Professional Documents
Culture Documents
2010 Tnu
2010 Tnu
2010 Tnu
YAKAN EKONOM
E MI KEGIATAN PER
RTAMBAN NGAN
DI KA
AWASAN N HUTAN PRODUKKSI :
STUD
DI KASUSS DI PT TAMBANGG SEMEN
N SUKABUUMI
KPH SUK KABUMI PROPINSI JAWAA BARAT
TRIASTU
UTI NUGR
RAHENI
SE
EKOLAHH PASCASSARJANA
A
INS
STITUT P
PERTANIAAN BOGO
OR
BOGOR
2010
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Triastuti Nugraheni
NRP E151070211
ABSTRACT
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang
wajar IPB.
TRIASTUTI NUGRAHENI
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Ilmu Pengelolaan Hutan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Bramasto Nugroho, MS
Judul Tesis : Kelayakan Ekonomi Kegiatan Pertambangan di Kawasan Hutan
Produksi : Studi Kasus di PT. Tambang Semen Sukabumi, KPH
Sukabumi, Propinsi Jawa Barat
Nama : Triastuti Nugraheni
NRP : E 151070211
Disetujui
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Sudarsono Soedomo, MS, MPPA Dr. Ir. M. Buce Saleh, MS
Ketua Anggota
Diketahui
Dr. Ir. Hariadi Kartodihardjo, M.S Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas se-
gala karunia-Nya penulis mampu menyelesaikan karya ilmiah ini. Penelitian yang
dilaksanakan pada bulan Nopember-Desember 2009 ini menitikberatkan pada tema
Kelayakan Ekonomi Kegiatan Pertambangan di Kawasan Hutan Produksi : Studi
Kasus di PT. Tambang Semen Sukabumi, KPH Sukabumi, Propinsi Jawa Barat.
Penulisan karya ilmiah ini tidak terlepas dari dukungan berbagai pihak.
Untuk itu, dengan segala kerendahan hati penulis menghaturkan rasa terima kasih
dan penghargaan yang tulus kepada :
1. Dr. Ir. Sudarsono Soedomo, MS, MPPA dan Dr. Ir. M. Buce Saleh, MS
selaku dosen pembimbing serta Dr. Ir. Bramasto Nugroho, MS selaku dosen
penguji.
2. Pimpinan serta staf KPH Sukabumi dan PT Tambang Semen Sukabumi yang
telah membantu selama pengumpulan data.
3. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor khususnya Departemen Manaje-
men Hutan yang telah banyak membantu dalam penyelesaian karya ilmiah ini.
4. Departemen Kehutanan sebagai sponsor dan pimpinan Direktorat Penggunaan
Kawasan Hutan yang telah memberikan kepercayaan kepada penulis untuk
melanjutkan pendidikan ke jenjang S2 ini.
5. Kepada teman-teman mahasiswa IPH angkatan 2007, terima kasih atas segala
kebersamaan, keceriaan, dan ketulusan persahabatan yang mewarnai derap
langkah melintasi masa pendidikan.
6. Orangtua dan saudara-saudaraku, anak-anakku tersayang : Naufal, Tata dan
Zakki serta suamiku tercinta, Saslihadi; terima kasih atas segala doa, dorongan
semangat, pengorbanan, cinta dan kasih sayang serta pengertiannya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Triastuti Nugraheni
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Madiun pada tanggal 10 Mei 1970 sebagai puteri ke-
tiga dari lima bersaudara pasangan Alm. H. Harijanto dan Hj. Asfiatin. Pendidi-
kan SD-SMP diselesaikan di Pacitan dan SMA diselesaikan di Jombang. Sedang-
kan pendidikan Sarjana Strata I ditempuh pada Jurusan Manajemen Hutan Fakul-
tas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, lulus pada tahun 1994. Kesempatan untuk
melanjutkan pendidikan pada Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dipero-
leh pada tahun 2007 dan diterima di Mayor Ilmu Pengelolaan Hutan melalui beasiswa
pendidikan dari Departemen Kehutanan. Penulis menikah dengan Saslihadi pada ta-
hun 1996 dan dikarunia tiga orang buah hati yaitu Sulthan Naufal Rabbani, Talitha
Naura Khairunnisa dan Ghazy Abrar Muzakki.
Penulis bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil Departemen Kehutanan mulai
tahun 1995 dan saat ini bertugas pada Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan, Sub
Direktorat Penggunaan Kawasan Hutan Wilayah II.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR GAMBAR iv
DAFTAR LAMPIRAN v
1 PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Perumusan Masalah 2
1.3 Tujuan Penelitian … 5
1.4 Manfaat Penelitian 5
1.5 Kerangka Pemikiran 6
2 TINJAUAN PUSTAKA 9
2.1 Sumberdaya Alam 9
2.2 Konsep Nilai untuk Sumberdaya Alam 11
2.3 Bahan Galian 11
2.4 Model Ekonomi Sumberdaya Non Renewable 12
2.5 Hutan 14
2.6 Pinus merkusii Jungh, et de Vriese 15
2.7 Daur 15
2.8 Analisis Kelayakan Proyek 17
3 METODOLOGI PENELITIAN 19
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 19
3.2 Metode Penelitian 19
3.2.1 Pengumpulan Data 19
3.2.2 Asumsi Penelitian 20
3.2.3 Analisis Data 20
3.2.3.1 Nilai Ekonomi Pengusahaan Hutan 20
3.2.3.2 Nilai Ekonomi Penambangan Batu Kapur dan
Lempung 22
3.2.3.3 Analisis Finansial Pengusahaan Hutan dan
Penambangan Batu Kapur dan Lempung. 23
3.2.3.4 Menduga Ekstraksi Optimal 25
3.2.3.5 Analisis Resiko 26
i
DAFTAR PUSTAKA 57
LAMPIRAN 59
ii
DAFTAR TABEL
Halaman
iii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
iv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
2 Luas dan kondisi tegakan yang dipinjam pakai oleh PT Tambang Semen
Sukabumi di RPH Cikembar, BKPH Cikawung, KPH Sukabumi 60
v
1. PENDAHULUAN
sektor minyak dan gas bumi, sub sektor pertambangan bukan migas, dan sub
sektor penggalian, memberikan sumbangan sebesar 167 triliun rupiah terhadap
Produk Domestik Bruto (PDB). Sumbangan ini mengalami peningkatan sehingga
pada tahun 2007 sektor pertambangan dan penggalian memberikan sumbangan
sebesar 440 triliun rupiah (Badan Pusat Statistik, 2008). Sub sektor penggalian
memberikan sumbangan 19 triliun rupiah pada tahun 2003 dan meningkat pada
tahun 2007 menjadi sebesar 46 triliun rupiah terhadap PDB. Rata-rata kontribusi
sub sektor penggalian terhadap PDB kurang dari 3%.
