Professional Documents
Culture Documents
Naskah Publikasi - Chrismonika I. P. - 20160310175
Naskah Publikasi - Chrismonika I. P. - 20160310175
Naskah Publikasi - Chrismonika I. P. - 20160310175
Disusun oleh:
Chrismonika Intan Permatasari
20160310175
Dr. drh. Tri Wulandari K, M.Kes. dr. Farindira Vesti Rahmasari, M.Sc.
NIK : 19690513199609 173 010 NIK. 1984080520104 173 233
Mengetahui,
Kaprodi Sarjana Kedokteran
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
ABSTRACT
The increased of Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) incidences in Indonesia every year might be related to the ineffective fogging
implementation due to the lack of community's knowledge about fogging. Characteristics differences between urban and rural communities can
affect the knowledge level about fogging to prevent dengue between both. This study determines the differences of knowledge level about fogging
between urban and rural communities in Bantul Regency. This quantitative research used observational analytic with cross sectional design.
There were 355 respondents from Kasihan Subdistrict (urban endemic areas) and 366 respondents from Jetis Subdistrict (rural endemic areas)
who aged 15-59 years, physically and mentally healthy. Data of knowledge level about fogging was taken using a questionnaire and analyzed with
Mann Whitney test to determine the level of knowledge about fogging between urban communities and rural areas in Bantul Regency. The
knowledge level of fogging, both in urban and rural areas are low (urban 45.4%;rural 48.4%). There is no significant difference between the
knowledge level about fogging between urban and rural communities in Bantul Regency (p = 0.372).
ABSTRAK
Insidensi Demam Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia yang cenderung meningkat setiap tahun kemungkinan terkait dengan
pelaksanaan fogging yang belum efektif akibat pengetahuan masyarakat terkait fogging masih rendah. Perbedaan karakteristik antara
masyarakat perkotaan dan perdesaan dapat mempengaruhi tingkat pengetahuan tentang fogging antara keduanya. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui perbedaan tingkat pengetahuan tentang fogging antara masyarakat perkotaan dan perdesaan di Kabupaten Bantul. Penelitian
kuantitatif ini menggunakan pendekatan observasional analitik dengan desain cross sectional. Responden terdiri dari 355 responden di
Kecamatan Kasihan (wilayah endemik perkotaan) dan 366 responden di Kecamatan Jetis (wilayah endemik perdesaan) dengan kriteria inklusi
usia 15 – 59 tahun, sehat jasmani dan rohani. Data tingkat pengetahuan fogging diambil menggunakan kuesioner dan dianalisis menggunakan
uji Mann Whitney untuk mengetahui perbedaan tingkat pengetahuan tentang fogging antara masyarakat perkotaan dengan perdesaan di
Kabupaten Bantul. Tingkat pengetahuan masyarakat mengenai fogging, baik di perkotaan maupun perdesaan berkategori kurang (kota
45,4%;desa 48,4%). Tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada tingkat pengetahuan masyarakat tentang fogging antara masyarakat
perkotaan dan perdesaan di Kabupaten Bantul (p=0,372).
adalah penyakit akibat virus Dengue yang Bantul (2016), pada tahun 2016 ditemukan
menular melalui nyamuk Aedes aegypti dan 2.442 kasus DBD (IR 2,51 %). Jumlah
Aedes albocpictus. Penyakit ini kasus ini naik dibandingkan tahun 2015
menimbulkan beberapa gejala, seperti dengan jumlah 1.441 kasus (IR 1,48%).4
belakang bola mata, mual, mimisan, gusi didukung oleh banyak faktor, antara lain
cenderung meningkat setiap tahun. Pada adalah perubahan iklim, status sosial-
tahun 2016, terdapat 201.885 kasus DBD di ekonomi, perilaku masyarakat, buruknya
menempati urutan ke-8 nasional sebanyak kesehatan belum memadai, dan perpindahan
6.247 kasus dengan incidence rate (IR) penduduk non-imun ke wilayah endemis.5
167,89 per 100.000 penduduk, 26 jumlah Selain itu, jenis kelamin, tingkat pendidikan,
kasus meninggal, dan case fatality rate tingkat pengetahuan terkait DBD, persepsi
(CFR) 0,42%.2 Indonesia merupakan mengenai DBD juga turut andil dalam
ini banyak ditemukan di perkotaan dan Ada beberapa upaya yang dapat
dilakukan untuk mengendalikan tingkat masyarakat sangat diperlukan dalam
merupakan salah satu upaya yang sering predisposisi, salah satunya pengetahuan.
