Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 9

EFFECT OF BOILING WATER FROM LEAF SOURSOP TO DECREASE URIC

ACID LEVELS
Riyo Fajar Iman1, ikhsan Mujahid2
1.2
programs of Nursing studies Muhammadiyah University of Purwokerto
Riofajariman280497@gmail.com, , ikhsan_m83@yahoo.com
 
Abstract
Background: uric acid is a joint disease caused by high levels of uric acid in the blood.
Uric Acid Therapy in Indonesia is more focused on pharmacological therapy while in
Indonesia is rich in plants that have benefits as a medicinal plant. Plants that can be used
to lower the uric acid levels in the blood of one of them uses soursop water decoction
therapy.
Objective: This research is to analyze the influence of water intake of soursop leaf
decoction to decrease uric acid levels in uric acid sufferers.
Method: This study uses quantitative methods with quasy design of control group
Prettest posttestexperiments. Sampling techniques with random sampling. The sample
number of 34 people suffering from uric acid levels in which 17 people are boiling water-
leaf therapy and 17 people of the control group. Data retrieval instruments use
observation, data analysis using statistical test, normality test, test paired samples test,
homogeneity test and independent test.
Result: paired T-Test result in soursop water decoction is obtained changes in blood uric
acid levels with a value of p-value 0.000. The results of paired T-Test in the control group
obtained no significant changes to the level of blood uric acid before and after with the
value of p-value 0.016. The result of the Independent T-Test is there is a meaningful
difference between the boiling water and the control group
Conclusion : The administration of water decoction of soursop can stabilize the level of
uric acid in the blood and there is a change in uric acid levels before and after the water
supply of soursop leaf decoction.
Keywords: Water decoction of soursop leaves, uric acid.
PENDAHULUAN
Peningkatan usia harapan hidup dan status gizi bagi masyarakat pada dekade
terakhir ini telah menyebabkan transisi pola kebiasaan hidup termasuk pola makan.
Hal ini berdampak pada perubahan dari penyakit menular menjadi penyakit tidak
menular. Perubahan pola penyakit itu berhubungan dengan pola makan, dari pola
makan yang tradisional yang mengandung banyak serat dan sayuran ke pola makan
dengan komposisi banyak protein, lemak dan garam. Pola makan yang banyak
mengandung purin apabila proses metabolismenya terganggu maka kadar asam urat
didalam darah akan meningkat dan menimbulkan penumpukan kristal asam urat
(Zakhiah, 2015).
Asam urat lebih dikenal di masyarakat sebagai istilah untuk suatu penyakit,
tetapi sebenarnya asam urat merupakan produk akhir metabolisme purin. Asam urat
telah diketahui sejak lama dan menjadi salah satu penyakit tertua yang dikenal
manusia. Dulu, penyakit ini juga disebut "penyakit para raja" karena penyakit ini
dihubungkan dengankebiasaan mengonsumsi makanan dan-enak
Asam urat adalah zat hasil metabolisme purin dalam tubuh. Zat asam urat ini
biasanya akan dikeluarkan oleh ginjal melalui urin dalam kondisi normal (Herman,
2014). Keadaan ini akan memicu respon inflamasi yang menyebabkan terjadinya
nyeri, inilah yang disebut dengan penyakit gout (Mayer, 2011). Kadar asam urat yang
tinggi akan menyebabkan peningkatan kristal asam urat yang berbentuk seperti jarum
terutama di persendian yang akan menimbulkan rasa sakit.
Organisasi kesehatan dunia (WHO) memperkirakan bahwa sekitar 335 juta
orang di dunia mengidap penyakit gout artritis. Jumlah ini sesuai dengan pertambahan
manusia usia lanjut dan beragam faktor kesehatan lainnya yang akan terus mengalami
peningkatan di masa depan. Diperkirakan sekitar 75% penderita gout artritis akan
mengalami kecacatan akibat kerusakan pada tulang dan gangguan pada persendian
(Iskandar 2013).
Data laporan Riskesdas 2013 menyebutkan bahwa persentase yang menderita
penyakit sendi di Indonesia adalah 24,7%. Pada pria 13,4% dan wanita 11,3%. Data
tersebut menunjukkan bahwa pria dominan mengalami nyeri sendi dari pada wanita.
Prevalensi asam urat Jawa Tengah mencapai 165,375 penderita, jumlah tersebut
terdiri atas usia (45-59 thn) sebanyak 48,055 orang, usia (≥60 thn) sebanyak 42,787
orang, pada penderita laki-laki lebih banyak dibandingkan pada penderita perempuan
