1 SM PDF

You might also like

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 15

HOLISTIK, Vol. 12 No.

2 / April-Juni 2019

TRADISI UANG PANAI’ SEBAGAI BUDAYA BUGIS (STUDI KASUS KOTA


BITUNG PROPINSI SULAWESI UTARA)

Oleh
Reski Daeng 1
Selvie Rumampuk2 Mahyudin Damis3

Abstract
There is one value or philosophy of life in the Bugis tribe namely Siri’ (shame) or
better known as Siri’ na pesse’. This Siri’ culture affects many joints of social life in
south Sulawesi, even hierarchically has shaped the character and mentality of the
people of south Sulawesi it self. As well as the marriage system that is very thick with
siri' culture because marriage is considered the right moment for the whole family to
show their dignity’s.

This is the case for the Bugis tribe in Bitung City who up hold siri’ values so that in
this modern era Bugis indigenous communities there still strongly maintain the
tradition of Panai Money 'which is one of the main conditions and is considered an
ideal marriage in the Bugis tribe.

The initial form of Panai money 'as a form of appreciation to women, turned into an
arena of social prestige that took the name of siri', the higher the social and level of
stratification women have the higher the nominal value of their customary money.

In this case it can be said that Panai Money as part of the culture turned into a disaster
and made people feel anxious. No wonder the marriage is canceled only because of
the Panai' money which is less than what the bride asks because she remains
adamant to the nominal she wants. If the request is not able to be fulfilled then the
application process will be rejected, as a result the road taken by lovers who have
loved one another is eloping (Silariang).

Keywords: marriage, tradition, panai’ money

1
Mahasiswa Antropologi Fispol Unsrat
2
Dosen Pembimbing I KTIS
3
Dosen Pembimbing II KTIS

1
ISSN 1979-0481

Pendahuluan Beberapa orang yang memang


paham benar dengan budaya Uang
Budaya pernikahan pada
Panai’ ini biasanya melakukan
setiap daerah selalu menjadi hal yang
kompromi terlebih dahulu. Terkait
sangat menarik untuk dibahas. Baik
dengan budaya Uang Pania’ untuk
dari segi latar belakang budaya
menikahi wanita Bugis Makassar, jika
pernikahan tersebut, maupun dari segi
jumlah uang naik yang diminta
kompleksitas pernikahan itu sendiri.
mampu dipenuhi oleh calon mempelai
Karena dalam pernikahan yang terjadi
pria, hal tersebut akan menjadi
bukan hanya sekedar menyatukan dua
kehormatan bagi pihak keluarga
orang yang saling mencintai, lebih dari
perempuan. Kehormatan yang
itu, ada nilai-nilai yang tidak lepas
dimaksud di sini adalah rasa
untuk dipertimbangkan dalam
penghargaan yang diberikan oleh
pernikahan seperti status sosial,
pihak calon mempelai pria kepada
ekonomi, dan nilai-nilai budaya dari
wanita yang ingin dinikahinya dengan
masingmasing daerah.
mengadakan pesta yang megah untuk
Di Sulawesi Selatan, budaya
pernikahannya melalui Uang Panai’
pernikahan Bugis Makassar sendiri,
tersebut. Jumlah nominal Uang Panai’
ada satu hal yang sepertinya telah
untuk menikahi wanita Bugis
menjadi khas dalam pernikahan yang
Makassar ini kemudian dipersepsikan
akan diadakan yaitu Uang Panai’
sebagai perilaku menjual anak
(uang naik) atau oleh masyarakat
perempuan. Bagaimanapun persepsi
setempat disebut dui’ menre’ (bahasa
merupakan gambaran yang
Bugis).
bergantung dari pengalaman
Walaupun Uang Panai’ lebih
sebelumnya. Bagi pria daerah lain
mendapat perhatian dan dianggap
yang membutuhkan modal yang tidak
sebagai suatu hal yang sangat
begitu banyak untuk pernikahan
menentukan kelancaran jalannya
seperti pria Jawa, sangat wajar jika
proses pernikahan, sehingga jumlah
mempersepsikan Uang Panai’ sebagai
nominal Uang Panai’ lebih besar dari
harga seorang anak perempuan Bugis
pada jumlah nominal mahar.
Makassar karena pada daerah asalnya
Sedangkan dalam syariat islam itu
tidak demikian banyaknya. Begitupun
sendiri tidak membatasi jumlah mahar
bagi individu yang menganggap
yang harus diberikan calon suami
kemegahan
kepada calon istrinya, melainkan
bukanlah jaminan sejahteranya
menurut kemampuan suami beserta
kehidupan rumah tangga ke depan.
keridhaan istri.
Ada juga lamaran yang akhirnya tidak
diteruskan, karena tidak bertemunya

