Professional Documents
Culture Documents
Dokumen 10
Dokumen 10
ABSTRACT
138
Jurnal Darul Azhar Vol 8, No.1 Agustus 2019 – Februari 2020, Hal 138 : 143
139
Jurnal Darul Azhar Vol 8, No.1 Agustus 2019 – Februari 2020, Hal 138 : 143
da gi ur
pa remaja Peneliti
t yang an
m memili Suatu
en ki Pendek
ye pengeta atan
ba huan Praktik.
rl yang Jakarta :
ua kurang Rineka
sk sehingg Cipta.
an a
in remaja
fo terhind
r ar dari
m dampak
as yang
i diakibat
te kan
nt oleh
an seks
g bebas.
in
fe DAFTAR
ks PUSTAKA
i K
m usmiran
en , S.
ul 2016.
ar Keseha
se tan
ks Reprod
ua uksi
l Remaja
da dan
n Wanita.
se Jakarta
ks :
be Salemb
ba a
s Medika
te .
ru A
ta rikunto,
m S.
a 2010.
ba Prosed
146
Azwar, S. 2015. Sikap Manusia
Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta :
Pustaka Pelajar.
Hidayat, A. 2014. Metode
Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisa
Data. Jakarta : Salemba Medika.
Ezra Tari
Sekolah Tinggi Agama Kristen Negeri Kupang
tariezra@gmail.com
Talizaro Tafonao
Sekolah Tinggi Teologi KADESI Yogyakarta
talizarotafonao@gmail.com
Abstract
This study aimed to find solutions to the problems of free association among teenagers
starting from theological and sociological analysis. In conducting this study the author used a
literature study method on various previous thoughts and studies that have been carried out.
The results obtained from this study were that teenagers are often ignored by the church. The
church often only pays attention to adult problems. Therefore, in order to overcome the
problem of teenagers free association, good cooperation is needed between parents, the
church, the government, and the community.
Abstrak
Tujuan dari kajian ini adalah untuk mengupayakan solusi dari permasalahan pergaulan bebas
di kalangan remaja dengan berangkat dari analisis secara teologis dan sosiologis. Dalam
melakukan kajian ini penulis menggunakan metode studi pustaka terhadap berbagai pemikiran
dan kajian terdahulu yang pernah dilakukan. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah
bahwa remaja seringkali diabaikan oleh gereja. Gereja sering hanya menaruh perhatian besar
kepada masalah-masalah orang dewasa. Oleh karena itu, dalam rangka mengatasi persoalan
pergaulan bebas remaja tersebut diperlukan kerjasama yang baik antara orang tua, gereja,
pemerintah, maupun masyarakat.
Kata Kunci: teologis; sosiologis; pergaulan bebas; remaja
terjadi sehingga dunia menjadi mengglobal. bagian dari konsekuensi modernitas dan
Modernisasi berasal dari kata modern yang upaya eksistensi manusia di muka bumi.
berarti terbaru, mutakhir, atau sikap dan cara Oleh karena itu, dampak negatif yang timbul
berpikir yang sesuai dengan tuntutan zaman. sebagai akibat dari kemajuan teknologi
sebagai warga masyarakat untuk bisa hidup Salah satu cara dalam menghadapi
sesuai dengan tuntutan masa kini.1 perkembangan teknologi yang semakin hari
Modernisasi dapat dikatakan juga sebagai semakin laju saat ini adalah melibatkan
suatu bentuk perubahan sosial.2 Dengan banyak pihak. Salah satu pihak yang harus
kehadiran modernisasi ini telah banyak terlibat adalah orangtua, gereja, pemerintah
mempengaruhi nilai-nilai budaya yang ada dan masyarakat. Hal ini menjadi
menjadi tantangan baru bagi masyarakat di tinggi, khususnya dalam pergaulan bebas
era digital saat ini. Menurut Hendro Setyo remaja. Akibat pergaulan bebas remaja saat
Wahyudi dan Mita Puspita Sukmasar ini telah meresahkan kehidupan keluarga dan
gaya hidup dan pola pikir masyarakat, Suhaida, dkk mengutarakan bahwa dulu
terutama di kalangan remaja. Kalau dulu kita sangat menjunjung tinggi rasa malu dan
lihat para siswa bersekolah dengan hanya menjaga perilaku agar tidak menjadi bahan
membawa buku-buku pelajaran ataupun alat gunjingan, namun kini hal yang dianggap
tulis, kini dapat kita saksikan para siswa tabu ini seolah menjadi hal yang biasa untuk
bawaan wajib mereka.3 Sesuai dengan berpacaran dikalangan pelajar bukan hal
yang asing lagi untuk dibicarakan karena kita
1
Depdikbud RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia
(Jakarta: Balai Pustaka, 1989), 589.
2 4
Soejono Sokanto, Sosiologi Suatu Pengantar Muhamad Ngafifi, “KEMAJUAN TEKNOLOGI
(Jakarta: Rajawali Press, 2006), 304. DAN POLA HIDUP MANUSIA DALAM
3
Hendro Setyo Wahyudi and Mita Puspita Sukmasari, PERSPEKTIF SOSIAL BUDAYA,” Jurnal
“TEKNOLOGI DAN KEHIDUPAN Pembangunan Pendidikan: Fondasi dan Aplikasi 2,
MASYARAKAT,” Jurnal Analisa Sosiologi 3, no. 1 no. 1 (June 1, 2014), accessed April 22, 2019,
(January 17, 2018), accessed April 22, 2019, https://journal.uny.ac.id/index.php/jppfa/article/view/2
https://jurnal.uns.ac.id/jas/article/view/17444. 616.
bisa melihat fenomena berpacaran dimana Tujuan dari kajian ini adalah untuk
saja, berpelukan, berpegangan, berdua-duaan, mengupayakan solusi dari permasalahan
5
merokok dan minuman keras, dll. Jadi pergaulan bebas di kalangan remaja dengan
terjadinya pergaulan bebas remaja bukan berangkat dari analisis secara teologis dan
hanya satu faktor. Salah satu faktor sosiologis sehingga diharapkan menghasilkan
terjadinya pergaulan bebas menurut Siti solusi yang holistik.
Suhaida, yakni: Pergeseran Budaya,
METODE PENELITIAN
Kurangnya Perhatian Orangtua, teman dekat
Berangkat persoalan yang ada, maka
dan media sosial.6 Namun pada kenyataan
kajian dalam penelitian ini menggunakan
terjadinya pergaulan bebas remaja adalah
metode studi pustaka. Penulis melakukan
dipengaruhi ketidakharmonisan dalam
kajian teoritis dengan memperbanyak
keluarga. Keluarga seringkali tidak menjadi
informasi, mencari hubungan ke berbagai
figur bagi anak-anak. Menurut Nurfitri
sumber, membandingkan, dan menemukan
Handayani (dikutip dalam menurut Gunarsa
hasil atas dasar data sebenarnya (tidak dalam
& Gunarsa, 2004)
bentuk angka). Dalam tulisan ini, penulis
Keharmonisan keluarga merupakan
suatu keadaan keluarga yang utuh dan selanjutnya melakukan kajian teologis-
bahagia, serta didalamnya ada ikatan sosiologis terhadap pergaulan bebas remaja.
kekeluargaan yang memberikan rasa
aman dan tentram bagi setiap Sumber-sumber pustaka yang digunakan
anggotanya. Dalam keluarga dalam kajian ini adalah meliputi pemikiran-
harmonis terdapat hubungan yang
baik antar anggota keluarga, yaitu pemikiran dalam berbagai sumber buku, dan
hubungan antara orang tua (ayah-ibu), kajian-kajian yang telah dilakukan dan
dan anak-anaknya. Keluarga sebagai
salah satu agent of change menjadi dipublikasikan dalam jurnal ilmiah.
tempat penting bagi setiap anggota Penulis akan terlebih dahulu
yang berada di dalamnya. Secara
emosional, dukungan keluarga menyajikan pemaparan mengenai remaja dan
menjadi kebutuhan dari setiap pergaulan bebas secara umum untuk melihat
anggotanya.7
permasalahan yang nyata terjadi di tengah-
5
H. Jamaluddin Hos, Ambo Upe Siti Suhaida, tengah masyarakat. Setelah mendapatkan
“PERGAULAN BEBAS DI KALANGAN
PELAJAR (Studi Kasus Di Desa Masaloka gambaran riil masalah tersebut, maka penulis
Kecamatan Kepulauan Masaloka Raya Kabupaten
Bomabana),” Jurnal Neo Societal 3, no. 2 (April 25,
2018), accessed April 22, 2019,
http://ojs.uho.ac.id/index.php/NeoSocietal/article/view GURU BERSERTIFIKASI SEKOLAH MENENGAH
/4032. ATAS SWASTA BERAKREDITASI ‘A’ WILAYAH
6
Ibid. SEMARANG BARAT,” Empati 5, no. 2 (January 31,
7
Nurfitri Handayani and Nailul Fauziah, 2017): 408–412, accessed April 22, 2019,
“HUBUNGAN KEHARMONISAN KELUARGA https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/empati/article/
DENGAN KECERDASAN EMOSIONAL PADA view/15242.
ABSTRAK
The purpose of this study is to inform the importance of moral education and
religious education related to promiscuity conducted by adolescents. This research
was conducted at the Bangsri X High School in Jepara, Central Java. Data
collection techniques by distributing questionnaire data. The average adolescent
who understands and understands related to religious education and moral
education knowledge in free association as much as 66.45%, while adolescents who
know and understand related to religious education behavior and moral education in
free association as much as 68%, and while adolescents who know and understand
related to how to give religious education and moral education solutions in
promiscuity as much as 65.9% Adolescents need guidance for choosing
inappropriate friends will make it easier for someone to fall into promiscuity by
53.70% so this indicates the child needs direction parent assistance.
1. PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan kelanggengan kehidupan manusia itu sendiri, yang dapat
hidup konsisten dalam mengatasi ancaman dan tantangan masa depan (Rosyadi, 2004,
hal. 124). Dengan kemajuan pendidikan diharapkan dapat mereduksi beragam fenomena
sosial, bertalian dengan moralitas sosial dalam masyarakat. Sejak awal, persoalan
moralitas telah menjadi perhatian founding fathers, seperti pentingnya pendidikan
agama, moral dan budi pekerti dalam sistem pendidikan nasional. Seperti diketahui
bahwa konsep moralitas yang tumbuh dan hidup ditengah masyarakat yang pluralistik
diperlukan adanya solusi setidaknya sebuah tawaran yang substansi darinya yang
meliputi keragaman konsep moral.
Moralitas merupakan suatu sikap hati seorang yang terlihat dalam prlaku lahiriah.
Moralitas terjadi apabila seorang mengambil sikap yang baik dikarenakan dia sadar akan
kejiwaan dan tanggung jawab, bukan untuk mencari keuntungan dan tanpa pamrih.
Sedangkan defisien/defek moral merupakan suatu kondisi individu yang hidupnya
delinquent/bebas, sering melakukan kejahatan, berprilaku a-sosial atau anti-sosial, dan
tanpa penyimpangan organik pada fungsi inteleknya. Hanya saja inteleknya tidak
berfungsi, sehingga terjadi kebekuan moral yang kronis (Kartono, 2002, hal. 191) .
Bila seseorang memiliki nila-nilai moral dalam berpikir dan bertindak dapat
melahirkan perilaku moral yang tinggi dan terbentunknya kepribadian yang baik.
Perilaku moral yang bernilai tinggi merupakan perilaku yang tidak merugikan,
menyakiti, menyiksa, mengganggu, serta memperkosa hak-hak orang lain. Hal yang
seharusnya dilakukan yakni perilaku yang merujuk ada penghormatan terhadap hak-
357
http://prosiding.unimus.ac.id
hak orang lain dalam nuansa nilai-nilai kemanusiaan bersifat universal. Seorang yang
bermoral senantiasa berpikir dan bertindak atas dasar pemikiran bagaimana keberadaan
dirinya dapat mendatangkan lebih bermanfaat bagi kemaslahatan manusia lainnya
(Sjarkawi, 2011, hal. 78-80).
Remaja adalah Fase perantara dari anak-anak menuju dewasa. Seorang remaja
akan terlalu tua untuk disebut sebagai seorang anak-anak, tetapi juga terlalu muda untuk
disebut dewasa. Pada fase remaja, biasanya seorang anak akan mengalami suatu
perubahan. Perubahan tersebut bukan hanya dari fisik namun juga dari psikis. Di
Indonesia sendiri, anak remaja sering dijuluki sebagai ABG labil, karena pemikiran
mereka belum bisa sepenuhnya stabil, masih berubah-ubah. Perubahan- perubahan
tersebut biasanya akan menyebabkan pertarungan identitas pada anak tersebut mereka
mulai mencari jati diri mereka.
Perubahan moral remaja seringkali dikait-kaitkan dengan istilah kenakalan.
Kenakalan remaja dalam aspek sosial dapat digolongkan ke dalam perilaku
menyimpang. Perilaku menyimpang adalah perilaku yang tidak sesuai dengan nilai
agama dan norma yang terkandung dalam Pancasila yang merupakan landasan hidup
bangsa Indonesia. Baru-baru ini remaja Indonesia telah banyak melakukan perilaku
menyimpang.
Untuk mengetahui latar belakang suatu perilaku menyimpang atau tidak
menyimpang, akan lebih baik bila terlebih dahulu membedakan apakah perilaku tersebut
tidak disengaja atau disengaja. Bisa saja perilaku yang dianggap menyimpang tersebut
dilakukan diantaranya karena anak SMA masih kurang memahami akan aturan-aturan
yang ada, belum tentu mereka yang menyimpang mempunyai dorongan untuk berbuat
demikian. Karena setiap manusia memang pada dasarnya pasti mengalami dorongan
untuk melanggar suatu aturan atau suatu ketentuan pada situasi tertentu.
Saya sebagai remaja sadar bahwa perilaku remaja yang memprihatinkan tersebut
harus segera dihilangkan agar tidak menimbulkan dampak negatif yang tidak
diinginkan. Karena jika perilaku tersebut masih berkembang di negara kita yang katanya
berlandaskan Pancasila ini, sangat bertolak belakang dari nilai-nilai yang terkandung di
dalamnya.
Selanjutnya, Pendidikan Islam adalah solusi untuk mengubah etika, akhlak, dan
moral. Ketiganya merupakan pendidikan Islam yang mendasar yang diajarkan oleh
keluarga, guru di sekolah, dan para ulama Indonesia. Pekan Agama Islam di sekolah
umum memiliki peranan strategis pula terhadap pembentukan karakter (akhlak) dan
keperidian serta moralitas sosial anak-anak, remaja dan generasi muda. (Zakiah
Daradjat, 2005, hal. 147) menulis bahwa persoalan anak-anak, remaja dan pemuda
sangat banyak seiring dengan perubahan sosial dan perkembangan zaman. Memberikan
pendidkan agama islam kepada remaja berumur 16-18 tahun merupakan umur dimana
mereka sudah tidak mudah lagi untuk dididik, dinasihati dan diajarkan. Oleh karena itu
saat ini terjadinya krisis moral yang merupakan pangkal dari akhlak, sedangkan
pendidikan agam merupakan pendidikan yang mendalami sbuah karakter(akhlak), maka
perlu ditelaah apa yang menjadikan remaja itu tetap rendah moral. Seperti diungkapkan
Mochtar Buchori (1992), Muhammad Maftuh Basyuni (2004), bahwa pendidikan agama
mengalami kegagalan karena mengandalkan aspek kognitif yang mengabakan aspek
afektif dan psikomotorik, sehingga tidak mampu membentuk pribadi-pribadi bermoral.
Pada hal, dikatakan Harun Nasution (1995), intisari dari pendidikan agama adalah
pendidikan moral (Muhaimin, 2010, hal. 23).
Penelitian ini dibatasi pada respon subjek terkait pendidikan moral dan pendidikan
agama yang adahubungannyadenganpergaulanbebas. . Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk menginformasikan pentingnya pedidikan moral dan pendidikan agama terkait
dengan pergaulan bebas yang dilakukan oleh remaja.
3. METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan pada sekolah SMA X di Bangsri kabupaten Jepara
Jawa Tengah. Alasan pemilihannya adalah berdasarkan bahwa sekolah tersebut
merupakan salah satu sekolah yang tempatnya berada di dalam satu
kecamatan.merupakan wilayah yang ada di tengah-tengah antara kabupaten dan desa.
Penelitian ini menggunakan pendekatandengan metode deskriptif kuantitatif.
Teknik pengumpulan datanya dengan cara pembagian data kuisoner. Adapun jumlah
sampel dalam penelitian ini sebanyak 41 orang peserta didik yang memenuhi kriteria,
yaitu: Seluruh anak SMA X kelas 10-12 di kabupaten Jepara.
Pada penelitian ini instrumen atau alat ukur yang digunakan adalah kuesioner.
Skala pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini dalam bentuk Skala Likert.
Skala Likert yang dipergunakan dengan skala pengukuran adalah nilai 4 (Sangat
Setuju /SS), nilai 3 (Setuju/S), nilai 2 (Tidak Setuju/TS), dan nilai 1 (Sangat Tidak
Setuju/STS). Sebagian dari pertanyaan itu menunjukkan pendapat yang positif maupun
negatif.
4. HASIL PENELITIAN
Penelitian dengan judul peranan pendidikan moral dan pendidikan agama dalam
aspek pegaulan bebas remajaterdiri dari dua aspek yaitu aspek pertama pendidikan
agama dan pendidian moral dan aspek kedua pergaulan bebes. Aspek yang pertama
terdiri dari tiga indikator yaitu: (a) pengetahuan mengenai pendidikan agama dan moral,
(b)penerapan pendidikan agama dan moral, (c) solusi. Aspek yang ke dua terdiri dari
lima indikator yaitu: (a) pengetahuan mengenai pergaulan bebas,
(b) pendekatan diri kepada tuhan, (c) pemilihan teman, (d) dampak pergaulan bebas,
(e) sosialisasi pergaulan bebas.
Padagrafik 1 digambarkanpemahamanremajatentangPendidikan agama
danPendidikanmoral terkaitpergaulanbebas.
Gambar 1.Distribusi frekuensi pemahaman pendidikan agama dan pendidikan moral
Berdarkan grafik di atas, remaja yang memberi jawaban sangat setuju sebanyak
58,5%. Meskipun jumlahnya hanya 58,5%, namun data ini dikuatkan dengan yang
menjawab setuju sebanyak 36,6%. Nilai rata-rata yang menjawab dari data tersebut yang
memilih sangat setuju sebanyak 2,34dan setuju sebanyak 1,1. Hal ini berarti bahwa
remaja yang berada di SMA X di kabupaten Jepara memiliki pengetahuan yang tinggi
terkait mengerti dan memahami dengan pendidikan agama dan pendidikan moral. Hal
ini dapat diketahui bahwa remaja yang berada di SMA X di kabupaten Jepara memiliki
pengetahuan yang baik terkait pedidikan agama dan pendidikan moral.
Tuntutan pemberian pengetahuan pendidikan moral ini telah menjadi keharusan
bagi dunia pendidikan. Emile Durkheim, dalam Education and Sociology (1956)
mengatakan bhwa pemahaman atas pendidikan merupakan kelanggengan kehidupan
manusia itu sendiri, untuk dapat konsisten melawan ancaman masa depan. (Rosyadi,
2004, hal 124 ). Pergaulan bebas sering dilakukan oleh anak yang sedang berkembang
fisik dan mentalnya terutama anak remaja. Kurangnya pengetahuan dan pemahaman
merupakan salah satu faktor yang menjadikan seorang anak mengambil jalan dalam
pergaulan bebas. ( Kompasiana, 2016 ). Dengan pendidikan moral dan pendidikan
agama remaja dapat membedakan perlakuan yang negatif dan positif, pemahaman
terhadap nilai-nilai dan norma-norma menganai moralitas akan membantu remaja lebih
menghargai nilai masyarakat dan peraturan yang berlaku, begitu juga dengan
pemahaman agama yang membantu remaja dengan menjaga akhlak dan perbuatannya
yang dapat melanggar dari peraturan yang berlaku pula.
Pendidikan agama dan moral sangatpentingbagiremaja.Sejauhmana pentingnya
pendidikan agama dan moral bagi kehidupan remaja
menjadisangatperluuntukditeliti.Grafik penerapan pendidikan agama dan moral sangat
penting dalam kehidupandigambarkanpadagambar 2 berikutini.
Gambar 2
Distribusi frekuensi berdasarkan pendapat pentingnya pendidikan agama dan
pendidikan moral bagi kehidupan
Berdarkan data grafik diatas, pentingnya pendidikan agama dan pendidikan
moral bagi kehidupan yang menjawab sangat setuju sebesar 78%. Nilai rata-rata yang
menjawab dari data tersebut yang memilih sangat setuju sebanyak 3,12. Berdasarkan
data perolehan diatas, maka dapat diketahui bahwa mayoritas usia remaja yang paham
tentang pendapat pentingnya pendidikan agama dan pendidikan moral berada dalam
kriteria sangat setuju lebih banyak dibandingkan sangat tidak setuju. Hal ini berarti
bahwa remaja yang berada di SMA X di kabupaten Jepara mengerti dan pentingnya
pendidikan agam dan pendidikan moral.
Sebuah pendidikan adalah kepentingan bagi kehidupan manusia termasuk untuk
para remaja. Yang paling utama adalah pendidikan agama dan pendidikan moral mereka
harus paham pentingnya pendidikan ini bagi kelangsungan hidup dan masa depannya.
Dengan pendidikan agama dan pendiidkan moral ini akan menimbulkan nilai-nilai
pribadi yang dapat menjadi sebuah kecakapan-kecakapan dalam bersosial. Seperti yang
di ungkapkan seorang ahli sosiologi, Rene Descartes, bawa ilmu tanpa moral adalah
buta, moral tanpa ilmu adalah bodoh. (Hardiman, 2004, hal 34 ). Banyak perilaku
menyimpang ( social deviance ) yang dilakukan oleh kalangan pelajar atau biasa disebut
remaja pada akhir-akhir ini. Persoalannya, jika kondisi ini terus terjadi, patut diyakini
bahwa proses pembangunan bangsa menuju masa depan yang diharapkan sulit
diprediksi ( unpredictable ) dan bangsa ini juga sulit menjadi suatu negara maju. Hal itu
semua memperlihatkan bahwa proses degradasi moralitas sosial ini semakin
mengkhawatirkan dan memerlukan antipasi.
Dengan ini upaya yang dilakukan adalah membangun dan mengembangkan
pendidikan moral dan pendidikan agama . hal ini mebuktikan bahwa pentingnya
pendidikan moral dan pendidikan agama terhadap perilakuseorang remaja.
Gambaranterkaitnyakurangnyapemahaman tentang agama dapatmenyebabkan
kerusakaan moral terhadap remaja, menjadisangatperluuntukditeliti. Grafik kurangnya
pemahaman tentang agama menyebabkan kerusakaan moral terhadap
remajadigambarkanpadagrafik 3 berikutini.
Gambar 3.
Distribusi frekuensi berdasarkan pendapat bahwa kurangnya pemahaman tentang agama
menyebabkan kerusakaan moral terhadap remaja
Berdasarkan data grafik diatas, remaja yang bemberikan jawaban yang sangat
setuju sebanyak 70,7%. Nilai rata-rata yang menjawab dari data tersebut yang memilih
sangat setuju sebanyak 2,83. Hal ini berarti bahwa remaja yang berada di SMA X di
kabupaten Jepara memiliki pengetahuan yang tinggi terkait mengerti dan pentingnya
pendidikan agama dan pendidikan moral.
Moralitas merupakan suatu sikap hati seseorang yang terlihat dalam perilaku
lahiriah, jika seseorang rusak perilakunya maka sudah pasti ia tidak mengerti dan paham
dengan agamanya sendiri. Perilaku moral yang bernilai tinggi merupakan perilaku
yangtidak merugikan orang lain, menyakiti, menyiksa, mengganggu. Pemahaman
tentang agama juga dapat mengembangkan nilai karakter(akhlak) dari suatu individu itu
sendiri. (Yaqin, M.A, 2016) mengatakan bahwa siswa merupakan generasi penerus
perjuangan bangsa, apabila generasi mudanya rusak maka rusaklah masa depan suatu
negara dan agama. Pendidikan agama sangat erat sekali kaitannya dengan pendidikan
pada umumnya, pendidikan agama bertujuan untuk meningkatkan ketaqwaan remaja
terhadapNya. Tujuan pendidikan agama yang sejalan dengan misi Islam yaitu
mempertinggi nilai-nilai akhlak sehingga mencapai akhlakul karimah. Tujuan dari
pendidikan agama adalah pembentukan akhlak yang sanggup menghasilkan orang-orang
yang bermoral, jiwa yang bersih, kemauan yang keras, cita-cita yang benar dan akhlak
yang tinggi. (Kompasiana, 2015).
Pergaulan bebas merupakan penyimpangan dari norma agama. Sejauh mana
pergaulan bebas merupakan penyimpangan dari norma agama menjadi sangat perlu
untuk diteliti. Grafikpergaulan bebas merupakan penyimpangan dari norma
agamadigambarkan pada grafik 4 berikut ini.
Gambar 4
Distribusi frekuensi berdasarkan pergaulan bebas merupakan penyimpangan dari norma
agama
Berdasarkan data grafik diatas, remaja yang menberikan jawaban yang sangat
setuju sebanyak 61%. Nilai rata-rata yang menjawab dari data tersebut yang memilih
sangat setuju sebanyak 2,44. Berdasarkan data perolehan diatas, maka dapat diketahui
bahwa mayoritas yang paham tentang pergaulan bebas merupakan suatu penyimpangan
agama berada dalam kriteria sangat setuju lebih banyak dibandingkan sangat tidak
setuju. Hal ini berarti bahwa remaja yang berada di SMA X di
kabupaten Jepara memiliki pengetahuan yang tinggi terkait mengerti dan pentingnya
pendidikan agama dan pendidikan moral.
Norma agama adalah peraturan hidup yang harus diterima manusia sebagai
perintah-perintah, larangan-larangan dan ajaran-ajaran yang bersumber dari Tuhan Yang
Maha Esa. Sifat dari norma agama adalah abadi dan universal. Abadi berarti berlaku
selama-lamanya dan tidak akan tertinggal dengan segala zaman. Dan universal artinya,
norma yang berlaku bagi setiap pemeluknya dimana pun dia berada di seluruh
dunia.Pelanggaran terhadap norma ini akan mendapat hukuman dari Tuhan Yang Maha
Esa berupa “siksa” kelak di akhirat. Pergaulan bebas merupakan perilaku penyimpangan
yang melewati batas kewajiban, aturan, tuntutan, syarat, dan perasaan malu. Pergaulan
bebas juga dapat diartikan sebagai perilaku yang menyimpang norma agama terbentuk
dari ekspresi penolakan remaja. (Yaqin, M.A, 2016) mengatakan bahwa agama
merupakan salah satu faktor pengendali terhadap tingkah laku atau suatu yang dapat
menstabilkan tingkah laku mengapa dan untuk apa seseorang berada dalam dunia.
Pergaulan bebas dapat merusak moralitas. Sejauh mana pergaulan bebas dapat
merusak moralitas menjadi sangat perlu untuk diteliti. Grafik pergaulan bebas dapat
merusak moralitas digambarkan pada grafik 5 berikut ini.
Gambar 5
Distribusi frekuensi berdasarkan pergaulan bebas dapat merusak moralitas
Berdasarkan data grafik diatas, remaja yang memberi jawaban sangat setuju
sebanyak 70,7%. Nilai rata-rata yang menjawab dari data tersebut yang memilih sangat
setuju sebanyak 3,12. Berdasarkan data perolehan diatas, maka dapat diketahui bahwa
mayoritas usia remaja yang paham tentang berdasarkan pergaulan bebas dapat merusak
moralitas berada dalam kriteria sangat setuju lebih banyak dibandingkan sangat tidak
setuju. Hal ini berarti bahwa remaja yang berada di SMA X di kabupaten Jepara
mengerti dan pentingnya pendidikan agama dan pendidikan moral.
Rusaknya moralitas suatu individu dikarenakan sikap perilaku tidak sadar
dengan kejiwaan dan tanggung jawabnya terhadap sesuatu, seperti hal nya pergaulan
bebas. Seseorang yang tergait dengan pergaulan bebas ia sering melakukan kejahatan,
berperilaku anti-sosial sehingga terjadi kebekuan moral yang kronis.
(Kasriyati, 2018) mengatakan bahwa pergaulan remaja saat ini menjadi sorotan
utama, karena pada masa sekarang pergaulan remaja sangat mengawatirkan
dikarenakan perkembangan arus remajanya pada saat ini sangant mengkhawatirkan
bangsa karena ditangan generasi mudalah bangsa ini akan dibawa, baik buruknya
bangsa ini sangat bergantung pada generasi muda. Banyak remaja yang beranggapan
bahwa seks bebas, kebut-kebutan dijalan, aborsi, bolos sekolah dan tawuran menjadi satu hal
yang biasa, mereka beranggapan hal seperti itu sebagai suatu kebanggaan dan untuk
mendapatkan pengakuan dari teman-teman sepergaulannya yang mengakibatkan rusaknya
moral remaja, dan kerugian bagi diri mereka sendiri.Hal
inidisebabkanolehpengaruhnegatifteknologi yang semakincanggih yang
memudahkansemuaremajadan orang lain mengaksestanpabatas, danpengaruhglobalisasi yang
tidakdapatmereka bending, salahmemilihtemandanpergaulan,
sertakurangnyapengawasandarikedua orang tuamenjadifaktorpendukungremajamelakukanhal
yang membuat moral merekaturun. ( Jelajah Sumsel, 2017 )
Pendapat mendekatkan diri kepada Tuhan akan terhindar dari pergaulan bebas.
