembelian
dan biaya-biaya yang timbul sehubungan dengan piranti lunak komputer yang memiliki masa manfaat
lebih dari 1 tahun
6. PT Grand Kartech Tbk.
Dalam Catatan Atas Laporan Keuangan (CALK) PT Grand Kartech Tbk. per 31 Desember 2013
mengungkapkan mengenai pengungkapan atas aset tak berwujudnya yakni kelompok usaha menerapkan
secara prospektif PSAK No. 19 (Revisi 2010). Aset tak berwujud pada awalnya diakui sebesar biaya
perolehan atau jumlah yang diatribusikan ke aset tersebut saat pertama kali diakui, apabila dapat
diterapkan. Taksiran masa manfaat ekonomis sebagai berikut:

7
Jenis aset tak berwujud Taksiran masa manfaat (tahun)

Sertifikat boiler 4

Program komputer 4

Kelompok usaha telah memilih model biaya (cost model) sebagai kebijakan akuntansi
pengukuran aset tak berwujudnya. Aset tak berwujud dengan umur manfaat terbatas di amortisasi
secara sistematis selama umur manfaatnya. Aset tak berwujud dengan umur manfaat tidak terbatas
tidak perlu di amortisasi, namun secara tahunan wajib dilakukan perbandingan antara nilai tercatat
dengan nilai yang dapat dipulihkan. Aset tak berwujud yang dimiliki perusahaan adalah sertifikat boiler
dan program komputer, nilai perolehan untuk sertifikat boiler dan program komputer dicatat berdasarkan
pembelian dan biaya-biaya yang timbul sehubungan dengan unsur-unsur tersebut yang memiliki masa
manfaat lebih dari 1 tahun.
7. PT Astra Otoparts Tbk.
Dalam Catatan Atas Laporan Keuangan (CALK) PT Astra Otoparts Tbk. per 31 Desember 2013
mengungkapkan mengenai pengungkapan atas aset tak berwujudnya termasuk perangkat lunak
komputer. Perangkat lunak komputer disajikan sebesar harga perolehan dikurangi akumulasi amortisasi.
Akumulasi amortisasi dihitung dengan menggunakan metode garis lurus selama perkiraan masa manfaat
aset.
Amortisasi perangkat lunak komputer dimulai pada saat aset siap untuk digunakan. Amortisasi
perangkat lunak komputer dicatat sebagai beban amortisasi Aset tak berwujud dihentikan pengakuannya
jika dilepas atau ketika tidak terdapat lagi manfaat ekonomi masa depan yang diperkirakan dari
penggunaan atau pelepasannya. Aset tak berwujud yang dimiliki perusahaan adalah perangkat lunak
komputer, nilai perolehan untuk perangkat lunak komputer dicatat berdasarkan pembelian dan biaya-
biaya yang timbul sehubungan dengan unsur tersebut yang memiliki masa manfaat lebih dari 1 tahun.

Analisis penerapan PSAK No. 19 tentang aset tak berwujud terhadap perusahaan
Analisis penerapan PSAK No. 19 tentang aset tak berwujud pada perusahaan sampel :
1. PT Ekhadharma International Tbk.
Tabel 4.2
Kesesuaian perlakuan aset tak berwujud PT Ekhadharma International Tbk dengan PSAK 19
Kesesuaian
Indikator Perseroan PSAK Belum
Sesuai
Sesuai
Diatur dalam
-Laporan posisi
Penyajian PSAK 1
keuangan √
Paragraf 52
-Umur manfaat
-Metode Amortisasi
-jumlah tercatat bruto Diatur dalam
Pengungkapan dan akumulasi PSAK 19 √
amortisasi Paragraf 119
-Laporan laba rugi
komprehensif

Aset tak berwujud yang dimiliki oleh perseroan berupa lisensi piranti lunak komputer dan jasa waralaba.
Perkembangan zaman dibidang IT sangat pesat, sehingga mengakibatkan banyaknya pilihan
peranti lunak (software) yang tersedia dengan kelebihan dan kekurangannya masing-masing, diperlukan
pembaruan atau pun pembelian agar jalannya kegiatan perusahaan dapat lebih efektif dan effisien. Hal
ini mengakibatkan piranti lunak (sofeware) menjadi kebutuhan perseroan.
Piranti Lunak komputer (software) diklasifikasikan sebagai aset tak berwujud karena dengan
adanya manfaat yaitu meningkatkan kegiatan oprasional perseroan, piranti lunak komputer dinilai
sebesar nilai perolehan ditambah dengan biaya biaya yang timbul sampai piranti lunak tersebut siap
digunakan.
Di Indonesia perkembangan waralaba mengalami perkembangan yang pesat sangat berdasarkan
data dari Departemen Perindustrian dan Perdagangan (DEPERINDAG). hal ini desebabkan karna
penggunaan waralaba memudahkan perseorangan maupun badan usaha untuk membuat suatu entitas
usaha baik sebagai usaha baru maupun entitas usaha skunder yang menyokong kegiatan utama
perusahaan.
Jasa waralaba diklasifikasikan sebagai aset tak berwujud adalah adalah hak untuk melakukan
suatu usaha tertentu, atau memasarkan produknya, sekaligus mengikuti pola usaha, cara pengelolaan,
penggunaan logo maupun penggunaan alat usaha tertentu yang aslinya dimiliki oleh perusahaan yang
memberikan hak franchise.

