Professional Documents
Culture Documents
Hubungan Status Gizi, Asupan Zat Gizi, Dan Aktivitas Fisik Dengan Kebugaran Anak Sekolah Di SDN 2 Pasanggrahan Purwakarta Irani Rachmawati
Hubungan Status Gizi, Asupan Zat Gizi, Dan Aktivitas Fisik Dengan Kebugaran Anak Sekolah Di SDN 2 Pasanggrahan Purwakarta Irani Rachmawati
IRANI RACHMAWATI
Irani Rachmawati
NIM I14104012
iii
ABSTRACT
RINGKASAN
IRANI RACHMAWATI. Hubungan Status Gizi, Asupan Zat Gizi, dan Aktivitas
Fisik dengan Kebugaran Anak Sekolah di SDN 2 Pasanggrahan Purwakarta. Di
bawah bimbingan HIDAYAT SYARIEF dan BUDI SETIAWAN.
berusia 9 tahun (7.5%), contoh berusia 11 tahun (3.8%) dan 10 tahun (1.9%).
Contoh yang memiliki tingkat kebugaran jasmani cukup memiliki uang saku Rp
2.000 (11.3%).
Kebiasaan makan contoh berdasarkan hasil wawancara dan kuesioner,
terdapat 54.7% contoh memiliki frekuensi makan sebanyak tiga kali setiap hari.
Sebanyak 39.6% contoh selalu membiasakan sarapan. Pada penelitian ini hanya
5.7% contoh yang mempunyai makanan pantangan. Terdapat 43.4%, 49.4%,
dan 45.3% contoh yang jarang mengkonsumsi sayur, protein hewani, serta
protein nabati. Sebanyak 30.2% contoh tidak pernah mengkonsumsi buah-
buahan. Sebagian besar contoh (60.4%) mengkonsumsi air putih 5-8 gelas
setiap harinya dan sebanyak 37.7% contoh sering mengkonsumsi susu setiap
minggunya. Sebanyak 47.2% contoh sering jajan, yaitu 4-6 kali setiap
minggunya.
Pada tingkat kebugaran cukup, 20.8% contoh memiliki tingkat kecukupan
energi tergolong defisit berat. Sebanyak 34% contoh memililki tingkat kecukupan
protein tergolong defisit berat, 28.3% tergolong lebih, 20.8% contoh tergolong
normal, 9.4% tergolong defisit ringan, dan 7.5% contoh tergolong defisit sedang.
Pada tingkat kebugaran cukup, 11.3% contoh memiliki tingkat kecukupan protein
tergolong defisit berat. Contoh yang memiliki tingkat kecukupan vitamin A kurang
hanya terdapat 1.9% sedangkan sisanya (98.1%) memiliki tingkat kecukupan
vitamin A cukup. Terdapat 5.7% contoh yang memiliki tingkat kecukupan vitamin
B1 dan kalsium tergolong cukup. Terdapat 17% dan 30.2% contoh yang memiliki
tingkat kecukupan vitamin C dan zat besi tergolong cukup. Pada tingkat
kebugaran kurang sekali, kurang, dan cukup, sebagian besar contoh memiliki
tingkat kecukupan vitamin dan mineral tergolong kurang.
Sebanyak 56.6% dan 34% contoh pada penelitian ini memiliki tingkat
aktivitas fisik ringan dan singat ringan. Pada tingkat kebugaran cukup, 13.2%
contoh memiliki aktivitas fisik ringan, sisanya 5.7% memiliki aktivitas sangat
ringan, 1.9%, dan 1.9% contoh memiliki aktivitas fisik sedang dan berat. Contoh
yang memiliki tingkat kebugaran jasmani kurang sekali, kurang, dan cukup,
sebagian besar berturut-turut (7.5%, 32.1%, 13.2%) memiliki status gizi normal.
Terdapat perbedaan signifikan (p<0.05) antara jenis kelamin contoh,
kebiasaan konsumsi sayuran, kebiasaan konsumsi protein nabati, dan aktivitas
fisik dengan kebugaran contoh. Tingkat kebugaran jasmani berhubungan
signifikan (p>0.05) dengan usia dan tingkat kecukupan vitamin zat besi contoh.
Hasil analisis regresi linier menunjukkan bahwa terdapat variabel independen,
yaitu usia dan tingkat kecukupan zat besi yang berpengaruh signifikan (p<0.05)
terhadap kebugaran contoh.
vi
IRANI RACHMAWATI
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Gizi
dari Program Studi Ilmu Gizi pada
Departemen Gizi Masyarakat
KATA PENGANTAR
Penulis
viii
RIWAYAT HIDUP
DAFTAR ISI
Halaman
PENDAHULUAN........................................................................................... 1
Latar Belakang....................................................................................... 1
Tujuan................................................................................. .................... 2
Hipotesis................................................................................................ .. 2
Kegunaan Penelitian.................. ............................................................ 3
TINJAUAN PUSTAKA................................................................................... 4
Anak Sekolah Dasar............................................................................... 4
Kebugaran Jasmani.................. ............................................................. 4
Pengukuran Tingkat Kebugaran Jasmani... ................................ .. 5
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kebugaran Jasmani........................ 6
Usia……………………………………………………………………... 6
Jenis Kelamin………………………………………………………….. 7
Status Gizi……………………………………………………………… 7
Hereditas……………………………………………………………….. 7
Aktivitas Fisik…………………………………………………………. . 7
Konsumsi Pangan……………………………………………………. . 8
Status Gizi.......... ................................................................................... 8
Penilaian Status Gizi.................................... ................................. 8
Pengukuran dan Penilaian Status Gizi secara Antropometri …..... 10
Konsumsi Pangan................. ................................................................. 10
Penialain Konsumsi Pangan....... .................................................. 11
Kecukupan Gizi Bagi Anak Sekolah Dasar.................................. ........... 13
Aktivitas Fisik.......... ............................................................................... 13
Pengukuran dan Penilaian Aktivitas Fisik....................................... 14
LAMPIRAN............................................................................................... ...... 65
xi
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Kategori status gizi menurut IMT/U…………………………………………. 10
2 Angka kecukupan gizi rata-rata yang dianjurkan per hari bagi anak
usia sekolah........................................................................................... 13
3 Kategori tingkat aktivitas fisik berdasarkan nilai PAL.............................. 15
4 Jenis variabel dan indikator penelitian........................... ......................... 19
5 Klasifikasi tingkat kecukupan energi dan zat gizi.................................... 20
6 Kategori aktivitas fisik berdasarkan nilai PAR ........................................ 21
7 Kategori tingkat aktivitas fisik berdasarkan nilai PAL.............................. 21
8 Formulir catatan lari multi tahap.............................................................. 22
9 Kategori VO2 max pada hasil bleep test.................. ............................... 22
10 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dan usia........ ..................... 27
11 Sebaran contoh berdasarkan status gizi........ ........................................ 29
12 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan energi........... .............. 31
13 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan protein......................... 33
14 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan vitamin A…………...... 34
15 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan vitamin B1.. ............... . 35
16 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan vitamin C................... . 37
17 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan zat besi........................ 38
18 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan kalsium........................ 39
19 Sebaran contoh berdasarkan aktivitas fisik. .......................................... . 41
20 Jenis aktivitas fisik, alokasi waktu, dan rata-rata nilai PAL
contoh.................................................................................... ........... ...... 42
21 Sebaran usia contoh berdasarkan tingkat kebugaran………………. ...... 45
22 Sebaran uang saku contoh berdasarkan tingkat kebugaran................... 46
23 Sebaran frekuensi makan contoh berdasarkan tingkat kebugaran…….. 47
24 Sebaran kebiasaan makan contoh berdasarkan tingkat kebugaran……. 48
25 Sebaran konsumsi sayur dan buah contoh berdasarkan tingkat
kebugaran….. ........................................................................................ 49
26 Sebaran konsumsi pangan sumber protein contoh berdasarkan
tingkat kebugaran…….. ......................................................................... 50
27 Sebaran kebiasaan minum contoh berdasarkan tingkat kebugaran........ 51
28 Sebaran status gizi contoh berdasarkan tingkat kebugaran…………..…. 52
29 Sebaran tingkat kecukupan energi contoh berdasarkan tingkat
kebugaran……………………………………………………………………… 53
xii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Kerangka pemikiran hubungan status gizi, asupan zat gizi dan
aktivitas fisik dengan kebugaran anak sekolah di SDN 2
Pasanggrahan Purwakarta ................................... .................................. 17
2 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin .................. ......................... 26
3 Sebaran contoh berdasarkan usia..................................... ..................... 26
4 Sebaran contoh berdasarkan uang saku...................................... .......... 27
5 Sebaran contoh berdasarkan status gizi......................................... ........ 28
6 Sebaran tingkat kecukupan energi menurut jenis kelamin contoh….. .... 30
7 Sebaran tingkat kecukupan protein menurut jenis kelamin contoh.......... 32
8 Sebaran tingkat kecukupan vitamin A menurut jenis kelamin contoh...... 34
9 Sebaran tingkat kecukupan vitamin B1 menurut jenis kelamin contoh.... 35
10 Sebaran tingkat kecukupan vitamin C menurut jenis kelamin contoh...... 36
11 Sebaran tingkat kecukupan zat besi menurut jenis kelamin contoh........ 38
12 Sebaran tingkat kecukupan kalsium menurut jenis kelamin contoh........ 39
13 Sebaran aktivitas fisik menurut jenis kelamin contoh.............................. 40
14 Sebaran tingkat kebugaran menurut jenis kelamin contoh...................... 44
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Anak usia sekolah adalah investasi bangsa, karena mereka adalah
generasi penerus bangsa. Tumbuh berkembangnya anak usia sekolah yang
optimal tergantung pemberian nutrisi dengan kualitas dan kuantitas yang baik
serta benar. Namun dalam masa tumbuh kembang tersebut pemberian nutrisi
atau asupan makanan pada anak tidak selalu dapat dilaksanakan dengan
sempurna. Masalah yang sering timbul terutama dalam pemberian makanan
yang bergizi dan berimbang yang tidak benar dan menyimpang. Bukan hanya itu
saja, contoh terbiasa melakukan kegiatan dengan bantuan alat-alat yang serba
praktis, sehingga contoh menjadi mudah lelah ketika melakukan kegiatan fisik
yang bersifat aktif (Judarwanto 2005).
