Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 9

Indonesian Contemporary Nursing Journal, 1(2), 101-109

THE EFFECT OF ACTIVE RANGE OF MOTION


EXERCISE ON SENSORY NEUROPATHY IN
DIABETES MELLITUS PATIENTS
Surianti1, Abdul Majid2, Arnis Puspitha3
1
Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan, Universitas Hasanuddin
2
Program Studi Magister Ilmu Keperawatan, Universitas Hasanuddin
3
Program Studi Ilmu Keperawatan, Universitas Hasanuddin
e-mail : abdul.majid@mail.med.unhas.ac.id

ABSTRACT

Introduction: Chronic Complication of DM patient that the most founded is neuropatic


diabetic. It related to chronic hyperglicemic that can damage vascular and the neuron. In 2010,
Prevalence odf chronic complication on DM patient around 22,7% until 54,0%. One of tthe non
farmacological therapy is Range of Motion of limb joint movement exercise.. This research aims
to know the effect of limb joint exercise actively on sensoric neuropaty DM type 2 with no ulcus.
Method: Desain quasy-experimental pre-post test design with purposive sampling. Consist
of 20 patients in group of intervention and 20 patients in group of control. The Intervention
group have to make a ROM exercise and the Control group not make that. All of the group
must be observed three times in a week for one month with the using of 10 g monofilamen for
protection sensation and Diabetic Neuropathy Symptom (DNS) question for the polineuropaty
perifer (PNP) complaint. Wilcoxon Statistik test for dependen test and Mann-Withney test for
the independent tes with significancy (α =0,05). Results: the research result show that there
is a difference on mean value of protection sensation intervention group between pre with post
test on lright food and left food p=0,0001 and PNP ( p=0,005) make a difference on mean value
with post test between two group (p=0,001), but not for the mean value of protection sensation.
Conclusion: The conclusion from this research is the ROM exercise actively influenced on PNP
form the DM patient type 2 with no ulcus. The ROM exercise should be make on 3-5 times
on a week for 8 until 12 weeks and doing it comprehensively so that can make the significant
influenced.

Keywords: Range of Motion (ROM); Sensoric Neuropaty; Protection Sensory; Polineuropaty


Perifer (PNP)

PENDAHULUAN 20 tahun sampai dengan 79 tahun


Diabetes Mellitus (DM) menjadi di dunia mencapai 371 juta jiwa
suatu penyakit epidemi yang meluas sedangkan di daerah Pasifik Barat
dan menimbulkan krisis bagi sistem mencapai 132 juta jiwa. Indonesia
kesehatan dan masyarakat (American diurutan ketujuh dunia dengan angka
Association of Clinical Endocrinologist, kejadian sekitar 7,6 juta jiwa.
2007). Kurun waktu 25-30 tahun Dinas Kesehatan Propinsi
mendatang, jumlah pasien diabetes Sulawesi Selatan tahun 2008
akan meningkat akibat peningkatan melaporkan secara keseluruhan
kemakmuran, perubahan demografi penderita DM mencapai 5010
dan urbanisasi serta pola gaya hidup penderita. Data Rekam Medik Rumah
(Suyono, 2009). Sakit Umum Daerah (RSUD) Kabupaten
Angka absolut prevalensi DM Wajo menjelaskan jumlah kunjungan
secara global sebesar 472 juta jiwa DM tahun 2011, sebanyak 1189,
pada tahun 2030 (Tesfaye & Selvarajah, tahun 2012 sebanyak 1270 kunjungan
2012). Data International Diabetic baik secara berulang maupun untuk
Federation (IDF) tahun 2012 tentang pasien baru. Hal ini menunjukkan
penderita DM dengan kisaran umur adanya peningkatan kejadian DM
101
Indonesian Contemporary Nursing Journal, 1(2), 101-109

