2010 Tnu

You might also like

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 90

KELAY

YAKAN EKONOM
E MI KEGIATAN PER
RTAMBAN NGAN
DI KA
AWASAN N HUTAN PRODUKKSI :
STUD
DI KASUSS DI PT TAMBANGG SEMEN
N SUKABUUMI
KPH SUK KABUMI PROPINSI JAWAA BARAT

TRIASTU
UTI NUGR
RAHENI

SE
EKOLAHH PASCASSARJANA
A
INS
STITUT P
PERTANIAAN BOGO
OR
BOGOR
2010
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Kelayakan Ekonomi Kegiatan


Pertambangan di Kawasan Hutan Produksi : Studi Kasus di PT Tambang Semen
Sukabumi, KPH Sukabumi, Propinsi Jawa Barat adalah karya saya sendiri dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Mei 2010

Triastuti Nugraheni
NRP E151070211
ABSTRACT

TRIASTUTI NUGRAHENI. The economic Feasibility of Mining Activity in


Production Forest Area : Case Study in PT Tambang Semen Sukabumi, Sukabumi
Forest Management Unit, West Java Province. Under direction of SUDARSONO
SOEDOMO and M. BUCE SALEH.

Natural resources management, both renewable resources and non-re-


newable resources, should be utilized for the greatest prosperity of the people.
Potential economic value for every kind of natural resources at the landscapes
needs to be known. It is important to give input to decision makers in determining
priority management of natural resources. The goals of this research are to know
the economic feasibility of mining activities in forest area and to solve optimum
extraction from forest and mineral deposit to gain the maximum net present value
(NPV). This research uses secondary data that were analyzed quantitatively and
qualitatively. This study concludes that NPV from forest using rotation
implemented by Sukabumi Forest Management Unit (25 years) is Rp
8.855.679.950,- and the maximum NPV using optimum rotation (obtained at
13th years) is Rp 14.295.059.027,-. NPV from mining of limestones and clays
based on existing plan of PT TSS is Rp 75.930.244.504,- and NPV from mining of
limestones and clays based on optimum extraction is Rp 73.754.009.851,-.
Constraint used in Solver Excel is the capacity of cement factory, utilization rate
of the factory, and composition of the raw material requirements for each ton of
cement produced.
Mining activities in forest area produce positive and negative impacts,
both on physical and social economic aspects, especially to the environment and
people in surrounding mining area.

Keywords : economic feasibility, forest management, mining, optimal extraction,


NPV
RINGKASAN

TRIASTUTI NUGRAHENI. Kelayakan Ekonomi Kegiatan Pertambangan di


Kawasan Hutan Produksi : Studi Kasus di PT. Tambang Semen Sukabumi, KPH
Sukabumi, Propinsi Jawa Barat. Dibimbing oleh SUDARSONO SOEDOMO dan
M. BUCE SALEH

Undang-Undang Dasar 1945 pasal 33 ayat 3 mengamanatkan bahwa


“bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh
Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.” Hal ini
berarti bahwa pemanfaatan sumberdaya alam (SDA), baik SDA yang dapat pulih
maupun SDA yang tidak dapat pulih, harus dilakukan seoptimal mungkin.
Nilai potensi ekonomi masing-masing SDA dalam suatu bentang alam
perlu diketahui. Nilai ekonomi didefinisikan sebagai pengukuran jumlah
maksimum seseorang ingin mengorbankan barang dan jasa untuk memperoleh
barang dan jasa lainnya. Adanya pengusahaan kegiatan penambangan bahan
galian kapur/gamping dan lempung di dalam kawasan hutan akan mengakibatkan
kegiatan pengusahaan hutan tidak dapat dilakukan untuk beberapa saat. Akibat
penundaan kegiatan pengusahaan hutan, pengusaha pertambangan harus
menanggung biaya sebesar nilai ekonomi pengusahaan hutan ditambah dengan
biaya produksi pengusahaan penambangan bahan galian batu kapur/gamping.
Nilai ekonomi hutan dan batu kapur yang merupakan bagian dari SDA
sangat perlu diketahui sehingga akan dapat diketahui apakah pilihan keputusan
dalam pengambilan kebijakan pengelolaan SDA itu memang benar-benar
memberikan kesejahteraan masyarakat yang tertinggi. Oleh karena itu, tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mengetahui kelayakan ekonomi dari kegiatan
pertambangan di dalam kawasan hutan dan untuk menentukan ekstraksi optimal
pengusahaan hutan dan pengusahaan pertambangan yang menghasilkan nilai kini
penerimaan bersih maksimal.
Penelitian mencakup wilayah kawasan hutan dimana akan dilakukan ke-
giatan penambangan batu kapur dan lempung oleh PT Tambang Semen Sukabumi
(PT TSS) yang meliputi luas 493,54 Ha, berlokasi di petak 11, 12, 13 dan 27
Bagian Hutan Nyalindung, Kelompok Hutan Cimerang, RPH Cikembar, BKPH
Cikawung, KPH Sukabumi. Berdasarkan administrasi pemerintahan, lokasi pe-
nelitian terletak di Desa Tanjungsari Kecamatan Jampang Tengah dan Desa
Sukamaju Kecamatan Nyalindung Kabupaten Sukabumi Propinsi Jawa Barat.
Data yang dikumpulkan adalah data sekunder yang diambil dari Buku
Rencana Pengaturan Kelestarian Hasil (RPKH) KP Pinus KPH Sukabumi jangka
perusahaan 2004 – 2010, Buku Evaluasi Hasil Kerja, Buku Tarif Upah dan Buku
Pengamatan Anggaran KPH Sukabumi, Laporan Produksi Getah, Buku Rencana
Kerja Penggunaan Kawasan Hutan PT TSS, Buku Studi Kelayakan PT TSS.
Data-data yang dikumpulkan secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi
data pertumbuhan potensi kayu per hektar pada tiap kelas umur, data produktivitas
getah, data cadangan galian gamping/kapur dan galian lempung, kelompok data
pendapatan dan kelompok data biaya.
Nilai ekonomi pengusahaan hutan pinus berdasarkan daur yang digunakan
KPH Sukabumi (25 tahun) menghasilkan nilai penerimaan bersih (NPV) dari
tegakan pinus daur pertama sebesar Rp 8.421.142.877,-. Sedangkan nilai peneri-
maan bersih sampai dengan jumlah daur tak berhingga sebesar Rp 9.739.200.118,-
NPV tersebut akan diperoleh oleh KPH Sukabumi apabila kawasan hutan tersebut
dikelola untuk pengusahaan KP Pinus pada saat ini. Namun karena pada saat ini
kawasan hutan tersebut akan dilakukan kegiatan penambangan oleh PT TSS se-
lama 30 tahun, maka KPH Sukabumi baru akan memperoleh penerimaan bersih
setelah kegiatan penambangan selesai sebesar Rp 883.520.168,-. Akibat dari ke-
hilangan kesempatan selama 30 tahun itu, KPH Sukabumi menderita kerugian se-
besar Rp 8.855.679.950,- (9.739.200.118 - 883.520.168). Nilai terakhir tersebut
harus digantikan oleh perusahaan pertambangan sebagai akibat hilangnya oppor-
tunity cost hutan produksi.
Berdasarkan skenario daur optimal, penerimaan bersih maksimal yang
diperoleh adalah sebesar Rp 15.721.259.276,- dengan daur 13 tahun. NPV mak-
simal pengusahaan hutan pinus tersebut akan diperoleh KPH Sukabumi apabila
kawasan hutan tersebut dikelola untuk saat ini. Namun karena pada saat sekarang
kawasan hutan tersebut akan dilakukan kegiatan penambangan batu kapur dan
lempung oleh PT TSS, maka KPH Sukabumi baru akan memperoleh penerimaan
bersih setelah kegiatan penambangan selesai sebesar Rp 1.426.200.249,-. Akibat-
nya, kompensasi yang harus digantikan oleh pengusaha pertambangan sebagai
akibat hilangnya opportunity hutan produksi selama 30 tahun karena kegiatan per-
tambangan adalah sebesar Rp 14.295.059.027,- (15.721.259.276 - 1.426.200.249).
Nilai ekonomi pengusahaan penambangan batu kapur dan lempung
berdasarkan kondisi yang ada di PT TSS menghasilkan NPV sebesar Rp
75.930.244.504,-. Sedangkan nilai ekonomi berdasarkan ekstraksi optimal pada
penambangan batu kapur dan lempung dengan umur tambang 30 tahun dan
jumlah cadangan (stok) batu kapur dan lempung sebesar 148.770.000 metrik ton
(MT) menghasilkan NPV sebesar Rp 73.754.009.851,-. Kendala yang digunakan
pada solver excell adalah kapasitas pabrik semen, tingkat penggunaan kapasitas
pabrik semen dan komposisi kebutuhan bahan baku untuk tiap ton semen.
Kegiatan penambangan batu kapur dan lempung di dalam kawasan hutan
yang dilakukan dengan pola penambangan terbuka (open pit mining) akan me-
nimbulkan dampak positif maupun dampak negatif terhadap masyarakat dan ling-
kungan di sekitar kawasan hutan. Dampak positif berupa peningkatan perekono-
mian bagi masyarakat sekitar lokasi penambangan yaitu dengan terbukanya la-
pangan kerja dan kesempatan berusaha, peningkatan pendapatan asli daerah dan
memperlancar akses masyarakat karena dibangunnya fasilitas jalan untuk mobili-
sasi alat PT TSS. Dampak negatif kegiatan penambangan batu kapur dan lem-
pung di dalam kawasan hutan lebih banyak terjadi pada lingkungannya, yaitu :
kualitas udara dan kebisingan, kualitas air permukaan, limpasan air, erosi dan se-
dimentasi, perubahan bentang alam dan gangguan terhadap flora dan fauna.
Adanya dampak negatif akibat kegiatan penambangan di dalam kawasan
hutan tersebut harus menjadi perhatian utama oleh PT TSS dan harus ditindak
lanjuti, misalnya dengan melakukan studi analisis mengenai dampak lingkungan
sebelum melakukan kegiatan penambangan. Hal ini dimaksudkan agar dapat di-
identifikasi perkiraan terjadinya dampak pada setiap tahapan penambangan.

Kata kunci : kelayakan ekonomi, pengelolaan hutan, kegiatan pertambangan,


ekstraksi optimal, NPV
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2010
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang
wajar IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis


dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
KELAYAKAN EKONOMI KEGIATAN PERTAMBANGAN
DI KAWASAN HUTAN PRODUKSI :
STUDI KASUS DI PT TAMBANG SEMEN SUKABUMI
KPH SUKABUMI PROPINSI JAWA BARAT

TRIASTUTI NUGRAHENI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Ilmu Pengelolaan Hutan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Bramasto Nugroho, MS
Judul Tesis : Kelayakan Ekonomi Kegiatan Pertambangan di Kawasan Hutan
Produksi : Studi Kasus di PT. Tambang Semen Sukabumi, KPH
Sukabumi, Propinsi Jawa Barat
Nama : Triastuti Nugraheni
NRP : E 151070211

Disetujui
Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Sudarsono Soedomo, MS, MPPA Dr. Ir. M. Buce Saleh, MS
Ketua Anggota

Diketahui

Koordinator Mayor Dekan Sekolah Pascasarjana


Ilmu Pengelolaan Hutan

Dr. Ir. Hariadi Kartodihardjo, M.S Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S

Tanggal Ujian : 8 April 2010 Tanggal lulus :


PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas se-
gala karunia-Nya penulis mampu menyelesaikan karya ilmiah ini. Penelitian yang
dilaksanakan pada bulan Nopember-Desember 2009 ini menitikberatkan pada tema
Kelayakan Ekonomi Kegiatan Pertambangan di Kawasan Hutan Produksi : Studi
Kasus di PT. Tambang Semen Sukabumi, KPH Sukabumi, Propinsi Jawa Barat.
Penulisan karya ilmiah ini tidak terlepas dari dukungan berbagai pihak.
Untuk itu, dengan segala kerendahan hati penulis menghaturkan rasa terima kasih
dan penghargaan yang tulus kepada :
1. Dr. Ir. Sudarsono Soedomo, MS, MPPA dan Dr. Ir. M. Buce Saleh, MS
selaku dosen pembimbing serta Dr. Ir. Bramasto Nugroho, MS selaku dosen
penguji.
2. Pimpinan serta staf KPH Sukabumi dan PT Tambang Semen Sukabumi yang
telah membantu selama pengumpulan data.
3. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor khususnya Departemen Manaje-
men Hutan yang telah banyak membantu dalam penyelesaian karya ilmiah ini.
4. Departemen Kehutanan sebagai sponsor dan pimpinan Direktorat Penggunaan
Kawasan Hutan yang telah memberikan kepercayaan kepada penulis untuk
melanjutkan pendidikan ke jenjang S2 ini.
5. Kepada teman-teman mahasiswa IPH angkatan 2007, terima kasih atas segala
kebersamaan, keceriaan, dan ketulusan persahabatan yang mewarnai derap
langkah melintasi masa pendidikan.
6. Orangtua dan saudara-saudaraku, anak-anakku tersayang : Naufal, Tata dan
Zakki serta suamiku tercinta, Saslihadi; terima kasih atas segala doa, dorongan
semangat, pengorbanan, cinta dan kasih sayang serta pengertiannya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Mei 2010

Triastuti Nugraheni
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Madiun pada tanggal 10 Mei 1970 sebagai puteri ke-
tiga dari lima bersaudara pasangan Alm. H. Harijanto dan Hj. Asfiatin. Pendidi-
kan SD-SMP diselesaikan di Pacitan dan SMA diselesaikan di Jombang. Sedang-
kan pendidikan Sarjana Strata I ditempuh pada Jurusan Manajemen Hutan Fakul-
tas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, lulus pada tahun 1994. Kesempatan untuk
melanjutkan pendidikan pada Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dipero-
leh pada tahun 2007 dan diterima di Mayor Ilmu Pengelolaan Hutan melalui beasiswa
pendidikan dari Departemen Kehutanan. Penulis menikah dengan Saslihadi pada ta-
hun 1996 dan dikarunia tiga orang buah hati yaitu Sulthan Naufal Rabbani, Talitha
Naura Khairunnisa dan Ghazy Abrar Muzakki.
Penulis bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil Departemen Kehutanan mulai
tahun 1995 dan saat ini bertugas pada Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan, Sub
Direktorat Penggunaan Kawasan Hutan Wilayah II.
 

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL iii

DAFTAR GAMBAR iv

DAFTAR LAMPIRAN v

1 PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Perumusan Masalah 2
1.3 Tujuan Penelitian … 5
1.4 Manfaat Penelitian 5
1.5 Kerangka Pemikiran 6

2 TINJAUAN PUSTAKA 9
2.1 Sumberdaya Alam 9
2.2 Konsep Nilai untuk Sumberdaya Alam 11
2.3 Bahan Galian 11
2.4 Model Ekonomi Sumberdaya Non Renewable 12
2.5 Hutan 14
2.6 Pinus merkusii Jungh, et de Vriese 15
2.7 Daur 15
2.8 Analisis Kelayakan Proyek 17

3 METODOLOGI PENELITIAN 19
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 19
3.2 Metode Penelitian 19
3.2.1 Pengumpulan Data 19
3.2.2 Asumsi Penelitian 20
3.2.3 Analisis Data 20
3.2.3.1 Nilai Ekonomi Pengusahaan Hutan 20
3.2.3.2 Nilai Ekonomi Penambangan Batu Kapur dan
Lempung 22
3.2.3.3 Analisis Finansial Pengusahaan Hutan dan
Penambangan Batu Kapur dan Lempung. 23
3.2.3.4 Menduga Ekstraksi Optimal 25
3.2.3.5 Analisis Resiko 26

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 29


4.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian 29
4.1.1 Letak Geografis dan Administrasi Wilayah 29
4,1.2 Kependudukan dan Tenagakerja 29
4.1.3 KPH Sukabumi 30
4.1.4 PT Tambang Semen Sukabumi 33

i
 

4.2 Nilai Ekonomi Pengusahaan Hutan Kelas Perusahaan Pinus


Berdasarkan Daur Yang Berlaku di KPH Sukabumi 35
4.2.1 Penaksiran Produksi Kayu 35
4.2.2 Penaksiran Produksi Getah 36
4.2.3 Pendapatan Pengusahaan Hutan Kelas Perusahaan
Pinus 37
4.2.4 Biaya Produksi Pengusahaan Hutan Kelas Perusahaan
Pinus 37
4.2.5 Perhitungan Analisis Finansial 39
4.3 Nilai Ekonomi Pengusahaan Hutan Kelas Perusahaan
Pinus Berdasarkan Daur Optimal 40
4.3.1 Menduga Persamaan Pertumbuhan 40
4.3.2 Menduga Daur Optimal 45
4.3 Nilai Ekonomi Penambangan Batu Kapur dan Lempung Kondisi
Saat Ini di PT Tambang Semen Sukabumi 47
4.4.1 Penaksiran Cadangan Batu Kapur dan Lempung 47
4.4.2 Pendapatan Kegiatan Penambangan Batu Kapur
dan Lempung 47
4.4.3 Biaya Kegiatan Penambangan Batu Kapur dan
Lempung 48
4.4.4 Perhitungan Analisis Finansial 48
4.5 Nilai Ekonomi Penambangan Batu Kapur dan Lempung
Berdasarkan Ekstraksi Optimal 49
4.6 Analisis Resiko 50

5 SIMPULAN DAN SARAN 55


5.1 Simpulan 55
5.2 Saran 56

DAFTAR PUSTAKA 57

LAMPIRAN 59

ii
 

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Komposisi penduduk di lokasi penelitian 29

2 Jumlah penduduk berdasarkan mata pencaharian 30

3 Rincian kelas perusahaan hutan di KPH Sukabumi 32

4 Luas penambangan dan deposit batu kapur dan lempung 33

5 Penaksiran produksi getah di KPH Sukabumi 36

6 Volume rata-rata hasil penjarangan dan tebangan akhir 37

7 Rekapitulasi Biaya Pengusahaan KP Pinus 38

8 Perhitungan volume pohon pinus dengan menggunakan Tabel


Volume Lokal 40

9 Perhitungan volume pohon pinus dengan menggunakan Tabel


Tegakan Normal Jenis Pinus Merkusii (Puslitbang Kehutanan, 1975) 42

10 Cadangan Batu Kapur dan Lempung di lokasi yang dipinjam pakai


PT TSS 47

11 Rincian biaya kegiatan penambangan batu kapur dan lempung oleh


PT TSS 48

12 Tingkat penggunaan kapasitas pabrik semen dan kebutuhan bahan


baku semen 50

iii
 

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Diagram alir kerangka pemikiran 7

2 Grafik hubungan umur dan volume berdasarkan tabel volume lokal 41

3 Kurva hubungan volume dan umur tegakan pinus berdasarkan tabel


tegakan normal jenis Pinus merkusii 43

4 Kurva hubungan ln volume dan ln umur tegakan pinus 43

5. Kurva hubungan umur dan volume tegakan pinus berdasarkan


persamaan (2) 44

6 Kurva hubungan antara tambahan volume/V’(T) dengan umur


berdasarkan persamaan (5) 44

7 Kurva daur optimal pengusahaan tegakan pinus . 46

iv
 

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Peta Lokasi Penelitian 59

2 Luas dan kondisi tegakan yang dipinjam pakai oleh PT Tambang Semen
Sukabumi di RPH Cikembar, BKPH Cikawung, KPH Sukabumi 60

3 Analisis Finansial Pengusahaan Hutan Kelas Perusahaan Pinus pada


areal yang dipinjam pakai PT Tambang Semen Sukabumi di KPH
Sukabumi 62

4 Analisis Regresi Persamaan Pertumbuhan Tegakan Pinus 67

5 Perhitungan volume/V(T) dan tambahan volume/V’(T) 68

6 Perhitungan daur optimal pengusahaan tegakan pinus 70

7 Analisis finansial kegiatan penambangan batu kapur dan lempung oleh


PT Tambang Semen Sukabumi di KPH Sukabumi 72

8 Perhitungan daur optimal penambangan batu kapur dan lempung oleh


PT Tambang Semen Sukabumi 76

9 Solver untuk perhitungan ekstraksi optimal penambangan batu kapur dan


lempung oleh PT Tambang Semen Sukabumi 77

v
1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Sumberdaya alam (SDA) terdiri atas SDA yang dapat diperbaharui (rene-
wable resources) dan SDA yang tidak dapat diperbaharui (non renewable resources).
SDA yang dapat diperbaharui mempunyai sifat terus menerus ada dan dapat diper-
baharui baik oleh alam sendiri maupun dengan bantuan manusia seperti sumberdaya
hutan, air dan lainnya. Terjadinya SDA yang tidak dapat diperbaharui atau diolah
kembali memerlukan waktu ribuan tahun, seperti mineral, batubara, minyak bumi dan
lainnya.
Dalam pengelolaan dan penentuan peruntukan SDA, ada beberapa hal yang
harus diperhatikan, yaitu efesiensi dan efektifitas pemanfaatan yang optimal sesuai
daya dukung lingkungan, tidak mengurangi potensi dan kelestarian sumberdaya lain
yang berkaitan dengan suatu ekosistem, memberikan kemungkinan alternatif peman-
faatan di masa depan sehingga ekosistem tidak dirombak secara drastis. Hal ini pen-
ting, sebab SDA memiliki kemampuan untuk dipergunakan sesuai kapasitas daya
dukungnya sehingga pemanfaatannya perlu dilakukan secara bijaksana agar mem-
berikan manfaat yang sebesar-besarnya secara seimbang dan berkelanjutan bagi ke-
makmuran rakyat, baik manfaat lingkungan, sosial maupun ekonomi.
Hutan, bahan mineral dan bahan tambang sebagai bagian dari sumberdaya
alam nasional memiliki arti dan peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan
sosial dan ekonomi. Dalam kurun waktu tiga dasawarsa terakhir, sumberdaya hu-
tan telah menjadi modal utama pembangunan ekonomi nasional, dengan mem-
berikan dampak yang positif bagi peningkatan penerimaan pemerintah, penye-
rapan tenaga kerja, mendorong pengembangan wilayah dan pertumbuhan eko-
nomi. Kontribusi sub sektor kehutanan (kehutanan termasuk salah satu sub sektor
perekonomian di dalam sektor pertanian) terhadap Produk Domestik Bruto (PDB)
pada tahun 2003 tercatat sebesar 18 triliun dan pada tahun 2007 mengalami pe-
ningkatan menjadi sebesar 35 triliun (BPS, 2008). Rata-rata kontribusi sub sektor
kehutanan terhadap PDB kurang dari 2%.
Sektor pertambangan dan penggalian merupakan salah satu sektor penting
dalam perekonomian Indonesia, terutama dalam perannya sebagai penghasil de-
visa. Pada tahun 2003, sektor pertambangan dan penggalian yang terdiri atas sub
2

sektor minyak dan gas bumi, sub sektor pertambangan bukan migas, dan sub
sektor penggalian, memberikan sumbangan sebesar 167 triliun rupiah terhadap
Produk Domestik Bruto (PDB). Sumbangan ini mengalami peningkatan sehingga
pada tahun 2007 sektor pertambangan dan penggalian memberikan sumbangan
sebesar 440 triliun rupiah (Badan Pusat Statistik, 2008). Sub sektor penggalian
memberikan sumbangan 19 triliun rupiah pada tahun 2003 dan meningkat pada
tahun 2007 menjadi sebesar 46 triliun rupiah terhadap PDB. Rata-rata kontribusi
sub sektor penggalian terhadap PDB kurang dari 3%.
Kontribusi yang diberikan oleh kedua SDA tersebut terhadap perekono-
mian di Indonesia cukup besar, oleh karena itu pengelolaan hutan dan bahan tam-
bang harus senantiasa berjalan beriringan. Namun kenyataannya, sering terjadi
tumpang tindih kepentingan antar sektor terutama apabila bahan tambang tersebut
berada di dalam kawasan hutan.
Oleh karena itu, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
kelayakan ekonomi dari kegiatan pertambangan di dalam kawasan hutan dan
untuk menentukan ekstraksi optimal pengusahaan hutan dan pengusahaan
pertambangan yang menghasilkan nilai kini penerimaan bersih maksimal sehingga
diharapkan dengan mengetahui nilai ekonomi dari kedua SDA tersebut dapat di-
ketahui apakah pilihan keputusan dalam pengambilan kebijakan pengelolaan SDA
itu memang benar-benar memberikan kesejahteraan bagi masyarakat.

