Skripsi Full Tanpa Bab Pembahasan

You might also like

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 68

EFEK PROTEKTIF EKSTRAK ETANOL RIMPANG KUNYIT

(Curcuma domestica Val.) TERHADAP GAMBARAN


HISTOPATOLOGI DUODENUM TIKUS PUTIH
(Rattus norvegicus) JANTAN GALUR Spargue
dawley YANG DIINDUKSI MINYAK
JELANTAH

(Skripsi)

Oleh
MELIA MEGAWATI

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2020
EFEK PROTEKTIF EKSTRAK ETANOL RIMPANG KUNYIT
(Curcuma domestica Val.) TERHADAP GAMBARAN
HISTOPATOLOGI DUODENUM TIKUS PUTIH
(Rattus norvegicus) JANTAN GALUR Spargue
dawley YANG DIINDUKSI MINYAK
JELANTAH

Oleh
MELIA MEGAWATI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar


SARJANA KEDOKTERAN

Pada

Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2020
ABSTRACT

PROTECTIVE EFFECT OF EXTRACT ETANOL TURMERIC


(Curcuma domestica Val.) AGAINST HISTOPAOLOGICAL
DESCRIPTION OF DUODENUM WHITE RAT
(Rattus norvegicus) MALE Spargue dawley
WHICH INDUCED BY WASTE
COOKING OIL

By

MELIA MEGAWATI

Background: Waste cooking oil can damage duodenal mucosa, turmeric rhizome
as herbal plant can protect and regenerate duodenal mucosa damaged by free
radicals caused by waste cooking oil.
Method: This study used post test control group design using 30 white rats into 5
groups for 28 days. Negative control group (K-) given 2 ml aquadest. Positive
control group (K +) given 1.5 ml cooking oil. Treatment group 1 (P1) given 1.5 ml
cooking oil and 25 mg turmeric rhizome ethanol extract paste. Treatment group 2
(P2) given 1.5 ml cooking oil and 50 mg turmeric rhizome ethanol extract paste.
Treatment group 3 (P3) given 1.5 ml waste cooking oil and 100 mg turmeric
rhizome ethanol extract paste.
Results: Data tested with Kruskal-Wallis Non-Parametric statistics, p = 0,000 (p
<0.05). Statistical results with Mann-Whitney test obtained a significant difference
in most groups, except groups K + with P1 and P1 with P2.
Conclusion: There is protective effect of ethanol extract of turmeric (Curcuma
domestica Val.) Rhizome to histopathological picture of duodenal white rat (Rattus
norvegicus) male Spargue Dawley induced by waste cooking oil.

Keywords: duodenum, turmeric rhizome ethanol extract, waste cooking oil


ABSTRAK

EFEK PROTEKTIF EKSTRAK ETANOL RIMPANG KUNYIT


(Curcuma domestica Val.) TERHADAP GAMBARAN
HISTOPATOLOGI DUODENUM TIKUS PUTIH
(Rattus norvegicus) JANTAN GALUR Spargue
dawley YANG DIINDUKSI MINYAK
JELANTAH

Oleh

MELIA MEGAWATI

Latar Belakang: Minyak jelantah dapat merusak mukosa duodenum, rimpang


kunyit sebagai tumbuhan herbal dapat memproteksi dan meregenerasi mukosa
duodenum yang rusak akibat radikal bebas yang disebabkan oleh minyak jelantah.
Metode: Penelitian ini menggunakan post test control group design menggunakan
30 ekor tikus putih dibagi menjadi 5 kelompok dengan perlakuan selama 28 hari.
Kelompok kontrol negatif (K-) diberikan akuades 2 ml. Kelompok kontrol positif
(K+) diberi minyak jelantah 1,5 ml. Kelompok perlakuan 1 (P1) diberi minyak
jelantah 1,5 ml dan pasta ekstrak etanol rimpang kunyit 25 mg. Kelompok
perlakuan 2 (P2) diberi minyak jelantah 1,5 ml dan pasta ekstrak etanol rimpang
kunyit 50 mg. Kelompok perlakuan 3 (P3) diberi minyak jelantah 1,5 ml dan pasta
ekstrak etanol rimpang kunyit 100 mg.
Hasil: Data diuji statistik Non-Parametrik Kruskal-Wallis, diperoleh p= 0,000 (p
<0,05). Hasil statistik dengan uji Mann-Whitney diperoleh adanya perbedaan yang
bermakna pada sebagian besar kelompok, kecuali kelompok K+ dengan P1 serta P1
dengan P2.
Kesimpulan: Adanya efek protektif pemberian ekstrak etanol rimpang kunyit
(Curcuma domestica Val.) terhadap gambaran histopatologi duodenum tikus putih
(Rattus norvegicus) jantan galur Spargue dawley yang diinduksi minyak jelantah.

Kata Kunci: duodenum, ekstrak etanol rimpang kunyit, minyak jelantah


Judul Skripsi : EFEK PROTEKTIF EKSTRAK ETANOL
RIMPANG KUNYIT (Curcuma domesstika Val.)
TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI
DUODENUM TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus)
JANTAN GALUR Sprague dawley YANG
DIINDUKSI MINYAK JELANTAH

Nama Mahasiswa : : MELIA MEGAWATI

No. Pokok Mahasiswa : 1618011053

Program Studi : Pendidikan Dokter

Fakultas : Kedokteran

MENYETUJUI

1. Komisi Pembimbing

Dr.dr.Susianti, S.Ked., M. Sc Dra. Asnah Tarigan, Apt., M. Kes


NIP. 197808052005012003 NIP.
196112241989032003

2. Dekan Fakultas Kedokteran

Dr. Dyah Wulan Sumekar RW, S.K.M., M. Kes


NIP. 197206281997022001
MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Dr. dr. Susianti, S.Ked., M. Sc .......................

Sekretaris : Dra. Asnah Tarigan, Apt., M. Kes .......................

Penguji
Bukan Pembimbing : dr. Dwi Indria Anggraini, M. Sc, Sp. KK .......................

2. Dekan Fakultas Kedokteran

Dr. Dyah Wulan Sumekar RW, S.K.M., M. Kes


NIP. 197206281997022001

Tanggal Lulus Ujian Skripsi: 9 Januari 2020


RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Garut pada tanggal 18 Maret 1998, sebagai anak kedua dari

dua bersaudara dari Bapak Budi Lukito dan Ibu Yulia Watiningsih. Penulis

memiliki satu orang kakak laki-laki yang bernama Vico Bagja Lukito.

Pendidikan Taman Kanak-kanak (TK) diselesaikan di TK Unila Bandar Lampung

pada tahun 2004, pernah bersekolah di SDN 5 Kelapa 7 pada tahun 2010, Sekolah

Menengah Pertama (SMP) diselesaikan di SMPN 7 KotaBumi pada tahun 2013,

dan Sekolah Menengah Atas (SMA) diselesaikan di SMAN 2 Bandar Lampung

pada tahun 2016.

Tahun 2016, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas

Lampung melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri Tahun

2016 (SNMPTN). Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah menjadi Asisten

Dosen Fisiologi tahun 2018-2019 dan aktif pada organisasi PMPATD PAKIS

Rescue Team anggota divisi organisasi 2016-2017 dan 2017-2018 sebagai

bendahara. Penulis terdaftar menjadi penerima beasiswa PPA periode 2017-2018

dan 2019-2020.
SANWACANA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang Maha Pengasih, Maha

Penyayang, Maha Kuasa, pemilik seluruh alam beserta isinya, yang memberikan

segala nikmat dan karunia-Nya selama penyusunan skripsi ini sehingga penulis

dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Efek Protektif Ekstrak Etanol Rimpang

Kunyit (Curcuma domestica Val.) Terhadap Gambaran Histopatologi Duodenum

Tikus Putih (Rattus norvegicus) Jantan Galur Sprague dawley yang Diinduksi

Minyak Jelantah”.

Selama proses penulisan skripsi ini, penulis mendapatkan banyak bantuan, saran,

bimbingan, dan kritik dari berbagai pihak. Maka dengan segala kerendahan hati

penulis ingin menyampaikan rasa terimakasih yang mendalam kepada:

1. Prof. Dr. Karomani, M. Si., selaku Rektor Universitas Lampung.

2. Dr. Dyah Wulan Sumekar RW, S.K.M., M. Kes, selaku Dekan Fakultas

Kedokteran Universitas Lampung.

3. Dr. dr. Susianti, S. Ked., M. Sc selaku Pembimbing I yang senantiasa

memberikan masukan serta bimbingan, dan motivasi yang sangat berharga bagi

penulis, terima kasih atas waktu dan pelajaran yang sudah diberikan.

4. Dra. Asnah Tarigan, Apt., M. Kes, selaku Pembimbing II yang selalu

memberikan saran dan bimbingan kepada penulis, serta senantiasa memberikan

motivasi serta perhatian kepada penulis.


5. dr. Dwi Indria Anggraini, M. Sc., Sp. KK selaku penguji utama yang telah

memberikan saran, ilmu, serta bimbingan kepada penulis.

6. dr. Rasmi Zakiah Oktarlina, S. Ked., M. Farm., selaku Pembimbing Akademik

yang senantiasa memberikan bimbingan, motivasi dan masukan selama proses

perkuliahan.

7. Seluruh dosen, staff, dan karyawan Fakultas kedokteran Universitas Lampung

atas ilmu, waktu, bantuan yang telah diberikan selama proses perkuliahan

sampai penyusunan skripsi.

8. Pak Hambali selaku laboran Program Studi Kimia Fakultas Matematika dan

Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung yang telah membantu penulis

dalam pembuatan pasta ekstrak etanol rimpang kunyit.

9. Ibu Nuriyah yang sudah banyak membantu penulis serta memberikan banyak

pengetahuan dalam proses pelarutan pasta ekstrak etanol rimpang kunyit.

10. Prof. Dr. dr. Muhartono, S.Ked.,Sp.PA, Pak Roni, dan Mas Bayu yang telah

membantu penulis dalam proses pembuatan dan pembacaan preparat.

11. Ayah, Ibu, dan Abang Vico yang senantiasa mendoakan dan mendukung

penulis serta selalu menjadi alasan untuk terus berjuang.

12. Reqza sebagai sahabat penulis yang senantiasa memberikan dukungan,

semangat, dan motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

13. Sahabat seperjuangan yang senantiasa menemani penulis di hari – hari sulit dan

bahagia selama ini di Fakultas Kedokteran Universitas Lampung, Adilla, Carla,

Pingkan, Qanit, dan Rezita.

14. Sahabat – sahabat penulis sejak masa sekolah Via, Suci, Balqis, Puspa, Kak

Dhea, Milaz, Rhara, Rizka, Utari, Syaikha, Gita, Ondoy, dan Dhea.
15. Sahabat – sahabat belajarku, Ulfa, Ellyta, Efrans, Agung, Abi, Bustami, Rony,

Asyraf, Reza, dan Akhlis yang selalu memberikan motivasi dan bantuan

kepada penulis.

16. Teman–teman penelitianku, Irma dan Arsyka terima kasih atas segala bantuan,

semangat, dan kerjasamanya.

17. Teman-teman angkatan 2016 (TR16EMINUS) yang tidak dapat disebutkan

satu persatu, terimakasih atas bantuan dan dukungan selama proses

perkuliahan.

Semoga Allah SWT senantiasa memberikan rahmat dan balasan yang berlipat atas

segala bantuan dan kebaikan yang telah diberikan kepada penulis dalam

menyelesaikan skripsi ini. Aamiin Yaa Robbal ‘Aalamiin.

