Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 11

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/321575251

Perilaku Tanah Gambut Berserat Permasalahan dan Solusinya

Conference Paper · October 2017

CITATIONS READS

0 1,353

1 author:

Faisal estu Yulianto


Madura University
18 PUBLICATIONS   31 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Using of Numerical Method to determine Fibrous Peat Compressibility with Various Loading View project

Lime Stone Failure behavior View project

All content following this page was uploaded by Faisal estu Yulianto on 06 December 2017.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Konferensi Nasional Teknik Sipil dan Infrastruktur – I
Jurusan Teknik Sipil Universitas Jember, 30 Oktober 2017

Perilaku Tanah Gambut Berserat Permasalahan dan Solusinya


(Behaviour of Fibrous Peat, Problem and The Solution).

Faisal Estu Yulianto.


Dosen Teknik Sipil Universitas Madura, Pamekasan, Jl. Raya Panglegur, KM. 3,5 Pameksan, email:
faisal_ey@yahoo.co.id

ABSTRAK
Tanah gambut merupakan tanah dengan kandungan organik yang tinggi (>75%) dan kandungan abu yang
kecil. Oleh sebab itu, tanah gambut mempunyai sifat fisik dan teknis yang merugikan bagi bangunan sipil
yang berada di atasnya seperti pemampatann yang besar dan daya dukungnya yang rendah. Beberapa metode
perbaikan tanah telah banyak diterapkan pada tanah gambut seperti pengelupasan lapisan gambut dangkal,
pembebanan awal, cerucuk kayu, corduroy maupun stabilisasi tanah. Namun, metode perbaikan yang telah
diterapkan tersebut mempunyai keuntungan dan kerugian masing masing. Dari beberapa kasus perbaikan
tanah gambut yang telah dilakukan metode stabilisasi tanah merupakan metode terbaik yang dapat diterapkan
selain karena ramah lingkungan metode stabilisasi lebih murah dibandingkan metode lainnya .
Kata kunci: gambut berserat, metode perbaikan tanah, ramah lingkungan

ABSTRACT
Peat soil is a soil with high organic content (> 75%) and low ash content. Therefore, peat soils have bad
physical and engineering properties for buildings on it such as high ompressibility and low bearing capacity.
Several methods of soil improvement have been applied to peat soils such as replacement soil, preloading,
mini wood piles, corduroy and soil stabilization. However, the method of improvement that has been applied
has advantages and disadvantages of each. In these cases, the soil stabilization was best method that can be
applied because environmentally friendsly and cheaper than other methods .
Keywords: tuliskan 3-5 kata kunci yang terkait dengan isi makalah

PENDAHULUAN
Tanah gambut terbentuk dari dari tumbu tumbuhan yang memiliki tingkatan dekomposisi
yang bervariasi. Tanah gambut umumnya berwarna coklat tua sampai dengan hitam.
Karena terbentuk dari proses pelapukan dan pembusukan tumbuh tumbuhan; maka tanah
gambut memiliki bau yang khas. Tanah gambut bisa dijumpai di daerah pengunungan,
dataran tinggi dan dataran rendah; dimana daerah tersebut teredam air dalam waktu yang
sangat lama. Van de Meene (1984) menjelaskan bahwa, pembentukan gambut di Asia
tenggara dimulai pada 18000 tahun yang lalu. Sedangkan gambut Indonesia terbentuk
mulai kira-kira 5.000 hingga 8.000 tahun yang lalu.
Proses pembentuan tersebut menyebabkan tanah gambut mempunyai sifat fisik maupun
sifat teknis yang tidak menguntungkan bagunan sipil yang berada di atas tanah gambut.
Sifat fisik tersebut antara lain kadar air (Wc) yang mencapai 900%, berat volume tanah
yang cukup kecil (0,8 - 1,04 gr/cm3 ), angka pori yang besar berkisar antara 5-15, dan
kandungan organik yang tinggi >75% (Mochtar, N.E., 1999, 2000; Yulianto, FE. dan
Mochtar, NE., 2010, 2012, 2014, 2015). Sifat fisik yang tidak menguntungkan tersebut
secara otomatis mempengaruhi perilaku tekni tanah gambut. Tanah gambut mempunyai
daya dukung yang sangat rendah 57 kPa (Jelisic dan Lappanen, 2002) dan pemampatan

