Professional Documents
Culture Documents
Massive Open Online Course Mooc Dalam Meningkatkan
Massive Open Online Course Mooc Dalam Meningkatkan
Massive Open Online Course Mooc Dalam Meningkatkan
net/publication/316590428
CITATIONS READS
5 178
1 author:
Riche Johan
Universitas Pendidikan Indonesia
29 PUBLICATIONS 14 CITATIONS
SEE PROFILE
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
All content following this page was uploaded by Riche Johan on 20 July 2018.
Abstract
Massive open online learning program course one form of technology-based learning is done online information
and to support the ownership of information literacy skills for library personnel. In the school library,
information literacy is the ability to produce the form of practical problem solving to find information, use the
information to share information with the information and communication technology. In particular, the
problems that need to be analyzed in the context of information literacy learnin g for school library personnel
are: Firstly, how to raise awareness for actively engaged, participatory and self have information literacy ?;
Second, how understanding of library information literacy includes the identification of information needs,
information retrieval, information use and sharing of information through a miniature of massive open online
learning course ?. In general, the methods used in this program is through the development of forms of learning
and research on a limited scale. The next stage of knowledge transfer activities through a learning process,
assignment and evaluation concludes openly and online.
dengan harga yang sangat murah berkisar kemampuan literasi informasi tersebut
100-500 ribu saat sekarang sudah bisa adalah yang pertama; para pengelola
mendapatkan modem atau untuk terkoneksi perpustakaan sekolah adalah guru yang
dengan internet, belum lagi dengan juga mengajar suatu materi pembelajaran
handphone yang menawarkan fasilitas dengan beban mengajar yang kurang
browsing dan jejaring sosial yang berkisar memenuhi, tercantum dalam UU 14/ 2005/
pada harga 500 ribu sampai 1 juta, ini juga Pasal 35 ayat 1 dan 2, sekurang-kurangnya
berkorelasi dengan penyediaan pulsa atau 24 jam tatap muka dalam satu minggu,
biaya koneksi internet yang sama-sama mencakup kegiatan pokok merencanakan
menawarkan ragam provider dengan pembelajaran, melaksanakan
ragam pilihan harga, berkisar 2-10 ribu per pembelajaran, menilai hasil pembelajaran,
satu hari atau 30-100 ribu rupiah per bulan membimbing dan melatih peserta didik.
kita dapat menjelajah dunia maya dengan Sedangkan bagi pengelola perpustakaan itu
mudah dan cepat. perlu menyelesaikan 12 jampel di kelas
Bila kemudahan dan kecepatan akses dan 12 jampel untuk melakukan tugas di
juga tidak ditunjang dengan kemudahan perpustakaan, artinya pekerjaan yang harus
dan kesanggupan dalam memanfatkannya diselesaikan setiap harinya oleh pengelola
akan sangat disayangkan, berimbas pada perpustakaan sekolah akan mengakibatkan
tenaga pengelola perpustakaan yang kurangnya kesempatan untuk menempuh
kompetensinya juga sudah semakin meluas pendidikan dan pembelajaran yang pada
kepada kemampuan literasi informasi. akhirnya menjadi kendala untuk
Tercermin dalam PERMEN No 25 tahun menghadiri kegiatan pembelajaran.
2008 dalam dimensi kompetensi Selanjutnya hambatan latar belakang
pendidikannya seorang tenaga pengelola pendidikan yang bukan diploma atau
perpustakaan memiliki tugas untuk sarjana perpustakaan akan memberikan
melakukan bimbingan literasi informasi kesan bahwa pengelola perpustakaan
bagi seluruh warga belajar di sekolah. kurang kompeten dalam menyediakan
Keahlian literasi informasi mencakup layananan di perpustakaan sekolah,
kemampuan untuk mengetahui kapan disudut pandang ini banyak kebutuhan dari
informasi dibutuhkan dan mengidentifikasi pengelola perpustakaan untuk
informasi yang dibutuhkan serta sumber- mengembangkan diri dan memenuhi
sumbernya; menempatkan dan mengakses tuntutan PERMEN No 25 tahun 2008
informasi secara efektif dan efisien tersebut, dengan upaya berlatih dan
mengevaluasi informasi secara kritis membina diri tanpa banyak beranjak dari
menata dan menggabungkan informasi ke tempat bekerja dan biaya yang cukup
dalam pengetahuan menggunakan besar.
informasi secara legal dan etis serta Tantangan dari perkembangan
mengkomunikasikan informasi tersebut. teknologi informasi dan komunikasi sudah
Hal tersebut memperlihatkan bahwa tidak dapat ditawar dan dirasakan
pengelola perpustakaan sekolah harus imbasnya pada persekolahan khususnya
mempunyai komitmen dengan penuh pada berbagai pengembangan keilmuan
kesadaran agar dapat mengakses, yang harus dipelajari oleh siswa menjadi
memahami dan memanfaatkan informasi pengetahuan dan pengalaman yang
yang diperoleh untuk dikomunikasikan bermakna yang akan dimiliki, tentu
kepada masyarakat yang membutuhkan. menjadi sangat perlu diperhatikan oleh
Namun demikian terdapat hambatan- pihak sekolah untuk dapat bersama-sama
hambatan yang dimiliki oleh pengelola memberikan layanan literasi informasi.
perpustakaan sekolah dalam menguasai Penguatan kemampuan tersebut perlu
204
PEDAGOGIA : Jurnal Ilmu Pendidikan
efetif terlibat dalam kolaborasi tahun 1989, dan sejak itulah konsep literasi
menggunakan jejaring sosial di Internet. informasi mulai digunakan secara meluas.
