Professional Documents
Culture Documents
Buku PKB 75 PDF
Buku PKB 75 PDF
Buku PKB 75 PDF
XLIV Alergi-Imunologi, Infeksi 30-31 Juli 2001 Pendekatan Imunologis Berbagai Penyakit Alergi FAKULTAS
XLV Dep.IKA FKUI-RSCM 18-19 Feb 2002 Hot Topics and Pediatrics II
XLVI Dep. IKA FKUI-RSCM 5-6 Sep 2004 Current Management of Pediatrics Problems
XLVII Dep. IKA FKUI-RSCM 19-20 Sep 2005 Penanganan Demam pada Anak Secara Profesional
XLVIII Dep. IKA FKUI-RSCM 13-14 Des 2005 Update in Neonatal Infections
XLIX Dep. IKA FKUI-RSCM 5-7 Maret 2006 Neurology in Children for General Practitioner in Daily Practice
L Dep. IKA FKUI-RSCM 24-25 Juli 2006 Strategi Pendekatan Klinis Secara Profesional Batuk pada Anak
LI Dep. IKA FKUI-RSCM 20-21 Nov 2006 Pain Management in Children
Pediatric Care
LX Dep. IKA FKUI-RSCM & IDAI 9-10 Okt 2011 Peran Dokter Anak dalam Diagnosis Dini dan Pemantauan Keganasan pada
Jaya Anak
LXI Dep. IKA FKUI-RSCM 5-6 Feb 2012 Kegawatan Pada Bayi dan Anak
LXII Dep. IKA FKUI-RSCM 1-2 Apr 2012 Current Management in Pediatric Allergy and Respiratory Problems
LXIII Dep. IKA FKUI-RSCM 17-18 Juni 2012 Update Management of Infectious Diseases and Gastrointestinal Disorders
LXIV Dep. IKA FKUI-RSCM 24-25 Maret 2013 Tata Laksana Berbagai Keadaan Gawat Darurat pada Anak
LXV Dep. IKA FKUI-RSCM 17-18 Nop 2013 Pelayanan Kesehatan Anak Terpadu DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK
LXVI Dep. IKA FKUI-RSCM 22-23 Maret 2014 Pendekatan Holistik Penyakit Kronik pada Anak untuk Meningkatkan Kualitas
Hidup FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA
LXVII Dep. IKA FKUI-RSCM 16-17 Nop 2014 Current Evidence in Pediatric Practices RS. CIPTO MANGUNKUSUMO
LXVIII Dep. IKA FKUI-RSCM 12-13 April 2015 Current Evidences in Pediatric Emergencies Management
LXIX Dep. IKA FKUI-RSCM 6-7 Des 2015 Menuju diagnosis: pemeriksaan apa yang perlu dilakukan?
LXX Dep. IKA FKUI-RSCM 3-4 April 2016 Common and Re-Emerging Infectious Disease: Current Evidence
LXXI Dep. IKA FKUI-RSCM 30-31 Okt 2016 Doctors Without Border: Recent Advances in Pediatrics
LXXII Dep. IKA FKUI-RSCM 25-26 Maret 2017 Transformation from Fetus to Excellent Adolescents
LXXIII Dep. IKA FKUI-RSCM 22-23 Okt 2017 Masalah Kesehatan Neonatus Sampai Remaja
LXXIV Dep. IKA FKUI-RSCM 29-30 April 2018 A to Z about infections Pediatric antibiotic stewardship: How to prevent of
antibiotic resistance?
Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Rumah Sakit
Umum Pusat Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta, senantiasa mengetengahkan perkembangan mutakhir dalam bidang
ilmu kesehatan anak di samping masalah pediatri praktis. Keterangan tentang program ini setiap saat dapat dimintakan kepada:
Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM, Jalan Diponegoro 71, Jakarta 10430, Telp. (021) 3161420, Fax. (021) 3161420
Jakarta, 25 - 26 November 2018
PROSIDING SIMPOSIUM DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK
FKUI-RSCM - JAKARTA
I Kardiologi 7-8 Juli 1980 Penataran Berkala Kardiologi Pediatrik
II Gawat Darurat 23 Jan 1982 Demam Berdarah Dengue
III Hematologi 5 Juni 1982 Beberapa Aspek Hematologi
IV Neurologi 11-16 April 1983 Kejang pada Anak
V Kardiologi 19-20 April 1983 Penataran EKG Bayi danAnak
VI Nefrologi 1 Juni 1983 Penanggulangan Penyakit Ginjal Kronik
VII Gizi 13 Nov 1983 Gizi dan Tumbuh Kembang
VIII Pulmonologi 9-10 Nov 1983 Bronkitis dan Asma pada Anak
IX Perinatologi 3-4 Des 1984 Ikterus pada Neonatus
X Penyakit Tropis 4 Mei 1985 Permasalahan dan Penatalaksanaan Mutakhir Beberapa Penyakit Tropis
XI Kardiologi 31 JuIi-1 Agt 1985 Diagnosis dan Penatalaksanaan Penyakit Jantung Bawaan yang Dapat
Dikoreksi
XII Radiologi 1-2 Nov 1985 Radiologi Klinis dan Ultrasonografi pada Bayi dan Anak
XIII Endokrinologi 23 Febr 1986 Masalah penyimpangan Pertumbuhan Somatik dan Seksual pada Anak dan
Remaja
XIV Gawat Darurat 9 Agt 1986 Penanggulangan Terpadu Enterokolitis Nekrotikans Neonatal
XV Radiologi 20-21 Juni 1988 Radiologi dan Ortopedi Praktis pada Anak
XVI Gastroenterologi 30 Sept-1 Okt 1988 Penanggulangan Mutakhir Beberapa Penyakit Gastrointestinal pada Anak
XVII Pulmonologi 21-22 Okt 1988 Beberapa Masalah Klinis Praktis Pulmonologi Anak
XVIII Neurologi 27-28 Jan 1989 Kedaruratan Saraf Anak
XIX Gizi 8-9 Sept 1989 Beberapa Aspek Tentang Vitamin dan Mineral pada Tumbuh Kembang Anak
XX Kardiologi 15-16 Des 1989 Penatalaksanaan Kedaruratan Kardio vaskular pada Anak
XXI Alergi-imunologi 9-10 Mar 1990 Meningkatkan Profesionalisme dalam Penatalaksanaan Penyakit Alergi-
Imunologi
XXII Nefrologi 7-8 Des 1990 Penatalaksanaan Penyakit Ginjal pada Anak
XXIII Perinatologi 8-9 Juli 1991 Sindrom Gawat Napas pada Neonatus
XXIV Hematologi 6-7 Sept 1991 Perkembangan Mutakhir Penyakit Hematologi Onkologi Anak
XXV Penyakit Tropis 26-27 Juni 1992 Tata Iaksana Penyakit Infeksi pada Anak Masa Kini dan Masa Mendatang
XXVI Radiologi 11-12 Sept 1992 Pencitraan Traktus Urinarius pada Anak
XXVII Hepatologi 6-7 Nop 1992 Hepatologi Anak Masa Kini
XXVIII Endokrinologi 16-15 Feb 1993 Masalah Penyimpangan Pertumbuhan Somatik pada Anak dan Remaja
XXIX Nefrologi 24-25 Sept 1993 Penanggulangan Masalah Uronefrologi pada Anak
XXX Gawat Darurat 3-4 Des 1993 Pendekatan Farmakologi pada Pediatrik Gawat Darurat
XXXI Gastroenterologi 3-4 Feb 1994 Optimalisasi Tatalaksana Gagal Tumbuh Gastointestinal Guna Meningkatkan
Kualitas Sumber Daya Manusia
XXXII Kardiologi 1-2 Juli 1994 Pengenalan Dini dan Tatalaksana Penyakit Jantung Bawaan pada Neonatus
XXXIII Pulmonologi 2-3 Des 1994 Perkembangan dan Masalah Pulmonologi Anak Saat ini
XXXIV Neurologi 24-25 Mar 1995 Neurologi Anak dalam Praktek Sehari-hari
XXXV Gizi 11-12 Agt 1995 Masalah Gizi Ganda dan Tumbuh Kembang Anak
XXXVI Alergi-Imunologi 10-11 Nop 1995 Strategi Pendekatan Klinis Berbagai Penyakit Alergi dan Reumatik pada Anak
XXXVII Tumbuh Kembang 21-23 Nop 1996 Deteksi dan Intervensi Dini Penyimpangan Tumbuh Pediatri Sosial Kembang
Anak dalam Upaya Optimalisasi Kualitas Sumber Daya Manusia
