Professional Documents
Culture Documents
3955 11115 1 SM PDF
3955 11115 1 SM PDF
Herni Susanti
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, Kampus Baru UI Depok 16424,
Email: herni-s@ui.ac.id
ABSTRACT
Introduction: This study was aimed to find out the effect of CBT on the behaviors i.e. depressive,
agressive and antisocial behaviors as well as cognitive functions of patients who were treated in
rehabilitation unit at a drug addiction hospital (Rumah Sakit Ketergantungan Obat) in Jakarta.
Method: The research design was Quasi experimental pre-post test without control group by providing
intervention: CBT for 6 sessions (10–12 times intervention). The population was all patients in the
rehabilitation unit with a nursing diagnosis: low self esteem and/or inffective coping strategies. There
were 23 participants who involved in this investigation. The data was analized by using dependent
and independent sample t, and anova tests. Result: The results showed that p value for depressive
bahaviours, agressive behaviurs, antisocial behaviors, and cognitive functions were 0.914; 0.001;
0.039; 0.003 respectively. The outcomes indicated that there was significant impact of CBT on
agressive behaviors, antisocial behaviors, and cognitive functions (α = 0.05, p value < 0.05), but not
on depressive behaviors (α = 0.05, p value > 0.05). Discussion: It is argued that depressive symptoms
might not be apparent for the users in rehabilitative phase. The findings also showed that there was
significant relation between antisocial behaviors and the length of drug usage. This affirms exsiting
concepts in that long drug usage brings about serious damage in the users' behaviors and cognitive
functions. It is recommended, therefore, to include CBT as an important intervention for clients with
drug abuse problems who are cared in rehabilitation center.
171
Jurnal Ners Vol. 5 No. 2 Oktober 2010: 171–180
172
Perubahan Perilaku dan Fungsi Kognitif dengan Terapi Perilaku Kognitif (Herni Susanti)
mengharuskan dilakukan satu sesi dalam dua nilai α crombach berturut-turut: kuesioner
hari (misalnya jika perkembangan klien tidak B1 = 0,568; kuesioner B2 = 0,846; kuesioner
signifikan dan sesi perlu diulang). B3 = 0,865; kuesioner C = 0,746. Dikatakan
Alat pengumpul data terdiri dari reliabel jika nilai α crombach ≥ 0,6. Oleh
tiga instrumen. Instrumen A merupakan karena itu kuesioner B, B2, B3 dan C bisa
instrumen untuk mendapatkan gambaran dikatakan reliabel kaena mempunyai nilai
karakteristik responden antara lain terdiri dari: α crombach ≥ 0,6. Uji validitas pada semua
usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, instrumen menunjukkan adanya beberapa
status perkawinan, jenis NAPZA dan lama pertanyaan yang tidak valid (nilai r rata-rata
menggunakan NAPZA. Bentuk pertanyaan lebih kecil dari r tabel = 0,553). Berdasarkan
dalam pertanyaan tertutup, dan peneliti hasil di atas, peneliti meninjau kembali
memberi angka pada kotak yang tersedia, sesuai instrumen tersebut dan menemukan bahwa ada
dengan pilihan yang dipilih oleh responden. beberapa pernyataan yang kurang dipahami tata
Jumlah pertanyaan ada 7 pertanyaan. Instrumen bahasanya. Selanjutnya dilakukan perbaikan
B merupakan instrumen yang dipakai untuk berdasarkan diskusi dengan perawat yang sudah
mengukur tentang perilaku klien penyalahguna sangat berpengalaman di ruang rehabilitasi
NAPZA, terdiri dari Instrumen B1 (depression NAPZA, sebelum akhirnya didistribusikan
scale menurut Center for Epidemiological kepada calon responden.
Studies Depressed Mood Scale (CES-D) dari Proses pemberian TPK dimulai dengan
Radloff (1977) dalam Applied Psicological meminta kesediaan responden yang memenuhi
Measurement volume 1 No. 3, 2008, instrumen kriteria inklusi menjawab pertanyaan pre-test.
