Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 11

PHARMACONJurnal Ilmiah Farmasi – UNSRAT Vol. 6 No.

4 NOVEMBER 2017 ISSN 2302 - 2493

IDENTIFIKASI POTENSI INTERAKSI OBAT PADA PASIEN GAGAL GINJAL


RAWAT INAP DI RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO

Intan T. Pasangka1), Heedy Tjitrosantoso1), Widya Astuty Lolo1)


1)
Jurusan Farmasi, FMIPA, Universitas Sam Ratulangi, Manado, 95115

ABSTRACT

Drug interaction become one of the most serious problems in therapy if drug interaction affect the
success of the therapy and potentially lead to therapeutic failure. The increased incidence of drugs interaction
with undesirable effects is the result of more and more frequent use of drug called polypharmacy or multiple drug
therapy. Patients with acute renal failure (ARF), and chronic renal failure (CRF) are often prescribed with many
of drugs. Drugs with many therapeutic classes use to treat disease leading to CRF and ARF, the risk of drug
interaction is greater with increasing complexity of medications, which used in treatment. This study aims to
determine the potential of drugs interactions in the treatment of patients with renal failure against inpatient of
Prof. DR.R.D. Kandou Hospital, Manado. This research is a descriptive study with prospective data taking on 45
medical record data of patients with renal failure inpatients who meet in the inclusion criteria. The result of
research about potential drug interaction that can occur in patients with renal failure is 292 potency of drug
interaction with percentage of 65,32% with severity of major potency about 22 (7,53%), moderate potency as
much as 206 (70,54%) and minor potency as much as 64 (21,91%).

Keywords : Kidney Failure, Drug Interaction, Severity

ABSTRAK

Interaksi obat menjadi salah satu masalah yang serius dalam terapi karena jika terjadi interaksi obat akan
mempengaruhi keberhasilan terapi dan berpotensi menyebabkan kegagalan terapi, meningkatnya kejadian
interaksi obat dengan efek yang tidak diinginkan adalah akibat makin banyaknya dan makin seringnya
penggunaan obat - obat yang dinamakan polifarmasi atau multiple drug therapy. Pasien dengan gagal ginjal akut
(GGA), dan gagal ginjal kronis (GGK) sering diresepkan banyak obat. Obat dengan banyak kelas terapi
digunakan untuk mengobati penyakit yang mengarah ke GGK dan GGA, resiko terjadinya interaksi obat semakin
besar dengan meningkatnya kompleksitas obat-obat yang digunakan dalam pengobatan. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui potensi interaksi obat pada pengobatan pasien dengan gagal ginjal di instalasi rawat inap RSUP
Prof. DR. R. D. Kandou Manado. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pengambilan data secara
prospektif terhadap 45 data rekam medik pasien gagal ginjal rawat inap yang memenuhi kriteria inklusi. Hasil
penelitian tentang potensi interaksi obat yang bisa terjadi pada pasien gagal ginjal yaitu sebanyak 292 potensi
interaksi obat dengan persentase 65,32%, dengan tingkat keparahan major sebanyak 22 potensi (7,53 %),
moderate sebanyak 206 potensi (70,54%) dan minor sebanyak 64 potensi (21,91%).

