Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 16

UNIVERSITAS DIPONEGORO

PENYELIDIKAN GEOLOGI TEKNIK UNTUK PENENTUAN


LOKASI PEMBANGUNAN AS BENDUNGAN PELOSIKA DI
DESA ASINUA JAYA, KECAMATAN ASINUA, KABUPATEN
KONAWE, PROVINSI SULAWESI TENGGARA

NASKAH PUBLIKASI
TUGAS AKHIR

SAWUNG KAWEDAR DAYA KRISTY


L2L 009 053

FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI

SEMARANG
SEPTEMBER 2014
PENYELIDIKAN GEOLOGI TEKNIK UNTUK PENENTUAN LOKASI
PEMBANGUNAN AS BENDUNGAN PELOSIKA DI DESA ASINUA JAYA,
KECAMATAN ASINUA, KABUPATEN KONAWE, PROVINSI SULAWESI
TENGGARA

Sawung Kawedar Daya Kristy*, Hadi Nugroho*, Wahju Krisna Hidajat*, Dandun Marhento**
(corresponding email: sawung.kawedar@gmail.com)

*Program Studi Teknik Geologi Universitas Diponegoro, Semarang


**PT. Wahana Krida Konsulindo, Solo

ABSTRACT

Development plan of Dam Pelosika is located in a river Konaweha, Asinua Jaya village,
Asinua District, Konawe, Southeast Sulawesi Province. Konaweha river has a length of 127 km and
has an Regional water bin area of 6,664 km2.
The purpose of this research is to study the geology around the River Konaweha to determine
the condition of the morphology and lithology of the area so it can be recommended as dam Pelosika
construction site of several alternative locations. Then determine the engineering geology condition of
the selected location. In addition, determine the spread and water level inundation.
The research method used was a descriptive survey method engineering geological mapping.
The descriptive method is collecting secondary data from topographic maps, regional geological
maps, earth maps and technical data of dams. While the analytical survey method is analyze the data
based on the geological conditions of the regional geology and geological engineering investigation
of the data included surface geological conditions, core drilling and test results of geoelectric.
Based on investigation in the field, the morphological conditions of the studyis divided into
three units namely structural denudated steep hills landform unit, denudated structural undulating
hills landform unit and plains of fluviall and denudated form unit. The lithology of the study area is a
constituent of metamorphic rocks such as schist of Paleozoic Metamorphic Formation, conglomerates
and sandstones of Pleistocene age Alangga Formation and deposition of clay to gravel-sized Alluvium
Holocene age. Based on several parameters geology and geological engineering, so that from several
alternative locations as dam development determined that 4th alternative locations is a selected
location for construction Dam Pelosika. The foundation of the dam on the left side at elevation +121
m rests on weathering soil bedrock sandy silt-sized. The foundation of the center of the dam at
elevation +16.9 m rests on clay silt layers firm. The foundation of the right of the dam at elevation
+115 m rests on weathering soil bedrock sandy silt-sized. The inundation spread area is 165.98 km2,
constrained by the topography of the area around the river. Inundation water levels is +180 m.

Keywords: Pelosika Dam construction location, engineering geological investigation, Dams Pelosika

I. PENDAHULUAN Dengan kondisi potensi sumber daya air


dan potensi alamnya maka daerah bagian hulu
Salah satu sumber daya alam yang dari Sungai Konaweha dan beberapa anak
sangat potensial untuk dikembangkan di sungai lainnya dapat dimanfaatkan untuk
Indonesia khususnya pada Propinsi Sulawesi membuat bendungan yang dapat menampung
Tenggara sebagai lokasi pembangunan debit sungai dan air hujan pada waktu musim
Bendungan Pelosika adalah di Sungai hujan. Bendungan ini mempunyai multifungsi
Konaweha. Rencana pembangunan Bendungan antara lain untuk Pengembangan Irigasi
Pelosika terletak di sungai Konaweha, lokasi (intensifikasi dan extensifikasi) seluas 30.583
Puriosu Desa Asinua Jaya, Kecamatan Ha, Pembangkit Listrik Tenaga Air,
Asinua, Kabupaten Konawe, Provinsi pengendalian banjir, penyediaan air baku
Sulawesi Tenggara. untuk air bersih, perikanan, pariwisata dan
sarana olah raga.

1
II. LOKASI PENELITIAN Formasi Matano. Jenis sesar lain yang
dijumpai adalah sesar bongkah, atau mungkin
Secara administrasi lokasi rencana sesar listrik (listric fault).
Bendungan Pelosika terletak di Desa Asinua Ditafsirkan bahwa sebelum Oligosen
Jaya, Kecamatan Asinua, Kabupaten Konawe, Lajur Hialu dan Lajur Tinondo bersentuhan
Provinsi Sulawesi Tenggara. Lokasi pekerjaan secara pasif, kemudian sesar ini berkembang
dapat ditempuh dari Kendari, ibu kota Provinsi menjadi transform fault dan menjadi sesar
Sulawesi Tenggara melalui jalur darat atau air. Lasolo sejak Oligosen. Daerah ini tampaknya
telah mengalami lebih dari satu kali periukan,
III. GEOLOGI REGIONAL DAERAH hal ini terlihat pada batuan Mesozoikum yang
PENELITIAN sudah terlipat lebih dari satu kali.
Jenis lipatan pada batuan ini berupa
3.1 Stratigrafi Regional lipatan tertutup, setempat dijumpai lipatan
Kondisi geologi di wilayah rencana rebah, lipatan pirau dan lipatan terbalik.
Bendung Pelosika di Kabupaten Konawe Lipatan pada batuan Tersier termasuk jenis
berdasarkan menurut Rusmana E. dkk. (1993) lipatan terbuka, berupa lipatan yang landai
adalah sebagai berikut :. dengan kemiringan lapisan berkisar antara 150
dan 300.
a. Geomorfologi Kekar terdapat pada semua jenis batuan.
Secara regional morfologi wilayah Pada batugamping kekar ini tampak teratur
rencana bendung Pelosika di Kabupaten yang membentuk kelurusan, seperti yang
Konawe dapat dibedakan atas 3 Satuan terlihat jelas pada foto udara. Kekar pada
Morfologi yaitu Satuan Pegunungan, Satuan batuan beku umumnya menunjukkan arah tak
Perbukitan dan Satuan Dataran Rendah beraturan. Gejala pengangkatan terdapat di
pantai timur dan tenggara, yang ditunjukkan
b. Stratigrafi oleh undak - undak pantai dan sungai, dan
Secara regional batuan yang tersingkap pertumbuhan koral.
di daerah sekitar bendungan Pelosika,
Kabupaten Konawe adalah sebagai berikut : IV. METODOLOGI PENELITIAN
 Aluvium (Qa) terdiri dari : kerikil, kerakal,
pasir, lempung dan lumpur yang terbentuk a. Metode deskriptif, adalah metode yang
dari endapan sungai, rawa, dan pantai dilakukan terhadap variabel yang datanya
dengan penyebaran di daerah dataran sudah ada tanpa proses manipulasi yakni
sekitar muara sungai besar dan pantai. data masa lalu dan sekarang (Marzuki,
 Batuan Metamorf Paleozoikum (Pzm) 1999). Metode yang dilakukan berupa
terdiri dari sekis, genes, filit, kuarsit dan pengumpulan data dari berbagai literatur
sedikit pualam. berupa buku dan internet dan juga data dari
 Formasi Alangga (Qpa) terdiri dari : berbagai instansi daerah terkait yang
batupasir dan konglomerat. berkaitan dengan judul penelitian yang
kemudian disusun secara sistematis.
c. Struktur Geologi dan Tektonik b. Metode survei desriptif, adalah metode
Struktur geologi yang dijumpai di pengumpulan data hasil observasi dengan
wilayah ini adalah sesar, lipatan dan kekar. pengamatan sederhana (Suharto, 2004).
Sesar dan kelurusan umumnya berarah Barat Metode yang dilakukan berupa pengamatan
Laut - Tenggara searah dengan Sesar Lasolo, langsung ke lokasi daerah penelitian berupa
Sesar Lasolo berupa sesar geser jurus mengiri identifikasi terhadap gejala fisik yang
yang diduga masih giat hingga kini, yang ditemukan secara faktual di lapangan.
dibuktikan dengan adanya mataair panas di c. Metode survei analitik, berupa
batugamping terumbu yang berumur Holosen pengumpulan data untuk dianalisis
pada jalur sesar tersebut di tenggara Tinobu. (Suharto, 2004). Pada metode ini, analisis
Sesar naik ditemukan di daerah Wawo, terbagi 2 yakni analisis kuantitatif dan
sebelah barat Tampakura dan di Tanjung analisis kualitatif. Metode penelitian
Labuandala di selatan Lasolo, yaitu kuantitatif adalah metode analisis
beranjaknya batuan ofiolit ke atas batuan berdasarkan data yang diperoleh yang
Metamorf Mekonga, Formasi Meluhu dan diterjemahkan dalam bentuk angka seperti

