Professional Documents
Culture Documents
Antara Hitam Dan Putih: Penghulu Pada Masa Kolonial Belanda: March 2014
Antara Hitam Dan Putih: Penghulu Pada Masa Kolonial Belanda: March 2014
net/publication/270496047
CITATIONS READS
0 1,357
1 author:
Amelia Fauzia
Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta
31 PUBLICATIONS 133 CITATIONS
SEE PROFILE
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
All content following this page was uploaded by Amelia Fauzia on 29 July 2016.
SukidiMulyadi
rssN 0215-0492
$TIIIIA I$I,AI{II{A
ffi
Vol.10. n0.2.2003
EDITORIAL BOARD:
M. Quraish Shihab (UIN lakarla)
Taufik Abdullah (LIPI lakarta)
Nur A. Fadhil Lubis (IAIN Sumatra Utara)
M.C. Ricklefs ( Melbourne Unia ersity )
Martin aan Bruinessen (Utrecht Uniuersity)
lohn R. Bowen (Washington Uniaersity, St. Louis)
M. Atho Mudzhar (IAIN Yogyakarta)
M. Kamal Hasan (International lslamic Uniztersity, Kuala Lumpur)
EDITOR-IN-CHIEF
Azyumardi Azra
EDITORS
Saiful Mujani
lamhari
lajat Burhanuddin
Fu'ad labali
Oman Fathurahman
COVER DESIGNER
S. Prinkn
STUDIA ISLAMIKA (ISSN 021-5-0492) is a journal published by the Center for the
Study of lslam and Society (PPIM UIN Syarif Hidayatullah, lakarta (STT DEPPEN No.
L29|SK|DITIEN|PPG|STTll.9TO and sponsored by the Australia-lndonesia Institute
(AII). It specializes in Indonesian lslamic studies in particular, and South-east Asian
Islamic Studies in general, and is intended to communicate original rcsealches and current
issues on the subject. This journal warmly welcomes contributions from scholars of related
disciplines.
AII articles published do not necessarily represent lhe uiews of the journal, or other
institutions to which it is ffiIiated. They nre solely the aiews of the authors. The articles
contained in this journal haae been refereed by the Board of Editors.
STUDIA ISLAMIKA has been accredited by The Ministry ot' National Education,
Republic of lndonesia as an academic journal (SKDirjen Dikti No. 59lDIKTll2000).
Book Reaiew
Muhammad Hisyam, Caught Betvseen Three Fires: the laaanese Pangulu Under
The Dutch Colonial Administration 1882-1942 (Jakarta: INIS, 2001), xv + 331
halaman.
pangulu "pL-Vl" a------;t-C .-t (Jt ti-^ r.fJc-4,-rlr;"Jl 4 eolJ J^ t^{1 :b)v
(a--f[.i+Vl; !:!J1 drl_r.;:Jl c-ril L-u-" a?Jt d-Yl ur(Jt;p C A*t^:>l ;r"atE-f
r3L-!1 :p rf .,,uJl .j-:f J*i,i" -t (Jt ti, \* f ,,a**4,, tVziy.i jJt:"J
o*-( ,ri *.L|r*.f 4b. U ,)! L6jtjJ c41L-.-il a"t(.Ll Q *Ks 41)V IAJI
kiU,, ca,-y[.-:-!t ufJt W:, d_& oi .arl a^IJ\ uGl ,g a)
cs.rJ t r"-.,
.r"-J$:Jl pi a1-qJ*jJt etr a:")-!l crKlt C,J.urlt e 6s, JK -i.S-
Ul- !-*tJl d penghulu yi pengulu 1i pangulu ll")1 CIL-."" J^-r-4
crx--I-Jl ,1-----i CKJI rj.,e e q) i;'"b1 a;:g- g.r.Jt ..r"r'(-J-t .ilr,Il ,rie aJ)JX
,l---:4 pengulu pLll ,tt-f eJ-r:Jrlt Jt.:-!l '6 J+ {."y-Yl .JJLJI 'r*' 4 F:
.--c;:--c\ 4lJ\
'L.lJl ir" :^S
g\;)t 16 l:+ )l ::!Jl t-r;*.:11 iybl .t eU-.i-Jt ..,Icl
r--:S 4s ,*At 1K-!t Jt* 4 z*tn,l*,X-)l lrlJl * r^r4s re,* o*
,l-"2-11 zou-\l g+i -r^t ,t#1 eL..lJl ;s L+ ;ru;l oK. lujl ,F4 ,Jt"-!l ;r"
i-tiJl ir- *it-(.;u--r.Jt .1*. dt J-br lUll ,JF tytJ'l crt-*:*^.lJ;,.;lL tril
*-r-cIu1 S^ eb_l ,f AK S cc.L-JJl ;. a-*;Jl *S *!l ;" l2-J ,"iU:Jl t#l
.i."y-)l ^-"rr\ ,J+' jI,-! U Jf + .r-!! s 6\i--t.F *.rlt A)j)\ a"rt
d oor_llt ;y\r;J\ "+.h: 1vi s-p)t W Jo a,r{Jt c-L:i t -r:-ey
ar-d_+l
anr---:Jl f t-<-i ..,,:----U Q---+ ,j+11 ,[.J\ J" Att J t: f t- 6i (Batavia) titl
6 i i--i!l ;ybl ,*--.L-; i-:teJ ,-ri .'l .:urJt ;,:{ .-tit oi ,rt"
\ AA Y
Lilrt*f,Ll u,j.y J',f / o.o"lt o;;;:Jl ;K. o! tig l*t -ut c;l-f