XXXVIII Perinatologi 7-8 Apr 1997 Penanganan Mutakhir Bayi Prematur: Memenuhi Kebutuhan Bayi Prematur
untuk Menunjang Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia
XXXIX Infeksi dan Pediatrik Tropik 25-26 Agt 1997 Strategi Pemilihan dan Penggunaan Vaksin serta Antibiotik dalam Upaya
Antisipasi Era Perubahan Pola Penyakit
XL Radiologi 26-27 Nop 1997 Pencitraan: Penggunaannya untuk Menunjang Diagnosis Penyakit Saluran
Napas dan Saraf pada Anak
XLI Hematologi 24-25 Jun 1998 Darah dan Tumbuh Kembang: Aspek Transfusi
XLII Gastroenterologi, 22-23 Feb 1999 Dari Kehidupan Intrauterin sampai Transplantasi Organ: Aktualisasi
Hepatologi dan Gizi Gastroenterologi-Hepatologi dan Gizi
XLIII Hepatologi 31 Mei 2000 Tinjauan Komprehensif Hepatitis Virus Pada Anak
UNIVERSITAS
INDONESIA
Veritas, Probitas, Justitia
FAKULTAS
KEDOKTERAN
Penyunting:
Partini P. Trihono
Endang Windiastuti
Muzal Kadim
Dina Muktiarti
Henny Adriani Puspitasari
Diterbitkan oleh:
Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM
ii
Kata Sambutan
Ketua Departemen IKA FKUI - RSCM
Assalamualaikum wr wb
iii
pelaksanaan baik sebagai panitia, pemandu maupun pembicara. Ucapan
terima kasih juga disampaikan kepada para mitra departemen IKA telah
berkontribus secara aktif dan elegan sehingga PKB ini dapat terlaksana
Wassalamualaikum Wr Wb
iv
Kata Sambutan
Ketua Panitia PKB Departemen IKA FKUI-RSCM LXXV
Nia Kurniati
Ketua Panitia
v
vi
Kata Pengantar Tim Penyunting
vii
viii
Tim PKB FKUI-RSCM
ix
Susunan Panitia
x
Daftar Penulis
xi
xii
Daftar isi
xiii
Pendekatan Diagnostik Klinis Anak dengan Hematuria............................. 62
Partini Pudjiastuti Trihono
Masalah Etik dan Keselamatan Pasien di Neonatal Intensive Care............. 70
R. Adhi Teguh Perma Iskandar, Sriwulan Rosalinda
Bagaimana Mengenal Gejala Irritable Bowel Syndrome pada Anak............ 82
Muzal Kadim
Drug Induced Liver Injury (DILI): When to Suspect and How to Treat?....... 89
Hanifah Oswari
Skrining Pra-Operatif pada Anak............................................................... 97
Endang Windiastuti
Transfusi Masif pada Anak....................................................................... 109
Pustika Amalia Wahidiyat, Stephen Diah Iskandar
Immune Thrombocytopenia Purpura: new update...................................... 118
Teny Tjitra Sari
Penggunaan Obat Penekan Asam Lambung dalam Praktik Sehari-hari.... 126
Agus Firmansyah
Terapi Farmakologi pada Gangguan Motilitas Saluran Cerna: Refluks
Gastroesofagus dan Muntah .................................................................... 134
Badriul Hegar
Sel Punca Sebagai Masa Depan Terapi Kasus-Kasus Pediatrik................. 141
Ismail Hadisoebroto Dilogo, Alberto Lastiko Hanitya
xiv
Dampak Penggunaan Gadget dan Media
Digital dalam Tumbuh Kembang Anak
Hartono Gunardi, Annisa R Yulman
Tujuan:
1. Memahami pengaruh screen time terhadap kesehatan
2. Memahami pengaruh screen time terhadap pertumbuhan anak
3. Memahami pengaruh screen time terhadap perkembangan anak
4. Memahami pengaruh screen time terhadap pola tidur anak
5. Memahami peran dokter anak
Gadget atau gawai dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti piranti
elektronik. Gawai dalam kehidupan sehari-hari dapat berupa tablet, ponsel
pintar atau smartphone yang lazim digunakan sehari-hari. Data World Bank
menunjukkan bahwa jumlah langganan ponsel (smartphone subscription) di
seluruh dunia meningkat pesat dari 0% pada tahun 1975 menjadi 100,68%
per 100 orang penduduk tahun 2016.1 Di Indonesia, kepemilikan ponsel juga
meningkat pesat. Pada tahun 2018, lembaga riset digital marketing Emarketer
mengestimasi pengguna ponsel aktif di Indonesia mencapai 100 juta orang.