tiap tahunnya, sehingga diperlukan proksimal (Hughes, 2002). Neuropati


adanya intervensi untuk mengurangi diabetik yang berisiko terjadinya ulkus
komplikasi lebih lanjut. dan amputasi (Subekti, 2009).
Komplikasi kronik DM yang Berbagai intervensi untuk
sering adalah neuropati perifer dengan mencegah atau memperlambat
prevalensi antara 22,7% sampai munculnya neuropati sensorik
54,0% (Tan, 2010). Neuropati perifer telah banyak dikembangkan melalui
dikaitkan dengan nyeri, parestesia penelitian. Beberapa intervensi
dan kehilangan sensori. Hal ini yang pernah diteliti yaitu, dampak
mempengaruhi hingga 50% dari latihan fisik yaitu senam kaki
penderita DM. Angka kejadian dan terhadap efektifitas fungsi sensori di
derajat keparahan bervariasi sesuai daerah telapak kaki pada penderita
dengan usia, lama menderita DM, DM di Puskesmas Kedung Mundu
dan kendali glikemik (Subekti, 2009). kota Semarang Jawa Tengah, oleh
Adapun jaringan yang dipengaruhi Semendawai tahun 2013, menjelaskan
seperti retina, ginjal, dan saraf. bahwa sebanyak 10 orang dilakukan
Komplikasi ini akibat dari glukosa senam kaki menunjukkan perbaikan
menempus jaringan dengan bebas fungsi sensoris dengan hasil p=0,005
yang berdampak pada peningkatan (p<α) sehingga dapat disimpulkan
konsentrasi glukosa darah dan bahwa ada perbedaan efektifitas fungsi
peningkatan akumulasi intraselular sensori pada pasien yang mengalami
serta produk metabolik glukosa (Lin, neuropati diabetik sebelum dan
et al., 2012). sesudah pemberian latihan fisik senam
Mekanisme hiperglikemia kaki.
mempengaruhi mikrovaskular dan Widyawati (2010) dalam
neurologi termasuk peningkatan penelitiannya terhadap 56 orang
akumulasi polyols melalui jalur anggota Persadia Unit RSU Dr. Sutomo
aldosa reduktase. Aldosa reduktase Surabaya mengenai latihan rentang
mengkatalisis penurunan glukosa gerak sendi bawah secara aktif (range
tehadap sorbitol yang berkompetitif of motion exercise) terhadap tanda
menghambat sintesis myo-inositol dan gejala neuropati diabetikum pada
glomerural dan neural. Penurunan penderita DM tipe 2 menunjukkan
sintesis myo-inositol menekan hasil terdapat perbedaan rerata skor
metabolisme phospoinositida dan keluhan polineuropati p=0,031 pada
menurunkan aktivitas Na+K+-ATPase. kelompok intervensi.
Hiperglikemia akut menurunkan Latihan rentang gerak sendi atau
fungsi saraf, sedangkan hiperglikemia range of motion (ROM) termasuk dalam
kronik berhubungan dengan hilangnya latihan jasmani pada penderita DM
serabut saraf myelin dan serabut yang berfungsi melancarkan peredaran
saraf yang tidak bermyelin, degenerasi darah sehingga memudahkan nutrien
wallerian, dan penumpulan reproduksi masuk kedalam sel. Latihan jasmani
serabut saraf (Kelkar, 2005). secara langsung dapat membantu
Penderita neuropati perifer meningkatkan sensivitas reseptor
memperlihatkan perubahan sensasi, insulin sehingga kadar gula darah
nyeri, kelemahan, atau gejala menjadi stabil. Kerusakan sel saraf
autonomik. Tanda klinis berubah lebih jauh dapat dihindari serta
dengan luas menyerupai myelopati, memperbaiki fungsi endotel vaskular
radikulopati, penyakit otot, ataupun sehingga ulkus kaki diabetik dapat
hiperventilasi sehingga identifikasi dihindari(Yuni & Soebardi, 2009).
penderita neuropati dapat menjadi Pada latihan ROM, pergerakan
sulit. Gejala biasanya dimulai di bagian tungkai menstimulasi mekanisme
distal jari kaki sebelum ke bagian “pompa vena” dimana latihan ROM
jari kaki dan menyebar ke daerah meregangkan otot - otot tungkai dan
102
Indonesian Contemporary Nursing Journal, 1(2), 101-109

