Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 19

KEPUASAN MASYARAKAT TERHADAP PELAYANAN PUSKESMAS: KAJIAN

KUALITATIF KULTUR MEDIS, STANDARISASI MUTU, KONSEP PUSKESMAS


DAN RELASI DOKTER PASIEN DI KABUPATEN JEMBER

The Satisfaction Of Public Health Services: The Qualitative Study Of Medical


Culture, Quality Standardization, Concept Of
Public Health Anddoctor-Patient Relation In Jember

Isa Ma’rufi1, Abu Khoiri2, dan Reny Indrayani3, Heri Prasetyo4


1234Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Jember

Email : isa_marufi@yahoo.com

Abstract

The public’s satisfaction ratings of the health center services can be seen from the
performance or perceived outcome compared with expectations. The general objective of this
study is to assess people's satisfaction of health center services. Method is a qualitative
research approach. This research was conducted in all districts in Jember, by taking 25
informants as samples for indept interview. The sampling technique to informants by using
purposive sampling and snowball sampling, qualitative research instrument of this study is
the researchers themselves by holding on to an open questionnaire guidelines, technical
analysis is descriptive. The results of the study describe that the majority of informants
(80%) say the public satisfied of the services at the health center, the issue then the people
do not know what standards they are supposed to get from the service. Service to customers
is a service that can be justified and balanced. In this context, services in health centers
should transparently explain the standard of service flow and what will be done by the
medical waiter, so the patient know about what kind of service that they would be received.
The issue of quality of service is the most important thing to increase confidence in the
health centers, for example in terms of service time, the average time to get a queue number
about three minutes. Then the waiting time to be called about ten to thirty minutes. While
the time to see a doctor about five minutes. And the time to stand in line to take drugs in
about thirty minutes. With the size of this time, the average patient takes about one to
one and a half hours in a health center.

Keywords: The satisfaction of the public, health center services, medical culture and
standardization quality.

Abstrak

Penilaian kepuasan masyarakat terhadap pelayanan Puskesmas dapat dilihat dari kinerja
atau hasil yang dirasakan dibandingkan dengan harapannya. Tujuan umum penelitian ini
adalah mengkaji kepuasan masyarakat terhadap pelayanan Puskesmas. Metode
pendekatan penelitian adalah kualitatif. Penelitian ini dilaksanakan di seluruh kecamatan
di Jember, dengan mengambil sampel untuk indept interview sebanyak 25 informan.
Teknik pengambilan sampel untuk informan yaitu dengan teknik purposive sampling dan
bersifat snowball sampling, Instrumen penelitian kualitatif dari penelitian ini adalah
peneliti sendiri dengan berpegangan pada pedoman kuesioner terbuka (guide quesioner),
teknik analisis adalah deskriptif. Hasil penelitian tampak bahwa sebagian besar informan
(80%) mengatakan masyarakat puas terhadap pelayanan di Puskesmas, persoalannya
kemudian masyarakat tidak mengetahui standart apa yang seharusnya mereka dapatkan
1. Isa Ma’rufi adalah Dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Jember
2. Abu Khoiri adalah Dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Jember
3. Reny Indrayani adalah Dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Jember
4. Heri Prasetyo adalah Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Jember
72
73 Jurnal IKESMA Volume 11Isa
Nomor 1 Maret
Ma’rufi 2015 Masyarakat Terhadap Pelayanan Puskesmas
: Kepuasan 73
…..

dari pelayanan. Pelayanan pada konsumen merupakan pelayanan yang dapat


dipertanggung jawabkan dan berimbang. Dalam konteks ini, pelayanan pada puskesmas
hendaknya secara transparan menjelaskan alur pelayanan dan standart apa yang akan
dilakukan oleh pelayan medis, sehingga pasien mengetahui pada batasan apa dirinya
mendapat pelayanan. Persoalan mutu pelayanan merupakan hal terpenting untuk
meningkatkan kepercayaan pada puskesmas, contoh dari segi waktu pelayanan, rata-rata
waktu untuk mendapatkan nomer antrian sekitar tiga menit. Lalu waktu tunggu untuk
dipanggil sekitar sepuluh sampai dengan tiga puluh menit. Sementara waktu untuk
diperiksa dokter sekitar lima menit. Dan waktu untuk antri mengambil obat sekitar tiga
puluh menit. Dengan ukuran waktu tersebut, rata-rata pasien membutuhkan waktu
sekitar satu hingga satu setengah jam dipuskesmas.
.
Kata Kunci : Kepuasan masyarakat, pelayanan puskesmas, kultur medis dan
standarisasi
Mutu

