Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 11

KAJIAN TERAPI FARMAKOLOGI DAN ASUPAN MAKANAN PASIEN DEMAM

TIFOID DIRUMAH SAKIT UMUM ANUTAPURA PALU


Joni Tandi1, Vera Liangan1, Ummul Fitiyani Ya’La2
Program Studi S1 Farmasi, STIFA Pelita Mas Palu
RSUD Undata Provinsi Sulawesi Tengah

Email : jonitandi757@yahoo.com

ABSTRACT

Typhoid fever is an acute infection of the digestive tract caused by Salmonella typhi bacteria.
Typhoid fever is an endemic disease in Indonesia, which is contagious and can affect many people
that in turn causing epidemics and is widely found in various countries. The many cases of typhoid
fever and the dangers posed so that this disease requires good management and appropriate. This
study aims to examine the pharmacological therapy and food intake given to typhoid fever patients
in Anutapura General Hospital, Palu. This study was an observational study conducted
prospectively with a purposive sampling technique in the period September - December 2019 in
which data was obtained directly through interviews with patients or the patient's family and was
based on the patient's medical record. The results from of 37 typhoid fever patients showed that the
use of the most types and classes of antibiotics namely ceftriaxone and cefixime which included
cephalosporins was 20 (51.28%) in adult patients and cefixime was 11 (55.00%) in pediatric
patients. The provision of food intake in 37 patients with typhoid fever (100%) was catefomised as
appropriates food intake. Based on the suitability of pharmacological therapy and food intake of
typhoid fever patients have been in accordance with the guidelines for controlling typhoid fever and
SPM Anutapura Hospital Palu.

Keywords: Typhoid fever, pharmacological therapy, food intake

ABSTRAK

Demam tifoid adalah infeksi akut pada saluran pencernaan yang disebabkan oleh bakteri
Salmonella typhi. Demam tifoid merupakan penyakit endemik di Indonesia, penyakit ini mudah
menular dan dapat menyerang banyak orang sehingga menimbulkan wabah serta banyak dijumpai
secara luas di berbagai Negara. Tingginya kasus demam tifoid dan bahaya yang ditimbulkan,
sehingga penyakit ini memerlukan penatalaksanaan yang baik dan tepat. Penelitian ini bertujuan
untuk mengkaji terapi farmakologi dan asupan makanan yang diberikan pada pasien demam tifoid
di RSU Anutapura Palu. Penelitian ini merupakan penelitian observasional yang dilakukan secara
prospektif dengan teknik purposive sampling pada periode September - Desember tahun 2019
yang diperoleh langsung melalui wawancara dengan pasien ataupun keluarga pasien dan
didasarkan pada catatan rekam medis pasien. Hasil penelitian terhadap 37 pasien demam tifoid
menunjukkan penggunaan jenis dan golongan antibiotik terbanyak yaitu ceftriakson dan sefixime
yang termasuk golongan sefalosporin sebanyak 20 (51,28%) pada pasien dewasa dan cefixime
sebanyak 11 (55,00%) pada pasien anak. Pemberian asupan makanan pada 37 pasien demam
tifoid (100%) tepat asupan makanan. Berdasarkan kesesuaian terapi farmakologi dan asupan
makanan pasien demam tifoid sudah sesuai dengan pedoman pengendalian demam tifoid dan
SPM RSU Anutapura Palu.

Kata Kunci: Demam tifoid, terapi farmakologi, asupan makanan

Farmakologika Jurnal Farmasi. Vol. XVI No. 1 Februari 2020


p ISSN 1907-7378 ; e ISSN : 1558
Farmakologika Jurnal Farmasi. Vol. XVI No. 1 Februari 2020
p ISSN 1907-7378 ; e ISSN : 1558

