Laporan Kasus Besar Muhammad Ghaza - Seorang Anak 7 Bulan Dengan Demam Berdarah Dengue Derajat I

You might also like

Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 15

LAPORAN KASUS BESAR

PENENTUAN TINGKAT KEPARAHAN INFEKSI VIRUS DENGUE


PADA BAYI BERDASARKAN PEMERIKSAAN FISIK DAN
PEMERIKSAAN PENUNJANG :
Studi Kasus pada Bayi Usia 7 Bulan dengan Demam Berdarah Dengue

Diajukan guna melengkapi tugas Kepaniteraan


Senior Bagian Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro

Disusun oleh:

Muhammad Ghaza Syahputra

22010119220176

Penguji :
dr. Dimas Tri Anantyo Sp. A

Pembimbing :
dr. Dewi Apriani

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG

2020
HALAMAN PENGESAHAN

Nama : Muhammad Ghaza Syahputra


NIM : 22010119220176
Bagian : Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas : Kedokteran
Universitas : Diponegoro
Judul : Penentuan Tingkat Keparahan Infeksi Virus Dengue Pada Bayi
Berdasarkan Pemeriksaan Fisik Dan Pemeriksaan Penunjang :Studi Kasus pada Bayi Usia
7 Bulan dengan Demam Berdarah Dengue
Bayi Penguji : dr. Dimas Tri Anantyo, Sp. A
Pembimbing : dr. Dewi Apriani

Semarang, 26 Februari 2020


Penguji, Pembimbing,

dr. Dimas Tri Anantyo, Sp.A dr. Dewi Apriani


A 7 MONTHS OLD CHILD WITH DENGUE HAEMORRHAGIC FEVER
Muhammad Ghaza Syahputra, Dewi Apriani, Dimas Tri Anantyo

Abstract

Backround: Dengue viral infection can infect people of all ages including infants less
than 1 year old. The incidence of infant Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) varies from
literature to literature. A study of 118 infants <12 months of age in Vietnam found that
almost all infants that have DHF presents ptechie. The Disease severity of dengue
infection consists of asymptomatic infection and symptomatic infection. Symptomatic
infection has varying degrees of severity which are undifferentiated fever, dengue fever,
DHF, and Dengue Shock Syndrome (DSS).

Method: The data that is obtained by interviewing the patients parents for the patients
symptoms and patients medical history, data from the patients medical record is also
obtained for information on the treatments and examinations that has been done to the
patient.

Case: A 7 months old arrived at the hospital with a continuous abrupt 3 day fever, the
condition is accompanied by watery stool 2 times a day, vomiting once a day.

Discussion: The patient arrived at the hospital with a continuous abrupt 3 day fever, the
results of the physical examination showed positive torniquete test, and palpable liver.
The laboratory test results showed that the patient has thrombocytopenia, and the chest
x-ray results showed that the patient has a pleural effusion.

Conclusions: The patient was diagnosed with DHF without shock and was discharged
after the patient was given fluid therapy, supportive, and symptomatic treatments.

Keywords: Dengue Haemorrhagic Fever, thrombocytopenia, pleural effusion.


SEORANG ANAK PEREMPUAN 7 BULAN DENGAN DEMAM BERDARAH
DENGUE
Muhammad Ghaza Syahputra, Dewi Apriani, Dimas Tri Anantyo

Abstrak
Latar Belakang : Infeksi virus dengue dapat menyerang semua usia, termasuk bayi usia
kurang dari 1 tahun. Insiden Demam Berdarah Dengue (DBD) pada bayi berbeda-beda
menurut beberapa literatur. Studi yang dilakukan pada 118 bayi berusia <12 bulan di
Vietnam, menemukan bahwa hampir seluruh bayi yang terkena infeksi dengue memiliki
manifestasi perdarahan berupa petekie pada hampir seluruh pasien. Keparahan infeksi
virus dengue terdiri dari infeksi virus dengue asimptomatis dan simtomatis. Tingkat
keparahan infeksi virus dengue simptomatis antara lain demam tidak spesifik, demam
dengue, DBD dan Dengue Shock Syndrome (DSS).