2
data nilai SPT, nilai permeabilitas, nilai sekis mika dari Formasi Metamorf
densitas. Metode analisis kualitatif adalah Paleozoikum dan konglomerat dari Formasi
metode yang digunakan untuk menganalisis Alangga. Fragmen pada konglomerat berupa
data yang berbentuk non numeric atau data batuan metamorf yang berasal dari formasi
yang tidak dapat dijelaskan dengan angka yang lebih tua dengan ukuran kerikil hingga
yakni data geologi regional, data kerakal.
penyelidikan geologi teknik meliputi Berdasarkan genesanya satuan ini
kondisi geologi permukaan serta hasil terbentuk akibat dua gaya yaitu gaya endogen
pemboran ini, uji SPT, dan uji dan eksogen. Pembentukan secara umum
permeabilitas. disebabkan oleh proses endogenik yang
menghasilkan perubahan bentuk dan susunan
V. HIPOTESIS PENELITIAN batuan sehingga membentuk kenampakan
perbukitan. Kemudian berlangsung proses
a. Kondisi morfologi di sekitar lokasi tapak eksogenik seperti proses pelapukan dan erosi.
bendungan pada daerah penelitian Karena satuan ini dikontrol oleh gaya endogen
diperkirakan memiliki morfologi dan eksogen, maka satuan ini termasuk
perbukitan dan dataran rendah dengan bentuklahan asal struktural terdenudasi.
bentuklahan fluvial dan bentuklahan Penamaan satuan ini ke dalam
struktural. bentuklahan struktural mempertimbangkan
b. Litologi penyusun di sekitar lokasi tapak kondisi geomorfologi secara regional di luar
bendungan diperkirakan tersusun dari wilayah penelitian. Karena pada lokasi
batuan metamorf, batuan sedimen dan penelitian memang tidak dijumpai struktur
lapisan sedimen. geologi sebagai penciri bentuklahan struktural
c. Struktur geologi yang terdapat di sekitar namun secara regional daerah penelitian
lokasi tapak bendungan diperkirakan dikontrol oleh struktur geologi berupa sesar
berupa sesar geser. geser Lasolu yang berada sekitar 30 km ke
d. Lokasi pembangunan as bendungan arah timur laut dari lokasi tapak bendungan.
diperkirakan berada di bagian hulu aliran Berdasarkan morfologinya satuan ini
Sungai Konaweha yang tidak terganggu dicirikan oleh relief yang tinggi dan kontur
oleh adanya struktur geologi berupa sesar. yang relatif rapat. Berdasarkan aspek
e. Kondisi geologi teknik sepanjang tapak morfometri dengan memperhatikan nilai
bendungan pada sandaran kiri, sandaran persentase sudut lereng dan beda tinggi
kanan dan bagian tengah bendungan mengacu pada klasifikasi Van Zuidam (1983),
diperkirakan bertumpu pada batuan maka satuan ini termasuk klasifikasi relief
metamorf. perbukitan terjal. Daerah ini umumnya
f. Penyebaran daerah genangan diperkirakan ditumbuhi oleh vegetasi yang cukup lebat
meliputi daerah dataran banjir sungai dan diantaranya adalah kayu jati, kayu besi, kayu
beberapa pemukiman penduduk. bayem, kayu ulin serta berbagai macam semak
belukar.
VI. DISKUSI
 Satuan Bentuklahan Struktural
6.1 Kondisi Geologi Daerah Penelitian Terdenudasi Perbukitan Bergelombang
Satuan ini menempati wilayah barat
a. Morfologi tapak bendungan. Satuan bentuklahan ini
Secara umum morfologi daerah terdiri dari litologi konglomerat dari Formasi
penelitian dan sekitarnya berdasarkan genesa Alangga. Fragmen pada konglomerat berupa
bentang alamnya dan bentuk morfologi terbagi batuan metamorf yang dengan ukuran kerikil
menjadi 3 satuan bentuklahan dengan hingga kerakal.
pembagian sebagai berikut : Berdasarkan genesanya satuan ini
terbentuk akibat gaya endogen dan eksogen.
 Satuan Bentuklahan Struktural Proses endogenik menghasilkan perubahan
Terdenudasi Perbukitan Terjal bentuk dan susunan batuan sehingga
Satuan perbukitan ini menempati membentuk kenampakan perbukitan seperti
wilayah utara dan selatan tapak bendungan. pada Gambar 4.2. Kemudian berlangsung
Satuan bentuklahan ini terdiri oleh litologi proses eksogenik seperti proses pelapukan dan