menekan vena sekitar otot tersebut. Responden yang terpilih


Peregangan akan mendorong darah berdasarkan kriteria diberikan
ke jantung sehingga tekanan vena penjelasan tentang tujuan dan manfaat
menurun (Guyton & Hall, 2008). penelitian serta atihan rentang gerak
Mekanisme “pompa vena” antara sendi bawah secara aktif (ROM)
lain dapat membantu melancarkan yang akan dilakukan. Responden
peredaran darah bagian tungkai/ menandatangani informed consent.
kaki, memperbaiki sirkulasi darah, Kelompok intervensi diberi latihan
memperkuat otot-otot kecil, mencegah rentang gerak sendi bawah secara
kelainan bentuk kaki, meningkatkan aktif setiap hari sedangkan kelompok
kekuatan otot betis dan paha, dan kontrol hanya dianjurkan untuk tetap
mengatasi keterbatasan sendi. melakukan aktifitas seperti biasa,
Latihan ROM merupakan salah satu seluruh responden akan diobservasi
intervensi yang dapat diterapkan untuk setiap 3 kali seminggu.
mengurangi gejala neuropati sensorik Penelitian ini menggunakan
khususnya pada pasien DM yang saat instrumen berupa kuisioner untuk data
ini masih minim terpapar dengan demografi pasien dan alat pemeriksaan
latihan ROM. Menurut Goldsmith, kaki. Instrumen pemeriksaan kaki yang
Lidtke, & Shott (2002), latihan ROM digunakan adalah 10 gr monofilamen.
menurunkan tekanan kaki bagian Monofilamen ini direkomendasikan
plantar pada penderita DM. oleh American Association of
Clinical endocrinologists (2007) yang
METODE menjelasakan bahwa monofilamen
Penelitian kuantitatif ini 10-g sebagai alat skrining utama
menggunakan desain eksperimental untuk evaluasi kaki diabetes. Validitas
(quasi-experiment pre-post design) dan reliabilitas alat monofilamen
untuk mengetahui pengaruh latihan ini berdasarkan penelitian iranda
rentang gerak sendi bawah secara aktif - Palma et al., dalam Tan (2010) 10
(ROM) terhadap kejadian neuropati g monofilamen memiliki sensitivitas
sensorik. Responden dibagi dalam dua 86% dan spesifisitas 58%. Selanjutnya
kelompok yaitu kelompok intervensi Kuesioner Diabetic Neuropati
dan kelompok kontrol. Pada kedua Sympton Score (DNS-Score) menjadi
kelompok dilakukan observasi dan instrumen kedua dalam penelitian
pengukuran terlebih dahulu kemudian ini. Kuesioner ini digunakan untuk
kelompok intervensi diberi latihan mengetahui keluhan polineuropati
aktif rentang gerak sendi bawah sensorik pada responden. Validitas
sedangkan kelompok kontrol akan dan reliabilitas kuesioner ini menurut
diberikan latihan setelah penelitian Meijer, et al., tahun 2003 instrumen
selesai. Proses latihan dilakukan ini telah mengklasifikasikan secara
observasi dan pengukuran ulang pada spesifik apakah penderita DM disertai
kedua kelompok untuk mengetahui neuropati atau tidak. Pengumpulan
dampak dari latihan. Observasi dan data dilakukan peneliti sendiri dengan
pengukuran dilakukan sebanyak 3 kali dibantu oleh satu orang enumerator.
seminggu selama 1 bulan. Enumerator bekerja di klinik interna
Responden pada penelitian dengan kualifikasi pendidikan sarjana
ini adalah semua pasien DM tipe keperawatan, yang sebelumnya dilatih
2 yang berobat di RSUD Kab. Wajo untuk kesamaan pengetahuan dan
yang terdiagnosis neuropati. Adapun persepsi akan kuesioner DNS dan
jumlah responden sebanyak 40 orang penggunaan monofilamen. Etika
yang tediri dari 20 orang kelompok penelitian mengikuti Komisi Etik
intervensi dan 20 orang kelompok Penelitian Kesehatan 2005 yang
kontrol. Tekhnik pengambilan sampel meliputi : (1) Respect for person,
secara purposive sampling. dimana calon responden diberikan
103
Indonesian Contemporary Nursing Journal, 1(2), 101-109

kebebasan untuk memilih bersedia pada kelompok intervensi.


atau tidak terlibat dalam penelitian ini. Izin penelitian mengikuti prosedur
(2) Beneficien yaitu intervensi latihan yaitu dengan meminta surat pengantar
ROM secara aktif pada kelompok dari institusi pendidikan yang
perlakuan dan kelompok kontrol ditembuskan kepada direktur rumah
berdasarkan telaah artikel dan pakar sakit tempat penelitian dan kepala
banyak memberikan mafaat dalam desa setempat sebagai izin operasional
penelitian ini. (3) Justice yaitu adil observasi penelitian responden di
pada segi pemberian intervensi baik rumah masing – masing.
terhadap kelompok kontrol maupun

