Professional Documents
Culture Documents
ID None PDF
ID None PDF
Abstract: Voting Right on Election In the Perspective of Fiqh Siyâsi (Political Law). Factually, the
political condition which is emerging today is really loaded with the political interests, money politic
becomes a trend in every Direct Local Election (Pemilukada); voting right is traded. The practice
of money politic has occurred in many areas. This violation is very anxious since it is utilized as an
instrument of winning in direct election. Consequently, the suffrage of citizens is hijacked by the
interest of the candidate. The practice of money politic can occur during the campaign and prior to
the vote. Unfortunately, in some cases, the election officers also involve in such practice. Then there is
a sale and purchase of votes which led to fraud in determining and stipulating of votes acquisition and
potentially might alter the electability of candidates. The real loss of money politic is the loss of dignity
of citizens’ voting right. The voting right would only be a political commodity amid the competition
among candidates. The sovereignty of the people becomes meaningless since money has been played
in which subsequently will be detrimental to them. For the long run, the practice of corruption is
likely to flourish. A position which is obtained by huge capital becomes justification for getting back
that capital while occupying political position. Fraud in the election is not only morally wrong, but a
form of law transgression. The practice of selling and purchasing of votes in the electionist classified as
risywah which is strongly prohibited in Islam.
Keywords: Pemilukada, money politic, legal of selling of voting right
Abstrak: Hukum Menjual Hak Suara pada Pemilukada dalam Perspektif Fiqh Siyâsi. Politik
uang (money politic) menjadi tren di setiap Pemilukada; hak suara diperdagangkan. Praktik ini terjadi
di banyak daerah. Pelanggaran seperti ini sudah sangat memprihatinkan karena digunakan sebagai alat
menang dalam pemilihan langsung. Akibatnya, hak pilih warga dibajak oleh kepentingan kandidat.
Praktik money politic dapat terjadi selama kampanye dan sebelum pemungutan suara. Sayangnya,
dalam beberapa kasus, petugas pemilu juga terlibat dalam praktik tersebut. Lalu ada jual beli suara
yang menyebabkan penipuan dalam menentukan dan menetapkan suara sehingga berpotensi bisa
mengubah elektabilitas calon. Kerugian nyata money politic adalah hilangnya martabat warga Negara.
Hak suara hanya akan menjadi komoditas politik di tengah persaingan antar kandidat. Kedaulatan
rakyat menjadi tidak berarti. Untuk jangka panjang, praktik korupsi cenderung berkembang. Sebuah
posisi yang diperoleh dengan modal besar menjadi pembenaran untuk mendapatkan kembali modal
yang sementara menduduki posisi politik. Praktik jual beli dan suara dalam kampanye diklasifikasikan
sebagai risywah (suap) yang sangat dilarang dalam Islam.
Kata Kunci: Pemilukada, money politic, hukum penjualan hak suara
249
250| AL-‘ADALAH Vol. XII, No. 2 Desember 2014
Bupati atau Wali kota, bahkan sampai pada para penguasa mengatur dan mengurus
tingkat pemilihan kepala desa (pilkades), rakyat untuk mewujudkan kemaslahatan,9
termasuk memilih anggota legislatif, dan dan juga mengatur urusan kehidupan
ironisnya kadangkala menyebar sampai pada masyarakat.10 Siyâsah juga dapat membawa
pemilihan ketua organisasi kemasyarakat. arti pemerintahan dan politik atau membuat
Praktik politik uang dalam pemilukada kebijaksanaan (politic and policy). Selain itu,
banyak terjadi di daerah, pelanggaran ini siyâsah juga dapat diartikan administrasi
sangat mengkhawatirkan, karena menjadi dan manajemen.11 Oleh karena itu, siyâsah
instrument pemenangan di tengah pemilihan dapat dikatakan sebagai cara dan bentuk
langsung. Dampaknya, hak pilih warga sesuatu perkara yang ‘dilaksanakan’ dan yang
dibajak oleh kepentingan kandidat. Praktik ‘diuruskan’ oleh seorang ketua, berhubungan
politik uang bisa terjadi saat kampanye dengan tugasnya, dalam me ngendalikan
dan menjelang pemungutan suara. Modus urusan-urusan orang yang berada di bawah
yang dipakai bisa beragam, misalnya bagi- kekuasaannya. Karena dalam penyelenggaraan
bagi sembako, pengobatan gratis, hari-hari tersebut sudah pasti ada unsur mengendali
bersedekah dan lain sebagainya. Namun kan, mengatur dan memerintah, mengurus,
yang paling mengkhawatirkan jika politik mengelola, melaksanakan administrasi, dan
uang itu terjadi dengan melibatkan aparat membuat kebijaksanaan dalam hubungan
penyelenggara pemilu. Jika ini terjadi, dengan kehidupan masyarakat.12
perolehan suara bisa tidak murni lagi. Jual Dalam Alquran terdapat banyak ayat yang
beli suara akan menentukan dan merubah berkaitan dengan konsep politik atau siyâsah.
perolehan suara dan keterpilihan kandidat. Di antaranya adalah ayat-ayat yang berkaitan
Inilah persoalan yang sangat fenomenal yang dengan sistem undang-undang, peraturan
akan menjadi sorotan dalam tulisan ini. dan sistem syurâ dalam pemerintahan.
Secara spesifik mengkaji money politic dan Misalnya, yang berkaitan dengan perundang-
hukum jual beli hak suara dalam pemilukada undangan, Allah Swt. menjelaskan bahwa
menurut perspektif fiqh siyâsi. manusia yang tidak melaksanakan hukuman
sebagaimana yang telah ditetapkan adalah
Isyarat-isyarat Alquran Tentang Siyâsi kafir,13 zalim,14 dan fasiq.15 Oleh karena itu,
Perkataan siyâsi, diambil dari perkataan Arab
yang membawa arti mengatur, mengurus,
al-Qalam, 1987). Lihat juga Muslim ibn al-Hujjaj (w. 261 H.),
mengendalikan urusan negara, memperbaiki “Kitâb al-Imârah”, Hadis No. 3429” dalam Sahîh Muslim, (Ttp.:
keadaan dan urusan manusia serta mengatur Dâr al-Ihyâ’ al-Turâth al-`Arabi, 1972). Lihat juga Muhammad
bin Yazid (w. 275 H.). “Kitâb al-Jihâd, hadis No. 2862”, dalam
urusan sebuah negeri. 6 Ia berasal dari Sunan Ibn Mâjah, (Ttp.: Dâr Ihyâ’ al-Turâth al-`Arabi, 1975).
kata sasa, yasusu dan kemudian menjadi Lihat pula Ahmad ibn Hanbal (w. 241 H.). “Kitâb Bâqi Musnad
siyâsah.7 Siyâsah pada mulanya merupakan al-Muksirin, hadis No. 7619” dalam Musnad al-Imâm Ahmad,
(Mishr: Dâr al-Ma’arif, 1980).
sesuatu usaha atau ikhtiar untuk mencapai 9
Ridwan HR, Fiqih Politik Gagasan, Harapan dan
atau menyelesaikan sesuatu masalah. Ia Kenyataan, (Yogyakarta: UII Press, 2007), h. 75.
