Model Intervensi Hipertensi Di Kabupaten Lebak Provinsi Banten

You might also like

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 8

MODEL INTERVENSI HIPERTENSI

DI KABUPATEN LEBAK PROVINSI BANTEN

Julianty Pradono,1 Tin Afifah,1 dan Sintawati Supomo2

ABSTRACT
Background: Increasing blood pressure often has no symptoms, people are not aware the incidence of hypertension.
Various studies have shown the prevalence of hypertension continues to rise and tend at younger age groups, thus causing
hypertension is public health problems. The purpose of this study is to determine risk factors related to hypertension and
develop intervention model for hypertension. Methods: The study was conducted in Lebak district, Banten Province. It design
was analyses of secondary data from the Baseline Health Research (Riskesdas) 2007 and qualitative study. Results: The
analysis shows, the intervention model for Lebak districts needs to focus on healthy behavior and environmental pollution.
Health behavior is reflected in the emotional disorders, abdominal circumference at risk. Although the factors of age and
marital status were contribute to increased blood pressure. Statistic model is -3.025 + 0.993* Age 35–60 year + 0.663* Marrital
status + 0.881* mental disorder + 0,679* obese central + 0.429* environmental exposure. Qualitative results showed a lack
of knowledge about the causes, symptoms, prevention, and how to detect or treat of hypertension that require long and
continuous. This is supported from the implementing recognition programs, the placement of non-communicable diseases
program which is a huge umbrella of prevention of hypertension remains unclear. So in the implementation of prevention
is still passive. Availability for drugs at health facilities for treatment of non-communicable diseases is not enough; this is a
problem in the program to reduce the prevalence of hypertension diseases. So it needs the support of decree of the issue
of hypertension by Ministry of Health on inter-sector coordination.

Key words: hypertension, risk factors, Lebak District

ABSTRAK
Meningkatnya tekanan darah sering tidak menunjukkan gejala, sehingga penderita tidak menyadari atas kejadian
hipertensi. Berbagai penelitian menunjukkan prevalensi hipertensi terus meningkat dan cenderung mengenai kelompok
umur muda, sehingga menyebabkan hipertensi merupakan masalah kesehatan masyarakat. Tujuan penelitian untuk
mengetahui faktor risiko yang berhubungan dengan terjadinya hipertensi dan mendapatkan model intervensi terjadinya
hipertensi. Penelitian dilakukan di Kabupaten Lebak Provinsi Banten. Metode penelitian merupakan analisis lanjut data
Riskesdas 2007 dan penelitian kualitatif. Sedangkan disain penelitian potong lintang. Hasil analisis menunjukkan, model
intervensi untuk kabupaten Lebak perlu difokuskan pada perilaku hidup sehat dan pencemaran lingkungan. Perilaku hidup
sehat yang tercermin dalam gangguan mental emosional dan lingkar perut berisiko. Walaupun faktor umur dan status
kawin turut berkontribusi dalam meningkatkan tekanan darah. Secara statistik, model intervensi Kabupaten Lebak yaitu
–3.025 + 0,993* Umur 35–60 tahun + 0,663* st. kawin atau cerai + 0,881* gangguan mental + 0,679* lingkar perut berisiko
+ 0,429* lingkungan tercemar. Hasil kualitatif menunjukkan kurangnya pengetahuan informan tentang penyebab terjadinya
hipertensi, gejala hipertensi, upaya pencegahan, cara mendeteksi atau pengobatan hipertensi yang membutuhkan waktu
lama dan berkesinambungan. Hal ini didukung dari pengakuan pelaksana program, bahwa penempatan program penyakit
tidak menular yang merupakan payung besar dari pencegahan hipertensi masih belum jelas. Sehingga dalam pelaksanaan
pencegahan masih bersifat pasif. Ketersediaan obat di fasilitas kesehatan untuk pengobatan penyakit tidak menular masih
jauh dari cukup, hal ini merupakan kendala dalam program menurunkan prevalensi penyakit tidak menular. Sehingga

1 Pusat Teknologi dan Intervensi Kesehatan Masyarakat, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia, Jl Percetakan Negara 29 Jakarta
2 Pusat Teknologi Terapan Kesehatan dan Epidemiologi Klinik
Alamat korespondensi: J_pradono@yahoo.com

154
Model Intervensi Hipertensi (Julianty Pradono, dkk.)

perlu adanya dukungan Surat Keputusan Kemenkes dengan bekerja sama lintas sektor dalam menangani permasalahan
tersebut.

