Professional Documents
Culture Documents
Skripsi Tanpa Bab Pembahasan
Skripsi Tanpa Bab Pembahasan
Skripsi
Oleh
ARIK IRAWAN
Antibacterial activity test of six samples of sponge extract MO2C17, MO2C21, MO2C32,
MO2C34, MO4C70, and 0901A06 against E. coli resistant chloramphenicol resulting inhibition
zones 12 mm on MO2C21, 8 mm on 0901A06, 6 mm on MO2C32 and MO2C34, not observed
on MO2C17 and MO4C70. Considering the test results and the stock of samples, 0901A06
choosed for doing isolation and characterization. 2 grams of 0901A06 was fractionated by
preparative MPLC and five fractions F1 (950 mg), F2 (90 mg), F3 (163 mg), F4 (180 mg) , and
F5 (82 mg) was obtanained and collected. The chromatogram of F4 exhibits symmetrical curve
shaped, then the F4 fraction was purification by recrystallization. The greenish needle form crystal
was obtained with 6 mg of weight (0.3% of crude sample). The crystal formed F4 was tested by
TLC test with Dragendorf and UV 254 nm as visualization show one circural shaped spot with Rf
0,1 (Hexane:Ipa 9:1) and Rf 0,5 (Hexane:Ipa 7:3), UHPLC tes results one symmetrical shaped
curve of chromatogram, the tests indicates the crystal of F4 is a single compound. Characterization
by ESIMS results 338,2 m/z, weak IR spectrum peak on 1267 cm-1, strong and wide peak on 3295
cm-1, sharp and medium peak on 1654 cm-1.
Oleh
Arik Irawan
Telah dilakukan uji aktivitas antibakteri terhadap enam sampel sponge MO2C17, MO2C21,
MO2C32, MO2C34, MO4C70, dan 0901A06 terhadap E. coli dihasilkan zona hambat sebesar 12
mm pada MO2C21, 8 mm pada 0901A06, 6 mm pada MO2C32 dan MO2C34, sedangkan tidak
teramati pada MO2C17 dan MO2C70. Mempertimbangkan hasil uji dan ketersediaan stok sampel,
isolasi dan pemurnian lebih lanjut pada sampel 0901A06. Fraksinasi terhadap 2 gram sampel
ekstrak sponge 0901A06 dilakukan menggunakan MPLC preparatif diperoleh lima fraksi sampel
F1 (950 mg), F2 (90 mg), F3 (163 mg), F4 (180 mg) , dan F5 (82 mg). Kromatogram dari F4
menunjukkan bentuk yang simetris, selanjutnya dilakukan pemurnian lebih lanjut menggunakan
metode kristalisasi, kristal yang dihasilkan berbentuk jarum berwarna putih kehijauan sebanyak 6
mg (0,3 %). Uji KLT dengan visualisasi Dragendorff dan UV 254 nm menunjukkan satu noda
yang membulat pada Rf 0,1 (Heksana:Ipa 9:1) dan Rf 0,5 (Heksana:Ipa 7:3), uji lebih lanjut
menggunakan UHPLC menunjukkan satu puncak kromatogram yang simetris pada waktu retensi
2 menit. Karakterisasi MS didapatkan berat molekul sebesar 338,2 m/z, spektrum IR yang lemah
pada daerah 1267 cm-1, kuat dan melebar 3295 cm-1, tajam dan menengah pada 1654 cm-1.
Oleh
ARIK IRAWAN
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar
SARJANA SAINS
Pada
Jurusan Kimia
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung
Atas di SMA Gajah Mada, Bandar Lampung pada 2011. Penulis, pada tahun yang
Ilmu Pengetahuan Alam Jurusan Kimia melalui jalur Seleksi Nasional Masuk
dan anggota Biro Usaha Mandiri Himaki periode 2012-2013, anggota Biro
Penerbitan periode 2013-2014. Selain itu, Penulis juga aktif dalam organisasi
Pers Mahasiswa Kepala Biro Usaha UKMF Natural FMIPA periode 2013-2014.
Selain menjadi mahasiswa, penulis juga pernah menjadi asisten Praktikum Kimia
–Arik Irawan–
Sujud syukur kusembahkan pada-Mu, yang utama dari segalanya, Allah SWT yang
selalu memberiku banyak kebaikan, berkah, rahmat, dan cinta yang tiada dua.
Kupersembahkan karya sederhanaku ini untuk:
Pembimbing penelitianku
Andi Setiawan, Ph.D. yang tak terperi keikhlasan dan kesabarannya dalam
membimbing, memotivasi, dan mendukungku hingga menyelesaikan pendidikan.
yang selalu melimpahkan berkah, rahmat, hidayah, dan cinta kasih-Nya kepada
Sholawat serta salam tak lupa penulis haturkan kepada suri tauladan umat, Nabi
Penulis menyadari bahwa dalam penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari
bimbingan, arahan, dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, izinkan
skripsi ini.
2. Prof. Dr. Yandri A.S., M.S. sebagai Penguji dan Pembimbing Akademik atas
4. Prof. Warsito, D.E.A., Ph. D. selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu
5. Bapak dan Ibu dosen Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu
6. Kedua orang tuaku tercinta Bapak Imam Muryanto dan Ibu Daryati yang telah
7. Saudara penulis, Almh. Yanti Sahertian dan Sulisdyo Muhayana yang selalu
8. Sahabat penulis Akbar yang telah memberikan support moril kepada penulis.
9. Sahabat tercinta Meong Gede : Yusry, Rio, Nico, Juned, Yudha dan Kak
10. Partner penelitian penulis, Mbak Fafai, Mbak Shifa, Miftah, Wagiran, Tri
Marital, Dewi, Intan, Gita, Citra, Celli, Riska, Uut, Fendi, Dira, Beber,
Rahma, Erien, Oci, Jevi, Oklis, Pinu, dan Miko atas kerjasama, dukungan,
skripsi.
menempuh pendidikan : Ajeng, Ana, Andri, Anggino, Ari, Asti, Ayu, Ay-ay,
Azies, Cindy, Daniar, Dewi, Tamara, Eva, Mila, Fatma, Fany, Irkham, Ivan,
Jeje, Lewi, Lili, Mirfat, Mardian, Mega, Melli, Melly, Nira, Nopi, Gani,
Ramos, Ridho, Rina, Rio W., Uswah, Umi, Yudha, Yulia, Almh. Yunia,.
