Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 10

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/329337613

PENAFSIRAN KONSTITUSI DALAM BINGKAI HUKUM PANCASILA

Article · March 2018


DOI: 10.33760/jch.v3i2.20

CITATIONS READS

0 727

1 author:

Andi Desmon
Universitas Ekasakti
5 PUBLICATIONS   0 CITATIONS   

SEE PROFILE

All content following this page was uploaded by Andi Desmon on 01 December 2018.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


PENAFSIRAN KONSTITUSI DALAM BINGKAI HUKUM
PANCASILA

Andi Desmon
Fakultas Hukum Universitas Ekasakti Padang
Jl. Veteran Dalam No.26 B Padang, Sumatera Barat
e-mail: andidesmon21@gmail.com

Abstract
Interpretive activity is an inherent activity with law and legal science. However, during this
study the science of law provides a limited place to the activities of interpretation. In fact, the
science of law as a practical science in charge of guiding, directing, and controlling the practical
application of rational law, should be able to offer alternative solutions to legal problems, so it
should provide more space for interpretation activities. Through this research, the researcher
described that the interpretation of the constitution within the scope of Pancasila law. This research
was normative law research. The data used in this study comes from primary legal materials,
secondary legal materials, and tertiary legal materials. The legal materials, collected through
literature study, and analyzed qualitatively are then presented in the form of analytical descriptive.
This study concludes that in order to realize a living constitution that is responsive to societal
change, the interpretation of constitutional norms must be based on the meaning of the word and its
sentence structure (grammatical), historical (historical), purpose (teleological) the other positive
(systematic) laws of the law, and contextually referring to social and economic (sociological)
factors with reference to fundamental (philosophical) cultural and humanitarian values
(predictions) for future (futurological). The principles and content of Pancasila as a limitation or
restriction in the interpretation of the constitution is a necessity for the future of Indonesia, as
aspired in the Preamble to the 1945 Constitution.
Keywords: Constitution, Interpretation, Pancasila
Abstrak
Kegiatan penafsiran merupakan aktivitas yang melekat dengan hukum dan ilmu hukum.
Namun, selama ini studi ilmu hukum memberikan tempat yang terbatas terhadap kegiatan
penafsiran. Padahal, ilmu hukum sebagai ilmu praktikal yang bertugas mempedomani,
mengarahkan, dan mengontrol pengembanan hukum praktikal secara rasional, harus mampu
menawarkan alternatif penyelesaian permasalahan hukum, sehingga sudah seharusnya memberikan
ruang yang lebih terhadap kegiatan penafsiran. Melalui penelitian ini diuraikan mengenai
penafsiran konstitusi dalam lingkup hukum Pancasila. Penelitian ini adalah penelitian hukum
normatif. Data yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari bahan hukum primer, bahan
hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Bahan-bahan hukum dimaksud, dikumpulkan melalui
studi kepustakaan, dan dianalisis secara kualitatif yang kemudian disajikan dalam bentuk deskriptif
analitis. Penelitian ini menyimpulkan bahwa untuk mewujudkan konstitusi yang hidup sehingga
responsif terhadap perubahan masyarakat, maka penafsiran terhadap kaidah konstitusi harus
berdasarkan pada makna kata dan struktur kalimatnya (gramatikal), latar belakang sejarah
(historikal), tujuannya (teleologikal) serta dalam konteks hubungan dengan aturan-aturan hukum
positif yang lainnya (sistematikal), dan secara kontekstual merujuk pada faktor-faktor kenyataan
sosial dan ekonomi (sosiologikal) dengan mengacu nilai kultural dan kemanusiaan fundamental
(filosofikal) serta prediksi untuk masa yang akan datang (futurologikal). Asas-asas dan kandungan
nilai Pancasila sebagai batasan atau sandaran dalam melakukan penafsiran konstitusi merupakan
keharusan untuk masa depan Indonesia, sebagaimana yang dicita-citakan dalam Pembukaan UUD
1945.
Kata kunci: Konstitusi, Penafsiran, Pancasila


Naskah diterima: 08 Februari 2018, direvisi: 25 Februari 2018, disetujui untuk terbit: 06 Maret 2018