2
HOLISTIK, Vol. 12 No. 2 / April-Juni 2019

keinginan dua belah pihak. Langkah membuka usaha sebagai pedagang


terakhir yang ditempuh bagi campuran di rumah. Salah satu
pasangan yang telah saling mencintai kelurahan di Kota Bitung yang paling
adalah kawin lari, atau dalam banyak dihuni oleh suku Bugis
masyarakat Bugis Makassar dikenal Makassar terdapat di Kelurahan
dengan nama Silariang (kawin lari). Pateten. Secara populatif tidak
Langkah ini merupakan jalan pintas ditemukan jumlah pasti tentang
untuk tetap bersama. kuantitas orang-orang Bugis Makassar
di kelurahan Pateten. Hal ini
Orang tua yang anaknya
dikarenakan domisili mereka yang
dibawa lari disebut Tumasiri. Malu
agak terpencar da nada juga di
yang berhubungan dengan harga diri
beberapa kelurahan di Kota Bitung
orang Bugis Makassar sampai-sampai
hanya sekedar transit dan akan pergi
orang tua atau pihak keluarga
bersama dengan keberangkatan
perempuan akan melakukan
kapal-kapal.
pembunuhan di muka umum kepada
pasangan yang melakukan Silariang. Di Kota Bitung, dalam hal
Langkah ini disebut menegakan Siri’ mencari pasangan hidup pada
Na Pacce (mappatettong siri’). Hukum masyarakat Bugis Makassar, biasanya
adat mengatakan, membunuh si orang tua yang akan mencarikan
pelaku silariang dengan alasan siri’ jodoh untuk anaknya dengan sesama
tidak bisa dikenakan hukuman, karena sukunya. Alasannya menikah dengan
ia dianggap sebagai pahlawan yang satu suku yaitu agar komunikasinya
membela siri’nya. Di sisi lain, dalam lancar menggunakan bahasa daerah
hukum pidana, tidak menerima alasan asal yang biasa dimengerti dan
kalau ada terjadi kasus pembunuhan dipahami antara satu dengan lainnya.
termasuk alasan siri’, dan pelakunya Kemudian, mempertahankan garis
bisa dikenakan pasal pembunuhan keturunan Bugis Makassar dan yang
atau penganiayaan dalam KUHP. terpenting juga adalah menjaga harta
warisan. Seiring dengan
Menurut cerita orang-orang
perkembangan dan perubahan sosial
tua di Kota Bitung bahwa kehadiran
serta budaya, maka ada anak yang
mereka di kota pelabuhan ini sudah
menerima perjodohan karena orang
puluhan tahun. Hal ini tidak diragukan
tuanya sudah memilihkan jodoh yang
karena mereka terkenal sebagai suku
terbaik untuknya, ada juga yang
yang gemar merantau ke berbagai
menolak dijodohkan dan memilih
wilayah. Kebanyakan dari mereka,
sendiri pasangan hidupnya.
berprofesi di bidang perikanan dan
kelautan. Ada juga beberapa yang

3
ISSN 1979-0481

Tradisi Uang Panai’ menjadi Koentjaraningrat. (2005) memandang


penting untuk dilakukan karena di era sistem nilai budaya merupakan
serba modern ini sudah banyak tradisi tingkat tertinggi paling abstrak dari
masyarakat adat yang mulai adat istiadat. Hal tersebut disebabkan
meninggalkan adat istiadat daerah oleh nilai budaya yang dari konsep-
asal mereka. Namun di Kota Bitung konsep mengenai segala sesuatu yang
masih terdapat komunitas adat yang dinilai berharga dan penting oleh
berusaha mempertahankan adat suatu masyarakat sehingga nilai
istiadat Uang Panai’ yang tersebut dapat berfungsi sebagai
berpenduduk beragam suku bangsa pedoman orientasi pada kehi-dupan
dan adat istiadat. Seperti diantaranya masyarakat yang ber-sangkutan.
etnis Sanger, Talaud, Jawa, Gorontalo, System nilai budaya terdiri dari
dan Minahasa. Komitmen orang Bugis konsep-konsep yang hidup dalam
Makassar dalam mempertahankan alam pikiran sebagian besar warga
identitas budaya, norma, adat dan masyarakat. System nilai budaya yang
nilai kearifan daerah asal mereka, hidup dianggap amat bernilai dalam
walaupun mereka telah lama berada alam pikiran sebagian besar
di perantauan. masyarakat karena itu sesuatu sistem
nilai budaya biasanya berfungsi
Uang Panai’
sebagai pedoman tertinggi bagi
Uang Panai’ (Uang acara) atau dalam kelakuan manusia serta sistem-sistem,
bahasa Bugis dikenal dengan dui’ tata kelakuan manusia lain yang
menre’ adalah sejumlah uang yang tingkatnya lebih konkret, seperti
akan diserahkan oleh pihak laki-laki aturan-aturan khusus, hukum dan
pada saat mappettu ada norma-norma yang juga berpedoman
(mappasienrekeng). Hal ini biasa kepada sistem nilai budaya. System
dilakukan oleh pihak perempuan nilai budaya merupakan rangkaian
untuk mengetahui kerelaan atau konsep-konsep abstrak yang
kesanggupan berkorban dari pihak dianggap penting dan berharga,
laki-laki sebagai perwujudan tetapi juga apa yang dianggap remeh
keinginannya untuk menjadi anggota tidak berharga dalam hidup.
keluarga (Sugira Wahid, 2007).
Konsep Kebudayaan
Sistem Nilai Budaya
Parsudi Suparlan: Kebudayaan
Batasan mengenai sistem nilai didefinisikan sebagai keseluruhan
budaya dalam tulisan ini penulis pengetahuan manusia sebagai
mengacu pada uraian dari makhluk sosial yang digunakan untuk
memahami dan menginterpretasikan