1.2. Perumusan Masalah

Paradigma baru sektor kehutanan memandang hutan sebagai sistem


sumberdaya yang bersifat multi fungsi, multi guna dan memuat multi kepentingan
serta pemanfaatannya diarahkan untuk mewujudkan sebesar-besarnya kemak-
muran rakyat. Paradigma ini makin menyadarkan kita bahwa keberadaan hutan
dengan berbagai fungsi yang dapat diberikannya sangat penting dalam menjaga
dan mempertahankan kehidupan di muka bumi.
Smith dalam Siahaan (2007) menyatakan bahwa terdapat 7 faktor yang
menjadi sumber tekanan perusakan hutan, yaitu :
1. Pembalakan (logging) komersial, baik dilakukan secara legal maupun illegal
(illegal logging)
3

2. Pertambangan, baik dilakukan oleh penambang kecil dengan teknologi tradi-


sional maupun oleh penambang besar dengan teknologi canggih
3. Transmigrasi, termasuk juga pemukiman kembali penduduk lokal perambah
hutan sekaligus dengan pencetakan areal pertanian menetap
4. Perkebunan dan hutan tanaman industri (timber estate)
5. Perladangan berpindah
6. Eksploitasi hutan non kayu
7. Berbagai proyek pembangunan infrastruktur besar yang kebanyakan dibiayai
oleh Bank Dunia, termasuk juga sektor pariwisata
Sebagaimana disebutkan di atas bahwa salah satu penyumbang kerusakan
hutan di Indonesia adalah pembukaan kawasan hutan dalam skala besar untuk
berbagai keperluan pembangunan, contohnya adalah pembukaan hutan untuk ke-
giatan pertambangan. Namun di sisi lain bahwa pengusahaan pertambangan me-
miliki peran yang strategis dan kontribusi yang besar terhadap perekonomian ne-
gara. Sebab dengan adanya pengusahaan pertambangan di kawasan hutan akan
memberikan lapangan kerja bagi masyarakat sekitar hutan, pembangunan infra-
stuktur berupa jalan yang dapat membuka akses bagi masyarakat di sekitar hutan,
dan memberikan kontribusi berupa devisa bagi negara. Kondisi ini menjadi di-
lema bagi pemerintah karena kebijakan di sektor kehutanan seringkali tidak men-
dukung kebijakan di sektor pertambangan. Misalnya : adanya larangan melaku-
kan penambangan dengan pola pertambangan terbuka di hutan lindung (Pasal 38
UU No. 41 Tahun 1999).
Sektor pertambangan memang memberikan kontribusi yang besar terhadap
penerimaan negara, namun kegiatan pertambangan tersebut belum berpihak pada
masyarakat. Menurut Hamzah (2005), kegiatan pertambangan relatif belum mem-
berikan kontribusi terhadap pengembangan masyarakat khususnya yang berada di
sekitar lokasi pertambangan. Kontribusi langsung perusahaan terhadap masyara-
kat antara lain kesempatan kerja, pertumbuhan usaha kecil, pelayanan pendidikan
dan kesehatan, umumnya hanya menyentuh masyarakat lapisan atas, sedangkan
kontribusi terhadap masyarakat lapisan menengah dan bawah relatif masih ku-
rang. Hal ini disebabkan kegiatan community development yang dilaksanakan oleh
perusahaan bersifat top-down sehingga tidak sesuai dengan kebutuhan masyara-
4

kat. Kontribusi tidak langsung berupa pembangunan infrastruktur lebih banyak


dilakukan di pusat pemerintahan daripada desa/kelurahan yang berada di sekitar
lokasi tambang. Akibat kurang berpihak pada masyarakat, sering kali muncul ke-
cemburuan dari masyarakat di sekitar lokasi pertambangan yang ditandai dengan
munculnya berbagai konflik antara masyarakat dengan perusahaan pertambangan.
Selain itu, wilayah operasi pertambangan yang seringkali tumpang tindih dengan
wilayah hutan dan wilayah hidup masyarakat adat dan lokal telah menimbulkan
konflik atas hak kelola dan hak kuasa masyarakat setempat. Hal ini mengaki-
batkan kelompok masyarakat akan terusir dan kehilangan sumber-sumber kehidu-
pannya baik akibat tanah yang dirampas maupun akibat tercemar oleh rusaknya
lingkungan atau limbah operasi penambangan.
Potensi nilai ekonomi beberapa SDA yang terdapat pada satu bentang
alam perlu diketahui. Nilai ekonomi didefinisikan sebagai pengukuran jumlah
maksimum seseorang ingin mengorbankan barang dan jasa untuk memperoleh
barang dan jasa lainnya. Dengan mengetahui nilai ekonomi batu kapur dan nilai
ekonomi hutan akan memberi masukan dalam menentukan prioritas peman-
faatannya sehingga akan mencegah terjadinya tumpang tindih kepentingan antar
sektor.
Adanya pengusahaan bahan galian kapur di dalam kawasan hutan akan
mengakibatkan kegiatan pengusahaan hutan tidak dapat dilakukan untuk beberapa
saat. Akibat penundaan kegiatan pengusahaan hutan, pengusaha pertambangan
harus menanggung biaya sebesar nilai ekonomi pengusahaan hutan di tambah
dengan biaya produksi pengusahaan penambangan bahan galian batu kapur.
Dalam suatu kegiatan proyek, dapat dilakukan melalui dua pendekatan ya-
itu kelayakan finansial (hanya memperhitungkan keuntungan dari kegiatan ter-
sebut) dan kelayakan ekonomi (memperhitungkan dampak/eksternalitas kegiatan
tersebut terhadap perekonomian secara keseluruhan). Eksternalitas adalah dampak
(positif atau negatif) dari tindakan satu pihak terhadap pihak lain. Menurut Fauzi
(2006), eksternalitas terjadi jika kegiatan produksi atau konsumsi dari satu pihak
mempengaruhi utilitas (kegunaan) dari pihak lain secara tidak diinginkan, dan
pihak pembuat eksternalitas tidak menyediakan kompensasi terhadap pihak yang
terkena dampak.
5

Menurut Suparmoko (2008), pengambilan SDA secara optimal harus


mempertimbangkan sifat dari kedua SDA tersebut. Untuk SDA yang tidak dapat
diperbaharui, jumlah SDA tersebut terbatas dan bersifat tak dapat dihasilkan kem-
bali dalam waktu singkat. Hal ini berarti bahwa pengambilan dan pengkonsum-
sian SDA saat ini akan berakibat pada tidak tersedianya barang tersebut di kemu-
dian hari. Atau dengan kata lain akan ada biaya alternatif (opportuniy cost disebut
juga manfaat sosial bersih/rent/nilai bersih/user cost/royalty), yang berupa hilang-
nya nilai SDA yang dapat diperoleh pada masa yang akan datang. Biaya alternatif
ini harus diperhitungkan dalam menentukan bagaimana mengalokasikan SDA
yang tidak dapat diperbaharui tersebut sepanjang waktu. Sedangkan pengambilan
secara optimal bagi SDA yang dapat diperbaharui seyogyanya didasarkan pada
konsep steady state yaitu pengambilan SDA yang optimal dengan mengindahkan
pemeliharaan cadangan.
Berdasarkan uraian diatas, maka dalam penelitian ini terdapat per-
masalahan dalam pengusahaan pertambangan di dalam kawasan hutan, yaitu :
1. Bagaimana kelayakan ekonomi pengusahaan pertambangan di kawasan hutan ?
2. Berapa ekstraksi optimal yang menghasilkan nilai kini penerimaan bersih
maksimal masing-masing untuk pengusahaan hutan dan pertambangan ?

1.3. Tujuan Penelitian

1. Mengestimasi kelayakan ekonomi pengusahaan pertambangan di dalam kawa-


san hutan
2. Menentukan jumlah ekstraksi optimal yang akan menghasilkan nilai kini pe-
nerimaan bersih maksimal masing-masing untuk pengusahaan hutan dan pe-
ngusahaan pertambangan.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan bahan pertimbangan


dalam pengambilan keputusan penentuan kebijakan pemberian ijin kegiatan per-
tambangan di dalam kawasan hutan sehingga benturan kepentingan antar sektor
dapat dihindari dan potensi SDA dapat dimanfaatkan secara optimal dan lestari.
6

1.5. Kerangka Pemikiran

Undang-Undang Dasar 1945 pasal 33 ayat 3 mengamanatkan bahwa


“bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh
Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.” Hal ini
berarti bahwa pemanfaatan sumberdaya alam, baik SDA yang dapat pulih
maupun SDA yang tidak dapat pulih, harus dilakukan seoptimal mungkin.
Hutan dan batu kapur yang merupakan bagian dari SDA, sangat perlu
untuk diketahui nilai ekonominya sehingga akan dapat diketahui apakah pilihan
keputusan dalam pengambilan kebijakan pengelolaan SDA itu memang benar-
benar memberikan nilai bagi kesejahteraan. Terdapat tiga kriteria untuk menge-
tahui kelayakan suatu kegiatan yaitu NPV, BCR dan IRR. Kriteria yang paling
mendekati untuk mengetahui besarnya nilai kesejahteraan yang diterima ma-
syarakat adalah pendapatan bersih atau NPV.
SDA yang dapat diperbaharui dan SDA yang tidak dapat diperbaharui
mempunyai perbedaan dalam ekstraksinya. Oleh karena itu, perlu untuk menge-
tahui ekstraksi optimal yang akan menghasilkan NPV maksimal baik untuk
kegiatan pengusahaan hutan (renewable resources) maupun kegiatan pengusahaan
pertambangan batu kapur dan lempung (non renewable resources).
Secara garis besar kerangka pemikiran dalam penelitian ini digambarkan
sebagai berikut :
7

Sumber Daya Alam

Kemakmuran
rakyat
Kawasan Hutan

Nilai Nilai Ekonomi


Ekonomi Bahan
Hutan Tambang
N

Identifikasi Pendapatan dan Biaya

Kelayakan Ekonomi

Ekstraksi Optimal,
NPV maksimal

Penentuan Prioritas
Pengelolaan SDA

Gambar 1. Diagram alir kerangka penelitian


2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sumberdaya Alam

Menurut Rees (1990) dalam Fauzi (2006), sesuatu untuk dapat dikatakan
sebagai sumberdaya harus : 1) ada pengetahuan, teknologi atau ketrampilan untuk
memanfaatkannya dan 2) harus ada permintaan (demand) terhadap sumberdaya
tersebut. Dengan kata lain definisi sumberdaya alam (SDA) terkait dengan
kegunaan (usefulness), baik untuk masa kini maupun mendatang bagi umat
manusia.
Owen (1980) dalam Ramdan et al. (2003) mendefinisikan SDA sebagai
bagian dari lingkungan alam (tanah, air, padang penggembalaan, hutan, kehidupan
liar, mineral atau populasi manusia) yang dapat digunakan manusia untuk
meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Secara umum SDA dapat diklasifikasikan
ke dalam 2 kelompok, yaitu :
1) Kelompok Stok ; sumberdaya ini dianggap memiliki cadangan yang terbatas,
sehingga eksploitasinya terhadap sumberdaya tersebut akan menghabiskan
cadangan sumberdaya, sumberdaya stok dikatakan tidak dapat diperbaharui
(non renewable) atau terhabiskan (exhaustible)
2) Kelompok flows (alur) ; jumlah dan kualitas fisik dari sumberdaya ini berubah
sepanjang waktu. Berapa jumlah yang kita manfaatkan sekarang, dapat mem-
pengaruhi atau dapat juga tidak mempengaruhi ketersediaan sumberdaya di
masa mendatang. Sumberdaya ini dikatakan dapat diperbaharui (renewable)
dimana regenerasinya ada yang tergantung pada proses biologi dan ada yang
tidak.
Pengukuran ketersediaan SDA dapat digunakan beberapa konsep, yaitu
(Rees 1990 dalam Fauzi 2006) :
1) Kelompok sumberdaya stok
a. Sumberdaya hipotetikal, adalah konsep pengukuran deposit yang belum
diketahui namun diharapkan ditemukan pada masa mendatang berdasarkan
survey yang dilakukan saat ini.
10

b. Sumberdaya spekulatif, konsep pengukuran ini digunakan untuk mengukur


deposit yang mungkin ditemukan pada daerah yang sedikit atau belum
dieksplorasi dimana kondisi geologi memungkinkan ditemukannya deposit
c. Cadangan kondisional (conditional reserve), adalah deposit yang sudah
diketahui atau ditemukan namun dengan kondisi harga output dan
teknologi yang ada saat ini belum dimanfaatkan secara ekonomis
d. Cadangan terbukti (proven resource), adalah sumberdaya alam yang sudah
diketahui dan secara ekonomis dapat dimanfaatkan dengan teknologi,
harga dan permintaan yang ada saat ini.
2) Kelompok sumberdaya flow
a. Potensi maksimun sumberdaya, didasarkan pada pemahaman untuk
mengetahui potensi atau kapasitas sumberdaya guna menghasilkan barang
dan jasa dalam jangka waktu tertentu
b. Kapasitas lestari, adalah konsep pengukuran keberlanjutan dimana keter-
sediaan sumberdaya diukur berdasarkan kemampuannya untuk menye-
diakan kebutuhan bagi generasi kini dan juga generasi mendatang
c. Kapasitas penyerapan, adalah kemampuan SDA dapat pulih (misalnya air,
udara) untuk menyerap limbah akibat aktivitas manusia
d. Kapasitas daya dukung, didasarkan pada pemikiran bahwa lingkungan me-
miliki kapasitas maksimum untuk mendukung suatu pertumbuhan
organisme
Ekstraksi SDA merupakan proses pengambilan keputusan yang bersifat
intertemporal. Hal ini disebabkan karena SDA (renewable dan non renewable)
adalah asset atau kapital yang pemanfaatannya tidak hanya ditentukan oleh
produktivitas kapital itu sendiri, namun juga menyangkut ketersediaan (supply)
untuk konsumsi di masa mendatang serta adanya resiko dan ketidakpastian dari
ekstraksi SDA. Keputusan intertemporal dari sisi produsen menyangkut biaya
oportunitas dari kapital sedangkan dari sisi konsumen menyangkut preferensi
waktu.
Salah satu kunci dari penentuan pengambilan keputusan yang bersifat
intertemporal tersebut adalah melalui proses discounting dengan penentuan
discount rate yang tepat. Proses discounting merupakan cerminan dari bagaimana
11

masyarakat berperilaku terhadap ekstraksi SDA dan bagaimana mereka menilai


SDA itu sendiri (Hanley and Spash 1995 dalam Fauzi 2006).

2.2. Konsep Nilai untuk Sumberdaya Alam

Pengertian nilai atau (value), khususnya yang menyangkut barang dan jasa
yang dihasilkan oleh SDA dan lingkungannya, memang bisa berbeda jika dipan-
dang dari berbagai disiplin ilmu. Salah satu tolok ukur yang relatif mudah dan
bisa dijadikan persepsi bersama berbagai disiplin ilmu tersbut adalah pemberian
price tag (harga) pada barang dan jasa yang dihasilkan SDA dan lingkungan.
Dengan demikian digunakan apa yang disebut nilai ekonomi SDA.
Menurut Fauzi (2006), nilai ekonomi didefinisikan sebagai pengukuran
jumlah maksimum seseorang ingin mengorbankan barang dan jasa untuk mempe-
roleh barang dan jasa lainnya. Secara formal, konsep ini disebut keinginan mem-
bayar (willingness to pay) seseorang terhadap barang dan jasa yang dihasilkan
oleh SDA dan lingkungan. Dengan menggunakan pengukuran ini, nilai ekologis
ekosistem bisa “diterjemahkan” ke dalam bahasa ekonomi dengan mengukur nilai
moneter barang dan jasa. Sebagai contoh, jika ekosistem pantai mengalami keru-
sakan akibat polusi, nilai yang hilang akibat degradasi lingkungan bisa diukur dari
keinginan seseorang untuk membayar agar lingkungan tersebut kembali ke aslinya
atau mendekati aslinya. Keinginan membayar juga dapat diukur dalam bentuk
kenaikan pendapatan yang menyebabkan seseorang berada dalam posisi indiffe-
rent terhadap perubahan eksogenous. Perubahan eksogenous ini bisa terjadi ka-
rena perubahan harga (misalnya akibat SDA makin langka) atau karena peruba-
han kualitas SDA.

2.3. Bahan Galian

Menurut Soedarmo dan Hadiyan (1981) yang dimaksud bahan galian


adalah semua endapan-endapan alam yang berupa unsur-unsur kimia, mineral
bijih dan segala macam batu-batuan termasuk batu-batu mulia. Terbentuknya
endapan bahan galian memerlukan proses dan waktu yang lama, ratusan dan
bahkan jutaan tahun akibat proses geologi, differensiasi magma pada waktu
menerobos lapisan kulit bumi, poses vulkanisme, pelapukan dan erosi, trans-
portasi dan pengendapan kembali dan dapat pula akibat proses metamorphosis.
12

Dalam penghitungan Produk Domestik Bruto (PDB) yang dilakukan oleh


BPS, sektor pertambangan dan penggalian merupakan salah satu dari 9 sektor
usaha dalam perekonomian di Indonesia. Menurut BPS (2009b), pertambangan
adalah suatu kegiatan yang meliputi pengambilan dan persiapan untuk pengolahan
lanjutan dari benda padat, benda cair, dan gas. Pertambangan dapat dilakukan di
atas permukaan bumi (tambang terbuka) maupun di bawah tanah (tambang dalam)
termasuk penggalian, pengerukan, dan penyedotan dengan tujuan mengambil
benda padat, cair atau gas yang ada di dalamnya. Hasil kegiatan ini antara lain,
minyak dan gas bumi, batubara, pasir besi, bijih timah, bijih nikel, bijih bauksit,
bijih tembaga, bijih emas dan perak, dan bijih mangan.
Penggalian adalah suatu kegiatan yang meliputi pengambilan segala jenis
barang galian. Barang galian adalah unsur kimia, mineral dan segala macam
batuan yang merupakan endapan alam (tidak termasuk logam, batubara, minyak
bumi dan bahan radio aktif). Bahan galian ini biasanya digunakan sebagai bahan
baku atau bahan penolong sektor industri maupun konstruksi. Hasil kegiatan
penggalian antara lain, batu gunung, batu kali, batu kapur, koral, kerikil, batu
marmer, pasir, pasir silika, pasir kuarsa, kaolin, tanah liat, dan lain-lain.
Batu kapur (gamping) dapat terjadi dengan beberapa cara, yaitu secara
organik, secara mekanik, atau secara kimia. Sebagian besar batu kapur yang
terdapat di alam terjadi secara organik, jenis ini berasal dari pengendapan
cangkang/rumah kerang dan siput, foraminifera atau ganggang, atau berasal dari
kerangka binatang koral/kerang. Batu kapur dapat berwarna putih susu, abu muda,
abu tua, coklat bahkan hitam, tergantung keberadaan mineral pengotornya.
Penggunaan batu kapur sudah beragam diantaranya untuk bahan kaptan, bahan
campuran bangunan, industri karet dan ban, kertas, dan lain-lain.
Potensi batu kapur di Indonesia sangat besar dan tersebar hampir merata di
seluruh kepulauan Indonesia. Sebagian besar cadangan batu kapur Indonesia
terdapat di Sumatera Barat (Departemen ESDM 2005).