Bagi seorang anak, kebugaran sangat penting terutama sebagai modal
utama dalam melaksanakan kegiatan belajar dan bermain. Anak yang bugar
akan memiliki rentang perhatian lebih lama dalam belajar, bermain, atau
berbagai kegiatan lainnya (Sriundy 2009). Kebugaran jasmani dipengaruhi oleh
beberapa hal, diantaranya asupan zat gizi dan komposisi tubuh.Komposisi tubuh
tersebut dipengaruhi oleh besarnya status gizi seseorang.Namun demikian,
permasalahan yang terjadi terkait dengan kebugaran jasmani contoh saat ini
masih sangat memprihatinkan.Hal ini terlihat dengan banyaknya anak yang
sering terkena berbagai penyakit, seperti penyakit pernafasan, pencernaan,
ataupun penyakit kurang gerak dan menurunnya daya tahan tubuh.
Menurut Riskesdas 2010, prevalensi status gizi menurut IMT/U anak usia
6-12 tahun di Provinsi Jawa Barat adalah 3.5% sangat kurus, 6.7% kurus, 81.4%
normal, dan 8.5% gemuk. Sedangkan, surveitim pengembang Sport
Development Index tahun 2005 meneliti kebugaran jasmani pelajar SD, SMP dan
SMA di seluruh Indonesia. Hasilnya untuk kategori baik sekali 0%, baik 5,66%,
sedang 37,66%, kurang 45,97%, kurang sekali 10,71%. Selain itu pola hidup
kurang gerak (sedentary lifestyle) seperti berlama-lama nonton TV, video, play
station, dialami sekitar 2/3 anak terutama di negara-negara yang sedang
berkembang.
Kebugaran merupakan kemampuan tubuh untuk melaksanakan suatu
kegiatan dengan menggunakan kekuatan, daya kreasi, dan daya tahan dengan
efisien dalam waktu yang relatif lama tanpa menimbulkan kelelahan yang berarti,
serta cadangan energi yang tersisa masih mampu untuk menikmati waktu luang
2
dan menghadapi hal-hal yang tidak terduga (Satya 2008). Kebugaran jasmani
adalah kemampuan tubuh untuk melakukan aktivitas tanpa menimbulkan
kelelahan fisik dan mental yang berlebihan. Kebugaran jasmani sangat penting
dalam menunjang aktivitas kehidupan sehari-hari, akan tetapi nilai kebugaran
jasmani tiap-tiap orang berbeda beda sesuai dengan tugas atau profesinya.
Kabupaten Purwakarta merupakan salah satu kabupaten yang terletak di
Propinsi Jawa Barat.Desa Pasanggrahan terletak di Kabupaten Purwakarta
bagian utara, Kecamatan Tegal Waru. Kondisi kependudukan Desa
Pasanggrahan, Kecamatan Tegal Waru, pada tahun 2007 untuk kelompok anak
usia 5-9 tahun dan 10-14 tahun berjumlah 347 orang dan 352 orang. Di Desa
Pasanggrahan hanya terdapat 2 Sekolah Dasar Negeri, yaitu SDN 01
Pasanggrahan dan SDN 02 Pasanggrahan.Selain itu, di Desa Pasanggrahan
tidak terdapat rumah sakit, posyandu ataupun puskesmas.Mengacu pada
permasalahan masih rendahnya kebugaran jasmani di Indonesia, penelitian
tentang hubungan berbagai faktor, seperti status gizi, aktivitas fisik, dan asupan
zat gizi terhadap kebugaran anak sekolah dasar di desa tertinggal menjadi
menarik untuk dikaji lebih dalam.
Tujuan
Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menganalisis status gizi,
aktivitas fisik, dan asupan zat gizi yang berpengaruh dengan kebugaran anak
sekolah di SDN Pasanggrahan 2 Purwakarta.
Tujuan Khusus
Tujuan khusus dalam penelitian ini, adalah:
1. Menganalisis karakteristik contoh.
2. Menganalisis status gizi contoh.
3. Menganalisis asupan zat gizi contoh.
4. Menganalisis aktivitas fisik contoh.
5. Menganalisis tingkat kebugaran contoh.
6. Menganalisis hubungan status gizi, aktivitas fisik, dan asupan zat gizi dengan
tingkat kebugaran contoh.
Hipotesis
1. H0 : Tidak terdapat hubungan yang nyata antara status gizi, aktivitas fisik,
dan asupan zat gizi dengan tingkat kebugarancontoh SDN 2 Pasanggrahan
Purwakarta.
3
2. H1 : Terdapat hubungan yang nyata antara status gizi, aktivitas fisik, dan
asupan zat gizi dengan tingkat kebugaran contoh SDN 2 Pasanggrahan
Purwakarta.
Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi mengenai pentingnya
status gizi, aktivitas fisik, dan asupan zat gizi dengan tingkat kebugaran anak
sekolah dasar. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
kepada pihak sekolah dan orang tua terkait tingkat kebugarancontoh dan faktor-
faktor yang mempengaruhinya, seperti status gizi, aktivitas fisik, dan asupan zat
gizi serta akan menjadi masukan untuk perbaikan gizi dan kebugaran contoh.
Selain itu juga mampu memberikan gambaran bagi pemerintah (Dinas
Pendidikan Pemuda dan Olahraga) tentang akibat tingkat kebugaran yang
kurang optimal.Diharapkan hasil penelitian ini juga dapat menjadi rujukan untuk
penelitian selanjutnya.
4
TINJAUAN PUSTAKA
untuk mengukur kebugaran yang dilihat dari besarnya nilai VO2 max (Nurhasan &
Cholil 2007).
VO2 max atau yang biasa disebut dengan maximal oxygen consumption,
maximal oxygen uptake, peak oxygen uptake atau maximal aerobic capacity
adalah kapasitas maksimum tubuh seseorang untuk menyalurkan dan
menggunakan oksigen selama olahraga berintensitas tinggi. VO2 max bisa
diketahui dengan menghitung jumlah oksigen dalam liter per menit (l/menit) atau
nilai relatif oksigen dalam mililiter per kilogram berat tubuh per menit (ml/kg/min).
VO2 max juga bisa dipakai sebagai alat ukur kekuatan aerobik maksimal dan
kebugaran kardiovaskular (Dunia Fitness 2012).
Menurut Nurhasan dan Cholil (2007), tes ini bersifat maksimal dan
progresif, artinya cukup mudah pada permulaannya kemudian meningkat dan
makin sulit menjelang saat-saat terakhir.Peserta tes harus mengerahkan kerja
maksimal saat melakukan tes ini. Setelah melakukan tes, lakukan gerakan-
gerakan pendinginan dengan cara berjalan dan diikuti dengan peregangan-
peregangan otot. Jumlah terbanyak dari level dan balikan sempurna yang behasil
diperoleh dicatat sebagai skor-skor peserta tes.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kebugaran Jasmani
Usia
Pada usia pertumbuhan kebugaran jasmaninya akan lebih baik,
dikarenakan fungsi organ akan tumbuh dengan optimal. Sedangkan pada orang
tua akan terjadi penurunan kebugaran jasmnani dikarenakan banyak jaringan-
jaringan dalam tubuh yang mengalami kerusakan (Muslichatun 2005).
Tingkat kebugaran jasmani meningkat sampai mencapai maksimal pada
usia 30 tahun, dan setelah usia 30 tahun akan terjadi penurunan kebugaran
secara perlahan (Afriwardi 2002). Hal tersebut terjadi akibat penurunan kapasitas
fungsional dari seluruh tubuh, kira-kira sebesar 0.8-1% per tahun, tetapi bila rajin
berolahraga penurunan ini dapat dikurangi sampai separuhnya (Depkes
2010).Usia besar pengaruhnya terhadap kebugaran jasmani, misalnya: 1) Daya
tahan jantung dan pembuluh darah, mulai anak-anak meningkat sampai usia
sekitar 20 tahun, dan mencapai maksimal di usia 20-30 tahun, kemudian
menurun sesuai dengan usia, sehingga pada usia 70 tahun hanya memiliki daya
tahan jantung dan pembuluh darah sekitar 50% saja dan 2) Kekuatan Otot, pada
usia kira-kira 25 tahun kekuatan otot mencapai dalam keadaan optimal, setelah
itu terjadi penurunan, hingga pada usia 65 tahun kekuatannya hanya sekitar 65-
7
70% dari kekuatan yang dimiliki pada usia 25 tahun, sesudah usia 65 tahun
penurunannya akan lebih cepat lagi. Pada anak-anak berusia 15-19 tahun
kekuatan ototnya baru mencapai 70-85% maksimal. Selain itu seluruh nilai
komponen kebugaran jasmani juga akan mengalami penurunan setelah usia kira-
kira 30 tahun.
Jenis Kelamin
Nilai kebugaran jasmani pada laki-laki dan perempuan hampir sama
sampai usia pubertas, tetapi setelah usia tersebut laki-laki mempunyai nilai jauh
lebih besar. Hal ini dapat disebabkan salah satunya pengaruh hormone seks laki-
laki yang mempunyai hormon testoteron 10 kali lebih banyak dari
perempuan.Hormon ini adalah suatu anabolic steroid yang membuat otot jadi
lebih besar dan lebih kuat (rata-rata kekuatan otot perempuan hanya sekitar 2/3
dari kekuatan otot laki-laki) dan bersifat lebih agresif (Afriwardi 2002).