Dengan demikian, Indonesia berpotensi menjadi negara pengguna ponsel
terbanyak di dunia, setelah RRC, India, dan Amerika Serikat.2
Sejalan dengan peningkatan kepemilikan ponsel, pengguna internet di
Indonesia meningkat pesat. Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia
(APJII) melaporkan pengguna internet di Indonesia pada tahun 2017 mencapai
143,2 juta orang dari seluruh penduduk Indonesia yang berjumlah 262 juta
orang.3
Teknologi digital, termasuk penggunaan ponsel atau media elektronik
interaktif lainnya, telah mengubah dunia dan masuk ke dalam kehidupan
anak.4 Penggunaan media digital ini meningkat pada anak dalam awal
kehidupannya, yaitu saat masih mengalami perkembangan otak. Peningkatan
ini disebabkan oleh peningkatan penggunaan oleh keluarga, masyarakat,
serta pertumbuhan televisi, televisi kabel, perangkat digital seperti gawai dan
aplikasi yang dapat digunakan oleh anak. Saat ini semakin banyak anak yang
menggunakan internet (online). Remaja dan dewasa muda (15-24 tahun)
43
Dampak Penggunaan Gadget dan Media Digital dalam Tumbuh Kembang Anak
44
Prosiding Simposium LxxV Fighting Longterm Problems for Better Pediatric Care
anak akan lebih banyak menyerap radiasi gelombang mikro karena tulang
tengkorak lebih tipis dan kecil serta jaringan otak yang lebih mudah untuk
menyerap.9 Penelitian lain membandingkan pajanan terhadap gelombang
elektromagnetik yang lebih lama, dapat menurunkan atensi dan konsentrasi.8
Istilah “digital eye strain” memiliki makna ketidak nyamanan pada mata
setelah menatap layar lebih dari dua jam. Hal iniemakin sering terjadi pada
anak yang menggunakan gawai terlalu lama. Selain itu dengan menatap layar
terlalu lamu membuat mata jaranggberkedip, mata kabur, mata rasa terbakar,
dan nyeri kepala.1
45
Dampak Penggunaan Gadget dan Media Digital dalam Tumbuh Kembang Anak
tubuh dan 2,3 cm lingkar perut. Pada penambahan durasi screen time 1 jam
meningkatkan IMT/U 0,06 dan lingkar perut 0,4 cm.14
Perkembangan Bahasa
Anak yang menonton televisi lebih dari 3 jam per hari memiliki risiko
keterlambatan bahasa mencapai 3 kali lipat dibandingkan dengan anak yang
menonton kurang dari 1 jam per hari. Anak yang memiliki sedikit kesempatan
berkomunikasi dengan orangtua, misalnya karena sekolah, meningkatkan
kemungkinan untuk menonton TV lebih lama.19
Aplikasi yang menggunakan program literasi/bahasa harus digunakan sesuai
usia, memiliki program interaktif yang baik untuk menstimulasi semua sensori
anak, meningkatkan memori dan mendorong kreativitas, pemecahan masalah,
pemikiran kritis dan umpan balik dari anak.20 Peningkatan perbendaharaan
kata ditemukan pada anak yang terpapar dengan program TV yang edukatif.
Performa akademik menurun pada anak yang terpapar program TV dewasa
dan kartun.21 Penggunaan media digital harus dilakukan dengan interaksi
secara verbal dengan orangtua atau pengasuh sehingga memiliki dampak
positif terhadap kemampuan verbal seorang anak.22
46
Prosiding Simposium LxxV Fighting Longterm Problems for Better Pediatric Care
televisi mencapai 5,5 jam per hari. 1)Sebanyak 60% tayangan televisi
mengandung kekerasan termasuk yang dapat ditonton oleh anak-anak dan
dapat memengaruhi sifat agresif seorang anak (baik verbal maupun tindakan),
terutama anak lelaki dan anak yang memiliki kemampuan self-regulation
yang kurang (terutama prososial). Adik merupakan korban kekerasan yang
sering pada anak.7 Anak dapat menjadi desensitasi terhadap kekerasan yang
ditayangkan. Anak yang menonton tayangan televisi sendiri cenderung lebih
agresif dibandingkan menonton didampingi oleh orang dewasa. Hal ini berlaku
juga pada anak yang bermain video games yang mengandung unsur kekerasan.
Permainan video games yang tidak mengandung unsur kekerasan pun dapat
memicu sifat mudah frustasi, marah dan menimbulkan permusuhan.20, 23
Bermain memiliki peran sentral dalam perkembangan sosial/emosional
seorang anak. Bermain memberikan kesempatan seorang anak untuk
menunjukkan berbagai emosi/perasaan dan memperkaya pengalaman serta
interaksi orangtua dengan anak. Hal ini membuat orangtua dapat melihat
ke dalam pemikiran anak dan membiarkan anak untuk memimpin dan
membangun hubungan timbal balik. Tayangan televisi berperan dalam
mengalihkan perhatian dan berpotensial menggangu proses bermain,
bereksplorasi, belajar dan konsentrasi seorang anak. Seorang anak tidak fokus
dalam bermain bila terdapat televisi yang menyala di sekitarnya, karena adanya
suara yang keras dan kilatan cahaya yang muncul dari televisi yang dinyalakan.
