Professional Documents
Culture Documents
Jurnal Obsesi: Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini
Jurnal Obsesi: Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini
Abstract
Parenting is a pattern of interaction between parents and children or can be said to be the
attitude or behavior of parents when interacting with children, including how to apply the rules,
teach values or norms, give attention and love and show good attitudes and behaviors so that
they become role models for their children. The purpose of this study was to analyze the
relationship of parenting parents with children interpersonal Intelligence in Wonokerto,
Lumajang. The research design used Correlational analytical. The Samples are 44
kindergarten students with using total sampling. The data analysis with Spearman Rank. The
results of the relationship analysis of parenting parents with kindergarten interpersonal
intelligence obtained that the practice of the majority parenting is authoritarian parenting as
much as 20 (45.5%). Interpersonal intelligence of kindergarten children is a good majority of
40 (90.9%). The conclusion of this study is that there is a relationship between parenting
pattern with children interpersonal Intelligence in Wonokerto, Lumajang.
Origami Game for Improving Fine Motor Skills for Children 4-5 Years Old
in Gang Buaya Village in Salatiga
Abstract
The purpose of this study was to improve the fine motor skills of 4-5-year-old children through
origami games in Kampung Gang Buaya Salatiga. Attractive origami paper folding activities
can motivate children to improve their fine motor skills. This type of research is Participatory
Action Research (PAR) conducted through 2 cycles. The research subjects were SI 5 girls and
4 boys. Data collection techniques use interviews and documentation. The research object is
children's fine motor skills through origami paper games. Data Analysis Techniques using
Quantitative Descriptive. Branch stitching can be seen from the average fine motor skills of
children with origami paper applications with the criteria of Developing According to Hope
that is 76%. The results of this study indicate an increase in children's fine motor skills through
playing origami paper in the village of Gang Buaya Salatiga, which is seen from the children's
fine motor skills in the pre-action stage, which is an average of 33.3% to 65.38% in cycle I
actions, then increased to 79.62% in the transition period II.
Abstrak
Tujuan penelitian ini ialah meningkatkan motorik halus anak usia 4-5 tahun melalui permainan
origami di Kampung Gang Buaya Salatiga. Kegiatan melipat kertas origami yang menarik dapat
memotivasi anak untuk meningkatkan motorik halusnya. Jenis penelitian ini adalah
Participatory Action Research (PAR) yang dilakukan melalui 2 siklus. Subyek penelitian
berjumlah 5 anak perempuan dan 4 anak laki-laki. Teknik Pengumpulan Data menggunakan
wawancara, observasi dan dokumentasi. Obyek Penelitian ialah kemampuan motorik halus
anak melalui permainan kertas origami. Teknik Analisis Data menggunakan Deskriptif
Kuantitatif. Indikator keberhasilandilihat dari rata-rata kemampuan motorik halus anak dengan
permainan kertas origami dengan kriteria Berkembang Sesuai Harapan yaitu 76%. Hasil
penelitian ini menunjukkan adanya peningkatan kemampuan motorik halus anak melalui
permainan kertas origami di kampung Gang Buaya Salatiga, yang dilihat darimeningkatnya
kemampuan motorik halus anak pada tahap pratindakan yaitu rata-rata 33,3 % menjadi 65,38
% pada tindakan siklus I, lalu meningkat menjadi 79,62% dalam tahap siklus II.
PENDAHULUAN
144 | Origami Game for Improving Fine Motor Skills for Children 4-5 Years Old
Pendidikan Anak Usia Dini belum optimal. Anak masih kesulitan saat
(PAUD)adalahtahap dalam pendidikan memegang sendok dengan jari tangan,
sebagai prosesyangsediakan untukanak usia gunting dan pensil. Kurangnya kemampuan
0 sampai dengan usia 6 tahun dengan cara anak dalam kemampuan motorik halus
memberikan stimulasiyang berguna diduga diakibatkan dari kurangya
membantu tumbuh kembang anak supaya pendampingan orang tua kepada anak-
anak siap untuk melangkah ke pendidikan anaknya karena kesibukan orang tua yang
selanjutnya. Salah satu perkembangan anak begitu menyita waktu pendampingan dan
usia dini yaitu pada aspek motorik. Motorik pengajaran di lingkungan rumah tangga.
anak di bedakan menjadi dua yaitu, motorik Dari hasil wawancara dengan orang
kasar dan motorik halus. Motorik kasar tua mengatakan bahwa jarang mengenalkan
ialah kegiatan yang melibatkan otot-otot permainan origami kepada anaknya. Alasan
besar dengan aktivitas menggunakan dari Orang tua adalah orang tua sibuk
anggota seluruh tubuh, contoh berlari, bekerja sehingga tidak ada waktu untuk
melompat. Atik Mulyati,(2014)mengatakan anaknya.Untuk itu peneliti tertarik untuk
motorik halus membantu meningkatkan kemampuan
ialahkegiatandenganmelibatkan otot-otot motoric halus , kemampuan ini dapat
kecil, aktivitas yang dapat diajarkan secara ditingkatkan dengan cara yang tepat yakni
bertahap sehingga dapat di mengerti anak. dilakukan dengan bermain yang merupakan
Kegiatan motorik yang sering dilakukan kegiatan yang menyenangkan bagi anak
dapat membantu anak meningkatkan sehingga mereka merasa tidak bosan.
koordinasi jari secara bertahap. Permainan Origami dipilih dengan alasan
Selain itu, kegiatan melipat origami bahwa media ini belum pernah digunakan
juga membantu dalam mempersiapkan orang tua dalam mengajarkan motorik halus
keterampilan menulis dan menggambar kepada anaknya. Berdasarkan observasi
pada anak usia dini, Melipatorigami dapat penulis, anak-anak usia 4-5 tahun belum
meningkatkan perkembangan motorik halus memiliki kegiatan belajar yang dikemas dan
pada anak, dengan mengikuti arahan lipatan disajikan dalam bentuk media gambar.
sesuai bentuk yang dibuat, dengan Selain itu, permainan origami yang
permainan kertas origami, dapat melatih dijadikan sebagai salah satu alternative
jari-jemari anak. Dalam Permendikbud 137 dalam upaya meningkatkan kemampuan
Tahun 2014, menuliskan tentang motorik halus anak. Hal tersebut didasari
kemampuan motorik halus anak usia 4-5 oleh penelitian terdahulu yang menyatakan
tahun seperti anak mampu membuat garis bahwa kemampuan motoric halus yang
vertikal, horizontal, lengkung kiri/kanan, digunakan melalui permainan origami
miring kiri/kanan, dan lingkaran, menjiplak dapat meningkat.
bentuk, mengkoordinasikan mata dan
tangan untuk melakukan gerakan yang Pengertian Motorik Halus
rumit, namun hal ini berbeda dengan Menurut Jumiarsih.C (2012)
kondisi anak-anak di kampung Gang Motorik Halus anak adalah kesanggupan
Buaya. dalam suatu bidang tertentu yang
Mengetahui betapa pentingnya berhubungan dengan gerakan yang
meningkatkan kemampuan motorik halus melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu
pada anak usia dini yang berada pada saja dan dilakukan oleh otot-otot kecil
rentang usia 4-5 tahun, penulis memiliki seperti ketrampilan menggunakan jari-jari
ketertarikan dan keinginan untuk mengkaji tangan dan gerakan pergelangan tangan,
lebih dalam lagi tentang kemampuan sedangkan menurut
motorik halus pada anak usia dini di Dusun Sunani (2016) Motorik Halus
Blotongan Salatiga. Setelah melakukan merupakan aktivitas dengan melibatkan
observasi penulis melihat bahwa anak usia otot-otot kecil, seperti keterampilan
4-5 tahun di Dusun Blotongan, menggunakan jari-jemari dan
perkembangan motorik halus anak masih menggunakan pergelangan tangan yang
Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 2(2), 2018 | 145
terlihat dengan adanya peningkatan yang 1 pertemuan I hasil perolehan rata-rata 49,
signifikan terhadap kemampuan motorik 93% dengan penilaian Mulai Berkembang.
halus anak, yaitu : menirukan melipat kertas Untuk pertemuan II, diperoleh rata-rata
sederhana (1-6 lipatan), menggunting zig 51,81 % dalam pertemuan kedua ini anak
zag. mengalami peningkatan, sehingga
Metode pengumpulan data pada mendapat kriteria Berkembang Sesuai
penelitian ini sebagai berikut: Wawancara, Harapan. Untuk pertemuan yang III hasil
Observasi, Dokumentasi, dan Catatan diperoleh dengan rata-rata 65,73 %, dalam
Lapangan.. pertemuan ketiga ini, anak mengalami
peningkatan dalam melipat origami, terlihat
HASIL DAN PEMBAHASAN dengan hasil sebelumnya rata-rata yang
diperoleh 51,81 sehingga sekarang rata-rata
Kondisi Awal Penelitian
menjadi 65,38 %.
Kondisi awal penelitian merupakan Tabel 3 Hasil penelitian siklus 1 sampai siklus III
gambaran awal untuk anak mampu
mengembangkan motorik halusnya melalui Siklus I Pertemuan Siklus I Siklus I
kegiatan menggunting mengikuti garis. I Pertemuan Pertemuan
II III
Hasil penilaian dilakukan melalui observasi
Kriteria Jumlah Jumlah Jumlah
berdasarkan indikator tingkat pencapaian Anak Anak Anak
motorik anak. Berikut ini rekapitulasi data BB 1 0 0
anak pada saat melalukan pra tindakan. MB 7 5 2
Tabel 2 Hasil Pra penelitian BSH 1 4 7
BSB 0 0 0
Pra Penelitian Jumlah 9 9 9
Kriteria Melipat %
BB 2 22
MB 7 78 80 67%
BSH 0 0 56%
BSB 0 0 60
44% Siklus II
Jumlah 9 100 40 Pertemuan I
22%
Dari kegiatan Pra Tindakan, anak- Siklus II
20 11%
anak diajak untuk melalukan kegiatan 0%0% 0% Pertemuan II
melipat dasar, seperti melipat dengan arah 0
diagonal, arah horizontal. Dari tabel diatas BB MB BSH BSB
dapat dijelaskan bahwa dalam kriteria
Belum Berkembang terdapat 2 anak dengan Gambar 1. Penyajian data dari Pratindakan
presentase (22,2 %), dalam tahap ini anak sampai Siklus I Pertemuan III
belum dapat melakukan instruksi dalam
melipat, dalam kriteria Mulai Berkembang
terdapat 7 anak dengan presentasi 77,8 % ). Tindakan Siklus II
Pada penelitian pra tindakan melipat Dalam tahap perencanaan, peneliti
mendapat rata-rata 34,25 % sehingga membuat RKH(Rancangan Kegiatan
diputuskan untuk melakukan penelitian. Harian) dengan berbeda-beda tema
kegiatan, kemudian dilanjutkan untuk
Siklus I obsservasi, dalam 1 siklus terdapat 2 kali
Dalam tahap perencanaan, peneliti pertemuan, peneliti dibantu oleh guru ngaji
membuat RKH(Rancangan Kegiatan dalam proses observasi dan pengambilan
Harian), kemudian dilanjutkan untuk nilai, di tahap akhir refleksi. Berikut ini
penelitian, dalam 1 siklus terdapat 3 kali adalah hasil Siklus II.
pertemuan, peneliti dibantu oleh guru ngaji
dalam proses observasi, pengambilan data Tabel 4. Perbandingan Siklus II Pertemuan
dan refleksi. Berikut ini adalah hasil Siklus I dan II
Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 2(2), 2018 | 147
Abstract
Based on these circumstances, this study aims to develop an appropriate game to improve
readiness of the initial ability of early childhood called "Smart Adventure". This game can
help children to learn the ability of the initial reading and writing with a fun method (play)
and in accordance with the characteristics and stages of early childhood development. This
study used a qualitative and quantitative approach (mix method) with "Borg and Gall"
research and development model. The procedures used include: research and information
collecting, planning, develop preliminary form of product, preliminary field testing, main
product revision, main field testing, operational product revision, operational field testing,
final product revision, and dissemination and implementation.The results of this study
indicate the effectiveness and usefulness of the Smart Adventure game product on the ability
to reading and writing early childhood.
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan sebuah permainan yang tepat untuk
meningkatkan kesiapan belajar membaca dan menulis permulaan anak usia dini, yakni "Smart
Adventure". Permainan ini dapat membantu anak untuk belajar kemampuan membaca dan
menulis permulaan dengan metode yang menyenangkan (bermain) dan sesuai dengan
karakteristik serta tahapan perkembangan anak usia dini. Penelitian ini menggunakan
pendekatan kualitatif dan kuantitatif (mix method) dengan model penelitian dan
pengembangan "Borg and Gall". Prosedur yang digunakan antara lain: research and
information collecting, planning, develop preliminary form of product, preliminary field
testing, main product revision, main field testing, operational product revision, operational
field testing, final product revision, and dissemination and implementation. Hasil dari
penelitian ini adalah permainan Smart Adventure terbukti efektif dan memiliki
kebermanfaatan dalam meningkatkan kesiapan belajar membaca dan menulis permulaan
anak usia dini.
Kata Kunci: Smart Adventure, Membaca dan Menulis Permulaan, Anak Usia Dini
the characteristics of how children learn is Calis learning concept directly and
that children learn through play. Based on pleasantly. How can the development of
these characteristics, playing while learning Smart Adventure Games improve initial
and learning while playing is applied in Calis learning on early childhood
early childhood learning. The game is a readiness? This statement is the problem
means to measure children's abilities and statement in this study.
potential. Children will master various
kinds of objects, understand their properties METHOD
and events that take place in their This study used quantitative
environment Mutiah (Aisyah, 2017). approach. Based on its objectives, this
White (2012: 7) stated that play research is a research and development
build the foundation for lifetime of research. The chosen development
learning. Play is adapted to the children’s research model is an educational research
development starting from playing while and development model developed by
learning (the playing aspect is bigger) and Borg and Gall (2003). According to Borg
to learning while playing (the learning and Gall, "educational research and
aspect is bigger). development (R & D) is a process used to
Playing for children can bring joy develop and validate educational
and also become a learning process that production".
develop various aspects. This statement is
also in accordance with Badu's (2011) The concept of this research is
study, that playing is the process of more precisely interpreted as a
preparation to enter the next world. development effort that is simultaneously
Playing is a way for children to gain accompanied by efforts to validate it. Borg
knowledge about everything. Playing will and Gall (2003) states that the
make children to explore, train physical development research procedure basically
growth and imagination, and provide broad consists of two main objectives, namely:
opportunities to interact with other friends, developing products and testing the
introduce simple concepts and develop effectiveness of products in achieving
language skills and words, thus it makes goals. Research steps taken include: a)
learning as a very enjoyable learning Research and information gathering; b)
activity. Planning; c) Development of the initial
draft of the product; d) Evaluation; e)
The activity of introducing and Small group trials; f) Product revision; g)
enhancing Calis for early childhood can be large group trials; h) Final revision; i) The
done through games that will certainly be
final product. In the small group trial phase
more effective because the world of (point g), the researcher used the Wilcoxon
children is all about playing. Aspects of theory in Sugiono (2014) "signed-rank test
children’s development can be grown is a non-parametric statistical hypothesis
optimally through playing activities. Based test used to compare two related samples,
on several studies and background matched samples, or repeated
problems, it is necessary to develop a game measurements on a single sample to assess
called Smart Adventure Games to improve whether their population mean ranks
initial Calis learning on early childhood differ” (t-test), as an analysis test.
readiness. Smart adventure is a game of
adventure using artificial media that The research subjects were the
describes a beautiful park where children children of B Dharma Wanita Betet TK
will interact directly with the environment Kediri group in the 2017/2018 school year
that is created and learning is more fun and and the B RA group children Al Falah
meaningful for children. It is expected that Pagu Kediri. This research was carried out
through this game, children will receive the at the beginning of June 2017 - August
152 | Development of Smart Adventure Games to Improve the Readiness of the Initial Ability
2018. Data collection instruments in this needs to be considered again about the
study were validation questionnaire and duration of the game, so that children do
assessment sheet of children's learning not feel too bored while waiting for their
outcomes on small and large groups test. turn to play. After several improvements,
Data analysis technique in this study was the revised product was re-tested in large
qualitative descriptive techniques on the groups.
model testing and validation. While on the
Large Group Trial Results
test of the effectiveness of the Smart After large group test, the minus
Adventure game model, it was used points that were previously found in this
inferential statistical techniques, especially game have no longer appeared. Based on
the Paired-Samples T Test. the results of the large group trial, it was
RESULT AND DISCUSSION found that: (1) The media used in this
The results of preliminary studies game is safe and durable for early
conducted in several kindergartens in childhood use. In addition, colorful media
Kediri Raya have several facts, namely: 1) appearances can attract children to learn
Kindergarten children learn calis not in initial Calis through Smart Adventure
accordance with their characteristics and Game. The characteristics of the media in
stages of development; 2) There are this game are in accordance with early
demands from parents who want their childhood learning models; (2) Clarity of
children to be smart on calis after game procedures makes it easier for
graduating from kindergarten because they children to play this game. The steps in
prepare to join elementary school, with the this game are in accordance with the stages
majority selection test is Calis test; 3) Calis of early childhood development; (3) This
learning activities in kindergarten tend to Smart Adventure game has proven to be
use paper and pencil, this is not in able to increase Calis initial learning
accordance with the nature of PAUD readiness in early childhood. Children who
namely playing while learning. This Smart start learning Calis through this game have
Adventure game was designed after a better Calis ability compared to their
conducting in-depth theoretical studies and abilities before playing this game.
through a validation process from several The results of the preliminary study
experts followed by several trials in the and the research that has been carried out
field. This Smart Adventure game has been are summarized as follows: (1) Many
refined after going through these processes schools implement learning strategies that
to produce a product that is ready for are not in accordance with the
widespread use. The elaboration of the characteristics and learning needs for early
results of data analysis in this study are as childhood; (2) The Smart Adventure Game
follows: Model is prepared by being preceded by
in-depth theoretical study and tested in
Small Group Test Results
small groups and large groups. From this
Based on the results of the
process, there were some improvements in
evaluation of the trial of the Smart
this game. The results of expert validation
Adventure Game to improve Calis initial
concluded that the Smart Adventure Game
learning readiness in small groups, it
proved to be interesting and effective to
resulted product revisions: (1) The media
improve Calis early childhood learning
used in this game seemed interesting and
readiness.
easy to play by children, but in terms of
The conclusion from the results of
durability, this game was broken easily so
the trial of the Smart Adventure Game in a
it needs to be replaced; (2) Children are
small group is that, it is necessary to
seen enjoying the calis learning process
replace the materials and trim the duration
through this game, but considering the
of the game time. While the conclusion of
number of children in one class, it is quite
Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 2(2), 2018 | 153
the results of the Smart Adventure Game and writing skills. From the results of the
trials in large group is the negative points analysis of experimental data on large
of this game that appears on small group group test on the initial ability of reading
trial is no longer appearing. and writing of children, from the
calculation of Paired-Samples T Test, it
Smart Adventure Game Effectiveness
can be seen that the acquisition of test
Test
results is 4.886 and the difference in mean
Based on the results of the small
score is 1.821 and by considering the Sig
group and large group trials that have been
score of 0.0001, it can be said that there is
conducted, the Smart Adventure Game is
a significant difference between the
tested for its effectiveness through an
average score of children in the
experimental process. Small group trials
experimental group and the average score
were conducted on 9th and 10th April 2017
in the control group. The mean score in the
on 20 children of B3 TK Dharma Wanita
experimental group is 14.51 and in the
Betet Kediri Group. While the large group
control group is 12.69. The difference in
trials were conducted on 8th and 9th May
the mean score indicates that there is a
2017 on 20 children of B2 Group TK
positive and significant effect on the
Dharma Wanita Betet Kediri and on 26th
application of the Smart Adventure Game
and 27th April 2017 on 19 children of RA
on the initial ability to read and write of
Al Falah B1 Group Kediri Ceiling.
children.
The initial ability to read, and write
As for the results of the analysis of
of the children was assessed before and
experimental data when testing large
after experiment by the class teacher. The
groups on the ability of preliminary
results of the assessment before and after
counting of children, from the results of
this experiment were compared. The
the Paired-Samples T Test can be seen that
Wilcoxon Test was used to analyze the
the acquisition of test results is 4.842 and
experimental data during small group trial
the difference in mean score is 1.2282 and
because the number of samples was less
than 30 (n <30) and did not use the control by considering the Sig score of 0.0001 it
can be said that there is a significant
class and see the effect of the Smart
difference between the average score of
Adventure game on children before and
children in the experimental group and the
after it was applied. To analyze the
mean score in the control group. The mean
experimental data during a large group
score in the experimental group was 10.74
trial, it was used Paired-Samples T Test
and in the control group was 9.46. The
analysis.
difference in the mean score indicates that
For the results of the analysis of
there is a positive and significant influence
experimental data on small group test on
on the application of the Smart Adventure
the initial ability to read and write, the
Game on the initial ability to calculate of
average score of these abilities before
children.
being given an action of 14.65 and after
Table. 4.1 significant difference between
being given an action of 15.45. This means
Experimen and control class
that the initial ability to read and write
N
after being given an action in the form of a (bany Perbe- Sig.
Kelom
Smart Adventure Game is greater than pok
a- nya Mean daan t-test (2-
before being given an action. From the sampe Mean tailed)
l)
results of the analysis, it also obtained the Ekspe 14,5
mean rank score of 6.80 and the positive 39
rimen 1
mean score is greater than the negative Kontr 12,6
39
mean rank. This means that the application ol 9
of the Smart Adventure game has been
proven to improve children's initial reading
154 | Development of Smart Adventure Games to Improve the Readiness of the Initial Ability
Abstract
The purpose of this study is to describe the process and learning outcomes through the activities of
storytelling with puppets that can improve the prosocial behavior of the children in Kindergarten group
A, Global Persada Mandiri School, Bekasi, in the academic year 2017/2018. Research subjects of this
action are 14 children aged 4-5 years. This research method is action research which refers to the
research of Kemmis MC Taggart which consist of planning, action and observation stage, then
reflection. This study consists of 2 cycles, each cycle consisting of 8 meetings. Data analysis technique
used in this research is quantitative and qualitative. Quantitative data analysis with statistical
descriptions is comparing the results obtained from the pre-action, the first cycle to the second cycle.
Qualitative data analysis is done by analyzing data of field record, interview record and documentation
record by reducing data, display data and make a conclusion. The results of this study indicate that
there is an increase in the behavior of child prosocial through the storytelling activity with puppets, can
be proved by the average acquisition of TCP (Level of Development Achievement) in one class at pre-
action of 17,7, and increased in the second cycle of 37.5.
Abstrak
Tujuan Penelitian Ini adalah untuk mendeskripsikan proses dan hasil pembelajaran melaui kegiatan
bercerita dengan wayang yang dapat meningkatkan perilaku prososial anak kelompok A, di TK Global
Persada Mandiri School Bekasi, Tahun ajaran 2017/2018. Subjek penelitian tindakan ini berjumlah 14
anak. Metode penelitian ini adalah penelitian tindakan yang mengacu pada penelitian tindakan Kemmis
MC Taggart yang terdiri dari tahapan perencanaan, tindakan dan observasi, kemudian refleksi.
Penelitian ini terdiri dari 2 siklus, dimana masing-masing siklus terdiri dari 8 kali pertemuan.Teknik
analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis data kuantitatif dan kualitatif.