2.4. Model Ekonomi Sumberdaya Non Renewable


Sumberdaya alam tidak dapat terbarukan atau sering juga disebut sebagai
sumberdaya terhabiskan adalah sumberdaya alam yang tidak memiliki kemam-
puan regenerasi secara biologis. Sumberdaya alam ini terbentuk melalui proses
13

geologi yang memerlukan waktu sangat lama untuk dapat dijadikan sebagai
sumberdaya alam yang siap diolah atau siap pakai. Jika diambil (eksploitasi)
sebagian, maka jumlah yang tinggal tidak akan pulih kembali seperti semula.
Salah satu yang termasuk dalam golongan sumberdaya tidak dapat
terbarukan adalah batu kapur untuk bahan baku semen. Batu kapur memerlukan
waktu ribuan bahkan jutaan tahun untuk terbentuk karena ketidakmampuan
sumberdaya tersebut untuk melakukan regenerasi. Sumberdaya ini sering kita
sebut juga sebagai sumberdaya yang mempunyai stok yang tetap.
Sifat-sifat tersebut menyebabkan masalah eksploitasi sumberdaya alam
tidak terbarukan (non renewable) berbeda dengan ekstrasi sumberdaya terbarukan
(renewable). Pengusaha pertambangan, harus memutuskan kombinasi yang tepat
dari berbagai faktor produksi untuk menentukan produksi yang optimal, dan juga
seberapa cepat stok harus diekstraksi dengan kendala stok yang terbatas.
Teori ekonomi sumber daya alam tidak terbarukan pertama kali diperke-
nalkan oleh Hotelling (1931). Levhari dan Liviatan (1977) melakukan kajian apa-
kah ekstraksi sumber daya alam akan dilakukan hingga benar-benar terkuras habis
atau tidak. Masalah utama dari problem pemanfaatan sumber daya alam yang ti-
dak dapat diperbaharui adalah menentukan ekstraksi optimal.
Dasar dari teori ekstraksi sumberdaya tidak terbarukan secara optimal ada-
lah model Hotelling yang dikembangkan oleh Harold Hotelling pada tahun 1931.
Problem dasar Hotelling dapat dimodifikasi lebih lanjut ke berbagai arah, seperti
menambah efek kumulatif pada biaya (Levhari dan Liviatan 1977; Livernois dan
Martin 2001), harga komoditas sumber daya yang stokastik (Pindyck 1981), keti-
dakpastian cadangan dan biaya (Hoel 1978) dan perubahan aspek lainnya.
Hukum Hotelling mengatakan bahwa ekstraksi sumberdaya tidak
terbarukan yang efisien dan optimal mengharuskan manfaat bersih dari
sumberdaya harus tumbuh secara proporsional sesuai dengan tingkat suku bunga.
Jika suka bunga adalah 15 %, maka berdasarkan hukum Hotelling ekstraksi yang
efesien dan optimal mengharuskan manfaat dan dari sumberdaya harus tumbuh
secara proporsional sebesar 15 % setiap tahun (Fauzi 2006; Sahat 2006 dalam
Nahib 2006).
14

Agar pemilik sumberdaya indifferent antara mengekstrasi kini dan masa


mendatang, manfaat yang diperoleh kini (capital gain) harus sama dengan
discount rate. Penentuan kapan ekstraksi dilakukan dengan optimal tergantung
opportunity, yang dicerminkan oleh tingkat suku bunga bank. Penghargaan
terhadap pentingnya keberadaan sumberdaya tak pulih berbanding terbalik dengan
besaran suku bunga.

2.5. Hutan

Hutan merupakan sumberdaya terbarukan yang sangat penting bagi


kehidupan manusia. Hutan tidak saja memberikan manfaat pada saat ditebang
(manfaat eksploitasi), namun juga banyak memberikan manfaat tatkala sumber-
daya ini dibiarkan (manfaat konservasi).
Pengelolaan sumberdaya hutan memiliki perbedaan dengan sumberdaya
terbarukan lainnya, yaitu (Fauzi 2006) :
1. Sumberdaya hutan kebanyakan tidak bersifat common property resource.
Hampir sebagian besar hutan di Indonesia dikuasai oleh pemerintah dan hak
pengelolaan hutan diberikan kepada individu atau swasta melalui mekanisme
perizinan. Namun pada kenyataannya di lapangan, hutan bersifat common
property resource, misalnya kawasan hutan yang terkena kebijakan mora-
torium kegiatan penebangan saat ini dimanfaatkan oleh penduduk sekitarnya.
2. Skala waktu (time scale). Hutan memiliki skala waktu pertumbuhan yang sa-
ngat panjang, mulai saat ditanam sampai ditebang.
3. Lahan dimana hutan tumbuh memiliki nilai pilihan (option value).
4. Harga per unit diharapkan meningkat tergantung umur pohon dan volume
kayu
5. Adanya konflik pemanfaatan (multiple use resource conflict), misalnya antara
pemanfaatan hutan untuk komersial dan rekreasi

Arief (2001) menjelaskan hasil-hasil hutan dibedakan berdasarkan sifat


tangible dan intagible. Sifat-sifat intagible terdiri atas hasil yang berkaitan dengan
sistem alami misalnya hidrologi dan wisata alam. Sedangkan sifat-sifat tangible
berupa hasil hutan berupa kayu. Salim (1997) menggolongkan manfaat hutan ke
dalam manfaat langsung dan manfaat tidak langsung. Manfaat langsung adalah
15

manfaat yang dapat dirasakan secara langsung oleh masyarakat yaitu masyarakat
dapat menggunakan dan memanfaatkan hasil hutan, antara lain kayu yang
merupakan hasil utama hutan, serta berbagai hasil hutan ikutan seperti rotan,
getah, buah-buahan, madu dan lain-lain.

2.6. Pinus merkusii Jungh, et de Vriese


Hutan pinus di Indonesia termasuk hutan yang potensial terutama di Jawa
dan Sumatera. Peran dan manfaatnya semakin meningkat setelah ditetapkan
sebagai salah satu jenis tanaman Hutan Tanaman Industri (HTI). Pengusahaan
hutan pinus di Jawa (oleh PT Perhutani) merupakan andalan kedua setelah jati.
Kelebihan jenis tanaman pinus adalah dapat menghasilkan produk ganda yaitu
kayu dan getah (Kasmudjo 1997).
Soediono (1983) menyatakan bahwa hutan Pinus merkusii Jungh, et de
Vriese mempunyai potensi yang cukup besar dalam menunjang pembangunan,
berkat kemampuannya yang majemuk sebagai sumberdaya yang menguntungkan.
Sifat-sifat yang menguntungkan dari kayu pinus seperti mudah dikerjakan,
mempunyai penampilan yang menarik dan mudah diawetkan, dapat digunakan
untuk berbagai keperluan seperti korek api, chopstick, kayu konstruksi, kayu lapis
dan sebagainya. Disamping itu, kayu pinus mempunyai sifat yang kurang
menguntungkan, antara lain : mengandung mata kayu, batang kebanyakan
bengkok, keawetan rendah (kelas awet IV), mudah mengalami pewarnaan (blue
stain dan mold), kadar air segar yang tinggi (sampai di atas 100%).
Getah pinus diambil dari pohon melalui proses penyadapan. Menurut
Soediono (1983), getah dapat disadap pada umur 7 tahun dengan hasil 0,5 ton per
tahun dengan cara penyadapan quarre dan penyadapan berhenti pada saat
penebangan tiba. Sedangkan menurut Tedja (1997) penyadapan dilakukan apabila
telah mencapai umur 11 – 30 tahun atau kelas umur (KU) III – KU VI.

2.7. Daur

Daur adalah jangka waktu antara penanaman dan penebangan atau antara
penanaman dan penanaman berikutnya di tempat yang sama, yang ditentukan oleh
jenis, hasil yang diinginkan, nilai tanah dan suku bunga usaha yang tersedia.
Konsep daur dipakai untuk pengelolaan hutan seumur, sedangkan untuk hutan
16

tidak seumur istilah yang memiliki arti yang sama adalah siklus tebang (cutting
cycle).
Istilah daur berkaitan erat dengan adanya konsep hutan normal. Secara
ideal, hutan normal akan terdiri atas kelompok tegakan dari semua umur yang
mempunyai potensi sama, mulai dari umur satu tahun sampai akhir daur. Oleh
karena itu, menentukan panjang daur merupakan salah satu faktor kunci dalam
pengelolaan hutan seumur sesuai dengan definisinya. Masalah penentuan panjang
daur sangat berkaitan erat dengan cara menentukan waktu yang diperlukan oleh
suatu jenis tegakan untuk mencapai kondisi masak tebang atau siap panen. La-
manya waktu tersebut tergantung pada sifat pertumbuhan, jenis yang diusahakan,
tujuan pengelolaan dan pertimbangan ekonomi. Dari sinilah lahir beberapa macam
atau cara dalam menentukan panjang daur (Departemen Kehutanan 1992).
Menurut Osmaton (1968), lamanya daur tergantung pada interaksi bebe-
rapa faktor, yaitu :
a. Tingkat kecepatan pertumbuhan tegakan, yang tergantung pada jenis pohon,
lokasi tempat tumbuh serta intensitas penjarangan.
b. Karakteristik jenis atau spesies tanaman, dimana harus diperhatikan umur
maksimal secara alami, umur menghasilkan benih, umur kecepatan tumbuh
terbaik dan umur kualitas terbaik.
c. Pertimbangan ekonomi, dimana harus memperhitungkan ukuran yang dapat
dipasarkan dan harga terbaik yang dapat diperoleh.
d. Respon tanah terhadap penggunaan yang berulang-ulang, hal ini erat hubu-
ngannya dengan batuan induk, pelapukan tanah dan alelopathy
Hiley (1956) dalam Gunawan (2002) menyatakan bahwa ada beberapa
macam daur yang ditetapkan berdasarkan keadaan sifat tegakan sesuai dengan tu-
juan pengelolaan hutan yang bersangkutan, yaitu :
1. Daur silvikultur, yaitu daur yang ditetapkan berdasarkan keadaan saat tega-
kan dapat tumbuh mempertahankan kualitasnya atau mengadakan permudaan
dan reproduksi
2. Daur teknis, yaitu daur yang ditetapkan berdasarkan keadaan dimana tegakan
telah mencapai ukuran yang sudah ditetapkan untuk keperluan produk yang
akan dihasilkan
17

3. Daur pendapatan tertinggi (daur produksi maksimal), yaitu daur yang dite-
tapkan berdasarkan keadaan dimana tegakan dapat menghasilkan pendapatan
atau volume tertinggi per satuan luas per tahun tanpa memperhitungkan jum-
lah modal untuk mendapatkannya. Daur ini dapat ditentukan dengan melihat
perpotongan kurva riap CAI dan kurva riap MAI dari jenis yang bersangkutan
4. Daur finansial, yaitu daur yang ditujukan untuk menghasilkan keuntungan
atau nilai finansial terbesar. Di kehutanan, keuntungan dapat dilihat dari dua
sudut pandang yang berbeda, yaitu nilai harapan lahan dan dari hasil finansial.
a. Nilai harapan tanah adalah nilai yang didasarkan pada pendapatan bersih
yang dapat diperoleh dari suatu lahan, dihitung pada tingkat suku bunga
tertentu. Pendekatan yang terkenal dikemukakan oleh Martin Faustman,
pada tahun 1849.
b. Hasil finansial, pendekatan ini menggunakan kriteria-kriteria investasi,
yaitu NPV, IRR dan BCR yang dihitung dari biaya-biaya yang dikeluarkan
dan pendapatan yang diperoleh sampai tegakan tersebut ditebang habis
(umur daur).
Besar kecilnya nilai harapan lahan dan hasil finansial tersebut akan menentu-
kan keputusan yang akan diambil dalam penentuan daur finansialnya.

2.8. Analisis Kelayakan Proyek

Pendekatan yang dilakukan dalam menganalisis manfaat dan biaya suatu


proyek terdiri dari dua macam tergantung pada pihak yang berkepentingan
langsung dalam proyek, yaitu analisis ekonomi dan analisis finansial. Menurut
Djamin (1984), Gittinger (1986) dan Gray et al. (1992) bahwa akan dilakukan
analisis finansial bila yang berkepentingan langsung dalam benefit dan biaya
proyek adalah individu/pengusaha. Dalam hal ini yang dihitung dalam benefit
adalah apa yang diperoleh individu/pengusaha yang menanamkan modalnya da-
lam proyek tersebut. Sedangkan analisis ekonomi bila yang berkepentingan da-
lam benefit dan biaya proyek adalah pemerintah dalam rangka peningkatan taraf
hidup masyarakat. Pada dasarnya dalam analisis finansial dan analisis ekonomi
berbeda menurut lima hal yaitu dalam hal penggunaan harga, perhitungan pajak,
subsidi, biaya investasi dan pelunasan pinjaman dan dalam hal bunga.
18

Penilaian suatu proyek dapat dilakukan dengan berbagai macam cara,


tetapi yang paling banyak dan sering digunakan adalah Discounted Cash Flow
Analysis (analisis arus tunai yang didiskonto). Metoda yang digunakan dalam
menghitung pengaruh waktu adalah metoda pendiskontoan. Semua biaya dan
pendapatan dikurangi menjadi nilai sekarang dengan prosentase tahunan tertentu
(Darusman 1981).
Karena dalam investasi proyek selama periode waktu tertentu (umur
proyek) akan selalu menerima ataupun mengeluarkan sejumlah uang, maka perlu
dipertimbangkan bahwa uang yang diterima pada masa yang akan datang tidak
sama dengan uang yang diterima pada saat sekarang karena adanya faktor interest
rate tertentu. Oleh karena itu, untuk kepentingan perhitungan nilai uang tersebut
perlu dievaluasi pada satu waktu tertentu yaitu waktu sekarang (Gaspersz 1992).
Menurut Gray et al. (1992), dalam rangka mencari suatu ukuran
menyeluruh tentang baik tidaknya suatu proyek telah dikembangkan berbagai
macam indeks. Indeks-indeks tersebut disebut “Investment Criteria”. Terdapat
tiga macam kriteria dalam melakukan suatu evaluasi terhadap investasi proyek
yang sekarang ini banyak digunakan, yaitu :
a. Net Present Value (NPV); adalah metoda untuk menghitung selisih antara
nilai sekarang investasi dengan nilai sekarang penerimaan-penerimaan kas
bersih di masa yang akan datang. Dalam evaluasi suatu proyek, kriteria
keputusan layak dinyatakan oleh NPV yang lebih besar atau sama dengan
nol.
b. Benefit-Cost Ratio (BCR); merupakan angka perbandingan antara jumlah
present value yang positif dengan present value yang negatif. Kriteria
kelayakan proyek adalah jika BCR ≥ 1 dan tidak layak jika BCR < 1.
c. Internal Rate of Return (IRR); Menurut Djamin (1984), cara lain untuk
mengevaluasi suatu kelayak proyek adalah dengan menghitung tingkat
investasi atau tingkat penghasilan lebih. IRR adalah suatu tingkat bunga
(discount rate) yang menunjukkan jumlah nilai sekarang netto (NPV) sama
dengan jumlah seluruh ongkos investasi proyek (investment cost). Didalam
analisis IRR, akan mencari pada tingkat bunga berapa akan dihasilkan NPV
sama atau mendekati K0, atau NPV = 0.
3. METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian mencakup wilayah kawasan hutan dimana akan dilakukan


kegiatan penambangan batu kapur dan lempung oleh PT Tambang Semen
Sukabumi (PT TSS) yang meliputi luas 493,54 Ha, berlokasi di petak 11, 12, 13
dan 27 Bagian Hutan Nyalindung, Kelompok Hutan Cimerang, RPH Cikembar,
BKPH Cikawung, KPH Sukabumi. Berdasarkan administrasi pemerintahan, lokasi
penelitian terletak di Desa Tanjungsari Kecamatan Jampang Tengah dan Desa
Sukamaju Kecamatan Nyalindung Kabupaten Sukabumi Propinsi Jawa Barat.
Penelitian mengenai kelayakan ekonomi kegiatan pertambangan di kawasan hutan
produksi dilakukan pada bulan Nopember – Desember 2009.

3.2. Metode Penelitian

3.2.1. Pengumpulan Data


Data yang dikumpulkan adalah data sekunder yang diambil dari Buku
Rencana Pengaturan Kelestarian Hasil (RPKH) KP Pinus KPH Sukabumi jangka
perusahaan 2004 – 2010, Buku Evaluasi Hasil Kerja, Buku Tarif Upah dan Buku
Pengamatan Anggaran KPH Sukabumi, Laporan Produksi Getah, Buku Rencana
Kerja Penggunaan Kawasan Hutan PT TSS serta data lain yang diperlukan dalam
perhitungan.
Data-data yang dikumpulkan secara garis besar dapat dikelompokkan se-
bagai berikut :
1. Data pertumbuhan potensi kayu per hektar pada tiap kelas umur
2. Data produktivitas getah
3. Data cadangan batu gamping/kapur dan lempung
4. Kelompok data pendapatan
5. Kelompok data biaya
Dari Buku Rencana Pengaturan Kelestarian Hutan (RPKH) KP Pinus dipe-
roleh data luas, bonita, tahun tanam, KBD dan jumlah pohon per hektar yang da-
pat digunakan untuk menaksir produksi kayu untuk setiap kelas umur. Sedangkan
20

dari buku Laporan Produksi Getah akan dapat diketahui berapa produktifitas getah
per hektar per tahun.
Data cadangan batu gamping/kapur dan lempung diperoleh dari Buku
Rencana Kerja PT TSS. Selain diketahui data cadangannya, juga diketahui berapa
rencana penambangan untuk tiap tahunnya sampai dengan umur tambangnya.
Selain data potensi kayu dan produktivitas getah serta data cadangan gam-
ping/kapur dan lempung, juga diperlukan data pembiayaan dan data pendapatan
yang diperoleh selama pengelolaan (umur daur/umur tambang) serta data lain
yang diperlukan untuk perhitungan.

3.2.2. Asumsi Penelitian

Didalam pengumpulan dan pengolahan data dalam penelitian ini diguna-


kan asumsi penelitian sebagai berikut :
a. Perhitungan nilai manfaat hutan belum memasukkan faktor lingkungan.
b. Biaya operasional dalam pengusahaan hutan adalah semua pengeluaran yang
diperlukan dalam pengelolaan hutan pinus saja.
c. Penerimaan tahunan dalam pengusahaan hutan hanya dibatasi pada hasil
tebangan akhir dan produksi getah pinus saja.
d. Pembiayaan dan penerimaan pengusahaan hutan didasarkan pada laporan
keuangan berupa laporan laba rugi KPH Sukabumi tahun 2008.
e. Harga jual produk pengusahaan hutan dan pertambangan berdasarkan harga
jual rata-rata tahun 2008 dan dianggap konstan sepanjang daur.
f. Analisis didasarkan atas penerimaan sebelum pajak.
g. Semua hasil produksi kayu, getah maupun batu kapur dapat diserap pasar.
h. Struktur pasar kompetitif untuk pengusahaan hutan dan pengusahaan per-
tambangan sehingga harga yang digunakan adalah harga pasar (price taker).

3.2.3. Analisis Data

3.2.3.1. Nilai Ekonomi Pengusahaan Hutan

A. Pendapatan

Nilai kayu
Untuk mengetahui nilai kayu pinus maka harus diketahui pertumbuhan
potensi kayu per hektar pada tiap kelas umur baik tegakan tinggal maupun
21

penjarangan. Penaksiran produksi kayu dilakukan dengan mengelompokkan


anak petak menurut bonita pada tingkat kelas umur untuk dilakukan per-
hitungan atau penaksiran volume produksi kayu per hektar. Untuk men-
dapatkan volume produksi kayu per hektar pada setiap anak petak, baik untuk
tegakan tinggal maupun tegakan penjarangan digunakan Tabel Tegakan Nor-
mal Jenis Pinus Merkusii yang dikeluarkan Puslitbang Kehutanan tahun 1975.
Menghitung nilai manfaat dari hasil kayu dengan cara mengalikan
jumlah produksi hasil taksiran dengan harganya dengan persamaan berikut :

Keterangan :
Nk = Nilai manfaat kayu (Rp)
Vt = Volume taksiran (m3/ha)
Li = Luas petak ke-i (ha)
H = Harga (Rp/m3)
Nilai Sadapan Pinus

Nilai sadapan Pinus (NSP) diperoleh dari hasil penyadapan getah


pinus. Penyadapan getah pinus dilakukan pada setiap tahun penyadapan
dimulai pada umur 11 tahun sampai dengan daur. Untuk menghitung nilai
manfaat dari penyadapan getah pinus dengan mengalikan jumlah produksi
dengan harga jualnya, dengan persamaan sebagai berikut :

Keterangan :
NSP = Nilai sadapan pinus (Rp)
Pg = Produksi getah per-ha (ton/ha)
Li = Luas petak ke-i (ha)
H = Harga (Rp/ton)
B. Biaya

Biaya yang dimaksudkan adalah biaya yang dikeluarkan oleh KPH Suka-
bumi dalam proses pembentukan tegakan menjadi kayu bulat, yaitu terdiri dari :
a) Biaya tahunan, merupakan biaya bersama dengan produksi lainnya sehingga
biaya ini tidak seluruhnya dibebankan kepada biaya produksi kayu pinus.
22

Biaya tahunan KPH terdiri dari biaya perencanaan di KPH, biaya sosial
(PMDH), biaya pengamanan hutan, pemeliharaan dan penyusutan sarana
prasarana, biaya pendidikan dan penyuluhan dan biaya administrasi umum.
b) Biaya sekali selama daur, merupakan biaya yang langsung dibebankan
dalam pengelolaan produksi kayu pinus, terdiri dari biaya produksi seperti ;
biaya persemaian, penanaman dan penyulaman; biaya pemeliharaan tegakan
(penjarangan dan pemangkasan/prunning); biaya eksploitasi kayu dan
angkutan, termasuk biaya produksi sadapan pinus serta biaya non produksi
seperti pemasaran kayu dan getah pinus
Besarnya biaya pada masing-masing kegiatan maupun biaya yang
dikeluarkan tiap tahunnya dalam pengusahaan hutan pinus mengacu pada Buku
Evaluasi Hasil Kerja, Buku Tarif Upah dan Buku Pengamatan Anggaran KPH
Sukabumi.