fogging yang berulang kali dalam suatu sosial-ekonomi, pekerjaan, dan umur.
vektor DBD tidak bermakna.8 beberapa aspek tersebut, antara lain dalam
Meningkatnya kejadian DBD kemungkinan pola pikir, tingkat pendidikan, status sosial-
dapat disebabkan karena partisipasi mencegah DBD pada masyarakat kota dan
Jetis mewakili daerah endemik DBD yang Data dianalisis menggunakan uji
Jumlah responden total sebanyak 721 tingkat pengetahuan tentang fogging antara
orang, terdiri dari 355 responden di wilayah masyarakat perkotaan dengan perdesaan di
mengembalikan kuesioner dan tidak mengisi diperoleh dari kuesioner yang diberikan
penelitian ini. Data tingkat pengetahuan responden ditampilkan pada Tabel 4.1
Tabel 4.1 Distribusi Karakteristik Responden
Jumlah (%)
No Karakteristik
Perkotaan Perdesaan
Jenis kelamin
1. a. Perempuan 246 (69,3%) 268 (73,2%)
b. Laki-laki 109 (30,7%) 98 (26,8%)
Usia
a. 15-25 Tahun 12 (3,4%) 28 (7,7%)
b. 26-35 Tahun 88 (24,8%) 87 (23,8%)
2. 129 (36,3%) 122 (33,3%)
c. 36-45 Tahun
d. 46-55 Tahun 99 (27,9%) 108 (29,5%)
e. 56-59 Tahun 27 (7,6%) 21 (5,7%)
Tingkat Pendidikan
a. Tidak sekolah 11 (3,1%) 14 (3,8%)
b. SD 51 (14,4%) 104 (28,4%)
3. 87 (24,5%) 83 (22,7%)
c. SMP
d. SMA 158 (44,5%) 134 (36,6%)
e. Akademi/Perguruan Tinggi 48 (13,5%) 31 (8,5%)
Pekerjaan
a. Tidak bekerja/Pensiunan 113 (31,8%) 118 (32,2%)
b. Buruh/Petani 96 (27%) 157 (42,9 %)
4. 88 (24,8%) 42 (11,5%)
c. Wiraswasta/Pedagang
d. Pegawai/Guru 57 (16,1%) 42 (11,5%)
e. Pelajar/Mahasiswa 1 (0,3%) 7 (1,9%)
Sumber : Data Primer 2019
kelamin perempuan, di kota sebanyak 246 pendidikan sedikit lebih tinggi daripada
sebanyak 268 responden (73,2%). pada tingkat pendidikan yang lebih tinggi,
kedua tempat berusia 26-55 tahun, yaitu di tinggi daripada perdesaan. Responden yang
kota sebanyak 316 responden (89%) dan di tidak sekolah dan berpendidikan SD paling
perdesaan bekerja sebagai buruh sebanyak perkotaan dan perdesaan mengenai fogging
perdesaan bekerja sebagai buruh sebanyak Pada Tabel 4.3 dapat dilihat bahwa
Berdasarkan Tabel 4.2 didapatkan perdesaan memiliki pola yang sama dalam
mendengar istilah fogging, yaitu di kota di kedua tempat sudah menjawab dengan
sebanyak 330 responden (93%) dan di desa benar pertanyaan mengenai syarat dilakukan
sebanyak 338 responden (92,3%). fogging (kota 79,4%; desa 76%), perlunya
Tabel 4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Pernah gerakan 3M setelah fogging (kota 93,2%;
Mendengar Istilah Fogging
Perkotaan Perdesaan
No Poin Pertanyaan
Benar (%) Salah (%) Benar (%) Salah (%)
1. Apa tujuan Fogging? 198 (55,8%) 157 (44,2%) 203 (55,5%) 163 (44,5%)
2. Apakah syarat dilakukan fogging? 282 (79,4%) 73 (20,6%) 278 (76%) 88 (24%)
3. Bagaimanakah cuaca yang paling baik untuk 201 (56,6%) 154 (43,4%) 205 (56%) 161 (44%)
melaksanakan fogging?
4. Berapa lama jarak antara fogging pertama 65 (18,3%) 290 (81,7%) 80 (21,9%) 286 (78,1%)
dengan kedua dalam 1 periode?
5. Apakah masih perlu dilakukan gerakan 3 M 331 (93,2%) 24 (6,8%) 335 (91,5%) 31 (8,5%)
setelah dilakukan fogging?
6. Siapakah yang bertanggungjawab menjadi 250 (70,4%) 105 (29,6%) 276 (75,4%) 90 (24,6%)
pelaksana fogging?