Faisal Estu Yulianto │ G-77


Konferensi Nasional Teknik Sipil dan Infrastruktur – I
Jurusan Teknik Sipil Universitas Jember, 30 Oktober 2017

yang besar daan tidak merata sehingga banyak bangunan sipil rusak akibat perilaku
tersebut (Mohtar, NE., dkk., 2014).
Beberapa metode perbaikan tanah telah diterapkan pada tanah gambut berupa, perbaikan
tanah secara fisik, mekanis maupun kimia. Hanya saja, metode perbaikan yang telah
diterapkan tersebut mempunyai kelebihan dan kekurangan. Paper ini akan mendiskusikan
permasalahan metode perbaikan tanah gambut dan solusinya yang paling baik dan ramah
lingkungan.

SIFAT FISIK DAN TEKNIS TANAH GAMBUT BERSERAT


MacFarlane dan Radforth (1965) membagi tanah gambut menjadi 2 (dua) kelompok besar
yaitu : tanah gambut berserat (fibrous peat) dengan kandungan serat mencapai 20% atau
lebih dan tanah gambut tidak berserat (amorpous granular peat) dengan kandungan serat
lebih kecil dari 20%. Perilaku tanah gambut tidak berserat menyerupai tanah lempung
sedangkan tanah gambut berserat mempunyai perilaku yang sangat berbeda dengan tanah
lempung (Mochtar, N.E., 1999, 2000). Pengujian laboratorium dan pengujian lapangan
dilakukan untuk mengetahui sifat fisik dan teknis tanah gambut berserat sesuai dengan
Peat Testing Manual (1979). Tabel 1 menunjukkan sifat fisik hal pengujian laboratorium
maupun lapangan. Berdasarkan Tabel diketahui bahwa parameter fisik dan teknis gambut

Tabel 1. Sifat Fisik Tanah Gambut Berserat Palangkaraya


Hasil oleh
No Sifat Fisik Satuan Nilai Peneliti
lainnya
1 Spesific Gravity (Gs) - 1.37 1.4 - 1.7
2 Kadar Air (wc) % 670 450 - 1500
3 Berat Volume gr/cm3 0.99 0.9 - 1.25
4 Berat Volume kering gr/cm3 0.139 -
5 Angka Pori (e ) - 11.4 6.89 - 11.09
6 Keasaman (pH) - 3.5 – 5.5 3-7
7 Kandungan Organik (Oc) % 98 62.5 - 98
8 Kadar Abu (Ac) % 2.0 2 - 37.5
9 Kadar Serat (Fc) % 59.6 39.5 - 61.3
- Kadar serat kasar % 56.25 35.35 – 49.69
- Kadar serat medium % 29.38 31.94 – 35.84
- Kadar serat halus % 14.37 18.37 – 29.00
0
Uji geser langsung : Phi () 25, 36, 42 30o - 50o
11
:C kPa 0.5 -
12 Vane shear kPa 5, 7, 12 5 – 10

berserat masih berada dalam rentang hasil pengujian oleh peneliti lainnya (Hanrahan 1954,
Lea 1959, MacFarlane and Radforth 1965, MacFarlane 1969, Mochtar, NE. et al. 1991,
1998, 1999, 2000, Pasmar 2000, Harwadi dan Mochtar, NE., 2010 dan Yulianto, FE dan

G-78 │ Perilaku Tanah Gambut Berserat Permasalahan dan Solusinya


Konferensi Nasional Teknik Sipil dan Infrastruktur – I
Jurusan Teknik Sipil Universitas Jember, 30 Oktober 2017

