Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 135

Volume 2 Issue 2 (2018) Pages 137-142

Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini


DOI: 10.31004/obsesi.v2i2.93

Relationship of Parenting with Child Interpersonal Intelligence in


Wonokerto Village, Lumajang Regency

Yessy Nur Endah Sary


STIKes Hafshawaty Pesantren Zainul Hasan

Abstract
Parenting is a pattern of interaction between parents and children or can be said to be the
attitude or behavior of parents when interacting with children, including how to apply the rules,
teach values or norms, give attention and love and show good attitudes and behaviors so that
they become role models for their children. The purpose of this study was to analyze the
relationship of parenting parents with children interpersonal Intelligence in Wonokerto,
Lumajang. The research design used Correlational analytical. The Samples are 44
kindergarten students with using total sampling. The data analysis with Spearman Rank. The
results of the relationship analysis of parenting parents with kindergarten interpersonal
intelligence obtained that the practice of the majority parenting is authoritarian parenting as
much as 20 (45.5%). Interpersonal intelligence of kindergarten children is a good majority of
40 (90.9%). The conclusion of this study is that there is a relationship between parenting
pattern with children interpersonal Intelligence in Wonokerto, Lumajang.

Keywords: Parenting Pattern, Interpersonal Intelligence


Abstrak
Pola asuh merupakan pola interaksi antara orang tua dan anak atau bisa dikatakan perilaku orang
tua saat berinteraksi dengan anak, termasuk cara penerapan aturan, mengajarkan nilai atau
norma, memberikan perhatian dan kasih sayang serta menunjukkan sikap dan perilaku baik
sehingga dijadikan panutan bagi anaknya. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis hubungan
pola asuh orang tua dengan kecerdasan interpersonal anak di DesaWonokerto
KabupatenLumajang. Desain penelitian analitik korelasional . Sampel 44 murid TK dengan
menggunakan total sampling. Analisis dengan Spearman Rank.Hasil analisis hubungan pola
asuh orang tua dengan kecerdasan interpersonal anak TK diperoleh bahwa penerapan pola asuh
mayoritas adalah pola asuh otoriter sebanyak 20 (45,5%). Kecerdasan interpersonal anak TK
mayoritas baik sebanyak 40 (90,9%). Kesimpulan dari penelitian ini adalah ada hubungan
antara pola asuh orang tua dengan kecerdasan interpersonal anak di Desa Wonokerto Kabupaten
Lumajang
Kata Kunci: Pola Asuh, Kecerdasan Interpersonal.

@Jurnal Obsesi Prodi PG-PAUD FIP UPTT 2018


Corresponding author :
Address : Probolinggo, Jawa Timur ISSN 2356-1327 (Print)
Email : yessynurendahsari@gmail.com ISSN 2549-8959 (Online)
Phone : 082139133133
138 | Relationship of Parenting with Child Interpersonal Intelligence

PENDAHULUAN yang di dapat seperti nilai-nilai agama dan


Orang tua merupakan pendidik moral sebesar 100% MB (Mulai
utama dan pertama sebelum anak Berkembang), Fisik motorik sebesar 100 %
memperoleh pendidikan di sekolah, pada BSH (Berkembang Sesuai Harapan),
keluargalah anak pertama kalinya belajar. Kognitif sebesar86 % BSH (Berkembang
Keluarga tidak hanya sebagai penerus Sesuai Harapan), bahasa sebesar 80% Mulai
keturunan saja, tetapi juga pembentuk Berkembang (MB), Sosial-emosional
kepribadian anak (Theresia,2009). Orang sebesar 100% Mulai Berkembang (MB).
tua bertanggung jawab terhadap pola asuh Akan tetapi untuk penilaian bahasa masih
yang diberikan kepada anak sehingga ada sebagian murid yang masih kurang
berpengaruh terhadap kecerdasan anak baik memahami bahasa Indonesia maka dari itu
kecerdasan personal, kecerdasan gurunya mengajar dengan mencampur kata-
interpersonal dan kecerdasan intrapersonal. kata dengan bahasa daerah, terdapat juga
Kecerdasan interpersonal murid yang pendiam ketika pembelajaran
merupakan yang paling penting dalam berlangsung namun ketika bermain mereka
kehidupan manusia karena disini manusia aktif, dari berbagai sikap murid tersebut
mampu memelihara hubungan dengan faktanya banyak orang tua ketika di rumah
manusia lainnya secara efektif, sehingga membiarkan apa yang anaknya ingin
keberhasilan hidup seseorang sangat lakukan tanpa memikirkan dampaknya,
bergantung pada kecerdasan para orang tua jarang untuk menegur atau
interpersonalnya. Kecerdasan interpersonal menasehati anaknya, karena sebagian orang
penting karena pada dasarnya manusia tua menggunakan pola asuh permisif karena
adalah makhluk sosial yang tidak bisa kurang memahami mengenai pola asuh
menyendiri (Muslihuddin, 2008). yang tepat bagi kecerdasan interpersonal
Pada tahun 2015 di Kabupaten anaknya.
Lumajang total anak usia 4-6 tahun Urutan perkembangan emosi yang
sebanyak 724 anak, dari data tersebut baru paling baik ditinjau dari tipe pola asuh
605 anak yang sudah tercatat di setiap orang tua yaitu pola asuh demokratis, pola
sekolah TK di Lumajang, total yang tidak asuh otoriter dan pola asuh permisif.
sekolah TK 119 anak, beberapa faktor yang Mengembangkan pola asuh secara benar
jadi penyebab mereka tidak sekolah antara untuk anak sejak dini merupakan hal yang
lain kurangnya kesadaran orang tua dengan penting dengan perkembangan kecerdasan
pendidikan TK, jarak rumah ke tempat interpersonal dan mental anak.
sekolah yang terlalu jauh, di tinggal orang Perkembangan kecerdasan interpersonal
tua kerja keluar negeri dan ada juga yang anak sangat tergantung pada lingkungan
sudah pindah tempat tinggal di luar keluarga. Pola asuh orang tua menjadi
kabupaten. faktor dominan dalam pembentukan
Berdasarkan data yang diperoleh di kecerdasan interpersonal anak. Seharusnya
desa Wonokerto Kecamatan Gucialit anak TK mendapat perhatian dan
Kabupaten Lumajang, tercatat 92 anak usia pengasuhan yang layak dari orang tua.
4-6 tahun dan yang terdaftar di pendidikan Sehingga sebaiknya orang tua lebih
TK sebanyak 87 anak, 21 murid TK A dan memahami tentang hubungan pola asuh
23 murid TK B dipendidikanTK Dharma yang diterapkan dengan kecerdasan
Wanita Desa Wonokerto Kecamatan interpersonal anak.
Gucialit Kabupaten Lumajang. METODE
Banyak antara murid TK tersebut Penelitian ini menggunakan desain
yang jarang masuk, karena orang tuanya cross sectional. Populasi adalah seluruh
lebih mengutamakan kepentingan yang lain murid TK Dharma Wanita yang meliputi 44
daripada pendidikan anaknya,sehingga murid TK A dan B. Sampel adalah semua
murid TK tersebut kurang bisa menerima (44 murid) TK Dharma Wanita Wonokerto
pembelajaran, dari penilaian pelaporan Kecamatan Gucialit Lumajang. Teknik
Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 2(2), 2018 | 139

sampling dengan total sampling. Instrument Berdasarkan tabel 2 diatas


yang digunakan berupa angket tertutup, didapatkan bahwa kelas responden
untuk variabel pola asuh orang tua dan terbanyak adalah TK B dengan jumlah
variabel kecerdasan interpersonal. 23 responden (52,3%).
Pengolahan data dengan editing, coding,
scoring, tabulating, entry data dan Data Khusus
cleaning. Analisis univariat menggunakan 1. Karakteristik responden berdasarkan
distribusi frekuensi. Analisis bivariat pola asuh orang tua.
menggunakan spearman rank. Tabel 3 Distribusi Frekuensi Pola
Asuh Orang Tua di TK
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dharma Wanita Desa
Hasil Penelitian Wonokerto Kecamatan
Analisis Univariat Gucialit Kabupaten
Data Umum Lumajang.
1. Karakteristik responden berdasarkan
Pola Asuh Frekuensi (f) Persentase
usia (%)
Tabel 1 Distribusi responden Demokratis 20 45,5
berdasarkan hubungan pola Otoriter 19 43,2
asuh orang tua terhadap Permisif 5 11,4
kecerdasan interpersonal anak Penelantar 0 0
di TK Dharma Wanita Desa Total 44 100
Wonokerto Kecamatan
Gucialit Kabupaten Berdasarkan tabel 3 diatas
Lumajang. didapatkan sebagiam besar pola asuh
Usia Frekuensi (f) Persentase (%) yang diterapkan oleh orang tua adalah
3-4 Tahun 22 50 otoriter dengan jumlah 20 responden
5-6 tahun 22 50 (45,5%)
Total 44 100
2. Karakteristik responden berdasarkan
Berdasarkan tabel 1 diatas kecerdasan interpersonal anak
didapatkan sebagian besar usia Tabel 4 Distribusi Kecerdasan
responden 3-4 tahun sebanyak 22 anak Interpersonal Anak di TK
(50 %) dan 5-6 tahun sebanyak 22 anak Dharma Wanita Desa
(50 %). Wonokerto Kecamatan Gucialit
2. Karakteristik responden berdasarkan Kabupaten Lumajang.
kelas
Tabel 2 Distribusi responden Kecerdasan Persentase
Frekuensi (f)
berdasarkan hubungan pola interpersonal (%)
Kurang 0 0
asuh orang tua terhadap
Cukup 4 9,1
kecerdasan interpersonal anak
Baik 40 90,9
di TK Dharma Wanita Desa Jumlah 44 100
Wonokerto Kecamatan
Gucialit Kabupaten Berdasarkan tabel 4 diatas
Lumajang. didapatkan sebagian besar kecerdasan
interpersonal responden adalah baik
Frekuensi
Kelas
(f)
Persentase (%) dengan jumlah 40 responden (90,9%)
TK A 21 47,7
TK B 23 52,3
TOTAL 44 100
140 | Relationship of Parenting with Child Interpersonal Intelligence

Tabulasi Silang Pola asuh adalah hubungan antara


orang tua dan anak dalam konteks kebaikan
Tabel 5 Distribusi Frekuensi Hubungan sehingga dijadikan panutan bagi anaknya
Pola Asuh Orang tua Terhadap (Theresia,2009).
Kecerdasan Interpersonal Anak di Pola asuh merupakan interaksi
TK Dharma Wanita Desa orang tua kepada anak yang meliputi
Wonokerto Kecamatan Gucialit mencukupuki kebutuhan makan,
Kabupaten Lumajang. keberhasilan melindungi dan sosialisasi
dengan mengajarkan tingkah laku umum
Kecerdasan Interpersonal yang nantinya akan dapat diterima oleh
Pola Asuh Cu
Baik
Jum masyarakat (Suwanti, Iis, 2016).
kup lah Pola asuh yang paling dominan
f % f % f % dalam penelitian ini adalah pola asuh
Permisif 5 11 0 0 5 11 demokratis. Menurut hasil penelitian
Otoriter 0 0 20 46 20 45 Jannah, Hasanatud tahun 2011, pola asuh
Demokratif 0 0 19 43 19 43 demokratis merupakan bentuk pola asuh
Jumlah 5 11 39 89 44 100 yang juga memberikan beberapa aturan
kepada anak tetapi juga disertai dengan
 value= 0,000 α=0,05
penjelasan dengan memakai kata-kata yang
mudah dipahami oleh anak, sehingga anak
Berdasarkan tabel 5 di atas di
dengan tanpa rasa keberatan melaksanakan
dapatkan data sebagian besar katagori
aturan yang diterapkan.
pola asuh orang tua terhadap kecerdasan
Menurut hasil penelitian Sita Sonera
interpersonal anak adalah demokratis
tahun 2013, pola asuh demokratis juga
yaitu sebanyak 20 responden (46%)
memberikan kebebasan kepada anak untuk
memilih suatu tindakan. Orang tua berperan
Analisis Bivariat
dalam memberikan kesempatan kepada
Dari hasil analisis statistik
anak agar anak dapat mengutarakan
ujispearman rank dengan bantuan software
pendapat mereka dengan pendekatan yang
Program SPSS For windows dari hasil uji
hangat dan dapat diterima oleh anak.
korelasi tersebut didapatkan bahwa nilai
Menurut hasil penelitian Apriastuti,
ρ=0,000dengan tingkat signifikan 0,05 (ρ≤
Dwi Anita tahun 2013, anak yang orang
0,05) sehingga dapat dinyatakan bahwa ada
tuanya menerapkn pola asuh demokratis
hubungan hubungan pola asuh orang tua
lebih dapat bersosialisasi dengan orang lain
terhadap kecerdasan interpersonal anak.
secara mudah karena mereka dapat
menerima perintah dan menerima perintah
PEMBAHASAN secara wajar, bisa menerima kritik dan saran
dari orang lain, dapat mengelola emosi
Pola Asuh Orangtua di TK Dharma dengan baik dan menghargai orang lain.
Wanita Desa Wonokerto Kecamatan
Gucialit Kabupaten Lumajang. Kecerdasan Interpersonal Anak di TK
Dari hasil penelitian pada tabel 3 di Dharma Wanita Desa Wonokerto
dapatkan data tentang kategori pola asuh Kecamatan Gucialit Kabupaten
orang tua di TK Dharma Wanita Desa Lumajang.
Wonokerto Kecamatan Gucialit Kabupaten Dari hasil penelitian pada tabel 4 di
Lumajang sebagai berikut sebagian besar dapatkan data tentang kategori kecerdasan
responden katagori pola asuh terbanyak interpersonal anak Di TK Dharma Wanita
adalah demokratis dengan jumlah Desa Wonokerto Kecamatan Gucialit
responden 20 orang (45,5%). Kabupaten Lumajang sebagai berikut
sebagian besar responden kecerdasan
Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 2(2), 2018 | 141

interpersonal terbanyak adalah baik dengan dikaitkan dengan mengamati, mengerti


jumlah 40 responden (90,9%). maksud dan perasaan orang lain di
Kecerdasan interpersonal anak perlu lingkungan sekitarnya. Kecerdasan
dikembangkan sejak dini agar anak dapat interpersonal anak perlu distimulasi oleh
berhubungan dan beeinteraksi dengan orang orang tua agar perkembangan anak di masa
lain jika anak tersebut derada di lingkungan depan tidak terganggu. Stimulasi untuk
sosial (Martin, 2016). Menurut hasil mengembangkan kecerdasan interpersonal
penelitian Ranie Damayanti tahun 2018 anak antara lain dengan memberikan
dijelaskan bahwa anak yang gagal untuk kesempatan pada anak untuk lebih sering
mengembangkan kecerdasan berkomunikasi dengan teman sebayanya
interpersonalnya maka akan mengalami yang berada di lingkungan sekitar
banyak hambatan seperti mudah menarik (Bachtiar, Muhammad Yusri, 2017).
diri dan tersisihkan dalam sosial.
Menurut hasil penelitian
SIMPULAN
Wicaksono, Galih tahun 2013, anak yang
mempunyai kecerdasan interpersonal baik Pola asuh yang diterapkan orang tua
cenderung memiliki ciri-ciri aktif ketika mayoritas adalah demokratis sehingga
diajak berkomunikasi serta tebuka dalam berpengaruh terahadap kecerdasan
menyampaikan pendapatnya serta dapat interpersonal anak yaitu menjadi baik.
menerima masukan dari orang lain. DAFTAR PUSTAKA
Hubungan Pola Asuh Orang Tua Apriastuti, Dwi Anita. Analisis Tingkat
Terhadap Kecerdasan Interpersonal Pendidikan Dan Pola Asuh
Anak di TK Dharma Wanita Desa Orang Tua Dengan
Wonokerto Kecamatan Gucialit Perkembangan Anak Usia 48-
Kabupaten Lumajang. 60 Bulan. Jurnal Ilmiah
Dari hasil tabel silang 5 Hubungan Kebidanan. Vol.4 No.1. Tahun
pola asuh orang tua terhadap kecerdasan 2013
interpersonal anak dengan menggunakan Bachtiar, Muhammad Yusri. Pengaruh
SPSS dengan nilai ρ=0,000 dengan tingkat Bermain Peran Terhadap
signifikan 0,05 (ρ≤ 0,05) sehingga dapat Kecerdasan Interpersonal Pada
dinyatakan bahwa ada hubungan antara Anak Kelas A Di TK Buah Hati
pola asuh orang tua dengan kecerdasan Kota Makasar. Jurnal
interpersonal. Pendidikan Anak. Vol.3.No.2
Menurut hasil penelitian Khairani, Tahun 2017
Rahmi Nasution tahun 2013 diketahui Damayanti, Ranie. Pengaruh Bermain
bahwa masa kanak-kanak merupakan masa Peran Mikro Terhadap
perkembangan paling kritis karena Kecerdasan Interpersonal
memegang peranan penting untuk masa .Jurnal Obsesi.
selanjutnya. Semua pihak terutama orang Vol.2.No.1.Tahun 2018
tua sangat berperan sehingga apabila ana Jannah, Hasanatud. Bentuk Pola
tersebut sudah waktunya untuk beradaptasi AsuhOrang Tua Dalam
dengan orang lain di lingkungan sosial Menanamkan Perilaku Moral
sudah siap dan dapat menyesuaikan diri. Pada Anak Di Kecamatan
Berbagai media komunikasi saat ini seperti Ampek Angkek. Jurnal
handphone dann video game membuat anak Pesona PAUD. Vol.1 No.1.
tidak peka terhadap lingkungannya. Di Tahun2011
sinilah orang tua sangat berperan dalam hal Martin. Analisis Interpersonal Anak Usia
mengasuh dan memberikan arahan yang Dini Dan Implementasinya
baik untuk menyikapi perkembangan Dalam Bimbingan Dan
massa. Kecerdasan interpersonal sering Konseling. Jurnal Pendidikan
Sosial Vol.3, No.2, 2016
142 | Relationship of Parenting with Child Interpersonal Intelligence

Muslihuddin, dkk, 2008. Kecerdasan


Interpersonal Anak. Jakarta
:gramedia
Nasution, Rahmi Khairani. Pengaruh
Permainan Tradisional Pecah
Piring Dan Ular Naga Terhadap
Kecerdasan Interpersonal Anak
Usia Dini. Analitika
Jurnal.Vol.5, No.2, 2013
Theresia,2009.Kamus bahasa Indonesia
Fajar Mulya, Surabaya.
Robbiyah. Pengaruh Pola Asuh Ibu
Terhadap Kecerdasan Sosial
Anak Usia Dini Di TK Kenanga
Kabupaten Bandung Barat.
Jurnal Obsesi. Vol.2 No.1
Tahun 2018
Sonera, Sita. Hubungan Antara Pola Asuh
Orang Tua Dengan Disiplin
Siswa Di Sekolah. Jurnal
Ilmiah Konseling. Vol. 2.No.1.
Tahun 2013
Suwanti,Iis. Hubungan Pola Asuh Orang
Tua Dengan Mental Emosional
Pada Anak Usia Prasekolah (4-
6 Tahun). Jurnal
Keperawatan & Kebidanan.
Tahun 2016
Wicaksono, Galih. Penerapan Teknik
Bermain Peran Dalam
Bimbingan Kelompok Untuk
Meningkatkan Kemampuan
Komunikasi Interpersonal
Siswa Kelas X Multimedia
SMK IKIP Surabaya. Jurnal
Mahasiswa Bimbingan
Konseling. Vol.1.No.1.Tahun
2013
Volume 2 Issue 2 (2018) Pages 143-148
Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini
DOI: 10.31004/obsesi.v2i2.97

Origami Game for Improving Fine Motor Skills for Children 4-5 Years Old
in Gang Buaya Village in Salatiga

Steffi Claudia1, Ajeng Ayu Widiastuti2, Mozes Kurniawan3


PG PAUD, FKIP,Universitas Kristen Satya Wacana

Abstract
The purpose of this study was to improve the fine motor skills of 4-5-year-old children through
origami games in Kampung Gang Buaya Salatiga. Attractive origami paper folding activities
can motivate children to improve their fine motor skills. This type of research is Participatory
Action Research (PAR) conducted through 2 cycles. The research subjects were SI 5 girls and
4 boys. Data collection techniques use interviews and documentation. The research object is
children's fine motor skills through origami paper games. Data Analysis Techniques using
Quantitative Descriptive. Branch stitching can be seen from the average fine motor skills of
children with origami paper applications with the criteria of Developing According to Hope
that is 76%. The results of this study indicate an increase in children's fine motor skills through
playing origami paper in the village of Gang Buaya Salatiga, which is seen from the children's
fine motor skills in the pre-action stage, which is an average of 33.3% to 65.38% in cycle I
actions, then increased to 79.62% in the transition period II.

Keywords: Fine Motor, The game of Origami Paper

Abstrak
Tujuan penelitian ini ialah meningkatkan motorik halus anak usia 4-5 tahun melalui permainan
origami di Kampung Gang Buaya Salatiga. Kegiatan melipat kertas origami yang menarik dapat
memotivasi anak untuk meningkatkan motorik halusnya. Jenis penelitian ini adalah
Participatory Action Research (PAR) yang dilakukan melalui 2 siklus. Subyek penelitian
berjumlah 5 anak perempuan dan 4 anak laki-laki. Teknik Pengumpulan Data menggunakan
wawancara, observasi dan dokumentasi. Obyek Penelitian ialah kemampuan motorik halus
anak melalui permainan kertas origami. Teknik Analisis Data menggunakan Deskriptif
Kuantitatif. Indikator keberhasilandilihat dari rata-rata kemampuan motorik halus anak dengan
permainan kertas origami dengan kriteria Berkembang Sesuai Harapan yaitu 76%. Hasil
penelitian ini menunjukkan adanya peningkatan kemampuan motorik halus anak melalui
permainan kertas origami di kampung Gang Buaya Salatiga, yang dilihat darimeningkatnya
kemampuan motorik halus anak pada tahap pratindakan yaitu rata-rata 33,3 % menjadi 65,38
% pada tindakan siklus I, lalu meningkat menjadi 79,62% dalam tahap siklus II.

Kata Kunci:Motorik Halus , Permainan Kertas Origami

@Jurnal Obsesi FIP UPTT 2018


Corresponding author :
Address : Salatiga, Jawa Barat , Indonesia ISSN 2356-1327 (Media Cetak)
Email : 272014008@student.uksw.edu ISSN 2549-8959 (Media Online)
Phone : 0812 2560 1132

PENDAHULUAN
144 | Origami Game for Improving Fine Motor Skills for Children 4-5 Years Old

Pendidikan Anak Usia Dini belum optimal. Anak masih kesulitan saat
(PAUD)adalahtahap dalam pendidikan memegang sendok dengan jari tangan,
sebagai prosesyangsediakan untukanak usia gunting dan pensil. Kurangnya kemampuan
0 sampai dengan usia 6 tahun dengan cara anak dalam kemampuan motorik halus
memberikan stimulasiyang berguna diduga diakibatkan dari kurangya
membantu tumbuh kembang anak supaya pendampingan orang tua kepada anak-
anak siap untuk melangkah ke pendidikan anaknya karena kesibukan orang tua yang
selanjutnya. Salah satu perkembangan anak begitu menyita waktu pendampingan dan
usia dini yaitu pada aspek motorik. Motorik pengajaran di lingkungan rumah tangga.
anak di bedakan menjadi dua yaitu, motorik Dari hasil wawancara dengan orang
kasar dan motorik halus. Motorik kasar tua mengatakan bahwa jarang mengenalkan
ialah kegiatan yang melibatkan otot-otot permainan origami kepada anaknya. Alasan
besar dengan aktivitas menggunakan dari Orang tua adalah orang tua sibuk
anggota seluruh tubuh, contoh berlari, bekerja sehingga tidak ada waktu untuk
melompat. Atik Mulyati,(2014)mengatakan anaknya.Untuk itu peneliti tertarik untuk
motorik halus membantu meningkatkan kemampuan
ialahkegiatandenganmelibatkan otot-otot motoric halus , kemampuan ini dapat
kecil, aktivitas yang dapat diajarkan secara ditingkatkan dengan cara yang tepat yakni
bertahap sehingga dapat di mengerti anak. dilakukan dengan bermain yang merupakan
Kegiatan motorik yang sering dilakukan kegiatan yang menyenangkan bagi anak
dapat membantu anak meningkatkan sehingga mereka merasa tidak bosan.
koordinasi jari secara bertahap. Permainan Origami dipilih dengan alasan
Selain itu, kegiatan melipat origami bahwa media ini belum pernah digunakan
juga membantu dalam mempersiapkan orang tua dalam mengajarkan motorik halus
keterampilan menulis dan menggambar kepada anaknya. Berdasarkan observasi
pada anak usia dini, Melipatorigami dapat penulis, anak-anak usia 4-5 tahun belum
meningkatkan perkembangan motorik halus memiliki kegiatan belajar yang dikemas dan
pada anak, dengan mengikuti arahan lipatan disajikan dalam bentuk media gambar.
sesuai bentuk yang dibuat, dengan Selain itu, permainan origami yang
permainan kertas origami, dapat melatih dijadikan sebagai salah satu alternative
jari-jemari anak. Dalam Permendikbud 137 dalam upaya meningkatkan kemampuan
Tahun 2014, menuliskan tentang motorik halus anak. Hal tersebut didasari
kemampuan motorik halus anak usia 4-5 oleh penelitian terdahulu yang menyatakan
tahun seperti anak mampu membuat garis bahwa kemampuan motoric halus yang
vertikal, horizontal, lengkung kiri/kanan, digunakan melalui permainan origami
miring kiri/kanan, dan lingkaran, menjiplak dapat meningkat.
bentuk, mengkoordinasikan mata dan
tangan untuk melakukan gerakan yang Pengertian Motorik Halus
rumit, namun hal ini berbeda dengan Menurut Jumiarsih.C (2012)
kondisi anak-anak di kampung Gang Motorik Halus anak adalah kesanggupan
Buaya. dalam suatu bidang tertentu yang
Mengetahui betapa pentingnya berhubungan dengan gerakan yang
meningkatkan kemampuan motorik halus melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu
pada anak usia dini yang berada pada saja dan dilakukan oleh otot-otot kecil
rentang usia 4-5 tahun, penulis memiliki seperti ketrampilan menggunakan jari-jari
ketertarikan dan keinginan untuk mengkaji tangan dan gerakan pergelangan tangan,
lebih dalam lagi tentang kemampuan sedangkan menurut
motorik halus pada anak usia dini di Dusun Sunani (2016) Motorik Halus
Blotongan Salatiga. Setelah melakukan merupakan aktivitas dengan melibatkan
observasi penulis melihat bahwa anak usia otot-otot kecil, seperti keterampilan
4-5 tahun di Dusun Blotongan, menggunakan jari-jemari dan
perkembangan motorik halus anak masih menggunakan pergelangan tangan yang
Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 2(2), 2018 | 145

tepat.Santrock (2007) menyatakan bahwa Origami ialah kegiatan melipat


motorik halus adalah keterampilan kertas yang berasal dari Jepang.
menggunakan media dengan koordinasi Istilahorigami terbagi menjadi dua kata oru
antara mata dan tangan, sehingga gerakan dan kami. Oru berati melipat dan kami
tangan perlu dikembangkan dengan baik berati kertas. Elfianingrum (2010)
agar keterampilan dasar yang meliputi mengatakan kegiatan
membuat garis horizontal, garis vertikal, melipatadalahaktivitas yang menggunakan
garis miring ke kiri atau miring ke kanan, keterampilan tangan guna
lengkung atau lingkaran dapat terus menghasilkansuatu bentuk tanpa
ditingkatkan. menggunakan perekat (lem). Aktivitas ini
Dari beberapa pendapat diatas, diperlukankerjasama antara mata dan
dapat disimpulkan bahwa motorik halus tangan, ketelitian, kesabaran. Penggunaan
merupakan keterampilan yang kertas origai yang berbentuk segi empat ,
menggunakan jari-jari tangan dan gerakan berguna untuk melipat 1-6 lipatan,
pergelangan tangan yang membutukan membuat bentuk anjing, kipas, bentuk
koordinasi mata dan tangan guna amplop.
menghasilkan sebuah media atau Tujuan dari kegiatan melipat secara
keterampilan lainnya. khusus ialah dapat meningkatkan imajinasi
anak, daya ingat anak dapat di tingkatkan,
Tujuan dan Fungsi Motorik Halus kesabaran dan ketelitian bagi anak, melatih
kerapian dalam melipat, ketelitian dalam
Sunani (2016), menjelaskan tujuan melipat dapat di tingkatkan. Menurut
dari keterampilan motorik halus yaitu: a. pernyataan diatas yaitu dengan
Mampu memfungsikan otot-otot kecil menggunakan origami, dapat meningkatkan
seperti gerakan jari tangan. b. Mampu kemampuan anak dalam hal kesabaran,
mengkoordinasikan kecepatan tangan dan ketelitian, ataupun dapat mengembangkan
mata. c. Mampu mengendalikan emosi. imajinasi anak dalam hal melipat bentuk
Santrock (2007) mengemukakan origami. Melalui penelitian inidiharapkan
bahwa fungsi-fungsi perkembangan anak dapat menguasai 1-6 lipatan pada
motorik halus adalah sebagai berikut: (a) kertas origami sesuai dengan bentuk,
Keterampilan untuk membantu diri sendiri; dimulai dari bentuk termudah hingga yang
(b) Keterampilan bantu sosial; (c) rumit. Penilitian ini juga bertujuan agar
Keterampilan bermain; dan (d) anak mampu meningkatkan koordinasi
Keterampilan sekolah. mata dan tangan secara mandiri..
Ningsih. A (2015) mengemukakan
tentang fungsi keterampilan motorik halus
METODE
yaitu sebagai berikut: (a) Melatih
kelenturan otot jari tangan; (b) Memacu Jenis penelitian ini menggunakan
pertumbuhan dan perkembangan motorik jenis penelitian Partisipatory Action
halus dan rohani; (c) Meningkatkan Research (PAR). Menurut Mikkelsen.B
perkembangan emosi anak; (d) (2003) PAR yaitu penelitian yang
Meningkatkan perkembangan sosial anak; melibatkan beberapa orang dalam
dan (e) Menumbuhkan perasaan penelitian guna untuk mengubah dan
menyayangi terhadap diri sendiri. memperbaiki. Waktu Penelitian dilakukan
Dari beberapa pendapat diatas, selama bulan Januari 2018 hingga April
tujuan dan fungsi motorik halus yaitu yang 2018.
mengatakan bahwa aktivitas motorik anak Subyek PenelitianSubyek dalam
usia Taman Kanak-Kanak bertujuan untuk penelitian ialah anak dengan umur 4-5
melatih kemampuan koordinasi motorik tahun di Kampung Gang Buaya Salatiga
anak. dengan berjumlah 9 anak, diantaranya 5
laki-laki dan 4 perempuan.Indikator Kinerja
Pengertian Origami Keberhasilan kegiatan penelitian ini akan
146 | Origami Game for Improving Fine Motor Skills for Children 4-5 Years Old

terlihat dengan adanya peningkatan yang 1 pertemuan I hasil perolehan rata-rata 49,
signifikan terhadap kemampuan motorik 93% dengan penilaian Mulai Berkembang.
halus anak, yaitu : menirukan melipat kertas Untuk pertemuan II, diperoleh rata-rata
sederhana (1-6 lipatan), menggunting zig 51,81 % dalam pertemuan kedua ini anak
zag. mengalami peningkatan, sehingga
Metode pengumpulan data pada mendapat kriteria Berkembang Sesuai
penelitian ini sebagai berikut: Wawancara, Harapan. Untuk pertemuan yang III hasil
Observasi, Dokumentasi, dan Catatan diperoleh dengan rata-rata 65,73 %, dalam
Lapangan.. pertemuan ketiga ini, anak mengalami
peningkatan dalam melipat origami, terlihat
HASIL DAN PEMBAHASAN dengan hasil sebelumnya rata-rata yang
diperoleh 51,81 sehingga sekarang rata-rata
Kondisi Awal Penelitian
menjadi 65,38 %.
Kondisi awal penelitian merupakan Tabel 3 Hasil penelitian siklus 1 sampai siklus III
gambaran awal untuk anak mampu
mengembangkan motorik halusnya melalui Siklus I Pertemuan Siklus I Siklus I
kegiatan menggunting mengikuti garis. I Pertemuan Pertemuan
II III
Hasil penilaian dilakukan melalui observasi
Kriteria Jumlah Jumlah Jumlah
berdasarkan indikator tingkat pencapaian Anak Anak Anak
motorik anak. Berikut ini rekapitulasi data BB 1 0 0
anak pada saat melalukan pra tindakan. MB 7 5 2
Tabel 2 Hasil Pra penelitian BSH 1 4 7
BSB 0 0 0
Pra Penelitian Jumlah 9 9 9
Kriteria Melipat %
BB 2 22
MB 7 78 80 67%
BSH 0 0 56%
BSB 0 0 60
44% Siklus II
Jumlah 9 100 40 Pertemuan I
22%
Dari kegiatan Pra Tindakan, anak- Siklus II
20 11%
anak diajak untuk melalukan kegiatan 0%0% 0% Pertemuan II
melipat dasar, seperti melipat dengan arah 0
diagonal, arah horizontal. Dari tabel diatas BB MB BSH BSB
dapat dijelaskan bahwa dalam kriteria
Belum Berkembang terdapat 2 anak dengan Gambar 1. Penyajian data dari Pratindakan
presentase (22,2 %), dalam tahap ini anak sampai Siklus I Pertemuan III
belum dapat melakukan instruksi dalam
melipat, dalam kriteria Mulai Berkembang
terdapat 7 anak dengan presentasi 77,8 % ). Tindakan Siklus II
Pada penelitian pra tindakan melipat Dalam tahap perencanaan, peneliti
mendapat rata-rata 34,25 % sehingga membuat RKH(Rancangan Kegiatan
diputuskan untuk melakukan penelitian. Harian) dengan berbeda-beda tema
kegiatan, kemudian dilanjutkan untuk
Siklus I obsservasi, dalam 1 siklus terdapat 2 kali
Dalam tahap perencanaan, peneliti pertemuan, peneliti dibantu oleh guru ngaji
membuat RKH(Rancangan Kegiatan dalam proses observasi dan pengambilan
Harian), kemudian dilanjutkan untuk nilai, di tahap akhir refleksi. Berikut ini
penelitian, dalam 1 siklus terdapat 3 kali adalah hasil Siklus II.
pertemuan, peneliti dibantu oleh guru ngaji
dalam proses observasi, pengambilan data Tabel 4. Perbandingan Siklus II Pertemuan
dan refleksi. Berikut ini adalah hasil Siklus I dan II
Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 2(2), 2018 | 147

Siklus II Pertemuan I Siklus II


79,62%. Dalam penelitian ini, peneliti
Pertemuan II memberikankegiatan melipat kepada anak
Kriteria Jumlah Perse Jumlah Present dari melipat yang mudah sampai pada tahap
Anak ntase ase melipat secara mandiri.
BB 0 0 0 0 Dalam penelitian ini juga
MB 1 11% 0 0 memberikan contoh dalam melipat yang
BSH 6 67% 5 56%
BSB 2 22% 4 44%
benarsehingga dengan melakukan kegiatan
Jumlah 9 100 9 100 melipat ini, anak mendapat manfaat dari
kegiatan melipat ini salah satunya dengan
melipat anak bisa melatih konsentrasinya
Setelah dilaksanakannya pertemuan seperti yang diungkapkan oleh Atik
II terjadi peningkatan dimana anak dengan Mulyati, (2014) manfaat dari origamiialah
kriteria BSHberjumlah 5 orang presentase Anak dapat belajar meniru/mengikuti
56% untuk kriteria BSB (Berkembang arahan, ketika anak mendengarkan dan
Sangat Baik ) berjumlah 4 anak presentase mengikuti arahan secara bertahap, secara
presentase 44%. Data yang diperoleh dari tidak langsung anak mengikuti arahan-
siklus II pertemuan II mendapat rata-rata arahan yang di berikan oleh guru ataupun
79,93%. pendidik, sehingga anak dapat belajar
Meningkatnyamotorik halus anak mengikuti arahan maupun meniru.Dalam
bisa dilihat melalui tabel yang diperoleh pra tindakan
pada Siklus II dari pertemuan pertama,
kedua. Dikarenakan pada siklus II sudah SIMPULAN
mecapai indikator yang sudah di tetapkan,
yakni 76% maka diputuskan untuk tidak PAR (Partisipatory Action Reseach)
perlu dilanjutkan lagi dan cukup pada yang dilakukan di Kampung Gang Buaya ,
siklus. Dari data diatas dapat di kemukakan Blotongan Salatiga melalui permainan
bahwa dengan permainan origami origami untuk meningkatkan motorik halus
kemampuan motorik halus anak usia 4-5 anak usia 4-5 tahun. Melalui permainan
tahun dapat meningkat hingga 79,93 %. origami, motorik halus anak dapat
Kondisi awal kemampuan motorik halus meningkat secara bertahap. Halini di dapat
anak dilihat dari prapenelitian 22 % di buktikan dari hasil tindakan penelitian
kemampuan motorik halus anak dalam yang dilakukan.
kriteria belum berkembang, 78 % dalam Berdasarkan hasil penelitian dapat
kriteria mulai berkembang dengan ini disimpulkan bahwa permainan Origami
dilaksanakannya penelitian dengan dapat meningkatkan motorik halus anak ,
menggunakan permainan origami. hal ini bisa dibuktikan dari meningkatnya
Dalam siklus I terdapat 3 pertemuan persentase motorik halus anak. Ketrampilan
diantaranya pertemuan pertama, di peroleh motorik halus anak meningkat pada Siklus I
49,93 %, siklus I pertemuan II diperoleh sebesar 49, 93% menjadi 51,81%.
51,81%, siklus I Pertemuan III di peroleh Pelaksanaan Siklus II mengalami
65,75%. Dalam siklus I menggunakan peningkatan sebesar 68,50 % menjadi 79.
metode demontrasi, dimana peneliti 62%.
menjelaskan beberapa contoh bentuk- Dengan demikian, dapat
bentuk lipatan, namun dalam siklus I ini disimpulkan bahwa dengan melalui
terdapat beberapa kendala diantaranya anak permainan origami dapat meningkatkan
kurang begitu menarik dengan kertas yang keterampilan motorik halus anak usia 4-5
digunakan seingga anak lebih tertarik untuk tahun, juga dengan permainan kertas
mengobrol dengan yang lain. origami dapat melatih koordinasi mata dan
tangan.
Dalam siklus II terdapat II UCAPAN TERIMA KASIH
pertemuan, untuk pertemuan I di peroleh Penulis ucapkan terima kasih kepada
68,50 %, untuk pertemuan II diperoleh segenap pimpinan dan civitas akademika
148 | Origami Game for Improving Fine Motor Skills for Children 4-5 Years Old

Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga Ningsih. A. (2015). Identifikasi


Jawa barat memberikan dukungan dalam Perkembangan Keterampilan
penulisan artikel ini. Orang tua dan kawan- Motorik HalusAnak Dalam
kawan seperjuangan penulis serta Pihak sekolah Berbagai Kegiatan Main Di
tempat penulis melakukan penelitian. Reviewer Kelompok BTk Se-Gugus Parkit
dan editor Jurnal Obsesi yang telah memberikan Banyuurip Purworejo. Di akses
masukan kepada penulis dalam menulis artikel pada 17 Januari 2018 pukul 13.00
ini. Peraturan Menteri Pendidikan Dan
Kebudayaan Republik Indonesia
DAFTAR PUSTAKA Nomor 137 Tahun 2014 tentang
Arikunto. S (2013). Prosedur Penelitian Tingkat Pencapaian Pekembangan
Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta. Anak Lingkup Perkembangan
Rineka Cipta Motorik Halus anak 4-5 tahun
Atik Mulyati. (2014) Meningkatan Sunani. (2016). Pengembangan
Keterampilan Motorik Halus Kemampuan Moorik Halus Anak
Melalui Origami Pada Anak Melalui Permainan Melipat
Kelompok A Tk Kusuma Baciro Kertas(Origami) Di Raudhatul
Gondokusuman Yogyakarta. Athfal Ar-Russydah I Kedaton
Skripsi (Diterbitkan). Fakultas Ilmu Bandar Lampung. Skripsi
Pendidikan Universitas Negeri (Diterbitkan). Fakultas Tarbiyah
Yogyakarta. Dan Keguruan Institut Agama
http://eprints.uny.ac.id/13016/1/skr Islam Negri Raden Intan Lampung.
ipsi_atik%20mulyati_nim.1211124 Http://Repository.Radenintan.Ac.I
7007.pdf. Diakses pada 26 Juli d/284/1/Skripsi_Gabungan.Pdf.(Di
2017 pukul 12.37 akses Pada 26 Juli 2017)
Chraig Mertler, A. (2011). Action Santrock, J.W. (2007) Psikologi
Research.Yogyakarta: Pustaka Perkembangan Edisi II Jilid I.
Pelajar Jakarta: Erlangga
Efianingrum.A (2010) Pengertian Seni Yuli.I (2013). Meningkatkan Kemampuan
Origami. Diakses pada tanggal 17 Motorik Halus Anak Dengan
Juli 2017 pada Media Origami
pukul20.00.http://staff.uny.ac.id/sit Pada Kelompok A Di Tk Dharma
es/default/files/penelitian/Ariefa% Wanita Persatuan Tarik-Sidoarjo.
20Efiangrum,%20M.Si./Artikel%2 http://jurnalmahasiswa.unesa.ac.id/
0JK%20UNY%202010.pdf article/8979/19/article.pdf
Jumiarsih. C (2012). Upaya Meningkatkan
Kemampuan Motorik Halus Anak
Melalui Kegiatan Melipat Pada
Anak Kelompok A Di TK Aisyiyah
2 Pandeyan Ngemplak Boyolali
Tahun Ajaran 2012/2013.
http://eprints.ums.ac.id/20921/18/
NASKAH_PUBLIKASI.pdf.
Diakses pada 20 Juli 2017 pukul
16.00.
Mikkelsen.B (2003). Metode Penelitian
Partisipatoris Dan Upaya-Upaya
Pemberdayaan Sebuah Buku
Pegangan Bagi Praktisi Lapangan,
Jakarta : Yayasan Obor Indonesia
Volume 2 Issue 2 (2018) Pages 149-154
Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini
DOI: 10.31004/obsesi.v2i2.91

Development of Smart Adventure Games to Improve the Readiness of the Initial


Ability of Reading, and Writing on Early Childhood

Linda Dwiyanti1, Rosa Imani Khan2, Epritha Kurniawati3


Prodi PG-PAUD, FKIP, Universitas Nusantara PGRI Kediri

Abstract

Based on these circumstances, this study aims to develop an appropriate game to improve
readiness of the initial ability of early childhood called "Smart Adventure". This game can
help children to learn the ability of the initial reading and writing with a fun method (play)
and in accordance with the characteristics and stages of early childhood development. This
study used a qualitative and quantitative approach (mix method) with "Borg and Gall"
research and development model. The procedures used include: research and information
collecting, planning, develop preliminary form of product, preliminary field testing, main
product revision, main field testing, operational product revision, operational field testing,
final product revision, and dissemination and implementation.The results of this study
indicate the effectiveness and usefulness of the Smart Adventure game product on the ability
to reading and writing early childhood.

Keywords: Smart Adventure, Initial Calis, Early Childhood.

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan sebuah permainan yang tepat untuk
meningkatkan kesiapan belajar membaca dan menulis permulaan anak usia dini, yakni "Smart
Adventure". Permainan ini dapat membantu anak untuk belajar kemampuan membaca dan
menulis permulaan dengan metode yang menyenangkan (bermain) dan sesuai dengan
karakteristik serta tahapan perkembangan anak usia dini. Penelitian ini menggunakan
pendekatan kualitatif dan kuantitatif (mix method) dengan model penelitian dan
pengembangan "Borg and Gall". Prosedur yang digunakan antara lain: research and
information collecting, planning, develop preliminary form of product, preliminary field
testing, main product revision, main field testing, operational product revision, operational
field testing, final product revision, and dissemination and implementation. Hasil dari
penelitian ini adalah permainan Smart Adventure terbukti efektif dan memiliki
kebermanfaatan dalam meningkatkan kesiapan belajar membaca dan menulis permulaan
anak usia dini.

Kata Kunci: Smart Adventure, Membaca dan Menulis Permulaan, Anak Usia Dini

@Jurnal Obsesi Prodi PG-PAUD FIP UPTT 2018


 Corresponding author :
Address : Ngangkatan, Rejoso, Nganjuk ISSN 2356-1327 (Media Cetak)
Email : lindadwiyanti@unpkediri.ac.id ISSN 2549-8959 (Media Online)
Phone : 081230476664
150 | Development of Smart Adventure Games to Improve the Readiness of the Initial Ability

INTRODUCTION will also develop from a simple level to the


Improving human quality is the key to most complex level.
successful development of a nation. Human The facts of the findings from field
resource development is a continuous observations of kindergartens in Kediri
process from an early age. Early childhood region, there are several problems, namely:
is a child in the age range of birth up to six 1) the learning strategy of Calis in
years, which is the nation's next generation kindergarten is not in accordance with the
that has the potential to grow and develop characteristics and stages of children’s
optimally (Ministry of National Education development; 2) There are demands from
in Nuraini and Sujiono, 2010). Efforts to parents who want their children have
develop the potential of early childhood are ability of calis after graduating from
carried out through the implementation of kindergarten due to the selection test of
educational institutions namely Early majority elementary school; 3) Calis
Childhood Education which is the most learning activities in kindergarten tend to
basic education occupying a very strategic use paper and pencil and this is not in
position in the development of human accordance with the nature of kindergarten
resources. The potential of intelligence and namely playing while learning. This seems
the basics of one's behavior are formed in to be in line with the opinion of Aulina
this age range. So important that this early (2012) explained that there are many
age is often referred to the golden age elementary schools, especially primary
(Noorlaila, 2010). The National Education schools which make the Calis ability as a
System Law No. 20 of 2003 Chapter I, test to select new students for elementary
Article 1, Item 14 explains that early school. This encourages educational
childhood education is aimed at children institutions and parents to actively teach
from birth to six years of age which is Calis skills with learning methods in
carried out through the provision of elementary schools that are not in
educational stimuli to assist physical and accordance with the stages of child
spiritual growth and development so that development. It makes PAUD, which
children are ready to receive further should be a fun learning place where
education. Furthermore, in Article 4 children can play and make friends, starts
Paragraph 5 of the Implementation to turn into a children's institution that only
Principle, it is explained that education is meets the target of the calis ability. This
carried out by developing culture, writing activity resulted in assignments that must
and counting for all citizens. The be completed at home or commonly
introduction and learning of reading, and referred to as homework as the learning
writing (calis) commenced at the beginning process in elementary school.
of Early Childhood Education (PAUD). Sugiono and Kuntjojo (2016) in a similar
The introduction of the beginning of study, also found the fact that there were
reading, and writing (calis) is an aspect of problems during field observations. In the
developing children's interrelated and implementation or application of playing
inseparable abilities. Early age is the most activities in kindergarten, there were still
appropriate time for individuals to receive some teachers who considered playing not
stimulations. According to Pebriana (2017: as the main important activities in class and
140) language development in early not as a method of development. Secondly,
childhood is one of the factors that playing activities are only carried out to
influence children's cognitive development. develop certain abilities and have not been
The more children grow and develop and directed to develop various fields of
begin to be able to understand the development. According to Sugiono and
environment, the development of language Kuntjojo (2016), early childhood have
certain characteristics in learning. One of
Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 2(2), 2018 | 151

the characteristics of how children learn is Calis learning concept directly and
that children learn through play. Based on pleasantly. How can the development of
these characteristics, playing while learning Smart Adventure Games improve initial
and learning while playing is applied in Calis learning on early childhood
early childhood learning. The game is a readiness? This statement is the problem
means to measure children's abilities and statement in this study.
potential. Children will master various
kinds of objects, understand their properties METHOD
and events that take place in their This study used quantitative
environment Mutiah (Aisyah, 2017). approach. Based on its objectives, this
White (2012: 7) stated that play research is a research and development
build the foundation for lifetime of research. The chosen development
learning. Play is adapted to the children’s research model is an educational research
development starting from playing while and development model developed by
learning (the playing aspect is bigger) and Borg and Gall (2003). According to Borg
to learning while playing (the learning and Gall, "educational research and
aspect is bigger). development (R & D) is a process used to
Playing for children can bring joy develop and validate educational
and also become a learning process that production".
develop various aspects. This statement is
also in accordance with Badu's (2011) The concept of this research is
study, that playing is the process of more precisely interpreted as a
preparation to enter the next world. development effort that is simultaneously
Playing is a way for children to gain accompanied by efforts to validate it. Borg
knowledge about everything. Playing will and Gall (2003) states that the
make children to explore, train physical development research procedure basically
growth and imagination, and provide broad consists of two main objectives, namely:
opportunities to interact with other friends, developing products and testing the
introduce simple concepts and develop effectiveness of products in achieving
language skills and words, thus it makes goals. Research steps taken include: a)
learning as a very enjoyable learning Research and information gathering; b)
activity. Planning; c) Development of the initial
draft of the product; d) Evaluation; e)
The activity of introducing and Small group trials; f) Product revision; g)
enhancing Calis for early childhood can be large group trials; h) Final revision; i) The
done through games that will certainly be
final product. In the small group trial phase
more effective because the world of (point g), the researcher used the Wilcoxon
children is all about playing. Aspects of theory in Sugiono (2014) "signed-rank test
children’s development can be grown is a non-parametric statistical hypothesis
optimally through playing activities. Based test used to compare two related samples,
on several studies and background matched samples, or repeated
problems, it is necessary to develop a game measurements on a single sample to assess
called Smart Adventure Games to improve whether their population mean ranks
initial Calis learning on early childhood differ” (t-test), as an analysis test.
readiness. Smart adventure is a game of
adventure using artificial media that The research subjects were the
describes a beautiful park where children children of B Dharma Wanita Betet TK
will interact directly with the environment Kediri group in the 2017/2018 school year
that is created and learning is more fun and and the B RA group children Al Falah
meaningful for children. It is expected that Pagu Kediri. This research was carried out
through this game, children will receive the at the beginning of June 2017 - August
152 | Development of Smart Adventure Games to Improve the Readiness of the Initial Ability

2018. Data collection instruments in this needs to be considered again about the
study were validation questionnaire and duration of the game, so that children do
assessment sheet of children's learning not feel too bored while waiting for their
outcomes on small and large groups test. turn to play. After several improvements,
Data analysis technique in this study was the revised product was re-tested in large
qualitative descriptive techniques on the groups.
model testing and validation. While on the
Large Group Trial Results
test of the effectiveness of the Smart After large group test, the minus
Adventure game model, it was used points that were previously found in this
inferential statistical techniques, especially game have no longer appeared. Based on
the Paired-Samples T Test. the results of the large group trial, it was
RESULT AND DISCUSSION found that: (1) The media used in this
The results of preliminary studies game is safe and durable for early
conducted in several kindergartens in childhood use. In addition, colorful media
Kediri Raya have several facts, namely: 1) appearances can attract children to learn
Kindergarten children learn calis not in initial Calis through Smart Adventure
accordance with their characteristics and Game. The characteristics of the media in
stages of development; 2) There are this game are in accordance with early
demands from parents who want their childhood learning models; (2) Clarity of
children to be smart on calis after game procedures makes it easier for
graduating from kindergarten because they children to play this game. The steps in
prepare to join elementary school, with the this game are in accordance with the stages
majority selection test is Calis test; 3) Calis of early childhood development; (3) This
learning activities in kindergarten tend to Smart Adventure game has proven to be
use paper and pencil, this is not in able to increase Calis initial learning
accordance with the nature of PAUD readiness in early childhood. Children who
namely playing while learning. This Smart start learning Calis through this game have
Adventure game was designed after a better Calis ability compared to their
conducting in-depth theoretical studies and abilities before playing this game.
through a validation process from several The results of the preliminary study
experts followed by several trials in the and the research that has been carried out
field. This Smart Adventure game has been are summarized as follows: (1) Many
refined after going through these processes schools implement learning strategies that
to produce a product that is ready for are not in accordance with the
widespread use. The elaboration of the characteristics and learning needs for early
results of data analysis in this study are as childhood; (2) The Smart Adventure Game
follows: Model is prepared by being preceded by
in-depth theoretical study and tested in
Small Group Test Results
small groups and large groups. From this
Based on the results of the
process, there were some improvements in
evaluation of the trial of the Smart
this game. The results of expert validation
Adventure Game to improve Calis initial
concluded that the Smart Adventure Game
learning readiness in small groups, it
proved to be interesting and effective to
resulted product revisions: (1) The media
improve Calis early childhood learning
used in this game seemed interesting and
readiness.
easy to play by children, but in terms of
The conclusion from the results of
durability, this game was broken easily so
the trial of the Smart Adventure Game in a
it needs to be replaced; (2) Children are
small group is that, it is necessary to
seen enjoying the calis learning process
replace the materials and trim the duration
through this game, but considering the
of the game time. While the conclusion of
number of children in one class, it is quite
Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 2(2), 2018 | 153

the results of the Smart Adventure Game and writing skills. From the results of the
trials in large group is the negative points analysis of experimental data on large
of this game that appears on small group group test on the initial ability of reading
trial is no longer appearing. and writing of children, from the
calculation of Paired-Samples T Test, it
Smart Adventure Game Effectiveness
can be seen that the acquisition of test
Test
results is 4.886 and the difference in mean
Based on the results of the small
score is 1.821 and by considering the Sig
group and large group trials that have been
score of 0.0001, it can be said that there is
conducted, the Smart Adventure Game is
a significant difference between the
tested for its effectiveness through an
average score of children in the
experimental process. Small group trials
experimental group and the average score
were conducted on 9th and 10th April 2017
in the control group. The mean score in the
on 20 children of B3 TK Dharma Wanita
experimental group is 14.51 and in the
Betet Kediri Group. While the large group
control group is 12.69. The difference in
trials were conducted on 8th and 9th May
the mean score indicates that there is a
2017 on 20 children of B2 Group TK
positive and significant effect on the
Dharma Wanita Betet Kediri and on 26th
application of the Smart Adventure Game
and 27th April 2017 on 19 children of RA
on the initial ability to read and write of
Al Falah B1 Group Kediri Ceiling.
children.
The initial ability to read, and write
As for the results of the analysis of
of the children was assessed before and
experimental data when testing large
after experiment by the class teacher. The
groups on the ability of preliminary
results of the assessment before and after
counting of children, from the results of
this experiment were compared. The
the Paired-Samples T Test can be seen that
Wilcoxon Test was used to analyze the
the acquisition of test results is 4.842 and
experimental data during small group trial
the difference in mean score is 1.2282 and
because the number of samples was less
than 30 (n <30) and did not use the control by considering the Sig score of 0.0001 it
can be said that there is a significant
class and see the effect of the Smart
difference between the average score of
Adventure game on children before and
children in the experimental group and the
after it was applied. To analyze the
mean score in the control group. The mean
experimental data during a large group
score in the experimental group was 10.74
trial, it was used Paired-Samples T Test
and in the control group was 9.46. The
analysis.
difference in the mean score indicates that
For the results of the analysis of
there is a positive and significant influence
experimental data on small group test on
on the application of the Smart Adventure
the initial ability to read and write, the
Game on the initial ability to calculate of
average score of these abilities before
children.
being given an action of 14.65 and after
Table. 4.1 significant difference between
being given an action of 15.45. This means
Experimen and control class
that the initial ability to read and write
N
after being given an action in the form of a (bany Perbe- Sig.
Kelom
Smart Adventure Game is greater than pok
a- nya Mean daan t-test (2-
before being given an action. From the sampe Mean tailed)
l)
results of the analysis, it also obtained the Ekspe 14,5
mean rank score of 6.80 and the positive 39
rimen 1
mean score is greater than the negative Kontr 12,6
39
mean rank. This means that the application ol 9
of the Smart Adventure game has been
proven to improve children's initial reading
154 | Development of Smart Adventure Games to Improve the Readiness of the Initial Ability

Falah Pagu Kediri and all parties involved


Mean Kemampuan Calis in this study
REFERENCES
15
14
Aisyah, A. (2017). Permainan Warna
13
Berpengaruh Terhadap Kreativitas
12
Anak Usia Dini. Jurnal Obsesi:
11
Eksperimen Kontrol Pendidikan Anak Usia Dini, 1(2).
Aulina, N.A. 2012. Pengaruh Permainan
Grafik 4.1 significant difference between dan Penguasaan Kosakata terhadap
Experimen and control class Kemampuan Membaca Permulaan
Anak Usia 5-6 Tahun. Jurnal
Use of smart adventure games in early Pedagogia. 1 (2): 131 – 143.
childhood learning. Badu, R. 2011. Pengembangan Model
The results of the data analysis of the Pelatihan Permainan Tradisional
usefulness of the use of smart adventure Edukatif Berbasis Potensi Lokal
games in early childhood learning based Dalam Meningkatkan Kemampuan
dan Keterampilan orang tua Anak
on the table can be concluded that the total
Usia Dini Di PAUD Kota
value of fifteen items is 252 which means Gorontalo. Jurnal Penelitian dan
the application of the "Smart Adventure" Pendidikan. 8 (1): 70- 77.
game is very effective to be applied in Borg & Gall. 2003. Education Research.
kindergarten. Allyn and Bacon, New York.
Noorlaila, I. 2010. Panduan Lengkap
CONCLUSION Mengajar PAUD. Pinus Book
Publisher, Yogyakarta.
Based on the results of the research Nurani, Y dan B. Sujiono. 2010. Bermain
from the development of the Smart Kreatif Berbasis Kecerdasan
Adventure game, it was concluded that the Jamak. PT Indeks, Jakarta.
development of "Smart Adventure" game Sugiono. 2014. Metode Penelitian
Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,
based on the results of data analysis in the
Kualitatif dan RnD. Bandung:
effectiveness test test can be expressed as Alfabeta.
an effective game to improve early Pebriana, Putri Hana. 2017. Analisis
childhood reading and writing skills, and Kemampuan Berbahasa dan
the results of data analysis also showed the Penanaman Moral pada Anak Usia
usefulness of games in learning early Dini melalui Metode Mendongen.
childhood. Theoretically, the results of this Online. Diakses tanggal 15 Oktober
2018. Jurnal Obsesi: Pendidikan
study are in line with the theory proposed
Anak Usia Dini. 1 (2): 139-147.
by White (2012: 7), which states that "play Sugiono dan Kuntjojo. 2016.
build the foundation for lifetime of Pengembangan Model Permainan
learning" which means that learning is a Pra-Calistung Anak Usia Dini.
lifelong process that the foundation is at Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini.
playing at an early age. 10 (2): 255- 276.
White, Rachel E. 2012. The Power Of
ACKNOWLEDGEMENT Play: A Research Summary on Play
The researcher would like to thank and Learning. Online. St. Paul:
MCM
to various parties who contributed to the
success of this research, especially: 1)
Ministry of Research, Technology and
Higher Education of Republic of
Indonesia; 2) Nusantara PGRI Kediri
University Institute; 3) Institutions of TK
Dharma Wanita Betet Kediri and RA Al-
Volume 2 Issue 2 (2018) Pages 155-160
Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini
DOI: 10.31004/obsesi.v2i2.75

Improving Early Childhood Prosocial Behavior through Activity


Storytelling with Puppets

Ika Tyas Mustika Sari1 , Hapidin Toha2, Yuliani Nurani3


Prodi PG-PAUD, Fakultas Ilmu Pendidikan, Pascasarjana Universitas Negeri Jakarta

Abstract
The purpose of this study is to describe the process and learning outcomes through the activities of
storytelling with puppets that can improve the prosocial behavior of the children in Kindergarten group
A, Global Persada Mandiri School, Bekasi, in the academic year 2017/2018. Research subjects of this
action are 14 children aged 4-5 years. This research method is action research which refers to the
research of Kemmis MC Taggart which consist of planning, action and observation stage, then
reflection. This study consists of 2 cycles, each cycle consisting of 8 meetings. Data analysis technique
used in this research is quantitative and qualitative. Quantitative data analysis with statistical
descriptions is comparing the results obtained from the pre-action, the first cycle to the second cycle.
Qualitative data analysis is done by analyzing data of field record, interview record and documentation
record by reducing data, display data and make a conclusion. The results of this study indicate that
there is an increase in the behavior of child prosocial through the storytelling activity with puppets, can
be proved by the average acquisition of TCP (Level of Development Achievement) in one class at pre-
action of 17,7, and increased in the second cycle of 37.5.

Keywords: Prosocial Behavior, storytelling activities, puppets

Abstrak
Tujuan Penelitian Ini adalah untuk mendeskripsikan proses dan hasil pembelajaran melaui kegiatan
bercerita dengan wayang yang dapat meningkatkan perilaku prososial anak kelompok A, di TK Global
Persada Mandiri School Bekasi, Tahun ajaran 2017/2018. Subjek penelitian tindakan ini berjumlah 14
anak. Metode penelitian ini adalah penelitian tindakan yang mengacu pada penelitian tindakan Kemmis
MC Taggart yang terdiri dari tahapan perencanaan, tindakan dan observasi, kemudian refleksi.
Penelitian ini terdiri dari 2 siklus, dimana masing-masing siklus terdiri dari 8 kali pertemuan.Teknik
analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis data kuantitatif dan kualitatif.
Analisis data kuantitatif dengan deskripsi statistik yaitu membandingkan hasil yang diperoleh dari pra
tindakan, siklus pertama hingga siklus kedua. Analisis data kualitatif dilakukan dengan menganalisis
data hasil catatan lapangan, wawancara dan dokumentasi dengan mereduksi data, display data dan
membuat kesimpulan. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya adanya peningkatan perilaku prososial
anak melalui kegiatan bercerita dengan wayang, dapat dibuktikan dengan perolehan rata-rata TCP
(Tingkat Capaian Perkembangan) dalam satu kelas, yaitu pada saat kegiatan pra tindakan sebesar 17,7,
kemudian saat sikulus terakhir mengalami peningkatan sebesar 37,5

Kata Kunci : Perilaku prososial, kegiatan bercerita, wayang.