Analisis data kuantitatif dengan deskripsi statistik yaitu membandingkan hasil yang diperoleh dari pra
tindakan, siklus pertama hingga siklus kedua. Analisis data kualitatif dilakukan dengan menganalisis
data hasil catatan lapangan, wawancara dan dokumentasi dengan mereduksi data, display data dan
membuat kesimpulan. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya adanya peningkatan perilaku prososial
anak melalui kegiatan bercerita dengan wayang, dapat dibuktikan dengan perolehan rata-rata TCP
(Tingkat Capaian Perkembangan) dalam satu kelas, yaitu pada saat kegiatan pra tindakan sebesar 17,7,
kemudian saat sikulus terakhir mengalami peningkatan sebesar 37,5
dirubah sesuai dengan urutan yang Grafik 2 Perilaku prososial pada siklus II
disusun guru, agar anak-anak fokus Anak Kelompok A di TK Global Persada
mendengarkan cerita. Mandiri School
5) Suara guru terkadang tidak terdengar
dengan jelas, sehingga pada siklus II
guru akan menggunakan mikrofon
untuk menarik perhatian anak.
beragam karakter suara yang dibutuhkan. digunakan saat bercerita dengan wayang,
Menggunakan boneka wayang yang karena saat menggunakan cerita dari buku
menarik dan sesuai dengan dunia anak serta seperti siklus I, ceritanya terlalu panjang
mudah dimainkan oleh guru atau anak- dan anak terlihat mulai bosan. Guru mulai
anak. Bisa menggunakan satu, dua, tiga menggunakan mikrofon saat bercerita
boneka wayang dengan jumlah maksimal sehingga anak mendengar dengan jelas
boneka yang digunakan sebanyak 5 buah cerita yang disampaikan guru dan untuk
dengan bentuk yang berlainan. Selain itu menghindari anak saling bercerita sendiri
alur cerita yang digunakan dibuat oleh guru mencoba memilih tempat duduk untuk
peneliti dan kolaborator sesuai dengan anak-anak, yaitu dengan posisi anak yang
aspek perilaku prososial yang ingin aktif di kelas duduk dekat dengan anak yang
ditingkatkan sehingga cerita tidak terlalu pendiam.
panjang. Hal tersebut sejalan dengan
penelitian dari Handayani, dkk (2016), yang UCAPAN TERIMA KASIH
mengatakan bahwa saat melakukan Terimakasih penulis ucapkan
kegiatan bercerita haruslah menggunakan kepada tim editor E-Journal Obsesi yang
cerita pendek, agar anak bisa lebih mudah sudah memberikan kesempatan sehingga
untuk mengingat dan serta memahami isi jurnal ini siap untuk diterbitkan. Kepada Dr.
dari cerita tersebut. Memberikan dorongan Hapidin, M.Pd dan Dr Yuliani Nurani,
pada anak untuk berani menjawab M.Pd yang bersedia membimbing dengan
pertanyaan guru untuk mengingat apa yang sabar memberikan motivasi, bimbingan
telah didengarnya, dengan cara serta kritik dan saran dalam penyusunan
memeperlihatkan kembali media wayang Jurnal ini. Kepada reviewer yang sudah mau
yang digunakan saat bercerita. meluangkan waktunya untuk memberikan
banyak masukan sehingga jurnal ini lebih
2. Hasil bercerita dengan wayang dapat sempurna
meningkatkan perilaku prososial anak
Berdasarkan data di lapangan SIMPULAN
melalui kegiatan bercerita dengan wayang Berdasarkan hasil analisis dan
dapat meningkatkan perilaku prososial pembahasan pada penelitian dengan judul
anak. Proses siklus I, berjalan dengan baik Peningkatan Perilaku Prososial melalui
meskipun ada beberapa kendala yang Kegiatan Bercerita dengan Media Wayang
terjadi seperti anak terlihat mulai jenuh maka dapat disimpulkan bahwa sebagai
ketika guru bercerita terlalu lama, anak berikut: (1) Pelaksanaan kegiatan bercerita
kurang antusias ketika wayang yang dengan wayang dapat meningkatkan
digunakan selalu sama saat bercerita, suara perilaku prososial anak kelompok A di TK
guru kalah dengan suara anak-anak, Global Persada Mandiri. (2) Melalui
beberapa anak masih bercerita sendiri, kegiatan bercerita dengan wayang dapat
beberapa hal tersebut membuat tindakan meningkatkan perilaku prososial anak
siklus I belum dapat mencapai Tingkat kelompok A di TK Global Persada Mandiri
Capaian School. Peningkatan tersebut dapat dilihat
Perkembangan pada anak kelompok pada skor pra tindakan diperoleh nilai rata-
A, sehingga guru merencanakan siklus II rata sebesar 17,7 atau 36,9%, kemudian
dengan perbaikan dari berbagai kendala siklus I mengalami peningkatan 28,2 atau
yang ditemui saat melakukan siklus I. Saat 58,8% dan dilanjutkan siklus II mengalami
siklus II, guru mulai membuat banyak tokoh peningkatan lagi dengan rata-rata kelas 37,2
wayang, sehingga saat bercerita wayang atau 78%.
yang digunakan selalu berbeda, hal ini
ternyata membuat anak antusias
mendengarkan cerita. Guru mencoba
membuat sendiri alur cerita yang fokus
terhadap aspek perilaku prososial untuk
Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 2(2), 2018 | 161
Abstract
Playing is a learning method that best suits learning in early childhood. The pat game is one of
the types of play that is applied in Early Childhood Education. The purpose of education in
early childhood is to develop six aspects of its development namely; aspects of religious and
moral norms, aspects of physical and motor, aspects of cognition, aspects of emotional social,
aspects of language and aspects of art. This study aimed to know the utilization of deep pat
game on improving aspects of cognitive in early childhood. The subjects of this study were
children of group B Taman Kanak-Kanak (TK) Flamboyan Mekar Tapung district Kampar
regency a number of 14 girls and 8 boys. Data collection Technic used are documentation, a
questionnaire, an interview. This research involves the Ikatan Guru Taman Kanak-Kanak
Indonesia (IGTK) Tapung Subdistrict to gain input in the development of game pat in order to
obtain results. The results of the analysis showed that 86% of children could increase aspects
of cognitive development
Keyword: Clap Hand Games, Coginitve Aspects, Early Childhood Education
Abstrak
Bermain merupakan metode pembelajaran yang paling sesuai dengan pembelajaran pada anak
usia dini. Permainan tepuk merupakan salah satu dari jenis bermain yang diterapkan di
pendidikan anak usia dini. Tujuan Pendidikan pada anak usia dini adalah mengembangkan 6
aspek perkembangannya yakni; aspek norma agama dan moral, aspek fisik motorik, aspek
kognitif, aspek sosial emosional, aspek bahasa dan aspek seni. Penelitian ini bertujuan
mengetahui pemanfaatan permainan tepuk dalam mengembangkan aspek Kognitif pada anak
usia dini. Subjek penelitian ini adalah anak kelompok B Taman Kanak-Kanak (TK) Flamboyan
Mekar kecamatan Tapung Kabupaten Kampar sejumlah 14 anak perempuan dan 8 anak lak-
laki. Metode penelitian studi kasus dengan teknik pengumpulan data adalah dokumentasi,
kuesioner, dan wawancara. Penelitian ini melibatkan Ikatan Guru Taman Kanak-kanak
Indonesia (IGTKI) Kecamatan Tapung untuk memperoleh masukan dalam pengembangan
permainan tepuk agar memperoleh hasil yang optimal. Dari hasil analisis didapatkan bahwa
86% anak dapat meningkat aspek perkembangan kognitifnya.
perkembangan dan tidak karena alasan guru dan disesuaikan dengan tema.
disukai anak semata. Aktivitas dalam kegiatan bermain terpimpin
Permainan (play) adalah suatu seperti permainan dalam lingkaran,
kegiatan yang menyenangkan yang permainan dengan alat, permainan tanpa
dilaksanakan untuk kepentingan kegiatan alat, permainan dengan nyanyian,
itu sendiri (Santrock, 2002). Menurut teori permainan dalam bentuk lomba, permainan
Psikoanalitik oleh Sigmund Freud, peran dengan angka, dan permainan mengasah
bermain dalam perkembangan anak adalah panca indra.
untuk mengatasi pengalaman traumatik, Disamping itu kurikulum yang
coping terhadap frustasi. Sedangkan diterapkan pada Lembaga PAUD
Menurut teori Kognitif oleh Piaget, peran hendaknya bervariasi agar memperoleh
bermain dalam perkembangan anak adalah hasil yang maksimal. The Curriculum for
untuk mempraktikkan dan melakukan pre-school learning, taking into
konsolidasi konsep-konsep serta consideration the numerous formative
keterampilan yang telah dipelajari valencies of these in the field of stimulating
sebelumnya. Sedangkan menurut teori some favorable attitudes of creativity
Bateson, peran bermain dalam (initiative, curiosity, independence, self
perkembangan anak adalah untuk esteem). Within the optional „Creativity
memajukan kemampuan untuk memahami and Human Activity” we observed the
berbagai tingkatan makna (Bateson, G., & stimulation of creativity in children
Mead, 1942). through: interdisciplinary approach of the
Melalui permainan, anak akan artistic educational contents and through a
memperoleh informasi lebih banyak strategy (based on: active didactic methods,
sehingga pengetahuan dan pemahamannya setting the educational environment on
lebih kaya dan lebih mendalam. Bila centers of interest, permissive didactic
informasi baru ini ternyata berbeda dengan behaviours) stimulating for the initiative,
yang selama ini diketahuinya, maka artinya self esteem autonomy, child’s sociability, as
anak mendapat pengetahuan yang baru. factors faborable for creativity (Elena,
Dengan permainan, struktur kognitif anak 2013)
menjadi lebih dalam, lebih kaya dan lebih Salah satu permainan yang sering
sempurna. digunakan oleh guru dan disukai anak
Permainan dapat dipadukan dari adalah permainan tepuk. Dalam permainan
beberapa permainan yang disebut dengan tepuk guru dapat menyesuaikan materi yang
permainan kolaboratif. Permainan diajarkan sesuai dengan tema yang
kolaboratif merupakan metode mengajar dipelajari dalam periode tersebut. Guru
dengan cara guru memberikan tugas kepada dapat memberikan materi yang cocok untuk
anak secara berkelompok tertentu agar anak anak-anak, mudah dipahami dan disukai
bekerja sama atau secara kolaboratif dalam anak-anak dan bisa dikaitkan dengan
upaya mencapai tujuan pembelajaran. pengalaman anak. Apalagi jika permainan
(Ananda & Fadhilaturrahmi, 2018) tepuk tersebut dilakukan oleh anak-anak
Menurut Diana Mutiah (Diana yang sebaya yang dipimpin oleh orang
Mutiah, 2010:), ragam permainan anak dewasa dan diikuti dengan gerakan-
terdiri dari permainan dengan angka, gerakan tubuh yang sederhana dapat
bermain melalui gerak dan lagu serta dirasakan bersama-sama dan anak akan
permainan kreatif. Apabila ditinjau dari belajar dan menyadari tentang tubuhnya
pelaksanaannya, kegiatan bermain terdiri sendiri serta merasakan setara dengan
dari bermain bebas dan bermain terpimpin. hakikat apa yang ada dalam dirinya sendiri.
Bermain bebas merupakan kegiatan yang Hasil wawancara dengan pengurus
mana anak-anak boleh memilih kegiatan IGTKI Kecamatan Tapung didapatkan
dan alat bermain yang disukai, sedangkan bahwa permainan tepuk yang diterapkan
kegiatan bermain terpimpin merupakan oleh guru dalam pembelajaran di PAUD
kegiatan bermain yang telah dipersiapkan masih kurang bervariasi. Guru mengulang-
Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 2(2), 2018 | 165
ulang permainan tepuk yang sama pada kawasannya sendiri dan berhubungan
setiap harinya. hal ini berakibat kurang dengan orang-orang tersebut dalam
antusiasnya anak-anak dalam mengikuti bahasanya dan peristilahannya. Pada
proses pembelajaran. penelitian menghasilkan dan mengolah data
Dari hasil observasi didapatkan yang sifatnya deskriptif, seperti transkripsi
kurang bervariasinya permainan tepuk yang wawancara , catatan lapangan, gambar,
diterapkan oleh guru disebabkan oleh foto, dan lain-lain.
beberapa faktor diantaranya; guru tidak Untuk memudahkan dalam
berani mengubah permainan tepuk yang pelaksanaan penelitian, peneliti mencoba
sudah ada, guru tidak memiliki inisiatif menjabarkan operasional variabel
dalam mengembangkan permainan tepuk, berdasarkan permasalahan yang diteliti
dan guru belum memiliki pengetahuan serta yakni pemanfaatan permainan tepuk dalam
keterampilan dalam mengembangkan mengembangkan aspek perkembangan fisik
permainan tepuk. Dengan latar belakang motoric pada anak usia dini. Sedangkan
diatas peneliti akan menganalisis anak usia dini dijadikan sebagai objek
pemanfaatan permainan tepuk di PAUD, penelitian.
fokus pada aspek perkembangan kognitif
anak usia dini. HASIL PENELITIAN
Berdasarkan wawancara dengan
METODE kepala sekolah dan bagian kurikukum
Metode yang digunakan pada bahwa langkah yang pertama ditempuh
penelitian ini adalah metode deskriptif dalam perencanaan adalah menentukan
analisis studi kasus dengan pendekatan tujuan pembelajaran. Tentang pemanfaatan
kualitatif. Penelitian kualitatif adalah permainan tepuk mengacu pada Standar
penelitian yang menghasilkan dan Tingkat Pencapaian Perkembangan Anak
mengolah data yang sifatnya deskriptif, (STPPA) oleh direktorat PAUD, sedangkan
seperti transkripsi wawancara, catatan jenis permainannya dibuat buat sendiri oleh
lapangan, gambar, rekaman video dan lain- guru berdasarkan referensi permainan dari
lain. acara pelatihan dan pertemuan guru.
Tahapan penelitian yang dilakukan Selanjutnya permainan tepuk yang sudah
adalah persiapan, pelaksanaan dan diterapkan dibuat buku panduan permainan
pengolahan data. Adapun teknik tepuk untuk mengembangkan aspek-aspek
pengumpulan data yang digunakan dalam perkembangan anak usia dini. Buku
penelitian adalah wawancara, observasi dan panduan tersebut dikonsultasikan dengan
studi dokumen dengan menggunakan alat pengurus IGTKI Kecamatan Tapung dan
bantu berupa pedoman wawancara, dan Dosen Program Studi PG-PAUD
pedoman observasi. Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai
Penelitian studi kasus ini Riau.
menggunakan penelitian pendekatan Berdasarkan observasi dan sudi
kualitatif. Menurut Bogdan dan Taylor dokumen ditemukan bahwa jadwal
dalam (Moleong & Lexy, 1998; halaman? ) pemanfaatan permainan tepuk di Kelompok
mendefinisikan metodologi kualitatif A TK Flamboyan Mekar sesi pertama mulai
sebagai prosedur penelitian yang pukul 07.45-08.30 diawali dengan
menghasilkan data deskriptif berupa kata- pembukaan dengan membaca surat fatihah,
kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan doa akan belajar, syahadat, dan absensi.
perilaku yang dapat diamati. Sejalan dengan Selanjutnya permainan tepuk diterapkan
definisi tersebut Kirk dan Miller dalam untuk mengembangkan 6 aspek
(Moleong & Lexy, 1998) mendefinisikan perkembangan anak. Salah aspek
bahwa penelitian kualitatif adalah tradisi perkembangan tersebut adalah aspek
tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial perkembangan kognitif untuk usia 5-6
yang secara fundamental bergantung pada Tahun.
pengamatan pada manusia dalam
166 | Useful of Clap Hand Games for Optimalize Cogtivite Aspects in Early Childhood Education
not only children's behaviors, skills and students is partly a manifest of the hidden
knowledge, but also features of the contexts curriculum, which has seemingly missed the
in which children grow, learn, and play. attention of the schools’ leaders and
(Jones, Zaslow, Darling-Churchill, & Halle, teachers. (Raihani, 2012)
2016) Oleh karena itu sudah seharusnya
Berdasarkan studi dokumentasi dan guru dapat mengajar secara professional
wawancara dengan wali kelas bahwa sehingga tujuan pembelajaran dapat
kurikulum atau materi pembelajaran di tercapai. Senada dengan hal ini (Winarsih &
PAUD Flamboyan Mekar telah bersumber Mulyani, 2012) menyebutkan Guru yang
dari kurikulum 2013 dan berdasarkan profesional dan mampu mengelola
permendikbud 137 tahun 2014. Adapun pembelajaran dengan baik, berimplikasi
tema yang dipilih pada pemanfaatan pada peningkatan kemampuan siswa dalam
permainan tepuk ini juga telah sesuai mengkonstruksi pengetahuannya dan
dengan rambu-rambu dari pemilihan tema. penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.
Tema adalah media untuk mengenalkan Guru seharusnya mendapatkan
berbagai konsep sehingga anak mampu pelatihan dan pengawasan dalam penerapan
mengenal secara utuh, mudah, dan jelas. pembelajarannya. The teachers were
Tema merupakan konteks (fokus bahan) trained before using the curriculum. There
yang membingkai semua kegiatan untuk were supervision visits to follow up and
mencapai tujuan. monitor the use of the curriculum. They,
Pelaksanaan pemanfaatan therefore, had knowledge and
permainan tepuk yang dikembangkan di understanding about the development of
PAUD Flamboyan Mekar sesuai dengan preschool children in relations to the
prinsip-prinsip perkembangan anak, hal inheritance in all areas of Thai identity.
tersebut nampak pada pengembangan aspek (Pinyoanuntapong, 2013)
perkembangan kognitif pada usia 5-6 tahun
yakni dengan mengenalkan dan KESIMPULAN
membiasakan aktivitas yang bersifat PAUD Flamboyan Mekar Tapung
eksploratif, dan menyelidik, pemecahan memanfaatkan permainan tepuk dalam
masalah sederhana, menerapkan pembelajaran dalam upaya
pengetahuan dalam kehidupan dan sikap mengoptimalkan aspek perkembangan
kreatif melalui permainan tepuk agar anak anak. Hasil analisis penelitian didapatkan
mau melakukannya dengan riang. Guru bahwa 85% anak dapat berkembang secara
menjadi salah satu faktor penentu optimal aspek koginitfnya. Permainan
keberhasil pemanfaatan permainan tepuk tepuk disesuaikan dengan Standar STPPA
dalam pembelajaran. Kreatifitas guru dalam dan telah di konsultasikan dengan Ikatan
membuat permianan tepuk dan Guru Taman Kanak-Kanak Indonesia
menyesuaikan dengan indikator aspek (IGTKI) Tapung.
perkembangan hal ini sesuai dengan
penelitian (Maemonah, 2016) UCAPAN TERIMA KASIH
Pendidik menjadi faktor penentu Penulis ucapkan terima kasih
keberhasilan proses pendidikan karena di kepada segenap Ristekdikti yang telah
tangan pendidik sejatinya proses memberikan bantuan hibah penelitian ini.
pendidikan dijalankan dalam ruang kelas. Seganp pimpinan dan civitas akademika
Namun demikian guru hendaknya adil Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai.
dalam memperlakukan anak pada saat Guru dan Karyawan PAUD Flamboyan
bermain tepuk apabila ada yang Mekar Tapung Kampar serta pengurus
membutuhkan perhatian atau bantuan IGTKI.
dalam permainan, hal ini akan membawa
dampak negatif pada anak. Senada dengan DAFTAR PUSTAKA
hal ini Raihani dalam penelitiannya Ananda, R., & Fadhilaturrahmi, F. (2018).
menyatakan The injustice experienced by Peningkatan Kemampuan Sosial
Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 2(2), 2018 | 169
Abstract
Early Childhood Education in coastal areas is different from PAUD on land, this diversity
requires a learning model that can bond togetherness indifference, a learning model that instills
values and norms in a learning process. This article offers a learning model that fits the
characteristics of early childhood in the Pesisir city of Kendari. This model can bring innovative
ideas that demand the creativity of teachers and high school authorities involved in making their
own decisions, planning, and implementation. It takes a leap to be able to catch up due to the
neglect of local wisdom that has experienced many obstacles in the learning process at school.
Abstrak
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) di daerah pesisir memiliki perbedaan dengan PAUD di
daratan, keberagaman tersebut membutuhkan suatu model pembelajaran yang dapat
memperekat kebersamaan dalam perbedaan, model pembeljaran yang menanamkan nilai-nilai
dan norma dalam suatu proses pembelajaran. Artikel ini menawarkan suatu model pembelajaran
yang sesuai dengan karakteristik anak usia dini di pesisi kota Kendari. Model ini dapat
memunculkan gagasan inovatif yang menuntut kreativitas guru dan otoritas sekolah yang tinggi
yang terkait dalam membuat keputusan sendiri, perencanaan dan pelaksanaannya. Dibutuhkan
suatu lompatan untuk dapat mengejar ketertinggalan akibat terabaikannya kearifan-kearifan
lokal yang selama ini mengalami banyak kendala dalam proses pembelajaran di sekolah.
empat etnis besar, yaitu entis Bajo, Buton/ Kebiasaan, Aneka Pekerjaan, Aneka
Muna, Bugis dan Tolaki. Ditampilkan makanan, aneka perayaan, dan legenda.
konsep kerangka kajian budaya yang Berikut diuraikan langkah-langkah
merupakan bagian dari mikro kultural yaitu; model pembelajaran berbasis multikultur
asal usul, adat istiadat, kebiasaan, sopan untuk Pendidikan Anak Usia Dini di pesisir
santun, aneka kebiasaan, aneka permainan, kota Kendari.
aneka pakaian, tempat tinggal, aneka Model pembelajaran konsutruktivistik
makanan, aneka perayaan, cerita rakyat. berbasis multikultur:
Langkah Pertama : Identifikasi Tema
HASIL DAN PEMBAHASAN Dan Sub Tema Multikultural
Model pembelajaran konstruktivistik Wisata ke Pulau-Pulau
terpadu berbasis multikultural yang a) Gugusan kepulauan:
dikembangkan untuk anak usia dini di Nama Kepulauan
pesisir adalah model pembelajaran Webbed. Luas Kepulauan
Terdiri dari 7 pulau
Model pembelajaran ini mengemas secara b) Asal nama pulau:
terpadu (Integrrated learning content) Pulau Bokori
dalam semua mata pelajaran atau bidang Legenda teluk Kendari
pengembangan yang ada, secara holistik, c) Transportasi kekepulauan:
dan kontekstual yang menghubungkan adat Sampan
istiadat dan dongeng cerita rakyat atau Kapal Kayu
Perahu Boat
legenda.