3
erosi. Karena pengontrol pembentukan satuan
ini berupa gaya endogen dan eksogen, maka b. Stratigrafi
satuan ini termasuk bentuklahan asal struktural Batuan yang tersingkap di wilayah ini
terdenudasi. secara regional mempunyai kisaran umur
Berdasarkan morfologinya, satuan ini mulai dari Paleozoikum sampai dengan
dicirikan oleh relief yang bergelombang dan Kuarter yang terdiri dari beberapa Formasi.
kontur yang tidak begitu rapat. Berdasarkan Berdasarkan himpunan batuan dan pencirinya,
aspek morfometri dengan memperhatikan nilai geologi Pra-Tersier di daerah ini dapat
persentase sudut lereng dan beda tinggi dibedakan dalam 2 Lajur Geologi yaitu Lajur
mengacu pada klasifikasi Van Zuidam (1983), Tinondo di bagian barat daya dan Lajur Hialu
maka satuan ini termasuk klasifikasi relief di bagian timur laut. Lajur Tinondo dicirikan
perbukitan bergelombang. Daerah ini oleh batuan endapan paparan benua dan Lajur
umumnya ditumbuhi oleh vegetasi semak Hialu dicirikan oleh endapan kerak samudera
belukar dan alang–alang. atau disebut sebagai ofiolit (Rusmana, dkk.,
1985; dalam Laporan Pendahuluan Bendungan
 Satuan Bentuklahan Fluvial Pelosika oleh Mettana-Jasapatria, 2012).
Terdenudasi Bergelombang Landai Pada daerah tapak bendungan terdiri
Satuan ini terdapat di sepanjang sisi dari 3 formasi yaitu formasi Batuan Metamorf
sungai besar meliputi dataran banjir di Paleozoikum (Pzm) yang merupakan lajur
sekitarnya, seperti Sungai Konaweha, Sungai Hialu dan diduga berumur Karbon dengan
Asinua, Sungai Lahumbuti dan Sungai litologi berupa sekis mika, Formasi Alangga
Sampara. (Qpa) dengan litologi konglomerat dan
Berdasarkan genesanya satuan ini batupasir diduga berumur masa Plestosen
terbentuk akibat proses erosi dan transportasi (Kuarter) dan endapan Aluvium berukuran
oleh media air sungai. Proses ini terus lempung hingga pasir yang diduga berumur
berkembang ketika air permukaan meningkat Holosen (Kuarter).
dan batuan dasarnya kurang resisten terhadap Pada sebagian besar lokasi penelitian
proses erosi seperti terlihat pada Gambar 4.3. tidak dapat ditemukan singkapan yang segar
Karena satuan ini secara genetik dipengaruhi karena merupakan hutan yang masih alami
oleh proses fluviatil maka satuan ini termasuk dengan vegetasi yang cukup lebat sehingga
bentuklahan asal fluvial. cukup menyulitkan untuk dilakukan
Berdasarkan aspek morfometri dengan pengamatan kondisi geologi permukaan.
memperhatikan nilai persentase sudut lereng Kondisi geologi permukaan pada lokasi
dan beda tinggi mengacu pada klasifikasi Van penelitian dapat diketahui dari kenampakan
Zuidam (1983), maka satuan ini termasuk berupa hasil lapukan dan singkapan yang ada.
klasifikasi relief bergelombang landai. Satuan Berdasarkan metode pengamatan di lapangan
bentuklahan ini terdiri dari endapan sungai dan tersebut, pada daerah penelitian terbagi
rawa berupa kerikil, kerakal, pasir dan menjadi beberapa satuan yaitu satuan sekis
lempung dari Formasi Aluvium. mika, satuan konglomerat, satuan batupasir
Jenis sungai termasuk subsekuen karena dan satuan batulempung.
mengalir di sepanjang jurus perlapisan batuan
serta berkembang di sepanjang zona yang  Batuan Metamorf Paleozoikum (Pzm)
resisten terhadap erosi. Pola aliran sungai Batuan metamorf dominan berupa sekis
termasuk ke dalam pola aliran paralel karena mika. Pelamparan dari batuan ini cukup luas di
terbentuk oleh lereng yang curam atau terjal sepanjang perbukitan daerah penelitian. Secara
dan mengikuti morfologi lereng dengan megaskopis batuan metamorf pada daerah ini
kemiringan lereng yang seragam. Tahap berwarna kelabu kecoklatan dan kemerahan
perkembangan sungai pada satuan ini hingga kehijauan, umumnya berbutir halus,
termasuk ke dalam stadia dewasa yang kadang dijumpai pula urat kuarsa, setempat
dicirikan dengan adanya pembentukan daerah terdapat lipatan-lipatan kecil dan struktur pita
banjir setempat yang semakin lama semakin kusut. Pada daerah ini batuan telah mengalami
lebar dan terisi oleh aliran sungai membentuk pelapukan mulai dari slightly weathered
meander. Arus sungai memperlihatkan dimana mineral-mineral pada batuan awalnya
keseimbangan antara laju erosi vertikal dan masih dapat diketahui hingga completely
erosi lateral. weathered dimana seluruh massa batuan telah

4
berubah warna dan komposisinya. Penentuan Struktur kekar hampir terdapat pada
derajat pelapukan batuan menggunakan semua batuan, kadang - kadang membentuk
klasifikasi dari Bieniawski (1973). pola kelurusan dengan arah tak beraturan.
Umumnya struktur ini memotong arah foliasi
 Formasi Alangga (Qpa) dan bila dijumpai di permukaan akan
Formasi ini terdiri dari 2 litologi yaitu mempercepat proses pelapukan dan juga
konglomerat dan batupasir dengan lingkungan mempengaruhi nilai permeabilitas.
pengendapannya darat sampai payau. Tebal Sesar dan kelurusan umumnya berarah
diperkirakan antara 10 - 40 meter, menindih baratlaut - tenggara N 310o E – N 120o E
tak selaras batuan yang lebih tua. Sebarannya searah dengan Sesar Lasolo yang terletak 125
terdapat di sekitar Sungai Konaweha, daerah km dari timur laut rencana Bendungan. Sesar
Meroka, Ulupohara, Andodowi, dan beberapa Lasolo berupa sesar geser jurus mengiri yang
tempat lainnya di bagian selatan yang menerus diduga masih aktif hingga kini, yang
keluar wilayah ini. dibuktikan dengan adanya mataair panas di
Konglomerat memiliki ciri fisik batugamping terumbu yang berumur Holosen
berwarna kelabu kecoklatan hingga kelabu pada jalur sesar tersebut di bagian tenggara
kekuningan. Fragmen tersusun dari kepingan Tinobu.
kuarsa, batuan metamorf, batuan ultra mafik Menurut Sukamto (1983), Sesar Lasoso
dan mafik dan sedikit batugamping. Memiliki ini membagi 2 wilayah yaitu lajur Tinondo
massa dasar berukuran pasir. Fragmen pada bagian selatan – barat daya dan lajur
berukuran 0,5 - 5 cm, setempat mencapai 15 Hialu pada bagian timur laut. Pada wilayah
cm atau lebih, terpilah buruk hingga sedang, Tinondo ditempati oleh batuan metamorf
membulat dan membulat tanggung, bahan ultrabasa yang diperlihatkan oleh beberapa
perekat oksida besi dan lempung, kemas pola sesar, khususnya di sekitar rencana
terbuka yaitu hubungan antara massa dasar dan bendungan. Ada sesar yang masih diduga
fragmen butiran yang kontras terlihat (interpretatif) berarah N 300o E, atau sejajar
perbedaan ukurannya, umumnya kurang keras dengan bagian hilir Sungai Konaweha, serta
hingga mudah lepas. Struktur perlapisan pada arah N 90o E dan N 50o E. Ketiga sesar
bersusun dan silang siur berukuran kecil tersebut seolah–olah terhenti di sebelah selatan
umum dijumpai. rencana as bendungan Pelosika. Dengan
Batupasir memiliki ciri fisik berwarna adanya pendugaan sesar tersebut maka
kuning kecoklatan hingga coklat kemerahan, terdapat beberapa lokasi alternatif untuk
tersusun oleh kuarsa, sedikit mika, mineral pembangunan Bendungan Pelosika.
hitam dan kepingan batuan; berbutir kasar
hingga sangat kasar, menyudut tanggung dan 6.2 Kondisi Geologi pada Beberapa Lokasi
membundar tanggung, terekat oleh lempung Alternatif As Bendungan
dan oksida besi, agak padat hingga mudah Pemilihan lokasi as Bendungan Pelosika
lepas. dilakukan setelah terdapat beberapa informasi
geologi permukaan dari hasil kegiatan
 Endapan Aluvial (Qa) pemetaan geologi permukaan yang telah
Endapan aluvial berupa material lepas dilakukan pada tahapan persiapan
berukuran kerakal hingga lempung yang pembangunan Bendungan Pelosika. Dalam
terbentuk dari endapan sungai dan rawa kegiatan penentuan as Bendungan Pelosika
dengan penyebaran di daerah dataran sekitar diperlukan adanya beberapa lokasi alternatif
muara sungai besar. yang nantinya akan dipilih yang terbaik secara
teknis maupun ekonomis. Berdasarkan kondisi
c. Struktur Geologi geologi yang ada, maka ditentukan 4 (empat)
Struktur geologi yang dijumpai pada lokasi rencana as bendungan yang terletak di
daerah penelitian adalah sesar dan kekar. sepanjang Sungai Konaweha.
Sebagian besar batuan metamorf pada daerah
penelitian memiliki foliasi dengan jurus utara a. Rencana As Bendungan Alternatif 2a
– selatan dan baratlaut – tenggara dengan Rencana as bendungan ditandai oleh
kemiringan 30o – 50o. Arah jurus foliasi yang titik pemboran (bor hole) BH 1 pada bantaran
lain adalah barat – timur dengan kemiringan sungai di sisi sebelah kiri aliran sungai dan
30o – 40o.

