Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 11

Analisis Banjir Akibat Perubahan Tata Guna Lahan Pada DAS Miu

(M.Rizky Ryan Maulana Gais, Rudi Herman)

JURNAL

ANALISIS BANJIR AKIBAT PERUBAHAN TATA GUNA


LAHAN PADA DAS MIU

Diajukan Kepada Universitas Tadulako Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar


Sarjana Strata Satu Teknik Sipil

Oleh :

M.RIZKY RYAN MAULANA GAIS


STB. F 111 16 084

JURUSAN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS TADULAKO


2020
Analisis Banjir Akibat Perubahan Tata Guna Lahan Pada DAS Miu
(M.Rizky Ryan Maulana Gais, Rudi Herman)

Analisis Banjir Akibat Perubahan Tata Guna Lahan Pada DAS Miu

M.Rizky Ryan Maulana Gais


Jurusan Teknik Sipil Universitas Tadulako (Untad) Palu
Email : rizkirianmaulana29@gmail.com

Rudi Herman
Jurusan Teknik Sipil Universitas Tadulako (Untad) Palu
Email : rudi.herman2@gmail.com

ABSTRACT
Land use is one of the factors that influence direct runoff discharge and affect the infiltration of a watershed. This
study was conducted to determine the effect of land use change in the Miu watershed on fluctuations in flood
discharges that occurred in 2005, 2010 and 2016. Land use changes were identified through spectral analysis of
landsat images to obtain the percentage change in each type of land use and parameter curves number. The
method for analyzing flood discharge plans uses the Rational Method and the Soil Conservation Service (SCS)
Method. The study results note that runoff coefficient (C) and curve number (CN) parameters have increased from
year to year although the changes that occur are not significant for 2005, 2010 and 2016. The magnitude of flood
discharge for T25 using the Rational Method is 891,496 m3 / seconds in 2005, 1073.77 m3 / second in 2010, 926,995
m3 / second in 2016. The amount of flood discharge for T25 using the SCS Method was 873,147 m3 / second in
2005, 928,828 m3 / second in 2010, 915,341 m3 / second seconds in 2016. So it was concluded that land cover is
very influential on flood discharge.

Keywords: land use change, flood discharge fluctuation, runoff coefficient (C), Curve Number (CN), Rational
Method, SCS-CN Method

ABSTRAK
Penggunaan lahan merupakan salah satu factor yang berpengaruh terhadap debit limpasan langsung dan
mempengaruhi infiltrasi suatu daerah aliran sungai (DAS). Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh
perubahan tata guna lahan pada DAS Miu terhadap fluktuasi debit banjir yang terjadi pada tahun 2005, 2010, dan
2016. Perubahan tata guna lahan diidentifikasi melalui analisis spectral citra landsat untuk memperoleh persentase
perubahan setiap jenis tata guna lahan dan parameter curve number. Metode untuk menganalisa debit banjir
rencana menggunakan Metode Rasional dan Metode Soil Conservation Service (SCS). Hasil studi diketahui
bahwa parameter koefisien limpasan (C) dan curve number (CN) mengalami peningkatan dari tahun ke tahun
walaupun perubahan yang terjadi tidak signifikan untuk tahun 2005, 2010, dan 2016. Besarnya debit banjir untuk
T25 dengan menggunakan Metode Rasional adalah 891.496 m3/detik pada tahun 2005, 1073.77 m3/detik pada
tahun 2010, 926.995 m3/detik pada tahun 2016. Besarnya debit banjir untuk T25 dengan menggunakan Metode
SCS adalah 873.147 m3/detik pada tahun 2005, 928.828 m3/detik pada tahun 2010, 915.341 m3/detik pada tahun
2016. Sehingga disimpulkan tutupan lahan sangat berpengaruh terhadap debit banjir.

Kata kunci : perubahan tata guna lahan, fluktuasi debit banjir, koefisien limpasan (C), Curve Number
(CN), Metode Rasional, Metode SCS-CN
Analisis Banjir Akibat Perubahan Tata Guna Lahan Pada DAS Miu
(M.Rizky Ryan Maulana Gais, Rudi Herman)

