Professional Documents
Culture Documents
Bab 4 - Rencana Pola
Bab 4 - Rencana Pola
Bab 4 - Rencana Pola
Rencana penetapan kawasan hutan lindung bertujuan untuk menjaga kelestarian ekosistem kawasan
Register 19 TAHURA WAR yang memiliki peranan penting dalam menjaga ketersediaan air tanah,
mencegah erosi, dan banjir di wilayah hilir Bandar Lampung dan memberikan pasokan oksigen bagi Kota
Bandar Lampung. Rencana pengelolaan kawasan hutan lindung tersebut diantaranya adalah:
Menetapkan bagian Register 19 Tahura WAR Gunung Betung dan Register17 Batu Serampok
sebagai kawasan hutan lindung
Melakukan rehabilitasi dan reboisasi kawasan hutan lindung yang bekerjasama dan
berkoordinasi dengan Pemerintah Kabupaten Pesawaran, Pemerintah Kabupaten Lampung
Selatan dan Dinas Kehutanan Provinsi Lampung
Mengembangkan wisata ekologi yang terintegrasi dengan pengembangan kawasan wisata
Batuputu.
Arahan penetapan kawasan resapan air kota selain bertujuan untuk memberikan ruang yang cukup bagi
peresapan air hujan pada daerah resapan air tanah untuk keperluan penyediaan kebutuhan air juga
berfungsi untukmencegah terjadinya erosi, bencana banjir, sedimentasi, dan menjaga fungsi hidrolik tanah
untuk menjamin ketersediaan unsur hara tanah, air tanah, dan air permukaan. Oleh karenanya sesuai
dengan kondisi eksisting, maka rencana untuk melestarikan dan menjaga kawasan resapan air Kota
Bandar Lampung adalah sebagai berikut:
Menetapkan beberapa kawasan perbukitan dan gunung (lihat tabel 4.1) dan beberapa bagian
wilayah kota sebagai kawasan resapan air dan daerah tangkapan hujan ( catchmen area), yaitu
Kawasan Batu Putu di Kecamatan Teluk Betung Barat, Sukadanaham dan Susunan Baru di
Kecamatan Tanjung Karang Barat, Beringin Raya, Sumber Agung dan Kedaung di Kecamatan
Kemiling, Keteguhan dan Sukamaju di Kecamatan Teluk Betung Timur, dan kawasan bukit dan
gunung.
Melakukan reboisasi pada seluruh kawasan resapan air dengan menanam tanaman keras
Kegiatan perumahan yang telah ada dan memiliki izin diarahkan untuk dikendalikan secara
bertahap dengan memperhatikan kearifan lokal
Pemanfaatan ruang kawasan resapan air diatur dalam ketentuan umum peraturan zonasi
Kriteria kawasan untuk kawasan lindung untuk sempadan pantai yaitu daratan sepanjang tepian yang
lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik pantai, minimal 100 meter dari titik pasang tertinggi
kearah darat. Sempadan pantai mencakup daratan sepanjang tepian yang lebarnya proporsional dengan
bentuk dan kondisi fisik pantai:
Pada kawasan perkotaan dengan tinggi gelombang < 2 m lebar sempadan 30 – 75 meter dari
titik pasang tertinggi ke arah darat.
Pada kawasan perkotaan dengan tinggi gelombang > 2 m lebar sempadan 50 – 100 meter dari
titik pasang tertinggi ke arah darat.
Diluar kawasan perkotaan dengan tinggi gelombang < 2 m lebar sempadan 100 – 200 meter dari
titik pasang tertinggi ke arah darat.
Diluar kawasan perkotaan dengan tinggi gelombang > 2 m lebar sempadan 150 – 250 meter dari
titik pasang tertinggi ke arah darat.
Rencana pengelolaan kawasan sempadan pantai Kota Bandar Lampung akan meliputi seluruh garis
pantai Kota Bandar Lampung sepanjang 27,01 KM yang berfungsi sebagai buffer, mitigasi bencanadan
untuk menjaga keseimbangan serta ekosistem pesisir. Adapun rencana pengelolaannya adalah sebagai
berikut:
Menetapkan Garis Sempadan Pantai di Kota Bandar Lampung,yaitu 100 meter dari titik pasang
tertinggi ke arah darat. Termasuk Pulau Kubur, kecuali Pulau Pasaran
Melakukan revitalisasi kawasan hutan bakau/mangrove yang ada di sekitar kawasan Pantai Puri
Gading dan Pulau Kubur.
Melakukan penataan permukiman kumuh di kawasan pesisir dengan mengupayakan
pengembangunan rumah susun sehat sederhana di luar garis sempadan pantai atau penataan
permukiman dengan konsep rumah menghadap air.
Kegiatan budidaya yang yang diperkankan pada kawasan ini adalah kegiatan kepelabuhan,
dermaga, wisata pantai, dan permukiman nelayan, ruang terbuka non hijau , kegiatannelayan, dan
penelitian.
Pengembangan sarana prasarana wisata pantai dan pengembangan penataan kawasan pesisirdi
garis sempadan pantai (GSP) diarahkan dengan koefisien dasar bangunan (KDB) kecil maksimum
30%.
Selain pengembangan mangrove dan hutan bakau, perlu dikembangkan juga budidaya tanaman
kelapa yang berfungsi sebagai sabuk hijau dan atau konservasi hutan bakau. Pengembangan ini
diarahkan dari titik 0 – 30 meter GSP yang diarakan di sepanjang garis pantai Kota Bandar
Lampung, kecuali wilayah kepelabuhan Panjang.
Kegiatan industri eksisting masih diperkenankan dengan syarat memiliki instalasi pengolahan air
limbah terpadu dan memperhatikan kelestarian lingkungan hidup sekitarnya.
Membangun tanggul pemecah ombakdan sistem peringatan dini khususnya di kawasan permukiman
nelayan dan rencana pengembanganpenataan kawasan pesisir.
Arahan Rencana pelestarian kawasan sempadan sungai di Kota Bandar Lampung antara lain.
Menetapkan garis sempadan sungai di Kota Bandar Lampung adalah minimal 5 meter.
Menertibkan bangunan komersial yang berada pada garis sempadan sungai.
Permukiman eksisting yang ada pada garis sempadan sungai secara bertahap ditata dan
mengembangkan konsep rumah menghadap air (sungai).
Tidak diperkenankan untuk membuang sampah, limbah padat atau cair serta menata dan
mengelola saluran-saluran pembuangan limbah yang menuju badan sungai.
Melakukan konservasi lahan pada jalur kanan kiri sungai yang potensial erosi dan longsor.
Garis sempadan sungai pada sungai-sungai yang masih belum ada bangunannya ditetapkan
minimal 10 – 30 meter.
Pemanfaatan garis sempadan sungai diarahkan untuk kegiatan budidaya pertanian kota seperti
sayuran dan buah-buahan, pemancingan, dan wisata sungai.
Pelarangan pencemaran atau pembuangan sampah ke sempadan dan badan sungai untuk
pencegahan banjir dan kerusakan ekosistem.
Secara kuantitas akan berkurang jika penggunaan lahan rusak akibatnya vegetasi semakin jarang dan
dan akan mengurangi pasokan air. Secara kualitas, jika kawasan lindung di atasnya telah tercemar maka
secara langsung akan mencemari kawasan di bawahnya yang dibawa melalui material air (oleh
sungai/erosi).
Tabel 4.3
Rencana Pengelolaan Kawasan Sekitar Mata Air
Lereng / Rekomendasi
No Kecamatan Kelurahan Peruntukan
Mata Air Pengelolaan
1 Mata Air Rasuna Said Teluk Betung Utara Pangajaran Kawasan Lindung Reservoir PDAM
Sumber Mata Air Penghijauan
Pembatasan Kegiatan
Permukiman
Pelarangan pencemaran /
pembuangan sampah
2 Mata Air Tirto Sari Teluk Betung Utara Sumur Batu Kawasan Lindung Kawasan Lindung Radius
S\Umber Mata Air 200 Meter
Penghijauan
Pembatasan Kegiatan
Permukiman Dan Hotel
Reservoir PDAM
Pelarangan pencemaran /
pembuangan sampah
3 Mata Air Egaharap Kemiling Beringin Raya Kawasan Lindung Kawasan Lindung Radius
Sumber Mata Air 200 Meter
Penghijauan
Pembatasan Kegiatan
Permukiman
Reservoir PDAM
Pelarangan pencemaran /
pembuangan sampah
4 Mata Air Batu Putih Kemiling Beringin Raya Kawasan Lindung Kawasan Lindung Radius
Sumber Mata Air 200 Meter
Penghijauan
Pembatasan Kegiatan
Permukiman
Reservoir PDAM
Pelarangan
Penambangan
Pelarangan pencemaran /
pembuangan sampah
5 Mata Air Tanjung Aman Kemiling Beringin Raya Kawasan Lindung Kawasan Lindung Radius
Sumber Mata Air 200 Meter
Penghijauan
Pembatasan Kegiatan
Permukiman
Reservoir PDAM
Pelarangan pencemaran /
pembuangan sampah
6 Mata Air Way Laga Sukabumi Way Laga Kawasan Lindung Kawasan Lindung Radius
Sumber Mata Air 200 Meter
Penghijauan
Pembatasan Kegiatan
Permukiman
Reservoir PDAM
Pelarangan pencemaran /
pembuangan sampah
7 Mata Air Kali Belau Teluk Betung Selatan Talang Kawasan Lindung Kawasan Lindung Radius
Sumber Mata Air 200 Meter
Penghijauan
Pembatasan Kegiatan
Permukiman
Reservoir PDAM
Pelarangan pencemaran /
pembuangan sampah
Sumber: Hasil Pengamatan dan Analisa Konsultan, 2010.
4.1.3.4 Sempadan rel kereta api
Sempadan rel kereta api adalah kawasan kiri dan kanan rel kereta api, kawasan sempadan rel kereta api
bertujuan untuk melindungi kawasan rel kereta api ini dari aktivitas budidaya seperti permukiman
cenderung kumuh. Karakteristik kawasan permukiman di daerah kawasan sempadan rel kereta api pada
umumnya berada diatas lahan milik KAI/Negara, yang secara illegal digunakan penduduk untuk tinggal
sementara, permukiman ini bersifat tidak permanen atau semi permanen.
Arahan rencana pelestarian kawasan sempadan rel kereta api di Kota Bandar Lampung meliputi :
garis sempadan jalan rel kereta api adalah ditetapkan dari as jalan rel terdekat apabila jalan rel
kereta api itu lurus;
garis sempadan jalan rel kereta api yang terletak di tanah timbunan diukur dari kaki tanggul;
garis sempadan jalan rel kereta api yang terletak di dalam galian, diukur dari puncak galian tanah
atau atas serongan;
garis sempadan jalan rel kereta api yang terletak pada tanah datar diukur dari as jalan rel kereta api;
garis sempadan jalan rel kereta api pada belokan adalah lebih dari 23 m diukur dari lengkung dalam
sampai as jalan. Dalam peralihan jalan lurus ke jalan lengkung diluar as jalan harus ada jalur tanah
yang bebas, yang secara berangsur-angsur melebar dari jarak lebih dari 11 sampai lebih dari 23 m.
Pelebaran tersebut dimulai dalam jarak 20 m di muka lengkungan untuk selanjutnya menyempit lagi
sampai jarak lebih dari 11 m;
garis sempadan jalan rel kereta api sebagaimana dimaksud pada butir 1) tidak berlaku apabila jalan
rel kereta api terletak di tanah galian yang dalamnya 3,5 m;
garis sempadan jalan perlintasan sebidang antara jalan rel kereta api dengan jalan raya adalah 30 m
dari as jalan rel kereta api pada titik perpotongan as jalan rel kereta api dengan as jalan raya dan
secara berangsur-angsur menuju pada jarak lebih dari 11 m dari as jalan kereta api pada titik 600 m
dari titik perpotongan as jalan kereta api dengan as jalan raya;
Permukiman eksisting yang ada pada garis sempadan kereta api secara bertahap ditata dan
mengembangkan konsep rumah menghadap rel kereta api
Pemanfaatan garis sempadan rel kereta api diarahkan untuk pengembangan jalan dan ruang
terbuka terbuka hijau guna membatasi kegiatan masyarakat dengan jalan rel kereta api.
Tabel 4.4
Ketersediaan & Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau
Di Kota Bandar Lampung
Persentase
Standar Kebutuhan
No Jenis Luas (Ha) Pemenuhan Selisih (Ha) Keterangan
(Ha)
Eksisting
RTH Privat 10% dari
1 Luas Wilayah 19.722
luas wilayah
RTH Privat 20% dari
2 Luas RTH 2.319,09
luas wilayah
3 RTH Privat 289,70 1,47 1.972,20 1.682,50 Masih Kurang
4 RTH Publik 2.489,80 12,62 3.944,40 1.454,60 Masih Kurang
Total Kebutuhan 3.137,10
Sumber: - Pedoman Penyediaan & Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kawasan Perkotaan
- Dinas Pertanian&Peternakan Kota Bandar Lampung, BPN Kota Bandar Lampung, Hasil Analisa, 2009.