Metode : Data yang digunakan untuk pembuatan laporan kasus didapatkan melalui
alloanamnesis keluarga mengenai keluhan pasien dan riwayat penyakit pasien, serta
melalui catatan medis pasien untuk mengetahui perawatan pasien dan hasil pemeriksaan
yang telah dilakukan.
Kasus : Seorang anak perempuan 7 bulan datang ke rumah sakit dengan keluhan utama
demam terus menerus selama 3 hari, disertai buang air besar cair ±2 kali per hari, dan
muntah sekali dalam sehari.
Diskusi : Pasien datang dengan keluhan demam tinggi mendadak selama 3 hari, pada
pemeriksaan fisik pasien didapatkan uji bendung dengan hasil positif perut cembung,
hepar teraba, terdapat manifestasi perdarahan berupa uji bendung positif, pemeriksaan
laboratorium didapatkan hasil trombositopeni, dan pada foto thorax didapatkan efusi
pleura. Pasien diberikan terapi berupa terapi cairan, suportif, dan simptomatik.
Kesimpulan : Pasien didiagnosis DBD tanpa syok dan dipulangkan dari rumah sakit
setelah melewati fase kritis, hasil pemeriksaan laboratorium membaik, dan kondisi klinis
membaik.
Kata kunci : demam berdarah dengue, trombositopeni, efusi pleura
Case Report
Pendahuluan

Infeksi virus dengue dipercaya merupakan penyakit vector-borne paling berbahaya


karena lebih dari 40% populasi dunia terancam infeksi tersebut, WHO memperkirakan sekitar
100 juta infeksi virus dengue terjadi setiap tahun dan dapat menyerang semua usia, termasuk
bayi usia kurang dari 1 tahun.1–3 Insiden demam berdarah dengue pada bayi berbeda-beda
menurut beberapa literatur, secara umum 1-5% dari semua populasi. 4 Terdapat tiga faktor
yang memegang peranan pada penularan infeksi virus dengue, yaitu manusia, virus dan
vektor perantara dengan masa inkubasi virus dengue dalam tubuh nyamuk berlangsung
sekitar 8-10 hari, sedangkan masa inkubasi dalam tubuh manusia sekitar 3-14 hari sebelum
gejala muncul.1 Secara umum gejala dengue meliputi nyeri kepala, mual muntah, malaise,
nyeri perut dan nyeri sendi.5 Pada sebuah penelitian di Vietnam pada 118 bayi berusia <12
bulan didapatkan gejala ptekie (99%).2