12. Rekan-rekan Laboratorium Polimer angkatan 2011 Gegek, Vevi, Tata dan
13. Keluarga besar penulis di UKMF Natural FMIPA, baik staf ahli, alumni,
pengurus dan magang atas keceriaan, semangat, dan doa untuk penulis.
14. Keluarga besar KKN Kebangsaan 2014 Desa Sotok Kabupaten Sanggau,
15. Pak Gani, Paman, dan Mas Nomo atas seluruh bantuan yang diberikan selama
16. Kakak dan adik tingkat penulis Angkatan 2009, 2010, 2012, 2013, 2014, dan
2015.
Semoga Allah senantiasa membalas bantuan dan dukungan yang diberikan kepada
penulis dengan kebaikan dan pahala yang berlipat ganda, aamiin. Penulis
menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat kekurangan dan
kesalahan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun
Arik Irawan
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ............................................................................................. v
PENDAHULUAN .............................................................................................. 1
Sponge ..................................................................................................... 5
Alkaloid ................................................................................................... 7
1. Alkaloid Imidazol.................................................................. 7
2. Alkaloid Bromopirol ............................................................. 9
3. Alkaloid β-karbolin ............................................................... 10
4. Alkaloid Aaptamin ................................................................ 12
5. Alkaloid Alkilpiperidin ......................................................... 14
6. Alkaloid Piridoakridin........................................................... 14
7. Alkaloid Steroidal dan Terpenoid ......................................... 15
Isolasi Senyawa Alkaloid ........................................................................ 17
Preparasi Sampel ............................................................................... 17
Kromatografi Lapis Tipis Alkaloid .....................................................19
Metode Pemisahan KLT................................................................20
Adsopsi pada Kromatografi ..........................................................20
Pendeteksian Alkaloid ...................................................................22
iv
LAMPIRAN ......................................................................................................... 59
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
10. Instrumentasi yang umum pada MPLC (Hostettmann dan Terreaux, 2000) 25
11. Ilustrasi skematik (a) dan gambar (b) dari sebuah mass analyzer (Gross, 2004)
....................................................................................................................... 30
13. KLT Sampel ekstrak kasar sponge pada plat silika n-Hex:EtOH 1:4 dengan
visualisasi (1a) Dragendorff, (1b) UV 254, dan (1c) serium sulfat. ............. 37
16. Visualisasi UV (3a) dan Dragendorf (3b) fraksi F1-F5 hasil MPLC ............ 42
18. Visualisasi UV (5a) dan pereaksi Dragendorff (5b) dari F4C dengan eluen 9:1
(Rf = 0,1) dan 7:3 (Rf = 0,5) Heksana:Ipa .................................................... 44
19. Kromatogram UHPLC dari senyawa F4C menggunakan kolom C18 dengan
eluen metanol:air 9:1 ..................................................................................... 45
21. Spektrum spektrometer inframerah dari senyawa F4C dalam methanol ...... 46
26. Perbandingan sruktur senyawa (a) F4C dengan (b) spongothymidine ......... 50
27. Hasil uji aktivitas antibakteri F4 dan F4C terhadap E. coli resistan ............. 51
PENDAHULUAN
Latar Belakang
dari ujung barat hingga ujung timur dengan panjang garis pantainya lebih dari
81.000 km dan luas lautannya sektar 5,8 juta km2 yang terdiri dari 3,1 juta km2
perairan Nusantara dan 2,7 juta km2 perairan Zona Ekonomi Eksklusif. Dengan
didukung oleh bentangan wilayah pesisir dan lautan yang luas serta ekosistem
pesisir seperti terumbu karang (coral reef), padang lamun (sea grass) dan bakau
Secara geografis, Indonesia berada pada posisi yang strategis. Terletak di antara
Benua Asia dan Australia, serta diapit oleh Samudra Hindia dan Pasifik (Bengen,
dengan potensi sumber daya laut yang beraneka ragam, salah satu diantaranya
adalah sponge (porifera). Perairan Indonesia diketahui memiliki lebih dari 1500
sekunder yang memiliki sifat bioaktif. Hal ini terbukti dari 6000 substansi bioaktif
2
(lead compound) yang diisolasi dari biota laut dalam dekade terakhir, 40%
diantaranya berasal dari sponge (Ireland et al., 1993; Kobayashi dan Rachmaniar,
tidak hanya kaya akan metabolit sekunder, tapi juga memiliki kemampuan untuk
Kajian secara intensif dari senyawa metabolit sekunder pada sponge banyak
menunjukkan aktifitas antibakteri terhadap biofilm bakteri. Selain itu Arai et al.
bovis Hasil penelitian terbaru dilaporkan bahwa agelas D yang berasal dari
sebuah senyawa golongan 3-alkil piridin baru yang diperoleh dari sponge
3
1 dalam kondisi kekurangan glukosa dengan nilai IC50 sebesar 16 µM, sedangkan
Diare, salah satu penyakit yang disebabkan oleh adanya infeksi bakteri E. coli,
telah menjadi penyebab kematian anak dibawah usia 5 tahun terbesar kedua di
dunia, dan bertanggung jawab atas kematian sekitar 525.000 anak setiap tahunnya.