Pemenuhan ruang terbuka hijau Kota Bandar Lampung bertujuan untuk menjaga keseimbangan
ekosistem kota, menjaga dan meningkatkan kualitas lingkungan hidup, serta sebagai sarana publik
dengan fungsi sosial dan ekonomi. Oleh karenanya berdasarkan kondisi eksisting dan hasil analisa yang
telah dilakukan maka arah pengembangan dan pencapaian ruang terbuka hijau diprioitaskan pada
pencapaian ruang terbuka hijau (RTH) publik baru dengan arahan sebagai berikut:
1. Mempertahankan dan merevitalisasi ruang terbuka hijau (RTH) publik maupun privat eksisting
2. Mencanangkan Gerakan Bandar Lampung Menghijau (GELAM) melalui kegiatan penanaman
pohon pada lahan milik masyarakat, jalur hijau jalan, lahan fasilitas umum, dan tempat lainnya.
3. Mempertahankan kawasan hutan kota di Sukarame seluas 50Hadan menetapkan gunung-
gunung (lihat tabel 4.1) sebagai Hutan Kota
4. Melakukan konservasi dan revitalisasi pada kawasan lindung kota (Hutan Lindung dengan luas
kurang lebih 441 hektar, Gunung, Bukit, serta kawasan resapan air di Batuputu, Sukadanaham,
Beringin Raya, Kedaung Sumber Agung, Keteguhan, Sukamaju, dan Panjang dengan luas
kurang lebih 3.301,28 hektar).
5. Membangun ruang terbuka hijau (RTH) publik baru berupa taman lingkungan,taman kota, hutan
kota, pemakaman, garis sempadan, dan jalur hijau jalanyang meliputi median jalan, tepi jalan dan
taman persimpangan
6. Penghijauan pada permukiman padat dapat dilakukan dengan media terbatas (pot) dan lahan
pekarangan
7. Mengembangkan taman-taman di atap gedung, rumah, perkantoran, dan sarana publik lainnya
8. Kerjasama dengan masyarakat dan sektor swasta/dunia usaha dalam upaya pemenuhan ruang
terbuka hijau.
Tabel 4.5
Rencana Target Penyediaan RTH Publik Kota Bandar Lampung
Sampai Tahun 2030
1. TAMAN KELURAHAN
Jenis
Ruang hijau Fasilitas Vegetasi
Taman
Aktif 60–70% 1) lapangan terbuka 1) setidak-tidaknya 25 pohon (pohon
2) trek lari, lebar 5m panjang 325m sedang dan kecil)
3) WC umum 2) semak
4) 1 unit kios (jika diperlukan) 3) perdu
5) kursi–kursi taman 4) penutup tanah
Pasif 70 – 90% 1) sirkulasi jalur pejalan kaki, lebar 1,5–2 m 1) setidak-tidaknya 50 pohon ( pohon
2) WC umum sedang dan kecil)
3) 1 unit kios (jika diperlukan) 2) semak
4) kursi-kursi taman 3) perdu
4) penutup tanah
2. TAMAN KECAMATAN
Jenis
Ruang hijau Fasilitas Vegetasi
Taman
Aktif 60–70% 1) lapangan terbuka 1) setidak-tidaknya 50 pohon (pohon
2) lapangan basket sedang dan kecil)
3) lapangan volley 2) semak
4) trek lari, lebar 5 m panjang 325 m 3) perdu
5) WC umum 4) penutup tanah
6) parkir kendaraan termasuk sarana kios (jika
diperlukan)
7) kursi-kursi taman
Pasif 70–90% 1) sirkulasi jalur pejalan kaki, lebar 1,5–2 m 1) lebih dari 100 pohon tahunan (pohon
2) WC umum sedang dan kecil)
3) parkir kendaraan termasuk sarana kios (jika 2) semak
diperlukan) 3) perdu
4) kursi-kursi taman 4) penutup tanah
3. TAMAN KOTA
Jenis
Ruang hijau Fasilitas Vegetasi
Taman
70–80 % 1) lapangan terbuka 1) 150 pohon (pohon sedang dan kecil)
2) unit lapangan basket (14x26 m) semak
3) unit lapangan volley (15 x 24 m) 2) perdu
4) trek lari, lebar 7 m panjang 400 m 3) penutup tanah
5) WC umum
6) parkir kendaraan termasuk sarana kios (jika
diperlukan)
7) panggung terbuka
8) area bermain anak
9) prasarana tertentu: kolam retensi untuk
pengendali air larian
kursi
Sumber: Pedoman Penyediaan & Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kawasan Perkotaan
Departemen Pekerjaan Umum RI.
Berdasarkan hasil analisa kebutuhan oksigen penduduk, Kota Bandar Lampung membutuhkan minimal
1.548,40 Ha hutan kota. Strategi pemenuhan kebutuhan hutan kota akan terintegrasi dengan rencana
pencapaian ruang terbuka hijau sampai dengan tahun 2030. Secara spesifik beberapa kawasan yang
akan ditetapkan sebagai hutan kota adalah: Kawasan IAIN Raden Intan, Lapangan Golf Sukarame,
Kawasan SMA Negeri 12 Sukarame, Kawasan SMP Negeri 24 Sukarame, Gunung Sulah Sukarame,
Gunung Bakung Teluk Betung Barat, Gunung Banten Kedaton, Gunung Sulah, Bukit Kelutum Tanjung
Karang Timur, dan Gunung/Bukit lainnya sesuai dengan fungsi peruntukan pada tabel 4.1.
Tabel 4.9
Kebutuhan Hutan Kota Berdasarkan Kebutuhan Oksigen Penduduk
Di Kota Bandar Lampung
Konsumsi oksigen Kebutuhan
Kebutuhan Oksigen Hutan Kota
Tahun Penduduk (Jiwa) manusia/ hari Hutan Kota
(gram/hari) (M2)
(gram/ hari) (Ha)
2009 822.880 691.219.200 6.826.856 682,69
2010 879.651 738.906.840 7.297.845 729,78
840
2020 1.231.249 1.034.249.032 10.214.805 1.021,48
2030 1.866.380 1.567.758.980 15.484.039 1.548,40
Sumber: Hasil Analisa, 2009.
Pada jalur tanaman Peneduh a) ditempatkan pada jalur tanaman (minimal Kiara Payung (Filicium
tepi jalan 1,5 m dari tepi median); decipiens)
b) percabangan 2 m di atas tanah; Tanjung (Mimusops elengi)
c) bentuk percabangan batang tidak Angsana (Ptherocarphus
merunduk; indicus)
d) bermassa daun padat,
e) berasal dari perbanyakan biji
f) ditanam secara berbaris;
g) tidak mudah tumbang.
Penyerap polusi udara a) terdiri dari pohon, perdu/semak; Angsana (Ptherocarphus
b) memiliki kegunaan untuk meyerap udara; indicus)
c) jarak tanam rapat; Akasia daun besar (Accasia
d) bermassa daun padat. mangium)
Oleander (Nerium oleander)
Bogenvil (Bougenvillea Sp)
Teh-tehan pangkas
(Acalypha sp)
Peredam kebisingan a) terdiri dari pohon, perdu/semak; Tanjung (Mimusops elengi)
b) membentuk massa; Kiara payung (Filicium
c) bermassa daun rapat; decipiens)
d) berbagai bentuk tajuk. Teh-tehan pangkas
(Acalypha sp)
Kembang Sepatu (Hibiscus
rosa sinensis)
Bogenvil (Bogenvillea sp)
Oleander (Nerium oleander)
Pemecah angin a) tanaman tinggi, perdu/semak; Cemara (Cassuarina
b) bermassa daun padat; equisetifolia)
c) ditanam berbaris atau membentuk Angsana (Ptherocarphus
massa; indicus)
d) jarak tanam rapat < 3m. Tanjung (Mimusops elengi)
Kiara Payung (Filicium
decipiens)
Kembang sepatu (Hibiscus
rosasinensis)
Pembatas pandang a) tanaman tinggi, perdu/semak; Bambu (Bambusa sp)
b) bermassa daun padat; Cemara (Cassuarina
c) ditanam berbaris atau membentuk equisetifolia)
massa; Kembang sepatu (Hibiscus
d) jarak tanam rapat. rosa sinensis)
Oleander (Nerium oleander)
Pada median Penahan silau lampu a) tanaman perdu/semak; Bogenvil (Bogenvillea sp)
kendaraan b) ditanam rapat; Kembang sepatu (Hibiscus
c) ketinggian 1,5 m; rosasinensis)
d) bermassa daun padat. Oleander (Netrium oleander)
Nusa Indah (Mussaenda sp)
Pada persimpangan Pada mulut a)tidak menghalangi pandangan pengemudi
persimpangan b)letak tanaman yang disesuaikan dengan
kecepatan kendaraan dan bentuk
Sumber: Pedoman Penyediaan & Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kawasan Perkotaan
Ruang terbuka hijau (RTH) pemakaman selain memiliki fungsi tersebut diatas juga dapat merubah kesan
angker atau seram pada areal pemakaman. Fungsi pemakaman sebagai ruang terbuka hijau (RTH) sudah
diterapkan di kota-kota besar khususnya di luar negeri, termasuk kota Jakarta yang saat ini sedang
membenahi pemakaman untuk dapat difungsikan juga sebagai ruang terbuka hijau. Rencana
pengembangan ruang terbuka hijau (RTH) pemakaman ini ditargetkan dapat dilakukan diseluruh areal
pemakaman khususnya yang dikelola oleh Pemerintah Kota.
Tabel 4.11
Kriteria Vegetasi Pada Ruang Terbuka Hijau
Jenis RTH Kriteria Vegetasi
RTH Pekarangan a) memiliki nilai estetika yang menonjol;
b) sistem perakaran masuk kedalam tanah, tidak merusak konstruksi dan bangunan;
c) tidak beracun, tidak berduri, dahan tidak mudah patah, perakaran tidak mengganggu pondasi;
d) ketinggian tanaman bervariasi, warna hijau dengan variasi warna lain seimbang;
e) jenis tanaman tahunan atau musiman;
f) tahan terhadap hama penyakit tanaman;
g) mampu menjerap dan menyerap cemaran udara;
h) sedapat mungkin merupakan tanaman yang mengundang kehadiran burung.
RTH taman lingkungan dan a) tidak beracun, tidak berduri, dahan tidak mudah patah, perakaran tidak mengganggu pondasi;
b) tajuk cukup rindang dan kompak, tetapi tidak terlalu gelap;
taman kota
c) ketinggian tanaman bervariasi, warna hijau dengan variasi warna lain seimbang;
d) perawakan dan bentuk tajuk cukup indah;
e) kecepatan tumbuh sedang;
f) berupa habitat tanaman lokal dan tanaman budidaya;
g) jenis tanaman tahunan atau musiman;
h) jarak tanam setengah rapat sehingga menghasilkan keteduhan yang optimal;
i) tahan terhadap hama penyakit tanaman;
j) mampu menjerap dan menyerap cemaran udara;
k) sedapat mungkin merupakan tanaman yang mengundang burung.
RTH jalur hijau jalan, taman a) berasal dari biji terseleksi sehat dan bebas penyakit;
b) memiliki pertumbuhan sempurna baik batang maupun akar;
pulau jalan dan median, dan
c) perbandingan bagian pucuk dan akar seimbang;
RTH jalur pejalan kaki d) batang tegak dan keras pada bagian pangkal;
e) tajuk simetris dan padat;
Jenis RTH Kriteria Vegetasi
f) sistim perakaran padat.
jalur hijau sempadan rel a) tumbuh baik pada tanah padat;
b) sistem perakaran masuk kedalam tanah , tidak merusak konstruksi dan bangunan;
kereta api
c) fase anakan tumbuh cepat, tetapi tumbuh lambat pada fase dewasa;
d) ukuran dewasa sesuai ruang yang tersedia;
e) batang dan sistem percabangan kuat;
f) batang tegak kuat, tidak mudah patah dan tidak berbanir;
g) perawakan dan bentuk tajuk cukup indah;
h) daun tidak mudah rontok karena terpaan angin kencang;
i) buah berukuran kecil dan tidak bisa dimakan oleh manusia secara langsung;
j) tahan terhadap hama penyakit;
k) berumur panjang.
jalur hijau jaringan listrik a) merupakan pohon dengan katagori kecil (small tree);
b) fase anakan tumbuh cepat, tetapi tumbuh lambat pada fase dewasa;
tegangan tinggi
c) ukuran dewasa sesuai ruang yang tersedia;
d) bukan merupakan pohon yang memiliki bentuk tajuk melebar;
e) pola penanaman pemilihan vegetasi memperhatikan ketinggian yang diizinkan;
f) buah tidak bisa dikonsumsi langsung oleh manusia;
g) dahan tidak mudah patah, perakaran tidak mengganggu pondasi.
sabuk hijau dan hutan kota a) memiliki ketinggian yang bervariasi;
b) sedapat mungkin merupakan tanaman yang mengundang kehadiran burung;
c) tajuk cukup rindang dan kompak;
d) mampu menjerap dan menyerap cemaran udara;
e) tahan terhadap hama penyakit;
f) berumur panjang;
g) toleran terhadap keterbatasan sinar matahari dan air;
h) tahan terhadap pencemaran kendaraan bermotor dan industri;
i) batang dan sistem percabangan kuat;
j) batang tegak kuat, tidak mudah patah;
k) sistem perakaran yang kuat sehingga mampu mencegah terjadinya longsor;
l) seresah yang dihasilkan cukup banyak dan tidak bersifat alelopati, agar tumbuhan lain dapat
tumbuh baik sebagai penutup tanah.
m) jenis tanaman yang ditanam termasuk golongan evergreen bukan dari golongan tanaman yang
menggugurkan daun (decidous).
n) memiliki perakaran yang dalam.
