Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 9

JURNAL ILMIAH SIMANTEK Vol. 4 No.

3
ISSN. 2550-0414 Agustus 2020

PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO PADA ASPEK PENANGANAN PRODUKSI (MAKE)


DI PABRIK PENGALENGAN GUDEG YOGYAKARTA

ARSYAD SUMANTIKA
UNIVERSITAS PUTERA BATAM
arsyad.sumantika@puterabatam.ac.id

ABSTRACT
Gudeg Canning is one of the fast growing strategic industries in Yogyakarta. Smoothness in the supply chain canning activity
is important. However, in the supply chain process, it was found that there were some risks that resulted in the system being
unable to run smoothly, for example due to engine failure, worker error, and failure / stopping of the supply chain, which
caused downtime in the supply chain management. Supply Chain Operation Reference (SCOR) is a company activity
consisting of Plan, Source, Make, Deliver, Return, and Enable. In this study, supply chain risk management criteria are
limited to the aspects of production handling (Make), while the object of this study includes the Mrs. Tjitro, Gudeg, Bu Lies,
and Bagong canning factories. The purpose of this study is to identify the risks that often occur in the handling of production
(make) gudeg canning factory in Yogyakarta, determine the priority of risks that occur in the handling of production of warm
canneries in Yogyakarta, and provide risk management proposals. Risk assessment uses the Failure Mode and Effect
Analysis (FMEA) method, whereas for the proposed risk management uses the Root Cause Analysis (RCA) method. The
risk management proposal is based on the RPN's top five ranking. The results showed that more risks occur in the process
of human resource management, failure (downtime) of the machine, capacity is not in accordance with the plan, idle time
occurs because the production process stops or raw materials are lacking or other causes, and the production results are not
as expected. Therefore, the proposed risk management of production handling increases the discipline, behavior and skills of
workers, improves preventive maintenance to anticipate engine breakdowns, upgrades machines so that machine
productivity capabilities increase, increases collaboration in accessing shared information such as information sharing and
collaborative planning, and increases inventory management through safety stock and order policy.
Keywords : Failure Mode And Effect Analysis (FMEA), Gudeg Canning, Supply Chain Operation Reference (SCOR)

PENDAHULUAN
Salah satu permasalahan yang terjadi di pabrik pengalengan gudeg adalah downtime. Downtime didefinisikan sebagai waktu
berhentinya suatu proses produksi karena adanya suatu kegagalan (Claudia dan Felicia 2017). Penyebab downtime biasanya
terjadi karena adanya kegagalan mesin, kesalahan pekerja, dan terhentinya rantai pasok bahan baku. Jika terjadi downtime,
maka akan mempengauhi tingkat produktivitas sehingga dapat mempengaruhi kelancaran produksi pengalengan gudeg.
Dalam kegiatan rantai pasok pengalengan gudeg terdapat beberapa risiko yang terjadi yang dapat mempengaruhi kelancaran
operasi pada rantai pasok industri tersebut. Pada bagian upstream, gangguan dapat terjadi karena penanganan bahan baku
dan proses produksi yang kurang sempurna; sedangkan pada downstream terjadi karena tingkat service level consumer dan
penjualan produk kurang baik. Faktor-faktor risiko tersebut dapat terakumulasi lebih besar jika risiko tersebut dibiarkan tanpa
ada tindakan penanganan dan manajemen risiko. Menurut Waters (2007), jika risiko tersebut terjadi dan dilakukan pembiaran
secara terus menerus, maka dapat mengakibatkan terganggunya aktivitas normal bahkan dapat menghentikan sesuatu yang
telah direncanakan. Oleh karena itu potensi risko tersebut harus dikurangi atau dilakukan penanganan yang benar. Menurut
Tummala dan Schoenherr (2011), risiko tersebut dapat dikurangi jika suatu perusahaan menerapkan Supply Chain Risk
Management Process (SCRM) yang tepat dengan mengcu pada analisis framework berupa risk identification, risk
assessment, risk evaluation, dan risk mitigation. Oleh karena itu diperlukan pendekatan manajemen risiko. Salah satu
pendekatan risiko menggunakan model Supply Chain Operations Reference (SCOR).
254
JURNAL ILMIAH SIMANTEK Vol. 4 No. 3
ISSN. 2550-0414 Agustus 2020

