Download as doc, pdf, or txt
Download as doc, pdf, or txt
You are on page 1of 13

PERILAKU KEBERSIHAN MENSTRUASI REMAJA DI SEKOLAH FULL DAY

SCHOOL
(MENSTRUAL HYGIENE BEHAVIOR AMONG FULL DAY SCHOOL
ADOLESCENT)
Reffy Shania Novianti, Mira Triharini, Ika Nur Pratiwi
Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga
Kampus C Jl.Mulyorejo Surabaya, Telp. 031-5913754, email: reffyshania1611@gmail.com

ABSTRACT
Background: The implementation of full day school system has caused more time spent
by adolescents at school than at home. A tight schedule at school is one of the reasons of
neglected menstrual hygiene management among adolescent schoolgirls which can lead
to some reproductive health problems. The aims of this study were to analyze the
relationship between knowledge, attitudes, beliefs, availability of facilities, availability of
information, and social support with the behavior of menstrual hygiene among full day
school adolescent. Method: This cross-sectional study was conducted at SMPN 17
Surabaya. The sample of 139 respondents were obtained by simple random sampling
technique. The instrument used was a questionnaire. Data were analyzed using
spearman’s rho test. Result: The result show that knowledge (p=0,000), attitudes (p=
0,003), beliefs (p= 0,000), availability of facilities (p=0,001), availability of information
(p=0,000) and social support (p=0,004) are associated with the behavior of menstrual
hygiene among full day school adolescent. Conclusion: Menstrual hygiene behavior can
be done optimally if adolescents have a good knowledge, positive attitudes and beliefs
where it is very important as a foundation of behavior. Availability of facilities and
information are also needed to support adolescents in performing menstrual hygiene at
school. Social support from parents, teachers, and peers are important to encourage
adolescent in maintaining menstrual hygiene behaviors while at school.
Keywords: Behavior, Menstrual Hygiene, Adolescent, School
ABSTRAK
Pendahuluan: Penerapan full day school di sekolah menengah menyebabkan waktu yang
dihabiskan remaja lebih banyak dilakukan di sekolah daripada di rumah. Aktifitas yang
padat menjadi salah satu alasan remaja mengabaikan kebersihan menstruasi selama di
sekolah. Penyakit reproduksi banyak disebabkan karena manajamen kebersihan
menstruasi yang kurang. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis hubungan
pengetahuan, sikap, kepercayaan, ketersediaan fasilitas, ketersediaan informasi, dan
dukungan sosial dengan perilaku kebersihan menstruasi remaja di sekolah full day.
Metode: Penelitian ini menggunakan desain deskriptif analitik dengan pendekatan cross-
sectional. Penelitian dilakukan di SMPN 17 Surabaya. Jumlah sampel sebanyak 139
responden dimana pengambilan sampel menggunakan teknik simple random sampling.
Kuesioner yang digunakan adalah kuesioner. Analisis menggunakan uji statistik
spearman’s rho test. Hasil: Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan antara
pengetahuan (p=0,000), sikap (p= 0,003), kepercayaan (p= 0,000), ketersediaan fasilitas
(p=0,001), ketersediaan informasi (p=0,000) dan dukungan sosial (p=0,004) dengan
perilaku kebersihan menstruasi remaja di sekolah full day. Kesimpulan: Perilaku
kebersihan menstruasi remaja dapat dilakukan secara optimal apabila remaja memiliki
pengetahuan yang baik, sikap dan kepercayaan yang positif dimana hal ini sangat penting
dalam pembentukan perilaku. Remaja juga membutuhkan ketersediaan fasilitas dan
informasi yang dapat mendukung mereka dalam melakukan kebersihan menstruasi di
sekolah. Dukungan yang berasal dari orang tua, guru, dan teman sebaya penting untuk
mendorong remaja agar selalu menerapkan perilaku kebersihan menstruasi selama di
sekolah.
Kata Kunci: Perilaku, Kebersihan Menstruasi, Remaja, Sekolah.
PENDAHULUAN
Penerapan full day school di sekolah menengah membuat waktu dan kesibukan remaja
lebih banyak dihabiskan di lingkungan sekolah daripada di rumah. Remaja menghabiskan
waktu selama 8 hingga 9 jam di sekolah. Aktifitas remaja yang padat di sekolah menjadi
salah satu alasan remaja untuk lupa mengganti pembalut dimana hal ini sangat beresiko
terhadap kesehatan reproduksi [1]. Pendidikan kesehatan tentang reproduksi remaja di
Indonesia masih belum sepenuhnya terintegrasi dalam kurikulum yang ada disekolah [2].
Dalam kurikulum pendidikan yang diterima di sekolah, remaja hanya dijelaskan tentang
proses reproduksi tetapi tidak pada masalah praktis dan manajemen yang perlu dilakukan
pada saat menstruasi [3]. Jutaan wanita di seluruh dunia mengalami infeksi saluran
reproduksi, penyakit radang panggul dan penyakit saluran kemih karena mereka tidak
menerapkan perilaku kebersihan menstruasi yang baik dan tepat [4].
Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia melaporkan bahwa 25% gadis remaja
belum mendiskusikan menstruasi dengan siapapun sebelum menarche dan 17% tidak
menyadari bahwa menstruasi adalah tanda fisik pubertas [5]. Hasil dari beberapa studi
menunjukkan bahwa remaja putri memiliki pengetahuan yang kurang tentang menstruasi
dan tingkat pengetahuan pra-menarche yang rendah [6]. Kurangnya pengetahuan dan
perilaku yang kurang tepat dalam menerapkan perilaku kebersihan menstruasi dapat
meningkatkan resiko morbiditas penyakit reproduksi pada remaja. Angka kejadian Infeksi
Saluran Reproduksi di dunia ditemukan berkisar antara 17% hingga 44% di antara wanita
di dunia [7]. Berdasarkan data WHO tahun 2010, usia remaja menduduki angka kejadian
infeksi saluran reproduksi (ISR) tertinggi yaitu sebanyak (35%-42%) [8].
Remaja lebih memilih untuk tidak mengganti pembalut selama mereka berada di
sekolah karena mereka merasa lebih nyaman untuk mengganti pembalut di rumah. Pada
tahun 2016 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melaporkan bahwa di lebih dari
190.000 sekolah negeri di Indonesia, hanya seperlima dari toilet sekolah yang berfungsi
baik [9]. Akses dan fasilitas sangat dibutuhkan remaja untuk melakukan kebersihan
menstruasi di sekolah, hal ini mencakup air bersih, sabun, fasilitas pembuangan
pembalut, dan privasi yang memadai, namun sebagian besar sekolah di negara
berkembang, terutama di daerah pedesaan masih memiliki fasilitas yang tidak memadai
untuk mendukung manajemen kebersihan menstruasi remaja di sekolah [10].
Keluarga dan sekolah adalah dua faktor utama yang memiliki pengaruh tertinggi
pada pembentukan perilaku kesehatan remaja, sehingga sekolah dan keluarga memiliki
peran yang penting dalam melakukan pendidikan kesehatan terkait dengan kebersihan
menstuasi pada remaja [11]. Perilaku kebersihan menstruasi yang baik dan tepat dapat
diterapkan jika remaja diberi fasilitas dan akses yang mudah dalam mencari informasi
dan sumber daya untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman mereka [12].
Penelitian terkait perilaku kebersihan menstruasi sudah banyak dilakukan, namun
penelitian terdahulu belum banyak membahas secara spesifik terkait faktor-faktor yang
mempengaruhi perilaku kebersihan menstruasi remaja selama di sekolah terlebih pada
sekolah yang menerapkan sistem full day school. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
menjelaskan hubungan antara faktor pengetahuan, sikap, kepercayaan, ketersediaan
fasilitas, ketersediaan infomasi, dan dukungan sosial dengan perilaku kebersihan
menstruasi remaja di sekolah.