4
HOLISTIK, Vol. 12 No. 2 / April-Juni 2019

lingkungan dan pengalamannya, serta mereka dan para keturunan mereka


menjadi landasan bagi tingkah- (Koentjaraningrat, 1984).
lakunya. Dengan demikian,
Adapun menurut Duval dan
kebudayaan merupakan serangkaian
Miller (1985) ahli Antropologi
aturanaturan, petunjuk-petunjuk,
mengatakan, bahwa pernikahan
rencanarencana, dan strategi-strategi
adalah monogamous, hubungan
yang terdiri atas serangkaian model-
perpasangan antara satu wanita dan
model kognitif yang dipunyai oleh
satu pria. Sehingga bias didefinisikan
manusia, dan digunakan secara
sebagai suatu kesatuan hubungan
selektif dalam menghadapi
suami istri dengan harapan bahwa
lingkungannya sebagaimana terwujud
mereka akan menerima tanggung
dalam tingkah-laku dan tindakan-
jawab dan memainkan peran sebagai
tindakannya (Artikel. culturesocial.
pasangan yang telah menikah, di
hlm.2-18).
mana di dalamnya terdapat hubungan
Pernikahan Menurut Ahli seksual, keinginan mempunyai anak,
dan menetapkan pembagian tugas
Hampir semua kelompok
antara suami istri.
masyarakat mengenal apa yang
disebut dengan perkawinan. Pernikahan Dalam Islam
Perkawinan merupakan suatu
Kata nikah berasal dari bahasa
peralihan dari tingkat hidup remaja ke
Arab nikaahun, diterjemahkan dalam
tingkat hidup berkeluarga, di mana
bahasa Indonesia sebagaimana yang
saat ini merupakan saat peralihan
disebut perkawinan. Nikah adalah
terpenting sepanjang stages along the
suatu ikatan yang dianjurkan syariat,
life cycle (Koentjaraningrat, 1981)
akad yang sangat kuat untuk mentaati
adapun dalam perkawinan itu dapat
perintah Allah dan kekal berdasarkan
diartikan sebagai:
Ketuhanan Yang Maha Esa. Orang
“… Pranata hubungan antara seorang yang sudah berkeinginan untuk
pria dan seorang wanita, seorang pria menikah dan khawatir terjerumus ke
dan beberapa wanita, beberapa orang dalam perbuatan zina, sangat
pria dan seorang wanita, yang dianjurkan untuk melaksanakan nikah
diresmikan menurut prosedur adat (Al-haromain.318).
istiadat, hukum atau agama dalam
Akulturasi
masyarakat yang bersangkutan dan
Konsep akulturasi secara luas
karena itu mempunyai konsekuensi
berkaitan dengan perubahan sikap
ekonomis, sosial, hukum dan
dan budaya antara dua budaya yang
keagamaan bagi para individu yang
berbeda. Fokusnya adalah pada
bersangkutan, para kaum kerabat

5
ISSN 1979-0481

kelompok individu dan bagaimana akulturasi: asimilasi, bikulturalisme


minoritas atau kelompok imigran (kemampuan untuk hidup di dua
berhubungan dengan masyarakat dunia, dengan tidak melakukan
yang menjadi dominan di daerah itu penolakan), dan ketaatan
atau tuan rumah. Identitas etnik dapat tradisionalitas (penolakan dari budaya
dianggap sebagai aspek akulturasi di yang dominan).
mana ini dapat di perhatikan pada Akulturasi adalah suatu proses
individu dan bagaimana ia sosial yang timbul manakala suatu
berhubungan dengan kelompoknya kelompok manusia dengan
sendiri sebagai subkelompok kebudayaan tertentu dihadapkan
masyarakat yang lebih luas. Akulturasi dengan unsur dari suatu kebudayaan
adalah konsep yang kompleks dan di asing. Kebudayaan asing itu lambat
sini terdapat dua model pada laun diterima dan diolah ke dalam
akulturasi yaitu model linear dan kebudayaannya sendiri tanpa
model dua dimensi. Model linear menyebabkan hilangnya unsur
didasarkan pada asumsi bahwa kebudayaan kelompok itu
identitas etnis yang kuat tidak sendiri(Andi Amir, 2014).
mungkin berada antara mereka yang
Kedatangan Orang Bugis Di Kota
terlibat dalam masyarakat utama dan Bitung
akulturasi yang pasti disertai dengan
Kedatangan orang Bugis di
melemahnya identitas etnis. Model
Kota Bitung, awalnya mereka hanya
dua dimensi menunjukkan bahwa baik
ingin singgah untuk berdagang,
hal yang berhubungan dengan
alihalih berdagang mereka malah
budaya tradisional atau etnis dan
menetap dan menyebar di
hubungan dengan budaya baru atau
daerahdaerah yang ada di Kota
dominan memainkan peran penting
Bitung. Menurut tetua adat Suku Bugis
dalam proses akulturasi.
di Bitung yang peneliti wawancarai,
Menggunakan model dua dimensi, JW
bahwa Suku Bugis pertama kali
Berry telah menyarankan bahwa ada
datang di Kota Bitung pada tahun
empat kemungkinan hasil dari proses
1985. Kebanyakan dari mereka datang
akulturasi: asimilasi (gerakan menuju
ke Kota Bitung dengan tujuan untuk
budaya yang dominan), integrasi
merantau dan mencari pekerjaan
(sintesis dari dua budaya), penolakan
dengan modal yang mereka bawa.
(penegasan kembali budaya
Mereka akhirnya membuka usaha
tradisional), atau marjinalisasi
sendiri dengan modal tersebut (Tetua
(keterasingan dari kedua budaya).
adat Bugis. Hj Langku.2019).
Demikian pula, Sodowsky dan Plake
telah menetapkan tiga dimensi