Tingkat keparahan infeksi virus dengue terdiri dari infeksi dengue asimptomatis dan
simptomatis. Infeksi virus dengue simtomatis memiliki beberapa tingkat keparahan juga
antara lain demam yang tidak spesifik, demam dengue yang ditandai dengan nyeri kepala,
nyeri retroorbital, myalgia, arthralgia, dan tanda-tanda perdarahan, Demam Berdarah Dengue
yang ditandai dengan adanya perembesan plasma yang dapat bermanifestasi sebagai
hemokonsentrasi, efusi pleura, dan ascites, dapat disertai juga dengan terjadinya hipotensi
atau nadi lemah dan cepat (≤ 20 mmHg), akral dingin, dan pasien gelisah, hal-hal tersebut
menandakan telah terjadi kegagalan sirkulasi, dan paling berbahaya yaitu demam dengue
yang disertai syok yaitu Dengue Shock Syndrome (DSS) ditandai dengan adanya syok, nadi
dan tekanan darah tidak teraba.2
Laporan Kasus
Seorang anak perempuan berusia 7 bulan datang ke Ruang Gawat Darurat Rumah
Sakit Nasional (IGD) Diponegoro pada 22 Januari 2020 pukul 21:45 dengan keluhan demam
selama 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Demam muncul tiba-tiba, terus menerus dan
sepanjang hari dengan suhu mencapai 39°C. Pasien diberikan obat penurun panas oleh dokter
umum, demam turun beberapa jam yang lalu naik kembali. Keluhan disertai dengan lemas,
lesu, nafsu makan menurun, buang air besar cair berwarna kuning kecoklatan ±2 kali dalam
satu hari sejak demam, dengan volume BAB sekitar ¼ gelas belimbing setiap kali, baunya
tidak asam, dan berampas, serta mual dan muntah sekali dalam sehari sebanyak sekitar ¼
gelas belimbing, berampas, darah dan lendir disangkal, warna hitam pada muntahan
disangkal. Riwayat perdarahan seperti gusi berdarah, mimisan, ruam kemerahan pada kulit,
feses berdarah atau berwarna hitam seperti petis disangkal. Riwayat penyakit dahulu batuk
pilek selama 2 hari saat usia 4 bulan. Riwayat keluarga atau tetangga memiliki keluhan yang
serupa saat ini disangkal. Karena keluhan pasien tidak membaik, pasien dibawa ke Instalasi
Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit Nasional Diponegoro (RSND). Di IGD RSND, pasien
terlihat lemas, laju pernapasan pasien 20 kali per menit, nadi 120 kali per menit, dan
didapatkan suhu 39° C, dan didapatkan uji bendung positif, pemeriksaan fisik paru dalam
batas normal, pemeriksaan abdomen dalam batas normal. Kemudian pasien diambil darah
untuk pemeriksaan laboratorium, diberikan infus kristaloid Ringer Laktat 5 cc / kgBB / jam,
dan juga diberikan terapi berupa paracetamol, zinc, dan domperidone. Pasien dirawat di
rumah sakit dengan diagnosis DBD. Pada hari ke-5 sampai dengan hari ke-8 didapatkan hasil
pemeriksaan fisik paru dalam batas normal, fisik pemeriksaan perut menemukan hepar teraba
3 cm dibawah arcus costae dan limpa tidak teraba, dan didapatkan hasil tes bendung positif.
Pemeriksaan laboratorium darah pasien didapatkan hasil trombositopenia, Pemeriksaan X-
foto Thorax pada hari sakit ke-8 didapatkan kesan efusi pleura dengan Pleural Effusion Index
(PEI) 38%. Pasien diperbolehkan pulang setelah hasil laboratorium membaik dan bebas
demam selama 4 x 24 jam.
Hari Sakit Hari Sakit Hari Sakit Hari Sakit Hari Sakit Hari Sakit
Ke-3 Ke-4 Ke-5 Ke-6 Ke-7 Ke-8
Hemoglobin (gr/dL) 11,8 11,5 11,1 10,8 10,5 10,4
N: 10,1-13,1
Hematokrit (%) 36 33,4 35 37,4 35,7 34,9
N: 32-44
Leukosit ribu/mm3 5,6 6,35 11,18 14,88 10,68 18,54
N: 6,0-17,5
Trombosit ribu/mm3 33 20 10 12 24 163
N: 229-553
Tabel 1. Nilai hemoglobin, hematokrit, leukosit, trombosit

Hemoglobin (gr/dL) N: 10,1-13,1


12

11.5

11

10.5

10

9.5
Hari ke-3 Hari ke-4 Hari ke-5 Hari ke-6 Hari ke-7 Hari ke-8

Gambar 1. Grafik nilai hemoglobin

Hematokrit (%) N: 32- 44


38
37
36
35
34
33
32
31
Hari ke-3 Hari ke-4 Hari ke-5 Hari ke-6 Hari ke-7 Hari ke-8

Gambar 2. Grafik nilai hematokrit


Leukosit ribu/mm3 N: 6,0-17,5
20
18
16
14
12
10
8
6
4
2
0
Hari ke-3 Hari ke-4 Hari ke-5 Hari ke-6 Hari ke-7 Hari ke-8

