Download as pdf
Download as pdf
You are on page 1of 51
= a ae Ne \ ees a “ X, “Allah akan meninggikan orang-orang yang Seriman di antaramu dan otang-orang yang diberi ilau pengetahuan beberapa derajat (Qs. AC Mujaadilafi:11)" “GidaR, ada sesuatu yang lebih baik daripade akgl yang diperindah dengan ilu, ilmx yang diperindah dengan Rebenaran dan kebenaran yang diperindah dengan Rebaiken serta Rebaifan yang diperindah dengan taqwa” Kupersembalikan arya Recitky int ‘Tuk Mama dan Papa tercinta Serta adik-adikku tersayang Atas dukungan serta do'a yang tulus dan tiada hentinya o/eer 200 od) KEJADIAN H¥POCALCEMIA PADA SAPI PERAH SERTA FAKTOR: PENDUKUNGNYA {SUATU STUDI KASUS DI KAWASAN USAHA PETERNAKAN (KUNAK) SAPI PERAH CIBUNGBULANG BOGOR} SKRIPSL ARYANI WIDYAWATI B01498146 FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2002 RINGKASAN ARYANI WIDYAWATI. B01498146. Kejadian Hypocalcemia Pada Sapi Perah Serta Faktor Pendukungnya {Suatu Studi Kasus Di Kawasan Usaha Petemakan (KUNAK) Sapi Perah Cibungbulang Bogor}. Di bawah bimbingan R. Kumia Achiadi Hypocalcemia merupakan suatu gangguan metabolisme pada sapi perah dapat terjadi sebelum, sewaktu, atau beberapa jam sampai dengan 72 jam setelah melahitkan, Kejadian ini ditandai dengan penurunan yang tiba-tiba kadar calcium darah dari jumlah normal 9 — 10 mg per 100 ml menjadi 3-7 mg per 100 ml darah. Calcium di dalam tubuh diperlukan untuk pengaturan mekanisme tubub, pertumbuhan dan reproduksi, Pengaturan calcium di dalam tubuh melibatkan beberapa faktor yaitu hormon parathyroid, thyrocalcitonin dan vitamin D. Kekurangan calcium dapat disebabkan oleh berbagai faktor, tetapi yang utama adalah karena dibutubkannya sejumlah besar calcium untuk laktasi Penyebab hypocalcemia yang sebenarnya belum diketahui tetapi faktor yang mendorong terjadinya Aypocalcemia ada beberapa macam yaitu umur, kepekaan ras, ketidakseimbangan ransum, produksi susu tinggi, partus dan stres. Gejala yang terlihat adalah nafsu makan menurun atau sapi tidak mau makan sama sekali, jatuh dan tidak mampu untuk berdiri meskipun ada usaha untuk berdiri, Pada kondisi yang sangat parah ditandai dengan kembung, hewan berbaring pada sternum dengan kepala ditarike ke arah belakang dan menyandarkan pada bahunya, hewan menjadi tidak sadarkan diti dan koma, Namun pada kasus di lapangan yang, sering terjadi adalah hewan ditemukan telah berbaring dilantai kandang disusul dengan kembung dan jika tidak segera ditangani dapat berakhir dengan kematian. Untuk mencegah terjadinye hypocalcemia dapat dilakukan dengan pemberian ransum dengan kandungan calcium yang rendah disertai phosphor yang tinggi selama masa kering kandang, mempertahankan nafsu makan pada waktu melahirkan dan pemberian vitamin D dosis tinggi. Berdasarkan hasil wawancara dengan 100 peternak sampel diketahui sebanyak 34 peternak mengatakan sapinya pernah menderita hypocalcemia, Dari 34 peternak tersebut, terdapat 49 ekor sapi yang perah mengelami hypocalcemia, Kejadian paling sering terjadi beberapa jam setelah melahirkan (77,5 %) dan hypocalcemia paling banyak terjadi pada laktasi ketiga (44,9 %) Pengobatan yang biasa dilakukan adalah suntikan preparat calcium yoitu calcitad 50 atau calcidex® plus. Hasil pengobatan menunjukkan 46,9 % dapat sembuh meskipun beberapa sapi berdiri dalam waktu yang lama Kegagalan pengobatan dapat terjadi karena adanya komplikasi penyakit lain, keterlambatan pengobatan serta tidak dilakukan alternatif pengobatan Jain. Sedangkan keberhasilan pengobatan hypocalcemia tidak terlepas dari kesadaran peternak untuk segera melaporkan kejadian penyakit ini dan keablian dari petugas kesehatan hewan dalam mendiagnosa yang cepat dan tepat, sehingga kerugian akibat hypocalcemia dapat ditekan. KEJADIAN HYPOCALCEMIA PADA SAPI PERAH SERTA FAKTOR PENDUKUNGNYA. {SUATU STUDI KASUS DI KAWASAN USAHA PETERNAKAN (KUNAK) SAPI PERAH CIBUNGBULANG BOGOR} SKRIPSI Oleh ARYANI WIDYAWATI B01498146 Diajukan sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Hewan Pada Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2002 JUDUL, : Kejadian Hypocalcemia Pada Sapi Perah Serta Faktor Perdukungnya {Suatu Studi Kasus Di Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Sapi Perah Cibungbulang Bogor} NAMA Aryani Widyawati NRP BO01498146 ‘Telah diperiksa dan disetujui oleh: Pembimbing Drh. R. Kumia Achjadi, MS. NIP. 130 536 668 NIP, 131 129 090 Tanggal Kelulusan : 15 Juli 2002 RIWAYAT HIDUP Aryani Widyawati, dilehirkan pada tanggal 2 Juli 1980 di Jakarta sebagai anak pertama dari tiga bersaudara dari bu bernama Eti Muningsih dan ayah bernama ‘Mustopa. Penulis menempuh pendidikan tingkat dasar di SDN Kebon Bawang dan lulus pada tahun 1992, pendidikan tingkat menengeh pertama ditempuh di SMPN 30 Jakarta Utera dan lulus pada tahun 1995, Selama dua tahun penulis menempuh pendidikan menengeh umum di SMUN 110 Jakarta Utara dan dilanjutkan di SMUN I Bogor. Penulis lulus pendidikan menengah umum pada tahun 1998, Setelah Iulus SMU penulis mendapat kesempatan melanjutkan pendidiken perguruan tinggi di Fakultas Kedokteran Hewan IPB, melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USM) program Strata Satu. KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kapada Allah SWT yang telah melimpahkan nikmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Kejadian Hypocalcemia Pada Sapi Perah Serta Faktor Pendukungnya {Suatu Studi Kasus Di Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Sapi Perah Cibungbulang Bogor}” Penulis mengueapkan terima Kasih kepada Bapak Drh, R, Kumia Achjadi, MS. selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dalam penulisan skripsi ini. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Kepala KPS Bogor beserta seluruh staf dan pegawai yang telah memberikan bantuan dalam penulisan skripsi ini. Pada kesempatan ini juga penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: - Mama dan papa atas cinta dan Kasih sayang serta dukungannya baik moril maupun materil. - Bapak Harisman dan Bapak Nanang atas bantuannya selama di lapangan. = Para peternak yang berada di wilayah KUNAK yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk mengisi kuisioner, = Bapak dan Ibu dosen FIKH tercinta yang telah memberikan banyak ilmunya kepada penulis. = Hendra dan Nunu atas perhatian dan pengertiannya, = Ka Dien yang telah memberikan dukungan, Kasih sayang dan do’anya yang tulus. = Inlia atas kerja sama dan pengertiannya - Santi, Wien, Yuli, Teh Yusi, Yadi, Edo dan semua teman-teman Avertebrata atas dukungan dan persaudaraan selama penulis belajar di FKH, Penulis menyadati Karena keterbatasan kemampuan yang penulis miliki dan semakin berkembangnya imu pengetahuan meka masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini, Oleh karena itu, segala kritik dan saran terhadap skripsi ini sangat penulis harapkan untuk kemajuan penulis dan pembaca umumnya, Semoga penulisan skripsi ini bermanfaet dan memberikan tambahan ilmu bagi penulis dan pembaca, Bogor, Juli 2002 Penulis DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR..... DAFTAR ISI DAFTAR TABEL..... DAFTAR GAMBAR BABI, PENDAHULUAN 1.1, Latar Belakang, 1.2. Tyjuan . BAB Il, TINJAUAN PUSTAKA 2,1. Peranan Calcium Dalam Tubuh.... 2.2. Faktor Yang Mempengaruhi Kadar Calcium Dalam Darah .... 2.2.1. Hormon Parathyroid.. 2.2.2. Thyrocalcitonin 2.2.3. Vitamin D .. 2.3.2, Kepekaan Ras... 2.3.3. Ketidakseimbangan Ransum ..... 2.3.4, Produksi Susu Tinggi... 23.5, Partus.... 2.3.6. Stres.... 2.4, Gejala Klinis.. 2.5, Pengobatan. 2.6. Pencegahan ... 