6
HOLISTIK, Vol. 12 No. 2 / April-Juni 2019

Tradisi Uang Panai’ di Kota Bitung ia kemudian menyampaikan niatnya


untuk melamar kepada orang tuanya.
Bertumpu pada konsep tradisi
Jika kedua orang tuanya setuju, maka
oleh Edward Shils (1918)
kerabat yang ditunjuk oleh orang tua
yang mengatakan bahwa tradisi
si pria akan menemani pria tersebut
yaitu segala sesuatu yang
untuk bertamu ke rumah si wanita
ditransmisikan, diwariskan oleh masa
sambil membawa oleh-oleh.
lalu ke masa sekarang. Begitupun
Kunjungan inilah yang disebut
tradisi Uang Panai’ dalam pernikahan
mappese-pese. Cara ini merupakan
yang merupakan warisan budaya dari
cara paling sopan dibanding si pria
nenek moyang Suku Bugis yang masih
langsung menyatakan niatnya untuk
dipertahankan hingga saat ini. Selain
melamar langsung ke keluarga
itu proses Akulturasi juga terjadi pada
perempuan, maupun dengan cara si
masyarakat Suku Bugis yang ada di
wanita menyampaikan kepada orang
Kota Bitung, di mana kelompok
tuanya. Jika pihak perempuan
minoritas ini masih memberlakukan
menerima lamaran si pemuda, maka
tradisi tersebut meskipun mereka
akan langsung ditentukan waktu
telah membaur dengan masyarakat
untuk melakukan tahap selanjutnya
yang berasal dari berbagai suku yang
yakni madduta.
ada di Kota Bitung, seperti etnis
Minahasa, Jawa, Gorontalo dan 2. Madutta/ Massuro
lainlain. Akulturasi adalah suatu Pada tahap ini keluarga dari
proses sosial yang timbul manakala kedua belah pihak sudah mulai sibuk
suatu kelompok manusia dengan untuk mempersiapkan rencana
kebudayaan tertentu dihadapkan pernikahan. Masing-masing pihak
dengan unsur kebudayaan asing. akan mengundang keluarga dekat
Kebudayaan asing itu lambat laun serta tokoh masyarakat untuk
diterima dan diolah ke dalam mengikuti proses ini. Pihak keluarga
kebudayaannya sendiri tanpa laki-laki akan menunjuk “pembicara”
menyebabkan hilangnya unsur (juru bicara) untuk ikut serta dalam
kebudayaan kelompok itu sendiri rombongan yang berjumlah sekitar 10
(Andi Amir: 2014). orang atau lebih untuk datang ke
Prosesi Lamaran Suku Bugis Di Kota rumah perempuan. Pihak perempuan
Bitung pun juga menggunakan juru bicara
pada acara ini, karena ini sudah masuk
1. Mappese-pese
dalam acara resmi, maka keluarga
Bila mana seorang pemuda pihak laki-laki yang akan melamar ke
menaruh hati kepada seorang wanita, rumah si wanita berpakaian resmi,

