Tulisan Wayan Sunarsa

You might also like

Download as doc, pdf, or txt
Download as doc, pdf, or txt
You are on page 1of 23

FAKTOR FAKTOR PENENTU KEPUASAN KERJA TENAGA

KERJA BALI YANG BEKERJA DI KAPAL PESIAR


(STUDI KASUS DI CARNIVAL CRUISE LINE)

I WAYAN SUNARSA
Dosen Akomodasi SPB-STPBI Denpasar

Job satisfaction is the attitude and feeling of someone towards his job. When an
employee feels job satisfaction, he will be well motivated and productive. The Balinese
workforces who work on board the cruise ships need a job satisfaction guarantee.
This study aims at; (1) identifying factors that determine job satisfaction of
Balinese workforces who work on board the cruise ships, (2) identifying the difference of
job satisfaction between those who earns from tipping system and non-tipping system,
and between those who have been marriage and single marital status. The factors that
were investigated were job condition factor that consists of six variables; compensation
factor that consists of six variables; supervision factor that consists of four variables;
opportunity for achievement, recognitions, responsibility and challenging’s job factors
that consists of three variables.
The study was conducted at PT Cemerlang Tunggal Inti Karsa (CTI) Bali branch
that is located on Tukad Jinah Street 2X Renon Denpasar Bali. The research made use
non-probability sampling technique and used 230 respondents that were purposively
selected. Questionnaires were used to collect the data, and then it was analyzed by using
software tool analysis, SPSS ver. 13.
Validity and reliability of instrument analysis revealed that the KMO value for all
variables were above 0.05 with significance value 0.000. These values can be interpreted
that the instrument used were valid and reliable.
The findings of the study were; firstly the factors that determine the job
satisfaction of Balinese workforces who worked on board the cruise ship were the
opportunity for achievement factor with variance value 79.53; recognition factor with
variance value 79.13; challenging’s job factor with variance value 74.57; supervision
factor with variance value 70.32; responsibility factor with variance value 67.32,
compensation factor with variance value 64.73; and job condition factor with variance
value 61.74. Secondly, there were significant differences between those who earns from
tipping system and non-tipping system, and there were not significant differences
between those who have been marriage and single marital status.

Key words: job satisfaction, Balinese workforce, cruise ship


PENDAHULUAN

Latar Belakang
Tidak dapat dipungkiri bahwa pariwisata mempunyai keunggulan, di mana dalam
suasana perdagangan komoditas sektor-sektor lain mengalami kelesuan, ternyata sektor
pariwisata tetap mempunyai tren meningkat. Hal tersebut dapat dilihat dari jumlah orang
yang melakukan perjalanan wisata. Pada tahun 1990 jumlah wisatawan dilaporkan
sebanyak 457.300.000 orang, dan meningkat menjadi 698.800.000 orang pada tahun
2000 (WTO, 2001). Pitana (2005) menyebutkan, jumlah wisatawan internasional
senantiasa meningkat secara berlanjut. Data menunjukkan bahwa jumlah wisatawan
internasional meningkat dari sekitar 25 juta orang pada tahun 1950 menjadi 476 juta pada
tahun 1992, dan pada tahun 2000 angka ini mencapai 698,8 juta orang. Jumlah wisatawan
internasional selalu mengalami peningkatan sampai penghujung milenium dengan
peningkatan tertinggi terjadi tahun 2000 yaitu sebesar 9,7 persen. Meskipun memasuki
milenium ketiga dunia diguncang berbagai bencana seperti tragedi WTC 11 September
2001, Tragedi Bom Bali 12 Oktober 2002, Wabah Sars, Perang Irak-Amerika dan Wabah
Flu Burung, tingkat penurunan jumlah wisatawan tidak terlalu besar, yaitu hanya sebesar
0,5 persen tahun 2001, kemudian naik 2,7 persen tahun 2002.
Dengan meningkatnya jumlah orang yang melakukan perjalanan menjadi peluang
yang semakin besar dari industri pariwisata. Industri pariwisata merupakan rangkuman
dari berbagai macam bidang usaha, yang secara bersama-sama menghasilkan produk-
produk maupun jasa-jasa (layanan-layanan) atau service, yang nantinya, baik secara
langsung maupun tidak langsung akan dibutuhkan oleh wisatawan selama perjalanannya
(Darmarjadi dalam Yoeti, 2001).
Salah satu jenis industri pariwisata yang sedang naik daun dewasa ini adalah
industri kapal pesiar atau perusahaan kapal pesiar. Dalam dekade terakhir, industri kapal
pesiar merupakan salah satu industri sektor pariwisata yang mengalami pertumbuhan
yang paling cepat, diperkirakan pertumbuhannya rata-rata 10 persen setiap tahun
(Kronberg, 2003 dalam web http://www.diplom.de/db_netskill/
diplomarbeiten4045.html.Donald (1997) menyebutkan perusahaan kapal pesiar di dunia
khususnya di Amerika Utara mengalami pertumbuhan yang mengagumkan sejak
diperkenalkannya terbang /berlayar (fly/cruise) di tahun 1971, ketika sekitar setengah juta
penumpang naik kapal-kapal pesiar. Angka itu dalam tahun 1992 mencapai 4,4 juta, yang
membuat bisnis kapal pesiar tumbuh paling cepat dalam bisnis kepariwisataan.
Pembelanjaan total dunia untuk naik kapal pesiar dalam tahun 1991 adalah sekitar $54
miliar dalam bentuk upah dan $6,3 miliar dalam penerimaan pajak selama tahun 1992.
Amerika adalah pusat bisnis kapal pesiar dengan pangsa pasar dari berlayar dengan
menggunakan kapal pesiar dari pelabuhan Florida dan California.
Salah satu dampak dari perkembangan industri kapal pesiar adalah tersedianya
lapangan pekerjaan. Cruise Industry News (CIN) edisi September 2007 menyebutkan
prospek pemenuhan tenaga kerja kapal pesiar akan terus berkembang. Disebutkan pula
dalam kurun lima tahun ke depan akan ada penambahan sekitar 40 kapal pesiar baru yang
sebagian diantaranya tengah dalam proses pengerjaan. Dengan penambahan tersebut
setidaknya dibutuhkan 50 ribu tenaga kerja baru yang berasal dari seluruh dunia,
termasuk Indonesia. Bali Post (23 Maret 2008) menyebutkan bahwa peluang untuk
bekerja di kapal pesiar sangat terbuka karena perusahaan menganggap tenaga kerja asing
bayarannya lebih murah serta memiliki mutu yang bisa diandalkan.
Indonesia, khususnya Bali adalah salah satu penyumbang tenaga kerja yang
sangat besar di kapal pesiar selain Philipina. Bali Post (18 Mei 2007) menyebutkan sejak
berdiri 12 tahun lalu, CTI Group Worldwide Services Inc, Florida AS telah menyalurkan
sekitar 10.000 tenaga kerja Indonesia. Dari jumlah tersebut sebagian besar berasal dari
Bali. Dalam penilaian CEO CTI Mr. Mob Upchurch, pekerja asal Bali terkenal jujur,
santun, disiplin, pekerja keras dan mempunyai etos kerja yang tinggi. Sebagian besar
mereka bekerja pada posisi laundry attendant, cleaner, cabin steward, assistant cabin,
main galley, cook, waiter/waitress, dan bartender.
Bagi perusahaan seperti perusahaan kapal pesiar, tenaga kerja atau sumber daya
manusia merupakan elemen utama dibandingkan dengan elemen lain seperti modal,
teknologi dan uang, sebab manusialah yang mengendalikan elemen-elemen yang lain.
Manusia memilih teknologi, manusia yang mencari modal, dan manusia yang
menggunakan dan memeliharanya. Selain itu, manusia juga dapat menjadi salah satu
sumber keunggulan bersaing yang langgeng. Dengan demikian pengelolaan sumber daya
manusia dalam perusahaan menjadi suatu hal yang sangat penting.
Kepuasan kerja merupakan salah satu elemen yang cukup penting dalam
perusahaan. Hal ini disebabkan kepuasan kerja dapat memepengaruhi perilaku kerja
seperti malas, rajin, proaktif, dan lain-lain, atau mempunyai hubungan dengan beberapa
jenis perilaku yang sangat penting dalam perusahaan. Kepuasan kerja seseorang
dipengaruhi oleh banyak faktor, tidak hanya gaji, tetapi terkait dengan pekerjaan itu
sendiri, dengan faktor lain seperti hubungan dengan atasan, rekan kerja, promosi,
lingkungan kerja (lingkungan fisik dan psikologis) dan aturan-aturan (Hariandja, 2002).
Menurut Mathis dan Jackson (2001), kepuasan kerja adalah keadaan emosi yang
positif dari mengevaluasi pengalaman kerja seseorang. Ketidakpuasan kerja muncul saat
harapan-harapan itu tidak terpenuhi. Kepuasan kerja mempunyai banyak dimensi,
diantaranya kepuasan dalam pekerjaan itu sendiri, gaji, pengakuan, hubungan antara
supervisor dengan tenaga kerja dan kesempatan untuk maju. Selanjutnya Watson (dalam
Tohardi, 2002) menyebutkan gaji yang cukup tinggi belum tentu menjamin adanya
kepuasan kerja. Jadi gaji atau upah bukanlah satu-satu faktor yang dapat menimbulkan
kepuasan kerja. Robbin (2003) menyebutkan, ketidak puasan karyawan dapat dinyatakan
dengan sejumlah cara, misalnya dari pada berhenti, karyawan dapat mengeluh, tidak
patuh, mencuri milik organisasi, atau mengelakkan dari sebagian dari tanggung jawab
kerja mereka. Jadi banyak hal yang dapat menjadi penyebab ketidakpuasan kerja
karyawan dan banyak pertanda yang ditampilkan seperti keluh kesah, tidak patuh,
kegelisahan, menghindar dari tanggung jawab pekerjaan dan tingginya tingkat absensi.
Bila hal ini tidak segera direspon oleh pimpinan maka akan berdampak kepada
menurunnya produktivitas kerja karyawan.
Perusahaan Kapal Pesiar dalam menjalankan tugas dan fungsinya dalam
memberikan pelayanan terhadap wisatawan, maka peranan tenaga kerja sangat
menentukan dan membutuhkan adanya jaminan kepuasan kerja. Pimpinan harus
mewaspadai apabila menjumpai pertanda turunnya semangat dan kegairahan kerja
karyawan yang pada intinya menjadi gejala ketidakpuasan kerja karyawan.
Dibalik tingginya animo tenaga kerja Bali yang ingin bekerja di kapal pesiar ada
indikasi dari beberapa pekerja yang merasakan ketidakpuasan yang diperoleh selama
beberapa tahun bekerja. Hal itu ditunjukkan dengan berbagai macam cara seperti berhenti
bekerja di kapal pesiar atau tidak memperpanjang kontrak lagi (non repeater). Ada juga
dengan cara memendam dalam hati kerena takut dipecat dengan pertimbangan di Bali
dewasa ini sangat sulit mendapatkan pekerjaan. Alasan tersebut membuat mereka masih
tetap bertahan untuk bekerja kembali di kapal pesiar sebagai repeater worker. Dilain
pihak tenaga kerja Bali dikenal tidak proaktif atau pasif walaupun apa yang diperoleh
berbeda dengan apa yang diharapkannya.
Indikasi lain yang dapat mempengaruhi kepuasan karyawan adalah sistem
pendapatan yang diberlakukan perusahaan. Sistem pendapatan karyawan di kapal pesiar
umumnya dapat dibedakan menjadi 2 kelompok yaitu dengan tipping system dan non
tipping system. Karyawan yang berpendapatan dari tipping system adalah karyawan yang
memperoleh penghasilan dari tip yang diberikan oleh tamu atas jasa pelayanan yang
diberikan. Posisi yang termasuk dalam kelompok ini antara lain: waiter/waitress, cabin
steward, assistent cabin steward dan bartener. Sedangkan karyawan yang berpendapatan
dari non tipping system adalah karyawan yang menerima atau memperoleh penghasilan
dari perusahaan. Posisi yang termasuk kelompok ini antara lain :laundry attendant,
utility, main galley, linen runner, pool attendant dan cook.
Selain sistem pendapatan, status perkawinan juga bisa perpeluang sebagai pemicu
kepuasan karyawan. Tenaga kerja Bali yang bekerja dikapal pesiar ada yang berstatus
menikah dan ada yang berstatus belum menikah. Kalau mengacu pada aturan kerja di
Bali, karyawan yang sudah menikah akan mendapat penghasilan tambahan di luar gaji
pokok berupa tunjangan istri dan tunjangan anak. Kondisi ini sangat berbeda dengan
kondisi di kapal pesiar dimana perusahaan kapal pesiar memberi perlakuan yang sama
terhadap karyawan yang sudah menikah dan belum menikah, tidak ada tunjangan istri
maupun tunjangan anak.
Dari fenomena tersebut di atas, maka perlu dilakukan kajian terhadap kepuasan
kerja tenaga kerja Bali di kapal pesiar karena selama ini belum pernah dilakukan. Kajian
ini sangat penting karena akan dapat memberikan gambaran terhadap masyarakat
khususnya bagi yang ingin berkarir di kapal pesiar. Karena selama ini ada anggapan
bahwa bekerja di kapal pesiar akan mendapatkan penghasilan atau gaji yang sangat besar
tanpa pernah mengetahui, bagaimana sebenarnya kepuasan kerja mereka di sana, terkait
kondisi kerja serta tanggung jawab yang dibebankan perusahaan. Penelitian ini akan
mengadopsi pemikiran Frederick Herzberg yang menyebutkan ada 7 faktor yang
mempengaruhi kepuasan kerja, yaitu : kondisi kerja, kompensasi, pengawasan
(supervisi), kesempatan berprestasi, pengakuan, tanggung jawab, dan pekerjaan yang
lebih menantang.

