Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 15

SARAH FADHILLA

ANALISIS YURIDIS PROSES PEMERIKSAAN


NOTARIS OLEH MAJELIS PENGAWAS DAERAH
KOTA LANGSA TERHADAP PELANGGARAN
PELAKSANAAN JABATAN NOTARIS
SARAH FADHILLA
Komplek Abadi Palace, Medan – Sumatera Utara
Email : Sarahfadhilla00@gmail.com

Abstract
Notarial authority to make evidence has caused the deeds he draws to be perfect
so that it will not decrease/eliminate their authenticity. People should trust a notary;
therefore he has to be monitored. Regional Supervisory Council (MPD) is established by
the Minister to supervise a notary in doing his job in the first phase. There are some
violations against UUJN and KEN done by some of the notaries at Langsa; therefore, the
MPD of Langsa plays an important role in decreasing the number of violations. The
research problems are how about the regulation on the process of examining notaries by
MPD toward their violations, how about the practice of examining them, and how about
the procedure of MPD in recommending sanction for MPW on notaries who violate
against their job.
The result of the research shows that the regulation on the process of examining
a notary by MPD is stipulated in UUJN, Permenkumham No. M.02.PR.08.10/2004,
Permenkumham No. 40/2015, and Kepmenkumham No. M.39-PW.07.10/2004. In
practice, MPD of Langsa examines and supervises notaries by visiting their offices or
waiting for their regular report. It is found that there are 4 (four) violations having been
examined by MPD of Langsa in the period of 2015-2018. MPD of Langsa makes a report
regularly and incidentally to MPW of Aceh Province about what has happened in the
field, along with recommendation for sanction on notaries who have violated against
their job. The conclusion is that there are many regulations on examining a notary. MPD
of Langsa has examined and supervised notaries even though they are not maximal. Its
also reports about what has happened in the field, along with recommendation of
sanction on notaries who have violated their job. It is recommended that the Government
establish independent MPD. MPD of Langsa should develop and supervise regularly and
directly. It should also be objective in giving recommendation about sanction imposed on
notaries.
Keywords: Regional Supervisory Council, Violation against Job Implementation,
Examining Notary

PENDAHULUAN
Notaris merupakan pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta
autentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan penetapan yang diharuskan
oleh suatu peraturan umum atau oleh yang berkepentingan. Semua perbuatan,
perjanjian dan penetapan tersebut dikehendaki untuk dinyatakan dalam suatu akta
autentik, untuk dijamin kepastian tanggalnya, disimpan aktanya dan diberikan
grosse, salinan dan kutipannya. Hal ini sepanjang pembuatan akta itu oleh suatu
peraturan umum tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat atau

1
SARAH FADHILLA

orang lain.1 Notaris diberi wewenang oleh undang-undang untuk menciptakan alat
pembuktian yang mutlak, dalam pengertian bahwa apa yang tersebut dalam akta
autentik itu pada pokoknya dianggap benar.2 Segala sesuatu yang ditulis serta
ditetapkannya adalah benar, ia adalah pembuat dokumen yang kuat dalam suatu
proses hukum.3 Hal ini sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1868 dan Pasal 1870
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Notaris sepatutnya bekerja berdasar pada asas memberikan dan menjamin
adanya rasa kepastian hukum bagi masyarakat. Akta yang dibuat dihadapan
notaris harus terlepas dari segala hal yang berkaitan dengan pemalsuan data, yaitu
baik berupa dokumen, surat, ataupun keterangan yang akan mengurangi bahkan
dapat menghilangkan nilai autentisitas atas akta yang dibuatnya. Kekeliruan atas
akta yang dibuat notaris dapat menyebabkan tercabutnya hak seseorang atau
terbebaninya seseorang atas suatu kewajiban. Maka sebab itu notaris dalam
melakukan pekerjaannya dituntut untuk memiliki keahlian khusus dengan
pengetahuan yang luas, serta tanggung jawab yang berat untuk melayani
kepentingan umum dalam bidang hukum perdata.4
Undang-undang yang mengatur tentang notaris secara khusus adalah
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris juncto Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30
Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (untuk selanjutnya disebut dengan Undang-
Undang Jabatan Notaris). Dalam Undang-Undang Jabatan Notaris ini diantaranya
diatur mengenai hal-hal yang dilarang, diwajibkan, dan diwenangkan kepada
notaris dalam menjalankan jabatannya, dan juga mengenai pengawasan dan
ketentuan sanksi terhadap notaris.
Notaris juga memiliki pedoman lainnya dalam menjalankan jabatannya,
yaitu Kode Etik Notaris. Kode Etik Notaris adalah tuntunan, bimbingan, pedoman
moral atau kesusilaan notaris baik selaku pribadi maupun pejabat umum yang
diangkat oleh pemerintah dalam rangka memberikan pelayanan kepada
masyarakat umum khususnya dalam bidang pembuatan akta.5 Uraian mengenai
Kode Etik Notaris antara lain meliputi etika kepribadian notaris, etika melakukan
tugas jabatan, etika pelayanan terhadap klien, etika hubungan sesama rekan
notaris, dan etika pengawasan terhadap notaris.6
Selain Undang-Undang Jabatan Notaris dan Kode Etik Notaris, terdapat
aturan lain yang menjadi pedoman bagi notaris yang merupakan perintah dari
Undang-Undang Jabatan Notaris yaitu Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi

1
Habib Adjie, Hukum Notaris Indonesia, Tafsir Tematik Terhadap UU No. 30 Tahun 2004
Tentang Jabatan Notaris Cetakan Pertama, Refika Aditama, Bandung, 2008, h. 13 (selanjutnya
disebut Habib Adjie 1)
2
R. Soegondo Notodisoerjo, Hukum Notariat di Indonesia: Suatu Penjelasan, PT Raja
Grafindo, Jakarta, 1993, h. 43.
3
Tan Thong Kie, Studi Notariat dan Serba-Serbi Praktek Notaris, Cetakan Kedua, PT. Ichtiar
Baru van Hoeve, Jakarta, 2011, h. 444.
4
Marthalena Pohan, Tanggunggugat Advocaat, Dokter, dan Notaris, Bina Ilmu, Surabaya,
1985, h. 32.
5
Liliana Tedjosaputro, Etika Profesi Notaris dalam Penegakan Hukum Pidana, Bigraf
Publishing, Yogyakarta, 1995, h. 4.
6
Abdulkadir Muhammad, Etika Profesi Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1997, h. 82.