BAHAN DAN METODE

DESAIN
Desain penelitian ini adalah korelasional menggunakan pendekatan cross-sectional yang
bertujuan untuk mengetahui hubungan antara variabel independen dan variabel dependen.
Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah simple random sampling. Variabel
independen dalam penelitian ini adalah pengetahuan, sikap, kepercayaan, ketersediaan
fasilitas, ketersediaan infomasi, dan dukungan sosial. Variabel dependen dalam penelitian
ini adalah perilaku kebersihan menstruasi remaja di sekolah.

SETTING
Populasi dalam penelitian ini yaitu remaja putri yang bersekolah di SMPN 17 Surabaya.
Sampel dalam penelitian ini berjumlah 139 siswi. Penelitian dilakukan pada bulan maret
2020.

PESERTA
Responden penelitian dalam penelitian ini yaitu siswi kelas 7 dan 8 SMPN 17 Surabaya.
Kriteria inklusi dalam penelitian ini terdiri dari (1) remaja yang sudah mengalami
menstruasi (2) remaja yang bersedia menjadi responden. Kriteria eksklusi pada penelitian
ini adalah (1) responden yang tidak mengisi kuesioner penelitian dengan lengkap (2)
responden yang tidak hadir saat penelitian.

VARIABEL
Variabel independen dalam penelitian ini adalah pengetahuan, sikap, kepercayaan,
ketersediaan fasilitas, ketersediaan infomasi, dan dukungan sosial. Variabel dependen
dalam penelitian ini adalah perilaku kebersihan menstruasi remaja di sekolah.

PENGUKURAN

Kuesioner karakteristik
Kuesioner karakteristik responden untuk memberikan gambaran mengenai responden
yang meliputi identitas responden (usia, usia menarche, dan kelas)

Kuesioner Pengetahuan
Pengetahuan remaja diukur menggunakan kuesioner pengetahuan yang dimodifikasi dari
[13]. Kuesioner pengetahuan berisi 9 pernyataan close ended, yang terbagi menjadi dua
yaitu favorable berjumlah 4 nomor (1,2,7,8) dan unfavorable berjumlah 5 nomor
(3,4,5,6,9). Kuesioner pengetahuan digunakan dengan izin dari pemilik kuesioner. Uji
reliabilitas kuesioner pengetahuan didapatkan hasil skor α Cronbach = 0,814 yang
menunjukkan bahwa kuesioner sangat reliabel.

Kuesioner Sikap
Kuesioner sikap remaja berisi 5 pernyataan terkait sikap remaja dalam melakukan
kebersihan menstruasi. Kuesioner sikap remaja menggunakan kuesioner dari penelitian
[14] yang telah dimodifikasi oleh peneliti. Jenis pernyataan terbagi menjadi dua yaitu
favorable berjumlah 3 nomor (1,2,5) dan unfavorable berjumlah 2 nomor (3,4).
Kuesioner sikap digunakan dengan izin dari pemilik kuesioner. Uji reliabilitas kuesioner
sikap didapatkan hasil skor α Cronbach = 0,645 yang menunjukkan bahwa kuesioner
reliabel.

Kuesioner Kepercayaan
Kuesioner kepercayaan remaja berisi 5 pertanyaan terkait kepercayaan remaja dalam
melakukan kebersihan menstruasi. Kuesioner kepercayaan remaja menggunakan
kuesioner dari penelitian [15] yang telah dimodifikasi oleh peneliti. Kuesioner
kepercayaan menggunakan skala guttman dengan dua pilihan jawaban “Ya” atau
“Tidak”. Kuesioner kepercayaan digunakan dengan izin dari pemilik kuesioner. Uji
reliabilitas kuesioner kepercayaan didapatkan hasil skor α Cronbach = 0,801 yang
menunjukkan bahwa kuesioner reliabel.
Kuesioner Ketersediaan Fasilitas
Kuesioner ketersediaan fasilitas di sekolah berisi 4 pertanyaan terkait ketersediaan
fasilitas dan kondisi lingkungan yang mendukung remaja dalam melakukan kebersihan
menstruasi di sekolah. Kuesioner dirancang sendiri oleh peneliti namun tetap mengacu
pada teori Precede Proceed dari Lawrence Green. Uji reliabilitas kuesioner ketersediaan
fasilitas didapatkan hasil skor α Cronbach = 0,717 yang menunjukkan bahwa kuesioner
reliabel.

