Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 21

DAMPAK KENAIKAN HARGA TANAH TERHADAP SEWA

BANGUNAN, PERTUMBUHAN DAN SEBARAN TEMPATUSAHA DI


KOTA SINTANG (PENDEKATAN TEORI BIDRENT)
(The Impact of Land Price Increases To Rent Building, Growth and Developed of Sintang
City (Bidrent Theory Approach)

Jurnal Ilmiah

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Mgister Ekonnomi
pada Program Pasca Sarjana (S2) Ilmu Ekonomi
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Tanjungpura

Oleh :

DAPOT HASIHOLAN SIAHAAN


NIM : B2051131001

PROGRAM MAGISTER ILMU EKONOMI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2016
ABSTRACT

This study entitled "The Impact of Land Price Increases To Rent Building, Growth
and Developed of Sintang City (Bidrent Theory Approach). This type is descriptive research
with qualitative and quantitative approaches. The aim of research first is to analyze changes
of the price of land in urban as well as the growth of business premises and dwellings or
settlements in four (4) locations, namely the Kapuas Kanan Hilir Village (Masuka), Ladang
Village (Near fo Melawi River), and Kapuas Kiri Hilir Village (Dara Juanti Museum), and
Kapuas Kanan Hulu (Sungai Durian), the second aim is to analyze the spatial distribution of
direction of developed (expansion) of Sintang City.
The variables studied were growth in price/rent of land, the number of businesses and
the expansion of the city toward the spatial distribution, the method used is survey method,
observation and interviews with respondents or informants.
The results of research showed that in the last 10 years the growth of land prices are
highest in Kapuas Kanan Hilir (Masuka) regions was reached as 122%, Top two was Ladang
Village (Cross of Melawi River), the third is Kapuas Kanan Hilir village (Masuka) and its
four is Kapuas Kiri Hilir Village (Museum). While the price of land is highest in the area of
Kapuas Hulu Kanan Village between Rp1.500.000, - until Rp11.000.000, - per m2 (square
meter) with an average growth of 47.80%. The rising price of land as a result of the
development of the city it self, followed by the growth of residential and business premises as
well as economic facilities, bank, hotel, education, healthcare, and other social facilities.
Direction of the spatial distribution of urban growth Sintang developed following the
growing number of business premises and land prices. Spatial distribution of growth is
63.20% Sintang City leads to the Kapuas Kanan Hilir village (Masuka). To Ladang Village
(17.69%), to Sungai Durian (13.32%) and the directions to the Kapuas Kiri Hilir village
(5.79%). This means that Bidrent theory applies only to a certain point, does not apply if it is
associated with the development of a city that is not symmetrical, because in a city there is
new growth centers.

Keywords: the price of land, a place of business, growth, bidren theory

I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang

Tanah merupakan salah satu faktor sumber daya yang mempunyai peranan strategis
dalam aktivitas kehidupan manusia. Dalam perkembangan perkotaan yang dinamis, agar
pemanfaatan tanah dilakukan secara optimal, diperlukan metode untuk memilih lokasi yang
bisa memaksimalkan nilai tanah. Berbagai teori atau model dalam penggunaan tanah banyak
dikemukakan oleh para ahli di antaranya teori lokasi Alfred Weber, Casteller dan teori
penentuan lokasi berdasarkan nilai (penawaran) harga sewa (bidrent). Dasar Teori bidrent
didasarkan pada teori penamfaatan tanah yang dikembangkan oleh Van Thunen pada abad 19
di Jerman dalam Reksohadiprojo (2001:19).
Menurut Thunen dalam Reksohadiprojo (2001:21) “Dasar pemikiran yang mendasari
dalam teorinya adalah bahwa tanah harus dimanfaatkan sedemikian rupa sehingga
mengasilkan sewa tertinggi (bid-rent). Hal ini dilakukan dalam rangka pengembangan

1
wilayah. Sewa tertinggi jika tanah tersebut berada di pusat kota atau pusat pasar. Semakin
menjauhi dari pusat kota maka nilai sewa semakin turun. Tingginya harga sewa menandakan
tinggi juga nilai tanah tersebut. Dalam Teorinya Thunen mengembangkan model/teori
bagaimana pemanfaatan tanah desa harus diatur sekitar kota yang menjadi pasar, dan sektor
kehutanan berada di sekitar pusat kota (Reksohadiprojo, 2001:21). Selanjutnya terdapat
permasalahan yakni bagaimana mengintegrasikan ketiga kegiatan ekonomi agar berjalan
dengan baik efektif dan efisien sehingga membentuk suatu land scap ekonomi yang baik dan
menguntungkan semua pihak.
Selain terjadi pertumbuhan jumlah penduduk, selama kurun waktu tahun 2000 sampai
dengan 2010 di SIntang telah terjadi pergeseran kepadatan. Beberapa desa/kelurahan yang
pada tahun 2000 memiliki kepadatan tertinggi yaitu Kelurahan Kapuas Kanan Hilir dan
Ladang, dan penduduk terjarang di Desa Tanjung Kelansam. Sementara pada tahun 2010
kepadatan tertinggi terjadi di Desa Ladang dan Kapuas Kanan Hilirdan terjarang terjadi di
Desa Lalang Baru, sementara Baning Kota tetap diurutan ketiga kepadatan
penduduknya.Terjadinya pergeserankepadatan ini menandakan bahwa pertumbuhan kota
(urbaniasi) di Kota Sintang penyebarannya tidak proporsional dan berbeda di setiap daerah.
Berkembangnya perluasan Kota Sintang tidak membentuk radius yang simetris,
melainkan menyebar mengikuti arah alur sungai dan pembangunan jalan raya. Dalam sepuluh
tahun terakhir nampak sekali perubahan atau perkembangan aktifitas ekonomi di daerah-
daerah Kota Sintang diantaranya di sekitar Pasar tradisional Masuka Kelurahan Kapuas
Kanan Hilir, Arah Melawi Kelurahan Ladang, dan Museum Dara Juanti Kelurahan Kapuas
Kiri Hilir, dan Sungai Durian Kelurahan Kapuas Kanan Hulu.
Berkembangnya daerah tersebut juga dipicu dengan dibangunnya sarana-arana
penting oleh pemerintah dan pengembangan real estate, diantaranya terminal, pasar
tradisional, ruko-ruko dan kampus. Hal ini sesuai dengan pendapat Wunas (2000) dalam
Bahri (2007:36) bahwa ” Perkembangan suatu kawasan kota diawali dengan perluasan ke
arah sub urban diawali dengan pembangunan suatu sarana publik, misalnya pasar, kampus,
tempat perbelanjaan berskala regional maupun nasional, dan juga adanya wacana dari
pemerintah tentang pengembangan suatu kota, pembangunan jalan, pasar, mall dan
sebagainya.”
Penelitian ini mencoba membuat suatu kajian tentang dampak pertumbuhan kota
terhadap perubahan harga sewa tanah atau bangunan yangdikaitkan dengan teori pemanfaatan
dan tata guna tanah dengan pendekatan Teori Bid rent, dimana Kota Sintang saat ini telah
menjadi suatu kota yang maju dan cepat sekali perkembangannya.
Berdasarkan RTRW Kalbar (RTRW Kalbar Pasal 15 ayat 3) Kabupaten Sintang
masuk dalam Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) di Kalimantan Barat, termasuk juga Kota
Singkawang, Ketapang, dan Sanggau. Tidak menutup kemungkinan bahwa Sintang pada
waktu mendatang menjadi sebuah kota yang besar dan layak menjadi sebuah Ibukota
provinsi.Visi Pembangunan Kabupaten Sintang dalam RPJP tahun 2006-2026 adalah Kabupaten
Sintang yang Maju, Mandiri dan Sejahtera, dengan tetap mengacu pada pencapaian tujuan
nasional yaitu terciptanya masyarakat yang terlindungi, sejahtera dan cerdas serta berkeadilan.
Untuk itu maka diperlukan kebijakan dalam penanganan masalah pertumbuhan dan perluasan