@Jurnal Obsesi Prodi PG-PAUD FIP UPTT 2018


 Corresponding author :
Address : Jakarta, Indonesia ISSN 2356-1327 (Media Cetak)
Email : d.tyasmustikasari@gmail.com ISSN 2549-8959 (Media Online)
Phone : 0858 1097 9200
156 | Improving Early Childhood Prosocial Behavior through Activity Storytelling with Puppets

PENDAHULUAN serta memberikan model perilaku yang baik


Perilaku prososial perlu dikembangkan bagi anak-anak dapat meningkatkan perilaku
terutama dilingkungan lembaga PAUD, karena prososial pada diri anak. Fakta di lapangan
sekolah merupakan ruang lingkup dimana setelah dilakukan observasi awal pada anak
seorang anak secara formal belajar tentang kelompok A di TK Global Persada Mandiri
lingkungan sosial mereka. Sekolah merupakan School Bekasi, disimpulkan tingkat perilaku
lembaga awal yang dapat membantu anak prososial anak belum tercapai secara maksimal.
dalam bersikap prososial dan sekolah juga Dari hasil pengamatan awal menunjukkan 11
merupakan salah satu wadah yang memberikan dari 14 anak (78,5%) di kelas kelompok A
peranan penting dalam perkembangan perilaku belum dapat membantu sesama, berbagi dan
prososial bagi anak. Selain itu tugas pendidik bekerjasama dengan teman. Anak-anak lebih
atau guru yaitu membimbing anak didiknya senang bermain sendiri, saling memukul
agar berperilaku dan membiasakan diri apabila mainan yang mereka bawa dipinjam
untuk berperilaku yang prososial, bertutur teman dan apabila melihat teman yang
memerlukan bantuan, seperti saat melihat
kata yang baik dan tidak saling bertengkar
temannya jatuh, mereka cenderung tidak
dan berolok-olok dalam pergaulan sehari- perduli bahkan beberapa anak mentertawakan.
hari, saling menyayangi, saling Solusi yang coba ditawarkan adalah
berkerjasama dan berbagi dengan teman dengan memberikan kegiatan bercerita dengan
(Aisyah,2012: 122) wayang untuk meningkatkan perilaku prososial
Lingkungan sekolah, termasuk teman- anak. Sudah banyak diketahui bahwa, dalam
teman di sekitar anak juga mempengaruhi pertunjukan Menurut Purwadi (2007;2)
pembentukan perilaku prososial mereka. wayang selalu berisi nasihat, tidak hanya
Perilaku dan kemampuan prososial yaitu untuk mengajak beribadah, pendidikan,
kemampuan dan keinginan untuk menghibur,
pengatahuan dan juga hiburan, akan tetapi
membantu, membela dan berteman dengan
teman sebayanya (Patersen dan Wittmer, juga dibarengi dengan nyanyian, lukisan,
2015:155). estetis dan petuah religius yang sangat
Selain guru teman sebaya juga merupakan indah sehingga dapat mengantarkan orang
salah satu tempat dimana anak belajar tentang untuk terus mendengarkannnya. Sebab
perilaku prososial yang baik. Prosocial is tokoh dalam cerita merupakan gambaran
sharing something with another person, tokoh karakter manusia secara khas
showing wilingness to cooperate, helping and sehingga banyak orang tertarik dengan
comforting someone in distress are pro-social penampilan tokoh yang ada di dalamnya.
behaviours that refer to voluntary behaviour Media wayang sekarang sudah banyak
intended to benefit another person ( Ulutas dan
digunakan dalam pendidikan, sebagai
Aksoy 2009:39). Pendapat tersebut dapat
diartikan bahwa perilaku prososial adalah
bahan yang digunakan untuk
berbagi sesuatu dengan orang lain, mau menyampaikan pesan-pesan moral bagi
bekerjasama, membantu dan menghibur peserta didik
seseorang ketika merasa kesusahan, perilaku Sejalan dengan pendapat di atas,
prososial juga mengacu pada keadaan sukarela penelitian yang dilakukan oleh Remer &
yang dapat menguntungkan orang lain. Tzuriel (2015, h. 356-365) tentang efektivitas
Hal tersebut di atas sejalan dengan penggunaan wayang sebagai media untuk
penelitian yang dilakukan oleh (Serly dkk., anak, menunjukkan efektivitas penggunaan
2014:1-5), yang berjudul “Studi tentang wayang pada anak memiliki potensi untuk
Perilaku Prososial dan Penanganan Konselor menciptakan komunikasi, meningkatkan
terhadap Perilaku Unsosial pada Anak Usia keterlibatan dan mengubah sikap anak.
Dini Di Tk Islam Al-Kalam Surabaya (2014)”.
Dalam penelitian ini yang menjadi subyek
Oleh sebab guru yang memegang peranan
penelitian adalah kepala sekolah, konselor, guru penting di dalam kelas harus dapat
kelas TK A dan seluruh anak TK A di TK Islam mengajarkan kepada anak untuk dapat
Al Kalam. Penelitian ini bertujuan untuk berperilaku prosossial dengan orang lain.
meningkatkan perilaku prososial. Hasil dari Menurut Sudjana,(2013) dalam Fauziddin
penelitian ini menemukan bahwa memberikan (2017: 43-44) Mengajar adalah cara yang
penghargaan berupa pujian kepada anak-anak digunakan guru dalam mengadakan
Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 2(2), 2018 | 157

hubungan dengan siswa pada saat membantu teman, berbagi makanan,


berlangsungnya pengajaran. Sehingga berbagi mainan, berbagi cerita dengan
metode mengajar sebagai alat untuk teman dan saling bekerjasama.
menciptakan proses mengajar dan belajar Moeslichatoen (2004:157) mengatakan
haruslah sesuai. Maka dari itu peneliti bahwa metode bercerita (storytelling)
tertarik untuk melakukan penelitian tentang merupakan salah satu pemberian
peningkatam perilaku prososial melalui pengalaman belajar bagi anak usia dini
metode bercerita dengan wayang secara lisan, sehingga kegiatan bercerita
(storytelling) dapat memberikan
METODE pengalaman belajar anak untuk berlatih
Penelitian ini dilakukan pada anak mendengarkan informasi tentang
kelompok A, di TK Global Persada Mandiri pengetahuan, nilai dan sikap untuk dihayati
School Bekasi, pada tahun ajaran dan diterapkandalam kehidupan sehari-hari.
2017/2018. Penelitian ini menggunakan Selain dapat memberikan pengalaman
metode penelitian tindakan yang mengacu yang baru dengan cerita-cerita yang
pada tahapan penelitian tindakan Kemmis menarik untuk anak, bercerita juga
MC Taggart yang meliputi tahapan menambah wawasan dan juga pengalaman
perencanaan, tindakan dan observasi serta anak, karena dalam sebuah cerita pasti ada
refleksi. Penelitian ini dinyatakan berhasil pesan-pesan moral yang disampaikan yang
apabila 71% dari seluruh jumlah anak nantinya bisa diterapkan dalam kehidupan
mencapai kriteria ketuntasan minimal anak.
(Mills 2003) atau dapat dikatakan 10 dari 14 Pelaksanaan siklus I dilaksanakan
anak mencapai Tingkat Capaian dalam 8 kali pertemuan. Peneliti
Perkembangan (TCP) minimal yang menggambarkan secara keseluruhan
ditentukan bersama dengan kolaborator bagaimana proses dan hasil penelitian dari
yaitu 70% dari TCP maksimal. pertemuan ke-1 hingga ke-8. Hasil
TCP Max = ∑ butir X ∑ kategori Pengamatan peneliti dan kolaborator
TCP Max = ∑ butir X ∑ kategori terhadap perilaku prososial anak setelah
= 12 X 4 melakukan kegiatan bercerita dengan
= 48 wayang selama 8 kai pertemuan
TCP Min = 70% X TCP Max berdasarkan lembar observasi instrumen
= 70% x 48 perilaku prososial anak disajikan dalam
=34 tabel dan grafik sebagai berikut:
Teknik pengumpulan data yang Tabel 1 Perilaku Prososial pada Siklus I
digunakan dalam penelitian ini adalah Anak Kelompok A, di TK Global
observasi, wawancara dan dokumentasi. Persada Mandiri School
Data tentang keterkaitan antara
No Subyek PraTindakan Siklus I
perencanaan dan pelaksanaan TCP TCP
pembelajaran diketahui berdasarkan 1 ALN 22 31.0
Rencana Kegiatan Harian (RKH) dan 2 AZH 17 27.6
lembar instrumen perilaku prososial 3 AS 18 26.1
yaitu membantu, berbagi dan 4 ANS 24 30.9
bekerjasama. 5 EL 12 23.1
6 FLK 16 26.0
HASIL DAN PEMBAHASAN 7 JN 16 27.3
8 KH 23 34
Pada siklus I, anak-anak diberikan
9 NL 16 27.3
tindakan berupa kegiatan bercerita dengan
10 VN 14 26.9
wayang untuk meningkatkan perilaku 11 RHN 19 27.6
prososial. Kegiatan bercerita yang 12 SF 18 29.1
dilaksanakan yaitu menceritakan tentang 13 SHN 17 27.9
kejadian atau peristiwa yang dekat dengan 14 SYK 19 29.3
anak, misalnya bercerita mengenai perilaku 17.9 28.1
Rata-rata kelas
158 | Improving Early Childhood Prosocial Behavior through Activity Storytelling with Puppets

Grafik 1. Perilaku Prososial pada Siklus kedepan melihat dan berebutan


I Anak Kelompok A, di TK Global memegang wayang.
Persada Mandiri School Tahun 2017- 2) Terkadang perhatian anak terganggu
2018. karena saat bercerita, dalam saat
bersamaan anak juga mengungkapkan
pendapatnya.
3) Anak masih memerlukan bimbingan
dan motivasi untuk percaya diri saat
melakukan tanya jawab, sehingga
terkadang untuk memancing anak lebih
percaya diri dan mau menjawab
pertanyaan guru memberikan hadiah
bagi anak-anak yang bisa menjawab
pertanyaan.
4) Anak memerlukan duduk di posisi yang
tepat saat kegiatan bercerita
5) Suara guru terkadang tidak terdengar
saat improvisasi suara,
Berdasarkan data di atas maka
diketahui bahwa skor maksimum yang Peneliti bersama kolaborator
diperoleh anak pada siklus I sebesar 34 berusaha untuk mencari solusi yang tepat
sedangkan skor minimum sebesar 23.1, untuk mengurangi hambatan-hambatan
dengan rata-rata kelas sebesar 28.2. Hasil diatas dengan cara yang terbaik untuk anak-
asesmen menunjukkan peningkatan anak. Solusi yang akan dilakukan pada
perilaku prososial meskipun belum siklus II yaitu:
mencapai target yang disepakati oleh 1) Pada siklus I, kegiatan bercerita tidak
peneliti dan kolaborator yaitu 34. melibatkan anak dalam
Kriteria keberhasilan dalam mempersiapkan panggung dan
penelitian ini adalah 71% (Mills, 2003) wayang, sehingga ketika bercerita anak
artinya dinyatakan berhasil bila mencapai berebut untuk memegang wayang, di
tingkat capaian perkembangan minimal siklus II anak dilibatkan dalam
yang ditentukan oleh peneliti dan mempersiapkan kegiatan bercerita dan
kolaborator yaitu sebesar 70%. Dengan kata diperbolehkan bergiliran memainkan
lain, penelitian tindakan dinyatakan wayang
berhasil jika sebanyak 10 anak mencapai 2) Saat bercerita di siklus I, anak-anak
minimal sebesar 34. Hasil dari siklus I masih kurang tertib karena saat
menunjukkan bahwa hampir semua anak bercerita anak juga menceritakan
masih memiliki skor di bawah TCP minimal pengalaman mereka, di siklus II anak
yang ditentukan. Penelitian tindakan ini yang ingin berbicara harus mengangkat
belum berhasil dan akan dilanjutkan ke tangannya terlebih dahulu baru mereka
siklus II dengan beberapa pebaikan boleh mengutarakan pendapat mereka.
berdasarkan pada siklus I. 3) Anak masih terlihat malu menjawab
Dari hasil pengamatan, catatan saat ditanya oleh guru, sehingga di
observasi, catatan lapangan dan siklus II guru akan memberikan hadiah
dokumentasi pelaksanaan tindakan siklus I, berupa stiker bagi anak yang bisa
maka peneliti dan kolaborator melakukan menjawab pertanyaan yang diberikan
refleksi untuk mencari hambatan-hambatan guru
apa yang ditemui guru di siklus I yaitu: 4) Anak diberikan kebebasan untuk
1) Beberapa anak masih sulit untuk memilih tempat duduk mereka saat
dikendalikan saat kegiatan bercerita siklus I dan ternyata itu membuat
berlangsung, karena ingin maju mereka asyik mengobrol sendiri,
akhirnya saat siklus II, posisi anak
Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 2(2), 2018 | 159

dirubah sesuai dengan urutan yang Grafik 2 Perilaku prososial pada siklus II
disusun guru, agar anak-anak fokus Anak Kelompok A di TK Global Persada
mendengarkan cerita. Mandiri School
5) Suara guru terkadang tidak terdengar
dengan jelas, sehingga pada siklus II
guru akan menggunakan mikrofon
untuk menarik perhatian anak.

Pelaksanaan siklus II terdiri dari 8


kali pertemuan berjalan dengan lancar
sesuai rencana. Guru terlihat selalu
memotivasi anak-anak saat kegiatan
bercerita dan melakukan improvisasi yang
membuat anak-anak lebih tertarik
mendengarkan cerita. Dari ttindakan dan
hasil observasi pada siklus II, peneliti dan
kolaborator melakukan pengamatan
terhadap perilaku prososial anak Berdasarkan data di atas, diketahui
menggunakan lembar instrumen. Hasil skor maksimum yang diperoleh anak pada
analisis data kuantitatif dalam perilaku siklus II sebesar 43,9 sedangkan skor
prososial anak yang disajikan dalam bentuk minimum sebesar 30,1, dengan rata-rata
tabel dan grafik berikut: kelas sebesar 37,2. Hasil asessmen
menunjukkan bahwa nilai anak meningkat
Tabel 2 Perilaku Prososial pada Siklus II dari pra tindakan diperoleh nilai rata-rata
Anak Kelompok A di TK Global Persada 17,7 setelah tindakan siklus I mengalami
Mandiri peningkatan 10,5 dengan rata-rata kelas
menjadi 28,2, dan setelah dilanjutkan siklus
Skor II mengalami peningkatan lagi sebesar 9,3
No Pra- dengan nilai rata-rata kelas sebesar 37,5.
Subyek Siklus Siklus Sehingga siklus II ini telah mencapai target,
. tindaka
I II karena nilai minimum yang telah disepakati
n
1 ALN 22 31 41,5 peneliti dan kolaborator adalah 33,6.
2 AZH 17 27,6 37,9
3 AS 18 26,1 39,5 PEMBAHASAN
1. Proses penggunaan wayang dapat
4 ANS 24 30,9 42,1
meningkatkan perilaku prosossial anak.
5 EL 12 26,8 30,1
6 FLK 16 26 30,8
Proses bercerita guru menggunakan
7 JN 16 27,3 39,0 wayang dengan berbagai macam tokoh
8 KH 23 34 43,9 supaya dapat menarik minat anak, guru juga
9 NL 16 27,3 39,3 harus melatih suara agar tidak hanya
10 VN 14 26,9 30,8 memiliki satu karakter suara tetapi bisa
11 RHN 16 27,6 35,3 dengan berbagai macam karakter suara
12 SF 18 28,4 39,8 yang bisa menarik
13 SHN 17 27,9 39,0 perhatian anak. Hal tersebut sejalan dengan
14 SYK 19 29,3 37,1 penelitian yang dilakukan oleh Arti, dkk
(2012:3), yang juga mengatakan bahwa
Rata-rata 17,7 28,2 37,5 ketentuan-ketentuan dalam melaksanakan
kelas kegiatan bercerita dengan menggunakan
boneka wayang diantaranya yaitu guru
hafal isi cerita serta menggunakan skenario
cerita. Melatih suara agar dapat memiliki
160 | Improving Early Childhood Prosocial Behavior through Activity Storytelling with Puppets

beragam karakter suara yang dibutuhkan. digunakan saat bercerita dengan wayang,
Menggunakan boneka wayang yang karena saat menggunakan cerita dari buku
menarik dan sesuai dengan dunia anak serta seperti siklus I, ceritanya terlalu panjang
mudah dimainkan oleh guru atau anak- dan anak terlihat mulai bosan. Guru mulai
anak. Bisa menggunakan satu, dua, tiga menggunakan mikrofon saat bercerita
boneka wayang dengan jumlah maksimal sehingga anak mendengar dengan jelas
boneka yang digunakan sebanyak 5 buah cerita yang disampaikan guru dan untuk
dengan bentuk yang berlainan. Selain itu menghindari anak saling bercerita sendiri
alur cerita yang digunakan dibuat oleh guru mencoba memilih tempat duduk untuk
peneliti dan kolaborator sesuai dengan anak-anak, yaitu dengan posisi anak yang
aspek perilaku prososial yang ingin aktif di kelas duduk dekat dengan anak yang
ditingkatkan sehingga cerita tidak terlalu pendiam.
panjang. Hal tersebut sejalan dengan
penelitian dari Handayani, dkk (2016), yang UCAPAN TERIMA KASIH
mengatakan bahwa saat melakukan Terimakasih penulis ucapkan
kegiatan bercerita haruslah menggunakan kepada tim editor E-Journal Obsesi yang
cerita pendek, agar anak bisa lebih mudah sudah memberikan kesempatan sehingga
untuk mengingat dan serta memahami isi jurnal ini siap untuk diterbitkan. Kepada Dr.
dari cerita tersebut. Memberikan dorongan Hapidin, M.Pd dan Dr Yuliani Nurani,
pada anak untuk berani menjawab M.Pd yang bersedia membimbing dengan
pertanyaan guru untuk mengingat apa yang sabar memberikan motivasi, bimbingan
telah didengarnya, dengan cara serta kritik dan saran dalam penyusunan
memeperlihatkan kembali media wayang Jurnal ini. Kepada reviewer yang sudah mau
yang digunakan saat bercerita. meluangkan waktunya untuk memberikan
banyak masukan sehingga jurnal ini lebih
2. Hasil bercerita dengan wayang dapat sempurna
meningkatkan perilaku prososial anak
Berdasarkan data di lapangan SIMPULAN
melalui kegiatan bercerita dengan wayang Berdasarkan hasil analisis dan
dapat meningkatkan perilaku prososial pembahasan pada penelitian dengan judul
anak. Proses siklus I, berjalan dengan baik Peningkatan Perilaku Prososial melalui
meskipun ada beberapa kendala yang Kegiatan Bercerita dengan Media Wayang
terjadi seperti anak terlihat mulai jenuh maka dapat disimpulkan bahwa sebagai
ketika guru bercerita terlalu lama, anak berikut: (1) Pelaksanaan kegiatan bercerita
kurang antusias ketika wayang yang dengan wayang dapat meningkatkan
digunakan selalu sama saat bercerita, suara perilaku prososial anak kelompok A di TK
guru kalah dengan suara anak-anak, Global Persada Mandiri. (2) Melalui
beberapa anak masih bercerita sendiri, kegiatan bercerita dengan wayang dapat
beberapa hal tersebut membuat tindakan meningkatkan perilaku prososial anak
siklus I belum dapat mencapai Tingkat kelompok A di TK Global Persada Mandiri
Capaian School. Peningkatan tersebut dapat dilihat
Perkembangan pada anak kelompok pada skor pra tindakan diperoleh nilai rata-
A, sehingga guru merencanakan siklus II rata sebesar 17,7 atau 36,9%, kemudian
dengan perbaikan dari berbagai kendala siklus I mengalami peningkatan 28,2 atau
yang ditemui saat melakukan siklus I. Saat 58,8% dan dilanjutkan siklus II mengalami
siklus II, guru mulai membuat banyak tokoh peningkatan lagi dengan rata-rata kelas 37,2
wayang, sehingga saat bercerita wayang atau 78%.
yang digunakan selalu berbeda, hal ini
ternyata membuat anak antusias
mendengarkan cerita. Guru mencoba
membuat sendiri alur cerita yang fokus
terhadap aspek perilaku prososial untuk
Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 2(2), 2018 | 161

DAFTAR PUSTAKA behaviour of six year old children?.”


(Humanity &Social Sciences Journal,
Aisah, Iceu, “Strategi Penumbuhan
2009).
Perilaku Prososial Anak Usia Dini
Melalui Metode Bercerita (Studi
Kasus Di Pendididkan Anak Usia
Dini (Paud) Matahari Rw X1v
Kelurahan Citeureup Kecamatan
Cimahi Utara Kota Cimahi”, (Jurnal
Empowerment Volume 1, Nomor 2,
2012)
Fauziddin ,Moh. 2017. Upaya Peningkatan
Kemampuan Bahasa Anak Usia 4-5
Tahun melalui Kegiatan
Menceritakan Kembali Isi Cerita di
Kelompok Bermain Aisyiyah Gobah
Kecamatan Tambang. Jurnal Obsesi
Volume 1 Nomor 1 Tahun 2017
Handayani, Tri Utami Ngesti. “Upaya
Peningkatan Kepercayaan Diri
dengan Metode Bercerita
Menggunakan Wayang Kardus Pada
Anak. Jurnal Ilmiah PG-Paud IKIP
Veteran Vol 2 (2), 2014.
Moeslichatoen R, Metode Pengajaran di
Taman Kanak-kanak.. Jakarta:
Rineka Cipta, 2004.
Petersen,Sandra H. dan Donna S. Wittmer,.
“Kurikulum Pendidikan Anak Usia
Dini Berbasis Pendekatan
Antarpersonal (A Relationship-Based
Approach”. Jakarta: Prenadamedia
Group. 2015.
Purwadi. “Wayang Purwa.” Yogyakarta:
Panji Pustaka Yogyakarta, 2007
Remer, Ronit & David Tzuriel, “I Teach
Better with the Puppet" Use of Puppet
as a Mediating Tool in Kindergarten
Education an Evaluation,” (School of
Education, Bar-Ilan University
Ramat-Gan, Israel 2015).
Sari, Arti Syntha Yulia, dkk. Penggunaan
Alat Peraga Boneka Wayang Untuk
Meningkatkan Kemampuan Bercerita
Pada Anak Kelompok B TK Aisyiyah
56 Baron. 2012.
Ulutas, Ilkay & Ayase Aksoy. “Learning
with play: How play activities
program improve pro-social
Volume 2 Issue 2 (2018) Pages 162-169
Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini
DOI: 10.31004/obsesi.v2i2.76

Useful of Clap Hand Games for Optimalize Cogtivite Aspects in Early


Childhood Education
Moh Fauziddin1, Mufarizuddin2
Prodi PG-PAUD Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai

Abstract
Playing is a learning method that best suits learning in early childhood. The pat game is one of
the types of play that is applied in Early Childhood Education. The purpose of education in
early childhood is to develop six aspects of its development namely; aspects of religious and
moral norms, aspects of physical and motor, aspects of cognition, aspects of emotional social,
aspects of language and aspects of art. This study aimed to know the utilization of deep pat
game on improving aspects of cognitive in early childhood. The subjects of this study were
children of group B Taman Kanak-Kanak (TK) Flamboyan Mekar Tapung district Kampar
regency a number of 14 girls and 8 boys. Data collection Technic used are documentation, a
questionnaire, an interview. This research involves the Ikatan Guru Taman Kanak-Kanak
Indonesia (IGTK) Tapung Subdistrict to gain input in the development of game pat in order to
obtain results. The results of the analysis showed that 86% of children could increase aspects
of cognitive development
Keyword: Clap Hand Games, Coginitve Aspects, Early Childhood Education

Abstrak
Bermain merupakan metode pembelajaran yang paling sesuai dengan pembelajaran pada anak
usia dini. Permainan tepuk merupakan salah satu dari jenis bermain yang diterapkan di
pendidikan anak usia dini. Tujuan Pendidikan pada anak usia dini adalah mengembangkan 6
aspek perkembangannya yakni; aspek norma agama dan moral, aspek fisik motorik, aspek
kognitif, aspek sosial emosional, aspek bahasa dan aspek seni. Penelitian ini bertujuan
mengetahui pemanfaatan permainan tepuk dalam mengembangkan aspek Kognitif pada anak
usia dini. Subjek penelitian ini adalah anak kelompok B Taman Kanak-Kanak (TK) Flamboyan
Mekar kecamatan Tapung Kabupaten Kampar sejumlah 14 anak perempuan dan 8 anak lak-
laki. Metode penelitian studi kasus dengan teknik pengumpulan data adalah dokumentasi,
kuesioner, dan wawancara. Penelitian ini melibatkan Ikatan Guru Taman Kanak-kanak
Indonesia (IGTKI) Kecamatan Tapung untuk memperoleh masukan dalam pengembangan
permainan tepuk agar memperoleh hasil yang optimal. Dari hasil analisis didapatkan bahwa
86% anak dapat meningkat aspek perkembangan kognitifnya.

Kata Kunci: Permainan Tepuk, Aspek Kognitif, Anak Usia Dini

@Jurnal Obsesi Prodi PG-PAUD FIP UPTT 2018


 Corresponding author :
Address : Bangkinang, Kampar, Riau ISSN 2356-1327 (Media Cetak)
Email : mfauziddin@gmail.com ISSN 2549-8959 (Media Online)
Phone : 0822 8558 0676
Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 2(2), 2018 | 163

PENDAHULUAN fisik motorik, dan seni (Kemendikbud,


Masa anak usia dini merupakan 2014).
masa keemasan atau sering disebut Golden Salah satu aspek perkembangan
Age. Pada masa ini otak anak mengalami yang dikembangkan adalah aspek
perkembangan paling cepat sepanjang perkembangan kognitif. Aspek
sejarah kehidupannya. Hal ini berlangsung perkembangan kogitif pada anak usia dini
pada saat anak dalam kandungan hingga telah ditentukan indikatornya melalui
usia dini, yaitu usia nol sampai enam tahun. Standar Tingkat Pencapaian Perkembangan
Namun, masa bayi dalam kandungan Anak (STPPA) yang tercantum dalam
hingga lahir, sampai usia empat tahun Permendikbud 137 tahun 2014 sesuai
adalah masa-masa yang paling menentukan. dengan tingkat usia.STPPA adalah kriteria
Periode ini, otak anak sedang mengalami tentang kemampuan yang dicapai anak pada
pertumbuhan yang sangat pesat. Oleh seluruh aspek perkembangan dan
karena itu memberikan perhatian lebih pertumbuhan, mencakup aspek nilai agama
terhadap anak di usia dini merupakan dan moral, fisik-motorik, kognitif, bahasa,
keniscayaan. Wujud perhatian diantaranya sosial-emosional, serta seni (Kemendikbud,
dengan memberikan pendidikan baik 2014)
langsung dari orang tuanya sendiri maupun Pemberian stumulasi aspek
melalui lembaga Pendidikan anak usia dini. perkembangan kognitif merupakan tugas
Oleh sebab itu perkembangan pada masa dari pendidik di Lembaga PAUD.
awal ini akan menjadi penentu bagi Memberikan stimulasi kognitif pada anak
perkembangan selanjutnya. Keberhasilan merupakan bagian dari usaha mencerdaskan
dalam menjalankan tugas perkembangan bangsa. Metode stimulasi kognitif
pada suatu masa akan menentukan merupakan bagian dari sebuah strategi
keberhasilan pada masa perkembangan pembelajaran untuk mencapai tujuan
berikutnya (Fauziddin M, 2016:) optimalisasi fungsi kognitif anak.
Tujuan Pendidikan Anak Usia Dini (Mufarizuddin, 2017)
(PAUD) menurut Undang-Undang nomor STPPA pada aspek perkembangan
20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan kognitif pada usia 5-6 tahun meliputi;
nasional dinyatakan bahwa pendidikan anak belajar dan pemecahan masalah, berpikir
usia dini adalah sebagai suatu upaya logis, dan berpikir simbolik. Pada indikator
pembinaan yang ditujukan kepada anak belajar dan pemecahan masalah Salah satu
sejak lahir sampai dengan usia enam tahun cara yang efektif dalam mengembangkan
yang dilakukan melalui pemberian aspek kognitif anak usia TK adalah dengan
rangsangan pendidikan untuk membantu bermain. TK merupakan dunia bermain
pertumbuhan dan perkembangan jasmani untuk anak-anak. Oleh karena itu,
dan rohani agar anak memiliki kesiapan pendidikan di TK dilaksanakan dengan
dalam memasuki pendidikan lebih lanjut metode dan strategi bermain. Dengan
(Indonesia, 2003). bermain, banyak hal yang dapat diajarkan
Lebih lanjut menurut dalam kepada anak tanpa memberatkan mereka
Permendikbud nomor 37 tahun 2014 (Maryani, 2015).
dijelaskan bahwa pendidikan anak usia dini Bermain memiliki pengaruh yang
merupakan pendidikan yang ditujukan pada sangat besar bagi perkembangan seorang
anak usia untuk merangsang dan anak. Anak- anak tidak perduli apakah
memaksimalkan aspek-aspek kondisi fisik dan psikis bagus atau tidak,
perkembangannya. Terdapat 6 aspek semuanya dilakukan dengan senang, karena
perkembangan yang harus dikembangkan pada hakikatnya bermain adalah kebutuhan
oleh guru Pendidikan Anak Usia Dini bagi anak. Oleh karena itu, peran orang tua
(PAUD). Keenam aspek tersebut adalah dan guru dibutuhkan dalam memberikan
aspek perkembangan nilai agama dan arahan dan pengawasan. Orang tua dan
moral, koginitf, sosial emosional, Bahasa, guru juga berperan dalam memilihkan
permainan yang sesuai dengan tingkat
164 | Useful of Clap Hand Games for Optimalize Cogtivite Aspects in Early Childhood Education

perkembangan dan tidak karena alasan guru dan disesuaikan dengan tema.
disukai anak semata. Aktivitas dalam kegiatan bermain terpimpin
Permainan (play) adalah suatu seperti permainan dalam lingkaran,
kegiatan yang menyenangkan yang permainan dengan alat, permainan tanpa
dilaksanakan untuk kepentingan kegiatan alat, permainan dengan nyanyian,
itu sendiri (Santrock, 2002). Menurut teori permainan dalam bentuk lomba, permainan
Psikoanalitik oleh Sigmund Freud, peran dengan angka, dan permainan mengasah
bermain dalam perkembangan anak adalah panca indra.
untuk mengatasi pengalaman traumatik, Disamping itu kurikulum yang
coping terhadap frustasi. Sedangkan diterapkan pada Lembaga PAUD
Menurut teori Kognitif oleh Piaget, peran hendaknya bervariasi agar memperoleh
bermain dalam perkembangan anak adalah hasil yang maksimal. The Curriculum for
untuk mempraktikkan dan melakukan pre-school learning, taking into
konsolidasi konsep-konsep serta consideration the numerous formative
keterampilan yang telah dipelajari valencies of these in the field of stimulating
sebelumnya. Sedangkan menurut teori some favorable attitudes of creativity
Bateson, peran bermain dalam (initiative, curiosity, independence, self
perkembangan anak adalah untuk esteem). Within the optional „Creativity
memajukan kemampuan untuk memahami and Human Activity” we observed the
berbagai tingkatan makna (Bateson, G., & stimulation of creativity in children
Mead, 1942). through: interdisciplinary approach of the
Melalui permainan, anak akan artistic educational contents and through a
memperoleh informasi lebih banyak strategy (based on: active didactic methods,
sehingga pengetahuan dan pemahamannya setting the educational environment on
lebih kaya dan lebih mendalam. Bila centers of interest, permissive didactic
informasi baru ini ternyata berbeda dengan behaviours) stimulating for the initiative,
yang selama ini diketahuinya, maka artinya self esteem autonomy, child’s sociability, as
anak mendapat pengetahuan yang baru. factors faborable for creativity (Elena,
Dengan permainan, struktur kognitif anak 2013)
menjadi lebih dalam, lebih kaya dan lebih Salah satu permainan yang sering
sempurna. digunakan oleh guru dan disukai anak
Permainan dapat dipadukan dari adalah permainan tepuk. Dalam permainan
beberapa permainan yang disebut dengan tepuk guru dapat menyesuaikan materi yang
permainan kolaboratif. Permainan diajarkan sesuai dengan tema yang
kolaboratif merupakan metode mengajar dipelajari dalam periode tersebut. Guru
dengan cara guru memberikan tugas kepada dapat memberikan materi yang cocok untuk
anak secara berkelompok tertentu agar anak anak-anak, mudah dipahami dan disukai
bekerja sama atau secara kolaboratif dalam anak-anak dan bisa dikaitkan dengan
upaya mencapai tujuan pembelajaran. pengalaman anak. Apalagi jika permainan
(Ananda & Fadhilaturrahmi, 2018) tepuk tersebut dilakukan oleh anak-anak
Menurut Diana Mutiah (Diana yang sebaya yang dipimpin oleh orang
Mutiah, 2010:), ragam permainan anak dewasa dan diikuti dengan gerakan-
terdiri dari permainan dengan angka, gerakan tubuh yang sederhana dapat
bermain melalui gerak dan lagu serta dirasakan bersama-sama dan anak akan
permainan kreatif. Apabila ditinjau dari belajar dan menyadari tentang tubuhnya
pelaksanaannya, kegiatan bermain terdiri sendiri serta merasakan setara dengan
dari bermain bebas dan bermain terpimpin. hakikat apa yang ada dalam dirinya sendiri.
Bermain bebas merupakan kegiatan yang Hasil wawancara dengan pengurus
mana anak-anak boleh memilih kegiatan IGTKI Kecamatan Tapung didapatkan
dan alat bermain yang disukai, sedangkan bahwa permainan tepuk yang diterapkan
kegiatan bermain terpimpin merupakan oleh guru dalam pembelajaran di PAUD
kegiatan bermain yang telah dipersiapkan masih kurang bervariasi. Guru mengulang-
Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 2(2), 2018 | 165

ulang permainan tepuk yang sama pada kawasannya sendiri dan berhubungan
setiap harinya. hal ini berakibat kurang dengan orang-orang tersebut dalam
antusiasnya anak-anak dalam mengikuti bahasanya dan peristilahannya. Pada
proses pembelajaran. penelitian menghasilkan dan mengolah data
Dari hasil observasi didapatkan yang sifatnya deskriptif, seperti transkripsi
kurang bervariasinya permainan tepuk yang wawancara , catatan lapangan, gambar,
diterapkan oleh guru disebabkan oleh foto, dan lain-lain.
beberapa faktor diantaranya; guru tidak Untuk memudahkan dalam
berani mengubah permainan tepuk yang pelaksanaan penelitian, peneliti mencoba
sudah ada, guru tidak memiliki inisiatif menjabarkan operasional variabel
dalam mengembangkan permainan tepuk, berdasarkan permasalahan yang diteliti
dan guru belum memiliki pengetahuan serta yakni pemanfaatan permainan tepuk dalam
keterampilan dalam mengembangkan mengembangkan aspek perkembangan fisik
permainan tepuk. Dengan latar belakang motoric pada anak usia dini. Sedangkan
diatas peneliti akan menganalisis anak usia dini dijadikan sebagai objek
pemanfaatan permainan tepuk di PAUD, penelitian.
fokus pada aspek perkembangan kognitif
anak usia dini. HASIL PENELITIAN
Berdasarkan wawancara dengan
METODE kepala sekolah dan bagian kurikukum
Metode yang digunakan pada bahwa langkah yang pertama ditempuh
penelitian ini adalah metode deskriptif dalam perencanaan adalah menentukan
analisis studi kasus dengan pendekatan tujuan pembelajaran. Tentang pemanfaatan
kualitatif. Penelitian kualitatif adalah permainan tepuk mengacu pada Standar
penelitian yang menghasilkan dan Tingkat Pencapaian Perkembangan Anak
mengolah data yang sifatnya deskriptif, (STPPA) oleh direktorat PAUD, sedangkan
seperti transkripsi wawancara, catatan jenis permainannya dibuat buat sendiri oleh
lapangan, gambar, rekaman video dan lain- guru berdasarkan referensi permainan dari
lain. acara pelatihan dan pertemuan guru.
Tahapan penelitian yang dilakukan Selanjutnya permainan tepuk yang sudah
adalah persiapan, pelaksanaan dan diterapkan dibuat buku panduan permainan
pengolahan data. Adapun teknik tepuk untuk mengembangkan aspek-aspek
pengumpulan data yang digunakan dalam perkembangan anak usia dini. Buku
penelitian adalah wawancara, observasi dan panduan tersebut dikonsultasikan dengan
studi dokumen dengan menggunakan alat pengurus IGTKI Kecamatan Tapung dan
bantu berupa pedoman wawancara, dan Dosen Program Studi PG-PAUD
pedoman observasi. Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai
Penelitian studi kasus ini Riau.
menggunakan penelitian pendekatan Berdasarkan observasi dan sudi
kualitatif. Menurut Bogdan dan Taylor dokumen ditemukan bahwa jadwal
dalam (Moleong & Lexy, 1998; halaman? ) pemanfaatan permainan tepuk di Kelompok
mendefinisikan metodologi kualitatif A TK Flamboyan Mekar sesi pertama mulai
sebagai prosedur penelitian yang pukul 07.45-08.30 diawali dengan
menghasilkan data deskriptif berupa kata- pembukaan dengan membaca surat fatihah,
kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan doa akan belajar, syahadat, dan absensi.
perilaku yang dapat diamati. Sejalan dengan Selanjutnya permainan tepuk diterapkan
definisi tersebut Kirk dan Miller dalam untuk mengembangkan 6 aspek
(Moleong & Lexy, 1998) mendefinisikan perkembangan anak. Salah aspek
bahwa penelitian kualitatif adalah tradisi perkembangan tersebut adalah aspek
tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial perkembangan kognitif untuk usia 5-6
yang secara fundamental bergantung pada Tahun.
pengamatan pada manusia dalam
166 | Useful of Clap Hand Games for Optimalize Cogtivite Aspects in Early Childhood Education

Permainan tepuk yang digunakan Hasil observasi pada kelompok A


antara lain; permainan tepuk tidak boleh didapatkan bahwa pada awalnya anak
salah, permainan tepuk gerakan kaki, dan canggung melakukan permainan tepuk
permainan tepuk gerakan kepala. tidak boleh salah ini. Hal ini wajar terjadi
Contoh 1 karena baru dikenalkan dan dipraktikkan
Nama Tepuk : Tepuk Gerak Kaki oleh guru pada anak. Setelah anak
Instruksi : Tepuk Gerak Kaki melakukan permainan ini beberapa kali
Jumlah Pemain : Bebas
barulah mereka dapat melakukannya
dengan baik. Bahkan mereka terus ingin
Aspek Perkembangan :Kognitif, sosial
melakukannya pada saat jam istirahat dan
emosional dan fisik motorik
sepulang sekolah. Dari hasil wawancara
dengan orang tua didapatkan bahwa anak
Cara Bermain : Anak melakukan gerakan mengajak adik, kakak atau saudara untuk
sesuai dengan ucapan nama tepuk. melakukan permainan ini dirumah. Murni
salah satu walimurid dari Anisa
Jinjit – Jinjit
mengatakan Anisa mengajari adiknya
Angkat Kanan permainan ini dan bermain dengannya.
Contoh 2
Angkat Kiri
Nama Tepuk : Tepuk Tidak Boleh Salah
Instruksi : Tepuk tidak boleh salah
Langkah Kanan
Jumlah Pemain : 2 orang anak
Aspek perkembangan :Kognitif, fisik
Langkah Kiri
motorik, dan social emosional
Cara bermain ; kedua anak berhadapan, anak
Langkah Mundur
pertama menepukkan tangan kanan dengan
tangan kanan anak kedua, pada saat
Langkah Depan
menyebut huruf A dan tangan kiri pada saat
menyebut huruf B, pada saat menyebut
Hentak Kanan
huruf C kedua tangan anak pertama berada
diatas dan kedua tangan anak kedua berada
Hentak Kiri
dibawah dalam melakukan tepuk. Begitu
seterusnya sampai huruf Z. Apabila salah
Jalan Ditempat
satu anak melakukan kesalahan, maka
diberikan konsekwensi hukuman sesuai
Lari Kecil
dengan kesepakatan kedua anak tersebut.
Hore
Pada awalnya guru mencontohkan
macam-macam gerakan kaki mulai dari
Guru terlebih dahulu memberikan langkah kanan sampai lari kecil, setelah itu
contoh perpasangan dengan guru menerapkannya dalam permainan tepuk ini
pendamping di kelas, kemudian anak secara bersama-sama dengan anak.
dipasangkan dan Bersama-sama Dari hasil observasi yang dilakukan
mempraktikkan apa yang dicontohkan oleh pada kelompok A TK Flamboyan Mekar
guru. didapatkan bahwa pada awalnya masih
Dalam permainan ini anak dapat lamban dalam melakukan gerakan karena
mengetahui dan menghafal urutan abjad masih belum hafal dengan macam-macam
mulai dari A sampai Z. Disamping itu gerakan kaki, bahkan ada 3 anak dari 21
mereka juga dapat terbangun kekompakan anak di kelompok A yang oleng dan hampir
dan keakraban dengan kawan bermainnya, terjatuh pada saat melakukan gerakan jinjit
saling mengingatkan jika terjadi kesalahan Setelah dilakukan beberapa kali
dan dapat memecahkan masalahnya anak sudah mengerti dan hafal macam-
bersama. macam gerakan kaki, anak mulai senang
Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 2(2), 2018 | 167

dengan permainan ini dan meminta Dari hasil lembar observasi


mengulang tepuk ini berkali-kali. didapatkan bahwa permainan tepuk dapat
Contoh 3 mengembangkan aspek perkembangan
Nama Tepuk : Tepuk Gerak Tangan kognitif anak usia dini seperti nampak pada
Instruksi : Tepuk Gerak Tangan tabel dibawah ini.
Jumlah Pemain : Bebas Tabel 1 : Rekapitulasi hasil
Aspek Perkembangan :Kognitif, sosial observasi perkembangan kognitif pada
emosional dan fisik motorik kelompok A PUAD Flamboyan Mekar pada
6 kali Observasi.
Cara Bermain : Anak melakukan gerakan
sesuai dengan ucapan nama tepuk. Indi- Jumlah anak Kete-
kator rangan
BB MB BS BSB Krite-
Remas - Remas (1) (2) (3) (4) ria
1 1 3 7 10 BSB
Dada - Dada
2 3 4 8 6 BS
Putar - Putar 3 2 2 6 11 BSB
4 5 2 5 9 BSB
Tepuk - Tepuk Sumber : Hasil penelitian 2018
Dari tabel diatas dapat diketahui
Kepak - Sayap bahwa rata-rata anak kelompok A
Lalu Terbang Berkembangan Sangat Baik (BSB) pada
Wuss... aspek perkembangan kognitif anak usia dini
dengan memanfaatkan permainan tepuk
yang dsesuaikan dengan kebutuhan STPPA
Pada awalnya guru mencontohkan usia 5-6 tahun. Masih ada anak yang Belum
macam-macam gerakan tangan mulai dari Berkembangan (BB), dari hasil wawancara
gerakan remas sampai gerakan terbang. dengan Guru dan Orang tua, anak yang
Saat tepuk yang terakhir anak melakukan yang BB adalah anak yang usianya masih
gerakan terbang sambil berkeliling kelas. dibawah 5 tahun dan anak yang memiliki
Setelah itu menerapkannya dalam gangguan belajar.
permainan tepuk ini secara bersama-sama
dengan anak. PEMBAHASAN
Dari hasil observasi yang dilakukan Pemanfaatan permainan tepuk bahwa
penulis didapatkan bahwa pada awalnya kegiatan yang dilaksanakan sudah sesuai
masih lamban dalam melakukan gerakan dengan konsep program pendidikan anak usia
karena masih belum hafal dengan macam- dini. Materi dan jenis kegiatan di PAUD
macam gerakan tangan, ada 5 anak dari 21 Flamboyan Mekar jelas mengarah pada
anak di kelompok A masih belum bisa konsep program PAUD, yaitu. PAUD
melakukan gerakan kepak sayap dan dilakukan terarah ke pengembangan
terbang. segenap aspek-aspek perkembangan anak,
Setelah dilakukan beberapa kali dan salah satu aspek pengembangan itu
anak sudah mengerti dan hafal macam- adalah aspek perkembangan kognitif anak
macam gerakan tangan, anak mulai senang usia dini. Isi kurikulum dikembangkan
dengan permainan ini. dengan bahan-bahan atau materi yang
Berdasarkan wawancara dengan mengarah ke tujuan.
para ustadzah serta studi dokumentasi, Issue mengenai pemanfaatan
evaluasi yang digunakan dalam permainan dalam pembelajaran pada anak
pelaksanaan pemanfaatan permainan tepuk usia dini sudah seharusnya mendapatkan
di PAUD Flamboyan Mekar dilakukan saat perhatian disemua aspek perkembangan.
proses pembelajaran berlangsung dan Conceptual issues also include the need to
observasi berdasarkan STPPA. more fully acknowledge that measures of
social and emo- tional development reflect
168 | Useful of Clap Hand Games for Optimalize Cogtivite Aspects in Early Childhood Education

not only children's behaviors, skills and students is partly a manifest of the hidden
knowledge, but also features of the contexts curriculum, which has seemingly missed the
in which children grow, learn, and play. attention of the schools’ leaders and
(Jones, Zaslow, Darling-Churchill, & Halle, teachers. (Raihani, 2012)
2016) Oleh karena itu sudah seharusnya
Berdasarkan studi dokumentasi dan guru dapat mengajar secara professional
wawancara dengan wali kelas bahwa sehingga tujuan pembelajaran dapat
kurikulum atau materi pembelajaran di tercapai. Senada dengan hal ini (Winarsih &
PAUD Flamboyan Mekar telah bersumber Mulyani, 2012) menyebutkan Guru yang
dari kurikulum 2013 dan berdasarkan profesional dan mampu mengelola
permendikbud 137 tahun 2014. Adapun pembelajaran dengan baik, berimplikasi
tema yang dipilih pada pemanfaatan pada peningkatan kemampuan siswa dalam
permainan tepuk ini juga telah sesuai mengkonstruksi pengetahuannya dan
dengan rambu-rambu dari pemilihan tema. penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.
Tema adalah media untuk mengenalkan Guru seharusnya mendapatkan
berbagai konsep sehingga anak mampu pelatihan dan pengawasan dalam penerapan
mengenal secara utuh, mudah, dan jelas. pembelajarannya. The teachers were
Tema merupakan konteks (fokus bahan) trained before using the curriculum. There
yang membingkai semua kegiatan untuk were supervision visits to follow up and
mencapai tujuan. monitor the use of the curriculum. They,
Pelaksanaan pemanfaatan therefore, had knowledge and
permainan tepuk yang dikembangkan di understanding about the development of
PAUD Flamboyan Mekar sesuai dengan preschool children in relations to the
prinsip-prinsip perkembangan anak, hal inheritance in all areas of Thai identity.
tersebut nampak pada pengembangan aspek (Pinyoanuntapong, 2013)
perkembangan kognitif pada usia 5-6 tahun
yakni dengan mengenalkan dan KESIMPULAN
membiasakan aktivitas yang bersifat PAUD Flamboyan Mekar Tapung
eksploratif, dan menyelidik, pemecahan memanfaatkan permainan tepuk dalam
masalah sederhana, menerapkan pembelajaran dalam upaya
pengetahuan dalam kehidupan dan sikap mengoptimalkan aspek perkembangan
kreatif melalui permainan tepuk agar anak anak. Hasil analisis penelitian didapatkan
mau melakukannya dengan riang. Guru bahwa 85% anak dapat berkembang secara
menjadi salah satu faktor penentu optimal aspek koginitfnya. Permainan
keberhasil pemanfaatan permainan tepuk tepuk disesuaikan dengan Standar STPPA
dalam pembelajaran. Kreatifitas guru dalam dan telah di konsultasikan dengan Ikatan
membuat permianan tepuk dan Guru Taman Kanak-Kanak Indonesia
menyesuaikan dengan indikator aspek (IGTKI) Tapung.
perkembangan hal ini sesuai dengan
penelitian (Maemonah, 2016) UCAPAN TERIMA KASIH
Pendidik menjadi faktor penentu Penulis ucapkan terima kasih
keberhasilan proses pendidikan karena di kepada segenap Ristekdikti yang telah
tangan pendidik sejatinya proses memberikan bantuan hibah penelitian ini.
pendidikan dijalankan dalam ruang kelas. Seganp pimpinan dan civitas akademika
Namun demikian guru hendaknya adil Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai.
dalam memperlakukan anak pada saat Guru dan Karyawan PAUD Flamboyan
bermain tepuk apabila ada yang Mekar Tapung Kampar serta pengurus
membutuhkan perhatian atau bantuan IGTKI.
dalam permainan, hal ini akan membawa
dampak negatif pada anak. Senada dengan DAFTAR PUSTAKA
hal ini Raihani dalam penelitiannya Ananda, R., & Fadhilaturrahmi, F. (2018).
menyatakan The injustice experienced by Peningkatan Kemampuan Sosial
Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 2(2), 2018 | 169

Emosional Melalui Permainan Anak melalui Bermain Kartu Angka


Kolaboratif pada Anak KB. Jurnal Kelompok B di TK Pembina
Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia Bangkinang Kota. Jurnal Obsesi :
Dini, 2(1), 20–26. Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini,
Bateson, G., & Mead, M. (1942). Balinese 1(2), 148–155.
char- acter: A photographic analysis. Pinyoanuntapong, S. (2013). The
New York: New York Academy of Development of Thai Early
Sciences. Childhood Education Curriculum to
Diana Mutiah. (2010). Psikologi Bermain Promote Desirable Characteristics of
Anak Usia Dini. Jakarta: Kencana Preschool Children. Procedia - Social
Prenada Media Group. and Behavioral Sciences, 88, 321–
Elena, D. (2013). The Determinsm for 327.
Attitude Factors in Pre-school https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2013.
Children for Amplifying His Creative 08.512
Manifestations. Procedia -Social and Raihani, R. (2012). Islamic School and
Behavioral Sciences, 76, 291–296. Social Justice in Indonesia : A Student
https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2013. Perspective. Al-Jami’ah: Journal of
04.115 Islamic Studies, 50(2), 279–302.
Fauziddin, M. (2016). Peningkatan Reni, M. (2015). Pengembangan
Kemampuan Kerja Sama melalui Kreativitas Anak melalui Proses
Kegiatan Kerja Kelompok Pada Anak Pembelajaran pada Pendidikan Taman
Kelompok A TK Kartika Salo kanak-Kanak.
Kabupaten Kampar. Jurnal Obsesi : Santrock, J. W. (2002). A Topical
Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, approach to life-span development.
2(1). Jakarta: Erlangga.
Indonesia, R. Undang-Undang Nomor 20 Winarsih, A., & Mulyani, S. (2012).
Tahun 2003, 41 § (2003). Peningkatan profesionalisme guru
Jones, S. M., Zaslow, M., Darling- IPA melalui lesson study dalam
Churchill, K. E., & Halle, T. G. pengembangan model pembelajaran
(2016). Assessing early childhood PBI. Jurnal Pendidikan IPA
social and emotional development: Indonesia, 1(1), 43–50.
Key conceptual and measurement https://doi.org/10.15294/jpii.v1i1.201
issues. Journal of Applied 2
Developmental Psychology, 45, 42–
48.
https://doi.org/10.1016/j.appdev.2016.
02.008
Kemendikbud, R. I. (2014). Permendikbud
Nomor 137 Tahun 2014 Tentang
Standar Nasional Pendidikan Anak
Usia Dini.
Maemonah, M. (2016). Upaya Peningkatan
Manajemen Pembalajaraan Kelas di
Madasah Ibtidaiyah Ma’arif Sembego
Maguwoharjo: Prospek dan
Tantangan. Al Athfal: Jurnal
Pendidikan Anak, 2(1), 75–90.
Moleong, & Lexy, J. (1998). Metodologi
Penelitian Kualitatif. Bandung: PT
Remaja Rosda Karya.
Mufarizuddin, M. (2017). Peningkatan
Kecerdasaan Logika Matematika
Volume 2 Issue 2 (2018) Pages 170-182
Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini
DOI: 10.31004/obsesi.v2i2.74

Multicultural Learning Model of PAUD in Coastal Areas

Hadi machmud1, Nur Alim2


Dosen IAIN Kendari, Sulawesi Tenggara, Indonesia

Abstract

Early Childhood Education in coastal areas is different from PAUD on land, this diversity
requires a learning model that can bond togetherness indifference, a learning model that instills
values and norms in a learning process. This article offers a learning model that fits the
characteristics of early childhood in the Pesisir city of Kendari. This model can bring innovative
ideas that demand the creativity of teachers and high school authorities involved in making their
own decisions, planning, and implementation. It takes a leap to be able to catch up due to the
neglect of local wisdom that has experienced many obstacles in the learning process at school.

Keyword : Learning Model, Multicultural, Caostal Area

Abstrak

Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) di daerah pesisir memiliki perbedaan dengan PAUD di
daratan, keberagaman tersebut membutuhkan suatu model pembelajaran yang dapat
memperekat kebersamaan dalam perbedaan, model pembeljaran yang menanamkan nilai-nilai
dan norma dalam suatu proses pembelajaran. Artikel ini menawarkan suatu model pembelajaran
yang sesuai dengan karakteristik anak usia dini di pesisi kota Kendari. Model ini dapat
memunculkan gagasan inovatif yang menuntut kreativitas guru dan otoritas sekolah yang tinggi
yang terkait dalam membuat keputusan sendiri, perencanaan dan pelaksanaannya. Dibutuhkan
suatu lompatan untuk dapat mengejar ketertinggalan akibat terabaikannya kearifan-kearifan
lokal yang selama ini mengalami banyak kendala dalam proses pembelajaran di sekolah.

