Professional Documents
Culture Documents
Peran Bank Sentral Dalam Stabilitas Sistem Keuangan (SSK) Dan Implementasi Jaring Pengaman Sektor Keuangan (JPSK)
Peran Bank Sentral Dalam Stabilitas Sistem Keuangan (SSK) Dan Implementasi Jaring Pengaman Sektor Keuangan (JPSK)
Peran Bank Sentral Dalam Stabilitas Sistem Keuangan (SSK) Dan Implementasi Jaring Pengaman Sektor Keuangan (JPSK)
518 – 533
Terakreditasi SK. No. 167/DIKTI/Kep/2007
Suhartono
STIE Perbanas Surabaya
Jl. Nginden Semolo No.36 Surabaya
Abstract: The Government and Bank Indonesia developed a framework for the Draft Law on the
Financial System Safety Net. The framework clearly specified the tasks and responsibilities of the rel-
evant institutions involved in the operation of the Safety Net. In principle, the Ministry of Finance was
responsible for drafting legislation for the financial sector and providing funds for crisis resolution.
BI, the central bank, was responsible for safeguarding monetary stability, maintaining a sound bank-
ing system and ensuring the secure and robust operation of the payment system. The DIC (Deposit
Insurance Corporation), on the other hand, had responsibility for guaranteeing bank customer de-
posits and resolution of problem banks. The Financial System Safety Net framework was set out in the
Draft Law on the Financial System Safety Net, which was currently undergoing a consultation process.
In this way, the Financial System Safety Net Law would provide a strong foundation for the financial
system stability policies and regulations to be established by the relevant authorities. The Draft Law
specified all components of the FSSN: (1) effective bank regulation and supervision; (2) lender of last
resort; (3) adequate deposit insurance scheme; and (4) effective mechanism for resolution of crisis.
Key words : central bank, financial system safety net, regulation, monetary stability
Realita bahwa globalisasi ini telah membawa Berkembangnya liberalisasi terutama pasar
manfaat bagi banyak negara di dunia dengan keuangan tidak membuat pertumbuhan ekonomi
mendorong peningkatan Gross Domestic Product dan kemakmuran meningkat tetapi mendorong
(GDP) di beberapa negara disertai dengan kenaikan terjadinya instabilitas (Stiglitz, 2006). Krisis keuangan
produksi barang dan jasa. Globalisasi juga membuka makin sering terjadi dengan dampak skala yang
akses yang lebih lebar bagi negara-negara di dunia makin besar. Volatilitas aliran modal internasional
terhadap pasar global. Meski demikian, globalisasi makin tinggi dan dalam sekejap menyebabkan suatu
yang terjadi bukan tanpa cela. Stiglitz (2006) negara mengalami krisis utamanya krisis likuiditas.
menyatakan aturan main globalisasi cenderung tidak Melihat pengalaman selama ini bahwa
adil dan menguntungkan negara-negara industri setiap instabilitas atau krisis selalu membawa
maju dan hanya mengutamakan nilai-nilai material dampak kerugian yang besar, semua negara selalu
dibandingkan nilai-nilai lainnya, seperti perhatian berusaha melakukan upaya untuk mencegah jangan
terhadap aspek lingkungan. sampai krisis terjadi. Upaya menjaga stabilitas ini
menempatkan bank sentral pada posisi terdepan maka bank sentral memiliki mandat untuk menjaga
dalam upaya mencegah jangan sampai krisis terjadi. kestabilan harga nilai uang atau yang dikenal
Peran dan tugas bank sentral sangat tergantung sebagai stabilitas moneter (monetary stability).
kepada bagaimana lingkungan politik dan ekonomi Berdasarkan praktiknya, bank sentral tidak
mempengaruhi peran dan tugas bank sentral. Namun semua menjalankan tiga tugas utama tersebut.
demikian bank sentral pada umumnya mempunyai Beberapa bank sentral mengemban dua tugas
tiga tugas utama yang meliputi pengendalian utama, bahkan ada juga bank sentral yang hanya
moneter, pengaturan dan pengawasan perbankan, mengemban satu tugas utama, seperti yang
serta pengaturan sistem pembayaran. Dalam konteks ditunjukkan pada Tabel 1.