B2 (aggressive scale (Chamberlain, 2009) dan Kemudian responden diberikan terapi generalis
instrument B3 (anti sosial scale (Halaby, 2007). oleh peneliti maupun perawat ruangan.
Jumlah pertanyaan intrumen B1 adalah 20 Responden diberikan terapi spesialis (TPK)
pertanyaan, instrumen B2 29 pertanyaan, dan apabila indikasinya kuat yaitu setelah diberikan
instrumen B3 sebanyak 26 pertanyaan. Perlu terapi generalis. Pada beberapa klien setelah
disampaikan di sini bahwa rentang nilai untuk dilakukan terapi generalis, indikasi TPK tidak
semua instrumen perilaku 0–100, di mana adekuat (tidak ada lagi masalah dalam fungsi
semakin tinggi nilai berarti semakin berkurang kognitif terkait penyalahgunaan NAPZA)
perilaku maladaptif yang dimaksud. Penilaian maka klien tersebut gagal dijadikan responden.
seperti ini terjadi karena bentuk pertanyaan- Sebagai tambahan informasi, kondisi Drop Out
pertanyaan yang ada dalam instrument bersifat juga terjadi karena klien diharuskan pulang
negatif. Kuesioner C untuk mengukur fungsi (ada 9 klien yang terhenti menjadi responden
kognitif responden. Kuesioner ini berjumlah karena kondisi tersebut). Selanjutnya dilakukan
20 pertanyaan yang dikembangkan oleh post-test setelah responden selesai diberikan
peneliti sendiri berdasarkan studi literatur TPK.
ekstensif terkait karakteristik penyalahguna
NAPZA (Fountaine, 2009; Stuart, 2009;
HASIL
Townsend, 2009). Pelaksanaan TPK dilakukan
berdasarkan panduan modul TPK untuk klien Usia responden dari 23 orang terbanyak
penyalahguna NAPZA yang dikembangkan berada pada usia antara 20–40 tahun (87%);
sendiri oleh peneliti berdasarkan bahan modul jenis kelamin terbanyak adalah laki-laki
TPK sebelumnya (Fauziah, 2009; Sasmita, yaitu sebanyak 19 orang (82,6%). Pendidikan
2007). responden terbanyak berasal dari SMA yaitu
Uji coba instrumen dilakukan di unit 11 orang (47,8%). Sebagian besar responden
Rehabilitasi NAPZA Rumah Sakit Marzoeki tidak bekerja yaitu sebanyak 9 orang (39,1%).
Mahdi Bogor pada 13 klien. Rencana awal Status perkawinan terbanyak adalah tidak
klien yang akan diujikan 15 orang, namun menikah yaitu 18 orang (78,3%). Mayoritas
karena ada dua klien yang sudah pulang maka lama responden menyalahgunakan NAPZA
jumlah berkurang. Uji reabilitas menunjukkan adalah 6–10 tahun yaitu sebanyak 13 orang
173
Jurnal Ners Vol. 5 No. 2 Oktober 2010: 171–180
dan paling sedikit adalah lebih dari 20 tahun lama menyalahgunakan NAPZA dengan
yaitu sebanyak 3 orang. Adapun tentang jenis perubahan nilai perilaku depresif, perilaku
NAPZA yang digunakan, semua responden agresif, perilaku antisosial, dan fungsi kognitif
lebih dari satu jenis, yaitu gabungan 3–4 zat digunakan uji Anova.
