Fenomena Korupsi Di Tubuh Kementrian Agama Dan Pimpinan Partai Islam

You might also like

Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 12

FENOMENA KORUPSI DI TUBUH KEMENTRIAN AGAMA DAN PIMPINAN PARTAI

ISLAM
FENOMENA KORUPSI DI TUBUH KEMENTRIAN AGAMA DAN  PIMPINAN PARTAI
ISLAM:  
STUDI KASUS KORUPSI SURYADHARMA ALI

Disusun Oleh:
Muh. Dzatul Kahfi 

Jurusan Sejarah dan Peradaban Islam, Fakultas Adab dan Humaniora


Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung

ABSTRACT
The revitalization of religion function —that some people think— is an effective instrument
to fight the cancer of corruption and also the implementation of democratization and liberalization
of the market. Value systems, moral teachings and spirituality in religion are considered to be
opposite of the corruption characters growing in the contemporary society. The more religiosity of a
society leads to the expectation for the lower corruption. However, according to the Corruption
Perception Index (CPI) data, we will exactly find a tendency of paradoxical phenomena. For
example, in the context of Islamic countries, the high of influence for the Muslims belief to their
religion is not directly proportional to the commitment of the corruption eradication in the Muslim
populized countries mostly. This phenomenon deserves to be shared reflection, to find the answers
of classic questions; why does corruption tend becoming habit of Muslim community who are
uphold moral principles and integrity in social life and state? Even that happened precisely this
corruption virus infect even institutions of the Ministry of Religious affairs and the Islamic party
should be a fortress of the prevention of corruption. This is compounded with the helm in the
institutions of the Ministry of Corruption suspect, as happened in the case of corruption
Suryadharma Ali wrote at the time of becoming suspects of corruption, as Minister of Religion and
Chairman of an Islamic Party.

Keyword: Corruption, Ministry of Religious, Islamic Party, Suryadhamrma Ali

A.           PENDAHULUAN
1.             Latar Belakang Masalah
Dalam pengertian sehari-hari, kita biasanya menghubungkan pengertian korupsi dengan
keterlibatan para pejabat dalam menerima uang suap. Korupsi berarti bila seorang pegawai negeri
menyalahgunakan wewenang yang ada padanya untuk memperoleh penghasilan tambahan bagi
dirinya dari masyarakat.” Sebenarnya istilah korupsi di sini mencakup pula pengertian memberi
suap kepada orang-orang bukan pegawai negeri, seperti misalnya kepada para pemimpin politik,
pada pemimpin serikat buruh, wartawan, pemilih dalam pemilihan umum, dan ini yang terpenting
pada karyawan-karyawan industri atau perusahaan swasta.[1] Kegiatan seperti ini sudah dianggap
hal yang lumrah ditengah-tengah kehidupan sosial masyarakat Indonesia. Kasus korupsi yang kini
banyak terjadi di Indonesia menimbulkan pertanyaan yang sangat kontradiktif. Dimana peran
agama Islam sebagai agama mayoritas Indonesia yang ajarannya menentang untuk melakukan hal-
hal yang negatif?
Revitalisasi fungsi agama dianggap sebagai instrumen efektif untuk melawan korupsi. Sistem
nilai, ajaran moral, dan spiritualitas dalam agama dianggap menjadi antitesa bagi watak korup yang
berkembang di tengah masyarakat kontemporer. Semakin tinggi tingkat religiusitas suatu
masyarakat, level korupsi diharapkan semakin rendah. Mengaca kepada data Corruption Perception
Index (CPI/IPK), kita justru akan menemukan kecenderungan fenomena yang berbeda.  Tingginya
pengaruh kepercayaan umat Muslim terhadap agama yang diimaninya ternyata tidak berbanding
lurus dengan komitmen pemberantasan korupsi. Fenomena ini patut dijadikan refleksi bersama,
mengapa praktik korupsi cenderung lumrah dalam tradisi masyarakat Muslim yang dianggap
memegang teguh prinsip moral dan integritas dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara?
Inilah sebuah fenomena yang nampak saat ini, bahkan telah menjangkiti lembaga kementrian agama
dan partai Islam yang harusnya menjadi benteng pencegahan korupsi.[2]

2.             Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut:
a.       Bagaimana korupsi dalam persprktim umum?
b.      Bagaimana korupsi dalam persprktim Islam?
c.       Bagaimana korupsi di Kementrian Agama?
d.      Bagaimana Korupsi dalam partai Islam?
e.       Bagaimana kasus korupsi Suryadharma Ali?
f.       Bagainama dampak korupsi dan solusi penanggulangannya?

B.     METODOLOGI
1.             Metode
Metode penelitian ini bersifat kualitatif yang memerlukan data berupa tulisan dan paparan
untuk dapat dianlisis. Untuk mendapatkan hal itu. Penulis menggunakan metode deskriptif-analitik.
Metode deskriptif adalah metode penelitian yang memberikan gambaran atau uraian atas suatu
keadaan sejelas mungkin tanpa ada perlakuan terhaap objek yang diteliti.

2.             Sumber Data
Sumber data dari penulisan ini merupakan data yang didapatkan dari berbagai buku, artikel,
koran, baik majalah yang berupa dokumen offline maupun online.

3.             Teknik Pengumpulan Data


Untuk pengumpulan data dalam penulisan jurnal ini menggunakan studi pustaka dan
dokumentasi dari berbagai sumber tertulis baik offline maupun online.

4.             Teknik/Cara Penganilisisan Data


Data yang digunaka dalam penulisan ini berupa dokumen dari berbagai sumber baik offline
maupun online. Maka dari itu, dalam hal penganalisian data-data tersebut menggunakan konsep
dasar analisis data kualitatif.