PENDAHULUAN Penyebab demam tifoid sering


Demam tifoid suatu penyakit terjadi yaitu faktor kebersihan. Seperti
demam akut yang di infeksi oleh bakteri halnya pada saat makan disuatu tempat
Salmonella tyfosa khususnya turunan umum yang banyak terdapat lalat-lalat
Salmonella tyfosa, bisa pula disebabkan terbang kemudian hinggap di makann.
bakteri Salmonella paratyphi A, B dan C Penularan S. typhi tersebut di sebabkan
(Rahmasari and Lestari, 2018). Demam oleh lalat dari yang tadinya hingap di
tifoid mudah menjangkit dari satu orang kotoran lalu hingap dimakanan yang
ke orang lain dan mudah tersebar dikonsumsi, hal inilah menyebabkan
sehingga menyababkan wabah serta meningkatnya kasus demam tifoid di
banyak dijumpai secara luas di berbagai seluruh dunia karena kurangnya
Negara (Widodo, 2014). Demam tifoid di kesadaran masyarakat pada lingkungan
sebabkan oleh Salmonella typhi bakteri yang bersih (Rahmasari and Lestari,
ini adalah salah satu agen yang 2018).
menyebabkan infeksi dan banyak Menurut WHO tahun 2018 di
ditemukan di daerah-daerah yang perkirakan seseorang yang terkena
beriklim tropis, paling banyak terdapat di penyakit demam tifoid ada 11.000.000-
tempat-tempat dan lingkungan dengan 20.000.000 yang menyebar di setiap
sanitasi yang buruk (Nafiah, 2018). penduduk di dunia insidens kejadian
128.000 hingga 161.000 orang yang mati
pertahun (WHO, 2018). Berdasarkan
laporan penyakit demam tfioid yang
merupakan pebyakit endemis ada 94%
adalah pasien rawat jalan sehingga
kejadian demam tifoid yang
sesungguhnya ada 10-30 kali lebih
banyak dari yang dilaporkan dirumah
sakit. Tingginya kasus demam tifoid dan
bahaya yang ditimbulkan, sehingga
penyakit ini memerlukan
penatalaksanaan yang baik dan tepat
Farmakologika Jurnal Farmasi. Vol. XVI No. 1 Februari 2020
p ISSN 1907-7378 ; e ISSN : 1558

(Winarsih, Purwantiningrum and dibutuhkan pemenuhan nutrisi yang


Wardhani, 2015). adekuat, tinggi kalori dan protein serta
Penatalaksanaan demam tifoid memperhatikan keseimbangan elektrolit.
hingga saat ini menganut trilogi Pemberian suplemen yang mengandung
penatalaksanaan yaitu pengobatan, betakaroten, vitamin C, serta vitamin E
perawatan dan diet. Pengobatan demam dibutuhkan untuk meningkatkan daya
tifoid terjadi permasalahan penggunaan tahan tubuh.
antibiotik yakni meluasnya resistensi Penelitian terdahulu yang dilakukan
Salmonella typhi terhadap beberapa obat di Rumah Sakit Umum Anutapura Palu

antibiotik seperti kloramfenikol (Umah menunjukkan penggunaan antibiotik

and Wirjatmadi, 2014). Dampak resstensi golongan sefalosporin (seftriakson dan

bakteri terhdap penggunaan obat cefadroxil) dengan persentase tertinggi

antibiotk yaitu tingginya morditas, dibandingkan antibiotik lain yaitu

mortalita dan banyaknya biaya kesehtan. sebanyak 55,55% di berikan pada pasien

Penatalaksanaan demam tifoid selain demam tifoid. Pasien yang diberikan

memberikan terapi antibiotika harus seftriakson mempunyai penurunan

didukung dengan terapi suportif lain demam lebih cepat dibanding dengan

untuk memenuhi tuntutan tubuh yaitu pasien diberikan kloramfenikol. (Tandi,

melalui perawatan seperti istirahat, 2017).


istirahat yang cukup dapat mencehah Data survey awal yang dilakukan
tingkat keparahan penyakit, selain itu terhadap seseorang yang positif
pasien juga wajib untuk terapi diet yang menderita demam tifoid di ruang
tepat (Kemenkes, 2011). perawatan inap Rumah Sakit Umum

Diet menjadi hal yang penting Anutapura Palu mengenai jumlah pasien

dalam proses penyembuhan penyakit demam tifoid 2 tahun berturut-turut, yaitu

demam tifoid karena bila asupan tahun tahun 2017 sebanyak 217 pasien

makanan kurang akan menurunkan dan tahun 2018 sebanyak 235 pasien.