Kata kunci: Model Pembelajaran, Multikultur, PAUD Pesisir

@Jurnal Obsesi Prodi PG-PAUD FIP UPTT 2018


Corresponding author :
Address : Kendari, Sulawesi Tenggara ISSN 2356-1327 (Print)
Email : machmud657@gmail.com ISSN 2549-8959 (Online)
Phone : 0812 1087 8191
Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 2(2), 2018 | 171

PENDAHULUAN menulis. Pembelajaran berdasarkan budaya


Indonesia merupakan bangsa yang dan interksi sosial mengacu pada
memiliki budaya beragam agama, etnis, adat perkembangan fungsi mental tinggil yang
istiadat, bahasa, kebiasaan dan status sosial. berdampak terhadap persepsi, memori dan
Keberagaman tersebut membutuhan perekat cara berfikir anak selanjutnya. Pengalaman
yang dapat diimplementasikan dalam anak akan mempertemukannya dengan
kehidupan keseharian. Pembelajaran budaya yang dibutuhkan untuk dapat meraih
multikultural adalah hal sangat fundamental “Zona of Proximal Development. ”.
dan suatu keniscayaan yang dibutuhkan bagi Keberadaan guru sangat penting dalam
setiap individu yang lahir dari perbedaan proses pembelajaran yang dapat bermitra,
latar belakang sosial budaya, etnis, sosio- mengkonstruk, dan mengorganisasikan
historis, sosio-ekonomis, suku bangsa dan proses pembelajaran sesuai dengan tahap
sosio-psikologis. perkembangan alamiah anak. Pembelajaran
Pembelajaran multikultur dapat yang baik dan sesuai dengan karakter anak
diterapkan sejak anak usia dini pada tahap usia dini hendaknya tidak menihilkan
usia emas (golden age). From this study, it pengalaman anak seperti yang selama ini
was found that academic knowledge that terjadi. Untuk merangsang dan memotivasi
was important and necessary for the anak dalam pembelajaran, maka guru
development of children of 0-5 years of age, hendaknya menciptakan suasana kelas
the golden age of learning, had not been kondusif agar dapat meningkatkan
communicated to people in general. kreativitas dan keaktifan anak. (Ananda &
Therefore, the dissemination of such Fadhilaturrahmi, 2018)
knowledge should be supported in order to Tulisan ini akan mencoba
create understanding and recognition on the memaparkan suatu model pembelajaran
importance of learning enhancement. multikultur bagi Pendidikan anak Usia dini
(Phonkhao & (Laila), 2012) Masa usia dini di Pesisir kota Kendari. Pengembeangan
merupakan masa peka yang penyerapan model pembelajaran berbasis multikultur
pengetahuannya sangat pesat. Hal ini sejalan sesuai dengan karakter, kebutuhan dan
dengan pendapat Benjamin S. Bloom yang perkembangan anak didik, yang tinggal di
menyatakan bahwa 80% perkembangan pesisir. Model pembelajaran yang
mental dan kecerdasan peserta didik/anak dikembangkan adalah model pembelajaran
berlangsung pada usia dini (Mudjito & dkk, “Webbed”, model ini memadukan antar
2012). Demikian pula anak yang kurang materi pembelajaran dalam tampilan tema
dapat menyesuaikan diri terhadap yang menarik mendukung prinsip
lingkungan (field dependent atau field pendidikan anak usia dini seutuhnya, yang
sensitive) harus menjadi perhatian, melibatkan aspek pengembangan; kognitif,
sehinggga Vygotsky sangat setuju dengan motorik, sosial-emosional, bahasa dan seni,
adanya pesan budaya dalam proses serta moral dan agama secara holistik.
pembelajaran di sekolah, dia menyatakan Penerapan model pembelajaran discovery
bahwa kontribusi budaya, interaksi sosial, learning tipe keterpaduan shared dan
dan sejarah dalam pembelajaran untuk webbed dapat meningkatkan keterampilan
perkembangan mental individual sangat proses sains peserta didik. (Yusuf & Wulan,
besar berpengaruhnya, khususnya dalam 2015)
perkembangan bahasa, membaca, dan
172 | Multicultural Learning Model of PAUD in Coastal Areas

Model keterjalaan“Webbed” ini 5. PengembanganMotorik


merupakan gagasan inovatif yang menuntut Penerapan kelima pengembangan di
kreativitas guru dan otoritas sekolah yang atas dalam pembelajaran anak usia dini di
tinggi yang terkait dalam membuat pesisi kota Kendari dilaksanakan dan di
keputusan sendiri, perencanaan dan kemas dalam bermain bersama dengan anak-
pelaksanaannya, kunci pembelajaran model anak yang lain yang berbeda etnis, dan sosial
ini yang penting lainnya adalah memiliki budaya. Pengembangan model pembelajaran
tema-tema yang kaya, kreatif, dan terdiri dari tiga langkah yaitu:
kontekstual. Materi yang disampaikan 1. Identifikasi tema dan sub tema
alami, dekat dengan kehidupan nyata anak multikultural.
sehari-hari. 2. Identifikasi kegiatan yang sesuai dengan
DESAIN KAJIAN BUDAYA tema dan sub tema multikultural disetiap
PEMBELAJARAN sentra.
3.Menjamin kegiatan-kegiatan tersebut
Desain Kajian Budaya sesuai dengan tujuan kurikulum PAUD.
(Teori Linton, Kluckhohn & Kelly,
Cockerham, Haviland)
Pembelajaran Konstruktivistik dan
Etnik Etnik Etnik Aplikasi dalam Proses Pembelajaran
Bugis Buton/Ra Tolaki Konstruktivistik merupakan proses
membangun pengetahuan dan pengertian
 Adat dengan mengkonstruksi pengalaman sosial
 Istiadat
Verbal Arts melalui percobaan dan pengalaman dengan
penekanan pada sosiokultural. Pembelajaran
1. Asal usul/adat konstruktivistik dilakukan dengan cara; 1)
istiadat
2. Sopan santun merefleksi belajar konstruktivistik, 2)
3. Ucapan salam menggunakan interdisipliner, 3) meliputi
4. Aneka kesenian
5. Aneka permaian asusmsi historis dan filsafat secara konteks,
6. Aneka pakaian adat 4) membantu guru menghubungkan sains
7. Aneka kebiasaan
8. Aneka makanan teknologi dan isu sosial, dan 5)
9. Aneka perayaan
10. Verbal
menggunakan strategi pembelajaran, 6)
arts/Dongeng/cerit mengenalkan pemecahan masalah, 7)
a
kolaborasi antara berbagai cabang ilmu dan
Pendidikan bidang kajian.
Multikultural
(Teori Bikku Parekh
Pembelajaran konstruktivistik
menekankan pada iklim pembelajarann
Model pembelajaran yang yaitu; 1) siswa/anak tidak dipandang sebagai
dikembangkan dalam tulisan ini adalah sesuatu yang pasif melainkan individu yang
pengembangan model pembelajaran memiliki tujuan serta dapat merespon situasi
konstruktivistik terpadu yang berbasis pembelajaran berdasarkan konsep awal yang
multikultur bagi anak usia dini yang tinggal dimilikinya, 2) guru melibatkan proses aktif
dipesisi kota Kendari yang berasal dari dalam pembelajaran yang memungkinkan
kultur atau budaya yang berbeda, yaitu:
siswa/anak mengkonstuksi pengetahuannya,
1. Pengembangan Kognitif 3) bukanlah sesuatu yang datang dari luar,
2. Pengembangan Sosial dan Emosional melainkan melalui seleksi secara personal
3. Pengembangan Moral dan Agama dan sosial. Aplikasi teori konstruktivistik
4. Pengembangan bahasa dan Seni
Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 2(2), 2018 | 173

dalam pembelajaran dapat menerapkan pandangan hidup suatu masyarakat tertentu


model-model pembelajaran, seperti model dengan nilai-nilai, praktik-praktik, simbol-
siklus belajar (learning-cyde model). Siswa simbol, institusi, dan hubungan
diarahkan untuk menimbulkan rasa ingin kemanusiaan. Pendidikan multikultural
tahu sehinggga mengarahkan siswa kearah mengacu pada konvergensi budaya dan
berfikir abstrak, yang terdiri dari fase mempertemukan dalam berbagai kebutuhan
eksplorasi, pengenalan konsep, dan aplikasi. peserta didik secara inklusi dari berbagai
Penerapan teori konstruktivisme dalam latar. Tujuan pendidikan multikultural
pembelajaran anak usia dini adalah: (a) anak adalah mengubah/mentranspormasi
memperoleh kesempatan luas dalam berbagai pendekatan belajar, mengubah
kegiatan pembelajaran guna konseptualisasi dan organisasinya, sehingga
mengembangkan poten-sinya, (b) setiap individu dari berbagai kultur
pembelajaran dikaitkan dengan tingkat memperoleh kesempatan yang sama untuk
perkembangan potensial daripada belajar.
perkembangan aktualnya, (c) program Pembelajaran multikultural pada anak
kegiatan bermain lebih diarahkan pada usia dini telah diterapkan oleh pendidikan di
penggunaan strategi, (d) anak diberi Rusia. Since that time Russian educators
kesempatan yang luas untuk meng- have gained rich creative experience in the
integrasikan pengetahuan deklaratif yang field of multicultural education, developed a
telah dipelaiari dengan pengetahuan fundamental theoretical basis, which makes
prosedural untuk melakukan tugas dan possible critical analyses and re-thinking of
memecahkan masalah, (e) proses belajar multicultural education content, forms and
tidak hanya bersifat transferal tetapi methods at preschool.(Logvinova, 2016)
merupakan ko-konstruksi. Keberadaan guru Sedangkan di Malaysia pembelajaran
adalah membantu tumbuhkembang anak. berbasiis multikultural juga diterapkan
Disamping itu dalam pembelajaran dalam pendidikan. For researchers, in the
konstruktivistik dapat diterapkan aspect of implementing multicultural values,
pembelajaran melalui bermain. Thus, play to these approaches are very suitable to be used
learn became a legitimate approach in early as they include learning theories that are not
childhood, valuing the direct contribution of only dominated by the west, but also Islamic
well-designed learning activities based on scholars. The appreciation of the contents of
play and games to the development of the Quran and the wisdom usage of the
different sides of personality. (Ciolan, 2013) common sense that God gave, can make man
as the vicegerent of Allah on earth and
Pendekatan Pembelajaran Multikultural deserves to be the heirs of the prophets,
di Pesisir especially in teaching their students. (Omar,
Budaya merupakan konfigurasi Noh, Hamzah, & Majid, 2015)
prilaku yang dipelajari atau yang diperoleh Berdasarkan kajian berbagai teori dan
akibat saling berbagi dan menyebarnya model pembelajaran maka tulisan ini
unsur berbagai komponen melalui anggota mencoba mengembangkan suatu model
dari suatu masyarakat tertentu, merupkan pembelajaran dengan mengacu pada
mekanisme awal kemanusiaan yang adaptif, pendekatan DAP (Developmentally
diterapkan untuk memahami aspek unik Aproprite Practice) yang berbasis
kejadian-kejadian prilaku. Sedangkan para multikultur pada pendidikan anak usia dini
antropolog mengacu pada way of life di pesisir kota Kendari yang diwakili oleh
174 | Multicultural Learning Model of PAUD in Coastal Areas

empat etnis besar, yaitu entis Bajo, Buton/ Kebiasaan, Aneka Pekerjaan, Aneka
Muna, Bugis dan Tolaki. Ditampilkan makanan, aneka perayaan, dan legenda.
konsep kerangka kajian budaya yang Berikut diuraikan langkah-langkah
merupakan bagian dari mikro kultural yaitu; model pembelajaran berbasis multikultur
asal usul, adat istiadat, kebiasaan, sopan untuk Pendidikan Anak Usia Dini di pesisir
santun, aneka kebiasaan, aneka permainan, kota Kendari.
aneka pakaian, tempat tinggal, aneka Model pembelajaran konsutruktivistik
makanan, aneka perayaan, cerita rakyat. berbasis multikultur:
Langkah Pertama : Identifikasi Tema
HASIL DAN PEMBAHASAN Dan Sub Tema Multikultural
Model pembelajaran konstruktivistik Wisata ke Pulau-Pulau
terpadu berbasis multikultural yang a) Gugusan kepulauan:
dikembangkan untuk anak usia dini di  Nama Kepulauan
pesisir adalah model pembelajaran Webbed.  Luas Kepulauan
 Terdiri dari 7 pulau
Model pembelajaran ini mengemas secara b) Asal nama pulau:
terpadu (Integrrated learning content)  Pulau Bokori
dalam semua mata pelajaran atau bidang  Legenda teluk Kendari
pengembangan yang ada, secara holistik, c) Transportasi kekepulauan:
dan kontekstual yang menghubungkan adat  Sampan
istiadat dan dongeng cerita rakyat atau  Kapal Kayu
 Perahu Boat
legenda.
 Super Jet
Pengembangan secara holistik pada d) Taman laut nasional:
anak sangat diperlukan untuk perkembangan  Pantai
dimasa depannya. Sedangkan stimulasi yang  Pasir putih
diberikan bersifat holistik bagi anak, yaitu  Teluk Kendari
stimulasi untuk perkembangan fisik sensorik  Karang
dan motorik, kognitif atau kecerdasan dan  Flora, Rumput laut, Bakau,
Kelapa
sosioemosional. Setiap stimulasi di dasarkan
 Fauna, penyu, ikan, ular,
pada teori kecerdasan majemuk dengan kerang, Burung, Kepiting
pengharapan diperoleh kecerdasan optimal e) Jenis tempat Rekreasi:
dari tiap macam kecerdasan. (Mufarizuddin,  Wisata Budaya umum
2017)  Menyelam, memancing, naik
Moral berasal dari kata Latin mores perahu menjelajah
yang artinya tata cara dalam kehidupan, adat f) Souvenir /kerajinan khas
kepulauan:
istiadat, kebiasaan. Moral pada dasarnya  Aneka kerajinan dari serabut
merupakan rangkaian nilai tentang berbagai kelapa
macam perilaku yang harus dipatuhi. Moral  Aneka suvenir dari laut
merupakan kaidah norma dan pranata yang  Aneka suvenir dari laut
mengatur perilaku individu dalam g) Masyarakat lokal kepulauan:
hubungannya dengan kelompok sosial dan  Bajo
 Bugis
masyarakat. (Pebriana, 2017) Adat istiadat
 Muna/Buton
yang mencakup aspek; Asa Usul, Sopan  Tolaki
Santun, Ucapan Kekerabatan/Salam, Aneka Langkah Kedua: Identifikasi Kegiatan
Kesenian, Aneka Permainan, Aneka yang sesuai dengan Tema dan Sub Tema
Multikultural di setiap Sentra
Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 2(2), 2018 | 175

dapat membangun moral bangsa, sikap dan


a. Sentra Bahan Alam karakter generasi muda kita sejak dini, hal
 Pantai: ini sejalan dengan harapan pemerintah yang
 Pasir putih terdapat dalam Permendiknas tahun 2013.
 Karang terumbu karang, atol Dijelaskan bahwa terdapat 9 karakter dasar
(coral reef, atols)
yang diwajibkan dalam pendidikan nasional
 Hutan bakau/Mangrove,
padang lamun, Hutan oantai, untuk dibentuk dan dikembangkan di
Hutan dataran rendah lembaga pendidikan anak usia dini, yaitu: (1)
 Taman laut Nasional: Flora; cinta Tuhan, bersyukur, dan cinta kebenaran;
Rumput laut, kelapa, bakau, (2) kemandirian, disiplin, tanggung jawab;
Fauna; penyu, ikan, ular, (3) jujur , amanah, berkata bijak; (4) sopan,
kerang laut, burung, bebek,
hormat, patuh, pendengar yang baik; (5)
kepiting.
b. Sentra Permainan: dermawan, suka menolong, kerja sama; (6)
 Jenis Rekreasi di beberapa pulau percaya diri, kreatif, pantang menyerah; (7)
dan pesisir Teluk baik, rendah hati; (8) kepemimpinan,
 Naik Sampan, menjelah ikan, keadilan; (9) toleransi, kedamaian,
Gasing kedermawanan. Pembentukan karakter
 Wisata Budaya, umum dan bangsa dan kehandalan sumber daya
ziarah
manusia ditentukan oleh perlakuan yang
 Menyelam Snorking
Memancing Berenang tepat pada anak sedini mungkin.
Menjelajah laut
c. Sentra Balok: UCAPAN TERIMA KASIH
 Gugusan Kepulauan di teluk Terimakasih penulis ucapkan kepada
Kendari tim editor Jurnal Obsesi yang sudah memberikan
 Luas Kepulauan kesempatan sehingga jurnal ini siap untuk
 Nama-Nama pulau diterbitkan. Kepada suami dan rekan-rekan yang
 Terdiri dari 7 Pulau bersedia membimbing dengan sabar
d. Sentra Bermain Peran memberikan motivasi, bimbingan serta kritik
 Masyarakat lokal di pesisir Teluk dan saran dalam penyusunan Jurnal ini. Kepada
Kendari reviewer yang sudah mau meluangkan waktunya
 Suku Bajo, Buton/Muna, Bugis,
untuk memberikan banyak masukan sehingga
Tolaki
jurnal ini lebih sempurna
e. Sentra Persiapan ABC DAFTAR PUSTAKA
 Asal nama teluk Kendari dan
Ananda, R., & Fadhilaturrahmi, F. (2018).
Suku Bajo: Pada idi makkapolo
pada-pada maneng =Kita semua Peningkatan Kemampuan Sosial
sama tinggal berdampingan, Emosional Melalui Permainan
Legenda pulau Wawoni dan Kolaboratif pada Anak KB. Jurnal
Tanjung Cempaka. Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia
(f). Sentra Persiapan123: Dini, 2(1), 20–26.
 Transportasi antar Pulau; Ciolan, L. E. (2013). Play to Learn, Learn
Sampan, Kapal perahu, Super Jet,
kapal Fery to Play. Creating Better Opportunities
for Learning in Early Childhood.
SIMPULAN Procedia - Social and Behavioral
Melalui pendidikan anak usia dini Sciences, 76, 186–189.
khususnya dipesisir kota Kendari, guru https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2013.0
176 | Multicultural Learning Model of PAUD in Coastal Areas

4.096 Kemampuan Berbahasa dan


Logvinova, O. K. (2016). Socio- Penanaman Moral pada Anak Usia
pedagogical Approach to Multicultural Dini melalui Metode Mendongeng.
Education at Preschool. Procedia - Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan
Social and Behavioral Sciences, Anak Usia Dini, 1(1), 1–11. Retrieved
233(May), 206–210. from
https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2016.1 https://doaj.org/article/6f9262cf9a5c40
0.203 d294b499541530b518
Mudjito, & dkk. (2012). Pembelajaran Phonkhao, N., & (Laila), W. O. (2012).
Inklusif. Jakarta: Baduose Media. Social Structure and Early Childhood
Mufarizuddin, M. (2017). Peningkatan Learning Enhancement. Procedia -
Kecerdasaan Logika Matematika Anak Social and Behavioral Sciences,
melalui Bermain Kartu Angka 65(ICIBSoS), 225–231.
Kelompok B di TK Pembina https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2012.1
Bangkinang Kota. Jurnal Obsesi : 1.115
Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, Yusuf, M., & Wulan, A. R. (2015).
1(2), 148–155. Penerapan Model Pembelajaran
Omar, N., Noh, M. A. C., Hamzah, M. I., & Discovery Learning Menggunakan
Majid, L. A. (2015). Multicultural Pembelajaran Tipe Shared dan
Education Practice in Malaysia. Webbed untuk Meningkatkan
Procedia - Social and Behavioral Keterampilan Proses Sains. Jurnal
Sciences, 174, 1941–1948. Penelitian Dan Pengembangan
https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2015.0 Pendidikan Fisika, 1(2), 19–26.
1.859 https://doi.org/http://doi.org/10.21009/
Pebriana, P. H. (2017). Analisis 1
Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 2(2), 2018 | 177

Lampiran

Uraian Tema Kegiatan Sesuai Dengan Tujuan Pembelajaran Konstruktivistik Berbasis


Multikultural) yang Dituangkan dalam Sentra-Sentra, dan Berdasarkan Bidang
Pengembangan yang Dikembangkan dalam Proses Pembelajaran pada Anak Usia Dini
di Pesisir Kota Kendari.
(a) Sentra Bahan Alam
Bahasa Holistik: Pra-Membaca: Pembelajaran Multikultural:
Berbicara: Membaca kata dalam  Mengenalkan berbagai hewan
Tanya jawab “jenis-jenis buku cerita Taman Laut laut
binatang di laut” Pra-Menulis:  Belajar dengan benda hidup
Mendengar:  Menggambar dan dan mati di laut, sehingga anak
 Melihat dan TV menceritakan binatang dapat merasakan langsung
kehidupan di laut di laut manfaatnya dan mensyukuri
 Mendengar cerita  Menggambar binatang KaruniaNYa
penyelematan kehidupan yang hidup di laut
binatang laut

Sosial-Emosional: Kognitif: Matematika


Dapat mengumpulkan  Mengurutkan pola “kerang
kerang bersama dan laut” (bentuk ukuran dan
memasaknya posisi)
Kemandirian: Hewan  Mengukur “volume air”
Dapat membersihkan yang ada Sains:
peralatan masak setelah di laut  Mengamati “Rajungan
digunaka kerang”, mencari namanya di
Agama: berbagai media
Berdoa sebelum dan  Merebus dan mengamati
sesudah makan perubahan “Rajungan kerang”
Moral:  Menggambar dan
Mengucapkan terima menceritakan perubahan rasa,
kasih setelah menerima warna dan bentuk Rajungan
makan kerang
Seni: Fisik : Fisik:
 Membuat bungkusan Motorik Kasar: Motorik Halus:
jelly dari penyu hijau Berjalan kesamping  Bermain pasir di pantai pasir
 Lukisan tiup terumbu memindahkan kerang putih
karang  Bermain tradisional dengan
 Mengamati, menggunakan hewan laut
menggambar dan  Mencetak dengan pasir basah
membuat cerita “karang
laut”
178 | Multicultural Learning Model of PAUD in Coastal Areas

(b) Sentra Bermain Peran


Bahasa Holistik: Pra-Membaca: Pembelajaran Multikultural:
Berbicara dan Mendengar  Mengelompokkan merk Masyarakat Lokal pesisir
Berbicara dan mendengar minyak kelapa sesuai huruf pantai kota Kendari
ketika membuat minyak awalnya.  Bajo
kelapa, membuat jala, Pra-Menulis:  Bugis
mengolah ikan, menangkap  Menulis merk minyak  Buton
ikan dan membuat ikan asin kelapa  Tolaki
 Menulis dan menempelkan Melalui bermain peran
merk ikan asin makro, anak belajar
menghargai dan bertoleransi
dengan temannya yang
berbeda suku dan profesi
Sosial-Emosional: Kognitif:
Senang menolong ketika Matematika:
bermain peran  Memasukkan minyak dalam
Kemandirian: kemasan, mengukur volume
Mengembalikan dan minyak
membereskan kemabali  Menulis jumlah produksi
peralatan yang dipakai untuk minyak
Masyarakat
bermain peran Lokal di  Memberi garam pada ikan
Agama: pesisir kota asin
Mempunyai sahabat dari Kendari  Menghitung jumlah ikan
suku/etnis lain (Bugis, Buton, asin
Tolaki)  Menimbang ikan
Moral:  Menulis jumlah ikan sesuai
 Berbicara dengan sopan dan jenis
ramah  Menulis hasil produksi ikan
 Mengucapkan terimakasih asin
jika memperoleh sesuatu  Mengklasifikasi kan
Seni: Fisik: Fisik:
 Membuat poster ikan yang Motor Kasar: Motorik Halus:
berenang  Menjemur, menata ikan  Memecah, mengambil
 Menyanyi lagu “Pelaut” asin dalam gabus daging kelapa, memarut,
 Mendorong perahu memeras, menyaring,
 Menagkap ikan, memasak, santan menjadi
mendayung, mengingkat kelapa
perahu, menurunkan ikan,  Mencucui ikan dan
memindahkan ikan menusun, menjemur,
mengemas ikan asin
Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 2(2), 2018 | 179

(c) Sentra Permainan


Bahasa Holistik: Pra-Membaca: Pembelajaran multikultural:
Berbicara: Memasangkan nama teman Mengenal tempat rekreasi di
Membedakan nama-nama yang berhuruf akhir sama pulau wilayah Kendari
perahu dan binatang laut Pra-Menulis: melalui berbagai metode
yang mempunyai suku  Menggambar dan permainan, tujuannya untuk
akhiran sama menceritakan Tarian Lulo mengenalkan;
Mendengar:  Menulis nama-nama perahu  Budaya melalui wisata
Melakukan 3 perintah layar dan bermesin, nama budaya Melulo dan
gerakan dalam tarian Lulo teman dan jumlah bola upacara untuk Dewa Laut
ditangkap  Tradisi melalui wisata
 Menggambar, menulis budaya
nama, bilangan hasil  Keindahan taman laut dan
temuan di laut pantai
 Anak belajar mencintai
tanah air Indonesia melalui
kegiatan di atas

Sosial-Emosional: Kognitif:
Senang bermain dengan Matematika:
teman  Menghitung dan menulis
Kemandirian: bilangan macam-macam
Memelihara kebersihan kerang
tempat rekreasi Jenis  Mengukur panjang dengan
Agama: Rekreasi gabus jarang dorong
Membedakan ciptaan Tuhan di
wilayah
perahu nelayan
ketika mengklasifikasikan Kendari Sains:
hasil temuan di Laut  Mengumpulkan ikan,
Moral: kerang dan binatang laut
Mentaati peraturan yang ada lainnya
di tempat rekreasi  Mengklasifikasi dan
menghitung hasil laut

Seni: Fisik: Fisik:


 Menari terpimpin tarian Motorik Kasar: Motorik Halus:
Lulo  Mengikuti gerakan Tarian  Menjiplak pola ikan besar
 Membentuk dari gelas Lulo  Menggunting pola ikan
plastik ikan besar  Berjalan lurus sambil besar
 Membuat dari gabus ikan meniup ikan besar buatan  Menggunting lurus sirip-
perahu nelayan  Berjalan lurus sirip ikan menggunting
berpapasan:mendorong jejak penyu
perahu dos
 Melempar bola/jangkar
 Menagkap bola
 Meloncat dan berenang
180 | Multicultural Learning Model of PAUD in Coastal Areas

(d)Sentra Persiapan ABC


Bahasa Holistik: Pra-Membaca: Pembelajaran Multikultural:
Berbicara:  Menyusun kata dari kata  Asal nama Wawoni
Menceritakan kembali kisah dari kartu huruf, kosa kata  Bermain peran mikro
teluk Kendari dan pulau berhuruf awal P, K Legenda Teluk Kendari
Wawoni’i  Memasang dengan tulisan  Kegiatan bermain peran
Mendengar: bahas daerah mikro merupakan media
Mendengarkan cerita  Gambar seri legenda pulau untuk mengenalkan
beberapa Pulau di Buton Wawoni kearifan lokal di di pesisir
Pra-Menulis teluk Kendari
 Membuat buku rap pulau-  Mematuhi nasehat orang
pulau di wilayah Kendari tua
 Membuat buku huruf awal,  Menjaga kelestarian
P, K lingkungan hidup
 Menggambar dan
mencontoh tulisan/menulis
kata huruf awal “K” contoh
kosa kata “Kendari”
 Menggambar dan
menceritakan kembali
legenda Teluk Kendari

Seni: Kognitif:
 Mewarnai Matematika:
gambar/karikatur legenda  Membilang huruf dari
pulau-pulau di Kendari Asal kata-kata huruf “K”
 Menyanyikan lagu-lagu nama  Bemain penambahan huruf
puji-pujian dewa laut Teluk a dari kata-kata berhuruf
Kendari awalan “K”
Sains:
Asal mula “Penyu dan
Rumput Laut”

Sosial-Emosional: Agama Fisik:


Bermain peran mikro Cerita: kekuatan doa-doa Motorik Kasar:
“Legenda Teluk Kendari” untuk sang penguasa laut Menggunting gambar
Kemandirian: (Tuhan) legenda teluk Kendari
Cerita mendidik kemandirian Mora: Motorik Halus:
tentang satria pelaut Mematuhi pesan orang tua Membuang jangkar dan
melebarkan layar
Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 2(2), 2018 | 181

(e) Sentra Persiapan 123


Bahasa Holistik : Pra-Membaca: Pembelajaran Multikultural:
Berbicara: Memasangkan gambar Mengenal berbagai alat
Bercerita “Aku Membuat dengan tulisan transportasi tradisional
Kapal/Perahu “Kapal/Perahu sampai dengan moderen
Mendengar: Pra-Menulis: yang di laut
Membedakan dan menirukan Mengurutkan gambar seri
suara kapal, perahu, motor kapal Ferry
boat

Sosial-Emosional Kognitif:
Berani bertanya ketika Matematika:
bepergian  Membilang kapal perahu
Kemandirian:  Bermain penambahan
Memelihara miliki sendiri Transporta kapal perahu
ketika bepergian si ke Pulau-  Mengukur panjang kapal
Agama: Pulau Ferry
Berdoa sebelum dan sesudah  Membuat bentuk geometri
bepergian “jendela”, bendera, hiasan
Moral: kapal”
Berbicara dengan suara yang  Membuat puzzel, potong
ramah ketika bertanya kapal perahu, lomba
bermain puzzel kapal dan
perahu
Sains:
 Klasifikasi “aneka hasil
karya kapal” sesuai bentuk
dan warna

Seni: Fisik: Fisik:


 Memuat dari cup es krim Motorik Kasar: Motorik Halus:
“perahu” Memanjat “kapal” Melipat “perahu”
 Membuat dari gardus Menggunting gambar aneka
bekas kapal Ferry kapal, perahu
182 | Multicultural Learning Model of PAUD in Coastal Areas

(f) Sentra Balok


Bahasa Holistik: Pra-Membaca: Pembelajaran Multikultural:
Berbicara: Menghubungkan tulisan Mengenal bangunan dan
Menyebutkan kembali dengan nama pulau dan tempat-tempat bersejarah di
nama-nama pulau diwilayah bangunan yang dibuat wilayah pulau Kendari
Kendari Pra-Menulis:
Mendengar: Menulis nama pulau dan
Bercerita tentang Teluk nama bangunan
Kendari dan Tanjung Menggambar dan
Cempaka menceritakan
“Bangunannya”

Soaial-Emosional Kognitif:
Mengambil keputusan jenis Matematika:
bangunan dan nama pulau Mengukur “jarak antara
tempat membangun pulau di wilayah Kendari”
Kemandirian: Gugusan Bermain penambahan
pulau-
Melaksanakan kegiatan “bentuk balok unit yang
pulau
sendiri sampai selesai dipakai di 2 pulau
Agama:
Tidak mengganggu
bangunan teman/berbuat
baik pada sesama
Moral:
Mentaati peraturan yang ada
Seni: Fisik: Fisik:
Menggambar pulau-pulau di Motorik Kasar: Motorik Halus:
wilayah Kendari Membangun dengan balok Menggunting “pulau-pulau
unit “bangunan yang ada di di wilayah Kendari”
pesisir Kendari
Volume 2 Issue 2 (2018) Pages 183-193
Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini
DOI: 10.31004/obsesi.v2i2.114

Project-Based Drawing Activities in Improving Social-Emotional Skills of


Early Childhood

Christiani Endah Poerwati1, I Made Elia Cahaya2


Program Studi PG- PAUD, Fakultas Ekonomika dan Humaniora,
Universitas Dhyana Pura, Bali, Indonesia

Abstract
This study aims to improve children's social-emotional abilities through project-based drawing
activities. The study was conducted on children of PAUD Pelita Kasih, Dalung group B
semester 2 academic year 2017/2018. This type of research is action research with a four-stage
procedure, namely: 1) Planning phase, 2) Action taking phase, 3) Development phase, 4)
Reflection phase. The research was carried out in two cycles. Data collection methods used in
this study are through observation. The process of collecting data through this observation
technique uses a rubric guide to record data about the social-emotional abilities shown by early
childhood in project-based drawing activities. The results of the study showed an increase in
children's social-emotional abilities in project-based drawing activities. Completeness of
children's social-emotional abilities in the initial observation of 17 children (68%), the cycle I
as many as 19 children (76%), and cycle II 23 children (92%). So it can be said that the project
method as an alternative method of learning that is creative, innovative and effective in drawing
activities that can improve the social-emotional abilities of early childhood.
Keywords: Early Childhood, Drawing Activities, Project Methods, Social Emotional Abilities
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan sosial-emosional anak melalui kegiatan
menggambar berbasis proyek. Penelitian dilaksanakan pada anak PAUD Pelita Kasih, Dalung kelompok
B semester 2 tahun pelajaran 2017/2018. Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan (action research)
dengan prosedur empat-tahap, yaitu: 1) Tahap perencanaan, 2) Tahap pengambilan tindakan, 3) Tahap
pengembangan, 4) Tahap refleksi. Penelitian dilaksanakan dalam dua siklus. Metode pengumpulan data
yang digunakan dalam penelitian ini yakni melalui observasi. Proses pengumpulan data melalui teknik
observasi ini menggunakan panduan rubrik untuk merekam data mengenai kemampuan sosial-emosional
yang ditunjukkan anak usia dini dalam kegiatan menggambar berbasis proyek. Hasil penelitian
menunjukkan peningkatan kemampuan sosial-emosional anak dalam kegiatan menggambar berbasis
proyek. Ketuntasan kemampuan sosial emosional anak pada observasi awal 17 anak (68%), siklus I
sebanyak 19 anak (76%), dan siklus II 23 anak (92%). Maka dapat dikatakan bahwa metode proyek
sebagai salah satu alternatif metode pembelajaran yang kreatif, inovatif dan efektif dalam kegiatan
menggambar yang dapat meningkatkan kemampuan sosial-emosional anak usia dini.
Kata Kunci: Anak Usia Dini, Kegiatan Menggambar, Metode Proyek, Kemampuan sosial emosional

@Jurnal Obsesi Prodi PG-PAUD FIP UPTT 2018


 Corresponding author :
Address : Denpasar Bali ISSN 2356-1327 (Media Cetak)
Email : christianiendah@undhirabali.ac.id ISSN 2549-8959 (Media Online)
Phone : +62 818-0554-4640
184 | Project-Based Drawing Activities in Improving Social-Emotional Skills of Early Childhood

PENDAHULUAN Pendidikan prasekolah merupakan saat


Anak Usia Dini (0-6 tahun) sejatinya yang tepat dalam mendidik dan membina
memiliki berbagai potensi bawaan yang kemampuan ini melalui berbagai kegiatan,
harus ditumbuhkembangkan menjadi yaitu kegiatan yang menuntun anak bekerja
kemampuan yang aktual melalui stimulasi dalam sebuah kelompok. Menggambar
yang tepat. Pendidikan Anak Usia Dini merupakan kegiatan individual di mana
(PAUD) merupakan pendidikan prasekolah anak menuangkan ide dan imajinasi serta
bagi anak usia dini yang mengemban tugas kemampuan seni dan kreativitasnya, namun
menyediakan dan memfasilitasi berbagai kegiatan ini dapat dikembangkan menjadi
stimulasi tumbuh kembang anak agar kegiatan kelompok tanpa meninggalkan
mencapai perkembangan yang optimal, individualitas anak. Kegiatan menggambar
baik fisik maupun mentalnya. PAUD merupakan kegiatan yang menyenangkan
merupakan peletakan dasar enam dasar bagi anak, karena melalui menggambar
perkembangan anak yang meliputi anak dapat mengungkapkan perasaannya
perkembangan agama dan moral, fisik- terhadap pengalaman, kejadian, bercerita,
motorik, bahasa, kognitif, sosial-emosional, gagasan abstraknya, bahkan berinteraksi
dan seni sebagaimana tercanttum dalam dengan teman sebaya.
Permendikbud No 146 Tahun 2014 Kegiatan menggambar yang di rancang
(Kemendikbud, 2014). Pembelajaran sebagai kegiatan kelompok melalui
akademis yang efektif sangat penting; pembuatan poster dan buku cerita akan
namun, mengajarkan keterampilan sosial mampu mengembangkan keterampilan
sama pentingnya karena kinerja anak di sosial anak dalam situasi kelompok.
sekolah berkaitan dengan kemampuan Masing-masing anak mengembangkan ide
mereka dalam bergaul dengan teman sebaya dan kreativitas seni melalui kegiatan
dan orang dewasa dan mengikuti peraturan menggambar sebagai hasil diskusi dan
di lingkungan anak. Anak yang kesepakatan kelompok. Hasil gambar setiap
menunjukkan keterampilan sosial yang anak digabung dalam bentuk sebuah karya
buruk cenderung ditolak oleh orang lain dan poster dan buku cerita sebagai satu kesatuan
sering dihukum karena ketidakmampuan karya kelompok. Setiap karya
mereka untuk mematuhi kebijakan dan dipresentasikan sebagai hasil bentuk
prosedur sekolah (Lovitt, 2007). kerjasama yang utuh menyatu dalam
Perkembangan sosial anak yang sehat keberagaman, namun tetap menghargai
bergantung pada pembelajaran dan standar individualitas.
internalisasi perilaku sosial serta dalam Penelitian (Günindi, 2015)
mentransfer dan menerapkan standar ini menunjukkan bahwa gambar yang
dalam berperilaku anak di berbagai dihasilkan oleh anak-anak dapat digunakan
lingkungan dan situasi. Kompetensi sosial untuk menilai pendapat dan persepsi anak,
terkait dengan penerimaan teman sebaya, penyebab masalah terkait nilai yang anak
penerimaan guru, dan keberhasilan pasca hadapi di lingkungan sekolah dan keluarga,
sekolah. Selain keluarga, sekolah dan solusi yang anak pikirkan dalam
memberikan pengaruh yang dominan dalam memecahkan masalah ini. Kaitannya
kehidupan anak-anak saat mereka dengan 'kasih sayang' dalam penelitian ini,
berkembang secara sosial dan emosional data yang diperoleh sangat berharga karena
(Cartledge, G., & Kiarie, 2011). bagi peneliti tidak ada penelitian yang ada
Keterampilan sosial merupakan mengenai persepsi anak tentang nilai 'kasih
kebutuhan mendasar anak agar mampu sayang' dengan menggunakan gambar.
berinteraksi dan menghadapi berbagai Berdasarkan penelitian di atas dapat
situasi yang terjadi disekitarnya, sedangkan dinyatakan bahwa melalui gambar anak
kemampuan mengekspresikan emosi secara dapat mengekspresikan pikiran dan
tepat terhadap perasaan sendiri mapun perasaannya, bahkan masalah yang
orang lain meningkatkan kepercayaan diri dihadapi anak.
anak dalam menghadapi berbagai situasi.
Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 2(2), 2018 | 185

Kegiatan menggambar berbasis proyek semakin menyadari perasaan mereka


dapat melatih anak untuk berinteraksi sendiri dan orang lain (Papalia, Diane E.
dalam kelompok, menghadapi perbedaan, Sally Wendkos Old, 2010). Umumnya
menghargai pendapat orang lain, ungkapan emosi merupakan ungkapan yang
kerjasama, memecahkan masalah, toleran, menyenangkan. Anak-anak suka tertawa
pengendalian diri, percaya diri sekaligus genit atau tertawa terbahak-bahak,
menunjukkan kemampuan diri. menggeliat, mengejangkan tubuh, atau
Pertumbuhan sosial emosional merujuk berguling-guling di lantai, dan pada
pada dua jenis pertumbuhan. Pertumbuhan umumnya menunjukkan pelepasan
emosional adalah pertumbuhan perasaan dorongan-dorongan yang tertahan. Untuk
anak, dan pertumbuhan sosial adalah standar orang dewasa ungkapan emosional
pertumbuhan anak sebagai anggota ini kurang matang, tetapi pada anak hal ini
kelompok. Perkembangan emosi dan sosial menandakan bahwa anak berbahagia dan
adalah proses berkembangnya kemampuan anak mempunyai penyesuaian diri yang
anak untuk menyesuaikan diri terhadap baik (Hurlock, 2012).
dunia sosial yang lebih luas (Soetjiningsih, Walaupun dapat menimbulkan akibat
2012). Belajar menjadi anggota dari sebuah yang tidak baik, namun keanggotaan
kelompok melibatkan banyak keterampilan kelompok merupakan hal yang penting bagi
sosial. anak-anak, misalnya, harus belajar anak dalam rangka membantu proses
untuk berhubungan dengan anak-anak lain sosialisasi seperti : Belajar bekerja sama
dan orang dewasa di luar keluarga. serta berperilaku sosial. Bersaing dengan
Seringkali, pengalaman pertama anak orang lain dengan sikap sportif mau
berbagi perhatian orang dewasa dengan menerima dan melaksanakan tanggung
anak-anak lain terjadi dalam suatu situasi. jawab serta mampu menyasuaikan diri dan
Keterampilan sosial melibatkan anak untuk tidak tergantung pada orang lain
belajar bekerja dalam kelompok, belajar (Soetjiningsih, 2012).
bagaimana berbagi, bergiliran, Sebagai makhluk sosial anak
mendengarkan orang lain, dan bagaimana memerlukan lingkungan untuk berinteraksi
dan kapan bekerja sendiri. dan bersosialisasi dengan mengembangkan
Pada masa ini, anak menjadi lebih peka potensi berkomunikasi verbal dan non
terhadap perasaannya sendiri dan perasaan verbal dalam menyatakan perasaan, sikap
orang lain. Mereka dapat lebih baik dan pikirannya. Proses interaksi ini akan
mengatur ekspresi emosionalnya dalam menumbuhkan kepercayaan diri dan
situasi sosial dan mereka dapat merespons penerimaan diri anak terhadap diri sendiri
tekanan emosional orang lain. Secara dan orang lain.
bertahap anak juga dapat memverbalisasi
emosi yang saling bertentangan. Selain itu
anak juga mulai dapat melakukan kontrol
terhadap emosi negatif. Anak-anak belajar
tentang apa yang membuat mereka marah,
sedih, atau takut, serta bagaimana orang lain
bereaksi dalam menunjukkan emosi ini dan
mereka belajar mengadaptasikan perilaku
mereka dengan emosi-emosi tersebut
(Papalia, Diane E. Sally Wendkos Old,
2010).
Emosi (kadang-kadang disebut sebagai
perilaku) adalah perasaan, baik fisiologis
dan psikologis dalam menanggapi peristiwa
pribadi yang relevan dengan kebutuhan dan Gambar 1. Desain Kegiatan Proyek
tujuan anak. Anak-anak bertumbuh, rentang (Sumber: (Rachmawati, 2010)
emosi mereka semakin luas, anak juga
186 | Project-Based Drawing Activities in Improving Social-Emotional Skills of Early Childhood

Gambar adalah sebuah permainan, 1. Membuat anak dapat menuturkan


selama itu tidak memaksa, justru ceritanya.
seharusnya dapat menghibur si 2. Membuat anak mengekspresikan
pembuatnya. Selain itu gambar perasaan emosional yang terpendam atau
mengungkapkan banyak kenyataan dalam dalam
kehidupan. Gambar adalah sebuah mimpi di 3. Membantu anak mendapatkan rasa
atas kertas, di mana muncul keinginan- menguasai peristiwa yang sudah atau
keinginan, baik disadari maupun tidak. sedang mereka alami (Geldard, 2012).
Gambar adalah sebuah kenyataan dari Kegiatan menggambar berbasis proyek
pikiran-pikiran anak, pada momen tertentu, yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
mendorongnya untuk menggambar. kegiatan menggambar yang dikerjakan
Gambar juga merupakan sebuah hadiah secara individu namun menghasilkan karya
berharga yang diberikan anak kepada kelompok.
orang-orang yang disayanginya (Davido, 1. Membuat poster. Anak menggambar
2012), Material yang dibutuhkan untuk sebuah poster pada sebuah kertas besar
menggambar : secara berkelompok, dengan membagi
1. Selembar kertas putih dan berwarna tugas setiap anggota. Gambar yang
dengan berbagai ukuran dihasilkan sesuai dengan tema yang
2. Pensil disepakati.
3. Pena warna 2. Membuat buku cerita. Setiap anak
4. Pastel menggambar pada selembar kertas
5. Krayon secara individu. Hasil setiap gambar
6. Pena fluoresen (highlighter) dengan anak disatukan menjadi sebuah buku
warna-warna cerah cerita. Secara berkelompok anak
Anak prasekolah cenderung lebih suka mendiskusikan alur cerita sesuai dengan
menggunakan ukuran kertas yang lebih gambar yang dibuat.
lebar. Meskipun umumnya anak suka Menggambar dapat menjadi kegiatan
menggunakan kertas putih, lembar kertas eksplorasi dan eksperimen sebagai
berwarna kadang-kadang menarik minat pengalaman belajar anak dalam
anak, khususnya yang kurang percaya mengemukakan gagasan. Eksplorasi dan
dengan kemampuan menggambarnya. eksperimen terhadap ide, garis, warna,
Sebaiknya tidak menyediakan penghapus, bentuk, media gambar dan hasil gambar
sebagai gantinya dorong anak untuk menjadi sebuah karya kelompok. Anak
mencoba lagi bila anak tidak puas dengan mendapat kesempatan untuk
gambarnya (Geldard, 2012). mempresentasikan hasil karyanya sebagai
Gambar bermanfaat untuk berbagai hal sebuah pengalaman bekerjasama dan
: apresiasi sebuah karya.
1. Untuk menguji kematangan pikiran. Dari Berikut dapat dikembangkan desain
sebuah gambar, tingkat kecerdasan kegiatan menggambar berbasis proyek
seorang anak (intellectual quotient) untuk anak usia dini dalam meningkatkan
dapat diukur. kemampuan sosial-emosional.
2. Untuk media komunikasi. Gambar dapat Tabel 1. Desain Kegiatan Proyek
memperbaiki kekurangan yang mungkin Menggambar
ada pada kemahiran berbahasa anak. Tema : Negaraku
Sub tema : Kota dan Desa
Dengan gambar dapat dijelaskan apa Waktu : 60 menit
yang dialami atau dirasakan anak, yang Proyek : Poster
mungkin tidak dapat dijelaskan melalui Alat dan bahan : krayon, pensil, kertas gambar
tulisan. Materi Aktivitas Anak Aktivitas Guru
3. Untuk mengeksplorasi perasaan anak Slide/film Mengamati slide/film Tanya jawab
Kehidupan Kehidupan kota dan slide/film
4. Untuk pengetahuan tentang tubuh dan kota dan desa
lingkungan sekitarnya (Davido, 2012). desa
Tujuan menggambar mencakup :
Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 2(2), 2018 | 187

Materi Aktivitas Anak Aktivitas Guru kemampuan sosial-emosional anak dengan


Alat dan - Anak - Menjelaskan
bahan bereksperimen, alat dan
pendekatan dan kegiatan yang digunakan.
mengeksplorasi dan bahan Studi pendahuluan dilakukan dengan
memanipulasi alat - Membagikan mengobservasi kegiatan menggambar di
dan bahan alat dan
menggambar bahan tiap
kelas. Berikutnya dilakukan diskusi dengan
kelompok guru kelas berkaitan dengan pelaksanaan
Tahap- - Mempraktekkan - Menjelaskan penelitian. Pada tahap ini, bersama dengan
tahap tahap-tahap kegiatan tahap-tahap
kegiatan kegiatan
guru kelas menetapkan dan menyusun
proyek rancangan tindakan kegiatan menggambar
Lembar - Mengerjakan proyek - Menjelaskan berbasis proyek, yang meliputi : 1) Peta
Kerja membuat gambar cara konsep, 2) Rencana Pelaksanaan
poster dalam 1 mengerjakan
kertas lembar kerja Pembelajaran Mingguan (RPPM), 3)
Diskusi dan - Berdiskusi untuk - Memotivasi, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Harian
Pengerjaan pembagian tugas memfasilitasi (RPPH), 4) Perangkat kegiatan
Tugas dan kesepakatan dan
tema poster memediasi menggambar berbasis proyek, dan 5)
- Bekerjasama dan kegiatan Instrumen penilaian kemampuan sosial-
bertanggung jawab diskusi dan emosional anak.
dalam kegiatan presentasi
kelompok sesuai anak dalam 2. Tahap Pengambilan Tindakan
dengan pembagian kelompok Setelah rencana awal disusun maka
tugas secara indivisu dilanjutkan dengan pelaksanaan kegiatan
- Mengerjakan
gambar sesuai menggambar berbasis proyek sesuai dengan
dengan kesepakatan rencana yang telah dirancang sebelumnya.
dalam kelompok 3. Tahap Pengembangan
Presentasi - Mempresentasikan - Memfasilitasi
hasil proyek presentasi Tahap pengembangan meliputi proses
menggambar poster setiap pengamatan (observasi) dan evaluasi.
kelompok (Madya, 2011) menyebutkan bahwa
pelaksanaan observasi dilakukan terhadap:
METODE 1) proses tindakan, 2) pengaruh tindakan
Rancangan penelitian ini menggunakan (baik sengaja maupun tidak disengaja), 3)
penelitian tindakan (action research) yang keadaan dan kendala tindakan, 4)
didefinisikan Mills (dalam (Mertler, 2011) bagaimana keadaan dan kendala tersebut
sebagai penelitian sistematis apa saja yang menghambat atau mempermudah tindakan
dilaksanakan oleh para guru, penyelenggara yang telah direncanakan dan pengaruhnya,
pendidikan, guru konseling/penasihat dan 5) persoalan lain yang timbul. Setelah
pendidikan, atau lainnya yang menaruh mengetahui hasil pembelajaran pada tahap
minat dan berkepentingan dalam proses awal, dilakukan evaluasi rancangan dan
atau lingkungan belajar mengajar (PBM) pelaksanaan sehingga dapat dilakukan
dengan tujuan mengumpulkan informasi perbaikan dan pengembangan pada tahap
seputar cara kerja sekolah, cara mengajar selanjutnya.
guru, dan cara belajar siswa mereka. 4. Tahap Refleksi
Secara umum, proses penelitian Tahap refleksi yang dimaksud adalah
tindakan versi (Mertler, 2011), berupa mengingat dan merenungkan kembali suatu
prosedur empat-tahap yakni sebagai tindakan yang telah dicatat dalam proses
berikut. observasi. Refleksi dilakukan untuk
1. Tahap Perencanaan memahami proses, masalah persoalan, dan
Penelitian diawali dengan melakukan kendala yang nyata dalam tindakan
studi pendahuluan berupa observasi awal strategik. Strategi memiliki aspek evaluatif,
terhadap proses pembelajaran pengenalan untuk menilai apakah pengaruh memang
sains anak usia dini pada tingkat satuan diinginkan, dan memberikan saran-saran
pendidikan TK. Observasi awal dilakukan tentang cara-cara untuk meneruskan
untuk mengidentifikasi permasalahan yang tindakan. Disamping itu, refleksi juga
dihadapi guru dalam mengembangkan bermakna deskriptif yaitu memungkinkan
188 | Project-Based Drawing Activities in Improving Social-Emotional Skills of Early Childhood

dilakukannya peninjauan, pengembangan Kriteria keberhasilan dalam penelitian


gambaran yang lebih hidup tentang ini adalah jika terjadi peningkatan
pembelajaran dan tindakan dalam kemampuan sosial emosional anak melalui
situasinya, tentang kendala yang dihadapi kegiatan menggambar berbasis proyek.
dalam melakukan tindakan dan tentang apa Indikator keberhasilan dalam penelitian ini
yang sekarang mungkin dilakukan untuk apabila minimal 80% dari jumlah anak
mencapai tujuan. didik memenuhi kriteria sedang.
Metode pengumpulan data yang
digunakan dalam penelitian ini yakni HASIL DAN PEMBAHASAN
melalui observasi. Proses pengumpulan Sebagai orientasi awal dilaksanakan
data melalui teknik observasi ini observasi awal. Observasi awal
menggunakan panduan rubrik untuk dilaksanakan untuk mengetahui tingkat
merekam data mengenai kemampuan kemampuan sosial emosional anak usia dini
sosial-emosional yang ditunjukan anak pada saat mengikuti proses pembelajaran
dalam kegiatan menggambar berbasis sebelum dilakukan tindakan. Hasil
proyek. Menurut Mills, (dalam Kunandar observasi awal kemampuan sosial
2012), Pengamatan dapat dilaksanakan emosional anak masih rendah. Persentase
dengan pedoman pengamatan (format, ketuntasan dicapai oleh 17 anak (68%),
daftar cek), catatan lapangan, jurnal harian, dengan katagori sedang hingga sangat
aktivitas dikelas, penggambaran interaksi tinggi, delapan anak (32%) masih berada
dalam, alat perekam elektronik atau dikategori rendah dan sangat rendah. Untuk
pemetaan kelas. Proses pencatatan dapat itu perlu diberikan suatu tindak lanjut
dibantu dengan menggunakan instrumen. sebagai upaya perbaikan kemampuan sosial
Data peningkatan kemampuan sosial- emosional anak.
emosional anak dianalisis secara deskriptif,
yaitu dengan melakukan observasi terhadap Hasil Penelitian
aktivitas yang dilakukan anak dengan Hal-hal yang dipersiapkan dalam siklus
bantuan instrumen penilaian. Keberhasilan I ini meliputi Rencana Kegiatan Mingguan
anak dalam peningkatan kemampuan (RKM), Rencana Kegaiatan Harian (RKH),
sosial-emosional dikatagorikan menjadi skenario pembelajaran, media
lima katagori yaitu sangat kurang, kurang, pembelajaran, instrumen pemantauan
cukup, baik dan sangat baik. Cara kemampuan sosial emosional dan rubrik
menghitungnya adalah dengan mencari penilaian kemampuan sosial emosional.
rata-rata, minimal memenuhi katagori baik. Rencana Kegiatan Mingguan (RKM),
Aktivitas-aktivitas yang muncul selama Rencana Kegaiatan Harian (RKH), dan
proses pembelajaran sehubungan dengan skenario pembelajaran dirancang dan
implementasi tindakan dapat dihitung disusun sesuai dengan tema yang digunakan
dengan pedoman observasi yang di PAUD Pelita Kasih Dalung. Siklus I
dilaksanakan. Tingkat kemampuan sosial direncanakan untuk 1 kali kegiatan proyek
emosional anak dapat ditentukan dengan menggambar yaitu membuat poster tentang
membandingkan persentase penguasaan ke buah-buahan, masing-masing kegiatan
dalam konversi Penilaian Acuan Patokan dilaksanakan berdasarkan skenario
(PAP) skala lima, yang tertera pada tabel pembelajaran. Proses penelitian
4.2 berikut. menggunakan metode observasi pada setiap
Tabel 2. Pedoman Konversi Penilaian pertemuannya untuk menilai tingkat
Acuan Patokan (PAP) Nasional kemampuan sosial emosional anak.
Persentase Katagori Ketuntasan Pelaksanaan tindakan siklus I dimulai
Penguasaan
90 – 100 Sangat tinggi Tuntas
pada bulan April minggu ketiga 2018.
80 – 89 Tinggi Tuntas Siklus I dilaksanakan sesuai dengan
65 – 79 Sedang Tuntas skenario pembelajaran yang telah
55 – 64 Rendah Belum Tuntas disiapkan.
00 – 54 Sangat rendah Belum Tuntas
Sumber : Agung, 2014
Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 2(2), 2018 | 189

Peningkatan kemampuan sosial Pelaksanaan siklus I dijumpai beberapa


emosional anak dilakukan melalui kendala diantaranya :
penerapan metode proyek dalam kegiatan a. Beberapa anak belum memahami
menggambar. Hal ini ditunjukkan dari instruksi pelaksanaan proyek
semakin meningkatnya jumlah ketuntasan menggambar menyebabkan tidak
kemampuan sosial emosional anak yakni terjadinya kesepahaman dalam
sebanyak 19 anak (76%), pada kategori kelompok untuk mengerjakan proyek
sedang sampai sangat tinggi. menggambar
Hasil pemantauan seperti yang b. Kecenderungan anak meniru gambar/ide
dipaparkan di atas menunjukkan bahwa yang dibuat temannya sehingga poster
secara umum kemampuan sosial emosional yang dihasilkan merupakan pengulangan
anak PAUD Pelita Kasih Dalung c. Anak lebih menikmati aktivitas fisik dan
mengalami peningkatan. Ini ditunjukkan observasi dibandingkan kegiatan diskusi
dari perubahan kemampuan sosial dan mengekspresikan pikiran.
emosional anak pada saat observasi awal d. Beberapa anak pasif, sehingga
dengan saat pelaksanaan siklus I. Pada didominasi anak-anak yang aktif dan
diagram berikut ditunjukkan Persentase ekspresif
penguasaan kemampuan sosial emosional e. Kurangnya partisipasi dan kemampuan
pada observasi awal dan siklus 1. anak dalam mempresentasi karya
proyeknya
Sedangkan faktor pendukung dalam
kegiatan menggambar berbasis proyek
adalah sebagai berikut :
a. Menggambar merupakan kegiatan yang
menyenangkan bagi anak sehingga anak
antusias dalam melaksanakan proyek
b. Komunikasi dalam kelompok mudah
terbentuk karena anak sudah saling
mengenal akrab
c. Kegiatan menggambar menarik
Gambar 2. Diagram Perbandingan perhatian, antusias, dan partisipasi anak
Persentase Kemampuan Sosial Emosional untuk melakukan kegiatan
Pada Observasi Awal dan Siklus 1 d. Rasa ingin tahu yang besar pada anak
e. Kemampuan anak mengapresiasi karya
Pada Gambar 2 di atas, terlihat adanya temannya
peningkatan kemampuan sosial emosional f. Partisipasi dan kerjasama peneliti, tim
anak usia dini. Pada saat observasi awal, 17 guru dan kepala sekolah
anak (68%) yang mencapai ketuntasan. Berdasarkan kendala-kendala yang
Setelah mengikuti kegiatan menggambar ditemui dan mengoptimalkan faktor-faktor
berbasis proyek terjadi peningkatan pendukung pelaksanaan siklus I maka
ketuntasan menjadi 19 anak (76%) dengan siklus II perlu dilaksanakan dengan
rincian anak pada kategori sedang sebanyak pertimbangan persentase ketuntasan
7 anak, 9 anak pada kategoti tinggi dan 3 kemampuan sosial emosional anak belum
anak pada kategori sangat tinggi.. mencapai 80% dan perlunya beberapa
Sedangkan 7 anak belum tuntas (25%) perbaikan kegiatan sehingga kendala yang
masih pada kategori rendah sebanyak 6 ada di siklus I dapat teratasi dengan baik
anak. Berdasarkan hasil observasi pada dan kemampuan sosial emosional anak
siklus I diadakan refleksi dengan diskusi pada siklus II dapat meningkat. Perbaikan
antara peneliti, guru dan kepala sekolah yang dapat dilakukan pada siklus II adalah
maka diidentifikasi kendala dan perbaikan memberi motivasi dan apresiasi yang
yang memungkinkan dilakukan. memadai kepada anak sehingga dapat
menumbuhkan minat anak untuk
190 | Project-Based Drawing Activities in Improving Social-Emotional Skills of Early Childhood

berpartisipasi aktif dan bekerja sama dalam


menghasilkan karya hasil proyek sebagai
karya bersama. Hal ini sejalan dengan
pernyataan (Kartono, 2007), bahwa anak
merupakan pribadi sosial yang memerlukan
relasi dan komunikasi dengan orang lain
untuk memanusiakan dirinya. Anak ingin
dicintai, ingin diakui dan dihargai.
Selanjutnya pada Siklus II, Hal-hal Gambar 3. Diagram Perbandingan
yang dipersiapkan dalam siklus II ini Persentase Kemampuan Sosial Emosional
meliputi Rencana Kegiatan Mingguan Anak Pada Siklus 1 dan Siklus II
(RKM), Rencana Kegaiatan Harian (RKH), Pada siklus II ketuntasan kemampuan sosial
skenario pembelajaran, media emosional anak telah mencapai 92%
pembelajaran, instrumen pemantauan (meningkat 17%) dari siklus I yaitu
kemampuan sosial emosional dan rubrik sebanyak 23 anak telah mencapai
penilaian kemampuan sosial emosional. ketuntasan dengan kategori sedang (5
Rencana Kegiatan Mingguan (RKM), anak), tinggi (12 anak) dan sangat tinggi (6
Rencana Kegaiatan Harian (RKH), dan anak), hanya menyisakan 2 anak dengan
skenario pembelajaran dirancang dan kategori rendah sehingga persentase
disusun sesuai dengan tema yang digunakan penguasaan kemampuan sosial emosional
di PAUD Pelita Kasih Dalung. Siklus II yang belum tuntas (8%). Dibandingkan
direncanakan untuk 1 kali kegiatan proyek dengan siklus I ada 1 anak dengan kategori
menggambar yaitu membuat komik tentang rendah menjadi sedang, 3 anak dengan
binatang, masing-masing kegiatan kategori rendah
dilaksanakan berdasarkan skenario meningkat menjadi kategori tinggi, 2 anak
pembelajaran. Proses penelitian dengan kategori sedang meningkat menjadi
menggunakan metode observasi pada setiap kategori tinggi, 1 anak dengan kategori
pertemuannya untuk menilai tingkat sedang menjadi sangat tinggi, 2 anak
kemampuan sosial emosional anak. dengan kategori tinggi meningkat menjadi
Pelaksanaan tindakan siklus II dimulai kategori sangat tinggi, ada 14 anak berada
pada bulan April minggu keempat 2018. pada kategori yang sama. Berdasarkan
Siklus II dilaksanakan sesuai dengan kategori tingkat kemampuan sosial
skenario pembelajaran yang telah emosional anak dapat dilihat
disiapkan. perbandingannya dari observasi awal,
Peningkatan kemampuan sosial siklus I dan siklus II, sebagaimana pada
emosional anak dilakukan melalui gambar berikut ini.
penerapan metode proyek dalam kegiatan
menggambar. Secara rinci nilai rata-rata
kemampuan sosial emosional anak dalam
kegiatan menggambar berbasis proyek pada
siklus II. terjadi peningkatan kemampuan
sosial emosional anak. Hal ini ditunjukkan
dari semakin meningkatnya jumlah
ketuntasan kemampuan sosial emosional
anak yakni sebanyak 23 anak (92%).
Hasil pemantauan dari kegiatan siklus Gambar 4. Diagram Perbandingan
II kemampuan sosial emosional anak Kategori Tingkat Kemampuan Sosial
dibandingkan dengan siklus I mengalami Emosional Anak Pada Observasi Awal,
peningkatan yang signifikan sebagaimana Siklus 1 dan Siklus II
ditunjukkan pada gambar 3 berikut ini.
Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 2(2), 2018 | 191

PEMBAHASAN mengekspresikan diri dengan teman sebaya


Hasil pra tindakan pada observasi awal, berkembang. Hal ini sejalan pernyataan
tindakan pada siklus I dan siklus II (Widayat, 2016) bahwa perkembangan
menunjukkan peningkatan kemampuan emosi yang baik akan memungkinkan anak
sosial emosional anak. Berikut dapat anak mengenali aspek-aspek emosi dirinya
ditampilkan perbandingan dan peningkatan serta dapat mengekspresikannya secara
kemampuan sosial emosional masing- tepat terhadap orang lain maupun
masing anak pada observasi awal, siklus I lingkungan sekitarnya. Mengembangkan
dan siklus II melalui Gambar 5. penguasaan kecakapan emosional dan
kecakapan sosial penting bagi terbentuknya
relasi yang positif dengan orang lain.
Pemahaman emosi yang baik menjadi
isyarat bagi perkembangan kesadaran diri
yang positif yang akan mengarahkan anak
untuk mencapai pembentukan jati dirinya
seiring berjalannya waktu. Perbandingan
rata-rata nilai tiap indikator dapat dijelaskan
Gambar 5. Diagram Perbandingan seperti pada gambar berikut.
Persentase Kemampuan Sosial Emosional
Pada Observasi Awal, Siklus 1 dan Siklus
II

Ditinjau dari rata-rata nilai indikator


pada instrumen penelitian dari 9 indikator
sosial emosional ditemui seluruhnya
mengalami peningkatan dibandingkan
observasi awal dan siklus I. Ada 5 Indikator Gambar 6. Diagram Perbandingan Nilai
kemampuan sosial emosional anak yang Rata-Rata Tiap Indikator Kemampuan
cukup besar mengalami peningkatan pada Sosial Emosional Pada Observasi Awal,
siklus II dibandingkan dengan siklus I, Siklus 1 dan Siklus II
indikator itu adalah Mengenal perasaan
sendiri dan mengelolanya secara wajar Peningkatan kemampuan sosial
(mengendalikan diri secara wajar), emosional anak pada siklus II dapat tercapai
Mengetahui perasaan temannya dan sebagai hasil upaya meminimalisir kendala
merespon secara wajar, Berbagi dengan yang ada, dan mengoptimalkan faktor-
orang lain, Menunjukkan sikap toleran, faktor yang mendukung, secara keseluruhan
Mengekspresikan emosi yang sesuai berdasarkan hasil pemantauan dan data
dengan kondisi yang ada (senang-sedih- observasi menunjukkan adanya
antusias dan sebagainya). peningkatan kemampuan berbahasa anak
Anak mengalami peningkatan yang signifikan yaitu 92% anak telah
kemampuan ini karena didukung oleh mencapai kriteria ketuntasan dengan
kegiatan proyek menggambar, dimana anak kategori sedang, tinggi dan sangat tinggi.
mendengar banyak informasi dan Hal ini berarti bahwa penerapan kegiatan
pengalaman belajar langsung melalui menggambar berbasis proyek mampu
pengamatan, eksperimen, berkarya dan meningkatkan kemampuan sosial
presentasi. emosional anak.
Kegiatan proyek menggambar Kegiatan menggambar berbasis proyek
memungkinkan anak banyak berinteraksi merupakan alternatif pembelajaran yang
dengan teman sebaya, bekerjasama, kreatif, karena dilakukan dengan
mengerjakan lembar gambar, dan mengoptimalkan daya imajinasi dan
kesempatan mempresentasikan hasil kemampuan bekerja sama anak melalui
kerjanya, sehingga kemampuan dalam proyek menggambar yang merupakan
192 | Project-Based Drawing Activities in Improving Social-Emotional Skills of Early Childhood

pembelajaran dengan pengalaman


langsung. Melalui kegiatan ini, anak akan SIMPULAN
mengembangkan kemampuan sosial Kemampuan sosial emosional
emosional dengan cara menyenangkan dan diperlukan anak dalam berinteraksi dengan
bermakna, anak akan mampu lingkungan sekitarnya. Penelitian ini
mengkonstruksi pengetahuan dan bertujuan untuk meningkatkan kemampuan
pengalaman berinteraksi dengan alat dan sosial emosional anak melalui kegiatan
bahan serta berkomunikasi dan menggambar berbasis proyek sehingga
berkolaborasi dengan teman sebaya melalui anak memiliki pengalaman bekerja dan
pengalaman kegiatan proyek menggambar. berinteraksi dalam kelompok. Belajar
Hal ini sejalan dengan penelitian mengemukakan pendapat, bertoleransi,
(Fauziddin, 2016) yang menyatakan bahwa mengungkapkan perasaan secara tepat,
pembelajaran atau kegiatan dengan kerja menghargai perbedaan, bermufakat,
kelompok dapat melatih kerja sama anak bertanggung jawab atas perilakunya,
yang meliputi berbagai unsur seperti mengetahui haknya, serta mengenal aturan
kemampuan berinteraksi dengan teman dan tata krama. Hasil penelitian yang
kelompok, saling membantu dengan teman dilaksanakan pada anak PAUD Pelita Kasih
kelompok dan tanggung jawab dengan Dalung kelompok B semester 2 tahun
tugas kelompoknya Selain meningkatkan pelajaran 2017/2018, menunjukkan
kemampuan sosial emosional anak, kemampuan sosial emosional anak pada
kegiatan menggambar berbasis proyek observasi awal Persentase ketuntasan
dapat menjadi kegiatan alternatif yang baik dicapai oleh 17 anak (68%), siklus I
buat anak untuk mengalihkan dari bermain sebanyak 19 anak (76%), dan siklus II 23
gadget yang membuat anak pasif dan tidak anak (92%).
peduli dengan lingkungannya. Kegiatan menggambar berbasis proyek
Sebagaimana penelitian (Pebriana, 2017) mampu meningkatkan kemampuan sosial
yang menyatakan Gadget ternyata secara emosional anak Kelompok B PAUD Pelita
efektif dapat mempengaruhi pergaulan Kasih, sehingga kegiatan ini dapat dijadikan
sosial anak terhadap lingkungan sebagai alternatif dalam pengembangan
terdekatnya. Selain itu anak juga akan aspek sosial emosional pada anak usia dini.
merasa asing dengan lingkungan sekitar
karena kurangnya interaksi sosial selain itu UCAPAN TERIMA KASIH
anak juga kurang peka dan bahkan Terima kasih penulis ucapkan kepada
cenderung tidak perduli terhadap semua pihak yang telah membantu dalam
lingkungannya Berikut disajikan perencanaan dan pelaksanaan penelitian ini
perbandingan ketuntasan anak dalam sehingga penulis dapat menyelesaikannya
kemampuan sosial emosional pada dengan baik dan lancar. Ucapan terima
observasi awal, siklus I dan siklus II. kasih ini khususnya ditujukan kepada :
1. Kemenristek Dikti, selaku pemberi dana
hibah penelitian dosen pemula
Perbandingan Persentase Ketuntasan
Observasi Awal, Siklus I dan Siklus II
2. Dr.dr. Made Nyandra, SpKJ., M.Repro.,
92,00 FIAS., selaku Rektor Universitas
100,00 68,00 76,00
Dhyana Pura, yang telah memberikan
50,00 rekomendasi-rekomendasi guna
0,00 kelancaran penyusunan penelitian.
0BSERVASI SIKLUS I SIKLUS II 3. Dr. Jaya Pramono, S,Pd., M.Par, selaku
AWAL Dekan Fakultas Ekonomika dan
Gambar 7. Diagram Perbandingan Humaniora Universitas Dhyana Pura,
Ketuntasan Kemampuan Sosial Emosional yang telah banyak memberikan arahan
Anak Pada Observasi Awal, Siklus 1 dan dalam pelaksanaan penelitian ini.
Siklus II
Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 2(2), 2018 | 193