8
Dalam indikator Penyajian mengenai aset tak berwujud yang dimiliki Perseroan telah sesuai
dilakukan dengan ketentuan yang ada pada PSAK No.1 paragraf 52 yang menghimbau perusahaan yang
memiliki aset tak berwujud untuk menyajikan asetnya pada laporan posisi keuangan dibawah aset tetap.
Aset tak berwujud yang telah diakui, diukur dan disajikan oleh perseroan harus diungkapkan
dalam catatan atas laporan keuangan dengan indikator pengungkapan yang ditetapkan oleh PSAK No. 19
Paragraf 119 yaitu perseroan harus mengungkapkan Umur manfaat aset tak berwujud, Metode
amortisasi, Jumlah tercatat bruto dan akumulasi amortisasi dan laporan laba rugi komperhensif,
perusahaan telah mengungkapkan seluruh indikator yang ditetapkan oleh PSAK No. 19 Paragraf 119.

2. PT Sumi Indo Kabel Tbk,


Tabel 4.3
Kesesuaian perlakuan aset tak berwujud PT Sumi Indo Kabel Tbk dengan PSAK 19
Kesesuaian
Indikator Perseroan PSAK Belum
Sesuai
Sesuai
Diatur dalam
-Laporan posisi
Penyajian PSAK 1
keuangan √
Paragraf 52
-Umur manfaat
-Metode Amortisasi Diatur dalam
Pengungkapan -jumlah tercatat bruto PSAK 19 √
dan akumulasi Paragraf 119
amortisasi

Aset tak berwujud yang dimiliki perseroan berupa piranti lunak (sistem) komputer.
Perkembangan zaman dibidang IT sangat pesat, sehingga mengakibatkan banyaknya pilihan
peranti lunak (software) yang tersedia dengan kelebihan dan kekurangannya masing-masing, diperlukan
pembaruan atau pun pembelian agar jalannya kegiatan perusahaan dapat lebih efektif dan effisien. Hal
ini mengakibatkan piranti lunak (sofeware) menjadi kebutuhan perseroan. Piranti Lunak komputer
diklasifikasikan sebagai aset tak berwujud karena dengan adanya piranti lunak komputer tersebut
kegiatan oprasional perseroan akan menjadi efektif dan efisien, piranti lunak komputer dinilai sebesar
nilai perolehan ditambah dengan biaya biaya yang timbul sampai piranti lunak tersebut siap digunakan.
Aset tak berwujud yang dimiliki Perseroan telah di sajikan sesuai dengan ketentuan yang
mengatur, yaitu PSAK No.1 paragraf 52 yang menghimbau perusahaan yang memiliki aset tak berwujud
untuk menyajikan asetnya pada laporan posisi keuangan dibawah aset tetap.
Aset tak berwujud yang telah diakui, diukur dan disajikan oleh perseroan harus diungkapkan
dalam catatan atas laporan keuangan dengan indikator pengungkapan yang ditetapkan oleh PSAK No. 19
Paragraf 119 yaitu perseroan harus mengungkapkan Umur manfaat aset tak berwujud, Metode
amortisasi, Jumlah tercatat bruto dan akumulasi amortisasi dan laporan laba rugi komperhensif dari ke
empat indikator tersebut PT Sumi Indo Kabel Tbk baru mengungkapkan tiga dari empat indikator yang
seharusnya, terdapat keterbatasan pengungkapan atas aset tak berwujud yang dimiliki oleh perseroan.

3. PT Kimia Farma (Persero) Tbk,


Tabel 4.4
Kesesuaian perlakuan aset tak berwujud PT Kimia Farma (Persero) Tbk dengan PSAK 19
Kesesuaian
Indikator Perseroan PSAK Belum
Sesuai
Sesuai
Diatur dalam
-Laporan posisi
Penyajian PSAK 1
keuangan √
Paragraf 52
-Umur manfaat
-Metode Amortisasi Diatur dalam
Pengungkapan -jumlah tercatat bruto PSAK 19 √
dan akumulasi Paragraf 119
amortisasi

Aset tak berwujud yang dimiliki oleh perseroan berupa software komputer dan hak atas tanah.

