Bab 4 - Rencana Pola

You might also like

Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 74

Pemerintah Kota Bandar Lampung

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda)


Review RTRW Kota Bandar Lampung 2011 – 2030

Rencana Pola Ruang


Kota Bandar Lampung
[
[

4.1 RENCANA POLA RUANG KAWASAN LINDUNG


Perencanaan kawasan lindung bertujuan supaya kawasan ini senantiasa dijaga dan dilestarikan sehingga
fungsi lindungnya dapat terus menopang keberlangsungan pembangunan wilayah. Rencana Kawasan
lindung di Kota Bandar Lampung antara lain kawasan yang memberikan perlindungan pada kawasan
bawahnya,kawasan perlindungan setempat (sempadan pantai, sempadan sungai,sekitar mata air,
sempadan rel kereta api), ruang terbuka hijau (RTH), cagar budaya, kawasan rawan bencana alam dan
kawasan lindung lainnya.

4.1.1 Kawasan Hutan Lindung


Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Lampung Nomor 1 tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
(RTRW) Provinsi Lampung 2009 – 2029 mengamanatkan bahwa kawasan Register 19 Gunung Betung
masuk dalam ketegori kawasan hutan lindung. Kondisi eksisting Kota Bandar Lampung menunjukkan
bahwa beberapa bagian Register 19 masuk dalam wilayah Kota Bandar Lampung berbatasan langsung
dengan Kecamatan Kemiling. Oleh karenanya kawasan Register 19 TAHURA WAR yang masuk wilayah
administratif Kota Bandar Lampung juga akan ditetapkan sebagai kawasan hutan lindung dalam Rencana
Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Bandar Lampung 2011 – 2030.

Rencana penetapan kawasan hutan lindung bertujuan untuk menjaga kelestarian ekosistem kawasan
Register 19 TAHURA WAR yang memiliki peranan penting dalam menjaga ketersediaan air tanah,
mencegah erosi, dan banjir di wilayah hilir Bandar Lampung dan memberikan pasokan oksigen bagi Kota
Bandar Lampung. Rencana pengelolaan kawasan hutan lindung tersebut diantaranya adalah:
 Menetapkan bagian Register 19 Tahura WAR Gunung Betung dan Register17 Batu Serampok
sebagai kawasan hutan lindung

Bab 4 | Rencana Pola Ruang Kota Bandar Lampung 4-1


Pemerintah Kota Bandar Lampung
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda)
Review RTRW Kota Bandar Lampung 2011 – 2030

 Melakukan rehabilitasi dan reboisasi kawasan hutan lindung yang bekerjasama dan
berkoordinasi dengan Pemerintah Kabupaten Pesawaran, Pemerintah Kabupaten Lampung
Selatan dan Dinas Kehutanan Provinsi Lampung
 Mengembangkan wisata ekologi yang terintegrasi dengan pengembangan kawasan wisata
Batuputu.

4.1.2 Kawasan Yang Memberikan Perlindungan Pada Kawasan


Bawahnya
4.1.2.1 Kawasan resapan air
Seiring bertambahnya jumlah penduduk Kota Bandar Lampung dimasa mendatang, maka kebutuhan
terhadap air juga akan semakin meningkat. Oleh karena itu untuk menjamin ketersediaan sumber daya air
khususnya air tanah di Kota Bandar Lampung perlu ditetapkannya kawasan-kawasan yang berfungsi
sebagai resapan air. Kawasan resapan air di Kota Bandar Lampung sebagian besar berada di wilayah
utara Kota Bandar Lampung tepatnya di Kecamatan Kemiling, Kecamatan Tanjung Karang Barat,
Kecamatan Teluk Betung Utara, dan Kecamatan Teluk Betung Barat.

Arahan penetapan kawasan resapan air kota selain bertujuan untuk memberikan ruang yang cukup bagi
peresapan air hujan pada daerah resapan air tanah untuk keperluan penyediaan kebutuhan air juga
berfungsi untukmencegah terjadinya erosi, bencana banjir, sedimentasi, dan menjaga fungsi hidrolik tanah
untuk menjamin ketersediaan unsur hara tanah, air tanah, dan air permukaan. Oleh karenanya sesuai
dengan kondisi eksisting, maka rencana untuk melestarikan dan menjaga kawasan resapan air Kota
Bandar Lampung adalah sebagai berikut:
 Menetapkan beberapa kawasan perbukitan dan gunung (lihat tabel 4.1) dan beberapa bagian
wilayah kota sebagai kawasan resapan air dan daerah tangkapan hujan ( catchmen area), yaitu
Kawasan Batu Putu di Kecamatan Teluk Betung Barat, Sukadanaham dan Susunan Baru di
Kecamatan Tanjung Karang Barat, Beringin Raya, Sumber Agung dan Kedaung di Kecamatan
Kemiling, Keteguhan dan Sukamaju di Kecamatan Teluk Betung Timur, dan kawasan bukit dan
gunung.
 Melakukan reboisasi pada seluruh kawasan resapan air dengan menanam tanaman keras
 Kegiatan perumahan yang telah ada dan memiliki izin diarahkan untuk dikendalikan secara
bertahap dengan memperhatikan kearifan lokal
 Pemanfaatan ruang kawasan resapan air diatur dalam ketentuan umum peraturan zonasi

Bab 4 | Rencana Pola Ruang Kota Bandar Lampung 4-2


Tabel 4.1
Peruntukan Gunung dan Bukit di Kota Bandar Lampung

NO GUNUNG & PERBUKITAN KELURAHAN KECAMATAN PERUNTUKAN KETERANGAN


1Register 17 (Batu Serampok) Srengsem Panjang Resapan air & pengamanan Kegiatan penambangan pada kaki gunung harus dihentikan
daerah sekitar mata air, Pengembangan perumahan/permukiman tidak
wisata ekologi, kawasan diperkenankan
lindung KDB 0%
Dilalui oleh patahan
2Register 19 Kaki Gunung Betung Beringin Raya Kemiling Resapan air & pengamanan Kegiatan pengembangan perumahan & permukiman tidak
daerah sekitar mata air, diperkenankan
hutan lindung KDB 0%
3Bukit Rasuna Said Pengajaran Teluk Betung Utara Resapan air, Pengamanan Reboisasi daerah sempadan mata air
daerah sempadan mata air Penyediaan rth & sumur resapan pada perumahan yang
telah terbangun dengan KDB maksimum 40%
Tidak diperkenankan mengeluarkan izin baru untuk kegiatan
budidaya
Resevoir PDAM
4Gunung Banten Sidodadi Kedaton Resapan air , hutan kota, Penetapan sebagai hutan kota
wisata ekologi KDB 0%
5Gunung Perahu Sidodadi Kedaton Resapan air dan ruang Penghentian kegiatan penambangan
terbuka hijau Reboisasi lahan bekas tambang
Tidak diperkenankan mengembangkan
perumahan/permukiman
Resevoir PDAM
6Bukit Sukamenanti Sukamenanti Kedaton Pengamanan sempadan Penghentian kegiatan penambangan
mata air Reboisasi lahan bekas tampang
Pengamanan sempadan mata air
KDB 0%
Dilalui oleh patahan
Resevoir PDAM
7Gunung Kucing Segalamider Tanjung Karang Barat Resapan air Pengamanan sempadan mata air
Reboisasi
NO GUNUNG & PERBUKITAN KELURAHAN KECAMATAN PERUNTUKAN KETERANGAN
8Gunung Sukajawa Timur Sukajawa Tanjung Karang Barat Resapan air Reboisasi
Penertiban rumah di lereng
KDB maksimum 10%
Dilalui oleh patahan
9Gunung Sukajawa Barat Sukajawa Tanjung Karang Barat Resapan air Reboisasi
Penertiban rumah di lereng
KDB maksimum 10%
Dilalui oleh patahan
10Bukit Sukadanaham Sukadanaham Tanjung Karang Barat Resapan air, agrowisata Tidak mengeluarkan izin baru untuk
durian perumahan/permukiman
KDB Maksimum 10%
11Bukit Susunan Baru Susunan Baru Tanjung Karang Barat Permukiman Sudah padat,
Penghijauan dengan media terbatas
Perbaikan sanitasi lingkungan
Resevoir PDAM
12Bukit Pasir Gintung Pasir Gintung & Tanjung Karang Barat Resapan air Reboisasi
Sukajawa & Tanjung Karang Penertiban rumah di lereng
Pusat KDB maksimum 10%
Dilalui oleh patahan
13Gunung Sari Gunung Sari Enggal Permukiman Sudah padat,
Penghijauan dengan media terbatas
Perbaikan sanitasi lingkungan
Tidak diperkenankan menambah bangunan baru
Dilalui oleh patahan
14Bukit Kaliawi i Tanjung Karang Resapan air Pengamanan & reboisasi sempadan mata air
Pusat Dilalui oleh patahan
Penertiban rumah di lereng bukit
Tidak diperkenankan mengembangkan
perumahan/permukiman baru
15Bukit Palapa I (SMA 3) Durian Payung Tanjung Karang Resapan air dan ruang Pengehentian kegiatan penambangan
Pusat terbuka hijau Dilalui oleh patahan
Pengamanan & reboisasi sempadan mata air
Tidak diperkenankan mengembangan
perumahan/permukiman baru
Resevoir PDAM
NO GUNUNG & PERBUKITAN KELURAHAN KECAMATAN PERUNTUKAN KETERANGAN
16Bukit Palapa II Durian Payung Tanjung Karang Resapan air dan ruang Resevoir PDAM
Pusat terbuka hijau Reboisasi
Tidak diperkenankan mengembangan
perumahan/permukiman baru
17Gunung Celigi Sukarame II Teluk Betung Barat Resapan air dan ruang Reboisasi
terbuka hijau Tidak diperkankan untuk kegiatan pertambangan,
perumahan dan permukiman
KDB 0%
Dilalui oleh patahan
18Bukit Ceparoh OLOK Gading Teluk Betung Barat Resapan air dan ruang Reboisasi
terbuka hijau Tidak diperkankan untuk kegiatan pertambangan,
perumahan dan permukiman
KDB 0%
Dilalui oleh patahan
19Gunung Cecepoh Olok Gading Teluk Betung Barat Resapan air dan ruang Reboisasi
terbuka hijau Tidak diperkankan untuk kegiatan pertambangan,
perumahan dan permukiman
KDB 0%
Dilalui oleh patahan
20Gunung Bakung Bakung Teluk Betung Barat hutan kota &bufferr TPA Reboisasi
Tidak diperkankan untuk kegiatan pertambangan,
perumahan dan permukiman
KDB 0%
Dilalui oleh patahan
21Bukit Hatta Sukamaju Teluk Betung Timur Ruang terbuka hijau Reboisasi
Penghentian kegiatan pertambangan
KDB maksimum 20%
Dilalui oleh patahan
22Gunung Mastur Perwata Teluk Betung Timur Pengembangan terbatas Diperkenankan untuk untuk perumahan dengan KDB
maksimum 40%
Penyediaan ruang terbuka hijau
23Gnung Depok Keteguhan Teluk Betung Timur Ruang terbuka hijau Reboisasi
Penertiban rumah di lereng
Tidak diperkenankan mengembangkan perumahan &
pertambangan
NO GUNUNG & PERBUKITAN KELURAHAN KECAMATAN PERUNTUKAN KETERANGAN
24Bukit Pidada Way Laga Sukabumi Pengembangan terbatas Reboisasi
Penghentian kegiatan pertambangan
KDB maksimum 20%
Dilalui oleh patahan
25Bukit Balau/Pemancar Way Gubak, Campang Sukabumi Kawasan konservasi, Pengamanan sempadan mata air
Raya resapan air Penghentian kegiatan pertambangan
Perumahan eksisting KDB maksimum 30%
Tidak diperkenankan mengembangkan perumahan &
pertambangan baru
Dilalui oleh patahan
26Bukit Langgar Campang Raya Sukabumi Kawasan konservasi, Penghentian kegiatan pertambangan
resapan air, SUTET Dilarang mengembangkan perumahan
KDB 0%
27Bukit Kelutum Kota Baru Tanjung Karang Hutan Kota, Resapan air, Dilarang mengembangkan perumahan dan pertambangan
Timur konservasi KDB 0%
Dilalui oleh patahan
28Gunung Sulah Gunung Sulah Way Halim Hutan Kota & resapan air Dilarang mengembangkan perumahan dan pertambangan
Resevoir PDAM
KDB 0%
29Bukit Randu Kebon Jeruk Tanjung KarangPengembangan terbatas  Perbaikan sistem drainase, sanitasi, dan pengolahan limbah
Timur khususnya untuk Hotel Bukit Randu
 Merelokasi bangunan liar
 Penghijauan pada lingkungan pekarangan rumah dengan
media terbatas
30Bukit Camang Tanjung Gading Kedamaian Ruang Terbuka Hijau  Perumahan eksisting KDB maksimum 30% & dilarang
penambahan luasan kawasan perumahan
 Difungsikan sebagai RTH untuk wilayah yang masih hijau
 Penghentian kegiatan pertambangan
31Gunung Kunyit Bumi Waras Bumi Waras Jalur Evakuasi Bencana  Penghentian kegiatan pertambangan
 Pengembangan jalur evakuasi bencana
 Pengembangan RTH
Sumber: Studi Gunung, Lereng, dan Bukit BPPLH Bandar Lampung, 2006; Hasil Pengamatan & Analisa, 2010.
Tidak semua kawasan bukit ditetapkan sebagai kawasan resapan air karena dari sekitar 30
bukit/gunung/perbukitan di Kota Bandar Lampung, beberapa diantaranya sudah mengalami kerusakan
parah akibat kegiatan pertambangan dan permukiman serta budidaya lainnya, kondisi tersebut terjadi di
Bukit Randu, Gunung Sari, Gunung Kunyit, Bukit Asam, Bukit Camang, Gunung Mastur. Meskipun tidak
ditetapkan sebagai kawasan resapan air, bukit dan gunung-gunung tersebut tetap akan menjadi kawasan
lindung kota dan perlu dikendalikan agar pertumbuhan pembangunan maupun kegiatan pertambangan
tidak berkembang lagi di kawasan tersebut.

4.1.3 Kawasan Perlindungan Setempat


4.1.3.1 Sempadan pantai
Perencanaan kawasan lindung sempadan pantai di Kota Bandar Lampung bertujuan untuk melindungi
kawasan pantai ini dari aktivitas budidaya khususnya permukiman yang marak berkembang di kawasan
pesisir Kota Bandar Lampung. Sempadan pantai adalah kawasan tertentu sepanjang pantai yang
mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi pantai.

Kriteria kawasan untuk kawasan lindung untuk sempadan pantai yaitu daratan sepanjang tepian yang
lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik pantai, minimal 100 meter dari titik pasang tertinggi
kearah darat. Sempadan pantai mencakup daratan sepanjang tepian yang lebarnya proporsional dengan
bentuk dan kondisi fisik pantai:
 Pada kawasan perkotaan dengan tinggi gelombang < 2 m lebar sempadan 30 – 75 meter dari
titik pasang tertinggi ke arah darat.
 Pada kawasan perkotaan dengan tinggi gelombang > 2 m lebar sempadan 50 – 100 meter dari
titik pasang tertinggi ke arah darat.
 Diluar kawasan perkotaan dengan tinggi gelombang < 2 m lebar sempadan 100 – 200 meter dari
titik pasang tertinggi ke arah darat.
 Diluar kawasan perkotaan dengan tinggi gelombang > 2 m lebar sempadan 150 – 250 meter dari
titik pasang tertinggi ke arah darat.

Rencana pengelolaan kawasan sempadan pantai Kota Bandar Lampung akan meliputi seluruh garis
pantai Kota Bandar Lampung sepanjang 27,01 KM yang berfungsi sebagai buffer, mitigasi bencanadan
untuk menjaga keseimbangan serta ekosistem pesisir. Adapun rencana pengelolaannya adalah sebagai
berikut:
 Menetapkan Garis Sempadan Pantai di Kota Bandar Lampung,yaitu 100 meter dari titik pasang
tertinggi ke arah darat. Termasuk Pulau Kubur, kecuali Pulau Pasaran
 Melakukan revitalisasi kawasan hutan bakau/mangrove yang ada di sekitar kawasan Pantai Puri
Gading dan Pulau Kubur.
 Melakukan penataan permukiman kumuh di kawasan pesisir dengan mengupayakan
pengembangunan rumah susun sehat sederhana di luar garis sempadan pantai atau penataan
permukiman dengan konsep rumah menghadap air.
 Kegiatan budidaya yang yang diperkankan pada kawasan ini adalah kegiatan kepelabuhan,
dermaga, wisata pantai, dan permukiman nelayan, ruang terbuka non hijau , kegiatannelayan, dan
penelitian.
 Pengembangan sarana prasarana wisata pantai dan pengembangan penataan kawasan pesisirdi
garis sempadan pantai (GSP) diarahkan dengan koefisien dasar bangunan (KDB) kecil maksimum
30%.
 Selain pengembangan mangrove dan hutan bakau, perlu dikembangkan juga budidaya tanaman
kelapa yang berfungsi sebagai sabuk hijau dan atau konservasi hutan bakau. Pengembangan ini
diarahkan dari titik 0 – 30 meter GSP yang diarakan di sepanjang garis pantai Kota Bandar
Lampung, kecuali wilayah kepelabuhan Panjang.
 Kegiatan industri eksisting masih diperkenankan dengan syarat memiliki instalasi pengolahan air
limbah terpadu dan memperhatikan kelestarian lingkungan hidup sekitarnya.
 Membangun tanggul pemecah ombakdan sistem peringatan dini khususnya di kawasan permukiman
nelayan dan rencana pengembanganpenataan kawasan pesisir.

4.1.3.2 Sempadan sungai


Sempadan sungai adalah kawasan kiri kanan sungai, termasuk sungai buatan/kanal/saluran irigasi primer,
yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi sungai. Perencanaan
terhadap kawasan sempadan sungai bertujuan untuk melindungi kawasan ini dari berbagai aktivitas
budidaya yang semakin mepet ke sungai terutama di kawasan perkotaan. Perkembangan kawasan
terbangun di kawasan sempadan sungai dapat menimbulkan dampak yang serius terhadap fungsi sungai.
Dampak-dampak yang dapat muncul antara lain melemahkan struktur tanah sehingga memperbesar
potensi erosi dan sedimentasi, kecenderungan untuk mengotori sungai akibat limbah rumah tangga
ataupun buangan sampah sembarangan, merusak fungsi sungai sebagai salah satu sumber air bersih,
dan sebagainya.Kriteria kawasan lindung untuk sempadan sungai adalah sebagaimana yang tercantum di
tabel berikut ini.
Tabel 4.2
Penetapan Sempadan Sungai di Kawasan Perkotaan
Kedalaman sungai Lebar Sempadan sungai
Kawasan
(meter) (meter)
Perkotaan
5
bertanggul
<3 10
Perkotaan tak
> 3 - 20 15
bertanggul
>20 30
Sumber : Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2011 Tentang Sungai

Arahan Rencana pelestarian kawasan sempadan sungai di Kota Bandar Lampung antara lain.
 Menetapkan garis sempadan sungai di Kota Bandar Lampung adalah minimal 5 meter.
 Menertibkan bangunan komersial yang berada pada garis sempadan sungai.
 Permukiman eksisting yang ada pada garis sempadan sungai secara bertahap ditata dan
mengembangkan konsep rumah menghadap air (sungai).
 Tidak diperkenankan untuk membuang sampah, limbah padat atau cair serta menata dan
mengelola saluran-saluran pembuangan limbah yang menuju badan sungai.
 Melakukan konservasi lahan pada jalur kanan kiri sungai yang potensial erosi dan longsor.
 Garis sempadan sungai pada sungai-sungai yang masih belum ada bangunannya ditetapkan
minimal 10 – 30 meter.
 Pemanfaatan garis sempadan sungai diarahkan untuk kegiatan budidaya pertanian kota seperti
sayuran dan buah-buahan, pemancingan, dan wisata sungai.
 Pelarangan pencemaran atau pembuangan sampah ke sempadan dan badan sungai untuk
pencegahan banjir dan kerusakan ekosistem.

4.1.3.3 Sekitar mata air


Kawasan sekitar mata air adalah kawasan di sekeliling mata air yang mempunyai manfaat penting untuk
mempertahankan kelestarian fungsi mata air. Kriteria kawasan lindung untuk kawasan sekitar mata air
yaitu kawasan disekitar mata air dengan jari-jari sekurang-kurangnya 200 meter. Kawasan resapan air
menjadi kawasan yang dapat diintegrasikan dengan daerah di sekitar mata air. Karena mata air muncul
biasanya terdapat di daerah tekuk lereng perbukitan sehingga sangat berpengaruh terhadap kuantitas dan
kualitasnya.

Secara kuantitas akan berkurang jika penggunaan lahan rusak akibatnya vegetasi semakin jarang dan
dan akan mengurangi pasokan air. Secara kualitas, jika kawasan lindung di atasnya telah tercemar maka
secara langsung akan mencemari kawasan di bawahnya yang dibawa melalui material air (oleh
sungai/erosi).
Tabel 4.3
Rencana Pengelolaan Kawasan Sekitar Mata Air
Lereng / Rekomendasi
No Kecamatan Kelurahan Peruntukan
Mata Air Pengelolaan
1 Mata Air Rasuna Said Teluk Betung Utara Pangajaran Kawasan Lindung  Reservoir PDAM
Sumber Mata Air  Penghijauan
 Pembatasan Kegiatan
Permukiman
 Pelarangan pencemaran /
pembuangan sampah
2 Mata Air Tirto Sari Teluk Betung Utara Sumur Batu Kawasan Lindung  Kawasan Lindung Radius
S\Umber Mata Air 200 Meter
 Penghijauan
 Pembatasan Kegiatan
Permukiman Dan Hotel
 Reservoir PDAM
 Pelarangan pencemaran /
pembuangan sampah
3 Mata Air Egaharap Kemiling Beringin Raya Kawasan Lindung  Kawasan Lindung Radius
Sumber Mata Air 200 Meter
 Penghijauan
 Pembatasan Kegiatan
Permukiman
 Reservoir PDAM
 Pelarangan pencemaran /
pembuangan sampah
4 Mata Air Batu Putih Kemiling Beringin Raya Kawasan Lindung  Kawasan Lindung Radius
Sumber Mata Air 200 Meter
 Penghijauan
 Pembatasan Kegiatan
Permukiman
 Reservoir PDAM
 Pelarangan
Penambangan
 Pelarangan pencemaran /
pembuangan sampah
5 Mata Air Tanjung Aman Kemiling Beringin Raya Kawasan Lindung  Kawasan Lindung Radius
Sumber Mata Air 200 Meter
 Penghijauan
 Pembatasan Kegiatan
Permukiman
 Reservoir PDAM
 Pelarangan pencemaran /
pembuangan sampah
6 Mata Air Way Laga Sukabumi Way Laga Kawasan Lindung  Kawasan Lindung Radius
Sumber Mata Air 200 Meter
 Penghijauan
 Pembatasan Kegiatan
Permukiman
 Reservoir PDAM
 Pelarangan pencemaran /
pembuangan sampah
7 Mata Air Kali Belau Teluk Betung Selatan Talang Kawasan Lindung  Kawasan Lindung Radius
Sumber Mata Air 200 Meter
 Penghijauan
 Pembatasan Kegiatan
Permukiman
 Reservoir PDAM
 Pelarangan pencemaran /
pembuangan sampah
Sumber: Hasil Pengamatan dan Analisa Konsultan, 2010.
4.1.3.4 Sempadan rel kereta api
Sempadan rel kereta api adalah kawasan kiri dan kanan rel kereta api, kawasan sempadan rel kereta api
bertujuan untuk melindungi kawasan rel kereta api ini dari aktivitas budidaya seperti permukiman
cenderung kumuh. Karakteristik kawasan permukiman di daerah kawasan sempadan rel kereta api pada
umumnya berada diatas lahan milik KAI/Negara, yang secara illegal digunakan penduduk untuk tinggal
sementara, permukiman ini bersifat tidak permanen atau semi permanen.