Sejauh mana pendapat mendekatkan diri kepada Tuhan akan terhindar dari pergaulan
bebas menjadi sangat perlu untuk diteliti. Grafik pendapat mendekatkan diri kepada
Tuhan akan terhindar dari pergaulan bebas digambarkan pada grafik 6 berikut ini.
Gambar 6
Distribusi frekuensi berdasarkan pendapat mendekatkan diri kepada Tuhan akan
terhindar dari pergaulan bebas
Berdasarkan data grafik diatas, pendapat mendekatkan diri kepada Tuhan akan
terhindar dari pergaulan bebas yang menjawab sangat setuju sebanyak 78%. Nilai rata-
rata yang menjawab dari data tersebut yang memilih sangat setuju sebanyak 3,12.
Berdasarkan data perolehan diatas, maka dapat diketahui bahwa mayoritas usia remaja
yang paham tentang pendapat mendekatkan diri kepada Tuhan akan terhindar dari
pergaulan bebas berada dalam kriteria sangat setuju lebih banyak dibandingkan sangat
tidak setuju. Hal ini berarti bahwa remaja yang berada di SMA X di kabupaten Jepara
mengerti dan pentingnya pendidikan agama dan pendidikan moral.
Remaja yang ada di SMA X di kabupaten Jepara sadar akan pentingnya agama
dalam kehidupan sehari-hari. Kehidupan beragama yang baik dan benar ditandai dengan
pengertian, pemahaman dan ketaatan dalam menjalankan ajaran- ajaran agama dengan
baik tanpa dipengaruhi oleh situasi kondisi apapun. Remaja yang melakukan pergaulan
bebas karena kurangnya keimanan dalam dirinya. Oleh sebab itu sejak dini para remaja
harus menigkatkan pengetahuan tenang agamanya sendiri, karena agama adalah
tumpuan bagi hidup kita. Jika pengetahuan tentang agama saja minim apalagi
pengetahuan diluar agama tentu saja sangat minim. Ini sebenarnya faktor terpenting
dalam mebekali remaja dalam menjalani hidup. Remaja yang imannya tidak handal,
memiliki kecederungan untuk tidak berjalan dalam jalanNya. (Yakin, M.A, 2016)
mengatakan bahwa untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia
yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta
bertanggung jawab sehingga dapat terhindar dari perbuatan-perbuatan tercela.
Gambar 7
Distribusi frekuensi berdasarkan Pemilihan teman yang kurang sesuai akan
mempermudah seseorang terjerumus ke dalam pergaulan yang bebas
Berdarkan grafik di atas, remaja yang memberi jawaban sangat setuju sebanyak
53,7%. Meskipun jumlahnya hanya 53,7%, namun data ini dikuatkan dengan yang
menjawab setuju sebanyak 36,6%. Nilai rata-rata yang menjawab dari data tersebut yang
memilih sangat setuju sebanyak 2,15 dan setuju sebanyak 1,1. Hal ini berarti bahwa
remaja yang berada di SMA X di kabupaten Jepara memiliki pengetahuan yang tinggi
terkait mengerti dan memahami dengan pendidikan agama dan pendidikan moral.
Teman sebaya sangatlah berperan penting. Peranan teman-teman sebaya
terhadap remaja terutama berkaitan dengan sikap, pembicaraan, minat, penampilan dan
perilaku. Dalam persahabatan di dalamnya terdapat suatu system dan norma- norma
kelompok yang mengatur , seperti harus mengerjai siswa lainnya. Ini sudah menjadi
kesepakatan bersama dan mereka sulit di pisahkan. Pengaruh negatif interaksi sosial
dalam persahabatan yaitu sangat erat sekali akan terjadi perilaku menyimpang yaitu
kenakalan remaja. Demikian pula bila anggota kelompok mencoba minuman alcohol,
obat-obatan terlarang atau rokok, maka remaja akan mengikuti tanpa memperdulikan
perasaannya sendiri dan akibatnya ( Kompasiana, 2015 ). Hal ini berarti menunjukan
bahwa kuatnya pengaruh teman sebaya terhadap perkembangan hubungan sosial dan
pendidikan anak remaja. Oleh sebab itu kita sebagai remaja harus pintar-pintar memilih
pergaulan. (Duffly,2002) mengatakan bahwa seseorang dapat menjalin hubungan
dengan orang lain adalah secara fisik dan kesamaan minat, karakter, dan nilai-nilai.
Gambar 8
Distribusi frekuensi berdasarkan kita harus membatasi pergaulan yang berdampak
negatif
Berdasarkan data grafik diatas, remaja yang memberi jawaban sangat setuju
sebanyak 78%. Nilai rata-rata yang menjawab dari data tersebut yang memilih sangat
setuju sebanyak 3,12. Berdasarkan data perolehan diatas, maka dapat diketahui bahwa
mayoritas usia remaja yang paham tentang kita harus membatasi pergaulan yang
berdampak negatif berada dalam kriteria sangat setuju lebih banyak dibandingkan
sangat tidak setuju. Hal ini berarti bahwa remaja yang berada di SMA X di kabupaten
Jepara mengerti dan pentingnya pendidikan agama dan pendidikan moral.
Remaja yang berada di SMA X di kabupaten Jepara kebanyakan taat pada agama
sehingga mereka dapat membatasi diri dari pergaulan yang dapat
menimbulkan dampak negatif.Pada masa remaja banyak sekali perubahan yang terjadi
pada diri anak, baik segi psikis maupun fisiknya. Dalam segi psikis bayak teori-teori
yang memaparkan ketidakselarasan, gangguan emosi dan gangguan perilaku sebagai
akibat dari tekanan-tekanan yang dialami remaja karena perubahan- perubahan yang
terjadi pada dirinya maupun akibat perubahan pada lingkungan. Jika tidak diwaspadai,
perubahan-perubahan psikis yang terjadi sebagai tugas perkembangan remaja itu akan
berdampak negatif pada remaja(Kompasiana,2017 ). Menurut (Aisyah, 2013), efek
pergaulan bebas tidak hanya berbahaya bagi para remaja akan tetapi akan berdapak
negarif bagi kemaslahatan seluruh umat manusia.
Cara membatasi pergaulan bebas ialah remaja harus membentuk ketahanan diri agar
tidak terpengaruh jika ternyata teman sebaya atau komunitas yang ada tidak sesuai
dengan harapan. Dibantu dengan pemahaman tentang pendidikan moral dana
pendidikan agama.
Berdasarkan data grafik diatas, pergaulan bebas akan berdampak buruk terhadap
kehidupan remaja yang memberi jawaban sangat setuju sebanyak 61%. Nilai dari rata-
rata yang menjawab dari data tersebut yang memilih sangat setuju sebanyak 2,41.
Berdasarkan data perolehan diatas,maka dapat diketahui bahwa mayoritas usia remaja
yang paham tentang pergaulan bebas akan berdampak buruk terhadap kehidupan berada
dalam kriteria sangat setuju lebih banyak dibandingkan sangat tidak setuju.Hal ini
berarti bahwa remaja yang berada di SMA X di kabupaten Jepara mengerti dan
pentingnya pendidikan agam dan pendidikan moral.
Remaja yang berada di SMA X di kabupaten
Jeparapahamtentangpentingnyapergaulanbebas yang
akanberdampakburukterhadapkehidupanremaja. Dalam menghadapi masalah pergaulan
bebas antar jenis di masa kini, orangtua hendaknya memberikan bimbingan pendidikan
seksual secara terbuka, sabar, dan bijaksana kepada para remaja. Remaja hendaknya
diberi pengarahan tentang kematangan seksual serta segala akibat baik dan buruk dari
adanya kematangan seksual. Orangtua hendaknya memberikan teladan dalam
menekankan bimbingan serta pelaksanaan latihan kemoralan. Dengan memiliki latihan
kemoralan yang kuat, remaja akan lebih mudah menentukan sikap dalam bergaul.
Mereka akan mempunyai pedoman yang jelas tentang perbuatan yang boleh dilakukan
dan perbuatan yang tidak boleh dikerjakan. Dengan demikian, mereka akan menghindari
perbuatan yang tidak boleh dilakukan dan melaksanakan perbuatan yang harus
dilakukan.Biasanya kita baru merasa sadar ketika efek atau akibat dari pergaulan bebas
tersebut membawa dampak yg negative semisal kehamilan di luar nikah, perasaan
minder akibat kita merasa tidak seperti remaja-remaja lain yg masih “bersih” dan
berakhir dengan penyesalan dan berakibat buruk dalam kehidupannya.Sifat internal
dalam batinnya sendiri maupun bersifat terbuka atau eksternalnya sehingga manusia
cenderung banyak melakukan pola tingkah laku yang menyimpang dari pola yang
ummnya dan banyak melakukan sesuatu apapun demi pentingnya sendiri bahkan
masyarakay cenderung merugikan orang lain (Aisyah, 2013).
Gambir 10. Distribusi frekuensi berdasarkan pendidikan agama adalah solusi untuk
memperbaiki moral.
Berdarkan grafik di atas, remaja yang memberi jawaban sangat setuju sebanyak
65,9%. Meskipun jumlahnya hanya 65,9%, namun data ini dikuatkan dengan yang
menjawab setuju sebanyak 31,7%. Nilai rata-rata remaja yang menjawab dari data
tersebut yang memilih sangat setuju sebanyak 2,63 dan setuju sebanyak 1. Hal ini berarti
bahwa remaja yang berada di SMA X di kabupaten Jepara memiliki pengetahuan yang
tinggi terkait mengerti dan memahami dengan pendidikan agama dan pendidikan moral.
Remaja yang berada di SMA X di kabupaten Jepara memiliki pengetahuan yang
baik terkait pedidikan agama dan pendidikan moral. Hal ini disebabkan karena remaja
yang ada di SMA X di kabupaten Jeparapah
amakanpentingnyaperanpemerintahgunamengadakanpenyuluhantentangpendidikan
agama dan moral sehinggadapatterjauhdaripergaulanbebas. Pendidikan adalah
tanggung jawab antara keluarga, masyarakat dan pemerintah (Idris, 1981).
5. SIMPULAN
Berdasarkan data hasil penelitian di atas, rata-rata remaja yang paham dan
mengerti terkait pengetahuan pendidikan agama dan pendidikan moral dalam
pergaulan bebas sebanyak 66,45%, sedangkan remaja yang paham dan
mengerti terkait perilaku pendidikan agama dan pendidikan moral dalam
pergaulau bebas sebanyak 68%, dan sedangkan remaja yang paham dan
mengerti terkait bagaimana cara memberi solusi pendidikan agama dan
pendidikan moral dalam pergaulan bebas sebanyak 65,9% . Remaja yang
memberi jawaban sangat setuju sebanyak 53,7%. Meskipun jumlahnya hanya
53,7%, namun data ini dikuatkan dengan yang menjawab setuju sebanyak
36,6%. Hal ini mengindikasikan masih ada sisa persentase remaja yang
pengetahuan dan perilakunya negative.
Ditemukan data Remaja perlu arahan untuk dalam pemilihan teman yang
kurang sesuai akan mempermudah seseorang terjerumus ke dalam pergaulan
yang bebas sebesar 53,70 %. Hal inidapat disimpulkan remaja yang berada di
SMA X di kabupaten Jepara memiliki pemahaman tentang pendidikan agama
dan moral yang cukup baik. Pendidikan agama dan moral bagi kehidupan
remaja itu sangat penting dalam kehidupan bermasyarakat agar dapat
terhindar dari kerusakan moral. Kerusakan moral dapat disebabkan
karenakurangnya pemahaman agama, adanya pergaulan bebas, dan pengaruh
dari teman sebaya. Peranan teman sebaya dapat memberikan pengaruh
negatif seperti mencoba meminum alcohol, obat-obatan, dan kenakalan
lainnya. Sebagai solusinya, kita harus pintar-pintar memilih pergaulan,
meningkatkan pendidikan agama dalam kurikulum, serta sosialisasi mengenai
pendidikan agama dan moral tentang pergaulan bebas yang dapat dilakukan
oleh pemerintah dan masyarakat.
SARAN
Berdasarkan data penelitiansiswa perlu arahan untuk dalam pemilihan teman
yang kurang sesuai akan mempermudah seseorang terjerumus ke dalam
pergaulan yang bebas sebesar 53,70 % sehingga ini mengindikasikan anak
tersebut memerlukan arahan pendampingan orang tua.
6. REFERENSI
Kasriyati. (2018). Perhaulan Bebas Pada Kehidupan Remaja Saat Ini. Jurnal.
Bonde, Sella Ayuni. (2015). Kurangnya Pendidikan Agama Islam Berdampak Pada
Pendidikan Moral Anak. Kompasiana.
Sitti Nadirah
Abstract
PENDAHULUAN
1
Yusuf Abdullah , Bahaya Pergaulan Bebas(Jakarta : Media
Dakwah ,1990), h. 142
Patologi sosial adalah ilmu tentang gejala-gejala sosial yang
dianggap “sakit” yang disebabkan oleh faktor-faktor social. Jadi ilmu
tentang “penyakit masyarakat”. Maka penyakit masyarakat itu adalah
segenap tingkah laku manusia yang dianggap tidak sesuai, melanggar
norma-norma umum dan adat istiadat, atau tidak integrasinya dengan
tingkah laku umum.2
Pergaulan bebas adalah salah satu bentuk perilaku
menyimpang, yang mana “bebas” yang dimaksud adalah melewati
batas-batas norma agama yang ada. Masalah pergaulan bebas ini
sering kita dengar baik di lingkungan maupun dari media massa.
Remaja adalah individu labil yang emosinya rentan tidak terkontrol
oleh pengendalian diri yang benar. Masalah keluarga, kekecewaan,
pengetahuan yang minim,dan ajakan teman-teman yang bergaul
bebas membuat makin berkurangnya potensi generasi muda
Indonesia dalam kemajuan agama dan bangsa.
Pergaulan bebas adalah salah satu kebutuhan hidup dari
makhluk manusia sebab manusia adalah makhluk sosial yang dalam
kesehariannya membutuhkan orang lain, dan hubungan antar
manusia dibina melalui suatu pergaulan (interpersonal relationship).
Pergaulan juga adalah HAM setiap individu dan itu harus
dibebaskan, sehingga setiap manusia tidak boleh dibatasi dalam
pergaulan, apalagi dengan melakukan diskriminasi, sebab hal itu
melanggar HAM. Jadi pergaulan antar manusia harusnya bebas,
tetapi tetap mematuhi norma hukum, norma agama, norma budaya,
serta norma bermasyarakat. Jadi, kalau secara medis kalau pergaulan
bebas namun teratur atau terbatasi aturan-aturan dan norma-norma
hidup manusia tentunya tidak akan menimbulkan ekses-ekses seperti
saat ini. Di antara ciri-ciri dari pergaulan bebas adalah sebagai
berikut:
2
Kartini Kartono, Patologi social(PT. RajaGrafindo
Persada:Jakarta, 2005), h.4
a. Penghamburan harta untuk memenuhi keinginan sex
bebasnya
b. Upaya mendapatkan harta dan uang dengan menghalalkan
segala cara termasuk dari jalan yang haram dan keji.
c. Menimbulkan perilaku munafik dalam masyarakat
d. Rasa ingin tahu yang besar
e. Rasa ingin mencoba dan merasakan
f. Terjadi perubahan-perubahan emosi, pikiran, lingkungan
pergaulan dan tanggung jawab yang dihadapi.
g. Mudah mengalami kegelisahan, tidak sabar, emosional, selalu
ingin melawan, rasa malas, perubahan dalam keinginan,
ingin menunjukkan eksistensi dan kebanggaan diri serta
selalu ingin mencoba dalam banyak hal.
h. Kesukaran yang dialami timbul akibat konflik karena
keinginannya menjadi dewasa dan berdiri sendiri dan
keinginan akan perasaan aman sebagai seorang anak remaja
dalam keluarganya.
i. Banyak mengalami tekanan mental dan emosi. Terjerat dalam
pesta hura-hura ganja, putau, ekstasi, dan pil-pil setan lain.
Terdapat banyak sebab remaja melakukan pergaulan bebas.
Penyebab tiap remaja mungkin berbeda tetapi semuanya berakar dari
penyebab utama yaitu kurangnya pegangan hidup remaja dalam hal
keyakinan/agama dan ketidakstabilan emosi remaja. Hal tersebut
menyebabkan perilaku yang tidak terkendali, seperti pergaulan bebas
& penggunaan narkoba yang berujung kepada penyakit seperti HIV
& AIDS ataupun kematian. Berikut ini di antara penyebab maraknya
pergaulan bebas di Kalangan remaja :
a. Sikap mental yang tidak sehat
Sikap mental yang tidak sehat membuat banyaknya remaja
merasa bangga terhadap pergaulan yang sebenarnya merupakan
pergaulan yang tidak sepantasnya, tetapi mereka tidak
memahami karena daya pemahaman yang lemah. Dimana
ketidakstabilan emosi yang dipacu dengan penganiayaan emosi
seperti pembentukan kepribadian yang tidak sewajarnya
dikarenakan tindakan keluarga ataupun orang tua yang
menolak, acuh tak acuh, menghukum, mengolok-olok,
memaksakan kehendak, dan mengajarkan yang salah tanpa
dibekali dasar keimanan yang kuat bagi anak remaja, yang
nantinya akan membuat mereka merasa tidak nyaman dengan
hidup yang mereka biasa jalani sehingga pelarian dari hal
tersebut adalah hal berdampak negatif, contohnya dengan
adanya pergaulan bebas
b. Pelampiasan rasa kecewa
Ketika seorang remaja mengalami tekanan dikarenakan
kekecewaannya terhadap orang tua yang bersifat otoriter
ataupun terlalu membebaskan, sekolah yang memberikan
tekanan terus menerus(baik dari segi prestasi untuk remaja
yang sering gagal maupun dikarenakan peraturan yang terlalu
mengikat), lingkungan masyarakat yang memberikan masalah
dalam sosialisasi, sehingga menjadikan remaja sangat labil
dalam mengatur emosi, dan mudah terpengaruh oleh hal-hal
negatif di sekelilingnya, terutama pergaulan bebas dikarenakan
rasa tidak nyaman dalam lingkungan hidupnya.
c. Kegagalan remaja menyerap norma
Hal ini disebabkan karena norma-norma yang ada sudah
tergeser oleh modernisasi yang sebenarnya adalah westernisasi.
Ini semua bisa terjadi karena adanya faktor-faktor kenakalan
remaja berikut:
• Kurangnya kasih sayang orang tua.
• Kurangnya pengawasan dari orang tua.
• Pergaulan dengan teman yang tidak sebaya.
• Peran dari perkembangan iptek yang berdampak negatif.
• Tidak adanya bimbingan kepribadian dari sekolah.
• Dasar-dasar agama yang kurang.
• Tidak adanya media penyalur bakat dan hobinya
• Kebebasan yang berlebihan
• Masalah yang dipendam.
Dampak yang ditimbulkan Pergaulan Bebas yang mana identik
sekali dengan yang namanya “dugem” (dunia gemerlap). Yang
sudah menjadi rahasia umum bahwa di dalamnya marak sekali
pemakaian narkoba. Ini identik sekali dengan adanya seks
bebas. Yang akhirnya berujung kepada HIV/AIDS. Dan
pastinya setelah terkena virus ini kehidupan remaja akan
menjadi sangat timpang dari segala segi.
Faktor-faktor yang menyebabkan remaja melakukan pergaulan
bebas yang mengarah kepada prilaku menyimpang menurut Rizki
Dwi Hartono dan Nur Dyah Gyanawati disebabkan oleh dua faktor
yakni Faktor internal dan Faktor eksternal3
a. Faktor Internal
Faktor internal merupakan faktor yang muncul karena
adanya dorongan dan kemauan dari individu itu sendiri. Pribadi
manusia dapat dipengaruhi oleh sesuatu, karena itu ada usaha
untuk membentuk pribadi, membentuk watak atau mendidik
watak seseorang. Sejak dahulu diketahui bahwa pribadi tiap
individu tumbuh atas dua kekuatan, yaitu kekuatan dari dalam,
yang sudah dibawanya sejak lahir atau bisa disebut juga dengan
kemampuan dasar dan kemampuan dari luar, yang diterima dan
dipelajari individu dari keadaan sekitarnya dia berada. Pada
tulisan ini ada dua hal yang secara internal ditemukan dalam
mempengaruhi perilaku seksual remaja, diantaranya:
1) Aspek Perkembangan Alat Seksual (Biologis)
Perkembangan alat seksual (biologis) merupakan salah satu
bentuk ciri-ciri perubahan pada remaja yang nampak dari luar,
3
http://repository.unej.ac.id/bitstream/handle/123456789/58735/Riz
ki%20Dwi%20Hartono.pdf?sequence=1, 29 November 2017
sehingga secara langsung perubahan yang terjadi dapat dilihat
oleh orang lain. Dari hal tersebut tentunya akan memiliki
dampak apabila remaja yang mengalami perubahan pada
fisiknya atau alat seksualnya (biologis) yang tidak terkontrol
dengan baik. Hal ini dapat memancing pemikiran negatif
seseorang terhadap remaja yang menyalahgunakan perubahan
pada alat seksualnya (biologis). Dengan adanya perubahan alat
seksual yang terjadi pada remaja perempuan mengakibatkan
adanya pemikiran negatif bagi sebagian remaja laki-laki.
Perubahan yang terjadi pada alat seksual remaja perempuan
merupakan sebagai sarana untuk melakukan hubungan seks,
sehingga penilaian mereka kepada remaja perempuan hanya
sebatas alat pemuas nafsu. Remaja yang demikian ini tidak
akan mampu menjalin hubungan yang serius dengan
perempuan, karena pemikiran mereka terhadap perempuan
hanya didasari oleh nafsu, bukan perasaan. Hal ini sesuai
dengan pendapat Purwoko yang menjelaskan bahwa
penyebab remaja berperilaku menyimpang yaitu salah satu
dikarenakan adanya kualitas dari pribadi remaja itu sendiri,
seperti perkembangan emosional yang kurang, adanya
hambatan dalam perkembangan hati nurani dan
ketidakmampuan dalam mempergunakan waktu luang
sehingga lebih memilih kegiatan alternatif yang keliru dan hal
tersebut dijadikan dalam kehidupan sehari-hari.4
2) Aspek Motivasi
Masa remaja merupakan masa dimana seorang anak remaja
mulai dihadapkan pada realita kehidupan. Pada saat inilah
jiwa seoarang remaja mengalami peralihan dari jiwa kekanak
remaja-kanak remajaan kearah pendewasaan. Dalam masa
4
Dian Rahmawati, Kontrol Sosial Masyarakat terhadap Perilaku
Seks Pranikah Mahasiswa di RumahKost(Jember: Universitas Jember,
2012), h. 26
peralihan ini tentunya anak remaja banyak mengalami
peristiwa baru yang selama ini belum pernah dialami pada
masa sebelumnya. Peralihan keadaan inilah yang dapat
memicu timbulnya dorongan untuk mencoba hal-hal baru
yang selama ini belum pernah mereka coba, tentunya tanpa
pemikiran yang matang tentang akibat-akibat yang bisa
ditimbulkan karena keterbatasan pemikiran pada usia dewasa.
Sarwono yang menjelaskan bahwa motivasi adalah dorongan
bertindak untuk memuaskan suatu kebutuhan, dorongan
dalam motivasi diwujudkan dalam bentuk tindakan.5Terdapat
anggapan bahwa melakukan hubungan seks dengan tujuan
untuk menjaga keutuhan hubungan yang telah mereka jalin
bersama dengan pasangan masing-masing. Anggapan bahwa
dengan melakukan seks dapat menjaga keutuhan hubungan
merupakan hal yang keliru.. Keadaan tersebut sesuai dengan
pendapat Darmasih yang menjelaskan bahwa apabila orang-
orang yang terlibat saling mencintai ataupun saling terikat
menganggap bahwa hubungan seks sebelum menikah
dianggap “benar”.6
b. Faktor Eksternal
Faktor eksternal merupakan faktor yang datang dari luar individu,
yang dapat mendorong remaja untuk melakukan seks bebas.
Diantaranya7:
1) Aspek Keluarga
Di dalam keluarga jelas dibutuhkan adanya komunikasi terutama
orang tua dengan anak remaja-anak remajanya, karena hal
5
Ririn Darmasih, Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Seks
Pranikah pada Remaja SMA di Surakarta(Surakarta: Universitas
Muhammadiyah Surakarta, 2009), h.13
6
Ibid., h. 32
7
http://repository.unej.ac.id/bitstream/handle/123456789/58735/Riz
ki%20Dwi%20Hartono.pdf?sequence=1, 29 November 2017
tersebut dapat memberikan kehangatan dan hubungan yang baik
antara orang tua dan anak remaja. Dengan adanya komunikasi,
orang tua dapat memahami kemauan dan harapan anak remaja,
demikian pula sebaliknya. Sehingga akan tercipta adanya saling
pengertian dan akan sangat membantu di dalam memecahkan
atau mencari jalan keluar dari persoalan yang dihadapi anak
remajanya. Komunikasi merupakan hal yang penting dalam
keluarga, karena dengan komunikasi dalam suatu keluarga
terlihat adanya interaksi, hubungan yang akrab antar
keluarga.Berbeda halnya ketika seorang anak remaja berada pada
keluarga yang kurang adanya komunikasi antara orang tua
dengan anak remaja. Hal ini dapat mengakibatkan anak remaja
akan merasa kesepian di dalam keluarga. Kartono yang
menjelaskan bahwa keluarga memiliki pengaruh yang luar biasa
besarnya dalam pembentukan watak dan kepribadian anak
remaja.8Hal tersebut sesuai dengan pendapat Taris dan Senim
yang berpendapat bahwa remaja yang tidak memiliki hubungan
erat dan pengawasan dengan orang tua cenderung terlibat dalam
hubungan seksual pranikah9.
2) Aspek Pergaulan
Bagi remaja seorang teman merupakan suatu kebutuhan,
sehingga terkadang teman dianggap sebagai “orang tua kedua”
bagi remaja. Dorongan untuk memiliki teman dan membentuk
suatu kelompok juga dapat dipandang sebagai usaha agar tidak
tergantung dengan orang yang lebih dewasa atau sebagai
tindakan nyata dalam interaksi sosial. Maka didalam lingkungan
pergaulan remaja selalu kita temukan adanya kelompok teman
8
Kartini Kartono, Psikologi Abnormal (Bandung: CV. Mandar
Madju, 1988), h. 286.
9
Cyntia Puspitasari, T. Sikap Remaja Terhadap Hubungan Seksual
Pranikah Ditinjau Dari Keterbukaan Dengan Orang Tua(Semarang:
Universitas Katolik Soegijapranata, 2012), h. 41
sebaya. Pergaulan dengan teman sebaya dapat membawa
seseorang kearah positif dan negatif. Aspek positifnya adalah
tersedianya saluran aspirasi, kreasi, pematangan kemampuan,
potensi dan kebutuhan lain sebagai output pendidikan orang tua
dan potensinya. Akan tetapi jika yang dimasukinya adalah
lingkungan yang buruk maka akan mendorong mereka kepada hal
negatif. Pergaulan dengan teman sebaya yang di dalamnya
terdapat keakraban dan adanya intensitas pertemuan yang tinggi
dapat memberikan pengaruh terhadap individu lain di dalam
kelompok tersebut. A. Islami menjelaksan bahwa dengan adanya
ikatan secara emosional dalam kehidupan peer group akan
mendapatkan berbagai manfaat dan pengaruh yang besar bagi
individu yang berada dalam kelompok tersebut. 10 Misalnya
timbul rasa penasaran dan keinginan untuk mencoba kebiasaan
yang dilakukan oleh salah satu individu dalam kelompok
tersebut. Hal tersebut akan berdampak positif ketika individu di
dalam kelompok pergaulan meniru kebiasaan yang dilakukan
oleh salah satu teman kelompoknya yang melakukan perbuatan
positif. Berbeda halnya ketika individu tersebut meniru perbuatan
yang negatif dari salah satu teman di dalam kelompoknya, maka
kemungkinan besar individu tersebut akan meniru perbuatan
negatif dari temannya. Hal ini sesuai dengan pendapat
Adamassasmita yang menjelaskan bahwa remaja yang terlibat
dengan tingkah laku delinquent akan mengarah kepada tingkah
laku delinquent yang dibawa oleh teman-teman sebayanya.
Keadaan ini disebabkan karena tingkat keakraban yang dekat dan
intensitas pertemuan yang tinggi.11
10
Alam IslamiMahbub, M., Faktor-Faktor Eksternal Yang
Menyebabkan Siswa SMA Bermain Game Online Beserta Dampak-
Dampaknya(Jember: Universitas Jember, 2012), h. 22-23.
11
Ibid, h. 69
Sitti Nadirah, Peranan Pendidikan dalam … | 321
13
Burhanuddin Latief, Sekitar Penyakit Menular Seksual, Pedoman
Rakyat, No. 27, 28 Maret 1996, h. 3
14
Fatthi Yakin, Islam dan Seks (Cet. III. Jakarta, Cv. Firdaus,
1991), h. 46-47
Sitti Nadirah, Peranan Pendidikan dalam … | 322
15
Marwali Harahap, Penyakit Menular Seksual (Cet. 2.
Pt.Gramedia, Jakarta, 1990) h. 13-159.