dengan proposi puncaknya pada usia 50 tahun (BPS, 2010). Survey epidemologik
yang di lakukan di Jawa Tengah atas kerja sama WHO bahwa prosentase menderita
penyakit sendi di Indonesia adalah 24,7 %, pada pria 13,4% dan pada wanita 11,3 %.
Data-data tersebut menunjukan bahwa pria lebih dominan mengalami nyeri sendi
(Riskendas, 2013).
Penanganan yang dilakukan untuk mengurangi asam urat dapat dilakukan
secara farmakologis dan non farmakologis. Farmakologis menggunakan obat
golongan NSAIDs, kolkisin dan kortikosteroid dan terapi untuk gout kronis yang
berfungsi menurunkan produksi asam urat Sedangkan penanganan non farmakologis
bisa memanfaatkan tanaman disekitar seperti daun salam, buah kersen, dan sirsak
Oleh karena serangkaian efek samping yang ditimbulkan, harus ada alternatif
selain obat yang memiliki efektivitas yang lebih untuk terapi gout atau hiperurisemia.
Salah satunya adalah menggunakan obat yang ada pada lingkungan sekitar yaitu
tanaman, dengan melakukan penelitian tentang obat herbal yang mempunyai efek
terhadap penurunan kadar asam urat dan memiliki efek samping minimal.
Di Indonesia terdapat berbagai tanaman yang telah diteliti banyak
mengandung zat yang sama dengan allopurinol dan bermanfaat dalam pengobatan
asam urat, salah satunya adalah daun sirsak (Fanany 2013 ). Sirsak salah satu
tanaman yang mudah didapatkan dan mempunyai manfaat dari akar hingga buah.
Dalam daun sirsak terdapat kandungan acetogenin yang bersifat antioksidan, juga
terdapat kandungan senyawa flafonoid (Benny, 2014).
Hasil studi pendahuluan data dari Puskesmas Pulosari menunjukkan jumlah
penderita gout atritis usia 45 – 50 tahun berjumlah 21 orang, usia 55- 59 tahun
berjumlah 8 orang, usia 60 – 69 tahun berjumlah 10 orang, dan usia >70 tahun
berjumlah 3 orang. Berdasarkan latar belakang diatas peneliti ingin meneliti pengaruh
pemberian air rebusan daun sirsak (Annona muricata L.) terhadap penurunan kadar
asam urat.
Tujuan penelitian ini untuk Mengetahui pengaruh karakteristik responden
penderita asam urat dan pengaruh pemberian air rebusan daun sirsak terhadap
penurunan kadar asam urat pada penderit asam urat, Mengidentifikasi karakteristik
responden berdasarkan jenis kelamin, usia, pendidikan, pekerjaan, riwayat keluarga,
dan pola makan, mengetahui kadar asam urat sebelum dan sesudah diberikan air
rebusan daun sirsak dan mengetahui pengaruh pemberian air rebusan daun sirsak
terhadap penurunan kadar asam urat.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan desain quasy
ekperimental dengan pendekatan control group pretest dan posttest. Yaitu desain
penelitian dengan membandingkan sebelum dan sesudah sehingga hasilnya dapat
diketahui lebih akurat (Nurasalam, 2013). Penelitian ini silaksanakan pada 12 -20
Februari 2020
Populasi penelitian ini adalah penderita asam urat di wilayah puskermas
Pulosari berjumlah 57 orang. Sample pada penelitian ini sebanyak 30 orang,
kelompok intervensi 15 0rang dan kelompok kontrol 15 orang. Untuk menghindari
Drop Out dalam penelitian, maka perlu penambahan jumlah sampel agar besar sampel tetap
terpenuhi 10% (f = 0,1) dari responden menjadi 17 orang setiap kelompok. Jadi jumlah
sampel 17 orang menjadi kelompok perlakuan/intervensi, 17 orang menjadi kelompok
pembanding, sehingga total sampel adalah 34 orang.
Pada kelompok intervensi di berikan perlakuan air rebusan daun sirsak dan
pada kelompok kontrol hanya kelompok pembanding. Jumlah sample yang diambil
dalam penelitian ini yaitu 34 responden yang memenuhi syarat penelitian. Tempat
penelitian di desa penakir kecamatan pulosari, instrumen dalam penelitian ini
menggunkan lembar observasi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 1. Karakteristik responden penelitian
Karaskteristik Kelompok
Responden
Eksperimen Kontrol
(F) (%) (%)
(F)
Jenis Kelamin
Laki-laki 8 47,1 6 35,3
Perempuan 9 57,9 11 64,7
Usia
34-44 Tahun 5 29,4 6 11,8
45-59 Tahun 6 35,3 11 64,7
60-74 Tahun 5 29,4 4 23,5
75-90 tahun 1 5,9 - -
Pendidikan
Tidak tamat 5 29,4 5 29,4
sekolah
SD 9 52,9 11 64,7
SMP 3 17,6 1 5,9
Pekerjaan
Petani/buruh 12 70,6 8 47,1
IRT 4 23,5 8 47,1
Pedagang 1 5,9 - -
Wiraswasta - - 1 5,8
Riwayat
Pernah 17 100 17 100
Tidak - - - -
pernah
Pola makan - - 14 82,4
Tidak diet
purin 17 100 3 17,6
Diet purin 17 100 17 100
Total