Gambar 3. Grafik nilai leukosit

Trombosit ribu/mm3 N: 229-553


180
160
140
120
100
80
60
40
20
0
Hari ke-3 Hari ke-4 Hari ke-5 Hari ke-6 Hari ke-7 Hari ke-8

Gambar 4. Grafik nilai trombosit

Pembahasan

Demam dengue dan DBD adalah penyakit demam akut yang disebabkan oleh virus
dengue.3 Virus dengue adalah virus RNA rantai positif yang memiliki envelope yang berasal
dari famili flaviviridae.6 Terdapat empat serotipe yang dapat menyebabkan dengue antara lain
Den-1, Den-2, Den-3, dan Den-4, dengan serotype Den-2 dan Den-3 lebih sering dikaitkan
dengan DBD berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu.3,6,7 Infeksi pertama akibat salah satu
serotipe biasanya asimtomatis atau dapat muncul gejala ringan, namun apabila terjadi infeksi
sekunder maka dapat terjadi DBD atau Dengue Shock Syndrome (DSS).8 Imunitas seumur
hidup terhadap salah satu serotipe didapat patkan setelah sembuh dari infeksi akibat serotipe
tersebut namun imunitas lintas serotipe hanya parsial dan sementara. Infeksi virus dengue
merupakan penyakit mosquito-borne dengan vektor utama yang membawa virus tersebut
adalah nyamuk spesies Aedes aegypti, namun dapat juga dibawa oleh nyamuk Aedes
albopticus.7 Penularan demam dengue atau DBD terjadi apabila nyamuk Aedes Aegypti
betina menyerap darah manusia yang mengalami infeksi virus dengue pada fase viremia yaitu
2 hari sebelum onset demam dan sampai 4-5 hari setelah onset demam.9,10

Pada infeksi virus dengue antibodi IgM terhadap virus dapat ditemukan di dalam
darah sekitar hari demam ke-5, pada minggu pertama sampai minggu ketiga dapat meningkat
dan menghilang setelah 60-90 hari. Sedangkan pada antibodi IgG meningkat sekitar hari ke-
14 pada infeksi primer, dan hari demam kedua pada infeksi sekunder. Akibat hal tersebut
pada infeksi primer hanya dapat ditegakkan diagnosisnya pada hari ke-5 sedangkan pada
infeksi sekunder dapat ditegakkan diagnosisnya lebih awal.11

Gambar 1. Kadar IgM dan IgG pada infeksi virus dengue11

Pada pasien ini, dari hasil pemeriksaan serologi demam hari ke-5 didapatkan hasil Ig
G (-) dan Ig M (+), dimana hasil ini menunjukan infeksi primer, hal ini sesuai dengan
pernyataan orang tua bahwa pasien belum pernah mengalami keluhan yang serupa. Menurut
hipotesis infeksi sekunder apabila pasien mengalami infeksi kedua maka ada risiko gejala
yang akan terjadi menjadi lebih berat.12

Manifestasi klinis dari demam dengue dan DBD berbeda meskipun disebabkan oleh
virus yang sama dan perbedaan utamanya yaitu . Demam dengue adalah sindrom ringan
ditandai dengan kenaikan suhu tubuh yang tinggi (39oC - 40 oC) yang disertai beberapa gejala
non spesifik antara lain nyeri kepala, muntah, nyeri perut, nyeri otot atau nyeri sendi, dan
tanda-tanda perdarahan berupa uji Rumple leed positif (>10) yang menandakan adanya
perdarahan terprovokasi dan atau ptekie yang menandakan adanya perdarahan spontan.
Keadaan pasien dapat dipersulit dengan adanya trombositopenia, tanda perdarahan lain yang
jarang terjadi seperti epistaksis, hipermenore, dan perdarahan gastrointestinal. DBD
umumnya terjadi gejala demam tinggi, tanda-tanda perdarahan, hepatomegali, dan dapat
terjadi gangguan sirkulasi dan syok serta terbukti adanya perembesan plasma antara lain
hemokonsentrasi, kenaikan hematokrit (>20%), efusi pleura, dan ascites. Keterlibatan organ-
organ seperti hati, ginjal, otak dan jantung menandakan adanya infeksi virus dengue dengan
expanded dengue syndrome isolated organopathy unusual manifestation yang dapat
disebabkan oleh koinfeksi, komorbiditas, ataupun komplikasi dari syok berkepanjangan yang
disertai gagal organ.2

