Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 9

Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu Vol. 3(1): 29-37, Feb 2015 Ramadhanil Putra Rusadi et al.

SERVICE PER CONCEPTION PADA SAPI PERAH LAKTASI DI BALAI


BESAR PEMBIBITAN TERNAK UNGGUL DAN HIJAUAN
PAKAN TERNAK (BBPTU-HPT) BATURRADEN
PURWOKERTO JAWA TENGAH

SERVICE PER CONCEPTION AT LACTATING DAIRY CATTLE IN BALAI BESAR


P E M B I B I T A N T E R N A K U N G G U L D A N H I J A U A N P A K A N T E N A K (BBPTU-HPT)
BATURRADEN PURWOKERTO CENTRAL JAVA

Rahmadhanil Putra Rusadia, Madi Hartonob, Siswantob


a
The Student of Department of Animal Husbandry Faculty of Agriculture Lampung University
b
The Lecture of Department of Animal Husbandry Faculty of Agriculture Lampung University
Department of Animal Husbandry, Faculty of Agriculture Lampung University
Soemantri Brojonegoro No.1 Gedung Meneng Bandar Lampung 35145
Telp (0721) 701583. e-mail: kajur-jptfp@unila.ac.id. Fax (0721)770347

ABSTRACT

The aim of this research was to determine the level of S/C and the factors value that affect the level of S/C at
lactating dairy cattle in BBPTU-HPT Baturraden Purwokerto Central Java, onApril, 29 th – May 13 th 2014.
This research used sensus method with primary and secondary data. Analysis data used regression analysis
with SPSS (Statistics Packet for Social Science) program.
The result showed that the S/C at BBPTU-HPT Baturraden is 2,12±1,23. Factors affecting the value of S/C
form the herds man and the cattles. On the level of cattle are the education of herds man that negatively
associated with factor value 0,615, number of the cattle that positively assosiated with factor value 0,067,
herdsman knowledge that positively assosiated with factor value 0,721 and the distance between the cowshed
with office that negatively assosiated with factor value 0,060. Factor affecting the S/C on dairy cattle are
lactation level that positively assosiated with factor value 0,174, days open that \positively assosiated with
factor value 0,238, mating post partus that negatively assosiated with factor value 0,214, calving interval
that negatively assosiated with factor value 0,326, lactating duration that positively assosiated with factor
value 0,278 and dry period that positively assosiated with factor value 0,343.

(Keywords : Service per conception, Lactating dairy cattle, Factors and value)

PENDAHULUAN 70%. Faktor lingkungan yang paling berpengaruh


yaitu manajemen pemeliharaan, pakan,
Sapi perah merupakan salah satu penghasil temperatur, kesehatan dan manajemen reproduksi.
protein hewani, yang dalam pemeliharaannya Salah satu usaha untuk meningkatkan
selalu diarahkan pada peningkatan produksi susu. produktivitas sapi perah melalui perbaikan
Sapi perah bangsa Fries Holland (FH) merupakan tatalaksana reproduksi yaitu dengan menerapkan
bangsa sapi perah yang memiliki produksi susu sistem tatalaksana reproduksi yang tepat. Salah
paling tinggi diantara bangsa sapi yang lain. satu kriteria untuk mengetahui efisiensi
Produksi susu sapi perah FH di negara asalnya reproduksi sapi perah menurut Makin dkk.,
mencapai 6000--8000 kg/ekor/laktasi, di Inggris (1980) adalah dengan menghitung service per
sekitar 35% dari total populasi sapi perah dapat conception (S/C). Banyaknya jumlah
mencapai 8069 kg/ekor/laktasi (Arbel dkk., 2001 perkebuntingan adalah jumlah perkawinan atau
dalam Tawaf. 2009). Produksi susu yang pelayanan inseminasi yang dilakukan untuk
dihasilkan oleh sapi perah FH di Indonesia menghasilkan kebuntingan pada sapi perah. S/C
ternyata lebih rendah, berkisar antara 3000-- merupakan salah satu faktor yang menentukan
4000 liter per laktasi. Produksi rata-rata sapi tinggi rendahnya efisiensi reproduksi
perah di Indonesia hanya mencapai 10,7 liter per (Hardjopranjoto, 1995). Menurut
ekor per hari (3.264 liter per laktasi) (Chalid, Toelihere (1993), nilai S/C yang normal berkisar
2006 dalam Tawaf. 2009). antara1,6--2,0, semakin rendah nilai S/C berarti
Kemampuan memproduksi susu seekor semakin tinggi nilai kesuburan betina dan
sapi perah baik kualitas maupun kuantitas sangat sebaliknya.
dipengaruhi faktor genetik dan lingkungan. Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul
Faktor genetik berpengaruh 30% pada produksi dan Hijauan Pakan Ternak (BBPTU-HPT)
susu sedangkan lingkungan berpengaruh sebesar Baturraden adalah salah satu Unit Pelaksana

29
Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu Vol. 3(1): 29-37, Feb 2015 Ramadhanil Putra Rusadi et al.