9
Perkembangan zaman dibidang IT sangat pesat, sehingga mengakibatkan banyaknya pilihan
peranti lunak (software) yang tersedia dengan kelebihan dan kekurangannya masing-masing, diperlukan
pembaruan atau pun pembelian agar jalannya kegiatan perusahaan dapat lebih efektif dan effisien. Hal
ini mengakibatkan piranti lunak (sofeware) menjadi kebutuhan perseroan.
Piranti Lunak komputer diklasifikasikan sebagai aset tak berwujud karena dengan adanya piranti
lunak komputer tersebut kegiatan oprasional perseroan akan menjadi efektif dan efisien, piranti lunak
komputer dinilai sebesar nilai perolehan ditambah dengan biaya biaya yang timbul sampai piranti lunak
tersebut siap digunakan.
Penyajian aset tak berwujud telah dilakukan sesuai dengan ketentuan yang mengatur, yaitu
PSAK No.1 paragraf 52 yang menghimbau perusahaan yang memiliki aset tak berwujud untuk
menyajikan asetnya pada laporan posisi keuangan dibawah aset tetap.
Aset tak berwujud yang telah diakui, diukur dan disajikan oleh perseroan harus diungkapkan
dalam catatan atas laporan keuangan dengan indikator pengungkapan yang ditetapkan oleh PSAK No. 19
Paragraf 119 yaitu perseroan harus mengungkapkan Umur manfaat aset tak berwujud, Metode
amortisasi, Jumlah tercatat bruto dan akumulasi amortisasi dan laporan laba rugi komperhensif dari ke
empat indikator tersebut PT Kimia Farma Tbk baru mengungkapkan tiga dari empat indikator yang
seharusnya, terdapat keterbatasan pengungkapan atas aset tak berwujud yang dimiliki oleh perseroan.

4. PT Kalbe Farma Tbk,


Tabel 4.5
Kesesuaian perlakuan aset tak berwujud PT Kalbe Farma Tbk dengan PSAK 19
Kesesuaian
Indikator Perseroan PSAK Belum
Sesuai
Sesuai
Diatur dalam
-Laporan posisi
Penyajian PSAK 1
keuangan √
Paragraf 52
-Umur manfaat
-Metode Amortisasi Diatur dalam
Pengungkapan -jumlah tercatat bruto PSAK 19 √
dan akumulasi Paragraf 119
amortisasi

Aset tak berwujud yang dimiliki oleh perseroan berupa piranti lunak komputer, merk dagang, hak paten
dan formula.
Perkembangan zaman dibidang IT sangat pesat, sehingga mengakibatkan banyaknya pilihan
peranti lunak (software) yang tersedia dengan kelebihan dan kekurangannya masing-masing, diperlukan
pembaruan atau pun pembelian agar jalannya kegiatan perusahaan dapat lebih efektif dan effisien. Hal
ini mengakibatkan piranti lunak (sofeware) menjadi kebutuhan perseroan.
Piranti Lunak komputer diklasifikasikan sebagai aset tak berwujud karena dengan adanya piranti
lunak komputer tersebut kegiatan oprasional perseroan akan menjadi efektif dan efisien, piranti lunak
komputer dinilai sebesar nilai perolehan ditambah dengan biaya biaya yang timbul sampai piranti lunak
tersebut siap digunakan.
Merk dagang, hak paten dan formula merupakan aset perusahaan yang harus dilindungi karena
merupakan bagian kekayaan perusahaan. untuk melindungi dari penyalahgunaan, plagiatisme atau pun
pencurian ide hak – hak tersebut harus didaftarkan ke Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual.
Merk dagang diklasifikasikan sebagai aset tak berwujud dan dinilai sebesar biaya riset, biaya
desain sampai dengan diterbitkannya sertifikat merk dagang. Merk dagang diakui sebagai aset tak
berwujud karena memiliki manfaat ekonomis berupa penggunaan merk dagang secara eklusif.
Hak paten diklasifikasikan sebagai aset tak berwujud dan dinilai sebesar biaya biaya yang
dikeluarkan berupa biaya dalam tahap penelitian dan tahap pengembangan sampai sertifikat hak paten
diterbitkan. Hak paten diakui sebagai aset tak berwujud karena memiliki manfaat ekonomis berupa
penggunaan hak paten secara eklusif.
Formula diklasifikasikan sebagai aset tak berwujud dan dinilai sebesar biaya yang dikeluarkan
perseroan dalam rangka memperoleh hak tersebut berupa biaya riset, biaya percobaan-percobaan, biaya
perijininan dan biaya biaya lain terkait dengan perolehan hak ini. Formula diakui sebagai aset tak
berwujud karena memiliki manfaat ekonomis berupa penggunaan hak paten secara eklusif.
Penyajian aset tak berwujud telah dilakukan sesuai dengan ketentuan yang mengatur, yaitu
PSAK No.1 paragraf 52 yang menghimbau perusahaan yang memiliki aset tak berwujud untuk
menyajiakan asetnya pada laporan posisi keuangan dibawah aset tetap.
Aset tak berwujud yang telah diakui, diukur dan disajikan oleh perseroan harus diungkapkan
dalam catatan atas laporan keuangan dengan indikator pengungkapan yang ditetapkan oleh PSAK No. 19
Paragraf 119 yaitu perseroan harus mengungkapkan Umur manfaat aset tak berwujud, Metode
amortisasi, Jumlah tercatat bruto dan akumulasi amortisasi dan laporan laba rugi komperhensif dari ke