Menurut Supply Chain Council (2012), SCOR terdiri dari 6 lingkup kegiatan perusahaan yang meliputi Plan, Source, Make,
Deliver, Return, dan Enable. Adapun untuk penentuan kriteria rantai pasok pada penelitian ini menggunakan pendekatan
Supply Chain Operation Reference (SCOR) dengan aspek Make sebagai aspek yang dibahas pada penelitian ini. Menurut
Paul (2014), Penerapan model SCOR tersebut dapat memberikan panduan dalam manajemen risiko rantai pasok melalui
tahapan identifikasi risiko, penilaian risiko, evaluasi risiko, dan mitigasi risiko. Oleh karena itu, agar dapat menghasilkan kinerja
yang robust dilakukan evaluasi risiko pada rantai pasok perusahaan menggunakan metode Failure Mode anf Effect Analysis
(FMEA). FMEA merupakan proses sistematis untuk mengidentifikasi potensi kegagalan dalam perancangan dan proses
sebelum terjadi, dengan tujuan mengeliminasi risiko yang berhubungan dengan kegagalan. (Degu dan Moorthy, 2014).
Adapun hasil dari SCOR tersebut adalah berupa rekomendasi maanjemen risiko untuk mengukur seberapa besar risiko yang
dihadapi agar perusahaan dapat meminimalkan risiko seperti kegagalan berulang pada proses rantai pasoknya, sehingga
dapat menghasilkan kinerja perusahaan yang baik dan dapat berdaya saing.

METODE PENELITIAN
Penelitian dilakukan di pabrik pengalengan gudeg di Yogyakarta. Objek dalam penelitian ini adalah pabrik pengalengan
gudeg Bu Tjitro, pengalengan gudeg Bu Lies, dan pengalengan gudeg Bagong. Ketiga objek penelitian tersebut merupakan
industri terbesar di Yogyakarta. Kemudian penulis melakukan identifikasi terhadap ketiga objek tersebut mengenai
kemungkinan risiko yang berpotensi timbul di aspek penanganan produksi pengalengan gudeg. Penyelesaian masalah
menggunakan diagram alir sebagai panduan penelitian yang terdiri dari tahapan pendahuluan, identifikasi risiko, penilaian
risiko, dan manajemeni risiko. Tahapan pendahuluan mengenai observasi objek penelitian, pengumpulan studi literatur, dan
penentuan atribut risiko di bagian penanganan produksi menggunakan pendekatan Supply Chain Operation Reference.
Dalam penelitian ini, Supply Chain Operation Reference dibatasi pada aspek yang berhubungan langsung dengan
penanganan produksi (Make). Berikut Gambar 1 mengenai diagram alir penelitian.

255
JURNAL ILMIAH SIMANTEK Vol. 4 No. 3
ISSN. 2550-0414 Agustus 2020

Gambar 1. Diagram Alir Penelitian


Tahapan identifikasi menggambarkan mengenai penetapan konteks dan identifikasi risiko yang terjadi di penanganan produksi
(make) pengalengan gudeg. Tahapan penilaian berisi mengenai penilain terhadap kejadian risiko di penanganan produksi
pengalengan gudeg. Kejadian risiko yang sudah teridentifikasi dilakukan penilaian dengan cara mencari nilai Risk Priority
Number (RPN) berdasarkan skala severity, occurrence, dan detection menggunakan metode Failure Mode and Effect
Analysis (FMEA). Sedangkan pada tahapan manajemen risiko menjelaskan bentuk rekomendasi perbaikan terhadap prioritas
risiko. Bentuk rekomendasi melalui metode Root Cause Analysis berdasarkan pembobotan nilai top five of Risk Priority
Number. FMEA merupakan merupakan tools yang digunakan dalam identifikasi akar permasalahan dengan menghitung nilai
Risk Priority Number (RPN). Nilai Risk Priority Number (RPN) melibatkan parameter severity, occurence, dan detection.
(Smadi 2014). Atribut kegagalan yang terjadi pada lingkup penanganan produksi pengalengan gudeg kemudian dicari
tindakan perbaikannya dengan melihat nilai RPN yang terbesar (Sellapan et al 2015). Dalam rekomendasi digunakan Root
Cause Analysis (RCA), merupakan proses indntifikasi dan penentuan akar penyebab dari permasalahan tertentu dan
mengimplementasikan solusi sehingga dapat mencegah terjadinya pengulangan masalah berikutnya (Doggett, 2005) dalam
Lindawati, dkk (2013).