Super Jet
Pengembangan secara holistik pada d) Taman laut nasional:
anak sangat diperlukan untuk perkembangan Pantai
dimasa depannya. Sedangkan stimulasi yang Pasir putih
diberikan bersifat holistik bagi anak, yaitu Teluk Kendari
stimulasi untuk perkembangan fisik sensorik Karang
dan motorik, kognitif atau kecerdasan dan Flora, Rumput laut, Bakau,
Kelapa
sosioemosional. Setiap stimulasi di dasarkan
Fauna, penyu, ikan, ular,
pada teori kecerdasan majemuk dengan kerang, Burung, Kepiting
pengharapan diperoleh kecerdasan optimal e) Jenis tempat Rekreasi:
dari tiap macam kecerdasan. (Mufarizuddin, Wisata Budaya umum
2017) Menyelam, memancing, naik
Moral berasal dari kata Latin mores perahu menjelajah
yang artinya tata cara dalam kehidupan, adat f) Souvenir /kerajinan khas
kepulauan:
istiadat, kebiasaan. Moral pada dasarnya Aneka kerajinan dari serabut
merupakan rangkaian nilai tentang berbagai kelapa
macam perilaku yang harus dipatuhi. Moral Aneka suvenir dari laut
merupakan kaidah norma dan pranata yang Aneka suvenir dari laut
mengatur perilaku individu dalam g) Masyarakat lokal kepulauan:
hubungannya dengan kelompok sosial dan Bajo
Bugis
masyarakat. (Pebriana, 2017) Adat istiadat
Muna/Buton
yang mencakup aspek; Asa Usul, Sopan Tolaki
Santun, Ucapan Kekerabatan/Salam, Aneka Langkah Kedua: Identifikasi Kegiatan
Kesenian, Aneka Permainan, Aneka yang sesuai dengan Tema dan Sub Tema
Multikultural di setiap Sentra
Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 2(2), 2018 | 175
Lampiran
Sosial-Emosional: Kognitif:
Senang bermain dengan Matematika:
teman Menghitung dan menulis
Kemandirian: bilangan macam-macam
Memelihara kebersihan kerang
tempat rekreasi Jenis Mengukur panjang dengan
Agama: Rekreasi gabus jarang dorong
Membedakan ciptaan Tuhan di
wilayah
perahu nelayan
ketika mengklasifikasikan Kendari Sains:
hasil temuan di Laut Mengumpulkan ikan,
Moral: kerang dan binatang laut
Mentaati peraturan yang ada lainnya
di tempat rekreasi Mengklasifikasi dan
menghitung hasil laut
Seni: Kognitif:
Mewarnai Matematika:
gambar/karikatur legenda Membilang huruf dari
pulau-pulau di Kendari Asal kata-kata huruf “K”
Menyanyikan lagu-lagu nama Bemain penambahan huruf
puji-pujian dewa laut Teluk a dari kata-kata berhuruf
Kendari awalan “K”
Sains:
Asal mula “Penyu dan
Rumput Laut”
Sosial-Emosional Kognitif:
Berani bertanya ketika Matematika:
bepergian Membilang kapal perahu
Kemandirian: Bermain penambahan
Memelihara miliki sendiri Transporta kapal perahu
ketika bepergian si ke Pulau- Mengukur panjang kapal
Agama: Pulau Ferry
Berdoa sebelum dan sesudah Membuat bentuk geometri
bepergian “jendela”, bendera, hiasan
Moral: kapal”
Berbicara dengan suara yang Membuat puzzel, potong
ramah ketika bertanya kapal perahu, lomba
bermain puzzel kapal dan
perahu
Sains:
Klasifikasi “aneka hasil
karya kapal” sesuai bentuk
dan warna
Soaial-Emosional Kognitif:
Mengambil keputusan jenis Matematika:
bangunan dan nama pulau Mengukur “jarak antara
tempat membangun pulau di wilayah Kendari”
Kemandirian: Gugusan Bermain penambahan
pulau-
Melaksanakan kegiatan “bentuk balok unit yang
pulau
sendiri sampai selesai dipakai di 2 pulau
Agama:
Tidak mengganggu
bangunan teman/berbuat
baik pada sesama
Moral:
Mentaati peraturan yang ada
Seni: Fisik: Fisik:
Menggambar pulau-pulau di Motorik Kasar: Motorik Halus:
wilayah Kendari Membangun dengan balok Menggunting “pulau-pulau
unit “bangunan yang ada di di wilayah Kendari”
pesisir Kendari
Volume 2 Issue 2 (2018) Pages 183-193
Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini
DOI: 10.31004/obsesi.v2i2.114
Abstract
This study aims to improve children's social-emotional abilities through project-based drawing
activities. The study was conducted on children of PAUD Pelita Kasih, Dalung group B
semester 2 academic year 2017/2018. This type of research is action research with a four-stage
procedure, namely: 1) Planning phase, 2) Action taking phase, 3) Development phase, 4)
Reflection phase. The research was carried out in two cycles. Data collection methods used in
this study are through observation. The process of collecting data through this observation
technique uses a rubric guide to record data about the social-emotional abilities shown by early
childhood in project-based drawing activities. The results of the study showed an increase in
children's social-emotional abilities in project-based drawing activities. Completeness of
children's social-emotional abilities in the initial observation of 17 children (68%), the cycle I
as many as 19 children (76%), and cycle II 23 children (92%). So it can be said that the project
method as an alternative method of learning that is creative, innovative and effective in drawing
activities that can improve the social-emotional abilities of early childhood.
Keywords: Early Childhood, Drawing Activities, Project Methods, Social Emotional Abilities
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan sosial-emosional anak melalui kegiatan
menggambar berbasis proyek. Penelitian dilaksanakan pada anak PAUD Pelita Kasih, Dalung kelompok
B semester 2 tahun pelajaran 2017/2018. Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan (action research)
dengan prosedur empat-tahap, yaitu: 1) Tahap perencanaan, 2) Tahap pengambilan tindakan, 3) Tahap
pengembangan, 4) Tahap refleksi. Penelitian dilaksanakan dalam dua siklus. Metode pengumpulan data
yang digunakan dalam penelitian ini yakni melalui observasi. Proses pengumpulan data melalui teknik
observasi ini menggunakan panduan rubrik untuk merekam data mengenai kemampuan sosial-emosional
yang ditunjukkan anak usia dini dalam kegiatan menggambar berbasis proyek. Hasil penelitian
menunjukkan peningkatan kemampuan sosial-emosional anak dalam kegiatan menggambar berbasis
proyek. Ketuntasan kemampuan sosial emosional anak pada observasi awal 17 anak (68%), siklus I
sebanyak 19 anak (76%), dan siklus II 23 anak (92%). Maka dapat dikatakan bahwa metode proyek
sebagai salah satu alternatif metode pembelajaran yang kreatif, inovatif dan efektif dalam kegiatan
menggambar yang dapat meningkatkan kemampuan sosial-emosional anak usia dini.
Kata Kunci: Anak Usia Dini, Kegiatan Menggambar, Metode Proyek, Kemampuan sosial emosional
4. Dr. Ni Made Diana Erfiani, S,S., 2013 Pendidikan Anak Usia Dini.
M.Hum, selaku Ketua Lembaga Indonesia.
Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Lovitt, T. (2007) Preventing School
Universitas Dhyana Pura, yang telah Failure: Tactics For Teaching
banyak memberikan arahan dalam Adolescents. Austin: TX: Pro-Ed
pelaksanaan penelitian ini. Publisher.
5. Dra. Ni Kadek Suartini, M.Pd, selaku Madya, S. (2011) Penelitian Tindakan:
kepala PAUD Pelita Kasih Dalung yang Action Research; Teori dan Praktek.
telah memberikan ijin penulis untuk Bandung: Alfabet.
melaksanakan penelitian pada lembaga Mertler, C. A. (2011) Action Research,
yang dipimpin, serta rekan guru PAUD Mengembangkan Sekolah dan
Pelita Kasih Dalung Memberdayakan Guru. Yogyakarta:
6. Reviewer dan editor Jurnal Obsesi yang Pustaka Pelajar.
memberi kesempatan artikel ini untuk Papalia, Diane E. Sally Wendkos Old, dan
diterbitkan R. D. F. (2010) Human Development
(Psikologi Perkembangan). 9th edn.
DAFTAR PUSTAKA Jakarta: Prenada Media Group.
Pebriana, P. (2017) ‘Analisis Penggunaan
Cartledge, G., & Kiarie, M. . (2011) Gadget terhadap Kemampuan Interaksi
‘Learning Social Skills Through Sosial pada Anak Usia Dini’, urnal
Literature For Children And Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia
Adolescents. Teaching Exceptional Dini, 1(1), pp. 1–11.
Children’, 34(2), p. 40–47. Rachmawati, Y. dan E. K. (2010) Strategi
Davido, R. (2012) La Decouverte de Votre Pengembangan Kreativitas Anak Usia
Enfant Par le Dessin (Mengenal Anak Taman Kanak-Kanak. Jakarta: Kencana
Melalui Gambar. Jakarta: Penerbit Prenada Media Group.
Salemba Humanika. Soetjiningsih, C. H. (2012) Perkembangan
Fauziddin, M. (2016) ‘Peningkatan Anak, Sejak Pembuahan Sampai dengan
Kemampuan Kerja Sama melalui Kanak-Kanak Akhir. Jakarta: Prenada
Kegiatan Kerja Kelompok Pada Anak Media Group.
Kelompok A TK Kartika Salo Widayat, I. W. (2016) Psikologi
Kabupaten Kampar.’, Jurnal Obsesi : Perkembangan & Pendidikan Anak Usia
Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 2(1), Dini. Sebuah Bunga Rampai. Jakarta:
pp. 29–45. Prenada Media Group.
Geldard, K. & D. G. (2012) Konseling
Anak-Anak; Sebuah Pengantar Praktis.
3rd edn. Jakarta: PT. Indeks.
Günindi, Y. (2015) ‘Preschool Children’s
Perceptions of the Value of Affection As
Seen in Their Drawings’, International
Electronic Journal of Elementary
Education, 7(3), pp. 371–382.
Hurlock, E. B. (2012) Psikologi
Perkembangan: Suatu Pendekatan
Sepanjang Rentang Kehidupan. 5th edn.
Jakarta: Erlangga.
Kartono, K. (2007) Psikologi Anak
(Psikologi Perkembangan). Bandung:
Cv. Mandar Maju.
Kemendikbud (2014) Peraturan
Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan No. 146 Tentang Kurikulum
Volume 2 Issue 2 (2018) Pages 194-201
Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini
DOI: 10.31004/obsesi.v2i2.90
Abstract
This study aims to improve the cognitive abilities of early childhood through a game-based
science thematic approach. The study was conducted on Pradnyandari III TK Kerobokan group
B (aged 5-6 years) children in semester 2 of the school year 2017/2018. This type of research
is classroom action research with a procedure consisting of four stages, namely: planning,
action taking, development (observation), and reflection. This research was conducted in two
cycles. The data collection method used is the observation method. Data on increasing
children's cognitive abilities were analyzed descriptively. The results presented in the
implementation of this study were an increase in cognitive abilities of early childhood, after
following the learning process with a game-based science thematic approach. In the initial
observation, the number of completeness was 37.5%. The increase incompleteness of children's
cognitive abilities occurred in the first cycle, to 70.83% and again increased in the second cycle
to 91.67%. So it can be concluded that the application of a thematic-based science thematic
approach can improve the cognitive abilities of early childhood
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan kognitif anak usia dini melalui pendekatan
tematik sains berbasis permainan. Penelitian dilaksanakan pada anak TK Pradnyandari III Kerobokan
kelompok B (usia 5-6 tahun) semester 2 tahun pelajaran 2017/2018. Jenis penelitian ini adalah penelitian
tindakan kelas dengan prosedur yang terdiri dari empat tahap, yaitu: perencanaan, pengambilan
tindakan, pengembangan (observasi), dan refleksi. Penelitian ini dilaksanakan dalam dua siklus. Metode
pengumpulan data yang digunakan adalah metode observasi dan dokumentasi. Data peningkatan
kemampuan kognitif anak dianalisis secara deskriptif. Hasil yang ditemudan dalam pelaksanaan
penelitian ini yakni adanya peningkatan kemampuan kognitif anak usia dini, setelah mengikuti proses
pembelajaran dengan pendekatan tematik sains berbasis permainan. Pada observasi awal menunjukan
angka ketuntasan sebesar 37,5%. Peningkatan ketuntasan kemampuan kognitif anak terjadi pada pada
siklus I, menjadi 70,83% dan kembali meningkat di siklus II menjadi 91,67%. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa penerapan pendekatan tematik sains berbasis permainan dapat meningkatkan
kemampuan kognitif anak usia dini.
Kata Kunci: anak usia dini, pendekatan tematik sains, permainan, kemampuan kognitif
Abstract
Muslim children are part of the Muslims. They are the successors and propagators of the da'wah
of the Muslims. It is an obligation for parents and teachers to provide them with the ability to
read, write and understand the Qur'an as a guide for the lives of Muslims. With the literacy of
Al-Quran from an early age, it is expected the generations of Muslims to understand and literate
the guidelines of his life. However, children are different from adults. Early childhood teachers
should choose the right techniques for early childhood. Children love the sound playing, fun,
and freedom from stress. In this case, is offered one of the techniques favored by early
childhood, that is storytelling techniques. This research method descriptive analytic with a
qualitative approach. So that's this method can produce a clearer picture of Al-Quran literacy
strategies for early childhood. In operational research, researchers conduct interviews,
observation literature studies. The results showed that 75% of children in group A enjoyed
Quranic literacy with storytelling techniques and in group B children 41,6% liked it too. Thus
Al-Quran literacy through storytelling techniques is a fun and meaningful activity.
Abstrak
Anak-anak muslim merupakan bagian dari kaum muslimin. Mereka adalah penerus dan
penyambung dakwah kaum muslimin. Sudah menjadi kewajiban bagi orangtua dan guru untuk
membekalinya dengan kemampuan membaca, menulis dan memahami Al-Quran sebagai
pedoman hidup kaum muslimin. Dengan literasi Al-Quran sejak dini, diharapkan generasi
muslimin memahami dan melek pedoman hidupnya. Namun demikian, anak-anak berbeda
dengan orang dewasa. Guru anak usia dini harus memilih teknik yang tepat bagi anak usia dini.
Anak-anak menyukai suasanya bermain, menyenangkan, dan terbebas dari tekanan. Dalam hal
ini ditawarkan salah satu teknik yang disukai oleh anak usia dini, yaitu teknik bercerita. Metode
penelitian ini deskriptif analitik dengan pendekatan kualitatif. Sehingga dengan metode ini
dapat menghasilkan gambaran yang lebih jelas mengenai strategi literasi Al-Quran untuk anak
usia dini. Dalam operasional penelitian, peneliti melakukan wawancara, pengamatan dan studi
pustaka. Hasil penelitian menunjukkan 75% anak kelompok A menyenangi dan dapat
mengikuti pembelajaran literasi Al-Quran dengan teknik bercerita dan pada anak kelompok B
41,6%. Dengan demikian literasi Al-Quran melalui teknik bercerita menjadi kegiatan yang
menyenangkan dan bermakna.
Kata Kunci: literasi al-quran, anak usia dini, dan teknik bercerita
bermain. (4) Kegiatan pembelajaran teori pengajaran Al-Quran untuk anak, teori
dilakukan secara bertahap, perkembangan anak dan teknik yang sesuai
berkesinambungan, dan bersifat di gunakan untuk pengajaran literasi Al-
pembiasaan, (5) Proses pembelajaran Quran bagi anak usia dini.
bersifat aktif, kreatif, interaktif, efektif, dan Literasi adalah kemampuan untuk
menyenangkan. (6) Proses pembelajaran membaca dan menulis teks serta
berpusat pada anak. (Departemen kemampuan untuk memaknai (UNESCO,
Pendidikan Nasional, 2009). Hal –hal 2005: 148). Secara sederhana pengertian
tersebut penting diperhatikan agar anak- literasi disampaikan Barrat (2000: 2),
anak menyukai kegiatan membaca dan Literacy is how the children learn to read
menulis awal Al-Quran. Semua harus and write. Pengertian lain disampaikan
dilakukan dengan berdasar pada program (Aminudin, 2005), literasi adalah
tahap-demi tahap sesuai dengan kemampuan untuk mengidentifikasi,
perkembangan anak. Seperti pengenalan mengerti, mengartikan, menciptakan,
bentuk huruf hijaiyah dan pengucapan mengkomunikasikan, dan menghitung
huruf hijaiyah. menggunakan materi cetak dan tertulis
Dengan ini, penting bagi orangtua dan sehubungan dengan berbagai konteks yang
guru untuk menggiatkan literasi Al-Quran berbeda-beda. Berbeda dengan Neneng
padaanak-anakdengan teknik yang ramah (2017: 22), literasi tidak hanya terpaku pada
dan sidukai anak-anak usia dini.Dalam membaca dan menulis saja. Namun,
tulisan ini penulis mengkaji penggunaan kemampuan seorang anak untuk
teknik bercerita untuk pengenalan literasi mengidentifikasi, memahami, mengkritisi,
Al-Quran pada anak usia dini. Bercerita dan menciptakan akan terangsang apabila
merupakan salah satu teknik dianggap salah memiliki gairah membaca dan menulis
satu teknik yang disukai anak, selain yang tinggi. Oleh sebab itu, membaca dan
bermain dan bernyanyi. Tandayu (Tandayu, menulis dapat dikatakan kemampuan dasar
2001) menyatakan bahwa secra umum yang harus dimiliki untuk membangun
terkait ftrahnya, anak-anak menyukai kemampun literasi yang utuh.
kegiatan bernuansa B-C-M, yaitu bermain, Al-Quran merupakan pedomam
bercerita dan bernyanyi. Untuk itu, segala pokok umat Islam. Menjadi keniscayaan
unsur pendidikan yang tepat diberikan untuk umat Islam memahami Al-Quran.
kepada anak-anak adalah bertolak dari Sebelum memahami Al-Quran, seorang
sudut pandang dunia mereka. muslim harus dapat membacanya. Untuk
Cerita memiliki daya tarik tersendiri, itulah gerbang pemahaman terhadapa
sebagaimana masih dari Tandayu(Tandayu, agama Islam adalah memahami dan mampu
2001) bahwa dunia anak-anak adalah dunia membaca juga menulis kita suci Al-Quran.
yang kaya dengan fantasi. Pada umumnya, Tahalib (1995: 103) menyatakan bahwa
anak-anak akan penuh minat mendengarkan setiap orang dapat dikatakan benar dalam
sesuatu yang mengarah kepada eksploitasi menjalankan kewajiban agama Islam jika ia
imajinasi dan daya fantasinya, seperti dapat membaca dan memahami Al-Quran
cerita-cerita yang disampaikan dengan gaya dalam bahasa aslinya, bukan lewat
visualisasi yang hidup dan eksptesif. Semua traskripsi atau terjemahan. Thalib (Thalib,
itu memang bealasan karena sifat dasar 1995) juga menambahakan bahwa anak-
anak memiliki rasa ingin tahu yang tinggi anak kita sebagai bagian dari umat Islam
terutama pada hal-hal yang baru, aneh, dan sudah dengan sendirinya wajib kita ajari
rahasia dan fantasi. membaca Al-Quran, minimal mengenal
Dari pemaparan tersebut, maka huruf dan cara membacanya. Karena sejak
peneliti akan meneliti lebih mendalam umur tujuh tahun kita wajib menyuruh
mengenai kegiatan literasi Al-Quran pada anak-anak untuk shalat . Sedangkan doa dan
anak usia dini di RA Al-Muqoddasah bacaan shalat ada dalam Al-Quran dan
Jagabaya Banjaran Kabupaten Bandung hadis. Oleh sebab itu, logislah setiap
sehingga dapat terlihat benang merah antara orangtua muslim mengajarkan membaca
Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 2(2), 2018 | 205
dan menulis Al-Quran guna memenuhi dengan anaknya dan lebih tahu tingkat
kewajiban beribadah kepada Allah, seperti kemampuan dan perkembangan anak-
shalat. anaknya. Dalam hal ini makan orangtua
Literasi dini disebut juga dengan dituntut lebih dahulu tahu membaca dan
literasi emergen (Musthafa, 2008:2). Teale memahami Al-Quran sebelum anak-
& Sulbzy (1998) menyatakan bahwa literasi anaknya. Kedua, menyerahkan kepada guru
emergen secara umum digunakan untuk mengaji Al-Quran atau memasukkan anak-
merujuk pada proses menjadi terliterasi atau anak di sekolah yang mengajarkan baca-
melek huruf (Astuti, 2012). Maka dalam tulis Al-Quran. Ketiga, dengan alat yang
literasi Al-Quran untuk anak usia dini lebih canggih, dapat mengajarkan Al-Quran
bentuknya adalah menumbuhkan dan lewat video, kaset, jika orangtua mampu
mengenalkan anak kepada Al-Quran baik menyediakan peralatan semacam itu
dari aspek membaca maupun menulis. (Thalib, 1995). Dalam hal ini orangtua dan
Anak usia dini menurut UU Sisdiknas guru dapat bekerjasama menyediakan
No. 20 Tahun 2003 adalah kelompok media dan teknik yang sesuai dan disukai
manusia yang berusia 0 sampai dengan 6 oleh anak. Sholehudin (Sholehudin,
tahun. Papalia, Olds, dan Feldman (Papalia 1997)menegaskan bahwa bermain,
& Olds, 2002)menyatakan bahwa anak usia bercerita, dan bernyanyi untuk sebagian
dini berada pada rentang usia 0–8 tahun. orang menganggapnya hanyabersenang-
Pada masa ini proses pertumbuhan dan senang dan menghabiskan waktu, padahal
perkembangan dalam berbagai aspek sebenarnya bias berkontribusi banyak
sedang mengalami masa yang cepat dalam terhadap proses belajar dan perkembangan
rentang perkembangan hidup manusia. anak usia dini. Pembelajaran membaca dan
Sulaiman (Sulaiman, 2000) menulis Al-Quran dengan cara
menyatakan bahwa masa sebelum sekolah membosankan dan bersifat tentu tidak
(usia antara 3 sampai 6 tahun) merupakan sesuai untuk anak usia dini, salah satu cara
fase yang sangat penting dan serius. Banyak memperkenalkan anak pada kegiatan
pendidik yang tidak menyadarinya. Fase ini membaca dan menulis Al-Quran yang
merupakan fase dasar yang menyenangkan adalah dengan bercerita
menjanjikankeberhasilan mendidik dengan atau berdongeng.
baik. Seumpama sebatang pohon, jika Teknik bercerita menjadi salah satu
akarnya kuat maka dengan mudah teknik yang ditawarkan untuk pengenalan
pucuknya menjulang ke langit. Pernyataan literasi Al-Quran kepada anak usia dini.