Teknis di bawah Direktorat Jenderal Peternakan kembali setelah beranak, SKOR: skor kondisi
Kementerian Pertanian dan satu-satunya UPT tubuh, SMN: asal produksi semen, CI: selang
yang bergerak di bidang pemuliaan, beranak, SAPIH: penyapihan pedet, LAMALAK:
pemeliharaan, produksi, dan pemasaran bibit sapi lama masa laktasi, KERING: lama masa kering,
perah unggul. Banyak faktor yang dapat dan REPRO: gangguan repoduksi.
mempengaruhi nilai S/C sapi perah. Sampai saat Langkah yang dilakukan dalam
ini belum diketahui faktor-faktor yang pengumpulan data pada penelitian ini adalah
mempengaruhi S/C di BBPTU-HPT Baturraden melakukan pengisian kuisioner dilakukan dengan
cara mewawancarai secara langsung terhadap
METODE perawat ternak, melihat data recording yang ada,
dan mengamati manajemen pemeliharaan sapi
Penelitian ini dilaksanakan pada 29 April perah di lokasi penelitian.
sampai 13 Mei 2014 di BBPTU-HPT Baturraden Analisis yang digunakan dalam penelitian
Purwokerto Jawa Tengah. Metode penelitian ini adalah analisis regresi berganda. Sebelum
yang digunakan adalah metode sensus. Data yang dilakukan analisis data, dilakukan pengkodean
digunakan adalah data primer dan sekunder. Data terhadap data peternak dan ternak untuk
primer diperoleh dengan cara mengamati ternak memudahkan diolah dalam program SPSS
dan menajemen pemeliharaan sapi perah, serta (statistik packet for social science) (Sarwono,
melakukan wawancara pada perawat ternak yang 2006). Variabel dengan nilai P terbesar
ada di lokasi penelitian, data inseminasi buatan dikeluarkan dari penyusunan model kemudian
pada sapi perah dan data pemeriksaan dilakukan analisis kembali sampai didapatkan
kebuntingan (PKB). Data sekunder adalah data model nilai P < 0,10.
yang diperoleh dari recording di BBPTU-HPT.
Sampel yang digunakan dalam penelitian
ini adalah sapi perah betina produktif yang ada di HASIL DAN PEMBAHASAN
BBPTU-HPT Baturraden. Sapi perah betina
produktif adalah sapi perah betina yang masih Kondisi Perawat Ternak dan Ternak di
berproduksi dan menghasilkan anak, baik dalam BBPTU – HPT Baturraden
keadaan laktasi, bunting atau kering kandang.
Berikut tabel jumlah ternak sapi perah laktasi di Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul
BBPTU-HPT Baturaden. dan Hijauan Pakan Ternak (BBPTU-HPT)
Baturraden memiliki 3 farm, 1 farm sebagai
Tabel 1. Jumlah sapi laktasi pembesaran (farm Manggala) dan 2 farm sebagai
farm untuk sapi-sapi laktasi. Farm yang
Farm Jumlah Ternak (ekor) digunakan untuk sapi laktasi adalah farm
Tegal Sari 124 Tegalsari dan farm Limpakuwus. Dari hasil
Limpakuwus 70 sensus yang dilakukan, didapatkan 8 orang
perawat ternak dengan jumlah sapi betina
Total 194
sebanyak 194 ekor. Data perawat ternak
(Sumber : BBPTU-HPT Beturraden, 2013) menunjukkan bahwa sebanyak 4 orang perawat
ternak lulus SMA (50 %) dan 4 perawat ternak
Variabel dependent yang digunakan adalah lulus SD (50 %). Semua perawat ternak pernah
nilai service per conception (S/C) pada sapi mengikuti kursus yang dilakukan oleh pihak
perah, sedangkan variabel independent adalah Balai. Jumlah sapi yang dirawat rata-rata
PNDDKN: pendidikan perawat ternak, LMBKJ: 24,25±8,51 ekor. Lama bekerja perawat ternak di
lama bekerja, PNHKURS: pernah mengikuti BBPTU-HPT Baturraden adalah 20,75±4,03
kursus, PGTHNBTRNK: pengetahuan beternak, tahun. Pengetahuan perawat ternak dalam
PGTHNBRHPRKWN: pengetahuan birahi dan memelihara sapi perah yang didapatkan dengan
perkawinan, CRKWN: cara mengawinkan sapi, cara belajar adalah 6 orang (75%) dan didapatkan
PKB: pemeriksaan kebuntingan, FREKPER: secara turun-temurun adalah 2 orang (25%).
frekuensi pemerahan, FREKHIJ: frekuensi Semua perawat ternak mengetahui birahi dan
pemberian hijauan, JMLHIJ: jumlah hijauan, perkawinan, selain itu semua sapi dikawinkan
FREKKONS: frekuensi pemberian konsentrat, secara inseminasi buatan (IB). Semua sapi yang
JMLKONS: jumlah kosentrat, SISAIR: sistem diinseminasi buatan di BBPTU-HPT Baturraden
pemberian air minum, JMLAIR: jumlah air dilakukan pemeriksaan kebuntingan (PKB) pada
minum, BTKDDG: bentuk dinding kandang, bulan ke-2 setelah IB.
BHNLNTAI: bahan lantai kandang, BHNATP: Pemberian hijauan untuk sapi perah laktasi
bahan atap kadang, LSKNDG: luas kandang di BBPTU-HPT Baturraden adalah 50
per ekor, UMUR: umur sapi, PERLAK: periode kg/hari/ekor dengan frekuensi pemberian 2
laktasi, PROD: produksi susu, KOSONG: lama kali/hari. Pemberian konsentrat yaitu 10
waktu kosong, BRHIPOSTPART: birahi pertama kg/ekor/hari dengan frekuensi pemberian 2
setelah beranak, PKWNPOSTPART: perkawinan kali/hari. Sistem pemberian air minum yang

30
Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu Vol. 3(1): 29-37, Feb 2015 Ramadhanil Putra Rusadi et al.