2.6.1, Pemberian Ransum Yang Mengandung Calcium Rendah dan Phosphor Tinggi Selama Masa Kering Kandang .... 2.6.2, Mempertahankan Nafsu Makan Pada Saat Partus ...... 14 15 16 iv BAB IIL. BAB IV. BABY, MATERI DAN METODE PELAKSANAAN 3.1, Waktu dan Tempat..... 3.2, Materi Kegiatan..... 3.3, Metode..oenn HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1, Keragaan KUNAK Sapi Perah..... 4.1.1, Lokasi dan Tata Letak. 4.1.2, Sejarah KUNAK Sapi Perl 4.1.3, Sarana dan Prasarana..cns 4.2. Budidaya Temnak Sapi Perah.. ne 4.3. Kejadian Hypocalcemia di Wilayah KUNAK Sapi Perah... 4,4, Pengobatan Penyakit Hypocalcemia 4.5, Pencegahan Penyakit Hypocalcemia.... KESIMPULAN DAN SARAN 5.1, Kesimpulan $2. $AFAM. cose DAFTAR PUSTAKA 7 7 7 18. 18, 18, 19 20 24 a7 30 31 32 DAFTAR TABEL No. Halaman 1. Karakteristik Peternak Responden KUNAK Sapi Pera. . 22 2. Jumlah Kepemilikan Sapi Responden di Wilayah KUNAK. ....... cee aa 3. Pelayanan KPS Bogor terhadap anggotanya, 23 4, Kasus Klinik di KPBS Pengalengan. 24 5. Kasus Klinik di KUD Sarwa Mukti... See 25 6. Aspek Kejadian Hypocalcemia di Wilayah KUNAK Sapi Perah...... 26 7. Hasil Pengobatan Penyakit Hypocalcemia di KUNAK Sapi Perah. 28 DAFTAR GAMBAR No. Halaman 1. Mekanisme Sekresi Hormon Parathyroid ....0.0.0 poe 6 2. Populasi Sapi di Wilayah KUNAK Sapi Perah.... 20 3, Produksi Susu di Wilayah KUNAK Sapi Perah.. ai vi J. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejalan dengan munculaya paradigma baru pembangunan peternakan sebagai bagian dari pembangunan sektor pertanian harus pula menyesuaikan dengan paradigma bara tersebut, Dalam hal ini, peran pemerintah lebih banyak terkait dalam menciptakan insentif bagi pengembangan agribisnis sapi perah sehingga membantu peternak spi perah untuk mengembangkan usahanya sendiri (Moerad, 2002). Dalam usaha pengembangan peternakan sapi perah diperlukan perbaikan kualitas ternak dan kuantitas produksi susu dengan meningkatkan manajemen peternakan yang meliputi perbaikan paken, perbaikan sistem pemeliharaan, peningkatan kualitas genetik ternak, serta pengendalian dan pemberantasan penyakit Melalui pengendalian dan pemberantasan penyakit hewan diharapkan dapat menghindati terjadinya suatu penyakit yang dapat menurunkan produksi susu dan populasi ternak. Penyakit yang umum terjadi pada sapi perah adalah gangguan metabolisme. Salah satu gangguan metabolisme yang penting dan perlu mendapat pechatian khusus adalah Aypocalcemia, Nama leinaya adalah paresis puerpuralis, parturient paresis, atau milk fever, sedangkan di daerah Jawa Barat peternak lebih mengenalnya dengan nama rubuh atau lumpuh. Hypocalcemia adalah gangguan metabolisme pada hewan, dapat terjadi sebelum, sewaktu, atau beberapa jam sampai dengan 72 jam setelah melahirkan yang ditandai dengan hewan depresi umum, tidak dapat berdiri kerena kelemahan bagian belakang dan tidak sadarkan diri (Hungerford, 1975; Blowey, 1988; Payne, 1989; Hardjopranjoto, 1995) jau dari bangsa sapi, hypocalcemia lebih sering terjadi pada sapi Jerseys dibandingkan dengan sapi jenis lain (Lane, G.T. ef al., 1996; Hardjopranjoto, 1995). Sapi dengan umur tua lebih rentan terkena Aypocalcemia dibandingkan sapi yang masih muda, Sapi dengan produksi susu yang tinggi lebih sering menderita Iypocalcemia dibandingkan sapi dengan produksi yang rendah dan sapi dengan sejarah penyakit Aypocalcemia memiliki kecenderung untuk mengalaminya kembali (Lane, G.T. ef al., 1996). Penyakit hypocalcemia umumnya bersifet sporadis, pada peternakan rakyat kejadian ini dapat mencapai 25 % - 30 % (Blood ef al., 1983). Mortalitas dati hypocalcemia dapat mencapei 75 % jika kasus tersebut tidak ditangani secara di (Hungerford, 1975). Penyebab hypocalcemia yang sebenarnya belum diketahui, namun diduga ada hubungannya dengan umur, kepekaan ras, ketidakseimbangan ransum, produksi susu tinggi, partus dan stres. Dengan mengetahui penyebab, faktor predisposisi dan gejala klinis dari hypocalcemia diharapkan dapat dilakukan tindakan pencegahen dan penanggulangan secara cepat dan tepat, untuk mengurangi kerugian yang lebih besar. Usaha pencegahan dapat dilakukan dengan memperhatikan komposisi pakan, keadaan hewan dan kondisi kandang. Selain itu perlu dilakukan diagnosa yang cepat dan pengobatan yang tepat sehingga kejadian Ayppocalcemia yang fatal dan berlanjut pada kematian dapat dihindari 1.2. Tujuan Studi kasus ini bertujuan untuk mengetahui lebih jauh kejadian hypocalcemia pada sapi perah terutama faktor-faktor yang mendukung hypocalcemia serta pencegahan dan pengobatan. Dengan mengetahui mekanisme dan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya Aypocalcemia diharapkan dapat dilakukan tindakan penanggulangan dengan baik UL. TINJAUAN PUSTAKA 2.1, Peranan Calcium Dalam Tubuh Calcium di dalam twbuh diperlukan untuk pengaturan mekanisme tubuh, pertumbuban dan reproduksi, Salah satu fungsi calcium di dalam tubuh adalah aktivitas neuromuskuler hewan, Menurut McDonald (1980), calcium diperlukan bagi aktivitas sejumlah sistem enzim, juga penting bagi transmisi impuls syaraf dan kontraksi otot. Ensminger (1980) menyatakan kebutuhan calcium dan phosphor pada sapi perah meningkat sesuai dengan peningkatan berat badan, Kebutuhan tersebut lebih tinggi untuk tujuan reproduksi (bunting) dan kebutuhan tertinggi pada saat laktasi Kebutuhan calcium dan phosphor tersebut juga meningkat sesuai_ dengan peningkatan kadar lemak susu untuk tiap kilogram susu yang diproduksi Pada masa Kebuntingan, sejumlah besar calcium ditransportasikan melalui plasenta untuk perkembengan tulang fetus. Sedangkan pada awal laktasi sampai produksi susu pada puncaknya, sejumlah besar calcium dan phosphor diambil dari tubuh untuk produksi susu, Pengambilan calcium deri tubuh secara terus menerus tanpa penggentian dari sumber ransum akan mengakibatkan penurunan kedar calcium dalam darah. Jumlah normal calcium dalam darah berkisar antara 9 - 12 mg per 100 ml. (Blowey, 1988). Kekurangan calcium dapat mengakibatkan keseimbangan calcium dalam tubuh terganggu. Hal ini dapat disebabkan oleh berbagai hal yaitu sedikitnya absorpsi di usus halus, penurunan masukan makanan dan adanya peningkatan ekskresi di ginjal dan yang paling utama dibutuhkannya sejumlah besar calcium untuk laktasi sehingga menyebabkan terjadi penurunan kadar calcium di dalam darah. 2.2. Faktor Yang Mempengaruhi Kadar Calcium Dalam Darah Homeostasis calcium dalam darah merupakan suatu proses kompleks yang melibatkan banyak sistem organ tubub, hormon, enzim dan mineral. Pengaturan calcium di dalam tubuh melibatkan beberapa faktor yaitu hormon parathyroid, thyrocalcitonin den vitamin D (Coles, 1974; Blood ef al,, 1983; Capen, 1993). 