Bandar Lampung, Januari 2020


Penulis

Melia Megawati
DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ........................................................................................................... i

DAFTAR TABEL ................................................................................................ iii

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ iv

DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... v

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................... 5
1.3 Tujuan Penelitian ...................................................................................... 5
1.3.1 Tujuan Umum .................................................................................. 5
1.3.2 Tujuan Khusus ................................................................................. 6
1.4 Manfaat Penelitian .................................................................................... 6
1.4.1 Manfaat Bagi Peneliti ...................................................................... 6
1.4.2 Manfaat bagi Institusi ...................................................................... 6
1.4.3 Manfaat Bagi Peneliti Selanjutnya .................................................. 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Duodenum ................................................................................................. 7
2.1.1 Anatomi Duodenum ........................................................................ 7
2.1.2 Histologi Duodenum ..................................................................... 10
2.1.3 Fisiologi Duodenum ...................................................................... 12
2.2 Minyak .................................................................................................... 13
2.2.1 Minyak Goreng .............................................................................. 14
2.2.2 Minyak Jelantah............................................................................. 15
2.2.3 Pengaruh Minyak Jelantah terhadap Duodenum ........................... 17
2.3 Reactive Oxygen Species ........................................................................ 20
2.4 Kunyit (Curcuma Domestica Val.) ......................................................... 21
2.4.1 Definisi .......................................................................................... 21
2.4.2 Manfaat .......................................................................................... 23
2.5 Tikus Putih (Rattus norvegicus).............................................................. 25
2.6 Kerangka Teori ....................................................................................... 27
2.7 Kerangka Konsep .................................................................................... 30
2.8 Hipotesis ................................................................................................. 30
ii

BAB III METODE PENELITIAN


3.1 Jenis Penelitian........................................................................................ 31
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ................................................................. 31
3.3 Penentuan Populasi dan Sampel ............................................................. 32
3.3.1 Populasi Penelitian ........................................................................ 32
3.3.2 Sampel Penelitian .......................................................................... 32
3.3.3 Kelompok dan Perlakuan .............................................................. 33
3.3.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi ......................................................... 34
3.3.4.1 Kriteria Inklusi ................................................................... 34
3.3.4.2 Kriteria Eksklusi ................................................................ 34
3.4 Bahan dan Alat Penelitian ....................................................................... 35
3.4.1 Bahan Penelitian ............................................................................ 35
3.4.2 Bahan Kimia .................................................................................. 35
3.4.3 Perangkat Penelitian ...................................................................... 35
3.4.3.1 Alat Penelitian ................................................................... 35
3.4.3.2 Alat Pembuat Preparat Histopatologi ................................ 36
3.5 Prosedur Penelitian ................................................................................. 36
3.5.1 Adaptasi Tikus ............................................................................... 36
3.5.2 Prosedur Pemberian Akuades ........................................................ 36
3.5.3 Prosedur Pemberian Minyak Jelantah ........................................... 37
3.5.4 Prosedur Pemberian Ekstrak Etanol Rimpang Kunyit
(Curcuma Domestica Val.) ............................................................ 37
3.5.5 Prosedur Penelitian ........................................................................ 38
3.5.6 Alur Penelitian ............................................................................... 43
3.6 Variabel dan Definisi Operasional .......................................................... 44
3.6.1 Identifikasi Variabel ...................................................................... 44
3.6.2 Definisi Operasional ...................................................................... 44
3.7 Analisis Data ........................................................................................... 45
3.8 Ethical Clearance .................................................................................... 45

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Hasil Penelitian ....................................................................................... 48
4.1.1 Gambaran Histopatologi Duodenum ............................................. 48
4.1.2 Analisis Mikroskopis Kerusakan Duodenum ................................ 51
4.2 Pembahasan............................................................................................. 56
4.3 Keterbatasan Penelitian ........................................................................... 59

BAB V SIMPULAN DAN SARAN


5.1 Simpulan ................................................................................................. 60
5.2 Saran ....................................................................................................... 60

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 61

LAMPIRAN ......................................................................................................... 65
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Data biologis tikus putih (Akbar, 2010) .......................................................... 26

2. Definisi Operasional Variabel ......................................................................... 44

3. Skor Kerusakan Duodenum ............................................................................ 51

4. Uji Normalitas Shapiro-Wilk .......................................................................... 53

5. Hasil analisis uji Mann Whitney kerusakan mukosa duodenum ..................... 55


DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Bagian-bagian dari Duodenum: 1) bulbus duodeni; 2) descenden; 3)


tranversal; 4) ascending..................................................................................... 8

2. Lapisan Duodenum ......................................................................................... 10

3. Histologi vili duodenum.................................................................................. 11

4. Proses Pembentukan Asam Lemak Bebas ...................................................... 15

5. Gambaran Kerusakan Histologi Usus Halus Keterangan: 1: Infiltrasi Sel


PMN pada submukosa 2: Epitel yang Mengalami Kriptitis............................ 19

6. Kerangka Teori Ekstrak Protektif Pemberian Ekstrak Etanol Rimpang


Kunyit Pada Gambaran Histopatologi Duodenum Tikus Putih ...................... 29

7. Kerangak Konsep Ekstrak Protektif Pemberian Ekstrak Etanol Rimpang


Kunyit Pada Gambaran Histopatologi Duodenum Tikus Putih ...................... 30

8. Diagram Alur Penelitian Ekstrak Protektif Pemberian Ekstrak Etanol


Rimpang Kunyit Pada Gambaran Histopatologi Duodenum Tikus Putih
yang Diinduksi Minyak Jelantah ..................................................................... 43

9. Hasil pengamatan mikroskopis duodenum tikus putih. .................................. 50

10. Grafik rata-rata skor kerusakan duodenum ..................................................... 52


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Hasil Pembacaan Preparat ............................................................................... 66

2. Persetujuan Etik .............................................................................................. 68

3. Surat Keterangan Hewan Uji Coba ................................................................. 69

4. Dokumentasi selama penelitian....................................................................... 71

5. Hasil Uji Statistik ............................................................................................ 76


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Minyak goreng merupakan salah satu bahan pangan yang sangat dibutuhkan

oleh masyarakat sebagai media penghantar panas, penambah nilai gizi, nutrisi,

serta rasa gurih pada makanan. Minyak goreng merupakan minyak nabati yang

diproduksi dari kelapa sawit, kelapa, atau jagung. Berdasarkan Food and

Agriculture Organization (FAO) (2015) konsumsi minyak nabati sebagai

bahan pangan mencapai 19 kg/kapita. Konsumsi minyak goreng sawit di

tingkat rumah tangga di Indonesia pada umumnya mengalami peningkatan

dengan rata-rata peningkatan 4,88% per tahun selama tahun 2002-2017.

Peningkatan konsumsi dalam rumah tangga terbesar terjadi di tahun 2007, 2012

dan 2015 sebesar 23,48%, 13,29% dan 16,73% dibandingkan tahun

sebelumnya (FAO, 2015). Prediksi konsumsi minyak goreng sawit untuk tahun

2019 sebesar 11,09 liter/kapita/tahun dan 2020 sebesar 11,38 liter/kapita/tahun.

Prediksi konsumsi minyak goreng sawit ini mengalami peningkatan sebesar

0,29 liter/kapita/tahun (Sabarella et al., 2018). Peningkatan produksi dan

konsumsi minyak goreng menyebabkan masyarakat menggunakan minyak

goreng berulang (jelantah) untuk mengurangi pengeluaran (Firina et al., 2010).


2

Selama proses penggorengan, minyak mengalami reaksi hidrolisis, isomerasi,

polimerasi, dan oksidasi. Reaksi kimia yang terjadi pada minyak jelantah

terjadi setelah digunakan secara berulang pada suhu yang tinggi dan waktu

yang berlangsung lama, sehingga akan menghasilkan senyawa polimer yang

berbentuk padat (akrolein) (Ketaren, 2008). Semakin sering digunakan tingkat

kerusakan minyak akan semakin tinggi sehingga menurunan nilai gizi serta

mengakibatkan minyak menjadi cepat berasap. Hal tersebut menyebabkan

makanan memiliki tekstur dan penampakan yang kurang menarik serta rasa dan

aroma yang kurang sedap (Wijana et al., 2005).

Kualitas minyak goreng ditentukan dari komponen asam lemak penyusunnya,

yakni golongan asam lemak jenuh atau tak jenuh. Minyak penggorengan

pertama memiliki kandungan lemak tak jenuh lebih tinggi, sementara pada

penggorengan selanjutnya minyak goreng memiliki kandungan asam lemak

jenuh semakin tinggi. Asam lemak jenuh dapat mempengaruhi proses oksidasi

dalam pembentukan radikal bebas. Radikal bebas yang terbentuk akibat

penggunaan minyak goreng berulang dapat menyebabkan deposisi sel lemak

yang mempengaruhi kerusakan pada berbagai organ tubuh (Susianti, 2014).

Meningkatnya indeks peroksida atau radikal bebas dapat mempengaruhi

aktivitas antioksidan di dalam minyak. Asam lemak akan berubah bentuk dari

cis isomer menjadi trans dan juga akan mengalami degradasi menjadi toksik

aldehid. Lipid peroksida salah satu Reactive Oxygen Species (ROS)

menyebabkan gangguan pada fungsi membran, inaktivasi reseptor enzim pada

membran dan merusak permeabilitas ion, sehingga dapat menyebabkan ruptur


3

membran. Oleh karena itu, lipid peroksida telah terlibat dalam proses

patogenesis pada beberapa jenis penyakit (Leong et al., 2015)

Salah satu peranan lipid peroksida dalam proses patogenesis penyakit adalah

pada duodenum yang merupakan bagian dari usus halus (Leong et al, 2015).

Duodenum berfungsi untuk melanjutkan proses pencernaan makanan yang

telah dilakukan organ traktus digestivus sebelumnya. Proses pencernaan dari

duodenum adalah proses pencernaan karbohidrat, lemak, dan protein menjadi

zat yang lebih sederhana oleh enzim-enzim dari pankreas (Pearce, 2010).

Duodenum yang tak berfungsi secara baik dapat menyebabkan terganggunya

motilitas saluran cerna sehingga proses penyerapan nutrisi menjadi tidak

optimal (Setiati et al., 2014). Masalah yang dapat terjadi di duodenum

contohnya adalah tukak duodenum. Tukak duodenum merupakan kerusakan

pada lapisan mukosa dan sub mukosa duodenum, bahkan dapat mencapai

lapisan muskularis mukosa hingga serosa pada duodenum sehingga dapat

menimbulkan perforasi. Peristiwa pencernaan minyak jelantah pun dilakukan

pada bagian tersebut melalui sel-sel epitel pelapisnya. Pada penelitian yang

telah dilakukan dengan menggunakan sel monolayer yaitu sel yang mirip

dengan sel usus halus, yang diinduksi oleh lipid peroksida dapat menyebabkan

perubahan pada sel tersebut (Yara et al., 2013). Selain itu, peningkatan radikal

bebas dapat meningkatkan kerusakan jaringan yang terjadi pada usus halus

sehingga dapat mengganggu proses penyerapan nutrisi makanan (Kwiecien et

al., 2002).
4

Pada penelitian Ananto et al. (2017) pemberian minyak goreng 4x

penggorengan pada tikus didapatkan gambaran histologi usus halus berupa

kriptitis dan infiltrasi sel Polymorphonuclear (PMN) pada mukosa, sedangkan

pemberian minyak goreng 8x penggorengan didapatkan gambaran kriptitis,

abses kripta, serta infiltrasi PMN pada bagian submukosa usus halus. Hal ini

disebabkan karena semakin meningkatnya frekuensi penggorengan maka akan

meningkatkan asam lemak bebas, radikal bebas, dan nilai peroksida pada

minyak jelantah (Ilmi et al., 2015).

Antioksidan dapat menghambat oksidasi molekul dan radikal bebas.

Penggunaan antioksidan banyak diteliti saat ini, salah satunya adalah rimpang

kunyit (Nurtamin, 2014). Kunyit banyak digunakan sebagai rempah-rempah

dan pemberi warna pada makanan dan tekstil. Secara tradisional kunyit

digunakan dalam pengobatan berbagai penyakit seperti anoreksia, batuk,

diabetes, hepatitis, dan sinusitis (Anggarwal et al., 2005). Beberapa penelitian

menunjukan bahwa kunyit memiliki potensi sebagai anti inflamasi dan

antioksidan (Nurtamin, 2014).