dilakukan oleh perawat ternak di BBPTU-HPT Ŷ = 1,845 – 0,615 (PNDDKN) + 0,067


Baturraden adalah adlibitum. (JMLSAPI) + 0,721 (PGTHNBTRNK) -
Bentuk dinding kandang sapi perah laktasi 0,060 (LTKKDG)
di BBPTU-HPT Baturraden adalah terbuka
dengan luas 5,6 m²/ekor. Letak kandang dari Keterangan :
kantor adalah 18,5±5,73 m. Bahan lantai kandang Ŷ : nilai service per conception
sapi perah di BBPTU-HPTU Baturraden terbuat PNDDKN : pendidikan peternak
dari karpet yang beralaskan semen, sedangkan JMLSAPI : jumlah sapi yang dipelihara
untuk bagian atap kandang menggunakan asbes. PGTHNBTRNK : pengetahuan beternak
Dari 194 ekor sapi laktasi yang disensus di LTKKDG : letak kandang dari kantor
dapat rata-rata S/C yaitu 2,12±1,23. Rata-rata
umur sapi perah yang dipelihara adalah Pada tingkat perawat ternak, faktor lama
48,84±18,72 bulan dengan rata-rata produksi susu bekerja, pernah mengikuti kursus, pegetahuan
11,83±6,56 liter/ekor/hari. Periode laktasi sapi birahi dan perkawinan, cara mengawikan sapi,
perah di BBPTU-HPT Baturraden adalah 2,20 ± pemeriksaan kebuntingan, lama thawing,
1,22. Rata-rata lama waktu kosong adalah 5,50 ± frekuensi pemerahan, pemberian hijauan, jumlah
2,84 bulan. Rata-rata perkawinan kembali setelah hijauan, pemberian konsentrat, jumlah konsentrat,
melahirkan 3,60±1,74 bulan. Sapi perah di sistem pemberian air minum, bentuk dinding
BBPTU-HPT Baturraden memiliki rata-rata skor kandang, bahan lantai dan atap kandang serta luas
kondisi tubuh yaitu 3,04±0,20. Rata-rata panjang kandang tidak memengaruhi nilai S/C sapi perah
selang beranak (calving interval) pada sapi perah di BBPTU-HPT Baturraden.
di BBPTU-HPT Baturraden adalah 14,8±3,36
bulan. Rata-rata lama laktasi sapi perah di Pendidikan Perawat Ternak
BBPTU-HPT Baturraden adalah 11,01±1,16
bulan dengan sistem pedet-pedet yang baru lahir Pendidikan perawat ternak bermakna (P =
langsung disapih. Lama masa kering yang 0,000) dan berasosiasi negatif terhadap S/C
dilakukan BBPTU-HPT Baturraden adalah dengan besar faktor 0,615, yang berarti semakin
3,79±3,17 bulan. Jumlah ternak yang mengalami tinggi pendidikan perawat ternak maka akan
gangguan reproduksi adalah 20 ekor (10,30%), menurunkan nilai S/C. Dari hasil pengamatan 8
dan ternak yang tidak pernah mengalami orang perawat ternak di BBPTU-HPT Baturraden
gangguan reproduksi sebanyak 174 ekor yang pendidikannya lulusan SD adalah 4 orang
(89,70%). (50%) dan yang lulus tingkat SMA 4 orang
Rata-rata S/C sapi perah di BBPTU-HPT (50%). Perawat ternak yang berpendidikan lebih
Baturraden yaitu 2,12±1,23. Hal ini menunjukkan tinggi pada umumnya memiliki pengetahuan lebih
bahwa nilai S/C pada sapi perah di BBPTU-HPT baik dan memiliki keinginan untuk belajar,
Baturraden masih tinggi. Menurut Dwiyanto sehingga pengetahuan dalam beternak lebih baik
(2007), nilai S/C yang ideal berkisar antara 1,6 dibandingkan dengan perawat ternak yang
dan 2,0. Makin rendah nilai S/C makin subur pendidikannya rendah. Kondisi ini
sapinya, sebaliknya nilai S/C yang tinggi mengakibatkan perawat ternak lebih cepat dalam
menunjukkan rendahnya tingkat kesuburan memahami cara beternak dan dapat langsung
sapinya. Direktorat Jenderal Peternakan (2010), diterapkan pada ternaknya.
memberikan pedoman dalam mengevaluasi Menurut Kurniadi (2009), peternak yang
keberhasilan pelaksanaan inseminasi buatan (IB) memiliki pendidikan tinggi akan lebih giat
dengan memberikan nilai standar CR 62,5%, mencari informasi-informasi tentang beternak
service per conception (S/C) 1,6, dan calving yang baik dan bertukar pengalaman dengan
interval (CI) 12 bulan. peternak yang lebih maju agar hasil
peternakannya dapat maksimal. Hal tersebut
Faktor-faktor Perawat Ternak yang sesuai dengan pendapat Sudono dkk. (2003), yang
Memengaruhi Service per Conception menyatakan bahwa salah satu syarat menjadi
peternak adalah mempunyai ketekunan bekerja
Faktor-faktor yang memengaruhi nilai S/C dalam waktu yang lama, serta memiliki motivasi
berasal dari variabel perawat ternak adalah untuk memajukan peternakannya dan
pendidikan perawat ternak yang berasosiasi pengetahuan birahi yang baik. Hal ini akan
negatif dengan besar faktor 0,615, jumlah sapi membuat perawat ternak yang memiliki
yang dipelihara berasosiasi positif dengan besar pendidikan tinggi lebih mengetahi tentang
faktor 0,067, pengetahuan beternak yang manajemen pemeliharaan sapi perah yang baik
berasosiasi positif dengan besar faktor 0,721, dan sehingga akan meningkatkan kemampuan
letak kandang yang berasosiasi negatif dengan reproduksi dan pada akhirnya dapat menurunkan
besar faktor 0,060. nilai S/C.
Persamaan regresi pada tingkat perawat
ternak yang didapat adalah :

31
Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu Vol. 3(1): 29-37, Feb 2015 Ramadhanil Putra Rusadi et al.