7. Kapankah waktu yang tepat untuk melakukan 104 (29%) 252 (71%) 72 (19,7%) 294 (80,3%)
fogging?
8. Apa yang perlu dilakukan sebelum fogging 194 (54,6%) 161 (45,4%) 186 (50,8%) 180 (49,2%)
agar hasilnya optimal?
Rata-rata frekuensi 203 (57,2%) 152 (42,8%) 204 (55,7%) 162 (44,3%)
fogging (kota 55,8%; desa 55,5%), cuaca sedikit lebih tinggi daripada masyarakat
yang tepat untuk melaksanakan fogging perdesaan (kota 57,2%; desa 55,7%).
(kota 56,6%; desa 56%), dan hal-hal yang Skor pengetahuan tentang fogging
fogging (kota 54,6%; desa 50,8%). Hanya tingkatan, yaitu baik, cukup, dan kurang.
fogging pertama dengan kedua dalam satu pengetahuan ditampilkan pada Tabel 4.4.
periode (kota 18,3%; desa 21,9%) dan waktu Berdasarkan Tabel 4.4 tampak
yang tepat untuk melakukan fogging (kota bahwa tingkat pengetahuan tentang fogging
29%; desa 19,7%). Berdasarkan persentase pada masyarakat perkotaan dan perdesaan
rata-rata frekuensi jawaban responden, paling banyak kategori kurang (kota 45,4%;
jawaban benar pada masyarakat perkotaan desa 48,4%), selanjutnya kategori cukup
(kota 44,5%; desa 42,3%), dan paling sedikit Pembahasan
hasil penelitian bahwa tingkat pengetahuan Hanifah (2010)14 bahwa tidak semua orang
responden di perkotaan dan perdesaan yang berusia lebih tua memiliki pengetahuan
disebabkan karena kurangnya sumber berusia lebih muda. Hal tersebut terjadi
informasi mengenai fogging, baik lewat karena tingkat pengetahuan juga dipengaruhi
penyuluhan maupun media massa. Untuk oleh tingkat pendidikan, pekerjaan, dan
tingkat pengetahuan fogging antara mudah diakses oleh orang muda. Namun
perempuan dan laki-laki perlu dilakukan hasil ini bertentangan dengan penelitian
Usia Responden. Dari Tabel 4.1 menjelaskan bahwa semakin bertambah usia
didapatkan bahwa mayoritas responden di maka kemampuan daya tangkap dan pola
merupakan kategori usia dewasa penuh. penelitian bahwa tidak ada perbedaan yang
Hasil penelitian Van Benthem et al. (2002)11 signifikan mengenai tingkat pengetahuan
tentang DBD yang lebih baik dibandingkan berkategori kurang, mayoritas responden
orang yang lebih tua. Hasil penelitian pada kedua tempat berada dalam kelompok
umur yang sama sehingga hal tersebut dapat lebih tinggi mempunyai pengetahuan
menjadi penyebab tidak adanya perbedaan tentang DBD lebih tinggi dibandingkan
bahwa tidak ada hubungan yang bermakna penelitian bahwa tidak ada perbedaan
pertolongan pertama pada DBD karena dimana tingkat pengetahuan keduanya sama-
DBD saat mengenyam bangku pendidikan. tempat tidak berpengaruh pada tingkat
lingkungan, dan pengaruh orang lain.17 Hal pengetahuan tentang foging tidak
ini bertolak belakang dengan hasil penelitian berhubungan dengan tingkat pendidikan.
