Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 21

KONSEP PERILAKU PRODUSEN DALAM TINJAUAN ISLAM

(SUATU KAJIAN LITERATUR)

Oleh:

Muh. Syarif Nurdin

Mahasiswa Program Pascasarjana Ekonomi Islam UII Yogyakarta

syariefnoerdin@gmail.com

The purpose of this study is (1) how is the Islamic views about producer
behavior, (2) what is the implications of Islamic producer behavior on social
responsibility and environmental sustainability. The methodology used is qualitative
research with the object of literature that studies the theory of producer behavior with
the literature related to the object of study. The results of the discussion show that in
an Islamic perspective, producer behavior concept is economic behavior which is
behavior managed by the religion of Islam. This rule applies and affects what types
and models will be produced. The purpose and motivation of production in Islam
aims to provide maximum mashlahah for the community. In connection with this
view, the concept of maslahah can be created when producers allocate a portion of
their profits to things that benefit all humans. For this reason, the formulation of the
maslahah that is of concern to the producers is Maslahah, along with the benefits plus
blessings. While the concept of monotheism, justice, virtue, and responsibility is a
principle that must be accepted and implemented in production.
The manifestation of producer behavior that applies Islamic values in its
production has implications for two things: first, the realization of harmonization
between producers and the community by applying producer social responsibility to
the surrounding environment. Second, creating awareness on producers in exploiting
nature as production materials so that their sustainability is maintained.
.

Kata kunci: Behavior Producer, Islam


Tujuan Penelitian ini adalah untuk : (1) mengetahui bagaimana pandangan
Islam tentang perilaku produsen, (2) mengetahui implikasi perilaku produsen islami
pada tanggungjawab sosial masyarakat dan kelestarian lingkungan. Metodologi yang
digunakan ialah penelitian kualitatif dengan obyek kepustakaan yang mengkaji teori
perilaku produsen dengan literature-literatur yang berkaitan dengan obyek kajian.
Hasil pembahasan menunjukkan bahwa dalam perspektif Islam, konsep perilaku
produsen dipandang sebagai perilaku ekonomi manusia di mana perilakunya diatur
berdasarkan agama Islam. Aturan ini berlaku dan mempengaruhi jenis dan model apa
yang kemudian akan diproduksi. Tujuan dan motivasi produksi dalam Islam
bertujuan untuk memberikan mashlahah yang maksimum bagi masyarakat. Berkaitan
dengan pandangan tersebut bahwa konsep maslahah dapat tercipta ketika produsen
mengalokasikan sebagian keuntungannnya dengan hal-hal yang bermanfaat bagi
segenap manusia. Untuk itu rumusan maslahah yang menjadi perhatian produsen
adalah Maslahah samadengan keuntungan ditambah berkah. Sedangkan konsep
tauhid, keadilan, kebajikan, dan tanggung jawab merupakan prinsip yang harus
diterima dan implementasikan dalam produksi.
Manifestasi perilaku produsen yang menerapkan nilai-nilai Islami dalam
produksinnya berimplikasi pada dua hal: pertama,terwujudnya harmonisasi antara
produsen dan masyarakat dengan penerapan tanggungjawab social produsen pada
lingkungan sekitar. Kedua, terciptanya kesadaran pada produsen dalam
mengekpolotasi alam sebagai bahan produksi sehingga kelestariannya tetap terjaga.
.

Kata kunci: Perilaku produsen, Islam


Pendahuluan

Produksi adalah sebuah proses yang telah terlahir di muka bumi ini semenjak
manusia menghuni planet ini.1 Seiring perkembangan waktu kegiatan produksi
mengalami reformulasi dimana pada saat kebutuhan manusia masih sedikit dan
sederhana, kegiatan produksi dilakukan untuk memenuhi kebutuhannya sendiri. Hal
ini kemudian bergeser dengan semakin beragamnya kebutuhan maka seseorang tidak
dapat lagi memproduksi sendiri barang dan jasa yang dibutuhkannya, sehingga ia
membutuhkan pihak lain untuk memproduksi apa yang menjadi kebutuhannya
tersebut.2
Produsen selaku pelaku dalam kegiatan produksi memberi penekanan
bagaimana dalam proses produksi tersebut dapat mencapai profit secara maksimum.
Produksi dalam teori produksi memberikan penjelasan bahwa perilaku produsen
dalam memaksimalkan keuntungannya maupun mengoptimalkan efisiensi
produksinya.3 Gambaran tersebut memberikan isyarat bahwa efisiensi dan
optimalisasi sumber daya akan dipergunakan oleh produsen bahkan pada tahap
eksploitasi. Olehnya itu, orientasi daripada produksi yang terjadi dewasa ini
berorientasi pada kerja-kerja kapitalisme yakni pengakumulasian kapital yang
sebesar-besarnya guna menghasilkan output pendapatan yang jauh lebih besar. Upaya
memaksimalkan keuntungan tersebut, membuat sistem ekonomi konvensional sangat
mendewakan produktifitas dan efisiensi dalam aktifitas produksi.4 Sikap ini sering
membuat mereka mengabaikan masalah-masalah eksternal, atau dampak merugikan
dari proses produksi yang dapat menimpa masyarakat yang tidak terlibat dalam
proses produksi itu sendiri, baik sebagai konsumen maupun sebagai bagian dari
1
Sri Laksmi, “Perilaku produsen, “Jurnal Ilmiah Ekono mi Islam” , Vol. 01, No. 01, (Maret
2015) hlm. 37.
2
Haqiqi Rafsanjani, “Etika Produksi dalam Kerangka Maqashid Syariah”, Jurnal Masharif al-
Syariah, Vol. 1 No. 2, (November 2016) hlm. 29.
3
Sri Laksmi, “Perilaku produsen, hlm. 37.
4
Syamsul Rijal, “Teori Produksi dan Perilaku Produsen dalam Perspektif Islam”, dikutip dari
http://www. anzdoc.com, diakses pada hari senin tanggal 24 September 2018 jam 18.23 WIB.