Dalam penelitian ini responden memiliki karakteristik yang bisa dibedakan


dari jenis kelamin, usia, pendidikan, pekerjaan, riwayat asam urat, pola makan dan
kelompok. Dari jumlah 34 responden di ketahui pada kelompok eksperimen
pemberian air rebusan daun sirsak bahwa jenis kelamin laki-laki 8 orang (47,1%)
dan perempuan 9 orang (57,9%) sedangkan jumlah responden kelompok kontrol
laki-laki 6 orang (35,3%) dan perempuan 11 orang (64,7%).
Usia penderita asam urat pada pemberian terapi rebusan air daun sirsak
berusia 34-44 tahun dengan jumlah 5 orang (29,4%), 45-59 tahun jumlah 6 orang
(35,3%), 60-74 tahun jumlah 5 orang (29,4%) dan 75-90 tahun jumlah 1 orang
(5,9%) sedangkan pada kelompok kontrol mayoritas responden penderita asam urat
berusia di antara 45-59 tahun sejumlah 11 orang (64,7%), usia 30-44 tahun sejumlah
2 orang (11,8%) dan usia 60-74 tahun sejumlah 4 orang (23,5%). Dilihat dari
eksperimen dan kontrol mayoritas responden penderita asam urat pada usia di antara
45-59 tahun.
Pendidikan kelompok rebusan air daun sirsak adalah SMP sebanyak 3
responden (17,6%), SD sebanyak 9 responden (52,9%), dan Tidak tamat SD
sebanyak 5 reponden (29,4%). Sedangkan pada kelompok kontrol frekuensi
terbanyak adalah pendidikan SD sebanyak 11 responden (64,7%), SMP sebanyak 1
responden (5,9%), dan Tidak tamat sekolah sebanyak 5 responden (29,4%).

Pekerjaan responden terapi rebusan air daun sirsak bekerja sebagai


petani/buruh sebanyak 12 responden (70,6%) , IRT/tidak bekerja sebanyak 4
responden (23,5%), dan pedagang sebanyak 1 responden (5,9%). Sedangkan pada
kelompok kontrol petani/buruh sebanyak 8 responden (47,1%) , IRT/tidak bekerja
sebanyak 4 responden (47,1%), dan wiraswasta sebanyak 1 responden (5,9%) dan
responden terapi rebusan air daun sirsak dan kelompok kontrol sejumlah 34
responden (100%) memiliki riwayat asam urat.
responden rebusan air daun sirsak diet purisn sebanyak 17 responden (100%),
dan sedangkan kelompok kontrol tidak diet purin sebanyak 14 responden (82,4%),
dan diet purin sebanyak 3 responden (17,6%).
Dari hasil penelitian diperoleh (100%) responden berumur antara 60-70
tahun. Hal ini didukung dari penelitian Mulyadin (2015) di wilayah kerja
Puskesmas Pineleng dengan hasil 34 reponden yang diteliti diperoleh responden
yang mengalami asam urat adalah pada usia 60-74 tahun. Hal ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Widi (2011) dengan judul hubungan dukungan
sosial terhadap derajat nyeri pada penderita asam urat fase akut yang menyatakan
bahwa usia banyak pasian penderita 51-74 tahun. Menurut teori yang dikemukakan
Ode (2012), usia dapat dijadikan faktor resiko terjadinya asam urat karena ketika
seseorang bertambah tua maka akan terjadi perubahan atau penurunan pada proses
metabilisme dalam tubuh dan asam urat merupakan penyakit yang sebabkan oleh
gangguan metabolisme dalam tubuh.

