Professional Documents
Culture Documents
Karakterisasi Nanoemulsi Ekstrak Daun Kelor (Moringa Oleifera Lamk.)
Karakterisasi Nanoemulsi Ekstrak Daun Kelor (Moringa Oleifera Lamk.)
Karakterisasi Nanoemulsi Ekstrak Daun Kelor (Moringa Oleifera Lamk.)
ORIGINAL ARTICLE Vol. 6 No. 1 (April 2019) | pp. 16–24 | Doi : 10.25077/jsfk.6.1.16-24.2019
ABSTRACT: Moringa is known throughout the world as a nutritious plant and WHO has introduced Moringa as an alternative food
to overcome malnutrition. In Africa and Asia, Moringa leaves are recommended as supplements for breastfeeding mothers and
children during growth. All parts of the Moringa plant have nutritional content, efficacious for health and benefits in the industrial
sector. Moringa (Moringa oliefera Lamk) contains flavonoids, cytokinin saponins, caffeolylquinat acid and unsaturated fatty acids
such as linoleic (omega 6) and alfalinolenic (omega 3). The aim of this study was to analyze the characterization of Moringa oleifera
leaf nanoemulsion extract and the effectiveness of nanoemulsion. This study consisted of 3 stages, namely making extracts,
making nanoemulsion using the homogenization method at 24,000 rpm for 20 minutes and characterizing the nanoemulsion. The
concentration of Moringa leaf extract used in this study was 20 and 30%. The results of the analysis of this study are the average
nanoemulsion droplet size were 44 and 28.5 nm with a viscosity of 2 cP and 2.5 cP. Nanoemulsion of Moringa leaf extract has
better solubility compared to Moringa leaf extract. Nanoemulsion produces higher penetration (61.33%) compared to Moringa
leaf extract emulsion (15.83%).
Keywords: moringa leaf; extract; nanoemulsion; characterization.
ABSTRAK: Kelor dikenal di seluruh dunia sebagai tanaman bergizi dan WHO telah memperkenalkan kelor sebagai salah satu
pangan alternatif untuk mengatasi masalah gizi (malnutrisi). Di Afrika dan Asia daun kelor direkomendasikan sebagai suplemen
untuk ibu menyusui dan anak pada masa pertumbuhan. Semua bagian dari tanaman kelor memiliki kandungan gizi, berkhasiat
untuk kesehatan dan manfaat di bidang industri. Kelor (Moringa oliefera Lamk.) mengandung flavonoid, saponin sitokinin, asam-
caffeolylquinat dan asam lemak tak jenuh seperti linoleat (omega 6) dan alfalinolenat (omega 3). Tujuan dari penelitian ini adalah
menganalisis karakter nanoemulsi ekstrak daun kelor dan menguji efektivitas sediaan nanoemulsi ekstrak daun kelor (Moringa
oleifera Lamk.). Penelitian ini terdiri dari 3 tahap, yaitu pembuatan ekstrak, pembuatan nanoemulsi dengan menggunakan metode
homogenisasi dengan kecepatan 24.000 rpm selama 20 menit dan karakterisasi nanoemulsi yang dihasilkan. Perlakuan dalam
penelitian ini adalah konsentrasi ekstrak daun kelor dengan dua taraf yaitu 20 dan 30%. Hasil dari penelitian adalah nanoemulsi
dengan rata-rata ukuran butiran 44 dan 28,5 nm dengan viskositas 2 cP dan 2,5 cP. Nanoemulsi ekstrak daun kelor memiliki
kelarutan yang lebih baik dibandingkan dengan ekstrak daun kelor. Nanoemulsi memiliki bioavailabilitas yang lebih tinggi (61,33
%) dibandingkan dengan emulsi ekstrak daun kelor (15,83 %).
Kata kunci: daun kelor; ekstrak; nanoemulsi; karakterisasi.
