Professional Documents
Culture Documents
1 SM PDF
1 SM PDF
Abstract
Notarial authority to make evidence has caused the deeds he draws to be perfect
so that it will not decrease/eliminate their authenticity. People should trust a notary;
therefore he has to be monitored. Regional Supervisory Council (MPD) is established by
the Minister to supervise a notary in doing his job in the first phase. There are some
violations against UUJN and KEN done by some of the notaries at Langsa; therefore, the
MPD of Langsa plays an important role in decreasing the number of violations. The
research problems are how about the regulation on the process of examining notaries by
MPD toward their violations, how about the practice of examining them, and how about
the procedure of MPD in recommending sanction for MPW on notaries who violate
against their job.
The result of the research shows that the regulation on the process of examining
a notary by MPD is stipulated in UUJN, Permenkumham No. M.02.PR.08.10/2004,
Permenkumham No. 40/2015, and Kepmenkumham No. M.39-PW.07.10/2004. In
practice, MPD of Langsa examines and supervises notaries by visiting their offices or
waiting for their regular report. It is found that there are 4 (four) violations having been
examined by MPD of Langsa in the period of 2015-2018. MPD of Langsa makes a report
regularly and incidentally to MPW of Aceh Province about what has happened in the
field, along with recommendation for sanction on notaries who have violated against
their job. The conclusion is that there are many regulations on examining a notary. MPD
of Langsa has examined and supervised notaries even though they are not maximal. Its
also reports about what has happened in the field, along with recommendation of
sanction on notaries who have violated their job. It is recommended that the Government
establish independent MPD. MPD of Langsa should develop and supervise regularly and
directly. It should also be objective in giving recommendation about sanction imposed on
notaries.
Keywords: Regional Supervisory Council, Violation against Job Implementation,
Examining Notary
PENDAHULUAN
Notaris merupakan pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta
autentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan penetapan yang diharuskan
oleh suatu peraturan umum atau oleh yang berkepentingan. Semua perbuatan,
perjanjian dan penetapan tersebut dikehendaki untuk dinyatakan dalam suatu akta
autentik, untuk dijamin kepastian tanggalnya, disimpan aktanya dan diberikan
grosse, salinan dan kutipannya. Hal ini sepanjang pembuatan akta itu oleh suatu
peraturan umum tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat atau
1
SARAH FADHILLA
orang lain.1 Notaris diberi wewenang oleh undang-undang untuk menciptakan alat
pembuktian yang mutlak, dalam pengertian bahwa apa yang tersebut dalam akta
autentik itu pada pokoknya dianggap benar.2 Segala sesuatu yang ditulis serta
ditetapkannya adalah benar, ia adalah pembuat dokumen yang kuat dalam suatu
proses hukum.3 Hal ini sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1868 dan Pasal 1870
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Notaris sepatutnya bekerja berdasar pada asas memberikan dan menjamin
adanya rasa kepastian hukum bagi masyarakat. Akta yang dibuat dihadapan
notaris harus terlepas dari segala hal yang berkaitan dengan pemalsuan data, yaitu
baik berupa dokumen, surat, ataupun keterangan yang akan mengurangi bahkan
dapat menghilangkan nilai autentisitas atas akta yang dibuatnya. Kekeliruan atas
akta yang dibuat notaris dapat menyebabkan tercabutnya hak seseorang atau
terbebaninya seseorang atas suatu kewajiban. Maka sebab itu notaris dalam
melakukan pekerjaannya dituntut untuk memiliki keahlian khusus dengan
pengetahuan yang luas, serta tanggung jawab yang berat untuk melayani
kepentingan umum dalam bidang hukum perdata.4
Undang-undang yang mengatur tentang notaris secara khusus adalah
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris juncto Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30
Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (untuk selanjutnya disebut dengan Undang-
Undang Jabatan Notaris). Dalam Undang-Undang Jabatan Notaris ini diantaranya
diatur mengenai hal-hal yang dilarang, diwajibkan, dan diwenangkan kepada
notaris dalam menjalankan jabatannya, dan juga mengenai pengawasan dan
ketentuan sanksi terhadap notaris.