5
titik pemboran BH 2 pada bantaran sungai di sekis dengan tingkat moderately weathered
sisi sebelah kanan aliran sungai. dan mengandung urat-urat kuarsa. Pada bagian
Pada daerah ini diindikasi adanya kaki lereng, sekis tersebut ditutupi oleh
perpotongan 2 jalur sesar pada lembah di sisi endapan bahan rombakan yang tidak terlalu
kiri dari aliran sungai, yaitu antara segmen tebal.
sesar baratlaut – tenggara dengan segmen
sesar timurlaut – baratdaya. Ditandai oleh b. Rencana As Bendungan Alternatif 3
adanya belokan sungai berjarak sekitar 100 m Lokasi rencana as bendungan ini berada
ke arah hilir dari lokasi titik BH 1. Sungai di sebelah hulu dari lokasi rencana as
tersebut berbelok ke arah tenggara dengan bendungan alternatif 2a dengan jarak 1.250 m.
sudut 90o. Pada sisi kiri dari aliran sungai
tersebut terdapat endapan bahan rombakan  Kondisi abutmen kiri
yang pelamparannya cukup luas mulai dari Merupakan lereng berundak. Lereng di
lereng bagian atas hingga bagian kaki lereng. bagian bawah lebih terjal dengan kelerengan
45o dibandingkan lereng bagian atas dengan
 Kondisi abutmen kiri kelerengan 30o. Lereng tersebut disusun oleh
Merupakan lereng yang agak terjal sekis yang mengalami pelapukan ringan –
dengan kelerengan antara 30o – 50o dan ke sedang dan ditutupi oleh tanah pelapukan
arah kaki lereng membentuk undak – undak berupa lanau pasiran berkerikil berwarna
lereng dengan kelerengan antara 15o – 30o. kelabu kecoklatan yang memiliki tebal 0,5 m.
Lereng yang terjal tersusun oleh perselingan Secara umum kondisi batuan pada daerah ini
antara filit dan batusabak. Kondisi batuan diperkirakan mengalami deformasi akibat
diduga mengalami deformasi akibat dilalui dilalui oleh segmen sesar yang berarah
oleh perpotongan 2 sesar yaitu sesar dengan timurlaut – baratdaya.
arah baratlaut – tenggara dan timurlaut –
baratdaya. Umumnya batuan mengalami  Kondisi lembah sungai
pelapukan dengan tingkat moderately Pada kedua sisi dari aliran sungai
weathered – highly weathered dan ditutupi disusun oleh endapan limpah banjir sungai
oleh tanah pelapukan berupa lempung pasiran berupa lanau – pasir halus yang tidak terlalu
berwarna coklat kehitaman-kemerahan dengan tebal. Endapan ini menumpang di atas endapan
tebal ± 0,5 m. Pada bagian kaki lereng batuan sungai purba berupa pasir bercampur material
tersebut ditutupi oleh endapan bahan aneka bahan berukuran kerikil – kerakal
rombakan yang terdiri dari tanah bercampur dengan ketebalan 2 m. Endapan limpah banjir
fragmen dan pecahan batuan dengan tebal 1 – sungai memiliki pelamparan yang memanjang
3 m. dan meluas di bagian hulu dengan ketebalan 3
m. Sedangkan endapan sungai purba memiliki
 Kondisi lembah sungai pelamparan meluas dari arah lereng terjal
Pada kedua sisi dari aliran sungai sampai dengan lereng yang lebih landai.
disusun oleh endapan sungai purba berupa Lembah sungai pada daerah ini dilalui
pasir bercampur material berukuran kerikil – oleh segmen sesar yang berarah timurlaut –
kerakal yang ditutupi oleh endapan limpah baratdaya.
banjir sungai berupa material berukuran lanau
hingga pasir halus berkerikil.  Kondisi abutmen kanan
Pada bagian lembah sungai di sisi kanan Merupakan lereng dengan sudut
aliran sungai terbentuk undak sungai yang kemiringan yang relatif homogen dari bagian
disusun oleh endapan sungai purba dengan atas hingga kaki dengan kelerengan 30 o.
tebal 2 – 5 m. Di bagian atas undak sungai Disusun oleh sekis dengan tingkat pelapukan
berupa daerah yang hampir datar dan cukup ringan – sedang yang ditutupi oleh lapisan
luas hingga kaki lereng yang terjal yang tipis tanah pelapukan berupa lanau pasiran
tersusun oleh endapan rawa berupa lanau berkerikil berwarna kelabu kecoklatan.
organikan dengan tebal mencapai 3 m.
c. Rencana Bendungan Alternatif 4
 Kondisi abutmen kanan Lokasi rencana bendungan ini berada ke
Merupakan lereng yang sangat terjal arah hulu dari lokasi rencana as bendungan
dengan kelerengan 50o yang tersusun oleh alternatif 3 dengan jarak ± 1.350 m.