PENDAHULUAN teknis operasional dinas kesehatan


kabupaten/kota dan merupakan unit
Sejalan dengan upaya Pemerintah pelaksana tingkat pertama serta ujung
Daerah dalam membangun tata tombak pembangunan kesehatan di
pemerintahan yang memuaskan (good Indonesia. Tujuan pembangunan
governance), salah satu faktor yang kesehatan yang diselenggarakan oleh
diberi aksentuasi kuat adalah penataan Puskesmas adalah mendukung
pelayanan public. Hal ini dirasa sangat tercapainya tujuan pembangunan
mendesak karena faktor pelayanan kesehatan nasional yakni meningkatkan
public bukan hanya berkaitan langsung kesadaran, kemauan dan kemampuan
dengan tingkat kepuasan masyarakat hidup sehat bagi setiap orang yang
terhadap pelayanan public, tetapi juga bertempat tinggal di wilayah kerja
bisa berdampak pada daya saing Puskesmas agar terwujud derajat
investasi. Dalam mengukur kinerja kesehatan yang setinggi-tingginya dalam
pemerintah khusunya pelayanan publik rangka mewujudkan Indonesia Sehat.1
pemerintah telah mengeluarkan Fungsi Puskesmas adalah sebagai pusat
beberapa regulasi yang berkaitan dengan penggerak pembangunan berwawasan
pelayanan publik. Beberapa diantaranya kesehatan, Pusat pemberdayaan
adalah KEPMENPAN No. 63/2003 masyarakat, serta pusat pelayanan
tentang Pedoman Penyelenggaraan kesehatan strata I yang meliputi
Pelayanan, KEPMENPAN No.25/2004 pelayanan kesehatan perorangan &
tentang Indeks Kepuasan Masyarakat, pelayanan kesehatan masyarakat.
KEPMENPAN No.26/2004 tentang Sebagai sebuah unit pelaksana teknis di
Transparansi dan Akuntabilitas dinas kesehatan, Puskesmas didorong
Pelayanan, dan sebagainya. untuk selalu meningkatkan kinerja
Puskesmas adalah unit pelaksana teknis sesuai dengan fungsi yang diembannya.
dinas kesehatan kabupaten/kota yang Salah satu bentuk untuk mengevaluasi
bertanggung jawab menyelenggarakan kinerja bidang kesehatan terutama
pembangunan kesehatan di suatu Puskesmas yaitu dengan melihat tingkat
wilayah kerja. Sebagai Unit Pelaksana kepuasan masyarakat terhadap
Teknis Dinas kesehatan kabupaten/kota Puskesmas.
(UPTD), Puskesmas berperan Kepuasan masyarakat di bidang
menyelenggarakan sebagian dari tugas kesehatan merupakan tujuan yang harus
diberikan oleh pemerintah daerah yang ditampilkan akan mendapatkan
melalui Puskesmas, agar kepuasan penekanan yang berbeda. Khususnya
masyarakat ini baik maka diperlukan berkaitan dengan bagaimana informan
kerja keras dan pemenuhan segala direpresentasikan pada gesture atau
fasilitas maupun SDM yang dibutuhkan. bahasa tubuh yang kontekstual.
Kepuasan adalah tingkat kepuasan Informasi yang didapatkan oleh peneliti
seseorang setelah membandingkan memiliki kompleksitas tersendiri
kinerja atau hasil yang dirasakan sehingga interpretasi informasi atau
dibandingkan dengan harapannya. Jadi analisis tidak hanya berkutat pada
kepuasan atau ketidakpuasan adalah persoalan yang secara faktual
kesimpulan dari interaksi antara harapan dibicarakan oleh informan, tetapi lebih
dan pengalaman sesudah memakai jasa mengedepankan kedalaman pada
atau pelayanan yang diberikan.2,3 konteks dan kompleksitas informasi.
Menurut Budijanto dan Suharmiati Melalui asumi ini, persoalan isu
(2007),4 sampai saat ini, sedikitnya ada 3 penelitian yang berkitan dengan kultur
konsep yang bisa dipakai untuk yang disadari sebagai yang normal dan
mengukur tingkat kepuasan terhadap sebagaimana adanya, akan menarik
pelayanan jasa, yaitu konsep teori untuk dibicarakan dan dinarasikan
SERQUAL,5 Linder Plet,6 dan sebagai bentuk kesadaran subjektif yang
Karakteristik individu. Kepuasan adalah
7
secara konstruktif mampu membentuk
sesuatu yang dirasakan oleh seseorang strategi pengembangan pelayanan
melalui pengalaman yang dapat kesehatan.
memenuhi harapannya. Kepuasan Secara nasional, konsep puskesmas
mempunyai tingkatan yang berbeda pada adalah mendukung tercapainya misi
setiap orang. Jika performa sebuah pembangunan kesehatan nasional, yaitu :
pelayanan kesehatan melebihi apa yang Menggerakkan pembangunan
diharapkannya, maka performa tersebut berwawasan kesehatan di wilayah
sangat memuaskan. (fully satisfied). kerjanya; Mendorong kemandirian hidup
Apabila performa sebuah pelayanan sehat bagi keluarga dan masyarakat di
kesehatan sama dengan harapan pasien, wilayah kerjanya; Memelihara dan
maka performa tersebut memuaskan meningkatkan mutu, pemerataan dan
(satisfied). Tetapi apabila performa keterjangkauan pelayanan kesehatan
sebuah pelayanan kesehatan dibawah yang diselenggarakan puskesmas;
harapan pasien, maka performa tersebut Memelihara dan meningkatkan
tidak memuaskan (dissatisfied). Untuk kesehatan per orangan, keluarga, dan
memahami tingkat kepuasan terhadap masyarakat, serta lingkungannya 8.
pelayanan kesehatan, terlebih dulu kita Artinya puskesmas menjadi sebagai
harus memahami apa harapannya salah satu pelayanan kesehatan
terhadap sebuah pelayanan kesehatan. masyarakat mempunyai mempunyai
Harapan dibuat berdasarkan pengalaman tugas pokok memberikan pembinaan
sebelumnya atau situasi yang sama, kesehatan masyarakat dan pelayanan
pernyataan yang dibuat oleh orang lain, kesehatan dasar. Persoalannya kemudian
dan pernyataan yang dibuat oleh bagaimana aplikasi dari misi nasional
penyedia jasa pelayanan kesehatan tersebut pada konteks masyarakat lokal,
(Health Care Organization). khususnya Jember?
Melalui penelitian yang berbasis pada Untuk membicarakan pelayanan
etnografi dengan metode kualitiatif, isu kesehatan yang dilakukan di puskesmas
Jember, tentunya akan berkonsekwensi dirinya dengan apa yang ada di luar
pada bagimana struktur masyarakat dirinya. Kondisi inilah yang kemudian
Jember dikonstruksikan. Dalam tampak menjadi penghalang dalam
pengertian ini Jember seringkali dilekati menjalankan Indonesia Sehat, jika tidak
dengan konsep masyarakat Pandalungan. dapat dikelola secara dialogis dan
Yakni bentuk masyarkat yang secara konstruktif.
sosial terbentuk pada dinamika kultural, Tujuan umum penelitian ini adalah
baik dalam bentuk pembagian kerja, mengkaji kepuasan masyarakat terhadap
pembagian wilayah, pembagian ruang pelayanan Puskesmas, dengan tujuan
kebudayaan yang kemudian membentuk khusus adalah pertama mengkaji secara
masyarakat yang plural. Pluralitas mendalam kultur medis: Kondisi Faktual
mayarakat yang ada di Jember menjadi dan Segregasi Kewilayaah. Kedua,
tantangan tersendiri bagi pewujudan Standarisasi Mutu: Persoalan Humanitas
Indonesia Sehat. Pelayanan Kesehatan. Ketiga, Konsep
Pluralitas masyarakat Jember yang Kesehatan: Keterjaminan Akses
secara konseptual dirujukan pada dua Kesehatan dan Keberpihakan Kebijakan.
sistem kebudayaan besar yang saling Keempat, Puskesmas sebagai Ruang
berhadapan dan membentuk struktur Publik. Kelima, Relasi Dokter Pasien:
yang dominan. Yakni struktur Posisi Sosial dan Ketokohan Dokter.
kebudayaan jawa yang berorentasi pada Keenam, Membangun Komunitas Sebagai
pembentukan masyarakat yang harmonis Strategi Penguatan Modal Sosial.
dan struktur kebudayaan madura yang
berorientasi pada pembentukan
masyarakat yang berbasis pada METODE PENELITIAN
penghargaan pada status sosial. Konsepsi
tersebut mengalami persoalan, yakni Metode pendekatan penelitian adalah
pada bagaimana keduanya kualitatif. Penelitian ini dilaksanakan di
mempertahankan karakter kebudayaan seluruh kecamatan di Jember, dengan
ditengah persoalan migrasi tenaga kerja mengambil sampel untuk indept