Notaris juga memiliki pedoman lainnya dalam menjalankan jabatannya,
yaitu Kode Etik Notaris. Kode Etik Notaris adalah tuntunan, bimbingan, pedoman
moral atau kesusilaan notaris baik selaku pribadi maupun pejabat umum yang
diangkat oleh pemerintah dalam rangka memberikan pelayanan kepada
masyarakat umum khususnya dalam bidang pembuatan akta.5 Uraian mengenai
Kode Etik Notaris antara lain meliputi etika kepribadian notaris, etika melakukan
tugas jabatan, etika pelayanan terhadap klien, etika hubungan sesama rekan
notaris, dan etika pengawasan terhadap notaris.6
Selain Undang-Undang Jabatan Notaris dan Kode Etik Notaris, terdapat
aturan lain yang menjadi pedoman bagi notaris yang merupakan perintah dari
Undang-Undang Jabatan Notaris yaitu Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi
1
Habib Adjie, Hukum Notaris Indonesia, Tafsir Tematik Terhadap UU No. 30 Tahun 2004
Tentang Jabatan Notaris Cetakan Pertama, Refika Aditama, Bandung, 2008, h. 13 (selanjutnya
disebut Habib Adjie 1)
2
R. Soegondo Notodisoerjo, Hukum Notariat di Indonesia: Suatu Penjelasan, PT Raja
Grafindo, Jakarta, 1993, h. 43.
3
Tan Thong Kie, Studi Notariat dan Serba-Serbi Praktek Notaris, Cetakan Kedua, PT. Ichtiar
Baru van Hoeve, Jakarta, 2011, h. 444.
4
Marthalena Pohan, Tanggunggugat Advocaat, Dokter, dan Notaris, Bina Ilmu, Surabaya,
1985, h. 32.
5
Liliana Tedjosaputro, Etika Profesi Notaris dalam Penegakan Hukum Pidana, Bigraf
Publishing, Yogyakarta, 1995, h. 4.
6
Abdulkadir Muhammad, Etika Profesi Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1997, h. 82.
2
SARAH FADHILLA
7
Sjaifurrachman, Aspek Pertanggungjawaban Notaris dalam Pembuatan Akta, CV. Mandar
Maju, Bandung, 2017, h. 229-230.
8
Ibid., h, 230.
9
G.H.S. Lumban Tobing, Peraturan Jabatan Notaris, Erlangga, Jakarta, 1999, h. 303.
(selanjutnya disebut G.H.S. Lumban Tobing 1)
10
Ibid., h. 25.
11
Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia, 100 Tahun Ikatan Notaris Indonesia: Jati Diri
Notaris Indonesia Dulu, Sekarang, dan di Masa Datang, PT Gramedia Pustaka, Jakarta, 2008, h.
230.
12
Sjaifurrachman, Op. Cit., h. 262.
3
SARAH FADHILLA
kode etik yang dilakukan notaris untuk selanjutnya digunakan sebagai bahan
pertimbangan dalam menentukan kebijakan terhadap notaris yang diduga telah
melakukan pelanggaran tersebut.13
Majelis Pengawas Daerah merupakan salah satu lembaga yang dibentuk
oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia untuk mengawasi notaris dalam
pelaksanaan jabatannya untuk tingkat pertama yang berada di tingkat
kabupaten/kota. Selain itu, Majelis Pengawas Wilayah di tingkat ibu kota
provinsi, dan Majelis Pengawas Pusat di tingkat ibu kota negara, yaitu
sebagaimana diatur dalam Pasal 69 ayat (1), Pasal 72 ayat (1) dan Pasal 76 ayat
(1) Undang-Undang Jabatan Notaris.