Abu Amr Ahmad Sulaiman tersebut Mengapa melalui teknik bercerita?
merupakan perumpamaan terhadap Jawabannya, siapa yang tidak suka
gambaran tumbuh kembang sebuah pohon mendengarkan cerita? Tua muda tentu
yang dapat pula dianalogikan terhadap menyukainya. Saat di mana anak
tumbuh kembang anak manusia. Masa usia mengembangkan imajinasi dan memperluas
dini disebut sebagai masa kritis karena masa minatnya adalah ketika ia mendengarkan
itu masa penting untuk peletakan dasar- cerita (Bunanta, 2008). Cerita merupakan
dasar kepribadian, moral, nilai, emosi, suatu aktivitas yang memiliki nilai banyak
sosial, fisik-motorik dan aspek-aspek bagi proses belajar dan pembelajaran anak.
perkembangan lainnya. Masa ini tidak akan Musfiroh(Musfiroh, 2005) mengatakan
bisa terulang dan akan menentukan masa- bercerita adalah salah satu cara
masa selanjutnya. Berbicara anak usia dini menyampaikan informasi dalam proses
adalah berbicara konteks sekarang yang pembelajaran pendidikan, khususnya bagi
akan sangat mempengaruhi periode anak-anak usia 4-6 tahun di TK. Kegiatan
perkembangan manusia selanjutnya. bercerita dapat menciptakan suasana
Bagaimana orangtua mengajarkan Al- menyengangkan, merangsang proses
Quran kepada anak-anaknya? Pertama, kognisi, mengembangkan kesiapan dasar
mengajarkannya sendiri. Ini menjadi cara Bahasa dan literacy serta dapat berfungsi
yang terbaik, karena orangtua lebih akrab
206| Al-Quran Literacy for Early Childhood with Storytelling Techniques
sederhana, kemampuan anak menyebutkan Strategi bercerita pada anak usia dini
3-4 kosakata yang beritan dengan cerita sangatlah penting. Melalui strategi bercerita
dengan benar dan keberanian anak untuk anak dapat mencurahkan berbagai ide dan
bercerita di depan di depan kelas serta pengetahuan yang mereka miliki tanpa ada
melafalkan kosakata-kosakata yang rasa takut untuk mengungkapkannya. Hal
terdapat dalm cerita. ini terbukti dari hasil wawancara dengan
Kegiatan literasi Al-Quran pada anak- guru menyatakan bahwa 75% anak pada
anak kelompok A melalui teknik bercerita. kelompok A menyenangi kegiatan literasi
Kemampuan anak dalam menyebutkan Al-Quran melalui teknik bercerita, sehingga
tokoh dalam cerita : 51,5% anak mampu anak-anak dapat mengingat beberapa
menyebutkan tokoh dengan baik, 6,2% kosakata yang ada dalam cerita seperti
anak mampu menyebutkannya tokoh- fiilun, thoirun, jundiyun, dan dudun.
tokohnya dengan benar, 32,8% mampu Kegiatan bercerita membuat anak
menyebutkan tokoh dengan bantuan guru, merasa nyaman dan aman. Pesan-pesan
dan 9,3% masih malu-malu dan belum moral dapat di sampaikan pada anak dengan
benar. Pada pelafalan atau pengucapan 2 mudah, jelas tanpa ada kesan menggurui.
kosakata yang berkaitan dengan cerita Sehingga pesan moral pun dapat lama
54,6% anak sudah mampu mengucapkan melekat bahkan di ingat sepanjang
kembali dengan baik, 6,2% mengucapkan hidupnya. Senada dengan pernyataan ini
kembali dengan benar, dan 39% mampu Apriza menyatakan karena melalui cerita
mengucapkan walaupun terkadang di dengan tema yang sangat menghibur sesuai
bimbing guru. Menceritakan kembali isi dengan kebutuhan dan daya tangkap anak,
cerita 59,3% sudah mampu walupun masih dapat memberikan respon terhadap anak
memerlukan memerlukan bimbingan, 29, untuk mengamati, mendengarkan dan
6% sudah baik, 1,5% mampu menceritakan mengimajinasikan apa yang ia tangkap
kembali dengan baik dan benar, dan 9% tanpa memperhatikan hal sekelilingnya.
masih perlu dorongan dan bimbingan. (Apriza, 2017). Sedangkan Suhendan
Untuk kemampuan mengucapkan 3-4 menyatakan Storytelling is the most
kosakata 45,3% mampu walaupun masih authentic and popular activity for all
ada beberapa kesalahan, 37,5% sudah baik, children. Kegiatan bercerita adalah kegiatan
6,2% sudah baik dan benar, sedangkan yang otentik dan populer pada anak usia
10,9% masih memerlukan dorongan dan dini(Sühendan, 2013)
bimbingan. Kemampuan anak untuk Pembelajaran literasi Al-Quran untuk
menceritakan kembali serta mengucapkan anak kelompok B. 37,5% anak sudah dapat
kosakata bahasa Arab : 40,6% sudah mulai menyebutkan tokoh dalam cerita walaupun
berkembang atau anak sudah mulai mampu masih ada kesalahan, 32,2% anak sudah
berani walaupun masih memerlukan ada mampu menyebutkan tokoh dengan baik,
beberapa kesalahan, 35,9% sudah mampu 15,6% anak sudah mampu menyebutkan
dan baik, 10,9% sudah mampu baik dan tokoh dengan baik dan benar tanpa
benar serta tanpa bantuan guru dan 12,5% bimbingan dan 14,5% masih memerlukan
masih memerlukan dorongan untuk berani dorongan dan bimbingan. Mengucapkan 2
bercerita. Berikut ini grafik penjelasannya : kosakata : 30,2 anak sudah mulai
berkembang atau sudah mulai mampu
Literasi Al-Quran Untuk Anak Usia Dini
Melalui Strategi Bercerita mengucapkan, 31,2% mampu
Kelompok A mengucapkan dengan baik, 23,9 sudah
100 mampu mengucapkan dengan baik dan
1 benar, sedangkan 14,5% masih malu-malu.
50 2 45,8% anak mulai mampu menceritakan
3
kembali isi cerita, 30,2% anak mampu
0 meceritakan kembali dengan baik, 11,4%
4 kemampuan menceritakannya sangat baik,
1 2 3 4 5
sedangkan 12,5 masih memerlukan
Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 2(2), 2018 | 209
bimbingan. Dalam melafalkan 3-4 kosakata mudah dapat mengikuti pembelajaran
34,3% mulai mampu untuk mengucapkan, literasi Al-Quran.
35,4% mampu melafalkan dengan baik, Bercerita sebagai salah satu bentuk
15,6% mampu melafalakan dengan baik kegiatan literasi berfungsi untuk
dan benar, 14,5 masih perlu dorongan dan menstimulasi potensi dan dan minat anak
bimbingan. Kemampuan anak untuk dalam kegiatan literasi Al-Quran. Oleh
menceritakan kembali disertai karena itu, literasi Al-Quran dengan teknik
mengucapkan kosakata dalam cerita : 16,6 bercerita, selain anak mampu menceritakan
belum muncul kemampuannya, 40,6 mulai kembali kisah-kisah yang ada dalam Al-
berkembang, 30,2% berkembang dengan Quran mereka pun mampu menyebutkan
baik sesuai harapan dan 12,5% berkembang berbagai kosakata bahasa Arab baru bahkan
sangat baik. Berikut grafik mampu menuliskan kembali beberapa huruf
perkembangannya : dan kata dalam bahasa Arab yang berkaitan
dengan kisah dalam Al-Quransehingga
pembelajaran yang bermaknapun dapat
Literasi Al-Quran Untuk Anak Usia Dini
Melalui Teknik Bercerita terwujud.
Kelompok B
UCAPAN TERIMA KASIH
60
Terima kasih penulis sampaikan
1
40 kepada LPPM Universitas Islam Bandung,
2 sebagai lembaga yang mempunyai andil
20 3 besar dalam memberikan dukungan baik
moril maupun materil dari awal
0 4
pelaksanaan penelitian sampai dimuatnya
1 2 3 4 5
artikel hasil penelitian di jurnal. Dan
Pada literasi Al-Quran melalui teknik penulis haturkan terima kasih pula kepada
bercerita di kelompok B, hasil wawancara tim redaksi serta revewer jurnal Obsesi
dengan guru menyatakan bahwa 41,6% yang telah menerima dan bersedia
anak menyukai kegiatan literasi Al-Quran mengoreksi, memberikan saran serta
melalui teknik bercerita, terutama untuk masukkan agar artikel ini lebih baik dan
kisah nabi Yunus dimana selain anak dapat sempurna sehingga dapat di terbitkan
mengingat dengan baik isi cerita mereka danartikel ini dapat memberikan tambahan
pun mampu melafalkan kosakata yang ilmu bagi orang-orang yang berkecimbung
berkaitan dengan cerita seperti : qoribun, di bidang pendidikan anak usia dini.
anbarun, bahrun dengan benar.
DAFTAR PUSTAKA
SIMPULAN
Hasil penelitian menunjukkan pada Aminudin, A. (2005). Pendidkan Kaum
anak kelompok A 75% anak menyenangi Perempuan. Jakarta: Jurnal
dan mampu mengikuti pembelajaran literasi Perempuan.
Al-Quran dengan teknik bercerita
sedangkan di kelompok B 41,6% anak Andalusia, N., & Dkk. (2017). Literasi
menyukai dan mampu mengikuti Dini denga Teknik Bercerita. Journal
pembelajaran literasi Al-Quran dengan Family Edu, 3(1).
teknik bercerita. Hal ini menjelaskan bahwa Anwar, R. (2014). Cara Mudah
teknik bercerita dalam pembelajaran literasi Memahami Bahasa AL-Quran.
Al-Quran bagi anak usia dini di RA Al- Bandung: Mizan.
Muqoddasah, Jagabaya, Banjaran,
Kabupaten Bandung terbukti dapat Apriza, A. (2017). Pengaruh Biblioterapi
menciptakan suasana menyenangkan bagi Dengan Buku Cerita Bergambar
anak, sehingga anak tertarik dan dengan Terhadap Tingkat Kecemasan Efek
Hospitalisasi pada Anak Prasekolah.
Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan
210| Al-Quran Literacy for Early Childhood with Storytelling Techniques
Abstrak
Penanganan serius perlu dilakukan untuk mengatasi krisis moral yang terjadi di Indonesia.
Salah satu cara yang diusung oleh pemerintah yaitu dengan memperbaiki sikap dan tingkah
laku para pelajar melalui pendidikan karakter. Pendidikan karakter dilakukan disetiap jenjang
pendidikan secara terintegrasi pada mata pelajaran. Guru memilih Video Blog (Vlog) sebagai
media pembelajaran karakter karena kegemaran anak pada kegiatan menonton. Oleh karena itu,
penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pemanfaatan vidoe blog(Vlog) dalam pembelajaran
karakter pada anak usia dini. Metode yang digunakan adalah deskriptif kualitiatif. Dari hasil
penelitian, diketahui guru PAUD Multitalent Dehasen Bengkulu, memanfaatkan vidoe blog
untuk pembelajaran karakter. Guru memanfaatkan video blog untuk memperlihatkan dan
menerapkan bentuk nilai-nilai karakter yang harus dimiliki oleh anak usia dini pada aktivitas
keseharian mereka di sekolah. Tiga elemen penting yang dimanfaatkan guru dalam vlog
tersebut adalah (1) Media berupa Video blog, (2) Kebahasaan, dan (3) Materi/isi. Dari ketiga
elemen tersebut, guru memanfaatkannya untuk mempermudah dan membantu dalam
pembelajaran karakter.
Abstract
Moral crisis that occurred in Indonesia need to be handling seriously. One way that is carried
out by the government is by fix student’s attitudes and behavior through character education.
Character education is integrated to each subject in every level. The teacher chooses a Video
Blog (Vlog) as a character learning media because of the children's passion for watching
activities. Therefore, this research aims to determine video blog usage (Vlog) for character
learning in early childhood. The method used is descriptive quality. From the results of the
reseach, it was known that the Multitalent PAUD Dehasen Bengkulu teacher took advantage of
the video blog for character learning. The teacher uses the video blog to show and apply the
form of character values that early childhood must have in their daily activities at school. There
are three important elements used by the teacher in the vlog are (1) Media in the form of video
blogs, (2) Language, and (3) Content / content. Of the three elements, the teacher uses it to
facilitate and assist in character learning.
daring di media sosial atau internet dengan dapat menggunakan media dan metode
menggunakan gawai. yang sama dalam pembelajaran karakter.
Pengemasan media yang menarik dan Dengan begitu akan ada
tepat sasaran menjadi penentu keberhasilan perbandingan cara dan hasil yang
dalam usaha menanamkan nilai-nilai didapatkan dalam pemanfaatan vlog dalam
karakter pada anak usia dini. Media pembelajaran karakter. Kalau ini dapat
pembelajaran merupakan perantara dalam dilakukan maka dapat diteliti mengenai
menyampaikan pesan pendidikan (Sanjaya, keefektifan media dan metode dalam
2006:163) yang bertujuan untuk pembelajaran karakter pada anak usia dini.
mendekatkan anak pada kondisi yang
sebenarnya Nilai-nilai karakter yang harus METODE PENELITIAN
ditanamkan kepada anak usia dini, terdapat Metode yang digunakan dalam
di setiap aktivitas yang mereka lakukan. penelitian ini adalah deskriptif kualitatif
Oleh karena itu, penelitian ini dirasa sangat yang dilakukan di Paud Multitalent
penting untuk dilakukan agar memberikan Dehasen Bengkulu dengan guru sebagai
kemudahan bagi guru dalam menanamkan subjek penelitian pada tahun ajaran
nilai-nilai karakter pada anak usia dini 2017/2018 dengan teknik analisis data
dengan memanfaatkan video blog sebagai sebagai berikut:
media pembelajaran karakter. Pembelajaran 1. Pengumpulan Data. Observasi secara
karakter dilakukan secara terencana dan intensif menggunakan instrumen lembar
terus menerus. Agar pembelajaran tersebut observasi dilakukan untuk
berhasil, maka menggunakan contoh yang mengumpulkan data dengan
tidak jauh dari dari siswa atau bisa langsung menggunakan catatan pengamatan bagi
dilihat Hal ini diSebabkan karena guru dan sisw.
pendidikan karakter pada dasarnya adalah 2. Reduksi Data. Klasifikasi dan kategori
usaha sadar untuk memberdayakan dan data penelitian berdasarkan pemanfaatan
mengembangkan seluruh potensi peserta video blog dalam pembelajaran karakter
didik untuk membentuk karakter baik (good pada anak usia dini.
character) (Suyra, 2017) 3. Penyajian Data.Membuat analisis data
Oleh karena itu, penelitian ini akan dari hasil reduksi data.
melihat cara guru memanfaatkan video blog 4. Simpulan. Setelah melakukan analisis
untuk pembelajaran karakter pada anak usia data, akan dirumuskan kesimpulan dari
dini. Sehingga akan terlihat sejauh mana langkah-langjah yang telah dilakuakan.
vlog yang dimanfaatkan guru untuk 5. Verifikasi. Simpulan yang sudah dibuat
pembelajaran dapat membantu guru diverifikasi agar dapat menggambarkan
menanamkan nilai-nilai karakter pada anak keselurhan penelitian
usia dini.
Selanjutnya guru diharapkan akan HASIL DAN PEMBAHASAN
lebih produktif menghasilkan video blog Setiap tindakan yang dilakukan
pembelajaran yang menarik, memiliki karakter yang harus diterapkan
menyenangkan dan dipahami penonton mulai dari diri anak secara individu.
terutama anak usia dini. Lembaga PAUD sebagai lembaga sekolah
Selain itu, guru dapat menemukan formal yang membantu menerapkan
metode dan media pembelajaran karakter pendidikan berkarakter pada anak-anak usia
pada anak usia dini. Bukan itu saja, media dini (Prasanti & Fitriani, 2018)
dan metode yang dibuat oleh guru dengan Guru memanfaatkan tiga komponen
mudah dapat digunakan oleh guru lain. dari vlog, yaitu:
Jika selama ini guru menggunakan 1. Komponen Media
vlog untuk pembelajaran hanya untuk di Peristiwa dalam kehidupan sehari-hari
sekolahnya, ke depannya guru lain juga yang akan dijadikan contoh bisa dihadirkan
dihadapan anak di dalam kelas dengan
214 | Utilization of Video Blogs (Vlogs) in Character Learning in Early Childhood
menggunakan media pembelajaran. Media Saat ini vlog menjadi kegiatan yang
pembelajaran merupakan perantara dalam sedang tren di masyarakat. Setiap orang bisa
menyampaikan pesan pendidikan (Sanjaya, membuat vlog apapun untuk dibagikan di
2006) yang bertujuan untuk mendekatkan media sosial agar bisa dilihat oleh semua
anak pada kondisi yang sebenarnya. orang. Kesempatan inilah yang digunakan
Guru memanfaatkan media yang guru untuk dapat memberikan pembelajaran
dibuat menarik dengan kualitas yang sudah yang lebih mengasikkan dan juga kekinian.
divalidasi oleh ahli Media. Kualitas gambar Pembelajaran karakter dilakukan
yang bagus, dengan durasi yang tidak secara terencana dan terus menerus. Agar
terlalu lama guru berhasil menarik pembelajaran tersebut berhasil, maka
perhatian siswa untuk dapat memberikan menggunakan contoh yang tidak jauh dari
pembelajaran karakter. Bentuk-bentuk dari siswa atau bisa langsung dilihat.
penerapan nilai-nilai karakter bisa langsung Pembelajaran karakter selalu diulang
dilihat oleh siswa. Tema dan kesesuaian oleh guru dalam keseharian anak usia dini
dengan pembelajaran sudah disesuaikan. di sekolah. Cara yang digunakan guru
2. Komponen Bahasa. masih konvensional. Guru masih
Guru juga memanfaatkan bahasa mengandalkan untuk menggunakan
yang digunakan dalam vlog ini untuk contoh/model dari guru itu sendiri.
memberikan kemudahan siswa memahami Untuk menjawab tantangan
apa yang diharapkan oleh guru. Dengan perkembangan teknologi yang pesat, diikuti
bahasa yang sederhana dan mudah dengan kemampuan yang dimiliki, guru
dipahami, anak usia dini lebih fokus memanfaatkan vlog untuk pembelajaran
menyaksikan vlog tersebut. Kebahasaan karakter.
dalam video ini juga telah melewati proses Pada awalnya guru merasa tertantang
validasi dari validator bahasa. Bahasa yang untuk mengajarkan penanaman nilai-nilai
digunakan memang disesuaikan untuk anak karakter pada anak menggunakan media
usia dini yang selama ini belum dicoba. Selanjutnya,
3. Komponen isi atau materi. dengan pengetahuan yang dimiliki, guru
Materi vlog diambil dari keadaan siswa mampu memanfaatkan vlog untuk
sehari-hari di sekolah, hal-hal yang akan pembelajaran karakter.
mudah dipahami dan diingat dari kebiasaan vlog yang disajikan terdapat beberapa
yang biasa mereka lakukan. Bentuk-bentuk karakter yang harus dimiliki atau dikuasai
karakter direkam dari aktivitas dan tindakan oleh anak usia dini. Sehingga guru hanya
yang dilakukan anak usia dini dari pertama memperlihatkan vlog tersebut sebagai
datang ke sekolah. Kemudian hasil rekaman media untuk mengajarkan pendidikan
itu diperlihatkan lagi kepada mereka. karakter.
Mereka melihat sendiri diri mereka yang Vlog yang digunakan oleh guru
sudah memiliki karakter yang diharapkan merupakan vlog hasil karya peneliti
atau belum. Materi yang direkam dalam bersama tim dalam memvisualisasikan
vlog lebih nyata dan memang mereka bentuk karakter-karakter yang harus
temukan. Komponen ketiga juga telah dimiliki oleh anak usia dini.
melewati proses validasi dari validator Kegiatan yang disimulasikan
pendidikan. merupakan kegiatan keseharian anak paud
Pembelajaran karakter pada anak usia mulai dari mereka datang, belajar di kelas,
dini merupakan pembelajaran yang hingga pulang. Setiap kegiatan tersebut
menerapkan perilaku-perilaku baik yang mengandung nilai-nilai karakter yang harus
harus dimiliki oleh setiap anak dengan cara dimiliki oleh seorang anak.
melibatkan anak didik dan lingkungannya Badan Penelitian dan Pengembangan,
yang diintergrasikan dalam aktivitas PusatKurikulum Kementerian Pendidikan
mereka sehari-hari. Nasional (2011:10) telah merumuskan
materipendidikan karakter yang terdapat 18
Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 2(2), 2018 | 215
DAFTAR PUSTAKA
Hudiyono. (2012). Membangun Karakter
Siswa Melalui Profesionalisme Guru
dan Gerakan Pramuka. Essensi
Erlangga Grup. Surabaya: Essensi
Erlangga Grup.
Komputer, W. (2008). Langkah Mudah
Mengembangkan dan Memanfaatkan
Weblog. Yogyakarta:Andi Offset.
Mulyani, N. (2016). Dasar-dasar
Pendidikan Anak Usia Dini.
Yogyakarta: Kalimedia.
Mulyasa. (2011). Manajemen Pendidikan
Karakter. Jakarta: Bumi Aksara.
Mulyasa. (2014). Manajemen PAUD.
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Omar, N., Noh, M. A. C., Hamzah, M. I.,
& Majid, L. A. (2015). Multicultural
Education Practice in Malaysia.
Procedia - Social and Behavioral
Sciences, 174, 1941–1948.
https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2015.
01.859
Prasanti, D., & Fitriani, D. R. (2018).
Pembentukan Karakter Anak Usia
Dini: Keluarga, Sekolah, Dan
Komunitas? Jurnal Obsesi : Jurnal
Pendidikan Anak Usia Dini, 1(13 –
19).
Sanjaya, W. (2006). Strategi Pembelajaran
Berorientasi Standar Proses
Pendidikan. Jakarta: Prenada Media
Group.
Suyra, Y. F. (2017). Penggunaan Model
Pembelajaran Pendidikan Karakter
Abad 21. Jurnal Obsesi : Jurnal
Pendidikan Anak Usia Dini, 1(1), 52–
61.
Ula, S. (2013). Revolusi Belajar
(Optimalisasi Kecerdasan melalui
Pembelajaran Berbasis Kecerdasan
Majemuk). Yogyakarta: Ar-ruzz
Media.
Volume 2 Issue 2 (2018) Pages 219-228
Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini
DOI: 10.31004/obsesi.v2i2.102
Developing Picture Story Book Media for Building the Self-Awareness of Early
Childhood Children
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan media buku cerita bergambar yang layak dalam
pembentukan kesadaran diri anak usia dini dan mengetahui keefektifan buku cerita bergambar.
Penelitian pengembangan ini mengacu pada langkah-langkah Research & Development (R&D)
yang dikembangkan oleh Borg dan Gall. Analisis data menggunakan analisis kualitatif dan
independent sample t-test. Teknik pengambilan sampel menggunakan purposive sampling.
Subjek uji coba lapangan awal terdiri dari 6 anak TK Al Amien. Subjek lapangan utama pada
kelas eksperimen terdiri dari 15 anak TK Al Amien dan 15 anak yang lain sebagai kelompok
kontrol. Subjek uji operasional terdiri dari 40 anak TK ABA Karangmalang. Hasil penelitian
ini menunjukkan bahwa media buku cerita bergambar yang dikembangkan layak digunakan
dalam pembentukan kesadaran diri anak usia dini, serta efektif dan dapat meningkatkan
kesadaran diri anak secara signifikan.
Kata Kunci: pengembangan media, buku cerita bergambar, kesadaran diri anak usia dini
Abstract
This research aimed to develop a picture story book media feasible for building the self-
awareness of early childhood children and reveal the effectiveness of the developed picture
story book media.This research and development (R&D) referred to the development procedure
developed by Borg and Gall. The data analysis used the qualitative anaylisis and independent
sample t-test. Sampling technique used purposive sampling. The preliminary field testing
sujects consisted of 6 students of Al Amien Kindergarten. The main field testing subjects
consisted of 30 students of Al Amien Kindergarten. The operational field testing subjects
consisted of 40 students of ABA Karangmalang Kindergarten. The result of this research was
as follows. First, the developed picture story book media was feasible to be used for building
the self-awareness of early childhood students. It was proven from the result of media and
material validation, also the result from teacher and children questionnaire. Second, the
developed picture story book media was effective in building the self-awareness of 5 – 6 years
old students significantly.
menyesuaikan dengan situasi dan anak sadar berani untuk menunjukkan kemampuannya
akan perbuatan yang kurang tepat serta bercerita di depan kelas. Percaya diri setelah
perilaku berani melakukan tugas. Judul yang berlatih di rumah.
digunakan adalah “Aku Bisa dan Aku Keempat, Lia. Ia adalah anak
Berani”. Kedua, Amanat yang terkandung berkerudung kuning dan berbaju ungu.
dalam cerita ini adalah setiap anak mampu Beralis tebal dan perawakannya sedang. Ia
untuk membantu dan mengingatkan teman anak yang periang dan senang bercerita. Akan
lain ketika salah. Selain itu, anak juga mampu tetapi, terkadang ia lupa membereskan
untuk memberanikan diri terhadap hal-hal kembali mainan setelah selesai digunakan.
yang positif. Ketiga, Alur dalam buku ini Kelima, Bu Rita. Ia adalah Ibu guru yang
memiliki alur maju. Adanya hubungan sebab berkacamata. Mengenakan kerudung
akibat dirancang secara sederhana. berwarna merah muda dan baju berwarna biru
Pengenalan tokoh dilakukan pada awal cerita muda. Keenam, Ayah. Ayah berusia 37 tahun.
dengan bimbingan dari guru. Daya perhatian Ia mengenakan baju berwarna hijau dan
anak terhadap alur cerita berkisar selama 15 – sepatu hitam. Rambutnya hitam dan tertata
25 menit. Alur cerita buku I dapat dilihat pada rapi. Ayah adalah pendengar yang baik.
tabel 2. Selalu menyenangkan dan memotivasi anak.