Kata Kunci : Gagal Ginjal, Interaksi Obat, Tingkat Keparahan

119
PHARMACONJurnal Ilmiah Farmasi – UNSRAT Vol. 6 No. 4 NOVEMBER 2017 ISSN 2302 - 2493

PENDAHULUAN (Vitahealth, 2007). Di Indonesia menurut


Interaksi obat adalah keadaaan dimana Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia
suatu zat mempengaruhi akitivitas obat, dimana jumlah yang menderita penyakit gagal ginjal
dapat menghasilkan efek meningkat atau kronik sekitar 50 orang per satu juta penduduk
menurun atau menghasilkan efek baru yang (Lukman et al., 2013).
tidak dihasilkan oleh obat tersebut. Interaksi ini Pasien dengan gagal ginjal akut (GGA),
dapat terjadi dari penyalahgunaan yang dan gagal ginjal kronis (GGK) sering
disengaja atau karena kurangnya pengetahuan diresepkan banyak obat. Obat dengan banyak
tentang bahan-bahan aktif yang terdapat dalam kelas terapi yang digunakan untuk mengobati
hal terkait (Bushra et al., 2011). Interaksi obat penyakit yang mengarah ke GGA dan GGK,
dianggap penting secara klinik bila berakibat seperti diabetes mellitus dan hipertensi,
meningkatkan toksisitas dan atau mengurangi sedangkan yang lainnya digunakan untuk
efektivitas obat yang berinteraksi terutama bila mengontrol atau mengobati komplikasi umum
menyangkut obat dengan batas keamanan yang dari GGK, seperti anemia, penyakit tulang,
sempit (indeks terapi yang rendah) (Mariam, ginjal dan gangguan lipid dan dengan
2016). Menurut data dari Committee for banyaknya jumlah obat-obatan tersebut, dapat
Proprietary Medicine Product (Dalimunthe, meningkatkan risiko interaksi obat (Bailie et al.,
2009) Pada beberapa kasus, interaksi obat 2004). Resiko terjadinya interaksi obat semakin
terkadang dapat menimbulkan efek pada kedua besar dengan meningkatnya kompleksitas obat-
obat sehingga obat mana yang mempengaruhi obat yang digunakan dalam pengobatan saat ini
dan obat mana yang dipengaruhi, menjadi tidak dan kecenderungan praktik polifarmasi, telah
jelas. Diperkirakan, insiden terjadinya interaksi menjadi semakin sulit bagi dokter dan apoteker
obat sekitar 7% dari semua efek samping obat untuk akrab dengan seluruh potensi interaksi
dan kematian akibat ini sekitar 4%. (Tatro, 2001).
Interaksi obat menjadi salah satu Pemahaman mengenai interaksi obat
masalah yang serius dalam terapi karena jika dapat menentukan keberhasilan dalam
terjadi interaksi obat akan mempengaruhi pengobatan pasien gagal ginjal. Penting bagi
keberhasilan terapi dan berpotensi para farmasis untuk bisa mengidentifikasi
menyebabkan kegagalan terapi, bisa interaksi obat apa saja yang bisa berpotensi
menyebabkan gangguan tubuh baik bersifat terjadi antara obat yang satu dan obat lainnya,
sementara atau permanen dan bahkan bisa dengan mencari dan mengumpulkan data, maka
menyebabkan kematian. Meskipun begitu tidak peneliti dapat mengidentifikasi tentang potensi
semua interaksi obat merugikan, bahkan ada interaksi obat yang bisa terjadi pada pasien yang
yang menguntungkan (Manik, 2014). menderita penyakit gagal ginjal.
Meningkatnya kejadian interaksi obat dengan
efek yang tidak diinginkan adalah akibat makin METODOLOGI PENELITIAN
banyaknya dan makin seringnya penggunaan Waktu dan Tempat Penelitian
obat - obat yang dinamakan polifarmasi atau
multiple drug therapy (Gapar, 2003). Penelitian ini dilakukan di Instalasi
Gagal ginjal merupakan suatu keadaan Rawat Inap RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou
dimana terjadinya penurunan fungsi ginjal Manado dan waktu penelitian dimulai pada
secara optimal untuk membuang zat – zat sisa bulan Desember 2016 – Februari 2017.
dan cairan yang berlebihan dari dalam tubuh Jenis Penelitian

120
PHARMACONJurnal Ilmiah Farmasi – UNSRAT Vol. 6 No. 4 NOVEMBER 2017 ISSN 2302 - 2493

Penelitian ini termasuk dalam jenis ialah sebagian dari populasi yang terpilih untuk
penelitian survei deskriptif dengan pengambilan dijadikan sampel. Sampel yang diambil sesuai
data secara prospektif. Penelitian ini untuk dengan kriteria inklusi dan eksklusi.
mengidentifikasi pontensi interaksi obat pada
pasien gagal ginjal rawat inap di RSUP Prof. Analisa Data
DR. R. D. Kandou Manado Data penggunaan obat diperoleh dari
Alat hasil rekam medik yang dikumpulkan secara
Alat tulis, Lembar pengumpulan data, prospektif yang kemudian dianalisis dengan
dan literatur terkait. analisis univariate atau analisis deskriptif untuk
Bahan mengidentifikasi potensi interaksi obat oleh
Bahan penelitian yang digunakan yaitu pasien selama dirawat inap, dengan dibuat
catatan rekam medik pasien rawat inap yang tabulasi yang berisi data nama pasien, terapi
sementara menjalani perawatan di ruang farmakologi yang diterima oleh pasien. Analisis
instalasi rawat inap di RSUP Prof. Dr. R. D. univariate bertujuan untuk menjelaskan dan
Kandou Manado. mendeskripsikan karakteristik setiap variabel
penelitian (Notoatmojo, 2010). Data yang telah
Populasi Penelitian diperoleh kemudian dihitung persentase dari
Populasi dalam penelitian ini ialah jumlah potensi interaksi obat, jumlah potensi
individu yang menderita penyakit gagal ginjal interaksi secara farmakodinamik dan
yang menjalani rawat inap di RSUP Prof. Dr. R. farmakokinetik serta jumlah dari setiap tingkat
D. Kandou Manado. keparahan potensi interaksi obat yang terjadi.