6
 Kondisi abutmen kiri Dari lokasi terpilih selanjutnya dilengkapi
Sudut kemiringan hampir sama dari dengan data lapangan antara lain pengujian
bagian atas hingga kaki dengan kelerengan geolistrik lapangan serta pemboran inti.
30o. Tersusun oleh sekis dengan tingkat Dari penilaian berdasarkan beberapa
pelapukan ringan – sedang dan ditutupi oleh kriteria tersebut dapat diketahui bahwa lokasi
tanah pelapukan berupa lanau pasiran alternatif bendungan 3 dan 4 memiliki jumlah
berkerikil berwarna coklat keabuan dengan nilai yang sama yaitu 207 dimana masing–
ketebalan 0,5 m. masing lokasi memiliki kelebihan dan
kekurangan. Berdasarkan nilai ini maka perlu
 Kondisi lembah sungai dilakukan uji kelayakan lebih lanjut dengan
Pada sisi kiri dan kanan aliran sungai melakukan kegiatan lapangan antara lain
disusun oleh endapan limpah banjir sungai pengujian geolistrik dan pemboran inti pada
berupa lanau – pasir halus yang menumpang di masing-masing lokasi dengan kedalaman total
atas endapan sungai purba berupa pasir 100 m.
bercampur material kerikil – kerakal aneka
bahan dengan ketebalan > 2,5 m. 6.4 Penyelidikan Geolistrik
Kegiatan penyelidikan geolistrik
 Kondisi abutmen kanan dilakukan pada 3 (tiga) alternatif lokasi
Sudut kemiringan hampir sama dari rencana as Bendungan Pelosika sebanyak 15
bagian atas hingga kaki dengan kelerengan titik yang melintang sungai.
30o. Tersusun oleh sekis dengan tingkat Dari ke 15 titik selanjutnya
pelapukan ringan – sedang dan ditutupi oleh dikelompokkan dalam penampang stratigrafi
tanah pelapukan berupa lanau pasiran dengan cara menarik hasil–hasil dari resistivity
berkerikil berwarna coklat keabuan dengan log dan angka–angka Barness sehingga
ketebalan 0,5 m. tergambar urutan lapisan serta macam tanah
dan batuan penyusun yang ditunjukkan pada
6.3 Pemilihan Lokasi As Bendungan masing–masing penampang.
Berdasarkan data geologi permukaan
yang diperoleh dari beberapa alternatif lokasi a. Penampang Melintang As Bendungan
rencana as bendungan berupa geomorfologi, Alternatif 2a
litologi dan struktur geologi, selanjutnya
dilakukan matrikulasi pemilihan lokasi as  Endapan sungai baru, terdiri dari material
bendungan sehingga dalam kegiatan lepas berukuran kerikil hingga bongkah dan
penyelidikan bawah permukaan dapat terdapat sedikit pasir lanauan, memiliki
diprioritaskan pada lokasi terpilih dengan ketebalan kurang dari 3 meter. Penyebaran
beberapa lokasi titik penyelidikan detail yang endapan ini yaitu di sepanjang kiri, alur dan
terdistribusi pada as bendungan. Pemilihan kanan sungai. Memiliki nilai tahanan jenis
lokasi as bendungan dilakukan berdasarkan 1.500 – 2.000 ohm.
beberapa kriteria antara lain : bentuk lembah,  Endapan sungai lama, merupakan undak
bantaran sungai, kemiringan lereng abutmen, sungai yang berada di bawah endapan
tingkat pelapukan batuan abutmen, kemiringan sungai baru, memiliki ketebalan 5 – 10
perlapisan batuan abutmen, tumpuan tubuh meter. Tersusun oleh material lepas
bendungan, struktur geologi batuan as berukuran pasir hingga kerakal yang agak
bendungan, resistensi batuan abutmen padat. Memiliki nilai tahanan jenis 2.500 –
terhadap sesar, geodinamik lereng abutmen 6.000 ohm.
seperti potensi longsor dan erosi, tutupan  Batuan dasar, merupakan dasar dari
reservoir, geodinamik lereng reservoir seperti endapan sungai hingga kedalaman 80
potensi longsor dan erosi, permeabilitas batuan meter. Terdiri dari batuan sekis dengan
reservoir. tingkat pelapukan moderately weathered
Penentuan bobot nilai dari setiap kriteria dengan nilai tahanan jenis 600 – 1.000
didasarkan pada skala prioritas kegunaan dan ohm, sedangkan pada bagian bawahnya
sejauh mana pengaruhnya pada kondisi adalah batuan sekis dan filit dengan tingkat
bendungan. Berdasarkan kriteria di atas, pelapukan ringan yang bersifat keras dan
selanjutnya dilakukan matrikulasi penilaian kompak dengan nilai tahanan jenis 100 –
untuk masing-masing lokasi as bendungan. 300 ohm.

7
b. Penampang Melintang As Bendungan agak padat setebal 7 meter dengan nilai
Alternatif 3 tahanan jenis 400 – 6.000 ohm. Sebagai
dasarnya adalah batuan metamorf berupa
 Endapan sungai lama setebal 4 meter sekis berbutir halus yang memiliki sisipan
terdapat pada titik G 13b, G 13 dan G 13d. lensa batulempung pada kedalaman 70 –
Bagian dasar dari endapan sungai lama dan 100 meter dengan nilai tahanan jenis 200 –
undak sungai berupa kerikil dan kerakal 500 meter.
pasiran hingga bongkah yang bersifat lepas  Abutmen kanan, pada bagian dekat sungai
dan agak padat dengan nilai tahanan jenis terdapat undak sungai setebal 5 meter (G
500 – 1.000 ohm. 4d). Pada bagian bawahnya merupakan
 Pada abutmen kiri, pada bagian atas (G batuan metamorf filit dan batusabak hingga
13a) merupakan sekis lapuk berbutir lanau kedalaman 70 meter dengan nilai tahan
lempungan, agak padat dan agak kompak jenis 1.000 – 2.500 ohm. Bagian
memiliki ketebalan 12 meter dengan nilai permukaan memiliki ketebalan 2 meter
tahanan jenis 300 – 500 ohm. Bagian dengan nilai tahanan jenis 2.000 – 2.500
bawah pada kedalaman 50 – 90 meter ohm.
merupakan batuan metamorf berbutir halus
dari filit dengan nilai tahanan jenis 120 – Dari hasil korelasi stratigrafi pada ke
150 ohm. tiga lokasi alternatif as bendungan melalui
 Aliran sungai, tersusun dari endapan sungai penyelidikan geolistrik, terdapat dugaan sesar
lama setebal 2 meter yang terletak di bawah yang sebelumnya sudah diidentifikasi pada
endapan sungai baru dengan ketebalan 12 peta geologi permukaan, khususnya pada
meter, merupakan material lepasan yang penampang alternatif 2 dan 3. Hal ini terlihat
agak padat. Bagian dasar merupakan sekis dari nilai hambatan jenis yang semakin rendah
yang bersifat padat, kompak dan keras pada lapisan bawah. Berdasarkan hasil tersebut
hingga kedalaman 90 meter dengan nilai maka ditentukan bahwa alternatif 4 merupakan
tahanan jenis 120 – 150 ohm. alternatif yang paling direkomendasikan untuk
 Pada abutmen kanan, pada bagian lokasi pembangunan bendungan karena tidak
permukaan (G 13d – G 13c) merupakan terganggu oleh struktur geologi berupa sesar.
batuan sekis setebal 20 meter dengan
tingkat pelapukan moderately weathered 6.5 Penyelidikan Bawah Permukaan
dan terdapat urat kuarsa, nilai tahanan Selanjutnya dilakukan penyelidikan
jenisnya 1.500 – 3.000 ohm. Di bagian tanah secara lebih detail dengan melakukan
bawahnya merupakan batuan sekis berbutir pemboran inti pada 3 titik serta test pit pada 6
lanau lempungan halus dengan nilai titik di sekitar lokasi alternatif 4 rencana as
tahanan jenis 300 – 1.500 ohm. bendungan yang merupakan lokasi alternatif
terpilih.
c. Penampang Melintang As Bendungan Tujuan dilakukan penyelidikan bawah
Alternatif 4 permukaan adalah untuk mengetahui kondisi
tanah dan batuan meliputi tingkat kekerasan
 Abutmen kiri, pada bagian permukaan batuan, porositas batuan, permeabilitas batuan,
merupakan lapukan filit dan batusabak densitas batuan, tingkat plastisitas batuan pada
setebal 2 meter dengan tahanan jenis 2.000 daerah tersebut serta mengidentifikasi daerah
– 5.000 meter. Di bawahnya hingga rawan longsor. Berikut adalah hasil dari
kedalaman 70 meter berupa batuan penyelidikan bawah permukaan yang telah
metamorf filit dan batusabak dengan dilakukan.
tahanan jenis 1.000 – 2.500 ohm.
 Aliran sungai, pada bagian atas merupakan a. Identifikasi Daerah Rawan Longsor
endapan sungai baru berupa material lepas Fluida yang masuk ke dalam pori batuan
berukuran pasir hingga kerakal setebal 3 yang sangat mudah lepas karena tingkat
meter dengan nilai tahanan jenis 1.000 – kekompakan batuan yang relatif sangat rendah
2.000 ohm. Bagian bawahnya merupakan dan kondisi morfologi yang sangat curam
endapan sungai lama berupa material lepas menyebabkan longoran. Pada bukit sebelah
berukuran kerikil hingga bongkah bersifat selatan sungai, abutmen kanan, merupakan
bidang longsor. Bidang longsor ini terdapat