129
Jurnal Cendekia Hukum: Vol. 3, No 2, Maret 2018

PENDAHULUAN peran yang strategis dalam sistem hukum


Pembukaan Undang-Undang Dasar Indonesia.
Negara Republik Indonesia Tahun 1945,1 Namun demikian, praktek
menjiwai materi muatan UUD 1945. pembentukan undang-undang selama ini
Materi muatan UUD 1945, kurang responsif, dimana pembentuk
mempercayakan penyelenggaraan negara undang-undang terkadang kurang
kepada pengaturan (lebih lanjut) oleh memahami perkembangan masyarakat,
undang-undang.2 Berkenaan dengan hal sehingga banyak undang-undang yang
ini terlihat dengan jelas bahwa diajukan ke hadapan Mahkamah
keberadaan undang-undang memiliki Konstitusi untuk diuji
konstitusionalitasnya, oleh pihak-pihak
yang merasa hak konstitusionalnya3
1
Penyebutan resmi Undang-Undang Dasar
3
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang Jimly Asshiddiqie menyebutkan bahwa
telah dilakukan empat kali perubahan, yang dikategorikan sebagai hak konstitusional
sebagaimana dimuat dalam Republik Indonesia, Warga Negara adalah, a) Hak asasi manusia
Perubahan Pertama Undang-Undang Dasar tertentu yang hanya berlaku sebagai hak
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, konstitusional bagi Warga Negara Indonesia saja.
Lembaran Negara Nomor 11, Lembaran Negara Misalnya, hak yang tercantum dalam Pasal 27 ayat
Tahun 2006; Republik Indonesia, Perubahan (2), Pasal 27 ayat (3), Pasal 28D ayat (3), Pasal 30
kedua Undang-Undang Dasar Negara Republik ayat (1) dan Pasal 31 ayat (1) UUD 1945, b) Hak
Indonesia Tahun 1945, Lembaran Negara Nomor asasi manusia tertentu yang meskipun berlaku bagi
12, Lembaran Negara Tahun 2006; Republik setiap orang, akan tetapi dalam kasus-kasus
Indonesia, Perubahan ketiga Undang-Undang tertentu, khusus bagi Warga Negara Indonesia
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, berlaku keutamaan-keutamaan tertentu. Misalnya,
Lembaran Negara Nomor 13, Lembaran Negara hak yang tercantum dalam Pasal 28D ayat (2),
Tahun 2006; Republik Indonesia, Perubahan Pasal 28E ayat (3) dan Pasal 28H ayat (2) UUD
keempat Undang-Undang Dasar Negara Republik 1945, c) Hak Warga Negara untuk menduduki
Indonesia Tahun 1945, Lembaran Negara Nomor jabatan-jabatan yang diisi melalui prosedur
14, Lembaran Negara Tahun 2006. Selanjutnya pemilihan (elected officials), seperti Presiden dan
dalam penulisan ini ditulis UUD 1945. Wakil Presiden, Gubernur dan Wakil Gubernur,
2
Dalam UUD 1945 hasil perubahan, terdapat Bupati dan Wakil Bupati, Wali Kota dan Wakil
22 butir ketentuan yang menyatakan “diatur Walikota, Kepala Desa, Hakim Konstitusi, Hakim
dengan undang-undang” atau “diatur lebih lanjut Agung, anggota Badan Pemeriksa Keuangan,
dengan undang-undang”, 11 butir ketentuan yang anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat,
menyatakan “diatur dalam undang-undang” atau anggota Dewan Perwakilan Rakyat, anggota
“diatur lebih lanjut dalam undang-undang”, dan 6 Dewan Perwakilan Daerah, anggota Dewan
butir ketentuan menyatakan “ditetapkan dengan Perwakilan Rakyat Daerah, Panglima Tentara
undang-undang. Rumusan diatur “dengan” Nasional Indonesia, Kepala Kepolisian Republik
undang-undang yang terdapat dalam ketentuan Indonesia, Dewan Gubernur Bank Indonesia,
UUD 1945, diberi makna hal yang diatur dalam anggota komisi-komisi negara dan jabatan-jabatan
ketentuan tersebut harus dirumuskan dalam lain yang diisi melalui prosedur pemilihan, baik
sebuah undang-undang yang khusus diterbitkan secara langsung atau secara tidak langsung oleh
untuk kepentingan itu. Sedangkan rumusan diatur rakyat, d) Hak Warga Negara untuk diangkat
“dalam” undang-undang, diberi makna hal yang dalam jabatan-jabatan tertentu (appointed
diatur dalam ketentuan tersebut dapat menjadi officials), seperti tentara nasional Indonesia, polisi
materi muatan suatu atau beberapa undang-undang negara, jaksa, pegawai negeri sipil beserta jabatan-
yang tidak khusus diterbitkan untuk kepentingan jabatan struktural dan fungsional dalam
itu. Lihat Sekretariat Jenderal MPR RI, Panduan lingkungan kepegawaian dan jabatan-jabatan lain
Permasyarakatan Undang-Undang Dasar Negara yang diisi melalui pemilihan. e) Hak untuk
Republik Indonesia Tahun 1945 dan Ketetapan melakukan upaya hukum dalam melawan atau
Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik menggugat keputusan-keputusan negara yang
Indonesia, Jakarta, 2012, Hlm. 35 dinilai merugikan hak konstitusional warga negara