Mochtar, NE., 2010, 2012, 2014, 2016, 2017). Menurut ASTM D4427-92 tanah gambut
yang diteliti dapat diklasifikasikan sebagai “tanah gambut (Hemic) dengan kandungan abu
rendah dan keasaman tinggi” atau “peat soil (hemic) with low ash content and high
acidity”. Pori dalam tanah gambut berserat juga mempunyai struktur yang berbeda dengan
tanah lempung (Yulianto, FE., dan Mochtar, NE., 2010, 2015, 2016). Gambut berserat
mempunyai 2 tipe pori (Mochtar, NE. dan Yulianto, FE., 2017), yaitu makro pori
merupakan pori yang yang berada daiantara serat gambu dan mikropori yang merupakan
pori dalam serat gambut (Gambar 2).

Gambar 1. Foto SEM gambut berserat Palangkaraya yang menunjukkan:


(a) serat gambut dan makro pori, (b) mikro pori

Nilai wc yang besar menunjukkan bahwa jumlah air dalm pori gambut mempunyai
komposisi berat 6,7 kali berat butiran solid. Hal ini bisa dikatakan bahwa hampir sebagian
besar pori gambut berserat ditempati oleh air. Perilaku ini menyebabkan tanah gambut
saangat sensitif dengan beban yang bekerja di atasnya. Tentunya perilaku air dalam pori
gambut akan berpengaruh pada perilaku pemampatan gambut berserat (Yulianto, FE., dkk.,
2016). Pemampatan tanah gambut berserat sangat berbeda dengan perilaku pemampatan
pada tanah lempung (Mochtar, NE. et al., 1998, 1999, 2000) karena faktor distribusi serat
yang ada dalam tanah gambut. Kondisi ini menyebabkan teori Tersaghi (1925) atau beban
bertahap untuk menentukan koefesien pemampatan tidak dapat diterapkan karena adanya
garis patah yang ada dalam kurva tanah gambut (Gambar 2). Sehingga, metode beban satu
tahap atau metode Gibson dan Lo (1969) diterapkan untuk menentukan pemampatan yang
terjadi pada gamut berserat. Gambar 3 menunjukkan perilaku pemampatan gambut berserat
dengan menggunakan beban satu tahap. Terdapat 4 (empat) tahap pemempatan yang terjadi
pada tanah gambut berserat, yaitu: pemampatan segera (Si) yang merupakan pemampatan
segera dan terjadi sangat cepat, pemampatan primer (Sp) merupakan keluarnya air dalam
makro pori, pemampatan sekunder (Ss) merupakan keluarnya air dalam mikro pori gambut
berserat dan pemampatan tersier (St) yang merupakan proses pelapukan serat gambut
akibat sangat berkurangnya air yang ada dalam pori gambut. Hanya saja, proses
dekomposisi atau pelaukan pada serat gambut dapat terjadi pada nilai kadar air gambut
dibawah 200% dan berlangsung sangat lama (Huuteunen dan Kujala, 1996; Jelisic &
Lappanen, 2001; Yulianto, FE., dkk., 2014; Yulianto, FE. dan Mochtar, NE., 2015, 2016;
Mochtar, NE. dan Yulianto, FE., 2017).

Faisal Estu Yulianto │ G-79


Konferensi Nasional Teknik Sipil dan Infrastruktur – I
Jurusan Teknik Sipil Universitas Jember, 30 Oktober 2017

Gambar 2. Kurva pemampatan tanah gabut berserat dengan beban bertahap


(Mochtar, NE., 199; 2000).

17.0

si
16.5
Pemampatan Vertikal (mm)

16.0
sp

Gambut
15.5 Berserat
Initial
ss

15.0

st
14.5

14.0
0.1 1 10 100 1000 10000 100000
Waktu (Menit)

Gambar 3. Kurva pemampatan tanah gabut berserat dengan beban satu tahap
(Yulianto, FE. dan Mochtar, NE., 2015).