Jumlah Sapi kurang tepat dibandingkan dengan yang didapat


secara belajar.
Jumlah sapi bermakna (P = 0,001) dan Dari hasil pengamatan di BBPTU-HPT
berasosiasi positif terhadap S/C dengan besar Baturraden, pengetahuan perawat ternak dalam
faktor 0,067, yang berarti semakin banyak jumlah memelihara sapi perah yang didapatkan secara
sapi yang dipelihara maka akan meningkatkan turun-temurun sebanyak 2 orang (25%), dan yang
nilai S/C. Rata-rata jumlah sapi perah laktasi didapatkan secara belajar sebanyak
yang dipelihara di BBPTU-HPT Baturraden 6 orang (75%). Pengetahuan yang didapat secara
adalah 24,25±8,51 ekor. Hal ini berbeda dengan turun-temurun biasanya sudah tidak sesuai dengan
hasil penelitian Hartono (1999), bahwa semakin kondisi di lapangan dan terkadang banyak yang
banyak jumlah sapi yang dipelihara peternak salah menerapkan cara beternaknya, sehingga
maka akan memperpendek selang beranak dan hasilnya tidak maksimal. Pengetahuan yang
nilai S/C akan menurun. Jumlah sapi yang banyak didapat secara turun-temurun biasanya didapatkan
akan mengurangi pengawasan perawat ternak perawat ternak yang orangtuanya atau
kepada ternaknya sehingga perawat ternak keluarganya sudah pernah memelihara sapi perah.
mengalami kesulitan untuk mengetahui sapi-sapi Perawat ternak yang pengetahuan
yang sedang birahi sehingga efisiensi reproduksi beternaknya berasal dari belajar biasanya lebih
menurun yang berakibat nilai S/C meningkat. mengetahui cara memelihara sapi perah yang baik
Selain itu kurangnya motivasi peternak yang didapatkan dari kursus atau bertukar
dalam merawat ternak membuat S/C tinggi karena pengalaman dengan perawat ternak lainnya yang
perawat ternak di BBPTU-HPT Baturraden adalah sudah mengetahui cara beternak sapi perah yang
pegawai negeri sehingga mereka tidak terlalu baik. Menurut Sudono dkk. (2003), salah satu
fokus untuk memberikan perhatian dan syarat menjadi peternak sapi perah harus
pengawasan terhadap sapi-sapi yang dirawat, mempunyai pengetahuan dasar tentang cara
kondisi ini berbeda dengan penelitian beternak sapi perah, yaitu sistem perkawinan dan
Kurniadi (2009), di KPBS Jawa Barat rata-rata seleksi. Dengan memperoleh pengetahuan dari
nilai S/C adalah 2,15±0,73 dengan kepemilikan belajar, peternak akan lebih mudah mengetahui
sapi laktasi adalah 2,85±2,01 ekor/peternak informasi baru tentang menejemen pemeliharaan
sehingga peternak lebih memperhatikan sapinya dan menejemen reproduksi yang sangat berguna
karena peternak akan mendapatkan hasilnya dari untuk efisiensi reproduksi.
penjualan susu. Hal ini yang akan memotivasi
peternak untuk meningkatkan jumlah sapinya agar Letak Kandang
pendapatan yang dihasilkan semakin tinggi.
Tingkat perhatian perawat ternak dalam Letak kandang bermakna (P=0,061) dan
usaha ternak sapi perah bervariasi sesuai dengan berasosiasi negatif terhadap S/C dengan besar
kondisi yang dijalankan. Perhatian dalam hal ini faktor 0,060, yang berarti semakin jauh letak
erat kaitannya dengan jumlah ternak yang kandang dari kantor akan menurunkan nilai S/C.
dipelihara atau dirawat, karena semakin tinggi Rata-rata jarak kandang dari kantor di BBPTU-
jumlah sapi yang dipelihara maka akan HPT Baturraden adalah 18,5±5,73 meter. Hal ini
dibutuhkan lebih banyak perawat ternak yang sesuai dengan pendapat AAK (1995), bahwa jarak
terampil dan efisien untuk menjamin adanya ideal antara kandang dengan bangunan rumah
peningkatan dari hasil ternak sapi perah. Untuk minimal 10 meter. Apabila letak kandang terlalu
meningkatkannya, peternak akan lebih banyak dekat dengan maka aktifitas kantor akan membuat
mencari informasi-informasi mengenai ternak tidak nyaman dan mengalami stres.
manajemen pemeliharaan sapi perah yang baik Ternak yang mengalami stres akan meningkatkan
seperti pemberian pakan, cara menjaga kesehatan hormon adrenalin yang memberikan umpan balik
sapi, cara melakukan sanitasi kandang yang baik negatif terhadap kelenjar adenohipofisa untuk
dan manajemen reproduksi yang baik termasuk menekan pelepasan hormon FSH (folikel
cara melakukan perkawinan yang menghasilkan stimulating hormon) dan LH (luteinizing hormon)
kebuntingan sehingga hal ini akan menurunkan sehingga tidak terjadi folikulogenesis dan estrus
nilai S/C. terhambat (Qisthon, 2007)
Sirkulasi udara yang tidak lancar pada
Pengetahuan Beternak kandang akan mengakibatkan ternak mengalami
penyakit, khususnya penyakit pernafasan,
Pengetahuan beternak bermakna (P = 0,064) sehingga berdampak pada fisiologis sapi perah
dan berasosiasi positif terhadap S/C dengan besar yang mengakibatkan ternak tidak dapat
faktor 0,721, yang berarti semakin banyak berkembang dengan baik. Hal ini sesuai dengan
perawat ternak memiliki pengetahuan beternak pendapat Hartono (1999), bahwa letak kandang
dari turun-temurun maka nilai S/C menjadi yang terpisah dari rumah akan mempermudah
meningkat. Hal ini disebabkan pengetahuan terjadinya sirkulasi udara dan cahaya matahari
beternak yang didapatkan dari turun-temurun dapat menerangi kandang, sehingga proses
fisiologis ternak dapat berjalan dengan normal

32
Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu Vol. 3(1): 29-37, Feb 2015 Ramadhanil Putra Rusadi et al.

