Kinerja Berbagai Pola Usaha Pembibitan Sapi Lokal Di Beberapa Daerah Pengembangan Sapi Potong

You might also like

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 16

Analisis Kebijakan Pertanian, Vol. 15 No. 1, Juni 2017: 67-82 DOI: http://dx.doi.org/10.21082/akp.v15n1.2017.

67-82 67

KINERJA BERBAGAI POLA USAHA PEMBIBITAN SAPI LOKAL


DI BEBERAPA DAERAH PENGEMBANGAN SAPI POTONG

Local Cow Business Performance in Several Regions


of Beef Cattle Development

Nyak Ilham, Kurnia Suci Indraningsih, Roosganda Elizabeth


Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian
Jln. Tentara Pelajar No. 3B, Bogor 16111
E-mail: ny4kilham@yahoo.com

Naskah diterima: 16 Januari 2017 Direvisi: 3 Februari 2017 Disetujui terbit: 28 April 2017

ABSTRACT

Law No. 41/2014 deals with animal husbandry and health, supply and development of beef cattle breeding
conducted by prioritizing domestic production by farmers, breeding companies and both central and local
governments. One of beef cattle breeding issues in Indonesia is the concept of breeding still partially developed
and not closely related with its type and dispersion in Indonesia. This paper aims to describe and characterize
various business patterns of beef cattle breeding. Based on existing patterns and characteristics, breeding
business has been developed in order to increase national production of beef cattle breeding. Data and
information were collected from four provinces, i.e. Aceh, Central Java, Bali, and NTB. Primary data were
collected through interview involving 185 respondents from various stakeholders. Data and information were
analyzed through qualitative and quantitative description approach with tabulation and schemes techniques.
Three types of beef cattle breeding are intensive and semi-intensive farmers’ groups, company, and government
patterns. Based on each pattern, there was linkage of manufactured product utilization among the existing
patterns to optimize of national beef cattle breeding system. To support this linkage, it needs synergy in various
patterns of cattle beef breeding in a region where local BPTU-HPT/UPTD play a role as producers of cattle beef
breed and advisers for farmers’ groups and companies in its working region. Government is expected to purchase
qualified beef cattle breeding products manufactured by its advised farmers groups.
Keywords: breeding patterns, production, local cattle

ABSTRAK

Undang-undang No 41/2014 mengatur tentang penyelenggaraan peternakan dan kesehatan hewan,


penyediaan dan pengembangan bibit sapi dilakukan dengan mengutamakan produksi dalam negeri, baik oleh
peternak, perusahaan peternakan, pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan/atau pemerintah daerah
kabupaten/kota. Masalah perbibitan sapi potong di Indonesia antara lain adalah konsep pembangunan
pembibitan masih parsial, belum terkait erat baik jenis maupun sebarannya di Indonesia. Tulisan ini bertujuan
mendeskripsikan dan mengkarakteristikan berbagai pola usaha pembibitan sapi potong. Berdasarkan pola dan
karakteristik yang ada dibuat rancang bangun pengembangan usaha pembibitan guna meningkatkan produksi
bibit sapi potong nasional. Data dan informasi dikumpulkan dari empat provinsi yaitu Aceh, Jawa Tengah, Bali
dan NTB. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mencakup 185 responden dari berbagai pihak terkait.
Analisis data dan informasi dilakukan secara deskripsi kualitatif dan kuantitatif dengan teknik tabulasi dan skema.
Ada tiga pola pembibitan sapi potong yaitu Pola KTT intensif dan semi intensif, pola perusahaan, dan pola
pemerintah. Berdasarkan karakteristik masing-masing pola dapat dibuat keterkaitan pemanfaatan produk yang
dihasilkan untuk merancang optimasi sistem pembibitan sapi nasional. Untuk mendukung hal itu, perlu
membangun sinergitas kerja berbagai pola pembibitan sapi dalam satu kawasan regional dimana UPT/UPTD
pembibitan sapi selain berperan sebagai produsen bibit sapi juga sebagai pembina pada KTT dan perusahaan
dalam wilayah kerjanya. Pemerintah diharapkan berperan menjaring produk bibit sapi berkulitas yang dihasilkan
oleh KTT binaannya.
Kata kunci: pola pembibitan, produksi, sapi lokal
68 Analisis Kebijakan Pertanian, Vol. 15 No. 1, Juni 2017: 67-82

PENDAHULUAN untuk merancang pengembangan usaha


pembibitan yang saling terintegrasi sesuai
perannya guna meningkatkan produksi bibit sapi
Kualitas dan ketersediaan bibit menentukan potong nasional.
keberhasilan peningkatan populasi dan produksi
daging sapi. Selama ini, kendala peningkatan
populasi sapi adalah keterbatasan jumlah sapi
METODOLOGI
bibit. Salah satu penyebabnya adalah banyak
sapi betina produktif yang dipotong. Menurut
Lubis (2010), pemotongan sapi betina produktif Kerangka Pemikiran
mencapai 10% dari jumlah pemotongan sapi
setiap tahun. Pada sentra produksi Denpasar Selama ini usaha pembibitan sapi banyak
dan Badung Bali, Mataram Nusa Tenggara dilakukan oleh masyarakat, sedangkan pihak
Barat (NTB), dan Kupang Nusa Tenggara Timur swasta enggan melakukan usaha pembibitan
(NTT) menunjukkan bahwa rata-rata karena perputaran modal usaha relatif lama.
pemotongan sapi betina produktif masing- Kecenderungan yang terjadi saat ini, peternakan
masing 88%, 30% dan 91% (Badan Litbang rakyat juga sudah mulai berkurang berusaha
Pertanian, 2015). Penundaan pemotongan dan dalam pembibitan sapi. Monetasi pedesaan
pelarangan pemotongan sapi betina produktif yang semakin meningkat, mendorong peternak
merupakan upaya dalam peningkatan produksi beralih dari usaha pembibitan ke usaha
daging sapi tetapi sulit diimplementasikan penggemukan. Pengalihan tersebut didorong
(Sayaka, 2012). oleh faktor ekonomi, teknologi pakan dan usaha
penggemukan yang makin membaik.
Undang-undang 41/2014, tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor Keberadaan sapi bibit dan sapi bakalan
18/2009, tentang peternakan dan kesehatan sangat diperlukan. Jika usaha ini tidak
hewan, pada Pasal 13 mengamanahkan bahwa berkembang maka ketersediaan sapi bakalan
“penyediaan dan pengembangan benih untuk usaha penggemukan akan terkendala dan
dan/atau bibit dilakukan dengan mengutamakan berdampak pada mahalnya harga sapi bakalan
produksi dalam negeri (Kemenkumham, 2014). sehingga produk yang dihasilkan kurang
Pada PP 48/2011, Pasal 41 ayat (1): Produksi berdaya saing dibandingkan produk impor. Itu
benih dan/atau bibit dapat dilakukan oleh berarti, usaha pembibitan merupakan usaha
peternak, perusahaan peternakan, pemerintah, yang sangat memiliki peluang untuk
pemerintah daerah provinsi, dan/atau berkembang. Hanya saja selama ini produk sapi
pemerintah daerah kabupaten/kota. Pasal 42 bibit yang dihasilkan dinilai sama dengan sapi
ayat (2) menyatakan bahwa: dalam potong, padahal upaya untuk
memproduksi benih dan/atau bibit sebagaimana mengusahakannya relatif sulit dan butuh waktu.
dimaksud pada Pasal 42 ayat (1) Pemerintah, Untuk itu perlu peran pemerintah.
pemerintah daerah provinsi, dan/atau Peran pemerintah dapat sebagai produsen
pemerintah daerah kabupaten/kota dapat dan regulator. Sebagai regulator, peraturan dan
mengikutsertakan masyarakat. perundangan yang diterbitkan sebaiknya
Menurut Samariyanto (2004), pelaku dilakukan secara sistematis dan konsisten.
pembibitan ternak adalah: (a) pembibitan rakyat Dukungan dana dan pembinaan tidak hanya di
di pedesaan (village breeding center); (b) sektor hulu, dalam hal ini budi daya untuk
pembibitan perusahaan swasta/koperasi/ menghasilkan bibit berkualitas, tetapi
lembaga sosial masyarakat; (c) pembibitan hendaknya sampai ke pemasaran produk bibit
pemerintah yaitu balai-balai pembibitan nasional sapi yang berkualitas dengan harga yang
dan balai-balai pembibitan daerah. menarik. Selama ini, bibit sapi yang dihasilkan
Pertanyaannya adalah apakah konsep usaha pembibitan sapi nilainya masih sama
pembangunan berbagai pola usaha pembibitan dengan nilai sapi bukan bibit. Pemerintah, baik
sapi potong sudah dilakukan secara pusat dan daerah dapat berperan sebagai
terintegrasi? Apakah sudah ada keterkaitan pembeli bibit sapi berkualitas yang dihasilkan
yang baik antara produsen bibit sapi dan masyarakat dengan harga lebih baik melalui
penggunanya. Jika belum, maka potensi yang program-program yang dilakukan pemerintah.
ada belum dimanfaatkan secara optimal. Selama ini program pemerintah baik
Kementerian Pertanian dan kementerian lain,
Tulisan ini bertujuan mendeskripsikan serta pemerintah daerah banyak melakukan
berbagai pola usaha pembibitan sapi potong. pengadaan sapi. Untuk itu, jika diperlukan
Berdasarkan hasil identifikasi pola yang ada, aturan administrasi pemerintahan dapat
dilakukan telaah karakteristik masing-masing disesuaikan guna mendukung upaya ini.
KINERJA BERBAGAI POLA USAHA PEMBIBITAN SAPI LOKAL DI BEBERAPA DAERAH PENGEMBANGAN 69
SAPI POTONG Nyak Ilham, Kurnia Suci Indraningsih, Roosganda Elizabeth