Sumber: Pedoman Penyediaan & Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kawasan Perkotaan
Dari data yang diperoleh ada beberapa kriteria yang dapat diarahkan sebagai kawasan cagar budaya
diantaranya Situs purba di wilayah Kedamaian dan Negeri Olok Gading dan beberapa tempat yang
direkomendasikan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Bandar Lampung harus dilindungi
keberadaanya karena nilai historisnya. Cagar budaya tersebut diantaranya:
- Masjid Jami Al-Anwar di Teluk Betung Selatan
- Rumah Adat di Kedamaian Kecamatan Kedamaian dan di Negeri Olok Gading Kecamatan Teluk
Betung Barat
- Mercusuar di Museum Lampung “Ruwai Jurai” di Gedung Meneng
- Monumen Krakatau (Taman Dipangga) di Teluk Betung Utara
- Pusaka Sumur Putri di Teluk Betung Utara
- Goa Batu Jajar
- Goa Taman Monyet
- Bangker Jepang (Didepan Dinas Pendidikan)
- Bangunan Tua Stasiun Kereta Api di Kecamatan Enggal
- Klenteng di Teluk Betung Selatan
- Gereja (Bambu Kuning) di Kecamatan Enggal
- Penampungan Air (PDAM)
- Jembatan Beton di Teluk
Khusus untuk kawasan cagar budaya Situs Keratuan Balaw, diatur menurut SK Walikota Bandar Lampung
No.282/23/HK/2003 tanggal 28 Oktober 2003 tentang Penetapan Rencana Areal Cagar Budaya Situs
Keratuan Balaw. Berdasarkan surat keputusan tersebut penetapan rencana Areal Cagar Budaya Situs
Keratuan Balaw adalah sebagai berikut:
1. Menetapkan Situs Keratuan Balaw yang terletak di Kelurahan Kedamaian Kecamatan Tanjung
Karang Timur Kota Bandar Lampung seluas`± 30 Ha
2. Lokasi situs tersebut tidak diperkenankan ada kegiatan pembangunan oleh masyarakat yang
bertentangan dengan fungsi cagar budaya
3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut oleh para ahli yang berkompeten dibidangnya sebelum adanya
penetapan Areal Cagar Budaya Situs Keratuan Balaw
4. Dalam rangka penetapan Rencana Areal Cagar Budaya Situs Keratuan Balaw sebagaimana yang
terdapat pada butir ketiga, perlu dibentuk suatu suatu tim koordinasi yang terdiri dari dinas/instansi
terkait guna memberikan masukan dan saran kepada tim ahli dalam penetapan batas Areal Cagar
Budaya`Situs Keratuan Balaw serta bertanggung jawab dan melaporkan setiap aktifitasnya kepada
Walikota Bandar Lampung. Tim koordinasi yang dimaksud berasal dari:
Sekretaris Kota Bandar Lampung
Kepala Dinas Tata Kota Bandar Lampung
Kepala Bappeda Bandar Lampung
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Bandar Lampung
Kepala BPN Kota Bandar Lampung
Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kota Bandar Lampung
H.Choldin Ismail Balaw
Camat Tanjung Karang Timur dan Lurah Kedamaian.
Arahan rencana untuk melestarikan dan menjaga kawasan cagar budaya Kota Bandar Lampung adalah
sebagai berikut:
- Melestarikan cagar budaya situs keratuan balaw yang terletak di Kedamaian, situs purbakala dan
permukiman tradisional di Kelurahan Negeri Olok Gading Kecamatan Teluk Betung Barat
merupakan salah satu potensi aset wisata yang dapat dikembangkan dan dikelola dan difungsikam
sebagai kawasan wisata budaya;
- Mempertahankan keaslian benda cagar budaya dan merevitalisasi kawasan tersebut
- Pemugaran dan peremajaan bangunan dilakukan dengan tetap mempertahankan bentuk asli
bangunan
- Kawasan cagar budaya ditetapkan dengan ketentuan-ketentuan sebagai hasil budaya manusia yang
bernilai tinggi yang dimanfaatkan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan,
kebudayaan, dan sejarah.
Perlindungan terhadap kawasan rawan bencana alam dilakukan untuk melindungi manusia dan
kegiatannya dari bencana yang disebabkan oleh alam maupun secara langsung tidak langsung oleh
perbuatan manusia.
Arahan pemanfaatan dan pengelolaan ruang kawasan bencana alam dilaksanakan melalui :
- pengurangan dampak bencana melalui penentuan lokasi dan jalur evakuasi dari permukiman
penduduk dan pusat-pusat kegiatan perkotaan;
- penyediaan ruang evakuasi bencana;
- pembatasan pengembangan prasarana dan sarana umum di kawasan rawan bencana longsor,
dan tsunami;
- penerapan bangunan berbasis mitigasi bencana, dan struktur bangunan tahan gempa;
- menyesuaikan bangunan gedung publik sesuai peraturan keandalan bangunan gedung;
- membangun tanggul pemecah ombak;
- normalisasi dan revitalisasi kawasan sempadan sungai dan pantai;
- melakukan upaya adaptasi bencana dengan memperhatikan kearifan lokal; dan
- pelarangan penggerusan dan eksploitasi bukit dan gunung yang rawan bencana.
4.1.6.1 Rawan bencana tanah longsor dan gerakan tanah
Secara eksisting kawasan rawan tanah longsor di Kota Bandar lampung terdapat di daerah yang kondisi
tanahnya sangat miring sampai curam di wilayah bagian barat yaitu kawasn gunung betung, gunung
Balau serta perbukitan serampok dibagian timur.Berdasarkan laporan dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi
Bencana Geologi Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesi bulan September
2010, beberapa wilayah di Bandar Lampung juga memiliki potensi gerakan tanah kategori menengah di
Kecamatan Sukarame, Tanjung Karang Timur, Panjang, Teluk Betung Utara, Teluk Betung Barat, Tanjung
Karang Pusat, dan Tanjung Karang Barat.
Arahan untuk perlindungan terhadap kawasan rawan bencana longsor, sebagai berikut:
- Pembatasan pengembangan prasarana dan sarana umum di kawasan rawan bencana
longsorkhusunya pada kawasan dengan kemiringan lereng >40%
- Menutup dan melarang kegiatan penambangan di seluruh bukit dan gunung serta revitalisasi
kawasan lindung lainnya
- Penerapan sanksi yang tegas bagi kegiatan maupun pelaku yang merusak kawasan lindung
- Pengenaan kewajiban kepada pemanfaat ruang di kawasan rawan bencana longsor
(penghijauan,pembangunan retaining wall,dsb) dalam cakupan yang lebih luas daripada lahan yang
dikuasi;
- Pemberian prefensi kepada pemanfaat ruang yang tersedia untuk membebaskan dan menghutankan
lahan kawasan rawan bencana longsor.
Beradasarkan analisis kawasan rawan banjir di Kota Bandar Lampung tersebar di beberapa lokasi.
Arahan pegembangan daerah rawan bencana banjir diantaranya :
- Memperbaiki kondisi fisik saluran drainase yang ada dengan meningkatkan kualitas pelayananya
dan segala jenis kegiatan yang mempengaruhi kelancaran tata drainase di kawasan banjir dilarang
- Pembangunan fisik berupa pengembangan saluran drainase diutamakan
- Pembuatan tanggul pada sungai-sungai
- Pembuatan kolam penampung air pada daerah-daerah yang memiliki potensi banjir
- Dilakukanya kegiatan-kegiatan reboisasi atau penghijauan dan penyuluhan terhadap masyarakat
yang tinggal pada wilayah yang memiliki potensi bahaya banjir
Kawasan rawan gempabumi teridentifikasi dan dikelompokan dalam 5 zona berdasarkan potensi besaran
gempa dengan skala VII MMI – IX MMI. Wilayah paling rawan berada di sekitar Teluk Betung Selatan,
Panjang, sebagian Teluk Betung Utara, Teluk Betung Barat, dan Tanjung Karang Pusat. Sedangkan
kawasan yang relatif aman dengan potensi paling rendah ada di Kecamatan Rajabasa, Kecamatan
Kedaton, Kecamatan Sukarame, dan Kecamatan Tanjung Senang. Arahan pengendalian kawasan rawan
gempabumi adalah:
Menyiapkan ruang terbuka hijau dan non hijau yang dapat berfungsi sebagai tempat evakuasi
Pembangunan perumahan dan sarana umum agar menggunakan kontruksi bangunan tahan
gempa
Lebih lengkapnya dapat dilihat pada tabel rencana tindak mitigasi bencana
Tabel 4.13
Rencana Tindak Mitigasi Bencana Kota Bandar Lampung
7 Menuingkatkan ketahanan terhadap Mengidentifikasi dan menilai tingkat kerawanan bangunan-bangunan di sekitar
gempa pada kawasan industri dan kawasan industri dan manufaktur
manufaktur Mengupayakan peningkatan ketahanan bangunan-bangunan pada kawasan
industri dann manufaktur yang akan membahayakan lingkungan sekitarnya
bila terkena bencana, khususnya gempabumi dan berpotensi tinggi terhadap
limbah dan polusi (B3).
Meningkatkan ketahanan terhadap bangunan-bangunan strategis dan fasilitas
penting untuk mendukung kegiatan tanggap darurat gempa seperti (fasilitas-
fasilitas pendudkung medis dan fasilitas pemadam kebakaran pada kawasan
industri dan manufaktur)
Memberikan rekomendasi teknis untuk mengantisipasi risiko gempa dan
bencana ikutannya (seperti kebakaran, kontaminasi lim bah dan banjir) kepada
pengelola dan pihak yang berwenang di kawasan industri dan manufaktur
Membangun instalasi sistem peringatan dini pada bangunan-bangunan industri
dan manufaktur
8 Meningkatkan pengendalian bajir Mencegah meluapnya aliran banjir dengan intensitas tertentu dari palung
secara Struktural/Fisik dan nonfisik- sungai antara lain dengan pembuatan tanggul,
nonstruktural Memperlancar dan mempercepat aliran mencvapai muara dengan cara
pelurusan sungai
Memperbanyak resapan air hujan dengan cara membuat sumur-sumur
resapan
Membuang air genangan pada suatu daerah dengan pompa dan sistem polder
Pengaturan penggunaan lahan/penataan ruang di dataran banjir
Penerapan batas sempadan sungai,
Pemasangan rambu-0rambu atau papan-papan peringatan banjir (Flood
Warning Board)
9 Meningkatkan keamanan anak-anak Mengadakan program kampanye pendidikan mengenai bahaya (gempa,
sekolah dan gedung sekolah dalam tsunami dan banjiir dll) bagi anak-anak sekolah untuk menciptakan budaya
NO RENCANA TINDAK BENTUK TINDAKAN
menghadapi gempa peduli dan meningkatkan kesiapan, melalui kegiatan berikut :
Penjelasan, latihan menghadapi bencana (earthquakie drill, banjir dll),
pemutaran film dan lomba poster mengenai bagaimana persiapan
meghadapi bencana (gempa, tsunami dan banjir dll) apa yang harsus
dilakukan bila terjadi bencana (gempa, tsunami dan banjir) dan apa yang
harus dilakukan setelah terjadi bencana. Sasaran program imi adalah: Anak-
anak sekolah, Guru-guru dan Organisasi kegiatan ekstrakurikuler, seperti
Pramuka, dll
Membuat dan mengembangkan materi kampanye pendidikdn mengenai
bencana untuk anak-anak sekolah
Meningkatkan kepedulian Disdik Kota Bandarlampung dan instansi terkait
lainya untuk memasukkan konseop-konsep risiko bencana dan pelatihan
kebakaran/bencana dalam kegiatan ekstra kurikuler/Pramuka dll.