Menurut Aisyah, dampak yang ditimbulkan dari pergaulan bebas
terhadap kesehatan di antaranya16:
a. Adanya dampak Fisik bagi wanita yang di bawah usia 17
tahun yang pernah melakukan hubungan seks bebas akan
beresiko tinggi terkena kanker serviks.
b. Beresiko tertular penyakit kelamin dan HIV-AIDS yang biasa
menyebabkan kemandulan bahkan kematian.
c. Terjadinya KTD (Kehamilan yang Tidak Diinginkan) hingga
tindakan aborsi yang dapat menyebabkan gangguan
kesuburan, kanker rahim, cacat permanen bahkan berujung
pada kematian.
b. Dampak Psikis
Persisifisme pergaulan bebas di kalangan remaja dewasa ini,
memunculkan
proses perubahan orientasi dan sudut pandang terhadap fenomena
kehidupan itu sendiri. Pergaulan tanpa batas yang dari sudut
pendidikan Islam jelas-jelas tidak bisa dibenarkan walau ditinjau
dari sudut manapun sekedar untuk melihat
kebenarannya.Pergaulan bebas di kalangan remaja baik pada laki-
laki dan terlebih lagi pada remaja putri, bukan hanya
merendahkan martabatnya sebagai wanita, tetapi juga menjual
masa depannya dengan harga murah. Pola pikir instan ketidak
patuhan pada pola tuntunan agama, dangkalnya pemahaman
terhadap pesan moral budaya bangsa menjadikan pelakunya
kehilangan masa depan.17
Tidak bisa dinafikan lagi, gambaran kelam fenomena
pergaulan bebas tersebut memunculkan konsekuensi psikologis
16
Aisyah, Dampak Negatif Pergaulan BebasTerhadap
Generasi Muda Menurut Tinjauan Pendidikan Islam, Skripsi (UIN
Alauddin Makassar, 2013), h. 32
17
Abu Al-Gifarri, Romantika Remaja, Kisah-kisah Tragis dan
Solusinya dalam Islam(Bandung, Mujahid Press, 2002), h.124.
dan resiko-resiko kejiwaan yang sulit diobati dengan terapi
tehknologi kesehatan. Di antara konsekuensi psikologi tersebut
adalah sebagai berikut:
1) Pergeseran pandangan remaja modern terhadap seks
Pergaulan bebas, seks di luar nikah, kumpul kebo dan
semacamnya sudah menjadi tradisi yang tidak asing lagi
disaksikan melalui pemberitaan media massa. Pacaran bahkan
dijadikan ukuran untuk melihat kesetiaan dengan kesediaan
untuk mencurahkan kasih tanpa batas di luar nikah.
Pandangan remaja terhadap nilai kesucian dan
18
keperawananpun mulai bergeser.
Sebagai konsekuensi rill adalah munculnya sipat sulit
mempercayai orang lain di sekelilingnya. Perasaan berdosa,
benci pada diri sendiri, perasaan tidak berharga dan beragam
beban psikis lainnya pada gilirannya nanti akan membawa
trauma berkepanjangan pada pelakunya.
2) Pergaulan bebas dan perilaku seks yang eksplosif.
Dapat memicu individu berprilaku menyimpang seksual
untuk memuaskan keinginan–keinginan di luar batas
kewajaran.
3) Pergaulan bebas adalah awal dari kesesatan selanjutnya.
Biang kesesatan yang umum terjadi di kalangan
remaja sekarang ini adalah munculnya budaya pacaran yang
menjadi biang keladi kemungkaran. Pacaran pada umumnya
melegalkan hubungan mesra antara lawan jenis sebelum
jenjang pernikahan.
Umumnya generasi muda tidak menyadari bahwa
pacaran yang dijalaninya adalah sebuah jalan yang
menghantarkannya pada aib, kerusakan moral dan harga diri
yang tergadaikan. Dengan setia mempersembahkan
18
Ibid, h.129
kehidupannya pada nafsu serakah yang menjadikannya
sebagai sosok binatang yang bertubuh manusia. Kenyataan ini
menjadikan manusia yang berprilaku demikian diatas berada
dalam kondisi psikis yang labil , tidak merasakan nikmat
kepuasan batin yang sempurna, serta kosong jiwanya dari
cahaya Ilahi.
Dampak Psikologis yang seringkali terlupakan ketika
melakukan free seks atau mengalami dampak fisik akibat free
seks diatas adalah akan selalu muncul rasa bersalah, marah,
sedih, menyesal, malu, kesepian, tidak punya bantuan,
bingung, stress, benci pada diri sendiri, benci pada orang
yang terlibat, takut tidak jelas, insomnia (sulit tidur),
kehilangan percaya diri, gangguan makan,
kehilangankonsentrasi, depresi, berduka, tidak bisa
memaafkan diri sendiri, takut akan hukuman Tuhan, mimpi
buruk, merasa hampa, halusinasi, sulit mempertahankan
hubungan.
Secara psikologis seks pra nikah memberikan dampak
hilangnya harga diri, perasaan dihantui dosa, perasaan takut
hamil, lemahnya ikatan kedua belah pihak yang menyebabkan
kegagalan setelah menikah, serta penghinaan terhadap
masyarakat. Maka pengendalian hawa nafsu sebagai jihad
terbesar sepanjang hidup dengan kepatuhan dan keimanan
pada ajaran agama. Dengan hal ini dapat mencegah hubungan
terlalu jauh sebelum nikah. Bagi yang tidak mampu
mengendalikan hawa nafsu seyogyanya melaksanakan
pernikahan dengan dasar kesiapan dari kedua
pasangan secara kepribadian, kematangan mental, emosional,
sosial dan fisik serta sikap mengedepankan rasa tanggung
jawab. Dan tak lupa syarat pernikahan ini haruslah berdasar
perasaan saling cinta-mencintai dan harga-menghargai.
Sudah semestinya generasi muda menghindari budaya
berpacaran yang mana pacaran merupakan budaya asing yang
belepotan syahwat dan birahi. Bahkan ketika cinta itu tumbuh
semakin dewasa, syahwat dan birahi tidak lagi menjadi tujuan
yang memiliki arti. Dalam bentuknya yang dewasa itu, cinta
lebih kentara dengan wujud kepasrahan, keikhlasan, dan
peneguhan eksistensi.
c. Dampak bagi Masyarakat
Di satu segi masalah seks sangat bebas seperti di kalangan
orang-orangmaterialistis. Dan disegi lain dibatasi semaksil
mungkin, seperti di kalangan orang-orang sufi yang ekstrim.
Akan tetapi, Islam mempunyai posisi tersendiri dalam
mengaturnya. Tujuan dari pengaturan ini ialah untuk
menjamin kestabilan masyarakat dari kerusakan-kerusakan
yang ditimbulkan oleh penyimpangan-penyimpangan dalam
masalah seks. Jika kita mempelajari atau membaca lembaran-
lembaran sejarah tentang keadaan berbagai bangsa di masa
lampau yang mengalami kehancuran, maka kita akan
mengetahui bahwa kehancuran itu disebabkan oleh kebebasan
seks.
Fathi Yakin mengatakan dampak negatif yang
ditimbulkan oleh pergaulan bebas bagi masyarakat, ada empat
yaitu19:
a. Seks dapat merongrong kekayaan rakyat.
Keserakahan seks dan keonaran dalam suatu
masyarakat, Secara spontan dibarengi oleh tersebarnya
kemewahan, kemubaziran dan penghamburan kekayaan, yang
mempunyai dampak sangat jelek terhadap masyarakat. Sebab
rakyat kehilangan sumber daya yang seyogyanya bisa
dimamfaatkan di sektor-sektor lain, seperi industri pertanian
19
Fathi Yakin, op.cit., h. 69-72
dan pembangunan, serta hal-hal yang dapat menunjang
kemajuan dan kemakmuran.
b. Seks mempengaruhi kesehatan umum.
Bila kebebasan seks diiringi dengan menghambur-
hamburkan kekayaan melanda suatu bangsa, maka hal itu
mengakibatkan dampak negatif terhadap masyarakat, dimana
mereka akan ditimpa berbagai penyakit dan penderitaan.
Seorang Dokter Prancis mengungkapkan bahwa setiap tahun
di Prancis tiga puluh ribu orang meninggal dunia akibat
penyakit sipilis.
c. Seks Dapat Merusak Hubungan Masyarakat.
Di antara dampak negatif dari kebebasan seks adalah
hancurnya keluarga dan rusaknya kesatuan masyarakat, serta
putusnyan hubungan silaturahmi.
d. Seks Dapat Melunturkan Akhlak.
Di antara fenomena keruntuhan akhlak akibat
kebebasan seks, adalahmenonjolnya tabiat hewani pada
seseorang, menyebarnya sifat masa bodoh tanpa batas.
Menelaah pendapat di atas dapat dikonklusikan bahwa
efek pergaulan bebas tidak hanya berbahaya bagi para remaja
akan tetapi berdampak negatif bagi kemaslahatan seluruh ummat
manusia.
Pengalaman sejarah telah membuktikan betapa besarnya
harta kekayaan untukmerongrong masyarakat menghambur-
hamburkan harta kekayaannya untuk memenuhi kebutuhan
seksualnya dengan cara ilegal. Kekayaannya terkuras
dipergunakan untuk perbuatan yang tidak bermanfaat, akhlak
menjadi rusak dan hubungan antara sesama manusia serta
hubungan dengan Tuhan akan terputus. Dengan demikian
mereka akan ditimpa dengan berbagai macam penyakit yang
membahayakan seperti penyakit AIDS, sipilis serta penyakit
kelamin lainnya. Sehingga mereka dihantui dengan ketakutan,
yang disebabkan perbuatan mereka sendiri, maka dengan
demikian mereka sendirilah yang mengeksekusi diri mereka.
22
Ibid
23
Bandura, A. Social foundations of thought and action: A
social cognition theory(New Jersey : Prentice Hall, Inc, 1986), h.96.
2. Bagaimana lingkungan terdekat (orang tua dan pendidik)
memperlakukan orang lain ketika anak remaja berada pada situasi
tersebut?
Salah satu cara manusia belajar adalah melalui pengamatan atau
observasi. Hasil belajar tersebut tidak selalu direfleksikan dalam
bentuk tindakan saat itu juga. Walaupun tidak langsung tertuju ke
anak remaja, namun anak remaja sebagai anak remaja aktif terus
merekam apa yang terjadi pada lingkungannya. Sesuatu yang
dipelajari dalam satu waktu mungkin akan direfleksikan dalam
bentuk perilaku dalam waktu yang lain. Hal ini dapat diartikan
bahwa hasil belajar anak remaja dari lingkungan dapat saja tidak
langsung terlihat, akan tetapi sangat dimungkinkan muncul dalam
tahapan perkembangan selanjutnya. Konsekuensi terhadap
perilaku tersebut berperan penting dalam belajar. Ketika perilaku
yang diamati mendapat konsekuensi yang baik dan
menyenangkan bagi model, maka anak remaja cenderung untuk
menirunya. Begitupun sebaliknya, bila perilaku yang diamati
tersebut tidak mendapatkan konsekuensi yang positif, maka
cenderung tidak ditiru. Konsekuensi yang didapatkan model ini
dapat bersifat eksternal, yaitu seseorang mengatakan atau
memberi sesuatu atas perilaku model terhadap dirinya. Selain itu
juga dapat bersifat internal yang ditunjukkan dengan respon
kepuasan pada diri model.
3. Apakah ada harapan untuk membentuk karakter yang baik pada
anak remaja dan lingkungannya, baik di dalam keluarga maupun
di lembaga pendidikan?
Nilai atau norma yang ditanamkan kepada anak remaja harus
jelas dan dipahaminya. Selain itu juga menekankan apa arti
penting dari nilai atau norma tersebut bagi diri dan
lingkungannya. Segala aktivitas pengasuhan, baik di rumah, di
lembaga pendidikan, maupun di masyarakat diharapkan memiliki
kesamaan tujuan besar, sedangkan tujuan kecil disesuaikan
dengan kondisi yang dihadapi. Adanya harapan tersebut akan
mengarahkan perilaku. Hal ini dikuatkan oleh Albert Bandura
bahwa harapan merupakan variabel penting dalam pengubahan
lingkungan maupun perilaku. Suasana yang kondusif dan
konsisten yang berlaku untuk semua, akan mempercepat
terwujudnya harapan tersebut.24 Hal ini dikarenakan anak remaja
memahami setiap langkahnya dan terhindar dari kebingungan
aturan.
4. Apakah anak remaja diberi kesempatan untuk mempraktikkan
karakter yang baik?
Belajar menguasai kemampuan tertentu membutuhkan berbagai
kesempatan bagi anak remaja untuk mempraktekkan kemampuan
tersebut dengan dukungan dan bimbingan. Orangtua dan
pendidik memberikan atmosfer yang kondusif, sehingga anak
remaja dapat bebas mengekspresikan pemikiran kritis dan sesuatu
yang dipikirkan ataupun dirasakan. Komunikasi terbuka dan
diskusi tentang isu-isu tertentu akkan membuka wawasan dan
perilaku yang lebih bijak dalam menghadapi sesuatu. Melalui
pembiasaan, perilaku adaptif akan muncul spontan ketika anak
remaja menemukan kejadian sesuatu yang harus dihadapi.
5. Apakah ada kerjasama antara orangtua dan pihak lembaga
pendidikan ?
Pentingnya peranan orangtua dalam pendidikan anak remaja
telah disadari banyak pihak sebagai salah satu pilar keberhasilan
pendidikan anak remaja. Berbagai hasil penelitian menunjukkan
bahwa bila orangtua berperan terhadap pendidikan anak remaja di
lembaga pendidikan, maka dampak-dampak positif yang
dirasakan, yaitu :
24
Santrock, J. W.,Life-span Vevelopment, diterjemahkn oleh
Achmad Chusairi, S.Psi & Drs. Juda Damanik, M.S.W., dengan judul
Perkembangan Masa Hidup(Jakarta : Penerbit Erlangga, 2006), h. 85
a. Adanya kesuksesan anak remaja beradaptasi di sekolah,
ditandai dengan adanya prestasi yang diraih atau mudahnya
penguasaan dasar-dasar bidang akademik.
b. Sangat berkaitan dengan peningkatan harga diri anak remaja,
berkurangnya permasalahan perilaku serta meningkatkan
motivasi untuk menjalankan program kegiatan belajar
c. Bagi pihak lembaga pendidikan, terjalinnya kerjasama
dengan orangtua akan membawa kemudahan pendidik dalam
menentukan strategi yang benar dalam menghadapi anak
remaja serta memunculkan perlakuan yang konsisten antara
orangtua dan pihak pendidik
Siapa sajakah yang Menjadi Sumber Pembentukan Karakter
Anakusia remaja ?
Pertama, keluarga.
Faktor keluarga diyakini sebagai faktor yang paling utama
berpengaruh pada anak usia remaja. Melalui aktivitas pengasuhan
yang terlihat dari cara yang dipilih orangtua dalam mendidik anak,
anak remaja akan tumbuh dan berkembang dari pengalaman yang
didapatnya. Studi-studi menemukan bahwa hubungan yang hangat
dan saling mendukung dalam keluarga berhubungan dengan
pembentukan karakter yang positif pada anak usia remaja.
Sebaliknya hubungan antara orangtua dan anakusia remaja yang
penuh dengan konflik dan sikap kekerasan berhubungan dengan
kemunculan masalah-masalah psikologis pada masa selanjutnya.
Pemecahan masalah sosial merupakan bagian dari kompetensi sosial
sebagai hasil dari interaksi yang kompleks antara anak remaja dan
lingkungan. Peran dan keteladanan orangtua, aktivitas pengasuhan,
dan interaksi sehari-hari mengajarkan arah dari strategi pemecahan
masalah sosial. Lebih lanjut dijelaskan bahwa hubungan antara anak
remaja dan orangtua atau pendidik yang menimbulkan rasa aman
yang digambarkan anak merasa dirinya layak dan berharga
diprediksikan akan mempengaruhi bagaimana anak mengatasi
masalah yang menekan ataupun masalah sehari-hari dengan cara
yang positif. Pada intinya, bagi orangtua maupun pendidik, hubungan
dengan anak remaja diharapkan adanya keterbukaan, suportif, penuh
kasih sayang, saling menghargai, serta konsisten25.
Kedudukan orang tua yakni ibu dan bapak peranannya
sangat strategis dalam membina dan mengembangkan potensi-
potensi yang ada pada diri setiap anak–anaknya, sebelum anak-anak
itu memasuki atau melanjutkan kejenjang pendidikan formal. Di
samping itu pula ia juga sebagai motivator untuk mengarahkan anak-
anaknya agar dalam berbuat dan bertindak beorientasi kepada sipat
yang konstruktif,penuh kebahagiaan terlepas dari tindakan dan
perbuatan yang dstruktif. Keluarga yang baik akan berpengaruh
positif bagi perkembangan anak, sedangkan keluarga yang jelek
akan berpengaruh negatif.26
Dengan demikian dapat dipahami bahwa kedudukan orang
tua juga berpengaruh pada tingkah laku anak-anaknya. Apa yang
diperbuat oleh orang tuanya pasti akan diikuti oleh anak-anaknya
pula. Situasi keluarga sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan.
kepribadian seorang anak. Suami dan istri yang hidup rukun atau
yang selalu cekcok dalam rumah tangga yang dilihat dan didengar
anaksetiap hari, pasti mempengaruhi seluruh kehidupannya.
Free seks yang terjadi di kalangan remaja tidak terlepas dari
faktor keluarga. Keadaan orang tua yang kurang memperhatikan
anak-anaknya dalam kehidupannya sehari-hari yang disebabkan salah
satu di antara komponen keluarga tersebut terlalu sibuk sehingga
tidak dapat memberikan pendidikan kepada anak-anaknya. Dalam
kaitan ini Bimo Walgito yang dikutib oleh Sudarsono bahwa tidak
jarang orang tua tidak dapat bertemu dengan anak-anaknya. Coba
25
Berkowitz, op.cit., h. 75.
26
Sudarsono, Kenakalan Remaja (Cet. II, Jakarta: PT. Rineka Cipta
1991), h.125.
bayangkan orang tua kembali dari kerja, anak-anak sudah bermain di
luar, anak pulang orang tua sudah pergi lagi, orang tua datang anak-
anak sudah tidur, dan seterusnya. Keadaan yang semacam ini jelas
tidak menguntungkan perkembangan anak. Dalam situasi keluarga
yang demikian anak mudah mengalami frustasi, mengalami komplik-
komplik psikologis.27
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan
bahwa tindakan orang para tua dalam hal ini bapak dan ibu yang
jarang bertemu dengan anak-anaknya akan memberikan peluang
maksimal terhadap anak-anaknya untuk senantiasa berberintegrasi
dengan lingkungan di mana anak tersbut berada.
Pengalaman-pengalaman yang diperoleh anak apakah itu
pengalaman baikataukah pengalaman buruk akan senantiasa
berpengaruh terhadap psikisnya. Sehingga anak tersebut mencari
jalan keluar untuk memecahkan masalahnya dengan sendiri, apakah
hasil analisis itu baik atau tidak, itu tidak pernah dipikirkan. Baginya
yang penting problema dapat teratasi sekalipun bertentangan dengan
ajaran agama dan nilai-nilai moral serta budaya masyarakat. Maka
tidak mengherankan dalam keluarga seperti ini memberikan peluang
kepada remaja untuk berbuat melakukan pergaulan bebas dalam
bentuk seks bebas di luar nikah.
Pada dasarnya pergaulan bebas yang terjadi di kalangan para
remaja yang
disebabkan oleh faktor keluarga ini, juga disebabkan oleh ketidak
harmonisan hubungan suami istri dalam membina keluarga sakinah,
yang menyebabkan broken home. Kenyataan menunjukkan bahwa
anak-anak yang melakukan kejahatan disebabkan karena di dalam
keluarga terjadi disentigrasi.
Dengan demikian orang tua dalam hal ini ibu dan bapak yang
tidak pernah
27
Ibid
memberikan perhatian ataukah membiarkan anak-anaknya begitu
saja dalam berinteraksi dengan suasana lingkungan yang tidak
menguntungkan berpengaruh
buruk terhadap perkembangan jiwa anak. Sehubungan dengan
pembahasan di atas
Henri N. Siahaan berpendapat bahwa apabila dalam suatu keluarga
ayah dan ibu sibuk dengan urusan masing-masing, maka pengawasan
dan pengadilan terhadap anak-anak sudah pasti berkurang. Anak-
anak akan terlalu bebas melakukan apa saja yang diinginkan tanpa
ada larangan atau petunjuk yang kongkrit dari orang tuaSituasi
rumah tangga yang demikian mempunyai peluang besar untuk
menghasilkan anak-anak nakal.28
Hal yang sama pula di kemukakan oleh Marawali Harahap
bahwa tidak
disilinnya pengawasan orang tua dapat mempengaruhi agama
terhadap para remaja bertambah longgar. Anak mudah lebih cepat
matang dari semula dan berhasrat berdikari pada umur yang lebih
muda. Kesempatan bergaul bebas pada masing-masing jenis menjadi
lebih muda pada waktu itu.29
Jika disimpulkan kedua pendapat di atas dapat dipahami
bahwa minimnya
perhatian orang tua terhadap anaknya akan berpengaruh terhadap
perkembangan
tingkah laku anak. Dalam hal ini peluang untuk melakukan pergaulan
bebas lebih
besar. Seluruh kegagalan di kalangan remaja membuktikan bahwa,
dimasa kanak-
28
Henry N. Siahaan,Pembinaan Anak dala Keluarga (Cet. II;
Jakarta: PT. Rineka Cipta 1991), h. 31
29
Marwali Harahap, Penyakit menular Seksual (Cet.II;Pt. Gramedia
,Jakarta, 1990), h. 4
kanak mereka tidak bisa menyusuaikan dirinya dan bekerja sama
dalam kehidupan keluarganya. Manaster dan Corsini berpendapat,
yang dikutip Mauricie Balson mengatakan bahwa setiap kenakalan
dimulai dari rumah. Anak-anak hanya berbuatmenyerang orang lain
jika sudah terlatih untuk bersikap menyerang didalam keluarganya.
Orang tua yang bertindak kasar atau tak ambil peduli, di luar
sadarnya,telah menjadikan remaja nakal melalui metode yang salah
arah. Bersikap sebagaiorang tua baik,adalah jalan pemecahan yang
utama yang kita anjurkan untuk melawan kenakalan remaja.30
30
Maurice Balson, Menjadi orang tua Yang Baik (Cet. I, Bumi
Aksara, Jakarta, 1993)h. 144
Sitti Nadirah, Peranan Pendidikan dalam … | 341
Terjemahnya :
Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada
apa-apa yang diingini, Yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta
yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-
binatang ternakdan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di
dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).
Terjemahnya :
Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak
(pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan
Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi
mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. dan
Barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya Maka
sungguhlah Dia telah sesat, sesat yang nyata.
Terjemahnya
Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, Maka
deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera, dan
janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu
untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada
Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan)
hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang
yang beriman.
Kelima, Komunitas.
Komunitas tidak saja berarti masyarakat saja yang berperan
dalam pembentukan perilaku, tetapi juga termasuk eksposur media.
Melalui Berbagai penelitian telah menunjukkan bahwa media
berperan dalam pembentukan perilaku agresif pada anak-anak.
Sebagai pengendali, orangtua dan pendidik harus bersikap kritis
terhadap tayangan-tayangan yang merusak moral anak. Mengkritisi
setiap tayangan yang ditonton, akan membentuk berfikir kritis pada
anak. Secara berproses, bila pengertian terus diberikan, maka anak
akan menyeleksi sendiri tontonan apa yang baik untuk dirinya.
Berhubungan dengan kondisi lingkungan masyarakat yang
mempengaruhi
terbentuknya pergaulan bebas di kalangan generasi muda. Maka
kecenderungan
perubahan masyarakat menuju destruktif nilai perlu diladeni anak
agar remaja tidak secara spontan mengadopsi etika lingkungan yang
membentuknya menjadi jauh dari tuntunan agama. Anak remaja
sebagai anggota masyarakat selalu mendapat pengaruh dari keadaan
masyarakat dan lingkungannya baik langsung maupun tidak
langsung. Pengaruh yang dominan adalah akselerasi perubahan sosial
yang ditandai dengan peristiwa-peristiwa yang sering menimbulkan
ketegangan seperti persaingan dalam perekonomian, pengangguran ,
media massa, dan fasilitas hiburan lainnya.
Menurut Abu Ahmadi, Lingkungan dapat memberikan
pengaruh yang positif maupun pengaruh yang negatif terhadap
jiwanya, dalam sikapnya, dalam ahklaknya, maupun dalam perasaan
agamanya.32
Menganalisis ke dua konteks asumsi tersebut di atas dapat
dipahami bahwa
perubahan-perubahan sosial dalam masyarakat, yang menuntut
masyarakat untuk
meningkatkan taraf kehidupannya sehingga terjadi persaingan dalam
segala aspek.Hal yang demikian tentunya akan berpengaruh pada
pola kehidupan dalam bermasyarakat. Bagi masyarakat yang hidup di
bawa garis kemiskinan juga berusaha dengan semaksimal mungkin
untuk mendapatkan kehidupan yang layak. Guna memenuhi tuntutan
kebutuhan hidup anggota keluarganya. Pada dasarnya kondisi
ekonomi global memiliki hubungan yang erat dengan timbulnya
kejahatan. Di dalam kehidupan sosial adanya kekayaan dan
kemiskinann mengakibatkan bahaya besar bagi jiwa manusia di
dalam hidupnya termasuk anak-anak remaja.
Pendapat di atas sangat mendasar jika dikaitkan dengan
kenakalan remaja
khususnya terjadinya pergaulan bebas di kalangan generasi muda.
Rangsangan-
rangsangan yang diterima dari lingkungan dimana anak muda itu
berada sangat
32
Abu Ahmadi, Metode Khusus pendidikan Agama (Bandung,
Armico, 1996), h.51
berpengaruh terhadap tingkah lakunya. Keinginan untuk
menyamakan diri dengan
golongan–golongan orang yang memiliki tingkat kehidupan yang
lebih atau kaya
senantiasa mendominasi pemikirannya, sehingga remaja tersebut
berusaha untuk
mendapatkan kehidupan yang selaras dengan kawan-kawannya atau
anggota masyarakat lainnya, sekalipun usaha yang dilakukannya
melanggar hukum, seperti porstitusi dan profesi wanita yang
mengarah kepada pergaulan bebas di luar nikah.
Selain pendididikan yang fokus pada pembentukan karakter
juga sangat diperlukan pendidikan berbasis gender untuk
mengantisipasi anak usia remaja pada pergaulan bebas.
Pendidikan berbasis gender jangan diterjemahkan sebagai
upaya perempuan melawan laki-laki. Bukan demikian. Namun,
bagaimana perempuan dapat mendapatkan kesetaraan nonkodrati.
Yang dalam jangka panjang dapat meningkatkan perlindungan,
pelayanan dan kesejahteraan kaum perempuan yang rentan sebagai
pihak yang paling dirugikan dalam pergaulan bebas pada anak usia
remaja.
Dimana Secara hukum, perempuan dan laki-laki memiliki
hak, kesempatan, dan kewajiban yang sama untuk mendapatkan
pendidikan. Prestasi perempuan dalam dunia pendidikan masih
dipandang rendah dibandingkan dengan kaum laki-laki. Hal itu
menjadikan kaum perempuan belum memiliki ruang dalam
menyalurkan aspirasi-aspirasinya karena keterbatasan akses yang
diirikan oleh masyarakat yang melegitimasi perbedaan peran dan
kedudukan antara laki-laki dan perempuan. Apalagi dalam sebagian
masyarakat kita berasumsi bahwa secara alamiah laki-laki diciptakan
dengan kelebihan-kelebihan yang tidak didapat pada kaum
perempuan. Anggapan semacam ini disebabkan oleh faktor-faktor
kultural masyarakat paternalistik yang cenderung memposisikan
perempuan sebagai second gender; masyarakat kelas dua.Oleh karena
itu dengan terwujudnya pendidikan berbasis gender, perempuan tidak
lagi menjadi korban perilaku pergaulan bebas.
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
*Email: rahmawati.psik@gmail.com
Naskah masuk 1 Januari 2019; review 04 Januari 2019; disetujui terbit 16 April 2019
Abstract
Background: Adolescents’ premarital sexual cases are increasing rapidly and need to be dealt with within the
family (parents), if not handled immediately will lead to other problems, namely unwanted pregnancy, sexually
transmitted diseases, HIV and AIDS.
Objective: This study aimed to determine the personal relationship of adolescents with the implementation of
character education by parents in the prevention of premarital sexual behavior.
Methods: A cross-sectional study design was conducted on 229 adolescents aged 16-17 years with multi-
clusters. Study used a questionnaire. Data analysis used SEM AMOS.
Results: Youth personalities which showed the highest good category based on academic factors of 34.1
percent and the implementation of character education by families (parents) who had the highest good
category was motivating by 24.5% and youth personal factors which were not related to implementation
character education by families (parents) in premarital sexual prevention with a p-value of 0.857.
Conclusion: Personal factors of adolescents do not have a relationship to the implementation of character
education by the family (parents). Adolescents should be directed towards selecting friends, so they do not
engage with premarital sexual behavior and seek information on sexuality education from trusted sources.
Parents have good communication to be able to provide sexual education. Schools can arrange extracurricular
activities in the form of Information Education Communication (IEC) involving students and parents.
Keywords: adolescents’ personal, implementation of character education by parents, prevention of premarital
sexual behavior
Abstrak
Latar belakang: Kasus seksual pranikah remaja meningkat pesat dan perlu ditangani dalam lingkup keluarga
(orang tua), apabila tidak segera ditangani akan mengarah ke masalah lain, yaitu kehamilan yang tidak
diinginkan, penyakit menular seksual, HIV dan AIDS.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan personal remaja dengan pelaksanaan pendidikan
karakter oleh orang tua dalam pencegahan perilaku seksual pranikah.
Metode: Desain penelitian cross-sectional dilakukan pada 229 remaja berusia 16-17 tahun dengan multi-
cluster. Penelitian dengan menggunakan kuesioner. Analisis data menggunakan SEM AMOS.