2
kota ke depan.RTRW Kab Sintang Peraturan daerah Kabupaten Sintang Nomor 14 tahun
2000 tentang Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sintang.
Dalam Undang-Undang Nomor 25 tahun 2004 tenang pwrwncanaan pembangunan
nasional bahwa “Program Kewilayahan dan Lintas Wilayah adalah sekumpulan rencana kerja
terpadu antar Kementerian/Lembaga dan Satuan Kerja Perangkat Daerah mengenai suatu atau
beberapa wilayah, daerah, atau kawasan. Sebagaimana diamanatkan dalam UU No 26 tahun
2007 bahwa “Besarnya lingkup luas suatu kawasan memang perlu dilakukan desain
sedemikian rupa dalam bentuk penataan secara terencana dan terarah dengan tetap mengacu
pada prinsif, asas dan tujuan yang mendasarinya.
Adapun asas-asas dimaksud dalam konteks penataan ruang sebagaimana digariskan
pasal 2 dalam UU Nomor 26 tahun 2007 mengenai Penataan Ruang didasarkan pada;
keterpaduan, keserasian, keselarasan, keseimbangan, keberlanjutan, keberdayagunaan atau
keberhasilgunaan, keterbukaan, kebersamaan-kemitraan, pelindungan kepentingan umum,
kepastian hukum-keadilan, dan akuntabilitas. Sedangkan penyelenggaraan penataan ruang
bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan
berkelanjutan berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional..

1.2. Perumusan Permasalahan

Dampak perkembangan Kota Sintang dari tahun ke tahun menyebabkan peningkatan


harga tanah di dalam kota. Hal ini juga memicu terjadinya perluasan kota di sekitar pinggiran
kota (sub urban) yang pada mulanya sebagai tempat tinggal atau pemukiman yang kemudian
menjadi lokasi tempat usaha.Salah satu contoh kawasan suburban Kota Sintang yang terus
berkembang adalah Kawasan Pemukiman di Lokasi Museum Dara Juante, komplek
pertokoan jalan lintas Melawi Kelurahan Ladang, lokasi pasar Masuka, dan di kawasan
Sungai Durian.Penelitian ini akan menjawab permasalahan penelitian sebagai berikut:
“Bagaimana dampak perubahan harga tanah terhadap pertumbuhan tempat usaha dan tempat
tinggal penduduk di 4 lokasi kawasan di sekitar Museum Dara Juante Kelurahan Kapuas Kiri
Hilir, komplek pertokoan Jalan Lintas Melawi Kelurahan Ladang, lokasi tempat usaha Pasar
Masuka Kapuas Kanan Hilir, dan kawasan Sungai Durian Kelurahan Kapuas Kanan Hulu?
1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini, pertama adalah menganalisis perubahan harga tanah
perkotan serta pertumbuhan tempat usaha dan tempat tinggal atau pemukiman penduduk di 4
(empat) lokasi, yaitu Kelurahan Kapuas Kanan Hilir (kawasan di Pasar tradisional Masuka),
Kelurahan Ladang (Arah Melawi), dan Kelurahan Kapuas Kiri Hilir (Museum Dara Juanti),
dan Kelurahan Kapuas Kanan Hulu (kawasan Sungai Durian), serta menganalisis arah atau
sebaran spasial perluasan Kota Sintang.
1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan ataupun manfaat


terhadap berbagai pihak, diantaranya sebagai pengembangan ilmu pengetahuan penelitian ini
merupakan sumber referensi bagi kalangan akademis, sebagai bahan acuan dan referensi bagi

3
penelitian selanjutnya, juga diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi
pemerintah dalam pengambilan kebijakan dalam perencanaan pembangunan.

2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Hukum Permintaan, Penawaran dan Mekanisme Harga di Pasar

Permintaan, penawaran dan mekanisme harga di pasar merupakan dasar operasional


dari setiap kajian ilmu ekonomi. Terbentuknya harga suatu barang merupakan keseimbangan
kekuatan tarik menarik antara permintaan dan penawaran atas barang tersebut. Pasar dalam
ilmu ekonomi tidak hanya masalah tempat, tetapi dimana saja terjadi transaksi antara penjual
dan pembeli. Barang yang di transaksikan bisa berupa barang apapun, dan setiap barang
punya pasar sendiri-sendiri. Jika terjadi suatu transaksi, berarti sudah ada persetujuan kedua
belah pihak antara pembeli dan penjual mengenai harga dan volume.
2.2. Keseimbangan Harga Pasar

Pada kondisi pasar persaingan sempurna keseimbangan harga pasar terjadi apabila
antara pembeli dan penjual telah sepakat tentang harga dan volume. Dengan kata lain
persetujuan terjadi apabila apa yang di kehendaki pembeli sama dengan yang di kehendaki
penjual. Secara grafik keseimbangan antara permintaan dan penawaran dapat digambarkan
sebagai berikut.

Harga
S
i
P
P1 A B

i
P0
E
i
P2
C D

0 Q1 Qe Q2 Q(volume)

Sumber : Budiono (2015:45)

Gambar 2.1 Keseimbangan Harga Permintaan dan Penawaran

Dari gambar dapat diilustrasikan pada titik A dimana kuantitas atau volume barang
adalah Q1 tingkat harga yang dikehendaki penjual adalah P1 sedangkan tingkat harga yang
dikehendaki pembeli adalah P2 sehingga tidak terjadi keseimbangan harga, kemudian dengan
berbagai alasan terjadi tarik menarik antara kekuatan harga dari penjual dan pembeli

4
sehingga akhirnya terjadi keseimbangan harga di titik E dengan tingkat harga sebesar Po dan
jumlah kuantitas atau volume barang sebanyak Qe.
2.3. Teori Permintaan dan Penawaran Terhadap Tanah

Dalam kajian ilmu ekonomi selalu ada asumsi yang mendukung berlakunya hukum-
hukum ekonomi, dengan istilah cateris paribus yaitu suatu kondisi dimana faktor lain tidak
berubah atau tidak mempengaruhi. Harga Tanah adalah termasuk pengecualian dari dalil
umum tentang Hukum Pasar karena Tanah tidak dapat di Produksi atau di tambah jumlahnya
walaupun permintaan semakin tinggi. Permintaan yang semakin tinggi terhadap tanah hanya
menaikkan harga tanah karena tanah tidak dapat di tambah penawaranya, sebagaimana
diilustrasikan berikut ini.