Arahan rencana pelestarian kawasan sempadan rel kereta api di Kota Bandar Lampung meliputi :
 garis sempadan jalan rel kereta api adalah ditetapkan dari as jalan rel terdekat apabila jalan rel
kereta api itu lurus;
 garis sempadan jalan rel kereta api yang terletak di tanah timbunan diukur dari kaki tanggul;
 garis sempadan jalan rel kereta api yang terletak di dalam galian, diukur dari puncak galian tanah
atau atas serongan;
 garis sempadan jalan rel kereta api yang terletak pada tanah datar diukur dari as jalan rel kereta api;
 garis sempadan jalan rel kereta api pada belokan adalah lebih dari 23 m diukur dari lengkung dalam
sampai as jalan. Dalam peralihan jalan lurus ke jalan lengkung diluar as jalan harus ada jalur tanah
yang bebas, yang secara berangsur-angsur melebar dari jarak lebih dari 11 sampai lebih dari 23 m.
Pelebaran tersebut dimulai dalam jarak 20 m di muka lengkungan untuk selanjutnya menyempit lagi
sampai jarak lebih dari 11 m;
 garis sempadan jalan rel kereta api sebagaimana dimaksud pada butir 1) tidak berlaku apabila jalan
rel kereta api terletak di tanah galian yang dalamnya 3,5 m;
 garis sempadan jalan perlintasan sebidang antara jalan rel kereta api dengan jalan raya adalah 30 m
dari as jalan rel kereta api pada titik perpotongan as jalan rel kereta api dengan as jalan raya dan
secara berangsur-angsur menuju pada jarak lebih dari 11 m dari as jalan kereta api pada titik 600 m
dari titik perpotongan as jalan kereta api dengan as jalan raya;
 Permukiman eksisting yang ada pada garis sempadan kereta api secara bertahap ditata dan
mengembangkan konsep rumah menghadap rel kereta api
 Pemanfaatan garis sempadan rel kereta api diarahkan untuk pengembangan jalan dan ruang
terbuka terbuka hijau guna membatasi kegiatan masyarakat dengan jalan rel kereta api.

4.1.4 Ruang Terbuka Hijau


Hasil analisa terhadap ketersediaan ruang terbuka hijau (RTH) di Kota Bandar Lampung tersebut
menunjukan bahwa Kota Bandar Lampung masih membutuhkan alokasi ruang untuk memenuhi
kebutuhan ruang terbuka hijau sesuai dengan amanah undang-undang penataan ruang.
Kebutuhan ruang terbuka hijau di Kota Bandar Lampung hingga tahun 2030 adalah 3.137,10 Ha yang
terdiri dari 1.682,50 Ha RTH Privat dan 1.454,60 Ha RTH Publik, untuk lengkapnya dapat dilihat pada
tabel berikut ini:

Tabel 4.4
Ketersediaan & Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau
Di Kota Bandar Lampung
Persentase
Standar Kebutuhan
No Jenis Luas (Ha) Pemenuhan Selisih (Ha) Keterangan
(Ha)
Eksisting
RTH Privat 10% dari
1 Luas Wilayah 19.722
luas wilayah
RTH Privat 20% dari
2 Luas RTH 2.319,09
luas wilayah
3 RTH Privat 289,70 1,47 1.972,20 1.682,50 Masih Kurang
4 RTH Publik 2.489,80 12,62 3.944,40 1.454,60 Masih Kurang
Total Kebutuhan 3.137,10
Sumber: - Pedoman Penyediaan & Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kawasan Perkotaan
- Dinas Pertanian&Peternakan Kota Bandar Lampung, BPN Kota Bandar Lampung, Hasil Analisa, 2009.

Pemenuhan ruang terbuka hijau Kota Bandar Lampung bertujuan untuk menjaga keseimbangan
ekosistem kota, menjaga dan meningkatkan kualitas lingkungan hidup, serta sebagai sarana publik
dengan fungsi sosial dan ekonomi. Oleh karenanya berdasarkan kondisi eksisting dan hasil analisa yang
telah dilakukan maka arah pengembangan dan pencapaian ruang terbuka hijau diprioitaskan pada
pencapaian ruang terbuka hijau (RTH) publik baru dengan arahan sebagai berikut:
1. Mempertahankan dan merevitalisasi ruang terbuka hijau (RTH) publik maupun privat eksisting
2. Mencanangkan Gerakan Bandar Lampung Menghijau (GELAM) melalui kegiatan penanaman
pohon pada lahan milik masyarakat, jalur hijau jalan, lahan fasilitas umum, dan tempat lainnya.
3. Mempertahankan kawasan hutan kota di Sukarame seluas 50Hadan menetapkan gunung-
gunung (lihat tabel 4.1) sebagai Hutan Kota
4. Melakukan konservasi dan revitalisasi pada kawasan lindung kota (Hutan Lindung dengan luas
kurang lebih 441 hektar, Gunung, Bukit, serta kawasan resapan air di Batuputu, Sukadanaham,
Beringin Raya, Kedaung Sumber Agung, Keteguhan, Sukamaju, dan Panjang dengan luas
kurang lebih 3.301,28 hektar).
5. Membangun ruang terbuka hijau (RTH) publik baru berupa taman lingkungan,taman kota, hutan
kota, pemakaman, garis sempadan, dan jalur hijau jalanyang meliputi median jalan, tepi jalan dan
taman persimpangan
6. Penghijauan pada permukiman padat dapat dilakukan dengan media terbatas (pot) dan lahan
pekarangan
7. Mengembangkan taman-taman di atap gedung, rumah, perkantoran, dan sarana publik lainnya
8. Kerjasama dengan masyarakat dan sektor swasta/dunia usaha dalam upaya pemenuhan ruang
terbuka hijau.
Tabel 4.5
Rencana Target Penyediaan RTH Publik Kota Bandar Lampung
Sampai Tahun 2030

Luas minimal/ unit Target Realisasi


No Tipe RTH Kebutuhan Unit Lokasi
(m2) (Ha)
1 Taman RT 250 5.238 130,95 di tengah lingkungan RT
Taman RW/ di pusat kegiatan
2 1.250 524 65,47
Lingkungan RW/Lingkungan
dikelompokan dengan
Taman
3 9.000 44 39,28 sekolah/ pusat kelurahan di 98
Kelurahan
kelurahan
dikelompokan dengan
4 Taman Kecamatan 24.000 11 26,19 sekolah/ pusat
kecamatankecuali
di pusat wilayah/ kota
(Tanjung Karang Pusat, Teluk
5 Taman kota 144.000 3 39,28
Betung Selatan/WFC,
lapangan Baruna Panjang
GSS minimal 3 meter
Total panjang sungai  target realisasi
6 RTH pada GSS GSS minimal 75% 30,83 Ha Di sepanjang sungai
137 KM (3X137.000)/10.000
X75%
Target RTP pada
GSP minimal 100
Tolal panjang garis meter  pencapaian
7 RTH pada GSP 101, 29 Ha Di sepanjang garis pantai
pantai 27,01 KM min 75%
(50X27.010)/10.000 kecuali wilayah kepelabuhan
X75%
 Luas pemakaman
eksisting 123,83 Diseluruh pemakaman dengan
8 Pemakaman 1,2 *) m2/kapita Ha 23,92 Ha prioritas pemakan yang telah
 Luas Kebutuhan dikelola Pemkot
147,75 Ha
 IAIN: 28 Ha
 Luas eksisting
 Lap Golf: 17 Ha
133 Ha
9 Hutan kota 4,0 m2/kapita 390,80 Ha  SMA 12: 2 Ha
 Luas Kebutuhan
 SMA 24: 2 Ha
523, 80 Ha
 Gunung (lihat tabel 4.1)
 Luas eksisting disesuaikan dengan
untuk fungsi-fungsi
49,51 Ha kebutuhan
tertentu
10 12,5 m2/kapita 1587.36 Ha diutamakan pada jaringan
(median jalan, jalur  Luas Kebutuhan jalan kota baik primer maupun
hijau, dll) 1.636,87 Ha sekunder
11 Sempadan Rel KA 11m 25,40KM 27,94 Ha Disepanjang rel kereta api
Register 17 Batu Serampok,
12 Lainnya 3.480,24 Ha Register 19 Gunung Betung,
Tahura War, Batu Putu, dll.
TOTAL TARGET PENCAPAIAN 5.943,56Ha atau sekitar 30,14% dari luas kota
Sumber: Hasil Analisa Konsultan, 2010.
Tabel 4.6
Target Pencapain RTH Publik masing-masing Kecamatan
Sampai dengan tahun 2030
RTH
Luas Kecamatan Luas RTH % RTH Eksisting % RTH Rencana
No Kecamatan Rencana
(Ha) Eksisting (Ha) Terhadap Luas Wilayah Terhadap Luas Wilayah
(Ha)
1 Kedaton 457 26,97 5,90% 27,95 6,12%
2 Sukarame 1.475 55,97 3,79% 24,70 1,67%
3 Tanjung Karang Barat 1.064 150,98 14,19% 259,53 24,39%
4 Panjang 1.415 285,27 20,16% 41,42 2,93%
5 Tanjung Karang Timur 269 9,11 3,39% 20,28 7,54%
6 Tanjung Karang Pusat 405 39,70 9,80% 26,79 6,62%
7 Teluk Betung Selatan 402 27,26 6,78% 19,90 4,95%
8 Teluk Betung Barat 1.102 324,99 29,49% 15,92 1,44%
9 Teluk Betung Utara 425 19,22 4,52% 155,99 36,70%
10 Rajabasa 636 13,55 2,13% 13,16 2,07%
11 Tanjung Senang 1.780 2,86 0,16% 33,02 1,86%
12 Sukabumi 2.821 571,75 20,27% 157,46 5,58%
13 Kemiling 2.505 351,82 14,04% 271,26 10,83%
14 Labuhan Ratu 864 7,90 0,91% 22,11 2,56%
15 Way Halim 535 21,64 4,05% 33,06 6,18%
16 Langkapura 736 1,07 0,15% 18,55 2,52%
17 Enggal 349 4,53 1,30% 16,93 4,85%
18 Kedamaian 875 10,27 1,17% 26,56 3,04%
19 Teluk Betung Timur 1.142 545,71 47,79% 240,79 21,08%
20 Bumi Waras 465 19,24 4,14% 29,23 6,29%
JUMLAH 19.722 2.489,80 12,62% 1454,60 7,38%
Sumber: Hasil Analisa, 2013.
Tabel 4.7
Target Pencapain RTH Publik masing-masing Kecamatan
Sampai dengan tahun 2030
Total
Target Pencapaian RTH Publik Baru (Ha)
Luas Kecamatan (Ha)
No Kecamatan
(Ha) Taman Taman Taman RTH Jalur
Taman RT Taman Kota Hutan Kota Pemakaman
Lingkungan Kelurahan Kecamatan Hijau & Lainnya
1 Kedaton 457 9,57 4,78 2,87 1,91 - - 8,82 - 27,95
2 Sukarame 1.475 7,74 3,87 2,32 1,55 2,32 - 6,89 - 24,70
3 Tanjung Karang Barat 1.064 8,23 4,12 2,47 1,65 5,34 128,81 5,98 102,93 259,53
4 Panjang 1.415 12,10 6,05 3,63 2,42 3,63 - 13,59 - 41,42
5 Tanjung Karang Timur 269 6,68 3,34 2,00 1,34 - - 6,92 - 20,28
6 Tanjung Karang Pusat 405 8,97 4,48 2,69 1,79 - - 8,86 - 26,79
7 Teluk Betung Selatan 402 6,71 3,35 2,01 1,34 - - 6,48 - 19,90
8 Teluk Betung Barat 1.102 4,52 2,26 1,36 0,90 4,10 - 2,78 - 15,92
9 Teluk Betung Utara 425 8,79 4,40 2,64 1,76 2,64 128,81 6,95 - 155,99
10 Rajabasa 636 4,79 2,39 1,44 0,96 1,44 - 2,15 - 13,16
11 Tanjung Senang 1.780 10,02 5,01 3,01 2,00 3,01 - 9,98 - 33,02
12 Sukabumi 2.821 8,51 4,25 2,55 1,70 4,55 128,81 7,08 - 157,46
13 Kemiling 2.505 10,25 5,12 3,07 2,05 5,76 128,81 10,91 105,28 271,26
14 Labuhan Ratu 864 7,74 3,87 2,32 1,55 2,32 - 4,30 - 22,11
15 Way Halim 535 10,81 5,41 3,24 2,16 3,24 - 8,20 - 33,06
16 Langkapura 736 5,60 2,80 1,68 1,12 1,68 - 5,66 - 18,55
17 Enggal 349 5,53 2,76 1,66 1,11 1,66 - 4,23 - 16,93
18 Kedamaian 875 8,41 4,21 2,52 1,68 2,52 - 7,21 - 26,56
19 Teluk Betung Timur 1.142 6,91 3,46 2,07 1,38 4,08 128,81 7,66 86,41 240,79
20 Bumi Waras 465 9,13 4,57 2,74 1,83 - - 10,96 - 29,23
JUMLAH 19.722 161,01 80,51 48,30 32,20 48,30 644,06 145,60 294,62 1.454,60
Sumber: Hasil Analisa, 2013.
Tabel 4.8
Contoh Kelengkapan Pada RTH

1. TAMAN KELURAHAN
Jenis
Ruang hijau Fasilitas Vegetasi
Taman
Aktif 60–70% 1) lapangan terbuka 1) setidak-tidaknya 25 pohon (pohon
2) trek lari, lebar 5m panjang 325m sedang dan kecil)
3) WC umum 2) semak
4) 1 unit kios (jika diperlukan) 3) perdu
5) kursi–kursi taman 4) penutup tanah
Pasif 70 – 90% 1) sirkulasi jalur pejalan kaki, lebar 1,5–2 m 1) setidak-tidaknya 50 pohon ( pohon
2) WC umum sedang dan kecil)
3) 1 unit kios (jika diperlukan) 2) semak
4) kursi-kursi taman 3) perdu
4) penutup tanah
2. TAMAN KECAMATAN
Jenis
Ruang hijau Fasilitas Vegetasi
Taman
Aktif 60–70% 1) lapangan terbuka 1) setidak-tidaknya 50 pohon (pohon
2) lapangan basket sedang dan kecil)
3) lapangan volley 2) semak
4) trek lari, lebar 5 m panjang 325 m 3) perdu
5) WC umum 4) penutup tanah
6) parkir kendaraan termasuk sarana kios (jika
diperlukan)
7) kursi-kursi taman
Pasif 70–90% 1) sirkulasi jalur pejalan kaki, lebar 1,5–2 m 1) lebih dari 100 pohon tahunan (pohon
2) WC umum sedang dan kecil)
3) parkir kendaraan termasuk sarana kios (jika 2) semak
diperlukan) 3) perdu
4) kursi-kursi taman 4) penutup tanah
3. TAMAN KOTA
Jenis
Ruang hijau Fasilitas Vegetasi
Taman
70–80 % 1) lapangan terbuka 1) 150 pohon (pohon sedang dan kecil)
2) unit lapangan basket (14x26 m) semak
3) unit lapangan volley (15 x 24 m) 2) perdu
4) trek lari, lebar 7 m panjang 400 m 3) penutup tanah
5) WC umum
6) parkir kendaraan termasuk sarana kios (jika
diperlukan)
7) panggung terbuka
8) area bermain anak
9) prasarana tertentu: kolam retensi untuk
pengendali air larian
kursi
Sumber: Pedoman Penyediaan & Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kawasan Perkotaan
Departemen Pekerjaan Umum RI.

4.1.4.1 Hutan kota


Fungsi hutan kota adalah untukmemperbaiki dan menjaga iklim mikro dan nilai estetika;meresapkan
air;menciptakan keseimbangan dan keserasian lingkungan fisik kota; dan mendukung pelestarian
keanekaragaman hayati Kota Bandar Lampung.Hutan kota dapat berbentuk:
a) Bergerombol atau menumpuk: hutan kota dengan komunitas vegetasi terkonsentrasi pada satu areal,
dengan jumlah vegetasi minimal 100 pohon dengan jarak tanam rapat tidak beraturan.
b) Menyebar: hutan kota yang tidak mempunyai pola bentuk tertentu, dengan luas minimal 2500 meter.
Komunitas vegetasi tumbuh menyebar terpencar-pencar dalam bentuk rumpun atau gerombol-
gerombol kecil.
c) Berbentuk jalur: hutan kota pada lahan-lahan berbentuk jalur mengikuti bentukan sungai, jalan,
pantai, saluran dan lain sebagainya. Lebar minimal hutan kota berbentuk jalur adalah 30 meter.

Berdasarkan hasil analisa kebutuhan oksigen penduduk, Kota Bandar Lampung membutuhkan minimal
1.548,40 Ha hutan kota. Strategi pemenuhan kebutuhan hutan kota akan terintegrasi dengan rencana
pencapaian ruang terbuka hijau sampai dengan tahun 2030. Secara spesifik beberapa kawasan yang
akan ditetapkan sebagai hutan kota adalah: Kawasan IAIN Raden Intan, Lapangan Golf Sukarame,
Kawasan SMA Negeri 12 Sukarame, Kawasan SMP Negeri 24 Sukarame, Gunung Sulah Sukarame,
Gunung Bakung Teluk Betung Barat, Gunung Banten Kedaton, Gunung Sulah, Bukit Kelutum Tanjung
Karang Timur, dan Gunung/Bukit lainnya sesuai dengan fungsi peruntukan pada tabel 4.1.

Tabel 4.9
Kebutuhan Hutan Kota Berdasarkan Kebutuhan Oksigen Penduduk
Di Kota Bandar Lampung
Konsumsi oksigen Kebutuhan
Kebutuhan Oksigen Hutan Kota
Tahun Penduduk (Jiwa) manusia/ hari Hutan Kota
(gram/hari) (M2)
(gram/ hari) (Ha)
2009 822.880 691.219.200 6.826.856 682,69
2010 879.651 738.906.840 7.297.845 729,78
840
2020 1.231.249 1.034.249.032 10.214.805 1.021,48
2030 1.866.380 1.567.758.980 15.484.039 1.548,40
Sumber: Hasil Analisa, 2009.

4.1.4.2 RTH jalur hijau


Pemenuhan Ruang Terbuka Hijau di Kota Bandar Lampung juga dapat dilakukan dengan membuat ruang
terbuka hijau pada jalan-jalan di Kota Bandar Lampung baik Arteri Primer dan Sekunder maupun jalan
kolektor terutama pada jalan-jalan utama kota yang memiliki volume kendaraan dan lalu-lintas relatif lebih
tinggi seperti di ruas Jalan Raden Intan, Jalan Kartini, Jalan Jenderal Ahmad Yani, Jalan ZA. Pagar Alam,
jalan Gajah Mada, Jalan Antasari, Jalan Teuku Umar, Jalan Pramuka, Jalan Sudirman, Jalan Dokter
Susilo, termasuk di Jalan Soekarno Hatta (bay pass). Ruang terbuka hijau jalur hijau dapat berupa:
a) Jalur hijau jalan
b) Taman pulau jalan dan median
c) RTH jalur pejalan kaki (pedestrian)
Tabel 4.10
Jenis RTH Pada Pulau & Median Jalan

Letak Fungsi Kriteria Contoh Vegetasi

Pada jalur tanaman Peneduh a) ditempatkan pada jalur tanaman (minimal  Kiara Payung (Filicium
tepi jalan 1,5 m dari tepi median); decipiens)
b) percabangan 2 m di atas tanah;  Tanjung (Mimusops elengi)
c) bentuk percabangan batang tidak  Angsana (Ptherocarphus
merunduk; indicus)
d) bermassa daun padat,
e) berasal dari perbanyakan biji
f) ditanam secara berbaris;
g) tidak mudah tumbang.
Penyerap polusi udara a) terdiri dari pohon, perdu/semak;  Angsana (Ptherocarphus
b) memiliki kegunaan untuk meyerap udara; indicus)
c) jarak tanam rapat;  Akasia daun besar (Accasia
d) bermassa daun padat. mangium)
 Oleander (Nerium oleander)
 Bogenvil (Bougenvillea Sp)
 Teh-tehan pangkas
(Acalypha sp)
Peredam kebisingan a) terdiri dari pohon, perdu/semak;  Tanjung (Mimusops elengi)
b) membentuk massa;  Kiara payung (Filicium
c) bermassa daun rapat; decipiens)
d) berbagai bentuk tajuk.  Teh-tehan pangkas
(Acalypha sp)
 Kembang Sepatu (Hibiscus
rosa sinensis)
 Bogenvil (Bogenvillea sp)
 Oleander (Nerium oleander)
Pemecah angin a) tanaman tinggi, perdu/semak;  Cemara (Cassuarina
b) bermassa daun padat; equisetifolia)
c) ditanam berbaris atau membentuk  Angsana (Ptherocarphus
massa; indicus)
d) jarak tanam rapat < 3m.  Tanjung (Mimusops elengi)
 Kiara Payung (Filicium
decipiens)
 Kembang sepatu (Hibiscus
rosasinensis)
Pembatas pandang a) tanaman tinggi, perdu/semak;  Bambu (Bambusa sp)
b) bermassa daun padat;  Cemara (Cassuarina
c) ditanam berbaris atau membentuk equisetifolia)
massa;  Kembang sepatu (Hibiscus
d) jarak tanam rapat. rosa sinensis)
 Oleander (Nerium oleander)
Pada median Penahan silau lampu a) tanaman perdu/semak;  Bogenvil (Bogenvillea sp)
kendaraan b) ditanam rapat;  Kembang sepatu (Hibiscus
c) ketinggian 1,5 m; rosasinensis)
d) bermassa daun padat.  Oleander (Netrium oleander)
 Nusa Indah (Mussaenda sp)
Pada persimpangan Pada mulut a)tidak menghalangi pandangan pengemudi
persimpangan b)letak tanaman yang disesuaikan dengan
kecepatan kendaraan dan bentuk
Sumber: Pedoman Penyediaan & Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kawasan Perkotaan

4.1.4.3 RTH pemakaman


ketentuan bentuk pemakaman adalah sebagai berikut:
a) ukuran makam 1 x 2 meter;
b) jarak antar makam satu dengan lainnya minimal 0,5 meter;
c) tiap makam tidak diperkenankan dilakukan penembokan/perkerasan;
d) pemakaman dibagi dalam beberapa blok, luas dan jumlah masing-masing blok disesuaikan dengan
kondisi pemakaman setempat;
e) batas antar blok pemakaman berupa pedestrian lebar 150-200 cm dengan deretan pohon pelindung
disalah satu sisinya;
f) batas terluar pemakaman berupa pagar tanaman atau kombinasi antara pagar buatan dengan pagar
tanaman, atau dengan pohon pelindung;
g) ruang hijau pemakaman termasuk pemakaman tanpa perkerasan minimal 70% dari total area
pemakaman dengan tingkat liputan vegetasi 80 % dari luas ruang hijaunya.