P-ISSN: 2355-4657. E-ISSN: 2580-1678 - 130


Andi Desmon: Penafsiran Konstitusi Dalam Bingkai Hukum Pancasila

diabaikan oleh berlakunya sebuah untuk menggunakan metode originalism


undang-undang. merupakan hal yang wajar, karena
penggunaan metode non-originalism,
Pasal 5 Ayat (1) Undang-Undang
masih menimbulkan perdebatan di
Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan
kalangan pengembanan hukum. Namun
Kehakiman, menyatakan bahwa Hakim
demikian, dalam praktek peradilan di
dan hakim konstitusi wajib menggali,
Mahkamah Konstitusi, hakim Mahkamah
mengikuti, dan memahami nilai-nilai
Konstitusi pernah melakukan penafsiran
hukum dan rasa keadilan yang hidup
konstitusi menggunakan metode non-
dalam masyarakat.
originalism terhadap ketentuan UUD
Mahkamah Konstitusi ketika 1945. Hal tersebut diantaranya dapat kita
melakukan pengujian undang-undang telaah Putusan Nomor 005/PUU-IV/2006,
terhadap UUD 1945, dengan sendirinya dan Putusan Nomor 138/PUU-VII 2009.
telah menafsirkan materi muatan UUD
Kegiatan penafsiran merupakan
1945 yang menjadi batu uji pengujian
aktivitas yang melekat dengan hukum dan
undang-undang dimaksud. Secara
ilmu hukum. Namun, selama ini studi
teoretikal dikenal dua model metode
ilmu hukum memberikan tempat yang
penafsiran undang-undang dasar atau
terbatas terhadap kegiatan penafsiran.5
konstitusi, yaitu originalism dan non-
originalism. Metode originalism, Menurut Bagir Manan, penafsiran
mendasarkan pada intensi pembuat merupakan cara (metode) untuk:
undang-undang dasar dan pengertian
1. Memahami makna asas dan kaidah
murni dari teks undang-undang dasar. yang terkandung dalam aturan hukum;
Sedangkan metode non-originalism,
2. Mengkaitkan fakta hukum dengan
mendasarkan dan berkaitan dengan
kaidah hukum;
pengertian aspirasi yang hidup dan
kebutuhan yang berkembang serta 3. Menjamin terlaksananya penerapan
dan penegakan hukum secara tepat,
relevan.4
benar, dan adil;
Terhadap dua metode tersebut, hakim
4. Mempertemukan kaidah hukum
lebih cenderung menggunakan metode
dengan perkembangan sosial, sehingga
originalism, dibandingkan dengan metode kaidah hukum dapat menyesuaikan
non-originalism. Kecenderungan hakim perkembangan dinamika masyarakat.6
yang bersangkutan. Lihat Jimly Asshiddiqie, 2007, Berdasarkan uraian tersebut, ilmu
Pokok-pokok Hukum Tata Negara Indonesia
hukum sebagai ilmu praktikal yang
Pasca Reformasi, Bhuana Ilmu Populer, Jakarta,
Hlm. 685-686
4
Albert Hasibuan, Masalah Hubungan Antar
5
Lembaga Tinggi Negara dan Hak Asasi Manusia Jimly Asshiddiqie, 2013, Pengantar Ilmu
Berdasarkan UUD 1945. Dalam Bagir Manan Hukum Tata Negara, Rajawali Pers, Jakarta, Hlm.
(Ed), 1996, Kedaulatan Rakyat, Hak Asasi 249.
6
Manusia, dan Negara Hukum, Kumpulan Esai Bagir Manan, Beberapa Catatan Tentang
guna menghormati Sri Soemantri Martosoewignjo, Penafsiran, Makalah, Varia Peradilan No. 285
Gaya Media Pratama, Jakarta, Hlm. 100-101. Agustus 2009, Hlm. 5.