Harga

i S
P
P2

i
i
P1 D2

D1

0 Q Q (tanah)

Sumber : Budiono (2015:49)

Gambar 2.2 Kurva Penawaran Harga Tanah yang Inelastis

Kurva penawaran tanah adalah inelastis sempurna karena kenaikan permintaan hanya
berakibat kenaikan harga pasar tanpa adanya kenaikan volume transaksi pasar. Pada ilustrasi
gambar 2.2 di atas dapat dijelaskan bahwa harga tanah hanya bisa naik dari P1 ke P2
sementara penawaran Q adalah tetap jumlahnya, sehingga tidak ada kemungkinan harga
tanah turun, dengan tetap berlaku asumsi cateris paribus.
2.4. Teori Lokasi dan Analisis Ekonomi Spasial

Teori Lokasi merupakan teori dasar yang sangat penting dalam analisis ekonomi
spasial di mana tata ruang dan lokasi kegiatan ekonomi merupakan unsur utama. Menurut
Sjafrizal (2012) “…teori lokasi memberikan kerangka analisis yang sistematis mengenai
pemilihan lokasi kegiatan ekonomi dan sosial, serta analisis interaksi antar wilayah. Teori
Lokasi tersebut menjadi penting dalam analisis ekonomi karena pemilihan lokasi yang tepat
akan dapat memberikan penghematan cukup besar dalam ongkos angkut dan biaya produksi
sehingga mendorong terjadinya efisiensi baik dalam bidang produksi maupun pemasaran.

5
Sedangkan interaksi antar wilayah akan dapat pula memengaruhi perkembangan bisnis yang
pada gilirannya akan dapat pula mendorong pertumbuhan ekonomi wilayah bersangkutan
(Sjafrizal,2012:21). Teori-tori lokasi diantaranya : Teori Weber, Teori Penentuan Lokasi
Christaller, Teori Nilai Lokasi Van Thunen.

2.5. Tori Nilai Lokasi Van Thunen

Teori Van Thunen melihat suatu lokasi dengan fungsi lahan dan harga yang juga
merupakan dasar dari Teori Bid Rent. Dalam Tori Lokasi Van Thunen pemanfaatan tanah
desa harus diatur sekitar kota yang menjadi pasar, dan untuk pengembangan wilayah, maka
sektor kehutanan berada di sekitar pusat kota, selanjutnya daerah pertanian/peternakan
ekstensif (Reksohadiprojo, 2001:21). Sektor kehutanan diletakan di lebih dalam dari daerah
pertanian dan peternakan, Pembagian spacial penggunaan lahan berdasarkan teori
penempatan Van Tunen jika dikaitkan dengan nilai harga sewa dan peruntukkan penggunaan
tanah/lahan menurut teori Van Thunen digambarkan sebagai berikut :

Retail
Manufacturing (Industri
Pergudangan)
Residential

Gambar 2.3 Fungsi Sewa Tanah dari Berbagai Penggunaan

Sumber : Adisasamita, 2005:100

Pada gambar tersebut pusat kota/pasar berada di titik O, harga sewa diwakili garis
vertikal OA, sedangkan jarak pada sumbu X (OD’). Tingginya tingkat atau harga sewa
ditunjukkan dengan tingkat kecuraman (gradien) garis A-A’ ; B-B’ ; C-C’ ; D-D’.

2.6. Teori Bid Rent

Teori Bidrent (sewa tawaran), merupakan pengembangan dari teori pemanfaatan


tanah yang dikemukakan oleh Van Thunen pada abad XIX (1783-1850) di Jerman (Tarigan,
2009). Teori bid rent pada dasarnya adalah metode penilaian harga tanah dikaitkan dengan
jarak dari pusat kota. Teori ini menyatakan bahwa biaya sewa untuk tanah yang dekat dengan
pusat kota atau pasar atau daerah industri (Business Distric Centre) akan lebih mahal dari
lokasi yang jauh dari kota atau pusat kegiatan ekonomi. Karena adanya ongkos angkut dari
pusat produksi ke pusat kota atau pasar.

6
Berdasarkan asumsi di atas Von Thunen membuat kurva hubungan sewa tanah
dengan jarak ke pasar sebagai berikut.
Sewa
Tanah

Sewa yang terjadi


dari hasil tawar
menawar

Pusat kota/
pasar
O Jarak dari Pusat
Kota/pasar

Gambar 2.4 Perbedaan tingkat sewa tanah sesuai jarak dari pusat kota/pasar
Sumber : Tarigan (2009:138)

Dari gambar tersebut terlihat bahwa tingkat sewa tanah adalah paling mahal di pusat
pasar dan makin rendah apabila makin jauh dari pasar. Berdasarkan perbandingan (selisih)
antara harga jual dengan biaya produksi, masing-masing ienis produksi memiliki kemampuan
yang berbeda untuk membayar sewa tanah. Makin tinggi kemampuannya untuk membayar
sewa tanah, makin besar kemungkinan kegiatan itu berlokasi dekat ke pusat pasar.

2.7. Landasan Empiris

Penelitian Saiful Bahri (2007), Hasil kajian evaluasi lokasi lahan industri di Kota
Kragilan dan variabel variabel yang mempengaruhinya dapat disimpulkan bahwa Kota
Kragilan cukup layak sebagai lokasi industri, namun karena lokasi industri berdekatan
dengan permukiman, dan terbatasnya lahan untuk pengembangan, direkomendasikan
perlunya suatu pembatasan lokasi baru, dan perlunya studi lebih lanjut mengenai kawasan
industri terpadu (industrial estate).
Penelitian lainnya adalah Lita Sari Barus, et all (2008). Hasil analisis diketahui bahwa
faktor – faktor yang mempengaruhi perubahan harga lahan di Kecamatan Pamulang adalah
penggunaan lahan, kependudukan, aksesibilitas dan kondisi jalan. Harga lahan di Kecamatan
Pamulang sampai tahun 2016 akan mencapai rata – rata Rp373.420/m.
Penelitian Wahyuningsih, Menik (2008), menyatakan bahwa pola nilai lahan
perkotaan di Kota Surakarta hampir sama dengan teori yang telah berkembang, dimana lokasi
yang memiliki nilai lahan yang sama atau diagram isovaluenya masih bisa digambarkan.
Sedangkan faktor-faktor penentu nilai lahan di Kota Surakarta terdiri dari empat faktor baru,
yaitu faktor prasarana jalan, faktor prasarana permukiman, faktor lokasi, dan faktor
transportasi.

7
3 METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan studi kasus di Kota Sintang Kabupaten Sintang Provinsi
Kalimantan Barat. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif dan survei. Penelitian
deskriptif adalah penelitian atau metode penelitian yang berusaha memecahkan masalah
berdasarkan kondisi dan data-data yang tersedia di lapangan. Menurut Nazir, (2003: 54)
penelitian deskriptif adalah metode yang digunakan dalam meneliti status kelompok manusia,
objek, kondisi, atau suatu pemikiran dengan tujuan untuk membuat deskripsi atau gambaran
secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar
fenomena.