Rumusan Masalah dan Batasan Masalah


Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang diungkapkan sebelumnya, maka
dapat dirumuskan permasalahan dalam bentuk pertanyaan yang perlu dicarikan
jawabannya melalui penelitian, yaitu:
1. Faktor-faktor apa yang menentukan kepuasan kerja bagi Tenaga Kerja Bali yang
bekerja di kapal pesiar.
2. Apakah ada perbedaan secara signifikan kepuasan kerja Tenaga Kerja Bali yang
berpendapatan dari tipping system dengan non tipping system dan yang berstatus
menikah dengan belum menikah yang bekerja di kapal pesiar
Untuk menghindari kesalahan persepsi, karena Tenaga Kerja Bali yang bekerja di
kapal pesiar berjumlah cukup banyak dan tersebar di berbagai macam jenis perusahaan
kapal pesiar, maka penelitian ini dibatasi hanya untuk Tenaga Kerja Bali yang bekerja di
Perusahaan Kapal Pesiar Carnival (Carnival Cruise Line)

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian faktor-faktor penentu kepuasan kerja Tenaga Kerja Bali yang
bekerja di kapal pesiar adalah:
1. Untuk mengetahui faktor-faktor penentu kepuasan kerja Tenaga Kerja Bali yang
bekerja di kapal pesiar
2. Untuk mengetahui perbedaan kepuasan kerja Tenaga Kerja Bali yang berpendapatan
dari tipping system dengan non tipping system dan yang berstatus menikah dengan
belum menikah yang bekerja di kapal pesiar.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara akademis maupun
praktis, sebagai berikut:
1. Secara teoritis penelitian ini bermanfaat untuk menambah wawasan pemikiran
terhadap kepuasan kerja tenaga kerja Bali yang bekerja di industri pariwisata
khususnya kapal pesiar dan bahkan dapat dijadikan referensi dalam penelitian serupa
berikutnya, terutama yang berkaitan dengan kepuasan kerja di kapal pesiar.
2. Secara praktis adalah bagi kalangan pemerintah, masyarakat dan pelaku pariwisata,
penelitian ini dapat dipakai sebagai bahan atau acuan dalam mengambil atau
menentukan kebijakan terhadap pemberdayaan sumber daya manusia (SDM) Bali
khususnya yang ingin berkarir di kapal pesiar

LANDASAN TEORI, KONSEP

Teori Keseimbangan (Equity Theory)


Menurut Mangkunegara (2000), teori ini dikembangkan oleh Adam. Adapun
komponen dari teori ini adalah input, outcome, comparison person dan equity-in-equity.
Wexley dan Yukl (1977) mengemukakan bahwa “input is anything of value that an
employee perceives that he contributes to his job”. Input adalah semua nilai yang
diterima pegawai yang dapat menunjang pelaksanaan kerja. Misalnya
pendidikan,pengalaman, skill, usaha, peralatan pribadi, jumlah jam kerja. Outcome is
anything of value that the employee perceives he obtains from the job. Outcome adalah
semua nilai yang diperoleh dan dirasakan pegawai. Misalnya upah, keuntungan
tambahan, status simbol, pengenalan kembali (recognition), kesempatan untuk
berprestasi, atau mengekpresikan diri.
Sedangkan comparison person may be someone in the same organization,
someone in the different organization, or even the person himself in the previous job.
(comparison person adalah seorang pegawai dalam organisasi yang sama, seseorang
dalam organisasi yang berbeda atau dirinya sendiri dalam pekerjaan sebelumnya).
Menurut teori ini puas atau tidak puasnya pegawai merupakan hasil dari membandingkan
antara input-outcome, dirinya dengan perbandingan input-outcome pegawai lain
(comparison person). Jadi jika perbandingan tersebut dirasakan seimbang (equity) maka
pegawai tersebut akan merasa puas. Tetapi apabila terjadi tidak seimbang (inequity) dapat
menyebabkan dua kemungkinan, yaitu over compensation inequity (ketidakseimbangan
yang menguntungkan dirinya) dan sebaliknya under compensation inequity
(ketidakseimbangan yang menguntungkan pegawai lain yang menjadi pembanding atau
comparison person).

Teori Perbedaan ( Discrepancy Theory)


Menurut Mangkunegara (2000) teori ini pertama kali dipelopori oleh Porter. Ia
berpendapat bahwa mengukur kepuasan dapat dilakukan dengan cara menghitung selisih
antara apa yang seharusnya dengan kenyataan yang dirasakan pegawai. Locke (1969)
mengemukakan bahwa kepuasan kerja pegawai tergantung pada perbedaan antara apa
yang didapat dan apa yang diharapkan oleh pegawai. Apabila yang didapat pegawai
ternyata lebih besar dari apa yang diharapkan maka pegawai tersebut menjadi puas.
Sebaliknya apabila yang didapat pegawai lebih rendah daripada yang diharapkan, akan
menyebabkan pegawai tidak puas.