dan kejadian stres pada sapi dapat dicegah. Hal lama waktu kosong yang berasosiasi positif
ini akan membantu perawat ternak dalam dengan besar faktor 0,238, perkawinan setelah
melaksanakan deteksi birahi agar hasilnya lebih melahirkan yang berasosiasi negatif dengan besar
akurat sehingga perkawinan yang tepat dapat faktor 0,214, calving interval (jarak melahirkan)
dilakukan. yang berasosiasi negatif dengan besar faktor
Penerapan model hasil analisis pada 0,326, lama laktasi yang berasosiasi positif
tingkat perawat ternak yang didapat adalah : dengan besar faktor 0,278, dan masa kering yang
berasosiasi positif dengan besar faktor 0,343.
Menggunakan data hasil pengamatan di Persamaan regresi pada tingkat ternak
BBPTU-HPT Baturraden yang didapat adalah :

Ŷ = 1,845 – 0,615 (PNDDKN) + 0,067 Ŷ = 1,538 + 0,174 (LAKTASI KE) + 0,238


(JMLSAPI) + 0,721 (PGTHNBTRNK) - (KOSONG) -0,214 (PRKWNPSTPRTS) –
0,060 (LTKKDG) 0,326 (CI) + 0,278 (LMLK) + 0,343
Ŷ = 1,845 – 0,615 (1) + 0,067 (25) + 0,721 (2) – (KRG)
0,060 (18) Keterangan :
Ŷ = 1,845 – 0,615 + 1,675 + 1,442 – 1,08 Ŷ : nilai service per conception
Ŷ = 3,267 LAKTASI KE : periode laktasi
Keterangan : KOSONG : lama waktu kosong
Ŷ : nilai service per conception PRKWNPSTPRTS: perkawinan post partus
PNDDKN : pendidikan peternak CI : calving interval
JMLSAPI : jumlah sapi yang dipelihara LMLK : lama laktasi
PGTHNBTRNK : pengetahuan beternak KRG : lama masa kering
LTKKDG : Letak kandang
Faktor umur, produksi susu, birahi pertama
Hasil di atas dapat diartikan bila setelah beranak, skor kondisi tubuh, kode semen
pendidikan perawat ternak adalah SD, jumlah sapi dan asal produksi, penyusuan oleh pedet, waktu
yang dipelihara 25 ekor, pengetahuan beternak penyapihan dan gangguan reproduksi tidak
didapat secara turun-temurun, letak kandang dari memengaruhi nilai S/C pada sapi perah laktasi di
kantor 18 meter maka S/C nya adalah 3,267 BBPTU-HPT Baturraden.

Menggunakan data yang ideal Periode Laktasi

Ŷ = 1,845 – 0,615 (PNDDKN) + 0,067 Periode laktasi bermakna (P = 0,014) dan


(JMLSAPI) + 0,721 (PGTHNBTRNK) – berasosiasi positif terhadap S/C dengan besar
0,060 (LTKKDG) faktor 0,174. Hal ini berarti semakin tinggi
Ŷ = 1,845 – 0,615 (3) + 0,067 (20) + 0,721 (1) – periode laktasi ternak maka akan meningkatkan
0,060 (20) nilai S/C. Hal ini berkaitan dengan umur induk
Ŷ = 1,845 – 1,845 + 1,34 + 0,721 – 0,900 yang disebabkan semakin tua umur induk akan
Ŷ = 0,861 terjadi penurunan fungsi dan organ-organ
reproduksi dalam memproduksi hormon-hormon
Ketrangan : reproduksi sehingga fertilitas sapi akan
Ŷ : nilai service per conception mengalami penurunan.
PNDDKN : pendidikan peternak Periode laktasi sapi perah laktasi di
JMLSAPI : jumlah sapi yang dipelihara BBPTU-HPT Baturraden untuk periode 1 adalah
PGTHNBTRNK : pengetahuan beternak 43 ekor (22,16%), periode ke-2, 112 ekor
LTKKDG : Letak kandang (57,73%), periode ke-3, 20 ekor (10,31%),
periode ke-4, 8 ekor (4,12%), periode ke-5, 3
Hasil di atas berarti bahwa untuk ekor (1,55%), periode ke-6, 4 ekor (2,06%),
mendapatkan S/C sebesar 0,861 maka diperlukan periode ke-7, 3 ekor (1,55%) dan periode ke-8, 1
pendidikan peternak adalah SMA, jumlah sapi ekor (0,52%). Menurut Hardjopranjoto (1995),
yang dipelihara 20 ekor, pengetahuan beternak sapi yang telah berumur tua, poros hipotalamus-
didapat melalui belajar, dan letak kandang dari hipofisa-ovariumnya telah mengalami perubahan
kantor 20 meter. dan penurunan fungsinya, sehingga mendorong
berkurangnya sekresi hormon gonadotropin
Faktor-faktor Ternak yang Memengaruhi disertai dengan penurunan respons ovarium
Nilai Service per Conception terhadap hormon gonadotropin tersebut, sehingga
akan menurunkan kinerja organ reproduksi yang
Faktor-faktor yang memengaruhi S/C sapi berakibat meningkatnya S/C.
perah pada tingkat ternak di BBPTU-HPT
Baturraden adalah periode laktasi yang
berasosiasi positif dengan besar faktor 0,174,

33
Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu Vol. 3(1): 29-37, Feb 2015 Ramadhanil Putra Rusadi et al.