3.2. Kerangka proses berfikir

Berdasarkan latar belakang,permasalahan, dan tinjauan penelitian, maka kerangka


proses berfikir/prosedurdalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Mengamati dan menelaah landasan teoritis yang berkaitan dengan teori lokasi dan
pemanfaatan lahan dalam pengembangan perkotaan.
2. Mengamati landasan empiris berupa penelitian terdahulu, regulasi berkaitan rencana
pengembangan tata ruang dan arah pengembangan kota Sintang baik di tingkat daerah,
provinsi, maupun nasional.
3. Mengamati, melakukan identifikasi dan pengumpulan data tentang peta penggunaan lahan
di Kabupaten Sintang.
3. Merumuskan model hubungan jarak lokasi dengan harga sewa tanah
4. Menganalisis pola pemanfaatan berdasarkan teori pemanfaatan tanah dalam
pengembangan kota.
5. Membuat kesimpulan dan rekomendasi kebijakan pemanfaatan lahan dalam upaya
pengembangan Kota di Kabupaten Sintang.

3.3. Kerangka Konseptual Penelitian

Kerangka Konseptual disusun sedemikian rupa sehingga hasil penelitian


mencerminkan kondisi yang representatif aplikatif dan rekomended terhadap teori yang
digunakan, digambarkan sebagai berikut :

8
PERUBAHAN HARGA/
SEWA TANAH/
BANGUNAN

PERTUMBUHAN
KOTA SINTANG

PERTUMBUHAN TEMPAT
USAHA DAN TEMPAT
TINGGAL (PEMUKIMAN)

Gambar 3.1 Kerangka Konseptual Penelitian

Dari kerangka konsep tersebut selanjutnya dilakukan analisis terhadap tiap-tiap distrik
(kelurahan) sehingga dari hasil identifikasi dan analisis mengenai perubahan harga
tanah/bangunan dan perubahan aktifitas ekonomi pada tiga lokasi sampel.
3.4. Jenis Data dan Sumber Data dan Sampel

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data skunder. Data
primer didapat dari hasil pengamatan, dan wawancara langsung terhadap penduduk, pejabat
pembuat akta tanah, Notaris, Lurah, Ketua RT, Broker Tanah, sedangkan data skunder
dikumpulkan dari berbagai publikasi instansi terkait di antaranya RPJM, RPJP ; Rencana
Detail Tata Ruang Kota Sintang ; peta dan data serta nilai atau harga lahan ; data
perkembangan usaha (industri, perdagangan) ; data penduduk.
Populasi (population) menurut Satori (2009:46) adalah objek atau subjek yang berada
pada suatu wilayah topik penelitian dan memenuhi syarat tertentu berkaitan dengan masalah
penelitian. Sedangkan sampel adalah bagian dari populasi yang diambil menurut prosedur
tertentu sehingga dapat mewakili secara keseluruhan populasi secara representatif.
Yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah seluruh kelurahan yang ada di
Kota Sintang Kalimantan Barat, sedangkan sampel diambil 4 lokasi yakni 2 lokasi yang
tingkat pertumbuhannya rendah yaitu lokasi Masuk (Kapuas Kanan Hilir) dan Museum
(Kapuas Kiri Hilir), dan 2 lokasi yang tingkat pertumbuhannya tingggi yaitu Lintas melawi
(kelurahan Ladang) dan kawasan Sungai Durian Kelurahan Kapuas Kanan Hulu. Adapun
sampel diambil dari beberapa kalangan sebagai informan diantaranya :
Tabel 3.1 Daftar Narasumber/Sampel Penelitian
No Profesi Jumlah
1 Notaris 1
2 Lurah 1
3 Broker Tanah 1
4 Ketua RT 3–5
5 Penduduk 5 – 20

9
Informasi yang didapat dari sampel atau informan tersebut adalah mengenai harga
tanah dan jumlah tempat usaha dari tahun ke tahun serta pertumbuhan atau perluasan Kota
Sintang.
3.5. Metode Analisis

1. Harga/Sewa Tanah/Bangunan

Dalam penelitian ini harga sewa atau harga jual tanah/bangunan adalah harga pasaran
yang berlaku berdasarkan survei langsung di lokasi, informasi didapat dari responden
(penduduk, notaris/PPAT, belukar/broker jual beli tanah). dianalisis dengan
mengelompokkan harga berdasarkan tahun dan lokasi, sehingga dapat diketahui
perkembagan harga tanah/bangunan menurut jarak dan pertumbuhan dari tahun ke tahun,
selama 10 tahun, dari 2005 sampai dengan 2015 pada keempat lokasi penelitian.
2. Pertumbuhan Tempat Usaha dan Tempat Tinggal

Adalah berubahnya suatu lokasi atau kawasan dari sebelumnya tumbuh menjadi
tempat usaha atau tempat tinggal. Untuk ini diidentifikasi dengan tumbuhnya pasar
tradisional, jumlah Ruko, Bank, Hotel, Pabrik, dan Rumah tempat tinggal penduduk. Dari
analisis ini dapat diketahui petumbuhan tempat usaha dan tempat tinggal pada empat lokasi
penelitian, dan pertambahan setiap tahunnya menurut jenis tempat usaha.
3. Arah Distribusi Pertumbuhan (Spasial)
Adalah pertumbuhan jumlah berdasarkan arah (spasial) pada ke empat lokasi. Dalam
analisa ini perkembangan harga tanah dan pertumbuhan tempat usaha diidentifikasi
berdasarkan proporsi atau persentase ke empat arah tersebut.
4. Definisi Operasional Variabel Penelitian
1. Harga/sewa tanah/bangunan, dalam teori pemanfaatan tanah, dinyatakan bahwa tanah
adalah termasuk aktiva fisik yang memiliki nilai. Suatu aktiva fisik bernilai karena aktiva
tersebut memberikan hasil (manfaat) selama periode tertentu yang disebut sewa.
Harga/sewa tanah – menurut Reksohadiprodjo (2001:25)-- ”adalah harga/nilai jasa yang
dihasilkan oleh tanah selama periode tertentu, misalnya satu tahun, lima tahun, oleh
karena itu sewa memiliki dua dimensi yakni yaitu waktu dan unit/luas.
2. Pertumbuhan Tempat Usaha dan Tempat Tinggal, meliputi jumlah tempat usaha yang
terjadi diantaranya : Pasar tradisional, Rumah toko (ruko), Bank/lembaga keuangan,
Hotel/penginapan, Pabrik/industri, Rumah tinggal, adalah bangunan yang diperuntukkan
untuk tempat tinggal penduduk.
3. Arah Distribusi Pertumbuhan (Spasial), adalah pertumbuhan jumlah berdasarkan arah
(spasial) pada ke empat lokasi

10
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil survei, wawancara dan observasi penulis langsungdi 4 lokasi
penelitian Kelurahan Kapuas Kanan Hilir (kawasan di Pasar tradisional Masuka), Kelurahan
Ladang (Arah Melawi), dan Kelurahan Kapuas Kiri Hilir (Museum Dara Juanti), dan
Kelurahan Kapuas Kanan Hulu (kawasan Sungai Durian), maka kondisi perkembangan kota
dan pertumbuhan harga tanah di empat lokasi survei diuraikan berikut ini.
4.1. Kawasan Pasar Tradisional Masuka (Kelurahan Kapuas Kanan Hilir)

4.1.1. Perkembangan Harga Tanah

Berdasarkan hasil observasi dan survei pada tahun 2015 harga tanah awalnya sebelum
ada pasar begitu murah dan tidak ada lonjakan yang berarti. Kemudian setelah dibangunnya
pasar dan adanya perluasan pemukiman, dan bertumbuhan toko-toko yang pada awalnya
banyak digunakan untuk gudang sementara toko penjualan yang ada di Kapuas kanan Hulu.
Kejadian ini terutama sejak tahun 2009, ketika itu pemerintah memindahkan pasar sayur
Sungai Durian yang berlokasi di kelurahan Kapuas kanan Hulu ke Masuka (Kelurahan
kapuas kiri Hulu) mulailah banyak spekulan/broker tanah, sehingga harga tanah di daerah ini
sejak tahun 2009 mulai melonjak. Dari hasil penelitian jika dihitung pertumbuhannya
selama sepuluh tahun mencapai 2.017% dan 776 % atau rata-rata 202% dan 78% per tahun.
Jika kita tampilkan dalam bentuk grafik perkembangan harga tanah di daerah ini selama 10
tahun terakhir dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2015 menunjukan trend yang sangat
tajam sebagaimana ditunjukkan pada gambar berikut ini.