Pada penelitian yang dilakukan Natsir et al. (2016) pemberian kunyit

terenkapsulasi pada usus halus ayam dapat meningkatkan pH serta menurunkan

viskositas isi usus halus. Penurunan viskositas isi usus halus dapat

meningkatkan efisiensi pencernaan dengan mempercepat laju difusi enzim

endogenous untuk bereaksi dengan substrat dan nutrien serta mempercepat

penyerapan dalam vili dinding usus halus. Pemberian kunyit terenkapsulasi

juga dapat meningkatkan tinggi dan lebar vili, kedalaman kripta, dan luas

permukaannya.
5

Pada penelitian yang dilakukan Atmaja (2008) pemberian ekstrak kunyit 3 mg

pada lambung mencit memberikan gambaran histologi integrasi epitel mukosa

lambung yang lebih kecil daripada kelompok yang diberi parasetamol saja. Hal

tersebut menunjukan bahwa ekstrak kunyit memberikan perlindungan terhadap

mukosa lambung dengan efek gastroprotektif dan anti ulkus. Potensi

perlindungan tersebut dikarenakan ekstrak kunyit dapat memblok reseptor

histamin H2 secara langsung dan menghambat reseptor gastrin sehingga

sekresi asam lambung menurun (Kim et al., 2005). Tujuan penelitian ini adalah

melihat efek protektif ekstrak etanol rimpang kunyit (Curcuma domestica Val.)

terhadap gambaran histopatologi duodenum tikus putih (Rattus norvegicus)

jantan galur Sprague dawley yang diinduksi minyak jelantah.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, rumusan masalah dalam penelitian ini

adalah apakah terdapat efek protektif ekstrak etanol rimpang kunyit (Curcuma

domestica Val.) terhadap gambaran histopatologi duodenum tikus (Rattus

norvegicus) jantan galur Sprague dawley yang diinduksi minyak jelantah?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efek protektif ekstrak

etanol rimpang kunyit (Curcuma domestica Val.) terhadap gambaran

histopatologi duodenum tikus (Rattus norvegicus) jantan galur Sprague

dawley yang diinduksi minyak jelantah.


6

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Melihat efek minyak jelantah pada gambaran histopatologi duodenum

tikus (Rattus norvegicus) jantan galur Sprague dawley.

2. Melihat efek protektif etanol rimpang kunyit (Curcuma domestica

Val.) terhadap gambaran histopatologi duodenum tikus (Rattus

norvegicus) jantan galur Sprague dawley yang diinduksi minyak

jelantah.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Bagi Peneliti

Manfaat penelitian ini bagi peneliti yaitu untuk mendapatkan

pengetahuan dan ilmu yang lebih luas mengenai pengaruh pemberian

ekstrak etanol rimpang kunyit (Curcuma domestica Val.) terhadap

gambaran histopatologi duodenum tikus (Rattus norvegicus) galur

Sprague dawley yang diinduksi minyak jelantah.

1.4.2 Manfaat bagi Institusi

Bagi Fakultas Kedokteran Universitas Lampung, penelitian ini dapat

bermanfaat dalam menambah bahan kepustakaan dan bahan

pembelajaran bagi para mahasiswa di Fakultas Kedokteran Universitas

Lampung.

1.4.3 Manfaat Bagi Peneliti Selanjutnya

Penelitian ini dapat menjadi referensi untuk penelitian selanjutnya.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Duodenum

2.1.1 Anatomi Duodenum

Duodenum merupakan salah satu dari tiga bagian usus halus. Duodenum

adalah bagian pertama dari usus halus yang merupakan tabung berbentuk

C yang menghubungkan lambung dengan bagian lain dari usus halus.

Panjang duodenum sekitar 25 cm (10 inch) dan terletak pada regio

epigastrika dan umbilikalis (Snell, 2014). Duodenum dimulai dari

sfingter pilorus lambung hingga flexura duodenojejunalis. Struktur

duodenum terletak retroperitoneal kecuali bagian awalnya berhubungan

dengan hepar oleh ligamentum hepatoduodenal, yang merupakan bagian

dari omentum minus (Corwin, 2009).

Duodenum tersusun oleh empat bagian yaitu pars superior duodeni, pars

descendens duodeni, pars inferior duodeni, dan pars ascenden duodeni.

Pars superior duodeni dimulai dari ostium pyloricum gaster hingga

collum vesica fellea dan berjalan di sepanjang anterior ductus

choledochus, arteria gastroduodenalis, vena porta hepatis, dan vena

cava inferior. Pars descendens duodeni berjalan vertikal ke bawah

dideapan hilum renale dextrum yang tepat berada di sisi kanan garis
8

medial tubuh dan terbentang dari collum vesica fellea sampai ke tepi

bawah vertebra LIII. Pars inferior duodenuni merupakan bagian

terpanjang yang berjalan horizontal, lalu menyilang vena cava inferior,

aorta dan columna vertebralis. Pars ascendens duodeni merupakan

bagian yang berjalan naik dan berada disisi kiri dari aorta sampai di tepi

atas vertebra LII dan berakhir sebagai flexura duodenojejunalis (Snell,

2014).

Gambar 1. Bagian-bagian dari Duodenum: 1) bulbus duodeni; 2) descenden;


3) tranversal; 4) ascending (Snell, 2014)

Sebagian besar pars duodenum membentuk struktur mukosa dengan

kerutan-kerutan yang berbentuk sirkular, yang disebut plicae circulares.

Struktur mukosa ini hanya tidak terdapat pada bagian pertama

duodenum, yang struktur mukosanya cenderung halus. Pada bagian

dinding pertengan kedua duodenum, khususnya pada muara ductud


9

choledochus dan ductus pancreaticus, plicae circularesnya terdapat

peninggian kecil berbentuk bulat yang disebut papilla duodeni major

(Snell, 2014).

Sistem vaskularisasi pada duodenum diperdarahi oleh arteri dan vena

pancreaticoduodenalis superior pada bagian atas duodenum, sedangkan

arteri dan vena pancreaticoduodenalis inferior (Pearce, 2010). Sistem

perdarahan ini yang membagi duodenum menjadi bagian atas dan bawah

(Snell, 2014)

Sistem limfatik duodenum berjalan bersamaan dengan vaskularisasinya.

Aliran limfenya mengalirkan cairan limfe keatas melalui noduli

lymphatici pancreaticoduodenalis ke noduli lymphatici

gastroduodenalis kemudian ke noduli lymphatici coeliacus ke bawah

melalui noduli lymhaticipancreatico duodenalis ke noduli lymphatici

mesentericus superior sekitar kranial arteri mesenteri supeior (Corwin,

2009).

Persarafan pada duodemum diinervasi oleh sistem saraf otonom yang

dibedakan menjadi ekstrinsik dan intrinsik. Inervasi ekstrinsiknya adalah

parasimpatis yang berasal dari nervus vagus dan simpatis dari nervus

splanicus pada ganglion celiac. Inervasi intrinsik duodenum berasal dari

plexus myentericus aurbach’s dan plexus submucosa meissner. Sel- sel

saraf tersebut menginervasi otot polos, sekretorik, dan absortif. Sistem

saraf duodenum berhubungan dengan reseptor- reseptor sensoris dan

interdigitatif yang menerima inervasi dari sel-sel saraf lain yang terletak
10

didalam dan diluar plexus, sehingga sistem saraf enterik bisa

multisinaptik dan aktifitasnya dapat berlangsung menyeluruh bersamaan

dengan sistem saraf enterik (Sanusi, 2011).

2.1.2 Histologi Duodenum

Dinding duodenum terdiri atas 4 lapisan. Lapisan pertama yaitu lapisan

mukosa, muskularis mukosa, lamina propia, serta epitel. Lapisan

keduanya adalah jaringan ikat submukosa dengan kelenjar duodenal

(Brunner). Lapisan ketiga adalah dua lapi otot polos pada muskularis

eksterna. Lapisan keempat adalah serosa peritoneum visceralis (Mescher,

2012).

Gambar 2. Lapisan Duodenum (Mescher, 2012)


Pada struktur submukosa duodenum terdapat plicae circulares yaitu

struktur yang membentuk kerutan- kerutan, sedangkan pada mukosanya

terdapat penonjolan- penonjolan yang disebut vili. Vili- vili duodenum

tersusun atas sel absorptif dan sel goblet, yang tersusun secara kolumnar.

Sel absorptif berfungsi untuk menyerap nutrisi dari proses pencernaan,

sedangkan sel gobletnya untuk menghasilan musin glikoprotein yang


11

akan melumasi dan melindungi lapisan usus walaupun sel goblet jarang

dijumpai di duodenum (Merscher, 2012). Vili memiliki area permukaan

besar sehingga efisien dalam penyerapan asam lemak dan gliserol ke

dalam aliran darah. Vili duodenum terdapat banyak mikrovili dari

enterosit epitel yang secara kolektif membentuk perbatasan lurik atau

kuas (Pearce, 2010).

Gambar 3. Histologi vili duodenum (Mescher, 2012)

Duodenum memiliki kriptus lieberkuhn yaitu muara pada vili- vili usus

halus yang berasal dari kelenjar tubular. Epitel pada kriptus terdiri dari

sel absorptif, sel goblet, dan sel panneth. Sel panneth berperan dalam

imunitas alami, sel enteroendokrin yang berfungsi menghasilkan

berbagai peptida, dan sel punca (Mescher, 2012).


12

Bagian bawah epitel duodenum terdapat lamina propria ikat longgar.

Lapisan muscularis terdiri dari lapisan luar yang sirkular dan lapisan

dalam yang longitudinal. Lapisan muscularis berfungsi untuk pergerakan

vili dan plicae circulares untuk proses pencernaan. Pada lapisan

submukosa duodenum terdapat kelenjar brunner untuk menghasilkan

produk basa yang menetralkan kimus dari lambung. Lapisan terluar

duodenum adalah lapisan tipis yang disertai dengan mesotel (Mescher,

2012).

2.1.3 Fisiologi Duodenum

Duodenum berfungsi untuk melanjutkan proses pencernaan makanan

yang telah dilakukan organ traktus digestuvus sebelumnya. Proses

pencernaan dari duodenum adalah proses pencernaan karbohidrat, lemak,

dan protein menjadi zat yang lebih sederhana oleh enzim-enzim dari

pankreas (Pearce, 2010). Proses pencernaan lemak di duodenum

membutuhkan garam empedu sebagaai pengemulsi, yang didapatkan

ketika lemak bersentuhan dengan mukosa duodenum menyebabkan

kontraksi kandung empedu oleh kerja kolesistokinin dari hasil sekresi

mukosa duodenum. Pemecahan disakarida ataupun polimer glukosa kecil

menjadi monosakarida dibantu oleh enzim- enzim laktase, sukrase,

maltase, dan alfa dekstrinase pada epitel usus halus (Sherwood, 2012).

Proses absorpsi di duodenum adalah proses absorbsi gula, asam amino,

lemak, serta besi dan kalsium. Vitamin yang larut lemak seperti vitamin

A, D, E, K di absorpsi di duodenum dengan membutuhkan garam


13

empedu untuk mengemulsinya (Sherwood, 2012). Fungsi absorpsi

duodenum ditingkatkan oleh plika sirkularis (valvula koniventes). Plika

sirkularis memperluas daerah permukaan absorbsi mukosa duodenum

menjadi tiga kali lipat. Kelenjar brunner yang terletak pada lapisan

submukosa duodenum berfungsi menghasilkan mukus yang alkalis untuk

melindungi dinding duodenum dari asam lambung. Selain itu, kelenjar

brunner juga menghasilkan hormon sekretin untuk menghambat sekresi

HCL lambung dan akan meningkatkan proliferasi epitel duodenum

(Guyton et al., 2014).

2.2 Minyak

Minyak merupakan salah satu anggota golongan lipid yaitu merupakan lipid

netral atau lebih dikenal dengan trigliserida. Minyak berbentuk cair

diakibatkan kandungan asam lemak jenuhnya yang rendah dan kandungan

asam lemak tak jenuhnya yang tinggi, yang memiliki satu atau lebih ikatan

rangkap diantara atom-atom karbonnya, sehingga titik leburnya rendah.