3
faktor produksi. Misalnya, terjadinya dampak polusi terhadap lingkungan disekitar
tempat berproduksi.5 Pakem ini menegaskan bahwa apapun akan ditempuh oleh
produsen guna memaksimalkan keuntungan bahkan pendegradasian nilai-nilai moral
dan keadilan tidak lagi menjadi penting sejauh apa yang dicita-citakan dapat tercapai.
Berbeda dengan Islam yang memandang kegiatan produksi tidak hanya pada
upaya untuk memenuhi kebutuhan hidup sebagai homo economicus tapi juga menjadi
sarana untuk mengupayakan keadilan sosial dan menjaga keluhuran martabat
manusia. Al-Qur’an dan as-Sunnah menjadi kerangka acuan untuk mengembalikan
kegiatan produksi pada tujuan awalnya yaitu meningkatkan kesejahteraan manusia
secara total.6 Konsep ekonomi Islam dalam hal ini diikat oleh seperangkat nilai iman,
akhlak, dan moral etik bagi setiap aktifitas ekonominya baik dalam posisinya sebagai
konsumen, produsen, distributor dan lain-lain dalam melakukan usahanya serta dalam
memperoleh hartanya.7 Pandangan tersebut secara eksplisit menjelaskan bahwa
seorang produsen atau perusahaan tidak dibenarkan mendegradasi nilai-nilai moral
dan kepercayaannya dalam berproduksi. Konsep utama yang ditekankan Islam dalam
kegiatan ekonomi ialah tercapainya konsep falah melalui kemaslahatan. Olehnya itu,
tujuan dari produsen dalam perekonomian Islam bukan untuk meningkatkan profit
dunia semata sehingga perusahaan puas untuk mandapakan suatu profit yang wajar
dan pantas untuk mencapai tujuan utama yakni beribadah kepada Allah.8

Perilaku Produsen

5
Ibid.
6
Fahruddin Sukarno, “Etika Produksi Perspektif Agama Islam”, Jurnal Ekonomi Islam Al-
Infaq, Vol. 1 No. 1, (September 2010), hlm. 41.
7
Muhammad, Prinsip-prinsip Ekonomi Islam, ( Yogjakarta: Graha Ilmu, 2007 ), hlm. 1.
8
Takdir dan Harfika, “Teori Perilaku Produsen dalam Ekonomi”, Jurnal Muamalah , Vol.
VII, No. 2 (Juli 2017), hlm. 8.

4
Secara umum definisi dari teori perilaku produsen merupakan sebuah teori
yang menjelaskan mengenai perilaku produsen dalam menghasilkan produk yang
mencapai efesiensi dalam kegiatan produksinya. Menurut Kardono produsen atau
pengusaha dalam orientasinya akan selalu berupaya dalam mencapai tingkat
keuntungan maksimum.9 Pendefnisian tersebut dapat digambarkan bahwa produsen
akan memaksimalkan secara utuh faktor-faktor produksi yang dimilikinya guna
menghasilkan output bagi konsumen yang bermuara pada peningkatan pendapatannya
secara maksimal.
Dari uraian tersebut, teori rasionalitas dapat dijadikan sebagai rujukan dalam
memahami perilaku produsen yang dijelaskan oleh ilmuan konvensianal. Dalam teori
rasionalitas memandang bahwa ilmu ekonomi konvensional sangat memegang teguh
asumsi bahwa perilaku manusia adalah rasional.10 Ilmu ekonomi hanya
memperhatikan perilaku rasional manusia ekonomi yang dimotivasi hanya dengan
dorongan untuk memenuhi kepentingan dirinya sendiri dengan cara memaksimalkan
kekayaan lewat cara apapun.11 Menurut adiwarman karim makna metode, perilaku
rasional berarti “ action selected on the basis of reasoned thought rather thanout of
habib, prejudice, or emotion (tindakan yang di pilih berdasarkan pikiran yang
beralasan, bukan berdasarkan kebiasaan, prasangka, atau emosi)”. Sedangkan dalam
makna hasil, perilaku rasional berarti “ action that actually succeeds in achieving
desired goals (tindakan yang benar-benar dapat mencapai tujuan yang dingin
dicapai).12 Konsep rasionalitas dalam ekonomi konvensional memandang produksi
yang dilakukan oleh produsen semata-mata oleh dorongan individu dalam
pemenuhan kebutuhannya dengan mengindahkan homoIslamicusnya dan tanpa
adanya batasan jenis barang yang hendak diproduksi. Dapat dikatakan bahwa pijakan
dasar seorang produsen atau perusahaan konvensional adalah mencari keuntungan
9
Kardono, “perilaku produsen” dikutip dari http://www. Aznadoc.com, diakses pada hari
senin tanggal 24 September 2019 jam 18.28.
10
Takdir dan Harfika , “Teori Perilaku Produsen Dalam Ekonomi “, hlm. 25.
11
Ibid.
12
Adiwarman Karim, Ekonomi Mikro Islam, (Ed. II. Cet. II; Jakarta: IIIT, Indonesia, 2003),
hlm. 81.