Kontribusi yang diberikan oleh kedua SDA tersebut terhadap perekono-
mian di Indonesia cukup besar, oleh karena itu pengelolaan hutan dan bahan tam-
bang harus senantiasa berjalan beriringan. Namun kenyataannya, sering terjadi
tumpang tindih kepentingan antar sektor terutama apabila bahan tambang tersebut
berada di dalam kawasan hutan.
Oleh karena itu, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
kelayakan ekonomi dari kegiatan pertambangan di dalam kawasan hutan dan
untuk menentukan ekstraksi optimal pengusahaan hutan dan pengusahaan
pertambangan yang menghasilkan nilai kini penerimaan bersih maksimal sehingga
diharapkan dengan mengetahui nilai ekonomi dari kedua SDA tersebut dapat di-
ketahui apakah pilihan keputusan dalam pengambilan kebijakan pengelolaan SDA
itu memang benar-benar memberikan kesejahteraan bagi masyarakat.
Kemakmuran
rakyat
Kawasan Hutan
Kelayakan Ekonomi
Ekstraksi Optimal,
NPV maksimal
Penentuan Prioritas
Pengelolaan SDA
Menurut Rees (1990) dalam Fauzi (2006), sesuatu untuk dapat dikatakan
sebagai sumberdaya harus : 1) ada pengetahuan, teknologi atau ketrampilan untuk
memanfaatkannya dan 2) harus ada permintaan (demand) terhadap sumberdaya
tersebut. Dengan kata lain definisi sumberdaya alam (SDA) terkait dengan
kegunaan (usefulness), baik untuk masa kini maupun mendatang bagi umat
manusia.
Owen (1980) dalam Ramdan et al. (2003) mendefinisikan SDA sebagai
bagian dari lingkungan alam (tanah, air, padang penggembalaan, hutan, kehidupan
liar, mineral atau populasi manusia) yang dapat digunakan manusia untuk
meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Secara umum SDA dapat diklasifikasikan
ke dalam 2 kelompok, yaitu :
1) Kelompok Stok ; sumberdaya ini dianggap memiliki cadangan yang terbatas,
sehingga eksploitasinya terhadap sumberdaya tersebut akan menghabiskan
cadangan sumberdaya, sumberdaya stok dikatakan tidak dapat diperbaharui
(non renewable) atau terhabiskan (exhaustible)
2) Kelompok flows (alur) ; jumlah dan kualitas fisik dari sumberdaya ini berubah
sepanjang waktu. Berapa jumlah yang kita manfaatkan sekarang, dapat mem-
pengaruhi atau dapat juga tidak mempengaruhi ketersediaan sumberdaya di
masa mendatang. Sumberdaya ini dikatakan dapat diperbaharui (renewable)
dimana regenerasinya ada yang tergantung pada proses biologi dan ada yang
tidak.
Pengukuran ketersediaan SDA dapat digunakan beberapa konsep, yaitu
(Rees 1990 dalam Fauzi 2006) :
1) Kelompok sumberdaya stok
a. Sumberdaya hipotetikal, adalah konsep pengukuran deposit yang belum
diketahui namun diharapkan ditemukan pada masa mendatang berdasarkan
survey yang dilakukan saat ini.
10
Pengertian nilai atau (value), khususnya yang menyangkut barang dan jasa
yang dihasilkan oleh SDA dan lingkungannya, memang bisa berbeda jika dipan-
dang dari berbagai disiplin ilmu. Salah satu tolok ukur yang relatif mudah dan
bisa dijadikan persepsi bersama berbagai disiplin ilmu tersbut adalah pemberian
price tag (harga) pada barang dan jasa yang dihasilkan SDA dan lingkungan.
Dengan demikian digunakan apa yang disebut nilai ekonomi SDA.
Menurut Fauzi (2006), nilai ekonomi didefinisikan sebagai pengukuran
jumlah maksimum seseorang ingin mengorbankan barang dan jasa untuk mempe-
roleh barang dan jasa lainnya. Secara formal, konsep ini disebut keinginan mem-
bayar (willingness to pay) seseorang terhadap barang dan jasa yang dihasilkan
oleh SDA dan lingkungan. Dengan menggunakan pengukuran ini, nilai ekologis
ekosistem bisa “diterjemahkan” ke dalam bahasa ekonomi dengan mengukur nilai
moneter barang dan jasa. Sebagai contoh, jika ekosistem pantai mengalami keru-
sakan akibat polusi, nilai yang hilang akibat degradasi lingkungan bisa diukur dari
keinginan seseorang untuk membayar agar lingkungan tersebut kembali ke aslinya
atau mendekati aslinya. Keinginan membayar juga dapat diukur dalam bentuk
kenaikan pendapatan yang menyebabkan seseorang berada dalam posisi indiffe-
rent terhadap perubahan eksogenous. Perubahan eksogenous ini bisa terjadi ka-
rena perubahan harga (misalnya akibat SDA makin langka) atau karena peruba-
han kualitas SDA.
geologi yang memerlukan waktu sangat lama untuk dapat dijadikan sebagai
sumberdaya alam yang siap diolah atau siap pakai. Jika diambil (eksploitasi)
sebagian, maka jumlah yang tinggal tidak akan pulih kembali seperti semula.
Salah satu yang termasuk dalam golongan sumberdaya tidak dapat
terbarukan adalah batu kapur untuk bahan baku semen. Batu kapur memerlukan
waktu ribuan bahkan jutaan tahun untuk terbentuk karena ketidakmampuan
sumberdaya tersebut untuk melakukan regenerasi. Sumberdaya ini sering kita
sebut juga sebagai sumberdaya yang mempunyai stok yang tetap.
