Rama Sebagai Penjaga Kehidupan Dalam Relief Ramayana Prambanan

You might also like

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 10

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/319163696

Rama sebagai penjaga kehidupan dalam relief ramayana prambanan

Article · December 2016


DOI: 10.22146/kawistara.22991

CITATIONS READS

0 600

2 authors:

Hanggar Budi Prasetya Wisma nugraha Christianto


Institut Seni Indonesia Yogyakarta Universitas Gadjah Mada
4 PUBLICATIONS   1 CITATION    10 PUBLICATIONS   0 CITATIONS   

SEE PROFILE SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Fisika Gamelan View project

Relief Ramayana Prambanan View project

All content following this page was uploaded by Hanggar Budi Prasetya on 18 August 2017.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


KAWISTARA
VOLUME 6 No. 3, 22 Desember 2016 Halaman 225-324

RAMA SEBAGAI PENJAGA KEHIDUPAN DALAM RELIEF


RAMAYANA PRAMBANAN

Hanggar Budi Prasetya


Fakultas Seni Pertunjukan, Institut Seni Indonesia Yogyakarta
Email: hanggarbp@gmail.com

Wisma Nugraha Christianta


Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada

ABSTRACT
This study describes four reliefs of Ramayana Prambanan which depicts the event that Ade been
experienced and performed by Rama as affirmation that he is the incarnation of Vishnu ―the god of the
preserver. The designer and sculptor of those reliefs considered that this event was important. From
the twenty-four of Ramayana’s relief panels, there are four relief panels which depict this event. Data
was collected by observing the entire Ramayana reliefs in Shiva temple and Brahma, in the Prambanan
complex. Relief was read by using the Flat Time Space (RWD) theory and compared with the text
of the Old Javanese Ramayana (RJK). RJK text was used as a comparison, because the manufacture
and the writings of RJK relief were made in the same period in nine centuries. It was conceivable that
both of them were made from the same source. Based on the result, it can be concluded that the event
performed by Rama asserts that he is the incarnation of Vishnu. As the incarnation of Vishnu, Rama is
able to purify and to preserve life.

Keywords: Prambanan; Rama; Relief; RJK; RWD; Visnhu

ABSTRAK
Penelitian ini mendeskripsikan empat relief Ramayana Prambanan yang menceritakan peristiwa yang
dialami dan dilakukan oleh Rama sebagai penegasan bahwa dirinya sebagai titisan Wisnu – dewa
pemelihara kehidupan. Oleh pembuat dan perancang relief, peristiwa ini dianggap penting. Sekitar
dua puluh empat panel relief Ramayana, ada empat panel relief yang melukiskan peristiwa ini.
Pengumpulan data dilakukan dengan cara mengamati seluruh relief Ramayana yang ada di Candi
Siwa dan Candi Brahma kompleks Candi Prambanan. Relief dibaca menggunakan teori Ruang Waktu
Datar (RWD) dan dibandingkan dengan teks Ramayana Jawa Kuna (RJK). Teks RJK digunakan sebagai
pembanding karena masa pembuatan relief dan penulisan teks RJK berada pada periode yang sama,
yaitu pada abad ke sembilan. Ada kemungkinan keduanya dibuat dari sumber yang sama. Berdasarkan
hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa peristiwa yang dilakukan oleh Rama menegaskan bahwa dia
adalah titisan Wisnu. Sebagai titisan Wisnu, Rama mampu meruwat dan memelihara kehidupan.