8
pada lereng dengan kelerengan 65 - 75o yang Ukuran fragmen kerikil (2 – 4 mm) hingga
terdiri dari batuan konglomerat bersisipan kerakal (4 – 64 mm), bentuk butir angular
dengan batu lepung. hingga rounded, kemas terbuka yaitu
Konglomerat memiliki warna cokelat hubungan antara massa dasar dan fragmen
kemerahan dengan ukuran matriks adalah pasir butiran yang kontras terlihat perbedaan
sedang (1/4 – 1/2 mm), bentuk butir well ukurannya, sortasi atau keseragaman butirnya
rounded atau membundar dengan baik, kemas buruk, fragmen terdiri dari kuarsit dan batuan
terbuka yaitu hubungan antara massa dasar dan metamorf dari Formasi Metamorf
fragmen butiran yang kontras terlihat Paleozoikum. Konglomerat bersifat rapuh dan
perbedaan ukurannya, sortasi atau mudah lepas.
keseragaman butirnya buruk, porositas dan Vegetasi yang tumbuh pada daerah ini
permeabilitas tinggi, semen oksida besi. berupa semak belukar.
Ukuran fragmen berukuran kerikil (2 – 4 mm)
hingga kerakal (4 – 64 mm), bentuk butir c. Penyelidikan Bawah Permukaan
angular atau menyudut hingga rounded atau Menggunakan Pemboran Inti
membundar, kemas terbuka yaitu hubungan Pada penyelidikan pendahuluan
antara massa dasar dan fragmen butiran yang kelayakan bendungan tahap sebelumnya telah
kontras terlihat perbedaan ukurannya, sortasi dilakukan pemboran pada beberapa lokasi
atau keseragaman butirnya buruk, fragmen yaitu BH 1 – BH 3. Pada penyelidikan kali ini
terdiri dari kuarsit dan batuan metamorf. pemboran dilakukan pada lokasi alternatif 4
Konglomerat bersifat rapuh dan mudah lepas. dengan pertimbangan bahwa kondisi geologi
Sedangkan lempung memiliki ukuran pada lokasi alternatif 4 memenuhi persyaratan
butir < 1/256 mm, bentuk butir well rounded, sebagai lokasi as bendungan.
kemas tertutup yaitu hubungan antar fragmen Pemboran dilakukan pada 3 titik, yaitu
butiran yang relatif seragam sehingga massa pada abutmen kiri di bukit sebelah utara
dasar menjadi tidak terlihat, sortasi atau sungai (BH 5), lembah sungai (BH 4) dan
keseragaman butirnya baik, porositas dan abutmen kanan di bukit sebelah selatan sungai
permeabilitas tinggi, plastisitas dan elastisitas (BH 6).
baik, kekerasan batuan lunak (mudah diremas Pada setiap lapisan di masing-masing
dengan jari tangan). lubang bor dilakukan SPT (Standart
Bidang longsor disini memiliki dimensi Penetration Test) untuk menentukan jenis
ketinggian ± 15 m dan lebar ± 220 m yang tanahnya. Selain itu diambil contoh sampel
mengarah dari timur laut ke baratdaya. dari setiap lapisan atau Undisturbed Sample
untuk selanjutnya dilakukan uji permeabilitas
b. Pengujian Kondisi Tanah dengan dan densitas di laboratorium.
Metode Test Pit Deskripsi tanah dan batuan hasil
Pengujian kondisi tanah dengan pemboran dilaksanakan secara megaskopis dan
menggunakan test pit dilakukan pada 6 titik di dikorelasikan dengan hasil pengamatan di
sekitar lokasi as bendungan terpilih. Salah satu permukaan.
lokasi test pit terletak di abutmen kanan Secara geologi teknik daerah ini terdiri
berjarak ± 100 m sebelah barat dari titik bor dari 6 lapisan batuan yaitu :
BH 5. Morfologi bukit yaitu berbukit
bergelombang dengan kelerengan 20 – 30o.  Endapan sungai muda di kedalaman 0-1 m.
Memiliki satuan bentuk lahan fluvial  Endapan sungai tua di kedalaman 1-30 m.
terdenudasi.  Koluvial dengan material dominan berbutir
Litologi batuan yaitu konglomerat dari halus, pada kedalaman 1 – 17,5 m pada
endapan aluvial dengan ketebalan ± 200 cm. bukit sebelah utara sungai (abutmen kiri),
Konglomerat memiliki ukuran matriks pasir 1- 20 m pada bukit sebelah selatan sungai
sedang (1/4 – 1/2 mm), warna coklat (abutmen kanan).
kemerahan, bentuk butir well rounded, kemas  Koluvial dengan material dominan berbutir
terbuka yaitu hubungan antara massa dasar dan kasar pada kedalaman 18 – 30 pada bukit
fragmen butiran yang kontras terlihat sebelah utara sungai (abutmen kiri) dan 20
perbedaan ukurannya, sortasi atau – 25 m pada bukit sebelah selatan sungai
keseragaman butirnya buruk, porositas tinggi, (abutmen kanan).
permeabilitas tinggi, semen oksida besi.