Kata kunci: hipertensi, faktor risiko, Provinsi Lebak

Naskah Masuk: 2 Februari 2012, Review 1: 9 Februari 2012, Review 2: 9 Februari 2012, Naskah layak terbit: 16 Februari 2012

PENDAHULUAN terus meningkat yaitu 16,0%, 18,9%, dan 26,4%


sebagai penyebab kematian (S. Soemantri, 2002).
Hipertensi merupakan salah satu faktor risiko
Sedangkan dalam Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
penting dalam peningkatan risiko terjadinya penyakit
2007 dilaporkan penyebab kematian pada semua
pembuluh darah seperti stroke, infark miokard,
kelompok umur yang tertinggi adalah Stroke sebanyak
dan semua penyebab kematian yang berhubungan
26,9%, hipertensi sebanyak 12,3% (nomor 2), penyakit
dengan kelainan pembuluh darah. Walaupun demikian
jantung iskemik sebanyak 9,3%.
kesadaran dari masyarakat untuk melakukan kontrol
Hal ini merupakan masalah kesehatan masyarakat
tekanan darah masih jauh dari yang diharapkan. Hal
yang akan memengaruhi kualitas hidup penduduk
ini disebabkan karena meningkatnya tekanan darah
sebagai sumber daya manusia (SDM), Sumber daya
seringkali tidak menunjukkan gejala klinis, sehingga
manusia merupakan salah satu faktor penting dalam
masyarakat tidak sadar akan hal ini.
menentukan kemajuan suatu bangsa. Keadaan ini
Adanya peningkatan umur harapan hidup,
akan memburuk apabila penduduk hidup dalam
urbanisasi dan perubahan sosial ekonomi di negara
keadaan miskin. Keadaan seperti ini menunjukkan
berkembang telah mengakibatkan peningkatan
betapa seriusnya permasalahan peningkatan tekanan
prevalensi penyakit tidak menular khususnya
darah/hipertensi yang akan terjadi di Indonesia yang
hipertensi. Hal ini juga disebabkan karena adanya
sebenarnya dapat diantisipasi dengan melakukan
perubahan gaya hidup di mana timbulnya hipertensi
intervensi agar tidak berkembang menjadi lebih
tidak dapat dipisahkan. (Kisjanto et al., 2005). Kriteria
buruk. Berdasarkan permasalahan tersebut,
hipertensi merujuk pada The Seventh Report of the
peneliti menganggap perlu melakukan penelitian
Joint National Committee on Prevention, detection,
dengan tujuan untuk mengetahui faktor risiko
evaluation, and treatment of High Blood Pressure,
yang berhubungan dengan terjadinya hipertensi
2003 (U.S. NI H, 2004). Hipertensi diklasifikasi
sehingga dapat dikembangkan model intervensi
sebagai berikut (Tabel 1).
untuk mendukung kebijakan penanganan terjadinya
Tabel 1. Klasifikasi hipertensi berdasarkan JNC-7 hipertensi di masyarakat khususnya Kabupaten
Lebak.
Sistolik Diastolik
Klasifikasi
(mmHg) (mmHg)
METODE
Normotensi < 130 < 85
Hipertensi perbatasan 130–139 85–89 Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif
Hipertensi ri ngan 140–159 90–99
dan kualitatif dengan disain potong lintang. Sampel
kuantitatif berasal dari data Riskesdas 2007, yang
Hipertensi sedang 160–179 100–109
dikumpulkan oleh Balitbangkes. Data diambil di
Hipertensi berat ≥ 180 ≥ 110
wilayah Kabupaten Lebak Provinsi Banten. Kabupaten
Sumber: World Health Organization (2001) Lebak dengan prevalensi hipertensi sebesar 24,3%,
sedikit lebih rendah dari prevalensi hipertensi nasional
Batasan ini diberikan sesuai dengan sifat
adalah 27,1%. Sedangkan penelitian kualitatif dengan
dinding pembuluh darah yang mulai kehilangan
melakukan wawancara mendalam dan diskusi kelompok
elastisitasnya. Di Indonesia, melalui Sur vei
terarah (FGD). Wawancara menggunakan pedoman
Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1992,
wawancara yang dilengkapi daftar pertanyaan yang
1995, dan 2001 menunjukkan, hipertensi selalu
berhubungan dengan program penanggulangan
menduduki peringkat pertama dengan prevalensi
terjadinya hipertensi. Sebagai informan wawancara