1. PENDAHULUAN perbandingan hidrograf SCS dan Rasional


Perubahan tata guna lahan yang relatif untuk diterapkan pada wilayah ini.
luas pada kawasan Daerah Aliran Sungai
(DAS) dapat menyebabkan terganggunya 2. Tinjauan Pustaka
siklus hidrologi. Hal ini dapat mengganggu 2.1 Daerah Aliran Sungai
keseimbangan sumber daya air di suatu DAS. Berdasarkan Peraturan Pemerintah
Alih fungsi lahan terjadi karena peningkatan Republik Indonesia No.37 Tahun 2012
penduduk sehingga membutuhkan lahan untuk tentang pengelolaan daerah aliran sungai .
pemukiman, perkebunan, persawahan bahkan daerah aliran sungai yang selanjutnya disebut
untuk industry. Kebutuhan lahan ini ikut DAS adalah suatu wilayah daratan yang
mempengaruhi kondisi buruk DAS karena merupakan satu kesatuan dengan sungai dan
mendesak dan mengurangi lahan-lahan anak-anak sungainya, yang berfungsi
bervegetasi sehingga dampak yang terlihat menampung, menyimpan dan mengalirkan
dari kejadian banjir dan kekeringan di air yang berasal dari curah hujan ke danau
beberapa wilayah yang hampir setiap tahun atau ke laut secara alami, yang batas di darat
terjadi. merupakan pemisah topografis dan batas di
laut sampai dengan daerah perairan yang
Kondisi ini juga terjadi pada DAS Miu, masih terpengaruh aktivitas daratan.
di mana perubahan penggunaan lahan dari
hutan yang dialih fungsikan menjadi 2.2 Intersepsi
perkebunan, pertanian lahan kering dan
pemukiman yang bila tidak terkendali dapat .Intersepsi merupakan suatu proses dimana
mengakibatkan terganggunya siklus hidrologi air yang diuapkan kembali ke atmosfer adalah
terutama dapat mengakibatkan meningkatnya air hujan yang tertampung sementara pada
nilai koefisien limpasan di DAS tersebut. permukaan tajuk dan bagian lain dari suatu
Koefisien limpasan dapat dipengaruhi oleh vegetasi. Dengan kata lain, pada proses
intensitas dan jumlah curah hujan, tipe tanah, intersepsi air yang diuapkan adalah air yang
geologi, keadaan topografi, luas daerah aliran berasal dari curah hujan yang berada pada
dan penutupan lahan (Arsyad, 1989). Bila permukaan daun, ranting dan cabang dan
koefisien limpasan meningkat, maka debit belum sempat masuk ke dalam tanah.
limpasan air sungai juga meningkat yang akan Intersepsi dianggap factor penting dalam
menyebabkan banjir dan genangan air. daur hidrologi karena berkurangnya air hujan
yang sampai di permukaan tanah oleh adanya
Sehingga untuk menganalisa kondisi proses intersepsi adalah cukup besar. Besarnya
genangan yang terjadi, maka perlu dibuat intersepsi di hutan hujan tropis berkisar antara
hidrograf yang mampu menganalisa kondisi 10-35 % dari curah hujan total. Perubahan
limpasan yang sesungguhnya, oleh karena itu tegakan penutup lahan dari suatu jenis vegetasi
perlu dipertimbangkan pemakaian hidrograf menjadi vegetasi lain dapat mempengaruhi
SCS serta Metode Rasional. Hidrograf Metode neraca air di daerah tersebut.
SCS dimungkinkan menghasilkan debit
puncak yang lebih mendekati debit puncak 2.3 Limpasan dan Infiltrasi
pengamatan karena faktor-faktor yang
Dengan memperhatikan kembali siklus
mempengaruhi debit limpasan diperhitungan
hidrologi dapat diketahui bahwa air yang jatuh
lebih detail dari Metode Rasional. Pada
dipermukaan tanah sebagiam mengalir
Metode Rasional debit limpasan dipengaruhi
dipermukaan tanah dan menjadi aliran
oleh koefisien limpasan, koefisien tampungan,
limpasan yang selanjutnya menjadi limpasan
intensitas curah hujan dan luas daerah
yang nantinya akan mengalir ke laut setelah
pengaliran. Lain halnya dengan metode SCS
melewati beberapa proses dengan yang
yang mempertimbangkan kondisi tanah dalam
keadaan berbeda setiap musim, yang disebut
menentukan harga curve number (CN).
sebagai daur limpasan
Dengan kondisi alam yang berbeda, kelebihan
hidrograf metode SCS masih perlu dibuktikan Infiltrasi dimaksudkan sebagai proses
dengan kondisi di wilayah DAS Miu. masuknya air ke permukaan tanah. Proses ini
Pertimbangan ini yang mendasari merupakan salah satu bagian penting dalam
proses hidrologi maupun dalam proses
Analisis Banjir Akibat Perubahan Tata Guna Lahan Pada DAS Miu
(M.Rizky Ryan Maulana Gais, Rudi Herman)

pengalihragaman hujan menjadi aliran sungai. berdasarkan hasil pengamatan dari


Dalam kaitan ini terdapat dua pengertian karakteristik hidrograf satuan alami yang
tentang kuantitas infiltrasi, yaitu kapasitas berasal dari sejumlah besar DAS baik yang
infiltrasi adalah laju infiltrasi maksimum untuk berukuran besar maupun kecil di Amerika
suatu jenis tanah tertentu. Serikat (Natakusumah, 2014). Hidrograf ini
menggunakan fungsi hidrograf tanpa dimensi
2.4 Intensitas Curah Hujan
untuk menyediakan bentuk standar hidrograf
Intensitas curah hujan adalah besarnya
satuan. Dan juga koordinat ini telah ditabelkan,
jumlah hujan yang turun yang dinyatakan
sehingga mempersingkat waktu untuk
dalam tinggi curah hujan atau volume hujan
perhitungan hidrograf. Dengan rumus-rumus
tiap satuan waktu. Besarnya intensitas hujan
yang digunakan sebagai berikut :
berbeda-beda, tergantung dari lamanya curah
hujan dan frekuensi kejadiannya. . ( , ) .
Untuk perhitungan intensitas curah hujan tl = , . . (4)
digunakan rumus Mononobe :
tp = 0,5 x tr + ti (5)
/
𝑥( ) (1)
.
qp = (6)
2.5 Metode Rasional
Metode Rasional banyak digunakan (Ponce, 1989)
untuk memperkirakan debit puncak yang
ditimbulkan oleh hujan pada daerah aliran
sungai (DAS) yang relative kecil. Suatu DAS 3. Metodologi Penelitian
disebut DAS kecil apabila distribusi hujan 3.1 L o k a s i P e ne l i ti a n
dapat dianggap seragam dalam suatu ruang
dan waktu konsentrasi. Rumus umum dari Penelitian ini secara administrasi berada
Metode Rasional adalah : di Desa Miu Kecamatan Gumbasa Kabupaten
Sigi Sulawesi Tengah dengan letak geografis
Q = 0,278 . C . I . A (2) 1°16'44.36 "S dan 119 ° 56'40.54" T.