yaitu opiat, ganja, kokain dan alkohol. Pengaruh TPK terhadap nilai perilaku
Hasil analisis untuk variabel perilaku depresif, perilaku agresif, perilaku antisosial,
agresif sebelum mengikuti TPK, didapatkan dan fungsi kognitif menunjukkan bahwa
rerata sebesar 60,74 yang diyakini bahwa hanya perilaku depresif yang tidak mengalami
rerata perilaku depresif responden berada pada perubahan yang signifikan antara sebelum dan
rentang antara 42 sampai 74, dengan standard sesudah pemberian TPK dengan nilai p value
deviasi 6,716. rerata perilaku agresif sebelum sebesar 0,914 (p value > 0,05). Sedangkan untuk
dilakukan TPK adalah 55,57 dengan rentang variabel yang lain (perilaku agresif, perilaku
antara 34–73 dan standar deviasi 9,885. Rerata antisosial dan fungsi kognitif) menunjukkan
perilaku antisosial sebelum dilakukan TPK adanya perubahan positif yang signifikan antara
adalah 68,22 dengan nilai minimal 45 dan nilai sebelum dan sesudah perlakukan TPK dengan
maksimal 84 dengan standar deviasi 10,651. p value < 0,05.
Sedangkan nilai fungsi kognitif sebelum Analisa terhadap hubungan setiap
dilakukan TPK adalah 32,26 dengan nilai komponen karakteristik dengan perubahan
minimum 19 dan nilai maksimum 43 dengan perilaku depresif, agresif, antisosial serta
fungsi kognitif menunjukkan tidak adanya
standar deviasi 6,362.
korelasi bermakna, kecuali antara lama
Hasil analisis untuk variabel perilaku
penggunaan NAPZA dengan perubahan
agresif setelah mengikuti TPK, didapatkan
perilaku antisosial.
rerata sebesar 60,87 yang diyakini bahwa rerata
Rerata nilai perilaku antisosial pada
perilaku agresif responden berada pada rentang
mereka yang menyalahgunakan NAPZA selama
antara 53 sampai 70, dengan standard deviasi
1–5 tahun adalah 75,00 dengan standar deviasi
4.985. Rerata perilaku agresif setelah dilakukan
2,828. Pada responden yang menyalahgunakan
TPK adalah 66,00 dengan rentang antara
NAPZA selama 6–10 tahun rata-rata nilai
52–87 dan standar deviasi 9.487. rerata perilaku
perilaku antisosialnya adalah 69,50 dengan
antisosial setelah dilakukan TPK adalah 76,61
standar deviasi 7,489.
dengan nilai minimal 59 dan nilai maksimal 95 Responden dengan penyalahgunaan
dengan standar deviasi 9,694. Sedangkan nilai NAPZA selama 10–15 tahun rata-rata
fungsi kognitif setelah dilakukan TPK adalah memiliki nilai perilaku antisosial 66,33
36,17 dengan nilai minimum 25 dan nilai dengan standar deviasi 5,508. Responden yang
maksimum 46 dengan standar deviasi 4,386. menyalahgunakan NAPZA selama 15–20 tahun
Analisis bivariat dilakukan dengan rata-rata nilai perilaku antisosialnya adalah
menggunakan uji statistik dependent sample t- 84,40 dengan standar deviasi 9,788. Sedangkan
test (paires t test) untuk mengetahui perubahan yang menyalahgunakan NAPZA selama
nilai perilaku depresif, perilaku agresif, lebih dari 20 tahun mempunyai rata-rata nilai
perilaku antisosial, dan fungsi kognitif sebelum perilaku antisosialnya 65,00 dengan standar
dan sesudah diberikan TPK. Hubungan antara deviasi 9,788. Hasil uji statistik didapatkan
usia dengan perubahan nilai perilaku depresif, p value = 0,014 (p value < 0,05) yang berarti ada
perilaku agresif, perilaku antisosial, dan fungsi hubungan bermakna antara perubahan perilaku
kognitif digunakan analisis uji regresi linier antisosial dengan lama menyalahgunakan
sederhana. Sedangkan untuk mengetahui NAPZA.