Kuesioner Ketersediaan Informasi


Kuesioner ketersediaan informasi berisi 6 pertanyaan terkait akses infromasi tentang
kebersihan menstruasi yang didapatkan remaja. Kuesioner dirancang sendiri oleh peneliti
namun tetap mengacu pada teori Precede Proceed dari Lawrence Green. Uji reliabilitas
kuesioner ketersediaan informasi didapatkan hasil skor α Cronbach = 0,775 yang
menunjukkan bahwa kuesioner reliabel.

Kuesioner Dukungan Sosial


Kuesioner dukungan sosial berisi 6 pertanyaan terkait dukungan sosial yang dirasakan
remaja dari orang dan lingkungan sekitar dalam melakukan kebersihan menstruasi.
Kuesioner dirancang sendiri oleh peneliti namun tetap mengacu pada teori Precede
Proceed dari Lawrence Green Uji reliabilitas kuesioner dukungan sosial didapatkan hasil
skor α Cronbach = 0,817 yang menunjukkan bahwa kuesioner sangat reliabel.

Kuesioner Perilaku Kebersihan Menstruasi


Kuesioner berisi 10 pernyataan tentang perilaku. Kuesioner perilaku kebersihan
menstruasi remaja menggunakan kuesioner dari penelitian [16] yang telah dimodifikasi
oleh peneliti. Jenis pernyataan terbagi menjadi dua yaitu favorable berjumlah 6 nomor
(1,3,4,5,9,10) dan unfavorable berjumlah 4 nomor (2,6,7,8). Kuesioner perilaku
kebersihan menstruasi digunakan dengan izin dari pemilik kuesioner. Uji reliabilitas
kuesioner perilaku kebersihan menstruasi didapatkan hasil skor α Cronbach = 0,835 yang
menunjukkan bahwa kuesioner sangat reliabel.

Prosedur
Peneliti meminta izin kepada kepala sekolah untuk melakukan penelitian kepada siswi.
Peneliti datang ke sekolah dua hari sebelum siswi dijadwalkan untuk mengisi kuesioner.
Peneliti memberikan penjelasan kepada remaja tentang tujuan, manfaat dan risiko,
kerahasiaan, dan kompensasi yang akan didapatkan remaja dalam penelitian. Setelah
itu,peneliti membagikan lembar persetujuan kepada remaja untuk diberikan kepada orang
tua. Penjelasan tentang penelitian ini juga diberikan kepada orang tua bersama dengan
lembar informed consent. Informed consent ditandatangani oleh orang tua. Langkah
selanjutnya adalah membagikan kuesioner kepada siswi yang kemudian disimpan sendiri
oleh peneliti untuk diolah.

Analisis
Hasil data yang diperoleh kemudian dianalisis menggunaka analisis deskriptif dan
analisis bivariat. Analisis data deskriptif digunakan untuk mengetahui persentase dan
distribusi frekuensi. Analisis bivariat digunakan untuk mengetahui hubungan antar
variabel. Analisis bivariat dalam penelitian ini menggunakan analisis korelasi Spearman
dengan α = 0,05.
Hasil
Mayoritas usia responden adalah 13 tahun yaitu sebanyak 69 siswi (49,6%), Lebih
dari setengah dari remaja, yaitu 110 siswi (79,1%) mengalami menarche pada rentang
usia normal yaitu pada usia 9 hingga 12 tahun, mayoritas responden duduk di kelas 8
yaitu sebanyak 71 siswi (51,1%) (Tabel 1).

Tabel 1. Karakteristik Responden (N=139)


Karakteristik Kriteria f %
Usia 12 tahun 7 5,0
13 tahun 69 49,6
14 tahun 59 42,4
15 tahun 4 2,9
16 tahun 0 0
Total 139 100
Usia Menarche 9-12 tahun 110 79,1
13-14 tahun 27 19,4
>14 tahun 2 1,4
Total 139 100
Kelas 7 68 48,9
8 71 51,1
Total 139 100,0

Mayoritas remaja memiliki pengetahuan yang baik. Remaja sudah menjawab dengan
tepat penyataan terkait dampak kebersihan menstruasi yang buruk. Pengetahuan yang
kurang digambarkan dalam jawaban yang kurang tepat terkait pernyataan tentang arah
membasuh alat kelamin yang benar (Tabel 2).
Lebih dari setengah remaja memiliki sikap yang positif yang ditunjukkan dengan
jawaban remaja dimana mereka sangat setuju dalam menjawab pernyataan tentang
pentingnya cuci tangan sebelum membasuh alat kelamin. Sikap negatif digambarkan
dalam mayoritas jawaban responden yang masih beranggapan bahwa melakukan
penggantian pembalut hanya disaat pembalut sudah terasa penuh. Remaja memiliki
kepercayaan yang tidak bertentangan dengan perilaku kesehatan yang digambarkan dalam
distribusi frekuensi jawaban dimana mayoritas remaja sudah memiliki keyakinan bahwa
dengan melakukan kebersihan menstruasi dapat meningkatkan kesehatan tetapi mereka
masih merasa tidak yakin akan merasa percaya diri dalam melakukan kebersihan
menstruasi di sekolah (Tabel 2).