dan diversifikasi pembagian kerja. Yang interview sebanyak 25 informan. Teknik
kemudian berkonsekwensi pada pengambilan sampel untuk informan
bagaimana Jember menjadi wilayah yang yaitu dengan teknik purposive sampling
secara historis berkembang dengan dan bersifat snowball sampling, dimana
adanya pluralitas kebudayaan dan peneliti menentukan responden yang
sekaligus pluralitas manusia, sehingga diwawancarai berdasarkan keahliannya
kesadaran akan diri, lingkungan dan dibidang kesehatan, pelayanan public
kesehatan tampak bergerak dalam dan sosiologi masyarakat.
persoalan struktur sosial masyarakat. Instrumen penelitian kualitatif dari
Masyarakat Jember yang pluralis penelitian ini adalah peneliti sendiri
mengandalkan adanya struktur nilai dan dengan berpegangan pada pedoman
kepercayaan masyarakat yang masih kuesioner terbuka (guide quesioner),
terus dihidupi dan secara berdampingan dimana wawancara terhadap informan
ada di dalam kesadaran masyarakat. dilakukan secara langsung melalui tatap
Seperti bagaimana menjalani keseharian muka dengan dipandu kuesioner yang
atau hidup dalam kebiasaan yang secara dipersiapkan secara terbuka. Teknik
turun temurun menjadi perilaku kolektif analisis data adalah dengan teknik
dan membentuk batasan-batasan antara deskriptif analitik dengan memakai
pendekatan verstehen, dimana peneliti Untuk mencapai sasaran tersebut,
berusaha menggambarkan dan persoalan tentang gambaran faktual yang
menjelaskan secara mendalam mengenai terjadi dimasyarakat hendaknya telah
tingkat kepuasan masyarakat terhadap dipahami adanya. Baik oleh pelaku
pelayanan Puskesmas. sistem birokrasi dan mereka yang secara
legal formal melakukan tindakan medis
pada masyarakat. Pengertian ini
HASIL DAN PEMBAHASAN berkonsekwensi pada bagimana
mengintergrasikan antara meraka yang
Kultur Medis: Kondisi Faktual dan mendapati dirinya terjangkiti gejala
Segregasi Kewilayaah penyakit atau yang sedang mendapai
Penekanan pada kesehatan yang menjadi dirinya sebagai sasaran program
salah satu elemen dalam menggerakan pemerintah, dengan keberadaan
pembangunan berkelanjutan, seringkali pemerintah dan aparatus medisnya.
berhadapan dengan persoalan Dalam pengertian lain, warga negara
bagaimana pemerintah dengan segala dengan seluruh isu medisnya,
kebijakan yang susun menjadi tumpul merupakan bagian dari kepentingan
ketika mendapati situasi yang berbeda negara sebagai urusan didalam ruang
dengan imajinasi arah kebijakan. publik. Sebagaimana pernyataan dokter
Persoalan ini juga diperuncing oleh tidak sebagai berikut
memadainya pengetahuan akan “Kalau tiap kelahiran itu bukan
kompleksitas masyarakat, sehingga masalah ibunya sendiri, tapi
masyarakat dan pemerintah berjalan masalah kita semu; ya urusannya
dengan logikanya masing-masing. saya, ya urusannya pak camat, ya
Masyarakat berjalan dengan alur urusannya kepala desa, urusannya
kebiasaan yang secara kultural menjadi bupati juga. Dia harus berpikir
standart normatif dalam menjalani begitu, kalau kamu hamil bukan
hidupnya. Sementara pemerintah urusan kamu saja. Itu urusannya
mengedepankan strandart normatif yang saya, pa kades, kadernya anda
adminsitratif dan terbirokrasi. harus tahu”.
Mempertemukan kedua hal tersebut,
memerlukan adanya kesadaran dari Pernyataan lain dari seorang bapak,
kedua belah pihak untuk saling “Gak sudah Mas biar perempuan-
membicarakan dirinya dan perempuan aja yang ngurusi”
kepentingannya, sehingga
memungkinkan adanya ruang dialog Pernyataan ini dikemukankan ketika
antara masyarakat yang pluralis dengan peneliti mewawancarai seorang bapak
arah kebijakan pemerintah. Pemerintah yang berada diruang tunggu puskesmas,
dengan seluruh aparatus birokrasinya sementara istri dan anaknya yang sedang
tidak lagi ditempatkan sebagai yang sakit diperiksa oleh dokter.
mengetahui dan menguasi seluruh Kedua pernyataan tersebut secara
persoalan masyarakat. Tetapi menjadi kontradiktif merepresentasikan bentuk
pihak yang memfasilitasi, sekaligus kesadaran yang membedakan posisi
membentuk kesadaran dan perilaku sosial, kerangka berfikir tentang apa itu
masyarakat, yang dalam konteks ini kesehatan. Meskipun dokter yang
berkaitan dengan kultur medis. menyatakan keinginannya untuk
mengintergrasikan kelahiran menjadi
bagian dari yang sosial dan terbirokrasi, Kedua informasi tersebut didapatkan
tetapi kondisi tersebut berkebalikan pada daerah Jember utara yang
dengan kultur madura yang didominasi oleh kultur Madura.
menghendaki adanya pembagian ruang- Persoalannya kemudian bagaimana
ruang sosial dan pembagian peran secara gagasan untuk menciptakan
difinitif. Kondisi inilah yang dinyatakan pemerintahan yang organis dan berakar
oleh bapak pasien, yang berusaha menjadi bagian dari kondisi faktual di
membagi peranan dan membagi posisi wilayah tersebut? Hal ini menjadi
sosial yang tegas. penting untuk dibicarakan, mengingat
Ketika bapak tersebut memposisikan segregasi kewilayahan yang ada di
anak dan istrinya, dirinya sedang Jember akan berkonsekwensi pada
memposisikan bahwa kerja merupakan bagaimana pelayanan kesehatan
ruang publik baginya, yang memberikan dilakukan.
kebanggaan pada dirinya sebagai Segregasi kewilayahan lain yang muncul
seorang lelaki sekaligus seorang kepala dalam penelitian ini ialah, adanya ruang
keluarga. Sementara perempuan atau bagi yang didominasi kultur Jawa dan
sang istri berada pada sektor privat, yang ruang kebudayaan yang menampilkan
mengurus anak dan mengurus rumah karekteristik perkotaan. Dalam ruang
tangga. Justru ketika sakit, yang yang didominasi kultur Jawa, isu yang
seharusnya menjadi bagian dari muncul mengandaikan adanya konsepsi
perhatian bersama, bapak tetap diri pasien yang menempatkan dirinya
memposisikannya sebagai bagian dari sebagai orang kecil dan tidak tahu apa-
urusan istri yang artinya sakit apa,
merupakan bagian dari yang privat. “Mboten wonten. Lugu Mas tiang
Urusan privat menjadi domain istri, tani (Tidak ada. Petani itu orang
karenannya dirinya akan bertanggung yang lugu Mas)”.
jawab penuh pada suami dan pada yang
sosial. Jawaban tersebut diutaran informan
Sementara dokter menghendaki adanya ketika ditanyakan mengenai ada
masyarakat yang secara dinamis tidaknya kejadian yang dirasa kurang
mengintergrasikan dirinya pada yang sesui dengan harapan pelayanan dari
sosial dan pada sistem birokrasi. Apa puskesmas.
yang dilakukan ini kemudian Meskipun sama-sama petani dengan
mengandaikan adanya sistem birokrasi informan sebelumnya, tetapi mereka
yang secara intregral menjadi bagian dari memiliki karakteristik yang
masyarakat. Sistem pemerintahan yang membedakan, petani yang hidup dalam
berkembang didalam dan melalui struktur masyarakat jawa menjadi fatalis
masyarakat, sehingga keberjarakan yang atau menerima semua kondisi yang
secara elitis dipertahankan untuk dihadapinya dan berserah diri pada
menempatkan keistimewaan seorang kuasa ilahi. Konsep ini menjadi cara
pemimpin akan ditangguhkan adanya. bagaimana mereka membatasi dirinya
Gagasan ini mengandaikan sistem dengan lingkungan sosialnya. Dan
elitsitas birokrasi mampu berjalan menempatkan diri secara terpisah
diantara yang privat sekaligus yang dengan dunia yang tidak menjadi
publik, mampu mengendalikan kesehariannya. Secara lebih spesifik
kepentingan publik dan mengkontrol petani melihat pelayanan puskesmas
kepentingan privat. sebagai yang sudah begitu adanya dan
dirinya menerima apa adanya. Dalam kota, beliau dimintai surat pengantar,