155
Buletin Penelitian Sistem Kesehatan – Vol. 15 No. 2 April 2012: 154–161

mendalam adalah pelaksana program Penyakit Tidak Kepala Puskesmas, dan pelaksana program PTM
Menular (PTM), dokter pelaksana di Balai Pengobatan, di puskesmas terpilih. Diskusi kelompok terarah
dan pelaksana program PTM di Puskesmas. (DKT) pada tokoh masyarakat, kader kesehatan,
Sedangkan informan FGD adalah tokoh masyarakat dan penyandang hiper tensi masing - masing
(TOMA), kader kesehatan, dan penderita hipertensi sebanyak 6–8 orang. Penyandang hipertensi dengan
laki-laki dan perempuan yang telah didiagnosis oleh karakteristik umur 15–60 tahun baik laki-laki maupun
tenaga kesehatan. perempuan.
Analisis kuantitatif dengan total sampel responden Untuk menjawab tujuan analisis kuantitatif,
kelompok umur 15–60 tahun. Dengan alasan bahwa digunakan analisis multivariat regresi logistic. Dalam
kelompok ini masih merupakan kelompok umur analisis semua variabel yang akan dianalisis dilakukan
produktif yang masih membutuhkan intervensi agar kategorisasi sesuai dengan definisi operasional
tidak terjadi hipertensi. Data hipertensi didapat secara komputerisasi. Sedangkan data kualitatif
dengan metode wawancara dan pengukuran yang dikumpulkan dalam FGD maupun wawancara
tekanan darah dengan menggunakan alat pengukur mendalam, dibuatkan transkrip untuk dilakukan
tensimeter digital. Tensimeter digital divalidasi dengan analisis.
menggunakan standar baku pengukuran tekanan
darah (sphygmomanometer air raksa manual). Setiap HASIL DAN PEMBAHASAN
responden diukur tensi sebanyak 2 kali, jika hasil
pengukuran ke dua berbeda lebih dari 10 mmHg Kabupaten Lebak Provinsi Banten
dibanding pengukuran pertama, maka dilakukan Kabupaten Lebak terdiri dari 14 desa. Setiap desa
pengukuran ke tiga. Dua data pengukuran dengan memiliki satu Puskesmas Pembantu, dan Posyandu
selisih terkecil dihitung reratanya sebagai hasil ukur untuk Kesehatan Ibu dan Anak. Selama ini pelayanan
tensi. Sedangkan kriteria hipertensi apabila tekanan PTM masih tergabung dalam program Posyandu
darah sistolik sebesar 140 mmHg atau lebih, atau Lansia.
tekanan darah diastolik sebesar 90 mmHg atau lebih. Hasil analisis menunjukkan bahwa variabel
Dalam kerangka konsep dibagi menjadi dua tingkatan karakteristik latar belakang yang berhubungan
yang diduga mempunyai hubungan terhadap terjadinya bermakna (p < 0,05) dengan kejadian hipertensi di
hipertensi. Kedua tingkatan adalah tingkat individu Kabupaten Lebak adalah kelompok umur, pekerjaan,
dan tingkat rumah tangga. Pada tingkat individu dan status kawin (Tabel 2).
akan dianalisis menurut karakteristik yaitu umur, jenis
kelamin, pendidikan, pekerjaan, kepemilikan jaminan
pemeliharaan kesehatan (JPK); faktor perilaku berupa Tabel 2. Prevalensi hipertensi penduduk di Kabupaten
kebiasaan merokok, aktivitas fisik, konsumsi buah- Lebak menurut Karakteristik, Riskesdas
sayur, makan makanan berisiko seperti makanan asin, 2007
makanan berlemak, dan makanan gorengan; dan
Karakteristik latar Hipertensi p
faktor risiko yaitu berat badan lebih-obesitas dengan belakang Tidak Ya
batasan indeks massa tubuh ≥ 25 kg/m2, lingkar perut
Klmpk. umur 15–34 tahun 89,6 10,4 ,000
berisiko dengan batasan > 90 cm pada laki-laki atau
35–60 tahun 70,7 29,3
> 80 cm pada perempuan, dan stres. Sedangkan pada Pekerjaan Tidak kerja 83,6 16,4 ,018
tingkat rumah tangga meliputi kemudahan akses ke Kerja 78,3 21,7
fasilitas kesehatan, kepadatan hunian, pencemaran St.kawin Blm kawin 92,8 7,2 ,000
lingkungan, dan tingkat pengeluaran rumah tangga kawin-cerai 77,5 22,5
per kapita.
Penelitian kualitatif dilakukan di wilayah binaan Di level individu, variabel perilaku dan faktor
Puskesmas. Penentuan Puskesmas secara acak risiko yang mempunyai hubungan bermakna dengan
sederhana yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan kejadian hipertensi adalah aktivitas fisik, lama
kabupaten. Jumlah informan wawancara mendalam merokok, konsumsi buah dan sayur, pola makan,
untuk masing-masing desa berjumlah 3 orang, yang adanya gangguan mental, lingkar perut berisiko, dan
ditujukan pada pejabat Dinas Kesehatan kabupaten, kelebihan berat badan (Tabel 3).