bank sentral bertugas untuk pengendalian moneter,
Suhartono
PERBANKAN
tersebut dikembangkan dalam misi Bank Indonesia. Tabel 2. Biaya Krisis: Rekapitalisasi Bank
Misi Bank Indonesia adalah : (1) menetapkan Episode Crisis % dari GDP
dan menjaga konsistensi, serta kejelasan tujuan Tequila Crisis
organisasi; (2) memberikan referensi untuk Chile 1983 15%
perencanaan dan proses pengambilan keputusan; Mexico 1995 13.50%
(3) memperoleh komitmen para anggota Dewan Asian Crisis
Gubernur dan seluruh pegawai, melalui komunikasi Indonesia 1997-1998 34,50%
Korea 24.50%
yang jelas tentang tugas organisasi; dan (4)
Malaysia 19.50%
memperoleh dukungan dan pengertian dari pihak-
Thailand 34.50%
pihak yang berkepentingan terhadap pelaksanaan
Sumber: Caprio & Klingebiel (1996) and World Bank, Asian
tugas organisasi (Warjiyo, 2004).
Growth and Recovery Initiative, 1999
Suhartono
PERBANKAN
Sementara itu, Schinasi (2006) mendefinisikan yaitu pembiayaan akan masuk ke sekitar ekonomi
stabilitas keuangan sebagai kondisi di mana sistem yang berisiko yang menghasilkan hasil yang tinggi
keuangan: (1) secara efisien memfasilitasi alokasi saja. Fungsinya ketidakpastian ekonomi, inflasi
sumber daya dari waktu ke waktu, dari deposan ke yang tinggi juga menyebabkan intermediasi waktu
investor, dan alokasi sumber daya ekonomi secara (maturity transformation) yang dilakukan oleh
keseluruhan; (2) dapat menilai/mengidentifikasi sistem keuangan tidak berjalan. Akibatnya investasi
dan mengelola risiko-risiko keuangan; (3) dapat jangka panjang menurun drastis sehingga proses
dengan baik menyerap gejolak yang terjadi pada pertumbuhan ekonomi tidak terjadi.
sektor keuangan dan ekonomi. Dari semua definisi Schwartz (1988) menjadikan perlunya Bank
di atas dapat diringkas secara sederhana kestabilan Sentral menjaga inflasi dengan kebijakan moneter
keuangan adalah tidak adanya krisis yang berarti yang tepat. Bank Sentral yang dapat menjaga
situasi di mana ketahanan sistem keuangan terhadap stabilitas dan juga menjaga likuiditas perbankan
guncangan perekonomian, sehingga fungsi melalui lender of the last resort. Krisis keuangan
intermediasi, sistem pembayaran dan penyebaran pada level apapun akan diperburuk dengan kenaikan
risiko tetap berjalan dengan semestinya. tingkat inflasi, karena kebijakan moneter berusaha
menjaga stabilitas hanya menjadikan upaya tidak
langsung Bank Sentral dalam menjaga jangan
STABILITAS MONETER DAN DAMPAKNYA sampai krisis keuangan terjadi.
Diamond & Dybiyg (1983) menyatakan lembaga
keuangan selalu menghadapi maturity mismatch
Stabilitas moneter (monetary stability) yaitu kerugian jatuh tempo lebih cepat daripada
didefinisikan sebagai setabilitas harga dimana aset kredit, keadaan ini akan menjadi sumber krisis.