3.2.3.2. Nilai Ekonomi Penambangan Batu Kapur dan Lempung


A. Pendapatan

Kegiatan penambangan batu kapur dan lempung sebagai bahan baku


industri semen akan dilakukan oleh PT TSS di areal seluas 493,54 ha berada di
kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) yang dikelola oleh KPH Sukabumi.
Berdasarkan buku Rencana Kerja PT TSS, diketahui bahwa rencana penambangan
dilakukan untuk jangka waktu minimum 30 tahun yang terbagi dalam 6 periode
(masing-masing periode jangka waktunya 5 tahun). Selain itu juga diperoleh data-
data sebagai berikut :
a. Jumlah cadangan terbukti (proven resource) atau volume batu kapur dan
lempung yang akan ditambang
b. Cakupan luas areal yang ditambang
c. Penataan blok rencana quarry batu kapur dan lempung
d. Target produksi untuk tiap periode
e. Jenis kegiatan untuk tiap periode
f. Tahapan kegiatan operasional penambangan
Untuk menduga besarnya pendapatan yang akan diperoleh oleh PT TSS
yaitu dengan menggunakan persamaan :
23

Keterangan :
P = Pendapatan (Rp)
Vi = Volume produksi batu kapur dan lempung pada tahun ke-i (ton)
H = Harga (Rp/ton)
B. Biaya

Dalam pengusahaan penambangan, komponen biaya secara garis besar


terdiri dari pengelompokkan biaya menurut jenis komponen biaya (Batubara,
1985) :
a. Komponen biaya pegawai, diuraikan lagi menjadi biaya langsung dan biaya
pengawasan
b. Komponen biaya alat; mencakup suku cadang, bahan bakar, pelumas dan
berbagai jenis bahan lain
c. Komponen biaya pembebanan, seperti ; harga bahan, upah jasa, sewa alat,
biaya listrik/energi, penghapusan alat, dsb.
d. Komponen biaya penghapusan; dibedakan menjadi penghapusan untuk fixed
assets dan capitalised assets.
e. Komponen biaya pihak ketiga, komponen biaya ini timbul sebagai akibat
diterimanya jasa dari pihak diluar organisasi tambang yang ada
f. Komponen biaya lain, seperti ; kewajiban kepada pemerintah yang dapat
digolongkan sebagai biaya, komponen biaya bersifat umum yaitu jenis biaya
yang tidak termasuk dalam kelompok biaya di atas.
Karena kegiatan pertambangan batu kapur dan lempung dilakukan di dalam
kawasan hutan, maka biaya reklamasi kawasan hutan harus ditambahkan
dan dihitung dari mulai penanaman sampai dengan penebangan (satu daur).

3.2.3.3. Analisis Finansial Pengusahaan Hutan dan Penambangan Batu


Kapur dan Lempung
Inti dari analisis finansial adalah membandingkan antara pendapatan (arus
kas masuk/cash in flow) dengan pengeluaran/investasi (arus kas keluar/cash out
flow). Dimana suatu kegiatan/proyek dikatakan layak/feasible apabila pen-
dapatannya lebih besar dari pengeluaran. Analisis finansial disini dimaksudkan
24

untuk melihat tingkat keuntungan dari investasi yang ditanamkan untuk kegiatan
pengusahaan hutan dan kegiatan pertambangan di dalam kawasan hutan.
Setelah semua biaya dan manfaat teridentifikasi kemudian ditabulasikan
dalam bentuk tabel aliran kas (cash flow) setiap tahun untuk memproyeksikan
biaya dan manfaat dalam satu umur kegiatan/proyek baik untuk pengusahaan
hutan maupun untuk kegiatan pertambangan di dalam kawasan hutan. KPH Suka-
bumi menggunakan daur untuk KP Pinus adalah 25 tahun, sedangkan PT TSS
merencanakan untuk melakukan kegiatan penambangan batu kapung/gamping
selama 30 tahun. Dari arus ini kemudian dapat dihitung nilai sekarang (Present
Value) dengan menggunakan Discount Factor (DF). Penggunaan DF untuk
mencari berapa nilai future value (F) pada saat ini (present value/P), ini berarti
mendiscount future value dengan tingkat bunga (i) yang berlaku saat ini, dengan
rumus sebagai berikut :
1
Jika ingin mencari faktor P, berarti :
atau atau

Jadi
Keterangan :
DF = Discount faktor
F = Future value
P = Present value
i = tingkat bunga
t = umur proyek

Dalam penelitian ini, untuk mengetahui nilai ekonomi kegiatan/proyek baik


untuk pengusahaan hutan maupun untuk kegiatan pertambangan diketahui dari
kriteria NPV dengan persamaan sebagai berikut :

Keterangan :
NPV = Net Present Value
Bt = benefit sosial bruto pada tahun ke-t
Ct = biaya sosial bruto sehubungan proyek pada tahun ke-t
i = tingkat suku bunga
t = umur proyek (t=0,1,2,..,n)
25

3.2.3.4. Menduga Ekstraksi Optimal

A. Pengusahaan Hutan

Penentuan daur optimal dari pengusahaan hutan (merupakan sumberdaya


alam yang dapat diperbarui), yang akan menghasilkan manfaat bersih yang mak-
simal, didasarkan pada skenario yang diterapkan oleh KPH Sukabumi dalam
mengelola hutan tanaman KP Pinus yaitu menggunakan konsep Faustmann.
Pengelolaan hutan merupakan proses yang terus menerus yaitu ketika hutan
ditebang penanaman dilakukan kembali sehingga proses tanam dan tebang dapat
dilakukan secara terus menerus sampai tak terhingga. Dengan asumsi bahwa
parameter ekonomi seperti harga, biaya dan suku bunga tidak berubah sepanjang
waktu, maka untuk menduga nilai penerimaan bersih dari seluruh daur
menggunakan persamaan sebagai berikut (Soedomo, 2009) :

(1)

Keterangan :
PV = Present value atau nilai kini dari penerimaan bersih (Rp/ha)
L = luas (ha)
V(T) = Pertumbuhan tegakan sebagai fungsi dari waktu (m3/ha)
p = Harga (Rp/m3)
c = Biaya pengadaan tegakan (Rp/ha)
T = daur optimal yang dipilih (tahun)
r = suku bunga
Menentukan Persamaan Pertumbuhan

Data yang diperlukan untuk membuat persamaan pertumbuhan adalah


umur dan volume. Volume diketahui dari Tabel Tegakan Normal Jenis Pinus
Merkusii setelah data tegakan yang diperoleh dari KPH Sukabumi dikelompokkan
menurut kelas umur dan bonita. Data umur dan volume kemudian diplotkan da-
lam bentuk kurva dan dari bentuk kurva tersebut dapat diduga persamaan yang
mendekati bentuk tersebut. Persamaan regresi diperoleh dengan cara menentukan
terlebih dahulu nilai natural logarithm (ln) data umur dan volume, kemudian
dengan program minitab akan diketahui persamaan pertumbuhan tegakan pinus.
Setelah diperoleh persamaan regresi kemudian diturunkan terhadap waktu
dan turunan dari persamaan itu digunakan untuk menghitung daur optimal (T)
yang akan menghasilkan NPV maksimal.
26

Untuk memaksimumkan jumlah nilai kini dari penerimaan bersih (NPV)


dilakukan dengan memilih daur optimal T dengan persyaratan yang akan dicirikan
oleh persamaan :

(2)

Persamaan (2) dapat juga ditulis sebagai berikut :

(3)

Ruas kiri adalah tambahan manfaat sebagai hasil kali dari harga dan
tambahan volume tegakan, sedangkan ruas sebelah kanan adalah bunga dari
pendapatan bersih terdiskonto

B. Penambangan bahan galian kapur dan lempung

Batu kapur (limestone) dan lempung merupakan salah satu contoh dari
sumberdaya alam tidak terbarukan dimana dalam mengeksploitasinya dibatasi
oleh stok atas sumberdaya itu sendiri. Dalam pengelolaan pertambangan, agar
dapat memberikan kesejahteraan bagi masyarakat maka sistem pendekatan yang
digunakan adalah Model Hotelling, yang dikembangkan Harold Hotelling 1931
(Fauzi, 2004). Menurut Sahat (2006) Model Hotelling menggunakan pendekatan
konsumen surplus untuk menghitung kesejahteraan masyarakat. Model ekstraksi
optimal dengan biaya ekstraksi non linier dan tergantung pada jumlah yang
diekstraksi (q) dan juga stok sumberdaya (S) atau secara matematis ditulis C(q,S);
dapat ditulis sebagai berikut :

dengan kendala :
St+1 – St = −qt
S0 diketahui
qt ≥ 0, St ≥ 0

Pemecahan ekstraksi optimal dilakukan dengan menggunakan fasilitas Solver


Excell.

3.2.3.5. Analisis Resiko

Resiko merupakan kombinasi dari probabilitas suatu kejadian dan


konsekuensi dari kejadian tersebut, dengan tidak menutup kemungkinan bahwa
27

ada lebih dari satu konsekuensi untuk satu kejadian, dan konsekuensi bisa
merupakan hal yang positif maupun negatif (Shortreed, et.al 2003 dalam Santosa,
2009). Analisis resiko adalah rangkaian proses yang dilakukan dengan tujuan
untuk memahami signifikasi dari akibat yang akan ditimbulkan suatu resiko
terhadap tingkat kesehatan dan kelangsungan proyek (Santosa, 2009). Metode
yang digunakan dalam analisis resiko ada 2 yaitu (1) kuantitatif (analisis
berdasarkan angka-angka nyata (nilai finansial) terhadap besarnya kerugian yang
terjadi), dan (2) kualitatif (analisis yang menentukan resiko tantangan organisasi
dimana penilaian tersebut dilakukan berdasarkan intuisi, tingkat keahlian dalam
menilai jumlah resiko yang mungkin terjadi dan potensi kerusakannya).
Dalam penelitian yang akan dilakukan mengenai kegiatan pertambangan
di dalam kawasan hutan, hanya menghitung nilai manfaat hutan dan belum
memasukkan faktor lingkungan. Analisis resiko kuantitatif dari segi finansial
dihitung berdasarkan hasil NPV dari kegiatan pertambangan dan NPV dari
pengusahaan hutan. Sedangkan analisis resiko kualitatif dibatasi pada akibat yang
akan ditimbulkan atas dilakukannya kegiatan penambangan batu kapur dan
lempung di dalam kawasan hutan secara deskriptif berdasarkan studi literatur.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian

4.1.1 Letak Geografis dan Administrasi Wilayah

Lokasi penelitian terletak di Kabupaten Sukabumi Propinsi Jawa Barat te-


patnya di Desa Tanjungsari Kecamatan Jampang Tengah dan Desa Sukamaju Ke-
camatan Nyalindung. Secara geografis terletak diantara 6o59’30” – 7o1’30” LS
dan 106o51’00”-106o52’00” BT.
Kabupaten Sukabumi beriklim tropis dengan curah hujan setahun sebesar
1.885 mm dari 116 hari hujan pada tahun 2004 (BPS 2008). Curah hujan tertinggi
terjadi pada bulan Nopember dengan curah hujan 310 mm dan hari hujan 15 hari.
Suhu udara berkisar 19,6o – 31,2oC dengan suhu rata-rata 24oC. Bentuk topografi
wilayah Kabupaten Sukabumi pada umumnya meliputi permukaan yang berge-
lombang dan bergunung dengan ketinggian berkisar antara 0 – 2.960 m. Keadaan
topografi yang demikian menyebabkan wilayah Kabupaten Sukabumi menjadi
rawan terhadap longsor, erosi tanah dan lain-lain. Potensi geologis Kabupaten
Sukabumi antara lain sumber panas bumi di Daerah Gunung Salak dan Cisolok,
bahan tambang dan bahan galian emas, perak, batubara, pasir kwarsa, marmer,
pasir besi, bentonit, teras, batu kapur, tanah liat dan lain-lain.

4.1.2 Kependudukan dan Tenagakerja


Jumlah penduduk di daerah penelitian yang meliputi Desa Sukamaju Ke-
camatan Nyalindung dan Desa Tanjungsari Kecamatan Jampang Tengah Kabu-
paten Sukabumi sebesar 10.800 jiwa. Berdasarkan pengelompokkan usia, kompo-
sisi penduduk Desa Sukamaju dan Desa Tanjungsari secara lengkap disajikan
pada tabel di bawah.
Tabel 1 Komposisi penduduk di lokasi penelitian
No Kelompok Desa Jiwa Desa Jiwa Jumlah (%)
Umur (tahun) Sukamaju (%) Tanjungsari (%)
1 0–4 467 10,7 285 4,4 752 7,0
2 5 – 14 844 19,3 1.054 16,4 1.898 17,6
3 15 – 54 2.280 52,2 5.011 77,9 729 67,5
4 > 55 774 17,8 85 1,3 859 7,9
Jumlah 4.365 100,0 6.435 100,0 10.800 100,0
Sumber : Kabupaten Sukabumi Dalam Angka, 2008
30

Besarnya tingkat partisipasi angkatan kerja (umur 15 – 55 tahun) untuk


Desa Sukamaju adalah 55% dan Desa Tanjungsari sebesar 80%. Tingkat kepa-
datan penduduk di Desa Sukamaju adalah mencapai 131 jiwa/km2 dan rata-rata
pertumbuhan penduduk per tahunnya 0,56%. Sedangkan tingkat kepadatan pen-
duduk di Desa Tanjungsari adalah 193 jiwa/km2 dengan rata-rata pertumbuhan
penduduk pertahunnya sebesar 0,64%.
Mata pencaharian penduduk di Desa Sukamaju maupun di Desa Tanjung-
sari didominasi dengan pertanian dan buruh tani, secara lengkap disajikan pada
tabel di bawah.
Tabel 2 Jumlah penduduk berdasarkan mata pencaharian

Mata Desa Desa Jumlah


No. % % %
Pencaharian Sukamaju Tanjungsari
(Jiwa) (Jiwa)
1 Petani 668 53,3 2099 52,4 2.767 52,6

2 Buruh tani 288 23,0 1202 30,0 1.490 28,3

3 Buruh swasta 112 8,9 120 3,0 232 4,4

4 Pegawai ne- 14 1,1 40 0,9 54 1,0


geri
5 Pengrajin 8 0,6 96 2,4 104 2,0

6 Pedagang 82 6,5 147 3,7 229 4,4

7 Peternak 9 0,9 26 0,7 35 0,7

8 Montir 5 0,3 8 0,2 13 0,3

9 Sopir 8 0,6 20 0,5 28 0,5

10 Tukang kayu 20 1,6 154 3,8 174 3,3

11 Tukang tem- 15 1,2 62 1,5 77 1,4


bok
12 Ojeg 25 2,0 35 0,9 60 1,1

Jumlah 1.254 100,0 4.009 100,0 5.263 100,0


Sumber : Kabupaten Sukabumi Dalam Angka, 2008

4.1.3 KPH Sukabumi

Wilayah Kerja
KPH Sukabumi sebagai salah satu satuan kerja pada Badan Usaha Milik
Negara diberi wewenang untuk mengelola hutan di Kabupaten Sukabumi seba-
31

gaimana diamanatkan dalam PP No. 30 Tahun 2003 tentang Perum Perhutani


dengan luas kawasan hutan berdasarkan SK Menhut No. 195 seluas 78.125, 18 ha
dengan perincian luas kawasan hutan berdasarkan fungsinya sebagai berikut :
1. Hutan Produksi = 18.462,53 ha
2. Hutan Produksi Terbatas = 39.261,21 ha
3. Hutan Konservasi = 20.401,44 ha
Dengan adanya SK Menhut No. 174 dan 175 Tahun 2003 tentang Perlu-
asan Taman Nasional Gunung Halimun-Salak dan Taman Nasional Gunung Gede
Pangrango, luas pengelolaan KPH Sukabumi mengalami pengurangan pada be-
berapa BKPH, yaitu : BKPH Cicurug seluas 9.490,55 ha, BKPH Gede Barat se-
luas 3.807,53 ha dan BKPH Palabuhanratu seluas 7.103,36 ha. Dengan demikian,
luas kawasan hutan yang efektif dikelola oleh Perum Perhutani KPH Sukabumi
saat ini adalah 58.385,26 ha. Selain pengurangan terdapat penambahan di Blok
Cirohani seluas 311,44 ha dan Blok Puncak Buluh seluas 148,27 ha, sehingga luas
total saat ini adalah 58.844,97 ha.
KPH Sukabumi dibagi berdasarkan wilayah pengelolaan menjadi 2 (dua)
Sub KPH (SKPH) dengan perincian sebagai berikut :
1. SKPH Sukabumi Barat terdiri dari :
a. BKPH Pelabuhanratu dan Cicurug = 8.840,63 ha
b. BKPH Cikawung = 7.999,16 ha
Jumlah = 16.839,79 ha
2. SKPH Sukabumi Timur terdiri dari :
a. BKPH Bojong Lopang = 6.603,72 ha
b. BKPH Lengkong = 14.994,94 ha
c. BKPH Jampang Kulon = 11.853,18 ha
d. BKPH Segaranten = 8.093,63 ha
3. Tanah Masuk :
a. Blok Cirohani = 311,44 ha
b. Blok Puncak Buluh = 148,27 ha

Keadaan Hutan Pada Lokasi Penelitian


Kawasan hutan di KPH Sukabumi dibagi dalam 2 kelas perusahaan hutan
berdasarkan kesesuaian lahannya, yaitu kelas perusaaan jati dan pinus. Kelas pe-
32

rusahaan pinus lebih banyak diusahakan di KPH Sukabumi, luas secara rinci disa-
jikan dalam Tabel 3.
Tabel 3 Rincian kelas perusahaan hutan di KPH Sukabumi
Kelas Perusahaan
Bagian
No Sub KPH BKPH RPH
Hutan Jati (Ha) Pinus Ha)

1 Sukabumi Pelabuhan Buni Wangi Cisolok 0 1.929


Barat ratu
Jayanti Bagbagan 0 2.054

Parang masigit Cisolok 0 1.495,36


utara
Parang masigit Bagbagan 0 2.904,64
selatan
Cikawung Baros Nyalindung 0 1.662,73

Ciguha Nyalindung 0 2.728,99

Cikembar Nyalindung 0 1.480,56

Takokak Nyalindung 0 1900,71

2 Sukabumi Sagaranten Bentang Barat Nyalindung 0 1.987,58


Timur
Bentang Timur Nyalindung 0 2.407,15

Gomggamg Nyalindung 0 2.161,23


Utara
Gonggang Se- Nyalindung 0 1.537,67
latan
Bojong- Nangka Tepus Jampang 0 2.678,16
lopang Tengah
Pasir Awi Jampang 0 1.925,56
Tengah
Krg Prg Masigit Jampang 0 2.000
Timur Tengah
Lengkong Hanjuang Barat Jampang 0 4.628,67
Tengah
Hanjuang Ti- Jampang 0 3.121,41
mur Tengah
Hanjuang Te- Jampang 0 2.921,26
ngah Tengah
Hanjuang Se- Jampang 0 4.471,87
latan Tengah
Jampang Cimahpar Pasir Cisujen 3.175,28 0
Kulon
Cisujen Pasir Cisujen 4.613,9 0

Karang Bolong Karang Bo- 4.064 0


long

Sumber : Sekilas KPH Sukabumi, 2009


33

Kegiatan penambangan batu kapur dan lempung yang dilakukan PT TSS


berlokasi di petak 11, 12, 13 dan 27 kelompok Hutan Cimerang, RPH Cikembar,
BKPH Cikawung, KPH Sukabumi seluas ± 493,54 ha. Letak lokasi penelitian
sebagaimana disajikan pada Lampiran 1. Fungsi hutan pada lokasi yang akan di-
lakukan penambangan merupakan Hutan Produksi Terbatas (HPT) dengan vege-
tasi mayoritas pinus (KP Pinus). Secara lengkap data mengenai jenis pohon, luas
masing-masing petak, kelas umur dan bonita disajikan pada Lampiran 2.