kultur petani Jawa, pembatasan ini surat permohonan, dan harus menunggu
merupakan bentuk rasa bersukur atas adanya keputusan rapat pimpinan. Lalu
apa yang telah didapatkannya, dan apa beliau berkeluh kesah, kenapa himbauan
yang dirasa kurang sesuai dianggapnya ini harus menghadapi persoalan yang
sebagai ujian atas kesabaran. Fatalistik administratif ini. Padahal hanya ingin
merupakan cara untuk menempatkan menempelkan himbauan menkes dan
diri secara inferior dan membatasi diri himbauan tersebut berlaku secara
dalam menjaga menjaga harmoni sosial. nasional dan untuk dipraktekan
Sementara petani dengan kultur Madura diseluruh tingkatan pelayanan
yang dalam memori kolektifnya selalu kesehatan.
berhadapan dengan situasi alam yang Perkotaan disisi lain merupakan ruang
keras, menempatkan dirinya sebagai bagi berkembangnya sistem ekonomi
yang harus mendapatkan hak seperti jasa yang mengandaikan setiap orang
yang diharapkan, seperti merokok akan tampil pada ruang kerjanya dan
diruang pelanayan kesehatan. Kategori menawarkan jasa terbaik untuk
sosial yang berbasis pada mata mendapatkan penilaian dari publik.
pencaharian ini, tidak dimaksudkan Bentuk penilaian ini berupa banyaknya
hanya sebagai data untuk melihat konsumen dan penguna jasa. Untuk jasa
persoalan pelayanan kesehatan bagi pelayanan yang berupa pelayanan yang
petani, tetapi untuk melihat bagimana menjadi kewenangan negara dan
kultur yang berbasis pada relasi kerja aparaturnya, menjadi kontradiktif ketika
yang tradisionalistik menjadi basis dari pelayanan yang berorientasi pada sistem
perkembangan karakter dan kesadaran yang akuntabel dan transparan, serta
akan diri dari masyarakat yang memberikan kesempatan partisipasi
berkarakter perkotaan. pada publik untuk menawarkan
Karakter perkotaan dalam pengertian ini gagasannya yang berkaitan dengan
tampak pada bagimana puskesmas yang peningkatan mutu layanan. Tetapi
berada didaerah kota, memiliki dibentuk secara terstruktur hingga pada
kecenderungan memperlakukan pasien tataran terbawah harus terkontrol dan
secara teradministratif. Sebagaimana mengandalkan keputusan-keputusan
dikisahkan oleh Pak Wiwin seorang yang tersentral.
pendamping yayasan permata yang Praktek pelayanan tersebut,
bergerak dibidang pendampingan berkonsekwensi pada pelayanan yang
penderita kusta, sekaligus orang yang harus mengejar pada standart dan
pernah menderita kusta. membentuk masyarakat sebagai yang
Pak Wiwin bercerita pada sekitar tahun tunggal. Ketunggalan yang membuat
2010-an dirinya hendak menempelkan pluralitas kepentingan medis ditiadakan
brosur dari menkes yang berisi asal-usulnya dan kesemuanya akan
himbauan untuk tidak memberikan menjadi persoalan yang subjektif
pelayanan pada pasien kusta. Untuk dihadapan standarisasi pelayanan.
puskesmas yang berada di daerah
Jember selatan, beliau tidak mengalami Standarisasi Mutu: Persoalan
permasalahan, sebagaimana pengalaman Humanitas Pelayanan Kesehatan
beliau ketika melakukan tindakan yang Persoalan mutu pelayanan tidak dapat
serupa di RS di Surabaya. Tetapi untuk dipungkiri menjadi hal terpenting untuk
puskesmas dan RS di daerah Jember meningkatkan kepercayaan pada
puskesmas. Dari segi waktu pelayanan, kesehatan yang banyak di puskesmas.
rata-rata waktu untuk mendapatkan Penggunaan media televisi sebagai
nomor antrian sekitar tiga menit. Lalu sarana pelayanan, disisi lain akan
waktu tunggu untuk dipanggil sekitar membentuk masyarakat yang secara
sepuluh sampai dengan tiga puluh menit. mandiri mengerti akan dirinya, akan hak
Sementara waktu untuk diperiksa dokter dan tanggung jawabnya.
sekitar lima menit. Dan waktu untuk Secara sosiologis, khususnya pada bidang
antri mengambil obat sekitar tiga puluh sosiologi media, pengunaan ragam media
menit. Dengan ukuran waktu tersebut, dapat membentuk kesadaran subjek, hal
rata-rata pasien membutuhkan waktu ini dikarenakan adanya kondisi yang
sekitar satu hingga satu setengah jam membentuk subjek untuk fokus dengan
dipuskesmas. informasi yang dihadapinya dan menjadi
Dari persoalan waktu tersebut, persoalan mawas untuk memperbandingkan
yang kemudian menjadi menarik ialah informasi yang didapatkannya.
membicarakan tentang bagaimana Pengunaan media tidak bisa dipungkiri
konstruksi arsitektural yang dapat membuat masyarakat menjadi
menempatkan pasien dan pelayanan lebih merasa mendapat kesempatan
kesehatan, terlebih hal ini dikaitkan untuk dapat bersosialisasi dengan orang
dengan isu tentang standarisasi lain. Dalam bidang pelayanan, hal ini
pelayanan dan humanitas pelayanan. mempermudah petugas untuk mengatur
Dari beberapa puskesmas yang menjadi dan mengkondisikan pasien untuk
objek penelitian ini, model yang tertata pada nomor antrian, sehingga
diterapkan dalam menempatkan pasien, dapat menyiapkan diri ketika dipanggil.
setidaknya dapat dikategorikan menjadi Dalam konteks pelayanan,
yang menggunakan model tradisional beberapa puskesmas telah memiliki
dan yang modern. Pengunaan sarana standart ISO. Informasi dari dinkes,
modern seperti di Kencong, dengan standart ISO ini berkaitan dengan
media televisi untuk menunjukan urutan pengembangan mutu manajemen
angka yang mendapatkan pelayanan. pelayanan dan adminsitrasi.
Sementra yang lain masih menggunakan Persoalannya kemudian ISO seringkali
cara tradisional, yakni dengan menjadi bagian dari pelayanan yang
memanggil melalui pengeras suara atau secara sosial tidak dapat diketahui
berteriak memanggil nomer yang akan korelasinya pada pelayanan, khususnya
dilayani. Perbedaan tersebut bagi masyarakat yang tidak mengerti arti
berkonsekwensi pada bagaimana pelayanan berstandart ISO.
menempatkan pasien sebagai penguna “Iya sudah kita secara
jasa ditempatkan secara teknologis. standarisasi kita sudah ISO. Tapi
Pengunaan televisi secara transparan paling tidak walaupun secara
dapat memposisikan keterlibatan publik sertifikat, tapi kita pernah ISO
atau pasien untuk menonton dan paling tidak kita secara sudah
mengkontrol nomer antrian, sehingga menjalankan ISO yang dulu itu
pasien dapat memperhitungkan walaupun tidak bersertifikat.
perkiraan belapa lama waktu yang Tetapi pola kerja kta sudah mulai
dibutuhkannya. Selain itu waktu dapat aturan ISO. Keluhan ada, kalau
dihabiskan untuk bersosialisasi dengan ga ada keluhan namanya
pasien lain dan setidaknya dapat sempurna kalau ga ada keluhan
dihabiskan dengan membaca informasi berarti nilainya 100% kan ini kan
masih 80 berarti ini masih adalah merupakan bagian dari cara untuk
ini orang perorang lah ini meningkatkan standart kesehatan dan
subjektif. Tetapi secara menjadi bagian dari mengedukasi
keseluruhan kita masyarakat kita masyarakat, sehingga bukan hanya
dengan pelayanan kita sudah masyarakat atau konsumen mengetahui
mendapatkan pelayanan.” posisi dirinya dan mengetahui apa yang
menjadi haknya. Sedangkan hasil
Pernyataan tersebut mengindikasikan penilaian yang menjadi pegangan dalam
adanya opotimisme pelayanan yang mengevaluasi kinerja, hendaknya
berstandart ISO. Tetapi jika dipelajari menjadi milik publik atau dipublikasikan,
secara kontekstual, pernyataan tersebut sehingga masyarakat dapat menetahui
menandakan beberapa persoalan, sampai sejauh mana pelayanan yang
antralain; mereka dapatkan dipersepsikan oleh
a. Adanya standarisasi yang masyarakat dan yang terpenting
menjadi pokok pedoman kerja bagaimana pelayanan dapat
pelayanan. ditingkatkan.
b. Adanya masyarakat yang secara