Diare dapat bertahan beberapa hari dan dapat mengurangi air dan garam yang
dibutuhkan tubuh untuk bertahan hidup. Akhirnya, tubuh menjadi dehidrasi dan
kehilangan cairan yang menjadi penyebab utama kematian dikarenakan oleh diare
(WHO, 2017).
E. coli yang merupakan bakteri penyebab utama diare dapat diatasi dengan
dari bakteri menjadi penyebab utama infeksi sukar untuk ditangani (Davies dan
Davies, 2010).
Resistensi antibiotik biasanya hanya terjadi pada senyawa obat yang sering
digunakan, namun tidak dengan senyawa baru yang belum pernah digunakan
sebelumnya untuk mengatasi infeksi bakteri. Hal ini menjadi acuan dilakukannya
Difusi agar sumur (agar well diffusion) menjadi metode baku yang digunakan
untuk menguji aktivitas antibakteri pada senyawa yang didapatkan dari isolasi
Dalam penelitian ini akan dilakukan uji aktivitas antibakteri dari senyawa alkaloid
difusi agar sumur serta karakterisasi senyawa alkaloid hasil isolasi menggunakan
Tujuan Penelitian
senyawa bioaktif alkaloid dari sponge sebagai antibakteri terhadap bakteri E. coli
resisten kloramfenikol.
Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah memberikan informasi tentang potensi
senyawa antibakteri yang terkandung dalam sponge untuk dapat digunakan dalam
kedokteran.
TINJAUAN PUSTAKA
Sponge
Porifera atau yang juga biasa disebut dengan sponge merupakan hewan
multiseluler yang telah ada sejak 700-800 juta tahun yang lalu. Terdapat sebanyak
15.000 spesies sponge di seluruh dunia, kebanyakan diantaranya hidup di laut dan
hanya 1% dari total sponge hidup di perairan air tawar (Belarbi et al., 2003).
menghalangi predator (Uriz et al., 1996; Pawlik et al., 2002), bersaing wilayah
dengan hewan spesies sessile lainnya (Porter and Targett, 1988; Davis et al.,
infeksi. Dari seluruh spesies sponge yang telah diinvestigasi, lebih dari 10%
Meskipun sudah banyak senyawa bioaktif yang telah ditemukan dalam sponge
(Garson, 1994; Uriz et al., 1996b; Osinga et al., 1998; Munro et al., 1999;
Pomponi, 1999; Faulkner, 2000; Sepcic, 2000; Richelle-Maurer et al., 2003; Arai
et al., 2014) hanya beberapa diantara senyawa tersebut dijual secara komersil.
6
hanya 0,4 % dari berat kering sponge, tetapi konsentrasi setinggi 12% pernah
tercatat pada beberapa metabolit (Unson et al., 1994). Lebih dari 5.300 senyawa
bahan alam yang telah diketahui berasal dari sponge, dan setiap tahunnya
berbagai macam senyawa bahan alam, karena senyawa metabolit yang terbentuk
2013).
Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan 17.508 pulau dan
senyawa bioaktif dari sponge sendiri lebih difokuskan pada senyawa alkaloid
Alkaloid
Berdasarkan review Putra dan Jaswir berikut ini merupakan jenis-jenis alkaloid
1. Alkaloid Imidazol
sintase, dan aktivitas antitumor. Sejumlah alkaloid imidazol baru yang diberi
dan preklatridin B diisolasi pada tahun 2004 dari sponge Leucetta chagosensis
yang didapatkan dari Sulawesi Selatan, Indonesia oleh Hassan et al.. Setelah itu,
dilaporkan juga oleh Tsukamoto et al., dua alkaloid imidazol dari jenis sponge
yang sama Leucetta cagosensis yang diperoleh dari lokasi geografis yang berbeda,
Struktur kimia pada cincin B dari naamidin H dan naamidine I sama dengan
pada cincin D dibandingkan dengan naamin G, hal ini mengindikasikan dua jenis
sponge dari Sulawesi Selatan dan Sulawesi Utara secara umum memiliki enzim
untuk memproduksi naamin G, dan lebih lanjut sponge dari Sulawesi Utara
dan naamidin I.
8
Hasan et al. naamin G menunjukkan aktivitas antifungal yang kuat terhadap jamur
rendah terhadap limpoma tikus (L5178Y) dan kultur sel human cervix carcinoma
(HeLa). Uji pada udang galah yang dilakukan oleh Tsukamoto et al., Leucetta
chagosensis dari Sulawesi Utara, kealiinin A lebih aktif dari pada naamin G.
Naamidin H dan naamidin I sitotoksik terhadap sel HeLa pada rentang IC50 5.6
dan 15 µg/L.
9
2. Alkaloid Bromopirol
pada sponge.
para kimiawan kimia bahan alam sebagai total sintesis terutama dalam dekade
kultur sel limpoma tikus L5187Y dengan nilai EC50 sebesar 3,5 µg/mL (Fouad et
al. 2012).