4.1.4 PT Tambang Semen Sukabumi

Luas Penambangan dan Potensi Cadangan Batu Kapur dan Lempung


PT Tambang Semen Sukabumi (PT TSS) adalah sebuah Perseroan Terba-
tas yang bertindak sebagai pemrakarsa dalam usaha penambangan batu kapur dan
lempung untuk memenuhi kebutuhan bahan baku industri semen yang akan di-
bangun oleh grup perusahaan PT TSS yakni PT Semen Java. PT Semen Java di-
dirikan sebagai perusahaan patungan dalam rangka Penanaman Modal Asing
(PMA) antara PT Semen Sukabumi Industri (PT SSI) sebagai partner lokal de-
ngan The Concrete Products and Aggregate Company (CPAC)/kelompok Siam
Cement Group (SCG) Thailand sebagai partner asing. Pabrik semen yang diren-
canakan dibangun tersebut akan menyerap seluruh hasil produksi penambangan
yang dilakukan oleh PT TSS. Kapasitas produksi semen awal 1.700.000 ton/ ta-
hun dan ditingkatkan bertahap menjadi 3,4 juta ton/tahun.
Penambangan batu kapur dan lempung dilakukan pada areal seluas 233,76
ha untuk batu kapur dan seluas 63,62 ha untuk lempung. Tabel 4 menyajikan ca-
dangan/deposit yang dapat ditambang untuk batu kapur dan lempung.
Tabel 4 Luas penambangan dan deposit batu kapur dan lempung
Batu kapur Lempung
Periode Tahun Luas Luas kumu- Produksi Luas Luas kumu- Produksi
(ha) latif (Ha) (juta ton) (ha) latif (Ha) (jutaton)
1 1-5 53,8 53,8 15,2 16,8 16,8 2,90
2 6-10 22,1 75,9 21,7 18,5 35,3 4,23
3 11-15 28,5 99,4 21,7 3,6 38,9 4,23
4 16-20 55,8 158,0 21,7 0,0 38,9 4,23
5 21-25 42,1 200,1 21,7 8,3 47,2 4,23
6 26-30 33,4 233,7 21,7 16,4 63,6 4,23
Sumber : Buku Rencana Kerja PT TSS, 2008
34

Tujuan Penambangan Bahan Galian Batu Kapur dan Lempung


PT TSS melakukan kegiatan penambangan bahan galian batu kapur dan
lempung bertujuan untuk :
1. Mengatasi kebutuhan bahan baku pembuatan semen yang semakin meningkat
2. Membuka lapangan kerja bagi masyarakat sekitar tapak proyek, sehingga akan
meningkatkan perekonomian masyarakat lokal

Tahapan Penambangan
Kegiatan yang akan dilakukan oleh PT TSS dalam melakukan penambang-
an bahan galian batu kapur dan lempung terdiri dari beberapa tahap, yaitu :
1. Tahap Persiapan
Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini dimulai dari pembebasan lahan, pene-
rimaan tenaga kerja, mobilisasi alat-alat berat, pembagunan sarana dan prasa-
rana, pembangunan unit peremuk batu, pembersihan lahan dan pengu-pasan
tanah pucuk. Untuk mengetahui perkiraan besarnya cadangan bahan galian
batu kapur dan lempung yang akan ditambang, PT TSS telah mengadakan
survey dan penelitian pendahuluan/Eksplorasi Awal dan Eksplorasi Rinci.
2. Tahap Operasi Penambangan
a. Pengupasan tanah pucuk (over burden), merupakan kegiatan yang harus
dilakukan sebelum mendapatkan batu kapur yang segar yang akan dilaku-
kan pemboran dan peledakan. Pengupasan tanah pucuk di site batu kapur
dilakukan pada periode I-IV, sedangkan pengupasan tanah pucuk di lokasi
lempung dilakukan pada periode I dan II.
b. Penambangan, penambangan batu kapur akan dilakukan dengan sistem
terbuka (open pit mining) dengan menggunakan kegiatan pemboran dan
peledakan. Sedangkan untuk penambangan lempung menggunakan alat
berat (bulldozer dan back hoe). Tahapan kegiatan penambangan meliputi
kegiatan penggalian, pemuatan dan pengangkutan ke tempat unit peremuk
batu dan selanjutnya akan diangkut ke tempat penimbunan.
3. Tahap Pasca Operasi Penambangan
a. Kegiatan Reklamasi
b. Periode pelaksanaan reklamasi dan rehabilitasi lahan quarry pasca penam-
bangan akan dilaksanakan secara paralel dengan periode penambangannya
35

c. Pengendalian Erosi dan Sedimentasi


Dengan dilaksanakannya kegiatan reklamasi lahan dengan baik dan teren-
cana, maka diharapkan akan terjadi perbaikan kondisi hidrogeologi pada
lokasi bekas tambang. Proses rehabilitasi hidrogeologi akan memakan
waktu sangat lama, sehingga belum dapat segera dirasakan manfaatnya
oleh masyarakat terutama pengguna sumber air baik air permukaan mau-
pun air bawah tanah. Kondisi akhir kegiatan ini adalah perbaikan kualitas
habita perairan serta perbaikan erosi dan sedimentasi lahan.
d. Penanganan Tanah Pucuk
Luas areal konsesi batu kapur seluas 493,54 ha sedangkan luas areal yang
direncanakan akan ditambang adalah seluas 233,5 ha sehingga areal yang
tidak ditambang cukup luas. Sebagian besar dari daerah itu akan dijadikan
daerah penyangga. Tanah penutup akan ditempatkan pada areal ini, pada
lokasi yang mudah untuk dilakukan pengangkutan kembali ke areal yang
akan direklamasi kelak.
e. Revegetasi
Pada masa akhir penambangan akan dilakukan penempatan kembali tanah
penutup pada bekas lokasi tambang. Penutupan kembali menggunakan ta-
nah (top soil) yang telah dipersiapkan yaitu tanah pindahan saat awal ke-
giatan pengupasan lapisan pucuk. Manfaatnya disamping tetap menjaga
tingkat kesuburan tanah, juga memperbaiki tingkat kemiringan tanah se-
hingga dapat normal kembali sesuai kestabilan

4.2 Nilai Ekonomi Pengusahaan Hutan Kelas Perusahaan Pinus Berdasarkan


Daur Yang Berlaku di KPH Sukabumi
4.2.1 Penaksiran Produksi Kayu

Penaksiran volume kayu dilakukan hanya pada petak yang akan dilakukan
kegiatan penambangan oleh PT TSS yaitu pada areal seluas 493,54 ha di petak 11,
12, 13 dan 27 BKPH Cikawung, KPH Sukabumi. KPH Sukabumi menggunakan
tabel volume lokal untuk menghitung produksi kayu pinus. Penggunaan tabel vo-
lume lokal ini cukup mudah yaitu dengan mengetahui parameter keliling pohon
pinus maka akan langsung dapat diketahui nilai volumenya. Berdasarkan hasil
36

wawancara dengan petugas/pegawai KPH Sukabumi bahwa volume rata-rata po-


hon pinus pada akhir daur adalah sebesar 100 m3/ha.
Produksi kayu juga diperoleh dari hasil penjarangan yang dilakukan pada
tanaman dengan umur 10, 15 dan 20 tahun. Produksi tanaman pinus umur 10 ta-
hun menghasilkan volume rata-rata sebesar kurang lebih tujuh m3/ha, tanaman pi-
nus umur 15 tahun menghasilkan volume rata-rata sebesar kurang lebih 12 m3/ha
dan untuk tanaman pinus umur 20 tahun menghasilkan volume rata-rata sebesar
kurang lebih 19 m3/ha.

4.2.2 Penaksiran Produksi Getah


Penaksiran produksi getah juga dilakukan hanya pada lokasi yang akan
dilakukan kegiatan penambangan bahan galian batu kapur dan lempung oleh PT
TSS seluas ± 493,54 ha. Tanaman pinus mulai dilakukan penyadapan pada KU
III dengan hasil rata-rata adalah dua kg/pohon/tahun, sedangkan untuk KU IV dan
V menghasilkan getah rata-rata sebesar empat kg/pohon/tahun. Untuk menge-
tahui produktivitas tiap hektar getah pinus maka harus diketahui jumlah pohon per
hektarnya dengan berdasarkan pada Tabel Tegakan Normal Jenis Pinus merkusii
(Puslitbang Kehutanan 1975). KPH Sukabumi diasumsikan mempunyai bonita
III. Secara lengkap penaksiran produksi getah pinus disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5 Penaksiran produksi getah di KPH Sukabumi
No. Umur Jumlah Pohon Produksi Getah Produksi Getah
per ha Rata-rata (kg) (ton/ha)
1. 11 566 2 1,13
2. 12 527 2 1,05
3. 13 488 2 0,98
4. 14 449 2 0,89
5. 15 410 4 1,64
6. 16 390 4 1,56
7. 17 370 4 1,48
8. 18 350 4 1,40
9. 19 330 4 1,32
10. 20 310 4 1,24
11. 21 296 4 1,18
12. 22 282 4 1,13
13. 23 268 4 1,07
14. 24 254 4 1,02
15. 25 240 4 0,96
Sumber : Data Sekunder, diolah
37

Berdasarkan penelitian Majarani (2006) yang dilakukan terhadap tegakan


pinus di KPH Cianjur diketahui bahwa produktivitas getah terlihat meningkat
mulai KU III - KU IV. Umumnya pada KU V dan VI produktivitas getah men-
capai puncaknya dan akan terjadi penurunan yang cukup besar pada KU VII dan
KU VIII.

4.2.3 Pendapatan Pengusahaan Hutan Kelas Perusahaan Pinus


Pendapatan diperoleh dari hasil penjarangan, penebangan dan penyadapan
getah pinus. Produksi kayu dari hasil penjarangan dan penebangan kemudian
dikalikan dengan harga jual dasar (HJD) yang didasarkan pada Surat Keputusan
Direksi Perum Perhutani No. 006/Kpts/Dir/2009 tanggal 5 Januari 2009. Nilai
HJD dibedakan berdasarkan sortimennya. Tabel di bawah menyajikan rata-rata
jumlah volume hasil penjarangan dan penebangan akhir dan nilai HJD.
Tabel 6 Volume rata-rata hasil penjarangan dan tebangan akhir

No. Uraian Volume rata2 Sortimen Nilai HJD


(m3/ha) (Rp/m3)
1. Penjarangan tanaman 7 A1 268.000
umur 10 tahun
2. Penjarangan tanaman 12 A2 – A3 514.000
umur 15 tahun
3. Penjarangan tanaman 19 A2 – A3 514.000
umur 20 tahun
4. Penebangan akhir 100 A2 - A3 538.000

Pendapatan yang diperoleh dari hasil penyadapan getah pinus merupakan


hasil perkalian dari produksi getah pinus dengan nilai pengoperan getah pinus dari
KPH Sukabumi ke tempat penampungan getah (PGT) Sindangwangi di Nagrek
untuk diolah menjadi gondoruken dan terpentin. Nilai pengoperan tersebut sebe-
sar Rp 4.500.000,-/ton.

4.2.4 Biaya Produksi Pengusahaan Hutan Kelas Perusahaan Pinus


Pengusahaan hutan tanaman pinus di KPH Sukabumi meliputi kegiatan
perencanaan, pembuatan tanaman (penanaman), pemeliharaan I untuk tanaman u-
mur satu tahun, pemeliharaan II untuk tanaman umur tiga tahun, pemeliharaan un-
tuk tanaman umur empat sampai lima tahun, penjarangan tanpa hasil (dilakukan
pada tanaman umur lima tahun), penjarangan menghasilkan (dilakukan pada tana-
38

man umur 10, 15 dan 20), penyadapan getah pinus (dilakukan mulai pada tanaman
umur 11 tahun/KU III) dan penebangan. Biaya-biaya tersebut dalam perhitungan
analisis finansial akan dikalikan dengan luas kawasan hutan yang dipinjam pakai
PT TSS yaitu seluas 493,54 ha. Rekapitulasi jenis biaya dalam pengusahaan kelas
perusahaan pinus disajikan dalam tabel berikut.
Tabel 7 Rekapitulasi Biaya Pengusahaan KP Pinus
No. Uraian Biaya Satuan
1 Biaya perencanaan 128.320 Rp/tahun
2 Biaya persemaian 22.245 Rp/ha
3 Biaya penanaman 746.859 Rp/ha
4 Biaya pemeliharaan I untuk tanaman 689.315 Rp/ha
umur 1 tahun (babad, dangir, sulam
10%) dilakukan 2 kali/tahun pada tahun
yang sama
5 Biaya pemeliharaan II untuk tanaman 242.850 Rp/ha
umur 3 tahun (babad dan dangir saja),
merupakan evaluasi perlu tidaknya
dilakukan pemeliharaan lanjutan
6 Biaya pemeliharaan untuk tanaman umur 111.375 Rp/ha
4-5 tahun (babad oyod2 dan wiwil),
merupakan pemeliharaan lanjutan
7 Pemeliharaan tanpa hasil (untuk tanaman 78.500 Rp/ha
tahun ke 5) sama dengan penjarangan
tapi tidak menghasilkan
8 Biaya penjarangan (menghasilkan kayu
perkakas)
- pembuatan pcp (setiap 4 ha 1 pcp) 36.000 Rp/buah
- tunjuk tolet 40.500 Rp/ha
9 Biaya penyadapan getah pinus 2.300.000 Rp/ton
10 Biaya penebangan 230.000 Rp/m3
11 Biaya pengendalian dan pengamanan 5.797.614 Rp/tahun
hutan
12 Biaya PSDH kayu
- Sortimen A1 8.000 Rp/m3
- Sortimen A2 11.800 Rp/m3
- Sortimen A3 13.440 Rp/m3
13 Biaya PSDH getah 14.300 Rp/ton
14 Biaya pemeliharaan sarana dan prasarana 7.899.601 Rp/tahun
15 Biaya umum dan administrasi 15.928.016 Rp/tahun

Sumber : Buku Pengamatan Mata Anggaran KPH Sukabumi Tahun 2008, Ta-
rif Upah Tahun 2009 KPH Sukabumi dan Laporan Evaluasi Hasil
Kerja KPH Sukabumi Tahun 2008, diolah
39

PSDH merupakan pungutan yang dikeluarkan sebagai pengganti nilai dari


hasil hutan yang dipungut dari hutan negara dimana nilainya didasarkan pada Ke-
putusan Menteri Kehutanan N0. 124/Kpts-II/2003 tentang Provisi Sumber Daya
Hutan. Sedangkan untuk PSDH getah diatur berdasarkan Keputusan Menteri Ke-
hutanan dan Perkebunan No. 859/Kpts-II/1999 sebesar Rp 14.300,-/ton.

4.2.5 Perhitungan Analisis Finansial


Inti dari analisis finansial adalah membandingkan antara pendapatan (arus
kas masuk/cash in flow) dengan pengeluaran/investasi (arus kas keluar/cash out
flow). Setelah semua biaya dan manfaat dalam pengusahaan hutan teridentifikasi
kemudian ditabulasikan dalam bentuk tabel aliran kas (cash flow) setiap tahun
untuk memproyeksikan biaya dan manfaat dalam satu umur kegiatan/proyek.
KPH Sukabumi menggunakan daur untuk KP Pinus adalah 25 tahun.
Perhitungan finansial pengusahaan hutan KP Pinus dibuat dari mulai ke-
giatan penanaman sampai dengan penebangan sesuai dengan daur yang diguna-
kan. Biaya dan penerimaan bersih telah memperhitungkan discount factor dengan
r sebesar 8%. Penentuan suku bunga ini didasarkan pada besarnya bunga bank
atas pinjaman yang akan diberikan pada PT TSS.
Pada lampiran 3 terlihat bahwa pada tahun ke-10 pengusahaan hutan pinus
baru dapat memberikan pendapatan. Hal ini dikarenakan pada tahun tersebut
terdapat pemasukan yang diperoleh dari hasil penjarangan. Pemasukan terus
diperoleh pada tahun-tahun selanjutnya yaitu dari hasil penyadapan getah.
Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh nilai penerimaan bersih (NPV) dari
tegakan pinus daur pertama sebesar Rp 8.421.142.877,-. Sedangkan nilai peneri-
maan bersih sampai dengan jumlah daur tak berhingga sebesar Rp 9.739.200.118,-
NPV tersebut akan diperoleh oleh KPH Sukabumi apabila kawasan hutan tersebut
dikelola untuk pengusahaan KP Pinus pada saat ini. Namun karena pada saat ini
kawasan hutan tersebut akan dilakukan kegiatan penambangan oleh PT TSS se-
lama 30 tahun, maka KPH Sukabumi baru akan memperoleh penerimaan bersih
setelah kegiatan penambangan selesai sebesar Rp 883.520.168,-. Akibat dari ke-
hilangan kesempatan selama 30 tahun itu, KPH Sukabumi menderita kerugian se-
besar Rp 8.855.679.950,- (9.739.200.118 - 883.520.168). Nilai terakhir tersebut
harus digantikan oleh perusahaan pertambangan sebagai akibat hilangnya oppor-
40

tunity cost hutan produksi. Perhitungan yang dilakukan belum memperhitungkan


pajak terutama pada harga jual kayunya. Perhitungan selengkapnya disajikan
pada Lampiran 3.

4.3 Nilai Ekonomi Pengusahaan Hutan Kelas Perusahaan Pinus Berdasar-


kan Daur Optimal
4.3.1 Menduga Persamaan Pertumbuhan

Untuk menentukan daur ektraksi optimal yang akan menghasilkan peneri-


maan bersih yang maksimal maka harus diketahui persamaan pertumbuhan dari
tegakan pinus. KPH Sukabumi telah melakukan perhitungan volume tegakan pi-
nus pada lokasi yang akan dipinjam pakai oleh PT TSS. Hasil perhitungan
volume tegakan pinus dengan menggunakan tabel volume lokal disajikan pada
Tabel 8.
Tabel 8 Perhitungan volume pinus dengan menggunakan Tabel Volume Lokal
Jenis Tahun Umur Bonita Luas Volume/ha
No
Pohon Tanam (Thn) (Ha) (m3)
1 Pinus 2006 2 III 17.20 0.00
2 Pinus 2005 3 III 10.50 0.00
3 Pinus 2004 4 III 2.00 0.00
4 Pinus 2002 6 III 2.30 6.96
5 Pinus 2001 7 III 9.90 33.64
6 Pinus 2001 7 III 14.70 28.03
7 Pinus 2001 7 III 37.00 12.49
8 Pinus 2001 7 III 4.00 2.25
9 Pinus 1998 10 III 12.00 27.42
10 Pinus 1997 11 III 34.92 65.21
11 Pinus 1997 11 III 2.00 122.50
12 Pinus 1997 11 III 10.90 13.21
13 Pinus 1996 12 II 13.30 34.21
14 Pinus 1996 12 II 26.66 16.77
15 Pinus 1996 12 III 20.00 8.25
16 Pinus 1995 13 III 27.06 71.29
17 Pinus 1995 13 III 21.10 33.65
18 Pinus 1995 13 II 2.00 180.50
41

Jenis Tahun Umur Bonita Luas Volume/ha


No
Pohon Tanam (Thn) (Ha) (m3)
19 Pinus 1990 18 III 11.00 3.91
20 Pinus 1985 23 III 23.00 68.35
21 Pinus 1981 27 - 13.50 58.37
22 Pinus 1979 29 - 37.60 62.61
23 Pinus 1979 29 - 3.00 302.00
24 Pinus 1976 32 - 8.50 69.65
25 Pinus 1972 36 - 1.50 222.00
26 Pinus 1969 39 - 4.65 18.06
27 Pinus 1969 39 - 18.50 94.92
28 Pinus 1965 43 - 10.00 90.60
Sumber : Data Sekunder, diolah

Dari hasil perhitungan yang telah dilakukan oleh KPH Sukabumi diplot-
kan dalam bentuk grafik hubungan antara umur dan volume pohon.

350.00
300.00
250.00
Volume

200.00
150.00
100.00
50.00
0.00
0 10 20 Umur 30 40 50

Gambar 2 Grafik hubungan umur dan volume berdasarkan tabel volume lokal

Dari gambar di atas terlihat bahwa umur yang makin bertambah tidak
diikuti dengan bertambahnya volume pohon. Oleh karena itu, untuk mendapatkan
persamaan pertumbuhan dimana volume adalah fungsi dari umur maka volume
dihitung dengan menggunakan Tabel Tegakan Normal Jenis Pinus Merkusii yang
dikeluarkan Puslitbang Kehutanan tahun 1975. Hasil perhitungan selengkapnya
sebagaimana disajikan pada Tabel 9.
42

Tabel 9 Perhitungan volume pohon pinus dengan menggunakan Tabel Tegakan


Normal Jenis Pinus Merkusii (Puslitbang Kehutanan, 1975)
Tahun Umur Luas Volume
No Jenis Bonita
Tanam (Tahun) (Ha) (m3/ha)
1 Pinus 2006 2 III 17.20 0.00
2 Pinus 2005 3 III 10.50 0.00
3 Pinus 2004 4 III 2.00 0.00
4 Pinus 2002 6 III 2.30 41.80
5 Pinus 2001 7 III 9.90 57.60
6 Pinus 2001 7 III 14.70 57.60
7 Pinus 2001 7 III 37.00 57.60
8 Pinus 2001 7 III 4.00 57.60
9 Pinus 1998 10 III 12.00 105.00
10 Pinus 1997 11 III 34.92 127.80
11 Pinus 1997 11 III 2.00 127.80
12 Pinus 1997 11 III 10.90 127.80
13 Pinus 1996 12 II 13.30 123.20
14 Pinus 1996 12 II 26.66 123.20
15 Pinus 1996 12 III 20.00 150.60
16 Pinus 1995 13 III 27.06 173.40
17 Pinus 1995 13 III 21.10 173.40
18 Pinus 1995 13 II 2.00 142.80
19 Pinus 1990 18 III 11.00 284.40
20 Pinus 1985 23 III 23.00 374.20
21 Pinus 1981 27 - 13.50 427.40
22 Pinus 1979 29 - 37.60 449.80
23 Pinus 1979 29 - 3.00 449.80
24 Pinus 1976 32 - 8.50 478.60
25 Pinus 1972 36 - 1.50 276.00
26 Pinus 1969 39 - 4.65 505.00
27 Pinus 1969 39 - 18.50 505.00
28 Pinus 1965 43 - 10.00 505.00
Sumber : Data sekunder, diolah

Berdasarkan data volume dan umur di atas, kemudian dibuat kurva seba-
gaimana Gambar 3.
43

600.00

500.00

400.00

Volume
300.00

200.00

100.00

0.00
0 10 20 30 40 50
umur

Gambar 3 Kurva hubungan volume dan umur tegakan pinus berdasarkan tabel
tegakan normal jenis Pinus merkusii

Berdasarkan bentuk kurva di atas, maka persamaan pertumbuhan yang


mendekati bentuk tersebut adalah model regresi logaritmik kuadratik. Volume
dan umur pada Tabel 9 dicari nilai natural logarithm-nya atau ln sehingga kur-
vanya menjadi hubungan ln umur dan ln volume. Dengan menggunakan program
Minitab akan menghasilkan persamaan pertumbuhan tegakan pinus sebagaimana
Gambar 4. Perhitungan secara lengkap disajikan pada Lampiran 4.