Minyak nabati umumnya mengandung asam palmitat, asam sterat, asam oleat,

dan asam linoleat, kecuali minyak kelapa yang memiliki asam lemak jenuh

rantai sedang yang banyak (Almatsier, 2009).

Minyak adalah ester gliserol, yaitu yang mengandung alkohol trihidrat dan

asam lemak. Bila ketiga asam lemak dalam trigliserida sama maka disebut

trigliserida sederhana, sedangkan bila berbeda disebut trigliserida campuran

(Almatsier, 2009). Mutu minyak ditentukan oleh komponen asam lemaknya.

Asam lemak dapat menentukan sifat kimia dan stabilitas minyak. Lemak yang
14

terhidrolisis akan menghasilkan satu molekul gliserol dan tiga molekul asam

lemak. Jenis asam lemak yang berikatan dengan gliserol akan menentukan

bentuknya yang padat atau cair (Sudarmadji et al.,, 2007).

Berdasarkan struktur kimianya, asam lemak terdiri dari asam lemak jenuh dan

asam lemak tak jenuh. Asam lemak jenuh adalah asam lemak yang tak

memiliki ikatan rangkap dengan atom karbon sehingga asam lemak ini disebut

asam lemak dengan rantai tunggal. Asam lemak jenuh banyak berasal dari

minyak atau lemak yang berasal dari hewan. Asam lemak jenuh seperti asam

laurat, asam miristrat, asam palmitat, dan asam stearat merupakan asam lemak

yang dapat menyumbat pembuluh darah dan menyebabkan stroke. Pada asam

lemak tak jenuh rantai hidrokarbonnya tak dijenuhi oleh hidrogen sehingga

memiliki satu ikatan rangkap atau lebih. Asam lemak tak jenuh seperti linoleat,

linolenat, dan arakidonat mempunyai efek mencegah terjadinya arterosklerosis

(Almatsier, 2009).

2.2.1 Minyak Goreng

Minyak goreng merupakan minyak yang berasal dari lemak tumbuhan

yang dimurnikan dalam bentuk cair dan digunakan untuk menggoreng

bahan makanan. Minyak goreng berfungsi sebagai medium penghantar

panas, menambah rasa gurih, menambah nilai gizi dari kalori dalam

bahan pangan (Sutiah et al., 2008).

Mutu minyak goreng dipengaruhi oleh suhu pemanasan minyak sampai

terbentuk akreolein yang tak diinginkan. Semakin tinggi titik asap

minyak goreng, maka semakin baik mutu minyak goreng tersebut. Titik
15

asap minyak goreng dipengaruhi oleh gliserol bebasnya. Titik asap

minyak akan berkurang jika telah digunakan, hal tersebut terjadi karena

telah terjadi hidrolisis molekul lemak. Hidrolisis molekul lemak dapat

ditekan dengan pemanasan yang tidak terlalu tinggi dari seharusnya

(Choe & Min, 2007).

Kualitas minyak goreng ditentukan berdasarkan sifat fisik dan sifat

kimianya. Sifat fisik minyak goreng yaitu bau, warna, kelarutan, titik cair

dan polimorphism, titik didih, titik pelunakan, slipping point, shot

meltingpoint, bobot jenis, viskositas, indeks bias, titik kekeruhan, titik

asap, titik nyala, dan titik api. Sifat kimia minyak goreng yaitu reaksi

hidrolisis yang mengubah minyak menjadi asam lemak bebas dan

gliserol (Ketaren, 2008).

Gambar 4. Proses Pembentukan Asam Lemak Bebas (Ketaren, 2008)

2.2.2 Minyak Jelantah

Minyak jelantah adalah minyak sisa dari hasil penggorengan yang telah

digunakan lebih dari dua kal. Minyak jelantah mengalami perubahan

pada sifat fisik dan kimianya yang diakibatkan pemanasan berulang.

Minyak jelantah menyebabkan perubahan warna minyak menjadi coklat,


16

berasap atau berbusa saat penggorengan, membuat rasa makanan yang

digoreng menjadi tidak enak (Hambali et al., 2007).

Selama proses penggorengan berlangsung terdapat reaksi-reaksi yang

terjadi, yaitu autooksidasi, thermal oksidasi, dan thermal polimerasi.

Reaksi autooksidasi dalam pemanasan minyak terjadi ketika minyak

goreng bereaksi dengan oksigen. Reaksi thermal oksidasi terjadi ketika

pemanasan dalam suhu tinggi berkontak dengan oksigen. Reaksi thermal

polimerasi terjadi ketika pemanasan dengan suhu tinggi menghasilkan

produk dengan berat molekul yang lebih tinggi daripada sebelumnya

(Ketaren, 2008)

Reaksi-reaksi kimia yang terjadi saat pemanasan minyak goreng akan

menyebabkan pembentukan senyawa peroksida dan hidroperoksida.

Senyawa hidroperoksida bersifat sangat tidak stabil dan mudah menjadi

senyawa dengan rantai karbon yang lebih pendek seperti asam-asam

lemak, aldehid, dan keton yang bersifat volatil yang mudah menguap dan

menyebabkan minyak jelantah berbau tengik dan potensial bersifat

toksik (Almatsier, 2009).

Minyak goreng dengan pemanasan pada suhu tinggi ataupun dipakai

berulang dapat merubah warna minyak menjadi hitam dan proses

oksidasinya akan menumpuk. Asam lemak akan membentuk akrolein

dan gliserol. Akrolein akan mengeluarkan asap tajam yang merangsang

tenggorokan. Kerusakan minyak goreng umumnya terjadi pada asam

lemak tak jenuh karena lebih sensitif terhadap peningkatan suhu, tetapi
17

bila minyak dipanaskan pada suhu 100oC atau lebih, maka asam lemak

jenuh pun dapat teroksidasi (Ketaren, 2008).

Ketidak jenuhan asam lemak penyusun minyak ditentukan dengan angka

iod. Asam lemak tak jenuh akan mengikat iod dan membentuk senyawa

yang jenuh. Semakin banyak iod yang terikat maka semakin banyak

ikatan rangkap pada minyak tersebut. Hal ini menunjukan bahwa kualitas

minyak goreng yang baik adalah semakin tingginya angka iod pada

minyak. Pada penggunaan minyak berulang dan pemanasan dengan suhu

tinggi, angka iod akan sangat rendah sebagai akibat dari reaksi oksidasi

yang menghasilkan asam lemak bebas, alkohol, aldehid, radikal bebas,

dan ikatan tunggal (Austutik & Ika, 2010).

Reaksi oksidasi saat pemanasan minyak goreng akan membentuk radikal

bebas dan senyawa toksik yang berbahaya bagi tubuh. Lipid peroksidasi

yang dihasilkan dari reaksi oksidasi minyak goreng dapat mengakibatkan

terbentuknya radikal bebas yang sangat reaktif. Radikal bebas yang

terbentuk dapat merubah sifat kimia dan merusak komponen sel seperti

protein, gugus nonprotein, lipid, karbohidrat, dan nukleotida (Rukmini,

2007).

2.2.3 Pengaruh Minyak Jelantah terhadap Duodenum

Reaksi kimia yang terjadi selama proses pemanasan minyak goreng

secara berulang dapat menghasilkan senyawa lipid peroksida atau radikal

bebas. Lipid peroksida dapat menyebabkan terganggunya fungsi


18

membran, inaktivasi reseptor enzim, rusaknya permeabilitas ion,

sehingga menyebkan sel hancur (Leong et al., 2015).

Reactive oxygen species (ROS) berperan dalam berbagai proses

patogenesis penyakit salah satunya adalah duodenum. Reaksi yang akan

terjadi akibat lipid peroksida yang terbentuk selama penggorengan

minyak berulang, yaitu reaksi ikatan silang protein, fragmentasi DNA

dan peroksidasi lipid membran. Reaksi ikatan silang protein terjadi

melalui silfidhil yang meningkatkan kecepatan degradasi atau inaktivasi

enzimatik. Fragmentasi DNA diakibatkan reaksi lipid peroksida dengan

timin sehingga merusak untai tunggal DNA. Peroksida akan berinteraksi

dengan radikal lemak yang tak stabil dan reaktif sehingga terjadi reaksi

autokatalitik akibat reaksi peroksidasi lipid membran (Kumar et al.,

2015).

Ananto et al. (2017) menjelaskan bahwa, penggunaan minyak jelantah

dapat merusak usus halus dengan terdapatnya abses kripta dan infiltrasi

sel radang PMN pada bagian epitel, mukosa, submukosa sampai

transmural usus halus (Ananto, 2017). Abses kripta yang terbentuk

adalah daerah nekrotik sentral yang berisi sel radang PMN dan dikelilingi

proliferasi fibroblastik pembuluh darah yang menyempit. Abses tersebut

terdapat pada lamina propria usus halus, kemudian bersatu membentuk

ulserasi yang terlihat sebagai daerah gundul pada usus halus (Sudoyo et

al, 2009).
19

Kerusakan jaringan duodenum meningkat seiring peningkatan frekuensi

penggunaan minyak goreng secara berulang. Penggunaan minyak 1x

penggorengan belum memperlihatkan adanya kerusakan jaringan

duodenum karena minyak belum menghasilkan radikal bebas (Ilmi et al.,

2015). Minyak 1x penggorengan belum mengalami perubahan akibat

asam lemak bebas yang terbentuk dan nilai peroksidanya hampir sama

dengan minyak yang belum dilakukan penggorengan (Kamisah, 2012).

Gambar 5. Gambaran Kerusakan Histologi Usus Halus Keterangan: 1:


Infiltrasi Sel PMN pada submukosa 2: Epitel yang Mengalami Kriptitis
(Ananto et al., 2017).

Kematian sel pada duodenum akibat reaksi silang protein, fragmentasi

DNA dan peroksidasi lipid membran akan menyebabkan terdapatnya

infiltrasi sel radang (Zweier et al., 2006). Kematian sel merangsang

sistem sinyal inflamasi untuk mengaktifkan sistem imun adaptif. High

Mobility Group Box 1 (HMGB1) yang akan mencetuskan respon

inflamasi. High Mobility Group Box 1 adalah protein nucleus yang

terdapat di setiap sel normal dan berhubungan dengan kromatin yang

akan mengatur proses transkripsi gen. HMGB1 dapat ditemukan di sel

yang mengalami nekrosis. HMGB1 yang keluar dari sel akan


20

mencetuskan proses inflamasi dengan menstimulasi Toll Like Reseptor

(TLR) sehingga sel dendritik teraktivasi. Sel dendritik bekerja untuk

mengenali antigen, kemudian sel dendritik akan menghidrolisis antigen

menjadi peptide untuk dikenali oleh Major Histocompatibility Complex

(MHC). Aktivasi sel radang terjadi karena adanya ikatan antara antigen

dan MHC (Rock et al., 2011).

2.3 Reactive Oxygen Species

Reactive Oxygen Species (ROS) merupakan produk metabolisme aerobik yang

pada umumnya di produksi secara normal oleh sel. Reactive Oxygen Species

berfungsi sebagai sinyal molekuler dalam memodulasi ekspresi gen dan

pertumbuhan sel. Akan tetapi, produksi ROS yang sangat banyak akan

menyebabkan stres oksidatif. Hal tersebut sebagai pemicu terjadinya kerusakan

sel oleh oksidasi struktur makromolekuler yaitu lipid, protein, dan DNA,

sehingga dapat menyebabkan kematian pada sel tersebut (Yara et al., 2013).

Reactive Oxygen Species merupakan pemicu penyusunan dan aktivasi sistem

inflamasi yang merupakan kompleks multiprotein sitoplasmik yang terlibat

dalam memediasi inflamasi sel sehingga mampu merespon beberapa agen

perusak (Mustika, 2015). Salah satu contoh dari senyawa ROS adalah lipid

peroksida. Lipid peroksida mempengaruhi degradasi oksidatif pada komponen

dari membran fosfolipid selular, seperti Polyunsaturated Fatty Acid (PUFA).