Gambar 4.1 Trend Perkembangan Harga/Sewa Tanah dan Bangunan di Kelurahan


Kapuas Kanan Hilir/Sekitar Kawasan Pasar Masuka, Tahun 2005-2015

11
4.1.2. Pertumbuhan Tempat Usaha

Selain berdampak pada peningkatan harga tanah dan harga sewa bangunan,
pembangunan pasar tradisional ini juga telah memberikan dampak pada perkembangan
tempat-tempat usaha baru di daerah Masuka. Berdasarkan hasil survei dan pengamatan
beberapa tempat usaha dan fasilitas ekonomi yang ada di daerah Masuka Kelurahan Kanan
Hilir ini sebagaimana ditunjukkan pada tabel berikut ini.
Tabel 4.1 Jumlah Sarana Aktivitas Ekonomi Masyarakat di Kawasan Masuka
Kelurahan Kapuas Kanan Hilir, Tahun 2015
Pertum buhan Rata-rata
No Jenis 2005 2015
(%) Pertahun
1 Ruko siap pakai 5 55 1.000,00 1000,00
2 Ruko dan Tempat Tinggal 10 41 310,00 310,00
3 Gudang Barang 1 35 3.400,00 3.400,00
Kios-Kios Kecil (Dagangan
4 15 25 66,67 66,70
Sembarang)
5 Toko Sembako 7 24 242,86 242.90
6 Bengkel Motor/Toko Las 1 10 900,00 900,00
7 Warung Makan/Rumah Makan 5 6 20,00 20,00
Jumlah 5 207 848,50 848,50
Sumber : Data hasil survei Tahun 2015, diolah

Pada tabel 4.2 dapat dilihat bahwa pertumbuhan tempat usaha mencapai 848,50%
selama 10 tahun terakhir atau rata-rata 100% per tahun. Fasilitas paling banyak jumlahnya
adalah Ruko siap pakai (belum ditempati) dan yang paling tinggi pertumbuhannya adalah
Gudang Barang mencapai 3.400%. Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya bahwa
peningkatan pertumbuhan tempat usaha di daerah ini baru terjadi beberapa tahun terakhir
setelah dibangunnya pasar tradisional di daerah Masuka.
Selain itu di daerah ini terdapat fasilitas lainnya diantaranya tempat Praktek Dokter,
PAUD (Sekolah Anak Usia Dini), SD, Service Electro, ATM, Toko Kaca, Toko Bangunan,
Pangkalan LPG (Gas), Toko Kayu Olahan, Apotik, Cuci Motor, Losmen/Penginapan,
Loundry, dan terdapat satu buahSPBU.
4.2. Lokasi Arah Lintas Melawi Kelurahan Ladang (lokasi II)

4.2.1. Perkembangan Harga Tanah

Pertumbuhan harga tanah selama sepuluh tahun harga tanah di daerah ini mencapai
1.050% atau rata-rata 105% per tahun, dan untuk sewa kenaikannya hanya 201% dalam 10
tahun atau 20% per tahun. Untuk bangunan yang lebih luas harga sewa akan lebih mahal lagi,
dan yang luasnya di bawah angka tersebut harganya tentu akan di bawah harga tersebut.
Perkembangan harga tanah di daerah ini pada awalnya terlihat stabil dari tahun 2005 hingga
2012. Namun setelah tahun 2013 mulai melonjak drastis, seperti ditunjukkan pada gambar
berikut ini.

12
Gambar 4.2 Trend Perkembangan Harga/Sewa Tanah dan Bangunan di Kelurahan
Ladang/Sekitar Kawasan Lintas Melawi, Tahun 2005-2015

Perkembangan harga tanah di daerah lintas Melawi Kelurahan Ladang dari tahun
2005 hingga tahun 2015 terlihat relatif stabil setiap tahunnya. Berbeda dengan di daerah
Masuka yang trend nya sangat curam. Hal ini menandakan bahwa perkembangan harga tanah
di daerah ini relatif lambat dan normal dengan kenaikan rata-rata setiap tahun sebesar 85,32
% pertahun.
4.2.2. Pertumbuhan Tempat Usaha
Berdasarkan hasil survei dan pengamatan terdapat banyak fasilitas ekonomi di daerah
Lintas Melawi diketahui bahwa pertumbuhan tempat usaha di daerah Lintas Melawi
Kelurahan Ladang mencapai 231,48% per tahun jauh lebih rendah dari pertumbuhan di
daerah Masuka. Fasilitas paling banyak jumlahnya di daerah ini adalah Ruko atau bangunan
siap pakai (belum ditempati), sedangkan paling tinggi pertumbuhannya adalah perkantoran
baik perusahaan maupun pemerintahan mencapai 700% lebih selama 10 tahun.
Fasilitas lainnya yang ada di daerah ini terdapat Kantor Notaris, toko Optik, Apotik,
Tukang Jahit, Bengkel Kulkas, Klinik Pengobatan, Rumah Bersalin, Depot Air Isi Ulang,
Toko Sepeda, Industri Batako, Industri Meubel, SPBU, Masjid Raya, Asrama Haji,
Laboratorium, Photo Studio masing-masing satu buah.
4.3. Kelurahan Kapuas Kiri Hilir (sekitar Museum Dara Juanti)
4.3.1. Perkembangan Harga Tanah
Pertumbuhan harga tanah di daerah ini termasuk paling rendah yakni hanya 180%
selama 10 tahun atau rata-rata 18% per tahun, harga sewa bangunan 32% ata rata-rata 3,2%
per tahun. Jika kita perhatikan harga tanah di daerah ini relatif rendah dibandingkan daerah
lainnya. Pada tabel dapat dilihat bahwa kenaikan baru nampak terjadi mulai tahun 2009

13
sampai dengan 2015. Padahal jika dilihat jarak dari pusat kota daerah ini hanya rata-rata satu
kilometer dari pusat kota asal.
Dari hasil wawancara masyarakat berpendapat bahwa harga tanah di daerah ini relatif
lebih murah, hal ini dikarenakan antara lain :
1. Tidak adanya akses jalan,
2. Kurang mendapat perhatian dari pemerintah untuk mengembangkan daerah ini
3. Kurangnya fasilitas-fasilitas baik fasilitas ekonomi, sosial, pendidikan dan sebagainya.
4. Sebagian daerah ini terkadang merupakan daerah rawan banjir.