Ruang terbuka hijau (RTH) pemakaman selain memiliki fungsi tersebut diatas juga dapat merubah kesan
angker atau seram pada areal pemakaman. Fungsi pemakaman sebagai ruang terbuka hijau (RTH) sudah
diterapkan di kota-kota besar khususnya di luar negeri, termasuk kota Jakarta yang saat ini sedang
membenahi pemakaman untuk dapat difungsikan juga sebagai ruang terbuka hijau. Rencana
pengembangan ruang terbuka hijau (RTH) pemakaman ini ditargetkan dapat dilakukan diseluruh areal
pemakaman khususnya yang dikelola oleh Pemerintah Kota.

Tabel 4.11
Kriteria Vegetasi Pada Ruang Terbuka Hijau
Jenis RTH Kriteria Vegetasi
RTH Pekarangan a) memiliki nilai estetika yang menonjol;
b) sistem perakaran masuk kedalam tanah, tidak merusak konstruksi dan bangunan;
c) tidak beracun, tidak berduri, dahan tidak mudah patah, perakaran tidak mengganggu pondasi;
d) ketinggian tanaman bervariasi, warna hijau dengan variasi warna lain seimbang;
e) jenis tanaman tahunan atau musiman;
f) tahan terhadap hama penyakit tanaman;
g) mampu menjerap dan menyerap cemaran udara;
h) sedapat mungkin merupakan tanaman yang mengundang kehadiran burung.

RTH taman lingkungan dan a) tidak beracun, tidak berduri, dahan tidak mudah patah, perakaran tidak mengganggu pondasi;
b) tajuk cukup rindang dan kompak, tetapi tidak terlalu gelap;
taman kota
c) ketinggian tanaman bervariasi, warna hijau dengan variasi warna lain seimbang;
d) perawakan dan bentuk tajuk cukup indah;
e) kecepatan tumbuh sedang;
f) berupa habitat tanaman lokal dan tanaman budidaya;
g) jenis tanaman tahunan atau musiman;
h) jarak tanam setengah rapat sehingga menghasilkan keteduhan yang optimal;
i) tahan terhadap hama penyakit tanaman;
j) mampu menjerap dan menyerap cemaran udara;
k) sedapat mungkin merupakan tanaman yang mengundang burung.
RTH jalur hijau jalan, taman a) berasal dari biji terseleksi sehat dan bebas penyakit;
b) memiliki pertumbuhan sempurna baik batang maupun akar;
pulau jalan dan median, dan
c) perbandingan bagian pucuk dan akar seimbang;
RTH jalur pejalan kaki d) batang tegak dan keras pada bagian pangkal;
e) tajuk simetris dan padat;
Jenis RTH Kriteria Vegetasi
f) sistim perakaran padat.
jalur hijau sempadan rel a) tumbuh baik pada tanah padat;
b) sistem perakaran masuk kedalam tanah , tidak merusak konstruksi dan bangunan;
kereta api
c) fase anakan tumbuh cepat, tetapi tumbuh lambat pada fase dewasa;
d) ukuran dewasa sesuai ruang yang tersedia;
e) batang dan sistem percabangan kuat;
f) batang tegak kuat, tidak mudah patah dan tidak berbanir;
g) perawakan dan bentuk tajuk cukup indah;
h) daun tidak mudah rontok karena terpaan angin kencang;
i) buah berukuran kecil dan tidak bisa dimakan oleh manusia secara langsung;
j) tahan terhadap hama penyakit;
k) berumur panjang.
jalur hijau jaringan listrik a) merupakan pohon dengan katagori kecil (small tree);
b) fase anakan tumbuh cepat, tetapi tumbuh lambat pada fase dewasa;
tegangan tinggi
c) ukuran dewasa sesuai ruang yang tersedia;
d) bukan merupakan pohon yang memiliki bentuk tajuk melebar;
e) pola penanaman pemilihan vegetasi memperhatikan ketinggian yang diizinkan;
f) buah tidak bisa dikonsumsi langsung oleh manusia;
g) dahan tidak mudah patah, perakaran tidak mengganggu pondasi.
sabuk hijau dan hutan kota a) memiliki ketinggian yang bervariasi;
b) sedapat mungkin merupakan tanaman yang mengundang kehadiran burung;
c) tajuk cukup rindang dan kompak;
d) mampu menjerap dan menyerap cemaran udara;
e) tahan terhadap hama penyakit;
f) berumur panjang;
g) toleran terhadap keterbatasan sinar matahari dan air;
h) tahan terhadap pencemaran kendaraan bermotor dan industri;
i) batang dan sistem percabangan kuat;
j) batang tegak kuat, tidak mudah patah;
k) sistem perakaran yang kuat sehingga mampu mencegah terjadinya longsor;
l) seresah yang dihasilkan cukup banyak dan tidak bersifat alelopati, agar tumbuhan lain dapat
tumbuh baik sebagai penutup tanah.
m) jenis tanaman yang ditanam termasuk golongan evergreen bukan dari golongan tanaman yang
menggugurkan daun (decidous).
n) memiliki perakaran yang dalam.
Sumber: Pedoman Penyediaan & Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kawasan Perkotaan

4.1.5 Cagar Budaya


Kawasan cagar budaya adalah suatu kawasan yang mamiliki nilai budaya yang khas, baik yang alami
maupun buatan, yang ditunjuk pemerintah untuk dipertahankan dan dilindungi sesuai dengan Undang-
Undang Nomor 5 Tahun1992 tentang benda cagar budaya.

Dari data yang diperoleh ada beberapa kriteria yang dapat diarahkan sebagai kawasan cagar budaya
diantaranya Situs purba di wilayah Kedamaian dan Negeri Olok Gading dan beberapa tempat yang
direkomendasikan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Bandar Lampung harus dilindungi
keberadaanya karena nilai historisnya. Cagar budaya tersebut diantaranya:
- Masjid Jami Al-Anwar di Teluk Betung Selatan
- Rumah Adat di Kedamaian Kecamatan Kedamaian dan di Negeri Olok Gading Kecamatan Teluk
Betung Barat
- Mercusuar di Museum Lampung “Ruwai Jurai” di Gedung Meneng
- Monumen Krakatau (Taman Dipangga) di Teluk Betung Utara
- Pusaka Sumur Putri di Teluk Betung Utara
- Goa Batu Jajar
- Goa Taman Monyet
- Bangker Jepang (Didepan Dinas Pendidikan)
- Bangunan Tua Stasiun Kereta Api di Kecamatan Enggal
- Klenteng di Teluk Betung Selatan
- Gereja (Bambu Kuning) di Kecamatan Enggal
- Penampungan Air (PDAM)
- Jembatan Beton di Teluk

Khusus untuk kawasan cagar budaya Situs Keratuan Balaw, diatur menurut SK Walikota Bandar Lampung
No.282/23/HK/2003 tanggal 28 Oktober 2003 tentang Penetapan Rencana Areal Cagar Budaya Situs
Keratuan Balaw. Berdasarkan surat keputusan tersebut penetapan rencana Areal Cagar Budaya Situs
Keratuan Balaw adalah sebagai berikut:
1. Menetapkan Situs Keratuan Balaw yang terletak di Kelurahan Kedamaian Kecamatan Tanjung
Karang Timur Kota Bandar Lampung seluas`± 30 Ha
2. Lokasi situs tersebut tidak diperkenankan ada kegiatan pembangunan oleh masyarakat yang
bertentangan dengan fungsi cagar budaya
3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut oleh para ahli yang berkompeten dibidangnya sebelum adanya
penetapan Areal Cagar Budaya Situs Keratuan Balaw
4. Dalam rangka penetapan Rencana Areal Cagar Budaya Situs Keratuan Balaw sebagaimana yang
terdapat pada butir ketiga, perlu dibentuk suatu suatu tim koordinasi yang terdiri dari dinas/instansi
terkait guna memberikan masukan dan saran kepada tim ahli dalam penetapan batas Areal Cagar
Budaya`Situs Keratuan Balaw serta bertanggung jawab dan melaporkan setiap aktifitasnya kepada
Walikota Bandar Lampung. Tim koordinasi yang dimaksud berasal dari:
 Sekretaris Kota Bandar Lampung
 Kepala Dinas Tata Kota Bandar Lampung
 Kepala Bappeda Bandar Lampung
 Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Bandar Lampung
 Kepala BPN Kota Bandar Lampung
 Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kota Bandar Lampung
 H.Choldin Ismail Balaw
 Camat Tanjung Karang Timur dan Lurah Kedamaian.
Arahan rencana untuk melestarikan dan menjaga kawasan cagar budaya Kota Bandar Lampung adalah
sebagai berikut:
- Melestarikan cagar budaya situs keratuan balaw yang terletak di Kedamaian, situs purbakala dan
permukiman tradisional di Kelurahan Negeri Olok Gading Kecamatan Teluk Betung Barat
merupakan salah satu potensi aset wisata yang dapat dikembangkan dan dikelola dan difungsikam
sebagai kawasan wisata budaya;
- Mempertahankan keaslian benda cagar budaya dan merevitalisasi kawasan tersebut
- Pemugaran dan peremajaan bangunan dilakukan dengan tetap mempertahankan bentuk asli
bangunan
- Kawasan cagar budaya ditetapkan dengan ketentuan-ketentuan sebagai hasil budaya manusia yang
bernilai tinggi yang dimanfaatkan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan,
kebudayaan, dan sejarah.

4.1.6 Kawasan Rawan Bencana Alam


Kawasan rawan bencana alam adalah kawasan yang sering atau berpotensi tinggi mengalami bencana
alam. Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Lampung 2009-2029 dan studi
mitigasi bencana Kota Bandar Lampung tahun 2009 wilayah Kota Bandar Lampung saat ini memiliki
beberapa kawasan yang diidentifikasi sebagai kawasan rawaan bencana alam, seperti gempa bumi, tanah
longsor dan banjir.

Perlindungan terhadap kawasan rawan bencana alam dilakukan untuk melindungi manusia dan
kegiatannya dari bencana yang disebabkan oleh alam maupun secara langsung tidak langsung oleh
perbuatan manusia.

Arahan pemanfaatan dan pengelolaan ruang kawasan bencana alam dilaksanakan melalui :

- pengurangan dampak bencana melalui penentuan lokasi dan jalur evakuasi dari permukiman
penduduk dan pusat-pusat kegiatan perkotaan;
- penyediaan ruang evakuasi bencana;
- pembatasan pengembangan prasarana dan sarana umum di kawasan rawan bencana longsor,
dan tsunami;
- penerapan bangunan berbasis mitigasi bencana, dan struktur bangunan tahan gempa;
- menyesuaikan bangunan gedung publik sesuai peraturan keandalan bangunan gedung;
- membangun tanggul pemecah ombak;
- normalisasi dan revitalisasi kawasan sempadan sungai dan pantai;
- melakukan upaya adaptasi bencana dengan memperhatikan kearifan lokal; dan
- pelarangan penggerusan dan eksploitasi bukit dan gunung yang rawan bencana.
4.1.6.1 Rawan bencana tanah longsor dan gerakan tanah
Secara eksisting kawasan rawan tanah longsor di Kota Bandar lampung terdapat di daerah yang kondisi
tanahnya sangat miring sampai curam di wilayah bagian barat yaitu kawasn gunung betung, gunung
Balau serta perbukitan serampok dibagian timur.Berdasarkan laporan dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi
Bencana Geologi Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesi bulan September
2010, beberapa wilayah di Bandar Lampung juga memiliki potensi gerakan tanah kategori menengah di
Kecamatan Sukarame, Tanjung Karang Timur, Panjang, Teluk Betung Utara, Teluk Betung Barat, Tanjung
Karang Pusat, dan Tanjung Karang Barat.

Arahan untuk perlindungan terhadap kawasan rawan bencana longsor, sebagai berikut:
- Pembatasan pengembangan prasarana dan sarana umum di kawasan rawan bencana
longsorkhusunya pada kawasan dengan kemiringan lereng >40%
- Menutup dan melarang kegiatan penambangan di seluruh bukit dan gunung serta revitalisasi
kawasan lindung lainnya
- Penerapan sanksi yang tegas bagi kegiatan maupun pelaku yang merusak kawasan lindung
- Pengenaan kewajiban kepada pemanfaat ruang di kawasan rawan bencana longsor
(penghijauan,pembangunan retaining wall,dsb) dalam cakupan yang lebih luas daripada lahan yang
dikuasi;
- Pemberian prefensi kepada pemanfaat ruang yang tersedia untuk membebaskan dan menghutankan
lahan kawasan rawan bencana longsor.

4.1.6.2 Rawan gelombang pasang dan tsunami


Berdasarkan analisis tektonik kawasan yang rawan terhadap bencana tsunami di Kota Bandar Lampung
dan sekitarnya terletak di bagian utara komplek hunjaman Sunda dan di barat-utara Gn.Krakatau yang
berpotensi menimbulkan gelombang tsunami. Kondisi eksisting menunjukan beberapa kawasan di Bandar
Lampung berbatasan langsung dengan Teluk Lampung dan memiliki topografi landai, yaitu wilayah-
wilayah Kecamatan Teluk Betung Selatan, Teluk Betung Barat, dan Panjang dimana daerah ini
teridentifikasi sebagai kawasan terhadap rawan bencana gelombang tsunami. Jumlah penduduk di
kawasan rawan tsunami ini diperkirakan berjumlah 184.759 jiwa dengan kepadatan sekitar 70 jiwa/hektar.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 4.2 Rawan tsunami Kota Bandar lampung.
Tabel 4.12
Sebaran Penduduk di Kawasan Rawan Tsunami Tahun 2012
Luas Kepadatan
No Kelurahan Penduduk (Jiwa)
(Ha) (Jiwa/Ha)
Kecamatan Teluk Betung Barat dan
Kecamatan Teluk Betung Timur
1 Sukamaju 550 5.177 9
2 Keteguhan 256 9.020 35
3 Kota Karang 80 22.122 277
4 Perwata 40 4.197 105
5 Kuripan 84 6.213 74
Kecamatan Teluk Betung Selatan dan
Kecamatan Bumi Waras
6 Pesawahan 63 22.941 364
7 Kangkung 30 14.462 482
8 Bumi Waras 72 24.617 342
9 Sukaraja 79 13.866 176
10 Way Lunik 144 10.882 76
11 Ketapang 339 5.595 17
Kecamatan Panjang
12 Srengsem 556 9.165 16
13 Panjang Selatan 106 12.756 120
14 Panjang Utara 122 13.890 114
15 Karang Maritim 105 9.855 94
2.62
Total 184.759 70
6
Sumber: BPS Kota Bandar Lampung & Hasil Analisa, 2010

Arahan terhadap kawasan rawan gelombang tsunami yaitu :


- Perencanaan jalan akses untuk jalur evakuasi disetiap beberapa kilometer, menggunakan jalan yang
sudah ada atau perencanaan jalan tersendiri (rencana jalur evakuasi lihat bab 3 subbab jalur
evakuasi bencana)
- Pembuatan tanggul penahan – pemecah gelombang
- Revitalisasi dan reboisasi garis sempadan pantai, pengembangan sabuk hijau dan jalan inspeksi
sebagai buffer
- Pengembangan rumah bangunan berbasis mitigasi bencana
- Pengembangan ruang evakusi dapat berupa bukit, tanggul atau bangunan bertingkat yang berfungsi
untuk menyelamatkan diri
4.1.6.3 Rawan banjir
Kawasan rawan banjir adalah kawasan yang diidentifikasi sering dan berpotensi tinggi terjadi banjir.
Kawasan rawan banjir terjadi disebabkan oleh tersumbatnya sungai maupun karena penggundulan hutan
disepanjang sungai, bencana banjir terjadi hampir disetiap musim penghujan dan dipengaruhi oleh
beberapa faktor dalam berupa curah hujan yang diatas normal dan adanya pasang naik air laut.
Disamping itu faktor lainnya adalah ulah manusia juga seperti penggunaan lahan yang tidak tepat
(permukiman bantaran sungai, daerah resapan,penggundulan hutan dan sebagainya), pembuangan
sampah ke dalam sungai, dan permukiman di daerah dataran banjir dan sebagainya.

Beradasarkan analisis kawasan rawan banjir di Kota Bandar Lampung tersebar di beberapa lokasi.
Arahan pegembangan daerah rawan bencana banjir diantaranya :

- Memperbaiki kondisi fisik saluran drainase yang ada dengan meningkatkan kualitas pelayananya
dan segala jenis kegiatan yang mempengaruhi kelancaran tata drainase di kawasan banjir dilarang
- Pembangunan fisik berupa pengembangan saluran drainase diutamakan
- Pembuatan tanggul pada sungai-sungai
- Pembuatan kolam penampung air pada daerah-daerah yang memiliki potensi banjir
- Dilakukanya kegiatan-kegiatan reboisasi atau penghijauan dan penyuluhan terhadap masyarakat
yang tinggal pada wilayah yang memiliki potensi bahaya banjir

4.1.6.4 Rawan gempabumi


Pengamatan lapangan dan penelitian menjelaskan bahwa Kota Bandar Lampung memiliki potensi bahaya
alam yang terdiri dari bahaya goncangan gempa bumi, pergeseran tanah “ ground – faulting” bahaya
pelulukan/likuifaksi akibat dari bahaya ikutan “colateral hazard” gempa bumi, tumbuh-tumbuhan yang
semakin gundul, kondisi batuan yang sebagian sudah lapuk, pola drainase, kandungan cairan dalam
batuan dan tanah lapukan dan tanah di beberapa tempat menunjukkan kondisi yang rentan terhadap
gempa bumi.

Kawasan rawan gempabumi teridentifikasi dan dikelompokan dalam 5 zona berdasarkan potensi besaran
gempa dengan skala VII MMI – IX MMI. Wilayah paling rawan berada di sekitar Teluk Betung Selatan,
Panjang, sebagian Teluk Betung Utara, Teluk Betung Barat, dan Tanjung Karang Pusat. Sedangkan
kawasan yang relatif aman dengan potensi paling rendah ada di Kecamatan Rajabasa, Kecamatan
Kedaton, Kecamatan Sukarame, dan Kecamatan Tanjung Senang. Arahan pengendalian kawasan rawan
gempabumi adalah:
 Menyiapkan ruang terbuka hijau dan non hijau yang dapat berfungsi sebagai tempat evakuasi
 Pembangunan perumahan dan sarana umum agar menggunakan kontruksi bangunan tahan
gempa
 Lebih lengkapnya dapat dilihat pada tabel rencana tindak mitigasi bencana
Tabel 4.13
Rencana Tindak Mitigasi Bencana Kota Bandar Lampung

NO RENCANA TINDAK BENTUK TINDAKAN


1 Memperkuat Institusi Meningkatkan koordinasi pertolongan atau memanfaatkan koordinasi yang
Penanggulangan Bencana ada daklam keadaan darurat serta meningkatkan kemampuan komunikasi
untuk keadaan darurat antar instansi terkait,
Mengadakan kerjasama antar pihak-pihak yang berkaitan dengan masalah
bencana
Mengembangkan dan meningkatkan kemampuan pusat kendali operasi
(PUSDALOP) dalam keadaan darurat
2 Meningkatkan dan memantapkan Mempersiapkan rencana penanggulangan keadaan darurat yang mendalam
rencana dan kemampuan tanggap dan terpadu. Rencana tersebut berisi;
darurat  Tugas dan tanggung jawab setiap organisasi atau pihak yang terlibat secara
internal dan eksternal.
 Tugas-tugas yang diuraikan secara eksplisit dan harus ada daftar
keberhasilan tiap tugas
 Uraikan struktyur organisasi penanggulangan bencana secara terstruktur
dan jelas kedudukannya terutama aspek dasar hukumnya.
 Uraikan mekanisme koordinasi manajemen sistem informasi, sistem
pembiayaan, sistem komunikasi dan mekanisme administrasi/logistik
 Mekanisme penyelamatan dan pencarian korban (SAR) saat tanggap
darurat
 Inventarisasi peralatan, fasilitas-fasilitas baru yang saat ini telah ada
 Penetapan dan revisi rencana tanggap darurat secara berkala (misalnya tiap
tahun atau lima tahun sekali).
Mengadakan pelatihan untuk melaksanakan rencana tindak
Meningkatkan koordinasi pertolongan keadaan darurat dan kemampuan
komunikasi untuk keadaan darurat antar instansi
Memberikan informasi kepada masyarakat guna meningkatkan kewaspadaan
dalam menghadapi keadaan darurat bila terjadi bencana (gempabumi, tsunami
dan banjir), bisa melalui media-media yang ada
Meningkatkan wawasan dan kemampuan tanggap darurat melalui pertemuan
rutin anggota SATLAK PB atau kegiatan ilmiah seperti: seminar, lokakarya dan
training, dll
Meningkaatkan fasilitas sinyaal tanda keadaan darurat kota seperti
pemasangan alarem, dan tanda bahaya lainnya
Mengadakan pelatihan untuk melaksanakan rencana tindak, melalui simulasi
atau pertolongan pada musibah-musibah kecil yang terjadi di lapangan
Melatih personil yang terlibat dalam penanggulangan keadaan darurat baik
melalui rutin SDATLAK, POLRI yang tergantung dalam tim SAR, pelatihan
UPGD (Upaya Penanggulangan Gawat darurat ) bagi tim medis, maupun
pelatihan formal lainnya
Secara berkala mengadakan latihan penanggulangan keadaan daruraat
berdasarkan perkiraan kerusakan dan gangguan/kekacauan
Mengadakan pelatihan personil seperti P3K, dapur umum, SAR bagi anggota
masyarakat/pegawai intansi/perusahaan tertentu bekerjasama dengan dinas
terkait
Mengembangkan disiplin bekerja dan tanggung jawab semua pihak yang
memakai fasilitas RS
Mengadakan pelatihan untuk persiapan dan tindak darurat di sekolah-sekolah
kantor dll serta menggunakan pengalaman untuk mengidentifikasi titrik titik
NO RENCANA TINDAK BENTUK TINDAKAN
lemah, meningkatkan tanggap darurat dan estimasi kerugian
3 Meningkatkan kepedulian masyarakat Mengembangkan program kepedulian masyarakat terhadap bahaya serta
pada masalah-masalah yang bencana (gempa, tsunami, dan banjir).Program
berhubungan dengan risiko bencana Yang dikembangkan mencakup tiga langkah penanganan dan pilihan yang
(gempa, tsunami dan banjir), harus di ambil dalam keadaan darurat akibat bencana (gempa, tsunami dan
banjir), yang meliptuti: bagaimana mempeersiapkan diri bila bencana terjadi
(gempa, tsunami dan banjir), bagaimana memperbaiki keadaan setelah
bencana tersebut, dan pilihan-pilihan sulit yang harus diambil dalam
menanggulangi bencana
Penyebaran informasi bencana (gempa, tsunami dan banjir) yang singkat dan
jelas melalui media massa, media elektronik, poster dll,
Mengadakan penyuluhan kepada masyarakat secara rutin melalui organisasi-
organisasi kemasyarakatan yang ada
Kampanye bencana (gempa, tsunami dan banjir) melalui workshop dan
seminar
4 Meningkatkan kinerja sistem Identifikasi daerah-daerah operasi yang paling rawan dan memfokuskan
infrastruktur dan utilitas dalam prioritas utama pada peningkatan ketahanan bencana (gempa, tsunami dan
menghadapi bencana (gempa, banjir) dari sistem –sistem infrastruktur dan utilitas pada daerah tersebut
tsunami dan banjir Kerangka utama dalam program jangka pendek dan jangka panjang
diprioritaskan pada peningkatan kemampuan dan kekuatan sistem
infrastruktur dan utilitas daklam menghadapi bahaya (gempa, tsunami dan
banjir)
Mengadakan kajian kerawanan bahaya (gempa, tsunami dan banjir) terhadap
infrastruktur dan sistem utilitas yang ada berdasarkan hasil kajian risiko
bahaya (gemap, tsunami dan banjir). Sektor-sektor yang akan dikaji meliputi:
 pengadaan air
 Listrik
 Telekomuinikasi
 Jembatan dan jalan
 Sistem drainase
 Saluran pembuangan air kotor dan limbah
 depot minyak dan gas
 Rel dan jembatan kereta api
 Menara penghontrol lau lintas udara (ATC), fasilitas bandara dan landasan
Meningkatkan ketahanan dan kinerja fasilitas-fasilitas penting dan esensial
yang ada terhadap keadaan darurat akibat bencana (gempa, tsunami dan
banjir), meliputi fasilitas-fasilitas: Jalan utama, jaringan kereta api, jembatan,
Bagian-bagian penting dari jaringan telekomunikasi, listrik, air minum, dan
Lapangan terbang.
Meningkatkan kesiapan masing-masing instansi dalam menghadapi bencana
(gempa, tsunami dan banjir)
Mengkaji dan meningkatkan kualitas sistem drainase bawah permukaan, baik
untuk air bersih maupun air limbah
Meningkatkan ketahanan fasilitas dan petraalatan teknis lapangan
5 Meningkatkan ketahanan terhadap Mengidentifikasi dan menilai kerawanan bangunan-bangunan strategis dan
gempa pada bangunan strategis dan penting terhadap bencana (gempa, tsunami dan banjir) beserta alat-alat
penting keselamatan.
Meningkatkan ketahanan bencana (gempa. tsunami dan banjir) pada
bangunan-bangunan yang melayani fungsi-fungsi penting seperti: gedung-
gedung pemerintah, rumah sakit, gedung dinas kebakaran dll
Memberikan rekomendasi teknis untuk mengantisipasi risiko bencana pada
NO RENCANA TINDAK BENTUK TINDAKAN
pengelola dan pengguna gedung yangmeliputi; sebelum terjadi
(pendataan/inventarisasi barang/benda penting, sesaat : prosedur
penyelamatan benda-benda-benda berharga/penting (dokumen dll), setelah
bencana : inventarisasi benda-benda berharga.
6 Meningkatkan ketahanan terhadap Mengidentifikasi dan menilai kerawanan bangunan di sekitar perumahan dan
gempa pada bangunan perumahan pasilitas umum, terutama yang terletak pada daerah – daerah yang paling
dan fasilitas umum rawan terhadap bencana (gempa, tsunami dan banjir)
Mengupayakan peningkatan ketahanan bencana (gempa, tsunami dan banjir)
pada bangunan-bangunan perumahan, dan bangunan yang berfungsi sebagai
fasilitas umum ( mall & super market), pasar tradisional, pertokoan, stasiun KA
dan terminal bis.
Meningkatkan kinerja pada bangunan perumahan dan fasilitas umum yang
akan mendukung kegiatan darurat bencana (rumah sakit dan fasilitas-fasilitas
pendukung medis), Dinas kebakaran di lokasi sekitar perumahan dan fasilitas
umum.
Memberikan prosedur atau rekomendasi teknis untuk mengantisipasi risiko
bencana kepada pengelola fasilitas dan penghuni, meliputi ((Sebelum terjadi:
pemberian informasi prioritas yang perlu diselamatkan; Sesaat: prosedur
prioritas penyelamatan, dan setelah bencana: pertimbangan untuk rehabilitasi
dan rekontruksi)