Tabel 2: Hasil analisis univariat variabel (N=139)


Variabel f %
Pengetahuan
Baik 79 56,8
Cukup 48 34,5
Kurang 12 8,6
Total 139 100
Sikap
Positif 81 58,3
Negatif 58 41,7
Total 139 100
Kepercayaan
Bertentangan dengan perilaku 56 40,3
kesehatan
Tidak bertentangan dengan 83 59,7
perilaku kesehatan
Total 139 100
Variabel f %
Ketersediaan Fasilitas
Baik 21 15,1
Cukup 84 60,4
Kurang 34 24,5
Total 139 100
Ketersediaan Informasi
Terpapar 108 77,7
Kurang Terpapar 31 23,3
Total 139 100
Dukungan Sosial
Baik 17 12,2
Cukup 83 59,7
Kurang 39 28,1
Total 139 100
Perilaku Kebersihan Menstruasi
Baik 21 15,1
Cukup 94 67,6
Kurang 24 17,3
Total 139 100
Remaja merasa bahwa mereka memiliki ketersediaan fasilitas yang cukup dimana
sekolah sudah menyediakan air bersih yang mengalir. Ketersediaan fasilitas yang kurang
digambarkan dengan tidak tersedianya sabun dan pembalut gratis di sekolah. Mayoritas
remaja sudah terpapar oleh informasi dimana remaja sudah pernah mendapatkan
informasi tentang dampak kebersihan menstruasi yang kurang. Mayoritas responden
memiliki dukungan sosial yang cukup baik yang berupa dukungan informasi yang
diberikan oleh orang tua dimana orang tua mendiskusikan kesehatan menstruasi bersama
remaja. Lebih dari setengah remaja memiliki perilaku kebersihan menstruasi yang cukup
baik yang digambarkan dalam distribusi frekuensi jawaban dimana remaja sudah
menerapkan penggunaan pembalut yang tepat yaitu tidak menggunakan pembalut yang
mengandung bahan pewangi, namun remaja masih jarang melakukan pemeriksaan saat
terjadi masalah menstruasi (Tabel 2).
Remaja memiliki pengetahuan yang baik dengan perilaku kebersihan menstruasi
yang cukup sebanyak 53 (38,1%). Terdapat 8 (5,8%) remaja yang memiliki pengetahuan
baik namun kurang dalam melakukan kebersihan menstruasi. Pengetahuan memiliki
hubungan yang positif dan lemah dengan perilaku kebersihan menstruasi remaja(p =
0,000). Sikap memiliki hubungan yang positif dan lemah dengan perilaku kebersihan
menstruasi remaja (p = 0,003). Mayoritas remaja memiliki sikap yang positif dan
melakukan kebersihan menstruasi dengan cukup baik sebanyak 53 (38,1%). Terdapat 41
(29,5%) remaja memiliki sikap megatif namun melakukan kebersihan menstruasi dengan
cukup baik. Kepercayaan memiliki hubungan yang positif dan lemah dengan perilaku
kebersihan menstruasi (p = 0,000). Remaja yang memiliki kepercayaan yang tidak
bertentangan dengan kesehatan melakukan kebersihan menstruasi dengan cukup baik
sebanyak 55 (39,6%). Remaja yang memiliki kepercayaan yang bertentangan dengan
kesehatan menerapkan perilaku kebersihan menstruasi dengan cukup baik sebanyak 39
(28,1%) (Tabel 3)
Tabel 3: Hasil analisis bivariat variabel (N=139)
Perilaku Kebersihan Menstruasi di
Variabel Sekolah Total Uji Spearman
Kurang Cukup Baik Rho
f % f % f % N % p r
Pengetahuan
Kurang 5 3,6 7 5,0 0 0,0 12 8,6
Cukup 11 7,9 34 24,5 3 2,2 48 34,5 0,000 0,317
Baik 8 5,8 53 38,1 18 12,9 79 56,8
Total 24 17,3 94 67,6 21 15,1 139 100
Sikap
Negatif 14 10,1 41 29,5 3 2,2 58 41,7 0,003 0,249
Positif 10 7,2 53 38,1 18 12,9 81 58,3
Total 24 17,3 94 67,6 21 15,1 139 100
Kepercayaan
Bertentangan 16 11,5 39 28,1 1 0,7 83 59,7 0,000 0,355
Tidak Bertentangan 8 33,3 55 39,6 20 14,4 56 40,3
Total 24 17,3 94 67,6 21 15,1 139 100
Ketersediaan Fasilitas
Kurang 12 8,6 21 15,1 1 0,7 34 24,5 0,001 0,286
Cukup 12 8,6 55 39,6 17 12,2 84 60,4
Baik 0 0,0 18 12,9 3 2,2 21 15,1
Total 24 17,3 94 67,6 21 15,1 139 100
Ketersediaan Informasi
Tidak terpapar 13 9,4 17 12,2 1 0,7 31 22,3 0,000 0,346
Terpapar 11 7,9 77 55,4 20 14,4 108 77,7
Total 24 17,3 94 67,6 21 15,1 139 100
Dukungan Sosial
Kurang 8 5,8 29 20,9 2 1,4 39 28,1 0,004 0,245
Cukup 15 10,8 57 41,0 11 7,9 83 59,7
Baik 1 0,7 8 5,8 8 5,8 17 12,2
Total 24 17,3 94 67,6 21 15,1 139 100

Ketersediaan fasilitas memiliki pengaruh terhadap perilaku kebersihan menstruasi


remaja (p = 0,001). Mayoritas remaja merasa memiliki ketersediaan fasilitas yang cukup
dengan perilaku kebersihan menstruasi yang cukup baik sebanyak 55 (39,6%).
Keterpaparan informasi yang diterima remaja memiliki pengaruh terhadap perilaku
kebersihan menstruasi remaja (p = 0,000). Mayoritas remaja memiliki keterpaparan
informasi dan perilaku kebersihan menstruasi yang cukup baik sebanyak 77 (55,4%).
Dukungan sosial memiliki pengaruh terhadap perilaku kebersihan menstruasi remaja (p =
0,004). Lebih dari setengah remaja memiliki dukungan sosial yang cukup dengan
perilaku kebersihan menstruasi yang cukup baik sebanyak 57 (41,0%).