Ruang Lingkup, Lokasi, Waktu dan dengan lokasi Pulau Raya yang merupakan
Responden Penelitian salah satu pulau pilihan untuk pengembangan
wilayah sumber bibit sapi Aceh dan di Aceh
Tulisan ini merupakan bagian dari Penelitian
Besar terdapat BPTU-HPT Aceh. Untuk wilayah
Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian
sumber bibit yang sudah eksisting untuk sapi
tahun 2016 dengan judul: “Pengkajian Pola
Bali terdapat di selain di Bali terdapat di Provinsi
Pembibitan Ternak Mendukung Implementasi
NTB.
Legislasi Pengembangan Wilayah Sumber Bibit
Sapi Potong”. Lokasi kajian ini mencakup Penelitian ini dilakukan antara bulan April–
wilayah sumber bibit sapi yang telah ditetapkan Oktober 2016. Responden yang digunakan
oleh Kementerian Pertanian dan wilayah dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 1.
sumber bibit yang telah ada sejak dulu
walaupun belum ditetapkan dalam surat
Data dan Metode Analisis
keputusan Menteri Pertanian. Selain wilayah
sumber bibit, kajian ini juga mencakup wilayah- Penelitian ini menggunakan data/informasi
wilayah yang direncanakan akan dijadikan primer dan sekunder. Data primer dikumpulkan
kawasan konservasi ternak sapi asli dan sapi melalui wawancara kepada responden
lokal. Lingkup substansi kajian mencakup menggunakan kuesioner. Data sekunder
deskripsi, karakteristik dan keterkaitan antar dikumpulkan dari berbagai dokumen dari
berbagai pola usaha pembibitan, yaitu pola instansi terkait. Analisis data dan informasi
kelompok tani ternak, pola Pemerintah (Unit dilakukan pendekatan deskripsi kualitatif dan
Pelayanan Teknis Pusat dan Unit Pelayanan kuantitatif dengan teknik tabulasi dan skema.
Teknis Daerah), dan pola swasta.
Lokasi kajian di daerah-daerah terdapat
berbagai pola pengembangan pembibitan sapi HASIL DAN PEMBAHASAN
pola kelompok tani ternak (KTT), pemerintah,
dan perusahaan. Berdasarkan pertimbangan itu, Pola Usaha Pembibitan Sapi Unggul Lokal
sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Pola Kelompok Tani Ternak
Pertanian, wilayah sumber bibit sapi PO
berlokasi di Kebumen, Provinsi Jawa Tengah. Usaha pembibitan Pola KTT dibedakan
Untuk kawasan sapi Bali berada di Pulau Nusa menjadi pola intensif yaitu di Jawa Tengah, Bali
Penida, Kabupaten Klungkung dan Kabupaten dan NTB dan pola semi intensif mengarah ke
Jemberana, Provinsi Bali. Kabupaten pola ekstensif pada kajian ini berlokasi di Aceh.
Jemberana dipilih karena merupakan lokasi Pada pola intensif sumber pakan berbasis
Balai Pembibitan Ternak Unggulan dan Hijauan rumput potongan, limbah tanaman, dan
Pakan Ternak (BPTU-HPT) Denpasar dengan sebagian peternak memberi dedak padi dan
harapan dapat dilihat apakah ada kaitan antara cincangan ketela pohon. Peternak anggota KTT
instansi BPTU-HPT Denpasar dan KTT di memelihara sapi dalam satu kandang komunal
sekitarnya. Untuk sapi Aceh lokasinya di dan/atau kandang individu. Temuan ini sama
Kabupaten Aceh Besar dan Kabupaten Aceh seperti hasil penelitian (Emawati, 2007), usaha
Jaya, Provinsi Aceh. Lokasi Aceh Jaya terkait pembibitan sapi yang dilakukan secara intensif

Tabel 1. Jenis dan jumlah responden lembaga yang digunakan pada penelitian, 2016

Provinsi Lokasi Penelitian


No. Responden Jumlah
Aceh Jateng Bali NTB
1. Unsur Dinas PKH Provinsi 6 6 3 6 21
2. Unsur Dinas PKH Kabupten 7 7 7 6 27
3. Unsur UPT-BPTU 11 - 5 - 16
4. Perusahaan - - 1 - 1
5. Unsur UPTD Pembibitan - 3 - 2 5
6. Anggota asosiasi - 11 - - 11
7. Anggota kelompok *) 26 22 32 24 104

Jumlah 50 49 48 38 185
*)Keterangan (n): jumlah kelompok
70 Analisis Kebijakan Pertanian, Vol. 15 No. 1, Juni 2017: 67-82

dikandangkan sepanjang hari dengan sekitar lima kilometer, jarak ke pasar hewan
disediakan pakan hijauan dan konsentrat yang terdekat 14 km, dan jarak ke ibukota kabupaten
cukup serta sebagian besar peternak 15 km. Topografi lokasi kandang dan sekitarnya
memelihara sapi dalam kandang kelompok. hingga ke padang penggembalaan berbukit.
Pada pola semi intensif, sumber pakan berbasis Sumber air untuk minum ternak selama
padang penggembalaan dan berbasis digembalakan berasal dari sungai yang selalu
rerumputan yang tumbuh di lahan kebun sawit. tersedia sepanjang tahun. Kondisi jalan di
Peternak mengandangkan sapi di kandang kawasan pembibitan berupa jalan pengerasan
kawasan/paddock. dan sirtu hingga jalan tanah. Pada musim
kemarau panjang, lokasi gembala semakin
Kandang komunal adalah kandang bersama
menjauh dari kandang.
berupa satu bangunan dimana sapi yang ada di
dalam kandang milik anggota kelompok. Pada KTT intensif karena sapi dikandangkan
Pemeliharaan sapi dilakukan di dalam kandang dan pada waktu tertentu dilakukan exercise,
secara terus menerus. Penguasaan dan melalui pembinaan dari dinas yang membidangi
perawatan sapi bisa dalam satu manajemen peternakan dapat menerapkan pencatatan
kelompok yang diatur oleh pengurus kelompok untuk mencapai SNI dan sertifikasi. Seperti
atau dilakukan oleh masing-masing anggota kasus di KTT yang tergabung dalam Asosiasi
kelompok. Kandang komunal umumnya Peternak Sapi PO Kebumen (Aspokeb) Jawa
berlokasi di sekitar kawasan pemukiman seperti Tengah, Lombok NTB dan di Bali. Pada pola
kasus-kasus di Lombok NTB dan Bali. Pada KTT semi intensif, usaha pembibitan belum
lokasi penelitian dengan pola intensif pemilikan dapat diterapkan, sehingga masih merupakan
sapi anggota KTT antara 1,0-3,6 ekor atau rata- usaha pembiakan. Hal itu disebabkan KTT semi
rata 1,9 ekor per peternak. intensif belum melakukan pencatatan
performance terhadap induk sapi dan
Kandang individu adalah kandang yang
turunannya dalam rangka menerapkan SNI.
dimiliki dan sapi yang dipelihara umumnya milik
Kluyts et al. (2003) pencatatan performance
individu. Lokasi kandang berada di sekitar
diperlukan sebagai bahan bank data untuk
rumah peternak. Pemeliharaan sapi dapat
dianalisis guna memutuskan dalam program
dilakukan secara terus menerus di dalam
perbaikan genetik ternak sapi, terutama untuk
kandang atau pada siang hari sapi ditambat di
meningkatkan produktivitas dan kualitas produk.
lahan pekarangan dan sore hari sapi
dimasukkan ke dalam kandang. Lokasi kandang Umumnya peternak anggota KTT
seperti ini umumnya dijumpai di daerah Pulau memperoleh bibit sapi dari pasar hewan.
Jawa. Keputusan tersebut diambil karena harga bibit
sapi lebih murah dan banyak pilihan
Kandang kawasan adalah kandang berupa
dibandingkan beli dari sesama peternak. Namun
paddock, hamparan lahan berpagar dimana di
risiko jika membeli bibit sapi dari pasar hewan
dalamnya bisa terdapat bangunan kandang bisa
adalah berpeluang mendapat bibit sapi kualitas
juga tidak. Dalam satu kawasan terdapat
rendah atau sakit, karena peternak hanya
beberapa paddock yang dimiliki/dikuasai oleh
menjual bibit sapi ke pasar hewan jika
masing-masing anggota kelompok.
kualitasnya bibit sapi yang dimilikinya kurang
Pemeliharaan sapi pada siang hari
baik, kecuali ada kebutuhan mendesak bibit sapi
digembalakan dan pada malam hari
berkualitas baik juga dijual. Sebaliknya,
dikandangkan. Kandang kawasan umumnya
walaupun harga lebih mahal, kelebihan membeli
berlokasi jauh dari pemukiman yang berbatasan
bibit sapi dari sesama peternak, pembeli sudah
dengan kawasan penggembalaan. Keberadaan
mengenal silsilah turunan sapi. Hal seperti ini
kandang kawasan dapat ditemui di beberapa
dilakukan juga oleh peternak pembibitaan sapi
kawasan Aceh, Pulau Sumbawa NTB dan NTT.
di Sumenep Madura (Efendy, 2016).
Pada pola pemeliharaan semi intensif pemilikan
sapi 1,8–3,1 ekor atau rata-rata 2,4 ekor per Secara finansial, usaha pembibitan sapi
peternak. Namun, secara umum peternak di potong KTT masih merupakan usaha
daerah semi intensif di Aceh, Sumbawa NTB sampingan yang digunakan untuk tabungan.
dan NTT memiliki sapi lebih banyak Pada Pola KTT intensif, usaha ini masih
dibandingkan dengan peternak di daerah menguntungkan jika biaya tenaga kerja dalam
dengan pemeliharaan intensif. keluarga tidak diperhitungkan, dan sebaliknya
jika biaya tenaga kerja dalam keluarga
Kandang kawasan di Aceh Besar jaraknya
diperhitungkan. Temuan ini, sama dengan hasil
dari pemukiman terdekat mencapai dua
penelitian Widiati (2012) di Kabupaten Gunung
kilometer. Jarak kandang dengan jalan umum
Kidul Yogyakarta, dimana pendapatan yang
sekitar 1,5 km, jarak ke ibu kota kecamatan
KINERJA BERBAGAI POLA USAHA PEMBIBITAN SAPI LOKAL DI BEBERAPA DAERAH PENGEMBANGAN 71
SAPI POTONG Nyak Ilham, Kurnia Suci Indraningsih, Roosganda Elizabeth