16
Karakterisasi Nan oe m ul si Ekstra k D a un Ke l or... Jus ni ta et . al.
adanya aktivitas antioksidan yang tinggi dalam proses in lebih mudah diserap oleh dinding usus halus, sehingga
vivo dan in vitro [4], selain itu dalam daun kelor (Moringa meningkatkan bioavailabilitasnya [13]. Penyerapan bahan
oleifera Lamk.) kaya akan kandungan fitokimia, karoten, aktif meningkat karena kelarutan partikel meningkat
vitamin, mineral, asam amino, senyawa flavonoid dan dan luas permukaan partikel yang besar [14]. Tingkat
fenolik [5]. penyerapan nanoherbal pada tubuh manusia hampir dapat
Kelor (Moringa oleifera Lamk.) adalah tanaman yang mencapai 100 %, sedangkan pada ukuran mikron hanya
kaya nutrisi dan sering disebut “miracle tree” dikarenakan 50 %. Ukuran nanopartikel yang kecil menyebabkan
semua bagian tumbuhan kelor sangat bermanfaat bagi ekstrak mudah larut dan memiliki efisiensi penyerapan
kehidupan masyarakat. Kandungan nutrisi tersebar pada yang tinggi di usus [15]. Dalam ukuran nano, partikel juga
seluruh bagian tanaman kelor, mulai dari daun, kulit batang, memiliki waktu tinggal yang lebih panjang karena terjerap
bunga, buah (polong), sampai akarnya dan sudah dikenal dalam lapisan mukosa usus [13]. Penggunaan nanopartikel
luas sebagai tumbuhan obat. Akar kelor diolah untuk senyawa antioksidan seperti vitamin E, vitamin C,
obat luar penyakit beri-beri, serta daunnya digunakan karotenoid dan fenol dengan penyalut asal lemak seperti
untuk obat kulit. Sementara untuk obat dalam, sering nanoliposom dan arkeosom mampu memberikan
dimanfaatkan untuk penyakit rematik, epilepsi, kekurangan perlindungan yang signifikan terhadap senyawa antioksidan
vitamin C, gangguan atau infeksi saluran kemih, bahkan [16]. Nanopropolis juga memiliki karakter yang lebih baik
sampai penyakit kelamin “gonorrhoea” [6]. Dunia ilmu dibanding propolis biasa terhadap peningkatan zona
pengetahuan mengakui bahwa kelor merupakan tanaman hambat terhadap Escherichia coli [17]. Hal ini membuktikan
paling kaya nutrisi yang ditemukan untuk saat ini. Kelor bahwa kemampuan nanopropolis sebagai antimikroba
mengandung lebih banyak vitamin, mineral, antioksidan, lebih kuat dibandingkan dengan propolis biasa.
asam amino esensial dan senyawa lain yang bermanfaat [7]. Nanoemulsi memiliki luas permukaan dan energi
Hasil penelitian Anwar dkk., (2007) menunjukkan bebas yang lebih besar, kelebihan ini antara lain dapat
bahwa bagian-bagian dari kelor mempunyai kandungan mencegah terjadinya creaming, flokulasi, koalesen dan
senyawa yang berfungsi sebagai antitumor, antipiretik, sedimentasi. Selain itu, nanoemulsi juga dapat dibentuk
antiepileptik, antiinflamatori, antipasmodik, diuretik, dalam berbagai formulasi, seperti busa, krim, cairan
antihipertensi, menurunkan kolesterol, antioksidan dan dan semprotan [18]. Oleh sebab itu, pada penelitian ini
antidiabetik [5]. Daun kelor mengandung mineral, asam dikembangkan inovasi teknologi sediaan daun kelor dalam
amino essensial, antioksidan seperti vitamin C, vitamin E, bentuk nanoemulsi yang diharapkan mampu diserap
flavonoid, tanin dan masih banyak lainnya [8]. tubuh lebih baik (100 %) dan kelarutan yang lebih baik.
Pemanfaatan dari daun kelor di beberapa daerah di Hal ini diharapkan akan mengefisienkan penggunaannya.