7
ISSN 1979-0481

umumnya menggunakan jas dan mempersiapkan juru runding yang


songkok, dengan bawahan biasanya dianggap piawai dalam melakukan
menggunakan sarung. Sedangkan proses tawar menawar itu. Akan tetapi
pihak keluarga perempuan juga sibuk pihak yang terlibat masing-masing
mempersiapakan rumah mereka mempelai dari garis keturunan ayah.
untuk prosesi lamaran, serta
3. Mappenre Dui
menyiapkan sajian makanan untuk
(menghantarkan uang
acara madduta ini. Adapun hal yang
belanja/ uang panai’)
dilakukan dalam proses ini, antara lain:
Dalam tahapan saat melamar
a. Mamanu-manu: saling seorang wanita Bugis di Kota Bitung,
berpantun proses ini sudah termasuk dalam
bagian pesta pernikahan. Pihak
b. Membahas duimenre (Uang
keluarga perempuan sudah
Naik): melakukan proses tawar
mengundang kerabat dan
menawar uang belanja yang
para tetangga untuk menyaksikan
akan diberikan oleh pihak
proses mappenredui.
lakilaki dengan bahasa yang
halus, jika selama ini nilai dui 4. Mappetu ada
menre belum juga disepakati
Pada tahap terakhir inilah
kedua belah pihak, maka akan
dibicarakan hari baik untuk melakukan
kembali dilakukan proses
akad nikah serta pesta resepsi
negosiasi setelah acara ini.
pernikahan. Semua tahapan di atas
c. Menentukan waktu untuk terjadi pada suku Bugis yang ada di
mappenre dui (mengantarkan Sulawesi Selatan dan masih
uang belanja/ uang panai’) dipertahankan juga oleh suku Bugis
yang ada di Kota Bitung.
d. Menentukan mappetu
ada Adat di Sulawesi selatan cukup
(penentuan hari pernikahan) bervariasi namun di Kota Bitung tidak
demikian. Jumlah nominal Mahar
Dalam proses pelamaran hal
tidak terlalu dipermasalahkan, besar
yang paling banyak menyita waktu
kecilnya tergantung dari kerelaan
adalah pembahasan mengenai uang
pihak keluarga calon mempelai
belanja (uang panai). Terkadang
lakilaki. Namun yang menjadi
terjadi tarik menarik atau proses tawar
persoalan sekarang adalah bukan
menawar mengenai nominal jumlah
mahar melainkan dui’ mendre’/ uang
uang panai yang harus disediakan
panai’ sehingga pernikahan tidak
oleh pihak mempelai laki-laki, pada
terlaksana. Sebaiknya dalam
proses ini masing-masing pihak

8
HOLISTIK, Vol. 12 No. 2 / April-Juni 2019

penentuan besaran nominal dui’ mampu memenuhi apa yang diminta


mendre’ ada yang menjadi penengah dan akhirnya pihak laki-laki mundur.
untuk mencari solusi, sebab pihak
Untuk pasangan yang tidak
keluarga perempuan pasti ingin
mendapat restu dari orang tua, jumlah
jumlah yang besar dalam penentuan
nominal Uang Panai’nya akan menjadi
Uang Panai’ yang harus di bawa oleh
tinggi. Wujud awal Uang Panai’ atau
pihak keluarga calon mempelai laki-
dui’ menre’ sebagai bentuk
laki, sebaliknya pihak keluar laki-laki
penghargaan kepada calon mempelai
menginginkan dui’ mendre’ yang
wanita, bergeser menjadi uang
murah. Tetapi solusi yang terbaik
belanja bahkan ajang gengsi di
keluarga calon mempelai wanita harus
kalangan masyarakat, mereka masiri
melihat kondisi ekonomi dari pihak
(malu) jika nanti di acara pernikahan
calon mempelai pria, apakah mampu
menjadi buah bibir para tamu
atau tidak membawakan jumlah
undangan karena Uang Panai’nya
nominal Uang Panai’ sesuai
hanya sedikit. karena terlalu mahalnya
permintaan.
jumlah nominal yang dipatok orang
Zaman dulu jika ada seseorang tua keluarga perempuan
yang ingin melamar anak gadis, mengakibatkan pernikahan batal
terlebih dahulu ditanya apakah ia tahu dilaksanakan. Akhirnya jalan yang
mengaji atau tidak, jika tidak maka ditempuh oleh pasangan yang sudah
lamarannya ditolak. Sekarang keadaan saling mencintai ialah kawin lari atau
sudah terbalik bukan lagi persoalan dalam bahasa Bugis dikenal dengan
agama yang di utamakan, tetapi siapa nama Silariang, ujung-ujungnya
yang mampu membawakan dui’ menimbulkan hal yang tidak
mendre’ sesuai nominal yang di minta diinginkan keluarga. Karena sudah
maka lamarannya akan di terima.
merasa malu (masiri) akhirnya
Di sisi lain ada sebab pihak orangtua pun setuju menikahkan anak
keluarga perempuan mematok harga mereka dengan ada atau tanpa
yang tinggi hanya saja karena adanya Uang Panai’.
menghargai perasaan pihak keluarga
Kebiasaan masyarakat suku
laki-laki sehingga tidak serta merta
Bugis di Kota Bitung yang menjadikan
menolak lamaran dan jalan yang
perkawinan sebagai acara yang paling
ditempuh oleh pihak keluarga
ideal untuk mengundang dan
perempuan adalah mematok jumlah
mempertemukan keluarga dari
nominal dui’ mendre’ yang mahal,
berbagai daerah. Tinggi rendahnya
akhirnya pihak keluarga laki-laki tidak
Uang Panai’ sangat menentukan
jumlah biaya pernikahan dan