Hasil: Personal remaja yang menunjukan kategori baik yang paling tinggi berdasarkan faktor akademik sebesar
34,1 persen dan pelaksanaan pendidikan karakter oleh keluarga (orang tua) yang memiliki kategori baik paling
tinggi adalah pemotivasian sebesar 24,5 persen serta faktor personal remaja tidak berhubungan terhadap
pelaksanaan pendidikan karakter oleh keluarga (orang tua) dalam pencegahan seksual pranikah dengan nilai p-
value 0,857.
Kesimpulan: Faktor personal remaja tidak memiliki hubungan terhadap pelaksanaan pendidikan karakter oleh
keluarga (orang tua). Remaja agar diarahkan seleksi dalam memilih teman agar tidak terpengaruh perilaku
seksual pranikah dan mencari informasi pendidikan seksualitas dari sumber yang terpercaya. Orang tua
melakukan komunikasi yang baik untuk dapat memberikan pendidikan seksual. Sekolah dapat menyusun
kegiatan ekstrakurikuler dalam bentuk KIE yang melibatkan siswa dan orang tua.
Kata kunci: personal remaja, pelaksanaan pendidikan karakter oleh orang tua, pencegahan perilaku seksual
pranikah
Hubungan personal remaja..( Iis Rahmawati, Dewi Retno Suminar, Oedoyo Soedirham, Pinky
Saptarini)
PENDAHULUAN
14
12
10
8
6 2015
4 2016
2
0
JanFebMarAprMeiJunJulAgstSeptOktNovDes
Sumber: PPA Polres Jember, 2017
perkembangan psikisnya.
*
Corresponding author
(Email: rahmawati.psik@gmail.com)
© National Institute of Health Research and Development
ISSN: 2354-8762 (electronic); ISSN: 2087-703X (print)
KESIMPULAN
Faktor personal remaja tidak
memiliki hubungan terhadap
pelaksanaan pendidikan karakter
oleh keluarga (orang tua).
SARAN
Intervensi untuk remaja pada
program pencegahan seksual
pranikah lebih menekankan pada
pemilihan teman sebaya yang baik
yang menghindari perilaku seksual
pranikah dan mencari informasi yang
valid mengenai pendidikan
seksualitas dari sumber yang
dipercaya.
Perlu adanya pendidikan karakter
oleh keluarga (orang tua) untuk
melakukan pencegahan seksual
pranikah. Orang tua seharusnya
memiliki pengetahuan tentang
pendidikan seksual yang baik,
sehingga dapat memberikan dasar-
melibatkan siswa dan orang tua siswa 2016. 51 p.
yang bekerjasama dengan pihak 8. Hasanah A. Pendidikan Karakter
terkait. Berperspektif Islam. Bandung: Insan
Kominika; 2012.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sunatra. Internalisasi Karakter Bangsa
Perkokoh Kepribadian dan Identitas
Nasional. Bandung: Widya Aksara Press
dan Laboratorium; 2011. 151 p.
2. Badan Pusat Statistik-Statistics Indonesia.
National Famility Planning Coordinating
Board. Ministry of Health. ICF Macro.
Indonesia Demographic and Health
Survey 2012 [Internet]. Macro Inc. 2013.
Available from:
http://apps.who.int/iris/bitstream/106
65/11
2682/2/9789241507226_eng.pdf
3. BKKBN., Indonesia. S, Health. M of.
Indonesia Demographic and Health Survei
2017. Jakarta; 2018.
4. Alo O. Premarital sexual activities in an
urban society of Southwest- Nigeria
Premarital sexual activities in an urban
society of Southwest-Nigeria. J Med
Humanit Soc Stud Sci Technol. 2014;2(1,
August 2010):16 pg.
5. Pratiwi. Psikologi Pendidikan suatu
pendekatan Baru. Bandung: Remaja
Rosdakarya;
6. Allender JA, Rector CL, Warner KD.
Community health nursing. Wolters
Kluwer Health/Lippincott Williams &
Wilkins,; 2010.
7. Irawati Istadi. Membimbing Remaja
dengan Cinta. Yogyakarta: Pro-U Media;
Alfabeta; 2015. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles
/PMC2603073/pdf/nihms15641.pdf
10. Kirby D. Sex education: Access and
impact on sexual behaviour of young 17. Maryatun & Purwaningsih W.
people. New York Dep Econ Soc Aff Menganalisis hubungan pengetahuan
United Nations Secr. 2011; dengan perilaku seks pranikah pada
remaja anak jalanan di Kota Surakarta dan
11. Lestari S. Perilaku Pacaran Ditinjau dari menganalisis peran keluarga terhadap
Intensitas Mengakses Situs Porno dan perilaku seks pranikah pada remaja anak
Komunikasi Seksualitas dengan Orang jalanan di Kota Surakarta. GASTER
Tua. Lap Penelit Dosen Muda. 2007; [Internet]. 2012;9(1):22–9. Available
12. Soetjiningsih CH. Faktor-faktor yang from:
mempengaruhi perilaku seksual pranikah
pada remaja [Internet]. UGM; 2008.
Available
from:
http://etd.repository.ugm.ac.id/index.
php?
mod=penelitian_detail&sub=Peneliti
anDet
ail&act=view&typ=html&buku_id=4
9262
13. Yadeta TA, Bedane HK, Tura AK.
Factors Affecting Parent-Adolescent
Discussion on Reproductive Health
Issues in Harar , Eastern Ethiopia : A
Cross-Sectional Study. 2014;2014.
Available from:
https://www.hindawi.com/journals/jeph/20
14/102579/
14. Dei Jnr LA. The efficacy of HIV and sex
education interventions among youths in
developing countries: a review. Public
Heal Res [Internet]. 2016;6(1):1–17.
Available
from:
https://www.researchgate.net/profil
e/Laud
_Dei_Jnr2/publication/298158450_T
he_Ef
ficacy_of_HIV_and_Sex_Education_
Inter
ventions_among_Youths_in_Develo
ping_
Countries_A_Review/links/56e678e3
08ae 65dd4cc19ef2.pdf
15. Rahmawati CD. Perilaku Pencegahan
Seks Pranikah Pada Remaja Sma.
Universitas Airlangga; 2017.
16. Malow RM, Rosenberg R, Donenberg G,
Dévieux JG. Interventions and Patterns
of Risk in Adolescent HIV/AIDS
Prevention. 2008;2(2):80–9. Available
from:
http://www.jurnal.stikes- Goossens L. Parenting and
aisyiyah.ac.id/index.php/gaster/articl adolescent problem behavior: an
e/vie w/31/28 integrated model with adolescent
18. Santrock,J.,W. Life-span development: self-disclosure and perceived
Perkembangan masa hidup. Jakarta: parental knowledge as
Erlangga; 2002.
intervening variables.
19. Istiadi. Sikap Remaja dan Motivasi. Dev Psychol [Internet].
Bandung: Rosdakarya; 2010. 2006;42(2):305. Available from:
20. Sarwono S. Psikologi remaja. Revisi ke. http://dx.doi.org/10.1037/0012-
Jakarta: PT Rajawali Grafindo Persada; 1649.42.2.305
2010.
25. Eze IR, Adu EO. Parents’ Perception of
21. Jahja. Perilaku seksual pada remaja. the Adolescents’ Attitudes towards
Jakarta: PT Rajawali Grafindo Persada; Premarital Sex. J Sociol Soc Anthropol
2010. [Internet]. 2015 Jul 1;6(3):399–407.
22. Sunaryo. Perilaku seksual individu. Available from:
Bandung: Alfabeta; 2004. https://doi.org/10.1080/09766634.201
23. Tafsir A. Pendidikan Agama dalam 5.11 885680
Keluarga. In 2012. 26. Svodziwa M, Kurete F, Ndlovu L.
24. Soenens B, Vansteenkiste M, Luyckx K, Parental knowledge, attitudes and
perceptions towards adolescent sexual
reproductive health in Bulawayo. Int J
Humanit Soc Sci Educ. 2016;3(4):62–71.
Prophetic: Professional, Empathy and Islamic Counseling Journal
Vol. 2, No. 02, Desember 2019, hlm. 255-268
Abstrak
PENDAHULUAN
Pergaulan bebas di kalangan remaja saat ini telah menjadi budaya dan
kebiasaan bagi anak remaja, hampir setiap remaja yang melakukannya tidak
mempunyai rasa malu lagi terhadap orang lain yang menyaksikannya, bahkan
sebagian dari mereka justru merasa bangga melakukan perbuatan tersebut.
Kehidupan remaja dengan berbagai permasalahannya menarik untuk dibicarakan,
karena masa remaja merupakan masa transisi antara masa anak-anak ke masa
dewasa. Banyak masalah-masalah yang dihadapi oleh generasi remaja khususnya
yang berkaitan dengan masalah seks. Adanya anggapan bahwa seks itu merupakan
masalah yang tabu dan kotor untuk diperbincangkan dan tidak layak untuk diajarkan
kepada anak ataupun remaja, menyebabkan remaja mengenalnya secara alamiah,
walaupun informasi yang di dapat remaja tersebut seringkali informasi seks yang
salah atau tidak benar (al-’Adawy, 2016).
Masyarakat pada umumnya merasa tabu membicarakan hal-hal yang
menyangkut masalah seksualitas. Hal ini karena dilandasi oleh faktor budaya dan
sosial masyarakat yang heterogen sehingga melarang pembicaraan mengenai
seksualitas di depan umum (publik). Masalah seks ini dianggap sebagai sesuatu yang
porno dan aib, sifatnya sangat pribadi (privasi) tidak perlu diungkapkan kepada
orang lain. Selain itu, pengertian seksualitas yang berkembang di masyarakat masih
sangat sempit, pembicaraan tentang seksualitas seolah-olah hanya diartikan pada
hubungan seks suami istri. Padahal secara etimologis seks itu memiliki arti jenis
kelamin dan sama sekali tidak porno karena setiap orang tentu memiliki alat
kelamin. Seksualitas sendiri artinya segala hal yang berhubungan dengan jenis
kelamin, termasuk bagaimana cara kerjanya dan cara merawat kesehatannya agar
tetap dapat berfungsi dengan baik (Baharits, 1998).
Para ulama terdahulu sebenarnya telah menggariskan persoalan sex education
sejak awal mula seorang anak mendalami agama. Seperti halnya dalam pembahasan
fikih bab tentang thaharah, di sini dibahas tentang tata cara mandi junub, bahkan
kajian sampai pada masalah mimpi basah, hubungan suami istri dan haid. Hal inia
menunjukkan bahwa sejak dini anak telah mengenal istilah-istilah itu secara tepat,
dan itulah yang disebut sebagai Islamic sex education.
Akibat masyarakat tidak memahami masalah seks, terutama orang tua terhadap
anaknya, mengakibatkan terjadinya berbagai penyimpangan-penyimpangan seksual
baik itu free seks, kumpul kebo (samen leven), hamil di luar nikah, homo seksual
dan perkosaan. Penyimpangan-penyimpangan seksual saat ini banyak terjadi di
tengah-tengah masyarakat. Fenomena ini secara otomatis sangat mengkhawatiran
berbagai pihak, baik itu guru, pemerintah, tokoh masyarakat terlebih lagi adalah
orang tua. Hampir setiap waktu dan setiap malam pemandangan erotis hampir
menjadi menu sehari-hari, di televisi, majalah, tabloid, bahkan di jalan-jalan bisa
dengan langsung menyaksikan orang yang mengenakan pakaian yang mengumbar
Prophetic: Professional, Empathy and Islamic Counseling Journal – Vol. 2, No. 2, Desember 2019 |
257
aurat dan mengundang birahi dengan alasan mengikuti mode dan perkembangan
zaman. Belum lagi kemajuan teknologi juga turut berperan dalam mengekspolitasi
seks hingga menembus dunia anak dan remaja, sebagian
besar remaja memperoleh pengetahuan seks dari film bioskop, VCD porno, komik,
dan internet (Arna, 2005).
Secara akademik, pendidikan seks bagi remaja, bukanlah suatu pelajaran untuk
bagaimana para remaja melampiaskan nafsu seksualnya, melainkan untuk
memberikan pelajaran dan informsi yang benar tentang seputar permasalahan
seksualitas termasuk di dalamnya kesehatan refroduksi remaja. Pendidikan seks ini
penting bagi remaja, karena secara psikologis masa remaja merupakan masa yang
rawan dan labil untuk mengambil sebuah keputusan, masa peralihan dari anak-anak
menuju dewasa, sedangkan pada masa ini gejolak seksualitas remaja semakin tinggi.
Masalah seks pada remaja seringkali mencemaskan para orang tua,
pemerintah, para ahli dan sebagainya. Karena apabila kurang mendapat perhatian
dan didikan baik oleh orang tuanya secara langsung, ibu bapak gurunya, maupun
pemerintah akan menyebabkan perilaku seksual remaja yang menjurus kepada
pergaulan bebas dan penyimpangan seksual. Maraknya pergaulan bebas dalam hal
ini seks bebas di kalangan remaja, sebagian besar kerena disebabkan oleh beberapa
faktor. Faktor yang sangat berperan sekali dalam hal ini adalah dari faktor
lingkungan keluarga yang kurang memberikan perhatian kepada anak-anaknya serta
faktor lingkungan yang ikut mendukung pada persoala tersebut (Fathunaja, 2015).
PEMBAHASAN
Pendidikan Seks dalam Persfektif Islam
Pengertian pendidikan seks secara umum adalah suatu cara (sistem) atau
sarana (alat) untuk mendidik, mengarahkan ataupun menggiring orang lain agar
berperilaku seks yang baik dan benar. Perilaku seks yang baik adalah suatu
perbuatan atau kegiatan seks, baik secara fisik maupun non fisik, dapat
menimbulkan dan mengakibatkan kebaikan seks, baik bagi pelaku seks itu sendiri
maupun bagi orang lain, sebagai akibat dari perilaku seks tersebut. Oleh karena itu,
ketika membicarakan pendidikan seks selalu tidak terlepas dengan pembahasan
kesehatan reproduksi yang ada pada diri manusia (Baharits, 1998).
Dalam membahas pendidikan seks, paling tidak ada enam prinsip dasar yang
harus dikaji, antara lain:
a. Perkembangan manusia: anatomi reproduksi dan fisiologi.
b. Hubungan antar manusia: keluarga, teman, pacaran dan perkawinan.
c. Kemampuan personal: nilai, pengambilan keputusan, komunikasi dan negosiasi.
d. Perilaku seksual: abstinence dan perilaku seks lain.
e. Kesehatan seksual meliputi: kontrasepsi, pencegahan penyakit menular seksual
(PMS), AIDS, aborsi, dan kekerasaan seksual.
f. Budaya dan masyarakat; peran gender, seksualitas dan agama.
Menurut Sayyid Muhammad Ridhawi dalam Yatimin (2003) ada tiga alasan
mengapa pendidikan sek bagi anak remaja itu penting untuk dikaji dan dibahas
yaitu:
1. Seluruh muslim sepakat bahwa setiap muslim wajib mengikuti syariat Islam dan
syariat itu tidak hanya terbatas pada shalat, puasa, haji dan amal ibadah lainnya
melainkan syariat Islam juga mengajarkan mengenai peraturan tentang seks.
2. Perlunya mempelajari seks Islam bagi kaum muslim merupakan sebuah keharusan
yang harus dipelajari oleh seluruh umat Islam dalam upaya menghadapi pandangan-
pandangan seks Barat yang banyak bertentangan dengan Islam.
3. Anak-anak di dunia Barat memperoleh pendidikan seks yang berlebihan sampai ke
ukuran yang tak terbayangkan oleh generasi yang sebelumnya. Oleh karena itu, sangat
penting bagi orang tua zaman sekarang untuk mengetahui pengetahuan seks mana
yang benar dan mana yang salah, mana yang harus dikerjakan dan mana yang harus
ditinggalkan. Dalam hal ini, hanya orang tua muslim yang mengetahuinya yang akan
mampu menghadapi masalah ini dengan benar dan bertanggung jawab.
dan guru, agar berterus terang kepada anak-anaknya baik laki-laki maupun
perempuan tentang pendidikan seks menurut ilmu psikologi pendidikan maupun
menurut ilmu keislaman. Hal ini seperti yang telah disampaikan tentang hukum
memandang dan etika meminta izin.
Pendidikan Seks bagi Remaja dalam Persfektif Psikologi Pendidikan
Jenis pendidikan seks bagi remaja menurut persfektif psikologi pendidikan
lebih dititik beratkan kepada persoalan nilai, etika, akidah akhlak, dan ibadah
sehingga pendidikan ini memiliki keterkaitan yang sangat erat dengan materi
pendidikan agama Islam. Oleh karenanya sangat penting jika remaja memperdalam
pengetahuan agama Islam dalam upaya membentengi diri dari pengaruh pergaulan
bebas dan penyimpangan seksual. Terdapat beberapa faktor yang mendasari
maraknya pergaulan bebas dan penyimpangan seksual di kalangan remaja antara
lain:
Pertama adalah faktor psikologis, yaitu faktor yang hubungannya dengan
kondisi kejiwaan seseorang yang bisa merasakan senang dan tidak senang. Kondisi
psikologis tersebut sangat berperan dalam menentukan kesehatan jiwa, sikap,
tingkah laku, dan cara berfikir seseorang. Orang yang jiwanya terganggu, maka
sikap, tingkah laku, maupun cara berfikirnya akan terganggu pula. Dalam
hubungannya dengan itu, bahwa tingkah laku dan cara berfikir seseorang merupakan
cermin dari kondisi psikologis manusia sendiri karena manusia diberikan fitrah
berupa cipta, rasa dan karsa. Ketiganya merupakan suatu rangkaian yang bersatu
tidak bisa dipisahkan. Selain itu, secara psikologis anak-anak remaja sangat
mengharapkan terpenuhinya kebutuhan psikologis antara lain: kebutuhan kasih
sayang, kebutuhan harga diri, kebutuhan rasa bebas, kebutuhan mengenal
lingkungan, kebutuhan rasa aman, kebutuhan rasa sukses, kebutuhan biologis
(seksual), kebutuhan sandang, pangan dan papan, serta kebutuhan pendidikan dan
pengetahuan (Qibtiyah, 2006).
Kedua adalah faktor sosiokultural, yaitu faktor sosial dan kebudayaan sangat
mempengaruhi terhadap tingkah laku seseorang. Dengan munculnya bentuk-
bentuk kebudayaan maka akan dapat membawa pengaruh positif maupun negatif
termasuk di dalamnya masalah seksual. Maraknya pergaulan bebas di kalangan
remaja disebabkan karena faktor kebiasaan dan kebudayaan yang berkembang di
kalangan anak-anak remaja itu sendiri.
Ketiga adalah faktor pendidikan dan keluarga, faktor pendidikan dan
keluarga memiliki peranan yang signifikan terhadap kepribadian generasi remaja.
Bahkan pendidikan dan keluarga merupakan peletak dasar terbentuknya
kepribadian dalam pendidikan. Dalam hal ini faktor keteladanan dan pembiasaan
oleh keluarga merupakan faktor penentu dalam peletak dasar kepribadian anak.
Karena sikap dan tindakan orang tua dicontoh dan selanjutnya dibiasakan menjadi
pola tingkah laku, cepat atau lambat menjadi pola dalam bertindak, sebagai wujud
Prophetic: Professional, Empathy and Islamic Counseling Journal – Vol. 2, No. 2, Desember 2019 |
261
Remaja adalah kelompok usia sedang mengalami masa pubertas, karena pada
masa ini pertumbuhan fisik dan perkembangan emosi dalam dirinya mengalami
peningkatan. Untuk remaja putri biasanya ditandai dengan datangnya haid dan bagi
remaja putra ditandai dengan datangnya mimpi basah. Pada masa ini remaja sedang
dalam masa yang sangat labil. Para orang tua dan guru sebagai pendidik bagi anak-
anaknya sudah seharusnya mengetahui perubahan yang terjadi pada anaknya tersebut
karena dengan mengetahui perubahannya akan mampu mendidik dan mengarahkan
para remaja tersebut ke jalan yang lebih baik. Di antara perubahan-perubahan yang
harus diketahui oleh para orang tua /guru antara lain:
Pertama, perubahan fisik, yaitu perkembangan anggota tubuh. Perubahan-
perubahan yang terjadi dapat mempengaruhi kepribadian, tingkah laku dan
emosional mereka. Perkembangan ini adakalanya tidak sama antara remaja yang satu
dengan yang lainnya karena masing-masing anak dipengaruhi oleh berbagai faktor
yang mengikutinya seperti makanan yang dimakan dan kehidupan di lingkungannya.
Kedua, perkembangan mobilitas. Maksudnya ialah pergerakan badan dan
keteramilan seperti menulis, melukis dan seni-seni tangan yang lain. Usia remaja
dianggap sebagai usia yang sukar, karena sering terjadi perubahan-perubahan
pertumbuhan fisik mereka.
Ketiga, perkembangan fisiologi yaitu perkembangan fungsi anggota badan,
seperti sistem syaraf, nerveus system, detak jantung, tekanan darah, pernafasan,
pencemaran, tidur, dan kelenjar endokrin yang mempengaruhi perkembangan.
Keempat, perkembangan berfikir, yaitu perkembangan fungsi fikir seperti
kecerdasan, ingatan, perhatian, khayalan, berfikir, dan pencapaian prestasi. Tahap
remaja merupakan tahap akhir perkembangan
intelektual dan dianggap sebagai tahap yang matang untuk kemampuan berfikir
(Bertens, 2006).
Kelima, perkembangan seksual, yaitu perkembangan soksiologis remaja yang
meliputi sistem reproduksi serta bentuk tingkah laku seksual. Perkembangan ini
mempunyai gambaran yang sangat jelas pada tahap remaja, yaitu sebagai tanda
perubahan masa kanak-kanak kepada masa remaja dan hal inipun disebabkan oleh
perubahan- perubahan biokimia yang muncul akibat rembesan hormon oleh kelenjar-
kelanjar. Akibatnya dapat dilihat dari bentuk anggota refroduksi, dimana sistem ini
mempunyai kemampuan menjalankan fungsinya untuk melahirkan anak.
Keenam, perkembangan emosional, yaitu perkembangan yang muncul dari
perkembangan sikap emosionalnya seperti sikap rileks, kritis, riang, gembira,
defresi, marah, takut, cemburu dan lain sebagainya. Pada tahap remaja, biasanya
sikap emosional lebih diekspresikan dengan kekerasan, agresif bahkan tidak sesuai
dengan stimulasi. Anak remaja biasanya mengalami kesukaran dalam
mengendalikan diri sehingga emosinya menjadi tidak menentu karena tingkah laku
mereka seperti mengalami transisi, antara sikap anak-anak dan sikap dewasa.
Ketujuh, perkembangan sosial. Sebagian besar anak remaja akan berusaha
untuk mandiri dan menghindari ketergantungan kepada orang tua. Mereka berusaha
untuk mencari hubungan baru dengan orang-orang lain yang berbagai usia. Mereka
akan menjalin hubungan dengan anak-anak yang lebih muda dari mereka. Untuk
memberikan perlindungan mereka juga akan menjalin hubungan dengan orang-orang
yang lebih dewasa dari mereka, untuk dijadikan idola dan menyainginya. Mereka
juga akan menjalin hubungan dengan orang-orang yang seusianya, untuk berbagi
kecenderungan dan pengalaman (Azalia, 2015).
Para ahli psikologi berpendapat bahwa pelaksanaan pendidikan seks bagi
remaja sangat penting disampaikan kepada para remaja untuk menjamin
kebahagiaan hidup mereka setelah menikah. Pelaksanaan Pendidikan seks juga
penting demi menjaga kestabilan situasi psikis saat mereka menjelang balig.
Umumnya para remaja membutuhkan penjelasan seks yang Islami sebelum mereka
menikah, serta pembekalan tentang kaidah-kaidah seks yang mereka butuhkan
kehidupan rumah tangga di masa depan. Jika para pendidik, orang tua, para ulama
selalu menyampaikan pendidikan seks di rumah, di mesjid, di sekolah-sekolah dan
ditempat-tempat lainnya, maka remaja yang menjelang balig dapat dihindarkan dari
perilaku seks menyimpang. Mereka bisa disiapkan memasuki kehidupan baru. Tetapi
apabila para pendidik, orang tua, tokoh ulama, pemerintah tidak berusaha
menyampaikan pendidikan yang sangat penting ini dan tidak menjelaskan kaidah-
kaidah seks menurut pandangan Islam, dikhawatirkan mereka akan
mendapatkan pengetahuan tersebut dari orang-orang yang rendah akhlaknya.
Pelaksanaan pendidikan seks bagi remaja menurut prinsip-prinsip psikologi
pedidikan dalam Islam, menurut Guidelines of Comprehensive sexuality Education
dalam Qibtiyah (2006) dijelaskan paling tidak ada beberapa prinsip fundamental
yang seharusnya diperhatikan ketika berbicara pendidikan seksualitas antara lain
sebagai berikut:
1. Setiap orang mempunyai harga diri.
2. Semua anak harus dicintai dan dijaga.
3. Remaja seharusnya melihat dirinya sebagai individu yang unik dan berharga dalam
lingkungannya.
4. Seksualitas adalah sesuatu yang alami dan sehat dalam kehidupan.
5. Semua orang ada naluri seksualitas mencakup aspek fisik, etik, sosial, spiritual,
psikologi dan emosi.
6. Setiap individu mengekspersikan seksualitasnya yang utama.
7. Orang tua seharusnya menjadi pendidik seksualitas yang pertama dan utama.
8. Dalam masyarakat yang plural, orang harus menghormati dan menerima
keberagaman nilai dan kepercayaan tentang seksualitas yang ada di masyarakat.
9. Hubungan seksualitas seharusnya berdasarkan rasa saling menghormati bukan
memaksa dan mengekspolitasi atau menindas.
10.Semua orang mempunyai hak dan kewajiban untuk bertanggung jawab akan pilihan
sikap dan perilaku seksualnya.
11.Keterlibatan dalam perilaku seksual di usia dini sangat beresiko.
12.Menghindari hubungan seksual adalah cara yang paling efektif untuk menghindari
kehamilan yang tidak diinginkan dan mencegah HIV AIDS.
13.Remaja yang terlibat dalam hubungan seksual membutuhkan informasi tentang
layanan kesehatan.
Prinsip lain adalah kepuasan seksual merupakan hak suami istri. Al-Qur’an
menyebutkan bahwa: “istrimu adalah pakaian bagi suami dan suami adalah
pakaian bagi istri “. (al-Baqarah: 187), selanjutnya: “Pergaulilah istrimu dengan
cara yang makruf” (Al-Nisa : 19). Pelaksanaan pendidikan seks bagi remaja dapat
diaplikasikan melalui pendidikan seks di keluarga dan pendidikan seks di sekolah.
Pendidkan seks di keluarga/rumah disebabkan karena rumah adalah benteng utama
dan pertama tempat anak- anak dibesarkan melalui pendidikan termasuk pendidikan
seks bagi anak-anaknya.
Pendidikan seks di lingkungan keluarga dapat ditempuh melalui pembinaan,
nasihat dan bimbingan dari kedua orang tuanya baik itu ayah maupun ibu. Walaupun
tidak menutup kemungkinan pendidikan seks juga diberikan oleh kakak ataupun
keluarga yang lainnya. Pendekatan pengajaran pendidikan seks dalam keluarga lebih
ditekankan pada konstruksi nilai-nilai personal pada anak artinya anak dapat
memperoleh pengetahuan seksnya sesuai dengan perkembangan kepribadian anak
atau remaja tersebut. Adapun hal- hal yang perlu diajarkan kepada para remaja
dilingkungan keluarga antara lain:
1. Bagaimana hubungan lawan jenis yang Islami.
2. Bagaimana proses terjadinya mimpi basah dan menstrulasi bagi anak laki-laki dan
perempuan.
3. Tentang kesehatan reproduksi remaja.
4. Tentang berbagai penyakit menular seksual (PMS).
5. Tentang bahayanya NAFZA (Narkotika, Alkohol, Psikotropika dan Zat adiktif
lainnya).
6. Tentang karakteristik dan masalah-masalah yang sering muncul pada remaja.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Haidar. (2003). Kebebasan seksual dalam Islam. Zahra Publishing House.
Adawy, Musthafa al-’. (2016). Fikih Pendidikan Anak: Membentuk Kesalehan Anak Sejak
Dini. Qisthi Press.
Arna, Antarini Pratiwi. (2005). Kekerasan terhadap anak di mata anak Indonesia: hasil
konsultasi anak tentang kekerasan terhadap anak di 18 provinsi dan nasional.
Yayasan Pemantau Hak Anak.
Azalia, Mira Humaira. (2015). Perilaku Menyimpang Di Kalangan Remaja Di Panti Sosial
Marsudi Putra Handayani Bambu Apus Jakarta Timur Juli.
http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/handle/123456789/27086.
Baharits, Adnan Hasan Shalih. (1998). Penyimpangan Seksual Pada Anak. Gema Insani.
Fathunaja, Anji. (2015). Reorientasi Pendidikan Seks Terhadap Anak Usia Remaja Di
Sekolah (Memadukan Sains dan Agama dalam Pembelajaran). JURNAL JPSD
(Jurnal Pendidikan Sekolah Dasar) 1 (1):104–24.
Safrudin, Aziz. (n.d). Pendidikan Seks Perspektif Terapi Sufistik Bagi LGBT. Penerbit
Ernest.
Qibtiyah, Alimatul. (2006). Paradigma Pendidikan Seksualitas: Perspektif Islam Teori Dan
Praktik. Yogyakarta: Kurnia Kalam Semesta.
ABSTRACT
Free sex was sexual activity without a bond based on a marriage. These behaviors tend to be
favored by young people, especially among teenagers who were growing bio-psychological toward
process of maturation. This study aimed to analyze factors that influenced adolescents free sex
behavior in SMK Dr. Soetomo Surabaya based on WHO theory of behavior. This research used 53
students in SMK Dr. Soetomo Surabaya as sample.