Indonesia masih belum maksimal. Berdasarkan survey yang Nanoemulsi yang dihasilkan dapat digunakan pada industri
dilakukan oleh Mutiara (2011), pemanfaataan daun kelor obat-obatan, parfum, kosmetika, makanan-minuman,
di Batu, Tumpang, Dampit, Junrejo daan Karangploso, aromaterapi dan lain-lain. Pada penelitian ini, pembuatan
Malang sebagai sayuran masih sedikit digunakan dan nanoemulsi ekstrak daun kelor dilakukan menggunakan
lebih banyak dimanfaatkan untuk memandikan jenazah, metode homogenisasi. Proses homogenisasi untuk
meluruhkan jimat dan sebagai pakan ternak [9]. mengecilkan ukuran partikel perlu dilakukan untuk
Salah satu yang paling menonjol dari tanaman kelor mendapatkan emulsi yang stabil [19].
adalah kandungan pada antioksidan, terutama pada bagian
daun. Berdasarkan uji fitokimia, daun kelor (Moringa Metode Penelitian
oleifera Lamk.) mengandung tannin, steroid dan tripernoid,
flavonoid, saponin, antarquinon, alkaloid, dimana
Bahan
semuanya merupakan antioksidan [10]. Menurut hasil
Daun kelor segar yang diperoleh dari Balitro
penelitian, daun kelor segar memiliki kekuatan antioksidan
sebanyak 30kg, akuabides, etanol 96% (Merck, Darmstadt,
7 kali lebih banyak dibandingkan vitamin C [11]. Salah satu
grup flavonoid yang dimiliki kelor yaitu kuersetin, dimana Germany), akuades, NaOH (Sigma-aldrich, Singapore),
kuersetin memiliki kekuatan antioksidan 4-5 kali lebih Tween 80, kalium dihidro fosfat (Merck, Darmstadt,
tinggi dibandingkan vitamin C dan vitamin E [12]. Germany), DPPH (Merck, Darmstadt, Germany), metanol
Aplikasi nanoteknologi untuk pangan dan obat- (Merck, Darmstadt, Germany), maltodekstrin (Sigma-
obatan menunjukkan kecenderungan yang terus aldrich, Singapore), heksan (Merck, Darmstadt, Germany)
meningkat. Teknologi ini menawarkan keunggulan dalam dan etil asetat ((Merck, Darmstadt, Germany).
meningkatkan bioavailabilitas bahan aktif, pengendalian
pelepasan bahan aktif serta memperbaiki sifat sensoris. Metode
Dalam ukuran nano (50-500 nm), partikel bahan aktif a. Pembuatan Ekstrak
Daun kelor (Moringa oleifera Lamk.) dibersihkan Size Analyzer (Delsa Max PRB-Backman Coulier,
dari kotoran yang melekat pada daun menggunakan air United State) yang dapat mengukur distribusi ukuran
mengalir lalu diiris-iris tipis kemudian dikeringkan dengan dengan kisaran 2-7000 nm menggunakan dynamic light
cara diangin-anginkan. Daun segar kemudian dikeringkan scattering dan gerak Brown. Ukuran droplet dihitung
dengan dijemur selama 24 jam sampai kadar airnya kurang berdasarkan fungsi korelasi Stokes-Einstein dan
dari 10 %. Setelah kering, simplisia kemudian digiling gerak Brown yang ditetapkan sebagai fungsi translasi.
dan diayak, sehingga diperoleh serbuk daun kelor dengan Keluaran yang dihasilkan merupakan sistem dari
ukuran 40 mesh. Selanjutnya ekstraksi dilakukan dengan metode statistik, commulant dan laplace dimana masing-
metode maserasi. masing sistem menghasilkan distribusi ukuran dalam
intensitas, jumlah dan volume.