10
Ridwan HR, Fiqih Politik Gagasan, Harapan dan
juga bermaksud suatu kepengurusan yang Kenyataan, h. 75. Bandingkan Abdul Wahab Khallaf, Politik
berkaitan dengan pemerintahan.8 Seperti Hukum Islam, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1994), h. viii.
11
Bandingkan Abdul Wahab Khallaf, Politik Hukum Islam,
h. viii.
6
Fuad ‘Irfan al-Bustami, Munjid al-Tullab, (Bayrût: al- 12
Siyasah yang didasarkan pada Alquran dan Hadis dikenal
Maktabah al-Kasulikiyyah, t.t.), h. 345. dengan istilah siyâsah syar`iyyah, yakni siyâsah yang dihasilkan
7
Muhammad Idrîs al-Marbawi, Kamus al-Marbawi, oleh pemikiran manusia yang berdasarkan etika, agama dan moral
(Mishr: Mustafâ al-Bâbi al-Halabi wa Auladih, 1350 H.), h. dengan memperhatikan prinsip-prinsip umum syariat dalam me
307-308. ngatur hidup manusia bermasyarakat dan bernegara. Siyâsah
8
Pengertian ini diperjelas oleh hadis Rasulullah Saw. syar`iyyah ini dikenal juga dengan istilah fikih siyâsah.
yang diriwayatkan oleh Muslim dari Abû Hurairah r.a. Lihat 13
Lihat Q.s. Al-Mâ’idah [5]: 44.
Muhammad bin Isma’îl bin Ibrahim al-Bukhârî, “Kitâb al-Hadîs 14
Lihat Q.s. Al-Mâ’idah [5]: 45.
al-Anbiyâ’, hadis No. 3196 dalam Sahih Bukhari, (Bayrût: Dâr 15
Lihat Q.s. Al-Mâ’idah [5]: 47.
252| AL-‘ADALAH Vol. XII, No. 2 Desember 2014
dalam menjalankan roda pemerintahan, Allah umum dan kaidah-kaidah yang luas,
memerintahkan orang-orang yang beriman kemudian menyerahkan sepenuhnya kepada
supaya mengikuti dasar perundang-undangan manusia untuk menentukan bentuk-bentuk
yang telah ditetapkan oleh Allah Swt. dalam pelaksanaannya, dalam zaman yang berbeda-
Alquran, yang berupa prinsip dasar atau beda, sesuai dengan keperluan, situasi dan
konsep dasar sebuah lembaga. lingkungan mereka.17
Adapun prinsip-prinsip yang menjadi Lembaga legislatif haruslah bekerja ber
dasar pentingnya negara dan pemerintahan dasarkan musyawarah. Namun kekuasaan
ialah firman Allah Swt.: “Hai orang-orang atau wewenangnya dalam merancang dan
yang beriman, taatilah Allah dan taatilah menetapkan undang-undang mestilah
Rasul-Nya dan Ulil Amri di antara kamu, mengikuti petunjuk Alquran dan Hadis,
kemudian jika kamu berlainan pendapat tidak dibenarkan membuat dan meletakkan
mengenai sesuatu, maka kembalikanlah ia undang-undang hanya untuk kepentingan
kepada Allah (Alquran) dan Rasul (Sunnahnya) peribadi atau golongan tertentu saja, serta
jika kamu benar-benar beriman kepada Allah terhindar dari kecenderungan-kecenderungan
dan hari kemudian”. (Q.s. al-Nisâ’ [4]: 59) hawa nafsu. Perkara-perkara yang oleh Allah
Ayat di atas, sekurang-kurangnya men dan Rasul-Nya telah tetapkan hukum-
jelaskan tentang lima perkara yang berkaitan hukumnya dengan jelas atau telah ditetapkan
dengan konstitusi dasar, yaitu: Pertama, batasan-batasan dan prinsip-prinsipnya, maka
ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya di badan legislatif ini dibolehkan membuat
dahulukan dari segala ketaatan kepada yang penafsiran-penafsiran, perincian-perincian
lain; Kedua, ketaatan kepada ’ulil-amri atau mengajukan saran-saran untuk mem
datang setelah ketaatan kepada Allah dan buat kaedah-kaedah, peraturan-peraturan
Rasul-Nya; Ketiga, bahwa ulil-amri haruslah tambahan dan ikatan-ikatan khusus dalam
terdiri dari orang-orang mukmin; Keempat, melaksanakannya.18 Adapun perkara-perkara
rakyat mempunyai hak dan kewajiban yang belum ditetapkan hukum-hukumnya
dalam sebuah negara; dan kelima, diperlu secara pasti, maka badan legislatif ini di
kan adanya suatu badan (kehakiman) yang perbolehkan membuat dan menetapkan
bebas dan merdeka dari tekanan rakyat undang-undang yang sesuai dengan ruh
maupun pengaruh penguasa, agar dapat Islam serta prinsip-prinsipnya yang umum,
mem berikan keputusan dan penyelesaian sebab tidak adanya ketentuan itu dalam
dalam perselisihan-perselisihan sesuai dengan Alquran dan al-Hadis menunjukkan bahwa
undang-undang atau lembaga tertinggi.16 Allah telah menyerahkan perkara tersebut
Selain itu, ayat di atas juga mengisyarat kepada kebijaksanaan manusia.19
kan bahwa kekuasaan badan-badan eksekutif Kemudian, lembaga yudikatif haruslah
sebaiknya dibatasi dengan petunjuk-petunjuk bersifat bebas dan terlepas dari campur
Allah diikat dengan undang-undang tangan, tekanan atau pengaruh, sehingga
Allah dan Rasul-Nya. Kemudian, badan dapat membuat keputusan, baik yang ber
eksekutif ini haruslah dibentuk dengan kaitan dengan kebaikan rakyat maupun
jalan musyawarah, yakni pemilihan, dan itu untuk kemaslahatn penguasa atau pemimpin,
adalah satu-satunya jalan yang dibenarkan, sesuai dengan konstitusi, tanpa rasa takut
Alquran tidak menentukan bentuk atau atau penyimpangan, dan memang men
model tertentu berkenaan dengan sistem jadi kewajibannya untuk memutuskan
pemilihan, tetapi meletakkan dasar-dasar perkara-perkara dengan haq dan adil tanpa
17
Abul A’la al-Maudûdi, al-Khilâfah wa al-Mulk, h. 74.
16
Abul A’la al-Maudûdi, al-Khilâfah wa al-Mulk, (Kuwait: 18
Abul A’la al-Maudûdi, al-Khilâfah wa al-Mulk, h. 74.
Dâr al-Qalam, 1978), h. 72. 19
Abul A’la al-Maudûdi, al-Khilâfah wa al-Mulk, h. 74.