Mengadakan program keamanan gedung sekolah terhadap bahaya gempa
dan banjir melalui :
Identifikasi sekolah-sekolah yang paling rawan terhadap ancaman bahaya
gempa/banjir
Penilaian / pengenalan tingkat kerawanan terhadap sekolah-sekolah
tersebut
Mengadakan program untuk perbaikan atau relokasi gedung sekolah yang
sangat rawan bencana (gempa, banjir, dll)
Merekomendasikan petunjuk teknis/praktis untuk perbaikan struktur
bangunan sekolah
Merekomendasikan petunjuk praktis mengenai tata letak/tata ruang sekolah
dan lingkungan sekitar sekolah, seperti perlu adanya tempat terbuka di
sekitar sekolah
10 Memperhatikan kaidah-kaidah Merancang peraturan yang berkaitan dengan mitigasi bencana di Kota Bandar
bangunan tahan gempa untuk Lampung dalam disain struktur bangunan tahan gempa
kontruksi baru Memotivasi Dinas Pengawas Bangunan untuk memasukkan peraturan
bangunan (building code) sebagai salah satu syarat dalam pengajuan
perijinan mendirikan bangunan dan prosedur pengesahannya
Menekannkan pemakaian dan perhitungan gempa bagi semua gedung
pemerintah dan swasta, sistem infrastruktur dan utilitas , gedung-gedung
strategis dan penting, perumahan, fasilitas umum, bangunan industri dan
manufaktur serta bangunan sekolah
Meningkatkan pengetahuan dan pengetian tentangprinsip-prinsip bahaya
(gempa dan banjir, dll) khususnya gempa kontraktor, sarjana teknik sipil dan
arsitek, Pemda yang bertanggung jawab bagi pembangunan fasilitas umum
dan pihak-pihak yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan peraturan –
peraturan gempa
Merekomendasikan pembangunan instalasi sistim peringatan dini pada
bangunan-bangunan yang strategis dan penting
Memasukkan aspek bencana kedalam persyaratan AMDAL
NO RENCANA TINDAK BENTUK TINDAKAN
11 Mendorong tumbuhnya partisipasi Pengelolaan bencana berbasis masyarakat berarti masyakarat terlibat secara
aktif masyarakat dalam aktif dalam proses pengelolaan bencana, dalam hal ini masyarakat menjadi
penanggulangan bencana jantung dari pembuatan keputusan dan pelaksanaan dari kegiatan Manajemen
Risiko Bencana.
Masyarakat yang rentan dilibatkan dalam perencanaan dan pelaksanaan
pengelolaan risiko bencana bersama-sama dengan pemerintah lokal, propinsi,
dan nasional melalui suatu jaringan kerjasama.
Menyiapkan program tanggap darurat bencana yang didukung oleh organisasi-
organisasi seperti LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat), Karang taruna
Melaksanakan penyuluhan dan pelatihan kepada masyarakat
danmenyebarkan informasi yang berhubungan dengan rencvana tindak
bencana (gempabumi, tsunami dan banjir)
Pendidikan masyarakat awam mengenai penanggulangan bencana khususnya
di daeraah paling rawan bencana. Misalnya di Teluk Betung Selatan.
Pengembangan materi pendidikan dan penyuluhan kepada masyarakat awam.
Materi tersebut harus memenuhi criteria: mudah dimengerti dan diterima oleh
masyarakat, Penyebaran bersifat intensif, berulang-ulang.
12 Meningkatkan pengetahuan para ahli Mendukung pengembangan penelitian pada: gedung-gedung dan bangunan
mengenai fenomena-fenomena rawan gempa di Bandarlampung; Metoda untuk memperbaiki kelemahan-
gempa, tsunami dan banjir, dan teknik kelemahan; Daerah-daerah tertentu untuk mengetahui bencana/bahaya yang
mitigasi, mungkin timbul pasca bencana seperti banjir, kebakaran, kontaminasi air
minum
Mengadakan pelatihan-pelatihan, pendidikan dan studi banding bagi
prefesional dalam mengadakan penilaian kerawanan dan disain rerrofit.
Mengadakan simulasi penanggulangan bencana (gempa,. tsunami dan banjir)
pada strategi pelaksanaan
13 Memasukkan pertimbangan risiko Mengusulkan hasil kajian risiko bencana (gempa, tsunami dan banjir) ke
bencana serta pengelolaan bencana dalam Rencana Umum Tata Ruang (RUTR), baik bersifat nasional maupun
ke dalam perencanaan tata ruang propinsi.
kota Memberdayakan landasan hukum bagi perijinan bangunan
Mengawasi ijin pendirian bangunan.
14 Meningkatkan kemampuan Mempersiapkan rencana pemulihan kota yang meliputi : Pemulihan
masyarakat dan kota dalam masyarakat korban bencana, Pemulihan gedung-gedung strategis, Pemulihan
pemulihan jangka panjang setelah jaringan utilitas (lifelines). Rencana tersebut perlu diakomodasikan ke dalam
terjadi9 bencana besar (gempa, keputusan-keputusan darurat sewaktu terjadi bencana
tsunami dan banjir) Pembentujkan forum peduli banjir sebagai wadah bagi masyarakat Kota
Bandar Lampung sebagai pengendali banjir
Penyediaan perumahan dan sekolah sementara
Pendayagunaan peran aktif dari Departemen Sosial, departemen ) dan , dan
Departemen Agama terhadap pemulihan mental dan spiritual korban bencana
Merencanakan sistem pendanaan dan manajemen penyaluran bantuan yang
transfaran dan terintegritas dengan baik
NO RENCANA TINDAK BENTUK TINDAKAN
15 Meningkatkan Sistem Informasi Membentuk komite pengarah sistem informasi dan menyusun strategi sistem
dalam rangka meningkatkan informasi, yang mencakup: Mendifinisikan tugas dan tanggung jawab antara
kesiapan masyarakat dan kota dalam pemakai dengan personil pada pusat sistem informasi, melakukan audit
menghadapi bencana (gempa, internal untuk memeriksa kontrol-kontrol dalam sistem, mengevaluasi
tsunami dan banjir) efektifitas sistem.
Mengembangkan sistem kontrol organisasi yang terkoordinir dalam mitigasi
bencana
Mengembangkan sistem dokumentasi pada siklus mitigasi bencana;
Tindakan-tindakan yang dilakukan meliputi: Kebijakan dan prosedur standar
penggunaan informasi,; Penyusunan sistem codinmg informasi yang
mendukung mitigasi bencana dan prosedur standar aplikasi dokumentasi.
Mengembangkan sistem penyebaran informasi ke instansi-instansi dan pihak-
pihak yang terkait dengan mitigasi bencana, baik sebelum, saat dan pasca
bencana
Mengembangkan sistem informasi keuangan organisasi dan pengelolaan
bantuan bencana yang transfaran dan dapat diakses oleh masyarakat luas
(domestik/internasional)
Menyiapkan database kajian bahaya: gempa, tsunami dan banjir
Sumber: Skenario Design Mitigasi Bencana Kota Bandar Lampung, 2009.
Peta Rawan genangan
4.1.7 Kawasan Lindung Lainnya
Kawasan yang ditetapkan sebagai kawasan lindung lainnya adalah : Kawasan Hutan Bakau/mangrove
dan Padang Lamun lokasinya di sekitar Pantai Puri Gading, dan Pulau Kubur.Arahan pengelolaan
kawasan lindung lainnya adalah sebagai berikut:
- Intensifikasi dan upaya ekstensifikasi terhadap hutan bakau
- Tidak diperkenankan merusak ekosistem hutan bakau dan padang lamun yang telah ada
- Kegiatan yang diperkenankan di kawasan ini hanya kegiatan pariwisata dan penelitian yang
pengelolaanya diupayakan sedemikian rupa sehingga ekosistem tumbuhan dan yang dilindungi tidak
terganggu;
Arahan pola ruang untuk kegiatan budidaya Kota Bandar Lampung mencakup arahan pemanfaatan
kawasan perumahan, perdagangan dan jasa, perkantoran, industri, pariwisata, ruang terbuka non hijau,
dan peruntukan lainnya. Penentuan bagi arahan pemanfaatan ruang untuk kegiatan budidaya didasarkan
pada pertimbangan berikut; Kesesuaian lahan; Potensi pengembangan,Kajian daerah rawan bencana
yang rentan terjadi; Kondisi penggunaan lahan eksiting; Kawasan lindung yang telah ditetapkan; Daya
dukung dan daya tampung lahan.
Berdasarkan hasil proyeksi, seiring dengan proyeksi pertambahan jumlah penduduk sekitar 664.175 jiwa
hingga tahun 2030, maka dibutuhkan penambahan rumah kurang lebih 129.913 unit dengan kebutuhan
lahan pengembangan 3.143,97 Ha sampai tahun 2030. kecamatan-kecamatan yang membutuhkan
penambahan rumah diantaranya adalah Kecamatan Kemiling, Kecamatan Sukarame, Kecamatan
Sukabumi, Kecamatan Tanjung Karang Barat, Kecamatan Tanjung Senang, dan Kecamatan Rajabasa.
Tabel 4.14
Kebutuhan Rumah di Kota Bandar Lampung
Tahun 2010, 2020 dan 2030
Sedangkan turunan dari konsep ekstensif (landed house) yang akan digunakan dalam rencana
pengembangan perumahan Kota Bandar Lampung adalah konsep penyediaan lahan perumahan siap
bangun atau lebih dikenal dengan istilah KASIBA ( Kawasan Siap Bangun ) yaitu sebidang tanah yang
fisiknya telah dipersiapkan untuk pembangunan perumahan permukiman skala besar yang terbagi dalam
satu Lisiba atau lebih pembangunannya dilakukan secara bertahap dengan lebih dahulu dilengkapi
dengan jaringan primer dan sekunder prasarana lingkungan sesuai dengan rencana tata ruang lingkungan
yang ditetapkan oleh kepala daerah dan memenuhi persyaratan pembakuan pelayanan prasarana dan
sarana lingkungan, dengan persyaratan :
- Lokasinya ditetapkan oleh masing – masing Pemerintah Kabupaten dan Kota.
- Memiliki kejelasan mengenai batas, luas serta status kepemilikannya.
- Telah dilengkapi dengan jaringan prasarana primer dan sekunder sesuai dengan RUTR yang ada ( air
bersih, listrik, persampahan ).
- Terdiri atas satu atau lebih Lingkungan Siap Bangun ( LISIBA ).
Penerapan konsep KASIBA bertujuan untuk menghindari cara – cara membangun permukiman yang tidak
terkendali, boros, dan inefisien, serta untuk mengusahakan terciptanya permukiman yang berkualitas dan
yang dapat memberi kesempatan yang lebih adil bagi semua warga untuk mendapatkan tempat
bermukim.
Kondisi saat ini, umumnya luas kapling siap bangun adalah 54 m2, 60m2, hingga 72 m2. Adapun fasilitas /
prasarana permukiman meliputi jalan setapak konstruksi sederhana ( lebar 2 m ). Fasilitas MCK umum,
dan warung / sarana perdagangan lokal. Persyaratan lainnya, antara lain :
- Garis Sempadan Bangunan ( GSB ) 2 m dari jalan dan pembukaan atap bangunan minimum 2 m2.
- Deretan kapling maksimum 60 m.
- Jarak pencapaian terjauh dari KSB ke jalan lingkungan maksimum 100 m.
Batasan tersebut pada dasarnya adalah agar komplek perumahan tidak dapat dilalui kendaraan roda
empat, sehingga tidak menarik bagi golongan masyarakat yang pada umumnya termasuk lapisan
masyarakat diatas sasaran dari program ini, namun seiring perkembangan dimana harga lahan semakin
meningkat dan berbanding terbalik dengan daya beli masyarakat, pada akhirnya keberadaan perumahan
dengan luasan kecil menjadi permasalahan bagi Pemerintah Kota. Permasalahan yang dimaksud adalah
penyimpangan penggunaan lahan/persil yang melebihi koefisien dasar bangunan (KDB) yang ditetapkan
akibat kebutuhan ruang yang semakin besar seiring dengan bertambahnya jumlah penghuni dan
berdampak pada kerusakan lingkungan berupa hilangnya ruang terbuka hijau serta meningkatnya
limpasan air hujan.
Untuk menghindari kondisi tersebut perlu dilakukan perubahan syarat batasan luas dengan mengikuti
standar yang berlaku yaitu konsep 1 : 3 : 6 atau 6 kavling untuk rumah kavling kecil (100 m 2), 3 kavling
untuk kavling sedang (300 m2), dan 1 kavling besar (600 m2).