This study used cross sectional research. The variables of this research were thought and
feeling factor, personal references factor, resources factor, culture factor and free sex behaviour.
Datas were collected by questionnaire to assessed demographic data of respondents, thought and
feeling factor, personal references factor, resources factor, culture factor and free sex behaviour.
Datas were analyzed by statistical tests using Spearman correlation.
The result showed the relationship between thought and feeling factor with free sex behaviour
earned Spearman's rho value (p) 0.018 with degree of correlation r = -0.325, the results of personal
references factor with free sex behaviour earned Spearman's rho value (p) 0.004 with degree of
correlation r = -0.388, the results of resources factor with free sex behaviour earned Spearman's rho
value (p) 0.042 with degree of correlation r = 0.280, results of culture factor with free sex earned
Spearman's rho value (p) 0.004 with degree of correlation r = -0392.
Based on the result above, the researcher concluded that there was a relationship between
thought and feeling factor, personal references, resources and culture with adolescents free sex
behavior in SMK Dr. Soetomo Surabaya. For further research were expected to do more research on
the factors that influenced adolescents sexual behavior.
13
Konseling SMK Dr. Soetomo Surabaya. World Health Organization (WHO) yang
Dari hasil wawancara didapatkan perilaku dikutip dalam Yandi & Ryan (2007)
seks bebas yang dilakukan oleh siswa mengungkapkan bahwa pada 1.000 wanita
salah satunya adalah hubungan seks di di seluruh dunia yang berusia 15-19 tahun
luar nikah. Angka seks bebas tertinggi terjadi 112 kehamilan, 61 di antaranya
dilakukan oleh siswa kelas XI yang dilahirkan, 36 diaborsi, dan 15 tidak
berpengaruh pada tingkat kehadiran siswa diketahui nasibnya. Selain itu, terdapat
di sekolah. Angka seks bebas ini peningkatan perilaku aborsi tidak aman,
berdampak pada kejadian kehamilan yang yaitu diperkirakan 4,4 juta aborsi
tidak diinginkan (KTD), angka drop out dilakukan remaja setiap tahun dan
dan aborsi di usia remaja. Dari sebagian besar adalah aborsi yang tidak
pengumpulan data yang dilakukan aman, misalnya minum jamu-jamuan dan
peneliti kepada 15 siswa SMK Dr. aborsi yang dilakukan tanpa konsultasi
Soetomo Surabaya, beberapa perilaku kepada dokter terlebih dahulu. Tercatat
yang mengarah kepada seks bebas antara pula meningkatnya penularan penyakit
lain sebagai berikut: 80% melakukan menular seksual di kalangan remaja, yaitu
pegangan tangan pada saat berduaan kasus-kasus penyakit menular seksual
dengan pacar, 47% memeluk pacar pada terbesar terjadi pada remaja kelompok
saat berduaan dengan pacar, 67% umur 15 sampai 24 tahun, separuh dari
meletakkan tangan di pundak pada saat keseluruhan pengidap HIV positif baru
berduaan dengan pacar, 20% memeluk berada pada kelompok umur itu. Bagi
dan mencium dahi, 20% memeluk dan remaja di Uganda, infeksi human
mencium pipi, 20% memeluk dan immunodeficiency virus (HIV) dan
mencium bibir, 7% memeluk dan komplikasi karena kehamilan remaja
mencium mata, 7% memeluk dan adalah dua dari masalah kesehatan yang
mencumbui telinga, 13% memeluk dan paling berbahaya. Angka kehamilan
mengusap punggung, 7% mencumbui remaja Uganda adalah salah satu yang
buah dada, 7% melakukan rangsangan tertinggi di sub-Sahara Afrika, baru-baru
organ seksual dan 7% melakukan ini dilaporkan bahwa lebih dari sepertiga
hubungan intim. dari 38 perempuan berusia 15-17 tahun
telah
melakukan hubungan seksual, dan 35% menggunakan pendekatan teori perilaku
perempuan berusia 15-19 tahun hamil atau WHO yang terdiri dari faktor thought and
sudah melahirkan anak (Chacko, Kipp, feeling yang mencakup 3 determinan
Laing, & Kabagambe, 2007). Berdasarkan perilaku yaitu pengetahuan, sikap dan
data dari RSU Dr. Soetomo Surabaya, persepsi, faktor personal references
persentase penderita gonorrhea yang HASIL PENELITIAN
terdapat di Divisi Penyakit Menular
Seksual Unit Rawat Jalan Penyakit Kulit
dan Kelamin sebesar 34,8% dari 321
penderita gonorrhea adalah remaja berusia
15-24 tahun (Jawas & Murtiastutik, 2008).
Berdasarkan fenomena di atas peneliti
ingin melakukan penelitian lebih lanjut
mengenai faktor yang berhubungan
dengan perilaku seks bebas pada remaja di
SMK Dr. Soetomo Surabaya dengan
14
(orang tua dan teman sebaya); resources (dilakukan pembulatan sehingga menjadi
(sarana dan prasarana/fasilitas) dan 53 siswa). Variabel dalam penelitian ini
culture (budaya). adalah faktor pemikiran dan perasaan
(thought and feeling), faktor
BAHAN DAN METODE acuan/referensi dari seseorang/pribadi
Penelitian ini menggunakan cara yang dipercayai (personal references),
pengumpulan data secara potong silang faktor sumber daya (resources), faktor
(cross sectional). Cara penetapan jumlah sosio budaya (culture) dan perilaku seks
sampel menggunakan ketentuan Arikunto bebas. Jenis instrumen yang digunakan
yaitu 10% dari jumlah populasi siswa dalam pengumpulan data berupa lembar
kelas XI sebanyak 565 orang sehingga kuesioner.
diperoleh responden sebanyak 52,5 siswa
Tabel 1 Distribusi Responden Berdasarkan Faktor Thought and Feeling di SMK Dr.
Soetomo Surabaya Berdasarkan Teori Perilaku WHO pada tanggal 7 Mei – 24 Juli
2012
No. Pernyataan ∑
STS TS S (%) SS (%)
(%) (%)
1. Hubungan seks hanya dibenarkan jika sudah menikah 2 (4) 9 (17) 42 (79)
karena sesuai dengan hukum agama dan negara
2. Seks bukan satu-satunya cara untuk mengungkapkan 3 (6) 2 (4) 14 (26) 34 (64)
kasih sayang kepada pasangan karena seks dapat
membawa akibat yang merusak masa depan
3. Mampu menahan diri pada saat berpacaran merupakan 2 1 (2) 21 (39) 29 (55)
sikap yang tepat untuk menghindari hubungan seks, (4)
karena hubungan seks dapat mengakibatkan kehamilan
yang tidak diinginkan
4. Mengatakan tidak bila pacar mengajak berhubungan 1 (2) 10 (19) 42 (79)
seks merupakan cara yang tepat dalam mengambil
keputusan karena menyangkut masa depan dan harga
diri
5. Hubungan seks sebelum menikah sah-sah saja karena 34 15 3 (6) 1 (2)
berhubungan seks berarti serius dengan pacar (64) (28)
6. Dikatakan pacaran kalau sudah berciuman karena 17 25 9 (17) 2 (4)
ciuman merupakan variasi dari pacaran (32) (47)
7. Melakukan rangsangan pada alat kelamin pasangan 23 23 6 (12) 1 (2)
merupakan hal yang wajar dalam berpacaran karena (43) (43)
melakukan rangsangan bukan berarti melakukan
hubungan seksual (hubungan antar kelamin)
8. Melakukan hubungan seks bebas adalah suatu hal yang 30 19 4 (8)
wajar asalkan tidak membuat hamil (56) (36)
9. Melakukan seks bebas merupakan suatu hal yang trendi 35 15 2 (4) 1 (2)
saat ini karena mengikuti perkembangan zaman (66) (28)
10. Berciuman merupakan hal yang wajar 4 (8) 18 25 (47) 6 (11)
(34)
11. Hubungan seks hal yang wajar 29 16 7 (14) 1 (2)
(55) (30)
12. Pil KB mencegah kehamilan dan HIV/AIDS 5 (10) 26 19 (36) 1 (2)
(49)
13. Resiko hamil selama menstruasi 6 (12) 27 15 (28) 1 (2)
(51)
Mean data 42,28
∑ thought and feeling positif (%) 27 (51)
∑ thought and feeling negatif (%) 26 (49)
15
Nilai tertinggi yang diperoleh responden sangat setuju bahwa berciuman merupakan
adalah 50 dan terendah adalah 30. hal yang wajar dan sebanyak 20 responden
Berdasarkan pernyataan thought and (38%) menyatakan setuju dan sangat
feeling, sebanyak 31 responden (58%) setuju bahwa pil KB mencegah kehamilan
menyatakan setuju dan dan HIV/AIDS.
Tabel 2 Distribusi Responden Berdasarkan Faktor Personal References di SMK Dr. Soetomo
Surabaya Berdasarkan Teori Perilaku WHO pada tanggal 7 Mei – 24 Juli 2012
No. Pernyataan ∑
STS TS S SS (%)
(%) (%) (%)
1. Orang tua saya mengijinkan saya berpacaran 2 (4) 12 36 3 (6)
(22) (68)
2. Orang tua saya menutup segala informasi tentang 9 25 15 4 (8)
pengetahuan seks (17) (47) (28)
3. Saya tidak pernah meminta ijin untuk keluar 21 24 8 (15)
bersama pacar saya (40) (45)
4. Orang tua saya selalu mengijinkan saya keluar 6 25 20 2 (4)
bersama pacar saya (11) (47) (38)
5. Orang tua saya memberikan pengawasan/nasehat 5 (9) 28 20 (38)
tentang berpacaran (53)
6. Teman-teman terdekat saya memiliki pacar 3 (6) 33 17 32)
(62)
7. Saya berusaha untuk menyesuaikan diri dengan 4 (8) 21 24 4 (8)
teman-teman saya (model berpakaian, gaya (39) (45)
rambut, selera musik, tata bahasa dan gaya
berpacaran)
8. Saya dan teman-teman terdekat saya sering 4 (8) 20 24 5 (9)
berkumpul bersama dengan membawa pasangan (38) (45)
kami.
Median data 20,00
∑ personal references positif (%) 37 (70)
∑ personal references negatif (%) 16 (30)
16
Tabel 3 Distribusi Responden Berdasarkan Faktor Resources di SMK Dr. Soetomo Surabaya
Berdasarkan Teori Perilaku WHO pada tanggal 7 Mei – 24 Juli 2012
∑
No. Pernyataan Ya Tidak
(%) (%)
Saya mendapatkan kemudahan dalam mencari
1. informasi dan hal-hal yang berkaitan dengan seks 43 10
bebas melalui handphone (81) (19)
Saya mendapatkan kemudahan dalam mencari
2. 28 25
informasi dan hal-hal yang berkaitan dengan seks
(53) (47)
bebas melalui televisi
Saya mendapatkan kemudahan dalam mencari
3. 40 13
informasi dan hal-hal yang berkaitan dengan seks
(75) (25)
bebas melalui televisi
Saya mendapatkan kemudahan dalam mencari
4. informasi dan hal-hal yang berkaitan dengan seks 29 24
bebas melalui media cetak (koran, majalah, buku, (55) (45)
dsb.)
17
Secara umum responden memiliki resources mendapatkan kemudahan dalam mencari
kurang sebanyak 23 responden (43,4%), informasi dan hal-hal yang berkaitan dengan
sebanyak 20 responden memiliki resources seks bebas melalui handphone dan sebanyak
sedang (37,7%) dan sebanyak 10 responden 40 responden (75%) menyatakan bahwa
memiliki resources baik (18,9%), sehingga mereka mendapatkan kemudahan dalam
dapat disimpulkan bahwa hampir separuh mencari informasi dan hal-hal yang
responden memiliki resources kurang. berkaitan dengan seks bebas melalui televisi.
Berdasarkan pernyataan resources, sebanyak
43 responden (81%) menyatakan bahwa
mereka
Tabel 4 Distribusi Responden Berdasarkan Faktor Culture di SMK Dr. Soetomo Surabaya
Berdasarkan Teori Perilaku WHO pada tanggal 7 Mei – 24 Juli 2012
No. Pernyataan ∑
STS TS (%) S (%) SS (%)
(%)
1. Orang-orang di sekitar saya menganggap pacaran 2 (4) 4 (8) 35 12
adalah hal yang biasa (66) (22)
2. Orang-orang di sekitar saya menganggap 8 26 18 1 (2)
berduaan di tempat sepi dengan pacar adalah hal (15) (49) (34)
yang biasa
3. Orang-orang di sekitar saya menganggap10 19 22 2 (4)
berciuman dengan pacar adalah hal yang biasa (19 (36 (41
) ) )
4. Orang-orang di sekitar saya menganggap 26 21 5 (9) 1 (2)
berhubungan badan dengan pacar adalah hal yang (49) (40)
biasa
5. Orang-orang di sekitar saya tidak pernah 22 21 8 2 (4)
menegur/memberi nasehat ketika mengetahui (41) (40) (15)
seseorang sedang bermesraan dengan pacarnya
Median data 14
∑ culture positif (%) 33 (62)
∑ culture negatif (%) 20 (38)
Secara umum responden memiliki culture Berdasarkan pernyataan culture, sebanyak
positif sebanyak 33 responden (62%) dan 47 responden (88%) menyatakan bahwa
sebanyak 20 responden (38%) memiliki orang- orang di sekitarnya menganggap
culture negatif, sehingga dapat disimpulkan pacaran adalah hal yang biasa dan sebanyak
bahwa sebagian besar responden memiliki 24 responden (45%) menyatakan bahwa
culture positif. Nilai tertinggi yang diperoleh orang-orang di sekitarnya menganggap
responden adalah 20 dan terendah adalah 9. berciuman dengan pacar adalah hal yang
biasa.
Tabel 5 Distribusi Responden Berdasarkan Perilaku Seks Bebas di SMK Dr. Soetomo Surabaya
Berdasarkan Teori Perilaku WHO pada tanggal 7 Mei – 24 Juli 2012
12
∑
No. Pernyataan Ya Tidak
(%) (%)
1. Setiap bertemu pacar, selalu ada ciuman di pipi 33 20
13
(62) (38)
2. Pernah berciuman bibir dengan pacar pada saat 33 20
berduaan (62) (38)
3. Pernah berpelukan dengan pasangan sambil 15 38
ciuman di mata (28) (72)
4. Pernah berpelukan dengan pasangan sambil 11 42
mencumbui telinga (21) (79)
Membiarkan pasangan mencumbu buah
5. dada/mencumbu buah dada pasangan pada saat 7 46
berduaan (13) (87)
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan
faktor thought and feeling responden masih
rendah. Hal ini dibuktikan dengan 20
responden (38%) yang menyatakan setuju
dan sangat setuju bahwa pil KB mencegah
kehamilan dan HIV/AIDS dan 16 responden
(30%) yang menyatakan setuju dan sangat
setuju bahwa resiko hamil dapat terjadi
selama menstruasi. Faktor thought and
feeling meliputi beberapa aspek, antara lain
dimungkinkan karena pengetahuan tentang
seks bebas pada sebagian responden masih
tergolong rendah sehingga memicu remaja
untuk mencari informasi atas
keingintahuannya, sesuai dengan teori yang
dikemukakan oleh Yusuf (2011) bahwa
masa remaja berkaitan erat dengan
perkembangan sense of identity vs role
confusion, yaitu perasaan atau kesadaran
akan jati dirinya. Remaja dihadapkan pada
berbagai pertanyaan yang menyangkut
keberadaan dirinya (siapa saya?), masa
depannya (akan menjadi apa saya?), peran-
peran sosialnya (apa peran saya dalam
keluarga dan masyarakat, dan kehidupan
beragama; mengapa harus beragama?).
Apabila remaja berhasil memahami dirinya,
peran-perannya, dan makna hidup
beragama, maka dia akan menemukan jati
dirinya, dalam arti dia akan memiliki
kepribadian yang sehat. Sebaliknya apabila
gagal, maka dia akan mengalami
kebingungan atau kekacauan (confusion).
Karena remaja tidak mendapatkan
informasi dan pengetahuan yang baik dan
benar tentang seks bebas, maka remaja
cenderung memiliki persepsi dan sikap
yang negatif terhadap seks bebas. Hal
tersebut dibuktikan oleh 31 responden
(58%) yang menyatakan bahwa berciuman
merupakan hal yang wajar dan 11
responden (21%) yang menyatakan setuju
dan sangat setuju bahwa dikatakan pacaran
apabila sudah berciuman karena ciuman
merupakan variasi dari pacaran.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa faktor teman dekatnya, termasuk di dalamnya
thought and feeling yang meliputi adalah pergaulan. Terbukti bahwa sebanyak
pengetahuan, sikap dan persepsi yang 28 responden (53%) menyatakan setuju dan
negatif dapat memicu remaja untuk sangat setuju bahwa responden berusaha
melakukan perilaku seks bebas. Oleh karena untuk menyesuaikan diri dengan teman-
itu, diperlukan adanya usaha peningkatan teman mereka (model berpakaian, gaya
pengetahuan remaja tentang seks bebas rambut, selera musik, tata bahasa dan gaya
melalui pendidikan kesehatan reproduksi berpacaran). Sehingga dapat disimpulkan
remaja di sekolah. bahwa personal references dapat
mempengaruhi remaja untuk melakukan
Berdasarkan hasil penelitian, sebanyak 19
responden (36%) menyatakan setuju dan
sangat setuju bahwa orang tua mereka
menutup segala informasi tentang
pengetahuan seks. Hal ini menyebabkan
remaja akan mencari rasa keingintahuannya
tentang pengetahuan seks melalui referensi
selain orang tua, yaitu teman sebaya.
Apabila remaja mendapatkan referensi yang
salah maka remaja akan mendapatkan
pengetahuan yang negatif sehingga akan
membawa perilaku negatif menuju ke arah
seks bebas, sesuai dengan pernyataan Wong
(2009), walaupun orang tua tetap memberi
pengaruh utama dalam sebagian besar
kehidupan, bagi sebagian besar remaja,
teman sebaya dianggap lebih berperan
penting ketika masa remaja dibandingkan
masa kanak-kanak. Hal ini dapat
ditunjukkan oleh pernyataan 50 responden
(94%) yang menyatakan setuju dan sangat
setuju bahwa teman-teman mereka memiliki
pacar dan
29 responden (54%) yang menyatakan setuju
dan sangat setuju bahwa responden dan
teman- teman terdekat sering berkumpul
bersama dengan membawa pasangan
masing-masing. Apabila teman terdekat
menjadi personal references (acuan) yang
lebih berpengaruh daripada orang tua, maka
remaja cenderung untuk meniru atau
beradaptasi sesuai dengan apa yang
dilakukan oleh teman-teman terdekat
mereka untuk memperoleh pengakuan dari
perilaku seks bebas. Oleh karena itu, di Remaja sudah lebih mengenal tentang nilai-
samping pendidikan di sekolah, orang tua nilai moral atau konsep-konsep moralitas
sebagai acuan remaja perlu memberikan seperti kejujuran, keadilan, kesopanan dan
pengawasan yang bijak khususnya dalam kedisiplinan. Pada masa ini muncul
pergaulan remaja sehingga remaja dorongan untuk melakukan perbuatan-
mendapatkan informasi yang benar tentang perbuatan yang dapat dinilai baik oleh orang
kesehatan reproduksi. lain. Remaja berperilaku bukan hanya untuk
memenuhi kebutuhan fisiknya, tetapi
Berdasarkan hasil penelitian dari psikologis (rasa puas dengan adanya
pernyataan resources, sebanyak 43 penerimaan dan penilaian positif dari orang
responden (81%) menyatakan bahwa lain tentang
mereka mendapatkan kemudahan dalam
mencari informasi dan hal-hal yang
berkaitan dengan seks bebas melalui
handphone dan sebanyak 40 responden
(75%) menyatakan bahwa mereka
mendapatkan kemudahan dalam mencari
informasi dan hal-hal yang berkaitan
dengan seks bebas melalui televisi.
Kecanggihan teknologi dan kemudahan-
kemudahan yang didapat dari teknologi
tersebut diduga sebagai pemicu remaja
melakukan perilaku seks bebas. Semakin
terbukanya informasi dari berbagai media
maka semakin mempengaruhi remaja untuk
berperilaku khususnya terhadap seks bebas
sehingga diperlukan adanya pengawasan
atau ketetapan yang bijak dari orang tua dan
lingkungan sekitar untuk penyesuaian
penggunaan akses teknologi sesuai umur
pengguna, khususnya remaja untuk
menghindari kecenderungan perilaku seks
bebas pada remaja.
Abstrak
Pendidikan seks sangatlah penting untuk diberikan kepada para remaja,
bahkan sejak masih kanak-kanak. Anak-anak dan remaja rentan terhadap
informasi yang salah mengenai seks. Tujuan penulisan ini, diharapkan melalui
pendidikan seks, orangtua dapat memberikan informasi yang sepatutnya sesuai
kebutuhan dan umur anak. Selain itu, dengan pendidikan seks anak juga dapat
diberitahu mengenai berbagai perilaku seksual berisiko sehingga mereka dapat
menghindarinya. Dengan menggunakan pendekatan penelitian kualitatif yaitu
studi literature, dengan menggali berbagai informasi berkenaan dengan
pendidikan seks pada remaja, maka diperoleh hasil, pertama: pendidikan seks
harus dianggap sebagai bagian dari proses pendidikan untuk memperkuat
pengembangan kepribadian. Kedua, orangtua memiliki peran penting untuk
menanggulanggi perilaku seks yang menyimpang adalah dengan cara orangtua
mengajarkan pendidikan seks secara langsung dan kontinyu pada anak sedini
mungkin di dalam keluarga sesuai Alkitab dan norma-norma masyarakat setempat
agar remaja meneima seksualitasnya yang adalah bagian integral kehidupannnya
dengan penuh tanggung jawab.
Kata-kata Kunci: Pendidikan Seks; Remaja; Kristen
Abstract
Sex education is very important to be given to adolescents, even from
childhood. Children and adolescents are vulnerable to misinformation about
sex. The purpose of this writing, is expected through sex education, parents can
provide information that is appropriate for the needs and age of the child. In
addition, with child sex education can also be informed of various risky sexual
behavior so they can avoid it. Using a qualitative research approach,
FIDEI: Jurnal Teologi Sistematika Dan Praktika Available Online at
namely
the study of literature, by exploring various information regarding sex
education in adolescents, the results are obtained, first: sex education must be
considered as part of the education process to strengthen personality
development. Second, parents have an important role to deal with deviant
sexual behavior is that parents teach sex education directly and continuously to
children as early as possible in the family according to the Bible and local
community norms so that teenagers accept their sexuality which is an integral
part of their lives with full responsibility answer.
Key Words: Sex Education; Teenagers; Christian
Pendahuluan
Generasi muda merupakan generasi penerus keluarga, gereja maupun
bangsa. Generasi muda perlu dibina dan dibimbing dengan memberikan
pendidikan, baik berupa pendidikan sekuler maupun pendidikan rohani.
Pendidikan adalah salah satu hal penting dalam kehidupan setiap manusia.
Gagalnya pendidikan merupakan kegagalan kehidupan masa depan sebuah bangsa
maupun gereja. Perintah Tuhan untuk mendidik anak seperti tertulis dalam Efesus
6:4 dikatakan,”...tetapi didiklah mereka di dalam ajaran dan nasihat Tuhan”.
Orangtua telah mendapat mandat dari Tuhan untuk mendidik anak-anak mereka
kepada ajaran dan nasihat Tuhan.1
Di zaman sekarang para orang tua sudah semakin sadar bahwa pentingya
untuk memberikan pendidikan yang baik bagi anak-anak mereka. Namun
pendidikan seks seakan luput dari perhatian, baik oleh orang tua, sekolah, apalagi
gereja. Tidak adanya perhatian terhadap pendidikan seks bagi remaja
memungkinkan adanya anggapan bahwa membicarakan seks adalah hal yang tabu
bahkan yang paling ekstrim adalah berpendapat bahwa hal tersebut mendorong
anak remaja untuk melakukan hubungan seks. Sebagian besar masyarakat masih
memiliki paradigma pendidikan seks adalah sesuatu yang vulgar dan sepatutnya
remaja harus belajar dari lingkungannya. Pandangan masyarakat pada umumnya
ini ditegaskan oleh Abineno, bahwa rata-rata orang tua membicarakan seks dan
seksualitas adalah sesuatu pemahaman yang baru. Hampir semua orang tua di
Indonesia tidak pernah mendapatkan pendidikan seksual. Bahkan mereka juga
tidak pernah membaca sesuatu yang berindikasi mengenai pendidikan seksual.
Mereka “buta huruf” di bidang seks dan
1
Kalis Stevanus, Menjadi Orangtua Bijak Solusi Mendidik Dan Melindungi Anak Dari
Pengaruh Pergaulan Buruk (Yogyakarta: Yayasan Pustaka Nusatama, 2016), 41
Pendidikan Seks... (Stefanus M.M.L, Kalis S.) 327
seksualitas. Tugas ini tidak bisa diwakilkan kepada orang lain kecuali orang tua
harus mengambil tanggung jawab untuk berperan mengajarkan pendidikan seks
terhadap anak-anaknya.2
Masa remaja adalah masa yang paling signifikan untuk mendapatkan
pendidikan seks. Sedini mungkin orang tua harus prepentif untuk mengantisipasi
hal-hal yang tidak diinginkan terjadi pada diri anak tersebut. Masa remaja adalah
masa peralihan dari masa anak-anak menuju dewasa yakni dari umur 12 tahun
sampai 18 tahun, yang ditandai dengan kematangan fisik, intelektual. Dengan
masa ini para remaja siap menerima dan mencerna apa yang diajarkan kepada
mereka. Remaja mulai terlihat mengalami perubahan-perubahan jasmaniah
berkaitan dengan proses kematangan jenis kelamin (gender) secara biologis. Pada
masa ini juga terlihat perkembangan kepribadian, intelektual, psikosekssialitas,
emosinalitas yang mempengaruhi tingkah laku para remaja, dan psikososial yang
berhubungan dengan berfungsinya seseorang dalam lingkungan sosial, yakni
dengan melepaskan diri dari ketergantungan pada orang tua, pembentukan
rencana hidup dan pembentukan sistem nilai-nilai.3 Oleh sebab itu masa remaja
adalah masa yang sangat rentan terhadap masuknya nilai-nilai pengajaran yang
destruktif. Nilai-nilai yang destruktif dapat masuk melalui pergaulan. Alkitab
sudah memperingatkan bahwa pergaulan buruk merusakkan kebiasaan baik yang
dibangun sekian tahun lamannya (1 Kor 15:33). Segalanya yang telah diberikan
orangtua kepada anak baik ajaran, pendidikan, biaya dan sebagainya, semuanya
bisa menjadi rusak oleh pengaruh pergaulan buruk. Pergaulan buruk bukan hanya
dengan sesama, tetapi juga bisa terjadi lewat bacaan, tontonan, musik, dan lain
sebagainya. Biarlah kegentingan dunia hari ini menyadarkan para orangtua untuk
lebih bersungguh-sungguh mendidik dan melindungi remaja.4
Bila pendidikan seks tidak diberikan sedini mungkin pada anaka-anak
remaja, maka kemungkinan besar akan banyak menjadi korban seperti apa yang
diungkapkan oleh Santrock, bahwa ada anak remaja bernama Angela berusia 15
tahun dan hamil diluar nikah. Ia mengatakan, “Aku hamil 3 bulan, dan kehamilan
ini akan merusak seluruh hidupku. Aku telah menyusun semua rencana bagi masa
depan dan sekarang rencana-rencana itu hancur berantakan.
2
J.L. Ch. Abineno, Seksualitas dan Pendidikan Seksualitas Seksual, (Jakarta: Bpk.
Gunung Mulia, 2002), 30.
3
Singgih D. Gunarsa dan Yulia, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, (Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 2006), 201-202.
4
Kalis Stevanus, Mendidik Anak (Yogyakarta: Lumela, 2018), 1-2
Aku tidak memiliki seseorang untuk tempat aku menceritkan semua masalahku.
Aku tidak dapat bercerita kepada orang tuaku. Tidak mungkin mereka dapat
memahaminya”. Hal ini menjadi dilema dalam keluarga maupun pada masyarakat
pada umumnya. 5 Peristiwa seperti ini sering terjadi dan paling menyedihkan
adalah bunuh diri atau dibunuh oleh orang yang menghamili anak remaja tersebut.
Bila pendidikan seks tidak diajarkan sedini mungkin pada anak-anak, maka
besar kemungkinan akan terjadi pergaulan bebas, seks bebas, pemerkosaan,
sodomi, hamil diluar nikah, aborsi, hidup bersama diluar nikah, dan pelanggaran-
pelangaran nilai-nilai moral lainnya. Menyikapi pelanggaran norma-norma susila
pada kalangan remaja tersebut, tidak dapat sepenuhnya itu menjadi tanggung
jawab remaja tersebut. Mengingat peran orang tualah sesungguhnya
meminimalkan pelanggaran tersebut. Di sisi lain ada sebuah dilema bagi orang
tua khususnya yang masih terikat dengan budaya Timur karena membicarakan
masalah seksualitas adalah sesuatu yang tabu dan tertutup. Oleh sebab itu, sudah
saatnya orangtua menyadari perannya untuk memberikan pendidikan seks bagi
anak-anaknya.
Bertolak dari masalah-masalah yang dihadapi remaja Kristen saat ini, maka
penulis perlu mengkaji lebih jauh mengenai pendidikan seks dalam perspektif
Kristen. Diharapkan melalui pemberian pendidikan seks sejak dini, dapat
mencegah perilaku seks bebas ketika anak menginjak remaja atau pubertas.