Sifat-sifat tersebut menyebabkan masalah eksploitasi sumberdaya alam
tidak terbarukan (non renewable) berbeda dengan ekstrasi sumberdaya terbarukan
(renewable). Pengusaha pertambangan, harus memutuskan kombinasi yang tepat
dari berbagai faktor produksi untuk menentukan produksi yang optimal, dan juga
seberapa cepat stok harus diekstraksi dengan kendala stok yang terbatas.
Teori ekonomi sumber daya alam tidak terbarukan pertama kali diperke-
nalkan oleh Hotelling (1931). Levhari dan Liviatan (1977) melakukan kajian apa-
kah ekstraksi sumber daya alam akan dilakukan hingga benar-benar terkuras habis
atau tidak. Masalah utama dari problem pemanfaatan sumber daya alam yang ti-
dak dapat diperbaharui adalah menentukan ekstraksi optimal.
Dasar dari teori ekstraksi sumberdaya tidak terbarukan secara optimal ada-
lah model Hotelling yang dikembangkan oleh Harold Hotelling pada tahun 1931.
Problem dasar Hotelling dapat dimodifikasi lebih lanjut ke berbagai arah, seperti
menambah efek kumulatif pada biaya (Levhari dan Liviatan 1977; Livernois dan
Martin 2001), harga komoditas sumber daya yang stokastik (Pindyck 1981), keti-
dakpastian cadangan dan biaya (Hoel 1978) dan perubahan aspek lainnya.
Hukum Hotelling mengatakan bahwa ekstraksi sumberdaya tidak
terbarukan yang efisien dan optimal mengharuskan manfaat bersih dari
sumberdaya harus tumbuh secara proporsional sesuai dengan tingkat suku bunga.
Jika suka bunga adalah 15 %, maka berdasarkan hukum Hotelling ekstraksi yang
efesien dan optimal mengharuskan manfaat dan dari sumberdaya harus tumbuh
secara proporsional sebesar 15 % setiap tahun (Fauzi 2006; Sahat 2006 dalam
Nahib 2006).
14
2.5. Hutan
manfaat yang dapat dirasakan secara langsung oleh masyarakat yaitu masyarakat
dapat menggunakan dan memanfaatkan hasil hutan, antara lain kayu yang
merupakan hasil utama hutan, serta berbagai hasil hutan ikutan seperti rotan,
getah, buah-buahan, madu dan lain-lain.
2.7. Daur
Daur adalah jangka waktu antara penanaman dan penebangan atau antara
penanaman dan penanaman berikutnya di tempat yang sama, yang ditentukan oleh
jenis, hasil yang diinginkan, nilai tanah dan suku bunga usaha yang tersedia.
Konsep daur dipakai untuk pengelolaan hutan seumur, sedangkan untuk hutan
16
tidak seumur istilah yang memiliki arti yang sama adalah siklus tebang (cutting
cycle).
Istilah daur berkaitan erat dengan adanya konsep hutan normal. Secara
ideal, hutan normal akan terdiri atas kelompok tegakan dari semua umur yang
mempunyai potensi sama, mulai dari umur satu tahun sampai akhir daur. Oleh
karena itu, menentukan panjang daur merupakan salah satu faktor kunci dalam
pengelolaan hutan seumur sesuai dengan definisinya. Masalah penentuan panjang
daur sangat berkaitan erat dengan cara menentukan waktu yang diperlukan oleh
suatu jenis tegakan untuk mencapai kondisi masak tebang atau siap panen. La-
manya waktu tersebut tergantung pada sifat pertumbuhan, jenis yang diusahakan,
tujuan pengelolaan dan pertimbangan ekonomi. Dari sinilah lahir beberapa macam
atau cara dalam menentukan panjang daur (Departemen Kehutanan 1992).
Menurut Osmaton (1968), lamanya daur tergantung pada interaksi bebe-
rapa faktor, yaitu :
a. Tingkat kecepatan pertumbuhan tegakan, yang tergantung pada jenis pohon,
lokasi tempat tumbuh serta intensitas penjarangan.
b. Karakteristik jenis atau spesies tanaman, dimana harus diperhatikan umur
maksimal secara alami, umur menghasilkan benih, umur kecepatan tumbuh
terbaik dan umur kualitas terbaik.
c. Pertimbangan ekonomi, dimana harus memperhitungkan ukuran yang dapat
dipasarkan dan harga terbaik yang dapat diperoleh.
d. Respon tanah terhadap penggunaan yang berulang-ulang, hal ini erat hubu-
ngannya dengan batuan induk, pelapukan tanah dan alelopathy
Hiley (1956) dalam Gunawan (2002) menyatakan bahwa ada beberapa
macam daur yang ditetapkan berdasarkan keadaan sifat tegakan sesuai dengan tu-
juan pengelolaan hutan yang bersangkutan, yaitu :
1. Daur silvikultur, yaitu daur yang ditetapkan berdasarkan keadaan saat tega-
kan dapat tumbuh mempertahankan kualitasnya atau mengadakan permudaan
dan reproduksi
2. Daur teknis, yaitu daur yang ditetapkan berdasarkan keadaan dimana tegakan
telah mencapai ukuran yang sudah ditetapkan untuk keperluan produk yang
akan dihasilkan
17
3. Daur pendapatan tertinggi (daur produksi maksimal), yaitu daur yang dite-
tapkan berdasarkan keadaan dimana tegakan dapat menghasilkan pendapatan
atau volume tertinggi per satuan luas per tahun tanpa memperhitungkan jum-
lah modal untuk mendapatkannya. Daur ini dapat ditentukan dengan melihat
perpotongan kurva riap CAI dan kurva riap MAI dari jenis yang bersangkutan
4. Daur finansial, yaitu daur yang ditujukan untuk menghasilkan keuntungan
atau nilai finansial terbesar. Di kehutanan, keuntungan dapat dilihat dari dua
sudut pandang yang berbeda, yaitu nilai harapan lahan dan dari hasil finansial.
a. Nilai harapan tanah adalah nilai yang didasarkan pada pendapatan bersih
yang dapat diperoleh dari suatu lahan, dihitung pada tingkat suku bunga
tertentu. Pendekatan yang terkenal dikemukakan oleh Martin Faustman,
pada tahun 1849.
b. Hasil finansial, pendekatan ini menggunakan kriteria-kriteria investasi,
yaitu NPV, IRR dan BCR yang dihitung dari biaya-biaya yang dikeluarkan
dan pendapatan yang diperoleh sampai tegakan tersebut ditebang habis
(umur daur).