Fitted Line Plot


ln vol = - 1.382 + 3.561 ln umur
- 0.4021 ln umur* * 2
6.5 S 0.0785035
R-S q 99.2%
R-S q (ad j) 99.1%
6.0

5.5
ln vol

5.0

4.5

4.0

2.0 2.5 3.0 3.5 4.0


ln umur
 
Gambar 4 Kurva hubungan ln volume dan ln umur tegakan pinus

Persamaan yang diperoleh adalah :


ln 1.382 3,561 0,4021 (1)
. .
0.2510   (2)
dimana V(T) adalah volume yang merupakan fungsi dari umur dan T adalah umur
pohon. Dengan memasukkan nilai umur ke dalam persamaan (2) akan diperoleh
44

besarnya volume tegakan pinus dan jika digambarkan dalam bentuk kurva adalah
sebagai berikut :

600.00 
500.00 
400.00 
300.00 

V(T)
200.00 
100.00 

(100.00) 0 10 20 30 40 50
Umur

Gambar 5 Kurva hubungan umur dan volume tegakan pinus berdasarkan persa-
maan (2)

Berdasarkan kurva di atas dapat dilihat bahwa pada umur 1 – 10 tahun


terjadi pertumbuhan volume yang cukup besar dan untuk mengetahui berapa tam-
bahan volume tegakan pinus maka persamaan (2) tersebut kemudian diturunkan
terhadap T dan disamakan dengan nol sehingga diperoleh :
′ . . . .
0.8940 0.2109 (3)
Nilai V’(T) diperoleh dengan memasukkan angka umur ke dalam persa-
maan (3) dan digambarkan dalam bentuk kurva menjadi sebagai berikut :

25.00 

20.00 

15.00 
V'(T)

10.00 

5.00 


0 10 20 30 40 50
Umur

Gambar 6 Kurva hubungan antara tambahan volume /V’(T) dengan umur berda-
sarkan persamaan (3)
45

Dari kurva di atas terlihat bahwa tambahan volume akan terus meningkat
dari umur 1-15 tahun dan tambahan volume tertinggi dicapai pada umur antara
10-20 tahun. Tambahan volume tertinggi inilah yang merupakan daur dari tega-
kan pinus karena setelah umur tersebut tambahan volume akan mengalami penu-
runan. Untuk menduga daur optimal tegakan pinus dengan cara mencari nilai PV
yang paling maksimal. Perhitungan V(T) dan V’(T) secara lengkap disajikan
pada Lampiran 5

4.3.2 Menduga daur optimal

Hutan merupakan asset yang bisa ditebang sekarang atau nanti. Pilihan
tersebut menyebabkan timbulnya aspek intertemporal sumber daya hutan. Pilihan
intertemporal menyangkut membandingkan nilai atau manfaat ekonomi dari sum-
berdaya alam pada periode waktu ke waktu. Salah satu kunci dari penentuan pe-
ngambilan keputusan yang bersifat intertemporal tersebut adalah melalui proses
discounting dengan penentuan discount rate yang tepat.
Masalah penting yang dihadapi pengelola hutan adalah menentukan kapan
hutan dapat ditebang dan berapa lama daur hutan yang optimal. Oleh karena itu
harus diketahui apa tujuan dari pengelolaan hutan itu sendiri. KPH Sukabumi
mengelola kawasan hutan produksi untuk menghasilkan kayu dan hasil hutan bu-
kan kayu yang menghasilkan penerimaan/penerimaan bersih yang maksimal dan
untuk mendapatkan penerimaan maksimal harus ditentukan kapan daur yang op-
timal atau jika ditulis dalam bentuk persamaan adalah sebagai berikut :

(4)

Nilai V(T) diperoleh dengan memasukkan angka umur (T) ke dalam per-
samaan (2). Suku bunga yang digunakan adalah 8%, harga (p) merupakan harga
rata-rata kayu pada masing-masing sortimen yang dihasilkan baik pada saat
penjarangan maupun tebangan akhir sebesar Rp 458.500,-, biaya (c) adalah sebe-
sar Rp 10.595.282.699,- dimana besarnya biaya pengusahaan hutan pinus tersebut
sudah mencakup seluruh luas kawasan hutan yang dipinjam pakai oleh PT TSS.
Dari perhitungan yang telah dilakukan sebagaimana dilihat pada Lampiran
6, diketahui bahwa NPV maksimal diperoleh pada daur 13 tahun sebesar Rp
46

15.721.259.276,-. Jika digambarkan dalam bentuk kurva adalah sebagaimana di-


sajikan pada Gambar 7.

20,000,000,000 

(20,000,000,000) 0 5 10 15 20 25 30 35
(40,000,000,000)
(60,000,000,000)
NPV

(80,000,000,000)
(100,000,000,000)
(120,000,000,000)
(140,000,000,000)
(160,000,000,000) Umur

Gambar 7 Kurva daur optimal pengusahaan tegakan pinus

Berdasarkan skenario daur optimal, penerimaan bersih maksimal yang


diperoleh adalah sebesar Rp 15.721.259.276,- dengan daur 13 tahun. NPV mak-
simal pengusahaan hutan pinus tersebut akan diperoleh KPH Sukabumi apabila
kawasan hutan tersebut dikelola untuk saat ini. Namun karena pada saat sekarang
kawasan hutan tersebut akan dilakukan kegiatan penambangan batu kapur dan
lempung oleh PT TSS, maka KPH Sukabumi baru akan memperoleh penerimaan
bersih setelah kegiatan penambangan selesai sebesar Rp 1.426.200.249,-. Akibat-
nya, kompensasi yang harus digantikan oleh pengusaha pertambangan sebagai
akibat hilangnya opportunity hutan produksi selama 30 tahun karena kegiatan per-
tambangan adalah sebesar Rp 14.295.059.027,- (15.721.259.276 - 1.426.200.249).
Dari persamaan (4) di atas dapat diketahui bahwa perubahan discount rate
atau r sensitif terhadap daur optimal, kenaikan discount rate akan memperpen-
dek daur dan penurunan discount rate akan menyebabkan sebaliknya.
Penentuan daur optimal dalam pengelolaan hutan ini dimaksudkan agar
pemanfaatan sumberdaya hutan dilakukan seoptimal mungkin dan berkelanjutan,
dalam arti memberikan manfaat ekonomi yang paling baik dengan tingkat peman-
faatan yang tidak melampaui daya pulihnya.
Daur optimal untuk tegakan pinus tersebut di atas adalah pinus yang di-
kelola untuk diambil kayunya sedangkan untuk tegakan pinus yang diambil ge-
47

tahnya akan memiliki daur yang lebih panjang karena berdasarkan hasil penelitian
yang dilakukan oleh Majarani (2006) bahwa tegakan pinus dapat diambil getah-
nya mulai dari umur 11 tahun (KU III), produktivitas tertinggi dicapai pada KU
IV dan mulai terjadi penurunan produktivitas getah pada KU V. Maka daur yang
tepat untuk hasil getah adalah 25 tahun. Sedangkan menurut Tedja (1997) bahwa
tanaman pinus dapat diambil getahnya mulai dari umur 11 tahun (KU III) sampai
dengan umur 30 tahun (KU VI).

4.4 Nilai Ekonomi Penambangan Batu Kapur dan Lempung Kondisi Saat
Ini di PT Tambang Semen Sukabumi
4.4.1 Penaksiran Cadangan Batu Kapur dan Lempung
Cadangan batu kapur dan lempung diperoleh dari buku rencana kerja ke-
giatan penambangan batu kapur dan lempung. Penaksiran cadangan batu kapur
dan lempung dilakukan dengan metoda penampang (cross section protiling).
Berdasarkan hasil eksplorasi yang telah dilakukan oleh PT TSS bahwa cadangan
terbukti (proven resource) batu kapur dan lempung di lokasi tersebut dapat disaji-
kan pada Tabel 10.

Tabel 10 Cadangan batu kapur dan lempung di lokasi yang dipinjam pakai PT TSS
No Periode Luas Penambangan (ha) Produksi (MT) Jumlah
Produksi Kapur Lempung Kapur Lempung Produksi
1 1–2 53,80 16,80 4.340.000 837.000 5.177.000
2 3–5 - - 10.850.000 2.243.000 13.093.000
3 6 – 10 22,10 18,50 21.700.000 4.400.000 26.100.000
4 11 – 15 5,00 3,60 21.700.000 4.400.000 26.100.000
5 16 – 20 55,86 0 21.700.000 4.400.000 26.100.000
6 21 – 25 42,10 8,30 21.700.000 4.400.000 26.100.000
7 26 – 30 33,40 16,42 21.700.000 4.400.000 26.100.000
Jumlah 212,26 63,62 123.690.000 25.080.000 148.770.000
Sumber : Buku rencana kerja kegiatan penambangan batu kapur dan lempung
oleh PT TSS, 2008

4.4.2 Pendapatan Kegiatan Penambangan Batu Kapur dan Lempung


Pendapatan yang diperoleh oleh PT TSS dalam melaksanakan kegiatan
penambangan ini berasal dari perkalian volume batu kapur dan lempung yang
ditambang dengan harga jualnya yaitu sebesar Rp 33.750,-/MT. Hasil penam-
48

bangan seluruhnya dijual kepada pabrik semen yang akan dibangun oleh PT Se-
men Java.

4.4.3 Biaya Kegiatan Penambangan Batu Kapur dan Lempung


Jenis-jenis biaya dalam pelaksanaan kegiatan penambangan bahan galian
batu kapur dan lempung dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu biaya tetap dan biaya
variabel. Besarnya biaya variabel tergantung pada jumlah ekstraksi yang dilaku-
kan PT TSS. Semakin besar jumlah ekstraksi maka biaya variabel juga akan ma-
kin meningkat.
Tabel 11 Rincian biaya kegiatan penambangan batu kapur dan lempung oleh
PT TSS
No Uraian Biaya Satuan
A. Biaya Tetap/Biaya Operasional
1 Gaji dan Upah 1.800.000.000 Rp/tahun
2 Overhead kantor 3.600.000.000 Rp/tahun
3 Penyusutan dan deplesi 3.154.300.000 Rp/tahun
4 Pembayaran bunga pinjaman 4.460.000.000 Rp/tahun
Jumlah A 13.014.300.000 Rp/tahun
B. Biaya Variabel
1 Biaya kontraktor tambang (mining contactors) 28.349 Rp/MT
2 Biaya langsung lainnya 180 Rp/MT
3 Pajak bahan galian C (Royalty pada Pemda) 966 Rp/MT
4 Penyisihan dana reklamasi 100 Rp/MT
Jumlah B 29.595 Rp/MT
Sumber : Buku Studi Kelayakan Rencana Penambangan Bahan Galian Batu
Kapur dan Lempung oleh PT TSS, 2007

4.4.4 Perhitungan Analisis Finansial


Perhitungan finansial dalam pengusahaan pertambangan sama seperti
dalam pengusahaan hutan. Biaya dan manfaat/pendapatan bersih yang sudah ter-
identifikasi kemudian ditabulasikan dalam bentuk tabel aliran kas (cash flow)
setiap tahun untuk memproyeksikan biaya dan manfaat dalam satu umur kegiatan/
proyek. PT TSS merencanakan kegiatan penambangannya selama 30 tahun. Ber-
dasarkan perhitungan yang disajikan pada Lampiran 7 diperoleh nilai NPV sebe-
sar Rp 75.930.244.504,-. Nilai NPV yang diperoleh tersebut belum dikurangi de-
ngan pajak penghasilan 30%.
49

Kegiatan penambangan batu kapur dan lempung dilakukan di kawasan


hutan dimana sebelum dipinjam pakai oleh PT TSS telah dikelola oleh KPH Su-
kabumi sebagai kawasan hutan produksi dengan Kelas Perusahaan Pinus. Kegi-
atan penambangan berlangsung sesuai dengan umur tambang yaitu selama 30 ta-
hun maka selama itu kawasan hutan tersebut tidak akan dapat menghasilkan kayu
maupun getah. Oleh karena itu, diperkirakan selama masa pinjam pakai tersebut
KPH Sukabumi akan kehilangan nilai ekonomi dari pengusahaan hutan pinus se-
besar Rp 8.855.679.950,- (bila digunakan daur yang berlaku di KPH Sukabumi
yaitu 25 tahun) atau sebesar Rp 14.295.059.027,- (bila digunakan daur optimal
yaitu 13 tahun). Nilai tersebut harus dibebankan kepada PT TSS sebagai tamba-
han biaya yang harus diperhitungkan dalam perhitungan finansialnya. Dengan
demikian, nilai NPV kegiatan penambangan batu kapur dan lempung akan men-
jadi lebih kecil lagi dibandingkan dengan yang telah dihitung di atas.

4.5. Nilai Ekonomi Penambangan Batu Kapur dan Lempung Berdasarkan


Ekstraksi Optimal

Perbedaan ekstraksi sumberdaya alam tidak terbarukan (non renewable)


dengan sumberdaya alam yang terbarukan (renewable) adalah terletak pada jum-
lah (stok/cadangan) sumberdaya alam. Sumberdaya non renewable menghadapi
kendala stok dalam melakukan ekstraksi artinya karena tidak adanya proses rege-
nerasi, maka pada waktu tertentu stok tersebut akan habis. Hal ini berarti bahwa
pengambilan dan pengkonsumsian pada barang sumberdaya alam saat ini akan
berakibat pada tidak tersedianya barang tersebut di kemudian hari. Kondisi ini
juga terjadi pada penambangan batu kapur dan lempung.
Tingkat kebutuhan bahan baku per-ton semen masing-masing adalah 1,34
metrik ton (MT) batu kapur dan 0,27 MT lempung. Kapasitas pabrik semen pada
awal tahun sebesar 1.700.000 MT dan meningkat mulai pada tahun ketiga sebesar
3.400.000 MT. Sedangkan tingkat penggunaan dari kapasitas pabrik semen ber-
beda-beda untuk tiap tahunnya dan akan mengalami tingkat penggunaan yang
sama dari mulai tahun ke-6 sampai dengan tahun ke-30. Tabel 12 di bawah ini
menyajikan tingkat penggunaan kapasitas pabrik semen.
50

Tabel 12 Tingkat penggunaan kapasitas pabrik semen dan kebutuhan bahan


baku semen
No Tahun Kapasitas pa- Tingkat Kebutuhan pokok bahan baku
brik semen penggunaan
Batu kapur Lempung
1 1 1.700.000 82% 1.867.960 376.380
2 2 1.700.000 100% 2.278.000 459.000
3 3 3.400.000 59% 2.688.040 541.620
4 4 3.400.000 81% 3.690.360 743.580
5 5 3.400.000 88% 4.009.280 807.840
6 6 s/d 30 3.400.000 96% 4.373.760 881.280
Sumber : Studi Kelayakan Rencana Penambangan Batu Kapur dan Lempung PT
TSS, 2007, diolah

Penentuan ekstraksi optimal pada penambangan batu kapur dan lempung


dengan umur tambang 30 tahun dan jumlah cadangan (stok) batu kapur dan lem-
pung sebesar 148.770.000 metrik ton (MT) menghasilkan NPV sebesar Rp
73.754.009.851,-. Constrain/kendala yang digunakan pada solver excell adalah
kapasitas pabrik semen, tingkat penggunaan kapasitas pabrik semen dan kompo-
sisi kebutuhan bahan baku untuk tiap ton semen. Nilai penerimaan bersih (NPV)
yang diperoleh setelah dilakukan ekstraksi optimal lebih kecil jika dibandingkan
dengan nilai penerimaan bersih sesuai dengan rencana penambangan PT TSS
tanpa adanya kendala kapasitas pabrik semen dan tingkat penggunaan kapasitas
pabrik semen. Perhitungan selengkapnya beserta parameter solver excel disajikan
pada Lampiran 8 dan Lampiran 9.

4.6. Analisis Resiko

Analisis resiko yang dilakukan dalam kegiatan penambangan batu kapur


dan lempung oleh PT TSS di kawasan hutan yang dikelola oleh KPH Sukabumi,
menggunakan dua metode, yaitu metode kuantitatif dan metode kualitatif. Ber-
dasarkan metode kuantitatif maka resiko dilakukannya kegiatan penambangan
batu kapur dan lempung oleh PT TSS di dalam kawasan hutan produksi adalah
berupa hilangnya nilai ekonomi atau penerimaan bersih dari pengusahaan hutan
selama kawasan hutan tersebut diusahakan untuk kegiatan pertambangan. Ber-
dasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan skenario yang diterapkan oleh
KPH Sukabumi dengan menggunakan daur 25 tahun diketahui bahwa selama
51

umur tambang tersebut (30 tahun) maka besarnya penerimaan bersih atau NPV
yang diperoleh dari pengusahaan hutan untuk manfaat kayu dan getah adalah Rp
8.855.679.950,-. Sedangkan NPV yang diperoleh dalam kegiatan penambangan
batu kapur dan lempung selama umur tambang adalah sebesar Rp
75.930.244.504,-. Sehingga apabila kawasan hutan tersebut tetap akan dikelola
sebagai hutan maka akan diperoleh penerimaan bersih sebesar Rp 8.855.679.950,-
dan apabila akan dikelola untuk kegiatan pertambangan maka penerimaan bersih
yang akan diperoleh adalah sebesar Rp 67.074.564.554,- (75.930.679.504 -
8.855.679.950). Sedangkan berdasarkan skenario daur optimal dan ekstrasi opti-
mal, maka nilai penerimaan bersih maksimal untuk hutan sebesar Rp
14.295.059.027,- dan untuk kegiatan penambangan sebesar Rp 59.458.950.832,-
(73.754.009.851 - 14.295.059.027).
Berdasarkan metode kualitatif, analisis resiko dibatasi pada akibat yang
akan ditimbulkan atas dilakukannya kegiatan penambangan batu kapur dan lem-
pung di dalam kawasan hutan secara deskriptif. Kegiatan penambangan batu ka-
pur dan lempung di dalam kawasan hutan yang dilakukan dengan pola penam-
bangan terbuka (open pit mining) akan menimbulkan dampak positif maupun
dampak negatif terhadap masyarakat dan lingkungan di sekitar kawasan hutan.
Dampak positif berupa peningkatan perekonomian bagi masyarakat sekitar lokasi
penambangan yaitu dengan terbukanya lapangan kerja dan kesempatan berusaha,
peningkatan penerimaan bersih asli daerah dan memperlancar akses masyarakat
karena dibangunnya fasilitas jalan untuk mobilisasi alat PT TSS. Berdasarkan
buku rencana kegiatan penambangan batu kapur dan lempung bahwa jumlah
tenaga kerja yang dibutuhkan selama masa operasi penambangan sebanyak 125 –
175 orang. Tenaga kerja tersebut akan diprioritaskan diambil dari penduduk di
sekitar lokasi kegiatan penambangan. Kondisi ini didukung dengan jumlah ang-
katan kerja (umur 15-55 tahun) untuk desa yang berada di sekitar lokasi pe-
nambangan batu kapur dan lempung (Desa Sukamaju dan Desa Tanjungsari)
sekitar 55%-80% (Tabel 1). Jika diperkirakan 60% tenaga kerja diambil dari
penduduk sekitarnya maka tenaga kerja yang dibutuhkan sebanyak 75-105 orang
atau 10% angkatan kerja di desa tersebut dapat diserap karena adanya kegiatan
penambangan oleh PT TSS. Menurut Laoh (1989), adanya kegiatan penam-
52

bangan emas di Propinsi Sulawesi Utara membuka lapangan kerja sebesar 53%
dari penduduk di sekitar lokasi penambangan dan 47% dari daerah lain. Hasil
penelitian yang telah dilakukan oleh Hamzah (2005) menyatakan bahwa kon-
tribusi kegiatan penambangan batubara di Kabupaten Bontang dan Kabupaten
Kutai Timur terhadap penerimaan bersih daerah (PDRB) dan penyerapan tenaga
kerja masing-masing sebesar 86,46% dan 14,21% untuk Kabupaten Bontang serta
64,31% dan 9,54% untuk Kabupaten Kutai Timur.
Rencana pembangunan jalan dilakukan di tempat yang akan dibangun
pabrik semen. Lokasi tersebut letaknya berbatasan langsung dengan kawasan hu-
tan yang akan dilakukan kegiatan penambangan. Sedangkan jalan yang ada me-
nuju kawasan hutan adalah merupakan jalan aspal dengan lebar 3 – 4 meter de-
ngan kondisi kurang bagus. Sehingga dengan adanya pembangunan jalan, baik
pembuatan jalan baru maupun perbaikan jalan yang ada, akan memperlancar
akses masyarakat.
Dampak negatif kegiatan penambangan batu kapur dan lempung di dalam
kawasan hutan lebih banyak terjadi pada lingkungannya, yaitu : kualitas udara dan
kebisingan, kualitas air permukaan, limpasan air, erosi dan sedimentasi, peru-
bahan bentang alam dan gangguan terhadap flora dan fauna. Adanya dampak
negatif akibat kegiatan penambangan di dalam kawasan hutan tersebut harus
menjadi perhatian utama oleh PT TSS dan harus ditindak lanjuti, misalnya dengan
melakukan studi analisis mengenai dampak lingkungan sebelum melakukan
kegiatan penambangan. Hal ini dimaksudkan agar dapat diidentifikasi perkiraan
terjadinya dampak pada setiap tahapan penambangan. Pada prakteknya per-
tambangan terbuka mengakibatkan kerusakan tanah yang dibagi dalam tiga bagian
Widyati (2007) dalam Sari (2008) yaitu kerusakan fisik, kimia dan biologi. Lebih
lanjut menurut Kusnoto dan Kusumodirdjo (1995) dalam Qomariah (2003)
kegiatan pertambangan selain meningkatkan pendapatan dan devisa Negara juga
berdampak terhadap lingkungan antara lain menyebabkan penurunan
produktivitas tanah, pemadatan tanah, terjadinya erosi dan sedimentasi, ter-
ganggunya flora dan fauna, serta terganggunya keamanan dan kesehatan pen-
duduk, terjadinya perubahan iklim mikro.
53

Suatu pemanfaatan akan meningkatkan kesejahteraan sosial hanya bila


manfaat yang diperoleh lebih besar dari pengorbanan yang harus dikeluarkan
(Soedomo, 2009b). Agar pemanfaatan sumber daya alam benar-benar memberi-
kan kemakmuran yang sebesar-besarnya kepada rakyat Indonesia, maka seluruh
manfaat dan pengorbanan harus diperhitungkan sebelum mengambil keputusan.
Kesejahteraan pihak yang tidak terlibat tidak boleh berkurang akibat dari eksploi-
tasi sumber daya tambang.  
 