Metode Penelitian
Penulis menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan pendekatan studi
pustaka (library research) yang memaparkan prinsip Kristen tentang pendidikan
seks bagi remaja. Studi pustaka (library research) adalah kegiatan untuk
menghimpun informasi yang relevan dengan topik atau masalah yang menjadi
obyek penelitian.6 Sumber literatur yang digunakan dalam penelitian ini adalah
sumber yang telah terpublikasi seperti karya dari Abineno, Anne K. Hershberger
dan Michael A. Carrera, Benson dan Mark H. Senter III, Warren S, Brenna B.
Jones, Stanton L, Herlianto, Singgih D. Gunarsa sebagai landasan teoretis dalam
5
John W. Santrock, Life-Span Development Vol 2, terjemahan: Achmad Chusairi &
Juda Damanik, (Jakarta: Erlangga, 2002), 25-26.
6
https://www.transiskom.com/2016/03/pengertian-studi-
kepustakaan.html#:~:targetText=Studi%20kepustakaan%20adalah%20kegiatan%20untuk,%2C
%20dan%20sumber%2Dsumber%20lain. Diakses 20 November 2019.
penelitian ini. Berbagai informasi yang diperoleh dari beberapa literatur tersebut
kemudian disintesakan yang akhirnya menjadi simpulan. Simpulan tersebut
kemudian disusun secara logis dan sistematis deskriptis untuk menjawab pokok
permasalahan dalam penelitian ini.
Pembahasan
Perkembangan Remaja
Di dalam memberikan pendidikan seks bagi remaja, sebagai upaya
mencegah atau menghindari perilaku seks bebas di kalangan remaja, adalah
sangat penting bagi seorang pendidik, orang tua, maupun si remaja itu sendiri
untuk mengetahui perkembangan remaja. Dengan demikian, para pendidik dan
orang tua mampu mengatasi persoalan-persoalan anak-anak remaja tersebut.
10
Ibid
11
Paulus Lilik Kristianto, Prinsip & Paraktik Pendidikan Agama Kristen, (Yokyakarta:
ANDI, 2006), 98
12
Ibid
13
John W. Santrock, Life-Span Development Vol 2, (Jakarta: Erlangga, 2002), 10
14
Dadang Suleman, Psikologi Remaja (Bandung : Mandar Maju,1995), 41-42
Perkembangan sosial remaja
Seiring dengan perkembangan fisik remaja, yang tersulit bagi mereka
adalah yang berhubungan dengan penyesuaian sosial. 15 Jika pada masa
sebelumnya, mereka hanya membutuhkan teman bermain, namun pada usia ini
mereka mulai mencari persahabatan yang lebih berarti. Biasanya mereka akan
melakukan apa saja untuk menciptakan persahabatan serta mempertahankan
persahabatan. 16 Remaja harus menyesuaikan diri dengan lawan jenis dalam
hubungan sebelumnya yang belum pernah ada dan harus menyesuaikan orang
dewasa di luar lingkungan kelurga dan sekolah. Lingkungan kebudayaan sangat
berperan dalam perkembangan sosial remaja. Karena lingkungan sosial
memegang peranan besar dalam perkembangan kepribadiannya, maka dapat
dikatakan bahwa remaja belajar dari dan dalam lingkungan dengan
kebudayaannya. Perkembangan sosial merupakan suatu proses belajar sosial yang
berkesinambungan. Sebagai hasil belajar dan dari pengalaman lingkungan, maka
muncullah perilaku yang baru pada diri anak remaja.
15
Elizabeth B. Hurlok, 213
16
Anni Dyck, Tantangan dan Kebutuhan Remaja (Malang : YPPII, 1982 ), 23
17
Gonad= a reproduktif gland (as an ovary or testis) that produces gametes. Merriam-
Webster’s Collegiate Dictionary (11th Edition) (U.S.A,: Merriam-Webster Incorporated, 2003),
538. Dalam bahasa Indonesia disebut “kelengar kelamin”. Kamus Besar Bahasa Indonesia,...,
368
18
Testes = testis = a typically paired male reproductive gland that produces sperm and
secretes testosterone and that in most mammals is contained within the scrotum at sexual
maturity. Merriam-Webster’s Collegiate Dictionary,...1291. dalam bahasa Indonesia disebut
“alat kelamin laki-laki yang menghasilkan mani; buah zakar”. Kamus Besar Bahasa
Indonesia,..., 1187.
19
Scrotum = the external pouch that in most mammals contains the testes. Merriam-
Webster’s Collegiate Dictionary,..., 1291. Dalam bahasa Indonesia disebut “kantung buah pelir,
kantung kemaluan”. John M. Echols & Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, (Jakarta:
Gramedia, 2003), 506.
dua tahun, setelah itu pertumbuhan menurun. Testis akan berkembang penuh pada
usia 20 atau 21 tahun. Seiring dengan pertumbuhan testis, penis juga mengalami
pertumbuhan panjang dan besarnya. Bila fungsi organ-organ reproduksi laki-laki
sudah matang, maka biasanya mulai terjadi ejakulasi yang langsung terkait
dengan pengalaman seksual yang menyenangkan. Maka privasi yang disertai
kapasitas tersebut terletak pada prilaku masturbasi.20
Pada anak remaja wanita, organ-organ reproduksi tumbuh dalam
kecepatan yang berbeda selama masa puber. Berat uterus21 anak usia 11 atau 12
tahun berkisar 5,3 gram. Pada usia 16 tahun rata-rata beratnya 43 gram. Tuba
falopi sel telur, dan vagina juga tumbuh pesat pada saat ini. 22 Petunjuk pertama
bahwa mekanisme reproduksi wanita menjadi matang adalah datangnya haid, dan
akan terjadi kira-kira secara berkala setiap dua puluh delapan hari sampai
mencapai menopause, pada akhir empat puluhan atau awal lima puluh tahun.
Organ seks remaja lak-laki dan wanita mengalami ukuran yang matang
pada akhir masa remaja. Kematangan seksual ditandai dengan pengeluaran
sperma pada waktu-waktu tertentu untuk laki-laki, akibat testis yang sudah
matang. Sedangkan untuk remaja putri dengan datangnya menstruasi atau haid
(pengeluaran sel telur yang tidak dibuahi bersama lendir dan darah) dan biasanya
disertai rasa sakit, kejang-kejang, gemetar pada lutut dan kaki. Itu adalah akibat
adaptasi dan metabolisme tubuh. Sebagai akibat dari gejala tersebut remaja putri
sering kelihatan lesu dan cepat tersinggung.23
20
Sawitri Supardi Sadarjoen, Bunga Rampai Kasus Gangguan Psikoseksual, (Bandung:
Refika Aditama, 2005), 9.
21
Uterus = a muscular organ of the female mammal for containing and usu, for
npurishing the young during development prior to birth – called also womb. Merriam-Webster’s
Collegiate Dictionary, ..., 1379. Dalam bahasa Indonesia disebut “Anak rahim, peranakan”,
Kamus Besar Bahasa Indonesia, ..., 1257.
22
Elizabeth B. Hurlock, 189
23
Indung Abdullah Saleh, 139-140
24
Paulus Lilik Kristianto, Prinsip & Praktik Pendidikan Agama Kristen, ...100
egois. 25 Mereka memiliki hasrat untuk belajar, termasuk belajar untuk
bertanggung jawab.
Konsep Allah bagi remaja awal dipahami sebagai manusia biasa, tetapi
memiliki kemampuan supernatural. Mereka memiliki kerangka pemikiran bahwa
manusia tidak sepenuhnya jahat atau baik, tetapi ada diantara kedua- duanya.
Allah dipahami mengendalikan dan menggunakan alam untuk ikut campur dalam
masalah manusia, tetapi tidak secara langsung. Pada tahap usia ini, Allah
dipandang lebih bersifat pribadi. Anak laki-laki cenderung menggambarkan
Tuhan sebagai pribadi yang spontan, sedangkan anak wanita memahami Allah
sebagai pribadi yang statis. Pada usia remaja ini, mereka memahami iman Kristen
itu sebagai konsep yang abstrak. 26
Tahap remaja akhir, mereka memperhatikan pertanyaan dan mulai
menyangsikan perkara rohani serta ingin bertanya mengapa dan bagaimana.
Mereka sangat idealis dan menuntut bukti dan bersungguh-sungguh dalam
mempelajari tentang agama. Keinginan mereka untuk belajar tentang hal-hal
rohani menunjukkan pentingnya spiritual bagi mereka. Remaja akahir umumnya
akan menanyakan tiga pokok pertanyaan: “Siapa saya?”, “Bagaimana saya
bekerja dengan baik?”, “Apakah itu bermanfaat?”. Mereka menginginkan dan
memerlukan tantangan rohani. Sebagaimana dikemukakan Mulyono, bahwa
perkembangan kehidupan rohani remaja tidak dapat dilepaskan dari
perkembangan intelektualnya. Perkembangan intelektual itu menurut, pada satu
sisi, remaja bersikap kritis dengan menilai segala sesuatu berdasarkan akal dan
bukti-bukti yang bisa dilihat. Tetapi di satu sisi lain, sebenarnya remaja juga haus
untuk memiliki pengalaman religius.27
Remaja akhir memahami Allah sebagai penegak hukum-hukum alam.28
Allah dipandang memiliki perhatian terhadap manusia dan tidak sekedar
menghakimi mereka. Remaja akhir ini juga menyadari bahwa Allah bersifat lebih
dari sekedar pengalaman sensorik (perjumpaan seseorang dengan Allah bersifat
internal dan mental, bukan secara eksternal). Remaja akhir kadang kala memiliki
perasaan tidak layak di hadapan Allah karena mereka memiliki sebuah konsep
tentang ketiadaan Allah secara nyata. Disamping itu remaja akhir juga memiliki
minat pada hal-hal yang ideal dan ideologi pada saat mereka mencari
25
Paul D. Mieyer, M.d, Frank B. Minirth, dkk, Pengantar Psikologi dan Konseling
Kristen, Volume 2, (Yokyakarta: ANDI, 2004), 107.
26
Ibid, 102.
27
Y. Bambang Mulyono, Mengatasi Kenakalan Remaja (Yogyakarta : Andi, 1996), 24
28
Paul D. Mieyer, M.d, Frank B. Minirth, dkk, 103.
indentitas diri. Mereka siap melakukan komitmen rohani yang serius, meskipun
kekristenan merupakan hal yang membosankan bagi mereka sebelumnya. Mereka
memiliki kebutuhan yang kuat untuk memperkuat hati nurani dan mencari arti
hidup.29
29
Lilis Emindyawati, “Peranan Guru Pendidikan Agama Kristen Terhadap Perilaku
Siswa-Siswi”, Fidei: Jurnal Teologi Sistematika dan Praktika, Vol. 2, No. 1, Juni 2019, 47-48.
30
Kalis Stevanus, Cekcok tapi Sudah Cocok (Yogyakarta: Andi, 2015), 4
31
Kalis Stevanus, Bible, Pray and Love (Yogyakarta: Andi, 2015), 16
32
Reny Safita,”Peranan Orang Tua Dalam Memberikan Pendidikan Seksual
Pada Anak “, Jurnal Edu-Bio, Vol. 4, Tahun 2013: 34
33
Ibid,. 35
Gunarso sebagaimana dikutip Safita, menyatakan bahwa tujuan dari
pendidikan seksual adalah untuk membuat suatu sikap emosional yang sehat
terhadap masalah seksual dan membimbing anak ke arah hidup dewasa yang sehat
dan bertanggung jawab terhadap kehidupan seksualnya. 34 Benar apa yang
dikemukakan Stanton dan Brenna bahwa pendidikan seksual adalah merupakan
pembentukan karakter.35 Pendidikan mengenai seksualitas bukan semata-mata
memberikan informasi yang akurat dan tepat pada waktunya. Namun juga harus
membentuk nilai-nilai dan sikap anak-anak, membentuk pandangan mereka
tentang dunia, mempraktekkan apa yang diajarkan (menjadi teladan), memberikan
kepada anak-anak kekuatan emosi yang akan mereka butuhkan untuk membuat
keputusan yang saleh, dan menanamkan dalam diri mereka ketrampilan untuk
melaksanakan keputusan-keputusan yang baik yang telah mereka buat. Penting
dipahami bahwa perilaku anak-anak akan timbul dari hati mereka, dan akan
dibentuk oleh hubungan dan pengabdian mereka kepada Allah. Dengan demikian
prioritas utama di dalam pendidikan seks haruslah mempengaruhi pertumbuhan
rohani mereka.
34
Ibid
35
Brenna B. Jones, Stanton L, How And to Tell Your Kids About Seks (Surabaya:
Momentum, 2004), 6
36
Ron Lee Davis, Mentoring, The Strategy Of The Master, (Nashville, Thomas Nelson
Publishers, 1991), 186
informasi diluar orang tua yang mengakibatkan hubungan orang tua dan anak
remaja renggang. Kemajuan teknologi informasi yang pesat banyak memberikan
sumbangsih terjadinya gap antara orang tua dan anak remaja. Orang tua
beranggapan dengan adanya telepon genggam (HP), mereka dapat mengawasi
anak remajanya.
Demikian juga kemajuan dalam dunia maya, remaja dengan bebasnya
keluar masuk kedalam situs-situs yang seharusnya bukan untuk komsumsi orang
percaya. Situs-situs porno saat ini tidak hanya menampilkan gambar- gambar,
juga tersedianya video porno yang disediakan secara bebas dan gratis kepada
siapa saja. Tempat-tempat inilah yang menjadi sarana pendidikan dan
pengetahuan tentang seks remaja.37
Menurut suatu penelitian di Amerika Serikat dan Inggris, seperti yang
dikutip oleh Sarwono, bahwa sistem pendidikan yang berlaku di suatu daerah
tertentu dapat mempengaruhi aktivitas remaja secara umum di daerah itu. 38
Demikian juga penelitian yang dilakukan oleh Zelnik & Kim, menyatakan bahwa
remaja yang telah mendapat pendidikan seks tidak cenderung lebih sering
melakukan hubungan seks, tetapi mereka yang belum pernah mendapat
pendidikan seks, cenderung lebih banyak mengalami kehamilan yang tidak
dikehendaki.39
Melihat situasi dan kondisi sosial masyarakat saat ini yang diperhadapkan
dengan krisis moral secara khusus kalangan kaum muda remaja, maka seharusnya
menyadarkan orang tua untuk memberikan suatu pendidikan seks pada perspektif
yang tepat sesuai dengan ajaran Alkitab kepada anak-anaknya sejak dini.
Pendidikan seks sudah seharusnya diberikan kepada anak-anak yang sudah
beranjak dewasa atau remaja, baik melalui pendidikan formal maupun informal.
Ini penting untuk mencegah perilaku seks yang salah, misalnya seks pranikah,
seks bebas, dan sebagainya.
Oleh sebab itu, pendidikan seks merupakan hal yang sangat urgen dan perlu
sekali untuk mencegah (preventif), perilaku seks bebas dan mampu menghindari
dampak-dampak negatif lainnya. Penulis yakin, bilamana para remaja Kristen
telah diperlengkapi dengan pendidikan seks dengan benar dan tepat (berdasarkan
iman Kristen), maka prilaku seks bebas dapat dicegah, atau dihindari.
37
Kalis Stevanus, “Tujuh Kebajikan Utama Untuk Membangun Karakter Kristiani
Anak“, BIA: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen Kontekstual, Volume 1, No.1, 2018: 81
38
Sarlito Wirawan Sarwono, Psikologi Remaja,.....133
39
Ibid, 191.
Materi Pendidikan Seks Remaja
Seks merupakan pembicaraan yang menarik di kalangan remaja, baik
remaja laki-laki maupun wanita.40 Meskipun kadang-kadang mereka malu-malu
mengungkapkannya secar terbuka, namun pergumulan tersebut tetap tidak bisa
disembunyikan sepenuhnya. Hal ini dapat dipahami karena mereka sedang
mengalami gejolak yang dasyat. Artinya, mereka sedang berada di dalam proses
pertumbuhan dan perkembangan sehingga mereka merasakan sendiri dampaknya.
Kesalahan sekecil apapun dalam pengelolaan dorongan seks masa muda, akan
berdampak secara fatal dan menghancurkan diri sendiri.
Para remaja tentu sangat membutuhkan informasi dan pengajaran yang
benar tentang seks dan seksualitas. Pengajaran yang salah pasti akan
mengakibatkan pemahaman mereka tentang seks dan seksualitas yang keliru.
Akibatnya, tidak sedikit para remaja memahami dorongan seksual mereka secara
negatif. Oleh karena itu, penyusunan suatu materi pendidikan seks yang akan
diberikan kepada remaja sangat signifikan.
Materi pendidikan seks remaja sebaiknya diberikan secara kontekstual,
yaitu dalam kaitannya dengan norma-norma yang berlaku dalam kekristenan dan
yang berlaku dalam masyarakat: apa yang terlarang, apa yang lazim dan
bagaiman cara melakukannya tanpa melanggar aturan. Pendidikan seks yang
kontekstual ini jadinya mempunyai ruang lingkup yang luas. Tidak terbatas pada
prilaku hubungan seks semata tetapi menyangkut pula hal-hal lain, seperti peran
laki-laki dan wanita dalam masyarakat, hubungan laki-laki dengan wanita dalam
pergaulan, peran ayah dan ibu serta anak-anak dalam keluarga, dan sebagainya.
Seksualitas kaum remaja bukanlah suatu aktivitas, peristiwa atau perilaku. 41
Sebaliknya, seksualitas remaja adalah bidang kehidupan yang luas, rumit, dan
berpotensi memberi kegembiraan. Seksualitas remaja bersifat spiritual,
intelektual, emosional, religius, kultural, dan juga biologis. Berkaitan dengan hal
ini dan dari hasil studi psikologi sosial Kristen, berikut ini penulis memaparkan
suatu kerangka materi pendidikan seks remaja yang dibagi dalam beberapa bagian
yaitu dimensi biologis, dimensi psikologis, dimensi sosial, dan dimensi spiritual.
40
EB Surbakti, Kenakalan Orang Tua Penyebab Kenakalan Remaja, (Jakarta: Elex
Media Komputindo, 2008, 41.
41
Michael A. Carrera & Anne K. Hershberger, Seksualitas Pemberian Allah, (Jakarta:
BPK Gunung M ulia, 2008), 55.
Dimensi Biologis
Remaja ada didalam perkembangan dan perubahan fisik. Maka, para remaja
perlu mengerti, memahami dan mengenal tubuhnya secara kongkrit. Dalam
dimensi ini, remaja perlu dibimbing bagaiman merasakan dan memahami diri
sendiri, dan bagaimana mereka memahami orang lain. Rasa yakin dan aman
tentang “kebaikan” tubuhnya dapat memperlancar pengungkapan seksualitas yang
sehat. Sebaliknya, keraguan dan kecemasan tentang tubuhnya dapat menghambat
pengungkapan seksual.
Misalnya, remaja laki-laki mendapat kesan kuat, bahwa mereka harus
berbuat tanpa menggunakan perasaan. Maskulinitas mereka terletak pada tubuh
yang tegap dan kemampuan berbuat. Sedangkan remaja wanita belajar supaya
disukai kaum laki-laki. Semua perubahan biologis selama pubertas dipantau dan
ditafsirkan melalui filter yang ideal menurut budayanya. Remaja wanita dengan
cepat memandang tubuhnya secara kosmetik dan berdasarkan penampilan
luarnya. Mereka terlanjur menggunakan standar ini dan mengharapkan orang lain
mengabsahkan feminitas mereka.
Dalam dimensi bilogis ini, hal-hal yang penting untuk disampaikan kepada
para remaja antara lain:
1. Pengetahuan anatomi dan fisiologi manusia, serta perubahan-perubahannya
yang terjadi pada masa puber.42
2. Pengetahuan tentang organ reproduksi, kehamilan, dan kelahiran.43
3. Cara merawat kebersihan dan kesehatan organ seks, dan penyakit-penyakit
menular seksual.44
4. Pengaruh obat-obatan, narkotika, dan alkohol terhadap seksualitas.45
5. Alat-alat kontrasepsi dan pengaturan kesuburan, kehamilan, aborsi dan
resikonya.46
6. Masalah-masalah fisiologi yang timbul akibat seks bebas.
Dimensi Psikologis
Di dalam perkembangan psikologinya, anak remaja sedang mencari jati
dirinya yang sesungguhnya. 47 Maka di dalam dimensi psikologis harus
42
Herlianto, Aids dan Perilaku Seksual, (Bandung: Kalam Hidup, 1995), 53
43
Ibid, 55.
44
Ibid, 60.
45
Ibid, 68.
46
Ibid, 74
menekankan bahwa prilaku seksual-genital hanyalah salah satu aspek saja dari
sekian banyak cara pengungkapan seksualitas. Jika harus memasukinya, itu
berkaitan dengan gambar tubuh, peran gender, peran sosial dan peran keluarga
atau kenikmatan panca indra dalam ragam pengungkapan kasih sayang, cinta, dan
keakraban. Unsur-unsur fundamental ini merupakan keseluruhan keberadaan
keperibadian seseorang.
Prinsip yang ditanamkan dalam dimensi psikologis adalah bahwa
seksualitas bukan merupakan hal yang terpenting dalam hidup. 48 Anak-anak
Allah harus berjuang untuk menempatkan seksualitas dalam perspektif yang
benar yang sesuai dengan kebenaran firman Tuhan. Maka, di dalam dimensi
psikologis ini, hal-hal yang penting untuk disampaikan kepada para remaja antara
lain:
1. Kepribadian dan seksualitas.
2. Seksualitan yang berkaitan dengan identitas dan peran jenis masing-masing.
3. Perasaan terhadap seksualitas dan bagaimana menjalankan fungsinya sebagai
mahluk sosial.
4. Faktor-faktor penyebab timbulnya seks di luar nikah.
5. Masalah-masalah psikologi yang ditimbulkan oleh seks di luar nikah.
Dimensi Sosial
Dari psikologi perkembangan sosial remaja, diketahui bahwa ada dorongan
alamiah dalam diri remaja dari ketergantungan menuju kemandirian. Dalam usaha
menuju kemandidirian tersebut, bila remaja tidak dibekali dengan nilai-nilai etika,
maka di dalam pergaulannya akan melakukan hal-hal yang umum disebut
“kenakalan remaja”. Para remaja mendefinisikan kemandirian menjadi kebebasan.
Kebebasan yang mereka pikirkan adalah kebebasan melakukan perbuatan-
perbuatan yang berada di luar nilai-nilai kekristenan maupun norma-norma sosial
masyarakatnya.
Tidak ada kebebasan di dalam dunia ini. Kebebasan yang berada di luar
lehendak Allah adalah keterikatan di dalam perbuatan dosa. Stevri di dalam
bukunya Theologi & Misiologi Reformed menjelaskan bahwa, Kehendak bebas
manusia, setelah kejatuhan manusia kedalam dosa, adalah kehendak yang
dipengaruhi oleh dosa, sehingga kehendak manusia itu pun tidak benar-benar
47
Sarlino Wirawan Sarwono, Psikologi Remaja, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
1989), 71-72
48
Ibid.
bebas, karena ia telah terikat dengan dosa. Namun, setelah Tuhan memperbaharui
manusia, maka kehendaknya pun diperbaharui dan menjadi bebas tetapi terikat
pada kebebasan Penciptanya.49
Di dalam perkembangan sosialnya, remaja sangat tertarik memahami apa
artinya menjadi laki-laki dan wanita. Sosialisasi yang bersifat gender sering
bersifat membatasi. Faktor-faktor sosial yang ada dalam masyarakat saat ini juga
menciptakan pemisahan jiwa laki-laki dan jiwa wanita. Karena alasan-alasan ini,
pemberian pengetahuan peran gender seyogianya merupakan bagian utama
pendidikan seksual.
Konsep diri remaja sangat kuat dipengaruhi oleh faktor-faktor sosialisasi
gender, pembelajaran keakraban, pendampingan, kelembutan terhadap orang lain
dan nilai-nilai dalam konteks keluarga dan masyarakat. Pelajaran seksual remaja
dalam dimensi sosial ini harus berisi penjelasan tentang perasaan, kasih sayang,
dan keakraban dalam konteks pengharapan gender dan menjadi manusia
seutuhnya, agar generasi mendatang dapat berinteraksi dengan orang lain dengan
aman, akrab, dan mengasihi.
Dalam dimensi sosial ini, hal-hal yang penting untuk disampaikan kepada
para remaja antara lain:
1. Seksualitas dan relasi antar manusia.
2. Pengaruh lingkungan dalam pembentukan pandangan mengenai seksualitas.
3. Perilaku seks merupakan pilihan.
4. Etika pergaulan remaja.
5. Berkencan, bercinta, dan perkawinan.
6. Seks dan hukum negara.
7. Masalah-masalah yang banyak dibicarakan, misalnya: perkosaan,
masturbasi, homoseksualitas, disfungsi seksual, dan eksploitasi seksual.
8. Masalah-masalah sosial yang timbul akibat seks di luar nikah.
Dimensi Spiritual
Dimensi spiritual sangat penting dalam pendidikan seks kepada remaja.
Dalam serangkaian eksperimen tentang perkembangan moral anak, Hartshorne
dan May menemukan hal yang paling penting bahwa anak-anak yang menjadi
anggota Sekolah Minggu menunjukkan kejujuran, kerja sama, ketekunan, dan
49
Stevri I. Lumintang, Theologi & Misiologi Reformed, (Batu: Dep. Literatur PPII,
2006), 115.
menjauhi prilaku yang tidak diinginkan.50 Stevri, dalam kata pengantar bukunya
“Re-Indonesianisasi Bangsa”, menyatakan bahwa krisis suatu bangsa berakar
pada krisis spiritualitas, berawal pada krisis mentalitas, berbuah pada krisis
moralitas, bermuara pada krisis sosial, ekonomi, politik, hukum dan agama. 51
Demikian juga perilaku seks bebas remaja yang merupakan krisis moralitas
bangsa Indonesia ini, berakar dari krisis spiritualitas.
Dalam dimensi spiritual ini, hal-hal yang penting untuk disampaikan kepada
para remaja antara lain: Maksud dan fungsi hukum Allah mengenai kesusilaan;
Seks dan nilai-nilai moral Kristen; Seksualitas adalah pemberian Allah; Seks dan
supremasi Kristus; Kebaikan seks dan kemuliaan Allah; Seks, kemesraan, dan
kemuliaan Allah.
Kesimpulan
Seks tidak dianggap sebagai sesuatu yang tabu, atau najis melainkan
sebagai sesuatu yang kudus dan patut dihormati sebagaimana diajarkan di dalam
Alkitab. Oleh karena itu, pendidikan seks perlu diajarkan oleh orangtua kepada
remaja, bahkan sejak masa kanak-kanak. Dalam masa remaja, seseorang akan
mengalami perkembangan seksualitasnya. Oleh karena itu, remaja perlu
mendapatkan informasi yang benar dan cukup tentang kehidupan seksualitasnya
dari orangtuanya. Pendidikan seks pada remaja dengan tujuan untuk memperkuat
pengembangan kepribadiannya. Sehingga melalui pendidikan seks diharapkan
timbulnya sikap yang sehat dan bertanggung jawab terhadap seksualitasnya sesuai
Alkitab dan norma-norma masyarakat setempat. Selain itu, untuk menghindarkan
remaja dari perbuatan atau keterlibatan dalam perilaku seks yang salah seperti
seks bebas, seks pranikah, kehamilan di luar nikah, penyakit kelamin, dan
sebagainya.
Daftar Pustaka
Abineno, J.L. CH, Seksualitas dan Pendidikan Seksualitas Seksual, Jakarta:
Bpk. Gunung Mulia, 2002.
Ahmadi, Abu, Psikologi sosial, Jakarta: Rineka Cipta, 2007.
Andrew, Michener, H. dkk, Sosial Psychology, Canada: Wadsworth, 2004. Anne
K. Hershberger, Michael A. Carrera Seksualitas Pemberian Allah, Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 2008.
50
Paul D. Meier, dkk, 107.
51
Stevri I. Lumintang, xi.
Baron & Donn Byrne, Robert A., Psikologi Sosial Vol 1, Jakarta: Erlangga,
2003.
Benson & Mark H. Senter III, Warren S, Pedoman Lengkap Untuk Pelayanan
Kaum Muda, Bandung: Kalam Hidup, 1999.
Brenna B. Jones, Stanton L, How And to Tell Your Kids About Seks, Surabaya:
Momentum, 2004.
Clinebell, Howard, Tipe-tipe Dasar Pendampiungan dan Konseling Pastoral,
Yokyakarta: Kanisius, 2002.
Davis, Ron Lee, Mentoring, The Strategy Of The Master, Nashville, Thomas
Nelson Publishers, 1991.
Dyck, Anni. Tantangan dan Kebutuhan Remaja. Malang : YPPII, 1982
Emindyawati, Lilis, Peranan Guru Pendidikan Agama Kristen Terhadap
Perilaku Siswa-Siswi, Fidei: Jurnal Teologi Sistematika dan Praktika, Vol.
2, No. 1, Juni 2019.
Guthrie, Donald, Theologi Perjanjian Baru , Vol 1, Jakarta: BPK Gunung Mulia,
2006.
Hurlock, Elizabeth B. Psikologi Perkembangan, Jakarta: Erlangga, 1980. Hassan
Shadily, John M. Echols, Kamus Inggris Indonesia, Jakarta: Gramedia,
2003.
Herlianto, Aids dan Perilaku Seksual, Bandung: Kalam Hidup, 1995. Lumintang,
Stevri, Pastoral Ecclesiology, Batu: Institut Injil Indonesia/I-3,
2008.
Lumintang, Stevri I, Re-Indonesianisasi Bangsa, Batu: Departemen Multi-Media
YPPII, 2009.
Lumintang, Stevri I Theologi & Misiologi Reformed, Batu: Dep. Literatur PPII,
2006.