Besar kecilnya nilai harapan lahan dan hasil finansial tersebut akan menentu-
kan keputusan yang akan diambil dalam penentuan daur finansialnya.
dari buku Laporan Produksi Getah akan dapat diketahui berapa produktifitas getah
per hektar per tahun.
Data cadangan batu gamping/kapur dan lempung diperoleh dari Buku
Rencana Kerja PT TSS. Selain diketahui data cadangannya, juga diketahui berapa
rencana penambangan untuk tiap tahunnya sampai dengan umur tambangnya.
Selain data potensi kayu dan produktivitas getah serta data cadangan gam-
ping/kapur dan lempung, juga diperlukan data pembiayaan dan data pendapatan
yang diperoleh selama pengelolaan (umur daur/umur tambang) serta data lain
yang diperlukan untuk perhitungan.
A. Pendapatan
Nilai kayu
Untuk mengetahui nilai kayu pinus maka harus diketahui pertumbuhan
potensi kayu per hektar pada tiap kelas umur baik tegakan tinggal maupun
21
Keterangan :
Nk = Nilai manfaat kayu (Rp)
Vt = Volume taksiran (m3/ha)
Li = Luas petak ke-i (ha)
H = Harga (Rp/m3)
Nilai Sadapan Pinus
Keterangan :
NSP = Nilai sadapan pinus (Rp)
Pg = Produksi getah per-ha (ton/ha)
Li = Luas petak ke-i (ha)
H = Harga (Rp/ton)
B. Biaya
Biaya yang dimaksudkan adalah biaya yang dikeluarkan oleh KPH Suka-
bumi dalam proses pembentukan tegakan menjadi kayu bulat, yaitu terdiri dari :
a) Biaya tahunan, merupakan biaya bersama dengan produksi lainnya sehingga
biaya ini tidak seluruhnya dibebankan kepada biaya produksi kayu pinus.
22
Biaya tahunan KPH terdiri dari biaya perencanaan di KPH, biaya sosial
(PMDH), biaya pengamanan hutan, pemeliharaan dan penyusutan sarana
prasarana, biaya pendidikan dan penyuluhan dan biaya administrasi umum.
b) Biaya sekali selama daur, merupakan biaya yang langsung dibebankan
dalam pengelolaan produksi kayu pinus, terdiri dari biaya produksi seperti ;
biaya persemaian, penanaman dan penyulaman; biaya pemeliharaan tegakan
(penjarangan dan pemangkasan/prunning); biaya eksploitasi kayu dan
angkutan, termasuk biaya produksi sadapan pinus serta biaya non produksi
seperti pemasaran kayu dan getah pinus
Besarnya biaya pada masing-masing kegiatan maupun biaya yang
dikeluarkan tiap tahunnya dalam pengusahaan hutan pinus mengacu pada Buku
Evaluasi Hasil Kerja, Buku Tarif Upah dan Buku Pengamatan Anggaran KPH
Sukabumi.
Keterangan :
P = Pendapatan (Rp)
Vi = Volume produksi batu kapur dan lempung pada tahun ke-i (ton)
H = Harga (Rp/ton)
B. Biaya
untuk melihat tingkat keuntungan dari investasi yang ditanamkan untuk kegiatan
pengusahaan hutan dan kegiatan pertambangan di dalam kawasan hutan.
Setelah semua biaya dan manfaat teridentifikasi kemudian ditabulasikan
dalam bentuk tabel aliran kas (cash flow) setiap tahun untuk memproyeksikan
biaya dan manfaat dalam satu umur kegiatan/proyek baik untuk pengusahaan
hutan maupun untuk kegiatan pertambangan di dalam kawasan hutan. KPH Suka-
bumi menggunakan daur untuk KP Pinus adalah 25 tahun, sedangkan PT TSS
merencanakan untuk melakukan kegiatan penambangan batu kapung/gamping
selama 30 tahun. Dari arus ini kemudian dapat dihitung nilai sekarang (Present
Value) dengan menggunakan Discount Factor (DF). Penggunaan DF untuk
mencari berapa nilai future value (F) pada saat ini (present value/P), ini berarti
mendiscount future value dengan tingkat bunga (i) yang berlaku saat ini, dengan
rumus sebagai berikut :
1
Jika ingin mencari faktor P, berarti :
atau atau
Jadi
Keterangan :
DF = Discount faktor
F = Future value
P = Present value
i = tingkat bunga
t = umur proyek
Keterangan :
NPV = Net Present Value
Bt = benefit sosial bruto pada tahun ke-t
Ct = biaya sosial bruto sehubungan proyek pada tahun ke-t
i = tingkat suku bunga
t = umur proyek (t=0,1,2,..,n)
25
A. Pengusahaan Hutan
(1)
Keterangan :
PV = Present value atau nilai kini dari penerimaan bersih (Rp/ha)
L = luas (ha)
V(T) = Pertumbuhan tegakan sebagai fungsi dari waktu (m3/ha)
p = Harga (Rp/m3)
c = Biaya pengadaan tegakan (Rp/ha)
T = daur optimal yang dipilih (tahun)
r = suku bunga
Menentukan Persamaan Pertumbuhan
(2)
(3)
Ruas kiri adalah tambahan manfaat sebagai hasil kali dari harga dan
tambahan volume tegakan, sedangkan ruas sebelah kanan adalah bunga dari
pendapatan bersih terdiskonto
Batu kapur (limestone) dan lempung merupakan salah satu contoh dari
sumberdaya alam tidak terbarukan dimana dalam mengeksploitasinya dibatasi
oleh stok atas sumberdaya itu sendiri. Dalam pengelolaan pertambangan, agar
dapat memberikan kesejahteraan bagi masyarakat maka sistem pendekatan yang
digunakan adalah Model Hotelling, yang dikembangkan Harold Hotelling 1931
(Fauzi, 2004). Menurut Sahat (2006) Model Hotelling menggunakan pendekatan
konsumen surplus untuk menghitung kesejahteraan masyarakat. Model ekstraksi
optimal dengan biaya ekstraksi non linier dan tergantung pada jumlah yang
diekstraksi (q) dan juga stok sumberdaya (S) atau secara matematis ditulis C(q,S);
dapat ditulis sebagai berikut :
dengan kendala :
St+1 – St = −qt
S0 diketahui
qt ≥ 0, St ≥ 0
ada lebih dari satu konsekuensi untuk satu kejadian, dan konsekuensi bisa
merupakan hal yang positif maupun negatif (Shortreed, et.al 2003 dalam Santosa,
2009). Analisis resiko adalah rangkaian proses yang dilakukan dengan tujuan
untuk memahami signifikasi dari akibat yang akan ditimbulkan suatu resiko
terhadap tingkat kesehatan dan kelangsungan proyek (Santosa, 2009). Metode
yang digunakan dalam analisis resiko ada 2 yaitu (1) kuantitatif (analisis
berdasarkan angka-angka nyata (nilai finansial) terhadap besarnya kerugian yang
terjadi), dan (2) kualitatif (analisis yang menentukan resiko tantangan organisasi
dimana penilaian tersebut dilakukan berdasarkan intuisi, tingkat keahlian dalam
menilai jumlah resiko yang mungkin terjadi dan potensi kerusakannya).