Pada tahap pertama dari lipid peroksidasi, ROS melepaskan atom hidrogen dari

ikatan PUFA, diikuti oleh pengurangan ROS dalam air dan perubahan asam

lemak menjadi radikal bebas. Radikal ini berasal dari ikatan asam lemak
21

berubah menjadi radikal peroksil. Radikal peroksil yang terbentuk memiliki

kebiasaan untuk melepaskan atom hidrogen dari PUFA yang lain menjadi lipid

peroksida (Yara et al., 2013).

Hasil metabolisme dari lipid peroksida adalah Melondialdehid (MDA) dan 4-

hidroksinonemal (4HNE) yang digunakan sebagai indikator ROS dan berkaitan

erat dengan kerusakan jaringan di beberapa organ termasuk usus. Produk

tersebut memodifikasi beberapa membran seluler sehingga menyebabkan

tertariknya grup polar menjadi molekul fosfolipid didalam lipid bilayer, jalur

internal lipid ini menyebabkan membran menjadi lebih hidrofobik dan

permeabel. 4-Hidroksinonenal juga menunjukkan pengaruhnya dalam merusak

fungsi membran selama stress oksidatif berlangsung (Kwiecien et al., 2002).

Pada penelitian yang telah dilakukan dengan menggunakan sel monolayer yaitu

sel yang mirip dengan gambaran usus halus kemudian diinduksi oleh lipid

peroksida didapatkan hasil yaitu terjadinya proses inflamasi pada sel-sel

tersebut (Yara et al., 2013). Kerusakan yang terjadi memberikan gambaran

deskuamasi pada vili-vili usus halus (Mustika, 2015).

2.4 Kunyit (Curcuma Domestica Val.)

2.4.1 Definisi

Kunyit merupakan salah satu jenis tanaman obat yang banyak memiliki

manfaat dan banyak ditemukan diwilayah Indonesia. Kunyit merupakan

jenis rumput–rumputan, tingginya sekitar 1 meter dan bunganya muncul

dari puncuk batang semu dengan panjang sekitar 10–15 cm dan berwarna

putih. Umbi akarnya berwarna kuning tua, berbau wangi aromatis dan
22

rasanya sedikit manis. Bagian utamanya dari tanaman kunyit adalah

rimpangnya yang berada didalam tanah. Rimpangnya memiliki banyak

cabang dan tumbuh menjalar, rimpang induk biasanya berbentuk elips

dengan kulit luarnya berwarna jingga kekuning–kuningan (Hartati &

Balittro, 2013).

Kunyit memiliki batang semu yang tersusun dari kelopak atau pelepah

daun yang saling menutupi. Batang kunyit bersifat basah karena mampu

menyimpan air dengan baik, berbentuk bulat dan berwarna hijau

keunguan. Tinggi batang kunyit mencapai 0,75–1 m. Daun kunyit

tersusun dari pelepah daun, gagang daun dan helai daun. Panjang helai

daun antara 31–83 cm. lebar daun antara 10–18 cm. daun kunyit

berbentuk bulat telur memanjang dengan permukaan agak kasar.

Pertulangan daun rata dan ujung meruncing atau melengkung

menyerupai ekor. Permukaan daun berwarna hijau muda. Satu tanaman

mempunyai 6–10 daun (Winarto, 2004).

Rimpang kunyit bercabang–cabang sehingga membentuk rimpun.

Rimpang berbentuk bulat panjang dan membentuk cabang rimpang

berupa batang yang berada didalam tanah. Rimpang kunyit terdiri dari

rimpang induk atau umbi kunyit dan tunas atau cabang rimpang.

Rimpang utama ini biasanya ditumbuhi tunas yang tumbuh kearah

samping, mendatar, atau melengkung. Tunas berbuku–buku pendek,

lurus atau melengkung. Jumlah tunas umunya banyak. Tinggi anakan

mencapai 10,85 cm. Warna kulit rimpang jingga kecoklatan atau


23

berwarna terang agak kuning kehitaman. Warna daging rimpangnya

jingga kekuningan dilengkapi dengan bau khas yang rasanya agak pahit

dan pedas. Rimpang cabang tanaman kunyit akan berkembang secara

terus menerus membentuk cabang – cabang baru dan batang semu,

sehingga berbentuk sebuah rumpun. Lebar rumpun mencapai 24,10 cm.

panjang rimpang bias mencapai 22,5 cm. tebal rimpang yang tua 4,06 cm

dan rimpang muda 1,61 cm. rimpang kunyit yang sudah besar dan tua

merupakan bagian yang dominan sebagai obat (Winarto, 2004).

2.4.2 Manfaat

Kunyit (Curcuma domestica Val.) merupakan salah satu tanaman obat

temu-temuan yang berpotensi untuk dibudidayakan (Syukur et al., 2006).

Rimpang kunyit dapat digunakan antara lain mengobati gusi bengkak,

luka, sesak nafas, sakit perut, bisul, sakit limpa, usus buntu, encok,

gangguan pencernaan, perut kembung dan menurunkan tekanan darah.

Kunyit juga dapat digunakan sebagai bahan pewarna, bahan campuran

kosmetika, bakterisida, fungisida dan stimulan (Bursatriannyo, 2014).

Kandungan zat-zat kimia yang terdapat dalam rimpang kunyit adalah:

kurkumin, minyak atsiri, arabinosa, fruktosa, glukosa, pati, tanin,

dammar dan mineral. Minyak atsiri berjumlah 2 sampai dengan 5% yang

terdiri dari seskuiterpen dan turunan fenilpropana turmeron (aril-

turmeron, alpha turmeron dan beta turmeron), kurlon kurkumol, atlanton,

bisabolen, seskuifellandren, zingiberin, aril kurkumen, humulen. Minyak

atsiri memiliki sifat antioksidan yang dapat mencegah terjadinya reaksi


24

oksidasi. Antioksidan memiliki kemampuan dalam memberikan elektron

yang dapat mengikat dan mengakhiri reaksi radikal bebas yang dapat

menimbulkan kerusakan sel (Herebian et al., 2009).

Kurkumin tidak beracun dan memiliki berbagai sifat farmakologis

positif. Beberapa peneliti telah melaporkan efek anti-oksidatif, anti-

inflamasi dan antiseptik dari kurkumin (Tajik et al., 2008). Kurkumin

juga memiliki beberapa aktivitas biologis yang akhirnya membuat

molekul ini memungkinkan sebagai obat anti-kanker, baik sebagai

kemopreventif dan kemoterapi (Duvoix et al., 2005).

Kurkumin memiliki tiga bagian fungsional reaktif: satu bagian di keton,

dan dua bagian fenolik. Reaksi kimia penting yang terkait dengan

aktivitas biologis kurkumin adalah sebagai donor hidrogen mengarah ke

oksidasi kurkumin baik secara reversibel dan ireversibel. Reaktifitas

kurkumin yang lain adalah pada reaksi nukleofilik, hidrolisis, degradasi

dan reaksi enzimatik (Tajik et al.,, 2008).

Kurkumin sebagai senyawa penangkal radikal (radical scavenger) dan

antioksidan telah dikenal memiliki aktivitas antioksidan dan sebagai

penangkal radikal. Disamping manfaat tersebut itu kurkumin juga

bertindak sebagai katalisator pembentukan radikal hidroksil. Kurkumin

diperoleh dari ekstraksi rimpang kunyit dengan pelarut organik seperti

etanol atau aseton. Untuk mendapatkan senyawa kurkumin murni,

kurkumin harus dipisahkan dari kandungan ekstrak kunyit lain dengan

cara kromatografi. Kurkumin murni juga dapat diperoleh dari pabrik


25

serta sering digunakan dalam penelitian merupakan senyawa kurkumin I

(Liu et al., 2008).

Kurkumin memiliki daya larut air yang sangat rendah, sehingga

membatasi kegunaannya sebagai obat oral. Kurkumin dalam bentuk

ekstrak kunyit memiliki efek antiangiogenik lima kali lebih tinggi

daripada kurkumin murni. Hal ini dikarenakan adanya komponen

derivatif kurkumin lainnya serta komponen-komponen lain yang

terkadung dalam ekstrak kunyit. Sehingga ekstrak kunyit dinyatakan

lebih potensial secara farmakologis daripada kurkumin murni (Dong et

al., 2008).

2.5 Tikus Putih (Rattus norvegicus)

Hewan coba adalah hewan yang dikembangbiakan sebagai sarana penelitian.

Tikus adalah hewan yang paling sering digunakan sebagai hewan coba,

khususnya dibidang penelitian medis selama bertahun-tahun. Karena tikus

adalah hewan yang mudah ditemukan dan mudah untuk dikembangbiakan.

Perkembangbiakan tikus sangat luar biasa. Sekali beranak tikus dapat

menghasilkan sampai 15 ekor, namun rata-rata 9 ekor tikus juga memiliki

karakteristik genetik yang unik sehingga cocok digunakan untuk hewan coba

(Adiyati, 2011).

Klasifikasi tikus putih (Rattus norvegicus) adalah sebagai berikut (Krinke,

2000):

Kingdom : Animalia

Phylum : Chordata
26

Kelas : Mamalia

Ordo : Rodentia

Subordo : Odontoceti

Famili : Muridae

Genus : Rattus

Spesies : Rattus norvegicus

Sprague dawley merupakan salah satu galur tikus putih yang biasa digunakan

untuk hewan coba. Tikus ini adalah tikus yang pertama kali ditemukan oleh

seorang ahli kimia, Dawley (Krinke, 2000).

Tikus putih yang dikenal dengan nama norway rat termasuk hewan mamalia

yang memiliki ekor panjang, bertubuh panjang dengan kepala lebih kecil.

Ukuran tubuh yang lebih besar daripada mencit, warna rambut putih dengan

telinga pendek dan tebal, mata tikus berwarna merah menunjukan jenis tikus

albino. Berat badan tikus jantan pada umur dewasa mencapai 240 gram,

sedangkan tikus jantan mencapai 200 gram. Masa hidup tikus putih sekitar 4

sampai 5 tahun tergantung dengan asupan dan lingkungan hidupnya (Akbar,

2010).

Tabel 1. Data biologis tikus putih (Akbar, 2010)


Data biologi Keterangan
Lama hidup 3-4 tahun
Lama bunting 20-22 hari
Umur dewasa 40-60 hari
Siklus kehamilan Poliestrus
Siklus estrus 4-5 hari
Lama estrus 9-20 jam
Berat dewasa 200-400 gram jantan; 200-300 gram betina
Berat lahir 5-6 gram
Aktivitas Nokturnal
27

Tikus termasuk hewan yang mudaah dalam beradaptasi, tikus adalah hewan

pemakan segala makanan (omnivora), namun tikus lebih memilih makan biji-

bijian yang mengandung banyak air. Air sebagai sumber minuman diambil dari

makanan yang mengandung banyak air atau langsung dari sumber air. Tikus

lebih suka membuat sarang dekat sumber air, karena kebutuhan air bagi tikus

sangat penting. Kebutuhan air tikus bergantung pada suhu, aktivitas, umur, dan

jenis makanan yang dimakan (Priyambodo, 2005).

2.6 Kerangka Teori

Minyak jelantah adalah minyak yang dihasilkan dari sisa penggorengan, baik

dari minyak kelapa maupun minyak sawit. Minyak jelantah dapat

menyebabkan minyak menjadi berasap atau berbusa, berubah warna menjadi

warna cokelat, serta memiliki rasa yang tidak enak dari makanan yang

digoreng. (Hambali et al., 2007)

Dalam proses penggorengan terdapat beberapa reaksi meliputi reaksi

autooksidasi, thermal oksidasi, dan thermal polimerasi (Ketaren, 2008).

Minyak yang terpapar oleh oksigen pada suhu yang tinggi dapat meningkatkan

oksidasi dari triacylglyceride dan membentuk hidroperoksida yang bersifat

tidak stabil dan cepat terurai menjadi radikal bebas atau lipid peroksida.

Mekanisme yang terjadi disebut autooksidasi. Autooksidasi menjadi

mekanisme utama terbentuknya lipid peroksida yang merupakan salah satu

contoh ROS (Leong et al., 2015).