Serbuk daun kelor sebanyak 300 gr dimasukkan ke
dalam wadah maserator yang berisi etanol 96 % dengan c. Uji Kelarutan [33]
perbandingan 1:5 (b/v). Perendaman dibiarkan selama Uji sifat kelarutan nanoemulsi dilakukan dengan
3 hari dalam bejana tertutup dan terlindung dari cahaya mencampur dalam gelas ukur 100 ml nanoemulsi
sambil berulang-ulang diaduk. Setelah 3 hari simplisia dengan pelarut organik (1:1) dari berbagai tingkat
disaring dan ampasnya direndam lagi dengan cairan polaritas yaitu heksan, etil asetat, aseton, etanol,
penyari yang baru, hal ini dilakukan sebanyak 3 kali. Setelah metanol dan air dengan nilai polaritas berturut-
ekstraksi selesai, hasil ekstraksi disaring lalu dipekatkan turut: 0, 38, 47, 68, 73 dan 90. Masing-masing fase
untuk mendapatkan ekstrak dengan rotary vacuum evaporator pelarut organik kemudian diukur volumenya sebelum
(Eyela OSB-2100, Japan) pada suhu 40oC sampai tidak ada dicampur dan setelah dicampur, pertambahan volume
destilat yang menetes. fase organik merupakan nilai kelarutan.
b. Pembuatan Nanoemulsi Ekstrak Daun Kelor d. Uji Aktivitas Antioksidan Nanoemulsi [36]
Formula nanoemulsi terdiri dari ekstrak daun kelor, Larutan DPPH (1,1-diphenyl-2-picrylhydrazil) yang
maltodekstrin dan Tween 80. Komposisi masing-masing digunakan dibuat dengan cara ditimbang 2 mg
nanoemulsi dapat dilihat pada Tabel 1. Homogenisasi DPPH kemudian dilarutkan dengan metanol dalam
dilakukan menggunakan homogenizer (Wiggens D-500, labu ukur sampai 100 ml, dikocok hingga homogen
Germany) dengan kecepatan pengadukan 24.000 rpm hingga diperoleh larutan dengan konsentrasi
selama 20 menit. Analisis nanoemulsi meliputi pengukuran 0,002%. Larutan DPPH disimpan dalam wadah
viskositas dan pH [21]. Analisis fisika yaitu analisis ukuran yang dilapisi kerta alumunium. Larutan blanko
butiran, uji kelarutan dan uji bioavailabilitas [22]. diperoleh dengan cara menambahkan 2 ml metanol
dengan 2 ml larutan DPPH 0,002% ke dalam
tabung reaksi, lalu divortex hingga homogen dan
Tabel 1. Formulasi Nanoemulsi Daun Kelor
diinkubasi dalam suhu ruang selama 30 menit dalam
Bahan F I (20%) F II (30%) ruang gelap. Selanjutnya serapan larutan diukur
menggunakan Spektrofotometer UV-Vis hingga
Fase Minyak (ml) 20 30
diperoleh panjang gelombang maksimum. Sebanyak
Maltodekstrin (g) 20 30 1 ml sampel nanoemulsi dengan konsentrasi 25 ppm,
Tween 80 (ml) 2 3 50 ppm, 75 ppm, 100 ppm, dan 150 ppm masing-
Buffer Fosfat (ml) 58 37 masing ditambahkan 2 ml larutan 1,1-diphenyl-2-
picrylhydrazil (DPPH) 0,002% (2mg/100ml metanol)
dan divortex selama 2 menit. Berubahnya larutan
Analisis Nanoemulsi Ekstrak Daun Kelor dari ungu menjadi kuning menandakan efisiensi
a. Uji Viskositas [21] penangkalan radikal bebas. Selanjutnya setelah
Nanoemulsi diukur dengan viskometer (Brookfield 30 menit inkubasi dilakukan pengukuran pada λ
LVT 207749, Germany) sampel diukur pada suhu 517 nm menggunakan spektrofotometer UV-Vis.