(Triatmodjo, 2008)

Koefisien Limpasan (C)


Koefisien limpasan adalah presentase jumlah
air yang dapat melimpas melalui permukaan
tanah dari keseluruhan air hujan yang jatuh
pada suatu daerah ( Eripin, 2005). Semakin
kedap suatu permukaan tanah, maka semakin
tinggi nilai koefisien pengalirannya. Harga
koefisien aliran berbeda-beda dan sulit
ditentukan secara tepat. Factor-faktor yang
mempengaruhi nilai koefisien limpasan adalah
: kondisi tanah, laju infiltrasi, kemiringan Gambar 3.1 Peta Derah Aliran Sungai Miu
lahan, tanaman penutup tanah dan intensitas
hujan. 3.2 Bahan Penelitian
∑ 3.2.1 Data Perubahan Tata Guna Lahan
𝐶 = ∑
(3)
Data perubahan tata guna lahan berupa
2.6 Metode Soil Conservation Service (SCS) peta tata guna lahan DAS Miu dengan skala
Cara ini dikembangkan oleh Victor 1:125000 untuk kajian tahun 2005,2010 dan
Mockus dari Soil Conservation Services salah 2016. Dari peta tersebut ddapat di tentukan
satu lembaga dibawah Departemen Pertanian batas-batas DAS, sungai dan perubahan tata
Amerika Serikat. Victor Mockus guna lahan yang di peroleh dari software ARC-
mengembangkan hidrograf satuan SCS Gis.
Analisis Banjir Akibat Perubahan Tata Guna Lahan Pada DAS Miu
(M.Rizky Ryan Maulana Gais, Rudi Herman)

meliputi data curah hujan bulanan, yang di


peroleh dari kantor Balai Wilayah Sungai III
Sulawesi Tengah.
3.2.3 Data Jenis Tanah
Data jenis tanah di peroleh dari kantor
Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika
stasiun Mutiara Sis Al-Jufri Palu. Jenis dan
kondisi tanah pada DAS Miu termasuk jenis
tanah Inceptisol dan tanah Ultisol

Mulai

Gambar 3.2 Tata Guna Lahan DAS Miu 2005 Data curah hujan
Data penggunaan
lahan DAS Miu

Uji abnormalitas
data Jenis
Tanah

Analisis
frekuensi Klasifikasi Menurut Klasifikasi Menurut
Metode Rasional Metode SCS

Uji kesesuaian
distribusi frekuensi Koefisien Limpasan Nilai Curve Number
(C) Rasional (CN)

Curah hujan
rancangan

Intensitas Curah
hujan Menghitung debit
banjir menggunakan
Menghitung debit metode SCS-CN
banjir menggunakan
metode Rasional
Gambar 3.3 Tata Guna Lahan DAS Miu 2010
Hasil &
Pembahasan

Kesimpulan
& Saran

Selesai

Gambar 3.5. Bagan Alir Tahap Penelitian

4. Hasil dan Pembahasan


4.1 Analisis Perubahan Penggunaan Lahan
DAS Miu.
Das Miu memiliki luas 655,55 Km2 yang
terdiri dari 7 penggunaan lahan yaitu hutan lahan
kering primer, hutan lahan kering sekunder, area
Gambar 3.4 Tata Guna Lahan DAS Miu 2016 persawahan, area perkebunan, semak belukar,
pemukiman, dan tubuh air. Peta tata guna lahan
3.2.2 Data Curah Hujan DAS Miu tahun 2005, 2010, dan 2016 dapat
dilihat pada gambar 3.2 s/d 3.4 . Dan luas
Data curah hujanyang dikumpulkan pada masing-masing penggunaan lahan pada tahun
penelitian ini yaitu berupa data curah hujan yang 2005, 2010, dan 2016 disajikan pada tabel 4.1 s/d
mewakili DAS Miu yang tercatat pada stasiun 4.3
Tuva (Tuwa) dengan periode waktu 2005-2016,
Analisis Banjir Akibat Perubahan Tata Guna Lahan Pada DAS Miu
(M.Rizky Ryan Maulana Gais, Rudi Herman)

