Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 8

KAJIAN PENURUNAN LAJU PERKOLASI LAHAN SAWAH BARU

DENGAN LAPISAN KEDAP BUATAN (ARTIFICIAL IMPERVIOUS LAYER)

Oleh:
Asep Sapei

Jurusan Teknik Pertanian , FATETA-IPB


Kampus IPB Darmaga, Po.Box 220, BOGOR 16002

Abstract

An effort to increase national paddy/rice production conducted by The Government of Indonesia is


extensification program, which construct new paddy field on outside Java island. Problem usually
appears on the new constructed paddy field is high water requirement (up to 3-5 times the normal rate)
due to high percolation rate. This condition will decrease irrigation efficiency, and finally will decrease
irrigation area. The impervious layer that is not developed yet on the new constructed paddy field might
be as a dominant factor. The common method to reduce the high percolation rate is by constructing
artificial impervious layer through subsoil compacting at construction new paddy field time.
The objective of this research was to study the effect of subsoil compaction to the percolation rate
decreases and to the artificial impervious layer constructed (thickness and hardness).
This research, which was conducted on Latosol soil at Darmaga, Bogor, result that crushing and
compaction treatment could construct relatively thicker (30-35 cm thick) and harder (CI max.: 18.89-
19.45 kg/cm2) artificial impervious layer than compaction treatment did (25-30 cm thick and CI max.:
18.42-18.78 kg/cm2) . Crushing and compaction could decrease percolation rate relatively lower (from
5.391 mm/day to 1.482-1.725 mm/day) than compaction treatment did (from 5.391 mm/day to 2.027-
2.497 mm/day). The results also showed that higher compaction energy gave better artificial impervious
layer than lower one.

Keyword: new paddy field, percolation, artificial impervious layer, subsoil compaction

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pencetakan sawah beririgasi di luar P. Jawa merupakan salah satu program pemerintah di dalam
usaha memenuhi kebutuhan pangan nasional (beras) yang semakin meningkat. Kegiatan ini menjadi
semakin penting dengan terjadinya penyusutan lahan sawah beririgasi di P. Jawa yang semakin luas
(mencapai sekitar 40 000 ha /tahun).
Permasalahan yang selalu timbul pada lahan sawah baru adalah efisiensi irigasi yang sangat rendah,
dimana dibutuhkan air irigasi sebanyak 3 sampai 5 kali dari kebutuhan normal (DPU, 1986), yang pada
akhirnya akan memperkecil luas lahan yang dapat diairi.
Faktor utama yang menyebabkan efisiensi irigasi yang rendah tersebut adalah laju perkolasi yang
sangat besar, karena belum terbentuknya lapisan kedap pada lahan sawah yang baru dicetak.
Koga (1991) menyatakan bahwa laju perkolasi yang berlebihan juga dapat mengakibatkan
peningkatan biaya irigasi, pencucian kesuburan tanah, cold water damage (di daerah dingin) dan bahaya
longsor (di daerah miring).
Laju perkolasi yang sesuai (optimal) sangat berbeda dari satu tempat dengan tempat lainnya. Di
Jepang, laju perkolasi yang disarankan berkisar antara 15 – 25 mm/hari (Nakano, 1985). Sedangkan untuk
lahan sawah di Indonesia, DPU (1986) menyarankan antara 3-5 mm/hari (DPU, 1986).
Salah satu alternatif usaha untuk memperkecil laju perkolasi yang efektif adalah pembentukan
lapisan kedap dengan pemadatan lapisan bawah (subsoil compaction) pada waktu pencetakan sawah.
Perlakuan ini dapat menurunkan laju perkolasi dari sekitar 1000 mm/hari menjadi kurang dari 20 mm/hari
(Yamazaki, 1971).
Selain itu, manfaat lain dari pemadatan lapisan bawah adalah meningkatkan daya sanggah tanah
sawah (bearing capacity) sehingga mempermudah pengoperasian mesin-mesin pertanian.

B. Tujuan Penelitian

Kajian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perlakuan pemadatan terhadap penurunan laju
perkolasi serta terhadap karakteristik lapisan kedap yang terbentuk (ketebalan dan kekerasan).

METODE PENELITIAN

A. Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan di kebun percobaan Leuwikopo, Jurusan Teknik Pertanian, FATETA-IPB,


Darmaga, Bogor.
Tanah di lokasi percobaan termasuk jenis latosol dengan beberapa sifat fisik seperti Tabel 1 berikut.