diterima masih kecil sehingga tidak mampu perusahaan adalah perusahaan yang berlokasi
membayar biaya tenaga kerja dalam keluarga. di Desa Bebalang, Kecamatan Bebalang,
Kabupaten Bangli Provinsi Bali. Perusahaan ini
Di Lokasi Jateng, Bali dan Lombok, peternak
melakukan usaha campuran (mix farming) terdiri
menjual hasil usahanya berupa pedet umur 6-7
dari usaha pembibitan dan penggemukan sapi,
bulan. Pada umur tersebut, kegiatan uji
usaha pembibitan dan penggemukan babi, dan
performance yang dilakukan pemerintah untuk
usaha tanaman pangan dan hortikultura.
menghasilkan sapi bersertifikat, belum selesai
dilakukan. Keputusan ini dilakukan petani Luas keseluruhan lahan usaha 1,5 ha,
karena: (1) secara visual, kondisi sapi terlihat digunakan untuk kandang sapi 0,1 ha, kandang
bagus dan membangkitkan konsumen untuk babi 0,15 ha, fasilitas bangunan lain 0,20 ha
membeli dengan harga relatif mahal; (2) hingga tanaman rumput gajah, jagung, kacang tanah,
sapi berumur 6-7 bulan, pedet tidak butuh biaya dll 1,05 ha. Jumlah sapi yang diusahakan
pakan, sedangkan setelah itu butuh biaya sekitar 450 ekor terdiri dari 60 ekor untuk usaha
pakan; (3) ada kebutuhan ekonomi rumah penggemukan dan 390 ekor untuk usaha sapi
tangga; dan (4) sebagai usaha sampingan, bibit (dara, anak, dan induk). Lokasi usaha
kemampuan tenaga petani terbatas, kecuali berada di pinggir jalan raya kecamatan, jarak ke
akan digunakan sebagai pengganti induk sapi pemukiman terdekat sekitar 100 m. Jarak lokasi
yang sudah tua (replacement) usaha ke pusat kecamatan dan kabupaten
masing-masing 1,5 km, ke pusat provinsi 42 km.
Menyadari tingginya nilai calon induk sapi
Jarak perusahaan ke pasar hewan terbesar di
hasil uji performance dan bersertifikat, asosiasi
Bali yaitu Pasar Beringkit 45 km. Kondisi
peternak di Kebumen Jawa Tengah berusaha
topografi lahan bergelombang. Sumber air untuk
membeli sapi pedet tersebut untuk kemudian
usaha berasal dari sumur bor.
digaduhkan dengan peternak, namun dana yang
tersedia terbatas, sehingga tidak semua dapat Modal usaha bersumber dari modal sendiri
dibeli. Hal yang sama dilakukan juga oleh dengan dukungan modal dari dana kredit
Pemerintah Daerah setempat agar pembinaan program KUPS (Kredit Usaha Pembibitan Sapi)
yang sudah dilakukan tidak menjadi sia-sia, tahun 2010 sebesar Rp3 Milyar dan
namun dengan dana yang tersedia belum diperkirakan lunas pada Nopember 2016. Untuk
mampu menjaring semua produk yang menutupi biaya produksi. Pengusaha meminjam
dihasilkan peternak. Pola penjualan yang sama dana dari bank komersil sebesar Rp5 milyar.
juga terjadi di Bali dan Lombok. Putri et al. Selain memperoleh kredit program, perusahaan
(2014) agar peternak mampu memasuki pasar ini juga mendapat pembinaan dan
dan berdaya saing dalam rangka meningkatkan pendampingan dari Dinas Peternakan dan
pendapatan dan keberlanjutan usaha peternak Kesehatan Hewan Provinsi Bali dan Kabupaten
adalah melakukan kerja sama dengan Badung.
perusahaan lain dalam industri yang sama.
Sumber pakan hijauan dari kebun rumput,
Pada Pola KTT semi intensif, baik limbah tanaman yang diusahakan sendiri dan
memperhitungkan maupun tidak biaya tenaga jerami padi yang dicari di sekitar Kabupaten
kerja dalam keluarga, usaha ini masih Bangli. Sebagian besar bahan pakan bersumber
menguntungkan. Hal itu disebabkan dari jerami dan ketersediaannya cukup untuk
penggunaan tenaga kerja terutama untuk sepanjang tahun, karena MT padi 2-3 kali
mencari pakan sangat efisien karena sapi setahun. Jumlah pakan hijauan/jerami untuk tiap
digembalakan di padang penggembalaan. ekor sapi setiap hari 10% dari berat badan sapi
Namun jika digembalakan di lahan perkebunan yaitu 300 kgBH. Selain pakan hijauan, sapi
kelapa sawit, keterbatasannya adalah sulit untuk diberikan pakan konsentrat. Bahan baku yang
meningkatkan sekala usaha, karena digunakan untuk membuat pakan konsentrat
keterbatasan kepemilikan kebun sawit dimana terdiri dari dedak jagung yang didatangkan dari
ketersediaan rumput di lahan perkebunan Jawa, dedak padi dari Sumbawa NTB, dan
semakin berkurang dengan bertambahnya umur pollard dari Semarang. Komposisi pakan
tanaman sawit (Winarso dan Basuno, 2013), konsentrat yang digunakan 25% pollard, 25%
kecuali pemilikan kebun luas dan sudah dedak jagung, 50% dedak padi. Tiap 100 kg
memanfaatkan limbah industri sawit untuk campuran ditambahkan 1 kg mineral. Jumlah
pakan. pakan yang diberikan untuk sapi indukan secara
umum 1,5–2 kg/ekor/hari; sapi induk bunting 7
Pola Perusahaan bulan sampai anak umur 6 bulan 2,5–3,0
kg/ekor/hari. Harga pakan konsentrat tersebut
Pada empat provinsi lokasi penelitian, satu- sekitar Rp2.850/kg.
satunya responden usaha pembibitan pola
72 Analisis Kebijakan Pertanian, Vol. 15 No. 1, Juni 2017: 67-82

Ras sapi yang diusahakan adalah sapi Bali. exercise diduga juga rendahnya kinerja
Untuk mencari sapi bibit yang baik, pengusaha reproduksi sapi induk. Di samping itu biaya
harus membeli dari berbagai tempat di Bali pakan konsentrat untuk usaha pembibitan
khususnya di Pasar Hewan Beringkit dan Rp2.850/kg dinilai terlalu mahal. Bandingkan
Karangasem dan secara langsung ke desa- dengan biaya pakan komplit berkisar Rp 1.000 –
desa. Sapi bibit yang dibeli dipilih sesuai SNI 1.300 per kilogram digunakan pada usaha
sehingga untuk mendapat 226 ekor bibit sapi pembibitan di Kabupaten Kotawaringin Timur
butuh waktu selama 6 bulan. Perkawinan sapi dan Kotawaringin Barat Kalimantan Tengah
menggunakan teknik inseminasi buatan dengan (Biro Perencanaan Kementan, 2016 dan Ilham
nilai S/C rata-rata 2 atau sapi menjadi bunting et al. 2014). Harga sapi bibit yang dihasilkan
setelah dua kali di inseminasi. Jarak beranak juga masih tidak sesuai harapan, akibatnya
masih sangat panjang yaitu rata-rata 15,5 bulan, terhambatnya pasar antar pulau karena
minimal 13 bulan dan maksimal 24 bulan. kebijakan pemerintah daerah di masa lalu.
Kematian anak sapi banyak terjadi pada umur
Keberadaan perusahaan seperti ini yang
kurang sebulan, disebabkan diare pada saat
telah tertarik melakukan usaha pembibitan
musim hujan, lahir lemah dan mati serta
seharusnya mendapat perhatian dari instansi
premature. Rendahnya indikator reproduksi
terkait, dalam hal ini Dinas Peternakan Provinsi
seperti, nilai S/C, jarak melahirkan dan angka
dan Kabupaten. Demikian juga BPTU-HPT
kematian merupakan indikasi bahwa
Denpasar serta BIBD Baturiti. Selama ini
manajemen pemeliharaan sapi masih belum
banyak pengusaha tidak mau terlibat dalam
dilakukan dengan baik. Apalagi, selama ini sapi-
usaha pembibitan dengan alasan utama
sapi induk yang dipelihara tidak dilakukan
lambatnya perputaran modal. Oleh karena itu,
exercise.
pihak instansi terkait perlu jemput bola
Perusahaan pembibitan sapi ini merespons keberadaan perusahaan ini dengan
mempekerjakan 10 orang tenaga. Umumnya memberikan pendampingan terkait aspek
tingkat pendidikan pekerja adalah SD dan pemberian dan biaya pakan, perawatan sapi
beberapa SMA dan SMP. Upah maksimal setiap dan manajemen usaha yang efisien.
tenaga kerja Rp3 juta/orang/bulan. Rincian
komponennya: gaji tetap Rp1,0–1,8 juta per
Pola Pemerintah
orang, ditambah uang makan, uang kreativitas,
dan uang lembur. Pemerintah menyadari pentingnya
keberadaan unit pembibitan ternak milik
Produk utama yang dihasilkan dari usaha
pemerintah. Sekitar tahun 1974 awalnya
pembibitan sapi ini adalah bibit sapi umur 7
dibentuk sembilan unit pelaksana teknis (UPT)
bulan. Selain itu, usaha ini menghasilkan sapi
yang saat itu bernama Taman Ternak.
afkir, pupuk organik padat dan cair. Pengusaha
Kemudian nama Taman Ternak diganti menjadi
mengalami kesulitan menjual bibit sapi dengan
Balai Pembibitan Ternak dan Hijauan Makanan
harga tinggi sesuai kualitas bibit yang
Ternak (BPT-HMT). Kesembilan UPT tersebut
dihasilkan. Di pasar lokal, jarang pembeli yang
terdapat di Indrapuri-Aceh, Siborong-borong-
berani membeli bibit sapi berkualitas dengan
Sumut, Padang Mangatas-Sumbar, Sembawa-
harga mahal. Sementara itu, untuk pasar antar
Sumsel, Cisarua-Jabar, Baturaden-Jateng,
pulau, selama ini Pemerintah Provinsi Bali
Plaihari-Kalsel, Serading-NTB, dan Lili-NTT.
melarang menjual bibit sapi antar pulau, baru
pada tahun 2016 ini diperbolehkan. Akibatnya Sekitar tahun 2002, dua BPT-HMT diserahkan
kepada Pemerintah Daerah yaitu BPT-HMT
penjualan bibit sapi betina dengan harga sesuai
Serading-NTB dan BPT-HMT Lili-NTT menjadi
kualitas tidak lancar. Akibatnya dana cair
Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD). Pada
perusahaan berkurang, sehingga pengusaha
sisi lain, bertambah satu unit UPT yang tadinya
meminjam dana dari kredit komersial untuk
merupakan Proyek Pengembangan Peternakan
menutupi biaya pakan, tenaga kerja dan untuk
Sapi Bali (P3Bali) menjadi BPTU-HPT
melunasi hutang KUPS, yaitu Rp5 milyar.
Denpasar. Kemudian sejak tahun 2013,
Angsuran pokok dan bunga KUPS setiap bulan
berdasarkan Permentan No.
Rp375 juta sumber dari hasil penjulan pedet
56/Permentan/OT.140/5/2013 (Kementan,
Rp105 juta dan pinjaman bank Rp270 juta.
2013)., UPT tersebut namanya diubah menjadi
Berdasarkan kinerja keuangan perusahaan Balai Pembibitan Ternak Unggulan dan Hijauan
seperti ini, dapat dikatakan usaha pembibitan Pakan Ternak (BPTU-HPT).
sapi belum memberikan hasil yang diharapkan.
Dua unit BPTU-HPT yang dijadikan sampel
Beberapa hal penyebabnya adalah: kinerja
adalah BPTU-HPT Indrapuri dan Denpasar.
reproduksi yang belum optimal, seperti nilai S/C
Sapi yang diusahakan pada BPTU-HPT
dan jarak melahirkan. Sapi induk yang kurang
KINERJA BERBAGAI POLA USAHA PEMBIBITAN SAPI LOKAL DI BEBERAPA DAERAH PENGEMBANGAN 73
SAPI POTONG Nyak Ilham, Kurnia Suci Indraningsih, Roosganda Elizabeth