Tanah gambut merupakan frictional material/non kohesive material (Adam, 1965),


sehingga kuat gesernya hanya mengandalkan kekuatan sudut geser dalamnya (), oleh
sebab itu distribusi serat pada tanah gambut sangat mempengaruhi besar nilai sudut geser
dalamnya. Dari 3 kali pengujian geser langsung yang dilakukan didapatkan nilai yang

G-80 │ Perilaku Tanah Gambut Berserat Permasalahan dan Solusinya


Konferensi Nasional Teknik Sipil dan Infrastruktur – I
Jurusan Teknik Sipil Universitas Jember, 30 Oktober 2017

variatif yaitu, 25o , 36o dan 42o ; hal ini disebabkan adanya ukuran serat yang berbeda pada
setiap sampel gambut yang di uji.

PERMASALAHAN KONSTRUKSI DI ATAS TANAH GAMBUT DAN


SOLUSINYA
Konstruksi bangunan sipil di atas tanah gambut seringkali bermasalah akibat sifat fisik dan
teknis tanah gambut yang buruk. Gambar 4 menunjukkan efek gambut pada konstruksi
jalan yang mengalami penurunan yang tidak sama. Kerusakan tersebut terjadi karena tanah

Gambar 4. Kerusakan konstruksi jalan yang berada di atas tanah gambut

gambut masih dalam kondisi initial (tanpa perkuatan) sehingga daya dukungnya rendah dan
ketebalan lapisan tanah gambut yang cukup tebal. Sebagai tanah organik, tanah gambut
memerlukan perlakuan khusus untuk dijadikan pondasi bagi bangunan sipil. Tanah gambut juga
mempunyai fungsi yang sangat penting bagi lingkungan hidup (Wibowo, 2009; Kieley,
et.all., 2002), yaitu:
1. Perlindunagan pada fungsi hidrologi wilayah atau tata air, sebagai kawasan resapan,
penyimpan air dan pencegahan banjir.
2. Sebagai daerah penyimpanan carbon dan gas metana serta gas lainnya yang dapat
dengan mudah terlepas jika lahan gambut mengalami penurunan kadar air.
3. Daerah perlindungan pada pemanfaatan hutan gambut dan ekosisitemnya.
Mochtar, NE (2000) memberikan dua faktor yang perlu diperhatikan untuk melakukan
perbaikan pada tanah gambut berserat, yaitu:
1. Ketebalan lapisan tanah gambut : ketebalan lapisan gambut merupakan faktor terpenting
dalam menentukan metode perbaikan tanah yang tepat. Semakin tebal lapisan gambut
maka pemampatan yang akan terjadi juga semakin besar dan lama serta memerlukan
biaya yang semakin besar.
2. Jenis tanah dibawah lapisan gambut : secara umum, lapisan tanah dibawah tanah
gambut adalah lempung lunak atau pasir (Jelisic and Lappanen, 2002; Mochtar, NE.,
2000). Jika lapisan dibawah gambut merupakan pasir maka pemampatan yang terjadi
hanya pada lapisan gambut saja. Namun, jika di bawah lapisan gambut adalah lempung
lunak, maka penting untuk memperhitungkan pemampatan yang akan terjadi pada

Faisal Estu Yulianto │ G-81


Konferensi Nasional Teknik Sipil dan Infrastruktur – I
Jurusan Teknik Sipil Universitas Jember, 30 Oktober 2017

lempung lunak terlebih metode perhitungan besar pemampatan pada gambut berserat
dan lempung sangat berbeda.

Solusi Perbaikan Tanah Gambut


Metode pengelupasan (Gambar 5) tanah gambut (Replacement Method) meruapakn
metode yang sering dilaksanakan pada gambut dengan tebal lapisan tidak lebih dari 1
meter. Tanah gambut yang dikupas digantikan dengan tanah urug yang berkuaitas baik.
Kelebihan metode ini adalah mudah dilaksanakan namun memerlukan volume tanah urug
yang cukup besar. Metode ini tidak menghasilkan gambut kering dengan volume besar dan
mudah terbakar serta memerlukan tanah urug dalam volume yang besar sehingga dapat
merusak lingkungan daerah penambangan.