Keterampilan baru ini tetap bertumpu pada Namun Bruce juga mengatakan bahwa
literasi “tradisional” tetapi ditambah keinginan untuk menggunakan istilah
dengan keterampilan teknis dan literasi informasi sudah ada di kalangan
kemampuan analisis kritis. Untuk itu pustakawan sejak lama sebelumnya, yaitu
sekolah dan perpustakaanpun perlu sejak para pustakawan berketetapan untuk
mengenal berbagai bentuk sarana dan mempertegas peran mereka dalam
aktivitas literasi menggunakan perangkat pendidikan yang mereka perjuangkan sejak
digital, seperti petunjukan sambil bermain, tahun 1960an. Sejak 1990an konsep
simulasi, menyelesaikan tugas-tugas secara literasi informasi tak hanya
multitasking, dan sebagainya. diperbincangkan tetapi sudah diterapkan
New Literacies yang dialami siswa menjadi berbagai model dan aktivitas, baik
di luar sekolah, terutama di rumah dan di pendidikan tingkat dasar, menengah,
dengan sesama teman sepermainan, dan terlebih-lebih di pendidikan tinggi.
seringkali merupakan proses pembelajaran Hobbs (2011), dengan latarbelakang
yang lebih mendalam dan lebih kaya dan motivasi berbeda juga menganjurkan
daripada pembelajaran yang mereka agar para pustakawan sekolah mulai
peroleh di sekolah. Anak-anak seringkali dengan serius mengupayakan literasi
mampu mengembangkan sendiri media, antara lain untuk membantu peserta
keterampilan, strategi, dan insights yang didik menghadapi apa yang disebut
mereka butuhkan untuk secara sukses “digital risk ” sehingga dapat menghindari
memanfaatkan Teknologi Informasi dan beberapa ancaman dari situasi sehari-hari
Komunikasi (TIK) yang terus berubah. yang sudah begitu terpapar oleh beragam
media massa, budaya popular, dan media
3. Literasi Informasi dan Literasi digital. Menurutnya, selain melengkapi
Media di Perpustakaan sekolah dengan perangkat TIK mutakhir,
“The changing media landscape and the “School librarians, teachers, and
rapid growth in information are affecting educational technology leaders can help
individuals and societies now more than shift the focus to emphasize how digital
ever. In order to succeed in this tools are used to promote critical thinking,
environment, and to resolve problems creativity, and communicationand
effectively in every facet of life, collaboration skills”.
individuals, communities and nations Secara keseluruhan, pada akhirnya
should obtain a critical set of memang harus ada peninjauan tentang apa
competencies to be able to seek, critically yang sesungguhnya kita inginkan dengan
evaluate and create new information and literasi media. Sebagaimana Potter (2010)
knowledge in different forms using existing mengatakan, saat ini ada tiga pertanyaan
tools, and share these through various yang harus dijawab: (1) What are the
channels.” media? – haruslah jelas apakah akan
(IFLA , 2012) memfokuskan pada satu medium saja
Bruce (1997) mensinyalir, pemikiran (misalnya televisi atau komputer saja),
tentang literasi informasi muncul atakah beberapa media saja, atau secara
bersamaan dengan kemunculan konsep umum dan menyeluruh. (2). What do we
masyarakat informasi. Sebagai sebuah mean by literacies? – apakah maksudnya
konsep yang jelas dan baku, literasi peningkatan dalam keterampilan
informasi baru muncul dalam publikasi menggunakan/ media, ataukah
final report American Library Association meningkatkan pengetahuan dan
208
PEDAGOGIA : Jurnal Ilmu Pendidikan
pemahaman, ataukah semuanya? (3). What c. Location and Access, pada langkah
should be the purpose of media literacy? – ini peserta pembelajaran diarahkan
sebagian menjawab dengan tujuan untuk memiliki kemampuan dalam
normatif kualitatif, yaitu untuk menemukan sumber dari informasi
meningkatkan kualitas hidup individu, apa yang sedang mereka butuhkan.