Teori Dua Faktor (Two Factor Theory)


Teori Dua faktor ini pertama kali dikembangkan oleh Frederick Herzberg (1959).
Ia menggunakan teori Abraham Maslow sebagai titik acuannya. Menurut teori ini
kepuasan kerja dan ketidakpuasan kerja merupakan dua hal yang berbeda. Kepuasan dan
ketidakpuasan terhadap pekerjaan itu bukan suatu variabel yang kontinyu. Teori ini
merumuskan karakteristik pekerjaan menjadi dua kelompok yaitu satisfiers atau
motivator dan dissatisfiers atau hygiene factors. Satisfiers adalah faktor-faktor atau
situasi yang dibutuhkan sebagai kepuasan kerja yang terdiri atas: pekerjaa yang menarik,
tanggung jawab, penuh tantangan, ada kesempatan untuk berprestasi, pengakuan atas
hasil kerja atau kesempatan memperoleh penghargaan dan promosi. Dissatisfiers adalah
faktor-faktor yang menjadi sumber ketidakpuasan yang terdiri dari: gaji atau upah,
pengawasan, hubungan antar pribadi, kondisi kerja dan status. Faktor ini diperlukan
untuk memenuhi dorongan biologis dan kebutuhan dasar karyawan. Jika faktor ini tidak
terpenuhi, karyawan tidak akan merasa puas. Perbaikan terhadap kondisi ini akan
mengurangi atau menghilangkan ketidakpuasan, tetapi tidak akan menimbulkan kepuasan
karena faktor-faktor ini bukan sumber kepuasan kerja ( Rivai dalam Tirtayana, 2004).
Implementasi dari ketiga teori tersebut adalah, teori keseimbangan atau keadilan
untuk membedah kepuasan yang terkait dengan kompensasi khususnya gaji, teori
perbedaan untuk membedah efek dari kepuasan karena lebih mencerminkan konsep
tingkah laku; sedangkan teori dua faktor (two factor theory) untuk membedah aspek-
aspek pekerjaan yang merupakan sumber kepuasan kerja dan ketidakpuasan kerja. Ketiga
teori tersebut dapat digunakan untuk menjawab ke dua permasalahan yang dirumuskan
karena semuanya mengacu pada 28 variabel yang telah ditetapkan.

Konsep Kepuasan Kerja.


Keith Davis dalam Mangkunegara (1985) mengemukan bahwa ”job satisfaction
is the favorableness or unfavorableness with employees view their work” ( ke puasan
kerja adalah perasaan menyokong atau tidak menyokong yang dialami pegawai dalam
bekerja). Wexley dan Yuki (1977) mendefinisikan kepuasan kerja “is the way an
employee feels about his or her job”. (adalah cara pegawai merasakan dirinya atau
pekerjaanya).
Hasibuan (2001) mengemukakan kepuasan kerja adalah sikap emosional yang
menyenangkan dan mencintai pekerjaannya. Sikap ini dicerminkan oleh moral kerja,
kedisiplinan, dan prestasi kerja. Kepuasan kerja dinikmati dalam pekerjaan, luar
pekerjaan, dan kombinasi luar dan dalam pekerjaan
Kepuasan kerja dalam pekerjaan adalah kepuasan kerja yang dinikmati dalam
pekerjaan dengan memperoleh pujian hasil kerja, penempatan, perlakuan, peralatan, dan
suasana lingkungan kerja yang baik. Karyawan yang lebih suka menikmati kepuasan
kerja dalam pekerjaan akan lebih mengutamakan pekerjaannya dari pada balas jasa.
Kepuasan di luar pekerjaan adalah kepuasan kerja karyawan yang dinikmati di luar
pekerjaan dengan besarnya balas jasa yang diterima dari hasil kerjanya, agar dia dapat
membeli kebutuhan-kebutuhannya. Karyawan yang lebih suka menikmati kepuasannya
diluar pekerjaan lebih mempersoalkan balas jasa dari pada pelaksanaan tugas-
tugasnya.nnya. Kepuasan kerja kombinasi dalam dan luar pekerjaan adalah kepuasan
kerja yang dicerminkan oleh sikap emosional yang seimbang antara balas jasa dengan
pelaksanaan pekerjaannya. Karyawan yang lebih suka menikmati kepuasan kerja
kombinasi dalam dan luar pekerjaan akan merasa puas jika hasil kerja dan balas jasanya
dirasa adil dan layak.
Tolok ukur tingkat kepuasan yang mutlak tidak ada karena setiap individu
karyawan berbeda standar kepuasannya. Indikator kepuasan kerja hanya diukur dengan
kedisiplinan, moral kerja dan turnover kecil maka secara relatif kepuasan kerja karyawan
baik. Sebaliknya jika kedisiplinan, moral kerja dan turnover karyawan besar maka
kepuasan kerja karyawan di perusahaan kurang.

Tenaga Kerja Indonesia (TKI)

Menurut Keputusan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia Nomor:Kep-


204/Men/1999 tentang Penempatan Tenaga Kerja Indonesia ke Luar Negeri menyebutkan
Tenaga kerja Indonesia yang selanjutnya disebut TKI adalah warga negara Indonesia baik
laki-laki maupun perempuan yang bekerja di luar negeri dalam jangka waktu tertentu
berdasarkan perjanjian kerja. Sedangkan Tenaga Kerja Indonesia Pelaut yang selanjutnya
disebut TKI Pelaut adalah tenaga kerja Indonesia yang memiliki kualifikasi keahlian atau
keterampilan sebagai awak kapal di kapal asing dalam pelayaran internasional atau kapal
asing dalam pelayaran nasional dalam jangka waktu tertentu berdasarkan perjanjian kerja
laut.

Agen Tenaga Kerja


Menurut Keputusan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia Nomor:KEP-
204/Men/1999 Tentang Penempatan Tenaga Kerja Indonesia ke Luar Negeri
menyebutkan bahwa penempatan TKI dilakukan oleh lembaga pelaksana yang terdiri
dari: (1) Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia yang selanjutnya disebut PJTKI; (2)
Instansi pemerintah atau badan usaha milik negara; (3) Badan usaha swasta untuk
kepentingan sendiri.
PJTKI adalah badan usaha yang berbentuk perseroan terbatas (PT) atau koperasi yang
berusaha dibidang jasa penempatan TKI ke luar negeri. Surat Ijin Usaha Penempatan
Perusahaan Jasa TKI yang selanjutnya disebut SIUP-PJTKI adalah ijin usaha bagi
perusahaan jasa tenaga kerja Indonesia untuk dapat melaksanakan penempatan TKI ke
luar negeri
PJTKI yang akan melaksakan penempatan TKI harus mempunyai Mitra Usaha
atau Pengguna. Mitra Usaha adalah instansi atau badan usaha berbentuk badan hukum di
luar negeri yang bertanggung jawab menyalurkan TKI kepada pengguna. Pengguna
adalah instansi pemerintah atau badan usaha yang berbadan hukum atau perorangan di
luar negeri yang mempekerjakan TKI. Perjanjian kerja sama penempatan adalah
perjanjian tertulis antara PJTKI dengan Mitra Usaha atau pengguna mengenai
penempatan TKI yang mengatur tentang jangka waktu, hak dan kewajiban masing-
masing pihak.
Selanjutnya disebutkan juga, penempatan Tenaga Kerja Indonesia Pelaut
dilakukan dalam rangka sistem penempatan TKI, dan dikoordinasikan dengan instansi
pemerintah dan lembaga swasta yang terkait. Penempatan TKI Pelaut dilaksanakan
dengan memperhatikan ketentuan yang berlaku di dunia internasional untuk menjamin
pelaksanaan perlindungan hukum bagi TKI Pelaut dengan mengembangkan sistem
kerjasama bilateral maupun multilateral dengan negara atau organisasi internasional yang
berkompeten. Penempatan TKI Pelaut dilakukan oleh: (1) Perusahaan Jasa Tenaga Kerja
indonesia spesialis pelaut; (2) perusahaan pelayaran nasional yang ditunjuk sebagai agen
atau sebagai perwakilan dari perusahaan pelayaran internasional di luar negeri yang
bertindak untuk dan atas nama perusahaan yang diwakili dalam rekrut TKI untuk
kepentingan usaha sendiri; (3) Perusahaan pemegang Surat Ijin Usaha Penempatan
Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (SIUP-PJTKI).

Perusahaan Kapal Pesiar (Cruise Line)


Cruise line is a company that operates cruise ships. Artinya cruise line adalah
perusahaan yang bergerak dalam bidang kapal pesiar atau mengoperasikan kapal pesiar.
Perusahaan ini merupakan kombinasi dari bisnis transportasi dan akomodasi termasuk
didalamya intertaimen yang dikemas dalam satu paket tour. Seluruh kegiatan dan
aktivitas dalam kapal menjadi kendali dari Ship Commandand yang disebut Captain
sedangkan urusan pelayanan dan hospitality dari karyawan menjadi tanggung jawab
Hotel Manager.
Sudiarta (2007) menyebutkan ”The passenger ship is also known as a floating
hotel but lately it is more commonly called cruise ship or cruise vessel, artinya kapal
penumpang juga dikenal dengan nama hotel terapung dan selanjutnya secara luas lebih
dikenal dengan sebutan kapal pesiar. Kapal pesiar dapat dibedakan berdasarkan ukuran,
berat, warna dan disain sesuai dengan ciri khas perusahaan, juga mencerminkan
profesinalisme manajemen dan karyawan yang terlibat di dalamnya. Ada beberapa
perusahaan kapal pesiar besar yang secara umum sudah dikenel di dunia, seperti:
Carnival Cruise Line, Holland American Line, Royal Caribbean International, Princess
Cruise Line, Costa Cruise Line, Celebrity Cruise Line, Premier Cruise Line, Disney
Cruise Line, Majesty Cruise Line, Festival Cruise Line, Renaissance Cruise Line,
Mediterranian Shipping Company, Star Cruise
METODE PENELITIAN

Lokasi Penelitian
Penelitian mengambil lokasi di kantor PT. Cemerlang Tunggal Inti Karsa (CTI)
Cabang Bali yang beralamat Jalan Tukad Jinah 2X Renon Denpasar Bali.