Banyak aturan yang dapat menjadi pedoman bagi para notaris untuk
menjalankan jabatannya, bahkan undang-undang juga telah membentuk lembaga
pengawas untuk melakukan pengawasan kepada notaris dengan harapan agar
notaris dapat menjalankan jabatannya dengan berdasarkan pada koridor hukum
yang berlaku. Namun demikian, jika di lihat dalam praktiknya masih terdapat
banyak kendala yang menjadi faktor penyebab sehingga pelanggaran-pelanggaran
di kalangan notaris sering terjadi.
Sebagaimana setelah dilakukan penelitian awal (pra-penelitian), diketahui
bahwa terdapat dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh beberapa notaris.
Pelanggaran tersebut berupa pelanggaran Undang-Undang Jabatan Notaris dan
ada pula pelanggaran Kode Etik Notaris. Pelanggaran-pelanggaran yang dimaksud
diantaranya yaitu tidak membuka kantor lebih kurang 2 (dua) tahun berturut-turut
lamanya tanpa permohonan cuti dan tidak melakukan aktivitas sebagaimana yang
diperintahkan undang-undang bagi notaris, tidak mengusulkan permohonan
penetapan notaris pengganti kepada Majelis Pengawas Daerah, dan notaris yang
melakukan tindak pidana korupsi saat menjadi anggota legislatif pada saat sedang
mengambil cuti sementara dari profesi notaris, sehingga notaris tersebut dijatuhi
hukuman dengan ancaman pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.14
Mengingat sedikitnya jumlah notaris yang ada di Kota Langsa, namun
pelanggaran yang terjadi di kota tersebut tidak sedikit, maka Majelis Pengawas
Daerah dalam hal ini terkait dengan proses pemeriksaan terhadap notaris ditinjau
dari fungsi pengawasan yang menjadi tugas, pokok dan fungsi Majelis Pengawas
Daerah memiliki peran yang sangat besar. Pembinaan dan pengawasan yang
diberikan Majelis Pengawas Daerah kepada notaris merupakan bagian terpenting
yang harus diperhatikan untuk mengurangi jumlah pelanggaran yang terjadi
dikalangan notaris.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian lebih lanjut mengenai proses pemeriksaan yang dilakukan oleh Majelis
Pengawas Daerah dalam menangani dugaan pelanggaran Undang-Undang Jabatan
Notaris yang dilakukan oleh notaris dalam menjalankan jabatannya. Sehingga
pokok permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut :
1. Bagaimana aturan hukum mengenai proses pemeriksaan notaris oleh Majelis
Pengawas Daerah terhadap pelanggaran pelaksanaan jabatan notaris?
13
Ibid., h. 271.
14
Hasil wawancara dengan Arif Budiman, selaku Sekretaris Majelis Pengawas Daerah di
Kota Langsa Periode 2015-2018, pada hari Kamis tanggal 11 Oktober 2018.
4
SARAH FADHILLA
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian tesis ini adalah perpaduan antara penelitian yuridis
normatif dan yuridis empiris. Penggunaan dualisme jenis penelitian hukum ini
untuk menjawab permasalahan aturan hukum mengenai proses pemeriksaan yang
dilakukan Majelis Pengawas Daerah yang datanya dicari melalui studi pustaka
dan menjawab permasalahan proses pemeriksaan dan prosedur yang dilakukan
Majelis Pengawas Daerah yang datanya dicari melalui penelitian lapangan yang
kemudian dianalisis juga dengan data dari studi pustaka. Selanjutnya sifat
penelitiannya yaitu deskriptif analitis, yang mana proses pemeriksaan yang
dilakukan oleh Majelis Pengawas Daerah terhadap pelanggaran pelaksanaan
jabatan notaris sebagai objek dari penelitian ini.