Gambar 2. Klasifikasi infeksi virus dengue2

Tiga fase perjalanan penyakit DBD dibagi menjadi fase demam, fase kritis dan fase
penyembuhan, manifestasi klinis mulai terjadi sekitar 1-2 hari setelah virus memasuki tubuh
manusia melalui vektor.9,10 Pada fase demam umumnya diawali dengan adanya demam tinggi
dengan suhu 39-40oC yang mendadak, nyeri pada otot, sakit kepala, mual, muntah, dan
terkadang nyeri perut, fase ini berlangsung selama 2-3 hari, pada fase ini tanda-tanda
perdarahan dapat terjadi namun ringan seperti ptekie (97%).2,9 Ptekie halus dapat ditemukan
di axila, ekstremitas, wajah, dan palatum. Pada fase kritis yang umumnya berlangsung pada
hari ke-5 sampai hari ke-7 demam mulai menurun, namun kadar trombosit mulai menurun
juga (<100.000/mm3) serta terjadi kenaikan hematokrit yang merupakan tanda terjadinya
perembesan plasma yang dapat menyebabkan gangguan sirkulasi dan syok. Fase ini
memerlukan pengamatan klinis dan labratoris yang ketat. Apabila fase kritis teratasi, pasien
akan masuk ke fase penyembuhan yang apabila kebocoran plasma teratasi, asites dan atau
efusi pleura akan di reasorbsi kembali ke sirkulasi dalam waktu 12-24 jam setelah
perembesan berhenti, yaitu 36-48 jam setelah syok atau 60-72 jam setelah perembesan
plasma. Pada fase ini jumlah trombosit mulai meningkat, dan jumlah hematokrit mulai
menurun.2
Pada pasien ini, pasien datang dengan demam mendadak kurang lebih 3 hari yang
lalu, kemudian pasien terlihat lemas dan lesu, mual dan muntah. Kemudian pada pemeriksaan
fisik abdomen, hepar dan lien teraba sekitar 3cm dibawah arcus costae, lalu pada
pemeriksaan tes bendung, didapatkan hasil positif. Berdasarkan hasil laboratorium dari hari
ke-3 hingga hari ke-5 didapatkan hasil trombositopenia <100 ribu/mm 3, perbaikan nilai
trombosit terjadi mulai hari ke-6. Dari hasil rontgen, didapatkan hasil efusi pleura kanan yang
merupakan salah satu tanda perembesan plasma. Berdasarkan dari tanda-tanda tersebut dapat
disimpulkan bahwa pasien mengalami DBD tanpa syok.

Kebocoran plasma akibat peningkatan permeabilitas vaskuler merupakan patofisiologi


primer DBD dan DSS, hal ini menyebabkan terjadinya hemokonsentrasi dan penurunan
tekanan darah.11