C.           HASIL DAN PEMBAHASAN


1.             Korupsi Dalam Perspektif Umum
Istilah korupsi berasal dari bahasa Inggris, yaitu Corrupt yang secara harfiah berarti disuap,
jahat, buruk, curang, atau merusak. Dalam bahasa Indonesia, korupsi adalah perbuatan busuk
seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok dan lain sebagainya. Sedangkan dalam
terminologi Islam, korupsi disebut sebagai Risywah, yang artinya suap menyuap antara seseorang
dengan orang lain dengan imbalan uang tertentu guna memperoleh pekerjaan atau jabatan.[3]
Dengan demikian, Korupsi diartikan sebagai penyelewengan atau penyalahgunaan uang
negara (perusahaan dan sebagainya) untuk kepentingan pribadi atau orang lain. Korupsi dipahami
sebagai perbuatan busuk, rusak, kotor, serta menggunakan uang atau barang milik lain (perusahaan
atau negara) secara menyimpang yang menguntungkan diri sendiri. Korupsi melibatkan
penyalahguanaan kepercayaan yang umumnya melibatkan kekuasaan publik untuk kepentingan
pribadi. Korupsi juga dimaknai sebagai penyalahgunaan peran, jabatan publik atau sumber untuk
keuntungan pribadi.[4]
Korupsi memiliki bentuk dan jenis yang beragam. Masing-masing negara dengan kultur
masing-masing memahami korupsi dengan cara yang berbeda. Di Indonesia, sebagaimana diatur
dalam Undang-Undang No. 31 tahun 1995, korupsi dapat mengambil bentuk berupa suatu tindakan
melawan hukum yang (1) merugikan keuangan negara, (2) berupa suap-menyuap, (3) penggelapan,
(4) pemerasan, (5) perbuatan curang, (6) benturan-benturan dalam pengadaan, dan (7) gratifikasi.
Bentuk korupsi lainnya lebih lanjut diatur dalam undang-undang tersebut.
Di berbagai negara, jenis-jenis korupsi bermacam-macam. Meni misalnya, menyebutkan ada
4 jenis korupsi, yaitu korupsi jalan pintas, upeti, kontrak, dan pemerasan. Islam juga mengenal
korupsi, yakni berupa ghulul atau penggelapan, risywah atau penyuapan, ghashab atau
perampasan, ikhtilas atau pencopetan, sirqah atau pencurian, dan hirabah atau perampokan.Gaft,
bribery, dan nepotism, sebagaimana dikemukakan Widodo juga merupakan jenis korupsi yang
sudah umum. Sementara itu, dilihat dari pelaksanaannya, korupsi dapat juga dibedakan dalam tiga
hal, yaitu korupsi individual, korupsi terlembagakan, dan korupsi politis.[5]
Salah satu lembaga independen yang bergerak dalam penelitian ekonomi yang berasal dari
Hongkong yang bernama Independent Commite Anti Corruption (ICAC), melansir bahwa Indonesia
masuk dalam 10 besar negara paling korup di dunia. Bahkan menurut hasil surveyGlobal
Corruption Index, maupun International Country Risk Guide Index,  tahun 1999 dan 2000,
Indonesia menempati rangking ketiga dalam bidang korupsi di dunia. Sementara di level Asia,
Indonesia menempati rangking pertama. Dan hal ini tidak berubah sampai tahun 2004, yang
menunjukkan Indonesia sebagai negara terkorup di Asia dan rangking nomor 5 di dunia.[6]
Banyak faktor yang melatarbelakangi seseorang melakukan kegiatan korupsi, diantaranya
disebabkan oleh kondisi mental masyarakat Indonesia yang sangat rendah, yang berdampak pada
penghasilan minim, rendahnya pendidikan, pengetahuan dan pengamalan agama, sikap tamak dan
rakus yang menghantui setiap anggota masyarakat Indonesia. Beberapa faktor lainnya, yaitu faktor
ekonomi / gaji kecil, budaya, penegakan hukum yang lemah, lemahnya keyakinan agama,
pemahaman keagamaan yang keliru, adanya kesempatan, dan faktor Kebiasaan dan Kebersamaan.
Selain diatas, faktor-faktor lainnya masih banyak lagi, yakni adanya kesempatan dan sistem
yang rapuh, mentalitas yang rapuh, hilangnya rasa bersalah, hilangnya nilai kejujuran, sikap tamak
dan serakah, ingin cepat kaya tanpa udaha dan kerja keras, terjerat sifat matrealistik, kapitalistik,
dan hedonistik.[7]
Munculnya era reformasi yang menjanjikan perubahan dalam berbagai aspek kehidupan
ternyata tidak banyak mewujudkan harapan-harapan, terutama dalam hal mengatasi penyakit yang
paling kronis diidap bangsa Indonesia, yaitu korupsi. Bukannya memberantas, era reformasi
membuka selubung-selubung mafia korupsi yang parah. Apabila korupsi pada zaman Orde Baru
dilakukan oleh penguasa sentral, pada era reformasi, korupsi dilakukan oleh mafia para pejabat
antar-departemen. Korupsi sudah mendarah daging dalam tubuh bangsa Indonesia dalam berbagai
lapisan sosial, dari pejabat tinggi dalam institusi-institusi negara, pengusaha dalam gerak bisnisnya
hingga rakyat kecil dalam kehidupan sehari-hari. Pejabat negara, individu atau mafia, menilep uang
rakyat di tingkat negara dengan menyelewengkan aturan dan jabatan, melakukan mark up dan
laporan untuk kepentingan diri dan mafianya. Penguasa melakukan kesepakatan dan menyuap para
pejabat. Rakyat bawah merampok gaji guru di jalanan, mengurangi timbangan di pasar, mengoplos
dagangan, mencampur daging segar dengan daging busuk, dan terasi pun, seperti terjadi di Cirebon,
dioplos dengan belatung dan nasi busuk. Hampir semua lapisan masyarakat di Indonesia memiliki
mentalitas korupsi. Semuanya melakukan kejahatan dengan modus dan bentuk masing-masing.
Tujuannya sama, ingin cepat kaya dengan menghalalkan segala cara.[8]
Ragam spekulasi pun dirumuskan mulai dari ketidaktegasan kepala negara, ketidakseriusan
pemerintah, lemahnya pengawasan, impotensi hukum, kerakusan manusia, lemahnya vonis, dan
sebagainya. Akan tetapi, semuanya tidak menjawab mengapa korupsi tidak henti-henti terus terjadi
walaupun sudah ada KPK, UU Tipikor dan banyak koruptor yang sudah dijerat penjara puluhan
tahun. Vonis seolah ditertawakan, penjara tidak membuat efek jera, dan gelombang para koruptor
terus bermunculan, bahkan para pejabat negara dalam institusi-institusi yang harusnya menangani
korupsi: Ketua KPK terlibat kasus hukum, pembunuhan dan dipenjara, kejaksaan dikuasai mafia,
POLRI memenjarakan petingginya yang membongkar keborokan dalam institusinya, perpajakan
ternyata sarang markus, ketua BPK diperiksa, para wakil rakyat di DPR malah banyak terlibat
korupsi, rekening para perwira berisi milyaran rupiah. Demikian pula, mental korupsi di tingkat
masyarakat bawah, kita maklumi bersama, tidak terhitung jumlahnya.[9]
Menurut Syeh Husen Alatas menjelaskan tentang sifat, sebab dan fungsi, dari korupsi itu
adalah penyalahgunaan kepercayaan untuk kepentingan pribadi. Lebih lanjut Syeh Husen
menjelaskan bahwa korupsi terbagi dalam beberapa kelompok, yaitu:
a.    Korupsi Transaktif, yaitu suatu bentuk korupsi yang dilakukan atas dasar kesepakatan timbal
balik antara pihak pemberi dan pihak penerima.
b.    Korupsi Ekstortif (Memeras), yaitu pihak pemberi dipaksa untuk melakukan penyuapan guna
mencegah terjadinya kerugian bagi dirinya, kepentingannya, orang-orang, atau hal-hal yang
penting baginya.
c.    Korupsi Nepotistik (Perkerabatan), yaitu melakukan penunjukkan secara tidak sah terhadap
kawan atau kerabat untuk memegang suatu jabatan publik, atau tindakan yang memberikan
perlakuan istimewa dalam bentuk uang atau bentuk lain kepada mereka secara bertentangan
dengan norma atau ketentuan yang berlaku.
d.   Korupsi Investif, yaitu pemberian barang atau jasa tanpa ada keterkaitan langsung dengan
keuntungan tertentu, melainkan mengharapkan suatu keuntungan yang akan diperoleh di masa
depan.
e.    Korupsi Suportif (Dukungan), yaitu penciptaan suasana yang dapat melanggengkan,
melindungi, memperkuat korupsi yang sedang dijalankan.
f.     Korupsi Autogenik, yaitu korupsi yang dilakukan secara individual untuk mendapatkan
keuntungan karena memahami dan mengetahui serta mempunyai peluang terhadap objek
korupsi yang tidak diketahui orang lain.
g.    Korupsi Defensif, korupsi ini adalah suatu bentuk korupsi yang dilakukan oleh korban
korupsi dalam rangka mempertahankan diri terhadap upaya pemerasan terhadap dirinya.[10]
Sementara itu, menurut Moeflich Hasbullah dalam bukunya Sejarah Sosial Intelektual Islam
di Indonesia,  menjelaskan bahwa semua korupsi terjadi karena adanya peluang dan kesempatan
yang terbuka. Ada lima kategori kesempatan yang mendorong seseorang melakukan korupsi,
yaitu[11] :
a.    Corruption by need, ini adalah korupsi skala kecil untuk memenuhi kebutuhan hidup.
b.    Corruption by gate, yaitu awalnya tidak berniat, tetapi tiba-tiba pintu gerbang korupsi terbuka
dengan ditawari, diajak, dan disuguhi tanda tangan.
c.    Corruption by read, yaitu korupsi yang dilakukan dengan membaca situasi, melihat-lihat
kemungkinan, aman tidaknya apalagi dilakukan bersama atasannya.
d.    Corruption by lead, yaitu  korupsi yang dilakukan melalui kedudukan, jabatan, dan posisi
kepemimpinannya. Ini korupsi paling umum.
e.    Corruption by meat, ini adalah korupsi yang paling jahat yang dilakukan dengan memotong
dan merampok hak rakyat, bawahan, karyawan, guru dan sebagainya untuk memperkaya diri.
  