hubungan antara jenis kelamin dan status
perkawinan dengan perubahan nilai perilaku
depresif, perilaku agresif, perilaku antisosial, PEMBAHASAN
dan fungsi kognitif digunakan uji independent Hasil penelitian menunjukkan bahwa
sample t-test. Untuk pendidikan, pekerjaan, karakteristik klien penyalahguna NAPZA yang
174
Perubahan Perilaku dan Fungsi Kognitif dengan Terapi Perilaku Kognitif (Herni Susanti)
Tabel 1. Pengaruh TPK terhadap nilai perilaku depresif, perilaku agresif, perilaku antisosial, dan
fungsi kognitif
Variabel N Mean SD P value
Perilaku Depresif
Sebelum 23 60,74 6,716 0,914
Sesudah 23 60,87 4,985
Perilaku Agresif
Sebelum 23 55,57 9,885 0,001
Sesudah 23 66,00 9,487
Perilaku antisosial
Sebelum 23 68,22 10,651
Sesudah 23 76,61 9,694 0,039
Fungsi kognitif
Sebelum 23 32,26 ,362 0,003
Sesudah 23 36,17 4,386
175
Jurnal Ners Vol. 5 No. 2 Oktober 2010: 171–180
tidak mendapatkan bekal yang cukup selama Ditambah lagi dengan kondisi semua responden
masa rawat akibat intervensi yang diberikan penelitian ini yang memang sudah berada di
terputus, tidak sistematis, dan tidak berorientasi ruang rehabilitasi, sehingga kondisi emosi
pada persiapan pulang. Di bidang keperawatan relatif stabil (meskipun ada yang belum
jiwa, penanganan klien di unit rehabilitasi stabil umumnya mereka adalah klien yang
secara lebih terstruktur, efisien dan sesuai baru dipindah dari ruang akut, dan klien
dengan standar profesi menjadi tantangan seperti ini tidak diperkenankan mengikuti
setiap perawat yang bekerja di area ini, penelitian). Fountaine pun dalam tulisannya
Salah satu pendekatan yang dapat diterapkan tidak mengungkapkan secara spesifik bahwa
adalah adanya kesinambungan pemberian kondisi depresi tersebut berlaku untuk semua
terapi generalis dan spesialis (seperti TPK individu pengguna NAPZA dan untuk semua
dalam penelitian ini) yang dapat menjamin situasi. Dengan kata lain, perlu disampaikan
keberlangsungan intervensi keperawatan pada di sini bahwa pemahaman tentang adanya
klien secara terstruktur dalam mempersiapkan perilaku depresif di kalangan penyalahguna
klien pulang. NAPZA perlu ditinjau ada di fase mana
Penelitian ini juga menunjukkan adanya individu tersebut berada: akut atau rehabilitatif.
perubahan yang bermakna dalam perilaku dan Di fase akut, perilaku depresif sangat mungkin
fungsi kognitif responden sebelum dan sesudah muncul dominan, namun di fase rehabititasi
pemberian intervensi TPK. Namun demikian, kondisi depresi sudah menurun (meskipun
khusus untuk perilaku depresif perubahan muncul, biasanya karena ada stressor baru
yang terjadi tidak signifikan. Menurut peneliti, yang signifikan).