9
ISSN 1979-0481

kemeriahan pesta yang akan rendah, itu berarti calon mempelai


dilaksanakan. Harta kekayaan wanita tersebut sudah hamil di luar
perempuan atau laki-laki sangat nikah. Jika Uang Panai’nya tinggi dan
mempengaruhi tinggi rendahnya pesta pernikahan digelar dengan
Uang Panai’. sangat meriah, itu akan mengangkat
harkat dan martabat keluarga calon
Sistem Nilai Budaya
mempelai wanita. Biasanya jika sudah
merupakan tingkat tertinggi paling
ada pasangan yang menikah di bulan
abstrak dari adat istiadat.
itu dengan jumlah Uang Panai’
Hal tersebut disebabkan oleh nilai
berkisar 30 juta, maka pihak keluarga
budaya dari konsep-konsep
lain dari mempelai wanita juga akan
mengenai segala sesuatu yang
mematok jumlah nominal Uang Panai’
dinilai berharga dan penting oleh
yang sama atau bahkan lebih tinggi
suatu masyarakat sehingga nilai
apabila anaknya dilamar orang. Dari
tersebut dapat berfungsi sebagai
segi asal-usul uang panai’, sangat
pedoman orientasi pada kehidupan
berbeda dan sangat jauh
masyarakat yang bersangkutan.
perbandingannya dari wujud awal
(Koentjaraningrat 2005)
uang panai’, sebagai bentuk
Menurut beberapa masyarakat penghargaan kepada perempuan
umum mengakui bahwa, Uang panai’ berubah menjadi ajang gengsi yang
merupakan tradisi yang telah ada mengatas namakan Siri’ dan uang
sejak dahulu. Tradisi Uang panai’ belanja.
merupakan salah satu persyaratan
Uang Panai’ Dari Sudut Pandang
yang wajib dilakukan sebelum kedua
Budaya
belah pihak calon pengantin
melanjutkan pembicaraan lebih jauh Kebudayaan didefinisikan

mengenai pernikahan, karena bagi sebagai keseluruhan pengetahuan

masyarakat Bugis perkawinan yang manusia sebagai makhluk sosial yang

ideal ialah dengan dipenuhinya digunakan untuk memahami dan

nominal Uang Panai’ tersebut. Selain menginterpretasikan lingkungan dan

itu jika jumlah nominal Uang pengalamannya, serta menjadi

Panai’nya kecil itu akan menjadi buah landasan bagi tingkah lakunya.

bibir para tamu undangan di pesta Dengan demikian kebudayaan

pernikahan, pihak keluarga baik dari merupakan serangkaian aturan,

mempelai wanita atau mempelai petunjuk, rencana dan strategi yang

lakilaki akan merasa sangat Masiri terdiri atas model-model kognitif

atau malu. Masyarakat beranggapan yang dipunyai oleh manusia dan

bahwa jika nominal Uang panai’nya digunakan secara selektif dalam

10
HOLISTIK, Vol. 12 No. 2 / April-Juni 2019

menghadapi lingkungannya menyebabkan berbagai permasalahan


sebagaimana wujud dalam tingkah sosial.
laku dan tindakannya. (Parsudi.
Makna Yang Terkandung Dalam
Suparlan. Arikel-Seminar). Tradisi Uang Panai’ Di Kota Bitung
Uang panai’ dari segi budaya Makna sebenarnya yang
dapat diketahui dari sejarah uang terkandung dalam Uang Panai’ adalah
panai’ yang bermula dari seorang bentuk penghargaan dan kerja keras
putri bangsawan Bugis yang begitu seorang laki-laki. Jika kita melihat
menarik sehingga pria asal Belanda beberapa budaya pernikahan, uang
jatuh hati kepada putri raja tersebut panai’ merupakan bentuk budaya
dan ingin menikahinya. Namun sang perkawinan yang memberikan
raja yang tidak ingin putrinya disentuh pemahaman arti kerja keras dan
oleh laki-laki manapun, akhirnya bentuk penghormatan atau
memberikan syarat yang saat ini kita penghargaan jika ditinjau dari sudut
kenal dengan uang panai’. Pengajaran pandang budaya. Sebab nilai-nilai
serta makna yang terkandung dalam yang terkandung dalam uang panai’
uang panai’ jika ditinjau dari sudut sangat dipengaruhi oleh
pandang budaya, Uang panai’ perkembangan zaman.
merupakan bentuk penghargaan dari
Sehingga yang terlihat saat ini
pihak laki-laki kepada pihak
makna sesungguhnya dari
perempuan yang begitu ia cintai dan
uang panai’, telah terlupakan
rela melakukan segalanya termasuk
hingga berubah dan
syarat uang panai’, yang tidak menjadi
masyarakat kurang mengetahui
berat atau bahkan menjadi beban,
atau bahkan tidak tahu akan hal
sebab laki-laki tersebut akan berusaha
tersebut.
keras dalam memenuhi persyaratan
keluarga perempuan yang ia cintai. Pergeseran Makna Uang Panai’ Di
Jadi makna yang sebenarnya Kota Bitung
terkandung dalam uang panai’ sangat Pernikahan yang diutamakan
berharga, bahkan dapat dijadikan kesakralannya. Mahar merupakan
sebagai motivasi dalam mewujudkan ketentuan syarat sahnya pernikahan
keinginan dalam memperoleh apa dalam syariat Islam. Adanya Uang
yang diinginkan, apalagi hal ini Panai’ merupakan ketentuan adat.
berkaitan dengan calon pendamping Pemaknaan uang panai’ dan uang
hidup. Sehingga uang panai’ bukan mahar di masyarakat saat ini
lagi sebagai beban yang mengalami kekeliruan. Dalam
pernikahan yang diutamakan