2.             Korupsi Dalam Persfektif Islam
Istilah korupsi sebagaimana disebutkan di atas merupakan sebuah istilah yang telah akrab
dengan kehidupan kita sehari-hari. Dalam al-Quran terdapat istilah-istilah yang pengertian dan
unsurnya terkandung di dalam pengertian korupsi. Istilah-istilah tersebut adalah Risywah yang
artinya suap, Saraqah yang artinya pencurian, al-Gasysy ataupun al-Ghulul yang artinya penipuan,
dan khiyanah yang artinya penghianatan. Keempat istilah ini adalah merupakan bahasa moral dan
kemanusiaan yang secara tegas terkandung dalam al-Quran dan al-Hadis Rasulullah SAW.
Secara teoritis, kedudukan korupsi dalam hukum Islam adalah merupakan tindakan kriminal
yang dalam istilah Islam disebut dengan Jinayah atau Jarimah. Asas legalitas hukum Islam tentang
korupsi sangatlah jelas dan tegas. Ia merupakan suatu tindakan pencurian dan karenanya pelaku
korupsi haruslah dihukum. Di dalam al-Quran Allah SWT berfirman :
Artinya: “Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara
kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim,
supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan
berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.”
Dari ayat tersebut di atas dapatlah kita pahami bahwa Allah SWT sangat melarang hamba-
Nya untuk mengambil dan memakan harta yang diperoleh dari jalan yang tidak benar. Selain itu,
ayat tersebut juga bermakna bahwa Allah SWT membenci dan melarang hamba-Nya untuk
menguasai harta orang lain tanpa melalui cara-cara yang benar. Perlindungan terhadap harta adalah
merupakan salah satu pokok pertimbangan dalam menetapkan hukum Islam yang terkenal
dengan Asasul Khomsah (prinsip-prinsip yang lima) yaitu memelihara agama, memelihara jiwa,
memelihara akal, memelihara keturunan/kehormatan dan memelihara harta .
Selain itu korupsi adalah salah satu bentuk pengkhianatan terhadap agama, sebab ia
mengkianati amanah yang dibebankan di pundaknya. Ia juga menyelewengkan dan
menyalahgunakan tugas dan tanggungjawab yang diberikan kepadanya. Oleh karena itu ia harus
dihukum dan diberikan sanksi hukum yang jelas dan berat sebab dalam hal ini ada dua dosa yang
dia pikul. Pertama adalah dosa kepada bangsa dan negara sebab dia menyalahgunakan keuangan
dan perekonomian negara, dan kedua adalah dosa kepada Allah SWT sebab dia mengkhianati
amanah yang dibebankan kepadanya.
Korupsi dalam pandangan agama Islam dapat juga dimasukkan dalam kategori al-Gosysydan
al-Ghulul (penipuan), sebab korupsi termasuk dalam kategori menipu orang banyak ataupun menipu
negara untuk kepentingan peribadinya.
Al-Khatibi Rahimahullohu dalam Syarh Sunan Abu Daud yang berjudul Maalim As-Sunan
berkata, Ar-Rosyi adalah orang yang memberikan suap dan al-Murtasyi adalah orang yang
menerima suap. Keduanya diberi hukuman kalau mereka benar terlibat dalam persekongkolan suap
menyuap dengan maksud bathil dari orang yang menyuap, dan memberikannya pada orang yang
menerima dengan cara yang tidak benar pula. Tapi jika memberikannya pada orang yang berhak,
atau memberi untuk menebus dirinya dari suatu kezhaliman, maka hal itu tidak dilarang.
Atas dasar penjelasan-penjelasan tersebut di atas, dan menghubungkannya dengan sumber-
sumber hukum Islam, baik yang tertuang dalam al-Quran maupun dalam al-Hadis, maka dapat
disimpulkan bahwa korupsi hukumnya adalah haram. Keharamannya ini bersifat mutlak dan tidak
dapat ditawar-tawar lagi, apalagi di dalamya terdapat dua dosa sekaligus yaitu pertama, dosa kepada
bangsa dan negara dan yang kedua dosa kepada Allah SWT.
Korupsi adalah suatu jenis perampasan terhadap harta kekayaan rakyat dan negara dengan
cara memanfaatkan jabatan demi memperkaya diri. Dibantah atau tidak, korupsi memang dirasakan
keberadaannya oleh masyarakat. Ibarat penyakit, korupsi dikatakan telah menyebar luas ke seantero
negri. Terlepas dari itu semua, korupsi apapun jenisnya merupakan perbuatan yang haram. Nabi
Saw. Menegaskan: “Barang siapa yang merampok dan merampas, atau mendorong perampasan.
Bukanlah dari golongan kami”(HR Thabrani dan al-Hakim). Disamping itu, kita juga dapat
menemukan hadits Rasul Saw. Yang secara tegas berbicara kolusi dan korupsi, yaitu :”Rasulullah-
shallaluh’alaihi wassalam melaknat orang yang memberikan uang sogok(risywah), penerima ogok
dan perantara keduanya (calo).”[12]
Dalam waktu yang sama, Allah SWT melarang hambanya memakan harta atau hak orang lain
secara tidak sah, apakah melalui pencurian, perampokan, pemerasan, pemaksaan, dan bentuk-
bentuk lainnya. Dalam kaitan ini, Allah SWT menyatakan al-Qur’an : “Dan janganlah kamu makan
harta sesama kamu dengan cara yang batil” (al-Baqoroh 188 dan An-Nisa : 29). [13]
Larangan dalam ayat diatas menunjukkan bahwa memakan barang atau harta orang lain, baik
bersifat individu atau harta orang banyak hukumnya haram. Pelakunya diancam dosa. Islam sebagai
agama eskatologis, mengajarkan kepada semua umatnya unuk mempertanggungjawabkan semua
perbuatannya. Dalam QS. Al-Maidah: 42, disebutkan bahwa memakan harta korupsi sama dengan
memakan barang haram. Sanksi sosialnya yakni kan dikucilkan didalam masyarakat, serta
kesaksiannya tidak diakui lagi. Bahkan, seorang koruptor secara moral dalam etika Islam
diharapkan dikenai sanksi sebagai orang yang tercela dan tidak disholatkan jenazahnya ketika mati.
Berdasarkan tafsir dan fiqih, korupsi dapat menghalangi pelakunya masuk surga. Bahkan lebih dari
itu, korupsi dapat menjerumuskan pelakunya kedalam neraka. Hal ini dikarenkan harta korupsi
termasuk suht  (melicinkan kepentingan kolega). Harta korupsi juga akan membebani pelakunya di
hari kiamat karena korupsi termasuk ghulul (khianat).
Untuk mengantisipasi penularan wabah dari penyakit korupsi itu sekaligus untuk mencegah
dan menanggulanginya, maka diperlukan langkah-langkah sistematis dan bersama oleh semua
komponen bangsa baik perorangan maupun secara kelembagaan untuk mengambil langkah-langkah
antisipatif, sehingga penularan penyakit korupsi itu dapat ditekan seminimal mungkin, kalau tidak
dihilangkan sama sekali. Untuk melaksanakan hal ini, pada tanggal 15 Oktober 2003 yang lalu,
Pimpinan Pusat Muhammadiyah dan Pengurus Besar Nahdhatul Ulama mendeklarasikan Nota
Kesepakatan Bersama Gerakan Sosial Anti Korupsi. Nota Kesepakatan ini berisi komitmen bersama
untuk berjuang dan berjihad bersama dengan sungguh-sungguh untuk melawan peraktek korupsi di
segala bidang, serta menginstruksikan kepada seluruh pengurus di semua tingkatan agar terlibat
secara aktif dalam mensosialisasikan gerakan tersebut. Dekalarasi Nota Kesepakatan Gerakan
Sosial anti Korupsi tersebut disambut antusias oleh seluruh elemen lapisan bangsa termasuk di
dalamnya partai politik.