PEMBAHASAN
Hasil penelitian menunjukkan remaja yang memiliki pengetahuan baik melakukan
kebersihan menstruasi dengan cukup baik. Responden yang memiliki pengetahuan baik
dan perilaku yang cukup baik mayoritas berada pada rentang usia 13-14 tahun dan duduk
di kelas 8. Hasil ini sejalan dengan penelitian [17]. Menurut [18] semakin cukup umur
seseorang maka tingkat kemampuan dan kekuatan seseorang dalam berfikir dan bekerja
lebih matang. Selain itu, semakin tinggi pendidikan seseorang, maka semakin mudah pula
dalam menerima informasi. Hasil ini sejalan dengan penelitian [3][4] yang mendapatkan
hasil mayoritas remaja sudah memiliki pengetahuan yang baik tentang kebersihan
menstruasi. Hasil penelitian juga sejalan dengan penelitian sebelumnya [19][20] yang
menunjukkan adanya hubungan antara pengetahuan dengan perilaku kebersihan
menstruasi remaja.
Mayoritas remaja sudah memahami konsep kebersihan menstruasi dengan baik
namun masih belum sepenuhnya mengaplikasikan konsep tersebut dalam situasi nyata,
sehingga masih banyak remaja yang memiliki pengetahuan baik namun masih dalam
kategori cukup dan kurang dalam melakukan kebersihan menstruasi. Pemahaman yang
kurang terkait aplikasi dan penerapan kebersihan menstruasi ini disebabkan karena
informasi dan pengetahuan yang diberikan hanya sebatas teori dan definisi tentang
kebersihan menstruasi, sedangkan informasi yang berisikan bagaimana cara penerapan
dan aplikasi dalam kehidupan sehari-hari terlebih pada saat berada di sekolah masih
sangat kurang, hal ini juga disebabkan karena pembahasan tentang kebersihan menstruasi
yang masih dianggap tabu oleh masyarakat. Hasil yang serupa didapatkan oleh [21][22]
dimana buku pelajaran dan kurikulum yang ada di sekolah tidak banyak membahas topik
tentang menstruasi sehingga menyebabkan remaja hanya memiliki pengetahuan tentang
proses biologis menstruasi.
Remaja yang memiliki pengetahuan yang baik tetapi memiliki perilaku yang
kurang disebabkan karena fasilitas yang tidak tersedia dalam melakukan kebersihan
menstruasi. Ketersediaan fasilitas merupakan faktor pendukung dalam terjadinya
perilaku. Menurut [3] kurangnya jamban dan persediaan air mempengaruhi perilaku
kebersihan menstruasi dan membahayakan fisik dan psikologis kesehatan remaja di
sekolah. Ketersediaan fasilitas yang kurang menyebabkan remaja menjadi tidak optimal
dalam melakukan kebersihan menstruasi meskipun mereka memiliki pengetahuan yang
baik, karena dengan tersedianya fasilitas akan mendukung mereka melakukan kebersihan
menstruasi selama di sekolah, hal ini mencakup adanya pembalut gratis dan sabun untuk
melakukan kebersihan menstruasi yang ternyata masih tidak tersedia di sekolah.
Berdasarkan hasil penelitian, mayoritas responden sudah memiliki sikap yang
positif dan melakukan kebersihan menstruasi dengan cukup baik. Hasil ini sejalan dengan
penelitian [23][24][25]. Responden sudah memahami bahwa kebersihan menstruasi yang
baik perlu diterapkan untuk menghindari penyakit dan menjaga kesehatan diri mereka.
Namun, masih banyak pula responden yang beranggapan bahwa melakukan perilaku
kebersihan menstruasi di sekolah bukan suatu hal yang penting. Masih banyak responden
yang mengganti pembalut hanya saat penuh. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan [26][27] dimana masih sedikit responden yang mengganti pembalut setiap 4
hingga 6 jam sekali saat menstruasi. Sikap negatif dan perilaku responden yang cukup
dan kurang dalam penerapan kebersihan menstruasi disebabkan karena kurangnya
kesadaran lingkungan sosial. Responden menganggap perilaku yang diadaptasi sudah
biasa dan tidak menjadi masalah yang berarti. Dalam penelitian ini terdapat responden
yang memiliki sikap positif tetapi memiliki perilaku kebersihan menstruasi yang kurang,
berdasarkan hasil penelitian hal ini disebabkan karena responden tidak memiliki fasilitas
dan informasi yang memadai yang dapat mendukung mereka dalam melakukan
kebersihan menstruasi. Menurut [28] akses yang tidak memadai pada fasilitas kebersihan
menstruasi dapat menyebabkan kecemasan, stres, dan menghambat kemampuan remaja
untuk berpartisipasi dengan nyaman di sekolah.
Kepercayaan remaja terkait perilaku kebersihan menstruasi akan mempengaruhi
perilaku remaja dalam melakukan kebersihan menstruasi di sekolah karena keyakinan
terhadap sesuatu akan mempengaruhi cara berpikir dan pada akhirnya akan membentuk
suatu perilaku. Jika remaja memiliki kepercayaan atau keyakinan yang kuat maka
perilaku yang terbentuk akan lebih langgeng daripada remaja yang memiliki kepercayaan
yang rendah atau bertentangan. Berdasarkan hasil penelitian mayoritas remaja memiliki
kepercayaan yang tidak bertentangan dengan perilaku kesehatan dengan perilaku
kebersihan menstruasi yang cukup baik. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian
[29]. Remaja yang memiliki kepercayaan yang baik akan terlatih dan terbiasa dengan
sendirinya untuk selalu menjaga kebersihan menstruasi [29]. Hasil penelitian
bertentangan dengan penelitian yang dilakukan [30] yang menunjukkan hasil tidak ada
hubungan antara kepercayaan dengan perilaku kebersihan menstruasi. Hasil penelitian
juga ditemukan masih ada responden yang memiliki kepercayaan yang tidak bertentangan
dengan perilaku kesehatan tetapi memiliki perilaku kebersihan menstruasi yang kurang.
Berdasarkan hasil penelitian, responden yang memiliki kepercayaan yang tidak
bertentangan tetapi memiliki perilaku kebersihan menstruasi yang kurang disebabkan
karena responden tidak memiliki keterpaparan informasi dan pengetahuan yang cukup