Tabel 1. Sifat fisik tanah (kedalaman 20 – 40 cm) *)


Sifat Besaran
Tekstur:
Pasir (%) 12.53
Debu (%) 26.77
Liat (%) 60.70
Particle density, ρs (g/cm3) 2.7
Batas cair, LL (%) 65.96
Batas plastis, PL (%) 54.44
Indeks plastisitas, PI (%) 11.52
*) Hasil analisis

B. Metode

1. Uji Pemadatan dan Pengukuran Permeabilitas

Uji pemadatan dilakukan pada contoh tanah yang diambil dari kedalaman 20 - 40 cm di bawah
permukaan tanah (lapisan yang akan dipadatkan). Uji pemadatan tanah dilakukan untuk mendapatkan
hubungan antara kadar air dengan berat isi kering (kurva pemadatan), serta untuk mendapatkan kadar air
optimum (optimum water content, wopt.) dan berat isi maksimum.(maximum dry density, ρd.max). Uji ini
menggunakan metoda pemadatan standar JIS 1210-1980 1.1.1

2
Permeabilitas tanah dengan kepadatan yang berbeda (dari uji pemadatan) diukur dengan falling head
permeameter. Kemudian dibuat hubungan antara permeabilitas dengan berat isi tanah atau kadar air.

2. Percobaan di Lapang

Pada penelitian ini, lapisan kedap buatan dibuat pada areal yang terbatas, yaitu pada tanah di dalam
silinder besi yang ditanam.

a. Penanaman silinder besi ke dalam tanah


Silinder besi yang digunakan berdiameter 15 cm, panjang 100 cm dan ditanam sedalam 80 cm.
Sebelum silinder besi dimasukan, lapisan topsoil disingkirkan setebal 20 cm. Untuk menghindari efek
pemadatan pada waktu penanaman silinder, dipilih silinder yang mempunyai area ratio < 0.1 dan
memberi pelumas pada sisi silinder.

b. Pembuatan lapisan kedap


Lapisan kedap dibuat dengan memadatkan tanah menggunakan rammer (berat 2.5 kg) yang dijatuhkan
dari ketinggian 30 cm pada kadar air mendekati optimum. Perlakuan pemadatan yang dilakukan adalah
sebagai berikut:
- Tanpa penggemburan (perlakuan A) dan dengan penggemburan terlebih dahulu (perlakuan BA).
- Jumlah tumbukan sebanyak 20 kali (perlakuan 1), 40 kali (perlakuan 2) dan 60 kali (perlakuan 3)

c. Pengukuran perkolasi
Pengukuran perkolasi dilakukan dengan membuat kondisi tanah di dalam silinder seperti kondisi sawah
di lapang. Langkah-langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1) Mengembalikan lapisan atas tanah (top soil) setebal 20 cm.
2) Membuat lapisan atas tersebut menjadi lumpur (lapisan olah), kemudian digenangi setinggi 15 cm
dan ditutup dengan plastik. Profil tanah didalam silinder menjadi seperti pada Gambar 1.

Genangan ~ 15 cm
Lapisan olah ~ 20 cm
Lapisan padat

Tanah lapisan bawah

Gambar 1. Profil tanah di dalam silinder

3) Setelah 24 jam, kemudian pengukuran.laju perkolasi dimulai, yaitu dengan mengukur penurunan
genangan selama waktu tertentu
Perhitungan laju perkolasi menggunakan persamaan sebagai berikut :
h − h2
P= 1 ………. (1)
t
Dimana :
P : laju perkolasi (mm/hari)
h1 : tinggi awal muka air dalam silinder besi (mm)
h2 : tinggi muka air dalam silinder besi setelah waktu t (mm)
t : waktu pengukuran (hari)

3
d. Pengukuran ketebalan dan kekerasan lapisan kedap
Pengukuran ketebalan dan kekerasan lapisan kedap dilakukan dengan pengukuran tahanan penetrasi
(indeks kerucut, CI) menggunakan cone penetrometer (luas dasar 3.23 cm2 dan sudut 30o) untuk setiap
interval kedalaman 5 cm sampai kedalaman 75 cm. Perhitungan indeks kerucut menggunakan persamaan
berikut :

CI = (F + W)/A ……(2)
Dimana CI : Indeks kerucut, kg /cm2
F : Gaya tekan, kg
W : Berat alat, kg
A : Luas dasar kerucut, cm2

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Kurva Pemadatan Tanah Dan Permeabilitas

Hubungan antara berat isi kering dengan kadar air yang digambarkan dengan kurva pemadatan tanah
dapat dilihat pada Gambar 2. Gambar 2 tersebut juga menggambarkan hubungan antara permeabilitas
dengan kadar air dan berat isi.