konseptual diandaikan menjadi Konsep Kesehatan: Keterjaminan
konsumen cerdas dan sadar Akses Kesehatan dan Keberpihakan
kewajiban, Kebijakan
c. Adanya kontrol data secara Kesehatan secara sosiologis berkaitan
berkala tentang kepuasan dengan bagaimana individu berada pada
konsumen sebagai media sosialitasnya atau berada pada
kontrol. bagaimana pengetahuan
Dari data tersebut, masyarakat mengobjektivikasi bahwa dirinya sakit
menyatakan kepuasannya pada atau sehat. Konsep sosiologis dalam
pelayanan puskesmas dan hal ini pengertian ini berusaha menjelaskan
diperkuat dengan data dari puskesmas bagaimana individu tidak dapat
yang secara kuatitatif berada pada dipisahkan dari yang sosial, karena yang
kisaran 80%. Tetapi persoalannya sosialah yang membentuk pengetahuan
kemudian apakah masyarakat dan yang mengerakan pengetahuan
mengetahui standart apa yang sebagai sebuh kesadaran kolektif.
seharusnya mereka dapatkan dari Pengalaman individu ketika berhadapan
pelayanan? Pelayanan pada konsumen pada situasi yang berbeda dari yang
merupakan pelayanan yang dapat sosial atau berbeda dari pengalamannya,
dipertanggung jawabkan dan berimbang. ia akan merujukan pengalaman barunya
Dalam konteks ini, pelayanan pada pada yang sosial. Melalui konsepsi inilah,
puskesmas hendaknya secara transparan sakit merupakan bagian dari yang sosial,
menjelaskan alur pelayanan dan standart yang komunal dan yang dikonstruksikan
apa yang akan dilakukan oleh pelayan secara sosial.
medis, sehingga pasien mengetahui pada Asumsi ini menjadi tidak dapat
batasan apa dirinya mendapat dilepaskan dari terminologi kesehatan,
pelayanan. yang membagi persoalan sehat sebagai
Persoal standart manajemen hendaknya keseimbangan antara Host atau individu,
secara transparan dapat dipahami Agen atau virus dan lingkungan. Dalam
sebagai bagian dari penciptaan Indonesia konsepsi tersebut memperlihatkan
Sehat. Artinya standart pelayanan kompleskitas relasi yang menempatkan
individu sebagai bagian yang tidak dapat membayar secara rutin. Dan dana yang
dipisahkan dengan lingkungannya, disaat disetorkan pada BPJS hanya
bersamaan adanya virus, bakteri, kuman diperuntukan pada sarana kesehatan
dan micro organisme lainnya berada saja. Kondisi tersebut tampak bagaimana
pada diri individu dan berkembang dirinya menempatkan kesadarannya
dalam habitat yang sama. Dititik ini sebagai orang yang tidak mampu dan
persoalan lingkungan merupakan bagian tidak memiliki daya dalam memastikan
yang dihidupi dan membentuk habituasi kesehatan bagi dirinya.
individu, yakni seperangkat tatanan Sakit stroke yang pernah dialami
normatif yang merepresentasikan diri tersebut kemudian menyerang dan
individu sebagai bagian dari membuat keluarganya menguruskan
sosialitasnya, komunitasnya dan struktur surat keterangan miskin dari tingkat RT
kebudayaannya. sampai dengan Kelurahan, dengan
Persoalannya kemudian persyaratan yang cukup mendetail,
bagaimana habituasi ini memiliki hanya untuk mendapatkan kesempatan
tendensi sebagai ketetapan sosial yang kesehatan gratis. Persoalannya bukan
baku dan berkerja secara turun temurun. pada gratis tidaknya keterjaminan
Dalam pengertian ini apa yang telah kesehatan yang didapatkan pasien, tetapi
menjadi kebiasaanya dan menjadi pada mengapa pasein membentuk
ketetapan sosial, akan mejadi rujukan konsep kesehatan tersebut? Kemiskinan
dan membutuhkan proses panjang untuk tidak selalu menjadi sasaran untuk
memasukan pengetahuan baru sebagai menstigma perilaku pasien, dalam kasus
kesadaran kolektif. Dalam penelitian ini, tersebut.
persoalan kesehatan tampak ketika Kemiskinan secara sederhana dapat
peneliti bertemu dengan seorang pasien dirujukan pada konsep kemiskinan
yang secara susah payah harus secara struktural dan kultural. Dalam
mendapatkan rujukan dari dinkes untuk konteks ini kedua konsep kemiskinan
mendapatkan akses kesehatan gratis. tidak dapat dipisahkan, yang artinya
Beliau menceritakan dirinya yang tidak kemiskinan yang secara faktual akan
memiliki perkerjaan tetap dan akhir menitik beratkan pada persoalan
tahun 2013 terkena stroke, sehingga struktur masyarakat yang kemudian
harus rawat inap di RS pemerintah. menempatkan pasien pada persoalan
Peneliti menanyakan bagaimana hal itu penghasilan. Di sisi lain kemiskinan
terjadi, dari informasi yang disampaikan berkonsekwensi pada relasi kultural dan
pada peneliti, hal ini dimulai ketika kesadaran diri pasien. Artinya seorang
dirinya mendapati tidak adanya yang miskin bertendensi hidup dengan
kepastian akan akses kesehatan yang kesadaran yang menempatkan dirinya
didapatkannya. Pergantian ASKES ke secara inferior dihadapan tataran
BPJS menurutnya membuat dirinya tidak sosialnya. Untuk kesehatan misalnya,
mampu memperhitungkan kemungkinan informanan menceritakan dirinya tidak
pembiayaan yang harus dikeluarkan. berani dan enggan memeriksakan
ASKES menurutnya memberikan dirinya secara rutin, karena dirinya
gambaran sebesar 40% dari total biaya bukan hanya memikirkan kesehatan
yang akan ditanggu secara pribadi, dirinya tetapi memikirkan stigma sosial
sedangkan BPJS baginya menyulitkan ketika seorang miskin malah seringkali
dirinya untuk dapat mendapatkan akses berobat.
kesehatan, karena dirinya harus
Inferioritas pasien ini dipertajam pada waktu sakit, rata-rata seperti itu.
bagaimana sarana kesehatan tidak Memang orang seperti itu, kalau
memberikan kepastian informasi, pas sehat ga mau ngurus kalau
kepastian keterjangkauan serta sakit baru ngurus. Jadi digunakan
keberpihakan pada pasien, seperti yang pada waktu sakit setelah sembuh
diutarakan informan. Sebagai contoh, mungkin ga dibayar lagi, sudah
ketika informan bersusah payah mencari mungkin seperti itu. Ngurus BPJS
rujukan keterangan tidak mampu dari itu gampang, tapi seandainya
dinkes, dia ditemani oleh saudarnya. orang ngurus BPJS itu memang
Ketika dihadapan loket, petugas harus bayar untuk satu tahun tah,
menanyakan fotocopy surat-surat itu mungkin (orang) masih
lampiran dengan nada suara yang cukup melihat. Sekarang ini kan beda ya,
tinggi, meskipun didepan loket tersebut cuma satu bulan. Misalnya lima
terdapat tulisan “Bersikaplah ramah puluh ribu ambil yang kelas satu
pada semua orang”. Sayangnya tulisan atau berapa gitu misalnya yang
tersebut mengarah pada pasien, sehingga kelas 2, empat puluh dua ribu,
memberikan kesan bahwa tulisan itu sudah dipakai yang ratusan ribu,
ditujukan pada pasien saja. Dalam situasi (untuk beroabat pasien) kan rugi
tersebut, saudara pasien kebingunan BPJS nya. Setelah sembuh sudah ga
untuk menjawab pertanyaan petugas dipakai lagi, ga bayar lagi sudah
loket. Dengan melihat pasien yang itu masalahnya. Karena ya itu tadi
terpaksa duduk dibawah pohon karena pengurusan BPJS itu paling
tidak mampu menaiki tangga untuk gampang ga ada sulit sedikit.
mendekat ke loket. Pasien memberikan Sekarang minimal itu satu
jawaban lirih pada saudaranya, dia keluarga harus didaftarkan semua
berkata “Iku nag mburie (Itu dibagian kali satu KK itu kali berapa orang
belakangnya)”. Sayangnya petugas loket aja, tapi yang daftar Cuma berapa
tetap mempertegas pertanyaanya dan orang aja. Misalkan yang sakit
menunjukan adanya dokumen yang bapaknya tok bapaknya aja yang
kurang lengkap. daftar lainnya tidak yaitu misalnya
Dengan adanya petunjuk dari petugas, seperti itu. Kalau satu KK memang
terpaksa pasien ditinggalkannya untuk iya harus didaftarkan nanti