Populasi dan Sampel


Populasi dalam penelitian ini adalah para Tenaga Kerja Bali yang bekerja di
Carnival Cruise Line (Perusahaan Kapal Pesiar Carnival). Sampel diambil dengan
menggunakan teknik non probability sampling dengan menggunakan metode purposive
sampling. Sesuai dengan analisis faktor (Suprapto, 2004) persyaratan jumlah sampel
adalah minimal 5 x jumlah variabel dan maksimal 10 x jumlah variabel. Jumlah variabel
dalam penelitian ini adalah 28 variabel. Penelitian ini dilakukan dengan menyebarkan
280 angket sesuai dengan persyarakat maksimal analisis faktor, dari jumlah angket yang
disebarkan ternyata jumlah angket yang terisi oleh responden berjumlah 230 angket.
Akhirnya angka 230 ditetapkan sebagai jumlah sampel karena sudah memenuhi
persyaratan dari analisis faktor.

Jenis data
Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif dan data
kualitatif. Data kuantitatif yaitu data yang berbentuk angka-angka, seperti: umur
responden, pendapatan responden, dan masa kerja responden, dll. Sedangkan data
kualitatif yaitu data berupa informasi atau keterangan verbal yang berhubungan dengan
masalah diteliti yang dapat diangkakan dengan menggunakan skor, seperti : hubungan
antar karyawan, hubungan antara karyawan dengan atasan, sarana dan prasarana kerja,
jenis kelamin, jenis pekerjaan dan sebagainya

Sumber Data
Sumber data yaitu data primer dan data sekunder. Data primer yaitu data yang
diperoleh atau dikumpulkan secara langsung dari sumber pertama, dicatat untuk pertama
kalinya dan hasilnya digunakan langsung untuk memecahkan permasalahan penelitian.
Dalam penelitian ini sumber data primer adalah responden yang mengisi angket yang
diambil secara purposive di kantor PT. Cemerlang Tunggal Inti Karsa (CTI) cabang Bali.
Di pihak lain data sekunder adalah data yang diperoleh bukan dari hasil pengumpulan
data dan pengolahan sendiri melainkan dilakukan oleh orang lain atau oleh lembaga
tertentu. Sumber data sekunder dalam penelitian ini yaitu: BPS Propinsi Bali, Dinas
Tenaga Kerja (Disnaker) Propinsi Bali, PT. Cemerlang Tunggal Inti Karsa cabang Bali,
dan instansi lain yang terkait dengan penelitian ini.

Teknik Pengumpulan Data


Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan beberapa metode, antara lain:
a. Metode angket, yaitu metode pengumpulan data dengan cara menyebarkan atau
menyodorkan angket kepada responden, lanjut responden akan mencentang atau
melingkari tingkatan jawaban masing-masing pertanyaan sebagai ekspresi
kepuasan kerja di Carnival Cruise Line.
b. Penelusuran dokumen, yaitu membaca pustaka-pustaka, dokumen-dokumen atau
arsip-arsip yang berkaitan dengan kepuasan kerja yang tersedia di perpustakaan
atau instansi pemerintah
c. Observasi lapangan, yaitu dengan melakukan pengamatan langsung ke lapangan
di kantor PT. Cemerlang Tunggal Inti Karsa (CTI) cabang Bali.
d. Wawancara mendalam, yaitu mengadakan tanya jawab langsung kepada Direktur
CTI, staf CTI, pensiunan kapal pesiar serta fasilitator kapal pesiar untuk menggali
informasi yang berkaitan dengan preferensi kepusan kerja di kapal pesiar.

Instrumen Penelitian
Variabel atau indikator diukur secara ordinal dengan menggunakan skala Likert.
Skala ini digunakan untuk mengukur sikap dari jenjang yang paling positif ke jenjang
yang paling negatif, (Kusmayadi dan Sugiarto,2000). Dalam kaitan dengan penelitian
faktor-faktor penentu kepuasan kerja Tenaga Kerja Bali di kapal pesiar, responden harus
mengekspresikan pandangannya dengan memilih salah satu dari lima alternatif jawaban
yang disediakan, yaitu:
a. Jawaban sangat puas diberi bobot 5
b. Jawaban puas diberi bobot 4
c. Jawaban cukup puas diberi bobot 3
d. Jawaban tidak puas diberi bobot 2
e. Jawaban sangat tidak puas diberi bobot 1

Sebelum instrument penelitian digunakan untuk mengumpulkan data, maka


instrument tersebut harus diuji dengan uji validitas dan reliabilitas. Tujuan uji validitas
dan reliabilitas adalah untuk menguji apakah angket tersebut dapat mengukur apa yang
seharusnya diukur dan memiliki konsistensi hasil bila digunakan oleh peneliti dan
responden yang berbeda. Antara (2004) mengatakan bahwa uji validitas dan reliabilitas
dilakukan terhadap sedikitnya 30 responden karena dengan jumlah ini distribusi skor
akan mendekati normal.
Uji Validitas adalah sebuah uji terhadap instrumen untuk mengetahui sejauh mana
suatu alat pengukur yang telah disusun dapat mengukur apa yang hendak diukur secara
tepat. Alat ukur dikatakan valid apabila nilai koefisien korelasi antara butir dengan skor
total sama dengan atau lebih dari 0,3 (Mantra dan Kasno, 1989). Uji reliabilitas adalah
suatu nilai yang menunjukkan konsistensi suatu instrumen apabila digunakan untuk
mengukur gejala yang sama berkali-kali (Mantra dan Kasto, 1989). Pengujian alat ukur
dilakukan untuk mengetahui sejauh mana angket atau kuisioner yang digunakan dapat
dipercaya atau memberikan perolehan hasil yang relatif konsisten. Simamora (2004)
mengatakan bahwa instrumen dikatakan reliabel bila nilai koefisien Alpha Cronbach
lebih besar 0,6. Analisis ini menggunakan software SPSS 13.0 windows.
Tabel. 1
Jenis dan Pengukuran Variabel Kepuasan Kerja Tenaga Kerja Bali yang bekerja di Kapal Pesiar.

No Faktor Variabel (Indikator) Pengukuran


Jenis Kode
1 Kondisi Kerja Interaksi dengan teman sekerja X101 Ordinal (skala 1-5)
Hubungan kerja dengan atasan X102 Ordinal (skala 1-5)
langsung
Ketersediaan fasilitas kerja X103 Ordinal (skala 1-5)
Keamanan dan keselamatan kerja X104 Ordinal (skala 1-5)
Jumlah jam kerja karyawan X105 Ordinal (skala 1-5)
Beban kerja karyawan X106 Ordinal (skala 1-5)

2 Kompensasi Gaji yang diterima karyawan X201 Ordinal (skala 1-5)


Kenaikan gaji secara berkala X202 Ordinal (skala 1-5)
Bonus X203 Ordinal (skala 1-5)
Insentif X204 Ordinal (skala 1-5)
Biaya tiket pesawat X205 Ordinal (skala 1-5)
Fasilitas yang diterima karyawan X206 Ordinal (skala 1-5)

3 Pengawasan Sikap atasan langsung terhadap X301 Ordinal (skala 1-5)


keluhan karyawan
Intruksi atasan terhadap pekerjaan X302 Ordinal (skala 1-5)
Tuntutan atasan terhadap pekerjaan X303 Ordinal (skala 1-5)
Penilaian atasan terhadap hasil kerja
karyawan
Penilaian atasan terhadap hasil kerja X304 Ordinal (skala 1-5)
karyawan

4 Kesempatan Jenjang karir X401 Ordinal (skala 1-5)


Berprestasi
Kesempatan mengikuti pendi dikan X402 Ordinal (skala 1-5)
dan pelatihan kerja
Pendidikan dan keterampilan X403 Ordinal (skala 1-5)

5 Pengakuan Promosi jabatan X501 Ordinal (skala 1-5)


Penghargaan terhadap prestasi kerja X502 Ordinal (skala 1-5)
Pengembangan pendidikan yang X503 Ordinal (skala 1-5)
lebih tinggi

6 Tanggung Kesempatan melakukan tugas X601 Ordinal (skala 1-5)


jawab
Kesempatan ikut membuat X602 Ordinal (skala 1-5)
keputusan
Menyelesaikan pekerjaan dengan X603 Ordinal (skala 1-5)
tepat waktu