256
JURNAL ILMIAH SIMANTEK Vol. 4 No. 3
ISSN. 2550-0414 Agustus 2020

HASIL DAN PEMBAHASAN


Identifikasi risiko dibatasi berdasarkan aktivitas yang berhubungan langsung dengan aspek penanganan produksi di pabrik
pengalengan gudeg melalui pendekatan Supply Chain Operation Reference (SCOR). Menurut Supply Chain Council (2012),
SCOR adalah model dari operasi supply chain yang fokus pada proses yang yang bersifat horizontal dan vertikal pada
aktivitas diseriap rantai pasokan dalam proses yang seimbang. Tahapan awal identifikasi risiko didapatkan sebanyak 9 calon
potensi risiko yang terjadi di penanangan produksi pabrik pengalengan gudeg yang diperoleh dari hasil interview dengan
manajemen pengalengan gudeg dan konsumen. Pihak manajemen meliputi manajer, kepala bagian pengadaan bahan,
produksi, QC & QA, dan ahli terkait yang memiliki hubungan keterkaitan dengan penanganan produksi di pabrik pengalengan
gudeg. Setelah didapatkan calon potensi risiko, dilakukan konfirmasi kembali dengan cara identifikasi apakah potensi risiko
tersebut pernah terjadi atau belum pernah terjadi. Konfirmasi risiko dilakukan oleh risk owner yang memiliki risiko tersebut.
Konfirmasi potensi risiko yang terjadi di objek penelitian menjadi kejadian risiko yang diteliti lebih lanjut, sedangkan konfirmasi
potensi risiko yang tidak pernah terjadi dikeluarkan dari daftar potensi risiko. Hasil konfirmasi risiko ditunjukkan pada tabel 1.

Tabel 1. Konfirmasi Kejadian Risiko Pada Penanganan Produksi Pengalengan Gudeg

Penilaian Risiko
Metode yang digunakan dalam penilaian risiko adalah Failure Mode And Effect Analysis (FMEA). Menurut Pujawan dan
Geraldin (2009), penilaian risiko pada metode FMEA dihitung dengan cara Risk Potential Number (RPN) yang terdiri dari tiga
faktor yaitu peluang terjadinya risiko (occurrence), dampak risiko (severity), dan deteksi (detection). Output penilaian risiko
berupa Risk Priority Number (RPN), yang digunakan untuk menentukan ranking prioritas manajemen risiko. Nilai RPN berasal
dari hasil perkalian antara severity, occurrence, dan detection. Indikator penilaian mengenai severity, occurrence, dan
detection ditunjukkan pada tabel 2, 3, dan 4.

257
JURNAL ILMIAH SIMANTEK Vol. 4 No. 3
ISSN. 2550-0414 Agustus 2020

Tabel 2. Indikator Penilaian Severity (S)

Tabel 3. Indikator Penilaian Occurrence (O)

Tabel 4. Indikator Penilaian Detection (D)

Setelah ditentukan parameter penilaian, tahapan selanjutnya melakukan penilaian RPN pada setiap kejadian risiko yang
terjadi pada penanganan produksi (make) pengalengan gudeg di Yogyakarta berdasarkan proses bisnis Supply Chain
Operation Reference (SCOR). Hasil penilaian ditunjukkan pada tabel 5, 6, dan 7.

258
JURNAL ILMIAH SIMANTEK Vol. 4 No. 3
ISSN. 2550-0414 Agustus 2020

Tabel 5. Penilaian RPN Penanganan Produksi Pabrik Pengalengan Gudeg Bu Tjitro

Tabel 6. Penilaian RPN Penanganan Produksi Pabrik Pengalengan Gudeg Bu Lies

259
JURNAL ILMIAH SIMANTEK Vol. 4 No. 3
ISSN. 2550-0414 Agustus 2020

Tabel 7. Penilaian RPN Penanganan Produksi Pabrik Pengalengan Gudeg Bagong

Berdasarkan pada tabel 5, 6, dan 7, langkah selanjutnya adalah menentukan top five of potensial failure mode yang memiliki
nilai RPN tertinggi. RPN merupakan hasil perkalian dari severity, occurence, dan detection. Kegagalan yang diprioritaskan
kemudian dicari tindakan perbaikannya dengan cara melihat nilai RPN yang terbesar (Sellapan et al 2015). Hasil top five of
potensial failure ditunjukkan pada tabel 8.

Tabel 8. Top Five Of Potensial Failure Mode Pada Penanganan Produksi Pabrik Pengalengan Gudeg Di Yogyakarta

Usulan Manajemen Risiko


Tahap terakhir setelah penilaian risiko adalah usulan manajemen risiko Usulan manajemen risiko dilakukan dengan mencari
akar penyebab masalah yang terjadi menggunakan metode Root Cause Analysis (RCA). Setelah ditemukan akar penyebab
masalah kemudian dilakukan usulan manajemen risiko berdasarkan prioritas risiko yang terjadi pada aspek penanganan
produksi pengalengan gudeg di Yogyakarta. Menurut Dogget (2005), RCA merupakan proses identifikasi dan penentuan