Kristianto, Paulus Lilik, Prinsip & Praktik Pendidikan Agama Kristen,
Yokyakarta: ANDI, 2006.
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2005.
M.D, Paul D. Meier dkk, Pengantar Psikologi dan Konseling Kristen Vol 1,
Yokyakarta: ANDI, 2004.
Marx, Dorothy I, New Morality, Bandung: Kalam Hidup, 2005.
Mulyono, Y. Bambang. Mengatasi Kenakalan Remaja. Yogyakarta : Andi, 1996
Sahardjo, Hadi P, Konseling Krisis & Terapi Singkat, Bandung: Pioner Jaya,
2008.
Sadarjoen, Sawitri Supardi Bunga Rampai Kasus Gangguan Psikoseksual,
Bandung: Refika Aditama, 2005.
Santrock, John W, Life-Span Development Vol 2, Jakarta: Erlangga, 2002.
Sarwono, Sarlito W, Psikologi Remaja, Jakarta: Raja Garafindo Persada, 1989.
Sarwono Sarlito W, Teori-Teori Psikologi Sosial, Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2006.
Sears, David O, dkk, Psikologi Sosial, Jakarta: Erlangga, 1985
Surbakti, EB Kenakalan Orang Tua Penyebab Kenakalan Remaja, Jakarta: Elex
Media Komputindo, 2008.
Stevanus, Kalis. Cekcok tapi Sudah Cocok. Yogyakarta: Andi, 2015
Stevanus, Kalis. Bible, Pray and Love. Yogyakarta: Andi, 2015
Stevanus, Kalis. Menjadi Orangtua Bijak Solusi Mendidik Dan Melindungi
Anak Dari Pengaruh Pergaulan Buruk. Yogyakarta: Yayasan Pustaka
Nusatama, 2016
Stevanus, Kalis. Mendidik Anak. Yogyakarta: Lumela, 2018
Stevanus, Kalis. “Tujuh Kebajikan Utama Untuk Membangun Karakter
Kristiani Anak“, BIA: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen Kontekstual,
Volume 1, No.1, 2018.
Suleman, Dadang. Psikologi Remaja. Bandung : Mandar Maju,1995
Yulia, Singgih D. Gunarsa, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 2006.
ISSN : 1829-8257
81
IAIN Palangka Raya
Pendidikan Reproduksi (Seks) Pada Remaja;
Perspektif Pendidikan Islam
Nuryadin
IAIN Palangka Raya
yadinnur5@gmail.com
Abstract
As a belief system that emphasizes intregral living world and the hereafter, Islam also
has the attention to the problem of reproductive (sex education). Sex education in Islam is not
only intended for individuals who have already reached puberty but is also aimed at children
from an early age. One of the important phases of age in human life is adolescence (puberty).
Sex education to adolescents have urgency as education and anticipation of deviant behavior
inflicted on the puberty. Islam underlines sex education as an integral part of education
monoteism, worship and morality. This paper presents an overview of reproductive education
in adolescents according to the perspective of Islamic education.
A. Pendahuluan
Berbicara tentang seks tidak terlepas dari pembicaraan mengenai manusia itu
sendiri. Manusia dilahirkan dengan potensi dan naluri seks terhadap lawan jenisnya,
terlepas dari berbagai penyimpangan seks yang terjadi. Seks pada dasarnya
merupakan kebutuhan alami atau naluriah makhluk hidup guna melangsungkan hidup
dan melestarikan generasinya, seperti dijumpai pada manusia maupun makhluk
hidupan lainnya. Jika seks dianggap tabu, terlarang dan jorok untuk dibicarakan atau
dikaji, seolah-olah hal demikian tidak memberikan petunjuk atau pendidikan
bagaimana memahami dan mengelola seks dalam lingkup kebermanfaatan dan makna
yang positif. Berbagai penyimpangan dan kejahatan seksual yang marak dan
melibatkan generasi muda, baik sebagai pelaku maupun sebagai korban, membuat kita
prihatin. Sehingga dibutuhkan formula guna mencegah dan mengatasi problematika
demikian.
Pendidikan seks pada remaja merupakan edukasi yang efektif guna memberikan
wawasan, bimbingan, dan pencegahan bagi remaja dalam menghadapi persoalan
seksual yang terjadi pada usianya serta bagaimana mengelola gejolak emosional yang
terjadi. Di sinilah urgennya pendidikan yang bermuatan moralitas diinternalisasikan
sejak dini sesuai perkembangan individu. Pendidikan yang berwawasan moralitas ini
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat Volume 12, Nomor 1, Juni 2016
juga terkandung dalam pendidikan seks dengan pendekatan pendidikan Islam. Islam
sendiri menekankan bahwa masalah reproduksi (seks) perlu dikelola sesuai tuntunan
ilahi, misalnya melalui media pernikahan, dengan jalan berpuasa, menahan
pandangan, dan sebagainya. Bila dibandingkan negara-negara lain seperti Jerman dan
Belanda, implementasi pendidikan seks di Indonesia1 belum bersifat komprehensif.
Pendidikan seks dalam bisa dikatakan belum banyak diimplementasikan dalam
lingkup pembelajaran formal di lembaga-lembaga pendidikan. Pada realitasnya
pendidikan seks lebih diintegrasikan (penyisipan) dalam pelajaran dan program
tertentu daripada dalam bentuk pelajaran atau mata pelajaran khusus. Barangkali yang
menjadi kendala dalam mewujudkan gagasan pendidikan seks dalam bentuk pelajaran
khusus berkaitan dengan faktor psikologis, kebijakan pendidikan, dan kesiapan SDM
itu sendiri. Nah, tulisan ini berupaya menyajikan konsep dan gagasan pendidikan seks
pada remaja menurut perspektif pendidikan Islam.
B. Kajian Pustaka
Manusia adalah makhluk yang memiliki berbagai kompleksitas dan keunikan.
Kompleksitas dan keunikan manusia merupakan potensi yang dapat berkembang ke
arah positif maupun sebaliknya. Untuk mengaktualkan potensinya manusia
membutuhkan bimbingan. Bimbingan ini pada awalnya diperoleh dari keluarga (orang
tua) dan lingkungan sosial sekitarnya. Selanjutnya manusia itu sendiri dapat tumbuh
dan berkembang secara mandiri seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan
dirinya menjadi dewasa. Manusia dalam mengarungi hidupnya senantiasa didasari
oleh suatu pemikiran, pertimbangan dan dasar-dasar tertentu. Manusia tidak sekedar
menjalani hidup tanpa pertimbangan. Terdapat pemikiran-pemikiran tertentu yang
mendasari manusia dalam menginginkan dan meraih sesuatu.
1
Pendidikan seks di Jerman telah menjadi bagian dari kurikulum sejak 1970 yang mencakup
proses pertumbuhan, perubahan bentuk tubuh, emosi, proses biologis dan reproduksi, aktivitas sosial,
kemitraan, homoseksualitas, kehamilan pranikah, komplikasi dari aborsi, bahaya kekerasan seksual,
kekerasan seksual pada anak, penyakit menular yang diakibatkan hubungan seksual, posisi seks, dan
alat kontrasepsi. Sementara di Belanda, pendidikan seks dimulai sejak akhir 1980 melalui paket Long
Live Love. Melalui paket ini pemerintah membekali remaja dengan kemampuan membuat keputusan
mengenai kesehatan dan seksualitas. Lihat Anshori LAL, Pendidikan Islam Transformatif (Jakarta:
Referensi, 2012), hlm.94-95.
Setidaknya ada tiga dasar motivasi dasar manusia dalam melakukan sesuatu ,
demikian menurut Witherington, yaitu lapar, proteksi diri dan seks.2 Nah, salah satu
dasar atau motivasi manusia itu dalam berbuat adalah seks.
Secara bahasa seks berasal dari bahasa Inggris yaitu sex yang artinya jenis
kelamin. Berkaitan dengan kata seks ini ada beberapa istilah yang mempunyai makna
yang serupa yaitu seks, seksual dan seksualitas. Seks adalah proses reproduksi atau
perbedaan karakter jenis kelamin, dan bisa juga berkaitan dengan segala hal yang
berkenaan dengan kesenangan atau kepuasan organ digabung dengan rangsangan-
rangsangan organ-organ kemaluan atau terkait dengan percumbuan serta hubungan
badan (koitus).3 Seksual adalah berkenaan dengan tingkah laku, perasaan atau emosi-
emosi yang digabungkan dengan rangsangan organ-organ kemaluan, daerah
erogenous, atau digabung dengan proses reproduksi. Seksualitas adalah kapasitas
untuk memiliki seks atau untuk mengusahakan hubungan persetubuhan atau karakter
4
yang sedang tertarik pada sudut pandang seksual. Seks bersifat naluriah pada
manusia. Seks juga merupakan kebutuhan dasar manusia. Jika manusia dikekang dan
dikebiri hasrat seksnya maka akan muncul berbagai dampak negatif yang
mengitarinya maupun dampak bagi lingkungan sekitarnya. Namun seks juga tidak
bisa diberlakukan sebebas-bebasnya.
Sehingga dibutuhkan arahan, bimbingan, dan pengendalian terhadap perilaku
seks manusia agar tidak berdampak negatif pada diri maupun lingkungan sosialnya.
Di sinilah Islam sebagai agama yang menjunjung keseimbangan orientasi dunia dan
akhirat berperan dalam membingkai dan mengarahkan naluri seks umat manusia
melalui sumber ajarannya yang tertuang dalam al-Quran maupun sunnah nabi agar
selaras dengan tuntunan ilahi. Islam tidah hadir sebagai pengekang apalagi mematikan
nafsu seks. Islam memberikan panduan dan bimbingan bagaimana perilaku seksual
memiliki manfaat dan bernilai positif (baca ibadah). Panduan dan bimbingan yang
diberikan dimaknai sebagai pendidikan seks atau reproduksi (sex education).
Pendidikan seks menurut perspektif Islam tentu memiliki perbedaan dengan
pendidikan seks dalam perspektif Barat. Namun keduanya juga memiliki persamaan
sehingga bisa saling melengkapi. Pertanyaannya kemudian adalah apakah pendidikan
2
Saifuddin Mujtabah dan M. Yusuf Ridwan, Nikmatnya Seks Islami (Yogyakarta: Pustaka
Marwa,3Marzuki
2010), hlm.
Umar18.Sa‟abah, Perilaku Seks Menyimpang dan Seksualitas Kontemporer Umat Islam
(Yogyakarta: UII Press, 2001), hlm. 1.
4
Ibid.
seks itu? Apa tujuannya dan bagaimana hakikat pendidikan seks itu? Apakah
pendidikan seks itu hanya sekedar teknik dalam berhubungan seksual semata atau ada
hal lain yang melingkupinya? Bagaimana peran Islam dalam hal demikian? Inilah
beberapa pertanyaan penting yang perlu dipecahkan agar tidak menimbulkan
kesalahpahaman (misunderstanding) terhadap konsep pendidikan seks.
Ada beberapa definisi terkait pendidikan seks yang dikemukakan para pakar.
Menurut Arif Rahman Hakim yang dikutip Anshori, pendidikan seks adalah
perlakuan proses sadar dan sistematis di sekolah, keluarga dan masyarakat untuk
menyampaikan proses perkelaminan menurut ilmu kesehatan, agama dan norma yang
5
sudah ditetapkan masyarakat (moral). Utsman ath-Thawiil mendefinisikan
pendidikan seksual sebagai pemberian pelajaran dan pengertian kepada anak laki-laki
maupun perempuan sejak mereka mulai memasuki usia balig serta berterus terang
kepadanya tentang masalah-masalah yang berhubungan seks, naluri dan perkawinan. 6
Anshori LAL memaknai pendidikan seks menurut Islam sebagai pendidikan yang
7
mengajarkan materi-materi tentang perkelaminan dalam kerangka ajaran agama.
Definisi lain tentang pendidikan seks dikemukakan oleh pakar pendidikan Islam
Abdullah Nashih Ulwan. Menurutnya pendidikan seks merupakan upaya pengajaran,
penyadaran, dan penerangan tentang masalah-masalah seksual yang diberikan kepada
anak, sejak ia mengerti masalah-masalah yang berkenaan dengan seks, naluri dan
perkawinan.8
Beragam makna tentang pendidikan seks di atas memilik berbagai persamaan
yakni pendidikan yang berhubungan dengan masalah seksualitas dan yang terkait
dengannya yang diberikan oleh orang dewasa kepada generasi muda (usia dini, remaja
dan dewasa) sesuai dengan kerangka ajaran agama (Islam), moral, dan kesehatan.
Definisi di atas juga memberikan gambaran bahwa pendidikan seks itu bersifat
komprehensif dan berkaitan dengan tauhid, ibadah, dan akhlak.
5
Anshori LAL, Pendidikan Islam Transformatif..., hlm. 95.
6
Utsman ath-Thawiil, Ajaran Islam tentang Fenomena Seksual terj. Saefuddin Zuhri, (Jakarta:
PT. RajaGrafindo Persada, 1997), hlm. ix.
7
Makna perkelaminan mencakup pengetahuan secara biologis (alat-alat reproduksi perempuan
dan laki-laki), proses reproduksi (kehamilan dan kelahiran), dan pengetahuan dan pemahaman cara
penularan PMS (penyakit menular seks) dan HIV/AIDS, perkembangan diri, alat kontrasepsi,
mengenai perilaku seksual beresiko, orientasi seksual yang salah dan hak-hak manusia untuk
keselamatan dan keputusan untuk melakukan hubungan seks dan sebagainya. Lihat Anshori LAL,
Pendidikan Islam Transformatif..., hlm. 93-94.
8
Abdullah Nashih „Ulwan, Tarbiyatu ‘l-Aulad fi ‘i-Islam, terj. Saifullah Kamalie dan Hery Noer
Aly, (Semarang: Asy-Syifa‟, 1993), hlm. 572.
C. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif yakni suatu metode
yang menganalisis data suatu objek kajian, kemudian mendeksripsikannya sesuai hasil
analisis data tersebut
D. Pembahasan
Masa remaja adalah masa peralihan (transisi) dari masa anak-anak ke masa
dewasa. Secara fisik remaja mungkin sudah menyerupai orang dewasa, namun secara
psikis belumlah dewasa. Masa remaja berkisar antara usia 12 hingga 20 tahun. 9 Masa
remaja merupakan masa yang sangat rentan selama perkembangan hidup manusia,
dimana hal tersebut merupakan saat yang menentukan bagi masa-masa selanjutnya. 10
Masa remaja juga merupakan salah satu masa yang sangat penting dalam perjalanan
hidup manusia. Jika masa ini dimanfaatkan dengan maksimal maka pengaruhnya
sangat signifikan dalam kehidupan remaja selanjutnya, begitu pun sebaliknya.
Secara intelektual, remaja mulai mampu berpikir abstrak dan sebagian bahkan
sudah mulai kritis. Secara emosional, remaja cenderung kurang stabil bahkan
temperamental. Dalam pergaulan sosial, remaja lebih suka bergabung dengan teman-
11
teman seusianya. Ketiga aspek tersebut penting diperhatikan dalam kehidupan
remaja oleh pendidik (orang tua, guru dan masyarakat). Jika aspek-aspek tersebut
diabaikan tentu akan menimbulkan kepincangan dalam mendidik remaja. Kehidupan
seorang remaja mencakup sisi intelektual, emosional dan sosial.nDalam Islam masa
remaja berhubungan dengan usia balig yakni usia dimana seorang manusia (muslim)
mulai dibebani dengan berbagai kewajiban dan konsekuensi dalam beragama. Pada
perempuan usia balig biasanya berkisar pada usia antara 8-18 tahun, sedangkan pada
laki-laki berkisar antara usia 12-20 tahun. Namun rata-rata usia permulaan balig laki-
laki maupun perempuan berlangsung antara usia 12-15 tahun.12
9
Heri Jauhari Muchtar, Fikih Pendidikan (Bangdung: Remaja Rosdakarya, 2008), hlm. 69. Masa
remaja ditandai dengan pertumbuhan fisik yang sangat pesat seperti perubahan suara, tumbuhnya bulu
pada tubuh bagian tertentu, tumbuhnya jakun pada pria, mulai membesarnya organ tubuh tertentu pada
wanita serta berfungsinya organ-organ seksual baik pada laki-laki maupun perempuan. Masa ini juga
ditandai dengan belum stabilnya emosi. Lihat ibid., hlm. 19. Bandingkan dengan uraian Mubin dan Ani
Cahyadi yang membagi masa remaja menjadi tiga fase yaitu fase pra remaja (usia 12-14 tahun), fase
remaja (usia 14-18 tahun), dan fase adolescence (usia 18-21 tahun). Lihat Mubin dan Ani Cahyadi,
Psikologi
10
Perkembangan, (Ciputat: Quantum Teaching, 2006), hlm. 106-110.
Saifuddin Mujtabah dan M. Yusuf Ridwan, Nikmatnya Seks Islami..., hlm. 20.
11
Lihat Mujiburrahman, Bercermin ke Barat: Pendidikan Islam Antara Ajaran dan Kenyataan
(Banjarmasin: Jendela, 2013), hlm. 78-79.
12
Utsman ath-Thawiil, Ajaran Islam..., hlm. 12.
Ada berbagai faktor yang mempengaruhi seorang anak menjadi balig antara
lain iklim, keturunan, makanan, kesehatan, dan keaktifan kelenjar dalam tubuh.13
Indikator balig pada remaja umumnya ditandai dengan aktivitas dan perubahan
berikut; (1). Mimpi, yaitu keluarnya cairan sperma (mani) bagi laki-laki dan bukan
mani bagi perempuan, sebagai hasil dari mimpi berhubungan seks ketika tidur. (2).
Tumbuh rambut di sekitar alat kelamin. (3). Genap berusia 15 tahun. (4). Keluar haid
bagi perempuan.14 Jika dikaitkan dengan naluri dan dorongan seksual, maka pada
masa remaja dorongan tersebut sudah mulai tumbuh bahkan dapat dikatakan sangat
bergejolak. Sedangkan pada masa kanak-kanak dorongan seksualitas, khususnya yang
berhubungan dengan koitus (jima‟), memang belum terasa. Tetapi setelah anak dalam
usia remaja (balig), dimana organ-organ seksualitasnya mulai matang, maka
kebutuhan koitus itu merupakan hubungan alami yaitu sebagai pemenuhan kebutuhan
dasar seks, yang pada saat-saat itu memerlukan sambutan dari luar. 15 Masa remaja
adalah masa yang penuh kegelisahan dan gejolak. Fisiknya sudah mulai besar laksana
orang dewasa, namun kenyataannya masih tergantung pada kedua orang tua. Naluri
seksual mulai tumbuh dalam dirinya. Mulai tertarik dengan lawan jenis dan ada
dorongan kuat agar dapat memuaskan naluri seksual tersebut. tetapi norma-norma
sosial dan agama biasanya mengahalanginya untuk melakukan hal demikian sehingga
muncullah kegelisah.16 Kegelisahan pada remaja mengantarkannya pada pencarian,
percobaan dan mungkin tenggelam serta terjerumus pada berbagai aktivitas baik
positif maupun negatif. Itulah mengapa masa remaja juga dikenal sebagai masa
pubertas (puberty) yaitu periode dimana kematangan kerangka dan seksual terjadi
dengan pesat terutama pada awal masa remaja.17
Setiap remaja akan mengalami masa pubertas dan berbagai gejolak yang
melingkupinya. Pubertas adalah masa perkembangan fisik yang cepat ketika
reproduksi seksual pertama kali terjadi atau pertama kali seorang laki-laki secara fisik
13
Ibid., hlm. 13-14.
14
Ibid., hlm. 15-17.
15
Saifuddin Mujtabah dan M. Yusuf Ridwan, Nikmatnya Seks Islami..., hlm. 19. Bandingkan
dengan pendapat Ahmad Azhar Basyir yang menyatakan bahwa kepribadian kelamin (seks) mulai
tumbuh pada anak-anak setelah berusia 7 tahun (masa tamyiz). Pada masa ini anak-anak dapat
membedakan banyak hal yang baik maupun buruk dan seterusnya, terutama membedakan antara jenis
kelaminnya dengan jenis lain, laki-laki atau perempuan. Pada usia 10 tahun, kesadaran pribadinya
sudah memasuki masa pancaroba. Lihat Ahmad Azhar Basyir, Ajaran Islam tentang Pendidikan Seks,
Hidup Berumah Tangga, Pendidikan Anak (Bandung: Al-Ma‟arif, 1996), hlm. 11-12 dan Desmita,
Psikologi Perkembangan, (Bandung: Remaja Rosdarkarya, 2008), hlm. 222.
16
Lihat Mujiburrahman, Bercermin ke Barat..., hlm. 78.
17
Desmita, Psikologi Perkembangan, hlm. 192.
mampu menghamili seorang perempuan dan seorang perempuan secara fisik sanggup
mengandung dan melahirkan bayi. Pubertas berkaitan dengan perubahan fisik yang
terjadi selama masa pra-remaja dan masa remaja. Sementara masa remaja
(adolescence) adalah perubahan emosi dan perubahan sosial pada masa remaja. Masa
remaja biasanya terjadi sekitar 2 tahun setelah masa pubertas yang menggambarkan
dampak perubahan fisik dan pengalaman emosional mendalam.18 Pada fase remaja
dorongan seksual mulai muncul dalam diri individu. Di sinilah sisi mental dan
sosialnya mulai bergejolak dan remaja pada fase ini berupaya mencari dan
menemukan jati dirinya. Kemudian remaja melakukan tindakan baik secara individu
maupun dengan teman sebayanya guna mencari dan memantapkan siapa dirinya. Pada
masa ini pula remaja mudah gamang dan goyah serta belum memiliki kestabilan
mental. Sehingga pada fase ini, remaja membutuhkan pengawasan dan bimbingan
edukatif.
Walaupun remaja mulai tumbuh ke arah manusia dewasa, pada hakikatnya
remaja membutuhkan bimbingan dalam membantunya menjalani fase penting dan
genting dalam kehidupannya. Remaja memerlukan lingkungan dan pendidikan yang
mampu mengarahkan dan mendorongnya secara aktif baik dalam lingkup kehidupan
privat maupun sosial yang seimbang. Remaja jika dilihat dari kebutuhan dan
kecenderungannya memiliki tujuh kebutuhan. Kebutuhan tersebut merupakan
keniscayaan bagi remaja pada masanya. Jika kebutuhannya tidak terpenuhi atau
terhambat, maka remaja akan berontak dan bergejolak. Kebutuhan-kebutuhan tersebut
meliputi kebutuhan kasih sayang., kebutuhan keikutsertaan dan diterima dalam
kelompok, kebutuhan mandiri, kebutuhan untuk berprestasi, kebutuhan pengakuan
dari orang lain, kebutuhan untukdihargai, kebutuhan untuk memperoleh fasilitas
hidup.19
Salah satu dimensi pendidikan yang perlu diinternalisasikan pada masa remaja
guna memberikan bekal dalam mengaruhi kehidupannya adalah pendidikan seks
menurut perspektif Islam. Islam telah memberikan panduan bagaimana pendidikan
seks pada remaja. Pendidikan seks pada remaja ditekankan pada pengetahuan dan
bimbingan seputar hubungan perkelaminan yang meliputi wawasan dan edukasi
18
Robert P. Masland dan David Estridge, Apa yang Ingin Diketahui Remaja tentang Seks terj.
Mira T. Windy, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2000), hlm. 1.
19
Heri Jauhari Muchtar, Fikih Pendidikan..., hlm. 70.
20
seputar naluri seks, sistem reproduksi, perkawinan, kewajiban agama, dan
penyimpangan seksual. Pendidikan seks pada remaja bukan ditekankan pada teknis
berhubungan seks. Islam lebih menekankan bahwa pendidikan seks harus diberikan
sesuai dengan perkembangan usia dan jiwa seseorang.
Daya tarik seks pada manusia sebenarnya sama alamiahnya dengan yang
terdapat pada spesies binatang lain, walaupun motivasinya berbeda-beda. Sehingga
seks tidak bisa dianggap sebagai sesuatu yang jorok dan tercela sebab seks merupakan
21
bagian dari sunatullah. Manusia sendiri membutuhkan seks karena hal tersebut
merupakan bagian dari upaya melahirkan dan melestarikan keturunan. Berbicara
tentang seks dalam Islam tidak bisa dilepaskan dari ajaran Islam itu sendiri, karena di
situlah acuan umat dalam menggali, mengkaji dan mengembangkan tema seputar
seksual. Tema seks dalam Islam juga tidak terlepas dari bahasan akidah, ibadah dan
akhlak. Seks selalu berkaitan dengan ketiga hal tersebut. Islam hadir sebagai
penyempurna kehidupan umat manusia, yang memiliki keseimbangan orientasi dunia
dan akhirat. Seks sebagai naluri alami manusia mendapat tempat dalam ajaran Islam
yang dibawa oleh nabi Muhammad saw. Islam mengatur bagaimana seks ditempatkan
sebagai bagian dari proses regenerasi umat manusia, bagian kesenangan dan
penyaluran hasrat seks secara benar dan bermanfaat. Jika ditelaah lebih lanjut banyak
sumber ajaran Islam dalam al-Quran maupun hadis nabi yang berkaitan dengan
kehidupan seksual manusia. Islam telah memberikan bimbingan pendidikan seks sejak
manusia itu lahir yang ditandai dengan berbagai aktivitas edukatif seperti
mengazankan bayi yang baru lahir, mendoakan dan meminta perlindungan Allah,
mengaqiqahkan bayi, mengkhitankan anak laki-laki, ajaran menutup aurat,
mengajarkan salat pada masa anak-anak, larangan melihat aurat, larangan melihat
lawan jenis dengan hasrat dan lain sebagainya.22
Dalam al-Quran terdapat beberapa ayat yang berbicara tentang masalah seks
dengan bahasa dan ungkapan metafor. Di antaranya dalam Q.S. Ali Imran [3]: 14.
Dijadikan terasa indah dalam pandangan manusia cinta terhadap apa yang
diinginkan berupa perempuan-perempuan, anak-anak, harta benda yang
20
Sistem reproduktif adalah sebuah kelompok yang berhubungan dengan organ-organ di dalam
tubuh manusia yang memiliki dua fungsi utama yaitu menjalankan berbagai macam aktivitas seksual
dan mengandung (hamil) yang menyebabkan kelahiran. Lihat ibid., hlm. 15.
21
Faramarz bin Muhammad Rahbar, Selamatkan Putra-Putrimu dari Lingkungan Tidak Islami
terj. Kamdani (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 1999), hlm. 121.
22
Lihat Ali Akbar, Seksualitas Ditinjau dari Hukum Islam (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1983),
hlm. 86-94.
bertumpuk dalam bentuk emas dan perak, kuda pilihan, hewan ternak dan
sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allahlah tempat
kembali yang baik.
Selain ayat di atas, terdapat ayat-ayat lain yang berkaitan yaitu Q.S. an-Nisa
[4]: 1, Q.S. al-A‟raf [7]: 80-81, Q.S. Yusuf [12]: 23-30, Q.S. al-Isra [17]: 32, Q.S. al-
Mu‟minun [23]: 5-7, Q.S. an-Nur [24]: 30-31 dan 59-61, Q.S. ar-Rum [30]: 21, Q.S.
al-Ahzab [33]: 59, Q.S. al-Hujurat [49]: 13, Q.S. aż-Żariyat [51]: 49, dan Q.S. an-
Najm [53]: 45-46. Dalam hadis pun dijumpai berbagai riwayat yang berbicara tentang
pendidikan seks.
ن َهاTَض َلم َت مصُل مح َأ من ي ُرى ِمم رَأة إِ َذا ب َلََغ ِت الم م ِحيTَقا َل َيا َأ مْسَاء إِ َّن الم مم
َ َ َ ُ
ِإاَل
Tّف ِي وTَو وَكTه
ِ ِ َل و جTَِّ ى َذا وى َذا وَأ شا ر إ
Tَ م َ مTَ َ َ Tَ َ َ
Terjemahnya:
“Wahai Asma: Sesungguhnya seorang wanita, apabila telah balig (mengalami
haid), tidak layak tampak dari tubuhnya kecuali ini dan ini (seraya menunjuk
muka dan telapak tangannya).” (HR Abu Daud).
َضا
ِ ج ِع ِسنِ َني َوَف ِّرُقوا ب َمي َن ِ ِ ِ
َ ُ ُم روا أَموَال ُد ك مم ِبال َّصَالة َ ُوى
عَل ي ها َع سن م ِض رُب
رTَِ م َ مش
ُه مم ِِف الم َم َ ُوى مم أَبم َناُء َني َوا ُوى مم أَبم َناء س
ُ
مم مب
Terjemahnya: ِع
“Perintahkan anak-anak kalian untuk melakukan shalat saat mereka berusia
tujuh tahun, dan pukullah jika mereka telah berusia sepuluh tahun, serta
pisahkan mereka di tempat tidur mereka." (HR. Abu Daud).
إياكم والزنا فإن فيو أربع خصال يذىب البهاء عن الوجو ويقطع الرزق: ال رسول اهلل صلى اهلل عليو وسلمTق: عن ابن عباس رضي اهلل عنو قال
Dalam Islam seks berkedudukan sebagai pembeda antara jenis laki-laki dan
perempuan, yang selanjutnya berkaitan pula dengan hak dan kewajiban masing-
masing. Seks juga sebagai sarana pengembangbiakan manusia dari generasi ke
generasi. Selain sebagai pembeda jenis kelamin dan sarana pengembangbiakan umat
manusia, seks juga sebagai pembinaan peradaban.23 Seksualitas dalam Islam selalu
berhubungan dengan kehidupan berkeluarga.24 Keluarga merupakan insitusi penting
dalam mengejawantahkan nilai-nilai Islam tentang pendidikan seks. Keluarga
merupakan salah satu tujuan dalam kehidupan seks manusia (umat Islam). Keluarga
dibentuk dan dibangun melalui sarana seks yang dibingkai dengan norma agama dan
sosial.