Indrapuri adalah sapi lokal Aceh, sedangkan Kondisi lokasi BPTU-HPT Indrapuri dan
pada BPTU-HPT Denpasar adalah sapi Bali. Denpasar dapat dilihat pada Tabel 2.
Sasaran jangka pendek BPTU-HPT adalah: (1)
Sumber air pada dua lokasi BPTU-HPT dari
menyediakan bibit sapi potong untuk memenuhi
sungai. Di BPTU-HPT Indrapuri, untuk
sebagian keperluan induk pengganti
mengantisipasi kekurangan air, dibangun bak
(replacement); (2) mengurangi ketergantungan
penampungan berdekatan kandang sebagai
terhadap bibit sapi potong impor; (3) penyediaan
alternatif pasokan air dari sumur bor. Di Lokasi
dan produksi benih/bibit hijauan yang
BPTU-HPT Denpasar, pada musim kemarau
berkualitas. Sasaran jangka panjangnya adalah:
empat bulan dalam setahun terjadi kekurangan
(1) meningkatkan ketersediaan bibit sapi potong
air. Untuk mengatasi kekurangan air, pihak
yang berasal dari sapi lokal; (2)
BPTU-HPT Denpasar mencari air ke sungai lain
mengembangkan kemampuan menghasilkan
di hilir dengan menggunakan satu unit mobil
bibit dalam negeri; (3) penyediaan sebagian
tangki dengan kapasitas 5.000 liter untuk
kebutuhan sapi bakalan dalam negeri yang
keperluan minum sapi.
secara bertahap dapat mengurangi
ketergantungan pada impor; dan (4) pemenuhan Pakan yang diberikan pada sapi terdiri dari
terhadap kebutuhan akan hijauan pakan ternak pakan hijauan bersumber dari padang
unggul yang berkualitas (BPTU-HPT Indrapuri, penggembalaan dan rumput potongan dari
2015). kebun rumput (Cut and carry system). Selain itu,
sapi diberi juga pakan konsentrat pabrikan. Di
BPTU-HPT adalah institusi setingkat eselon
BPTU-HPT Indrapuri Aceh, rumput dan pakan
III-a, merupakan UPT Ditjen Peternakan dan
konsentrat disajikan di dalam kandang,
Kesehatan Hewan dalam lingkup Kementerian
sedangkan di BPTU-HPT Denpasar disajikan di
Pertanian yang berada di bawah dan
padang penggembalaan tanpa menggunakan
bertanggung jawab kepada Direktur Perbibitan
bak pakan. Akibatnya banyak pakan terbuang
Ternak dan Direktur Pakan. Tugas BPTU-HPT
dan kemungkinan terkontaminasi dengan
melakukan pemeliharaan, produksi, pemuliaan,
kotoran dan berdampak pada kesehatan sapi.
pengembangan, penyebaran dan distribusi bibit
Oleh karena itu, untuk menghindari infeksi
sapi unggul serta produksi dan distribusi
cacing, sapi diberi obat cacing tiap empat bulan
benih/bibit hijauan pakan ternak.
sekali.
Lokasi pembibitan sapi, yang digambarkan
Frekuensi pemberian pakan sapi pada kedua
oleh jarak BPTU-HPT ke berbagai pusat
BPTU-HPT dilakukan dua kali sehari pagi dan
kegiatan sangat menentukan kinerja usaha. Hal
sore. Kontinuitas volume pemberian pakan
itu antara lain disebabkan adanya kemudahan
hijauan sepanjang tahun bervariasi karena pada
dalam transportasi pengadaan input dan
musim kemarau ada keterbatasan. Sementara
pendistribusian output. Selain jarak, kondisi
itu untuk pasokan pakan kosentrat selalu stabil.
topografi lokasi usaha pembibitan juga
Menurut pengalaman kedua pihak BPTU-HPT
menentukan efektifitas penggunaan dan
Aceh dan Bali, faktor terpenting yang
pemanfaatan lahan. Pada lahan yang berbukit,
menentukan keberhasilan usaha pembibitan
penggunaan traktor untuk mengolah tanah
sapi terkait pakan adalah kontinuitas, kualitas,
menjadi tidak efektif sehingga pemanfaatannya
jumlah, dan harga pakan. Berikut disajikan
untuk kebun rumput menjadi berkurang.
variasi ketersediaan pakan pada kedua BPTU-
Penggunaan lahan berbukit untuk lahan
HPT (Tabel 3).
penggembalaan memiliki risiko kecelakaan sapi.

Tabel 2. Kondisi lokasi unit pembibitan sapi milik pemerintah di Aceh dan Bali, 2016
BPTU-HPT BPTU-HPT
No Keterangan
Indrapuri Aceh Denpasar Bali
1. Jarak ke (km):
a. Pemukiman terdekat 3 0,3
b. Jalan raya terdekat 4 0,5
c. Pasar hewan terdekat 10 65
d. Ibukota kecamatan 5 5
e. Ibukota kabupaten 34 30
f. Ibukota provinsi 25 80
2. Topografi Umumnya berbukit Bergelombang
3. Sumber air Sungai, sumur bor, waduk Sungai
4. Kondisi jalan di kawasan usaha Aspal dan pengerasan Aspal
5. Sumber dana APBN APBN
Sumber: Data primer
74 Analisis Kebijakan Pertanian, Vol. 15 No. 1, Juni 2017: 67-82

Tabel 3. Variasi ketersediaan pakan hijauan pada BPTU-HPT di Aceh dan Bali, 2016
Ketersediaan per Bulan
BPTU-HPT
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 `11 12
Indrapuri-Aceh S S S S S S K K K K S S
Denpasar-Bali S S S S S S S S S S S S
Keterangan: S= stabil; K= kurang; L = lebih
Sumber: Data primer

Jenis dan ras ternak yang dikelola oleh melakukan pemisahan pedet yang sudah sapih
BPTU-HPT dilakukan sesuai dengan tugas yang dari induknya.
diberikan. Pihak BPTU-HPT membeli sapi dari
Pengawasan terhadap penyakit dilakukan
masyarakat melalui pihak ketiga dengan sistem
dua kali sehari yaitu saat sapi akan dilepas ke
lelang. Dalam proses tersebut melibatkan
penggembalaan pada pagi hari dan saat sapi
selektor dari BPTU-HPT untuk memperhatikan
masuk kekandang pada sore hari. Pada BPTU-
aspek kesehatan dan eksteriur. Untuk sapi
HPT Denpasar, sapi digembalakan siang dan
Aceh, syarat tinggi pundak minimum 105 cm,
malam di lahan penggembalaan. Kandang yang
warna sapi merah bata dan kuning langsat,
ada selama ini hanya digunakan untuk sapi-sapi
bebas dari penyakit hewan menular strategis
yang akan diafkir.
(PHMS) sesuai SNI 2013. Sementara itu, di
BPTU-HPT Denpasar, sapi bibit dibeli dari sapi- Sebagai unit usaha pembibitan, kedua
sapi bibit yang ada pada KTT binaan. Proses BPTU-HPT melakukan pencatatan (recording)
pembelian melibatkan pihak ketiga melalui ukuran-ukuran eksteriur terkait usaha
proses lelang. Tabel 4 menggambarkan kondisi pembibitan. Kegiatan yang dilakukan terkait
usaha pembibitan milik pemerintah pada kedua pencatatan adalah: memberi dan mencatat
lokasi. nomor identitas sapi, silsilah/turunan, tanggal
lahir, berat lahir, berat sapi umur 205 hari, berat
Pengadaan bibit sapi melalui proses lelang
umur setahun, berat umur 1,5 tahun, panjang
kelemahannya adalah pengadaan sapi
badan, tinggi pundak dan lingkar scrotum sapi
membutuhkan waktu lama. Jika ada bibit sapi
jantan muda umur dua tahun. Pencatatan
tidak sesuai standar, harus dikembalikan untuk
tersebut dilakukan sesuai SOP untuk
ditukar. Mencari bibit sapi kembali sebagai
menerapkan Standar Nasional Indonesia (SNI)
pengganti sesuai standar harus dari berbagai
pada produk yang dihasilkan berupa bibit sapi.
lokasi terpencar sehingga lama, sedangkan
waktu proses lelang singkat. Kelemahan lain Untuk mendapatkan standar nasional
adalah, pemenang lelang adalah pengusaha Indonesia, upaya yang telah dilakukan BPTU-
yang berani menawarkan harga paling rendah. HPT Indrapuri adalah melakukan uji derajat
Walaupun spesifikasi kuantitatif masih dapat kemurnian melalui uji darah. Uji kemurnian
dipenuhi, namun spesifikasi kualitatif seperti darah sapi Aceh dilakukan tidak hanya pada
bentuk konformasi tubuh biasanya tidak sapi Aceh yang ada di BPTU-HPT Indrapuri
terpenuhi karena tidak bisa dikuantitatifkan. tetapi juga sapi milik masyarakat di berbagai
Kalaupun dipaksakan kualitasnya sesuai yang daerah di Aceh. Kemudian perlu dilakukan “Test
diharapkan, harga sapi menjadi lebih mahal. Libido” untuk mengetahui apakah seekor sapi
pejantan mampu mengawini 20 ekor induk
Pada usaha pembibitan, faktor-faktor yang
dalam waktu tertentu. Namun test ini belum bisa
harus diperhatikan adalah pemilihan bibit sapi,
dilakukan karena belum tersedia alat sesuai
kesuburan ternak, pengaturan perkawinan, dan
standar. Oleh karena itu, untuk melakukan
seleksi. Sekitar 90% sapi dikawinkan
sertifikasi sapi pejantan yang dilakukan oleh
menggunakan sapi pejantan. Kegiatan IB
Lembaga Sertifikasi Produk (LSPro), masih
dilakukan dalam rangka kegiatan sinkronisasi
memerlukan berbagai pembenahan kembali.
birahi, pemanfaatan semen produksi BIB, dan
Putra et al. (2015) melakukan penelitian di
sebagai tempat contoh bagi masyarakat, serta
BPTU-HPT Indrapuri dan mendapatkan Indeks
untuk meningkatkan kemahiran petugas IB.
Seleksi berdasarkan berat badan sapi untuk
Jumlah kali sapi kawin hingga bunting (service
dapat digunakan secara akurat memilih sapi
per conception - S/C) rata-rata 2-3 dengan rata-
calon induk dan sapi calon pejantan di BPTU-
rata jarak melahirkan sapi antara 14-15 bulan
HPT Indrapuri. Keterlibatan Perguruan Tinggi
dari 12 bulan yang diharapkan. Lamanya jarak
diharapkan dapat mendorong usaha pembibitan
kelahiran antara lain disebabkan oleh sulitnya
pemerintah ke arah yang lebih maju.
KINERJA BERBAGAI POLA USAHA PEMBIBITAN SAPI LOKAL DI BEBERAPA DAERAH PENGEMBANGAN 75
SAPI POTONG Nyak Ilham, Kurnia Suci Indraningsih, Roosganda Elizabeth