Dua sampel sponge Stylissa carteri yang dikumpulkan pada tahun 1997 di Ambon
D terbukti menjadi tiramin baru yang mengandung haloderivates, yang sejauh ini
10
hanya terlihat dari Agelas oroides. Kehadiran subtituen iodida pada bagian tiramin
dari kelompok ini menjadi lebih atraktif. Agelanesin menunjukkan aktivitas yang
menonjol pada sitotoksisitas terhadap kultur sel lipoma tikus L1578Y. Nilai IC50
13,06 μM. Agelanesin A dan B memiliki nilaik IC50 yang paling rendah. Hal
Gambar 2. Alkaloid bromopirol dari Stylissa sp. 12-N-metil-stevensin (3) dan 12-
N- metil-2-debromostevensin (4) (Fouad et al., 20012)
3. Alkaloid β-karbolin
Sponge Hyrtios erectus yang dikumpulkan dari Sulawesi Barat Daya, diperoleh
Manzamin pertama kali diperkenalkan pada tahun 1986 (Sakai et al. 1986),
dan dihubungkan oleh system cincin tetra- atau pentasiklik. Golongan alkaloid ini
juga memiliki potensi luar biasa untuk digunakan pada aplikasi klinis dengan
4. Alkaloid Aaptamin
alkaloid 1H-benzo [d,e]-[1,6] naftiridin yang juga dikenal dengan nama aaptamin.
Senyawa mirip aaptamin juga ditemukan pada genus sponge lain Xestospongia,
genus Aaptos terus menjadi sumber penemuan alkaloid aaptamin baru yang masih
2009).
oksoaaptamina diisolasi dari Aaptos sp. dari Kupang pada tahun 2009. Senyawa
5. Alkaloid Alkilpiperidin
6. Alkaloid Piridoakridin
Nusa Tenggara Timur, pada tahun 2001 menghasilkan sebuah piridoakridin yang
Agelas nakamurai alkaloid diterpen yang diberi nama (-) - agelasine D dan (-) -
terhadap sel limfoma tikus L5178Y (masing-masing IC50 4.03 dan 12,5 μM).
larva impuls Balanus dalam bioassay anti-fouling dan terbukti beracun bagi larva.
Struktur kimia ditentukan oleh analisis 2D-NMR menjadi unik abeo-9 (10- 19)
bukan pada bagian rantai samping (Aoki et al. 2007). Cortistatin J menunjukkan
indeks selektif 300-1100 kali lipat lebih tinggi dibandingkan dengan fibroblast
17
dermal manusia normal (NHDF) dan beberapa sel tumor [ Sel karsinoma
1. Preparasi Sampel
bahan tanaman dan biologi. Karena pada sebagian besar dari alkaloid berada
seperti garam anorganik atau zat yang bersifat lipofilik, diperlukan pra-pemisahan
Sementara dalam kasus analisis larutan, sampel basa (atau asam) dan ekstraksi
dengan pelarut organik seperti kloroform atau dietil eter sudah cukup, untuk
mengisolasi alkaloid dari bahan tanaman diperlukan beberapa proses dan mungkin
Isolasi yang paling sering dilakukan adalah dengan ekstraksi cair-cair. Bahan
tanaman dengan kandungan cairan tinggi harus diekstraksi terlebih dahulu dengan
minyak ringan atau air yang mengandung asam klorida encer untuk
Untuk ekstraksi yang efisien pada kasus di atas, alkaloid harus berada dalam
bentuk yang dapat diekstraksi paling sedikit 95%, jadi penyesuaian pH sampel
pelarut organik ke dalam fase berair dari pH yang berlawanan, di mana alkaloid
Mayer, atau dengan menggunakan pertukaran ion atau kolom adsorpsi kecil.
Ekstraksi fase padat (ESP) semakin populer. Kondisi penyerapan khusus dimana
aluminium oksida), garamnya (pada silika yang diresapi asam fosfat) atau sebagai
Harus ditekankan bahwa, dalam kasus silika gel, alkaloid kuarterner lebih kuat
ditahan daripada yang terner dengan fase metanol. Perbedaan tersebut juga
Salah satu metode terakhir untuk mengisolasi kelompok alkaloid dari sampel
artefak yang tidak diinginkan. Salah satu alasannya adalah adanya kotoran di
amina primer dan sekunder. Dekomposisi juga mungkin disebabkan oleh reaksi
Terakhir mungkin ada reaksi dengan pelarut itu sendiri, terutama dengan
kloroform, keton, atau alkali kuat. Fakta bahwa kloroform yang digunakan
sebagai komponen fase gerak dapat menimbulkan efek pendinginan juga harus
Dari sudut pandang kimia, alkaloid membentuk kelompok senyawa organik yang
sangat beragam dengan karakter basa (kecuali beberapa turunan dari purin dan
kolik). Alkaloid memiliki gugus amino tersier atau kuartener dalam molekulnya
dan hanya sedikit yang mengandung gugus amino sekunder. Mengingat fakta
20
kimia menjadi tropan, quinolin, indol, diterpen dan lain-lain. Klasifikasi lain yang
strychnos, vinca dan alkaloid catharanthus), dan ini sangat berguna bagi
partisi, alkaloid umumnya berada dalam bentuk basa pada pelarut organik polar;
Memilih sifat kimia yang optimal dari fase diam dan gerak sangat penting dalam
Silika gel adalah fase diam yang paling sering digunakan dalam kromatografi
adsorpsi. Sifat asam lemah dari permukaannya mungkin menjadi alasan untuk
digunakan.
21
Bercak berekor (tailing spot) mungkin terjadi dan bahaya dari penggunakan fase
gerak netral adalah pembentukan bercak ganda (double spot), yang diakibatkan
oleh deprotonasi parsial molekul jika alkaloid diaplikasikan sebagai garam. Inilah
sebabnya mengapa silika gel paling sering digunakan dalam kombinasi dengan
fase gerak basa atau gel diimpregnasi dengan buffer basa atau senyawa basa
dan, karena sifatnya yang netral, dapat dianalisis dalam sistem pelarut netral yang
Aplikasi menggunakan alumina lebih sedikit dari silika gel. Basa alumina paling
penggunaan sistem pelarut netral sebagai fase gerak. Penggunaan alumina netral
atau asam terkadang lebih sesuai, bergantung pada sifat alkaloid yang diperiksa,
Sistem pelarut yang digunakan dalam kromatografi ad. sorpsi adalah campuran
biner atau terner dari kloroform, benzena, etil asetat dan lainnya. Alkalifikasi fase
trietanolamina. Metode yang sangat menarik untuk memilih pelarut yang sesuai
diusulkan pada akhir 1960an, dan didasarkan pada nilai rata-rata tertimbang
Pemilihan kekuatan pelarut yang tepat, terutama pada campuran eluen kompleks
yang digunakan untuk analisis alkaloid, parameter xe, xd, dan xn yang
kemungkinan pelarut yang bertindak sebagai akseptor proton, donor proton, atau
campuran pelarut kuartener, terner dan biner telah dijelaskan oleh model Prisma.