mencari fotocopy. Kurung lebih sekitar bayarnya minimal apa 6 bulan
25 menit saudara pasien kembali dan atau berapa. Jadi misalkan satu KK
menyerahkan fotocopy yang diminta terdiri dari berapa ya tinggal
petugas. Lalu diminta untuk kembali kalikan aja. Biar ga rugi nemen
esok harinya untuk mengambil berkas BPJS-nya itu”.
tersebut. Situasi ini merepresentasikan
adanya kemiskinan dan kesadaran yang Kebijakan yang disusun dengan berbasis
berkelindan untuk menghadirkan sosok pada pelayanan kesehatan yang
pasien, yang terpaksa dan memaksa diri terjangkau dimasyarakat, beberapa kali
untuk tidak melihat dirinya sebagai yang muncul dalam proses wawancara,
sehat dan tidak boleh banyak sebagaimana pernyataan informan diatas
membebani orang lain. yang menceritakan bagaimana BBJS dan
“Kalau ngurus cepet, yang lama konsep keterjaminan kesehatan bagi
kan ngantrinya itu. Rata-rata masyarakat. Jika dicermati, konsep desa
orang desa itu ngurus BPJS pada mengandaikan adanya sistem mata
pencaharian yang tidak tetap, petani atau sosiologis disebut dengan konsep “safety
nelayan misalnya, yang sangat first” atau mendahulukan selamat.
tergantung dengan alam, sarana Konsep ini berkembang melalui kajian
produksi dan berkonsekwensi pada masyarakat pertanian yang memilih
ketidakpastian penghasilan. Hal ini yang untuk menyelamatkan pertaniannya,
kemudian ditampakan dengan cara yang menjadi identitas kultural dan mata
orang desa menempatkan BPJS. pencaharian. Dengan berbagai cara, yang
Sayangnya konsep BPJS cenderung seringkali ditempuh dengan berhutang.
mengandaikan masyarakat menjadi Pilihan ini dianggap menjadi cara untuk
berpenghasilan dan tetap. memutus rantai persoalan secara cepat
Tidak dapat dipungkiri, BPJS sebagai dengan tidak mengorbankan banyak hal,
amanat UUD yang mendorong kerja meskipun ketika ditelaah lebih lanjut
negara untuk dapat menyelenggarakan akan terjadi sebaliknya.
pelayanan kesehatan yang bermartabat, Dalam konsep kesehatan, masyarakat
tetapi disisi lain masih banyak persoalan yang tidak memiliki stabilitas
yang tidak dapat dimengerti oleh pendapatan, pengetahuan yang memadai,
masyarakat. Melalui wawancara dengan didorong pada pengambilan keputusan
seorang bidan, dirinya ikut yang cepat dan terjangkau, bertendensi
mempromosikan BPJS kepada pasein. memilih cara mendaftarkan diri pasien
Meskipun pasien yang dihadapinya tidak yang sedang sakit. Tanpa melibatkan
selalu melihatnya sebagai kewajiban, seluruh anggota keluarga. Hitung-
sehingga bagi masyarakat dapat hitungan yang dilakukan tentunya akan
berposisi dan berstrategi dalam berkonsekwensi pada banyaknya
mendapatkan pelayanan kesehatan. pengeluaran yang dirasakan akan
Dengan mendaftar dan membayar premi menjadi beban. Terlebih dengan cara
disaat sakit saja misalnya, merupakan meminta membuka rekening dan premi
cara strategis yang menjadi pilihan akan dibayar secara autodebit. Yang
paling ekonomis bagi pasien. Dimana tentunya menjadi sebuah sistem yang
dirinya tidak diharuskan membayar berada diluar habitus masyarakat.
secara keseluruhan jasa pelayanan Persoalan ini secara jangka panjang akan
kesehatan yang didapatkannya. Hal berkonsekwensi pada keraguan dari
tersebut itunjang tidak adanya sistem peyelenggara jasa kesehatan, seperti
evaluasi yang jelas pada proses puskesmas untuk melakukan tindakan
pembayaran premi. medis kepada pasien. Karena tidak
Dalam berbagai informasi, setiap calon adanya kepastian akan adanya pihak
pasien yang akan mendaftarkan sebagai yang menanggu pengeluaran pasien.
peserta BPJS berkewajiban Meskipun secara UU pelayanan
mendaftarkan keseluruhan anggota kesehatan harus didahulukan ketika
keluarganya, dengan hal tersebut maka terdapat pasien yang sakit.
setiap anggota keluarga yang sakit dapat Dalam kasus yang lain, seringkali pasien
ditanggung oleh BPJS. Muncul mendatangi puskesmas ketika dirinya
permasalahan kemudian, yang antara memposisikan dirinya sakit yang
lain kemampuan masyarakat dan terbilang parah, “Emang pada awalnya
kemampuan negara dalam gitu mas, diobati pakai cara orang tua
menyelanggarakan program ini. Dalam dulu tapi kok lama sembunya jadi dibawa
penelitian ini informan memilih untuk kesini”. Lalu seperti seorang petani yang
berstrategi dengan cara yang secara terbiasa meminum jamu untuk menjaga
kesehatannya, “Kalau saya tetap peduli individu dan masyarkat untuk
masih mas, untuk olahraganya ya macul berpartisipasi dalam proses pelayanan
itu, supaya tidak capek saya konsumsi kesehatan. Dalam pengertian tersebut,
jamu kencur, kunir yang ditumbuk itu puskesmas membutuhkan persoalan
setiap hari mas, supaya tetap sehat”. akses atau keterjangkauaan bagi pasein.
Disiplin akan diri menjadi bagian dari Dari observasi yang dilakukan, dalam
kultur yang berubah dalam salam setiap konteks keterjangkauan, puskesmas di
era. Cara pengetahuan dan disiplin diri Jember telah menjadi tempat yang sangat
yang diwariskan dalam kesadaran terjangkau, karena letaknya yang
kolektif, meminum jamu sebagaimana memungkinkan untuk diakses secara
diwariskan secara turun-menurun salah cepat, sehingga sarana transportasi
satunya. warga dapat menuju puskesmas dengan
Hal lain yang berkaitan dengan mudah. Letak puskesmas yang sangat
standarisasi mutu pelayanan, ialah pada terjangkau, juga memungkinkan
bagaiaman pasien sebagai konsumen jasa ambulance melaju dengan cepat ke RS
kesejatan, seringkali memiliki kesadaran untuk keperluan gawat darurat.
kolektif yang ditampilkan sebagai Pada konsisi tersebut, puskesmas
identitasnya. Sebagai contoh, tidak menjadi ruang publik yang berimbas
adanya kesadaran untuk tidak merokok. pada arah pemenuhan sarana ekonomi.
Dalam penelitian ini, jamak dijumpai pria Seperti menjadi tempat untuk
merokok dan hal itu menjadi dimaklumi. mendirikan usaha warung atau kanti,
Dan yang cukup unik ialah, seorang tempat berjualan makanan kecil, kue dan
bapak menggendong anaknya untuk minuman kemasan, tempat untuk
buang air kecil di halaman depan pangkalan ojek, becak dan bentor. Tidak
puskesmas. Kesadaran akan diri dan dapat dipungkiri hal itu menjadi efek
pelayanan dalam konteks ini seringkali samping dari perkembangan puskesmas
berjalan secara terpisah, sehingga akan membuat perekonomian
masyarakat dan perangkat pelayan masyarakat sekitar akan meningkat.
medis menjadi memaklumi, bahkan Secara sosiologis hal ini menjadi penting
cenderung membiarkan. Selain untuk melihat bagaiamana puskesmas
permasalahan kultural yang dihadapi, dipersepsikan dan menghadirkan
standarisasi pelayanan seringkali aktifitas sosial bagimasyarakat. Terlebih
berkonsekwensi pada ketegangan dengan adanya konsep pelayanan
dengan pasein. kesehatan yang berjenjang, mendorong
masyarakat melihat puskesmas sebagai
Puskesmas sebagai Ruang Publik ruang dari aktifitas ekonomi.
Puskesmas selain menjadi pusat Persoalannya kemudian ialah bagaimana
pelayanan medis, secara sosial mengkontrol dan mensinergikan ruang
merupakan bagian dari ruang publik. publik dengan keseluruhan aktifitas
Dimana setiap individu yang memiliki didalamnya sebagai yang menunjang
gejala, gangguan kesehatan akan penciptaan visi puskesmas. Dalam
membutuhkan pelayanan medis. Dalam konteks ini kerja sosial dan pembinaan
UU puskesmas menjadi tempat masyarakat dalam bidang kegiatan
dilakukannya skrining dan pusat ekonomi menjadi penting untuk
pengembangan kesadaran akan dilakukan, sehingga pelatihan-pelatihan
kesehatan. Yang artinya puskesmas yang berkaitan dengan penciptaan