7 Pekerjaan yang Variasi pekerjaan X701 Ordinal (skala 1-5)


lebih
menantang
Prospek masa depan pekerjaan X702 Ordinal (skala 1-5)
Tugas tambahan (side duty) X703 Ordinal (skala 1-5)
Definisi Operasional Variabel
Dalam suatu penelitian, konsep atau konstruk atau variabel harus memiliki
pengertian yang jelas, sehingga tidak memunculkan pengertian ganda. Oleh karena itu
masing-masing konstruk atau variabel atau indikator yang teridentifikasi diberi definisi
sebagai berikut:
1. Interaksi kerja dengan teman sekerja adalah persepsi responden terhadap interaksi
antara karyawan dalam lingkungan kerja, baik dengan tenaga kerja Indonesia maupun
tenaga kerja asing yang diwujudkan dengan adanya perasaan satu tujuan yang
ditetapkan perusahaan (X101).
2. Hubungan kerja karyawan dengan atasan langsung adalah persepsi responden
terhadap hubungan kerja antara atasan dan bawahan (X102).
3. Ketersediaan fasilitas kerja adalah persepsi responden terhadap fasilitas kerja yang
disediakan perusahaan seperti alat pembersih (cleaning equipment) dan bahan
pembersih (cleaning supplies) (X103).
4. Keamanan dan keselamatan kerja adalah persepsi responden terhadap jaminan
keselamatan dan keamanan selama melaksanakan pekerjaan (X104).
5. Jumlah jam kerja adalah persepsi responden terhadap jumlah jam kerja yang
dibebankan perusahaan dalam satu hari (X105).
6. Beban kerja adalah persepsi responden terhadap beban kerja yang dibebankan
perusahaan dalam satu hari (X106)
7. Gaji adalah persepsi responden terhadap kompensasi dalam bentuk uang yang
diterima dengan posisi (jabatan) yang dimiliki karyawan (X201)
8. Kenaikan gaji secara berkala adalah persepsi responden terhadap kesesuaian jumlah
kenaikan gaji yang diberikan kepada karyawan secara berkala atau setiap
perpanjangan kontrak (X202).
9. Bonus adalah persepsi responden terhadap kebijakan uang bonus yang diberikan
perusahaan (X203).
10. Insentif adalah persepsi responden terhadap kelayakan tambahan-tambahan
kompensasi di luar gaji yang diterima pegawai yang mempunyai prestasi di atas rata-
rata, seperti employee of the month dan employee of the year.(X204)
11. Biaya tiket pesawat adalah persepsi responden terhadap biaya tiket pesawat pulang-
pergi yang diberikan perusahaan (X205)
12. Fasilitas yang diterima karyawan dalah persepsi responden terhadap fasilitas yang
diterima dari perusahaan seperti : crew cabin, crew laundry, cafetaria, uniform, clinic
service. (X206)
13. Sikap atasan langsung terhadap keluhan karyawan adalah persepsi responden
terhadap sikap yang dimiliki atasan untuk menjaga hubungan yang harmonis dengan
bawahan dalam meningkatkan produktivitas kerja (X301)
14. Instruksi atasan terhadap pekerjaan adalah persepsi responden terhadap pekerjaan
yang diinstruksi oleh atasan dibandingkan dengan SOP (standard operating
procedure) yang ditetapkan.(X302)
15. Tuntutan kerja atasan terhadap bawahan adalah persepsi responden terhadap
kemampuannya dalam melaksanakan tugas yang harus diselesaikan sesuai dengan job
description (X303)
16. Penilaian atasan terhadap hasil kerja bawahan, adalah persepsi responden terhadap
penilaian yang dilakukan atasan atau supervisor terhadap hasil kerja bawahannya
(X304)
17. Jenjang karir adalah persepsi dari responden terhadap kejelasan pengembangan karier
karyawan yang merupakan suatu urutan promosi atau alih tugas kepada jabatan yang
menuntut tanggung jawab dalam hirarki hubungan kerja (X401)
18. Kesempatan mengikuti pendidikan dan pelatihan kerja adalah persepsi responden
terhadap kesempatan yang diberikan dalam program pengembangan sumber daya
manusia secara berkesinambungan sebagai upaya optimalisasi pemberdayaan
karyawan (X402)
19. Pendidikan dan keterampilan karyawan adalah persepsi responden terhadap
kesesuaian latar belakang pendidikan dan keterampilan yang dimiliki dengan
pekerjaan yang diterima (X403)
20. Promosi jabatan atau kesempatan menduduki jabatan adalah persepsi responden
terhadap pengakuan yang diberikan berupa kesempatan menduduki jabatan (X501)
21. Perhargaan terhadap prestasi kerja adalah persepsi responden terhadap pemberian
penghargaan (bukan uang) dari perusahaan kepada karyawan atas prestasi kerja
(X502)
22. Pengembangan pendidikan adalah persepsi responden terhadap kesempatan yang
diberikan untuk mengembangkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi (X503)
23. Kesempatan melakukan tugas adalah persepsi responden terhadap kepercayaan yang
diberikan atasan langsung (supervisor) untuk melaksanakan tugas dengan penuh
tanggung jawab (X601).
24. Kesempatan ikut membuat keputusan adalah persepsi responden terhadap kesempatan
untuk ikut berpartisipasi / terlibat dalam setiap pengambilan keputusan sesuai dengan
bidang tugasnya (X602).
25. Menyelesaikan pekerjaan dengan tepat waktu adalah persepsi responden terhadap
kemampuan untuk menyelesaikan pekerjaan yang dibebankan dengan waktu yang
tepat. (X603)
26. Variasi kerja adalah persepsi responden terhadap variasi aktivitas yang harus
dilaksanakan untuk menghindari rasa monoton (X701)
27. Prospek masa depan pekerjaan adalah persepsi responden terhadap pengembangan
tugas dalam melaksanakan tugas saat ini (X702).
28. Tugas tambahan adalah persepsi responden terhadap tugas tambahan (side duty) yang
dibebankan di luar tugas pokok (X703)

Teknik Analisis Data


Analisis faktor digunakan untuk menjawab tujuan penilitian yang pertama yaitu
untuk mengetahui faktor penentu kepuasan kerja tenaga kerja Bali yang bekerja di kapal
pesiar Sedangkan analisis diskriminan digunakan untuk menjawab tujuan penelitian yang
kedua yaitu untuk mengetahui perbedaan antara tenaga kerja Bali yang berpendapatan
dari tipping system dengan non tipping system dan yang berstatus menikah dengan yang
belum menikah yang bekerja di kapal pesiar.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Uji Validitas dan Reliabilitas


Hasil uji validitas menunjukkan angka interval 0,3930 sampai dengan 0,8442
yang artinya berada pada katagori validitas tinggi sampai dengan validitas sangat tinggi.
Dengan demikian instrumen penelitian layak atau valid digunakan sebagai pengumpul
data. Hasil uji reliabilitas instrumen dalam penelitian ini koefisien alphanya 0,9615 yang
berarti reliabilitasnya tinggi sehingga instrumen penelitian tersebut dapat dipercaya, andal
dan akurat sebagai pengumpul data.

Analisis Faktor
Untuk mengidentifikasi faktor penentu kepuasan kerja bagi Tenaga Kerja Bali di
kapal pesiar dipakai pendekatan analisis faktor. Langkah-langkah yang ditempuh adalah
sebagai berikut:

a. Merumuskan Masalah
Analisis faktor yang dilakukan dalam penelitian ini adalah analisis faktor
konfirmatori, dimana dimensi kepuasan tenaga kerja Bali yang bekerja di kapal pesiar
dibuat dalam variabel X101 sampai dengan X703. Dengan telah ditetapkannya tujuh
common faktor (F1....F7) menghasilkan beberapa hasil uji konfirmasi. Melalui analisis
faktor akan dapat diketahui faktor dan variabel penentu kepuasan kerja tenaga kerja Bali
yang bekerja di kapal pesiar.

b. Membuat Matrik Korelasi


Pada matrik korelasi dapat diidentifikasi hubungan yang saling terkait antar faktor
dan antar variabel melalui uji ketepatan model dengan menggunakan Uji Kaeser Meiyer
Olkin (KMO) dan Uji Bartlett (Bartlett’s Test) terhadap seluruh faktor-faktor dan
variabel-variabel dalam penelitian ini. Dari masing-masing faktor juga ditunjukkan
pengaruh variabel yang memberi kontribusi terhadap kepuasan yang diujikan. Hasil
secara keseluruhan tentang ketepatan model yang digunakan dari masing-masing faktor
seperti yang ditunjukkan pada tabel 2.

Tabel 2
Hasil Uji Ketepatan Model KMO dan Bartlett’S Test
NO FAKTOR KMO UJI BARTLETT
1 Kondisi Kerja 0,862 647,859
2 Kompensasi 0,693 399,142
3 Pengawasan 0,797 416,397
4 Kesempatan Berprestasi 0,731 345,999
5 Pengakuan 0,715 346,181
6 Tanggung Jawab 0,679 176,829
7 Pekerjaan yang lebih menantang 0,683 276,788
Catatan : Data di olah dari hasil analisis faktor
Hasil uji KMO yang dilakukan terhadap masing-masing variabel mendapatkan
hasil uji dimana variabel-variabel pada semua faktor memiliki KMO lebih besar dari 0,05
dengan nilai signifikansi sebesar 0,000. Dengan demikian dapat menggambarkan bahwa
seluruh faktor dalam penelitian ini memiliki ketepatan model terhadap analisis yang
digunakan, artinya bahwa masing-masing faktor memberi pengaruh terhadap kepuasan
kerja bagi Tenaga Kerja Bali yang bekerja di kapal pesiar.

c. Interpretasi Hasil Analisis


Langkah terakhir dalam penerapan analisis faktor sebagaimana diungkapkan
Solimun (2002) adalah melakukan interpretasi terhadap hasil uji yang telah dilakukan.
Interpretasi yang dilakukan pada penelitian ini didasari oleh nilai-nilai yang muncul dari
hasil analisis setelah faktor-faktor yang diteliti dianggap layak masuk ke dalam uji
ketepatan model. Di samping itu, dalam interpretasi analisis juga diuraikan informasi-
informasi lain yang di dapatkan dari sumber data kualitatif para pekerja yang bekerja di
kapal pesiar.