Kata Kunci: Prambanan; Rama; Relief; RJK; RWD; Wisnu

300
Hanggar Budi Prasetya -- Rama sebagai Penjaga Kehidupan dalam Relief Ramayana Prambanan

PENGANTAR relief sebagai bahasa rupa. Penelitian semacam


Cerita Ramayana telah menjadi per­ ini pernah dilakukan oleh Taswandi (2000) yang
hatian para seniman maupun para peneliti membandingkan bahasa rupa relief Ramayana
ter­dahulu. Sejauh ini para seniman lebih di Prambanan dan di Penataran. Berdasarkan
memperhatikan kisah percintaan Rama dan penelitiannya ia menyimpulkan bahwa:
perjuangannya memperoleh kembali Sita
setelah diculik oleh Rahwana. Ini dapat Relief candi adalah salah satu karya seni rupa
yang dulunya sebagai media komunikasi
dilihat dari sejumlah lakon wayang atau dalam mendokumentasikan dan men­
drama tari yang telah disajikan oleh para trans­formasikan ajaran agama. Jadi fungsi
seniman terdahulu. Lakon-lakon wayang relief adalah sebagai media komunikasi,
ataupun drama tari yang populer, antara sehingga aspek bahasa rupa melalui cerita
lain Sayembara Mantili, Rama Tundhung adalah sebagai media komunikasi, sehingga
aspek bahasa rupa melalui cerita adalah
(Pembuangan Rama), Sinta Ilang (Penculikan dipentingkan. Celakanya masih jarang yang
Sinta), Sugriwa-Subali atau Subali Lena menelaah relief candi sebagai aspek karya
(Kematian Subali), Anggada Balik (Kembalinya yang bercerita, tetapi lebih dianggap sebagai
Anggada), Anoman Duta (Anoman menjadi aspek karya estetis dan simbolis, sehingga
Duta), Anoman Obong (Pembakaran nilai aspek utamanya sebagai media cerita
menjadi tersisihkan (Taswandi, 2000: ii).
Anoman), Rama Tambak (Pembuatan Jembat­
an untuk Penyeberangan ke Alengka), Menindaklanjuti penelitian Taswandi
Brubuh Ngalengka (Perang Besar Alengka), tersebut, penelitian ini difokuskan pada
Kumbakarna Gugur (Kematian Kumbakarna), pem­bacaan relief yang menunjukkan bahwa
Dasamuka Gugur (Kematian Dasamuka), dan Rama merupakan titisan Wisnu. Cerita
Sinta Obong (Pembakaran Sinta). Berdasarkan Ramayana sebagai cerita epik ter­ masuk
sejumlah lakon Ramayana yang berkembang sebagai cerita yang panjang. Ketika epik yang
selama ini terlihat kesan bahwa Rama yang panjang ini diwujudkan dalam bentuk relief,
sebetulnya menjadi titisan Wisnu kurang tentu sang perancang dan pembuat relief
terlihat. Dengan kata lain, sejauh ini belum saat itu melakukan seleksi dan menentukan
dijumpai pertunjukan wayang atau drama peristiwa yang paling pen­ ting dan harus
tari yang melakonkan proses inkarnasi Rama ditampilkan dalam relief mengingat ruang
sebagai titisan Wisnu. yang disediakan adalah terbatas. Penelitian
Tidak hanya dalam pertunjukan, dalam ini mengangkat dua pertanyaan utama.
penelitian juga belum banyak yang menyen­ Pertama, relief mana dalam rangkaian
tuh hal-hal yang membahas Rama sebagai peristiwa tersebut menunjuk­kan bahwa Rama
titisan Wisnu. Selama ini pe­mahaman Rama adalah titisan Wisnu? Kedua, bagaimana cara
sebagai titisan Wisnu di­terima secara taken for meng­ungkap­kan bahasa rupa tersebut? Hasil
granted (diterima begitu saja). Belum banyak penelitian ini diharapkan dapat memberi
peneliti yang mencoba mempertanyakan atau informasi bagi para dalang dan seniman
membahas inkarnasi Rama sebagai titisan lain dalam mengembangkan cerita tentang
Wisnu. Untuk itulah penelitian mengenai Ramayana yang saat ini kurang berkembang,
Rama sebagai titisan Wisnu ini masih relevan jika dibandingkan dengan cerita Mahabarata.
dilakukan.
Rama sebagai titisan Wisnu dapat diamati
PEMBAHASAN
dari relief Ramayana di candi Siwa dan Brahma
Membaca Relief Ramayana
kompleks candi Prambanan. Relief Ramayana
Relief Ramayana di candi Prambanan
Prambanan telah lama menjadi perhatian para
merupakan relief naratif. Tujuan pembuatan­
peneliti terdahulu. Sebagian besar penelitian
nya tidak hanya sekedar sebagai karya seni
memfokuskan pada estetika relief. Ada satu hal
yang indah, tetapi memiliki maksud untuk
yang selama ini ditinggalkan, yaitu mengamati
mampu bercerita. Cara membaca relief tidak