Status Gizi
Status gizi adalah hasil akhir dari keseimbangan antara makanan yang
masuk ke dalam tubuh (nutrient input) dengan kebutuhan tubuh (nutrient output)
akan zat gizi tersebut (Supariasa 2002). Sedangkan zat gizi sendiri dapat
diartikan adalah ikatan kimia yang diperlukan tubuh untuk melakukan fungsinya,
yaitu menghasilkan energi, membangun, dan memelihara jaringan, serta
mengatur proses-proses kehidupan (Almatsier 2006).Status gizi sangat
mempengaruhi tingkat kebugaran jasmani seseorang, karena status gizi
menyebabkan tingkat kesehatan seseorang menjadi baik.
Hereditas
Komponen kebugaran jasmani sesungguhnya mencakup dua komponen
dasar, yaitu kebugaran organik dan kebugaran dinamik.Kebugaran organik
membahas bagaimana pengaruh garis keturunan dalam mewariskan tingkat
kebugaran pada generasi berikutnya (Satya 2008).
Aktivitas fisik
Almatsier (2004) menjelaskan bahwa aktivitas fisik adalah gerakan yang
dilakukan otot-otot tubuh dan sistem penunjangnya untuk menggerakkan badan.
Latihan fisik tidak sama dengan aktivitas fisik. Latihan fisik merupakan bagian
dari aktivitas fisik yang terencana, terstruktur, dilakukan berulang-ulang dan
bertujuan untuk memperbaiki atau mempertahankan kebugaran jasmani.Tugas-
tugas rumah tangga dan pekerjaan biasanya dilakukan tanpa
mempertimbangkan aspek kebugaran jasmani. Walaupun demikian seseorang
8
dapat melaksanakan tugas-tugas rumah tangga dan pekerjaan dengan cara yang
lebih efektif dan menghasilkan kebugaran jasmani pada saat yang sama
pekerjaan terselesaikan.
Konsumsi pangan
Menurut Suharjana dan Purwanto (2008) untuk mendapatkan kesehatan
dan kebugaran jasmani yang baik, seseorang harus berpola hidup sehat.Untuk
melakukan aktivitas sehari-hari manusia memerlukan energi.Energi tersebut
diperoleh dari makanan yang dikonsumsi sehari-hari.Proporsi makanan yang
baik adalah karbohidrat 60%, lemak 25% dan protein 15%.Zat-zat gizi dari
makanan mutlak diperlukan agar kebugaran jasmani baik karena zat-zat
teersebut digunakan untuk tenaga atau kalori, pembentukan sel-sel atau
pertumbuhan dan menggiatkan atau mengatur proses-proses dalam tubuh
(Susilowati 2007).
Status Gizi
Menurut Briawan dan Madanijah (2008), status gizi adalah keadaan tubuh
yang diakibatkan oleh keseimbangan antara jumlah asupan (intake) zat gizi dan
jumlah yang dibutuhkan (requirement) untuk berbagai fungsi biologis.Status gizi
sangat ditentukan oleh ketersediaan zat gizi dalam jumlah cukup dan dalam
kombinasi waktu yang tepat di tingkat sel agar tubuh dapat berkembang dan
berfungsi dengan normal.Nilai status gizi seseorang ditentukan oleh pemenuhan
semua zat gizi yang diperlukan tubuh dari makanan dan berperannya fatktor
yang menentukan besarnya kebutuhan, penyerapan, dan penggunaan zat-zat
gizi tersebut (Supariasa 2002).
Riyadi (2007), mendefinisikan status gizi sebagai keadaan kesehatan
tubuh seseorang atau sekelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi,
penyerapan, dan penggunaan zat-zat gizi makanan.Ukuran fisik seseorang
sangat erat hubungannya dengan status gizi, oleh sebab itu antropometri diakui
sebagai indikator yang baik dan dapat diandalkan dalam penentuan status
gizi.Ditambahkan oleh Hardinsyah et al. (2002), bahwa status gizi baik atau
status gizi optimal terjadi bila tubuh digunakan secara efisien, sehingga
memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja dan
kesehatan secara umum pada tingkat yang setinggi mungkin.
Penilaian Status Gizi
Terdapat dua jenis penilaian status gizi, yaitu secara langsung dan tidak
langsung. Penilaian status gizi secara langsung antara lain dengan antropometri,
9
biokimia, biofisik, dan klinis. Penilaian status gizi secara tidak langsung dapat
dilakukan melalui survey konsumsi makanan, statistik vital, dan penilaian faktor
ekologi (Supariasa 2002). Menurut Gibson (2005), terdapat empat cara untuk
melakukan penilaian status gizi di tingkat individu, yaitu pengukuran klinis atau
fisik, pengukuran konsumsi makanan, pengukuran antropometri, dan pengukuran
biokimia.
Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh manusia.Ditinjau dari
sudut pandang gizi, maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai
macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat
umur dan tingkat gizi.Antropometri secara umum digunakan untuk melihat
ketidakseimbangan asupan protein dan energi.Ketidakseimbangan ini terlihat
pada pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot dan
jumlah air dalam tubuh (Fauzi 2011).
Pemeriksaan klinis adalah metode yang sangat penting untuk menilai
status gizi masyarakat.Metode ini didasarkan atas perubahan-perubahan yang
terjadi yang dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi.Hal ini dapat dilihat
pada jaringan epitel (superficial epithelial tissues) seperti kulit, mata, rambut dan
mukosa oral atau pada organ-organ yang dekat dengan permukaan tubuh seperti
kelenjar tiroid.Penggunaan metode ini umumnya untuk survei klinis secara cepat
(rapid clinical surveys).Survei ini dirancang untuk mendeteksi secara cepat
tanda-tanda klinis umum dari kekurangan salah satu atau lebih zat gizi (Fauzi
2011).
Menurut Fauzi (2011), penilaian status gizi dengan biokimia adalah
pemeriksaan spesimen yang diuji secara laboratoris yang dilakukan pada
berbagai macam jaringan tubuh. Jaringan tubuh yang digunakan antara lain:
darah, urine, tinja dan juga beberapa jaringan tubuh seperti hati dan otot.Metode
ini digunakan untuk suatu peringatan bahwa kemungkinan akan terjadi keadaan
malnutrisi yang lebih parah lagi. Gejala klinis yang kurang spesifik banyak
ditemui, maka penentuan kimia faali dapat lebih banyak menolong untuk
menentukan kekurangan gizi yang spesifik.
Penentuan status gizi secara biofisik adalah metode penentuan status gizi
dengan melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan melihat perubahan
struktur dari jaringan.Umumnya dapat digunakan dalam situasi tertentu seperti
kejadian buta senja epidemik (epidemic of night blindnes), Cara yang digunakan
adalah tes adaptasi gelap (Fauzi 2011).
10
Konsumsi Pangan
Konsumsi pangan merupakan informasi tentang jenis dan jumlah pangan
yang dikonsumsi seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu.Definisi ini
11
menunjukkan bahwa konsumsi pangan dapat ditinjau dari aspek jenis pangan
yang dikonsumsi dan jumlah pangan yang dikonsumsi.Jenis dan jumlah pangan
merupakan hal yang penting dalam menghitung jumlah zat gizi yang
dikonsumsi.Batasan ini menunjukkan bahwa konsumsi pangan dapat ditinjau
berdasarkan aspek jenis pangan dan jumlah pangan yang dikonsumsi (Kusharto
& Sa’adiyah 2008).
Penilaian Konsumsi Pangan
Survey konsumsi atau penilaian konsumsi pangan adalah salah satu
metode yang digunakan dalam penetuan status gizi perorangan atau
kelompok.Supariasa (2002) menjelaskan bahwa dalam survei konsumsi pangan
terdapat tiga metode yang digunakan yaitu metode kualitatif, metode kuantitatif,
serta gabungan dari keduametode tersebut.Metode kualitatif digunakan untuk
mengetahui frekuensi makan, frekuensi konsumsi menurut jenis bahan pangan,
dan menggali informasi tentang kebiasaan makan. Metode kuantitaif digunakan
untuk mengetahui jumlah makanan yang dikonsumsi sehingga dapat dihitung
konsumsi zat gizi dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan
(DKBM) atau daftar lain yang diperlukan seperti Daftar Ukuran Rumah Tangga
(URT), Daftar Konversi Mentah Masak (DKMM), dan Daftar Penyerapan Minyak
(DPM).
Metode food recall 24 jam merupakan salah satu metode dalam
melakukan survey konsumsi pangan dengan tujuan untuk mengetahui kebiasaan
makan dan gambaran tingkat kecukupan bahan makanan dan zat gizi pada
tingkat kelompok, rumah tangga, dan perorangan serta faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap konsumsi pangan. Mengingat kembali dan mencatat
jumlah serta jenis pangan dan minuman yang telah dikonsumsi 24 jam
merupakan metode pengumpulan yang paling banyak digunakan dan paling
mudah dilakukan (Arisman 2004).
Pengukuran konsumsi pangan diawali dengan menanyakan jumlah
pangan dalam URT (Ukuran Rumah Tangga), setelah itu baru dikonversi dalam
satuan berat (Kusharto & Sa’adiyah 2008).Pengukuran food recall 24 jam
sebaiknya dilakukan berulang-ulang dan harinya tidak berturut-turut. Pengukuran
sebaiknya minimal dua kali (2x24 jam) tanpa berturut-turut sehingga dapat
menghasilkan gambaran asupan gizi yang lebih optimal dan memberikan variasi
yang lebih besar tentang intake harian individu (Gibson 2005).