ruang (27± 0,2oC). Aktivitas radikal bebas dihitung sebagai persentase
b. Uji Ukuran Droplet dengan PSA (Particle Size Analizer) berkurangnya warna DPPH menggunakan rumus
Analisis dispersi dan ukuran droplet nanoemulsi
dilakukan menggunakan mikroskop digital Particle
ukuran butiran yang lebih kecil dibandingkan dengan fase terdispersi, peningkatan konsentrasi fase terdispersi
penggunaan Tween 80 sebanyak 2 ml (Tabel 3). Hal ini akan diikuti oleh peningkatan viskositas yang dihasilkan
didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Utami [30]. Semakin tinggi persentase medium dispersi, maka
(2012) dalam pembuatan nanoemulsi gel kurkumin yang makin tinggi konsentrasi emulsifier/stabilizer yang
menghasilkan ukuran 417 nm dengan menggunakan digunakan dan makin tinggi viskositas yang dihasilkan [28].
kecepatan 500 rpm selama 5 menit dengan menggunakan Peningkatan viskositas disebabkan karena semakin besar
3 jenis surfaktan dengan konsentrasi tinggi yaitu Tween konsentrasi Tween 80 akan menurunkan ukuran diameter
80 sebanyak 36 %, asam oleat sebanyak 5 % dan karbopol globul, sehingga akan meningkatkan luas permukaan
sebanyak 4 % [26]. dan meningkatkan tahanan emulsi untuk mengalir dan
meningkatkan viskositas [31].
Tabel 3. Rata-rata Ukuran Partikel Semakin lama waktu homogenisasi, Tween 80 dan
maltodekstrin akan terdistribusi merata melindungi
Karakteristik Nilai butiran. Kondisi tersebut menyebabkan terjadinya interaksi
20 44.0 yang kuat antara butiran dengan fase kontinyu, sehingga
meningkatkan viskositas. Semakin tinggi persentase fase
30 28.5
terdispersi, maka makin tinggi konsentrasi emulsifier yang
digunakan dan makin tinggi viskositas yang dihasilkan
Energi tumbukan memperkecil ukuran partikel selama karena akan semakin meningkatkan luas permukaan dan
masih tersedia emulsifier yang cukup untuk menyelimuti meningkatkan tahanan emulsi untuk mengalir [28, 31].
permukaan butiran. pada pembuatan nanoemulsi minyak Kramer (1996) menyatakan bahwa viskositas
jagung dengan metode homogenisasi tekanan tinggi diartikan sebagai resistensi atau ketidakmauan suatu bahan
menunjukkan penuruan ukuran diameter butiran dari untuk mengalir yang disebabkan karena adanya gesekan
131 nm menjadi 110 nm dengan peningkatan konsentrasi atau perlawanan suatu bahan terhadap deformasi atau
Tween 20 dari 1 % menjadi 10 %. Hal ini disebabkan karena perubahan bentuk apabila bahan tersebut dikenai gaya
semakin tinggi konsentrasi emulsifier, maka permukaan tertentu. Semakin tinggi kecepatan putar dan semakin
butiran yang terbentuk akan semakin dilindungi selama lama putaran akan memperkecil ukuran butiran. Kondisi
proses homogenisasi dan permukaan butiran akan lebih tersebut menyebabkan terjadinya interaksi yang kuat antara
cepat diselimuti oleh lapisan molekul emulsifier selama butiran fase terdispersi dengan fase pendispersi, sehingga
proses homogenisasi [27]. Ukuran butiran yang kecil yang meningkatkan viskositas [32].
dihasilkan oleh proses homogenisasi dapat meningkatkan
fase terdispersi sehingga viskositas semakin meningkat dan Kelarutan
penyerapan emulsifier dapat meningkat. Ketidakcukupan Uji kelarutan pada penelitian bertujuan untuk
emulsifier dalam menyelubungi permukaan butiran- membandingkan kelarutan nanoemulsi dan ekstrak. Uji
butiran akan menyebabkan koalesen. sifat kelarutan dilakukan dengan mencampur dalam gelas
ukur 10 ml nanoemulsi atau ekstrak dengan pelarut organik
Viskositas Nanoemulsi (1:1) dari berbagai tingkat polaritas yaitu heksan, etil asetat,
Semakin besar konsentrasi ekstrak daun kelor, maka etanol, metanol dan air. Kelarutan suatu zat sebagian besar
viskositas nanoemulsipun semakin tinggi. Nanoemulsi disebabkan oleh polaritas dari pelarut [33].