4.3.2. Pertumbuhan Tempat Usaha

Tabel 4.2 Jumlah Sarana Aktivitas Ekonomi Masyarakat di Kawasan Museum Dara
Juanti Kel. Kapuas Kiri Hilir, Tahun 2015
Pertumbuh
No Jenis Tempat Usaha 2005 2015
an(%)
1. Warung Minuman/Kopi (Ukuran Micro) 8 12 50,00
2. Toko Sembako 6 10 66,67
3. Perdagangan BBM di Lanting 4 6 50,00
4. Pedagang LPG (Gas Masak) 2 3 100,00
5. Pedagang Pulsa (Skala Kecil-Kecilan) 1 2 100,00
6. Penjual Tiket Kapal Laut/Pesawat 1 1 100,00
Jumlah 17 34 77,78
Sumber : Data hasil survei Tahun 2015, diolah

Pertumbuhan tempat usaha mencapai selama 10 tahun terakhir hanya 77,78%.


Fasilitas paling banyak jumlahnya adalah warung minuman atau warung kopi. Sebagaimana
telah dijelaskan sebelumnya bahwa daerah ini adalah daerah eksklusive yang kurang
berkembang dalam bidang ekonomi.
4.4. Kelurahan Kapuas Kanan Hulu (Kawasan Sungai Durian)

4.4.1. Pertumbuhan Harga Tanah

Kawasan Pasar Sungai Durian (Kelurahan Kapuas Kanan Hulu. Pusat pertumbuhan di
kawasan ini meliputi kawasan sekitar Sungai Durian, kawasan jalan MT Haryono, jalan
Kolonel Sugiono, jalan Letjen Katamso, jalan Sudirman, jalan D.I. Panjaitan, Jalan Wirapati,
dan jalan W.R.Supratman. Kawasan ini merupakan daerah yang sudah lama menjadi kawasan
tempat usaha.Secara historis awalnya usaha usaha itu berpusat berada di Jalan Katamso
kemudian semakin berkembang danmenyebar ke Jalan Kolonel Sugiono, JL. WR.
Supratman.Setelah Penuh TokoDaerah ini Menyebar ke JL.M.T. Haryono terutama setelah
dibangunnya jembatan Melawi pada tahun 1990.
Kondisi sekarang (tahun 2015) Jalan M.T. Haryono merupakan daerah dengan
perkembangan harga tanah maupun bangunan paling tinggi diantarakawasan-kawasan
lainnya. Berdasarkan hasil survei diketahui harga tanah di daerah ini antara Rp 1.000.000,-
hingga Rp11.000.000,-. per meter persegi.

14
Harga tanah di daerah ini semakin meningkat pesat, terutama yang terletak di lapisan
Pertama kurang lebih 25 meter dari tepi jalan raya, dan semakin ke dalam semakin rendah
harganya, begitu juga dengan harga sewa baik untuk tempat tinggal maupun tempat usaha,
namun tidak sepesat di daerah Masuka. Dari data pada tabel 4.7 dapat dihitung pertumbuhan
selama sepuluh tahun mencapai 361% atau 36,1% per tahun dan harga swea rata-rata 10%
per tahun.

4.4.2. Perkembangan Tempat Usaha

Jenis-jenis usaha yang banyak dilakukan di kawasan ini adalah pakaian jadi, toko
sepatu, elektronik/komputer, sembako/toko elpiji, cafe/kedai kopi, rumah makan, aiat dapur,
swalayan, toko pulsa/hp, optik, praktek dokter, toko sepeda, toko obat/bahan kecantikan,
meubel, bank, jasa keuangan lain, dealer motor, bengkel motor, hotel, toko bangunan/mesin-
mesin, depot air isi ulang, service electronik, toko emas, jasa maspot/kantor), salon,
rehab/proses pembangunan/kosong sementara, toko buku, tukang jahit, toko pertanian, dan
ikan asin/basah
Di kawasan ini juga terdapat beberapa Lembaga Keuangan non Bank, Toko Sembako,
Hotel, Kantor Pemerintah, Salon/Pangkas Pria, Sekolah (SD, SMP, SMA), Praktek Dokter,
Apotik/Optik, Dealer Mobil, Bengkel Mobil, Klinik Pengobatan/Laboratorium, Toko Buah,
Notaris, Sewa Kursi/Tenda, Helm/Asesoris, Tukang Jahit, Toko Obat, Puskesmas, Kursus
Computer, Bimbingan Belajar, ATK, Sepeda,Pijat Refleksi, Toko Alat Olah Raga, Toko
Meuble, Cuci Mobil/Motor, Kesegaran Jasmani/Aerobik, Rumah Sakit TNI, Asrama TNI,
Asrama Polisi, Depot Pertamina (Suplai Distribusi BBM), Grosir, Toko Sepeda, sarana
ibadah/Masjid, Lapangan Tenis, Toko Perhiasan Perak, Kantor POS, Toko Roti Kanar,
Meuble/Furniture, dan Depot Isi Ulang.
4.5. Arah Distribusi Spasial Pertumbuhan Kota Sintang
Jika kita komposisikan dari keempat lokasi, maka dapat kita lihat ke arah mana
perluasan Kota Sintang menyebar. Untuk ini dapat diidentifikasi dari pertumbuhan tempat
usaha, pemukiman, fasilitas ekonomi, sosial, maka arah perluasan kota menyebar ke empal
lokasi dengan persentase yang berbeda yaitu.
Tabel 4.3 Identifikasi Arah Distribusi Pertumbuhan (Spasial) Kota Sintang
Pemukiman, Fasilitas Pertumbuhan
Komposisi
No Arah Pertumbuhan (Spasial) Ekonomi dan Sosial dalam 10 tahun
(%)
Jumlah (%)
1 Lokasi I Masuka (Kanan Hilir) 221 848,50 63,20
2 Lokasi II Lintas Melawi (Kel. Ladang) 253 237,45 17,69
Lokasi III - Museum Dara Juanti (Kiri
3 34 77,78 5,79
Hilir)
4 Lokasi IV Sungai Durian (Kanan Hulu) 687 110,17 13,32
Jumlah 1.195 1.342,63 100
Sumber : Data Hasil Survei 2016, Diolah

Pada tabel dapat dilihat lokasi dengan komposisi pertumbuhannnya paling tinggi
adalah di Masuka atau 63,20% dari seluruh pertumbuhan jumlah fasilitas pada ke empat
lokasi. Sedangkan dilihat jumlah fasilitas Sungai Durian masih merupakan lokasi yang