M. Hasbi Umar: Hukum Menjual Hak Suara |253
mengisi jabatan bupati dan wali kota, sampai atau pemimpin, para konstituen tersebut
kepada pemilihan kepala desa. Pada konteks pada hakikatnya adalah bekerja untuk rakyat
yang lebih luas, pemilihan umum juga proses secara menyeluruh. Itulah yang dinamakan
mengisi jabatan wakil rakyat di berbagai dengan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk
tingkat pemerintahan.24 Pemilu merupakan rakyat.
salah satu usaha untuk mempengaruhi rakyat Pemilihan Umum dimaknai sebagai
secara persuasif dengan melakukan kegiatan realisasi sarana untuk memberikan dan
retorika, public relations, komunikasi massa, memperkuat legitimasi rakyat. 27 Realisasi
lobby dan lain-lain kegiatan.25 Meskipun dan makna keduanya sangat kental dengan
agitasi dan propaganda di Negara demokrasi tarik menarik kepentingan politik bahkan
sangat dikecam, namun dalam kampanye fenomena pemilu bukan saja menjadi
pemilu, teknik agitasi dan teknik propaganda keunikan tersendiri sebab pemilu tidak
banyak juga dipakai oleh para kandidat dan hanya menjadi kewajiban penguasa untuk
para politikus, sebagai komunikator politik.26 menyelenggarakannya, namun masyarakat
Sebagai negara yang menerapkan dengan semangat euphoria politiknya merasa
demokrasi, Indonesia mempunyai sebuah terpanggil juga setidaknya memberikan
slogan yang cukup singkat, akan tetapi mem perhatian pada pemilu. Pemilu merupakan
punyai makna yang cukup dalam. Slogan satu kriteria untuk mengukur standard dan
yang dimaksud adalah ‘dari rakyat, oleh kadar politik sebuah sistem politik. Selain
rakyat, dan untuk rakyat’. Bercermin dari itu, pemilu merupakan hak rakyat untuk
slogan tersebut, dapat ditegaskan bahwa membentuk pemerintahan yang demokratis.
demokrasi yang dietarapkan di Indonesia Kemudian, pemilu sebagai alat demokrasi,
adalah demokrasi keterwakilan, sebagai pe dijalankan di atas prinsip jujur, bersih, bebas
ngejawantahan dari pesta demokrasi. Dalam kompetitif dan adil.28
pesta demokrasi, baik dalam pemilu legislatif Kelihatannya hampir sepakat sarjana
maupun dalam pemilu Kepada Daerah, politik bahwa pemilu merupakan salah satu
rakyat dapat mencalonkan dirinya untuk kriteria untuk mengukur tingkat demokrasi
menjadi peserta pemilu tersebut sesuai suatu sistem politik. Adanya demokrasi suatu
dengan ketentuan dan peraturan perundang- negara diukur dari ada atau tidaknya pemilu
undangan. Kemudian, yang berperan dalam yang mengabsahkan pemerintahannya. Oleh
hal memilih, juga rakyat. Rakyatlah yang karena, pemilu merupakan agenda yang
memilih para wakilnya, yang akan duduk senantiasa dilaksanakan oleh hampir setiap
dalam parlemen, atau calon pemimpinnya. negara, meskipun dengan bentuk dan tujuan
Setelah terpilih menjadi anggota parlemen yang berbeda-beda. Di antara sarjana politik
tersebut, seperti Dahl, Carter dan Herz,
Mayo, Ranney dan Sundhaussen.29
24
Lihat Abdul Halim Barakatullah, Menjual Hak Memilih
pada Pemilihan Umum dalam Perspektif Hukum Perjanjian, Akan tetapi yang menjadi permasalahan
dalam Jurnal Konstitusi, IAIN Antasari, 2009, h. 25. ialah apakah pemilu itu sendiri dijalankan
25
Dalam pemilu, para pemilih juga disebut konstituen,
dan kepada merekalah para peserta pemilu menawarkan janji- dengan sistem dan proses yang demokratis,
janji dan program-programnya pada masa kampanye. Kampanye yakni suatu pemilu yang diselenggarakan
dilakukan selama waktu yang telah ditentukan, menjelang hari
pemungutan suara.
untuk memberikan kesempatan kepada
26
Meskipun terjadi penyimpangan dari kaidah-kaidah demos agar dapat menyampaikan hak-haknya.
demokrasi dalam praktik politik, namun pemilu tetap di
laksanakan untuk memenuhi tuntutan normatif, yaitu sebagai
sebuah persyaratan demokrasi itu sendiri, yang pada akhirnya 27
Lihat Muhammad, Pemilihan Umum dan Legitimasi
sebagai ajang kompetisi untuk meraih jabatan-jabatan publik, Politik, (Jakarta: Yayasan Buku Obor, 1998), h. 49-50.
seperti menjadi anggota legislatif, yudikatif, presiden atau 28
Lihat Muhammad, Pemilihan Umum dan Legitimasi
wakil presiden, dan atau menjadi kepala daerah. Lihat Samuel Politik, h. 26.
W. Huntington, Demokrasi Gelombang Ketiga, Asril Marjohan 29
Eep Saefulloh Fatah, Evaluasi Pemilu Orde Baru, Seri
(pent.), (Jakarta: Grafiti, 1995), h. 7. Penerbitan Studi Politik, (Jakarta: LIP FISIP UI, 1997), h. 14.
M. Hasbi Umar: Hukum Menjual Hak Suara |255
demokrasi yang dilaksanakan setiap lima dilakukan melalui pemilu yang jujur, sebagai
tahun sekali itu, baik dalam pemilihan manifestasi dari kehendak rakyat yang
Presiden, Gubernur, bupati atau wali kota.33 menjadi dasar dari otoritas pemerintah.38
Dalam Undang-Undang Nomor 39 tahun
1999 tentang Hak Asasi Manusia, disebutkan Jual Beli Suara dan Penyimpangan dalam
bahwa yang dimaksud dengan Hak Asasi Pemilukada
Manusia adalah seperangkat hak yang melekat
Kecurangan dalam pelaksanaan pemilukada
pada hakikat dan keberadaan manusia
sudah menjadi penyakit yang kronis. Para
sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Kuasa
pelaku kecurangan berusaha menampilkan
dan merupakan anugerah-Nya yang wajib
perilaku buruk mereka sebagai ‘kesalahan
dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi
prosedur’, misalnya saat salah menghitung
oleh Negara, hukum dan pemerintah, demi
suara di tingkat pemungutan suara (TPS)
kehormatan dan perlindungan harkat dan
atau salah merekapitulasi perhitungan suara
martabat manusia. Jadi, dapat ditegaskan
di tingkat kelurahan atau kecamatan. Selain
bahwa Hak Asasi Manusia itu adalah hak
itu, ada juga yang menampilkan perilaku
fundamental yang tidak boleh dikurangi
curang itu sebagai ‘kesemrautan administratif’
sedikitpun. Termasuk hak pilih dan memilih
seperti terlihat dari simpang-siur soal Daftar
bagi warga Negara dalam pemilukada.