2.2.1. Hormon Parathyroid Sekresi hormon parathyroid diatur oleh suata mekanisme umpan balik negatif yang berhubungen dengan kadar calcium dalam dareh. Konsentrasi hormon ini akan menurun dengan adanya peningkatan kadar ion calcium, dan konsentrasinya akan meningkat jika kadar ion calcium menurun (Coles, 1974) Selanjutnya Coles (1974) menyatakan hormon parathyroid berperan dalam pengaturan keseimbangan calcium dan phosphor tubub. Dalam hel ini hormon parathyroid menyebabkan peningkatan calcium darah melalui deminerelisasi bahan tulang, peningkatan absorpsi calcium, magnesium dan phosphor oleh mukosa usus halus, Hormon parathyroid akan mengeluarken calcium dalam tulang, terutama jika masukan calcium dari makanan tidak memadai, Tethadap ginjal,hormon parathyroid juga _bekerja___membantu mempertahankan konsentrasi ion calcium dalam darah yaitu dengan meningkatkan resorpsi ion calcium oleh tubuli ginjal. Selain itu ekskresi fosfat melalui urin juga ditingkatkan dengan mengurangi resorpsi fosfat oleh tubuli. Hel ini penting dalam mempertahanken keseimbangan calcium dan phosphor. Hormon ini juga mengektifkan vitamin D pada jaringan ginjal_ dengan merubah 25- hydroxycholecalciferol menjadi 1,25-dihydroxycholecalciferol (Coles, 1974). parathyroid PTH stimulation 1 ‘cat Rou mobilization Serum Ca |W Increase in circulating Ca? Increase of “ Kidneys circulating Ca’ bone intestine i) Increase ft ‘Stimulation In 1.25 DHCC Stimulation ofa produketion of Cat aoa — Aropton 1,25 DHCC Gambar I, Mekanisme sekresi hormon parathyroid. Hormon parathyroid dihasilkan sebagai respon tethadap calcium yang rendah, mengaktifkan vitamin Ds di ginjal dan meningkatkan absorpsi calcium dari tulang dan ginjal (Blsevier, 1991) 2.2.2. Thyrocaleitonin Thyrocalcitonin adalah hormon yang disekresikan oleh Kelenjar thyroid Hormon ini bekerja berlawanan dengan hormon parathyroid. Sekresi thyrocalcitonin dirangsang oleh kadar ion calcium yang tinggi dalam serum, dan bekerja menurunkan kadar ion calcium dengan menghambat terjadinya resorpsi oleh tulang. Pada ginjal hormon ini bekerja meningkatkan ekskresi calcium dan menghambat sintesa 1,25- dihydroxycholecalcifero! davi 25-hydroxycholecaleiferol (Blood ef al., 1983). 2.2.3. Vitamin D Vitamin D mempunyai peranan yang penting dalam pengaturan keseimbangan calcium dan phosphor tubuh, Senyawa ini mengakibatkan peningkatan absorpsi calcium dan phosphor dari usus sehingga kadar calcium dan phosphor dalam darah meningkat, penurunan ekskresi fosfat oleh ginjal dan mobilisasi ion calcium untuk mendapatkan kadar calcium darah yang tetap (Blood ef al., 1983; Capen, 1993). Dalam pengaturan kadar calcium dalam darah, zat ini bekerja seperti hormon parathyroid meskipun organ sasarannya adalah mukosa usus. Vitamin D akan mengintensifkan difusi ion calcium melalui dinding usus dengan cara menghambat kerja faktor-faktor yang mengurangi konsentrasi ion calcium dan atau menambah permeabilitas membran epitel usus. Vitamin ini esensial untuk pembentukan dan menginisiasi sistem pengangkutan calcium dalam dinding usus. Selain itu, vitamin D juga dibutubkan untuk sintesis protein pengiket calcium pada mukosa usus sehingga proses absorpsi calciunt dapat berlangsung dengan baik (Capen, 1993). 2.3, Raktor Predisposisi Kejadian Hypocalceinia Pada kasus hypocalcemia terjadi penurunan kadar calcium darah dari jumlah notmal 9 ~ 12 mg per 100 ml darah menjadi 3 - 7 mg per 100 ml darah (Hungerford, 1975; Blowey, 1988; Payne, 1989; Hardjopranjoto, 1995). Penyebab hypocalcemia yang sebenarnya belum diketahui tetapi faktor yang, mendorong terjadinya Aypocalcemia ada beberapa macam yaitu umur, kepekaan ras, ketidakseimbangan ransum, produksi susu tinggi, partus dan stres. 2.3.1. Umur Hypocalcemia lebih sering terjadi pada sapi yang berumur diatas 4 tahun, pada kelahiran ke tiga atau lebih dan jarang terjadi pada sapi yang berumur dibawah 4 tahun Phillipson e¢ al.,1980). Hansard ef al., (1957) yang dikutip oleh Payne (1989) menghubungkan faktor umar dengan penurunan metabolisme tulang dan absorpsi saluran pencernaan, Jumlah calcium yang dimetabolisme oleh tulang berkurang sejalan dengan bertambahnya umur, Keadaan ini menjadi lebih buruk karena dengan bertambahnya umur maka jumlah calcium yang diekskresikan bersama feses meningkat dan absorpsi calcium dari saluran pencernaan menurun kerena waktu yang diperlukan calcium untuk ‘melewati saluran pencernaan menjadi lebih lama (Payne, 1989). 2.3.2. Kepekaan Ras Hypocalcemia biasanya terjadi pada sapi perah dengan produksi tinggi, sehingga calcium akan banyak disekresikan bersama air susu, Jersey adalah bangsa sapi yang paling sering menderita hypocalcemia disusul kemudian dengan sapi Frisian Holstain dan bangsa sapi yang lain (Hardjopranjoto, 1995). 2.3.3. Ketidakseimbangan Ransum Payne (1989) menyatakan kejadian Aypocalcemia biasanya berhubungan dengan ketidakseimbangan mineral di dalam ransum pada masa kering kandang Kelebihan calcium dan kekurangan phosphor dalam ransum mendorong terjadinye hypocalcemia, sebaliknya ransum dengan calcium yang rendah dan phosphor yang tinggi dapat digunakan sebagai pencegahan. Ransum dengan kandungen calcium tinggi yang diberikan pada akhir kebuntingan akan menekan sekresi hormon parathyroid, sebingga pada saat kebutuhan calcium meningkat secara tiba-tiba pada waktu bunting, tubuh tidak dapat melakukan penyesuaizn secara cepat untuk mencukupinya, Ransum yang baik adalah bila imbangan antara calcium dan phosphor mempunyai perbandingan 2 dan 1, Ransum pakan semacam ini adalah ransum yang dianjurkan untuk sapi perah meajelang partus (Hardjopranjoto, 1995). 2.3.4, Produksi Susu Tinggi Sapi perah yang mempunyai produksi susu yang tinggi membutuhkan calcium dati darah untuk produksi susu yang tinggi (Hardjopranjoto, 1995). Hungerford (1975) menyatakan bahwa hypocalcemia paling sering terjadi pada sapi produksi tinggi dengan kadar Jemak susu yang tinggi. Pernyataan ini juga didukung oleh Phillipson ef al., (1980) bahwa lebih dari 90 % kasus hypocalcemia terjadi pada sapi produksi tinggi. Sedangkan sapi yang menghasilkan sedikit susu seperti jenis pedaging jerang sekali mengalami hypocalcemia (Payne, 1989) Pada waktu laktasi, banyak ion calcium yang diserap dari peredaran darah oleh Kelenjar mammae untuk membentuk kolostrum. Sedangkan penurunan kadar calcium derah pada sapi produksi tinggi disebabkan karena aliran calcium ke dalam susu (kolostrum) melebihi kemampuan tubuh untuk menyediakan tambahen calcium yang cukup melalui absorpsi dari intestin atau resorpsi dari tulang 2.3.5. Partus Hardjopranjoto (1995) menyatekan kira-kira 8-16 jam sebelum partus induk sapi akan mengelami penurunan nafsu makan sampai tidak mau makan sama sekali Sedangkan pada waktu proses kelahiran calcium akan lebih banyak dibutubkan untuk memproduksi air susu Khususnya kolostrum, Hal ini mengakibatkan persediaan calcium dalam pakan yang siap diserap menjadi menurun, akibatnya kekurangan calcium diambil dari darah sehingga calcium dalam darah menjadi turun, sebingga tetjadi hypocalcemia, Hungerford (1975) menyatakan jika hypocalcemia terjadi pada saat beranak, proses kelahiran akan terhambat dan fetus akan mati. 2.3.6. Stres Stres yang terjadi pada waktu melahirkan dapat mempengaruhi kadar steroid dalam darab, akibatnya kadar estrogen meningkat sehingga terjadi penurunan nafsu makan, Keadaan ini dapat mengganggu keseimbangan calcium dalam tubuh, sehingga calcium dalam darah menjadi rendah, Hardjopranjoto (1995) menyataken stres melahirkan menyebabkan hormon thyrocalcitonin yang mengatur mukosa usus dalam penyerapan calcium dari pakan menurun dan mempengaruhi kadar calcium dalam darah, Bila hormon thyrocalcitonin menurun dapat diikuuti menurunnya kadar calcium dalam darah. 