10
empat indikator tersebut PT Kalbe Farma Tbk baru mengungkapkan tiga dari empat indikator yang
seharusnya, terdapat keterbatasan pengungkapan atas aset tak berwujud yang dimiliki oleh perseroan.
5. PT Merck Tbk.
Tabel 4.6
Kesesuaian perlakuan aset tak berwujud PT Merck Tbk dengan PSAK 19
Kesesuaian
Indikator Perseroan PSAK Belum
Sesuai
Sesuai
Diatur dalam
-Laporan posisi
Penyajian PSAK 1
keuangan √
Paragraf 52
-Umur manfaat
Diatur dalam
-Metode Amortisasi
Pengungkapan PSAK 19 √
-Laporan laba rugi
Paragraf 119
komprehensif

Aset tak berwujud yang dimiliki oleh perseroan berupa lisensi piranti lunak komputer.
Perkembangan zaman dibidang IT sangat pesat, sehingga mengakibatkan banyaknya pilihan
peranti lunak (software) yang tersedia dengan kelebihan dan kekurangannya masing-masing, diperlukan
pembaruan atau pun pembelian agar jalannya kegiatan perusahaan dapat lebih efektif dan effisien. Hal
ini mengakibatkan piranti lunak (sofeware) menjadi kebutuhan perseroan. Lisensi
piranti Lunak komputer diklasifikasikan sebagai aset tak berwujud karena dengan adanya piranti lunak
komputer tersebut kegiatan oprasional perseroan akan menjadi efektif dan efisien, piranti lunak
komputer dinilai sebesar nilai perolehan ditambah dengan biaya biaya yang timbul sampai piranti lunak
tersebut siap digunakan.
Perseroan telah melakukan Penyajian aset tak berwujud secara sesuai dengan ketentuan yang
ada pada PSAK No.1 paragraf 52 yang menghimbau perusahaan yang memiliki aset tak berwujud untuk
menyajiakan asetnya pada laporan posisi keuangan dibawah aset tetap.
Aset tak berwujud yang telah diakui, diukur dan disajikan oleh perseroan harus diungkapkan
dalam catatan atas laporan keuangan dengan indikator pengungkapan yang ditetapkan oleh PSAK No. 19
Paragraf 119 yaitu perseroan harus mengungkapkan Umur manfaat aset tak berwujud, Metode
amortisasi, Jumlah tercatat bruto dan akumulasi amortisasi dan laporan laba rugi komperhensif dari ke
empat indikator tersebut PT Merch Tbk baru mengungkapkan tiga dari empat indikator yang seharusnya,
terdapat keterbatasan pengungkapan atas aset tak berwujud yang dimiliki oleh perseroan.

6. PT Grand Kartech Tbk,


Tabel 4.7
Kesesuaian perlakuan aset tak berwujud PT Grand Kartech Tbk dengan PSAK 19
Kesesuaian
Indikator Perseroan PSAK Belum
Sesuai
Sesuai
Diatur dalam
-Laporan posisi
Penyajian PSAK 1
keuangan √
Paragraf 52
-Umur manfaat
-Jumlah tercatat bruto
Diatur dalam
dan akumulasi
Pengungkapan PSAK 19 √
amortisasi
Paragraf 119
-Laporan laba rugi
komprehensif