156
Model Intervensi Hipertensi (Julianty Pradono, dkk.)

Tabel 3. Prevalensi hipertensi penduduk di Kabupaten Tabel 5. Prevalensi hipertensi penduduk di Kabupaten
Lebak menurut perilaku dan faktor berisiko Lebak menurut ketersediaan fasilitas,
di level individu, Riskesdas 2007 Riskesdas 2007
Hipertensi Hipertensi
Perilaku dan faktor risiko p Ketersediaan fasilitas p
Tidak Ya Tidak Ya
aktivitas fisik
cukup 78,3 21,7 ,032 Fasilitas Ada 76,5 23,5 ,011
kurang 83,2 16,8 komunikasi
Lama merokok < 30 th 81,5 18,5 ,001 Tidak ada 82,8 17,2
≥30 th 59,0 41,0 lingk_cemar Tidak cemar 84,4 15,6 ,012
Konsumsi BS ≥3 porsi/hari 69,6 30,4 ,000 Cemar 49,2 13,3
< 3 porsi/hari 82,4 17,6 Klasifikasi desa Kota 74,0 26,0 ,044
Pola makan tidak risiko 72,2 27,8 ,000 Desa 81,6 18,4
Risiko 82,7 17,3
Gangguan Tidak 82,0 18,0 ,000 Dengan melakukan analisis multivariat, telah
mental dilakukan uji interaksi yang menunjukkan tidak adanya
Ya 61,1 38,9 interaksi antar variabel independen. Kemudian
Ling. perut Tdk risiko 83,1 16,9 ,000 dilakukan uji counfounding dengan hasil tidak ada
Risiko 68,2 31,8 variabel yang merupakan konfonder, sehingga
IMT Kurus-normal 82,1 17,9 ,001
didapatkan model yang dianggap cukup dapat
BB lebih-obese 69,0 31,0
mewakili secara tepat hubungan antara variabel
independen dan variabel dependen (hipertensi).
Sedangkan di level rumah tangga, variabel yang
Model tersebut memiliki persentasi klasifikasi benar
mempunyai hubungan bermakna adalah pengeluaran
sebesar 81,2 persen.
per kapita (Tabel 4)
Adapun variabel dalam model yang ada hubungan
Tabel 4. Prevalensi hipertensi di Kabupaten Lebak dengan kejadian hipertensi dari urutan yang terbesar
pada level rumah tangga, Riskesdas 2007 adalah kelompok umur, gangguan mental emosional,
lingkar perut berisiko, status kawin, dan pencemaran
Hipertensi lingkungan (Tabel 6).
Karakteristik Rumah tangga p
Tidak Ya Secara statistik model dapat dituliskan sebagai
Pengeluaran per kapita Miskin 82,6 17,4 ,046 berikut:
Kaya 77,9 22,1
Y = -3.025 + 0,993* Umur35-60tahun + 0,663* st.
kawin atau cerai + 0,881* gangguan mental + 0,679*
Menurut ketersediaan fasilitas, variabel yang
lingkar perut berisiko + 0,429* lingkungan tercemar.
mempunyai hubungan bermakna (p < 0,05) terhadap
Dalam hal ini faktor risiko yang dapat dilakukan
kejadian hipertensi adalah adanya fasilitas komunikasi,
intervensi di Kabupaten Lebak adalah gangguan mental
pencemaran lingkungan, dan klasifikasi desa
emosional, lingkar perut berisiko dan pencemaran
(Tabel 5).

Tabel 6. Model Kabupaten Lebak, Riskesdas 2007

95% CI %
B Sig. Exp (B) P model R2
Bawah Atas klasifikasi benar
Klpk. umur ,993 ,000 2,700 1,907 3,821 0,000 0,085 81,2
kawin ,663 ,016 1,940 1,129 3,336
mental ,881 ,001 2,413 1,411 4,125
perut ,679 ,000 1,973 1,371 2,839
lingk_cemar ,429 ,007 1,535 1,121 2,102
Constant -3,025 ,000 ,018