Untuk mendukung konsep KASIBA, perlu juga dibentuk LISIBA ( Lingkungan Siap Bangun ) yaitu
sebidang tanah yang merupakan bagian dari Kasiba ataupun berdiri sendiri yang telah dipersiapkan dan
dilengkapi dengan prasarana lingkungan dan selain itu juga sesuai dengan persyaratan, pembakuan tata
lingkungan setempat, dengan persyaratan sebagai berikut :
- Termasuk dalam lingkup wilayah dokumen perencanaan Rencana Detail Tata Ruang
( RDTR ) / Blocking System
- Memiliki kejelasan batas fisik, status kepemilikan, dan luas lahannya.
- Dilengkapi dengan jaringan prasarana sekunder sesuai dengan RUTR kawasan induknya
yang menyatu dengan jaringan prasarana primernya.
Adapun Daya Tampung Kasiba dan Lisiba BS berdasarkan PP No. 80 tahun 1999 adalah :
- Kasiba : minimal 3.000 unit rumah, maksimal 10.000 unit rumah
- Lisiba : minimal 1.000 unit rumah, maksimal 3.000 unit rumah
- Lisiba BS : minimal 1.000 unit rumah, maksimal 2.000 unit rumah
Kebutuhan akan permukiman dari tahun ke tahun akan semakin meningkat, mengikuti pertumbuhan
penduduk. Mengingat lahan cadangan pengembangan yang semakin menipis, maka kedepannya
pengembangan kawasan permukiman harus dilakukan secara intensif yaitu dengan konsep vertikal
(Rumah Susun), khususnya permukiman di kawasan perkotaan, tidak lagi secara ekstensif (landed
house).
Berdasarkan hasil kajian dan kedua konsep diatas, arahan pengembangan dan alokasi perumahan Kota
Bandar Lampung disesuaikan dengan tingkat kepadatannya, dengan klasifikasi sebagai berikut:
1. Kawasan perumahan baru dilarang dikembangkan pada kawasan yang telah ditetapkan sebagai
kawasan lindung.
2. Setiap pengembangan perumahan/permukiman baru harus menyediakan ruang terbuka hijau dan
prasarana sarana dan utilitas (PSU) dengan luas minimal perumahan minimal 1 hektar.
3. Kawasan perumahan berkepadatan tinggi, yaitu permukiman/perumahan dengan kavling kecil dan
KDB lebih dari 70% berada di Kecamatan Tanjung Karang Pusat, Kecamatan Enggal, Kecamatan
Teluk Betung Selatan, Kecamatan Bumi Waras, Kecamatan Panjang, Kecamatan Teluk Betung Utara,
Kecamatan Teluk Betung Barat, Kecamatan Rajabasa, Kecamatan Kedaton, dan Kecamatan Tanjung
Karang Timur.
4. Kawasan perumahan berkepadatan sedang, yaitu permukiman/perumahan dengan kavling sedang
dan KDB maksimum 60% untuk perumahan dan 70% untuk permukiman, akan diarahkan di
Kecamatan Sukabumi, Kecamatan Kedamaian, Kecamatan Rajabasa, Kecamatan Sukarame dan
Kecamatan Tanjung Senang.
5. Kawasan perumahan berkepadatan rendah, yaitu perumahan/permukiman dengan kavling besar dan
KDB maksimum 50% untuk perumahan dan 60% untuk permukiman akan diarahkan di Kecamatan
Tanjung Karang Barat, Kecamatan Kemiling, area cadangan pengembangan di Kecamatan Rajabasa
dan Kecamatan Tanjung Senang, area cadangan pengembangan di Kecamatan Sukabumi.
4.2.1.2 Penanganan permukiman kumuh
Permukiman kumuh di Kota Bandar Lampung sudah mencapai kondisi yang mengkhawatirkan baik dilihat
dari segi kesehatan maupun keselamatannya. Untuk perlu ada bentuk penanganan kongkrit dalam
mengentaskan permasalahan permukiman kumuh. Terdapat beberapa skenario penanganan permukiman
kumuh di Kota Bandar Lampung, yaitu :
1. Peningkatan kualitas lingkungan kumuh melalui program revitalisasi, rehabilitasi, renovasi,
rekonstruksi, atau preservasi.
2. Relokasi permukiman kumuh ke lokasi yang lebih layak dan aman. Lokasi ditetapkan oleh Pemerintah
Kota.
Adapun arahan dalam rencana penanganan permukiman kumuh di Kota Bandar Lampung adalah sebagai
berikut :
Arahan relokasi dari kawasan kumuh kepada kawasan yang lebih layak adalah dengan menyediakan
rumah susun sehat sederhana yang dilengkapi dengan berbagai sarana dan prasarana pendukung yang
dipersyaratkan.
Status rumah susun yang direncanakan dapat dimiliki perorangan atau sistem sewa, penetapan status
tersebut bertujuan agar para pengguna akan mempunyai rasa memiliki sehingga rumah susun tersebut
dapat lebih terpelihara dan jauh dari kesan kumuh. Pengembangan rusun sehat sederhana. Ini dilakukan
dengan mempertimbangkan tingkat kemampuan penduduk dalam hal daya beli, kedekatan dengan
sumber penghasilan diantaranya industri dan sektor informal lainnya, kemampuan dan daya tampung
lahan terhadap penduduk, serta harus tetap memperhatikan kondisi lingkungan hidup.sedangkan arahan
lokasi pengembangan rumah susun sehat sederhana adalah:
1. Rusun sederhana sehat lokasi 1 akan dikembangkan di Kecamatan Rajabasa dan Tanjung Senang
untuk mengakomodir penduduk yang selama tinggal di permukiman kumuh Kecamatan Kedaton,
Enggal dan Tanjung Karang Pusat.
2. Rusun sederhana sehat lokasi 2 akan dikembangkan di Kecamatan Kemiling dan Tanjung Karang
Barat untuk mengakomodir penduduk yang selama tinggal di permukiman kumuh Kecamatan
Kemiling, Tanjung Karang Barat, dan Tajung Karang Pusat.
3. Rusun sederhana sehat lokasi 3 akan dikembangkan di Kecamatan Teluk Betung Barat untuk
mengakomodir penduduk yang selama tinggal di permukiman kumuh Kecamatan Teluk Betung Utara
dan Teluk Betung Selatan (Ketapang).
4. Rusun sederhana sehat lokasi 4 akan dikembangkan di Kecamatan Sukabumi dan Tanjung Karang
Timur untuk mengakomodir penduduk yang selama tinggal di permukiman kumuh Kecamatan
Tanjung Karang Timur, Teluk Betung Selatan, Bumi Waras dan Panjang.
4.2.1.3 Penanganan permukiman berbasis mitigasi bencana
Pengembangan kawasan perumahan dan permukiman baru di masa mendatang berbasis mitigasi
bencana direkomendasikan sebagai berikut:
Pengembangan kawasan perumahan dan permukiman harus memperhatikan kawasan-kawasan
rawan bencana di Kota Bandar Lampung.
Pengembangan kawasan perumahan pada kawasan perbukitan-pegunangan harus memperhatikan
dan memenuhi persyaratan pengembangan bangunan pada kawasan konservasi sesuai dengan
Rencana Tata Ruang Kota (RTRW – RDTR – RTBL, dll) dan Studi Mitigasi Bencana.
Pembangunan rumah pada kawasan perumahan-permukiman harus dilengkapi dengan Izin
Mendirikan Bangunan (IMB) yang memperhatikan aspek kelestarian lingkungan-ekologi dan aspek
teknis bangunan tahan gempa, tsunami, longsor, dan lainnya.
Pembangunan kawasan perumahan tidak direkomendasikan pada kawasan tangkapan hujan
(catchment area) Kota Bandar Lampung, yaitu di sekitar Teluk Betung Utara, Kecamatan Kemiling,
tepatnya di sekitar kawasan kaki Gunung Betung.
Garis Sempadan Bangunan (GSB), Garis Sempadan Pantai (GSP), Garis Sempada Jalan (GSJ),
Garis Sempadan Sungai (GSS), Koefisien Dasar Bangunan (KDB), dan Koefisien Lantai Bangunan
(KLB) mutlak diperhatikan dan dijalankan dalam pengembangan kawasan perumahan dan
permukiman.
Mempertimbangkan arahan pemanfaatan kawasan perdagangan jasa seperti diatas maka Kota Bandar
Lampung juga terdapat beberapa arahan spesifik terkait dengan pemantapan dan pengembangan
kawasan fungsi perdagangan dan jasa.Arahan pemantapan kawasan perdagangan dan jasa dapat dilihat
pada Tabel 4.17:
4.2.2.1 Pasar
a. Pasar Tradisional
Arahan lokasi penambahan pasar tradisional di rencanakan pengembanganya pada pusat – pusat BWK
dan lingkungan. Selain arahan lokasi penambahan arahan pengembangan fasiltas perdagangan
khususnya pasar tradisional yaitu:
- Melakukan penataan pasar tradisional di seluruh BWK agar dapat bersaing dengan toko-toko
modern (minimarket dan supermarket);
- Peningkatan kualitas pelayanan, diantaranya memperbaiki system sanitasi lingkungan
(persampahan), ruang parkir, dan ruang terbuka hijau;
- Meningkatkan aksesibilitas menuju pasar tradisional baik pengembangan jaringan jalan maupun
penyediaan moda transportasi;
- Menyediakan fasilitas yang menjamin Pasar Tradisional yang bersih, sehat (higienis), aman, tertib
dan ruang publik yang nyaman;
- Menyediakan ruang khusus untuk tempat berjualan pedagang kaki lima disekitar pasar, agar tidak
menggangu kenyamanan dalam berbelanja;
Tabel 4.17
Arahan Pemantapan Kawasan Perdagangan dan Jasa
SKALA ARAHAN
NO LOKASI JENIS KETERANGAN
PELAYANAN PENGEMBANGAN
1 Bumi Waras Perdagangan dan Nasional – Pengembangan dan
(Kawasan jasa modern (Pusat Internasional pemantapan kawasan,
Penataan Pesisir) Perbelanjaan) penyediaan rth, ruang
&convention center parkir , ruang bagi PKL,
dan pedestrian
2 Ketapang, Way Jasa pergudangan Nasional – Pemantapan & penataan Tidak diperkenankan izin
Lunik, Panjang dan kepelabuhan Internasional kawasan pergudangan baru
3 Pasar Bambu Perdagangan Regional Penataan pasar dengan Bersinergi dengan pasar-
Kuning tradisional komoditi penyediaan PSU modern, pasar sekitarnya (Pasar
non pangan dengan taman, dan ruang parkir, Bawah, Pasar Tengah,
sistem eceran dan jembatan penghubung Pasar SMEP)
grosir antar pasar (skycross)
SKALA ARAHAN
NO LOKASI JENIS KETERANGAN
PELAYANAN PENGEMBANGAN
4 Kawasan Mangga Perdagangan Regional Penataan pasar dengan
Dua dan Teluk trasdisional komoditi penyediaan PSU modern,
Betung non pangan dengan taman, dan ruang parkir
sistem eceran dan
grosir
Dalam perkembangannya, lahan yang di fungsikan sebagai kawasan industri maupun pergudangan perlu
memperhatikan kriteria dan batasan teknis. Hal ini dilakukan agar perkembangan indutri yang ada dapat
tertata dengan baik serta tidak mengganggu peruntukan lahan lainnya. Berikut adalah kriteria dan batasan
teknis zona industri:
1. Harus memperhatikan kelestarian lingkungan;
2. Harus dilengkapi dengan unit pengolahan limbah;
3. Harus memperhatikan suplai air bersih dan membatasi penggunaan air tanah;
4. Jenis industri yang dikembangkan adalah industri yang ramah lingkungan dan memenuhi kriteria
ambang limbah yang ditetapkan Kementerian Lingkungan Hidup;
5. Pengelolaan limbah untuk industri yang berkumpul di lokasi berdekatan sebaiknya dikelola secara
terpadu;
6. Pembatasan pembangunan perumahan baru di kawasan peruntukan industri;
7. Harus memenuhi syarat AMDAL sesuai dengan ketentuan peraturan dan perundang-undangan
yang berlaku;
8. Memperhatikan penataan kawasan perumahan di sekitar kawasan industri;
9. Pembangunan kawasan industri minimal berjarak 2 Km dari permukiman dan berjarak 15- 20 Km
dari pusat kota;
10. Kawasan industri minimal berjarak 5 Km dari sungai tipe C atau D;
11. Penggunaan lahan pada kawasanindustri terdiri dari penggunaan kaveling industri, jalan dan
saluran, ruang terbuka hijau, dan fasilitas penunjang.