2
SARAH FADHILLA

Manusia Republik Indonesia Nomor M.02.PR.08.10. Tahun 2004 tentang Tata


Cara Pengangkatan Anggota, Pemberhentian Anggota, Susunan Organisasi, Tata
Kerja dan Tata Cara Pemeriksaan Majelis Pengawas Notaris juncto Peraturan
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 40 Tahun
2015 tentang Susunan Organisasi, Tata Cara Pengangkatan Anggota,
Pemberhentian Anggota dan Tata Kerja Majelis Pengawas, Keputusan Menteri
Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.39-PW.07.10.
Tahun 2004 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Majelis Pengawas Notaris,
Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 61
Tahun 2016 tentang Tata Cara Penjatuhan Sanksi Administratif Terhadap Notaris
sebagai perintah dari Pasal 81 Undang-Undang Jabatan Notaris.
Adanya kewenangan yang diberikan oleh undang-undang dan kepercayaan
dari masyarakat yang dilayani menjadi suatu dasar tugas dan fungsi notaris dalam
lalu lintas hukum.7 Dari sini, maka notaris dirasa perlu untuk diawasi agar
kemungkinan terjadinya penyimpangan dalam menjalankan jabatannya yang tidak
sesuai dengan koridor hukum dan kode etik profesinya serta penyalahgunaan
kewenangan atau kepercayaan yang diberikan pada notaris dapat terhindari.8
Tujuan dilakukannya pengawasan ini agar notaris dalam menjalankan
jabatannya akan memenuhi semua persyaratan yang diharuskan untuknya demi
pengamanan kepentingan masyarakat. Pengawasan juga dimaksudkan untuk
menjamin pengamanan dari kepentingan umum terhadap para notaris yang
menjalankan jabatannya secara tidak bertanggung jawab, tidak mengindahkan
nilai-nilai dan ukuran-ukuran etika, serta melalaikan keluhuran dari martabat dan
tugas jabatannya.9 Hal ini karena notaris diangkat oleh pemerintah, bukan untuk
kepentingan diri notaris sendiri saja melainkan juga untuk kepentingan
masyarakat yang dilayaninya. 10 Setiap pengawasan terdapat fungsi pembinaan dan
perlindungan. Tanpa pembinaan maka pengawasan akan menjadi unsur yang
kontra-produktif. Begitupun dengan perlindungan, khususnya berkaitan dengan
asas praduga tidak bersalah dan posisi notaris sebagai pejabat umum yang sedang
melaksanakan tugas negara. Hal ini agar fungsi pengawasan bisa bersinergi
dengan fungsi pembinaan dan perlindungan guna menciptakan insan notaris yang
semakin professional dan luhur.11
Majelis Pengawas Notaris berwenang melakukan pengawasan dan
pemeriksaan terhadap pelanggaran jabatan notaris dan kode etik jabatan notaris
yang berkaitan langsung dengan masyarakat yang menggunakan jasa notaris. 12
Selain itu, Majelis Pengawas Notaris berwenang pula untuk menerima laporan
langsung dari masyarakat atas dugaan terjadinya pelanggaran jabatan maupun

7
Sjaifurrachman, Aspek Pertanggungjawaban Notaris dalam Pembuatan Akta, CV. Mandar
Maju, Bandung, 2017, h. 229-230.
8
Ibid., h, 230.
9
G.H.S. Lumban Tobing, Peraturan Jabatan Notaris, Erlangga, Jakarta, 1999, h. 303.
(selanjutnya disebut G.H.S. Lumban Tobing 1)
10
Ibid., h. 25.
11
Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia, 100 Tahun Ikatan Notaris Indonesia: Jati Diri
Notaris Indonesia Dulu, Sekarang, dan di Masa Datang, PT Gramedia Pustaka, Jakarta, 2008, h.
230.
12
Sjaifurrachman, Op. Cit., h. 262.

3
SARAH FADHILLA

kode etik yang dilakukan notaris untuk selanjutnya digunakan sebagai bahan
pertimbangan dalam menentukan kebijakan terhadap notaris yang diduga telah
melakukan pelanggaran tersebut.13
Majelis Pengawas Daerah merupakan salah satu lembaga yang dibentuk
oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia untuk mengawasi notaris dalam
pelaksanaan jabatannya untuk tingkat pertama yang berada di tingkat
kabupaten/kota. Selain itu, Majelis Pengawas Wilayah di tingkat ibu kota
provinsi, dan Majelis Pengawas Pusat di tingkat ibu kota negara, yaitu
sebagaimana diatur dalam Pasal 69 ayat (1), Pasal 72 ayat (1) dan Pasal 76 ayat
(1) Undang-Undang Jabatan Notaris.
Banyak aturan yang dapat menjadi pedoman bagi para notaris untuk
menjalankan jabatannya, bahkan undang-undang juga telah membentuk lembaga
pengawas untuk melakukan pengawasan kepada notaris dengan harapan agar
notaris dapat menjalankan jabatannya dengan berdasarkan pada koridor hukum
yang berlaku. Namun demikian, jika di lihat dalam praktiknya masih terdapat
banyak kendala yang menjadi faktor penyebab sehingga pelanggaran-pelanggaran
di kalangan notaris sering terjadi.
Sebagaimana setelah dilakukan penelitian awal (pra-penelitian), diketahui
bahwa terdapat dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh beberapa notaris.
Pelanggaran tersebut berupa pelanggaran Undang-Undang Jabatan Notaris dan
ada pula pelanggaran Kode Etik Notaris. Pelanggaran-pelanggaran yang dimaksud
diantaranya yaitu tidak membuka kantor lebih kurang 2 (dua) tahun berturut-turut
lamanya tanpa permohonan cuti dan tidak melakukan aktivitas sebagaimana yang
diperintahkan undang-undang bagi notaris, tidak mengusulkan permohonan
penetapan notaris pengganti kepada Majelis Pengawas Daerah, dan notaris yang
melakukan tindak pidana korupsi saat menjadi anggota legislatif pada saat sedang
mengambil cuti sementara dari profesi notaris, sehingga notaris tersebut dijatuhi
hukuman dengan ancaman pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.14
Mengingat sedikitnya jumlah notaris yang ada di Kota Langsa, namun
pelanggaran yang terjadi di kota tersebut tidak sedikit, maka Majelis Pengawas
Daerah dalam hal ini terkait dengan proses pemeriksaan terhadap notaris ditinjau
dari fungsi pengawasan yang menjadi tugas, pokok dan fungsi Majelis Pengawas
Daerah memiliki peran yang sangat besar. Pembinaan dan pengawasan yang
diberikan Majelis Pengawas Daerah kepada notaris merupakan bagian terpenting
yang harus diperhatikan untuk mengurangi jumlah pelanggaran yang terjadi
dikalangan notaris.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian lebih lanjut mengenai proses pemeriksaan yang dilakukan oleh Majelis
Pengawas Daerah dalam menangani dugaan pelanggaran Undang-Undang Jabatan
Notaris yang dilakukan oleh notaris dalam menjalankan jabatannya. Sehingga
pokok permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut :
1. Bagaimana aturan hukum mengenai proses pemeriksaan notaris oleh Majelis
Pengawas Daerah terhadap pelanggaran pelaksanaan jabatan notaris?
13
Ibid., h. 271.
14
Hasil wawancara dengan Arif Budiman, selaku Sekretaris Majelis Pengawas Daerah di
Kota Langsa Periode 2015-2018, pada hari Kamis tanggal 11 Oktober 2018.