2.4, Gejala Klinis Hypocalcemia biesanya terjadi selama 72 jam setelah partus. Dari laporan lain menunjukkan penyakit ini dapat juga terjadi beberapa jam sebelum partus atau beberapa hari setelah partus, Gejala pertama yang terlihat hewan terlihat gelisah, nafu- maken menurun dan diikuti dengan Aonstipasi, Mungkin akan terlihat hipersensitifitas dan tremor urat daging di daerah kaki belakang dan kepala, Tetani akan terjadi jika dibarengi dengan /ypomagnesemia. Sapi tidak akan menghiraukan anaknya, fympani akan terjadi akibat adanya afoni saluran pencernaan terutama rumen (Gibbons, 1963; Blood ef al, 1983), Pada stadium ini berbagai tingkat kekejangan, inkoordinasi, kekekuan dan jatuh dapat terjadi, ada usaha untuk bangun tetapi biasanya gagal (Phillipson ef al, 1980). Bila pada stadium ini dilakukan pengobatan maka gejala paresis tidak akan muncul. Bila pengobatan belum dilakukan, gejala berikutnya sapi akan berbaring pada sternum dengan kepala ditarik ke arah belakang dan disandarkan pada bahunya (seperti membentuk huruf $). Cermin hidung kering, mata sayu dan berkaca-kaca, refleks tethadap cahaya berkurang dan pupil mata berdilatasi, Kelihatan anoreksi dan anggota badan dingin, Temperatur umumnya subnormal dan pulsus meningkat. Alat pencernaan mengalami atoni, defekasi terhambat dan anus relaksasi Pada keadaan yang lebih lanjut hewan berubah menjadi tidak sadarkan diri dan koma, Kematian dapat terjadi dalam waktu 6 sampai 24 jam, Faktor komplikasi yang memperparah keadaan hypocalcemia adalah vomitus, nafas terengah-engah, Kembung, acefonemia, prolapsus uteri, dan isi perut dapat masuk ke paru-pam jika hewan terlalu lama berbaring pada satu sisi. Tympani yang tesjadi biasanya berat dan Kematian dapat terjadi karena penggumpalan gas dalam rumen menyebabkan tekanan yang kuat pada jantung atau keluarnya isi rumen masuk ke dalam mulut (Blowey, 1988). Underwood (1981), menyatakan bahwa kematian disebabkan oleh terhentinya pernafasan atau selama konvulsi, biasanya Karena preumoni salah telan atau pneumoni inspirasi 2.5. Pengobatan Pengobatan dengan menggunakan preparat calcium merupakan cara yang paling banyak digunakan, Preparat yang umum digunakan adalah caloium Sorogluconate, yeitu untuk mengembalikan kadar calcium yang normal dalam dara, Underwood (1981) menyatakan pengobatan dengan suntikan preparat calcium lebih baik dan /ebih disukai karena tidak ditkuti dengan penurunan produksi susu dan terhindar dari kemungkinan terjadinya mastitis, Hungerford (1975) menyatakan untuk pengobatan hypocalcemia dibutuhkan 100-200 gram calcium borogluconate yang diberikan secara intravena seluruhnya atau setengahnya dan sisanya secara subkutan, intramuskular atau intraperitoneal, Blood ef al., (1983) juga menambahkan bahwa cara intravena umumnya pesien lebih cepat pulih. Tetapi pemberian intravena harus dilakukan secara hati-hati dan penyuntiken tidak boleh terlalu cepat karena dapat menimbulkan fakhicardia dan aritmia jantung yang mengakibatkan kematian. Hungerford (1975) menyatakan pengulangan pengobatan dapat diberikan secara intramuskular atau intraperitoneal untuk menghindari adanya kegagalan jantung, karena sapi dalam kondisi buruk seperti metritis, mastitis atau pneumonia sangat rentan terhadap cairan injeksi dalam jumlah besar dan dapat mengakibatkan kegagalan jantung, Hasil pengobatan akan memberikan hasil yang lebih baik dengan penambahan glukosa, magnesium dan phosphor, seperti magnesium hypofosfit 50 gram, glukosa 180 gram atau preparat lain seperti Ca, Mg, dan P, Bila kasus penyakit ini disertai dengan Aypomagnesemia, sebaiknya disuntik dengan kombinasi calcium borogluconate dan magnesium borogluconate, sedangkan Jika kasus hypocalcemia disertei ketosis maka pengobatan dilakukan dengan pemberian calcium borogluconate ditambah dekstrosa 50 % sebanyak 250 — 500 ml secara intravena, (Hardjopranjoto, 1995). Menurut Blowey (1988) tanda-tanda calcium bekerja adalah sapi mengeluarkan sendawa, gas rumen dan defekasi Hungerford (1975) menambehkan bahwa tanda yang bisa teramati adalah telinga dan mata kembali dalam keadaan normal dalam waktu beberapa menit setelah pengobatan diberikan, respirasi kembali normal, peningkatan denyut jantung secara kuat namun kecepatan lambat, dilkuti dengan peningkatan nafsu makan. 3 Bila pengobatan dengan suntikan preparat calcium tidak berhasil, dapat dicoba dengan pemompaan udara ke dalam ambing (udder insuflation). Pemompaan udara ke dalam ambing merupakan cera pengobatan yang sudah tidak banyak dipakai lagi karena dapat mengakibatkan kerusakan ambing dan memiliki resiko adanya infeksi. Pemompaan ambing akan mengembalikan calcium darah menjadi normal tanpa mengakibatkan Aypercalcemia. Peningkatan kadar calcium darah terjadi kerena adanya hambatan sekresi air susu sehingga transfer calcium yang scharusnya ke dalam ambing masuk ke dalam sirkulasi darah (Hungerford, 1975). 2.6, Pencegahan Untuk mencegah terjadinya Jypocalcemia dapat dilakukan dengan pemberian ransum dengan kandungan calcium yang rendah disertai phosphor yang tinggi selama masa kering kandang, mempertahankan nafsu makan pada waktu melahirkan dan pemberian vitamin D dosis tinggi (Gibbons,1963; Hungerford, 1975; Blowey, 1988; Payne, 1989) 2.6.1. Pemberian Ransum Yang Mengandung Calcium Rendah dan Phosphor Tinggi Selama Masa Kering Kandang Pada dasarnya kejadian hypocalcemia terjadi karena ketidakmampuan sapi untuk memobilisasi calcium tulang selama kelahiran, Cara yang paling efektif untuk mencegah hypocalcemia yaitu memberikan ransum dengan kandungan calcium yang rendah selama dua minggu terakhir kebuntingan sehingga sistem mobilisasi calcium dirangsang bagi pengeluaran yang cukup ke dalam ambing. Boda dan Cole (1954) 4 yang dikutip oleh Phillipson ef al, (1980) menyatakan bahwa pemberian ransum dengan kandungan calcium yang rendah sanget efektif untuk mengurangi terjadinya hypocalcemia Hal ini terlihat pada, pemberian ransum yang mengandung Ca dan P dengen perbandingan 6 : 1 yaitu dengan 126 gram Ca dan 21 gram P menimbulkan 26% kejadian Aypocalcemia, Sedangkan ransum yang mengandung Ca dan P dengan perbandingan 1: 3 yaitu 7 gram Ca dan 21 gram P ternyata tidak menimbulkan kasus hypocalcemia (0 % kasus). Westerhuis (1977) yang dikutip Payne (1989) mengemukakan masukan calcium yang rendah selama kering kandang aken mengaktifkan metabolisme calcium, disamping itu juga menganjurkan agar sapi yang sudah beranak diberikan calcium dalam jumlah tinggi untuk menjaga homeostasis. Ditekankan juga akan pentingnya pemberian magnesium dalam jumlah yang cukup. Magnesium akan merangsang aktifitas hormon parathyroid dan vitamin D, sehingga rendahnya kadar magnesium pada masa kering kandang dapat menyebabkan hypocalcemia (Blowey, 1988). 2.6.2. Mempertahankan Nafsu Makan Pada Saat Partus Dalam usaha mempertahanken nafsu makan perlu diperhatikan pemberian ransum yang mengandung konsentrat dan serat kasar. Makanan konsentrat dengan kadar lemak yang tinggi akan mengganggu fungsi normal dari rumen dan ‘menurunkan nafsu makan, Sebaliknya ransum dengan serat kasar yang cukup dapat merangsang aktivitas kontraksi rumen. 15 Blowey (1988) menyatakan bahwa adanya stasis saluran pencernaan akan mengurangi absorpsi calcium. Untuk memulei kembali aktivitas normal intestin, dianjurkan untuk memberikan sejumlah serat kasar seperti hay, jerami atau silase sehingga absorpsi calcium dapat diperbaiki 2.6.3, Pemberian Vitamin D Dosis Tinggi Vitamin D merupakan suatu faktor yang dibutuhkan dalam pengaturan metabolisme calcium, absorpsi di mukosa usus, deposit tulang dan pertumbuhan Payne (1989) menyatakan vitamin Ds mempunyai potensi untuk merangsang metabolisme calcium serta meningkatkan laju absorpsi dan metabolisme tulang, Hungerford (1975) menyatakan penyuntikan 10 juta IU vitamin D3 secara intravena atau intramuskuler antara 2 sampai 8 hari sebelum kelabiran diperkirakan dapat mencegah kejadian Aypocalcemia. Jike kelahiran tertunda lebih dari 8 hari, pemberian suntikan kedua sebesar 10 mi pada sapi yang terserang hypocalcemia dapat mencegah dampak yang lebih buruk. Pemberian vitamin D harus sesuai dengan aturan karena kelebihan dosis dapat mengakibatkan keracunan dengan gejala stasis gastrointestinal, diuresis, anoreksia, kelainan fungsi jantung, menurunnya ruminasi, penurunan berat badan dan mineralisasi sistem kardiovaskular. 