3.             Korupsi Di Kementrian Agama


Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan terus memburu para koruptor. Selain menindak, KPK juga
mencoba masuk ke lembaga yang terindikasi melakukan korupsi untuk melakukan pembenahan. Salah satu
contohnya Kementerian Agama.
"Sebagai contoh Kementerian Agama. Kayaknya dari dulu sampai sekarang tidak pernah berhenti untuk
terjadi korupsi di dalamnya. Maka dari itu, KPK masuk ke dalamnya untuk memperbaiki sistem. Sehingga di
tahun-tahun berikutnya tidak terjadi korupsi lagi," kata Ketua KPK Abraham Samad saat seminar antikorupsi di
Balai Kota DKI. Menurutnya, korupsi adalah kejahatan luar biasa yang memiskinkan negara. Karena itu
penanganan kasus korupsi juga harus dilakukan secara luar biasa.
Seperti diketahui kasus korupsi yang diduga melibatkan Kementerian Agama dan DPR adalah korupsi
pengadaan Alquran. KPK menetapkan anggota DPR dari Golkar Zulkarnaen Djabar dan putranya, Dendi Prasetya.
Dalam kasus ini KPK juga memeriksa Wakil Menteri Agama Nasaruddin Umar. [14]
Jauh sebelum kasus korupsi pengadaan Al-Qur’an menyeruak, sebenarnya telah ada kasus
korup si yang melibatkan pejabat di kementrian agama, bahkan pucuk pimpinannya selalku menteri
agama, yaitu menimpa Said Agil al-Munawar. Tim Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
menemukan indikasi penyelewengan yang dilakukan mantan Menteri Agama Kiai Haji Said Agil
Husin al Munawar. Itu dengan cara membuat pengeluaran fiktif, pengeluaran ganda, dan utang yang
tak dikembalikan. Uang yang diselewengkan berasal dari pos Dana Abadi Umat. Sebagai menteri
agama, saat itu Said menjadi penanggung jawab Badan Pengelola Dana Abadi Umat. Dana tersebut
seharusnya dialokasikan untuk kepentingan umat sesuai Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 2001
tentang Badan Pengelola Dana Abadi Umat. Kini, Kejaksaan Agung dan Badan Pengawas
Keuangan dan Pembangunan masih menghitung kerugian negara akibat penyelewengan Dana
Abadi Umat sejak 2001 hingga 2005. Namun, diperkirakan nilainya sekitar Rp 700 miliar.
Kejagung juga masih menyelidiki Dana Abadi Umat periode 1993 hingga 2001 yang masuk ke
rekening yang tidak semestinya. Indonesian Corruption Watch dan sejumlah lembaga swadaya
masyarakat juga pernah mengajukan kepada DPR daftar dugaan korupsi di Departemen Agama,
antara lain penggelembungan ongkos naik haji.[15]
Setelah dinyatakan sebagai tersangka kasus korupsi Dana Abadi Umat, Said Agil sulit
ditemui. Bahkan, sekalipun datang di kediamannya di kawasan Ciputat, Tangerang, Banten, Rois
Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama itu tetap tak bisa ditemui. Pihak keluarga juga enggan
memberitakan keberadaan Said. Hanya kuasa hukumnya, Ayu F. Sahab yang ada untuk memberi
keterangan. Ayu mengatakan Said masih berada di Jakarta. Ia bahkan menjamin kliennya tidak akan
melarikan diri.
Ayu mengaku Said telah menerima surat panggilan dari Markas Besar Polri untuk diperiksa
sebagai tersangka. Menurut Ayu, Said berjanji akan membeberkan apa yang sebenarnya terjadi
dalam penyelenggaraan haji selama berada di Departemen Agama. Rencananya, Said akan
diperiksa pada Selasa pekan depan. penyidik Direktorat Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Mabes
Polri memanggil mantan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Departemen Agama
Taufik Kamil. Ia diduga telah melakukan penggelapan dana penyelenggaraan haji.[16]
Kejaksaan Agung, menetapkan mantan Menteri Agama Said Agil Husin Al Munawar sebagai tersangka kasus
korupsi dana haji sebesar Rp 680 miliar.  Menurut Ketua Tim Koordinasi Pemberantas Tindak Pidana Korupsi
(Tim Tastipikor) yang juga Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Hendarman Supandji, bukti-bukti yang dimiliki tim
penyidik sudah cukup menjerat mantan menteri agama di era pemerintahan Gus Dur dan Megawati tersebut
menjadi tersangka.
Said Agil akan dijerat dengan pasal 2 dan 3 undang-undang nomor 31/1999 dan undang undang nomor
20/2001 tentang tindak pidana korupsi. Rencananya tim penyidik akan melakukan pemeriksaan terhadap Said
Agil Senin (20/6) mendatang. Sebelumnya, mantan Dirjen Bimas dan Penyelenggaraan Haji Departemen Agama
Taufiq Kamil juga telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung dalam kasus yang sama. [17]
Pada periode selanjutnya, buakan hanya Said Agil al-Munawar saja, selaku menteri agama   yang
tersangkut kasus korupsi, melainkan juga mnyeret Suryadharma Ali dengan kasus yang hampir serupa. Parahnya
lagi, selain menjabat sebagai meneri agama, Suryadharma Ali juga merupakan ketua umum dari Parta Persatuan
Pembangunan (PPP) yang notabene adalah parta Islam. Hingga saat ini, kasus korupsi tersebut masih dalam
persidangan.
Beberapa Kasus Korupsi yang terjadi setelah Reformasi, dari beberapa daerah, sampai ke
Pusat di Jakarta, di antaranya sebagai berikut:
a.    Kasus Korupsi Proyek Haji, dan Dana Abadi Umat.
-       Suryadharma Ali (SURYADHARMA ALI), Menteri Agama, (PPP) sebagai tersangka
dalam Dana Abadi Umat 2012-2013 di Kementerian Agama RI senilai 1,2 Triliun Rupiah.
Yang akan terseret dan diminta keterangan lebih dalam adalah Direktur Jenderal Haji
Anggito Abimanyu, Hasrul Azwar anggota DPR Komisi VIII, Jazuli Juwaini anggota
DPR.
-       Mantan Menteri Agama Said Agil Husin Al Munawar sebagai tersangka Korupsi Dana
Abadi Umat sebesar Rp700 milyar-2005.
-       Mantan Dirjen Binmas Islam dan Urusan Haji (BIH) Departamen Agama Taufik Kamil
kasus korupsi sisa dana penyelenggaraan haji.
b.    Kasus Korupsi Pengadaan Kitab Suci Al-Quran.
-       Proyek pengadaan 653.000 eksemplar. Nilai Proyek 2011-Rp 20,5 miliar, 2012-RpRp 55
miliar. Negara dirugikan Rp.27 miliar.
-       Wakil Menteri Agama, Abdul Karim.
-       Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah Kementerian Agama Ahmad
Jauhari. Status Di Vonis Oleh Pengadilan Tipikor 8 tahun karena terbukti bersalah
melanggar Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64
ayat (1) KUHP. Dakwaan Ahmad Jauhari ikut serta merekayasa tender pengadaan Al
Quran tahun anggaran 2011 dan 2012. Menyeret Zulkarnaen Djabar (Golkar), anggota
Komisi VII DPR, anggot Banggar DPR, dan Fahd El Fouz, kader Golkar anaknya
Penyanyi dangdut Arafiq dan Dendy Prasetia Zulkarnaen Putra, putra Ahmad Jauhari.
-       Dirjen Bimas Islam Nasaruddin Umar.
-       Sesdirjen Bimas Islam Abdul Karim.
-       Perusahaan swasta yang terlibat PT Adhi Aksara Abadi Indonesia (AAAI) milik Ali
Djufrie dan PT Sinergi Pustaka Indonesia (SPI) milik Abdul Kadir Alaydrus.
c.    Kasus Korupsi Koperasi Pegawai Republik Indonesia Depag Sidoarjo (2013), Lilik
Handayani, Mantan Kepala Tata Usaha (KTU) Departemen Agama, di Sidoarjo.
d.   Kasus Korupsi Depag Jayapura, Papua (2009) untuk Dana bantuan Ditjen Pendidikan Islam
Departemen Agama RI diperuntukkan untuk 22 pondok pesantren yang ada di Papua atas
permohonan bantuan dana yang diajukan pondok-pondok pesantren terhadap Ditjen
Pendidikan Islam Departemen Agama RI.
-       Drs. Moh. Syech. Matdoan, SH mantan Kepala Kantor Departemen Agama Kota Jayapura.
Didakwa melanggar terdakwa diancam pasal berlapis yakni Pasal 2 ayat (1)JO Psal 18
Ayat (2) dan (3) UU No. 3 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dalam UU
No. 20 Tahun 2001 tentang tindak pidana korupsi JO Pasal 55 Ayat (1) Ke (1) KUHP.
-       Pejabat Ditjen Pendidikan Islam Departemen Agama RI Drs. H. Irsal DT. Gindo. MM.
e.    Kasus Korupsi pengadaan perlengkapan laboratorium IPA Madrasah Tsanawiyah (MTs) dan
Madrasah Aliyah 2010. Nilai nya 77 milyar.
-       Firdaus Basuni mantan Direktur Pendidikan Madrasah Kemenag.
-       M Sidik S pegawai Kemenag.
-       Rizal Royan perwakilan dari Unit Pengadaan Kemenag.
-       Herry Z pegawai Kemenag.
-       Affandi Mochtar mantan Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kemag.
-       Syaifuddin mantan Pejabat Pembuat Komitmen Kemenag.
Pihak swasta yang terseret dan terlibat
-       Direktur Utama PT Alfindo Nuratama Perkasa Arifin Ahmad
-       Direktur CV Pudak Zainal Arief,
-       Staf PT Nurationdo Bangun Perkara Mauren Patricia Cicilia
-       Konsultan Informasi Teknologi PT Sean Hulbert Jaya, Ida Bagus Mahendra Jaya Martha.
[18]  