Tabel. 3
Nilai Eigenvalue, Variance, Komponen Matrik, Komunalitas
Faktor Variabel Eigen % of Komp. Komu
Value Variance Matrik nalitas
Kondisi Kerja 1.Hubungan interaksi antar teman sekerja (X101) 3, 704 61,727 0,775 0,601
(F1) 2.Hubungan kerja dengan atasan langsung (X102) 0,659 10,979 0,809 0,655
3.Fasilitas kerja (X103) 0,590 9,831 0,716 0,513
4.Jaminan keamanan dan keselamatan kerja (X104) 0,445 7,422 0,767 0,588
5.Jumlah jam kerja (X105) 0,343 5,723 0,784 0.615
6.Beban kerja (X106) 0,259 4,317 0,855 0,732
Kompensasi 1.Gaji (X201) 2,700 44,999 0,758 0,850
(F2) 2.Kenaikan gaji secara berkala (X202) 1,185 19,745 0,757 0,800
3.Bonus (X203) 0,874 14,569 0,449 0,394
4.Insentif (X204) 0,532 8,860 0,791 0,626
5.Biaya tiket (X205) 0,458 7,639 0,447 0,585
6.Fasilitas yang diperoleh (X206) 0,251 4,189 0,706 0,630
Pengawasan 1.Sikap atasan terhadap bawahan (X301) 2,813 70,324 0,848 0,719
(F3) 2.Intruksi atasan terhadap bawahan (X302) 0,514 12,862 0,870 0,757
3.Tuntutan atasan terhadap bawahan (X303) 0,390 9,744 0,791 0,625
4.Penilaian atasan terhadap bawahan (X304) 0,283 7,069 0,844 0,712
Kesempatan 1.Jenjang karier (X401) 2,386 79,530 0,892 0,795
Berprestasi 2.Kesempatan untuk mengikuti pelatihan (X402) 0,361 12,030 0,912 0,831
(F4) 3.Pendidikan dan keterampilan (X403) 0,253 8,441 0,872 0,760
Pengakuan 1.Kesempatan menduduki jabatan (X501) 2,374 79,133 0,881 0,777
(F5) 2.Penghargaan terhadap prestasi kerja (X502) 0,392 13,058 0,921 0,848
3.Penghargaan terhadap pendidikan (X503) 0,234 7,809 0,866 0,749
Tanggung 1.Kesempatan untuk melakukan tugas (X601) 2,036 67,870 0,827 0,684
Jawab 2.Kesempatan ikut membuat keputusan (X602) 0,564 18,810 0,859 0,738
(F6) 3.Menyelesaikan tugas tepat waktu (X603) 0,400 13,320 0,783 0,613
Pekerjaan 1.Variasi pekerjaan (X701) 2,237 74,570 0,864 0,747
yang lebih 2.Prospek masa depan pekerjaan (X702) 0,497 16,564 0,908 0,825
Menantang 3.Tugas tambahan (X703) 0,266 8,866 0,815 0,665
(F7)
Catatan: Data dolah dari hasil analisis faktor
Analisis komunalitas faktor kondisi kerja (F1) menunjukkan, bahwa dari enam
variabel yang diobservasi menunjukkan bahwa semua variabel memiliki nilai
komunalitas di atas 0,5 yang berarti bahwa keenam variabel memiliki korelasi yang
cukup kuat terhadap faktor F1. Ini mencerminkan bahwa kepuasan kerja Tenaga Kerja
Bali di kapal pesiar memang benar ditentukan oleh keenam variabel yang membentuk F1.
Namun ada satu variabel yang perlu mendapat perhatian yaitu variabel beban kerja
(X106), karena memiliki nilai komunalitas tertinggi. Fakta dilapangan menunjukkan
bahwa para pekerja umumnya bekerja lebih dari 14 jam per hari, ini sangat kontras
dengan kontrak kerja yang disepakati yang menetapkan jam kerja per hari adalah 10 jam.
Kondisi ini pernah diperkarakan oleh pekerja dari Chili yang akhirnya perusahan
mengalami kekalahan dan mendapatkan denda dari pemerintah. Hasil pengecekan silang
dari data frekuensi juga menunjukkan bahwa responden yang menunjukkan rasa tidak
puas cukup besar yaitu 58 orang (25,22 persen)
Analisis komunalitas faktor kompensasi (F2) menunjukkan bahwa dari enam
variabel menunjukkan bahwa lima variabel memiliki nilai komunalitas di atas 0,5 dan
satu variabel memiliki nilai komunalitas 0,394. Variabel yang terkuat memberi penaruh
adalah variabel gaji (X201), seperti dijelaskan sebelumnya bahwa pendapatan karyawan
ada yang berasal dari tipping system dan non tipping system. Keluhan terutama banyak
datang dari posisi non tipping system seperti laundry attendant, cook, uttility dan main
galley. Rata-rata gaji yang mereka terima perbulan jauh lebih kecil dari gaji yang
diterima dari tipping system. Seperti yang dinyatakan salah satu responden yang
berprofesi sebagai cook bahwa gaji satu bulan dari seorang waiter sama dengan tiga kali
gaji seorang cook. Fakta tersebut juga diperkuat oleh data frekuensi responden bahwa
16,52 persen responden menyatakan tidak puas dan 13,48 persen menyatakan sangat
tidak puas terhadap gaji yang mereka terima. Kondisi ini perlu dievaluasi oleh
perusahaan agar gaji yang diterima dari kedua kelompok tersebut tidak terjadi
ketimpangan yang terlalu jauh, misalnya dengan menaikan gaji pokok, menambah uang
bonus maupun uang insentif terutama untuk posisi non tipping system.
Analisis komunalitas faktor pengawasan (F3) menunjukkan bahwa dari empat
variabel yang ada semuanya memiliki nilai komunalitas di atas 0,5 yang berarti bahwa
keempat variabel memiliki korelasi yang cukup kuat terhadap faktor F1. Sekaligus
mencerminkan kepuasan kerja Tenaga Kerja Bali di kapal pesiar memang benar
ditentukan oleh keempat variabel tersebut. Data frekuensi menunjukkan bahwa 28,70
persen responden (66 responden) menyatakan tidak puas terhadap sikap yang ditunjukkan
atasan. Sikap atasan yang menjadi masalah pada umumnya adalah sikap tidak mau
membantu pada saat jam kerja tinggi, seperti misalnya petugas cabin stuward meminta
bantuan untuk mengambil towel di pantry, atau meminta bantuan saat tamu memesan
sesuatu (guest request). Ini berarti bahwa atasan (supervisor) mempunyai karakter yang
sangat berbeda dengan pekerja Bali karena pekerja dari Bali yang berperan sebagai
supervisor umumnya sangat toleran untuk membantu bawahan.
Analisis komunalitas faktor kesempatan berprestas (F4) menunjukkan bahwa dari
tiga variabel yang ada semuanya memiliki nilai komunalitas di atias 0,5 yang berarti
bahwa keempat variabel memiliki korelasi yang cukup kuat terhadap faktor F1. Variabel
kesempatan untuk mengikuti pelatihan (X402) memiliki nilai koefisien korelasi sebesar
0,912 lebih besar dari 0,5 yang berarti memiliki hubungan korelasi yang sangat kuat
dengan faktor terbentuk F4. Ini mempunyai makna bahwa variabel tersebut memang
benar sebagai penentu kepuasan kerja Tenaga Kerja Bali di kapal pesiar. Hal tersebut
sangat wajar karena perusahaan penyediakan berbagai macam pelatihan untuk dalam
rangka meningkatkan keterampilan dan profesinalisme karyawan. Pelatihan yang tersedia
umumnya dapat dimanfaatkan oleh karyawan pada saat diluar jam pekerjaan. Pelatihan
tersebut antara lain English course, komputer, internet dan bidang manajemen. Akan
tetapi kesempatan ini sering tidak dapat diikuti karena kondisi para pekerja yang sudah
sangat lelah sehabis bekerja.
Analisis komunalitas faktor kesempatan berprestas (F5) menunjukkan bahwa dari
tiga variabel yang ada semuanya memiliki nilai komunalitas di atias 0,5 yang berarti
bahwa keempat variabel memiliki korelasi yang cukup kuat terhadap faktor F1. Variabel
penghargaan terhadap prestasi kerja (X502) memiliki nilai koefisien korelasi terbesar
yaitu 0,921. Ini mempunyai makna bahwa variabel tersebut memang benar sebagai
penentu kepuasan kerja Tenaga Kerja Bali di kapal pesiar. Hal tersebut sangat beralasan
karena manajemen perusahaan sangat menghargai prestasi kerja karyawan. Karyawan
yang berprestasi seperti employee of the month, employee of the year, atau the best
employee akan diberikan penghargaan berupa sertifikat, uang insentif serta kesempatan
yang lebih besar untuk promosi jabatan. Disamping itu juga diberikan kesempatan untuk
makan malam (gala dinner) bersama captain sebagai salah satu bentuk penghargaan.
Analisis komunalitas faktor kesempatan berprestas (F6) menunjukkan bahwa dari
tiga variabel yang ada semuanya memiliki nilai komunalitas di atias 0,5 yang berarti
bahwa keempat variabel memiliki korelasi yang cukup kuat terhadap faktor F1. Variabel
kesempatan ikut membuat keputusan (X602) memiliki nilai koefisien korelasi terbesar
yaitu 0,859 Ini mempunyai makna bahwa variabel tersebut memang benar sebagai
penentu kepuasan kerja Tenaga Kerja Bali di kapal pesiar. Data frekuensi responden
menunjukkan bahwa 9,13 persen responden menyatakan sangat puas; 26,52 persen puas;
34,78 persen cukup puas; 25,65 tidak puas dan 3,91 persen sangat tidak puas. Ini berarti
bahwa pembuatan suatu keputusan terutama yang terkait langsung dengan karyawan
harus lebih mempertimbangkan keterlibatan karyawan, agar nanti keputusan yang
ditetapkan bisa menguntungkan bagi kedua belah pihak baik manajemen maupun
karyawan.
Analisis komunalitas faktor kesempatan berprestas (F7) menunjukkan bahwa dari
tiga variabel yang ada semuanya memiliki nilai komunalitas di atias 0,5 yang berarti
bahwa keempat variabel memiliki korelasi yang cukup kuat terhadap faktor F1. Variabel
tugas tambahan (X703) memiliki nilai koefisien korelasi sebesar 0,665. Variabel ini perlu
diperhatikan karena data frekuensi responden menunjukkan bahwa 14,78 persen
responden menyatakan sangat puas; 24,35 puas; 34,78 cukup puas; 23,04 tidak puas dan
3,04 persen sangat tidak puas terhadap tugas tambahan yang dikerjakan. Ini berarti bahwa
tugas tambahan adalah beban tambahan bagi karyawan, kalau karyawan tersebut
menyadari bahwa hal tersebut merupakan kewajiban, tidak masalah baginya, sedangkan
kalau karyawan yang mempunyai posisi kerja yang tidak menyenangkan hal tersebut
akan menambah stress. Dalam hal ini perusahaan harus memberikan batasan yang wajar
terhadap pemberian tugas tambahan agar karyawan tidak terlalu terbebani.