6 IE. MATERI DAN METODE PELAKSANAAN 3.1. Waktu dan Tempat Studi Kasus dilaksanakan di Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Sapi Perah Cibungbulang Bogor dengan pengambilan data mulai bulan April 2001 hingga Agustus 2001. 3.2, Materi Kegiatan ‘Wewancara dilakukan langsung kepada 100 peternak. Ternak yang digunakan adalah sapi perah yang dimiliki oleh peternak di KUNAK Sapi Perah Cibungbulang Bogor. 3.3. Metode Studi kasus menggunakan data primer dan data sekunder. Penggunaan data primer yang didapat melalui wawancera langsung ke peternak secara acak dan paramedis yang bertugas di daerah KUNAK. Sedangkan data sekunder didapat dari laporan kejadian Aypocalcemia yang tercatat di KPS Bogor. Data yang diperolch diolah secara deskriptif. Kriteria pengamatan meliputi latar belakang peternak untuk mengetahui keadaan peternak serta aspek dari kejadian hypocalcemia. 0 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1, Keragaan Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Sapi Perah 4.1.1. Lokasi dan Tata Letak Lokasi kawasan Usaha Peternaken (KUNAK) Sapi Perah terletak di Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor yang meliputi Desa Situ Udik, Desa Cibitung Kulon, Desa Ciasihan. Luas lahan KUNAK Sapi Perah sebesar 121,06 hektar. KUNAK Sapi Perah dibagi menjadi 2 lokasi kavling, lokesi I terdiri dari 98 kavling terletak di Gunung Sarengseng (Desa Situ Udik dan Pasarean) sedangkan Jokasi II terdiri dari 83 Kaviing yang terletak di Gunung Geulis (Desa Situ Udik dan Pamijahan), 4.1.2, Sejarah KUNAK Sapi Perah Konsep atau rancangen pembentukan Kawasan Usaha Petemnaken (KUNAK) Sapi Perah telah dimulei pada tahun 1989. Pembentukan KUNAK Sapi Perah dimaksudkan untuk merelokasikan usaba sapi perah anggota KPS Bogor yang mulai tergusur oleh berkembangnya pemukiman dan pembangunan sehingga semakin tidak layak secara teknis, ekonomis dan sosial, peningkatan popuiasi dan produksi susu di Kabupaten Bogor kiususnya maupun pada tingkat nasional dan sebagai percontohan nasional, Rencana pembentukan KUNAK Sapi Perah dapat terelokasi melalui beberapa sumber pembiayaan, Untuk sumber pembiayaan tersebut pemerintah mengeluarkan Keppres No. 064/B/Tahun 1994, untuk pembuatan 220 kandang, Keppres No, 069/B/Tahun 1994, untuk pembebasan Iahan +140 Ha, Selain itu ada bantuan dari Ditjen Pengairan, Pekerjaan Umum dan Ditjen Cipta Karya untuk penanganan jalan, drainase dan air bersih, bantuan alat-alat besar (Exavator, Bulldozer, TR, Loader dsb) dari berbagai Instansi Sipil dan Zeni, bantuan buah- buahan dari PT. Inagro dan bantuan tanaman penghijauan dari Pusat Penyuluhan Departemen Kehutanan. Pembangunan Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Sapi Perah dimulai pada bulan Oktober tahun 1994 melalui suatu penyuluhan kepada masyaraket mengenai rencana pembebasan tanah, Pada bulan Januari 1995 dilakukan pembebasan tanah, dan berlanjut sampai pertengahan tahun 1996, Pembangunan fisik KUNAK Sapi Perah dimulai pada bulan Agustus tahun 1995, Peletakan batu pertama dilakukan oleh Bapak Sesdalopbang, Bapak Bupati Bogor, Ketua DPRD Tingkat II Bogor, Danrem dan Kapolwil Bogor. Pembangunan berhasil diselesaikan padan akhir bulan Desember 1996. Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Sapi Perah diresmikan pada tanggal 7 Januari 1997 oleh Presiden Soeharto. 4.1.3, Sarana dan Prasarana Fasilitas yang disediakan Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Sapi Perah, antara lain 200 buah kavling, 200 buah rumah type 21 m?, 3 buah rumah type 36 m’, 220 buah kandang type 63 m’, 1 buah kantor Anek Waserda 36 m’, jalan dan jembatan, sarana air, jaringen listrik untuk bangunan 210 buah, penanaman pohon pelindung sebanyak + 10,000 tanaman penghijauan dan tanaman buah 600 durian jenis otong, 400 manggis, dan 200 pala serta bioges kapasitas 1.500 m?. ry 4.2. Proses Budidaya Ternak Sapi Perah Peternakan sapi persh di Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Spi Perah mulai dikembangkan sejak tahun 1997, Sesuai dengan lokasi dan iklimnya wilayah KUNAK Sapi Perah sangat cocok untuk dijadikan daerah peternakan sapi perah. Jumlah peternak sapi perah anggota KPS Bogor yang berada di Kunak sebanyak 181 orang dan terdiri dari 6 kelompok yaitu kelompok tertib sebanyak 38 orang, kelompok segar 31 orang, kelompok bersih 29 orang, kelompok indah 27 orang, Kelompok aman 25 orang dan kelompok mandir sebanyak 31 orang, Dari 181 kavling yang ada, 42 kavling ditinggalkan pemiliknya (kosong) yaitu di lokasi I sebanyak 24 keviing dan lokasi Il sebanyek 18 kavling, Jumlah sapi di wilayah KUNAK sampai tahun 1998 tercatat sebanyak 1.847 ekor. Namun berdasarkan data yang tertera pada gambar 1, Pada tahun 2000 terjadi Penurunan populasi sapi, Hal ini disebabkan oleh krisis yang menimpa, harga kebutuhan pakan untuk sapi mengalami kenaikan sehingga keadaan menjadi tidak stabil dan tidak sedikit peternak yang menjual sapinya. 4,600 ‘Bsapiinduk 4,200 By Bara 1 tahun) FE | ePedet Betina 800 +} : {@Jantan Dewasa 400 BJantan Muda dan || Q a ‘Anak 1998 14399 2000 (1,847) (1,784) (1,569) Gambar 1. Populasi Sapi di Wilayah KUNAK Sapi Perah 20 Perkembangan produksi susu yang diperoleh KPS Bogor mengalami penurunan. Penurunan jumlah produksi susu sesuai dengan penurunan populasi sapi Hal ini ditampilkan dalam gambar 2. 8000 ~~ : 6000 Ie 4000 2000 e 4 a | 1998 1999-2000 (6,500) (4,600) (6,000) ‘Gambar 2, Produksi Susu di Wileyah KUNAK Sapi Perah Untuk memudahken peternak dalam mengetasi hasil produksi dan pemasaran air susu, pihak koperasi telah menentukan tempat-tempat penampungan susu (TPS) sebanyek 16 TPS. Berdasarkan pengamatan secara langsung, terlihat bahwa kondisi peternakan cukup baik terutama dalam hal manajemen kandang dan pemberian pakan, Kebersihan kandang terawat dengan baik, kondisi hewan bersih, jarak kandang dan rumah yang tidak terlalu dekat serta tiap kandang memiliki saluran tempat pembuangan kotoran. Pakan yang diberikan berupa hijauan dan konsentrat. Umumnya hijauan atau rumput yang diberikan berasal dari sekitar peternakan Hal ini disebabkan para peternak mempunyai lahan yang cukup, sedangkan sisanya mencari rumput keluar wilayah peternakan. au Hasil wawancara dengan 100 peternak menunjukkan tingkat pendidikan SD memiliki persentase terbesar yaitu 63 % dan pengalaman beternak mulai dari 3 sampai 6 tahun mencapai 40%. Tabel 1. Karakteristik Peternak Responden KUNAK Sapi Perah 4 lebih dari 18 No Identitas Peternak Frekuensi Persentase 1 _ | Pendidikan peternak 4 Tidak pernah 4 4 + sD 68 6 + SLTP / sederajat 16 16 + SLTA/ sederajat 14 14 SI 2 2 + Kursus / pelatihan 1 : 2 | Pengalaman memelihara sapi 4 <3 tahun 35 35 + 3-6 tahun 40 40 ¢ > 6 tahun 25 25 3 | Kedudukan dalam peternakan + Sebagai pemilik 8 8 + Sebagai pekerja 80 80 ¢ Pemilik dan pekerja 12 12 4 | Tujuan memelibara sapi + Diambil susu B B + Diambil susu dan kotorannya 27 27 5 | Pakan yang diberikan berupa + Hijauan 1 1 ¢ Konsentrat 0 0 Hijauan dan konsentrat 99 99 6 | Sumber pakan + Di sekitar peternakan 60 60 + Diluar peternakan 8 8 Di sekitar dan di luar peternakan 32 32 7 | Jumlah sapi yang dimiliki + I sampai 6 18 18 + 7 sampai 12 46 46 4 13 sampai 18 23 23 13 13 Sumber: Hasil kuisioner 100 peternak sampel di wilayah KUNAK, 2001 2 Sobagian besar bertindak sebagai pekerja kandang (80%) dan pemilik hanya datang seminggu sekali atau sebulan sekali untuk melihat kondisi peternakannya, Dalam memelihara sapi perah, 73% peternak mengatakan bahwa tujuan utema dalam memelihara sapi perah adalah untuk diambil susunya sementara kotoran teak dibuang ke tempat pembuangan, Jenis sapi perah yang banyak dipelihara adalah Friesien Holstein (FH), Perkembangan peternakan sapi perah di wilayah KUNAK Sapi Perah cukup baik, ini terlihat dari sebagian besar peternak sampel memiliki sapi antara 7 sampai 12 ekor. Jumlah kepemilikan sapi peternak yang berada pada masa subur yaitu 2 - 8 tahun memiliki persentase sebesar 53,2 % sedangkan peternak yang memiliki sapi di atas umur 8 tahun hanya 0,1 %. Hal ini disebabkan Karena produksi sapi yang berumur tua terus mengalami penurunan sehingga petemak menjual ternaknya dan menggantinya dengan sapi baru, ‘Tabel 2. Jumlah Kepemilikan Sapi Responden di Wilayah KUNAK. No Keadaan Sepi Tenis Jumiah Persentase 1 ‘Sapi umur <1 tahun Betina 207 174% Tantan 72 6% 2 |” Sapiumor 1 —2 tahun Betina 243 20,5 % Tantan 22, 19% 3 | Sapi umur 2-8 tahun Betina 631 33,2% Tantan ui 0.9% 4 Sepi umur> 8 tahun Betina 1 01% | Tantan 0 = | Jumilah total 1187. 