 

5. SIMPULAN DAN SARAN

5.1 SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan hasil analisis kelayakan ekonomi kegi-


atan penambangan batu kapur dan lempung oleh PT Tambang Semen Sukabumi
(PT TSS) di kawasan hutan yang dikelola KPH Sukabumi, dapat dirumuskan be-
berapa kesimpulan sebagai berikut :
1. PT TSS merencanakan kegiatan penambangan batu kapur dan lempung di
dalam kawasan hutan melalui proses pinjam pakai kawasan hutan yang ber-
lokasi di petak 11, 12, 13 dan 27 kelompok Hutan Cimerang, RPH Cikembar,
BKPH Cikawung, KPH Sukabumi seluas ± 493,54 ha. Fungsi hutan pada lo-
kasi yang akan dilakukan penambangan merupakan Hutan Produksi Terbatas
dengan vegetasi mayoritas pinus (Kelas Perusahaan Pinus).
2. Daur yang digunakan di KPH Sukabumi saat ini adalah 25 tahun. Nilai pe-
nerimaan bersih pengusahaan hutan pinus sampai dengan jumlah daur tak
berhingga sebesar Rp 9.739.200.118,-. NPV tersebut akan diperoleh KPH Su-
kabumi apabila kawasan hutan tersebut dikelola untuk pengusahaan KP Pinus
pada saat ini. Namun karena pada saat sekarang kawasan hutan tersebut akan
dilakukan kegiatan penambangan oleh PT TSS selama 30 tahun, maka KPH
Sukabumi baru akan memperoleh penerimaan bersih setelah kegiatan pe-
nambangan selesai sebesar Rp 883.520.168,-. Akibat dari kehilangan
kesempatan selama 30 tahun itu, KPH Sukabumi menderita kerugian sebesar
Rp 8.855.679.950,-. Nilai terakhir tersebut harus digantikan oleh perusahaan
pertambangan sebagai akibat hilangnya opportunity cost hutan produksi.
3. Nilai ekonomi kegiatan penambangan batu kapur dan lempung selama umur
tambang adalah sebesar  Rp 75.930.244.504,-. Karena penambangan dilaku-
kan di dalam kawasan hutan maka PT TSS harus menanggung nilai ekonomi
yang seharusnya diperoleh apabila kawasan hutan tersebut diusahakan sebagai
hutan produksi yang menghasilkan kayu dan getah. Nilai ekonomi tersebut
harus dibebankan kepada PT TSS sebagai tambahan biaya yang harus diper-
hitungkan dalam perhitungan finansialnya. Sehingga nilai NPV akan menjadi
lebih kecil lagi dibandingkan dengan yang telah dihitung di atas.

 
 
  56
 

4. Daur optimal yang menghasilkan pendapatan maksimal dalam pengusahaan


hutan adalah pada daur 13 tahun dan nilai PV sebesar Rp 15.721.259.276,- de-
ngan discount rate (r) sebesar 8%. NPV maksimal pengusahaan hutan pinus
tersebut akan diperoleh KPH Sukabumi apabila kawasan hutan tersebut di-
kelola untuk saat ini. Namun karena pada saat ini kawasan hutan tersebut
akan dilakukan kegiatan penambangan oleh PT TSS, maka KPH Sukabumi
baru akan memperoleh penerimaan bersih setelah kegiatan penambangan se-
lesai sebesar Rp 1.426.200.249,-. Akibatnya, kompensasi yang harus digan-
tikan oleh pengusaha pertambangan sebagai akibat hilangnya opportunity cost
hutan produksi selama 30 tahun karena kegiatan pertambangan adalah sebesar
Rp 14.295.059.027,-
5. Jumlah cadangan batu kapur dan lempung adalah sebesar 148.770.000 MT de-
ngan umur tambang 30 tahun. Ekstrasi optimal dalam penambangan batu ka-
pur dan lempung menghasilkan pendapatan sebesar Rp 73.754.009.851,-.
Constrain/kendala yang digunakan pada solver excell adalah kapasitas pabrik
semen, tingkat penggunaan kapasitas pabrik semen dan komposisi kebutuhan
bahan baku untuk tiap ton semen.

5.2 SARAN

1. Perusahaan pertambangan yang melakukan kegiatan penambangan di dalam


kawasan hutan seharusnya memasukkan nilai ekonomi pengusahaan hutan
sesuai waktu pengusahaan tambangnya ke dalam penghitungan finansialnya
sebagai opportunity cost yang harusnya diterima apabila kawasan hutan ter-
sebut dikelola sebagai hutan produksi. Biaya yang dimasukkan ke dalam per-
hitungan finansial pengusahaan pertambangan hanya biaya reklamasi dan bi-
aya yang dikeluarkan sehubungan dengan proses pinjam pakai kawasan hutan.
2. Penghitungan nilai ekonomi dalam penelitian ini dibatasi hanya pada manfaat
tangible dari hutan sehingga untuk melengkapi masukan dalam kebijakan
pengelolaan sumber daya alam renewable maupun non renewable, perlu di-
lakukan penelitian lebih lanjut untuk menghitung nilai hutan yang berupa
manfaat non tangible dan penelitian yang menghitung dampak lingkungan aki-
bat kegiatan penambangan di dalam kawasan hutan.

 
 
DAFTAR PUSTAKA

Arief A. 2001. Hutan dan Kehutanan. Cetakan ke-5. Yogyakarta. Penerbit


Kanisius. Hal 11-59.
Batubara AEA. 1985. Ekonomi Manajemen Pertambangan Alluvial Serta
Peranannya Dalam Pengembangan Lingkungan. Edisi Pertama. Jakarta.
Yayasan Pembina Perguruan Stannia.
Bishop JT. 1999. Valuing Forest : A Review of Methods and Applications in
Developing Countries. London : International Institute for Environment
and Development.
Basuki TM, Rahardyan N, Sukresno. 2004. Informasi Teknis Stok Karbon
Organik dalam Tegakan Pinus merkusii, Aganthis lorantifolia dan Tanah.
Prosiding Ekspose BP2TPDAS-IBB Surakarta. Surakarta.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2008. Indikator Ekonomi. Buletin Statistik Bulanan,
Maret 2008. Jakarta : BPS Jakarta
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2009. Istilah Statistik - Penggalian.
http://www.bps.go.id/aboutus.php?glos=1&ist=1[14 Sep 2009]
Darusman D. 1981. Pengantar Perencanaan Pembangunan Kehutanan. Bogor.
Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
Djamin Z. 1984. Perencanaan dan Analisa Proyek. Jakarta. Lembaga Penerbit
Fakultas Ekonomi UI.
[Dephut] Departemen Kehutanan. 1992. Manual Kehutanan. Jakarta.
Departemen Kehutanan Republik Indonesia.
[Dep ESDM] Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral-Puslitbang Teknologi
Mineral dan Batubara. 2005. Informasi Mineral dan Batubara – Batu
Kapur-Gamping Ulasan. http://www.tekmira.esdm.go.id[6 Okt 2009]
Majarani D. 2006. Analisis Prospek Kelas Perusahaan Pinus (Pinus merkusii
Jungh.et de Vriese) di KPH Cianjur Perum Perhutani Unit III Jawa Barat
dan Banten [Skripsi]. Bogor : Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
Fauzi A. 2006. Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan : Teori dan Aplikasi.
Jakarta. PT Gramedia Pustaka Utama.
Gaspersz V. 1992. Analisis Sistem Terapan. Bandung. Penerbit Tarsito.
Gunawan H. 2002. Analisis Penentuan Daur Finansial Kelas Perusahaan Acacia
mangium di KPH Bogor PT Perhutani Unit III Jawa Barat [Tesis]. Bogor :
Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Hotelling H. 1931. The economics of exhaustible resources. Journal of Political
Economy (39): 137-175.
Hoel M. 1978. Resource Extraction, Uncertainty, and Learning. The Bell Journal
of Economics (9): 642-645.
Hamzah H. 2005. Dampak Kegiatan Pertambangan Terhadap Pengembangan Wi-
layah Kasus Di Kota Bontang Dan Kabupaten Kutai Timur Provinsi Kali-
mantan Timur [Tesis]. Bogor : Program Pascasarjana, Institut Pertanian
Bogor.
58

Kadariah L, Karlina L dan Gray C. 1978. Pengantar Evaluasi Proyek. Jakarta.


Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Kasmudjo. 1992. Usaha stimulant Pada Penyadapan Getah Pinus. Duta Rimba
No. 149/XVIII. Jakarta.
Levhari D, Liviatan N. 1977. Notes on Hotelling’s Economics of Exhaustible Re-
sources. The Canadian Journal of Economics (10): 177-192.
Laoh OEH. 1989. Dampak Kegiatan Penambangan Emas Pada Perekonomian Su-
lawesi Utara (Pendekatan Analisis Output-Input) [Tesis]. Bogor : Program
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Nahib I. 2006. Pengelolaan Sumberdaya Tak Pulih Berbasis Ekonomi. Jurnal
Ilmiah Geomatika Vol. 12 Nomor 1 Bulan Agustus 2006.
http://www.bakosurtanal.go.id [5 Apr 2009]
Osmaton FC. 1968. The Management of Forest. London. George Allen & Unwin
Ltd.
Pindyck RS. 1981. The Optimal Production of an Exhaustible Resource When rice
Is Exogenous and Stochastic. The Scandinavian Journal of Economics
(83): 277-288.
Ramdan H, Yusran, Darusman D. 2003. Pengelolaan Sumberdaya Alam dan
Otonomi Daerah. Bandung. Alqaprint Jatinangor.
Soedarmo, Hadiyan. 1981. Petunjuk Praktek Bahan Galian. Jakarta. Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan.
Soediono J. 1983. Potensi dan penyebaran Hutan Pinus di Pulau Jawa. Makalah
pada Simposium Pengusahan Hutan di Jawa. Jakarta.
Salim HS. 1997. Dasar-dasar Hukum Kehutanan. Jakarta. Sinar Grafika. 38-39.
Sari RL. 2008. Sidik Cepat Biokatalisasi Acid Mine Drainage (AMD) Pada Tanah
Bekas Tambang Batubara [Skripsi]. Bogor : Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.
Santosa B. 2009. Manajemen Proyek : Konsep dan Implementasi. Yogyakarta.
Graha Ilmu.
Soedomo S. 2009. Daur Optimal Hutan Tanaman Normal : Salah Guna Formula
Faustmann. Jurnal Sosek Litbang Kehutanan, siap terbit.
Soedomo S. 2009b. Tinjauan Ekonomi Lingkungan Pertambangan di Dalam
Kawasan Hutan. Di dalam: Workshop Mengurai Kontroversi Pinjam Pakai
Kawasan Hutan bagi Pembangunan Berkelanjutan yang diselenggarakan
oleh Kantor Menko Perekonomian Republik Indonesia; Bogor, 5 Agu 2009.
Hlm 1-4.
Suparmoko M. 2008. Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan : Suatu
Pendekatan Teoritis. Yogyakarta. BPFE-Yogyakarta.
Tedja S. 1983. Hari Depan Gondorukem yang Cerah. Jakarta. Gema Rimba.
Lampiran 1 Peta Lokasi Penelitian
P ET A
LO K AS I P EN E L ITIAN
N

W E

ke t
Areal ya ng diiz ink an pe namba ngan
Ga lian C S eb ag ai b ah an b aku sem e n
selu as 493 ,54 H a, terd iri d a ri:
Blo k P enam bangan Lem pu ng
S eluas 78,52 H a
Blo k P enam bangan B atugam ping
S eluas 415,02 H a
P etak N o 12
P etak N o 11
P etak N o 13
P etak N o 27
Ka ntor
Bu kan A real T am b ang

61
60 
 

Lampiran 2. Luas dan kondisi tegakan yang dipinjam pakai oleh PT Tambang
Semen Sukabumi di RPH Cikembar, BKPH Cikawung, KPH Sukabumi
 
Tahun Kelas
Petak Luas Bonita KBD DKN N/ha Keterangan
Tanam hutan

11A 36.68 - - - - - TPR -


11A 2.5 2001 3 1 1 1650 KU II PINUS
11B 32.5 - - - - - TKL RICAM
11C 21.1 1995 3 0.94 0.81 950 KU III PINUS
11D 15.15 1981 2 1.36 1.59 600 KU VI PINUS
11E 10.5 2005 2 - - - KU I PINUS
11E 28.8 1979 2 0.94 1.24 430 KU VI PINUS
11E 8.8 - - - - - TBP BERBATU
11F 9.5 1985 3 0.76 0.97 400 KU V PINUS
11F 13.5 - - - - - TBP BERBATU
11G 1.5 1985 3 0.76 0.97 400 KU V PINUS
ACACIA
11G 11.4 2005 - - - - TKL MANGIUM
11G 11.4 - - - - - TBP BERBATU
12A 34.92 1997 3 0.95 0.82 1357 KU II PINUS
12B 3.6 - - - - - TPR -
12C 1.15 - - - - - TPR -
12D 10 2005 3 - - - KU I PINUS
12D 7.05 2006 3 - - - KU I PINUS
12D 2.45 2002 3 1 1 1650 KU I PINUS
12E 2.5 1997 2 0.6 0.55 917 KU II PINUS
12F 4.5 1965 3 0.19 0.36 64 TPR PINUS
12G 12 1998 2 1.5 0.21 350 KU II PINUS
ACACIA
12H 12 2005 - - - - TKL MANGIUM
12H 14.66 - - - - - TKL -
12I 5.4 - - - - - TPR RICAM
13A 10.1 1997 2 0.6 0.45 741 KU II PINUS
13A 0.8 1965 3 0.54 0.67 120 MT PINUS
13B 4.65 - - - - - TKL RICAM
13C 33 - - - - - TKL RICAM
13D 13 1990 3 0.97 0.52 316 KU IV PINUS
13E 4 1979 3 0.36 0.44 132 KU VI PINUS
13G 2.6 1972 3 0.4 0.5 105 KU VIII PINUS
13H 9.9 2001 3 1 1 1650 KU I PINUS
   

 
 
61 
 

Tahun Kelas
Petak Luas Bonita KBD DKN N/ha Keterangan
Tanam hutan

13I 5.6 1999 3 0.58 0.58 967 KU II PINUS


13I 18.4 1996 2 0.75 0.62 821 KU III PINUS
13M 4.7 - - - - - TPR PINUS

27D 4.15 - - - - - TPR -


27E 6 1976 3 0.37 6.7 170 KU VII PINUS
27E 3.1 2005 - - - - KU I PINUS
27F 10 1969 3 0.31 0.43 84 KU VIII PINUS
27F 8.5 - - - - - TPR -
27G 8 - - - - - TBP BERBATU
27G 28.26 2001 3 1 1 1650 KU II PINUS
27I 1.5 2001 3 1 1 1650 KU II PINUS
27I 0.92 - - - - - TBP -
27J 2.8 1981 2 0.35 0.33 175 TKL MAHONI/PINUS

Sumber : Buku Rencana Pengaturan Kelestarian Hasil (RPKH) KP Pinus KPH


Sukabumi jangka perusahaan 2004-2010
Lampiran 3 Analisis Finansial Pengusahaan Hutan Kelas Perusahaan Pinus pada areal
yang dipinjam pakai PT TSS di KPH Sukabumi

No Jenis Kegiatan 0 1 2
A. BIAYA
1 Biaya Perencanaan 128,320 118,815 110,014
2 Biaya Persemaian 10,978,797 - -
3 Biaya Penanaman 368,604,791 - -
4 Biaya Pemeliharaan I untuk
tanaman umur 1 tahun(babat,
dangir, sulam 10%) dilakukan 2
kali/tahun pada tahun yang sama - 315,004,190 -
5 Biaya Pemeliharaan II untuk
tanaman umur 3 tahun (babat dan
dangir saja), mrpk evaluasi perlu
tidaknya dilakukan pemeliharaan
lanjutan - - -
6 Biaya Pemeliharaan utk tanaman
umur 4 - 5 tahun (babad oyod2 dan
wiwil), mrpk pemeliharaan lanjutan
- - -
7 Biaya Pemeliharaan tanpa hasil
(untuk tanaman tahun ke 5) =
penjarangan tapi tidak menghasilkan
- - -
8 Biaya Penjarangan (menghasilkan
kayu perkakas) - - -
9 Biaya Penyadapan getah pinus - - -
10 Biaya Penebangan - - -
11 Biaya Pengendalian dan
pengamanan hutan 5,797,614 5,368,161 4,970,520
12 Biaya PSDH kayu - - -
13 Biaya PSDH getah - - -
14 Biaya Pemeliharaan sarana dan
prasarana 7,899,601 7,314,446 6,772,635
15 Biaya umum dan administrasi 15,928,016 14,748,163 13,655,707
Total A 409,337,141 342,553,776 25,508,876

B. PENDAPATAN
1 Tebang penjarangan - - -
2 Penyadapan getah - - -
3 Penebangan pohon pinus - - -
Total B - - -

Jumlah (B-A) (409,337,141) (342,553,776) (25,508,876)

NPV tegakan pinus daur pertama (PV)


= 8,421,142,877

NPV sampai dengan daur tak berhingga


= 9,739,200,118
NPV hutan karena adanya kegiatan tambang
= 883,520,168
Nilai ekonomi yg harus digantikan tambang
= 8,855,679,950
3 4 5 6 7 8

101,865 94,319 87,333 80,864 74,874 69,328


- - - - - -
- - - - - -

- - - - - -

95,145,707 - - - - -

- 40,403,134 - - - -

- - 26,367,760 - - -

- - - - - -
- - - - - -
- - - - - -

4,602,333 4,261,420 3,945,759 3,653,480 3,382,852 3,132,271


- - - - - -
- - - - - -

6,270,958 5,806,443 5,376,336 4,978,089 4,609,341 4,267,909


12,644,173 11,707,568 10,840,340 10,037,352 9,293,845 8,605,412
118,765,036 62,272,883 46,617,528 18,749,785 17,360,912 16,074,919

- - - - - -
- - - - - -
- - - - - -
- - - - - -

(118,765,036) (62,272,883) (46,617,528) (18,749,785) (17,360,912) (16,074,919)


9 10 11 12 13 14

64,192 59,437 55,034 50,958 47,183 43,688


- - - - - -
- - - - - -

- - - - - -

- - - - - -

- - - - - -

- - - - - -

- 11,315,923 - - - -
- - 551,106,216 475,122,654 407,372,013 347,051,521
- - - - - -

2,900,251 2,685,417 2,486,497 2,302,312 2,131,771 1,973,862


- 12,801,853 - - - -
- - 3,426,443 2,954,023 2,532,791 2,157,755

3,951,767 3,659,044 3,388,004 3,137,040 2,904,667 2,689,506


7,967,974 7,377,753 6,831,253 6,325,234 5,856,699 5,422,869
14,884,184 37,899,428 567,293,447 489,892,222 420,845,124 359,339,202

- 428,862,068
- - 1,078,251,292 929,587,800 797,032,199 679,013,846
-
- 428,862,068 1,078,251,292 929,587,800 797,032,199 679,013,846

(14,884,184) 390,962,640 510,957,844 439,695,578 376,187,076 319,674,644


15 16 17 18 19 20

40,452 37,456 34,681 32,112 29,733 27,531


- - - - - -
- - - - - -

- - - - - -

- - - - - -

- - - - - -

- - - - - -

7,701,427 - - - - 8,730,329
586,864,323 516,885,921 454,054,584 397,695,457 347,194,446 301,992,925
- - - - - -