5
material secara maksimal itu sangat dominan, meskipun saat ini sudah berkembang
bahwasanya produsen tidak hanya bertujuan mencari keuntungan maksimal semata.
Sebagaimana yang telah diilustrasikan oleh Adam Smith bahwa seorang produsen roti
menghasilkankan output bukan karena ia peduli terhadap sesamanya melainkan untuk
dirinya sendiri. Dalam arti lain laku ekonomi seseorang disandarkan pada
kepentingan pribadi meskipun pada akhirnya bermuara pada kepentingan umum.
Hal yang berbeda diutarakan Islam dalam menilik teori perilaku produsen.
Dalam perspektif Islam, teori perilaku produsen merupakan ilmu yang mempelajari
perilaku ekonomi manusia di mana perilakunya diatur berdasarkan agama Islam. 13
Aturan ini berlaku dan mempengaruhi jenis dan model apa yang kemudian akan
diproduksi. Selain itu, produsen juga harus memperhatikan berbagai aspek dari
kegiatan produksinya dengan meniktikberatkan pada nilai-nilai kemanusiaan dan
lingkungan. Hal ini senada apa yang dikatakan oleh Nejatullah Siddiqi bahwa
kegiatan ekonomi produksi sebagai penyediaan barang dan jasa dengan
memperhatikan nilai keadilan dan kebijakan/kemanfaatan (maslahah) bagi
masyarakat. Dalam pandangannya, sepanjang produsen telah bertindak adil dan
membawa kebijakan bagi masyarakat maka ia telah bertindak Islami. Lebih jauh
dalam paparannya menyebutkan bahwa kepentingan manusia, yang sejalan dengan
moral Islam, harus menjadi fokus dan target dari kegiatan produksi. 14 Oleh karena itu
produksi juga mencakup aspek tujuan kegiatan dalam menghasilkan output serta
karakter-karakter yang melekat pada proses dan hasilnya.

Tujuan produksi

13
Takdir dan Harfika, “Teori Perilaku Produsen Dalam Ekonomi , hlm. 28.
14
Ibid.

6
Kegiatan produksi dalam sistem ekonomi konvensional dimaksudkan untuk
memperoleh laba sebesar-besarnya. berbeda dengan tujuan produksi dalam Islam
yang bertujuan untuk memberikan mashlahah yang maksimum bagi konsumen.
Motif memaksimalisasi kepuasan dan maksimalisasi keuntungan yang menjadi
pendorong utama sekaligus tujuan dari keputusan ekonomi dalam pandangan
ekonomi konvensional bukan salah ataupun dilarang secara keselurahan di dalam
Islam. Islam mendudukkanya pada posisi yang benar yakni semua itu dalam rangka
maksimalisasi kepuasan dan keuntungan di akhirat. Meskipun dalam ekonomi Islam
tujuan utamannya memaksimalkan mashlahah, untuk mendapatkan profit tidaklah
dilarang selama berada dalam bingkai tujuan dan hukum Islam. Secara lebih spesifik,
tujuan kegiatan produksi adalah meningkatkan kemashlahatan yang bisa diwujudkan
dalam berbagai bentuk di antaranya:15
a) Pemenuhan kebutuhan manusia pada tingkat moderat.
Pemenuhan sarana kebutuhan manusia pada takaran moderat ini akan
menimbulkan setidaknya dua implikasi. Pertama, produsen hanya menghasilkan
barang dan jasa yang menjadi kebutuhan meskipun belum tentu merupakan
keinginan konsumen. Karena keinginan manusia tidak terbatas, sehingga
seringkali mengakibatkan ketidakjelasan antara keinginan dengan apa yang benar-
benar jadi kebutuhan hidupnya. Barang dan jasa yang dihasilkan harus memiliki
manfaat riil bagi kehidupan yang islami bukan sekedar memberikan kepuasan
maksimum saja.16 Kedua, kuantitas produksi tidak akan berlebihan, tetapi hanya
sebatas kebutuhan yang wajar. Produksi barang dan jasa secara berlebihan tidak
saja menimbulkan misalokasi sumber daya ekonomi dan kemubadziran, tetapi
juga menyebabkan terkurasnya sumber daya ekonomi ini secara cepat padahal
sumber daya tersebut seringkali diperhadapkan pada jumlah yang terbatas.
15
Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi (P3EI) Islam Universitas Islam Indonesia
Bekerjasama dengan Bank Indonesia, Ekonomi Islam , (Jakarta: PT RajaGrafindo persada, 2008),
hlm. 233.
16
M. Nur Rianto Al-Arif, Dasar-Dasar Ekonomi Islam, Cet. I, (PT Era Adicitra Intermedia,
2011), hlm. 165.

7
b) Menemukan kebutuhan masyarakat dan pemenuhannya.
Dalam hidupnya,manusia senantiasa memiliki banyak kebutuhan. Olehnya
itu, kegiatan produksi sangat dibutuhkan guna memenuhi kebutuhan masyarakat.
Meskipun produksi hanya menyediakan sarana kebutuhan manusia tidak berarti
bahwa produsen sekadar bersikap reaktif terhadap kebutuhan konsumen.
Produsen harus proaktif, kreatif dan inovatif dalam menemukan berbagai barang
dan jasa yang memang dibutuhkan oleh manusia. Pengembangan produk harus
terus dikembangkan oleh produsen guna menjawab tantangan dan perkembangan
zaman. Islam sendiri mendorong produktivitas produsen dalam rangka
mengekplorasi berbagai sumberdaya alam demi tercukupinya berbagai kebutuhan
selama tidak berbenturan dengan aturan-aturan yang ditetapkan dalam teks-teks
suci.
c) Menyiapkan persediaan barang dan jasa di masa depan.
Sikap proaktif ini juga harus berorientasi ke depan, dalam arti: pertama,
menghasilkan barang dan jasa yang bermanfaat bagi kehidupan masa mendatang.
kedua, menyadari bahwa sumber daya ekonomi, baik natural resources atau non
natural resources, tidak hanya diperuntukkan bagi manusia yang hidup sekarang,
tetapi juga untuk generasi mendatang. Orientasi ke depan ini akan mendorong
produsen untuk terus menerus melakukan riset dan pengembangan guna
menemukan berbagai jenis kebutuhan, teknologi yang diterapkan, serta berbagai
standar lain yang sesuai dengan tuntutan masa depan. Efisiensi dengan sendirinya
juga akan senantiasa dikembangkan, sebab dengan cara inilah kelangsungan dan
kesinambungan pembangunan akan terjaga. Ajaran Islam juga memberikan
peringatan yang keras terhadap prilaku manusia yang gemar membuat kerusakan
dan kebinasaan, termasuk kerusakan lingkungan hidup, demi mengejar
kepuasaan.
d) Pemenuhan sarana bagi kegaitan sosial dan ibadah kepada Allah.