hal ini kemungkinan terjadi karena kondisi Variabel penelitian dependen lainnya
depresi pada responden memang sudah tidak yaitu perilaku agresif, perilaku antisosial dan
muncul lagi secara dominan. Dengan kata lain, fungsi kognitif terlihat dari hasil penelitian ini
perilaku depresif ini memang muncul secara adanya perubahan yang signifikan. Meskipun,
jelas di fase akut, dan kurang terlihat ketika beberapa hasil ini memang sudah dapat
individu sudah berada di fase rehabilitasi. diprediksi, namun penelitian ini sekali lagi
Kondisi ini juga didukung oleh pengamatan memperkuat hasil studi tentang intervensi
peneliti terhadap responden yang menjadi perilaku yang sudah puluhan tahun silam
klien di ruang rehabilitasi RSKO yang tidak dilakukan oleh banyak peneliti (Krasnager,
lagi menunjukkan karakteristik khas individu 1979). Hasil ini juga menegaskan pernyataan
dengan depresi, seperti nafsu makan menurun, bahwa penanganan pada klien dengan masalah
sering menangis, sering merasa sedih dan kesehatan jiwa (NAPZA) yang intensif dan
merasa sendiri. profesional mampu memberikan dampak yang
Fenomena tersebut di atas kurang sejalan sangat positif terhadap klien. Terlepas adanya
dengan penelitian yang dilakukan Castelanos beberapa kekurangan dari pemberian TPK
dan Conrod (2006) serta pernyataan Fountaine pada penelitian ini, hasil yang konstruktif ini
(2009) yang mengindikasikan bahwa perilaku diharapkan menjadi pemicu bagi semua tenaga
depresif merupakan tampilan yang umum kesehatan jiwa untuk memberikan kontribusi
terjadi di kalangan individu yang menggunakan yang maksimal dalam merawat klien di unit
NAPZA. Bahkan Castelanos dan Conrod rehabilitasi.
mampu membuktikan intervensi singkat Pemberian TPK yang dilakukan secara
dengan menggunakan pendekatan perilaku bertahap dari mulai proses membina hubungan
kognitif mampu merubah kondisi depresi saling percaya, identifikasi masalah, proses
cukup signifikan (n = 423). Menurut peneliti, perubahan distorsi kognitif, proses perubahan
perbedaan tersebut terjadi dipengaruhi oleh perilaku negatif dan pembekalan pencegahan
jumlah sampel pada penelitian ini yang sedikit, kekambuhan merupakan rangkaian penting
sehingga sulit untuk menarik kesimpulan bagi setiap individu untuk menolong dirinya
yang lebih luas untuk memberikan gambaran keluar dari masalah yang sedang dialaminya:
tentang pengaruh TPK pada pengguna NAPZA. harga diri rendah dan koping tidak efektif.
176
Perubahan Perilaku dan Fungsi Kognitif dengan Terapi Perilaku Kognitif (Herni Susanti)
Sepanjang proses tersebut klien diajak oleh merata (standar deviasi besar). Jumlah yang
terapis merubah perilaku agresif (misalnya sedikit ini memang sulit dihindari oleh peneliti,
meledak-ledak, mudah marah, mudah emosi), mengingat beberapa usaha sudah dilakukan
merubah perilaku antisosial (misalnya tidak untuk mendapatkan jumlah responden yang
taat tata tertib, bersikap tidak sopan, berbuat lebih besar. Salah satu upaya yang dilakukan
keributan), dan merubah pikiran negatif adalah memperpanjang masa intenvensi, yang
(misalnya denial, proyeksi, minimisasi). awalnya intervensi dilaksanakan dalam waktu
Terakhir klien diminta komitmennya untuk tiga bulan, namun memanjang sampai lima
melakukan perubahan-perubahan yang positif bulan (karena sampai bulan ketiga jumlah
dalam rangka mencegah kekambuhan. Selama klien yang menjadi responden masih hitungan
proses ini pula, klien selalu difasilitasi untuk belasan, dan itupun di antaranya ada yang drop
mengungkapkan perasaan, serta kendala yang out karena harus pulang). Dengan demikian,
dihadapi dalam menjalani proses ini. Seringkali untuk selanjutnya apabila dilaksanakan
waktu yang dihabiskan bersama terapis sekitar penelitian sejenis, rencana waktu intervensi
45 menit-1 jam setiap sesinya terasa kurang. dan juga kontrak/komitmen klien menjadi
Uraian ini tampak jelaslah bahwa kemajuan responden merupakan hal yang sangat perlu
klien merupakan hasil dari sebuah proses diperhatikan.
