Professional Documents
Culture Documents
Objektivitas Hiperrealitas Kehidupan Dan Degradasi Memori Nurfian Yudhistira
Objektivitas Hiperrealitas Kehidupan Dan Degradasi Memori Nurfian Yudhistira
Nurfian Yudhistira
fianyudhistira@amikom.ac.id
Fakultas Ekonomi dan Sosial, Program Studi Ilmu Komunikasi, Universitas
AMIKOM Yogyakarta
Abstract
This study examines the development of photographic technology that facilitates the
development of the phenomenon of social climbing by highlighting the hyperreality of social
media, thereby resulting in the emergence of a new identity for social climbers. Photography
technology has evolved over time. Digital technology has created instant technology that makes
it easy for camera users to operate cameras with automatic adjustment features, therefore the
technology industry is constantly looking for ways to develop and make smartphones.
Smartphones integrate image and communication technology into one device, making it easier
for users to communicate. This smart phone supports online access to social media because of its
features that can be connected to the internet. So anyone can share their photography using this
tool and also social media. social media makes it easy for everyone to access information
including personal activities that are shared, so that phenomena that are often referred to as
social climbing phenomena are phenomena marked by social media users who are competing to
improve their social status on online social media. The phenomenon of social climbing makes
someone create a new identity for themselves on social media. Creating a life that is exaggerated
from its original reality or also called hyperreality. This study aims to provide education related
to the use of photography and social media, so that people do not fall into the phenomenon of
false identities in social media.
Keywords: photography technology, the phenomenon of social media trends, social media,
hyperreality
34
Jurnal Populika, Volume 8, Nomer 1, Januari 2020
METODE
Penelitian ini membutuhkan metode untuk
memperoleh hasil yang valid. Metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah
metode kualitatif, untuk mengumpulkan data
lebih dalam dari narasumber terkait. Peneliti
menjadi instrumen penelitian itu sendiri.
Metode ini digunakan unutk
menggambarkan aktivitas social climber
pada media sosial yang mengunggah gambar
dengan unsur hiperrealitas untuk menarik
penyimak sosial media milik mereka.
Gambar 1. Perkembangan kamera
Penelitian kualitatif menurut Lincoln dalam
Sumber : Kompas.com
Neuman (2003: 72) adalah penelitian yang
menekankan pada proses dan pemaknaan
Gambar di atas menunjukkan bahwa
atas realitas sosial yang tidak diuji atau
perkembangan teknologi fotografi sangat
diukur secara ketat dari segi kuantitas,
signifikan, metamorfosa kamera juga
ataupun frekuensi
berakibat pada metamorfosa teknologi,
seperti halnya yang kita rasakan saat ini
HASIL DAN PEMBAHASAN
teknologi fotografi sangat memudahkan
Industri Fotografi dan Perubahan
penggunanya untuk menciptakan gambar
Perilaku
seperti yang diharapkan. Kemudahan
Fotografi memiliki dua fungsi,
teknologi fotografi juga mendorong
pertama sebagai media untuk merekam
perubahan perilaku manusia pengguna
kenyataan dan kedua sebagai medium
fotografi, menurut purwati (2015) dalam
ekspresi artistik. Secara kodratnya sebagai
penelitian skripsinya mengatakan bahwa
alat perekam, fotografi memiliki hubungan
fenomena yang saat ini sangat marak terjadi
yang dekat dengan keseharian dan
di masyarakat adalah fenomena
perkembangan kehidupan sosial budaya
pendokumentasian kegiatan sehari-hari lalu
dalam masyarakat. Ia memperlihatkan
membagikannya pada media sosial, media
kehidupan urban atau pedesaan, kehidupan
daring membuat semua orang mudah untuk
secara alami, modernitas, wajah orang-
mengakses informasi termasuk seperti
orang, lanskap, kultur, fashion,
kegiatan personal yang dibagikan tersebut,
kegembiraan, keindahan lingkungan,
sehingga muncul sebuah fenomena yang
kesedihan, kehancuran, perang dan
kerap disebut dengan fenomena panjat sosial
perubahan dalam masyarakat (Alwi, 2004).