4.             Korupsi Dalam Partai Islam


Skandal seks, pencucian uang dan suap besar untuk impor daging sapi  telah menghancurkan
citra partai Islam terbesar di Indoensia dan dapat merusak partai-partai Muslim pada pemilihan
umum. Kontroversi memuncak ketika pengadilan tindak pidana korupsi menghukum mantan
presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Luthfi Hasan Ishaaq, 16 tahun penjara karena penyuapan
dan pencucian uang terkait impor daging sapi. Selama penyelidikan, terbuka juga skandal-skandal
seks dan pernikahan dengan gadis di bawah umur yang melibatkan Luthfi dan teman dekatnya
Ahmad Fathanah, yang dipenjara untuk 14 tahun pada November.
Pengamat politik dari UIN Syarif Hidayatullah, Burhanuddin Muhtadi mengatakan, kasus yang menimpa
PKS menjadi perhatian besar karena ekspektasi masyarakat terhadap partai Islam sangat tinggi. Apalagi PKS
dikenal sebagai partai berbasis Islam dengan kekuatan besar bercirikan bersih, peduli, dan profesional.  Peneliti
Lembaga Survei Indonesia itu menilai partai-partai Islam di Indonesia memang mengalami kendala dalam
penyediaan logistik partai. PKS dikenal dengan partai yang mengangkat istilah mahar politik sebagai penyamar
politik transaksional yang dilakukan. Dalam tubuh partai sendiri banyak kader menentangnya. Sehingga muncul
kelompok keadilan dan kelompok sejahtera dalam PKS. Dari kasus Luthfi yang sebelumnya merupakan pimpinan
partai, harusnya PKS, lanjut dia, membenahi sistem pendanaan partai. PKS harus mengedepankan transparansi
pendanaan parpol dan menggerakkan partai dengan dana halal. [19]
Partai Keadilah Sejahtera (PKS) betul-betul babak-belur. Melalui pemberitaan media terutama
televisi, partai Islam ini seakan dihancurkan berkeping-keping setelah Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) menangkap dan menahan presiden partai itu, Luthfi Hasan Ishaaq, 30 Januari 2013
malam. Tuduhannya menerima suap.
Sehari sebelumnya, uang Rp 1 milyar disita KPK dari Ahmad Fathanah yang kata KPK
adalah teman dekat Luthfi. Uang itu untuk memuluskan sebuah perusahaan memperoleh kuota
impor daging sapi dari Departemen Pertanian. Dari perusahaan itulah konon uang Rp 1 milyar itu
berasal.
Dalam kronologinya, KPK bergerak 29 Januari lalu, yang ditangkap adalah Juard Effendy dan
Arya Abdi Effendy, keduanya Direktur PT Indoguna Utama, perusahaan swasta importir makanan
di kawasan Pondok Bambu, Jakarta Timur.  Artinya, mereka keduanya adalah orang swasta.
Selanjutnya, yang ditangkap KPK adalah Ahmad Fathanah (juga swasta), yang disebut-sebut
sebagai teman dekat Luthfi Hasan Ishaaq, Presiden PKS. Fathanah tertangkap di kamar Hotel Le
Meridien di Jalan Sudirman Jakarta, bersama uang Rp 1 milyar dan seorang perempuan berusia 19
tahun, konon mahasiswi sebuah perguruan tinggi swasta di Jakarta. Harap dicatat: ketika
penggerebekan terjadi, Luthfi Hasan Ishaaq yang anggota DPR itu, tak ada di kamar hotel.[20]
Kontroversi ini juga berisiko membuat semua partai Islam terimbas, padahal mereka sendiri
sudah kesulitan mendapatkan suara. Lima partai Islam utama, termasuk PKS, mendapat suara
gabungan lebih dari 25 persen pada pemilihan legislatif 2009. Meski partai-partai mengira suara
mereka terus berkurang pada tahun-tahun terakhir, skandal PKS dapat berarti penurunan itu lebih
tajam dan cepat, ujar Umar dari Lembaga Survei Nasional. Ia mengutip hasil survei LSN baru-baru
ini dimana 42,8 persen responden mengatakan popularitas kelompok-kelompok Islam akan jatuh
dan hanya 21,6 persen yang memperkirakan mereka akan mendapat lebih banyak suara. Para ahli
mengatakan sebab-sebab penurunan itu ada pada pengorganisasian yang buruk, konflik internal dan
skandal-skandal korupsi, serta pemikiran bahkan di kalangan Muslim konservatif bahwa tidak ada
lagi kewajiban untuk memberi suara pada sebuah partai yang “Islamis.”[21]Seperti itulah kondisi
yang mencerminkan partai Islam yang ada di Indonesia.