dengan konsentrasi ekstrak daun kelor 20% memiliki Pada Tabel 4 terlihat bahwa ekstrak sedikit larut pada
viskositas sebesar 2 cP, sedangkan konsentrasi ekstrak pelarut akuades dan terlarut sempurna pada pelarut etanol
daun kelor 30% memiliki viskositas 2,5 cP. Hal ini dan metanol (Gambar 1). Sediaan nanoemulsi terlarut
disebabkan karena semakin banyak partikel yang terlarut sempurna pada pelarut akuades, etanol dan metanol.
maka gesekan antar partikel akan semakin tinggi dan Kedua sediaan tidak terlarut pada pelarut etil asetat dan
meningkatkan viskositas. Hal ini sesuai dengan pernyataan heksan, hal ini disebabkan karena ekstrak sebagian besar
Nguyen (2010) dan Kartika (1990) bahwa faktor-faktor terdiri dari air yang bersifat polar, sedangkan heksan
yang mempengaruhi viskositas suatu emulsi antara lain bersifat non polar (Gambar 2 dan 3).
viskositas medium dispersi, persentase volume terdispersi, Ekstrak daun kelor hanya larut pada pelarut polar (air,
ukuran partikel fase terdispersi dan jenis serta konsentrasi metanol dan etanol) dan tidak larut pada pelarut etil asetat
emulsifier yang digunakan [28, 29]. dan heksan. Nanoemulsi dengan 20% ekstrak daun kelor
Viskositas berbanding lurus dengan konsentrasi tidak larut pada pelarut heksan, melarut sebagian pada
pelarut etil asetat namun terlarut sempurna pada pelarut Bioavailabilitas dari nanoemulsi ekstrak daun
lainnya. Nanoemulsi dengan 30% ekstrak daun kelor kelor dilakukan dengan studi penetrasi secara in vitro
tidak larut pada pelarut heksan, namun terlarut sempurna menggunakan alat difusi Franz. Studi penetrasi secara in
dalam pelarut lainnya. Ekstrak dan nanoemulsi ekstrak vitro dilakukan untuk mengukur kecepatan dan jumlah
daun kelor yang digunakan memiliki komponen bahan senyawa yang melewati sel yang bergantung pada jenis
penyusun yang sama, namun, nanoemulsi menunjukkan obat/zat aktif, bentuk sediaan, bahan peningkat penetrasi
nilai kelarutan yang lebih baik pada pelarut etil asetat. dan variabel formulasi lainnya [26].
Hal ini menunjukkan bahwa nanoemulsi dengan ukuran Hasil pengujian menunjukkan bahwa kemampuan
yang lebih kecil dapat meningkatkan kelarutan zat dalam penetrasi sediaan nanoemulsi ekstrak daun kelor lebih
pelarut. cepat dan lebih besar dibandingkan dengan penetrasi
ekstrak. Hasil analisis cairan reseptor pada sediaan
Bioavailabilitas nanoemulsi mampu terpenetrasi 9,2 mg/cm2, sedangkan
Bioavailabilitas adalah laju dan jumlah relatif pada sediaan ekstrak hanya mampu terpenetrasi 2,375 mg/
obat yang mencapai sirkulasi umum tubuh atau sistem cm2. Persentase zat aktif daun kelor terpenetrasi pada jam
peredaran darah. Manfaat dari biovailabilitas diantaranya ke-8 pada sediaan nanoemulsi dan ekstrak berturut-turut
adalah dapat diketahui waktu yang dibutuhkan suatu obat sebesar 61,33 % dan 15,83 %.
agar dapat memberikan efek terapi dan seberapa banyak
obat tersebut dapat terserap oleh tubuh.