Pemilu Tetap (DPT) yang terjadi pada setiap
Hak pilih dan memilih dalam pemilukada pelaksanaan Pemilukada. Dari pengalaman
adalah salah satu hak konstitusional warga tersebut, jelas bahwa pelbagai kesalahan dan
Negara dalam bidang politik, yang juga kesemrautan ini adalah bagian dari praktik
merupakan bagian dari Hak Asasi Manusia. curang yang sudah sistematis. Di samping
Jadi, hak pilih seorang warga Negara, sudah itu, kecurangan yang lebih ‘telanjang’
seharusnya untuk dihormati, dijunjung tinggi lagi adalah pembelian suara. Menjelang
dan dilindungi oleh Negara, hukum dan pelaksanaan Pemilukada, tim sukses atau
pemerintah. Mengenai perlindungan hak orang suruhan yang berkeliaran di kampung
pilih ini juga telah diatur dan dilindungi menawari imbalan uang atau fasilitas, jika
oleh UUD 1945 negara Republik Indonesia, warga mau memilih calon yang “dijagokan”.
yaitu pada ketentuan pasal 28C ayat (2),34 Praktik seperti ini berlangsung selama masa
pasal 28D ayat (1),35 pasal 28D ayat (3),36 sosialisasi, masa kampanye, dan bahkan
pasal 28I ayat (2).37 Dengan demikian, jelas sampai pada saat-saat terakhir men jelang
bahwa dalam suatu masyarakat demokratis, pencoblosan, bahkan tindakan terakhir
yang telah diterima secara universal oleh dari tim sukses ini sangat mengerikan,
bangsa-bangsa beradab, hak atas partisipasi yaitu dikenal dengan ‘serangan fajar’.
politik adalah suatu hak asasi manusia, yang Praktik ‘curang’ seperti ini sangat mulus
dan masih terus dipelihara sampai hari ini.
33
Lihat Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28C Ayat (2). Bahkan, dengan meningkatnya pengawasan,
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan strategi para pelaku kecurangan juga semakin
Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD.
34
Pasal 28C ayat (2) menyatakan bahwa setiap warga
berkembang. Untuk memastikan pembelian
Negara berhak memajukan dirinya dalam memperjuangkan suara, mereka menuntut warga memberikan
haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa bukti seperti foto kartu suara yang sudah
dan negaranya.
35
Pasal 28D ayat (1) menyatakan bahwa setiap orang dicobloskan. Praktik seperti ini sungguh
berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian sangat disayangkan, karena akan mencederai
hukum yang adil serta perlakuan yang sama di depan hukum.
36
Pasal 28I ayat (3) menyatakan bahwa setiap warga negara
demokrasi yang tengah dibangun di Negara
berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintah.
37
Pasal 28I ayat (2) menyatakan bahwa setiap orang berhak
bebas dari perlakuan yang diskriminatif atas dasar apapun dan 38
Soedarsono, Mahkamah Konstitusi Sebagai Pengawal
berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang Demokrasi, (Jakarta: Sekretaris Jenderal dan Kepaniteraan
diskriminatif itu. NKRI, 2006), h. 172.
M. Hasbi Umar: Hukum Menjual Hak Suara |257
ini, dan juga menghianati prinsip pemilukada Sementara itu di tingkat lokal, konstalasi
yang jujur, adil dan damai. Transaksi jual politik dalam pemilukada biasanya tidak
beli suara sanga merendahkan warga dan lebih berupa perpaduan antara politik uang
membuat pemimpin yang terpilih dengan dengan premanisme. Sepanjang perhelatan
cara seperti itu sama sekali tidak akan pemilukada dilangsungkan, tema-tema
menghargai warga yang telah memilihnya. pemilukada hanya berkisar pada godaan uang,
Dari sinilah dimulainya lingkaran korupsi, penyalahgunaan kekuasaan dan ancaman
penyalahgunaan wewenang dan mengabaikan ‘kekerasan’ bagi pihak yang berseberangan.
hak-hak warga yang berakibat kemiskinan Konstalasi tersebut, diperparah dengan
dan kesengsaraan. kondisi objektif dan subjektif rakyat yang
Dengan demikian, kecurangan dalam sedang dihadapkan dengan pelbagai persoalan
pemilukada bukan hanya sesuatu yang hidup yang pada umumnya masih sangat
salah secara moral, tetapi sebuah bentuk memerlukan bantuan dan uluran tangan para
pelanggaran hukum. Setiap pembelian dan dermawan. Kondisi seperti inilah, antara lain,
penjualan suara, baik yang dilakukan di mendorong terjadinya jual beli suara dalam
kampung, di TPS, Kantor Kelurahan dan pemilukada. Rakyat yang sedang dirundung
Kecamatan, baik yang melibatkan warga malang, sementara para kandidat memiliki
biasa, tim sukses maupun para pejabat banyak uang, akhirnya bertemu dalam satu
Negara adalah pelaku tindak kejahatan. titik kepentingan; rakyat butuh uang, kandidat
Fenomena seperti ini terus berkembang butuh dukungan suara, inilah demokrasi yang
dan selanjutnya merefleksikan sebuah pem terjual belikan dalam pemilukada.
bodohan terhadap rakyat dalam hal ber
demokrasi, di mana standar kualitas calon a. Praktik Money Politic dalam Pemilukada
pemimpin daerah diukur dengan seberapa Money politic (politik uang), sebuah fenomena
sering ia ‘pamer kebaikan dan kedermawanan’ yang sedang mengemuka dalam tataran dunia
di hadapan rakyat. Sementara persoalan- perpolitikan tanah air. Baunya terasa, tetapi
persoalan yang menjadi kebutuhan rakyat tidak berwujud. Money politik barangkali
banyak justeru kurang tersentuh, seperti berbeda dengan biaya politik. Money politic
kemiskinan, peluang kerja, bahkan pendidikan sebuah istilah yang diperuntukan bagi mereka
dan kesehatan rakyat, hampir tidak dibahas yang meraih kemenangan dengan mem
secara serius dan tuntas. Tidak adanya evaluasi bayar sejumlah uang kepada konstituennya.
serius yang diketahui banyak orang, mengenai Sementara biaya politik digunakan untuk
sejauh mana pemerintah daerah melakukan persiapan-persiapan dan dukungan sarana
tugasnya dalam memberikan pelayanan kampanye dalam sebuah pemilukada.
kepada publik terkait soal-soal tersebut. Penggunaan politik uang dalam sebuah
Sehingga tidak aneh apabila muncul apatisme proses pemilukada sering diperbincangkan
masyarakat terhadap pemilukada. Mereka dalam pelbagai talk show forum pertemuan.