8
Tujuan yang terakhir yaitu pemenuhan sarana bagi kegiatan sosial dan ibadah
kepada Allah. Sebenarnya ini merupakan tujuan produksi yang paling orisinil dari
ajaran Islam. Dengan kata lain, tujuan produksi adalah mendapatkan berkah, yang
secara fisik belum tentu dirasakan oleh pengusaha itu sendiri. Tujuan ini akan
membawa implikasi yang luas, sebab produksi tidak akan selalu menghasilkan
keuntungan material, namun harus pula mampu memberikan keuntungan bagi orang
lain dan agama. Saat ini pada system ekonomi konvensional berkembang pula
mekanisme CSR sebagai mekanisme yang lebih dulu ada pada system ekonomi
Islam. Sehingga produsen yang Islami akan mampu memaksimalkan keuntungan
yang bersifat material sekaligus memberi keuntungan pada masyarakat dan agama.

Motivasi Produsen dalam Berproduksi

Sejalan dengan tujuan produksi jika tujuan produksi adalah menyediakan


kebutuhan material dan spiritual untuk menciptakan maslahah, maka motivasi
produsen tentu saja juga mencari maslahah, dimana hal ini juga sejalan dengan tujuan
kehidupan seorang muslim. Mencari keuntungan melalui produksi dan kegiatan bisnis
lain tidak dilarang sepanjang berada dalam bingkai tujuan dan hukum Islam.17
Berbeda dengan ekonomi konvensional yang motivasi utama yang dilakukan
produsen adalah mencari keuntungan material secara maksimal, sehingga orientasi
keindividuan lebih diutamakan. Islam sendiri dalam kitab suci Al-Qur’an
menerangkan konsep produksi barang dalam artian yang luas, Al-Qur’an menekankan
manfaat dari barang yang diproduksi harus mempunyai kebutuhan hidup manusia. Ini
menekankan bahwa motivasi seorang produsen dalam mencari keuntungan harus
diimbangi dengan nilai maslahah yang dihasilkan tidak hanya untuk dirinya
melainkan memberi dampak positif terhadap lingkungannya.

Formulasi Maslahah Produsen

17
Takdir dan Harfika, “Teori Perilaku Produsen dalam Ekonomi , hlm. 30.

9
Pertanyaan yang kemudian muncul dari penerepan teori perilaku produsen
dengan penerapan nilai islam adalah bagaimana konsep maslahah diterapkan oleh
produsen dalam kegiatan produskinya. Dalam konteks produsen yang menaruh
perhatiannya pada keuntungan, maka keuntungan ini dapat berupa keuntungan
material dimana keuntungan material ini dapat ditranformasikan dalam bentuk
maslahah seperti intelektual maupun social. 18 Berkaitan dengan pandangan tersebut
bahwa konsep maslahah dapat tercipta ketika produsen mengalokasikan sebagian
keuntungannnya dengan hal-hal yang bermanfaat bagi segenap manusia. Untuk itu
rumusan maslahah yang menjadi perhatian produsen adalah Maslahah= keuntungan+
berkah.19 Pada prinsipnya berkah akan diperoleh oleh seorang produsen dalam
menjalankan bisnisnya dengan menerapkan prinsip dan nilai syariat Islam sehingga
ia tak akan memproduksi yang bertentangan dengan prinsip syariat maupun hal yang
tidak memberi kemaslahatan bagi umat.20
Lebih jauh konsep halalan thoyyibah yang dijadikan sebagai acuan dalam
berproduksi akan mempengaruhi keuntungan yang didapatkan oleh produsen dalam
hal materi. Sebagai contoh, industri yang bahan bakunya berasal dari alam seperti
kayu memungkinkan mendapatkan profit yang jauh lebih besar ketika menggunakan
illegal logging. Dampaknya produsen yang beriorentasi falah akan lebih memilih hal
yang legal meskipun menambah biaya produksi demi mencapai berkah. Dapat
dikatakan bahwa untuk mencapai berkah maka dibutuhkan biaya lebih yang
berimplikasi pada harga barang dan jasa yang diproduksi. Dengan kata lain harga
jual sama dengan harga yang telah mengakomodasi pengeluaran tersebut.

Prinsip dan Nilai dalam Produksi

18
Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi (P3EI) Islam Universitas Islam Indonesia
Bekerjasama dengan Bank Indonesia, Ekonomi Islam , hlm. 243.
19
Ibid.
20
M. Nur Rianto Al-Arif, Dasar-Dasar Ekonomi Islam, hlm. 170-171.