Hexana (C6H14) - - -
Etil Asetat - + ++
Etanol (C2H6O) ++ ++ ++
Metanol (CH3OH) ++ ++ ++
Air (H2O) + ++ ++
Keterangan:
F1 = Nanoemulsi dengan konsentrasi ekstrak 20%
F2 = Nanoemulsi dengan konsentrasi ekstrak 30%
Gambar 1. Kelarutan ekstrak daun kelor terhadap pelarut air (a), heksan (b), etil asetat (c), etanol (d) dan
metanol (e)
Gambar 2. Kelarutan nanoemulsi 20% ekstrak daun kelor terhadap pelarut air (a), heksan (b), etil asetat
(c), etanol (d) dan metanol (e)
Gambar 3. Kelarutan nanoemulsi 30% ekstrak daun kelor terhadap pelarut air (a), heksan (b), etil asetat
(c), etanol (d) dan metanol (e)
Kemampuan penetrasi dari sediaan nanoemulsi yang dipengaruhi oleh sifat fisik emulsi serta partisi antioksidan
lebih baik dibandingkan dengan sediaan ekstrak disebabkan antara fase lipid serta partisi antioksidan antara fase lipid,
karena ukuran droplet nanoemulsi yang lebih kecil interfase, dan fase air [35]. Efektivitas relatif antioksidan
dibandingkan dengan ekstrak. Syukri (2002) menyatakan tergantung pada beberapa faktor yaitu substrat lipid,
bahwa ukuran droplet suatu obat berpengaruh terhadap pH, sistem emulsi (O/W atau W/O), konsentrasi, waktu
absorsi di dalam tubuh [34]. oksidasi, kemampuan mendonasi atom hidrogen. Aktivitas
antioksidan dapat diketahui lewat nilai persen inhibisi,
Uji Antioksidan Nanoemulsi naik atau tingginya persen inhibisi dipengaruhi oleh
Uji aktivitas antioksidan nanoemulsi daun kelor menurunnya nilai absorbansi yang dihasilkan oleh sampel.
dianalisis menggunakan metode DPPH (2,2-diphenyl-1- Penurunan nilai absorbansi disebabkan oleh tingginya
picrylhydrazil). Prinsip pengukuran antioksidan dengan konsentrasi sampel. Hal ini dapat disimpulkan bahwa
metode DPPH ini adalah adanya perubahan intensitas semakin tingginya konsentrasi sampel maka semakin kecil
warna ungu DPPH yang sebanding dengan konsentrasi nilai absorbansi sehingga mengakibatkan persen inhibisi
larutan DPPH tersebut. Radikal bebas yang tidak memiliki semakin tinggi.
pasangan elektron akan berwarna ungu dan akan berubah Hasil pengamatan menunjukkan semakin besar
menjadi warna kuning ketika elektronnya berpasangan konsentrasi sampel yang dimasukkan ke dalam formulasi
[20]. nanoemulsi maka akan semakin besar nilai aktivitas
Efektivitas antioksidan dalam sistem emulsi baik antioksidannya. Tabel 5 menunjukkan nilai aktivitas
pada produk pangan maupun produk kosmetik sangat antioksidan yang didapat dalam sampel nanoemulsi
[17] Prasetyorini. 2011. Penerapan Teknologi nanopartikel propolis [27] McClements DJ. 2011. Formation of nanoemulsions stabilized by
trigona Spp asal Bogor sebagai antibakteri Escherichia coli secara In model food-grade emulsifiers using high-pressure homogenization:
vitro. Ekologia. 11(1): 36-43. Factors affecting particle size. Food Hydrocoll. 25: 1000-1008.