Tabel 2. Tahapan Alur Cerita Buku I (Aku Terakhir adalah Ibu. Ibu berperawakan
Bisa dan Aku Berani) sedang. Mengenakan kerudung berwarna biru
Tahapan Peristiwa tua dan baju dengan warna senada. Sama
Pengenalan Anak bernama Mizan dan Ibna halnya dengan Ayah, Ibu adalah pendengar
bersekolah di TK Kumara. Di yang baik. Selalu menyenangkan dan
sekolah tersebut, ada pula anak
memotivasi anak.
yang bernama Ama dan Lia.
Mereka masing-masing memiliki Kelima, sudut pandang. Sudut pandang
karakter yang berbeda. dalam buku cerita bergambar ini
Muncul Mizan tidak sengaja melihat menggunakan persona ketiga atau diaan. Oleh
konflik mainan Lia berlum dibereskan. karena itu, kata ganti orang yang digunakan
Kemudian Ibna membantu Mizan adalah dia atau mereka. Keenam, Latar
membereskan mainan tersebut. tempat dalam cerita ini menggunakan latar
Klimaks Ibu guru meminta Ama untuk
sekolah. Pada saat anak berkegiatan di
bercerita di depan kelas. Ama
merasa ragu untuk maju ke depan sekolah, muncul dinamika sosial-emosional
kelas. Ia memilih diam dan ingin yang lebih kompleks dikarenakan adanya
bercerita keesokan harinya. interaksi dengan teman sebaya. Adapun latar
Antiklimaks Setelah Ama latihan bercerita suasana dalam cerita tersebut terjadi pada
dengan Ayah dan Ibu, ia mulai waktu pagi dan siang hari. Ketujuh, sarana
percaya diri untuk bercerita di kebahasaan. Cerita untuk anak usia 5 – 6
depan kelas keesokan harinya.
tahun pada buku I terdapat sejumlah 860 kata.
Penyelesaian Keesokan harinya, anak-anak
kembali masuk ke sekolah.
Berisi beberapa konsep numeri dasar yakni
Mereka sangat senang karena hari nomor pada halaman. Diikuti juga beberapa
ini akan kembali bercerita. Tanpa kata sifat seperti berani, takut, malu, gugup,
ragu-ragu, Ama menawarkan diri dan ramah. Menggunakan kata rujukan
sebagai orang pertama yang akan dengan ia, dia, mereka, di sana, ini, dan itu.
bercerita di depan kelas. Adapun kata sambung yang digunakan antara
Selanjutnya, tokoh dan penokohan. lain: dan, untuk, karena, seperti, dan lalu.
Tokoh merupakan individu rekaan di dalam Berisi lebih banyak kalimat aktif dan sedikit
cerita yang mengalami berbagai cerita. kalimat majemuk, serta menggunakan
Adapun tokoh – tokoh dalam cerita terdiri kalimat literal dan langsung.
dari Mizan, Ibna, Ama, Lia, Bu Rita, Ayah, Selanjutnya, proses desain ilustrasi
dan Ibu. Penjelasan mengenai karakter tokoh buku cerita bergambar oleh ilustrastor melalui
dijelaskan antara lain. Pertama, Mizan. Ia 6 tahap. Pertama, pemahaman cerita dan
adalah anak berambut lurus, memiliki alis tokoh ilustator mempelajari naskah skenario
yang tebal, berkulit sawo matang, cerita bergambar yang telah dibuat oleh
mengenakan baju berwarna biru, dan celana penulis. Pemahaman dimulai dari tujuan
hijau. Ia anak yang bersahabat dan dapat cerita secara umum, kemudian tujuan cerita di
mengingatkan ketika teman salah. Kedua, setiap halaman. Selanjutnya memahami
Ibna. Ia adalah anak berambut ikal, berkulit karakter tokoh dalam cerita. Kedua,
cerah, berhidung besar, mengenakan baju pembuatan sketsa kasar manual. Selesai
hijau muda, dan celana biru. Ia senang memahami karakter tokoh, latar cerita, dan
membantu dan ramah dengan teman. Ketiga, tujuan, maka ilustator membuat sketsa
Ama. Ia adalah anak berkerudung pink dan manual di atas kertas. Dimulai dari
berbaju hijau tosca. Ia anak yang belum pembuatan halaman pertama sampai terakhir,
224 | Developing Picture Story Book Media for Building the Self-Awareness
kemudian ilustrasi cover dan belakang cover. yang mengalami berbagai cerita. Adapun
Ketiga, pembuatan sketsa hitam putih digital tokoh – tokoh dalam cerita terdiri dari Mila,
perhalaman (proses inking dari sketsa manual Fathia, Nando, Ndut, dan Ayah. Tokoh-tokoh
ke digital). Keempat, pewarnaan gambar. di dalam buku cerita II adalah sebagai berikut.
Kelima, penambahan shading pada gambar. Pertama, Mila. Ia adalah anak yang memakai
Keenam, penambahan teks pada gambar kerudung, berkulit cerah, dan berhidung
(proses layout). kecil. Ia anak yang merasa bersalah setelah
Berlanjut pada storyline buku cerita II menabrak kucing. Ia pun segera meminta
terdiri atas unsur sebagai berikut. Pertama, bantuan kepada teman-temannya. Ia hanya
tema besar dalam buku ini bercerita tentang takut kucing saat ia terluka, namun ia senang
kesadaran diri. Adapun tujuan yang diambil bermain dengan kucing tersebut setelah
dari tema antara lain: mengenal perasaan sembuh. Fatia, ia adalah anak berambut hitam
sendiri dan mengelola perasaan secara wajar. dan perponi. Ia anak yang pemberani. Ia pun
Judul buku cerita ini adalah “Bermain senang bermain-main dengan hewan,
Bersama Ndut”. Kedua, Amanat yang terutama kucing. Nando, anak laki-laki yang
terkandung dalam cerita ini adalah jika ada berambut lebat. Senang mengenakan sendal
sesama makhluk hidup membutuhkan jepit dan jaket saat di luar rumah. Ia adalah
pertolongan, maka jangan ragu untuk anak yang tidak berani dengan hewan apa
menolong. Ketiga, Alur dalam buku ini saja. Hal itu disebabkan karena ia takut digigit
memiliki alur maju. Adanya hubungan sebab atau dicakar. Namun, sebenarnnya ia adalah
akibat dirancang secara sederhana. Para tokoh anak yang baik hati. Selanjutnya ada Ndut.
dikenalkan oleh guru pada awal cerita. Daya Ndut Adalah kucing jalanan. Ia memiliki bulu
perhatian anak terhadap alur cerita berkisar warna jingga dan badannya besar. Namun,
selama 15 – 20 menit. Alur cerita buku II badannya tidak segemuk sebelum dirawat di
dapat dilihat pada tabel 3. rumah Mila. Ia kucing yang suka bermain dan
Tabel 3. Tahapan Alur Cerita Buku II berguling-guling untuk mendapatkan
(Bermain Bersama Ndut) perhatian. Terakhir Ayah Ayah berumur 36
Tahapan Peristiwa tahun. sehari-harinya menggunakan
kacamata. Senang mengenakan kaos
Pengenal Anak bernama Mila memiliki teman
berwarna putih. Ayah Mila adalah ayah yang
an bernama Fatia dan Nando. Mereka adalah
teman satu sekolah. Fatia anak yang telaten. Ia bukanlah seorang dokter, akan
pemberani, sedangkan Nando sebaliknya. tetapi ia tahu cara mengobati luka pada
Akan tetapi, Nando teman yang baik hati. hewan.
Mila juga memiliki Ayah yang telaten Kelima, Sudut pandang dalam buku
dalam merawat binatang. cerita bergambar ini menggunakan persona
Muncul Mila tidak sengaja menabrak kucing yang ketiga atau diaan. Oleh karena itu, kata ganti
konflik sedang melintas di jalan. Ia merasa
orang yang digunakan adalah dia atau
bersalah telah menabrak kucing tersebut.
Ia ingin menolong, namun ia juga tidak mereka. Keenam, latar tempat dalam cerita ini
berani membawa kucing tersebut untuk menggunakan latar tempat bermain dan
diobati. rumah Mila. Pada saat anak-anak bermain
Klimaks Di saat-saat yang menyedihkan bagi dengan teman sebaya, muncul dinamika
Mila, datanglah Fatia dan Nando. sosial-emosional yang lebih kompleks
Akhirnya, Fatia menawarkan diri dikarenakan adanya interaksi-interaksi tak
membantu Mila membawakan kucing
terduga. Selanjutnya, latar suasana dalam
tersebut ke rumah untuk segera di obati.
Sesampainya di rumah, kucing tersebut cerita terjadi pada waktu sore hari. Ketujuh,
diobati oleh Ayah. Meskipun sudah sarana kebahasaan. Cerita untuk anak usia 5 –
diobati, Mila masih merasa bersalah. 6 tahun pada buku II terdapat sejumlah 356
Antiklim Setelah selesai diobati, Ayah kata. Berisi beberapa konsep numeri dasar
aks memberitahu bahwa kucing tersebut akan yakni nomor pada halaman. Diikuti juga
segera sembuh. Mendengar hal tersebut beberapa kata sifat seperti takut, berseri,
Mila sangat senang.
sedih, senang, gendut, dan bangga.
Penyeles Beberapa hari kemudian, Fatia dan
aian Nando kembali mendatangi Mila di
Menggunakan kata rujukan dengan mereka,
rumah. Mereka melihat kucing tersebut di sana, ini, dan itu. Adapun kata sambung
sudah sehat dan menjadi gemuk. Mereka yang digunakan antara lain: dan, untuk, lalu,
memanggil kucing itu “Ndut”. dan kemudian. Berisi lebih banyak kalimat
Merekapun dapat bermain bersama Ndut aktif dan sedikit kalimat majemuk, serta
dengan gembira. Ndut menjadi teman kalimat literal dan langsung.
bermain yang menyenangkan bagi Mila,
Selanjutnya, proses desain ilustrasi
Fatia, dan Nando.
buku cerita bergambar oleh ilustrastor melalui
Keempat, tokoh dan penokohan. Tokoh
2 tahap desain besar. Pertama, Penjaringan
merupakan individu rekaan di dalam cerita
ide. Penjaringan ide dilakukan dalam dua
Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 2(2), 2018 | 225
bagian. Bagian pertama, ilustrator menjaring Sementara itu, Data hasil penilaian
ide melalui data visual tokoh. Pada tahap ini produk yang dilakukan oleh ahli media
ilustrator mengembangkan karakter fisik berupa penilaian dan masukan terhadap
tokoh dalam buku cerita dengan mencari komponen-komponen media yang terdiri dari
gambar-gambar dengan karakteristik anak kualitas tampilan dan kualitas isi di dalam
usia 5 – 6 tahun. Bagian kedua, ilustrator buku cerita bergambar. Hasil penilaian media
menjaring ide melalui data visual setting di dalam buku cerita bergambar dapat dilihat
lokasi. Langkah selanjutnya, ilustrator pada grafik 2. sebagai berikut.
mengembangkan latar tempat sebagai setting
lokasi dalam buku cerita dengan mencari
Skor Minimal
gambar-gambar dengan karakteristik anak 250
185 200 Ideal
usia 5 – 6 tahun. 200 144 160
Tahap kedua adalah pengembangan ide 150 Skor Maksimal
77,8 80 Ideal
100
yang terdiri atas: study visual tokoh, study 37 40
50 0 0 Total Skor
visual setting tempat, study warna, sket 0 Empiris
layout, dan pewarnaan final dan hasil produk Buku I Buku II
awal buku II. Terakhir setelah proses sket
layout selesai, maka dilakukan pewarnaan
Grafik 2. Hasil Validasi Ahli Media
(coloring) dengan menggunakan Photoshop
Berdasarkan hasil dari grafik 2. di
Cs.6.
atas, maka dapat disimpulkan bahwa media
Setelah produk awal selesai, maka
buku cerita bergambar layak digunakan
prosedur selanjutnya adalah divalidasi oleh
setelah revisi kecil. Revisi kecil berupa saran
ahli materi dan ahli media. Hasil penilaian
dari ahli pembelajaran antara lain perlu
materi di dalam buku cerita bergambar dapat
adanya perubahan pada detail gambar di buku
dilihat pada grafik 1.
cerita pada halaman copyright yakni judul
250 200 210 “Aku Bisa dan Aku Berani” tertukar. Judul
170 175 Media Buku
200 yang benar adalah “Aku Berani dan Aku
Cerita
150 Bergambar Bisa”. Berlanjut ke halaman 2, yakni berdoa
85 83,3
100 dengan khusyuk seharusnya suasana tenang
40 42 Skor Minimal
50 0 0 dan khidmat. Kemudian kejelasan detail
Ideal
0 gambar pada buku cerita I di halaman 6 dan
1 2
7, yakni gambar tokohnya berubah, sehingga
Grafik 1. Hasil Validasi Ahli Materi ilustrasi cerita tersebut perlu diperbaiki.
Berdasarkan hasil dari grafik 1. di atas, Berlanjut pada data hasil lapangan yang
maka dapat disimpulkan bahwa media buku dilakukan pada subjek penelitian, yakni
cerita bergambar layak digunakan setelah terdiri dari guru dan anak. Hasil uji coba
revisi kecil. Revisi kecil berupa saran dari ahli lapangan tahap awal dapat dianalisis bahwa
materi pembelajaran antara lain perlu adanya total skor pada indikator kualitas tampilan dan
perubahan pada struktur kalimat yang sesuai kualitas isi memperoleh skor 110 dengan
dengan perkembangan anak usia dini, yakni kategori sangat baik. Kategori tersebut
struktur kalimat yang tidak terlalu formal dan mengacu pada (Sukardjo, 2010) bahwa nilai
tanda baca dari struktur cerita. >109,1 terkategori sangat baik.
Adapun revisi sebelum dilakukan Begitu pula hasil respon guru pada
penilaian oleh ahli materi, peneliti meminta buku II dapat dianalisis bahwa total skor pada
satu orang ahli dongeng anak untuk indikator media kualitas tampilan dan kualitas
memberikan masukan terhadap cerita. Saran isi memperoleh skor 111 dengan kategori
dari ahli dongeng terletak pada buku I, yakni sangat baik. Nilai >109,1 terkategori sangat
tokoh yang ditampilan terlalu banyak, baik. Sementara itu, respon anak dapat
sehingga salah satu tokoh anak-anak dalam dianalisis bahwa total skor pada indikator
buku cerita dikurangi. Selain itu, dalam media pembelajaran, materi pembelajaran,
pembentukan struktur kata, peneliti meminta dan suasana pembelajaran memperoleh skor
saran dari mahasiswa pascasarjana 36 dengan kategori sangat baik. Adapun hasil
pendidikan bahasa Indonesia. Selanjutnya, respon anak pada buku II dapat dianalisis
peneliti mengobservasi cara berbicara anak bahwa total skor pada indikator media
usia 6 tahun dan meminta masukan pada pembelajaran, materi pembelajaran, dan
orang tua yang setiap hari mendampingi anak- suasana pembelajaran memperoleh skor 35
anak usia 5 – 6 tahun dalam melaksanakan dengan kategori sangat baik. Adapun
aktivitas pembelajaran. perubahan nilai standar kategori disebabkan
jumlah subjek berbeda. Berdasarkan
226 | Developing Picture Story Book Media for Building the Self-Awareness
perhitungan, nilai > 31,8 terkategori sangat guru. Hal tersebut dikarenakan kebiasaan
baik dan layak untuk digunakan. duduk yang telah dilakukan selama
Hasil uji operasional dapat dianalisis pembelajaran. Kemudian anak-anak diajak
bahwa total skor pada indikator kualitas tanya jawab sesuai mengenai kegiatan
tampilan dan kualitas isi memperoleh skor sebelum ke sekolah.
110 dengan kategori sangat baik. Di samping Pada tahap inti, guru memberikan
itu, hasil respon guru pada buku II dapat penjelasan bahwa hari ini anak-anak akan
dianalisis bahwa total skor pada indikator mendengarkan cerita buku cerita bergambar.
media kualitas tampilan dan kualitas isi Anak-anak antusias dengan buku yang
memperoleh skor 111 dengan kategori sangat dikeluarkan guru. Anak-anak tertuju pada
baik. Penilaian pada tahap uji operasional tokoh yang ada di cover depan. Mereka
yakni >109,1 terkategori sangat baik. tertarik dengan berbagai macam karakter
Sementara itu, hasil respon anak dianalisis pada buku cerita.
bahwa total skor pada indikator media Guru kemudian memperkenalkan buku
pembelajaran, materi pembelajaran, dan cerita bergambar dengan mnunjukkan judul
suasana pembelajaran memperoleh skor 246 cerita, penulis, dan ilustrator. Kemudian, guru
dengan kategori sangat baik. Di samping itu, menyebutkan nama para tokoh dalam cerita
hasil respon anak pada buku II dapat beserta karakternya. Guru memperkenalkan
dianalisis bahwa total skor pada indikator melalui buku cerita, kemudian guru
media pembelajaran, materi pembelajaran, menunjuk karakter pada media. Anak-anak
dan suasana pembelajaran memperoleh skor ada yang antusias menunjuk gambar pada
255 dengan kategori sangat baik. Adapun buku cerita, ada juga yang hanya
kategori tersebut dengan perhitungan nilai > mendengarkan dengan seksama. Anak-anak
212 terkategori sangat baik dan layak untuk yang menirukan menyebut nama tokoh
digunakan. “Ibna” merasa sedikit kesulitan. Hal tersebut
Untuk mengukur keefektifan buku dikarenakan huruf konsonan bertemu dengan
cerita bergambar dalam pembentukan huruf konsonan, sehingga anak-anak sedikit
kesadaran dirianak usia dini ini peneliti kesulitan menyebutkan nama “Ibna”. Hal
menggunakan teknik uji-t menggunakan yang menarik dari cerita ini adalah tokoh Bu
SPSS 19. Hasil perbandingan antara Rita yang ternyata pengucapannya hampir
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol mirip dengan guru mereka yakni Bu Tita.
dengan menggunakan analisis independent t- Anak-anak tampak senang, seolah-olah di
test. Uji independent t-test dilakukan pada dalam cerita adalah guru mereka. Waktu yang
posttest kelompok kontrol dan kelompok digunakan guru untuk memperkenalkan
eksperimen. Dasar pengambilan keputusan tokoh dalam cerita memerlukan waktu sekitar
adalah jika nilai sig < 0.05 maka terdapat 5 menit.
perbedaan yang signifikan pada posttest Masuk pada tahap pembacaan cerita,
kelompok eksperimen dan kontrol. guru membuka halaman pertama dan
Berdasrkan hasil perhitungan, dapat membacakan cerita pada anak-anak. Bahkan
dilihat nilai Sig (2-tailed) sebesar 0.000, maka ada beberapa anak yang menceritakan
nilai sig (1-tailed) sebesar 0.000. oleh karena pengalaman libur mereka karena di halaman
itu, dapat dikatakan bahwa 0.000 < 0.05 tersebut menceritakan tentang libur sekolah.
sehingga dapat dikatakan ada perbedaan yang Sampai halaman terakhir guru bercerita,
signifikan pada nilai posttest antara kelompok beberapa anak masih memperhatikan dan
kontrol dan kelompok eksperimen. Kelompok sesekali bertanya mengenai cerita. Waktu
kontrol memperoleh nilai posttest sebanyak yang digunakan guru pada tahap pembacaan
77, sedangkan kelompok eksperimen buku cerita sekitar 15 menit.
sebanyak 137. Perbandingan lainnya juga Terakhir tahap diskusi setelah
terlihat dari hasil pretest dan posttest membaca, guru bertanya kepada anak-anak
kelompok eksperimen. Adapun nilai pretest mengenai tokoh-tokoh yang ada di dalam
sebesar 73 dan naik sebesar 137 pada posttest. cerita. Kemudian guru menanyakan kegiatan
Pelaksanaan pembelajaran dalam yang dilakukan tokoh anak-anak di dalam
penelitian ini menggunakan pengambilan buku cerita. Anak-anak antusias menjawab
data menggunakan teknik catatan lapangan. pertanyaan guru.
Adapun penjabaran kegiatannya dijelaskan Hari berikutnya pertemuan kedua, saat
sebagai berikut. Pada Buku I (Aku Berani dan apersepsi guru kembali mengkondisikan
Aku Bisa) di pertemuan pertama, saat anak-anak. Kemudian anak-anak diajak untuk
apersepsi guru mengkondisikan masuk ke membaca doa sebelum belajar dan
dalam kelas. Guru kemudian mengatur dilanjutkan dengan hafalan surah-surah
tempat duduk anak agar melingkar, akan pendek beserta hadist-hadist pilihan. Guru
tetapi anak-anak duduk berbanjar menghadap
Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 2(2), 2018 | 227
Abstract
One development that must be considered in the growth of early childhood is motor development,
namely fine and rough motor. The problem raised in this study is the lack of fine motor skills in
children due to creativity in making learning media still very weak and conventional learning.
The purpose of this study was to prove the increase in fine motor skills of early childhood through
a colored plastic pulp collage medium. The selection of used materials for colored plastic powder
is one way to utilize used material to be recycled and used as a new medium that is attractive to
children in making collages to improve fine motor. This research was conducted using 2 cycles
of classroom action research. The results showed an increase in fine motor skills of early
childhood from undeveloped criteria, began to develop, developed according to expectations to
develop very well at the stage of giving glue to the media, arranging colored plastic powder, and
tidying the patterns that had been prepared.