Sampel Penelitian HASIL PENELITIAN


Pengambilan sampel dilakukan dengan
Karakteristik Pasien Gagal Ginjal Rawat
teknik konsekutif sampling yaitu semua sampel
Inap di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou
yang ada dan memenuhi kriteria penelitian
Manado
dimasukkan dalam penelitian. Sampel penelitian
Tabel 3. Data Karakteristik Berdasarkan Umur (Kemenkes RI, 2016)

Umur Jumlah Penderita (n) Persentase (%)

Dewasa (18 – 44 tahun) 6 13,33

Pra Lansia (45 – 59 tahun) 15 33,33

Lansia (60 – 69 tahun) 10 22,22

Lansia Risiko Tinggi (≥70 tahun) 14 31,11

Total 45 100

Pada Tabel 3, diketahui pasien – 59 tahun sebanyak 15 pasien (33,33%),


yang berumur 18 – 44 tahun sebanyak 6 pasien yang berumur 60 – 69 tahun
pasien (13,33%), pasien yang berumur 45 sebanyak 10 pasien (22,22%), dan pasien
121
PHARMACONJurnal Ilmiah Farmasi – UNSRAT Vol. 6 No. 4 NOVEMBER 2017 ISSN
2302 - 2493

yang berumur ≥70 tahun tahun sebanyak hubungan yang bermakna antara usia <60
14 pasien (31,11%). tahun dan >60 tahun pada pasien
Berdasarkan data yang didapatkan hemodialisis. Secara klinik pasien usia >60
selama penelitan, semua pasien gagal tahun mempuyai risiko 2,2 kali lebih besar
ginjal merupakan pasien dengan usia mengalami gagal ginjal kronik
dewasa, hal ini dikarenakan kecepatan dibandingkan dengan pasien usia <60
filtrasi glomerular menurun sekitar 1% per tahun. Hal ini disebabkan karena semakin
tahun yang dimulai pada usia 40 tahun bertambahnya usia, semakin berkurang
(Aslam et al., 2003). Hasil karakteristik fungsi ginjal dan berhubungan dengan
berdasarkan usia secara statistik dengan penurunan kecepatan ekskresi glomerulus
kejadian gagal ginjal kronik mempunyai dan memburuknya fungsi tubulus

Tabel 4. Data Karakteristik Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Jumlah Penderita(n) Persentase (%)


Laki-Laki 25 55,56
Perempuan 20 44,44
Total 45 100
Pada Tabel 4, diketahui pasien jumlah 78 responden (58,2%), sedangkan
yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak jenis kelamin perempuan berjumlah 56
25 pasien dengan persentase 55,56%, responden (41,8%). Penelitian lainnya juga
sedangkan pasien yang berjenis kelamin melaporkan penyakit gagal ginjal sering
perempuan sebanyak 20 pasien dengan terjadi pada pasien dengan jenis kelamin
persentase (44,44%). perempuan (Chanban et al., 2003). Hal ini
Hasil yang didapatkan juga sesuai menunjukkan bahwa jenis kelamin laki –
dengan hasil dari penelitian sebelumnya laki atau perempuan bukanlah faktor yang
yang dilakukan oleh Hartini (2016) bahwa dapat mempengaruhi potensi terjadinya
proporsi jenis kelamin pada penyakit gagal penyakit gagal ginjal.
ginjal terbanyak yaitu laki – laki dengan
Tabel 5. Diagnosa Penyakit Pada Pasien Gagal Ginjal

Diagnosa Penyakit Jumlah Pasien Persentase


Gagal Ginjal Akut 12 26,66
Gagal Ginjal Kronik 33 73,33
Total 45 100
Pada Tabel 5, diketahui diagnosa persentase yang paling besar sebanyak 33
penyakit yang terjadi pada pasien gagal pasien (73,33%) hal ini disebabkan karena
ginjal, dengan persentase 26,66% pasien pada pasien dengan kondisi gagal ginjal
mengalami gagal ginjal akut sedangkan kronik ditemukan beberapa komplikasi
73,33% pasien mengalami gagal ginjal dan atau penyakit penyerta yang semakin
kronik. memburuk sehingga mempengaruhi
Pada penelitiaan ini pasien dengan banyaknya jumlah pasien gagal ginjal
kondisi gagal ginjal kronik memiliki kronik yang dirawat di rumah sakit.
Tabel 6. Jenis Obat yang diberikan Pada Pasien Gagal Ginjal perHari