Diaz-Quijano et al. (2018) bahwa responden Namun, perlu penelitian lebih lanjut untuk
dengan tingkat pendidikan SMA atau yang mengetahui hubungan antara tingkat
pengetahuan fogging dengan tingkat fogging antara masyarakat perkotaan
perkotaan adalah pensiunan/tidak bekerja di perkotaan tidak bekerja (dalam hal ini
al. (2002)11, petani, ibu rumah tangga, dan pekerjaan tersebut kemungkinan kurang
orang yang tidak bekerja memiliki tingkat terpapar informasi mengenai fogging
daripada pelajar dan pedagang. Hal tersebut pengetahuan fogging yang rendah. Namun,
didukung oleh Pangesti (2012)15 bahwa jenis perlu penelitian lebih lanjut untuk
penelitian bahwa tidak ada perbedaan penelitian ini tingkat pengetahuan responden
syarat dan persiapan pelaksanaan fogging. fogging pertama dengan kedua dalam satu
Penelitian ini bertujuan untuk periode (kota 18,3%; desa 21,9%) dan waktu
perkotaan dan perdesaan mengenai fogging 29%; desa 19,7). Dilihat dari persentase
sebagai upaya pencegahan outbreak DBD. frekuensi jawaban benar pada setiap
Dari Tabel 4.3 secara umum dapat dilihat pertanyaan (Tabel 4.3), responden perkotaan
bahwa sebagian besar responden di kedua memiliki pengetahuan lebih tinggi pada
mengenai syarat dilakukan fogging (kota fogging, waktu yang tepat untuk
setelah fogging (kota 93,2%; desa 91,5%), 3M setelah fogging, dan persiapan sebelum
(kota 70,4%; desa 75,4%). Namun disebabkan karena masyarakat kota lebih
demikian, sebagian besar responden masih banyak mengakses informasi melalui media
memiliki pengetahuan yang kurang massa dan media sosial. Masyarakat kota
55,8%; desa 55,5%), cuaca yang tepat untuk DBD dari radio, televisi, dan media cetak. 21
56%), dan hal-hal yang harus dilakukan penanggunggjawab pelaksanaan fogging dan
sebelum pelaksanaan fogging (kota 54,6%; interval antara pelaksanaan fogging pertama
desa 50,8%). Hanya sedikit yang dengan kedua dalam satu periode justru
lebih tinggi pada responden perdesaan. Hal mempengaruhi sikap dalam berperilaku
perhatian masyarakat perdesaan pada saat dan pengalaman tentang DBD akan
pelaksanaan fogging sedikit lebih tinggi memiliki keyakinan dan melakukan upaya
frekuensi jawaban responden (Tabel 4.3) dan uji beda, didapatkan rata-rata skor
mengenai fogging pada masyarakat kedua wilayah. Berdasarkan Tabel 4.4 dapat
diklasifikasikan seperti pada Tabel 4.4, kategori kurang (kota 45,4%; desa 48,45%),
pengetahuan mengenai fogging pada desa 42,3%), dan paling sedikit kategori
45,4%; desa 48,4%). Tingkat pengetahuan Mann Whitney, diperoleh nilai p = 0,372
masyarakat mengenai pencegahan DBD (nilai p > 0,05) sehingga dapat disimpulkan
bahwa tidak terdapat perbedaan yang terkena DBD dapat menyebabkan tingkat
fogging antara masyarakat perkotaan dan daerah endemik tinggi dan endemik rendah.
Kesetyaningsih et al. (2012)24 dan Hafeez et bekerja (ibu rumah tangga) atau pensiunan,
al. (2012)21 yang menyatakan bahwa dan sebagian besar responden di perdesaan
Tidak adanya perbedaan tingkat Hal ini dibuktikan dengan hasil penelitian
pengetahuan tentang fogging antara Benthem et al. (2002)11 bahwa petani, ibu
masyarakat perkotaan dengan perdesaan rumah tangga, dan orang yang tidak bekerja
pada penelitian ini dapat disebabkan karena memiliki tingkat pengetahuan DBD yang
beberapa hal sebagai berikut : lebih rendah daripada pelajar dan pedagang.
responden pada aspek jenis kelamin, usia, mereka tidak terpapar informasi mengenai
dan tingkat pendidikan dapat menyebabkan fogging atau pencegahan DBD lainnya.
ini didukung oleh penelitian Farhan (2018) 25 Informasi merupakan faktor yang sangat
bahwa kesamaan aspek usia, persentase jenis penting terkait dengan tingkat pengetahuan.
kelamin, tingkat pendidikan, dan riwayat Menurut Wawan & Dewi (2011)26 bahwa
faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat Kurangnya partisipasi dan pengalaman
sosial ekonomi, dan informasi. Berdasarkan tidak hanya didapat dari pendidikan formal
Teori Piaget (1947), seseorang cenderung saja, namun juga dapat diperoleh dari
pemikiran-pemikiran baru yang mereka tentang suatu hal, maka akan semakin
dapatkan dari sumber informasi karena bertambah pula pengetahuan seseorang akan
kemungkinan menyebabkan tingkat dua kali dengan jarak interval satu minggu.
pengetahuan masyarakat perkotaan dan Kondisi ini dapat terjadi karena kelalaian
mengenai fogging berkategori kurang. sikap individu mengenai fogging. Selain itu,
Selain itu, tidak terdapat perbedaan yang diharapkan untuk dilakukan penelitian
fogging antara masyarakat perkotaan dengan daerah endemis DBD untuk menggali
Saran
Daftar Pustaka
1. Saran bagi petugas kesehatan 1. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2017. Demam
Agustian, D., Faridah, L., et al.. Berbagai Faktor yang on First Aid of Dengue Haemorrhagic Fever on School
Memengaruhi Kejadian Demam Berdarah Dengue di Kota Teachers in North Jakarta, 2011. eJKI, 1, 30-36.