7 Menuingkatkan ketahanan terhadap Mengidentifikasi dan menilai tingkat kerawanan bangunan-bangunan di sekitar
gempa pada kawasan industri dan kawasan industri dan manufaktur
manufaktur Mengupayakan peningkatan ketahanan bangunan-bangunan pada kawasan
industri dann manufaktur yang akan membahayakan lingkungan sekitarnya
bila terkena bencana, khususnya gempabumi dan berpotensi tinggi terhadap
limbah dan polusi (B3).
Meningkatkan ketahanan terhadap bangunan-bangunan strategis dan fasilitas
penting untuk mendukung kegiatan tanggap darurat gempa seperti (fasilitas-
fasilitas pendudkung medis dan fasilitas pemadam kebakaran pada kawasan
industri dan manufaktur)
Memberikan rekomendasi teknis untuk mengantisipasi risiko gempa dan
bencana ikutannya (seperti kebakaran, kontaminasi lim bah dan banjir) kepada
pengelola dan pihak yang berwenang di kawasan industri dan manufaktur
Membangun instalasi sistem peringatan dini pada bangunan-bangunan industri
dan manufaktur
8 Meningkatkan pengendalian bajir Mencegah meluapnya aliran banjir dengan intensitas tertentu dari palung
secara Struktural/Fisik dan nonfisik- sungai antara lain dengan pembuatan tanggul,
nonstruktural Memperlancar dan mempercepat aliran mencvapai muara dengan cara
pelurusan sungai
Memperbanyak resapan air hujan dengan cara membuat sumur-sumur
resapan
Membuang air genangan pada suatu daerah dengan pompa dan sistem polder
Pengaturan penggunaan lahan/penataan ruang di dataran banjir
Penerapan batas sempadan sungai,
Pemasangan rambu-0rambu atau papan-papan peringatan banjir (Flood
Warning Board)
9 Meningkatkan keamanan anak-anak Mengadakan program kampanye pendidikan mengenai bahaya (gempa,
sekolah dan gedung sekolah dalam tsunami dan banjiir dll) bagi anak-anak sekolah untuk menciptakan budaya
NO RENCANA TINDAK BENTUK TINDAKAN
menghadapi gempa peduli dan meningkatkan kesiapan, melalui kegiatan berikut :
 Penjelasan, latihan menghadapi bencana (earthquakie drill, banjir dll),
pemutaran film dan lomba poster mengenai bagaimana persiapan
meghadapi bencana (gempa, tsunami dan banjir dll) apa yang harsus
dilakukan bila terjadi bencana (gempa, tsunami dan banjir) dan apa yang
harus dilakukan setelah terjadi bencana. Sasaran program imi adalah: Anak-
anak sekolah, Guru-guru dan Organisasi kegiatan ekstrakurikuler, seperti
Pramuka, dll
 Membuat dan mengembangkan materi kampanye pendidikdn mengenai
bencana untuk anak-anak sekolah
 Meningkatkan kepedulian Disdik Kota Bandarlampung dan instansi terkait
lainya untuk memasukkan konseop-konsep risiko bencana dan pelatihan
kebakaran/bencana dalam kegiatan ekstra kurikuler/Pramuka dll.
Mengadakan program keamanan gedung sekolah terhadap bahaya gempa
dan banjir melalui :
 Identifikasi sekolah-sekolah yang paling rawan terhadap ancaman bahaya
gempa/banjir
 Penilaian / pengenalan tingkat kerawanan terhadap sekolah-sekolah
tersebut
 Mengadakan program untuk perbaikan atau relokasi gedung sekolah yang
sangat rawan bencana (gempa, banjir, dll)
 Merekomendasikan petunjuk teknis/praktis untuk perbaikan struktur
bangunan sekolah
 Merekomendasikan petunjuk praktis mengenai tata letak/tata ruang sekolah
dan lingkungan sekitar sekolah, seperti perlu adanya tempat terbuka di
sekitar sekolah

10 Memperhatikan kaidah-kaidah Merancang peraturan yang berkaitan dengan mitigasi bencana di Kota Bandar
bangunan tahan gempa untuk Lampung dalam disain struktur bangunan tahan gempa
kontruksi baru Memotivasi Dinas Pengawas Bangunan untuk memasukkan peraturan
bangunan (building code) sebagai salah satu syarat dalam pengajuan
perijinan mendirikan bangunan dan prosedur pengesahannya
Menekannkan pemakaian dan perhitungan gempa bagi semua gedung
pemerintah dan swasta, sistem infrastruktur dan utilitas , gedung-gedung
strategis dan penting, perumahan, fasilitas umum, bangunan industri dan
manufaktur serta bangunan sekolah
Meningkatkan pengetahuan dan pengetian tentangprinsip-prinsip bahaya
(gempa dan banjir, dll) khususnya gempa kontraktor, sarjana teknik sipil dan
arsitek, Pemda yang bertanggung jawab bagi pembangunan fasilitas umum
dan pihak-pihak yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan peraturan –
peraturan gempa
Merekomendasikan pembangunan instalasi sistim peringatan dini pada
bangunan-bangunan yang strategis dan penting
Memasukkan aspek bencana kedalam persyaratan AMDAL
NO RENCANA TINDAK BENTUK TINDAKAN

11 Mendorong tumbuhnya partisipasi Pengelolaan bencana berbasis masyarakat berarti masyakarat terlibat secara
aktif masyarakat dalam aktif dalam proses pengelolaan bencana, dalam hal ini masyarakat menjadi
penanggulangan bencana jantung dari pembuatan keputusan dan pelaksanaan dari kegiatan Manajemen
Risiko Bencana.
Masyarakat yang rentan dilibatkan dalam perencanaan dan pelaksanaan
pengelolaan risiko bencana bersama-sama dengan pemerintah lokal, propinsi,
dan nasional melalui suatu jaringan kerjasama.
Menyiapkan program tanggap darurat bencana yang didukung oleh organisasi-
organisasi seperti LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat), Karang taruna
Melaksanakan penyuluhan dan pelatihan kepada masyarakat
danmenyebarkan informasi yang berhubungan dengan rencvana tindak
bencana (gempabumi, tsunami dan banjir)
Pendidikan masyarakat awam mengenai penanggulangan bencana khususnya
di daeraah paling rawan bencana. Misalnya di Teluk Betung Selatan.
Pengembangan materi pendidikan dan penyuluhan kepada masyarakat awam.
Materi tersebut harus memenuhi criteria: mudah dimengerti dan diterima oleh
masyarakat, Penyebaran bersifat intensif, berulang-ulang.
12 Meningkatkan pengetahuan para ahli Mendukung pengembangan penelitian pada: gedung-gedung dan bangunan
mengenai fenomena-fenomena rawan gempa di Bandarlampung; Metoda untuk memperbaiki kelemahan-
gempa, tsunami dan banjir, dan teknik kelemahan; Daerah-daerah tertentu untuk mengetahui bencana/bahaya yang
mitigasi, mungkin timbul pasca bencana seperti banjir, kebakaran, kontaminasi air
minum
Mengadakan pelatihan-pelatihan, pendidikan dan studi banding bagi
prefesional dalam mengadakan penilaian kerawanan dan disain rerrofit.
Mengadakan simulasi penanggulangan bencana (gempa,. tsunami dan banjir)
pada strategi pelaksanaan

13 Memasukkan pertimbangan risiko Mengusulkan hasil kajian risiko bencana (gempa, tsunami dan banjir) ke
bencana serta pengelolaan bencana dalam Rencana Umum Tata Ruang (RUTR), baik bersifat nasional maupun
ke dalam perencanaan tata ruang propinsi.
kota Memberdayakan landasan hukum bagi perijinan bangunan
Mengawasi ijin pendirian bangunan.
14 Meningkatkan kemampuan Mempersiapkan rencana pemulihan kota yang meliputi : Pemulihan
masyarakat dan kota dalam masyarakat korban bencana, Pemulihan gedung-gedung strategis, Pemulihan
pemulihan jangka panjang setelah jaringan utilitas (lifelines). Rencana tersebut perlu diakomodasikan ke dalam
terjadi9 bencana besar (gempa, keputusan-keputusan darurat sewaktu terjadi bencana
tsunami dan banjir) Pembentujkan forum peduli banjir sebagai wadah bagi masyarakat Kota
Bandar Lampung sebagai pengendali banjir
Penyediaan perumahan dan sekolah sementara
Pendayagunaan peran aktif dari Departemen Sosial, departemen ) dan , dan
Departemen Agama terhadap pemulihan mental dan spiritual korban bencana
Merencanakan sistem pendanaan dan manajemen penyaluran bantuan yang
transfaran dan terintegritas dengan baik
NO RENCANA TINDAK BENTUK TINDAKAN
15 Meningkatkan Sistem Informasi Membentuk komite pengarah sistem informasi dan menyusun strategi sistem
dalam rangka meningkatkan informasi, yang mencakup: Mendifinisikan tugas dan tanggung jawab antara
kesiapan masyarakat dan kota dalam pemakai dengan personil pada pusat sistem informasi, melakukan audit
menghadapi bencana (gempa, internal untuk memeriksa kontrol-kontrol dalam sistem, mengevaluasi
tsunami dan banjir) efektifitas sistem.
Mengembangkan sistem kontrol organisasi yang terkoordinir dalam mitigasi
bencana
Mengembangkan sistem dokumentasi pada siklus mitigasi bencana;
Tindakan-tindakan yang dilakukan meliputi: Kebijakan dan prosedur standar
penggunaan informasi,; Penyusunan sistem codinmg informasi yang
mendukung mitigasi bencana dan prosedur standar aplikasi dokumentasi.
Mengembangkan sistem penyebaran informasi ke instansi-instansi dan pihak-
pihak yang terkait dengan mitigasi bencana, baik sebelum, saat dan pasca
bencana
Mengembangkan sistem informasi keuangan organisasi dan pengelolaan
bantuan bencana yang transfaran dan dapat diakses oleh masyarakat luas
(domestik/internasional)
Menyiapkan database kajian bahaya: gempa, tsunami dan banjir
Sumber: Skenario Design Mitigasi Bencana Kota Bandar Lampung, 2009.
Peta Rawan genangan
4.1.7 Kawasan Lindung Lainnya
Kawasan yang ditetapkan sebagai kawasan lindung lainnya adalah : Kawasan Hutan Bakau/mangrove
dan Padang Lamun lokasinya di sekitar Pantai Puri Gading, dan Pulau Kubur.Arahan pengelolaan
kawasan lindung lainnya adalah sebagai berikut:
- Intensifikasi dan upaya ekstensifikasi terhadap hutan bakau
- Tidak diperkenankan merusak ekosistem hutan bakau dan padang lamun yang telah ada
- Kegiatan yang diperkenankan di kawasan ini hanya kegiatan pariwisata dan penelitian yang
pengelolaanya diupayakan sedemikian rupa sehingga ekosistem tumbuhan dan yang dilindungi tidak
terganggu;

4.2 RENCANA POLA RUANG KAWASAN BUDI DAYA

Arahan pola ruang untuk kegiatan budidaya Kota Bandar Lampung mencakup arahan pemanfaatan
kawasan perumahan, perdagangan dan jasa, perkantoran, industri, pariwisata, ruang terbuka non hijau,
dan peruntukan lainnya. Penentuan bagi arahan pemanfaatan ruang untuk kegiatan budidaya didasarkan
pada pertimbangan berikut; Kesesuaian lahan; Potensi pengembangan,Kajian daerah rawan bencana
yang rentan terjadi; Kondisi penggunaan lahan eksiting; Kawasan lindung yang telah ditetapkan; Daya
dukung dan daya tampung lahan.

4.2.1 Kawasan Perumahan


Rencana pengembangan kawasan perumahan bertujuan untuk memberi arahan dalam pemanfaatan
ruang kawasan budi daya untuk penataan lingkungan permukiman dan perumahan. Dalam merencanakan
kawasan perumahan dan permukiman terdapat beberapa kriteria yang harus dipertimbangkan, yaitu :
a. Pemanfaatan ruang untuk kawasan peruntukan permukiman harus sesuai dengan daya dukung
tanah setempat dan harus dapat menyediakan lingkungan yang sehat dan aman dari bencana alam
serta dapat memberikan lingkungan hidup yang sesuai bagi pengembangan masyarakat, dengan
tetap memperhatikan kelestarian fungsi lingkungan hidup;
b. Kawasan peruntukan permukiman harus memiliki prasarana jalan dan terjangkau oleh sarana
tranportasi umum;
c. Pemanfaatan dan pengelolaan kawasan peruntukan permukiman harus didukung oleh ketersediaan
prasarana sarana dan utilitas (pasar, pusat perdagangan dan jasa, perkantoran, sarana air bersih,
persampahan, penanganan limbah dan drainase) dan fasilitas sosial (kesehatan, pendidikan,
agama);
d. Tidak mengganggu fungsi lindung yang ada;
e. Tidak mengganggu upaya pelestarian kemampuan sumber daya alam;
f. Dalam hal kawasan siap bangun (kasiba) dan lingkungan siap bangun (lisiba), penetapan lokasi dan
penyediaan tanah, penyelenggaraan pengelolaan, dan pembinaannya diatur di dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 80 Tahun 1999 tentang Kawasan Siap Bangun dan Lingkungan Siap Bangun
yang Berdiri Sendiri.

Berdasarkan hasil proyeksi, seiring dengan proyeksi pertambahan jumlah penduduk sekitar 664.175 jiwa
hingga tahun 2030, maka dibutuhkan penambahan rumah kurang lebih 129.913 unit dengan kebutuhan
lahan pengembangan 3.143,97 Ha sampai tahun 2030. kecamatan-kecamatan yang membutuhkan
penambahan rumah diantaranya adalah Kecamatan Kemiling, Kecamatan Sukarame, Kecamatan
Sukabumi, Kecamatan Tanjung Karang Barat, Kecamatan Tanjung Senang, dan Kecamatan Rajabasa.

Tabel 4.14
Kebutuhan Rumah di Kota Bandar Lampung
Tahun 2010, 2020 dan 2030

Rumah Kebutuhan Penambahan


No Kecamatan Eksisting
2015 2020 2025 2030
2012
1 Teluk Betung Barat 34.031 7.136 7.722 8.355 9.041
2 Teluk Betung Selatan 50.503 10.590 11.459 12.400 13.417
3 Panjang 91.080 19.099 20.666 22.362 24.197
4 Tanjung Karang Timur 50.292 10.546 11.411 12.348 13.361
5 Teluk Betung Utara 66.182 13.878 15.017 16.249 17.583
6 Tanjung Karang Pusat 67.496 14.153 15.315 16.572 17.932
7 Tanjung Karang Barat 61.989 12.999 14.065 15.220 16.469
8 Kemiling 77.149 16.178 17.505 18.942 20.496
9 Kedaton 72.017 15.101 16.341 17.682 19.133
10 Rajabasa 36.032 7.556 8.176 8.847 9.573
11 Tanjung Seneng 75.430 15.817 17.115 18.520 20.040
12 Sukarame 70.112 12.222 13.225 14.310 15.484
13 Sukabumi 64.054 13.432 14.534 15.727 17.017
14 Labuhan Ratu 58.284 12.222 13.225 14.310 15.484
15 Way Halim 81.383 17.065 18.466 19.981 21.621
16 Langkapura 42.191 8.847 9.573 10.359 11.209
17 Enggal 41.598 8.723 9.439 10.213 11.051
18 Kedamaian 63.333 13.280 14.370 15.550 16.826
19 Teluk Betung Timur 52.039 10.912 11.808 12.777 13.825
20 Bumi Waras 68.762 14.419 15.602 16.883 18.268
Sumber: Sensus Penduduk, 2011, Analisa 2013.
4.2.1.1 Pengembangan perumahan
Melihat perkembangan Kota Bandar Lampung dan penggunaan lahan eksisting, pengembangan
perumahan masih dapat dilakukan dalam beberapa konsep, yaitu :
a. Konsep Ekstensif (Landed House)
Konsep Ekstensif (Landed House) yaitu setiap rumah mempunyai lahan sendiri. Konsep ini dapat
diterapkan pada kecamatan-kecamatan dengan daya tampung yang masih memadai yaitu
Kecamatan Teluk Betung Barat, Teluk Betung Timur, Sebagian Tanjung Karang Barat, Kemiling,
Rajabasa, Tanjung Senang, Sukarame, dan Sukabumi (tidak termasuk kawasan lindung dan
konservasi).

Dengan mempertimbangkan kajian perumahan dan kependudukan diatas, kawasan peruntukan


permukiman di Kota Badar Lampung akan dikembangkan pada kawasan-kawasan yang berada di luar
kawasan yang ditetapkan sebagai kawasan lindung, kawasan hutan dan kawasan rawan bencana yaitu
pada zona I hinga zona III serta kawasan yang memiliki daya dukung kuat untuk kegiatan permukiman.
Pengembangan kawasan permukiman hingga tahun 2030, pada dasarnya mengikuti arahan distribusi
penduduk.

Sedangkan turunan dari konsep ekstensif (landed house) yang akan digunakan dalam rencana
pengembangan perumahan Kota Bandar Lampung adalah konsep penyediaan lahan perumahan siap
bangun atau lebih dikenal dengan istilah KASIBA ( Kawasan Siap Bangun ) yaitu sebidang tanah yang
fisiknya telah dipersiapkan untuk pembangunan perumahan permukiman skala besar yang terbagi dalam
satu Lisiba atau lebih pembangunannya dilakukan secara bertahap dengan lebih dahulu dilengkapi
dengan jaringan primer dan sekunder prasarana lingkungan sesuai dengan rencana tata ruang lingkungan
yang ditetapkan oleh kepala daerah dan memenuhi persyaratan pembakuan pelayanan prasarana dan
sarana lingkungan, dengan persyaratan :
- Lokasinya ditetapkan oleh masing – masing Pemerintah Kabupaten dan Kota.
- Memiliki kejelasan mengenai batas, luas serta status kepemilikannya.
- Telah dilengkapi dengan jaringan prasarana primer dan sekunder sesuai dengan RUTR yang ada ( air
bersih, listrik, persampahan ).
- Terdiri atas satu atau lebih Lingkungan Siap Bangun ( LISIBA ).

Penerapan konsep KASIBA bertujuan untuk menghindari cara – cara membangun permukiman yang tidak
terkendali, boros, dan inefisien, serta untuk mengusahakan terciptanya permukiman yang berkualitas dan
yang dapat memberi kesempatan yang lebih adil bagi semua warga untuk mendapatkan tempat
bermukim.
Kondisi saat ini, umumnya luas kapling siap bangun adalah 54 m2, 60m2, hingga 72 m2. Adapun fasilitas /
prasarana permukiman meliputi jalan setapak konstruksi sederhana ( lebar 2 m ). Fasilitas MCK umum,
dan warung / sarana perdagangan lokal. Persyaratan lainnya, antara lain :
- Garis Sempadan Bangunan ( GSB ) 2 m dari jalan dan pembukaan atap bangunan minimum 2 m2.
- Deretan kapling maksimum 60 m.
- Jarak pencapaian terjauh dari KSB ke jalan lingkungan maksimum 100 m.