Lokasi penelitian tesis ini, yaitu wilayah kerja Majelis Pengawas Notaris
Daerah yang mengawasi notaris di Kota Langsa. Populasi pada penelitian ini
adalah Majelis Pengawas Daerah Kota Langsa dan notaris yang berkedudukan dan
melaksanakan jabatannya di wilayah Kota Langsa. Sampel dalam penelitian ini
yaitu 1 (satu) orang anggota Majelis Pengawas Daerah Kota Langsa sebagai
informan dan 3 (tiga) orang notaris yang berkedudukan dan melaksanakan
jabatannya di wilayah Kota Langsa sebagai responden.
Jenis data dalam penelitian ini mengacu pada perpaduan antara data primer
dengan dukungan dari data sekunder, sedangkan sumbernya berasal dari data
primer didukung oleh data sekunder. Demi mendapatkan data yang diperlukan
secara optimal, teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
yaitu studi kepustakaan (library research) dan studi lapangan (field research),
dengan alat pengumpulan datanya berupa pedoman wawancara dan studi
dokumen (observasi).
Analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode pendekatan
kualitatif. Penelitian dengan menggunakan metode kualitatif bertolak dari asumsi
tentang realitas atau fenomena sosial bersifat unik dan menyeluruh. 15 Data
sekunder yang diperoleh dari penelitian kepustakaan dan data primer yang
diperoleh dari penelitian lapangan, kemudian dikumpulkan dan dikelompokkan
sesuai dengan data yang sejenis. Selanjutnya ditarik kesimpulan dengan
menggunakan metode berpikir deduktif, yaitu cara berpikir yang dimulai dari hal-
hal yang umum untuk selanjutnya menarik hal-hal yang khusus, dengan
menggunakan ketentuan berdasarkan pengetahuan umum seperti teori-teori, dalil-
dalil, atau prinsip-prinsip dalam bentuk proposisi-proposisi untuk menarik
kesimpulan terhadap fakta-fakta yang bersifat khusus.
15
Burhan Bungin, Analisa Data Penelitian, Pemahaman Filosofis, dan Metodelogi Kearah
Pengusaha Modal Aplikasi, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003, h. 53.
5
SARAH FADHILLA
PEMBAHASAN
Pengawasan merupakan tindakan yang bertujuan untuk mengendalikan
sebuah kekuasaan yang dipegang oleh pejabat administrasi negara (pemerintah)
yang cenderung disalahgunakan, tujuannya untuk membatasi pejabat administrasi
negara agar tidak menggunakan kekuasaan diluar batas kewajaran yang
bertentangan dengan ciri negara hukum, untuk melindungi masyarakat dari
tindakan diskresi pejabat administrasi negara dan melindungi pejabat administrasi
negara agar menjalankan kekuasaan dengan baik dan benar menurut hukum atau
tidak melanggar hukum.16
Notaris sebagai pejabat umum yang menjalankan tugas dan jabatan yang
berhubungan dengan kepercayaan dari masyarakat akan suatu akta sebagai
pembuktian yang sempurna dituntut harus professional dalam menjalankan
tugasnya. Namun sebagaimana layaknya manusia, notaris juga dapat melakukan
kesalahan karena beberapa faktor yang menyebabkan notaris akhirnya tidak
menjalankan jabatan sesuai dengan aturan yang berlaku. Oleh karena tugas notaris
menyangkut hajat hidup orang banyak, maka undang-undang menunjuk suatu
badan yang dipercaya untuk melakukan pengawasan dalam dunia notaris yang
ditugaskan untuk mengawasi notaris dalam berperilaku yang disebut Majelis
Pengawas Notaris.
Pasal 67 Undang-Undang Jabatan Notaris menegaskan bahwa pengawasan
terhadap notaris dilakukan oleh menteri yaitu dalam hal ini Menteri Hukum dan
Hak Asasi Manusia. Dalam melakukan pengawasan tersebut menteri membentuk
majelis pengawas yang terdiri dari Majelis Pengawas Daerah (MPD), Majelis
Pengawas Wilayah (MPW) dan Majelis Pengawas Pusat (MPP).