122
PHARMACONJurnal Ilmiah Farmasi – UNSRAT Vol. 6 No. 4 NOVEMBER 2017 ISSN
2302 - 2493

Jumlah Obat Jumlah Pasien Persentase (%)


22 48,89
23 51,11
Total 45 100

Pada Tabel 6, diketahui banyaknya pasien, sehingga jumlah obat yang


jenis obat yang dapat diberikan perhari digunakan oleh pasien bervariasi (Aritonga
pada pasien gagal ginjal yang menjalani et al., 2008). Menurut Kappel et al (2002)
pasien dengan gangguan ginjal
rawat inap yaitu jenis obat kurang dari 10
menggunakan paling sedikit 7 jenis obat.
( didapat sebanyak 23 pasien dengan Obat yang digunakan tidak hanya untuk
persentase 48,88%, dan jenis obat lebih pengobataan penyakit yang mendasari
dari sama dengan 10 sebanyak 23 (misalnya diabetes mellitus, hipertensi)
pasien dengan persentase 51,11%. namun juga untuk gejala – gejala yang
berkaitan dengan penurunnan fungsi ginjal
Pada penelitian yang dilakukan, (misalnya metabolisme mineral dan
setengah dari pasien gagal ginjal yang anemia). Penelitian yang dilakukan pada
dijadikan sampel, yaitu sebanyak 23 pasien gagal ginjal, didapatkan bahwa rata
pasien dapat menerima lebih dari atau – rata pasien gagal ginjal mengalami
sama dengan 10 jenis obat per hari sejumlah penyakit penyerta. Pada gagal
dengan persentase 51,11% dan 22 pasien ginjal kronik, pasien bisa mengalami rata –
dapat menerima obat kurang dari 10 rata 5 sampai 6 penyakit penyerta dimana
( jenis obat per hari dengan pasien membutuhkan terapi pengobatan
persentase 48,88%. Pasien dengan yang lebih sesuai dengan penyakit
penyakit gagal ginjal selama dirawat tidak penyerta yang dialami pasien. Jumlah obat
hanya menerima obat untuk lebih dari 4 macam dilaporkan
memperlambat kerusakan ginjal, tetapi menyebabkan kejadian interaksi obat yang
juga obat lain untuk mengatasi penyakit tidak diinginkan secara signifikan
penyerta dan keluhan lain yang dialami (Cardone et al., 2010 ; Blix et al., 2004).
Tabel 7. Data Potensi Interaksi Obat (Drugs.com, Medscape dan Stockley)
Interaksi Obat Jumlah Kejadian Persentase (%)

Ya 292 65,32
Tidak 155 34,76

Total 447 100

Pada Tabel 7, diketahui potensi terdapat pada penggunaan bersama obat


interaksi obat yang terjadi pada pasien amlodipine dan simvastatin dengan
gagal ginjal sebanyak 292 potensi interaksi mekanisme interaksi farmakokinetik yang
obat dengan persentase 65,32% sedangkan dapat berpotensi menyebabkan efek
potensi interaksi obat yang tidak terjadi rhabdomyolysis. Dalam sebuah penelitian
pada pasien gagal ginjal adalah sebanyak pada 8 pasien yang menerima simvastatin
155 interaksi dengan persentase 34,76%. 5 mg setiap hari, dengan penambahan 5
Potensi interaksi obat dengan mg amlodipine setiap hari selama 4
tingkat keparahan major contohnya minggu meningkatkan kadar maksimum