memungkinkan menjadi ruang bagi komoditas makanan alternatif bergizi
menjadi dimungkinkan. Sebagaimana dikomparasi dengan indeks kepuasan
dilakukan oleh seorang bidan dengan pelayanan kesehatan.
kadernya yang aktif melakukan pelatihan Dari segi kulitas, kesadaran pasien untuk
pengembangan makanan dari talas, memilih tidak dapat dipersalahkan. Hal
bahkan sampai meraih prestasi. ini terkait pada bagaimana kepercayaan
Menjadi penting ketika keberhasilan yang dibangun oleh pasien pada
menciptakan komoditas makanan, pelayanan medis yang diterimanya.
kemudian ditunjang dengan penciptaan Tetapi ketika sistem keterjaminan
pasar, sehingga meningkatkan aktifitas kesehatan ditata secara bertingkat
ekonomi yang terkontrol dari segi dilaksanakan secara konsisten, hal ini
kesehatan. Kantin di puskesmas akan menimbulkan pelayanan. Disaat
hendaknya menjadi display dari yang bersamaan, kondisi pasien yang
keberhasilan masyarakat lebih memilih untuk mendapatkan
mengembangkan komoditas lokalnya. pelayanan dipuskesmas lain, menjadi
Dari display yang ada, memungkinkan bagian untuk melihat dan mengevaluasi
masyarakat mencoba komoditas tersebut bagaimana puskesmas di daerah si
dan memungkinkan menjadi alternatif pasien dijalankan.
pilihan makan bergizi yang dapat
dikembangkan di rumah dan di Relasi Dokter Pasien: Posisi Sosial dan
lingkungan tempat tinggal pasien. Ketokohan Dokter
Sebagai sebuah ruang publik, Dokter dengan status sosial dan hak
ketersediaan sarana penunjang tentunya medis yang melekat padanya, menjadi
menjadi syarat utama. Selain untuk bagian penting dari pelayanan kesehatan.
menciptakan pelayanan yang bermutu Disisi lain hal ini tidak dapat dipisahkan
juga menjadi cerminan dari bagaimana dengan adanya penyedia jasa kesehatn
puskesmas menjadi contoh dari lainnya, seperti; mantri, bidan, tukang
dijalankannya program menjaga gigi keliling, dukun anak, dll. Secara
kebersihan. Pada titik ini dari beberapa difinitif dokter merupakan individu yang
tempat yang diobservasi, tampak kurang telah menempuh jenjang pendidikan
terawatnya WC dan sarana lainya, seperti kedokteran dan berpengalaman untuk
ruang tunggu bagi keluarga pasein rawat mendiagnosa dan melakukan tindakan
inap. medis. Dari konsepsi tersebut, beban
Ruang publik mengandalkan adanya ekonomi yang dilalui untuk dapat meraih
kesadaran dari pasien untuk memilih jenjang dokter, sering kali
mendapatkan pelayanan kesehatan yang diperhitungkan olehnya. Sebagaimana
seperti apa, dengan vasilitas yang seperti beberapa kasus yang jamak ditemui dan
apa dan keramahan seperti apa. Hal ini ditemukan dilapangan, dokter
menjadi penting terutama pada beberapa menginginkan kesejahtraan atas diri dan
kasus, ada seorang pasien yang berasal keluarganya.
dari daerah lain tetapi memilih untuk Dengan kata lain dokter menjadi status
mendapatkan pelayanan dari puskesmas yang cukup bernilai dan dinilai oleh
tertentu. Persoalan ini tidak dapat masyarakat. Hal ini membut dokter
dilepaskan dari lingkungan puskesmas, memilih untuk melakukan beberapa
keterjangjauan dan kualitas SDM yang pekerjan sekaligus, semisal menjadi
melayani, sehingga perlu adanya evaluasi kepala puskesmas dan praktek
terkait datangnya pasien yang kemudian dibeberpa tempat. Menjadi wajar ketika
hal itu dapat dilakukan secara
profesional, artinya dokter menjadi pelayanan ditempat praktek lain.
status sosial yang penuh dengan Kemudian juga perlu memperhitungkan
pertanggung jawaban, baik secara moral, kemampuan untuk meng-update
etika dan sosial. Sebagaimana dikeluhkan pengetahuan medis dan kerja rangkap
oleh informan dalam penelitian ini, yang menjadi tanggung jawabnya.
katanya dokter pada siang hari sudah Celah antara profesionalitas yang idel
tidak ada dipuskesmas. Cukup wajar dengan pluralitas konsumen ini
dikarenakan jadwal dipuskesmas yang kemudian menciptakan kesenjangan
buka sampai dengan pukul 12.00-an. antara dokter dan bidan. Dari
Bagi informan hal ini menjadi tidak pengalaman seorang informan yang
wajar, dikarenakan dokter yang kebetulan seorang bidan. Dirinya pernah
merangkap sebagai kepala puskesmas dituduh sebagai provokator karena
secara ideal hendaknya berada diwilayah membuat pasien banyak memilih rawat
tugasnya. Dan faktanya dokter tersebut inap ditempatnya, daripada
sering berada diluar wilayah kerjanya. dipuskesmas. Patut direfleksikan situasi
Seorang dokter bisa melakukan tersebut, pertama bagaimana
pelayanan dibeberapa tempat, hal ini ketersediaan dan kualitas layanan
yang sempat diperdebatkan beberapa puskesmas, kedua pada bagaimana
waktu yang lalu, yaitu muncul wacana dokter dan pasien membangun trust dan
untuk membatasi tempat praktek dokter. berempati pada kondisi pasien.
Sebuah wacana yang cukup kompleks Dari perhitungan waktu yang dilakukan
konsekwensinya. Terlebih pada dalam penelitian ini, pernah terjadi kasus
bagaimana permintaan dokter dan seorang pasien yang rata-rata
tenaga medis dibeberapa tempat, membutuhkan waktu sekitar lima menit
khususnya diluar Jawa yang sampai saat untuk dipriksa, tetapi lama waktu yang
ini masih minus. Disisi lain dokter yang diperlukan mencapai lebih dari 10 menit.
berada di Jawa, khususnya di Jember Dokter yang memeriksa lebih memilih
cukup banyak ditemui. Hal ini asik untuk menelpon seseorang dan
mendorong terbentuknya persaingan membiarkan pasien didepannya
pasar jasa untuk melakukan pelayanan menunggu. Disisi lain dokter hendaknya
kesehatan. Imbas dari hal ini ialah memperaktekan konsep “Anamnesis”,
terbentuknya klinik dan RS dan penyedia yakni pengenalan secara personal untuk
jasa medis yang dikelola secara swasta, mendapatkan informasi sedetail
yang menyediakan dokter pribadi dan mungkin mengenai pasein. Lalu apakah
dokter spesialis. memungkinkan dilakukan dalam waktu
Persoalan tersebut kemudian sesingkat itu? Selain itu melalui konsep
menciptakan kesenjangan sosial. tersebut, dokter dapat melakukan dialog
Sebagaimana ditemui dibeberapa untuk mengedukasi pasien.
tempat, pasien lebih memilih untuk Keterbatasan kondisi sarana dan tenaga
mencari puskesmas yang memiliki medis menjadi kendala utama dalam
pelayanan yang ramah, berimpati dan melakukan relasi dokter pasien yang
mendiagnosis secara tepat. Jika ideal. Sebagaimana disampaikan oleh
dibayangkan dari sisi dokter yang staff dinkes, yang antara lain bermula
menuntut kesejahtraan, tentunya perlu dari keterbatasan formasi untuk dapat
diperhitungkan antara kualitas dan membuka lowongan dokter. Hal ini
kemampuan dokter dalam melakukan terkait persoalan keberpihakan
pelayanan dipuskesmas dengan pemerintah daerah melalui pembagian
anggaran. Disisi lain, persoalan yang tak pada konteks ruang publik ini terjadi
kalah peliknya, berkaitan dengan tarikan beragam kepentingan dan
kebijakan pemerintah pusat yang kebijakan. Hal ini yang dikeluhkan ketika
mencoba melakukan profesionalisasi melihat keberhasilan pemerintah dan
pendidikan dibawah dikti, sehingga seluruh aparaturnya, mampu
memunculkan sekolah-sekolah yang mensinergikan antara dukun bayi, bidan
berorientasi mencetak tenaga medis. dan puskesmas. Sayangnya hal itu tidak
Tetapi tidak diimbangi dengan dapat dilakukan pada drg dengan tukang
penyiapan kurikulum yang berbasis pada gigi keliling. Persoalan menekan angka
penguasaan pengalaman dan tidakkan kematian bayi dan ibu hamil, memang
medis. Menjadi serius ketika dinkes menjadi angenda nasional, tetapi