panjang namun terstruktur dan berorientasi Penelitian ini memiliki beberapa
pada kebutuhan klien, dan pada akhirnya keterbatasan di antaranya Jumlah sampel
melalui pembuktian ilmiah klien menunjukkan yang sedikit, yaitu hanya 23 responden. Hal
perubahan yang positif dari proses pemberian ini disebabkan karena jumlah klien di ruang
TPK. Terapi Perilaku Kognitif sendiri adalah rehabilitasi RSKO yang memenuhi kriteria
suatu bentuk psikoterapi jangka pendek, yang inklusi pada saat periode penelitian sedikit.
menjadi dasar bagaimana seseorang berfikir Jumlah klien yang dirawat saat dilakukan
dan bertingkah laku positif dalam setiap penelitian memang mencapai 10–20 orang
interaksi (Stuart, 2009). setiap harinya, namun umumnya hanya
Hasil uji statistik terhadap hubungan sepertiganya yang dapat dijadikan responden
karakteristik dengan perubahan perilaku dan karena beberapa keterbatasan: kondisi
fungsi kognitif klien penyalahguna NAPZA klien yang belum stabil (baru masuk ruang
menunjukkan bahwa ada hubungan yang rehabilitasi), terikat jadwal kegiatan ruangan
bermakna antara lama pemakaian NAPZA yang ketat, dan menolak menjadi responden.
dengan perubahan perilaku antisosial. Hal ini Kondisi ini diperburuk dengan banyaknya
memperkuat pernyataan bahwa dampak nyata jumlah responden yang drop out (9 responden)
yang muncul akibat penggunaan NAPZA dalam karena harus pulang ditengah-tengah proses
jangka waktu lama mengakibatkan kerusakan pemberian TPK. Sebagai solusi dari masalah
seseorang dalam bertindak sesuai norma yang ini peneliti akhirnya memperpanjang waktu
berlaku (Fountaine, 2009). Perilaku antisosial penelitian, yaitu dari tiga bulan menjadi lima
yang dimaksud termaksud mengganggu bulan. Berdasarkan keterbatasan ini, hasil
ketenangan, melakukan seks bebas, dan terlibat penelitian hanya dapat digerelisir apabila
dalam perkelahian/perdebatan. dilakukan penelitian serupa dengan jumlah
Hasil analisa bivariat untuk melihat sampel yang lebih banyak.
hubungan setiap komponen karakteristik Keterbatasan waktu bagi pemberi
dengan kondisi perilaku dan fungsi kognitif terapi dan klien dalam melaksanakan TPK
sebagian besar tidak ada yang menunjukkan juga merupakan kendala. Pemberi terapis
hubungan yang bermakna (hanya ada satu adalah peneliti dan perawat yang bertugas di
nilai hubungan yang bermakna yaitu hubungan ruang rehabilitasi RSKO Jakarta. Dari empat
antara lama pemakaian NAPZA dengan perilaku orang yang layak memberikan TPK, hanya
antisosial). Menurut peneliti, hal ini terjadi 1 (satu) terapis yang memang sehari-hari
mengingat jumlah responden yang sedikit yaitu waktu kerjanya berada di RSKO. Selebihnya
hanya 23 dengan distribusi yang sangat tidak adalah mahasiswa spesialis keperawatan jiwa,
177
Jurnal Ners Vol. 5 No. 2 Oktober 2010: 171–180
mahasiswa profesi ners, dan staf pengajar. dirawat di unit rehabilitasi NAPZA, Ada
Berdasar kondisi tersebut, pelaksanaan TPK hubungan bermakna antara lama pemakaian
diberikan setelah terapis menyelesaikan NAPZA dengan perubahan perilaku dan
kegiatan utama mereka, dan memulai sesi fungsi kognitif klien yang sedang dirawat di
mereka di sore hari (sekitar jam 16.00 WIB). unit rehabilitasi NAPZA. Tidak ada hubungan
Seringkali, pemberian TPK yang dimulai sore karakteristik (umur, jenis kelamin, status
hari tidak dapat optimal karena setelah jam pernikahan, jenis pekerjaan, dan tingkat