HASIL
Gambaran Karakteristik responden dijelaskan menurut tabel berikut:
a. Distribusi frekuensi Karakteristik Responden
Karakteristik Intervensi Kontrol
Responden n % n %
Jenis kelamin
Laki-laki 14 70 9 45
Perempuan 6 30 11 55
Pendidikan
PT 4 20 7 35
SMA 8 40 3 15
SMP 4 20 3 15
SD 3 15 6 30
TS 1 5 1 5
Pekerjaan
Tidak Bekerja 9 45 8 40
Bekerja 11 55 12 60
Riwayat Genetik DM
Ya 3 15 4 20
Tidak 17 85 16 80
Riwayat HT
Ya 5 25 5 25
Tidak 15 75 15 75
Kebiasaan Merokok
Ya 0 0 0 0
Tidak 20 100 20 100
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis
Kelamin, Pendidikan, Pekerjaan, Riwayat genetik DM, Riwayat HT dan
Kebiasaan Merokok (n=20)

Karakteristik Kelompok Median (Min-Max) Mean ± SD


Umur Intervensi 61 (42-70) 58 ± 7.727
Kontrol 55.50 (45-72) 56 ± 7.043
Lama menderita DM Intervensi 8.50 (6-10) 8 ± 1.501
Kontrol 8.50 (6-10) 8 ± 1.565
Kadar GDS Intervensi 173 (82-517) 218.20 ± 113.467
Kontrol 211.50 (140-442) 246.90 ± 93.308
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Umur, Lama
Menderita DM dan Kadar GDS (n=20)

104
Indonesian Contemporary Nursing Journal, 1(2), 101-109

b. Analisis Perbedaan Sensasi Proteksi (SP) dan Keluhan Polineuropati Perifer (PNP)
Variabel Kelompok Median (Min-Max) Mean ± SD p value
SP Kaki Kanan Intervensi 4 (2-6) 4.10 ± 1.119 0.608
Kontrol 4 (2-6) 4.00 ± 0.918
SP kaki kiri Intervensi 4 (2-6) 3.95 ± 1.099 0.302
Kontrol 3.5 (2-6) 3.55 ± 1.234
Kadar GDS Intervensi 2 (1-3) 1.70 ± 0.571 0.425
Kontrol 2 (1-2) 1.55 ± 0.501
Tabel 3. Analisis Perbedaan Sensasi Proteksi (SP) dan Keluhan Polineuropati Perifer (PNP)
antara Kelompok Intervensi dengan Kelompok Kontrol pada Pre Test (n=20) dengan Uji
Mann Whitney

c. Analisis Perbedaan Sensasi Proteksi (SP) dan Keluhan Polineuropati Perifer (PNP)
Variabel Kelompok Mean ± SD p value
SP Kaki Kanan Pre 4.10 ± 1.119 0.000
Post 3.30 ± 0.979
Selisih 0.80 ± 0.140
SP kaki kiri Pre 3.95 ± 1.099 0.000
Post 3.10 ± 1.252
Selisih 0.85 ± 0.153
Kadar GDS Pre 1.70 ± 0.571 0.005
Post 0.75 ± 0.716
Selisih 0.95 ± 0.146
Tabel 4 Analisis Perbedaan Sensasi Proteksi (SP) dan Keluhan
Polineuropati Perifer (PNP) pada Kelompok Intervensi antara Pre dengan
Post Test (n=20) dengan Uji Wilcoxon

d. Analisis Perbedaan Sensasi Proteksi (SP) dan Keluhan Polineuropati Perifer (PNP)
Variabel Kelompok Mean ± SD p value
SP Kaki Kanan Pre 4.00 ± 0.918 0.317
Post 3.85 ± 1.089
Selisih 0.15 ± 0.171
SP kaki kiri Pre 3.55 ± 1.234 0.739
Post 3.60 ± 1.273
Selisih 0.05 ± 0.039
PNP Pre 1.55 ± 0.510 0.083
Post 1.55 ± 0.510
Selisih 0.00 ± 0.00
Tabel 5. Analisis Perbedaan Sensasi Proteksi (SP) dan Keluhan
Polineuropati Perifer (PNP) pada Kelompok Kontrol antara Pre dengan
Post Test (n=20) dengan Uji Wilcoxon