9
 Batuan metamorf (batuan dasar) pada penelitian. Sedangkan satuan bentuklahan
kedalaman 30 - 35 m di bukit sebelah utara fluvial terdenudasional bergelombang
sungai (abutmen kiri), 60 - 100 m pada landai memiliki persen lereng sebesar 5 %
bagian tengah sungai, serta 25 - 35 m pada dengan slope rata-rata 5o – 10o, mempunyai
bukit sebelah selatan (abutmen kanan). beda tinggi (∆h) 50 meter dengan
pelamparan 30 % dari daerah penelitian.
6.6 Daerah Genangan b. Litologi penyusun daerah penelitian dari
yang tertua hingga yang termuda adalah
Daerah genangan Bendungan Pelosika batuan metamorf berupa sekis dari Formasi
terletak pada sepanjang aliran Sungai Malihan Paleozoikum (Pzm), konglomerat
Konaweha mulai dari hulu Sungai Konaweha dan batupasir dari Formasi Alangga
yaitu Desa Alaaha di sebelah baratlaut hingga berumur Plestosen (Qpa) dan material lepas
hilir Sungai Konaweha yaitu Desa Asinua Jaya berukuran lempung hingga kerakal dari
di sebelah tenggara seluas 165,98 km2. endapan Aluvium berumur Holosen (Qa).
Daerah genangan yang dihasilkan c. Berdasarkan beberapa indikasi yang
Bendungan Pelosika dapat dibuat ditemukan di lapangan seperti adanya
permodelannya menggunakan perangkat lunak boudinage dan drag fold, kemudian
Global Mapper. Kondisi daerah genangan dikorelasikan dengan hasil analisis
dikontrol oleh topografi pada daerah itu geolistrik, maka dapat diindikasikan bahwa
sendiri, yang merupakan daerah dataran banjir pada beberapa lokasi penelitian terdapat
sungai yang bentuknya memanjang karena struktur geologi berupa sesar.
dibatasi oleh kondisi morfologi berupa d. Berdasarkan beberapa parameter geologi
perbukitan terjal yang relatif sempit pada dan geologi teknik meliputi bentuk lembah,
bagian tepi sungai. Daerah genangan ini bantaran sungai, kemiringan lereng
meliputi daerah bendungan hingga ke arah abutmen, tingkat pelapukan batuan
hulu mendekati arah Pegunungan Mekongga abutmen, kemiringan perlapisan batuan
di sebelah utara. abutmen, tumpuan tubuh bendungan,
Ketinggian maksimum dari genangan struktur geologi batuan as bendungan,
sudah diperhitungkan bahwa pada saat banjir resistensi batuan abutmen terhadap sesar,
maksimum yakni pada elevasi + 180 m geodinamik lereng abutmen, tutupan
sehingga tidak melebihi elevasi dari reservoir, geodinamik lereng reservoir dan
perbukitan di sekitar wilayah Sungai Pelosika permeabilitas batuan reservoir, maka dari
yang memiliki elevasi + 200 m. beberapa alternatif lokasi as bendungan
ditentukan bahwa lokasi alternatif 4 yang
VII. KESIMPULAN DAN SARAN terletak pada hulu Sungai Konaweha
merupakan lokasi terpilih untuk
7.1 Kesimpulan pembangunan Bendungan Pelosika yang
a. Kondisi morfologi di daerah penelitian tidak terganggu oleh struktur geologi
terbagi menjadi 3 satuan, yaitu satuan berupa sesar.
bentuklahan struktural terdenudasional e. Kondisi geologi teknik tapak bendungan
perbukitan terjal, satuan bentuklahan pada sandaran kiri bendungan berada pada
struktural terdenudasional perbukitan elevasi +121 meter yang tersusun dari
bergelombang dan satuan bentuklahan satuan lanau pasiran, pasir lempungan dan
fluvial terdenudasional bergelombang lempung pasiran akan bertumpu pada tanah
landai. Satuan bentuklahan struktural pelapukan batuan dasar berupa batuan
terdenudasional perbukitan terjal memiliki metamorf berukuran lanau pasiran yang
persen lereng sebesar 50 % dengan slope bersifat teguh dan agak keras dengan nilai
rata-rata 45o – 65o, mempunyai beda tinggi SPT = 60, setengah tidak lulus air (semi
(∆h) 350 meter dengan pelamparan 50 % impermeable) dengan nilai k = 2,661 x 10 -5
dari daerah penelitian. Satuan bentuklahan cm2 dan nilai densitas 2,008 g/cm3. Bagian
struktural terdenudasional perbukitan tengah bendungan berada pada elevasi
bergelombang memiliki persen lereng +16,9 meter yang tersusun dari satuan
sebesar 14,7 % dengan slope rata-rata 20o – lempung pasiran, pasir lanauan, lanau
45o, mempunyai beda tinggi (∆h) 180 meter lempungan dan lempung lanauan akan
dengan pelamparan 20 % dari daerah bertumpu pada lapisan lanau lempungan

10
yang bersifat teguh, keras dan platisitasnya Marhento, selaku pembimbing saya baik di
sedang dengan nilai SPT = 55, setengah lapangan maupun di kantor, Bapak Hadi
tidak lulus air (semi impermeable) dengan Nugroho dan Bapak Wahju Krisna Hidajat
nilai k = 4,4318 x 10-5 cm2 dan nilai sebagai dosen pembimbing di kampus yang
densitas 2,031 g/cm3. Sandaran kanan telah berbagi ilmu, masukan dan arahan dalam
bendungan berada pada elevasi +115 meter penulisan penelitian ini, serta kepada seluruh
yang tersusun dari satuan lanau lempungan, pihak yang telah mendukung saya selama
lempung lanauan, lempung pasiran dan melaksanakan penelitian hingga selesai.
lanau pasiran akan bertumpu pada tanah
pelapukan batuan dasar berupa batuan DAFTAR PUSTAKA
metamorf berukuran lanau pasiran yang
bersifat keras dengan nilai SPT = 48, Anonim, 1986, Dams In Indonesia, Indonesian
setengah tidak lulus air (semi impermeable) National Comitte On Large Dam.
dengan nilai k = 2,403 x 10 -5 cm2 dan nilai Anonim, 2005, Pedoman Grouting
densitas 2 g/cm3. Bendungan, PT. Mettana, Tidak
f. Penyebaran daerah genangan seluas 165,98 Dipublikasikan.
km2 mulai dari Desa Alaaha di sebelah Arismunandar dan Kuwahara, 1975, Fasilitas
baratlaut bagian hulu Sungai Konaweha pada Bendungan, PT. Pradnya Paramita,
hingga Desa Asinua Jaya di sebelah Jakarta.
tenggara bagian hilir Sungai Konaweha Attewel P.B. dan farmer I.W., 1974, Principles
dengan bentuk memanjang dibatasi oleh of Engineering Geology, A Halsted
topografi daerah sekitar sungai. Elevasi Press Book, Chapmen & Hill, London.
muka air daerah genangan adalah +180 Badan Meteorologi dan Geofisika, 2008, Data
meter. Klimatologi DAS Konaweha, BMG
Wilayah Sulawesi.
7.2 Saran Badan Pusat Statistik, 2011, Data Luas
a. Penambahan untuk titik bor selanjutnya Wilayah Kabupaten Konawe, BPS
adalah sejumlah 4 titik yang terletak pada Wilayah Sulawesi.
pada sandaran kiri 1 buah, bagian tengah 2 Balai Pengairan, 2013, Peta Daerah Aliran
buah dan sandaran kanan 1 buah dengan Sungai Pelosika dan Lahumbuti, Dinas
kedalaman mencapai batuan dasar sedalam Pengelolaan Sumber Daya Air, Kendari,
75 meter. Tidak Dipublikasikan.
b. Pelaksanaan pemboran dan kegiatan Balai Pengairan, 2013, Peta Stasiun Hidrologi
selanjutnya disarankan dilakukan tidak dan Hidrometer, Dinas Pengelolaan
pada musim hujan karena kondisi sungai Sumber Daya Air, Kendari, Tidak
yang banjir. Dipublikasikan.
c. Perlu dilakukan analisis mekanika tanah dan Bieniawski, Z. T., 1973, Determining Rock
batuan di laboratorium dari core hasil Mass Deformability, Int, J. Rock Mech,
pemboran inti berupa uji klasifikasi tanah, Min. Sci.
uji berat jenis, uji korovitas tanah, uji kuat Castaldi, D., Chastain E., Windram M., Ziatyk
geser, uji triaksial dan uji potensi L., 2003, A Study of Hydroelectric
pengembangan atau swelling tanah Power : From a Global Perspective to a
lempung dan beberapa uji lainnya untuk Local Aplication, College of Earth and
mengetahui sifat fisik secara lebih detail Mineral Sciences, The Pennsylvania
pada setiap lapisan. State University.
Departemen Pekerjaan Umum, 1983, Manual
VIII. UCAPAN TERIMA KASIH Penyelidikan Geoteknik untuk
Perencanaan Pondasi dan Jembatan,
Terima kasih saya sampaikan kepada Tidak Dipublikasikan.
seluruh anggota Tim Survei Perencanaan Departemen Pekerjaan Umum, 2007, Laporan
Pembangunan Bendungan Pelosika, PT. Hasil Permodelan DSS Ribasim
Wahana Krida Konsulindo yang telah Pengelolaan SDA WS Lasolo –
memberikan saya kesempatan untuk Sampara, Tidak Dipublikasikan.
melakukan penelitian di Konawe, Sulawesi …………………………………., 1991, Revisi
Tenggara. Terima kasih kepada Bapak Dandun SNI 03-2411-1991 : Cara Uji Kelulusan