4
SARAH FADHILLA

2. Bagaimana proses pemeriksaan notaris oleh Majelis Pengawas Daerah Kota


Langsa terhadap pelanggaran pelaksanaan jabatan notaris dalam praktiknya?
3. Bagaimana prosedur Majelis Pengawas Daerah Kota Langsa dalam
memberikan rekomendasi sanksi kepada Majelis Pengawas Wilayah terhadap
notaris yang melakukan pelanggaran pelaksanaan jabatannya?

METODE PENELITIAN
Jenis penelitian tesis ini adalah perpaduan antara penelitian yuridis
normatif dan yuridis empiris. Penggunaan dualisme jenis penelitian hukum ini
untuk menjawab permasalahan aturan hukum mengenai proses pemeriksaan yang
dilakukan Majelis Pengawas Daerah yang datanya dicari melalui studi pustaka
dan menjawab permasalahan proses pemeriksaan dan prosedur yang dilakukan
Majelis Pengawas Daerah yang datanya dicari melalui penelitian lapangan yang
kemudian dianalisis juga dengan data dari studi pustaka. Selanjutnya sifat
penelitiannya yaitu deskriptif analitis, yang mana proses pemeriksaan yang
dilakukan oleh Majelis Pengawas Daerah terhadap pelanggaran pelaksanaan
jabatan notaris sebagai objek dari penelitian ini.
Lokasi penelitian tesis ini, yaitu wilayah kerja Majelis Pengawas Notaris
Daerah yang mengawasi notaris di Kota Langsa. Populasi pada penelitian ini
adalah Majelis Pengawas Daerah Kota Langsa dan notaris yang berkedudukan dan
melaksanakan jabatannya di wilayah Kota Langsa. Sampel dalam penelitian ini
yaitu 1 (satu) orang anggota Majelis Pengawas Daerah Kota Langsa sebagai
informan dan 3 (tiga) orang notaris yang berkedudukan dan melaksanakan
jabatannya di wilayah Kota Langsa sebagai responden.
Jenis data dalam penelitian ini mengacu pada perpaduan antara data primer
dengan dukungan dari data sekunder, sedangkan sumbernya berasal dari data
primer didukung oleh data sekunder. Demi mendapatkan data yang diperlukan
secara optimal, teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
yaitu studi kepustakaan (library research) dan studi lapangan (field research),
dengan alat pengumpulan datanya berupa pedoman wawancara dan studi
dokumen (observasi).
Analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode pendekatan
kualitatif. Penelitian dengan menggunakan metode kualitatif bertolak dari asumsi
tentang realitas atau fenomena sosial bersifat unik dan menyeluruh. 15 Data
sekunder yang diperoleh dari penelitian kepustakaan dan data primer yang
diperoleh dari penelitian lapangan, kemudian dikumpulkan dan dikelompokkan
sesuai dengan data yang sejenis. Selanjutnya ditarik kesimpulan dengan
menggunakan metode berpikir deduktif, yaitu cara berpikir yang dimulai dari hal-
hal yang umum untuk selanjutnya menarik hal-hal yang khusus, dengan
menggunakan ketentuan berdasarkan pengetahuan umum seperti teori-teori, dalil-
dalil, atau prinsip-prinsip dalam bentuk proposisi-proposisi untuk menarik
kesimpulan terhadap fakta-fakta yang bersifat khusus.

15
Burhan Bungin, Analisa Data Penelitian, Pemahaman Filosofis, dan Metodelogi Kearah
Pengusaha Modal Aplikasi, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003, h. 53.

5
SARAH FADHILLA

PEMBAHASAN
Pengawasan merupakan tindakan yang bertujuan untuk mengendalikan
sebuah kekuasaan yang dipegang oleh pejabat administrasi negara (pemerintah)
yang cenderung disalahgunakan, tujuannya untuk membatasi pejabat administrasi
negara agar tidak menggunakan kekuasaan diluar batas kewajaran yang
bertentangan dengan ciri negara hukum, untuk melindungi masyarakat dari
tindakan diskresi pejabat administrasi negara dan melindungi pejabat administrasi
negara agar menjalankan kekuasaan dengan baik dan benar menurut hukum atau
tidak melanggar hukum.16
Notaris sebagai pejabat umum yang menjalankan tugas dan jabatan yang
berhubungan dengan kepercayaan dari masyarakat akan suatu akta sebagai
pembuktian yang sempurna dituntut harus professional dalam menjalankan
tugasnya. Namun sebagaimana layaknya manusia, notaris juga dapat melakukan
kesalahan karena beberapa faktor yang menyebabkan notaris akhirnya tidak
menjalankan jabatan sesuai dengan aturan yang berlaku. Oleh karena tugas notaris
menyangkut hajat hidup orang banyak, maka undang-undang menunjuk suatu
badan yang dipercaya untuk melakukan pengawasan dalam dunia notaris yang
ditugaskan untuk mengawasi notaris dalam berperilaku yang disebut Majelis
Pengawas Notaris.
Pasal 67 Undang-Undang Jabatan Notaris menegaskan bahwa pengawasan
terhadap notaris dilakukan oleh menteri yaitu dalam hal ini Menteri Hukum dan
Hak Asasi Manusia. Dalam melakukan pengawasan tersebut menteri membentuk
majelis pengawas yang terdiri dari Majelis Pengawas Daerah (MPD), Majelis
Pengawas Wilayah (MPW) dan Majelis Pengawas Pusat (MPP).
Tugas dan kewenangan Majelis Pengawas Daerah diatur di Undang-
Undang Jabatan Notaris pada Pasal 70 dan Pasal 71 yaitu mengatur terkait
kewenangan dan kewajiban Majelis Pengawas Daerah. Kemudian di Peraturan
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 40 Tahun 2015 pada Pasal 21,
Pasal 22, dan Pasal 23 yaitu mengatur tentang kewenangan administratif, baik
yang memerlukan persetujuan rapat majelis pengawas maupun tidak, kewajiban
melakukan pemeriksaan rutin, dan kewenangan melakukan pemeriksaan terhadap
dugaan adanya pelanggaran pelaksanaan jabatan dan perilaku notaris. Selanjutnya
juga diatur di Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor M.39-
PW.07.10 Tahun 2004 pada bagian ke III nomor 1, bagian ke IV nomor 1, 2, 3,
dan bagian ke V, yaitu mengatur tentang tugas dari ketua, wakil ketua, dan
sekretaris Majelis Pengawas Daerah, termasuk kewenangan untuk membentuk tim
pemeriksa.
Proses pemeriksan yang dilakukan Majelis Pengawas Daerah juga
berlandaskan pada dasar hukum, yaitu sebagaimana yang diatur dalam Pasal 70
huruf a, huruf b, dan huruf g Undang-Undang Jabatan Notaris yaitu tentang
penyelenggaraan sidang untuk memeriksa adanya dugaan pelanggaran, melakukan
pemeriksaan terhadap protokol notaris secara berkala yaitu sekali setahun atau
setiap dianggap perlu, dan menerima laporan dari masyarakat tentang adanya
dugaan pelanggaran yang dilakukan notaris. Kemudian dalam Pasal 20, Pasal 21,