Dalam penelitian yang akan dilakukan mengenai kegiatan pertambangan
di dalam kawasan hutan, hanya menghitung nilai manfaat hutan dan belum
memasukkan faktor lingkungan. Analisis resiko kuantitatif dari segi finansial
dihitung berdasarkan hasil NPV dari kegiatan pertambangan dan NPV dari
pengusahaan hutan. Sedangkan analisis resiko kualitatif dibatasi pada akibat yang
akan ditimbulkan atas dilakukannya kegiatan penambangan batu kapur dan
lempung di dalam kawasan hutan secara deskriptif berdasarkan studi literatur.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
Wilayah Kerja
KPH Sukabumi sebagai salah satu satuan kerja pada Badan Usaha Milik
Negara diberi wewenang untuk mengelola hutan di Kabupaten Sukabumi seba-
31
rusahaan pinus lebih banyak diusahakan di KPH Sukabumi, luas secara rinci disa-
jikan dalam Tabel 3.
Tabel 3 Rincian kelas perusahaan hutan di KPH Sukabumi
Kelas Perusahaan
Bagian
No Sub KPH BKPH RPH
Hutan Jati (Ha) Pinus Ha)
Tahapan Penambangan
Kegiatan yang akan dilakukan oleh PT TSS dalam melakukan penambang-
an bahan galian batu kapur dan lempung terdiri dari beberapa tahap, yaitu :
1. Tahap Persiapan
Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini dimulai dari pembebasan lahan, pene-
rimaan tenaga kerja, mobilisasi alat-alat berat, pembagunan sarana dan prasa-
rana, pembangunan unit peremuk batu, pembersihan lahan dan pengu-pasan
tanah pucuk. Untuk mengetahui perkiraan besarnya cadangan bahan galian
batu kapur dan lempung yang akan ditambang, PT TSS telah mengadakan
survey dan penelitian pendahuluan/Eksplorasi Awal dan Eksplorasi Rinci.
2. Tahap Operasi Penambangan
a. Pengupasan tanah pucuk (over burden), merupakan kegiatan yang harus
dilakukan sebelum mendapatkan batu kapur yang segar yang akan dilaku-
kan pemboran dan peledakan. Pengupasan tanah pucuk di site batu kapur
dilakukan pada periode I-IV, sedangkan pengupasan tanah pucuk di lokasi
lempung dilakukan pada periode I dan II.
b. Penambangan, penambangan batu kapur akan dilakukan dengan sistem
terbuka (open pit mining) dengan menggunakan kegiatan pemboran dan
peledakan. Sedangkan untuk penambangan lempung menggunakan alat
berat (bulldozer dan back hoe). Tahapan kegiatan penambangan meliputi
kegiatan penggalian, pemuatan dan pengangkutan ke tempat unit peremuk
batu dan selanjutnya akan diangkut ke tempat penimbunan.
3. Tahap Pasca Operasi Penambangan
a. Kegiatan Reklamasi
b. Periode pelaksanaan reklamasi dan rehabilitasi lahan quarry pasca penam-
bangan akan dilaksanakan secara paralel dengan periode penambangannya
35
Penaksiran volume kayu dilakukan hanya pada petak yang akan dilakukan
kegiatan penambangan oleh PT TSS yaitu pada areal seluas 493,54 ha di petak 11,
12, 13 dan 27 BKPH Cikawung, KPH Sukabumi. KPH Sukabumi menggunakan
tabel volume lokal untuk menghitung produksi kayu pinus. Penggunaan tabel vo-
lume lokal ini cukup mudah yaitu dengan mengetahui parameter keliling pohon
pinus maka akan langsung dapat diketahui nilai volumenya. Berdasarkan hasil
36
man umur 10, 15 dan 20), penyadapan getah pinus (dilakukan mulai pada tanaman
umur 11 tahun/KU III) dan penebangan. Biaya-biaya tersebut dalam perhitungan
analisis finansial akan dikalikan dengan luas kawasan hutan yang dipinjam pakai
PT TSS yaitu seluas 493,54 ha. Rekapitulasi jenis biaya dalam pengusahaan kelas
perusahaan pinus disajikan dalam tabel berikut.
Tabel 7 Rekapitulasi Biaya Pengusahaan KP Pinus
No. Uraian Biaya Satuan
1 Biaya perencanaan 128.320 Rp/tahun
2 Biaya persemaian 22.245 Rp/ha
3 Biaya penanaman 746.859 Rp/ha
4 Biaya pemeliharaan I untuk tanaman 689.315 Rp/ha
umur 1 tahun (babad, dangir, sulam
10%) dilakukan 2 kali/tahun pada tahun
yang sama
5 Biaya pemeliharaan II untuk tanaman 242.850 Rp/ha
umur 3 tahun (babad dan dangir saja),
merupakan evaluasi perlu tidaknya
dilakukan pemeliharaan lanjutan
6 Biaya pemeliharaan untuk tanaman umur 111.375 Rp/ha
4-5 tahun (babad oyod2 dan wiwil),
merupakan pemeliharaan lanjutan
7 Pemeliharaan tanpa hasil (untuk tanaman 78.500 Rp/ha
tahun ke 5) sama dengan penjarangan
tapi tidak menghasilkan
8 Biaya penjarangan (menghasilkan kayu
perkakas)
- pembuatan pcp (setiap 4 ha 1 pcp) 36.000 Rp/buah
- tunjuk tolet 40.500 Rp/ha
9 Biaya penyadapan getah pinus 2.300.000 Rp/ton
10 Biaya penebangan 230.000 Rp/m3
11 Biaya pengendalian dan pengamanan 5.797.614 Rp/tahun
hutan
12 Biaya PSDH kayu
- Sortimen A1 8.000 Rp/m3
- Sortimen A2 11.800 Rp/m3
- Sortimen A3 13.440 Rp/m3
13 Biaya PSDH getah 14.300 Rp/ton
14 Biaya pemeliharaan sarana dan prasarana 7.899.601 Rp/tahun
15 Biaya umum dan administrasi 15.928.016 Rp/tahun
Sumber : Buku Pengamatan Mata Anggaran KPH Sukabumi Tahun 2008, Ta-
rif Upah Tahun 2009 KPH Sukabumi dan Laporan Evaluasi Hasil
Kerja KPH Sukabumi Tahun 2008, diolah
39
Dari hasil perhitungan yang telah dilakukan oleh KPH Sukabumi diplot-
kan dalam bentuk grafik hubungan antara umur dan volume pohon.