keadaan umum dan gizi penderita Data tersebut menunjukkan jumlah

sehingga proses penyembuhan akan pasien demam tifoid di RSU Anutapura

semakin lama. Kondisi penderita yang Palu pada tahun 2017 dan 2018 terjadi

terinfeksi Salmonella typhii akan peningkatatan. Oleh karena itu,

mengalami hipermetabolik sehingga berdasarkan hal tersebut, peneliti tertarik


untuk melakukan penelitian yang
Farmakologika Jurnal Farmasi. Vol. XVI No. 1 Februari 2020
p ISSN 1907-7378 ; e ISSN : 1558

bertujuan untuk mengetahui kesesuaian instalasi rawat inap ruang perawatan


terapi farmakologi pasien demam tifoid Nuri, Cendrawasih dan Instalasi Gizi
yang dirawat inap di RSU Anutapura RSU Anutapura Palu.
Palu dan Mengetahui pemberian asupan Prosedur penelitian
makanan pasien demam tifoid yang Pengambilan sampel menggunakan
dirawat inap di RSU Anutapura Palu teknik metode purposive sampling. Data
sesuai dengan pedoman pengendalian diambil dari bagian ruang rawat inap
demam tifoid menurut Permenkes RI penyakit dalam dan bagian instalasi gizi
tahun 2006. RSU Anutapura Palu mengenai
METODE penggunaan obat-obat pasien demam
Populasi dan sampel tifoid untuk mengetahui jenis dan
Populasi pada penelitian ini adalah golongan obat. Data yang diperoleh lalu
semua pasien demam tifoid yang dikumpulkan dan dianalisis secara
menjalani rawat inap di RSU Anutapura deskriptif.
Palu. Sampel adalah pasien penyakit Analisis data
demam tifoid yang diberikan terapi dan Analisis data yang digunakan yaitu
sesuai dengan kriteria berdasarkan analisis deskriptif yang dilakukan pada
inklusi selama penelitian berlangsung tiap variabel untuk mengetahui
sesuai periode waktu yang ditetapkan. kesesuaian terapi terkait penggunaan
Pengambilan sampel dilakukan obat antibiotik pada pasien demam tifoid
menggunakan metode purposive di instalasi rawat inap RSU Anutapura
sampling. Kriteria inklusi yaitu antara lain: Palu.
(a) Pasien rawat inap yang memiliki HASIL
diagnosa penyakit demam tifoid, (b) Karakteristik pasien demam tifoid
Pasien yang memiliki data rekam medik. Berdasarkan data yang diperoleh
Kriteria eksklusi antara lain: (a) Pasien didapatkan persentase pasien demam
memiliki data rekam medik yang tifoid berdasarkan jenis kelamin yang
didiagnosa demam tifoid tetapi tidak di menjalani rawat inap di RSU Anutapura
rawat inap. (b) Pasien yang meninggal Palu yaitu laki-laki sebanyak 15 orang
dunia pada saat dilakukan penelitian. (40,54%) dan perempuan sebanyak 22
Waktu dan tempat penelitian orang (59,46%). Data tersebut
Penelitian dilakukan pada bulan menunjukkan pasien demam tifoid
September-Desember tahun 2019 di banyak terjadi pada perempuan. Data
Farmakologika Jurnal Farmasi. Vol. XVI No. 1 Februari 2020
p ISSN 1907-7378 ; e ISSN : 1558