100 % Sumber: Hasil kuisioner 100 peternak sampel di wilayah KUNAK, 2001 Penanganan Kesehatan hewan dilakukan oleh 2 orang petuges Kesehatan, Untuk pelayanan kesehatan hewan, terdapat 16 kotak laporan Kesehatan hewan yang, setiap dua kali sehari akan diperiksa oleh petugas Kesehatan, Pelayanan kesehatan ini tidak dipungut biaya secara langsung melainkan melalui pemotongan susu. Tabel 3. Pelayanan KPS Bogor terhadap anggotan No Sistem Pelayanan Frekuensi Persentase 1 | Jika sapi anda sakit yang anda lakakan + Lapor ke petugas 100 100 + Tidak lapor 0 0 2 | Tika anda lapor, petugas segera datang + Ya 95 95 + Tidak 5 5 3__| Sistem pemibayaran yang dilakukan + Dengan uang 0 0 + Potongan susu 109 100 ‘Sumber: Hasil kuisioner 100 peternak sampel di wilayah KUNAK, 2001 Petugas kesehatan akan datang jika ada masalah dengan sapi para petemnak, hal ini didukung dengan jawaban petemnak sampel, 95% mengatakan petugas segera datang jika ada kasus penyakit sedangkan 5 % mengatakan petugas datang terlambat. Keterlambatan petugas ini disebabkan karena petugas harus memeriksa kotak laporan Keswan yang jaraknya cukup jauh dan jumlahnya tidak sedikit. 43, Kejadian Hypocalcemia di Wilayah KUNAK Hypocalcemia adalah suatu penyakit yang bersifat sporadis. Pada peternaken rakyat kejadian penyekit ini bisa mencapai 25 % - 30 % (Blood ef al., 1983). Tabel 4. Dan 5, memberikan gambaran kejadian hypocalcemia di KPBS Pengalengan dan di KUD Sarwa Mukti Kabupaten Bandung yang cukup tinggi dibandingkan dengan kasus Klinik lain, Kasus hypocalcemia di KPBS Pengalengan menempati urutan pertama dari 7 kasus gangguan metabolisme sedangkan di KUD Sarwa Mukti ‘menempati urutan ketujuh dari 15 kasus klinis, sehingga penyakit ini perlu dibahas Jebih Janjut agar dapat ditemukan sohisi terbaik untuk minimalisasi kasus ‘Aypocalcemia terutama untuk wilayah KUNAK Sapi Perah, ‘Tabel_4. Kasus Klinik di KPBS Pengalengan No Jenis Kasus Penyakit Jumlah Kasus 1998 1999 3000 1_| Hypocaicemia 774 705 424 2_| Alergi 197 37 185 3_[Intoxikasi 346 165 161 4__| Avitaminosis 804 459) 118. 5__| Paralisis 181 227 92 6_| Ketosis/Hypoglikemia 4 tio 85 7 | Grass tetani/hypomagnesemia SI 76 35 Sumber: Laporan praktek lapangan pelayanan reprodukst dan Klinik mahasiswa PPDH tahun 2000 inik di KUD Sarwa Mukti No Jenis Kasus Penyakit Jumlah Kasus 1999 Febniari 2000 1_| indigestt 2958 848) 2_|Diare 223 127 3_| Mastitis 578 127 4_| Helminthiasis 264 il 5__| Abses 179 91 6_| Timpani 342 67 7_| Hypocateemia 283 52 8 _| Enteritis 218) 50. 9 | Miasis 87 39 10_| Febris 33 35 11_| Paralisis 200 18 12_| Panaritium 2 10 13 _| Gastroenteritis 24 6 14__[Intoksikast 10 5 [15 [Pneumonia 180 4 Sumber: Recording bagian keswan dan IB KUD Sarwa Mukti tafun 2001 Data kejadian Aypocalcemia di KPS Bogor periode bulan Juli tahun 2000 sampai Agustus tahun 2001 sebanyak 53 kasus. Berdasarkan hasil wawancara dengan 100 peternak diketahui 34% mengatakan sapi pernah menderita /ypocalcemia, Dari 25 34 peterak, terdapat 49 ckor sapi yang pernah mengalami hypocalcemia. Angka tersebut akan lebih besar lagi jika diperhitungkan kasus hypocalcemia yang, bersifat subKlinis dengan gejala Iuka (dekubitus), abses dan kondisi kuku yang buruk. Sebanyak 85,3% peternak mengatakan tidak mengenal istilah /ypocalcemia namun di daerah KUNAK dikenal dengan istilah rubuh atau lumpuh, Hel ini didasarkan pada gejala yang teramati oleh peternak yaitu sapi akan jatuh dan tidak mampu untuk berdiri meskipun ada usaha dari sapi untuk berdiri, Umumaya sapi hanya satu kali mengalami hypocalcemia, karena peternak memilih untuk segera mengafkir sapinya bila tidak dijumpai tanda-tanda kesembuhan setelah pengobatan. Tabel 6. Aspek Kejadian Hypocalcemia di Wilayah KUNAK Sapi Perah. ‘No ‘Aspek Kejadian Hypocalcemia Frekuensi Persentase 1 | Apakah anda mengetabui tentang penyakit hypocalcemia + Ya 5 14,7% + Tidak 29. 85,3.% 2 | Jumlah kejadian pada sapi anda ol 23 616% +2 7 20,6 % +3 4 118% 6 >3 : 3 | Terjadi pada laktasi ke- el IL 22,4% 2 1s 30,6 % $3 22 44,9 % + 33 1 21% 4 | Waktu kejadian ¢ sebelum partus 9 184% + saat partus 2 41% + setelah partus 38 715% 5 | Paktor komplikasi yang memperparah @ sesak nafas 9 18,4% + kembung 2 24,5 % + tidak tahu 28 57.1% Sumber: Hasil kuisioner 100 peternak sampel di wilayah KUNAK, 2001 26 Dari 49 ekor sapi perah yang pernah mengalami hypocalcemia, kejadian paling sering terjadi beberapa jam setelah melahirkan (77,5 %) dan kejadian hypocalcemia paling banyak terjadi pada laktasi ketiga (44,9 %). Keadaan ini sesuai dengan pernyataan Phillipson ef al, (1980) bahwa hypocalcemia lebih sering terjadi pada sapi yang berumur diatas 4 tahun dan pada kelahiran ke tiga atau lebih karena dengan bertambahnya umur absorpsi saluran pencernaan menurun sehingga jumlah catlcium yang diekskresikan bersama feses meningket. Gejala awal yang teramati peternak adalah sapi terlihat berbaring lemas, nafiu makan menurun sampai tidak mau makan sama sekali. Jika kondisi ini terus berlanjut, sapi akan memperlihatkan gejala kembung atau sesak nafas . Gejala ini yang akan memperparah Kejadian hypocalcemia, Disamping itu, sapi yang menderita Jypocalcemia umumnya akan mengelami penurunan daya tahan tubuh sebingga sapi lebih rentan terhadap Kondisi yang sering menyertainya seperti retensio plasenta, metritis, dan mastitis. 4.4, Pengobatan Penyakit Hypocalcemia Pengobatan Aypocalcemia dilakukan dengan penyuntikan preparat calcium dan jika penyuntikan ini tidak memberikan respon maka dapat dilakukan dengan pemompaan udara ke dalam ambing (Hungerford, 1975). Umumnya peternak tidak mengetahui jenis pengobatan yang diberikan paramedis. Berdasarkan pengalaman paramedis, pengobatan yang sering diberikan pada sapi yang mengalami Aypocalcemia adalah suntikan preparat calcium secara intravena, Preparat calcium yang biasa diberikan yaitu calcitad 50 dengan kandungan 27 calcium borogluconate 50 % atau calcidex® plus yang mengandung calcium gluconate, Mg chloride hexahydrate, sodium hypophosphite monohydrate dan boric acid, Pengobatan dengan cara ini lebih baik dan lebih disukai karena tidak diikuti dengan penurunan produksi susu dan terhindar dari kemungkinan terjadinya mastitis. Segera setelah penyuntikan calcium sapi akan bangun kembali. Tanda-tanda calcium bekerja adalah sapi mengeluarkan sendawa, pembebasan gas rumen dan mengeluarkan kotoran atau defekasi, Respirasi kembali normal, peningkatan denyut jantung secara kuat namun kecepatan lambat, diikuti