Professional Documents
Culture Documents
683 1894 1 SM
683 1894 1 SM
ABSTRACT
The aim of this research was to determine the level of S/C and the factors value that affect the level of S/C at
lactating dairy cattle in BBPTU-HPT Baturraden Purwokerto Central Java, onApril, 29 th – May 13 th 2014.
This research used sensus method with primary and secondary data. Analysis data used regression analysis
with SPSS (Statistics Packet for Social Science) program.
The result showed that the S/C at BBPTU-HPT Baturraden is 2,12±1,23. Factors affecting the value of S/C
form the herds man and the cattles. On the level of cattle are the education of herds man that negatively
associated with factor value 0,615, number of the cattle that positively assosiated with factor value 0,067,
herdsman knowledge that positively assosiated with factor value 0,721 and the distance between the cowshed
with office that negatively assosiated with factor value 0,060. Factor affecting the S/C on dairy cattle are
lactation level that positively assosiated with factor value 0,174, days open that \positively assosiated with
factor value 0,238, mating post partus that negatively assosiated with factor value 0,214, calving interval
that negatively assosiated with factor value 0,326, lactating duration that positively assosiated with factor
value 0,278 and dry period that positively assosiated with factor value 0,343.
(Keywords : Service per conception, Lactating dairy cattle, Factors and value)
29
Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu Vol. 3(1): 29-37, Feb 2015 Ramadhanil Putra Rusadi et al.
Teknis di bawah Direktorat Jenderal Peternakan kembali setelah beranak, SKOR: skor kondisi
Kementerian Pertanian dan satu-satunya UPT tubuh, SMN: asal produksi semen, CI: selang
yang bergerak di bidang pemuliaan, beranak, SAPIH: penyapihan pedet, LAMALAK:
pemeliharaan, produksi, dan pemasaran bibit sapi lama masa laktasi, KERING: lama masa kering,
perah unggul. Banyak faktor yang dapat dan REPRO: gangguan repoduksi.
mempengaruhi nilai S/C sapi perah. Sampai saat Langkah yang dilakukan dalam
ini belum diketahui faktor-faktor yang pengumpulan data pada penelitian ini adalah
mempengaruhi S/C di BBPTU-HPT Baturraden melakukan pengisian kuisioner dilakukan dengan
cara mewawancarai secara langsung terhadap
METODE perawat ternak, melihat data recording yang ada,
dan mengamati manajemen pemeliharaan sapi
Penelitian ini dilaksanakan pada 29 April perah di lokasi penelitian.
sampai 13 Mei 2014 di BBPTU-HPT Baturraden Analisis yang digunakan dalam penelitian
Purwokerto Jawa Tengah. Metode penelitian ini adalah analisis regresi berganda. Sebelum
yang digunakan adalah metode sensus. Data yang dilakukan analisis data, dilakukan pengkodean
digunakan adalah data primer dan sekunder. Data terhadap data peternak dan ternak untuk
primer diperoleh dengan cara mengamati ternak memudahkan diolah dalam program SPSS
dan menajemen pemeliharaan sapi perah, serta (statistik packet for social science) (Sarwono,
melakukan wawancara pada perawat ternak yang 2006). Variabel dengan nilai P terbesar
ada di lokasi penelitian, data inseminasi buatan dikeluarkan dari penyusunan model kemudian
pada sapi perah dan data pemeriksaan dilakukan analisis kembali sampai didapatkan
kebuntingan (PKB). Data sekunder adalah data model nilai P < 0,10.
yang diperoleh dari recording di BBPTU-HPT.
Sampel yang digunakan dalam penelitian
ini adalah sapi perah betina produktif yang ada di HASIL DAN PEMBAHASAN
BBPTU-HPT Baturraden. Sapi perah betina
produktif adalah sapi perah betina yang masih Kondisi Perawat Ternak dan Ternak di
berproduksi dan menghasilkan anak, baik dalam BBPTU – HPT Baturraden
keadaan laktasi, bunting atau kering kandang.