Tabel 2 hasil analisa uji statistik pada kelompok pemberian air


rebusan daun sirsak dan kelompok kontrol
Pengukuran Kelompok eksperimen Kelompok kontrol
Mean SD T p Mean SD T P
pretest 8,624 1,3984 9,13 0,000 7,853 0,5636 2,701 0,016
posttest 5,859 0,9028 7,547 0,6186

Pada uji normalitas pada kelompok rebusan air daun sirsak didapatkan Value
pre test sebesar 0,200 sedangkan value post test sebesar 0,200 dimana nilai > 0,05
dapat dikatakan data berdistribusi normal. Perolehan rerata kadar asam urat sebelum
diberikan rebusan air daun sirsak 8,624 (SD 1,398) mg/dl menjadi 5,859 (SD0,902 )
mg/dl dengan nilai maksimal 11,2 mg/dl menjadi 7,6 mg/dl, nilai minimal 7,0 mg/dl
menjadi 4,2mg/dl, dengan nilai median sebelum diberikan terapi sebesar 7,800
mg/dl menjadi 5,800 mg/dl dan pada tingkat kepercayaan 95% diperkirakan nilai
kadar asam urat sebelum diberikan terapi sebesar 7,905-9,343 menjadi 5,859-6,323.
Uji paired samples test menunjukkan hasil value = 0,000 < α = 0,05, hal ini
berarti H0 ditolak dan H1 diterima artinya ada perbedan yang signifikan antara kadar
asam urat sebelum dan sesudah pemberian terapi rebusan air daun sirsak.
Tabel 3 perbedaan kadar asam urat antara pemberian terapi rebusan
air daun sirsak dan kelompok control

Pengukuran Mean SD T
Eksperimen 5,859 0,9028 -6,360
kontrol 7,547 0,6186
sig Homogenitas 0,255
Sig. (2-tailed 0,000
Independent

Dari uji homogenitas dengan uji levene Statistic rata-rata didapatkan hasil 0,255
dimana nilai > 0,05dapat dikatakan data bersifat homogen. Jika dilihat dari angka
uji independent t-test menunjukkan angka 0,000 berarti ada perbedaan antara
pemberian rebusan air daun sirsak dengan kelompok kontrol. Jika dilihat dari nilai
Rerata kadar asam urat kelompok rebusan air daun sirsak 5,859 (SD 0,9028) mg/dl,
sedangkan kadar asam urat kelompok kontrol 7,547 (SD 0,6186) mg/dl berarti lebih
efektif pemberian rebusan air daun sirsak di bandingkan kelompok control.

PEMBAHASAN
Secara alamiah laki-laki berusia di atas 30 tahun lebih rentan terkena penyakit
asam urat. Pasalnya, kadar asam urat pada laki-laki cukup tinggi, sementara, kadar
asam pada wanita umumnya rendah dan baru meningkat setelah menopuse.
Responden wanita yang mengalami peningkatan kadar asam urat rata-rata berusia
diatas 50 tahun dan sudah pada masa (Agromedia (2009). Usia berkaitan dengan
peningkatan kadar asam urat, ketika usia >50 tahun maka akan mengalami
perubahan baik fisik, mental dan psikologis.Salah satu perubahan fisiknya yaitu
terjadinya penurunan fungsi ginjal yang mengakibatkan peningkatan kadar asam urat
akibat ginjal tidak mampu mengeluarkan purin dengan baik sehingga terjadi
pengendapan purin (Aprillia (2018)
Hasil penelitian diatas menunjukkan bahwa kadar asam urat sesudah dilakukan
terapi rebusan air daun sirsak terdapat perbedaan. Berdasarkan analisa pada tabel 2,
penelitian sesudah diberikan terapi rebusan air daun sirsak terdapat penurunan kadar
asam urat darah antara sebelum dilakukan terapi dan sesudah silakukan terapi rebusan
air daun sirsak. Pengaruh pemberian terapi dilakukan uji statistik menggunakan Uji
paired samples test dengan bantuan spss 16. Karena nilai p-value lebih kecil dari nilai
(α), maka H0 ditolak dan H1 diterima, ada pengaruh signifikan antara pemberian terapi
rebusan air daun sirsak terhadap kadar asam urat darah pada penderita asam urat.
Hasil penelitian tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Ilkahfah (2017) yang berjudul Efektivitas Daun Sirsak Dalam Menurunkan Nilai
Asam Urat Dan Keluhan Nyeri Pada Penderita Gout Di Kelurahan Tamalanrea
Makasar bahwa hasil penelitiannya pada kelompok pemberian daun sirsak
menghasilkan penurunan. Perubahan kadar asam urat dalam darah pada rebusan air
daun sirsak dipengaruhi oleh kandungan acetogenin dan senyawa flavonoid.
Acetogenin sendiri dapat bersifat sebagai antioksidan yang dapat mengurangi
terbentuknya asam urat melalui penghambatan enzim xantin oksidase. Sedangkan
kandungan senyawa flavonoid sendiri memiliki mekanisme mirip dengan allopurinol,
yaitu dengan menghambat enzim xanthine oxsidase yang berperan dalam proses
perubahan hypoxanthine menjadi xanthine dan akhirnya menjadi asam urat (Benny
Rahmat, 2014).
Sebelum dilakukan uji Independent t-test peneliti melakukan uji Homogenity
of Variancepre test untuk mengetahui apakah data homogeny atau tidak. Berdasarkan
hasil uji Independent t-test dengan bantuan spss 16 hasil uji selisih menunjukkan
bahwa ada perbedaan efektivitas antara kadar asam urat darah yang diberikan terapi
rebusan air daun sirsak dan kelompok kontrol. Didapatkan hasil p-value lebih dari
nilai (α), sehingga dapat dikatakan H0 ditolak dan H1 diterima yang berarti ada
perbedaaan antara pemberian rebusan air daun sirsak terhadap perubahan kadar asam
urat darah penderita asam urat di Wilayah Kerja Puskesmas Pulosari. Berdasarkan
analisa didapatkan hasil rerata penurunan kadar asam urat darah dengan terapi
rebusan air daun sirsak dan kelompok kontrol, hal ini menunjukkan bahwa pemberian
terapi rebusan air daun sirsak lebih efektif untuk menurunkan kadar asam urat.
(Benny, 2014) menyatakan perubahan kadar asam urat dalam darah pada
rebusan air daun sirsak dipengaruhi oleh kandungan acetogenin dan senyawa
flavonoid. Acetogenin sendiri dapat bersifat sebagai antioksidan yang dapat
mengurangi terbentuknya asam urat melalui penghambatan enzim xantin oksidase.