4. Dr. Ni Made Diana Erfiani, S,S., 2013 Pendidikan Anak Usia Dini.
M.Hum, selaku Ketua Lembaga Indonesia.
Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Lovitt, T. (2007) Preventing School
Universitas Dhyana Pura, yang telah Failure: Tactics For Teaching
banyak memberikan arahan dalam Adolescents. Austin: TX: Pro-Ed
pelaksanaan penelitian ini. Publisher.
5. Dra. Ni Kadek Suartini, M.Pd, selaku Madya, S. (2011) Penelitian Tindakan:
kepala PAUD Pelita Kasih Dalung yang Action Research; Teori dan Praktek.
telah memberikan ijin penulis untuk Bandung: Alfabet.
melaksanakan penelitian pada lembaga Mertler, C. A. (2011) Action Research,
yang dipimpin, serta rekan guru PAUD Mengembangkan Sekolah dan
Pelita Kasih Dalung Memberdayakan Guru. Yogyakarta:
6. Reviewer dan editor Jurnal Obsesi yang Pustaka Pelajar.
memberi kesempatan artikel ini untuk Papalia, Diane E. Sally Wendkos Old, dan
diterbitkan R. D. F. (2010) Human Development
(Psikologi Perkembangan). 9th edn.
DAFTAR PUSTAKA Jakarta: Prenada Media Group.
Pebriana, P. (2017) ‘Analisis Penggunaan
Cartledge, G., & Kiarie, M. . (2011) Gadget terhadap Kemampuan Interaksi
‘Learning Social Skills Through Sosial pada Anak Usia Dini’, urnal
Literature For Children And Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia
Adolescents. Teaching Exceptional Dini, 1(1), pp. 1–11.
Children’, 34(2), p. 40–47. Rachmawati, Y. dan E. K. (2010) Strategi
Davido, R. (2012) La Decouverte de Votre Pengembangan Kreativitas Anak Usia
Enfant Par le Dessin (Mengenal Anak Taman Kanak-Kanak. Jakarta: Kencana
Melalui Gambar. Jakarta: Penerbit Prenada Media Group.
Salemba Humanika. Soetjiningsih, C. H. (2012) Perkembangan
Fauziddin, M. (2016) ‘Peningkatan Anak, Sejak Pembuahan Sampai dengan
Kemampuan Kerja Sama melalui Kanak-Kanak Akhir. Jakarta: Prenada
Kegiatan Kerja Kelompok Pada Anak Media Group.
Kelompok A TK Kartika Salo Widayat, I. W. (2016) Psikologi
Kabupaten Kampar.’, Jurnal Obsesi : Perkembangan & Pendidikan Anak Usia
Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 2(1), Dini. Sebuah Bunga Rampai. Jakarta:
pp. 29–45. Prenada Media Group.
Geldard, K. & D. G. (2012) Konseling
Anak-Anak; Sebuah Pengantar Praktis.
3rd edn. Jakarta: PT. Indeks.
Günindi, Y. (2015) ‘Preschool Children’s
Perceptions of the Value of Affection As
Seen in Their Drawings’, International
Electronic Journal of Elementary
Education, 7(3), pp. 371–382.
Hurlock, E. B. (2012) Psikologi
Perkembangan: Suatu Pendekatan
Sepanjang Rentang Kehidupan. 5th edn.
Jakarta: Erlangga.
Kartono, K. (2007) Psikologi Anak
(Psikologi Perkembangan). Bandung:
Cv. Mandar Maju.
Kemendikbud (2014) Peraturan
Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan No. 146 Tentang Kurikulum
Volume 2 Issue 2 (2018) Pages 194-201
Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini
DOI: 10.31004/obsesi.v2i2.90

Implementation of Game-Based Thematic Science Approach in Developing


Early Childhood Cognitive Capabilities
Ni Made Ayu Suryaningsih1, Ni Luh Rimpiati2
Program Studi PG-PAUD, Fakultas Ekonomika dan Humaniora,
Universitas Dhyana Pura, Bali

Abstract
This study aims to improve the cognitive abilities of early childhood through a game-based
science thematic approach. The study was conducted on Pradnyandari III TK Kerobokan group
B (aged 5-6 years) children in semester 2 of the school year 2017/2018. This type of research
is classroom action research with a procedure consisting of four stages, namely: planning,
action taking, development (observation), and reflection. This research was conducted in two
cycles. The data collection method used is the observation method. Data on increasing
children's cognitive abilities were analyzed descriptively. The results presented in the
implementation of this study were an increase in cognitive abilities of early childhood, after
following the learning process with a game-based science thematic approach. In the initial
observation, the number of completeness was 37.5%. The increase incompleteness of children's
cognitive abilities occurred in the first cycle, to 70.83% and again increased in the second cycle
to 91.67%. So it can be concluded that the application of a thematic-based science thematic
approach can improve the cognitive abilities of early childhood

Keywords: early childhood, thematic approaches to science, games, cognitive abilities

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan kognitif anak usia dini melalui pendekatan
tematik sains berbasis permainan. Penelitian dilaksanakan pada anak TK Pradnyandari III Kerobokan
kelompok B (usia 5-6 tahun) semester 2 tahun pelajaran 2017/2018. Jenis penelitian ini adalah penelitian
tindakan kelas dengan prosedur yang terdiri dari empat tahap, yaitu: perencanaan, pengambilan
tindakan, pengembangan (observasi), dan refleksi. Penelitian ini dilaksanakan dalam dua siklus. Metode
pengumpulan data yang digunakan adalah metode observasi dan dokumentasi. Data peningkatan
kemampuan kognitif anak dianalisis secara deskriptif. Hasil yang ditemudan dalam pelaksanaan
penelitian ini yakni adanya peningkatan kemampuan kognitif anak usia dini, setelah mengikuti proses
pembelajaran dengan pendekatan tematik sains berbasis permainan. Pada observasi awal menunjukan
angka ketuntasan sebesar 37,5%. Peningkatan ketuntasan kemampuan kognitif anak terjadi pada pada
siklus I, menjadi 70,83% dan kembali meningkat di siklus II menjadi 91,67%. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa penerapan pendekatan tematik sains berbasis permainan dapat meningkatkan
kemampuan kognitif anak usia dini.
Kata Kunci: anak usia dini, pendekatan tematik sains, permainan, kemampuan kognitif

@Jurnal Obsesi Prodi PG-PAUD FIP UPTT 2017


Corresponding author :
Address : Br. Pegongan, Abiansemal, Badung, Bali ISSN 2356-1327 (Media Cetak)
Email : suryaningsih@undhirabali.ac.id ISSN 2549-8959 (Media Online)
Phone : 081805544640
Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 2(2), 2018 | 195

PENDAHULUAN keterampilan untuk memahami apa yang


Pendidikan memegang peranan yang terjadi di lingkungannya, serta keterampilan
sangat penting dalam perkembangan suatu menggunakan daya ingat dan
bangsa. Suatu bangsa dapat maju dan menyelesaikan soal-soal sederhana
semakin berkembang, ditentukan oleh (Pudjiati, S.R.R dan Masykouri, 2011)
kualitas sumber daya manusia (SDM). Hal Berdasarkan observasi awal yang
tersebut mengakibatkan dalam proses penulis lakukan pada beberapa lembaga
pembangunan, bidang pendidikan menjadi PAUD, ditemukan adanya pelaksanaan
salah satu fokus utama pemerintah. Pada pendidikan untuk anak usia dini masih
program pembangunan nasional, cenderung menggunakan metode
pengembangan di bidang pendidikan pembelajaran konvensional dengan
merupakan salah satu wahana yang sangat pendekatan Teacher center. Guru berperan
penting, karena melalui pendidikan dapat sebagai sumber belajar, dan
meningkatkan kualitas sumber daya memperlakukan siswa sebagai sebuah
manusia. kertas kosong. Hal tersebut menciptakan
Pengembangan pendidikan telah suasana belajar yang kurang menyenangkan
menjadi fokus pemerintah dimulai dari sehingga suasana terkesan monoton. Pada
pendidikan anak usia dini hingga proses pembelajaran siswa lebih banyak
pendidikan tinggi. Mekanisme ini diam dan kurang berani menyampaikan
dijalankan secara sinergis dan pendapat dan ide-idenya. Siswa cenderung
berkelanjutan. Sehingga pendidikan awal kurang aktif membangun gagasan dalam
berperan penting memberikan dasar atau benaknya. Taman kanak-kanak telah
landasan untuk pendidikan berubah secara signifikan dalam dua dekade
selanjutnya(Rasyid, 2015). terakhir: anak-anak sekarang menghabiskan
Standar Nasional Pendidikan PAUD lebih banyak waktu untuk diajar dan diuji
menyebutkan bahwa “Tingkat Pencapaian kemampuan melek huruf dan matematika
Perkembangan Anak merupakan daripada belajar melalui bermain dan
pertumbuhan dan perkembangan anak yang eksplorasi, melatih tubuh mereka, dan
dapat dicapai pada rentang usia tertentu” menggunakan imajinasi mereka. Banyak
(Nuh, 2014). Pertumbuhan anak merupakan taman kanak-kanak menggunakan
pertambahan berat dan tinggi badan yang kurikulum yang sangat preskriptif yang
mencerminkan kondisi kesehatan dan gizi diarahkan ke standar negara yang baru dan
yang mengacu pada panduan pertumbuhan terkait dengan tes standar(Miller, Edward
anak dan dipantau menggunakan instrumen and Almon, 2009).
yang dikembangkan oleh Kementerian Proses pembelajaran pada pendidikan
Kesehatan yang meliputi Kartu Menuju anak usia dini dan pendidikan dasar
Sehat (KMS), Tabel BB/TB, dan alat ukur menerapkan pendekatan tematik. Menurut
lingkar kepala. Perkembangan anak (Siskandar, 2003) bagi guru SD kelas
merupakan integrasi dari perkembangan rendah (kelas 1 dan 2) yang siswanya
aspek nilai agama dan moral, fisik-motorik, masih berperilaku dan berpikir kongkrit,
kognitif, bahasa, dan sosial-emosional, pembelajaran sebaiknya dirancang secara
serta seni(Mushlih, 2018). terpadu dengan menggunakan tema
Perkembangan kemampuan kognitif sebagai pemersatu kegiatan pembelajaran.
menjadi titik strategis untuk dikembangkan Dengan cara ini maka pembelajaran
pada anak usia dini. Hal tersebut menjadi lebih bermakna, lebih utuh dan
dikarenakan kemampuan ini memiliki kontekstual dengan dunia anak – anak.
kaitan yang erat dalam pengembangan Pembelajaran yang dilaksanakan pada
kemampuan yang lain. Kemampuan pendidikan anak usia dini yaitu
kognitif merupakan kemampuan belajar pembelajaran tematik. Sebagaimana
atau berfikir atau kecerdasan yaitu tercantum dalam lampiran I Peraturan
kemampuan untuk mempelajari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
keterampilan dan konsep baru, (Permendikbud) Nomor 146 Tahun 2014
196 | Implementation of Game-Based Thematic Science Approach
tentang kurikulum 2013 Pendidikan Anak suatu ilmu pengetahuan tentang alam
Usia dini bahwa karakteristik kurikulum sekitar yang merupakan proses yang
2013 pendidikan anak usia dini berisikan teori atau konsep yang
menggunakan pembelajaran tematik diperoleh melalui pengamatan dan
dengan pendekatan saintifik dalam penelitian. Sains sebagai suatu deretan
pemberian rangsangan konsep yang berhubungan satu sama lain
pendidikan(Apriyanti, 2017). yang didasarkan atas hasil pengamatan,
Pembelajaran tematik sebagai model percobaan-percobaan atas gejala alam dan
pembelajaran termasuk salah satu tipe/jenis isi alam semesta.
pembelajaran terpadu. Istilah pembelajaran Pada penelitian yang dilakukan oleh
tematik pada dasarnya adalah model (Pursitasari, I.P., Nuryanti, S., & Rede,
pembelajaran terpadu yang menggunakan 2015), dengan judul “Promoting of
tema untuk mengaitkan beberapa mata Thematic-based Integrated Science
pelajaran sehingga dapat memberikan Learning on the Junior High School”,
pengalaman bermakna kepada siswa menemukan bahwa penerapan tematik sains
(Trianto, 2011). Helm & Beneke (Seefeldt, dapat meningkatkan kemampuan berpikir
Carol & Wasik, 2008)& mengungkapkan kritis dan karakter siswa. Berpikir kritis
bahwa di dalam sebuah kurikulum terpadu adalah suatu aktifitas kognitif yang
banyak dari kegiatan yang diikuti anak- berkaitab dengan penggunaan nalar. Belajar
anak berhubungan dengan tema atau topik untuk berpikir kritis berarti menggunakan
khusus. proses-proses mental, seperti
Kajian sains merupakan hal yang memperhatikan, mengkategorikan, seleksi,
sangat dekat dengan dunia anak. Setiap dan menilai/memutuskan. Hasilnya
aktivitas yang dilakukan oleh anak, selalu menunjukkan kemampuan berpikir kritis
terkait dengan kajian sains, misalkan saja siswa lebih baik setelah mengikuti tematik
mengenal berbagai rasa, tekstur benda, berbasis Pembelajaran sains terpadu dengan
mengenal nama-nama hewan disekitarnya N-gain sebesar 0,52. Sepuluh karakter
dan lain sebagainya. Namun dalam proses siswa juga menunjukkan kategori baik.
pembelajaran, pengkaitan materi sains Pembelajaran sains anak usia dini
masih minim dilakukan. Pengembangan memungkinkan anak melakukan eksplorasi
pembelajaran sains pada anak, termasuk terhadap berbagai benda, baik benda hidup
bidang pengembangan lainnya memiliki maupun benda mati. Selain itu, dapat juga
peranan yang sangat penting dalam melatih anak untuk menggunakan panca
membantu perkembangan kognitif pada indranya untuk mengenal berbagai benda
anak usia dini. Kesadaran pentingnya dan peristiwa(Mustika & Nurwidaningsih,
pembekalan sains pada anak akan semakin 2018). Bedasarkan penelitian yang telah
tinggi apabila menyadari bahwa kita hidup dilakukan oleh Mustika (2018) ditemukan
pada dunia yang dinamis, berkembang dan bahwa percobaan sains pada materi
berubah secara terus menerus bahkan mencampur warna berpengaruh terhadap
makin menuju masa dewasa, semakin perkembangan kognitif anak usia dini di TK
kompleks ruang lingkupnya, dan tentunya Kartika Siwi Pusdikpal Kota Cimahi.
akan semakin memerlukan sains. Percobaan sains dapat mempengaruhi
Conant dalam (Nugraha, 2008) perkembangan kognitif anak sebesar 4,50
mendefenisikan sains sebagai suatu atau tergolong dalam kategori baik.
deretan konsep serta skema konseptual Dunia anak adalah bermain. Anak
yang berhubungan satu sama lain. Yang memahami dunia melalui proses bermain.
tumbuh sebagai hasil serangkaian Dunia anak dan permainan merupakan hal
percobaan dan pengamatan serta dapat yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain.
diamati dan di uji coba coba lebih lanjut. Sehingga dapat dipahami bahwa permainan
Sains berhubungan erat dengan kegiatan merupakan rangsangan yang tepat bagi
penelusuran gejala dan fakta-fakta alam anak-anak. Pada proses permainan
yang ada di sekitar anak. Sains sebagai memungkinkan anak-anak
Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 2(2), 2018 | 197

mengembangkan kompetensi dan kemampuan kognitif anak yang meliputi


ketrampilann yang diperlukannya dengan belajar dan pemecahan masalah, berpikur
cara yang menyenangkan. Bermain adalah logis serta berpikir simbolik, sesuai dengan
salah satu cara untuk melatih anak yang diatur dalam Permendiknas nomor
konsentrasi karena anak mencapai 137 tahun 2014.
kemampuan maksimal ketika terfokus pada Metode pengumpulan data yang
kegiatan bermain dan bereksplorasi dengan digunakan dalam penelitian ini yakni
mainan. Menurut (Christianti, 2007) melalui observasi dan dokumentasi. Proses
dinyatakan bahwa bermain juga dapat pengumpulan data melalui teknik observasi
membentuk belajar yang efektif karena dan dokumentasi ini menggunakan panduan
dapat memberikan rasa senang sehingga rubrik untuk merekam data mengenai
dapat menimbulkan motivasi instrinsik kemampuan kognitif yang ditunjukan anak
anak untuk belajar. Motivasi instrinsik dalam proses pembelajaran dengan
tersebut terlihat dari emosi positif anak menerapkan pendekatan tematik sains
yang ditunjukkan melalui rasa ingin tahu berbasis permainan. Penyusunan format
yang besar terhadap kegiatan pembelajaran. observasi dilakukan berdasarkan definisi
Anak usia dini memiliki karakteristik operasional variabel dan indikator yang
yang berbeda dengan orang dewasa. digunakan. Kisi-kisi instrumen pengamatan
Sehingga dalam proses pembelajaran, kemampuan kognitif anak usia 5-6 seperti
pendekatan yang diberikan kepada anak- yang tercantum dalam Permendikbud 137
anak akan berbeda dengan yang diberikan Tahun 2014, dapat diamati pada tabel 1
pada orang dewasa. Pendekatan tematik berikut ini.
sains dikembangkan berdasarkan Tabel 1 Kisi-kisi Instrumen Kemampuan
kebutuhan anak untuk memahami dunianya Kognitif Anak
secara holistik. Pendekatan ini No Dimensi Indikator
kemampuan memecahkan masalah
diaplikasikan pula dengan hal yang dekat sederhana dalam kehidupan sehari-
dengan dunia anak yakni bermain. hari dengan cara fleksibel dan
Sehingga, dengan menggunakan diterima sosial
menerapkan pengetahuan atau
pendekatan tersebut diharapkan anak dapat pengalaman dalam konteks yang
memahami dunianya secara menyeluruh baru
serta dapat meningkatkan kemampuan berfikir logis mengenai berbagai
kognitif anak usia dini. perbedaan
kemampuan mengenal
klasifikasi
METODE PENELITIAN pola
Penelitian ini dirancang sebagai berinisiatif
berencana
Penelitian Tindakan Kelas (classroom mengenal sebab-akibat
action research), sesuai yang dikemukakan menyebutkan
oleh Mills dalam (Mertler, 2011). Penelitian menggunakan konsep bilangan
tindakan kelas ini dirancang dalam dua mengenal huruf
merepresentasikan berbagai benda
siklus. Setiap siklus terdiri dari empat dan imajinasinya dalam bentuk
tahapan yaitu perencanaan tindakan, gambar
pelaksanaan tindakan, observsi/evaluasi, (dikembangangkan berdasarkan Permendikbud
dan refleksi. no 137 tahun 2014(Nuh, 2014)
Subjek penelitian tindakan kelas ini Data peningkatan kemampuan
adalah siswa Taman Kanak-kanak di TK kognitif anak dianalisis secara deskriptif,
Pradnyandari III Kerobokan, yang yaitu dengan makukan observasi terhadap
berjumlah 24 orang anak. Objek penelitian aktifitas yang dilakukan oleh anak dengan
tindakan kelas yang dilakukan terhadap bantuan instrument penilaian kemampuan
subjek penelitian adalah (1) Penerapan kognitif. Aktivitas-aktivitas yang muncul
pendekatan tematik sains berbasis selama proses pembelajaran sehubungan
permaianan dalam proses pembelajaran dengan implementasi tindakan dapat
anak usia dini, dan (2) Peningkatan dihtung dengan pedoman observasi yang
198 | Implementation of Game-Based Thematic Science Approach
dilaksanakan. Tingkat kemampuan kognitif Observasi Awal Siklus I Siklus II
Sub % % %
anak ditentukan dengan membandingkan yek Pengu-
Ketun-
Pengu-
Ketun-
Pengu-
Ketunt
tasan tasan asan
persentase penguasaan kreativitas ke dalam asaan asaan asaan
W 70,83 Tuntas 81,25 Tuntas 83,33 Tuntas
konversi Penilaian Acuan Patokan (PAP) X 70,83 Tuntas 77,08 Tuntas 81,25 Tuntas
skala lima (Agung, 2014), 2014), dengan
kriteria sangat rendah, rendah, sedang, Berdasarkan tabel tersebut dapat
tinggi, dan sangat tinggi. Indikator diketahui bahwa kemampuan kognitif anak
keberhasilan dalam penelitian ini apabila pada tahap observasi awal masih rendah.
minimal 80% dari jumlah anak memenuhi Persentase ketuntasan hanya dicapai oleh 9
kategori minimal sedang. anak (37,5%), dengan katagori sedang (8
anak) dan tinggi (1 anak). Sebanyak 15 anak
HASIL DAN PEMBAHASAN (62,5%) belum mencapai batas ketuntasan
Hasil yang diperoleh dalam penelitian dan masih berada pada katagori rendah (10
ini meliputi peningkatan kemampuan anak) dan sangat rendah (5 anak). Untuk itu
kognitif anak usia dini dari observasi awal perlu diberikan suatu tindak lanjut sebagai
hingga pada saat anak telah belajar melalui upaya peningkatan kemampuan kognitif
Pendekatan tematik sains berbasis anak. Upaya yang diberikan untuk
permainan (siklus I dan siklus II). Berikut, meningkatkan kemampuan kognitif anak
pada tabel 2, dapat diperhatikan yakni melalui penerapan pendekatan
berbandingan kemampuan kognitif anak tematik sains berbasis permainan.
dari observasi awal, siklus I, dan siklus II. Tingkat ketuntasan kemampuan
kognitif anak mulai mengalami peningkatan
Tabel 2 Data Tingkat Kemampuan Kognitif pada siklus I. Ketuntasan dicapai oleh 16
Anak pada Observasi Awal anak (66,67%), dengan katagori sedang (11
Observasi Awal Siklus I Siklus II
Sub % % %
anak), tinggi (4 anak) dan sangat tinggi (1
Ketun- Ketun- Ketunt
yek Pengu-
tasan
Pengu-
tasan
Pengu-
asan
anak). Pada akhir siklus I ini hanya
asaan asaan asaan
A 70,83 Tuntas 83,33 Tuntas 91,67 Tuntas
menyisakan 8 anak (33,33%) yang belum
B 45,83
Belum
54,17
Belum
77,08 Tuntas
mencapai batas ketuntasan dengan katagori
Tuntas Tuntas
Belum Belum
rendah.
C 62,50 66,67 70,83 Tuntas Peningkatan kemampuan kognitif
Tuntas Tuntas
Belum kembali mengalami peningkatan pada
D 58,33 66,67 Tuntas 68,75 Tuntas
Tuntas
Belum siklus II. Ketuntasan dicapai oleh 22 anak
E 58,33 81,25 Tuntas 87,50 Tuntas
Tuntas (91,67%), dengan katagori sedang (12
F 66,67 Tuntas 70,83 Tuntas 81,25 Tuntas
G 70,83 Tuntas 81,25 Tuntas 83,33 Tuntas anak), tinggi (7 anak) dan sangat tinggi (3
H 58,33
Belum
64,58
Belum
70,83 Tuntas anak). Hingga akhir siklus II ini, hanya
Tuntas Tuntas
Belum Belum Belum menyisakan 2 anak (8,33%) yang belum
I 54,17 64,58 64,58
Tuntas Tuntas Tuntas mencapai batas ketuntasan dengan katagori
Belum Belum
J 58,33
Tuntas
60,42
Tuntas
72,92 Tuntas rendah.
Belum 100,00
K 58,33 68,75 Tuntas 68,75 Tuntas
Tuntas 90,00
Belum Belum 91,67
L 58,33
Tuntas
64,58
Tuntas
70,83 Tuntas 80,00
M 70,83 Tuntas 75,00 Tuntas 83,33 Tuntas 70,00
Belum 60,00 66,67
N 58,33
Tuntas
66,67 Tuntas 95,83 Tuntas 50,00 62,50
Belum 40,00
O 62,50 68,75 Tuntas 68,75 Tuntas
Tuntas 30,00 37,50
Belum 20,00 33,33
P 54,17 72,92 Tuntas 72,92 Tuntas
Tuntas 10,00 8,33
Belum Belum Belum
Q 54,17 62,50 62,50 0,00
Tuntas Tuntas Tuntas
Belum Observasi Siklus I Siklus II
R 58,33 68,75 Tuntas 70,83 Tuntas Awal
Tuntas
S 75,00 Tuntas 77,08 Tuntas 77,08 Tuntas
T 66,67 Tuntas 70,83 Tuntas 81,25 Tuntas Belum Tuntas Tuntas
U 83,33 Tuntas 91,67 Tuntas 97,92 Tuntas
Belum Belum
V 54,17 60,42 70,83 Tuntas
Tuntas Tuntas
Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 2(2), 2018 | 199

Gambar 1 Diagram perbandingan ketuntasan


kemampuan kognitif anak pada observasi awal,
siklus I dan siklus II
Pada gambar 1 tersebut dapat diamati
dengan jelas perbandingan ketuntasan
kemampuan kognitif anak usia dini pada
saat observasi awal, hingga siklus II.
Tingkat ketuntasan mengalami peningkatan
hingga akhir siklus II. Sehingga dapat
dikatakan bahwa Penerapan pendekatan
tematik sains berbasis permainan mampu
meningkatkan kemampuan kognitif anak.
Berdasarkan hasil pada siklus I, secara
umum terjadi peningkatan kemampuan
kognitif setiap anak, namun masih ada anak
yang memperoleh katagori rendah.
Sehingga untuk meningkatkan kemampuan
kognitif anak, penerapan pendekatan
tematik sains berbasis permainan kembali
dilanjutkan pada siklus II. Pada siklus ke II
dilakukan perbaikan terhadap kelemahan
yang terjadi di siklus I, yakni dengan
memvariasikan media, dan sumber belajar.
Tema-tema atau topik-topik untuk
pelajaran dipilih untuk menopang minat dan
Gambar 2. Proses Pembelajaran Pada Siklus I.
pengetahuan yang ada dari anak-anak dan
juga untuk memperluas pengetahuan
mereka dalam bidang-bidang baru.
Pemilihan aktual tentang tema atau topik
berasal dari berbagai sumber. Pemilihan
topik dapat dipilih berdasarkan minat anak
karena dapat dapat dihubungkan secara
langsung dengan peristiwa-peristiwa
disekitarnya.(Seefeldt, Carol & Wasik,
2008).
Sebelum memutuskan tema, hal yang
harus diperhatikan yakni ; 1) memeriksa
tujuan-tujuan dan sasaran-sasaran sistem, 2)
merujuk ke standar-standar belajar dalam
bidang-bidang isi yang spesifik, 3)
mengamati anak-anak, 4) mengamati
lingkungan, 5) memnuat pertimbangan
tentang berapa pantasnya usia topik, dan 6)
menetapkan kaitan budaya dari topik
(Seefeldt, Carol & Wasik, 2008).
Berikut pada gambar 2 dan 3
ditunjukan proses pembelajaran dengan
penerapan pendekatan tematik sains
berbasis permainan pada siklus I, dan siklus
II.

Gambar 3. Proses Pembelajaran Pada Siklus II.


200 | Implementation of Game-Based Thematic Science Approach
Pada pelaksanaan proses pembelajaran Sebuah pernyataan “The playful
siklus ke II, kembali terjadi peningkatan kindergarten relies on child-initiated
kemampuan kognitif anak. Temuan tersebut playwith the active presence of a teacher,
didukung pula oleh kajian teoritis yang combined with intentionalteaching through
menyebutkan bahwa “Tema sains sangat playful learning, the arts, andother hands-
tepat digunakan sebagai pendekatan on experiences” (Miller, Edward and
pembelajaran anak usia dini”. Hal tersebut Almon, 2009). yang memiliki makna bahwa
didasari oleh pernyataan (Morrison, 2012) Taman bermain yang menyenangkan
yang mengungkapkan bahwa sains penting bergantung pada permainan anak-anak
diajarkan di Taman Kanak-Kanak karena: dengan kehadiran aktif seorang guru,
1) Sains merupakan sarana ideal untuk dikombinasikan dengan pembelajaran
mengembangkan pikiran anak-anak guna intens menyenangkan, seni, dan
bertanya tentang dunia alam, 2) pengalaman langsung lainnya.
Menerapkan National Science Education Berdasarkan kajian teoritis dan hasil
Standards dapat membantu anak masuk ke temuan secara empiris tersebut, maka dapat
masyarakat yang melek sains, 3) Ketika dipahami bawa penerapan pendekatan
anak-anak mengeksplorasi sains, mereka tematik sains berbasis permainan dapat
memeroleh bahasa lisan dan tertulis (untuk meningkatkan kemampuan kognitif anak
ekspresi sains-dan belajar membaca di usia dini.
konteks yang baru), 4) Sains mengajari
anak-anak mengapresiasi keragaman SIMPULAN
kehidupan dan saling keterkaitannya, 5) Simpulan yang dapat ditarik dari
Ketika anak-anak belajar tentang alam, penelitian ini adalah penerapan pendekatan
mereka menghormati dan peduli akan tematik sains berbasis permainan dapat
planet kita beserta sumber daya alamnya, 6) meningkatkan kemampuan kognitif anak
Belajar metode ilmiah mengajarkan anak- usia dini.Pada pengukuran kemampuan
anak agar memandang diri sendiri sebagai kognitif anak pada observasi awal
ilmuwan, 7) Pelajaran di bidang sains yang menunjukan ketuntasan sebesar 37,5%.
menarik untuk mendorong rasa cinta Setelah pelaksanaan pembelajaran dengan
terhadap mata pelajaran itu. menggunakan pendekatan tematik sains
berbasis permainan terjadi peningkatan
Pembelajaran yang dikemas dengan ketuntasan kemampuan kognitif anak pada
sesuatu yang dekat dengan dunia anak, siklus I menjadi 70,83% dan kembali
yakni bermain, menjadikan proses meningkat di siklus II menjadi 91,67%.
pembelajaran berlangsung secara efektif
dan menyenangkan serta mampu UCAPAN TERIMA KASIH
memberikan hasil yang optimal. NAEYC Terimakasih kami ucapkan kepada
(National Association for The Education of pihak-pihak yang berperan dalam
Young Children, 1997), menyebutkan pelaksanaan penelitian ini. Terutama
bahwa bermain merupakan alat utama kepada Ristekdikti yang telah mewadahi
belajar anak. “When children make dan memberikan kesempatanuntuk
knowledge their own in these ways, their melaksanakan penelitian. Segenap
understanding is deeper and they can better pimpinan dan civitas akademika
transfer and apply their learning in new Universitas Dhyana Pura. Lembaga
contexts” (NAEYC, 2009). Demikian juga Penelitian dan Pengabdian Kepada
pemerintah Indonesia telah mencanangkan Masyarakat Universitas Dhyana Pura. Serta
prinsip, “Bermain sambil belajar atau pihak TK Pradnyandari III Kerobokan.
belajar seraya bermain”. Bermain yang
sesuai dengan tujuan di atas adalah bermain DAFTAR PUSTAKA
yang memiliki ciri-ciri seperti : Agung, A. (2014). Metode Penelitian
menimbulkan kesenangan, spontanitas, Pendidikan. Malang: Aditya Media
motivasi dari anak sendiri, dan aturan Publishing.
ditentukan oleh anak sendiri.
Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 2(2), 2018 | 201

Apriyanti, H. (2017). Pemahaman Guru Junior High School. Journal of


Pendidikan Anak Usia Dini Terhadap Education and Practice., 6(20).
Perencanaan Pembelajaran Tematik. Rasyid, H. (2015). Membangun Generasi
JURNAL OBSESI Journal of Early Melalui Pendidikan Sebagai Investasi
Childhood Education, 1(2), 111–117. Masa Depan. Jurnal Pendidikan
Christianti, M. (2007). Anak dan Bermain. Anak, 4(1).
Jurnal Club Prodi PGTK UNY, 1, 3–4. Seefeldt, Carol & Wasik, B. . (2008).
Mertler, C. A. (2011). Action Research, Pendidikan Anak Usia Dini;
Mengembangkan Sekolah dan Menyiapkan Anak Usia Tiga, Empat,
Memberdayakan Guru. Yogyakarta: dan Lima Tahun Masuk Sekolah.
Pustaka Pelajar. Jakarta: PT. Indeks.
Miller, Edward and Almon, J. (2009). Siskandar. (2003). Kegiatan Belajar
Crisis in the Kindergarten Why Mengajar yang Efektif. Jakarta:
Children Need to Play in School. Depdiknas.
United States of America: Alliance Trianto. (2011). Desain Pengembangan
for Childhood. Retrieved from Pembelajaran Tematik Bagi Anak
https://files.eric.ed.gov/fulltext/ED50 Usia Dini TK/RA &Anak Usia Kelas
4839.pdf Awal SD/MI. Jakarta: Kencana
Morrison, G. S. (2012). Dasar-Dasar Prenada Media Group.
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD).
Jakarta: PT. Indeks.
Mushlih, A. (2018). Analisis Kebijakan
PAUD: Mengungkap isu-isu menarik
seputar AUD. Jawa Tengah: Penerbit
Mangku Bumi.
Mustika, Y., & Nurwidaningsih, L. (2018).
Pengaruh Percobaan Sains Anak Usia
Dini terhadap Perkembangan Kognitif
Anak di TK Kartika Siwi Pusdikpal
Kota Cimahi. JURNAL OBSESI
Journal of Early Childhood
Education, 2(1), 94–101.
NAEYC. Developmentally Appropriate
Practice in Early Childhood Programs
Serving Children from Birth through
Age (2009). Retrieved from
https://www.naeyc.org/sites/default/fil
es/globallyshared/downloads/PDFs/re
sources/position-
statements/PSDAP.pdf
Nugraha, A. (2008). Pengembangan
Pembelajaran Sains Pada Anak Usia
Dini. Bandung: JILSI Foundation.
Nuh, M. Peraturan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia No
137 (2014).
Pudjiati, S.R.R dan Masykouri, A. (2011).
Mengasah Kecerdasan di Usia 0-2
Tahun. Jakarta: Dirjen PAUDNI.
Pursitasari, I.P., Nuryanti, S., & Rede, A.
(2015). Promoting of Thematic-based
Integrated Science Learning on the
Volume 2 Issue 2 (2018) Pages 202-210
Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini
DOI: 10.31004/obsesi.v2i2.72

Al-Quran Literacy for Early Childhood with Storytelling Techniques


Dewi Mulyani1, Imam Pamungkas2, Dinar Nur Inten3
Fakultas Tarbiyah dan Keguruan - Universitas Islam Bandung (UNISBA)

Abstract
Muslim children are part of the Muslims. They are the successors and propagators of the da'wah
of the Muslims. It is an obligation for parents and teachers to provide them with the ability to
read, write and understand the Qur'an as a guide for the lives of Muslims. With the literacy of
Al-Quran from an early age, it is expected the generations of Muslims to understand and literate
the guidelines of his life. However, children are different from adults. Early childhood teachers
should choose the right techniques for early childhood. Children love the sound playing, fun,
and freedom from stress. In this case, is offered one of the techniques favored by early
childhood, that is storytelling techniques. This research method descriptive analytic with a
qualitative approach. So that's this method can produce a clearer picture of Al-Quran literacy
strategies for early childhood. In operational research, researchers conduct interviews,
observation literature studies. The results showed that 75% of children in group A enjoyed
Quranic literacy with storytelling techniques and in group B children 41,6% liked it too. Thus
Al-Quran literacy through storytelling techniques is a fun and meaningful activity.

Keywords: literacy of al-quran, early childhood, storytelling technique

Abstrak
Anak-anak muslim merupakan bagian dari kaum muslimin. Mereka adalah penerus dan
penyambung dakwah kaum muslimin. Sudah menjadi kewajiban bagi orangtua dan guru untuk
membekalinya dengan kemampuan membaca, menulis dan memahami Al-Quran sebagai
pedoman hidup kaum muslimin. Dengan literasi Al-Quran sejak dini, diharapkan generasi
muslimin memahami dan melek pedoman hidupnya. Namun demikian, anak-anak berbeda
dengan orang dewasa. Guru anak usia dini harus memilih teknik yang tepat bagi anak usia dini.
Anak-anak menyukai suasanya bermain, menyenangkan, dan terbebas dari tekanan. Dalam hal
ini ditawarkan salah satu teknik yang disukai oleh anak usia dini, yaitu teknik bercerita. Metode
penelitian ini deskriptif analitik dengan pendekatan kualitatif. Sehingga dengan metode ini
dapat menghasilkan gambaran yang lebih jelas mengenai strategi literasi Al-Quran untuk anak
usia dini. Dalam operasional penelitian, peneliti melakukan wawancara, pengamatan dan studi
pustaka. Hasil penelitian menunjukkan 75% anak kelompok A menyenangi dan dapat
mengikuti pembelajaran literasi Al-Quran dengan teknik bercerita dan pada anak kelompok B
41,6%. Dengan demikian literasi Al-Quran melalui teknik bercerita menjadi kegiatan yang
menyenangkan dan bermakna.

Kata Kunci: literasi al-quran, anak usia dini, dan teknik bercerita

@Jurnal Obsesi Prodi PG-PAUD FIP UPTT 2017


Corresponding author :
Address : Bandung Jawa Barat ISSN 2356-1327 (Media Cetak)
Email : dewiemulyani@gmail.com ISSN 2549-8959 (Media Online)
Phone : 0815 7353 1675
Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 2(2), 2018 | 203
PENDAHULUAN Jika ditelusuri, kondisi kemampuan
Bagi umat Islam, al-Quran membaca Al-Quran umat Islam tersebut
merupakan salah satu sumber utama (al- salah satu penyebabnya adalah kesan
marja’ al-awwal) dalam mengemban tugas pertama yang tidak menyenangkan ketika
kekhalifahannya, itulah pernyataan belajar membaca dan menulis Al-Quran
Anwar(Anwar, 2014) untuk menujukkan dalam hal ini penulis sebagai literasi Al-
betapa pentingnya Al-Quran sebagai Quran. Hal ini terlihat dari proses belajar
pedoman hidup kaum muslimin. Dengan yang tidak bermakna bagi anak, anak tidak
menjadikan Al-Quran sebagai rujukan merasa senang ketika belajar karena teknik-
utama dalam menjalankan kehidupan teknik yang digunakan guru dalam
sebagai pemimpin di muka bumi, Allah mengenalkan Al-Quran (literasi Al-Quran)
menegaskan bahwa hanya dengan tidak cocok untuk anak dan tidak sesuai
berpegang teguh kepada Al-Quran sukses di dengan perkembangan anak. Guru di
dunia dan akhirat dapat diraih. Namun lembaga-lembaga PAUD masih
demikian masih banyak umat Islam yang menggunakan teknik konvensional,
jangankan untuk memehami dan menuntut anak duduk diam mendengarkan
menjadikannya sebagai pedoman, dan menuliskan. Padahal bagi anak duduk
membacanya pun masih belum bisa dan diam menulis dengan alat tulis yang masih
belum lancar. asing digenggamannya merupakan hal yang
Sebagaimana dilansir dalam Pikiran sulit. Terlebih yang mereka pelajari adalah
Rakyat 2017, dari sekitar 225 juta muslim, membaca dan menulis Al-Quran. Dengan
sebanyak 54% diantaranya termasuk demikian, bagi anak usia dini, belajar
kategori buta huruf Al-Quran, jadi baru menulis dan membaca Al-Quran menjadi
46% muslim yang melek AL-Quran dan hal yang membosankan dan jauh dari kata
mampu membaca Al-Quran. Jika membahagiakan.
dimasukkan pada indikator memahami Al- Sesungguhnya, masa usia dini adalah
Quran tentu akan lebih kecil lagi.Hal ini masa yang sedang subur untuk menanam
sungguh memprihatinkan. Padahal, umat benih-benih sikap, nilai, dan minat. Masa
Islam masih mayotitas di Indonesia. ini menjadi awal pembelajaran dan
Diungkap Republika (25 Juni 2018), meski penggalian potensi untuk anak. Masa pra
merupakan negara mayoritas Muslim sekolah (usia Taman Kanak-Kanak)
terbesar di dunia, namun hanya sekitar 0,5 merupakan masa yang paling subur untuk
persen umat Islam di Indonesia yang menanamkan rasa agama kepada anak,
mampu membaca Al-Quran dengan baik. umur penumbuhan kebiasaan-kebiasaan
Berdasarkan riset IIQ (Institut Ilmu Al- yang sesuai denganajaran agama, melalui
Quran), tingkat buta huruf Al-Quran di pendidikan dan perlakukan dari orangtua
Indonesia masih terbilang cukup tinggi, dan guru (Yusuf, 2004). Masih menurut
tercatata 65 % masyarakat Indonesia buta Yusuf, sejak usia dini anak sudah dapat
huruf Al-Quran sebagai mana dilansir diajarkan rukun iman, rukun Islam, bacaan
Republika (17 Januari 2018). dan pengertian dua kalimah syahadat,
Gambaran kondisi tersebut sungguh bacaan dan gerakan shalat, doa-doa,
hal yang memprihatinkan bagi kalangan membaca dan menulis Al-Quran dan
umat Islam. Betapa tidak dari jumlah riwayat para Nabi.
mayoritas pemeluk agama Islam di Pada dasarnya, pembelajaranawal
Indonesia, kemampuan umat Islam dalam literasi Al-Quran pada anak harus
membaca Al-Quran masih sangat rendah. memperhatikan prinsip-prinsip pebelajaran
Padahal Al-Quran sebagai pedoman hidup untuk anak usia dini, di antaranya adalah (1)
bagi kaum muslimin. Oleh karena itu memperhatikan tingkat perkembangan,
gerakan pemberantasan buta huruf Al- kebutuhan, minat, dan karakteristik anak.
Quran perlu digalakan. Rutinitas membaca, (2) Mengintegrasikan kesehatan, gizi,
menulis dan mengkaji kandungan Al-Quran pendidikan, pengasuhan, dan perlindungan.
seharusnya ditanamkan sejak usia dini. (3) Pembelajaran dilaksanakan melalui
204| Al-Quran Literacy for Early Childhood with Storytelling Techniques

bermain. (4) Kegiatan pembelajaran teori pengajaran Al-Quran untuk anak, teori
dilakukan secara bertahap, perkembangan anak dan teknik yang sesuai
berkesinambungan, dan bersifat di gunakan untuk pengajaran literasi Al-
pembiasaan, (5) Proses pembelajaran Quran bagi anak usia dini.
bersifat aktif, kreatif, interaktif, efektif, dan Literasi adalah kemampuan untuk
menyenangkan. (6) Proses pembelajaran membaca dan menulis teks serta
berpusat pada anak. (Departemen kemampuan untuk memaknai (UNESCO,
Pendidikan Nasional, 2009). Hal –hal 2005: 148). Secara sederhana pengertian
tersebut penting diperhatikan agar anak- literasi disampaikan Barrat (2000: 2),
anak menyukai kegiatan membaca dan Literacy is how the children learn to read
menulis awal Al-Quran. Semua harus and write. Pengertian lain disampaikan
dilakukan dengan berdasar pada program (Aminudin, 2005), literasi adalah
tahap-demi tahap sesuai dengan kemampuan untuk mengidentifikasi,
perkembangan anak. Seperti pengenalan mengerti, mengartikan, menciptakan,
bentuk huruf hijaiyah dan pengucapan mengkomunikasikan, dan menghitung
huruf hijaiyah. menggunakan materi cetak dan tertulis
Dengan ini, penting bagi orangtua dan sehubungan dengan berbagai konteks yang
guru untuk menggiatkan literasi Al-Quran berbeda-beda. Berbeda dengan Neneng
padaanak-anakdengan teknik yang ramah (2017: 22), literasi tidak hanya terpaku pada
dan sidukai anak-anak usia dini.Dalam membaca dan menulis saja. Namun,
tulisan ini penulis mengkaji penggunaan kemampuan seorang anak untuk
teknik bercerita untuk pengenalan literasi mengidentifikasi, memahami, mengkritisi,
Al-Quran pada anak usia dini. Bercerita dan menciptakan akan terangsang apabila
merupakan salah satu teknik dianggap salah memiliki gairah membaca dan menulis
satu teknik yang disukai anak, selain yang tinggi. Oleh sebab itu, membaca dan
bermain dan bernyanyi. Tandayu (Tandayu, menulis dapat dikatakan kemampuan dasar
2001) menyatakan bahwa secra umum yang harus dimiliki untuk membangun
terkait ftrahnya, anak-anak menyukai kemampun literasi yang utuh.
kegiatan bernuansa B-C-M, yaitu bermain, Al-Quran merupakan pedomam
bercerita dan bernyanyi. Untuk itu, segala pokok umat Islam. Menjadi keniscayaan
unsur pendidikan yang tepat diberikan untuk umat Islam memahami Al-Quran.
kepada anak-anak adalah bertolak dari Sebelum memahami Al-Quran, seorang
sudut pandang dunia mereka. muslim harus dapat membacanya. Untuk
Cerita memiliki daya tarik tersendiri, itulah gerbang pemahaman terhadapa
sebagaimana masih dari Tandayu(Tandayu, agama Islam adalah memahami dan mampu
2001) bahwa dunia anak-anak adalah dunia membaca juga menulis kita suci Al-Quran.
yang kaya dengan fantasi. Pada umumnya, Tahalib (1995: 103) menyatakan bahwa
anak-anak akan penuh minat mendengarkan setiap orang dapat dikatakan benar dalam
sesuatu yang mengarah kepada eksploitasi menjalankan kewajiban agama Islam jika ia
imajinasi dan daya fantasinya, seperti dapat membaca dan memahami Al-Quran
cerita-cerita yang disampaikan dengan gaya dalam bahasa aslinya, bukan lewat
visualisasi yang hidup dan eksptesif. Semua traskripsi atau terjemahan. Thalib (Thalib,
itu memang bealasan karena sifat dasar 1995) juga menambahakan bahwa anak-
anak memiliki rasa ingin tahu yang tinggi anak kita sebagai bagian dari umat Islam
terutama pada hal-hal yang baru, aneh, dan sudah dengan sendirinya wajib kita ajari
rahasia dan fantasi. membaca Al-Quran, minimal mengenal
Dari pemaparan tersebut, maka huruf dan cara membacanya. Karena sejak
peneliti akan meneliti lebih mendalam umur tujuh tahun kita wajib menyuruh
mengenai kegiatan literasi Al-Quran pada anak-anak untuk shalat . Sedangkan doa dan
anak usia dini di RA Al-Muqoddasah bacaan shalat ada dalam Al-Quran dan
Jagabaya Banjaran Kabupaten Bandung hadis. Oleh sebab itu, logislah setiap
sehingga dapat terlihat benang merah antara orangtua muslim mengajarkan membaca
Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 2(2), 2018 | 205
dan menulis Al-Quran guna memenuhi dengan anaknya dan lebih tahu tingkat
kewajiban beribadah kepada Allah, seperti kemampuan dan perkembangan anak-
shalat. anaknya. Dalam hal ini makan orangtua
Literasi dini disebut juga dengan dituntut lebih dahulu tahu membaca dan
literasi emergen (Musthafa, 2008:2). Teale memahami Al-Quran sebelum anak-
& Sulbzy (1998) menyatakan bahwa literasi anaknya. Kedua, menyerahkan kepada guru
emergen secara umum digunakan untuk mengaji Al-Quran atau memasukkan anak-
merujuk pada proses menjadi terliterasi atau anak di sekolah yang mengajarkan baca-
melek huruf (Astuti, 2012). Maka dalam tulis Al-Quran. Ketiga, dengan alat yang
literasi Al-Quran untuk anak usia dini lebih canggih, dapat mengajarkan Al-Quran
bentuknya adalah menumbuhkan dan lewat video, kaset, jika orangtua mampu
mengenalkan anak kepada Al-Quran baik menyediakan peralatan semacam itu
dari aspek membaca maupun menulis. (Thalib, 1995). Dalam hal ini orangtua dan
Anak usia dini menurut UU Sisdiknas guru dapat bekerjasama menyediakan
No. 20 Tahun 2003 adalah kelompok media dan teknik yang sesuai dan disukai
manusia yang berusia 0 sampai dengan 6 oleh anak. Sholehudin (Sholehudin,
tahun. Papalia, Olds, dan Feldman (Papalia 1997)menegaskan bahwa bermain,
& Olds, 2002)menyatakan bahwa anak usia bercerita, dan bernyanyi untuk sebagian
dini berada pada rentang usia 0–8 tahun. orang menganggapnya hanyabersenang-
Pada masa ini proses pertumbuhan dan senang dan menghabiskan waktu, padahal
perkembangan dalam berbagai aspek sebenarnya bias berkontribusi banyak
sedang mengalami masa yang cepat dalam terhadap proses belajar dan perkembangan
rentang perkembangan hidup manusia. anak usia dini. Pembelajaran membaca dan
Sulaiman (Sulaiman, 2000) menulis Al-Quran dengan cara
menyatakan bahwa masa sebelum sekolah membosankan dan bersifat tentu tidak
(usia antara 3 sampai 6 tahun) merupakan sesuai untuk anak usia dini, salah satu cara
fase yang sangat penting dan serius. Banyak memperkenalkan anak pada kegiatan
pendidik yang tidak menyadarinya. Fase ini membaca dan menulis Al-Quran yang
merupakan fase dasar yang menyenangkan adalah dengan bercerita
menjanjikankeberhasilan mendidik dengan atau berdongeng.
baik. Seumpama sebatang pohon, jika Teknik bercerita menjadi salah satu
akarnya kuat maka dengan mudah teknik yang ditawarkan untuk pengenalan
pucuknya menjulang ke langit. Pernyataan literasi Al-Quran kepada anak usia dini.
Abu Amr Ahmad Sulaiman tersebut Mengapa melalui teknik bercerita?
merupakan perumpamaan terhadap Jawabannya, siapa yang tidak suka
gambaran tumbuh kembang sebuah pohon mendengarkan cerita? Tua muda tentu
yang dapat pula dianalogikan terhadap menyukainya. Saat di mana anak
tumbuh kembang anak manusia. Masa usia mengembangkan imajinasi dan memperluas
dini disebut sebagai masa kritis karena masa minatnya adalah ketika ia mendengarkan
itu masa penting untuk peletakan dasar- cerita (Bunanta, 2008). Cerita merupakan
dasar kepribadian, moral, nilai, emosi, suatu aktivitas yang memiliki nilai banyak
sosial, fisik-motorik dan aspek-aspek bagi proses belajar dan pembelajaran anak.
perkembangan lainnya. Masa ini tidak akan Musfiroh(Musfiroh, 2005) mengatakan
bisa terulang dan akan menentukan masa- bercerita adalah salah satu cara
masa selanjutnya. Berbicara anak usia dini menyampaikan informasi dalam proses
adalah berbicara konteks sekarang yang pembelajaran pendidikan, khususnya bagi
akan sangat mempengaruhi periode anak-anak usia 4-6 tahun di TK. Kegiatan
perkembangan manusia selanjutnya. bercerita dapat menciptakan suasana
Bagaimana orangtua mengajarkan Al- menyengangkan, merangsang proses
Quran kepada anak-anaknya? Pertama, kognisi, mengembangkan kesiapan dasar
mengajarkannya sendiri. Ini menjadi cara Bahasa dan literacy serta dapat berfungsi
yang terbaik, karena orangtua lebih akrab
206| Al-Quran Literacy for Early Childhood with Storytelling Techniques

membangun hubungan yang akrab merangsang minat baca anak, serta


(Sholehudin, 1997). membuka cakrawala pengetahuan anak.
Literasi Al-Quran pada anak usia dini Terkait kegiatan bercerita dan kemampuan
dikenalkan melalui pembelajaran yang menulis anak, Itaz (2008: 88) menyatakan
berkaitan erat dengan dunia anak dan sesuai bahwa cerita juga membantu
perkembangannya. Suasana pembelajaran menumbuhkan kemampuan tulis (emergen
yang nyaman akan menjadikan anak writing) anak. Cerita dapat menstimulasi
tertarik, menikmati pembelajaran dengan anak membuat cerita sendiri. Anak terpacu
tanpa beban dan tekanan. Anak melakukan menggunakan kata-kata yang diperolehnya,
proses belajar dari pengalaman hidupnya. dan terpacu menyusun kata-kata dalam
Pengalaman yang baik dan menyenangkan kalimat dengan perspektif dongengnya
akan berdampak positif bagiper sendiri. Anak lebih cepat menguasai kata
kembangananak. Anak belajar dari segala dan struktur kalimat dalam sudut pandang
yang ia lihat, ia dengar dan ia rasakan. akuan (orang pertama) dan diaan (orang
Proses belajar anak akan berjalan efektif ketiga). Dan literasi Al-Quran melalui
apabila anak dalam keadaan senang dan teknik bercerita pada kegiatan menceritakan
bahagia. Sebaliknya, proses belajar ada kembali mengantarkan anak untuk dapat
yang dipaksakan atau diterima anak dalam mengenal lebih mendalam mengenai
suasana takut, cemas, was-was, dan berbagai cerita dalam Al-Quran sekaligus
perasaan lain yang tidak nyaman, tidak akan memperkaya kosata bahasa Arab anak.
mampu memberikan hasil yang optimal. Kemampuan bahasa anak utamanya
Pembelajaran membaca dan menghafal Al- pengenalan kosakata dapat ditingkatkan
Quran yang yang disamapaikan dengan cara melalui kegiatan menceritakan kembali isi
menyenangkanakan berpengaruh baik pada cerita oleh anak (Fauziddin, 2017)
perkembangan jiwa anak(Sulaeman, 2007). Menstimulasi minat baca lebih
Perkenalan anak pada kegiatan penting daripada mengajarkan mereka
literasi Al-Quran merupakan proses awal membaca. Menstimulasi memberi efek
untuk mengetahui dan memahami isi dan menyenangkan, sedangkan mengajar
ajaran yang terkadung dalam Al-Quran. seringkali justru membuhun minat baca
Proses awal memahami Al-Quran tersebut anak, apalagi jika hal tersebut dilakukan
salah satunya terwujud dalam kegiatan dengan cara paksa. Pengalaman
bercerita. Andalusia (Andalusia & Dkk., menujukkan, anak-anak yang dibiarkan
2017) menyatakan dengan bercerita, anak berkutat secra katif dengan lingkungan baca
memperoleh informasi mengenai dunia, memiliki minat dan kemampuan baca lebih
suatu keadaan di berbagai daerah, karakter besar daripada anak-anak yang diajarkan
manusia yang beragam, dan kebiasaan serta membaca melalui drill (Itaz, 2008: 94).
nilai yang dimiliki sebuah kebudayaan. Dengan demikian guru dan orangtua lebih
Metode mendongeng merupakan salah satu penting menstimulus minat baca daripada
cara ampuh dalam menanamkan moral pada mengajarkan membaca kepada anak usia
anak usia dini karena anak dapat dini. Menstumulasi ini dapat dilakukan
berimajinasi, meniru karakter yang salah satunya dengan kegiatan bercerita.
dimainkan dimana tokoh tersebut akan
menjadi panutan yang baik bagi anak (Putri, METODE PENELITIAN
2017). Penelitian kali ini menggunakan
Kegiatan bercerita untuk anak usia metode deskriptif analitis dengan
dini memiliki banyak manfaat, Itaz (2008: pendekatan kualitatif. Diharapkan dengan
81-97) menguraikan sejumlah manfaat metode ini akan tergali informasi yang
bercerita yaitu, membantu pembentukan mendalam tentang pokok permasalahan
pribadi dan moral anak, menyalurkan yang telah disebutkan sebelumnya. Selain
kebutuhan imajinasi dan fantasi anak, itu, penelitian ini juga akan menganalisis
memacu kemampuan verbal anak, tentang beberapa hal yang diteliti, sehingga
merangsang minat menulis anak, akan menghasilkan sebuah gambaran yang
Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 2(2), 2018 | 207
jelas tentang Literasi Al-Quran untuk Anak berikut, yaitu dalam proses pembelajaran
Usia Dini dengan teknik Bercerita. Dalam Al-Quran masih menggunakan cara
pelaksanan penelitian ini dilakukan konvensional. Anak-anak belajar menulis
wawancara, pengamatan serta studi Al-Quran dengan mengikuti tulisan huruf
pustaka. hijaiyah yang ditulis guru di papan tulis.
Penelitian ini dilakukan kepada siwa- Guru membacakan huruf-huruf hijaiyah
siswa di RA Al-Muqoddasah Kabupaten yang kemudian diikuti oleh anak-anak
Bandung. Adapun sumber data utama secara klasikal. Ada sebagian anak yang
dalam penelitian di antaranya: kepala mengikuti dan ada juga yang asik dengan
sekolah, guru, siswa, serta data tertulis perhatiannya pada hal lain.
(buku-buku dan dokumen). Adapun jenis Dari hasil observasi tersebut, terlihat
data yang diperlukan adalah data primer, bahwa kegiatan pembelajaran Al-Quran
yaitu berupa hasil wawancara dan masih menggunakan cara konvensional.
pengamatan tentang Literasi Al-Quran Pengenalan literasi Al-Quran dilakukan
Untuk Anak Usia Dini dengan Teknik dengan tidak menyenangkan untuk anak.
Bercerita, seperti RPPM, RPPH, skenario Tandayu (Tandayu, 2001) mengatakan
pembelajaran, dan pendekatan. Data bahwa secara umum terkait dengan sifat
sekunder, yaitu data yang diperoleh berupa fitrahnya, anak-anak menyukai kegiatan
karya siswa, dokumen penilaian yang bernuansa B-C-M, yaitu bermain,
perkembangan kemampuan literasi Al- becerita dan bernyanyi. Dalam hal ini,
Quran anak, dokumen foto dan video proses kegiatan literasi Al-Quran (baca-tulis)
pembelajaran literasi Al-Quran. Penggalian untuk anak usia dini akan lebih efektif
data sekunder ini dilakukan sebelum terjun dengan menggunakan tiga hal tersebut.
ke lapangan dan sebagian dilakukan Oleh karena itu, pengenalan literasi Al-
pengumpulannya saat proses penelitian ini Quran dilakukan dengan teknik bercerita.
berlangsung. Guru mengemas pembelajran membaca dan
Proses penelitian dilakukan secara menulis Al-Quran melalui kegiatan
bertahap. Pada langkah awal dimulai bercerita.
dengan pengumpulan data (data collection). Pada kegiatan literasi Al-Quran
Kemudian hasil dari pengumpulan tersebut dengan teknik bercerita ini, cerita yang
direduksi. Kegiatan reduksi ini melingkupi disampaikan adalah cerita yang berasal dari
merangkum, memilih hal-hal pokok dan Al-Quran. Cerita-cerita tersebut dipilih
memfokuskan pada hal-hal penting dari berdasarkan topik-topik yang disukai oleh
sejumlah data lapangan yang telah anak-anak, seperti cerita binatang.
diperoleh dan mencari polanya. Penelitian Beberapa cerita yang di sampaikan pada
ini menggunakan teknik pengumpulan data anak-anak yaitu : Raja Abrahah, Nabi
melalui pengamatan atau observasi Sulaeman dan Rombongan Semut, Ashabul
wawancara, dan analisis dokumen (metode Kahfi, Qorun yang kikir, Ratu Balqis dan
historis). Penelitian ini dilaksanakan burung Hud-hud, Nabi Ismail, Nabi Musa
melalui tahap-tahap observsi untuk dan Nabi Khidzir, dan Nabi Nuh. Literasi
menemukan gambaran umum mengenai Al-Quran melalui teknik bercerita lebih
topok yang diteliti, eksplorasi sebagai menekankan pada pengenalan kosakata
upaya mengklasifikasikan data-data, serta yang berkaitan dengan cerita seperti pada
pelaksanaan penelitian yang dilaksanakan kisah Raja Abrahah : fiilun, duudun dan
melalui wawancara, observasi, studi waroqun.
dokumentasi dan studi litelatur. Pada literasi Al-Quran melalui teknik
bercerita ada lima hal yang menjadi
HASIL DAN PEMBAHASAN penilaian yaitu : kemampuan anak
Berdasarkan studi pendahuluan yang menyebutkan tokoh dalam cerita,
dilakukan pada bulan Januari di RA Al- kemampuan anak menyebutkan kembali 2
Muqoddasah, Jagabaya, Banjaran, kosakata bahasa Arab, kemampuan anak
Kabupaten Bandung, ditemukan hal-hal menceritakan kembali dengan bahasa yang
208| Al-Quran Literacy for Early Childhood with Storytelling Techniques

sederhana, kemampuan anak menyebutkan Strategi bercerita pada anak usia dini
3-4 kosakata yang beritan dengan cerita sangatlah penting. Melalui strategi bercerita
dengan benar dan keberanian anak untuk anak dapat mencurahkan berbagai ide dan
bercerita di depan di depan kelas serta pengetahuan yang mereka miliki tanpa ada
melafalkan kosakata-kosakata yang rasa takut untuk mengungkapkannya. Hal
terdapat dalm cerita. ini terbukti dari hasil wawancara dengan
Kegiatan literasi Al-Quran pada anak- guru menyatakan bahwa 75% anak pada
anak kelompok A melalui teknik bercerita. kelompok A menyenangi kegiatan literasi
Kemampuan anak dalam menyebutkan Al-Quran melalui teknik bercerita, sehingga
tokoh dalam cerita : 51,5% anak mampu anak-anak dapat mengingat beberapa
menyebutkan tokoh dengan baik, 6,2% kosakata yang ada dalam cerita seperti
anak mampu menyebutkannya tokoh- fiilun, thoirun, jundiyun, dan dudun.
tokohnya dengan benar, 32,8% mampu Kegiatan bercerita membuat anak
menyebutkan tokoh dengan bantuan guru, merasa nyaman dan aman. Pesan-pesan
dan 9,3% masih malu-malu dan belum moral dapat di sampaikan pada anak dengan
benar. Pada pelafalan atau pengucapan 2 mudah, jelas tanpa ada kesan menggurui.
kosakata yang berkaitan dengan cerita Sehingga pesan moral pun dapat lama
54,6% anak sudah mampu mengucapkan melekat bahkan di ingat sepanjang
kembali dengan baik, 6,2% mengucapkan hidupnya. Senada dengan pernyataan ini
kembali dengan benar, dan 39% mampu Apriza menyatakan karena melalui cerita
mengucapkan walaupun terkadang di dengan tema yang sangat menghibur sesuai
bimbing guru. Menceritakan kembali isi dengan kebutuhan dan daya tangkap anak,
cerita 59,3% sudah mampu walupun masih dapat memberikan respon terhadap anak
memerlukan memerlukan bimbingan, 29, untuk mengamati, mendengarkan dan
6% sudah baik, 1,5% mampu menceritakan mengimajinasikan apa yang ia tangkap
kembali dengan baik dan benar, dan 9% tanpa memperhatikan hal sekelilingnya.
masih perlu dorongan dan bimbingan. (Apriza, 2017). Sedangkan Suhendan
Untuk kemampuan mengucapkan 3-4 menyatakan Storytelling is the most
kosakata 45,3% mampu walaupun masih authentic and popular activity for all
ada beberapa kesalahan, 37,5% sudah baik, children. Kegiatan bercerita adalah kegiatan
6,2% sudah baik dan benar, sedangkan yang otentik dan populer pada anak usia
10,9% masih memerlukan dorongan dan dini(Sühendan, 2013)
bimbingan. Kemampuan anak untuk Pembelajaran literasi Al-Quran untuk
menceritakan kembali serta mengucapkan anak kelompok B. 37,5% anak sudah dapat
kosakata bahasa Arab : 40,6% sudah mulai menyebutkan tokoh dalam cerita walaupun
berkembang atau anak sudah mulai mampu masih ada kesalahan, 32,2% anak sudah
berani walaupun masih memerlukan ada mampu menyebutkan tokoh dengan baik,
beberapa kesalahan, 35,9% sudah mampu 15,6% anak sudah mampu menyebutkan
dan baik, 10,9% sudah mampu baik dan tokoh dengan baik dan benar tanpa
benar serta tanpa bantuan guru dan 12,5% bimbingan dan 14,5% masih memerlukan
masih memerlukan dorongan untuk berani dorongan dan bimbingan. Mengucapkan 2
bercerita. Berikut ini grafik penjelasannya : kosakata : 30,2 anak sudah mulai
berkembang atau sudah mulai mampu
Literasi Al-Quran Untuk Anak Usia Dini
Melalui Strategi Bercerita mengucapkan, 31,2% mampu
Kelompok A mengucapkan dengan baik, 23,9 sudah
100 mampu mengucapkan dengan baik dan
1 benar, sedangkan 14,5% masih malu-malu.
50 2 45,8% anak mulai mampu menceritakan
3
kembali isi cerita, 30,2% anak mampu
0 meceritakan kembali dengan baik, 11,4%
4 kemampuan menceritakannya sangat baik,
1 2 3 4 5
sedangkan 12,5 masih memerlukan
Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 2(2), 2018 | 209
bimbingan. Dalam melafalkan 3-4 kosakata mudah dapat mengikuti pembelajaran
34,3% mulai mampu untuk mengucapkan, literasi Al-Quran.
35,4% mampu melafalkan dengan baik, Bercerita sebagai salah satu bentuk
15,6% mampu melafalakan dengan baik kegiatan literasi berfungsi untuk
dan benar, 14,5 masih perlu dorongan dan menstimulasi potensi dan dan minat anak
bimbingan. Kemampuan anak untuk dalam kegiatan literasi Al-Quran. Oleh
menceritakan kembali disertai karena itu, literasi Al-Quran dengan teknik
mengucapkan kosakata dalam cerita : 16,6 bercerita, selain anak mampu menceritakan
belum muncul kemampuannya, 40,6 mulai kembali kisah-kisah yang ada dalam Al-
berkembang, 30,2% berkembang dengan Quran mereka pun mampu menyebutkan
baik sesuai harapan dan 12,5% berkembang berbagai kosakata bahasa Arab baru bahkan
sangat baik. Berikut grafik mampu menuliskan kembali beberapa huruf
perkembangannya : dan kata dalam bahasa Arab yang berkaitan
dengan kisah dalam Al-Quransehingga
pembelajaran yang bermaknapun dapat
Literasi Al-Quran Untuk Anak Usia Dini
Melalui Teknik Bercerita terwujud.
Kelompok B
UCAPAN TERIMA KASIH
60
Terima kasih penulis sampaikan
1
40 kepada LPPM Universitas Islam Bandung,
2 sebagai lembaga yang mempunyai andil
20 3 besar dalam memberikan dukungan baik
moril maupun materil dari awal
0 4
pelaksanaan penelitian sampai dimuatnya
1 2 3 4 5
artikel hasil penelitian di jurnal. Dan
Pada literasi Al-Quran melalui teknik penulis haturkan terima kasih pula kepada
bercerita di kelompok B, hasil wawancara tim redaksi serta revewer jurnal Obsesi
dengan guru menyatakan bahwa 41,6% yang telah menerima dan bersedia
anak menyukai kegiatan literasi Al-Quran mengoreksi, memberikan saran serta
melalui teknik bercerita, terutama untuk masukkan agar artikel ini lebih baik dan
kisah nabi Yunus dimana selain anak dapat sempurna sehingga dapat di terbitkan
mengingat dengan baik isi cerita mereka danartikel ini dapat memberikan tambahan
pun mampu melafalkan kosakata yang ilmu bagi orang-orang yang berkecimbung
berkaitan dengan cerita seperti : qoribun, di bidang pendidikan anak usia dini.
anbarun, bahrun dengan benar.
DAFTAR PUSTAKA
SIMPULAN
Hasil penelitian menunjukkan pada Aminudin, A. (2005). Pendidkan Kaum
anak kelompok A 75% anak menyenangi Perempuan. Jakarta: Jurnal
dan mampu mengikuti pembelajaran literasi Perempuan.
Al-Quran dengan teknik bercerita
sedangkan di kelompok B 41,6% anak Andalusia, N., & Dkk. (2017). Literasi
menyukai dan mampu mengikuti Dini denga Teknik Bercerita. Journal
pembelajaran literasi Al-Quran dengan Family Edu, 3(1).
teknik bercerita. Hal ini menjelaskan bahwa Anwar, R. (2014). Cara Mudah
teknik bercerita dalam pembelajaran literasi Memahami Bahasa AL-Quran.
Al-Quran bagi anak usia dini di RA Al- Bandung: Mizan.
Muqoddasah, Jagabaya, Banjaran,
Kabupaten Bandung terbukti dapat Apriza, A. (2017). Pengaruh Biblioterapi
menciptakan suasana menyenangkan bagi Dengan Buku Cerita Bergambar
anak, sehingga anak tertarik dan dengan Terhadap Tingkat Kecemasan Efek
Hospitalisasi pada Anak Prasekolah.
Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan
210| Al-Quran Literacy for Early Childhood with Storytelling Techniques

Anak Usia Dini, 1(2), 148–155. Melalui Cerita). Solo: Intermedia.