Tabel 4.1 Perubahan tata guna lahan DAS Miu Perubahan penggunaan lahan pada tahun
tahun 2005 2010 terjadi penurunan kuantitas luas hutan yang
2005
mendominasi pada tahun 2005 menjadi 515,59
No Jenis Tata Guna Lahan 2
Km2 atau 78,65% dari luas DAS Miu.
Luas (Km ) %
Perubahan penggunaan lahan juga terjadi pada
1 Hutan lahan kering primer 355,66 54,25 area perkebunan yang turun 3,47% dari luas
2 Hutan lahan kering sekunder 182,75 27,88 tahun 2005. Perubahan penggunaan lahan ini
3 Area Persawahan 6,53 1,00
bergeser pada meningkatnya luas area lahan
4 Area Perkebunan 105,92 16,16
terbuka seperti (pemukiman,semak belukar,area
5 Semak Belukar 2,79 0,43
persawahan, dan sungai). Lahan terbuka
6 Pemukiman 0,36 0,05
meningkat 6,95% dari luas DAS tahun 2005.
7 Sungai 1,54 0,24
Perubahan penggunaan lahan pada tahun
Total 655,55 100 2016 terlihat terjadi peningkatan kembali luas
hutan menjadi 89,67% dari luas DAS Miu .
Tabel 4.2 Perubahan tata guna lahan DAS Miu Penurunan cukup besar terjadi pada area
tahun 2010 perkebunan yang hanya tersisa 2,14% dari luas
2010 DAS Miu. Penurunan kuantitas luas area
No Jenis Tata Guna Lahan 2 perkebunan menunjukkan adanya penurunan
Luas (Km ) %
1 Hutan lahan kering primer 62,63 9,55
debit air sungai / jauhnya akses air sungai untuk
2 Hutan lahan kering sekunder 452,97 69,10 menyokong keperluan bercocok tanam.
3 Area Persawahan 4,40 0,67 4.2 Analisis Curah Hujan Rancangan Pada
4 Area Perkebunan 83,19 12,69
DAS Miu
5 Semak Belukar 49,86 7,61
6 Pemukiman 0,97 0,15 Data curah hujan harian maksimum
7 Sungai 1,54 0,24
tahunan yang diambil di stasiun Tuva/Tuwa
berjumlah 12 data dengan 12 tahun pengamatan
Total 655,55 100 (2005 s/d 2016), berikut adalah rekapitulasi data
curah hujan dapat dilihat pada tabel 4.4 :
Tabel 4.3 Perubahan tata guna lahan DAS Miu
tahun 2016 Tabel 4.4 Data curah hujan maksimum
2016 Rangking Data
No Jenis Tata Guna Lahan Curah
2 No. Tahun No
Luas (Km ) % Hujan (mm) Curah Hujan
Tahun
1 Hutan lahan kering primer 15,03 2,29 Maksimum

2 Hutan lahan kering sekunder 572,80 87,38 1 2005 111,65 1 2012 210,53
3 Area Persawahan 1,24 0,19 2 2006 89,49 2 2010 164,42
4 Area Perkebunan 14,01 2,14 3 2007 139,66 3 2014 144,38
5 Semak Belukar 49,10 7,49 4 2008 118,25 4 2007 139,66
6 Pemukiman 1,82 0,28 5 2009 112,93 5 2016 136,49
6 2010 164,42 6 2008 118,25
7 Sungai 1,54 0,24
7 2011 65,04 7 2009 112,93
Total 655,55 100 8 2012 210,53 8 2005 111,65
9 2013 87,58 9 2015 90,39
Penggunaan lahan pada tahun 2005 10 2014 144,38 10 2006 89,49
didominasi oleh hutan dengan luas 538,41 Km2 11 2015 90,39 11 2013 87,58
atau 82,13% dari luas DAS Miu. Area 12 2016 136,49 12 2011 65,04
perkebunan memiliki luas sebesar 105,92 Km2
atau 16,16% dari luas DAS Miu. Penggunaan Analisis Frekuensi
lahan untuk lahan terbuka masih kecil yaitu Analisis frekuensi digunakan untuk
hanya sebesar 11,12 Km2 atau 1,71% dari luas menetapkan besaran hujan atau debit dengan
DAS Miu. Dapat disimpulkan bahwa pada tahun kala ulang tertentu. Setelah parameter-parameter
2005 hutan pada DAS Miu masih terjaga karena statistic diketahui, maka distribusi yang cocok
pembukaan lahan baru untuk lahan terbuka untuk digunakan dalam analisis frekuensi dapat
masih kecil. ditentukan. Distribusi yang digunakan dalam
Analisis Banjir Akibat Perubahan Tata Guna Lahan Pada DAS Miu
(M.Rizky Ryan Maulana Gais, Rudi Herman)