105
Indonesian Contemporary Nursing Journal, 1(2), 101-109

e. Analisis Perbedaan Sensasi Proteksi (SP) dan Keluhan Polineuropati Perifer (PNP)
antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol
Variabel Kelompok Median (Min-Max) Mean ± SD p value
SP Kaki Kanan Intervensi 3 (2-5) 3.30 ± 0.979 0.073
Kontrol 4 (2-6) 3.85 ± 1.089
SP kaki kiri Intervensi 3 (1-6) 3.10 ± 1.252 0.186
Kontrol 3 (2-6) 3.60 ± 1.273
PNP Intervensi 1 (0-2) 0.75 ± 0.716 0.015
Kontrol 2 (1-2) 1.55 ± 0.510
Tabel 6. Analisis Perbedaan Sensasi Proteksi (SP) dan Keluhan Polineuropati Perifer (PNP)
antara Kelompok Intervensi dengan Kelompok Kontrol pada Post Test (n=20) dengan Uji
Mann-Whitney

PEMBAHASAN ATPase yang akhirnya menimbulkan


Hasil penelitian menunjukkan degenerasi akson (Kelkar, 2005).
bahwa rerata lama menderita DM Hasil penelitian berdasarkan
yaitu 8 tahun. Lamanya menderita tabel 4 menunjukkan perbaikan rerata
diabetes menyebabkan risiko sensasi proteksi kelompok intervensi
timbulnya komplikasi seperti neuropati pada kaki kanan dari 4,10 menjadi 3,30
diabetik meningkat (Tesfaye, et al., yang menunjukkan terdapat perbedaan
2010). Hal ini disebabkan karena yang bermakna antara pre dengan post
peningkatan pembentukan radikal test (p=0,000) sama halnya pada kaki
bebas yang menyebabkan kerusakan kiri dari 3,95 menjadi 3,10 dengan
endotel vaskular dan menurunkan (p=0,000). Sehingga dapat dikatakan
vasodilatasi pembuluh darah (Subekti, bahwa ada pengaruh latihan ROM aktif
2009). Data responden berdasarkan terhadap sensasi proteksi. Sedangkan
tabel 2 menunjukkan pada kelompok pada kelompok kontrol tidak terlihat
intervensi didapatkan rerata kadar GDS perubahan yang bermakna pada kaki
218,20mg/dl dan 246,90mg/dl pada kanan (p=0,317) dan kaki kiri (p=0,739;
kelompok kontrol. Secara keseluruhan a=0,05).
hampir setengah yaitu 19 responden Latihan ROM terjadi pergerakan
(45%) memiiki kadar GDS tinggi tungkai yang mengakibatkan
(>200mg/dl). Hal ini menggambarkan peregangan otot-otot tungkai dan
bahwa rerata responden memiliki menekan vena sekitar otot tersebut,
kontrol glikemik yang buruk. Kelkar hal ini akan mendorong darah ke
(2005) memaparkan bahwa secara arah jantung dan tekanan vena akan
keseluruhan kejadian neuropati menurun, mekanisme ini dikenal
diabetik meningkat dengan durasi DM dengan “pompa vena” (Guyton & Hall,
dan derajat hiperglikemik. 2008). Mekanisme ini akan membantu
Hiperglikemik kronik melancarkan peredaran darah bagian
berkontribusi meningkatkan viskositas kaki, memperbaiki sirkulasi darah,
pembuluh darah sehingga aliran darah memperkuat otot-otot kecil, mencegah
yang membawa nutrien penting yang terjadinya kelainan bentuk kaki,
dibutuhkan sel terhambat (Silbernagl & meningkatkan kekuatan otot betis
Lang, 2007). Selain itu terjadi penebalan dan paha, dan mengatasi keterbatasan
membrana basalis yang menyebabkan sendi. Peredaran darah yang lancar
kerusakan “blood nerve barrier” dan akan menghambat proses demyelinisasi
peningkatan permeabilitas sel saraf sel-sel saraf yang akan merusak axon,
sehingga metabolit yang toksik masuk apabila sel-sel saraf dalam kondisi
ke dalam sel saraf. Proses iskemik baik maka proses transmisi impuls
ini juga menyebabkan terganggunya terutama sel reseptor sensasi proteksi
transport aksonal, aktivitas Na/K- pun adekuat.
106
Indonesian Contemporary Nursing Journal, 1(2), 101-109