15
terbanyak yakni mencapai 687 fasilitas atau 57,49%. Namun jika dilihat pertumbuhan Sungai
Durian hanya 13,32%.
Artinya bahwa distribusi spasial pertumbuhan Kota Sintang adalah 63,20% mengarah
ke Kelurahan Kapuas Kanan Hilir (Pasar Masuka). Kedua ke Kelurahan Ladang (17,69%),
ketiga Sungai Durian (13,32%) dan arah ke empat adalah ke Kelurahan Kapuas Kiri Hilir
(5,79%).
4.6. Pembahasan
Dari hasil penelitian diketahui bahwa terdapat perbedaan antara pertumbuhan dan
harga tertinggi. dimana daerah yang memiliki harga tanah tertinggi bukan lokasi yang
memiliki pertumbuhan tertinggi. Di Kelurahan Kapuas Kanan Hilir (Masuka) pertumbuhan
harga tanah tertinggi (122,58%), namun harga tanah di sini bukan tertinggi diantara empat
lokasi. Sebaliknya lokasi IV (kawasan Sungai Durian) harga tanah tertinggi mencapai rata-
rata Rp6.800.000 per meter persegi, namun pertumbuhan lebih rendah dari masuka, dan di
lokasi II (Kelurahan Ladang) rata-rata harga tanah Rp4.600.000, dan rata-rata pertumbuhan
sebesar 85%.
Kelurahan Kapuas Kiri Hilir (Museum Dara Juanti) rata-rata paling rendah yakni
hanya Rp120.500 per meter per segi dan pertumbuhan juga paling rendah yakni 33,10% per
tahun. Daerah ini adalah daerah dimana terdapat komunitas penduduk yang eksklusif,
banyak keturunan raja-raja dan bangsawan yang kurang maju dalam perekonomiannya,
namun hal tersebut bukan merupakan penyebab lambatnya perkembangan daerah ini, perlu
dilakukan penelitian untuk hal tersebut. Yang pasti bahwa kemajuan suatu daerah adalah
sebagai akibat dari adanya aktifitas ekonomi yang aktif dan dinamis di suatu daerah.
Tingginya pertumbuhan usaha perdagangan di Kota Sintang disebabkan karena
kondisi perekonomian yang sangat membutuhkan usaha perdagangan dimana sebagian besar
kebutuhan pokok masyarakat Kab Sintang sebagian besar didatangkan dari luar daerah
sehingga usaha distribusi dan perdagangan lebih dibutuhkan. Sementara penyebab lambatnya
pertumbuhan usaha industri mengingat masih keterbatasan sumber daya dan skill yang
mendukung. Berkembangnya daerah tersebut juga dipicu dengan dibangunnya sarana-arana
penting oleh pemerintah dan pengembangan real estate, diantaranya terminal, pasar
tradisional, ruko-ruko dan kampus. Hal ini sesuai dengan pendapat Wunas (2000) dalam
Bahri (2007:36) bahwa ” Perkembangan suatu kawasan kota diawali dengan perluasan ke
arah sub urban diawali dengan pembangunan suatu sarana publik, misalnya pasar, kampus,
tempat perbelanjaan berskala regional maupun nasional, dan juga adanya wacana dari
pemerintah tentang pengembangan suatu kota, pembangunan jalan, pasar, mall dan
sebagainya.”
Dari hasil penelitian juga menunjukkan bahwa daerah dengan pertumbuhan harga
tanah tertinggi ternyata memikiki pertumbuhan jumlah tempat usaha yang paling tinggi juga
di Kabupaten Sintang. Bahwa yang tertinggi pertumbuhan tempat usaha adalah lokasi I
(pasar Masuka), kedua adalah di Lokasi II (Lintas Melawi), dan yang ketiga adalah di lokai
IV (pasar Sungai Durian). Jika diperhatikan juga pada pertumbuhan harga tanah daerah-

16
daerah tersebut merupakan daerah tertinggi. Sementara di Lokasi III (Museum) merupakan
lokasi dengan pertumbuhan paling lambat baik tempat usaha maupun harga tanah.
Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian dan teori yang dikemukakan oleh
Berry dalam penelitian Wahyuningsih(2008), yang menyatakan bahwa nilai lahan
merupakan penilaian atas lahan secara ekonomi yang didasarkan pada kemampuan lahan
dalam hal produktivitas dan lokasinya. Teori mengenai nilai lahan mengalami perkembangan
mulai dari David Ricardo hingga B.J.Berry. Hal ini juga didukung oleh teori menurut Berry
yang menyatakan bahwa pola nilai lahan dipengaruhi oleh keberadaan perpotongan radial
road dan ring road. Perpotongan tersebut disebut puncak kecil (mini peaks) sedangkan pusat
kota merupakan puncak utama (grand peak). Nilai lahan paling tinggi di pusat kota dan akan
menurun berdasarkan fungsi jarak dari pusat kota, namun pada mini peaks pola nilai lahan
akan mengalami perubahan. Mini peaks meskipun tidak berada di pusat kota, menurut Berry
akan memiliki nilai lahan yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan lokasi yang lebih dekat
dengan pusat kota.
Jika kita perhatikan pusat pertumbuhan yang uatama adalah kawasan pasar sungai
durian, sementara daerah pertumbuhan tertinggi adalah pasar masuka, sehingga penulis
berpendapat bahwa Teori Bidrent tidak berlaku disini. Harga tertinggi memang masih di
sungai durian namun bukan tidak mungkin suatu saat nanti masuka akan lebih mahal jika
pertumbuhannya stabil dalam jangka panjang.
Pada dasarnya teori bidren hanya berlaku secara lokal pada satu titik pusat
pertumbuhan tertentu, tidak berlaku jika dikaitkan dengan perkembangan suatu kota dewasa
ini.Teori bidrent hanya berlaku pada titik-titik pertumbuhan tertentu, jadi dalam konteks
radius tertentu. Dengan demikian maka untuk mengembangkan suatu kota dapat dibuat pusat-
pusat perumbuhan yang baru dan di setiap titik tersebut akan berlaku teori bidrent.
Sebagaimana telah dikemukakan bahwa asumsi umum dalan teori penggunaan lahan wilayah
perkotaan adalah bahwa wilayah perkotaan muncul sebagai daerah yang datar pada asuatu
titik terdapat sebuah CBD. Dan diasumsikan pula bahwa perkotaan tersebut berbentuk bulat
yang pada pusatnya terdapat sebuah CBD.

5. KESIMPULAN

5.1. Kesimpulan
1. Harga tanah perkotan paling tinggi adalah di daerah Kelurahan Kapuas Kanan Hulu
terutama kawasan Jalan MT Haryono dan sekitarnya. Harga tanah di daerah ini antara Rp
1.500.000,- hingga Rp11.000.000,- per meter persegi dengan rata-rata pertumbuhan
47,80%. Jika dilihat rata-rata pertumbuhan pertahun selama 10 tahun tertinggi adalah di
daerah Kelurahan Kapuas Kanan Hilir (kawasan di Pasar tradisional Masuka) mencapai
122%,Tertinggi kedua adalah di kawasan Kelurahan Ladang (kawasan Lintas
Melawi),ketiga diKelurahan Kapuas Kanan Hilir (kawasan di Pasar tradisional
Masuka)dan tertinggi ke empat di kawasan Kelurahan Kapuas Kiri Hilir
(Museum).Meningkatnya harga tanah sebagai akibat dari perkembangan atau

17
pertumbuhan kota itu sendiri yang diikuti oleh tumbuhnya pemukiman penduduk dan
tempat-tempat usaha serta fasilitas ekonomi, bank, hotel, pendidikan, kesehatan, dan
sarana sosial lainnya.
2. Arah distribusi spasial pertumbuhan kota Sintang tidak membentuk pola simetris terhadap
kota asal melainkan berkembang mengikuti pertumbuhan jumlah tempat usaha dan harga
tanah. Dari hasil penelitian diketahui distribusi spasial pertumbuhan Kota Sintang adalah
63,20% mengarah ke Kelurahan Kapuas Kanan Hilir (Pasar Masuka). Kedua ke Kelurahan
Ladang (17,69%), ketiga Sungai Durian (13,32%) dan arah ke empat adalah ke Kelurahan
Kapuas Kiri Hilir (5,79%). Artinya bahwa teori Bdrent hanya berlaku pada satu titik
tertentu, tidak berlaku jika dikaitkan dengan perkembangan suatu kota yang tidak simetris,
karena di suatu kota terdapat banyak pusat-pust pertumbuhan baru.