penelitian ini adalah Metode Log Pearson Type intensitas hujan rencana jika memakai
III. persamaan (1) adalah sebagai berikut :
a. Mengubah data curah hujan n buah dari x1, Tabel 4.6 Intensitas curah hujan Rancangan
x2, x3,...,xn menjadi bentuk. logaritma
yaitu log x1, log x2, log x3,..., log xn
Intensitas hujan
b. Menghitung harga rerata, dari data curah Periode Ulang (mm/jam)
hujan yang telah diubah ke dalam bentuk (tahun)
logaritma :
5 33,456
1 n
log xo =  log x i = 122,568
n i 1
10 38,525
25 44,777
c. Menghitung standar deviasi (Sd)
4.3 Analisis Curah Hujan Rancangan Pada
n
DAS Miu
 log x
i 1
i  log x o 2
Analisa Koefisien Limpasan (C) Dan Debit
Sd = = 0,1393
n 1 Banjir Mengguakan Metode Rasional
Perhitungan ini untuk mengetahui besarnya
d. Menghitung koefisien penyimpangan (Cs) nilai koefisien limpasan (C) berdasarkan luas
∑( ) penggunaan lahan yang ada pada DAS Miu yang
Cs = = -0,0039 ditinjau. Koefisien limpasan terbobot CDAS (C
( )( ) komposit) DAS Miu diperoleh dari nilai
Dengan melihat parameter statistic yang koefsiein limpasan (C) yang dikalikan dengan
sesuai maka dalam perhitungan hujan rancangan luasan setiap jenis pemanfaatan lahan tersebut.
digunakan Metode Log Pearson III. Untuk Tabel 4.7 Rekap nilai C masing-masing
mendapatkan harga XT (Hujan Rancangan), penggunaan lahan tahun 2005
maka harga KTr diberi nilai sesuai dengan harga
Cs (koefisien skewness) dan kala ulang, dari Tata Guna Lahan Ai (Km )
2
Ci Ai x Ci
harga-harga tersebut dapat ditarik suatu garis
lurus, dibawah ini hasil hujan rancangan dengan Hutan Lahan Kering Primer 355,656 0,05 17,783
kala ulang 2, 5, 10, 25 , 50, 100 tahun Hutan Lahan Kering Skunder 182,75 0,10 18,275
Area Persawahan 6,527 0,25 1,632
Tabel 4.5 Rekapitulasi curah hujan rancangan
Area Perkebunan 105,922 0,30 31,777
Semak Belukar 2,791 0,20 0,558
Periode Ulang (T) Rmax
Pemukiman 0,358 0,35 0,125
Sungai 1,543 0,95 1,466
2 116,948 Total 655,547 71,616
5 153,192 C DAS Miu 0,1092
10 176,403
Tabel 4.8 Rekap nilai C masing-masing
25 205,027 penggunaan lahan tahun 2010
50 225,945
2
Tata Guna Lahan Ai (Km ) Ci Ai x Ci
100 246,535
Hutan Lahan Kering Primer 62,625 0,05 3,131

Intensitas Curah Hujan Hutan Lahan Kering Skunder 452,965 0,10 45,297
Area Persawahan 4,399 0,25 1,100
Dalam perhitungan intensitas curah hujan Area Perkebunan 83,188 0,30 24,956
pada DAS Miu menggunakan waktu Semak Belukar 49,859 0,20 9,972
konsentasi (tc) sebesar 2 jam (120 menit), Pemukiman 0,968 0,35 0,339
ditentukan berdasarkan waktu/lamanya Sungai 1,543 0,95 1,466
hujan berlangsung yang sering terjadi di Total 655,547 86,260
lokasi yang bersangkutan, besarnya C DAS Miu 0,1316
Analisis Banjir Akibat Perubahan Tata Guna Lahan Pada DAS Miu
(M.Rizky Ryan Maulana Gais, Rudi Herman)

Tabel 4.9 Rekap nilai C masing-masing masing-masing penggunaan lahan menggunakan


penggunaan lahan tahun 2016 data jenis tanah dan penggunaan lahannya.

Tata Guna Lahan 2


Ci Ai x Ci
Jenis tanah yang terdapat pada DAS Miu
Ai (Km )
berdasarkan karakteristik dan data jenis tanah
Hutan Lahan Kering Primer 15,025 0,05 0,751 terbagi menjadi dua jenis, yaitu tanah Inceptisol
Hutan Lahan Kering Skunder 572,801 0,10 57,280 dan tanah Ultisol, setiap tanah memiliki tingkat
Area Persawahan 1,238 0,25 0,310 infiltrasi berbeda-beda tergantung Hidrologi
Area Perkebunan 14,012 0,30 4,204
Group Soil (HGS). Tanah Inceptisol termasuk
dalam HGS kelas C dan Ultisol kelas B. Berikut
Semak Belukar 49,104 0,20 9,821
nilai CN pada masing-masing tahun DAS Miu.
Pemukiman 1,824 0,35 0,638
Sungai 1,543 0,95 1,466 Tabel 4.13 Rekap nilai CN DAS Miu tahun 2005
Total 655,547 74,470 Luas
Penggunaan Lahan HGS CN Ai x Ci
C DAS Miu 0,1136 2
(Km )
249,138 B 55 13702,59
Hutan Lahan Kering Primer
Debit banjir masing-masing penggunaan 106,518 C 70 7456,26
lahan dapat dihitung dengan data tambahan : Hutan Lahan Kering Skunder
115,264 B 66 7607,424
67,486 C 77 5196,422
Intensitas curah hujan (I) periode ulang, dan luas 0,808 B 71 57,368
Area Persawahan
masing-masing penggunaan lahan seperti 5,719 C 78 446,082
persamaan (2). Area Perkebunan
89,834 B 81 7276,5188
16,088 C 88 1415,7822
Tabel 4.10 Hasil perhitungan debit banjir Semak Belukar 2,791 B 58 161,878
Pemukiman 0,358 C 79 28,282
Metode Rasional tahun 2005 0,7542 B 98 73,9116
Sungai
0,7888 C 98 77,3024