perekonomian mengalami inflasi dalam jumlah Keadaan ini menyebabkan bank rawan terhadap
yang relatif kecil yaitu 1-2% setahun. Deflasi juga risiko likuiditas ketika inflasi tinggi maka suku
ancaman terhadap stabilitas moneter namun bunga akan naik lebih cepat daripada suku bunga
karena isu deflasi sangat jarang terjadi maka kredit sehingga bank akan menjadi net interest
kurang menjadi perhatian. Tugas Bank Indonesia margin yang makin kecil, ini berarti mengganggu
yaitu menjaga stabilitas nilai rupiah maka secara potensi pendapatan bank yang sebelumnya dapat
singkat merupakan upaya mengurangi inflasi diramalkan ke situasi ketidakpastian. Penelitian
menjadi dasar bagi pertumbuhan ekonomi jangka membuktikan bahwa ketidakstabilan harga atau
panjang yang berkelanjutan (sustainable economic inflasi telah menyebabkan krisis keuangan di
growth). Pertumbuhan ekonomi menjadi isu global berbagai negara ini berarti kebijakan moneter yang
dan nasional saat ini secara politik penentu selalu mengarah pada penetapan stabilitas hingga akan
menjalankan pertumbuhan ekonomi sebagai bukti mendorong tercapainya stabilitas sistem keuangan.
keberhasilan dalam pembangunan. Cook (2004) melakukan kajian tentang
Hubungan antar inflasi dan pertumbuhan penyebab berbagai kolektibilitas variabel ekonomi
ekonomi juga dibahas cukup lengkap oleh Mc.Kinon dan pengaruhnya terhadap perekonomian atau
(1973) yang menekankan perlunya stabilitas. Hanya pertumbuhan, adalah bahwa stabilitas nilai tukar
dalam mendorong agar intermediasi berjalan dan yaitu pada sistem kurs tetap membuat pertumbuhan
makin dalam (financial deepening), inflasi yang tinggi ekonomi yang tinggi daripada inflasi dan suku
membuat agen akan bertindak dalam perspektif bunga. Sebaliknya Devereux (2006) menyatakan
jangka pendek dan moral hazard tidak berjalannya bahwa kebijakan harga suku bunga memiliki
informasi dan ekspektasi ekonomi membuat sistem dampak yang lebih baik daripada kebijakan kurs.
kerja makin tidak efisien dalam alokasi sumber daya Dari simulasi kebijakan menunjukkan kebijakan
stabilisasi harga (inflasi) melalui mekanisme suku Stabilitas moneter dan stabilitas sistem
bunga menghasilkan dampak stabilisasi lebih baik keuangan ibarat dua sisi dari satu koin yang saling
daripada kebijakan nilai tukar. mempengaruhi satu terhadap yang lain. Namun
demikian, terdapat perbedaan mendasar antara
keduanya.
Santoso & Batunanggar (2006) menyatakan Houben, Kakes & Schinasi (2004) menyatakan
terdapat empat faktor terkait yang mendukung tiga alasan SSK penting: (1) stabilitas moneter
terciptanya stabilitas sistem keuangan, yaitu: hanya dapat terwujud dengan adanya stabilitas
(1) lingkungan ekonomi makro yang stabil; (2) keuangan, karena sistem keuangan merupakan
lembaga keuangan yang dikelola dengan baik; (3) transmisi kebijakan moneter; (2) perkembangan
pengawasan institusi keuangan yang efektif; dan (4) ekonomi ditandai dengan meningkatnya risiko bagi
sistem pembayaran yang aman dan handal. Adanya perekonomian suatu negara di antaranya adalah
permasalahan di salah satu dari empat komponen perkembangan sektor keuangan yang sangat
tersebut berdampak pada faktor lainnya dan akan signifikan dibanding perkembangan ekonomi, proses
mengancam stabilitas sistem keuangan. financial deepening sangat cepat yang ditandai
Financial Stability Forum (2008) menyatakan dengan berubahnya komposisi aset dalam sistem
ada lima faktor yaitu: (1) pengawasan lembaga keuangan di mana pangsa monetary assets (agregat)