301
Kawistara, Vol. 6, No. 3, 22 Desember 2016: 300-308

seperti cara membaca foto atau gambar hasil Dalam gambar 1, walaupun dalam satu
pemotretan, tetapi seperti cara membaca film frame, setidaknya terdapat beberapa kejadian
atau kartun yang berseri. Untuk melakukan yang waktunya dapat bersamaan dan berbeda.
pembacaan relief, penelitian ini menggunakan Pada bagian kiri Sita yang sedang duduk dijaga
teori Ruang Waktu Datar atau RWD yang oleh Laksmana, adik iparnya. Pada saat yang
disampaikan oleh Tabrani (2005) berikut: bersamaan di tempat yang berbeda, Rama
sedang memburu kijang emas permintaan
Sistem RWD menggambar dari aneka arah, Sita yang sebetulnya jelmaan dari Kalamarica.
aneka jarak, dan aneka waktu. Yang digambar
menjadi sekuen yang bisa terdiri dari Berikutnya, pada waktu yang berbeda, kijang
sejumlah adegan dan objek-objek bergerak berhasil dipanah kemudian lenyap dan berganti
dalam ruang dan waktu. Media yang bisa ber- wujud menjadi Kalamarica. Dengan demikian,
cerita adalah media bermatra waktu: musik, walaupun dalam relief terlihat ada kijang dan
drama, tari, sastra. Karena sistem RWD ada Kalamarica, sebetulnya kejadiannya pada
memiliki matra waktu, maka ia juga dapat
bercerita dengan memanfaatkan cara wimba waktu yang berbeda. Kejadian yang pertama
dan tata ungkapnya, bukan keindahannya. Rama bertemu dengan kijang, kejadian
RWD dengan bahasa rupanya memang berikutnya Rama bertemu dengan Kalamarica.
lebih mementingkan pesannya, ceritanya, Relief-relief yang lain juga dibaca
komunikasinya (Tabrani, 2005: 131). seperti ini. Dalam satu frame bisa terdiri
atas beberapa sekuen. Untuk membaca dan
Teori Tabrani tersebut berbeda dengan
menafsirkan relief ini digunakan pembanding
seni rupa yang pada umumnya disebut dengan
teks Ramayana Jawa Kuna (RJK) yang telah
Natural Perspective Momen Opname (NPM) yang
berhasil diterjemahkan oleh Poerbatjaraka
‘statis’ karena tidak bermatra waktu.
dari bahasa Sansekerta menjadi Bahasa
Sistem NPM menggambar dari satu Indonesia. Teks RJK digunakan sebagai
arah, jarak, waktu. Apa yang digambar pembanding dengan asumsi bahwa antara
di-‘abadi’-kan jadi sebuah adegan yang pembuatan relief Ramayana dan penulisan
berupa gambar mati (still picture), di mana RJK dilakukan pada periode yang sama
objek-objek dipenjarakan dalam frame.
Gambar kehilangan matra waktu walaupun
yaitu pada abad IX, yang memungkinkan
memperoleh ilusi ruang yang kuat. NPM keduanya dibuat dari sumber yang sama
mencandera apa yang digambar seperti apa (Haryono, 2012: 14-15).
adanya (Tabrani, 2005: 131).
Relief Rama sebagai Titisan Dewa
Berdasarkan teori RWD dapat diketahui
Pemelihara Kehidupan
bahwa dalam satu frame relief tidak hanya
Rama sebagai titisan Wisnu, dewa
terjadi pada ruang dan waktu yang sama,
pemelihara dunia dapat digolongkan men-
tetapi bisa dalam ruang dan waktu yang
jadi dua kategori yaitu ketika Rama melin-
berbeda. Sebagai contoh lihat gambar 1.
dungi makhluk lain dari serangan yang
membahayakan kehidupan dan ketika Rama
berhasil meruwat makhluk, sehingga kem-
bali pada asal mulanya.

Rama Melindungi Kehidupan


Sebagai titisan Wisnu, Rama menunjuk-
kan kemampuannya melindungi kehidup-
Gambar 1 an. Ada dua relief yang menunjukkan
Rama Memburu Kijang Emas Permintaan Sita hal ini, yaitu Pertama, relief saat Rama
(Dari kiri ke kanan: Sita, Laksmana, Rama, melindungi pertapaan Wismamitra dari
Kijang, Kala Marica). Sumber Foto: Hanggar dan serangan Tataka yang selalu merusak, dan
Wisma Nugraha, 2014 mengganggu pertapaan dan Kedua, relief