Astuti, T. (2012). Gambaran Thalib, M. (1995). 40 Tanggung Jawab
Perkembangan Literasi Emergen Orang Tua Terhadap Anak. Bandung:
Anak Taman Kank-Kanak dengan Irsyad Baitus Salam.
Alat Ukur Adaptasi Geat Ready To Yusuf, S. (2004). Psikologi Belajar
Read. Semarang: Universitas Agama. Pustaka Bani Quraisy:
Diponogoro. Pustaka Bani Quraisy.
Bunanta, M. (2008). Mendongeng dan
Minat Membaca. Jakarta: KPBA.
Departemen Pendidikan Nasional. (2009).
Permendiknas 58 tahun 2009 tentang
Standar Pendidikan Anak Usia Dini.
Fauziddin, M. (2017). Upaya Peningkatan
Kemampuan Bahasa Anak Usia 4-5
Tahun melalui Kegiatan Menceritakan
Kembali Isi Cerita Di Kelompok
Bermain Aisyiyah Gobah Kecamatan
Tambang. Jurnal Obsesi : Jurnal
Pendidikan Anak Usia Dini, 1(1).
Musfiroh. (2005). Cerita untuk Anak Usia
Dini. Yogyakarta: Tiarawacana.
Papalia, D. E., & Olds, S. W. (2002). A
Child’s World, Infancy though
Adolescence, Ninth Edition. Boston:
McGraw-Hill.
Putri, P. (2017). Analisis Kemampuan
Bahasa Dan Kemampuan Moral Pada
Anak Usia Dini Melalui Metode
Dongeng. Jurnal Obsesi : Jurnal
Pendidikan Anak Usia Dini, 1(2).
Sholehudin, K. (1997). Dasar Pendidikan
Anak Prasekolah. Bandung: IKIP.
Sühendan, E. (2013). Using Total Physical
Response Method in Early Childhood
Foreign Language Teaching
Environments. Procedia - Social and
Behavioral Sciences, 93, 1766–1768.
https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2013.
10.113
Sulaeman, D. (2007). Doktor Cilik Hafal
dan Faham Al-Quran. Jakarta: Imam.
Sulaiman, A. A. A. (2000). Metode
Pendidikan Anak Muslim Usia Pra
Sekolah. Jakarta: Darul Haq.
Tandayu, T. (2001). Memaknai Cerita
Mengasah Jiwa (Panduan
Menanamkan Nilai Moral pada Anak
Volume 2 Issue 2 (2018) Pages 202-218
Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini
DOI: 10.31004/obsesi.v2i2.87

Utilization of Video Blogs (Vlogs) in Character Learning in Early


Childhood

Yenni Fitria1 dan Juwita2


Dosen FKIP Universitas Dehasen Bengkulu

Abstrak
Penanganan serius perlu dilakukan untuk mengatasi krisis moral yang terjadi di Indonesia.
Salah satu cara yang diusung oleh pemerintah yaitu dengan memperbaiki sikap dan tingkah
laku para pelajar melalui pendidikan karakter. Pendidikan karakter dilakukan disetiap jenjang
pendidikan secara terintegrasi pada mata pelajaran. Guru memilih Video Blog (Vlog) sebagai
media pembelajaran karakter karena kegemaran anak pada kegiatan menonton. Oleh karena itu,
penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pemanfaatan vidoe blog(Vlog) dalam pembelajaran
karakter pada anak usia dini. Metode yang digunakan adalah deskriptif kualitiatif. Dari hasil
penelitian, diketahui guru PAUD Multitalent Dehasen Bengkulu, memanfaatkan vidoe blog
untuk pembelajaran karakter. Guru memanfaatkan video blog untuk memperlihatkan dan
menerapkan bentuk nilai-nilai karakter yang harus dimiliki oleh anak usia dini pada aktivitas
keseharian mereka di sekolah. Tiga elemen penting yang dimanfaatkan guru dalam vlog
tersebut adalah (1) Media berupa Video blog, (2) Kebahasaan, dan (3) Materi/isi. Dari ketiga
elemen tersebut, guru memanfaatkannya untuk mempermudah dan membantu dalam
pembelajaran karakter.

Kata Kunci: vlog, pembelajaran karakter,anak usia dini

Abstract
Moral crisis that occurred in Indonesia need to be handling seriously. One way that is carried
out by the government is by fix student’s attitudes and behavior through character education.
Character education is integrated to each subject in every level. The teacher chooses a Video
Blog (Vlog) as a character learning media because of the children's passion for watching
activities. Therefore, this research aims to determine video blog usage (Vlog) for character
learning in early childhood. The method used is descriptive quality. From the results of the
reseach, it was known that the Multitalent PAUD Dehasen Bengkulu teacher took advantage of
the video blog for character learning. The teacher uses the video blog to show and apply the
form of character values that early childhood must have in their daily activities at school. There
are three important elements used by the teacher in the vlog are (1) Media in the form of video
blogs, (2) Language, and (3) Content / content. Of the three elements, the teacher uses it to
facilitate and assist in character learning.

Keywords: vlog, character learning, early childhood

@Jurnal Obsesi Prodi PG-PAUD FIP UPTT 2018


Corresponding author :
Address : Bengkulu, Indonesia ISSN 2356-1327 (Media Cetak)
Email : yennifitria@unived.ac.id ISSN 2549-8959 (Media Online)
Phone : 0813 6778 7816
212 | Utilization of Video Blogs (Vlogs) in Character Learning in Early Childhood

PENDAHULUAN direncanakan agar peserta didik lebih


Perilaku-perilaku menyimpang yang mengenal, peduli dan menginternalisasi
terjadi di masyarakat, merupakan pukulan nilai-nilai karakter (Hudiyono, 2012)
berat bagi perkembangan mental generasi Anak-anak menghabiskan sebagian
penerus bangsa. Berbagai kasus moral yang waktu mereka untuk belajar di sekolah.
terjadi di Indonesia menjadikan negeri ini Sehingga menjadi tanggung jawab guru
mengalami krisis moral. Terlebih jika untuk dapat memberikan pengalaman-
pelakunya adalah anak-anak usia sekolah pengalaman kepada anak didik dalam
atau berstatus sebagai pelajar. Tontonan- menanamkan karakter-karakter yang baik di
tontonan yang tidak layak merupakan salah sekolah. Oleh karena itu, Guru berperan
satu pemicu terjadinya perbuatan tidak sangat penting dalam menyukseskan
terpuji tersebut. Apalagi jika orang tua pembelajaran karakter di sekolah. Tugas
lengah dalam mengawasi tontonan anak- guru menjadi lebih berat karena penanaman
anak. Untuk menjaga agar anak-anak karakter ini bukan hanya sebatas teori,
bangsa tidak terkontaminasi, diperlukan namun harus benar-benar berkesan dan
usaha menangkal melalui pendidikan. tertanam dalam diri peserta didik terlebih
Pendidikan yang sedang digalakkan saat ini bagi anak usia dini. Pembelajaran karakter
adalah pendidikan karakter. Pendidikan dimulai dari usia dini sehingga dapat
karakter merupakan upaya membantu membentuk perilaku berkarakter yang baik
perkembangan jiwa anak-anak baik lahir dalam kehidupan sehari-hari.
maupun batin dari sifat kodrati menuju ke Guru dapat menggunakan media
arah peradaban manusiawi yang lebih baik pembelajaran untuk menanamkan nilai-
(Mulyasa, 2011). Tidak heran jika nilai- nilai karakter sehingga kreativitas guru
nilai karakter yang harus dimiliki oleh sangat dibutuhkan agar pembelajaran
peserta didik ditanamkan sejak dini. Mulai karakter bisa diterima dengan baik oleh
dari tingkatan paling rendah yaitu siswa. Untuk itu seorang guru harus mampu
pendidikan anak usia dini hingga perguruan memilih dan menggunakan media yang
tinggi. menarik serta dapat membantu anak didik
Menurut Undang-Undang Sisdiknas merasakan pengalaman langsung tanpa
tahun 2003, anak usia dini adalah anak yang harus ke lokasi. Guru dapat membawa
berusia sejak lahir sampai enam tahun peristiwa-peristiwa mengandung nilai-nilai
(Mulyani, 2016). Berbeda batasan umur karakter yang baik ke dalam kelas melaluiu
yang diungkapkan oleh The National media. Media yang digunakan adalah media
Asoociation for Education for Young kekinian yang sudah cukup dikenal yaitu
Children (NAECY), rentang usia dini (early penggunaan media video blog.
childerhood) yaitu sejak lahir hingga usia Video blog atau vlog adalah video
delapan tahu. (Mulyani, 2016) Dengan yang dimuat di dalam blog untuk
begitu, semakin rendah tingkat pendidikan, mempercantik tampilan weblog yang
maka akan semakin berat tugas guru dalam menampilkan ide-ide atau pemikiran
menanamkan nilai-nilai karakter. Terlebih (Komputer, 2008). Vlog menyajikan isi
lagi, pembelajaran pada anak usia dini berupa multimedia yang meliputi gambar
memiliki prinsip-prinsip yang berbeda dari bergerak, kumpulan teks dan audio yang
jenjang usia lainnya. dibuat oleh conten creator atau yang lebih
Pembelajaran karakter pada anak usia dikenal dengan vlogger. Vlogger adalah
dini dilakukan dengan melibatkan secara orang yang membuat video blog tanpa
langsung pada aktivitas yang terlalu memperhatikan tujuan menghasilkan
menyenangkan. Pendidikan karakter uang termasuk tanpa harus tergabung
bukanlah pembelajaran yang hanya dengan media partner lainnya (Kamaru,
berdasarkan teori saja, terlebih ini akan 2018). Pembuatan vlog biasanya untuk
diterapkan oleh anak usia dini. Namun, dokumentasi pribadi yang dbagikan secara
pembelajaran karakter haruslah
Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 2(2), 2018 | 213

daring di media sosial atau internet dengan dapat menggunakan media dan metode
menggunakan gawai. yang sama dalam pembelajaran karakter.
Pengemasan media yang menarik dan Dengan begitu akan ada
tepat sasaran menjadi penentu keberhasilan perbandingan cara dan hasil yang
dalam usaha menanamkan nilai-nilai didapatkan dalam pemanfaatan vlog dalam
karakter pada anak usia dini. Media pembelajaran karakter. Kalau ini dapat
pembelajaran merupakan perantara dalam dilakukan maka dapat diteliti mengenai
menyampaikan pesan pendidikan (Sanjaya, keefektifan media dan metode dalam
2006:163) yang bertujuan untuk pembelajaran karakter pada anak usia dini.
mendekatkan anak pada kondisi yang
sebenarnya Nilai-nilai karakter yang harus METODE PENELITIAN
ditanamkan kepada anak usia dini, terdapat Metode yang digunakan dalam
di setiap aktivitas yang mereka lakukan. penelitian ini adalah deskriptif kualitatif
Oleh karena itu, penelitian ini dirasa sangat yang dilakukan di Paud Multitalent
penting untuk dilakukan agar memberikan Dehasen Bengkulu dengan guru sebagai
kemudahan bagi guru dalam menanamkan subjek penelitian pada tahun ajaran
nilai-nilai karakter pada anak usia dini 2017/2018 dengan teknik analisis data
dengan memanfaatkan video blog sebagai sebagai berikut:
media pembelajaran karakter. Pembelajaran 1. Pengumpulan Data. Observasi secara
karakter dilakukan secara terencana dan intensif menggunakan instrumen lembar
terus menerus. Agar pembelajaran tersebut observasi dilakukan untuk
berhasil, maka menggunakan contoh yang mengumpulkan data dengan
tidak jauh dari dari siswa atau bisa langsung menggunakan catatan pengamatan bagi
dilihat Hal ini diSebabkan karena guru dan sisw.
pendidikan karakter pada dasarnya adalah 2. Reduksi Data. Klasifikasi dan kategori
usaha sadar untuk memberdayakan dan data penelitian berdasarkan pemanfaatan
mengembangkan seluruh potensi peserta video blog dalam pembelajaran karakter
didik untuk membentuk karakter baik (good pada anak usia dini.
character) (Suyra, 2017) 3. Penyajian Data.Membuat analisis data
Oleh karena itu, penelitian ini akan dari hasil reduksi data.
melihat cara guru memanfaatkan video blog 4. Simpulan. Setelah melakukan analisis
untuk pembelajaran karakter pada anak usia data, akan dirumuskan kesimpulan dari
dini. Sehingga akan terlihat sejauh mana langkah-langjah yang telah dilakuakan.
vlog yang dimanfaatkan guru untuk 5. Verifikasi. Simpulan yang sudah dibuat
pembelajaran dapat membantu guru diverifikasi agar dapat menggambarkan
menanamkan nilai-nilai karakter pada anak keselurhan penelitian
usia dini.
Selanjutnya guru diharapkan akan HASIL DAN PEMBAHASAN
lebih produktif menghasilkan video blog Setiap tindakan yang dilakukan
pembelajaran yang menarik, memiliki karakter yang harus diterapkan
menyenangkan dan dipahami penonton mulai dari diri anak secara individu.
terutama anak usia dini. Lembaga PAUD sebagai lembaga sekolah
Selain itu, guru dapat menemukan formal yang membantu menerapkan
metode dan media pembelajaran karakter pendidikan berkarakter pada anak-anak usia
pada anak usia dini. Bukan itu saja, media dini (Prasanti & Fitriani, 2018)
dan metode yang dibuat oleh guru dengan Guru memanfaatkan tiga komponen
mudah dapat digunakan oleh guru lain. dari vlog, yaitu:
Jika selama ini guru menggunakan 1. Komponen Media
vlog untuk pembelajaran hanya untuk di Peristiwa dalam kehidupan sehari-hari
sekolahnya, ke depannya guru lain juga yang akan dijadikan contoh bisa dihadirkan
dihadapan anak di dalam kelas dengan
214 | Utilization of Video Blogs (Vlogs) in Character Learning in Early Childhood

menggunakan media pembelajaran. Media Saat ini vlog menjadi kegiatan yang
pembelajaran merupakan perantara dalam sedang tren di masyarakat. Setiap orang bisa
menyampaikan pesan pendidikan (Sanjaya, membuat vlog apapun untuk dibagikan di
2006) yang bertujuan untuk mendekatkan media sosial agar bisa dilihat oleh semua
anak pada kondisi yang sebenarnya. orang. Kesempatan inilah yang digunakan
Guru memanfaatkan media yang guru untuk dapat memberikan pembelajaran
dibuat menarik dengan kualitas yang sudah yang lebih mengasikkan dan juga kekinian.
divalidasi oleh ahli Media. Kualitas gambar Pembelajaran karakter dilakukan
yang bagus, dengan durasi yang tidak secara terencana dan terus menerus. Agar
terlalu lama guru berhasil menarik pembelajaran tersebut berhasil, maka
perhatian siswa untuk dapat memberikan menggunakan contoh yang tidak jauh dari
pembelajaran karakter. Bentuk-bentuk dari siswa atau bisa langsung dilihat.
penerapan nilai-nilai karakter bisa langsung Pembelajaran karakter selalu diulang
dilihat oleh siswa. Tema dan kesesuaian oleh guru dalam keseharian anak usia dini
dengan pembelajaran sudah disesuaikan. di sekolah. Cara yang digunakan guru
2. Komponen Bahasa. masih konvensional. Guru masih
Guru juga memanfaatkan bahasa mengandalkan untuk menggunakan
yang digunakan dalam vlog ini untuk contoh/model dari guru itu sendiri.
memberikan kemudahan siswa memahami Untuk menjawab tantangan
apa yang diharapkan oleh guru. Dengan perkembangan teknologi yang pesat, diikuti
bahasa yang sederhana dan mudah dengan kemampuan yang dimiliki, guru
dipahami, anak usia dini lebih fokus memanfaatkan vlog untuk pembelajaran
menyaksikan vlog tersebut. Kebahasaan karakter.
dalam video ini juga telah melewati proses Pada awalnya guru merasa tertantang
validasi dari validator bahasa. Bahasa yang untuk mengajarkan penanaman nilai-nilai
digunakan memang disesuaikan untuk anak karakter pada anak menggunakan media
usia dini yang selama ini belum dicoba. Selanjutnya,
3. Komponen isi atau materi. dengan pengetahuan yang dimiliki, guru
Materi vlog diambil dari keadaan siswa mampu memanfaatkan vlog untuk
sehari-hari di sekolah, hal-hal yang akan pembelajaran karakter.
mudah dipahami dan diingat dari kebiasaan vlog yang disajikan terdapat beberapa
yang biasa mereka lakukan. Bentuk-bentuk karakter yang harus dimiliki atau dikuasai
karakter direkam dari aktivitas dan tindakan oleh anak usia dini. Sehingga guru hanya
yang dilakukan anak usia dini dari pertama memperlihatkan vlog tersebut sebagai
datang ke sekolah. Kemudian hasil rekaman media untuk mengajarkan pendidikan
itu diperlihatkan lagi kepada mereka. karakter.
Mereka melihat sendiri diri mereka yang Vlog yang digunakan oleh guru
sudah memiliki karakter yang diharapkan merupakan vlog hasil karya peneliti
atau belum. Materi yang direkam dalam bersama tim dalam memvisualisasikan
vlog lebih nyata dan memang mereka bentuk karakter-karakter yang harus
temukan. Komponen ketiga juga telah dimiliki oleh anak usia dini.
melewati proses validasi dari validator Kegiatan yang disimulasikan
pendidikan. merupakan kegiatan keseharian anak paud
Pembelajaran karakter pada anak usia mulai dari mereka datang, belajar di kelas,
dini merupakan pembelajaran yang hingga pulang. Setiap kegiatan tersebut
menerapkan perilaku-perilaku baik yang mengandung nilai-nilai karakter yang harus
harus dimiliki oleh setiap anak dengan cara dimiliki oleh seorang anak.
melibatkan anak didik dan lingkungannya Badan Penelitian dan Pengembangan,
yang diintergrasikan dalam aktivitas PusatKurikulum Kementerian Pendidikan
mereka sehari-hari. Nasional (2011:10) telah merumuskan
materipendidikan karakter yang terdapat 18
Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 2(2), 2018 | 215

Nilai Deskripsi Nilai Deskripsi


1. Religius Sikap dan perilaku yang terhadap bahasa,lingkungan
patuh dalam melaksanakan fisik, social, budaya,
ajaran agama yang dianutnya. ekonomi, dan politik bangsa
Toleran terhadap pelaksanaan 12. Mengharg Sikap dan tindakan yang
ibadah agama lain ai Prestasi mendorong dirinya untuk
2. Jujur Perilaku didasarkan pada menghasilkan sesuatu yang
upaya menjadikan dirinya berguna bagi masyarakat, dan
sebagai orang yang selalu mengakui serta menghormati
dapat dipercaya dalam keberhasilan orang lain
perkataan, tindakan, dan 13. Bersahabat Tindakan yang
pekerjaan / memperlihatkan ras senang
3. Toleransi Sikap dan tindakan yang Komunika berbicara, bergaul, dan
menghargai perbedaan tif bekerja sama dengan orang
agama, suku, etnis,pendapat, lain
sikap, dan tindakan orang lain 14. Cinta Sikap, perkataan, dan
yang berbeda dari dirinya Damai tindakan yang menyebabkan
4. Disiplin Tindakan yang menunjukkan orang lain merasa senang dan
perilaku tertib dan patuh pada aman atas kehadiran dirinya
berbagai ketentuan dan 15. Gemar Kebiasaan menyediakan
peraturan Membaca waktu untuk membaca
5. Kerja Perilaku yang menunjukkan berbagai bacaan yang
keras upaya sungguh-sungguh memberikan kebajikan bagi
dalam mengatasi berbagai dirinya
hambatan belajar dan 16. Peduli Sikap dan tindakan yang
tugas,serta menyelesaikan Lingkunga selalu berupaya mencegah
tugas dengan sebaik-baiknya n kerusakan pada lingkungan
6. Kreatif Berpikir dan melakukan alam disekitarnya, dan
sesuatu untuk menghasilkan mengembangkan upaya-
cara atau hasil baru dari upaya untuk memperbaiki
sesuatu yang telah dimiliki kerusakan alam yang sudah
7. Mandiri Sikap dan perilaku yang tidak terjadi
mudah bergantung pada 17. Peduli Sikap dan tindakan yang
orang lain dalam Sosial selalu ingin memberi bantuan
menyelesaikan tugas-tugas kepada orang lain dan
8. Demokrati Cara berpikir, bersikap, dan masyarakat yang
s bertindak yang menilai sama membutuhkan
hak dan kewajiban dirinya 18. Tanggung Sikap dan perilaku seseorang
dan orang lain jawab untuk melaksanakan tugas
9. Rasa ingin Sikap dan tindakan yang dan kewajibannya yang
tahu selalu berupaya untuk seharusnya dia lakukan,
mengetahui lebih mendalam terhadap diri sendiri,
dan meluas dari sesuatu yang masyarakat, lingkungan
dipelajarinya, dilihat dan (alam, social dan budaya),
didengar negara dan Allah Yang
10. Semangat Cara berpikir, bertindak dan Mahas Esa
kebangsaa berwawasan yang
n menempatkan kepentingan Delapan Belas nilai-nilai karakter
bangsa dan Negara diatas tersebut terdapat dalam setiap kegiatan
kepentingan diri dan siswa di dalam kelas. Keadaan inilah yang
kelompoknya direkam dan dibuat dalam vlog kemudian
11. Cinta Cara berpikir, bersikap, dan
digunakan kembali sebagai media
Tanah Air berbuat yang menunjukkan
kesetiaan, kepedulian dan
pembelajaran.
penghargaan tang tinggi
216 | Utilization of Video Blogs (Vlogs) in Character Learning in Early Childhood

Karakter Aktivitas Anak video blog ini dapat memberikan


1. Religius a. mengawali dan pengalaman yang berbeda pada diri anak.
mengakhiri kegiatan Sehinggan pengalaman ini menjadi
dengan membaca doa pengalaman yang berkesan. Dengan
b. kegiatan makan demikian, anak akan selalu mengingat nilai-
2. Jujur a. menjawab pertanyaan nilai karakter yang harus selalu diterapkan.
dengan benar Hal itu juga akan mengendalikan sisiwa
3. Disiplin a. datang tepat waktu disaat ia akan berbuat sesuatu yang
4. Santun b. menyalami guru melanggar nilai-nilai karakteristik.
5. Bersahabat a. Menyapa teman Pembelajaran yang berkesan tersebut
6. Tertib a. masuk ke kelas satu memberikan keuntungan bagi siswa, karena
per satu secara teratur mereka akan menyimpan ingatan-ingatan
7. Mandiri a. memasuki kelas tanpa tersebut untuk jangka waktu yang lama.
ditemani atau dibantu Tinggal lagi guru untuk selalu
orang tua melaksanakan hal tersebut.
8. Rasa ingin a. mendengarkan Wajah-wajah berseri dan senang,
tahu penjelasan guru membuat guru mereka lebih bersemangat
dengan seksama
dalam memberikan pelajaran.
9. Kreatif a. mengkreasikan warna
atau bentuk saat
Vidoe blog pembelajaran yang dibuat
mewarnai atau didesain menarik perhatian siswa agar dapat
menggambar mematuhi aturan-aturan sehubungan
10. Menghargai a. memberikan selamat dengan nilai-nilai karakter.
dan pujian kepada Pendekatan yang digunakan guru
teman yang dalam mengomunikasikan nilai-nilai
mendapatkan prestasi karakter menjadikan siswa lebih mudah
11. Gemar a. memperhatikan diarahkan untuk melakukan kegiatan-
Membaca tulisan atau buku saat kegiatan yang menunjukkan nilai-nilai
guru membacakan karakter. During direct teaching in the
cerita. classroom, I give, every word she teaching
12. Peduli a. membereskan
and learning, a simple, easy level, medium
Lingkungan peralatan mainan
level and high level. So all students
13. Peduli Sosial a. membantu teman
yang mengalami according to the level will be observed.
kesulitan (Omar, Noh, Hamzah, & Majid, 2015)
14. Cinta Damai a. membiarkan kelas Jika siswa sudah mudah diarahkan,
tetap bersih maka akan mudah bagi mereka untuk
15. Kerja keras a. menyelesaikan meniru kegiatan-kegiatan yang dapat
tugasnya tanpa menanamkan nilai-nilai karakter. Kalau
bantuan orang lain mereka sudah mulai meniru, artinya siswa
16. Cinta Tanah a. menggunakan bahasa sudah mulai memahami seperti apa karakter
Air Indonesia untuk yang baik tersebut. sehingga timbul
berkomunikasi perasaan sukarela untuk melakukan
berbagai kegiatan yang berhubungan
Dengan mamanfaatkan video blog ini, dengan pembelajaran karakter.
guru merasa terbantu dalam mengarahkan Namun, dalam pembelajaran karakter
siswa-siswa paud untuk selalu menerapkan dengan memanfaatkan vlog ini juga
nilai-nilai karakter tersebut dimana pun terdapat kesulitan yang dialamai guru saat
berada. menggunakan media ini. Salah satu
Bukan hanya guru yang merasa kesulitan yang begitu dirasakan guru adalah
terbantu, ternyata siswa juga merasa sangat pengorganisaasian waktu dan
senang. Terlihat dari antusiasme mereka mengintegrasikan ke dalam rencana
saat menyaksikan video yang diperankan pembelajaran harian.
oleh mereka sendiri. Partisipasi siswa dalam
Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 2(2), 2018 | 217

Selain itu, terdapat beberapa anak kejujuran, kerendahan hati, toleransi,


yang perlu diberikan bimbingan mengenai kesederhanaan dan persatuan.
penerapan nilai-nilai karakter. Seperti Inti dari metode living values
halnya anak usia dini, perlu kesabaran dari education adalah anak-anak harus
gurunya untuk mengarahkan anak-anak mengalami nilai-nilai dalam berbagai
untuk tetap melaksanakan nilai karakter. tingkatan agar nilai-nilai tersebut menjadi
Guru telah memanfaatkan video blog bagian dalam diri mereka. Jadi, mereka
dari segi media, kebahasaan, dan materi untuk mendengarkan, merasakan,
untuk pembelajaran karakter pada anak usia mengalami, dan menggunakan
dini dengan baik dan sesuai dengan tujuan keterampilan social untuk menggunakan
penelitian yang diharapkan. Dengan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan sehari-
memanfaatkan vlog ini mempermudah guru hari.
memberikan pengertian dan penjelasan Keberhasilan pengembangan
serta menunjukkan wujud nilai-nilai karakter dalam pendidikan anak usia dini
karakter ada anak usia dini. dapat diketahui dari perilaku anak sehari-
Anak memiliki cara dan tipologi hari yang tampak pada aktivitas berikut:
belajar yang berbeda-beda. Oleh karena itu, 1. Kesadaran
pemilihan model dan media pembelajaran 2. Kejujuran
sangat menentukan pembelajaran yang 3. Keikhlasan
telah berlangsung berhasil atau tidak. 4. Kesederhanaan
Berdasarkan pemikiran Ula (Ula, 2013) 5. Kemandirian
cara seseorang menyerap informasi 6. Kepedulian
kemudian mengolahnya serta 7. Kebebasan dalam bertindak
memanifestasikan dalam wujud nyata 8. Kecermatan/ketelitian
perilaku hidupnya. Seorang guru yang 9. Komitmen
memahami karakter dan tipe belajar anak
didiknya tentu akan memilih media yang UCAPAN TERIMA KASIH
bukan hanya mempermudahnya dalam Terima kasih kepada Direktorat
mengajar, tetapi juga membantu anak Riset dan Pengabdian
didiknya memahami pelajaran yang Masyarakat.Direktorat Jenderal Penguatan
diberikan. Riset dan Pengembangan Kementerian
Selanjutnya Mulyasa (Mulyasa, Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi
2014) menerangkan bahwa terdapat Living dalam pembiayaan skema Penelitian Dosen
values education dalam mengembangkan Pemula tahun anggaran 2018.
karakter anak dengan asumsi bahwa: 1)
nila-nilai universal mengajarkan SIMPULAN
penghargaan dan kehormatan tiap-tiap Guru memanfaatkan vlog pada
manusia, 2) setiap murid benar-benar pembelajaran karakter sebagai media
memperhatikan nilai-nilai dan mampu pembelajaran untuk membantu
menciptakan dan belajar dengan positif bila menjelaskan dan menunjukkan nilai-nilai
diberikan kesempatan, dan 3) murid-murid karakter yang harus dimiliki dan diterapkan
berjuang dalam suasana berdasarkan nilai oleh anak usia dini.
dalam lingkungan yang positif, aman Pemanfaat Video blog untuk
dengan sikap saling menghargai dan kasih pembelajaran karakter pada anak usia dini
saying, murid dianggap mampu belajar dapat memberikan pengalaman baru bagi
menetukan pilihan-pilihan yang sadar peserta didik sehingga pembelajaran akan
lingkungan. lebih berkesan. Dengan begitu, akan mudah
Adapun nilai-nilai yang bagi anak usia dini untuk selalu menerapkan
dikembangkan untuk anak usia dini adalah nilai-nilai karakter dalam kehidupan
nilai-nilai kedamaian, penghargaan, cinta, mereka sehari-hari, khususnya di sekolah
tanggung jawab, kebahagiaan, kerja sama,
218 | Utilization of Video Blogs (Vlogs) in Character Learning in Early Childhood

DAFTAR PUSTAKA
Hudiyono. (2012). Membangun Karakter
Siswa Melalui Profesionalisme Guru
dan Gerakan Pramuka. Essensi
Erlangga Grup. Surabaya: Essensi
Erlangga Grup.
Komputer, W. (2008). Langkah Mudah
Mengembangkan dan Memanfaatkan
Weblog. Yogyakarta:Andi Offset.
Mulyani, N. (2016). Dasar-dasar
Pendidikan Anak Usia Dini.
Yogyakarta: Kalimedia.
Mulyasa. (2011). Manajemen Pendidikan
Karakter. Jakarta: Bumi Aksara.
Mulyasa. (2014). Manajemen PAUD.
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Omar, N., Noh, M. A. C., Hamzah, M. I.,
& Majid, L. A. (2015). Multicultural
Education Practice in Malaysia.
Procedia - Social and Behavioral
Sciences, 174, 1941–1948.
https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2015.
01.859
Prasanti, D., & Fitriani, D. R. (2018).
Pembentukan Karakter Anak Usia
Dini: Keluarga, Sekolah, Dan
Komunitas? Jurnal Obsesi : Jurnal
Pendidikan Anak Usia Dini, 1(13 –
19).
Sanjaya, W. (2006). Strategi Pembelajaran
Berorientasi Standar Proses
Pendidikan. Jakarta: Prenada Media
Group.
Suyra, Y. F. (2017). Penggunaan Model
Pembelajaran Pendidikan Karakter
Abad 21. Jurnal Obsesi : Jurnal
Pendidikan Anak Usia Dini, 1(1), 52–
61.
Ula, S. (2013). Revolusi Belajar
(Optimalisasi Kecerdasan melalui
Pembelajaran Berbasis Kecerdasan
Majemuk). Yogyakarta: Ar-ruzz
Media.
Volume 2 Issue 2 (2018) Pages 219-228
Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini
DOI: 10.31004/obsesi.v2i2.102

Developing Picture Story Book Media for Building the Self-Awareness of Early
Childhood Children

Febri Yuridnir Rahimah1, Rita Eka Izzaty2


Program Pascasarjana PAUD Universitas Negeri Yogyakarta1,
Program Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta2

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan media buku cerita bergambar yang layak dalam
pembentukan kesadaran diri anak usia dini dan mengetahui keefektifan buku cerita bergambar.
Penelitian pengembangan ini mengacu pada langkah-langkah Research & Development (R&D)
yang dikembangkan oleh Borg dan Gall. Analisis data menggunakan analisis kualitatif dan
independent sample t-test. Teknik pengambilan sampel menggunakan purposive sampling.
Subjek uji coba lapangan awal terdiri dari 6 anak TK Al Amien. Subjek lapangan utama pada
kelas eksperimen terdiri dari 15 anak TK Al Amien dan 15 anak yang lain sebagai kelompok
kontrol. Subjek uji operasional terdiri dari 40 anak TK ABA Karangmalang. Hasil penelitian
ini menunjukkan bahwa media buku cerita bergambar yang dikembangkan layak digunakan
dalam pembentukan kesadaran diri anak usia dini, serta efektif dan dapat meningkatkan
kesadaran diri anak secara signifikan.

Kata Kunci: pengembangan media, buku cerita bergambar, kesadaran diri anak usia dini

Abstract

This research aimed to develop a picture story book media feasible for building the self-
awareness of early childhood children and reveal the effectiveness of the developed picture
story book media.This research and development (R&D) referred to the development procedure
developed by Borg and Gall. The data analysis used the qualitative anaylisis and independent
sample t-test. Sampling technique used purposive sampling. The preliminary field testing
sujects consisted of 6 students of Al Amien Kindergarten. The main field testing subjects
consisted of 30 students of Al Amien Kindergarten. The operational field testing subjects
consisted of 40 students of ABA Karangmalang Kindergarten. The result of this research was
as follows. First, the developed picture story book media was feasible to be used for building
the self-awareness of early childhood students. It was proven from the result of media and
material validation, also the result from teacher and children questionnaire. Second, the
developed picture story book media was effective in building the self-awareness of 5 – 6 years
old students significantly.

Keywords: media development, picture story book, self-awareness of young children.

@Jurnal Obsesi Prodi PG-PAUD FIP UPTT 2018


 Corresponding author :
Address : Sleman, DI Yogyakarta ISSN 2356-1327 (Media Cetak)
Email : febri.yuridnir@gmail.com ISSN 2549-8959 (Media Online)
Phone : +6282134564546
220 | Developing Picture Story Book Media for Building the Self-Awareness

PENDAHULUAN aspek tersebut, kesadaran diri merupakan


Periode usia dini merupakan masa emas aspek pertama yang menjadi dasar tingkat
(golden age) dalam kehidupan seorang pencapaian perkembangan sosial-emosional
manusia. Saat lahir, otak manusia memiliki dalam pembelajaran anak usia dini.
seratus miliar neuron yang merupakan jumlah Fakta dari hasil observasi yang
total sel yang akan dimiliki otak. Koneksi – dilakukan pada tanggal 21 Agustus 2017
koneksi dalam otak berkembang pada saat kepada anak Z. Pada saat istirahat, anak-anak
pembelajaran terjadi melalui bermain, makan bersama. Sebagian besar anak makan
merespon, dan berbicara dengan anak sambil duduk dan melingkar. Namun berbeda
(Morrison, 2012). Oleh karena itu, dengan anak Z yang membawa makanan
pengalaman seorang manusia yang terjadi sambil berjalan. Pada faktanya anak tersebut
pada periode usia dini berpengaruh signifikan ingin membuang sampah di tempat yang
terhadap cara ia berkembang dan belajar yang tepat. Akan tetapi, anak Z memakan makanan
dilakukan selama hidupnya. tersebut sekaligus tanpa duduk terlebih
Lingkup perkembangan anak usia dini dahulu. Hal tersebut mengindikasikan bahwa
meliputi aspek nilai moral dan agama, fisik- harapan pada indikator tingkat pencapaian
motorik, kognitif, bahasa, sosial-emosional, perkembangan anak agar mampu
dan seni. Keenam aspek perkembangan menyesuaikan diri dengan situasi masih
tersebut menjadi satu kesatuan yang utuh belum optimal.
pada anak usia dini. Hal tersebut tercantum Lembaga Pendidikan Anak Usia Dini
dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan (PAUD) memberikan layanan bimbingan
Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 137 yang mencakup seluruh aspek perkembangan
Tahun 2014 tentang Standar Nasional anak termasuk aspek perkembangan sosial-
Pendidikan Anak Usia Dini yang emosional. Pelaksanaan kegiatan
dilaksanakan secara holistik integratif. pembelajaran dengan menggunakan media
Pada periode usia dini, perkembangan yang tepat di PAUD akan sangat membantu
sosial-emosional menjadi salah satu aspek pembentukan kesadaran diri sebagai bagian
yang akan sangat mempengaruhi kehidupan perkembangan emosi anak. Kemampuan
anak pada masa yang akan datang. Ketika mengolah emosi dengan baik pada diri sendiri
anak dapat mengatur emosi dengan lebih dan orang lain, menggunakan perasaan-
efektif, maka ia akan lebih tangguh dalam perasaan itu untuk memandu pikiran dan
menghadapi keadaan yang menyebabkan tindakan dengan menggunakan kecerdasan
stress (Santrock, 2010). Selain itu, anak akan sosial (Robbiyah, Diyan, 2018). Media-media
lebih berani mengahadapi orang asing yang yang digunakan untuk anak usia dini pun
menunjukkan sikap ramah, bersahabat, dan harus memiliki standar antara lain sesuai
selalu tersenyum (Santrock, 2010). dengan kebutuhan anak, tidak berbahaya,
Keberanian ini muncul akibat kesadaran diri menimbulkan kreativitas, dan sesuai dengan
yang terbentuk sejak usia dini. tujuan pembelajaran. Kemampuan mengolah
Kesadaran diri merupakan kemampuan emosi dengan baik pada diri sendiri dan orang
individu untuk mengenali perasaan dan lain, menggunakan perasaan-perasaan itu
mengetahui alasan merasakan hal tersebut untuk memandu pikiran dan tindakan dengan
serta pengaruh perilaku individu terhadap menggunakan kecerdasan sosial.
orang lain. Menurut (Goleman, 1996) istilah Salah satu media yang dapat digunakan
kesadaran diri mengarah pada perhatian dalam pembelajan di PAUD adalah buku
individu yang introspektif dan reflektif dalam cerita bergambar. Buku cerita bergambar
diri terhadap pengalamannya, terkadang dapat merepresentasikan tokoh melalui
disebut sebagai kepekaan. Kesadaran diri karakter yang sesuai dengan tujuan
tersebut secara umum terdapat pada pembelajaran, sehingga berdampak pada
kehidupan sehari-hari. Sebagai contoh emosi anak (Aram, D., 2015). Beberapa hasil
kesadaran diri yang menunjukkan perasaan penelitian menyebutkan bahwa buku cerita
negatif dan positif seperti rasa bersalah dan bergambar memberikan manfaat bagi anak
bangga (Gilead, Katzir, Eyal, & Liberman, antara lain dalam aspek pengembangan
2016). kognitif dan aspek pengembangan emosional,
Tingkat pencapaian perkembangan serta sebuah konteks sosial yang penting bagi
sosial-emosional, khususnya usia 5 – 6 tahun pengembangan literasi (Frosch, C. A., Cox,
yang tercantum dalam Peraturan Menteri M. J., & Goldman, 2008). Media buku cerita
Pendidikan dan Kebudayaan Republik bergambar berjalan beriringan dalam
Indonesia Nomor 137 Tahun 2014 tentang mengembangkan kemampuan kognitif
Standar Nasional Pendidikan Anak Usia Dini sekaligus sosial emosional anak. Pakar lain
meliputi kesadaran diri, rasa tanggung jawab, juga menyebutkan bahwa bahasa dan
dan perilaku prososial. Ditinjau dari ketiga kemampuan lisan berasosiasi dengan
Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 2(2), 2018 | 221

pemahaman emosional anak, sebagaimana Produk penelitian ini memiliki


anak memahami dan menafsirkan peristiwa spesifikasi berupa buku cerita bergambar
(Pope, D.J., Butler, H., & Qualter, 2012). yang ditujukan bagi anak usia 5 – 6 tahun di
Pentingnya media buku cerita TK. Buku cerita bergambar tersebut dibuat
bergambar dalam kegiatan pembelajaran lebih besar sekitar 15 inci (Rothlein, L.,
adalah pesan keaksaraan secara lisan maupun Meinbach, 1991) dan dilengkapi dengan
tulisan dapat tersampaikan melalui proses petunjuk penggunaan metode read aloud
visual dan verbal yang senantiasa akan yang interaktif. Produk pengembangan
membentuk jalan berfikir anak terhadap suatu tersebut berisikan rangkaian materi yang
peristiwa. Membentuk persepsi anak terhadap memuat indikator kesadaran diri yang telah
hal yang dibenci dan disukai, kemudian dikaji dari teori kesadaran diri dan
terlihat pada perilaku sosial. Cerita yang ada dikombinasikan dengan Peraturan Menteri
di dalam buku bergambar akan memberikan Pendidikan dan Kebudayaan Republik
pesan berupa rangkaian peristiwa yang akan Indonesia Nomor 137 Tahun 2014 tentang
membentuk perilaku anak. Selain itu, Standar Nasional PAUD.
integrasi antara perkembangan aspek kognitif Pengertian buku cerita bergambar
dan sosial emosional anak teraplikasikan dalam penelitian ini adalah buku yang
dalam kehidupan nyata dari gambaran menampilkan jalinan gambar dengan teks
karakter tokoh dan peristiwa melalui buku yang memuat isi pembelajaran melalui alur
cerita bergambar (Martucci, 2016). cerita dan dicetak ke dalam bingkai dua
Selain itu, (Anitah, 2009) dimensi. (Musfiroh, 2008) mengemukakan
mengungkapkan bahwa kelemahan media unsur-unsur intrinsik cerita untuk anak usia
buku cerita bergambar terkadang memiliki dini terdiri atas tema, amanat, plot atau alur
ukuran yang terlampau kecil untuk cerita, tokoh dan penokohan, sudut pandang,
ditunjukkan di kelas besar. Apabila media latar, dan sarana kebahasaan. Selanjutnya
tersebut diimplementasikan pada kelas besar, Treinman, Rosales, dan Kessler (2015)
maka anak akan mengalami kesulitan dalam menambahkan karakteristik buku cerita bagi
mengamati gambar yang ada di dalam buku anak usia dini dari segi kualitas tampilan
cerita. Oleh karena itu, diperlukan antara lain dari segi: penggunaan warna,
pengembangan media pembelajaran yang warna latar, bentuk dan gaya huruf,
mampu menjangkau keluasan pandangan penggunaan huruf besar dan huruf kecil, dan
anak dalam menerima informasi. ukuran cetak. Adapun penyampaian buku
Pada kondisi yang lain, belum ada cerita bergambar dalam penelitian ini
standar yang sama dalam menyampaikan menggunakan metode read aloud dan
materi dalam buku cerita bergambar kepada mengacu pada pengulangan read aloud yang
anak. Guru menyampaikan cerita sesuai interaktif (McGee, L.M., Schickedanz, 2008)
dengan kemampuan dan pengalaman mereka yang terdiri dari pengenalan buku,
masing-masing, sehingga tujuan materi yang pembacaan buku, dan diskusi setelah
disampaikan masih belum diterima anak membaca.
secara optimal. Adapun penggunaan buku
cerita sebagian besar hanya diperuntukan METODE
dalam kegiatan pembuka dan kegiatan Penelitian ini menggunakan metode
selingan. Guru juga menyadari bahwa Research and Development (R&D) atau
kesadaran diri anak masih memerlukan Penelitian dan Pengembangan Borg dan Gall
bimbingan. Pembiasaan yang diajarkan (Putra, 2015). Penelitian diawali dengan
selama ini dirasakan guru belum semua melakukan studi pustaka dan mengkaji teori
berhasil. Oleh karena itu, anak senantiasa penelitian terkait buku cerita bergambar
diingatkan untuk sadar terhadap tugas dan dalam pembentukan kesadaran diri anak usia
kemampuan diri. dini usia 5-6 tahun. Uji coba lapangan tahap
Berdasarkan kendala yang ditemui, awal dilakukan pada 6 anak dan 1 guru di TK
sepenelusuran peneliti belum ada kajian Al Amien sebagai subjek penelitian. Uji coba
terkait buku cerita bergambar yang ditujukan lapangan utama dilakukan pada 30 anak di
khusus untuk pembentukan kesadaran diri TK Al Amien. Adapun Penelitian ditahap ini
anak usia dini. Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan metode kuasi eksperimen
berfokus pada pengembangan media buku (Quasi experimental research) dengan pretest
cerita bergambar dalam pembentukan dan posttest design. Terbagi atas 15 anak di
kesadaran diri anak usia 5-6 tahun. Menurut kelas eksperimen dan 15 anak di kelas
beberapa kajian literatur, manfaat buku cerita kontrol. Uji coba operasional dilakukan
bergambar mampu mengembangkan kepada 40 anak di TK ABA Karangmalang.
kemampuan sosial emosional. Adapun subjek dalam penelitian ini
diambil dengan menggunakan cara purposive
222 | Developing Picture Story Book Media for Building the Self-Awareness

sampling. Instrumen penelitian berupa lembar Selanjutnya, peneliti merumuskan


validasi instrumen, lembar validasi media dan tampilan buku cerita bergambar yang sesuai
materi, lembar angket respon guru dan anak, dengan karakteristik anak usia dini dengan
pedoman wawancara, lembar observasi memperhatikan 5 unsur. Pertama,
kesadaran diri anak, dan catatan lapangan. penggunaan warna. Anak-anak cenderung
Pengambilan data dilakukan dengan teknik memilih warna-warna cerah dibandingkan
wawancara, observasi, angket, dan catatan warna gelap dan warna tersebut dianggap
lapangan. Analisis data menggunakan analisis menonjol secara visual. Kemudian warna
kualitatif dengan triangulasi data dan cetak tulisan semua berwarna hitam atau
independent sample t-test menggunakan dapat pula dimasukkan huruf-huruf berwarna.
SPSS 19. Pada pengembangan buku cerita ini dipilih
warna-warna cerah seperti kuning, hijau
HASIL DAN PEMBAHASAN muda, biru muda, dan merah muda. Adapun
Media buku cerita bergambar memuat tulisan di dalam cerita berwarna hitam,
materi yang diuraikan ke dalam indikator dan sedangkan cover depan dibuat warna-warni.
tujuan. Setelah menganalisis indikator, maka Kedua, warna latar buku cerita bergambar
indikator tersebut digunakan menjadi aspek memiliki background yang digunakan
dalam menentukan tujuan di dalam buku sebagai frame gambar dan tulisan. Latar buku
cerita bergambar. Adapun cerita yang cerita bergambar yang memilliki warna lebih
didesain terbagi ke dalam dua buah buku. menarik bagi anak dibandingkan dengan latar
Buku pertama (Buku I) memuat indikator putih.
kemampuan menyesuaikan diri dengan Ketiga, bentuk dan gaya huruf.
situasi. Di samping itu, buku kedua (Buku II) Terdapat penelitian terkait huruf terhadap
memuat indikator mengenal perasaan terkait ketertarikan anak. Anak usia dini lebih
diri sendiri. tertarik dengan huruf-huruf yang tebal dan
Tujuan berdasarkan indikator dari buku tidak biasa. Huruf-huruf sederhana seperti
I adalah anak memperlihatkan kemampuan “K” lebih mudah diterima anak dibandingkan
diri untuk menyesuaikan dengan situasi dan huruf serif seperti “K”. Hal tersebut
anak sadar akan perbuatan yang kurang tepat dikarenakan lebih familiar seperti tulisan
dan perilaku berani melakukan tugas. Di anak sehari-hari. Penelitan ini menggunakan
samping itu, buku II bertujuan untuk font AbeZee-Regular. Keempat, penggunaan
mengenal perasaan sendiri dan mengelola huruf besar dan huruf kecil. Di dalam buku
perasaan secara wajar. Indikator yang cerita bergambar diperlukan huruf besar pada
digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat awal kalimat. Biasanya pada awal cerita
pada tabel 1. diberikan huruf besar yang yang menarik,
Tabel 1. Indikator Ketercapaian Kesadaran sehingga menonjolkan ciri khas cetakan.
Diri Anak Usia Dini Setelah ada huruf besar di awal kalimat,
Definisi kemudian diikuti huruf kecil sampai kalimat
Operasiona Pernyataan berhenti. Kelima, ukuran cetak. Beberapa
l penelitian mengungkapkan bahwa anak-anak
Mengenal perasaan terkait diri sendiri usia dini lebih tertarik melihat cetakan huruf
1. Anak bersedih karena gagal yang lebih besar dibandingkan cetakan huruf
menolong orang lain
2. Anak menunjukkan sikap peduli yang kecil. Analisis terhadap besarnya huruf
terhadap makhluk hidup adalah tinggi huruf yang membuat menarik,
3. Anak merasa senang setelah berhasil bukan lebar huruf.
melakukan sesuatu Tahap berikutnya adalah membuat
4. Anak bersikap wajar ketika sedang
bermain naskah buku cerita bergambar yang memuat
5. Anak tertawa saat melihat kejadian tema dan tujuan untuk selanjutnya didesain
lucu oleh ilustrator. Adapun pengembangan media
6. Anak meminta bantuan ketika buku cerita bergambar memperhatikan
menghadapi kesulitan
Kemampuan menyesuaikan diri rambu-rambu yang sesuai dengan
dengan situasi karakteristik anak usia 5-6 tahun. Di dalam
1. Anak mau tampil di depan kelas setiap cerita terdapat unsur intrinsik. Unsur-
2. Anak mengakui kesalahan meminta unsur intrinsik yang digunakan dalam
maaf pada teman
3. Anak menunjukkan minat diri
pengembangan buku cerita dalam penelitian
dengan melakukan kegiatan yang ini terdiri atas 7 unsur .
disukai Storyline buku cerita I terdiri atas unsur
4. Anak mau membantu temannya sebagai berikut. Pertama, Tema besar dalam
untuk membereskan mainan
5. Anak membimbing temannya yang
buku ini bercerita tentang kesadaran diri.
belum membereskan mainan Tujuan yang diambil dari tema antara lain:
anak memperlihatkan kemampuan diri untuk
Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 2(2), 2018 | 223

menyesuaikan dengan situasi dan anak sadar berani untuk menunjukkan kemampuannya
akan perbuatan yang kurang tepat serta bercerita di depan kelas. Percaya diri setelah
perilaku berani melakukan tugas. Judul yang berlatih di rumah.
digunakan adalah “Aku Bisa dan Aku Keempat, Lia. Ia adalah anak
Berani”. Kedua, Amanat yang terkandung berkerudung kuning dan berbaju ungu.
dalam cerita ini adalah setiap anak mampu Beralis tebal dan perawakannya sedang. Ia
untuk membantu dan mengingatkan teman anak yang periang dan senang bercerita. Akan
lain ketika salah. Selain itu, anak juga mampu tetapi, terkadang ia lupa membereskan
untuk memberanikan diri terhadap hal-hal kembali mainan setelah selesai digunakan.
yang positif. Ketiga, Alur dalam buku ini Kelima, Bu Rita. Ia adalah Ibu guru yang
memiliki alur maju. Adanya hubungan sebab berkacamata. Mengenakan kerudung
akibat dirancang secara sederhana. berwarna merah muda dan baju berwarna biru
Pengenalan tokoh dilakukan pada awal cerita muda. Keenam, Ayah. Ayah berusia 37 tahun.
dengan bimbingan dari guru. Daya perhatian Ia mengenakan baju berwarna hijau dan
anak terhadap alur cerita berkisar selama 15 – sepatu hitam. Rambutnya hitam dan tertata
25 menit. Alur cerita buku I dapat dilihat pada rapi. Ayah adalah pendengar yang baik.
tabel 2. Selalu menyenangkan dan memotivasi anak.
Tabel 2. Tahapan Alur Cerita Buku I (Aku Terakhir adalah Ibu. Ibu berperawakan
Bisa dan Aku Berani) sedang. Mengenakan kerudung berwarna biru
Tahapan Peristiwa tua dan baju dengan warna senada. Sama
Pengenalan Anak bernama Mizan dan Ibna halnya dengan Ayah, Ibu adalah pendengar
bersekolah di TK Kumara. Di yang baik. Selalu menyenangkan dan
sekolah tersebut, ada pula anak
memotivasi anak.
yang bernama Ama dan Lia.
Mereka masing-masing memiliki Kelima, sudut pandang. Sudut pandang
karakter yang berbeda. dalam buku cerita bergambar ini
Muncul Mizan tidak sengaja melihat menggunakan persona ketiga atau diaan. Oleh
konflik mainan Lia berlum dibereskan. karena itu, kata ganti orang yang digunakan
Kemudian Ibna membantu Mizan adalah dia atau mereka. Keenam, Latar
membereskan mainan tersebut. tempat dalam cerita ini menggunakan latar
Klimaks Ibu guru meminta Ama untuk
sekolah. Pada saat anak berkegiatan di
bercerita di depan kelas. Ama
merasa ragu untuk maju ke depan sekolah, muncul dinamika sosial-emosional
kelas. Ia memilih diam dan ingin yang lebih kompleks dikarenakan adanya
bercerita keesokan harinya. interaksi dengan teman sebaya. Adapun latar
Antiklimaks Setelah Ama latihan bercerita suasana dalam cerita tersebut terjadi pada
dengan Ayah dan Ibu, ia mulai waktu pagi dan siang hari. Ketujuh, sarana
percaya diri untuk bercerita di kebahasaan. Cerita untuk anak usia 5 – 6
depan kelas keesokan harinya.
tahun pada buku I terdapat sejumlah 860 kata.
Penyelesaian Keesokan harinya, anak-anak
kembali masuk ke sekolah.
Berisi beberapa konsep numeri dasar yakni
Mereka sangat senang karena hari nomor pada halaman. Diikuti juga beberapa
ini akan kembali bercerita. Tanpa kata sifat seperti berani, takut, malu, gugup,
ragu-ragu, Ama menawarkan diri dan ramah. Menggunakan kata rujukan
sebagai orang pertama yang akan dengan ia, dia, mereka, di sana, ini, dan itu.
bercerita di depan kelas. Adapun kata sambung yang digunakan antara
Selanjutnya, tokoh dan penokohan. lain: dan, untuk, karena, seperti, dan lalu.
Tokoh merupakan individu rekaan di dalam Berisi lebih banyak kalimat aktif dan sedikit
cerita yang mengalami berbagai cerita. kalimat majemuk, serta menggunakan
Adapun tokoh – tokoh dalam cerita terdiri kalimat literal dan langsung.
dari Mizan, Ibna, Ama, Lia, Bu Rita, Ayah, Selanjutnya, proses desain ilustrasi
dan Ibu. Penjelasan mengenai karakter tokoh buku cerita bergambar oleh ilustrastor melalui
dijelaskan antara lain. Pertama, Mizan. Ia 6 tahap. Pertama, pemahaman cerita dan
adalah anak berambut lurus, memiliki alis tokoh ilustator mempelajari naskah skenario
yang tebal, berkulit sawo matang, cerita bergambar yang telah dibuat oleh
mengenakan baju berwarna biru, dan celana penulis. Pemahaman dimulai dari tujuan
hijau. Ia anak yang bersahabat dan dapat cerita secara umum, kemudian tujuan cerita di
mengingatkan ketika teman salah. Kedua, setiap halaman. Selanjutnya memahami
Ibna. Ia adalah anak berambut ikal, berkulit karakter tokoh dalam cerita. Kedua,
cerah, berhidung besar, mengenakan baju pembuatan sketsa kasar manual. Selesai
hijau muda, dan celana biru. Ia senang memahami karakter tokoh, latar cerita, dan
membantu dan ramah dengan teman. Ketiga, tujuan, maka ilustator membuat sketsa
Ama. Ia adalah anak berkerudung pink dan manual di atas kertas. Dimulai dari
berbaju hijau tosca. Ia anak yang belum pembuatan halaman pertama sampai terakhir,
224 | Developing Picture Story Book Media for Building the Self-Awareness