Berikut tabel jumlah ternak sapi perah laktasi di Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul
BBPTU-HPT Baturaden. dan Hijauan Pakan Ternak (BBPTU-HPT)
Baturraden memiliki 3 farm, 1 farm sebagai
Tabel 1. Jumlah sapi laktasi pembesaran (farm Manggala) dan 2 farm sebagai
farm untuk sapi-sapi laktasi. Farm yang
Farm Jumlah Ternak (ekor) digunakan untuk sapi laktasi adalah farm
Tegal Sari 124 Tegalsari dan farm Limpakuwus. Dari hasil
Limpakuwus 70 sensus yang dilakukan, didapatkan 8 orang
perawat ternak dengan jumlah sapi betina
Total 194
sebanyak 194 ekor. Data perawat ternak
(Sumber : BBPTU-HPT Beturraden, 2013) menunjukkan bahwa sebanyak 4 orang perawat
ternak lulus SMA (50 %) dan 4 perawat ternak
Variabel dependent yang digunakan adalah lulus SD (50 %). Semua perawat ternak pernah
nilai service per conception (S/C) pada sapi mengikuti kursus yang dilakukan oleh pihak
perah, sedangkan variabel independent adalah Balai. Jumlah sapi yang dirawat rata-rata
PNDDKN: pendidikan perawat ternak, LMBKJ: 24,25±8,51 ekor. Lama bekerja perawat ternak di
lama bekerja, PNHKURS: pernah mengikuti BBPTU-HPT Baturraden adalah 20,75±4,03
kursus, PGTHNBTRNK: pengetahuan beternak, tahun. Pengetahuan perawat ternak dalam
PGTHNBRHPRKWN: pengetahuan birahi dan memelihara sapi perah yang didapatkan dengan
perkawinan, CRKWN: cara mengawinkan sapi, cara belajar adalah 6 orang (75%) dan didapatkan
PKB: pemeriksaan kebuntingan, FREKPER: secara turun-temurun adalah 2 orang (25%).
frekuensi pemerahan, FREKHIJ: frekuensi Semua perawat ternak mengetahui birahi dan
pemberian hijauan, JMLHIJ: jumlah hijauan, perkawinan, selain itu semua sapi dikawinkan
FREKKONS: frekuensi pemberian konsentrat, secara inseminasi buatan (IB). Semua sapi yang
JMLKONS: jumlah kosentrat, SISAIR: sistem diinseminasi buatan di BBPTU-HPT Baturraden
pemberian air minum, JMLAIR: jumlah air dilakukan pemeriksaan kebuntingan (PKB) pada
minum, BTKDDG: bentuk dinding kandang, bulan ke-2 setelah IB.
BHNLNTAI: bahan lantai kandang, BHNATP: Pemberian hijauan untuk sapi perah laktasi
bahan atap kadang, LSKNDG: luas kandang di BBPTU-HPT Baturraden adalah 50
per ekor, UMUR: umur sapi, PERLAK: periode kg/hari/ekor dengan frekuensi pemberian 2
laktasi, PROD: produksi susu, KOSONG: lama kali/hari. Pemberian konsentrat yaitu 10
waktu kosong, BRHIPOSTPART: birahi pertama kg/ekor/hari dengan frekuensi pemberian 2
setelah beranak, PKWNPOSTPART: perkawinan kali/hari. Sistem pemberian air minum yang
30
Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu Vol. 3(1): 29-37, Feb 2015 Ramadhanil Putra Rusadi et al.
31
Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu Vol. 3(1): 29-37, Feb 2015 Ramadhanil Putra Rusadi et al.