302
Hanggar Budi Prasetya -- Rama sebagai Penjaga Kehidupan dalam Relief Ramayana Prambanan

yang menunjukkan Rama melindungi hutan Marica yang terdapat pada relief yang
Dandaka saat diganggu oleh Wirada. lain (Gambar 1) berbeda. Kedua pendapat
tersebut dapat disandingkan dengan teks
Melindungi Pertapaan Wismawitra RJK seperti berikut.
Dalam RJK diceritakan bahwa ketika
masih muda, Rama diminta oleh Wismamitra
untuk menjaga pertapaan. Diceritakan bahwa
pertapaan Wismamitra selalu diganggu dan
didatangi oleh Tataka. Seringkali Tataka me-
rusak dan mengganggu pertapaan. Semula,
Dasarata (ayah Rama) tidak membolehkan
Rama membantu Wismamitra, karena
Gambar 2 Rama masih muda dan belum memiliki pe-
Rama Melindungi Pertapaan Wismamitra ngalaman perang sama sekali. Sementara itu,
Membunuh Tataka dan Rahu (Dari kiri ke kanan: Begawan Wismamitra yang terkenal kuat
Resi I, Resi II, Wismamitra, Tokoh?, Rama, saja kewalahan menghadapi Tataka. Akan
Laksmana, Tataka, dan Rahu) tetapi, Wismamitra mendesak Dasarata
Sumber Foto: Hanggar dan Wisma Nugraha, untuk meminta bantuan Rama. Begawan
2014. Wismamitra berhasil meyakinkan Dasarata
dan bertanggung jawab akan keselamatan
Bahasa rupa gambar 2 menunjukkan ada Rama. Akhirnya Dasarata dengan berat hati
tiga peristiwa. Peristiwa pertama, para resi memperbolehkan Rama mengikuti Wisma-
di pertapaan Wismamitra sedang melakukan mitra dan menjaga pertapaannya dari
pemujaan (kiri), bersamaan itu pula Rama serangan musuh.
dan Laksmana menjaga keamanan pertapaan Kedatangan Rama dan Laksmana di
(kanan). Peristiwa kedua, di sekitar pertapa- pertapaan Wismamitra disambut oleh para
an Rama dan Laksmana membunuh Tataka. resi. Di pertapaan ini Rama dan Laksmana
Peristiwa ketiga, di sekitar pertapaan Rama diajarkan memanah dan diberi senjata panah
dan Laksmana membunuh Rahu. yang sakti.
Dua penulis terdahulu yaitu Jordan (2009:
229) dan Hermanu (2012: 42) memberi tafsiran “Māsih ta saṅ rĕṣi maweh ta sirāstra diwyan.
yang berbeda pada relief tersebut. Jordan Saṅ Rama Lakṣmaṇa parĕṅ winarah maṅajya.
menafsirkan relief tersebut dengan judul Widyātidurjaya jayā wijayā jayānti. Yeki n
paweh ri sira dibya amoghaçakti” (RJK Sarga II:
“Rama membunuh buta-buta”, sedangkan
22-23)
Hermanu memberi judul relief tersebut
“Rama membunuh Kala Marica”. Tidak (Resi Wismamitra sangat mengasihi mereka
diketahui sumber yang digunakan Jordan berdua. Beliau memberi mereka berdua
untuk menafsir relief tersebut. Meskipun senjata mulia. Rama dan Laksmana bersama-
demikian, tafsiran Jordan ini mendekati apa sama diajar untuk mempelajari ilmu yang
sulit supaya dapat menang total. Inilah
yang kami temukan. Buta-buta yang disebut pemberian sang resi kepada beliau supaya
Jordan tidak lain adalah Tataka dan Rahu. tidak gagal).
Hal ini dikarenakan cara melihat relief dari
perspektif NPM, maka Jordan tidak secara “Sāmpun tikāṅ aji kabeh tama denirāwās,
spesifik menyebut Tataka dan Rahu, karena māmĕṅṅ-amĕn sira rikāṅ wanadeça rāmya,
nton rākṣasī tĕka mamatyana donya tan len,
peristiwa membunuh kedua raksasa tersebut wadwāniraṅ prabhu Daçaṣya si Tāṭakākyā”.
terjadi pada waktu yang berbeda. (RJK Sarga II: 23)
Sumber yang digunakan Hermanu
adalah hasil karya Sutterheim (1925). Tafsiran (Sesudah ilmu itu semua masuk, mereka
Hermanu ini perlu diuji kebenarannya, berdua bercengkerama ke hutan. Ia melihat
raksasa perempuan datang yang akan
karena kalau dibandingkan dengan Kala