Analisis Diskriminan
Untuk mengetahui perbedaan kepuasan kerja bagi Tenaga Kerja Bali di kapal
pesiar digunakan analisis diskriminan. Ada dua analisis diskriminan yang dilakukan
yaitu: pertama, membedakan kepuasan kerja antara Tenaga Kerja Bali yang
berpendapatan dari tipping system dengan non tipping system, masing-masing diberi
kode nol (D=0) dan satu (D=1). Kedua, membedakan kepuasan kerja antara Tenaga Kerja
Bali yang berstatus menikah dengan yang belum menikah, masing-masing diberi kode
nol (D= 0) dan satu (D=1).
Hasil analisis diskriminan pertama diperoleh nilai Wilks’ Lambda sebesar 0,591,
angka Chi-square sebesar 112,683 dan tingkat signifikan sebesar 0,00 (di bawah 0,05)
seperti disajikan pada Tabel 4. Nilai tersebut menunjukkan adanya perbedaan sangat
nyata antara kepuasan kerja antara Tenaga Kerja Bali yang pendapatannya berasal dari
tipping system dengan non tipping system.

Tabel 4
Nilai Wilks’ Lambda Pengujian Kepuasan Kerja antara Tenaga Kerja Bali yang
Berpendapatan dari Tipping System dan Non Tipping System
di Kapal Pesiar

Test of Function(s) Wilks' Lambda Chi-square df Sig.


1 .591 112.683 28 .000
Sumber: Hasil Olahan Angket pada Lampiran 4a

Analisis diskriminan dapat juga digunakan untuk mengidentifikasikan setiap


variabel yang menyebabkan perbedaan antara kedua kelompok tersebut dengan tingkat
signifikansinya. Pada lampiran 2 terlihat, bahwa 27 variabel menunjukkan perbedaan
yang sangat nyata dengan tingkat signifikansinya 0,000. Variabel-variabel tersebut
adalah : interaksi antar teman sekerja (X101); hubungan kerja dengan atasan langsung
(X102); persediaan sarana dan prasarana kerja (X103); keamanan dan keselamatan kerja
(104); jumlah jam kerja (X105); beban kerja (X106); gaji yang diterima karyawan
(X201); kenaikan gaji secara berkala (X202); uang bonus (X203); insentif (X204); biaya
tiket pesawat (X205); sikap atasan terhadap bawahan (X301); intruksi atasan terhadap
bawahan (X302); tuntutan atasan terhadap bawahan (X303); penilaian atasan terhadap
bawahan (X304); jenjang karir (X401); kesempatan untuk mengikuti pelatihan (X402);
pendidikan dan keterampilan (X403); kesempatan menduduki jabatan (X501);
penghargaan terhadap prestasi kerja (X502); penghargaan terhadap peningkatan
pendidikan (X503); kesempatan untuk melakukan tugas (X601); kesempatan ikut
membuat keputusan (X602); dapat menyelesaikan tugas tepat waktu (X603); variasi
pekerjaan (X701); prospek masa depan pekerjaan di organisasi (X702); dan tugas
tambahan (side duty) (X703). Sedangkan satu variabel lainnya menunjukkan kepuasan
yang sama antara Tenaga Kerja Bali yang berpendapatan dari tipping system dengan non
tipping system, yaitu fasilitas yang diperoleh karyawan (X206).
Berdasarkan hasil analisis tersebut, maka yang perlu dicermati adalah perusahaan
perlu memberikan perhatian.yang lebih serius terhadap ke 27 variabel yang menunjukkan
perbedaan. Perhatian lebih dititik beratkan pada kompensasi yang diterima khususnya
gaji, karena mereka jauh-jauh merantau bekerja tujuan utamanya adalah uang. Uang dari
tipping position cendrung memberoleh penghasilan yang jauh lebih besar dari yang non
tipping position. Seperti yang diutaran oleh seorang cook (non tipping position) bahwa
gaji yang dia terima dalam tiga kali kontrak sama dengan satu kali kontrak gaji seorang
waiter. Hal tersebut menunjukkan perbebaan yang cukup tajam. Untuk menghindari
terjadinya ketimpangan tersebut, perusahaan perlu mencari jalan keluar agar gaji yang
diterima dari tipping position dengan non tipping position seimbang atau mendekati
seimbang. Perusahaan harus memberikan perhatian lebih khusus terhadap non tipping
position, misalnyai:(1) menaikkan gaji berkala secara regular setiap kali perpanjangan
kontrak, (2) Jumlah uang insentif yang diterima lebih ditingkatkan, (3) Uang bonus yang
jumlahnya 100 dolar yang pernah diberikan setiap minggu, dihidupkan kembali.
Sedangkan satu variabel lainnya tidak menunjukkan perbedaan, yaitu fasilitas yang
diterima dari perusahaan. Ini berarti bahwa fasilitas yang diterima karyawan pada tipping
position dengan non tipping position adalah sama, yaitu; mereka memperoleh fasilitas
tempat tidur (cabin) dengan perlengkapan yang sama, sama-sama mendapatkan seragam
kerja (uniform), mempunyai kesempatan yang sama untuk menggunakan fasilitas Crew
laundry dan mempunyai peluang yang sama dalam menikmati fasilitas yang tersedia di
kafetaria (crew mess).
Dari analisis diskriminan kedua, diperoleh nilai Wilk’s Lambda sebesar 0,854,
angka Chi-square sebesar 33,802 dan tingkat signifikansi sebesar 0,207 (di atas 0,05)
seperti disajikan pada Tabel.5. Nilai-nilai tersebut menunjukkan kesamaan antara
kepuasan kerja Tenaga Kerja Bali yang sudah menikah dengan yang belum menikah yang
bekerja di kapal pesiar ( tidak ada perbedaan secara signifikan).

Tabel 5
Nilai Wilk’s Lambda Pengujian Kepuasan Kerja Tenaga Kerja Bali yang Berstatus
Menikah dengan belum Menikah di Kapal Pesiar

Test of Function(s) Wilks' Lambda Chi-square Df Sig.


1 .854 33.802 28 .207
Sumber: Hasil Olahan Angket pada Lampiran 4b

Dari 28 variabel yang teruji 26 variabel menunjukkan kesamaan (tidak berbeda


secara signifikan) dengan tingkat signifikansi sebesar 0,207 persen. Variabel tersebut
adalah: interaksi antar teman sekerja (X101); hubungan kerja dengan atasan langsung
(X102); persediaan sarana dan prasarana kerja (X103); keamanan dan keselamatan kerja
(104); jumlah jam kerja (X105); beban kerja (X106); gaji yang diterima karyawan
(X201); kenaikan gaji secara berkala (X202); uang bonus (X203); insentif (X204); biaya
tiket pesawat (X205); fasilitas yang diperoleh karyawan (X206); sikap atasan terhadap
bawahan (X301); intruksi atasan terhadap bawahan (X302); tuntutan atasan terhadap
bawahan (X303); penilaian atasan terhadap bawahan (X304); jenjang karir (X401);
kesempatan untuk mengikuti pelatihan (X402); pendidikan dan keterampilan (X403);
kesempatan menduduki jabatan (X501); penghargaan terhadap prestasi kerja (X502);
penghargaan terhadap peningkatan pendidikan (X503); kesempatan untuk melakukan
tugas (X601); kesempatan ikut membuat keputusan (X602); dapat menyelesaikan tugas
tepat waktu (X603); variasi pekerjaan (X701); prospek masa depan pekerjaan di
organisasi (X702); dan tugas tambahan (side duty) (X703). Sedangkan dua variabel
menunjukkan perbedaan yang sangat signifikan, yaitu variabel (X304) penilaian atasan
terhadap bawahan dan variabel (X602) kesempatan ikut membuat keputusan.
Berdasarkan hasil analisis tersebut, maka yang perlu dicermati adalah status
perkawinan tidak menjadi hambatan bagi kaum tenaga kerja Bali yang bekerja di kapal
pesiar, karena mereka ternyata mempunyai kepuasan yang sama. Ini sungguh berbeda
dengan asumsi awal bahwa ada perbedaan antara kepuasan kerja antara tanaga kerja Bali
yang berstatus menikah dengan yang belum menikah. Hal tersebut bisa terjadi karena
perbedaan aturan kerja atau kondisi kerja di Bali dengan perusahaan kapal pesiar. Kalau
di Bali pada umumnya perusahaan memberikan perlakuan yang berbeda antara karyawan
yang berstatus menikah dengan yang belum menikah. Yang berstatus menikah pada
umumnya diberikan penghasilan tambahan berupa tunjangan untuk anak dan istri. Hal
tersebut sangat berbeda dengan kondisi di kapal pesiar, manajemen perusahaan kapal
pesiar memberikan perlakuan yang sama antara yang berstatus menikah dengan yang
melum menikah. Tidak ada istilah untuk tunjangan anak maupun istri. Kondisi ini yang
kemungkinan membuat pola pikir tenaga kerja Bali yang berstatus menikah tidak lagi
terjebak oleh peraturan yang ada di Bali justru sebaliknya mereka selalu mengikuti
peraturan dimana mereka bekerja dalam hal ini adalah di kapal pesiar.
Simpulan