Perkawinan Kembali Setelah Melahirkan dengan pendapat Abidin dkk. (2012), bahwa
pengetahuan peternak untuk mendeteksi birahi
Perkawinan kembali setelah melahirkan sangat diperlukan dalam keberhasilan IB.
bermakna (P = 0,000) dan berasosiasi negatif Menurut Hardjopranjoto (1995), jarak antara
terhadap S/C dengan besar faktor 0,214, yang melahirkan sampai bunting kembali yang baik
berarti semakin cepat perkawinan kembali setelah adalah tidak lebih dari 4 bulan.
melahirkan akan menurunkan nilai S/C. Perawat Lama waktu kosong yang panjang
ternak biasanya lebih fokus kepada sapi-sapi yang disebabkan karena adanya keterlambatan waktu
baru melahirkan untuk mengetahui sapi-sapi IB sehingga harus menunggu masa birahi
tersebut sudah birahi kembali. Menurut selanjutnya untuk menghasilkan kebuntingan
Hardjopranjoto (1995), perkawinan kembali yang berakibat pada waktu kosong yang semakin
setelah beranak sebaiknya dilakukan setelah bulan panjang (Hartono, 1999). Hal ini yang
ke-2 tetapi tidak lebih dari bulan ke-3 setelah membuat sapi perah dengan waktu kosong yang
beranak karena diperlukan waktu minimal 30-- panjang biasanya mengalami masalah dengan
60 hari untuk mencapai involusi uteri, yaitu reproduksinya, salah satunya rendahnya tingkat
kembalinya uterus dari keadaan bunting menjadi fertilitas dari ternak tersebut. Waktu kosong yang
normal pada sapi. Apabila sapi dikawinkan terlalu panjang membuat ternak lebih terfokus untuk
cepat atau masih dalam masa involusi uteri memproduksi susu selama masa laktasi, sehingga
akibatnya tidak terjadi kebuntingan dan kemampuan reproduksinya menurun akibat pakan
mengakibatkan gangguan saluran reproduksi pada yang dikonsumsi lebih banyak terserap untuk
sapi tersebut. kebutuhan produksi susu. Menurut
Panjang perkawinan kembali sapi perah setelah Wahyuningsih (1987) dalam Hartono (1999),
melahirkan di BBPTU-HPT Baturraden adalah peningkatan produksi susu akan menyebabkan
3,60±1,74 bulan. Lambatnya dilakukan penurunan tingkat konsepsi pada sapi yang akan
perkawinan berarti harus menunggu siklus birahi menyebabkan meningkatnya nilai S/C.
selanjutnya untuk dapat melakukan perkawinan
dan hal ini akan menyebabkan nilai S/C Selang Beranak (calving interval)
meningkat. Hal ini dikarenakan kurangnya
pengawasan perawat ternak kepada sapi-sapi yang Selang beranak berasosiasi negatif
birahi. Secara fisiologis perkawinan kembali terhadap S/C dan bermakna (P = 0,032) dengan
setelah melahirkan memberikan kesempatan besar faktor 0,326, yang bermakna semakin
berlangsungnya involusi uterus atau pemulihan pendek selang beranak akan menurunkan nilai
kondisi organ reproduksi setelah melahirkan S/C. Panjang selang beranak sapi perah di
sampai induk siap kembali untuk proses BBPTU-HPT Baturraden adalah 14,8±3,36 bulan.
reproduksi selanjutnya. Pertimbangan ekonomis Menurut Sudono dkk. (2003), selang beranak
dilakukan berdasarkan pengaruh perkawinan yang ideal adalah 12--13 bulan. Selang beranak
kembali setelah melahirkan terhadap tingkat yang pendek merupakan suatu parameter efisiensi
konsepsi, produktivitas susu induk, kebuntingan reproduksi yang diinginkan oleh peternak sapi
dan efisiensi tenaga kerja. Hal ini memerlukan khususnya peternak sapi perah, karena selang
keterampilan inseminator dan perawat ternak beranak yang pendek akan mempercepat proses
dalam mendeteksi birahi agar jumlah perkawinan masa kosong dan masa kering sehingga produksi
untuk menghasilkan kebuntingan tidak semakin susu untuk periode selanjutnya tetap maksimal.
meningkat. Selang beranak yang lebih pendek menyebabkan
produksi susu perhari menjadi lebih tinggi dan
Lama Waktu Kosong jumlah anak yang dilahirkan pada periode
produktif menjadi lebih banyak. Selang beranak
Lama waktu kosong bermakna ( P = 0,000) yang pendek dapat terjadi apabila penanganan
dan berasosiasi positif terhadap nilai S/C dengan deteksi birahi dan inseminasi buatan dilakukan
besar faktor 0,238, yang berarti semakin panjang dengan tepat.
waktu kosong akan meningkatkan nilai S/C. Meningkatkan produksi dan reproduktifitas
Waktu kosong adalah jumlah hari atau jarak ternak dengan memperpendek selang beranak
antara waktu kelahiran sampai saat perkawinan (calving interval) dapat juga dilakukan dengan
yang berhasil sampai terjadi kebuntingan cara mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh
(Noakes, 1996 dalam Hartono, 1999). Lama dan seleksi bibit ternak (sapi pengafkiran
waktu kosong pada sapi perah laktasi di BBPTU- memiliki selang beranak yang panjang)
HPT Baturraden adalah 5,50±2,84 bulan. Hal ini (Sudono dkk., 2003). Pendeknya selang beranak
dikarenakan banyak sapi yang memiliki jarak sapi perah di BBPTU-HPT Baturraden terjadi
kawin yang cukup lama, salah satu penyebabnya karena perawat ternak yang fokus dalam
adalah karena sapi-sapi tersebut terkena ganguan memelihara sapi perah yang baru melahirkan,
reproduksi seperti abortus dan retensi plasenta, sehingga deteksi birahi terhadap sapi yang baru
selain itu keterbatasan pengawasan perawat ternak melahirkan bagus. Hal ini akan membuat
dalam melihat sapi-sapi yang birahi. Sesuai

34
Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu Vol. 3(1): 29-37, Feb 2015 Ramadhanil Putra Rusadi et al.