32
Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu Vol. 3(1): 29-37, Feb 2015 Ramadhanil Putra Rusadi et al.
dan kejadian stres pada sapi dapat dicegah. Hal lama waktu kosong yang berasosiasi positif
ini akan membantu perawat ternak dalam dengan besar faktor 0,238, perkawinan setelah
melaksanakan deteksi birahi agar hasilnya lebih melahirkan yang berasosiasi negatif dengan besar
akurat sehingga perkawinan yang tepat dapat faktor 0,214, calving interval (jarak melahirkan)
dilakukan. yang berasosiasi negatif dengan besar faktor
Penerapan model hasil analisis pada 0,326, lama laktasi yang berasosiasi positif
tingkat perawat ternak yang didapat adalah : dengan besar faktor 0,278, dan masa kering yang
berasosiasi positif dengan besar faktor 0,343.
Menggunakan data hasil pengamatan di Persamaan regresi pada tingkat ternak
BBPTU-HPT Baturraden yang didapat adalah :
33
Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu Vol. 3(1): 29-37, Feb 2015 Ramadhanil Putra Rusadi et al.
Perkawinan Kembali Setelah Melahirkan dengan pendapat Abidin dkk. (2012), bahwa
pengetahuan peternak untuk mendeteksi birahi
Perkawinan kembali setelah melahirkan sangat diperlukan dalam keberhasilan IB.
bermakna (P = 0,000) dan berasosiasi negatif Menurut Hardjopranjoto (1995), jarak antara
terhadap S/C dengan besar faktor 0,214, yang melahirkan sampai bunting kembali yang baik
berarti semakin cepat perkawinan kembali setelah adalah tidak lebih dari 4 bulan.
melahirkan akan menurunkan nilai S/C. Perawat Lama waktu kosong yang panjang
ternak biasanya lebih fokus kepada sapi-sapi yang disebabkan karena adanya keterlambatan waktu
baru melahirkan untuk mengetahui sapi-sapi IB sehingga harus menunggu masa birahi
tersebut sudah birahi kembali. Menurut selanjutnya untuk menghasilkan kebuntingan
Hardjopranjoto (1995), perkawinan kembali yang berakibat pada waktu kosong yang semakin
setelah beranak sebaiknya dilakukan setelah bulan panjang (Hartono, 1999). Hal ini yang
ke-2 tetapi tidak lebih dari bulan ke-3 setelah membuat sapi perah dengan waktu kosong yang
beranak karena diperlukan waktu minimal 30-- panjang biasanya mengalami masalah dengan
60 hari untuk mencapai involusi uteri, yaitu reproduksinya, salah satunya rendahnya tingkat
kembalinya uterus dari keadaan bunting menjadi fertilitas dari ternak tersebut. Waktu kosong yang
normal pada sapi. Apabila sapi dikawinkan terlalu panjang membuat ternak lebih terfokus untuk
cepat atau masih dalam masa involusi uteri memproduksi susu selama masa laktasi, sehingga
akibatnya tidak terjadi kebuntingan dan kemampuan reproduksinya menurun akibat pakan
mengakibatkan gangguan saluran reproduksi pada yang dikonsumsi lebih banyak terserap untuk
sapi tersebut. kebutuhan produksi susu. Menurut
Panjang perkawinan kembali sapi perah setelah Wahyuningsih (1987) dalam Hartono (1999),
melahirkan di BBPTU-HPT Baturraden adalah peningkatan produksi susu akan menyebabkan
3,60±1,74 bulan. Lambatnya dilakukan penurunan tingkat konsepsi pada sapi yang akan
perkawinan berarti harus menunggu siklus birahi menyebabkan meningkatnya nilai S/C.
selanjutnya untuk dapat melakukan perkawinan
dan hal ini akan menyebabkan nilai S/C Selang Beranak (calving interval)
meningkat. Hal ini dikarenakan kurangnya
pengawasan perawat ternak kepada sapi-sapi yang Selang beranak berasosiasi negatif
birahi. Secara fisiologis perkawinan kembali terhadap S/C dan bermakna (P = 0,032) dengan
setelah melahirkan memberikan kesempatan besar faktor 0,326, yang bermakna semakin
berlangsungnya involusi uterus atau pemulihan pendek selang beranak akan menurunkan nilai
kondisi organ reproduksi setelah melahirkan S/C. Panjang selang beranak sapi perah di
sampai induk siap kembali untuk proses BBPTU-HPT Baturraden adalah 14,8±3,36 bulan.