menyatakan dirinya sebagai pengguna bagaimanakah dengan persoalan
lulusan, tetapi disaat yang bersamaan mengedukasi masyarkat tentang
lulusan yang mendaftar tidak memiliki perlunya menjaga kesehatan gigi?
cukup pengalaman. Sampai saat ini informan dan jaringan
Profesionalisme menjadi konsep yang LSM belum mendapati agenda yang
cukup kabur dilapangan, karena yang serius berkaitan dengan menggerakan
kemudian banyak menjadi pertimbangan isu kusta. Informan menceritakan bahwa
pasien adalah kemampuan memberikan sekitar tahuan 2004-an pernah dilakukan
empati, mensugestif, dan membangun survey untuk mendata penderita kusta,
trust. Dengan kata lain dokter menjadi lingkungan tempat tinggal penderita dan
figur yang berakar dan hendaknya cair potensi persebaran kusta. Tetapi dengan
pada pasiennya. Berbeda dengan mantri, kondisi yang hari ini dilihat oleh
bidan, dan tukang gigi misalnya, yang informan, yang menyayangkan tidak ada
seringkali berhasil menciptakan suasana program-program tersebut secara
dialogis dan tidak berjarak dengan berkala dari pemerintah.
pasien, selain karena harga jasa yang Melalui konsep “Lege Artis”, dokter
terjangkau tentunya. dibanyangkan memiliki kepekaan akan
Seorang dokter gigi yang menjadi bentuk humanitas yang memiliki rasa
informan dalam penelitian ini empati dan selalu terbuka pada
menuturkan temuannya pada bagaimana kemungkinan-kemungkinan baru untuk
masyarkat lebih memilih untuk dapat membuat hidup pasien menjadi
menggunakan tukang gigi keliling lebih berkualitas. Tak dapat dipungkiri,
dibandingkan harus pergi ke puskesmas. dokter menjadi orang yang menentukan
Ia menyesalkan tidak adanya tindakan tindakan medis dan resep yang
proaktif untuk mensosialisasikan pada bersangkutan dengan keberlanjutan
pasien tentang pentingnya menjaga hidup pasien. Kemampuan tersebut yang
kesehatan gigi. Hasil penelitiannya yang membuat posisi sosial dokter menjadi
lain ia menceritakan pengalamannya dihormati, ketika berjalan secara tepat,
melihat data dipuskesmas yang tidak patut dan berkepantasan. Sebagaimana
secara detail mencatat data pasien gigi ungkapan informan “Ya kalau disini kan
dan jenis perawatan apa yang manut kata dokter, orang sekarang kan
dilakukannya. cari cepat sembuhnya, penyakit parah
Relasi dokter dengan pasein dalam minta sembuh cepat”. Harapan akan
konteks ini menjadi relasi diruang publik dokter menjadi cukup besar dari pasein
yang hendak menyentuh hingga tatanan selaku konsumen, hal ini yang membuat
yang privat dan personal. Tetapi justru seorang pasien menghafalkan nama
dokter sebagai figur yang mensugesti Berdasarkan informasi dan data
dirinya untuk sembuh. lapangan yang didapatkan, peneliti
mencatat beberapa isu yang dapat
dikembangkan lebih lanjut, antara lain;
SIMPULAN DAN SARAN 1. Mini lokakarya, sebagai media
kerjasama lintas sektor hendaknya
Segregasi kewilayahan yang digerakan secara lebih
muncul dalam penelitian ini ialah, komperhensif. Dengan melibatkan
adanya ruang bagi yang didominasi element masyarakat yang memiliki
kultur Jawa dan ruang kebudayaan yang kepentingan akan pembentukan
menampilkan kultur madura. Dalam sistem masyarakat yang sehat.
ruang yang didominasi kultur Jawa, isu 2. Diperlukannya komunitas yang
yang muncul mengandaikan adanya secara kultural memiliki
konsepsi diri pasien yang menempatkan keterakaran pada masyarakat,
dirinya sebagai orang kecil dan tidak sehingga dapat menjalankan
tahu apa-apa. Sedangkan kultur madura program kerja yang telah disusun
yang menghendaki adanya pembagian bersama dan dapat berjejaring
ruang-ruang sosial dan pembagian peran dengan pihak eksternal untuk
secara difinitif dalam setiap pelayanan mempercepat arah pembentukan
kesehatan. masyarakat sehat.
Dokter menjadi status yang cukup 3. Diperlukannya sistem reward yang
bernilai dan dinilai oleh masyarakat. Hal jelas dan tegas untuk
ini membut dokter memilih untuk mengembangkan kesadaran
melakukan beberapa pekerjan sekaligus, bersama. Tawaran akan hadiah
semisal menjadi kepala puskesmas dan laptop, TV dll, hendaknya diarahkan
praktek di beberpa tempat. Tetapi hal untuk menyasar penggiat komunitas
yang tidak mampu memberikan yang secara terukur memiliki
kepuasan kepada masyarakat terkait sumbangsih yang kongkrit pada
sulitnya dokter memberikan waktu pengembangan kualitas hidup
pelayanan kesehatan. masyarakat.
Hampir sebagian besar informan (80%) 4. Untuk meningkatkan partisipasi
mengatakan masyarakat puas terhadap masyarakat, perlu kiranya dimulai
pelayanan di Puskesmas. Tetapi dengan pemetaan isu kultur dan
persoalannya kemudian masyarakat kewilayahan, sehingga dapat
tidak mengetahui standart apa yang mempermudah melakukan
seharusnya mereka dapatkan dari penempatan elite dan masyarakat
pelayanan. Pelayanan pada konsumen sebagai objek pengembangan
merupakan pelayanan yang dapat sekaligus subjek pengembangan
dipertanggung jawabkan dan berimbang. masyarakat yang berkesadaran
Dalam konteks ini, pelayanan pada untuk menciptakan masyarakat
puskesmas hendaknya secara transparan sehat.
menjelaskan alur pelayanan dan standart 5. Puskesmas arahkan dan dibentuk
apa yang akan dilakukan oleh pelayan sebagai ruang pelayanan kesehatan
medis, sehingga pasien mengetahui pada yang sekaligus menjadi tempat
batasan apa dirinya mendapat display hasil penciptaan komoditas
pelayanan. makanan bergizi, sehingga dapat
menciptakan efek peningkatan Rawat Jalan Rumah Sakit
ekonomi pada masyarakat. Pemerintah di Indonesia. Buletin
6. Dalam menciptakan sistem Penelitian Sistem Kesehatan, 10 (2):
kesehatan yang berempati pada 123 – 130.
pasien dan berlandaskan semangat 5. Parasuraman, Zeithaml and Berry,
humanitas, diperlukan transparansi "A Conceptual Model of Service
indeks kepuasan dan penciptaan Quality and Its Implications for
strategi peningkatannya. Melalui Future Research," Journal of
transparansi yang ada, masyarakat Marketing , Fall 1985, pp. 41-50.
dapat mengkontrol dan turut serta 6. Krowinski, William J, and Steiber.
berpartisipasi dalam proses 1996. Measuring and Managing
tersebut. Patient Satisfaction, American
7. Diperlukannya kerjasama dengan Hospital Publishing Inc.
lembaga pendidikan yang secara 7. Gunarso, Singgih D. 1995. Psikologi
strategis dapat meningkatkan skill Perawatan. Cetakan ke-2. Jakarta:
pada panyelenggara pelayanan Gunung Mulia.
ditingkat puskesmas. 8. Departemen Kesehatan RI .2003.
Pengembangan strategi bersama Standar Pelayanan Minimal Bidang
yang secara strategis terintergrasi Kesehatan Di Kabupaten/Kota.
dengan tridarma perguruan tinggi. Keputusan Menteri Kesehatan RI No.
Sehingga cakupan isu yang menjadi 1457/Menkes/SK/X/2003. Jakarta:
sasaran tidak hanya terpusat pada Departemen Kesehatan RI.
isu nasional, tetapi dapat menyentuh
pada level permasalahan lokal yang
dihadapai masyarkat dan
menjadikannya permasalahan
bersama.
8. Pembentukan jejaring dengan pihak
swasta menjadi penting, terutama
dalam konteks penciptaan
masyarakat yang teredukasi dan
berkesadaran akan tanggung jawab
sosial individu pada lingkungannya.

DAFTAR RUJUKAN

1. Departemen Kesehatan RI. 2004.


Sistem Kesehatan Nasional. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI.
2. Kotler P. 2000. Manajemen
Pemasaran. Jakarta: Prenhallindo.
3. wijono, Djoko. 2000. Manajemen
mutu pelayanan kesehatan.surabaya
: airlangga university
4. Suharmiati. Budijanto, D. 2007.
Kepuasan Responden Pengguna

You might also like