131- LPPM STIH Putri Maharaja Payakumbuh


Jurnal Cendekia Hukum: Vol. 3, No 2, Maret 2018

bertugas mempedomani, mengarahkan, penelitian, digunakan metode deskriptif


dan mengontrol pengembanan hukum analitis,9 sehingga akan diperoleh
praktikal secara rasional, harus mampu gambaran umum yang menyeluruh dan
menawarkan alternatif penyelesaian sistematis serta keadaan ataupun fakta
permasalahan hukum dimaksud. Maka yang ada tentang penafsiran hukum dalam
dari itu, penulis mencoba menguraikan bingkai hukum Pancasila.
mengenai penafsiran konstitusi dalam Data yang digunakan dalam
lingkup hukum Pancasila. penelitian ini bersumber dari bahan
METODE PENELITIAN hukum primer, bahan hukum sekunder
Penelitian (research) ini merupakan dan bahan hukum tersier,10 yang terdiri
penelitian hukum (legal research).7 dari:
Berdasarkan jenisnya, termasuk ke dalam a. Bahan Hukum Primer, meliputi
penelitian hukum normatif (normative Undang-undang Dasar Negara
legal research).8 Untuk mencapai tujuan Republik Indonesia Tahun 1945,
Undang-Undang Nomor 48 Tahun
7
Secara etimologi Penelitian atau research 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.
adalah upaya menemukan informasi kembali b. Bahan Hukum Sekunder, meliputi.
dengan cermat, hati-hati, tekun, telaten, dan
sungguh-sungguh. Makna menemukan adalah hasil-hasil penelitian, teori-teori dan
kegiatan mencari sesuatu yang sebenarnya telah karya tulis dari kalangan sarjana
ada namun belum diformulasikan secara
sistematis. Sedangkan secara konseptual penelitian hukum lainnya yang berkaitan dengan
diartikan sebagai suatu rangkaian kegiatan permasalahan yang diteliti.
penyelidikan yang meliputi perencanaan,
perancangan, manufacturing, pengamatan, analisis c. Bahan Hukum Tersier, merupakan
dan pengkajian secara sistematik dengan nalar bahan hukum yang berkaitan dengan
yang logis serta mengikuti kaidah ilmiah, untuk
mengungkap rahasia alam atau menyelesaikan bahan hukum primer dan bahan
suatu permasalahan yang dihadapi manusia demi hukum sekunder, seperti Kamus Besar
kesejahteraan umat manusia sendiri. Rangkaian
kegiatan dimaksud, harus memfokus pada bidang Bahasa Indonesia, Kamus Bahasa
kajian tertentu. Lihat Ade Saptomo, 2007, Pokok- Inggris-Indonesia, dan Kamus
pokok Metodologi Penelitian Hukum, Unesa 11
University Press, Surabaya, Hlm 28. Hukum.
8
Menurut Bernard Arief Sidharta, metode
penelitian hukum normatif bertumpu pada kaidah-
kaidah yang mengharuskan, yang kepatuhannya
dapat dipaksakan dengan menggunakan alat
kekuasaan (normatif), berkiprah dalam dunia Normatif: Analisis Penelitian Filosofikal dan
keharusan-keharusan (das sollen), dan produknya Dogmatikal. Dalam Sulistyowati Irianto dan
juga bersifat mengkaidahi. Dunia das sollen itu Shidarta (Ed), 2009, Metode Penelitian Hukum:
adalah produk proses dialektikal antara das sein Konstelasi dan Refleksi, Yayasan Obor Indonesia,
yang berinteraksi dengan dunia das sollen yang Jakarta, Hlm. 142-143.
9
produknya diarahkan balik untuk mengatur dunia Penelitian deskriptif analitis adalah
das sein yang telah memunculkannya. Artinya, penelitian yang berusaha untuk melukiskan fakta-
dunia tempat berkiprahnya metode normatif ini fakta dengan bahan-bahan hukum. lihat Soerjono
adalah dunia das sollen-sein. Karena itu, untuk Soekanto dan Sri Marnudji, 1990, Penelitian
mencapai tujuannya, maka metode normatif itu Hukum Normatif, Rajawali, Jakarta, Hlm 14-15
10
harus mengakomodasikan cara kerja metode Soerjono Soekanto, 1986, Pengantar
empirik ke dalam kegiatan berkiprahnya. Lihat Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, Hlm 51-52
11
Bernard Arief Sidharta, Penelitian Hukum Ibid. Hlm. 52