[18] Gupta PK, Pandit, Kumar, Swaroop, Gupta S. 2010. Pharmaceutical [28] Nguyen T. 2010. Emulsi[Internet]. [3 Juni 2011]. Tersedia pada:
nanotechnology novel nanoemulsion-high energy emulsification http://crimoet.wordpress.com/2010/09/04/emulsi/.
preparation, evaluation and application. The Pharm Res. [29] Kartika. 1990. Viskositas. Makassar (ID): Universitas Hasanuddin.
[19] Chiewchan N, C. Phungamngeoen, Sriwattana Y. 2006. Effect of [30] Kim YH, Koczo K,Wasan DT. 2003. Dynamic film and interfacial
homogenizing pressure and sterilizing condition on quality of canned tensions in emulsion and foam systems. J. Coll Interf Sci.187: 29.
high fat-coconut milk. J. Food Eng. 73: 38-44. [31] Koocheki, A, Kadkhodaee R. (2011). Effect of Alyssum
[20] Molyneux, P. 2004. The Use of The Stable Free Radical homolocarpumseed gum, Tween 80 and NaCl on butirans
Diphenylpicrylhydrazyl (DPPH) For Estimating Antioxidant Activity. J. characteristics, flow properties and physical stability of ultrasonically
Sci. Technol. 26:211-219. prepared corn Oil-in-Water emulsions. Food Hydrocoll.25:1149-1157.
[21] AOAC. 2005. Official Methods of Analysis of The Association of [32] Kramer D. 1996. The Viscosity determination of waste-glass for
Official Analytical Chemist. Virginia: AOAC. characterization ofvitrification process.New York.
[22] Martin A, Swarbick J, Cammarata A. 1993. Farmasi Fisik: Dasar- [33] Jusnita, Nina. 2014. Produksi Nanoemulsi Ekstrak Temulawak
Dasar Farmasi Fisik dalam Ilmu Farmasetik.Yoshita, Penerjemah. Dengan Metode Homogenisasi. Tesis. Program Studi Teknologi
Jakarta(ID): UI-Press. Industri Pertanian Institut Pertanian : Bogor.
[23] Sansone F, Mencherini T, Picerno P, d’Amore, Aquino RP, Lauro MR. [34] Syukri Y. (2002). Biofarmasetika. Yogyakarta: UII-Pr. hlm 12-15.
2011. Maltodextrin/pectin microparticles by spray drying as carrier [35] Hadiyanthi, Febby. 2015. Pemanfaatan Aktivitas Antioksidan Ekstrak
for nutraceutical extracts. J Food Eng. 105: 468–476. Daun Kelor (Moringa oleifera) Dalam Sediaan Hand and Body Cream.
[24] McClements DJ. 2004. Food Emulsion Principles, Practices, and Skripsi. Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah : Jakarta.
Techniques. New York: CRC Pr. [36] Toripah, Shintia Susanti; Jemmy, Abijulu; Frenly, Wehantou. 2014.
[25] Muller-Fischer N, Suppiger D, Windhab EJ. 2006. Impact of static Aktivitas Antioksidan dan Kandungan Total Fenolik Ekstrak Daun
pressure and volumetric energy input on the microstructure of food Kelor(Moringa oleifera Lam.). Pharmacon. Jurnal Ilmiah Farmasi
foam whipped in a rotor-stator device. J. Food Engin.80: 306-316. UNSRAT. Vol. 3 No. 4 November. ISSN: 2302-2492
[26] Utami SS. 2012. Formulasi dan Uji Penetrasi In Vitro Nanoemulsi,
Nanoemulsi Gel dan Gel Kurkumin [skripsi]. Depok:Universitas
Indonesia.
Copyright © 2019 The author(s). You are free to share (copy and redistribute the material in any medium or format) and adapt (remix, transform, and build upon the
material for any purpose, even commercially) under the following terms: Attribution — You must give appropriate credit, provide a link to the license, and indicate if
changes were made. You may do so in any reasonable manner, but not in any way that suggests the licensor endorses you or your use; ShareAlike — If you remix,
transform, or build upon the material, you must distribute your contributions under the same license as the original (https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/)