reproduksi selanjutnya. Pertimbangan ekonomis Menurut Sudono dkk. (2003), selang beranak
dilakukan berdasarkan pengaruh perkawinan yang ideal adalah 12--13 bulan. Selang beranak
kembali setelah melahirkan terhadap tingkat yang pendek merupakan suatu parameter efisiensi
konsepsi, produktivitas susu induk, kebuntingan reproduksi yang diinginkan oleh peternak sapi
dan efisiensi tenaga kerja. Hal ini memerlukan khususnya peternak sapi perah, karena selang
keterampilan inseminator dan perawat ternak beranak yang pendek akan mempercepat proses
dalam mendeteksi birahi agar jumlah perkawinan masa kosong dan masa kering sehingga produksi
untuk menghasilkan kebuntingan tidak semakin susu untuk periode selanjutnya tetap maksimal.
meningkat. Selang beranak yang lebih pendek menyebabkan
produksi susu perhari menjadi lebih tinggi dan
Lama Waktu Kosong jumlah anak yang dilahirkan pada periode
produktif menjadi lebih banyak. Selang beranak
Lama waktu kosong bermakna ( P = 0,000) yang pendek dapat terjadi apabila penanganan
dan berasosiasi positif terhadap nilai S/C dengan deteksi birahi dan inseminasi buatan dilakukan
besar faktor 0,238, yang berarti semakin panjang dengan tepat.
waktu kosong akan meningkatkan nilai S/C. Meningkatkan produksi dan reproduktifitas
Waktu kosong adalah jumlah hari atau jarak ternak dengan memperpendek selang beranak
antara waktu kelahiran sampai saat perkawinan (calving interval) dapat juga dilakukan dengan
yang berhasil sampai terjadi kebuntingan cara mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh
(Noakes, 1996 dalam Hartono, 1999). Lama dan seleksi bibit ternak (sapi pengafkiran
waktu kosong pada sapi perah laktasi di BBPTU- memiliki selang beranak yang panjang)
HPT Baturraden adalah 5,50±2,84 bulan. Hal ini (Sudono dkk., 2003). Pendeknya selang beranak
dikarenakan banyak sapi yang memiliki jarak sapi perah di BBPTU-HPT Baturraden terjadi
kawin yang cukup lama, salah satu penyebabnya karena perawat ternak yang fokus dalam
adalah karena sapi-sapi tersebut terkena ganguan memelihara sapi perah yang baru melahirkan,
reproduksi seperti abortus dan retensi plasenta, sehingga deteksi birahi terhadap sapi yang baru
selain itu keterbatasan pengawasan perawat ternak melahirkan bagus. Hal ini akan membuat
dalam melihat sapi-sapi yang birahi. Sesuai
34
Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu Vol. 3(1): 29-37, Feb 2015 Ramadhanil Putra Rusadi et al.
inseminator melakukan IB dengan tepat sehingga tetap berproduksi dan dalam keadaan bunting
nilai S/C rendah. tetapi tidak diperah lagi susunya.