10
Prinsip merupakan hal yang substansial yang mengikat setiap muslim dalam
kesehariannya tak terkecuali dalam kegiatan ekonomi. Dalam produksi misalnya,
seorang produsen atau perusahan harus mejunjung tinggi nilai-nilai baik yang
berhubungan dengan tuhan maupun manusia dan alam. Setidaknya seorang produsen
harus berangkat dari prinsip-prinsip berikut:21
a) Tauhid
Tauhid merupakan hal fundamental pada setiap pemeluk agama sehingga
orientasi dari gerak lakunya tidak terlepas dari prinsip-prinsip ketuhanan. Hal itu
akan berimplikasi pada adanya niat yang tulus bahwa segala pekerjaan yang
dikerjakan adalah dalam rangka beribadah kepada Allah SWT karena pada
dasarnya segala sesuatu bersumber serta kesudahannya berakhir pada Allah
Swt.22
Dalam aksioma tauhid muncul keyakinan manusia secara total dan murni
terhadap eksistensi Tuhan. Relasi ini bersifat vertikal karena kehidupan dunia
adalah manifestasi kekuasaan-Nya yang tak terbatas.23 Atas dasar itu, keberadaan
manusia dan makhluk lain merupakan bagian integral dari Sang pencipta.
Keyakinan terhadap Tuhan menjadi landasan awal dalam kegiatan produksi.
Kegiatan produksi merupakan bentuk ketundukan, pengabdian manusia, serta
pengembangan potensi kemanusiaannya dengan cara mengolah alam semesta
dengan berbagai faktor produksi dalam rangka mencapai keuntungan guna
meningkatkan kesejahteraan hidup individu dan kolektif.
Secara spesifik, kegiatan produksi merupakan manifestasi keluhuran
manusia sebagai hamba sehingga kegiatan produksi didasari kesadaran bahwa
manusia wajib memakmurkan bumi dan membentuk tata sosial yang etis. Dalam
proses pengelolaan alam, manusia menjadi pemilik relatif atas hasilnya. Dalam
kepemilikan relatif ada kewajiban manusia untuk mendistribusikannya bagi
21
Fahruddin Sukarno, “Etika Produksi Perspektif Agama Islam”, hlm. 44.
22
Muhammad Turmudi, “Produksi dalam Perpektif Ekonimi Islam”, Islamadina, Vol.
XVIII, No. 1,( Maret 2017), hlm. 40.
23
Fahruddin Sukarno, “Etika Produksi Perspektif Agama Islam, hlm. 44.

11
golongan masyarakat karena perbedaan derajat dalam kemampuan, kepemilikan
harta, dan pengetahuan adalah faktisitas kemanusiaannya. Ketika diberlakukan
oleh produsen secara sadar, prinsip tauhid merupakan kriteria moral yang paling
luhur. Pengakuan terhadap kehadiran Tuhan menjadi prinsip etika yang dapat
diaplikasikan oleh siapapun demi keuntungan manusia itu sendiri.
b) Keadilan
Jika prinsip tauhid merupakan hubungan vertikal antara manusia denagan
tuhannya maka prinsip keadilan menggambarkan hubungannya sesama manusia
dalam arti yang berbeda dapat dikatakan dimensi horizontal. Perintah berlaku
adil dalam Al-Qur’an bertujuan untuk mengeliminasi ketimpangan ekonomi dan
sosial. Dalam wilayah produksi, prinsip keadilan dapat menjamin bahwa
ekploitasi tak akan terjadi pada pihak-pihak yang terdiskreditkan dalam kegiatan
ekonomi. Kegiatan produksi menjadi sarana promosi konsep keadilan untuk
menghilangkan ketimpangan dan disekuilibrium ekonomi. Sumber daya
ekonomi dan kekayaan dipahami sebagai amanah dan manusia harus
mendistribusikannya secara merata. Pemanfaatannya menjadi sarana untuk
mengusung standar kehidupan yang bermartabat. Prinsip keadilan menjadi
standar perilaku produsen dalam memperlakukan faktor-faktor produksi. Tenaga
kerja, sumber daya alam, dan modal harus ditempatkan secara proporsional.
Dalam hal ini, Islam menghargai perbedaan kemampuan dan potensi diantara
manusia sehingga tidak mungkin setiap individu diperlakukan sama. Atas dasar
itu, Islam menekankan implementasi keadilan distributive. keadilan dalam
kegiatan produksi menjadi standar umum kegiatan produksi baik dalam
menyusun kebijakan internal, menumbuhkembangkan bisnis, jual-beli,
pengeluaran benefit, dan lain sebagainya.

c) Kebajikan

12
Prinsip kebajikan merupakan prinsip yang menghubungkan dimensi
vertikal dan horizontal. Secara vertikal, kebajikan adalah manifestasi status
manusia sebagai khalifah Allah. Secara horizontal, perbedaan derajat,
kemampuan, dan kekayaan adalah ujian bagi manusia untuk memperkuat basis
kehidupan sosial dengan saling membantu dan bekerja sama. Sebagai derivasi
prinsip tauhid, manusia wajib menyebarkan kebajikan di muka bumi karena
esensi penciptaannya adalah kebaikan. Aktualisasi kemampuan adalah kebaikan,
harta kekayaan yang dimilikinya juga merupakan kebaikan. Begitupun
pemanfaatan sumber daya ekonomi untuk peningkatan kesejahteraannya adalah
sebuah kebaikan. Al-Qur’an menggambarkan aksioma kebaikan ini dalam
berbagai ayat.
Aksioma kebajikan dalam al-Qur’an mengandung makna luas yaitu
pemenuhan kebutuhan diri, memenuhi hak masyarakat, melestarikan alam
semesta, mendistribusikan harta kekayaan yang dimilikinya secara proporsional.
Misalnya Islam menghormati individu yang memiliki harta. Hal ini berkaitan
dengan kandungan kebaikan pada harta kekayaan sehingga manusia selalu
meningkatkan kebaikan dalam hidupnya. Tata cara produksi yang efisien,
pengelolaan sumber daya manusia, alih teknologi secara arif, pelestarian sumber
daya alam, dan penggunaan sumber dana yang halal menjadi dorongan bagi
kebaikan kegiatan produksi yang bertujuan mengagungkan status manusia di
hadapan Tuhan dan sesama makhluk hidup. Aplikasi aksioma kebajikan akan
menjadi prinsip kebajikan yang bermuara pada hubungan manusia dengan Tuhan
dan sesama manusia.
d) Kebebasan dan Tanggung Jawab
Setiap individu diberi kebebasan dan tanggung jawab dalam mengarungi
kehidupannya sehingga kebebasan dan tanggung jawab merupakan hal yang tak
terpisahkan. Manusia dalam Islam dilahirkan bebas serta diberi potensi untuk
menentukan pilihannya. Setiap pilihan mengandung konsekuensi yaitu