350.00
300.00
250.00
Volume
200.00
150.00
100.00
50.00
0.00
0 10 20 Umur 30 40 50
Gambar 2 Grafik hubungan umur dan volume berdasarkan tabel volume lokal
Dari gambar di atas terlihat bahwa umur yang makin bertambah tidak
diikuti dengan bertambahnya volume pohon. Oleh karena itu, untuk mendapatkan
persamaan pertumbuhan dimana volume adalah fungsi dari umur maka volume
dihitung dengan menggunakan Tabel Tegakan Normal Jenis Pinus Merkusii yang
dikeluarkan Puslitbang Kehutanan tahun 1975. Hasil perhitungan selengkapnya
sebagaimana disajikan pada Tabel 9.
42
Berdasarkan data volume dan umur di atas, kemudian dibuat kurva seba-
gaimana Gambar 3.
43
600.00
500.00
400.00
Volume
300.00
200.00
100.00
0.00
0 10 20 30 40 50
umur
Gambar 3 Kurva hubungan volume dan umur tegakan pinus berdasarkan tabel
tegakan normal jenis Pinus merkusii
5.5
ln vol
5.0
4.5
4.0
besarnya volume tegakan pinus dan jika digambarkan dalam bentuk kurva adalah
sebagai berikut :
600.00
500.00
400.00
300.00
V(T)
200.00
100.00
‐
(100.00) 0 10 20 30 40 50
Umur
Gambar 5 Kurva hubungan umur dan volume tegakan pinus berdasarkan persa-
maan (2)
25.00
20.00
15.00
V'(T)
10.00
5.00
‐
0 10 20 30 40 50
Umur
Gambar 6 Kurva hubungan antara tambahan volume /V’(T) dengan umur berda-
sarkan persamaan (3)
45
Dari kurva di atas terlihat bahwa tambahan volume akan terus meningkat
dari umur 1-15 tahun dan tambahan volume tertinggi dicapai pada umur antara
10-20 tahun. Tambahan volume tertinggi inilah yang merupakan daur dari tega-
kan pinus karena setelah umur tersebut tambahan volume akan mengalami penu-
runan. Untuk menduga daur optimal tegakan pinus dengan cara mencari nilai PV
yang paling maksimal. Perhitungan V(T) dan V’(T) secara lengkap disajikan
pada Lampiran 5
Hutan merupakan asset yang bisa ditebang sekarang atau nanti. Pilihan
tersebut menyebabkan timbulnya aspek intertemporal sumber daya hutan. Pilihan
intertemporal menyangkut membandingkan nilai atau manfaat ekonomi dari sum-
berdaya alam pada periode waktu ke waktu. Salah satu kunci dari penentuan pe-
ngambilan keputusan yang bersifat intertemporal tersebut adalah melalui proses
discounting dengan penentuan discount rate yang tepat.
Masalah penting yang dihadapi pengelola hutan adalah menentukan kapan
hutan dapat ditebang dan berapa lama daur hutan yang optimal. Oleh karena itu
harus diketahui apa tujuan dari pengelolaan hutan itu sendiri. KPH Sukabumi
mengelola kawasan hutan produksi untuk menghasilkan kayu dan hasil hutan bu-
kan kayu yang menghasilkan penerimaan/penerimaan bersih yang maksimal dan
untuk mendapatkan penerimaan maksimal harus ditentukan kapan daur yang op-
timal atau jika ditulis dalam bentuk persamaan adalah sebagai berikut :
(4)
Nilai V(T) diperoleh dengan memasukkan angka umur (T) ke dalam per-
samaan (2). Suku bunga yang digunakan adalah 8%, harga (p) merupakan harga
rata-rata kayu pada masing-masing sortimen yang dihasilkan baik pada saat
penjarangan maupun tebangan akhir sebesar Rp 458.500,-, biaya (c) adalah sebe-
sar Rp 10.595.282.699,- dimana besarnya biaya pengusahaan hutan pinus tersebut
sudah mencakup seluruh luas kawasan hutan yang dipinjam pakai oleh PT TSS.
Dari perhitungan yang telah dilakukan sebagaimana dilihat pada Lampiran
6, diketahui bahwa NPV maksimal diperoleh pada daur 13 tahun sebesar Rp
46
20,000,000,000
‐
(20,000,000,000) 0 5 10 15 20 25 30 35
(40,000,000,000)
(60,000,000,000)
NPV
(80,000,000,000)
(100,000,000,000)
(120,000,000,000)
(140,000,000,000)
(160,000,000,000) Umur
tahnya akan memiliki daur yang lebih panjang karena berdasarkan hasil penelitian
yang dilakukan oleh Majarani (2006) bahwa tegakan pinus dapat diambil getah-
nya mulai dari umur 11 tahun (KU III), produktivitas tertinggi dicapai pada KU
IV dan mulai terjadi penurunan produktivitas getah pada KU V. Maka daur yang
tepat untuk hasil getah adalah 25 tahun. Sedangkan menurut Tedja (1997) bahwa
tanaman pinus dapat diambil getahnya mulai dari umur 11 tahun (KU III) sampai
dengan umur 30 tahun (KU VI).