Gambar 5. Metode pengelupasan tanah gambut


Pemberiaan beban awal dan embangkmen (Preloading and Surcharge) seperti yang
ditunjukkan oleh Gambar 6 diterapkan pada gambut dengan tebal lapisan tidak lebih dari 3
meter (Jelisic and Lappanen, 2002; Harwadi and Mochtar, NE., 2010). Penggunaan metode
ini pada gambut sangat dalam akan menyebabkan penurunan yang terjadi sangat lama
bahkan sangat dimungkinkan urugan yang berada diatasnya akan tenggelam. Selain itu,
penggunaan metode pembebanan awal dimungkinkan terjadinya pelepasan karbon pada
gambut akibat penurunan kadar air lapisan gambut dibawan embangkmen.
Metode cerucuk kayu (Gambar 7) cukup baik digunakan pada gambut yang mempunyai
tebal lapisan 3-4 meter dengan lapisan pasir dibawahnya (Yulianto dan Harwadi, 2009;
Yulianto dan Mochtar, NE., 2012). Hal ini disebabkan, beban dari struktur bagian atas
dapat dipindahkan dengan baik pada lapisan pasir dibawah gambut. Hanya saja, metode ini
memerlukan kayu dalam jumlah yang sangat besar sehingga akan mampu merusak
lingkungan hutan dan dimungkinkan biaya konstruksi yang besar.
Penggunaan kayu sebagai lantai kerja (Galar kayu/Corduroy) banyak diteapkan di
beberapa daerah di Kalimantan. Metode ini menggunakan kayu berdimensi 7-10 cm
sebagai landasan untuk kronstuksi jalan raya pada gambut dengan ketebalan maksimal 3
meter (Gambar 8). Namun, metode ini anya dapat diterapkan pada gambut denga tebal
lapisan tidak lebih dari 3 meter. Penggunaan galar kayu pada lapisan gambut sangat dalam

G-82 │ Perilaku Tanah Gambut Berserat Permasalahan dan Solusinya


Konferensi Nasional Teknik Sipil dan Infrastruktur – I
Jurusan Teknik Sipil Universitas Jember, 30 Oktober 2017

mengakibatkan penurunan yang tidak merata sehingga kayu yang dijadikan landasan akan
patah dan konstruksi di atasnya mengalami kerusakan.

Gambar 6. Metode pemberian beban awal dan embangkmen.

Gambar 7. Metode cerucuk kayu

Gambar 8. Metode galar kayu (Corduroy)


Penambahan bahan kimia pada gambut berserat atau stabilisasi tanah gambut banyak
dilakukan pada gambut dengan tebal lapisan lebih dari 3 meter (Mass Stabilization) seperti
yang diterapkan di Eropa, Amerika dan Australia (Jelisic and Lappanen, 2002; Keller,

Faisal Estu Yulianto │ G-83


Konferensi Nasional Teknik Sipil dan Infrastruktur – I
Jurusan Teknik Sipil Universitas Jember, 30 Oktober 2017