Hal tersebut dapat diterapkan baik dalam sistem fase normal atau terbalik dengan
5. Pendeteksian Alkaloid
Hanya sedikit alkaloid yang terlihat langsung pada kromatogram sebagai bintik
adsorben.
= 254 nm), di mana muncul sebagai zona gelap pada latar belakang fluoresen. Ini
Reagen paling populer yang bereaksi dengan atom nitrogen tersier dan kuartener
yang ada dalam molekul alkaloid adalah reagen Dragendorff dan kalium
iodoplatinat. Alkaloid yang mengandung gugus amino primer dan sekunder yang
air dalam reagen ini oleh asam asetat atau etil asetat, dietil eter-metanol atau asam
Chromatography (MPLC)
MPLC merupakan salah satu dari berbagai macam teknik kromatografi kolom
dari fase diam yang lebih kecil menjadi memungkinkan dan juga dapat
tekanan rendah, medium Tekanan dan tekanan tinggi didasarkan pada rentang
tekanan yang diterapkan pada teknik ini dan tumpang tindih masih sering terjadi.
MPLC memungkinkan pemurnian senyawa dalam jumlah yang besar dan, tidak
MPLC lebih cepat dan hasil yang lebih baik. Pengemasan material dengan ukuran
daur ulang bahan kemasan dan biaya perawatan yang rendah, berkontribusi pada
7. Instrumentasi
14. Instrumentasi terdiri dari sebuah pompa untuk pengiriman pelarut, sistem
injeksi sampel, dan kolom yang dikemas sendiri. Pemisahan produk dapat diikuti
(KLT) atau secara otomatis dengan detektor dan perekam yang terhubung ke stop
kontak kolom. Senyawa yang telah terpisah dikumpulkan dengan kolektor fraksi.
Gambar 10. Instrumentasi yang umum pada MPLC (Hostettmann dan Terreaux,
2000).
8. Pemilihan Pelarut
Pemilihan sistem eluen juga merupakan titik penting dalam pengembangan dan
berturut-turut dari berbagai campuran pelarut pada kolom MPLC. Namun, dalam
praktik rutin, pendekatan semacam itu jelas tidak mungkin karena pemborosan
waktu karena ekuilibrium kolom, bersamaan dengan hilangnya sampel, dan lain-
26
lain. Dua metode terutama digunakan untuk pemilihan pelarut: optimasi dengan
KLT Awal memungkinkan skrining yang cepat dari banyak pelarut yang mungkin
terjadi dan sekarang sudah mapan bagaimana hasil KLT pada pelat silika gel
dapat dialihkan ke kolom gel silika. Pengujian pelarut pada pelat KLT sililasi
dapat digunakan untuk kolom fase terbalik. Salah satu faktor penting yang harus
diperhatikan adalah bahwa luas permukaan silika gel yang digunakan dalam KLT
adalah dua kali lipat dari bahan pengemas kolom. Oleh karena itu, disarankan agar
konstituen sampel menampilkan faktor retensi (RF) lebih rendah dari 0,5 pada
pelat KLT. Kelemahan utama metode ini adalah pemisahan dan resolusi yang
lebih rendah yang diamati saat mengurangi kekuatan pelarut untuk memperoleh
percontohan untuk MPLC. Pada tahap pertama, eluen multikomponen yang sesuai
dengan selektivitas yang baik dicari dengan cara KLT. Penyesuaian kekuatan
pelarut dan fine tuning dilakukan dengan OPLC. Tidak seperti KLT, OPLC
adalah sistem yang tertutup dan seimbang dan dapat dipandang sebagai 'kolom
planar'. Karena sifat-sifat ini, transposisi langsung dari OPLC ke MPLC adalah
metode yang akurat dan efisien. Pendekatan semacam ini juga berlaku untuk
sampel yang lebih tinggi, namun akan membutuhkan waktu pemisahan yang
cukup lama. Pengaruh kekuatan pelarut pada resolusi campuran standar telah
dengan perubahan fase mobile yang sederhana. Penguapan dalam jumlah besar
tidak beracun dari pelarut. Karena pelarut dengan kemurnian tinggi sangat mahal,
distilasi awal pelarut kelas biasa untuk mempersiapkan eluen bisa menjadi
kompromi yang baik antara kemurnian pelarut dan kuantitas yang digunakan.
2000).
1. Analsis Spektroskopi IR
Pada analisis untuk senyawa alkaloid sponge menggunakan FTIR sudah banyak
Xetospongia sp. pada analisis spektroskopi FTIR memberikan spektrum yang kuat
pada daerah panjang gelombang 1570 cm-1 dan 2930 cm-1 (Arai, 2016).
28
Indonesia Aaptos sp. spektrum terbaca pada daerah 2926, 1870, 1487, 1282, dan
spektrometer massa, MS terdiri dari bagian utama yaitu pengion, pemisah ion, dan
detector. Ionisasi yang umum digunakan untuk sampel yang tidak mudah
menguap saat ini adalah dengan cara semprot (spray), metode tersebut terdiri dari
rentan terhadap suhu tinggi, sehingga metode tersebut lebih banyak digunakan
(Vestal, 1963).