aJ'r- J6 t^r* j |t lylt v 6t;-:"" +;i 6J J& j\J luyl JlJ, citf
a)i--r\:-r----9* JiJlartb)li J-U;J (Jt!1 *'*E .-dJt gl;" JJJS;.-:(Il
o\ ----g q-?Jl rr;j;:il 4- ;." l-et ,{ Ji Vrt, oyfll ;Kl a*u !+rjl
.lrru JrK! aidl ojjJl *S- 4'At--"
; ,-r,-uuJl L"y-)t s /t t+t i;!t ..rb i;\ astg;il oi"a r"2-+ dJ
4 ;-r------+-r- U-r Gi.s-rJl -t-1!l ar.l\1\-.:tt:ii.ry JUaVt ..i(; u.rro f-U;,
C-uji ,)ll rts\ u ;.r;o Jt+
JfrA ,rK ;<:>$t ;"' +;l t:)\J1 J! a.Juil 4lr-
Siapakah Pengulu?
Sangat ironis bahwa saat ini istilah "pangulu", "panghulu" ,"pen-
ghulu" atau "pengulu"2 dipahami hanya sebagai seorang yang ber-
tugas mencatat pernikahan atau sekaligus juga menikahkan sepa-
sang pengantin, dan memiliki sedikit pengetahuan mengenai perni-
kahan dan pembagian warisan menurut hukum Islam. Biasanya
profesi ini dikaitkan dengan tugas pengulu sebagai seorang peja-
bat di Kantor Urusan Agama Islam yang ada di setiap kecamatan.
Jika dibandingkan dengan fungsi dan peran penguiu pada masa
kerajaan Islam dan pemerintahan kolonial Belanda di Indonesia,
peran yang tersisa saat ini adalah dua dari peran minor yang di-
lakukan oleh pengulu.
Fungsi dan jabatan pengulu adalah fungsi yang inheren sejak
awal terbentuknya pemerintahan Islam di Nusantara. Sejarah awal
mengenai Islamisasi di Nusantara, merekam adanya fungsi peng-
ulu pada kerajaan-kerajaan Islam Jawa. Pada kerajaan Demak, raja
berfungsi sebagai pemimpin negara, pemimpin militer, dan
pemimpin agama. Ketiga fungsi ini diwakili oleh masing-masing
tiga petinggi kerajaan yaitu patih (perdana menteri), adipati
(pemimpin militer), dan pangulz (pemimpin agama). Dari abad
keenambelas, struktur ini terus dipertahankan sampai pada abad
kesembilanbelas dan berkembang tidak hanya pada daerah aor-
stenlanden (kerajaan) tapi juga pada daerah gouaernementslanden
(kabupaten di bawah administrasi kolonial).
Secara umum, tugas pengulu adalah memastikan bahwa syariat
Islam dijalankan oleh masyarakat dan juga menjadi penasihat spi-
ritual kerajaan. OIeh karenanya, wajar jika tugas pengulu cukup
banyak yaitu menjadi imam shalat (di masjid agung); menikahkan
pengantin menurut hukum Islam; menjadi wali nikah; menjadi
hakim pada kasus perceraian, pada kasus harta warisan, dan
masalah wasiyat; memberi nasihat tentang masalah keislaman;
bertanggung jawab terhadap pendidikan agama, sekaligus juga
sebagai da'i. Menunft Serat Wadu Aji, serat atau kitab yang men-
jelaskan semua terminologi yang digunakan dalam administrasi
keraton termasuk aturan dan fungsi pegawainya, kata "pangulu"
dalam bahasa Jawa berarti sesirqh (kepala) atatt pangjeng (atau
pemimpin). Serat Wadu Aji menjelaskan bahwa pengulu adalah
pemimpin tertinggi dari jabatan keagamaan kerajaan. Menurut serat
ini, pengulu selain berfungsi dalam masalah ibadah dan kasus-ka-
sus peradilan Islam termasuk memutuskan hukuman mati, juga
bat birokrasi non agama yang disebut priayi. Pejabat Pengulu ter-
tinggi ada pada level kesultanan Yogyakarta dan Kesunanan
Surakarta yang disebut dengan pangulu agen7. Di bawahnya, pada
level kedua setingkat kabupaten, pejabat agama disebut pangulu
atau pengulu. Pejabat agama di tingkat kecamatan atau di level
ketiga disebut na'ib atau na'ib pangulu. Pada tingkat desa, jabatan
keagamaan ini memiliki nama yang sedikit berbeda dari satu
wilayah dengan wilayah lain seperti mudin,kayim ataukaum'Kate-
na fungsi pengulu dan para pembantunya iniberhubungan dengan
bidang keagamaan dan penegakan syari'ah, maka "kantor"nya
adalah masjid yang ada di tiap level administrasi, dari masjid kera-
jaan, masjid kabupaten, masjid kecamatan, dan masjid desa.