Aset tak berwujud yang dimiliki oleh perseroan berupa sertifikat boiler dan program komputer.
Dalam berjalannya aktifitas oprasional perusahaan, perusahaan haruslah tunduk kepada
peraturan peraturan yang diwajibkan oleh pemerintah selaku regulator, Penyertaan sertifikat keahilan
guna mendukung perizinan mengenai aktifitas tertentu salah satunya.
Sertifikat boiler diklasifikasikan sebagai aset tak berwujud dan dinilai sebesar biaya biaya
pelatihan sampai dengan sertifikat tersebut diberikan DEPNAKERTRANS. Sertifikat boiler diakui sebagai
aset tak berwujud karena memiliki manfaat ekonomis berupa hak legal penggunaan mesin uap.
11
Perkembangan zaman dibidang IT sangat pesat, sehingga mengakibatkan banyaknya pilihan
peranti lunak (software) yang tersedia dengan kelebihan dan kekurangannya masing-masing, diperlukan
pembaruan atau pun pembelian agar jalannya kegiatan perusahaan dapat lebih efektif dan effisien. Hal
ini mengakibatkan piranti lunak (sofeware) menjadi kebutuhan perseroan.
Lisensi piranti Lunak komputer diklasifikasikan sebagai aset tak berwujud karena dengan adanya
piranti lunak komputer tersebut kegiatan oprasional perseroan akan menjadi efektif dan efisien, piranti
lunak komputer dinilai sebesar nilai perolehan ditambah dengan biaya biaya yang timbul sampai piranti
lunak tersebut siap digunakan.
Penyajian aset tak berwujud telah dilakukan sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam PSAK
No.1 paragraf 52 yang menghimbau perusahaan yang memiliki aset tak berwujud untuk menyajiakan
asetnya pada laporan posisi keuangan dibawah aset tetap.
Aset tak berwujud yang telah diakui, diukur dan disajikan oleh perseroan harus diungkapkan
dalam catatan atas laporan keuangan dengan indikator pengungkapan yang ditetapkan oleh PSAK No.
19 Paragraf 119 yaitu perseroan harus mengungkapkan Umur manfaat aset tak berwujud, Metode
amortisasi, Jumlah tercatat bruto dan akumulasi amortisasi dan laporan laba rugi komperhensif dari ke
empat indikator tersebut PT Grand Kartech Tbk baru mengungkapkan tiga dari empat indikator yang
seharusnya, terdapat keterbatasan pengungkapan atas aset tak berwujud yang dimiliki oleh perseroan.

7. PT Astra Otoparts Tbk,


Tabel 4.8
Kesesuaian perlakuan aset tak berwujud PT Astra Otoparts Tbk dengan PSAK 19
Kesesuaian
Indikator Perseroan PSAK Belum
Sesuai
Sesuai
Diatur dalam
-Laporan posisi
Penyajian PSAK 1
keuangan √
Paragraf 52
-Umur manfaat
-Metode Amortisasi
-Jumlah tercatat bruto Diatur dalam
Pengungkapan dan akumulasi PSAK 19 √
amortisasi Paragraf 119
-Laporan laba rugi
komprehensif

Aset tak berwujud yang dimiliki oleh perseroan berupa piranti lunak komputer.
Perkembangan zaman dibidang IT sangat pesat, sehingga mengakibatkan banyaknya pilihan
peranti lunak (software) yang tersedia dengan kelebihan dan kekurangannya masing-masing, diperlukan
pembaruan atau pun pembelian agar jalannya kegiatan perusahaan dapat lebih efektif dan effisien. Hal
ini mengakibatkan piranti lunak (sofeware) menjadi kebutuhan perseroan.
Piranti Lunak komputer diklasifikasikan sebagai aset tak berwujud karena dengan adanya piranti
lunak komputer tersebut kegiatan oprasional perseroan akan menjadi efektif dan efisien, piranti lunak
komputer dinilai sebesar nilai perolehan ditambah dengan biaya biaya yang timbul sampai piranti lunak
tersebut siap digunakan.
Penyajian aset tak berwujud yang dimiliki Perseroan telah dilakukan sesuai dengan ketentuan
yang mengatur, yaitu PSAK No.1 paragraf 52 yang menghimbau perusahaan yang memiliki aset tak
berwujud untuk menyajiakan asetnya pada laporan posisi keuangan dibawah aset tetap.
Aset tak berwujud yang telah diakui, diukur dan disajikan oleh perseroan harus diungkapkan
dalam catatan atas laporan keuangan dengan indikator pengungkapan yang ditetapkan oleh PSAK No. 19
Paragraf 119 yaitu perseroan harus mengungkapkan Umur manfaat aset tak berwujud, Metode
amortisasi, Jumlah tercatat bruto dan akumulasi amortisasi dan laporan laba rugi komperhensif dari ke
empat indikator tersebut PT Astra Otoparts Tbk baru mengungkapkan tiga dari empat indikator yang
seharusnya, terdapat keterbatasan pengungkapan atas aset tak berwujud yang dimiliki oleh perseroan.