inseminator melakukan IB dengan tepat sehingga tetap berproduksi dan dalam keadaan bunting
nilai S/C rendah. tetapi tidak diperah lagi susunya.
Rata-rata lama masa kering sapi perah di
Lama Laktasi BBPTU-HPT Baturraden adalah 3,79±3,17 bulan,
sedangkan pendapat Sudono dkk. (2003), yang
Lama laktasi bermakna (P = 0,067) dan mengatakan masa kering yang ideal adalah 1,5--
berasosiasi positif terhadap S/C dengan besar 2,5 bulan. Panjangnya masa kering ini
faktor 0,278, yang berarti semakin panjang masa disebabkan karena gangguan pada organ
laktasi akan meningkatkan nilai S/C. Lama masa reproduksi ternak sehingga ternak sulit untuk
laktasi sapi perah di BBPTU-HPT Baturraden bunting, selain itu perawat ternak yang kurang
adalah 11,01±1,16 bulan. Lama laktasi ini lebih pengawasan terhadap sapi-sapi birahi yang
panjang jika dibandingkan dengan masa laktasi menyebabkan tertundanya dilakukan inseminasi
yang direkomendasikan untuk sapi perah Bos buatan karena lama masa kering akan
taurus di daerah iklim sedang selama 305 hari memberikan waktu lebih banyak untuk
(Warwick dan Legates, 1979). Semakin memperbaiki kondisi tubuh, apabila nutrisi yang
panjangnya masa laktasi sapi perah di lokasi yang diserap terlalu banyak akan membantu
penelitian disebabkan ineffisiensi reproduksi menimbun cadangan energi sehingga dapat
seperti ditunjukkan oleh masa kosong dan selang menyebabkan kegemukan. Kegemukan pada sapi
beranak panjang, sehingga sapi terus diperah akan menyebabkan penimbunan lemak dalam hati
sampai produksi susu sangat turun atau sehingga sapi mudah stres dan terinfeksi penyakit,
dikeringkan sekitar dua bulan sebelum beranak disamping itu terjadi penimbunan lemak pada
kembali. Produksi susu yang panjang akan saluran reproduksi terutama ovarium sehingga
merangsang kelenjar hipofisa untuk menghasilkan akan menyebabkan gangguan siklus estrus. Selain
hormon LTH (prolaktin) yang bekerja untuk itu kegemukan akan berakibat tingkat konsepsi
mensitesis air susu, tingginya produksi hormon rendah sehingga akan meningkatkan nilai S/C
LTH akan merangsang kelenjar hipofisa untuk (Markusfeld, 1997).
menghambat produksi hormon FSH (Follicle Penerapan model hasil analisis pada
Stimulating Hormone) yang mengakibatkan tingkat ternak yang didapat adalah :
pertumbuhan folikel tidak berkembang sehingga
produksi hormon estrogen menurun dan berakibat Menggunakan data hasil pengamatan di
estrus tertunda. KPSBU Jawa Barat
Lama laktasi induk sapi perah umumnya
bergantung pada keefisienan reproduksi sapi Ŷ = 1,538 + 0,174 (LAKTASI KE) + 0,238
tersebut. Ternak sapi perah yang terlambat (KOSONG) – 0,214 (PRKWNPSTPRTS) –
menjadi bunting menyebabkan calving interval 0,326 (CI) + 0,278 (LMLK) + 0,343
diperpanjang sehingga lama laktasi menjadi (KRG)
panjang karena induk sapi perah akan terus Ŷ = 1,538 + 0,174 (3) + 0,238 (5,50) – 0,214
diperah selama belum terjadi kebuntingan. Hal (3,60) – 0,326 (14,8) + 0,278 (11,01) +
ini akan menyebabkan nilai S/C yang meningkat. 0.343 (3,79)
Ŷ = 1,538 + 0,522 + 1,309 – 0,770 – 4,82 +
Masa Kering 3,058 + 1,29
Ŷ = 2,127
Lama masa kering bermakna (P = 0,026)
dan berasosiasi positif terhadap S/Cdengan besar Keterangan :
faktor 0,343, yang berarti semakin panjang masa Ŷ : nilai service per conception
kering akan meningkatkan nilai S/C. Lama LAKTASI KE : laktasi ke
kering merupakan suatu periode ketika sel-sel KOSONG : lama waktu kosong
ambing tidak mensekresikan air susu diantara dua PRKWNPSTPRTS: perkawinan post partus
periode laktasi. Periode tersebut esensial untuk CI : calving interval
memberi kesempatan sel-sel ephitel ambing LMLK : lama laktasi
beregresi, proliferasi dan diferensiasi yang KRG : lama masa kering
memungkinkan stimulasi produksi susu secara
maksimal (Capuco dkk., 1997). Hasil di atas dapat diartikan bila sapi
Masa kering pada sapi perah berguna memiliki periode laktasi ke 3, lama waktu kosong
untuk mengembalikan kondisi tubuh yang 5,50 bulan, perkawinan kembali setelah
menurun selama periode laktasi sebelumnya, melahirkan 3,60 bulan, selang beranak 14,8 bulan,
memperbaiki jaringan alveoli ambing yang rusak, lama laktasi 11 bulan dan lama masa kering 3,79
memberikan kesempatan kepada fetus untuk bulan maka nilai S/C yang didapat 1,987.
berkembang, dan membantu menimbun cadangan
energi dalam tubuh untuk laktasi berikutnya
(Esslemont dkk.,1985). Pada masa kering sapi

35
Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu Vol. 3(1): 29-37, Feb 2015 Ramadhanil Putra Rusadi et al.