Batasan tersebut pada dasarnya adalah agar komplek perumahan tidak dapat dilalui kendaraan roda
empat, sehingga tidak menarik bagi golongan masyarakat yang pada umumnya termasuk lapisan
masyarakat diatas sasaran dari program ini, namun seiring perkembangan dimana harga lahan semakin
meningkat dan berbanding terbalik dengan daya beli masyarakat, pada akhirnya keberadaan perumahan
dengan luasan kecil menjadi permasalahan bagi Pemerintah Kota. Permasalahan yang dimaksud adalah
penyimpangan penggunaan lahan/persil yang melebihi koefisien dasar bangunan (KDB) yang ditetapkan
akibat kebutuhan ruang yang semakin besar seiring dengan bertambahnya jumlah penghuni dan
berdampak pada kerusakan lingkungan berupa hilangnya ruang terbuka hijau serta meningkatnya
limpasan air hujan.

Untuk menghindari kondisi tersebut perlu dilakukan perubahan syarat batasan luas dengan mengikuti
standar yang berlaku yaitu konsep 1 : 3 : 6 atau 6 kavling untuk rumah kavling kecil (100 m 2), 3 kavling
untuk kavling sedang (300 m2), dan 1 kavling besar (600 m2).

Untuk mendukung konsep KASIBA, perlu juga dibentuk LISIBA ( Lingkungan Siap Bangun ) yaitu
sebidang tanah yang merupakan bagian dari Kasiba ataupun berdiri sendiri yang telah dipersiapkan dan
dilengkapi dengan prasarana lingkungan dan selain itu juga sesuai dengan persyaratan, pembakuan tata
lingkungan setempat, dengan persyaratan sebagai berikut :
- Termasuk dalam lingkup wilayah dokumen perencanaan Rencana Detail Tata Ruang
( RDTR ) / Blocking System
- Memiliki kejelasan batas fisik, status kepemilikan, dan luas lahannya.
- Dilengkapi dengan jaringan prasarana sekunder sesuai dengan RUTR kawasan induknya
yang menyatu dengan jaringan prasarana primernya.

Adapun Daya Tampung Kasiba dan Lisiba BS berdasarkan PP No. 80 tahun 1999 adalah :
- Kasiba : minimal 3.000 unit rumah, maksimal 10.000 unit rumah
- Lisiba : minimal 1.000 unit rumah, maksimal 3.000 unit rumah
- Lisiba BS : minimal 1.000 unit rumah, maksimal 2.000 unit rumah
Kebutuhan akan permukiman dari tahun ke tahun akan semakin meningkat, mengikuti pertumbuhan
penduduk. Mengingat lahan cadangan pengembangan yang semakin menipis, maka kedepannya
pengembangan kawasan permukiman harus dilakukan secara intensif yaitu dengan konsep vertikal
(Rumah Susun), khususnya permukiman di kawasan perkotaan, tidak lagi secara ekstensif (landed
house).

b. Konsep Intensif (Rumah Susun)


Kebutuhan akan permukiman dari tahun ke tahun akan semakin meningkat, mengikuti pertumbuhan
penduduk. Mengingat lahan cadangan pengembangan yang semakin menipis, maka kedepannya
pengembangan kawasan permukiman harus dilakukan secara intensif yaitu dengan konsep vertikal
khususnya permukiman di kawasan perkotaan, tidak lagi secara ekstensif (landed house).
Pengembangan perumahan tersebut dapat berupa rumah susun, apartemen/kondominium.

Berdasarkan hasil kajian dan kedua konsep diatas, arahan pengembangan dan alokasi perumahan Kota
Bandar Lampung disesuaikan dengan tingkat kepadatannya, dengan klasifikasi sebagai berikut:
1. Kawasan perumahan baru dilarang dikembangkan pada kawasan yang telah ditetapkan sebagai
kawasan lindung.
2. Setiap pengembangan perumahan/permukiman baru harus menyediakan ruang terbuka hijau dan
prasarana sarana dan utilitas (PSU) dengan luas minimal perumahan minimal 1 hektar.
3. Kawasan perumahan berkepadatan tinggi, yaitu permukiman/perumahan dengan kavling kecil dan
KDB lebih dari 70% berada di Kecamatan Tanjung Karang Pusat, Kecamatan Enggal, Kecamatan
Teluk Betung Selatan, Kecamatan Bumi Waras, Kecamatan Panjang, Kecamatan Teluk Betung Utara,
Kecamatan Teluk Betung Barat, Kecamatan Rajabasa, Kecamatan Kedaton, dan Kecamatan Tanjung
Karang Timur.
4. Kawasan perumahan berkepadatan sedang, yaitu permukiman/perumahan dengan kavling sedang
dan KDB maksimum 60% untuk perumahan dan 70% untuk permukiman, akan diarahkan di
Kecamatan Sukabumi, Kecamatan Kedamaian, Kecamatan Rajabasa, Kecamatan Sukarame dan
Kecamatan Tanjung Senang.
5. Kawasan perumahan berkepadatan rendah, yaitu perumahan/permukiman dengan kavling besar dan
KDB maksimum 50% untuk perumahan dan 60% untuk permukiman akan diarahkan di Kecamatan
Tanjung Karang Barat, Kecamatan Kemiling, area cadangan pengembangan di Kecamatan Rajabasa
dan Kecamatan Tanjung Senang, area cadangan pengembangan di Kecamatan Sukabumi.
4.2.1.2 Penanganan permukiman kumuh
Permukiman kumuh di Kota Bandar Lampung sudah mencapai kondisi yang mengkhawatirkan baik dilihat
dari segi kesehatan maupun keselamatannya. Untuk perlu ada bentuk penanganan kongkrit dalam
mengentaskan permasalahan permukiman kumuh. Terdapat beberapa skenario penanganan permukiman
kumuh di Kota Bandar Lampung, yaitu :
1. Peningkatan kualitas lingkungan kumuh melalui program revitalisasi, rehabilitasi, renovasi,
rekonstruksi, atau preservasi.
2. Relokasi permukiman kumuh ke lokasi yang lebih layak dan aman. Lokasi ditetapkan oleh Pemerintah
Kota.

Adapun arahan dalam rencana penanganan permukiman kumuh di Kota Bandar Lampung adalah sebagai
berikut :

Permukiman Bantaran Sungai


Arahan peningkatan kualitas lingkungan kawasan permukiman di bantaran sungai adalah sebagai berikut :
 Konsep pandangan rumah yang membelakangi sungai diarahkan dibalik menjadi menghadap sungai
dengan cara pembuatan jalan sepanjang kanan-kiri sungai dilengkapi dengan fasilitas lainnya.
 Komponen – komponen program revitalisasi, rehabilitasi, renovasi, rekonstruksi dan atau preservasi
dapat berupa perbaikan sarana dan prasarana, seperti halnya perbaikan sanitasi, drainase, listrik dan
air bersih dengan metode atau teknologi yang khusus.
 Pengaturan jalan akses dan tata letak bangunan rumah melalui Program Perbaikan Kampung (KIP).
 Pembuatan jalan inspeksi disepanjang bantaran sungai yang dapat difungsikan sebagai buffer area.
 Penghijauan kawasan sekitar sungai, serta menetapkan kawasan Garis Sempadan Sungai (GSS)
sebagai kawasan konservasi.

Permukiman Lereng Bukit


Arahan peningkatan kualitas lingkungan kawasan permukiman di lereng bukit adalah sebagai berikut:
 Pembangunan permukiman di daerah lereng bukit tidak dianjurkan karena melihat adanya potensi
bahaya tanah longsor
 Peningkatan kualitas perbaikan permukiman melalui penerapan konsep Medium Density
Development.
 RTH (Ruang terbuka hijau) diutamakan pada daerah berdaya dukung lahan minimal terhadap
bangunan
 Tiap kavling pembangunan bnagunan tidak menutupi keseluruhan kavling
 Wilayah lereng bukit yang tidak diperkenankan untuk dibangun adalah lkemiringan lereng diatas 140
lebih, erosi lahan /kepadatan tanah rendah, sehingga tidak memungkinkqn menunjang berdirinya
pondasi bangunan, dan Fungsi resapan lahan besar
 Sistem perkerasan untuk jalan lingkungn

Permukiman Rel Kereta API


 Konsep pandangan rumah yang membelakangi Rel Kereta API diarahkan dibalik menjadi
menghadap Rel Kereta API dengan cara pembuatan jalan sepanjang kanan-kiri Rel Kereta API
dilengkapi dengan fasilitas lainnya.
 Pengaturan jalan akses dan tata letak bangunan rumah melalui Program Perbaikan Kampung (KIP).
 Pembuatan jalan inspeksi disepanjang bantaran Rel Kereta API yang dapat difungsikan sebagai
buffer area.
 Penghijauan kawasan sekitar Rel Kereta Api, serta menetapkan kawasan Garis Sempadan Rel
Kereta API

Permukiman Saluran Udara Tegangan Listrik Ekstra Tinggi (SUTET)


Arahan peningkatan kualitas lingkungan kawasan permukiman di Saluran Udara Tegangan Listrik Ekstra
Tinggi adalah sebagai berikut :
 Daerah berbahaya yang memiliki tegangan listrik maupun gelombang elektromagnetik yang
dihasilkan oleh kabel tegangan tinggi, sebaiknya kawasan ini direlokasi / dipindahkan kepada
kawasan lain yang tidak berbahaya di wilayah sekitarnya.

Permukiman Pesisir (Nelayan)


Arahan peningkatan kualitas lingkungan kawasan permukiman Nelayan/Pesisir adalah sebagai berikut :
 Secara umum penanganan permukiman kumuh di pesisir ini dapat dilakukan melalui program
rehabilitasi dan renovasi, yaitu mengendalikan kondisi komponen fisik kawasan yang mengalami
degradasi serta melakukan pernbahan beberapa komponen pembentukan permukiman yang ada
sehingga mampu beradaptasi dengan fungsi – fungsi baru.
 Komponen – komponen kegiatan dari pendekatan ini dapat berupa perbaikan berupa perbaikan
sarana dan prasarana seperti air bersih, sanitasi dan drainase. Pembuatan talud untuk menghindari
rob dan mencegah banjir.
 Pembuatan bangunan penahan gelombang misalnya break water dan groin serta penanaman
mangrove untuk melindungi kawasan pantai dan mencegah terjadinya abrasi.
 Penyediaan prasarana dan sarana dasar permukiman nelayan melalui Program Perbaikan Kampung
Nelayan (KIP) Plus.
Kawasan Kumuh Lainnya
Penataan Pemukiman Kumuh di wilayah perencanaan dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
 Pengembangan Sanitasi Lingkungan Saluran Drainase, dan mandi cuci kakus (MCK)
 Pengembangan septik tank komunal yang sekaligus dapat dimanfaatkan sebagai Ruang terbuka hijau
di atasnya
 Penyediaan Ruang Terbuka Hijau dengan Pot-pot drum/ drum bekas
 Pembentukan Tim Penggerak Masyarakat (TPM) melalui program Community Action Plan yang dapat
memperbaiki kondisi kekumuhan masing-masing wilayah.

Arahan relokasi dari kawasan kumuh kepada kawasan yang lebih layak adalah dengan menyediakan
rumah susun sehat sederhana yang dilengkapi dengan berbagai sarana dan prasarana pendukung yang
dipersyaratkan.

Status rumah susun yang direncanakan dapat dimiliki perorangan atau sistem sewa, penetapan status
tersebut bertujuan agar para pengguna akan mempunyai rasa memiliki sehingga rumah susun tersebut
dapat lebih terpelihara dan jauh dari kesan kumuh. Pengembangan rusun sehat sederhana. Ini dilakukan
dengan mempertimbangkan tingkat kemampuan penduduk dalam hal daya beli, kedekatan dengan
sumber penghasilan diantaranya industri dan sektor informal lainnya, kemampuan dan daya tampung
lahan terhadap penduduk, serta harus tetap memperhatikan kondisi lingkungan hidup.sedangkan arahan
lokasi pengembangan rumah susun sehat sederhana adalah:
1. Rusun sederhana sehat lokasi 1 akan dikembangkan di Kecamatan Rajabasa dan Tanjung Senang
untuk mengakomodir penduduk yang selama tinggal di permukiman kumuh Kecamatan Kedaton,
Enggal dan Tanjung Karang Pusat.
2. Rusun sederhana sehat lokasi 2 akan dikembangkan di Kecamatan Kemiling dan Tanjung Karang
Barat untuk mengakomodir penduduk yang selama tinggal di permukiman kumuh Kecamatan
Kemiling, Tanjung Karang Barat, dan Tajung Karang Pusat.
3. Rusun sederhana sehat lokasi 3 akan dikembangkan di Kecamatan Teluk Betung Barat untuk
mengakomodir penduduk yang selama tinggal di permukiman kumuh Kecamatan Teluk Betung Utara
dan Teluk Betung Selatan (Ketapang).
4. Rusun sederhana sehat lokasi 4 akan dikembangkan di Kecamatan Sukabumi dan Tanjung Karang
Timur untuk mengakomodir penduduk yang selama tinggal di permukiman kumuh Kecamatan
Tanjung Karang Timur, Teluk Betung Selatan, Bumi Waras dan Panjang.
4.2.1.3 Penanganan permukiman berbasis mitigasi bencana
Pengembangan kawasan perumahan dan permukiman baru di masa mendatang berbasis mitigasi
bencana direkomendasikan sebagai berikut:
 Pengembangan kawasan perumahan dan permukiman harus memperhatikan kawasan-kawasan
rawan bencana di Kota Bandar Lampung.
 Pengembangan kawasan perumahan pada kawasan perbukitan-pegunangan harus memperhatikan
dan memenuhi persyaratan pengembangan bangunan pada kawasan konservasi sesuai dengan
Rencana Tata Ruang Kota (RTRW – RDTR – RTBL, dll) dan Studi Mitigasi Bencana.
 Pembangunan rumah pada kawasan perumahan-permukiman harus dilengkapi dengan Izin
Mendirikan Bangunan (IMB) yang memperhatikan aspek kelestarian lingkungan-ekologi dan aspek
teknis bangunan tahan gempa, tsunami, longsor, dan lainnya.
 Pembangunan kawasan perumahan tidak direkomendasikan pada kawasan tangkapan hujan
(catchment area) Kota Bandar Lampung, yaitu di sekitar Teluk Betung Utara, Kecamatan Kemiling,
tepatnya di sekitar kawasan kaki Gunung Betung.
 Garis Sempadan Bangunan (GSB), Garis Sempadan Pantai (GSP), Garis Sempada Jalan (GSJ),
Garis Sempadan Sungai (GSS), Koefisien Dasar Bangunan (KDB), dan Koefisien Lantai Bangunan
(KLB) mutlak diperhatikan dan dijalankan dalam pengembangan kawasan perumahan dan
permukiman.

4.2.2 Kawasan Perdagangan dan Jasa


Kawasan perdagangan dan jasa ditetapkan tersebar pada setiap bagian wilayah Kota (BWK) terutama di
pusat-pusat BWK sehingga dapat mengurangi kepadatan dan beban pelayanan di pusat kota.Arahan
pemanfaatan ruang kawasan perdagangan dan jasa adalah sebagai berikut: :
a. Pusat kawasan komersial dan jasa dengan lingkup pelayanan skala nasional,regional, berada di
kawasan Tanjung Karang Pusat, Enggal dan Teluk Betung. Pada kawasan Tanjung Karang Pusat
dan Enggal lebih diarahkan pada penataan dan pemantapan kawasan, pembangunan pusat
komersial baru tidak diperkenankan lagi.
b. Pengembangan kawasan perdagangan dan jasa skala regional juga diarahkan ke wilayah Kedaton
dan Sukarame
c. Kawasan perdagangan dan jasa skala pelayanan Kota
tersebar pada setiap subpusat pelayanan kota dengan memperhatikan daya dukung dan daya
tampung serta lingkup pelayanannya
d. Kawasan perdagangan dan jasa dengan skala pelayanan
lingkungan tersebar disetiap lingkungan dan memiliki dukungan akses jalan sekurang-kurangnya
jalan lokal sekunder
e. Kawasan perdagangan dan jasa direncanakan secara
terpadu dengan kawasan sekitarnya dan harus memperhatikan kepentingan umum semua pelaku
sektor perdagangan dan jasa termasuk pedagang informal atau pedagang sejenis lainnya
f. Pada pembangunan fasilitas perdagangan berupa kawasan
perdagangan terpadu pelaksana pembangunan/pengembang wajib menyediakan prasarana
lingkungan utilitas umum, area untuk pedagang informal dan fasilitas sosial dan selanjutnya
diserahkan kepada Pemerintah daerah
g. Pembangunan fasilitas perdagangan dan jasa harus
memperhatikan kebutuhan luas lahan, dan kemudahan pencapaian seperti kelancaran sirkulasi
menuju lokasi
h. Pembangunan fasilitas perdagangan dan jasa harus
menyediakan Ruang terbuka hijau (RTH),Ruang terbuka non hijau (RTNH),dan sumur perresapan.

Kriteria kawasan perdagangan dan jasa


- Pembangunan hunian diijinkan hanya jika bangunan komersial telah berada pada persil atau
merupakan bagian dari izin mendirikan bangunan (IMB);
- Penggunaan hunian dan parkir hunian dilarang pada lantai dan di bagian depan dari
perpetakan,kecuali untuk zona-zona tertentu;
- Perletakan bangunan dan ketersediaan sarana dan prasarana pendukung disesuaikan dengan kelas
konsumen yang akan dilayani;
- Jenis-jenis bangunan yang diperbolehkan antara lain:
a) Bangunan usaha perdagangan (ritel dan grosir) toko, warung, pertokoan;
b) Bangunan penginapan: hotel,guest house,motel,penginapan;
c) Bangunan penyimpanan : Gedung tempat parkir, show room,gudang;
d) Bangunan tempat pertemuan : Aula, tempat konfrensi
- Bangunan pariwisata (diruang tertutup) :bioskop, area bermain

Mempertimbangkan arahan pemanfaatan kawasan perdagangan jasa seperti diatas maka Kota Bandar
Lampung juga terdapat beberapa arahan spesifik terkait dengan pemantapan dan pengembangan
kawasan fungsi perdagangan dan jasa.Arahan pemantapan kawasan perdagangan dan jasa dapat dilihat
pada Tabel 4.17:

4.2.2.1 Pasar
a. Pasar Tradisional
Arahan lokasi penambahan pasar tradisional di rencanakan pengembanganya pada pusat – pusat BWK
dan lingkungan. Selain arahan lokasi penambahan arahan pengembangan fasiltas perdagangan
khususnya pasar tradisional yaitu:
- Melakukan penataan pasar tradisional di seluruh BWK agar dapat bersaing dengan toko-toko
modern (minimarket dan supermarket);
- Peningkatan kualitas pelayanan, diantaranya memperbaiki system sanitasi lingkungan
(persampahan), ruang parkir, dan ruang terbuka hijau;
- Meningkatkan aksesibilitas menuju pasar tradisional baik pengembangan jaringan jalan maupun
penyediaan moda transportasi;
- Menyediakan fasilitas yang menjamin Pasar Tradisional yang bersih, sehat (higienis), aman, tertib
dan ruang publik yang nyaman;
- Menyediakan ruang khusus untuk tempat berjualan pedagang kaki lima disekitar pasar, agar tidak
menggangu kenyamanan dalam berbelanja;

b. Pasar Perdagangan Ikan


Arahan rencana pengembanganya kawasan tempat pelelangan ikan (TPI) Lempasing adalah sebagai
berikut:
- Bangunan yang disediakan saat ini,perlu ditingkatkan pelayananya diantara nya memperbaiki system
sanitasi, lingkungan (persampahan) agar kondisi yang ada saat ini tidak terlihat kumuh
- Meningkatkan aksesibilitas menuju menuju kawasan ini perlu ditingkatkan
- Meningkatkan mutu pelayanan dengan menjadikan kawasan tempat pelelangan ikan (TPI )Lempasing
tidak hanya tempat jual beli ikan, akan tetapi pengunjung yang datang juga bisa berrekreasi
menikmati panorama pantai.