khususnya dengan memberdayakan d. Use of Information, setelah
mereka dalam mengendalikan media; diketahui sumber informasi yang
sementara ada yang hanya spesifik akan mereka dapatkan, peserta
menargetkan literasi media untuk tujuan pembelajaran diberikan bekal untuk
pendidikan dan membantu anak didik memiliki kemampuan dalam
menyelesaikan pendidikannya. menggunakan informasi tersebut
sehingga dapat bermanfaat bagi
4. Massive Open Online Courses khalayak.
Massive Open Online Courses e. Synthesis, tahap syhthesis ini
(MOOC) adalah sebuah model merupakan tahapan yang
pembelajaran atau pembelajaran yang mengajarkan peserta pembelajaran
dapat dilakukan secara online untuk skala dalam mengembangkan cara untuk
besar dan jumlah partisipan banyak mengakhiri sebuah permasalahan.
tersebar dari beberapa wilayah yang f. Evaluation, tahapan evaluasi ini
berlainan dan berjauhan. Pelaksanaan untuk memberikan ukuran kepada
kegiatan pembelajaran model MOOC ini peserta pembelajaran “bagaimana”
biasa dilakukan melalui web yang dapat membuat sebuah keputusan dan
diakses dengan jaringan internet. Dengan menilai berhasil atau tidaknya, baik
demikian terdapat dua karakteristik model atau tidak baiknya sebuah program
MOOC yaitu; (1) Pemanfaatan jaringan yang dikembangkan.
internet dan web sebagai sarana dalam
kegiatan pembelajaran jarak jauh. (2) D. HASIL DAN PEMBAHASAN
Adanya jumlah peserta banyak dan skala Pengembangan program
pembelajaran yang besar. pembelajaran MOOC diperuntukan tenaga
Pada pengembangan program pengelola perpustakaan sekolah sebagai
pembelajaran model MOOC ini, dibagi objek penelitian. Selanjutnya pihak-pihak
menjadi enam langkah pengembangan : terkait sebagai pendukung (suporting
a. Task Definition, pada langkah system) dalam penelitian ini meliputi:
pertama dalam peserta Dosen UPI sebagai penyelenggara
pembelajaran diajarkan untuk sekaligus sebagai fasilator dalam kegiatan
memiliki kemampuan dalam pembelajaran, Kepala sekolah sebagai
menjabarkan apa yang harus pemberi ijin dan penentu dalam
dilakukannya kedalam bentuk keikutsertaan dari pengelola perpustakaan
deskriptif, terstruktur maupun sekolah dalam proses pembinaan program,
pointer pekerjaan yang harus serta praktisi pengembang sistem open
dikerjakannya. online courses yang ada di lapangan.
b. Information Seeking Strategies, Adapun pengelola perpustakaan
langkah selanjutnya peserta sebagai sasaran pengembangan
pembelajaran diberikan bekal untuk pembelajaran, memiliki karakeristik
menciptakan alternatif-alternatif sebagai berikut, bertugas sebagai kepala
strategi dalam mendapatkan perpustakaan dan staf pengelola
informasi yang dibutuhkan dalam perpustakaan yang memiliki integritas
hal tersebut. tinggi dalam memajukan perpustakaan
209
PEDAGOGIA : Jurnal Ilmu Pendidikan
211
PEDAGOGIA : Jurnal Ilmu Pendidikan
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa uji Kemudian untuk mengetahui
Kolmogorov-Smirnov untuk pre test dan homogenitasnya dilakukan pengujian
post test berturut-turut sebesar 0.479 dan homogenitas varians dengan
0.785. Dari kedua data tersebut nilainya membandingkan hasil pre test dan post test
lebih besar daripada taraf nyata 0.05. menggunakan uji levene, hasil yang
Dengan demikian, dapat disimpulkan diperoleh sebagai berikut
bahwa hasil pre test dan post test berasal
dari populasi yang berdistribusi normal.
.
Tabel 3
Hasil Uji Homogenitas Data
Dari tabel di atas tampak bahwa nilai penelitian ini memiliki distribusi yang
signifikansi uji levene pada hasil pre test bersifat normal dan varians yang homogen.
dan post test diperoleh nilai sebesar 0.066 Dengan demikian, data tersebut telah
nilai signifikansi tersebut lebih besar memenuhi syarat untuk dianalisis lebih
daripada taraf nyata 0.05. Dengan lanjut, yakni untuk menguji
demikian, dapat disimpulkan bahwa hasil kebermaknaannya atau peningkatannya.
tes yang diberikan berasal dari populasi Data hasil tes masing-masing
yang memiliki varians yang sama, atau dianalisis dan diuji perbedaannya dengan
dengan kata lain varians yang dimiliki oleh uji t. Pengujian uji t sampel dependen
hasil pre test dan post test bersifat terhadap masing-masing pre test dan post
homogen. Dari uraian di atas dapat test yang diperoleh dari hasil penelitian
disimpulkan bahwa data hasil tes dalam
sebagai berikut.
Tabel 4
Uji t Sampel Berpasangan
t df Sig. (2-tailed)
Uji beda MOOC 3.614 27 0.005
F. REFERENSI
Bruce, C. 1997. The seven faces of
information literacy. Adelaide: Auslib
Press.
213