157
Buletin Penelitian Sistem Kesehatan – Vol. 15 No. 2 April 2012: 154–161

lingkungan. Sementara penyebab kejadian hipertensi, hubungan stres lingkungan terhadap tekanan
selain dikarenakan adanya faktor keturunan, juga erat darah. Hasil menunjukkan, kepadatan perumahan
kaitannya dengan perilaku dan adanya perubahan yang tinggi, gangguan penyalahgunaan obat,
gaya hidup yang kompleks dari individu bersangkutan, meningkatnya kejahatan dan gangguan lalu lintas
sehingga dalam upaya mencegah atau menghambat dapat meningkatkan peluang hipertensi, sedangkan
memburuknya hipertensi, perlu memperhatikan faktor peningkatan penghijauan dapat menurunkan tekanan
perilaku yang tidak kondusif terhadap kesehatan darah (Niakara A, et al., 2007).
dan lingkungan, demikian juga pada faktor risiko Hasil wawancara mendalam pelaksana program
yang telah ada, agar tidak berkembang ke arah Penyakit Tidak Menular (PTM) di Kabupaten Lebak
penyakit jantung dan pembuluh darah yang biasanya menunjukkan bahwa program tersebut masih
akan berakibat fatal. Dilihat dari faktor demografi, terbatas di tingkat Provinsi. Belum dilaksanakan di
persentase hipertensi meningkat pada kelompok tingkat Kabupaten. Program ini sudah disosialisasi
umur 35–60 tahun sebanyak 2,7 (95% CI: 1,91–3,82) pada tahun 2009 di Empat puluh Puskesmas yang
kali dibandingkan kelompok umur 15–34 tahun. Hal ini diikuti dengan pelatihan pencatatan dan pelaporan.
sesuai dengan hasil penelitian di India Selatan yang Dalam pelatihan sebagai narasumber adalah dokter
menunjukkan prevalensi hipertensi juga meningkat penyakit dalam dari Rumah Sakit, tetapi sampai saat
pada kelompok umur (Yadlapalli SK, et al., 2004). ini belum ada kelanjutannya, dan belum jelas mau
Hasil ini juga sejalan dengan temuan dari Survei di tempatkan dalam surveilens atau di kesehatan
Kesehatan Rumah Tangga pada tahun 2004, di lingkungan. Sementara dalam pelaksanaannya,
mana hipertensi bertambah buruk seiring dengan pemeriksaan diabetes dan hipertensi masih terbatas
bertambahnya umur. (Balitbangkes, Survei Kesehatan pada pemeriksaan haji, dan pensiunan melalui Yankes
Rumah Tangga 2004). (Pelayanan Kesehatan). Juga belum adanya SOP
Responden dengan gangguan mental emosional penanganan hipertensi di pelayanan pengobatan.
di Kabupaten Lebak berpeluang 2,4 (95% CI: 1,41– Hal ini membutuhkan ketegasan dari Pusat, agar
4,13) kali menderita hipertensi dibandingkan yang dapat dimasukkan dalam perencanaan anggaran di
tidak dengan gangguan mental emosional. Hasil ini tingkat kabupaten, sehingga dapat dimasukkan dalam
sesuai dengan temuan dari Hamer, dkk., di mana program prioritas. Keterbatasan sarana seperti sumber
risiko kematian jantung pembuluh darah, tinggi pada daya manusia di puskesmas dan keterbatasan jumlah
responden hipertensi baik yang terkontrol (RH = 2,32, obat PTM juga merupakan salah satu hambatan
95% CI: 1,70–3,17) maupun yang tidak terkontrol terlaksananya program ini.
(RH = 1,90 , 95% CI: 1,18–3,05) dan gangguan Kendala yang ditemui adalah: 1) Kesadaran
mental emosional. Dalam penelitian ini dikemukakan masyarakat kurang, kalau diberi obat, gejala kurang,
bahwa, antara hipertensi dengan gangguan mental obat tidak diteruskan. 2–3 bulan kemudian kalau
tidak dapat dipisahkan sebagai penyebab kematian ada gejala baru datang lagi. Ini menyebabkan
khususnya pada penyakit jantung dan pembuluh program sulit berjalan; 2) Prioritas biaya lebih pada
darah (Hamer, Mark, et al., 2010). Responden dengan program PONED. Selanjutnya adalah PKPR, klinik
lingkar perut berisiko mempunyai peluang menderita gizi (pendamping ASI); 3) Pengawasan minum
hipertensi sebanyak 1,97 (95% CI: 1,37–2,84) kali obat untuk hipertensi belum dilakukan; 4) Peran
dibandingkan dengan responden dengan lingkar dan potensi masyarakat masih dirasakan kurang;
perut tidak berisiko. Hal ini didukung dengan berbagai 5) Kader belum dibekali pengetahuan atau alat untuk
penelitian yang menunjukkan bahwa tekanan darah mengukur tekanan darah untuk warganya; 6) Kegiatan
secara langsung berkorelasi dengan berat badan, Posbindu hanya terbatas melakukan penyuluhan,
persen lemak tubuh, dan resistensi insulin (Ashish tidak dilengkapi dengan pengobatan; 7) Sistem
Aneja, et al., 2004). rujuk kembali dari Rumah Sakit ke Puskesmas tidak
Berkaitan dengan tempat tinggal di lingkungan berjalan.
tercemar berpeluang 1,5 kali lebih besar menderita Harapan dari pelaksana dan rencana program
hipertensi dibandingkan yang tinggal di lingkungan adalah: 1) Ada Subdit PTM yang berdiri sendiri.
tidak tercemar. Seperti yang dilaporkan dalam Lebih tepat berada di bawah surveilance agar dapat
penelitian Amsterdam Health Survey 2004 tentang terjangkau semua. Kalau perlu ada seksi tersendiri