Periode ulang Q (m3/det) Total 655,547 43499,821


CN Das Miu 66,3565
Metode Rasional
Tabel 4.14 Rekap nilai CN DAS Miu tahun 2010
5 666,088
Luas
10 767,008 Penggunaan Lahan 2
(Km )
HGS CN Ai x Ci

25 891,469 Hutan Lahan Kering Primer


34,524 B 55 1898,82
28,101 C 70 1967,07
Tabel 4.10 Hasil perhitungan debit banjir Hutan Lahan Kering Skunder
345,868 B 66 22827,288
107,097 C 77 8246,469
Metode Rasional tahun 2010 Area Persawahan 4,399 C 78 343,122
50,611 B 81 4099,491
Area Perkebunan
Periode ulang Q (m3/det) 32,577 C 88 2866,776
28,132 B 58 1631,656
Metode Rasional Semak Belukar
21,727 C 71 1542,617
Pemukiman 0,968 C 79 76,472
5 802,298 0,7542 B 98 73,9116
Sungai
10 923,855 0,7888 C 98 77,3024
Total 655,547 45650,995
25 1073,767 CN Das Miu 69,6380

Tabel 4.12 Hasil perhitungan debit banjir Tabel 4.15 Rekap nilai CN DAS Miu tahun 2016
Metode Rasional tahun 2016 Luas
Penggunaan Lahan 2 HGS CN Ai x Ci
(Km )
3
Periode ulang Q (m /det) Hutan Lahan Kering Primer
4,828 B 55 265,54
10,197 C 70 713,79
Metode Rasional 419,675 B 66 27698,55
Hutan Lahan Kering Skunder
5 692,632 153,126 C 77 11790,702
Area Persawahan 1,238 C 78 96,564
10 797,574 Area Perkebunan 14,012 C 88 1233,056
25 926,995 Semak Belukar
32,712 B 58 1897,296
16,392 C 71 1163,832
1,088 B 68 73,984
Pemukiman
0,736 C 79 58,144
Analisa Curve Number (CN) Dan Debit Banjir 0,7542 B 98 73,9116
Sungai
Menggunakan Metode Soil Conservation 0,7888 C 98 77,3024
Service (SCS) Total 655,547 45142,672
CN Das Miu 68,8626
Dalam perhitungan debit banjir Metode
SCS, perlu diketahui terlebih dahulu nilai CN
Analisis Banjir Akibat Perubahan Tata Guna Lahan Pada DAS Miu
(M.Rizky Ryan Maulana Gais, Rudi Herman)

Setelah diperoleh masing-masing nilai CN 4.4 Pembahasan


pada tahun 2005, 2010, dan 2016, sehingga
Perubahan penggunaan lahan (TGL) dapat
dengan persamaan (4), (5), dan (6) , maka ti =
mengakibatkan perubahan nilai koefisien
4,993 (jam) pada tahun 2005, ti = 4,573 (jam)
limpasan (C) dan juga nilai Curve Number (CN)
pada tahun 2010, ti = 4,670 (jam) pada tahun
pada suatu DAS yang berdampak pada
2016. Dan diperoleh tp = 6,993 (jam) pada tahun
meningkatnya nilai debit banjir (Q).
2005, tp = 6,573 (jam) pada tahun 2010, tp =
6,670 (jam) pada tahun 2016. Dan diperoleh Qp Dalam perhitungan debit banjir
= 194,999 (m3/detik) pada tahun 2005, Qp = menggunakan Metode Rasional terlebih dahulu
207,434 (m3/detik) pada tahun 2010, Qp = dilakukan perhitungan koefisien limpasan (C)
204,422 (m3/detik) pada tahun 2016. Dengan pada masing-masing peta tahun 2005, 2010, dan
menggunakan ordinat hidrograf yang telah 2016. Sehingga diperoleh nilai CDAS pada tahun
ditabelkan, maka hidrograf limpasan langsung 2005 adalah 0,1092, nilai CDAS pada tahun 2010
DAS Miu dengan periode ulang dapat dilihat adalah 0,1316, dan nilai CDAS pada tahun 2016
pada tabel berikut : adalah 0,1136. Peningkatan dan penurunan nilai
koefisien limpasan (C) tersebut disebabkan oleh
Tabel 4.16 Hasil perhitungan debit banjir
penggunaan lahan yang terjadi pada DAS Miu.
Metode SCS tahun 2005
Maka debit limpasan maksimum untuk Metode
Rasional bisa didapat pada tabel 4.10 sampai
Periode ulang Q (m3/det) dengan tabel 4.12.