Rata-rata lama masa kering sapi perah di
Lama Laktasi BBPTU-HPT Baturraden adalah 3,79±3,17 bulan,
sedangkan pendapat Sudono dkk. (2003), yang
Lama laktasi bermakna (P = 0,067) dan mengatakan masa kering yang ideal adalah 1,5--
berasosiasi positif terhadap S/C dengan besar 2,5 bulan. Panjangnya masa kering ini
faktor 0,278, yang berarti semakin panjang masa disebabkan karena gangguan pada organ
laktasi akan meningkatkan nilai S/C. Lama masa reproduksi ternak sehingga ternak sulit untuk
laktasi sapi perah di BBPTU-HPT Baturraden bunting, selain itu perawat ternak yang kurang
adalah 11,01±1,16 bulan. Lama laktasi ini lebih pengawasan terhadap sapi-sapi birahi yang
panjang jika dibandingkan dengan masa laktasi menyebabkan tertundanya dilakukan inseminasi
yang direkomendasikan untuk sapi perah Bos buatan karena lama masa kering akan
taurus di daerah iklim sedang selama 305 hari memberikan waktu lebih banyak untuk
(Warwick dan Legates, 1979). Semakin memperbaiki kondisi tubuh, apabila nutrisi yang
panjangnya masa laktasi sapi perah di lokasi yang diserap terlalu banyak akan membantu
penelitian disebabkan ineffisiensi reproduksi menimbun cadangan energi sehingga dapat
seperti ditunjukkan oleh masa kosong dan selang menyebabkan kegemukan. Kegemukan pada sapi
beranak panjang, sehingga sapi terus diperah akan menyebabkan penimbunan lemak dalam hati
sampai produksi susu sangat turun atau sehingga sapi mudah stres dan terinfeksi penyakit,
dikeringkan sekitar dua bulan sebelum beranak disamping itu terjadi penimbunan lemak pada
kembali. Produksi susu yang panjang akan saluran reproduksi terutama ovarium sehingga
merangsang kelenjar hipofisa untuk menghasilkan akan menyebabkan gangguan siklus estrus. Selain
hormon LTH (prolaktin) yang bekerja untuk itu kegemukan akan berakibat tingkat konsepsi
mensitesis air susu, tingginya produksi hormon rendah sehingga akan meningkatkan nilai S/C
LTH akan merangsang kelenjar hipofisa untuk (Markusfeld, 1997).
menghambat produksi hormon FSH (Follicle Penerapan model hasil analisis pada
Stimulating Hormone) yang mengakibatkan tingkat ternak yang didapat adalah :
pertumbuhan folikel tidak berkembang sehingga
produksi hormon estrogen menurun dan berakibat Menggunakan data hasil pengamatan di
estrus tertunda. KPSBU Jawa Barat
Lama laktasi induk sapi perah umumnya
bergantung pada keefisienan reproduksi sapi Ŷ = 1,538 + 0,174 (LAKTASI KE) + 0,238
tersebut. Ternak sapi perah yang terlambat (KOSONG) – 0,214 (PRKWNPSTPRTS) –
menjadi bunting menyebabkan calving interval 0,326 (CI) + 0,278 (LMLK) + 0,343
diperpanjang sehingga lama laktasi menjadi (KRG)
panjang karena induk sapi perah akan terus Ŷ = 1,538 + 0,174 (3) + 0,238 (5,50) – 0,214
diperah selama belum terjadi kebuntingan. Hal (3,60) – 0,326 (14,8) + 0,278 (11,01) +
ini akan menyebabkan nilai S/C yang meningkat. 0.343 (3,79)
Ŷ = 1,538 + 0,522 + 1,309 – 0,770 – 4,82 +
Masa Kering 3,058 + 1,29
Ŷ = 2,127
Lama masa kering bermakna (P = 0,026)
dan berasosiasi positif terhadap S/Cdengan besar Keterangan :
faktor 0,343, yang berarti semakin panjang masa Ŷ : nilai service per conception
kering akan meningkatkan nilai S/C. Lama LAKTASI KE : laktasi ke
kering merupakan suatu periode ketika sel-sel KOSONG : lama waktu kosong
ambing tidak mensekresikan air susu diantara dua PRKWNPSTPRTS: perkawinan post partus
periode laktasi. Periode tersebut esensial untuk CI : calving interval
memberi kesempatan sel-sel ephitel ambing LMLK : lama laktasi
beregresi, proliferasi dan diferensiasi yang KRG : lama masa kering
memungkinkan stimulasi produksi susu secara
maksimal (Capuco dkk., 1997). Hasil di atas dapat diartikan bila sapi
Masa kering pada sapi perah berguna memiliki periode laktasi ke 3, lama waktu kosong
untuk mengembalikan kondisi tubuh yang 5,50 bulan, perkawinan kembali setelah
menurun selama periode laktasi sebelumnya, melahirkan 3,60 bulan, selang beranak 14,8 bulan,
memperbaiki jaringan alveoli ambing yang rusak, lama laktasi 11 bulan dan lama masa kering 3,79
memberikan kesempatan kepada fetus untuk bulan maka nilai S/C yang didapat 1,987.