Hasil penelitian berdasarkan menjaga kebugaran juga dapat


tabel 4 menunjukkan perbaikan menurunkan berat badan dan
rerata keluhan polineuropati perifer memperbaikin sensitifitas insulin,
pada kelompok intervensi dari 1,70 sehingga akan memperbaiki kendali
menjadi 0,75 yang menunjukkan glukosa darah. Efek ini terutama
terdapat perbedaan yang bermakna terjadi akibat peningkatan uptake gula
antara pengukuran pre dengan post dan sensitifitas insulin pada otot (Sazli,
(p=0,005). Sehingga dapat disimpulkan 2011).
bahwa ada pengaruh latihan ROM aktif Pengaruh latihan fisik; senam
terhadap keluhan polineuropati perifer. aerobik terhadap penurunan kadar
Sedangkan pada kelompok kontrol gula darah pada penderita DM tipe
tidak terlihat perubahan (p=0,083; 2 di wilayah Puskesmas Bukateja
a=0,05) berdasarkan tabel 5. Purbalingga oleh Indriyani, et al. (2007)
Jaringan yang dipengaruhi oleh menunjukkan bahwa ada pengaruh
DM yaitu retina, ginjal, dan saraf. latihan fisik : senam aerobik terhadap
Semua jaringan ini dapat ditembus penurunan kadar gula darah pada
glukosa dengan bebas sehingga penderita DM tipe 2 (p=0,0001) dengan
peningkatan konsentrasi glukosa darah rerata penurunan sebesar 30,14 mg%.
meningkatkan akumulasi intraselular Dilihat dari keseluruhan
glukosa dan produk metabolik glukosa kelompok intervensi terjadi perbaikan
yang berikutnya (Lin, Quan & Lorenzo, rerata keluhan polineuropati perifer,
2012). Sel-sel saraf akan mengalami namun terdapat 4 responden yang
peningkatan kerentanan baik terhadap tidak mengalami perbaikan (tidak
faktor seluler dan faktor imun terjadi enurunan poin DNS). Peneliti
humoral, termasuk aktivasi limfosit, berpendapat bahwa hal ini dapat
deposisi imunoglobulin dan aktivasi disebabkan karena beberapa responden
komplemen. Akibat disfungsi saraf memiliki kadar gula darah yang tidak
sensorik yang lebih sering timbul pada terkontrol. Terdapat 8 responden
segmen distal anggota gerak terutama (40%) yang memiliki kadar GDS tinggi
tungkai menimbulkan gejala yaitu (>200mg/dl). Kadar gula darah tidak
nyeri seperti terbakar, kaki dan jari- semata dapat dilakukan dengan cara
jari seperti tertusuk, mati rasa dan olahraga saja, melainkan harus sejalan
ketidakstabilan saat berjalan (Boulton, dengan pilar tatalaksana DM yang lain
et al., 2005). yaitu diet dan kontrol (minum obat).
Latihan ROM berfungsi Hipotesis penelitian yang
melancarkan peredaran darah menyatakan bahwa latihan rentang
khususnya pada area yang dilibatkan gerak sendi bawah secara aktif
dalam latihan yaitu ekstremitas bawah berpengaruh terhadap keluhan
yang akan memudahkan nutrien masuk polineuropati perifer penderita DM
ke dalam sel dan secara langsung tipe 2 yang dibuktikan dengan adanya
latihan pada penderita DM dapat perbedaan yang bermakna antara
membantu meningkatkan sensitifitas pengukuran pre dengan post test
reseptor insulin sehingga kadar gula pada kelompok intervensi. Akhirnya
darah menjadi stabil. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa latihan
kerusakan sel – sel (khususnya sel rentang gerak sendi bawah secara
saraf) lebih jauh dapat dihindari (Yuni aktif berpengaruh terhadap keluhan
& Soebardi, 2009). Dengan tetap aktif polineuropati pada penderita DM tipe 2
bergerak, kondisi peredaran darah dengan komplikasi neuropati sensorik.
tetap lancar sehingga berpengaruh Dengan menunjukkan perbedaan yang
terhadap keluhan polineuropati perifer. bermakna rerata keluhan polineuropati
Latihan jasmani teratur perifer pada post test antara kelompok
merupakan salah satu pilar intervensi dengan kelompok kontrol
pengelolaan DM tipe 2, selain untuk (p=0,001; p>0,05) berdasarkan tabel 4.
107
Indonesian Contemporary Nursing Journal, 1(2), 101-109