Pada pengerjaan menggunakan metode ESI, sampel dilarutkan dalam pelarut polar
seperti H2O, MeOH, i-PrOH, CH3CN, atau CH2Cl2 yang mengandung pelarut
tegangan tinggi (biasanya 3-4 kV) diterapkan pada larutan berion yang terbentuk
sebelumnya, dan muncul dari pipa kapiler tipis pada kecepatan alir sekitar 0,5-500
Metode tersebut menjadi penting saat kelompok peneliti Fenn pada tahun 1988
menunjukkan ion multi-muatan dapat dihasilkan dari protein melalui ESI (Fenn et
al., 1990). Hal tersebut memungkinkan analisis molekul dengan berat molecular
quadropole dan ion trap) dengan range massa mulai dari 100 hingga 3000 m/z.
Electrospray merupakan metode yang paling lembut dari semua metode ionisasi
yang ada memungkinkan analisis melokul labil termal, kompleks logam, atau
studi tentang interaksi non kovalen. Metode tersebut juga dapat dihubungkan
pemisahan ion). Ada berbagai macam metode ionisasi yang digunakan pada MS
namun, yang paling sering digunakan dan paling efisien untuk menangani sampel
Sebuah arus listrik searah (DC) dialirkan pada sepasang batang yang berlawanan
tersebut dan sebuah tegangan radiofrekuensi (RF) dialirkan pada pasangan batang
Gambar 11. Ilustrasi skematik (a) dan gambar (b) dari sebuah mass analyzer
(Gross, 2004)
untuk menganalisis senyawa dengan berat molekul yang besar serta memiliki
sensitifitas yang tinggi. QIT terdiri dari sebuah cincin dengan celah dan penutup
elektroda yang diisi dengan gas inert, biasanya gas helium pada tekanan 3-5.10-5
Dikarenakan range massa mulai dari 40 hingga 3000, ESI sebagai metode ionisasi
masusia dan hewan, bakteri tersebut merupakan penyebab nosokomial dan infeksi
yang diderita sebagian besar masyarakat (von Baum dan Marre, 2005). Di dalam
terkena antibiotik (Smith et al., 2007). Transfer gen resisten antibiotik pertama
kali dijelaskan oleh Smith (1969) yang mengisolasi strain E. coli dari saluran
al., 2001; Angulo et al., 2004; Wang et al., 2006). Manusia terjangkit dan/atau
Makanan yang terutama berasal dari hewan merupakan sarana bagi patogen
resisten antibiotik (von Baum dan Marre, 2005; Riaño et al., 2006). Beberapa
32
yang diisolasi dari manusia, makanan, dan peningkatan jumlah isolat resisten
(Voltattoni et al., 2002 Ramchandani et al., 2005; Manges et al., 2007; Johnson et
Kloramfenikol
bakteri, antibiotik ini termasuk dalam golongan fenikol dengan spectrum bakteri
yang luas mulai dari bakteri gram positif : Streptococcus spp., Staphylococcus
Stenotrophomonas maltophilia.
mengurangi permeabilitas membran dan mutasi pada subunit ribosom 50S yang
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu alat-alat gelas (Pyrex), satu set
perlengkapan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dengan plat aluminium silica gel
60 F254 (Merck) dan plat kaca C18, satu set perlengkapan kromatografi kolom,
Bahan biomaterial terdiri dari spesimen sponge dan bakteri. Pelarut yang
kimia yang digunakan meliputi etil asetat (EtOAc), Metanol (MeOH), etanol
34
(H2O), asam sulfat, (H2SO4), barium klorida (BaCl2), media nutrien agar (NA),
kloramfenikol, kalium iodide (KI), pereaksi Dragendorff, dan serium (IV) sulfat.
Prosedur Penelitian
1. Biomaterial
Pada penelitian ini digunakan sponge dan E. coli yang diperoleh dari koleksi Unit
Enam sampel ekstrak kasar sponge yang telah diketahui sediaannya, dilakukan Uji
KLT menggunakan plat silika dan dielusi dengan heksana:etanol 4:1, visualisasi
terhadap uji KLT dilakukan menggunakan UV, serium sulfat, dan Dragendorff
(Dragendorff, 1884).
Uji dilakukan menggunakan metode difusi agar (Bauer, 1966), inokulum bakteri
Dengan mempertimbangkan hasil KLT dan uji aktivitas dari enam sampel
kolom C18 dengan diameter 21 mm dan panjang 129 mm,kecepatan alir yang
dengan perbandingan pelarut yang berbeda dan HPLC kuantitatif kolom c18
Kemurnian senyawa ditandai dengan adanya noda membulat yang simetris pada
plat KLT dan satu puncak spektrum yang simetris pada HPLC.
Uji aktivitas antibakteri terhadap fraksi hasil MPLC dan pemurnian terhadap E.
coli resisten dilakukan menggunakan metode yang sama dengan metode yang
digunakan oleh Bauer et al., pada tahun 1966, namun standar E. coli yang
1. Spektroskopi IR
2. Analisis MS
mm. Hasil analisis IR menunjukkan vibrasi ulur C-N glikosidik pada serapan
1267,3 cm-1, vibrasi ulur gugus amida sekunder dan vibrasi ulur C=C pada
daerah serapan 1654,9 cm-1, dan vibrasi ulur O-H pada daerah serapan 3295,0
cm-1. Dari hasil analisis spektometri massa didapatkan m/z sebesar 338.2,
SARAN
yang spesifik terhadap gugus fosfat yang ada dalam senyawa bioaktif.