kemudian ilustrasi cover dan belakang cover. yang mengalami berbagai cerita. Adapun
Ketiga, pembuatan sketsa hitam putih digital tokoh – tokoh dalam cerita terdiri dari Mila,
perhalaman (proses inking dari sketsa manual Fathia, Nando, Ndut, dan Ayah. Tokoh-tokoh
ke digital). Keempat, pewarnaan gambar. di dalam buku cerita II adalah sebagai berikut.
Kelima, penambahan shading pada gambar. Pertama, Mila. Ia adalah anak yang memakai
Keenam, penambahan teks pada gambar kerudung, berkulit cerah, dan berhidung
(proses layout). kecil. Ia anak yang merasa bersalah setelah
Berlanjut pada storyline buku cerita II menabrak kucing. Ia pun segera meminta
terdiri atas unsur sebagai berikut. Pertama, bantuan kepada teman-temannya. Ia hanya
tema besar dalam buku ini bercerita tentang takut kucing saat ia terluka, namun ia senang
kesadaran diri. Adapun tujuan yang diambil bermain dengan kucing tersebut setelah
dari tema antara lain: mengenal perasaan sembuh. Fatia, ia adalah anak berambut hitam
sendiri dan mengelola perasaan secara wajar. dan perponi. Ia anak yang pemberani. Ia pun
Judul buku cerita ini adalah “Bermain senang bermain-main dengan hewan,
Bersama Ndut”. Kedua, Amanat yang terutama kucing. Nando, anak laki-laki yang
terkandung dalam cerita ini adalah jika ada berambut lebat. Senang mengenakan sendal
sesama makhluk hidup membutuhkan jepit dan jaket saat di luar rumah. Ia adalah
pertolongan, maka jangan ragu untuk anak yang tidak berani dengan hewan apa
menolong. Ketiga, Alur dalam buku ini saja. Hal itu disebabkan karena ia takut digigit
memiliki alur maju. Adanya hubungan sebab atau dicakar. Namun, sebenarnnya ia adalah
akibat dirancang secara sederhana. Para tokoh anak yang baik hati. Selanjutnya ada Ndut.
dikenalkan oleh guru pada awal cerita. Daya Ndut Adalah kucing jalanan. Ia memiliki bulu
perhatian anak terhadap alur cerita berkisar warna jingga dan badannya besar. Namun,
selama 15 – 20 menit. Alur cerita buku II badannya tidak segemuk sebelum dirawat di
dapat dilihat pada tabel 3. rumah Mila. Ia kucing yang suka bermain dan
Tabel 3. Tahapan Alur Cerita Buku II berguling-guling untuk mendapatkan
(Bermain Bersama Ndut) perhatian. Terakhir Ayah Ayah berumur 36
Tahapan Peristiwa tahun. sehari-harinya menggunakan
kacamata. Senang mengenakan kaos
Pengenal Anak bernama Mila memiliki teman
berwarna putih. Ayah Mila adalah ayah yang
an bernama Fatia dan Nando. Mereka adalah
teman satu sekolah. Fatia anak yang telaten. Ia bukanlah seorang dokter, akan
pemberani, sedangkan Nando sebaliknya. tetapi ia tahu cara mengobati luka pada
Akan tetapi, Nando teman yang baik hati. hewan.
Mila juga memiliki Ayah yang telaten Kelima, Sudut pandang dalam buku
dalam merawat binatang. cerita bergambar ini menggunakan persona
Muncul Mila tidak sengaja menabrak kucing yang ketiga atau diaan. Oleh karena itu, kata ganti
konflik sedang melintas di jalan. Ia merasa
orang yang digunakan adalah dia atau
bersalah telah menabrak kucing tersebut.
Ia ingin menolong, namun ia juga tidak mereka. Keenam, latar tempat dalam cerita ini
berani membawa kucing tersebut untuk menggunakan latar tempat bermain dan
diobati. rumah Mila. Pada saat anak-anak bermain
Klimaks Di saat-saat yang menyedihkan bagi dengan teman sebaya, muncul dinamika
Mila, datanglah Fatia dan Nando. sosial-emosional yang lebih kompleks
Akhirnya, Fatia menawarkan diri dikarenakan adanya interaksi-interaksi tak
membantu Mila membawakan kucing
terduga. Selanjutnya, latar suasana dalam
tersebut ke rumah untuk segera di obati.
Sesampainya di rumah, kucing tersebut cerita terjadi pada waktu sore hari. Ketujuh,
diobati oleh Ayah. Meskipun sudah sarana kebahasaan. Cerita untuk anak usia 5 –
diobati, Mila masih merasa bersalah. 6 tahun pada buku II terdapat sejumlah 356
Antiklim Setelah selesai diobati, Ayah kata. Berisi beberapa konsep numeri dasar
aks memberitahu bahwa kucing tersebut akan yakni nomor pada halaman. Diikuti juga
segera sembuh. Mendengar hal tersebut beberapa kata sifat seperti takut, berseri,
Mila sangat senang.
sedih, senang, gendut, dan bangga.
Penyeles Beberapa hari kemudian, Fatia dan
aian Nando kembali mendatangi Mila di
Menggunakan kata rujukan dengan mereka,
rumah. Mereka melihat kucing tersebut di sana, ini, dan itu. Adapun kata sambung
sudah sehat dan menjadi gemuk. Mereka yang digunakan antara lain: dan, untuk, lalu,
memanggil kucing itu “Ndut”. dan kemudian. Berisi lebih banyak kalimat
Merekapun dapat bermain bersama Ndut aktif dan sedikit kalimat majemuk, serta
dengan gembira. Ndut menjadi teman kalimat literal dan langsung.
bermain yang menyenangkan bagi Mila,
Selanjutnya, proses desain ilustrasi
Fatia, dan Nando.
buku cerita bergambar oleh ilustrastor melalui
Keempat, tokoh dan penokohan. Tokoh
2 tahap desain besar. Pertama, Penjaringan
merupakan individu rekaan di dalam cerita
ide. Penjaringan ide dilakukan dalam dua
Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 2(2), 2018 | 225

bagian. Bagian pertama, ilustrator menjaring Sementara itu, Data hasil penilaian
ide melalui data visual tokoh. Pada tahap ini produk yang dilakukan oleh ahli media
ilustrator mengembangkan karakter fisik berupa penilaian dan masukan terhadap
tokoh dalam buku cerita dengan mencari komponen-komponen media yang terdiri dari
gambar-gambar dengan karakteristik anak kualitas tampilan dan kualitas isi di dalam
usia 5 – 6 tahun. Bagian kedua, ilustrator buku cerita bergambar. Hasil penilaian media
menjaring ide melalui data visual setting di dalam buku cerita bergambar dapat dilihat
lokasi. Langkah selanjutnya, ilustrator pada grafik 2. sebagai berikut.
mengembangkan latar tempat sebagai setting
lokasi dalam buku cerita dengan mencari
Skor Minimal
gambar-gambar dengan karakteristik anak 250
185 200 Ideal
usia 5 – 6 tahun. 200 144 160
Tahap kedua adalah pengembangan ide 150 Skor Maksimal
77,8 80 Ideal
100
yang terdiri atas: study visual tokoh, study 37 40
50 0 0 Total Skor
visual setting tempat, study warna, sket 0 Empiris
layout, dan pewarnaan final dan hasil produk Buku I Buku II
awal buku II. Terakhir setelah proses sket
layout selesai, maka dilakukan pewarnaan
Grafik 2. Hasil Validasi Ahli Media
(coloring) dengan menggunakan Photoshop
Berdasarkan hasil dari grafik 2. di
Cs.6.
atas, maka dapat disimpulkan bahwa media
Setelah produk awal selesai, maka
buku cerita bergambar layak digunakan
prosedur selanjutnya adalah divalidasi oleh
setelah revisi kecil. Revisi kecil berupa saran
ahli materi dan ahli media. Hasil penilaian
dari ahli pembelajaran antara lain perlu
materi di dalam buku cerita bergambar dapat
adanya perubahan pada detail gambar di buku
dilihat pada grafik 1.
cerita pada halaman copyright yakni judul
250 200 210 “Aku Bisa dan Aku Berani” tertukar. Judul
170 175 Media Buku
200 yang benar adalah “Aku Berani dan Aku
Cerita
150 Bergambar Bisa”. Berlanjut ke halaman 2, yakni berdoa
85 83,3
100 dengan khusyuk seharusnya suasana tenang
40 42 Skor Minimal
50 0 0 dan khidmat. Kemudian kejelasan detail
Ideal
0 gambar pada buku cerita I di halaman 6 dan
1 2
7, yakni gambar tokohnya berubah, sehingga
Grafik 1. Hasil Validasi Ahli Materi ilustrasi cerita tersebut perlu diperbaiki.
Berdasarkan hasil dari grafik 1. di atas, Berlanjut pada data hasil lapangan yang
maka dapat disimpulkan bahwa media buku dilakukan pada subjek penelitian, yakni
cerita bergambar layak digunakan setelah terdiri dari guru dan anak. Hasil uji coba
revisi kecil. Revisi kecil berupa saran dari ahli lapangan tahap awal dapat dianalisis bahwa
materi pembelajaran antara lain perlu adanya total skor pada indikator kualitas tampilan dan
perubahan pada struktur kalimat yang sesuai kualitas isi memperoleh skor 110 dengan
dengan perkembangan anak usia dini, yakni kategori sangat baik. Kategori tersebut
struktur kalimat yang tidak terlalu formal dan mengacu pada (Sukardjo, 2010) bahwa nilai
tanda baca dari struktur cerita. >109,1 terkategori sangat baik.
Adapun revisi sebelum dilakukan Begitu pula hasil respon guru pada
penilaian oleh ahli materi, peneliti meminta buku II dapat dianalisis bahwa total skor pada
satu orang ahli dongeng anak untuk indikator media kualitas tampilan dan kualitas
memberikan masukan terhadap cerita. Saran isi memperoleh skor 111 dengan kategori
dari ahli dongeng terletak pada buku I, yakni sangat baik. Nilai >109,1 terkategori sangat
tokoh yang ditampilan terlalu banyak, baik. Sementara itu, respon anak dapat
sehingga salah satu tokoh anak-anak dalam dianalisis bahwa total skor pada indikator
buku cerita dikurangi. Selain itu, dalam media pembelajaran, materi pembelajaran,
pembentukan struktur kata, peneliti meminta dan suasana pembelajaran memperoleh skor
saran dari mahasiswa pascasarjana 36 dengan kategori sangat baik. Adapun hasil
pendidikan bahasa Indonesia. Selanjutnya, respon anak pada buku II dapat dianalisis
peneliti mengobservasi cara berbicara anak bahwa total skor pada indikator media
usia 6 tahun dan meminta masukan pada pembelajaran, materi pembelajaran, dan
orang tua yang setiap hari mendampingi anak- suasana pembelajaran memperoleh skor 35
anak usia 5 – 6 tahun dalam melaksanakan dengan kategori sangat baik. Adapun
aktivitas pembelajaran. perubahan nilai standar kategori disebabkan
jumlah subjek berbeda. Berdasarkan
226 | Developing Picture Story Book Media for Building the Self-Awareness

perhitungan, nilai > 31,8 terkategori sangat guru. Hal tersebut dikarenakan kebiasaan
baik dan layak untuk digunakan. duduk yang telah dilakukan selama
Hasil uji operasional dapat dianalisis pembelajaran. Kemudian anak-anak diajak
bahwa total skor pada indikator kualitas tanya jawab sesuai mengenai kegiatan
tampilan dan kualitas isi memperoleh skor sebelum ke sekolah.
110 dengan kategori sangat baik. Di samping Pada tahap inti, guru memberikan
itu, hasil respon guru pada buku II dapat penjelasan bahwa hari ini anak-anak akan
dianalisis bahwa total skor pada indikator mendengarkan cerita buku cerita bergambar.
media kualitas tampilan dan kualitas isi Anak-anak antusias dengan buku yang
memperoleh skor 111 dengan kategori sangat dikeluarkan guru. Anak-anak tertuju pada
baik. Penilaian pada tahap uji operasional tokoh yang ada di cover depan. Mereka
yakni >109,1 terkategori sangat baik. tertarik dengan berbagai macam karakter
Sementara itu, hasil respon anak dianalisis pada buku cerita.
bahwa total skor pada indikator media Guru kemudian memperkenalkan buku
pembelajaran, materi pembelajaran, dan cerita bergambar dengan mnunjukkan judul
suasana pembelajaran memperoleh skor 246 cerita, penulis, dan ilustrator. Kemudian, guru
dengan kategori sangat baik. Di samping itu, menyebutkan nama para tokoh dalam cerita
hasil respon anak pada buku II dapat beserta karakternya. Guru memperkenalkan
dianalisis bahwa total skor pada indikator melalui buku cerita, kemudian guru
media pembelajaran, materi pembelajaran, menunjuk karakter pada media. Anak-anak
dan suasana pembelajaran memperoleh skor ada yang antusias menunjuk gambar pada
255 dengan kategori sangat baik. Adapun buku cerita, ada juga yang hanya
kategori tersebut dengan perhitungan nilai > mendengarkan dengan seksama. Anak-anak
212 terkategori sangat baik dan layak untuk yang menirukan menyebut nama tokoh
digunakan. “Ibna” merasa sedikit kesulitan. Hal tersebut
Untuk mengukur keefektifan buku dikarenakan huruf konsonan bertemu dengan
cerita bergambar dalam pembentukan huruf konsonan, sehingga anak-anak sedikit
kesadaran dirianak usia dini ini peneliti kesulitan menyebutkan nama “Ibna”. Hal
menggunakan teknik uji-t menggunakan yang menarik dari cerita ini adalah tokoh Bu
SPSS 19. Hasil perbandingan antara Rita yang ternyata pengucapannya hampir
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol mirip dengan guru mereka yakni Bu Tita.
dengan menggunakan analisis independent t- Anak-anak tampak senang, seolah-olah di
test. Uji independent t-test dilakukan pada dalam cerita adalah guru mereka. Waktu yang
posttest kelompok kontrol dan kelompok digunakan guru untuk memperkenalkan
eksperimen. Dasar pengambilan keputusan tokoh dalam cerita memerlukan waktu sekitar
adalah jika nilai sig < 0.05 maka terdapat 5 menit.
perbedaan yang signifikan pada posttest Masuk pada tahap pembacaan cerita,
kelompok eksperimen dan kontrol. guru membuka halaman pertama dan
Berdasrkan hasil perhitungan, dapat membacakan cerita pada anak-anak. Bahkan
dilihat nilai Sig (2-tailed) sebesar 0.000, maka ada beberapa anak yang menceritakan
nilai sig (1-tailed) sebesar 0.000. oleh karena pengalaman libur mereka karena di halaman
itu, dapat dikatakan bahwa 0.000 < 0.05 tersebut menceritakan tentang libur sekolah.
sehingga dapat dikatakan ada perbedaan yang Sampai halaman terakhir guru bercerita,
signifikan pada nilai posttest antara kelompok beberapa anak masih memperhatikan dan
kontrol dan kelompok eksperimen. Kelompok sesekali bertanya mengenai cerita. Waktu
kontrol memperoleh nilai posttest sebanyak yang digunakan guru pada tahap pembacaan
77, sedangkan kelompok eksperimen buku cerita sekitar 15 menit.
sebanyak 137. Perbandingan lainnya juga Terakhir tahap diskusi setelah
terlihat dari hasil pretest dan posttest membaca, guru bertanya kepada anak-anak
kelompok eksperimen. Adapun nilai pretest mengenai tokoh-tokoh yang ada di dalam
sebesar 73 dan naik sebesar 137 pada posttest. cerita. Kemudian guru menanyakan kegiatan
Pelaksanaan pembelajaran dalam yang dilakukan tokoh anak-anak di dalam
penelitian ini menggunakan pengambilan buku cerita. Anak-anak antusias menjawab
data menggunakan teknik catatan lapangan. pertanyaan guru.
Adapun penjabaran kegiatannya dijelaskan Hari berikutnya pertemuan kedua, saat
sebagai berikut. Pada Buku I (Aku Berani dan apersepsi guru kembali mengkondisikan
Aku Bisa) di pertemuan pertama, saat anak-anak. Kemudian anak-anak diajak untuk
apersepsi guru mengkondisikan masuk ke membaca doa sebelum belajar dan
dalam kelas. Guru kemudian mengatur dilanjutkan dengan hafalan surah-surah
tempat duduk anak agar melingkar, akan pendek beserta hadist-hadist pilihan. Guru
tetapi anak-anak duduk berbanjar menghadap
Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 2(2), 2018 | 227

kemudian mengatur tempat duduk anak Kemudian, pembelajaran


senyaman mungkin. menggunakan buku cerita bergambar
Pada tahap inti, guru memberikan membuat anak lebih aktif baik secara verbal
penjelasan bahwa hari ini anak-anak akan maupun secara fisik. Secara verbal anak-anak
mendengarkan buku cerita bergambar dapat membaca dan menceritakan kembali
kembali yang berjudul “Aku Berani dan Aku cerita yang ada di dalam buku. Melalui buku
Bisa”. Anak-anak antusias dengan cerita tersebut, anak-anak dapat
menyebutkan kembali ceritanya. Bahkan ada mengidentifikasi perilaku yang seharusnya
anak yang memiliki nama yang sama dengan dikerjakan dan ditinggalkan. Selain itu,
tokoh cerita, namun karakternya bertolak perilaku anak-anak diuji dengan melihat
belakang. Ada anak yang langsung perbedaan antara kelompok yang
menyebutkan nama tokoh yang ada di mendapatkan treatment (perlakuan)
halaman cover depan. Nama-nama tokoh menggunakan buku cerita bergambar
mudah untuk diingat anak, sehingga guru (kelompok eksperimen) dengan anak-anak
tidak mengalami kesulitan untuk yang tidak mendapatkan treatment
menyebutkan kembali nama tokoh-tokoh (kelompok kontrol). Hasil perhitungan
tersebut. Waktu yang diperlukan pada tahap posttest menunjukkan bahwa terdapat
ini sekitar 5 menit. perbedaan signifikan antara kelompok
Pada tahap pembacaan buku cerita eksperimen dan kontrol. Begitu pula dengan
bergambar, guru mulai memahami alur cerita perhitungan antara hasil pretest dan posttest
di dalam buku. Hal tersebut menjadikan anak- kelompok eksperimen yang menunjukkan
anak mulai fokus terhadap cerita yang peningkatan signifikan.
disampaikan. Guru menanyakan kepada Hal tersebut tidak terlepas dari peran
anak-anak, kejadian selanjutnya setelah cerita media buku cerita bergambar yang
yang sedang dibacakan. Anak-anak menebak- menstimulasi proses berfikir anak melalui
nebak kejadiannya. anak-anak antusias benda konkret. Stimulasi yang diberikan guru
dengan menjawab guru. Guru kemudian melalui media buku cerita bergambar
membacakan cerita sampai tuntas dengan ditangkap oleh indera visual anak. Anak
waktu sekitar 10 menit. Terakhir tahap memproses hasil gambar dan diperkuat
diskusi setelah membaca, guru bertanya dengan pembacaan cerita menggunakan
kepada anak-anak mengenai hal-hal yang bahasa verbal guru yang ditangkap oleh
dilakukan oleh para tokoh yang ada di dalam indera pendengarannya. Dari sana anak mulai
cerita. Ada beberapa anak yang dapat memikirkan, mengingat, berimajinasi,
menjawab dan ada pula yang hanya diam mengetahui, dan mempercayai. Senada
mendengarkan. Waktu yang dibutuhkan dengan pendapat tersebut, (Fauziddin, 2017)
dalam tanya jawab sekitar 5 menit. mengungkapkan bahwa bercerita kepada
Berlanjut pada hasil pelaksanaan anak memainkan peranan penting bukan saja
pembelajaran berdasarkan temuan dari dalam menumbuhkan minat kebiasaan
catatan lapangan dan hasil wawancara, maka membaca, tetapi juga dalam mengembangkan
dapat diketahui bahwa buku cerita bergambar bahasa dan pikiran anak.
memberikan dampak yang positif dalam Proses tersebut masuk di dalam
keterlaksanaan pembelajaran. Hal tersebut domain kognitif anak. Selanjutnya melalui
sesuai dengan pendapat (Djamarah, S.B., hasil berfikir tadi, anak-anak memiliki
Zain, 2010) bahwa kerumitan isi keinginan seperti karakter baik di dalam cerita
pembelajaran yang akan disampaikan kepada dan menghindari seperti tokoh yang tidak
anak didik dapat disederhanakan melalui baik. Proses tersebut masuk di dalam domain
media. Media mampu untuk mewakili ucapan afektif. Anak-anak pun merasakan perasaan
guru yang sulit dan abstrak bagi anak didik sedih, takut, dan senang saat cerita dibacakan.
menjadi ucapan yang lebih konkret.Selain itu, Menunjukkan perasaan mereka terhadap hal-
menurut (Arsyad, 2016) bentuk dari media hal yang mereka indera secara visual dan
pembelajaran terbagi atas dua pengertian, verbal. Pada akhirnya, anak-anak yang telah
yakni pengertian secara fisik dan non fisik. diberikan stimulus buku cerita bergambar
Secara fisik, media pembelajaran dapat yang sesuai dengan lingkungan dan
diartikan sebagai benda yang dapat dilihat, perkembangan mereka, akan lebih mudah
didengar, atau diraba dengan indera. Di membentuk perilaku. Hal tersebut
samping itu, non fisik diartikan sebagai ditunjukkan dengan hasil observasi kesadaran
kandungan pesan yang ingin disampaikan. diri anak. Salah satu perilaku yang muncul
Pada hasil temuan catatan lapangan yang saat anak menyadari telah memukul teman
diperoleh, terdapat dinamika pembelajaran lain dan berusaha meminta maaf.
yang kompleks dengan menggunakan buku Dinamika yang terjadi pada proses
cerita bergambar. pembelajaran tersebut senada dengan
228 | Developing Picture Story Book Media for Building the Self-Awareness

(Martucci, 2016) yang menyebutkan bahwa Aisyiyah Gobah Kecamatan Tambang.


ada tahapan-tahapan yang dilalui anak setelah Jurnal Obsesi, 1(1), 42–51.
dibacakan buku cerita bergambar antara lain: Frosch, C. A., Cox, M. J., & Goldman, B. D.
cognitive states, affect desire states, affective (2008). Infant-parent attachment and
states, dan behavioural states. Pertama, cerita parental and child behavior during
yang telah dibacakan kepada anak masuk ke parent-toddler storybook interaction.
dalam proses kognitif, yakni saat anak Merrill-Palmer Quarterly, 47(4), 445–
mendapat hal-hal yang memantik akal untuk 474.
berperilaku yang melibatkan kata-kata. Gilead, M., Katzir, M., Eyal, T., & Liberman,
N. (2016). Neural correlates of
Kedua, setelah memikirkan cerita yang
processing “self-conscious” versus
dibacakan tadi, anak-anak merasakan
“basic” emotion. Neuropsychologia, 81,
keinginan seperti tingkah laku tokoh di dalam
207–218.
cerita. Ketiga, anak-anak kemudian menjadi https://doi.org/10.1016/j.neuropsychologi
sedih, takut, dan senang terhadap cerita yang a.2015.12.009
disampaikan. Terakhir, perasaan tersebut Goleman, D. (1996). Emotional intelligence
yang membawa anak-anak untuk why it can matter more than iq. New
menunjukkan perilaku yang sesuai dan tidak York: Bantam Books.
sesuai dengan hal-hal yang mereka ingat dan Martucci, K. (2016). Shared storybook reading
bayangkan. in the preschool setting and
considerations for young children’s
SIMPULAN theory of mind development. Journal of
Simpulan yang dapat ditarik dalam Early Childhood Research, 14(1), 55–68.
penelitian ini adalah sebagai berikut. Pertama, McGee, L.M., Schickedanz, J. . (2008).
Media buku cerita bergambar yang Repeated interactive read-alouds in
dikembangkan layak digunakan dalam preschool and kindergarten. International
pembentukan kesadaran diri anak usia dini. Reading Association, 60(80), 742–751.
Hasil dari uji coba empiris melalui respon guru Morrison, G. . (2012). Dasar-dasar pendidikan
dan anak menyatakan bahwa media buku cerita anak usia dini. Jakarta: PT. Indeks.
bergambar ini sangat layak untuk digunakan. Musfiroh, T. (2008). Memilih, menyusun, dan
Kedua, Media buku cerita bergambar menyajikan cerita untuk anak usia dini.
dinyatakan efektif dalam pembentukan Yogyakarta: Tiara Wacana.
kesadaran diri anak usia dini. Oleh karena itu, Pope, D.J., Butler, H., & Qualter, P. (2012).
dapat dinyatakan bahwa media tersebut dapat Emotional understanding and color-
meningkatkan kesadaran diri anak secara emotion association in children aged 7-8
signifikan. years. Child Development Research.
Retrieved from
UCAPAN TERIMA KASIH https://www.hindawi.com/journals/cdr/20
Penulis mengucapkan terima kasih 12/975670/
kepada segenap pihak yang berperan serta Putra, N. (2015). Research & development
dalam proses pembuatan jurnal penelitian ini. penelitian dan pengembangan: suatu
Terkhusus pada civitas akademika Program pengantar. Jakarta: Raja Grafindo.
Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta. Robbiyah, Diyan, R. (2018). Pengaruh Pola
Kepala sekolah berserta Guru TK Al Amien dan Asuh Ibu terhadap Kecerdasan Sosial
TK ABA Karangmalang, DI Yogyakarta. Anak Usia Dini di TK Kenanga
Kabupaten Bandung Barat. Jurnal
DAFTAR PUSTAKA Obsesi, 2(1), 76–84.
Anitah, S. (2009). Media pembelajaran. Rothlein, L., Meinbach, A. M. (1991). The
Surakarta: Panitia Sertifikasi Guru Rayon literature connection: using children’s
13 FKIP UNS Surakarta. books in the classroom. USA: Good Year
Aram, D., A. (2015). Mothers’ storybook Book.
reading and kindergartners’ Santrock, J. . (2010). Perkembangan anak, jilid
socioemotional and literacy development. dua. (terjemahan mila rachmawaty &
Reading Psychology, 30(2), 175–194. anna kuswanti (7th ed.). New York:
Arsyad, A. (2016). Media pembelajaran. McGraw-Hill.
Jakarta: Rajawali Press. Sukardjo, M. (2010). Landasan Pendidikan
Djamarah, S.B., Zain, A. (2010). Strategi Konsep Dan Aplikasinya. Jakarta:
belajar mengajar. Jakarta: Rhineka Rajawali Pers.
Cipta. Treiman, R., Rosales, N., Kessler, B. (2015).
Fauziddin, M. (2017). Upaya Peningkatan Characteristics of print in books for
Kemampuan Bahasa Anak Usia 4-5 preschool children. Treiman, R., Rosales,
Tahun melalui Kegiatan Menceritakan N., Kessler, B.
Kembali Isi Cerita di Kelompok Bermain
Volume 2 Issue 2 (2018) Pages 229-228
Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini
DOI: 10.31004/obsesi.v2i2.89

Colored plastic pulp as a collage medium in improving early childhood


development

Yetty Trisnayanti1, Dwi Nomi Pura2


FKIP Universitas Dehasen Bengkulu, Indonesia

Abstract
One development that must be considered in the growth of early childhood is motor development,
namely fine and rough motor. The problem raised in this study is the lack of fine motor skills in
children due to creativity in making learning media still very weak and conventional learning.
The purpose of this study was to prove the increase in fine motor skills of early childhood through
a colored plastic pulp collage medium. The selection of used materials for colored plastic powder
is one way to utilize used material to be recycled and used as a new medium that is attractive to
children in making collages to improve fine motor. This research was conducted using 2 cycles
of classroom action research. The results showed an increase in fine motor skills of early
childhood from undeveloped criteria, began to develop, developed according to expectations to
develop very well at the stage of giving glue to the media, arranging colored plastic powder, and
tidying the patterns that had been prepared.

Keywords: Colored Plastic Powder, Fine Motor, Collage

Abstrak

Salah satu perkembangan yang harus diperhatikan dalam pertumbuhan anak usia dini adalah
perkembangan motorik, yaitu motorik halus dan kasar. Masalah yang diangkat dalam penelitian
ini adalah kurangnya kemampuan motorik halus anak dikarenakan kreatifitas dalam membuat
media pembelajaran masih sangat lemah dan pembelajaran masih secara konvensional. Tujuan
dalam penelitian ini adalah untuk membuktikan adanya peningkatan kemampuan motorik halus
anak usia dini melalui media kolase bubur plastik berwarna. Pemilihan bahan bekas bubur
plastik berwarna adalah salah satu cara untuk memanfaatkan bahan bekas untuk dapat didaur
ulang dan digunakan sebagai media baru yang menarik bagi anak dalam melakukan pembuatan
kolase untuk meningkatkan motorik halus. Penelitian ini menggunakan penelitian tindakan
kelas sebanyak 2 siklus. Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan kemampuan
motorik halus anak usia dini dari kriteria belum berkembang, mulai berkembang, berkembang
sesuai harapan menjadi berkembang sangat baik pada tahapan memberi lem pada media,
menyusun bubur plastik berwarna, dan merapikan pola yang telah disusun.

Kata Kunci: Bubur Plastik Berwarna, Motorik Halus, Kolase

@Jurnal Obsesi Prodi PG-PAUD FIP UPTT 2018


 Corresponding author :
Address : Bengkulu, Indonesia ISSN 2356-1327 (Media Cetak)
Email : trisnayanti@unived.ac.id ISSN 2549-8959 (Media Online)
Phone : +62 852-6694-0201
230 | Colored plastic pulp as a collage medium in improving early childhood development

PENDAHULUAN gambar dengan tepat dan mengekspresikan


Perkembangan motorik halus diri melalui gerakan menggambar secara
berkaitan dengan kegiatan meletakkan atau detail. Dari pengertian tersebut dapat
memegang sesuatu obyek dengan disimpulkan motorik halus adalah
menggunakan jari-jari tangan menurut kemampuan anak usia dini untuk
Painem (2015). Susanto (2011) menyatakan menggerakkan otot-otot halus yang
bahwa motorik halus adalah gerakan yang melibatkan gerakan mata didalamnya dan
halus melibatkan bagian-bagian tertentu tangan, melalui kegiatan menempel,
yang dilakukan oleh otot-otot kecil saja, menggunting, meremas, menulis. Adapun
karena tidak memerlukan tenaga namun fungsi perkembangan motorik halus
memerlukan kecermatan dalam menurut Mudjito (2007) mencatat beberapa
berkoordianasi. Sujiono (2010) menyatakan alasan tentang fungsi perkembangan
motorik halus adalah gerakan yang motorik halus, yaitu : 1). Melalui
melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu keterampilan motorik, anak dapat
saja dan dilakukan oleh otot-otot kecil, menghibur dirinya dan memperoleh
seperti keterampilan menggunakan jari- perasaan senang, 2). Melalui keterampilan
jemari tangan dan gerakan pergelangan motorik, anak dapat beranjak dari kondisi
tangan dengan tepat. Gerakan motorik halus helpness (tidak berdaya) pada bulan-bulan
ini berkaitan dengan gerakan mata dan pertama kehidupannya, 3). Melalui
tangan yang efisien dan tepat. Menurut keterampilan motorik, anak dapat
Sumantri (2005) Motorik halus adalah menyesuaikan dirinya dengan lingkungan
keterampilan yang memerlukan sekolah.
kemampuan mongontrol otot-otot halus Pembelajaran yang bertujuan untuk
untuk mancapai keberhasilan. Sujiono melatih gerakan motorik halus pada anak
(2005) motorik halus merupakan gerakan usia dini hendaknya diterapkan sambil
yang hanya melibatkan bagian-bagian bermain agar anak usia dini merasa tidak
tubuh tertentu saja dan dilakukan oleh-oleh bosan sehingga pembelajaran dapat
otot-otot kecil seperti keterampilan berlangsung dengan menarik, penerapan
menggunakan jari jemari tangan dan pembelajaran bermain kolase dilakukan
gerakan pergelangan tangan. Keterampilan pada anak usia 5-6 tahun. Dalam proses
motorik halus menurut Saputro dan pembelajaran disekolah guru cenderung
Rudyanto (2005) adalah kemampuan anak mengunakan papan tulis dan majalah anak
dalam beraktivitas dengan menggunakan sebagai media dalam pembelajaran. Hal ini
otot-otot halus atau kecil seperti menulis, tentu saja menimbulkan rasa bosan pada
meremas, menggenggam, menyusun balok anak karena media yang digunakan sama
dan memasukkan kelereng. Petterson setiap harinya.
(1996) menyebutkan motorik halus adalah Dengan permasalahan tersebut, maka
During middle childhood the body and dalam penelitian ini dibuat suatu media
brain undergo important growth change, pembelajaran yang menyenangkan, aktif
leading to better motor coordinator, greater dan kreatif melalui kolase bubur plastik
strength and more skilfull problem-solving. berwarna untuk meningkatkan motorik
Halth and nutrition play am important part halus. Tujuan dalam penelitian ini adalah
in these biological development. dapat membuktikan adanya peningkatan
Berdasarkan Permen 58 Tahun 2009 kemampuan motorik halus anak usia dini
menyebutkan indikator perkembangan melalui kegiatan bermain kolase bubur
motorik halus anak usia 5-6 tahun sebagai plastik berwarna. Menurut Nicholson
berikut : Menggambar sesuai gagasannya, (2007) Kolase adalah gambar yang dibuat
meniru bentuk, melakukan eksplorasi dari potongan kertas atau material lain
dengan berbagai media dan kegiatan, untuk ditempel. Kolase adalah salah satu
menggunakan alat tulis dengan benar, karya seni rupa dengan menempelkan
menggunting sesuai pola, menempel berbagai media seperti kain perca, koran,
Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 2(2), 2018 | 231

kayu, kertas dan tumbuhan pada suatu Hasil analisis data yang didapat
gambar atau bentuk. Kegiatan bermain dengan cara membandingkan kondisi awal
kolase dapat melatih kesabaran, ketelitian, pra siklus kemudian dilanjutkan dengan
keterampilan dan melatih koordinasi siklus I dan siklus II untuk membuktikan
gerakan tangan dan mata. Menurut Anwar peningkatan motorik halus anak melalui
(2018) kegiatan kolase merupakan kegiatan penerapan kegiatan bermain kolase
menempel dan menyusun bahan yang bermedia bubur plastik berwarna.
meruapakan suatu kegiatan seni rupa yang
berteknik. Menurut Hajar Pamadhi, dkk HASIL DAN PEMBAHASAN
(2010) kolase merupakan karya seni rupa Hasil
dua dimensi yang menggunakan bahan- Setiap siklus diberikan 3 tahapan
bahan yang menjadi karya yang utuh dan penilaian dengan 2 kali pertemuan yaitu,
mewakili perasaan kinestetis orang yang BB (Belum Berkembang), MB (Mulai
membuatnya. Berkembang), BSH (Berkembang Sesuai
Pada kegiatan bermain kolase peneliti harapan), dan BSB (Berkembang Sangat
membuat media pembelajaran yaitu berupa Baik). Indikator yang dinilai yaitu 1).
bubur plastik berawrna. Pemilihan bubur Memberi lem pada media, 2). Menyusun
plastik berwarna sebagai media dalam bubur plastik pada media yang telah diberi
bermain kolase adalah untuk menciptkan lem, 3). Merapikan pola yang telah disusun
suasana yang ramah lingkungan, hal ini sebelumnya .
karena bubur plastik merupakan limbah dari Gambar 1. Merupakan penilaian
botol plastik yang tidak terpakai lagi yang didapat dari siklus pertama pertemuan
kemudian diolah menjadi bubur plastik, 1 dan 2, serta siklus kedua pertemuan 1 dan
selain bahan yang digunakan menarik 2 pada kegiatan memberi lem pada media.
perhatian anak, hal ini mampu merangsang Peningkatan terjadi pada penilaian
keinginan anak untuk dapat bermain kolase berkembang sangat baik (BSB), hasil
sambil belajar untuk dapat meningkatkan mencapai 100% ini menandakan
motorik halus anak. keberhasilan dalam penelitian karena pada
tahapan Memberi Lem Pada Media anak
METODE usia dini penilaian yang belum berkembang
Jenis penelitian ini merupakan (BB), mulai berkembang (MB) dan
Penelitian Tindakan Kelas (Class Room berkembang sesuai harapan (BSH) sudah
Action Research). Subyek penelitian ini tidak ada lagi pada pertemuan kedua di
adalah anak usia dini kelompok B siklus 2.
berjumlah 25 orang yang terdiri dari anak
laki-laki 10 orang dan anak perempuan 15
orang.
Untuk memperoleh data dalam
penelitian adalah dengan membuktikan
peningkatan motorik halus anak usia dini,
dengahn tahapan 1). Perencanaan dimulai
dengan membuat skenario pembelajaran,
yaitu membuat rencana kegiatan harian,
mempersiapkan lembar observasi, serta Gambar 1. Grafik Peningkatan Tahapan
mempersiapkan media dalam pembuatan Memberi Lem Pada Media
kolase anak usia dini, 2). Pelaksanaan
Tindakan diterapkan dengan tindakan yaitu Pada Gambar 2. Peningkatan terjadi
pada saat siklus 3). Pengamatan, 4). di berkembang sangat baik (BSB),
Refleksi. Data dikumpulkan melalui sebanyak 88% anak sudah dapat melakukan
observasi, demonstrasi dan catatan tahapan menyusun bubur plastik pada
lapangan. media yang telah diberi lem. Selanjutnya
232 | Colored plastic pulp as a collage medium in improving early childhood development

untuk belum berkembang (BB) dan mulai Bubur Plastik Berwarna dipilih
berkembang (MB) kriteria penilaian anak untuk membuat media kolase ini
usia dini sudah tidak ada lagi. Tingkatan dikarenakan bahannya yang merupakan
yang paling rendah pada tahapan ini adalah limbah plastik dan merupakan inovasi yang
berkembang sesuai harapan (BSH), hal ini baru dalam pembuatan media
sudah sangat baik sekali dalam pembelajaran. Selain itu untuk menjaga
perkembangan motorik halus anak usia dini lingkungan tetap bersih maka dimanfaatkan
dengan menggunakan kolase bahwa anak bubur plastik berwarna dan dilihat dari hasil
sudah mampu melakukan secara maksimal dalam penelitian bubur plastik berwarna
tahapan menyusun bubur plastik ke media dalam pembuatan kolase sangat menunjang
yang telah diberi lem. sekali untuk merangsang anak dalam
pengembangan motorik halus anak usia
dini.

PEMBAHASAN
Perencanaan pembelajaran motorik
halus melalui kegiatan kolase bubur plastik
berwarna dengan kegiatan menempel,
menyusun dan merapikan media bubur
plastik berwarna pada media bubur plastik
berwarna yang telah disediakan. Kegiatan
Gambar 2. Peningkatan Tahapan bermain kolase dilakukan oleh anak
Menyusun Bubur Plastik Pada Media Yang kelompok B usia 5-6 tahun PAUD Mawar
Telah Diberi Lem Al Barokah Kota Bengkulu. Perencanaan
pembelajaran telah dilaksanakan oleh guru
Pada Gambar 3. Peningkatan juga dengan baik sekali. Menurut majid
terjadi dari siklus 1 ke siklus 2 persentase perencanaan (2005) unsur-unsur
tertinggi adalah 84% pada penilaian perencanaan pembelajaran yang baik adalah
berkembang sangat baik (BSB). Artinya 1). Mengidentifikasi kebutuhan siswa, 2).
pada tahapan terakhir ini meningkatnya Tujuan yang hendak dicapai berasal dari
kemampuan motorik halus anak usia dini bahan pembelajaran yang akan
dapat dibuktikan. Terlihat dari kemampuan dikemukakan, 3). Menggunakan berbagai
anak untuk bermain kolase sudah sangat strategi dan skenario yang relevan
baik. Penilain Belum berkembang (BB), digunakan untuk mencapai tujuan
Mulai berkembang (MB) juga sudah tidak pembelajaran, dan 4). Pada tahapan akhir
ada lagi ditahapan siklus kedua. adalah Evaluasi atau penilaian.
Menurut Mulyasa (2004) ada
beberapa prinsip yang harus diperhatikan
dalam mengembangkan kesiapan mengajar,
yaitu : a). Rumusan Kompetensi dalam
persiapan mengajar harus jelas. Konkretnya
kompetensi, mudah diamati dan tepat
merupakan kegiatan-kegiatan yang
membentuk suatu kompetensi tersebut, b).
Persiapan mengajar harus sederhana dan
fleksibel dalam hal ini dapat dilaksanakan
Gambar 3. Peningkatan Tahapan dalam kegiatan pembelajaran dan mampu
Merapikan Pola Yang Telah Disusun meningkatkan dan membentuk kompetensi
Sebelmnya peserta didik, c). Dalam melaksanakan
proses belajar dan pembelajaran didalam
kelas kegiatan atau perencanaan
Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 2(2), 2018 | 233

pembelajaran yang disusun harus pengamatan guru mampu melakukan


menunjang dan sesuai dengan kompetensi kegiatan penelitian yang baik didalam
yang diharapkan, d). Dalam kelas. Menurut Sudirman (2001) guru
mengembangkan pembelajaran didalam bukan hanya sebagai transformator dalam
kelas, persiapan harus menyeluruh dan utuh memberi pembelajaran tetapi juga berperan
serta dapat diukur dengan jelas sebagai motivator yang dapat meningkatkan
pencapaiannya, e). Koordinasi dari setiap gairah belajar dengan menggunakan
pihak sangat diperlukan dalam proses berbagai sarana, variasi media dan sumber
pembelajaran, terutama bagi yang belajar. Kegiatan berakhir dengan
menggunakan team teaching atau moving merefleksi kegiatan yang dilakukan pada
class disekolahnya. hari tersebut. Pada siklus 1 refleksi
Dengan menerapkan prinsip-prinsip dilakukan untuk mengulang dan
kesiapan mengajar sebelum melakukan memperbaiki serta mengemas kembali
pembelajaran didalam kelas kinerja guru proses pembelajaran dari tahap
lebih terukur dalam melakukan proses perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan
pembelajaran didalam kelas. refleksi untuk siklus 2 agar didapatkan
Pelaksanaan tindakan pada kegiatan sesuai dengan tujuan pembelajaran. Setelah
penelitian dimaksudkan untuk dilakukan hasilnya didapatkan adanya
meningkatkan kemampuan motorik halus peningkatan dari setiap proses
anak usia dini melalui kegiatan memberi pelaksanaanpembelajaran dari siklus 1 ke
lem pada media, menyusun bubur plastik siklus 2.
berwarna dan merapikan pola yang telah
disusun sebelumnya. Dalam pelaksanaan SIMPULAN
tindakan pada penelitian ini guru Penelitian ini telah membuktikan
membimbing dan mengarahkan siswa adanya peningkatan kemampuan motorik
melakukan aktivitas bermain sambil belajar halus anak usia dini usia 5-6 tahun pada
kolase bubur plastik berwarna. Kegiatan PAUD Mawar Al Barokah Kota Bengkulu
awal dalam pembelajaran guru memberikan dengan tahapan indikator memberi lem
motivasi belajar, melakukan appersepsi dan pada media, menyusun bubur plastik
menyampaikan tujuan pembelajaran pada berwarna dan merapikan pola yang telah
hari tersebut. Kegiatan inti dilakukan ketika disusun. Pada siklus 1 perencanaan,
siswa melakukan proses kolase bubur pelaksanaan, pengamatan dan refleksi telah
plastik berwarna dan siswa dengan antusias dilakukan sebagaimana metode dalam
mengerjakan pembelajaran untuk penelitian ini, hasil yang didapat dari dua
meningkatkan motorik halus anak usia dini. kali pertemuan pada siklus satu belum
Pada siklus 1 progres yang dilakukan belum begitu memperlihatkan adanya peningkatan
begitu kelihatan dari kemampuan memberi yang berarti dari tahapan yang telah
lem, menyusun dan merapikan pola pada direncanakan.
media yang telah ditentukan tetapi pada Namun, pada siklus 2 terjadi
siklus 2 terjadi peningkatan dari setiap peningkatan pada kriteria penilaian.
indikator penilaian. Terutama pada tahap Penilaian yang dilakukan yaitu BB (belum
belum berkembang sudah tidak adalah lagi berkembang), MB (Mulai Berkembang),
siswa pada kriteria tersebut. Hal ini BSH (Berkembang Sesuai Harapan), BSB
menunjukkan bahwa guru telah mampu (Berkembang Sesuai Harapan). Pada siklus
melakukan pelaksanaan pembelajaran 2 tahapan indikator sudah dapat
dengan baik didalam kelas. dilaksanakan dengan baik. Kriteria siswa
Guru mampu mengarahkan anak sudah pada berkembang sangat baik.
untuk melakukan aktivitas didalam kelas. Bahkan tidak ada lagi siswa yang berada
Pada kegiatan penutup siswa diajak pada rentang penilaian belum berkembang
berdiskusi bagaiman kegiatan yang mereka dan mulai berkembang. Hal ini
lakukan pada hari tersebut. Pada tahapan menunjukkan bahwa bermain kolase
234 | Colored plastic pulp as a collage medium in improving early childhood development

dengan menggunakan bubur plastik Anak Usia Dini. Jakarta: Yayasan


berwarna mampu meningkatkan Citra Pendidikan Indonesia
perkembangan motorik halus anak usia dini. Sujiono. 2010. Bermain Kreatif Berbasis
Kecerdasan Jamak. PT. Indeks :
UCAPAN TERIMA KASIH Jakarta
Ucapan Terima Kasih kepada Sumantri. 2005. Model Pengembangan
Direktorat Jendral Penguatan Riset dan Keterampilan Motorik Halus.
Pengembangan Kementrian Riset, Jakarta : Depdiknas
Teknologi dan Pendidikan Tinggi Republik Susanto, Ahmad. 2011. Perkembangan
Indonesia pemberi dana dan Kopertis Anak Usia Dini. Kencana Prenada
wilayah 2 sebagai penyalur dana. Media Group : Jakarta.

DAFTAR PUSTAKA
Anwar CR, Jayadi Karta, Manggau Arifin,
2018. Kolase Barang Bekas Untuk
Kreativitas Anak. Jurnal Ilmu
Pendidikan, Keguruan dan
Pembelajaran. Makassar. Vol 2 No 1
Depdiknas. 2009. Permendiknas No .
58/2009 tentang standar Tingkat
Pencapaian Perkembangan.
Jakarta:Depdikbud
Majid, A. 2005. Perencanaan Pembelajaran.
Bandung : Penerbit Rosda Karya
Mudjito, Ak.2007. Pedoman Pembelajaran
Bidang Pengembangan Kognitif
Jakarta : Direktorat Pembinaan
Taman Kanak-kanak dan Sekolah
Dasar.
Mulyasa, 2004. Menjadi Guru Professional.
Bandung : Al- Fabeta
Nicholson, Sue. 2007. Membuat Kolase.
Solo : Tiga Serangkai
Painem, 2015. Peningkatan Kemampuan
Motorik Halus Melalui Metode
Kolase Pada Anak Didik Kelompok
B TK Pertiwi Gotputuk. Artikel
Publikasi
Peterson, C, 1996. Looling Forward
Througt, Development Psychology.
Australia : Liferpan Prentice Hall.
Saputra, Yudha M dan Rudyanto, 2005.
Pembelajaran Komparatif Untuk
Meningkatkan Keterampilan Anak
TK. Jakarta : Departemen
Pendidikan Nasional
Sudirman, 2001. Interaksi dan Motivasi.
Jakarta : Rajawali Pers.
Sujiono, Bambang dan Yuliani Nuraini
Sujiono (2005). Menu Pembelajaran
Volume 2 Issue 2 (2018) Pages 235-244
Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini
DOI: 10.31004/obsesi.v2i2.105

Teacher's Understanding of the Scientific Approach in the 2013 Curriculum for


Early Childhood Education

Rohita1, Nila Fitria2, Radhiya Bustan3, Dody Haryadi4


Universitas Al Azhar Jakarta Indonesia

Abstract
The purpose of this study was to determine the teacher's understanding of the scientific
approach in the 2013 PAUD curriculum. The method used is a survey with data collection
techniques using a questionnaire. Respondents were 100 teachers from 100 TK in 5 DKI Jakarta
regions. The conclusion of this study is that the understanding of the kindergarten teacher about
the 2013 curriculum of PAUD is in the category of meaningful interpreting not only the transfer
of meaning from one language into another language but also from an abstract conception to
become a model, namely a symbolic model to make it easier for people to learn, in terms it is
easy to learn concept of the scientific approach which includes 5 scientific steps, namely
observing, asking, gsthering information, reasoning, and communocating, so that it will be easy
to learn and apply in the learning process which is characterized by 61% of respondents able to
explain the scientific approach, and 7.14% of respondents able describe the scientific approach
to RPPH correctly.

Keywords: scientific approach, 2013 curriculum, kindergarten teacher

Abstrak
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pemahaman guru tentang pendekatan
saintifik dalam kurikulum 2013 PAUD. Metode yang digunakan adalah survey dengan teknik
pengumpulan data menggunakan pedoman wawancara. Responden adalah 100 guru dari 100
TK di 5 wilayah DKI Jakarta. Kesimpulan penelitian ini adalah pemahaman guru TK tentang
kurikulum 2013 PAUD berada pada kategori pemahaman menerjemahkan yang bermakna
bukan hanya pengalihan (translation) arti dari bahasa yang satu ke dalam bahasa yang lain
tetapi juga dari konsepsi abstrak menjadi suatu model, yaitu model simbolik untuk
mempermudah orang mempelajarinya, dalam hal ini mudah mempelajari konsep pendekatan
saintifik yang meliputi 5 langkah saintifik, yaitu mengamati, menanya, mengumpulkan
informasi, menalar, dan mengkomunikasikan, sehingga akan mudah pula untuk dipelajari dan
diterapkan dalam proses pembelajaran yang ditandai dengan 61% responden mampu
menjelaskan pendekatan saintifik, dan 7.14% responden mampu menjabarkan pendekatan
saintifik pada RPPH dengan benar.

Kata kunci: pendekatan saintifik, kurikulum 2013, guru taman kanak-kanak

@Jurnal Obsesi Prodi PG-PAUD FIP UPTT 2018


 Corresponding author :
Address : Jakarta, Indonesia ISSN 2356-1327 (Media Cetak)
Email : rohita@uai.ac.id ISSN 2549-8959 (Media Online)
Phone : +62 852-6694-0201
236 | Teacher's Understanding of the Scientific Approach in the 2013 Curriculum

PENDAHULUAN dalam RPPH. Untuk dapat merencanakan


Guru sebagai salah satu pihak yang langkah-langkah ilmiah tentu diperlukan
bertanggung jawab memberikan pendidikan tidak hanya pengetahuan guru mengenai
kepada anak, khususnya anak usia 4-6 tahun, pendekatan saintifik tetapi juga
perlu memperhatikan stimulasi pendidikan pemahamannya, sehingga guru dapat dengan
yang akan diberikan. Salah satunya adalah mudah menerapkan pendekatan saintifik
dalam penyusunan Rencana Pelaksanaan tersebut dalam sebuah perencanaan
Pembelajaran Harian (RPPH) yang berisi pembelajaran dan memberikan proses
tentang berbagai kegiatan, metode, media, pembelajaran kepada anak usia TK
serta alat penilaian yang akan digunakan sebagaimana seharusnya. Berdasarkan hal
dalam 1 hari pembelajaran di sekolah. tersebut, maka penelitian ini dilakukan
RPPH menjadi panduan guru mengenai apa dengan tujuan untuk mengetahui
saja yang akan diberikan kepada anak usia “Pemahaman guru TK tentang pendekatan
dini serta bagaimana memberikannya agar saintifik dalam Kurikulum 2013 PAUD”.
terjadi peningkatan kemampuan anak sesuai Di dalam buku yang dituliskan
dengan aspek dan tingkat perkembangannya. Sudijono (2011: 50), yang dimaksud
RPPH merupakan salah satu pemahaman adalah kemampuan seseorang
dokumen dalam Kurikulum Tingkat Satuan untuk mengerti atau memahami sesuatu
Pendidikan (KTSP) PAUD, dimana RPPH setelah sesuatu itu diketahui dan diingat.
termasuk dalam dokumen II (dua) yang Pemahaman merupakan tingkat yang lebih
berisi Perencanaan Program Semester tinggi setelah pengetahuan. Artinya untuk
(Prosem), Rencana Pelaksanaan dapat memahami sesuatu diperlukan adanya
Pembelajaran Mingguan (RPPM), dan pengetahuan terlebih dahulu mengenai
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Harian sesuatu tersebut. Sehingga tidak mungkin
(RPPH). RPPH disusun sebagai acuan seseorang dikatakan paham mengenai
pembelajaran harian, yang komponennya Kurikulum 2013 PAUD apabila ia belum
meliputi: tema/ sub tema/ sub-sub tema, mengetahui tentang Kurikulum 2013 PAUD.
kelompok usia, alokasi waktu, kegiatan Pemahaman itu sendiri terbagi menjadi 3
belajar (kegiatan pembukaan, kegiatan inti, kategori. Daryanto (2008: 106) menuliskan,
dan kegiatan penutup), indikator pencapaian 3 kategori pemahaman, yaitu: 1).
perkembangan, penilaian perkembangan Menerjemahkan (translation), yang
anak, serta media dan sumber belajar, yang bermakna bukan hanya pengalihan
kesemuanya diatur dalam kurikulum (translation) arti dari bahasa yang satu ke
(Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dalam bahasa yang lain tetapi juga dari
Republik Indonesia, 2015). Sehingga konsepsi abstrak menjadi suatu model, yaitu
penyusunan RPPH harus sesuai dengan model simbolik untuk mempermudah orang
kurikulum, terutama kurikulum yang berlaku mempelajarinya, 2). Menginterpretasi
saat ini, yaitu Kurikulum 2013 Pendidikan (interpretation), merupakan kemampuan
Anak Usia Dini (PAUD). Salah satu ciri dari untuk mengenal dan memahami, yang dapat
Kurikulum 2013 PAUD adalah penerapan dilakukan dengan cara menghubungkan
pendekatan saintifik dalam proses pengetahuan yang lalu dengan pengetahuan
pembelajaran. Pendekatan saintifik yang diperoleh berikutnya, menghubungkan
merupakan pendekatan dimana proses antara grafik dengan kondisi yang dijabarkan
pembelajaran yang diberikan kepada anak sebenarnya, serta membedakan yang pokok
didik dilakukan dengan menggunakan dan tidak pokok dalam pembahasan; dan, 3).
langkah-langkah ilmiah, yang meliputi Mengekstrapolasi (extrapolation), yaitu
kegiatan mengamati, menanya, kemampuan yang dapat dilihat dari
mengumpulkan informasi, mengasosiasikan, kemampuan membuat ramalan tentang
dan mengkomunikasikan. Langkah-langkah konsekuensi atau memperluas persepsi
ilmiah tersebut harus direncanakan guru dalam arti waktu, dimensi, kasus, ataupun
sebelum melakukan pembelajaran bersama masalahnya. Terkait dengan penelitian yang
anak didiknya, dan mencantumkannya dilakukan yaitu mengenai pemahaman guru
Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 2(2), 2018 | 237

tentang pendekatan saintifik, maka dapat serta cara yang digunakan sebagai pedoman
dimaknai bahwa guru harus memiliki penyelenggaraan kegiatan pembelajaran
pemahaman yang baik mengenai berbagai untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
hal terkait dengan apa yang akan diajarkan (UU Nomor 20 Tahun 2003, 2003). Saat ini
kepada anak-anak didiknya, khususnya kurikulum yang digunakan di PAUD adalah
pemahaman mengenai pendekatan saintifik. kurikulum 2013 PAUD. Prihadi menuliskan
Guru merupakan salah satu tenaga bahwa implementasi dari kurikulum 2013
profesional. Di dalam Undang-Undang, dicirikan dengan perubahan mendasar dalam
khususnya Undang-Undang Republik proses pembelajaran yang menitikberatkan
Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang pada pembelajaran aktif. Melalui kurikulum
Guru dan Dosen dituliskan bahwa guru 2013 ini, diharapkan guru mampu membuat
sebagai tenaga profesional mengandung arti anak didik berpartisipasi lebih aktif dengan
bahwa pekerjaan guru hanya dapat dilakukan melibatkan seluruh panca indera anak, yang
oleh seseorang yang mempunyai kualifikasi didukung dengan penggunaan media dan
akademik, kompetensi, dan sertifikat metode pembelajaran yang sesuai (Prihadi,
pendidik sesuai dengan persyaratan untuk 2014). Berdasarkan hal tersebut, maka
setiap jenis dan jenjang pendidikan tertentu keberhasilan penerapan kurikulum 2013
(Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tergantung dari pemahaman guru mengenai
Republik Indonesia, 2012). Kompetensi kurikulum 2013 serta kemampuan guru
yang perlu dimiliki guru, dalam hal ini guru dalam mengembangkan pembelajaran
PAUD, mencakup kompetensi pedagogik, dengan berdasarkan pada pendekatan
kepribadian, sosial, dan profesional pembelajaran aktif tersebut. Salah satu
(Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, pendekatan pembelajaran yang digunakan
2014). Terkait dengan penelitian yang akan dalam kurikulum 2013 adalah pendekatan
dilakukan, maka kompetensi yang perlu tematik terpadu. Pendekatan tematik terpadu
dimiliki adalah kompetensi pedagogik. dilaksanakan dalam tahapan kegiatan
Kompetensi pedagogik merupakan pembukaan, inti, dan penutup (Kementerian
kemampuan mengelola pembelajaran Pendidikan dan Kebudayaan Republik
peserta didik. Salah satu indikator yang Indonesia, 2015). Kegiatan pembukaan
harus dikuasai adalah merancang kegiatan dilakukan untuk menyiapkan anak secara
pengembangan anak usia dini berdasarkan psikis dan fisik untuk mengikuti proses
kurikulum. Adapun sub kompetensi yang pembelajaran. Kegiatan ini berhubungan
harus dimiliki adalah: 1. menyusun isi dengan pembahasan sub tema atau sub-sub
program pengembangan anak sesuai dengan tema yang akan dilaksanakan.
tema dan kebutuhan anak usia dini pada Kegiatan inti merupakan upaya
berbagai aspek perkembangan; dan 2. kegiatan bermain yang memberikan
Membuat rancangan kegiatan bermain pengalaman belajar secara langsung kepada
dalam bentuk program tahunan, semester, anak sebagai dasar pembentukan sikap,
mingguan, dan harian. (Kementerian perolehan pengetahuan dan keterampilan.
Pendidikan dan Kebudayaan, 2014). Kegiatan inti dilaksanakan dengan
Berdasarkan indikator pada kompetensi pendekatan saintifik meliputi kegiatan
pedagogik jelas terlihat bahwa guru harus mengamati, menanya, mengumpulkan
dapat menguasai kurikulum 2013 PAUD informasi, menalar, dan mengomunikasikan.
untuk dapat mengelola pembelajaran yang Terkait dengan pendekatan saintifik, di
diawali dengan menyusun rancangan dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan
kegiatan bermain dalam bentuk Kebudayaan Republik Indonesia Nomor
perencanaan. 81A Tahun 2013 tentang Implementasi
Menurut Undang-undang Nomor 20 Kurikulum pada bagian Pedoman Umum
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Pembelajaran, Lampiran IV tertulis bahwa
Nasional Pasal 1 butir 19, kurikulum adalah proses pembelajaran terdiri atas lima
seperangkat rencana dan pengaturan pengalaman belajar pokok, yang meliputi:
mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran mengamati, menanya, mengumpulkan
238 | Teacher's Understanding of the Scientific Approach in the 2013 Curriculum

informasi, mengasosiasi, dan pembelajaran saintifik dibandingkan bagian


mengkomunikasikan (Kementerian lain, yaitu pendahuluan dan penutup
Pendidikan dan Kebudayaan Republik, pembelajaran. Hasil penelitian lain terkait
2013). pelaksanaan pendekatan saintifik dalam
Mengamati merupakan kegiatan pembelajaran, dilakukan oleh Pratiwi Ayu
yang dilakukan untuk mengetahui objek Lestarih, Usman Mulbar, dan Asdar, dengan
diantaranya dengan menggunakan indera judul penelitian Penerapan Pendekatan
seperti melihat, mendengar, menghidu, Saintifik dalam Pencapaian Kompetensi
merasa, dan meraba. Menanya, kegiatan Matematika dalam Pembelajaran Tematik di
untuk mencari tahu tentang objek yang telah Kelas V SD Inpres Karunrung Makasar.
diamati maupun hal-hal lain yang ingin Hasil penelitiannya terbagi menjadi 3
diketahui. Mengumpulkan informasi bagian, yaitu tahap perencanaan, tahap
merupakan kegiatan yang dilakukan dengan pelaksanaan, dan tahap penilaian. Pada tahap
memberi anak kesempatan untuk perencanaan, guru hanya merencanakan 3
melakukan, mencoba, mendiskusikan dan dari 5 kegiatan saintifik, yaitu mengamati,
menyimpulkan hasil dari berbagai sumber. mengumpulkan informasi, dan
Kemudian, menalar, merupakan mengkomunikasikan.
kemampuan menghubungkan informasi Pada tahap pelaksanaan, aktivitas
yang sudah dimiliki dengan informasi yang guru seluruh kegiatan dari penerapan
baru diperoleh sehingga mendapatkan pendekatan saintifik (5M) terlaksana dan
pemahaman yang lebih baik tentang suatu pada tahap aktivitas siswa pada
hal. Sedangkan mengomunikasikan, pembelajaran tematik dengan penerapan
merupakan kegiatan untuk menyampaikan pendekatan saintifik, untuk kegiatan
hal-hal yang telah dipelajari dalam berbagai mengamati melalui penggunaan LCD
bentuk, misalnya melalui cerita, gerakan, ataupun buku paket yang dimiliki oleh siswa,
dan dengan menunjukkan hasil karya. kegiatan menanya pertanyaan yang diajikan
Kelima kegiatan yang disebut dengan siswa masih sekitar pada materi yang
pendekatan saintifik tersebut seharusnya diajarkan oleh subjek dan tidak dimulai dari
dilakukan atau diberikan kepada anak dalam pertanyaan faktual sampai ke pertanyaan
rangkaian satu hari pembelajaran. Hal ini yang bersifat hipotetik, kegiatan
didasarkan karena anak bukan saja perlu mengumpulkan informasi masih terbatas
diberi kesempatan untuk mengamati pada buku paket siswa dan subjek tidak
berbagai hal atau berbagai benda yang pernah memberikan informasi keluar dari
disediakan, tetapi mereka juga perlu diberi buku paket siswa sendiri sehingga informasi
kesempatan untuk bertanya, mengumpulkan yang dikumpulkan tidak meluas dan tidak
informasi, menalar, serta bersifat menambah tetapi bersifat terbatas,
mengkomunikasikan apa yang anak peroleh kegiatan mengasosiasikan/ mengolah
dari berbagai kegiatan yang telah dilakukan informasi/ menalar siswa dalam melakukan
tersebut. Sementara kegiatan penutup adalah pengolahan informasi didasarkan hanya
kegiatan yang bersifat penenangan, yang untuk menjawab soal yang diberikan subjek
dapat dilakukan dalam bentuk: membuat pada tiap kelompoknya, dan kegiatan
kesimpulan sederhana dari kegiatan yang mengkomunikasikan subjek dikatakan
telah dilakukan, termasuk di dalamnya berhasil karena siswa pada setiap kelompok
adalah pesan moral yang ingin disampaikan; tampil dengan berani dan percaya diri tanpa
nasihat-nasihat yang mendukung rasa canggung mempresentasikan hasil/
pembiasaan yang baik; dan sebagainya. kesimpulan pengamatan.
Namun terkait dengan penerapan Aktivitas dari kelompokya masing-
pendekatan saintifik, Prihadi dalam makalah masing. Pada tahap penilaian, guru dalam
yang dipaparkannya pada kegiatan In House penerapan pendekatan saitifik hanya dua dari
Training menuliskan bahwa kelemahan lima kegiatan saintifik yang dilakukan, yaitu
justru terjadi pada bagian inti pembelajaran mengumpulkan informasi dan
(Prihadi, 2014) yang merupakan penerapan mengkomunikasikan. Berdasarkan hasil
Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 2(2), 2018 | 239

penelitian tersebut, diketahui bahwa dalammengikuti pembelajaran mencapai


kemampuan guru dalam merencanakan tingkat “positif” atau pada kategori “senang,
penerapan pendekatan saintifik dalam baru, menarik, dan ya”. Berdasarkan hal
pembelajaran masih belum sepenuhnya, tersebut maka penelitian tersebut
sehingga dari 5 kegiatan saintifik, baru 3 menyimpulkan bahwa pendekatan saintifik
kegiatan yang direncanakan, dan dari 3 dapat meningkatkan kreativitas dan hasil
kegiatan yang direncanakan, baru 2 yang belajar siswa. (Alamsyah, 2016)
dilakukan penilaian. Meskipun demikian
dalam pelaksanaannya, guru telah METODE
melakukan kelima kegiatan saintifik dalam Metode penelitian yang digunakan
proses pembelajaran. Hal tersebut tentu adalah deskriptif kualitatif dengan teknik
bertolak belakang antara apa yang pengumpulan data menggunakan kuesioner
direncanakan dengan apa yang dilaksanakan. Untuk mendukung informasi yang diperoleh
(Lestarih, Mulbar, & Asdar, 2015) dilakukan pula analisis terhadap
Namun, pendekatan saintifik tetap dokumentasi berupa RPPH. Penelitian
merupakan hal yang penting untuk dilakukan di 5 wilayah DKI Jakarta dengan
dilakukan. Hasil penelitian yang dilakukan responden berjumlah 100 TK. Penentuan
oleh Ni Wyn. Meliawati, Md. Suarjana, dan responden dilakukan dengan cara sampling,
Uh Pt Putrini Mahadewi dengan berjudul dengan mengambil satu kecamatan pada
“Analisis Penerapan Pendekatan Saintifik masing-masing wilayah di DKI Jakarta yang
dalam Pembelajaran berdasarkan Kurikulum selanjutnya ditentukan 20 TK pada masing-
2013 Tema 9 (Makananku Sehat dan masing kecamatan.
Bergizi), menunjukkan bahwa pendekatan Data yang terkumpul dianalisis
saintifik dalam pembelajaran berdasarkan menggunakan teknik analisis deskriptif
kurikulum 2013 sudah berhasil diterapkan di untuk mengetahui pemahaman guru TK
SD (Meliawati, Pt, & Mahadewi, 2015). terhadap pendekatan saintifik yang terdiri
Data menunjukkan bahwa kemampuan guru dari 2 indikator yaitu kemampuan
kelas IV di SD No 4 Banyuasri dalam menjelaskan pendekatan saintifik dan
mengajar berada pada prosentase 90.41% kemampuan menjabarkan pendekatan
yang menunjukkan guru sudah melaksakan saintifik dalam RPPH. Selanjutnya data yang
pembelajaran dengan sangat efektif. telah dianalisis disajikan dalam bentuk
Sementara, data yang diperoleh dari siswa diagram, tabel, dan narasi untuk menjelaskan
menunjukkan pembelajaran pendekatan kondisi yang terjadi.
saintifik cukup efektif, yaitu sebesar
71.77%. Namun tampak terkendala dalam HASIL DAN PEMBAHASAN
menyesuaikan ketersediaan materi dan Hasil Penelitian
alokasi waktu yang ada. Pentingnya Kemampuan Menjelaskan Pendekatan
menerapkan pendekatan saintifik juga Saintifik
diketahui dari hasil penelitian yang berjudul Dari sebaran kuesioner yang dilakukan
penerapan pendekatan saintifik untuk terhadap 100 responden guru Taman kanak-
meningkatkan kreativitas dan hasil belajar kanak diperoleh data mengenai kemampuan
siswa dalam mata IPA yang dilakukan oleh menjelaskan pendekatan saintifik dalam
Nur Alamsyah dimana hasil penelitiannya bentuk diagram berikut.
menunjukkan bahwa, aktivitas siswa Series1; Series1;
mengikuti pembelajaran mencapai kategori Tidak Mampu;
“efektif”; kreativitas siswa menunjukkan Menjawa 31; 31%
Mampu
b; 12;…
100% siswa kreatif; hasil belajar siswa ranah Kurang Mampu
Series1;
kognitifdengan rata-rata kelas 84, ranah Tidak Tidak Mampu
Series1;
sikap rata-rata 88, dan ranah psikomotor Mampu; TidakKurang
Menjawab
rata-rata 81 dengan kategori tuntas, dan 27; 27% Mampu;
ketuntasan individu mencapai 92% dengan 30; 30%
kategori “tuntas”; dan respon siswa
240 | Teacher's Understanding of the Scientific Approach in the 2013 Curriculum