Tugas dan kewenangan Majelis Pengawas Daerah diatur di Undang-
Undang Jabatan Notaris pada Pasal 70 dan Pasal 71 yaitu mengatur terkait
kewenangan dan kewajiban Majelis Pengawas Daerah. Kemudian di Peraturan
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 40 Tahun 2015 pada Pasal 21,
Pasal 22, dan Pasal 23 yaitu mengatur tentang kewenangan administratif, baik
yang memerlukan persetujuan rapat majelis pengawas maupun tidak, kewajiban
melakukan pemeriksaan rutin, dan kewenangan melakukan pemeriksaan terhadap
dugaan adanya pelanggaran pelaksanaan jabatan dan perilaku notaris. Selanjutnya
juga diatur di Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor M.39-
PW.07.10 Tahun 2004 pada bagian ke III nomor 1, bagian ke IV nomor 1, 2, 3,
dan bagian ke V, yaitu mengatur tentang tugas dari ketua, wakil ketua, dan
sekretaris Majelis Pengawas Daerah, termasuk kewenangan untuk membentuk tim
pemeriksa.
Proses pemeriksan yang dilakukan Majelis Pengawas Daerah juga
berlandaskan pada dasar hukum, yaitu sebagaimana yang diatur dalam Pasal 70
huruf a, huruf b, dan huruf g Undang-Undang Jabatan Notaris yaitu tentang
penyelenggaraan sidang untuk memeriksa adanya dugaan pelanggaran, melakukan
pemeriksaan terhadap protokol notaris secara berkala yaitu sekali setahun atau
setiap dianggap perlu, dan menerima laporan dari masyarakat tentang adanya
dugaan pelanggaran yang dilakukan notaris. Kemudian dalam Pasal 20, Pasal 21,
16
Diana Hakim Koentjoro, Hukum Administrasi Negara, Ghalia Indonesia, Bogor, 2004. h.70.
6
SARAH FADHILLA
Pasal 22, Pasal 23, dan Pasal 24 Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi
Manusia Nomor M.02.PR.08.10 Tahun 2004 yaitu tentang tata cara pengajuan
laporan, pemanggilan notaris, dan pemeriksaan oleh Majelis Pengawas Daerah.
Lalu dalam Pasal 16, Pasal 17, Pasal 18 ayat (2), ayat (5) huruf a, dan ayat (6)
Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 40 Tahun 2015 yaitu
dalam menjalankan tugasnya Majelis Pengawas Daerah dibantu oleh majelis
pemeriksa dan sekretariat majelis pengawas, dimana majelis pemeriksa bertugas
untuk melakukan pemeriksaan awal dan persiapan persidangan, dan sekretariat
Majelis Pengawas Daerah bertugas memberikan dukungan administrasi, teknis
pemeriksaan, dan penyusunan program kerja, anggaran dan laporan kepada
Majelis Pengawas Daerah. Selanjutnya dalam bagian ke VI Keputusan Menteri
Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor M.39-PW.07.10 Tahun 2004 yaitu
mengenai evaluasi sebagai penilaian tingkat kepatuhan notaris terhadap Undang-
Undang Jabatan Notaris sebagai bahan pembinaan dan pengawasan, serta tindak
lanjut dari penilaian tersebut yaitu berupa pemberian penghargaan bagi notaris
yang patuh pada aturan ataupun pemberian sanksi bagi notaris yang melanggar
aturan.