2.5 1.0E+03
Berat Isi Kering (g/cm )
3

Permeabilitas (mm/hari)

2 1.0E+02

1.5 1.0E+01

1 1.0E+00
5 15 25 35 45

Kadar air w(%)

Kurva pemadatan Kurva Jenuh Sempurna Kurva Permeabilitas

Gambar 2. Kurva hubungan barat isi kering dan permeabilitas dengan


kadar air pada uji pemadatan

Pada Gambar 2 dapat dilihat bahwa kadar air optimum tanah tersebut sebesar 34.45% dan berat isi
kering maksimum sebesar 1.28 g/cm3. Gambar 2 juga memperlihatkan bahwa permeabilitas minimum
sebesar 3.98 mm/hari terjadi pada tanah yang dipadatkan pada kadar air optimum. Dari hasil uji
pemadatan ini, bahwa untuk menekan laju perkolasi, pemadatan tanah harus dilakukan pada kadar air 34.5
% (kadar air optimum).

4
B. Lapisan Kedap Buatan

1. Ketebalan dan Kekerasan Lapisan Kedap Buatan


Ketebalan dan kekerasan lapisan kedap buatan diperoleh melalui pengukuran tahanan penetrasi tanah
(indek kerucut)seperti yang disajikan pada Gambar 3.
Dari Gambar 3 diperoleh bahwa ketebalan lapisan kedap buatan berkisar antara 25 – 35 cm. Juga
diperoleh bahwa kekerasan lapisan kedap buatan maksimum berkisar antara 18.42 kg/cm2 – 19.45 kg/cm2
dan berada pada kedalaman sekitar 30 cm untuk semua perlakuan.
Kedua parameter yang diperoleh menunjukkan bahwa perlakuan penghancuran dan pemadatan (BA)
relatif lebih efektif membentuk lapisan kedap dibandingkan dengan perlakuan pemadatan saja (A). Hal ini
sesuai dengan pendapat Koga (1991) yang menyatakan bahwa tekanan pemadatan dapat berfungsi lebih
efektif pada tanah yang gembur. Selain itu, juga terlihat korelasi yang positif antara jumlah ketukan,
yang menunjukkan energi pemadatan, dengan lapisan kedap yang terbentuk. Tabel 2 menyajikan
ketebalan dan kekerasan dari lapisan kedap buatan.
2
Indeks Kerucut (kg/cm )

0 5 10 15 20
0

10

20
Kedalaman (cm)

30

40
A0
A1
50 A2
A3
60 BA1
BA2
BA3
70

80

Gambar 3. Profil indeks kerucut pada berbagai perlakuan pemadatan

Tabel 2. Ketebalan dan kekerasan maksimum lapisan kedap


Perlakuan Ketebalan lapisan kedap Kekerasan maksimum
(cm) (kg/cm2)
A1 30 18.42
A2 25 18.68
A3 30 18.78
BA1 30 18.89
BA2 30 18.94
BA3 35 19.45

2. Berat Isi Kering dan Permeabilitas


Profil dari berat isi kering disajikan pada Gambar 4. Sedangkan Gambar 5 menyajikan profil
permeabilitas pada lapisan kedap buatan.

5
Gambar 4 menunjukkan bahwa, lapisan olah (kedalaman 0-14 cm) mempunyai nilai berat isi kering
yang hampir seragam (0.96-1.00 g/cm3) untuk semua perlakuan. Pengaruh pemadatan tanah (perlakuan A
dan BA) terhadap peningkatan berat isi terlihat mulai kedalaman 20 cm. Berat isi maksimum terbentuk
pada kedalaman sekitar 30 cm dengan nilai antara 1.23 – 1.27 g/cm3 (berat isi maksimum uji pemadatan
sebesar 1.28 g/cm3).
Dari Gambar 5 dapat dilihat bahwa, lapisan kedap buatan (pada kedalaman 20 – 50~55 cm)
mempunyai permeabilitas yang lebih rendah dibandingkan dengan tanah tanpa pemadatan. Nilai
permeabilitas minimum juga dicapai pada kedalaman sekitar 30 cm, yaitu antara 2.18 – 18.78 mm/hari.
Nilai berat isi kering dan permeabilitas juga menunjukkan bahwa perlakuan penghancuran dan
pemadatan mempunyai efektifitas yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan pemadatan
saja. Demikian juga, jumlah ketukan yang lebih banyak memberikan efektifitas yang lebih tinggi
dibandingkan dengan ketukan yang lebih sedikit. Tabel 3 menyajikan nilai berat isi maksimum dan
permeabilitas minimum dari lapisan kedap buatan.