Hasil metabolisme dari ROS lipid peroksida adalah Melondialdehid (MDA)

dan 4-hidroksinonemal (4HNE) yang berkaitan erat dengan kerusakan jaringan


28

di beberapa organ termasuk usus. Produk tersebut memodifikasi beberapa

membran seluler sehingga menyebabkan tertariknya grup polar menjadi

molekul fosfolipid didalam lipid bilayer, jalur internal lipid ini menyebabkan

membran menjadi lebih hidrofobik dan permeabel. 4-Hidroksinonenal juga

menunjukkan pengaruhnya dalam merusak fungsi membran selama stress

oksidatif berlangsung (Kwiecien et al., 2014).

Kandungan rimpang kunyit salah satunya adalah kurkumin yang memiliki

berbagai sifat farmakologis positif. Kurkumin sebagai senyawa penangkal

radikal dan antioksidan telah dikenal memiliki aktivitas antioksidan dan

sebagai penangkal radikal yang menghambat metabolisme dari lipid

hidroperoksida (Priyadarsini, 2014). Selain itu kandungan minyak atsiri pada

kunyit juga dapat berfungsi sebagai antioksidan untuk menghambat terjadinya

reaksi oksidasi pada proses terjadinya kerusakan sel (Herebian et al., 2009).

Gambar kerangka teori tersaji pada gambar 5.


29

Extrak Etanol
Rimpang Kunyit

Minyak Goreng yang digunakan


berulang kali (Minyak Jelntah)

Kurkumin, minyak
atsiri

Thermal
Thermal oksidasi
polimerasi

Antioksidan ROS berupa lipid Senyawa polimer


peroksida

Meningkatkan
MDA dan 4-HNE viskositas,
Warna gelap,
Rasa tidak enak

Kerusakan
Membran seluler
Jaringan
lebih hidrofobik dan
Keterangan Gambar: permeabel
Variable yang diteliti:
Variable yang tidak diteliti:
Memacu:
Menghambat:

Duodenum (edema Malabsorbsi


mukosa dan infiltrasi maldigesti
sel radang)

Gambar 6. Kerangka Teori Ekstrak Protektif Pemberian Ekstrak Etanol Rimpang Kunyit
Pada Gambaran Histopatologi Duodenum Tikus Putih (Yara et al., 2013; Kwiecien et al.,
2002; Ulrike et al., 2014;)
30

2.7 Kerangka Konsep

Variabel Bebas Variabel Terikat

Ekstrak Etanol Rimpang


Gambaran Histopatologi
Kunyit dan Minyak
duodenum Tikus Putih
Jelantah

Gambar 7. Kerangak Konsep Ekstrak Protektif Pemberian Ekstrak Etanol Rimpang


Kunyit Pada Gambaran Histopatologi Duodenum Tikus Putih

2.8 Hipotesis

Terdapat efek protektif ekstrak etanol rimpang kunyit (Curcuma domestica

Val.) terhadap gambaran histopatologi duodenum tikus putih (Rattus

norvegicus) jantan galur Sprague dawley yang diinduksi minyak jelantah


BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium. Penelitian ini

menggunakan true experimental post test control group design. Penelitian

menggunakan 25 ekor tikus putih (Rattus norvegicus) jantan galur Sprague

dawley dengan 1 ekor tikus cadangan pada masing-masing kelompok sampel.

Tikus putih (Rattus norvegicus) jantan galur Sprague dawley yang digunakan

berumur 10-16 minggu dengan berat 120-250 gram yang dikelompokkan

dengan teknik randomnisasi menjadi 5 kelompok.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian akan dilakukan pada beberapa tempat yang berbeda. Pembuatan

ekstrak etanol rimpang kunyit (Curcuma domestica Val.) akan dilakukan di

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas

Lampung, pembuatan preparat histopatologi dan pembacaan preparat akan di

lakukan di Laboratorium Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas

Lampung. Penelitian akan dilaksanakan selama satu bulan lebih mulai dari

pengambilan tikus putih, adaptasi, pemberian perlakuan pada masing-masing

kelompok hingga mengambil sampel organ duodenum pada tikus tersebut.


32

3.3 Penentuan Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi Penelitian

Populasi yang akan digunakan untuk penelitian ini adalah Populasi

penelitian ini adalah tikus putih (Rattus norvegicus) jantan galur

Sprague dawley berumur 10-16 minggu yang diperoleh dari Balai

Penelitian Veteriner (BALITVET) Institut Pertanian Bogor.

3.3.2 Sampel Penelitian

Sampel penelitian sebanyak 25 ekor yang dipilih secara acak. Digunakan

5 kelompok untuk mengetahui bagaimana keadaan normal duodenum,

kerusakan duodenum yang diinduksi minyak jelantah, serta efek protektif

ekstrak etanol rimpang kunyit (Curcuma domestica Val.) terhadap

perubahan gambaran histopatologi duodenum tersebut. Banyaknya

jumlah sampel ditentutkan dengan menggunakan rumus Frederer

(Sastroasmoro, 2014).

(n-1)(t-1) ≥ 15

Keterangan:

n= besar sampel tiap kelompok

t= banyak kelompok

Besar sampel yang dibutuhkan untuk tiap kelompok:

(n-1)(5-1)≥15

(n-1)4≥15

4n-4≥15

n≥4,75= 5
33

Berdasarkan perhitungan tersebut, dalam percobaan ini digunakan

sampel sebesar 5 ekor tikus putih untuk tiap kelompok, sehingga jumlah

total sampel yang digunakan adalah 25 ekor. Untuk mengantisipasi

adanya kriteria eksklusi maka dilakukan koreksi dengan menambahkan

10% dari jumlah anggota tiap kelompok.

10% x 5
= 0,5 per kelompok perlakuan

Jadi, sampel yang dibutuhkan untuk cadangan sebanyak 1 ekor tikus per

kelompok perlakuan.

3.3.3 Kelompok dan Perlakuan

1. Kelompok kontrol negatif (K 1)

Kelompok tikus putih jantan yang hanya diberikan akuades namun

tidak diinduksi minyak jelantah dan tidak diberikan ekstrak etanol

rimpang kunyit (Curcuma domestica Val.) selama 28 hari.

2. Kelompok kontrol positif (K 2)

Kelompok tikus putih jantan yang diinduksi minyak jelantah yang

telah digoreng selama 8x penggorengan dengan dosis 1,5 ml tanpa

diberikan ekstrak etanol rimpang kunyit (Curcuma domestica Val.)

selama 28 hari.

3. Kelompok perlakuan 1 (P 1)

Kelompok tikus putih jantan yang diinduksi minyak jelantah yang

telah digoreng selama 8x penggorengan dengan dosis 1,5 ml bersama

dengan pemberian ekstrak etanol rimpang kunyit (Curcuma domestica

Val.) dengan dosis 25 mg selama 28 hari


34

4. Kelompok perlakuan 2 (P2)

Kelompok tikus putih jantan yang diinduksi minyak jelantah yang

telah digoreng selama 8x penggorengan dengan dosis 1,5 ml bersama

dengan pemberian ekstrak etanol rimpang kunyit (Curcuma domestica

Val.) dengan dosis 50 mg selama 28 hari

5. Kelompok perlakuan 3 (P3).

Kelompok tikus putih jantan yang diinduksi minyak jelantah yang

telah digoreng selama 8x penggorengan dengan dosis 1,5 ml bersama

dengan pemberian ekstrak etanol rimpang kunyit (Curcuma domestica

Val.) dengan dosis 100 mg selama 28 hari

3.3.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi

3.3.4.1 Kriteria Inklusi

1. Sehat

2. Memiliki berat badan 120-250 gram.

3. Berjenis kelamin jantan.

4. Berusia ± 10 sampai 16 minggu.

3.3.4.2 Kriteria Eksklusi

1. Terdapat penurunan berat badan lebih dari 10% setelah masa

adaptasi di laboratorium.

2. Mati selama masa pemberian perlakuan.


35

3.4 Bahan dan Alat Penelitian

3.4.1 Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan adalah minyak goreng curah kemasan dengan

merk yang sama dan sudah digunakan untuk menggoreng 7 tahu yang

berukuran 3,5 x 3,5 x 2,5 cm3 dengan lama penggorengan 6 menit dan

diulang sebanyak 8x penggorengan dengan tahu yang baru, ekstrak

etanol rimpang kunyit (Curcuma Domestica Val.), akuades, bahan

makanan, dan minuman tikus.

3.4.2 Bahan Kimia

Bahan yang digunakan untuk pembuatan preparat histopatologi dengan

metode paraffin meliputi larutan formalin 10% untuk fiksasi, alkohol

teknis, xilol, akuades, pewarna haematoxylin dan eosin, paraffin, kanada

balsam.

3.4.3 Perangkat Penelitian

3.4.3.1 Alat Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian adalah:

a. Neraca analitik untuk menimbang berat tikus;

b. Spuit oral 1 cc dan 3 cc;

c. Minor set;

d. Kapas dan alkohol;

e. Alat pemeriksaan mikroskopis: Mikroskop, gelas objek, cairan

emersi;

f. Gelas ukur.
36

g. Sonde lambung.

h. Evaporator.

i. Tabung urin untuk meletakkan duodenum.

3.4.3.2 Alat Pembuat Preparat Histopatologi

Alat pembuat preparat histopatologi yang digunakan adalah

object glass, deck glass, embedding cassette, rotarymicrotome,

oven, water bath, platening table, autochnicom processor,

staining jar, staining rak, kertas saring, histoplast, dan paraffin

dispenser.

3.5 Prosedur Penelitian

3.5.1 Adaptasi Tikus

Tikus putih (Rattus norvegicus) jantan galur Sprague dawley sebanyak

25 ekor dibagi atas 5 kelompok diadaptasi selama 1 minggu di Animal

House Fakultas Kedokteran Universitas Lampung dan dilakukan

penimbangan dan penandaan untuk menentukan perlakuan perkelompok.

3.5.2 Prosedur Pemberian Akuades

Pada penelitian ini pemberian diberikan secara oral. Pemberian aquades

yaitu sebesar 1% dari berat badan. Hewan uji yang diberikan memiliki

berat sekitar 200 gram, sehingga rumus perhitungan akuades yaitu:

Berat Badan x Persen Pemberian


= 200 gram x 1%
= 200 gram x (1ml/100 gram)
= 2 ml.
37

3.5.3 Prosedur Pemberian Minyak Jelantah

Dosis minyak jelantah yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan

hasil penelitian sebelumnya mengenai pemberian minyak jelantah

kepada tikus putih dengan dosis secara oral 1,5 ml selama 28 hari masa

percobaan (Ananto et al., 2017).

3.5.4 Prosedur Pemberian Ekstrak Etanol Rimpang Kunyit (Curcuma


Domestica Val.)

Pada prosedur ini sebelumnya dilakukan persiapan bahan baku rimpang

kunyit (Curcuma domestica Val.) segar dicuci menggunakan air mengalir

hingga bersih dan tidak terdapat kotoran yang menempel pada kulit

kunyit. Kunyit kemudian dikupas dan dipotong kecil dan dihaluskan

menggunakan blender hingga terbentuk serbuk kunyit. Serbuk kunyit

tersebut digunakan untuk proses ekstraksi.

Ekstraksi rimpang kunyit dilakukan dengan menggunakan metode

maserasi tunggal dengan kecepatan 175 rpm. Proses ekstraksi

menggunakan pelarut etanol 96%. Serbuk kunyit sebanyak 1000 g

direndam dalam pelarut etanol sebanyak 2500 ml dalam labu Erlenmeyer

selama 24 jam dengan perbandingan 1:2,5 (b/v). Filtrat hasil maserasi

disaring menggunakan kertas saring Whatman no.42. Residu direndam

kembali menggunakan pelarut sebanyak 2500 ml dan dimaserasi selama

24 jam. Filtrat dihilangkan pelarutnya menggunakan rotary vacuum

evaporator pada suhu 40oC selama 18 jam. Hasil ekstrak disimpan dalam

botol kaca yang ditutup alumunium foil sampai digunakan untuk induksi

tikus uji (Sari, 2016).