Tabel 4.17
Arahan Pemantapan Kawasan Perdagangan dan Jasa

SKALA ARAHAN
NO LOKASI JENIS KETERANGAN
PELAYANAN PENGEMBANGAN
1 Bumi Waras Perdagangan dan Nasional – Pengembangan dan
(Kawasan jasa modern (Pusat Internasional pemantapan kawasan,
Penataan Pesisir) Perbelanjaan) penyediaan rth, ruang
&convention center parkir , ruang bagi PKL,
dan pedestrian
2 Ketapang, Way Jasa pergudangan Nasional – Pemantapan & penataan Tidak diperkenankan izin
Lunik, Panjang dan kepelabuhan Internasional kawasan pergudangan baru
3 Pasar Bambu Perdagangan Regional Penataan pasar dengan Bersinergi dengan pasar-
Kuning tradisional komoditi penyediaan PSU modern, pasar sekitarnya (Pasar
non pangan dengan taman, dan ruang parkir, Bawah, Pasar Tengah,
sistem eceran dan jembatan penghubung Pasar SMEP)
grosir antar pasar (skycross)
SKALA ARAHAN
NO LOKASI JENIS KETERANGAN
PELAYANAN PENGEMBANGAN
4 Kawasan Mangga Perdagangan Regional Penataan pasar dengan
Dua dan Teluk trasdisional komoditi penyediaan PSU modern,
Betung non pangan dengan taman, dan ruang parkir
sistem eceran dan
grosir

5 Kawasan Perdagangan Regional Pemantapan dan


Komersial modern (Pusat penyediaan ruang parkir ,
Karyakotaintan Perbelanjaan), jasa ruang bagi PKL, dan
(Kartini, Ahmad umum, hotel, pedestrian
Yani, Kotaraja, & restaurant
Raden Intan)

6 Way Halim (Sultan Perdagangan Regional Pengembangan dan


Agung), Rajabasa modern (Pusat penyediaan rth, ruang
Perbelanjaan) parkir , ruang bagi PKL,
dan pedestrian
7 TPI Lempasing & Perdagangan ikan Regional Penataan pasar dengan
Pulau Pasaran dan industri hasil penyediaan PSU modern,
pengolahannya taman, dan ruang parkir
8 Seluruh pasar Perdagangan Kota – BWK Penataan pasar dengan Seluruh pasar tradisional,
tradisional dan komoditi pangan dan penyediaan PSU modern, Pusat perbelanjaan
modern di setiap non pangan taman, dan ruang parkir. modern, dan kawasan
BWK Pengembangan pusat perdagangan/jasa
perbelanjaan modern, lainnya.
ruang PKL, RTNH.
9 Segitiga Emas Perdagangan umum Kota – BWK Pemantapan dan
Gajahyaman modern, jasa umum, penyediaan ruang parkir ,
(Gajah Mada, restauran, ruang bagi PKL, dan
Hayam Wuruk, perbankan pedestrian
Antasari)
10 Sumberejo Hasil perkebunan & Kota – BWK Pengembangan &
Kemiling pertanian (Kopi, pemantapan kawasan
buah-buahan,
sayuran
11 Lapis pertama Perdagangan dan Lokal Pemantapan dan
jaringan jalan jalan jasa umum pengembangan kawasan,
kota penyediaan rth,
penyediaan ruang parkir,
ruang bagi PKL, dan
pedestrian
Sumber : Tim Penyusun, 2010

4.2.2.2 Pusat perbelanjaan


Arahan pengembangan pusat perbelanjaan di Bandar Lampung adalah:
 Pembangunan pusat perbelanjaan atau mall di kawasan pusat kota (Tanjung Karang dan Enggal)
tidak diperkenankan lagi. Pengembangan pusat perbelanjaan di kawasan tersebut lebih diarahkan
pada penataan,peremajaan, dan pemantapan.
 Pembangunan dan pengembangan pusat perbelanjaan harus menyediakan ruang parkir, ruang
terbuka hijau, dan ruang bagi kegiatan bagi sektor informal
 Penambahan pusat perbelanjaan di Kota Bandar Lampung diarahkan dikembangan pada setiap
subpusat pelayan kota serta disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat dengan memperhatikan
faktor lingkungan hidup, kondisi jaringan jalan, serta ketentuan keandalan bangunan gedung
menurut peraturan perundangan yang berlaku
 Memperhatikan jarak anatar Pusat perbelanjaan/Mall yang telah ada sebelumnya

4.2.2.3 Toko modern


Arahan pengembangan toko modern atau minimarket dimasa mendatang dimaksudkan agar
perkembangannya tidak mematikan pasar-pasar tradisional yang ada adalah sebagai berikut:
 pembangunan toko modern dibatasi dan kawasan yang diperkenankan akan diatur dalam peraturan
walikota;
 Memperhatikan jarak antara Toko Modern dengan Pasar Tradisional yang telah ada sebelumnya
 Pengaturan jam operasional minimarket yang disesuaikan dengan kecenderungan masyarakat
 Menyediakan areal parkir seluas kebutuhan parker serta memperhatikan aksesibilitas kelua masuk
kendaraan serta utilitas yang dibutuhkan.
 Menyediakan fasilitas yang menjamin Toko Modern yang bersih, sehat (higienis),aman, tertib dan
ruang publik yang nyaman
 Memperhitungkan kondisi sosial ekonomi masyarakat, keberadaan Pasar Tradisioanal,Usaha Kecil,
dan Usaha Menengah yang ada di wilayah yang bersangkutan

4.2.3 Kawasan Perkantoran


Arahan pemanfaatan ruang untuk kawasan perkantoran ini adalah:
- Kawasan perkantoran harus memiliki ruang parkir yang mampu menampung jumlah kendaraan
bagi karyawan atau pihak-pihak yang aktivitasnya terkait dengan kegiatan yang ada di kawasan
perkantoran.
- Perencanaan fasilitas perkantoran harus menyediakan ruang untuk Ruang Terbuka Hijau (RTH),
Ruang Terbuka Non Hijau (RTNH) dan sumur peresapan.
- Untuk Kantor pemerintah di sekitar jalan Dr. Soesilo,Jalan Dr. Warsito, Jalan Basuki Rahmat dan
BWK G seperti kantor walikota dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota harus memiliki
ruang terbuka publik yang digunakan bagi masyarakat untuk berkumpul, menyampaikan aspirasi
dan berinteraksi sosial.
- Mengarahkan perkembangan perkantoran swasta berdampingan dengan kawasan perdagangan
dan jasa
- Kegiatan perkantoran swasta pengembanganya direncanakan sebagai berikut:
a. Kegiatan perkantoran swasta yang memiliki karyawan sampai dengan 20 orang dapat
berlokasi dikawasan permukiman atau kawasan lainnya dengan memperhatikan akses
pelayanan
b. Kegiatan perkantoran yang memiliki jumlah tenaga kerja antara 20-50 orang diarahkan pada
kawasan perdagangan dan jasa yang sekurang-kurangnya dilayani jalan lokal sekunder.
c. Kegiatan perkantoran yang memiliki jumlah tenaga kerja lebih dari diatas 50 orang orang
diarahkan pada kawasan perdagangan dan jasa dengan pelayanan jalan sekurang-kurangnya
kolektor sekunder

4.2.4 Kawasan Industri


Kawasanindustri adalah kawasanyang diperuntukkan bagi industri, berupa tempat pemusatan kegiatan
industri yang terdiri dari beberapa dan atau bermacam jenis industri. Sedangkan fungsi zona industri
adalah :
a. Memfasilitasi kegiatan industri agar tercipta aglomerasi kegiatan produksi di satu lokasi dengan biaya
investasi prasarana yang efisien;
b. Mendukung upaya penyediaan lapangan kerja;
c. Meningkatkan nilai tambah komoditas yang pada gilirannya meningkatkan Produk Domestik Regional
Bruto (PDRB) di wilayah yang bersangkutan;
d. Mempermudah koordinasi pengendalian dampak lingkungan yang mungkin ditimbulkan.

Dalam perkembangannya, lahan yang di fungsikan sebagai kawasan industri maupun pergudangan perlu
memperhatikan kriteria dan batasan teknis. Hal ini dilakukan agar perkembangan indutri yang ada dapat
tertata dengan baik serta tidak mengganggu peruntukan lahan lainnya. Berikut adalah kriteria dan batasan
teknis zona industri:
1. Harus memperhatikan kelestarian lingkungan;
2. Harus dilengkapi dengan unit pengolahan limbah;
3. Harus memperhatikan suplai air bersih dan membatasi penggunaan air tanah;
4. Jenis industri yang dikembangkan adalah industri yang ramah lingkungan dan memenuhi kriteria
ambang limbah yang ditetapkan Kementerian Lingkungan Hidup;
5. Pengelolaan limbah untuk industri yang berkumpul di lokasi berdekatan sebaiknya dikelola secara
terpadu;
6. Pembatasan pembangunan perumahan baru di kawasan peruntukan industri;
7. Harus memenuhi syarat AMDAL sesuai dengan ketentuan peraturan dan perundang-undangan
yang berlaku;
8. Memperhatikan penataan kawasan perumahan di sekitar kawasan industri;
9. Pembangunan kawasan industri minimal berjarak 2 Km dari permukiman dan berjarak 15- 20 Km
dari pusat kota;
10. Kawasan industri minimal berjarak 5 Km dari sungai tipe C atau D;
11. Penggunaan lahan pada kawasanindustri terdiri dari penggunaan kaveling industri, jalan dan
saluran, ruang terbuka hijau, dan fasilitas penunjang.
12. Setiap kawasan industri, sesuai dengan luas lahan yang dikelola, harus mengalokasikan lahannya
untuk kaveling industri, kaveling perumahan, jalan dan sarana penunjang, dan ruang terbuka hijau.
13. Kawasan Industri harus menyediakan fasilitas fisik dan prasarana sarana dan utilitas
14. Industri yang mengandung B3 dan yang menimbulkan bau seperti industri karet dilarang
dikembangkan.

Selain kriteria diatas, dalam menentukan lokasi industri harus diperhatikan karakteristik lokasi dan
kesesuaian lahan Industri, yaitu :
a. kemiringan lereng : kemiringan lereng yang sesuai untuk kegiatan industri berkisar 0% - 25%, pada
kemiringan >25% - 45% dapat dikembangkan kegiatan industri dengan perbaikan kontur, serta
ketinggian tidak lebih dari 1000 meter dpl;
b. hidrologi : bebas genangan, dekat dengan sumber air, drainase baik sampai sedang;
c. klimatologi : lokasi berada pada kecenderungan minimum arah angin yang menuju permukiman
penduduk;
d. geologi : dapat menunjang konstruksi bangunan, tidak berada di daerah rawan bencana longsor;
e. lahan : area cukup luas minimal 20 ha; karakteristik tanah bertekstur sedang sampai kasar, berada
pada tanah marginal untuk pertanian.

Dengan mempertimbangkan kajian fisik dan lingkungan Kota Bandar Lampung, lokasi yang cukup ideal
untuk pengembangan zona industri adalah di Kecamatan Panjang, Kecamatan Teluk Betung Selatan, dan
Kecamatan Tanjung Karang Timur. Hal-hal yang menjadi pertimbangan adalah :
1. Tingkat Kemiringan lereng
Kondisi topografi berada pada ketinggian > 1000 m, kemiringan sebagian besar berkisar antara 0 –
20 %, bentuk morfologi daratan hingga perbukitan landai.
2. Hidrologi
Ketiga kecamatan ini tidak termasuk dalam kategori kondisi air tanah langka. Untuk Kecamatan Teluk
Betung Selatan dan Panjang mempunyai potensi rawan genangan, namun masih dapat diatasi
dengan pengelolaan sistem drainase yang baik.
3. Geologi
Dengan kemiringan lereng sebagian besar berkisar antara 0 – 2 %, ketiga kecamatan tersebut masih
termasuk dalam kategori kestabilan tanah tinggi hingga sedang dan tingkat erosivitas rendah hingga
sedang.
4. Lingkungan
Jarak antara zona industri dengan permukiman perkotaan cukup jauh (lebih dari 15 Km).
5. Lahan
Lahan yang akan digunakan sebagai zona industri bukan merupakan lahan pertanian dan sebagian
merupakan lahan tidak produktif.
6. Aksesibiltas
Keputusan Presiden Nomor 41 Tahun1996 tentang zona Industri dan dalam Tata Cara Perencanaan
Geometrik Jalan Antar Kota, Departemen PU, Ditjen Bina Marga, No. 038/T/BM/1997, September
1997, mengenai Kriteria Geometrik Jalan Luar Kota, dijelaskan bahwa kriteria jaringan jalan untuk
berbagai keperluan khusus termasuk untuk kegiatan industri adalah kelas jalan arteri dan sekunder,
lebar jalan ideal dalam meter masing-masing 3,50 – 3,75 dan 3,00 meter, muatan sumbu terberat
(MST) masing-masing 8 - > 10 ton dan 8 ton, serta diasumsikan untuk kegiatan pergerakan barang
dengan moda transportasi angkutan jalan darat, yang umumnya menggunakan kendaraan berat
(container) hanya boleh beroperasi mulai jam 18.00 – 06.00.

Dari data yang diperoleh jaringan jalan yang melintasi rencana zona industri Kota Bandar Lampung
yaitu Jalan Soekarno Hatta (By Pass), dan Jalan Yos Sudarso adalah jalan arteri primer dengan lebar
jalan 8 hingga lebih dari 20 meter, sehingga sangat mendukung pengembangan zona industri, selain
itu lokasi ini juga mempunyai akses yang dekat dengan jalur lintas timur atau rencana jalan tol melalui
jalan Tirtayasa dan Ir. Sutami, serta bersebelahan dengan Pelabuhan Panjang yang mempunyai
fungsi jalur trasnportasi ekspor-impor dan Pelabuhan Srengsem sebagai pelabuhan penyeberangan
nasional.

Berdasarkan hasil kajian, maka pengelolaan dan pengembangan kawasan industri di Kota Bandar
Lampung, baik berbasis agribisnis maupun non agribisnis akan dibagi atas beberapa kawasan, yaitu :

1. KawasanIndustri Rumah Tangga/Kecil

Kawasan industri rumah tangga (kecil) diarahkan di seluruh wilayah Kota Bandar Lampung dengan
mengedepankan kedekatan dengan sentra-sentra penghasil bahan baku atau pada lokasi yang
mempunyai banyak potensi sumber daya manusia.

Melihat perkembangan yang ada, arahan pengembangan industri dikelompokan menjadi 4 (empat)
jenis, yaitu :
a. Industri pembuatan kripik diarahkan pada Kecamatan Langkapura, sepanjang Jalan Pagar
Alam. Sentra kripik ini selain tempat pembuatan, juga berfungsi sebagai tempat penjualan,
didukung keberadaan para penjual tanaman hias disepanjang jalan Pagar Alam menjadikan
sentra kripik ini sekaligus berfungsi sebagai salah satu tempat wisata.

b. Industri tahu tempe dikembangkan di Kecamatan Kedaton (Surabaya) dan Way Halim
(Jagabaya II dan Gunung Sulah), Kecamatan Tanjung Karang Timur di sekitar Kelurahan
Sawah Brebes

c. Industri olahan hasil perikanan, berupa industri tepung ikan, kerupuk ikan, ikan asin, dan hasil
kerajinan tangan berbahan dasar hasil perikanan laut diarahkan di Kecamatan Teluk Betung
Timur, dan Teluk Betung Selatan.

d. Industri bangunan berupa pembuatan bata, pemuatan genteng, pembuatan paving block, dan
pembuatan atap jerami, dan pembuatan kusen diarahkan pada Kecamatan Tanjung Senang.

Sedangkan luas lahan yang diperlukan untuk pengembangan industri rumah tangga/kecil diperkirakan
sekitar 9,00 Ha, dengan asumsi perhitungan jumlah penduduk yang mendukung industri rumah
tangga/kecil adalah 2.726 jiwa atau 25 % dari total penduduk pendukung industri dikalikan dengan
kebutuhan ruang industri minimal yaitu 0,003 Ha/jiwa.

2. Kawasan Industri Menengah

Sesuai hasil kajian, arahan pengembangan industri menengah besar diarahkan di Kecamatan
Panjang (Kelurahan Ketapang, Kelurahan Way Lunik, Kelurahan Srengsem, Kelurahan Karang
Maritim, Kelurahan Pidada, Kelurahan Panjang Utara, dan Panjang Selatan), Kecamatan Bumi Waras
di Kelurahan Garuntang, dan Kecamatan Sukabumi (Kelurahan Campang Raya).

Industri-industri yang akan dikembangkan di Kota Bandar Lampung mengacu pada jenis industri yang
lazim dikembangkan di Indonesia yaitu industri komersial atau niaga. Mempertimbangkan arahan
pengembangan industri dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Propinsi Lampung menuju
Kecamatan Tanjung Bintang Lampung Selatan dan Kecamatan Sribawono Lampung Timur dengan
arahan sebagai zona Industri Terpadu mulai dari jenis industri komersial besar berteknologi tinggi dan
luas lahan 194,4 Km² atau 19.440 Ha, maka jenis industri yang akan dikembangkan di Kota Bandar
Lampung dibatasi pada jenis industri komersial ringan menengah, dengan jenis kegiatan sebagai
berikut :

1. Makanan : penggilingan beras, pengolahan daging, buah-buahan, sayuran dan sebagainya.


2. Industri kaleng : untuk bahan makanan, minyak dan sebagainya.
3. Industri tekstil : katun, wol, rayon dan sebagainya.
4. Industri kimia : asam-asam dan alkali, pupuk bautan dan sebagainya.
5. Industri lain : penyulingan minyak, percetakan buku, alat-alat rumah tangga, dan sebagainya.
Hal tersebut dilakukan dengan pertimbangan Kota Bandar Lampung sebagai calon Kota
Metropolitan tentunya berimplikasi pada tingkat kepadatan penduduk yang besar. Kecendrungan
yang terjadi umumnya kebutuhan akan tempat tinggal akan bergeser ke arah pinggiran dan
bukan hal yang mustahil akan timbul persinggungan kegiatan antara kegiatan industri dengan
kegiatan permukiman penduduk. Guna menghindari dampat negatif dari polusi yang akan
ditimbulkan kegiatan industri, diharapkan dengan pembatasan kegiatan industri pada jenis
industri komerisal menengah akan menekan atau mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan.

3. KawasanPergudangan

Kegiatan industri tentunya tidak akan terlepas dari kegiatan pergudangan (storage), dimana hasil
produksi dari industri yang ada sebelum dipasarkan akan disimpan dalam suatu tempat penyimpanan
yang tentunya membutuhkan ruang atau lahan yang besar.

Kawasan pergudangan diarahkan bergabung dengan kawasan industri komersial menengah di Way
Lunik, Ketapang, Garuntang sekitar Jalan Ir.Sutami, sekitar Kelurahan Bumi waras, Jalan Pangeran
Tirtayasa, Jalan Soekarno Hatta (mulai simpang Sribawono – persimpangan Jalan P.Antasari), dan
Jalan Yos Sudarso pada sisi jalan yang tidak bersisian dengan laut.

Melihat kondisi eksisting yang ada, disepanjang Jalan Soekarno Hatta (By Pass) cukup banyak
terdapat gudang milik beberapa perusahaan baik PMA maupun PMDN. Guna menciptakan
lingkungan pergudangan yang tertata, kemudahan sistem pelayanan, dan efisiensi kebutuhan lahan,
ada 2 (dua) arahan lokasi penempatan pergudangan, yaitu :
 Penyimpanan hasil produksi industri dalam kawasan dan barang-barang baik bahan mentah
maupun bahan baku yang akan dikirim keluar Kota Bandar Lampung dan yang dikirim dari luar
Kota Bandar Lampung sebelum dipasarkan ke wilayah lain baik dalam maupun luar Kota Bandar
Lampung akan diarahkan tergabung dengan zonaindustri menengah yang direncanakan.
 Penyimpanan sementara untuk mendukung kegiatan ekspor – impor akan diarahkan dalam
lingkungan Pelabuhan Panjang.

Tabel 4.18
Rencana Pengembangan Kawasan Industri dan Pergudangan
Kota Bandar Lampung

Perkiraan Daya
Rencana Kebutuhan
No Jenis Kegiatan Arahan Lokasi Tampung Industri
Lahan
(Unit)
1 KawasanIndustri Tersebar di Kota Bandar - Untuk Ind. non wisata -
Rumah Tangga/Kecil : Lampung : diperkirakan 9 Ha
- Ind kripik - Kec. Langkapura (Jl. Pagar - Untuk Ind. wisata
Alam) bergabung dengan
Perkiraan Daya
Rencana Kebutuhan
No Jenis Kegiatan Arahan Lokasi Tampung Industri
Lahan
(Unit)
penggunaan lahan
- Ind Tempe tahu - Kec. Kedaton (Surabaya) non industri
Kec. Way Halim (Jagabaya II
& Gunung Sulah) dan Kec.
Tanjung Karang Timur (Kel.
Sawah Brebes)
- Ind olahan - Kec. Teluk Betung Selatan
perikanan dan Teluk BetungTimur

- Ind bangunan - Kec. Tanjung Senang


- Ind wisata pantai - Kec. Teluk Betung Selatan
dan Teluk Betung Timur

2 KawasanIndustri
Komersial Menengah :
Ind. Makanan, Ind.
Kecamatan Teluk Betung
Pengalengan, Ind.
Selatan, Bumi Waras, ±400 Ha 370 unit
Tekstil, Ind. Kimia, Ind.
Sukabumi, dan Panjang
Lainnya

3 KawasanIndustri Gabung dengan Zona industri


menengah dan Komersial Menengah
Pergudangan Way Lunik, Ketapang,
- -
Garuntang, Bumi Waras, Sekitar
jalan Ir.Sutami, Jalan Pangeran
Tirtayasa, Jalan Yos Sudarso
Sumber: Hasil Analisa, 2010

Arahan pengembangan kawasan industri juga diupayakan untuk tidak mengganggu ekosistem alami
setempat, atau penciptaan kawasan industri berwawasan lingkungan.

4.2.5 Kawasan Pariwisata


Kota Bandar Lampung dengan letak geografis yang berada di antara Teluk Lampung dan Gunung Betung
memiliki beragam potensi wisata yang potensial. Oleh karenanya pengembangan kawasan wisata Kota
Bandar Lampung akan berupaya mengoptimalkan potensi yang dimiliki.

Tabel 4.19
Obyek dan Daya Tarik Wisata di Kota Bandar Lampung
No Nama Objek Dan Daya Tarik Wisata Daya Tarik
Wisata Alam
1 Puncak Sukadanaham, Desa Sukadanaham, Pemandangan Kota Bandar Lampung
Tanjungkarang Barat
2 Hutan Raya Wan Abdurahman, Desa Sukadanaham, Kekayaan flora dan tanaman hutan
Tanjungkarang Barat
3 Objek Wisata Alam Batu Putu, Jl. Raya Batu Putu, Panorama alam dan Air Terjun
Telukbetung Barat
4 Taman Wisata Lembah Hijau Panorama Alam, Outbond, Waterboom
No Nama Objek Dan Daya Tarik Wisata Daya Tarik
5 Wira Garden Panorama Alam
6 Pantai Duta Wisata, Jl. Laks. Martadinata, Panorama alam pantai
Lempasing, Telukbetung Barat
7 Pantai Puri Gading, Jl. Laks. Martadinata, Lempasing, Panorama alam pantai, olahraga pantai (kano,
Telukbetung Barat menyelam), rekreasi pantai
8 Pantai Tirtayasa, Jl. Laks. Martadinata, Lempasing, Panorama alam pantai dan rekreasi pantai
Telukbetung Barat
9 Pulau Kubur Panorama alam
10 Pulau Pasaran Panorama alam
11 Sumur Putri Penorama alam
12 Taman Wisata Bumi Kedaton Panorama alam dan atraksi hewan

Wisata Budaya
11 Kampus UNILA Wisata pendidikan
12 Kampus lAIN Raden Intan Bangunan bergaya arsitektur Belanda
13 Kelanteng Vihara Thay Hin Bio, Jl.Ikan Kakap, Bangunan peribadatan umat Budha
Telukbetung Selatan
14 Masjid Tua Al-Anwar, Jl. Laks. Mahayati, Telukbetung Bentuk arsitektur dan nilai historisnya
Selatan
15 Pura Way Lunik Bangunan peribadatan besar bagi umat Hindu

16 Monumen Krakatau (Taman Dipangga), Jl. W.R. Monumen bersejarah dan taman
Supratman, T.betung Utara
17 Museum Lampung “Ruwa Jurai”, Jl. Z.A. P. Alam Museum dengan koleksi hasil kebudayaan
Gedung Meneng masyarakat Lampung
18 Pasar Seni (Art Centre) Enggal, Jl. Sriwijaya, Kegiatan seni dan budaya
Tanjungkarang Pusat
19 Rumah Adat Lampung, Jl. Basuki Rachmat, Bentuk arsitektur tradisional Lampung
Telukbetung Utara
20 Taman Budaya, Jl. Cut Nyak Dien, Tanjungkarang Taman tempat rekreasi dan pertunjukan
Pusat budaya
21 Lamban Balak Kedatun Keagungan Lampung Rumah adat, dan perabot peninggalan
Kerajaan Lampung
22 Pusat Kegiatan Olah Raga (PKOR), Way Halim Replika Rumah adat 10 Kabupaten/Kota
Propinsi Lampung
23. TPI Lempasing Kegiatan transaksi jual beli ikan oleh nelayan

Wisata Buatan
24 Lapangan Golf, Jl. Endro Wiratmin, Sukarame Kegiatan olah raga golf
25 Pasar Tradisional Bambu Kuning, Jl. Imam Bonjol, Pasar kebutuhari sehari-hari dan kebutuhari
Tanjungkarang Pusat lainnya
26 Central Plaza Pusat perbelanjaan
27 Mall Kartini Pusat perbelanjaan
28 Ramayana Pusat perbelanjaan
29 Plaza Lotus Pusat perbelanjaan
30 Simpur Center Pusat perbelanjaan
31 Chandra Superstore Pusat perbelanjaan
32 Pusat Hiburan Malam (diskotik, billyard centre, Pusat hiburan malam di sepanjang pantai Teluk
karaoke) Lampung
33 Pusat Manisan Lampung, Jl. Ikan Kakap Telukbetung Oleh-oleh dan jajanan manisan
Utara
34 Taman Lesehan Tempat makan lesehan
JI. Kartini, Tanjungkarang Pusat
35 Taman Santap Malam, Jl. Hasanuddin Tempat makan
36 Taman Kupu-kupu Tempat penangkaran kupu-kupu
37 Pelabuhari Serengsem “Ferry Beton” Kapal ferry dari beton
No Nama Objek Dan Daya Tarik Wisata Daya Tarik
38 Water Boom Citra Garden Permainan air , kolam renang
Sumber: Kebudayaan & Pariwisata Dalam Angka, 2008 dan Pengamatan 2010.