12
Menurut Gibson (2005), pada metode food recall jumlah makanan yang
dikonsumsi diukur atau diperkirakan dengan ukuran rumah tangga yang
kemudian dikonversi dengan ukuran berat. Metode ini memiliki beberapa
kelebihan, diantaranya: 1) Menunjukkan konsumsi makanan yang akurat
(dibandingkan dengan food frequency); 2) Mengingat dalam jangka waktu yang
pendek (24 jam yang lalu); 3) Mampu memperkirakan asupan zat gizi dari
kelompok; 4) Tidak mengubah kebiasaan makan; dan 5) Wawancara dapat
dilakukan melalui telepon jika responden tidak dapat hadir.
Kelemahan dari metode food recall, yaitu: 1) Mengandalkan ingatan
responden yang mungkin kurang akurat; 2) Responden dapat menambah atau
mengurangi informasi konsumsi makanan yang sebenarnya; dan 3) Estimasi
konsumsi energi menjadi rendah karena konsumsi minuman sering tidak
diperhitungkan.
Metode food frequency didesain untuk memperoleh gambaran informasi
mengenai bahan makanan yang biasa dikonsumsi pada waktu tertentu.Kuisioner
food frequency terdiri dari daftar bahan makanan yang biasa dikonsumsi dan
kategori frekuensi yang digunakan (hari, minggu, bulan atau tahun).Daftar bahan
makanan dibuat berdasarkan kelompok makanan untuk memperkirakan asupan
zat gizi. Kuesioner food frequency harus dibuat secara sederhana sehingga
hanya diperlukan 15-30 menit waktu yang dibutuhkan untuk melengkapi kuisioner
(Gibson 2005).
Food frequency dibagi menjadi dua macam yaitu Food Frequency
Qualitative (FFQ) dan Food Frequency Semi-Quantitative (FFSQ).FFQ
digunakan untuk melihat kualitas makanan yang dikonsumsi atau melihat
kebiasaan makan sehari-hari. FFSQ digunakan untuk melihat kebiasaan makan,
jumlah makan yang biasa dikonsumsi, menentukan frekuensi dari konsumsi
sejumlah bahan makanan atau makanan jadi dalam suatu periode tertentu
(Gibson 2005).
Menurut Gibson (2005), metode food frequency ini mempunyai kelebihan
dan kekurangan. Kelebihannya antara lain relatif murah, dapat dilakukan sendiri
oleh responden, tidak membutuhkan latihan khusus, dan dapat membantu
menjelaskan hubungan antara penyakit dengan kebiasaan makan.Kekurangan
metode Food Frequency antara lain tidak dapat digunakan untuk menghitung
intake zat gizi sehari, sulit mengembangkan kuisioner pengumpulan data, cukup
menjemukan bagi pewawancara, perlu membuat percobaan pendahuluan untuk
13
menentukan jenis bahan makanan yang akan masuk dalam daftar kuisioner,
serta responden harus jujur dan mempunyai motivasi tinggi.
Kecukupan Gizi Bagi Anak Sekolah Dasar
Perhitungan asupan gizi seseorang dapat mengacu pada Daftar
Kecukupan Gizi (DKG), yaitu daftar yang memuat angka-angka kecukupan gizi
rata-rata per orang per hari bagi orang sehat Indonesia.Penilaian tingkat
kecukupan zat gizi dilakukan dengan membandingkan konsumsi zat gizi aktual
dengan AKG yang dianjurkan (Hardinsyah & Briawan 1994).Angka kecukupan
gizi adalah nilai yang menunjukkan jumlah zat gizi yang diperlukan tubuh untuk
hidup sehat setiap hari bagi hampir semua populasi menurut kelompok umur,
jenis kelamin, dan kondisi fisiologis tertentu seperti kehamilan dan menyusui
(Muhilal & Sulaeman 2004).
Untuk pertumbuhan dan perkembangan secara normal, seorang anak
harus mengkonsumsi makanan dengan jumlah yang cukup (Rahmawati 2001).
Apabila makanan yang dikonsumsi oleh anak sekolah dasar tidak mencukupi
kebutuhan gizinya, maka akan dapat mengakibatkan gangguan gizi pada anak
sekolah dasar. Sebuah penelitian menyebutkan bahwa anak usia sekolah dasar
mengkonsumsi zat gizi kurang dari kecukupan yang dianjurkan disebabkan
karena jarang sarapan pagi, pemilihan makanan jajanan yang kurang baik serta
jarang mengkonsumsi sayuran dan buah-buahan (Thoha 2003).Angka
kecukupan gizi yang dianjurkan bagi anak sekolah dasar dapat dilihat pada Tabel
2 berikut.
Tabel 2 Angka kecukupan gizi rata-rata yang dianjurkan per hari bagi anak usia
sekolah
Golongan umur
Energi dan zat gizi
7 – 9 tahun Pria 10 – 12 tahun Wanita 10 – 12 tahun
Energi (kkal) 1800 2050 2050
Protein (g) 45 50 50
Vitamin A (RE) 500 600 600
Vitamin B1 (mg) 0,9 1,1 1,1
Vitamin C (mg) 45 50 50
Kalsium (mg) 600 1000 1000
Zat Besi (mg) 10 13 20
Sumber: WKNPG 2004
Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik atau disebut juga aktivitas eskternal adalah suatu rangkaian
gerak tubuh yang menggunakan tenaga atau energi. Jenis aktivitas fisik yang
sehari-hari dilakukan antara lain berjalan, berolahraga, mengangkat benda, dan
mengayuh sepeda. Setiap kegiatan fisik menentukan energi yang berbeda
menurut lamanya intensitas dan sifat kerja otot (FKM-UI 2007). Aktivitas fisik juga
14
KERANGKA PEMIKIRAN
Karakteristik Contoh:
Umur
Jenis Kelamin
Uang Saku
Tingkat Kecukupan:
Energi
Aktivitas Fisik Protein
Vitamin dan
mineral
Status Gizi
Penyakit Penyakit Non
IMT
Infeksi Infeksi
Tingkat Kebugaran
Bleep Test
Prestasi Belajar
Keterangan :
= variabel yang diteliti
= variabel yang tidak diteliti
= hubungan yang diteliti
= hubungan yang tidak diteliti
Gambar 1 Kerangka pemikiran hubungan status gizi, aktivitas fisik, dan asupan
zat gizi terhadap tingkat kebugaran jasmani anak sekolah dasar
18
METODE PENELITIAN
vitamin A, vitamin C, kalsium, zat besi, dan zinc. Data konsumsi pangan dihitung
dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM) dengan rumus
sebagai berikut (Hardinsyah & Briawan 2004).
Keterangan:
KGij = Kandungan zat gizi ke-i dalam bahan makanan ke-j
Bj = Berat makanan ke-j yang dikonsumsi
Gij = Kandungan zat gizi ke-i dalam 100 gram BDD bahan makanan ke-j
BDDj = Bagian yang dapat dimakan dalam bahan makanan ke-j
Untuk menentukan Angka Kecukupan Gizi (AKG) contoh digunakan
rumus:
( )
PAL =
24
Keterangan :
PAL = Physical activity level (tingkat aktivitas fisik)
PAR = Physical activity ratio (jumlah energi yang dikeluarkan untuk jenis
aktivitas per satuan waktu tertentu)
Jenis aktivitas yang dapat dilakukan dikategorikan menjadi 18 jenis
kategori berdasarkan PAR seperti yang dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6 Kategori aktivitas fisik berdasarkan nilai PAR
Kategori Keterangan PAR
PAL1 Tidur (tidur siang dan malam) 1
PAL2 Tidur-tiduran (tidak tidur), duduk diam, dan membaca 1.2
PAL3 Duduk sambil menonton TV 1.72
PAL4 Berdiri diam, beribadah, menunggu (berdiri), berhias 1.5
PAL5 Makan dan minum 1.6
PAL6 Jalan santai 2.5
PAL7 Berbelanja (membawa beban) 5
PAL8 Mengendarai kendaraan 2.4
PAL9 Menjaga anak 2.5
PAL10 Melakukan pekerjaan rumah (bersih-bersih) 2.75
PAL11 Setrika pakaian (duduk) 1.7
PAL12 Kegiatan berkebun 2.7
PAL13 Office worker (duduk di depan meja, menulis, dan mengetik) 1.3
PAL14 Office worker (berjalan-jalan mondar-mandirmembawa arsip) 1.6
PAL15 Olahraga (badminton) 4.85
PAL16 Olahraga (jogging, lari jarak jauh) 6.5
PAL17 Olahraga (bersepeda) 3.6
PAL18 Olahraga (aerobic, berenang, sepak bola, dan lain-lain) 7.5
Sumber : FAO/WHO/UNU (2001)
Selanjutnya PALakan dikategorikan menjadi empat kategori menurut
FAO/WHO/UNU (2001), seperti yang disajikan dalam Tabel 7.
Tabel 7 Kategori tingkat aktivitas fisik berdasarkan nilai PAL
Kategori Nilai PAL
Aktivitas Sangat Ringan < 1,40
Aktivitas Ringan 1,40- 1,69
Aktivitas Sedang 1,70-1,99
Aktivitas Berat 2,00-2,40
Sumber : FAO/WHO/UNU (2001)
Data status kebugaran contoh diukur dengan melakukan bleep test yang
bertujuan mengukur fungsi jantung yang merupakan salah satu indikator
22
kebugaran seseorang.Bleep test atau tes lari multi tahap merupakan jenis tes
kebugaran cardiovascular yang dilakukan dengan cara berlari secara bertahap
dengan isntruksi dari kaset yang diputar dengan jarak lintasan lari sepanjang 20
meter. Setelah melakukan tes, dapat dicatat jumlah oksigen maksimum yang
digunakan selama berlari sesuai dengan nomor tahapan dan nomor balikan
(Nurhasan & Cholil 2007).Formulir catatan lari multi tahap dapat dilihat pada
Tabel 8 di bawah ini, sedangkan prediksi nilai penggunaan oksigen maksimum
dengan tes lari multi tahap dapat dilihat pada Lampiran.