3
Berat Isi Kering (g/cm )

0.94 0.99 1.04 1.09 1.14 1.19 1.24


0

10
Kedalaman (cm)

20

30

40

A0 A1 A2 A3 BA1 BA2 BA3

Gambat 4. Profil berat isi kering

Permeabilitas (mm/hari)
1.00E+00 1.00E+01 1.00E+02 1.00E+03
20
Kedalaman (cm)

30

40

A0 A1 A2 A3 BA1 BA2 BA3

Gambar 5. Profil permeabilitas pada lapisan kedap buatan

6
Tabel 3. Berat isi maksimum dan permeabilitas minimum lapisan kedap buatan
Perlakuan Berat isi maks. Permeabilitas min.
(g/cm3) (mm/hari)
A1 1.23 18.78
A2 1.23 18.69
A3 1.24 11.41
BA1 1.25 3.82
BA2 1.26 3.16
BA3 1.27 2.18

D. Laju Perkolasi

Gambar 6 menyajikan kurva batang laju perkolasi dari setiap perlakuan pembentukan lapisan kedap.

5
Laju Perkolasi (mm/hari)

4
5,391

2
2,497

2,282

2,027

1,725

1,606

1,482

0
A0 A1 A2 A3 BA1 BA2 BA3
Perlakuan

Gambar 6. Laju perkolasi pada setiap perlakuan pemadatan

Gambar 6 menunjukkan bahwa, perlakuan pemadatan tanah untuk membentuk lapisan kedap buatan
dapat menurunkan laju perkolasi 53.68-72.51%, yaitu dari 5.391 mm/hari menjadi 1.482-2.497 mm/hari.
Perlakuan penghancuran dan pemadatan (perlakuan BA) dapat menurunkan laju perkolasi lebih besar
(menjadi 1.482-1.725 mm/hari) dibandingkan dengan perlakuan pemadatan saja (perlakuan A, menjadi
2.027-2.497 mm/hari), karena pada tanah yang hancur pori makro tanah terputus dan tekanan pemadatan
akan lebih efektif. Jumlah ketukan juga mempunyai korelasi yang positif dengan penurunan laju
perkolasi.

KESIMPULAN

1. Perlakuan penghancuran dan pemadatan menghasilkan lapisan kedap yang mempunyai ketebalan
antara 30 – 35 cm, kekerasan maksimum antara 18.89 – 19.45 kg/cm2, berat isi maksimum antara 1.25
– 1.27 g/cm3 dan permeabilitas minimum antara 2.18-3.82 mm/hari.
2. Perlakuan pemadatan saja menghasilkan ketebalan lapisan kedap antara 25 – 30 cm dan kekerasan
maksimum antara 18.42 – 18.78 kg/cm2, berat isi maksimum antara 1.23 – 1.24 g/cm3 dan
permeabilitas minimum antara 11.41 – 18.78 mm/hari.

7
3. Perlakuan penghancuran dan pemadatan menurunkan laju perkolasi dari 5.391 mm/hari menjadi 1.482-
1.725 mm/hari, sedangkan perlakuan pemadatan menjadi 2.027 – 2.497 mm/hari
4. Perlakuan penghancuran dan pemadatan serta jumlah ketukan yang lebih tinggi dapat membentuk
lapisan kedap yang lebih baik dibandingkan dengan perlakuan pemadatan saja dan jumlah ketukan
yang sedikit.

DAFTAR PUSTAKA

De Datta, S.K. 1981. Principles and Practices of Rice Production. John Wiley and Sons, Inc. New York.

Departemen Pekerjaan Umum. 1986. Standar Perencanaan Irigasi : KP-01. DPU. Jakarta.

Ghildyal, B.P. 1978. Effects of Compaction and Puddling on Physical Properties and Rice Growth. Di
dalam F.N. Ponnamperuma (ed.). Soils and Rice. The International Rice Research Institute. Los
Banos, Laguna, Philippines.

Koga, K. 1991. Soil Compaction in Agricultural land and Development. Agricultural Land and Water
Development Programme, Asian Institute of Technology, Bangkok. Thailand.

Kusnadi, D. dan A. Sapei. 1992. Fisika Lengas Tanah. JICA-DGHE/IPB project/ADAET : JTA-9a
(132), Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Lembaga Penelitian Tanah. 1979. Penuntun Analisa Fisika Tanah. Departemen Pertanian. Bogor.

Nakano, M. 1985. Soil Characteristics Changes in Land Reclamation Practices (dalam bahasa Jepang),.
Jurnal JSIDRE 53(11):989-996

Sudou, S. et al. 1990. Pengantar Mekanika Tanah : Teori dan Pengukuran di Laboratorium. JICA-
DGHE/IPB Project/ADAET : JTA-9a (132), Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian
Bogor. Bogor.

Yamazaki, F. 1971. Paddy Field Engineering. diterjemahkan oleh M. Mizutani (1988). Agricultural
Land and Water Development Programme, Asian Institue of Technology, Bangkok. Thailand.

You might also like