tentang kebersihan menstruasi. Informasi dan pengetahuan sangat penting sebagai dasar
remaja berperilaku. Sebelum remaja berperilaku positif tentang kebersihan menstruasi,
mereka harus terlebih dahulu tahu apa arti dan manfaat tindakan tersebut bagi dirinya,
selanjutnya mereka akan menilai atau bersikap. Maka dari itu informasi dan pengetahuan
juga penting sebagai dasar dari cara berfikir remaja sehingga dapat menumbuhkan
kepercayaan yang dalam prosesnya akan menimbulkan suatu perilaku [20]. Banyak
penelitian juga menyimpulkan bahwa peningkatan pengetahuan secara positif
mempengaruhi perilaku kebersihan menstruasi dan mengurangi dampak psikososial
negatif [31].
Mayoritas remaja dalam penelitian ini mendapatkan manfaat dari ketersediaan
fasilitas kebersihan menstruasi di sekolah untuk membantu mereka dalam melakukan
kebersihan menstruasi. Sekolah sudah menyediakan air bersih yang mengalir untuk
remaja melakukan kebersihan menstruasi dimana hal ini sejalan dengan penelitian [3].
Penelitian yang dilakukan [20] mendapatkan hasil yang sama bahwa terdapat hubungan
antara ketersediaan fasilitas dengan perilaku kebersihan menstruasi. Meskipun sekolah
sudah menyediakan air bersih, namun masih banyak remaja yang mengeluhkan tidak
tersedianya sabun dan pembalut di sekolah. Beberapa remaja mengatakan kamar mandi
sekolah tidak nyaman untuk digunakan sebagai tempat melakukan kebersihan menstruasi.
Keluhan yang sama dirasakan oleh remaja pada penelitian yang dilakukan [32][33],
sekolah mereka masih belum menyediakan fasilitas yang memadai untuk memfasilitasi
remaja dalam melakukan kebersihan menstruasi. Remaja membiarkan pembalut mereka
penuh dan tidak mengganti pembalut tersebut selama di sekolah karena mereka lebih
nyaman mengganti pembalut di rumah. Fasilitas yang tersedia di sekolah berpengaruh
terhadap kesuksesan remaja dalam melakukan kebersihan menstruasi di sekolah.
Tersedianya fasilitas yang mendukung dalam melakukan kebersihan menstruasi di
sekolah akan memberikan kenyamanan remaja untuk tetap melakukan kebersihan
menstruasi walaupun mereka sedang berada di luar rumah, terlebih remaja bersekolah di
sekolah yang menggunakan sistem Full Day School, dimana waktu yang dihabiskan lebih
banyak dilakukan di sekolah daripada di rumah.
Mayoritas remaja dalam penelitian ini mendapatkan manfaat dari ketersediaan
informasi tentang kebersihan menstruasi untuk membantu mereka dalam mendapatkan
informasi dan pengetahuan tentang kebersihan menstruasi. Lebih dari setengah responden
memiliki keterpaparan informasi dengan perilaku kebersihan menstruasi yang cukup baik.
Keteterparan informasi memiliki keterkaitan dengan perilaku kebersihan menstruasi.
Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan [34][20]. Responden paling banyak
mendapatkan informasi dari media sosial. Hal ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan [35] dimana mayoritas responden mendapat informasi tentang kebersihan
menstruasi dari media elektronik. Sebagai upaya meningkatkan pengetahuan siswi
tentang kebersihan menstruasi terutama di lingkungan sekolah bisa dilakukan dengan cara
menggiatkan penyebaran informasi tentang kebersihan menstruasi baik lewat
pembelajaran maupun poster yang di pasang di mading sekolah, hal ini diharapkan dapat
meningkatkan pengetahuan dan kesadaran siswa untuk selalu menjaga kebersihan
menstruasi dan menarapkan cara melakukan kebersihan menstruasi yang baik dan benar
terlebih pada saat berada di sekolah. Memasukkan pendidikan menstruasi ke dalam
kurikulum sekolah bisa menjadi solusi untuk mengatasi masalah kebersihan menstruasi
dan berkontribusi untuk menghilangkan tabu terkait kebersihan menstruasi [31].
Dukungan dan kehadiran orang-orang terdekat remaja sangat penting untuk dapat
meningkatkan kepercayaan dan memberikan motivasi yang kuat kepada remaja dalam
melakukan kebersihan menstruasi. Dukungan sosial dalam penelitian ini berasal dari ibu,
teman sebaya dan guru. Mayoritas remaja dalam penelitian ini mendapatkan dukungan
sosial dari orang tua yang diwujudkan dalam bentuk dukungan informasi yaitu
mendiskusikan kesehatan menstruasi bersama seperti dengan mengajarkan untuk selalu
mengganti pembalut dan memakai celana dalam yang nyaman. Dukungan yang diberikan
oleh orang tua juga berupa dukungan instrumental yaitu dengan menyediakan fasilitas
untuk melakukan kebersihan menstruasi seperti menyediakan pembalut untuk dibawa ke
sekolah. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan antara dukungan sosial dengan
perilaku kebersihan menstruasi. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh [36][4] dimana para ibu dari remaja diidentifikasi sebagai sumber utama
informasi tentang menstruasi. Hasil penelitian juga sejalan dengan penelitian yang
dilakukan [35] yang menunjukkan hasil terdapat hubungan yang signifikan antara
dukungan keluarga dengan perilaku kebersihan menstruasi. Dengan adanya dukungan
sosial dari orang tua, teman sebaya, dan guru akan menambah sumber informasi tentang
kebersihan menstruasi bagi remaja. Informasi merupakan salah satu dari faktor yang
memiliki pengaruh pada seseorang secara langsung maupun tidak langsung dalam
menerapkan perilaku. Semakin mudah dan sering seseorang menerima dan terpapar oleh
sebuah informasi yang didapatkan dari lingkungan maka akan semakin banyak
pengetahuan yang dimilikinya. Remaja yang mendapatkan dukungan sosial, secara
emosional akan merasa lega diperhatikan, mendapat saran atau kesan yang
menyenangkan pada dirinya sehingga dukungan sosial yang mendukung akan
meningkatkan perilaku kebersihan menstruasi remaja