Tabel 4. Kondisi pembibitan dan perkawinan pada unit pembibitan sapi milik pemerintah di Aceh
dan Bali, 2016
BPTU-HPT Indrapuri Aceh BPTU-HPT Denpasar Bali
No Keterangan
1. Ras Sapi Aceh Sapi Bali
2. Sumber bibit Peternak di Aceh dengan 70% dari pusat pembibitan
proses seleksi pemerintah, 30% dari KTT
setempat
3. Kemudahan Sulit Sulit
4. Teknik perkawinan IB dan alam IB dan alam
5. Sumber semen BIB Lembang BIBD Singosari
6. Nilai S/C 2–3 1,8
7. Jarak kelahiran (bulan) 14–15 14–15
Sumber: Data primer

Pada BPT-HPT Denpasar kegiatan sertifikasi berjalan dari waktu ke waktu, sebaliknya karena
bibit sapi telah dilakukan melalui beberapa tidak ada dana dianggarkan untuk pembinaan
tahapan. Tahapan pertama kesesuaian KTT, maka kegiatan yang pernah ada,
terhadap SNI. Jika sudah sesuai SNI, diberikan kemudian menjadi tidak ada.
SKLB dan kemudian disertifikasi oleh LSPro.
Jika dilihat dari output utama yang dihasilkan
Sapi yang telah disertifikasi diikutkan dalam uji
yaitu sapi bibit, BPTU-HPT Denpasar telah
performans dan hasilnya akan memiliki nilai
mendistribusikan lebih banyak dari BPTU-HPT
EBV (Estimate Breeding Value). Saat ini, semua
Indrapuri. Salah satu faktor yang menyebabkan
tahapan itu sudah dilakukan BPTU-HPT
kurangnya jumlah bibit sapi yang disebarkan
Denpasar. Penentuan nilai EBV dilakukan
dari BPTU-HPT Indrapuri adalah sapi induk di
menggunakan software yang dibuat oleh
daerah ini pernah terkena serangan penyakit
Universitas Brawijaya Malang. Nilai EBV nol
brucellosis (abortus). Untuk mencegah
merupakan nilai rata-rata, di atas nol baik,
penyebaran lebih luas, dilakukan pengafkiran,
kurang dari nol tidak lulus.
sehingga sapi afkir yang dijual pada tahun 2014
Jumlah SDM pada kedua instansi cukup dan 2015 cukup banyak. Sistem produksi,
memadai. Pada BPTU-HPT Indrapuri tenaga kehadiran satwa liar, keberadaan spesies non-
berpendidikan sarjana dan pascasarjana jauh ternak lain di kawasan peternakan dan riwayat
lebih banyak dari BPTU-HPT Denpasar, abortus merupakan faktor risiko penting dan
sebaliknya untuk tenaga berpendidikan SLTA. signifikan terkait dengan kasus brucellosis pada
Jumlah sapi pejantan/indukan yang dikirim ke sapi (Anka et al. 2014). Upaya meningkatan
BBIB/BIB/BIBD/BET pada masing-masing biosekuriti peternakan dengan menempatkan
instansi juga tidak jauh berbeda. Kondisi kandang dengan dan pagar yang efektif, akan
sumber daya dan kinerja hasil BPTU-HPT mengurangi berbaur antara ternak dan satwa
Indrapuri Aceh dan Denpasar Bali masing- liar dan mencegah satwa liar jauh dari pakan
masing dapat dilihat pada Tabel 5 dan Tabel 6. ternak dan sumber air. Upaya ini hendaknya
Walaupun kegiatan untuk menghasilkan bibit diperhatikan oleh BPTU-HPT Indrapuri.
berkualitas sudah dapat dicapai, namun secara
Selain Pemerintah Pusat, Pemerintah
volume masih rendah. Hadi dan Ilham (2002)
Daerah juga melaksanakan kegiatan pembibitan
menyatakan bahwa, salah satu masalah dalam
sapi. Pada empat provinsi lokasi penelitian, ada
pengembangan pembibitan sapi potong adalah
Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD)
UPT terkait belum mampu memproduksi dan
pembibitan sapi. Pertama, UPTD Balai
mendistribusikan ternak dalam jumlah memadai.
Pembibitan Ternak dan Hijauan Makanan
Selain melakukan kegiatan pembibitan di Ternak (BPT-HMT) Serading di Kabupaten
dalam, kedua BPTU-HPT juga melakukan Sumbawa NTB. UPTD ini merupakan milik
kegiatan di masyarakat. Volume dan frekuensi Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan
kegiatan di masyarakat ditentukan oleh Provinsi Nusa Tenggara Barat, dibentuk
ketersediaan anggaran. Sebagai contoh pada berdasarkan Peraturan Gubernur NTB Nomor
tahun 2015, kedua instansi dilibatkan dalam 23 Tahun 2008.
kegiatan gertak birahi dan inseminasi buatan
Kedua, UPTD Balai Pembibitan dan
(GBIB). Untuk mendukung itu, anggaran pada
Budidaya Ternak Ruminansia (BPBTR) Kendal
kedua instansi meningkat tajam. Pada BPTU-
di Jawa Tengah. UPTD ini berdiri tahun
HPT Denpasar, kegiatan pembinaan pada KTT
1979/1980 yang berawal sebagai tempat
76 Analisis Kebijakan Pertanian, Vol. 15 No. 1, Juni 2017: 67-82

Tabel 5. Ketersediaan sumberdaya dan kemampuan distribusi ternak dari BPTU-HPT Indrapuri
Aceh, 2011-2015

No Uraian 2011 2012 2013 2014 2015


1. Luas lahan (ha) 430*) 430*) 430*) 430*) 430*)

2. SDM (orang) 83 tad 81 79 79


a. Sarjana & pasca 44 tad 41 40 41
b. SLTA 35 tad 35 34 34
c. SLTP dan lainnya 4 tad 5 5 4

3. Populasi sapi 826 673 680 630 743


akhir tahun (ekor)

4. Distribusi sapi betina bibit 0 0 10 10 3


(jual, sebar) (ekor)

5. Distribusi sapi jantan 0 0 1 1 5


Bibit (jual, sebar)(ekor)

6. Kirim pejantan 0 5 0 0 6**)


ke BBIB/BIB (ekor)

7. Jual sapi afkir (ekor) tad tad 36 103 103

8. Poknak Binaan (unit) 0 0 10 26 0

9. Populasi sapi pada 0 0 tad 1.075 0


poknak binaan (ekor)