penggolongan umur pada pasien demam golongan sefalosporin sebanyak 35


tifoid dibagi menjadi 5 kelompok yaitu ( 89,75%) pada pasien dewasa dan
usia 1–10 tahun (37,84 %), 11–20 tahun sebanyak 20 (100%) pada pasien anak,
(29,73), 21–30 tahun (16,22%), 31–40 golongan kuinolon sebanyak 3 (7,69%)
tahun (2,70 %) dan 41–50 tahun pada pasien dewasa dan 0 (0%) pada
(13,51%). Berdasarkan data yang pasien anak, golongan sulfonamida
diperoleh pasien demam tifoid banyak sebanyak 1 (2,56%) pada pasien dewasa
terjadi pada usia 1–10 tahun dengan dan sebanyak 0 (0%) pada pasien anak.
jumlah 14 pasien dan usia 11–20 tahun Data menunjukkan penggunaan antibiotik
jumlah 11 pasien. yang paling banyak digunakan pada
Terapi demam tifoid pasien demam tifoid yaitu golongan
Terapi antibiotik pasien demam sefalosporin.
tifoid di RSU Anutapura Palu untuk
Tabel Persentase terapi antibiotik pasien demam tifoid
Dewasa Anak-anak
No Golongan Jenis Jumlah Persentase (%) Jumlah Persentase (%)
1. Sefalosporin Cefixime 14 35,91 % 11 55,00 %
Ceftriaxone 20 51,28 % 7 35,00 %
Cefotaxime 0 0% 2 10,00 %
Cefadroxil 1 2,56 % 0 0%
Total 35 89,75 % 20 100 %
2. Kuinolon Ciprofloxacin 1 2,56 % 0 0%
Levofloxacin 2 5,13 % 0 0%
Total 3 7,69 % 0 0%
3. Sulfonamida Cotrimoxazole 1 2,56 % 0 0%
Total 1 2, 56 % 0 0%
Total 39 100 % 20 100 %
Farmakologika Jurnal Farmasi. Vol. XVI No. 1 Februari 2020
p ISSN 1907-7378 ; e ISSN : 1558

120.00% Terapi100.00%
Antibiotik
100.00% 89.75%
80.00% Gol. Sefalosporin
60.00% Gol. Kuinolon
40.00% Gol. Sulfanamida
20.00% 8% 3% 0% 0%
0.00%
Dewasa Anak
Gambar 1 Distribusi terapi antibiotik pasien demam tifoid yang menjalani rawat
inap di RSU Anutapura Palu
Data terapi non antibiotik pasien sebanyak 10 (12,50%) pada pasien
demam tifoid di RSU Anutapura Palu anak, golongan obat untuk saluran cerna
untuk golongan analgetik/antipiretik sebanyak 26 (36,625) pada pasien
sebanyak 26 (35,62%) pada pasien dewasa dan sebanyak 14 (17,50%) pada
dewasa dan sebanyak 24 (30,00%) pada pasien anak, golongan obat untuk
pasien anak, golongan antiemetik saluran nafas sebanyak 5 (6,85%) pada
sebanyak 13 (17,81%) pada pasien pasien dewasa dan sebanyak 19
dewasa dan 5 (6,25%) pada pasien (23,75%), golongan kortikosteroid
anak, golongan antihistamin sebanyak 2 sebanyak 1 (1,37%) pada pasien dewasa
(2,74%) pada pasien dewasa dan dan sebanyak 8 (10,00%).
Tabel Persentase terapi non antibiotik pasien demam tifoid
Dewasa Anak
No Golongan Nama Obat Jumlah Persentase Jumlah Persentase
(%) (%)
Analgetik- Dumin 0 0% 3 3,75%
antipiretik Paracetamol 20 27,40% 12 15,00%
1. Sanmol 5 6,85% 3 3,75%
Santagesik 1 1,37% 6 7,50%
Total 26 35,62% 24 30,00%
2. Antiemetik Domperidon 5 6,85% 3 3,75%
Ondansentron 8 10,96% 2 2,50%

Total 13 17,81% 5 6,25%


3. Antihistamin Ceterizine 2 2,74% 0 0%
CTM 0 0% 3 3,75%
Histapan 0 0% 7 8,75%
Total 2 2,74% 10 12,50%
4. Obat untuk Omeprazole 5 6,85% 0 0%
saluran cerna Lansoprazole 3 4,11% 0 0%
Pantoprazole 2 2,74% 1 1,25%
Zink 2 2,74% 5 6,25%
Oralit 0 0% 2 2,50%
Farmakologika Jurnal Farmasi. Vol. XVI No. 1 Februari 2020
p ISSN 1907-7378 ; e ISSN : 1558

Antasida 0 0% 1 1,25%
Sukralfat 2 2,74% 0 0%
Ranitidine 12 16,44% 5 6,25%
Total 26 35,62% 14 17,50%
5 Obat untuk Acetylcysteine 2 2,74% 0 0%
. saluran nafas Ambroxol 3 4,11% 10 12,50%
Salbutamol 0 0% 9 11,25%
Total 5 6,85% 19 23,75%
6 Kortikosteroid Dexametason 0 0% 8 10,00%
. Metylprednison 1 1,37% 0 0%
Total 1 1,37% 8 10,00%
Jumlah Total 73 100% 80 100%