5.2. Saran

1. Secara alami perkembangan suatu kota sebagai akibat dari aktivitas manusia yang selalu
mencari kehidupan yang lebih baik dari sisi ekonomi, pendidikan, kesehatan, sehingga
dalam pengembnangan suatu kota dapat dilakukan dengan membuat perencanaan
pengembangan yang berfokus pada pengembangan ekonomi, pendidikan, kesehatan
dengan dibangun pusat-pusat pertumbuhan baru dengan membangun fasilitas-fasilitas
ekonoi, pendidikan, kesehatan, dan pemerintahan.
2. Walaupun dalam pertumbuhan suatu kota terjadi secara alami di dasarkan pada
mekanisme pasar sebagaimana di jelaskna dalam teori Bid-rent sebagai factor penentu
utama, namun demikian ini tidak berarti bahwa penggunaan lahan tidak perlu di atur oleh
pemerintah kota bersangkutan, mengingat lahan yang tersedia di daerah perkotaan
umumnya sangat terbatas dan mekanisme pasar tersebut kenyataannya tidak selalu bekerja
baik, maka pengaturan penggunaan lahan oleh pemerintah tetap perlu dilakukan untuk
menjaga efiensi penggunaan lahan dan sekaligus untuk menjaga kualitas lingkungan hidup
wilayah perkotaan.
3. Sesuai dengan ketentuan Undang-Undang tata ruang yang berlaku untuk daerah perkotaan,
pengaturan penggunaan lahan daerah secara umum dilakukan melalui penyusunan dan
penetapan rencana Ruang Wilayah (RTRW). Termasuk dalam RTRW ini adalah
penentuan zoning yang juga dapat digunakan sebagai alatuntuk pengaturan tata ruang.
Selain itu pemerintah kota juga diwajibkan oleh Undang-Undang untuk menyusun
Rencana Detail Tata Ruang Kota (RDTRK) yang lebih bersifat Rinci mencakup seluruh
cabang jalan pada kota bersangkutan. Bahkan selanjutnya pemerintah kota juga
diwajibkan pula menyusun Rencana Teknik Ruang Kota (RTRK) yang sangat rinci dan
bersifat teknis yang sekaligus dapat menggambarkan lahan yang telah dipergunakaan
untuk masing-masing kegiatan. Dengan adanya ketiga dokumen perencanaan ruang
tersebut akan dapat dilakukan pengaturan dan pengawasan penggunaan lahan daerah
perkotaan secaraa terarah.

18
DAFTAR PUSTAKA
Bahri, Saiful (2007) Evaluasi Lokasi Lahan Industri di Kota Kragilan Kabupaten Serang,
Tesis Magister teknik pembangunan wilayah dan kota konsentrasi perencanaan
pembangunan wilayah dan kota program pascasarjana magister teknik pembangunan
wilayah dan kota Universitas Diponegoro Semarang.
Barus, Lita, Sari, et all (2008), Identifikasi Peranan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Harga Lahan di Kelurahan Pondok Benda dan Benda Baru Kecamatan
Pamulang, Tesis Jurusan Teknik Planologi - Universitas Esa Unggul, Jakarta.(tidak
dipublikasikan).
BPS Kabupaten Sintang (2013),Kecamatan Sintang Dalam Angka 2013.
Reksohadiprodjo, Sukanto (2001)Ekonomi Perkotaan, Edisi IV, BPFE Yogakarta.
Richardson, Harry, W (2001)Dasar-Dasar Ekonomi Regional, Edisi Revisi, Lembaga
Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta.
Adisasmita, Rahardjo (2005)Dasar-Dasar Ekonomi Wilayah, Edisi Pertama, Graha Ilmu,
Yogyakarta.
Adisasmita, Rahardjo (2005)Pembangunan Ekonomi Perkotaan, Edisi Pertama, Graha
Ilmu, Yogyakarta.
Adisasmita, Rahardjo (2008) PengembanganWilayah : Konsep dan Teori, Edisi Pertama,
Graha Ilmu, Yogyakarta.
Kuncoro, Mudrajad, (2002), Analsis Spasial dan Regional, (Studi Aglomerasi & Kluster
Industri di Indonesia), UPP-AMP-YPKN Yogyakarta
Nazir, Muhammad (2003)Metode Penelitian,Jakarta: Ghalia Indonesia.
Pratama, Ary, et all (2008)Pemodelan dan Pembangunan Sistem Informasi Zona Nilai
Tanah: Studi Kasus di Kota Bandung, Tesis Jurusan Teknik Geodesi, Institut
Teknologi NasionalBandung (tidak dipublikasikan).
Wahyuningsih, Menik (2008) Pola dan Faktor Penentu Nilai Lahan Perkotaan di Kota
Surakarta Tugas Akhir, Tesis Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas
Teknik Universitas Diponegoro Semarang.
Yunus, Hadi Sabari (2002)Struktur Tata Ruang Kota. Yogjakarta: Pustaka Pelajar.
Sari, Dewi, Kania, et all (2009), Pemodelan Harga Tanah Perkotaan, Menggunakan
Metode Geostatistika, (Daerah Studi: Kota Bandung),Tesis Jurusan Teknik Geodesi
– FTSP Institut Teknologi Nasional.
Sjafrizal, (2012)Ekonomi Wilayah dan Perkotaan, Edisi 1, Jakarta, Rajawali Grafindo
Persada.
Satori, Djam’an, at all, (2009)Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung, Alfabeta, CV.
Sugiyono, (2007), Metode Penelitian Bisnis, Alfabeta, Bandung.
Suparmoko (2001), Ekonomi Publik untuk Keuangan dan Pembangunan Daerah, Edisi
Pertama, ANDI, Yogyakarta.
Tarigan, Robinson (2009), Ekonomi Regional, Edisi ke V/Revisi, Bumi Aksara, Jakarta.
Republik Indonesia (1992), Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas

19
dan Angkutan Jalan Raya, Jakarta.
----------------(2004) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2004 Tentang
Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Jakarta.
---------------- (2007), UU Nomor 26 tahun 2007 mengenai Penataan Ruang. Jakarta.
Provinsi Kalimantan Barat (2011), Perda No 11 tahun 2011 tentang RTRW Provinsi Kalbar
Tahun 2011-2030,Pontianak
-----------------(2004) Peraturan Daerah Propinsi Kalimantan Barat Nomor 5 Tahun 2004
Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Kalimantan Barat, Pontianak.
Pemerintah Kabupaten Sintang (2000) Perda Nomor 14 tahun 2000 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Kabupaten Sintang, Sintang.
-------------- (2010), Perda Nomor .... Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Kabupaten Sintang
---------------(2010) Peraturan Daerah Kabupaten Sintang Nomor 5 Tahun 2010 Tentang
Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Pelaksanaan Musyawarah
PerencanaanPembangunan Kabupaten Sintang, Sintang.

20

You might also like