52
Aktivitas dari senyawa murni F4C terlihat lebih rendah dibandingkan dengan
kontrol positif, diperlukan uji bioaktif lebih lanjut seperti uji antibakteri pada
Aarestrup FM, Wegener HC. 1999. The effect of antibiotic usage in food animals on the
development of antimicrobial resistance of importance for human in Campylobacter
and Escherichia coli. Microb Infect. 1:639-644.
Ang KKH, Holmes MJ, Higa T, Hamann MT, Kara UA (2000) In vivo antimalarial activity
of the beta-carboline alkaloid manzamine A. Antimicrob Agents Chemother 44: 1645-
1649.
Angulo FJ, Nargund VN, Chiller TC. 2004. Evidence of an Association Between use of Anti-
microbial Agents in Food Animals and Anti-microbial Resistance Among Bacteria
Isolated from Humans and the Human Health Consequences of Such Resistance. J Vet
Med Series B. 51:374-379.
Aoki S, Watanabe Y, Tanabe D, Setiawan A, Araia M, et al. (2007) Cortistatins J,K,L, novel
abeo-9(10-19)-androstane-type steroidal alkaloids with isoquinoline unit, from marine
sponge Corticium simplex. Tetrahedron Letters 48, 4485-4488.
Armstrong E, McKenzie JD, Goldsworthy GT. 1999. Aquaculture of sponges on scallops for
natural products research and antifouling. J Biotechnol. 70:163–74.
Balouiri M., M. Sadiki,S. K. Ibnsouda. 2016. Methods for in vitro evaluating antimicrobial
activity:A review. Journal of Pharmaceutical Analysis.71-79.
Bauer A.W., Kirby M.M., Sheris J.C., Turck M. 1966. Antibiotic Susceptibility Testing by a
Standard Single Disk Method. The Williams and Wilkins Co. Vol 45, No.4
Becerro MA, Turon X, Uriz MJ. 1997. Multiple functions for secondary metabolites in
encrusting marine invertebrates. J Chem Ecol. 23:1527– 47.
Belarbi E. H., Gomez A.C., Chisti Y., Camacho F.G., Grima E.M. 2003. Producing Drugs
from Marine Sponges. Journal of Biotechnology Advances 21:585-598
Bergmann W. dan Feeney R.J. 1951. Contributions to The Study of Marine Products. XXXII.
The Nucleotides of Sponges. I. J. Am. Chem Soc. Vol. 16:, Issue 6: Pages 981-987
Dahuri, R., J. Rais, S. P. Ginting, dan M. J. Sitepu. 1996. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah
Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. PT. Pradnya Paramita. Jakarta.
Davies J. and D. Davies. 2010. Origins and Evolution of Antibiotic Resistance. Microbiol.
Mol. Biol. Rev.
Davis AR, Butler AJ, van Altena I. 1991. Settlement behaviour of ascidian larvae:
preliminary evidence for inhibition by sponge allelochemicals. Mar Ecol, Prog
Ser.72:117–23.
Dragendorff C, 1884. Plant Analysis: Qualilalive and Quantitative. Bailliere, Tindall. and
Cox, .London pp.55-56.
Dudley E. dan Bond L. 2013. Mass Spectrometry Analysis of Nucleosides and Nucleotides.
Wiley Periodicals, Inc. DOI 10.1002/mas.21388
Eder C, P. Proksch, V. Wray, K Steube, G. Bringmann, et al. (1999) New Alkaloids from the
Indopacific Sponge Stylissa carteri. J Nat Prod 62: 184-187.
Edrada RA, Proksch P, Wray V, Witte L, Müller WEG (1996) Four new bioactive
manzamine-type alkaloids from the Philippine marine sponge, Xestospongia
ashmorica. J Nat Prod 59: 1056- 1060.
55
Edwards JC, PJ. Giammatteo. 2010. Process Analytical Technology: Spectroscopic Tools and
Implementation Strategies for the Chemical and Pharmaceutical Industries, Second
Edition. John Wiley and sons, Ltd.
Faulkner DJ. 2000. Marine pharmacology. Antonie Van Leeuwenhoek Int J Gen Mol
Microbiol 77:135–45.
Fouad MA, Debbab A, Wray V, Muller WEG, Proksch P (2012) New bioactive alkaloids
from the marine sponge Stylissa sp. Tetrahedron 68: 10176-10179.
Garson M. 1994. The biosynthesis of sponge secondary metabolites: why it is important. In:
van Soest RWM, van Kempen TMG, Braekman JC, editors. Sponges in time and
space. Rotterdam: AA Balkema;. p. 427– 40.
Hasan, W., Edrada R., Ebel R., Wray V., Berg A., van Soest R., Wiryowidagdo S., and
Proksch P. 2004. New imidazole alkaloids from the Indonesian sponge Leucetta
chagosensis. Journal of Natural Products. 67: 817-22.
Hertiani T, Edrada-Ebel RA, Ortlepp S, van Soest RWM, de Voogd NJ, et al. (2010) From
anti-fouling to biofilm inhibition: New cytotoxic secondary metabolites from two
Indonesian Agelas sponges. Bioorganic Med Chem 18: 1297-1311.
Hoffmann E.d. dan Stroobant V. 2007. Mass Spectrometry Principles and Aplications 3rd
Edition. John Wiley and Sons Ltd. United States
Ichiba, T., Corgiat J. M., Scheuer P.J., and Kelly-Borges M. 1994. 8-Hydroxymanzamine A, a
beta-carboline alkaloid from a sponge, Pachypellina sp. Journal of Natural Products.
571: 168-70.
Ireland, C.M., B.R. Copp., M.P. Foster., L.A. Mc Donald, D.C. Radisky, and J.C. Swersey
1993. Biomedical potential of marine natural products. In: D. H. Attaway & O.R.
Zaborsky (eds). Marine Biotechnology volume 1 Pharmaceutical and Bioactive
Natural Products: 1-43.