Terapi Non Antibiotik


Analgetik-antipiretik
40.00% 35.62% 35.62%
30.00% Antiemetik
30.00% 23.75% Antihistamin
20.00% 17.81% 17.50% Obat saluran cerna
12.50% 10.00% Obat saluran nafas
10.00% 6.85% 6.25%
2.74% 1.37% Kortikosteroid
0.00%
Dewasa Anak
Gambar 2 Distribusi terapi antibiotik pasien demam tifoid yang menjalani rawat
inap di RSU Anutapura Palu
Penggunaan cairan pasien sebanyak 21 (80,77%) pada pasien
demam tifoid di RSU Anutapura Palu dewasa dan sebanyak 11 (52,38%) pada
yaitu asering sebanyak 2 (7,69%) pada pasien anak, NaCl sebanyak 3 (11,54%)
pasien dewasa dan sebanyak 10 pada pasien dewasa dan sebanyak 0
(47,62%) pada pasien anak, Ringer laktat (0%) pada pasien anak.

Tabel. Penggunaan cairan pada pasien demam tifoid


Dewasa Anak
No Cairan Infus
Jumlah Persentase (%) Jumlah Persentase (%)
1. Asering 2 7,69% 10 47,62%
2. Ringer laktat 21 80,77% 11 52,38%
4. NaCl 3 11,54% 0 0%
Total 26 100% 21 100%
Farmakologika Jurnal Farmasi. Vol. XVI No. 1 Februari 2020
p ISSN 1907-7378 ; e ISSN : 1558

Cairan Infus
80.77% Asering
80.00% Ringer Laktat
47.62% 52.38%
40.00% NaCl
7.69% 12%
0%
0.00%
Dewasa Anak

Grafik 3 Distribusi penggunaan cairan pada pasien demam tifoid


Menu makanan/diet yang diberikan pada lama menu cair sebanyak 12 pasien
pasien demam tifoid di RSU Anutapura (21,82%). Pemberian asupan makanan
Palu terbagi menjadi 3 menu yaitu menu pasien demam tifoid di RSU Anutapura
biasa sebanyak 6 pasien (10,91%), menu Palu terbanyak yaitu menu lunak
lunak sebanyak 37 pasien (67,27%) dan sebanyak 67,27 %.
Tabel Persentase menu makanan/diet pasien demam tifoid
No. Menu Makanan Jumlah Persentase (%)

1. Menu biasa 6 10,91 %

2. Menu lunak 37 67,27 %

3. Menu cair 12 21,82 %

Total 55 100 %

Menu Asupan Makanan/Diet


80.00% 67.27%
60.00%
40.00%
21.82%
20.00% 10.91%
0.00%
Menu Biasa Menu Lunak Menu Cair
Gambar 4 Distribusi menu asupan makanan/diet pasien demam tifoid di RSU
Anutapura Palu

Pembahasan paling banyak menderita demam tifoid.


Berdasarkan hasil penelitian yang Hal ini sesuai dengan Departemen
dilakukan menunjukkan bahwa pasien Kesehatan yang menyatakan bahwa
demam tifoid 1-10 tahun dan 11-20 tahun hasil riset insidensi demam tifoid pada
Farmakologika Jurnal Farmasi. Vol. XVI No. 1 Februari 2020
p ISSN 1907-7378 ; e ISSN : 1558