Majelis Pengawas Daerah Kota Langsa dalam praktiknya mengawasi dan
memeriksa notaris melalui proses pembinaan, proses perlindungan dan proses
pengawasan, dengan tanpa mengurangi kewenangan yang dimiliki oleh Majelis
Kehormatan Notaris dan Dewan Kehormatan Notaris. Mekanisme pemeriksaan
dan pengawasan Majelis Pengawas Daerah Kota Langsa dengan 2 (dua) cara,
yaitu secara langsung yang dilaksanakan minimal setiap setahun sekali secara
rutin atau setiap diperlukan dengan mana Majelis Pengawas Daerah mendatangi
langsung kantor-kantor notaris yang ada, dan secara tidak langsung yaitu
pengawasan dengan cara inventarisasi, dalam artian Majelis Pengawas Daerah
Kota Langsa mengumpulkan dan merekapitulasi laporan bulanan yang masuk atau
diterima berdasarkan laporan wajib yang diberikan notaris setiap bulannya.
Majelis Pengawas Daerah Kota Langsa juga menerima laporan dugaan
pelanggaran pelaksanaan jabatan notaris, dengan mana laporan yang diberikan
tersebut telah memiliki bukti permulaan yang cukup dan telah memenuhi
persyaratan formil maupun materilnya.
Fakta dilapangan diketahui bahwa ada dugaan pelanggaran yang dilakukan
notaris yang telah diterima dan telah melalui pemeriksaan oleh Majelis Pengawas
Daerah Notaris Kota Langsa. Bentuk pelanggaran yang dilakukan oleh notaris
yang telah diperiksa Majelis Pengawas Daerah Kota Langsa pada periode 2015-
2018 dimaksud yaitu sebagai berikut:
1. Sebanyak 2 (dua) orang notaris diduga melanggar ketentuan Pasal 16 ayat (1)
huruf b Undang-Undang Jabatan Notaris yaitu berupa tidak menyerahkan
laporan bulanan protokol notaris, untuk itu pada mereka Majelis Pengawas
Daerah Kota Langsa hanya menegur secara lisan tanpa merekomendasikan
kepada Majelis Pengawas Wilayah Provinsi Aceh untuk diberikan sanksi.
2. Sebanyak 1 (satu) orang notaris diduga melanggar ketentuan Pasal 7 ayat (1)
huruf a, Pasal 17 ayat (1) huruf b dan Pasal 19 Undang-Undang Jabatan
Notaris yaitu berupa tidak membuka kantor selama kurang lebih 2 (dua) tahun
lamanya, untuk itu padanya Majelis Pengawas Daerah Kota Langsa
7
SARAH FADHILLA
17
Hasil wawancara dengan Arif Budiman, selaku Sekretaris Majelis Pengawas Daerah di
Kota Langsa periode 2015-2018, pada hari Selasa tanggal 26 Februari 2019.
8
SARAH FADHILLA
18
Hasil wawancara dengan Notaris Riza Octariana, Notaris Yuselina, dan Notaris Anisa
Rahma Karim, selaku notaris yang berkedudukan dan berkantor di Kota Langsa, pada hari Selasa
tanggal 26 Februari 2019.
19
Hasil wawancara dengan Arif Budiman, selaku Sekretaris Majelis Pengawas Daerah di Kota
Langsa periode 2015-2018, pada hari Selasa tanggal 26 Februari 2019.
9
SARAH FADHILLA
dengan pemeriksaan notaris jika didapati suatu masalah seperti pihak penyidik
ataupun penyelidiknya.
d. Memberikan arahan dan mengingatkan notaris agar menulis buku besar harian
(reportorium) secara disipilin, dan apabila didapati notaris yang kesulitan
maka anggota Majelis Pengawas Daerah Kota Langsa juga akan membantu
sebisanya saja.