13
pertanggungjawaban. Prinsip Islam tentang kebebasan ekonomi berarti bahwa
seorang individu telah diberi kebebasan oleh Allah untuk menuntukan
pilihannya.24 Kebebasan yang dimiliki manusia bersifat relatif karena kebebasan
memilih tidak dapat menentukan kadar kebenaran pilihannya itu. Manusia yang
bebas membutuhkan bimbingan agar tidak terjebak pada pilihan yang salah.
Varian yang menekan dimensi kebebasan manusia adalah tanggung jawab.
Prinsip tanggung jawab ini menyatu dengan status kekhalifahan manusia.
Tanggung jawab mengandung pengertian yang esensial yaitu setiap perilaku
bebas manusia memiliki implikasi moral terhadap diri, masyarakat, dan
Tuhannya. Sehingga tidak ada larangan bagi tiap individu untuk mendapatkan
keuntungan semaksimal mugkin selama aturan dan prinsip tanggung jawab itu
tidak di degradasikan.
Adapun nilai-nilai Islam yang relavan dengan produksi yang terjewantahkan
dalam laku produksi yaitu25
a) Berwawasan jangka panjang, yaitu berorientasi kepada tujuan akhirat
b) Menepati janji kontrak, baik dalam lingkup internal maupun eksternal
c) Memenuhi takaran, ketepatan , kelugasan, dan kebenaran
d) Berpegang teguh pada kedisiplinan dan dianamis
e) Memuliakan prestasi/produkrivitas
f) Mendorong ukhuwah antar sesame pelaku ekonomi
g) Menghormati hak milik individu
h) Mengikuti syarat sah dan rukun akad/ transaksi
i) Adil dalm bertransaksi
j) Memiliki wawasan social
k) Pembayaran upah tepat waktu dan layak

24
Muhammad Syarif Chaudry, Sistem Ekonomi Islam Prinsip Dasar ,Cet. III; (Jakarta:
Kencana, 2016). hlm. 44.
25
Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi (P3EI) Islam Universitas Islam Indonesia
Bekerjasama dengan Bank Indonesia, Ekonomi Islam, (Jakarta: PT RajaGrafindo persada, 2008), hlm.
252.

14
l) Menghindari jenis dan proses produksi yang diharamkan dalam islam.

Produsen dan Tanggungjawab Sosial

Dikatakan bahwa perilaku produsen dikatakan Islami ketika memenuhi


beberapa prasyarat norma atau nilai dalam proses produksi. Salah satunya
sebagaimana yang dikatakan oleh Nejatullah Siddiqi bahwa produksi sebagai
penyediaan barang dan jasa harus memperhatikan nilai keadilan dan kebajikan bagi
masyarakat.26 Dalam hal ini ketika produsen bertindak adil dan dapat memberi
manfaat kepada masyarakat maka hal itu dapat dikategorikan bertindak Islami.
Produsen memiliki dorongan untuk melayani masyarakat sehingga segala keputusan
perusahaan harus mempertimbangkan hal ini. Metwally dalam Dahlan mengatakan
bahwa perbedaan dari perusahaan-perusahaan non Islami tak hanya pada tujuannya,
tetapi juga pada kebijakan-kebijakan ekonomi dan strategi pasarnya.27 Islam sendiri
melarang produksi barang dan jasa yang dapat merusak moralitas dan menjauhkan
manusia dari nilai-nilai relijiusitas.
Hal yang menjadi perhatian dalam pemenuhan kebutuhan ekonomi adalah
larangan untuk bersikap berlebihan-lebihan. Tentu larangan ini juga berlaku bagi
segala mata rantai kegiatan ekonomi termasuk dalam proses produksi. Larangan ini
dimaksudkan untuk menjaga nilai-nilai keseimbangan dan harmoni dengan
lingkungan sosial dalam masyarakat sehingga produksi tidak hanya menyangkut
kepentingan produsen saja tapi juga masyarakat secara keseluruhan dan hal ini
merupakan tujuan utama dari kegiatan eknomi. Konsep tanggung jawab sosial
perusahaan yang dikenal dengan Corporate Social Responsibility (CSR) merupakan
suatu contoh penguatan komitmen produsen untuk memberikan konstribusinya dalam
mengembangkan ekonomi yang berkelanjutan dengan memperhatikan tanggung
jawab sosial perusahaan dan menitikberatkan pada keseimbangan hidup dalam bidang

26
Misbahul Ali, “Prinsip Dasar Produksi dalam Ekonomi Islam”, Jurnal Lisan Al-Hal, Vol. 5,
No. 1, ( Juni 2013), hlm. 21.
27
Sri Laksmi, “Perilaku produsen, hlm. 40.