Tabel 8 Formulir catatan lari multi tahap
Nomor Tahap Nomor Balikan
1 1234567
2 12345678
3 12345678
4 123456789
5 123456789
6 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
7 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
8 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
9 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
10 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
11 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
13 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
14 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
15 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
16 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
17 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
18 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
19 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
20 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
21 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Untuk menentukan tingkat kebugaran jasmani, maka nilai VO2 max yang
diperoleh dari bleep test tersebut kemudian dicocokan dengan kategori VO2 max
pada hasil bleep test pada Tabel 9 di bawah ini
Tabel 9 Kategori VO2 max pada hasil bleep test
Jenis
Kategori VO2 maks
Kelamin
Putra Kurang sekali < 25
Kurang 25-33
Cukup 34-42
Baik 43-52
Baik sekali > 53
Putri Kurang sekali <24
Kurang 24-30
Cukup 31-37
Baik 38-48
Baik sekali >49
Sumber: American of Heart Asociation
23
Aktivitas fisik adalah kegiatan yang dilakukan seseorang mulai dari bangun
sampai tidur kembali dan lamanya seseorang melakukan kegiatan fisik
tersebut, seperti bersekolah, menonton tv, tidur, aktivitas ringan (duduk
dan berdiri), aktivitas sedang (bersepeda dan jogging), dan aktivitas berat
(bermain basket dan berenang)
Antropometri adalah metode yang digunakan dalam melakukan penilaian status
gizi secara langsung yaitu tinggi badan, berat badan.
Asupan zat giziadalah rata-rata konsumsi setiap jenis pangan per hari yang
dinyatakan dalam satuan berat (gram) dan ukuran rumah tangga, yang
diperoleh dari hasil recall 2 x 24 jam.
Kebugaranadalah kemampuan tubuh untuk melakukan kegiatan sehari-hari
tanpa mengalami kelelahan yang berarti baik fisik maupun mental.
Contohadalah siswa kelas 4 dan 5 SDN 2 Pasanggrahan, Desa Pasanggrahan,
Kecamatan Tegal Waru, Kabupaten Purwakarta.
Karakterisitik contohadalah data-data contoh yang meliputi usia, jenis kelamin,
uang saku, berat badan, dan tinggi badan.
Status giziadalah keadaan tubuh yang diakibatkan oleh keseimbangan antara
jumlah asupan (intake) zat gizi dan jumlah yang dibutuhkan (requirement)
untuk digunakan (utilization) berbagai fungsi biologis.yang ditentukan
melalui Indek Massa Tubuh menurut umur (IMT/U) dan dikelompokkan
24
menjadi 5 kategori: sangat kurus <-3SD, kurus -3 SD s/d <-2 SD, normal
-2 SD s/d 1 SD, gemuk >1 SD s/d 2 SD, sangat gemuk > 2 SD.
Tingkat kebugaran adalah keadaan seseorang yang melakukan aktivitas fisik
tanpa merasakan kelelahan yang nilainya diperoleh berdasarkan tes
keolahragaan.
Tingkat kecukupan gizi adalah perbandingan konsumsi zat gizi actual terhadap
angka kecukupan yang dianjurkan menurut umur berdasarkan WKNPG
(2004) yang dinyatakan dalam persen.
VO2 max adalah kapasitas maksimum tubuh seseorang untuk menyalurkan dan
menggunakan oksigen selama melakukan tes lari multi tahap (bleep test).
25
Karakteristik Contoh
Pada penelitian ini, sampel berjumlah 53 contoh yang terdiri dari contoh
kelas 4 sebanyak 27 contoh dan kelas 5 sebanyak 26 contoh. Gambaran umum
contoh dalam penelitian ini, dapat dilihat dari sebaran jenis kelamin, umur, dan
uang saku.
Jenis Kelamin
Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin, dari keseluruhan contoh
proporsi antara laki-laki dan perempuan dari jumlah sampel sebesar 47%contoh
berjenis kelamin perempuan dan sebagian besar contoh(53%) berjenis kelamin
laki-laki. Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada Gambar 2
dibawah ini.
47% Laki-laki
Perempuan
53%
2%
8thn
21% 9thn
32%
11% 10thn
11thn
34%
12thn
4%
1000
6% 9%
1500
38%
2000
2500
39% 3000
5000
4%
Status Gizi
Status gizi contoh dihitung menggunakan analisis z-score.WHO (World
Health Organization) merekomendasikan penggunaan analisis z-scoreuntuk
mengukur status gizi anak pada negara berkembang.Analisis z-score dapat
dihitung secara akurat dengan menggunakan batas bawah dari data
referensi(Gibson 2005).
Perhitungan z-score dibantu dengan software anthroplus 2007 yang
dikeluarkan WHO 2007.Indikator yang digunakan yaitu IMT (Indeks Massa
Tubuh) dari hasil pengukuran tinggi badan dan berat badan berdasarkan umur
(IMT/U) untuk penentuan status gizi pada masa kini.Hal tersebut dikarenakan
anak berusia diatas 10 tahun tidak hanya mengalami pertambahan berat badan
tanpa lemak tetapi juga masa tubuh yang lainnya seperti lemak (WHO 2007).
11%
normal
kurus
36% 53%
kurus sekali
menyatakan tidak ada perbedaan yang nyata usia contoh antara kelompok status
gizi kurus dan status gizi normal (p>0.05).
Sebagian besar (5.7%) pada kelompok status gizi kurus sekali
mempunyai uang saku sebesar Rp 2000 dan sebesar 18.9% pada kelompok
status gizi normal mempunyai uang saku sebesar Rp 1000 dan Rp 1500. Hasil uji
beda menyatakan bahwa tidak ada perbedaan besar uang saku antara kelompok
status gizi kurus dan status gizi normal (p>0.05).
Uang saku merupakan bagian dari pengalokasian pendapatan keluarga
yang diberikan pada anak untuk jangka waktu tertentu seperti keperluan
harian,mingguan atau bulanan (Napitu 1994).Besar uang saku anak merupakan
salah satu indikator sosial ekonomi keluarga.Semakin besar uang saku, maka
semakin besar peluang anak untuk membeli makanan jajanan baik di kantin
maupun diluar sekolah (Andarwulan et al2008).
Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi
Tingkat Kecukupan Energi
Energi merupakan salah satu hasil metabolisme karbohidrat, protein dan
lemak.Energi berfungsi sebagai zat tenaga untuk metabolisme, pertumbuhan,
pengaturan suhu dan kegiatan fisik.Kelebihan energi disimpan sebagai cadangan
energi dalam bentuk glikogen sebagai cadangan energi jangka pendek dan
dalam bentuk lemak sebagai cadangan jangka panjang (Hardinsyah &
Tambunan 2004).
Asupan energi contoh diperoleh melalui metode recall 2x24 jam yaitu
pada saat hari sekolah dan hari libur. Tujuan dari penggunaan metode recall
2x24 jam agar dapat menghasilkan gambaran mengenai asupan zat gizi contoh
yang lebih optimal. Asupan energi contoh rata-rata adalah 1077 kkal dengan
kisaran 715 – 1592 kkal.Berikut adalah sebaran contoh berdasarkan tingkat
kecukupan energi yang disajikan dalam Gambar 6.
41,5
26,4
Laki-Laki
11,3 Perempuan
5,7 7,5 7,5
0,0 0,0
Gambar 6 Sebaran tingkat kecukupan energi menurut jenis kelamin contoh (%)
31
Gambar 7 Sebaran tingkat kecukupan protein menurut jenis kelamin contoh (%)
Secara keseluruhan rata-rata asupan protein contoh adalah 47.0 g
dengan kisaran 18.2 – 251.2 g. Sebanyak 34% contoh memililki tingkat
kecukupan protein tergolong defisit berat, 7.5% contoh tergolong defisit sedang,
9.4% defisit ringan, dan 20.8% tergolong normal, sedangkan sisanya tergolong
lebih (28.3%). Rata-rata tingkat kecukupan protein contoh keseluruhan adalah
132.1%.Pada penelitian ini, contoh yang berjenis kelamin laki-laki rata-rata
memiliki tingkat kecukupan protein yang tergolong normal (13.2%) dan defisit
sedang (5.7%).Contoh yang berjenis kelamin perempuan menunjukkan tingkat
kecukupan protein yang tergolong defisit ringan (9.4%).
Hasil penelitian tersebut berbanding terbalik dengan hasil penelitian
Jumirah et al (2008), mengenai status gizi, tingkat kecukupan energi, dan protein
anak sekolah di Medan yang menunjukkan anak berjenis kelamin laki-laki
memiliki tingkat kecukupan protein yang tergolong kurang dan defisit
dibandingkan dengan contoh perempuan. Berdasarkan hasil uji beda, terdapat
perbedaan yang signifikan (p<0.05) antara contoh berjenis kelamin laki-laki dan
perempuan dengan kategori tingkat kecukupan protein. Berikut Tabel 13
menunjukkan sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan protein.
33
52,8
45,3
Laki-Laki
Perempuan
0,0 1,9
kurang cukup
Gambar 8 Sebaran tingkat kecukupan vitamin A menurut jenis kelamin contoh (%)
Pada penelitian ini, hanya terdapat satu orang contoh berjenis kelamin
perempuan yang memiliki tingkat kecukupan vitamin A tergolong kurang. Seluruh
contoh yang berjenis kelamin laki-laki (52.8%) memiliki tingkat kecukupan vitamin
A yang tergolong cukup dan hanya 1.9% contoh berjenis kelamin perempuan
yang memiliki tingkat kecukupan vitamin A tergolong kurang. Berikut Tabel 14
menunjukkan sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan vitamin A.