1. Faktor kondisi kerja, kompensasi, pengawasan, kesempatan berprestasi, pengakuan,


tanggung jawab dan pekerjaan yang lebih menantang sebagai faktor penentu
signifikan terhadap kepuasan kerja bagi Tenaga Kerja Bali yang bekerja di kapal
pesiar. Dilihat dari dimensi dalam memberikan kepuasan maka faktor penentu
kepuasan paling dominan adalah faktor kesempatan berprestasi yang terbentuk oleh
tiga variabel, sedangkan faktor penentu paling lemah adalah faktor kompensasi yang
terdiri dari enam variabel. Sedangkan dari 28 variabel (indikator) yang ditetapkan,
variabel penghargaan terhadap prestasi kerja sebagai variabel penentu kepuasan yang
paling dominan.
2. Secara umum terdapat perbedaan yang signifikan antara kepuasan Tenaga Kerja Bali
yang berpendapatan dari tipping system dengan non tipping system. Dari 28 variabel
yang ditetapkan, 27 variabel menunjukkan perbedaan yang mencolok sedangkan satu
variabel menunjukan kepuasan yang sama. Dari segi status perkawinan tidak terdapat
perbedaan yang sifnifikan antara Tenaga Kerja Bali yang sudah menikah dengan
yang belum menikah. Dari 28 variabel yang teruji, 26 variabel menunjukan kepuasan
yang sama (tidak menunjukan perbedaan secara signifikan) sedangkan dua variabel
yang lain menunjukan perbedaan yang mencolok.

Saran
1) Sebagai upaya untuk meningkatkan kepuasan kerja bagi Tenaga Kerja Bali yang
bekerja di kapal pesiar, agen CTI sebagai perpanjangan tangan perusahaan perlu
memberikan perhatian yang lebih seksama terhadap faktor kondisi kerja, kompensasi,
pengawasan, kesempatan berprestasi, pengakuan, tanggung jawab dan pekerjaan yang
lebih menantang dalam rangka menjaga keseimbangan dan keharmonisan organisasi.
Faktor kesempatan berprestasi dan variabel penghargaan terhadap prestasi kerja
sebagai faktor dan variabel yang menentukan kepuasan paling dominan harus tetap
dipertahankan.
2) Menajemen perusahaan harus memberikan perhatian yang lebih serius terhadap dua
kelompok karyawan yang berpendapatan dari tipping system maupun non tipping
system. Perhatian lebih difokuskan terhadap yang memiliki posisi non tipping system
karena pendapatan yang diperoleh rata-rata perbulan jauh lebih rendah dari yang
memiliki posisi tipping system. Perusahaan harus mencari solusi agar pendapatan
rata-rata perbulan dari kedua kelompok tersebut menjadi lebih seimbang, misalnya
dengan menaikan gaji berkala secara konsisten atau dengan memberikan gaji pokok
yang lebih besar.
3) Diharapkan ada penelitian lebih lanjut tentang kepuasan kerja dengan mengambil
studi kasus di cruise line yang berbeda seperti Holland American Line atau Royal
Carribean. Mengingat di perusahaan tersebut juga banyak terdapat tenaga kerja asal
Bali yang sampai sekarang belum pernah ada yang meneliti.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2003. Buku Pedoman Penulisan Usulan Penelitian, Tesis dan Desertasi,
Denpasar: Program Pasca Sarjana Universitas Udayana
-------------, (2006) Statistik Ketenegakerjaan Propinsi Bali.Denpasar :Badan Pusat
Statistik Propinsi Bali.
-------------, 2003. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenegakerjaan. Surabaya: Karina
Antara, Made. 2004. Bahan Ajar Metodologi Penelitian Pariwisata. Denpasar:
Universitas Udayana.
Bali Post. 2007. “Sekitar 20 Ribu Orang Warga Bali Bekerja di Kapal Pesiar” Denpasar:
Rabu, 21 Pebruari.
Bisnis Bali. 2007. Tinggi Animo Tenaga Kerja Hotel Beralih ke Kapal Pesiar. Denpasar:
Kamis, 30 Agustus.
Burkart and Medlik. 1981. Tourism “Past, Present and Future”. Second Edition.
London: Pitman, The British Hotel and Catering Industry.
Cruises Industry News. 2007. Kunjungan Direktur SPB ke Florida,AS, Tahun ke depan
ada tambahan 40 Kapal Pesiar Baru. Denpasar: 28 Oktober.
Dessler, G. 1992. Manajemen Personalia, Terjemahan, Edisi Ketiga. Jakarta : Erlangga.
Donald,E,Lunberg.1997. Ekonomi Pariwisata. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Handoko, T, H. 2001.Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia, Cetakan
Kelima. Yogyakarta:BPFE
Hariandja,M,T,E. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia, (Pengadaan
Pengembangan, Pengkompensasian, dan Peningkatan Produktivitas
Pegawai). Jakarta : PT. Grasindo
Hasibuan, H. Malayu S.P. 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta: PT. Bumi
Aksara
Kusmayadi, dan Sugiarta, Endar. 2000. Metodelogi Penelitian dalam Bidang
Kepariwisataan. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Kronberg,I. 2003. Employee Satisfaction in Cruises Ship. Dalam Web:


http://www.diplom.de/db_netskill/diplomarbeiten4045.html. Diakses Hari
Selasa Tanggal 25 maret 2008 pukul 11.00 Wit

Mantra,Ida Bagus, dan Kasto. 1989. dalam Masri Singarimbun dan Sofian Effendi.
Penentuan Sampel dalam Metode Penelitian Survai. Yogyakarta: LP3ES
Mangkunegara, A.A. Anwar Prabu. Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan.
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Mathis,R,L dan Jacson,J.H. 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia. Terjemahan ,
Edisi Pertama. Jakarta: PT. Salemba Emban Patria.
Moekijat. 1999. Manajemen Sumber Daya Manusia (Manajemen Kepegawaian).
Bandung: Mandar Maju.
-------------, 2002. Dasar-Dasar Motivasi. Bandung: CV Pionir Jaya
Muchsan. 1997. Sistem Pengawasan Terhadap Perbuatan Aparat Pemerintah dan
Peradilan Tata Usaha Negara di Indonesia, Cetakan Kedua. Yogyakarta:
Liberty.
Munandar, A,S. 2001. Psikologi Industri dan dan Organisasi. Jakarta: Universitas
Indonesia.
Nazir, M. 1985. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia.
Pitana, I Gde dan Gayatri. 2005. Sosiologi Pariwisata. Yogyakarta : Andi
Ranupandojo,H dan Husnan. 2002. Manajemen Personalia, Edisi Keempat. Yogyakarta:
BPFE
Riduwan. 2007. Metode dan Teknik Penyusunan Tesis. Cetakan ke-lima. Bandung:
Alfabeta.
Rivai, V. 2004. Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk Perusahaan (Dari Teori ke
Paraktek). Cetakan Pertama. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Robbin,S,P. 2003. Perilaku Organisasi. Edisi Bahasa Indonesia, Jilid I. Jakarta:
PT.Indeks
Santoso,S. 2002. Buku Latihan SPSS Statistik Multivariat. Jakarta: PT. Alex Media
Komputindo Kolompok Gramedia.
Sedarmayanti. 2001. Sumber Daya Manusia dan Produktivitas Kerja, Cetakan Kedua.
Bandung: CV Mandar Maju
Simamora, H. 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: STIE YKPN
Siagian, S.P, 2003 Manajemen Sumber daya Manusia, Cetakan Kesepuluh. Jakarta: PT.
Bumi Aksara.
Suprihanto,J. 2001. Penilaian Kinerja dan Pengembangan Karyawan, Edisi Pertama.
Yogyakarta: BPFE.
Suprapto,J. 2004. Analisis Multivariat: Arti dan interpretasi. Cetakan Kesatu. Jakarta: PT.
Rineka Cipta.
Tohardi, A. 2002. Pemahaman Praktis Manajemen Sumber Daya Manusia, Cetakan
Pertama, Bandung: CV. Mandar maju.

RIWAYAT PENULIS

I Wayan Sunarsa lahir di Desa Batuan 22 september 1970 . Menamatkan pendidikan program
Diploma III Manajemen Perhotelan di BPLP Nusa Dua Bali tahun 1993. Pendidikan Sarjana S1
di Bidang Pendiddikan Bahasa Inggris tahun 2001 dari Universitas Mahasaraswati Denpasar. Dan
Pendidikan Magister S2 Bidang Pariwisata dari Universitas Udayanan tahun 2008. Pengalaman
lapangan : Magang di Hotel Putri Bali di Bagian Front Office, di Hotel Senggigi Beach Lombok
di bidang Housekeeping, di Intan laguna Lombok di bidang Room Division, Regent hotel
singpore di bidang Housekeeping, Cruise line (super star Gemini) di bidang Housekeeping. Di
Bidang Institusi ; sebagai dosen tetep di STP Nusa Dua Bali, sebagai Kaprodi Akomodasi SPB-
STPBI Denpasar

You might also like