dengan peningkatan nafsu makan, Umumnya peternak segera memberi makan sapi setelah pengobatan. Blowey (1988) menyatakan pemberian makanan setelah pengobatan akan menambah suplai calcium dan meningkatkan kerja saluran pencemaan untuk mempermudah absorpsi calcium. Untuk mencegah agar sapi tidak jatuh lagi, peternak biasanya tidak memerah air susu semuanya selama satu sampai dua hari. Pada kasus di lapangan, jika sapi tidak menunjukkan gejala untuk bangun maka petugas medis biasanya akan menyiram sapi dengan air, mencubit ekornya atau dirangsang dengan aliran listrik, Dengan cara ini biasanya sapi akan segera bangun. Dari 49 kasus Aypocaleemia di KUNAK. Sapi Perah 46,9 % dapat sembuh Kembali meskipun beberapa sapi berdiri dalam waktu yang lama, sedangkan 53,1 % sapi hanya berbaring lemas tanpa perubahan, Ketidakberhasilan pengobatan ini dapat terjadi Karena diagnosa yang tidak tepat, pengobatan yang terlambat dan faktor komplikasi yang akan memperparah kejadian hypocalcemia seperti sesak nafas dan kembung, 28 Tabel 7. Hasil Pengobatan Penyakit Hypocalcemia di KUNAK Sapi Perah 4 Tidak tahu No | _Aspek Penanganan Hypocalcemia Frekuensi Persentase 1 | Faktor komplikasi yang memperparah ; + sesak nafas 9 18,4 % + kembung 12 24,5 % + tidak tau 28 57.1% 2. | Jenis pengobatan + preparet calcium 4 28,6% + preparat calcium dan vitamin 5 10,2% ¢ pemompaan ambing - 7 ¢ tidak tahu 30 61.2% 3 | Hasil pengobatan + langsung berdiri 5 102% + berditi dalam waktu yang lama 18 36,7% 4 berbaring lemas tanpa perubahan 26 53,1% 4 | Usaha pencegahan penyakit + Ransum rendah Ca dan tinggi P 9 18,4% pada saat bunting tua Mempertahankan nafsu makan 6 12.2% + Pemberian vitamin D 12 24,5% 22 449% Sumber: Hasil kuisioner 100 peternak sampel di wilayah KUNAK, 2001 Pengobatan dengan cara pemompaan udara ke dalam ambing dapat menjadi peagobatan alternatifjika dengan penyuntikan calcium tidak berhasil, namun cara ini tidak dilakukan oleh petugas medis di KUNAK Sapi Perah, Hal ini disebabkan arena keterbatasan peralatan dan pengetahuan petugas medis dalam menggunakan cara ini, Disamping itu, pengobatan dengan cara pemompaan ambing memiliki resiko adanya infeksi dan dapat menyebabkan kerusakan ambing. 29 4.5, Pencegahan Penyakit Hypocalcemia Usaha pencegahan yang dilakukan petugas medis di KUNAK Sapi Perah adalah pemberian ransum rendeh calcium dan tinggi phosphor selama. bunting tua, mempertahankan nafsu makan pada waktu partus dan pemberian vitamin D dosis tinggi. Namun usaha pencegahan dengan pemberian vitamin D dosis tinggi yang dimulai paling kurang 3 hari sebelum partus dan tidak boleh lebih dari 7 hari sulit untuk dilakukan, maka petugas medis lebih banyak melakukan pemberian ransum rendah calcium dan tinggi phosphor sebelum partus dan pemberian calcidex® plus secara subkutan. 30 V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan 1. Hasil studi kesus yang dileksanakan di KUNAK Sapi Perah menunjukkan bahwa sebanyak 34% peternak mengatakan sapinya pernah menderita hypocalcemia. Dari 34 peternak, terdapat 49 ekor sapi yang pernah mengalami hypocalcemia. Kej ian paling sering terjadi beberapa jam setelah melahirkan (77,5 %) dan hypocalcemia paling banyak terjadi pada laktasi ketiga (44,9 %). Kejadian hypocalcemia lebih banyak disebabkan oleh peternak yang kurang ‘memperhatikan Komposisi pakan selama masa kebuntingan, sehingga kebutuhan calcium pada saat itu tidak terpenuhi yang akan memicu terjadinya hypocalcemia. 2. Dari 49 kasus Aypocalcemia, 46,9 % dapat sembuh kembali meskipun beberapa sapi berdiri dalam waktu yang lama, sedangkan 53,1 % sapi hanya berbaring lemas tanpa perubahan. Ketidakberhasilan pengobatan karena diagnosa yang tidak tepat, pengobatan yang terlambat, faktor komplikasi yang akan memperparah kejadian Aypocalcemia dan tidak dilakukannya pengobatan alternatif seperti pemompaan udara ke dalam ambing, 3. Upaya pencegahan sudah dilakukan namun masih perlu memperhatikan komposisi ransum dengan waktu pemberian. Tingkat pendidikan peternak yang masih rendah dengan status sebagai pekerja serta kurangnya perhatian pemilikk peternakan berpengaruh dalam hal pengelolaan manajemen peternakan terutama pengetahuan peternak terhadap bahaya yang ditimbulkan oleh suatu penyakit, 31 5.2, Saran 1 Dalam mengatasi permasalah yang timbul karena hypocalcemia dibutubkan keahlian dalam makanan temak dan kesehatan hewan terutama dalam diagnosa yang cepat dan tepat, sehingga dapat menghindari kerugian yang lebih besar. Perlu peran aktif dari instansi terkait dan koperasi yang bergerak dibidang peternakan sapi perah untuk terus memberikan pembinaan kepada para peternak dalam hal pemeliharaan dan pemberian pakan yang bermutu dan sesuai terutama menjelang partus. Perlu adanya pengertian dan kesadaran para peternak untuk segera melaporkan kejadian hypocalcemia, Memberikan pelatihan khusus bagi paramedis agar penanganan hypocalcemia di Japangan dapat dilakukan dengan beberapa alternatif pengobatan. Pihak KPS Bogor perlu membuat sistem penghargaan bagi paramedis yang bechasil menangani kasus-kasus penyakit, sehingga dapat memotifasi paramedis untuk terus mengembangkan ilmu pengetahuan tentang kesehatan hewan. 32 DAFTAR PUSTAKA Anonimus. 2001. Milk Fever. hutp://wwww.poolhousevets.co.uk, Blood, D. C., J. A. Henderson and O.M, Radostits. 1983. Veterinary Medicine. 6" Edition. A Textbook of The Disease of Cattle, Sheep, Pigs and Horses, Bailliere, Tindal. London. pp: 1055-1064. Blowey, W.H. 1988. Aveterinary Book For Dairy Farmers. Farming Press Limited, Wharfedale Road, Ipswich, Suffolk. Capen, C. C. 1993. Pathology of Dosmetic Animals. Fourth edition, Volume 3. Academic Press, Inc. London. pp: 287-326. Coles, H.E. 1974, Veterinary Clinical Pathology. Second Edition. W.B. Saunders Company, Philadelphia. pp: 636-089 of Downer Dairy Cows livestock/dairy{facts. Cote, Doxey, D. L. 1983. Clinical Pathology and Diagnostic Procedures. Second Edition, Bailliere Tindal. Elsevier. 1991. Metabolic Disorders and Their Prevention in Farm Animals. Tokyo. pp: 107-119. Ensminger, M, E. 1980. Dairy Cattle Sciense, Second Edition. The Interstate Printers and Publishers, Inc. Danville, Illinois. pp: 326-327. Gasparotto, Suzanne, 2001. Milk Fever. hifp:/Annw.tennesseemeatgoats.com. Gibbons, W. J. 1963. Disease of Cattle. Second Edition. American Veterinary Publication, Inc. Evanston, Illinois. pp: 459-468. Girindra, A. 1983. Patologi Klinik II. Pankreas, Hati dan Kalsium. Departemen Biokimia, Fakultas Kedokteran Hewan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Gray, C. H and James, V. H. T. 1983. Hormones in Blood. 3" Edition, Volume 5. ‘Academic Press Inc, London. pp: 1-48. Hardjopranjoto, H. S. 1995. Ilmu Kemajiran Pada Temak. Airlangga University Press, Surabaya. him: 279-283 Hungerford, T. G. 1975. Disease of Livestock. Eight Edition, Me Graw-Hill Book Company Sydney. pp: 258-262. Khammash, Mustafa. 2000. Calcium Homeostasis: A Feedback Control. ‘Atip:/Avww.aem.umy Kirkpatrick, Mark. 1998. Milk Fever Treatment Protocol. http://www. ans.iastate.edu, Kon, S. K., and Cowie, A. T. 1961. Milk: The Mammary Gland and Its Secretion. Volume Il. National Institute for Research in Dairying. Shinfield, England. Academic Press. New York and London. pp: 89-95. Lane, G.T., P.W. Clark, and RW. Hemken, 1996. Milk Fever in Dairy Cows hittp://svwrw.cyber-dyne.conv-tom/marsh_milkfever. Martin, S. L, and C. C. Capen. 1979, The Endocrine System. Canine Medicine. .J. “Catcott Ed., 4 edition. Volume 2, American Veterinary Publication, Inc. Santa Barbara, California, McDonald, L. B. 1980, Veterinary Endocrinology and Reproduction. 