4.4 Nilai Ekonomi Penambangan Batu Kapur dan Lempung Kondisi Saat
Ini di PT Tambang Semen Sukabumi
4.4.1 Penaksiran Cadangan Batu Kapur dan Lempung
Cadangan batu kapur dan lempung diperoleh dari buku rencana kerja ke-
giatan penambangan batu kapur dan lempung. Penaksiran cadangan batu kapur
dan lempung dilakukan dengan metoda penampang (cross section protiling).
Berdasarkan hasil eksplorasi yang telah dilakukan oleh PT TSS bahwa cadangan
terbukti (proven resource) batu kapur dan lempung di lokasi tersebut dapat disaji-
kan pada Tabel 10.
Tabel 10 Cadangan batu kapur dan lempung di lokasi yang dipinjam pakai PT TSS
No Periode Luas Penambangan (ha) Produksi (MT) Jumlah
Produksi Kapur Lempung Kapur Lempung Produksi
1 1–2 53,80 16,80 4.340.000 837.000 5.177.000
2 3–5 - - 10.850.000 2.243.000 13.093.000
3 6 – 10 22,10 18,50 21.700.000 4.400.000 26.100.000
4 11 – 15 5,00 3,60 21.700.000 4.400.000 26.100.000
5 16 – 20 55,86 0 21.700.000 4.400.000 26.100.000
6 21 – 25 42,10 8,30 21.700.000 4.400.000 26.100.000
7 26 – 30 33,40 16,42 21.700.000 4.400.000 26.100.000
Jumlah 212,26 63,62 123.690.000 25.080.000 148.770.000
Sumber : Buku rencana kerja kegiatan penambangan batu kapur dan lempung
oleh PT TSS, 2008
bangan seluruhnya dijual kepada pabrik semen yang akan dibangun oleh PT Se-
men Java.
umur tambang tersebut (30 tahun) maka besarnya penerimaan bersih atau NPV
yang diperoleh dari pengusahaan hutan untuk manfaat kayu dan getah adalah Rp
8.855.679.950,-. Sedangkan NPV yang diperoleh dalam kegiatan penambangan
batu kapur dan lempung selama umur tambang adalah sebesar Rp
75.930.244.504,-. Sehingga apabila kawasan hutan tersebut tetap akan dikelola
sebagai hutan maka akan diperoleh penerimaan bersih sebesar Rp 8.855.679.950,-
dan apabila akan dikelola untuk kegiatan pertambangan maka penerimaan bersih
yang akan diperoleh adalah sebesar Rp 67.074.564.554,- (75.930.679.504 -
8.855.679.950). Sedangkan berdasarkan skenario daur optimal dan ekstrasi opti-
mal, maka nilai penerimaan bersih maksimal untuk hutan sebesar Rp
14.295.059.027,- dan untuk kegiatan penambangan sebesar Rp 59.458.950.832,-
(73.754.009.851 - 14.295.059.027).
Berdasarkan metode kualitatif, analisis resiko dibatasi pada akibat yang
akan ditimbulkan atas dilakukannya kegiatan penambangan batu kapur dan lem-
pung di dalam kawasan hutan secara deskriptif. Kegiatan penambangan batu ka-
pur dan lempung di dalam kawasan hutan yang dilakukan dengan pola penam-
bangan terbuka (open pit mining) akan menimbulkan dampak positif maupun
dampak negatif terhadap masyarakat dan lingkungan di sekitar kawasan hutan.
Dampak positif berupa peningkatan perekonomian bagi masyarakat sekitar lokasi
penambangan yaitu dengan terbukanya lapangan kerja dan kesempatan berusaha,
peningkatan penerimaan bersih asli daerah dan memperlancar akses masyarakat
karena dibangunnya fasilitas jalan untuk mobilisasi alat PT TSS. Berdasarkan
buku rencana kegiatan penambangan batu kapur dan lempung bahwa jumlah
tenaga kerja yang dibutuhkan selama masa operasi penambangan sebanyak 125 –
175 orang. Tenaga kerja tersebut akan diprioritaskan diambil dari penduduk di
sekitar lokasi kegiatan penambangan. Kondisi ini didukung dengan jumlah ang-
katan kerja (umur 15-55 tahun) untuk desa yang berada di sekitar lokasi pe-
nambangan batu kapur dan lempung (Desa Sukamaju dan Desa Tanjungsari)
sekitar 55%-80% (Tabel 1). Jika diperkirakan 60% tenaga kerja diambil dari
penduduk sekitarnya maka tenaga kerja yang dibutuhkan sebanyak 75-105 orang
atau 10% angkatan kerja di desa tersebut dapat diserap karena adanya kegiatan
penambangan oleh PT TSS. Menurut Laoh (1989), adanya kegiatan penam-
52
bangan emas di Propinsi Sulawesi Utara membuka lapangan kerja sebesar 53%
dari penduduk di sekitar lokasi penambangan dan 47% dari daerah lain. Hasil
penelitian yang telah dilakukan oleh Hamzah (2005) menyatakan bahwa kon-
tribusi kegiatan penambangan batubara di Kabupaten Bontang dan Kabupaten
Kutai Timur terhadap penerimaan bersih daerah (PDRB) dan penyerapan tenaga
kerja masing-masing sebesar 86,46% dan 14,21% untuk Kabupaten Bontang serta
64,31% dan 9,54% untuk Kabupaten Kutai Timur.
Rencana pembangunan jalan dilakukan di tempat yang akan dibangun
pabrik semen. Lokasi tersebut letaknya berbatasan langsung dengan kawasan hu-
tan yang akan dilakukan kegiatan penambangan. Sedangkan jalan yang ada me-
nuju kawasan hutan adalah merupakan jalan aspal dengan lebar 3 – 4 meter de-
ngan kondisi kurang bagus. Sehingga dengan adanya pembangunan jalan, baik
pembuatan jalan baru maupun perbaikan jalan yang ada, akan memperlancar
akses masyarakat.