Interaksi antara anak dan orangtua jadi terganggu karena adanya televisi yang
menyala tersebut.20 Ketika TV dinyalakan saat anak sedang bermain, terjadi
penurunan kualitas bermain anak secara keseluruhan, episode bermain menjadi
lebih pendek, terdapat interupsi beberapa kali dan perhatian dan fokus pada
bermain menjadi berkurang.24
Beberapa permainan menggunakan media digital seperti pengambilan foto/
video, merekam suara atau membuat ilustrasi efektif dalam mengembangkan
kemampuan sosial dan emosional seorang ana., terutama saat anak dapat
memperlihatkan dan menceritakan kembali apa yang telah dibuatnya. Beberapa
acara TV atau video interaktif yang menayangkan konsep pertemanan,
perasaan, emosi dan perilaku terhadap sesama diklaim dapat meningkatkan
kemampuan sosial dan emosional anak, namun belum ada penelitian yang
membuktikan hal tersebut.7
47
Dampak Penggunaan Gadget dan Media Digital dalam Tumbuh Kembang Anak
48
Prosiding Simposium LxxV Fighting Longterm Problems for Better Pediatric Care
waktu tidur terhadap kuantitas tidur yang tidak adekuat (OR 2.17, dengan
95% IK 1.42-3.32), kualitas tidur yang buruk (OR 1.46, dengan 95% IK 1.14-
1.18), dan rasa kantuk yang memberat pada siang hari (OR 2.72, dengan 95%
IK 1.22-5.61).2
Kamar seorang anak yang memiliki TV berhubungan dengan kualitas dan
kuantitas tidur yang buruk, termasuk penggunaan gawai malam hari sebelum
tidur. Supresi melatonin endogen akibat cahaya dari layar gawai, overstimulasi
serta konten yang hyper-arousal menyebabkan penurunan kualitas tidur.7, 20
Penutup
Gawai maupun media elektronik lainnya mempunyai potensi untuk
49
Dampak Penggunaan Gadget dan Media Digital dalam Tumbuh Kembang Anak
Daftar pustaka
1. World Bank. Mobile cellular subscriptions. 2018 Sep 09. [Disitasi pada 2018 Sep
11]. Tersedia di: https://data.worldbank.org/indicator/it.cel.sets.p2.
2. Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia. Indonesia Raksasa
Teknologi Digital Asia.2015 Okt 23. [Disitasi pada 2018 Sep 11]. Tersedia di:
https://www.kominfo.go.id/ content/detail/6095/indonesia-raksasa-teknologi-
digital-asia/0/sorotan_media.
3. Fatimah Kartini Bohang. Berapa Jumlah Pengguna Internet Indonesia?
Kompascom [Internet]. 2017 [Disitasi pada 2018 Sep 11]. Tersedia di: https://
tekno.kompas.com/read/2018/02/22/16453177/ berapa-jumlah-pengguna-
internet-indonesia.
4. United Nations Children’s Fund. Children in digital world. New York: Division
of Communications. 2017. h. 1-5
5. Readout V. Zero to eight: children’s media use in America 2013: a Common
Sense Media research study. Common Sense Media [Internet]. 2013. [Disitasi
pada 2018 Sep 12]. Tersedia di: https: //www.commonsensemedia.org/research/
zero-to-eight-childrens-media-use-in-america-2013.
6. Chandra M, Jalaludin B, Woolfenden S, Descallar J, Nicholls L, Dissanayake
C, dkk. Screen time of infants in Sydney, Australia: a birth cohort study. BMJ
Open. 2016;6:1-7.
7. Radesky JS, Christakis DA. Increased Screen Time: Implications for Early
Childhood Development and Behavior. Pediatr Clin North Am. 2016;63:827-39.
8. Deniz OG, Kaplan S, Selcuk MB, Terzi M, Altun G, Yurt KK, dkk. Effects of
short and long term electromagnetic fields exposure on the human hippocampus.
J Microsc Ultrastruct. 2017;5:191-7.
9. Morgan L, Kesari S, Davis D. Why children absorb more microwave radiation
than adults: The consequences. Journal of Microscopy and Ultrastructure.
2014;2:197-215.
10. Miller C. The Hidden Hazards of Digital Devices and Blue Light on Kid’s Eyes.
[Internet] 2017 Jun 8. [Disitasi pada 2018 Nov 11]. Terdapat pada https://
goodmenproject.com/health/hidden-hazards-digital-devices-blue-light-kids-
eyes-lbkr/
11. Robinson TN, Banda JA, Hale L, Lu AS, Fleming-Milici F, Calvert SL, dkk.
Screen Media Exposure and Obesity in Children and Adolescents. Pediatrics.
2017;140:97-101.
12. Dennison BA, Erb TA, Jenkins PL. Television viewing and television in bedroom
associated with overweight risk among low-income preschool children. Pediatrics.
2002;109:1028-35.
50
Prosiding Simposium LxxV Fighting Longterm Problems for Better Pediatric Care
13. Wen LM, Baur LA, Rissel C, Xu H, Simpson JM. Correlates of body mass index
and overweight and obesity of children aged 2 years: findings from the healthy
beginnings trial. Obesity (Silver Spring). 2014;22:1723-30.
14. Lee ST, Wong JE, Shanita SN, Ismail MN, Deurenberg P, Poh BK. Daily physical
activity and screen time, but not other sedentary activities, are associated
with measures of obesity during childhood. Int J Environ Res Public Health.