123
PHARMACONJurnal Ilmiah Farmasi – UNSRAT Vol. 6 No. 4 NOVEMBER 2017 ISSN
2302 - 2493

dan AUC simvastatin 40% dan 30% tanpa Interaksi dari kedua obat ini memiliki
mempengaruhi profil lipid pasien. tingkat keparahan moderate. Penggunaan
Isradipin dan lovastatin keduanya furosemid atau mungkin golongan obat
dimetabolisme oleh CYP3A4, dan oleh loop diuretic lain dengan beberapa
karena itu interaksi yang sederhana antibiotik golongan sefalosporin
mungkin terjadi sebagai hasil dari berpotensi menyebabkan nefrotoksik,
persaingan pada metabolisme. Mekanisme terutama penggunaan antibiotik
serupa mungkin terjadi secara sederhana sefalosporin dosis tinggi baik melalui
pada interaksi antara simvastatin dan intravena maupun oral. Pada penelitian
lacidipine atau amlodipine (Bexter, 2010). dari 36 pasien terdapat 9 pasien yang
Amlodipine dapat meningkatkan mengalami gagal ginjal akut saat
konsentrasi plasma dari simvastatin dan sefaloridin (antibiotik golongan
berpotensi menginduksi terjadinya sefalosporin) diberikan dengan furosemid.
miopati. Mekanisme terjadinya yaitu Furosemid terbukti meningkatkan
melalui penghambatan amlodipine konsentrasi plasma dan mengurangi
terhadap metabolisme simvastatin melalui clearance creatinin dari beberapa
usus dan hati dengan enzim CYP450 3A4. antibiotik golongan sefalosporin
Ketika dosis tunggal simvastatin 80 mg (drugs.com). Meskipun data terbatas pada
diberikan pada hari ke-10 setelah antibiotik sefaloridin, penggunaan obat
pemberian amlodipine dosis 10 mg satu golongan sefalosporin lain seperti
kali sehari. Konsentrasi Cmax dan AUC seftriakson dengan furosemid harus hati –
dari simvastatin meningkat rata – rata 1,6 hati dan direkomendasikan untuk
kali lipat. Oleh karena itu disarankan untuk monitoring fungsi ginjal dengan
pemberian dosis simvastatin tidak lebih menghitung nilai laju filtrasi glomerulus
dari 20 mg/hari bila akan digunakan terutama pada qdosis tinggi, pasien
bersama dengan amlodipine (drugs.com). geriatrik, maupun pasien dengan gangguan
Potensi interaksi obat lainnya yang ginjal, untuk menghindari terjadinya
sering didapatkan pada peresepan obat interaksi obat, disarankan untuk memberi
untuk pasien gagal ginjal adalah furosemid jeda pemberian furosemid 3 hingga 4 jam
dan ceftriaxone antibiotik golongan sebelum obat golongan sefalosporin
sefalosporin dengan mekanisme (Bexter, 2008).
famakodinamik (Medscape, 2017).

Tabel 8. Data Mekanisme Potensi Interaksi Obat


Mekanisme Interaksi Obat Jumlah Kejadian Persentase (%)
Farmakodinamik 103 35,28
Farmakokinetik 99 33,90
Belum Diketahui 90 30,82
Total 292 100

Pada Tabel 8, diketahui mekanisme dengan mekanisme farmakodinamik


potensi interaksi obat yang terjadi pada sebanyak 103 potensi interaksi obat
pasien gagal ginjal sebanyak 292 kejadian dengan persentase 35,28%, mekanisme

124
PHARMACONJurnal Ilmiah Farmasi – UNSRAT Vol. 6 No. 4 NOVEMBER 2017 ISSN
2302 - 2493

farmakokinetik sebanyak 99 potensi interaksi obat antara captopril dan micardis


interaksi obat dengan persentase 33,90% (telmisartan). Penggunaan captopril
dan mekanisme yang belum diketahui bersama dengan telmisartan dapat
sebanyak 90 potensi interaksi obat dengan meningkatkan risiko efek samping seperti
persentase 30,82%. tekanan darah rendah, gangguan fungsi
Hasil yang diperoleh saat ginjal, dan kondisi yang disebut
penelitian sesuai dengan hasil penelitian hiperkalemia (potasium darah tinggi)
sebelumnya yang dilalukan oleh karena efek aditif atau sinergis pada sistem
Mylapuram Rama (2012) dimana potensi renin – angiotensin (drugs.com). Potensi
interaksi obat pada pasien gagal ginjal interaksi obat yang belum diketahui salah
dengan mekanisme secara farmakodinamik satu contohnnya yaitu penggunaan
lebih besar jika dibandingkan dengan lansoprazole bersama dengan furosemid
mekanisme farmakokinetik dan yang dapat menyebabkan kondisi yang
mekanisme yang belum diketahui. disebut hipomagnesemia, atau kadar
Interaksi obat pada pasien gangguan ginjal magnesium dalam darah rendah. Obat
kronis paling banyak terjadi pada yang dikenal sebagai inhibitor pompa
mekanisme farmakodinamik karena proton termasuk lansoprazole dapat
sebagian besar obat gangguan ginjal kronis menyebabkan hipomagnesemia bila
bekerja pada reseptor, tempat kerja digunakan dalam waktu lama, dan risiko
maupun sistem fisiologis yang sama, dapat lebih ditingkatkan bila
sehingga menimbulkan efek aditif, sinergis dikombinasikan dengan diuretik atau agen
maupun antagonis (Rahmiati et al., 2010). lainnya yang dapat menyebabkan
Potensi interaksi obat secara kehilangan mangnesium, salah satunya
farmakokinetik adalah tentang pengaruh furosemid. Dalam kasus yang parah,
tubuh terhadap obat, dimana interaksi hipomagnesemia dapat menyebabkan
terjadi saat satu obat mempengaruhi ritme jantung tidak teratur, jantung
konsentrasi dari obat lain dengan akibat berdebar, kejang otot, tremor, atau kejang.
klinis. Potensi interaksi obat secara Pemantauan kadar magnesium serum
farmakodinamik adalah tentang pengaruh dianjurkan sebelum memulai terapi dan
obat terhadap tubuh, dimana interaksi ini berkala sesudahnya jika inhibitor pompa
terjadi antara kedua obat dengan proton digunakan dalam jangka waktu
meningkatkan atau menurunkan efek yang lama (drugs.com). Menejemen yang
(Snyder, 2012). perlu dilakukan jika terjadi manifestasi
Potensi interaksi obat yang hipersensitifitas adalah penghentian kedua
memiliki mekanisme farmakodinamik obat (Tatro, 2007).
salah satu contohnya yaitu potensi