Gambar 1. Data Kemampuan Menjelaskan Pendekatan saintifik merupakan


Pendekatan Saintifik pendekatan yang digunakan dalam
Dari 31% responden yang masuk kurikulum 2013 PAUD yang penjabarannya
dalam kategori mampu menjawab dengan dapat dilihat dari pencantumannya dalam
tepat dapat dilihat dari jawaban yang RPPH.
diantaranya menuliskan bahwa pendekatan tidak;
saintifik adalah: 1. pendekatan saintifik/ tercantu
ilmiah dalam pembelajaran meliputi m dalam
mengamati, menanya, menalar, mencoba, RPPH; 78
membentuk jejaring untuk semua mata
pelajaran; 2. pembelajaran yang dirancang
agar aktif melalui tahapan tahapan; 3. ya
pembelajaran yang menerapkan pendekatan ya; tidak
minat anak didik, anak lebih aktif; 4. tercantu
pendekatan pembelajaran yang menitik m dalam
beratkan pada pengalaman langsung/anak RPPH; 14
melakukan langsung; 5. pendekatan yang
dirancang sedemikian rupa agar peserta
didik secara aktif mengkontruksi konsep
melalui tahapan-tahapan; serta 6. anak dapat
menyimpulkan hasil dari pengalamannya. Gambar 2. Pencantuman Pendekatan
Kemudian, 30% responden masuk Saintifik dalam RPPH
dalam kategori kurang mampu menjelaskan Dari 92 TK yang memberikan RPPH,
dengan tepat dapat dilihat dari jawaban yang terdapat 14 TK yang mencantumkan
diantaranya menuliskan bahwa pendekatan pendekatan saintifik. Artinya hanya 15.21%
saintifik adalah: 1. pendekatan berdasarkan saja yang mencantumkannya dalam RPPH.
beberapa percobaan terlebih dahulu dan
pengetahuan umum berdasarkan nalar anak Pembahasan
didik; 2. metode pembelajaran yang lebih Kemampuan Menjelaskan Pendekatan
banyak praktik; pendekatan nalar agar anak Saintifik
mampu menalar diri sendiri; 3. pendekatan Pada hasil kemampuan menjelaskan
saintifik anak lebih aktif dalam setiap pendekatan saintifik terlihat 3 kategori
pembelajaran; 4. mengamati media jawaban yang terdiri dari mampu
pembelajaran; dan 5. kerangka ilmiah yang menjelaskan, kurang mampu menjelaskan
diusung oleh kurikulum 2013. dan tidak mampu menjelaskan. Berdasarkan
Sementara 27% responden yang jawaban yang diberikan, responden
masuk dalam kategori tidak mampu dikategorikan dalam kelompok mampu
menjelaskan pendekatan saintifik dengan menjelaskan pendekatan saintifik ketika
tepat diketahui dari beberapa jawaban yang pada jawaban yang diberikan terdapat kata-
diberikan sebagai berikut: 1. sistem kata dari lima langkah saintifik atau 3 dari 5
pembelajaran yang pendekatan dengan anak langkah saintifik (jawaban no. 1). Dari
menggunakan media permainan dan alat; 2. adanya tiga atau lima langkah saintifik dapat
pendekatan tematik; 3. saintifik pendekatan dikatakan bahwa guru mengetahui bahwa
yang memprioritaskan pada kebutuhan anak; pendekatan saintifik adalah sebuah
4. pendekatan dengan berbagai macam pendekatan yang dalam proses
metode; 5. pendekatan anak terhadap apa pembelajarannya, guru merencanakan
yang diajarkan oleh media ajar; dan 6. dalam kegiatan yang harus dilakukan anak, dimana
pembelajaran harus ada keterkaitan dari awal anak tidak hanya mengamati, yang
sampai akhir dalam satu hari seringkali dijumpai hanya 2 indera yang
dirangsang, tetapi juga didorong agar anak
Kemampuan Menjabarkan Pendekatan mau bertanya, mengumpulkan informasi
Saintifik dalam RPPH dengan berbagai cara, menalar, hingga
Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 2(2), 2018 | 241

mengkomunikasikan. Selain itu, jawaban yang diusung oleh kurikulum 2013 (jawaban
yang masuk kategori mampu menjelaskan no. 1, 4, 6).
dengan tepat, yaitu ketika dalam jawaban Kemudian untuk kategori tidak
menunjukkan adanya suatu kegiatan yang mampu menjelaskan dengan tepat mengenai
memang direncanakan untuk dilakukan pendekatan saintifik, terlihat dari jawaban
dengan tujuan agar anak lebih aktif terlibat yang diberikan guru bersifat umum, yang
untuk mendapatkan pengalamannya secara artinya guru belum mengetahui benar
langsung, tentu dilakukan melalui tahapan- mengenai pendekatan saintifik. Diantara
tahapan atau langkah-langkah saintifik jawaban yang diberikan adalah menuliskan
(jawaban no. 2–6). Sehingga pada akhirnya bahwa pendekatan saintifik sebagai sistem
anak dapat mengkomunikasikan apa yang pembelajaran yang pendekatan dengan anak
sudah dilakukannya dalam proses menggunakan media permainan dan alat
pembelajaran dan mampu membuat (jawaban no. 1). Dari jawaban tersebut,
kesimpulan (sederhana) dari pengalaman dapat dikatakan bahwa tanpa menggunakan
yang didapat anak tersebut. pendekatan saintifik, sebuah proses
Hal ini sesuai dengan apa yang pembelajaran yang diberikan kepada anak
tertulis dalam Peraturan Menteri Pendidikan didik usia TK, memang sudah seharusnya
dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor menggunakan media permainan dan alat,
81A Tahun 2013 tentang Implementasi namun yang menjadi masalah apakah
Kurikulum pada bagian Pedoman Umum permainan dan alat tersebut digunakan untuk
Pembelajaran, Lampiran IV tertulis bahwa mendorong anak melakukan kegiatan
proses pembelajaran terdiri atas lima mengamati, menimbulkan pertanyaan-
pengalaman belajar pokok, yang meliputi: pertanyaan dari anak, mampu membuat anak
mengamati, menanya, mengumpulkan mengumpulkan informasi dari media
informasi, mengasosiasi, dan permainan dan alat yang digunakan tersebut
mengkomunikasikan, atau yang disebut juga atau tidak, memunculkan nalar anak, hingga
sebagai pendekatan saintifik. pada akhirnya anak dapat
Sementara itu, kelompok responden mengkomunikasikan pengalaman yang
yang dikategorikan dalam kelompok kurang didapatnya dengan menggunakan media
mampu didasarkan pada jawaban yang permainan dan alat tersebut.
diberikan responden tidak lengkap. Hal ini Demikian pula pada jawaban no. 2, 4,
dapat diinterpretasikan bahwa guru belum dan 5, yang menuliskan bahwa pendekatan
mengetahui benar mengenai pendekatan saintifik adalah pendekatan tematik;
saintifik atau pengetahuannya masih terbatas pendekatan dengan berbagai macam metode;
pada beberapa hal saja. Hal tersebut terlihat dan pendekatan anak terhadap apa yang
ketika guru hanya menuliskan 1 atau 2 diajarkan oleh media ajar. Pada dasarnya,
langkah dari 5 langkah pendekatan saintifik. tanpa menggunakan pendekatan saintifik,
Guru hanya menuliskan pendekatan guru-guru TK memang sudah seharusnya
saintifik sebagai metode pembelajaran yang menggunakan pendekatan tematik dan
lebih banyak praktik; pendekatan nalar agar penggunaan variasi metode dalam
anak mampu menalar diri sendiri; pembelajaran di TK.
mengamati media pembelajaran; dan Tabel Prosentase Kemampuan Menjelaskan
pengamatan secara langsung (jawaban no. 2, Menjelaskan Jumlah
3, 5, dan 7). Dari jawaban lainnya, terlihat Pendekatan Saintifik Responden
guru memberikan penjelasan mengenai Tepat 31%
pendekatan saintifik begitu luas. Sebagai Kurang Tepat 30%
contoh guru menuliskan pendekatan saintifik Tidak Tepat 27%
sebagai pendekatan berdasarkan beberapa Tidak Mejawab 12%
percobaan terlebih dahulu dan pengetahuan
umum berdasarkan nalar anak didik; Berdasarkan tabel tersebut dapat
pendekatan saintifik anak lebih aktif dalam dikatakan sejumlah 60% guru TK telah
setiap pembelajaran; dan kerangka ilmiah
242 | Teacher's Understanding of the Scientific Approach in the 2013 Curriculum

mengetahui kurikulum 2013 PAUD dengan Pendekatan Saintifik ∑ Responden


cukup baik sehingga dapat dikategorikan mengamati 92.85%
dalam pemahaman menerjemahkan. Seperti menanya 100%
yang dituliskan Daryanto (2008: 106) bahwa mengumpulkan 7.14%
pemahaman menerjemahkan (translation), informasi
adalah kemampuan yang bermakna bukan menalar 14.28%
hanya pengalihan (translation) arti dari mengkomunikasikan 7.14%
bahasa yang satu ke dalam bahasa yang lain
tetapi juga dari konsepsi abstrak menjadi Berdasarkan informasi tersebut dapat
suatu model, yaitu model simbolik untuk dikatakan bahwa masih banyak guru TK
mempermudah orang mempelajarinya. yang belum mengetahui kegiatan apa yang
harus diisikan pada kolom langkah saintifik
Kemampuan Menjabarkan Pendekatan terutama pada kolom mengumpulkan
Saintifik dalam RPPH informasi, menalar, dan
Terkait kemampuan menjabarkan mengkomunikasikan. Sehingga secara
pendekatan saintifik dalam RPPH, hanya 14 umum dapat dikatakan bahwa terdapat
responden dari 92 responden yang kesulitan dalam menentukan kegiatan-
mencantumkan langkah pendekatan saintifik kegiatan sesuai dengan langkah saintifik,
dalam RPPH. Hal ini dapat dimaknai bahwa yang pada penerapan pembelajarannya akan
guru memang belum memahami pendekatan menimbulkan kesalahan atau
saintifik dengan baik, sehingga belum ketidaksesuaian, terutama pada bagian
mampu merencanakannya dalam RPPH atau kegiatan inti.
guru belum mengetahui dengan pasti Hal ini sesuai dengan apa yang
sehingga tidak mencantumkannya dalam disampaikan Prihadi (2014) bahwa
RPPH. kelemahan terjadi dalam pengembangan
Sementara dari 14 responden yang bagian inti pembelajaran yang merupakan
sudah mencantumkan langkah dalam penerapan pembelajaran saintifik. Dari tabel
pendekatan saintifik, masih terlihat adanya penerapan pendekatan saintifik dalam RPPH
perbedaan satu dengan lainnya dalam di atas juga terlihat dengan jelas bahwa baru
pengisian langkah saintifik dalam RPPH. 7.14% responden yang mencantumkan lima
Perbedaan tersebut terlihat pada langkah pendekatan saintifik dalam RPPH.
pencantuman pendekatan saintifik dalam Kenyataan tersebut menunjukkan masih
RPPH, dan dalam pengisian kegiatan pada rendahnya kemampuan guru dalam
tiga kolom terakhir langkah saintifik, yaitu menjabarkan pendekatan saintifik dalam
mengumpulkan informasi, menalar, dan RPPH.
mengkomunikasikan. Selain itu, 5 langkah Informasi yang sama juga
pendekatan saintifik baru diterapkan dengan ditunjukkan dengan hasil penelitian yang
benar oleh 1 responden, baik pada pengisian dilakukan oleh Pratiwi Ayu Lestarih, Usman
setiap langkahnya maupun pada Mulbar, dan Asdar, dengan judul penelitian
peletakkannya pada bagian inti kegiatan. Hal Penerapan Pendekatan Saintifik dalam
ini sesuai dengan apa yang tercantum dalam Pencapaian Kompetensi Matematika dalam
Peraturan Menteri Pendidikan dan Pembelajaran Tematik di Kelas V SD Inpres
Kebudayaan Nomor 146 Tahun 2014 tentang Karunrung Makasar. Hasil penelitiannya
Kurikulum 2013 Pendidikan Anak Usia Dini terbagi menjadi 3 bagian, yaitu tahap
Pedoman Pembelajaran perencanaan, tahap pelaksanaan, dan tahap
Secara keseluruhan penjabaran penilaian. Pada tahap perencanaan, guru
pendekatan saintifk dalam RPPH disajikan hanya merencanakan 3 dari 5 kegiatan
pada tabel berikut: saintifik, yaitu mengamati, mengumpulkan
Tabel Penerapan Pendekatan Saintifik dalam informasi, dan mengkomunikasikan. Pada
RPPH tahap pelaksanaan, aktivitas guru seluruh
kegiatan dari penerapan pendekatan saintifik
Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 2(2), 2018 | 243

(5M) terlaksana dan pada tahap aktivitas pendekatan saintifik yang dijabarkan dalam
siswa pada pembelajaran tematik dengan RPPH juga dapat meningkatkan efektifitas
penerapan pendekatan saintifik, untuk pembelajaran serta hasil belajar anak. Hal ini
kegiatan mengamati melalui penggunaan sebagaimana hasil penelitian yang dilakukan
LCD ataupun buku paket yang dimiliki oleh oleh Ni Wyn. Meliawati, Md. Suarjana, dan
siswa, kegiatan menanya pertanyaan yang Uh Pt Putrini Mahadewi dengan berjudul
diajikan siswa masih sekitar pada materi “Analisis Penerapan Pendekatan Saintifik
yang diajarkan oleh subjek dan tidak dimulai dalam Pembelajaran berdasarkan Kurikulum
dari pertanyaan faktual sampai ke 2013 Tema 9 (Makananku Sehat dan
pertanyaan yang bersifat hipotetik, kegiatan Bergizi), menunjukkan bahwa pendekatan
mengumpulkan informasi masih terbatas saintifik dalam pembelajaran berdasarkan
pada buku paket siswa dan subjek tidak kurikulum 2013 sudah berhasil diterapkan di
pernah memberikan informasi keluar dari SD. Data menunjukkan bahwa kemampuan
buku paket siswa sendiri sehingga informasi guru kelas IV di SD No 4 Banyuasri dalam
yang dikumpulkan tidak meluas dan tidak mengajar berada pada prosentase 90.41%
bersifat menambah tetapi bersifat terbatas, yang menunjukkan guru sudah melaksakan
kegiatan mengasosiasikan/ mengolah pembelajaran dengan sangat efektif.
informasi/ menalar siswa dalam melakukan Sementara, data yang diperoleh dari siswa
pengolahan informasi didasarkan hanya menunjukkan pembelajaran pendekatan
untuk menjawab soal yang diberikan subjek saintifik cukup efektif, yaitu sebesar
pada tiap kelompoknya, dan kegiatan 71.77%.
mengkomunikasikan subjek dikatakan Berdasarkan analisa terhadap
berhasil karena siswa pada setiap kelompok penjabaran pendekatan saintifik dalam
tampil dengan berani dan percaya diri tanpa RPPH, dapat dikatakan bahwa baru 7.14%
rasa canggung mempresentasikan hasil/ responden yang mampu menjabarkan
kesimpulan pengamatan. pendekatan saintifik dalam RPPH dengan
Aktivitas dari kelompokya masing- benar. Apabila informasi kedua indikator
masing. Pada tahap penilaian, guru dalam pemahaman yaitu kemampuan menjelaskan
penerapan pendekatan saitifik hanya dua dari dan kemampuan menjabarkan digabungkan
lima kegiatan saintifik yang dilakukan, yaitu maka dapat dikatakan bahwa pemahaman
mengumpulkan informasi dan guru TK berada pada kategori pemahaman 1,
mengkomunikasikan. Berdasarkan hasil yaitu kemampuan menerjemahkan.
penelitian tersebut, diketahui bahwa Daryanto (2008: 106) menuliskan, bahwa
kemampuan guru dalam merencanakan pemahaman menerjemahkan (translation),
penerapan pendekatan saintifik dalam adalah kemampuan yang bermakna bukan
pembelajaran masih belum sepenuhnya, hanya pengalihan (translation) arti dari
sehingga dari 5 kegiatan saintifik, baru 3 bahasa yang satu ke dalam bahasa yang lain
kegiatan yang direncanakan, dan dari 3 tetapi juga dari konsepsi abstrak menjadi
kegiatan yang direncanakan, baru 2 yang suatu model, yaitu model simbolik untuk
dilakukan penilaian. Meskipun demikian mempermudah orang mempelajarinya.
dalam pelaksanaannya, guru telah
melakukan kelima kegiatan saintifik dalam SIMPULAN
proses pembelajaran. Hal tersebut tentu Simpulan dari penelitian, yang
bertolak belakang antara apa yang dilihat dari 2 indikator, yaitu kemampuan
direncanakan dengan apa yang dilaksanakan. menjelaskan pendekatan saintifik dan
Padahal keberhasilan penerapan kemampuan menjabarkan pendekatan
kurikulum 2013 tergantung dari pemahaman saintifik dalam RPPH, ini adalah
guru mengenai kurikulum 2013 serta pemahaman guru TK berada pada kategori 1
kemampuan guru dalam mengembangkan yaitu pemahaman menerjemahkan
pembelajaran dengan berdasarkan pada (translation), yang bermakna bukan hanya
pendekatan pembelajaran aktif tersebut. pengalihan (translation) arti dari bahasa
Kemampuan guru dalam menerapkan yang satu ke dalam bahasa yang lain tetapi
244 | Teacher's Understanding of the Scientific Approach in the 2013 Curriculum

juga dari konsepsi abstrak menjadi suatu tentang Guru dan Dosen.
model, yaitu model simbolik untuk https://doi.org/10.1016/j.aquaculture
mempermudah orang mempelajarinya, .2007.03.021
dalam hal ini mudah mempelajari konsep Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
pendekatan saintifik yang meliputi 5 langkah Republik Indonesia. (2015). Menteri
saintifik, yaitu mengamati, menanya, Pendidikan Dan Kebudayaan
mengumpulkan informasi, menalar, dan Republik Indonesia Nomor 146
mengkomunikasikan, sehingga akan mudah Tahun 2014 Tentang Kurikulum
pula untuk dipelajari dan diterapkan dalam 2013 Pendidikan Anak Usia Dini.
proses pembelajaran. Namun guru-guru Lestarih, P. A., Mulbar, U., & Asdar. (2015).
masih perlu meningkatkan kemampuan pada Penerapan Pendekatan Saintifik
aspek menjabarkan pendekatan saintifik Dalam Pencapaian Kompetensi
dalam RPPH dengan benar. Matematika Dalam Pembelajaran
Tematik Di Kelas V Sd Inpres
UCAPAN TERIMAKASIH Karunrung Makassar, 3(3), 308–327.
Ucapan terimakasih disampaikan Meliawati, N. W., Pt, L., & Mahadewi, P.
kepada: (2015). Analisis Penerapan
1. DRPM Direktorat Jenderal Penguatan Pendekatan Saintifik Terhadap
Riset dan Pengembangan Kementerian Dalam Pembelajaran Berdasarkan
Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Kurikulum 2013 Universitas
Republik Indonesia atas dana hibah Pendidikan Ganesha e-Journal PGSD
yang diberikan kepada peneliti dalam Universitas Pendidikan Ganesha,
skema Penelitian Terapan Unggulan 9(4).
Perguruan Tinggi (PTUPT). Nana Sudjana. (1992). Penilaian Hasil
2. Lembaga Penelitian dan Pengabdian Proses Belajar Mengajar. Bandung:
kepada Masyarakat (LP2M) Universitas PT. Remaja Rosdakarya
Al Azhar Indonesia (UAI) atas segala Prihadi, B. (2014). Penerapan langkah-
bentuk dukungan dan fasilitas yang Langkah Pembelajaran dengan
diberikan dalam upaya pelaksanaan Pendekatan Saintifik dalam
PTUPT ini. Kurikulum 2013, 1–8. Retrieved
from
DAFTAR PUSTAKA http://staffnew.uny.ac.id/upload/131
Alamsyah, N. (2016). Penerapan Pendekatan 662618/pengabdian/penerapan-
Saintifik untuk Meningkatkan pendekatan-saintifik.pdf
Kreativitas dan Hasil Belajar Siswa Sudijono, Anas. (2011). Pengantar Evaluasi
dalam Mata Pelajaran IPA. Jurnal Pendidikan. Jakarta: Rajawali Pers
Pendidikan, 1(1), 81–88. UU Nomor 20 Tahun 2003. (2003). Sistem
Daryanto. (2008). Evaluasi pendidikan. pendidikan nasional. Jakarta:
Jakarta: Rineka Cipta Direktorat Pendidikan Menengah
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Umum.
(2014). Peraturan Menteri https://doi.org/10.1016/j.ypmed.200
Pendidikan dan Kebudayan Nomor 8.01.025
137 Tahun 2014 tentang Standar
Pendidikan Anak Usia Dini.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Republik. (2013). Peraturan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Nomor
81A Tahun 2013 tentang
Implementasi Kurikulum.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Republik Indonesia. (2012). Undang-
Undang Nomor 14 Tahun 2005
Volume 2 Issue 2 (2018) Pages 245-252
Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini
DOI: 10.31004/obsesi.v2i2.124

The Improvement of The Discipline for Early Childhood Through Token


Economy Technique
Elizabeth Prima1, Putu Indah Lestari 2
Program Studi PG-PAUD, Fakultas Ekonomika dan Humaniora, Universitas Dhyana Pura,
Denpasar, Bali, Indonesia

Abstract

This study aims to determine the improvement of the discipline for early childhood through
Token Economy technique. This study has been carried out on the Group A students of
Kindergarten of Kumara Asri Denpasar academic year 2017/2018. This type of research is
Classroom Action Research using observational method. The subject of this class action
research is 26 students of group A Kindergarten of Kumara Asri; consist of 14 girls and 12
boys. The object of this study is the application of Token Economy technique to improve the
discipline of early child. The results obtained in First Cycle showed that 17 students (65.38%)
had achieved learning completeness, whereas in Second Cycle, 24 students (92, 31%) have
reached learning mastery. There is a 26.93% increase in child discipline with the application of
Token Economy technique from first to second cycle. This means that the application of Token
Economy technique can improve the discipline of early childhood.

Keywords: discipline, early childhood, token economy.

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatkan kedisiplinan anak usia dini melalui
teknik Token Economy. Penelitian ini telah dilaksanakan pada anak kelompok A TK Kumara
Asri Denpasar pada tahun pelajaran 2017/2018. Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan
Kelas dengan menggunakan metode observasi. Subjek penelitian tindakan kelas ini adalah anak
kelompok A TK Kumara Asri berjumlah 26 anak, yang terdiri dari 14 putri dan 12 putra. Objek
penelitian ini adalah penerapan teknik Token Economy untuk meningkatkan kedisiplinan anak
usia dini. Hasil yang peroleh pada Siklus I menunjukkan 17 anak (65,38%) telah mencapai
ketuntasan belajar, sedangkan pada Siklus II 24 anak (92,31%) telah mencapai ketuntasan
belajar. Dari Siklus I ke Siklus II terdapat peningkatan kedisiplinan sebesar 26,93% dengan
penerapan teknik Token Economy. Hal ini menunjukkan penerapan teknik Token Economy
dapat meningkatkan kedisiplinan anak usia dini.

Kata Kunci: kedisiplinan, anak usia dini, Token Economy.

@Jurnal Obsesi Prodi PG-PAUD FIP UPTT 2018


 Corresponding author :
Address : Denpasar, Bali, Indonesia ISSN 2356-1327 (Media Cetak)
Email : elizabethprima@undhirabali.ac.id ISSN 2549-8959 (Media Online)
Phone : +62 813-3446-0209
246 | The Improvement of The Discipline for Early Childhood Through Token Economy Technique

PENDAHULUAN Kedisiplinan merupakan suatu cara untuk


Penanaman disiplin perlu dimulai membantu anak agar dapat
sedini mungkin mulai dari dalam mengembangkan pengendalian diri.
lingkungan keluarga, lingkungan (Rimm, 2003) menyatakan bahwa
pendidikan, dan lingkungan masyarakat. penanaman disiplin perlu dimulai sejak
Oleh karena itu orang tua dan guru berperan dini. Disiplin bukanlah pengekangan
penting dalam menanamkan disiplin pada terhadap anak dan bukan juga pemberian
anak, karena orang tua dan guru adalah kebebasan mutlak terhadap anak. Namun,
lingkungan terdekat anak. Peraturan disiplin mengarahkan agar anak belajar
disiplin yang diterapkan pada anak harus mengenai hal-hal baik yang merupakan
membentuk suatu kesepakatan antara persiapan bagi masa dewasanya kelak. Saat
rumah dan sekolah. Peraturan yang anak memiliki disiplin diri diharapkan akan
diterapkan haruslah bersifat konsisten dan membuat hidup mereka bahagia, berhasil,
teratur sehingga dapat menjadi pedoman dan penuh kasih sayang. Disiplin pada anak
yang jelas bagi anak dalam berperilaku. Hal tidak dapat dicapai begitu saja tanpa adanya
ini didukung pula dengan pendapat yang proses pendidikan. Proses tersebut berawal
menyatakan bahwa disiplin akan membantu dari adanya penanaman nilai-nilai perilaku
anak usia dini untuk mengembangkan disiplin yang dilakukan oleh orang dewasa
kontrol dirinya (Suryadi, dalam (Pramono, kepada anak.
Risnawati, & Siliwang, 2018). Dengan pemberian penanaman
Pendidikan Anak Usia Dini pada nilai-nilai kedisiplinan anak akan
dasarnya adalah pendidikan yang mendapatkan pengetahuan secara utuh
menentukan terbentuknya kepribadian anak tentang kedisiplinan. Ketika anak sudah
(Y. N. Sujiono, 2009). Perkembangan mendapatkan pengetahuan tentang
kemampuan anak dalam bersikap dan kedisiplinan secara utuh maka anak akan
berperilaku memberikan peranan yang menyadari bahwa disiplin penting bagi
penting bagi anak usia dini untuk kehidupannya, akhirnya anak akan dengan
menyesuaikan diri dalam lingkungannya suka rela melakukan perilaku berdisiplin.
dan memasuki jenjang pendidikan yang Cara efektif yang juga dapat
lebih lanjut. Dengan menggunakan disiplin mengembangkan kemampuan kognitif dan
anak dapat memperoleh suatu batasan untuk kedisiplinan dengan permainan engglek
memperbaiki tingkah lakunya yang salah. (Munawaroh, 2017). Token Economy
Disiplin mampu mendorong, membimbing, merupakan suatu wujud modifikasi perilaku
dan membantu anak agar memperoleh yang dirancang untuk meningkatkan
perasaan puas, setia, patuh serta perilaku yang diinginkan dan mengurangi
mengajarkan anak berpikir secara teratur. perilaku yang tidak diinginkan dengan
Melalui disiplin diharapkan anak-anak pemakaian token (tanda-tanda misalnya,
dapat belajar berperilaku dengan cara yang kepingan poker atau stiker). Selain itu koin
dapat diterima masyarakat serta dari tanah liat, yang dapat hasilkan dan
bertanggung jawab kepada perilaku serta tukarkan untuk barang dan jasa dalam
tindakannya sesuai dengan karakter anak. masyarakat sekolah dijadikan sistem barter
Tujuan dari adanya pendidikan anak sederhana dalam kelas (Doll, Christopher,
usia dini adalah membantu meletakkan McLaughlin, T. F, Barretto, 2013). Hal ini
dasar sikap, perilaku, kemandirian, menunjukkan bahwa token yang
tanggung jawab dan disiplin. Salah satu dipergunakan dapat dibuat semenarik
perilaku yang perlu dikembangkan pada mungkin dan disesuaikan dengan
peserta didik adalah kedisiplinan. lingkungan yang ada.
(Fadlillah, M. & Khoirida, 2013), (Kurniawati, 2010) menyatakan
menyatakan bahwa “disiplin ialah tindakan beberapa kriteria yang harus diperhatikan
yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh dalam pemilihan token diantaranya: disukai
pada berbagai ketentuan dan peraturan”. atau menarik perhatian anak, mencukupi
Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 2(2), 2018| 247

bila diperlukan, praktis tidak menyusahkan, untuk kelas kelompok A. Model


dalam bentuk yang tidak boleh pembelajaran yang digunakan di TK
dihimpunkan, dilihat, disentuh, dan Kumara Asri masih bersifat klasikal.
dibilang, tidak mudah diperoleh di tempat Permasalahan yang ditemukan pada saat
lain atau tidak mudah dipalsukan, dan tahan melakukan observasi di Kelompok A
lama. dengan jumlah 26 anak, yaitu 14 anak
Anak menerima token dengan cepat perempuan dan 12 anak laki-laki adalah
setelah mempertunjukkan perilaku yang 26,92% anak masih terlihat rendah
diinginkan. Token itu dikumpulkan dan kedisiplinannya. Selama melakukan
dapat dipertukarkan dengan suatu obyek pengamatan terhadap kedisiplinan anak,
atau kehormatan yang penuh arti masih banyak anak yang kurang
(Davidson, 2010). Pada prinsipnya menunjukkan kemampuannya dalam
penghargaan mendorong anak untuk berdisiplin dan bertanggung jawab. Guru di
berprestasi. Token Economy merupakan kelompok A lebih banyak mengajar dengan
sebuah sistem reinforcement atau metode ceramah dan pemberian tugas
penguatan untuk perilaku yang dikelola dan sehingga suasana di kelas menjadi tegang
diubah, seseorang mesti dihadiahi/diberikan dan kurang aktif.
penguatan untuk meningkatkan perilaku Berdasarkan hasil observasi pada
yang diinginkan. Tujuan yang utama Token anak Kelompok A TK Kumara Asri
Economy ialah untuk meningkatkan Denpasar, maka penelitian ini bertujuan
perilaku yang diinginkan dan mengurangi untuk mengetahui peningkatan kedisiplinan
perilaku yang tidak diinginkan. anak usia dini melalui penerapan teknik
Disiplin berasal dari kata disciple Token Economy. Penelitian ini merupakan
artinya orang yang belajar secara sukarela penelitian tindakan kelas melalui 2 siklus
mengikuti seorang pemimpin, apakah itu dengan menggunakan metode observasi dan
orang tua, guru, atau orang dewasa lainnya wawancara. Penerapan teknik Token
yang berwenang mengatur kehidupan Economy ini diharapkan dapat
bermasyarakat (B. &Yuliani N. Sujiono, meningkatkan kedisiplinan anak usia dini
2005) . Menurut Kamus Besar Bahasa sehingga menjadi referensi bagi guru dalam
Indonesia, disiplin adalah tata tertib yang pembiasaan yang dilakukan dikelas.
umumnya terjadi di sekolah atau di
pendidikan militer (B. &Yuliani N. Sujiono, METODE
2005)(B. &Yuliani N. Sujiono, 2005). Penelitian ini menggunakan desai
Tujuan seluruh disiplin menurut (Hurlock, penelitian tindakan kelas (classroom action
1993) ialah membentuk perilaku research) yang secara umum bertujuan
sedemikian rupa hingga ia akan sesuai untuk meningkatkan kedisiplinan anak usia
dengan peran-peran yang ditetapkan dini. Penelitian ini akan dilaksanakan dalam
kelompok budaya, tempat individu itu dua siklus dimana masing-masing siklus
didentifikasikan. terdiri dari empat tahapan yaitu:
Disiplin itu sendiri memiliki perencanaan tindakan, pelaksaan tindakan,
beberapa unsur pembentuknya. (Hurlock, observasi/evaluasi, dan refleksi.
1993) menyatakan lima unsur pokok Subjek penelitian ini adalah anak
mendisiplinkan anak, yaitu: peraturan kelompok A TK Kumara Asri Denpasar,
sebagai pedoman tingkah laku, kebiasaan- yang berjumlah 26 anak (terdiri dari 14 anak
kebiasaan (tradisional atau modern), perempuan dan 12 anak laki-laki). Objek
hukuman untuk pelanggaran aturan, penelitian tindakan kelas ini dilakukan
penghargaan dan konsistensi. terhadap subjek penelitian di tingkat
TK Kumara Asri adalah merupakan pendidikan Taman Kanak-kanak adalah
sekolah swasta yang berada di Denpasar penerapan teknik Token Economy untuk
Selatan yang berdiri sejak tahun 2012. Pada meningkatkan kedisiplinan anak usia dini.
tahun ajaran 2017-2018 terdapat 26 siswa
248 | The Improvement of The Discipline for Early Childhood Through Token Economy Technique

Metode pengumpulan data yang Tabel 1. Deskripsi Data Hasil Penelitian


digunakan dalam penelitian ini yakni Siklus I
melalui observasi, anecdotal records, dan
N Kedisiplinan
dokumentasi. Data-data tersebut diperoleh
Anak
melalui observasi dengan panduan rubrik
Valid 26
untuk merekam data mengenai kedisiplinan
Mean 13,16
yang ditunjukkan anak usia dini. Observasi
Median 13,25
yang dilakukan peneliti yaitu observasi
terstruktur dan observasi tidak terstruktur. Modus 13,5
Proses observasi pemahaman kedisiplinan Std Deviasi 7,06
anak terstruktur dibantu dengan instrumen Minimum 9
berupa angket observasi dengan indikator Maksimum 17
penelitian yaitu: memperlihatkan
kemampuan diri untuk membuang sampah Skor hasil pengukuran responden
pada tempatnya; mengambil dan diperoleh skor tertinggi adalah 17 dari skor
mengembalikan benda pada tempatnya; tertinggi yang mungkin dicapai yaitu 20.
mendengarkan guru dan teman sebaya yang Skor terendah responden adalah 9 dari skor
sedang berbicara; sabar menunggu giliran; terendah yang mungkin dicapai yaitu 4.
dan berusaha menaati aturan yang telah
disepakati (berhenti bermain pada
Kedisiplinan Anak
waktunya).
Sedangkan dalam melaksanakan 13,6
observasi tidak terstruktur, pengobservasi 13,4
tidak menyediakan daftar terlebih dahulu 13,2 Kedisiplinan
Anak
tentang aspek-aspek yang akan diobservasi. 13
Dalam hal ini, observer mencatat semua 12,8
tingkah laku yang dianggap penting dalam Mean Median Modus

suatu periode observasi. Gambar 1 Grafik Hasil Kedisiplinan


Anak
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Siklus I Hasil observasi kedisiplinan anak
Siklus I dengan tema Budaya diikuti akan dikonversikan dengan menggunakan
sub tema Rumah Adat dan Pakaian Adat pedoman konversi Penilaian Acuan Patokan
direncanakan untuk 4 kali pertemuan, (PAP) skala lima. Hasil capaian
masing-masing pertemuan dilaksanakan kedisiplinan anak pada Siklus I dapat dilihat
berdasarkan skenario pembelajaran. Proses pada tabel berikut:
penelitian ini menggunakan metode
observasi pada setiap pertemuannya untuk Tabel 2 Hasil Capaian Kedisiplinan Anak
menilai tingkat kedisiplinan anak. Secara Siklus I
rinci nilai rata-rata kedisiplinan anak dalam Persentase Persen-
mengikuti kegiatan pembelajaran dengan No Jml Ket.
Penguasaan tase
menerapkan teknik Token Economy pada 1 0 - 54 4 15,38 Sangat
Siklus I dituangkan dalam Tabel 1 di bawah Rendah
ini. 2 55 – 64 5 19,23 Rendah
3 65 – 79 14 53,85 Sedang
4 80 – 89 3 11,54 Tinggi
5 90 - 100 0 0 Sangat
Tinggi
Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 2(2), 2018| 249

Dari Tabel 2 di atas, dapat diamati Budaya dan sub tema makanan daerah
bahwa dari 26 anak, 4 anak (15,38%) direncanakan untuk 4 kali pertemuan,
mendapat kategori sangat rendah, 5 anak masing-masing pertemuan dilaksanakan
(19,23%) mencapai kategori rendah, 14 berdasarkan skenario pembelajaran. Secara
anak (53,85%) capaian kedisiplinannya rinci nilai rata-rata kedisiplinan anak dalam
mendapat kategori sedang, sebanyak 3 anak mengikuti kegiatan pembelajaran melalui
(11,54%) dengan kategori tinggi, dan belum penerapan teknik Token Economy pada
ada seorangpun anak yang ada di tingkat Siklus II dituangkan dalam Tabel 3 di
perkembangan kedisiplinan sangat tinggi. bawah ini.
Dari 26 anak, 17 anak (65,38%) sudah
mencapai ketuntasan belajar, sedangkan 9 Tabel 3 Deskripsi Data Hasil Penelitian
anak (34,62%) belum mencapai ketuntasan Siklus II
belajar. Untuk lebih jelasnya dapat
digambarkan pada grafik poligon di bawah Kedisiplinan
N
ini: Anak
Valid 26
Mean 16,17
Median 16,25
Modus 15,5
Std Deviasi 7,67
Minimum 11
Maksimum 20

Skor hasil pengukuran responden


diperoleh skor tertinggi adalah 20 dari skor
tertinggi yang mungkin dicapai yaitu 20.
Skor terendah responden adalah 11 dari
Gambar 2 Grafik Hasil Kedisiplinan Anak skor terendah yang mungkin dicapai yaitu
Siklus I 4.
Hasil pemantauan seperti yang
dipaparkan di atas menunjukkan bahwa Kedisiplinan Anak
secara umum tingkat perkembangan
kedisiplinan anak TK Kumara Asri 16,5
Denpasar telah mencapai rata-rata
keberhasilan dengan kategori sedang dan 16
tinggi. Sehingga pada akhir Siklus I telah Kedisiplinan
15,5 Anak
tercapai ketuntasan kedisiplinan yakni
65,38%. Itu artinya hasil kedisiplinan anak 15
di Siklus I belum mencapai ketuntasan Mean Median Modus
minimal yaitu 80% sehingga penelitian
Gambar 3. Grafik Hasil Kedisiplinan
akan dilanjutkan pada Siklus II.
Anak
Siklus II
Hasil observasi kedisiplinan anak
Pelaksanaan tindakan Siklus II tidak
akan dikonversikan dengan menggunakan
jauh berbeda dengan pelaksanaan di Siklus
pedoman konversi Penilaian Acuan Patokan
I. Rencana Program Pembelajaran
(PAP) skala lima. Hasil capaian
Mingguan (RPPM), Rencana Program
kedisiplinan anak pada Siklus II dapat
Pembelajaran Harian (RPPH), dan skenario
dilihat pada tabel berikut:
pembelajaran dirancang dan disusun sesuai
dengan tema yang digunakan di TK Kumara
Asri Denpasar. Siklus II dengan tema
250 | The Improvement of The Discipline for Early Childhood Through Token Economy Technique

Tabel 4 Hasil Capaian Kedisiplinan Anak kedisiplinan anak karena pada akhir Siklus
Siklus II II telah mencapai ketuntasan yakni 92,31%
dengan sebagian besar anak memperoleh
Persentase Persen- kategori tinggi dan sangat tinggi. Hasil
No Jml Ket.
Penguasaan tase kedisiplinan anak di Siklus II telah
1 0 - 54 0 0 Sangat mencapai ketuntasan minimal yaitu 80%.
Rendah
2 55 – 64 2 7,69 Rendah Pembahasan
3 65 – 79 8 30,77 Sedang Temuan empiris yang diperoleh
4 80 – 89 10 38,46 Tinggi peneliti di lapangan terhadap aspek
5 90 - 100 6 23,08 Sangat kedisiplinan anak Kelompok A TK Kumara
Tinggi Asri Denpasar pada Siklus I menunjukkan
bahwa dari 26 anak, 17 anak (65,38%)
Dari Tabel 4 di atas, dapat diamati sudah mencapai ketuntasan belajar
bahwa dari 26 anak, tidak seorangpun anak sedangkan 9 anak (34,62%) belum
mendapat kategori sangat rendah. Ada 2 mencapai ketuntasan belajar.
anak (7,69%) mendapat kategori rendah, 8 Anak banyak mengalami kesulitan
anak (30,77%) mencapai kategori sedang, pada indikator memperlihatkan
sebanyak 10 anak (38,46%) capaian kemampuan diri untuk membuang sampah
kedisiplinannya mendapat kategori tinggi, pada tempatnya serta mengambil dan
dan sebanyak 6 anak (23,08%) dengan mengembalikan benda pada tempatnya.
kategori sangat tinggi. Dari 26 anak, 24 Pada Siklus I, masih banyak anak yang
anak (92,31%) sudah mencapai ketuntasan belum mampu bertanggung jawab dalam
belajar, sedangkan masih ada 2 anak menjaga kebersihan dan kerapihan kelas
(7,67%) yang belum mencapai ketuntasan mereka sendiri. Antara lain, anak belum
belajar. Untuk lebih jelasnya dapat mampu membuang sampah yang dengan
digambarkan pada grafik poligon di bawah sengaja dicecerkan didalam kelas untuk
ini: melihat kepekaan anak terhadap lingkungan
kelasnya. Begitu pula dengan mainan yang
dengan sengaja dicecerkan didalam kelas,
di atas meja, dan di tempat duduk. Upaya
untuk mengatasinya adalah guru
membimbing anak untuk terbiasa peka
terhadap lingkungan sekitar yaitu dengan
melihat keadaan sampah dan mainan yang
tercecer didalam kelas. Namun, bukan
hanya melihat, tetapi guru membimbing
anak untuk mengambil sampah dan
membuang ditempat yang semestinya serta
mengembalikan mainan yang tercecer
ketempatnya semula.
Gambar 4 Grafik Hasil Kedisiplinan Anak Secara teoritis, bimbingan dapat
Siklus II diartikan sebagai suatu proses pemberian
Hasil pemantauan seperti yang bantuan kepada individu yang dilakukan
dipaparkan di atas menunjukkan bahwa secara berkesinambungan agar individu
secara umum tingkat kedisiplinan anak di tersebut dapat memahami dirinya sendiri,
TK Kumara Asri Denpasar telah mencapai dengan demikian ia sanggup mengarahkan
rata-rata keberhasilan dengan kategori dirinya dan dapat bertindak secara wajar
sedang, tinggi, dan sangat tinggi. Hal ini sesuai dengan keadaan lingkungan
berarti bahwa penerapan teknik token keluarga, sekolah, dan masyarakat
economy mampu meningkatkan (Sukardi, 2010). Diharapkan dengan
Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 2(2), 2018| 251

pemberian bimbingan dapat membantu peka terhadap lingkungan sekitarnya karena


individu mencapai perkembangan diri ada pemacu dari luar, yaitu token economy
secara optimal sebagai makhluk sosial yang itu sendiri.
berdisiplin dan bertanggungjawab.
Temuan empiris pada Siklus II SIMPULAN
untuk kedisiplinan anak, secara umum Hasil penelitian dan pembahasan
tingkat perkembangan kedisiplinan anak menunjukkan bahwa token economy dapat
Kelompok A TK Kumara Asri Denpasar diterapkan bagi anak usia dini. Jenis token
telah mencapai rata-rata keberhasilan yang dipergunakan dalam penelitian ini
dengan kategori sedang, tinggi, dan sangat adalah koin yang ditabungkan dalam
tinggi. Hal ini menyatakan bahwa celengan masing-masing anak. Berdasarkan
penerapan teknik token economy mampu uraian diatas dapat disimpulkan bahwa
meningkatkan kedisiplinan anak karena penerapan teknik token economy dalam
pada akhir Siklus II telah tercapai penelitian ini dapat meningkatkan
ketuntasan yakni 92,31% dengan sebagian kedisiplinan anak usia dini di Kelompok A
besar anak memperoleh kategori tinggi dan TK Kumara Asri Denpasar dengan capaian
sangat tinggi. Senada dengan hal ini, kriteria ketuntasan minimal yaitu 24 anak
penelitian yang telah dilakukan (Prima, E & (92,31%) dengan kategori sedang, tinggi,
Lestari, 2017) dengan jenis penelitian dan sangat tinggi.
tindakan kelas yang berjudul,
”Implementasi Token Economy Dalam UCAPAN TERIMA KASIH
Meningkatkan Motivasi Belajar Anak Usia 1. Ristekdikti yang telah membiayai
Dini” menunjukkan bahwa terjadi penelitian ini.
peningkatan motivasi belajar dengan 2. Rektor Universitas Dhyana Pura.
pengimplementasian Token Economy. Pada 3. Ketua dan staf LP2M yang telah
Siklus I motivasi belajar sebesar 68,75 % memfasilitasi penelitian ini.
yang berada pada kategori sedang 4. Ketua Program Studi PG-PAUD
mengalami peningkatan pada Siklus II Universitas Dhyana Pura.
menjadi 87,5 % yang tergolong pada 5. TK Kumara Asri yang telah
kategori tinggi. memberikan kesempatan untuk dapat
Hasil dari kedisiplinan anak di meneliti di sekolahnya.
Siklus II telah mencapai ketuntasan
minimal yaitu 80%. Terjadi peningkatan DAFTAR PUSTAKA
kedisiplinan anak yaitu sebesar 26,93%. Corey, G. (2013). Teori Praktek Konseling
Setiap aspek dalam kedisiplinan anak pada dan Psikoterapi. Bandung: Refika
Siklus II juga mengalami peningkatan Aditama.
dibandingkan dengan Siklus I. Salah satu Davidson, G. (2010). Psikologi Abnormal.
kesimpulan dalam penelitian ini yaitu Jakarta: Rajawali Press.
adanya peningkatan kedisiplinan pada anak
Kelompok A TK Kumara Asri Denpasar Doll, Christopher, McLaughlin, T. F,
melalui penerapan teknik token economy Barretto, A. (2013). The Token
setelah dilakukan sebanyak 2 siklus. Hal ini Economy: A Recent Review and
sesuai dengan pendapat (Corey, 2013) Evaluation. International Journal of
bahwa token economy dapat digunakan Basic and Applied Science, Vol.
untuk membentuk tingkah laku apabila 02,(No 1), 131–149.
persetujuan dan pemerkuat-pemerkuat yang Fadlillah, M. & Khoirida, L. . (2013).
tidak bisa diraba lainnya tidak memberikan Pendidikan Karakter Anak Usia Dini.
pengaruh. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
Dengan penerapan teknik token
economy anak memiliki semangat untuk Hurlock. (1993). Perkembangan Anak
lebih berdisiplin, bertanggungjawab, dan (Child Development 6th Edition).
Jakarta: Erlangga.
252 | The Improvement of The Discipline for Early Childhood Through Token Economy Technique

Kurniawati, Y. (2010). Modifikasi Perilaku


Anak Usia Dini. Semarang: UNNES.
Munawaroh, H. (2017). Pengembangan
Model Pembelajaran dengan
Permainan Tradisional Engklek
Sebagai Sarana Stimulasi
Perkembangan Anak Usia Dini.
Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan
Anak Usia Dini, 1(2), 86–96.
Pramono, D., Risnawati, A., & Siliwang, I.
(2018). Meningkatkan Kedisiplinan
Anak Usia Dini Melalui Latihan
Pembiasaan Penggunaan Toilet di KB
Al-Hidayah Insan Mandiri Kabupaten
Bandung Corresponding author.
Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan
Anak Usia Dini, 2(1), 64–69.
Prima, E & Lestari, P. I. (2017).
Implementasi Token Economy Dalam
Meningkatkan Motivasi Belajar Anak
Usia Dini. Media Edukasi: Jurnal
Ilmu Pendidikan, 1(2), 47–55.
Rimm, S. (2003). Mendidik dan
Menerapkan Disiplin pada Anak
Prasekolah. Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama.
Sujiono, B. &Yuliani N. (2005).
Mencerdaskan Perilaku Anak Usia
Dini Panduan Bagi Orang Tua
Dalam Membina Perilaku Anak Usia
Dini. Jakarta: Elex Media
Komputindo.
Sujiono, Y. N. (2009). Konsep Dasar
Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta:
PT. Indeks.
Sukardi. (2010). Metodologi Penelitian,
Petunjuk Praktis. Yogyakarta: UGM
Pers.
Volume 2 Issue 2 (2018) Pages 253-258
Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini
DOI: 10.31004/obsesi.v2i2.90

Improvement of the Logical Intelligence Through Media Kolak


(Collage Numbers) Based on Local Wisdom in Early Childhood
Novi Ade Suryani1, Mimpira Haryono2
Prodi PG-PAUD, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Dehasen
Bengkulu, Indonesia

Abstract
This study aims to improve logical intelligence through media kolak (collage numbers) based
on local wisdom in early childhood in PAUD Mawar Al Barokah, Padang Serai Village,
Kampung Melayu District, Bengkulu City. The procedure for carrying out this research was
carried out using two cycles. Each cycle consists of four stages, namely planning, acting,
observing, and reflecting. Each cycle also consists of two meetings, where each meeting has
three assessments 1). Know the shape of objects, 2). Know the concept of numbers, and 3).
Calculate the number of objects. The results showed an increase that the end of the second cycle
was higher than the end of the first cycle in the category of Very Good Developing Children
(BSB), namely at the stage of recognizing the shape of objects by 84%, knowing the concept
of numbers by 64%, and at the stage of calculating the number of objects of 72 %. In addition,
from the learning process it seems fun by using natural materials that are easily available,
students become more active, enthusiastic, and creative. Thus, learning through media kolak
(collage numbers) based on local wisdom can be used by teachers to improve logic intelligence
in early childhood.
Keywords: logic intelligence, number collage, local potential

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kecerdasan logika melalui media kolak (kolase
angka) berbasis kearifan lokal pada anak usia dini di PAUD Mawar Al Barokah Kelurahan
Padang Serai Kecamatan Kampung Melayu Kota Bengkulu. Prosedur pelaksanaan penelitian
ini dilakukan dengan menggunakan dua siklus. Setiap siklus terdiri dari empat tahapan yaitu
perencanaan (planning), tindakan (acting), pengamatan (observing), dan refleksi (reflecting).
Setiap siklus juga terdiri dari dari dua pertemuan, dimana setiap pertemuan terdapat tiga kali
penilaian 1). Mengenal bentuk benda, 2). Mengenal konsep angka, dan 3). Menghitung jumlah
bentuk benda. Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan bahwa akhir siklus dua lebih
tinggi dari akhir siklus satu pada kategori anak Berkembang Sangat Baik (BSB) yakni pada
tahapan mengenal bentuk benda sebesar 84%, mengenal konsep angka sebesar 64%, dan pada
tahapan menghitung jumlah bentuk benda sebesar 72%. Di samping itu, dari proses
pembelajaran tampak menyenangkan dengan menggunakan bahan alam yang mudah didapat,
siswa menjadi lebih aktif, antusias, dan kreatif. Dengan demikian, pembelajaran melalui media
kolak (kolase angka) berbasis kearifan lokal dapat digunakan oleh guru untuk meningkatkan
kecerdasan logika pada anak usia dini.