P-ISSN: 2355-4657. E-ISSN: 2580-1678 - 132


Andi Desmon: Penafsiran Konstitusi Dalam Bingkai Hukum Pancasila

Bahan-bahan hukum tersebut hubungan dengan aturan-aturan hukum


dikumpulkan melalui studi kepustakaan positif yang lainnya (sistematikal), dan
(library research),12 yaitu pengumpulan secara kontekstual merujuk pada faktor-
bahan hukum dari berbagai bahan hukum faktor kenyatan sosial dan ekonomi
primer, bahan hukum sekunder dan bahan (sosiologikal) dengan mengacu nilai
hukum tersier yang berhubungan dengan kultural dan kemanusiaan fundamental
topik penelitian. Bahan hukum yang telah (filosofikal) serta prediksi untuk masa
diperoleh, dianalisis secara kualitatif,13 yang akan datang (futurologikal).15
dengan menggunakan daya abstraksi dan Berkenaan dengan hal tersebut, serta
interpretasi dengan merujuk pada mewujudkan konstitusi yang hidup, maka
kerangka pemikiran serta pandangan- penafsiran terhadap kaidah konstitusi
pandangan para ahli yang ada harus berdasarkan pada makna kata dan
relevansinya dengan topik penelitian, struktur kalimatnya (gramatikal), latar
yang untuk selanjutnya dideskripsikan belakang sejarah (historikal), tujuannya
dalam bentuk kalimat perkalimat sehingga (teleologikal) serta dalam konteks
mudah dipahami dan diinterpretasikan.14 hubungan dengan aturan-aturan hukum
HASIL DAN PEMBAHASAN positif yang lainnya (sistematikal), dan
Sebagai ilmu praktikal, ilmu hukum secara kontekstual merujuk pada faktor-
bertugas untuk mempedomani, faktor kenyatan sosial dan ekonomi
mengarahkan, dan mengontrol (sosiologikal) dengan mengacu nilai
pengembanan hukum praktikal secara kultural dan kemanusiaan fundamental
rasional. Penetapan proposisi hukum (apa (filosofikal) serta prediksi untuk masa
kaidah hukumnya) berlandaskan hukum yang akan datang (futurologikal).
positif yang dipahami (diinterpretasi) Penggunaan metode-metode
berdasarkan makna kata dan struktur dimaksud, kemungkinan dapat
kalimatnya (gramatikal), latar belakang menyebabkan terjadinya perubahan
sejarah (historikal), tujuannya terhadap makna teks konstitusi. Maka dari
(teleologikal) serta dalam konteks itu, ketika pelaksanaan pengujian undang-
12
undang, hakim konstitusi dengan
Studi Kepustakaan merupakan metode
tunggal yang dipergunakan dalam penelitian sendirinya telah melakukan penafsiran
hukum normatif. Lihat Bambang Waluyo, 2008, terhadap kaidah-kaidah konstitusi yang
Penelitian Hukum Dalam Praktek, Sinar Grafika,
Jakarta, Hlm. 50 menjadi batu ujinya. Untuk
13
Analisis kualitatif digunakan untuk meminimalisir jangan sampai terjadinya
menganalisis makna dari data yang tampak
dipermukaan, artinya analisis kualitatif tidak penyimpangan dalam artian keluar dari
digunakan untuk menjelaskan sebuah fakta tetapi
hanya untuk memahami fakta tersebut. Lihat
15
Burhan Bungin (ed), 2006, Metodologi Penelitian Bernard Arief Sidharta, Konsepsi Ilmu
Kualitatif, Raja Grafindo Persada, Jakarta, Hlm. Hukum. Dalam Philips A Kana dan Otong Rosadi
54 (penyunting), 2010, 70 Tahun Bintan R Saragih:
14
Lexy J. Moleong, 2003, Metode Penelitian Percikan Pemikiran Hukum, Ketatanegaraan, dan
Kualitatif, Remaja Adikarya, Yogyakarta, Hlm. 4- Kebijakan Publik, Wildan Akademika dan
5 Universitas Ekasakti, Subang-Padang, Hlm. 3