e. Pada saat anggota Majelis Pengawas Daerah memiliki waktu yang kira-kira
cukup untuk melakukan pengawasan maka kemudian akan langsung
diagendakan sesegera mungkin untuk melakukan pengawasan dan
pemeriksaan terhadap notaris sehingga akan tetap bisa berjalan tugas
pengawasan tersebut.20
Setiap pengawasan yang dilakukan Majelis Pengawas Daerah terhadap
notaris atas pemeriksaan yang dilakukannya baik secara langsung maupun tidak
langsung tersebut harus dilaporkan kepada Majelis Pengawas Wilayah. Dalam hal
ini berarti Majelis Pengawas Daerah Kota Langsa melaporkan hasil temuannya
kepada Majelis Pengawas Wilayah Provinsi Aceh dalam suatu bentuk Berita
Acara Pemeriksaan. Prosedur pemberian rekomendasi dari Majelis Pengawas
Daerah kepada Majelis Pengawas Wilayah ini berdasarkan Pasal 70 huruf h serta
Pasal 71 huruf b, huruf c dan huruf e Undang-Undang Jabatan Notaris, yaitu
terhadap tiap perkara yang dilakukan Majelis Pengawas Daerah terkait
pengawasan dan pemeriksaan terhadap notaris kemudian dilaporkan dan
disampaikan kepada Majelis Pengawas Wilayah dengan tembusan kepada notaris
yang bersangkutan, Organisasi Notaris, dan Majelis Pengawas Pusat dalam bentuk
Berita Acara Pemeriksaan. Selanjutnya Majelis Pengawas Daerah berkewajiban
untuk merahasiakan isi akta dan hasil pemeriksaan, serta memeriksa laporan
masyarakat terhadap notaris dan menyampaikan hasil pemeriksaan tersebut
kepada Majelis Pengawas Wilayah dalam waktu 30 (tiga puluh) hari, dengan
tembusan kepada pihak yang melaporkan, notaris yang bersangkutan, Majelis
Pengawas Pusat, dan Organisasi Notaris.
Sesuai dengan program kerja yang dimiliki oleh Majelis Pengawas Daerah
Kota Langsa, prosedur pemberian penyampaian laporan yang diberikan Majelis
Pengawas Daerah Kota Langsa kepada Majelis Pengawas Wilayah Provinsi Aceh
dibedakan dalam 2 (dua) kategori, yaitu:
a. Laporan rutin
Laporan rutin ini merupakan laporan yang harus dilaporkan oleh notaris
kepada Majelis Pengawas Daerah yaitu yang terkait dengan protokol notaris
secara rutin dan berkala setiap bulan. Laporan ini kemudian akan diperiksa dan
ditelaah oleh Majelis Pengawas Daerah Kota Langsa. Apabila tidak didapati
adanya dugaan pelanggaran pelaksanaan jabatan notaris dalam laporan rutin
tersebut, maka Majelis Pengawas Daerah Kota Langsa akan
merangkum/menjadikan laporan tersebut dalam satu bentuk laporan Berita Acara
Pemeriksaan yang berisikan tentang seluruh isi laporan dari notaris yang
kemudian disampaikan kepada Majelis Pengawas Wilayah Provinsi Aceh.
20
Hasil wawancara dengan Arif Budiman, selaku Sekretaris Majelis Pengawas Daerah di
Kota Langsa periode 2015-2018, pada hari Selasa tanggal 26 Februari 2019.
10
SARAH FADHILLA
21
Hasil wawancara dengan Arif Budiman, selaku Sekretaris Majelis Pengawas Daerah di
Kota Langsa periode 2015-2018, pada hari Selasa tanggal 26 Februari 2019.
11
SARAH FADHILLA
22
Hasil wawancara dengan Arif Budiman, selaku Sekretaris Majelis Pengawas Daerah di Kota
Langsa periode 2015-2018, pada hari Kamis tanggal 26 Februari 2019.
12
SARAH FADHILLA
13
SARAH FADHILLA
Kepada para notaris yang diawasi dan dibina untuk dapat lebih bersinergi,
bersikap terbuka dan bekerjasama dengan baik, sehingga Majelis Pengawas
Daerah dapat menjalankan tugasnya dengan lebih mudah dan pelanggaran
dapat lebih terminimalisir.