2002; Souliman, 2011) dengan hasil yang sangat baik. Bahkan metode ini mampu
diterapkan pada gambut (Temperate Peat/Gambut Sub tropis) dengan tebalan lapisan
sampai dengan 8 meter (Gambar 9). Meskipun metode ini masih belum diterapkan pada
gambut tropis (Gambut berserat) namun hasil penelitian model laboratorium beberapa
Peneliti menunjukkan bahwa stabilisasi pada gambut berserat juga menghasilkan
peningkatan sifat fisik dan teknis tanah gambut lebih dari 30% dari kondisi awal (Hebib
and Farrel, 2003; Huat, et.all., 2009; Yulianto dan Mochtar, NE., 2010; 2012; Kolay P,
2011; Kusumawardani dan Mochtar, NE., 2012; Afif M dan Yulianto, 2014; Mochtar, NE.,
et.all., 2014). Metode ini (Mass Stabilization) juga mempunyai kelebihan lainnya yaitu,
lebih murah dibandingkan metode perbaikan tanah gambut lainnya (Jelisic and Lappanen,
2001; Mochtar, NE. et.all., 2014), lebih berwawasan lingkungan karena pengunaan
admixture yang lebih ramah lingkungan dan karbon yang terlepas dari gambut tidak lebih
dari 25% (Mochtar, NE. and Yulianto, 2016) meskipun kadar air gambut yang distabilisasi
sekitar 200%.

Gambar 9. Metode Stabilisasi seluruh lapiasan tanah.

KESIMPULAN
Dari penjelasan yang disampaikan di atas dapat diberikan beberapa kesimpulan, antara
lain:
1. Tanah gambut Indonesia termasuk dalam tanah gambut berserat, hemic dengan
keasaman yang tiggi.
2. Perilaku pemampatan tanah gambut berserat sangat berbeda dengan tanah lempung
karena gambut berserat mempunyai dua proi yaitu makropori dan mikropori.
3. Konstruksi bangunan sipil di atas tanah gamut banyak mengalami kerusakan akibat
daya dukung gambut yang rendah dan pemampatan yang besar serta tidak merata.
4. Stabilisai tanah gambut berserat merupakan metode yang paling efektif dengan biaya
yang lebih murah serta mempunyai dampak lingkungan yang kecil jika dibandngkan
metode perbaikan gambut lainnya.

G-84 │ Perilaku Tanah Gambut Berserat Permasalahan dan Solusinya


Konferensi Nasional Teknik Sipil dan Infrastruktur – I
Jurusan Teknik Sipil Universitas Jember, 30 Oktober 2017