Metode SCS Dalam penentuan nilai cuver number


(CN) ini mengggunakan beberapa peta yaitu peta
5 652,398 tata guna lahan dan peta jenis tanah DAS Miu,
menghasilkan CNDAS pada masing-masing tahun
10 751,244 2005, 2010, dan 2016. Selanjutnya dilakukan
perhitungan waktu keterlambatan (tl) = 4,993
25 873,147
(jam) pada tahun 2005, 4,573 (jam) pada tahun
Tabel 4.17 Hasil perhitungan debit banjir 2010, dan 4,670 (jam)pada tahun 2016, maka
Metode SCS tahun 2010 didapat nilai tp = 6,993 (jam) pada tahun 2005,
6,573 (jam) pada tahun 2010, dan 6,670 (jam)
pada tahun 2016. Maka didapat nilai debit
Periode ulang Q (m3/det) puncak (Qp) = 194,999 m3/det pada tahun 2005,
Metode SCS 207,434 m3/det pada tahun 2010, dan 204,422
m3/det pada tahun 2016.
5 694,002 Berdasarkan karakteristik DAS dan tata
10 799,151 guna lahan yang tersedia, maka metode yang
sesuai digunakan yaitu metode hidrograf SCS
25 928,828 tanpa dimensi.
Tabel 4.17 Hasil perhitungan debit banjir 5. Penutup
Metode SCS tahun 2016 5.1 Kesimpulan
a. Evaluasi perubahan penggunaan lahan di
DAS Miu dengan menggunakan SIG dari
Periode ulang Q (m3/det)
peta citra 2005 s/d 2016 dapat dilihat pada
Metode SCS table 4.1, terdapat 7 jenis penggunaan
lahan dan terurai dalam persentase
5 683,924 penggunan lahan dimana terlihat bahwa
10 787,547 lahan hutan kering primer mengalami
penurunan persentase yang signifikan dari
25 915,341 54,18% pada tahun 2005 menjadi 2,29%
pada tahun 2016. Sementara lahan hutan
kering sekunder mengalami peningkatan
dari 27,88% pada tahun 2005 menjadi
87,38% pada tahun 2016.
Analisis Banjir Akibat Perubahan Tata Guna Lahan Pada DAS Miu
(M.Rizky Ryan Maulana Gais, Rudi Herman)

b. Debit puncak yang terjadi di DAS Miu


setiap tahunnya mengalami fluktuasi
debit. Dari kedua metode yang digunakan DAFTAR PUSTAKA
yaitu Metode Rasional dan Metode SCS,
Arsyad, S. 2006. Konservasi Tanah dan Air. IPB
mengalami fluktuasi debit tertinggi yang
Press , Bogor.
terjadi pada tahun 2010, yaitu sebesar
1073,77 m3/detik untuk Metode Rasional Arsyad, S. 1989. Konservasi Tanah dan Air.
. Sedangkan dengan Metode SCS Penerbit IPB Press, Bogor
diperoleh debit banjir maksimum sebesar Ambar. S.,Asdak., C., 2001. Pengelolaan Daerah
928,828 m3/detik. Aliran Sungai (DAS) Penunjang
c. Terdapat perbedaan hasil perhitungan Pembangunan Pertanian Berkelanjutan
dengan Metode Rasional dan Metode SCS Dalam Rangka Otonomi Daerah Jawa
pada tahun 2005 dengan periode ulang T25 Barat. Makalah Seminar Sehari dan
yaitu 891,469 m3/det untuk Metode Musda HITI Komda Jawa Barat.
Rasional, dan 873,147 m3/det untuk Bandung, 30 Juni 2001.
Metode SCS, untuk tahun 2010 dengan
periode ulang T25 yaitu 1073,767 m3/det Asdak, C., 1995. Hidrologi dan Pengelolaan
untuk Metode Rasional, dan 928,828 Daerah Aliran Sungai.Yogyakarta :
m3/det untuk Metode SCS, dan pada tahun Gadjah Mada University Press.
2016 dengan periode ulang T25 yaitu Bambang Triatmodjo. 2008. Hidrologi Terapan.
926,995 m3/det untuk Metode Rasional, Beta offset. Yogyakarta.
dan 915,341 m3/det untuk Metode SCS.
Model rasional bersifat linear terhadap Chow, Ven Te, David R. Maidment, Larry W.
kejadian hujan sedangkan model SCS-CN Mays, 1988, Applied Hydrology,
(Soil Conservation Service-Curve McGraw-Hill series in water resources
Number) tidak bersifat linear terhadap and environmental engineering, Tata
kejadian hujan, namun dipengaruhi oleh McGraw-Hill Education, 572 halaman.
kadar air tanah, yang dipengaruhi oleh Crawford, N., dan Linsley, R. 1966. Digital
kejadian hujan berturut-turut, sehingga Simulation in Hydrology : Stanford
secara teoritas model SCS-CN dapat lebih Watershed Model IV. Standford
baik menduga debit dan debit maksimum University, Dpt. Of Civil Engineering.
5.2 Saran Tchnical Report 39.
1. Perlu adanya penelitian lanjutan tentang Dewajati, Ratna. 2003. Pengaruh Perubahan
masalah banjir yang diakibatkan Penggunaan Lahan Das Kaligarang
perubahan tata guna lahan pada DAS Miu Terhadap Banjir Di Kota Semarang.
dengan mempertimbangkan beberapa Tesis. Semarang : Program Pasca Sarjana
kondisi diantaranya geometric sungai, Universitas Diponegoro.
erosi, dan sedimentasi, serta kondisi sosial
masyarakat. Dian Wahyuni Werokila, 2012. “Analisa
2. Pengadaan AWLR/alat pencatat debit Koefisien Limpasan Pada Persamaan
otomatis di sungai sangat perlu sehingga Rasional Untuk Menghitung Debit Banjir
pengambilan data debit sungai lebih Rencana Di DAS Bangga”. Skripsi
akurat. Pada saat pengambilan data debit UNTAD, Palu.
observasi titik titik pengambilan data Dian Irawati D.A, 2005. Aplikasi Sistem
sebaiknya diperbanyak guna menunjang Informasi Geografis (SIG) Dan
data yang dibutuhkan dan untuk Penginderaan Jauh Untuk Model
mempermudah perhitungan. Hidrologi Answer Dalam Memprediksi
3. Factor vegetasi akan mempengaruhi curah Erosi Dan Sedimentasi, Institut Pertanian
hujan yang langsung jatuh dipermukaan Bogor.
atau tertahan ditajuk tanaman, oleh karena
itu perlu dilakukan perbaikan tata guna Direktorat Kehutanan dan Konservasi Sumber
lahan seperti dilakukan penghijauan dan Daya Air tahun 2005.
reboisasi dengan memandang aspek
ekologi maupun ekonomi di DAS Miu
Analisis Banjir Akibat Perubahan Tata Guna Lahan Pada DAS Miu
(M.Rizky Ryan Maulana Gais, Rudi Herman)