12. Setiap kawasan industri, sesuai dengan luas lahan yang dikelola, harus mengalokasikan lahannya
untuk kaveling industri, kaveling perumahan, jalan dan sarana penunjang, dan ruang terbuka hijau.
13. Kawasan Industri harus menyediakan fasilitas fisik dan prasarana sarana dan utilitas
14. Industri yang mengandung B3 dan yang menimbulkan bau seperti industri karet dilarang
dikembangkan.
Selain kriteria diatas, dalam menentukan lokasi industri harus diperhatikan karakteristik lokasi dan
kesesuaian lahan Industri, yaitu :
a. kemiringan lereng : kemiringan lereng yang sesuai untuk kegiatan industri berkisar 0% - 25%, pada
kemiringan >25% - 45% dapat dikembangkan kegiatan industri dengan perbaikan kontur, serta
ketinggian tidak lebih dari 1000 meter dpl;
b. hidrologi : bebas genangan, dekat dengan sumber air, drainase baik sampai sedang;
c. klimatologi : lokasi berada pada kecenderungan minimum arah angin yang menuju permukiman
penduduk;
d. geologi : dapat menunjang konstruksi bangunan, tidak berada di daerah rawan bencana longsor;
e. lahan : area cukup luas minimal 20 ha; karakteristik tanah bertekstur sedang sampai kasar, berada
pada tanah marginal untuk pertanian.
Dengan mempertimbangkan kajian fisik dan lingkungan Kota Bandar Lampung, lokasi yang cukup ideal
untuk pengembangan zona industri adalah di Kecamatan Panjang, Kecamatan Teluk Betung Selatan, dan
Kecamatan Tanjung Karang Timur. Hal-hal yang menjadi pertimbangan adalah :
1. Tingkat Kemiringan lereng
Kondisi topografi berada pada ketinggian > 1000 m, kemiringan sebagian besar berkisar antara 0 –
20 %, bentuk morfologi daratan hingga perbukitan landai.
2. Hidrologi
Ketiga kecamatan ini tidak termasuk dalam kategori kondisi air tanah langka. Untuk Kecamatan Teluk
Betung Selatan dan Panjang mempunyai potensi rawan genangan, namun masih dapat diatasi
dengan pengelolaan sistem drainase yang baik.
3. Geologi
Dengan kemiringan lereng sebagian besar berkisar antara 0 – 2 %, ketiga kecamatan tersebut masih
termasuk dalam kategori kestabilan tanah tinggi hingga sedang dan tingkat erosivitas rendah hingga
sedang.
4. Lingkungan
Jarak antara zona industri dengan permukiman perkotaan cukup jauh (lebih dari 15 Km).
5. Lahan
Lahan yang akan digunakan sebagai zona industri bukan merupakan lahan pertanian dan sebagian
merupakan lahan tidak produktif.
6. Aksesibiltas
Keputusan Presiden Nomor 41 Tahun1996 tentang zona Industri dan dalam Tata Cara Perencanaan
Geometrik Jalan Antar Kota, Departemen PU, Ditjen Bina Marga, No. 038/T/BM/1997, September
1997, mengenai Kriteria Geometrik Jalan Luar Kota, dijelaskan bahwa kriteria jaringan jalan untuk
berbagai keperluan khusus termasuk untuk kegiatan industri adalah kelas jalan arteri dan sekunder,
lebar jalan ideal dalam meter masing-masing 3,50 – 3,75 dan 3,00 meter, muatan sumbu terberat
(MST) masing-masing 8 - > 10 ton dan 8 ton, serta diasumsikan untuk kegiatan pergerakan barang
dengan moda transportasi angkutan jalan darat, yang umumnya menggunakan kendaraan berat
(container) hanya boleh beroperasi mulai jam 18.00 – 06.00.
Dari data yang diperoleh jaringan jalan yang melintasi rencana zona industri Kota Bandar Lampung
yaitu Jalan Soekarno Hatta (By Pass), dan Jalan Yos Sudarso adalah jalan arteri primer dengan lebar
jalan 8 hingga lebih dari 20 meter, sehingga sangat mendukung pengembangan zona industri, selain
itu lokasi ini juga mempunyai akses yang dekat dengan jalur lintas timur atau rencana jalan tol melalui
jalan Tirtayasa dan Ir. Sutami, serta bersebelahan dengan Pelabuhan Panjang yang mempunyai
fungsi jalur trasnportasi ekspor-impor dan Pelabuhan Srengsem sebagai pelabuhan penyeberangan
nasional.
Berdasarkan hasil kajian, maka pengelolaan dan pengembangan kawasan industri di Kota Bandar
Lampung, baik berbasis agribisnis maupun non agribisnis akan dibagi atas beberapa kawasan, yaitu :
Kawasan industri rumah tangga (kecil) diarahkan di seluruh wilayah Kota Bandar Lampung dengan
mengedepankan kedekatan dengan sentra-sentra penghasil bahan baku atau pada lokasi yang
mempunyai banyak potensi sumber daya manusia.
Melihat perkembangan yang ada, arahan pengembangan industri dikelompokan menjadi 4 (empat)
jenis, yaitu :
a. Industri pembuatan kripik diarahkan pada Kecamatan Langkapura, sepanjang Jalan Pagar
Alam. Sentra kripik ini selain tempat pembuatan, juga berfungsi sebagai tempat penjualan,
didukung keberadaan para penjual tanaman hias disepanjang jalan Pagar Alam menjadikan
sentra kripik ini sekaligus berfungsi sebagai salah satu tempat wisata.
b. Industri tahu tempe dikembangkan di Kecamatan Kedaton (Surabaya) dan Way Halim
(Jagabaya II dan Gunung Sulah), Kecamatan Tanjung Karang Timur di sekitar Kelurahan
Sawah Brebes
c. Industri olahan hasil perikanan, berupa industri tepung ikan, kerupuk ikan, ikan asin, dan hasil
kerajinan tangan berbahan dasar hasil perikanan laut diarahkan di Kecamatan Teluk Betung
Timur, dan Teluk Betung Selatan.
d. Industri bangunan berupa pembuatan bata, pemuatan genteng, pembuatan paving block, dan
pembuatan atap jerami, dan pembuatan kusen diarahkan pada Kecamatan Tanjung Senang.
Sedangkan luas lahan yang diperlukan untuk pengembangan industri rumah tangga/kecil diperkirakan
sekitar 9,00 Ha, dengan asumsi perhitungan jumlah penduduk yang mendukung industri rumah
tangga/kecil adalah 2.726 jiwa atau 25 % dari total penduduk pendukung industri dikalikan dengan
kebutuhan ruang industri minimal yaitu 0,003 Ha/jiwa.
Sesuai hasil kajian, arahan pengembangan industri menengah besar diarahkan di Kecamatan
Panjang (Kelurahan Ketapang, Kelurahan Way Lunik, Kelurahan Srengsem, Kelurahan Karang
Maritim, Kelurahan Pidada, Kelurahan Panjang Utara, dan Panjang Selatan), Kecamatan Bumi Waras
di Kelurahan Garuntang, dan Kecamatan Sukabumi (Kelurahan Campang Raya).
Industri-industri yang akan dikembangkan di Kota Bandar Lampung mengacu pada jenis industri yang
lazim dikembangkan di Indonesia yaitu industri komersial atau niaga. Mempertimbangkan arahan
pengembangan industri dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Propinsi Lampung menuju
Kecamatan Tanjung Bintang Lampung Selatan dan Kecamatan Sribawono Lampung Timur dengan
arahan sebagai zona Industri Terpadu mulai dari jenis industri komersial besar berteknologi tinggi dan
luas lahan 194,4 Km² atau 19.440 Ha, maka jenis industri yang akan dikembangkan di Kota Bandar
Lampung dibatasi pada jenis industri komersial ringan menengah, dengan jenis kegiatan sebagai
berikut :
3. KawasanPergudangan
Kegiatan industri tentunya tidak akan terlepas dari kegiatan pergudangan (storage), dimana hasil
produksi dari industri yang ada sebelum dipasarkan akan disimpan dalam suatu tempat penyimpanan
yang tentunya membutuhkan ruang atau lahan yang besar.
Kawasan pergudangan diarahkan bergabung dengan kawasan industri komersial menengah di Way
Lunik, Ketapang, Garuntang sekitar Jalan Ir.Sutami, sekitar Kelurahan Bumi waras, Jalan Pangeran
Tirtayasa, Jalan Soekarno Hatta (mulai simpang Sribawono – persimpangan Jalan P.Antasari), dan
Jalan Yos Sudarso pada sisi jalan yang tidak bersisian dengan laut.
Melihat kondisi eksisting yang ada, disepanjang Jalan Soekarno Hatta (By Pass) cukup banyak
terdapat gudang milik beberapa perusahaan baik PMA maupun PMDN. Guna menciptakan
lingkungan pergudangan yang tertata, kemudahan sistem pelayanan, dan efisiensi kebutuhan lahan,
ada 2 (dua) arahan lokasi penempatan pergudangan, yaitu :
Penyimpanan hasil produksi industri dalam kawasan dan barang-barang baik bahan mentah
maupun bahan baku yang akan dikirim keluar Kota Bandar Lampung dan yang dikirim dari luar
Kota Bandar Lampung sebelum dipasarkan ke wilayah lain baik dalam maupun luar Kota Bandar
Lampung akan diarahkan tergabung dengan zonaindustri menengah yang direncanakan.
Penyimpanan sementara untuk mendukung kegiatan ekspor – impor akan diarahkan dalam
lingkungan Pelabuhan Panjang.
Tabel 4.18
Rencana Pengembangan Kawasan Industri dan Pergudangan
Kota Bandar Lampung
Perkiraan Daya
Rencana Kebutuhan
No Jenis Kegiatan Arahan Lokasi Tampung Industri
Lahan
(Unit)
1 KawasanIndustri Tersebar di Kota Bandar - Untuk Ind. non wisata -
Rumah Tangga/Kecil : Lampung : diperkirakan 9 Ha
- Ind kripik - Kec. Langkapura (Jl. Pagar - Untuk Ind. wisata
Alam) bergabung dengan
Perkiraan Daya
Rencana Kebutuhan
No Jenis Kegiatan Arahan Lokasi Tampung Industri
Lahan
(Unit)
penggunaan lahan
- Ind Tempe tahu - Kec. Kedaton (Surabaya) non industri
Kec. Way Halim (Jagabaya II
& Gunung Sulah) dan Kec.
Tanjung Karang Timur (Kel.
Sawah Brebes)
- Ind olahan - Kec. Teluk Betung Selatan
perikanan dan Teluk BetungTimur
2 KawasanIndustri
Komersial Menengah :
Ind. Makanan, Ind.
Kecamatan Teluk Betung
Pengalengan, Ind.
Selatan, Bumi Waras, ±400 Ha 370 unit
Tekstil, Ind. Kimia, Ind.
Sukabumi, dan Panjang
Lainnya
Arahan pengembangan kawasan industri juga diupayakan untuk tidak mengganggu ekosistem alami
setempat, atau penciptaan kawasan industri berwawasan lingkungan.