16
Diana Hakim Koentjoro, Hukum Administrasi Negara, Ghalia Indonesia, Bogor, 2004. h.70.

6
SARAH FADHILLA

Pasal 22, Pasal 23, dan Pasal 24 Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi
Manusia Nomor M.02.PR.08.10 Tahun 2004 yaitu tentang tata cara pengajuan
laporan, pemanggilan notaris, dan pemeriksaan oleh Majelis Pengawas Daerah.
Lalu dalam Pasal 16, Pasal 17, Pasal 18 ayat (2), ayat (5) huruf a, dan ayat (6)
Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 40 Tahun 2015 yaitu
dalam menjalankan tugasnya Majelis Pengawas Daerah dibantu oleh majelis
pemeriksa dan sekretariat majelis pengawas, dimana majelis pemeriksa bertugas
untuk melakukan pemeriksaan awal dan persiapan persidangan, dan sekretariat
Majelis Pengawas Daerah bertugas memberikan dukungan administrasi, teknis
pemeriksaan, dan penyusunan program kerja, anggaran dan laporan kepada
Majelis Pengawas Daerah. Selanjutnya dalam bagian ke VI Keputusan Menteri
Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor M.39-PW.07.10 Tahun 2004 yaitu
mengenai evaluasi sebagai penilaian tingkat kepatuhan notaris terhadap Undang-
Undang Jabatan Notaris sebagai bahan pembinaan dan pengawasan, serta tindak
lanjut dari penilaian tersebut yaitu berupa pemberian penghargaan bagi notaris
yang patuh pada aturan ataupun pemberian sanksi bagi notaris yang melanggar
aturan.
Majelis Pengawas Daerah Kota Langsa dalam praktiknya mengawasi dan
memeriksa notaris melalui proses pembinaan, proses perlindungan dan proses
pengawasan, dengan tanpa mengurangi kewenangan yang dimiliki oleh Majelis
Kehormatan Notaris dan Dewan Kehormatan Notaris. Mekanisme pemeriksaan
dan pengawasan Majelis Pengawas Daerah Kota Langsa dengan 2 (dua) cara,
yaitu secara langsung yang dilaksanakan minimal setiap setahun sekali secara
rutin atau setiap diperlukan dengan mana Majelis Pengawas Daerah mendatangi
langsung kantor-kantor notaris yang ada, dan secara tidak langsung yaitu
pengawasan dengan cara inventarisasi, dalam artian Majelis Pengawas Daerah
Kota Langsa mengumpulkan dan merekapitulasi laporan bulanan yang masuk atau
diterima berdasarkan laporan wajib yang diberikan notaris setiap bulannya.
Majelis Pengawas Daerah Kota Langsa juga menerima laporan dugaan
pelanggaran pelaksanaan jabatan notaris, dengan mana laporan yang diberikan
tersebut telah memiliki bukti permulaan yang cukup dan telah memenuhi
persyaratan formil maupun materilnya.
Fakta dilapangan diketahui bahwa ada dugaan pelanggaran yang dilakukan
notaris yang telah diterima dan telah melalui pemeriksaan oleh Majelis Pengawas
Daerah Notaris Kota Langsa. Bentuk pelanggaran yang dilakukan oleh notaris
yang telah diperiksa Majelis Pengawas Daerah Kota Langsa pada periode 2015-
2018 dimaksud yaitu sebagai berikut:
1. Sebanyak 2 (dua) orang notaris diduga melanggar ketentuan Pasal 16 ayat (1)
huruf b Undang-Undang Jabatan Notaris yaitu berupa tidak menyerahkan
laporan bulanan protokol notaris, untuk itu pada mereka Majelis Pengawas
Daerah Kota Langsa hanya menegur secara lisan tanpa merekomendasikan
kepada Majelis Pengawas Wilayah Provinsi Aceh untuk diberikan sanksi.
2. Sebanyak 1 (satu) orang notaris diduga melanggar ketentuan Pasal 7 ayat (1)
huruf a, Pasal 17 ayat (1) huruf b dan Pasal 19 Undang-Undang Jabatan
Notaris yaitu berupa tidak membuka kantor selama kurang lebih 2 (dua) tahun
lamanya, untuk itu padanya Majelis Pengawas Daerah Kota Langsa