5.             Kasus Korupsi Suryadharma Ali


Komisi Pemberantasan Korupsi Indonesia, KPK, telah menetapkan Menteri Agama Suryadharma Ali sebagai
tersangka kasus tindak pidana korupsi pengadaan barang dan jasa haji pada 2012-2013 di Kementerian Agama.
"Pimpinan KPK dari hasil gelar perkara menyimpulkan, bahwa proses penyelenggaraan haji diduga telah terjadi
tindak pidana korupsi, dengan menetapkan Suryadharma Ali selaku Menteri Agama sebagai tersangka," kata juru
bicara KPK Johan Budi. Menurutnya, tersangka diduga melanggar pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 UU nomor 31 tahun
1999 sebagaimana diubah UU nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan korupsi. [22]
Selanjutnya, KPK mempercepat penanganan perkara yang menjerat Suryadharma Ali. Kepala
Bagian Pemberitaan dan Informasi KPK, Priharsa Nugraha mengatakan penyidik menjadwalkan
pemeriksaan tujuh saksi. Mereka yang dijadwalkan diperiksa adalah Muhammad Khoiruddin
Adnan, Muzaenah Zein Yusuf, Badrul Munir Shofjan, Fatmah Julianita, Mohamad Alijih Ibrahim,
Farid Hasbi Radhi, Soekardi Sanmupid Wangsa, dan Mulyanah binti Acim Setiadi. Semuanya
berprofesi sebagai pekerja swasta.
KPK menahan Suryadharma di Rumah Tahanan Guntur, Pomdam Jaya, Jakarta Selatan.
Politikus Partai Persatuan Pembangunan itu ditahan setelah menjalani pemeriksaan sekitar 8,5 jam,
yakni dari pukul 10.27 hingga 19.00 WIB.
KPK menetapkan Suryadharma sebagai tersangka kasus korupsi penyelenggaraan haji periode
2012-2013 pada 22 Mei 2014. Dia diduga menyelewengkan akomodasi haji yang anggaran totalnya
lebih dari Rp 1 triliun tersebut. Baru-baru ini, KPK kembali menetapkan Suryadharma sebagai
tersangka kasus korupsi penyelenggaraan haji di Kemenag tahun 2010-2011. Status tersangka
Suryadharma kali ini adalah pengembangan dari perkara yang telah menjerat sebelumnya.
Kerugian negara diperkirakan mencapai Rp 1,8 triliun. Bekas Ketua Umum Partai Persatuan
Pembangunan tersebut juga diduga menyalahgunakan wewenang karena membawa rombongan haji
gratis yang terdiri atas keluarga dan koleganya serta anggota DPR. Mantan Menteri Agama
Suryadharma Ali juga didakwa memperkaya diri sendiri hingga Rp 1,8 miliar dari pelaksanaan
ibadah haji periode 2010-2013 dan menerima 1 lembar potongan kain penutup Ka'bah yang
disebut kiswah.
Selain menerima sejumlah uang, Suryadharma, selaku Menteri Agama periode 2009-2014,
juga diduga melakukan korupsi dana haji, antara lain:
a.    Menunjuk orang-orang tertentu yang tidak memenuhi persyaratan menjadi Petugas Panitia
Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi, yakni 180 orang petugas PPIH yang tidak
memenuhi persyaratan, sejumlah Rp 12,778 miliar.
b.    Mengangkat Petugas Pendamping Amirul Hajj tidak sesuai ketentuan, yakni pendamping
Amirul Hajj, sejumlah Rp 354,273 juta.
c.    Menggunakan Dana Operasional Menteri (DOM) tidak sesuai dengan peruntukan. Rincian
penggunaan DOM tersebut, antara lain membayar kepentingan Suryadharma dan keluarga,
seperti membayar visa, tiket pesawat, dan pengobatan.
d.   Perbuatan Suryadharma juga memperkaya orang lain, yakni pendamping Amirul Hajj, dan
korporasi dengan perincian:
-          Cholid Abdul Latief Sodiq Saerfudin sejumlah 1,655 juta riyal;
-          Mukhlisin sejumlah 20.690 riyal;
-          Fuad Ibrahim Atsani sejumlah 791.300 riyal;
-          Hasrul Azwar sejumlah 5,851 juta riyal;
-          Nurul Iman Mustofa sejumlah 100 ribu USD;
-          Hasanuddin Asmat alias Acang alias Hasan Ompong sejumlah 554.500 riyal;
e.       Perbuatan Suryadharma juga memperkaya pihak korporasi seperti hotel.
1. Mengarahkan tim penyewaan Perumahan Jemaah Haji Indonesia di Arab Saudi untuk
menunjuk penyedia perubahan jemaah Indonesia tidak sesuai ketentuan dan memanfaatkan
sisa kuota haji nasional tidak berdasarkan prinsip keadilan dan proporsionalitas.
2. Suryadharma juga melakukan perbuatan yang tidak sesuai peraturan dengan
memberangkatkan 1.771 jemaah tidak sesuai nomor antrian sejumlah Rp 12,328 miliar.[23]
Di samping itu, sejumlah anggota komis VIII DPR periode 2009-2014 diduga terlibat dlam
kasus korupsi penyelenggaraan ibadah haji yang diadakwakan kepada Suryadharma Ali selaku menteri
agama. Sekitar awal 2012, terdakwa Suryadharma Ali membeuat kesepakatan dengan beberapa anggota
komisi VIII DPR untuk berpartisipasi dalam penyediaan perumahan haji reguler thun 2012 yang
seluruhnya berjumlah 194.216 jamaah.
Suryadharma Ali didakwa melakukan 4 perbuatan korupsi, yakni penunjukan petugas haji 2010-
2013, pengguanaan dana opersiaonal haji 2011-2014, penyewaan perumahan ibadah haji tahun
2010 dan 2012, serta pemanfaatan sisa kuota hgaji nasional 2010-2012. Akibatnya, negara
dirugikan Rp 27,28 miliar dan 17,96 juta Riayal Saudi. Suryadharma Ali didakwa melanggar pasal 2
atau pasal 3 UU No. 31 tahun 1999 tentang pemberantasan Tipikor jo pasal 55 ayat 1 ke-1 jo pasal
65 ayat 1 KUHP. Menurut jaksa, Suryadharma Ali memberi kesempatan kepada anggota komisi VIII
DPR untuk mengajukan majmuah penyedia perumahan di jeddah dan madinah. Anggota komis VIII
yang juga wakil ketua umum PPP, Hasrul Azwar, ditunjuk sebagai penghubung antara komisi VIII
dan Suryadharma Ali sekaligus koordinator kelompok fraksi. Terjadi kesepakan pemberian fee 30
riayal Saudi per anggota jamaah untuk perumahan di madinah dan 20 Riyal Saudi per anggota
jamaah untuk perumahan di jeddah bagi anggota kelompok fraksi.