Virus dengue yang masuk ke dalam lapisan epidermis kulit manusia akan diambil
oleh Antigen-Presenting Cells (APC), dan bereplikasi pada sel tersebut. APC akan kembali
ke limfonodi dan memberikan sinyal untuk mengaktifkan sel T yang akan mensekresi
molekul pro-inflamasi antara lain TNF-alfa, IFN-gamma, IL-6, dan IL-8. Molekul pro-
inflamasi tersebut berperan dalam eliminasi virus dan perembesan plasma. Mekanisme
peningkatan permeabilitas vaskuler masih belum jelas namun berdasarkan penelitian
terdahulu menyebutkan bahwa Reactive Oxygen Species (ROS), dan molekul pro-inflamasi
dapat merusak lapisan glycocalyx yang merupakan lapisan endotel yang menjaga integritas
pembuluh darah.10 Salah satu manifestasi perembesan plasma yaitu adanya efusi pleura yang
dapat diketahui dengan melakukan X-foto dada dengan posisi Right Lateral Decubitus (RLD)
untuk dinilai PEI.2 Adanya efusi pleura dapat menyebabkan hipoksemia dan peningkatan
usaha pernapasan, sehingga berisiko untuk mengalami gagal nafas dan kematian. Pada
sebuah penelitian terdahulu yang mencari tahu hubungan PEI dengan mortalitas anak dengan
DSS didapatkan hasil PEI >15% merupakan faktor risiko kematian pada anak dengan DSS.13

Pada pasien ini, didapatkan hasil pemeriksaan X-foto dada efusi pleura dengan
Pleural Effusion Index (PEI) sekitar 38%. Berdasarkan penelitian yan telah disebutkan,
pasien memiliki risiko untuk mengalami gagal nafas. Hal ini menandakan pasien harus
dilakukan monitor ketat tanda vital seperti nadi (takikardi, nadi lemah), frekuensi pernapasan
(takipneu) tekanan darah menurut usia (hipotensi), tanda-tanda perdarahan (epitaksis, ptekie,
gusi berdarah) dan darah rutin (hemokonsentrasi).

Tiga prinsip terapi pada DBD yaitu terapi cairan, suportif, dan simptomatik. Pasien
yang tidak bisa diberi asupan oral yang memadai atau muntah merupakan indikasi pemberian
terapi cairan intravena, hematokrit yang terus meningkat 10% -20% meskipun rehidrasi oral
sudah diberikan atau ada ancaman timbul syok juga merupakan indikasi terapi cairan
intravena. Pada fase demam, diberikan cairan infus rumatan yang mengandung dextrose dan
elektrolit, kemudian pada demam berdarah dengue fase kritis diberikan cairan kristaloid
seperti Ringer Laktat (RL), Ringer Asetat (RA), atau NaCl 0,9% sebanyak 7cc/kgBB/jam
selama 1-2 jam, kemudian 5cc/kgBB/jam selama 2-4 jam, dilanjutkan 3cc/kgBB/jam. Pada
fase konvalesen diberikan infus dextrose dengan elektrolit menggunakan dosis tetesan
maintenance atau minimal tergantung hasil pemeriksaan hematokrit. Pengawasan keluhan,
keadaan umum, dan tanda-tanda vital harus dicek minimal setiap 2-4 jam pada pasien non
syok dan 1-2 jam pada pasien syok.2

Pada pasien ini dilakukan terapi cairan berupa infus RL dan paracatamol tetes 1ml
setiap demam dengan suhu >38oC, domperidone sirup 15ml setiap 8 jam, zinc sirup 2,5ml
setiap 24 jam. Pasien juga dilakukan pengawasan keadaan umum, tanda-tanda vital, diuresis,
dan tanda-tanda bahaya. Pada orang tua pasien juga dilakukan edukasi untuk melanjutkan
pemberian ASI.

Prognosis penyakit DBD baik selama selama tatalaksana cairan tepat dan cukup.
Parameter klinis prognosis baik antara lain status hemodinamik stabil, bebas demam, tidak ada
bukti perdarahan luar maupun dalam, nafsu makan meningkat, bebas muntah, nyeri perut hilang,
dan output urin cukup. Pada saat terjadi perbaikan klinis sangat penting untuk menghentikan
cairan infus supaya tidak terjadi overhidrasi dan komplikasi-komplikasinya. 2