7
SARAH FADHILLA

merekomendasikan kepada Majelis Pengawas Wilayah Provinsi Aceh untuk


diberikan sanksi berupa pemberhentian dengan tidak hormat kepada notaris
tersebut sebagaimana sesuai Pasal 12 huruf d Undang-Undang Jabatan
Notaris.
3. Sebanyak 1 (satu) orang notaris diduga melanggar ketentuan Pasal 2 ayat (1),
Pasal 18 ayat (1) huruf a, b, ayat (2), dan ayat (3) Undang-Undang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, serta Pasal 55 ayat (1) Kitab Undang-
Undang Hukum Acara Pidana yaitu berupa melakukan tindak pidana korupsi
pada saat sedang mengambil cuti sementara dari jabatannya sebagai pejabat
notaris, untuk itu padanya Majelis Pengawas Daerah Kota Langsa
merekomendasikan kepada Majelis Pengawas Wilayah Provinsi Aceh untuk
diberikan sanksi berupa pemberhentian dengan tidak hormat kepada notaris
tersebut sebagaimana sesuai Pasal 13 Undang-Undang Jabatan Notaris.
4. Sebanyak 1 (satu) orang notaris diduga melanggar ketentuan Pasal 27 ayat (1),
Pasal 70 huruf d Undang-Undang Jabatan Notaris yaitu berupa tidak
mengusulkan permohonan penetapan notaris pengganti kepada Majelis
Pengawas Daerah, untuk itu padanya Majelis Pengawas Daerah Kota Langsa
merekomendasikan kepada Majelis Pengawas Wilayah Provinsi Aceh untuk
diberikan sanksi berupa teguran secara tertulis kepada notaris tersebut. 17
Selain dari pelanggaran-pelanggaran tersebut, pada praktiknya berdasarkan
wawancara yang dilakukan dengan responden dari penelitian ini, diketahui masih
terdapat pelanggaran yang belum mendapat perhatian dari Majelis Pengawas
Daerah, yaitu baik karena belum adanya laporan yang masuk ke Sekretariat
Majelis Pengawas Daerah, belum ditemukan bukti yang kuat oleh Majelis
Pengawas Daerah secara langsung, notaris memilih mandiri menyelesaikan
masalah yang dihadapi, maupun karena pelanggaran yang terjadi masih dapat
ditutupi oleh notaris yang bersangkutan. Pelanggaran yang dimaksud yaitu seperti
tidak berpartisipasi aktif dalam setiap kegiatan yang diselenggarakan oleh
perkumpulan sebagaimana diatur dalam Pasal 3 Kode Etik Notaris, bekerjasama
dengan badan hukum tertentu yang pada hakekatnya bertindak sebagai perantara
untuk mencari atau mendapatkan klien sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (4)
Kode Etik Notaris, kondisi kantor notaris yang tidak kondusif dan memadai, tidak
menuliskan reportorium secara disiplin, tidak membubuhkan tanggal sesuai
tanggal salinan diambil terhadap akta-akta yang bersifat deklaratif seperti
pembuatan CV, tidak memiliki karyawan tetap dan alat-alat kelengkapan kantor
yang memadai, pembacaan akta yang tidak selalu dihadapan 2 (dua) orang saksi
sebagaimana diatur dalam Pasal 40 Undang-Undang Jabatan Notaris, dan lain
sebagainya.
Hal-hal yang menjadi faktor penyebab terjadinya pelanggaran pelaksanaan
jabatan notaris yaitu sebagai berikut:
a. Notaris tidak memahami akta yang dibuatnya dan hanya melimpahkan
pembuatan akta kepada pegawainya;
b. Notaris menganggap Kode Etik Notaris hanya sebagai norma kebiasaan saja;

17
Hasil wawancara dengan Arif Budiman, selaku Sekretaris Majelis Pengawas Daerah di
Kota Langsa periode 2015-2018, pada hari Selasa tanggal 26 Februari 2019.

8
SARAH FADHILLA

c. Persaingan diantara para notaris yang semakin kompetitif;


d. Tidak meratanya jumlah akta yang harus dibuat oleh notaris dalam satu
wilayah jabatan, sehingga notaris harus mencari alternatif untuk bisa
menghasilkan pendapatan lebih;
e. Situasi dan kondisi di lapangan yang menghendaki notaris melakukan
pelanggaran;
f. Kurangnya pembinaan dan pengawasan yang didapatkan oleh notaris dari
Majelis Pengawas maupun Organisasi/Perkumpulan;
g. Kurangnya pembinaan karakter bagi notaris, sehingga mudah terpengaruh dan
tidak bersifat mandiri;
h. Tidak terdapat wadah yang kompeten bagi notaris untuk berkonsultasi terkait
permasalahan yang akan dihadapi.18
Tidak menutup kemungkinan bagi Majelis Pengawas Daerah dalam
menjalankan tugas pengawasan dan pemeriksaan terhadap notaris tidak
menemukan hambatan apapun. Beberapa hambatan yang dihadapi Majelis
Pengawas Daerah saat melakukan pemeriksaan terhadap notaris, yaitu baik secara
internal maupun eksternal yang berupa :
a. Masyarakat luas maupun notaris belum memahami fungsi dari Majelis
Pengawas Daerah Kota Langsa;
b. Pihak Kepolisian tidak memahami mekanisme pemeriksaan dan pemanggilan
terhadap notaris yang di duga melakukan kesalahan, sehingga mekanisme
penyelidikan terhadap notaris dilakukan tidak sebagaimana mestinya dan tidak
melalui izin dari Majelis Pengawas Daerah melainkan langsung kepada notaris
yang bersangkutan;
c. Notaris tidak disiplin dalam mencatat kegiatan pembuatan akta notaris dalam
buku besar harian (reportorium), sehingga pada saat Majelis Pengawas Daerah
Kota Langsa melakukan pemeriksaan dan pengawasan mengalami kesulitan
karena buku tidak lengkap bahkan belum dituliskan;
d. Terbatasnya waktu dalam melakukan pengawasan dan pemeriksaan terhadap
notaris karena memiliki pekerjaan lain diluar dari pada menjadi pengawas
notaris.19
Terhadap hambatan-hambatan tersebut, Majelis Pengawas Daerah Kota
Langsa kemudian berupaya menyelesaikannya dengan cara-cara sebagai berikut:
a. Majelis Pengawas Daerah selalu membuka peluang bagi notaris untuk
menceritakan hambatan yang dihadapi dan akan berupaya untuk melakukan
pembinaan dan penyelesaian terhadap masalah tersebut.
b. Majelis Pengawas Daerah juga memberikan perlindungan kepada notaris
terhadap masalah yang dihadapi serta memberikan keadilan bagi masyarakat
yang merasa dirugikan atas pelanggaran yang diduga dilakukan oleh notaris.
c. Mengadakan sosialisasi pada pihak Kepolisian meskipun tidak dilakukan
secara rutin dan langsung pada pihak Kepolisian yang bersangkutan langsung

18
Hasil wawancara dengan Notaris Riza Octariana, Notaris Yuselina, dan Notaris Anisa
Rahma Karim, selaku notaris yang berkedudukan dan berkantor di Kota Langsa, pada hari Selasa
tanggal 26 Februari 2019.
19
Hasil wawancara dengan Arif Budiman, selaku Sekretaris Majelis Pengawas Daerah di Kota
Langsa periode 2015-2018, pada hari Selasa tanggal 26 Februari 2019.