Menggunakan data yang ideal faktor 0,326, lama laktasi yang berasosiasi
positif dengan besar faktor 0,278, dan
Ŷ = 1,538 + 0,174 (LAKTASI KE) + 0,238 masa kering yang berasosiasi positif
(KOSONG) – 0,214 dengan besar faktor 0,343.
(PRKWNPSTPRTS) – 0,326 (CI) + 0,278
(LMLK) + 0,343 (KRG)
Ŷ = 1,538 + 0,174(2) + 0,238(3) – 0,214(2) – DAFTAR PUSTAKA
0,326(12) + 0,278(10) + 0.343(2)
Ŷ = 1,538 + 0,348 + 0,714 – 0,428 – 3,912 + Abidin, Z., Y. S. Ondho dan B. Sutiyono. 2012.
2,780 + 0,686 Penampilan berahi api jawa berdasarkan
Ŷ = 1,726 poel 1, poel 2, dan poel 3. J. Animal
Agriculture 1(2):86-92
Keterangan : Aksi Agraris Kanisius. 1995. Petunjuk Praktis
Ŷ : nilai service per conception Beternak Sapi Perah. Kanisius.
LAKTASI KE : laktasi ke YogyakartaBalai Besar Pembibitan Ternak
KOSONG : lama waktu kosong Unggul dan Hijauan Pakan Ternak
PRKWNPSTPRTS: perkawinan post partus (BBPTU-HPT)
CI : calving interval Baturraden. 2013. Laporan evaluasi kinerja
LMLK : lama laktasi reproduksi sapi perah BBPTU-HPT
KRG : lama masa kering Baturraden bulan Juni 2013. Purwokerto.
Jawa Tengah
Hasil di atas berarti bahwa untuk Capuco, A.V., R.M. Akers, and J .J . Smi -m.
menghasilkan S/C sebesar 1,726 maka diperlukan 1997. Mammary growth in Holstein cows during
besarnya faktor-faktor yang memengaruhinya, the dry period. Quantification of nucleic
masing-masing sapi laktasi ke 2, lama waktu acids and histology. J. Dairy Sci. 80 : 477-
kosong 3 bulan, perkawinan kembali setelah 187
melahirkan 2 bulan, selang beranak 12 bulan, Direktorat Jenderal Peternakan. 2010. Blue Print
lama laktasi 10 bulan dan lama masa kering 2 Program Swasembada Daging Sapi 2014.
bulan. Kementrian Pertanian Direktorat Jenderal
Peternakan. Jakarta
Dwiyanto, K. 2007. ”Aplikasi Sexing Semen
SIMPULAN Beku”. Komisi Bioetika Nasional.
Singosari. http://www.vet
Berdasarkan hasil penelitian pada peternak indo.com/artikel-member/Meningkatkan-
dan ternak di Balai Besar Pembibitan Ternak Efisiensi-Reproduksi-melalui-penggunaan-
Unggul dan Hijauan Pakan Ternak Baturraden spermatozoa-sexing.html. pada tanggal 2
maka dapat disimpulkan sebagai berikut : Juli 2014
Esslemont, R.S., J. H. Baile, and M. S. Cooper.
(1) service per conception (S/C) pada sapi 1985. Fertility Management in Dairy
laktasi di BBPTU – HPT Baturraden Catlle. Collins Professional Technical
adalah 2,12±1,23. Books. William Collins sons & Co.Ltd
(2) Faktor-faktor yang memengaruhi nilai S/C Hartono, M. 1999. “Faktor-faktor dan Analisa
berasal dari variabel perawat ternak dan Garis Edar Selang Beranak pada Sapi
ternak. Pada tingkat perawat ternak adalah Perah diKecamatan Musuk Kabupaten
pendidikan perawat ternak yang Boyolali ”. Tesis. Universitas Gadjah
berasosiasi negatif dengan besar faktor Mada. Yogyakarta
0,615, jumlah sapi yang dipelihara Hardjopranjoto, S. 1995. Ilmu Kemajiran pada
berasosiasi positif dengan besar faktor Ternak. Airlangga University Press.
0,067, pengetahuan beternak yang Surabaya
berasosiasi positif dengan besar faktor Kurniadi, R. 2009. “Faktor-faktor yang
0,721, dan letak kandang yang berasosiasi Memengaruhi Servis per Conception pada
negatif dengan besar faktor 0,060. Sapi Perah Laktasi di Koperasi Peternakan
(3) Faktor-faktor yang memengaruhi S/C sapi Bandung Selatan Pengalengan Bandung
perah pada tingkat ternak di BBPTU-HPT Jawa Barat”. Skripsi. Fakultas Pertanian
Baturraden adalah periode laktasi yang Universitas Lampung. Bandar Lampung
berasosiasi positif dengan besar faktor Makin,M., Abdel Komar., Z.E. Sukraeni, I.
0,174, lama waktu kosong yang berasosiasi Hamidah, N.K. Suwardi, W. Djaja, dan
positif dengan besar faktor 0,238, I.B. Suamba. 1980. Ilmu Reproduksi
perkawinan setelah melahirkan yang Ternak Perah. Laboratorium Produksi
berasosiasi negatif dengan besar faktor Ternak Perah Fakultas Peternakan
0,214, calaving interval (jarak melahirkan) Universitas Padjajaran. Bandung
yang berasosiasi negatif dengan besar

36
Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu Vol. 3(1): 29-37, Feb 2015 Ramadhanil Putra Rusadi et al.

Markusfeld, O., N. Galon and E. Ezra. 1997. Sudono, A., R. F. Rosdiana dan B. S. Setiawan.
Body condition score, helath, yield, and 2003. Beternak Sapi Parah Secara Intensif.
fertility, in dairy cows. The vet. Record. Agromedia Pustaka. Jakarta
141 : 67--72 Tawaf R. 2009. Sapi Perah Fries Holland.
Moran, J. 2005. Tropical Dairy Farming. Feeding http://disnaksinjai.blogspot.com/2011/09/s
Management for Small Holder Dairy api-perah-fries-holland.html. Diakses pada
Farmers in Humid Tropics. Lanandlinks 10 November 2013
Press. Collingwood VIC. Australia Toelihere M. R. 1993. Inseminasi Buatan pada
Qisthon, A. 2007. Buku Ajar Produksi Ternak Ternak. Angkasa. Bandung
Perah. Jurusan Peternkan. Fakultas Warwick, E.J. And J.E. Legates. 1979.
Pertanian. Universitas Lampung Breedingand Improvement of Farm
Sarwono, J. 2006. Analisis Data Penelitian Animals. (7 Ed.).Mc graw-Hill Book Co,
Menggunakan SPSS. Penerbit Andi. New York.
Yogyakarta

37

You might also like