2014;12:146-61.
15. Lerner C, Barr R. Screen Sense: Setting the Record Straight; Research-Based
Guidelines for Screen Use for Children Under 3 Years Old. Zero to Three
[Internet]. 2014 [Disitasi pada 2018 Sep 12]. Terdapat di: www.zerotothree.org/
resources/series/screen-sense-setting-the-record-straight.
16. Duch H, Fisher EM, Ensari I, Harrington A. Screen time use in children under
3 years old: a systematic review of correlates. Int J Behav Nutr Phys Act.
2013;10:102.
17. Barr R. Transfer of learning between 2D and 3D sources during infancy: Informing
theory and practice. Dev Rev. 2010;30:128-54.
18. Council On Communication Media. Media and Young Minds. Pediatrics.
2016;138:1-6.
19. Byeon H, Hong S. Relationship between television viewing and language delay
in toddlers: evidence from a Korea national cross-sectional survey. PLoS One.
2015;10:1-12.
20. Dauw J. Screen Time and the Effects on Development for Children Ages Birth
to Five Years. Culminating Projects in Child and Family Studies. 2016;7.1-41.
21. Alloway TP, Williams S, Jones B, Cochrane F. Exploring the Impact of Television
Watching on Vocabulary Skills in Toddlers. Early Childhood Education Journal.
2013;42:343-9.
22. Mendelsohn AL, Brockmeyer CA, Dreyer BP, Fierman AH, Berkule-Silberman
SB, Tomopoulos S. Do Verbal Interactions with Infants During Electronic Media
Exposure Mitigate Adverse Impacts on their Language Development as Toddlers?
Infant Child Dev. 2010;19:577-93.
23. Daly L, Perez L. Exposure to media violence and other correlates of aggressive
behavior in preschool children. Early Childhood Research & Practice. 2009;11;1-
13
24. Schimdt M, Pempek T, Kirkorian H, Lund A, Anderson D. The effects of
background television on the toy play behavior of very young children. Child
Development. 2008;79:1137-51.
25. Barr R, Lauricella A, Zack E, Calvert S. Infant and Early Childhood Exposure
to Adult-Directed and Child-Directed Television Programming: Relations with
Cognitive Skills at Age Four. Merrill-Palmer Quarterly. 2010;56:21-48.
26. Carter B, Rees P, Hale L, Bhattacharjee D, Paradkar M. A meta-analysis of the
effect of media devices on sleep outcomes. JAMA Pediatr. 2016;170:1202–8.
51
Transfusi Masif pada Anak
Pustika Amalia Wahidiyat, Stephen Diah Iskandar
Tujuan:
1. Memahami definisi dan etiologi penyebab transfusi masif
2. Memahami patofisiologi koagulopati akibat perdarahan dan
transfusi masif
3. Memahami prinsip tata laksana transfusi masif (penilaian
kebutuhan, pemantauan, dan protokol)
4. Memahami komplikasi-komplikasi terkait transfusi masif
5. Memahami terapi tambahan yang penting diberikan dalam
transfusi masif
Etiologi
Etiologi perdarahan masif pada anak berbeda dari dewasa. Penyebab paling
umum pada dewasa adalah luka tembus; sedangkan penyebab paling banyak
pada anak adalah luka tumpul (disengaja atau tidak disengaja) dan operasi
mayor, terutama pada pasien dengan kelainan sistem pembekuan darah,
misalnya hemofilia. Pada neonatus, TM diperlukan akibat kelainan selama
proses pra-natal (misalnya perdarahan fetal-maternal, twin-to-twin transfusion
109
Transfusi Masif pada Anak
Patofisiologi
Koagulopati merupakan salah satu masalah utama pada TM. Koagulopati dapat
disebabkan oleh banyak faktor, termasuk kerusakan jaringan, perdarahan, dan
transfusi itu sendiri. Kerusakan jaringan menyebabkan pelepasan faktor-faktor
jaringan dan dilanjutkan dengan aktivasi jalur koagulasi. Hipoperfusi akibat
perdarahan masif menyebabkan peningkatan produksi trombomodulin, yang
berperan sebagai kofaktor trombin pada aktivasi protein C. Protein C aktif
akan menghambat kofaktor V dan VIII, dan pada konsentrasi yang tinggi
menurunkan konsentrasi plasminogen activator inhibitor-1 (PAI-1). Akibatnya,
pembentukan plasmin dan proses fibrinolisis meningkat.3 Hipoperfusi juga
menyebakan peningkatan produksi laktat akibat metabolism anaerob.
Penurunan pH darah akan menurunkan aktivitas koagulasi, yang berfungsi
optimal pada pH 8.0-8.5.5 Selain karena kerusakan jaringan, pemberian produk
darah itu sendiri menyebabkan koagulopati. Pemberian produk darah yang
disimpan pada suhu 1-6oC dapat menyebabkan hipotermia. Penurunan 1o C
dapat menurunkan aktivitas protease pada kaskade koagulasi hingga 4-10%.