133- LPPM STIH Putri Maharaja Payakumbuh


Jurnal Cendekia Hukum: Vol. 3, No 2, Maret 2018

kebersisteman konstitusi, maka yaitu tatanan hukum yang berakar dalam


diperlukan batasan ketika melakukan dan bersumber pada nilai-nilai dasar yang
penafsiran terhadap kaidah-kaidah digali dari nilai-nilai dan cara baik
konstitusi. masyarakat nusantara, yaitu Pancasila.18
Pembicaraan tentang batasan Mochtar Kusumaatmadja dan B.
penafsiran konstitusi, Bagir Manan Arief Sidharta menjelaskan bahwa di
menyebutkan sebagai berikut: dalam Pancasila terdapat prinsip-prinsip
hukum umum yang merupakan
“Selain menggunakan berbagai macam
metode dan ilmu penafsiran, the living penggambaran dari tekad dan aspirasi
constitution harus dilakukan dalam batas- bangsa Indonesia yang mencapai
batas landasan dan cita-cita bernegara. kemerdekaannya dengan perjuangan,
Dalam konteks UUD 1945, penafsiran yang terdiri dari:
tidak boleh menyinggung dasar-dasar
1. Asas ketuhanan mengamanatkan
demokrasi, negara hukum, asas-asas
bahwa tidak boleh ada produk hukum
keindonesiaan, dan tujuan bernegara
nasional yang bertentangan dengan
(negara kesejahteraan atas dasar keadilan
agama atau bersifat menolak atau
sosial). Itulah makna the living
bermusuhan dengan agama;
constitution. Apabila penafsiran UUD
2. Asas Perikemanusiaan
1945 dilakukan diluar dasar-dasar diatas,
mengamanatkan bahwa hukum harus
bukanlah dalam kerangka the living
melindungi warga Negara dan
constitution, tetapi meninggalkan UUD
menjunjung tinggi martabat manusia;
1945”.16
3. Asas persatuan dan kesatuan atau
Beranjak dari pemikiran yang kebangsaan mengamanatkan bahwa
dikemukakan oleh Bagir Manan tersebut, hukum Indonesia harus merupakan
dapat dikatakan bahwa penggunaan hukum nasional yang berlaku bagi
berbagai macam metode penafsiran, perlu seluruh bangsa Indonesia. Hukum
diberi pembatasan. Pembatasan yang nasional berfungsi mempersatukan
dimaksud tentu saja dalam lingkup sistem bangsa Indonesia;
4. Asas demokrasi mengamanatkan
kaidah hukum negara. Sebagai negara
bahwa dalam hubungan antara hukum
yang baru merdeka dan terlepas dari
dan kekuasaan, kekuasaan harus
penjajahan dengan tatanan hukum
kolonialnya, negara Indonesia telah
diambilnya sikap yang progressip tentang hukum
memilih untuk menyegera mempunyai dan peranannya dalam masyarakat, yaitu: 1)
sistem hukum baru yang berlandaskan keinginan untuk menghapus peninggalan kolonial
secepatnya; dan 2) harapan-harapan yang
pada cara berhukum bangsa Indonesia,17 ditimbulkan pada masyarakat dengan tercapainya
kemerdekaan. Lihat Mochtar Kusumaatmadja,
1976, Hukum, Masyarakat, Dan Pembinaan
16
Bagir Manan dan Susi Dwi Harijanti, Hukum Nasional, Bina Cipta, Bandung, Hlm. 3.
18
2015, Memahami Konstitusi: Makna dan Bernard Arief Sidharta, 2013, Ilmu Hukum
Aktualisasi, Rajawali Pers, Jakarta, Hlm. 164. Indonesia: Upaya Pengembangan Ilmu Hukum
17
Menurut Mochtar Kusumaatmadja, pada Sistematik Yang Responsif Terhadap Perubahan
negara-negara yang baru merdeka yang sedang Masyarakat, Genta Publising, Yogyakarta, Hlm.
berkembang, terdapat dua faktor yang mendesak 96-97