Abstrak
Salah satu perkembangan yang harus diperhatikan dalam pertumbuhan anak usia dini adalah
perkembangan motorik, yaitu motorik halus dan kasar. Masalah yang diangkat dalam penelitian
ini adalah kurangnya kemampuan motorik halus anak dikarenakan kreatifitas dalam membuat
media pembelajaran masih sangat lemah dan pembelajaran masih secara konvensional. Tujuan
dalam penelitian ini adalah untuk membuktikan adanya peningkatan kemampuan motorik halus
anak usia dini melalui media kolase bubur plastik berwarna. Pemilihan bahan bekas bubur
plastik berwarna adalah salah satu cara untuk memanfaatkan bahan bekas untuk dapat didaur
ulang dan digunakan sebagai media baru yang menarik bagi anak dalam melakukan pembuatan
kolase untuk meningkatkan motorik halus. Penelitian ini menggunakan penelitian tindakan
kelas sebanyak 2 siklus. Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan kemampuan
motorik halus anak usia dini dari kriteria belum berkembang, mulai berkembang, berkembang
sesuai harapan menjadi berkembang sangat baik pada tahapan memberi lem pada media,
menyusun bubur plastik berwarna, dan merapikan pola yang telah disusun.
kayu, kertas dan tumbuhan pada suatu Hasil analisis data yang didapat
gambar atau bentuk. Kegiatan bermain dengan cara membandingkan kondisi awal
kolase dapat melatih kesabaran, ketelitian, pra siklus kemudian dilanjutkan dengan
keterampilan dan melatih koordinasi siklus I dan siklus II untuk membuktikan
gerakan tangan dan mata. Menurut Anwar peningkatan motorik halus anak melalui
(2018) kegiatan kolase merupakan kegiatan penerapan kegiatan bermain kolase
menempel dan menyusun bahan yang bermedia bubur plastik berwarna.
meruapakan suatu kegiatan seni rupa yang
berteknik. Menurut Hajar Pamadhi, dkk HASIL DAN PEMBAHASAN
(2010) kolase merupakan karya seni rupa Hasil
dua dimensi yang menggunakan bahan- Setiap siklus diberikan 3 tahapan
bahan yang menjadi karya yang utuh dan penilaian dengan 2 kali pertemuan yaitu,
mewakili perasaan kinestetis orang yang BB (Belum Berkembang), MB (Mulai
membuatnya. Berkembang), BSH (Berkembang Sesuai
Pada kegiatan bermain kolase peneliti harapan), dan BSB (Berkembang Sangat
membuat media pembelajaran yaitu berupa Baik). Indikator yang dinilai yaitu 1).
bubur plastik berawrna. Pemilihan bubur Memberi lem pada media, 2). Menyusun
plastik berwarna sebagai media dalam bubur plastik pada media yang telah diberi
bermain kolase adalah untuk menciptkan lem, 3). Merapikan pola yang telah disusun
suasana yang ramah lingkungan, hal ini sebelumnya .
karena bubur plastik merupakan limbah dari Gambar 1. Merupakan penilaian
botol plastik yang tidak terpakai lagi yang didapat dari siklus pertama pertemuan
kemudian diolah menjadi bubur plastik, 1 dan 2, serta siklus kedua pertemuan 1 dan
selain bahan yang digunakan menarik 2 pada kegiatan memberi lem pada media.
perhatian anak, hal ini mampu merangsang Peningkatan terjadi pada penilaian
keinginan anak untuk dapat bermain kolase berkembang sangat baik (BSB), hasil
sambil belajar untuk dapat meningkatkan mencapai 100% ini menandakan
motorik halus anak. keberhasilan dalam penelitian karena pada
tahapan Memberi Lem Pada Media anak
METODE usia dini penilaian yang belum berkembang
Jenis penelitian ini merupakan (BB), mulai berkembang (MB) dan
Penelitian Tindakan Kelas (Class Room berkembang sesuai harapan (BSH) sudah
Action Research). Subyek penelitian ini tidak ada lagi pada pertemuan kedua di
adalah anak usia dini kelompok B siklus 2.
berjumlah 25 orang yang terdiri dari anak
laki-laki 10 orang dan anak perempuan 15
orang.
Untuk memperoleh data dalam
penelitian adalah dengan membuktikan
peningkatan motorik halus anak usia dini,
dengahn tahapan 1). Perencanaan dimulai
dengan membuat skenario pembelajaran,
yaitu membuat rencana kegiatan harian,
mempersiapkan lembar observasi, serta Gambar 1. Grafik Peningkatan Tahapan
mempersiapkan media dalam pembuatan Memberi Lem Pada Media
kolase anak usia dini, 2). Pelaksanaan
Tindakan diterapkan dengan tindakan yaitu Pada Gambar 2. Peningkatan terjadi
pada saat siklus 3). Pengamatan, 4). di berkembang sangat baik (BSB),
Refleksi. Data dikumpulkan melalui sebanyak 88% anak sudah dapat melakukan
observasi, demonstrasi dan catatan tahapan menyusun bubur plastik pada
lapangan. media yang telah diberi lem. Selanjutnya
232 | Colored plastic pulp as a collage medium in improving early childhood development
untuk belum berkembang (BB) dan mulai Bubur Plastik Berwarna dipilih
berkembang (MB) kriteria penilaian anak untuk membuat media kolase ini
usia dini sudah tidak ada lagi. Tingkatan dikarenakan bahannya yang merupakan
yang paling rendah pada tahapan ini adalah limbah plastik dan merupakan inovasi yang
berkembang sesuai harapan (BSH), hal ini baru dalam pembuatan media
sudah sangat baik sekali dalam pembelajaran. Selain itu untuk menjaga
perkembangan motorik halus anak usia dini lingkungan tetap bersih maka dimanfaatkan
dengan menggunakan kolase bahwa anak bubur plastik berwarna dan dilihat dari hasil
sudah mampu melakukan secara maksimal dalam penelitian bubur plastik berwarna
tahapan menyusun bubur plastik ke media dalam pembuatan kolase sangat menunjang
yang telah diberi lem. sekali untuk merangsang anak dalam
pengembangan motorik halus anak usia
dini.
PEMBAHASAN
Perencanaan pembelajaran motorik
halus melalui kegiatan kolase bubur plastik
berwarna dengan kegiatan menempel,
menyusun dan merapikan media bubur
plastik berwarna pada media bubur plastik
berwarna yang telah disediakan. Kegiatan
Gambar 2. Peningkatan Tahapan bermain kolase dilakukan oleh anak
Menyusun Bubur Plastik Pada Media Yang kelompok B usia 5-6 tahun PAUD Mawar
Telah Diberi Lem Al Barokah Kota Bengkulu. Perencanaan
pembelajaran telah dilaksanakan oleh guru
Pada Gambar 3. Peningkatan juga dengan baik sekali. Menurut majid
terjadi dari siklus 1 ke siklus 2 persentase perencanaan (2005) unsur-unsur
tertinggi adalah 84% pada penilaian perencanaan pembelajaran yang baik adalah
berkembang sangat baik (BSB). Artinya 1). Mengidentifikasi kebutuhan siswa, 2).
pada tahapan terakhir ini meningkatnya Tujuan yang hendak dicapai berasal dari
kemampuan motorik halus anak usia dini bahan pembelajaran yang akan
dapat dibuktikan. Terlihat dari kemampuan dikemukakan, 3). Menggunakan berbagai
anak untuk bermain kolase sudah sangat strategi dan skenario yang relevan
baik. Penilain Belum berkembang (BB), digunakan untuk mencapai tujuan
Mulai berkembang (MB) juga sudah tidak pembelajaran, dan 4). Pada tahapan akhir
ada lagi ditahapan siklus kedua. adalah Evaluasi atau penilaian.
Menurut Mulyasa (2004) ada
beberapa prinsip yang harus diperhatikan
dalam mengembangkan kesiapan mengajar,
yaitu : a). Rumusan Kompetensi dalam
persiapan mengajar harus jelas. Konkretnya
kompetensi, mudah diamati dan tepat
merupakan kegiatan-kegiatan yang
membentuk suatu kompetensi tersebut, b).
Persiapan mengajar harus sederhana dan
fleksibel dalam hal ini dapat dilaksanakan
Gambar 3. Peningkatan Tahapan dalam kegiatan pembelajaran dan mampu
Merapikan Pola Yang Telah Disusun meningkatkan dan membentuk kompetensi
Sebelmnya peserta didik, c). Dalam melaksanakan
proses belajar dan pembelajaran didalam
kelas kegiatan atau perencanaan
Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 2(2), 2018 | 233
DAFTAR PUSTAKA
Anwar CR, Jayadi Karta, Manggau Arifin,
2018. Kolase Barang Bekas Untuk
Kreativitas Anak. Jurnal Ilmu
Pendidikan, Keguruan dan
Pembelajaran. Makassar. Vol 2 No 1
Depdiknas. 2009. Permendiknas No .
58/2009 tentang standar Tingkat
Pencapaian Perkembangan.
Jakarta:Depdikbud
Majid, A. 2005. Perencanaan Pembelajaran.
Bandung : Penerbit Rosda Karya
Mudjito, Ak.2007. Pedoman Pembelajaran
Bidang Pengembangan Kognitif
Jakarta : Direktorat Pembinaan
Taman Kanak-kanak dan Sekolah
Dasar.
Mulyasa, 2004. Menjadi Guru Professional.
Bandung : Al- Fabeta
Nicholson, Sue. 2007. Membuat Kolase.
Solo : Tiga Serangkai
Painem, 2015. Peningkatan Kemampuan
Motorik Halus Melalui Metode
Kolase Pada Anak Didik Kelompok
B TK Pertiwi Gotputuk. Artikel
Publikasi
Peterson, C, 1996. Looling Forward
Througt, Development Psychology.
Australia : Liferpan Prentice Hall.
Saputra, Yudha M dan Rudyanto, 2005.
Pembelajaran Komparatif Untuk
Meningkatkan Keterampilan Anak
TK. Jakarta : Departemen
Pendidikan Nasional
Sudirman, 2001. Interaksi dan Motivasi.
Jakarta : Rajawali Pers.
Sujiono, Bambang dan Yuliani Nuraini
Sujiono (2005). Menu Pembelajaran
Volume 2 Issue 2 (2018) Pages 235-244
Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini
DOI: 10.31004/obsesi.v2i2.105
Abstract
The purpose of this study was to determine the teacher's understanding of the scientific
approach in the 2013 PAUD curriculum. The method used is a survey with data collection
techniques using a questionnaire. Respondents were 100 teachers from 100 TK in 5 DKI Jakarta
regions. The conclusion of this study is that the understanding of the kindergarten teacher about
the 2013 curriculum of PAUD is in the category of meaningful interpreting not only the transfer
of meaning from one language into another language but also from an abstract conception to
become a model, namely a symbolic model to make it easier for people to learn, in terms it is
easy to learn concept of the scientific approach which includes 5 scientific steps, namely
observing, asking, gsthering information, reasoning, and communocating, so that it will be easy
to learn and apply in the learning process which is characterized by 61% of respondents able to
explain the scientific approach, and 7.14% of respondents able describe the scientific approach
to RPPH correctly.
Abstrak
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pemahaman guru tentang pendekatan
saintifik dalam kurikulum 2013 PAUD. Metode yang digunakan adalah survey dengan teknik
pengumpulan data menggunakan pedoman wawancara. Responden adalah 100 guru dari 100
TK di 5 wilayah DKI Jakarta. Kesimpulan penelitian ini adalah pemahaman guru TK tentang
kurikulum 2013 PAUD berada pada kategori pemahaman menerjemahkan yang bermakna
bukan hanya pengalihan (translation) arti dari bahasa yang satu ke dalam bahasa yang lain
tetapi juga dari konsepsi abstrak menjadi suatu model, yaitu model simbolik untuk
mempermudah orang mempelajarinya, dalam hal ini mudah mempelajari konsep pendekatan
saintifik yang meliputi 5 langkah saintifik, yaitu mengamati, menanya, mengumpulkan
informasi, menalar, dan mengkomunikasikan, sehingga akan mudah pula untuk dipelajari dan
diterapkan dalam proses pembelajaran yang ditandai dengan 61% responden mampu
menjelaskan pendekatan saintifik, dan 7.14% responden mampu menjabarkan pendekatan
saintifik pada RPPH dengan benar.
tentang pendekatan saintifik, maka dapat serta cara yang digunakan sebagai pedoman
dimaknai bahwa guru harus memiliki penyelenggaraan kegiatan pembelajaran
pemahaman yang baik mengenai berbagai untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
hal terkait dengan apa yang akan diajarkan (UU Nomor 20 Tahun 2003, 2003). Saat ini
kepada anak-anak didiknya, khususnya kurikulum yang digunakan di PAUD adalah
pemahaman mengenai pendekatan saintifik. kurikulum 2013 PAUD. Prihadi menuliskan
Guru merupakan salah satu tenaga bahwa implementasi dari kurikulum 2013
profesional. Di dalam Undang-Undang, dicirikan dengan perubahan mendasar dalam
khususnya Undang-Undang Republik proses pembelajaran yang menitikberatkan
Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang pada pembelajaran aktif. Melalui kurikulum
Guru dan Dosen dituliskan bahwa guru 2013 ini, diharapkan guru mampu membuat
sebagai tenaga profesional mengandung arti anak didik berpartisipasi lebih aktif dengan
bahwa pekerjaan guru hanya dapat dilakukan melibatkan seluruh panca indera anak, yang
oleh seseorang yang mempunyai kualifikasi didukung dengan penggunaan media dan
akademik, kompetensi, dan sertifikat metode pembelajaran yang sesuai (Prihadi,
pendidik sesuai dengan persyaratan untuk 2014). Berdasarkan hal tersebut, maka
setiap jenis dan jenjang pendidikan tertentu keberhasilan penerapan kurikulum 2013
(Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tergantung dari pemahaman guru mengenai
Republik Indonesia, 2012). Kompetensi kurikulum 2013 serta kemampuan guru
yang perlu dimiliki guru, dalam hal ini guru dalam mengembangkan pembelajaran
PAUD, mencakup kompetensi pedagogik, dengan berdasarkan pada pendekatan
kepribadian, sosial, dan profesional pembelajaran aktif tersebut. Salah satu
(Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, pendekatan pembelajaran yang digunakan
2014). Terkait dengan penelitian yang akan dalam kurikulum 2013 adalah pendekatan
dilakukan, maka kompetensi yang perlu tematik terpadu. Pendekatan tematik terpadu
dimiliki adalah kompetensi pedagogik. dilaksanakan dalam tahapan kegiatan
Kompetensi pedagogik merupakan pembukaan, inti, dan penutup (Kementerian
kemampuan mengelola pembelajaran Pendidikan dan Kebudayaan Republik
peserta didik. Salah satu indikator yang Indonesia, 2015). Kegiatan pembukaan
harus dikuasai adalah merancang kegiatan dilakukan untuk menyiapkan anak secara
pengembangan anak usia dini berdasarkan psikis dan fisik untuk mengikuti proses
kurikulum. Adapun sub kompetensi yang pembelajaran. Kegiatan ini berhubungan
harus dimiliki adalah: 1. menyusun isi dengan pembahasan sub tema atau sub-sub
program pengembangan anak sesuai dengan tema yang akan dilaksanakan.
tema dan kebutuhan anak usia dini pada Kegiatan inti merupakan upaya
berbagai aspek perkembangan; dan 2. kegiatan bermain yang memberikan
Membuat rancangan kegiatan bermain pengalaman belajar secara langsung kepada
dalam bentuk program tahunan, semester, anak sebagai dasar pembentukan sikap,
mingguan, dan harian. (Kementerian perolehan pengetahuan dan keterampilan.
Pendidikan dan Kebudayaan, 2014). Kegiatan inti dilaksanakan dengan
Berdasarkan indikator pada kompetensi pendekatan saintifik meliputi kegiatan
pedagogik jelas terlihat bahwa guru harus mengamati, menanya, mengumpulkan
dapat menguasai kurikulum 2013 PAUD informasi, menalar, dan mengomunikasikan.
untuk dapat mengelola pembelajaran yang Terkait dengan pendekatan saintifik, di
diawali dengan menyusun rancangan dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan
kegiatan bermain dalam bentuk Kebudayaan Republik Indonesia Nomor
perencanaan. 81A Tahun 2013 tentang Implementasi
Menurut Undang-undang Nomor 20 Kurikulum pada bagian Pedoman Umum
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Pembelajaran, Lampiran IV tertulis bahwa
Nasional Pasal 1 butir 19, kurikulum adalah proses pembelajaran terdiri atas lima
seperangkat rencana dan pengaturan pengalaman belajar pokok, yang meliputi:
mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran mengamati, menanya, mengumpulkan
238 | Teacher's Understanding of the Scientific Approach in the 2013 Curriculum
mengkomunikasikan. Selain itu, jawaban yang diusung oleh kurikulum 2013 (jawaban
yang masuk kategori mampu menjelaskan no. 1, 4, 6).
dengan tepat, yaitu ketika dalam jawaban Kemudian untuk kategori tidak
menunjukkan adanya suatu kegiatan yang mampu menjelaskan dengan tepat mengenai
memang direncanakan untuk dilakukan pendekatan saintifik, terlihat dari jawaban
dengan tujuan agar anak lebih aktif terlibat yang diberikan guru bersifat umum, yang
untuk mendapatkan pengalamannya secara artinya guru belum mengetahui benar
langsung, tentu dilakukan melalui tahapan- mengenai pendekatan saintifik. Diantara
tahapan atau langkah-langkah saintifik jawaban yang diberikan adalah menuliskan
(jawaban no. 2–6). Sehingga pada akhirnya bahwa pendekatan saintifik sebagai sistem
anak dapat mengkomunikasikan apa yang pembelajaran yang pendekatan dengan anak
sudah dilakukannya dalam proses menggunakan media permainan dan alat
pembelajaran dan mampu membuat (jawaban no. 1). Dari jawaban tersebut,
kesimpulan (sederhana) dari pengalaman dapat dikatakan bahwa tanpa menggunakan
yang didapat anak tersebut. pendekatan saintifik, sebuah proses
Hal ini sesuai dengan apa yang pembelajaran yang diberikan kepada anak
tertulis dalam Peraturan Menteri Pendidikan didik usia TK, memang sudah seharusnya
dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor menggunakan media permainan dan alat,
81A Tahun 2013 tentang Implementasi namun yang menjadi masalah apakah
Kurikulum pada bagian Pedoman Umum permainan dan alat tersebut digunakan untuk
Pembelajaran, Lampiran IV tertulis bahwa mendorong anak melakukan kegiatan
proses pembelajaran terdiri atas lima mengamati, menimbulkan pertanyaan-
pengalaman belajar pokok, yang meliputi: pertanyaan dari anak, mampu membuat anak
mengamati, menanya, mengumpulkan mengumpulkan informasi dari media
informasi, mengasosiasi, dan permainan dan alat yang digunakan tersebut
mengkomunikasikan, atau yang disebut juga atau tidak, memunculkan nalar anak, hingga
sebagai pendekatan saintifik. pada akhirnya anak dapat
Sementara itu, kelompok responden mengkomunikasikan pengalaman yang
yang dikategorikan dalam kelompok kurang didapatnya dengan menggunakan media
mampu didasarkan pada jawaban yang permainan dan alat tersebut.
diberikan responden tidak lengkap. Hal ini Demikian pula pada jawaban no. 2, 4,
dapat diinterpretasikan bahwa guru belum dan 5, yang menuliskan bahwa pendekatan
mengetahui benar mengenai pendekatan saintifik adalah pendekatan tematik;
saintifik atau pengetahuannya masih terbatas pendekatan dengan berbagai macam metode;
pada beberapa hal saja. Hal tersebut terlihat dan pendekatan anak terhadap apa yang
ketika guru hanya menuliskan 1 atau 2 diajarkan oleh media ajar. Pada dasarnya,
langkah dari 5 langkah pendekatan saintifik. tanpa menggunakan pendekatan saintifik,
Guru hanya menuliskan pendekatan guru-guru TK memang sudah seharusnya
saintifik sebagai metode pembelajaran yang menggunakan pendekatan tematik dan
lebih banyak praktik; pendekatan nalar agar penggunaan variasi metode dalam
anak mampu menalar diri sendiri; pembelajaran di TK.
mengamati media pembelajaran; dan Tabel Prosentase Kemampuan Menjelaskan
pengamatan secara langsung (jawaban no. 2, Menjelaskan Jumlah
3, 5, dan 7). Dari jawaban lainnya, terlihat Pendekatan Saintifik Responden
guru memberikan penjelasan mengenai Tepat 31%
pendekatan saintifik begitu luas. Sebagai Kurang Tepat 30%
contoh guru menuliskan pendekatan saintifik Tidak Tepat 27%
sebagai pendekatan berdasarkan beberapa Tidak Mejawab 12%
percobaan terlebih dahulu dan pengetahuan
umum berdasarkan nalar anak didik; Berdasarkan tabel tersebut dapat
pendekatan saintifik anak lebih aktif dalam dikatakan sejumlah 60% guru TK telah
setiap pembelajaran; dan kerangka ilmiah
242 | Teacher's Understanding of the Scientific Approach in the 2013 Curriculum
(5M) terlaksana dan pada tahap aktivitas pendekatan saintifik yang dijabarkan dalam
siswa pada pembelajaran tematik dengan RPPH juga dapat meningkatkan efektifitas
penerapan pendekatan saintifik, untuk pembelajaran serta hasil belajar anak. Hal ini
kegiatan mengamati melalui penggunaan sebagaimana hasil penelitian yang dilakukan
LCD ataupun buku paket yang dimiliki oleh oleh Ni Wyn. Meliawati, Md. Suarjana, dan
siswa, kegiatan menanya pertanyaan yang Uh Pt Putrini Mahadewi dengan berjudul
diajikan siswa masih sekitar pada materi “Analisis Penerapan Pendekatan Saintifik
yang diajarkan oleh subjek dan tidak dimulai dalam Pembelajaran berdasarkan Kurikulum
dari pertanyaan faktual sampai ke 2013 Tema 9 (Makananku Sehat dan
pertanyaan yang bersifat hipotetik, kegiatan Bergizi), menunjukkan bahwa pendekatan
mengumpulkan informasi masih terbatas saintifik dalam pembelajaran berdasarkan
pada buku paket siswa dan subjek tidak kurikulum 2013 sudah berhasil diterapkan di
pernah memberikan informasi keluar dari SD. Data menunjukkan bahwa kemampuan
buku paket siswa sendiri sehingga informasi guru kelas IV di SD No 4 Banyuasri dalam
yang dikumpulkan tidak meluas dan tidak mengajar berada pada prosentase 90.41%
bersifat menambah tetapi bersifat terbatas, yang menunjukkan guru sudah melaksakan
kegiatan mengasosiasikan/ mengolah pembelajaran dengan sangat efektif.
informasi/ menalar siswa dalam melakukan Sementara, data yang diperoleh dari siswa
pengolahan informasi didasarkan hanya menunjukkan pembelajaran pendekatan
untuk menjawab soal yang diberikan subjek saintifik cukup efektif, yaitu sebesar
pada tiap kelompoknya, dan kegiatan 71.77%.
mengkomunikasikan subjek dikatakan Berdasarkan analisa terhadap
berhasil karena siswa pada setiap kelompok penjabaran pendekatan saintifik dalam
tampil dengan berani dan percaya diri tanpa RPPH, dapat dikatakan bahwa baru 7.14%
rasa canggung mempresentasikan hasil/ responden yang mampu menjabarkan
kesimpulan pengamatan. pendekatan saintifik dalam RPPH dengan
Aktivitas dari kelompokya masing- benar. Apabila informasi kedua indikator
masing. Pada tahap penilaian, guru dalam pemahaman yaitu kemampuan menjelaskan
penerapan pendekatan saitifik hanya dua dari dan kemampuan menjabarkan digabungkan
lima kegiatan saintifik yang dilakukan, yaitu maka dapat dikatakan bahwa pemahaman
mengumpulkan informasi dan guru TK berada pada kategori pemahaman 1,
mengkomunikasikan. Berdasarkan hasil yaitu kemampuan menerjemahkan.
penelitian tersebut, diketahui bahwa Daryanto (2008: 106) menuliskan, bahwa
kemampuan guru dalam merencanakan pemahaman menerjemahkan (translation),
penerapan pendekatan saintifik dalam adalah kemampuan yang bermakna bukan
pembelajaran masih belum sepenuhnya, hanya pengalihan (translation) arti dari
sehingga dari 5 kegiatan saintifik, baru 3 bahasa yang satu ke dalam bahasa yang lain
kegiatan yang direncanakan, dan dari 3 tetapi juga dari konsepsi abstrak menjadi
kegiatan yang direncanakan, baru 2 yang suatu model, yaitu model simbolik untuk
dilakukan penilaian. Meskipun demikian mempermudah orang mempelajarinya.
dalam pelaksanaannya, guru telah
melakukan kelima kegiatan saintifik dalam SIMPULAN
proses pembelajaran. Hal tersebut tentu Simpulan dari penelitian, yang
bertolak belakang antara apa yang dilihat dari 2 indikator, yaitu kemampuan
direncanakan dengan apa yang dilaksanakan. menjelaskan pendekatan saintifik dan
Padahal keberhasilan penerapan kemampuan menjabarkan pendekatan
kurikulum 2013 tergantung dari pemahaman saintifik dalam RPPH, ini adalah
guru mengenai kurikulum 2013 serta pemahaman guru TK berada pada kategori 1
kemampuan guru dalam mengembangkan yaitu pemahaman menerjemahkan
pembelajaran dengan berdasarkan pada (translation), yang bermakna bukan hanya
pendekatan pembelajaran aktif tersebut. pengalihan (translation) arti dari bahasa
Kemampuan guru dalam menerapkan yang satu ke dalam bahasa yang lain tetapi
244 | Teacher's Understanding of the Scientific Approach in the 2013 Curriculum
juga dari konsepsi abstrak menjadi suatu tentang Guru dan Dosen.
model, yaitu model simbolik untuk https://doi.org/10.1016/j.aquaculture
mempermudah orang mempelajarinya, .2007.03.021
dalam hal ini mudah mempelajari konsep Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
pendekatan saintifik yang meliputi 5 langkah Republik Indonesia. (2015). Menteri
saintifik, yaitu mengamati, menanya, Pendidikan Dan Kebudayaan
mengumpulkan informasi, menalar, dan Republik Indonesia Nomor 146
mengkomunikasikan, sehingga akan mudah Tahun 2014 Tentang Kurikulum
pula untuk dipelajari dan diterapkan dalam 2013 Pendidikan Anak Usia Dini.
proses pembelajaran. Namun guru-guru Lestarih, P. A., Mulbar, U., & Asdar. (2015).
masih perlu meningkatkan kemampuan pada Penerapan Pendekatan Saintifik
aspek menjabarkan pendekatan saintifik Dalam Pencapaian Kompetensi
dalam RPPH dengan benar. Matematika Dalam Pembelajaran
Tematik Di Kelas V Sd Inpres
UCAPAN TERIMAKASIH Karunrung Makassar, 3(3), 308–327.