Produk darah umumnya mengandung antikoagulan sitrat yang dapat mengikat
ion kalsium (Ca2+). Ion kalsium sendiri diperlukan dalam berbagai proses
pembentukan, inisiasi, dan stabilisasi bekuan darah.5
110
Prosiding Simposium LxxV Fighting Longterm Problems for Better Pediatric Care
Tata Laksana
Penilaian perdarahan dan deteksi awal kebutuhan TM
Identifikasi dini kebutuhan TM penting untuk mencegah koagulopati. Sampai
saat ini, sistem skoring untuk menilai kebutuhan TM baru hanya tersedia untuk
dewasa. Beberapa variabel bebas yang menentukan kebutuhan TM antara lain
Hb ≤11 g/dL, International Normalized Ratio (INR) >1.5, luka tembus, denyut
jantung >105 x/menit, tekanan darah sistolik <110 mmHg, pH <7.25, dan
hematokrit <32%.6,7
Perdarahan masif harus dinilai berdasarkan mekanisme perdarahan,
gejala, tanda, dan pemantauan. Akan tetapi, tanda dan gejala awal perdarahan
pada dewasa tidak sama dengan anak. Hal ini dikarenakan anak mempunyai
cadangan fisiologis untuk mempertahankan tekanan darah arteri hingga
kehilangan darah mencapai 25-40% dari TVD.3
Pada anak, tekanan nadi yang sempit (<20 mmHg) merupakan prediktor
yang cukup baik untuk menilai perdarahan, dibandingkan dengan takikardi
atau penurunan tekanan darah sistolik. Tanda lainnya yang sensitif adalah
asidosis laktat dan penurunan produksi urin. Keseimbangan cairan pada anak
dengan total kehilangan darah lebih banyak dari TVD, cedera kepala, atau
trauma berat lainnya harus dipantau menggunakan tekanan intra-arteri dan
tekanan vena-sentral.3
Secara klinis, kebutuhan produk darah (di luar PRC) pada anak harus
mulai diantisipasi pada beberapa kondisi:8
yy Transfusi PRC pada neonatus dengan total kehilangan darah akut ≥10%
dari TVD
yy Transfusi PRC pada anak lainnya dengan total kehilangan darah akut
30-40% dari TVD
yy Defisit faktor koagulasi setelah penggantian darah 100-150% dari TVD
yy Fibrinogen <1 g/L setelah penggantian darah 150% dari TVD
yy Trombositopenia <50x109 sel/L setelah penggantian darah 150-200%
dari TVD
111
Transfusi Masif pada Anak
Pemantauan
Pemantauan klinis dan laboratorium penting dalam protokol TM. Pemantauan
klinis termasuk tekanan darah, saturasi oksigen, suhu tubuh, elektrokardiogram,
balans diuresis, tekanan intra-arteri, dan tekanan vena-sentral.9
Evaluasi laboratorium untuk TM mencakup darah perifer lengkap,
prothrombin time (PT)/INR, activated partial thromboplastin time (aPTT),
fibrinogen, crossmatch, analisis gas darah, elektrolit (minimal K+ and Ca2+), dan
laktat.3 Evaluasi laboratorium harus dijalankan saat inisiasi protokol dan setiap
4 jam hingga protokol TM dihentikan. Akan tetapi, pemeriksaan laboratorium
hemostasis sering memakan waktu dan tidak menggambarkan permasalahan
hemostasis secara spesifik (misalnya hiperfibrinolisis, disfungsi trombosit, dan
defisiensi faktor XIII). Oleh karena itu, lebih disarankan untuk menggunakan
thromboelastometry (TEG) dan rotational thromboelastometry (ROTEM), yang
dapat mengukur koagulasi saat itu juga dan sesuai dengan temperatur tubuh
pasien saat itu.3
112
Prosiding Simposium LxxV Fighting Longterm Problems for Better Pediatric Care
113
Transfusi Masif pada Anak
Komplikasi
Perdarahan yang tidak terkontrol dapat menyebakan lethal triad asidosis,
hipotermia, dan koagulopati. Hal ini dapat mengakibatkan kematian, sehingga
kontrol perdarahan definitif sangat krusial.10 Akan tetapi, banyak komplikasi
pada anak yang mungkin terjadi akibat TM. Komplikasi ini harus ditangai
secara serius untuk mencegah perburukan kondisi pasien. Reaksi transfusi dapat
terjadi akibat transfusi darah yang tidak cocok dalam jumlah banyak. Reaksi
transfusi yang paling umum adalah alergi dan febrile non-hemolytic transfusion
114
Prosiding Simposium LxxV Fighting Longterm Problems for Better Pediatric Care
reactions (FNHTR). Karena produk darah yang diberikan mungkin tidak cocok
atau disiapkan dengan baik, dokter dan perawat harus selalu waspada terhadap
reaksi yang mengancam nyawa, termasuk reaksi transfusi hemolitik, transfusion-
related acute lung injury (TRALI), transfusion-related immunomodulation (TRIM),
transfusion-associated graft vs host disease (Ta-GVHD), post-transfusion purpura
(PTP), dan transfusion-associated circulatory overload (TACO). Infeksi akibat
transfusi juga mungkin terjadi.3,14
Komplikasi metabolik sering ditemukan pada pasien yang mendapat TM.