12
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian maka disimpulkan:
1. Dari hasil dan pembahasan pada bab sebelumnya mengenai penyajian dan pengungkapan aset tak
berwujud yang dimiliki perseroan, diketahui bahwa seluruh perseroan melakukan penyajian atas
aset tak berwujudnya didalam laporan posisi keuangan dibawah pos aset tetap.
Dalam hal pengungkapan seluruh perseroan melakukan pengungkapan atas kepemilikan aset tak
berwujudnya didalam catatan atas laporan keuangan. Meliputi pengungkapan mengenai umur
ekonomis aset tak berwujudnya, metode amortisasi aset tak berwujudnya, maupun nilai tercatat
bruto dari aset tak berwujud tertentu.
2. Hasil analisis atas perlakuan aset tidak berwujud yang dilakukan oleh perseroan diketahui bahwa,
seluruh sampel penelitian telah melakukan Penyajian dan Pengungkapan. Dalam indikator
penyajian aset tak berwujud seluruh sempel penelitian telah menyajikan aset tak berwujudnya
didalam laporan posisi keuangan, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam PSAK No.1 Paragraf
52. Akan tetapi hanya terdapat dua dari tujuh sampel penelitian yang telah melakukan
pengungkapan dengan sesuai, sedangkan lima dari tujuh sampel penelitian memiliki keterbatasan
pengungkapan dalam Catatan Atas Laporan Keuangan (CALK).
Dalam indikator penilaian atas pengungkapan hanya terdapat 2 (dua) perseroan yang telah
memenuhi 4 (empat) kriteria umum yang ditentukan oleh peneliti yang tercantum dalam PSAK
No. 19 paragraf 119 yaitu, PT Ekhadharma International Tbk dan PT Astra otoparts Tbk.
Sedangkan pada PT Sumi Indo Kabel Tbk, PT Kimia Farma (persero) Tbk, PT Kalbe Farma Tbk, PT
Merch Tbk dan PT Grand Kartech Tbk hanya memenuhi 3 (Tiga) kriteria saja, hal ini terjadi karena
terdapat keterbatasan dalam pengungkapan yang dilakukan oleh perseroan atas aset tak
berwujudnya.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut penulis berkesimpulan bahwa semua sampel telah
memperlakukan aset tak berwujudnya sesuai dengan ketentuan PSAK No. 19.

SARAN
PSAK-19 (revisi 2010) sudah efektif diterapkan pada tujuh laporan keuangan perusahaan yang
diteliti terhitung mulai tanggal 1 Januari 2011, namun dalam menyusun laporan keuangannya sebaiknya
setiap perusahaan tetap mengungkapkan informasi yang lengkap terkait pengungkapan aset tak
berwujud yang dimiliki perusahaan. Dari tujuh perusahaan yang diteliti, dalam hal penyajian tujuh
perusahaan sudah mencantumkan nilai aset tak berwujud yang disajikan pada laporan posisi keuangan
bagian aset tidak lancar, tetapi dalam hal pengungkapan hanya dua perusahaan yang mengungkapkan
secara luas mengenai aset tak berwujud yang dimiliki perusahaan, lima perusahaan yang lain belum
mengungkapkan secara luas mengenai pengungkapan aset tak berwujud yang dimiliki perusahaan pada
laporan keuangan sesuai dengan PSAK-19 (revisi 2010).
Karena keterbatasan memperoleh data dalam penyusunan skripsi ini, dengan menggunakan data
sekunder yaitu penelitian berupa laporan keuangan tujuh perusahaan go public yang terdaftar pada BEI
sehingga dalam pembahasan penyajian dan pengungkapan mengenai aset tak berwujud tidak disajikan
dan diungkapkan secara terperinci. Semoga penelitian ini dapat menjadi acuan untuk penelitian
selanjutnya dan untuk perkembangan penelitian selanjutnya diharapkan dapat melakukan penelitian
dengan menggunakan data primer sehingga memperoleh data langsung dari perusahaan, agar
mengetahui gambaran secara jelas bagaimana proses penyajian dan pengungkapannya dari setiap aset
tak berwujud yang dimiliki perusahaan yang diatur oleh PSAK-19.