18.00 WIB klien telah memiliki kegiatan wajib pendidikan) dengan kondisi perilaku dan fungsi
yang terjadwal. Sebagai solusi, terapis harus kognitif pada klien yang sedang dirawat di unit
datang memberikan TPK hampir setiap hari rehabilitasi NAPZA
kepada klien yang berbeda (terutama pada
saat kondisi klien yang banyak/menumpuk). Saran
Walaupun kondisi ini tidak berlangsung Pihak pendidikan tinggi keperawatan
terus-menerus selama lima bulan intervensi, hendaknya menggunakan evidence based
mengingat ada beberapa waktu, pemberian dalam mengembangkan teknik asuhan
terapi tidak berjalan lancar karena tidak adanya keperawatan jiwa dalam penerapan Terapi
klien yang layak menjadi responden (waktu Perilaku Kognitif bagi klien penyalahguna
jeda tanpa pemberian TPK). NAPZA, dan hendaknya mengembangkan
Kekurangan lain adalah penelitian ini modul TPK bagi klien penyalahguna NAPZA,
ditujukan untuk klien-klien pengguna semua Departemen kesehatan RI menetapkan suatu
zat (bukan salah satu zat yang khas). Memang kebijakan untuk implementasi TPK pada klien
diawal, peneliti bermaksud memfokuskan penyalahguna NAPZA, Organisasi profesi
responden penelitian ini pada penyalahguna menetapkan TPK sebagai salah satu kompetensi
NAPZA jenis heroin (putau) mengingat gejala, dari perawat spesialis keperawatan jiwa, Pihak
dan respons klien dapat sangat bervariasi sesuai rumah sakit menetapkan TPK sebagai salah
jenis zat yang digunakan. Namun demikian, satu program dalam meningkatkan kualitas
sejalan dengan proses, peneliti memutuskan asuhan keperawatan jiwa, khususnya untuk
untuk tidak hanya berfokus pada peyalahguna klien penyalahguna NAPZA yang dirawat
heroin saja. Alasan utamanya adalah demi di unit rehabilitasi dan pihak rumah sakit
menjaring responden yang lebih banyak. memberikan kesempatan kepada perawat
Kedepannya, penelitian yang berfokus pada kesehatan jiwa untuk mengembangkan diri
responden dengan satu jenis zat tertentu tetap melalui pendidikan formal keperawatan sampai
menjadi agenda yang penting. jenjang spesialis, Perawat spesialis keperawatan
jiwa hendaknya menjadikan TPK sebagai salah
SIMPULAN DAN SARAN satu terapi keperawatan dalam mengatasi
masalah harga diri rendah dan koping individu
Simpulan
tidak efektif. Perlunya dilakukan replikasi
TPK merubah secara bermakna perilaku pada rumah sakit lain yang memiliki program
agresif (meningkatkan perilaku nonagresif) rehabilitasi NAPZA di seluruh Indonesia
pada klien yang sedang dirawat di unit sehingga diketahui keefektifan penggunaan
rehabilitasi NAPZA, TPK merubah secara TPK dalam menangani klien penyalahguna
bermakna perilaku antisosial (meningkatkan NAPZA dan kesempurnaan modul, perlu
perilaku non-antisosial) pada klien yang dilakukan penyempurnaan pelaksanaan TPK
sedang dirawat di unit rehabilitasi NAPZA, untuk menjadikan TPK sebagai salah satu
TPK meningkatkan secara bermakna fungsi model pelayanan keperawatan. Hasil penelitian
kognitif pada klien yang sedang dirawat di berguna sebagai data dasar bagi penelitian
unit rehabilitasi NAPZA, TPK tidak merubah selanjutnya dalam mengubah perilaku dan
perilaku depresif pada klien yang sedang fungsi kognitif maladaptif klien penyalahguna
NAPZA.
178
Perubahan Perilaku dan Fungsi Kognitif dengan Terapi Perilaku Kognitif (Herni Susanti)
179
Jurnal Ners Vol. 5 No. 2 Oktober 2010: 171–180
180