umur dibawah 30 dan anak-anak 1-5 untuk mengatasi keluhaan-keluhan


tahun. Hal tersebut disebabkan oleh pasien seperti demam dan nyeri pada
faktor lingkungan yang kurang bersih dan kepala. Adapun untuk sakit perut dan
daya tahan tubuh anak-anak yang belum diare biasa pasien diberikan obat laksatiif
bekerja secara maksimal (Rampengan, untuk masalah konstiipasi, kemudian
2013). untuk masalah mual muntah yang terjadi
Berdasarkan hasil penelitian yang pada pasien biasanya diberikan obat
dilakukan menunjukkan pemberian terapi antiemetik.
antibiotik golongan sefalosporin yang Berdasarkan hasil penelitian yang
paling banyak diberikan. Antibiotik dilakukan menunjukkan cairan infus yang
golongan sefalosporin yang banyak paling banyak diberikan adalah ringer
diberikan yaitu ceftriaxone pada pasien laktat. Hal ini sesuai dengan penelitian
dewasa dan cifixime pada pasien anak. yang dilakukan oleh Nurmainah bahwa
Pemberian ceftriaxone sangat efektif cairan ringer laktat diberikan pada semua
diberikan pada pasien demam tifoid, pasien demam tifoid karena cairan ini
adapun cefixime aman dan efektif untuk berguna sebagai cairan elektrolit yang

diberikan pada pasien anak (Sandika and menjaga keseimbangan air dan elektrolit

Suwandi, 2017). Cefixime digunakan atau bisa juga sebagai sumber energi

sebagai terapi alternatif pada kasus yang karena penderita demam tifoid harus

kemungkinan resistensi terhadap obat mendapatkan cairan yang cukup, baik

antibiotik. Kelebihan sefixime adalah secara oral maupun parenteral

angka kekambuhan demam tifoid yang (Nurmainah, Syabriyantini and Susanti,

rendah (Nurmala et al., 2015). 2017). Cairan parenteral (RL, Dekstrosa

Berdasarkan hasil penelitian yang %, futrolit, NaCl) diindikasikan pada

dilakukan pemberian terapi analgetik- penderita sakit berat, ada komplikasi,

antipiretik lebih banyak dikarenakan penurunan kesadaran, serta yang sulit

pasien demam tifoid memiliki gejala makan. Dosis cairan parenteral adalah

utama demam sehingga sangat sesuai kebutuhan harian. Bila ada

dibutuhkan pemberian terapi analgetik- komplikasi dosis cairan disesuaikan

antipiretik untuk pasien demam tifoid. dengan kebutuhan. Cairan harus

Analgetik-antipiretik yang digunakan mengandung elektrolit yang optimal

adalah parasetamol. Obat ini diresepkan (Permenkes RI, 2006).


Farmakologika Jurnal Farmasi. Vol. XVI No. 1 Februari 2020
p ISSN 1907-7378 ; e ISSN : 1558

Berdasarkan penelitian yang telah Kemenkes (2011) ‘Pedoman Umum


Penggunaan Antibiotik’, in.
dilakukan menunjukkan bahwa menu
Kementerian Kesehatan, pp. 4-7.
asupan makanan/diet pasien tifoid yang Kemenkes RI (2011) ‘Pedoman
Pelayanan Kefarmasian Untuk
di rawat inap di RSU Anutapura Palu
Terapi Antibiotika, in. Jakarta:
terbagi menjadi 3 menu yaitu menu biasa Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia, pp. 57–66.
sebanyak 11 (18,33%), menu lunak
Nafiah, F. (2018) ‘Kenali Demam Tifoid
sebanyak 37 (61,67%), menu cair dan Mekanismenya’, in Sartono, C.
M. (ed.). Yogyakarta: Deepublish,
sebanyak 12 (20,00%). Hal ini sudah
pp. 5–9.
sesuai dengan Pedoman Pengendalian Nurmainah, N., Syabriyantini, S. and
Susanti, R. (2017) ‘Efektivitas
Demam Tifoid menurut Permenkes RI
Biaya Penggunaan Ampisilin Dan
tahun 2006 dan SPM RSU Anutapura Sefotaksim Pada Pasien Anak
Demam Tifoid’, Junal Media
Palu. Diet pasien demam tifoid harus
Kesehatan Masyarakat Indonesia,
mengandung kalori dan protein yang 13(2), pp. 131–138.
Nurmala, N. et al. (2015) ‘Resistensi dan
cukup, tidak mengkonsumsi makanan
Sensitivitas Bakteri terhadap
dan minuman yang banyak serat, Antibiotik di RSU dr. Soedarso
Pontianak Tahun 2011-2013’,
menimbulkkan gas, terlalu manis dan
eJournal Kedokteran Indonesia,
pedas, dan terlalu banyak lemak. 3(1), pp. 21–28.
Permenkes (2006) ‘Pedoman
KESIMPULAN
Pengendalian Demam Tifoid’, in.
Berdasarkan hasil penelitian dan Jakarta: Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia, pp.
pembahasan maka dapat disimpulkan
16–19.
beberapa hal sebagai berikut:
Rahmasari, V. and Lestari, K. (2018)
Kesesuaian terapi farmakologi pada ‘Review: Manajemen Terapi
Demam Tifoid: Kajian Terapi
pasien demam tifoid yang dirawat inap di
Farmakologis Dan Non
Rumah Sakit Umum Anutapura Palu Farmakologis’, Farmaka, 16(1), pp.
184–195.
sudah sesuai dengan pedoman
Rampengan, N. H. (2013) ‘Antibiotik
pengendalian demam tifoid menurut
Terapi Demam Tifoid Tanpa
permenkes RI tahun 2006 da standar Komplikasi pada Anak’, Sari
Pediatri, 14(5), pp. 271–276.
pelayanan medis rumah sakit. Pemberian
Sandika, J. and Suwandi, J. F. (2017)
asupan makanan pasien demam tifoid
‘Sensitivitas Salmonella thypi
100% tepat asupan makanan dan sesuai Penyebab Demam Tifoid terhadap
Beberapa Antibiotik’, Majority, 6(1),
dengan pedoman pengendalian demam
pp. 41–45.
tifoid menurut permenkes RI tahun 2006.
Tandi, J. (2017) ‘Kajian Kerasionalan
DAFTAR PUSTAKA Penggunaan Obat Pada Kasus
Farmakologika Jurnal Farmasi. Vol. XVI No. 1 Februari 2020
p ISSN 1907-7378 ; e ISSN : 1558