303
Kawistara, Vol. 6, No. 3, 22 Desember 2016: 300-308

membunuh semaunya. Ia adalah rakyatnya bahyang di udara bagai awan yang sedang
Dasamuka, namanya Tataka). meng­gantung, datang makhluk yang sangat
besar giginya seperti kilat. Makhluk itu ber­
Setelah menguasai ilmu yang diberikan nama Rahu. Begitu melihat itu, Laksmana
oleh Resi Wismamitra, Rama dan Laksmana segera memasang panah dan panahnya bisa
berhasil membunuh Tataka. menghancurkan Rahu tersebut.
“Saṅ Rāma yatna inayatnira taṅ sudhanwa. “Tĕṇḍasnya ghoratara Rāhu paḍanya rodra,
Gaṇḍewa dibya tumihaṅ warayaṅ malanḍĕp, çabdanya bhiṣaṇa rikaṅ gaganān paṅohan, lāwann
tĕṅgeknya yeṅarah-arahnira tan papiṅ-rwan, awaknya maṅawandha tibā gumĕntĕr, sakwehniraṅ
mūrcchān tibā maguliṅan ta si Tāṭṭakākya” (RJK tapa kabeh matakut tumon ya” (RJK Sarga II: 35)
Sarga II: 24)
(Kepalanya menakutkan, bersamaan dengan
(Sang Rama berhati-hati, dipasangnya Rahu. Suaranya menakuti, di udara mereka
busurnya. Gandewa mulia diangkatnya, bergerombol dan badannya sebagai kabanda
panah yang tajam dipasangnya. Yang jatuh seperti geluduk, semua petapa takut
dituju adalah lehernya. Si Tataka jatuh mati melihatnya).
bergelimangan).
Kematian Rahu membuat Marica marah.
Tataka ini sangat mengganggu dan
Ia datang dan akan merusak pertapaan, akan
merusak pertapaan. Tidak hanya Resi
tetapi oleh Rama ia dipanah menggunakan
Wisma­­ mitra yang takut, tetapi semua isi
panah angin sehingga Marica terlempar
hutan, termasuk binatang buas pun takut
tidak bisa kembali.
ter­hadap Tataka. Kematian Tataka membuat
ling­kungan petapaan menjadi aman. Rama “Nā liṅnirār adĕgakĕn ta larasnirāgöṅ, Bāyawya
dan Laksmana dihormati oleh para resi. yeka pamanahira bāyu mādrĕs, Mārica rakṣasa
Wisma­mitra berkata: kapuk juga tan pasāra. Kontal katub ya tamatan
papulih mulih ya” (RJK Sarga II: 43)
“He Rāma Lakṣmaṇa anakku nihan rĕṅönta.
Nārāyaṇānça kita Wiṣṇu awakta jāti, Sak­weh­ (Begitu katanya, beliau mengangkat
nikaṅ bhuwana ṅūni dhināraṇanta, Rākṣan ta busurnya yang besar. Ia menggunakan
yajṅā mami denta kamīky ayajña” (RJK Sarga panah Bayawya atau angin deras, Raksasa
II: 30) Marica bagaikan kapuk yang tak berdaya,
terbuang tertiup angin dan tidak bisa
(Hei anakku Rama, Laksmana, dengarkanlah. kembali lagi).
Kamu adalah sebagian dari Sang Narayana,
badanmu adalah kelahiran sang Wisnu. Semenjak peristiwa tersebut pertapaan
Segala dunia dahulu “ditanggung” olehmu. menjadi aman, tidak ada gangguan lagi.
Kamu harus menjaga keselamatan kami).
Hubungan antara Wismamitra dan Rama
semakin dekat. Oleh karena, hubungan
Kata-kata Wismamitra di atas mene­
yang dekat inilah, kelak Wiswamitra jugalah
guhkan bahwa Rama memang titisan Wisnu
yang mendesak dan mengajak Rama untuk
―dewa yang menjaga kehidupan. Rama dan
mengikuti sayembara mengangkat busur
Laksmana selalu menjaga pertapaan dari
panah di Mantili. Dalam sayembara itu,
segala gangguan.
Rama berhasil mengangkat busur panah dan
Tidak terlalu lama pertapaan terasa
memutuskannya, sehingga Rama mendapat­
aman, ada pengganggu lagi yang datang.
kan Sita.
Suatu hari ketika para resi sedang ber­sem­

304
Hanggar Budi Prasetya -- Rama sebagai Penjaga Kehidupan dalam Relief Ramayana Prambanan

Menjaga kedamaian hutan Dandaka menakut­kan menjadi aman. Perkelahian


dari gangguan Wirada antara Rama dengan Wirada dilukiskan
dalam RJK Sarga IV.

“Umasö ya maṅaṅ tutuknya malwā, kadi raṇdö


ta sukunya bhinna yāgöṅ, maluṅid kadi gañjiran
kukunya. Ya ta paṅduknya ri saṅ narendraputra”
(RJK Sarga IV: 7).

(Ia maju, mulutnya menganga lebar, bagai


pohon randu kakinya berjabang, kukunya
tajam seperti taji, ia akan menusukkan
kepada Rama).