11
ISSN 1979-0481

kesakralannya yaitu menentukan masyarakat. Hal ini adalah realita yang


mahar sebagai syarat sahnya harus secara bijak kita akui terjadi di
pernikahan dalam syariat Islam. dalam masyarakat yang modern. Uang
Namun berbeda halnya dengan panai’ untuk menjaga gengsi keluarga
sekarang seolah-olah yang atas nama siri’ na pacce, karena
menentukan syarat sahnya pernikahan keluarga akan merasa malu atau
adalah Uang Panai’. Karena ketika ada masiri jika dui’ menre’ nya hanya
yang datang melamar yang menjadi sedikit. Dalam hal ini dapat dikatakan
miris melihatnya di mana uang mahar uang panai’ sebagai bagian dari
harusnya menjadi pembahasan utama budaya berubah menjadi petaka dan
bukan Uang Panai’. membuat masyarakat merasa dilema.
Tidak heran jika pernikahan batal
Tolak ukur tingginya uang
dilaksanakan hanya karena uang
panai’ merupakan bahasan paling
panai’ yang kurang dari apa yang
mendapatkan perhatian dalam
diminta pihak mempelai perempuan.
pernikahan suku Bugis di Kota Bitung,
Permintaan tersebut seolah-olah
ketika ada yang datang melamar
menjadi tuntutan yang harus dipenuhi
perempuan Bugis. Makin tingginya
pihak mempelai lakilaki karena ketika
status sosial dan tingkat stratifikasi
permintaan yang diajukan pihak
sosial yang dimilikinya maka akan
mempelai perempuan tidak mampu
mempengaruhi uang panai’ yang akan
disanggupi dari pihak laki-laki maka
diberikan. Uang panai’ saat ini
proses lamaran akan ditolak.
menjadi sorotan bagi masyarakat,
karena permintaan dan pemberiannya Kesimpulan
saat ini tidak tanggung-tanggung Budaya pernikahan di setiap
dalam mematok dui’ menre’ sehingga daerah selalu menjadi hal yang sangat
terjadi tarik ulur di antara kedua bela menarik untuk di bahas. Baik dari segi
pihak. latar belakang budaya pernikahan
Maka tidak jarang ada yang maupun kompleksitas pernikahan itu
lamarannya ditolak karena tidak sendiri. Komunitas adat suku Bugis
adanya kesepakatan di antara dua yang sudah lama menetap dan tinggal
pihak. Ketika berbicara mengenai di Kota Bitung Sulawesi Utara hingga
Uang Panai’ maka di telinga saat ini masih mempertahankan
masyarakat adalah jumlah uang Tradisi Uang Panai’ dalam budaya
belanja yang dibawakan oleh pihak pernikahannya.
laki-laki.
Alasan mengapa tradisi Uang
Uang panai’ “Mahal” menjadi Panai’ masih dipertahankan hingga
kekhawatiran dari kalangan saat ini oleh masyarakat suku Bugis