Konsentrasi antikoagulan sitrat yang tinggi dalam darah dapat menyebabkan
hipokalsemia, hipomagnesemia, dan alkalosis metabolik. Pasien juga berisiko
mengalami hiperkalemia akibat akumulasi kalium dalam produk darah dari
hasil hemolisis PRC selama penyimpanan dan iradiasi. Hiperkalemia dapat
dicegah dengan memberian PRC segar (<5 hari), iradiasi <24 jam, atau
washed erythrocyte (WE). Hipokalemia dapat terjadi setelah hiperkalemia akibat
masuknya kembali kalium ke dalam eritrosit dari darah transfusi, hormon
stress, dan alkalosis metabolik. Selain alkalosis, asidosis metabolik juga dapat
terjadi akibat hipoperfusi. Hipotermia akibat produk darah dapat dicegah
menggunakan penghangat darah. Koagulopati sering terjadi dan harus dicegah
selama dan setelah transfusi.3,14
115
Transfusi Masif pada Anak
Simpulan
yy Pada perdarahan masif terjadi kehilangan darah, kehilangan faktor
koagulasi, hipotermia, dan asidosis.
yy Prinsip utama transfusi masif adalah menggantikan darah dan faktor
koagulasi yang keluar, serta mencegah hipotermia dan asidosis.
yy Sampai saat ini belum ada alat atau sistem skoring untuk menilai
kebutuhan inisiasi protokol transfusi masif pada anak, berbeda dengan
dewasa.
yy Jika terjadi perdarahan masif, dapat diberikan PRC:FFP:trombosit dengan
rasio 2:1:1 atau 1:1:1
yy Pada daerah dengan kelangkaan atau ketidaktersediaan produk darah,
maka dapat diberikan fresh whole blood
yy Terapi tambahan (Kalsium glukonas, asam traneksamat, dan penghangat
darah) harus digunakan untuk memperbaiki outcome klinis.
Daftar pustaka
1. Dehmer JJ, Adamson WT. Massive transfusion and blood product use in the
pediatric trauma patient. Semin Pediatr Surg. 2010;19: 286-91.
2. Diab YA, Wong EC, Luban NL. Massive transfusion in children and neonates.
Br J Haematol. 2013;161:15-26.
3. Blain S, Paterson N. Paediatric massive transfusion. BJA Education. 2016;16:269-
75.
4. Chidester SJ, Williams N, Wang W, Groner JI. A pediatric massive transfusion
protocol. J Trauma Acute Care Surg. 2012;73:1-11.
5. Lier H, Krep H, Schroeder S, Stuber F. Preconditions of hemostasis in trauma:
a review. The influence of acidosis, hypocalcemia, anemia, and hypothermia on
functional hemostasis in trauma. J Trauma. 2008;65:951-60.
6. Schreiber MA, Perkins J, Kiraly L, Underwood S, Wade S, Holcomb JB.
Early predictors of massive transfusion in combat casualties. J Am Coll Surg.
2007;205:541-5.
7. McLaughin DF, Niles SE, Salinas J, Perkins JG, Cox ED, Wade CE, et al. A
predictive model for massive transfusion in combat casualty patients. J Trauma.
2008; 64:S57-63.
8. Shackleton T. Pediatric massive hemorrhage [Internet]. [Tempat tidak
diketahui]: Joint United Kingdom (UK) Blood Transfusion and Tissue
Transplantation Services Professional Advisory Committee. [Tanggal publikasi
tidak diketahui] [disitasi pada 2 September 2018]. Dapat diakses di: https://
www.transfusionguidelines.org/document-library/documents/tracy-shackleton-
paediatric-massive-haemorrhage-188-kb-18-slides
9. Patil V, Shetmahajan M. Massive transfusion and massive transfusion protocol.
Indian J Anaesth. 2014;58:590-5.
10. Sihler KC, Napolitano LM. Complications of massive transfusion. Chest.
2010;137:209-20.
116
Prosiding Simposium LxxV Fighting Longterm Problems for Better Pediatric Care
117
Sel Punca Sebagai Masa Depan Terapi Kasus-Kasus Pediatrik
148