Tabel 9. Data Tingkat Keparahan Potensi Interaksi Obat (drugs.com)


Tingkat Keparahan Jumlah Potensi Persentase (%)

Major 22 7,53

Moderate 206 70,54

125
PHARMACONJurnal Ilmiah Farmasi – UNSRAT Vol. 6 No. 4 NOVEMBER 2017 ISSN
2302 - 2493

Minor 64 21,91

Total 292 100

Pada Tabel 9, diketahui tingkat mempotensiasi risiko terjadinya


keparahan potensi interaksi obat yang ototoksisitas atau nefrotoksisitas karena
terjadi pada pasien gagal ginjal sebanyak memiliki efek farmakologis secara aditif
292 potensi, dengan tingkat keparahan atau sinergis dari kedua obat. Pemberian
major sebanyak 22 potensi interaksi obat bersama aminoglikosida dengan mannitol
dengan persentase 7,53%, tingkat intravena dapat meningkatkan risiko
keparahan moderate sebanyak 205 potensi nefrotoksisitas. Risiko tersebut mungkin
interaksi obat dengan persentase 70,54% lebih besar dengan dosis obat yang tinggi,
dan tingkat keparahan minor sebanyak 64 insufisiensi ginjal yang sudah ada
potensi interaksi obat dengan persentase sebelumnya, usia lanjut, dehidrasi, atau
21,91%. adanya obat oto atau nefrotoksik lainnya.
Hasil penelitian tersebut sesuai Gejala terjadinya ototoksisitas mungkin
dengan penelitian sebelumnya yang sangat lambat, dan kerusakan koklea
dilakukan oleh Marquito et al tahun 2014 mungkin tidak memiliki gejala pada
di Brazil yang didapatkan paling banyak awalnya. Kehilangan pendengaran
terjadi pada interaksi obat dengan tingkat reversibel dan ireversibel telah dilaporkan
keparahan moderat. Hasil penelitian oleh dengan penggunaan bersama antibiotik
Marquito didapatkan kasus interaksi obat aminoglikosida dan obat diuretik kuat
0,4% kontraindikasi absolut, 16,8% (drugs.com). Tiga analisis yang dikontrol
kontraindikasi mayor, 76,9% moderat, dan dan diambil secara acak menemukan
5,9% minor yang diambil dari resep bahwa furosemid tidak meningkatkan
kunjungan terakhir di klinik pada pasien kadar aminoglikosida yang dapat
gangguan ginjal kronis (Marquito et al., menginduksi terjadinya ototoksisitas dan
2014). Peneliti sebelumnya mengatakan nefrotoksisitas. Aminoglikosida yang
interaksi obat dengan tingkat keparahan digunakan yaitu amikasin, gentamisin dan
major dapat mengancam jiwa (Kashyap, tobramisin. Nefrotoksisitas terjadi pada 10
2013). dari 50 pasien (20%) yang diberikan
Potensi interaksi obat dengan furosemid dan 38 dari 222 pasien (17%)
tingkat keparahan major salah satunya yang tidak diberikan furosemid.
yaitu interaksi antara antibiotik golongan Ototoksisitas terjadi pada 5 dari 23 pasien
aminoglikosida (gentamisin) dan obat (22%) yang diberikan furosemid dan 28
diuretik kuat (furosemid). Penggunaan dari 119 pasien (24%) yang tidak
bersama antibiotik golongan diberikan furosemid. Sebaliknya sebuah
aminoglikosida dan obat golongan diuretik penelitian yang menilai faktor resiko
kuat dapat mempotensiasi risiko terjadinya terjadinya nefrotoksisitas dengan
ototoksisitas atau nefrotoksisitas. aminoglikosida (tobramisin dan
Aminoglikosida parentral atau neomisin gentamisin) dengan 1489 pasien, 157
oral dalam kombinasi dengan obat pasien diantaranya mengalami
golongan diuretik kuat dapat nefrotoksisitas. Dari pasien – pasien