Daftar Acuan
Adam, J.I. (1965), The Engineering Behaviour of a canadian Muskeg. Proc. Sixth
International Conference On Soil Mechanics and Foundation Engineering. Vol.1,
pp 3-7.
Gibson, R.W., Lo, K.Y (1961), A Theory of Consolidation of Soils Exhibiting Secondary
Compression, Acta Polytecnica Scandinavia.
Hebib, Samir & Farrell, E.R, (2003), Some Experiences on The Stabilization of Irish Peats,
Canadian Geotechnical Journal 40 : 107-120.
Huat Bujang, B. K, Maail, S and Mohamed, T. A. (2005), Effect of Chemical Admixtures
on the Engineering Properties of Tropical Peat Soils, American Journal of Applied
Sciences 2 (7): 1113-1120, ISSN 1546-9239, 2005.
Huttunen, E., and Kujala, K. (1996), On the stabilization of organic soils, In Proceedings
of the 2nd International Conference on Ground Improvement Geosystem, IS-Tokyo
96. Vol. 1, pp. 411-414.
Jelisic, N., Leppänen, M., (2002), Mass Stabilization of Peat in Road and Railway
construction, Swedish Road Administration, SCC-Viatek Finlandia.
Keller Ground Engineering Pty Ltd, (2002), Lime Cement Dry Soil Mixing, PO. Box. 7974
baulkham Hills NSW Australia.
MacFarlane, I.C. dan Radforth, N.W. (1965), A Study of Physical Behaviour of Peat
Derivatives Under Compression, Proceeding of The Tenth Muskeg Research
Conference. National Research Council of Canada, Technical Memorandun No 85.
Mochtar, N. E. dan Mochtar, Indrasurya B. (1991), Studi Tentang Sifat Phisik dan Sifat
Teknis Tanah Gambut Banjarmasin dan Palangkaraya Serta Alternatif Cara
Penanganannya untuk Konstruksi Jalan, Dipublikasi sebagai hasil penelitian BBI
dengan dana dari DIKTI Jakarta.
Mochtar, NE. et al. (1998), Koefesien Tekanan Tanah ke Samping At Rest (Ko) Tanah
Gambut Berserat serta Pengaruh Overconsolidation Ratio (OCR) Terhadap Harga
Ko, Jurnal Teknik Sipil, ITB, Vol. 5 N0. 4.
Mochtar, NE. et al. (1999), Aplikasi Model Gibson & Lo untuk Tanah Gambut Berserat di
Indonesia, Jurnal Teknik Sipil, ITB, Vol. 6 N0. 1.
Mochtar, NE., (2002), Tinjauan Teknis Tanah Gambut Dan Prospek Pengembangan Lahan
Gambut Yang Berkelanjutan, Pidato Pengukuhan Guru Besar ITS Surabaya.
Mochtar, NE, Yulianto, FE., Satria, TR., (2014), Pengaruh Usia Stabilisasi pada Tanah
Gambut Berserat yang Distabilisasi dengan Campuran CaCO 3 dan Pozolan, Jurnal
Teknik Sipil ITB (Civil Engineering Journal ITB), Vol. 21, No. 1, Hal 57-64.
Mochtar, N.E. dan Yulianto, F.E. and (2017), Behaviour Change In Peat Stabilized With
Fly Ash And Lime Caco3 Due To Water Infiltration, ARPN Journal o Engineering
and Applied Science, Vol. 12, No. 17.
Souliman, M. I. and Zapata, C. (2011), International Case Studies of Peat Stabilization by
Deep Mixing Method, Jordan Journal of Civil Engineering, Volume 5, No. 3, 2011.
Terzaghi, K. (1925), Principles of Soil Mechanics. Engr. News Record, Vol. 95, pp.
832-836.
Van De Meene (1984), Geological Aspects of Peat Formation in The Indonesian-Malyasin
Lowlands, Bulletin Geological Research and Development Centre, 9, 20-31.
Wibowo, Ari ( 2009), Role of Peatland in Global Climate Change, Jurnal Tekno Hutan
Tanaman, Vol. 2 No.1 hal 19-28, 2009.

Faisal Estu Yulianto │ G-85


Konferensi Nasional Teknik Sipil dan Infrastruktur – I
Jurusan Teknik Sipil Universitas Jember, 30 Oktober 2017

Yulianto, F.E. and Mochtar, N.E. (2010), Mixing of Rice Husk Ash (RHA) and Lime For
Peat Stabilization, Proceedings of the First Makassar International Conference on
Civil Engineering (MICCE2010), March 9-10, 2010.
Yulianto, F.E. and Mochtar, N.E. (2012), Behavior of Fibrous Peat Soil Stabilized with
Rice Husk Ash (RHA) and Lime, Proceedings of 8th International Symposium on
Lowland Technology September 11-13, 2012, Bali, Indonesia.
Yulianto, F.E., Harwadi., Kusuma W.M., (2014), The Effect of Water Content Reduction
to Fibrous Peat Absorbent Capacity and Its Behaviour, Proceedings of 9th
International Symposium on Lowland Technology September 29-October 1, 2014,
Saga, Japan.
Yulianto, F.E., Mochtar, N.E., Mila Kusumawardani (2016), The Effect Of Curing Period
And Thickness Of The Stabilized Peat Layer To The Bearing Capacity And
Compression Behavior Of Fibrous Peat, International Journal of Apllied
Engineering Research, Vol. 11, No. 15.
Yulianto, F.E. and Mochtar, N.E. (2016), The Effect Of Curing Period And Thickness Of
The Stabilized Peat Layer To The Bearing Capacity And Compression Behavior Of
Fibrous Peat, ARPN Journal o Engineering and Applied Science, Vol. 11, No. 19.

G-86 │ Perilaku Tanah Gambut Berserat Permasalahan dan Solusinya

View publication stats

You might also like