6.             Dampak Korupsi dan Solusi Penanggulangannya


Korupsi sebagaimana digambarkan di atas telah menjadi sebuah praktik kebiasaan di kalangan
masyarakat dan pemerintah yang sulit dicegah dan dibendung penularannya. Hal ini adalah
merupakan sebuah akibat langsung dari kondisi riil masyarakat Indonesia yang sangat rendah
mentalitasnya, selain dari alasan diatas alasan yang barangkali menjadi penyebab maraknya praktik
korupsi adalah dapat disebabkan oleh minimnya penghasilan, rendahnya pengetahuan dan
pengamalan agama, sikap tamak dan rakus yang menghantui setiap anggota masyarakat dan lain-
lain sebagainya. Kondisi riel inilah barangkali yang menyebabkan suburnya peraktek korupsi pada
masyarakat dan pemerintah.
Di antara dampak negatif dari korupsi ini adalah sebagai berikut:
a.    Hilangnya modal finansial;
b.    Hilangnya modal sosial;
c.    Hilangnya modal insani.[24]
Adapun cara-cara yang dapat ditempuh untuk untuk memberantas korupsi tersebut antara lain
adalah sebagai berikut :
a.    Meningkatkan penghayatan dan meluruskan pemahaman keagamaan;
b.    Merubah sistem dan budaya yang pendorong korupsi;
c.    Meningkatkan penegakan hukum, mentalitas, dan penghasilan;
d.   Menghilangkan kebiasaan dan kebersamaan;
Cara lainnya untuk memberantas korupsi ialah dengan menumbuhkan rasa bersalah, dan rasa
malu, kemudian menumbuhkan sifat kejujuran dalam diri, menghilangkan sikap tamak/serakah,
menumbuhkan budaya kerja keras, menghilangkan sifat matrealistik, kapitalistik, dan hedonistik.
[25]
Memberantas korupsi bukanlah pekerjaan yang mudah, apalagi di bumi Indonesia tercinta ini,
sebab peraktek korupsi sudah menjadi semacam wabah penyakit yang senantiasa menggerogoti
tubuh manusia dan terjadi pada semua lini dan sektor kehidupan berbangsa dan bernegara. Oleh
karena itu, tidak salah apabila ada yang mengatakan bahwa korupsi sudah menjadi bahagian dari
budaya bangsa Indonesia. Dengan demikian, untuk mencegah dan memberantasnya pun bukanlah
merupakan pekerjaan mudah bagaikan membalik telapak tangan. Akan tetapi, diperlukan
keseriusan, keterpaduan dan komitmen dari pemerintah dan penegak hukum dan bila perlu
Indonesia harus menyatakan perang terhadap korupsi, sebab tanpa ini mustahil korupsi dapat
dibasmi di bumi nusantara.
Sementara itu, pencegahan korupsi dalam perspektif Islam yang dapat dilakukan di antaranya
sebagai berikut:
a.    Mendorong para tokoh dan lembaga untuk mengeluarkan fatwa atau opini tentang korupsi,
serta sanksi moral bagi para pelaku korupsi.
b.    Mendorong setiap pemeluk agama untuk lebih menghayati ajaran agamanya.
c.    Mengoptimalkan potensi institusi masjid yang cukup berteberan di Tanah Air sebagai pusat
pembinaan umat.
d.   Proses penyadaran dan pemberdayaan melalui media pengajian majelas taklim, khutbah
jum’at, dan momentum hari besar Islam serta metode dakwah lain mengenai bahaya korupsi
menjdai sangat signifikan pada masa mendatang.

D.    KESIMPULAN
1.    Istilah korupsi berasal dari bahasa Inggris yaitu Corrupt yang secara harfiah berarti disuap,
jahat, buruk, curang, atau merusak. Sedangkan dalam bahasa Indonesia, korupsi adalah
perbuatan busuk seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok dan lain sebagainya. Dalam
terminologi Islam, korupsi disebut sebagai Risywah yang artinya suap-menyuap antara seseorang
dengan orang lain dengan imbalan tertentu guna memperoleh pekerjaan atau jabatan.
2.    Secara teoritis, kedudukan korupsi dalam hukum Islam merupakan tindakan kriminal yang
dalam istilah Islam disebut dengan Jinayah atau Jarimah. Asas legalitas hukum Islam tentang
korupsi sangatlah jelas dan tegas. Ia merupakan suatu tindakan pencurian dan karenanya pelaku
korupsi haruslah dihukum.
3.    Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan terus memburu para koruptor. Selain menindak,
KPK juga mencoba masuk ke lembaga yang terindikasi melakukan korupsi untuk melakukan
pembenahan. Salah satu contohnya Kementerian Agama
4.    Kasus korupsi juga berisiko membuat semua partai Islam terimbas, padahal mereka sendiri
sudah kesulitan mendapatkan suara. Para ahli mengatakan sebab-sebab penurunan itu ada pada
pengorganisasian yang buruk, konflik internal dan skandal-skandal korupsi, serta pemikiran
bahkan di kalangan Muslim konservatif bahwa tidak ada lagi kewajiban untuk memberi suara
pada sebuah partai yang menggambarkan dirinya “Islamis.”
5.    Kasus korupsi yang memalukan adalah tatkala menteri agama yang juga ketua umum partai
Islam PPP, Suryadharma Ali didakwa melakukan 4 perbuatan korupsi, yakni penunjukan petugas
haji 2010-2013, pengguanaan dana opersiaonal haji 2011-2014, penyewaan perumahan ibadah
haji tahun 2010 dan 2012, serta pemanfaatan sisa kuota hgaji nasional 2010-2012. Akibatnya,
negara dirugikan Rp 27,28 miliar dan 17,96 juta Riayal Saudi. Suryadharma Ali didakwa
melanggar pasal 2 atau pasal 3 UU No. 31 tahun 1999 tentang pemberantasan Tipikor jo pasal 55
ayat 1 ke-1 jo pasal 65 ayat 1 KUHP.
6.    Memberantas korupsi bukanlah pekerjaan yang mudah, apalagi di bumi Indonesia tercinta ini,
sebab peraktek korupsi sudah menjadi semacam wahab penyakit yang senantiasa menggerogoti
tubuh manusia dan terjadi pada semua lini dan sektor kehidupan berbangsa dan bernegara. Untuk
mencegah dan memberantasnyapun bukanlah merupakan pekerjaan mudah bagaikan membalik
telapak tangan, akan tetapi diperlukan keseriusan, keterpaduan dan komitmen dari pemerintah
dan aparat penegak hukum dan bila perlu bangsa Indonesia harus menyatakan perang terhadap
korupsi, sebab tanpa ini maka mustahil korupsi dapat dibasmi di bumi Nusantara.