260
JURNAL ILMIAH SIMANTEK Vol. 4 No. 3
ISSN. 2550-0414 Agustus 2020

akar penyebab dari permasalahan tertentu dengan tujuan memberikan solusi yang akan mencegah terjadinya pengulangan
masalah. Output RCA adalag usulan/ rekomendasi mitigasi risiko. Perancangan usulan manajemen risiko terdapat empat
pendekatan, yakni supply management, product management, demand management, dan information management (Tang,
2015). Supply Management menggambarkan langkah perusahaan untuk berkolaborasi dengan upstream partner untuk
memastikan tingkat efisiensi selama kegiatan memasok material pada sistem supply chain. Demand Management
menggambarkan langkah perusahaan untuk berkolaborasi dengan downstream partner untuk mengelola jumlah permintaan.
Product Management menggambarkan langkah perusahaan berkolaborasi dengan produk dan disain proses (termasuk alur
sistem dan mesin) untuk menciptakan efesiensi dalam supply chain. Sedangkan Information Management menggambarkan
langkah perusahaan untuk memperbaiki kolaborasi dalam kegiatan mengakses berbagai tipe informasi yang tersedia pada
supply chain. Berdasarkan pada pendekatan tersebut, usulan manajemn risiko pada penanganan produksi pengalengan
gudeg di Yogyakarta ditunjukkan pada tabel 9.

Tabel 9. Manajemen Risiko Pada Penanganan Produksi Pabrik Pengalengan Di Yogyakarta

261
JURNAL ILMIAH SIMANTEK Vol. 4 No. 3
ISSN. 2550-0414 Agustus 2020

KESIMPULAN
Kesimpulan yang dihasilkan dalam penelitian ini adalah pada saat identifikasi risiko penanganan produksi pengalengan
gudeg di Yogyakarta, risiko lebih banyak terjadi pada proses : (1) Pengelolaan sumber daya manusia tidak maksimal di area
produksi, (2) Kegagalan (downtime) & kerusakan mesin, (3) Kapasitas tidak sesuai dengan perencanaan, (4) Sering terjadi
kekosongan waktu karena proses produksi berhenti atau bahan baku kurang atau penyebab lainnya, dan (5) Hasil produksi
turun/ hasil produksi tidak sesuai yang diharapkan. Oleh karena itu, usulan manajemen risiko penanganan produksi pada
industri pengalengan gudeg di Yogyakarta adalah (1) Meningkatkan disiplin, perilaku, keterampilan, dan reward system para
pekerja, (2) Meningkatkan preventive maintenance untuk mengantisipasi terjadinya breakdown mesin, (3) Usulan upgrade
mesin agar kemampuan produktivitas mesin meningkat, (4) Meningkatkan kolaborasi mengakses informasi bersama seperti
information sharing dan collaborative planning, dan (5) Meningkatkan manajemen persedian melalui safety stock dan order
policy.

DAFTAR PUSTAKA
Augiar DC, de Souza HJ, Salomon VAP. (2010). An ahp application to evaluate scoring criteria for failure mode and effect
analysis. International Journal of the Analytic Hierarchy Process.

Claudia J, Felicia. (2017). Pengurangan downtime mesin offset di PT X. Jurnal Titra, 131-136.

Degu YM, Moorthy RS. (2014). Implementation of machinery failure mode and effect analysis in Amhara Pipe Factory.
American Journal of Engineering Research, 57-63.

Doggett AM. (2005). Root Cause Analysis: A Framework for Tool Selection. Quality Management Journal.

Lindawati dkk (2013). Perancangan Proses Produksi Alat Antrian C2000 Dengan Menggunakan Metode FMEA, IDEFO, dan
Root Cause Analysis (RCA), Jurnal Rekayasa Dan Manejemen Sistem Industri Vol.3. Teknik Industri Universitas Brawijaya
2013. Malang. Indonesia.

Paul J. (2014). Panduan Penerapan Transformasi Rantai Suplai dengan Model SCOR. Penerbit PPM Jakarta.

Pujawan IN dan Geraldine LH. (2009). House of Risk about A Model for Proactive Supply Chain Risk Management. Journal
Business Process Management. Vol. 15. No. 6. hal. 953-967.

Sellapan N, Nagarajan D, Palanikumar K. (2015). Evaluation of Risk Priority Number (RPN) in Design Failure Modes and
Effect Analysis (DFMEA) using factor analysis. International Journal of Applied Engineering Research, 34194-34198.

Supply Chain Council. (2012). Supply Chain Operations Reference Model Revision 11.0. Printed in the United States of
America.

Shoenherr T and Tummala. (2011). Assessing and managing risks using Supply Chain Risk Management Process.
International Journal of Supply Chain Management. Vol. 16.

Tang CS. (2005). Perspective in Supply Chain Risk Management: A Review. Los Angeles. USA.

Waters D. (2007). Supply Chain Risk Management about Vulnerabilty and Resilience in logistics. Kogan Page Publishers.
262

You might also like