Tabel 4.20
Obyek dan Daya Tarik Wisata di Kawasan Wisata Batu Putu
Kota Bandar Lampung
No Nama Daya Tarik Aktivitas Pengunjung
1 Puncak Sukadanaham, Pemandangan Kota Menikmati Panorama Alam
Desa Sukadanaham, Bandar Lampung dan Panorama Kota Bandar
Tanjungkarang Barat Lampung (Sky View City),
Hiking.

2 Hutan Raya Wan Kekayaan flora dan Menikmati keindahan alam,


Abdurahman, Desa tanaman hutan Berkemah, dan Melakukan
Sukadanaham, pengamatan terhadap
Tanjungkarang Barat keanekaragaman flora dan
fauna
3 Objek Wisata Ir Terjun Panorama alam dan AirTerjun Menikmati Panorama Alam
Batu Putu, Jl. Raya Batu dan Pemandangan Kota
Putu, Telukbetung Barat Bandar Lampung, Berkemah.
4 Taman Wisata Bumi Panorama alam dan Melihat beraneka satwa,
Kedaton atraksiHewan Panorama Alam.
5 Wisata Lembah Hijau Tempat rekreasi Berenang, berkemah,
memancing, menikmati buahbuahan
lokal, permainan
petualangan, beristirahat.
6 Taman Kupu-kupu Tempat penangkaran Menikmati keindahan alam,
kupukupu mengamati fauna kupu-kupu
Sumatera serta
beristirahat.
7 Lembah Durian, Kelurahan Menikmati buah Menikmati Buah Durian,
Kedaung durian,berkemah, Berkemah, dan beristirahat,
istirahat,permainan permainan petualangan.
petualangan.
8 Kolam Pemancingan Yulli, Memancing,memakan ikan Memancing, melakukan
Kedaung penelitian ikan konsumsi.
9 Mata Air Panas, Kedaung Menikmati panaorama alam Menikmati Panorama Alam.
10 Taman Cibiah, Batu Putu Berenang, suasana alam Berenang, Makan di restoran, memancing,
menikmati suasana alam
perdesaan.
11 Simulasi Tempur 206 Bermain airsoft gun Kegiatan permainan
petualangan buatan, dan
simulasi perang.
Sumber: Masterplan Cagar Wisata Batuputu dan Sekitarnya, 2007.

Dengan melihat potensi tersebut diatas serta kondisi fisik geografis Kota Bandar Lampung, maka arahan
pengembangan kawasan pariwisata Kota Bandar Lampung adalah sebagai berikut:
1. Membagi kawasan wisata dalam 5 zona, yaitu:
- Zona wisata alam di kawasan Batuputu, Sukadanaham dan Taman Hutan Rakyat Wan
Abdurahman (TAHURA WAR)
- Zona wisata bahari di sepanjang pesisir Kota Bandar Lampung, khususnya di kawasan BWK G
sekitar Gunung Kunyit, Pantai Puri Gading, Duta Wisata, dan Pulau Kubur di Kecamatan Teluk
Betung Timur (sesuai dengan rencana zonasi pesisir Kota Bandar Lampung)
- Zona wisata belanja di sekitar pusat kota, Jalan Ahmad Yani, Jalan Batu Sangkar, Jalan Kotaraja
,Jalan Raden Intan,Jalan Kartini, dan kawasan Teluk Betung
- Zona wisata hiburan malam di kawasan Bumi Waras dan Panjang di sepanjang Jalan Yos
Sudarso.
- Zona wisata budaya di kawasan cagar budaya Situr Keratuan Balau, Negeri Olok Gading,
museum lampung, dan lainnya.
2. Pengembangan lahan terbangun dengan koefisien dasar bangunan (KDB) kecil (<40%) bagi wisata
man made di kawasan lindung Kota Bandar Lampung.
3. Mengembangkan kawasan jasa industri pariwisata berupa hotel, restoran, oleh-oleh, dan hiburan
lainnya.
4. Memenuhi kebutuhan jaringan prasarana dan sarana pada kawasan wisata
5. Mengembangkan industri kreatif pendukung kegiatan wisata. Diperlukan studi khusus untuk
mengembangkan industri kreatif di Bandar Lampung
6. Membentuk Bandar Lampung Tourism Information Centre (TIC), event-event wisata, serta promosi
wisata lainnya.

4.2.6 Ruang Terbuka Non Hijau (RTNH)


Lokasi Ruang Terbuka Non Hijau yang akan disediakan berdasarkan UU 26/2007 tidak ada aturan khusus
yang mengatur penyediaan maksimalnya dalam konteks penyediaan, akan tetapi ada beberapa aturan
atau standar yang memberikan arahan secara fungsional kebutuhan luasan ruang terbuka non hijau
(RTNH)untuk setiap fungsi aktivitasnya.

Arahan Pengembangan Ruang Terbuka Non Hijau ruang terbuka non hijau (RTNH)Kota Bandar Lampung
yaitu:
- Mengoptimalkan Lapangan Enggal dan Lapangan Merah menjadi RTNH berfungsi sebagai cadangan
pengembangan.
- Mengoptimalkan Kawasan PKOR menjadi ruang terbuka non hijau (RTNH) dengan tipologi Plasa yang
akan mempunyai fungsi untuk bersosialisasi dan dalam keadaan darurat bisa dimanfaatkan sebagai
ruang evakuasi bencana alam.
- Untuk mendukung pengembangan konsep TOD (Transit Oriented Devlopment ) Pengembangan ruang
terbuka non hijau (RTNH) untuk lahan parkir diarahkan di sekitar kawasan Terminal Pasar Bawah,
Ruko-Ruko disekitar Ramayana;
- Ruang terbuka non hijau juga diarahkan untuk dikembangkan di kawasan pengembangan penataan
pesisirdi Teluk Betung Selatan berupa plasa dan convention center.
- Pembangunan sarana publik, perkantoran, perdagangan dan jasa, harus menyediakan lahan parkir
sesuai dengan ketentuan umum peraturan zonasi dan zoning regulation masing-masing bagian
wilayah kota (BWK);
- Penyediaan ruang terbuka non hijau (RTNH)bagi publik juga dapat memanfaatkan jaringan jalan
utama kota dengan memberlakukan kawasan bebas kendaraan bermotor pada hari libur dan jam-
jam tertentu. Beberapa jalan yang dimanfaatkan antara lain Jalan Kartini, Jalan Kotaraja, Jalan
Raden Intan, Jalan Jenderal Ahmad Yani, Jalan Jenderal Sudirman (batas persimpangan Jalan
Gajah Mada)

Arahan RTNH Pada Fungsi Tertentu


a. Pemakaman
Sesuai dengan Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan ruang terbuka hijau (RTH), disebutkan
bahwa tiap makam pada Tempat Pemakaman Umum (TPU) tidak diperkenankan untuk diperkeras.
Oleh dasar itulah maka ruang terbuka non hijau (RTNH) pada TPU hanya terbatas pada area parkir
dan jalur sirkulasi.
Penyediaan ruang terbuka non hijau (RTNH) pada TPU untuk area parkir dapat disesuaikan dengan
standar kebutuhan parkir yang berlaku di daerah bersangkutan, untuk fungsi pemakaman yang
diperhitungkan dari skala pelayanan TPU-nya. Sedangkan penyediaan ruang terbuka non hijau
(RTNH) untuk jalur sirkulasi disesuaikan dengan kebutuhan luasan sirkulasi sesuai dengan rencana
pengaturan makam, dengan pendekatan luasan yaitu maksimal 20% dari luas tempat pemakaman
umum (TPU).
b. Tempat Penampungan Sementara (TPS) Sampah
Berdasarkan SNI No. 03-1733 tahun 2004 tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan
di Perkotaan diarahkan kebutuhan penyediaan prasarana persampahan pada suatu wilayah atau
kawasan. Mengacu pada arahan tersebut dapat diketahui luas ruang terbuka, luas ruang terbuka
hijau dan luas ruang terbuka non hijau pada lingkungan bangunan tersebut,dengan perhitungan
sebagai berikut:
Tabel 4.21
Standar Luas Penyediaan RT pada Bangunan Ibadah

Kebutuhan per
Jml Satauan Sarana Luas Luas
Standar Luas RT
No Jenis Sarana Pddk Luas Luas RTH RTNH
(m2/jiwa) (m2)
(Jiwa) Lantai Lahan (M2) (M2)
Min (m2) Min (m2)
1 Mushola / Langgar 250 45 100 0.36 55 KDHX55 (100%-KDH)X55
2 Masjid Warga (RW) 2500 300 600 0.24 300 KDHX300 (100%-KDH)X300
Kebutuhan per
Jml Satauan Sarana Luas Luas
Standar Luas RT
No Jenis Sarana Pddk Luas Luas RTH RTNH
(m2/jiwa) (m2)
(Jiwa) Lantai Lahan (M2) (M2)
Min (m2) Min (m2)

Masjid Lingkungan
3 30000 1800 3600 0.12 1800 KDHX1800 (100%-KDH)X1800
Kelurahan
 
4 Masjid Kecamatan 120000 3600 5400 0.03 1800 KDHX1800 (100%-KDH)X1800
5 Sarana Ibadah Tergantung
Agama Lain system  Tergantung  Tergantung
kekerabatan/ kebiasaan kebiasaan
hirarki lembaga setempat setempat        
Sumber : SNI No.03-1733 2004

Tabel 4.22
Standar Luas Penyediaan RT pada Prasarana Persampahan
Luas RTNH Jenis
Lingkup Prasarana Keterangan
(M2) RTNH
Prasarana
Sarana Pelengkap Status Dimensi
Rumah (5 jiwa) Tong Sampah Pribadi          
Gerobak sampah TPS 2M3 Jarak bebas Gerobak    
RW (2500 jiwa)
Bak Sampah Kecil   6M3 TPS dengan Mengangkut 6  
Kelurahan Gerobak sampah TPS 2M3 Lingkungan Gerobak    
(30000 jiwa) Bak Sampah besar   12M3 Hunian Mengangkut 8  
Kecamatan Mobil Sampah TPS/TPA   minimal Gerobak    
(120000jiwa) Bak Sampah besar Lokal 25M3 30m Mengangkut 125  
Bak Sampah akhir        
 
 
Kota  
(>480000 jiwa) TPA  
Tempat daur ulang        
sampah          
Sumber : SNI No.03-1733 2004

Arahan RTNH Lahan Parkir


Persyaratan dan kriteria penyediaan lahan parkir pada dasarnya diarahkan sebagai acuan pengembangan
lingkungan permukiman dalam skala besar untuk menunjang aksesbilitas trasportasi umum lokal.
a. Lahan Parkir berdasarkan skala lingkungan dengan pendekatan batasan administratif
Berdasarkan SNI no. 03-1733-2004, baik pada tiap unit RT (250 penduduk), unit RW (2.500
penduduk), unit kelurahan (30.000 penduduk) maupun unit kecamatan (120.000 penduduk)
disediakan lahan parkir umum yang sekaligus dapat digunakan untuk tempat mangkal sementara
bagi kendaraan umum.

Pada malam hari, lahan parkir ini dapat digunakan sebagai tempat pool kendaraan penghuni
ataupun kegiatan lain untuk menunjang kebutuhan masyarakat di sekitar lingkungan yang
bersangkutan, misalnya penjual makanan kaki lima. Lokasi dan besaran luas yang disyaratkan
untuk lahan parkir ini adalah sebagai berikut:
1. Pada penyediaan lahan parkir umum untuk area permukiman skala
RT (250 penduduk) lokasinya diarahkan pada setiap pusat lingkungan permukiman pada skala
RT, dengan standar penyediaan 100m2, dan penggunaannya yang juga sekaligus berfungsi
sebagai pangkalan sementara kendaraan angkutan publik.
2. Pada penyediaan lahan parkir umum untuk area permukiman skala RW (2.500 penduduk)
lokasinya diarahkan pada setiap pusat lingkungan permukiman pada skala RW, dengan
standar penyediaan 400m2, dan penggunaannya yang juga sekaligus berfungsi sebagai
pangkalan sementara kendaraan angkutan publik.
3. Pada penyediaan lahan parkir umum untuk area permukiman skala kelurahan (30.000
penduduk) lokasinya diarahkan pada setiap pusat lingkungan permukiman pada skala
kelurahan, dengan standar penyediaan 2.000m2, dan dipisahkan dengan terminal wilayah
kelurahan (seluas 1.000 m2) dan pangkalan oplet/angkot (seluas 200 m2).
4. Pada penyediaan lahan umum untuk area permukiman skala kecamatan (120.000 penduduk)
lokasinya diarahkan pada setiap pusat lingkungan permukiman pada skala kecamatan, dengan
standar penyediaan 4.000 m2, dan dipisahkan dengan terminal wilayah kecamatan (seluas
2.000 m2) dan pangkalan oplet/angkot (seluas 500 m2).
5. Besaran yang terdapat pada area RT, RW, kelurahan dan kecamatan ini belum termasuk
penyediaan lahan parkir yang diperuntukkan bagi bangunan sarana lingkungan pada tiap unit
baik RW, kelurahan maupun kecamatan.
6. Lokasi lahan parkir untuk lingkungan permukiman ini ditempatkan pada area strategis
sehingga pembatasan aksesibilitasnya hanya khusus bagi penghuni atau penunjang
kebutuhan penghuni, misalnya perletakan di area pintu masuk area permukiman.
7. Luas lahan parkir ini sangat bergantung tidak hanya pada jumlah pemilikan kendaraan,
melainkan juga pada perencanaan karakter dari kompleks itu sendiri. Sebagai acuan umum
luas parkir untuk area permukiman.
b. Lahan Parkir Berdasarkan Pusat-pusat Kegiatan
Lokasi lahan parkir untuk pusat-pusat kegiatan dapat didesain baik dengan dikelompokkan atau
menyebar disetiap pusat kegiatan tergantung pada perencanaan. Beberapa persayaratan khusus
yang harus dipenuhi:
- Lahan parkir merupakan fasilitas pelengkap dari pusat kegiatan, sehingga sedapatnya
sedekat mungkin dengan pusat kegiatan yang dilayani.
- Lokasi parkir harus mudah diakses/dicapai dari/ke pusat-pusat kegiatan tanpa gangguan
ataupun memotong arus lalu lintas jalan utama
- Lahan parkir harus memiliki hubungan dengan jaringan sirkulasi pedestrian secara langsung.
- Lokasi parkir harus mudah terlihat dan dicapai dari jalan dekat
Perhitungan luas lahan parkir pada area pusat kegiatan ditentukan oleh beberapa faktor penentu,yaitu:
- Jumlah pemilikan kendaraan
- Jenis kegiatan dari pusat kegiatan yang dilayani
- Sistem pengelolaan parkir
Dengan demikian besaran luas parkir akan berbeda-beda tergantung pusat kegiatan yang
dilayaninya. Untuk kebutuhan perhitungan, dasar perhitungan jumlah pemilikan kendaraan adalah
60 mobil setiap 1000 penduduk. Sedangkan standar besaran luas parkir yang umumnya dipakai
untuk setiap pusat kegiatan yaitu:

Arahan RTNH Lingkungan Bangunan Komersial


Berdasarkan SNI No. 03-1733 tahun 2004 tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di
Perkotaan diarahkan kebutuhan penyediaan bangunan komersial pada suatu wilayah atau kawasan.
Mengacu pada arahan tersebut dapat diketahui luas ruang terbuka, luas ruang terbuka hijau dan luas
ruang terbuka non hijau pada lingkungan bangunan tersebut.

Arahan RTNH LingkunganSosial dan Budaya


Berdasarkan SNI No. 03-1733 tahun 2004 tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di
Perkotaan diarahkan kebutuhan penyediaan bangunan sosial budaya pada suatu wilayah atau kawasan.
Mengacu pada arahan tersebut dapat diketahui luas ruang terbuka, luas ruang terbuka hijau dan luas
ruang terbuka non hijau pada lingkungan bangunan tersebut.

Tabel 4.23
Standar Luas Penyediaan RT Pada Bangunan Komersial
Kebutuhan per
Jml Satauan Sarana Standar Luas Luas Luas
No Jenis Sarana Pddk Luas Luas (m2/ RT RTH RTNH
(Jiwa) Lantai Lahan jiwa) (m2) (M2) (M2)
Min (m2) Min (m2)
1 Toko/Warung 250 50 100 (bila 0.4
50 (100%-KDH)X50
(Termasuk berdiri KDHX50
   
Gudang) sendiri)
2 Pertokoan 6000 1200 3000 0.5 1800 KDHX50 (100-kdh)x 100
Pusat Pertokoan+
3 30000 13500 10000 0.33
Pasar Lingkungan
Pusat Perbelanjaan
4 120000 36000 3600 0,300
dan Niaga (Toko +pasar+      
         
bank+kantor)
Sumber : SNI No.03-1733 2004

Tabel 4.24
Standar Luas Penyediaan RT Pada Bangunan Sosial Budaya

Kebutuhan per
Satauan Sarana
Jml Standar Luas Luas Luas
Jenis Sarana
No Pddk Luas Luas (m2/ RT RTH RTNH
(Jiwa) Lantai Lahan jiwa) (m2) (M2) (M2)
Min (m2) Min (m2)
Balai warga/
1 2500 150 300 0.12 150 KDHX150 (100%-KDH)X150
Balai Pertemuan
Balai Serbaguna/
2 30000 250 500 0.017 250 KDHX250 (100%-KDH)X250
Balai Karang Taruna
3 Gedng Serbaguna 1500 1500 3000 0.025 1500 KDHX1500 (100%-KDH)X1500
4 Gedung Bioskop 1000 1000 2000 0.017 1000 KDHX1000 (100%-KDH)X1000
Sumber : SNI No.03-1733 2004

Arahan RTNH Lingkungan Bangunan Pendidikan


Berdasarkan SNI No. 03-1733 tahun 2004 tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di
Perkotaan diarahkan kebutuhan penyediaan bangunan pendidikan pada suatu wilayah atau kawasan.
Mengacu pada arahan tersebut dapat diketahui luas ruang terbuka,luas ruang terbuka hijau dan luas
ruang terbuka non hijau pada lingkungan bangunan tersebut, dengan perhitungan sebagai berikut:

Tabel 4.25
Standar Luas Penyediaan RT Pada Bangunan Pendidikan
Kebutuhan per
Satauan Sarana
Jml Luas Luas
Jenis Standar Luas RT
No Pddk Luas Luas RTH RTNH
Sarana (m2/jiwa) (m2)
(Jiwa) Lantai Lahan (M2) (M2)
Min (m2) Min (m2)
216
1 TK 1250 (termasukrumah 500 0.28 284 KDHx284 (100%-KDH)X284
penjaga36 m2)
2 SD 1600 633 2000 1.25 1367 KDHX1367 (100%-KDH)X1367
3 SLTP 4800 2282 9000 1.88 6718 KDHX6718 (100%-KDH)X6718
4 SLTA 4800 3835 12500 2.6 8665 KDHX8665 (100%-KDH)X8665
Taman
5 2500 72 150 0.09 78 KDHX78 (100%-KDH)X78
Bacaan
Sumber : SNI No.03-1733 2004

Arahan RTNH Sarana Olah Raga


Berdasarkan SNI No. 03-1733 tahun 2004 tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di
Perkotaan diarahkan kebutuhan penyediaan sarana olahraga pada suatu wilayah atau kawasan. Mengacu
pada arahan tersebut dapat diketahui luas ruang terbuka, luas ruang terbuka hijau dan luas ruang terbuka
non hijau pada lingkungan bangunan tersebut, dengan perhitungan sebagai berikut:
Tabel 4.26
Standar Luas Penyedian RT pada Sarana Olah raga
Kebutuhan per
Jml Satauan Sarana Luas Luas
Standar Luas RT
No Jenis Sarana Pddk RTH RTNH
(m2/jiwa) (m2)
    (Jiwa) Luas (M2) (M2)
   
  Lahan    
Min (m2)

1 Taman/Tempat 250 250 1000 250 KDHX250 (100%-KDH)X250


  Bermain (RT)      
2 Taman/Tempat 2500 1250 0.5 1250 KDHX1250 (100%-KDH)X1250
  Bermain (RW)      
3 Taman dan 30000 9000 0.3 9000 KDHX9000 (100%-KDH)X9000
  Lap.Olah raga      
  Kelurahan      
4 Taman dan 120000 24000 0.2 24000 KDHX24000 (100%-KDH)X24000
  Lap.Olah raga      
  Kecamatan      
5 Jalur Hijau   15m    
6 Pemakaman 120000          
Sumber : SNI No.03-1733 2004

Arahan RTNH Lingkungan Bangunan Kesehatan


Berdasarkan SNI No. 03-1733 tahun 2004 tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di
Perkotaan diarahkan kebutuhan penyediaan bangunan kesehatan pada suatu wilayah atau kawasan.
Mengacu pada arahan tersebut dapat diketahui luas ruang terbuka,luas ruang terbuka hijau dan luas
ruang terbuka non hijau pada lingkungan bangunan tersebut, dengan perhitungan sebagai berikut:

Tabel 4.27
Standar Luas Penyediaan RT Pada Bangunan Kesehatan
Kebutuhan per
Jml Satauan Sarana Luas Luas
Standar Luas RT
No Jenis Sarana Pddk Luas Luas RTH RTNH
(m2/jiwa) (m2)
(Jiwa) Lantai Lahan (M2) (M2)
Min (m2) Min (m2)
1 Posyandu 1250 36 60 0.048 24 KDHX24 (100%-KDH)X24
2 Balai 2500 150 300 0.12 150 KDHX150 (100%-KDH)X150
  Pengobatan              
3 BKIA/Klinik 30000 1500 3000 0.1 1500 KDHX1500 (100%-KDH)X1500
  Bersalin              
4 Puskesmas 30000 150 300 0.006 150 KDHX150 (100%-KDH)X150
  Pembantu              
5 Puskesmas 120000 420 1000 0.008 580 KDHX580 (100%-KDH)X580
  Induk              
6 Tempat 5000 18          
  Praktek Dokter              
7 Apotek 30000 120 250 0.025 130 KDHX130 (100%-KDH)X130
Sumber : SNI No.03-1733 2004

Ketentuan Persyaratan RTNH adalah sebagai berikut:


 Penyedian ruang terbuka non hijau (RTNH) harus disesuaikan dengan peruntukan tata ruang
(RTRW Kota /RTR/RDTR/RTR Kawasan strategis Kota/Rencana Induk ruang terbuka non hijau
(RTNH)) yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah Setempat
 Penyedian dan pemanfaatan ruang terbuka non hijau (RTNH) publik yang dilaksanakan oleh
pemerintah disesuaikan dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku
 Penyedian dan pemanfaatan ruang terbuka non hijau (RTNH) privat yang dilaksanakan oleh
masyarakat termasuk pengembang disesuaikan dengan ketentuan perijinaan pembangunan
 Pemanfaatan ruang terbuka non hijau (RTNH) untuk penggunaan lain seperti pemasangan reklame
(Billboard) atau reklame 3 dimensi, harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a) Mengikuti peraturan dan ketentuan yang berlaku pada masing-masing daerah;
b) Tidak menyebabkan gangguan terhadap pertumbuhan tanaman misalnya menghalangi
penyinaran matahari atau pemangkasan tanaman yang dapat merusak keutuhan bentuk tajuknya
c) Tidak menggangu kualitas visual dari ruang terbuka non hijau (RTNH);
d) Memperhatikan aspek keamanan dan kenyamanan pengguna ruang terbuka non hijau (RTNH);
e) Tidak menggangu fungsi social,ekologis dan arsitektural
4.2.7 Ruang Evakuasi Bencana
Ruang evakusi bencana adalah sebuah ruang yang disediakan untuk masyarakat yang terkena bencana
dalam kondisi darurat, sesuai dengan kebutuhan antisipasi bencana karena memiliki kelenturan dan
kemudahan modifikasi sesuai dengan kondisi bentuk lahan disetiap lokasi.