lebih tertarik pada ‘duit’ yang dibagi-bagikan Namun, perbincangan itu selalu berakhir
para calon, ketimbang program-program, visi begitu saja tanpa ada solusi kongkrit untuk
dan misi yang ditawarkan calon.39 mengatasi persoalan tersebut. Di grass roots,
politik uang terus berlangsung, tanpa
terdeteksi, tanpa terbuktikan, karena proses
39
Keanehan dalam pemilukada tersebut, timbul karena ini seperti maaf ‘buang angin’ yang baunya
memang persoalan kehidupan rakyat kurang menjadi agenda
utama. Justeru yang menjadi agenda utama adalah dukung
terasa tetapi tanpa wujud. Hakikat politik
mendukung kandidat. Di mana kandidat dipromosikan begitu uang itu seperti membeli sebuah benda
sempurna, dengan beragam spanduk, baliho, ditambah dengan dari super market, barang tersebut sudah
berbagai ‘jargon’ dan janji-janjinya. Kegiatan selebrasi kandidat,
nampaknya mengalahkan perhatian dan pembahasan tentang dibandrol dengan harga khusus, bahkan
persoalan kerakyatan. kalau penawarnya banyak maka harganya
258| AL-‘ADALAH Vol. XII, No. 2 Desember 2014
bisa naik dan mendadak melambung tinggi. suara sama dengan membungkam hak bicara
Pemilih sebagai ‘penjual’—melalui tim sendiri walaupun digilas oleh kebijakan
suksesnya—menawarkan harganya berupa penguasa. Oleh karena itu, jangan menjual
hak suara kepada para ‘pembeli’ bahkan suara, apalagi dengan harga yang sangat
dengan pelbagai cara. Terkadang, sebagai murah berupa satu kotak mie instan. Harga
‘penjual’, mereka pasang harga mahal dengan suara itu tidak sebanding dengan kenaikan
mengatakan bahwa ‘pembeli’ yang lain sudah harga barang yang terus melonjak akibat
menawar dengan harga yang lebih tinggi. kebijakan si pembeli suara. Bila memang
Negoisasipun berlangsung antara agen sangat ingin menjual suara, berikan bandrol
“penjual” dengan “pembeli” sampai kepada satu yang sangat mahal. “selamat tidak menjual
kesepakatan, “deal” serah terima berlangsung suara supaya hak protes tidak dibungkam!”
dalam sebuah kesepakatan tidak tertulis, tidak Lembaga fatwa Mesir, Dâr al-Iftâ, me
terdeteksi, dan sulit ditemukan bukti materil. ngeluarkan fatwa yang melarang kandidat
Detik itu, “suara” sebagai hak kedaulatan rakyat melakukan money politic untuk membeli
sistem demokrasi, setengahnya sudah milik suara. Fatwa ini keluar menyusul adanya
orang lain. Begitu proses pencoblosan surat laporan pembelian suara di Kairo lama.
suara berlangsung, maka sepenuhnya “suara” Dalam fatwa tersebut dijelaskan bahwa
rakyat tadi berpindah tangan kepada tokoh “Membeli adalah semacam suap yang
yang memenangkan penawaran pembelian dilarang oleh Islam”. Fatwa itu menambah
suara tadi. Dalam kondisi ini, rakyat yang kan bahwa se orang kandidat tidak boleh
suaranya telah “dibeli” secara otomatis telah menggunakan uang untuk mempengaruhi
menyerahkannya suaranya selama 5 tahun pemilih, dan menegaskan asset riil kandidat
kepada si pembeli. Seperti sebuah barang adalah kejujuran dan kemampuan untuk
yang sudah dibeli, tentu barang itu sudah menghormati janji. Fatwa juga menekankan
menjadi milik orang lain. Kita sebagai pemilik bahwa para makelar suara juga profesi haram,
awal dari barang itu, telah kehilangan hak karena mereka memfasilitasi tindakan yang
mempertanyakan penggunaannya. Barang itu dilarang agama.40
telah menjadi milik orang lain, terserah dia,
mau digunakan untuk menggilas pemilik b. Money Politic Membajak Nilai Etik
suara atau mensejahterakan mereka. Demikian Sosial-Agama
pula sebaliknya, sebagai pemilih yang telah Secara faktual dan berdasarkan survey terkini,
“menjual” suaranya dalam sebuah pemilu, Indonesia Network Election Survey (INES)
etisnya tidak mungkin menanyakan kegunaan pada medio Oktober 2012 menemukan 50,3
suara yang telah dijual. persen responden memilih partai politik
Pembeli suara yang ternyata memenang karena factor uang. Kekuatan uang dianggap
kan sebuah pemilihan umum tidak mem paling signifikan dalam mempengaruhi
punyai beban lagi kepada para pemilih kecenderungan afiliasi publik terhadap
(konstituen) yang suaranya telah dibeli. partai politik ketimbang aspek visi, misi,
Dalam etika dagang, barang yang sudah program kerja, hingga gelontoran iklan di
dijual tidak boleh diminta kembali. Jadi media sekalipun. Karena itu, money politic
jangan heran, jika jeritan, demo, protes diperkirakan akan tetap mendominasi warna
atau apapun namanya, kurang mendapat
perhatian dari tokoh politik terpilih. Salah
40
Fatwa juga menyarankan untuk menjauhi perilaku
satunya, karena mereka menganggap suara seperti itu dan bersatu untuk memeranginya, juga menekankan
yang mengantarnya ke tampuk kekuasaan bahwa Islam mempromosikan kejujuran. Pembelian suara
“sudah dibeli”. Silakan mengusap dada selama biasanya menjadi perdagangan yang berkembang selama
pemilihan parlemen Mesir. Banyak pengusaha mengandalkan
lima tahun ke depan. Menunggu suara itu teknik di negeri ini, di mana 40 persen warga hidup di bawah
kembali lagi kepada pemiliknya. Menjual garis kemiskinan.
M. Hasbi Umar: Hukum Menjual Hak Suara |259
demokrasi pada pemilu yang akan datang.41 dukungan publik yang tinggi di pemilu
Dalam artian faktor uang akan mem selanjutnya. Tidakkah ada sanksi politik
pengaruhi dalam setiap perhelatan pemilu publik melalui mekanisme demokrasi yang
ke depan termasuk pemilihan kepala daerah. memfasilitasi rakyat untuk melakukan
Kecenderungan tersebut sangat mungkin perubahan dan menyingkirkan para penguasa
terjadi, karena calon pemimpin yang akan korup di kekuasaan.43 Jawaban pertanyaan
mereka pilih tidak terlepas dari partai politik itu ternyata berimplikasi pada aspek sosial
yang dijadikan sebagai ‘kendaraan’ politiknya. budaya masyarakat Asia yang ternyata dinilai
Kuatnya daya tarik uang dalam mem cenderung bisa menoleransi praktik-praktik
pengaruhi perilaku politik publik sebenarnya korupsi yang terjadi di sekitarnya. Tindakan
bukanlah fakta baru. Secara teoritis, memang korupsi tersebut dianggap telah bercampur dan
terdapat hubungan interkoneksitas yang membaur dengan sistem budaya yang sarat
kuat antara uang dengan kekuasaan. Di dengan muatan nilai-nilai luhur, etika dan
satu sisi, uang menjadi sumber kekuatan nilai-nilai sosial keagamaan masyarakatnya.44
untuk menghasilkan kekuasaan. Di sisi Dengan legitimasi etik tersebut, men
lain, kekuasaan juga dapat difungsikan jadi lazim jika kemudian tidak muncul
untuk menghasilkan uang. Dalam sistem sentimen negatif dari publik terhadap
masyarakat kapital, uang amat menentukan figur atau lembaga-lembaga politik yang
strata politik seseorang, sehingga tidak heran memproduksi tindakan korupsi di sekitarnya.