9
SARAH FADHILLA

dengan pemeriksaan notaris jika didapati suatu masalah seperti pihak penyidik
ataupun penyelidiknya.
d. Memberikan arahan dan mengingatkan notaris agar menulis buku besar harian
(reportorium) secara disipilin, dan apabila didapati notaris yang kesulitan
maka anggota Majelis Pengawas Daerah Kota Langsa juga akan membantu
sebisanya saja.
e. Pada saat anggota Majelis Pengawas Daerah memiliki waktu yang kira-kira
cukup untuk melakukan pengawasan maka kemudian akan langsung
diagendakan sesegera mungkin untuk melakukan pengawasan dan
pemeriksaan terhadap notaris sehingga akan tetap bisa berjalan tugas
pengawasan tersebut.20
Setiap pengawasan yang dilakukan Majelis Pengawas Daerah terhadap
notaris atas pemeriksaan yang dilakukannya baik secara langsung maupun tidak
langsung tersebut harus dilaporkan kepada Majelis Pengawas Wilayah. Dalam hal
ini berarti Majelis Pengawas Daerah Kota Langsa melaporkan hasil temuannya
kepada Majelis Pengawas Wilayah Provinsi Aceh dalam suatu bentuk Berita
Acara Pemeriksaan. Prosedur pemberian rekomendasi dari Majelis Pengawas
Daerah kepada Majelis Pengawas Wilayah ini berdasarkan Pasal 70 huruf h serta
Pasal 71 huruf b, huruf c dan huruf e Undang-Undang Jabatan Notaris, yaitu
terhadap tiap perkara yang dilakukan Majelis Pengawas Daerah terkait
pengawasan dan pemeriksaan terhadap notaris kemudian dilaporkan dan
disampaikan kepada Majelis Pengawas Wilayah dengan tembusan kepada notaris
yang bersangkutan, Organisasi Notaris, dan Majelis Pengawas Pusat dalam bentuk
Berita Acara Pemeriksaan. Selanjutnya Majelis Pengawas Daerah berkewajiban
untuk merahasiakan isi akta dan hasil pemeriksaan, serta memeriksa laporan
masyarakat terhadap notaris dan menyampaikan hasil pemeriksaan tersebut
kepada Majelis Pengawas Wilayah dalam waktu 30 (tiga puluh) hari, dengan
tembusan kepada pihak yang melaporkan, notaris yang bersangkutan, Majelis
Pengawas Pusat, dan Organisasi Notaris.
Sesuai dengan program kerja yang dimiliki oleh Majelis Pengawas Daerah
Kota Langsa, prosedur pemberian penyampaian laporan yang diberikan Majelis
Pengawas Daerah Kota Langsa kepada Majelis Pengawas Wilayah Provinsi Aceh
dibedakan dalam 2 (dua) kategori, yaitu:
a. Laporan rutin
Laporan rutin ini merupakan laporan yang harus dilaporkan oleh notaris
kepada Majelis Pengawas Daerah yaitu yang terkait dengan protokol notaris
secara rutin dan berkala setiap bulan. Laporan ini kemudian akan diperiksa dan
ditelaah oleh Majelis Pengawas Daerah Kota Langsa. Apabila tidak didapati
adanya dugaan pelanggaran pelaksanaan jabatan notaris dalam laporan rutin
tersebut, maka Majelis Pengawas Daerah Kota Langsa akan
merangkum/menjadikan laporan tersebut dalam satu bentuk laporan Berita Acara
Pemeriksaan yang berisikan tentang seluruh isi laporan dari notaris yang
kemudian disampaikan kepada Majelis Pengawas Wilayah Provinsi Aceh.

20
Hasil wawancara dengan Arif Budiman, selaku Sekretaris Majelis Pengawas Daerah di
Kota Langsa periode 2015-2018, pada hari Selasa tanggal 26 Februari 2019.

10
SARAH FADHILLA

Sehingga laporan yang masuk ke Majelis Pengawas Wilayah Provinsi Aceh


merupakan rangkuman dari seluruh notaris yang ada di Kota Langsa tersebut,
bukan laporan mengenai (1/1) satu per satu notaris.
b. Laporan insidentil
Laporan insidentil merupakan laporan yang diberikan kepada Majelis
Pengawas Wilayah apabila terjadi masalah adanya dugaan pelanggaran yang
dilakukan notaris. Laporan adanya masalah ini bisa di dapat dari pemeriksaan
langsung maupun tidak langsung. Dalam hal ini, Majelis Pengawas Daerah akan
mengadakan rapat untuk membentuk Tim Pemeriksa untuk menelaah masalah
yang sedang dihadapi untuk kemudian diperiksa lebih lanjut. Setelah diketahui
bahwa notaris diduga melakukan pelanggaran dari pasal tertentu, maka kemudian
Majelis Pengawas Daerah akan merekomendasikan sanksi apa yang disarankan
untuk dikenakan pada notaris yang diduga melakukan pelanggaran pelaksanaan
jabatan dari aturan Undang-Undang Jabatan Notaris dan Kode Etik Notaris,
dengan mengikuti tata cara yang diatur dalam Pasal 85 Undang-Undang Jabatan
Notaris juncto Permenkumham Nomor 61 Tahun 2016. Selanjutnya hasil dari
semua itulah yang kemudian dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan yang
disampaikan kepada Majelis Pengawas Wilayah. Terhadap laporan ini, Majelis
Pengawas Daerah Kota Langsa akan melaporkan Berita Acara Pemeriksaan
dengan laporan dugaan pelanggaran pelaksanaan jabatan yang dilakukan notaris
dengan cara membuat laporan per satu nama notaris yang diduga melakukan
pelanggaran dalam satu laporan.21
Terhadap laporan insidetil yang disampaikan Majelis Pengawas Daerah
kepada Majelis Pengawas Wilayah tersebut apabila ditemukan suatu kejanggalan
atau ditemukan adanya dugaan pelanggaran pelaksanaan jabatan notaris dari
pemeriksaan langsung maupun tidak langsung maka kemudian akan diberikan
rekomendasi sanksi yang akan dijatuhi pada notaris yang bersangkutan. Sanksi-
sanksi yang dapat dikenakan pada notaris yang melakukan pelanggaran telah
diatur dalam Undang-Undang Jabatan Notaris, dan lebih lanjut dalam Peraturan
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 61 Tahun 2016.
Menurut Pasal 1 angka 1 Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi
Manusia Nomor 61 Tahun 2016 tersebut sanksi administratif adalah hukuman
yang dijatuhkan oleh pejabat yang berwenang kepada notaris karena melakukan
pelanggaran yang diwajibkan atau memenuhi ketentuan yang dilarang oleh
peraturan perundang-undangan. Dalam hal penjatuhan sanksi administratif kepada
notaris yang telah melakukan pelanggaran atau kewajiban administratif
sebagaimana dimaksud pada Pasal 7 ayat (2), Pasal 16 ayat (11) dan ayat (13),
Pasal 17 ayat (2), Pasal 19 ayat (4), Pasal 32 ayat (4), Pasal 37 ayat (2), Pasal 54
ayat (2), dan Pasal 65A Undang-Undang Jabatan Notaris yang memiliki
kewenangan untuk itu ialah Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia seperti
tercantum dalam Pasal 2 Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia
Nomor 61 Tahun 2016.