(Social Climber) yakni sebuah fenomena
Teknologi fotografi berkembang seiring
yang ditandai dengan para pengguna daring
masa, mulai dari teknologi kamera analog
media sosial berlomba-lomba menaikkan
hingga teknologi digital kamera handphone.
status sosial mereka pada daring media
Teknologi digital menciptakan teknologi
sosial. Fenomena ini mempengaruhi banyak
instan yang mempermudah pengguna
aspek dalam kehidupan para pemuda yang
kamera untuk mengoperasikan kamera
mengikuti trend fenomena tersebut. Seperti
35
Nurfian Yudhistira, Social Climber Identity And Memory……
36
Jurnal Populika, Volume 8, Nomer 1, Januari 2020
2003: 287) yang ingin diperlihatkan kepada terbaik hiperrealitas, karena dapat
publik di media sosial. merepresentasikan hiperrealitas menjadi
realitas palsu (Sarup, 2003: 293). Simulasi
Kehidupan sosial kerap sekali membunuh makna secara absolut dan
dihadirkan dalam bentuk image yang memunculkan suatu kondisi hiperrealitas
kemudian disajikan pada media sosial (Baudrillard dalam Ritzer, 2003: 162-163).
dengan berbagai keterangan. Mereka Simulasi membuat realitas menjadi kabur.
mendokumentasikan kehidupan mereka Oleh karena itu telah terjadi pengaburan
dengan mengunggahnya di media sosial kelas, dimana tidak adanya kejelasan dari
dalam bentuk budaya selfie. Budaya swafoto kelas sosial yang dimunculkan di media
atau selfie telah menjamur, setiap orang sosial. Media sosial saat ini tidaklah lagi
yang memiliki smartphone dapat melakukan menampilkan realitas yang sebenarnya,
kegiatan swafoto. Selfie adalah singkatan namun menampilkan hiperrealitas (Ritzer,
dari self portrait, yang artinya foto yang 2003: 163). Citra atau realitas buatan yang
diambil dari kamera handphone atau kamera dibangun oleh media sosial berhasil
digital oleh orang itu sendiri. Mereka yang menutupi realitas yang sebenarnya dan
suka selfie ini menyebarkan hasil dari foto membentuk hiperrealitas. Media sosial saat
mereka ke media sosial, seperti Facebook, saat ini melakukan simulasi, manipulasi,
Twitter, dan instagram. Karena memang saat rekayasa dan mengubah bentuknya sendiri
ini, media sosial banyak menyediakan menjadi pesan itu sendiri.
media/aplikasi yang memang menggaet
masyarakat untuk menyukai selfie dan Fenomena panjat sosial (Social Climber)
narsis. Selfie biasanya digunakan untuk dan Degradasi memori
mengambil pose kasual dengan
Menurut Pradhana (2019) Panjat
menggunakan kamera yang diarahkan pada
Sosial atau bisa disebut dengan Social
diri sendiri. Selfie juga digunakan sebagai
Climbing yakni sebuah istilah yang
sebuah ajang dalam konteks aktualisasi diri
menyatakan perbuatan seseorang yang
secara visual, hal ini menunjukan bagaimana
memanfaatkan orang lain, barang, ataupun
seseorang dapat menunjukkan eksistensi
peristiwa untuk mendapatkan perhatian,
dirinya melalui visual. Bahkan demi
memperoleh keuntungan tertentu, ataupun
mendukung eksistensi ini, perusahaan
meningkatkan status sosial. Fenomena ini
smartphone menciptakan fitur filter kamera
yang berfungsi untuk menambah estetika terjadi sebagai sebuah self presenting
pada visual pengguna kamera dengan menggunakan alat dokumentasi dan
smartphonenya, hal ini membantu juga media sosial, media sosial yang ramai
merealisasikan keinginan mereka yang digunakan unutk panjat sosial adalah
belum terpenuhi dan membuat seseorang instagram dan facebook. Menurut Goffman
menjadi lebih percaya diri dalam (1959) Self Presenting atau presentasi diri
menampilkan visualisasi diri mereka. sering juga disebut sebagai manajemen
Sehingga pada saat ini orang akan melihat impresi (impression management)
fitur kamera apa saja yang ditawarkan oleh merupakan sebuah tindakan menampilkan
smartphone yang akan dipilihnya. Dari diri yang dilakukan oleh setiap individu
adanya budaya selfie, konsep hiperrealis ini untuk mencapai sebuah citra diri yang
juga berkembang pada perubahan perilaku diharapkan dan biasanya merupakan citra
seseorang di media sosial yang berakibat yang positif.
munculnya fenomena panjat sosial (Social Media sosial instagram memiliki
Climber). Media sosial menjadi ruang fitur instastory yang kerap digunakan unutk
37
Nurfian Yudhistira, Social Climber Identity And Memory……
38
Jurnal Populika, Volume 8, Nomer 1, Januari 2020
1
Lebih lanjut baca Hollingworth. A. and Luck. S.J
(2005) Visual Memory. Oxford University Press.
39