Struktur hirarki pengulu pada wilayah kerajaan dan di luar
wilayah kerajaan tidak jauh berbeda. Hanya di luar wilayah kera-
jaan lebih sederhana strukturnya. Misalnya, struktur kepengulu-
an pada Kerajaan Mataram Islam adalah sebagai berikut. Pada
tingkat kerajaan, terdapat pengulu kraton yang disebut dengan
pangulu ageng atau disebut wedana kaum karena pemimpin bidang
agam4 atau juga disebut abdi dalem pamethnkan (pegawai putihan)
karena tugasnya bertanggung jawab atas masalah keislaman di
kraton. Pengulu kraton ini memegang jabatan tumenggung yang
setingkat dengan adipati dan patih, dan memiliki hirarki di bawah-
nya. Pada tingkat kedua yaitu kabupaten terdapat pangulu ketib
untuk wilyah knwedanan jero ataupenghulu naib lurahuntuk wilayah
kawednnan jaba.Dibawahnya lagi yaitu tingkat ketiga terdapatnaib
yaitu untuk wilayah kapanewon atau kecamatan, dan level terakhir
adalah knum yang ada pada tingkat desa.
Di setiap level administrasi, pengulu memiliki staf administrasi
agama yang membantunya. Yang agak rumit adalah pada level
kerajaan yaitr pangulu ageng dibantu oleh sembilan ketib (khatib
atau penceramah), lirnamudin (mu'adzin yang bertugas melakukan
azan), empat puluh ulama (sejumlah minimal jama'ah dalam shalat
Jum'at), dan sepuluh merbot (yang mengurus perabotan masjid).
Sedangkan pada level kabupaten, pengulu juga berperan sebagai
hakim disamping jaksa. Pengulu memiliki pembantu utama yaitu
ketib. Tugas ketib adalah menjadi khqtib dalam shalat Jum'at, dan
membantu mencatat pernikahan, perceraian, pembagian warisan,
serta memberi nasihat kepada pengantin mengenai pernikahan dan
kehidupan rumah tangga. Nalb (wakil) pengulu di tingkat kecamatan
sering disebut pnngulu naib.Tugas naib hampir sama dengan tugas
Catatan Akhir
1. Dr. Husni Rahim , sistem otoritas dan Administrasi Islam studi tentang Peiabat
Agama masa Kesultanan dan Kolonial di Palembang,Jakatta, Logos, 1998'
z. Istilah umum yang saat ini dipakai dalam Bahasa Lrdonesia adalah "penghulu",
mengambil dari Bahasa Melayu. Hisyam menggunakan istilah "pangulu"
karena istilah tersebut lebih dekat dengan asal katanya dalam Bahasa jawa.
Dalam Bahasa Sunda digunakan istilah "panghulu" sedangkan dalam Bahasa
Madura "pangolo" atau "pangoloh"' Dalam artikel ini penulis menggunakan
istilah "pengulu", istilah yangiuga dipakai dalam Bahasa Jawa, lebih dekat
dengan Bahasa Indonesia, dan tidak terkesan Bahasa Sr:nda'
3. Seperti kritik Pangeran Diponegoro terhadap budaya kraton pada
rnisutya. Lihat Karel steenbrink, Beberapa Aspek tentang Islam di Indonesia
abad ke-19,lakarta, Bulan Bintang, 1984
4. Lihat Karel Steenbrink, Beberapa Aspek, dan Sartono Kartodirdjo, Protest
Moaement in Rural laaa A study of Agrarian l.Inrest in Nineteenth and Early
Tusentieth Centuries, New York, Jakarta: Oxford University Press, 1987
5. Lihat Abdul Munir Mulkhan, syekh siti lenar Pergumulan Islam-Jawa,
Yogyakarta, Bentang, 1999.
6. Lih;t Husni Rahim, Jajat Burhanuddin, dan Amelia Fauzia, "Struktur
Politik dan Ulama", Ensiklopedi tematis Dunia Islam Asia Tenggara, Jllid 5,
Ichtiar Baru van Hoeve, hal. 91-i03.