Dengan demikian maka hasil penelitian monofilament examination as a screening


ini membuktikan hipotesis penelitian tool for diabetic. Journal of Vascular
Surgery , 50 (3), 675-682.
yang menyatakan bahwa keluhan Giacomozzi, C., D’Ambrogi, E., Cesinaro, S.,
polineuropati perifer berbeda pada Macellari, V., & Uccioli, L. (2008, July
kelompok intervensi dan kelompok 4). Muscle performance and ankle joint
kontrol. mobility in long term patients with
diabetes. BMC Musculoskeletal Disorders
, 1-8.DOI: 10.1186/1471- 2474-9-99
KESIMPULAN Goldsmith, J. R., Lidtke, R. H., & Shott, S.
Terdapat perbedaan yang (2002). The effects of Range-of- Motion
bermakna nilai sensasi proteksi antara therapy on the plantar pressures of
pre dengan post test pada kelompok patients with Diabetes Mellitus. Journal of
the American Podiatric Medical Association
intervensi, nilai keluhan polineuropati , 92 (9), 483-490.
perifer antara pre dengan post test pada Guyton, & Hall. (2008). Buku ajar fisiologi
kelompok intervensi dan nilai rerata kedokteran (11 ed). Jakarta: EGC
keluhan polineuropati perifer antara Hughes, R.A. (2002). Peipheral Neuropathy.
British Medical Journal, 324, 466-469.
kelompok intervensi dengan kelompok
International Diabetic Federation (IDF). (2012).
kontrol pada post test. Sedangkan Diabetes atlas. International Diabetes
untuk nilai rerata sensasi proteksi Federation, diakses Tanggal 30 april
antara kelompok intervensi dengan 2013, <http://www.idf.org/diabetesatlas.
kelompok kontrol pada post test tidak Kelkar, P. (2005). Diabetic neurophaty. Medscape
. 25(2), 168-173. Diakses tanggal 24
didapatkan perbedaan bermakna. juni 2013, http://www.medscape.com/
Perlu mengoptimalkan viewarticle/510707
tatalaksana DM, neuropati diabetikum Komisi Nasional Etika Penelitian Kesehatan
dan pencegahan komplikasi (2005). diakses tanggal 30 Juni 2013,
http://www.knepk.litbang.depkes.go.id/
khususnya intervensi keperawatan
knepk/
secara komprehensif, Penerapan Lee, S., Kim, H., Choi, S., Park, Y., Kim, Y., &
latihan rentang gerak sendi bawah Cho, B. (2003). Clinical usefulness of the
secara aktif perlu disempurnakan dan two-site semmes-weinstein monofilament
waktu pemberian intervensi tersebut test for detecting diabetic peripheral
neuropathy. The Korean Academy of
perlu diperpanjang untuk dapat Medical Sciences , 103-107.
mengetahui efektivitas latihan tersebut. Lin, H. C., Quan, D., & Lorenzo, N. (2012).
Diabetic neurophaty. Medscape . diakses
DAFTAR PUSTAKA tanggal 29 juni 2013 http://emedicine.
American Association of Clinical Endocrinologist medscape.com/article/1170337-
(AACE). (2007). Medical guidelines for differential
clinical practice for the management of Meijer, J. W., Bosma, E., Lefrandt, J. D.,
diabetes mellitus. Endocrine Practice , 13 Links, T. P., Smit, A. J., Stewart, R.
(1), 3-68. E., et al. (2003). Clinical diagnosis of
Boulton, A. J., Vinik, A. I., Arezzo, J. C., Bril, V., diabetic polyneuropathy with the diabetic
Feldmen, E. L., Freemen, L., et al. (2005). neuropathy symptom and diabetic
Diabetic neuropathies (A statement by the neuropathy examination score. Diabetes
American Diabetes Associatio). Diabeties Care , 26 (3), 697-701.
Care , 28 (4), 956-962. Mulyati, L. (2009). Pengaruh masase kaki
Boulton, A. J., Armstrong, D. G., Albert, S. F., secara manual terhadap sensasi proteksi,
Frygberg, R. G., Hellman, R., Kirkman, sensasi nyeri dan ABI pada pasien DM
M. S., et al. (2008). Comprehensive tipe 2 di RSUDaerah Curup Bengkulu.
foot examination and risk assessment. FIK UI
Diabetes Care , 31 (8), 1679-1685. DOI: Pham, H., Armstrong, D. G., Harvey, C.,
10.2337/dc08-9021 Harkless, L. B., Giurini, J. M., & Veves,
Casselli, A., Pham, H., Giurini, J. M., Armstrong, A. (2000). Screening techniques to
D. G., & Veves, A. (2002). The forefoot- identify people at high risk for diabetic
rearfoot plantar pressure ratio is incrased foot ulceration. Diabetes Care , 23 (5),
in severe diabetic neuropathy and can 606-611.
predict foot ulceration. Diabetes Care, 25 Semendawai, R. K. (2013). Pengaruh latihan
(6), 1066-1071. fisik senam kaki terhadap efektifitas
Feng, Y., Schlosser, F. J., & Sumpio, B. fungsi sensori di daerah telapak kaki
E. (2009). The Semmes Weinstein pada penderita DM di Puskesmas
Kedung Mundu kota Semarang Jawa
108
Indonesian Contemporary Nursing Journal, 1(2), 101-109