Ucapan terimakasih disampaikan Meliawati, N. W., Pt, L., & Mahadewi, P.
kepada: (2015). Analisis Penerapan
1. DRPM Direktorat Jenderal Penguatan Pendekatan Saintifik Terhadap
Riset dan Pengembangan Kementerian Dalam Pembelajaran Berdasarkan
Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Kurikulum 2013 Universitas
Republik Indonesia atas dana hibah Pendidikan Ganesha e-Journal PGSD
yang diberikan kepada peneliti dalam Universitas Pendidikan Ganesha,
skema Penelitian Terapan Unggulan 9(4).
Perguruan Tinggi (PTUPT). Nana Sudjana. (1992). Penilaian Hasil
2. Lembaga Penelitian dan Pengabdian Proses Belajar Mengajar. Bandung:
kepada Masyarakat (LP2M) Universitas PT. Remaja Rosdakarya
Al Azhar Indonesia (UAI) atas segala Prihadi, B. (2014). Penerapan langkah-
bentuk dukungan dan fasilitas yang Langkah Pembelajaran dengan
diberikan dalam upaya pelaksanaan Pendekatan Saintifik dalam
PTUPT ini. Kurikulum 2013, 1–8. Retrieved
from
DAFTAR PUSTAKA http://staffnew.uny.ac.id/upload/131
Alamsyah, N. (2016). Penerapan Pendekatan 662618/pengabdian/penerapan-
Saintifik untuk Meningkatkan pendekatan-saintifik.pdf
Kreativitas dan Hasil Belajar Siswa Sudijono, Anas. (2011). Pengantar Evaluasi
dalam Mata Pelajaran IPA. Jurnal Pendidikan. Jakarta: Rajawali Pers
Pendidikan, 1(1), 81–88. UU Nomor 20 Tahun 2003. (2003). Sistem
Daryanto. (2008). Evaluasi pendidikan. pendidikan nasional. Jakarta:
Jakarta: Rineka Cipta Direktorat Pendidikan Menengah
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Umum.
(2014). Peraturan Menteri https://doi.org/10.1016/j.ypmed.200
Pendidikan dan Kebudayan Nomor 8.01.025
137 Tahun 2014 tentang Standar
Pendidikan Anak Usia Dini.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Republik. (2013). Peraturan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Nomor
81A Tahun 2013 tentang
Implementasi Kurikulum.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Republik Indonesia. (2012). Undang-
Undang Nomor 14 Tahun 2005
Volume 2 Issue 2 (2018) Pages 245-252
Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini
DOI: 10.31004/obsesi.v2i2.124
Abstract
This study aims to determine the improvement of the discipline for early childhood through
Token Economy technique. This study has been carried out on the Group A students of
Kindergarten of Kumara Asri Denpasar academic year 2017/2018. This type of research is
Classroom Action Research using observational method. The subject of this class action
research is 26 students of group A Kindergarten of Kumara Asri; consist of 14 girls and 12
boys. The object of this study is the application of Token Economy technique to improve the
discipline of early child. The results obtained in First Cycle showed that 17 students (65.38%)
had achieved learning completeness, whereas in Second Cycle, 24 students (92, 31%) have
reached learning mastery. There is a 26.93% increase in child discipline with the application of
Token Economy technique from first to second cycle. This means that the application of Token
Economy technique can improve the discipline of early childhood.
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatkan kedisiplinan anak usia dini melalui
teknik Token Economy. Penelitian ini telah dilaksanakan pada anak kelompok A TK Kumara
Asri Denpasar pada tahun pelajaran 2017/2018. Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan
Kelas dengan menggunakan metode observasi. Subjek penelitian tindakan kelas ini adalah anak
kelompok A TK Kumara Asri berjumlah 26 anak, yang terdiri dari 14 putri dan 12 putra. Objek
penelitian ini adalah penerapan teknik Token Economy untuk meningkatkan kedisiplinan anak
usia dini. Hasil yang peroleh pada Siklus I menunjukkan 17 anak (65,38%) telah mencapai
ketuntasan belajar, sedangkan pada Siklus II 24 anak (92,31%) telah mencapai ketuntasan
belajar. Dari Siklus I ke Siklus II terdapat peningkatan kedisiplinan sebesar 26,93% dengan
penerapan teknik Token Economy. Hal ini menunjukkan penerapan teknik Token Economy
dapat meningkatkan kedisiplinan anak usia dini.
Dari Tabel 2 di atas, dapat diamati Budaya dan sub tema makanan daerah
bahwa dari 26 anak, 4 anak (15,38%) direncanakan untuk 4 kali pertemuan,
mendapat kategori sangat rendah, 5 anak masing-masing pertemuan dilaksanakan
(19,23%) mencapai kategori rendah, 14 berdasarkan skenario pembelajaran. Secara
anak (53,85%) capaian kedisiplinannya rinci nilai rata-rata kedisiplinan anak dalam
mendapat kategori sedang, sebanyak 3 anak mengikuti kegiatan pembelajaran melalui
(11,54%) dengan kategori tinggi, dan belum penerapan teknik Token Economy pada
ada seorangpun anak yang ada di tingkat Siklus II dituangkan dalam Tabel 3 di
perkembangan kedisiplinan sangat tinggi. bawah ini.
Dari 26 anak, 17 anak (65,38%) sudah
mencapai ketuntasan belajar, sedangkan 9 Tabel 3 Deskripsi Data Hasil Penelitian
anak (34,62%) belum mencapai ketuntasan Siklus II
belajar. Untuk lebih jelasnya dapat
digambarkan pada grafik poligon di bawah Kedisiplinan
N
ini: Anak
Valid 26
Mean 16,17
Median 16,25
Modus 15,5
Std Deviasi 7,67
Minimum 11
Maksimum 20
Tabel 4 Hasil Capaian Kedisiplinan Anak kedisiplinan anak karena pada akhir Siklus
Siklus II II telah mencapai ketuntasan yakni 92,31%
dengan sebagian besar anak memperoleh
Persentase Persen- kategori tinggi dan sangat tinggi. Hasil
No Jml Ket.
Penguasaan tase kedisiplinan anak di Siklus II telah
1 0 - 54 0 0 Sangat mencapai ketuntasan minimal yaitu 80%.
Rendah
2 55 – 64 2 7,69 Rendah Pembahasan
3 65 – 79 8 30,77 Sedang Temuan empiris yang diperoleh
4 80 – 89 10 38,46 Tinggi peneliti di lapangan terhadap aspek
5 90 - 100 6 23,08 Sangat kedisiplinan anak Kelompok A TK Kumara
Tinggi Asri Denpasar pada Siklus I menunjukkan
bahwa dari 26 anak, 17 anak (65,38%)
Dari Tabel 4 di atas, dapat diamati sudah mencapai ketuntasan belajar
bahwa dari 26 anak, tidak seorangpun anak sedangkan 9 anak (34,62%) belum
mendapat kategori sangat rendah. Ada 2 mencapai ketuntasan belajar.
anak (7,69%) mendapat kategori rendah, 8 Anak banyak mengalami kesulitan
anak (30,77%) mencapai kategori sedang, pada indikator memperlihatkan
sebanyak 10 anak (38,46%) capaian kemampuan diri untuk membuang sampah
kedisiplinannya mendapat kategori tinggi, pada tempatnya serta mengambil dan
dan sebanyak 6 anak (23,08%) dengan mengembalikan benda pada tempatnya.
kategori sangat tinggi. Dari 26 anak, 24 Pada Siklus I, masih banyak anak yang
anak (92,31%) sudah mencapai ketuntasan belum mampu bertanggung jawab dalam
belajar, sedangkan masih ada 2 anak menjaga kebersihan dan kerapihan kelas
(7,67%) yang belum mencapai ketuntasan mereka sendiri. Antara lain, anak belum
belajar. Untuk lebih jelasnya dapat mampu membuang sampah yang dengan
digambarkan pada grafik poligon di bawah sengaja dicecerkan didalam kelas untuk
ini: melihat kepekaan anak terhadap lingkungan
kelasnya. Begitu pula dengan mainan yang
dengan sengaja dicecerkan didalam kelas,
di atas meja, dan di tempat duduk. Upaya
untuk mengatasinya adalah guru
membimbing anak untuk terbiasa peka
terhadap lingkungan sekitar yaitu dengan
melihat keadaan sampah dan mainan yang
tercecer didalam kelas. Namun, bukan
hanya melihat, tetapi guru membimbing
anak untuk mengambil sampah dan
membuang ditempat yang semestinya serta
mengembalikan mainan yang tercecer
ketempatnya semula.
Gambar 4 Grafik Hasil Kedisiplinan Anak Secara teoritis, bimbingan dapat
Siklus II diartikan sebagai suatu proses pemberian
Hasil pemantauan seperti yang bantuan kepada individu yang dilakukan
dipaparkan di atas menunjukkan bahwa secara berkesinambungan agar individu
secara umum tingkat kedisiplinan anak di tersebut dapat memahami dirinya sendiri,
TK Kumara Asri Denpasar telah mencapai dengan demikian ia sanggup mengarahkan
rata-rata keberhasilan dengan kategori dirinya dan dapat bertindak secara wajar
sedang, tinggi, dan sangat tinggi. Hal ini sesuai dengan keadaan lingkungan
berarti bahwa penerapan teknik token keluarga, sekolah, dan masyarakat
economy mampu meningkatkan (Sukardi, 2010). Diharapkan dengan
Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 2(2), 2018| 251
Abstract
This study aims to improve logical intelligence through media kolak (collage numbers) based
on local wisdom in early childhood in PAUD Mawar Al Barokah, Padang Serai Village,
Kampung Melayu District, Bengkulu City. The procedure for carrying out this research was
carried out using two cycles. Each cycle consists of four stages, namely planning, acting,
observing, and reflecting. Each cycle also consists of two meetings, where each meeting has
three assessments 1). Know the shape of objects, 2). Know the concept of numbers, and 3).
Calculate the number of objects. The results showed an increase that the end of the second cycle
was higher than the end of the first cycle in the category of Very Good Developing Children
(BSB), namely at the stage of recognizing the shape of objects by 84%, knowing the concept
of numbers by 64%, and at the stage of calculating the number of objects of 72 %. In addition,
from the learning process it seems fun by using natural materials that are easily available,
students become more active, enthusiastic, and creative. Thus, learning through media kolak
(collage numbers) based on local wisdom can be used by teachers to improve logic intelligence
in early childhood.
Keywords: logic intelligence, number collage, local potential
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kecerdasan logika melalui media kolak (kolase
angka) berbasis kearifan lokal pada anak usia dini di PAUD Mawar Al Barokah Kelurahan
Padang Serai Kecamatan Kampung Melayu Kota Bengkulu. Prosedur pelaksanaan penelitian
ini dilakukan dengan menggunakan dua siklus. Setiap siklus terdiri dari empat tahapan yaitu
perencanaan (planning), tindakan (acting), pengamatan (observing), dan refleksi (reflecting).
Setiap siklus juga terdiri dari dari dua pertemuan, dimana setiap pertemuan terdapat tiga kali
penilaian 1). Mengenal bentuk benda, 2). Mengenal konsep angka, dan 3). Menghitung jumlah
bentuk benda. Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan bahwa akhir siklus dua lebih
tinggi dari akhir siklus satu pada kategori anak Berkembang Sangat Baik (BSB) yakni pada
tahapan mengenal bentuk benda sebesar 84%, mengenal konsep angka sebesar 64%, dan pada
tahapan menghitung jumlah bentuk benda sebesar 72%. Di samping itu, dari proses
pembelajaran tampak menyenangkan dengan menggunakan bahan alam yang mudah didapat,
siswa menjadi lebih aktif, antusias, dan kreatif. Dengan demikian, pembelajaran melalui media
kolak (kolase angka) berbasis kearifan lokal dapat digunakan oleh guru untuk meningkatkan
kecerdasan logika pada anak usia dini.
merekatkan bahan-bahan pada kertas mengerti bahwa dia membutuhkan orang lain
gambar/bidang dasaran yang digunakan, di sekitarnya.
sampai dihasilkan tatanan yang unik, menarik
dan berbeda menggunakan bahan kertas, METODE
bahan alam dan bahan buatan. Arikunto (2010) menyatakan
Berdasarkan uraian dari kedua penelitian tindakan kelas merupakan suatu
pendapat di atas untuk memfokuskan bahan pencermatan terhadap kegiatan yang sengaja
yang aman dan menarik serta mudah dimunculkan, dan terjadi dalam sebuah kelas.
didapatkan dalam pembuatan kolase untuk Analisis data yang dilakukan adalah dengan
anak di TK menggunakan alat bidang dasaran cara membandingkan kondisi awal pra siklus
berupa kertas hvs, kertas gambar, lem kayu, kemudian dilanjutkan dengan siklus I dan
lem kertas, gunting dan pensil, serta siklus II untuk mengetahui tingkat
menggunakan bahan alam dan kertas seperti perkembangan kecerdasan logika anak
kertas lipat, kertas bungkus kado, koran kelompok B melalui penerapan kegiatan
bekas, majalah bekas, kulit bawang merah, bermain kolase angka berbasis potensi alam.
kulit bawang putih, padi,biji kopi, biji jagung Penelitian Tindakan Kelas ini
dan biji kacang hijau. menggunakan dua siklus yang terdiri dari
Menurut Sujiono (2013) usia dini empat tahapan yaitu perencanaan (planning),
lahir sampai enam tahun merupakan usia yang tindakan (acting), pengamatan (observing),
sangat menentukan dalam pembentukan dan refleksi (reflecting). Setiap siklus juga
karakter dan kepribadian seorang anak, usia terdiri dari dari dua pertemuan, dimana setiap
itu sebagai usia penting bagi pengembangan pertemuan terdapat tiga kali penilaian 1).
intelegensi permanen dirinya, mereka juga Mengenal bentuk media, 2). Mengenal
mampu menyerap informasi yang sangat konsep angka, dan 3). Menghitung jumlah
tinggi bentuk benda. Kriteria dalam penilaian yaitu :
Belajar pada anak usia dini dilakukan BB (Belum Berkembang), MB (Mulai
dengan interaksi anak dengan lingkungan Berkembang), BSH (Berkembang Sesuai
belajarnya melalui pengalaman untuk harapan), dan BSB (Berkembang Sangat
mencapai tahap-tahap perkembangan. Baik).
Perkembangan setiap anak tidaklah sama HASIL DAN PEMBAHASAN
karena setiap individu memiliki Penelitian ini dilaksanakan di
perkembangan yang berbeda. Makanan yang PAUD Mawar Al Barokah Kelurahan
bergizi dan seimbang serta stimulasi yang Padang Serai Kecamatan Kampung Melayu
intensif sangat dibutuhkan untuk Kota Bengkulu dengan jumlah anak 25
perkembangan dan pertumbuhan tersebut. orang yang terdiri dari 10 anak laki-laki dan
Jika anak diberikan stimulus yang intensif, 15 orang anak perempuan. Adapun data
maka anak akan mampu menjalani tugas hasil penelitian dapat diketahui sebagai
perkembangannya dengan baik.
berikut :
Menurut Aisyah (2008) karakteristik Tabel 1 Data Observasi Kecerdasan
anak usia dini antara lain: a) memiliki rasa Logika Melalui Kegiatan Kolase Angka
ingin tahu yang besar, b) merupakan pribadi Siklus 1 Pertemuan 1
yang unik, c) suka berfantasi dan Kriteria Mengenal Mengenal Menghitung
berimajinasi, d) masa paling potensial untuk Penilaian bentuk benda konsep jumlah
angka bentuk benda
belajar, e) menunjukkan sikap egosentris, f) Anak % Anak % Anak %
memiliki rentang daya konsentrasi yang
BB 2 8 2 8 2 8
pendek, g) sebagai bagian dari makhluk
sosial. MB 7 28 9 36 8 32
Melalui bermain ini anak dapat BSH 13 52 12 48 12 48
belajar bersosialisasi. Apabila anak belum BSB 3 12 2 8 3 12
dapat beradaptasi dengan teman Berdasarkan data hasil penelitian
lingkungnnya, maka anak-anak akan dijauhi
pada Tabel 1 dapat diketahui bahwa masih
oleh teman-temannya. Dengan begitu anak
ada beberapa anak yang masuk dalam
akan belajar menyesuaikan diri dan anak akan
kategori Belum Berkembembang dan Mulai
Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 2(2), 2018| 257
kekurang pada siklus pertama. kegiatan awal Membangun Kecerdasan Emosi dan
pembelajaran dilakukan oleh guru dengan Spiritual. Arga; Jakarta
berbagi dan bertanya tentang kegiatan yang Aisyah, Siti. 2008. Perkembangan dan Konsep
pernah dilakukan anak. Hal ini dimaksudkan Dasar Pengembangan Anak Usia Dini.
agar anak menjadi tertarik dan mulai fokus Universitas Terbuka: Jakarta
terhadap kegiatan pembelajaran. Anak-anak Arikunto, Suharsimi. 2008. Prosedur
kemudian diminta mengamati dan Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.
menjelaskan gambar sesuai dengan Jakarta: Rineka Cipta
pengetahuan mereka. Dengan demikian, Departemen Pendidikan Nasional, 2001.
Pedoman Pembelajaran Bidang
dapat diketahui pemahaman awal mereka
Pengembangan fisik di Taman Kanak-
tentang konsep mengenal bentuk benda dan
Kanak. Direktorat Jenderal Manajemen
mengenal konsep angka meningkat.
Pendidikan Dasar dan Menengah,
Peningkatan pada akhir siklus dua ini Direktorat Pembinaan Taman Kanak-
terjadi pada kategori anak Berkembang Kanak dan Sekolah Dasar: Jakarta
sangat Baik (BSB) yakni pada tahapan Fathani, Abdul Halim,Maskur Moch. 2009.
mengenal bentu benda sebesar 84%, hal ini Mathematical Intellegence. Ar-Ruzz
diketahui dari jumlah anak yang Media: Jogjakarta
menggunakkan bahan alam yang sesuai Hasiana, Isabella. dan Aniek Wirastania. 2017.
dengan gambar yang seharusnya. Pada tahap Pengaruh Musik dalam
mengenal konsep angka sebesar 64%. Mengembangkan Kemampuan
Kemampuan anak pada tahap ini masih Mengenal Bilangan Siswa Kelompok A
banyak yang berada tahap Berkembang di Desa Lintang Surabaya. Jurnal
Sesuai Harapan dan pada tahapan menghitung Obsesi Vol 1 No 2: 2549-8959.
jumlah bentuk benda sebesar 72%. Pada Makmun, Abin Syamsuddin. 2003. Psikologi
tahapan menghitung jumlah bentuk benda, Pendidikan. PT.Rosda Karya Remaja :
tidak semua anak dapat langsung menjawab Bandung
dengan benar. Masih ada beberapa anak yang Mufarizuddin. 2017. Peningkatan Kecerdasan
terlihat masih berpikir terlebih dahulu Logika Matematika Anak melalui
sebelum menjawab. Namun secara Bermain Kartu Angka Kelompok B di
keseluruhan, penelitian yang dilakukan dalam TK Pembina Bangkinang Kota. Jurnal
setiap pertemuan mengalami peningkatan. Obsesi Vol 1 No 1
Robert J Stanberg,dkk. 2008. Appiled
SIMPULAN
Intelligance Kecerdasan Terapan.
Berdasarkan hasil penelitian yang
Pustaka Pelajar: Yogyakarta
telah dilakukan, dapat disimpulakn bahwa
Sujiono, Yuliani Nuraini. 2013. Konsep Dasar
terjadi peningkatan kecerdasan logika melalui Pendidikan Anak Usia Dini.
kegiatan kolak (kolase angka) berbasis Universitas Negeri Jakarta:Jakarta
potensi lokal pada anak usia dini. Hasil Sukmadinata, Nana Syaodih. 2005. Landasan
penelitian menunjukkan hasil siklus akhir Psikologi Proses Pendidikan. PT.
kedua lebih tinggi daripada akhir siklus Remaj: Bandung
pertama. Di samping itu, dari proses Sulaiman,Umar. 2014. Mengidentifikasi
pembelajaran tampak menyenangkan dengan Kecerdasan Anak. Jurnal Al-Riwayah,
menggunakan bahan alam yang mudah Volume 7 Nomor 2, Agustus 2014 :
didapat, siswa menjadi lebih aktif, antusias, 131-136.
dan kreatif. Sumanto. 2005. Pengembangan Kreativitas
UCAPAN TERIMA KASIH Senirupa Anak TK. Departemen
Peneliti menyampaikan Ucapan Pendidikan Nasional, Direktorat
terima kasih kepada Kepala Sekolah, Guru Jenderal Pendidikan Tinggi, Direktorat
dan siswa PAUD Mawar Al Barokah serta Pembinaan Pendidikan Tenaga
teman sejawat yang telah banyak membantu Kependidikan dan Ketenagaan
dan memperlancar penelitian ini. Perguruan Tinggi: Jakarta
DAFTAR PUSTAKA Trianto. 2008. Mendesain Penbelajaran
Agustian, Ary Ginanjar. 2001. ESQ Kontekstual di Kelas. Cerdas Pustaka
Berdasarkan 6 Rukun Iman dan 5 Publisher : Jakartang
Rukun Islam;Rahasia sukses
Volume 2 Issue 2 (2018) Pages 259-266
Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini
DOI: 10.31004/obsesi.v2i2.96
Abstract
Effective communication is certainly the dream of everyone who does it. Not separated from
the communication process, early childhood also interacts to achieve the desired
communication goals. In this article, the author discusses the efforts to build effective
communication for teachers and early childhood in the X PAUD institution in Bandung. The
author sees this topic as very important because it is an urgency now to express the creation of
effective communication between teachers and early childhood in their PAUD institutions. This
study uses a qualitative approach to the case study method. The author raises a case about efforts
to build effective communication in the PAUD X institution. This study is very suitable to be
analyzed with symbolic interaction theory because there is a meaning in the communication
process conducted by teachers with early childhood in the PAUD institution. The results
showed that there were efforts made to build effective communication between teachers and
early childhood, including: (1) PAUD teachers as communicators must have characteristics of
patience, willingness to sacrifice, attention, assertiveness, and be able to attract early childhood
attention; (2) the existence of media / tools used by PAUD teachers at the X institution to
achieve effective communication for teachers and early childhood; (3) PAUD teachers must
understand the diverse character of their students.