DAFTAR PUSTAKA
Carl S. Warren, James M. Reeve, dan Philip E. Fess, 2005. PengantarAkuntansiEdisike – 21,
SalembaEmpat, Jakarta.
DarsonodanAshari, 2005. PedomanPraktisMemahamiLaporanKeuangan, Andi, Yogyakarta.
Dycman, Dukes, Davis. 2001. AkuntansiIntemediate, Edisi 3 Jilid 2. Erlangga.Jakarta.
Gade, M., 2005. TeoriAkuntansi,Almahira, Jakarta.
Harahap, SofyanSyahri., 2012. TeoriAkuntansi – EdisiRevisi 2011, CetakanKeduabelas, PT
RajaGrafindoPersada, Jakarta.
IkatanAkuntan Indonesia, 2012. StandarAkuntansiKeuangan, SalembaEmpat, Jakarta.
Kartikahandi, H., dkk., 2012. AkuntansiKeuanganberdasarkan SAK berbasis IFRS, SalembaEmpat,
Jakarta.
Kieso, Donald E., Weygandt, Jerry J., and Warfield, Terry D. 2011.Intermediate Accounting, Volume 1.
John Wiley & Sons, Inc. America.
Kieso, Donald E., Weygandt, Jerry J., and Warfield, Terry D. 2011.Intermediate Accounting, Volume 2.
John Wiley & Sons, Inc. America.
Nurani, Visita. 2012. Kesesuaian Pengungkapan Aset Tak Berwujud dalam Laporan Keuangan Perusahaan
yang Tercatat di Bursa Efek Indonesia dengan PSAK 19 Revisi 2010 studi kasu laporan keuangan
2011. Jakarta.
Martani, Dwi., dkk., 2012. Akuntansi Keuangan Menengah Berbasis PSAK Buku 1. Salemba Empat.
Jakarta.
13
Munawir.2007. AnalisaLaporanKeuangancetakan 14, Leberty, Yogyakarta.
Soraya, Lesta. 2013. SkripsiPengaruh Nilai Aset Tak Berwujud dan Penelitian dan Pengembangan
Terhadap Nilai Pasar Perusahaan, Universitas Diponegoro, Semarang.
Tunggal, Amin Widjaja. 2012. PengantarAkuntansiKeuangan. Harvarindo.Jakarta.
Wijanarko, Wahyu. 2013. Analisis Perlindungan Aset Tak Berwujud Pada Perusahaan Rintisan di Bidang
Teknologi Informasi di Indonesia, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.
Yadiati, Wiwin. 2007. TeoriAkuntansiSuatuPengantar, Edisi 1. PrenadaMedia Group. Jakarta.
Hastoni, R.P. and Astuti, Y., 2009. Pengaruh Rekonsiliasi Fiskal terhadap perhitungan PPh Terutang pada
PDAM Tirta Pakuan Bogor. Jurnal Ilmiah Rangga Gading, 9(1), pp.34-37.
Pamungkas, B. and Kusumahdinata, A., 2011. Evaluasi Aplikasi Sistem Informasi Manajemen Akuntansi
Barang Milik Negara (SIMAK BMN) Kaitannya Dalam Pencatatan Nilai Aset Tetap Pemerintah Studi
Kasus pada Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan Bogor. Jurnal Ilmiah Akuntansi
dan Manajemen Ranggagading, 11(2), pp.082-090.
Pamungkas, B. and Yusuf, E.S., 2007. Penerapan Sistem Akuntansi Pemerintahan dalam Mendukung
Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (AKIP): Penerapan pada Pusat Analisis Sosial Ekonomi
dan Kebijakan Pertanian Bogor. Jurnal Ilmiah Ranggagading (JIR), 7 (1), pp.8-13.
Iriyadi and Gurd, B., 1998. Cultural effects of budgetary participation: Indonesian evidence. Asian Review
of Accounting, 6(2), pp.71-100.
Pramiudi, U., 2013. Peranan InternalAudit Dalam Menuju Efektivitas Pengendalian Intern Persediaan.
Jurnal Ilmiah Akuntansi Kesatuan, 1(2).
Novianti, F., Sutarti, S. and Efrianti, D., 2013. Perlakuan Akuntansi Pengakuan Pendapatan dan Beban
Pada Job Pertamina Petrochina East Java. Jurnal Ilmiah Akuntansi Kesatuan, 1(3).
Sutarti, S., 2010. Analisis Biaya Relevan Dalam Menentukan Pengambilan Keputusan Menerima Atau