Tabel 4.19
Obyek dan Daya Tarik Wisata di Kota Bandar Lampung
No Nama Objek Dan Daya Tarik Wisata Daya Tarik
Wisata Alam
1 Puncak Sukadanaham, Desa Sukadanaham, Pemandangan Kota Bandar Lampung
Tanjungkarang Barat
2 Hutan Raya Wan Abdurahman, Desa Sukadanaham, Kekayaan flora dan tanaman hutan
Tanjungkarang Barat
3 Objek Wisata Alam Batu Putu, Jl. Raya Batu Putu, Panorama alam dan Air Terjun
Telukbetung Barat
4 Taman Wisata Lembah Hijau Panorama Alam, Outbond, Waterboom
No Nama Objek Dan Daya Tarik Wisata Daya Tarik
5 Wira Garden Panorama Alam
6 Pantai Duta Wisata, Jl. Laks. Martadinata, Panorama alam pantai
Lempasing, Telukbetung Barat
7 Pantai Puri Gading, Jl. Laks. Martadinata, Lempasing, Panorama alam pantai, olahraga pantai (kano,
Telukbetung Barat menyelam), rekreasi pantai
8 Pantai Tirtayasa, Jl. Laks. Martadinata, Lempasing, Panorama alam pantai dan rekreasi pantai
Telukbetung Barat
9 Pulau Kubur Panorama alam
10 Pulau Pasaran Panorama alam
11 Sumur Putri Penorama alam
12 Taman Wisata Bumi Kedaton Panorama alam dan atraksi hewan
Wisata Budaya
11 Kampus UNILA Wisata pendidikan
12 Kampus lAIN Raden Intan Bangunan bergaya arsitektur Belanda
13 Kelanteng Vihara Thay Hin Bio, Jl.Ikan Kakap, Bangunan peribadatan umat Budha
Telukbetung Selatan
14 Masjid Tua Al-Anwar, Jl. Laks. Mahayati, Telukbetung Bentuk arsitektur dan nilai historisnya
Selatan
15 Pura Way Lunik Bangunan peribadatan besar bagi umat Hindu
16 Monumen Krakatau (Taman Dipangga), Jl. W.R. Monumen bersejarah dan taman
Supratman, T.betung Utara
17 Museum Lampung “Ruwa Jurai”, Jl. Z.A. P. Alam Museum dengan koleksi hasil kebudayaan
Gedung Meneng masyarakat Lampung
18 Pasar Seni (Art Centre) Enggal, Jl. Sriwijaya, Kegiatan seni dan budaya
Tanjungkarang Pusat
19 Rumah Adat Lampung, Jl. Basuki Rachmat, Bentuk arsitektur tradisional Lampung
Telukbetung Utara
20 Taman Budaya, Jl. Cut Nyak Dien, Tanjungkarang Taman tempat rekreasi dan pertunjukan
Pusat budaya
21 Lamban Balak Kedatun Keagungan Lampung Rumah adat, dan perabot peninggalan
Kerajaan Lampung
22 Pusat Kegiatan Olah Raga (PKOR), Way Halim Replika Rumah adat 10 Kabupaten/Kota
Propinsi Lampung
23. TPI Lempasing Kegiatan transaksi jual beli ikan oleh nelayan
Wisata Buatan
24 Lapangan Golf, Jl. Endro Wiratmin, Sukarame Kegiatan olah raga golf
25 Pasar Tradisional Bambu Kuning, Jl. Imam Bonjol, Pasar kebutuhari sehari-hari dan kebutuhari
Tanjungkarang Pusat lainnya
26 Central Plaza Pusat perbelanjaan
27 Mall Kartini Pusat perbelanjaan
28 Ramayana Pusat perbelanjaan
29 Plaza Lotus Pusat perbelanjaan
30 Simpur Center Pusat perbelanjaan
31 Chandra Superstore Pusat perbelanjaan
32 Pusat Hiburan Malam (diskotik, billyard centre, Pusat hiburan malam di sepanjang pantai Teluk
karaoke) Lampung
33 Pusat Manisan Lampung, Jl. Ikan Kakap Telukbetung Oleh-oleh dan jajanan manisan
Utara
34 Taman Lesehan Tempat makan lesehan
JI. Kartini, Tanjungkarang Pusat
35 Taman Santap Malam, Jl. Hasanuddin Tempat makan
36 Taman Kupu-kupu Tempat penangkaran kupu-kupu
37 Pelabuhari Serengsem “Ferry Beton” Kapal ferry dari beton
No Nama Objek Dan Daya Tarik Wisata Daya Tarik
38 Water Boom Citra Garden Permainan air , kolam renang
Sumber: Kebudayaan & Pariwisata Dalam Angka, 2008 dan Pengamatan 2010.
Tabel 4.20
Obyek dan Daya Tarik Wisata di Kawasan Wisata Batu Putu
Kota Bandar Lampung
No Nama Daya Tarik Aktivitas Pengunjung
1 Puncak Sukadanaham, Pemandangan Kota Menikmati Panorama Alam
Desa Sukadanaham, Bandar Lampung dan Panorama Kota Bandar
Tanjungkarang Barat Lampung (Sky View City),
Hiking.
Dengan melihat potensi tersebut diatas serta kondisi fisik geografis Kota Bandar Lampung, maka arahan
pengembangan kawasan pariwisata Kota Bandar Lampung adalah sebagai berikut:
1. Membagi kawasan wisata dalam 5 zona, yaitu:
- Zona wisata alam di kawasan Batuputu, Sukadanaham dan Taman Hutan Rakyat Wan
Abdurahman (TAHURA WAR)
- Zona wisata bahari di sepanjang pesisir Kota Bandar Lampung, khususnya di kawasan BWK G
sekitar Gunung Kunyit, Pantai Puri Gading, Duta Wisata, dan Pulau Kubur di Kecamatan Teluk
Betung Timur (sesuai dengan rencana zonasi pesisir Kota Bandar Lampung)
- Zona wisata belanja di sekitar pusat kota, Jalan Ahmad Yani, Jalan Batu Sangkar, Jalan Kotaraja
,Jalan Raden Intan,Jalan Kartini, dan kawasan Teluk Betung
- Zona wisata hiburan malam di kawasan Bumi Waras dan Panjang di sepanjang Jalan Yos
Sudarso.
- Zona wisata budaya di kawasan cagar budaya Situr Keratuan Balau, Negeri Olok Gading,
museum lampung, dan lainnya.
2. Pengembangan lahan terbangun dengan koefisien dasar bangunan (KDB) kecil (<40%) bagi wisata
man made di kawasan lindung Kota Bandar Lampung.
3. Mengembangkan kawasan jasa industri pariwisata berupa hotel, restoran, oleh-oleh, dan hiburan
lainnya.
4. Memenuhi kebutuhan jaringan prasarana dan sarana pada kawasan wisata
5. Mengembangkan industri kreatif pendukung kegiatan wisata. Diperlukan studi khusus untuk
mengembangkan industri kreatif di Bandar Lampung
6. Membentuk Bandar Lampung Tourism Information Centre (TIC), event-event wisata, serta promosi
wisata lainnya.
Arahan Pengembangan Ruang Terbuka Non Hijau ruang terbuka non hijau (RTNH)Kota Bandar Lampung
yaitu:
- Mengoptimalkan Lapangan Enggal dan Lapangan Merah menjadi RTNH berfungsi sebagai cadangan
pengembangan.
- Mengoptimalkan Kawasan PKOR menjadi ruang terbuka non hijau (RTNH) dengan tipologi Plasa yang
akan mempunyai fungsi untuk bersosialisasi dan dalam keadaan darurat bisa dimanfaatkan sebagai
ruang evakuasi bencana alam.
- Untuk mendukung pengembangan konsep TOD (Transit Oriented Devlopment ) Pengembangan ruang
terbuka non hijau (RTNH) untuk lahan parkir diarahkan di sekitar kawasan Terminal Pasar Bawah,
Ruko-Ruko disekitar Ramayana;
- Ruang terbuka non hijau juga diarahkan untuk dikembangkan di kawasan pengembangan penataan
pesisirdi Teluk Betung Selatan berupa plasa dan convention center.
- Pembangunan sarana publik, perkantoran, perdagangan dan jasa, harus menyediakan lahan parkir
sesuai dengan ketentuan umum peraturan zonasi dan zoning regulation masing-masing bagian
wilayah kota (BWK);
- Penyediaan ruang terbuka non hijau (RTNH)bagi publik juga dapat memanfaatkan jaringan jalan
utama kota dengan memberlakukan kawasan bebas kendaraan bermotor pada hari libur dan jam-
jam tertentu. Beberapa jalan yang dimanfaatkan antara lain Jalan Kartini, Jalan Kotaraja, Jalan
Raden Intan, Jalan Jenderal Ahmad Yani, Jalan Jenderal Sudirman (batas persimpangan Jalan
Gajah Mada)
Kebutuhan per
Jml Satauan Sarana Luas Luas
Standar Luas RT
No Jenis Sarana Pddk Luas Luas RTH RTNH
(m2/jiwa) (m2)
(Jiwa) Lantai Lahan (M2) (M2)
Min (m2) Min (m2)
1 Mushola / Langgar 250 45 100 0.36 55 KDHX55 (100%-KDH)X55
2 Masjid Warga (RW) 2500 300 600 0.24 300 KDHX300 (100%-KDH)X300
Kebutuhan per
Jml Satauan Sarana Luas Luas
Standar Luas RT
No Jenis Sarana Pddk Luas Luas RTH RTNH
(m2/jiwa) (m2)
(Jiwa) Lantai Lahan (M2) (M2)
Min (m2) Min (m2)
Masjid Lingkungan
3 30000 1800 3600 0.12 1800 KDHX1800 (100%-KDH)X1800
Kelurahan
4 Masjid Kecamatan 120000 3600 5400 0.03 1800 KDHX1800 (100%-KDH)X1800
5 Sarana Ibadah Tergantung
Agama Lain system Tergantung Tergantung
kekerabatan/ kebiasaan kebiasaan
hirarki lembaga setempat setempat
Sumber : SNI No.03-1733 2004
Tabel 4.22
Standar Luas Penyediaan RT pada Prasarana Persampahan
Luas RTNH Jenis
Lingkup Prasarana Keterangan
(M2) RTNH
Prasarana
Sarana Pelengkap Status Dimensi
Rumah (5 jiwa) Tong Sampah Pribadi
Gerobak sampah TPS 2M3 Jarak bebas Gerobak
RW (2500 jiwa)
Bak Sampah Kecil 6M3 TPS dengan Mengangkut 6
Kelurahan Gerobak sampah TPS 2M3 Lingkungan Gerobak
(30000 jiwa) Bak Sampah besar 12M3 Hunian Mengangkut 8
Kecamatan Mobil Sampah TPS/TPA minimal Gerobak
(120000jiwa) Bak Sampah besar Lokal 25M3 30m Mengangkut 125
Bak Sampah akhir
Kota
(>480000 jiwa) TPA
Tempat daur ulang
sampah
Sumber : SNI No.03-1733 2004
Pada malam hari, lahan parkir ini dapat digunakan sebagai tempat pool kendaraan penghuni
ataupun kegiatan lain untuk menunjang kebutuhan masyarakat di sekitar lingkungan yang
bersangkutan, misalnya penjual makanan kaki lima. Lokasi dan besaran luas yang disyaratkan
untuk lahan parkir ini adalah sebagai berikut:
1. Pada penyediaan lahan parkir umum untuk area permukiman skala
RT (250 penduduk) lokasinya diarahkan pada setiap pusat lingkungan permukiman pada skala
RT, dengan standar penyediaan 100m2, dan penggunaannya yang juga sekaligus berfungsi
sebagai pangkalan sementara kendaraan angkutan publik.
2. Pada penyediaan lahan parkir umum untuk area permukiman skala RW (2.500 penduduk)
lokasinya diarahkan pada setiap pusat lingkungan permukiman pada skala RW, dengan
standar penyediaan 400m2, dan penggunaannya yang juga sekaligus berfungsi sebagai
pangkalan sementara kendaraan angkutan publik.
3. Pada penyediaan lahan parkir umum untuk area permukiman skala kelurahan (30.000
penduduk) lokasinya diarahkan pada setiap pusat lingkungan permukiman pada skala
kelurahan, dengan standar penyediaan 2.000m2, dan dipisahkan dengan terminal wilayah
kelurahan (seluas 1.000 m2) dan pangkalan oplet/angkot (seluas 200 m2).
4. Pada penyediaan lahan umum untuk area permukiman skala kecamatan (120.000 penduduk)
lokasinya diarahkan pada setiap pusat lingkungan permukiman pada skala kecamatan, dengan
standar penyediaan 4.000 m2, dan dipisahkan dengan terminal wilayah kecamatan (seluas
2.000 m2) dan pangkalan oplet/angkot (seluas 500 m2).
5. Besaran yang terdapat pada area RT, RW, kelurahan dan kecamatan ini belum termasuk
penyediaan lahan parkir yang diperuntukkan bagi bangunan sarana lingkungan pada tiap unit
baik RW, kelurahan maupun kecamatan.
6. Lokasi lahan parkir untuk lingkungan permukiman ini ditempatkan pada area strategis
sehingga pembatasan aksesibilitasnya hanya khusus bagi penghuni atau penunjang
kebutuhan penghuni, misalnya perletakan di area pintu masuk area permukiman.
7. Luas lahan parkir ini sangat bergantung tidak hanya pada jumlah pemilikan kendaraan,
melainkan juga pada perencanaan karakter dari kompleks itu sendiri. Sebagai acuan umum
luas parkir untuk area permukiman.
b. Lahan Parkir Berdasarkan Pusat-pusat Kegiatan
Lokasi lahan parkir untuk pusat-pusat kegiatan dapat didesain baik dengan dikelompokkan atau
menyebar disetiap pusat kegiatan tergantung pada perencanaan. Beberapa persayaratan khusus
yang harus dipenuhi:
- Lahan parkir merupakan fasilitas pelengkap dari pusat kegiatan, sehingga sedapatnya
sedekat mungkin dengan pusat kegiatan yang dilayani.
- Lokasi parkir harus mudah diakses/dicapai dari/ke pusat-pusat kegiatan tanpa gangguan
ataupun memotong arus lalu lintas jalan utama
- Lahan parkir harus memiliki hubungan dengan jaringan sirkulasi pedestrian secara langsung.