3° edition. Lea and Febiger. Philadelphia, pp: 60-122. Payne, J, M. 1989. Metabolic Disease in Farm Animals. William Heinemann. Medical Book Ltd. London, Phillipson, A.T., Hall, L, W., and Pritchard, W. R. 1980. Sceintific Foundation of ‘Veterinary Medicine. William Heinemann Medical Books Limited. London. Rogers, Phil. 2001. Hypocalcaemia and Milk Fever in Cows. ‘htip:/vww.research.teagasc.ie/grange/milkfever. Schunack, Walter., et al. 1990, Senyawa Obat, Edisi kedua. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. pp: 489-503. Smith, H. A, et al. Veterinary Pathology. 1974. Fourth edition. United States of America, Philadelphia. pp: 682-686. Underwood, E. J. 1981. The Mineral Nutrition of Livestock. Second Edition. Commonwealth Agricultural Bureaux. London. pp: 35-79. Westerhuis, J. S. 1977, Parturient Hypocalcemia Prevention in Cows Prone to Milk Fever by Dietary Measures. Proceeding of The Third International Conference on Production Disease in Farm Animel. P. W. M. Van Adrichen Ed. Central for Agricultural Publishing and Documentation. Wageningen. pp: 1-78 Lampiran 1 DATA KEJADIAN HYPOCALCEMIA PADA SAM FERAH ANGGOTA KFS BOGOR YANG BERADA Dt KAWASAN, USAIIA PETERNAKAN SAPI PERAH (KUNAK) CIBUNGBULANG BOGOR PERIODE JULI TAHUN 2000 SAMPAI AGUSTUS 2001 We] ana Peagabain Pang Peters. T 7 z 7] Banaue Taead ETT Inf 3) Na | Ree etsy ond ay Inj 10 3 [Rear Tra Tada ject 1D Rae (Cisiad $0.25 ml a, atiat | Segar— caier ame 3 HDjaakir Seger | Helped starr (Caegee 500 mt Pind Par Spr] Ghee sal Taran Inf 7 Sane] Nal “ovan | Cake 30 Rais Died 10a Novalden 13 © Sipena | Rowatnds | Nina Cate 50160 Touige ejecta Dm | Suartake | Nake —] Aran] Caled 30160 Toigie aja Dm TO) Balay | Taajung—] Tea Caletd 50 200m Rake ‘lite 4 1 | Haat [Teast —| Tata Cate Biieat Caieiad 20 50 at | Roxie BHO Byrne 10 Peeuavita 10 ml Nevado 10m Pecmavits 10m TE | Tena [Mat Boge | CATE TORT Taman life! TE | Hien | Wengl | telah — Pema a Ege Caled | Rast | esha 20m Raia B20 TF [Rae] Sea Mansi] Cotsicee 35007 Raa Hetaspee 25 wl 1S NBT ie Sagar | Hektpiex De Tian Died 20 7 ar Dal Tasaa[ Caees 350 Rage Heaps 25m Te Bays, | Rat Teno] Cai 50150 a aman Netsbolte 250 ml TO] Rodan | Kane | “Wana [Casing 59°20 nf Tama Metaboite 250m uf ws, Ta ‘Sear —_[ Matstone Ba Tams BVP ieDjanat | ena Temi] Hekssplex 2060 Trams Dinsiy! 25 ce [Hive — [Raa Fan [oad 90250 Rage 73 Haeman | Rui Bega | Cabiad 90150 nt Te Ntabolase 250 3 | nbn] Betang | Fee Wstape 1 es Tite Paint 2 Caled $0250 co Ges | Bae Tish | Eesoplec ania Primi 1520 Netsolte 150 ce 26 Tesi Tada Cateed 50200 = Tn 27 | sam | Galles | Tait | Fistoplex 150 eran Print Des Netatolze 100 ce | Samak | Ganka Calcd 0125 Tira Iafset B 3 eb Oe 50] Mensa | Kapaa ‘Metabian 250 ce iene (Cleat 30 250 02 infuet ar Tao ab Tea Gaia at ‘Metabelae 250 mt Infet, Tein z Sahat Wat Tea Calcd 50506 Heap 20 oe Inject Sen Ties = Sane Watt ea Caiciad 9015066 Netablae 250 6 Iafwet Coie SUS Metaotie 50 2 Inet = Hug Fae a Netaboln 7G ‘Novia ‘Ame ekapex 1 eo Inject Wee 3 Gaia Bas ‘Netabolne 250 jemi 1 oe Calcd 30100 ‘ecabolave 85 ec cy ang Ricabah 20 Caled 5060 ‘Mebolae 150 ee Caletad 200 ce Bi2tce biang ie Calcd 50250 ad ‘Meatlae 250 a fue Deni Beni Tijecin 30 co Calciad 50 SD ce Besiang Toit Beal Hetoplee 10 Prima <2 Caletad $0 50c0 7 Tae Hie adit Galeidex 500m tsetse 250 Inf F Tae Reniang Dy Caledex 100 ‘Metabo 250m afi. Tame w Tana Ta Calcdexd00 c= Bicemisine 25 ce Pemvita 10ce onan Tak Galidex 500 ‘cabo 150 ml Iafiee B120ee Teme # Bicerucine Bee ‘Metatlaes 200 Tafa Tat Bicemisine Hee Bhzbee 7 ae ELI ee Caled 50 150.2 Natatolee 25026 Tieamaitne 5 Toaang © Taine ar Hepes 20 Caled $0 109 iam w Taine ear Galeiad 50 150 Notaolss 250 ce Infect Tia 3 Taine ear Cacia 0 109 Cad 0 aE ‘Metabole 250 rl Inde Destrone Tian 3 Dentans F Paspa Win ave Metal 280 ce Dadra 10% Iafset Teas a Fade oF Tear Caleta 9 100af [etabloe 280 a Tales, Bene Taran 5 7 Tee Caleiad 50250 aT ‘Metabo 250 Binalomin 20 Tian Tampiran 2 KEJADIAN HYPOCALCEMIA BERDASARKAN DATA YANG DIPEROLEH DARI RESPONDEN MELALUI PENYBBARAN KUISIONER ADA 100 PETERNAK DI DAERAH KUNAK SAPI PERAH YANG DIAMBIL SECARA ACAK Tame] Relea | Fein | Ton mii Gea a Tal Mamaia | meneltwe | “tent | sap) Tale [Jamin] War] ime | peng | pega ics en iia | deisdan 36 Bw i x Ie T. = Opi 3 3D, A a a A ci BE 8 3D, 3, L H xa, T z Wiis 6 ‘30 3 ‘Aina a sur_| enc = ‘| 15 Gi ss sD} 1 cal =. 7 on 35, ia ‘Ae 36 ‘0 | “10 ‘ee. 3 Suis Kerk <3 ‘> [15 ‘Nasal 33. 7 ‘Ait a6 cn i ‘Ales 36 sD | iz aka 36 ma Ay 36 0. 0 The 36 s__[ 19 Gand 36. sD [ 5 End 36 =m—[—~e As 36. ‘sp [av 1H Miaiaa [3-6 5 Hema 26. z ‘Watyanio 56 ST ai ‘ilo 3 i Das 336 S| ie ra so_[ it ‘Sanaa 6 3D——[ “19 ‘Seema $e 3D. 7 od 23 15 ‘Saban Se 1 ‘Syl 36 stip —[ “ir Zach ze > 6 Uh = = io! A. Resi = [ot ‘ail = 3D. 5 es 3-6 30 | 39 4s 3 3D. “ Radial Se iT Sapp 38 3D [ 30 Reali 3 so} Mi zi sD | 2 Dele a ‘so —| 3 ‘Adi 2 3 Ber 36 [ir Banat 3-6 = é Dos 336. Ea ‘AGofir 326 é Sagi EG 3 Rahat 36. ie Desi 36 7 Taj = 2 Nana 36 i Tes 7 Tefen 3 35 Med = Ace 26 6 Bana = is Kesrin = i Yu a6 6 Ate Eo a baer ion oe op a ocr oc al ep ov el ee oe ptf eel poe a i SE Pi = a a6 Tad 3 ‘Ae. = Maat 36 56 Sot 3 Supan ae Tebaned $e Sadan 56 Sain ae Manat 3-6 Tai 3 Yes 36 Seef a6 ‘Masi Ed Teal 36. ‘oS 3-6 Hema 3:6 Saleh > ze 3-6 3a 33 3:6 Henaa ma ‘Moe 36 Rovik 3 rr So Risa 3-6 Ya 36 Ui 326 ian 36 Bs 3 Ratst 2 ‘Gain 3-6 Henge 356 Ss0__[a4 adi ra 30. 7 Tha Tie Bama | aos BE, ‘RelerangiasPpemilie Ko pags, PR" pelt dn pola, Se alah mean, esclanimelhikan, Az Ranjit bu nuh Samal pas, ‘Telang porutao, UF mengslami persian an ean beri, Reda sembuh, Serb 3D. 50. 0 Sue D =D SD SD. =D 0 3a, 3D. sb | 10 3D. % xx x ae eo oe ene oe nel ll pe ep Lampiran 3 ‘Sui Kans: Kein Rypocacemia Pada Si Penh Seta Fator Pendiangya {Sut Stull Kaus Di Kavasin Una testa (LUNA) Sei Peak Cbg Boge) Fas Kester He, sie Fein Boge (oye Una Kepenicgn nih Sr) KUISIONER DATA KEIADIAN FIPOCALCENIA PADA SAPI FERAH ‘SERTA FAKTOR FENDUKUNGNYA KUNAK SAPIPERAH CIBUNGBULANG BOGOR omar Responds Nara Resjonden ‘A. LATARBELAKANGPETERNAKAN 1. Pangan ees pre 03h bau 2. Redudea alan pein: | LERRToME Bechot patentee cabins Aekpemh SD SLIP 4 Penuh Kupelation ls een) 4, Mao Posh Poel prev bet ebertowe Gpeaialargewes ins unas) 5. Mien sp pete fs dantigape b danti as en 6 She penion a ‘miler in erga) 2,_ Jnl pein pp bun 201 he) > 6uun aigan psen peje li a ASPEK KEIADIAN TPOCALCEMIA ‘Asan and meget enh ypacaemia ote fed ‘aah yg ns ds elk ey psd en Tac 1 os, ‘Agatti and eva ender peat pocele a se ‘aay trpe kal Sean ti 53h ina ypoclcemia esi end pds ter babe er kod ees ‘Soa jin ptr sc tal pda Sheu meh Sula Ste melita fury rng menyehblon yin hypoeln: {Poult ssa To ier ‘Puan erga Take ‘ei ta nts yang ang sande ppc 2° Hems ea senpyengin menerg lash das sepa BIuahdiseal peta erga) & Hesaa tea jh dinberbarig es a Tidacube Bagman anaes pene madera pcan: 3 Dat ostgn ‘ND pod rays Butta esis ett ‘Setanta ergs, pina kon se a Sep merlin pornos 3 Sep bean ema rgn sc peniinn ‘Alea eat ag erin rd td rs ‘eqaatinsom —.panonpauraring len pay pene Unda ug es ka 1 Menpecshasin eu aan 1 Mangtrkmpei plan © Pembern vain Deo gs ¢ Taka Pan yng bern bps Hun danse Susbe pan Sere Saupe © Lal ean) Baga pba on pda at pi basing Sua dengan ebelan ung B_Bateca dapat ag Bi sp ae ly sh nde: ‘Lape pega Tl apr ke pts medic Tis a par, utah eps egercng Yai ager ste py yrg ad ba Deeg ns Ge onesie) RE 8 Potengi {"Benbsuen eounbenngae ‘cca 1 Kern Leta eg) be Dituarpstemian

You might also like