P-ISSN: 2355-4657. E-ISSN: 2580-1678 - 134


Andi Desmon: Penafsiran Konstitusi Dalam Bingkai Hukum Pancasila

tunduk pada hukum, bukan sebaliknya. mampu memberi kepuasan dan


Pada analisis terakhir kekuasaan ada menciptakan harmonis sebagai mana
pada rakyat dan wakil-wakilnya; dikatakan oleh Leslie Lipson”.21
5. Asas keadilan sosial mengamanatkan Dalam pandangan Bruggink,
bahwa semua warga Negara
Pancasila merupakan kaidah penilaian
mempunyai hak yang sama dan bahwa
yang fundamental, yang berfungsi sebagai
semua orang sama di hadapan
hukum.19 meta-kaidah terhadap kaidah hukum,
karena menentukan interpretasi terhadap
Kelima asas yang terkandung dalam
aturan-aturan hukum dan wilayah
sila-sila Pancasila, masing-masing
penerapan dari aturan-aturan hukum
mengungkapkan nilai fundamental dan
tersebut. Di samping itu, Pancasila juga
sekaligus juga menjadi lima asas
merupakan pedoman bagi perilaku,
operasional dalam menjalani kehidupan,
walaupun dengan cara yang tidak
termasuk dalam penyelenggaraan
langsung jika dibandingkan dengan
kegiatan bernegara dan pengembanan
kaidah perilaku.22
hukum (pembentukan, penemuan, dan
penerapan hukum).20 Menjadikan asas-asas dan kandungan
nilai Pancasila sebagai batasan atau
Senada dengan hal tersebut, Bagir
sandaran dalam melakukan penafsiran
Manan menyebutkan sebagai berikut:
konstitusi merupakan keharusan untuk
“Pembukaan UUD 1945 menjadi dasar masa depan Indonesia, sebagaimana yang
muatan hukum (pembentukan, penerapan, dicita-citakan dalam Pembukaan UUD
dan penegakan hukum) yang memuat 1945.23
asas-asas hukum (general principles of
law) yang berlaku untuk semua bidang SIMPULAN
hukum. Pembentuk hukum, pelaksana Berdasarkan pembahasan pada
hukum, penegak hukum (terutama hakim) bagian sebelumnya, maka pada bagian ini
wajib memperhatikan asas-asas hukum penulis mencoba menyimpulkan hal-hal
umum sebagai sandaran keputusan atau sebagai berikut:
putusan. Mengingat Pancasila
mengandung asas-asas hukum umum,
maka pembentuk, pelaksana dan penegak
hukum, wajib senantiasa memperhatikan 21
Bagir Manan dan Susi Dwi Harijanti,
isi Pembukaan UUD 1945, bukan sekadar 2015, Op. Cit, Hlm. 164.
22
J.J.H. Bruggink, 1999, Refleksi Tentang
formalitas belaka. Inilah sebenarnya yang Hukum, (Alih Bahasa: B. Arief Sidharta), Citra
diartikan aspek filosofis sebagai salah Aditya Bakti, Bandung, Hlm. 119-123
23
satu dasar putusan yang adil dalam arti Bandingkan dengan Otong Rosadi, Hukum
Kodrat, Pancasila dan Asas Hukum Dalam
Pembentukan Hukum di Indonesia, Jurnal
19
Mochtar Kusumaatmadja dan B. Arief Dinamika Hukum, Fakultas Hukum Universitas
Sidharta, 2000, Pengantar Ilmu Hukum: Suatu Jenderal Soedirman, Volume 10 No. 3, September
Pengenalan Pertama Ruang Lingkup Berlakunya 2010. Lihat juga Jawahir Thontowi, Pancasila
Ilmu Hukum, Alumni, Bandung, Hlm. 138-139. Dalam Perspektif Hukum: Pandangan Terhadap
20
Bernard Arief Sidharta, 2013, Op. Cit, Ancaman “The Lost Generation”, UII Perss,
Hlm. 98. Yogyakarta, 2016.