158
Model Intervensi Hipertensi (Julianty Pradono, dkk.)

yang diperkuat dengan peraturan daerah; 2) Ada menghilangkan gejala seperti di atas dengan minum
jejaring antarprogram, sehingga membentuk satu juice bawang putih, mentimun, air daun seledri, atau
sistem dan pelaporan yang sama, dan mudah juice mengkudu/pace.
dikoordinasikan; 3) Sumber daya manusia terutama “ saya sudah 3 bulan terakhir ini tidak pernah
tenaga perawat harus ditambah agar dapat menangani kontrol lagi, tapi masih tetap minum obat disamping
PTM; 4) Indikator harus jelas, agar dapat ditekankan minum obat kampung, seperti daun sukun, maupun
mana yang menjadi prioritas. daun cereme. karena sibuk dan gak punya uang”.
Hasil DKT menunjukkan bahwa informan (tokoh “Sudah hampir 2 tahun tidak periksa lagi dan
masyarakat, kader kesehatan dan penyandang sekarang malah menyerang mata. Penglihatan agak
hipertensi) pada umumnya pernah mendapatkan bayang-bayang kalau melihat jauh, .......”.
penyuluhan tentang kesehatan lingkungan yang Semua informan sepakat bahwa hipertensi bisa
berkaitan dengan demam berdarah, dan lainnya, dicegah dengan pengobatan secara rutin, menghindari
tetapi tentang PTM atau hipertensi belum pernah makanan berisiko, pola hidup yang sehat, hindari
didiskusikan secara khusus. Untuk informan kader pikiran yang berat, olahraga minimal 1 kali dalam
kesehatan ada pelatihan ibu hamil yang dilaksanakan seminggu, hindari rokok, dan istirahat cukup.
setiap 6 bulan, dalam latihan ini topik hipertensi pernah Ketika diskusi mengenai posbindu (wadah untuk
disampaikan. Sebagian besar informan mengetahui aktivitas posyandu lansia) di wilayah tempat tinggal,
tentang hipertensi pada saat berobat di Puskesmas, sebagian informan belum mengenal adanya kegiatan
terutama informan penyandang hipertensi. Bahkan Posbindu, tetapi ada yang mengatakan ada posbindu
sebagian informan mengatakan: “di sini tidak ada yang di daerah tempat tinggal yang diadakan sebulan sekali
kena hipertensi, tapi mereka kena stroke”. dengan agenda kegiatan pengukuran tekanan darah,
Ketika ditanyakan sebab terjadinya hipertensi, pemeriksaan kadar gula darah, dan penyuluhan
informan menyampaikan: kesehatan. Salah satu informan kader kesehatan
“Orang kena hipertensi akibat cara makan yang mengatakan bahwa.
sembarangan dan banyak pikiran/stres. Terlalu banyak “Kegiatan posbindu ada jika ada program penilaian
makan ikan asin, pete, jengkol, daging kambing, tape (desa binaan) dari pemerintahan daerah setempat,
ketan hitam. Apalagi itu jadi kesukaan orang di sini tetapi jika program itu sudah selesai maka kegiatan
dan makan emping. Kalau kita gak mau kena stroke, itu juga hilang”.
lebih baik kurangi merokok, kegemukan, dan kurangi “Jadi kegiatan posbindu dilakukan bukan karena
makan ikan asin dan emping. Selain itu kita perlu kesadaran, melainkan karena ada penilaian. Semua
rajin olahraga”. informan sependapat, “Masyarakat merasa jika
Mengenai gejala hipertensi, pada umumnya penilaian (desa binaan) selesai, ya sudah selesai”,
mengatakan gejala hipertensi adalah pusing, pegal “Kegiatan yang tetap biasanya pengajian,
di leher atau pundak, suka marah-marah, lemas dan kemudian dalam pengajian disisipkan penyuluhan
kurang semangat. Sedangkan batasan hipertensi, mengenai kesehatan, senam lansia. Tetapi sulit
masih terjadi kesimpang-siuran antarinforman kader mengumpulkan lansia”.
kesehatan. Kegiatan di masyarakat juga sangat tergantung
“Seperti saat Pak Sukri ditensi ibu bidan dengan dari pemerintah setempat.
hasil 170, ibu bidan bilang ini tinggi tapi krn usia “Pada saat camatnya Bpk TB, istrinya Ibu Arep,
bapak sudah 70 tahun, masih dianggap normal. Jadi kegiatan olahraga cukup sering dilakukan. Karena
batasnya tidak sama, tergantung usia”. program dari pak camat secara langsung, masyarakat
Mengenai pengobatan, umumnya informan sempat antusias untuk olahraga secara rutin”.
berpendapat untuk berobat ke dokter kalau ada gejala Kendala yang dirasakan adalah: 1) Kurang kerja
(pusing, sakit kepala, dan sebagainya), karena tidak sama antara kader-tenaga kesehatan-masyarakat;
punya uang. Di puskesmas informan mendapatkan 2) Kurangnya sosialisasi dari tenaga kesehatan
obat antihipertensi sebanyak 3–5 butir, tergantung ke masyarakat. Kalau sosialisasi yang dilakukan
persediaan obat. Selebihnya obat diresepkan. hanya oleh kader, biasanya kurang dipercaya oleh
Tetapi sebagian besar informan mengatasi atau masyarakat.