Kata Kunci: kecerdasan logika, kolase angka, potensi local


@Jurnal Obsesi Prodi PG-PAUD FIP UPTT 2018
 Corresponding author :
Address : Jl. Jaya Wijaya Bengkulu ISSN 2356-1327 (Media Cetak)
Email : noviade@unived.ac.id ISSN 2549-8959 (Media Online)
Phone : 0852-6835-2980
254 | Improvement of the Logical Intelligence Through Media Kolak (Collage Numbers)

PENDAHULUAN yang meliputi aspek kognitif, bahasa, sosial,


Pendidikan mempunyai peranan emosional, dan fisik motorik.
penting dalam pembangunan manusia Perkembangan kognitif anak dalam
Indonesia. Oleh karenanya pendidikan sangat mengenal angka sangat penting untuk
perlu untuk dikembangkan dari berbagai ilmu dikuasai oleh anak, karena akan menjadi
pengetahuan, karena pendidikan yang dasar bagi penguasaan konsep-konsep
berkualitas dapat meningkatkan kecerdasan matematika selanjutnya di jenjang pendidikan
suatu bangsa. berikutnya.
Sementara itu Komisi tentang Memahami konsep angka adalah sesuatu
Pendidikan Abad 21(Commision on yang sangat penting bagi anak-anak. Ini
Education for The “21” Century), karena angka yang selalu kita gunakan
merekomendasikan empat strategi dalam sepanjang proses kehidupan. Juga memahami
mensukseskan pendidikan (Trianto,2008) ; angka adalah langkah pertama pelajaran
pertama, learning to learn, yaitu memuat matematika, tanpa memahami angka, maka
bagaimana pelajar mampu menggali seorang anak akan mengalami kesulitan
informasi yang ada di sekitarnya dari ledakan dalam tahap pembelajaran berikutnya
informasi itu sendiri; kedua, learning to be, (Hasiana,2017).
yaitu pelajar diharapkan mampu untuk Pada awalnya, anak akan belajar
mengenali dirinya sendiri, serta mampu nama-nama bilangan tetapi belum mampu
beradaptasi dengan lingkungannya; ketiga, menilai lambing lambangnya, misalnya
learning to do, yaitu berupa tindakan atau aksi mereka bisa menyebut, satu, dua, tiga, tetapi
untuk memunculkan ide yang berkaitan belum mampu memahami artinya. Seringkali
dengan matematika; dan keempat, learning to bilangan disebut seperti rangkaian kata-kata
be together, yaitu memuat bagaimana kita tanpa makna yang berkaitan dengan bilangan
hidup dalam masyarakat yang saling itu. Sejalan dengan pertumbuhan dan
bergantung antara satu dengan yang lain, pengalaman yang diperolah, anak akan
sehingga mampu bersaing secara sehat dan mampu memahami arti dari suatu angka.
bekerjasama serta mampu untuk menghargai Mufarizuddin (2017) menyebutkan bahwa
orang lain. penomoran pada kartu juga dapat
Undang-Undang Sisdiknas No. meeningkatkan kecerdasan logika
20/2003 pasal 1 angka 14 menyebutkan matematika anak.
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Penggunaan benda alam dalam
merupakan upaya pembinaan yang dilakukan melalui kegiatan kolase dengan benda pada
melalui pemberian rangsangan pendidikan anak akan mempermudah pemahaman anak
dengan tujuan untuk mengembangkan tentang angka, karena angka bersifat abstrak
seluruh potensi anak agar kelak dapat selain itu pembelajaran juga akan menjadi
berfungsi sebagai manusia yang cerdas dan saangat menarik dan menyenangkan. Anak
bermanfaat bagi bangsa. Anak Usia Dini akan memperoleh informasi demi informasi
(AUD) merupakan kelompok usia yang melalui interaksinya dengan objek dan alam
berada dalam proses perkembangan unik, sekitar serta kelak informasi tersebut disusun
karena proses perkembangannya (tumbuh dan menjadi struktur pengetahuan. Struktur
kembang) terjadi bersama dengan golden age pengetahuan inilah kemudian menjadi dasar
(masa peka). untuk berfikir.
Pendidikan yang diberikan pada anak Kata kecerdasan diambil dari akar
usia dini baik di Pos PAUD, Kelompok kata cerdas. Menurut Kamus Besar Bahasa
Bermain (KB), maupun Taman Kanak-kanak Indonesia cerdas berarti sempurna
(TK) dimaksudkan untuk membantu anak perkembangan akal budi seseorang manusia
mencapai tahap perkembangannya secara untuk berfikir, mengerti, tajam pikiran dan
optimal dan disesuaikan dengan usia dan sempurna pertumbuhan tubuhnya.
kemampuan anak. Stimulus-stimulus yang Kecerdasan ialah istilah umum yang
diberikan seharusnya dapat mengembangkan digunakan untuk menjelaskan sifat pikiran
aspek perkembangan anak secara keseluruhan yang mencakup sejumlah kemampuan,
seperti kemampuan menalar, merencanakan,
memecahkan masalah, berpikir abstrak,
Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 2(2), 2018| 255

memahami gagasan, menggunakan bahasa, tinggi, walaupun mungkin mereka tidak


dan belajar (Makmun,2003). pernah saling kenal (Agustian,2001).
Dalam buku Robert. J. Sternbrg oleh Kedua, Faktor lingkungan. Walaupun
Jensen(2005), Burt mendefinisikan ada ciri-ciri yang pada dasarnya sudah dibawa
kecerdasan sebagai kemampuan kognitif sejak lahir, ternyata lingkungan sanggup
umum bawaan, dan banyak psikolog, Jensen menimbulkan perubahan-perubahan yang
salah satunya, cenderung menerima konsep berarti. Inteligensi tentunya tidak bisa terlepas
kecerdasan yang dikemukakan Burt. Definisi dari otak. Perkembangan otak sangat
itu meliputi: dipengaruhi oleh gizi yang dikonsumsi. Selain
a. Definisi „riil‟ meyakini kecerdasan gizi, rangsangan-rangsangan yang bersifat
bersifat bawaan, atau dengan kata lain, kognitif emosional dari lingkungan juga
kecerdasan diwarisi dari orang tua dan memegang peranan yang amat penting
sudah dimiliki sejak lahir (diturunkan (Sukmadinata,2005).
secara genetik). Kecerdasan logika merupakan
b. Definisi „riil‟ meyakini kecerdasan kecerdasan yang dapaat diukur. Mereka
melalui kognitif (dengan kata lain, hanya berfikir secara konseptual dalam kerangka
terkait dengan yang diketahui atau pola pola angka dan mampu membuat
dipikirkan manusia). hubungan hubungan antara berbagai ragam
Berdasarkan beberapa pendapat informasi yang didapat. Mereka selalu ada
tersebut peneliti menyimpulkan bahwa rasa ingin tahu tentang dunia disekeliling
kecerdasan merupakan sebuah perkembangan mereka dan selalu menanyakan banyak hal
berpikir atau kemampuan seseorang untuk serta mau mengerjakan eksperimentasi.
memecahkan masalah. Kecerdasan yang Selalu mempermasalahkan dan menanyakan
dimiliki setiap orang berbeda-beda. kejadian-kejadian yang ada, sehingga tak
Seseorang yang memiliki inteligensi yang jarang mereka agak tak disukai atau
lebih baik, kemungkinan untuk menemukan membosankan karena terlalu banyak bertanya
sistem yang lebih baik pasti lebih besar, dan (Sulaiman,2014).
berbagai kemudahan bisa disediakan bagi Kolase berasal dari Bahasa Perancis
yang membutuhkan. (collage) yang berarti merekat. Kolase adalah
Kecerdasan logika atau kecerdasan aplikasi yang dibuat dengan menggabungkan
logis mateematis merupakan kecerdasan yang teknik melukis (lukisan tangan) dengan
berkaitan dengan angka dan segala menempelkan bahan-bahan tertentu
implikasinya. Selanjutnya Fathani (2009) (Sumanto, 2005).
mengungkapkan bahwa kecerdasan logis Menurut kamus besar Bahasa
matematis merupakan kemampuan berpikir Indonesia, kolase adalah komposisi artistik
dengan menerapkan logika yang benar, yang dibuat dari berbagai bahan (kain, kertas,
memahami, dan menganalisis pola-pola, serta kayu) yang ditempelkan pada permukaan
memecahkan masalah dengan menggunakan gambar (Depdiknas.2001).
kemampuan berpikir. Kolase merupakan karya seni rupa
Menurut Sulaiman (2014) Adapaun dua dimensi yang menggunakan bahan yang
faktor-faktor yang mempengaruhi Inteligensi ebrmacam-macam selama bahan dasar
terbagi menjadi dua: Pertama, faktor Bawaan tersebut dapat dipadukan dengan bahan dasar
atau Keturunan. Penelitian membuktikan lain yang akhirnya dapat menyatu menjadi
bahwa korelasi nilai tes IQ dari satu keluarga karya yang utuh dan dapat mewakili
sekitar 0,50. Sedangkan di antara 2 anak ungkapan perasaan estetis orang yang
kembar, korelasi nilai tes IQnya sangat tinggi, membuatnya. Sehingga dapat dikatakan
sekitar 0,90. Bukti lainnya adalah pada anak bahwa bahan apapun yang dapat dirangkum
yang diadopsi. IQ mereka berkorelasi sekitar (dikolaborasikan) sehingga menjadi karya
0,40 – 0,50 dengan ayah dan ibu yang senu rupa dua dimensi, dapat digolongkan /
sebenarnya, dan hanya 0,10 – 0,20 dengan dijadikan bahan kolase.
ayah dan ibu angkatnya. Selanjutnya bukti Kegiatan kolase dalam penelitian ini
pada anak kembar yang dibesarkan secara adalah kegiatan berolah seni rupa yang
terpisah, IQ mereka tetap berkorelasi sangat menggabungkan teknik melukis (lukisan
tangan) dengan keterampilan menyusun dan
256 | Improvement of the Logical Intelligence Through Media Kolak (Collage Numbers)

merekatkan bahan-bahan pada kertas mengerti bahwa dia membutuhkan orang lain
gambar/bidang dasaran yang digunakan, di sekitarnya.
sampai dihasilkan tatanan yang unik, menarik
dan berbeda menggunakan bahan kertas, METODE
bahan alam dan bahan buatan. Arikunto (2010) menyatakan
Berdasarkan uraian dari kedua penelitian tindakan kelas merupakan suatu
pendapat di atas untuk memfokuskan bahan pencermatan terhadap kegiatan yang sengaja
yang aman dan menarik serta mudah dimunculkan, dan terjadi dalam sebuah kelas.
didapatkan dalam pembuatan kolase untuk Analisis data yang dilakukan adalah dengan
anak di TK menggunakan alat bidang dasaran cara membandingkan kondisi awal pra siklus
berupa kertas hvs, kertas gambar, lem kayu, kemudian dilanjutkan dengan siklus I dan
lem kertas, gunting dan pensil, serta siklus II untuk mengetahui tingkat
menggunakan bahan alam dan kertas seperti perkembangan kecerdasan logika anak
kertas lipat, kertas bungkus kado, koran kelompok B melalui penerapan kegiatan
bekas, majalah bekas, kulit bawang merah, bermain kolase angka berbasis potensi alam.
kulit bawang putih, padi,biji kopi, biji jagung Penelitian Tindakan Kelas ini
dan biji kacang hijau. menggunakan dua siklus yang terdiri dari
Menurut Sujiono (2013) usia dini empat tahapan yaitu perencanaan (planning),
lahir sampai enam tahun merupakan usia yang tindakan (acting), pengamatan (observing),
sangat menentukan dalam pembentukan dan refleksi (reflecting). Setiap siklus juga
karakter dan kepribadian seorang anak, usia terdiri dari dari dua pertemuan, dimana setiap
itu sebagai usia penting bagi pengembangan pertemuan terdapat tiga kali penilaian 1).
intelegensi permanen dirinya, mereka juga Mengenal bentuk media, 2). Mengenal
mampu menyerap informasi yang sangat konsep angka, dan 3). Menghitung jumlah
tinggi bentuk benda. Kriteria dalam penilaian yaitu :
Belajar pada anak usia dini dilakukan BB (Belum Berkembang), MB (Mulai
dengan interaksi anak dengan lingkungan Berkembang), BSH (Berkembang Sesuai
belajarnya melalui pengalaman untuk harapan), dan BSB (Berkembang Sangat
mencapai tahap-tahap perkembangan. Baik).
Perkembangan setiap anak tidaklah sama HASIL DAN PEMBAHASAN
karena setiap individu memiliki Penelitian ini dilaksanakan di
perkembangan yang berbeda. Makanan yang PAUD Mawar Al Barokah Kelurahan
bergizi dan seimbang serta stimulasi yang Padang Serai Kecamatan Kampung Melayu
intensif sangat dibutuhkan untuk Kota Bengkulu dengan jumlah anak 25
perkembangan dan pertumbuhan tersebut. orang yang terdiri dari 10 anak laki-laki dan
Jika anak diberikan stimulus yang intensif, 15 orang anak perempuan. Adapun data
maka anak akan mampu menjalani tugas hasil penelitian dapat diketahui sebagai
perkembangannya dengan baik.
berikut :
Menurut Aisyah (2008) karakteristik Tabel 1 Data Observasi Kecerdasan
anak usia dini antara lain: a) memiliki rasa Logika Melalui Kegiatan Kolase Angka
ingin tahu yang besar, b) merupakan pribadi Siklus 1 Pertemuan 1
yang unik, c) suka berfantasi dan Kriteria Mengenal Mengenal Menghitung
berimajinasi, d) masa paling potensial untuk Penilaian bentuk benda konsep jumlah
angka bentuk benda
belajar, e) menunjukkan sikap egosentris, f) Anak % Anak % Anak %
memiliki rentang daya konsentrasi yang
BB 2 8 2 8 2 8
pendek, g) sebagai bagian dari makhluk
sosial. MB 7 28 9 36 8 32
Melalui bermain ini anak dapat BSH 13 52 12 48 12 48
belajar bersosialisasi. Apabila anak belum BSB 3 12 2 8 3 12
dapat beradaptasi dengan teman Berdasarkan data hasil penelitian
lingkungnnya, maka anak-anak akan dijauhi
pada Tabel 1 dapat diketahui bahwa masih
oleh teman-temannya. Dengan begitu anak
ada beberapa anak yang masuk dalam
akan belajar menyesuaikan diri dan anak akan
kategori Belum Berkembembang dan Mulai
Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 2(2), 2018| 257

berkembang. Hal ini dikarenakan masih Kegiatan pembelajaran yang


belum optimal dalam menyampaikan materi dilaksanakan pada siklus 2 pertemuan 2
dan anak-anak masih belum fokus terhadap mengalami peningkatan dan sesuai dengan
materi yang disampaikan. Oleh karena itu, target yang diinginkan. Pada pertemuan ini,
perlu dilakukan perbaikan pembelajaran anak sudah bisa mengenal bentuk-bentuk
untuk pertemuan berikutnya. benda. Anak-anak sudah dapat menyebutkan
Tabel 2 : Data Observasi Kecerdasan nama benda yang akan dijadikan gambar
Logika Melalui Kegiatan Kolase Angka Siklus 1 kolase dan dapat menyebutkan ciri-ciri benda
Pertemuan 2 tersebut serta dapat menggunakan kearifan
Kriteria Mengenal Mengenal Menghitung lokal yang sesuai kedalam media gambar
Penilaian bentuk konsep jumlah kolase. Seperti pada gambar apel, anak-anak
benda angka bentuk
benda
memilih kulit bawang merah dan daun jeruk
Anak % Anak % Anak % sebagai bahan kolase. Pada tahap mengenal
konsep angka dan menghitung jumlah bentuk
BB 1 4 1 4 1 4 benda, anak-anak dapat menyebutkan dan
MB 4 16 6 24 5 20 menuliskan angka yang sesuai dengan
BSH 12 48 11 44 10 40 gambar kolase.
BSB 8 32 7 28 9 36 Peningkatan tersebut terjadi pada
Dari hasil penelitian pada Tabel 2 kategori anak Berkembang Sangat Baik
terlihat bahwa hasil yang diperoleh belum (BSB) yakni pada tahapan mengenal bentuk
maksimal dan belum mencapai target yang benda sebesar 84%, mengenal konsep angka
sebesar 64%, dan pada tahapan menghitung
diinginkan. Oleh karena itu, perlu dirancang
jumlah bentuk benda sebesar 72%. Artinya
kembali kegiatan pembelajaran pada Siklus
kegiatan melalui media kolak (Kolase Angka)
2.
berbasis kearifan lokal mampu meningkatkan
Tabel 3 Data Observasi Kecerdasan
Logika Melalui Kegiatan Kolase Angka kecerdasan logika anak usia dini.
Siklus 2 Pertemuan 1 PEMBAHASAN
Kriteria Mengenal Mengenal Menghitung Penelitian ini difokuskan untuk
Penilaian bentuk konsep angka jumlah bentuk mengetahui perkembangan kecerdasan logika
benda benda
Anak % Anak % Anak %
matematika anak usia dini melalui kegiatan
kolase dengan kriteria penilaian mengenal
BB 0 0 0 4 1 4 bentuk benda, mengenal konsep angka, dan
MB 2 8 menghitung jumlah bentuk benda.
3 12 2 8
BSH 13 52 12 48 11 44 Pada siklus pertama, banyak anak-
BSB 10 40 10 40 11 44
anak yang sudah dapat mengidentifikasi
Berdasarkan Tabel 3 kemampuan nama benda yang dimaksud, misalnya apel.
anak pada siklus 2 pertemuan ke 1 sudah Anak-anak sudah dapat menyebutkan warna
mulai meningkat tetapi masih perlu buah dan warna daun apel. Namun, belum
melaksanakan kegiatan pembelajaran agar banyak anak mengetahui jumlah apel dan
mencapai target yang diinginkan. Untuk itu menuliskan angka yang sesuai pada gambar.
perlu diadakan siklus 2 pertemuan 2. Anak-anak juga masih fokus pada beberapa
Tabel 4 Data Observasi Kecerdasan bahan alam saja. Sehingga ada beberapa
Logika Melalui Kegiatan Kolase Angka gambar kolase anak yang belum
Siklus 2 Pertemuan 2 menunjukkan konsep gambar dengan gambar
Kriteria Mengenal Mengenal Menghitung yang sebenarnya. Kemampuan anak masih
Penilaian bentuk konsep jumlah bentuk ada pada tahap Belum Berkembang dan Mulai
benda angka benda Berkembang. Kemampuan anak pada siklus
Anak % Anak % Anak %
ini belum optimal, hal ini disebabkan
BB 0 0 0 0 0 0 beberapa anak yang belum fokus terhadap
MB 0 0 0 0 0 0 materi yang disampaikan.
BSH 8 32 9 36 7 28 Pada siklus kedua, kegiatan
BSB 17 84
peembelajaran dilakukan dengan
16 64 18 72
memperbaiki beberapa tahap yang menjadi
258 | Improvement of the Logical Intelligence Through Media Kolak (Collage Numbers)

kekurang pada siklus pertama. kegiatan awal Membangun Kecerdasan Emosi dan
pembelajaran dilakukan oleh guru dengan Spiritual. Arga; Jakarta
berbagi dan bertanya tentang kegiatan yang Aisyah, Siti. 2008. Perkembangan dan Konsep
pernah dilakukan anak. Hal ini dimaksudkan Dasar Pengembangan Anak Usia Dini.
agar anak menjadi tertarik dan mulai fokus Universitas Terbuka: Jakarta
terhadap kegiatan pembelajaran. Anak-anak Arikunto, Suharsimi. 2008. Prosedur
kemudian diminta mengamati dan Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.
menjelaskan gambar sesuai dengan Jakarta: Rineka Cipta
pengetahuan mereka. Dengan demikian, Departemen Pendidikan Nasional, 2001.
Pedoman Pembelajaran Bidang
dapat diketahui pemahaman awal mereka
Pengembangan fisik di Taman Kanak-
tentang konsep mengenal bentuk benda dan
Kanak. Direktorat Jenderal Manajemen
mengenal konsep angka meningkat.
Pendidikan Dasar dan Menengah,
Peningkatan pada akhir siklus dua ini Direktorat Pembinaan Taman Kanak-
terjadi pada kategori anak Berkembang Kanak dan Sekolah Dasar: Jakarta
sangat Baik (BSB) yakni pada tahapan Fathani, Abdul Halim,Maskur Moch. 2009.
mengenal bentu benda sebesar 84%, hal ini Mathematical Intellegence. Ar-Ruzz
diketahui dari jumlah anak yang Media: Jogjakarta
menggunakkan bahan alam yang sesuai Hasiana, Isabella. dan Aniek Wirastania. 2017.
dengan gambar yang seharusnya. Pada tahap Pengaruh Musik dalam
mengenal konsep angka sebesar 64%. Mengembangkan Kemampuan
Kemampuan anak pada tahap ini masih Mengenal Bilangan Siswa Kelompok A
banyak yang berada tahap Berkembang di Desa Lintang Surabaya. Jurnal
Sesuai Harapan dan pada tahapan menghitung Obsesi Vol 1 No 2: 2549-8959.
jumlah bentuk benda sebesar 72%. Pada Makmun, Abin Syamsuddin. 2003. Psikologi
tahapan menghitung jumlah bentuk benda, Pendidikan. PT.Rosda Karya Remaja :
tidak semua anak dapat langsung menjawab Bandung
dengan benar. Masih ada beberapa anak yang Mufarizuddin. 2017. Peningkatan Kecerdasan
terlihat masih berpikir terlebih dahulu Logika Matematika Anak melalui
sebelum menjawab. Namun secara Bermain Kartu Angka Kelompok B di
keseluruhan, penelitian yang dilakukan dalam TK Pembina Bangkinang Kota. Jurnal
setiap pertemuan mengalami peningkatan. Obsesi Vol 1 No 1
Robert J Stanberg,dkk. 2008. Appiled
SIMPULAN
Intelligance Kecerdasan Terapan.
Berdasarkan hasil penelitian yang
Pustaka Pelajar: Yogyakarta
telah dilakukan, dapat disimpulakn bahwa
Sujiono, Yuliani Nuraini. 2013. Konsep Dasar
terjadi peningkatan kecerdasan logika melalui Pendidikan Anak Usia Dini.
kegiatan kolak (kolase angka) berbasis Universitas Negeri Jakarta:Jakarta
potensi lokal pada anak usia dini. Hasil Sukmadinata, Nana Syaodih. 2005. Landasan
penelitian menunjukkan hasil siklus akhir Psikologi Proses Pendidikan. PT.
kedua lebih tinggi daripada akhir siklus Remaj: Bandung
pertama. Di samping itu, dari proses Sulaiman,Umar. 2014. Mengidentifikasi
pembelajaran tampak menyenangkan dengan Kecerdasan Anak. Jurnal Al-Riwayah,
menggunakan bahan alam yang mudah Volume 7 Nomor 2, Agustus 2014 :
didapat, siswa menjadi lebih aktif, antusias, 131-136.
dan kreatif. Sumanto. 2005. Pengembangan Kreativitas
UCAPAN TERIMA KASIH Senirupa Anak TK. Departemen
Peneliti menyampaikan Ucapan Pendidikan Nasional, Direktorat
terima kasih kepada Kepala Sekolah, Guru Jenderal Pendidikan Tinggi, Direktorat
dan siswa PAUD Mawar Al Barokah serta Pembinaan Pendidikan Tenaga
teman sejawat yang telah banyak membantu Kependidikan dan Ketenagaan
dan memperlancar penelitian ini. Perguruan Tinggi: Jakarta
DAFTAR PUSTAKA Trianto. 2008. Mendesain Penbelajaran
Agustian, Ary Ginanjar. 2001. ESQ Kontekstual di Kelas. Cerdas Pustaka
Berdasarkan 6 Rukun Iman dan 5 Publisher : Jakartang
Rukun Islam;Rahasia sukses
Volume 2 Issue 2 (2018) Pages 259-266
Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini
DOI: 10.31004/obsesi.v2i2.96

Building Effective Communication Between Teachers and Early Children


In PAUD Institutions

Ditha Prasanti1, Dinda Rakhma Fitriani2


Program Studi Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran

Abstract

Effective communication is certainly the dream of everyone who does it. Not separated from
the communication process, early childhood also interacts to achieve the desired
communication goals. In this article, the author discusses the efforts to build effective
communication for teachers and early childhood in the X PAUD institution in Bandung. The
author sees this topic as very important because it is an urgency now to express the creation of
effective communication between teachers and early childhood in their PAUD institutions. This
study uses a qualitative approach to the case study method. The author raises a case about efforts
to build effective communication in the PAUD X institution. This study is very suitable to be
analyzed with symbolic interaction theory because there is a meaning in the communication
process conducted by teachers with early childhood in the PAUD institution. The results
showed that there were efforts made to build effective communication between teachers and
early childhood, including: (1) PAUD teachers as communicators must have characteristics of
patience, willingness to sacrifice, attention, assertiveness, and be able to attract early childhood
attention; (2) the existence of media / tools used by PAUD teachers at the X institution to
achieve effective communication for teachers and early childhood; (3) PAUD teachers must
understand the diverse character of their students.

Keywords: Building, Effective Communication, Teachers, Early Childhood

Abstrak

Dalam artikel ini, penulis membahas tentang upaya membangun komunikasi yang efektif bagi
guru dan anak usia dini di lembaga PAUD X yang berada di Bandung. Penulis melihat topik
ini sangat penting karena menjadi urgensitas saat ini untuk mengungkapkan terciptanya
komunikasi yang efektif antara guru dan anak usia dini di lembaga PAUD nya. Penelitian ini
menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus. Penulis mengangkat sebuah
kasus tentang upaya membangun komunikasi yang efektif di lembaga PAUD X. Kajian ini
sangat cocok dianalisis dengan teori interaksi simbolik karena terjadi pemaknaan dalam proses
komunikasi yang dilakukan guru dengan anak usia dini di lembaga PAUD tersebut. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa adanya upaya yang dilakukan dalam membangun komunikasi
efektif antara guru dan anak usia dini, meliputi: (1) guru PAUD sebagai komunikator harus
memiliki karakteristik sabar, rela berkorban, perhatian, tegas, serta mampu menarik atensi anak
usia dini; (2) adanya media/ alat yang digunakan guru PAUD di lembaga X tersebut untuk
mencapai komunikasi efektif bagi guru dan anak usia dini; (3) guru PAUD harus memahami
karakter murid-muridnya yang beragam.

Kata Kunci : Membangun, Komunikasi Efektif, Guru, Anak Usia Dini

@Jurnal Obsesi Prodi PG-PAUD FIP UPTT 2018


 Corresponding author :
Address : Jl.Raya Jatinangor – Sumedang KM.21 Bandung ISSN 2356-1327 (Media Cetak)
Email : dithaprasanti@gmail.com ISSN 2549-8959 (Media Online)
Phone : 0856 2205 143
260 | Building Effective Communication Between Teachers and Early Children in PAUD Institutions

PENDAHULUAN Selain motivasi belajar anak usia


“We can not not communicate…”, dini, penulis juga menemukan kajian lain
merupakan salah satu point dalam prinsip yang membahas tentang anak usia dini.
komunikasi yang dicetuskan oleh Mulyana Aprinawati (2017) menggambarkan bahwa
dalam bukunya “Pengantar Ilmu penggunaan media gambar dapat
Komunikasi”. Penulis teringat istilah membantu perkembangan kemampuan
tersebut karena menandakan bahwa berbicara anak usia dini. Media gambar seri
manusia memang tidak dapat menghindari memiliki suatu urutan gambar sehingga
komunikasi, “kita tidak dapat tidak dapat merangsang pikiran anak untuk
berkomunikasi”. Hal tersebut menjelaskan berbicara dan menghasilkan cerita yang
betapa pentingnya komunikasi dalam setiap berkesinambungan. Hasil penelitian
aspek kehidupan manusia. Tak mengenal diperoleh dengan menggunakan media
usia, anak-anak, remaja, dewasa, semuanya gambar seri dapat mengembangkan potensi
membutuhkan satu kata yang bernama perkembangan berbicara anak dan
“komunikasi” (Mulyana, 2010). menambah penguasaan kosakata yang
Dalam artikel penelitian ini, penulis dimiliki anak usia dini tersebut
sangat tertarik mengungkapkan kajian (Aprinawati, 2017).
komunikasi anak usia dini. Penelitian ini Jika melihat kedua penelitian di
bermula dari perhatian penulis tentang pola atas, ada kesamaan objek yang menjadi
komunikasi yang dilakukan guru dengan sorotan utama yaitu anak usia dini. Kajian
muridnya, notabene sebagai bagian anak anak usia dini sangat menarik untuk dibahas
usia dini, di lembaga Pendidikan Anak Usia dari berbagai macam perspektif, seperti
Dini (PAUD). Pada dasarnya, setiap halnya Aulina (2018) yang mengungkapkan
kalangan, baik tua maupun muda, siapapun tentang motivasi belajar anak usia dini,
orangnya, tentu menghendaki tujuan serta Aprinawati (2017) yang berbicara
komunikasinya tercapai. Lalu bagaimana tentang pentingnya penggunaan media
dengan para guru PAUD yang gambar dalam melatih kemampuan
berkomunikasi dengan murid-muridnya, berbicara bagi anak usia dini.
yang tergolong kategori anak usia dini? Ini Berbeda dengan penelitian
merupakan topik yang menarik untuk terdahulu di atas, penulis melihat ada aspek
diungkapkan. penting lainnya yang perlu diungkapkan,
Penelitian yang dilakukan oleh yaitu tentang upaya membangun
Aulina (2018) tentang motivasi belajar anak komunikasi efektif yang dilakukan guru
usia dini. Dalam hasil risetnya, Aulina kepada anak usia dini sebagai muridnya di
(2018) menggambarkan penerapan metode lembaga PAUD. Komunikasi yang efektif
Whole Brain Teaching dapat meningkatkan tentu menjadi impian setiap orang yang
motivasi belajar anak usia dini. Penerapan melakukannya. Tak lepas dari proses
metode whole brain teaching tersebut komunikasi, anak usia dini pun melakukan
dilaksanakan melalui tujuh prinsip yakni : interaksi untuk mencapai tujuan
a) Seruan sapa guru terhadap kelas (Class- komunikasi yang diinginkannya.
Yes), b) Mengajar sambil melakukan Urgensitas penelitian ini adalah
gerakan-gerakan simbolik bermakna untuk mengetahui upaya membangun
(Gestures), c) Saling mengajar antaranak komunikasi yang efektif antara guru dengan
(Teach – Ok), d) Menirukan Gesture dan anak usia dini sebagai muridnya di lembaga
penjelasan guru (Mirror), e) Mengajar PAUD. Aspek komunikasi merupakan
teman secara bergantian (switch-ok), f) point utama dalam interaksi yang terjalin
Pemberian skor penilaian terhadap antara guru dengan muridnya, oleh karena
partisipasi anak dalam pembelajaran itu perlu diungkapkan sehingga
(Scoreboard), g) Memeriksa pemahaman memperkaya khasanah keilmuan tentang
anak atas materi pagi (comprehession kajian anak usia dini.
check)(Aulina, 2018).
Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 2(2), 2018| 261

Dalam artikel ini, penulis membahas Konsep Anak Usia Dini


tentang upaya membangun komunikasi Prasanti & Fitriani telah
yang efektif bagi guru dan anak usia dini di mengungkapkan tentang pembentukan
lembaga PAUD X yang berada di Bandung. karakter anak usia dini yang terjadi mulai
Penulis melihat topik ini sangat penting dari keluarga, sekolah, dan perkumpulan
karena menjadi urgensitas saat ini untuk bermain yang diikutinya yaitu komunitas.
mengungkapkan terciptanya komunikasi Pada dasarnya, perkembangan karakter
yang efektif antara guru dan anak usia dini anak usia dini dimulai dari lingkungan
di lembaga PAUD nya. Penelitian ini pertamanya, tak lain adalah keluarganya.
menggunakan pendekatan kualitatif dengan Setelah itu, ketika anak usia dini tersebut
metode studi kasus. Penulis mengangkat masuk dalam lingkungan sekolah dan
sebuah kasus tentang upaya membangun kelompok bermainnya, maka ada beberapa
komunikasi yang efektif di lembaga PAUD faktor juga yang akan mempengaruhi
X. Kajian ini juga relevan jika dianalisis karakter anak usia dini tersebut (Prasanti &
dengan teori interaksi simbolik, karena Fitriani, 2018).
terjadi pemaknaan dalam proses Pada dasarnya, penelitian di atas
komunikasi yang dilakukan guru dengan memperlihatkan konsep anak usia dini dari
anak usia dini di lembaga PAUD tersebut. sudut pandang yang berbeda. Karakter anak
usia dini dan citra anak tentu akan terbentuk
Proses Komunikasi dengan pondasi pendidikan yang baik dan
Jika melihat beberapa literatur benar. Sebagaimana diungkapkan Frobel
mengenai komunikasi, penulis teringat yang memandang aspek pendidikan sebagai
bahwa komunikasi merupakan proses, ada point penting bagi anak usia dini.
elemen-elemen yang terkandung di Menurutnya, pendidikan bagi anak
dalamnya, sehingga komunikasi tersebut merupakan pengembangan autoaktivitas,
dikatakan sebagai sebuah proses. Proses yaitu aktivitas yang mendorong anak untuk
komunikasi dapat dikatakan sebuah tahapan aktif dan produktif serta diberikan
komunikator dalam menyampaikan pesan kesempatan untuk tumbuh dan berkembang
kepada komunikannya, sehingga dapat (Yus, 2011).
menciptakan suatu persamaan makna antara Hal tersebut penting diketahui para
komunikan dengan komunikatornya. Proses orangtua khususnya, agar dapat mendukung
inilah yang dinamakan menciptakan terlaksananya pendidikan dan karakter anak
komunikasi yang efektif. usia dini yang baik. Oleh karena itu, penulis
Adapun unsur atau elemen yang merasa tertarik untuk mengangkat tentang
terkandung dalam proses komunikasi, upaya dalam membangun komunikasi
sebagaimana paradigma Laswell efektif antara guru dengan anak usia dini
mengatakan bahwa cara yang baik untuk sebagai muridnya.
menjelaskan komunikasi ialah menjawab Disamping itu dalam komunikasi
pertanyaan Who say what in which channel peran kata-kata sangat penting. (White,
to whom with what effect? Artinya, Peter, & Redder, 2015) dalam penelitiannya
komunikasi adalah proses penyampaian menyatakan “words alone held the least
pesan oleh komunikator kepada komunikan potential for reciprocal dialogue over all
melalui media yang menimbulkan efek types of language exchange”.
tertentu (Mulyana, 2010).
Jika merujuk pada definisi di atas, METODE PENELITIAN
maka unsur komunikasi terbagi menjadi Dalam penelitian ini, penulis
komunikator, pesan, media, komunikan, menggunakan pendekatan kualitatif dengan
dan efek. Unsur tersebutlah yang akan metode studi kasus. Menurut Creswell,
membentuk komunikasi yang efektif, jika kasus itu sendiri adalah sesuatu yang
pada dasarnya hasil akhirnya nanti dipandang sebagai suatu sistem kesatuan
mencapai kesamaan makna antara yang menyeluruh, tetapi
komunikator dan komunikan. terbatasi oleh kerangka konteks tertentu.
262 | Improvement of the Logical Intelligence Through Media Kolak (Collage Numbers)

Kasus atau isu atau masalah yang harus tersebut juga yang menguatkan urgensitas
dipelajari, akan mengungkapkan penelitian ini, sehingga penulis pun
pemahaman mendalam tentang kasus melakukan wawancara dan observasi pada
tersebut, sebagai sebuah sistem yang sebuah lembaga PAUD bernama X, untuk
dibatasi, serta melibatkan pemahaman dari mengetahui upaya yang dilakukannya
peristiwa, aktivitas, proses bagi satu atau dalam membangun komunikasi efektif
lebih individu tertentu yang berhubungan antara guru dan muridnya. Sebagai bagian
dengan topik penelitian tersebut (Creswell, dari anak usia dini, tentu guru-guru nya pun
2010). memiliki upaya agar komunikasi efektif
Melalui penelitian studi kasus, dapat berjalan sesuai dengan harapan.
penelitian dapat diungkapkan secara Berdasarkan asil penelitian
deksriptif tentang fokus penelitian menunjukkan bahwa adanya upaya yang
tersebut. Penulis pun menggunakan teknik dilakukan dalam membangun komunikasi
pengumpulan data yaitu wawancara, efektif antara guru dan anak usia dini,
observasi non partisipan, dan studi literatur. penulis menemukan beberapa point
Adapun informan yang digunakan sebagai berikut:
dalam penelitian ini diambil sesuai dengan
kebutuhan penelitian. Penulis memilih (1) Guru PAUD sebagai komunikator harus
informan yang sesuai kriteria penelitian, memiliki karakteristik sabar, rela
yaitu para guru aktif dan senior di lembaga berkorban, perhatian, tegas, serta mampu
PAUD X, sehingga diperoleh 4 orang menarik atensi anak usia dini
informan sebagai berikut: ND, informan pertama
1.ND, guru senior lembaga PAUD X menyampaikan kepada penulis mengenai
2.DR, guru senior lembaga PAUD X upaya yang dilakukannya untuk menarik
3.LN, guru kelas A lembaga PAUD X perhatian murid-muridnya. ND mengaku
4.NF, guru kelas B lembaga PAUD X bahwa dia harus berkorban untuk
memisahkan muridnya, jika terjadi
HASIL PENELITIAN pertengkaran. Berikut ini penuturan
Dalam penelitian yang sejenis lengkapnya.
tentang anak usia dini, Swick “Saya mah gak apa-apa, kalo ada
mengungkapkan pentingnya komunikasi anak yang mau mukul anak lain,
dalam membentuk karakter anak usia dini. saya langsung pisahin, jadi anak itu
Menurutnya, keluarga, sekolah, dan yang mukul anak lain akhirnya
masyarakat dapat menggunakan mukul atau ngegigit ke saya. Gak
komunikasi untuk memperkuat hubungan apa-apa…biarin…daripada dia
mereka. Swick juga mengungkapkan berantem sama temennya.
bahwa ketika anak usia dini tumbuh dan Mendingan saya yang berkorban,
berkembang, guru dan orang tua perlu karena sama anak usia dini itu ya
melihat juga komunitas bermain mereka seperti ini…hehe…”
yang akan mengembangkan kepribadian Pernyataan yang disampaikan oleh
anak usia dini tersebut. Perlu diketahui juga ND tadi memberikan point utama tentang
bahwa hubungan masyarakat paling baik karakteristik yang harus dimiliki oleh guru-
diwujudkan melalui penggunaan proses guru PAUD sebagai profesinya. ND
komunikasi yang berfungsi terus menerus menceritakan bahwa karakteristik
serta memperbarui dan memperkaya relasi utamanya adalah sabar dan rela berkorban.
atau hubungan yan terjalin dengan ND juga menegaskan bahwa para guru
lingkungan, baik sekolah maupun PAUD diberikan pengarahan untuk tidak
komunitas (Swick, 2003). mendidik muridnya dengan kekerasan.
Penelitian tersebut semakin Seperti halnya disampaikan oleh DR yang
menegaskan tentang proses komunikasi menegaskan penuturan ND. Di bawah ini
yang penting untuk diperhatikan bagi adalah kutipannya.
perkembangan karakter anak usia dini. Hal
Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 2(2), 2018| 263

“Guru PAUD itu emang dikasih karakter anak usia dini agar belajar disiplin
arahan supaya gak keras ke anak- sejak masih sekolah di lembaga PAUD.
anak, jadi kami mesti ngajarinnya
tanpa ada unsur paksaan dan
kekerasan, ya mesti ngasih contoh (2) Adanya media/ alat yang digunakan
yang baik. Kenapa? Karena kami guru PAUD di lembaga X tersebut untuk
kan guru, jadi ya mesti perhatian ke mencapai komunikasi efektif bagi guru dan
anak-anaknya, bener…rela anak usia dini
berkorban dan sabar juga Upaya kedua yang dilakukan para
tentunya.” guru PAUD di lembaga X adalah
Pernyataan yang kedua dari menggunakan media/ alat sebagai sarana
informan ND juga menegaskan tentang komunikasi untuk mencapai tujuan yang
pentingnya karakteristik yang harus diharapkan oleh para guru tersebut. NF
dimiliki oleh guru PAUD sebagai menceritakan bahwa sebagai upaya dalam
komunikator. Dalam hal ini, guru PAUD membangun komunikasi yang efektif,
yang akan menjadi contoh di sekolah bagi maka para guru sepakat untuk
anak usia dini, perilakunya tentu akan mengoptimalkan peran media komunikasi
menjadi panutan. Oleh karena itu, adanya yang mudah menarik perhatian para
karakteristik komunikator, dalam hal ini muridnya. Hal inipun menyesuaikan
para guru PAUD merupakan upaya karakteristik anak usia dini tersebut.
pertama dalam membangun komunikasi Berikut ini adalah penuturan singkatnya.
yang efektif antara guru dan muridnya. “Kami para guru memang
Informan lainnya, LN diberikan pelatihan juga ya, dalam
menyampaikan pendapatnya tentang pendidikan PAUD tuh, ya tentu ga
karakteristik guru PAUD. Menurutnya, sama kayak di SD, SMP, apalagi
sebagai guru PAUD sudah menjadi jenjang yang lebih tinggi lainnya.
tantangan tersendiri untuk tetap bersikap Justru kami harus kreatif,
sabar tetapi tegas di depan para muridnya. memikirkan supaya anak usia dini
LN memiliki pendapat yang berbeda pada semangat belajar, disiplin,
dengan guru lainnya. dan berkarakter tuh kayak gimana,
“Tegas itu penting menurut saya, lalu kami juga pake alat atau media
karena dengan tegas lah anak-anak bantu gitu, ya misalnya dengan
bakal ngerti dan nurut kalo bunyi lonceng sebagai tanda jam
diberitau. Bukannya judes, tapi masuk sekolah akan dimulai, justru
saya pengen anak-anak paham, pake media gini tuh lebih gampang
jadi kalo saya yang ngasih tau, ada dipahami anak-anak. Terus, pake
beberapa anak yang emang media gambar, lebih gampang
nurutnya cuman sama saya, diinget sama anak-anak, banyak ya
katanya karena saya judes, padahal media lainnya, ini sih contohnya
bukan judes, tapi biar mereka pada aja…”
nurut gitu maksudnya.” Dalam kutipan di atas, penulis
Berbeda dengan beberapa informan melihat bahwa upaya kedua yang perlu
sebelumnya, penulis melihat jika LN ingin dilakukan adalah menggunakan alat/ media
menunjukkan karakteristik tegas sebagai untuk membantu tercapainya komunikasi
guru PAUD, yang bertujuan agar para efektif antara guru dengan muridnya.
murid dapat mengikuti peraturan atau
mendengarkan nasihat gurunya. (3) Guru PAUD harus memahami karakter
Pernyataan tersebut juga memperlihatkan murid-muridnya yang beragam
bahwa sebagai guru PAUD, selain sifat Langkah yang terakhir adalah adanya upaya
sabar yang harus dimiliki, sikap tegas juga guru PAUD dalam memahami karakter
penting sewaktu-waktu, untuk membentuk murid-muridnya yang beragam. Para guru
perlu mengetahui keinginan dari muridnya,
264 | Improvement of the Logical Intelligence Through Media Kolak (Collage Numbers)

sehingga akan lebih mudah untuk mencapai juga TK itu taman bermain ya,
komunikasi yang efektif. Misalnya, DN hehe…anak-anak gak boleh dipaksa
memberikan contoh bahwa ketika para dan dikerasin…”
murid sedang semangat belajar membaca, Ungkapan di atas tentu menguatkan
maka para guru akan membantu sampai hasil penelitian ini tentang adanya upaya
selesai. Tetapi jika sebaliknya, guru pun membangun komunikasi yang efektif antara
tidak boleh memakasa keinginan anak usia guru dengan murid PAUD di lembaga
dini sebagai muridnya. tersebut. Ketika penulis melakukan proses
Pada intinya, penulis melihat bahwa pengamatan atau observasi, penulis melihat
dalam membangun komunikasi yang efektif adanya implikasi dari media-media yang
antara guru dan muridnya, sebagai digunakan oleh para guru. Misalnya,
komunikator yang baik, guru harus penggunaan media lonceng yang berarti
memiliki karakteristik yang dapat menarik simbol jam masuk kelas akan dimulai.
perhatian para muridnya. Selain itu, pesan Maka, secara spontan, anak-anak pun
yang disampaikan pun dapat menggunakan berlarian menuju sumber suara lonceng
perantara alat/ media yang tersebut, serta berbaris di depan pintu
berkesinambungan, agar tujuan komunikasi masuk kelasnya.
yang diinginkan dapat tercapai. Selain itu, Media lainnya adalah melalui lagu,
para guru juga harus memerhatikan target para informan juga bercerita bahwa mereka
atau sasaran komunikasinya, yaitu para menyampaikan pesan moral kepada
murid PAUD tersebut. Sebagai anak usia muridnya melalui lagu-lagu tertentu.
dini, tentu ada tantangan tersendiri untuk Menurutnya, ketika para guru mengajak
mendidik mereka agar memahami pesan anak-anak menyanyikan lagu tersebut,
yang disampaikan para guru. Bahkan, para maka pesan yang ingin disampaikan lebih
informan selalu menyampaikan bahwa cepat dan lebih mudah diterima oleh para
memahami anak-anak merupakan tugas murid. Inilah yang menandakan proses
mereka, dan para guru pun ditekan untuk komunikasi yang terjalin antara guru dan
tidak mendidik anak dengan kekerasan serta murid berjalan efektif.
paksaan. Sebagaimana diungkapkan oleh
DN menambahkan penuturannya di Wilbur Schramm bahwa yang dimaksud
bawah ini. komunikasi efektif yaitu terjadinya
“Kami emang ditekan gak boleh kesamaan makna pesan antara komunikator
mendidik dengan keras, apalagi dan komunikan (Mulyana, 2010). Dalam
memarahi anak ya, tapi bukan hal ini, komunikator adalah para guru
berarti jadi memanjakan anak. PAUD dan komunikan adalah para murid
Kami tetap tegas, kalau anak salah, sebagai anak usia dini di lembaga tersebut.
kami beritahu gitu, malahan ada
guru di sini yang anak-anak bilang PEMBAHASAN
galak, karena judes, padahal Teori Interaksi Simbolik
maksudnya supaya disegani anak- Penulis melihat bahwa proses
anak, jadi mereka terbiasa untuk komunikasi yang efektif dan terjalin antara
belajar disiplin, misalnya buang guru dan murid PAUD ini sebagai sebuah
sampah pada tempatnya, terus kalo interaksi yang bermakna. Dalam ilmu
menerapkan kebersihan, cuci komunikasi, ada prinsip komunikasi yang
tangan sebelum makan, dan masih mengatakan “diam pun merupakan pesan
banyak lagi…ya itu semua bagian yang disampaikan komunikator”. Oleh
dari proses belajar yang kami karena itu, dalam bagian ini, penulis melihat
ajarkan kepada anak, oh iya terus teori yang relevan untuk menganalisis
kejujuran juga…jadi kami tidak penelitian ini, yaitu teori interaksi simbolik.
boleh memarahi anak, memaksa Menurut Ralph Larossa dan Donald
harus bisa, kalau dia nya udah mau C. Reitzes (Turner, 2008), interaksi
main, ya silakan…kan namanya simbolik pada intinya menjelaskan
Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 2(2), 2018| 265

tentang kerangka referensi untuk Berdasarkan uraian di atas, penulis


memahami bagaimana manusia melihat kesesuaian teori interaksi simbolik
berperilaku, bersama dengan orang lain, dalam penelitian ini, karena membahas
menciptakan dunia simbolik serta tentang interaksi dan adanya pertukaran
bagaimana cara dunia membentuk perilaku makna yang disepakati antara para guru dan
manusia. murid PAUD tersebut. Contoh lainnya,
Interaksi tersebut yang dimaknai pertukaran makna yang berupa simbol
berdasarkan kesepakatan bersama oleh tersebut adalah ketika guru membunyikan
semua pihak yang terlibat dalam suatu lonceng sebagai simbol tanda masuk
interaksi merupakan satu bentuk simbol sekolah, maka para murid pun berlarian
yang mempunyai arti yang sangat penting. menuju sumber suara dan berbaris di depan
Oleh karena itu, definisi singkat dari tiga ide kelas. Ini bagian dari pembelajaran adanya
dasar dari interaksi simbolik diuraikan interaksi yang terjalin, para murid pun
dalam hal di bawah ini: memahami makna pesan dari simbol
a. Mind (pikiran) lonceng tersebut.
Dalam penelitian ini, kemampuan untuk Pada intinya, penulis pun dapat
mengembangkan ide agar tercapainya menemukan bahwa proses komunikasi
makna yang sama antara guru dan murid dapat terjalin dengan baik di lembaga
PAUD merupakan bagian dari ide dasar PAUD sekalipun. Ketika para guru mampu
yang pertama, yaitu Mind. Penulis berupaya membangun komunikasi yang
melihat para guru melakukan upaya efektif dengan para muridnya, maka tujuan
membangun komunikasi yang efektif, dari proses komunikasi tersebut dapat
sebagai hasil dari “Mind” mereka. tercapai sesuai dengan harapan.
b. Self (diri pribadi) Senada dengan pernyataan diatas,
Dalam penelitian ini, penulis melihat hasil penelitian (Ersay, 2015) didapatkan
adanya kemampuan para guru sebagai “This happens as a result of the upbringing
informan untuk merefleksikan diri tiap which children receive from their family,
individu dari penilaian sudut pandang schools and community” were “because the
atau pendapat orang lain, misalnya para family, schools and community all give
murid PAUD tersebut dapat menilai ada children with an ability in science the
guru yang tegas, baik, sabar, dan lain- encouragement and opportunity to become
lain, dalam artian mengemukakan scientists” and “it is difficult to tell”. Orang
tentang diri sendiri (the-self) dan dunia tua, sekolah dan masyarakat secara
luarnya. bersama-sama memberikan dorongan dan
c. Society (masyarakat) kesempatan kepada anak untuk menjadi
Ini adalah point ketiga yang melihat ilmuwan.
adanya hubungan sosial yang
diciptakan, dibangun, dan SIMPULAN
dikonstruksikan oleh para guru dan Berdasarkan hasil penelitian yang
murid ditengah masyarakat, dan tiap telah dilakukan, penulis melihat bahwa
individu tersebut terlibat dalam adanya upaya yang dilakukan dalam
interaksi yang dilakukannya. Interkaasi membangun komunikasi efektif antara guru
tersebutlah yang kelak mengantarkan dan anak usia dini, meliputi: (1) guru PAUD
manusia dalam proses pengambilan sebagai komunikator harus memiliki
peran di tengah masyarakatnya. karakteristik sabar, rela berkorban,
Misalnya, para murid yang dapat perhatian, tegas, serta mampu menarik
menyerap pesan dari berbagai interaksi atensi anak usia dini; (2) adanya media/ alat
yang dilakukannya dengan para guru, yang digunakan guru PAUD di lembaga X
seperti halnya kejujuran, nilai disiplin, tersebut untuk mencapai komunikasi efektif
sopan santun, dan lain-lain. bagi guru dan anak usia dini; (3) guru
PAUD harus memahami karakter murid-
muridnya yang beragam.
266 | Improvement of the Logical Intelligence Through Media Kolak (Collage Numbers)

Pada intinya, setiap aktor atau peran Dini: Keluarga, Sekolah, dan
yang terlibat dalam proses komunikasi Komunitas? Obsesi, 1(2).
tersebut harus saling berkoordinasi agar Swick, K. J. (2003). Communication
tujuan komunikasi yang diinginkan dapat concepts for strengthening family–
tercapai. Misalnya, penulis melihat adanya school– community partnerships.
kerjasama antar para guru, mereka Early Childhood Education Journal,
membagi peran masing-masing, khususnya 30(4), 275–279.
dalam menangani para muridnya, sehingga
komunikasi yang dilakukan pun berjalan West, T. (2008). ”Pengantar Teori
efektif. Komunikasi Analisis dan Aplikasi”.
Jakarta: Salemba Humanika.
UCAPAN TERIMA KASIH White, E. J., Peter, M., & Redder, B.
Dengan terbitnya artikel ini, penulis (2015). Infant and teacher dialogue in
ingin mengucapkan terimakasih yang education and care: A pedagogical
setulusnya kepada semua pihak yang telah imperative. Early Childhood
membantu dalam proses penelitian ini. Research Quarterly, 30(PA), 160–
Ucapan terimakasih yang terutama ingin 173.
disampaikan kepada para informan yang https://doi.org/10.1016/j.ecresq.2014.
telah berkenan dalam berdiskusi dengan 10.008
penulis, serta pihak lainnya yang telah
berkontribusi dalam penulisan artikel ini. Yus, A. (2011). Model Pendidikan Anak
Usia Dini. Jakarta: Prenada Media
DAFTAR PUSTAKA Group.

Aprinawati, I. (2017). Penggunaan Media


Gambar Seri Untuk Meningkatkan
Kemampuan Berbicara Anak Usia
Dini. Obsesi, Pendidikan Anak Usia
Dini, 1(1), 72–80.
Aulina, C. N. (2018). Penerapan Metode
Whole Brain Teaching dalam
Meningkatkan Motivasi Belajar Anak
Usia Dini, 2(1), 1–12.
Creswell, J. W. (2010). (2010). Research
Design: Pendekatan Kualitatif,
Kuantitatif, dan Mixed. Yogjakarta:
PT Pustaka Pelajar.
Ersay, E. (2015). Investigating Pre-Service
Early Childhood Teachers’ Views on
Science Technology and Society
Issues in Turkey. Procedia - Social
and Behavioral Sciences, 191, 1397–
1402.
https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2015.
04.318
Mulyana, D. (2010). Pengantar Ilmu
Komunikasi (p. 33). Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.
Prasanti, Ditha & Fitriani, D. R. (2018).
Pembentukan Karakter Anak Usia
Volume 2 Issue 2 (2018) Pages 267-271
Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini
DOI: 10.31004/obsesi.v2i2.88

Preoperational Development of Eearly Childhood with Insectarium


Media
Ranny Fitria Imran1, Novi Ade Suryani2
Prodi PG-PAUD, FKIP, Universitas Dehasen Bengkulu, Indonesia

Abstract

Golden age is an investment for the future that is at the age of 2-7 years. This study, trains child
development at the pre-operational stage of early childhood because children are still thinking
realistic. To train early childhood development, this study uses insect-resistant media, which
serves to introduce early childhood to surrounding insects. The research method used is the Pre
Test Post Test Group Design. The subjects of this study were children of group B of Rafa PAUD
in Bengkulu City. Data collection in this study is the initial test (pretest) and final test (posttest).
From the results of the pretest of children's ability, there are still undeveloped children and the
results of the post-test there are 7 well-developed children. The conclusion of this study is the
use of insect-resistant media (insectarium) influences the preoperational thinking abilities of
early childhood group B PAUD Bengkulu City

Keywords: Preoperational for Early Childhood, Insectarium.

Abstrak

Usia keemasan anak (golden age) merupakan investasi bagi masa depan yaitu pada usia 2-7
tahun. Penelitian ini bertujuan untuk melatih perkembangan anak pada tahapan praoperasional
anak usia dini karena agar anak dapat berpikir nyata. Untuk melatih perkembangan anak usia
dini maka penelitian ini menggunakan media awetan serangga, yang berfungsi untuk
mengenalkan anak usia dini pada serangga sekitar. Metode penelitian yang digunakan adalah
Pre Test Post Test Group Design. Subyek penelitian ini adalah anak kelompok B PAUD Rafa
Kota Bengkulu. Pengumpulan data pada penelitian ini adalah tes awal (pretest) dan tes akhir
(posttest). Dari hasil pretest kemampuan anak didapatkan masih ada anak yang belum
berkembang dan hasil post tes terdapat 7 orang anak yang berkembang dengan baik.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah penggunaan media awetan serangga (Insektarium)
berpengaruh pada kemampuan berpikir praoperasional anak usia dini kelompok B PAUD
Kota Bengkulu.

Kata Kunci: praoperasional anak usia dini, insektarium,

@Jurnal Obesi Prodi PG-PAUD FIK UPTT 2017


 Corresponding author :
Address : Jl. Jeruk No.12 Lingkar Timur Bengkulu ISSN 2356-1327 (Media Cetak)
Email : rannyimran@gmail.com ISSN 2549-8959 (Media Online)
Phone : 081367787816
268 | Preoperational develompent of Early Childhood by Insectarium Media

PENDAHULUAN (2009) yaitu mengenai penilaian


Masa perkembangan anak usia dini insektarium sebagai media pembelajaran
yang dimulai dari usia 2-7 tahun merupakan materi klasifikasi serangga pada mata
tahap perkembangan kognitif yaitu tahapan kuliah entomologi. Lalu terdapat juga hasil
pra operasional. Kemampuan menerima penelitian Primiani (2010) yaitu
rangsang anak sudah mulai berkembang, meningkatkan aktifitas dan prestasi belajar
akan tetapi masih sangat terbatas. biologi dengan media herbarium dan
Pembelajaran pada anak usia dini insektarium.
diperlukan untuk kehidupannya dimasa Media awetan dipilih karena
mendatang. Keberhasilan proses pendidikan pada tahap Praoperasional ini anak-anak
pada masa usia dini tersebut memiliki belum dapat berpikir secara abstrak untuk
dampak terhadap pengembangan mengenalkan anak pada hewan serangga
kemampuan untuk berbuat dan belajar pada yang ada disekitar lingkungan mereka.
masa-masa berikutnya.(Hayati, Kurniawati, Insekitarium merupakan jenis media
& Witarsa, 2018) pembelajaran realia, yaitu alat bantu visual
Salah satu kemampuan yang yang dapat memberikan pengalaman
dikembangkan pada anak usia dini adalah langsung kepada anak. Realia ini
kemampuan bahasa. Berbagai aspek menggunakan model dan objek nyata
perkembangan yang dapat dikembangkan dari hewan yaitu serangga disekitar
dalam pendidikan anak usia dini, yaitu fisik (Zaman, 2010). Selain itu dapat
maupun psikis yang meliputi perkembangan memungkinkan anak untuk melakukan
intelektual atau kognitif, bahasa, motorik, eksplorasi terhadap berbagai benda, baik
dan sosio-emosional. (Yanti & benda hidup maupun benda mati (Aisyah,
Nurwidaningsih, 2018) 2017).
Kemampuan bahasa anak juga sudah Serangga ini dipilih karena
mengalami perkembangan yaitu bisa merupakan hewan yang banyak ditemukan
memahami dan mengungkapkan melalui di Indonesia. Indonesia merupakan
bahasa, sedangkan kemampuan berpikir kawasan tropik yang mempunyai iklim yang
abstrak, kesadaran akan waktu dan ruang stabil dan secara geografi adalah negara
masih terbatas (Piaget dalam Salimah, kepulauan yang terletak diantara dua
2011). benua, yaitu Asia dan Australia. Menurut
Berdasarkan teori yang data Bappenas (1993) Indonesia memiliki
dikemukakan Piaget, tahapan jumlah keanekaragaman Serangga dengan
perkembangan anak dibagi dalam 4 jumlah 250.000 jenis atau sekitar 15% dari
tahapan yaitu, tahapan sensorimotor (usia jumlah jenis Biota yang diketahui di
0-2 tahun), tahapan pra operasional (usia 2- Indonesia.
7 tahun), tahapan konkret operasional (usia Dari observasi awal yang telah
7-11 tahun), tahapan formal operasional dilakukan peneliti, didapatkan hasil bahwa
(usia 11-15 tahun). Pada usia 2-7 tahun anak penggunaan media gambar masih belum
berada dalam periode perkembangan efektif dilakukan dalam tema “Binatang”,
kognitif pra operasional dimana pada usia sehingga dengan menggunakan media
ini anak memiliki penguasaan sempurna awetan serangga (insektarium) ini maka
akan objek permanen yang dimiliki. dapat membuktikan bahwa daya ingat anak
Kemampuan berpikir anak usia dini yang usia dini menjadi semakin baik dengan
masih terbatas dapat dilatih dengan adanya media yang langsung dapat dilihat
berbagai cara, yaitu dengan menggunakan dan disentuh. Kemudian dengan
media gambar seri (Salimah, 2011). menggunakan media awetan serangga
Sedangkan pada penelitian ini (insektarium) akan menambah ketertarikan
menggunakan media awetan serangga anak dalam proses pembelajaran.
(insektarium) dan gambar yang ada dalam
buku pelajaran. Menurut penelitian Riyanto
Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 2(2), 2018| 269

Media awetan dipilih karena pada HASIL DAN PEMBAHASAN


tahap Praoperasional ini anak-anak belum Berdasarkan hasil observasi awal
dapat berfikir secara abstrak, sehingga dan akhir perkembangan praoperasional
dibantu dengan media awetan (Insektarium) anak usia dini dengan media awetan
untuk mengenalkan anak pada hewan serangga (Insektarium) PAUD Kota
serangga yang ada disekitar lingkungan Bengkulu diperoleh data yang dapat dilihat
mereka. Insekitarium merupakan jenis pada Tabel 1 dibawah ini:
media pembelajaran realia, yaitu alat bantu
visual yang dapat memberikan pengalaman Tabel 1. Data Hasil Pretest Menggunakan
langsung kepada anak. Realia ini Media Gambar Serangga
menggunakan model dan objek nyata dari
hewan yaitu serangga disekitar. (Zaman, Kategori Frekuensi Persentase
2010). (%)
Tujuan dari penelitian ini adalah BB 5 17,9
untuk melatih perkembangan MB 13 46,4
praoperasional anak usia dini dalam BSH 8 28,6
pengenalan hewan-hewan di sekitar BSB 2 7,1
khususnya serangga. Oleh karena itu Jumlah 28 100
penelititan ini memiliki manfaat untuk
pengenalan anak terhadap hewan-hewan Dari hasil pretest yang dilakukan
serangga disekitar yang juga dapat dijadikan menggunakan media gambar, masih
sebagai media pembelajaran. Dengan didapatkan siswa yang belum berkembang
pengenalan hewan serangga sekitar dapat sesuai harapan. Hal ini dikarenakan media
bermanfaat bagi orangtua untuk kartu gambar yang digunakan masih kurang
menjelaskan kepada anak serangga yang jelas dalam menyajikan warna dan bentuk-
memiliki sengat seperti lebah dan yang tidak bentuk binatang dalam hal ini serangga
menyengat seperti kupu-kupu. sekitar. Hal ini terlihat dari siswa yang
belum bisa menyocokkan antara gambar
METODE dan tulisan disebelahnya.
Jenis penelitian ini adalah Terdapat 2 orang siswa yang
eksperimen. Pengumpulan data pada berkembang sangat baik. Hal ini
penelitian ini adalah dengan menggunakan ditunjukkan dengan sudah bisa
tes awal (pretest) dan tes akhir (post test). menyocokkan antara kartu gambar dan
Tes ini dilakukan untuk melihat tulisan yang berada disebelahnya.
perkembangan anak menggunakan media
gambar dan menggunakan media awetan Tabel 2. Data Hasil Posttest setelah
serangga (insektarium). Menggunakan Media Awetan Serangga
Penelitian ini berlangsung dari bulan (insektarium)
Februari hingga Maret 2018 di PAUD Rafa
Kota Bengkulu. Kelas yang digunakan pada Kategori Frekuensi Persentase
kelompok B berjumlah 28 orang sebanyak (%)
18 orang perempuan dan 10 orang laki-laki. BB - -
Alat yang digunakan dalam penelitian ini MB 7 25
adalah jaring (net) penangkap serangga, BSH 14 50
killing bottle, kotak insekta, jarum pentul,
BSB 7 25
sterofom, plastik mika, kuas, jarum suntik,
Jumlah 28 100
dan kapur barus. Bahan yang digunakan eter
atau alkohol 70% dan serangga sekitar.
Hasil posttes setelah menggunakan
media awetan serangga didapatkan bahwa
siswa mulai berkembang, berkembang
sesuai harapan dan berkembang dengan
270 | Preoperational develompent of Early Childhood by Insectarium Media

baik. Hal ini dikarenakan siswa dapat didalam kotak insektarium. Kemudian siswa
berinteraksi langsung dengan awetan tanpa bantuan guru dapat melakukan
serangga yang dimasukkan ke dalam kotak kegiatan menyocokkan antara gambar dan
insektarium. Siswa dapat mengamati dan tulisan yang ada disebelahnya. Siswa yang
melatih keterampilan motorik halusnya agar belum berkembang sudah mulai
lebih mengenali serangga-serangga sekitar. berkembang dengan mencoba
menyocokkan gambar dan tulisan
PEMBAHASAN disamping gambar. Sehingga tidak ada lagi
Pada penelitian ini berfokus pada siswa yang belum berkembang, Siswa mulai
kegiatan pembelajaran untuk membantu berkembang, berkembang sesuai harapan
melatih kemampuan praoperasional anak dan berkembang sangat baik.
usia dini dengan menggunakan media Penggunaan gambar yang ada di
awetan serangga (insektarium). buku masih membutuhkan bimbingan dari
Penggunaan insektarium merupakan media guru dalam menyocokkan gambar dan
yang dapat langsung dilihat dan dibawa tulisan. Guru harus membimbing siswa
kedalam kelas. Hal ini sesuai dengan yang yang masih belum bisa membedakan
dinyatakan oleh Zaman (2010) bahwa serangga seperti lebah dan tawon.
realia dalam hal ini berupa media awetan Sedangkan dengan media awetan serangga,
serangga (insektarium) menggunakan siswa langsung dapat menyocokkan antara
model dan objek nyata dari hewan yaitu gambar dan tulisan dengan sendirinya.
serangga disekitar. Sehingga dapat Siswa kelas B ini sudah mengenal huruf-
membantu melatih perkembangan huruf dan angka meskipun belum terlalu
praoperasional anak usia dini dalam lancar karena kelas ini merupakan kelas
berpikir nyata suatu benda atau makhluk persiapan memasuki usia sekolah dasar.
hidup. Sangat diperlukan kegiatan-
Pada hasil pretest dengan kegiatan pembelajaran lainnya yang
menggunakan media gambar serangga merangsang aktivitas kognitif anak usia dini
masih terdapat siswa yang belum untuk membantu melatih kemampuan
berkembang sebanyak 5 orang. Hal ini berpikir abstrak. Dengan adanya media
dikarenakan penggunaan media gambar awetan serangga (insektarium) ini
yang kurang jelas dalam hal warna dan membantu siswa dalam melatih
bentuknya. Ada beberapa anak yang belum perkembangan praoperasional diusia 5-6
mengetahui perbedaan gambar lebah dan tahun. Selain serangga sekitar, tumbuhan
tawon. Hal ini disebabkan warna dan sekitar juga dapat dijadikan koleksi untuk
bentuk tawon yang hampir serupa pada dibuat menjadi suatu herbarium sebagai
gambar yang disajikan. Serangga ini media pembelajaran lainnya.
memiliki kemiripan sehingga dibutuhkan
bimbingan dari guru untuk dapat SIMPULAN
membedakan keduanya. Hasil penelitian yang telah dilakukan
Setelah dilakukan posttest dengan dapat disimpulkan bahwa dengan
menggunakan media awetan serangga menggunakan media awetan serangga
(insektarium) siswa sudah bisa (Insektarium) dapat membantu melatih
membedakan gambar-gambar serangga. perkembangan praoperasional yaitu
Siswa diajak untuk dapat mengenali dan berpikir nyata pada anak usia dini di
mengingat nama serangga yang ada pada kelompok B PAUD Kota Bengkulu.
insektarium. Pada kegiatan ini siswa
langsung melakukan interaksi dengan UCAPAN TERIMA KASIH
melihat bentuk nyata dari serangga- Peneliti dan anggota peneliti
serangga sekitar. Saat menggunakan mengucapkan terimakasih kepada kepala
insektarium ini, siswa langsung dapat sekolah PAUD Rafa Kota Bengkulu yang
menyebutkan nama serangga yang ada telah bekerjasama dengan baik selama
Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 2(2), 2018| 271

penelitian ini. Kemudian tidak lupa ucapan Yanti, M., & Nurwidaningsih, L. (2018).
terimakasih kepada tim penangkap Pengaruh Percobaan Sains Anak
serangga yang telah berusaha Usia Dini terhadap Perkembangan
mengumpulkan serangga-serangga sekitar Kognitif Anak di TK Kartika Siwi
sehingga dapat menjadi media awetan Pusdikpal Kota Cimahi. Jurnal
serangga (insektarium). Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak
Usia Dini, 2(1), 91–97.
DAFTAR PUSTAKA Zaman, B. 2010. Media Pembelajaran
Aisyah. 2017. Permainan Warna Anak Usia Dini. Bandung : UPI
Berpengaruh terhadap Kreativitas
Anak Usia Dini. Jurnal Obsesi :
Jurnal Pendidian Anak Usia Dini,
I(2).
http://obsesi.or.id/index.php/obsesi
Bappenas. 2015. Indonesian Biodiversity:
Strategy and Action Plan.
https://www.bappenas.go.id/files/pu
blikasi_utama/Dokumen_IBSAP_2
015-2020.pdf. diakses tanggal 11
Agustus 2018
Hayati, T., Kurniawati, M., & Witarsa, R.
(2018). Meningkatkan Kemampuan
Kecerdasan Visual melalui Aplikasi
Paint. Jurnal Obsesi : Jurnal
Pendidikan Anak Usia Dini, 2(1),
109–116.
Primiani, Novi. 2010. Meningkatkan
Aktifitas dan Prestasi Belajar
Biologi dengan Media Herbarium
dan Insektarium. Solo: Jurnal FKIP
UNS Vol. 13 No.1
Riyanto. 2009. Penilaian Insektarium
sebagai Media Pembelajaran Materi
Klasifikasi Serangga pada Mata
Kuliah Entomologi di Program
Studi Pendidikan Biologi FKIP
UNSRI. Jurnal FKIP UNSRI
Salimah. 2011. Dampak Penerapan
Bermain dengan Media Gambar
Seri dalam Mengembangkan
Keterampilan Berbicara dan
Penguasaan Kosakata Anak Usia
Dini. Jurnal Edisi Khusus 1
Sugiyono, 2010. Penelitian Pendidikan.
Bandung: Alfabeta
Suyitno. 2004. Penyiapan Spesimen
Awetan Objek Biologi. Jurnal
Biologi FMIPA UNY

You might also like