38

Ekstrak rimpang kunyit didapatkan dalam bentuk kental (pasta).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Nikmah (2017) sediaan ekstrak

rimpang kunyit dalam bentuk pasta dapat meningkatkan tinggi kripta,

jumlah sel goblet, dan mempertebal lapisan mukosa rektum tikus.

Dosis kunyit yang digunakan berdasarkan penelitian sebelumnya yaitu 3

mg pada mencit dikonversikan ke tikus (Atmaja, 2008). Perhitungan

dosis kunyit pada tikus adalah 7 (faktor konversi) dikali dengan 3 mg

maka diperoleh dosis untuk tikus 21 mg. Pada penelitian ini digunakan 3

dosis untuk memperoleh dosis maksimal. Dosis pertama adalah dosis

empiris yang dibulatkan ke atas menjadi 25 mg, dosis kedua adalah dua

kali dosis pertama yaitu 50 mg, dan dosis ketiga adalah empat kali dosis

pertama yaitu 100 mg.

3.5.5 Prosedur Penelitian

a. Tikus sebanyak 25 ekor, dikelompokkan dalam 5 kelompok.

Kelompok 1 sebagai kontrol negatif hanya diberi akuades 2 ml.

Kelompok 2 sebagai kontrol positif, diberikan minyak jelantah dengan

dosis 1,5 ml. Kelompok 3 sebagai perlakuan 1 diberikan minyak

jelantah dosis 1,5 ml serta ekstrak etanol rimpang kunyit 25 mg.

Kelompok 4 sebagai perlakuan 2 diberikan diberikan minyak jelantah

dosis 1,5 ml serta ekstrak etanol rimpang kunyit 50 mg. Kelompok

perlakuan 5 diberikan diberikan minyak jelantah dosis 1,5 ml serta

ekstrak etanol rimpang kunyit 100 mg selama 28 hari.


39

b. Dilakukan laparatomi pada tikus yang dinarkosis dengan ketamin dan

diambil duodenum untuk dibuat sediaan mikroskopis dengan metode

paraffin dan pewarnaan Hematoksilin & Eosin.

c. Sampel duodenum difiksasi dengan formalin 10%. Kemudian dikirim

ke Laboratorium Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas

Lampung. Pembuatan sediaan dikerjakan oleh staff ahli laboratorium

terkait.

d. Metode teknik histopatologi yaitu:

1. Fixation

a. Melakukan fiksasi spesimen berupa potongan duodenum yang

telah dipilih dengan laritan formalin 10%.

b. Melakukan pencucian spesimen dengan air mengalir.

2. Trimming

a. Mengecilkan organ ± 3 mm.

b. Memasukkan potongan duodenum tersebut kedalam

embedding cassette.

3. Dehidrasi

a. Menuntaskan air dengan meletakkan tissue cassette pada

kertas tisu.

b. Melakukan perendaman alkohol bertingkat 70%, 96%,

selanjutnya dilakukan perendaman absolut I, II, III selama 1

jam.
40

4. Clearing

Membersihkan sisa lkohol menggunakan xilol I, II, III masing-

masing selama 1 jam.

5. Impregnasi

Impregnasi dengan menggunakan paraffin I, II, III selama 2

jam.

6. Embedding

a. Membersihkan sisa paraffin yang ada pada pan dengan

memanaskan beberapa saat diatas api dan usap dengan kapas.

b. Menyiapkan paraffin cair dengan memasukkannya ke dalam

cangkir logam kemudian dimasukkan ke dalam oven dengan

suhu diatas 580 C.

c. Menuangkan paraffin cair ke dalam pan.

d. Memindahkan satu-persatu dari embedding cassette ke dasar

pan dengan mengatur jarak satu dengan yang lainnya.

e. Memasukkan pan ke dalam air.

f. Melepaskan paraffin yang berisi potongan ginjal ke dalam

suhu 4-60 C beberapa saat.

g. Memotong paraffin sesuai dengan letak jaringan dengan

menggunakan scalpel hangat.

h. Meletakkan pada blok kayu, ratakan pinggirnya dan buat

ujungnya segera meruncing.

i. Memblok paraffin siap dipotong dengan mikrotom.


41

7. Cutting

a. Melakukan pemotongan pada ruangan dingin.

b. Sebelum memotong, dinginkan blok terlebih dahulu.

c. Melakukan pemotongan kasar, dilanjutkan dengan

pemotongan halus dengan ketebalan 4-5 mikron.

d. Memilih lembaran potongan yang paling baik, apungkan pada

air dan hilangkan kerutan dengan cara menekan salah satu sisi

lembaran jaringan tersebut dengan ujung jarum dan sisi yang

lain ditarik menggunakan kuas runcing.

e. Memindahkan lembaran jaringan kedalam waterbath selama

beberapa detik sampai mengembang sempurna.

f. Dengan gerakan menyendok ambil lembaran jaringan dengan

slide bersih dan tempatkan di tangah atau pada sepertiga atas

atau bawah untuk mencegah agar tidak ada gelembung udara

dibawah jaringan.

g. Menempatkan slide yang berisi jaringan pada inkubator (suhu

370 C) selama 24 jam sampai jaringan melekat sempurna.

8. Staining dengan Harris Hematoxylin Eosin.

Setelah jaringan melekat sempurna, pilih slide yang terbaik dan

selanjutnya secara berurutan dimasukkan ke dalam zat kimia

dengan waktu sebagai berikut:

a. zat kimia yang pertama digunakan adalah xilol I, II, III

masing-masing 5 menit.
42

b. Zat kimia yang digunakan adalah alkohol absolut I, II, III

masing-masing selama 5 menit.

c. Zat kimia selanjutnya adalah akuades selama 1 menit.

d. Potongan organ dimasukkan dalam zat warna Harris

Hematoxylin selama 20 menit.

e. Kemudian dimasukkan kedalam akuades selama 1 menit

dengan sedikit digoyangkan.

f. Mencelupkan organ dalam asam alkohol sekitar 2-3 celupan.

g. Membersihkan menggunakan akuades bertingkat masing-

masing 1 dan 15 menit.

h. Memasukkan potongan organ dalam eosin sekama 12 menit.

i. Secara berurutan, memasukkan potongan organ dalam alkohol

96% selama 2 menit, alkohol 96%, alkohol absolut III dan IV

masing-masing selama 3 menit.

j. Memasukkan kedalam xilol IV dan V masing-masing 5 menit.

9. Mounting

Setelah pewarnaan selesai, letakkan slide diatas kertas tisu pada

tempat yang datar, kemudian diteteskan dengan bahan mounting

yaitu kanada balsam dan tutup dengan cover glass, cegah jangan

sampai terbentuk gelembung udara.

10. Membaca slide dengan mikroskop perbesaran 400x.


43

3.5.6 Alur Penelitian

Timbang berat badan tikus putih jantan

K K P P2 P
1 2 1 3

Tikus diadaptasikan dalam laboratorium selama 7 hari

Tikus diberi perlakuan selama 28 hari

K1 K2 P1 P2 P3

Diberi minyak Diberi minyak Diberi minyak


Diberi Dibei jelantah 1,5 ml jelantah 1,5 ml
jelantah 1,5 m
akuades minyak dan ekstrak dan ekstrak
dan ekstrak
2 ml. jelantah etanol rimpang etanol rimpang
etanol rimpang
1,5 ml kunyit 25 mg kunyit 100 mg.
kunyit 50 mg.

Setelah 28 hari, tikus dinarkosis dengan ketamin.

Lakukan laparotomi lalu duodenum tikus diambil.

Sampel duodenum dikirim ke Laboratorium Patologi Anatomi Fakultas


Kedokteran Universitas Lampung untuk pembuatan sediaan histopatologi .

Pengamatan sediaan di Lab Fakultas Kedokteran.

Interpretasi hasil pengamatan.

Gambar 8. Diagram Alur Penelitian Ekstrak Protektif Pemberian Ekstrak Etanol


Rimpang Kunyit Pada Gambaran Histopatologi Duodenum Tikus Putih yang Diinduksi
Minyak Jelantah
44

3.6 Variabel dan Definisi Operasional

3.6.1 Identifikasi Variabel

1. Variabel independen

a) Perlakuan 1: Pemberian ekstrak etanol rimpang kunyit 25mg.

b) Perlakuan 2: Pemberian ekstrak etanol rimpang kunyit 50mg.

c) Perlakuan 3: Pemberian ekstrak etanol rimpang kunyit 100mg.

d) Perlakuan kontrol positif (K+): Pemberian minyak jelantah dengan

dosis 1,5ml.

e) Perlakuan kontrol negatif (K-): Pemberian akuades 2ml.

2. Variabel dependen: Gambaran histopatologi duodenum tikus putih.

3.6.2 Definisi Operasional

Tabel 2. Definisi Operasional Variabel


No Variabel Definisi Alat Ukur Hasil Ukur Skala
1. Ekstrak etanol Pemberian oral Spuit 3 cc Kategorik
rimpang kunyit ekstrak etanol dan sonde
(Curcuma rimpang kunyit
Domestica dengan dosis 25mg,
Val.). 50 mg, 100mg

2. Histopatologi Gambaran Mikroskop Skoring Numerik


duodenum histopatologi cahaya kerusakan
duodenum dengan histologi
mikroskop cahaya jaringan
perbesaran 400x duodenum
pada 5 lapang diambil dari
pandang kerusakan
berdasarkan kriteria tertinggi untuk
sebagai berikut: setiap lapang
Infiltrasi PMN pandang.
0= mukosa normal
1= edema mukosa
2= infiltrasi sel
radang
3= edema mukosa
& infiltrasi sel
radang
4= mukosa ulserasi
& infiltrasi sel
45

3.7 Analisis Data

Data yang diperoleh dari hasil pengamatan histopatologi di bawah mikroskop

diuji analisis statistik menggunakan program SPSS. Hasil penelitian pertama

dilakukan deskripsi statistic secara univariat, kemudian dilakukan uji

normalitas data menggunakan uji Shapiro-Wilk untuk menganalisis apakah

data terdistribusi normal (p>0,05) atau tidak (p<0,05). Penggunaan uji Shapiro-

Wilk dilakukan karena jumlah sampel kurang dari 50. Apabila sampel tidak

terdistribusi dengan normal, langkah selanjutnya melakukan transformasi data

dengan fungsi log10 agar distribusi menjadi normal. Namun, jika transformasi

data masi belum dapat menormalkan data, maka uji parametrik One Way Anova

tidak dapat dilakukan. Oleh karena itu digunakan uji non parametrik Kruskal-

Wallis. Hipotesis dinyatakan bermakna atau Ho ditolak apabila didapatkan

hasil p<0,05. Hal ini berati terdapat efek protektifpemverian ekstrak etanol

rimpang kunyit terhadap gambaran histopatologi duodenum tikus putih yang

diinduksi minyak jelantah.

3.8 Ethical Clearance

Penelitian ini telah mendapatkan persetujuan etik penelitian dari Komisi Etik

Penelitian Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. Proses

pelaksanaannya No: 3967/UN26.18/PP.05.00/2019. Proses pelaksanaan

meliputi prinsip 3R, yaitu replacement, reduction, dan refinement (Ridwan,

2013).

1. Replacement, prinsip yang digunakan adalah replacement relatif, yaitu tetap

memanfaatkan hewan coba sebagai donor organ. Setelah membaca literatur


46

untuk melakukan penelitian yang akan saya lakukan maka tetap dibutuhkan

hewan uji coba tikus sebagai sampel penelitian.

2. Reduction, telah dilakukan pertimbangan dan perhitungan sampel untuk

menggunakan hewan coba seminimal mungkin agar mendapatkan hasil

perbandingan yang signifikan antar kelompok percobaan. Pada penelitian

ini menggunakan 25 sampel.