3. Hendaknya Majelis Pengawas Daerah Kota Langsa dalam memberikan
rekomendasi sanksi kepada Majelis Pengawas Wilayah Provinsi Aceh terkait
dugaan pelanggaran yang dilakukan notaris lebih objektif, fokus dan teliti,
sebagai bentuk kenetralan Majelis Pengawas Daerah dalam melaksanakan
kewajiban dan wewenangnya sehingga tidak merugikan pihak manapun.
Majelis Pengawas Daerah periode sebelumnya sebaiknya membuat seminar
bagi Majelis Pengawas Daerah periode selanjutnya mengenai mekanisme
pengawasan, pemeriksaan, perekomendasian sanksi dan pembuatan Berita
Acara Pemeriksaan yang harus dilakukan oleh Majelis Pengawas Daerah
periode selanjutnya agar tidak meraba lagi terkait tugas dan kewenagan yang
dimilikinya. Begitupun terhadap kasus-kasus yang sedang ditangani namun
belum menemukan penyelesaian akan tetapi periode jabatan telah berakhir,
maka sebaiknya Majelis Pengawas Daerah periode lama memberikan
gambaran terhadap kasus tersebut, sehingga masyarakat maupun notaris pun
dapat segera menemukan jalan keluarnya.
DAFTAR PUSTAKA
Buku penulis:
Habieb Adjie. (2008). Hukum Notaris Indonesia, Tafsir Tematik Terhadap UU
No. 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, Cetakan Pertama. Bandung:
Refika Aditama.
Burhan Bungin. (2003). Analisa Data Penelitian, Pemahaman Filosofis, Dan
Metodelogi Kearah Pengusaha Modal Aplikasi. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada.
Diana Hakim Koentjoro. (2004). Hukum Administrasi Negara. Bogor: Ghalia
Indonesia.
Tan Thong Kie. (2011). Studi Notariat dan Serba-Serbi Praktek Notaris, Cetakan
Kedua. Jakarta: PT. Ichtiar Baru van Hoeve.
Abdulkadir Muhammad. (1997). Etika Profesi Hukum. Bandung: Citra Aditya
Bakti.
R. Soegondo Notodisoerjo. (1993). Hukum Notariat di Indonesia: Suatu
Penjelasan. Jakarta: PT. Raja Grafindo.
Marthalena Pohan. (1985). Tanggunggugat Advocaat, Dokter, dan Notaris.
Surabaya: Bina Ilmu.
Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia. (2008). 100 Tahun Ikatan Notaris
Indonesia: Jati Diri Notaris Indonesia Dulu, Sekarang, Dan Di Masa
Datang. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka.
Sjaifurrachman. (2017). Aspek Pertanggungjawaban Notaris Dalam Pembuatan
Akta. Bandung: CV. Mandar Maju.
G.H.S. Lumban Tobing. (1999). Peraturan Jabatan Notaris. Jakarta: Erlangga.
Liliana Tedjosaputro. (1995). Etika Profesi Notaris Dalam Penegakan Hukum
Pidana. Yogyakarta: Bigraf Publishing.
14
SARAH FADHILLA
Peraturan Perundang-Undangan:
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris yang diubah
dengan Undang-Undang Nomor 2 tahun 2014 Tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris.
Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor M.39-PW.07.10.
Tahun 2004 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Majelis Pengawas
Notaris.
Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor M.02.PR.08.10. Tahun
2004 Tentang Tata Cara Pengangkatan Anggota, Pemberhentian Anggota,
Susunan Organisasi, Tata Kerja, Dan Tata Cara Pemeriksaan Majelis
Pengawas Notaris yang diubah dengan Peraturan Menteri Hukum dan Hak
Asasi Manusia Nomor 40 Tahun 2015 Tentang Susunan Organisasi, Tata
Cara Pengangkatan Anggota, Pemberhentian Anggota, Dan Tata Kerja
Mejelis Pengawas.
Kode Etik Notaris, Banten 2015.
Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 61 Tahun 2016
Tentang Tata Cara Penjatuhan Sanksi Administratif Terhadap Notaris.
15