135- LPPM STIH Putri Maharaja Payakumbuh


Jurnal Cendekia Hukum: Vol. 3, No 2, Maret 2018

1. Untuk mewujudkan konstitusi yang Bambang Waluyo, 2008, Penelitian


hidup sehingga responsif terhadap Hukum Dalam Praktek, Sinar
perubahan masyarakat, maka Grafika, Jakarta.
penafsiran terhadap kaidah konstitusi Bernard Arief Sidharta, 2013, Ilmu
harus berdasarkan pada makna kata Hukum Indonesia: Upaya
dan struktur kalimatnya (gramatikal), Pengembangan Ilmu Hukum
latar belakang sejarah (historikal), Sistematik Yang Responsif
tujuannya (teleologikal) serta dalam Terhadap Perubahan Masyarakat,
konteks hubungan dengan aturan- Genta Publising, Yogyakarta.
aturan hukum positif yang lainnya Burhan Bungin (ed), 2006, Metodologi
(sistematikal), dan secara kontekstual Penelitian Kualitatif, Raja Grafindo
merujuk pada faktor-faktor kenyataan Persada, Jakarta.
sosial dan ekonomi (sosiologikal) J.J.H. Bruggink, 1999, Refleksi Tentang
dengan mengacu nilai kultural dan Hukum, (Alih Bahasa: B. Arief
kemanusiaan fundamental (filosofikal) Sidharta), Citra Aditya Bakti,
serta prediksi untuk masa yang akan Bandung.
datang (futurologikal). Jawahir Thontowi, 2016, Pancasila
2. Asas-asas dan kandungan nilai Dalam Perspektif Hukum:
Pancasila sebagai batasan atau Pandangan Terhadap Ancaman
sandaran dalam melakukan penafsiran “The Lost Generation”, UII Perss,
konstitusi merupakan keharusan untuk Yogyakarta.
masa depan Indonesia, sebagaimana Jimly Asshiddiqie, 2007, Pokok-pokok
yang dicita-citakan dalam Pembukaan Hukum Tata Negara Indonesia
UUD 1945. Pasca Reformasi, Bhuana Ilmu
Populer, Jakarta.
DAFTAR PUSTAKA
Jimly Asshiddiqie, 2013, Pengantar Ilmu
Buku-Buku
Hukum Tata Negara, Rajawali Pers,
Ade Saptomo, 2007, Pokok-pokok Jakarta.
Metodologi Penelitian Hukum,
Lexy J. Moleong, 2003, Metode
Unesa University Press, Jakarta.
Penelitian Kualitatif, Remaja
Bagir Manan (Ed), 1996, Kedaulatan Adikarya, Yogakarta.
Rakyat, Hak Asasi Manusia, dan
Mochtar Kusumaatmadja, 1976, Hukum,
Negara Hukum, Kumpulan Esai
Masyarakat, Dan Pembinaan
guna menghormati Sri Soemantri
Hukum Nasional, Bina Cipta,
Martosoewignjo, Gaya Media
Bandung.
Pratama, Jakarta.
Mochtar Kusumaatmadja dan B. Arief
Bagir Manan dan Susi Dwi Harijanti,
Sidharta, 2000, Pengantar Ilmu
2015, Memahami Konstitusi:
Hukum: Suatu Pengenalan Pertama
Makna dan Aktualisasi, Rajawali
Ruang Lingkup Berlakunya Ilmu
Pers, Jakarta.
Hukum, Alumni, Bandung.

P-ISSN: 2355-4657. E-ISSN: 2580-1678 - 136


Andi Desmon: Penafsiran Konstitusi Dalam Bingkai Hukum Pancasila

Philips A Kana dan Otong Rosadi Darda Pasmatuti, Analisa Terhadap


(penyunting), 2010, 70 Tahun Putusan Mahkamah Kontitusi
Bintan R Saragih: Percikan Nomor 46/Puu-Viii/2010 Mengenai
Pemikiran Hukum, Ketatanegaraan, Status Anak, Volume 3, Nomor. 1,
dan Kebijakan Publik, Wildan September 2017.
Akademika dan Universitas Otong Rosadi, Hukum Kodrat, Pancasila
Ekasakti, Subang-Padang dan Asas Hukum dalam
Sekretariat Jenderal MPR RI, 2012, Pembentukan Hukum di Indonesia,
Panduan Permasyarakatan Jurnal Dinamika Hukum, Fakultas
Undang-Undang Dasar Negara Hukum Universitas Jenderal
Republik Indonesia Tahun 1945 dan Soedirman, Volume 10 Nomor 3,
Ketetapan Majelis September 2010.
Permusyawaratan Rakyat Republik
Peraturan Perundang-Undangan
Indonesia, Jakarta.
Undang-Undang Dasar Negara Republik
Soerjono Soekanto, 1986, Pengantar Indonesia Tahun 1945.
Penelitian Hukum, UI Press,
Jakarta. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009
tentang Kekuasaan Kehakiman.
Soerjono Soekanto dan Sri Marnudji,
1990, Penelitian Hukum Normatif, Putusan Mahkamah Konstitusi
Rajawali Pers, Jakarta. Putusan Nomor 005/PUU-IV/2006.
Sulistyowati Irianto dan Shidarta (Ed), Putusan Nomor 138/PUU-VII 2009.
2009, Metode Penelitian Hukum:
Konstelasi dan Refleksi, Yayasan
Obor Indonesia, Jakarta.
Jurnal
Bagir Manan, Beberapa Catatan Tentang
Penafsiran, Makalah, Varia
Peradilan Nomor 285 Agustus 2009.

137- LPPM STIH Putri Maharaja Payakumbuh

View publication stats

You might also like