159
Buletin Penelitian Sistem Kesehatan – Vol. 15 No. 2 April 2012: 154–161

Harapan dari masyarakat adalah: 1) Penyuluhan salah satu faktor pendukung terjadinya hipertensi di
kesehatan dapat lebih sering diadakan. Antara lain Kabupaten Lebak.
tentang hipertensi dan bagaimana pencegahannya, Model intervensi di Kabupaten Lebak mempunyai
jangan sampai terkena stroke; 2) Posbindu diaktifkan, hubungan dengan meningkatnya kelompok umur,
sehingga kegiatan penyuluhan kesehatan dan status kawin, lingkar perut berisiko, gangguan mental
pemeriksaan dapat dilakukan secara teratur; 3) Ada emosional dan lingkungan tercemar.
kegiatan rutin olahraga; 4) Ada rumah sakit di wilayah
Saran
tempat tinggal, karena puskesmas rawat inap yang
ada kurang dapat menampung warga yang sakit. 1. Pemerintah wajib memberikan perhatian lebih
pada program Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
dengan membuat peraturan-peraturan agar dapat
KESIMPULAN DAN SARAN dilaksana dengan konsisten.
Kesimpulan 2. Mengembangkan model Perilaku Hidup Bersih
Temuan dari kajian ini menunjukkan bahwa belum dan Sehat yang sudah ada sesuai dengan kondisi
ada program pencegahan atau penanggulangan wilayah dan budaya setempat.
hipertensi secara khusus. Program penanganan 3. Memasukkan program Perilaku Hidup Bersih dan
Penyakit Tidak Menular secara umum masih Sehat dalam kurikulum sekolah, yang diberikan
terbatas sampai tingkat Provinsi. Sedangkan tingkat sejak pendidikan dasar.
Kabupaten/Kota belum merupakan prioritas utama. 4. Meningkatkan edukasi dan promosi dalam upaya
Hal ini menyebabkan pelayanan medis untuk PTM untuk mengurangi asupan kalori berlebih dengan
atau hipertensi khususnya masih pasif baik di dalam upaya meningkatkan pengeluaran energi untuk
gedung maupun di luar gedung. Hal ini juga tercermin mencegah terjadinya penyakit tidak menular
dengan skala prioritas dalam penyusunan Rencana khususnya hipertensi.
Anggaran Belanja tahunan di Dinas Kesehatan 5. Melakukan edukasi persiapan membina rumah
Kabupaten. Keterbatasan sarana dan prasarana yang tangga/keluarga harmonis, termasuk di dalamnya
tersedia seperti alat tensimeter, sumber daya manusia manajemen rumah tangga dapat dipertimbangkan
untuk melakukan penyuluhan maupun obat-obatan menjadi paket dalam penyuluhan pencegahan dan
merupakan kendala dalam mendukung pelaksanaan penanganan hipertensi.
program promotif, preventif, kuratif dan rehabilitif 6. Melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan
hipertensi tersebut. program Perilaku Hidup Bersih dan Sehat baik di
Kurangnya pengetahuan tentang faktor risiko sekolah maupun di masyarakat, sehingga dapat
terjadinya hipertensi serta akibat yang ditimbulkan mencegah terjadinya penyakit infeksi maupun
menyebabkan tingkat kepedulian untuk melakukan penyakit degeneratif.
pengobatan dan kontrol tekanan darah menjadi 7. Mengaktifkan peran masyarakat dalam Posbindu
rendah. Juga ketidakmampuan responden dalam atau wadah lain yang terintegrasi untuk dapat
membeli obat antihipertensi dengan biaya sendiri, melakukan upaya preventif dan menjaring atau
memberikan sumbangan dalam meningkatkan mendeteksi penderita hipertensi lebih dini.
prevalensi hipertensi.
Memodifikasi gaya hidup dengan mengurangi
UCAPAN TERIMA KASIH
risiko meningkatnya stres dan lingkar perut berisiko,
memegang peranan penting dalam mencegah orang Penelitian ini merupakan wujud kerja sama antara
dewasa dari hipertensi di Kabupaten Lebak. Sehingga Pusat Teknologi Intervensi Kesehatan Masyarakat
gaya hidup berpikiran positif untuk mengurangi stres (PTIKM), Badan Litbangkes, Kemenkes RI dan Dinas
dapat merupakan target orang dewasa dengan upaya Kesehatan Kabupaten Lebak. Kegiatan ini melibatkan
promosi Perilaku Hidup Bersih dan Sehat untuk kerja keras dari tim inti PTIKM dan tim di kabupaten
meningkatkan kesadaran akan pentingnya faktor Lebak mulai dari penyusunan kuesioner, persiapan
risiko terjadinya hipertensi. lapangan, pengumpulan data di lapangan dan
Selain faktor demografi seperti umur yang penyusunan laporan penelitian. Dan pada akhirnya
tidak dapat dikoreksi, status kawin juga merupakan penelitian sudah dapat diselesaikan dengan sebaik-