Tabel 14 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan vitamin A
Tingkat Kecukupan Vitamin A
Karakteristik
Kurang Cukup Total P
Contoh
n % n % n %
Usia
8 tahun 0 0.0 1 1.9 1 1.9
9 tahun 0 0.0 17 32.1 17 32.1
10 tahun 1 1.9 17 32.1 18 34.0
0.315
11 tahun 0 0.0 6 11.3 6 11.3
12 tahun 0 0.0 11 20.8 11 20.8
Total 1 1.9 52 98.1 53 100.0
Uang Saku
1.000 0 0.0 20 37.7 20 37.7
1.500 0 0.0 2 3.8 2 3.8
2.000 1 1.9 20 37.7 21 39.6
2.500 0 0.0 3 5.7 3 5.7 0.861
3.000 0 0.0 5 9.4 5 9.4
5.000 0 0.0 2 3.8 2 3.8
Total 1 1.9 52 98.1 53 100.0
50,9
43,4
Laki-Laki
Perempuan
1,9 3,8
kurang cukup
Gambar 9 Sebaran tingkat kecukupan vitamin B1 menurut jenis kelamin contoh (%)
Sebanyak 94.3% contoh memiliki tingkat kecukupan vitamin B1 tergolong
kurang dan hanya 5.7% contoh yang tergolong cukup.Rata-rata konsumsi vitamin
B1 contoh secara keseluruhan adalah 64.4%.Sebagian besar contoh (50.9%)
berjenis kelamin laki-laki memiliki tingkat kecukupan vitamin B1 yang tergolong
kurang.Sedangkan sebanyak 3.8% contoh perempuan memiliki tingkat
kecukupan vitamin B1 tergolong cukup.Berikut Tabel 15 menunjukkan sebaran
contoh berdasarkan tingkat kecukupan vitamin B1.
Tabel 15 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan vitamin B1
Tingkat Kecukupan Vitamin B1
Karakteristik
Kurang Cukup Total P
Contoh
n % n % n %
Usia
8 tahun 1 1.9 0 0.0 1 1.9
9 tahun 16 30.2 1 1.9 17 32.1
10 tahun 16 30.2 2 3.8 18 34.0
0.686
11 tahun 6 11.3 0 0.0 6 11.3
12 tahun 11 20.8 0 0.0 11 20.8
Total 50 94.3 3 5.7 53 100.0
Uang Saku
1.000 20 37.7 0 0.0 20 37.7
1.500 2 3.8 0 0.0 2 3.8
2.000 18 34.0 3 5.7 21 39.6
2.500 3 5.7 0 0.0 3 5.7 0.063
3.000 5 9.4 0 0.0 5 9.4
5.000 2 3.8 0 0.0 2 3.8
Total 50 94.3 3 5.7 53 100.0
Berdasarkan tabel di atas, seluruh contoh yang berusia 8, 11, dan 12
tahun memiliki tingkat kecukupan vitamin B1 yang tergolong kurang (1.9%,
36
11.3%, dan 20.8%). Sebanyak 3.8% contoh yang berusia 10 tahun memiliki
tingkat kecukupan vitamin B1 tergolong cukup.Contoh dengan uang saku Rp
2.000 memiliki tingkat kecukupan vitamin B1 yang tergolong cukup sebanyak
5.7%.
Berdasarkan hasil uji beda tidak ada perbedaan yang signifikan (p>0.05)
antara usia contoh dengan tingkat kecukupan vitamin B1. Sedangkan terdapat
perbedaan signifikan (p<0.05) antara jenis kelamin contoh dengan tingkat
kecukupan vitamin B1 dan besar uang saku contoh dengan tingkat kecukupan
vitamin B1.Uang saku merupakan bagian dari pengalokasian pendapatan
keluarga yang diberikan pada anak untuk jangka waktu tertentu seperti keperluan
harian,mingguan atau bulanan (Napitu 1994).Semakin besar uang saku maka
semakin besar peluan contoh untuk meningkatkan konsumsi pangannya.
Tingkat Kecukupan Vitamin C
Vitamin C dikenal sebagai senyawa utama tubuh yang dibutuhkan dalam
berbagai proses penting, mulai dari pembuatan kolagen, pegangkut lemak,
pengangkut elektron dari berbagai reaksi enzimatik, pemacu gusi yang sehat,
pengatur tingkat kolesterol, serta pemacu imunitas. Sumber terbesar vitamin C
adalah buah-buahan yang masih segar maupun yang sudah berupa minuman
sari buah (Khomsan 2002). Gambar 10 merupakan sebaran contoh berdasarkan
tingkat kecukupan vitamin C.
41,5 41,5
Laki-Laki
11,3 Perempuan
5,7
kurang cukup
Gambar 10 Sebaran tingkat kecukupan vitamin C menurut jenis kelamin contoh (%)
Rata-rata asupan vitamin C contoh secara keseluruhan adalah 25.8 mg
dengan kisaran 0.0 mg – 145.2 mg. Pada penelitian ini hanya terdapat 17%
contoh yang memiliki tingkat kecukupan vitamin C tergolong cukup, sisanya
sebanyak 83% contoh memiliki tingkat kecukupan vitamin C tergolong kurang.
Terdapat 41.5 % contoh laki-laki dan 41.5% contoh perempuan yang memiliki
tingkat kecukupan vitamin C tergolong kurang.Contoh berjenis kelamin laki-laki
yang memiliki tingkat kecukupan vitamin C tergolong cukup adalah 11.3% lebih
37
35,8 34,0
17,0 Laki-Laki
13,2
Perempuan
kurang cukup
Gambar 11 Sebaran tingkat kecukupan zat besi menurut jenis kelamin contoh (%)
Secara keseluruhan terdapat 30.2% contoh yang memiliki tingkat
kecukupan zat besi tergolong cukup sedangkan sisanya (69.8%) memiliki tingkat
kecukupan zat besi tergolong kurang.Rata-rata tingkat kecukupan zat besi
contoh adalah 99.6% dengan kisaran.Pada penelitian ini terdapat 17.0% contoh
berjenis kelamin laki-laki yang memiliki tingkat kecukupan zat besi yang
tergolong cukup.Berikut Tabel 17 menunjukkan sebaran contoh berdasarkan
tingkat kecukupan zat besi.
Tabel 17 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan zat besi
Tingkat Kecukupan Zat Besi
Karakteristik
Kurang Cukup Total P
Contoh
n % n % n %
Usia
8 tahun 0 0.0 1 1.9 1 1.9
9 tahun 8 15.1 9 17.0 17 32.1
10 tahun 17 32.1 1 1.9 18 34.0
0.350
11 tahun 5 9.4 1 1.9 6 11.3
12 tahun 7 13.2 4 7.5 11 20.8
Total 37 69.8 16 30.2 53 100.0
Uang Saku
1.000 14 26.4 6 11.3 20 37.7
1.500 2 3.8 0 0.0 2 3.8
2.000 16 30.2 5 9.4 21 39.6
2.500 1 1.9 2 3.8 3 5.7 0.459
3.000 3 5.7 2 3.8 5 9.4
5.000 1 1.9 1 1.9 2 3.8
Total 37 69.8 16 30.2 53 100.0
49,1
45,3
Laki-Laki
Perempuan
3,8 1,9
kurang cukup
Gambar 12 Sebaran tingkat kecukupan kalsium menurut jenis kelamin contoh (%)
Pada penelitian ini contoh yang memiliki tingkat kecukupan kalsium
tergolong cukup hanya sebesar 5.7% dan sisanya (94.3%) tergolong
kurang.Rata-rata tingkat kecukupan kalsium contoh adalah 33.7% dengan
kisaran 6.7% - 99.4%.Sebanyak 3.8% contoh berjenis kelamin laki-laki dan 1.9%
contoh perempuan memiliki tingkat kecukupan kalsium yang tergolong
cukup.Berikut Tabel 18 menunjukkan sebaran contoh berdasarkan tingkat
kecukupan kalsium.
Tabel 18 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan kalsium
Tingkat Kecukupan Kalsium
Karakteristik
Kurang Cukup Total P
Contoh
n % n % n %
Usia
8 tahun 0 0.0 1 1.9 1 1.9
9 tahun 17 32.1 0 0.0 17 32.1
10 tahun 17 32.1 1 1.9 18 34.0
0.144
11 tahun 5 9.4 1 1.9 6 11.3
12 tahun 11 20.8 0 0.0 11 20.8
Total 50 94.3 3 5.7 53 100.0
Uang Saku
1.000 18 34.0 2 3.8 20 37.7
1.500 2 3.8 0 0.0 2 3.8
2.000 21 39.6 0 0.0 21 39.6
2.500 3 5.7 0 0.0 3 5.7 0.506
3.000 4 7.5 1 1.9 5 9.4
5.000 2 3.8 0 0.0 2 3.8
Total 50 94.3 3 5.7 53 100.0
Berdasarkan Tabel 18, 32.1% contoh berusia 9 tahun dan 10 tahun yang
memiliki tingkat kecukupan kalsium tergolong kurang. Sedangkan contoh berusia
8, 10, dan 11 tahun memiliki tingkat kecukupan kalsium yang tergolong cukup
sebesar 1.9%. Dilihat dari besar uang saku contoh, terdapat 3.8% contoh dengan
40
uang saku Rp 1.000 yang memiliki tingkat kecukupan kalsium tergolong cukup.
Hasil uji beda menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara jenis
kelamin, usia, dan uang saku contoh dengan tingkat kecukupan kalsiumnya.
Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik adalah gerakan yang dilakukan oleh otot tubuh dan sistem
penunjangnya.Aktivitas fisik memerlukan energi di luar kebutuhan untuk
metabolisme basal.Banyaknya energi yang dibutuhkan tergantung pada
beberapa banyak otot yang bergerak, berapa lama, dan berapa berat pekerjaan
yang dilakukan (Almatsier 2004). Dalam penelitian ini besarnya aktivitas fisik
yang dilakukan contoh selama 24 jam dinyatakan dalam Physical Activity Level
(PAL) atau tingkat aktivitas fisik. Rata-rata skor PAL keseluruhan contoh adalah
1.48 dengan kisaran 1.29 – 2.07.Sebaran contoh berdasarkan aktivitas fisik
menurut PAL disajikan pada Gambar 13 berikut.
32,1
24,5
18,9
15,1 Laki-Laki
Perempuan
3,8 3,8 1,9 0,0
Tabel 20 Jenis aktivitas fisik, alokasi waktu, dan rata-rata nilai PAL contoh
Alokasi
No Aktivitas PAR waktu PAL
(jam/hari)
Aktivitas Umum
1 Tidur 1.00 8.80 0.37
2 Berpakaian 2.30 0.28 0.03
3 Mandi 2.30 0.28 0.03
4 Istirahat. Berbaring 1.20 0.10 0.01
5 Makan 1.40 0.62 0.04
6 Duduk 1.20 0.62 0.03
7 Beribadah 1.40 0.72 0.04
8 Olahraga (aerobik, sepakbola, berenang) 7.55 0.90 0.28
Kegiatan Transportasi
8 Berjalan kaki 3.20 0.72 0.10
9 Bersepeda 3.60 0.40 0.06
10 Berangkat sekolah naik motor 1.50 0.00 0.00
11 Berangkat sekolah naik bus/angkot 1.20 0.00 0.00
Kegiatan Rumah tangga
12 Memasak 2.10 0.00 0.00
13 Mencuci piring 1.70 0.00 0.00
14 Mencuci pakaian 2.80 0.00 0.00
15 Menyetrika 1.70 0.06 0.00
16 Menyapu dan membersihkan rumah 2.30 0.50 0.05
17 Mengepel 4.40 0.01 0.00
18 Menjaga adik 2.50 0.49 0.05
19 Memandikan adik 3.50 0.00 0.00
20 Kegiatan rumah tangga laiinya 2.80 0.00 0.00
21 Belanja di pasar 4.60 0.00 0.00
Aktivitas Pertanian
22 Menyiangi Sawah/Berkebun 3.70 0.03 0.00
23 Menjemur Padi 5.10 0.00 0.00
Kategori Pekerjaan
24 Mengikuti pengajian/ Membaca/Belajar 1.50 5.70 0.36
25 Mengemas 2.20 0.00 0.00
26 Menjahit 2.50 0.00 0.00
Kegiatan Rekreasi
27 Menonton TV 1.64 2.86 0.20
28 Mendengarkan music 1.43 0.16 0.01
29 Mengobrol/Bercerita dengan teman 1.40 0.75 0.04
Jumlah 24.00 1.69
37,7
32,1
20,8
Laki-Laki
7,5 Perempuan
0,0 1,9
tidak terdapat perbedaan signifikan (p>0.05) frekuensi jajan contoh antara contoh
berstatus bugar dengan contoh berstatus tidak bugar.
Selain itu, pada penelitian ini terdapat contoh yang mempunyai makanan
pantangan, seperti pemanis buatan dan ayam.Secara keseluruhan hanya 5.7%
contoh yang mempunyai makanan pantangan.Sebanyak 3.8% contoh pada
tingkat kebugaran kurang sekali memiliki makanan pantangan.Sedangkan
sebagian besar contoh (67.9%) pada tingkat kebugaran kurang tidak memiliki
makanan pantangan dan hanya 1.9% saja yang memiliki makanan
pantangan.Seluruh contoh (22.6%) pada tingkat kebugaran cukup tidak memiliki
makanan pantangan.Sebaran kebiasaan makan contoh berdasarkan tingkat
kebugarannya disajikan dalam Tabel 24 di bawah ini.
Tabel 24 Sebaran kebiasaan makan contoh berdasarkan tingkat kebugaran
Tingkat Kebugaran
Kurang Total
Kebiasaan makan Kurang Cukup
Sekali P
n % n % n % n %
Kebiasaan Sarapan
Tidak Pernah 3 5.7 3 5.7 3 5.7 9 17.0
Jarang (< 4 kali/minnggu) 0 0.0 14 26.4 0 0.0 14 26.4
Sering (4 – 6 kali/minggu) 1 1.9 4 7.5 4 7.5 9 17.0 0.274
Selalu (7 kali/mingu) 0 0.0 16 30.2 5 9.4 21 39.6
Total 4 7.5 37 69.8 12 22.6 53 100.0
Konsumsi Suplemen
Tidak Pernah 2 3.8 28 52.8 10 18.9 40 75.5
Jarang (< 4 kali/minnggu) 1 1.9 8 15.1 2 3.8 11 20.8
Sering (4 – 6 kali/minggu) 0 0.0 0 0.0 0 0.0 0 0.0 0.928
Selalu (7 kali/mingu) 1 1.9 1 1.9 0 0.0 2 3.8
Total 4 7.5 37 69.8 12 22.6 53 100.0
Kebiasaan Jajan
Tidak Pernah 0 0.0 3 5.7 1 1.9 4 7.5
Jarang (< 4 kali/minnggu) 2 3.8 14 26.4 4 7.5 20 37.7
Sering (4 – 6 kali/minggu) 1 1.9 19 35.8 5 9.4 25 47.2 0.411
Selalu (7 kali/mingu) 1 1.9 1 1.9 2 3.8 4 7.5
Total 4 7.5 37 69.8 12 22.6 53 100.0
Makanan Pantangan
Ada 2 3.8 1 1.9 0 0.0 3 5.7
Tidak 2 3.8 36 67.9 12 22.6 50 94.3 0.180
Total 4 7.5 37 69.8 12 22.6 53 100.0
Pada penelitian ini sebanyak 3.8%, 32.1% dan 15.1% contoh pada tingkat
kebugaran kurang sekali, kurang, dan cukup jarang mengkonsumsi telur.
Sebanyak 35.8% dan 17.0% contoh pada tingkat kebugaran kurang dan cukup
jarang mengkonsumsi ikan segar. Sedangkan 3.8% contoh pada tingkat
kebugaran kurang sekali sering mengkonsumsi ikan segar. Berdasarkan hasil uji
Mann-Whitney tidak terdapat perbedaan signifikan konsumsi telur (p>0.05) dan
konsumsi ikan segar (p>0.05) dengan tingkat kebugaran contoh. Berikut adalah
sebaran konsumsi pangan protein contoh berdasarkan tingkat kebugaran yang
disajikan dalam Tabel 26.
Tabel 26 Sebaran konsumsi pangan protein contoh berdasarkan tingkat
kebugaran
Tingkat Kebugaran
Kurang Total
Konsumsi Pangan Protein Kurang Cukup P
Sekali
n % n % n % n %
Konsumsi Daging Merah
Tidak Pernah 2 3.8 13 24.5 7 13.2 22 41.5
Jarang (< 4 kali/minnggu) 1 1.9 17 32.1 4 7.5 22 41.5
Sering (4 – 6 kali/minggu) 0 0.0 4 7.5 0 0.0 4 7.5 0.560
Selalu (7 kali/mingu) 1 3.8 3 5.7 1 1.9 5 9.4
Total 4 7.5 37 69.8 12 22.6 53 100.0
Konsumsi Daging Putih
Tidak Pernah 1 1.9 5 9.4 1 1.9 7 13.2
Jarang (< 4 kali/minnggu) 1 1.9 17 32.1 9 17.0 27 50.9
Sering (4 – 6 kali/minggu) 1 1.9 6 11.3 1 1.9 8 15.1 0.671
Selalu (7 kali/mingu) 1 1.9 9 17.0 1 1.9 11 20.8
Total 4 7.5 37 69.8 12 22.6 53 100.0
Konsumsi Telur
Tidak Pernah 0 0.0 3 5.7 0 0.0 3 5.7
Jarang (< 4 kali/minnggu) 2 3.8 17 32.1 8 15.1 27 50.9
Sering (4 – 6 kali/minggu) 0 0.0 7 13.2 2 3.8 9 17.0 0.341
Selalu (7 kali/mingu) 2 3.8 10 18.9 2 3.8 14 26.4
Total 4 7.5 37 69.8 12 22.6 53 100.0
Konsumsi Ikan Segar
Tidak Pernah 1 1.9 1 1.9 2 3.8 4 7.5
Jarang (< 4 kali/minnggu) 1 1.9 19 35.8 9 17.0 29 54.7
Sering (4 – 6 kali/minggu) 2 3.8 9 17.0 0 0.0 11 20.8 0.516
Selalu (7 kali/mingu) 0 0.0 8 15.1 1 1.9 9 17.0
Total 4 7.5 37 69.8 12 22.6 53 100.0
Konsumsi Protein Nabati
Tidak Pernah 0 0.0 3 5.7 0 0.0 3 5.7
Jarang (< 4 kali/minnggu) 3 5.7 15 28.3 6 11.3 24 45.3
Sering (4 – 6 kali/minggu) 0 0.0 8 15.1 2 3.8 10 18.9 0.001
Selalu (7 kali/mingu) 1 1.9 11 20.8 4 7.5 16 30.2
Total 4 7.5 37 69.8 12 22.6 53 100.0
Protein nabati yang umum dikonsumsi oleh contoh, yaitu tahu dan tempe.
Pada penelitian ini, sebanyak 5.7%, 28.3%, dan 11.3% contoh pada tingkat
kebugaran kurang sekali, kurang, dan cukup jarang mengkonsumsi protein
nabati. Berdasarkan hasil uji beda terdapat perbedaan signifikan (p<0.05)
frekuensi konsumsi protein nabati dengan tingkat kebugaran contoh.