jika terdapat pasangan calon kepala daerah, Money politic yang diserahkan kandidat dan
sebagai jagoan parpol, yang berniat membekali politikus kepada para pemuka agama, tokoh
tim-tim suksesnya dalam mempengaruhi adat, dan lembaga-lembaga sosial maupun
rakyat untuk memperebutkan kekuasaan keagamaan, sebagai agenda penjaringan vote
dalam setiap perhelatan pemilukada dengan getters, misalnya, dengan leluasa dilakukan
gelontoran uang hingga mencapai jumlah atas nama hibah, hadiah, bisyaroh, syariah,
miliaran rupiah.42 atau bahkan infak dan sedekah, ditujukan
Kendati demikian, uang tidak selamanya kepada kelompok-kelompok miskin dan
berkuasa. Sejarah politik dunia tidak pernah marginal, termasuk kelompok masyarakat
mencatat uang sebagai ‘satu-satunya penguasa’ yang berpendidikan rendah di pedesaan.45
yang paling menentukan. Namun dalam Dalam konteks ini, perilaku kandidat dan
banyak masyarakat, tidak terkecuali masyarakat politikus tersebut dapat dikategorikan sebagai
Indonesia yang katanya agamis (religious), pelecehan dan bahkan penghinaan terhadap
uang tetap menjadi senjata ampuh untuk harkat dan martabat masyarakat pedesaan
menaklukkan kekuasaan. Karena prinsipnya, tersebut. Di sinilah terjadi pembajakan
uang adalah saudara kembar kekuasaan. Dalam atas nilai-nilai luhur bangsa, pemerkosaan
penelitiannya, Rose Ackerman (1999) dan sosial-etika masyarakat Pancasila yang
Bardhan (1997), sebagaimana dikutip Ahmad notabanenya masyarakat religius.46 Perilaku
Khoirul Umam, pernah mempertanyakan suap telah dikemas sedemikian rupa dengan
trend yang sering bermunculan di sejumlah sampul budaya dan nilai-nilai agama hingga
Negara demokrasi baru di kawasan Asia. mengaburkan substansi yang menjadi
Mengapa banyak politikus dan partai politik
yang jelas-jelas diketahui korup, tetapi masih 43
Ahmad Khoirul Umam, Membajak Nilai Sosial-Agama,
juga mendapatkan tingkat keterpilihan dan h. 4.
44
Lihat M. Hasbi Umar, Paradigma Baru Demokrasi di
Indonesia:Analisis Terhadap Pelaksanaan Pemilu Legislatif, (Jambi:
Syariah Press, 2009), h. 12.
41
Ahmad Khoirul Umam, Membajak Nilai Sosial-Agama, 45
Lihat Ahmad Khoirul Umam, Membajak Nilai Sosial-
dalam Republika, Kolom Opini, tanggal 14 Desember 2012, h. 4. Agama, h. 4.
42
Ahmad Khoirul Umam, Membajak Nilai Sosial-Agama, 46
M. Hasbi Umar, Paradigma Baru Demokrasi di Indonesia,
h. 4. h. 13.
260| AL-‘ADALAH Vol. XII, No. 2 Desember 2014
motivasi dasar tindakannya. Heidenheimer suara yang secara nyata mengkhianati prinsip
(1970) pernah menegaskan bahwa telah dasar demokrasi. Di sinilah letak kesalahan
terjadi pencampuradukan nilai-nilai koruptif fatal kandidat kepala daerah dan partai
dan nuansa moral-etik dalam kehidupan politik, di samping masih lemahnya peran
masyarakat kontemporer. Karena semakin civil society di negeri ini terhadap kurangnya
banyak pertukaran korupsi maka semakin pendidikan politik dan anti korupsi kepada
mirip ia dengan pertukaran sosial-etik pada publik. Penggunaan money politic merupakan
umumnya.47 jalan pintas akibat macetnya program partai
Seiring dengan itu, korupsi tidak lagi politik dan visi misi calon kepala daerah yang
dilakukan dalam ruang tertutup dan sembunyi- diusung dalam pemilukada.50
sembunyi, tetapi dijalankan di ruang terbuka Seluruh elemen civil society harus terus
dengan perasaan bangga dan penuh suka cita. bergerak secara intensif untuk memberikan
Praktik semacam itu akan terus direproduksi, pencerahan kepada publik agar rakyat tidak
dijalankan secara intensif, dengan prinsip “tahu terus terpedaya dan pesta demokrasi yang ber
sama tahu” dan disertai rasa saling percaya jalan tidak hanya memfasilitasi para kandidat
yang sejajar di antara kandidat atau politikus kepala daerah, terutama kandidat incumbent
dan masyarakatnya. Interaksi timbal balik yang terus berusaha mempertahankan jabatan
yang dijalankan itu menjadi sulit dipangkas dan kekuasaan yang dinikmatinya. Jika itu yang
karena hukum ketertarikan dan sifat saling terjadi maka demokrasi akan bermuara pada
menguntungkan menjadi ruh di dalamnya.48 aspek partisipasi, tanpa mampu menyentuh
Dalam konteks inilah korupsi menampakkan prinsip akuntabilitas dan transparansi demi
fungsinya sebagai media pertukaran yang terciptanya tata kelola pemerintahan yang baik
‘sah’ secara budaya. Jadi, budaya suap dan dan bersih di negeri ini.51
korupsi yang terus bermunculan sejatinya
bukan semata-mata akibat dari lemahnya Hukum Jual Beli Hak Suara dalam
supremasi hukum, melainkan akibat dari Pemilukada
kesepakatan kolektif di masyarakat hingga Pemilihan umum kepala daerah (pemilukada)
tercipta sub-kultur yang menyimpang. Inilah dalam rangka memilih pemimpin baru di
yang dimaksud dengan pembajakan nilai etik Negara ini akan terus berlangsung di setiap
dalam perhelatan perpolitikan bangsa ini, daerah, sesuai dengan periodesasi kepemimpin
terutama dalam pemilukada.49 an yang diamanatkan oleh Undang-Undang
‘Pembajakan nilai etik’ dalam konteks nomor 12 tahun 2003 tentang pemilu. Dalam
ini identik dengan ‘korupsi berjama`ah’, ia pelaksanaan pemilukada, setiap warga Negara
merupakan terminologi menarik yang sering diperlakukan sama di muka hukum dan me
dipakai untuk menjelaskan fenomena tersebut. miliki hak suara atau hak pilih. Hak suara
Akibatnya, upaya memberantas korupsi tersebut dapat dikatakan sebagai hak yang
politik di akar rumput yang dalam wujud melekat pada diri warga dan termasuk bagian
sederhananya dipraktikkan dalam bentuk dari Hak Asasi Manusia, sekaligus merupakan
politik uang, pembagian sembako, bantuan salah satu hak konstitusional warga Negara
sosial, dan lain sebagainya itu menjadi sulit dalam bidang politik.52 Namun demikian,
terlaksana. Realitas inilah yang melanggengkan penggunaan hak tersebut dalam pemilukada
praktik politik dagang sapi dan jual beli mestilah sesuai dengan peraturan perundang-
47
Lihat Ahmad Khoirul Umam, Membajak Nilai Sosial- 50
M. Hasbi Umar, Paradigma Baru Demokrasi di Indonesia,
Agama, h. 4. h. 17.
48
Ahmad Khoirul Umam, Membajak Nilai Sosial-Agama, 51
Lihat Ahmad Khoirul Umam, Membajak Nilai Sosial-
h. 4. Agama, h. 4.