Ruang yang dipersiapkan sebagai tempat sementara evakuasi para korban bencana,harus memiliki
tingkat keamanan yang lebih terjamin,serta mempunyai akses yang cukup tinggi/terjangkau oleh bantuan
dari luar daerah.

Kriteria pentuan lokasi ruang evakuasi bencana disesuaikan antara lain dengan:
a. Jenis dan resiko bencana
b. Skala pelayanan ruang evakuasi bencana
c. Daya tampung dan daya dukung ruang evakuasi bencana

Rencana penyediaan dan pemanfaatan ruang dan prasarana evakuasi bencana, sekurang-kurangnya
mencakup:
a. Potensi bencana dan analisis kemungkinanya
b. Penentuan ruang-ruang evakuasi pada zona aman yang diperuntukan untuk penyelamatan
c. Bangunan-bangunan penyelamat yang direncanakan sebagai bangunan penyelamat pada zona
rawan, yang diperuntukkan bagi pihak yang tidak sempat melakukan penyelamatan ke zona aman
d. Rencana jalur evakuasi masyarakat kota menuju zona aman,serta rencana pengembangan
prasarana penunjangnya (jalan,jembatan,angkutan evakuasi)

Arahan rencana kawasan ruang evakuasi bencana jika terjadi bencana adalah :
- Optimalisasi pemanfaatan kawasan ruang terbuka hijau dan ruang terbuka hijau dan non hijau berupa
taman kota seperti lapangan Korpri, Taman Dwipangga, Lapangan Saburai, sekolah-sekolah terdekat
yang dianggap aman, Taman Masjid Al Furqon, Bukit Cerpung, Bukit Hatta, Bukit Kunyit, Bukit
Pidada, Bukit Serampok, Bukit Way Pangpangan, parkir atau area khusus yang dibuat untuk
menyelamatkan diri dan melengkapinya dengan sarana utilitas yang memadai.
- Adanya jalur evakuasi berupa jalur penyelamatan (escape road) adalah jalan-jalan kota yang
dikembangkan/direncanakan sebagai jalur pelarian ke bukit/ bangunan penyelamtan di wilayah yang
aman apabila terjadi bencana alam (gempabumi, tsunami dan banjir)
- Akses pencapaian ke kawasan ruang evakuasi bencana.

4.2.8 Kegiatan Sektor Informal


Dalam menghadapi kondisi eksisting perlu adanya rencana penyediaan dan pemanfaatan prasarana dan
sarana sektor informal diarahkan untuk dapat memberikan layanan prasarana bagi kegiatan sektor
informal di perkotaan sebagai bagian dari kegiatan sektor informal di perkotaan sebagai bagian dari
kegiatan yang ada dalam wilayah kota.

Arahan rencana Pengelolaan Penataan kegiatan sektor informal antara lain:


- Integrasi pedagang kaki lima (PKL) dan kegiatan pedagang kaki lima (PKL) dan sektor formal, yaitu
pembangunan kegiatan sektor formal baru wajib menyediakan ruang bagi pedagang kaki lima (PKL),
dan kompensasi/insentif bagi kegiatan sektor formal yang menampung pedagang kaki lima (PKL).
- Perlindungan fungsi Publik yaitu pemisahan fungsi ruang dengan tegas
- Pertimbangan keselamatan dan kenyamanan pedagang kaki lima (PKL) dan konsumen (jalur
lambat,parkir,dll)
- Minimasi eksternalitas seperti macet,sampah, pengaturan waktu,dll.
- Dilakukannya penataan bersamaan dengan kegiatan sektor formal melalui pemberian ruang terbuka
khusus kepada sektor informal.
- Perencanaan pedestrian dengan standard minimal lebar sekurang-kurangnya 5 meter, dimana lebar
area berjualan maksimal 3 meter sehingga lebar sisanya bisa digunkan untuk jalur pejalan kaki, dan
apabila kurang dari standard ini tidak diperkenankan untuk kegiatan sektor informal, dengan
demikian kegiatan sektor informal seperti pedagang kaki lima (PKL) tidak menggunakan bahu jalan
untuk berjualan dan tidak mengganggu sirkulasi pejalan kaki.
- Arahan desain untuk pedagang kaki lima (PKL) sebaiknya ekonomis, praktis, movable,estetis dan
fungsional.
- Pengenaan retribusi bagi PKL di lokasi tertentu dan pengaturan waktu berdagangdimana
izindiprioritaskan untuk PKL yang memiliki KTP dalam wilayah tersebut

Untuk kepentingan Kota Bandar Lampung agar penataan pedagang kaki lima (PKL) benar-benar
komprehensif, maka perlu diperhatikan :
1. Keberadaan pedagang kaki lima (PKL)
pada dasarnya bukanlah semata-mata beban atau gangguan bagi keindahan dan ketertiban kota,
namun yang harus digali adalah :
- pedagang kaki lima (PKL) adalah sebuah potensi yang terpendam, yang bila dikelola dengan
bijak dan baik dapat menjadi sumber pemasukan bagi PAD Kota Bandar Lampung
2. Pedagang kaki lima (PKL) tidak bisa dibiarkan lepas kendali, melainkan ditata agar tidak
mengganggu ketertiban dan keindahan kota, seperti:
- Upaya menata pedagang kaki lima (PKL) harus melibatkan pihak swasta atau dunia usaha,
khususnya pusat-pusat kegiatan ekonomi yang berskala besar seperti pasar modern, pusat
perkantoran, Plaza atau mall seta zona industri. Kegiatan ekonomi tersebut secara tidak
langsung merupakan salah satu lokasi potensial timbulnya pedagang kaki lima (PKL).
- Agar upaya penataan pedagang kaki lima (PKL) dapat berjalan maksimal maka tidak harus
mengorbankan kepentingan pedagang kaki lima (PKL). Untuk itu perlu adanya penyusunan
segera Perda yang mengatur peran serta swasta dalam upaya penataan pedagang kaki lima
(PKL)
- Setiap mall atau pusat perkantoran dan kegiatan komersial lainnya, diwajibkan menyediakan
sebagaian dari luas lahan mereka untuk menampung pedagang kaki lima (PKL), Kemudian
ditetapkan tarif sewa tertentu yang menguntungkan bagi kedua belah pihak
3. Untuk menghilangkan perkembangan jumlah pedagang kaki lima (PKL) yang berlebihan disarankan
agar Pemkot melibatkan peran aparat tingkat Kelurahan dan Kecamatan.
4. Sifat pedagang kaki lima (PKL) adalah selalu hadir di pusat-pusat keramaian seperti plaza mall dan
sejenisya. Untuk menghilangkan kesemerawutan yang ada sampai saat ini tidak terlalu mengumpul
di pusat kota, maka disarankan agar Pemkot segera mengambil kebijakan-kebijakan menyebar
pusat-pusat keramaian.Sehingga kegiatan sektor informal tidak berada di pusat kota saja.
5. Untuk mengalihkan dan menampung pedagang kaki lima (PKL) yang terlalu menganggu ruang
publik, maka yang bisa dijadikan alternative adalah pasar.
Namun perlu disadari tidak semua pedagang kaki lima (PKL) mau dipindahkan kedalam pasar,
karena itu semua tergantung pada jenis barang dagangan yang diperjual belikan para pedagang
kaki lima (PKL). Bentuk relokasi pedagang kaki lima (PKL) ini antara lain bisa berupa pembangunan
pasar senta pedagang kaki lima (PKL).
6. pedagang kaki lima (PKL) yang berada di bahu jalan perlu adanya penertiban, dimana pedagang
kaki lima (PKL) hanya boleh menggunakan jalur pedestrian yang memiliki lebar sekurang-kurangnya
5 meter dan tidak lagi menggunakan bahu jalan. Jika lebar jalan pedestrian kurang dari 5 meter
maka keberadaan pedagang kaki lima (PKL) tidak diperkenankan untuk berjualan pada area
tersebut.
7. Hanya berlaku pemilik KTP dalam wilayah (tiap wilayah perlu menyediakan ruang untuk pedagang
kaki lima (PKL)), ini dilakukan untuk menimalisir keberadaan jumlah pedagang kaki lima (PKL) yang
ada.
8. Penetapan standard dan klasfikasi luas lahan/lantai pedagang kaki lima (PKL)Pengaturan waktu
kegiatan untuk jenis pedagang kaki lima (PKL) dan /atau lokasi
9. Pengaturan jenis dagangan

4.2.9 Kawasan Peruntukan Lainnya


Kawasan peruntukan lainnya meliputi antara lain: pertanian, perikanan, pertambangan, pelayanan umum
(Pendidikan, kesehatan, peribadatan,serta keamanan dan keselamatan), militer dan lainnya yang sesuai
dengan fungsi kota.

4.2.9.1 Kawasan minapolitan


Kawasan minapolitan di Kota Bandar Lampung diarahkan di kawasan pesisir di Lempasing dan Pulau
Pasaran Kecamatan Teluk Betung Timur. Jenis perikanan yang diterapkan berupa perikanan air laut dan
air tawar, arahan pengembangan perikanan untuk meningkatkan usaha perikanan dan pengembangan
ekonomi rakyat masyarakat Kota Bandar Lampung khususnya masyarakat pantai yaitu:
- Peningkatan produksi perikanan untuk memenuhi kebutuhan gizi Kota Bandar Lampung serta
meningkatkan ekspor melalui usaha budidaya perikanan khususnya di wilayah pesisir antara alain:
a. Pengembangan sarana dan prasarana
b. Pengembanganbudidaya perikanan tangkap dan perikanan air tawar
c. Perlindungan dan pengembangan perikanan rakyat dalam rangka meningkatkan pendapatan dan
taraf hidup petani berlandaskan kekuatan ekonomi rakyat.

Pengembangan kawasan perikanan tersebut juga akan didukung dengan rencana pengembangan
pelabuhan perikanan modern di Lempasing Kecamatan Teluk Betung Timur.

4.2.9.2 Kawasan pertambangan


Kawasan pertambangan di Kota Bandar Lampung diperuntukan untuk jenis pertambangan golongan C
berupa batu andesit, tanah urug, dan batu putih/hitam. Lokasi pertambangan dialokasikan di:
a. Komoditas batuan (batu andesit), 78,84 Ha, 105◦18’48.996” - 105◦19’29.712”BT dan
-5◦26’50.892” - -5◦27’15.624” LS, Kelurahan Way Laga, Kecamatan Sukabumi
b. Komoditas batuan (tanah urug, batu putih/hitam), 29,1 Ha, 105◦19’13.512” - 105◦19’52.968”BT
dan -5◦24’35.028” - -5◦24’57.528” LS, Kelurahan Campang Raya, Kecamatan Sukabumi
c. Komoditas batuan (batu andesit, tanah urug), 5,32 Ha, 105◦19’2.712” - 105◦19’10.128”BT dan
-5◦26’30.588” - -5◦26’42.396” LS, Kelurahan Way Laga, Kecamatan Sukabumi

Arahan pengelolaan kawasan pertambangan adalah sebagai berikut:


a. pengembangan kawasan pertambangan dilakukan dengan mempertimbangkan potensi bahan
tambang, kondisi geologi dan geohidrologi dalam kaitannya dengan kelestarian lingkungan, dan
keserasian perkembangan wilayah;
b. pengelolaan kawasan bekas penambangan harus direhabilitasi/reklamasi sesuai dengan zona
peruntukkan yang ditetapkan, dengan menyimpan dan mengamankan tanah atas untuk
keperluan rehabilitasi/reklamasi lahan bekas penambangan, penimbunan tanah subur sehingga
menjadi lahan yang dapat digunakan kembali sebagai kawasan hijau, ataupun kegiatan budidaya
lainnya dengan tetap memperhatikan aspek kelestarian lingkungan hidup; dan
c. pengembangan kawasan pertambangan harus dilakukan sesuai dengan peraturan perundangan
yang berlaku.

4.2.9.3 Peruntukan pelayanan umum


1. Pendidikan
Dalam hal pendidikan, Kota Bandar Lampung diharapkan mampu berperan sebagai pusat pendidikan
khusunya pendidikan tinggi wilayah Provinsi Lampung. Mempertimbangkan hal tersebut, maka rencana
pengembangan kawasan pendidikan Kota Bandar Lampung dilakukan sebagai berikut:
a) Mengarahkan pengembangan pendidikan tinggi/akademi dengan skala regional yang berada di
kawasan Gedong Meneng, Rajabasa dan Labuhan Ratu pada pola intensifikasi (tidak diperkenankan
ada pembangunan tempat pendidikan baru).
b) Pengembangan fasilitas pendidikan tinggi skala pelayanan regional perlu didukung dengan
penyediaan infrastruktur dan fasilitas pendukung yang memadai
c) Mengarahkan pengembangan sarana pendidikan tinggi skala regional di wilayah Sukarame dan
tersebar pada masing-masing subpusat pelayanan kota.
d) Pembangunan fasilitas pendidikan ditepi ruas jalan utama harus mempertimbangkan kelancaran
pergerakan pada ruas jalan tersebut
e) Untuk pendidikan dasar dan menengah diarahkan sebagai fasilitas pelayanan lokal, jadi fasilitas ini
akan dikembangkan di setiap BWK sebagai bagian dari fasilitas lingkungan dan bagian wilayah kota
f) Perencanaan Fasilitas pendidikan harus menyediakan ruang terbuka hijau (RTH), ruang terbuka non
hijau (RTNH) dan sumur peresapan
Tabel 4.28
Rencana Fasilitas Pendidikan
Kota Bandar Lampung Tahun 2030

2008EksistingJumlah

2030TahunKebutuhan

Fasilitas 2030Lebih/Kurang

(Ha)RencanaLuas
(Ha)LuasStandar
PddkStandar

Ket
No Jenis Arahan Lokasi

1 SD/MI 1600 0.2 333 113 220 Lebih 0 Tersebar di


setiap pusat
2 SLTP/MTS 4800 0.9 126 40 86 Lebih 0 lingkungan
3 SLTA/MA/SMK 4800 1.25 99 48 51 Lebih 0 dan BWK
Kecamatan
4 PT/AKADEMI 70000 3.3 20 30 10 Kurang 33.0 Sukarame
Sumber : Hasil Analisis, 2009
Selain rencana alokasi fasilitas pendidikan diatas, untuk meningkatkan mutu pelayanan yang diberikan
oleh fasilitas pendidikan baik untuk skala lokal maupun regional, arahan yang dapat dilakukan adalah
sebagai berikut :
- Meningkatkan kualitas bangunan melalui kegiatan rehabilitasi bangunan yang mengalami kerusakan
baik karena musibah bencana alam maupun faktor usia.
- Meningkatkan kualitas bangunan sekolah dari semi permanen menjadi permanen.
- Meningkatkan akesesibilitas menuju lokasi fasilitas pendidikan melalui penyediaan angkutan umum
dan pengembangan jaringan jalan.
- Meningkatkan kualitas lingkungan di sekitar kawasan pendidikan, melalui :
1. Rehabilitasi dan peningkatan mutu saluran drainase dari non permanen menjadi semi permanen
(pasangan batu kali) atau permanen untuk mencegah terjadinya bencana banjir yang dapat
mengganggu kegiatan belajar mengajar.
2. Peningkatan kualitas jaringan air bersih melalui pembangunan dan rehabilitasi jaringan air bersih.
3. Peningkatan kualitas jaringan air kotor melalui pembangunan dan rehabilitasi jaringan air kotor.
4. Pengembangan jaringan telekomunikasi untuk mencegah gaptek (gagap teknologi) pada para
siswa dan mempermudah masuknya informasi.
- Alokasi penambahan gedung SMP dan SMU sederajat tersebut tidak direkomendasikan dekat
dengan pusat-pusat keramaian seperti pasar.
2. Kesehatan
Rencana pengembangan kawasan pendidikan Kota Bandar Lampung dilakukan sebagai berikut:
- Meningkatkan pelayanan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Abdul Moeloek di Kecamatan
Tanjung Karang Pusat.
- Mengarahkan puskesmas rawat inap di masing-masing Bagian Wilayah Kota (BWK)
- Meningkatkan akesesibilitas menuju lokasi fasilitas kesehatan, terutama, BKIA atau RS Bersalin,
dan Puskesmas untuk mempermudah jangkauan; pelayanan melalui pengembangan sistem
transportasi;
- Meningkatkan kualitas lingkungan di sekitar fasilitas kesehatan;
- Meningkatkan sarana parasarana jaringan utilitas;
- Perencanaan dan pengembangan fasilitas kesehatan harus menyediakan ruang terbuka hijau
(RTH), Ruang terbuka non hijau (RTNH) dan sumur peresapan;
- Pembangunan fasilitas kesehatan seperti Rumah sakit diarahkan pada lokasi atau kawasan atau
ruas jalan utama serta tidak menimbulkan gangguan pada lingkungan;

Tabel 4.29
Rencana Fasilitas KesehatanKota Bandar Lampung Tahun2030
2008EksistingJumlah

2030TahunKebutuhan

Fasilitas 2030Lebih/Kurang

HaRencanaLuas
HaLuasStandar

Arahan lokasi
PddkStandar
Jenis

Ket
No

1 RSU 240000 5.54 12 9 -4 Lebih 0


2 Puskes Induk 120000 0.1 22 16 -6 Lebih 0
Kuran
3 Puskes Pemb 30000 0.03 57 62 5 g 0.16
Tersebar di setiap
Kuran
pusat lingkungan
4 Rmh Bersalin 30000 0.3 14 62 48 g 14.5
dan BWK
Kuran
5 Balai Pengobatan 2500 0.1 68 747 679 g 67.9
6 Apotek 30000 0.025 117 44 -73 Lebih 0
Sumber : Hasil Analisis, 2009

3. Prasarana Lainnya
Kantor Polisi
Standar kebutuhan untuk skala kota adalah 30.000 jiwa/unit. Jumlah kantor polisi yang ada saat ini adalah
19 unit, sedangkan jumlah yang dibutuhkan sampai akhir tahun rencana adalah 44 unit. Ini menunjukan
masih dibutuhkan sebnyak 25 unit, dengan demikian masih diperlukanya penambahan jumlah kantor polisi
di wilayah Kota Bandar Lampung.
Kantor Pos
Standar kebutuhan kantor pos adalah 120.000 jiwa per unit, jumlah kantor pos saat ini adalah sebanyak
18 unit. Sedangkan jumlah kebutuhan hingga akhir tahun rencana 2030 dibutuhkan 11 unit.
Ini menunjukan bahwa kebutuhan sarana kantor pos kelebihan 7 unit, jadi untuk sarana ini tidak perlu
adanya penambahan hanya pelayananya saja yang ditingkatkan.
Bank
Standar kebutuhan bank 120.000 jiwa/unit. Jumlah sarana bank yang ada saat ini berjumlah 83 unit yaitu
terdiri dari 34 Bank umum dan 49 unit merupakan cabang pembantu dari Bank umum yang ada, Kondisi
eksisting yang ada sudah cukup mampu melayani kebutuhan hingga akhir tahun perencanaan 2030.
Dengan demikian tidak perlu dilakukanya penambahan jumlah bank, arahan perencanaan hanya dengan
peningkatan pelayanan.

4.2.9.4 Peruntukan pertahanan


Peruntukan pertahanan adalah sebuah kawasan yang akan digunakan untuk melakukan kegiatan militer,
peruntukan kawasan militer antara lain :
 Komando Resimen Militer (KOREM) Garuda Hitam di Penengahan Kecamatan Kedaton;
 Kepolisian Daerah (Polda) Lampung di Kecamatan Teluk Betung Utara;
 Komando Distrik Militer (KODIM) di Kecamatan Tanjung Karang Barat;
 Kepolisian Kota Besar (Poltabes) Bandar Lampung di Kecamatan Tanjung Karang Pusat;
 Markas Komando (Mako) Brimob di Kecamatan Enggal;
 Komando Rayon Militer (KORAMIL) dan Kepolisian Sektor (Polsek) tersebar di tiap kecamatan;
 Kawasan Pusat Pendidikan dan Latihan Kepolisian di Kecamatan Kemiling Kota Bandar
Lampung; dan
 Kawasan pangkal pertahanan di sekitar Register 19 TAHURA WAR.

4.2.9.5 Peruntukan cadangan pengembangan


Kawasan peruntukan cadangan pengembangan merupakan lahan yang dapat dipergunakan untuk
berbagai kegiatan budi daya dengan tidak mengubah fungsi utama kawasan di sekitarnya. Lahan
cadangan pengembangan juga merupakan kawasan pengembangan terbatas yang dapat dikembangkan
menjadi kawasan perumahan, perdagangan dan jasa, industri, dan lainnya dengan memperhatikan aspek
lingkungan hidup dan keberlangsungan kota. Peruntukan cadangan pengembangan diantaranya
diarahkan di sekitar Kecamatan Sukabumi, Sukarame, Tanjung Senang, dan Teluk Betung Timur. Luas
rencana pola ruang kawasan lindung dan budi daya di Kota Bandar Lampung untuk kurun waktu 20 (dua
puluh) tahun mendatang dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 4.30
Rencana Alokasi Pola Ruang Kota Bandar Lampung
No Rencana Pola Ruang Luas (±Ha) Persentase
A Kawasan Lindung 5.943,55 30,14
A.1 Hutan Lindung 441,00 2,24
A.2 Resapan Air 3.001,28 15,22
A.3 Perlindungan Setempat 199,34 1,01
Sempadan Sungai 30,83 0,16
Sempadan Pantai 101,29 0,51
No Rencana Pola Ruang Luas (±Ha) Persentase
Sempadan Mata Air 39,28 0,20
Sempadan Rel Kereta Api 27,94 0,14
A.4 Ruang Terbuka Hijau 2.263,97 11,48
A.5 Cagar Budaya 27,56 0,14
Lindung Lannya (Padang
A.6 10,41 0,05
Lamun, Bakau, dll)
B Kawasan Budidaya 13.778,45 69,86
B.1 Perumahan 10.193,36 51,69
B.2 Perdagangan & Jasa 1.235,79 6,27
B.3 Perkantoran 114,85 0,58
B.4 Industri 403,93 2,05
B.5 Pariwisata 216,30 1,10
B.6 Peruntukan Lainnya 558,22 2,83
Minapolitan 37,79 0,19
Pertambangan 113,26 0,57
Pelayanan Umum 328,86 1,67
Pertahanan Keamanan 78,31 0,40
B.7 Cadangan Pengembangan 1.056,00 5,35
JUMLAH (A+B) 19.722,00 100,00
Sumber: Hasil Analisa, 2010.

You might also like