keuangan terkait dengan likuiditas, kredit dan semakin turun sementara pangsa non-monetary
manajemen risiko; (2) transparansi dan penilaian; assets sehingga semakin meningkatkan monetary
(3) penggunaan lembaga pemeringkat (rating) yang base. Keadaan diperparah dengan Globalisasi dan
berhati hati; (4) Pengawasan yang komprehensif cross border integration menyebabkan semakin
terhadap lembaga keuangan; dan (5) protokol terintegrasinya sistem keuangan nasional ke dalam
penyelesaian krisis sistem keuangan yang baik. sistem keuangan global yang biasa dikatakan tanpa
sistem; (3) keterkaitan terjadinya kenaikan transaksi
Suhartono
PERBANKAN
Suhartono
PERBANKAN
Microprudential
Macroprudential
(2) peningkatan riset dan surveilance; yang meliputi pengaman dan penyelesaian krisis, yang didalamnya
penilaian, monitoring, pengukuran atas indikator termasuk sebagai fungsi bank sentral dalam Lender
ekonomi yang bisa membawa ketidakstabilan of The Last Resort (LOR); (5) Fasilitas Pembiayaan
termasuk melakukan stress testing; (3) Peningkatan Darurat (FPD) dan mekanisme penggunaan dana
koordinasi dan kerjasama; dengan otoritas seperti publik untuk penyelesaian krisis keuangan. Kerangka
Bapepam – LK dan LPS; dan (4) penetapan jaring kerja SSK Bank Indonesia ditunjukkan pada Gambar 2.
“Mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah melalui kestabilan moneter dan
Misi BI
pengembangan stabilitas system keuangan untuk pembangunan nasional jangka
panjang yang berkesinambungan”
Tujuan SSK Turut aktif menciptakan dan memelihara system keuangan yang stabil dan sehat
Jaring
dsb ensial
Pengaman
Disiplin (aggregat)
Pasar
Gambar 2. Kerangka Stabilitas Keuangan Bank Indonesia
Suhartono
PERBANKAN
Kreditor : Inflasi
- NPL dan provision
- Kredit dalam valas
- Konsentrasi kredit sektoral debitur.
- Rasio utang terhadap saham (DER), keuntungan
perusahaan, dll.
Suhartono
PERBANKAN
dalam rangka penyediaan pinjaman darurat. Namun mengambil tindakan yang tujuannya mencegah
demikian untuk mengurangi kerugian dari praktik jangan sampai krisis terjadi. Namun demikian
pinjaman darurat bank sentral perlu meminta proses pencegahan tidak selalu berhasil sehingga
agunan yang cukup. Enoch (2001) mengkritik krisis terjadi. Ketika krisis sudah terjadi kebijakan
pelaksanaan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia diarahkan untuk mengurangi dampak kerugian dari
pada 1998 karena pengawasan penggunaannya krisis yang terjadi.
kurang jelas. Karena itu penetapan kriteria fasilitas Mengingat kompleksitas kebijakan moneter,
likuiditas perlu dilakukan. Ini berarti ketentuan maka transmisi kebijakan moneter menurut (Mishkin,
yang ada pada UU No. 23 Tahun 1999 tentang LLR 1995) sangat dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu (1)
perlu diatas lebih detail. Pengalaman krisis berbagai perubahan perilaku bank sentral, perbankan dan
negara membuktikan bahwa fungsi LLR yang tepat perilaku ekonomi dalam aktivitas perekonomian
mencegah terjadinya kepanikan yang merupakan dan keuangan. (2) Lamanya tenggat waktu (time
propogasi krisis paling penting (Bordo, 2002). lag) sejak tindakan otoritas moneter sampai
Namun demikian perlu dicegah jangan sampai bank dengan tercapainya sasaran akhir dan (3) terjadinya
melakukan moral hazard karena fasilitas ini dengan perubahan pada saluran-saluran transmisi moneter
sengaja mengabaikan manajemen likuiditas. itu sendiri sesuai dengan perkembangan ekonomi
dan keuangan negara tersebut.