Simpulan dan Saran


Seorang anak perempuan usia 7 bulan datang ke IGD RSND dengan keluhan demam tiga hari
disertai disertai lemas, lesu, nyeri kepala, nafsu makan menurun, nyeri perut bagian atas, mual,
muntah sekali dalam satu hari dengan membawa hasil laboratorium terdapat trombositopenia
(10.000/uL), leukopeni (5600/uL). Uji bendung didapatkan hasil positif, observasi dengan rawat
inap serta dilakukan terapi cairan.
DBD merupakan salah satu kasus yang sering terjadi dengan manajemen terapi yang relatif
mudah namun penulis memberikan saran bahwa untuk menegakkan diagnosis secara cepat dan
akurat sangat krusial supaya penatalaksanaan dini dapat dilakukan guna menurunkan risiko
terjadinya komplikasi yang lebih berat. Edukasi pada keluarga juga sangat penting mengenai
tanda – tanda bahaya yang dapat terjadi saat perawatan DBD agar bias cepat dilakukan tindakan
untuk mencegah terjadinya syok. Selain edukasi mengenai tanda-tanda bahawa perlu juga
mengedukasi orang tua pasien dan juga masyarakat sekitr untuk menjaga kebersihan yaitu dengan
melakukan program Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dan program 3M+.
Daftar Pustaka

1. Tjaden NB, Thomas SM, Fischer D, Beierkuhnlein C. Extrinsic Incubation Period of


Dengue: Knowledge, Backlog, and Applications of Temperature Dependence. PLoS
Negl Trop Dis. 2013;7(6):1–5.

2. WHO. Comprehensive Guidelines for Prevention and Control of Dengue and Dengue
Haemorrhagic Fever [Internet]. Vol. 91, WHO Library Cataloguing-in-Publication
data World. 2017. 159–168 p. Available from: http://scholar.google.com/scholar?
hl=en&btnG=Search&q=intitle:Comprehensive+Guidelines+for+Prevention+and+Con
trol+of+Dengue+and+Dengue+Haemorrhagic+Fever#1

3. Tuiskunen Bäck A, Lundkvist Å. Dengue viruses – an overview. Infect Ecol


Epidemiol. 2013;3(1):19839.

4. Hung NT, Lei H, Lan NT, Lin Y, Huang K, Lien LB, et al. Dengue Hemorrhagic
Fever in Infants: A Study of Clinical and Cytokine Profiles. J Infect Dis.
2004;189(2):221–32.

5. Kalayanarooj S. Clinical manifestations and management of dengue/DHF/DSS. Trop


Med Heal. 2011;39(4 SUPPL.):83–7.

6. Rodenhuis-Zybert IA, Wilschut J, Smit JM. Dengue virus life cycle: Viral and host
factors modulating infectivity. Cell Mol Life Sci. 2010;67(16):2773–86.

7. WHO. Dengue and Severe Dengue [Internet]. 2019 [cited 2020 Feb 18]. p. 1.
Available from: https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/dengue-and-severe-
dengue

8. Malavige GN, Fernando N, Ogg G. Pathogenesis of Dengue viral infections. Sri


Lankan J Infect Dis. 2011;1(1):2.

9. Chuansumrit A, Tangnararatchakit K. Pathophysiology and management of dengue


hemorrhagic fever. Transfus Altern Transfus Med. 2006;8(C):3–11.

10. CDC, NCEZID, DVBD. Dengue [Internet]. 2019 [cited 2020 Feb 24]. p. 1. Available
from: https://www.cdc.gov/dengue/transmission/index.html

11. Candra A. Dengue Hemorrhagic Fever Epidemiology, Pathogenesis, and Its


Transmission Risk Factors. Aspirator J Vector Borne Dis Stud. 2010;2(2):110–9.

12. Clyde K, Kyle JL, Harris E. Recent Advances in Deciphering Viral and Host
Determinants of Dengue Virus Replication and Pathogenesis. J Virol.
2006;80(23):11418–31.

13. Sumarni N, Kosim MS, Supriatna M, Sudijanto E. Chest x-ray findings and outcomes
of children with suspected ventilator .. associated pneumonia. Paediatr Indones.
2012;52(4):233.

You might also like