3. Refinement, metode yang digunakan penelitian ini seminimal mungkin

menimbulkan rasa tidak nyaman pada hewan coba. Dalam penilitan hewan

coba akan diperlakukan dengan baik dan dihindari dari stres dengan tetap

mengikuti 5 prinsip kebebasan hewan coba, yaitu:

a) Freedom from hungry and thirsty

Bebaskan hewan coba dengan memperhatikan makanan dan minuman

untuk hewan coba selama penelitian berlangsung.

b) Freedom from discomfort

Pada penelitian ini, hewan coba akan diletakkan pada lingkungan yang

bersih dan memadai serta diberikan kendang khusus sebagai tempat

tinggal.

c) Freedom from pain, injury, and disease

Penelitian ini akan menggunakan prosedur yang paling kecil

menghasilkan nyeri pada hewan coba. Selain itu, pada akhir penelitian,

hewan coba akan diberikan anesthesia terlebih dahulu sebelum dilakukan

terminasi.
47

d) Freedom from fear and distress

Pada penelitian ini, hewan coba akan diperlakukan sebaik mungkin serta

adaptasi lingkungan sebelum melakukan penelitian agar terhindar dari

rasa takut dan stress berkepanjangan.

e) Freeedom to express natural behavior

Hewan coba diberikan kebebasan untuk tetap berekspresi seperti bermain

dan berlari (tetap didalam kendang) selama penelitian berlangsung.


BAB V
SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa

terdapat efek protektif ekstrak etanol rimpang kunyit (Curcuma domestica

Val.) terhadap gambaran histopatologi duodenum tikus putih (Rattus

norvegicus) jantan galur Sprague dawley yang diinduksi minyak jelantah.

Pemberian ekstrak etanol rimpang kunyit dengan dosis 50 mg mulai

memberikan efek proteksi yang bermakna terhadap gambaran histopatologi

duodenum yang induksi minyak jelantah.

5.2 Saran

1. Peneliti lain disarankan melakukan penelitian lebih lanjut dengan melihat

efek protektif ekstrak etanol rimpang kunyit yang diinduksi minyak jelantah

terhadap organ lain.

2. Peneliti lain disarankan melakukan penelitian lebih lanjut dengan

memisahkan zat senyawa aktif ekstrak etanol rimpang kunyit agar dapat

mengetahui daya efek protektif duodenum pada masing-masing senyawa zat

aktif.
DAFTAR PUSTAKA

Adiyati PN. 2011. Ragam jenis ektoparasit pada hewan coba tikus putih (Rattus
norvegicus) galur Sprague dawley [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor

Aggarwal BB, A Kumar, MS Aggarwal, S Shishodia. 2005. Curcumin derived from


turmeric (curcuma longa): a spice for all season. CRC Press LLC.

Akbar B. 2010. Tumbuhan dengan kandungan senyawa aktif yang berpotensi


sebagai bahan antifertilitas. Jakarta: Adabia Press.

Almatsier S. 2009. Prinsip dasar ilmu gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Ananto AS, Wulan AJ, Oktafany. 2017. Pengaruh pemberian minyak jelantah
terhadap perbedaan rerata kerusakan gambaran histologi jaringan usus halus
tikus jantan (rattus norvegicus) galur sprague dawley. Medical Profession
Journal of Universitas Lampung. 7(5): 187-93.

Atmaja DA. 2008. Pengaruh ekstrak kunyit (curcuma domestica) terhadap


gambaran mikroskopik mukosa lambung mencit balb/c yang diberi
paracetamol [skripsi]. Semarang: Universitas Diponegoro.

Austutik, Ika AP. 2010. Pengaruh suhu interaksi minyak goreng bekas dengan
menggunakan karbon aktif biji kelor (moringaoleifera lamk) terhadap angka
iodine dan angka peroksida [skripsi]. Malang: Universitas Islam Negeri
(uin) Maulana Malik Ibrahim malang.

Bursatriannyo N. 2014. Identifikasi varietas tanaman kunyit menggunakan sistem


pakar. Informatika Pertanian. 23(1): 95-108.

Cahanar P. & Suhanda I. 2006. Makan sehat hidup sehat. Jakarta:Kompas Media
Utama. FAO. FAO statistical pocketbook world food and agriculture. Food
and Agriculture Organization of The United Nations: FAO. 2015.

Choe E, Min DB. 2007. Chemistry of deep-fat frying oils. Journal Food Sci.
72(5):77-86.

Corwin EJ. 2009. Buku saku patofisiologi corwin. Jakarta: Aditya Media.
62

Dong L, Joshua S, Zhijun L, Eugene A, Woltering, Frank L. 2008. Antiangiogenic


effect of curcumin in pure versus in extract forms. Pharmaceutical Biology.
46(10): 677.

Duvoix A, Roman B, Sylivie D, Michael S, Franck M, Estelle H et al.. 2005.


Chemopreventive and therapeutic effects of curcumin. Cancer Lett. 223:
181-90.

Firina A, Retnaningsih, Johan IR. 2010. Perilaku penggunaan minyak goreng dan
pengaruhterhadap keikutsertaan program pengumpulan Minyak Jelantah di
Bogor. 3(2):184-9.

Guyton AC, Hall JE. 2014. Buku ajar fisiologi kedokteran edisi 12. Jakarta: EGC.

Hambali E. 2007. Teknologi bioenergi. Jakarta: Agro Media Pustaka.

Hartati SY, Balittro. 2013. Khasiat kunyit sebagai obat tradisional dan manfaat
lainnya. Jurnal Puslitbang Perkebunan. 19:5-9.

Herebian D, Choi H, Aty AE, Shim JH, Spiteller M. 2008. Metabolite analysis in
curcuma domestica using various gc-ms and lc-ms separation and detection
techniques. Biomed Chromatogr. 23:951-65.

Ilmi IMB, Khomsan A, Marliyati SA. 2015. Kualitas minyak goreng dan produk
gorengan selama penggorengan dirumah tangga Indonesia. Jurnal Aplikasi
Teknologi Pangan. 4(2):61-5.

Kamisah Y, Shamil S, Nabillah MJ, Kong SY, Hamizah NAS, Qodriyah HMS, et
al..2012. Deep-fried keropok lekors increase oxidative instability in cooking
oils. Malaysia J Medical Science. 19(4):57-62.

Ketaren S. 2008. Minyak dan lemak pangan. Jakarta :Universitas Indonesia Press.

Khakim JL. 2007. Pengaruh jus buah pepaya (carica papaya) terhadap kerusakan
histologis lambung mencit yang diinduksi aspirin [skripsi]. Surakarta:
Universitas Sebelas Maret.

Khomsan A. 2010. Pangan dan gizi untuk kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta

Kim DC, Kim SH, Choi BW, Baek NI, Daeho Kim D, Kim MJ, et al.. 2005.
Curcuma longa extract protects against gastric ulcers by blocking H2
histamine receptors. Biol Pharm Bull. 28(12): 2220-4.

Kumar V, Abbas AK and Aster JC. 2015. Buku ajar patologi robbins. 9th edition.
Jakarta: EGC.

Kwiecien S, Brzozowski T, Konturek SJ. 2002. Importance of aldehyde products


of lipid peroxidation in the formation of gastric lesions induced by aspirin,
ischemia-reperfusion and stress. Gastroenterologia Polska. 9(4): 273-280.
63

Leong XF, Ng CY, Jaarin K dan Mustafa MR. 2015. Effects of repeated heating of
cooking oils on antioxidant content and endothelial function. Austin Journal
of Pharmacology and Therapeutics. 3(2):1-7.

Mescher AL. 2011. Histologi dasar junqueira, teks dan atlas, edisi 12. Jakarta: EGC.

Mustika. 2015. Pengaruh Pemberian Minyak Jelantah Terhadap Gambaran


Histopatologi Usus dan Pankreas Tikus Putih (Rattus Norvegicus) [skripsi].
Aceh: Universitas Syah Kuala.

Natsir MH, Widodo E, Muharlien. Penggunaan kombinasi tepung kunyit (curcuma


domestica) dan jahe (zingiber officinale) bentuk enkapsulasi dan tanpa
enkapsulasi terhadap karakteristik usus dan mikroflora usus ayam pedaging.
Buletin Peternakan. 40(1):1-10.

Nikmah LM. 2017. Efek ekstrak etanol rimpang kunyit (Curcuma longa) terhadap
struktur histologi rectum tikus putih (Rattus norvegicus) yang diinduksi
dextran sodium sulphate (DSS) [skripsi]. Jember: Universitas Jember

Nurtamin T. 2014. Potensi curcumin untuk mencegah aterosklerosis. 41(8):633-5.

Pearce EC. 2014. Anatomi dan fisiologi untuk para medis. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.

Priyadarsini KI. 2014. The chemistry of curcumin: from extraction to therapeutic


agent. Molecules Journal. 19-20091-112.

Priyambodo S. 2005. Pengendalian hama tikus terpadu. Jakarta: Penebar Swadaya.

Ridwan E. 2013. Etika pemanfaatan hewan percobaan dalam penelitian kesehatan.


Jurnal Indonesia Medical Asociation. 63(3): 112-6.

Rock KL, Kono H. 2011. The inflammatory response to cell death. National
Institute of Health. 3:99-126.

Rukmini A. 2007. Komparasi efektivitas adsorben komersial dan non komersial


dalam proses regenerasi minyak jelantah. Semarang: Prosiding Seminar
Nasional Teknologi Pangan.

Sabarella, Wieta BK, Sri W, Megawati M, Sehusman, Yani S. 2018. Buletin


konsumsi pangan. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian. 9 (2): 42-43

Sandi EO. 2012. Perbedaan penggunaan bahan pengikat na cmc dan hpmc terhadap
sifat fisik, kimia, dan uji hedonic sediaan pasta gigi enzim papain papaya
(carica papaya L.) [skripsi]. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.

Sanusi IA. 2011. Buku ajar gastroenterologi. Jakarta: Interna Publishing.

Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Stiyohadi B, Syam AF. 2014. Buku ajar ilmu
penyakit dalam jilid 1 edisi ke-6. Jakarta: InternaPublishing.
64

Sherwood L. 2012. Fisiologi manusia dari sel ke sistem edisi 6. Jakarta: EGC.

Snell RS. 2014. Anatomi klinik berdasarkan regio edisi ke-9. Jakarta: EGC.

Sudarmadji S, B Haryono, Suhardi. 2007. Analisis bahan makanan dan pertanian.


Yogyakarta: Liberty.

Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. 2009. Buku ajar ilmu
penyakit dalam. Edisi Ke-5. Jakarta: Interna Publisher.

Susianti. 2014. Pengaruh minyak goreng bekas yang dimurnikan dengan mengkudu
(morinda citrifolia) terhadap gambaran histopatologi hepar dan jantung
tikus. MKA. 37:55-60.

Sutiah. 2008. Studi kualitas minyak goreng dengan parameter viskositas dan indeks
bias. Jurnal Fisika Universitas Diponegoro. 11(2): 53-8.

Syukur, Hernani. 2001. Budidaya tanaman obat komersial. Jakarta: Penebar


Swadaya.

Tajik H, Tamaddonfard E, Gooschchi NH. 2008. The effect of curcumin (active


substance of turmeric) on the acetic-acid induced visceral nociception in
rats. Pakistan Journal of Biological Science. 11(2): 312-4.

Thendry A, Lily LL, Poppy ML. 2015. Pengaruh pemberian ekstrak kunyit terhadap
gambaran histopatologi aorta tikus wistar (rattus norvegicus)
hiperlipidemia. Jurnal e-Biomedik. 3(1): 199-204.

Ulrike E, Christoph L, Katja D, Simone S, Dirk H, Markus MH, et al. 2014. A guide
to histomorphological evaluation of intestinal inflammation in mouse
models. 7(8):1-21.

Wijana S, Arif H, & Nur H. 2005. Tekno pangan: mengolah minyak goreng bekas.
Surabaya: Penerbit Trubus Agrisarana.

Winarto IW. 2004. Khasiat dan manfaat kunyit. Jakarta: Agro Media Pustaka.

Yara S, Jean CL, Jean F, Ois B, Edgard D, Devendra A, et al. 2013. Iron-ascorbate-
mediated lipid peroxidation causes epigenetic changes in the antioxidant
defense in intestinal epithelial cells: impact on inflammation.PLOS ONE.
8(5):1-11.

Zweier JL, Talukder MAH. 2006. The role of oxidants and free radicals in
reperfusion injury. Lipid in Health and Disease. 70:181-90.

You might also like