Saat ini belum ada mekanisme baku tentang
PERLUNYA UU JPSK bagaimana mekanisme penggunaan dana publik
untuk membiayai krisis. Kita memerlukan Jaring
Pengaman Sistem Keuangan (JPSK) sebagai suatu
Secara umum instrumen untuk pemantauan mekanisme pengamanan sistem keuangan dari krisis
krisis yang dilakukan BI cukup maju dan memberikan baik untuk pencegahan maupun penanganan krisis.
informasi yang komprehensif. Apa yang dilakukan Saat ini yang dipergunakan adalah Perppu Nomor
BI melebihi apa yang dilakukan Bank Sentral Asia 4/2008 tentang JPSK. Mengingat penanganan krisis
lainnya. Menurut laporan Working Party on Financial memerlukan payung undang-undang maka peran
Stability (1997) Strategi untuk mendorong stabilitas DPR sangat menentukan. Menurut Pasal 20A Undang-
sistem keuangan perlu didasari pada pengembangan Undang Dasar 1945 Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
praktik yang baik yang didasari pada prinsip dan memiliki fungsi legislatif, fungsi anggaran, dan
norma yang ketat dan berhati-hati. Prinsip ini fungsi pengawasan. Seluruh fungsi tersebut terkait
diikuti dengan adopsi dan penerapan praktik yang dengan penyelesaian krisis ekonomi global yang
baik dalam struktur yang handal. Wilayah yang mulai mempengaruhi Indonesia. Fungsi legislatif
perlu menjadi perhatian adalah kelembagaan dan diperlukan untuk membuat undang-undang sebagai
infrastruktur pasar. Persaingan yang sehat dan payung hukum dalam penyelesaian krisis, sehingga
disiplin pasar yang kuat dilandasi keterbukaan krisis dapat diselesaikan dengan baik, tanpa
informasi tentu saja perbaikan sistem peraturan dan menimbulkan masalah-masalah hukum di kemudian
pengawasan menjadi landasan dari semua upaya hari. Sementara fungsi anggaran diperlukan
menciptakan stabilitas sistem keuangan. ketika untuk penanganan krisis pemerintah harus
Menjaga stabilitas keuangan merupakan proses menggunakan dana publik.
terus menerus dan dalam perjalanannya tidak akan Makanya UU tentang Jaring Pengaman Sektor
selalu berhasil. Ketika dalam proses identifikasi dan Keuangan sangat diperlukan dalam penyelesaian
pemantauan ditemukan tanda bahwa ada ancaman krisis. Idealnya UU JPSK mengatur pemberian
terhadap krisis keuangan, maka otoritas akan wewenang lebih besar saat krisis untuk melakukan
tindakan demi penyelesaian krisis. Contohnya adalah Misi Bank Indonesia yaitu mencapai
adanya kewenangan kepada pemerintah dan Bank dan memelihara kestabilan nilai rupiah
Indonesia untuk memberikan injeksi dana pada melalui pemeliharaan kestabilan moneter dan
industri keuangan. Hal ini sejalan dengan Pasal 12 pengembangan kestabilan sistem keuangan
UUD 1945 yang mengenal adanya keadaan darurat. untuk pembangunan nasional jangka panjang
yang berkesinambungan. Saat ini sudah terdapat
kesepakatan bahwa stabilitas merupakan barang
PENUTUP publik bahkan secara global. Sebagai barang publik
maka adanya free rider tidak dapat dihindari.
Kestabilan sistem keuangan sebagai barang publik
Krisis keuangan merupakan suatu keniscayaan karena ketidakstabilan cenderung menyebar
dan setelah globalisasi makin luas, krisis akan terjadi dan menular ke tempat lain. Karena itu stabilitas
dengan frekuensi yang lebih sering dengan biaya harus dipandang sebagai tugas bersama (shared
yang lebih luas. Dengan melihat pengalaman selama responsibility).