10. Anggaran APBN (Rp juta) 9.800 tad 14.569,5 11.909,6 38.500,8****)

Keterangan: *) dari 430 Ha, 230 ha dikuasai masyarsakat; **) 2 ekor pejantan ke BIB Lembang dan 4 ekor
induk ke BET; ***) pada 10 kabupaten; ****) ada program GBIB dan sinkronisasi birahi.
Sumber: BPTU-HPT Indrapuri (2012, 2013, 2014, 2015, 2016)

pembibitan kambing Peranakan Etawa (PE). lapang bagi para masiswa/siwa serta pihak-
Pada Tahun 2006 kegiatan berkembang pihak terkait lainya; (3) tempat uji coba teknologi
menjadi pembibitan kambing Peranakan Etawa terapan melalui kerjasama dengan lembaga
dan sapi Peranakan Ongole (PO). Balai penelitian, Perguruan Tinggi, dan pihak-pihak
Pembibitan dan Budidaya Ternak Ruminansia, lainya; (4) unit yang mampu memberikan
berada di bawah Dinas Peternakan dan pembinaan dan bimbingan teknis di bidang
Kesehatan Hewan Provinsi Jawa Tengah pembibitan ternak sapi maupun pembibitan
dibentuk berdasarkan Peraturan Gubernur No. hijauan pakan ternak di Nusa Tenggara Barat
54 tahun 2008, dipimpin oleh Pejabat Eselon III. dan kerjasama teknis dengan daerah lain; dan
(5) sumber penerimaan daerah (PAD) yaitu
a. UPTD BPT-HMT Serading
dengan mengembangkan unit-unit usaha
BPT HMT Serading diharapkan dapat peternakan yang produktif.
berperan sebagai: (1) Unit Pelaksana Teknis
Sesuai Pergub tersebut untuk meningkatkan
Daerah yang mampu menghasilkan dan
jangkauan serta mutu pelayanan peternakan
menyediakan bibit ternak dan pejantan unggul
bagi masyarakat/peternak dan sekaligus
sapi potong serta benih pakan ternak yang
melakukan upaya-upaya peningkatan produksi
bermutu guna memenuhi kebutuhan peternak di
peternakan, BPT HMT Serading mempunyai
NTB dan daerah lainya; (2) tempat penyuluhan,
tugas pokok yaitu melaksanakan sebagaian
pelatihan, magang bagi petani ternak maupun
tugas teknis Dinas Peternakan dan Kesehatan
petugas peternakan dan penelitian, praktek
Hewan Provinsi NTB di bidang Pembibitan
KINERJA BERBAGAI POLA USAHA PEMBIBITAN SAPI LOKAL DI BEBERAPA DAERAH PENGEMBANGAN 77
SAPI POTONG Nyak Ilham, Kurnia Suci Indraningsih, Roosganda Elizabeth

Tabel 6. Ketersediaan sumberdaya dan kemampuan distribusi ternak dari BPTU-HPT Denpasar
Bali, 2011-2015

No Uraian 2011 2012 2013 2014 2015


1. Luas lahan (ha) 406+) 406 +) 406 +) 406 +) 406+)

2. SDM (orang) 79 80 86 83 101


a. Sarjana & pasca 21 21 20 21 28
b. SLTA 47 51 57 57 67
c. SLTP dan lainnya 11 8 9 5 6

3. Populasi sapi 702 810 839 802 809


akhir tahun (ekor)
4. Distribusi sapi betina bibit 36 0 0 42 68
(jual, sebar) (ekor)
5. Distribusi sapi jantan 4 42 3 18 8
Bibit (jual, sebar)(ekor)
6. Kirim pejantan 0 4 0 0 7
ke BBIB/BIB (ekor)
7. Jual sapi afkir (ekor) 63 54 19 32 14

8. Poknak Binaan (unit) 40 51 56 60 50

9. Populasi sapi pada 4.745 4.674 3.570 2.110 2.328


poknak binaan (ekor)
10. Anggaran APBN (Rp juta) 9.000 11.902 14.634,5 12.466 99.762,5++)
+)
Keterangan: 304 ha di instalasi Dompu; ++) ada program GBIB dan sinkronisasi birahi.
Sumber: Data primer

Ternak dan Hijauan Makanan Ternak. Fungsi narasumber pada pertemuan yang dilaksanakan
BPT HMT Serading adalah: (1) pelaksanaan oleh Direktorat Pakan Direktorat Jenderal PKH
analisis teknis kegiatan pembibitan ternak dan dan diklat lainnya baik dilaksanakan di BPT
hijauan makanan ternak; (2) pelaksanaan HMT maupun bekerjasama dengan pihak lain;
pengujian dan penerapan kegiatan pembibitan (4) menjadi tenaga teknis pendamping kegiatan
ternak dan hijauan makanan ternak; (3) pembangunan UPTD Kerbau Kabupaten
pelaksanaan kebijakan teknis kegiatan Sumbawa dan Padang Pengembalaan Limung;
pembibitan ternak dan hijauan makanan ternak; (5) menguji kemampuan teknis (uji kompetensi)
dan pelaksanaan pengelolaan administrasi di tingkat SMK se-Pulau Sumbawa; (6)
umum dan keuangan. menyediakan sarana prasarana untuk studi
banding dari instansi kabupaten/kota dan
Pada tahun 2014, BPT HMT Serading telah
provinsi maupun tingkat nasional/internasional;
berhasil meluncurkan dua ekor Elite Bull hasil uji
dan (7) bekerja sama dengan berbagai
performan berstandar SNI dan telah di-
Lembaga Penelitian dan perguruan tinggi dalam
launching oleh Wakil Menteri Pertanian RI pada
rangka uji coba teknologi.
puncak peringatan Bulan Bakti Peternakan
tingkat Nasional di Pusat Pembibitan Sapi Perah b. UPTD BPBTR Kendal
Manggala Batu Raden Jawa Tengah tanggal 20
Lokasi BPBTR Kendal berada pada wilayah
September 2014. Di samping melaksanakan
dengan topografi bergelombang. Jarak BPBTR
tugas pokok dan fungsi, juga telah dilakukan
dari dari pemukiman terdekat 0,5 km, pasar
berbagai kegiatan pelayanan publik.
hewan terdekat/Pasar Cipiring 17 km, ke jalan
Sasarannya adalah penyuluh, petugas
raya terdekat 2 km, ke ibukota Kecamatan
lapangan, kelompok tani ternak dan berbagai
Kaliwungu 2,5 km, ke ibukota Kabupaten Kendal
stakeholders di bidang peternakan. Kegiatannya
6 km, dan ke ibukota Provinsi Jateng: 10 km.
adalah: (1) penyediaan tenaga pendamping
teknis bagi mahasiswa, siswa sekolah kejuruan, Visi BPBTR menjadi Balai Pembibitan dan
swasta, kelompok tani ternak dan masyarakat Budidaya Ternak Ruminansia yang mandiri,
yang melakukan diklat dan magang; (2) menjadi profesional dengan berwawasan agribisnis
Tim Pelepasan Varietas HPT Unggul Direktorat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
Pakan Direktorat Jenderal PKH; (3) menjadi di bidang peternakan. Misi BPBTR adalah
78 Analisis Kebijakan Pertanian, Vol. 15 No. 1, Juni 2017: 67-82

meningkatkan kualitas dan kuantitas bibit ternak diadakan rasionalisasi (pengurangan jumlah)
dan produk hasil ternak yang dibutuhkan populasi ternak yang sudah ada. Keragaan
masyarakat melalui: (1) penyediaan ternak bibit Perbibitan Sapi Potong di BPBTR Jawa Tengah
atau ternak konsumsi yang berkualitas dalam dapat dilihat pada Tabel 7.
jumlah yang cukup dan sesuai dengan
Program perkawinan di BPBTR semuanya
kebutuhan masyarakat; (2) penyediaan produk
mengguakan teknik IB. Recording ternak
hasil ternak berupa daging dan susu yang
meliputi pancatatan kelahiran dan sapih (bobot
ASUH (Aman, Sehat, Utuh dan Halal); dan (3)
lahir, tinggi badan, panjang badan, panjang
pengembangan profesionalisme sumber daya
telinga). Program seleksi ternak meliputi seleksi
manusia dalam pengelolaan. Tugas Pokok
tipe kelahiran, performan (seleksi warna bulu,
BPBTR adalah: melaksanakan sebagian
yaitu warna bulu badan putih), seleksi panjang
kegiatan teknis operasional dan/atau kegiatan
dan bentuk telinga, seleksi jumlah dan bentuk
teknis penunjang Dinas Peternakan dan
puting susu, yakni berjumlah empat dan
Kesehatan Hewan Provinsi Jawa Tegah di
simetris. Seleksi bibit yang baik dan bermutu
bidang pembibitan dan budidaya ternak
meliputi dua aspek, yaitu aspek eksterior dan
ruminansia dengan fungsi: (1) penyusunan
aspek genetik yang ditinjau dari tipe kelahiran,
rencana teknis operasional pembibitan dan
aspek berat lahir, dan aspek berat sapih.
budidaya ternak besar dan kecil; (2)
pelaksanaan kebijakan teknis operasional Model kandang yang digunakan di BPBTR
pembibitan dan budidaya ternak besar dan kecil; Kendal yakni kandang permanen dengan letak
(3) pemantauan, evaluasi dan pelaporan bidang tempat pakan dan minum di dalam kandang.
pembibitan dan budidaya ternak ruminansia; (4) Satu unit kandang dibagi menjadi 4 blok, setiap
pengelolaan ketatausahaan; dan (5) blok dihuni 34 ekor induk sapi. Kandang laktasi
pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh dan kandang sapih ddibangun terpisah.
Kepala Dinas sesuai dengan tugas dan
Jenis dan sumber pakan sapi yang diberikan
fungsinya.
pada BPBTR Kendal terdiri dari rumput yang
Aset yang dimiliki BPBTR Kendal adalah bersumber dari kebun BPBTR dan beli
lahan seluas 21 ha, yang difungsikan untuk dimasyarakat, serta pakan konsentrat baik
lahan kebun hijauan pakan ternak unggul 5,0 berupa produk pabrik maupun dengan cara
ha. Sarana fisik yang dimiliki BPBTR Kendal membeli bahan dan mencampur sendiri. Semua
berupa gudang pakan sejumlah 4 unit, kandang pakan disajikan di dalam kandang. Faktor
sapi sejumlah 6 unit, dan gardu pompa air 1 terpenting yang menentukan keberhasilan
unit. Jumlah ternak sapi yang dipelihara sekitar usaha pembibitan sapi terkait aspek pakan
218 ekor, semuanya merupakan Ras Sapi PO, adalah kualitas, kontinuitas, ketersediaan,
khususnya PO Kebumen. Koleksi bibit ternak jumlah, dan harga. Jika terjadi pemotongan
didapatkan melalui proses penjaringan dengan anggaran terdapat perubahan perioritas, yakni
ternak yang telah lulus uji performans dari KTT ketersediaan, kualitas, jumlah, kontinuitas, dan
di sentra pengembangan. harga.
Model penjaringan bibit sapi menghasilkan Kegiatan lain yang dilakukan BPBTR Kendal,
bibit-bibit sapi berkualitas, dan sekaligus terkait kesehatan ternak adalah pemberian obat
melindungi keberadaan sapi lokal sebagai antibiotik secara berkala, pemberian obat cacing
kekayaan plasma nutfah. Permasalahan adalah pada musim penghujan, pemberian vitamin
kandang sapi yang dimiliki BPBTR Kendal daya meningkatkan stabilitas, pemberian hormon
tampungnya terbatas. Disamping itu dengan reproduksi untuk memacu ternak bereproduksi
dikuranginya anggaran operasional maka perlu dengan baik, menyemprot disinfektan untuk