Gambar 3 “Umulat sira kārwa çighra maṅsö, sumikĕp


Rama Melindungi Hutan Dari Serangan Wirada karwa matuṅgalan sukunya, sinĕbit wadi denirār
Sumber Foto: Hanggar dan Wismanugraha, 2014 dudut ya, mati tātan pabiṣān siwakk awaknya”
(RJK Sarga IV: 8).
Bahasa Rupa gambar 3 menunjukkan
(Melihat dia, keduanya lekas menyerang,
ketika Rama dan Laksmana berhasil mem­ masing-masing memeluk kakinya lalu
bunuh Wirada. Rama, Laksmana, dan Sita menyobek sekuatnya sehingga badannya
yang sedang berada di hutan Dandaka terbelah).
digam­barkan dalam beberapa posisi.
Demikian juga Wirada. Wirada digambarkan Setelah kematian Wīrāda lingkungan
dalam dua posisi, yaitu saat berdiri dan hutan Dandaka menjadi aman. Tidak hanya
ketika berjalan. Dalam relief terlihat bahwa aman bagi manusia, tetapi juga aman bagi
tangan Wirada digunakan untuk berjalan seisi hutan seperti digambarkan dalam RJK
seperti yang tertulis dalam RJK. Wirada Sarga IV berikut.
adalah seorang raksasa yang sangat galak.
“Ri pĕĕjahnikanaṅ Wiradha mūrka, Umamas saṅ
Kegalakan Wirada dilukiskan dalam RJK nrĕpaputra nirbhayātah, tĕmu ṅ açrama dibya
Sarga IV. çobha rāmya, patapan saṅ Çarabhaṅga yoga
sidhhi” (RJK Sarga IV: 9).
“Si wirādha ṅ arannya tan hanolī, I ruhur n
– uṅgu sukunya sumoṅsaṅ, atirodra taṅanya (Setelah Wiradha mati, kesana kemari sang
paṅlakunya, atakut mrĕtyu tomon ya rorarūpa” rajaputra tidak takut. Terdapat asrama
(RJK Sarga IV: 5). mulia, indah, permai; pertapaan sang
Çarabangga yang telah matang yoganya).
(Namanya Si Wirada, tidak ada yang
melebihi galaknya. Di atas konon kakinya
menyungsang, sangat galak, kalau berjalan
menggunakan tangannya. Galaknya seperti Rama Meruwat Kehidupan
Dewa maut). Ada dua buah relief yang menunjukkan
bahwa Rama mampu meruwat kehidupan.
Ketika berada di hutan Dandaka, Rama, Relief pertama adalah ketika Rama berhasil
Sita, dan Laksmana akan dibunuh Wirada. meruwat Dewa Surya dan relief yang kedua
Akan tetapi Rama dan Laksmana ber­hasil ketika Rama berhasil meruwat Sawari,
membunuhnya dengan cara mengeroyok­ seorang petapa perempuan.
nya. Suasana hutan yang semula sangat

305
Kawistara, Vol. 6, No. 3, 22 Desember 2016: 300-308

Meruwat Dewa Surya “Sāṅsönya rodra yāgalak, pinraṅnira taṅanya


ya. Sāmpun pĕgat pwa bāhunya, tibā ta ye
rikaṅ lĕmah” (RJK Sarga VI: 76).

(Tat kala menyerang ia sangat galak;


dipenggallah tangannya (oleh Rama);
setelah terpisah lengannya; jatuhlah ia di
tanah.)

“Maluy ta ya ri jātinya, dewatārūpa yan


katon. Lumrā tejanikāwaknya, kadisan hyan
Diwākara” (RJK Sarga VI: 77).

(Kembalilah ia kepada kelahirannya, terlihat


berwujud dewa. Sinar badannya memancar
Gambar 4 ke mana-mana, sebagai sang Dewa Matahari)
Rama Meruwat Dewa Surya (Dari kiri ke
kanan: Laksmana, Rama, Dirgabahu, dan Dewa Dewa Matahari (Dewa Surya) berubah
Surya) Sumber Foto: Hanggar dan Wisma menjadi Dirgabahu, karena ia berbuat tidak
Nugraha, 2014 sopan, sehingga kena kutuk Siwa (Muni)
seperti ditulis dalam RJK berikut.
Bahasa rupa relief gambar 4 menunjuk-
kan bahwa ketika Rama dan Laksmana “Ṅhulun anak bhaṭāri Çrī, ndan durācāra
ta ṅhulun. Sĕḍĕṅkw acaṅkrameṅ swarga,
mencari Sita, Rama bertemu dengan seorang aṅlaṅkahi Mahāmuni (RJK Sarga VI: 83)
Raksasa bernama Dirgabahu. Dua penulis
terdahulu, yaitu Jordan (2009) dan Hermanu (Kami ini anak dewi Sri. Pada suatu ketika
(2012) menafsirkan tokoh yang dibunuh kami bertindak kurang sopan. Ketika
Rama tersebut adalah Kabanda. Tidak tahu kami sedang berjalan-jalan di surga, kami
melangkahi sang Muni besar.)
persis sumber yang digunakan kedua penulis
tersebut, sehingga mereka menamai tokoh Saṅke gĕlĕnnireṅ hulun, manāpa dadya
tersebut sebagai Kabanda. Dalam RJK tidak rākṣasa. Kitātah antaçāpaṅkwa, apan
ditemukan tokoh dengan nama ini, yang putraku denta weh. (RJK Sarga VI: 84)
ada adalah Dirgabahu, dan yang tidak lain
adalah dewa Surya yang terkena kutukan Karena marahnya kepada kami, beliau
mengutuk kami menjadi raksasa. Kamulah
dewa. Tentang tokoh ini ditulis dalam RJK yang membebaskan kami dari kutukan
Sarga VI berikut. karena kami ini konon anakmu.)