15
sosial, ekonomi, dan lingkungan.28 Dengan kata lain, program social perusahaan ini
merupakan strategi simbiosis antara perusahaan dengan masyarakat dalam
mengupayakan kesejahteraan bersama melalui dedikasi dan peran sosial perusahaan
sehingga tercipta harmonisasi yang saling menguntungkan bagi kedua entitas.29
Merujuk pada aksioma pertanggungjawaban maka konsep CSR yang dijalankan oleh
perusahan sejalan dengan prinsip Islam. Sebagaimana yang dikatakan oleh Sayyid
Qutb bahwa Islam mempunyai prinsip pertanggungjawaban yang seimbang dalam
segala bentuk dan ruang lingkupnya.30 Tanggung jawab sosial merujuk pada
kewajiban-kewajiban sebuah perusahaan untuk melindungi dan memberi kontribusi
kepada masyarakat dimana perusahaan itu berada.31
Lebih jauh ketika merujuk kepada nash-nash maka dapat dilihat bagaimana
teks suci tersebut secara implisit menyebutkan prinsip dan nilai yang terkandung
dalam konsep CSR seperti upaya untuk memberi kesejahteraan pada masyarakat
sekitar dan menghapus kemiskinan sejalan dengan konsep Islam. Sebagaimana
diaktakan Al-Qur’an bahwa janganlah harta kekayaan itu beredar hanya pada
golongan tertentu saja. Ini mengisyratkan bahwa produsen harus memberi dampak
ekonomi yang postif pada lingkungan sekitaranya sehingga harta tersebut tidak hanya
dinikmati oleh pihak produsen saja tapi juga masyarakat luas yang menjadi bagian
dari lingkungan proses produksi tersebut. Akibatnya masyarakat menjadi
terberdayakan dengan adanya program semacam ini yang dilakukan oleh produsen
dalam hal ini perusahaan.

Produsen dan Kelestarian Lingkungan


28
Sukarno, “Etika Produksi Perspektif Agama Islam”, hlm. 50.
29
Ibid
30
Biki zulfikri rahmat, “Corporate Social Responsibility dalam Perspektif Etika Bisnis Islam”,
Amwaluna, Vol. I No. I, (Januari, 2017), hlm. 113.
31
Ibid

16
Degradasi lingkungan hidup (environmental degradation) tengah menjadi isu
global terutama dua dekade terakhir sehingga baik pemerintah maupun masyarakat di
negara-negara maju dan sedang berkembang telah dan terus memberikan perhatian
yang serius pada masalah tersebut.32 Pemanfaatan sumber daya alam merupakan
bagian penting dalam menopang kehidupan manusia. Namun acapkali dalam
pemenuhan tersebut, eksploitasi terhadap alam dilakukan secara berlebihan tanpa
menimbang dampak yang akan ditimbulkannya. Dunia semakin menyadari bahwa
eksploitasi sumber daya alam yang hanya berorientasi pada ekonomi tidak hanya
membawa efek yang positif, tetapi juga menimbulkan efek yang negatif bagi umat
manusia.33 Dengan demikian, strategi pembangunan ekonomi kini dan yang akan
datang harus diarahkan pada pembangunan yang berkelanjutan atau pembangunan
yang berwawasan lingkungan yaitu pembangunan yang tidak hanya memperhatikan
aspek ekonomi, tetapi juga memperhatikan aspek etika dan sosial yang berkaitan
dengan kelestarian kemampuan daya dukung sumber daya alam (lingkungan)
antarwaktu.34 Hal ini akan membawa implikasi bahwa prinsip produksi bukan hanya
sekedar menghasilkan output dengan mengekploitasi secara berlebihan sumber daya
yang ada sehingga kelestarian lingkungan ikut terdegradasi. Olehnya itu seorang
produsen seharusnya mengedapankan ekosistem daripada tingkat pencapaian
keuntungan. Dalam konsep maslahah terkadang keuntungan seorang produsen
terabaikan demi memenuhi prosedur sesuai norma dalam prose produksi.
Produsen harus mengejar tujuan yang lebih luas sebagaimana tujuan ajaran
Islam yaitu falah di dunia dan akhirat. Kegiatan produksi juga harus berpedoman
kepada nilai-nilai keadilan dan kebajikan bagi masyarakat. Optimasi keuntungan
diperkenankan dengan batasan kedua prinsip di atas produsen memiliki kapasitas
untuk memelihara kelestarian alam dengan alasan: pertama, ia menjadi pihak yang
paling berkepentingan terhadap ketersediaan sumber daya alam. Kedua, pengelolaan
32
Addinul Yaqin, Ekonomi Sumber Daya Alam & Lingkungan, (Jakarta: Akademika
Pressindo, 2015), hlm. xii.
33
Ibid
34
Ibid