KESIMPULAN

Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi remaja dalam mewujudkan perilaku


kebersihan menstruasi yang baik dan tepat di sekolah. Faktor tersebut berupa faktor
internal yang terdapat pada diri remaja dan juga faktor eksternal yang berasal dari
lingkungan. Untuk menerapkan perilaku kebersihan menstruasi di sekolah, remaja
membutuhkan pengetahuan, sikap, dan kepercayaan yang baik tentang kebersihan
menstruasi dan cara melakukannya dengan benar dan tepat. Sekolah yang menyediakan
fasilitas yang mendukung akan memudahkan remaja dalam menerapkan perilaku
kebersihan menstruasi selama di sekolah. Akses informasi yang tersedia juga dapat
mendukung remaja dalam meningkatkan pengetahuan tentang kebersihan menstruasi.
Perilaku kebersihan menstruasi juga diperkuat dengan adanya dukungan sosial dari orang
tua, teman sebaya, maupun guru. Selain itu, dukungan sosial yang didapat juga dapat
meningkatkan pengetahuan serta membentuk sikap dan kepercayaan remaja untuk
melakukan kebersihan menstruasi.

KETERBATASAN PENELITIAN

Karena adanya wabah COVID-19 di tengah jalannya penelitian menyebabkan metode


pengumpulan data yang digunakan pada kelas 8 diganti menggunakan google form
sehingga peneliti tidak bertemu langsung dengan responden. Peneliti mencantumkan
kontak dan nomor telepon peneliti yang bisa dihubungi oleh responden jika ada informasi
yang tidak dipahami.
UCAPAN TERIMA KASIH

Kami ingin mengucapkan terima kasih kepada semua responden dan pihak yang
membantu dalam terlaksananya penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