Islam mengajarkan bahwa masalah seks bukanlah sesuatu yang buruk.
Mempelajari masalah seks (pendidikan seks) dalam Islam juga tidak boleh
sembarangan tanpa bimbingan dan arahan dari orang dewasa (pendidik). Ada tahapan
dan prioritas tertentu yang ditekankan dalam pendidikan seks sesuai dengan
perkembangan usia individu, termasuk remaja. Karenanya mempelajari pendidikan
seks merupakan upaya dalam mengajarkan dan mendidik manusia agar memiliki etika
dalam hubungan seksual dan implikasi yang terkait dengannya. Ada beberapa prinsip
fundamental tentang pendidikan seks dalam Islam yaitu; (1). Seksualitas adalah
sesuatu yang sehat dan alami dalam kehidupan. (2). Kenikmatan seksual adalah
bagian dari rahmat Tuhan. (3). Seksualitas dalam Islam terkait dengan ibadah ritual
seperti salat, puasa, haji. (4). Seksualitas terkait dengan kehidupan berkeluarga karena
itu pre-marital seks dan extra-marital seks (zina) dilarang dalam Islam. (4). Orang tua
23
Dalam al-Quran terdapat beberapa ayat yang berkaitan dengan kedudukan seks yaitu an-Najm
(53): 45-46, an-Nisa (4): 1 dan al-Hujurat (49): 13. Lihat Muhamad Thalib, Bimbingan Kemesraan dan
Seksualitas
24
Islami (Yogyakarta: Pro-U Media, 2008), hlm. 306-310.
Alimatul Qibtiyah, Paradigma Pendidikan Seksualitas Perspektif Islam: Teori dan Praktik
(Yogyakarta: Kurnia Kalam Semesta, 2006), hlm. 70.
dan pendidik seksualitas harus memberikan informasi yang benar dan dipercaya. (5).
Seorang muslim tidak menunjukkan auratnya kecuali pada pasangan dan orang-orang
tertentu. (6). Puasa adalah salah satu solusi untuk mengontrol hasrat seksual. (7).
Hubungan dan kepuasan seksual harus dirasakan secara adil antara suami dan isteri.25
Prinsip-prinsip tersebut jika ditelaah lebih dalam menunjukkan bahwa Tuhan
menganugerahkan hasrat seks pada manusia sebagai upaya dalam melestarikan
generasi manusia yang dibingkai dengan nilai-nilai keislaman dalam konteks tauhid,
ibadah dan akhlak. Prinsip-prinsip tersebut dengan sendirinya menjadi acuan
bagaimana mengimplementasikan pendidikan seks itu dalam ranah teoritis dan
praktis. Basis ontologis, epistemologis, dan aksiologisnya sendiri memiliki pijakan
yang kokoh.
Pendidikan seks tidak hanya terkait dengan urusan seksual semata. Pendidikan
seks memiliki arah maupun tujuan. Ada berbagai tujuan yang diberikan para ahli
terkait pendidikan seks bagi remaja itu sendiri baik ditinjau dari sudut pandang Islam
maupun perspektif lain (Barat). Tujuan pendidikan seks di antaranya, (1).
Memberikan pengertian yang memadai mengenai perubahan fisik, mental dan proses
kematangan emosional yang berkaitan dengan masalah seksual pada remaja. (2).
Mengurangi ketakutan dan kecemasan sehubungan dengan perkembangan dan
penyesuaian seksual (peran, tuntutan dan tanggung jawab). (3). Membentuk sikap dan
memberikan pengertian terhadap seks dalam semua manifestasi yang bervariasi. (4).
Memberikan pengertian bahwa hubungan antara manusia dapat membawa kepuasan
pada kedua individu dan keheidupan keluarga. (5). Memberikan pengertian mengenai
kebutuhan nilai moral yang esensial untuk memberikan dasar yang rasional dalam
membuat keputusan berhubungan perilaku seksual. (6). Memberikan pengetahuan
tentang kesalahan dan penyimpangan seksual agar individu dapat menjaga diri dan
melawan eksploitasi yang dapat mengganggu kesehatan fisik di dalamnya. (7). Untuk
mengurangi prostitusi, ketakutan terhadap seksual yang tidak rasional dan eksploitasi
seks yang berlebihan. (8). Memberikan pengertian dan kondisi yang dapat membuat
individu melakukan aktivitas seksual secara efektif dan kreatif dalam berbagai
peran.26
25
Ibid., hlm. 72.
26
Anshori LAL, Pendidikan Islam Transformatif..., hlm. 96.
Pandangan mengenai tujuan pendidikan seks bagi remaja menurut Islam
disampaikan Utsman ath-Thawiil adalah; (1). Memberikan informasi yang benar dan
memadai kepada generasi muda muslim sesuai dengan kebutuhannya ketika
memasuki usia balig. (2). Memberikan peringatan kepada anak-anak muslim tentang
rencana busuk Yahudi beserta antek-anteknya. (3). Menjauhkan generasi muda
muslim dari jurang kenistaan dan lembah kemesuman. (4). Mengatasi problematika
seksual pada remaja melalui perspektif Islam yang jauh dari hal-hal yang dapat
menimbulkan rangsangan seksual. (5). Menjauhkan generasi muda muslim dari teori
serta kebohongan yang sengaja disebarkan oleh agen-agen Yahudi. (6). Menampilkan
keuniversalan, kesempurnaan, relevansi dan keampuhan Islam dalam mengatasi
problematika yang dihadapi umat manusia di manapun dan kapanpun. (7).
Memperkokoh metode Islam dalam memelihara kemuliaan diri sehingga generasi
muda muslim diharapkan mampu menjelma seperti akhlak para nabi dan seperti
kesucian para malaikat dan seperti para pendahulu yang saleh dalam memelihara
kesucian. (8). Agar pemuda-pemudi Islam dapat mengerti serta mampu membedakan
yang dihalalkan dan yang diharamkan yang berkaitan dengan hubungan seksual.27
Dari perspketif lain tujuan pendidikan seks bagi remaja di sekolah di
antaranya; (1). Membantu remaja mengetahui topik-topik biologis, seperti
pertumbuhan, pubertas dan kehamilan. (2). Mencegah anak-anak dari tindakan yang
mengeskpresikan penyimpangan. (3). Mengurangi kesalahan, keadaan yang
memalukan dan menggelisahkan akibat tindakan seksual. (4). Mendorong menjalin
persahabatan yang baik. (5). Mengembangkan persahabatan yang baik dan saling
menghormati perbedaan antara sesama. (6). Mencegah anak-anak di bawah umur dari
hal-hal yang memikat hati dalam persoalan hubungan seksual. (7). Mencegah
kehamilan pada anak-anak gadis di bawah umur belasan tahun. (8). Mengurangi hal-
hal yang mengindikasikan penularan penyakit lewat seksual. (9). Membantu peran
pemuda sebagai laki-laki dan perempuan di masyarakat.28
Beragamnya tujuan pendidikan seks bagi remaja di atas memiliki orientasi
yang hampir sama yaitu mengedukasi remaja seputar masalah seksual dan yang
terkait serta mengantisipasi remaja dari perilaku penyimpangan seksual. Walaupun
27
Utsman ath-Thawiil, Ajaran Islam..., hlm. xvi-xvii.
28
Lihat J. Mark Halstead dan Michael Reiss, Sex Education Nilai dalam Pendidikan Seks Bagi
Remaja; Dari Prinsip ke Praktek terj. Kuni Khairun Nisak, (Yogyakarta: Alenia Press, 2004), hlm.
274-303.
demikian, terdapat pula beberapa perbedaan seperti tekanan pada nilai-nilai keislaman
yang tidak terdapat dalam perspektif lain. Bisa dikatakan secara teoritis, Islam
menekankan keseimbangan antara tauhid, ibadah, dan akhlak dalam memandang
pendidikan seks.
Pendidikan seks dalam Islam adalah satu paket dengan pendidikan nilai
lainnya. Pemisahan seks dari pesan-pesan Islam akan berdampak pada hilangnya
sasaran yang hendak dicapai dalam pembinaan moral Islam. 29 Dalam pendidikan
seks, Islam mengutamakan pendidikan rohaniah, moral, etika sejak bayi dengan
meletakkan dasar iman kepada Allah. Sementara pengetahuan tentang anatomi,
fisiologi dan psikologi dapat ditambahkan sebagai pelengkap sesuai dengan jenjang
pendidikan dan usia. Sebaliknya pendidikan seks yang dimulai dengan pengetahuan
anatomi, fisiologi dan psikologi akan mudah merangsang daripada menahan nafsu
seks.30 Oleh karena itu, pendidikan seks bagi remaja dalam Islam harus dibingkai dan
diutamakan pada penanaman nilai-nilai keilahian, kemudian dilanjutkan dengan
pengetahuan dan informasi seputar anatomi, fisiologi dan psikologi seksual manusia.
Untuk membantu dalam implementasi dalam ranah praktis pendidikan seks bagi
remaja memiliki kurikulum ataupun cakupan materi yang dapat digunakan sebagai
referensi atau bahan kajian. Kurikulum pendidikan seks yang islami menurut Anshori
LAL mencakup aspek-aspek berikut,
1. Pertumbuhan dan perkembangan seksual,
a. Masa tamyiz (masa pra pubertas) yaitu usia antara 7-10 tahun.
b. Masa muraqahah (masa peralihan atau pubertas), yaitu usia antara 10-14 tahun.
c. Masa baligh (masa adolesen) pada usia 14 tahun-16 tahun.
d. Masa pemuda, ditandai dengan perubahan fisik selama masa pubertas dan
kebutuhan akan kehidupan keluarga.
2. Fisiologi dari sistem reproduksi.
3. Kehamilan dan kelahiran.
4. Penyakit-penyakit kelamin (HIV/AIDS).
5. Aspek mental, emosi dan sosial pada masa pubertas.
6. Etika sosial, moral dan religius pada masa pubertas yang meliputi,
a. Menanamkan rasa malu pada anak.
29
Marzuki Umar Sa‟abah, Perilaku Seks Menyimpang..., hlm. 244 dan 251. Lihat juga Ali
Akbar, 30Seksualitas Ditinjau..., hlm. 17.
Ali Akbar, Seksualitas Ditinjau..., hlm. 26.
b. Menanamkan jiwa maskulinitas pada anak laki-laki dan jiwa feminimitas pada
anak perempuan.
c. Memisahkan tempat tidur anak ketika berusia 7 tahun (dengan orang tua dan
anak yang berlainan jenis).
d. Mendidik anak agar senantiasa menjaga kebersihan alat kelaminnya.
e. Mengenalkan anak tentang muhrimnya.
f. Mendidik anak agar senantiasa menahan pandangannya dari hal yang dapat
mengarahkan pada dorongan seksual.
g. Mendidik anak agar tidak melakukan ikhtilat (bercampurbaurnya laki-laki dan
perempuan non-mahram tanpa ada keperluan yang dibolehkan syara‟).
h. Mendidik anak agar tidak melakukan khalwat (berdua-duaan dengan non-
mahram).
i. Mengajarkan anak etika berpakaian yang menutup aurat.
j. Mengenalkan ihtilam (mimpi basah) pada anak laki-laki dan haid pada anak
perempuan serta kewajiban yang terkait dengannya.
k. Mendidik anak agar senantiasa isti’faf (menjaga kehormatan diri).
7. Mengajarkan cara menghindari pengaruh negatif dari teman.31
Tawaran kurikulum yang disampaikan Anshori di atas menunjukkan bahwa
pendidikan seks tak hanya berhubungan dengan aspek fisiologi dan sistem reproduksi
semata, tetapi mencakup aspek lain yang lebih luas dan memiliki kaitan erat.
Pendidikan seks dengan demikian dapat diimplementasikan dalam lembaga
pendidikan baik dalam cakupan materi (tematik) dan subjek pelajaran khusus
maupun terintegrasi dengan pelajaran lain seperti pelajaran agama, ilmu pengetahuan
alam, ilmu pengetahuan sosial dan pelajaran terkait. Tidak ada metode tertentu yang
mutlak digunakan dalam pendidikan seks bagi remaja. Namun pada dasarnya remaja
membutuhkan ruang berbagi, ekspresi dan apresiasi. Dari sini pendidik dapat berkaca
bahwa dalam memanfaatkan metode maupun strategi pendidikan harus sesuai dengan
jiwa dan karakter remaja. Berbagai pendekatan, strategi, metode, dan teknik
pembelajaran dapat digunakan secara bervariasi sesuai dengan materi, kondisi remaja,
dan aspek lainnya. Strategi dalam internalisasi pendidikan seks harus disesuaikan
dengan tujuan, tingkat pemahaman, tingkat kedalaman materi, usia anak, tingkat
31
Lihat Anshori LAL, Pendidikan Islam Transformatif..., hlm. 101-108.
pengetahuan dan kedewasaan anak, dan media yang digunakan oleh pendidik serta
dikaitkan pula dengan tradisi lokal yang positif, moral, dan ajaran agama.32
Jika melihat uraian di atas berkenaan maka dalam konteks pendidikan di
Indonesia, pendidikan seks pada remaja bisa diberikan dengan cara
mengintegrasikannya dengan mata pelajaran terkait maupun dengan pelajaran khusus
yang bersifat berdiri sendiri. Keduanya merupakan upaya efektif dalam mengedukasi
remaja dalam memahami dan menyadari persoalan seksual dan implikasinya dalam
bingkai ajaran Islam. Pendidikan seks lebih lanjut berlaku untuk semua lapisan umur
dengan penekanan yang berbeda.33 Pendidikan ini harus diberikan dan dipahami oleh
setiap muslim dan diajarkan sejak manusia lahir dan orang yang pertama
bertanggungjawab terhadap pendidikan ini adalah orang tua dalam rumah tangga.34
Dalam Islam, ada beberapa hal yang penting diperhatikan pada remaja
berkaitan dengan pendidikan seks yaitu
1. Ajarkanlah masalah seksual sesuai dengan tahapan usia dan perkembangan
kejiwaannya. Dasar-dasar hubungan seksual tidak boleh diajarkan kecuali jika
mereka sudah berusia dewasa (balig).
2. Yang paling baik, seorang ibu hendaknya membimbing dan mengajari putrinya
perilah masalah seks karena ia akan lebih yakin dengan penjelasan dan keterangan
objektif ibunya tentang persoalan tersebut. Jika ibunya tidak ada, perannya bisa
digantikan oleh pembimbing wanita lainnya seperti bibi.35
Salah satu tanggung jawab yang diberikan Islam kepada pendidik adalah
menghindari anak (remaja) dari hal yang merangsang seks dan merusak akhlaknya.
Hal ini dilaksanakan ketika anak mencapai usia puber dari umur 10 tahun hingga
36
balig. Guna mewujudkan hal tersebut, pendidik memiliki tanggung jawab
pengawasan terhadap remaja dalam hal-hal berikut,
1. Remaja masuk ke rumah (ruang) tanpa izin.
32
M. Roqib, “Pendidikan Seks pada Anak Usia Dini”, Insania; Jurnal Pemikiran Alternatif
Pendidikan, P3M STAIN Purwokerto, Vol. 13 Nomor 2 Mei-Ags 2008,
http://ejournal.iainpurwokerto.ac.id/index.php/insania/article/view/298, 9 April 2016.
33
Marzuki Umar Sa‟abah, Perilaku Seks Menyimpang..., hlm. 243.
34
Ali Akbar, Seksualitas Ditinjau..., hlm. 40.
35
Abdullah Nashih Ulwan dan Hassan Hathout, Pendidikan Anak Menurut Islam: Pendidikan
Seks terj. Khalilullah Ahmas Masjkur Hakim dan Jalaluddin Rakhmat (Bandung: Remaja Rosdakarya,
1992), hlm. 119.
36
Ibid., hlm. 33.
2. Anak pada usia puber awal (9 tahun ke atas) bergaul dengan perempuan bukan
muhrim.
3. Anak pada usia 10 tahun ke atas tidur dalam satu tempat bersama saudara-
saudaranya yang laki-laki atau perempuan.
4. Menatap aurat perempuan terbuka sejak anak berusia mumayiz dan seterusnya.
5. Memberikan peluang kepada anak untuk menyaksikan film yang merangsang,
drama erotis dan iklan-iklan jorok.
6. Membiarkan anak membiasakan kehendak nafsunya melihat gambar porno,
majalah jorok, membaca kisah cinta yang merangsang dan mendengar lagu yang
menyentuh naluri seksual tanpa pengawasan yang ketat.
7. Memberikan kesempatan kepada anak sejak usia puber dalam bergaul dengan
perempuan teman dekatnya atau gadis tetangganya dengan alasan belajar.37
Hal-hal di atas harus diperhatikan secara seksama. Keluarga sebagai institusi
pendidikan informal memegang peranan penting dalam menanamkan pendidikan seks
yang benar yaitu melalui keteladanan, pembentukan opini (informasi yang benar),
pengaruh lingkungan keluarga, menanamkan akidah dan akhlak yang baik sejak
38
dini. Dimana tugas utama keluarga adalah menanamkan nilai-nilai hidup yang
mendasar, seperti spiritual, religius, dan moral.39 Seperti yang ditunjukkan pada hasil
riset yang dikemukakan Zelnik dan Kim dalam Avin Fadilla Helmi dan Ira Paramastri
menunjukkan bahwa orang tua (keluarga) yang bersedia mendiskusikan seks dengan
anaknya maka anaknya akan cenderung menunda perilaku seksual premarital.40
Pendidikan seks dengan demikian tak hanya menjadi tanggung jawab keluarga
(informal), namun juga masyarakat (non formal) dan lembaga pendidikan (formal).
Ketiga lembaga atau institusi pendidikan ini memiliki tanggung jawab yang bersifat
sinergis guna memberikan pendidikan seks yang sehat dan positif sesuai
perkembangan remaja itu sendiri. Islam sendiri menekankan pernikahan sebagai satu-
satunya jalan untuk menghalalkan hubungan seksual lelaki-perempuan.
37
Lihat ibid., hlm. 36-41.
38
Lihat Fuad Kauma, Sensasi Remaja di Masa Puber, (Jakarta: Kalam Mulia, 2003), hlm. 23-27.
39
Abdullah Hasyim, dkk., Tanya Jawab Kesehatan Reproduksi dalam Pandangan Agama Islam,
(Jakarta: Direktorat Advokasi dan KIE BKKBN, 2011), hlm. 77.
40
Avin Fadilla Helmi dan Ira Paramastri, “Efektivitas Pendidikan Seksual Dini Dalam
Meningkatkan Pengetahuan Perilaku Seksual Sehat”, Jurnal Psikologi, Fakultas Psikologi Universitas
Gadjah Mada., Volume 25 Nomor 2 1998, http://jurnal.ugm.ac.id/jpsi/article/view/7502, 8 April 2016.
Konsekuensinya adalah jika hubungan seksual dilakukan di luar pernikahan, maka
hal tersebut terlarang dan berdosa besar.41
Sebagai bagian dari ajaran Islam, pendidikan seks memiliki signifikansi dan
urgensi bagi remaja agar tidak mengalami hambatan dalam menjalani hidup pada fase
pubertas. Urgensi pendidikan seks itu sendiri sebenarnya bersifat edukatif dan
antisipatif. Oleh karena itu, pendidikan seks harus diajarkan kepada anak-anak
(remaja) dengan cara yang setaraf dengan usia pertumbuhan mereka, baik di rumah
maupun di sekolah. Pendidikan ini harus dilaksanakan dalam keseluruhan konteks
ideologi Islam dan ajaran Islam agar para remaja, di samping memperoleh
pengetahuan fisiologis dengan baik, memiliki kesadaran penuh terhadap kesucian
hubungan seks dalam Islam dan dosa besar apabila menodai kesucian ini baik dari
sudut Islam ataupun dalam pandangan Allah.42 Pendidikan seks perlu diberikan dan
disampaikan kepada remaja guna menghindari berbagai bentuk penyimpangan seksual
(seks bebas) yang berbahaya bagi kehidupan pribadi dan sosial remaja.
Ada berbagai macam perilaku seks bebas 43 yang dianggap menyimpang baik
secara agama maupun kultur masyarakat Indonesia yaitu seks pranikah, kumpul
44 45 46 47
kebo, pelacuran, gigolo, homoseksual (gay dan lesbian) dan
perkosaan.48nSelain sebagai langkah prenventif dan antisipatif, pendidikan seks bagi
remaja juga memiliki urgensi sebagai,
1. Sarana edukasi bagi remaja dalam memasuki jenjang usia remaja menuju dewasa
(masa transisi).
41
Fathurrofiq, Sexual Quotient, (Bandung: REMAJA ROSADAKARYA, 2014), hlm. 117.
42
Abdullah Nashih Ulwan dan Hassan Hathout, Pendidikan Anak..., hlm. 149.
43
Lihat Bgd. Armaidi Tanjung, Free Sex No! Nikah Yes! (Jakarta: Amzah, 2007), hlm. 3-46.
44
Kumpul kebo adalah hubungan seks yang dilakukan berulang-ulang oleh seorang laki-laki dan
perempuan sebagaimana layaknya pasangan suami isteri, namun tidak diikat oleh akad nikah dalam
sebuah pernikahan. Pasangan kumpul kebo hidup serumah. Perbuatan ini melakukan hubungan seks
seperti kerbau (kebo) tanpa ada ikatan melalui pernikahan yang sah. Lihat ibid., hlm. 7-8.
45
Pelacuran adalah perbuatan hubungan seks bebas di luar pernikahan yang sah antara laki-laki
dan perempuan dengan motif pemuasan nafsu seks yang salah satu pihak memberikan imbalan jasa
pada pihak lainnya. Lihat ibid., hlm. 13-14.
46
Gigolo adalah kebalikan dari pelacuran. Pelacuran merujuk pada laki-laki yang butuh nafsu
seksnya dipuaskan oleh perempuan. Sementara gigolo merujuk pada wanita yang ingin nafsu seksnya
dipuaskan oleh laki-laki, dengan memberikan imbalan pada laki-laki yang diinginkannya. Lihat ibid.,
hlm. 26-27.
47
Perbuatan homoseksual (homosexual acts) atau perilaku homoseksual (homosexual behavior)
mengacu pada kegiatan atau perilaku seksual antara dua orang yang berjenis kelamin sama. Jika
dilakukan oleh sesama laki-laki disebut sebagai gay, sedangkan jika dilakukan sesama perempuan
disebut lesbian. Lihat ibid., hlm.28-36.
48
Perkosaan merupakan perbuatan seks bebas di luar pernikahan yang merugikan pihak lain
yang diperkosa yakni perempuan. Perkosaan dilakukan dengan kekerasan karena dilakukan bukan atas
dasar suka sama suka. Lihat ibid., hlm. 36-37.
2. Memberikan panduan terkait seksualitas dan implikasinya.
3. Mengarahkan remaja kepada perilaku hidup sehat dan menghindari perilaku tidak
sehat terutama yang berkaitan dengan masalah seksual.
4. Menghindari remaja dari perilaku penyimpangan dan kekerasan seksual.
E. Kesimpulan
Islam telah memberikan pandangan tentang pendidikan seks bagi remaja.
Pendidikan seks memiliki urgensi bagi perkembangan diri remaja (muslim) dalam
mengarungi kehidupannya yang kompleks. Pendidikan seks menurut Islam mengacu
pada ajaran Islam yang bersumber dari al-Quran dan sunnah nabi serta sumber ilmiah
kesehatan.Orang tua sebagai pendidik dalam keluarga memiliki tanggung jawab
dalam mengarahkan dan membimbing anak-anak dan remaja kepada kehidupan yang
berlandaskan pada nilai keislaman dan kemasyarakatan. Pendidikan seks bagi remaja
yang efektif adalah dalam bingkai pendidikan keluarga.
Berbagai prinsip, tujuan, kurikulum dan urgensi pendidikan seks bagi remaja
meniscayakan implementasi yang mampu membimbing remaja pada tahap
kedewasaan dan kemandirian hidup. Tanggung jawab pendidikan seks tak hanya pada
orang tua namun juga menjadi tanggung jawab guru/dosen, pemuka masyarakat dan
tokoh agama serta pemerintah. Remaja adalah harapan bangsa di masa mendatang.
Daftar Pustaka
Akbar, Ali, Seksualitas Ditinjau dari Hukum Islam. Jakarta: Ghalia Indonesia, 1983.
Basyir, Ahmad Azhar, Ajaran Islam tentang Pendidikan Seks, Hidup Berumah
Tangga, Pendidikan Anak. Bandung: Al-Ma‟arif, 1996.
Desmita, Psikologi Perkembangan. Bandung: Remaja Rosdarkarya, 2008.
Fathurrofiq, Sexual Quotient. Bandung: Remaja Rosadakarya, 2014.
Fuad Kauma, Sensasi Remaja di Masa Puber. Jakarta: Kalam Mulia, 2003.
Halstead, J. Mark dan Michael Reiss, Sex Education Nilai dalam Pendidikan Seks
Bagi Remaja; Dari Prinsip ke Praktek, terj. Kuni Khairun Nisak, Yogyakarta:
Alenia Press, 2004.
LAL, Anshori, Pendidikan Islam Transformatif. Jakarta: Referensi, 2012.
Masland, Robert P. dan David Estridge, Apa yang Ingin Diketahui Remaja tentang
Seks, terj. Mira T. Windy, Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2000.
Mubin dan Ani Cahyadi, Psikologi Perkembangan. Ciputat: Quantum Teaching,
2006.
Muchtar, Heri Jauhari, Fikih Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008.
Mujiburrahman, Bercermin ke Barat: Pendidikan Islam Antara Ajaran dan
Kenyataan. Banjarmasin: Jendela, 2013.
Mujtabah, Saifuddin dan M. Yusuf Ridwan, Nikmatnya Seks Islami. Yogyakarta:
Penerbit Pustaka Marwa, 2010.
Rahbar, Faramarz bin Muhammad, Selamatkan Putra-Putrimu dari Lingkungan Tidak
Islami, terj. Kamdani, Yogyakarta: Mitra Pustaka, 1999.
Sa‟abah, Marzuki Umar, Perilaku Seks Menyimpang dan Seksualitas Kontemporer
Umat Islam. Yogyakarta: UII Press, 2001.
Tanjung, Bgd. Armaidi, Free Sex No! Nikah Yes!. Jakarta: Amzah, 2007.
Thalib, Muhamad, Bimbingan Kemesraan dan Seksualitas Islami. Yogyakarta: Pro-U
Media, 2008.
Thawiil ath-, Utsman, Ajaran Islam tentang Fenomena Seksual, terj. Saefuddin Zuhri,
Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1997.
Ulwan, Abdullah Nashih dan Hassan Hathout, Pendidikan Anak Menurut Islam:
Pendidikan Seks, terj. Khalilullah Ahmas Masjkur Hakim dan Jalaluddin
Rakhmat, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1992.
Ulwan, Abdullah Nashih, Tarbiyatu ‘l-Aulad fi ‘i-Islam, terj. Saifullah Kamalie dan
Hery Noer Aly, Semarang: Asy-Syifa‟, 1993.
Helmi, Alvin Fadilla dan Ira paramastri, “Efektivitas Pendidikan Seksual Dini dalam
Meningkatkan Pengetahuan Perilaku Seksual Sehat”, Jurnal Psikologi,
Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada., Volume 25 Nomor 2 1998,
Gadjah Mada., Volume 25 Nomor 2 1998,
http://jurnal.ugm.ac.id/jpsi/article/view/7502, 8 April 2016.
Roqib, M., “Pendidikan Seks pada Anak Usia Dini”, Insania; Jurnal Pemikiran
Alternatif Pendidikan, P3M STAIN Purwokerto., Volume 13 Nomor 2 Mei-
Ags 2008, http://ejournal.iainpurwokerto.ac.id/index.php/insania/article/view/298, 9
April 2016
Jurnal KSM Eka Prasetya UI, Oktober 2019 Volume 1, Number 7
Abstrak.
Studi ini dilakukan untuk mengetahui adanya hubungan antara motivasi menghindari hubungan
seks pranikah dengan religiusitas, self-esteem, dan pola asuh pada remaja SMPN 3 Arjasa,
Desa Kayumas, Kecamatan Arjasa, Kabupaten Situbondo. Partisipan merupakan 72 orang
siswa dengan rentang usia 11—16 tahun. Pemilihan partisipan melalui teknik gabungan
accidental sampling dan purposive sampling yang dilakukan secara langsung. Seluruh variabel
dalam penelitian, yakni perilaku seksual, religiusitas, self-esteem, dan pola asuh orang tua
diukur dengan metode self-report. Instrumen diadaptasi dari alat ukur berbahasa Inggris
diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia dengan metode back translation. Analisis statistika
menunjukan korelasi positif antara motivasi menghindari hubungan seks pranikah dan pola
asuh ( r =0.464, p < 0.01, two-tailed, r2 = 0.215) selebihnya tidak ditemukan korelasi yang
signifikan dengan religiusitas ( p = 0.132) dan self-esteem ( p = 0.075). Hal ini menunjukkan
bahwa pada siswa SMPN 3 Arjasa, tingginya keterlibatan pola asuh orang tua akan diiringi
dengan tingginya motivasi untuk menghindari hubungan seks pranikah. Sementara itu,
keterlibatan aspek religiusitas dan self-esteem tidak ditemukan berhubungan dengan motivasi
untuk menghindari hubungan seks pranikah. Hasil ini dapat dijadikan saran pendekatan edukasi
seks yang tepat untuk remaja Desa Kayumas yaitu melalui pelibatan kehangatan dan kontrol
dari pola asuh orang tua dalam mengawasi perilaku seksual remaja.
Religiusitas 1 .179
Descriptive Statistics