17
dan pemanfatan alam memberikan kesempatan besar bagi produsen untuk
meningkatkan kekayaannya dibandingkan kelompok masyarakat yang lain.35 Salah
satu implikasi dari pemberlakuan etika produksi adalah munculnya kesadaran
ekologis pada produsen untuk memelihara dan menjaga kelestarian lingkungan hidup.
Hubungan yang erat antara aktivitas ekonomi dengan sumber daya alam menjadikan
upaya strategis untuk melestarikan lingkungan sangat penting. 36
Oleh sebab itu orientasi dalam rangka mencari keuntungan maksimal
seringkali menyebabkan produsen mengabaikan etika dan tanggung jawab sosialnya,
meskipun hal itu tidak melanggar hukum formal, misalnya dalam rangka menekan
biaya dalam pengolahan limbahnya, seorang produsen yang melibatkan kayu sebagai
bahan baku dalam produksinya menebang pohon-pohon tanpa memperhitungkan
dampaknya terhadap kelestarian hutan yang pada jangka panjang dapat menyebabkan
bencana bagi manusia jika tidak ditangani sedini mungkin dengan menerapkan
prinsip dan nilai keIslaman dalam berproduksi. Melihat realitas ini perlu adanya
kesadaran manusia untuk mengedapankan etika dan tanggung jawab dalam
mengeksplotasi alam. Mencari keuntungan melalui produksi dan kegiatan bisnis lain
tidak dilarang sepanjang berada dalam bingkai tujuan dan hukum Islam.
Implementasi etika produksi dalam aktivitas produksi berusaha menggugah kesadaran
produsen dan pelaku ekonomi lain untuk mengupayakan pemeliharaan dan
konservasi lingkungan hidup sebagai sumber daya ekonomi yang terbatas.
Pihak-pihak tersebut menjalankan konsep environmental economics yaitu
memperhatikan efek dari aktivitas produksinya terhadap kerusakan lingkungan hidup
terutama mengenai market failure37. Namun keuntungan yang dicari bukanlah
keuntungan yang eksplotatif yang bertujuan untuk mencari keuntungan sebesar-
besarnya dengan mengabaikan tanggungjawab terhadap alam. Seorang produsen
Islami akan berupaya mencari keuntungan yang mampu memberikan kemaslahatan

35
Sukarno, “Etika Produksi Perspektif Agama Islam”, hlm. 49.
36
Ibid
37
Ibid

18
tidak hanya bagi dirinya sendiri namun juga bagi lingkungan sekitarnya termasuk
alam yang menjadi objek ekploitasinya. Dengan demikian, produksi yang dijalankan
memperhatikan kebutuhan masyarakat tanpa mendegaradasi alam dalam upaya
pemanfaatan sumber daya terbatas untuk kesejahteraan masyarakat secara umum.

Penutup
Berdasarkan hasil penelitian mengenai konsep perilaku produsen perspektif
Islam, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Dalam perspektif Islam, konsep perilaku produsen dipandang sebagai perilaku
ekonomi manusia di mana perilakunya diatur berdasarkan agama Islam. Aturan
ini berlaku dan mempengaruhi jenis dan model apa yang kemudian akan
diproduksi. Tujuan dan motivasi produksi dalam Islam bertujuan untuk
memberikan mashlahah yang maksimum bagi masyarakat. Berkaitan dengan
pandangan tersebut bahwa konsep maslahah dapat tercipta ketika produsen
mengalokasikan sebagian keuntungannnya dengan hal-hal yang bermanfaat bagi
segenap manusia. Untuk itu rumusan maslahah yang menjadi perhatian produsen
adalah Maslahah samadengan keuntungan ditambah berkah. Sedangkan konsep
tauhid, keadilan, kebajikan, dan tanggung jawab merupakan prinsip yang harus
diterima dan implementasikan dalam produksi.
2. Manifestasi perilaku produsen yang menerapkan nilai-nilai Islami dalam
produksinnya berimplikasi pada dua hal: pertama,terwujudnya harmonisasi antara
produsen dan masyarakat dengan penerapan tanggung jawab social produsen pada
lingkungan sekitar. Kedua, terciptanya kesadaran pada produsen dalam
mengekploitasi alam sebagai bahan produksi sehingga kelestariannya tetap
terjaga.

DAFTAR PUSTAKA

19
Addinul Yaqin, Ekonomi Sumber Daya Alam & Lingkungan, Jakarta: Akademika
Pressindo, 2015.
Al-Arif, M. Nur Rianto, Dasar-Dasar Ekonomi Islam, Cet. I, Solo: PT Era Adicitra
Intermedia, 2011.
Biki zulfikri rahmat, “Corporate Social Responsibility Dalam Perspektif Etika Bisnis
Islam”, Amwaluna, Vol. I No. I, (Januari, 2017).
Kardono, “perilaku produsen” dikutip dari http://www. Aznadoc.com, diakses pada
hari senin tanggal 24 September 2019 jam 18.28
Karim, Adiwarman, Ekonomi Mikro Islam, Edisi. II. Cet. II; Jakarata: IIIT, 2003.
Laksmi, Sri, “Perilaku produsen”, Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam, Vol. 01, No. 01,
2015.

Misbahul Ali, “Prinsip Dasar Produksi dalam Ekonomi Islam”, Jurnal Lisan Al-Hal,
Vol. 5, No. 1, ( Juni 2013).
Muhammad, Prinsip-prinsip Ekonomi Islam, Yogjakarta: Graha Ilmu, 2007.

Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi (P3EI) Islam Universitas Islam


Indonesia Bekerjasama dengan Bank Indonesia, Ekonomi Islam, Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, 2008.

Rafsanjani, Haqiqi, “Etika Produksi dalam Kerangka Maqashid Syariah”, Jurnal


Masharif al-Syariah, Vol. 1 No. 2, 2016.

Rijal, Syamsul, “Teori Produksi dan Perilaku Produsen dalam Perspektif Islam”,
dikutip dari http://www. anzdoc.com, diakses pada hari senin tanggal 24
September 2018 jam 18.23 WIB
Sukarno, “Etika Produksi Perspektif Agama Islam”, Jurnal Ekonomi Islam Al-Infaq,
Vol. 1 No. 1, 2010.

Syarif Chaudry, Muhammad, Sistem Ekonomi Islam Prinsip Dasar, Cet. III; Jakarta:
Kencana, 2016.
Takdir dan Harfika, “Teori Perilaku Produsen dalam Ekonomi (Studi Perbandingan
Pandangan), Jurnal Muamalah , Vol. VII, No. 2, 2017.

20
Turmudi, Muhammad, “Produksi dalam Perpektif Ekonimi Islam”, Islamadina,
Vol. XVIII, No. 1, 2017.

21

You might also like