- Lokasi parkir harus mudah terlihat dan dicapai dari jalan dekat
Perhitungan luas lahan parkir pada area pusat kegiatan ditentukan oleh beberapa faktor penentu,yaitu:
- Jumlah pemilikan kendaraan
- Jenis kegiatan dari pusat kegiatan yang dilayani
- Sistem pengelolaan parkir
Dengan demikian besaran luas parkir akan berbeda-beda tergantung pusat kegiatan yang
dilayaninya. Untuk kebutuhan perhitungan, dasar perhitungan jumlah pemilikan kendaraan adalah
60 mobil setiap 1000 penduduk. Sedangkan standar besaran luas parkir yang umumnya dipakai
untuk setiap pusat kegiatan yaitu:
Tabel 4.23
Standar Luas Penyediaan RT Pada Bangunan Komersial
Kebutuhan per
Jml Satauan Sarana Standar Luas Luas Luas
No Jenis Sarana Pddk Luas Luas (m2/ RT RTH RTNH
(Jiwa) Lantai Lahan jiwa) (m2) (M2) (M2)
Min (m2) Min (m2)
1 Toko/Warung 250 50 100 (bila 0.4
50 (100%-KDH)X50
(Termasuk berdiri KDHX50
Gudang) sendiri)
2 Pertokoan 6000 1200 3000 0.5 1800 KDHX50 (100-kdh)x 100
Pusat Pertokoan+
3 30000 13500 10000 0.33
Pasar Lingkungan
Pusat Perbelanjaan
4 120000 36000 3600 0,300
dan Niaga (Toko +pasar+
bank+kantor)
Sumber : SNI No.03-1733 2004
Tabel 4.24
Standar Luas Penyediaan RT Pada Bangunan Sosial Budaya
Kebutuhan per
Satauan Sarana
Jml Standar Luas Luas Luas
Jenis Sarana
No Pddk Luas Luas (m2/ RT RTH RTNH
(Jiwa) Lantai Lahan jiwa) (m2) (M2) (M2)
Min (m2) Min (m2)
Balai warga/
1 2500 150 300 0.12 150 KDHX150 (100%-KDH)X150
Balai Pertemuan
Balai Serbaguna/
2 30000 250 500 0.017 250 KDHX250 (100%-KDH)X250
Balai Karang Taruna
3 Gedng Serbaguna 1500 1500 3000 0.025 1500 KDHX1500 (100%-KDH)X1500
4 Gedung Bioskop 1000 1000 2000 0.017 1000 KDHX1000 (100%-KDH)X1000
Sumber : SNI No.03-1733 2004
Tabel 4.25
Standar Luas Penyediaan RT Pada Bangunan Pendidikan
Kebutuhan per
Satauan Sarana
Jml Luas Luas
Jenis Standar Luas RT
No Pddk Luas Luas RTH RTNH
Sarana (m2/jiwa) (m2)
(Jiwa) Lantai Lahan (M2) (M2)
Min (m2) Min (m2)
216
1 TK 1250 (termasukrumah 500 0.28 284 KDHx284 (100%-KDH)X284
penjaga36 m2)
2 SD 1600 633 2000 1.25 1367 KDHX1367 (100%-KDH)X1367
3 SLTP 4800 2282 9000 1.88 6718 KDHX6718 (100%-KDH)X6718
4 SLTA 4800 3835 12500 2.6 8665 KDHX8665 (100%-KDH)X8665
Taman
5 2500 72 150 0.09 78 KDHX78 (100%-KDH)X78
Bacaan
Sumber : SNI No.03-1733 2004
Tabel 4.27
Standar Luas Penyediaan RT Pada Bangunan Kesehatan
Kebutuhan per
Jml Satauan Sarana Luas Luas
Standar Luas RT
No Jenis Sarana Pddk Luas Luas RTH RTNH
(m2/jiwa) (m2)
(Jiwa) Lantai Lahan (M2) (M2)
Min (m2) Min (m2)
1 Posyandu 1250 36 60 0.048 24 KDHX24 (100%-KDH)X24
2 Balai 2500 150 300 0.12 150 KDHX150 (100%-KDH)X150
Pengobatan
3 BKIA/Klinik 30000 1500 3000 0.1 1500 KDHX1500 (100%-KDH)X1500
Bersalin
4 Puskesmas 30000 150 300 0.006 150 KDHX150 (100%-KDH)X150
Pembantu
5 Puskesmas 120000 420 1000 0.008 580 KDHX580 (100%-KDH)X580
Induk
6 Tempat 5000 18
Praktek Dokter
7 Apotek 30000 120 250 0.025 130 KDHX130 (100%-KDH)X130
Sumber : SNI No.03-1733 2004
Ruang yang dipersiapkan sebagai tempat sementara evakuasi para korban bencana,harus memiliki
tingkat keamanan yang lebih terjamin,serta mempunyai akses yang cukup tinggi/terjangkau oleh bantuan
dari luar daerah.
Kriteria pentuan lokasi ruang evakuasi bencana disesuaikan antara lain dengan:
a. Jenis dan resiko bencana
b. Skala pelayanan ruang evakuasi bencana
c. Daya tampung dan daya dukung ruang evakuasi bencana
Rencana penyediaan dan pemanfaatan ruang dan prasarana evakuasi bencana, sekurang-kurangnya
mencakup:
a. Potensi bencana dan analisis kemungkinanya
b. Penentuan ruang-ruang evakuasi pada zona aman yang diperuntukan untuk penyelamatan
c. Bangunan-bangunan penyelamat yang direncanakan sebagai bangunan penyelamat pada zona
rawan, yang diperuntukkan bagi pihak yang tidak sempat melakukan penyelamatan ke zona aman
d. Rencana jalur evakuasi masyarakat kota menuju zona aman,serta rencana pengembangan
prasarana penunjangnya (jalan,jembatan,angkutan evakuasi)
Arahan rencana kawasan ruang evakuasi bencana jika terjadi bencana adalah :
- Optimalisasi pemanfaatan kawasan ruang terbuka hijau dan ruang terbuka hijau dan non hijau berupa
taman kota seperti lapangan Korpri, Taman Dwipangga, Lapangan Saburai, sekolah-sekolah terdekat
yang dianggap aman, Taman Masjid Al Furqon, Bukit Cerpung, Bukit Hatta, Bukit Kunyit, Bukit
Pidada, Bukit Serampok, Bukit Way Pangpangan, parkir atau area khusus yang dibuat untuk
menyelamatkan diri dan melengkapinya dengan sarana utilitas yang memadai.
- Adanya jalur evakuasi berupa jalur penyelamatan (escape road) adalah jalan-jalan kota yang
dikembangkan/direncanakan sebagai jalur pelarian ke bukit/ bangunan penyelamtan di wilayah yang
aman apabila terjadi bencana alam (gempabumi, tsunami dan banjir)
- Akses pencapaian ke kawasan ruang evakuasi bencana.
Untuk kepentingan Kota Bandar Lampung agar penataan pedagang kaki lima (PKL) benar-benar
komprehensif, maka perlu diperhatikan :
1. Keberadaan pedagang kaki lima (PKL)
pada dasarnya bukanlah semata-mata beban atau gangguan bagi keindahan dan ketertiban kota,
namun yang harus digali adalah :
- pedagang kaki lima (PKL) adalah sebuah potensi yang terpendam, yang bila dikelola dengan
bijak dan baik dapat menjadi sumber pemasukan bagi PAD Kota Bandar Lampung
2. Pedagang kaki lima (PKL) tidak bisa dibiarkan lepas kendali, melainkan ditata agar tidak
mengganggu ketertiban dan keindahan kota, seperti:
- Upaya menata pedagang kaki lima (PKL) harus melibatkan pihak swasta atau dunia usaha,
khususnya pusat-pusat kegiatan ekonomi yang berskala besar seperti pasar modern, pusat
perkantoran, Plaza atau mall seta zona industri. Kegiatan ekonomi tersebut secara tidak
langsung merupakan salah satu lokasi potensial timbulnya pedagang kaki lima (PKL).
- Agar upaya penataan pedagang kaki lima (PKL) dapat berjalan maksimal maka tidak harus
mengorbankan kepentingan pedagang kaki lima (PKL). Untuk itu perlu adanya penyusunan
segera Perda yang mengatur peran serta swasta dalam upaya penataan pedagang kaki lima
(PKL)
- Setiap mall atau pusat perkantoran dan kegiatan komersial lainnya, diwajibkan menyediakan
sebagaian dari luas lahan mereka untuk menampung pedagang kaki lima (PKL), Kemudian
ditetapkan tarif sewa tertentu yang menguntungkan bagi kedua belah pihak
3. Untuk menghilangkan perkembangan jumlah pedagang kaki lima (PKL) yang berlebihan disarankan
agar Pemkot melibatkan peran aparat tingkat Kelurahan dan Kecamatan.
4. Sifat pedagang kaki lima (PKL) adalah selalu hadir di pusat-pusat keramaian seperti plaza mall dan
sejenisya. Untuk menghilangkan kesemerawutan yang ada sampai saat ini tidak terlalu mengumpul
di pusat kota, maka disarankan agar Pemkot segera mengambil kebijakan-kebijakan menyebar
pusat-pusat keramaian.Sehingga kegiatan sektor informal tidak berada di pusat kota saja.
5. Untuk mengalihkan dan menampung pedagang kaki lima (PKL) yang terlalu menganggu ruang
publik, maka yang bisa dijadikan alternative adalah pasar.
Namun perlu disadari tidak semua pedagang kaki lima (PKL) mau dipindahkan kedalam pasar,
karena itu semua tergantung pada jenis barang dagangan yang diperjual belikan para pedagang
kaki lima (PKL). Bentuk relokasi pedagang kaki lima (PKL) ini antara lain bisa berupa pembangunan
pasar senta pedagang kaki lima (PKL).
6. pedagang kaki lima (PKL) yang berada di bahu jalan perlu adanya penertiban, dimana pedagang
kaki lima (PKL) hanya boleh menggunakan jalur pedestrian yang memiliki lebar sekurang-kurangnya
5 meter dan tidak lagi menggunakan bahu jalan. Jika lebar jalan pedestrian kurang dari 5 meter
maka keberadaan pedagang kaki lima (PKL) tidak diperkenankan untuk berjualan pada area
tersebut.
7. Hanya berlaku pemilik KTP dalam wilayah (tiap wilayah perlu menyediakan ruang untuk pedagang
kaki lima (PKL)), ini dilakukan untuk menimalisir keberadaan jumlah pedagang kaki lima (PKL) yang
ada.
8. Penetapan standard dan klasfikasi luas lahan/lantai pedagang kaki lima (PKL)Pengaturan waktu
kegiatan untuk jenis pedagang kaki lima (PKL) dan /atau lokasi
9. Pengaturan jenis dagangan
Pengembangan kawasan perikanan tersebut juga akan didukung dengan rencana pengembangan
pelabuhan perikanan modern di Lempasing Kecamatan Teluk Betung Timur.
2008EksistingJumlah
2030TahunKebutuhan
Fasilitas 2030Lebih/Kurang
(Ha)RencanaLuas
(Ha)LuasStandar
PddkStandar
Ket
No Jenis Arahan Lokasi
Tabel 4.29
Rencana Fasilitas KesehatanKota Bandar Lampung Tahun2030
2008EksistingJumlah
2030TahunKebutuhan
Fasilitas 2030Lebih/Kurang
HaRencanaLuas
HaLuasStandar
Arahan lokasi
PddkStandar
Jenis
Ket
No
3. Prasarana Lainnya
Kantor Polisi
Standar kebutuhan untuk skala kota adalah 30.000 jiwa/unit. Jumlah kantor polisi yang ada saat ini adalah
19 unit, sedangkan jumlah yang dibutuhkan sampai akhir tahun rencana adalah 44 unit. Ini menunjukan
masih dibutuhkan sebnyak 25 unit, dengan demikian masih diperlukanya penambahan jumlah kantor polisi
di wilayah Kota Bandar Lampung.
Kantor Pos
Standar kebutuhan kantor pos adalah 120.000 jiwa per unit, jumlah kantor pos saat ini adalah sebanyak
18 unit. Sedangkan jumlah kebutuhan hingga akhir tahun rencana 2030 dibutuhkan 11 unit.
Ini menunjukan bahwa kebutuhan sarana kantor pos kelebihan 7 unit, jadi untuk sarana ini tidak perlu
adanya penambahan hanya pelayananya saja yang ditingkatkan.
Bank
Standar kebutuhan bank 120.000 jiwa/unit. Jumlah sarana bank yang ada saat ini berjumlah 83 unit yaitu
terdiri dari 34 Bank umum dan 49 unit merupakan cabang pembantu dari Bank umum yang ada, Kondisi
eksisting yang ada sudah cukup mampu melayani kebutuhan hingga akhir tahun perencanaan 2030.
Dengan demikian tidak perlu dilakukanya penambahan jumlah bank, arahan perencanaan hanya dengan
peningkatan pelayanan.