21
Hasil wawancara dengan Arif Budiman, selaku Sekretaris Majelis Pengawas Daerah di
Kota Langsa periode 2015-2018, pada hari Selasa tanggal 26 Februari 2019.

11
SARAH FADHILLA

Pejatuhan sanksi administratif dilakukan secara berjenjang mulai dari


sanksi teringan yaitu peringatan tertulis, kemudian pemberhentian sementara, lalu
pemberhentian dengan hormat, sampai dengan sanksi terberat yaitu
pemberhentian dengan tidak hormat. Namun dalam hal tertentu apabila notaris
melakukan pelanggaran yang berat terhadap kewajiban dan larangan jabatan,
maka dapat langsung dijatuhi sanksi administratif dengan tanpa harus berjenjang.
Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 3 Peraturan Menteri Hukum dan Hak
Asasi Manusia Nomor 61 Tahun 2016.
Prosedur pemberian sanksi oleh Majelis Pengawas Daerah Kota Langsa
kepada Majelis Pengawas Wilayah adalah sebagai berikut :
1. Jika Majelis Pengawas Daerah Kota Langsa menemukan adanya dugaan
pelanggaran yang dilakukan notaris diwilayahnya yang melanggar Undang-
Undang Jabatan Notaris dan/atau Kode Etik Notaris, maka Majelis Pengawas
Daerah akan membuat rapat khusus, memeriksa dan mengkaji lebih seksama,
mencari dan menelaah hal-hal yang diduga salah.
2. Jika terbukti telah melakukan pelanggaran maka Majelis Pengawas Daerah
Kota Langsa kemudian memberikan rekomendasi mengenai sanksi apa yang
mungkin dapat diberikan pada notaris yang melanggar tersebut kepada Majelis
Pengawas Wilayah Provinsi Aceh dengan mencantumkan pasal-pasal terkait
yang diduga dilanggar oleh notaris dengan cara memberikan laporan berupa
Berita Acara Pemeriksaan kepada Majelis Pengawas Wilayah yang berisikan
ketentuan pasal yang diduga dilanggar oleh notaris dan pasal yang
direkomendasikan sebagai sanksi untuk menghukum notaris tersebut atas
kesalahan/pelanggaran yang dilakukan22

KESIMPULAN DAN SARAN


A. Kesimpulan
1. Aturan hukum mengenai proses pemeriksaan notaris oleh Majelis Pengawas
Daerah terhadap pelanggaran pelaksanaan jabatan notaris diatur dalam
Undang-Undang Jabatan Notaris Pasal 70 dan Pasal 71, selanjutnya dalam
Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor M.02.PR.08.10.
Tahun 2004 Pasal 20 sampai dengan Pasal 35, kemudian Peraturan Menteri
Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 40 Tahun 2015 Pasal 23, dan dalam
Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor M.39-PW.07.10.
Tahun 2004 dalam bagian VI.
2. Proses pemeriksaan terhadap notaris oleh Majelis Pengawas Daerah di Kota
Langsa terhadap pelanggaran pelaksanaan jabatan notaris dalam praktiknya
dilakukan dengan cara pemeriksaan langsung dan tidak langsung dengan
mencakup proses pembinaan, perlindungan, dan pengawasan didalamnya.
Pemeriksaan secara langsung dilakukan minimal setahun sekali dengan cara
mendatangi kantor notaris langsung, sedangkan pemeriksaan secara tidak
langsung dengan cara memeriksa laporan yang diberikan notaris kepada
Majelis Pengawas Daerah secara rutin pada tiap bulannya. Dari sini kemudian

22
Hasil wawancara dengan Arif Budiman, selaku Sekretaris Majelis Pengawas Daerah di Kota
Langsa periode 2015-2018, pada hari Kamis tanggal 26 Februari 2019.