Johnson JR, Sannes MR, Croy C et al. 2007. Antimicrobial Drug-Resistant Escherichia coli
from Humans and Poultry Products, Minnesota and Wisconsin, 2002-2004. Emerg
Infect Dis 13:838-846.
56
Kobayashi, M and R. Rachmaniar 1999. Overview of marine natural products chemistry. In:
S. Soemodihardjo, R. Rachmaniar, S. Saono (eds). Prosidings Seminar Bioteknologi
Kelautan I’98. LIPI, Jakarta: 23-32.
Larghi EL, Bohn ML, Kaufman TS (2009) Aaptamine and related products. Their isolation,
chemical syntheses, and biological activity. Tetrahedron 65: 4257-4282.
Manges AM, Smith SP, Lau BJ et al. 2007. Retail Meat Consumption and the Acquisition of
Antimicrobial Resistant Escherichia coli Causing Urinary Tract Infections: A Case-
Control Study. Foodborne Pathogs Dis. 4:419-431.
March, R. E., 2000. "Quadrupole Ion Trap Mass Spectrometry: a View at the Turn of the
Century." Int. J. Mass Spectrom. 200: 285-312.
McKane L., Kandel J. 1986. Microbiology: Essential and Applications. McGraw-Hill Book
Co. Singapore.
Meyerson S, Kuhn ES, Remirez F, MArecek JF, Okazaki H. 1980. Mass Spectrometry of
Phosphate Esters. Phosphoacetoin and Its Methyl Esters. Journal of American Society.
102:7.
Mudianta IW, Katavic PL, Lambert LK, Hayes PY, Banwell MG (2010) Structure and
absolute configuration of 3-alkylpiperidine alkaloids froman Indonesian sponge of the
genus Halichondria, Tetrahedron 66: 2752-2760.
Munro MHG, Blunt JW, Dumdei EJ, Hickford SJH, Lill RE, Li S. 1999. The discovery and
development of marine compounds with pharmaceutical potential. J Biotechnol.
70:15– 25.
Osinga R, Tramper J, Wijffels RH. 1998. Cultivation of marine sponges for metabolite
production: applications for biotechnology. Trends Biotechnol. 16:130– 4.
Pawlik JR, McFall G, Zea S. 2002. Does the odor from sponges of the genus Ircinia protect
them from fish predators?. J Chem Ecol. 28:1103–15.
Porter JM, Targett WM. 1988. Allelochemical interactions between sponges and corals. Biol
Bull.175:230– 9.
Proksch, P. 1999. Pharmacologically active natural products from marine invertebrates and
associated microorganisms. In: S. Soemodihardjo, R. Rachmaniar, S. Saono (eds).
Prosidings Seminar Bioteknologi Kelautan I’98. LIPI, Jakarta: 33-40.
57
Putra MY, Jaswir I. 2014. The Alkaloids from Indonesian Marine Sponges. Oceanography.
2:123.
Ramchandani M, Manges AR, DebRoy C et al. 2005. Possible animal origin of human-
associated multidrugresistant, uropathogenic Escherichia coli. Clinic Infect Dis.
40:251-257.
Riaño I, Moreno MA, Teshager T et al. 2006. Detection and characterization of extended-
spectrum b-lactamases in Salmonella enterica strains of healthy food animals in Spain.
J Antimicrob Chemother. 58:844-847.
Richelle-Maurer E, Gomez R, Braekman J-C, van de Vyver G, van Soest RWM, Devijver C.
2003. Primary cultures from the marine sponge Xestospongia muta (Petrosiidae,
Haplosclerida). J Biotechnol. 100:169–76.
Sadrarani L., Mignon P., Chermette H., 2015. Fragmentation Mechanisms of Cytosine,
Adenine, Guanine Ioanized Bases. Royal Society of Chemistry. DOI:
10.1039/C5CP00104H
Silverstein RM, Webster FX, Kiemle DJ. 2005. Spectrometric Identification of Organic
Compound. John Wiley & sons, LTD. United States.
Smith JL, Drum DJV, Daí Y et al. 2007. Impact of antimicrobial usage on antimicrobial
resistance in commensal Escherichia coli strains colonizing broiler chickens. Appl
Environ Microbiol. 73:1404-1414.
Stuart B. 2004. Infrared Spectroscopy: Fundamentals and Applications. John Wiley & sons,
Ltd. United States
Unson M.D., Holland N.D., Faulkner D.J. 1994. A brominated secondary metabolite
synthesized by cyanobacterial symbiont of a marine sponge and accumulation of the
crystalline metabolite in the sponge tissue. Mar Biol. 119:1– 11.
Uriz MJ, Becerro MA, Tur JM, Turon X. 1996b. Location of toxicity within the
Mediterranean sponge Crambe crambe (Demospongiae: Poecilosclerida). Mar Biol.
124:583– 90.
58
Uriz MJ, Turon X, Becerro MA, Galera J. 1996a. Feeding deterrence in sponges. The role of
toxicity, physical defenses, energetic contents, and life-history stage. J Exp Mar Biol
Ecol.205:187– 204.
Winokur PL, Vonstein DL, Hoffman LJ. 2001. Evidence for transfer of CMY-2 AmpC beta-
lactamase plasmids between Escherichia coli and Salmonella isolates from food
animals and humans. Antimicrob Agents Chemother. 45:2716-2722.
Zhang W., Zhang X., Cao X., Xu J., Zhao Q., Yu X. 2003. Optimizing the formation of in
vitro sponge primmorphs from the Chinese sponge Stylotella agminata (Ridley). J
Biotechnol. 100:161–8.