126
PHARMACONJurnal Ilmiah Farmasi – UNSRAT Vol. 6 No. 4 NOVEMBER 2017 ISSN
2302 - 2493

tersebut tidak ada penyebab yang dapat berwarna gelap selama 3 minggu setelah
diidentifikasi seperti penyakit gagal ginjal, menerima pengobatan ranitidine 150 mg
selain itu evaluasi faktor risiko lainnya dua kali sehari dan paracetamol 2000 mg
menemukan bahwa penggunaan furosemid per hari, yang mengakibatkan peningkatan
bersamaan juga dapat meningkatkan resiko kadar enzim hati yang kembali normal
terjadinya nefrotoksisitas. Studi klinis pada setelah penghentian ranitidine
lainnya yang mengevaluasi kemungkinan (Bexter, 2010). Penelitian pada hewan
interaksi obat juga menemukan bahwa menunjukkan bahwa ranitidine dapat
furosemid meningkatkan kadar mempotensiasi hepatotoksisitas
aminoglikosida yang dapat menginduksi asetaminofen, namun studi crossover
terjadinya kerusakkan ginjal. Laporan terkontrol tidak mengkonfirmasi temuan
lainnya juga menyatakan bahwa ini pada manusia (drugs.com).
penggunaan bersama kedua jenis obat
dapat menyebabkan terjadinya KESIMPULAN
ototoksisitas namun hanya sebagian kecil 1. Potensi interaksi obat yang terjadi
dari pasien yang menggunakan kedua obat pada pasien gagal ginjal rawat inap di
bersamaan (Bexter, 2010). RSUP Prof. DR. R. D. Kandou
Tingkat keparahan selanjutnya Manado yaitu sebanyak 292 potensi
yaitu tingkat keparahan moderate antara interaksi obat dengan persentase
irbesartan dan aspirin. Obat antiinflamasi 65,32%.
nonsteroid (NSAID) dapat mengurangi 2. Tingkat keparahan potensi interaksi
efek antihipertensi dari antagonis reseptor obat pada pasien gagal ginjal rawat
angiotensin II. Mekanisme yang diusulkan inap di RSUP Prof. DR. R. D. Kandou
adalah inhibisi sintesis prostaglandin Manado yaitu major sebanyak 22
vasodilatasi ginjal, dan dengan demikian (7,53 %) potensi, moderate sebanyak
mempengaruhi homeostasis fluida dan 206 (70,54%) potensi dan minor
dapat mengurangi efek antihipertensi yang sebanyak 64 potensi (21,91%).
diinduksi NSAID. Selain itu, NSAID
dapat menyebabkan retensi cairan, yang SARAN
juga mempengaruhi tekanan darah 1. Untuk peneliti selanjutnya agar
(drugs.com). Tingkat keparahan terakhir melakukan pengembangan
yaitu tingkat keparahan minor yang terjadi indentifikasi potensi interaksi obat
pada potensi interaksi obat antara lebih spesifik terkait dengan
ranitidine dan paracetamol. Pada sebuah mekanisme potensi interaksi obat
penelitian untuk 8 subyek sehat diberikan yang dapat terjadi.
ranitidine dengan dosis 300 mg dua kali 2. Untuk pihak rumah sakit RSUP Prof.
sehari selama 4 hari tidak berpengaruh DR. R. D. Kandou Manado adalah
pada bersihan dan waktu paruh dari data penelitian tentang interaksi obat
paracetamol dengan dosis 1000 mg yang agar dapat digunakan sebagai bahan
diberikan secara intravena dan oral yang pertimbangan dan evaluasi terkait
diberikan satu jam setelah pemberian potensi interaksi obat yang dapat
ranitidine. Kasus lainnya yaitu seorang terjadi pada peresepan pasien, agar
pria melaporkan memiliki air kencing yang dapat menjadi sistem untuk deteksi