berkembang, dan membantu menimbun cadangan
energi dalam tubuh untuk laktasi berikutnya
(Esslemont dkk.,1985). Pada masa kering sapi
35
Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu Vol. 3(1): 29-37, Feb 2015 Ramadhanil Putra Rusadi et al.
Menggunakan data yang ideal faktor 0,326, lama laktasi yang berasosiasi
positif dengan besar faktor 0,278, dan
Ŷ = 1,538 + 0,174 (LAKTASI KE) + 0,238 masa kering yang berasosiasi positif
(KOSONG) – 0,214 dengan besar faktor 0,343.
(PRKWNPSTPRTS) – 0,326 (CI) + 0,278
(LMLK) + 0,343 (KRG)
Ŷ = 1,538 + 0,174(2) + 0,238(3) – 0,214(2) – DAFTAR PUSTAKA
0,326(12) + 0,278(10) + 0.343(2)
Ŷ = 1,538 + 0,348 + 0,714 – 0,428 – 3,912 + Abidin, Z., Y. S. Ondho dan B. Sutiyono. 2012.
2,780 + 0,686 Penampilan berahi api jawa berdasarkan
Ŷ = 1,726 poel 1, poel 2, dan poel 3. J. Animal
Agriculture 1(2):86-92
Keterangan : Aksi Agraris Kanisius. 1995. Petunjuk Praktis
Ŷ : nilai service per conception Beternak Sapi Perah. Kanisius.
LAKTASI KE : laktasi ke YogyakartaBalai Besar Pembibitan Ternak
KOSONG : lama waktu kosong Unggul dan Hijauan Pakan Ternak
PRKWNPSTPRTS: perkawinan post partus (BBPTU-HPT)
CI : calving interval Baturraden. 2013. Laporan evaluasi kinerja
LMLK : lama laktasi reproduksi sapi perah BBPTU-HPT
KRG : lama masa kering Baturraden bulan Juni 2013. Purwokerto.
Jawa Tengah
Hasil di atas berarti bahwa untuk Capuco, A.V., R.M. Akers, and J .J . Smi -m.
menghasilkan S/C sebesar 1,726 maka diperlukan 1997. Mammary growth in Holstein cows during
besarnya faktor-faktor yang memengaruhinya, the dry period. Quantification of nucleic
masing-masing sapi laktasi ke 2, lama waktu acids and histology. J. Dairy Sci. 80 : 477-
kosong 3 bulan, perkawinan kembali setelah 187
melahirkan 2 bulan, selang beranak 12 bulan, Direktorat Jenderal Peternakan. 2010. Blue Print
lama laktasi 10 bulan dan lama masa kering 2 Program Swasembada Daging Sapi 2014.
bulan. Kementrian Pertanian Direktorat Jenderal
Peternakan. Jakarta
Dwiyanto, K. 2007. ”Aplikasi Sexing Semen
SIMPULAN Beku”. Komisi Bioetika Nasional.