E.            DAFTAR PUSTAKA
Handoyo, Eko. 2013. Pendidikan Antikorupsi. Yogyakarta: Penerbit Ombak.
Hasbullah,Moeflich.  2012. Sejarah Sosial Intelektual Islam di Indonesia. Bandung : Pustaka        
Setia.
Lubis, Mochtar dan James C.Scott. 1977. Etika Pegawai negeri. Jakarta : Penerbit Obor.
Mahmud, Amir. 03 Desember 2012. http://google.com// Korupsi dan Pandangan Al-Qur’an dan
Hadits. diakses pada tanggal 25 September 2015 pada pukul 16.20 WIB.
Supardi, Hasibuan Ahmad. 22 Juni 2013 http://www.google.com// Korupsi dan     Pencegahannya
Dalam Perspektif Hukum Islam. diakses tanggal 25 September 2015 pada pukul 16.20 WIB.
Suterja, Hardiansyah, dkk. 2010. Koruptor itu Kafir: Telaah Fiqih Korupsi Muhammadiyah dan
Nahdlatul Ulama. Bandung: Mizan.
http://www.kompasiana.com/jack_soetopo/ini-beberapa-fakta-kasus-korupsi-di-departemen-
agama_54f73654a3331152748b4768 diakses pada tanggal 27 September 2015 pada pukul
16.20 WIB.
http://nasional.tempo.co/read/news/2014/04/10/063569710/korupsi-al-quran-jauhari-divonis-8-
tahun-penjara diakses pada tanggal 27 September 2015 pada pukul 16.20 WIB.
http://www.merdeka.com/peristiwa/kpk-kementerian-agama-tak-berhenti-korupsi.html diakses pada
tanggal 27 September 2015 pada pukul 16.20 WIB
http://news.liputan6.com/read/103696/indikasi-korupsi-said-agil-dibeberkan diakses pada tanggal
27 September 2015 pada pukul 16.20 WIB.
http://www.indosiar.com/fokus/mantan-menag-said-agil-jadi-tersangka-korupsi-dana-
haji_39746.html diakses pada tanggal 27 September 2015 pada pukul WIB.
http://www.republika.co.id/berita/nasional/politik/13/02/02/mhl41g-partai-islam-korupsi-publik-
akan-menghakimi-dengan-kejam diakses pada tanggal 27 September 2015 pada pukul 16.20
WIB.
http://www.suara-islam.com/read/index/6496/Kini-Namanya-Partai-Korupsi-Sapi--PKS- diakses
pada tanggal 27 September 2015 pada pukul 16.20 WIB.
http://www.voaindonesia.com/content/skandal-rusak-citra-partai-islam-di-indonesia/1811018.html 
diakses pada tanggal 27 September 2015 pada pukul 16.20 WIB
http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2014/05/140522_menteri_agama_tersangka_korup
si diakses pada tanggal 27 September 2015 pada pukul 16.20 WIB
http://www.rappler.com/indonesia/104327-dugaan-korupsi-dana-haji-suryadharma-ali diakses pada
tanggal 27 September 2015 pada pukul 16.20 WIB

[1] Mochtar Lubis dan James C.Scott, Etika Pegawai negeri. (Jakarta : Penerbit Obor, 1977), hlm. 12-13.
[2] Ibid., hlm. 12.
[3] Ahmad Supardi Hasibuan. http://www.google.com/Korupsi-dan-Pencegahannya-Dalam Perspektif Hukum
Islam. diakses tanggal 25 September 2015 pada pukul 16.20 WIB.
[4] Eko Handoyo, Pendidikan Antikorupsi, (Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2013), hlm. 49.
[5] Hardiansyah Suterja, dkk., Koruptor itu kafir: telaah fiqih Korupsi Muhammadiyah dan nahdlatul ulama, (Bandung:
Mizan, 2010), hlm. 70.
[6] Hasibuan Ahmad Supardi, http://www.google.com/Korupsi-dan-Pencegahannya-Dalam Perspektif Hukum
Islam. diakses tanggal 25 September 2015 pada pukul 16.20 WIB.
[7] Ibid.
[8] Moeflich Hasbullah, Sejarah Sosial Intelektual Islam di Indonesia, (Bandung : Pustaka Setia, 2012) hlm. 305
[9] Ibid.
[10] Ahmad Supardi Hasibuan. http://www.google.com// Korupsi dan Pencegahannya Dalam Perspektif Hukum
Islam. 22 Juni 2013 [online] diakses : 25 September 2014
[11] Moeflich Hasbullah, Op. Cit., hlm. 308.
[12] Amir Mahmud, http://google.com// Korupsi dan Pandangan Al-Qur’an dan Hadits . diakses pada tanggal 25
September 2015 pada pukul 16.20 WIB.
[13] Ibid.
[14]http://www.merdeka.com/peristiwa/kpk-kementerian-agama-tak-berhenti-korupsi.html diakses tanggal 25 September
2015 pada pukul 16.20 WIB.
[15] http://nasional.tempo.co/read/news/2014/04/10/063569710/korupsi-al-quran-jauhari-divonis-8-tahun-penjara diakses
tanggal 25 September 2015 pada pukul 16.20 WIB.
[16] http://news.liputan6.com/read/103696/indikasi-korupsi-said-agil-dibeberkan diakses tanggal 25 September 2015 pada
pukul 16.20 WIB.
[17]http://www.indosiar.com/fokus/mantan-menag-said-agil-jadi-tersangka-korupsi-dana-haji_39746.htmldiakses tanggal
25 September 2015 pada pukul 16.20 WIB.
[18] http://www.kompasiana.com/jack_soetopo/ini-beberapa-fakta-kasus-korupsi-di-departemen-
agama_54f73654a3331152748b4768 diakses tanggal 25 September 2015 pada pukul 16.20 WIB.
[19] http://www.republika.co.id/berita/nasional/politik/13/02/02/mhl41g-partai-islam-korupsi-publik-akan-menghakimi-
dengan-kejam diakses tanggal 25 September 2015 pada pukul 16.20 WIB.
[20]http://www.suara-islam.com/read/index/6496/Kini-Namanya-Partai-Korupsi-Sapi-PKS- diakses tanggal 25 September
2015 pada pukul 16.20 WIB.
[21]http://www.voaindonesia.com/content/skandal-rusak-citra-partai-islam-di-indonesia/1811018 -.htmldiakses tanggal
25 September 2015 pada pukul 16.20 WIB.
[22]http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2014/05/140522_menteri_agama_tersangka_ korupsidiakses tanggal
25 September 2015 pada pukul 16.20 WIB.
[23]http://www.rappler.com/indonesia/104327-dugaan-korupsi-dana-haji-suryadharma-ali diakses tanggal 25 September
2015 pada pukul 16.20 WIB.
[24] Ahmad Supardi Hasibuan, http://www.google.com//Korupsi-dan-Pencegahannya-Dalam Perspektif Hukum
Islam. diakses tanggal 25 September 2015 pada pukul 16.20 WIB.

You might also like