Dunne, T., dan Leopold, L. B., 1978. Water in Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2012
Environtmental Planning. W.H. Freeman Tentang Pengelolaan DAS. Jakarta.
and Company, San Fransisco.
Ponce, V. M. 1989. Engineering Hidrology
Eripin, I ., 2005. Dampak Perubahan Tata Guna Principles and Practice. Prentice Hall.
Lahan Terhadap Debit Sungai di Daerah New Jersey. Hal 118 – 127 dan 153 – 195
Pengaliran Sungai Cipinang.
Prahasta, Eddy. 2002. Sistem Informasi
Fleming, 1979. Deterministic Models in Geografis Konsep-konsep Dasar.
Bandung: Informatika
Hydrology. FAO. Rome. Italy.
Ronaldo Toar Palar. 2013. Studi perbandingan
antara hidrograf SCS (Soil Conservation
Harto. S, 1981, Hidrologi Terapan Edisi Service) dan metode Rasional pada DAS
Pertama , Teknik Sipil UGM, Tikala. Jurnal Sipil Statik Vol.1 No.3,
Yogyakarta. Februari 2013 (171-176)
Seyhan. E.1990. Dasar-dasar Hidrologi. Gadjah
Indarto. 2010. Hidrologi. Bumi Aksara: Jember Mada University Press. Yogyakarta.
Ismail, A.Y. 2004. Evalusi Pola Perubahan Suhartanto (2001). “Perubahan tata guna lahan
Lahan pada Daerah Aliran Sungai dari hutan campuran menjadi lahan
Cimanuk Hulu dengan Menggunakan pertanian Sub DAS Cidanau Kabupaten
Citra Landsat TM Tahun 1990 dan 2001 Serang Propinsi Banten”. Makalah
[tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Falsafah Sains (PPs 702) Program Pasca
Institut Pertanian Bogor. Sarjana / S3 Institut Pertanian Bogor,
L., Lily Montarcih.2009. Hidrologi Teknik November 2001.
Sumber Daya Air-I. Malang: Citra
Suripin. 2004. Sistem Drainase Perkotaan yang
Malang.
Berkelanjutan. Yogyakarta. Penerbit Andi
Lindgren, D.T. 1985. Penginderaan Jauh Untuk
Soewarno, 2000. Hidrologi Operasional Citra
Perencanaan Penggunaan Lahan.
Aditya Bakti, Bandung.
Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press. USDA-SCS, 1985. National Engineering
Handbook, Section 4 – Hidrology.
Lillesand TM, Kiefer RW. 1990. Penginderaan
WashingtonDC . USDA-SC.
Jauh dan Interpretasi Citra; diterjemahkan
oleh Dulbahri et al. Yogyakarta: Gajah Wanielista, M. P. 1990, Hydrology and Water
Mada University Press. Quality Control, John Wiley & Son
Florida-USA.
Lo C. 1995. Penginderaan Jauh Terapan.
diterjemahkan oleh Bambang
Purbowiseso. Jakarta: Universitas
Indonesia.
Moh. Imam Firmansyah, 2016 “Analisis Hujan
Efektif Dengan Menggunakan Metode
SCS-CN Pada Subdas Gumbasa”. Skripsi,
UNTAD, Palu.
Natakusumah, D. K . 2014. Cara Menghitung
Debit Banjur Dengan Metoda Hidrograf
Satuan Sintesis. Bahan Kuliah Hidrologi.
ITB
Pawitan, H., 1999, Penilaian Kerentanan dan
Daya Adaptasi Sumber Daya Air
Terhadap Perubahan Iklim, Jakarta:
Makalah Seminar Nasional-Kantor
Menteri Negara Lingkungan Hidup.

You might also like