11
Air Bertekanan di Lapangan, Badan Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan
Penelitian dan Pengembangan. Nasional, Bogor.
…………………………………., 1991, SNI Perusahaan Listrik Negara, 1986, SPLN 67-2A
17-1991-03 : Tata Cara Pemetaan : Pembangkit Listrik Tenaga Air,
Geologi Teknik Lapangan, Badan Standar Perusahaan Listrik Negara.
Penelitian dan Pengembangan. Rusmana E., Sukido, D. Sukarna, E. Haryono
…………………………………., 2008, SNI dan T.O. Simandjuntak, 1993, Peta
2436-2008 : Tata Cara Pencatatan dan Geologi Lembar Lasusua-Kendari,
Identifikasi Hasil Pengeboran Inti, Sulawesi (2112-2212) Skala 1 :
Badan Penelitian dan Pengembangan. 250.000, Pusat Penelitian dan
…………………………………., 2008, SNI Pengembangan Geologi, Bandung.
4153-2008 : Cara Uji Penetrasi Soedibyo, 1993, Teknik Bendungan, PT.
Lapangan dengan SPT, Badan Pradnya Paramita, Jakarta.
Penelitian dan Pengembangan. Sosrodarsono, S., dan Takeda K., 1989,
Dwiyanto, J.S., 2005, Pelatihan Grouting, Bendungan Tipe Urugan, PT. Pradnya
Pemerintah Propinsi Jawa Tengah Dinas Paramita, Jakarta.
Pengelolaan Sumber Daya Air, Sukamto, R., dan Simandjuntak, T. O., 1983,
Semarang, Tidak Dipublikasikan. Tectonic Relationship between Geologic
Hastowo, P., Zaenuddin, Oetomo, B.P., Provinces of Western Sulawesi, Eastern
Soekistiarso, Soedibyo, 2003, Pedoman Sulawesi and Banggai-Sula in the light
Kriteria Umum Desain Bendungan, of Sedimentological Aspects, Pusat
Balai Keamanan Bendungan, Tidak Penelitian dan Pengembangan Geologi,
Dipublikasikan. Bandung.
Houlsby, A.C., 1976, Routine Interpretation of Suharto, I., 2004, Perekayasaan Metodologi
the Lugeon Water Test, Q.JL.Eng. Penelitian, Andi, Yogyakarta.
Geology Vol. 9, pp.303-313. Suharyadi, 2004, Pengantar Geologi Teknik
Legget, R.F., 1939, Geology and Engineering, Edisi-4, Biro Penerbit Teknik Sipil,
New York and London; Mcgraw-Hill Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Book Company. Tezaghi, K., and Peck R.B., 1948, Soil
Marzuki, C., 1999, Metodologi Riset, Mechanics in Engineering Practice,
Erlangga, Jakarta. John Wiley and Sons, New York;
Mettana-Jasapatria, 2012, Laporan Chapman and Hall, London.
Perencanaan Teknis (Tahap-1) Verhoef, P.N.W., 1989, Geologi untuk Teknik
Bendungan Pelosika Kabupaten Sipil, Erlangga, Jakarta.
Konawe, PT. Mettana, Balai Pengairan Wahltrom, E.E., 1974, Dams Foundation &
Provinsi Sulawesi Tenggara. Reservoir Sites, Elsivier Scientific
Muchtadi, H., 1989, Injeksi Semen Grouting Publishing Company, Amsterdam.
dalam Terowongan, Balai Penyelidikan Zainudin, Oetomo B.P., Rizal M., Zubir Y.,
Geoteknik Puslitbang Pengairan, Soedaryanto, 2003, Pedoman Kajian
Balitbang Pekerjaan Umum. Kemanan Bendungan, Balai Keamanan
Najoan, Theo F., 2005, Pedoman Penyelidikan Bendungan, Direktorat Jenderal Sumber
Geoteknik untuk Pondasi Bangunan Air, Daya Air.
Departemen Pekerjaan Umum, Jakarta. Zuidam, R.A. Van., 1983, Aspects of the
Pemerintah Republik Indonesia, 2008, Apllied Geomorphologic Map of the
Rancangan Peraturan Pemerintah Republic of Indonesia, Department of
Republik Indonesia (RPP) Bendungan, Geomorphology and Geography, ITC,
Jakarta. Enscede, Netherlands.
Perum Survai Udara, 1992, Peta Rupabumi
Indonesia Lembar Asolu, Sulawesi
Tenggara (2212-14) Skala 1 : 50.000,

12
LAMPIRAN Lokasi Alternatif As Bendungan Pelosika

Kondisi Geologi Permukaan


A

Gambar 1. (A) Peta Geomorfologi daerah penelitian yang terbagi menjadi 3 satuan Gambar 2. (A) Beberapa lokasi alternatif as Bendungan Pelosika dan struktur
bentuklahan, (B) Peta Geologi daerah penelitian yang terbagi menjadi 4 satuan geologi berupa sesar, (B) Tabel rekapitulasi penilaian dan pemilihan lokasi as
batuan Bendungan Pelosika

13
Kondisi Geologi Bawah Permukaan Lokasi Terpilih (Alternatif 4) Hasil Penyelidikan Geologi Teknik

A A

B
B

Gambar 3. (A) Penampang melintang as Bendungan Pelosika alternatif 4 hasil dari


Gambar 4. (A) Peta geologi teknik lokasi terpilih as Bendungan Pelosika
pemetaan geologi permukaan, (B) Penampang melintang as Bendungan Pelosika
(Alternatif 4), (B) Penampang stratigrafi log bor alternatif 4 (telah diperbaharui)
alternatif 4 hasil dari penyelidikan geolistrik

14
Daerah Genangan Bendungan Pelosika

Gambar 5. (A) Lokasi daerah genangan Bendungan Pelosika di Pulau Sulawesi, (B) Lokasi Bendungan Pelosika dan
daerah genangannya

15

You might also like