1,827,650 1,692,268 1,566,915 1,450,847 1,343,377 1,243,868


22,030,750 - - - - 23,740,117
3,648,765 3,213,682 2,823,035 2,472,628 2,158,644 1,877,608

2,490,284 2,305,818 2,135,017 1,976,868 1,830,433 1,694,845


5,021,175 4,649,236 4,304,848 3,985,971 3,690,714 3,417,327
629,624,826 528,784,382 464,919,081 407,613,883 356,247,347 342,724,550

959,644,524 1,034,103,402
1,148,212,806 1,011,298,542 888,367,665 778,099,807 679,293,482 590,855,722

2,107,857,330 1,011,298,542 888,367,665 778,099,807 679,293,482 1,624,959,125

1,478,232,504 482,514,160 423,448,584 370,485,924 323,046,135 1,282,234,574


21 22 23 24 25

25,492 23,603 21,855 20,236 18,737


- - - - -
- - - - -

- - - - -

- - - - -

- - - - -

- - - - -

- - - - -
266,994,939 235,524,815 207,251,939 181,875,319 159,121,014
- - - - 1,657,510,566

1,151,729 1,066,416 987,422 914,280 846,556


- - - - 96,856,270
1,660,012 1,464,350 1,288,566 1,130,790 989,318

1,569,301 1,453,057 1,345,423 1,245,762 1,153,483


3,164,192 2,929,807 2,712,785 2,511,838 2,325,776
274,565,666 242,462,049 213,607,990 187,698,225 1,918,821,719

522,381,403 460,809,421 405,492,924 355,843,016 311,323,724


3,877,133,411
522,381,403 460,809,421 405,492,924 355,843,016 4,188,457,135

247,815,738 218,347,372 191,884,934 168,144,791 2,269,635,416


67
 

Lampiran 4 Analisis Regresi Persamaan Pertumbuhan Tegakan Pinus

umur volume ln umur ln vol


2 0.0 0.69315 *
3 0.0 1.09861 *
4 0.0 1.38629 *
6 41.8 1.79176 3.73290
7 57.6 1.94591 4.05352
7 57.6 1.94591 4.05352
7 57.6 1.94591 4.05352
7 57.6 1.94591 4.05352
10 105.0 2.30259 4.65396
11 127.8 2.39790 4.85047
11 127.8 2.39790 4.85047
11 127.8 2.39790 4.85047
12 123.2 2.48491 4.81381
12 123.2 2.48491 4.81381
12 150.6 2.48491 5.01463
13 173.4 2.56495 5.15560
13 173.4 2.56495 5.15560
13 142.8 2.56495 4.96145
18 284.4 2.89037 5.65038
23 374.2 3.13549 5.92479
27 427.4 3.29584 6.05772
29 449.8 3.36730 6.10880
29 449.8 3.36730 6.10880
32 478.6 3.46574 6.17087
36 505.0 3.58352 6.22456
39 505.0 3.66356 6.22456
39 505.0 3.66356 6.22456
43 505.0 3.76120 6.22456

Polynomial Regression Analysis: ln vol versus ln umur


The regression equation is
ln vol = - 1.382 + 3.561 ln umur - 0.4021 ln umur**2

S = 0.0785035 R-Sq = 99.2% R-Sq(adj) = 99.1%


Analysis of Variance

Source DF SS MS F P
Regression 2 16.5898 8.29489 1345.96 0.000
Error 22 0.1356 0.00616
Total 24 16.7254

Sequential Analysis of Variance

Source DF SS F P
Linear 1 16.1918 698.02 0.000
Quadratic 1 0.3979 64.57 0.000

Fitted Line: ln vol versus ln umur

 
 
69 
 

Lampiran 5 Perhitungan volume/V(T) dan tambahan volume/V’(T)

. .
0.2510    
. . . .
0.8940 0.2109

t lnT e-0.4021*ln T^2 T3.5613 V(T) T2.5613 V'(T)

0 #NUM! #NUM! - #NUM! - #NUM!


1 - 1.00 1.0 0.25 1.00 0.89
2 0.69 0.82 11.8 2.44 5.90 3.67
3 1.10 0.62 50.0 7.73 16.67 6.90
4 1.39 0.46 139.4 16.15 34.84 9.88
5 1.61 0.35 308.5 27.33 61.70 12.39
6 1.79 0.28 590.5 40.76 98.42 14.41
7 1.95 0.22 1,022.5 55.99 146.07 15.97
8 2.08 0.18 1,645.0 72.57 205.63 17.14
9 2.20 0.14 2,502.3 90.14 278.04 17.97
10 2.30 0.12 3,641.7 108.42 364.17 18.54
11 2.40 0.10 5,113.4 127.14 464.86 18.87
12 2.48 0.08 6,970.9 146.10 580.91 19.03
13 2.56 0.07 9,270.1 165.15 713.09 19.04
14 2.64 0.06 12,070.0 184.14 862.14 18.93
15 2.71 0.05 15,431.7 202.97 1,028.78 18.72
16 2.77 0.05 19,419.3 221.56 1,213.70 18.44
17 2.83 0.04 24,098.9 239.83 1,417.58 18.10
18 2.89 0.03 29,539.4 257.74 1,641.08 17.71
19 2.94 0.03 35,811.7 275.24 1,884.83 17.29
20 3.00 0.03 42,989.1 292.30 2,149.45 16.84
21 3.04 0.02 51,146.9 308.91 2,435.57 16.37
22 3.09 0.02 60,362.9 325.04 2,743.77 15.89
23 3.14 0.02 70,716.6 340.68 3,074.63 15.40
24 3.18 0.02 82,289.9 355.84 3,428.74 14.91
25 3.22 0.02 95,166.4 370.50 3,806.66 14.41
26 3.26 0.01 109,432.1 384.67 4,208.93 13.92
27 3.30 0.01 125,174.5 398.35 4,636.09 13.44
28 3.33 0.01 142,483.3 411.55 5,088.69 12.95
29 3.37 0.01 161,450.0 424.27 5,567.24 12.48
30 3.40 0.01 182,167.9 436.52 6,072.26 12.02
31 3.43 0.01 204,732.3 448.31 6,604.27 11.56
32 3.47 0.01 229,240.1 459.65 7,163.75 11.12
33 3.50 0.01 255,790.1 470.55 7,751.21 10.68

 
 
69 
 

t lnT e-0.4021*ln T^2 T3.5613 V(T) T2.5613 V'(T)


34 3.53 0.01 284,482.7 481.03 8,367.14 10.26
35 3.56 0.01 315,420.2 491.08 9,012.01 9.85
36 3.58 0.01 348,706.5 500.73 9,686.29 9.45
37 3.61 0.01 384,447.3 509.99 10,390.47 9.06
38 3.64 0.00 422,749.7 518.86 11,124.99 8.68
39 3.66 0.00 463,722.7 527.36 11,890.33 8.31
40 3.69 0.00 507,476.9 535.50 12,686.92 7.96
41 3.71 0.00 554,124.2 543.29 13,515.23 7.61
42 3.74 0.00 603,778.6 550.73 14,375.68 7.28
43 3.76 0.00 656,555.1 557.86 15,268.72 6.96

 
 
Lampiran 6 Perhitungan daur optimal pengusahaan tegakan pinus
ln vol = - 1.382 + 3.561 ln T - 0.4021 ln T2
V = 0.2510*e-0.4021*ln T^2*T3.5613
V'=0.8940*e-0.4021*ln T^2*T2.5613-0.2019*e-0.4021*lnT^2*T2.5613*ln T
r 0.0800000
harga(p) 458,500 Rp/m3
cost total 3,044,557,681 Rp
cost/ha 6,168,816 Rp/ha

t e-0.4021*ln T^2 T
3.5613
V(T) T2.5613 V'(T) e-rT

0 #NUM! - #NUM! - #NUM! #NUM! 1.0000 #NUM!


1 1.0000 1.0 0.25 1.00 0.89 (13.74) 0.9231 (38,917,584,042)
2 0.8243 11.8 2.44 5.90 3.67 (5.96) 0.8521 (17,405,929,510)
3 0.6155 50.0 7.73 16.67 6.90 (2.15) 0.7866 (7,821,590,091)
4 0.4617 139.4 16.15 34.84 9.88 0.79 0.7261 (1,426,820,101)
5 0.3529
0 3529 308.5
308 5 27.33
27 33 61.70
61 70 12.39
12 39 3.37
3 37 0.6703
0 6703 3,337,708,251
3 337 708 251
6 0.2750 590.5 40.76 98.42 14.41 5.73 0.6188 6,986,283,243
7 0.2181 1,022.5 55.99 146.07 15.97 7.94 0.5712 9,776,275,606
8 0.1757 1,645.0 72.57 205.63 17.14 10.00 0.5273 11,876,387,069
9 0.1435 2,502.3 90.14 278.04 17.97 11.95 0.4868 13,413,691,171
10 0.1186 3,641.7 108.42 364.17 18.54 13.80 0.4493 14,489,986,033
11 0.0991 5,113.4 127.14 464.86 18.87 15.54 0.4148 15,188,941,840
12 0.0835 6,970.9 146.10 580.91 19.03 17.20 0.3829 15,580,049,821
13 0.0710 9,270.1 165.15 713.09 19.04 18.77 0.3535 15,721,259,276
14 0.0608 12,070.0 184.14 862.14 18.93 20.27 0.3263 15,660,958,322
15 0.0524 15,431.7 202.97 1,028.78 18.72 21.70 0.3012 15,439,554,168
16 0.0455 19,419.3 221.56 1,213.70 18.44 23.06 0.2780 15,090,769,384
17 0.0396 24,098.9 239.83 1,417.58 18.10 24.36 0.2567 14,642,718,223
18 0.0348 29,539.4 257.74 1,641.08 17.71 25.61 0.2369 14,118,805,044
19 0.0306 35,811.7 275.24 1,884.83 17.29 26.81 0.2187 13,538,476,079
20 0.0271 42,989.1 292.30 2,149.45 16.84 27.95 0.2019 12,917,849,364
21 0.0241 51,146.9 308.91 2,435.57 16.37 29.05 0.1864 12,270,243,147
22 0.0215 60,362.9 325.04 2,743.77 15.89 30.11 0.1720 11,606,619,607
23 0.0192 70,716.6 340.68 3,074.63 15.40 31.12 0.1588 10,935,957,880
24 0.0172 82,289.9 355.84 3,428.74 14.91 32.10 0.1466 10,265,568,024
25 0.0155 95,166.4 370.50 3,806.66 14.41 33.03 0.1353 9,601,355,604
26 0.0140 109,432.1 384.67 4,208.93 13.92 33.94 0.1249 8,948,044,935
27 0.0127 125,174.5 398.35 4,636.09 13.44 34.81 0.1153 8,309,367,679
28 0.0115 142,483.3 411.55 5,088.69 12.95 35.64 0.1065 7,688,222,337
29 0.0105 161,450.0 424.27 5,567.24 12.48 36.45 0.0983 7,086,809,276
30 0.0095 182,167.9 436.52 6,072.26 12.02 37.22 0.0907 6,506,745,136
31 0.0087 204,732.3 448.31 6,604.27 11.56 37.97 0.0837 5,949,159,843
32 0.0080 229,240.1 459.65 7,163.75 11.12 38.69 0.0773 5,414,778,903
33 0.0073 255,790.1 470.55 7,751.21 10.68 39.38 0.0714 4,903,993,246
34 0.0067 284,482.7 481.03 8,367.14 10.26 40.04 0.0659 4,416,918,499
35 0.0062 315,420.2 491.08 9,012.01 9.85 40.68 0.0608 3,953,445,279
36 0.0057 348,706.5 500.73 9,686.29 9.45 41.30 0.0561 3,513,281,845
37 0.0053 384,447.3 509.99 10,390.47 9.06 41.89 0.0518 3,095,990,253
38 0.0049 422,749.7 518.86 11,124.99 8.68 42.46 0.0478 2,701,016,945
39 0.0045 463,722.7 527.36 11,890.33 8.31 43.01 0.0442 2,327,718,616
40 0.0042 507,476.9 535.50 12,686.92 7.96 43.54 0.0408 1,975,384,017
41 0.0039 554,124.2 543.29 13,515.23 7.61 44.04 0.0376 1,643,252,308
42 0.0036 603,778.6 550.73 14,375.68 7.28 44.53 0.0347 1,330,528,448
43 0 0034
0.0034 656 555 1
656,555.1 557 86
557.86 15 268 72
15,268.72 6 96
6.96 44 99
44.99 0 0321
0.0321 1 036 396 049
1,036,396,049

NPV daur optimal


                                     = 15,721,259,276
NPV hutan karena adanya kegiatan tambang
                                     = 1,426,200,249
Nilai ekonomi yg harus digantikan tambang
                                     = 14,295,059,027
Lampiran 7 Analisis finansial kegiatan penambangan batu gamping dan lempung oleh PT Tambang Semen Sukabumi di KPH Sukabumi

2009 2010 2011 2012 2013 2014


No Uraian
1 2 3 4 5 6
A. PENDAPATAN
1 Produksi batu gamping 2,170,000 2,170,000 3,616,667 3,616,667 3,616,667 4,340,000
2 Produksi lempung 418,500 418,500 747,667 747,667 747,667 880,000
3 Pendapatan batu gamping 73,237,500,000 67,812,500,000 104,648,919,753 96,897,147,920 89,719,581,407 99,688,423,786
4 Pendapatan lempung 14,124,375,000 13,078,125,000 21,633,873,457 20,031,364,312 18,547,559,548 20,213,320,952
Jumlah pendapatan 87,361,875,000 80,890,625,000 126,282,793,210 116,928,512,231 108,267,140,955 119,901,744,737

B. BIAYA
1 Biaya Operasional 13,014,300,000 12,050,277,778 11,157,664,609 10,331,170,934 9,565,899,013 8,857,313,901
2 Biaya Variabel 76,606,657,500 70,932,090,278 110,735,978,224 102,533,313,170 94,938,252,935 105,140,507,719
Jumlah biaya 89,620,957,500 82,982,368,056 121,893,642,833 112,864,484,104 104,504,151,948 113,997,821,620

JUMLAH (A-B) (2,259,082,500) (2,091,743,056) 4,389,150,377 4,064,028,127 3,762,989,007 5,903,923,118

NPV 75,930,244,504
2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022
7 8 9 10 11 12 13 14

4,340,000 4,340,000 4,340,000 4,340,000 4,340,000 4,340,000 4,340,000 4,340,000


880,000 880,000 880,000 880,000 880,000 880,000 880,000 880,000
92,304,096,098 85,466,755,646 79,135,884,857 73,273,967,461 67,846,266,167 62,820,616,821 58,167,237,798 53,858,553,516
18,716,037,918 17,329,664,739 16,045,985,870 14,857,394,324 13,756,846,596 12,737,820,922 11,794,278,632 10,920,628,363
111,020,134,016 102,796,420,385 95,181,870,727 88,131,361,784 81,603,112,763 75,558,437,744 69,961,516,429 64,779,181,879

8,201,216,575 7,593,719,051 7,031,221,344 6,510,390,133 6,028,139,012 5,581,610,196 5,168,157,589 4,785,331,101


97,352,321,962 90,141,038,853 83,463,924,864 77,281,411,911 71,556,862,881 66,256,354,519 61,348,476,407 56,804,144,821
105,553,538,537 97,734,757,904 90,495,146,208 83,791,802,044 77,585,001,893 71,837,964,716 66,516,633,996 61,589,475,922

5,466,595,479 5,061,662,481 4,686,724,519 4,339,559,740 4,018,110,870 3,720,473,028 3,444,882,434 3,189,705,957


2023 2024 2025 2026 2027 2028 2029 2030
15 16 17 18 19 20 21 22

4,340,000 4,340,000 4,340,000 4,340,000 4,340,000 4,340,000 4,340,000 4,340,000


880,000 880,000 880,000 880,000 880,000 880,000 880,000 880,000
49,869,031,034 46,175,028,735 42,754,656,236 39,587,644,663 36,655,226,540 33,940,024,574 31,425,948,680 29,098,100,629
10,111,692,928 9,362,678,637 8,669,146,887 8,026,987,858 7,432,396,165 6,881,848,301 6,372,081,760 5,900,075,704
59,980,723,962 55,537,707,372 51,423,803,123 47,614,632,521 44,087,622,705 40,821,872,875 37,798,030,439 34,998,176,333

4,430,862,131 4,102,650,121 3,798,750,112 3,517,361,215 3,256,815,940 3,015,570,314 2,792,194,736 2,585,365,496


52,596,430,390 48,700,398,509 45,092,961,583 41,752,742,206 38,659,946,487 35,796,246,747 33,144,672,914 30,689,511,958
57,027,292,521 52,803,048,630 48,891,711,695 45,270,103,421 41,916,762,427 38,811,817,062 35,936,867,650 33,274,877,454

2,953,431,442 2,734,658,742 2,532,091,428 2,344,529,100 2,170,860,278 2,010,055,813 1,861,162,790 1,723,298,879


2031 2032 2033 2034 2035 2036 2037 2038
23 24 25 26 27 28 29 30

4,340,000 4,340,000 4,340,000 4,340,000 4,340,000 4,340,000 4,340,000 4,340,000


880,000 880,000 880,000 880,000 880,000 880,000 880,000 880,000
26,942,685,768 24,946,931,266 23,099,010,432 21,387,972,622 19,803,678,354 18,336,739,216 16,978,462,237 15,720,798,368
5,463,033,059 5,058,363,943 4,683,670,318 4,336,731,776 4,015,492,385 3,718,048,505 3,442,637,504 3,187,627,319
32,405,718,827 30,005,295,210 27,782,680,750 25,724,704,398 23,819,170,739 22,054,787,721 20,421,099,742 18,908,425,687

2,393,856,941 2,216,534,204 2,052,346,486 1,900,320,820 1,759,556,315 1,629,218,810 1,508,535,935 1,396,792,533


28,416,214,776 26,311,309,977 24,362,324,053 22,557,707,457 20,886,766,164 19,339,598,300 17,907,035,463 16,580,588,391
30,810,071,716 28,527,844,182 26,414,670,539 24,458,028,276 22,646,322,478 20,968,817,109 19,415,571,398 17,977,380,924

1,595,647,110 1,477,451,028 1,368,010,211 1,266,676,122 1,172,848,261 1,085,970,612 1,005,528,344 931,044,763


76 
 

Lampiran 8 Perhitungan ekstraksi optimal penambangan batu gamping dan


lempung

t qt St cost pendapatan revenue


1 2,244,340 148,770,000 79,435,542,300 75,746,475,000 (3,689,067,300)
2 2,737,000 146,525,660 87,051,680,556 85,531,250,000 (1,520,430,556)
3 3,229,660 143,788,660 93,103,641,718 93,450,810,185 347,168,467
4 4,433,940 140,559,000 114,499,785,903 118,793,402,778 4,293,616,874
5 4,817,120 136,125,060 114,353,714,712 119,499,536,402 5,145,821,690
6 5,255,000 131,307,940 114,703,592,384 120,706,602,426 6,003,010,042
7 5,255,040 126,052,900 106,207,029,985 111,765,372,617 5,558,342,631
8 5,255,040 120,797,860 98,339,842,579 103,486,456,127 5,146,613,548
9 5,255,040 115,542,820 91,055,409,795 95,820,792,710 4,765,382,914
10 5,255,040 110,287,780 84,310,564,625 88,722,956,213 4,412,391,587
11 5,255,040 105,032,740 78,065,337,616 82,150,885,382 4,085,547,766
12 5,255,040 99,777,700 72,282,720,015 76,065,634,613 3,782,914,598
13 5,255,040 94,522,660 66,928,444,458 70,431,143,160 3,502,698,702
14 5,255,040 89,267,620 61,970,781,906 65,214,021,445 3,243,239,539
15 5,255,040 84,012,580 57,380,353,616 60,383,353,190 3,002,999,573
16 5,255,040 78,757,540 53,129,957,052 55,910,512,213 2,780,555,160
17 5,255,040 73,502,500 49,194,404,678 51,768,992,789 2,574,588,111
18 5,255,040 68,247,460 45,550,374,702 47,934,252,583 2,383,877,881
19 5,255,040 62,992,420 42,176,272,872 44,383,567,206 2,207,294,334
20 5,255,040 57,737,380 39,052,104,511 41,095,895,561 2,043,791,050
21 5,255,040 52,482,340 36,159,356,029 38,051,755,149 1,892,399,121
22 5,255,040 47,227,300 33,480,885,212 35,233,106,620 1,752,221,408
23 5,255,040 41,972,260 31,000,819,641 32,623,246,870 1,622,427,230
24 5,255,040 36,717,220 28,704,462,630 30,206,710,065 1,502,247,435
25 5,255,040 31,462,180 26,578,206,139 27,969,175,986 1,390,969,847
26 ,255,040 26,207,140 24,609,450,129 25,897,385,172 1,287,935,044
27 5,255,040 20,952,100 22,786,527,897 23,979,060,345 1,192,532,448
28 5,255,040 15,697,060 21,098,636,942 22,202,833,653 1,104,196,711
29 5,255,040 10,442,020 19,535,774,946 20,558,179,308 1,022,404,362
30 5,186,980 5,186,980 17,872,497,585 18,788,817,216 916,319,631
73,754,009,851
77 
 

Lampiran 9 Solver untuk perhitungan ekstraksi optimal penambangan batu


gamping dan lempung

 
 

You might also like