ini setiap instabilitas atau krisis selalu membawa Bank Indonesia melakukan inisiatif untuk
dampak kerugian yang besar, semua Negara selalu melakukan upaya menciptakan stabilitas sistem
berusaha melakukan upaya untuk mencegah jangan keuangan. BI memiliki peran yang lebih dari
sampai krisis terjadi. sekadar penyedia likuiditas. Fungsi BI dalam sistem
Upaya menjaga stabilitas ini menempatkan pembayaran mengharuskan BI untuk melakukan
bank sentral pada posisi terdepan dalam upaya pengawasan agar sistem pembayaran nasional bisa
mencegah jangan sampai krisis terjadi. Mengingat berjalan efisien dan aman. Riset dan pemantauan
Bank sentral merupakan institusi ekonomi penting BI relatif cukup komprehensif serta didukung jaring
yang menandai berdirinya suatu negara. Namun pengaman sektor keuangan seperti LPS. Koordinasi
demikian juga peran dan tugas bank sentral sangat dalam bentuk KKSK telah dibentuk sehingga
tergantung kepada bagaimana lingkungan politik koordinasi antar lembaga makin mudah. Namun
dan ekonomi mempengaruhi peran dan tugas bank demikian masih ada ruang untuk perbaikan agar
sentral. Pada umumnya mempunyai tiga tugas utama proses ini makin baik.
yang meliputi pengendalian moneter, pengaturan Saat ini belum ada mekanisme baku tentang
dan pengawasan perbankan, dan pengaturan sistem bagaimana mekanisme penggunaan dana publik
pembayaran. untuk membiayai krisis. Diperlukan Jaring Pengaman
Dalam konteks bank sentral bertugas untuk Sistem Keuangan (JPSK) sebagai suatu mekanisme
pengendalian moneter, maka bank sentral memiliki pengamanan sistem keuangan dari krisis baik
mandat untuk menjaga kestabilan harga nilai untuk pencegahan maupun penanganan krisis.
uang atau yang dikenal sebagai stabilitas moneter Saat ini yang dipergunakan adalah Perpu Nomor
(monetary stability). Stabilitas harga ini diperlukan 4/2008 tentang JPSK. Mengingat penanganan krisis
untuk menjamin tercapainya pertumbuhan ekonomi memerlukan payung undang-undang maka peran
jangka panjang yang sustainable. Sementara tugas DPR sangat menentukan. Aturan hukum diperlukan
dalam pengaturan dan pengawasan perbankan agar ketika bertindak untuk menyelamatkan krisis
berarti bank sentral memiliki mandat untuk menjaga tidak terjadi pelanggaran hukum. Idealnya UU JPSK
kestabilan sistem perbankan dari gangguan yang mengatur pemberian wewenang lebih besar saat
berasal dari individual bank maupun dari gangguan krisis untuk melakukan tindakan demi penyelesaian
industri. krisis. Kita tidak imun dari pengaruh krisis keuangan
global sehingga lebih baik disediakan infrastruktur
Suhartono
PERBANKAN
_________. 1999. Global Financial Instability: Sinclair, P.J.N. 2000. Central Banks and Financial
Framework, Events, Issues. Journal of Economic Stability. Bank of England Quarterly Bulletin,
Perspectives, Vol.13, No.4. Vol.40, No.4 (November).
Mongid, A. 2004. Roads to Achieve Financial System Stiglitz, J. 1999. Lesson from East Asia. Journal of
Stability In ASEAN. Paper for the 16th MEA Policy Modeling, Vol.21, No.3, pp.311-330.
Convention on December 9, 2004 and the
__________. 2002. Globalization and its Discontents,
29th Conference of the Federation of ASEAN
W.W. Northon & Co.
Economic Associations (FAEA). Institute
Integrity of Malaysia, Persiaran Duta, Off Jalan Tadjudin, A. 2003. The Role of Central Bank in
Duta, Kuala Lumpur, Malaysia, December 10- Maintaing Financial. Pidato pada APEC Annual
11. Forum, Shanghai 15 Oktober.
Ryback, W. 2006. Macro Prudential Policy – New Tommaso, P.S. 2002. Central Banks and Financial
name for some old Ways of Thinking. Pidato Stability: Exploring a Land in Between. Second
pada Konferensi ‘Challenge for Financial ECB Central Banking Conference. (October).
Supervision, (Nopember). Seoul.
Suhartono