Bandung. ASPIRATOR. 2017;9(2):91-96. 17. Ifada, I. 2010. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan
7. Sukana, B. Pemberantasan Vektor di Indonesia. Media Pengetahuan Masyarakat mengenai Pelayanan Kesehatan
Pengendalian Demam Berdarah Dengue. Jakarta: 18. Dias-Quijano, F.A., Martinez-Vega, R.A., Rodriguez-Morales,
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2011. A.J., Rojas-Calero, R.A., Luna-Gonzales, M.L. & Dias-
9. Muliadi, I.S. 2015. Pengetahuan, Sikap, Perilaku Hidup Quijano, R.G. Association between the Level of Education and
Bersih dan Sehat pada Mahasiswa FKIK UIN Syarif Knowledge, Attitudes and Practices regarding Dengue in the
Hidayatullah Jakarta Tahun 2015. Skripsi. Unpublished. Caribbean Region of Colombia. BMC Public Health.
10. Sani, F.N. Hubungan Tingkat Pengetahuan Sehat - Sakit 19. Monintja, T.C.N. Hubungan antara Karakteristik Individu,
dengan Sikap Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Pengetahuan dan Sikap dengan Tindakan PSN DBD
Surakarta tentang Perilaku Hidup Bersih dan Sehat. Jurnal Masyarakat Kelurahan Malalayang I Kecamatan Malalayang
11. Van Benthem, B.H., Khantikul, N., Panart, K., Kessels, P.J., 20. Budiman & Riyanto, A. Kapita Selekta Kuisioner
Somboon, P. & Oskam, L. Knowledge and Use of Prevention Pengetahuan Dan Sikap Dalam Penelitian Kesehatan. Jakarta:
Measures Related to Dengue in Northern Thailand. Trop Med Salemba Medika. 2013.
Int Health. 2002;7(11):993-1000. 21. Hafeez, F., Akram, W., Suhail, A., & Arshad, M. Knowledge
12. Masykur, M. & Fathani, A.H. Mathematical Intelligence : and Attitude of the Public Towards Dengue Control in Urban
Cara Cerdas Melatih Otak dan Menanggulangi Kesulitan and Rural Areas of Punjab. Pakistan J. Zool. 2012;44(1):15-
13. Nugroho, W. Komunikasi Dalam Keperawatan Gerontik. 22. Burhani, P.A., Oenzil, F. & Revilla, G. Hubungan Tingkat
Jakarta: EGC. 2009. Pengetahuan Ibu dan Tingkat Ekonomi Keluarga Nelayan
14. Hanifah, M. 2010. Hubungan Usia dan Tingkat Pendidikan dengan Status Gizi Balita di Kelurahan Air Tawar Barat Kota
dengan Pengetahuan Wanita Usia 20-50 Tahun tentang Padang. Jurnal Kesehatan Andalas. 2016);5(3):515-521.
Periksa Payudara Sendiri (Sadari). Skripsi. Unpublished. 23. Peristiowati, Y., Lingga, & Hariyono. Evaluasi Pemberantasan
Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatulah. Demam Berdarah Dengue dengan Metode Spasial Geographic
15. Suwaryo, P.A.W. & Yuwono, P. Faktor-faktor yang Information System (GIS) dan Identifikasi Tipe Virus Dengue
Mempengaruhi Tingkat Pengetahuan Masyarakat dalam di Kota Kediri. Jurnal Kedokteran Brawijaya. 2014;28:126-
Colloquium. 2017;6:305-314. 24. Kesetyaningsih, T.W., Alislam, H.M. & Eka, F. Kepadatan
Perilaku Masyarakat. Mutiara Medika. 2012;12(1):56-62. Asi Eksklusif di Perkotaan dan Pedesaan. Skripsi.
25. Farhan, F.I. 2018. Perbedaan Tingkat Pengetahuan Unpublished. Yogyakarta: Universitas Muhammadiyah
Rendah di Kabupaten Sleman Yogyakarta. Skripsi. 28. Notoatmodjo, S. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta:
26. Cahyaningrum, D.E. Keterpaparan Informasi dengan Tingkat Pengendalian Demam Berdarah Dengue. Jakarta:
Pengetahuan Ibu tentang Penanganan Demam pada Anak. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2011.