Abstrak
Dalam artikel ini, penulis membahas tentang upaya membangun komunikasi yang efektif bagi
guru dan anak usia dini di lembaga PAUD X yang berada di Bandung. Penulis melihat topik
ini sangat penting karena menjadi urgensitas saat ini untuk mengungkapkan terciptanya
komunikasi yang efektif antara guru dan anak usia dini di lembaga PAUD nya. Penelitian ini
menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus. Penulis mengangkat sebuah
kasus tentang upaya membangun komunikasi yang efektif di lembaga PAUD X. Kajian ini
sangat cocok dianalisis dengan teori interaksi simbolik karena terjadi pemaknaan dalam proses
komunikasi yang dilakukan guru dengan anak usia dini di lembaga PAUD tersebut. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa adanya upaya yang dilakukan dalam membangun komunikasi
efektif antara guru dan anak usia dini, meliputi: (1) guru PAUD sebagai komunikator harus
memiliki karakteristik sabar, rela berkorban, perhatian, tegas, serta mampu menarik atensi anak
usia dini; (2) adanya media/ alat yang digunakan guru PAUD di lembaga X tersebut untuk
mencapai komunikasi efektif bagi guru dan anak usia dini; (3) guru PAUD harus memahami
karakter murid-muridnya yang beragam.
Kasus atau isu atau masalah yang harus tersebut juga yang menguatkan urgensitas
dipelajari, akan mengungkapkan penelitian ini, sehingga penulis pun
pemahaman mendalam tentang kasus melakukan wawancara dan observasi pada
tersebut, sebagai sebuah sistem yang sebuah lembaga PAUD bernama X, untuk
dibatasi, serta melibatkan pemahaman dari mengetahui upaya yang dilakukannya
peristiwa, aktivitas, proses bagi satu atau dalam membangun komunikasi efektif
lebih individu tertentu yang berhubungan antara guru dan muridnya. Sebagai bagian
dengan topik penelitian tersebut (Creswell, dari anak usia dini, tentu guru-guru nya pun
2010). memiliki upaya agar komunikasi efektif
Melalui penelitian studi kasus, dapat berjalan sesuai dengan harapan.
penelitian dapat diungkapkan secara Berdasarkan asil penelitian
deksriptif tentang fokus penelitian menunjukkan bahwa adanya upaya yang
tersebut. Penulis pun menggunakan teknik dilakukan dalam membangun komunikasi
pengumpulan data yaitu wawancara, efektif antara guru dan anak usia dini,
observasi non partisipan, dan studi literatur. penulis menemukan beberapa point
Adapun informan yang digunakan sebagai berikut:
dalam penelitian ini diambil sesuai dengan
kebutuhan penelitian. Penulis memilih (1) Guru PAUD sebagai komunikator harus
informan yang sesuai kriteria penelitian, memiliki karakteristik sabar, rela
yaitu para guru aktif dan senior di lembaga berkorban, perhatian, tegas, serta mampu
PAUD X, sehingga diperoleh 4 orang menarik atensi anak usia dini
informan sebagai berikut: ND, informan pertama
1.ND, guru senior lembaga PAUD X menyampaikan kepada penulis mengenai
2.DR, guru senior lembaga PAUD X upaya yang dilakukannya untuk menarik
3.LN, guru kelas A lembaga PAUD X perhatian murid-muridnya. ND mengaku
4.NF, guru kelas B lembaga PAUD X bahwa dia harus berkorban untuk
memisahkan muridnya, jika terjadi
HASIL PENELITIAN pertengkaran. Berikut ini penuturan
Dalam penelitian yang sejenis lengkapnya.
tentang anak usia dini, Swick “Saya mah gak apa-apa, kalo ada
mengungkapkan pentingnya komunikasi anak yang mau mukul anak lain,
dalam membentuk karakter anak usia dini. saya langsung pisahin, jadi anak itu
Menurutnya, keluarga, sekolah, dan yang mukul anak lain akhirnya
masyarakat dapat menggunakan mukul atau ngegigit ke saya. Gak
komunikasi untuk memperkuat hubungan apa-apa…biarin…daripada dia
mereka. Swick juga mengungkapkan berantem sama temennya.
bahwa ketika anak usia dini tumbuh dan Mendingan saya yang berkorban,
berkembang, guru dan orang tua perlu karena sama anak usia dini itu ya
melihat juga komunitas bermain mereka seperti ini…hehe…”
yang akan mengembangkan kepribadian Pernyataan yang disampaikan oleh
anak usia dini tersebut. Perlu diketahui juga ND tadi memberikan point utama tentang
bahwa hubungan masyarakat paling baik karakteristik yang harus dimiliki oleh guru-
diwujudkan melalui penggunaan proses guru PAUD sebagai profesinya. ND
komunikasi yang berfungsi terus menerus menceritakan bahwa karakteristik
serta memperbarui dan memperkaya relasi utamanya adalah sabar dan rela berkorban.
atau hubungan yan terjalin dengan ND juga menegaskan bahwa para guru
lingkungan, baik sekolah maupun PAUD diberikan pengarahan untuk tidak
komunitas (Swick, 2003). mendidik muridnya dengan kekerasan.
Penelitian tersebut semakin Seperti halnya disampaikan oleh DR yang
menegaskan tentang proses komunikasi menegaskan penuturan ND. Di bawah ini
yang penting untuk diperhatikan bagi adalah kutipannya.
perkembangan karakter anak usia dini. Hal
Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 2(2), 2018| 263
“Guru PAUD itu emang dikasih karakter anak usia dini agar belajar disiplin
arahan supaya gak keras ke anak- sejak masih sekolah di lembaga PAUD.
anak, jadi kami mesti ngajarinnya
tanpa ada unsur paksaan dan
kekerasan, ya mesti ngasih contoh (2) Adanya media/ alat yang digunakan
yang baik. Kenapa? Karena kami guru PAUD di lembaga X tersebut untuk
kan guru, jadi ya mesti perhatian ke mencapai komunikasi efektif bagi guru dan
anak-anaknya, bener…rela anak usia dini
berkorban dan sabar juga Upaya kedua yang dilakukan para
tentunya.” guru PAUD di lembaga X adalah
Pernyataan yang kedua dari menggunakan media/ alat sebagai sarana
informan ND juga menegaskan tentang komunikasi untuk mencapai tujuan yang
pentingnya karakteristik yang harus diharapkan oleh para guru tersebut. NF
dimiliki oleh guru PAUD sebagai menceritakan bahwa sebagai upaya dalam
komunikator. Dalam hal ini, guru PAUD membangun komunikasi yang efektif,
yang akan menjadi contoh di sekolah bagi maka para guru sepakat untuk
anak usia dini, perilakunya tentu akan mengoptimalkan peran media komunikasi
menjadi panutan. Oleh karena itu, adanya yang mudah menarik perhatian para
karakteristik komunikator, dalam hal ini muridnya. Hal inipun menyesuaikan
para guru PAUD merupakan upaya karakteristik anak usia dini tersebut.
pertama dalam membangun komunikasi Berikut ini adalah penuturan singkatnya.
yang efektif antara guru dan muridnya. “Kami para guru memang
Informan lainnya, LN diberikan pelatihan juga ya, dalam
menyampaikan pendapatnya tentang pendidikan PAUD tuh, ya tentu ga
karakteristik guru PAUD. Menurutnya, sama kayak di SD, SMP, apalagi
sebagai guru PAUD sudah menjadi jenjang yang lebih tinggi lainnya.
tantangan tersendiri untuk tetap bersikap Justru kami harus kreatif,
sabar tetapi tegas di depan para muridnya. memikirkan supaya anak usia dini
LN memiliki pendapat yang berbeda pada semangat belajar, disiplin,
dengan guru lainnya. dan berkarakter tuh kayak gimana,
“Tegas itu penting menurut saya, lalu kami juga pake alat atau media
karena dengan tegas lah anak-anak bantu gitu, ya misalnya dengan
bakal ngerti dan nurut kalo bunyi lonceng sebagai tanda jam
diberitau. Bukannya judes, tapi masuk sekolah akan dimulai, justru
saya pengen anak-anak paham, pake media gini tuh lebih gampang
jadi kalo saya yang ngasih tau, ada dipahami anak-anak. Terus, pake
beberapa anak yang emang media gambar, lebih gampang
nurutnya cuman sama saya, diinget sama anak-anak, banyak ya
katanya karena saya judes, padahal media lainnya, ini sih contohnya
bukan judes, tapi biar mereka pada aja…”
nurut gitu maksudnya.” Dalam kutipan di atas, penulis
Berbeda dengan beberapa informan melihat bahwa upaya kedua yang perlu
sebelumnya, penulis melihat jika LN ingin dilakukan adalah menggunakan alat/ media
menunjukkan karakteristik tegas sebagai untuk membantu tercapainya komunikasi
guru PAUD, yang bertujuan agar para efektif antara guru dengan muridnya.
murid dapat mengikuti peraturan atau
mendengarkan nasihat gurunya. (3) Guru PAUD harus memahami karakter
Pernyataan tersebut juga memperlihatkan murid-muridnya yang beragam
bahwa sebagai guru PAUD, selain sifat Langkah yang terakhir adalah adanya upaya
sabar yang harus dimiliki, sikap tegas juga guru PAUD dalam memahami karakter
penting sewaktu-waktu, untuk membentuk murid-muridnya yang beragam. Para guru
perlu mengetahui keinginan dari muridnya,
264 | Improvement of the Logical Intelligence Through Media Kolak (Collage Numbers)
sehingga akan lebih mudah untuk mencapai juga TK itu taman bermain ya,
komunikasi yang efektif. Misalnya, DN hehe…anak-anak gak boleh dipaksa
memberikan contoh bahwa ketika para dan dikerasin…”
murid sedang semangat belajar membaca, Ungkapan di atas tentu menguatkan
maka para guru akan membantu sampai hasil penelitian ini tentang adanya upaya
selesai. Tetapi jika sebaliknya, guru pun membangun komunikasi yang efektif antara
tidak boleh memakasa keinginan anak usia guru dengan murid PAUD di lembaga
dini sebagai muridnya. tersebut. Ketika penulis melakukan proses
Pada intinya, penulis melihat bahwa pengamatan atau observasi, penulis melihat
dalam membangun komunikasi yang efektif adanya implikasi dari media-media yang
antara guru dan muridnya, sebagai digunakan oleh para guru. Misalnya,
komunikator yang baik, guru harus penggunaan media lonceng yang berarti
memiliki karakteristik yang dapat menarik simbol jam masuk kelas akan dimulai.
perhatian para muridnya. Selain itu, pesan Maka, secara spontan, anak-anak pun
yang disampaikan pun dapat menggunakan berlarian menuju sumber suara lonceng
perantara alat/ media yang tersebut, serta berbaris di depan pintu
berkesinambungan, agar tujuan komunikasi masuk kelasnya.
yang diinginkan dapat tercapai. Selain itu, Media lainnya adalah melalui lagu,
para guru juga harus memerhatikan target para informan juga bercerita bahwa mereka
atau sasaran komunikasinya, yaitu para menyampaikan pesan moral kepada
murid PAUD tersebut. Sebagai anak usia muridnya melalui lagu-lagu tertentu.
dini, tentu ada tantangan tersendiri untuk Menurutnya, ketika para guru mengajak
mendidik mereka agar memahami pesan anak-anak menyanyikan lagu tersebut,
yang disampaikan para guru. Bahkan, para maka pesan yang ingin disampaikan lebih
informan selalu menyampaikan bahwa cepat dan lebih mudah diterima oleh para
memahami anak-anak merupakan tugas murid. Inilah yang menandakan proses
mereka, dan para guru pun ditekan untuk komunikasi yang terjalin antara guru dan
tidak mendidik anak dengan kekerasan serta murid berjalan efektif.
paksaan. Sebagaimana diungkapkan oleh
DN menambahkan penuturannya di Wilbur Schramm bahwa yang dimaksud
bawah ini. komunikasi efektif yaitu terjadinya
“Kami emang ditekan gak boleh kesamaan makna pesan antara komunikator
mendidik dengan keras, apalagi dan komunikan (Mulyana, 2010). Dalam
memarahi anak ya, tapi bukan hal ini, komunikator adalah para guru
berarti jadi memanjakan anak. PAUD dan komunikan adalah para murid
Kami tetap tegas, kalau anak salah, sebagai anak usia dini di lembaga tersebut.
kami beritahu gitu, malahan ada
guru di sini yang anak-anak bilang PEMBAHASAN
galak, karena judes, padahal Teori Interaksi Simbolik
maksudnya supaya disegani anak- Penulis melihat bahwa proses
anak, jadi mereka terbiasa untuk komunikasi yang efektif dan terjalin antara
belajar disiplin, misalnya buang guru dan murid PAUD ini sebagai sebuah
sampah pada tempatnya, terus kalo interaksi yang bermakna. Dalam ilmu
menerapkan kebersihan, cuci komunikasi, ada prinsip komunikasi yang
tangan sebelum makan, dan masih mengatakan “diam pun merupakan pesan
banyak lagi…ya itu semua bagian yang disampaikan komunikator”. Oleh
dari proses belajar yang kami karena itu, dalam bagian ini, penulis melihat
ajarkan kepada anak, oh iya terus teori yang relevan untuk menganalisis
kejujuran juga…jadi kami tidak penelitian ini, yaitu teori interaksi simbolik.
boleh memarahi anak, memaksa Menurut Ralph Larossa dan Donald
harus bisa, kalau dia nya udah mau C. Reitzes (Turner, 2008), interaksi
main, ya silakan…kan namanya simbolik pada intinya menjelaskan
Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 2(2), 2018| 265
Pada intinya, setiap aktor atau peran Dini: Keluarga, Sekolah, dan
yang terlibat dalam proses komunikasi Komunitas? Obsesi, 1(2).
tersebut harus saling berkoordinasi agar Swick, K. J. (2003). Communication
tujuan komunikasi yang diinginkan dapat concepts for strengthening family–
tercapai. Misalnya, penulis melihat adanya school– community partnerships.
kerjasama antar para guru, mereka Early Childhood Education Journal,
membagi peran masing-masing, khususnya 30(4), 275–279.
dalam menangani para muridnya, sehingga
komunikasi yang dilakukan pun berjalan West, T. (2008). ”Pengantar Teori
efektif. Komunikasi Analisis dan Aplikasi”.
Jakarta: Salemba Humanika.
UCAPAN TERIMA KASIH White, E. J., Peter, M., & Redder, B.
Dengan terbitnya artikel ini, penulis (2015). Infant and teacher dialogue in
ingin mengucapkan terimakasih yang education and care: A pedagogical
setulusnya kepada semua pihak yang telah imperative. Early Childhood
membantu dalam proses penelitian ini. Research Quarterly, 30(PA), 160–
Ucapan terimakasih yang terutama ingin 173.
disampaikan kepada para informan yang https://doi.org/10.1016/j.ecresq.2014.
telah berkenan dalam berdiskusi dengan 10.008
penulis, serta pihak lainnya yang telah
berkontribusi dalam penulisan artikel ini. Yus, A. (2011). Model Pendidikan Anak
Usia Dini. Jakarta: Prenada Media
DAFTAR PUSTAKA Group.
Abstract
Golden age is an investment for the future that is at the age of 2-7 years. This study, trains child
development at the pre-operational stage of early childhood because children are still thinking
realistic. To train early childhood development, this study uses insect-resistant media, which
serves to introduce early childhood to surrounding insects. The research method used is the Pre
Test Post Test Group Design. The subjects of this study were children of group B of Rafa PAUD
in Bengkulu City. Data collection in this study is the initial test (pretest) and final test (posttest).
From the results of the pretest of children's ability, there are still undeveloped children and the
results of the post-test there are 7 well-developed children. The conclusion of this study is the
use of insect-resistant media (insectarium) influences the preoperational thinking abilities of
early childhood group B PAUD Bengkulu City
Abstrak
Usia keemasan anak (golden age) merupakan investasi bagi masa depan yaitu pada usia 2-7
tahun. Penelitian ini bertujuan untuk melatih perkembangan anak pada tahapan praoperasional
anak usia dini karena agar anak dapat berpikir nyata. Untuk melatih perkembangan anak usia
dini maka penelitian ini menggunakan media awetan serangga, yang berfungsi untuk
mengenalkan anak usia dini pada serangga sekitar. Metode penelitian yang digunakan adalah
Pre Test Post Test Group Design. Subyek penelitian ini adalah anak kelompok B PAUD Rafa
Kota Bengkulu. Pengumpulan data pada penelitian ini adalah tes awal (pretest) dan tes akhir
(posttest). Dari hasil pretest kemampuan anak didapatkan masih ada anak yang belum
berkembang dan hasil post tes terdapat 7 orang anak yang berkembang dengan baik.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah penggunaan media awetan serangga (Insektarium)
berpengaruh pada kemampuan berpikir praoperasional anak usia dini kelompok B PAUD
Kota Bengkulu.
baik. Hal ini dikarenakan siswa dapat didalam kotak insektarium. Kemudian siswa
berinteraksi langsung dengan awetan tanpa bantuan guru dapat melakukan
serangga yang dimasukkan ke dalam kotak kegiatan menyocokkan antara gambar dan
insektarium. Siswa dapat mengamati dan tulisan yang ada disebelahnya. Siswa yang
melatih keterampilan motorik halusnya agar belum berkembang sudah mulai
lebih mengenali serangga-serangga sekitar. berkembang dengan mencoba
menyocokkan gambar dan tulisan
PEMBAHASAN disamping gambar. Sehingga tidak ada lagi
Pada penelitian ini berfokus pada siswa yang belum berkembang, Siswa mulai
kegiatan pembelajaran untuk membantu berkembang, berkembang sesuai harapan
melatih kemampuan praoperasional anak dan berkembang sangat baik.
usia dini dengan menggunakan media Penggunaan gambar yang ada di
awetan serangga (insektarium). buku masih membutuhkan bimbingan dari
Penggunaan insektarium merupakan media guru dalam menyocokkan gambar dan
yang dapat langsung dilihat dan dibawa tulisan. Guru harus membimbing siswa
kedalam kelas. Hal ini sesuai dengan yang yang masih belum bisa membedakan
dinyatakan oleh Zaman (2010) bahwa serangga seperti lebah dan tawon.
realia dalam hal ini berupa media awetan Sedangkan dengan media awetan serangga,
serangga (insektarium) menggunakan siswa langsung dapat menyocokkan antara
model dan objek nyata dari hewan yaitu gambar dan tulisan dengan sendirinya.
serangga disekitar. Sehingga dapat Siswa kelas B ini sudah mengenal huruf-
membantu melatih perkembangan huruf dan angka meskipun belum terlalu
praoperasional anak usia dini dalam lancar karena kelas ini merupakan kelas
berpikir nyata suatu benda atau makhluk persiapan memasuki usia sekolah dasar.
hidup. Sangat diperlukan kegiatan-
Pada hasil pretest dengan kegiatan pembelajaran lainnya yang
menggunakan media gambar serangga merangsang aktivitas kognitif anak usia dini
masih terdapat siswa yang belum untuk membantu melatih kemampuan
berkembang sebanyak 5 orang. Hal ini berpikir abstrak. Dengan adanya media
dikarenakan penggunaan media gambar awetan serangga (insektarium) ini
yang kurang jelas dalam hal warna dan membantu siswa dalam melatih
bentuknya. Ada beberapa anak yang belum perkembangan praoperasional diusia 5-6
mengetahui perbedaan gambar lebah dan tahun. Selain serangga sekitar, tumbuhan
tawon. Hal ini disebabkan warna dan sekitar juga dapat dijadikan koleksi untuk
bentuk tawon yang hampir serupa pada dibuat menjadi suatu herbarium sebagai
gambar yang disajikan. Serangga ini media pembelajaran lainnya.
memiliki kemiripan sehingga dibutuhkan
bimbingan dari guru untuk dapat SIMPULAN
membedakan keduanya. Hasil penelitian yang telah dilakukan
Setelah dilakukan posttest dengan dapat disimpulkan bahwa dengan
menggunakan media awetan serangga menggunakan media awetan serangga
(insektarium) siswa sudah bisa (Insektarium) dapat membantu melatih
membedakan gambar-gambar serangga. perkembangan praoperasional yaitu
Siswa diajak untuk dapat mengenali dan berpikir nyata pada anak usia dini di
mengingat nama serangga yang ada pada kelompok B PAUD Kota Bengkulu.
insektarium. Pada kegiatan ini siswa
langsung melakukan interaksi dengan UCAPAN TERIMA KASIH
melihat bentuk nyata dari serangga- Peneliti dan anggota peneliti
serangga sekitar. Saat menggunakan mengucapkan terimakasih kepada kepala
insektarium ini, siswa langsung dapat sekolah PAUD Rafa Kota Bengkulu yang
menyebutkan nama serangga yang ada telah bekerjasama dengan baik selama
Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 2(2), 2018| 271
penelitian ini. Kemudian tidak lupa ucapan Yanti, M., & Nurwidaningsih, L. (2018).
terimakasih kepada tim penangkap Pengaruh Percobaan Sains Anak
serangga yang telah berusaha Usia Dini terhadap Perkembangan
mengumpulkan serangga-serangga sekitar Kognitif Anak di TK Kartika Siwi
sehingga dapat menjadi media awetan Pusdikpal Kota Cimahi. Jurnal
serangga (insektarium). Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak
Usia Dini, 2(1), 91–97.
DAFTAR PUSTAKA Zaman, B. 2010. Media Pembelajaran
Aisyah. 2017. Permainan Warna Anak Usia Dini. Bandung : UPI
Berpengaruh terhadap Kreativitas
Anak Usia Dini. Jurnal Obsesi :
Jurnal Pendidian Anak Usia Dini,
I(2).
http://obsesi.or.id/index.php/obsesi
Bappenas. 2015. Indonesian Biodiversity:
Strategy and Action Plan.
https://www.bappenas.go.id/files/pu
blikasi_utama/Dokumen_IBSAP_2
015-2020.pdf. diakses tanggal 11
Agustus 2018
Hayati, T., Kurniawati, M., & Witarsa, R.
(2018). Meningkatkan Kemampuan
Kecerdasan Visual melalui Aplikasi
Paint. Jurnal Obsesi : Jurnal
Pendidikan Anak Usia Dini, 2(1),
109–116.
Primiani, Novi. 2010. Meningkatkan
Aktifitas dan Prestasi Belajar
Biologi dengan Media Herbarium
dan Insektarium. Solo: Jurnal FKIP
UNS Vol. 13 No.1
Riyanto. 2009. Penilaian Insektarium
sebagai Media Pembelajaran Materi
Klasifikasi Serangga pada Mata
Kuliah Entomologi di Program
Studi Pendidikan Biologi FKIP
UNSRI. Jurnal FKIP UNSRI
Salimah. 2011. Dampak Penerapan
Bermain dengan Media Gambar
Seri dalam Mengembangkan
Keterampilan Berbicara dan
Penguasaan Kosakata Anak Usia
Dini. Jurnal Edisi Khusus 1
Sugiyono, 2010. Penelitian Pendidikan.
Bandung: Alfabeta
Suyitno. 2004. Penyiapan Spesimen
Awetan Objek Biologi. Jurnal
Biologi FMIPA UNY