Singosari. http://www.vet
Berdasarkan hasil penelitian pada peternak indo.com/artikel-member/Meningkatkan-
dan ternak di Balai Besar Pembibitan Ternak Efisiensi-Reproduksi-melalui-penggunaan-
Unggul dan Hijauan Pakan Ternak Baturraden spermatozoa-sexing.html. pada tanggal 2
maka dapat disimpulkan sebagai berikut : Juli 2014
Esslemont, R.S., J. H. Baile, and M. S. Cooper.
(1) service per conception (S/C) pada sapi 1985. Fertility Management in Dairy
laktasi di BBPTU – HPT Baturraden Catlle. Collins Professional Technical
adalah 2,12±1,23. Books. William Collins sons & Co.Ltd
(2) Faktor-faktor yang memengaruhi nilai S/C Hartono, M. 1999. “Faktor-faktor dan Analisa
berasal dari variabel perawat ternak dan Garis Edar Selang Beranak pada Sapi
ternak. Pada tingkat perawat ternak adalah Perah diKecamatan Musuk Kabupaten
pendidikan perawat ternak yang Boyolali ”. Tesis. Universitas Gadjah
berasosiasi negatif dengan besar faktor Mada. Yogyakarta
0,615, jumlah sapi yang dipelihara Hardjopranjoto, S. 1995. Ilmu Kemajiran pada
berasosiasi positif dengan besar faktor Ternak. Airlangga University Press.
0,067, pengetahuan beternak yang Surabaya
berasosiasi positif dengan besar faktor Kurniadi, R. 2009. “Faktor-faktor yang
0,721, dan letak kandang yang berasosiasi Memengaruhi Servis per Conception pada
negatif dengan besar faktor 0,060. Sapi Perah Laktasi di Koperasi Peternakan
(3) Faktor-faktor yang memengaruhi S/C sapi Bandung Selatan Pengalengan Bandung
perah pada tingkat ternak di BBPTU-HPT Jawa Barat”. Skripsi. Fakultas Pertanian
Baturraden adalah periode laktasi yang Universitas Lampung. Bandar Lampung
berasosiasi positif dengan besar faktor Makin,M., Abdel Komar., Z.E. Sukraeni, I.
0,174, lama waktu kosong yang berasosiasi Hamidah, N.K. Suwardi, W. Djaja, dan
positif dengan besar faktor 0,238, I.B. Suamba. 1980. Ilmu Reproduksi
perkawinan setelah melahirkan yang Ternak Perah. Laboratorium Produksi
berasosiasi negatif dengan besar faktor Ternak Perah Fakultas Peternakan
0,214, calaving interval (jarak melahirkan) Universitas Padjajaran. Bandung
yang berasosiasi negatif dengan besar
36
Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu Vol. 3(1): 29-37, Feb 2015 Ramadhanil Putra Rusadi et al.
Markusfeld, O., N. Galon and E. Ezra. 1997. Sudono, A., R. F. Rosdiana dan B. S. Setiawan.
Body condition score, helath, yield, and 2003. Beternak Sapi Parah Secara Intensif.
fertility, in dairy cows. The vet. Record. Agromedia Pustaka. Jakarta
141 : 67--72 Tawaf R. 2009. Sapi Perah Fries Holland.
Moran, J. 2005. Tropical Dairy Farming. Feeding http://disnaksinjai.blogspot.com/2011/09/s
Management for Small Holder Dairy api-perah-fries-holland.html. Diakses pada
Farmers in Humid Tropics. Lanandlinks 10 November 2013
Press. Collingwood VIC. Australia Toelihere M. R. 1993. Inseminasi Buatan pada
Qisthon, A. 2007. Buku Ajar Produksi Ternak Ternak. Angkasa. Bandung
Perah. Jurusan Peternkan. Fakultas Warwick, E.J. And J.E. Legates. 1979.
Pertanian. Universitas Lampung Breedingand Improvement of Farm
Sarwono, J. 2006. Analisis Data Penelitian Animals. (7 Ed.).Mc graw-Hill Book Co,
Menggunakan SPSS. Penerbit Andi. New York.
Yogyakarta
37