Berdasarkan hasil penelitian diatas diketahui bahwa kedua terapi tersebut


terbukti bahwa pada kelompok terapi rebusan air daun sirsak efektif karena memiliki
kandungan yang berpengaruh terhadap kadar asam urat di bandingkan kelompok
kontrol yang tidak ada pengaruh pada kadar asam urat, namun jika dilihat dari rata-
rata penurunan kadar asam urat lebih banyak terapi rebusan air daun sirsak dalam
menurunkan kadar asam urat dalam darah. Sehingga penderita asam urat tinggi
memerlukan terapi pemberian rebusan air daun sirsak untuk menurunkan kadar asam
urat.

KESIMPULAN
Pemberian rebusan air daun sirsak telah di berikan air rebusan mengalami kesetabilan
kadar asam urat masyarakat desa penakir yang awalnya tinggi kadar asam uratnya
menjadi stabil.
Pemberian air rebusan daun sirsak dapat menurunkan kadar asam urat.

TERIMA KASIH
Terimaksih kepada masyarakat desa penakir yang sudah ikut serta dalam penelitian ini
dan bersedia menjadi reponden, dan kepada kepala desa yang telah mengizinkan dan
mensuprort dalam penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Beny Rachmat W. 2014. Efek Pemberian Infusa Daun Sirsak (Annona Muricata Linn)
Terhadap Penurunan Kadar Asam Urat Dalam Darah Pada Mencit Model
Hiperurisemia. Fakultas Kedokteran. Universitas Islam Bandung.
Fanany. 2013. Khasiat Selangit Ramuan Daun Sirsak, Kulit Manggis, Mengkudu
Tumpas Beragam Penyakit Kronis. Araska: Yogyakarta

Ilkafah, (2017). Efektivitas Daun Sirsak dalam Menurunkan Nilai Asam Urat dan
Keluhan Nyeri pada Penderita Gout Di Kelurahan Tamalanrea Makassar.
Jurnal unsrat
Junaidi, Iskandar. 2013. Rematik dan Asam Urat. Jakarta: Buana Ilmu.

Nursalam. (2014). Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pendekatan Praktis. Edisi 3.


Jakarta: Salemba Medika. (n.d.).

Ode, Sharif. 2012, Konsep Dasar Keperawatan. Yogyakarta : Nuha Medika


Riskesdas, (2013). Riset Kesehatan Dasar Tentang Penyakit Sendi. Diakses dari
www.litbang.depkes.go.id.
Sandjaya, Herman. (2014). Buku Sakti Pencegah dan Menangkal Asam Urat. Yogyakarta:
Mantra Books. (n.d.).

Widi Dkk. (2011). Hubungan Dukungan Sosial Terhadap Derajat Nyeri Pada
Penderita Gout Arttrithis Fase Akut Berita Kedokteran Masyarakat, Vol. 27,
No 1,
Zakiyah, A. (2015). Nyeri: Konsep dan Penatalaksanaan dalam Praktik Keperawatan
Berbasis Bukti. Jakarta: Salemba Medika.

You might also like