“Hana rāksasa kāçcarya, bahūnya madawa tĕmĕn. Berdasar kutipan di atas, dapat dipahami
Malapā maharĕp māṅsā, ya pinaṅguhnireṅ alas”
(RJK Sarga VI: 75). bahwa Rama adalah titisan Dewa Wisnu.
Seperti diketahui bahwa Wisnu adalah ayah
(Ada raksasa hebat, lengannya sangat Surya. Rama berhasil memanah Dirgabahu,
panjang. Ia lapar dan hendak memakan sehingga ia kembali menjadi Dewa Surya.
semua yang dijumpai di hutan) Rama berhasil meruwatnya. Dewa Surya
“Mushniṅ satwa yeṅ daṅū, Dirghabāhu ṅ
inilah yang memberi petunjuk Rama agar
arannika. Ya ta maṅsö sira krūra, r-unus taṅ kelak mencari Sugriwa dan membantu
kadga tikṣna ya” (RJK Sarga VI: 76) . Sugriwa mengalahkan Subali yang sedang
bertengkar karena memperebutkan Dewi
(sudah lama tidak makan binatang, namanya Tara. Setelah memberi petunjuk Rama, Dewa
Dirgabahu. Ia menyerang Rama, marah,
Surya kembali ke kayangan.
menghunuis kerisnya yang tajam)

306
Hanggar Budi Prasetya -- Rama sebagai Penjaga Kehidupan dalam Relief Ramayana Prambanan

Meruwat Sawari “Telasnya mankanomati, cawanya tinadhah


mami. Ya tikandadyaken duhka, awak mami
nilawarnaa” (RJK Sarga VI: 109).

(Setelah begitu matilah babi rusa itu,


bangkainya kami makan. Itulah yang
menjadikan duka. Badan kami menjadi
berwarna nila.)

Saat bertemu Rama, Sawari meminta


Rama untuk mengusap wajahnya. Setelah
diusap wajahnya oleh Rama, kulitnya
Gambar 5 kembali seperti semula. Sawari kembali
Rama meruwat Sawari menjadi petapa cantik seperti sedia kala (RJK
Sumber Foto: Hanggar dan Wisma Nugraha, Sarga VI: 110-112).
2014
“Taryasih he kita ṅ Rāma, t-usapi mukaniṅ
Bahasa rupa gambar 5 menunjukkan hulun. Pūrnā kitāntaçapāṅkwa, tāryakĕn
bahwa Rama berhasil meruwat Sawari. kleçaniṅ hulun” (RJK Sarga VI: 110)
Peristiwa ini terjadi ketika Rama dan (Belaslah he kamu sang Rama, usaplah
Laksmana akan mencari Sita. Sawari adalah muka kami, supaya sembuh. Kamu yang
seorang petapa perempuan berkulit hitam menghabisi kutuk yang jatuh kepada kami,
legam. Ia sedang menjalani kutukan, karena ia hilanglah penyakit kami.)
memakan bangkai rusa jelmaan Dewa Wisnu
“Nāā liṅ saṅ Çawarī bratī, inusap deniraṅ Rama.
yang kena kutuk Dewa Rudra. Diceritakan Paripūrna siraṅ yogī, gumanti maṅanugrahe”
bawa pada saat Dewa Wisnu terkena kutuk (RJK Sarga VI: 111)
menjadi rusa, rusa ini memakan tasbih Sawari
hingga mati. Bangkainya ini dimakan oleh (Begitu kata Sang Sawari brati, diusaplah
Sawari, sehingga Sawari terkena kutukan oleh Rama, sang yogi sembuh sama sekali
lalu ia member anugraha)
dengan kulitnya menjadi hitam (RJK Sarga
VI: 107 – 109). “He saṅ Rāma mahādibya, Wiṣṇu sakala yat
katon. Wĕnaṅ umalapi kleça, mataṅnya melĕsa
“Kena capa de hyan Rudra, ri kalanin Lingod- ṅhulun” (RJK Sarga VI: 112)
bhawa. Madatemahan waraha, makastri dewi
Patala” (RJK Sarga VI: 107). (He Sang Rama yang sangat mulia, kami
melihat sang Wisnu berwujud manusia,
(Kena kutuk oleh sang dewa Rudra, tatkala dapat menghilangkan penyakit. Karena itu
menjadi Lingga, Sang Wisnu mabok, kami kendak membalasnya)
menjadi babi rusa lalu beristri dewi Pertiwi).