[1] R. Phonna, F. Diba, Yuswardi, and Maulina, “Efforts to Keep Cleaning when
Menstruation Period in Adolescents,” Idea Nurs. J., vol. IX, no. 2, 2017.
[2] Y. N. E. Sary and H. Zuhriyah, “Pengaruh Pendidikan Kesehatan Tentang
Reproduksi Terhadap Pengetahuan Pencegahan Masalah Organ Kewanitaan
Remaja,” J. Ilm. Ilmu Kesehat. Wawasan Kesehat., vol. 6, no. 1, p. 1, 2019.
[3] T. Gultie, D. Hailu, and Y. Workineh, “Age of menarche and knowledge about
menstrual hygiene management among adolescent school girls in amhara
province, Ethiopia: Implication to health care workers & school teachers,” PLoS
One, vol. 9, no. 9, pp. 1–9, 2014.
[4] E. P. K. Ameade and H. A. Garti, “Relationship between Female University
Students’ Knowledge on Menstruation and Their Menstrual Hygiene Practices: A
Study in Tamale, Ghana,” Adv. Prev. Med., vol. 2016, pp. 1–10, 2016.
[5] SDKI, “Survei demografi dan kesehatan Indonesia 2012 (National Survey of
Demography and Health),” p. 17, 2012.
[6] E. Coast, S. R. Lattof, and J. Strong, “Puberty and menstruation knowledge among
young adolescents in low- and middle-income countries: a scoping review,” Int. J.
Public Health, vol. 64, no. 2, pp. 293–304, 2019.
[7] D. Sharma, G. K. Naveen, and M. M. Thakare, “Prevalence of reproductive tract
infection symptoms and treatment-seeking behavior among women: A
community-based study,” Indian J. Sex. Transm. Dis. AIDS, vol. 39, no. 2, pp. 79–
83, 2018.
[8] Ratnasari, F. Idris Prihatin, S. A. Fachrin, A. Asrina, E. Kurnaesih, and Arman,
“Pengaruh Peer Education Terhadap Pengetahuan Personal Hygiene Masa
Menstruasi Remaja Awal di Pondok Pesantren Puteri Kota Makassar,” J. Islam.
Nurs., vol. 4, no. 2, pp. 44–53, 2019.
[9] J. Davis et al., “Menstrual hygiene management and school absenteeism among
adolescent students in Indonesia: evidence from a cross-sectional school-based
survey,” Trop. Med. Int. Heal., vol. 23, no. 12, pp. 1350–1363, 2018.
[10] A. Ramaiya et al., “How does a Social and Behavioral Change Communication
Intervention Predict Menstrual Health and Hygiene Management: A Cross-
Sectional Study,” BMC Public Health, vol. 19, no. 1, pp. 1–12, 2019.
[11] O. R. Salau and A. A. Ogunfowokan, “Pubertal Communication Between School
Nurses and Adolescent Girls in Ile-Ife, Nigeria,” J. Sch. Nurs., vol. 35, no. 2, pp.
147–156, 2019.
[12] S. Rastogi, A. Khanna, and P. Mathur, “Educational interventions to improve
menstrual health: Approaches and challenges,” Int. J. Adolesc. Med. Health, pp.
6–11, 2019.
[13] N. I. Gunari, “Pengaruh Pendidikan Kesehatan dengan Model Pembelajaran CTL
(Contextual Teaching and Learning) Terhadap Perilaku Higiene Menstruasi Pada
Santriwati P,” Universitas Airlangga, 2017.
[14] B. Octadiary, “Pendidikan kesehatan: Flash Card dalam upaya meningkatkan
perilaku menstrual hygiene pada remaja putri berdasarkan teori PRECEED-
PROCED di SMP Cahaya Surabaya,” Universitas Airlangga, 2017.
[15] A. Triningsih, “Analisis Faktor Perilaku Ibu Dalam Mengikuti Program Kelompok
Pendukung Asi (KP-ASI) di Wilayah Kerja Puskesmas Asemrowo Surabaya,”
Universitas Airlangga, 2018.
[16] C. I. Trisnalia, “Gambaran Perawatan Organ Reproduksi Remaja saat Menstruasi
pada Komunitas Anak Jalanan di Surabaya,” Universitas Airlangga, 2018.
[17] Y. U. Tantry, T. Solehati, and D. I. Yani, “Gambaran Pengetahuan, Sikap, Dan
Perilaku Perawatan Diri Selama Menstruasi Pada Siswi Smp,” J. Ilmu
Keperawatan dan Kebidanan, vol. 10, no. 1, p. 146, 2019.
[18] S. Notoatmodjo, Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta, 2014.
[19] D. A. Kusumastuti, “Hubungan Pengetahuan dan Karakteristik Remaja Putri
Tentang Menstruasi dengan Perilaku Higienis Saat Menstruasi,” 3rd Universty
Res. Colloq. 2016, 2016.
[20] L. Suryani, “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Remaja Putri Tentang
Personal Hygiene Pada Saat Menstruasi,” J. Midwifery Sci., vol. 3, no. 2, pp. 24–
35, 2019.
[21] S. Rastogi, A. Khanna, and P. Mathur, “Uncovering the challenges to menstrual
health: Knowledge, attitudes and practices of adolescent girls in government
schools of Delhi,” Health Educ. J., vol. 78, no. 7, pp. 839–850, 2019.
[22] A. M. Lahme, R. Stern, and D. Cooper, “Factors impacting on menstrual hygiene
and their implications for health promotion,” Glob. Health Promot., vol. 25, no. 1,
pp. 54–62, 2018.
[23] N. Rahmi, A. Husna, and F. Andika, “Studi Crossectional Hubungan Sikap ,
Dukungan Keluarga dan Pengetahuan dengan Perilaku Higienis Remaja Saat
Menstruasi di SMA Kartika X1V-1 Banda Aceh,” J. Healthc. Technol. Med. Vol.
2 No. 2 Oktober 2016 Univ., vol. 2, no. 2, pp. 178–186, 2016.
[24] N. A. Putri and A. Setianingsih, “Hubungan Pengetahuan dan Sikap Terhadap
Perilaku Personal Hygiene Mentruasi,” J. Ilmu Kesehat. Masy., vol. 5, no. 1, pp.
15–23, Jul. 2019.
[25] A. T. Angka, Marlina, O. Datuan, and G. F. Tunde, “Hubungan Pengetahuan dan
Sikap Remaja Putri dengan Kebersihan Organ Reproduksi Pada Saat Menstruasi
di SMP Negeri 27 Makassar,” J. Ilm. Media Bidan Vol. 4 Nomor 2, Desember
2019, vol. 4, pp. 72–80, 2019.
[26] R. N. Yadav, S. Joshi, R. Poudel, and P. Pandeya, “Knowledge, Attitude, and
Practice on Menstrual Hygiene Management among School Adolescents.,” J.
Nepal Health Res. Counc., vol. 15, no. 3, pp. 212–216, Jan. 2018.
[27] C. Katsuno et al., “Quality of public school toilets and the frequency of changing
sanitary napkins among students in public secondary schools in the City of
Manila, Philippines,” Trop. Med. Health, vol. 47, no. 1, pp. 1–10, 2019.
[28] C. Morgan, M. Bowling, J. Bartram, and G. Lyn Kayser, “Water, sanitation, and
hygiene in schools: Status and implications of low coverage in Ethiopia, Kenya,
Mozambique, Rwanda, Uganda, and Zambia,” Int. J. Hyg. Environ. Health, vol.
220, no. 6, pp. 950–959, 2017.
[29] S. Puspitasari and Y. Fitria, “Pengetahuan, Sumber Informasi, Umur, Kepercayaan
terhadap Perilaku Personal Hygiene pada Remaja Putri,” J. Ilmu Kesehat. Masy.,
vol. 6, no. 04, pp. 201–205, 2017.
[30] S. Lestariningsih, “Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Pratik Higiene
Menstruasi,” J. Kesehat. Metro Sai Wawai Vol. VIII No.2 Ed. Des 2015, ISSN
19779-469X, vol. VIII, 2015.
[31] C. VanLeeuwen and B. Torondel, “Exploring menstrual practices and potential
acceptability of reusable menstrual underwear among a middle eastern population
living in a refugee setting,” Int. J. Womens. Health, vol. 10, pp. 349–360, 2018.
[32] J. Hennegan and L. Sol, “Confidence to manage menstruation at home and at
school: findings from a cross-sectional survey of schoolgirls in rural Bangladesh,”
Cult. Heal. Sex., vol. 0, no. 0, pp. 1–20, 2019.
[33] J. Chinyama et al., “Menstrual hygiene management in rural schools of Zambia: a
descriptive study of knowledge, experiences and challenges faced by schoolgirls,”
BMC Public Health, vol. 19, no. 1, p. 16, 2019.
[34] D. D. Nuryani, “Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Higienis
Remaja Putri Pada Saat Mesntruasi di MTS Al-Khairiyah Kankung Kecamatan
Bumi Waras Bandar Lampung Tahun 2012,” J. Dunia Kesmas Vol. 2. Nomor 3.
Juli 2013, vol. 2, pp. 186–191, 2013.
[35] J. Ledyanti, R. Rahmi, and R. Yanti, “Perilaku Remaja Putri Terhadap Personal
Hygienis Pada Masa Menstruasi di SMP Negeri 2 Cerenti Kabupaten Kuantan
Singingi,” J. Ilmu Kebidanan, STIKES Al-Insyirah Pekanbaru, pp. 108–115, 2016.
[36] I. Sarkar, M. Dobe, A. Dasgupta, R. Basu, and B. Shahbabu, “Determinants of
menstrual hygiene among school going adolescent girls in a rural area of West
Bengal,” 2017.

You might also like