Dampak negatif kegiatan penambangan batu kapur dan lempung di dalam
kawasan hutan lebih banyak terjadi pada lingkungannya, yaitu : kualitas udara dan
kebisingan, kualitas air permukaan, limpasan air, erosi dan sedimentasi, peru-
bahan bentang alam dan gangguan terhadap flora dan fauna. Adanya dampak
negatif akibat kegiatan penambangan di dalam kawasan hutan tersebut harus
menjadi perhatian utama oleh PT TSS dan harus ditindak lanjuti, misalnya dengan
melakukan studi analisis mengenai dampak lingkungan sebelum melakukan
kegiatan penambangan. Hal ini dimaksudkan agar dapat diidentifikasi perkiraan
terjadinya dampak pada setiap tahapan penambangan. Pada prakteknya per-
tambangan terbuka mengakibatkan kerusakan tanah yang dibagi dalam tiga bagian
Widyati (2007) dalam Sari (2008) yaitu kerusakan fisik, kimia dan biologi. Lebih
lanjut menurut Kusnoto dan Kusumodirdjo (1995) dalam Qomariah (2003)
kegiatan pertambangan selain meningkatkan pendapatan dan devisa Negara juga
berdampak terhadap lingkungan antara lain menyebabkan penurunan
produktivitas tanah, pemadatan tanah, terjadinya erosi dan sedimentasi, ter-
ganggunya flora dan fauna, serta terganggunya keamanan dan kesehatan pen-
duduk, terjadinya perubahan iklim mikro.
53
5.1 SIMPULAN
56
5.2 SARAN
DAFTAR PUSTAKA
W E
ke t
Areal ya ng diiz ink an pe namba ngan
Ga lian C S eb ag ai b ah an b aku sem e n
selu as 493 ,54 H a, terd iri d a ri:
Blo k P enam bangan Lem pu ng
S eluas 78,52 H a
Blo k P enam bangan B atugam ping
S eluas 415,02 H a
P etak N o 12
P etak N o 11
P etak N o 13
P etak N o 27
Ka ntor
Bu kan A real T am b ang
61
60
Lampiran 2. Luas dan kondisi tegakan yang dipinjam pakai oleh PT Tambang
Semen Sukabumi di RPH Cikembar, BKPH Cikawung, KPH Sukabumi
Tahun Kelas
Petak Luas Bonita KBD DKN N/ha Keterangan
Tanam hutan
61
Tahun Kelas
Petak Luas Bonita KBD DKN N/ha Keterangan
Tanam hutan
No Jenis Kegiatan 0 1 2
A. BIAYA
1 Biaya Perencanaan 128,320 118,815 110,014
2 Biaya Persemaian 10,978,797 - -
3 Biaya Penanaman 368,604,791 - -
4 Biaya Pemeliharaan I untuk
tanaman umur 1 tahun(babat,
dangir, sulam 10%) dilakukan 2
kali/tahun pada tahun yang sama - 315,004,190 -
5 Biaya Pemeliharaan II untuk
tanaman umur 3 tahun (babat dan
dangir saja), mrpk evaluasi perlu
tidaknya dilakukan pemeliharaan
lanjutan - - -
6 Biaya Pemeliharaan utk tanaman
umur 4 - 5 tahun (babad oyod2 dan
wiwil), mrpk pemeliharaan lanjutan
- - -
7 Biaya Pemeliharaan tanpa hasil
(untuk tanaman tahun ke 5) =
penjarangan tapi tidak menghasilkan
- - -
8 Biaya Penjarangan (menghasilkan
kayu perkakas) - - -
9 Biaya Penyadapan getah pinus - - -
10 Biaya Penebangan - - -
11 Biaya Pengendalian dan
pengamanan hutan 5,797,614 5,368,161 4,970,520
12 Biaya PSDH kayu - - -
13 Biaya PSDH getah - - -
14 Biaya Pemeliharaan sarana dan
prasarana 7,899,601 7,314,446 6,772,635
15 Biaya umum dan administrasi 15,928,016 14,748,163 13,655,707
Total A 409,337,141 342,553,776 25,508,876
B. PENDAPATAN
1 Tebang penjarangan - - -
2 Penyadapan getah - - -
3 Penebangan pohon pinus - - -
Total B - - -
- - - - - -
95,145,707 - - - - -
- 40,403,134 - - - -
- - 26,367,760 - - -
- - - - - -
- - - - - -
- - - - - -
- - - - - -
- - - - - -
- - - - - -
- - - - - -
- - - - - -
- - - - - -
- - - - - -
- - - - - -
- 11,315,923 - - - -
- - 551,106,216 475,122,654 407,372,013 347,051,521
- - - - - -
- 428,862,068
- - 1,078,251,292 929,587,800 797,032,199 679,013,846
-
- 428,862,068 1,078,251,292 929,587,800 797,032,199 679,013,846
- - - - - -
- - - - - -
- - - - - -
- - - - - -
7,701,427 - - - - 8,730,329
586,864,323 516,885,921 454,054,584 397,695,457 347,194,446 301,992,925
- - - - - -
959,644,524 1,034,103,402
1,148,212,806 1,011,298,542 888,367,665 778,099,807 679,293,482 590,855,722
- - - - -
- - - - -
- - - - -
- - - - -
- - - - -
266,994,939 235,524,815 207,251,939 181,875,319 159,121,014
- - - - 1,657,510,566
Source DF SS MS F P
Regression 2 16.5898 8.29489 1345.96 0.000
Error 22 0.1356 0.00616
Total 24 16.7254
Source DF SS F P
Linear 1 16.1918 698.02 0.000
Quadratic 1 0.3979 64.57 0.000
69
. .
0.2510
. . . .
0.8940 0.2109
69
Lampiran 6 Perhitungan daur optimal pengusahaan tegakan pinus
ln vol = - 1.382 + 3.561 ln T - 0.4021 ln T2
V = 0.2510*e-0.4021*ln T^2*T3.5613
V'=0.8940*e-0.4021*ln T^2*T2.5613-0.2019*e-0.4021*lnT^2*T2.5613*ln T
r 0.0800000
harga(p) 458,500 Rp/m3
cost total 3,044,557,681 Rp
cost/ha 6,168,816 Rp/ha
t e-0.4021*ln T^2 T
3.5613
V(T) T2.5613 V'(T) e-rT
B. BIAYA
1 Biaya Operasional 13,014,300,000 12,050,277,778 11,157,664,609 10,331,170,934 9,565,899,013 8,857,313,901
2 Biaya Variabel 76,606,657,500 70,932,090,278 110,735,978,224 102,533,313,170 94,938,252,935 105,140,507,719
Jumlah biaya 89,620,957,500 82,982,368,056 121,893,642,833 112,864,484,104 104,504,151,948 113,997,821,620
NPV 75,930,244,504
2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022
7 8 9 10 11 12 13 14