127
PHARMACONJurnal Ilmiah Farmasi – UNSRAT Vol. 6 No. 4 NOVEMBER 2017 ISSN
2302 - 2493

dini potensi interaksi obat yang Chadban, S.J, E.M. Briganti, P.G. Kerr,
mungkin terjadi dan yang dapat D.W. Dunstan, T.a. Welborn, P.Z.
membahayakan pasien. Zimmet. 2003. Prevalence of
Kidney Damage in Australian
Adults: The AusDiab Kidney
Study. Jam Soc Nephrol,
DAFTAR PUSTAKA Australia
Dalimunte, A. 2009. Interaksi Pada Obat
Anonim. 2016. Permenkes RI No 25 Antimikroba. Departemen
Tahun 2016 Tentang Rencana Farmakologi, Fakultas Farmasi
Aksi Nasional Kesehatan Universitas Sumatera, Medan
Lanjut usia. Depkes RI,
Jakarta. Drugs.com. 2017. Drugs Interaction
Checker (Online)
Aslam, M., Chik, K. T., dan Adji www.drugs.com/drug_interaction
Prayitno., 2003, Farmasi Klinik s.html. Multum Information
(Clinical Pharmacy) Menuju Service
Pengobatan Rasional dan
Penghargaan Pilihan Pasien, Gapar, R.S. 2003. Interaksi Obat Beta-
Elex Media Computindo, Jakarta. Blocker dengan Obat-obat lain.
Bagian Farmakologi FK USU,
Aritonang, R.E. 2008. Intervensi Farmasis Medan.
dalam Upaya Menurunkan
Permasalahan Terkait dengan Kashyap, M., D’Cruz, S., Sachdev, A., and
Terapi Obat Pada Pasien Tiwari P. 2013. Drug-Drug
Penyakit Ginjal Kronik yang interactions and their predictors:
Menjalani Rawat Inap di RSAL. Results from Indian elderly
Dr. Mintohardjon. Jakarta. Tesis. inpatients. Pharm Pract
FMIPA Universitas Indonesia, (Granada). 11(4)
Jakarta. Lukman. N., Kaninom. E., Wowoling. F.
Bailie, G.R. Johnson, C.A., Mason, N.A., 2013. Hubungan Tindakan
Peter, W.L.St. 2004. Medfacts Hemodialisa dengan Tingkat
Pocket Guide of Drug Interaction. Depresi Klien Penyakit Ginjal
Second Edition. Bone Care Kronik di BLU RSUP Prof. Dr.
International, Nephrology R. D. Kandou Manado. Ejournal
Pharmacy Associated, Inc : Keperawatan (e-Kp). 1(1),
Middleton Manado

Baxter, K. 2008, Stockley’s Drug Manik, U., Harahap, U., Tjipta, G. 2012. A
Interaction, eight edition, Retrospective Study on Drug
Pharmaceutical Press, United Interaction For Pediatric In-
States of America. Patients at Central Public
Hospital Haji Adam Malik,
Baxter, K. 2010. Stockley’s Drug Medan For The Period of
Interaction, 9th Edition. January-June 2012. International
Pharmaceutical Press, China Journal of Basic Clinical
Bushra Rabia, Nousheen Aslam, Arshad Pharmacology 3, 512.
Yar Khan. 2011. ‘Food-Drug Mariam, S. 2016. Evaluasi Kejadian
Interactions’. Oman Medical Interaksi Obat Pada Pasien Rwat
Journal, 26(2) Inap Geriatri Penderita Gagal

128
PHARMACONJurnal Ilmiah Farmasi – UNSRAT Vol. 6 No. 4 NOVEMBER 2017 ISSN
2302 - 2493

Jantung. Sekolah Tinggi Ilmu


Farmasi dan Industri, Bogor
Marquito, A.B., Fernandes, N.M.D.S.,
Colugnati, F.A.B., Paula, R.B.
De. 2014. Identifying Potential
Drug Interactions in Chronic
Kidney Disease Patients. J. Bras.
Nefrol. ʹorgão Of. Soc. Bras. e
Latino-Americana Nefrol
Medscape. 2017. Drugs Interaction
Checker (Online).
http://reference.medscape.com/dr
ug-interactionchecker
Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi
Penelitian Kesehatan. Rineka
Cipta, Jakarta.
Rahmiati, S., Supadmi, W., 2010. Kajian
Interaksi Obat Antihipertensu
Pada Pasien Hemodialisis di
Bangsal Rawat Inap RSU PKU
Muhammadiyah Yogyakarta
Periode Tahun 2010. J. Ilm.
Kefarmasian, Yogyakarta
Snyder, B. D., Polasek, T, M., Doogue, M,
P. 2012. Drug Interaction
Principles and Practice.
Australian Prescriber.
Tatro, D.S. 2001. Drug Interaction Facts,
5th edition. A Wolters Kluwer
Company, St Louis Missouri
Tatro, D.S. 2007. Drugs Interaaction Fact,
Wolters Kluwers Health, United
States Of America.
Tatro, D.S. 2009. Drug Interaction Fact,
The Authority on Drug
Interaction, Wolters Kluwer
Health, United States Of
America.
Vitahealth. 2007. Gagal Ginjal (Informasi
lengkap Untuk Penderita dan
Keluarganya). PT Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta.

129

You might also like