Tabel 7. Kinerja produksi bibit sapi dari BPBTR Kendal, 2012-2014


No Uraian 2012 2013 2014 Jumlah
1. Keluar:
a. jantan 16 17 23 56
b. betina 16 4 20 40
2. Masuk:
a. jantan 0 0 0 0
b. betina 0 0 0 0
Surplus (defisit) 32 21 43 96
Sumber: BPBTR Jateng (2012, 2013, 2014)
KINERJA BERBAGAI POLA USAHA PEMBIBITAN SAPI LOKAL DI BEBERAPA DAERAH PENGEMBANGAN 79
SAPI POTONG Nyak Ilham, Kurnia Suci Indraningsih, Roosganda Elizabeth

membasmi kutu, kegiatan perawatan performa Diyakini bahwa untuk membangun industri
yaitu: pemotongan kuku, tanduk, dan sapi potong yang kuat, dibutuhkan basis
memandikan ternak, dan sanitasi kandang. pembibitan sapi yang kuat. Pemerintah sudah
Menjaga kesehatan ternak dilakukan dengan melakukan berbagai upaya untuk
tujuan agar ternak bebas dari penyakit menular, mengembangkan usaha pembibitan sapi
ternak mampu berproduksi dan bereproduksi potong, antara lain: (1) pengembangan pusat
dengan baik, dan menekan angka kematian pembibitan pedesaan (Village Breeding Center);
ternak kurang dari 2%/tahun. (2) kredit program KUPS (Kredit Usaha
Pembibitan Sapi); (3) pengembangan wilayah
Pada tahun 2014 BPBTR Kendal melakukan
sumber bibit; (4) program sertifikasi bibit, dan
kerjasama dengan UGM dan UNDIP dalam
(5) penguatan UPT/UPTD.
bentuk Praktek Kerja Lapangan. Materi yang
diberikan berupa manajemen breeding sapi PO, Ke depan masih diperlukan upaya-upaya
kesehatan ternak, tata laksana kandang, dan untuk meningkatkan kualitas, kuantitas dan
manajemen pakan. Kerjasama dengan sistem sehingga kemampuan menghasilkan
kelompok tani dalam kegiatan studi banding dan bibit sapi terus meningkat. Kasus di Sumatera
penyuluhan breeding sapi PO, kpemasaran Barat menunjukkan bahwa program KUPS
ternak sapi, dan penyediaan ternak potong/bibit ternyata mampu meningkatkan kinerja usaha
kepada masyarakat peternak. sapi potong kelompok peternak, namun
demikian masih ada kendala untuk menuju
usaha perbibitan yang sesuai dengan standar
Karakteristik dan Keterkaitan antar Pola
teknis perbibitan (Winarso, 2015). Berdasarkan
Pada kajian ini salah satu temuannya adalah deskripsi usaha pembibitan masing-masing pola
usaha pembibitan sapi dapat dikelompokkan dapat dilakukan karakteristisasi, yang disajikan
menjadi tiga pola, yaitu Pola KTT yang terdiri dalam Tabel 8.
dari KTT Pembibitan/Intensif dan KTT Berdasarkan karakteristik masing-masing
Pembiakan/Semi Intensif, Pola Perusahaan dan pola dapat dibuat rancangbangun keterkaitan
Pola Pemerintah. Selain itu, diketahui bahwa antar pola dengan orientasi pemanfaatan
banyak usaha penggemukan sapi yang produk yang dihasilkan masing-masing pola,
dilakukan oleh KTT Penggemukan. termasuk usaha KTT Penggemukan yang

Tabel 8. Karakteristisk pola pembibitan sapi potong di Indonesia, 2016


Pola KTT Perusahaan UPT/UPTD
Uraian
Pembibitan/ Pembiakan/ Pembibitan Pembibitan
Intensif Semi Intensif
1. Pemeliharaan dikandangkan digembalakan Dikandangkan tanpa Digembalakan
ada exercise exercise dan/atau
dikandangkan
2. Pakan Rumput Rumput di Rumput dan Rumput dan
penggembalaan Konsentrat Konsentrat
3. Produk Pedet 6-7 Bakalan/ Pedet/indukan/ Pejantan dan
bulan indukan 1-2 thn Bakalan Indukan
4. Sertifikasi + - + +++
5. Keberlanjutan Perlu tindak baik Perlu tindak lanjut Perlu tindak
produk Lanjut Lanjut
6. Perkiraan Murah Murah Mahal Mahal
biaya produksi
7. Tindak lanjut Penampungan Pengadaan Pendampingan Meningkatkan
yang pedet dan pejantan INKA teknis pakan dan kuantitas produk
diperlukan penetapan reproduksi; dan promosi ke
harga produk penetapan harga pengguna,
produk & kemudahan Perubahan admin
perdagangan antar keuangan
provinsi
Sumber: Data primer
80 Analisis Kebijakan Pertanian, Vol. 15 No. 1, Juni 2017: 67-82

keberadaanya menyebar di berbagai daerah. berupa sapi induk dan pejantan guna
Rancangbangun keterkaitan tersebut mendukung program INKA. Produk
diharapkan dapat mengoptimalkan sistem BBIB/BIB/BIBD berupa semen beku dan produk
pembibitan sapi potong nasional (Gambar 1). BET berupa sapi indukan didistribusikan
kembali kepada pengguna yang membutuhkan
Permasalahan utama di lapangan adalah,
terutama usaha pembibitan.
dengan alasan kebutuhan ekonomi rumah
tangga dan biaya produksi membesarkan pedet, Produk usaha KTT pembiakan yang
anggota KTT Pembibitan sapi biasanya sudah dilakukan secara semi intensif berupa sapi
menjual sapi pada umur 6-7 bulan. Akibatnya, bakalan dengan harga bersaing didistribusikan
produk KTT pembibitan sapi yang dibina pada pusat-pusat kawasan usaha
pemerintah melalui uji performan, tidak dapat penggemukan. Berbasis sapi bakalan dengan
dimanfaatkan melalui proses penjaringan yang harga murah diharapkan menghasilkan sapi
dilakukan pemerintah karena sudah dibeli siap potong dan daging sapi yang akan
pedagang. Agar penjaringan hasil program uji meningkat daya saingnya.
performan tidak sia-sia, produk tersebut
Bentuk institusi Pemerintah yang melakukan
seharusnya ditampung oleh usaha pembesaran,
penjaringan hasil bibit sapi untuk dibesarkan
yang saat ini kemungkinan harus dilakukan
dapat berupa Badan Layanan Usaha (BLU).
pemerintah.
BLU adalah instansi di lingkungan pemerintah
Produk pedet betina yang berkualitas dari yang dibentuk untuk memberikan pelayanan
KTT pembibitan juga dapat dijadikan sumber kepada masyarakat berupa penyediaan barang
calon indukan terutama yang grade 2 dan grade dan/atau jasa. Pada PP No.79/2012, Tentang
3 bagi KTT pembiakan. Hasil calon Perubahan atas PP No. 23/2005, Tentang
indukan/pejantan yang dibesarkan oleh usaha Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum,
pembesaran dapat digunakan kembali oleh KTT pada Pasal 9 disebutkan: (1) BLU dapat
pembibitan, KTT pembiakan, UPT/UPTD, memungut biaya kepada masyarakat sebagai
perusahaan, BBIB/BIB/BIBD dan BET, dengan imbalan atas barang/jasa layanan yang
spesifikasi tertentu sesuai kebutuhan pengguna diberikan; (2) Imbalan atas barang/jasa layanan
bibit sapi. Produk yang dihasil UPT/UPTD juga yang diberikan ditetapkan dalam bentuk tarif
dapat dijaring oleh BBIB/BIB/BIBD dan BET, yang disusun atas dasar perhitungan biaya per
serta didistribusikan kepada KTT pembibitan, unit layanan atau hasil per investasi dana; (3)
perusahaan pembibitan dan KTT pembiakan. Tarif layanan harus mempertimbangkan aspek-
Produk UPT/UPTD ke KTT pembiakan dapat aspek: (i) kontinuitas dan pengembangan

BBIB/BIB
BET
dan BIBD

Usaha Pembesaran
KTT Pembibitan Pedet menjadi calon
UPT/UPTD Intensif induk/pejantan
Pembibitan Sapi

KTT Pembiakan
Perusahaan Semi Intensif
Pembibitan

KTT Penggemukan
Intensif

Sumber: Data primer


Gambar 1. Keterkaitan distribusi produk antar pola pembibitaan sapi
KINERJA BERBAGAI POLA USAHA PEMBIBITAN SAPI LOKAL DI BEBERAPA DAERAH PENGEMBANGAN 81
SAPI POTONG Nyak Ilham, Kurnia Suci Indraningsih, Roosganda Elizabeth