12
HOLISTIK, Vol. 12 No. 2 / April-Juni 2019

yang ada di Kota, selain karena masih panai’ itu sendiri akan mengalami
dijunjung tingginya nilai Siri’ na pesse peningkatan nominal, melihat
dari wujud awal Uang Panai’ sebagai kehidupan masyarakat suku Bugis
bentuk penghargaan kepada yang ada di Kota Bitung sendiri yang
perempuan, berubah menjadi ajang rata-rata sudah berpikir lebih maju
gengsi dan Uang Belanja. Hal dan memegang sifat siri’ (malu) yang
demikian didasari oleh perkembangan sangat tinggi. Ketika berbicara
dan pola pikir masyarakat yang telah mengenai uang panai’ maka di telinga
mengalami perubahan, di mana pola masyarakat adalah jumlah uang
kehidupan masyarakatnya sudah belanja yang dibawakan oleh pihak
semakin modern. laki-laki. Berdasarkan unsur-unsur
yang ada di dalamnya, uang panai’
Adapun faktor-faktor
mengandung tiga makna, yaitu:
yang dapat mempengaruhi
Pertama, dilihat dari kedudukannya
tinggi rendahnya nominal
uang panai’ merupakan rukun
Uang Panai’ tersebut, antara lain :
perkawinan di kalangan masyarakat
Calon istri berasal dari keluarga yang
Bugis. Kedua, dari segi fungsinya
terpandang dan kaya raya, Latar
uang panai merupakan pemberian
belakang tingkat pendidikan calon
hadiah kepada pihak mempelai wanita
istri tersebut, Kondisi fisik dari
sebagai biaya resepsi pernikahan dan
calon istri dan yang terakhir ialah
bekal di kehidupan kelak yang sudah
tingginya gengsi di kalangan
berlaku secara turun-temurun
masyarakat Bugis di Kota Bitung yang
mengikuti adat istiadat. Ketiga, dari
akan sangat merasa malu jika nominal
segi tujuannya pemberian uang panai
Uang Panai’nya hanya sedikit.
adalah untuk memberikan prestise
Tradisi Uang Panai’ suku Bugis (kehormatan) bagi pihak keluarga
di Kota Bitung masih sangat di jaga perempuan jika jumlah uang panai
kelestariannya, hal ini dikarenakan yang dipatok mampu dipenuhi oleh
Uang panai’ merupakan tradisi yang calon mempelai pria.
telah ada sejak dahulu. Makna uang
Pada tradisi uang panai ini ada
panai bagi masyarakat suku Bugis
beberapa nilai yang terkandung di
yang ada di Kota Bitung mempunyai
dalamnya yang mana nilai tersebut
pandangan bahwa uang panai adalah
memiliki makna yang
hal yang sangat penting,melihat biaya
menggambarkan kehidupan sehari-
yang dimiliki sejak dulu yang
hari masyarakat suku Bugis di Kota
diturunkan dari generasi ke generasi
Bitung Provinsi Sulawesi Utara, Nilai-
sampai saat ini masih dijaga dan tidak
nilai yang terkandung di dalam
menutup kemungkinan bahwa uang

13
ISSN 1979-0481

kegiatan budaya dan praktek adat panai’ yang kurang dari apa yang
tradisi uang panai’ yaitu: Nilai agama, diminta pihak mempelai perempuan
nilai budaya, nilai sosial, nilai karena tetap bersikukuh dengan
kepribadian, dan yang terakhir nilai nominal yang diinginkan. Permintaan
pengetahuan. tersebut seolah-olah menjadi
tuntutan yang harus dipenuhi pihak
Dalam hal ini dapat dikatakan uang
mempelai laki-laki karena ketika
panai’ sebagai bagian dari budaya
permintaan yang diajukan pihak
menjadi petaka dan membuat
mempelai perempuan tidak mampu
masyarakat merasa dilema. Tidak
disanggupi dari pihak laki-laki maka
heran jika pernikahan batal
proses lamaran akan ditolak.
dilaksanakan hanya karena uang

14
HOLISTIK, Vol. 12 No. 2 / April-Juni 2019

DAFTAR PUSTAKA

Abd. Kadir Ahmad.2004.Masuknya Islam di Sulawesi Selatan & Sulawesi Tenggara.


Balai Litbang Agama Makassar.
Boeree, C. G. (tanpa tahun). General Psychology. Jogjakarta: Kelompok Penerbit
Ar-Ruzz.
Damis, Mahyudin 1988 Perkawinan Eksogami Pada Orang Bugis Makassar di
Kotamadya Manado dan Hubungannya dengan Integrasi Sosial.
Skripsi Jurusan Antropologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sam Ratulangi Manado.
Greetz. C. 1992. Kebudayaan dan Agama. Kanisius Yogyakarta.
Hamid Abdullah.1985 . Uang Acara atau Dui’ Menre’. Hlm 12. Jakarta : P.T.
Pustaka Antara.
Horby, A S. 1989. OXFORD ADVANCED LEARNER’S DICTIONARY., Fourth Edition.
Oxford: Oxford University Press.
Koengtjaraningrat. 1967. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta:Rineka Cipta.
______________. 1981. Metode-metode Penelitian Masyarakat.
Jakarta: Gramedia
______________. 1985. Beberapa Pokok Antropologi Sosial. Hlm 90. Jakarta: P.T.
Dian Rakyat.
Moleong, Lexy J. 2005. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT remaja
Rosdakarya
Pabittei, St. Aminah. 2011 “Adat Dan Upacara Perkawinan Daerah Sulawesi
Selatan”. Jakarta: P.T Dian Rakyat
Rika.Elvira. 2014. Ingkar Janji Atas Kesepakatan Uang Belanja (UangPanai’)dalam
Perkawinan Suku Bugis
Makassar. Skripsi. Bagian Hukum Perdata.Universitas Hasanuddin.
Makassar.Hlm:13
Sairin, Sjafri1993. PerubahanSosial Masyarakat Indonesia Perspektif Antropologi.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Soekanto, Soerjono. 2010. Sosiologi SuatuPengantar. RajaGrafindo. Jakarta.
Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kualitatif Kuantitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta
Sugira.Wahid. 2007. Manusia Makassar. Hlm 21. Makassar: Pustaka Refleksi,
Travis, C. & Wade, C. 2008 PSIKOLOGI, edisi ke-9. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Soekanto, Soerjono. 1982. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT.Rajawali.

15

You might also like