49
Lihat M. Hasbi Umar, Paradigma Baru Demokrasi di 52
Baca Undang-Undang nomor 12 tahun 2003 tentang
Indonesia, h. 17. pemilu.
M. Hasbi Umar: Hukum Menjual Hak Suara |261
pemilukada sama dengan risywah, karena di korupsi didefinisikan dengan: “Memberi atau
antara unsur-unsur risywah itu adalah adanya menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri
athiyyah (pemberian) dan ada niat istimâlah atau penyelenggara negara, di mana pegawai
(menarik simpati orang lain atau massa). Money negeri atau penyelenggara negara tersebut
politic, dalam pemilukada, secara umum sering supaya berbuat atau tidak berbuat sesuatu
dinilai dengan uang bujuk atau uang sogok dalam jabatannya yang bertentangan dengan
dalam rangka menarik simpati publik. kewajibannya”.61
Jadi jelas bahwa praktek jual beli suara Dalam Alquran, risywah digolongkan
(money politic) dalam pemilukada termasuk dalam kata umum batil, yaitu meliputi juga
dalam kategori Risywah. Bahkan tindakan perbuatan pidana lain seperti merampok,
serupa yaitu menerima dan mengambil menipu, memeras dan termasuk praktik jual
sesuatu yang bukan haknya sama dengan beli hak suara untuk kepentingan tertentu.
tindakan korupsi. Korupsi merupakan tindakan Di Negara ini, dari segi peraturan perundang-
penyelewengan dan penggelapan harta negara undangan semua perkataan “memberi dan
untuk kepentingan pribadi atau orang lain.58 menerima suapan” adalah bagian dari per
Dalam Islam, ada beberapa istilah yang buatan dan kesalahan pidana. Islam sangat
terkait dengan mengambil harta tanpa hak, melarang umatnya dari perbuatan semacam
misalnya; ghasb, ikhtilâs, sariqoh, hirâbah, dan itu. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw. yang
ghulûl. Semuanya mengandung makna yang bermaksud; “Dari Abû Hurairah r.a. dia telah
berbeda, tetapi semua istilah itu bermuara pada berkata: “Rasulullah Saw telah mengutuk orang
penggunaan hak dan pengambilan harta dengan yang suka memberi suap dan orang yang suka
cara yang tidak benar. Oleh karena itu banyak menerima suap…”; ini sama dengan risywah.
orang yang mengidentikkan korupsi dengan Perbuatan risywah ini adalah perbuatan yang
risywah. Karena risywah dalam pelbagai literatur sangat keji dan berdosa. Mereka yang terjebak
fikih adalah sesuatu yang diberikan guna dalam budaya risywah akan memperoleh
membatalkan yang benar atau membenarkan balasan yang setimpal dengan perbuatan
yang salah. Al-Fayyumi menyebutkan bahwa mereka. Rasulullah Saw. bersabda, “Pemberi
rishwah adalah sesuatu yang diberikan kepada dan penerima rasuah (risywah) kedua-duanya
seseorang kepada hakim atau yang lainnya agar akan masuk neraka”. Di samping itu, Allah
memberi hukum menurut kehendak orang telah berfirman dalam Alquran, “Dan jangan
yang memberikan sesuatu itu.59 Ungkapan lah sebagian kamu memakan harta sebagian
senada juga dikemukakan oleh ibnu Hazm yang lain di antara kamu dengan jalan yang
dalam kitab al-Muhallâ, yaitu pemberian batil (tiada hal) dan (jangan) kamu bawa
yang diberikan seseorang kepada hakim atau kepada hakim, supaya dapat kamu memakan
lainnya untuk me menangkan perkaranya sebagian harta orang yang berdosa sedang kamu
dengan cara yang tidak dibenarkan atau untuk mengetahuinya”. Q.s. (Al-Baqarah [2]: 188).
mendapatkan sesuatu yang sesuai dengan Kemudian, Allah menyebutkan: “Mereka itu
kehendaknya.60 Dalam Undang-Undang adalah orang-orang yang suka mendengar berita
Tindak Pidana Korupsi pasal 5 ayat 1 terdapat bohong, banyak memakan yang haram”. (Q.s.
kemiripan antara korupsi dan risywah, di mana Al-Mâ’idah [5]: 42) Dalam sebuah hadits
ditegaskan bahwa Rasulullah Saw. melaknat
bagi penyuap dan yang menerima suap.62
58
Lihat Kamus Besar Bahasa Indonesia.
59
Lihat selengkapnya al-Misbâh al-Munîr/al-Fayumi, al- Dalam hadits lain yang diriwayat oleh Ahmad,
Muhallâ/Ibnu Hazm, atau “pemberian yang diberikan kepada Rasulullah Saw. melaknat penyuap, penerima
seseorang agar mendapatkan kepentingan tertentu” (Lisânul
Arab, dan Mu’jam Wasîth).
suap, dan perantaranya.
60
Lihat selengkapnya al-Misbâh al-Munîr/al-Fayumi, al-
Muhallâ/Ibnu Hazm, atau “pemberian yang diberikan kepada
seseorang agar mendapatkan kepentingan tertentu” (Lisânul 61
Lihat Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.
Arab, dan Mu’jam Wasîth). 62
Hadits Riwayat al-Khamsah dishahihkan oleh al-Tarmidzi.
M. Hasbi Umar: Hukum Menjual Hak Suara |263
Dengan demikian, jika dicermati lebih pemilukada merupakan tindakan yang me
jauh, ternyata hadis-hadis Rasulullah itu langgar norma negara dan agama sekaligus. Ia
bukan hanya mengharamkan seseorang me tergolong perbuatan risywah yang merupakan
makan harta hasil dari suap-menyuap, tetapi suatu perkara yang diharamkan oleh Islam,
juga diharamkan melakukan hal-hal yang baik memberi ataupun menerima, termasuk
bisa membuat suap-menyuap itu berjalan. mediatornya. Islam melaknat praktik money
Maka yang diharamkan itu bukan hanya politic yang sesungguhnya merupakan salah satu
satu pekerjaan yaitu memakan harta suap- tindakan penyuapan yang meluluhlantakkan
menyuap, melainkan tiga pekerjaan sekaligus, tata nilai dalam masyarakat yang sejatinya
yaitu penerima suap, pemberi suap, dan dipelihara dan dijunjung tinggi. Karena itu
mediator suap-menyuap. Sebab tidak akan money politic dapat juga dikatakan sebagai
mungkin terjadi seseorang memakan harta tindakan pidana korupsi, yang merupakan
hasil dari orang suap-menyuap, kalau tidak suatu “virus” yang dapat menggerogoti dan
ada yang menyuapnya. Maka orang yang melemahkan moral dan etos kerja masyarakat.
melakukan suap-menyuap pun termasuk “Virus” money politic yang membahayakan
mendapat laknat dari Allah juga. Sebab itu setidaknya terlihat dari tiga efek negatif
karena pekerjaan dan inisiatif dia-lah maka yang ditimbulkannya.