Tengah. Diakses tanggal 4 Juli 2013. in the epidemiology, pathogenesis and


digilib.unismus.ac.id/files/disk1/141/ management of diabetic peripheral
jtpunismus-gdl-rudiksumaj-7048-1- neuropathy. Diabetes Metab. Res. Rev.,
abstrak.pdf 28: 8–14. doi: 10.1002/dmrr.2239
Silbergl, S., & Lang, F. (2007). Teks dan atlas diakses tanggal 5 Juli 2013, http://
berwarna patofisiologi. Jakarta: EGC onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1002/
Subekti, I. (2009). Neuropati diabetik. In A. dmrr.2239/full
W. Sudoyo, B. Setiyohadi, I. Alwi,M. Tucker, M. E. (2009). Tuning fork bested
Simadibrata, & S. Setiati, Buku Ajar Ilmu monofilament in neurophaty diabetic
Penyakit Dalam (pp. 1947-1951). Jakarta: screens. IMNG Medical Media. diakses
Interna Publisher. tanggal 28 juni 2013 http://www.
Suyono, S. (2009). Diabetes melitus di Indonesia. clinicalendocrinologynews.com/
In A. W. Sudoyo, B. Setiyohadi, I. Alwi, M. news/clinical-news/singlearticle/
Simadibrata, & S. Setiati, Buku Ajar Ilmu tuning-fork-bested-monofilament-
Penyakit Dalam (pp. 1873-1879). Jakarta: in-diabetic-neuropathyscreens/
Interna Publisher. 7429a164b9f7216042757d8e19a132f7.
Tan, L. S. (2010, July 22). The clinical use of html
the 10 g monofilament and its limitations Widyawati, I. Y. (2010). Pengaruh latihan aktive
: a review. Diabetes Research and lower range of motion terhadap tanda
Clinical Practice , 1-7. DOI:10.1016/j. dan gejala neuropati diabetikum pada
diabres.2010.06.021 penderita DM tipe II di PERSADIA unit
Tesfaye, S., Chaturvedi, N., Eaton, S. E., Ward, RSU Dr. Soetomo Surabaya. Media Jurnal
J. D., Manes, C., Ionescu- Tirgoviste, C., Ners , 5 (2).
et al. (2005). Vascular risk factors and Yunir, E., & Soebardi, S. (2009). Terapi non
diabetic neuropathy.The New England farmakologis pada diabetes mellitus.
Journal of Medicine , 341-350. Young, M. J., Boulton, A. J. M., Macleod, A. F.,
Tesfaye, S., Boulton, A. J., Dyck, P. J., Freeman, William, D. R. R., & Sonksen, P.H. (1993).
R., Horowitz, M., Kempler, P.,et al. A multicentre study of the prevalence of
(2010). Diabetic neuropathies: update on diabetic peripheral neuropathy in the
definitions, diagnostic criteria, estimation United Kingdom hospital clinic population.
of severity, and treatments. Diabetes Care Diabetologia, 36 (2), 150-154. DOI:
, 33 (10), 2285-2293. 10.1007/BF00400697
Tesfaye, S. and Selvarajah, D. (2012), Advances

109

You might also like