layanan; (ii) daya beli masyarakat; (iii) asas ini tidak menjadi sia-sia karena hanya
keadilan dan kepatutan; dan (iv) kompetisi yang digunakan sebagai sapi bakalan untuk usaha
sehat. Pada Kementerian Pertanian, sudah ada penggemukan. Untuk itu, peran Kementerian
institusi yang dikelola dalam bentuk BLU, Keuangan terkait pembentukan lembaga dan
diantaranya BBIB Singosari yang memproduksi dukungan dana, seperti halnya kegiatan
dan menjual semen beku. pembibitan sapi Bali yang dilakukan oleh Proyek
Pengembangan Peternakan Sapi Bali (P3Bali)
pada masa lalu di Provinsi Bali.
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN
Rendahnya daya beli sapi bibit dengan harga
relatif tinggi, disebabkan masih kurangnya
Kesimpulan pengharagaan masyarakat pengguna terhadap
sapi bibit berkualitas. Pada tahap awal, upaya
Ada tiga pola pembibitan sapi potong yaitu meningkatkan penghargaan masyarakat
pola KTT dengan karakteristik yang berbeda, terhadap sapi bibit dapat dimulai dari penetapan
yaitu Pola KTT intensif dan semi intensif, pola harga beli sapi berkualitas sesuai SNI yang
perusahaan, dan pola pemerintah. Karakter dilakukan oleh program-program pemerintah.
masing-masing pola akan menentukan tingkat Pihak ketiga yang melakukan pengadaan sapi
produksi, keuntungan dan keberlanjutan usaha. untuk program pemerintah diwajibkan membeli
Untuk dapat memproduksi bibit sesuai bibit sapi sesuai harga bibit sapi yang
standar, Pola KTT intensif berpotensi dijadikan ditetapkan. Pihak pemerintah yang melakukan
basis pengembangan pembibitan sapi Pola pengadaan, dalam perencanaan anggaran
KTT, sedangkan pola KTT semi intensif lebih tahun sebelumnya hendaknya menetapkan
berpotensi sebagai pusat pembiakan dimana harga pengadaan sesuai harga sapi yang
produk yang dihasilkan berupa sapi bakalan ditetapkan pemerintah ditambah biaya
untuk diusahakan KTT penggemukan. Pola administrasi, pajak, biaya dan keuntungan pihak
perusahaan dan Pola Pemerintah dinilai lebih ketiga. Dengan demikian, diharapkan produsen
mampu menghasilkan bibit sapi berkualitas. bibit sapi menjadi terpicu untuk
mengembangkan usaha karena harga bibit yang
Berdasarkan karakteristik masing-masing diterima sesuai dengan upaya yang dilakukan.
pola, dapat dibuat keterkaitan pemanfaatan
produk yang dihasilkan diantara pola yang ada
untuk merancang optimasi sistem pembibitan UCAPAN TERIMA KASIH
sapi nasional. Lembaga yang belum ada adalah
siapa yang menampung atau menjaring
penjualan pedet umur 6-7 bulan dengan kualitas Ucapan terima kasih disampaikan kepada
baik hasil rangkaian kegiatan uji performan yang semua pihak yang membantu dan mengizinkan
dilakukan peternak dengan alasan untuk pengumpulan data untuk penelitian ini.
kebutuhan ekonomi rumah tangga dan biaya Khususnya kepada Kelompok Tani Ternak di
membesarkan yang mahal. Aceh, Jawa Tengah, Bali dan NTB. Kepada
Kepala Balai Pembibitan Ternak Unggulan dan
Hijauan Pakan Ternak Indrapuri Aceh dan
Implikasi Kebijakan Denpasar Bali dan seluruh staf terkait yang
Perlu membangun sinergitas kerja berbagai telah memberikan data dan informasi. Ucapan
pola pembibitan sapi dalam satu kawasan terima kasih juga disampaikan kepada Pimpinan
regional sesuai dengan peran untuk P4S Mupu Amerta Bapak I Ketut Mupu.
mendapatkan bibit sapi sesuai standar dalam
satu kawasan dimana UPT/UPTD selain
berperan sebagai produsen bibit sapi juga DAFTAR PUSTAKA
sebagai pembina pada KTT dan perusahaan
dalam wilayah kerjanya. Bahkan jika tersedia Anka MS, Hassan L, Khairani-Bejo S, Zainal MA,
dana maka UPT/UPTD pembibitan sapi jumlah Mohamad RB, Salleh A, A Adzhar. 2014. A Case-
dan kualitasnya perlu ditingkatkan. Control Study of Risk Factors for Bovine
Brucellosis Seropositivity in Peninsular Malaysia.
Diperlukan lembaga pemerintah baik pusat PLoS ONE 9(9): e108673.
berupa BLU maupun daerah BLUD yang doi:10.1371/journal.pone.0108673
berperan menjaring produk bibit sapi yang
dihasilkan KTT dan kemudian Badan Litbang Pertanian. 2015. Instrumen Kebijakan
dalam Penyelamatan Sapi Betina Produktif. Draf
membesarkannya, sehingga produk yang Nota Dinas Kepala Badan Litbang kepada Menteri
dihasilkan KTT yang dibina pemerintah selama
82 Analisis Kebijakan Pertanian, Vol. 15 No. 1, Juni 2017: 67-82

Pertanian, Oktober 2015. Jakarta (ID): Badan Kemenkumham. 2014. Undang-Undang Nomor 41
Litbang Pertanian. Tahun 2014, tentang Perubahan atas Undang-
Undang Nomor 18 Tahun 2009, tentang
Biro Perencanaan Kementan. 2016. Pengembangan Peternakan dan Kesehatan Hewan. Jakarta.
Sistem Pertanian Terpadu Pola Integrasi
Mendukung Pengembangan Kawasan Pertanian. Kementan. 2013. Peraturan Menteri Pertanian No. 56
Jakarta (ID): Biro Perencanaan, Sekretariat Tahun 2013, tentang Organisasi dan Tata Kerja
Jenderal Pertanian, Kementerian Pertanian. Balai Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan
Pakan Ternak. Jakarta (ID): Kementerian Hukum
BPTU-HPT Indrapuri. 2016. Laporan Tahunan 2011. dan HAM.
Aceh Besar (ID): Balai Pembibitan Ternak
Unggulan dan Hijauan Pakan Ternak, Indrapuri. Kluyts JF, FWC Neser, MJ Bradfield. 2003.
Development of breeding objectives for beef cattle
BPTU-HPT Indrapuri. 2015. Laporan Tahunan 2012. breeding: Derivation of economic values. South
Aceh Besar (ID): Balai Pembibitan Ternak African Journal of Animal Science. 33(3):142-158.
Unggulan dan Hijauan Pakan Ternak, Indrapuri.
Lubis AR. 2010. Prospek Pengembangan Ternak
BPTU-HPT Indrapuri. 2014. Laporan Tahunan 2013. Sapi dalam Rangka Mendukung Program
Aceh Besar (ID): Balai Pembibitan Ternak Swasembada Daging Sapi di Provinsi Sumatera
Unggulan dan Hijauan Pakan Ternak, Indrapuri. Utara. Wartazoa. 20(2):85-92.
BPTU-HPT Indrapuri. 2013. Laporan Tahunan 2014. Kemenkumham. 2012. Peraturan Pemerintah Nomor
Aceh Besar (ID): Balai Pembibitan Ternak 74 Tahun 2012, Tentang Perubahan atas PP No.
Unggulan dan Hijauan Pakan Ternak, Indrapuri. 23/2005, Tentang Pengelolaan Keuangan Badan
BPTU-HPT Indrapuri. 2012. Laporan Tahunan 2015. Layanan Umum. Jakarta (ID): Kementerian
Aceh Besar (ID): Balai Pembibitan Ternak Hukum dan HAM.
Unggulan dan Hijauan Pakan Ternak, Indrapuri. Putra WPB, Sumadi, T Hartaik, H Saumar. 2015.
BPBTR. 2014. Laporan Akhir Kegiatan Pembibitan Seleksi pada Sapi Aceh Berdasarkan Metode
Ternak Ruminansia Besar 2014. Kendal (ID): Indeks Seleksi (IS) dan Nilai Pemuliaan (NP). J
Balai Pembibitan dan Budi Daya Ternak Peternak Sriwijaya. 4(1):1-10.
Ruminansia, Dinas Peternakan dan Kesehatan Putri BRT, IN Suparta, IB Sudana, IGL Oka. 2014.
Hewan Provinsi Jawa Tengah. Strategy of Business Management and
BPBTR. 2013. Laporan Akhir Kegiatan Pembibitan Agribusiness System of Bali Cattle Breeding to
Ternak Ruminansia Besar 2013. Kendal (ID): Improve Farmers Income. J of Animal Science
Balai Pembibitan dan Budi Daya Ternak Udayana University. 3(2):1-7.
Ruminansia, Dinas Peternakan dan Kesehatan Samariyanto. 2004. Alternatif Kebijakan Perbibitan
Hewan Provinsi Jawa Tengah. Sapi Potong dalam Era Otonomi Daerah.
BPBTR. 2012. Laporan Akhir Kegiatan Pembibitan Prosiding Lokakarya Nasional Sapi Potong.
Ternak Ruminansia Besar 2012. Kendal (ID): Yogyakarta, 8-9 Oktober 2004. Bogor (ID): Pusat
Balai Pembibitan dan Budi Daya Ternak Penelitian dan Pengembangan Peternakan.
Ruminansia, Dinas Peternakan dan Kesehatan Sayaka B. 2012. Pengembangan Perbenihan Sapi
Hewan Provinsi Jawa Tengah. Potong dan Perannya dalam Pencapaian
Efendy J. 2016. Profil Usaha Pembibitan Sapi Potong Swasembada Daging Sapi. Forum Penelit Agro
Rakyat Berbasis Sumberdaya Lokal di Kabupaten Ekon. 30(1): 59-71.
Sumenep (Studi kasus di KTT Sumber Hasil, Widiati R. 2012. Kelayakan Finansial Usaha Sapi
Desa Talang Kecamatan Seronggi Kabupaten Potong Pembibitan dengan berbagai Bantuan
Sumenep Jawa Timur). J Ilmu dan Teknologi
Modal di Pedesaan Kabupaten Gunung Kidul
Ternak. 5(1):27-31. Daerah Istimewa Yogyakarta. Buletin Peternak.
Emawati S. 2007. Analisis Break Even Point (BEP) 36(2):122-128.
Usahatani Pembibitan Sapi Potong di Kabupaten Winarso B. 2015. Keberhasilan Pengembangan
Sleman. Sains Peternak. 5(2):6-11. Ternak Sapi Potong Melalui Pola Pengembangan
Hadi PU, N Ilham. 2002. Problem dan Prospek Modal Usaha (KUPS). J Penelit Pertan Terap.
Pengembangan Usaha Pembibitan Sapi Potong 15(2):138-150.
Indonesia. J Litbang Pertan. 21(4):148-157. Winarso B, E Basuno. 2013. Pengembangan Pola
Ilham N, Saptana, B Winarso, H Supriadi, Supadi, YH Integrasi Tanaman-Ternak Merupakan Upaya
Saputra. 2014. Kajian Pengembangan Sistem Mendukung Usaha Pembibitan Sapi Potong
Pertanian Terintegrasi Tanaman-Ternak. Bogor Dalam Negeri. Forum Penelit Agro Ekon.
(ID): Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan 31(2):151-169.
Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian, Kementerian Pertanian.

You might also like