51
defisit berat (5.7%) dan sisanya (1.9%) memiliki tingkat kecukupan energi yang
deficit ringan.
Berdasarkan hasil uji korelasi Pearson tidak terdapat hubungan yang
signifikan (p>0.05) antara tingkat kecukupan energi contoh dengan tingkat
kebugaran contoh.Berdasarkan hasil uji t-test tidak terdapat perbedaan signifikan
(p>0.05) tingkat kecukupan energi contoh dengan tingkat kebugarannya.Berikut
adalah tingkat kecukupan energi contoh berdasarkan tingkat kebugarannya yang
disajikan dalam Tabel 29.
Tabel 29Sebaran tingkat kecukupan energi contoh berdasarkan tingkat
kebugaran
Tingkat Kebugaran
Tingkat Kecukupan Total
Kurang Sekali Kurang Cukup P
Energi
n % n % n % n %
Defisit Berat 3 5.7 22 41.5 11 20.8 36 67.9
Defisit Sedang 0 0.0 8 15.1 1 1.9 9 17.0
Defisit Ringan 1 1.9 3 5.7 0 0.0 4 7.5 0.863
Normal 0 0.0 4 7.5 0 0.0 4 7.5 0.192
Lebih 0 0.0 0 0.0 0 0.0 0 0.0
Total 4 7.5 37 69.8 12 22.6 53 100.0
Kesimpulan
Statu gizi contoh dalam penelitian ini sebagian besarnya adalah normal,
yaitu sebesar 53.0% dengan rata-rata z-score IMT/U -1.83 ± 1.17, nilai minimum
z-score -3.86 dan nilai maksimum 1.31.Terdapat 32.1% contoh berjenis kelamin
perempuan yang memiliki status gizi normal.Status gizi yang normal paling
banyak ditemui pada contoh yang berusia 9 dan 10 tahun, yaitu sebesar
15.1%.Sedangkan contoh yang memiliki status gizi normal (18.9%) paling banyak
terdapat pada sampel yang memperoleh uang saku sebesar Rp 1.000 dan Rp
2.000. Berdasarkan hasil uji beda tidak ada perbedaan yang signfikan (p>0.05)
antara jenis kelamin, usia, dan uang saku dengan status gizi contoh.
Tingkat kecukupan energi dan protein contoh sebesar 67.9% dan 34%
masih tergolong defisit berat.Sebagian besar (98.1%) contoh memiliki tingkat
kecukupan vitamin A yang tergolong cukup.Hasil tersebut berbanding terbalik
dengan tingkat kecukupan vitamin dan mineral lainnya yang menunjukkan
sebagian besar contoh tergolong kurang. Berdasarkan hasil uji beda, terdapat
perbedaan yang signifikan (p<0.05) antara contoh berjenis kelamin laki-laki dan
perempuan dengan kategori tingkat kecukupan protein.Terdapat perbedaan
signifikan (p<0.05) antara jenis kelamin dan besar uang saku contoh dengan
tingkat kecukupan vitamin B1. Hasil uji beda menunjukkan bahwa terdapat
perbedaan yang signifikan (p<0.05) antara jenis kelamin dan usia contoh dengan
tingkat kecukupan vitamin C. Berdasarkan hasil uji beda ada perbedaan yang
signifikan (p<0.05) antara jenis kelamin contoh dengan tingkat kecukupan zat
besinya.
Sebanyak 34.0% contoh pada penelitian ini memiliki tingkat aktivitas fisik
sangat ringan dan 56.6% contoh dengan tingkat aktivitas ringan.Sebanyak 18.9%
contoh perempuan memiliki tingkat aktivitas fisik sangat ringan.Terdapat 1.9%
contoh laki-laki yang memiliki tingkat aktivitas fisik berat.Sedangkan sebanyak
3.8% contoh berusia 11 tahun memiliki tingkat aktivitas fisik yang tergolong
sedang.Terdapat 3.8% contoh dengan uang saku Rp 2.000 memiliki tingkat
aktivitas fisik sedang. Berdasarkan hasil uji beda tidak terdapat perbedaan
(p>0.05) yang signifikan antara jenis kelamin, usia, dan uang saku contoh
dengan tingkat aktivitas fisiknya.
Sebagian besar contoh (69.8%) berada pada tingkat kebugaran kurang,
sedangkan sisanya sebanyak 22.6% dan 7.5% contoh berada pada tingkat
60
DAFTAR PUSTAKA
AlmatsierS. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
________. 2006. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Arisman. 2004. Gizi Daur Dalam Kehidupan. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Dwiyani L. 2011. Indeks Massa Tubuh dan Tingkat Kesegaran Jasmani Pada
Anak Obesitas Setelah Lepas Intervensi Diet dan Olahraga [skripsi].
Semarang: Kedokteran, UNDIP.
Hastuti S. 2003. Hubungan Status Gizi dengan Tingkat Kesegaran Jasmani Anak
Sekolah Dasar di Sd Negeri Majasto I Kecamatan Tawangsari Kabupaten
Sukoharjo [skripsi]. Semarang: Gizi Kesehatan Masyrakat, UNDIP.
Jumirah, Lubis Z, Aritonang E. 2008. Status Gizi dan Tingkat Kecukupan Energi
dan Protein Anak Sekolah Dasar di Desa Namo Gajah, Kecamatan
Medan Tuntungan. Medan: Jurnal Penelitian USU, Juni 2008, 12(1): 1-6.
Napitu N. 1994. Perilaku jajan di kalangan siswa SMA di kota dan pinggiran kota
DKI Jakarta [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian
Bogor.
Nasoetion A, Riyadi H. 1994. Gizi Terapan. Bogor: Jurusan Gizi Masyarakat dan
Sumberdaya Keluarga IPB.
Puspitorini M. 2009. Cara Mudah dan Murah menjadi Wanita Sehat. Yogyakarta:
Bookmarks.
[RISKESDAS] Riset Kesehatan Dasar. 2010. Status Gizi Anak Usia 6-12 tahun
Provinsi Jawa Barat. http://www.riskesda.litbang.depkes.id [11 September
2012].
Riyadi H. 2004. Penilaian Status Gizi. Dalam Baliwati YF, Khomsan A, Dwiriani
CM, editor. Pengantar Pangan dan Gizi. Jakarta: Penebar Swadaya; hlm
78-82.
Satya WI. 2008. Kebugaran jasmani dalam mendukung kinerja. J IQRA, Ilmu
Kependidikan dan Keislaman 4(2):211-222.
Santoso BI, Hardinsyah, Siregar P, Pardede SO. 2011. Air Bagi Kesehatan.
Jakarta: Centra Communications.
Sriundy MIM. 2009. Profil kebugaran jasmani anak usia 7 – 13 tahun sebagai
sasaran evaluasi penjasorkes. Jurnal Pendidikan Dasar 10(1): 92-104.
______. 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Thoha WH. 2003 Hubungan Pengetahuan dan Sikap Ibu tentang Jajan dan
Makanan Jajanan pada Ibu Bekerja dan Tidak Bekerja dengan Kebiasaan
Jajan Anak Sekolah Dasar [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.
[WHO] World Health Organization. 2007. BMI for Age (5-19 years).
http://www.who.inti/growthhref/who2007bmi-for-age/en/index.html. [04
September 2012].
Wulandari AWR. 2004. Hubungan Antara Status Gizi dan Latihan Fisik dengan
Kesegaran Jasmani Lansia di Klub Jantung Sehat Semarang [skripsi].
Semarang: Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro.
65
LAMPIRAN
66
Lampiran 1 Nilai p hasil uji beda karaktersitik contoh dengan status gizi, asupan
zat gizi dan aktivitas fisik
Nilai p Variabel
Karakteristik Asupan Zat Gizi
Status Aktivitas
Contoh Vitamin Vitamin Vitamin Zat
Gizi Energi Protein Kalsium Fisik
A B1 C Besi
Jenis
0.693 0.693 0.045 0.284 0.000 0.030 0.043 0.187 0.793
Kelamin
Usia 0.938 0.211 0.167 0.315 0.686 0.024 0.350 0.144 0.174
Uang Saku 0.617 0.588 0.602 0.361 0.063 0.144 0.459 0.506 0.330
Lampiran 2 Nilai p hasil uji korelasi berbagai variabel dengan tingkat kebugaran
Variabel P
Usia 0.015
Status gizi 0.497
Aktivitas fisik 0.615
Tingkat kecukupan energy 0.863
Tingkat kecukupan protein 0.414
Tingkat kecukupan vitamin A 0.697
Tingkat kecukupan vitamin B1 0.870
Tingkat kecukupan vitamin C 0.825
Tingkat kecukupan zat besi 0.046
Tingkat kecukupan kalsium 0.491
Lampiran 3 Nilai p hasil uji beda berbagai variabel berdasarkan status kebugaran
Variabel P Variabel P
Jenis Kelamin 0.000 Konsumsi daging putih 0.671
Uang saku 0.810 Konsumsi telur 0.341
Status gizi 0.459 Konsumsi protein nabati 0.001
Aktivitas fisik 0.615 Konsumsi air putih 0.495
Frekuensi makan 0.882 Konsumsi susu 0.190
Kebiasaan sarapan 0.274 Tingkat kecukupan energi 0.192
Konsumsi supplement 0.928 Tingkat kecukupan protein 0.969
Frekuensi jajan 0.411 Tingkat kecukupan vitamin A 0.482
Makanan pantangan 0.180 Tingkat kecukupan vitamin B1 0.298
Konsumsi sayuran 0.025 Tingkat kecukupan vitamin C 0.386
Konsumsi buah 0.178 Tingkat kecukupan kalsium 0.180
Konsumsi daging merah 0.560 Tingkat kecukupan zat besi 0.641
Konsumsi ikan 0.516
67