160
Model Intervensi Hipertensi (Julianty Pradono, dkk.)

baiknya dan tepat waktu. Untuk itu rasa syukur dan Kementerian Kesehatan. Visi Misi dan Strategi Renstra
penghargaan kami sampaikan kepada seluruh tim Kementerian Kesehatan 2010–2014.
dan ucapan terima kasih yang tidak terhingga kami Lameshow S, David WH Jr., Janelle Klar, Stephen KL,
Besar sampel dalam penelitian kesehatan. Gajah
sampaikan kepada Kepala Badan Litbangkes/DR.dr,
Mada University Press.
Trihono, MSc., kepala PTIKM/D. Anwar Musadad,
Leon Gordis. Epidemiology. Third edition. John Hopkin
SKM., M.Kes., beserta jajarannya atas bimbingannya Bloomberg School of Public Health, Baltimore,
selama kegiatan penelitian ini berlangsung dan Maryland. Elsevier Saunders, 2004. p.159–176.
atas dukungan dana untuk penelitian ini. Harapan Niakara A, Fournet F, Gary J, Harang M, Nébié LV, Salem
kami semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat G. Hypertension, urbanization, social and spatial
bagi kabupaten Lebak dalam melakukan intervensi disparities: a cross-sectional population-based survey
terhadap faktor risiko terjadinya hipertensi. in a West African urban environment (Ouagadougou,
Burkina Faso). Trans R Soc Trop Med Hyg. 2007 Nov;
101(11): 1136–42.
DAFTAR PUSTAKA S.Soemantri, Sarimawar Djaja. Trend Pola Penyakit
Ashish Aneja, Fadi El-Atat, Samy I. McFarlane and James R. Penyebab Kematian Di Indonesia, Survei Kesehatan
Sowers. Hypertension and Obesity. Recent Progress Rumah Tangga 1992, 1995, 2001. Balitbangkes,
in Hormone Research 2004 (59): 169–205. Depkes RI. 2002. p.1–5.
Balitbangkes. Depkes RI. Survei Kesehatan Rumahtangga The World Health Report 2002. Reducing Risk, Promoting
Studi Morbiditas dan Disabilitas Tahun 2004. Health Life, World Health Organization, Geneva,
Desember 2005, Jakarta. pp. 21–31. 2002.
Balitbangkes. Depkes RI. Laporan Hasil Riset Kesehatan Tim Surkesnas. Laporan SKRT 2001: Faktor Risiko Penyakit
Dasar (RISKESDAS) Indonesia Tahun 2007. Tidak Menular Studi Morbiditas dan Disabilitas.
Desember 2008, Jakarta. pp. 110–121. Balitbangkes, Depkes RI. 2002. p. 18–19.
Barry M. Popkin. The Nutrition Transition and Obesity in U.S. National Institutes of Health National Heart, Lung,
the Developing World Journal of Nutrition. 2001; 131: and Blood Institute National High Blood Pressure
871S–873S. Education Program.The Seventh Report of the
Bonita R et al. Surveillance of risk factors for non- Joint National Committee on Prevention, Detection,
communicable diseases: The WHO STEP wise Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure.
approach. Summary. Geneva World Health NIH Publication No. 04-5230 August 2004
Organization, 2001. World Health Organization. The Seventh Report of the
Bonita R, de Courten M, Dwyer T, Jamrozik K, Winkelmann Joint National Committee on Prevention, Detection,
R. Surveillance Noncommunicable Diseases and Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure
Mental Health. The WHO STEPwise Approach to dalam The WHO STEPwise Approach to Surveillance
Surveillance (STEPS) of NCD Risk Factors. Geneva: (STEPS) of NCD Risk Factors, Geneva 2001.
World Health Organization, 2002. World Health Organization (WHO) Expert Committee on
Departemen Kesehatan R.I. Panduan Pengembangan High Blood Pressure Control. Hypertension Control:
Sistem Surveilans Perilaku Berisiko Terpadu. Tahun Report of a WHO Expert Committee. WHO, 1996:
2002 862.
Elisabete Pinto. Blood pressure and ageing. Postgrad Med Yadlapalli S. Kusuma, PhD; Bontha V. Babu, PhD;
J 2007; 83: 109–114. Jammigumpula M. Naidu, PhD. Prevalence of
Kementerian Kesehatan. Undang-Undang Republik hypertension in some cross-cultural populations of
Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Visakhapatnam district. South India. Ethn Dis. 2004;
pp. 65–67. 14: 250–259.

161

You might also like