“Mijil pwa sira hyan Wisnu, makarupa ta


Ungkapan Sawari tersebut menegaskan
waraha. Umegil i rikan gunun, amanan haraka bahwa Rama adalah Wisnu. Oleh karena
mami” (RJK Sarga VI: 108). itu, yang mengutuk adalah Wisnu, maka
yang membebaskan kutukan juga Wisnu.
(Keluarlah sang hyang Wisnu berupa babi Selain itu, hal ini juga menegaskan bahwa
rusa melindung ke bukit lalu makan tasbih
Rama adalah Wisnu sejati karena dapat
kami dari mutiara).
menghilangkan penyakit.

307
Kawistara, Vol. 6, No. 3, 22 Desember 2016: 300-308

SIMPULAN DAFTAR PUSTAKA


Dalam relief Ramayana, terdapat empat Jordaan, Roy (Ed.). 2009. Memuji Prambanan.
peristiwa yang menegaskan bahwa Rama Bunga Rampai Para Cendekiawan
adalah titisan Wisnu sebagai penjaga kehi­ Belanda Tentang Kompleks Percandian
dupan. Apa yang dijaga dan dilindungi juga Loro Jonggrang. Jakarta: KITLV dan
bervariasi, baik manusia maupun dewa. Yayasan Obor Indonesia
Hal ini menegaskan bahwa Rama sebagai Haryono, Timbul. 2012. “Ramayana di
titisan Wisnu memang berkuasa baik dunia Indonesia Sebuah Perspektif Arkeo­
manusia maupun dunia dewa. logi dan Sejarah” dalam Hermanu
Tokoh–tokoh Tataka, Dirgabahu, Sawari, (ed). Relief Ramayana Prambanan, 1926-
dan Katakali yang tergambar dalam relief 2012. Yogyakarta: Bentara Budaya.
Ramayana ataupun yang tertulis dalam RJK
selama ini tidak pernah disinggung dalam Hermanu. 2012. Relief Ramayana Candi
pertunjukan wayang. Tokoh ini dapat men­ Prambanan, 1926-2012. Yogyakarta:
jadi alternatif untuk mengembangkan lakon Bentara Budaya Yogyakarta.
wayang Ramayana. Apa bila tokoh-tokoh ini Prasetya, Hanggar Budi dan Wisma Nugraha.
dimunculkan dalam pertunjukan wayang, 2014. “Membaca Kembali Relief
tentu akan mampu menambah tokoh-tokoh Ramayana Prambanan.” Laporan
wayang yang dapat diolah, sehingga konflik Penelitian. Jakarta: DP2M Dikti -
pertunjukan dapat terolah dan semakin Lembaga Penelitian ISI Yogyakarta
kompleks sehingga repertoar pertunjukan Poerbotjaraka. 2010. Ramayana Djawa
Ramayana dapat lebih berkembang. Kuna: Teks dan Terjemahan. Jakarta:
Perpustakaan Nasional.
Ucapan Terima Kasih
Tabrani, Primadi. 2005. Bahasa Rupa.
Terima kasih disampaikan kepada DP2M
Bandung: Kelir
Dikti (Direktur Penelitian dan Pengabdian
kepada Masyarakat – Direktorat Jenderal Taswandi. 2000. “Perbandingan Bahasa
Pen­didik­an Tinggi) yang telah memberi dana Rupa Relief Ramayana Candi Siwa
penelitian fundamental selama dua tahun dan Brahma dalam Kompleks Candi
untuk melakukan penelitian ini. Ucapan Lara Jonggrang di Prambanan dan
terima kasih juga disampaikan kepada Candi Induk dalam Kompleks Candi
pimpinan taman wisata Prambanan dan Panataran.” Tesis. Bandung: Fakultas
Dinas Purbakala yang telah mengizinkan Seni Rupa dan Disain – ITB.
kami melakukan penelitian dan pemotretan
seluruh relief di Candi Prambanan. Terima
kasih juga disampaikan kepada mitra
bebestari yang telah memeriksa dan memberi
masukan untuk penyempurnaan artikel ini.

308

View publication stats

You might also like