Menolak Pesanan Khusus Pada UD. Sejati Mulia. Jurnal Ilmiah Kesatuan (JIK), 12(2), pp.7-10.
de Poere, D.B. and Rosita, S.I., 2013. Tinjauan Perencanaan Pajak Sehubungan Pembelian Aktiva Tetap
Berwujud Secara Tunai, Kredit dan Leasing. Jurnal Ilmiah Akuntansi Kesatuan, 1(1).
Marpaung, A.M. and Rosita, S.I., 2012. Analisis Perlakuan Akuntansi Pendanaan Mudharabah Dalam
Kaitannya Dengan Psak 105 Pada PT. Bank Jabar Banten Syariah. Jurnal Ilmiah Ranggagading,
12(12).
Yalmaf, Y. and Nurjanah, Y., 2014. ANALISIS HUBUNGAN ANTARA LABA AKUNTANSI DAN ARUS KAS
OPERASI DENGAN DIVIDEN KAS. Jurnal Ilmiah Akuntansi Kesatuan, 2(2).
De Poere, D.B. and Setiawan, H., 2008. Evaluasi Tax Planning Atas Pajak Penghasilan Pasal 21 Dalam
Pencapaian Tingkat Efisiensi Keuangan Studi Kasus Pada PT Cahaya Boxindo Prasetya. Jurnal
Ilmiah Kesatuan (JIK), 10(2), pp.111-118.
Munawar, A. and Marpaung, B.S., 2008. Pengaruh Biaya Saluran Distribusi Terhadap Tingkat Volume
Penjualan Pada PT. Winner Garments. J. Ilmiah Kesatuan, 1(10), pp.13-19.
Munawar, A., 2009. ANALISIS PENGARUH ASET TETAP, LIKUIDITAS, UKURAN, DAN PROFITABILITAS
TERHADAP STRUKTUR KAPITAL PERUSAHAAN. Jurnal Ilmiah Ranggagading, 9(1).
Setiawan, D.N. and Roestiono, H., 2014. Pengaruh Rasio CAMEL terhadap Tingkat Kesehatan Di Bank
Tabungan Negara Syariah.
Manurung, T.M.S. and Harni, B., 2008. Kajian Motivasi Kerja dan Produktivitas Karyawan. Jurnal Ilmiah
Ranggagading (JIR), 8(2), pp.103-114.
Cahyani, N. and Morita, M., 2009. Perbedaan Pengakuan Pendapatan Pada Bank Syariah Dan Bank
Konvensional. Jurnal Ilmiah Kesatuan (JIK), 11(1).
Nuruzzaman, M. and Arifin, M., 2008. EVALUASI ATAS AKUNTANSI PIUTANG DAN KAITANNYA ATAS
PENYAJIAN LAPORAN KEUANGAN Studi kasus pada PT. Sinar Sosro. Jurnal Ilmiah Kesatuan Nomor,
10(69), p.1.
Herawati, H., 2001. Pengakuan Pendapatan Dan Beban Pengaruhnya Terhadap Laba Pada Asuransi Jiwa
Bersama Bumi Putera 1912. Jurnal Ilmiah Ranggagading (JIR), 1(2), pp.87-99.
Hakim, L. and Ariffin, M., 2013. Analisis Besaran Dividen Terhadap Besaran Laba Perusahaan. Jurnal
Ilmiah Manajemen Kesatuan, 1(1), pp.61-70.
Muktiadji, N. and Sastra, H., 2013. Analisis Modal Kerja Dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan
Perusahaan. Jurnal Ilmiah Manajemen Kesatuan, 1(3).
Achmad, A. and Setiawan, G., 2007. Pengaruh Rating dan Kupon Terhadap Harga Obligasi (Studi Kasus
Obligasi Kriterian Investasi Yang Terdaftar di Bursa Efek Surabaya Tahun 2002-2006). Jurnal lmiah
Rangga gading, 7(2).
Rosadi, R. and Suardy, W., 2005. Analisis Kelayakan Kredit Investasi Studi Kusus Pada Bank Rakyat
Indonesia Cabang Bogor. Jurnal Ilmiah Kesatuan (JIK), 7(2), pp.27-37.
Gemilang, G.; Mulyana, M. and Mashadi, M., 2013. STRATEGI MEMASARKAN MOTOR HONDA PADA PT
SANPRIMA SENTOSA BOGOR. Jurnal Online Mahasiswa-Manajemen, 1(1).
Haryanti, A., Muktiadji, N. and Setiana, A., 2013. Analisis Dividen Tunai dan Earning Per Share Terhadap
Tingkat Imbal Hasil Investor.
Jaya, P.I.N.T.O., Fadillah, A.D.I.L. and Bawono, S., 2012. ANALISIS STRATEGI USAHA RITEL UKM DALAM
MENINGKATKAN KEUNGGULAN BERSAING STUDI KASUS PADA UKM TOKO MOJANG FASHION. In
2012 Marketing Symposium, 1 (1).

14
15

View publication stats

You might also like