Demam Tifoid Di Instalasi Rawat 2017’, Pharmacon, 7(4), pp. 126–


Inap Anutapura Palu’, Pharmacon, 134.
6(4), pp. 184–191.
Umah, A. K. and Wirjatmadi, R. B. (2014)
Tandi, J. (2017) ‘Kajian pengobatan ‘Asupan Protein, Lemak,
asma bronkial pada pasien dewasa Karbohidrat Dan Lama Hari Rawat
di instalasi rawat inap rsu Pasien Demam Tifoid Di Rsud Dr.
anutapura palu’, Jurnal Kesehatan Moh. Soewandhie Surabaya’,
Lentara Acitya, 4(4), pp. 28–36. Jurnal Widya Medika Surabaya,
2(2), pp. 99–106.
Tandi, J. (2017) ‘Pola Penggunaan Obat
Pada Pasien Penyakit Hati Yang WHO (2018) ‘Typhoid and Other Invasive
Menjalani Rawat Inap Di Rumah
Salmonellosis’, in WHO, pp. 1–13.
Sakit Umum Daerah Undata Palu’,
Perspektif: Jurnal Pengembangan
Widodo, D. (2014) ‘Buku Ajar Ilmu
Sumber Daya Insani, 2(2), pp. 218–
Penyakit Dalam’, in Setiati, S. et al.
223.
(eds). Jakarta: Interna Publishing,
Tandi, J. (2017) ‘Tinjauan Pola pp. 549–557.
Pengobatan Gastritis Pada Pasien
Winarsih, S., Purwantiningrum, D. A. and
Rawat Inap Rsud Luwuk’,
Wardhani, A. S. (2015) ‘Efek
Pharmacon, 6(3), pp. 355–363.
Antibakteri Ekstrak Daun Katuk
Tandi, J. (2018) ‘Buku Ajar Farmasi Klinik ( Sauropus androgynus ) terhadap
1’, in Miting et al. (eds). Palu: Stifa Pertumbuhan Salmonella Typhi
Pelita Mass Palu Press, pp. 267– secara In Vitro Antibacterial Effect
272. of Katuk ( Sauropus androgynus )
Leaf Extract against Salmonella
Tandi, J. et al. (2018) ‘Kajian Peresepan
Typhi Growth In Vitro’, Mutiara
Obat Antibiotik Penyakit Ispa Pada
Medika, 15(2), pp. 96–103.
Anak Di Rsu Anutapura Palu Tahun

You might also like