7. Teqadi perdebatan hangat antara Snouck Hurgronje dan Van Den Berg,
aktor di belakang keputusan no 1'52, 1882.
yang
8. Jumlah uang ini sangat besar, misalnya uang kas Masjid Pekalongan
disimpan di Bank pada tahun 1926 berjumlah f .26,000
9. Snouck mengecafiLpengunaan uang kas masjid ini dan meminta Gubernur
dan membatasi
Jenderal untuk membuat peraturan untuk menertibkannya
pemakaian uang terseLut. Alasan Snouck dapat dipahami untuk
menghindari adanya kemungkinan korupsi. Namun ia sangat konservatif
karena sangat membatasi penggunaan uang hanya untuk urusan agama.
Padahal berita tentang penggunaan uang misalnya untuk rumah zakit
zending itu diketahui oleh pergerakan, tapi tidak ada reaksi yang keras
dari kJangan Islam, selama uang itu dipergunakan untuk kebaikan dan
kemaslahalan masyarakat. Snouck pun mengusulkan adanya pembatasan
penggunaan uang termasuk untuk urusan agama, misalnya,pendirian
i"^tlta Kehhatannya ia tidak bisa lepas dari ketakutan kalau kas masjid
bisa dipakai untuk membiayai pergerakan dan gerakan pemberontakan.
Llhat Nasihat-Nasihat C. snouck Hurgronje semasa Kepegawaiannya kepada
Pemerintah Hindia Belanda 1-889-1936, Seri Khusus INIS V, (Jakarta: INIS,
1991), hal 853, serta Aqib suminto, Politik Kolonial Hindia Belanda, LP3ES,
1985, hal 1.62-169.
10. Lihat Abdul Djamil, Perlawanan Kyai Desa, Pemikiran dan Gerakan Islam Kyai
Haji Ahmad Rifa'i Kalisalak, Yogyakarta, LkIS, 2001
11. Lihat sartono Kartodirdjo, Gd.), Laporan-laporan tentang Gerakan Protes di
lawa Abad XX, Arsip Nasional RI, Jakarta, 1981'
12.-Khutbah dan do'a iudah dipublikasikan oleh Nico Kaptein, "The Sayyid
and the Queen: Sayyid othman on Queen Wilhelmina's inauguration on
the throne of the Netherlands in 1898", dalam lournal of Islamic studies,vol
9, no 2, 1998. Padahal di suatu Perayaan, Sayyid Uthman menolak
membacakan doa sebelum foto Ratu Wilhelmina diturunkan'
Daftar Pustaka
Abdullah, Taufik, Islam dan Masyarakat, Pantulan Sejarah Indonesia, LP3ES,
Jakarta, 7987.
Djamil, Abdul, Dr. Perlawanan Kyai Desa, Pemikiran dan Gerakan Islam Kyai Haji
Ahmad Rif a' i Kalisalak, \ ogy akarta, LkIS, 2001.
Kartodirdjo, Sartono, Protest Moaement in Rural laaa A Study of Agrarian lJnrest
in Nineteenth and Early Twentieth Centuries, New York, Jakarta: Oxford
University Press, 1987.
Kartodirdjo, Sartono, (ed.), Laporan-Iaporan tentang Gerakan Protes di lazla Abad
XX, Arsip Nasional RI, jakarta, 1981.
Kartodirdjo, Sartono, The Peasants' Reaolt ot' Banten in 1988, It condition, Course,
and Sequel, A Case study ot' Social Mouements in Indonesla, Martinus Nijhf,
s'Gravenhage, 1966.
Mulkhan, Abdul Munir, Syekh Siti Jenar Pergumulan Islam-Jawa, Yogyakarta,
Bentang,7999.
Rahim, Husni, jajat Burhanuddin, dan Amelia Fauzia, "struktur Politik dan
Ul.ama" ,Ensiklopedi tematis Dunialslam AsiaTenggara,lilids,lakarta, Ichtiar
Baru van Hoeve, hal. 91-103.
Rahim, Husni, Sistem Otoritas dan Administrasi Islam, Studi Tentang Pejabat Agama
Masa Kesultanan dan Kolonial di Palembang, Logos, Jakarta, \998.
Snouck Hurgronje,C., Nasihat-Nasihat C. Snouck Hurgronje Semasa
Kepegawaiannya kepada Pemerintah Hindia Belanda 18S9-1936, Seri Khusus
INIS V, (Jakarta: INIS, 1991)
Steenbrink, Karel, Beberapa Aspek tentang Islam di lndonesia abad ke-19, Jakarta,
Bulan Bintang, 1984.
Suminto, H. Aqib, P olitik Islam Hindia B eI anda, LP3ES, 1 985.