ada orang yang makan harta suap-menyuap. Pertama, money politic memanjakan
Dan biasanya dalam kasus suap-menyuap sekaligus berpotensi membuat masyarakat
seperti itu, ada pihak yang menjadi mediator malas bekerja karena sembako, uang dan
atau perantara yang bisa memuluskan jalan. pemberian yang digelontorkan oleh seorang
Dari uraian ayat-ayat dan hadis di atas, kontestan pemilu, pilkada bahkan pemilihan
jelaslah bahwa praktik jual beli suara dalam presiden, membuat masyarakat terbiasa
pemilukada tergolong perbuatan risywah, me nerima sesuatu tanpa bekerja keras.
merupakan suatu perkara yang diharam Jika berlangsung dalam waktu lama dapat
kan oleh Islam, baik memberi ataupun me membuat sebagian anggota masyarakat terlatih
nerimanya sama-sama diharamkan di dalam dan terbiasa dengan menerima pemberian-
syariat.63 Oleh karena itu, setiap perolehan pemberian secara gratis. Jika kondisi ini
apa saja di luar gaji dan dana resmi dan legal menjadi pemandangan umum di tengah
yang terkait dengan jabatan atau pekerjaan masyarakat maka dapat membahayakan sendi-
merupakan harta ghulûl atau korupsi yang sendi kemandirian masyarakat, sekaligus akan
hukumnya tidak halal meskipun itu atas nama lebih memiskinkan masyarakat yang sudah
‘hadiah’ dan tanda ‘terima kasih’ akan tetapi terjatuh dalam kemiskinan.
dalam konteks dan perspektif syariat Islam Kedua, money politic menjadi pemicu
bukan merupakan hadiah tetapi dikategorikan pertama terjadinya lingkaran setan korupsi
sebagai “risywah” atau “syibhu risywah” yaitu karena ketika seorang kontestan meng
semi suap, atau juga risywah masturoh yaitu investasikan jumlah tertentu untuk meraih
suap terselubung dan sebagainya. pemenangannya, dan sudah berhitung
untuk mendapatkan kembali uang yang di
Penutup investasikannya itu selama bekerja sebagai
anggota legislatif, bupati, gubernur dan lain
Sebagai kesimpulan dapat ditegaskan bahwa
sebagainya.
jual beli hak suara yang dipraktikkan dalam
Ketiga, money politic melahirkan pe
mimpin tidak sejati, karena pemimpin yang
63
Namun ada pengecualian yang menurut mayoritas ulama muncul dari hasil politik uang adalah tipe
memperbolehkan penyuapan yang dilakukan oleh seseorang untuk pemimpin yang sejak awal tidak memiliki
mendapatkan haknya, karena dia dalam kondisi yang benar dan
mencegah kedzoliman terhadap orang lain, dalam hal ini dosanya
kesejatian untuk memimpin. Pemimpin
tetap ditanggung oleh yang menerima suap. seperti ini memerlukan pencitraan yang
264| AL-‘ADALAH Vol. XII, No. 2 Desember 2014
berbiaya mahal. Pencitraan ini diperlukan Ibn al-Hujjaj, Muslim, Shahîh Muslim, Ttp.:
untuk memake-up habis dirinya dari seorang Dâr al-Ihyâ’ al-Turath al-`Arabi, 1972.
yang semula memang biasa saja menjadi Ibnu Yazid, Muhammad, Sunan Ibn Mâjah,
seorang berbeda sehingga tampak layak Ttp.: Dâr al-Ihyâ’ al-Turath al-`Arabi,
untuk dipilih sebagai pemimpin. Dari sisi 1975.
etika fiqh siyâsah, money politic jelas mem Ibn Hanbal, Ahmad, Musnad al-Imam
perlihatkan praktik “pencurian hak”. Karena Ahmad, Mishr: Dâr al-Ma’ârif, 1980.
money politic yang dilakukan oleh seseorang
mengakibatkan berpindahnya hak memimpin Khoirul Umam, Ahmad, Membajak Nilai
yang semestinya pantas untuk diperoleh oleh Sosial-Agama, dalam Republika, Kolom
seseorang dan beralih kepada seseorang yang Opini, tanggal 14 Desember 2012.
bukan berhak menerimanya. Maududi, al-, Abul A’lâ, al-Khilafah wa
al-Mulk, Kuwait: Dâr al-Qalam, 1978.
Pustaka Acuan Marbawi, al-, Muhammad Idrîs, Kamus al-
Marbawi, Mishr: Mustafâ al-Bâbi al-
Ash-Shiddieqy, Hasbi, Asas-asas Hukum
Halabi wa Auladih, 1350 H.
Tata Negara Menurut Islam, Yogyakarta:
Matahari Masa, 1969. Mas’oed, Mohtar, Negara Kapital dan
Demokrasi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
Bustami, al-, Fuad ‘Irfan, Munjid al-Tullab,
1994.
Bayrût: al-Maktabah al-Kasulikiyyah, t.t.
Muhammad, Pemilihan Umum dan Legitimasi
Barakatullah, Abdul Halim, Menjual Hak
Politik, Jakarta: Yayasan Buku Obor,
Memilih pada Pemilihan Umum dalam
1998.
Perspektif Hukum Perjanjian, dalam
Jurnal Konstitusi, IAIN Antasari, 2009. Muzakir, Demokrasi dan Kejujuran, Jakarta:
Wahana Putra, 2007.
Bukhâri, al-, Muhammad bin Ismaîl bin
Ibrahîm, Shahîh Bukhâri, Bayrût: Dâr Nugraha, Agus, Pemilihan Presiden dalam
al-Qalam, 1987. Islam, dalam Refleksi Jurnal Kajian Agama
dan Filsafat, UIN Syarif Hidayatullah,
Chejne, Anuar, Succession to The Rule in
Jakarta: Vol. VI, Nomor 3, 2004.
Islam with Special Reference to the Early
Abbasid Period, Disertasi Ph.D. pada Sjadzali, Munawir, Islam dan Tata Negara,
University of Pennsylvania Amerika Jakarta: UI Press, 1990.
Serikat, 1954. Soedarsono, Mahkamah Konstitusi Sebagai
Fatah, Eep Saefulloh, Evaluasi Pemilu Orde Pengawal Demokrasi, Jakarta: Sekretaris
Baru, Seri Penerbitan Studi Politik, Jenderal dan Kepaniteraan NKRI, 2006.
Jakarta: LIP FISIP UI, 1997. Undang-Undang RI. No. 31 Tahun 2002
Gaffar, Afan, Politik Indonesia, Transisi tentang Partai Politik (Lembaran Negara
Menuju Demokrasi, Yogyakarta: Pusaka Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor
Pelajar. 2000. 138).
HR, Ridwan, Fiqih Politik Gagasan, Harapan Undang-Undang RI No. 12 Tahun 2003
dan Kenyataan, Yogyakarta: UII Press, tentang Pemilu Anggota DPR, DPD,
2007. dan DPRD (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2003 Nomor 37).
Hasbi Umar, Muhammad, Paradigma Baru
Demokrasi di Indonesia: Analisis Terhadap W. Huntington, Samuel, Demokrasi
Pelaksanaan Pemilu Legislatif, Jambi: Gelombang Ketiga, Asril Marjohan
Syariah Press, 2009. (pent.), Jakarta: Grafiti, 1995.