12
SARAH FADHILLA

Majelis Pengawas Daerah memeriksa notaris, dan apabila ditemukan


kejanggalan atau notaris diduga melakukan kesalahan dalam laporannya, maka
notaris yang bersangkutan akan dimintai keterangan serta diperiksa lebih
lanjut.
3. Prosedur Majelis Pengawas Daerah Kota Langsa dalam memberikan
rekomendasi dan penyampaian laporan kepada Majelis Pengawas Wilayah
Provinsi Aceh dengan berdasarkan laporan rutin dan laporan insidentil.
Terhadap laporan rutin, Majelis Pengawas Daerah membuat Berita Acara
Pemeriksaan untuk seluruh notaris yang telah dirangkum untuk kemudian
dilaporkan kepada Majelis Pengawas Wilayah. Selanjutnya jika berdasarkan
laporan insidentil, Majelis Pengawas Daerah membuat Berita Acara
Pemeriksaan per notaris yang diduga melanggar pelaksanaan jabatan notaris
dengan tahapan telah melakukan panggilan terhadap notaris yang dimaksud
untuk dimintai keterangan dan telah memeriksa fakta-fakta yang ada
dilapangan. Terkait perekomendasian sanksi yang diberikan, maka Majelis
Pengawas Daerah Kota Langsa akan memberikan rekomendasi sanksi sesuai
dengan ketentuan dari pasal yang diduga telah dilanggar oleh notaris yang
bersangkutan dengan mencantumkan pasal-pasal terkait tersebut sebagai
pertimbangan untuk Majelis Pengawas Wilayah Provinsi Aceh.
B. Saran
1. Aturan hukum terkait pelaksanaan tugas dan kewenangan Majelis Pengawas
Daerah hendaknya lebih mempertimbangkan untuk membentuk suatu
organisasi atau lembaga yang lebih independen dalam melakukan
pengawasan, pembinaan dan pemeriksaan terhadap notaris-notaris yang
dituangkan dalam sebuah peraturan atau regulasi khusus. Hal ini sebagai
bentuk kepedulian pemerintah khususnya Kementerian Hukum dan Hak Asasi
Manusia untuk menekan angka pelanggaran-pelanggaran yang terjadi yang
dilakukan oleh notaris yang dapat merugikan masyarakat pengguna jasa
notaris tersebut, sehingga pengawasan, pemeriksaan, pembinaan dan
perlindungan bagi notaris lebih dapat diperhatikan.
2. Hendaknya tiap proses pemeriksaan yang dilaksanakan oleh Majelis Pengawas
Daerah Kota Langsa terlebih terkait pembinaan terhadap notaris lebih
ditingkatkan lagi, sehingga notaris yang menghadapi suatu masalah merasa
memiliki wadah untuk mendapatkan solusi atas masalah yang dihadapi
sebelum notaris tersebut akhirnya melakukan pelanggaran. Kemudian
terhadap pengawasan dengan cara pemeriksaan langsung maupun tidak
langsung harus lebih disiplin lagi, sehingga tidak ada celah bagi notaris untuk
berbuat curang yang berakibat melanggar aturan jabatannya dan notaris juga
semakin berhati-hati dalam menjalankan jabatannya. Selanjutnya demi
meningkatkan pengetahuan dan kinerja Majelis Pengawas Daerah, sebaiknya
dilakukan seminar rutin setiap pergantian periode Majelis Pengawas Daerah
terkait tentang tugas dan kewenangan dari Majelis Pengawas Daerah yang
bekerja sama dengan Ikatan Notaris Indonesia (INI), sehingga Majelis
Pengawas Daerah dalam melakukan pengawasan, pembinaan dan pemeriksaan
tidak menemukan kesulitan yang berarti, mengingat tidak semua anggota
Majelis Pengawas Daerah berasal dari kalangan notaris dan sarjana hukum.

13
SARAH FADHILLA

Kepada para notaris yang diawasi dan dibina untuk dapat lebih bersinergi,
bersikap terbuka dan bekerjasama dengan baik, sehingga Majelis Pengawas
Daerah dapat menjalankan tugasnya dengan lebih mudah dan pelanggaran
dapat lebih terminimalisir.
3. Hendaknya Majelis Pengawas Daerah Kota Langsa dalam memberikan
rekomendasi sanksi kepada Majelis Pengawas Wilayah Provinsi Aceh terkait
dugaan pelanggaran yang dilakukan notaris lebih objektif, fokus dan teliti,
sebagai bentuk kenetralan Majelis Pengawas Daerah dalam melaksanakan
kewajiban dan wewenangnya sehingga tidak merugikan pihak manapun.
Majelis Pengawas Daerah periode sebelumnya sebaiknya membuat seminar
bagi Majelis Pengawas Daerah periode selanjutnya mengenai mekanisme
pengawasan, pemeriksaan, perekomendasian sanksi dan pembuatan Berita
Acara Pemeriksaan yang harus dilakukan oleh Majelis Pengawas Daerah
periode selanjutnya agar tidak meraba lagi terkait tugas dan kewenagan yang
dimilikinya. Begitupun terhadap kasus-kasus yang sedang ditangani namun
belum menemukan penyelesaian akan tetapi periode jabatan telah berakhir,
maka sebaiknya Majelis Pengawas Daerah periode lama memberikan
gambaran terhadap kasus tersebut, sehingga masyarakat maupun notaris pun
dapat segera menemukan jalan keluarnya.

DAFTAR PUSTAKA
Buku penulis:
Habieb Adjie. (2008). Hukum Notaris Indonesia, Tafsir Tematik Terhadap UU
No. 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, Cetakan Pertama. Bandung:
Refika Aditama.
Burhan Bungin. (2003). Analisa Data Penelitian, Pemahaman Filosofis, Dan
Metodelogi Kearah Pengusaha Modal Aplikasi. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada.
Diana Hakim Koentjoro. (2004). Hukum Administrasi Negara. Bogor: Ghalia
Indonesia.
Tan Thong Kie. (2011). Studi Notariat dan Serba-Serbi Praktek Notaris, Cetakan
Kedua. Jakarta: PT. Ichtiar Baru van Hoeve.
Abdulkadir Muhammad. (1997). Etika Profesi Hukum. Bandung: Citra Aditya
Bakti.
R. Soegondo Notodisoerjo. (1993). Hukum Notariat di Indonesia: Suatu
Penjelasan. Jakarta: PT. Raja Grafindo.
Marthalena Pohan. (1985). Tanggunggugat Advocaat, Dokter, dan Notaris.
Surabaya: Bina Ilmu.
Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia. (2008). 100 Tahun Ikatan Notaris
Indonesia: Jati Diri Notaris Indonesia Dulu, Sekarang, Dan Di Masa
Datang. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka.
Sjaifurrachman. (2017). Aspek Pertanggungjawaban Notaris Dalam Pembuatan
Akta. Bandung: CV. Mandar Maju.
G.H.S. Lumban Tobing. (1999). Peraturan Jabatan Notaris. Jakarta: Erlangga.
Liliana Tedjosaputro. (1995). Etika Profesi Notaris Dalam Penegakan Hukum
Pidana. Yogyakarta: Bigraf Publishing.

14
SARAH FADHILLA

Peraturan Perundang-Undangan:
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris yang diubah
dengan Undang-Undang Nomor 2 tahun 2014 Tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris.
Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor M.39-PW.07.10.
Tahun 2004 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Majelis Pengawas
Notaris.
Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor M.02.PR.08.10. Tahun
2004 Tentang Tata Cara Pengangkatan Anggota, Pemberhentian Anggota,
Susunan Organisasi, Tata Kerja, Dan Tata Cara Pemeriksaan Majelis
Pengawas Notaris yang diubah dengan Peraturan Menteri Hukum dan Hak
Asasi Manusia Nomor 40 Tahun 2015 Tentang Susunan Organisasi, Tata
Cara Pengangkatan Anggota, Pemberhentian Anggota, Dan Tata Kerja
Mejelis Pengawas.
Kode Etik Notaris, Banten 2015.
Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 61 Tahun 2016
Tentang Tata Cara Penjatuhan Sanksi Administratif Terhadap Notaris.

15

You might also like